pneumonia pada hewan besar

Upload: teuku-arief-maulana

Post on 03-Apr-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 Pneumonia Pada Hewan Besar

    1/7

    Pneumonia pada Hewan Besar

    Definisi

    Pneumonia atau pneumonitis adalah suatu peradangan pada paru-paru

    terutama pada bagian parenkhim paru. Kondisi ini mengakibatkan adanya gangguan

    fungsi sistem pernafasan (Gabor 2003).

    Radang paru-paru (pneumonia) merupakan radang parenkim yang dapat

    berlangsung baik akut maupun kronik ditandai dengan batuk, suara abnormal pada

    waktu auskultasi, dyspnoe dan kenaikan suhu tubuh. Radang ini disebabkan oleh

    berbagai agen etiologi, radang yang disebabkan bakteri terkadang menyebabkan

    terjadinya toksemia. Secara patologi banyak ditemukan bersamaan dengan radang

    bronchus hingga terjadi bronchopneumonia yang sering terjadi pada hewan.

    Etiologi

    Faktor-faktor pengelolaan peternakan dan lingkungan hewan sangat

    berpengaruh terhadap terjadinya radang paru-paru pada suatu peternakan. Cara-

    cara pemeliharaan seperti penempatan hewan yang selamanya hanya dikandang

    saja, tempat yang lembab atau berdebu, ventilasi udara yang jelek, penempatan

    hewan dari berbagai umur dalam satu tempat, jumlah hewan yang berlebihan dalam

    satu kandang, hewan yang berdesak-desakan (over crowding), pemasukan hewan-

    hewan yang tidak beraturan, merupakan faktor-faktor yang mendukung terjadinya

    pneumonia (Cordes et.al 1994). Selain itu, adanya radang seperti radang pada

    bronkhus (bronkhitis) juga dapat bertindak sebagai penyebab pneumonia. Terlebih

    sebagian besar kejadian pneumonia pada hewan asalnya bersifat bronchogenik

    (adanya benda-benda asing yang masuk kedalam atau melalui bronkhus), tetapi

    beberapa dapat berasal dari rute hematogenik (via darah).

    http://3.bp.blogspot.com/-MGUR1sz8OZQ/TmodBBWruiI/AAAAAAAAADQ/8bvAFatWhfE/s1600/hc_calf.jpg
  • 7/29/2019 Pneumonia Pada Hewan Besar

    2/7

    Pada lingkungan yang jelek sering terjadi infeksi bakteriPasteurela

    sp danStreptococcus sp. Pneumonia yang disebabkan oleh virus pada hewan

    biasanya bersifat akut. Pada kultur paru-paru hewan yang sudah mati disebabkan

    pneumonia sering dijumpai adanya bakteriCorynobacterium pyogenes,Hemolytic

    staphylococcidanPseudomonas aeruginosa.

    Etiologi kejadian pneumonia sangat beragam. Menurut Welsh et.al (2004),

    penyakit pneumonia pada sapi dapat diakibatkan oleh virus, bakteri atau kombinasi

    keduanya, parasit metazoa (metazoan parasites) dan agen-agen fisik/kimia lainnya.

    Adapun spesifitas agen penyebab tersebut adalah : VIRUS : Infectious Bovine Rhinotracheitis, Malignant Catharhal Fever,Bovine Fever, Bovine Herpes V-4, Adenovirus, Parainfluenza-3, Bovinerespiratory Virus, Bovine Virus Diarrhea-Mucosal Disease, Rhino-virus, Rota-virus.

    BAKTERI :Pasteurella multocida,Pasturella hemolitica, Streptococcus sp,Mycobacterium tuberculosa, Corynobacterium pyogenes, Hemophilus somnus JAMUR:Chlamydia psittaci MYCOPLASMA:Mycoplasma mycoides, Mycoplasma dispar, Mycoplasmabovis

    PARASIT:Dictocaulus viviparusPatogenesa

    Agen-agen infeksi memasuki jaringan paru-paru secara inhalasi, hematogen atau

    limfogen. Berat ringan proses radang tergantung pada jenis, virulensi, dan jumlah

    agen infeksi yang berhasil memasuki jaringan. Infeksi secara hematogen dan

    limfogen menyebabkan terbentuknya foci-foci radang yang letaknya tersebar pada

    berbagai lobus paru-paru. Kejadian akut biasanya disebabkan oleh bakteriPasteurela

    sp danMycoplasma sp sedangkan yang disebabkan jamur atau

    bakteriMycobacterium sp kebanyakan bersifat kronis dengan pembentukan

    granuloma. Sedangkan agen infeksi yang disebabkan oleh viral berlangsung subklinis

    yang memerlukan faktor lain dalam patogenesisnya yaitu dengan kerja sama dengan

    bakteri patogen lain maupun pengelolaan peternakan dan lingkungan yang jelek.

    Radang paru-paru akan menyebabkan terjadinya hipoksia karena terjadi

    ganguan pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Kompensasi dari hal tersebut

    hewan akan meningkatkan frekuensi dan intensitas pernafasan. Karena adanya rasa

    sakit ketika bernafas disebabkan meningkatnya kepekaan jaringan yang mengalami

    radang pernapasan berlangsung cepat dan dangkal.

    Adanya hiperemi, paru-paru akan mengalami pemadatan, konsolidasi yang dalam

    keadaan lanjut terjadi pemadatan yang berkonsistensi seperti hati ( hepatisasi). Pada

    uji apung jaringan yang berkonolidasi akan melayang ataupun tenggelam. Adanya

    eksudat pada saluran pernafasan akan menyebabkan batuk bagi jaringan yang peka,

    karena eksudat ini bila dilakukan auskultasi akan terdengar suara ronchi basah dan

  • 7/29/2019 Pneumonia Pada Hewan Besar

    3/7

    hilangnya suara vesikuler. Selain itu pernafasan yang normalnya tipe

    kostoabdominal akan berubah menjadi tipe abdominal.

    Menurut Welsh et.al (2004), hampir semua kejadian pneumonia berawal dari

    mekanisme pertahanan paru-paru. Dibawah kondisi yang normal, aliran udara

    utama dan parenkhim paru-paru mencegah masuknya agen yang berbahaya,

    menetralisir serta menyingkirkannya, sehingga paru-paru mengandung sedikit, jika

    ada, organisme yang sampai ke bagian ujung paru-paru. Beberapa infeksi alat

    respirasi berasal dari partikel debu yang membawa agen infeksi dimana

    keluar/masuk paru-paru. Untuk terjadinya suatu infeksi melalui rute aerosol, agen

    penyebab infeksi harus bersifat mudah dibawa oleh udara (aerosolized), tahan di

    udara, dapat ditempelkan pada dinding alat respirasi dari induk semang yang peka,

    dan kemudian memperbanyak diri. Jadi patogenesa dari infeksi penyakit respirasi

    terkait dengan deposisi partikel dan agen infeksi dalam alat respirasi.

    Di bawah kondisi normal suatu mekanisme pertahanan biokimiawi, fisiologis dan

    immunologis secara kompleks melindungi alat pernafasan dari partikel masuk, yang

    mungkin bersifat melukai atau infeksius. Mekanisme pertahanan utama alat

    respirasi meliputi filtrasi aerodynamika oleh rongga hidung, bersin, refleks

    laryngealis, refleks batuk, mekanisme transport mucociliary makrofag alveolar dan

    sistem antibodi sistemik maupun lokal.

    Selain itu, gambaran anatomis dan fisiologis dari sistem respirasi sapi

    memungkinkan adanya predisposisi terhadap berkembangnya penyakit paru-parudibandingkan hewan lainnya. Sapi secara fisiologis mempunyai kapasitas pertukaran

    gas yang kecil dan aktifitas tekanan ventilasi basal lebih besar. Kapasitas pertukaran

    gas yang kecil menyebabkan sapi mendapatkan tingkat oksigen alveolar dan

    bronchial rendah selama berada pada dataran tinggi dan selama periode aktifitas

    fisik/metabolik. Pada saat itu, tekanan oksigen rendah atau hypoxia mungkin

    memperlambat aktifitas mucociliary dan makrofag alveolar dan menurunkan

    kecepatan proses pembersihan paru-paru (Subronto 2003).

    Paru-paru sapi juga mempunyai tingkat pembagian ruangan yang lebih besar

    dari pada hewan lain. Hal ini memungkinkan terjadinya hypoxia perifer pada

    jalannya udara sehingga jalannya udara menjadi terhambat. Hal ini mengakibatkan

    penurunan aktifitas fagositosis dan retensi multifikasi agen-agen infeksius.

    Disamping itu, karena makrofag alveolar jumlahnya rendah pada paru-paru sapi,

    maka mekanisme pembersihan paru-paru tidak seefektif hewan lain. Demikian pula

    tingkat atypical bioactivity dari lysozyme mukus respirasi pada sapi yang rendah,

    memungkinkan sapi lebih mudah menderita infeksi saluran pernafasan

    dibandingkan spesies hewan lainnya.

  • 7/29/2019 Pneumonia Pada Hewan Besar

    4/7

    Gejala klinis

    Pada awalnya radang paru-paru ( pneumonia ) didahului gejala hiperemi

    pulmonum, diikuti dyspnoe, frekuensi nafas 40-80 kali permenit, tipe nafas bersifat

    abdominal, napasnya mula-mula dangkal kemudian dalam, batuk, setelah

    berlangsung beberapa hari muncul leleran pada hidung, pulsus 60-90 kali per menit,

    demam ( suhu 42C ) kenaikan suhu tubuh ini sejalan dengan reaksi tubuh dalm

    memobilisasi sel-sel darah putih dan berlangsungnya seperti antigen-antibodi.

    Pada inspeksi terkadang tercium bau abnprmal dari pernapasan penderita.

    Bau busuk ( halitosis, foxtor ex ero ) dapat berasal dari runtuhan sel atau dari produk

    bakteri penyebab pneumonia. Bau busuk selalu ditemukan pada radang paru-paru

    yang disertai ganggren.

    Pada auskultasi daerah paru-paru akan terdengar berbagai suara abnormal.

    Terdengar suara bronchial ( rhonci basah ) yang seharusnya suara vesicular

    disebabkan alveoli terisi cairan radang. Pada pemeriksaan perkusi pada daerah paru-

    paru tidak ditemukan adanya perubahan pada batas-batas daerah perkusi. Suara

    resonansi yang dihasilkan bervariasi mulai dari agak pekak pada daerah yang

    mengalami hiperemi sampai pekak total pada daerah yang mengalami hepatisasi.

    Pada sapi perah terjadi penurunan produksi susu bahkan sering sekali

    produksi susu terhenti sama sekali. Penderita tampak lesu, malas berbaring, gelisah,

    kehilangan nafsu makan dan minum, depresi, terkadang pernapasan dengan mulut,

    konstipasi dan oligouria.

    Menurut Cordes et.al (1994) gejala klinis terjadinya pneumonia pada sapi

    adalah respirasi cepat dan dangkal, sesak nafas (dyspnoe), batuk, keluar discharge

    atau eksudat pada hidung, tegak sapi dalam posisi abduksio (bahu direnggangkan),

    tidak selalu ditandai dengan kenaikan suhu/demam karena kenaikan suhu tubuhberlangsung sejalan dengan reaksi tubuh dalam memobilisasi sel darah putih dan

    berlangsungnya reaksi antigen-antibodi. Pada pneumonia yang telah berjalan cukup

    lama (kronis) tidak disertai dengan kenaikan suhu tubuh (Subronto 2003).

    Pada pemeriksaan auskultasi, daerah paru-paru akan terdengar suara

    abnormal. Karena alveol berisi cairan radang, pada saat inspirasi suara bronchial

    lebih kecil atau sama dengan suara vesikular. Pada pemeriksaan secara perkusi,

    tidak ditemukan batas-batas yang jelas pada gema perkusinya. Suara resonansi yang

    dihasilkan bervariasi (Gabor 2003).

  • 7/29/2019 Pneumonia Pada Hewan Besar

    5/7

    Selain itu, pada perkembangan lebih lanjut, pada sapi yang sedang produksi

    akan mengalami penurunan produksi atau produksi air susu akan terhenti sama

    sekali, hewan lesu, malas, berbaring dan kehilangan nafsu makan dan minum

    (Gabor 2003)

    Diagnosa

    Didasarkan pada:

    a. Gejala Klinis

    Diagnosa pneumonia didasarkan atas gejala klinik yang terlihat dan dilengkapi

    dengan pemeriksaan secara auskultasi, perkusi dan dapat dilanjutkan denganpemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan foto rontgent. Untuk mengetahui etiologi

    atau agen penyebab pneumonia perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologis berupa

    pemeriksaan sputum atau leleran hidung atau swab trakheal (Cordes et.al 1994).

    b. Pemeriksaan hematologi

    Pemeriksaan ini untuk melihat gambaran sel darah putih dan jika

    memungkinkan dapat pula dilakukan pemeriksaan serologis, terutama untuk

    mengetahui keberadaan agen virus. Bahkan pemeriksaan feses natif untuk

    mengetahui telur cacing juga dapat dilakukan. Karena larva nematodaDictyocaulus

    viviparus dalam perjalanannya di paru-paru dapat menyebabkan peradangan

    (Lungworm pneumonia).

    c. Pemeriksaan makroskopis

    Paru sapi terkena pneumonia olehM bovis

    http://2.bp.blogspot.com/-hBsKl6YCNfI/TmoXSNdft7I/AAAAAAAAAC8/CPaQ59YEcFk/s1600/image2.jpg
  • 7/29/2019 Pneumonia Pada Hewan Besar

    6/7

    pneumonia kronis sapi

    bronchopneumonia sapi

    Paru normal sapi

    Pemeriksaan makroskopis pada paru-paru tampak perubahan warna

    mulai yang dari kemerahan sampai menjadi abu-abu dan kuning bahkan terjadi

    hepatisasi merah, konsistensinya berubah menjadi seperti hati yang elastis bahkan

    mengalami kerapuhan. Pada pengirisan paru-paru ditemukan adanya eksudat mulai

    dari serous sampai mukopurulen, jaringan parenkim tampakmengalami kongesti

    dan hepatisasi. Pada uji apung akan melayang atau tenggelam, dan ditemukan

    inklusi bodi pada pneumonia yang disebabkan virus.

    Diagnosa Banding

    http://2.bp.blogspot.com/-DyHIu3mg0Xg/Tmoaa6k-Y6I/AAAAAAAAADE/rPxPBrDIJNg/s1600/chronic+pneumonia.JPGhttp://1.bp.blogspot.com/-bSzCgQa6O-g/Tmoaidb7OEI/AAAAAAAAADM/P7sfiyOjiHA/s1600/normallung.jpghttp://3.bp.blogspot.com/-K2PvGhBFo4s/TmoaextAJDI/AAAAAAAAADI/NxSz65jTgi4/s1600/bronchopneumonia2.JPGhttp://2.bp.blogspot.com/-DyHIu3mg0Xg/Tmoaa6k-Y6I/AAAAAAAAADE/rPxPBrDIJNg/s1600/chronic+pneumonia.JPG
  • 7/29/2019 Pneumonia Pada Hewan Besar

    7/7

    Differensial diagnosa terhadap pneumonia adalah didasarkan pada adanya

    kemiripan diantara penyakit seperti gejala klinis respirasi cepat dan dangkal, sesak

    nafas (dyspnoe), batuk, keluar discharge atau eksudat pada hidung, tegak sapi dalam

    posisi abduksio (bahu direnggangkan). Keadaan oedema pulmonum patutdipertimbangkan. Mengingat pada kondisi oedema pulmonum juga terlihat adanya

    gangguan suplai oksigen dan karbondioksida akibat adanya pengisian cairan pada

    alveolar (Welsh et.al 2004).

    Selain itu, gangguan pada pleura (pleuritis) perlu diperhatikan juga, karena

    pada pemeriksaan atau uji gumba, kondisi pleuritis juga menunjukkan reaksi sakit

    (positif). Terlebih radang ini jarang ditemukan yang berdiri sendiri. Kondisi

    pneumonia yang telah berlanjut pun dapat mengakibatkan peradangan pada pleura(Subronto 2003).

    Diagnosa banding lainnya antara lain:

    gangguan jantung

    hiperemi pulmonum,

    oedema pulmonum,

    emfisema pulmonum

    laringo-tracheitis

    Terapi

    Pengawasan pada hewan yang masih sehat sangatlah penting, penderita

    ditempatkan dikandang yang bersih, hangat dan ventilasi yang baik. Pemberian Ca

    boroglukonat dan vitamin C serta penangan dehidrasi sangat berguna untuk terapi

    pneumonia.

    Terapi sangat efektif dilakukan jika telah mengetahui

    agen penyebab pneumonia. Pengobatan dengan antibiotik

    berspektrum luas