pluralisme agama dalam perspektif tafsir al-maraghy

Upload: iwan-hermawan

Post on 08-Apr-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    1/17

    PLURALISME AGAMA

    DALAM PERSPEKTIF TAFSIR AL-MARAGHY

    A. Latar belakang Masalah

    Keberagaman dan berbeda pendapat merupakan order of nature, dalam

    bahasa Al-Quran disebut Sunatullah. Perbedaan pandangan, keyakinan danagama merupakan fenomena lazim dan alamiah. Masyarakat Indonesia adalah

    masyarakat majemuk dan beragam baik dari segi suku, ras maupun agama. Hal

    tersebut dapat dilihat bahwa mereka tinggal dan menetap tersebar di berbagai

    pulau dan memeluk agama yang beragam dari Kristen, Hindu, Budha dan Islam.

    Munculnya keragaman agama ini merupakan konsekwensi logis dianutnya

    berbagai paham oleh masyarakat Indonesia. Masalah keragaman inilah yang

    menimbulkan issue keberagaman atau pluralitas agama, yang selanjutnya seringdisebut dengan paham pluralisme agama.

    Pluralisme di Indonesia tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan

    bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan

    agama, yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi bukan pluralisme.

    Pluralisme juga tidak boleh dipahami sekadar sebagai kebaikan negatif hanya

    ditilik dari kegunaannya untuk menyingkirkan fanatisme. Pluralisme harus

    dipahami sebagai pertalian sejati kebinekaaan dalam ikatan-ikatan keadaban.

    Bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia,

    antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang

    dihasilkannya. Dalam kitab suci justru disebutkan bahwa Allah menciptakan

    mekanisme pengawasan dan pengimbangan antara sesama manusia gunamemelihara keutuhan bumi, dan merupakan salah satu wujud kemurahan Tuhan

    yang melimpah kepada umat manusia. Seandainya Allah tidak mengimbangi

    segolongan manusia dengan segolongan yang lain, maka pastilah bumi hancur;namun Allah mempunyai kemurahan yang melimpah kepada seluruh alam.(QS.

    al-Baqarah/2:251)1

    Keragaman agama di Indonesia merupakan kenyataan dari konsekwensi

    logis dianutnya berbagai paham oleh masyarakat Indonesia. Masalah keragaman

    agama inilah yang menimbulkan issue kebaragaman atau pluralitas agama. Issue

    ini merupakan fenomen yang hadir di tengah keaneka ragaman klaim kebenaran

    absolut antar agama yang saling berseberangan. Setiap agama mengklaim dirinya

    yang paling benar dan yang lain sesat semua. Klaim ini kemudian melahirkankeyakinan yang disebut doktrin keselamatan. Bahwa keselamatan atau

    pencerahan surga merupakan hak para pengikut agama tertentu saja, sedangkan

    pemeluk agama lain akan celaka dan masuk neraka.

    Sementara itu pula, paham relativisme agama menyatakan bahwa doktrin

    agama apapun harus dinyatakan benar, atau tegasnya semua agama adalah sama

    karena kebenaran agama-agama walaupun berbeda-beda dan bertentangan satu

    dengan yang lainnya, tetap harus diterima. Untuk itu seorang relativis tidak akan

    mengenal apalagi menerima suatu kebenaran universal yang berlaku untuk semua

    dan sepanjang masa. Konsep ini menerangkan bahhwa apa yang dianggap baik

    1

    Abd.Majid , Tantangan dan Harapan Umat Islam d Era Globalisasi, Bandung: CV. PustakaSetia, 2000, h. 34

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    2/17

    atau buruk, benar atau salah adalah relatif, tergantung kepada pendapat tiap

    individu, keadaan setempat, atau institusi sosial dan agama.

    Oleh karena itu, konsep ini tidak mengenal kebenaran absolut ataukebenaran abadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam paham pluralisme terdapat

    unsur relativisme yakni unsur tidak mengklaim pemilikan tunggal (monopoli) atas

    suatu kebenaran, apabila memaksakan kebenaran tersebut kepada pihak lain.

    Menurut John Hick, teolog Barat, menegaskan bahwa agama merupakan

    menifestasi-manifestasi dari realitas yang satu. Dengan demikian, semua agama

    sama dan tak ada yang lebih baik dari yang lain. Sementara pluralisme agama

    mengacu pada sebuah teori khusus tentang hubungan antar berbagai agama

    dengan klaim-klaim kebenarannya yang berbeda-beda dan kompetitif. Teori ini

    mengatakan bahwa agama-agama besar dunia merupakan konsepsi dan persepsi

    yang berbeda tatanan, dan respon yang bervariasi terhadap realitas ketuhanan

    yang sama yang ultimate dan misterius.2

    Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwanya dalam Munas MUI ke-7

    di Jakarta menyatakan bahwa pluralisme, sekularisme, dan liberalisme

    bertentangan dengan ajaran Islam. Menurut MUI , pluralisme agama adalah suatu

    paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya

    kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu setiap pemeluk agama tidak

    boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama lain

    salah.

    Dengan bahasa yang lebih sederhana dirumuskan bahwa untuk terjadinya

    kerukunan umat beragama, pemeluk suatu agama harus menganut teologi pluralis.

    Ia harus meyakini bahwa agama lain juga benar, yang berbeda hanya cara saja.

    Tapi tujuannya adalah sama. Dalam istilah lain, satu Tuhan dalam banyak jalan,

    atau mengutip ucapan Rumi: meskipun ada bermacam-macam agama, tujuannya

    adalah satu.

    Fatwa kontoversial MUI ini ditanggapi beragam. Oleh sebagian kalangan

    muslim liberalis merasa bahwa pluralisme dipahami secara keliru. Misalnya M.

    Syafii Anwar3 menilai paham ini hanya sekedar mengakui keberagaman orang

    lain, termasuk dalam beragama, tapi tidak harus setuju, sekadar penghormatan

    (respect). Dalam konteks kebangsaan, atau ke-Indonesiaan, sikap saling

    menghormati menjadi wacana yang amat penting di tengah keberagaman

    masyarakat Indonesia. Bagi kalangan pluralis, pluralisme tidak berarti

    meninggalkan keyakinan dan identitas penganutnya. Hanya sekadar mengakuiperbedaan dan identitas agama masing-masing.

    Diakui bahwa dalam sejarah agama-agama telah terjadi pertikaian antar

    pemeluk agama yang sama atau antarpemeluk berbagai agama. Namun,

    pertikaian tersebut lebih banyak disebabkan oleh kepentingan-kepentingan non

    agama. Adakah jalan keluar untuk membentuk harmonisasi antar pemeluk agama?

    Karena jika agama telah menjadi sumber keresahan pemeluknya, jangan heran

    jika kemudian agama hanya sebagai kenangan buruk sejarah.

    2 John Hick,Religious Pluralism, dalaml Eliadae Mireea (ed), The Encyclopedia of Religion, New

    York: Macmilian Publishing Company, 1987, Vol.12. h. 3313

    M.Syafii Anwar, Pluralisme bukan Sekadar Toleran, dalam www. Tokoh Indonesia.com.,Minggu, 13 Juni 2010

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    3/17

    Untuk mencari pemecahan atas segala sikap destruktif ini, Alwi Shihab4

    berpendapat sudah saatnya umat beragama meninggalkan era monolog untuk

    beranjak kepada era dialog. Dengan dialog, umat beragama mempersiapkan diriuntuk melakukan diskusi dengan umat agama lain yang berbeda pandangan

    tentang kenyataan hidup, untuk saling mengenal dan menimba pengetahuan baru

    tentang agama mitra dialog. Selanjutnya, ada dua komitmen penting yang harus

    dipegang oleh pelaku dialog: Pertama adalah toleransi, dan kedua adalah

    pluralisme. Dialog yang dilengkapi dengan sikap toleransi tetapi tanpa sikap

    pluralistik tidak akan menjamin tercapainya kerukunan antarumat beragama yang

    langgeng.

    Dalam kaitan itu, secara garis besar pengertian konsep pluralisme dapat

    disimpulkan sebagai berikut:

    Pertama, pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya

    kemajemukan. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktifterhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Dengan kata lain,

    pengertian pluralisme agama adalah bahwa tiap pemeluk agama

    dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tapi

    terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna

    tercapainya kerukunan dalam kebhinekaan.

    Kedua, Pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme.

    Kosmopolitanisme menunjuk kepada suatu realita di mana aneka

    ragam agama, ras, dan bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi.

    Ambil misal kota New York terdapat di dalamnya orang-orang

    Yahudi, Kristen, Muslim, Hindu, Budha, bahkan Atheis. Seakan

    seluruh penduduk dunia berada di kota ini, namun interaksi positif

    antar penduduk ini, khususnya di bidang agama sangat minimal

    kalaupun ada.

    Ketiga, Konsep pluralisme tidak dapat disamakan dengan relativisme.

    Seorang relativis akan berasumsi bahwa hal-hal yang menyangkut

    kebenaran atau nilai ditentukan oleh pandangan hidup serta

    kerangka berfikir seseorang atau masyarakatnya.

    Keempat, Pluralisme agama bukanlah sinkretisme, yakni menciptakan suatu

    agama atau kepercayaan baru dengan memadukan unsur tertentu

    atau sebagian komponen ajaran dari beberapa agama untuk

    dijadikan bagian integral dari agama baru tersebut. Mani, pencetusagama Manichaieisme pada abad ke tiga, dengan cermat

    mempersatukan unsur-unsur tertentu dari ajaran Zoroaster, Budha,

    dan Kristen. Bahkan apa yang di kenal sebagai New Age Religion

    (Agama Masa Kini) adalah wujud nyata dari perpaduan antara

    praktik Yoga Hindu, Meditasi Budha, Tasawuf Islam dan Mistik

    Kristen.

    Dari uraian pengertian plurlisme itu dapatlah digaris bawahi di sini, bahwa

    apabila konsep pluralisme agama hendak diterapkan di Indonesia maka ia harus

    4

    Alwi Shihab, Isalm Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama,Bandung:Mizan, 1998, h.40-43

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    4/17

    bersyaratkan satu hal yaitu Komitmen yang kokoh terhadap agama masing-masing. Seorang pluralis dalam berinteraksi dengan aneka ragam agama, tidak

    saja dituntut untuk membuka diri, belajar dan menghormati mitra dialognya. Tapiyang tepenting ia harus committedterhadap agama yang dianutnya. Hanya dengansikap demikian kita dapat menghindari relativisme agama yang tidak sejalan

    dengan semangat Bhineka Tunggal Ika.

    Pengertian pluralisme agama yang bersyarat ini, sesuai dengan isyarat Al-

    Quran yang tercantum dalam Qs.Saba/34:24-26 berikut :

    Katakanlah wahai Muhammad: siapakah yang memberi rezki kepadamu dari

    langit dan bumi? Katakanlah: Allah, dan sesungguhnya kami atau kamu (nonMuslim) pasti berada dalam kebenaran atau kesesatan yang nyata. Katakanlah

    kami (non Muslim) tidak akan bertanggung jawab tentang dosa yang kami

    perbuat, dan kami tidak akan ditanya pula tentang apa yang kamu perbuat.

    Katakanlah Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberikeputusan antara kita dengan benar dan Dialah Maha Pemberi keputusan lagiMaha Mengetahui. (Qs.Saba/34:24-26)

    Sementara itu, menurut M.Amin Abdullah5 benih-benih, akar-akar

    musnculnya violence atau tindak kekerasan dengan motif agama disebabkan

    tiga faktor, yaitu :

    Pertama; Pemahaman Literal-skriptual dan sikap eksklusif-apologetikPemahaman tekstual-skriptual adalah jenis pemahaman kitab suci yang dangkal,

    karena tidak ada upaya memperbandingkan secara mendalam, lebih-lebih secara

    kontekstual yang membutuhkan analisis historis dan psikologis, antara satu ayat

    dengan ayat-ayat lain yang mungkin memberi pemahaman dan pengertian yang

    berbeda atau justru bersebrangan, untuk tidak menyebutnya bertentangan.

    Pemahaman seperti ini mudah sekali membentuk sikap sosial yang bersifat

    apologetik dan ekslusif.

    Kedua; Ketidak percayaan sesama anggota kelompok masyarakat (Mutual

    Distrust).6 Perasaan tidak senang, tidak setuju, dan tidak sepakat adalah sesuatu

    yang wajar. Setiap individu dan kelompok selalu mempunyai watak atau sifat

    dasar seperti itu. Namun, perasaan tersebut bisa menjadi-jadi, bertambah kuat,

    dan berkembang luas jika dibarengi ramuan sikap-sikap sosial dan beban sejarah

    masa lalu yang biasanya tidak mudah dilupakan, karena terdokumentasikan secara

    rapi, baik dalam ingatan kolektif, buku-buku literatur, maupun film-film5 M.Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultula-Multireligius, Jakarta: PSAP, 2005, h.

    11-246Dalam The Oxford Dictionary of World Religion dalam penelurusaran M.Amin Abdullah ketika

    menjelaskan Violence dalam agama tersirat tiga kunci di situ: pertama, agama sama sekali tidakbisa meninggalkanuntuk tidak menyebutnya lengketemosi, sedangkan emosi merupakakn

    cikal-bakal agresivitas yang mudah berbelok arah kepada tindak kekerasan; kedua, aktivitas dankegiatan keagamaan dapat mengurangi tindak kekerasan sekaligus dapat menjadi daya dorong

    hebat dan memicu kekerasan jika menimbulakna rasa frustasi dan tidak puas bagi pemeluknya ,

    ketiga, Masyarakat beragama yang tidak agresif biasanya dikondisikan oleh corak dan model

    pendidikan agama (learning system) yang ditawarkan oleh pimpinan agama, masyarakat, atau

    kelompok agama yang santun secara sosial. Lihat John Bowker (ed), The Oxford Dictionary of

    World Religion, Oxford: Oxford University Press, 1997, h. 1025, lihat pula M.Amin Abdullah,Pendidikan Agama Era Multikultural.., h. 18

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    5/17

    dokumenter. Sikap-sikap ini, yang ujung-ujungnya tidak menyutujui dan tidak

    mengakui keberadaan serta hak-hak orang atau kelompok lain, jika memuncak

    dan menumpuk akan membentuk serta memupuk sikap tidak toleran, kebencian,kemarahan, ancaman dan tindakan diskriminatif. Pada puncaknya akan muncul

    ketidak percayaan antar sesama individu, sesama anggota keluarga, sesama

    kelompok, atau antarkelompok (mutual distrust)

    Ketiga, Penyebaran merata ketidak adilan sosial-ekonomi dan sosial politik.

    Masalah ketidak setaraan atau kesenjangan yang mencolok antara the have danthe have not sangat menyentuh rasa keadilan masyarakat luas. Negara-negarakapitalis menjdi digjaya, karena ditopang oleh kekuatan ilmu pengetahuan, baik

    secara teoritis maupun terapan. Ketidak adilan global berakibat pada ketidak

    adilan lokal. Ketidakadilan lokal ikut memicu berkobarnya rasa iri, dengki, tidak

    puas dan frustasi anggota masyarakat. Tindak KKN (Korupsi, Kolusi dan

    Nepotisme) di berbagai tempat menjadikan rakyat tidak berdaya dan tidakmempunyai akses yang setara ke sentral-sentral ekonomi, power sharingdalam

    politik dan pendidikan.

    Dengan menggali ajaran-ajaran agama, meninggalkan fanatisme buta, serta

    berpijak pada kenyataan bahwa Tuhan Yang merupakan sumber ajaran Ketuhanan

    Yang Maha Esa, pada hakekatnya menganut universalisme. Tuhan Yang Maha

    Esa itulah yang menciptakan seluruh manusia, seluruh manusia bersumber dari

    satu keturunan, betapapun berbeda agama, bangsa dan diberi kebebasan untuk

    menerima atau menolak petunjuk agama, dan karena itu pula Dia menuntut

    ketulusan beragama dan tidak membenarkan paksaan dalam bentuk nyata atau

    terselubung, besar atau sekecil-kecilnya sekalipun.

    Yang dituju oleh setiap agama adalah kemaslahatan umat manusia. Tuhan

    sedemikian besar, sehingga rahmat-Nya pasti menyentuh seluruh makhluk-Nya.

    Dia dapat mengalah dan menganugerahkan hak-Nya demi hasil karya seninya

    yang paling sempurna, yaitu Manusia

    Dalam kajian-kajian Islam menurut Mahmud Syaltout yang dikutip oleh M.

    Quraish Shihab7dikenal dua sisi ajaran yaitu sisi nazhary atau teoritis, dan sisi

    amaly atau praktis. Sisi nazhary berkaitan dengan benak dan jiwa sehingga harus

    dipahami sekaligus diyakini, dan jika sumber dan interpretasi ajaran ini dipastikan

    kebenarannya maka ia dinamai Aqidah. Sisi amaly, adalah yang berkaitan dengan

    pengamalan dalam dunia nyata yang dinamakan syariat.Aqidah adalah sendi utama, menurut M.Quraish Shihab, ia berkaitan dengan

    sisi dalam manusia yang arus dipegang teguh. Adapun Syariah menyangkut

    pelaksanaannya dapat digaris bawahi bahwa jangankan bagi pihak lain, bagi

    penganutnya sekalipun diperbolehkan untuk ditangguhkan, manakala dalam

    pelaksanaannya dihadang oleh kemaslahatan yang lebih besar. Dalam Al-Quran

    surat Ali Imran ayat 64 menyatakan:

    Artinya:Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat

    (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kitasembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan

    7

    M. Quraish Shihab,Membumikan Alquran:Fungsi dan Peran Wahyu Dalam KehidupanMasyarakat, Bandung Mizan,2004, h. 221

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    6/17

    tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain

    Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah,

    bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)"(QS.AliImran/3:64).

    Pengakuan terhadap eksistensi Non muslim yang bersifat timbal balik bagikamu agama kamu dan bagiku agamaku sehingga dengan demikian masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa

    memutlakan pendapatnya kepada orang lain tetapi sekaligus tanpa mengabaikan

    keyakinan yang absolut itu.

    Agama mengajarkan yang demikian karena kesatuan pendapat dalam segala

    hal tidak mungkin tercapai, khususnya setelah pertumbuhan penduduk yang

    sedemikian pesat serta keaneka ragaman kebutuhan. Manusia tadinya satu

    kesatuan, kemudian mereka berselisih (QS.Al-Baqarah/2:213. Perbedaan antara

    manusia adalah kehendak Tuhan Jua.Seandainya Tuhan menghendaki niscaya Dia menjadikan manusia satu umat (tetapi Tuhan tidak menghendaki itu)sehingga mereka akan terus berbeda (QS.al-Hud/11:118)

    Ayat-ayat Al-Quran di atas merupakan bukti pengakuan terhadap adanya

    keragaman dan keanekaan serta kemajemukan di antara manusia, yang harus

    diakui dan dipercaya sebagai suatu keniscayaan dalam perjalanan manusia menuju

    kepada ridla Yang Esa

    Dalam sejarahpun, Nabi Muhammad telah memberi teladanmengenai bagaimana hidup bersama dalam keberagaman.Ketika Hijrah ke Madinah, Rasulullah menggunakan orang Yahudisebagai petunjuk jalannya, atau ketika Beliau menyembelihkambing dan mengirim daging yang sudah dimasaknya ketetangga Yahudi.

    Yang paling humanis adalah peristiwa Rasulullah dalamsuatu majelis, tiba-tiba ia berdiri, saat menyaksikanserombongan orang membawa jenazah. Para sahabatmengetahui jenazah tersebut adalah orang yahudi. YaRasulullah, bukankah itu jenazah orang Yahudi? Apa jawabRasulullah: Dia juga jiwa (manusia).

    Ketika merintis terbentuknya masyarakat di Madinah,melalui as-Shahifah al-Madinah (piagam Madinah), Nabi

    Muhammad SAW berusaha untuk mencari titik temu antarakepentingan golongan, kabilah dan agama yang berbeda-beda diMadinah. Langkah pertama Rasulullah adalah dengan mengakuihak eksistensi kelompok-kelompok tersebut dalam dokumenpiagam Madinah. Hal sama juga dilakukan penerus Beliau yaitukhalifah Umar ibn Khattab dalam sikap baiknya terhadappenduduk Yerussalem yang terdokumentasikan dalam PiagamAelia.

    Teladan Nabi secara estafet dipraktikan oleh Khalifah Umardan juga pada masa khilafah Umawiyah di Andalusia Spanyolyang memperlakukan politik multikultur yang gemilang. Dalam

    catatan sejarah Umawi di Spanyol yang mendapat sanjungan

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    7/17

    dari Max Dimont yang menyebutnya sebagai rahmat bagiAndalusia yang mengakhiri kezaliman dan kekelaman

    kolonialisme dan pemaksaan agama pada waktu sebelumnya. Dibawah rezim pemerintahan Islam yang bertakhta selama 700tahun, Spanyol diibaratkan sebagai negeri tiga agama dan satutempat tidur orang-orang Islam, Kristen dan Yahudi hidup rukundan bersama-sama menyertai peradaban gemilang. KesaksianMax Dimont ini termaktub dalam buku The Indestructible Jews.8

    Kiranya pluralisme telah menjadi kesadaran agama-agamasejak dulu. Agama umumnya muncul dalam lingkunganpluralistik dan membentuk eksistensi diri dalam menanggapipluralisme itu. Bahkan setiap agama justru lahir dari prosesperjumpaan dengan kenyataan pluralitas. Maka, pluralismeadalah fakta sosial yang selalu ada dan telah menghidupi tradisiagama-agama.

    Al-Quran kitab suci umat Islam, tidak hanya berbicarakepada umat Islam saja, tetapi berbicara juga kepada banyakumat, baik Nasrani, Yahudi dan sebagainya. Kata-kata itu ada didalam ayat-ayat Al-Quran seperti : Hai orang-orang beriman,Hai manusia, Hai orang-orang Kafir, Hai Ahl Kitab, dan lainsebagainya. Hal tersebut membuktikan bahwa pada saat itu Al-Quran tidak hanya berbicara pada satu pihak saja kepada umatIslam juga berbicara kepada banyak pihak. Dalam Al-Quran

    surat al-Baqarah ayat 62 Allah menyatakan :

    Artinya: Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orangYahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa sajadi antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, harikemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahaladari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka,dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Qs.al-Baqarah/2:62)

    Artinya: Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orangYahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara

    mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudiandan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadapmereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Qs. Al-Maidah/5:69)

    Artinya: Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orangYahudi, orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi

    8

    Max I Dimont, The Indestructible Jews, New York: New American Library, 1973, h.203sebagimana dikutip dalam Uluml Quran No.3, Vol. VI, 1995 h. 63

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    8/17

    keputusan di antara mereka pada hari kiamat. SesungguhnyaAllah menyaksikan segala sesuatu.(Qs.al-Hajj/22:17)

    Dari ketiga ayat di atas, bahwa dari segi keyakinan dankepercayaan yang dianut, secara global umat manusia dalamperspektif Al-Quran dapat dibedakan ke dalam enam kelompok,yaitu :1. kelompok orang-orang yang beriman (alladzina amanu)2. kelompok orang-orang Yahudi (alladzina hadu)3. kelompok orang-orang nashrani (an-Nashar)4. kelompok orang-orang shabiun (as-Shabiun)5. kelompok orang-orang Majusi (al-Majus)6. kelompok orang-orang musyrik (al-Musyrikun)

    Dalam surat al-Hujurat ayat 13 Allah juga berfirman :

    Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamudari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikankamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu salingkenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi MahaMengenal.(Qs.al-Hujurat/49:13)

    Atas dasar ayat-ayat tersebut, kita dapat mengatakanbahwa Al-Quran mengakui adanya keragaman dan sang lain(the other), pada dasarnya manusia dengan segalaperbedaannya; latar belakang kultural, agama, etnis, jeniskelamin, tempat tinggal dan lain-lain, memiliki kedudukan yangsama di hadapan Tuhan. Oleh karena itu adalah logis jikamasing-masing harus saling menghormati dan menghargaiperbedaan-perbedaan itu.

    Al-Quran sebagai dasar utama dalam agama islam, dipakaisebagai rujukan utama seluruh kaum muslim dalam memperoleh

    petunjuk, bimbingan, dan berkewajiban untuk mengamalkannyadalam kehidupan. Namun Al-Quran tidak berdiri sendiri,melainkan melibatkan ilmu-ilmu bantu dalam memahaminya. Diantara ilmu bantu tersebut adalah tafsir. Tafsir secara etimologi(bahasa) berarti menjelaskan dan menerangkan (al-idlah wa at-tabyin)9. Secara terminologis makna Tafsir menurut Az-Zarkasyi10

    adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskanmakna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya

    9Muhammad Husein Az-Dzabahi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, Al-Qahirah: Maktabah Wahbah,

    1995, Juz.I, h. 1310Manna Khalil al-Qattan, Mabahits fi Ulum Alquran, Mansyurat al-asyr al-Hadits, 1973, h. 324

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    9/17

    Muhammad SAW, serta menyimpulkan kandungan-kandunganhukum dan hikmahnya.

    Berbagai penafsiran Al-Quran dalam lintasan sejarah telahdilakukan, dibuktikan dengan banyaknya kitab tafsir Al-Qurankarya para ulama baik klasik maupun kontemporer.Sebagianorang meyakini dan mengimani penafsiran cukup secara harfiah,sebagian lainnya menganggap tidak cukup, melainkan perlupenafsiran secara hermeneutic

    Ayat-ayat Al-Quran terbuka untuk sepanjang waktu danzaman. Makna ayat-ayat bagi ulama zaman pertangahan bisasangat berbeda dari makna yang diterima ulama yang hidupdalam kondisi modern. Asumsi bahwa Al-Quran shalih li kulli Zaman wa Makan juga diakui oleh dalam tradisi penafsiranklasik.Namun dalam paradigma tafsir klasik, asumsi tersebutdipahami dengan cara memaksakan konteks apa pun ke dalamteks Al-Quran, sehingga cenderung melahirkan pemahamantekstualis dan literalis. Ini berbeda dengan paradigma tasfsirkontemporer yang cenderung kontektual bahkan liberal.

    Paradigma tafsir kontemporer cenderungmengkontekstualisasikan makna ayat tertentu denganmengambil prinsip-prinsip dan ide universalnya. Sehingga jikaada ayat-ayat yang secara tekstual dianggap sudah tidak relevandengan perkembangan zaman karena bersifat partikular dan

    kasuistik, maka para penafsir kontemporer berusahamenafsirkan Al-Quran dengan semangat zamannya. Sebagaicontoh adalah ayat-ayat tentang pluralisme, perbudakan,poligami, dan ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah sosialkemasyarakatan. Penafsiran mereka terhadap masalah-masalahtersebut cenderung kontekstual.11

    Paradigma tafsir kontemporer menurut istilah AbulMustaqim, dalam perkembangan ilmu tafsir dikenal dengan corakpenafsiran adabi ijtimai yaitu corak sastra budayakemasyarakatan.12

    Corak sastra budaya kemasyarakatan atau adabi ijtimai

    dimulai oleh Muhammad Abduh13, yaitu corak tafsir yangmenjelaskan petunjuk ayat-ayat Al-Quran yang berkaitanlangsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha

    11Karakteristik yang menonjol dalam paradigma tafsir kontemporer, antara lain:

    a.Memosisikan Alquran sebagai kitab petunjuk, b. bernuansa heurmenetis , c. kontektual dan

    berorientasi pada spirit Alquran, d. Ilmiah, kritis dan non sektarian. Lihat Abdul Mustaqim,

    Pergeseran Epistimologi Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, h..82-9012Corak peanfsiran yang dipakai oleh para mufassir dalam menafsirkan Alquran sangat

    beragam.Macam-macam tafsir di bawah ini menunjukan keragaman itu:a. tafsir bi al-Matsur, b.

    tafsir bi ar-rayi. c. tafsir as-Shufi, d. tafsir al-Fiqhy, e. tafsir al-Falsafi, f. tafsir al-Ilmi dan g. tafsir

    al-Adabi al-Ijtimai. Abddul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhui dan Cara Penerapannya,

    terj. Rosihon Anwar, Bandung :Cv.Pustaka Setia, 2002. h. 2413M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran;., h. 73

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    10/17

    untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkanpetunjuk ayat dengan mengemukakan petunjuk tersebut dalam

    bahasa yang mudah dimengerti.Para penafsir kontemporer sedikit banyak terpengaruhi oleh

    gagasan Abduh dalam hal keinginan mengembalikan Al-Quransebagai kitab petunjuk. Inilah yang kemudian menjadi ciri utamadari penafsiran-penafsiran kontemporer, baik yangdikembangkan melalui metode pendekatan historis, sosiologis,heurmeneutis14, bahkan juga yang menggunakan pendekataninterdisipliner.15

    Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Mustofa al-Maraghi(selanjutnya disebut al-Maraghi) adalah salah satu kitab tafsirmodern kontemporer dengan corak penafsiran adabi ijtimai,Seperti ungkapan al-Maraghi di awal pembukaan tafsirnyaberikut ini :

    Karena pergantian masa selalu diwarnai dengan ciri-cirikhusus, baik di bidang pramasastra, tingkah laku dankerangka berpikir masyarakat, sudah barang tentu wajar-bahkan wajib- bagi mufassair masa sekarang untuk melihatkeadaan pembaxa dan memjauhi pertimbangan keadaanmasa lalu. Dengan demikian, kamipun merasa berkewajibanmemikirkan lahirnya sebuah kitab tafsir yang mempunyaiwarna tersendiri dan dengan gaya bahasa yang mudah

    dicerna oleh alam pikiran saat ini. Pepetah telahmengatakan, :Lain ladnag lain belalang, lain lubuk lainikannya. Apakah teman bicaramu dengan kadarpembicaraan yang sesuai dengan pengetahuannya. Sebab,pada setiap tempat mempunyai adat kebiasaantersendiri.16

    Tafsir inilah yang menjadi fokus pembahasan penelitian ini,khususnya yang berkaitan dengan pluralisme.

    Dengan memperhatikan isu-isu tentang pluralisme danpenafsiran Al-Quran tentang adanya keberagaman dalam

    beragama di atas, maka identifikasi masalah yang munculdalam penelitian ini adalah makna pluralisme, pluralismekaitannya dengan kerukunan umat beragama serta penjelasanAl-Quran tentang beragamnya keyakinan dan kepercayaan

    14Heurmeneutika adalah Sebuah bidang kakjian yang membahas mengenai bagaimana

    menggunakna instrumen sejarah, filologi, manuskriptologi, dn lain sebagainya sebagai sarana

    untuk memahami maksud dari suatu obyek yang ditafsirkan.Roy.j. Howard, Heurmeneutiak:

    Wacana Analitik, Psikososial dan Ontologis, terj. Kusmana dan M.S. Nasrullah,Bandung:Nuansa,200, h. 14. Lihat pula Fakhrudin Faiz, Heurmeneutika Qurani : Antara Teks,

    Konteks dan Kontekstualisasi, Yogyakarta:Qalam, 2003, h. 36-4115Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistimologi Tafsir, h. 8416

    Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. K.Anshori Umar Sitanggal dkk, Semarang:Pt Karya Toha Putra Semarang, 1992, h.18-19

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    11/17

    Umat manusia ( QS. Al-Baqarah/2: 62, Qs.al-maidah/5: 69 danQs.al-Hajj/22:17)

    B. Pembahasan

    Pluralisme agama telah menjadi salah satu wacana kontemporer yang sering

    dibicarakan akhir-akhir abad 20, khususnya di Indonesia. Wacana ini sebenarnya

    ingin menjembatani hubungan antaragama yang seringkali terjadi disharmonis

    dengan mengatas namakan agama, diantaranya kekerasan sesama umat beragama,

    maupun kekerasan antar umat beragama.

    Di kalangan media saat ini terdapat pandangan umum bahwa Islam tidak

    mendukung pluralisme. Lebih menyedihkan lagi, kerap kali kita mendengar

    bagaimana susahnya minoritas non-Muslim untuk bisa hidup secara damai dan

    harmonis di negara-negara Muslim. Tindakan kekerasan orang-orang ekstrimis

    yang menyalah gunakan teologi Islam untuk membenarkan serangan jahatnyasemakin mengentalkan prasangka buruk terhadap Muslim, dan saat ini banyak

    orang mengira bahwa orang-orang Muslim tidak percaya akan pluralisme dan

    keragaman. Padahal, sebaliknya, sejarah menunjukkan bahwa Islam, sebagaimana

    diajarkan oleh al-Quran serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad beserta para

    sahabatnya benar-benar menerima, merayakan, dan bahkan mendorong

    kemajemukan.

    Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai

    kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralisme agama. Islam

    sangat menghargai pluralisme karena Islam adalah agama yang dengan tegas

    mengakui hak-hak penganut agama lain untuk hidup bersama dan menjalankan

    ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan.

    Dalam Qs. Al-Maidah ayat 48 Allah menyatakan;

    Artinya : Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan

    yang terang. (Qs.al-Maidah/5:48)

    Al-Maraghi menafsirkan:Untuk masing-masing umat dari kalian, hai

    manusia, telah Kami buatkan satu syariat tersendiri, yang Kami wajibkan mereka

    menegakan hukum-hukumnya, dan Kami buatkan suatu sunnah dan jalan yangKami wajibkan mereka menempuhnya, untuk membersihkan jiwa dan

    memperbaiki hati mereka.

    Diriwayatkan dari Qatadah dalam penafsirannya tentang Syiratan wa

    minhajaa, dia mengatakan bahwa maksudnya ialah jalan dan sunnah. Adapun

    sunnah itu ada berbeda-beda. Taurat punya syariat tersendiri, Injil punya syariat

    tersendiri dan Al-Quran pun punya syariat tersendiri. Dalam hal ini, Allah

    menghalalkan pada masing-masing yang Dia kehendaki dan mengharamkan apa

    yang Dia kehendaki. Maksudnya supaya diketahui siapa yang taat kepada-Nya

    dan siapa yang tidak.Akan tetapi, ad-din yang tidak menerima lainnya adalah

    tauhid dan ikhlas, dan inilah yang dibawa oleh semua utusan Allah SWT. Juga

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    12/17

    diriwayatkan dari Qatadah, bahwa dia mengatakan lagi : ad-din atau agama adalahsatu sekalipun syariatnya berbeda.17

    Dengan demikian bisa dimengerti, bahwa yang dimaksud syariat ialahhukum-hukum amaliah yang berbeda-beda menurut masing-masing rasul yang

    datang kemudian menghapuskan syariat sebelumnya. Sedang ad-din adalah

    prinsip-prinsip permanen yang tidak berubah, sekalipun berbeda nabi.

    Nampaknya, al-Maraghipun melalui penafsiran ayat ini mengakui adanya

    perbedaan dalam menjalankan syariat antara umat beragama, namun tujuannya

    adalah satu yaitu tauhidullah, Meskipun demikian, pernyataan tersebut

    mempunyai makna berbeda dengan pluralisme yang diartikan dengan agama-

    agama pada hakekatnya setara, sama-sama benar dan sama-sama

    menyelamatkan. Mungkin kalimat yang lebih umum adalah banyak jalan

    menuju Roma. Semua agama menuju pada Allah, hanya jalannya yang berbeda-

    beda.

    Artinya: Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kami dijadikan-Nya satu umat

    (saja)(Qs.al-Maidah/5:48)

    Kalau Allah menghendaki untuk menjadikan kamu satu umat saja dengan

    satu syariat dan satu jalan yang kamu tempuh dan amalkan, yakni dengan

    menciptakan kalian berwatak sama dan berakhlak sama, dan penghidupanmupun

    satu taraf, sehingga kamu bisa diatur dengan satu syariat saja dalalm berbagai

    masa. Namun Allah tidak menghendaki itu bahkan, Dia berkehendak menjadikankalian suatu jenis yang berakal, berpikir dan mempunyai watak dapat memahami

    dan siap menerima ilmu, berkembang melewati tahapan-tahapan hidup sedikit

    demi sedikit, tunduk pada undang-undang perkembangan18.

    Dari penjelasan ayat di atas Pluralisme adalah merupakan perwujudan dari

    kehendak Allah SWT. Allah tidak menginginkan hanya ada satu agama walaupun

    sebenarnya Allah punya kemampuan untuk hal itu bila Ia kehendaki. Jikalau

    Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu. (QS.

    Hud: 11/118)19.

    Islam adalah agama damai yang sangat menghargai, toleran dan membuka

    diri terhadap pluralisme agama. Isyarat-isyarat tentang pluralisme agama sangat

    banyak ditemukan di dalam Al-quran antara lain Firman Allah Untukmuagamamu dan untukku agamaku. (QS. Al-Kafirun: 109/6).

    Dalam Al-Quran berulang-ulang Allah menyatakan bahwa perbedaan di

    antara umat manusia, baik dalam warna kulit, bentuk rupa, kekayaan, ras, budaya

    dan bahasa adalah wajar. Allah bahkan melukiskan pluralisme ideologi dan agama

    sebagai rahmat. Allah menganugrahkan nikmat akal kepada manusia, kemudian

    dengan akal tersebut Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk

    memilih agama yang ia yakini kebenarannya tanpa ada paksaan dan intervensi

    17Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-maraghi, h. 23918Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, h. 24019

    Lihat pula Qs.al-Baqaarah/2:213, Qs. Yunus/10 :19, Qs.al-Maidah/6 :48,Qs.an-Nahl/16 93

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    13/17

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    14/17

    Kedatangan Al-Quran ditengah-tengah pluralitas agama tidak serta-merta

    mendeskreditkan agama-agama yang berkembang pada saat itu, tapi Alquran

    sangat bersifat asfiratif, akomodatif, mengakui keberadaan agama-agama yangdatang sebelum Al-Quran diturunkan. Pengahrgaan dan penghormatan Islam

    terhadap keberadaan agama lain ditunjukan Qs. Al-Anam ayat 108 ;

    Artinya: Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka

    sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampauibatas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap

    baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, laludia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.(Qs.al-Anam/6:108)

    Allah melarang Nabi SAW juga kaum muslimin untuk mencaci dan memaki

    tuhan-tuhan mereka seperti berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah,

    karena jika kamu memakinya, maka akibatnya mereka akan memaki Allah,

    dengan melampaui batas atau secara tergesa-gesa tanpa berpikir dan tanpa

    pengetahuan.24

    Sementara itu menurut M. Quraish Shihab25 bahwa ayat ini merupakan

    bimbingan khusus ditujukan kepada kaum muslimin karena tidak mungkin akan

    terjadi dari nabi Muhammad SAW yang sangat luhur budi pekertinya sebagai

    seorang pemaki juga pencerca. Larangan memaki tuhan-tuhan dan kepercayaan

    pihak lain merupakan tuntunan agama, guna memelihara kesucian agama-agama

    dan guna menciptakan rasa aman serta hubungan harmonis antar umat beragama.

    Manusia sangat mudah terpancing emosinya bila agama dan kepercayaannya

    disinggung. Ini merupakan tabiat manusia, apapun kedudukan sosial atau tingkat

    pengetahuannya, karena agama bersemi di dalam hati penganutnya, sedang hati

    adalah sumber emosi yang berbeda dengan pengetahuan yang mengandalkan akal

    dan fikiran.

    Bahkan lebih jauh dari itu Al-Quran juga mengakui akan keutamaan umat-

    umat terdahulu sebagaimana terdapat dalam ayat. Wahai Bani Israil! Ingatlahnikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu, dan Aku telah melebihkan kamu

    dari semua umat yang lain di alam ini (pada masa itu). (QS. Al-Baqarah: 2/47).

    Dalam ayat ini, tergambar suatu sikap pengakuan Al-Quran akan

    keunggulan dan keutamaan umat-umat terdahulu sebelum umat Islam.

    Al-Quran sebagai sumber normatif bagi satu teologi inklusif-pluralis. Bagi

    kaum muslimin, tidak ada teks lain yang mempunyai posisi otoritas mutlak dan

    24

    Abu al-Fida' Ismail Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adhim, Jeddah: al-Haramain, h.163-16425M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 242-244

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    15/17

    tak terbantahkan selain Al-Quran. Maka, Al-Quran merupakan kunci untuk

    menemukan dan memahami konsep pluralisme agama dalam Al-Quran.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abd al-Hayyal-Farmawy, Metode Tafsir Maudhui dan CaraPenerapannya,

    Bandung : Pustaka Setia, 2002Abd. Majid, Tantangan dan Harapan Umat Islam di Era Globalisasi.

    Bandung:CV.Pustaka Setia, 2000

    Abdul Latif Muhmaad al-Abd, al-Akhlak al-Islamiyah, Kairo : Daral-Ulum

    Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-Awlad fi al-Islam. Beirut : Dar el-Salam,1978Abdurahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan BerdasarkanAl-Quran,

    Jakarta: Rineka Cipta, 1990Abudin Nata, et. Al. (ed). Tema-tema Pokok Al-Quran, Jakaarta:Biro Bina Mental

    Spiritual, 1995Abu al-Qasim al-Husain ibn Muhamad ibn ar-Ragib al-Isfahany,Al-Mufradat fi

    Gharib Al-Quran, Beirut : Dar al-Maarif

    Ahmad Mustafa al-Maraghy, Tafsir al-Maragh, terj. K. Anshori Umar Sitanggal,Semarang: PT. Tkarya Toha Putra Semarang, 1992

    Ali ibn Ahmad al-Wahidy an-Naisabury, Asbab an-Nuzul, Dar el-FikrAli Abd al-Halim Mahmud,. Tarbiyah al-Nasyi al-Muslim. Dar al-wafa Li al-

    Thibaah wa al-Nasyr wa at-Tauzi, 1992

    Alwi Shihab,Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama. Bandung:

    Mizan, 1998

    Anis Malik Toha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, Depok: Perspektif,

    2005

    Abdul Mustaqim,Pergeseran Epistimologi Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

    2008

    Basri ibn Ashghari, Solusi Al-Quran tentang Problema Sosial,Politik dan Budaya,

    Jakarta: Rineka Cipta, 1994Budhy Munawar Rachman,Islam Pluralis. Jakarta: Paramadina, 2005

    Chairudin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan Al-Quran, Jakarta:Gema Insani Press,

    1998Departemen Agama, Al-Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Depag,1994

    Farid Esack, Quran, Liberalism and Pluralism: An Islamic Perspective of

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    16/17

  • 8/6/2019 Pluralisme Agama Dalam Perspektif Tafsir Al-Maraghy

    17/17