analisis makna salĀm dalam perspektif tafsir...
TRANSCRIPT
-
ANALISIS MAKNA SALĀM DALAM PERSPEKTIF
TAFSIR KEMENAG
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (S.Ag.)
Oleh:
Kastubi
NIM: 1113034000048
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
-
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul ANALISIS MAKNA SALAM DALAM
PERSFEKTIF TAFSIR KEMENAG telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Juli 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)
pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 14 Agustus 2020
Sidang Munaqasyah
Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH
NIP. 19820816 201503 1 004
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Dr. Hasani Ahmad Said, MA Hasanuddin Sinaga, M.A
NIP. 19820221 200901 1 024 NIP. 19701115 199703 1 002
Pembimbing,
Dr. Suryadinata, M.Ag
NIP. 19600908 198703 1 005
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
19650424 199503 1 001
-
i
ABSTRAK
Kastubi
ANALISIS MAKNA SALĀM DALAM PERSPEKTIF TAFSIR
KEMENAG
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah berangkat dari
problem makna salām yang terdapat dalam Al-Qur’an, yang diteliti yaitu
terkait bagaimana makna salām dalam Al-Qur’an, bertujuan untuk
mengungkapkan makna salām itu sendiri.
Untuk menjawab permasalahan pokok di atas maka perlu dilakukan
penelitian pustaka (library reseach), dalam penelitian ini penulis mencoba
merumuskan dan menjelaskan makna salām berserta derivasinya. Dengan
mengumpulkan ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan kata
salām, setelah itu memililahnya sesuai dengan masalah yang akan dibahas.
Dengan mengacu kepada metode tafsir, penulis menggunakan tafsir
Maudu’i (tematik) yakni upaya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an mengenai
satu tema tertentu. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam
pengolahan data dan analisis data melalui penelitian pustaka,
menghubungkan antara sumber satu dengan sumber yang lainnya,
kemudian merumuskan dan mendeksripsikan data dalam bentuk hasil
penelitian.
Setelah dilakukan penelitian terhadap permasalah tersebut, penulis
menemukan bahwa term salām yang makna dasarnya adalah selamat atau
sejahtera, namun memiliki arti lain yaitu do’a, penghormatan, dan sikap
atau sifat tergantung kata salām ini tertuju kepada siapa.
Kata Kunci: Makna Salaam, Biografi Kemenag, Tafsir Kemenag.
-
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan
limpahan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, sosok yang selalu kita harapkan
syafaat dan juga barokahnya.
Alhamdulillah, berkat rahmat dan inayah Allah Swt, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini melalui usaha dan upaya yang melelahkan. Penulis
mengakui bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, tapi paling tidak inilah wujud
dan komitmen akademis yang bisa penulis usahakan. Dengans egala bantuan,
kerjasama dan pengorbanan, penulis harus menyampaikan rasa terimakasih kepada
semua pihak atas semua dukungan dan do’anya. Dalam kesempatan ini penulis
ingin sampaikan banyak terimakasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Amany Lubis, MA, selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir dan kepada bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH., selaku
Sekertaris Jurusan Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
4. Bapak Dr. Suryadinata, M.Ag selaku dosen pembimbing penulis selama
dalam mengerjakan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag selaku penasihat akademik yang telah
membantu penulis, dan juga kepada seluruh dosen Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Terimakasih terkhusus kepada kedua orang tua penulis, bapak Warsian, Ibu
Caryuni dan adik saya Siti Komah yang selalu memberikan dukungan penuh
baik materil dan semangat. Motivasi kesabaran dan ketulusan doa untuk
penulis selama mengerjakan skripsi ini.
7. Terimakasih kepada kawan-kawan seperjuangan di Jurusan Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir, dan juga kawan-kawan kos-an yang selalu memberi semangat
-
iii
dan memotivasi untuk penulis segera menyelesaikan skripsi dan segera
lulus.
8. Terimakasih kepada Harun Said, M Shodikin, Andri Aririn, Visal Bambang,
Riko Aditya, dan Salmah Maulida atas dukungan dan do’anya.
9. Kepada semua pihak yang dengan ikhlas membantu dalam penyusunan
skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah Swt membalas dengan sebaik-baiknya balasan. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan
segala kerendahan hati dan keterbatasan penulis mengharapkan saran dan kritik
konstruktif demi kesempurnaan karya ini . Akhir kata, penulis berharap semoga
karya kecil ini dapat bermanfaat dan dapat berkontribusi bagi penelitian
selanjutnya.
Jakarta, 23 Juli 2020
Kastubi
-
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR……………………………………………………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………..iv
PEDOMAN LITERASI…………………………………………………vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………..1
B. Identifikasi Masalah……………………………………….............7
C. Pembatasan Masalah…………………………………………........7
D. Perumusan Masalah……………………………………………….7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………............8
F. Kajian Pustaka……………………………………………………..8
G. Metodologi Penelitian…………………………………………....10
H. Sistematika Penulisan…………………………………………….12
BAB II MAKNA SALĀM, GAMBARAN UMUM SALĀM DI DALAM
HADIST, FIQIH, DAN AYAT-AYAT SALAM DALAM AL-QUR’AN
A. Makna Salam……………………………………………………..13
B. Salam dalam Hadist………………………………………………13
C. Salam dalam Fiqih………………………………………………..18
D. Ayat-ayat Salam dalam Al-Qur’an……………………………….22
BAB III BIOGRAFI KEMENAG, ASBABUN NUZUL, DAN
DERIVASI AYAT-AYAT SALĀM
A. Tim Penyusun…...………………………………………………..29
B. Asbabun Nuzul…………………………………………………...38
-
v
C. Derivasi Kata Salām………………………………………………….39
a) Islām……………………………………………………………….40
b) Al Islām……………………………………………………………41
c) As Salām…………………………………………………………..43
d) Salāmun …………………………………………………………..44
e) Bi Salām…………………………………………………………...46
f) Salāman…………………………………………………………...47
BAB IV ANALISIS TAFSIR KEMENAG ATAS AYAT-AYAT
SALĀM
A. Subjek dan Objek Salām……………………………………………….48
a) Subjek Allah………………………………………………….48
b) Subjek Nabi…………………………………………………..53
c) Subjek Malaikat……………………………………………...55
d) Subjek Orang Beriman……………………………………….58
e) Penghuni A’raf……………………………………………….60
B. Klasifikasi Kata Salām………………………………………………...62
a) Penghormatan………………………………………………..63
b) Do’a………………………………………………………….64
c) Sifat…………………………………………………………..65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………68
B. Saran……………………………………………………………..68
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...69
-
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan 0543
b/U/1987, Tanggal 22 Januari 1988.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama
Huruf
Latin Keterangan
alif tidak dilambangkan ا
ba’ b be ب ta’ t te ت (sa’ ṡ es (dengan titik di atas ث jim j je ج (ha’ ḥ ha (dengan titik di bawah ح kha’ kh ka dan ha خ dal d de د (zal ż zet (dengan titik di atas ذ ra’ r er ر zai z zet ز sin s س
es
syin sy es dan ye ش (sad ṣ es (dengan titik di bawah ص (dad ḍ de (dengan titik di bawah ض
(ta’ ṭ te (dengan titik di bawah ط
(za’ ẓ zet (dengan titik di bawah ظ
ain ‘ koma terbalik di atas‘ ع
gain g ge غ
fa f ef ف
qaf q qi ق
kaf k ka ك
-
vii
lam l el ل
mim m em م
nun n en ن
wawu w we و
ha’ h ha ه
hamzah ’ apostrof ء
ya y ye ي
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah Ditulis Rangkap
ditulis muta‘aqqidin ُمتَعَِقِِّدْينََ ditulis ‘iddah ِعدَّةَْ
C. Ta’ Marbutah
1. Bila dimatikan ditulis h
ditulis hibbah ِهبَّةَْ ditulis jizyah ِجْزيَةَْ
(Ketentuan ini tidak diberlakukan terhadap kata-kata Arab yang sudah
terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan
sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).
Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis dengan h.
ditulis karāmah al-auliyā َكَراَمةَُاأْلَْوِليَاءََ
2. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan ḍammah, ditulis t
ditulis zakātul fitri َزَكاةَُاْلِفْطرَِ
-
viii
D. Vokal Pendek
kasrah ditulis i
___̷__ fathah ditulis a
ḍammah ditulis u __ۥ___
E. Vokal Panjang
fathah + alif ditulis ā
ditulis jāhiliyah َجاِهِليَّةَْfathah + ya’ mati ditulis ā
ditulis yas` ā يَْسعَى
kasrah + ya’ mati ditulis ī
ditulis karīm َكِرْيمَْ
ḍammah + wawu mati ditulis ū
ditulis wujūd ُوُجْودَْ
F. Vokal Rangkap
fathah + ya’ mati ditulis Ai َنُكمْْ ditulis Bainakum بَ ي ْ
fathah + wawu mati ditulis Au
ditulis qaulun قَ ْولْ
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan
dengan Apostrof
-
ix
ditulis a’antum أَأَْنتُمَْدَتَْ ditulis u‘iddat أُعِِّ
ditulis la’in syakartum لَئِْنََشَكْرتُمَْ
H. Kata Sandang Alif + Lam
a. Bila diikuti huruf Qamariyyah
ditulis al-Qur’ān اْلقُْرأَنَْ ditulis al-qiyās اْلِقيَاسَْ
b. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l (el)-
nya
’ditulis as-samā السََّماء ditulis asy-syams الشَّْمسَْ
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya
ditulis żawī al-furūd ذَِويَاْلفُُرْوضَْ ditulis ahl as-sunnah أَْهُلَالسُّنَّةَْ
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Allah swt menganjurkan kepada setiap umat manusia untuk
membaca Al-quran. Selain itu, perlu juga memperhatikan setiap kata demi
kata dan ayat demi ayat yang terkandung di dalamnya. Karena setiap kata-
kata dan ayat-ayat yang terdapat di dalam Al-quran mengandung makna-
makna yang tersirat.1 Selain itu, siapapun yang mengkaji dan mempelajari
Al-quran akan dapat memotivasi orang lain untuk selalu menyelami
kedalaman makna dan sampai menemukan kebesaran Al-quran (mukjizat).
Terlebih apabila setiap orang selain membaca Al-quran, juga mencermati
kata demi kata dan ayat demi ayat, seseorang akan kagum karena
keotentikan, keterjagaannya, redaksi, susunan bahasanya, dan kandungan
maknanya yang luar biasa.2
Istilah-istilah kunci al-Quran menjadi kata-kata yang menentukan di
dalam penyusunan struktur konseptual dasar pandangan di dalam al-Quran.
Kesemena-menaan dalam pemilihannya terhadap istilah yang ada hampir
tak terelakkan dan hal ini akan mempengaruhi beberapa aspek dari
gambaran keseluruhan, diantara isitilah-istilah tersebut adalah kata salām.3
Di dalam Al-quran terdapat kata Salām, yang bermakna
kesejahteraan atau kesalamatan. Menurut Imam al-Ghazali makna Salām
adalah keterhindaran zat Allah dari segala aib, keterhindaran sifat Allah dari
segala kekurangan, dan keterhindaran perbuatan Allah dari segala kejahatan
1 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran (Bandung: Mizan, 1994), 100. 2 Ali Akbar, “Membalik Sejarah Pengumpulan dan Penulisan Al-quran”. Jurnal
Ushuluddin, Vol.5, No.1 (Desember 2008): 18. 3 Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, terjemah Agus Fahri Husein
(dkk), (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), 18.
-
2
dan keburukan.4 Kata tersebut berulang-ulang disebutkan dan terdapat di
dalam beberapa Surah , dengan berbagai bentuk derevasinya.5 Yaitu:
Islaam, Al Islām, As Salām, Salām, Bi Salām, dan Salāman. Kata salām
mempunyai arti banyak, tergantung dengan perbedaan bentuk pada huruf-
hurufnya, setiap perbedaan huruf atau terdapat tambahan huruf maka
maknanya akan berbeda.
Makna salam secara bahasa adalah selamat, damai, ataupun
sejahtera, ucapan salam memiliki beberapa manfaat diantarnya, mejalin
sebuah silatuhrami dan memperat persahabatan, dan Nabi pun menyeru
kepada umatnya untuk selalu menyebarkan salam.
Sebagaimana yang dituturkan dari Abu Umarah Al-Bara’ bin ‘Azib
r.a berkata:
“Rasulullah Saw. Menyuruh kami melaksanakan tujuh macam
perbuatan, yaitu menjenguk orang sakit, mengiringkan jenazah,
mendo’akan orang yang bersin, menolong orang yang lemah, membantu
orang yang teraniaya, menyebarluaskan salam, dan menempati sumpah”.6
Kata salām menempati tempat yang terhormat dalam diskusi para
teolog Islam belakangan ini dan juga menjadi peran yang penting dalam
mistisisme Islam sebagai sebuah symbol. Sehingga salām dimaknai sebagai
sebuah ucapan dan sebagai ketaqwaan (menjalankan segala perintahNya
dan menjauhi segala laranganNya).
Sebagaimana dijelaskan dalam Surah al-A’raf [7]:46.
4 Ahsin W. al-Hafiz, M, A, Kamus Ilmu al-Quran (Jakarta: Amzah, 2005), 264. 5 M. Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadzi al-Quran (Beirut: Dar
al-Fikr, 1992), 355-358. 6 Imam al-Nawawi, Mutiara Riyadhushalihin (Bandung: PT Mizan Pustaka,
2009), 505.
-
3
ِْبِسيَماُهْمَْْۚوََنَدْواَْأْصَحاَبْاْْلَنَِّةَْأْنْ ُْكًّلا ْيَ ْعرُِفوَن َْْۚوَعَلىْاْْلَْعرَْاِفْرَِجال نَ ُهَماِْحَجاب َوبَ ي ْ
يَْدُخُلوَهاَْوُهْمَْيْطَمُعونَْ َْْۚلَْْ َسًَّلم َْعَلْيُكْم
“Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan
di atas A’raaf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua
golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk
surga: “salaamun ‘alaikum”. Mereka belum lagi memasukinya, sedang
mereka ingin segera (memasukinya).”7
Dan Firman Allah swt Surah al-An’am [6]:54.
َْكَتَبَْربُُّكْمَْعَلٰىْنَ ْفِسِهْالرَّْْحََةْْۖأَنَُّهَْمْنْ وِإَذاَْجاَءَكْالَِّذيَنْيُ ْؤِمُنوَنِِْبََيتَِناْفَ ُقْلَْسًَّلم َْعَلْيُكْمَْْۖرِحيمْ ََتَبِْمْنْبَ ْعِدِهَْوَأْصَلَحْفَأَنَُّهَْغُفور َعِمَلِْمْنُكْمُْسوًءاِِْبََهاَلٍةُُْثَّْ
“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu
datang kepadamu, maka katakanlah: “Salaamun alaikum. Tuhanmu telah
menetapkan atas diri-Nya kasih saying, (yaitu) bahwasanya barangsiapa
yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia
bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.8
Dalam Tafsir al-Misbah dijelaskan, bahwa Ibnu Asyur menjelaskan
makna as-Salām dalam ayat tersebut mengandung makna isyarat dan
keistimewaan terhadap orang-orang mukmin. Pertama, jika mereka datang
dan menghadap kepada rasul, Rasul saw. Yang diperintahkan untuk
mengucapkan salam kepada mereka, padahal secara umum yang merupakan
tuntunan Allah dan Rasul-Nya adalah memasuki ruangan. Memang boleh
jadi perintah ini hanya diperintahkan sekali saja, yakni ketika berita gembira
7 Q.s Al-A’raf [7]: 46. 8 Q.s Al-An’am [6]: 54.
-
4
tentang rahmat yang di tetapkan Allah swt. Atas diri-Nya di sampaikan
kepada mereka. Kedua, berita gembira tentang pengampunan dan ridha
Allah swt atas mereka apabila mereka bertaubat dan mengadakan perbaikan
atas jiwa dan aktivitas mereka.9
Sementara Tafsir Kemenag menjelaskan perkataan salām berati
selamat, sejahtera, atau damai. Makna as-Salām adalah sebuah ucapan yang
di perintahkan Allah agar orang-orang mukmin mengucapkannya dalam
ayat ini, mengandung pengertian bahwa Allah memerintahkan agar Nabi
dan orang-orang yang beriman mengucapkan “Salam” kepada orang-orang
yang telah beriman baik itu imannya berupa ucapan, ataupun yang telah
benar-benar beriman. Karena dengan berimannya mereka itu berati dosa-
dosa yang pernah mereka perbuat sebelum masuk Islam telah diampuni.
Keamanan mereka telah dijamin oleh orang-orang Islam dan kedudukan
mereka di sisi Allah sama dengan kedudukan orang-orang yang beriman
lainnya.10
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
“salam” dalam ayat ini adalah “salam” yang harus diucapkan Rasul saw,
kepada orang-orang mukmin yang di anggap rendah dan miskin oleh orang-
orang Quraisy, yang datang kepada Rasul saw. Di waktu beliau sedang
berbicara dengan pembesar-pembesar Quraisy. Janganlah mereka diusir,
sehingga menyakitkan hatinya. Sekalipun mereka miskin tetapi kedudukan
mereka lebih tinggi di sisi Allah, karena itu ucapkanlah kepada mereka kata-
kata yang baik atau suruhlah mereka menunggu sampai pembicaraan
dengan pembesar-pembesar Quraisy itu selesai. Menurut golongan ini
bahwa pendapat mereka sesuai dengan sebab ayat diturunkan.
9 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), 460. 10 Universitas Islam Indonesia, al-Quran dan Tafsirnya, Jilid III (Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Prima Yasa,1990), h. 151-152.
-
5
Dalam hadits Nabi salām dapat diartikan sebagai sunnah Nabi yang
merupakan tabiatnya terhadap orang-orang bertaqwa. Sebagaimana sabda
Nabi saw:
“tidaklah kalian akan masuk surga hingga kalian beriman, dan
tidaklah kalian dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukan
kalian aku tunjukan kepada sesuatu yang jika kalian mengamalkannya
niscahya kalian akan saling mencintai, yaitu tebarkan salam di antara
kalian.11
Ketika kata salām dipahami sebagai sebuah ucapan, terkadang
menimbulkan cukup kontroversi. Karena dalam pengucapannya hanya
diperbolehkan kepada umat Islam saja. Sedangkan kepada umat selain
Islam tidak diperbolehkan.
Kata salām dimaknai juga dengan kesejahteraan, dalam Kamus
Bahasa Indonesia sejahtera sebagai kondisi aman, sentosa, dan makmur
serta bebas dari pada segala macam kesusahan, gangguan, kesukaran dan
lain-lain.12 Kesejahteraan dapat dimaknai juga kata atau ungkapan yang
menunjuk kepada keadaan yang baik, atau suatu keadaan dimana orang-
orang tersebut dalam keadaan sehat, damai dan makmur.13 Konsep
kesejahteraan yang diajarakan didalam al-Qur’an memiliki dua dimensi
yaitu lahir batin dan dimensi akhirat keduanya harus seimbang, ada lima hal
pokok kesejahteraan yakni terpenuhinya kebutuhan fisik-biologis,
kebutuhan intelektual, kebutuhan emosi, kebutuhan spititual dan kebutuhan
sosial.
11 Hadist Riwayat Muslim, Shahih Muslim, Kitab al-Imam, Bab Baina Annahu La
Yadkhul Jannatu Illal Mu’mununa Wa Annal Mahabbatul Mu’mininah, No. 81, CD
Mawtsu’ah al-Hadits al-Syarif, Global Islamic Softwer, 1991-1997. 12 W. J. S. Poewardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1999), 27. 13 Amiru Sodiq, “Konsep Kesejahteraan dalam Islam”, Equilibrium, Vol.3, No.2,
(Desember 2015), 383.
-
6
Dalam surah al-Quraisy: [106]:3-4, menjelaskan indicator
kesejahteraan yaitu menyembah Allah, terbebas dari kelaparan, dan
terbebasnya rasa takut.
َذاْاْلبَ ْيالَِّذيَْأْطَعَمُهْمِْمْنُْجوٍعَْوآَمنَ ُهْمِْمْنَْخْوٍفتِْ ْهَٰ فَ ْليَ ْعُبُدواَْربَّ
“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini
(Ka'bah), Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dariketakutan”.14
Dan Firman Allah dalam Surah al-Qashash: [28]:77 menjelaskan
perihal kehidupan seorang muslim dalam mencapi kehidupan yang
sejahtera.
َْكَماَْأْحَسَنْاَّللَُّْْ نْ َياَْْۖوَأْحِسْن َْْۖوََلْتَ ْنَسَْنِصيَبَكِْمَنْالدُّ اَرْاْْلِخرََة ُْالدَّ َوابْ َتِغِْفيَماْآََتَكْاَّللَّ
ْاْلُمْفِسِدينَْ ِْْۖإنَّْاَّللََََّْلُْيُِبُّ َْْۖوََلْتَ ْبِغْاْلَفَساَدِْفْاْْلَْْرِض إِلَْيَك
“Dan carilah pada apa yang telah di anugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak meyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan”.15
Dari pembahasan tersebut, penulis menemukan bahwa kata Salām
hanya berfokus pada makna atau indikator kesejahteraan dan keselamatan.
Oleh karena itulah penulis beranggapan ada kesenjangan yang
belum terpecahkan. Sebagian memaknai kata Salām sebagai keselamatan,
sebagian lagi sebagai kesejahteraan. Karenanya penulis ingin menelusuri
ulang, apa sebenarnya makna dari kata Salām, baik dalam hadist, fiqih
14 Q.s Al-Quraisy [106]: 3-4. 15 Q.s Al-Qasash [28]: 77.
-
7
ataupu Akhlak. Dan terutama bagaimana makna salaam menurut tafsir
Kemenag.
Berdasarkan hal tersebut penulis ingin menjelaskan makna salaam
dengan judul “Analisis Makna Salaam dalam Perspektif Tafsir
Kemenag”.
B. Identifikasi Masalah
Dari penelusuran penulis, kata Salām memiliki beberapa makna.
Baik menurut bahasa ataupun menurut istilah. Sehingga ada beberapa hal
yang perlu dijelaksan, yaitu:
1. Di dalam al-Quran terdapat kata-kata sebagai berikut: Islām, Al
Islām, As Salām, Salāmun, Bi Salām, dan Salāman. Apa makna
dari setiap kata-kata tersebut?
2. Bagaimana makna kata Salām dan derivasiya dalam Al-Qur’an dan
hadist, fiqih serta Akhlak?
3. Bagaimana makna kata Salām dalam Tafsir kemenag?
C. Pembatasan Masalah
Dari pembahasan yang dijelaskan dilatar belakang tersebut, agar
skripsi ini terfokus kepada pembahasan yang akan dibahas, maka penulis
akan membahas mengenai kata salāmun dalam Tafsir Kemenag.
D. Perumusan Masalah
Dari pembatasan permasalahan tersebut maka disimpulkan
permasalahan yang akan dikaji yaitu:
Analisi makna kata salāmun dalam Perspektif Tafsir Kemenag.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
-
8
Memberikan pengetahuan perihal makna kata salām di dalam Al-Quran.
1. Mengkaji dan klarifikasi, penggunaan kata salām di dalam Al-
Quran.
2. Memberikan pengetahuan perihal makna kata salām di dalam Al-
Qur’an.
3. Untuk mengetahui penjelasan makna kata salām di dalam Tafsir
Kemenag.
4. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dengan membuat skripsi
dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).
Manfaat penelitian ini semoga memberikan informasi sebagai berikut:
1. Menambah ilmu pengetahuan dan ilmu keagamaan.
2. Semoga akan memperluas ilmu pengetahuan kita semua, dan
khususnya di dalam kajian Tafsir.
3. Secara akademisi kajian ini merupakan bentuk sumbangsih bagi
pengembangan studi Ilmu Al-qur’an dan Tafsir.
4. Semoga dapat bermanfaat untuk bahan studi lanjutan dan menjadi
referensi tambahan bagi para penulis yang tertarik untuk
memperdalamnya.
F. Kajian Pustaka
Sesuai dengan tema penelitian yang akan dibahas berjudul
“Analisis Makna Salam dalam Perspektif Tafsir Kemenag”. Sesuai dengan
masalah yang dirumuskan di atas, penulis menemukan beberapa literatur
yang berkaitan dengan pembahasan yang akan dikaji, yaitu:
1. Buku Nurcholis Madjis, dkk. Dengan judul “Fiqih Lintas
Agama”. Dijelaskan bahwa fatwa larangan mengucapkan salam
kepada selain muslim tidak disetujui oleh semua ulama, dan
penetapan hukum mengucapkan salam kepada orang selain
-
9
muslim harus berdasarkan pada kemaslahatan dan hikmah.
2. Buku Mahmud Asy-Syafrowi dengan judul “Assalamu ‘alaikum
tebarkan salam, damaikan alam”, dijelaskan salam merupakan
sifat Allah swt, salam merupakan ucapan penghuni surge, dan
etika mengucapkan serta menjawab salam.16
3. Skripsi Ai Popon Fatimah, dengan judul “Salam terhadap Non-
Muslim Perspektif Hadits”, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dijelaskan bahwa mengenai hadits-hadits yang berkaitan dengan
salam kepada Non-Muslim, bagaimana hadits mengatur salam
terhadap Non-Muslim, dan bagaimana menyikapi sikap Non-
Muslim yang toleran terhadap umat Islam.
4. Skripsi Teguh Susanto dengan judul “Ma’na al-Salam Al-Qur’an
Al-karim”, UIN Sunan Kali Jaga. Dijelasakan makna salam dalam
Al-Qur’an baik secara Bahasa maupun istilah dan salam dalam
segi semantik.17
5. Skripsi Nailur Rahman, dengan judul “Konsep Salam dalam Al-
Qur’an dengan Pendekatan Semantik Toshiko”, UIN Sunan
Kalijaga. Dijelaskan bahwa konsep salam dalam Al-Qur’an
dengan metode semantik Tosihiko Isutzu,dan menjelaskan
makna sinkronik dan diakronik.
6. Jurnal Furqon Syarief Hidayatullah, dengan judul “Salam dalam
Perspektif Islam”. Dijelaskan landasan dan keutamaan
menebarkan salam, dan cara mengucapkan dan menjawab salam.
7. Skripsi Said Mujahid, dengan judul “Hadits Larangan
Mengucapkan Salam terhadap Non-Muslim ditinjau Studi Teori
16 Mahmud Asy-Syafrowi, Asslamua ‘alaikum Tebarkan Salam, Damaikan Salam, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), 23. 17 Teguh Susanto, “Ma’na al-Salam Al-Qur’an Al-Karim” (Skripsi S1., Universitas Sunan Kali Jaga, 2014), 27.
-
10
Fungsi Penafsiran Jorge J.E Gracia”, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Dijelaskan tentang pemaknaan salam, dan konteks
dimana teks larangan tentang mengucapkan salam terhadap Non-
Muslim.
8. Jurnal Majid bin Su’ud al-Usyan, dengan judul “Adab
Mengucapkan Salam”. Dijelaskan tentang bagaimana tata cara
atau akhlak mengucapkan salam.
9. Skripsi Hendri Dunan dengan judul “Hadits Larangan
Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim”. Dijelaskan tentang
makna hadits larangan mengucapkan salam terhadap orang Non-
Muslim dan esensi hadits tersebut pada konteks kekinian.18
Dari pembahasan yang sudah ada mengenai penjelasan tentang
salam, untuk membedakan penelitian yang sudah ada. Maka penulis
menfokuskan membahas makna salām menurut al-Quran dari segi tafsri.
Dengan judul “Analisis Makna Salām dalam Perspektif Tafsir
Kemenag”.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat kepustakaan (Library Research). Yaitu
penelitian dengan mengumpulkan data dan informasi dari bermacam-
macam materi yang ada terutama diperpustkaan. Metode yang digunakan
yaitu metode tematik (maudhui) adalah dengan mengumpulkan ayat-ayat
yang sama yaitu ayat-ayat sesuai atau semakna dengan pembahasan
18 Hendri Dunan, “Hadits Laranagan Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim” (Skripsi S1., UIN Sunan Kali Jaga, 2012), 13.
-
11
tersebut. Adapun kepustakaan khusus yaitu jurnal, tesis, disertasi, dan
kepustakaan Cyber yang terdapat didalam internet.19
2. Sumber Data
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber data pokok yang langsung dari
sumber asli.20 Dalam penelitian ini sumber pokoknya adalah ayat-
ayat Al-quran, menurut Sumadi Suryabrata, sumber primer adalah
sumber yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber
pertama.21 Dalam penelitian ini, sumber utamanya adalah ayat-ayat
al-Qur’an.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari sumber
yang kedua dari data yang dibutuhkan.22 Terkait tema yang sedang
dibahas. Yaitu berupa kitab-kitab, jurnal, artikel serta buku-buku
yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Untuk kitab-
kitab tafsir yang penulis gunakan adalah Kitab Tafsir Kemenag,
Kitab Tafsir Al-Misbah, Kitab Tafsir Al-Azhar, dan Kitab Tafsir
Rahmat.
3. Teknik Pengelolaan Data
Data-data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan metode
analisis-deksritif yaitu dengan mendeksripsikan data-data dan
diikuti dengan analisis terhadap data tersebut.
4. Data Penelitian
19 Syahrin Harahap, Metodologi Studi dan Penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 90. 20 S. Nasution, Metodologi Research: Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara,
2001), 150. 21 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajawali Press, 2013), 39.
22 Burhan Bugin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Kencana, 2011), 132.
-
12
Ada dua jenis data yang digunakan, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang berkaitan langsung dan
menjadi sebuah rujukan pokok dalam menulis skripsi ini. Data tersebut
adalah Tafsir Kemenag. Untuk data sekunder yaitu sumber atau data yang
berkaitan dengan tema yang akan dibahas, untuk data pendukung yang
relevan dengan skripsi yang akan dibahas.
1) Teknik Pengumpulan Data
Untuk menggumpulkan data-data dilakukan dengan cara mencatat
dari sumber diatas dan kemudian disusun terkait pembahasan tema yang
dimaksud.
2) Teknik Analisis Data
Ketika semua data sudah terkumpul kemudian melakukan
pembahasan atau analisis data. Pertama, deskritif yaitu menjelaskan suatu
peristiwa dan segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variabel yang
dijelasan.
3) Metode Penulisan
Metode penulisan skripsi ini berpedoman terhadap pedoman
penulisan karya ilmiah (skripsi, thesis, dan disertasi), yang diterbitkan oleh
CEQDA (cebter for quality development and assurance) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
H. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan diuraikan ke dalam lima bab, dan masing-masing
setiap bab terdapat beberapa indikato-indikator sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan yang menjelaskan gambaran
umum dan pentingnya penelitian ini dilakukan. Pada bab ini terdiri dari latar
belakang permasalahan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
-
13
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab kedua adalah mengenai landasan teori berupa tinjuan umum
tentang makna salām, salām dalam hadits dan fiqih, dan ayat-ayat salām
yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Bab ketiga adalah menjelaskan Tim Penyusun Tafsir Kemenag,
menjelaskan asbabun nuzul, dan menjelaskan derivasi dari kata salām.
Bab keempat adalah analisis lebih lanjut terhadap kata salām dalam
Al-Qur’an, kemudian subjek dan objek salām, dan menguraikan klasifikasi
kata salām yang ada dalam Al-Qur’an.
Bab kelima adalah penutup yaitu kesimpulan dari hasil penelitian
yang meliputi dari semua aspek penelitian ini. Dan disertai saran, agar dapat
dijadikan bahan untuk penelitian selanjutnya, dapat dijadikan bahan
referensi, dan dapat dijadikan sebgai bahan pembelajaran.
-
14
BAB II
MAKNA SALĀM, GAMBARAN UMUM SALĀM DI DALAM
HADIST, FIQIH, DAN AYAT-AYAT SALĀM DALAM AL-QUR’AN
A. Makna Salām
1. Pengertian Salām
Kata salām berasal dari kata salima yang memiliki arti keselamatan
serta terhindar dari segala sesuatu yang tidak baik.1
Menurut Mahmud Yunus sebagaimana dijelaskan di dalam Kitabnya, salām
memiliki arti selamat dan Sentosa.2 Sedangkan menurut KBBI salam
14egati damai, tidak adanya peperangan atau kerusuhan, kehidupan yang
aman serta tentram dari permusuhan.3
Di dalam Al-Qur’an salām mempunyai beberapa arti, hal ini di
karenakan perbedaan bentuk kata yang menjadikan kata salam bermakna
lain.4
B. Salām di dalam Hadits
1. Hadits tentang Salam kepada Sesama Muslim
ُهَماْ:َْأنََّْرُجًّلًَْسَأَلْالنَِّبََْصلَّىْهللاَْعَليِهَْوَسلَّمََْْْْأيُّْ َُْعن ْ ْْبِنَْعْمرٍوَْرِضَيْاَّللَّ َعْنَْعْبِدْاَّللَِّ
اإِلْسًَّلِمَْخْْي ؟ْقَالَْْْ:ُْتْطِعُمْالطََّعاَم،َْوتَ ْقرَأُْالسًََّّلَمَْعَلىَْمْنَْعَرْفَتَْوَمْنََْلْْتَ ْعِرفْْ
1M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keseharian al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, 2008) 2 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Hida Karya Agung, 1989),
177. 3 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia cet. I (Jakarta: Balai Pustaka, 1998),
183. 4 Muhammad Kamil Hasan al-Mahami, Al-Mausu’ Al-Qur’aniyah, Jakarta: 20.
-
15
“Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma bahwa
ada seorang yang bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Apakah (amal dalam) Islam yang paling baik? Maka Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “(Yaitu) kamu memberi makan (orang yang
membutuhkan) dan mengucapkan salam kepada orang (Muslim) yang kamu
kenal maupun tidak kamu kenal.”5
Hadits tersebut mendeksrepsikan keutamaan untuk mengucapkan
salam kepada 15egati Muslim, bahkan sebuah anjuran untuk mengucapkan
salam kepada 15egati muslim yang belum dikenal.
2. Hadits Mengenai Salam kepada Selain Muslim
a) Hadits Pertama
ثَ َناَْعْبُداْلَعزِْيِزْ(يَ ْعِنْْ َبةْْبُنَْسِعْيدَْحدَّ ثَ َناْقُ تَ ي ْ َعْنُْسَهْيٍلَْعْنْأَبِْيِهْ)الدَّرَاَوْرِدي َحدَّ
َأنَّْ اْليَ ُهْودَْ َعْنَْأِبُْْهَريْ رَةَْ َوَلَالنََّصاَرىْ َرُسْوَلْهللاَِْصلَّىْهللاَْعَلْيِهَْوَسلََّمْقَاَلًّلَتَ ْبَدُؤْوْا
ُتْمَْأَحَدُهْمِْفَْْطرِْيقٍْ )رواهْمسلم(.ْفَاْضَطُرْوُهِْإىَلَْأْضَيِقهِْ ِِبالسًََّّلِمْفَِإَذاَْلَقي ْ
“Qutaibah ibn Sa’id telah mengabarkan kepada kami, Abd al‘-Aziz
(yaitu al-Darawardi) telah mengabarkan kepada kami dari Suhail dari
bapaknya dari AbuHurairah, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: Janganlah
kamu memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani. Jika kamu
menjumpai salah seorang dari mereka di jalan maka desaklah dia ke
pinggir.”6
Hadist tersebut mendeksripsikan sebuah pembatasan seorang
muslim di dalam mengucapkan salam kepada selain orang muslim,di dalam
5https://almanhaj.or.id/8692-keutamaan-mengucapkan-salamkepada-setiap-
muslimyang-dikenal-maupun-tidak-dikenal.html. 6 Abual-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qushairi al-Naisaburi, al-
Jami’ al-Ṣahīh, 5.
https://almanhaj.or.id/8692-keutamaan-mengucapkan-salamkepada-setiap-muslimyang-dikenal-maupun-tidak-dikenal.htmlhttps://almanhaj.or.id/8692-keutamaan-mengucapkan-salamkepada-setiap-muslimyang-dikenal-maupun-tidak-dikenal.html
-
16
hadits tersebut menegaskan larangan seorang muslim untuk memulai
mengucapkan salam kepada selain orang muslim.
b) Hadits Kedua
ثَ َناْأَبُ ْوْاْلَيَماُنَْأْخََبَََنُْشَعْيُبَْعِنْالزُّْهرِْيْقَالَْحَْ َرِضَيْ دَّ َأْخََبَِنُْعْرَوَةَْأنََّْعاِئَشةَْ
َهاْقاََلتْْ َهُوِدَْعلَىَْرسْوِلْهللاَْصلىَّْهللاَْعلَيْهَْوَسلََّمْ : هللاَُْعن ْ َدَخَلَْرهُطِْمَنْالي ْ
السَّامُْ فَ ُقْلُتَْعَلْيُكُمْالسَّامُْفَ َقاُلْوْا ْ َعَلْيُكْمْفَ َفِهْمتُ َهْا َواللعْ نةَْفَقَاَلَْرُسوُلْهللاَْصلىَّ
ُْكلِ ِه.ْفَ ُقْلُتَْيْ ْْاَْلْمِر ْالر ِْفَقِْفْ ْهللَاُْيُِبُّ ْفَإنِ َْمْهًّلَْيْعاِئَشُة َْوَسلمَّ هللاَْعلْيِه
هللاَْعَلْيِهَْوَسلََّمْفَ َقْدْقُ ْلُتْ هللاَْصلىََّْْرسْوَلْهللاْأَوَلْْتْسَمْعَْماْقاَلْواْ؟ْقاَلَْرسْولُْ
)رواهْالبخاري(َوَعَلْيُكْم.
“Abu al-Yaman mengabarkan kepada kami, Shua’ib menceritakan
kepada kami dari Zuhri dia berkata, Urwah telah menceritakan kepada saya
bahwasannya ‘Aisyah RA. Berkata: Ada sekelompok orang Yahudi datang
kepada Rasulullah SAW lalu menyampaikan salam,
“Assāmu’alaikum”(celaka bagi engkau). Saya paham atas ucapan tersebut
sehingga saya balik menyampaikan salam kepada mereka,
“’Alaikumussāmu wal la’nah”. Rasulullah SAW bersabda; Pelanpelan
wahai ‘Aishah, sesungguhnya Allah suka terhadap perilaku lemah lembut
dalam menghadapi tiap perkara. Saya bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah
engkau tidak mendengar tentang apa yang mereka sampaikan?” Rasulullah
SAW menjawab: “Benar! Sesungguhnya saya juga sudah menjawab dengan
wa’alaikum”.7
7 Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughīrah ibn
Bardizbah al-Bukhāri al-Jāfi, Ṣahīh al-Bukhāri, hlm. 133-134
-
17
Hadits tersebut mendeksripsikan telah datang dari kalangan orang
Yahudi, kemudian mereka mengucapkan salam “al-samu ‘alaikum” yang
berati (celaka bagi kamu), lalu Rasulullah membalas dengan ucapan “wa
‘alaikum” yang berate (celaka juga untuk kamu). Di dalam hadits tersebut
memberitahukan umat muslim bagaimana aturan untuk menjawab salam
selain orang muslim.
c) Hadits ketiga
ْبنِْ يَزِْيدِْ َجْعَفَرَعنْْ ْبنِْ احلَِميدِْ َعبدُْ ثَنا قالَْ وَكِيعْ ثَناَْ أَِبْْ َحدثََّنْْ َعبُدهللا َحدث ََّناَْ
غاُدْونَْ َأَن َوَسلمَّْ َعَلْيهِْ هللاُْ َصلىَّْ هللاِْ َرُسْولُْ قالَْ,قالَْ َبْصرَةَْ َأِبْْ َعنْْ ُحبَ ْيبَْ َأِبْْ
أْحد رواه (َعَلْيُكمْْ فَ ُقْوُلْوا َعَلْيُكمْْ َسَلُمْوا فَِإَذا ِِبالسًََّّلمِْ تَ ْبَداُؤُهمْْ َفًّلَْ يَ ُهْودَْ َعَلى
)حنبل بن
“Abdullah menceritakan kepada kami, bapakku menceritakan
kepadaku dari Waki’, dia berkata ‘Abd al-Hamid ibn Ja’far menceritakan
kepada kami dari Yazid ibn Abi Hubaib dari Abi Bashrah berkata:
Rasulullah SAW bersabda: saya bertemu dengan orang Yahudi, maka
janganlah kamu mengucapkan salam padanya. Jika mereka mengucapkan
salam kepadamu maka jawablah dengan wa’alaikum”. (H.R. Aḥmad ibn
Ḥanbal)8.
Hadits tersebut mendeksripsikan kisah Rasulullah yang berjumpa
dengan kalangan orang Yahudi, disaat itu Rasulullah saw tidak mendahului
untuk menngucapkan salam terhadap mereka, dan Rasulullah pun
8 Abu ‘Abdullah Ahmad ibn Muhammad ibn Hilal ibn As’ad al-Shaibānial-
Marwazi al-Baghdādi, Musnad Ahmad ibn Hanbal wa Bihamīsuhū Muntakhab Kanz al-
‘Ummah fi Sunan al-Ahwāl waal-Af’āl, (Beirut: Dār al-Fikr, t.th), Juz VI, hlm. 398
-
18
menegaskan kepada umatnya untuk tidak mendahului mengucapkan salam
kepada orang-orang Yahudi.
2. Pendekatan Pemahaman di dalam Hadits
1) Pemahaman Secara Tekstual
Secara Bahasa arti tekstual adalah naskah, sedangkan di dalam
kamus Bahasa Indonesia tekstual memiliki beberapa arti, yaitu: pertama,
perkataan yang murni dari seorang pengarang, kedua, sebuah kutipan
naskah dari suatu kitab yang dijadikan sebagai alasan, dan ketiga,suatu
materi yang dijadikan sebagai dasar di dalam menyampaikan
pembelajaran.9 Apabila dikaitkan dengan pembahasan hadist secara
tekstual. Maka dapat disimpulan tekstual di dalam konteks memahami
hadits adalah suatu bentuk pemahaman hadits yang merujuk pada
pemahaman secara lahiriyah, dan memahami hadist secara tersurat sesuai
dengan redaksi yang terdapat pada isi hadits tersebut. Cara memahami
hadits secara tekstual merupakan sebuah kaidah yang mudah, karena
sekedar membaca dan memahami secara lafad hadits dan secara makna
bahasannya.
2) Pemahaman Secara Kontekstual
Memahami hadist secara kontekstual adalah suatu pemahaman yang
mengkaji dan memperhatikan bagaimana suatu hadist tersebut diturukan,
dan latarbelakang serta peristiwa apa yang menyebabkan hadits tersebut
9 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Edisi III, 916.
-
19
diturunkan. Karena turunnya sebuah hadist pasti ada peristiwa yang
menyebabkannya disebut dengan istilah asbab wurud al-hadits.10
C. Salām di dalam Fiqih
Agama Islam merupakan agama yang damai, oleh karena itu Islam
memerintahkan kepada umatnya untuk senantiasa menghendaki kehidupan
yang rukun. Bentuk kehidupan yang rukun dapat dicerminkan dengan
menyebarkan ucapan salam yaitu Assalamua ‘alaikum karena makna yang
terkandung di dalam ucapan tersebut merupakan sebuah do’a dan
keselamatan.11
َْكاَنَْعٰلىُْكلِ َْشْيٍءَْحِسي ْْ َهآْاَْوُْردُّْوَهاِْْۗانَّْاَّللٰ َ ُتْمْبَِتِحيٍَّةَْفَحي ُّْواِْبَِْحَسَنِْمن ْ ًْباَْوِاَذاُْحيِ ي ْ
“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan,
maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah
(penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah
memperhitungkan segala sesuatu.”12
Al-Thusi di dalam menjelaskan maksud Surah An-Nisa ayat 86
adalah bahwa Allah swt memerintahkan kepada orang Islam yang baru
masuk Islam (mualaf) hendak menghormati seseorang yang mengucapkan
salam kepadanya dengan menjawab kembali ucapan salam tersebut.13
Sedangkan M. Quraish berpendangan salam/damai yang diperintahkan di
10 Syofrianisda, “Kajian Hadits tentang Salam dalam Buku Fiqih Lintas Agama
(FLA)”. Universum, vol.11, no.1 (Januari 2017): 7. 11 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik atas Pelbagai
Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2013), 497 12 Q.s An-Nisa [4]: 86.
13 Abu Ja’far Muhammad bin al-Hasan al-Thusi, Al-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an
(Bairut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi), vol.5, 278.
-
20
dalam al-Qur’an adalah perdamaian yang hakiki yang membuat setiap
orang merasa nyaman. Salam/damai yang diucapkan merupakan sebuah
penghormatan yang menjadi persembahannya.14
Menurut Thabâthabâ’I bahwa ucapan salam pada masa dahulu
adalah ucapan selamat pagi. Setelah Agama Islam masuk maka
diperintahkan untuk menebarkan ucapan salam.15 Di dalam al-Faqih
dijelaskan tindakan untuk tidak mengucapkan salam kepada orang Nasrani,
Majusi, Yahudi, orang yang mabuk (minum Khamar), dan orang yang
menyembah patung/berhala. Demi kemanfaat di dalam berinteraksi dan
bersosial dengan orang-orang zhalim, dan untuk menyeru kalimat yang haq.
Maka Thabâthabâ’I memperbolehkan untuk mengucapkan salam kepada
orang-orang kafir.16
Dan Firman Allah di dalam Surah al-Furqan [25]:63.
ًَْنْوَِّاَذاَْخاطَبَ ُهُمْاْْلِٰهُلْوَنْقَاُلْواَْسٰلًماَْوِعَباُدْالرَّْْحِٰنْالَِّذْيَنََْيُْشْوَنَْعَلىْاَْلَْرِضَْهوْْ
“Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah
orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-
orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka
mengucapkan “salam,”17
Jika pada ayat-ayat yang lalu disebutkan sifat-sifat orang kafir yang
tidak mau bersujud kepada Allah, pada ayat berikut ini disebutkan ciri dan
14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol.2, 514-515. 15 Muhammad Husain al-Thabathabai, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an (Bairut:
Muassasah al-A’lami al-Mathu’at, 1991), jilid v, 33. 16 Muhammad Husain al-Thabatha’I, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, 36
17 Q.s Al-Furqan [25]: 63.
-
21
sifat ibadurrahman atau para pengabdi Allah. Adapun hamba-hamba Tuhan
Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan
rendah hati tanpa dibuat-buat, dan berjalan secara wajar, serta tidak
menyombongkan diri dalam sikap dan tindakan. Dia tahu bahwa sikap itu
tidak terpuji dan akan mengakibatkan hal-hal yang 21egative dalam
pergaulan. Dan apabila orang-orang bodoh yang tidak tahu nilai-nilai sosial
kemasyarakatan menyapa mereka dengan kata-kata yang menghina, atau
kasar, mereka tidak membalasnya dengan ucapan yang semisal, namun
dengan penuh sopan dan rendah hati mereka mengucapkan “salam,” yang
berarti mudah-mudahan kita berada dalam keselamatan, damai, dan
sejahtera. Nabi Muhammad telah memberikan contoh sendiri bahwa
semakin dikasari, beliau semakin santun, arif dan bijaksana.18
1. Pendapat Ulama tentang Mengucapkan dan Menjawab Salām
di dalam perihal mengucapkan dan menjawab salam kepada selain
muslim, para ulama berbeda pendapat. Ada para ulama yang berpendapat
membolehkan untuk mengucapkan salam kepada selain muslim, dan ada
para ulama yang tidak memperbolehkan untuk mengucapkan dan menjawab
salam kepadanya.
Pendapat Ulama yang memperbolehkan, yaitu:
Menurut Thabâthabâ’I bahwa mengucapkan salam kepada selain
orang Islam diperbolehkan, karena untuk kemaslahatan di dalam
berinteraksi dan bersosial. Di sisi lain untuk menyebarkan kalimat yang
baik sebagaimana Allah memerintahka kepada Nabi Muhammad saw dan
Allah juga memerintahkan kepada orang Mukmin untuk mengucapkan
salam.
18 Tafsir Kemenag, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid 7, cet. IV (Jakarta: Departemen
Agama RI, 2009), 47.
-
22
Menurut al-Syafi’iyah berpandangan bahwa menjawab salam
kepada orang-orang ahlu dzimi diperbolehkan, namun al-Azra’I dan al-
Zarkasyi bahwa menjawab jawab salam hukumnya sunah, al-Hasan pun
berpendapat bahwa menjawab salam boleh akan tetapi dengan jawaban
‘alaika salam.19
Menurut al-Suddiy, Ibrahim, dan Ibn Juraij Atha berpendapat
apabila orang-orang muslim mengucapkan salam, maka jawablah ucapan
salam tersebut sebagaimana ia mengucapkan. Namun jika ahli kitab yang
mengucapkan salam, maka ucapkanlah anta wa alaika al-salam wa
rahmatulllahi. Sebagaimana dijelaskan di dalam hadits, apabila ada ahli
kitab mengucapkan salam kepada kamu. Maka ucapkanlah ‘alaikum.20
Hamka menjelaskan bahwa menurut riwayat Bukhari dan Muslim
dari Anas, Rasul menerangkan kalau ahli kitab mengucapkan salam
kepadamu hendaklah jawab dengan “wa ‘alaikum”. Perintah Rasul seperti
ini bukanlah umum untuk seluruh ahli kitab, melainkan karena telah pernah
terjadi orang Yahudi di Medinah menyalahgunakan kebaikan orang Islam.
Assalamu ‘alaikum mereka hilangkan huruf lam-nya menjadi assamu
‘alaikum yang berarti celakalah kamu. Rasulullah melarang menjawab
dengan waalaikum sam karena kata yang buruk tidak boleh keluar dari
mulut orang yang beriman. Jawab saja dengan wa ‘alaikum yang berarti
kalau yang diucapkannya itu maksud jahat, biarlah kembali kepada dirinya
dan kalau maksud baik kembali pula pada dirinya. Dengan demikian
nyatalah kalau assalamu ‘alaikum itu diucapkan dengan jelas, maka
dikembalikan salam itu dengan waalaikum salam.21
19 Syihab al-Din Mahmud ibn Abd Allah al-Husaini al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi
Tafsir al-Qur’an al-Azhim wa al-Sab’u al-Matsani (Maktabah al-Syamilah), jilid 4, 161. 20 Abu Ja’far Muhammad bin al-Hasan al-Thusi, Al-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an,
278.
21 Hamka , Tafsir al-Azhar (Jakarta: Panji Mas, 1982), juz 5, 193-194.
-
23
Pendapat Ulama yang tidak memperbolehkan, yaitu:
Imam Nawawi berpendapat bahwa mengucapkan salam terhadap selain
muslim tidak diperbolehkan (haram), adapun apabila mengucapkan selamat
pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam. Hal itu
diperbolehkan.22
Imam Syafi’I berpendapat bahwa mengucapkan salam terhadap selain
muslim tidak boleh (haram), adapun apabila menjawab salam darinya wajib
dengan ucapannya wa ‘alaikum.23
Abu Hurairah berpendapat bahwa seorang muslim tidak
diperbolehkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu kepada selain
muslim. Apabila tidak ada kepentingan terhadapnya.
Al Qurthubi berpendapat untuk mengawali mengucapkan salam
terhadap ahl dzimah adalah sebagai bentuk penghormatan. Namun untuk
mengucapkan salam kepada orang kafir tidak berhak.24
D. Ayat-ayat Salām dalam Al-Qur’an
Setelah ditelusuri mengenai ayat-ayat salām di dalam Al-Qur’an,
maka ditemukan sebanyak 47 kali yang terdapat pada ayat dan Surah yang
berbeda, yaitu sebagai berikut:
22 Faisal ibn Abdul Aziz, Naulul Authar, (Surabaya: Bina Ilmu, 2007), jilid VI,
2952. 23 Hasbi As Shidiqie, Mutiara Hadits (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), jilid
VII, 228. 24 M. al Qahthani, al Wala wal Bara (Solo: Era Intermedia, 2005), 388.
-
24
Table 2.1
No Surah lafaz
1 Al-Imran [3]:
19
ْ اْلِكٰتَبِْاَلَّ ْسًَّلُمَْْۗوَماْاْختَ َلَفْالَِّذْيَنْاُْوتُوْا ْيَنِْعْنَدْاَّللٰ ِْاَْلِ ِانَّْالدِ
ْ نَ ُهْمَْۗوَمْنْيَّْكُفْرِِْبٰٰيِتْاَّللٰ ِْفَِانَّ ْبَ ي ْْبَ ْعِدَْماَْجۤاَءُهُمْاْلِعْلُمْبَ ْغًياْۢ ِمْنْۢ
ََْسرِْيُعْاحلَِْساِبْ اَّللٰ
2 Al-Imran [3]:
85
ْسًَّلِمِْديْ ًناْفَ َلْنْي ُّْقَبَلِْمْنهَُْۚوُهَوِِْفْاَْلِٰخرَِةِْمَنْ َتِغَْغْْيَْاَْلِ َوَمْنْي َّب ْ
اْْلِٰسرِْيَنْ
3 An-Nisa [4]:
94
ِلَمْنْ َوََلْتَ ُقْوُلْوْا َضَربْ ُتْمِْفَْْسِبْيِلْاَّللٰ ِْفَ تَ بَ ي َّنُ ْوْا ِاَذْا ْا اَي َُّهاْالَِّذْيَنْٰاَمنُ وْٓ
نْ َياَْۖفِعْنَدْ تَ ُغْوَنَْعَرَضْاحْلَٰيوةِْالدُّ اَْلٰقٓىْاِلَْيُكُمْالسَّٰلَمَْلْسَتُْمْؤِمًنۚاْتَ ب ْ
تُْ ُْكن ْ َْكٰذِلَك َْكِثْْيَة ْۗ ْاَّللٰ َُْعَلْيُكْمْفَ تَ بَ ي َّنُ ْوۗاْاَّللٰ َِْمَغاِِنُ ْمْمِ ْنْقَ ْبُلَْفَمنَّ
َْكاَنِْبَاْتَ ْعَمُلْوَنَْخِبْْيًاْ ِانَّْاَّللٰ َ
4 Al-Maidah
[5]: 3
ُمَْوحلَُْمْاْْلِْنزِْيِرَْوَمٓاْاُِهلَِّْلَغْْيِْاَّللٰ ِِْبهْ َتُةَْوالدَّ ُحر َِمْتَْعَلْيُكُمْاْلَمي ْ
َْماْوََْْوالنَِّطْيَحةَُْْواْلُمََتَدِ يَةُْْْوقُ ْوَذةَُْواْلمََْْواْلُمْنَخِنَقةُْ َمآْاََكَلْالسَُّبُعِْاَلَّ
ْٰذِلُكْمْ ِِْبَْلَْزََلمِۗ َْتْستَ ْقِسُمْوا َْواَْن َْعَلىْالنُُّصِب ُْذِبَح َْوَما ُتْمۗ ي ْ ذَكَّ
َْكَفُرْواِْمْنِْديِْنُكْمَْفًَّلََْتَْشْوُهْمْوَْ َسْالَِّذْيَن ْاَْليَ ْوَمْيَىِِْٕۗفْسق
اْخَشْونِۗ
اَْليَ ْوَمْاَْكَمْلُتَْلُكْمِْديْ َنُكْمَْواَْْتَْمُتَْعَلْيُكْمْنِْعَمِِتَْْوَرِضْيُتَْلُكُمْ
-
25
ْفَِانَّْاَّللٰ َُْثٍٍْۙ ْسًَّلَمِْديْ ًنۗاَْفَمِنْاْضطُرَِّْفََْْمَْمَصٍةَْغْْيَُْمَتَجاِنٍفَْلِ ِ اَْلِ
َغُفْور ْرَِّحْيم ْ
5 Al-Maidah
[5]: 16
ْبِْ ْي َّْهِدْي ْرِْضَوانَه ْات ََّبَع َْمِن ْاَّللٰ ُ ْمِ نََْْوُُيْرُِجُهمْْْالسَّٰلمُِْْسُبلَِْه
ْمُّْسَتِقْيمٍِْْصرَاطٍِْْاىٰلَْْويَ ْهِدْيِهمِْْْبِِْذنِهْالن ُّْورِِْْاىَلْْالظُُّلٰمتِْ
6 Al-An’am [6]:
54
َْكَتَبَْربُُّكْمْ َوِاَذاَْجۤاَءَكْالَِّذْيَنْيُ ْؤِمنُ ْوَنِِْبٰٰيِتَناْفَ ُقْلَْسٰلم َْعَلْيُكْم
ْاَنَّهْ ِْمْنُكمَْْْعِملََْْمنَْْعٰلىْنَ ْفِسِهْالرَّْْحََةًٍۙءاْْۢ ََْتبَُُْْثَِِّْبََهاَلةٍُْْسْوۤ
ِْمْنْْۢ
َبَ ْعِده ْرَِّحْيم ْغَْْفَاَنَّهَْوَاْصَلحَْْٖ ُفْور
7 Al-An’am [6]:
125
ُْاَْنْي َّْهِديَهْ ْسًَّلمَِْْۚصْدرَهَْيْشرَحَْْفَمْنْيُّرِِدْاَّللٰ ْيُِّضلَّهْاَنْْْيُّرِدَْْْوَمنِْْْلًّْلِ
َاَْْحَرًجاَْضيِ ًقاَْصْدَرهََْيَْعلْْ ََْيَْعلَُْْكٰذِلكَْْْالسََّمۤاءِِِْْۗفَْْيصَّعَّدَُْْكاَّنَّ
ْيُ ْؤِمنُ ْونَََْْلْْالَِّذْينََْْعَلىْالر ِْجسَْْاَّللٰ ُْ
8 Al-An’am [6]:
127
َْكانُ ْواْيَ ْعَمُلْوَنْْ ََلُْمَْداُرْالسَّٰلِمِْعْنَدَْرّبِ ِْمَْوُهَوَْولِي ُُّهْمِْبَا
9 Al-A’raf [7]:
46
ْ ِبِسْيٰمىُهْمۚ ْْْۢ ُْكًّلا ْي َّْعرِفُ ْوَن َْوَعَلىْاَْلَْعرَاِفْرَِجال ۚنَ ُهَماِْحَجاب َوبَ ي ْ
ََْلَْْيْدُخُلْوَهاَْوُهْمَْيْطَمُعْوَنَْوََنَدْواَْاْصٰحَبْاْلَْْ نَِّةْاَْنَْسٰلم َْعَلْيُكْمۗ
10 At-Taubah
[9]: 74
ْبَ ْعَدْ ْوََكَفُرْوا ْاْلُكْفِر َْكِلَمَة ْقَاُلْوا ْقَاُلْواَْۗوَلَقْد َْما ِِْبَّللٰ ِ ْحِلُفْوَن
َُْوَرُسْولُهِاْسًَّلِمِهْمَْوََهُّْواِْبَاََْلْْيَ َناُلْوۚاَْوَماْنَ َقُموْٓاِْاَلَّْٓ ْاَْنْاَْغٰنىُهُمْاَّللٰ
-
26
َُْعَذاًِبَْلََُّْْخْْيًاَْيكُْْي َّتُ ْوبُ ْواْفَِانَْْْۚفْضِلهِْمنْْ ّْبُُمْاَّللٰ ْمَْۚوِاْنْي َّتَ َولَّْواْيُ َعذِ
نْ َياَْواَْلِٰخرَِةَْۚوَماََْلُْمِِْفْاَْلَْرِضِْمْنْوَِّلٍ ْوَََّلَْنِصْْيٍْ اَلِْيًماِِْفْالدُّ
11 Yunus [10]:
10
ْ َهاَْسٰلم ۚ َهاُْسْبٰحَنَكْاللٰ ُهمََّْوَتَِي َّتُ ُهْمِْفي ْ َوٰاِخُرَْدْعٰوىُهْمَْدْعٰوىُهْمِْفي ْ
ْاْلٰعَلِمْيَْ اَِنْاحْلَْمُدَّْللِٰ َِْربِ
12 Yunus [10]:
25
ِْاىٰلَْداِرْالسَّٰلِمَْۚويَ ْهِدْيَْمْنْيََّشۤاءُِْاىٰلِْصرَاٍطْمُّْسَتِقْيٍمْ ُْيَْدُعوْٓ َواَّللٰ
13 Hud [11]: 48 َْْْعَلي َْوبَ رَٰكٍت ْمِ نَّا ِْبَسٰلٍم ْاْهِبْط نُ ْوُح ْي ٰ ِْمِ َّْنِْقْيَل ْاَُمٍم َْوَعلٰٓى َك
ْاَلِْيم ْ ََيَسُُّهْمْمِ نَّاَْعَذاب مََّعَكَْۗواَُمم َْسُنَمتِ ُعُهْمُُْثَّْ
14 Hud [11]: 69 َْْفَما َْسٰلًماْۖقَاَلَْسٰلم ِِْبْلُبْشٰرىْقَاُلْوا ْاِبْ ٰرِهْيَم َوَلَقْدَْجۤاَءْتُْرُسُلَنٓا
لَِبَثْاَْنَْجۤاَءِْبِعْجٍلَْحِنْيٍذْ
15 Ar-Ra’ad
[13]: 24
ْْ ارِۗ َسٰلم َْعَلْيُكْمِْبَاَْصََبُُْتْْفَِنْعَمُْعْقََبْالدَّ
16 Ibrahim [14]:
23
ََْتِْتَهاْ ِْمْن ْالصٰ ِلٰحِتَْجنٰ ٍتََْتْرِْي َْوَعِمُلوا ْٰاَمنُ ْوا ْالَِّذْيَن َواُْدِخَل
َهاَْسٰلم ْ َْتَِي َّتُ ُهْمِْفي َْهاِْبِِْذِنَْرّبِ ِْمۗ اَْلَْْنُٰرْٰخِلِدْيَنِْفي ْ
17 Al-Hijr [15]:
46
اُْدُخُلْوَهاِْبَسٰلٍمْٰاِمِنْيَْ
18 Al-Hijr [15]:
52
ِْمْنُكْمَْوِجُلْوَنْ ِاْذَْدَخُلْواَْعَلْيِهْفَ َقاُلْواَْسٰلًمۗاْقَاَلِْاَنَّ
-
27
19 An-Nahl [16]:
32 اْْلَنََّةْا ٍْۙيَ ُقْوُلْوَنَْسٰلم َْعَلْيُكُمْاْدُخُلوْا َكةُْطَيِ ِبْيَ ىِٕ
ۤلَِّذْيَنْتَ تَ َوفٰ ىُهُمْاْلَمٰل
ُتْمْتَ ْعَمُلْوَنْ ُْكن ْ ِبَا
20 Maryam [19]:
15
َعُثَْحيااْ َوَسٰلم َْعَلْيِهْيَ ْوَمُْوِلَدَْويَ ْوَمََْيُْوُتَْويَ ْوَمْيُ ب ْ
21 Maryam [19]:
33
َْويَ ْوَمْاَُمْوُتَْويَ ْوَمْاُبْ َعُثَْحيااْ ْيَ ْوَمُْوِلْدتُّ َوالسَّٰلُمَْعَليَّ
22 Maryam [19]:
47 ْاِنَّهْْق َْسَاْستَ ْغِفُرَْلَكَْرِبِ ْۗ
َْحِفيااِْبَْْْكانَْاَلَْسٰلم َْعَلْيَكۚ
23 Maryam [19]:
62
َهاْبُْكرًَةْوََّعِشيااْ َْسٰلًمۗاَْوََلُْمْرِْزقُ ُهْمِْفي ْ َهاَْلْغًواِْاَلَّ ََلَْيْسَمُعْوَنِْفي ْ
24 Thaa [20]: 47 َْْفَْأتِٰيهُْفَ ُقْوََلِْٓاَنََّْرُسْوََلْر ّْبُْمۗ َوََلْتُ َعذِ َبِنِْْٓاْسرَۤاِءْيلَْەٍْۙ َمَعَنْا بِ َكْفَاَْرِسلْْ
ٰنَكِِْبٰيٍَةْمِ ْنْرَّبِ َكَْۗوالسَّٰلُمَْعٰلىَْمِنْات ََّبَعْاَْلُٰدىْ َقْدِْجئ ْ
25 Al-Anbiya
[21]: 69
ُْكْوِنْْبَ ْرًداْوََّسٰلًماَْعلٰٓىْاِبْ ٰرِهْيَمٍْْۙ َناُر قُ ْلَناْي ٰ
26 Al-Furqan
[25]: 63
َْخاطَبَ ُهُمْ ْوَِّاَذا َْهْوًَن َْعَلىْاَْلَْرِض ََْيُْشْوَن ْالَِّذْيَن ْالرَّْْحِٰن َوِعَباُد
اْْلِٰهُلْوَنْقَاُلْواَْسٰلًماْ
27 Al-Furqan
[25]: 75
َهاَْتَِيًَّةْوََّسٰلًماٍْْۙ َكَُْيَْزْوَنْاْلُغْرَفَةِْبَاَْصََبُْواَْويُ َلقَّْوَنِْفي ْ ىِٕۤ اُوٰل
28 An-Naml
[27]: 59
اَّللٰ َُْخْْي ْاَمَّاْْالَِّذْيَنْاْصطَٰفۗىْٰءۤ َْعٰلىِْعَباِدِه َْوَسٰلم ُقِلْاحْلَْمُدَّْللِٰ ِ
ْ۔ُيْشرُِكْوَنْ
-
28
29 Al-Qashash
[28]: 55
َْوَلُكْمَْواِْ ْاَْعَمالَُنا ْلََنٓا َْوقَاُلْوا َْعْنُه ْاَْعَرُضْوا ْاللَّْغَو َْسَُِعوا َذا
ْ َتِغىْاْْلِٰهِلْيَ اَْعَماُلُكْمَْۖسٰلم َْعَلْيُكْمََْْۖلْنَ ب ْ
30 Al-Ahzab
[33]: 44
َْكرَِْيًاَْْاْجرًاََْلُمَْْْواََعدََّْْۚسٰلمْ َتَِي َّتُ ُهْمْيَ ْوَمْيَ ْلَقْونَهْ
31 Yasin [36]: 58 ْْرَِّحْيٍم ْقَ ْوًَلْمِ ْنْرَّبٍ ۗ َسٰلم
32 Ash-Shaffat
[37]: 79
ْ َسٰلم َْعٰلىْنُ ْوٍحِِْفْاْلٰعَلِمْيَ
33 Ash-Shaffat
[37]: 109
َسٰلم َْعلٰٓىْاِبْ ٰرِهْيَمْ
34 Ash-Shaffat
[37]: 120 َعٰلىُْمْوٰسىَْوٰهُرْوَنْس َلْٰ
35 Ash-Shaffat
[37]: 130
ْ َسٰلم َْعلٰٓىِْاْلََْيِسْيَ
36 Ash-Shaffat
[37]: 181
ْ َوَسٰلم َْعَلىْاْلُمْرَسِلْيَۚ
37 Az-Zumar
[39]: 22
ْ ْاَّللٰ َُْصْدرَه َْشرََح ْسًَّلمِْاََفَمْن ْفَ َوْيلْ ْۗرَّب ِهْمِ نْْْنُ ْورٍَْْعٰلىْفَ ُهوَِْْلًّْلِ
كَْْْۗاَّللٰ ِْْذِْكرِْْمِ نْْْقُ ُلْوُّبُمْْْلِ ْلٰقِسَيةِْ ىِْٕۤمُّبَِْْضٰللٍِْْفْْْاُوٰل ْيٍ
38 Az-Zumar
[39]: 73
ُْمِْاىَلْاْْلَنَِّةُْزَمرًاَْۗحّتٰ ِْٓاَذاَْجۤاُءْوَهاَْوفُِتَحْتْ َوِسْيَقْالَِّذْيَنْات ََّقْواَْرّبَّ
ُتْمْفَاْدُخُلْوَهاْٰخِلِدْيَنْاَبْ َواُّبَاَْوقَاَلََْلُْمَْخَزنَ ت ُْ َهاَْسٰلم َْعَلْيُكْمِْطب ْ
39 Az-Zukhruf
[43]: 89
َْفَسْوَفْيَ ْعَلُمْوَنْ ُهْمَْوُقْلَْسٰلم ۗ ْࣖفَاْصَفْحَْعن ْ
-
29
40 Al-Hujurat
[49]: 17
َْْتُن ُّْواَْعَليَِّْاْسًَّلَمُكْمَْۚبِلْاَّللٰ ُْ ََْيُنََُّْيُن ُّْوَنَْعَلْيَكْاَْنَْاْسَلُمْواُْْۗقْلَْلَّ
ْ ُتْمْٰصِدِقْيَ ُْكن ْ َْيَاِنِْاْن َعَلْيُكْمْاَْنَْهٰدىُكْمِْلًّْلِ
41 Qaf [50]: 34 ْاْدُخُلْوَهاِْبَسٰلٍمْٰۗذِلَكْيَ ْوُمْاْْلُُلْوِد
42 Adz-Dzariyat
[51]: 25
ْقَ ْوم ْمُّْنَكُرْوَنْۚ ِاْذَْدَخُلْواَْعَلْيِهْفَ َقاُلْواَْسٰلًماْۗقَاَلَْسٰلم
43 Al-Waqiah
[56]: 26 ِْقْيًًّلَْسٰلًماَْسٰلًماْا َلَّ
44 Al-Waqiah
[56]: 91
ْ َفَسٰلم ْلََّكِْمْنَْاْصٰحِبْاْلَيِمْيِۗ
45 Al-Hashry
[59]: 23
ََْلْٓاِٰلهَْ ْاَّللٰ ُْالَِّذْي ْاْلُمْؤِمُنُْْهَو ْاَْلَمِلُكْاْلُقدُّْوُسْالسَّٰلُم ُْهَوْۚ ِاَلَّ
ُْسْبٰحَنْاَّللٰ َِْعمَّاُْيْشرُِكْوَنْۗ اْلُمَهْيِمُنْاْلَعزِيْ ُزْاْْلَبَّاُرْاْلُمَتَكَبِ ُ
46 Ash-Shaf
[61]: 7
َْوَمْنْاَْظَلُمِْمَِّنْاْفََتٰىَْعَلىْاَّللٰ ِْاْلَكِذَبَْوُهَوْيُْدٰعٓىْ ْسًَّلمِۗ ِاىَلْاَْلِ
ََُْلْيَ ْهِدىْاْلَقْوَمْالظٰ ِلِمْيَْ َواَّللٰ
47 Al-Qadr [97]:
5
َْمْطَلِعْاْلَفْجِرْ َࣖسٰلم ِْۛهَيَْحّتٰ
-
29
BAB III
PENYUSUN TAFSIR KEMENAG, ASBABUN NUZUL, DAN
DERIVASI AYAT-AYAT SALĀM
A. Penyusun Kitab Tafsir dan al-Qur’an Depag
1. Latar Belakang Penulisan Kitab Tafsir
Kitab Tafsir Depag adalah Kitab Tafsir yang berasal dari Indonesia
yang disusun oleh Kementrian Agama RI (Kemenag) yang merupakan salah
satu program dari pemerintah. Latarbelakang pemerintah di dalam
menyusun kitab al-Qur’an dan Tafsirnya, dilandasi atas komitmen
pemerintah untuk memberi apa yang dibutuhkan oleh masyarakat muslim
di Indonesia. Sebagaimana yang disampaikan oleh M. Maftuh Basyuni
Basyuni harapan dengan adanya Kitab Tafsir dan al-Qur’annya adalah agar
memudahkan umat muslim Indonesia untuk memahami isi kandungan yang
ada di dalam al-Qur’an.1 Karena untuk memahami kandungan di dalam al-
Qur’an tidak semudah yang dibayangkan, dan kita telah mengetahui bahwa
al-Qur’an menggunakan Bahasa Arab. Sedangkan umat Muslim di
Indonesia tidak semuanya dapat memahami Bahasa Arab itu sendiri. Oleh
karenaya Depag berkomitmen untuk menyusun dan menulis Kitab Tafsir
dan al-Qur’an yang menggunakan Bahasa Indonesia. Dengan tujuan agar
umat Muslim Indonesia yang memang awam agar dapat dengan mudah
memahami dan mempelajari apa yang terkandung di dalam al-Qur’an.
1M. Shohib Tahar, Telaah tentang Tafsir al-Qur’an Departemen Agama RI
(Jakarta: Pustlibang Lektur Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan
Departemen Agama RI, 2003), Vol I, No. I, 54.
-
30
2. Tim Penyusun Kitab Tafsir Depag RI
Selama kurang lebih lima tahun antara tahun (1998-2002) akhirnya
Depag dapat menuntaskan pekerjaannya yaitu menyempurnakan al-Qur’an
dan terjemahnya, setelah itu di tahun 2004 Depag untuk pertama kalinya
mencetakan al-Qur’an untuk di distribusikan kepada masyarakat, baru di
akhir bulan tanggal 30 Juni Depag secara resmi meluncurkannya. Selama
30 tahun lebih Depag berdedikasi untuk melakukan perbaikan terhadap
Kitab al-Qur’an dan Tafsirnya, menyempurnakan apabila ada kekurangan
di dalam Kitab Tafsir dan al-Qur’an.
Pada awal untuk memunculkan al-Qur’an dan Tafsirnya, Depag
membentuk tim penyusun pada tahun 1972, dengan dewan pengurus
penafsiran al-Qur’an yang dikeluarkan oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H
dengan KMA No. 8 ditahun 1972. Pada tahun berikutnya, susunan Tim
Penyusun al-Qur’an dan Tafsirnya mengalami perubahan berdasarkan
KMA No. 8 di tahun 1973 dengan, adapun susunan ketua dan wakil sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Tim Penyusun al-Qur’an dan Tafsirnya tahun 1973
No Nama Jabatan
1. Prof. H. Bustami A. Gani Ketua
2. Prof. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy Wakil ketua
3. Drs. Kamal Mukhtar Sekretaris I
4. H. Gazali Thaib Sekretaris II
5. K.H. Syukri Ghazali Anggota
6. Prof. Dr. H. A. Mukti Ali Anggota
-
31
7. Prof. H.M. Timur Jailani M.A Anggota
8. Prof. K.H. Ibrahim Hosen LML Anggota
9. K.H. A. Musaddad Anggota
10. Prof. H. Mukhtar Yahya Anggota
11. Prof. R.H.A. Soenaryo SH Anggota
12. K.H. Ali Maksum Anggota
13. Drs. Busyairi Majdi Anggota
14. Drs. Sanusi Latif Anggota
15. Drs. Abd. Rahim Anggota
kemudian disempurnakan dengan KMA No. 30 ditahun 1980
diketuai oleh Prof. K.H Ibrahim Husain, LML.2 Adapaun susunan ketua dan
wakil sebagai berikut:
Tabel 3.2
Tim Penyusun al-Qur’an dan Tafsirnya tahun 1980
No Nama Jabatan
1. Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML Ketua
2. K.H. Syukri Gazali Wakil ketua
3. R.H. Hoesein Thoib Anggota
4. Prof. H. Bustami A. Gani Anggota
5. Prof. Dr. K.H. Muchtar Yahya Anggota
6. Drs. Khamil Muchtar Anggota
7. Prof. K.H Muchtar Yahya Anggota
8. K.H Sapari Anggota
2 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat,
2013), 209-210.
-
32
9. K.H. Muchtar Luthfi El Ansari Anggota
10 Drs. J.S. Badudu Anggota
11. H.M. Amin Nasir Anggota
12. H.A. Azis Darmawijaya Anggota
13. K.H.M. Nur Asjik, MA Anggota
14. K.H.A. Razak Anggota
Kitab al-Qur’an dan Tafsrinya pertama kali dirilis pada tahun 1975,
namun pada tahun tersebut kondisi Kitabnya belum sepenuhnya lengkap 30
juz. Dan untuk cetakannya pun belum dapat dicetak 30 juz. Namun baru
dapat dicetak jilid pertama saja yang terdiri dari 3 juz, di tahun selanjutnya
pihak lajnah menerbitkan kembali mushaf secara bertahap dengan
melakukan perbaikan di beberapa tempat. Pada tanggal 28-30 April di tahun
2003 diagendakan musyawarah kerja ulama al-Qur’an, ada beberapa hal
yang dibahas pada musyarah tersebut, diantaranya adalah:
1. Aspek substansi, meliputi makna dan kandungan ayat.
2. Aspek muhasabah dan asbabul nuzul.
3. Aspek transliterasi.
4. Teks ayat-ayat al-Qur’an mengungkapkan rams Utsmani di ambil
dari Mushaf al-Qur’an standar yang di tulis ulang.
5. Terjemah al-Qur’an menggunakan al-Qur’an dan Tafsirnya edisi
2002.
6. Aspek kajian ayat-ayat kauniyah.
7. Pada akhir setiap jilid di beri indeks.
8. Di lengkapi dengan kosa kata, untuk memperjelas makna lafal yang
terdapat dalam kelompok ayat yang di tafsirkan.
-
33
9. Membedakan karakteristik penulisan teks Arab, antara kelompok
ayat yang di tafsirkan, ayat-ayat pendukung dan penulisan teks
hadits.3
Menindak lanjuti musyawarah kerja di tahun 2003, Depag
membentuk kembali tim dengan keputusan pada Depag RI Nomor 280
tahun 2003. Dan di dalamnya di sertai penyertaan LIPI, yang susunannya
sebagai berikut:
Tabel 3.3
Tim Penyusun al-Qur’an dan Tafsirnya tahun 2003
No Nama Jabatan
1. Prof. Dr. H.M. Atho Mudzahar Pengarah
2. Drs. H. Fadhal AR. Bfadal, MSc Pengarah
3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A Ketua
4. Prof. K.H. Ali Mustofa Yaqub, M.A Wakil ketua
5. Drs. H. Muhammad Sohib, M.A Sekretaris
6. Prof. Dr. H. Rifai Syauqi Nawawi,
M,A
Anggota
7. Prof. Dr. H. Salaman Harun Anggota
8. Dr. Hj. Faizah Ali Sibromalisasi Anggota
9. Dr. H. Muslih Abdul Karim Anggota
10. Dr. H. Ali Huda Anggota
11. Dr. H. Muhammad Hisyam Anggota
12. Prof. Dr. Hj. Huzimah T. Yanggo,
M,A
Anggota
13. Prof. Dr. H.M. Salim Umar, M,A Anggota
3 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, 213.
-
34
14. Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, M,A Anggota
15. Drs. H. Sibili Sirdjaja, LML Anggota
16. Drs. H. Madzmur Sya’roni Anggota
17. Drs. H.M. Syaitibi AH Anggota
3. Metode Tafsir
Tafsir Kemenag menggunakan metode tahlili, yaitu sebuah metode
yang memaparkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan tertib sesuai daftar Surah,
diawali dari Surah Al-Fatihah dan diakhiri oleh Surah An-Nas. Dan untuk
jenis penafsiran, ada beberapa pendapat yang mengatakannya yaitu,
sebagaimana diungkapkan oleh M. Shohib Tahar bahwa Kemenag
menggunakan tafsir bercorak sunni.4 Mengacu pada pedoman
penyempurnaa tafsir, bahwa tafsir Kemenag bercorak Ijtima’I, yaitu tafsir
yang berorientasi pada kemasyarakatan, dan menurut ketua tim sendiri tafsir
Kemenag bercorak hida’i. yaitu suatu tafsir yang mengambil suatu
kesimpulan akhir yang nampaknya sebagai upaya mengetengahkan sisi-sisi
hidayah dari ayat-ayat yang bersangkutan.
4. Sumber Penafsiran
Referensi yang digunakan oleh tim penyempurnaan tafsir Depag RI,
jauh lebih banyak dibandingkan oleh tim sebelumnya. Adapaun referensi
yang digunakan adalah sebagai berikut:
4 M. Shohib Tahar, Telaah tentang Tafsir al-Qur’an Departemen Agama RI, 58.
-
35
Tabel 3.4
Referensi dari Kitab-kitab Tafsir
No Nama Pengarang Nama Kitab
1. Abu Hayyan Tafsir al-Bahr al-
Muhith
2. Ahmad Abdullah Tafsri al-Qur’an al-
Jalil Haqaiq al-
Ta’wil
3. Al-Fakhr al-Razi Al-Tafsir al-Kabir
4. Abdullah al-Nasafi Madarik al-Tanzili
wa Haqaiq al-
Ta’wil
5. Hasbie al-Shiddiqie Tafsir al-Bayan dan
Tafsir al-Nur
6. Abu Ja’far al-Thabari Jami’ al-Bayan fi
Tafsir al-Qur’an
7. Wahbah al-Zuhaili Al-Munir
8. Mahmud Yunus Al-Qur’an al-Karim
9. Al-Saif al-Radhi Talkhish al-Bayan fi
Majazat al-Qur’an
10. Ibnu Katsir Tafsir al-Qur’an al-
Karim5
5 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, 216.
-
36
Tabel 3.5
Referensi dari Kitab-kitab Ulum al-Qur’an
No Nama Penagarang Nama Kitab
1. Sayyid Muhammad al-Hakim I’jaz al-Qur’an
2. Manna’ Khalil al-Qaththan Mabahits fi Ulum
al-Qur’an
3. Muhmmad Ali al-Shabuni Al-Tibyan fi Ulum
al-Qur’an
4. Hifni Muhammad Syarif I’jaz al-Qur’an al-
Bayani
5. Muhammad Quraish Shihab Tafsir al-Misbah
6. Subhi al-Shalih Mabahits fi Ulum
al-Qur’an
7. Ahad Badawi Min Balagah al-
Qur’an
8. Ghassan Hamdun Min Nasamat al-
Qur’an
Tabel 3.6
Referensi dari Kitab Mu’jam
No Nama Pengarang Nama Kitab
1. Muhammad Fuad Al-Mu’jam al-
Mufahras li Alfadh
al-Qur’an
-
37
2. AJ Wensinck Al-Mu’jam al-
Mufahras li Alfadh
al-Hadits6
Tabel 3.7
Referensi dari Kitab-kitab Mufradat
No Nama Pengarang Nama Kitab
1. Ali bin Muhammad Syarif al-Jurjani Al-Ta’rifat
2. Al-Raghib al-Asfihani Al-Mufradat fi
Gharib al-Qur’an
3. WJS Poerwadarminta Kamus Bahasa
Indonesia
Tabel 3.8
Referensi dari Kitab-kitab Hadits
No Nama Pengarang Nama Kitab
1. Muhammad bin Ismail al-Bukhari Shahih al-Bukhari
2. Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi al-
Naisaburi
Shahih Muslim
3. Ahmad bin Hanbal Musnad al-Imam
Ahmad7
1. Sistematika Penulisan Kitab
a. Muqqdimah, sebelum menafsirkan ayat, terlebih dahulu
memberikan muqaddimah yang menjelaskan jumlah ayat dalam
6 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, 218. 7 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, 218.
-
38
suatu surat, dan surat tersebut di kategorikan makiyyah atau
madaniyyah.
b. Terjemah, ketika menerjemahkan suatu ayat yaitu menggunakan
sumber dari al-Qur’an dan Tafsirnya edisi 2002.
c. Menjelaskan kosa kata, yaitu menguraikan kosa kata dasar dari kata
tersebut. Untuk menetapkan arti yang tepat ketika di gunakan dalam
penafsirannya.
d. Menjelaskan munasabah dari ayat yang sebelumnya dengan ayat
berikutnya.
e. Menjelaskan asbabun nuzul, asbabun nuzul ini akan dijadikan sub
tema, apabila terdapat riwayat yang mengenai maka riwayat yang
pertama akan dijadikan sebagai sub tema dan riwayat akan
dijelaskan dalam penafsiran.
Kesimpulan, penafsiran terkait suatu ayat di tutup dengan
memberikan sebuah kesimpulan yang berusaha untuk melihat sisi hidayah
dari ayat yang telah ditafsirkan. Oleh itu tafsir ini juga dianggap memiliki
corak hida’i.8
B. Asbabun Nuzul
1. Pengertian Asbabun Nuzul
Asbabun nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
turunnya ayat, baik sebelum maupun sesudah turunya, dimana kandungan
ayat tersebut berkaitan dengan dengan peritiwa itu. Yang diartikan peristiwa
di sini adalah suatu kejadian tesendiri atau berupa sebuah pertanyaan yang
dipertanyakan, dan yang dimaksud oleh sesudah turun ayat adalah sebuah
peristiwa ayat al-Qur’an yang diturunkan dalam kurun waktu sekitar dua
8 Departemen Agama RI, Mukadimah al-Qur’an dan Tafsirnya, Edisi yang
disempurnakan, 27.
-
39
puluh tahun, yaitu pada saat pertama kali al-Qur’an diturunkan sampai akhir
ayat al-Qur’an turun.9
Para Ulama berbeda pendapat di dalam menjelaskan arti asbabun nuzul,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Ash Shabuni menjelaskan arti asbabun nuzul merupaka peristiwa
turunnya suatu ayat al-Qur’an yang bersangkut paut dengan perihal
urusan agama yang membutuhkan penjelasan lebih detail.
b) Az zarqoni menjelaskan arti asbabun nuzul merupakan turunya
sesuatu ayat al-Qur’an yang khusus yang akan memberikan
penjelasan hukum kepada maksud ayat tersebut diturunkan.
c) Mana’ al-Qaththan menjelaskan arti asbabun nuzul merupakan
sebuah kejadian yang menimbulkan ayat al-Qur’an tersebut
diturunkan yang berkaitan dengan pertanyaan yang disampaikan
kepada Nabi.
d) Subhi Shalih menjelaskan arti asbabun nuzul perkara yang
menyebabkan suatu ayat al-Qur’an diturunkan, yang membutuhkan
penjelasan atas hukum-hukum pada saat peristiwa kejadian itu.10
C. Derivasi Kata Salām
Dari sekian banyak kata salām yang terdapat di dalam al-Qur’an,
setelah penulis analisis. Penulis mendapati beberapa derivasi yang terkait
dengan kata salām, yaitu sebagai berikut:
9 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tanggerang: Lintera Hati, 2013), 235. 10 Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 61.
-
40
a) Kata Salām berderivasi Islāmi
Terkait dengan kata Salām yang berderivasi Islāmi, di dalam al-
Qur’an terdapat 2 ayat, yaitu terdapat di dalam Surah At-Taubah: 74 dan
Al-Hujurat: 17.
Tabel 3.9
No. Surah/Ayat Lafaz Terjemah
1 QS. Al-
Hujurat
[49]: 17
ُْقْلْ ََيُن ُّْوَنَْعَلْيَكْاَْنَْاْسَلُمْواْۗ
ِْاْسًَّلَمُكْمَْۚبِلْ َْعَليَّ َْْتُن ُّْوا َلَّ
َْهٰدىُكْمْ ْاَْن َْعَلْيُكْم ََْيُنُّ اَّللٰ ُ
ُتْمْٰصِدِقْيَْ ُْكن ْ َْيَاِنِْاْن ِلًّْلِ
Mereka merasa berjasa
kepadamu dengan
keislaman mereka.
Katakanlah, “Janganlah
kamu merasa berjasa
kepadaku dengan
keislamanmu, sebenarnya
Allah yang melimpahkan
nikmat kepadamu dengan
menunjukkan kamu
kepada keimanan, jika
kamu orang yang benar.”
2 QS. At-
Taubah [9]:
74
ْقَاُلْواَْۗوَلَقْدْ َْما ِِْبَّللٰ ِ َُيِْلُفْوَن
َْكِلَمَةْاْلكُْ ْفِرْوََكَفُرْواْبَ ْعَدْقَاُلْوا
ْيَ َناُلْوۚاْ َْلَْ ِْبَا َْوََهُّْوا ِاْسًَّلِمِهْم
ُْ َوَماْنَ َقُموْٓاِْاَلَّْٓاَْنْاَْغٰنىُهُمْاَّللٰ
ْي َّتُ ْوبُ ْواْفَِانَْْْۚفْضِلهِْمنَْْوَرُسْولُهْ
Mereka (orang munafik)
bersumpah dengan (nama)
Allah, bahwa mereka tidak
mengatakan (sesuatu yang
menyakiti Muhammad).
Sungguh, mereka telah
mengucapkan perkataan
kekafiran, dan telah
-
41
ْي َّتَ َولَّْواَْلََُّْْخْْيًاَْيكُْ ْمَْۚوِاْن
ِِْفْ ْاَلِْيًما َْعَذاًِب ْاَّللٰ ُ ّْبُُم ْيُ َعذِ
ِِْفْ ََْلُْم َْواَْلِٰخرَِةَْۚوَما نْ َيا الدُّ
اَْلَْرِضِْمْنْوَِّلٍ ْوَََّلَْنِصْْيٍْ
menjadi kafir setelah
Islam, dan menginginkan
apa yang mereka tidak
dapat mencapainya; dan
mereka tidak mencela
(Allah dan Rasul-Nya),
sekiranya Allah dan Rasul-
Nya telah melimpahkan
karunia-Nya kepada
mereka. Maka jika mereka
bertobat, itu adalah lebih
baik bagi mereka, dan jika
mereka berpaling, niscaya
Allah akan mengazab
mereka dengan azab yang
pedih di dunia dan akhirat;
dan mereka tidak
mempunyai pelindung dan
tidak (pula) penolong di
bumi.
b) Kata Salām berderivasi Al Islāmi
Terkait dengan kata Salām yang berderivasi Al Islām, di dalam al-
Qur’an terdapat enam ayat, yaitu terdapat di dalam Surah Al-Imran: 19, 85,
Al-Maidah: 3, Al-An’am: 125, Az-Zumar: 22, dan Ash-Shaf: 7.
-
42
Tabel 3.10
No Surah/Ayat Lafaz Terjemah
1 QS. Al-
Imran [3]:
85
ْسًَّلِمِْديْ ًناْ َتِغَْغْْيَْاَْلِ َوَمْنْي َّب ْ
ِِْفْ َْوُهَو ِْمْنهُۚ ْي ُّْقَبَل فَ َلْن
ْاَْلِٰخرَِةِْمَنْاْْلِٰسرِْيَنْ
Dan barangsiapa mencari
agama selain Islam, dia
tidak akan diterima, dan di
akhirat dia termasuk orang
yang rugi.
2 QS. Al-
An’am [6]:
125
ُْاَْنْي َّْهِديَْه َْيْشرَحَْْفَمْنْيُّرِِدْاَّللٰ
ْسًَّلمَِْْۚصْدرَه ْاَنْْ�