analisis makna salĀm dalam perspektif tafsir...

85
ANALISIS MAKNA SALĀM DALAM PERSPEKTIF TAFSIR KEMENAG Skripsi Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (S.Ag.) Oleh: Kastubi NIM: 1113034000048 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ANALISIS MAKNA SALĀM DALAM PERSPEKTIF

    TAFSIR KEMENAG

    Skripsi

    Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (S.Ag.)

    Oleh:

    Kastubi

    NIM: 1113034000048

    PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1441 H/2020 M

  • PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

    Skripsi yang berjudul ANALISIS MAKNA SALAM DALAM

    PERSFEKTIF TAFSIR KEMENAG telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Juli 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

    pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

    Jakarta, 14 Agustus 2020

    Sidang Munaqasyah

    Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH

    NIP. 19820816 201503 1 004

    Anggota,

    Penguji I, Penguji II,

    Dr. Hasani Ahmad Said, MA Hasanuddin Sinaga, M.A

    NIP. 19820221 200901 1 024 NIP. 19701115 199703 1 002

    Pembimbing,

    Dr. Suryadinata, M.Ag

    NIP. 19600908 198703 1 005

    Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

    19650424 199503 1 001

  • i

    ABSTRAK

    Kastubi

    ANALISIS MAKNA SALĀM DALAM PERSPEKTIF TAFSIR

    KEMENAG

    Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah berangkat dari

    problem makna salām yang terdapat dalam Al-Qur’an, yang diteliti yaitu

    terkait bagaimana makna salām dalam Al-Qur’an, bertujuan untuk

    mengungkapkan makna salām itu sendiri.

    Untuk menjawab permasalahan pokok di atas maka perlu dilakukan

    penelitian pustaka (library reseach), dalam penelitian ini penulis mencoba

    merumuskan dan menjelaskan makna salām berserta derivasinya. Dengan

    mengumpulkan ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan kata

    salām, setelah itu memililahnya sesuai dengan masalah yang akan dibahas.

    Dengan mengacu kepada metode tafsir, penulis menggunakan tafsir

    Maudu’i (tematik) yakni upaya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an mengenai

    satu tema tertentu. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam

    pengolahan data dan analisis data melalui penelitian pustaka,

    menghubungkan antara sumber satu dengan sumber yang lainnya,

    kemudian merumuskan dan mendeksripsikan data dalam bentuk hasil

    penelitian.

    Setelah dilakukan penelitian terhadap permasalah tersebut, penulis

    menemukan bahwa term salām yang makna dasarnya adalah selamat atau

    sejahtera, namun memiliki arti lain yaitu do’a, penghormatan, dan sikap

    atau sifat tergantung kata salām ini tertuju kepada siapa.

    Kata Kunci: Makna Salaam, Biografi Kemenag, Tafsir Kemenag.

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan

    limpahan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap

    terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, sosok yang selalu kita harapkan

    syafaat dan juga barokahnya.

    Alhamdulillah, berkat rahmat dan inayah Allah Swt, penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini melalui usaha dan upaya yang melelahkan. Penulis

    mengakui bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, tapi paling tidak inilah wujud

    dan komitmen akademis yang bisa penulis usahakan. Dengans egala bantuan,

    kerjasama dan pengorbanan, penulis harus menyampaikan rasa terimakasih kepada

    semua pihak atas semua dukungan dan do’anya. Dalam kesempatan ini penulis

    ingin sampaikan banyak terimakasih kepada:

    1. Ibu Prof. Dr. Amany Lubis, MA, selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu

    Al-Qur’an dan Tafsir dan kepada bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH., selaku

    Sekertaris Jurusan Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

    4. Bapak Dr. Suryadinata, M.Ag selaku dosen pembimbing penulis selama

    dalam mengerjakan skripsi ini.

    5. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag selaku penasihat akademik yang telah

    membantu penulis, dan juga kepada seluruh dosen Fakultas Ushuluddin

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    6. Terimakasih terkhusus kepada kedua orang tua penulis, bapak Warsian, Ibu

    Caryuni dan adik saya Siti Komah yang selalu memberikan dukungan penuh

    baik materil dan semangat. Motivasi kesabaran dan ketulusan doa untuk

    penulis selama mengerjakan skripsi ini.

    7. Terimakasih kepada kawan-kawan seperjuangan di Jurusan Ilmu Al-Qur’an

    dan Tafsir, dan juga kawan-kawan kos-an yang selalu memberi semangat

  • iii

    dan memotivasi untuk penulis segera menyelesaikan skripsi dan segera

    lulus.

    8. Terimakasih kepada Harun Said, M Shodikin, Andri Aririn, Visal Bambang,

    Riko Aditya, dan Salmah Maulida atas dukungan dan do’anya.

    9. Kepada semua pihak yang dengan ikhlas membantu dalam penyusunan

    skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

    Semoga Allah Swt membalas dengan sebaik-baiknya balasan. Penulis

    menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan

    segala kerendahan hati dan keterbatasan penulis mengharapkan saran dan kritik

    konstruktif demi kesempurnaan karya ini . Akhir kata, penulis berharap semoga

    karya kecil ini dapat bermanfaat dan dapat berkontribusi bagi penelitian

    selanjutnya.

    Jakarta, 23 Juli 2020

    Kastubi

  • iv

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK………………………………………………………………...i

    KATA PENGANTAR……………………………………………………ii

    DAFTAR ISI……………………………………………………………..iv

    PEDOMAN LITERASI…………………………………………………vi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah…………………………………………..1

    B. Identifikasi Masalah……………………………………….............7

    C. Pembatasan Masalah…………………………………………........7

    D. Perumusan Masalah……………………………………………….7

    E. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………............8

    F. Kajian Pustaka……………………………………………………..8

    G. Metodologi Penelitian…………………………………………....10

    H. Sistematika Penulisan…………………………………………….12

    BAB II MAKNA SALĀM, GAMBARAN UMUM SALĀM DI DALAM

    HADIST, FIQIH, DAN AYAT-AYAT SALAM DALAM AL-QUR’AN

    A. Makna Salam……………………………………………………..13

    B. Salam dalam Hadist………………………………………………13

    C. Salam dalam Fiqih………………………………………………..18

    D. Ayat-ayat Salam dalam Al-Qur’an……………………………….22

    BAB III BIOGRAFI KEMENAG, ASBABUN NUZUL, DAN

    DERIVASI AYAT-AYAT SALĀM

    A. Tim Penyusun…...………………………………………………..29

    B. Asbabun Nuzul…………………………………………………...38

  • v

    C. Derivasi Kata Salām………………………………………………….39

    a) Islām……………………………………………………………….40

    b) Al Islām……………………………………………………………41

    c) As Salām…………………………………………………………..43

    d) Salāmun …………………………………………………………..44

    e) Bi Salām…………………………………………………………...46

    f) Salāman…………………………………………………………...47

    BAB IV ANALISIS TAFSIR KEMENAG ATAS AYAT-AYAT

    SALĀM

    A. Subjek dan Objek Salām……………………………………………….48

    a) Subjek Allah………………………………………………….48

    b) Subjek Nabi…………………………………………………..53

    c) Subjek Malaikat……………………………………………...55

    d) Subjek Orang Beriman……………………………………….58

    e) Penghuni A’raf……………………………………………….60

    B. Klasifikasi Kata Salām………………………………………………...62

    a) Penghormatan………………………………………………..63

    b) Do’a………………………………………………………….64

    c) Sifat…………………………………………………………..65

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan………………………………………………………68

    B. Saran……………………………………………………………..68

    DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...69

  • vi

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

    Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan

    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan 0543

    b/U/1987, Tanggal 22 Januari 1988.

    A. Konsonan Tunggal

    Huruf

    Arab Nama

    Huruf

    Latin Keterangan

    alif tidak dilambangkan ا

    ba’ b be ب ta’ t te ت (sa’ ṡ es (dengan titik di atas ث jim j je ج (ha’ ḥ ha (dengan titik di bawah ح kha’ kh ka dan ha خ dal d de د (zal ż zet (dengan titik di atas ذ ra’ r er ر zai z zet ز sin s س

    es

    syin sy es dan ye ش (sad ṣ es (dengan titik di bawah ص (dad ḍ de (dengan titik di bawah ض

    (ta’ ṭ te (dengan titik di bawah ط

    (za’ ẓ zet (dengan titik di bawah ظ

    ain ‘ koma terbalik di atas‘ ع

    gain g ge غ

    fa f ef ف

    qaf q qi ق

    kaf k ka ك

  • vii

    lam l el ل

    mim m em م

    nun n en ن

    wawu w we و

    ha’ h ha ه

    hamzah ’ apostrof ء

    ya y ye ي

    B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah Ditulis Rangkap

    ditulis muta‘aqqidin ُمتَعَِقِِّدْينََ ditulis ‘iddah ِعدَّةَْ

    C. Ta’ Marbutah

    1. Bila dimatikan ditulis h

    ditulis hibbah ِهبَّةَْ ditulis jizyah ِجْزيَةَْ

    (Ketentuan ini tidak diberlakukan terhadap kata-kata Arab yang sudah

    terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan

    sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).

    Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,

    maka ditulis dengan h.

    ditulis karāmah al-auliyā َكَراَمةَُاأْلَْوِليَاءََ

    2. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan ḍammah, ditulis t

    ditulis zakātul fitri َزَكاةَُاْلِفْطرَِ

  • viii

    D. Vokal Pendek

    kasrah ditulis i

    ___̷__ fathah ditulis a

    ḍammah ditulis u __ۥ___

    E. Vokal Panjang

    fathah + alif ditulis ā

    ditulis jāhiliyah َجاِهِليَّةَْfathah + ya’ mati ditulis ā

    ditulis yas` ā يَْسعَى

    kasrah + ya’ mati ditulis ī

    ditulis karīm َكِرْيمَْ

    ḍammah + wawu mati ditulis ū

    ditulis wujūd ُوُجْودَْ

    F. Vokal Rangkap

    fathah + ya’ mati ditulis Ai َنُكمْْ ditulis Bainakum بَ ي ْ

    fathah + wawu mati ditulis Au

    ditulis qaulun قَ ْولْ

    G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan

    dengan Apostrof

  • ix

    ditulis a’antum أَأَْنتُمَْدَتَْ ditulis u‘iddat أُعِِّ

    ditulis la’in syakartum لَئِْنََشَكْرتُمَْ

    H. Kata Sandang Alif + Lam

    a. Bila diikuti huruf Qamariyyah

    ditulis al-Qur’ān اْلقُْرأَنَْ ditulis al-qiyās اْلِقيَاسَْ

    b. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf

    Syamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l (el)-

    nya

    ’ditulis as-samā السََّماء ditulis asy-syams الشَّْمسَْ

    I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat

    Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya

    ditulis żawī al-furūd ذَِويَاْلفُُرْوضَْ ditulis ahl as-sunnah أَْهُلَالسُّنَّةَْ

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakang

    Allah swt menganjurkan kepada setiap umat manusia untuk

    membaca Al-quran. Selain itu, perlu juga memperhatikan setiap kata demi

    kata dan ayat demi ayat yang terkandung di dalamnya. Karena setiap kata-

    kata dan ayat-ayat yang terdapat di dalam Al-quran mengandung makna-

    makna yang tersirat.1 Selain itu, siapapun yang mengkaji dan mempelajari

    Al-quran akan dapat memotivasi orang lain untuk selalu menyelami

    kedalaman makna dan sampai menemukan kebesaran Al-quran (mukjizat).

    Terlebih apabila setiap orang selain membaca Al-quran, juga mencermati

    kata demi kata dan ayat demi ayat, seseorang akan kagum karena

    keotentikan, keterjagaannya, redaksi, susunan bahasanya, dan kandungan

    maknanya yang luar biasa.2

    Istilah-istilah kunci al-Quran menjadi kata-kata yang menentukan di

    dalam penyusunan struktur konseptual dasar pandangan di dalam al-Quran.

    Kesemena-menaan dalam pemilihannya terhadap istilah yang ada hampir

    tak terelakkan dan hal ini akan mempengaruhi beberapa aspek dari

    gambaran keseluruhan, diantara isitilah-istilah tersebut adalah kata salām.3

    Di dalam Al-quran terdapat kata Salām, yang bermakna

    kesejahteraan atau kesalamatan. Menurut Imam al-Ghazali makna Salām

    adalah keterhindaran zat Allah dari segala aib, keterhindaran sifat Allah dari

    segala kekurangan, dan keterhindaran perbuatan Allah dari segala kejahatan

    1 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran (Bandung: Mizan, 1994), 100. 2 Ali Akbar, “Membalik Sejarah Pengumpulan dan Penulisan Al-quran”. Jurnal

    Ushuluddin, Vol.5, No.1 (Desember 2008): 18. 3 Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, terjemah Agus Fahri Husein

    (dkk), (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), 18.

  • 2

    dan keburukan.4 Kata tersebut berulang-ulang disebutkan dan terdapat di

    dalam beberapa Surah , dengan berbagai bentuk derevasinya.5 Yaitu:

    Islaam, Al Islām, As Salām, Salām, Bi Salām, dan Salāman. Kata salām

    mempunyai arti banyak, tergantung dengan perbedaan bentuk pada huruf-

    hurufnya, setiap perbedaan huruf atau terdapat tambahan huruf maka

    maknanya akan berbeda.

    Makna salam secara bahasa adalah selamat, damai, ataupun

    sejahtera, ucapan salam memiliki beberapa manfaat diantarnya, mejalin

    sebuah silatuhrami dan memperat persahabatan, dan Nabi pun menyeru

    kepada umatnya untuk selalu menyebarkan salam.

    Sebagaimana yang dituturkan dari Abu Umarah Al-Bara’ bin ‘Azib

    r.a berkata:

    “Rasulullah Saw. Menyuruh kami melaksanakan tujuh macam

    perbuatan, yaitu menjenguk orang sakit, mengiringkan jenazah,

    mendo’akan orang yang bersin, menolong orang yang lemah, membantu

    orang yang teraniaya, menyebarluaskan salam, dan menempati sumpah”.6

    Kata salām menempati tempat yang terhormat dalam diskusi para

    teolog Islam belakangan ini dan juga menjadi peran yang penting dalam

    mistisisme Islam sebagai sebuah symbol. Sehingga salām dimaknai sebagai

    sebuah ucapan dan sebagai ketaqwaan (menjalankan segala perintahNya

    dan menjauhi segala laranganNya).

    Sebagaimana dijelaskan dalam Surah al-A’raf [7]:46.

    4 Ahsin W. al-Hafiz, M, A, Kamus Ilmu al-Quran (Jakarta: Amzah, 2005), 264. 5 M. Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadzi al-Quran (Beirut: Dar

    al-Fikr, 1992), 355-358. 6 Imam al-Nawawi, Mutiara Riyadhushalihin (Bandung: PT Mizan Pustaka,

    2009), 505.

  • 3

    ِْبِسيَماُهْمَْْۚوََنَدْواَْأْصَحاَبْاْْلَنَِّةَْأْنْ ُْكًّلا ْيَ ْعرُِفوَن َْْۚوَعَلىْاْْلَْعرَْاِفْرَِجال نَ ُهَماِْحَجاب َوبَ ي ْ

    يَْدُخُلوَهاَْوُهْمَْيْطَمُعونَْ َْْۚلَْْ َسًَّلم َْعَلْيُكْم

    “Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan

    di atas A’raaf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua

    golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk

    surga: “salaamun ‘alaikum”. Mereka belum lagi memasukinya, sedang

    mereka ingin segera (memasukinya).”7

    Dan Firman Allah swt Surah al-An’am [6]:54.

    َْكَتَبَْربُُّكْمَْعَلٰىْنَ ْفِسِهْالرَّْْحََةْْۖأَنَُّهَْمْنْ وِإَذاَْجاَءَكْالَِّذيَنْيُ ْؤِمُنوَنِِْبََيتَِناْفَ ُقْلَْسًَّلم َْعَلْيُكْمَْْۖرِحيمْ ََتَبِْمْنْبَ ْعِدِهَْوَأْصَلَحْفَأَنَُّهَْغُفور َعِمَلِْمْنُكْمُْسوًءاِِْبََهاَلٍةُُْثَّْ

    “Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu

    datang kepadamu, maka katakanlah: “Salaamun alaikum. Tuhanmu telah

    menetapkan atas diri-Nya kasih saying, (yaitu) bahwasanya barangsiapa

    yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia

    bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka

    sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.8

    Dalam Tafsir al-Misbah dijelaskan, bahwa Ibnu Asyur menjelaskan

    makna as-Salām dalam ayat tersebut mengandung makna isyarat dan

    keistimewaan terhadap orang-orang mukmin. Pertama, jika mereka datang

    dan menghadap kepada rasul, Rasul saw. Yang diperintahkan untuk

    mengucapkan salam kepada mereka, padahal secara umum yang merupakan

    tuntunan Allah dan Rasul-Nya adalah memasuki ruangan. Memang boleh

    jadi perintah ini hanya diperintahkan sekali saja, yakni ketika berita gembira

    7 Q.s Al-A’raf [7]: 46. 8 Q.s Al-An’am [6]: 54.

  • 4

    tentang rahmat yang di tetapkan Allah swt. Atas diri-Nya di sampaikan

    kepada mereka. Kedua, berita gembira tentang pengampunan dan ridha

    Allah swt atas mereka apabila mereka bertaubat dan mengadakan perbaikan

    atas jiwa dan aktivitas mereka.9

    Sementara Tafsir Kemenag menjelaskan perkataan salām berati

    selamat, sejahtera, atau damai. Makna as-Salām adalah sebuah ucapan yang

    di perintahkan Allah agar orang-orang mukmin mengucapkannya dalam

    ayat ini, mengandung pengertian bahwa Allah memerintahkan agar Nabi

    dan orang-orang yang beriman mengucapkan “Salam” kepada orang-orang

    yang telah beriman baik itu imannya berupa ucapan, ataupun yang telah

    benar-benar beriman. Karena dengan berimannya mereka itu berati dosa-

    dosa yang pernah mereka perbuat sebelum masuk Islam telah diampuni.

    Keamanan mereka telah dijamin oleh orang-orang Islam dan kedudukan

    mereka di sisi Allah sama dengan kedudukan orang-orang yang beriman

    lainnya.10

    Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan

    “salam” dalam ayat ini adalah “salam” yang harus diucapkan Rasul saw,

    kepada orang-orang mukmin yang di anggap rendah dan miskin oleh orang-

    orang Quraisy, yang datang kepada Rasul saw. Di waktu beliau sedang

    berbicara dengan pembesar-pembesar Quraisy. Janganlah mereka diusir,

    sehingga menyakitkan hatinya. Sekalipun mereka miskin tetapi kedudukan

    mereka lebih tinggi di sisi Allah, karena itu ucapkanlah kepada mereka kata-

    kata yang baik atau suruhlah mereka menunggu sampai pembicaraan

    dengan pembesar-pembesar Quraisy itu selesai. Menurut golongan ini

    bahwa pendapat mereka sesuai dengan sebab ayat diturunkan.

    9 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran

    (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 460. 10 Universitas Islam Indonesia, al-Quran dan Tafsirnya, Jilid III (Yogyakarta: PT.

    Dana Bhakti Prima Yasa,1990), h. 151-152.

  • 5

    Dalam hadits Nabi salām dapat diartikan sebagai sunnah Nabi yang

    merupakan tabiatnya terhadap orang-orang bertaqwa. Sebagaimana sabda

    Nabi saw:

    “tidaklah kalian akan masuk surga hingga kalian beriman, dan

    tidaklah kalian dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukan

    kalian aku tunjukan kepada sesuatu yang jika kalian mengamalkannya

    niscahya kalian akan saling mencintai, yaitu tebarkan salam di antara

    kalian.11

    Ketika kata salām dipahami sebagai sebuah ucapan, terkadang

    menimbulkan cukup kontroversi. Karena dalam pengucapannya hanya

    diperbolehkan kepada umat Islam saja. Sedangkan kepada umat selain

    Islam tidak diperbolehkan.

    Kata salām dimaknai juga dengan kesejahteraan, dalam Kamus

    Bahasa Indonesia sejahtera sebagai kondisi aman, sentosa, dan makmur

    serta bebas dari pada segala macam kesusahan, gangguan, kesukaran dan

    lain-lain.12 Kesejahteraan dapat dimaknai juga kata atau ungkapan yang

    menunjuk kepada keadaan yang baik, atau suatu keadaan dimana orang-

    orang tersebut dalam keadaan sehat, damai dan makmur.13 Konsep

    kesejahteraan yang diajarakan didalam al-Qur’an memiliki dua dimensi

    yaitu lahir batin dan dimensi akhirat keduanya harus seimbang, ada lima hal

    pokok kesejahteraan yakni terpenuhinya kebutuhan fisik-biologis,

    kebutuhan intelektual, kebutuhan emosi, kebutuhan spititual dan kebutuhan

    sosial.

    11 Hadist Riwayat Muslim, Shahih Muslim, Kitab al-Imam, Bab Baina Annahu La

    Yadkhul Jannatu Illal Mu’mununa Wa Annal Mahabbatul Mu’mininah, No. 81, CD

    Mawtsu’ah al-Hadits al-Syarif, Global Islamic Softwer, 1991-1997. 12 W. J. S. Poewardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

    Pustaka, 1999), 27. 13 Amiru Sodiq, “Konsep Kesejahteraan dalam Islam”, Equilibrium, Vol.3, No.2,

    (Desember 2015), 383.

  • 6

    Dalam surah al-Quraisy: [106]:3-4, menjelaskan indicator

    kesejahteraan yaitu menyembah Allah, terbebas dari kelaparan, dan

    terbebasnya rasa takut.

    َذاْاْلبَ ْيالَِّذيَْأْطَعَمُهْمِْمْنُْجوٍعَْوآَمنَ ُهْمِْمْنَْخْوٍفتِْ ْهَٰ فَ ْليَ ْعُبُدواَْربَّ

    “Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini

    (Ka'bah), Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk

    menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dariketakutan”.14

    Dan Firman Allah dalam Surah al-Qashash: [28]:77 menjelaskan

    perihal kehidupan seorang muslim dalam mencapi kehidupan yang

    sejahtera.

    َْكَماَْأْحَسَنْاَّللَُّْْ نْ َياَْْۖوَأْحِسْن َْْۖوََلْتَ ْنَسَْنِصيَبَكِْمَنْالدُّ اَرْاْْلِخرََة ُْالدَّ َوابْ َتِغِْفيَماْآََتَكْاَّللَّ

    ْاْلُمْفِسِدينَْ ِْْۖإنَّْاَّللََََّْلُْيُِبُّ َْْۖوََلْتَ ْبِغْاْلَفَساَدِْفْاْْلَْْرِض إِلَْيَك

    “Dan carilah pada apa yang telah di anugerahkan Allah kepadamu

    (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu

    dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)

    sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu

    berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak meyukai

    orang-orang yang berbuat kerusakan”.15

    Dari pembahasan tersebut, penulis menemukan bahwa kata Salām

    hanya berfokus pada makna atau indikator kesejahteraan dan keselamatan.

    Oleh karena itulah penulis beranggapan ada kesenjangan yang

    belum terpecahkan. Sebagian memaknai kata Salām sebagai keselamatan,

    sebagian lagi sebagai kesejahteraan. Karenanya penulis ingin menelusuri

    ulang, apa sebenarnya makna dari kata Salām, baik dalam hadist, fiqih

    14 Q.s Al-Quraisy [106]: 3-4. 15 Q.s Al-Qasash [28]: 77.

  • 7

    ataupu Akhlak. Dan terutama bagaimana makna salaam menurut tafsir

    Kemenag.

    Berdasarkan hal tersebut penulis ingin menjelaskan makna salaam

    dengan judul “Analisis Makna Salaam dalam Perspektif Tafsir

    Kemenag”.

    B. Identifikasi Masalah

    Dari penelusuran penulis, kata Salām memiliki beberapa makna.

    Baik menurut bahasa ataupun menurut istilah. Sehingga ada beberapa hal

    yang perlu dijelaksan, yaitu:

    1. Di dalam al-Quran terdapat kata-kata sebagai berikut: Islām, Al

    Islām, As Salām, Salāmun, Bi Salām, dan Salāman. Apa makna

    dari setiap kata-kata tersebut?

    2. Bagaimana makna kata Salām dan derivasiya dalam Al-Qur’an dan

    hadist, fiqih serta Akhlak?

    3. Bagaimana makna kata Salām dalam Tafsir kemenag?

    C. Pembatasan Masalah

    Dari pembahasan yang dijelaskan dilatar belakang tersebut, agar

    skripsi ini terfokus kepada pembahasan yang akan dibahas, maka penulis

    akan membahas mengenai kata salāmun dalam Tafsir Kemenag.

    D. Perumusan Masalah

    Dari pembatasan permasalahan tersebut maka disimpulkan

    permasalahan yang akan dikaji yaitu:

    Analisi makna kata salāmun dalam Perspektif Tafsir Kemenag.

    E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  • 8

    Memberikan pengetahuan perihal makna kata salām di dalam Al-Quran.

    1. Mengkaji dan klarifikasi, penggunaan kata salām di dalam Al-

    Quran.

    2. Memberikan pengetahuan perihal makna kata salām di dalam Al-

    Qur’an.

    3. Untuk mengetahui penjelasan makna kata salām di dalam Tafsir

    Kemenag.

    4. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dengan membuat skripsi

    dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).

    Manfaat penelitian ini semoga memberikan informasi sebagai berikut:

    1. Menambah ilmu pengetahuan dan ilmu keagamaan.

    2. Semoga akan memperluas ilmu pengetahuan kita semua, dan

    khususnya di dalam kajian Tafsir.

    3. Secara akademisi kajian ini merupakan bentuk sumbangsih bagi

    pengembangan studi Ilmu Al-qur’an dan Tafsir.

    4. Semoga dapat bermanfaat untuk bahan studi lanjutan dan menjadi

    referensi tambahan bagi para penulis yang tertarik untuk

    memperdalamnya.

    F. Kajian Pustaka

    Sesuai dengan tema penelitian yang akan dibahas berjudul

    “Analisis Makna Salam dalam Perspektif Tafsir Kemenag”. Sesuai dengan

    masalah yang dirumuskan di atas, penulis menemukan beberapa literatur

    yang berkaitan dengan pembahasan yang akan dikaji, yaitu:

    1. Buku Nurcholis Madjis, dkk. Dengan judul “Fiqih Lintas

    Agama”. Dijelaskan bahwa fatwa larangan mengucapkan salam

    kepada selain muslim tidak disetujui oleh semua ulama, dan

    penetapan hukum mengucapkan salam kepada orang selain

  • 9

    muslim harus berdasarkan pada kemaslahatan dan hikmah.

    2. Buku Mahmud Asy-Syafrowi dengan judul “Assalamu ‘alaikum

    tebarkan salam, damaikan alam”, dijelaskan salam merupakan

    sifat Allah swt, salam merupakan ucapan penghuni surge, dan

    etika mengucapkan serta menjawab salam.16

    3. Skripsi Ai Popon Fatimah, dengan judul “Salam terhadap Non-

    Muslim Perspektif Hadits”, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Dijelaskan bahwa mengenai hadits-hadits yang berkaitan dengan

    salam kepada Non-Muslim, bagaimana hadits mengatur salam

    terhadap Non-Muslim, dan bagaimana menyikapi sikap Non-

    Muslim yang toleran terhadap umat Islam.

    4. Skripsi Teguh Susanto dengan judul “Ma’na al-Salam Al-Qur’an

    Al-karim”, UIN Sunan Kali Jaga. Dijelasakan makna salam dalam

    Al-Qur’an baik secara Bahasa maupun istilah dan salam dalam

    segi semantik.17

    5. Skripsi Nailur Rahman, dengan judul “Konsep Salam dalam Al-

    Qur’an dengan Pendekatan Semantik Toshiko”, UIN Sunan

    Kalijaga. Dijelaskan bahwa konsep salam dalam Al-Qur’an

    dengan metode semantik Tosihiko Isutzu,dan menjelaskan

    makna sinkronik dan diakronik.

    6. Jurnal Furqon Syarief Hidayatullah, dengan judul “Salam dalam

    Perspektif Islam”. Dijelaskan landasan dan keutamaan

    menebarkan salam, dan cara mengucapkan dan menjawab salam.

    7. Skripsi Said Mujahid, dengan judul “Hadits Larangan

    Mengucapkan Salam terhadap Non-Muslim ditinjau Studi Teori

    16 Mahmud Asy-Syafrowi, Asslamua ‘alaikum Tebarkan Salam, Damaikan Salam, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), 23. 17 Teguh Susanto, “Ma’na al-Salam Al-Qur’an Al-Karim” (Skripsi S1., Universitas Sunan Kali Jaga, 2014), 27.

  • 10

    Fungsi Penafsiran Jorge J.E Gracia”, UIN Sunan Kalijaga

    Yogyakarta. Dijelaskan tentang pemaknaan salam, dan konteks

    dimana teks larangan tentang mengucapkan salam terhadap Non-

    Muslim.

    8. Jurnal Majid bin Su’ud al-Usyan, dengan judul “Adab

    Mengucapkan Salam”. Dijelaskan tentang bagaimana tata cara

    atau akhlak mengucapkan salam.

    9. Skripsi Hendri Dunan dengan judul “Hadits Larangan

    Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim”. Dijelaskan tentang

    makna hadits larangan mengucapkan salam terhadap orang Non-

    Muslim dan esensi hadits tersebut pada konteks kekinian.18

    Dari pembahasan yang sudah ada mengenai penjelasan tentang

    salam, untuk membedakan penelitian yang sudah ada. Maka penulis

    menfokuskan membahas makna salām menurut al-Quran dari segi tafsri.

    Dengan judul “Analisis Makna Salām dalam Perspektif Tafsir

    Kemenag”.

    G. Metodologi Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini bersifat kepustakaan (Library Research). Yaitu

    penelitian dengan mengumpulkan data dan informasi dari bermacam-

    macam materi yang ada terutama diperpustkaan. Metode yang digunakan

    yaitu metode tematik (maudhui) adalah dengan mengumpulkan ayat-ayat

    yang sama yaitu ayat-ayat sesuai atau semakna dengan pembahasan

    18 Hendri Dunan, “Hadits Laranagan Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim” (Skripsi S1., UIN Sunan Kali Jaga, 2012), 13.

  • 11

    tersebut. Adapun kepustakaan khusus yaitu jurnal, tesis, disertasi, dan

    kepustakaan Cyber yang terdapat didalam internet.19

    2. Sumber Data

    a. Sumber Primer

    Sumber primer adalah sumber data pokok yang langsung dari

    sumber asli.20 Dalam penelitian ini sumber pokoknya adalah ayat-

    ayat Al-quran, menurut Sumadi Suryabrata, sumber primer adalah

    sumber yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber

    pertama.21 Dalam penelitian ini, sumber utamanya adalah ayat-ayat

    al-Qur’an.

    b. Sumber Sekunder

    Sumber sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari sumber

    yang kedua dari data yang dibutuhkan.22 Terkait tema yang sedang

    dibahas. Yaitu berupa kitab-kitab, jurnal, artikel serta buku-buku

    yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Untuk kitab-

    kitab tafsir yang penulis gunakan adalah Kitab Tafsir Kemenag,

    Kitab Tafsir Al-Misbah, Kitab Tafsir Al-Azhar, dan Kitab Tafsir

    Rahmat.

    3. Teknik Pengelolaan Data

    Data-data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan metode

    analisis-deksritif yaitu dengan mendeksripsikan data-data dan

    diikuti dengan analisis terhadap data tersebut.

    4. Data Penelitian

    19 Syahrin Harahap, Metodologi Studi dan Penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin,

    (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 90. 20 S. Nasution, Metodologi Research: Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara,

    2001), 150. 21 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajawali Press, 2013), 39.

    22 Burhan Bugin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Kencana, 2011), 132.

  • 12

    Ada dua jenis data yang digunakan, yaitu data primer dan data

    sekunder. Data primer merupakan data yang berkaitan langsung dan

    menjadi sebuah rujukan pokok dalam menulis skripsi ini. Data tersebut

    adalah Tafsir Kemenag. Untuk data sekunder yaitu sumber atau data yang

    berkaitan dengan tema yang akan dibahas, untuk data pendukung yang

    relevan dengan skripsi yang akan dibahas.

    1) Teknik Pengumpulan Data

    Untuk menggumpulkan data-data dilakukan dengan cara mencatat

    dari sumber diatas dan kemudian disusun terkait pembahasan tema yang

    dimaksud.

    2) Teknik Analisis Data

    Ketika semua data sudah terkumpul kemudian melakukan

    pembahasan atau analisis data. Pertama, deskritif yaitu menjelaskan suatu

    peristiwa dan segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variabel yang

    dijelasan.

    3) Metode Penulisan

    Metode penulisan skripsi ini berpedoman terhadap pedoman

    penulisan karya ilmiah (skripsi, thesis, dan disertasi), yang diterbitkan oleh

    CEQDA (cebter for quality development and assurance) Universitas Islam

    Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    H. Sistematika Penulisan

    Penelitian ini akan diuraikan ke dalam lima bab, dan masing-masing

    setiap bab terdapat beberapa indikato-indikator sebagai berikut:

    Bab pertama adalah pendahuluan yang menjelaskan gambaran

    umum dan pentingnya penelitian ini dilakukan. Pada bab ini terdiri dari latar

    belakang permasalahan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

  • 13

    manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika

    penulisan.

    Bab kedua adalah mengenai landasan teori berupa tinjuan umum

    tentang makna salām, salām dalam hadits dan fiqih, dan ayat-ayat salām

    yang terdapat dalam Al-Qur’an.

    Bab ketiga adalah menjelaskan Tim Penyusun Tafsir Kemenag,

    menjelaskan asbabun nuzul, dan menjelaskan derivasi dari kata salām.

    Bab keempat adalah analisis lebih lanjut terhadap kata salām dalam

    Al-Qur’an, kemudian subjek dan objek salām, dan menguraikan klasifikasi

    kata salām yang ada dalam Al-Qur’an.

    Bab kelima adalah penutup yaitu kesimpulan dari hasil penelitian

    yang meliputi dari semua aspek penelitian ini. Dan disertai saran, agar dapat

    dijadikan bahan untuk penelitian selanjutnya, dapat dijadikan bahan

    referensi, dan dapat dijadikan sebgai bahan pembelajaran.

  • 14

    BAB II

    MAKNA SALĀM, GAMBARAN UMUM SALĀM DI DALAM

    HADIST, FIQIH, DAN AYAT-AYAT SALĀM DALAM AL-QUR’AN

    A. Makna Salām

    1. Pengertian Salām

    Kata salām berasal dari kata salima yang memiliki arti keselamatan

    serta terhindar dari segala sesuatu yang tidak baik.1

    Menurut Mahmud Yunus sebagaimana dijelaskan di dalam Kitabnya, salām

    memiliki arti selamat dan Sentosa.2 Sedangkan menurut KBBI salam

    14egati damai, tidak adanya peperangan atau kerusuhan, kehidupan yang

    aman serta tentram dari permusuhan.3

    Di dalam Al-Qur’an salām mempunyai beberapa arti, hal ini di

    karenakan perbedaan bentuk kata yang menjadikan kata salam bermakna

    lain.4

    B. Salām di dalam Hadits

    1. Hadits tentang Salam kepada Sesama Muslim

    ُهَماْ:َْأنََّْرُجًّلًَْسَأَلْالنَِّبََْصلَّىْهللاَْعَليِهَْوَسلَّمََْْْْأيُّْ َُْعن ْ ْْبِنَْعْمرٍوَْرِضَيْاَّللَّ َعْنَْعْبِدْاَّللَِّ

    اإِلْسًَّلِمَْخْْي ؟ْقَالَْْْ:ُْتْطِعُمْالطََّعاَم،َْوتَ ْقرَأُْالسًََّّلَمَْعَلىَْمْنَْعَرْفَتَْوَمْنََْلْْتَ ْعِرفْْ

    1M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keseharian al-Qur’an

    (Jakarta: Lentera Hati, 2008) 2 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Hida Karya Agung, 1989),

    177. 3 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia cet. I (Jakarta: Balai Pustaka, 1998),

    183. 4 Muhammad Kamil Hasan al-Mahami, Al-Mausu’ Al-Qur’aniyah, Jakarta: 20.

  • 15

    “Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma bahwa

    ada seorang yang bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

    Apakah (amal dalam) Islam yang paling baik? Maka Rasûlullâh Shallallahu

    ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Yaitu) kamu memberi makan (orang yang

    membutuhkan) dan mengucapkan salam kepada orang (Muslim) yang kamu

    kenal maupun tidak kamu kenal.”5

    Hadits tersebut mendeksrepsikan keutamaan untuk mengucapkan

    salam kepada 15egati Muslim, bahkan sebuah anjuran untuk mengucapkan

    salam kepada 15egati muslim yang belum dikenal.

    2. Hadits Mengenai Salam kepada Selain Muslim

    a) Hadits Pertama

    ثَ َناَْعْبُداْلَعزِْيِزْ(يَ ْعِنْْ َبةْْبُنَْسِعْيدَْحدَّ ثَ َناْقُ تَ ي ْ َعْنُْسَهْيٍلَْعْنْأَبِْيِهْ)الدَّرَاَوْرِدي َحدَّ

    َأنَّْ اْليَ ُهْودَْ َعْنَْأِبُْْهَريْ رَةَْ َوَلَالنََّصاَرىْ َرُسْوَلْهللاَِْصلَّىْهللاَْعَلْيِهَْوَسلََّمْقَاَلًّلَتَ ْبَدُؤْوْا

    ُتْمَْأَحَدُهْمِْفَْْطرِْيقٍْ )رواهْمسلم(.ْفَاْضَطُرْوُهِْإىَلَْأْضَيِقهِْ ِِبالسًََّّلِمْفَِإَذاَْلَقي ْ

    “Qutaibah ibn Sa’id telah mengabarkan kepada kami, Abd al‘-Aziz

    (yaitu al-Darawardi) telah mengabarkan kepada kami dari Suhail dari

    bapaknya dari AbuHurairah, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: Janganlah

    kamu memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani. Jika kamu

    menjumpai salah seorang dari mereka di jalan maka desaklah dia ke

    pinggir.”6

    Hadist tersebut mendeksripsikan sebuah pembatasan seorang

    muslim di dalam mengucapkan salam kepada selain orang muslim,di dalam

    5https://almanhaj.or.id/8692-keutamaan-mengucapkan-salamkepada-setiap-

    muslimyang-dikenal-maupun-tidak-dikenal.html. 6 Abual-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qushairi al-Naisaburi, al-

    Jami’ al-Ṣahīh, 5.

    https://almanhaj.or.id/8692-keutamaan-mengucapkan-salamkepada-setiap-muslimyang-dikenal-maupun-tidak-dikenal.htmlhttps://almanhaj.or.id/8692-keutamaan-mengucapkan-salamkepada-setiap-muslimyang-dikenal-maupun-tidak-dikenal.html

  • 16

    hadits tersebut menegaskan larangan seorang muslim untuk memulai

    mengucapkan salam kepada selain orang muslim.

    b) Hadits Kedua

    ثَ َناْأَبُ ْوْاْلَيَماُنَْأْخََبَََنُْشَعْيُبَْعِنْالزُّْهرِْيْقَالَْحَْ َرِضَيْ دَّ َأْخََبَِنُْعْرَوَةَْأنََّْعاِئَشةَْ

    َهاْقاََلتْْ َهُوِدَْعلَىَْرسْوِلْهللاَْصلىَّْهللاَْعلَيْهَْوَسلََّمْ : هللاَُْعن ْ َدَخَلَْرهُطِْمَنْالي ْ

    السَّامُْ فَ ُقْلُتَْعَلْيُكُمْالسَّامُْفَ َقاُلْوْا ْ َعَلْيُكْمْفَ َفِهْمتُ َهْا َواللعْ نةَْفَقَاَلَْرُسوُلْهللاَْصلىَّ

    ُْكلِ ِه.ْفَ ُقْلُتَْيْ ْْاَْلْمِر ْالر ِْفَقِْفْ ْهللَاُْيُِبُّ ْفَإنِ َْمْهًّلَْيْعاِئَشُة َْوَسلمَّ هللاَْعلْيِه

    هللاَْعَلْيِهَْوَسلََّمْفَ َقْدْقُ ْلُتْ هللاَْصلىََّْْرسْوَلْهللاْأَوَلْْتْسَمْعَْماْقاَلْواْ؟ْقاَلَْرسْولُْ

    )رواهْالبخاري(َوَعَلْيُكْم.

    “Abu al-Yaman mengabarkan kepada kami, Shua’ib menceritakan

    kepada kami dari Zuhri dia berkata, Urwah telah menceritakan kepada saya

    bahwasannya ‘Aisyah RA. Berkata: Ada sekelompok orang Yahudi datang

    kepada Rasulullah SAW lalu menyampaikan salam,

    “Assāmu’alaikum”(celaka bagi engkau). Saya paham atas ucapan tersebut

    sehingga saya balik menyampaikan salam kepada mereka,

    “’Alaikumussāmu wal la’nah”. Rasulullah SAW bersabda; Pelanpelan

    wahai ‘Aishah, sesungguhnya Allah suka terhadap perilaku lemah lembut

    dalam menghadapi tiap perkara. Saya bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah

    engkau tidak mendengar tentang apa yang mereka sampaikan?” Rasulullah

    SAW menjawab: “Benar! Sesungguhnya saya juga sudah menjawab dengan

    wa’alaikum”.7

    7 Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughīrah ibn

    Bardizbah al-Bukhāri al-Jāfi, Ṣahīh al-Bukhāri, hlm. 133-134

  • 17

    Hadits tersebut mendeksripsikan telah datang dari kalangan orang

    Yahudi, kemudian mereka mengucapkan salam “al-samu ‘alaikum” yang

    berati (celaka bagi kamu), lalu Rasulullah membalas dengan ucapan “wa

    ‘alaikum” yang berate (celaka juga untuk kamu). Di dalam hadits tersebut

    memberitahukan umat muslim bagaimana aturan untuk menjawab salam

    selain orang muslim.

    c) Hadits ketiga

    ْبنِْ يَزِْيدِْ َجْعَفَرَعنْْ ْبنِْ احلَِميدِْ َعبدُْ ثَنا قالَْ وَكِيعْ ثَناَْ أَِبْْ َحدثََّنْْ َعبُدهللا َحدث ََّناَْ

    غاُدْونَْ َأَن َوَسلمَّْ َعَلْيهِْ هللاُْ َصلىَّْ هللاِْ َرُسْولُْ قالَْ,قالَْ َبْصرَةَْ َأِبْْ َعنْْ ُحبَ ْيبَْ َأِبْْ

    أْحد رواه (َعَلْيُكمْْ فَ ُقْوُلْوا َعَلْيُكمْْ َسَلُمْوا فَِإَذا ِِبالسًََّّلمِْ تَ ْبَداُؤُهمْْ َفًّلَْ يَ ُهْودَْ َعَلى

    )حنبل بن

    “Abdullah menceritakan kepada kami, bapakku menceritakan

    kepadaku dari Waki’, dia berkata ‘Abd al-Hamid ibn Ja’far menceritakan

    kepada kami dari Yazid ibn Abi Hubaib dari Abi Bashrah berkata:

    Rasulullah SAW bersabda: saya bertemu dengan orang Yahudi, maka

    janganlah kamu mengucapkan salam padanya. Jika mereka mengucapkan

    salam kepadamu maka jawablah dengan wa’alaikum”. (H.R. Aḥmad ibn

    Ḥanbal)8.

    Hadits tersebut mendeksripsikan kisah Rasulullah yang berjumpa

    dengan kalangan orang Yahudi, disaat itu Rasulullah saw tidak mendahului

    untuk menngucapkan salam terhadap mereka, dan Rasulullah pun

    8 Abu ‘Abdullah Ahmad ibn Muhammad ibn Hilal ibn As’ad al-Shaibānial-

    Marwazi al-Baghdādi, Musnad Ahmad ibn Hanbal wa Bihamīsuhū Muntakhab Kanz al-

    ‘Ummah fi Sunan al-Ahwāl waal-Af’āl, (Beirut: Dār al-Fikr, t.th), Juz VI, hlm. 398

  • 18

    menegaskan kepada umatnya untuk tidak mendahului mengucapkan salam

    kepada orang-orang Yahudi.

    2. Pendekatan Pemahaman di dalam Hadits

    1) Pemahaman Secara Tekstual

    Secara Bahasa arti tekstual adalah naskah, sedangkan di dalam

    kamus Bahasa Indonesia tekstual memiliki beberapa arti, yaitu: pertama,

    perkataan yang murni dari seorang pengarang, kedua, sebuah kutipan

    naskah dari suatu kitab yang dijadikan sebagai alasan, dan ketiga,suatu

    materi yang dijadikan sebagai dasar di dalam menyampaikan

    pembelajaran.9 Apabila dikaitkan dengan pembahasan hadist secara

    tekstual. Maka dapat disimpulan tekstual di dalam konteks memahami

    hadits adalah suatu bentuk pemahaman hadits yang merujuk pada

    pemahaman secara lahiriyah, dan memahami hadist secara tersurat sesuai

    dengan redaksi yang terdapat pada isi hadits tersebut. Cara memahami

    hadits secara tekstual merupakan sebuah kaidah yang mudah, karena

    sekedar membaca dan memahami secara lafad hadits dan secara makna

    bahasannya.

    2) Pemahaman Secara Kontekstual

    Memahami hadist secara kontekstual adalah suatu pemahaman yang

    mengkaji dan memperhatikan bagaimana suatu hadist tersebut diturukan,

    dan latarbelakang serta peristiwa apa yang menyebabkan hadits tersebut

    9 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

    Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Edisi III, 916.

  • 19

    diturunkan. Karena turunnya sebuah hadist pasti ada peristiwa yang

    menyebabkannya disebut dengan istilah asbab wurud al-hadits.10

    C. Salām di dalam Fiqih

    Agama Islam merupakan agama yang damai, oleh karena itu Islam

    memerintahkan kepada umatnya untuk senantiasa menghendaki kehidupan

    yang rukun. Bentuk kehidupan yang rukun dapat dicerminkan dengan

    menyebarkan ucapan salam yaitu Assalamua ‘alaikum karena makna yang

    terkandung di dalam ucapan tersebut merupakan sebuah do’a dan

    keselamatan.11

    َْكاَنَْعٰلىُْكلِ َْشْيٍءَْحِسي ْْ َهآْاَْوُْردُّْوَهاِْْۗانَّْاَّللٰ َ ُتْمْبَِتِحيٍَّةَْفَحي ُّْواِْبَِْحَسَنِْمن ْ ًْباَْوِاَذاُْحيِ ي ْ

    “Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan,

    maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah

    (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah

    memperhitungkan segala sesuatu.”12

    Al-Thusi di dalam menjelaskan maksud Surah An-Nisa ayat 86

    adalah bahwa Allah swt memerintahkan kepada orang Islam yang baru

    masuk Islam (mualaf) hendak menghormati seseorang yang mengucapkan

    salam kepadanya dengan menjawab kembali ucapan salam tersebut.13

    Sedangkan M. Quraish berpendangan salam/damai yang diperintahkan di

    10 Syofrianisda, “Kajian Hadits tentang Salam dalam Buku Fiqih Lintas Agama

    (FLA)”. Universum, vol.11, no.1 (Januari 2017): 7. 11 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik atas Pelbagai

    Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2013), 497 12 Q.s An-Nisa [4]: 86.

    13 Abu Ja’far Muhammad bin al-Hasan al-Thusi, Al-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an

    (Bairut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi), vol.5, 278.

  • 20

    dalam al-Qur’an adalah perdamaian yang hakiki yang membuat setiap

    orang merasa nyaman. Salam/damai yang diucapkan merupakan sebuah

    penghormatan yang menjadi persembahannya.14

    Menurut Thabâthabâ’I bahwa ucapan salam pada masa dahulu

    adalah ucapan selamat pagi. Setelah Agama Islam masuk maka

    diperintahkan untuk menebarkan ucapan salam.15 Di dalam al-Faqih

    dijelaskan tindakan untuk tidak mengucapkan salam kepada orang Nasrani,

    Majusi, Yahudi, orang yang mabuk (minum Khamar), dan orang yang

    menyembah patung/berhala. Demi kemanfaat di dalam berinteraksi dan

    bersosial dengan orang-orang zhalim, dan untuk menyeru kalimat yang haq.

    Maka Thabâthabâ’I memperbolehkan untuk mengucapkan salam kepada

    orang-orang kafir.16

    Dan Firman Allah di dalam Surah al-Furqan [25]:63.

    ًَْنْوَِّاَذاَْخاطَبَ ُهُمْاْْلِٰهُلْوَنْقَاُلْواَْسٰلًماَْوِعَباُدْالرَّْْحِٰنْالَِّذْيَنََْيُْشْوَنَْعَلىْاَْلَْرِضَْهوْْ

    “Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah

    orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-

    orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka

    mengucapkan “salam,”17

    Jika pada ayat-ayat yang lalu disebutkan sifat-sifat orang kafir yang

    tidak mau bersujud kepada Allah, pada ayat berikut ini disebutkan ciri dan

    14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an

    (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol.2, 514-515. 15 Muhammad Husain al-Thabathabai, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an (Bairut:

    Muassasah al-A’lami al-Mathu’at, 1991), jilid v, 33. 16 Muhammad Husain al-Thabatha’I, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, 36

    17 Q.s Al-Furqan [25]: 63.

  • 21

    sifat ibadurrahman atau para pengabdi Allah. Adapun hamba-hamba Tuhan

    Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan

    rendah hati tanpa dibuat-buat, dan berjalan secara wajar, serta tidak

    menyombongkan diri dalam sikap dan tindakan. Dia tahu bahwa sikap itu

    tidak terpuji dan akan mengakibatkan hal-hal yang 21egative dalam

    pergaulan. Dan apabila orang-orang bodoh yang tidak tahu nilai-nilai sosial

    kemasyarakatan menyapa mereka dengan kata-kata yang menghina, atau

    kasar, mereka tidak membalasnya dengan ucapan yang semisal, namun

    dengan penuh sopan dan rendah hati mereka mengucapkan “salam,” yang

    berarti mudah-mudahan kita berada dalam keselamatan, damai, dan

    sejahtera. Nabi Muhammad telah memberikan contoh sendiri bahwa

    semakin dikasari, beliau semakin santun, arif dan bijaksana.18

    1. Pendapat Ulama tentang Mengucapkan dan Menjawab Salām

    di dalam perihal mengucapkan dan menjawab salam kepada selain

    muslim, para ulama berbeda pendapat. Ada para ulama yang berpendapat

    membolehkan untuk mengucapkan salam kepada selain muslim, dan ada

    para ulama yang tidak memperbolehkan untuk mengucapkan dan menjawab

    salam kepadanya.

    Pendapat Ulama yang memperbolehkan, yaitu:

    Menurut Thabâthabâ’I bahwa mengucapkan salam kepada selain

    orang Islam diperbolehkan, karena untuk kemaslahatan di dalam

    berinteraksi dan bersosial. Di sisi lain untuk menyebarkan kalimat yang

    baik sebagaimana Allah memerintahka kepada Nabi Muhammad saw dan

    Allah juga memerintahkan kepada orang Mukmin untuk mengucapkan

    salam.

    18 Tafsir Kemenag, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid 7, cet. IV (Jakarta: Departemen

    Agama RI, 2009), 47.

  • 22

    Menurut al-Syafi’iyah berpandangan bahwa menjawab salam

    kepada orang-orang ahlu dzimi diperbolehkan, namun al-Azra’I dan al-

    Zarkasyi bahwa menjawab jawab salam hukumnya sunah, al-Hasan pun

    berpendapat bahwa menjawab salam boleh akan tetapi dengan jawaban

    ‘alaika salam.19

    Menurut al-Suddiy, Ibrahim, dan Ibn Juraij Atha berpendapat

    apabila orang-orang muslim mengucapkan salam, maka jawablah ucapan

    salam tersebut sebagaimana ia mengucapkan. Namun jika ahli kitab yang

    mengucapkan salam, maka ucapkanlah anta wa alaika al-salam wa

    rahmatulllahi. Sebagaimana dijelaskan di dalam hadits, apabila ada ahli

    kitab mengucapkan salam kepada kamu. Maka ucapkanlah ‘alaikum.20

    Hamka menjelaskan bahwa menurut riwayat Bukhari dan Muslim

    dari Anas, Rasul menerangkan kalau ahli kitab mengucapkan salam

    kepadamu hendaklah jawab dengan “wa ‘alaikum”. Perintah Rasul seperti

    ini bukanlah umum untuk seluruh ahli kitab, melainkan karena telah pernah

    terjadi orang Yahudi di Medinah menyalahgunakan kebaikan orang Islam.

    Assalamu ‘alaikum mereka hilangkan huruf lam-nya menjadi assamu

    ‘alaikum yang berarti celakalah kamu. Rasulullah melarang menjawab

    dengan waalaikum sam karena kata yang buruk tidak boleh keluar dari

    mulut orang yang beriman. Jawab saja dengan wa ‘alaikum yang berarti

    kalau yang diucapkannya itu maksud jahat, biarlah kembali kepada dirinya

    dan kalau maksud baik kembali pula pada dirinya. Dengan demikian

    nyatalah kalau assalamu ‘alaikum itu diucapkan dengan jelas, maka

    dikembalikan salam itu dengan waalaikum salam.21

    19 Syihab al-Din Mahmud ibn Abd Allah al-Husaini al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi

    Tafsir al-Qur’an al-Azhim wa al-Sab’u al-Matsani (Maktabah al-Syamilah), jilid 4, 161. 20 Abu Ja’far Muhammad bin al-Hasan al-Thusi, Al-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an,

    278.

    21 Hamka , Tafsir al-Azhar (Jakarta: Panji Mas, 1982), juz 5, 193-194.

  • 23

    Pendapat Ulama yang tidak memperbolehkan, yaitu:

    Imam Nawawi berpendapat bahwa mengucapkan salam terhadap selain

    muslim tidak diperbolehkan (haram), adapun apabila mengucapkan selamat

    pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam. Hal itu

    diperbolehkan.22

    Imam Syafi’I berpendapat bahwa mengucapkan salam terhadap selain

    muslim tidak boleh (haram), adapun apabila menjawab salam darinya wajib

    dengan ucapannya wa ‘alaikum.23

    Abu Hurairah berpendapat bahwa seorang muslim tidak

    diperbolehkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu kepada selain

    muslim. Apabila tidak ada kepentingan terhadapnya.

    Al Qurthubi berpendapat untuk mengawali mengucapkan salam

    terhadap ahl dzimah adalah sebagai bentuk penghormatan. Namun untuk

    mengucapkan salam kepada orang kafir tidak berhak.24

    D. Ayat-ayat Salām dalam Al-Qur’an

    Setelah ditelusuri mengenai ayat-ayat salām di dalam Al-Qur’an,

    maka ditemukan sebanyak 47 kali yang terdapat pada ayat dan Surah yang

    berbeda, yaitu sebagai berikut:

    22 Faisal ibn Abdul Aziz, Naulul Authar, (Surabaya: Bina Ilmu, 2007), jilid VI,

    2952. 23 Hasbi As Shidiqie, Mutiara Hadits (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), jilid

    VII, 228. 24 M. al Qahthani, al Wala wal Bara (Solo: Era Intermedia, 2005), 388.

  • 24

    Table 2.1

    No Surah lafaz

    1 Al-Imran [3]:

    19

    ْ اْلِكٰتَبِْاَلَّ ْسًَّلُمَْْۗوَماْاْختَ َلَفْالَِّذْيَنْاُْوتُوْا ْيَنِْعْنَدْاَّللٰ ِْاَْلِ ِانَّْالدِ

    ْ نَ ُهْمَْۗوَمْنْيَّْكُفْرِِْبٰٰيِتْاَّللٰ ِْفَِانَّ ْبَ ي ْْبَ ْعِدَْماَْجۤاَءُهُمْاْلِعْلُمْبَ ْغًياْۢ ِمْنْۢ

    ََْسرِْيُعْاحلَِْساِبْ اَّللٰ

    2 Al-Imran [3]:

    85

    ْسًَّلِمِْديْ ًناْفَ َلْنْي ُّْقَبَلِْمْنهَُْۚوُهَوِِْفْاَْلِٰخرَِةِْمَنْ َتِغَْغْْيَْاَْلِ َوَمْنْي َّب ْ

    اْْلِٰسرِْيَنْ

    3 An-Nisa [4]:

    94

    ِلَمْنْ َوََلْتَ ُقْوُلْوْا َضَربْ ُتْمِْفَْْسِبْيِلْاَّللٰ ِْفَ تَ بَ ي َّنُ ْوْا ِاَذْا ْا اَي َُّهاْالَِّذْيَنْٰاَمنُ وْٓ

    نْ َياَْۖفِعْنَدْ تَ ُغْوَنَْعَرَضْاحْلَٰيوةِْالدُّ اَْلٰقٓىْاِلَْيُكُمْالسَّٰلَمَْلْسَتُْمْؤِمًنۚاْتَ ب ْ

    تُْ ُْكن ْ َْكٰذِلَك َْكِثْْيَة ْۗ ْاَّللٰ َُْعَلْيُكْمْفَ تَ بَ ي َّنُ ْوۗاْاَّللٰ َِْمَغاِِنُ ْمْمِ ْنْقَ ْبُلَْفَمنَّ

    َْكاَنِْبَاْتَ ْعَمُلْوَنَْخِبْْيًاْ ِانَّْاَّللٰ َ

    4 Al-Maidah

    [5]: 3

    ُمَْوحلَُْمْاْْلِْنزِْيِرَْوَمٓاْاُِهلَِّْلَغْْيِْاَّللٰ ِِْبهْ َتُةَْوالدَّ ُحر َِمْتَْعَلْيُكُمْاْلَمي ْ

    َْماْوََْْوالنَِّطْيَحةَُْْواْلُمََتَدِ يَةُْْْوقُ ْوَذةَُْواْلمََْْواْلُمْنَخِنَقةُْ َمآْاََكَلْالسَُّبُعِْاَلَّ

    ْٰذِلُكْمْ ِِْبَْلَْزََلمِۗ َْتْستَ ْقِسُمْوا َْواَْن َْعَلىْالنُُّصِب ُْذِبَح َْوَما ُتْمۗ ي ْ ذَكَّ

    َْكَفُرْواِْمْنِْديِْنُكْمَْفًَّلََْتَْشْوُهْمْوَْ َسْالَِّذْيَن ْاَْليَ ْوَمْيَىِِْٕۗفْسق

    اْخَشْونِۗ

    اَْليَ ْوَمْاَْكَمْلُتَْلُكْمِْديْ َنُكْمَْواَْْتَْمُتَْعَلْيُكْمْنِْعَمِِتَْْوَرِضْيُتَْلُكُمْ

  • 25

    ْفَِانَّْاَّللٰ َُْثٍٍْۙ ْسًَّلَمِْديْ ًنۗاَْفَمِنْاْضطُرَِّْفََْْمَْمَصٍةَْغْْيَُْمَتَجاِنٍفَْلِ ِ اَْلِ

    َغُفْور ْرَِّحْيم ْ

    5 Al-Maidah

    [5]: 16

    ْبِْ ْي َّْهِدْي ْرِْضَوانَه ْات ََّبَع َْمِن ْاَّللٰ ُ ْمِ نََْْوُُيْرُِجُهمْْْالسَّٰلمُِْْسُبلَِْه

    ْمُّْسَتِقْيمٍِْْصرَاطٍِْْاىٰلَْْويَ ْهِدْيِهمِْْْبِِْذنِهْالن ُّْورِِْْاىَلْْالظُُّلٰمتِْ

    6 Al-An’am [6]:

    54

    َْكَتَبَْربُُّكْمْ َوِاَذاَْجۤاَءَكْالَِّذْيَنْيُ ْؤِمنُ ْوَنِِْبٰٰيِتَناْفَ ُقْلَْسٰلم َْعَلْيُكْم

    ْاَنَّهْ ِْمْنُكمَْْْعِملََْْمنَْْعٰلىْنَ ْفِسِهْالرَّْْحََةًٍۙءاْْۢ ََْتبَُُْْثَِِّْبََهاَلةٍُْْسْوۤ

    ِْمْنْْۢ

    َبَ ْعِده ْرَِّحْيم ْغَْْفَاَنَّهَْوَاْصَلحَْْٖ ُفْور

    7 Al-An’am [6]:

    125

    ُْاَْنْي َّْهِديَهْ ْسًَّلمَِْْۚصْدرَهَْيْشرَحَْْفَمْنْيُّرِِدْاَّللٰ ْيُِّضلَّهْاَنْْْيُّرِدَْْْوَمنِْْْلًّْلِ

    َاَْْحَرًجاَْضيِ ًقاَْصْدَرهََْيَْعلْْ ََْيَْعلَُْْكٰذِلكَْْْالسََّمۤاءِِِْْۗفَْْيصَّعَّدَُْْكاَّنَّ

    ْيُ ْؤِمنُ ْونَََْْلْْالَِّذْينََْْعَلىْالر ِْجسَْْاَّللٰ ُْ

    8 Al-An’am [6]:

    127

    َْكانُ ْواْيَ ْعَمُلْوَنْْ ََلُْمَْداُرْالسَّٰلِمِْعْنَدَْرّبِ ِْمَْوُهَوَْولِي ُُّهْمِْبَا

    9 Al-A’raf [7]:

    46

    ْ ِبِسْيٰمىُهْمۚ ْْْۢ ُْكًّلا ْي َّْعرِفُ ْوَن َْوَعَلىْاَْلَْعرَاِفْرَِجال ۚنَ ُهَماِْحَجاب َوبَ ي ْ

    ََْلَْْيْدُخُلْوَهاَْوُهْمَْيْطَمُعْوَنَْوََنَدْواَْاْصٰحَبْاْلَْْ نَِّةْاَْنَْسٰلم َْعَلْيُكْمۗ

    10 At-Taubah

    [9]: 74

    ْبَ ْعَدْ ْوََكَفُرْوا ْاْلُكْفِر َْكِلَمَة ْقَاُلْوا ْقَاُلْواَْۗوَلَقْد َْما ِِْبَّللٰ ِ ْحِلُفْوَن

    َُْوَرُسْولُهِاْسًَّلِمِهْمَْوََهُّْواِْبَاََْلْْيَ َناُلْوۚاَْوَماْنَ َقُموْٓاِْاَلَّْٓ ْاَْنْاَْغٰنىُهُمْاَّللٰ

  • 26

    َُْعَذاًِبَْلََُّْْخْْيًاَْيكُْْي َّتُ ْوبُ ْواْفَِانَْْْۚفْضِلهِْمنْْ ّْبُُمْاَّللٰ ْمَْۚوِاْنْي َّتَ َولَّْواْيُ َعذِ

    نْ َياَْواَْلِٰخرَِةَْۚوَماََْلُْمِِْفْاَْلَْرِضِْمْنْوَِّلٍ ْوَََّلَْنِصْْيٍْ اَلِْيًماِِْفْالدُّ

    11 Yunus [10]:

    10

    ْ َهاَْسٰلم ۚ َهاُْسْبٰحَنَكْاللٰ ُهمََّْوَتَِي َّتُ ُهْمِْفي ْ َوٰاِخُرَْدْعٰوىُهْمَْدْعٰوىُهْمِْفي ْ

    ْاْلٰعَلِمْيَْ اَِنْاحْلَْمُدَّْللِٰ َِْربِ

    12 Yunus [10]:

    25

    ِْاىٰلَْداِرْالسَّٰلِمَْۚويَ ْهِدْيَْمْنْيََّشۤاءُِْاىٰلِْصرَاٍطْمُّْسَتِقْيٍمْ ُْيَْدُعوْٓ َواَّللٰ

    13 Hud [11]: 48 َْْْعَلي َْوبَ رَٰكٍت ْمِ نَّا ِْبَسٰلٍم ْاْهِبْط نُ ْوُح ْي ٰ ِْمِ َّْنِْقْيَل ْاَُمٍم َْوَعلٰٓى َك

    ْاَلِْيم ْ ََيَسُُّهْمْمِ نَّاَْعَذاب مََّعَكَْۗواَُمم َْسُنَمتِ ُعُهْمُُْثَّْ

    14 Hud [11]: 69 َْْفَما َْسٰلًماْۖقَاَلَْسٰلم ِِْبْلُبْشٰرىْقَاُلْوا ْاِبْ ٰرِهْيَم َوَلَقْدَْجۤاَءْتُْرُسُلَنٓا

    لَِبَثْاَْنَْجۤاَءِْبِعْجٍلَْحِنْيٍذْ

    15 Ar-Ra’ad

    [13]: 24

    ْْ ارِۗ َسٰلم َْعَلْيُكْمِْبَاَْصََبُُْتْْفَِنْعَمُْعْقََبْالدَّ

    16 Ibrahim [14]:

    23

    ََْتِْتَهاْ ِْمْن ْالصٰ ِلٰحِتَْجنٰ ٍتََْتْرِْي َْوَعِمُلوا ْٰاَمنُ ْوا ْالَِّذْيَن َواُْدِخَل

    َهاَْسٰلم ْ َْتَِي َّتُ ُهْمِْفي َْهاِْبِِْذِنَْرّبِ ِْمۗ اَْلَْْنُٰرْٰخِلِدْيَنِْفي ْ

    17 Al-Hijr [15]:

    46

    اُْدُخُلْوَهاِْبَسٰلٍمْٰاِمِنْيَْ

    18 Al-Hijr [15]:

    52

    ِْمْنُكْمَْوِجُلْوَنْ ِاْذَْدَخُلْواَْعَلْيِهْفَ َقاُلْواَْسٰلًمۗاْقَاَلِْاَنَّ

  • 27

    19 An-Nahl [16]:

    32 اْْلَنََّةْا ٍْۙيَ ُقْوُلْوَنَْسٰلم َْعَلْيُكُمْاْدُخُلوْا َكةُْطَيِ ِبْيَ ىِٕ

    ۤلَِّذْيَنْتَ تَ َوفٰ ىُهُمْاْلَمٰل

    ُتْمْتَ ْعَمُلْوَنْ ُْكن ْ ِبَا

    20 Maryam [19]:

    15

    َعُثَْحيااْ َوَسٰلم َْعَلْيِهْيَ ْوَمُْوِلَدَْويَ ْوَمََْيُْوُتَْويَ ْوَمْيُ ب ْ

    21 Maryam [19]:

    33

    َْويَ ْوَمْاَُمْوُتَْويَ ْوَمْاُبْ َعُثَْحيااْ ْيَ ْوَمُْوِلْدتُّ َوالسَّٰلُمَْعَليَّ

    22 Maryam [19]:

    47 ْاِنَّهْْق َْسَاْستَ ْغِفُرَْلَكَْرِبِ ْۗ

    َْحِفيااِْبَْْْكانَْاَلَْسٰلم َْعَلْيَكۚ

    23 Maryam [19]:

    62

    َهاْبُْكرًَةْوََّعِشيااْ َْسٰلًمۗاَْوََلُْمْرِْزقُ ُهْمِْفي ْ َهاَْلْغًواِْاَلَّ ََلَْيْسَمُعْوَنِْفي ْ

    24 Thaa [20]: 47 َْْفَْأتِٰيهُْفَ ُقْوََلِْٓاَنََّْرُسْوََلْر ّْبُْمۗ َوََلْتُ َعذِ َبِنِْْٓاْسرَۤاِءْيلَْەٍْۙ َمَعَنْا بِ َكْفَاَْرِسلْْ

    ٰنَكِِْبٰيٍَةْمِ ْنْرَّبِ َكَْۗوالسَّٰلُمَْعٰلىَْمِنْات ََّبَعْاَْلُٰدىْ َقْدِْجئ ْ

    25 Al-Anbiya

    [21]: 69

    ُْكْوِنْْبَ ْرًداْوََّسٰلًماَْعلٰٓىْاِبْ ٰرِهْيَمٍْْۙ َناُر قُ ْلَناْي ٰ

    26 Al-Furqan

    [25]: 63

    َْخاطَبَ ُهُمْ ْوَِّاَذا َْهْوًَن َْعَلىْاَْلَْرِض ََْيُْشْوَن ْالَِّذْيَن ْالرَّْْحِٰن َوِعَباُد

    اْْلِٰهُلْوَنْقَاُلْواَْسٰلًماْ

    27 Al-Furqan

    [25]: 75

    َهاَْتَِيًَّةْوََّسٰلًماٍْْۙ َكَُْيَْزْوَنْاْلُغْرَفَةِْبَاَْصََبُْواَْويُ َلقَّْوَنِْفي ْ ىِٕۤ اُوٰل

    28 An-Naml

    [27]: 59

    اَّللٰ َُْخْْي ْاَمَّاْْالَِّذْيَنْاْصطَٰفۗىْٰءۤ َْعٰلىِْعَباِدِه َْوَسٰلم ُقِلْاحْلَْمُدَّْللِٰ ِ

    ْ۔ُيْشرُِكْوَنْ

  • 28

    29 Al-Qashash

    [28]: 55

    َْوَلُكْمَْواِْ ْاَْعَمالَُنا ْلََنٓا َْوقَاُلْوا َْعْنُه ْاَْعَرُضْوا ْاللَّْغَو َْسَُِعوا َذا

    ْ َتِغىْاْْلِٰهِلْيَ اَْعَماُلُكْمَْۖسٰلم َْعَلْيُكْمََْْۖلْنَ ب ْ

    30 Al-Ahzab

    [33]: 44

    َْكرَِْيًاَْْاْجرًاََْلُمَْْْواََعدََّْْۚسٰلمْ َتَِي َّتُ ُهْمْيَ ْوَمْيَ ْلَقْونَهْ

    31 Yasin [36]: 58 ْْرَِّحْيٍم ْقَ ْوًَلْمِ ْنْرَّبٍ ۗ َسٰلم

    32 Ash-Shaffat

    [37]: 79

    ْ َسٰلم َْعٰلىْنُ ْوٍحِِْفْاْلٰعَلِمْيَ

    33 Ash-Shaffat

    [37]: 109

    َسٰلم َْعلٰٓىْاِبْ ٰرِهْيَمْ

    34 Ash-Shaffat

    [37]: 120 َعٰلىُْمْوٰسىَْوٰهُرْوَنْس َلْٰ

    35 Ash-Shaffat

    [37]: 130

    ْ َسٰلم َْعلٰٓىِْاْلََْيِسْيَ

    36 Ash-Shaffat

    [37]: 181

    ْ َوَسٰلم َْعَلىْاْلُمْرَسِلْيَۚ

    37 Az-Zumar

    [39]: 22

    ْ ْاَّللٰ َُْصْدرَه َْشرََح ْسًَّلمِْاََفَمْن ْفَ َوْيلْ ْۗرَّب ِهْمِ نْْْنُ ْورٍَْْعٰلىْفَ ُهوَِْْلًّْلِ

    كَْْْۗاَّللٰ ِْْذِْكرِْْمِ نْْْقُ ُلْوُّبُمْْْلِ ْلٰقِسَيةِْ ىِْٕۤمُّبَِْْضٰللٍِْْفْْْاُوٰل ْيٍ

    38 Az-Zumar

    [39]: 73

    ُْمِْاىَلْاْْلَنَِّةُْزَمرًاَْۗحّتٰ ِْٓاَذاَْجۤاُءْوَهاَْوفُِتَحْتْ َوِسْيَقْالَِّذْيَنْات ََّقْواَْرّبَّ

    ُتْمْفَاْدُخُلْوَهاْٰخِلِدْيَنْاَبْ َواُّبَاَْوقَاَلََْلُْمَْخَزنَ ت ُْ َهاَْسٰلم َْعَلْيُكْمِْطب ْ

    39 Az-Zukhruf

    [43]: 89

    َْفَسْوَفْيَ ْعَلُمْوَنْ ُهْمَْوُقْلَْسٰلم ۗ ْࣖفَاْصَفْحَْعن ْ

  • 29

    40 Al-Hujurat

    [49]: 17

    َْْتُن ُّْواَْعَليَِّْاْسًَّلَمُكْمَْۚبِلْاَّللٰ ُْ ََْيُنََُّْيُن ُّْوَنَْعَلْيَكْاَْنَْاْسَلُمْواُْْۗقْلَْلَّ

    ْ ُتْمْٰصِدِقْيَ ُْكن ْ َْيَاِنِْاْن َعَلْيُكْمْاَْنَْهٰدىُكْمِْلًّْلِ

    41 Qaf [50]: 34 ْاْدُخُلْوَهاِْبَسٰلٍمْٰۗذِلَكْيَ ْوُمْاْْلُُلْوِد

    42 Adz-Dzariyat

    [51]: 25

    ْقَ ْوم ْمُّْنَكُرْوَنْۚ ِاْذَْدَخُلْواَْعَلْيِهْفَ َقاُلْواَْسٰلًماْۗقَاَلَْسٰلم

    43 Al-Waqiah

    [56]: 26 ِْقْيًًّلَْسٰلًماَْسٰلًماْا َلَّ

    44 Al-Waqiah

    [56]: 91

    ْ َفَسٰلم ْلََّكِْمْنَْاْصٰحِبْاْلَيِمْيِۗ

    45 Al-Hashry

    [59]: 23

    ََْلْٓاِٰلهَْ ْاَّللٰ ُْالَِّذْي ْاْلُمْؤِمُنُْْهَو ْاَْلَمِلُكْاْلُقدُّْوُسْالسَّٰلُم ُْهَوْۚ ِاَلَّ

    ُْسْبٰحَنْاَّللٰ َِْعمَّاُْيْشرُِكْوَنْۗ اْلُمَهْيِمُنْاْلَعزِيْ ُزْاْْلَبَّاُرْاْلُمَتَكَبِ ُ

    46 Ash-Shaf

    [61]: 7

    َْوَمْنْاَْظَلُمِْمَِّنْاْفََتٰىَْعَلىْاَّللٰ ِْاْلَكِذَبَْوُهَوْيُْدٰعٓىْ ْسًَّلمِۗ ِاىَلْاَْلِ

    ََُْلْيَ ْهِدىْاْلَقْوَمْالظٰ ِلِمْيَْ َواَّللٰ

    47 Al-Qadr [97]:

    5

    َْمْطَلِعْاْلَفْجِرْ َࣖسٰلم ِْۛهَيَْحّتٰ

  • 29

    BAB III

    PENYUSUN TAFSIR KEMENAG, ASBABUN NUZUL, DAN

    DERIVASI AYAT-AYAT SALĀM

    A. Penyusun Kitab Tafsir dan al-Qur’an Depag

    1. Latar Belakang Penulisan Kitab Tafsir

    Kitab Tafsir Depag adalah Kitab Tafsir yang berasal dari Indonesia

    yang disusun oleh Kementrian Agama RI (Kemenag) yang merupakan salah

    satu program dari pemerintah. Latarbelakang pemerintah di dalam

    menyusun kitab al-Qur’an dan Tafsirnya, dilandasi atas komitmen

    pemerintah untuk memberi apa yang dibutuhkan oleh masyarakat muslim

    di Indonesia. Sebagaimana yang disampaikan oleh M. Maftuh Basyuni

    Basyuni harapan dengan adanya Kitab Tafsir dan al-Qur’annya adalah agar

    memudahkan umat muslim Indonesia untuk memahami isi kandungan yang

    ada di dalam al-Qur’an.1 Karena untuk memahami kandungan di dalam al-

    Qur’an tidak semudah yang dibayangkan, dan kita telah mengetahui bahwa

    al-Qur’an menggunakan Bahasa Arab. Sedangkan umat Muslim di

    Indonesia tidak semuanya dapat memahami Bahasa Arab itu sendiri. Oleh

    karenaya Depag berkomitmen untuk menyusun dan menulis Kitab Tafsir

    dan al-Qur’an yang menggunakan Bahasa Indonesia. Dengan tujuan agar

    umat Muslim Indonesia yang memang awam agar dapat dengan mudah

    memahami dan mempelajari apa yang terkandung di dalam al-Qur’an.

    1M. Shohib Tahar, Telaah tentang Tafsir al-Qur’an Departemen Agama RI

    (Jakarta: Pustlibang Lektur Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan

    Departemen Agama RI, 2003), Vol I, No. I, 54.

  • 30

    2. Tim Penyusun Kitab Tafsir Depag RI

    Selama kurang lebih lima tahun antara tahun (1998-2002) akhirnya

    Depag dapat menuntaskan pekerjaannya yaitu menyempurnakan al-Qur’an

    dan terjemahnya, setelah itu di tahun 2004 Depag untuk pertama kalinya

    mencetakan al-Qur’an untuk di distribusikan kepada masyarakat, baru di

    akhir bulan tanggal 30 Juni Depag secara resmi meluncurkannya. Selama

    30 tahun lebih Depag berdedikasi untuk melakukan perbaikan terhadap

    Kitab al-Qur’an dan Tafsirnya, menyempurnakan apabila ada kekurangan

    di dalam Kitab Tafsir dan al-Qur’an.

    Pada awal untuk memunculkan al-Qur’an dan Tafsirnya, Depag

    membentuk tim penyusun pada tahun 1972, dengan dewan pengurus

    penafsiran al-Qur’an yang dikeluarkan oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H

    dengan KMA No. 8 ditahun 1972. Pada tahun berikutnya, susunan Tim

    Penyusun al-Qur’an dan Tafsirnya mengalami perubahan berdasarkan

    KMA No. 8 di tahun 1973 dengan, adapun susunan ketua dan wakil sebagai

    berikut:

    Tabel 3.1

    Tim Penyusun al-Qur’an dan Tafsirnya tahun 1973

    No Nama Jabatan

    1. Prof. H. Bustami A. Gani Ketua

    2. Prof. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy Wakil ketua

    3. Drs. Kamal Mukhtar Sekretaris I

    4. H. Gazali Thaib Sekretaris II

    5. K.H. Syukri Ghazali Anggota

    6. Prof. Dr. H. A. Mukti Ali Anggota

  • 31

    7. Prof. H.M. Timur Jailani M.A Anggota

    8. Prof. K.H. Ibrahim Hosen LML Anggota

    9. K.H. A. Musaddad Anggota

    10. Prof. H. Mukhtar Yahya Anggota

    11. Prof. R.H.A. Soenaryo SH Anggota

    12. K.H. Ali Maksum Anggota

    13. Drs. Busyairi Majdi Anggota

    14. Drs. Sanusi Latif Anggota

    15. Drs. Abd. Rahim Anggota

    kemudian disempurnakan dengan KMA No. 30 ditahun 1980

    diketuai oleh Prof. K.H Ibrahim Husain, LML.2 Adapaun susunan ketua dan

    wakil sebagai berikut:

    Tabel 3.2

    Tim Penyusun al-Qur’an dan Tafsirnya tahun 1980

    No Nama Jabatan

    1. Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML Ketua

    2. K.H. Syukri Gazali Wakil ketua

    3. R.H. Hoesein Thoib Anggota

    4. Prof. H. Bustami A. Gani Anggota

    5. Prof. Dr. K.H. Muchtar Yahya Anggota

    6. Drs. Khamil Muchtar Anggota

    7. Prof. K.H Muchtar Yahya Anggota

    8. K.H Sapari Anggota

    2 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat,

    2013), 209-210.

  • 32

    9. K.H. Muchtar Luthfi El Ansari Anggota

    10 Drs. J.S. Badudu Anggota

    11. H.M. Amin Nasir Anggota

    12. H.A. Azis Darmawijaya Anggota

    13. K.H.M. Nur Asjik, MA Anggota

    14. K.H.A. Razak Anggota

    Kitab al-Qur’an dan Tafsrinya pertama kali dirilis pada tahun 1975,

    namun pada tahun tersebut kondisi Kitabnya belum sepenuhnya lengkap 30

    juz. Dan untuk cetakannya pun belum dapat dicetak 30 juz. Namun baru

    dapat dicetak jilid pertama saja yang terdiri dari 3 juz, di tahun selanjutnya

    pihak lajnah menerbitkan kembali mushaf secara bertahap dengan

    melakukan perbaikan di beberapa tempat. Pada tanggal 28-30 April di tahun

    2003 diagendakan musyawarah kerja ulama al-Qur’an, ada beberapa hal

    yang dibahas pada musyarah tersebut, diantaranya adalah:

    1. Aspek substansi, meliputi makna dan kandungan ayat.

    2. Aspek muhasabah dan asbabul nuzul.

    3. Aspek transliterasi.

    4. Teks ayat-ayat al-Qur’an mengungkapkan rams Utsmani di ambil

    dari Mushaf al-Qur’an standar yang di tulis ulang.

    5. Terjemah al-Qur’an menggunakan al-Qur’an dan Tafsirnya edisi

    2002.

    6. Aspek kajian ayat-ayat kauniyah.

    7. Pada akhir setiap jilid di beri indeks.

    8. Di lengkapi dengan kosa kata, untuk memperjelas makna lafal yang

    terdapat dalam kelompok ayat yang di tafsirkan.

  • 33

    9. Membedakan karakteristik penulisan teks Arab, antara kelompok

    ayat yang di tafsirkan, ayat-ayat pendukung dan penulisan teks

    hadits.3

    Menindak lanjuti musyawarah kerja di tahun 2003, Depag

    membentuk kembali tim dengan keputusan pada Depag RI Nomor 280

    tahun 2003. Dan di dalamnya di sertai penyertaan LIPI, yang susunannya

    sebagai berikut:

    Tabel 3.3

    Tim Penyusun al-Qur’an dan Tafsirnya tahun 2003

    No Nama Jabatan

    1. Prof. Dr. H.M. Atho Mudzahar Pengarah

    2. Drs. H. Fadhal AR. Bfadal, MSc Pengarah

    3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A Ketua

    4. Prof. K.H. Ali Mustofa Yaqub, M.A Wakil ketua

    5. Drs. H. Muhammad Sohib, M.A Sekretaris

    6. Prof. Dr. H. Rifai Syauqi Nawawi,

    M,A

    Anggota

    7. Prof. Dr. H. Salaman Harun Anggota

    8. Dr. Hj. Faizah Ali Sibromalisasi Anggota

    9. Dr. H. Muslih Abdul Karim Anggota

    10. Dr. H. Ali Huda Anggota

    11. Dr. H. Muhammad Hisyam Anggota

    12. Prof. Dr. Hj. Huzimah T. Yanggo,

    M,A

    Anggota

    13. Prof. Dr. H.M. Salim Umar, M,A Anggota

    3 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, 213.

  • 34

    14. Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, M,A Anggota

    15. Drs. H. Sibili Sirdjaja, LML Anggota

    16. Drs. H. Madzmur Sya’roni Anggota

    17. Drs. H.M. Syaitibi AH Anggota

    3. Metode Tafsir

    Tafsir Kemenag menggunakan metode tahlili, yaitu sebuah metode

    yang memaparkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan tertib sesuai daftar Surah,

    diawali dari Surah Al-Fatihah dan diakhiri oleh Surah An-Nas. Dan untuk

    jenis penafsiran, ada beberapa pendapat yang mengatakannya yaitu,

    sebagaimana diungkapkan oleh M. Shohib Tahar bahwa Kemenag

    menggunakan tafsir bercorak sunni.4 Mengacu pada pedoman

    penyempurnaa tafsir, bahwa tafsir Kemenag bercorak Ijtima’I, yaitu tafsir

    yang berorientasi pada kemasyarakatan, dan menurut ketua tim sendiri tafsir

    Kemenag bercorak hida’i. yaitu suatu tafsir yang mengambil suatu

    kesimpulan akhir yang nampaknya sebagai upaya mengetengahkan sisi-sisi

    hidayah dari ayat-ayat yang bersangkutan.

    4. Sumber Penafsiran

    Referensi yang digunakan oleh tim penyempurnaan tafsir Depag RI,

    jauh lebih banyak dibandingkan oleh tim sebelumnya. Adapaun referensi

    yang digunakan adalah sebagai berikut:

    4 M. Shohib Tahar, Telaah tentang Tafsir al-Qur’an Departemen Agama RI, 58.

  • 35

    Tabel 3.4

    Referensi dari Kitab-kitab Tafsir

    No Nama Pengarang Nama Kitab

    1. Abu Hayyan Tafsir al-Bahr al-

    Muhith

    2. Ahmad Abdullah Tafsri al-Qur’an al-

    Jalil Haqaiq al-

    Ta’wil

    3. Al-Fakhr al-Razi Al-Tafsir al-Kabir

    4. Abdullah al-Nasafi Madarik al-Tanzili

    wa Haqaiq al-

    Ta’wil

    5. Hasbie al-Shiddiqie Tafsir al-Bayan dan

    Tafsir al-Nur

    6. Abu Ja’far al-Thabari Jami’ al-Bayan fi

    Tafsir al-Qur’an

    7. Wahbah al-Zuhaili Al-Munir

    8. Mahmud Yunus Al-Qur’an al-Karim

    9. Al-Saif al-Radhi Talkhish al-Bayan fi

    Majazat al-Qur’an

    10. Ibnu Katsir Tafsir al-Qur’an al-

    Karim5

    5 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, 216.

  • 36

    Tabel 3.5

    Referensi dari Kitab-kitab Ulum al-Qur’an

    No Nama Penagarang Nama Kitab

    1. Sayyid Muhammad al-Hakim I’jaz al-Qur’an

    2. Manna’ Khalil al-Qaththan Mabahits fi Ulum

    al-Qur’an

    3. Muhmmad Ali al-Shabuni Al-Tibyan fi Ulum

    al-Qur’an

    4. Hifni Muhammad Syarif I’jaz al-Qur’an al-

    Bayani

    5. Muhammad Quraish Shihab Tafsir al-Misbah

    6. Subhi al-Shalih Mabahits fi Ulum

    al-Qur’an

    7. Ahad Badawi Min Balagah al-

    Qur’an

    8. Ghassan Hamdun Min Nasamat al-

    Qur’an

    Tabel 3.6

    Referensi dari Kitab Mu’jam

    No Nama Pengarang Nama Kitab

    1. Muhammad Fuad Al-Mu’jam al-

    Mufahras li Alfadh

    al-Qur’an

  • 37

    2. AJ Wensinck Al-Mu’jam al-

    Mufahras li Alfadh

    al-Hadits6

    Tabel 3.7

    Referensi dari Kitab-kitab Mufradat

    No Nama Pengarang Nama Kitab

    1. Ali bin Muhammad Syarif al-Jurjani Al-Ta’rifat

    2. Al-Raghib al-Asfihani Al-Mufradat fi

    Gharib al-Qur’an

    3. WJS Poerwadarminta Kamus Bahasa

    Indonesia

    Tabel 3.8

    Referensi dari Kitab-kitab Hadits

    No Nama Pengarang Nama Kitab

    1. Muhammad bin Ismail al-Bukhari Shahih al-Bukhari

    2. Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi al-

    Naisaburi

    Shahih Muslim

    3. Ahmad bin Hanbal Musnad al-Imam

    Ahmad7

    1. Sistematika Penulisan Kitab

    a. Muqqdimah, sebelum menafsirkan ayat, terlebih dahulu

    memberikan muqaddimah yang menjelaskan jumlah ayat dalam

    6 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, 218. 7 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, 218.

  • 38

    suatu surat, dan surat tersebut di kategorikan makiyyah atau

    madaniyyah.

    b. Terjemah, ketika menerjemahkan suatu ayat yaitu menggunakan

    sumber dari al-Qur’an dan Tafsirnya edisi 2002.

    c. Menjelaskan kosa kata, yaitu menguraikan kosa kata dasar dari kata

    tersebut. Untuk menetapkan arti yang tepat ketika di gunakan dalam

    penafsirannya.

    d. Menjelaskan munasabah dari ayat yang sebelumnya dengan ayat

    berikutnya.

    e. Menjelaskan asbabun nuzul, asbabun nuzul ini akan dijadikan sub

    tema, apabila terdapat riwayat yang mengenai maka riwayat yang

    pertama akan dijadikan sebagai sub tema dan riwayat akan

    dijelaskan dalam penafsiran.

    Kesimpulan, penafsiran terkait suatu ayat di tutup dengan

    memberikan sebuah kesimpulan yang berusaha untuk melihat sisi hidayah

    dari ayat yang telah ditafsirkan. Oleh itu tafsir ini juga dianggap memiliki

    corak hida’i.8

    B. Asbabun Nuzul

    1. Pengertian Asbabun Nuzul

    Asbabun nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa

    turunnya ayat, baik sebelum maupun sesudah turunya, dimana kandungan

    ayat tersebut berkaitan dengan dengan peritiwa itu. Yang diartikan peristiwa

    di sini adalah suatu kejadian tesendiri atau berupa sebuah pertanyaan yang

    dipertanyakan, dan yang dimaksud oleh sesudah turun ayat adalah sebuah

    peristiwa ayat al-Qur’an yang diturunkan dalam kurun waktu sekitar dua

    8 Departemen Agama RI, Mukadimah al-Qur’an dan Tafsirnya, Edisi yang

    disempurnakan, 27.

  • 39

    puluh tahun, yaitu pada saat pertama kali al-Qur’an diturunkan sampai akhir

    ayat al-Qur’an turun.9

    Para Ulama berbeda pendapat di dalam menjelaskan arti asbabun nuzul,

    diantaranya adalah sebagai berikut:

    a) Ash Shabuni menjelaskan arti asbabun nuzul merupaka peristiwa

    turunnya suatu ayat al-Qur’an yang bersangkut paut dengan perihal

    urusan agama yang membutuhkan penjelasan lebih detail.

    b) Az zarqoni menjelaskan arti asbabun nuzul merupakan turunya

    sesuatu ayat al-Qur’an yang khusus yang akan memberikan

    penjelasan hukum kepada maksud ayat tersebut diturunkan.

    c) Mana’ al-Qaththan menjelaskan arti asbabun nuzul merupakan

    sebuah kejadian yang menimbulkan ayat al-Qur’an tersebut

    diturunkan yang berkaitan dengan pertanyaan yang disampaikan

    kepada Nabi.

    d) Subhi Shalih menjelaskan arti asbabun nuzul perkara yang

    menyebabkan suatu ayat al-Qur’an diturunkan, yang membutuhkan

    penjelasan atas hukum-hukum pada saat peristiwa kejadian itu.10

    C. Derivasi Kata Salām

    Dari sekian banyak kata salām yang terdapat di dalam al-Qur’an,

    setelah penulis analisis. Penulis mendapati beberapa derivasi yang terkait

    dengan kata salām, yaitu sebagai berikut:

    9 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tanggerang: Lintera Hati, 2013), 235. 10 Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 61.

  • 40

    a) Kata Salām berderivasi Islāmi

    Terkait dengan kata Salām yang berderivasi Islāmi, di dalam al-

    Qur’an terdapat 2 ayat, yaitu terdapat di dalam Surah At-Taubah: 74 dan

    Al-Hujurat: 17.

    Tabel 3.9

    No. Surah/Ayat Lafaz Terjemah

    1 QS. Al-

    Hujurat

    [49]: 17

    ُْقْلْ ََيُن ُّْوَنَْعَلْيَكْاَْنَْاْسَلُمْواْۗ

    ِْاْسًَّلَمُكْمَْۚبِلْ َْعَليَّ َْْتُن ُّْوا َلَّ

    َْهٰدىُكْمْ ْاَْن َْعَلْيُكْم ََْيُنُّ اَّللٰ ُ

    ُتْمْٰصِدِقْيَْ ُْكن ْ َْيَاِنِْاْن ِلًّْلِ

    Mereka merasa berjasa

    kepadamu dengan

    keislaman mereka.

    Katakanlah, “Janganlah

    kamu merasa berjasa

    kepadaku dengan

    keislamanmu, sebenarnya

    Allah yang melimpahkan

    nikmat kepadamu dengan

    menunjukkan kamu

    kepada keimanan, jika

    kamu orang yang benar.”

    2 QS. At-

    Taubah [9]:

    74

    ْقَاُلْواَْۗوَلَقْدْ َْما ِِْبَّللٰ ِ َُيِْلُفْوَن

    َْكِلَمَةْاْلكُْ ْفِرْوََكَفُرْواْبَ ْعَدْقَاُلْوا

    ْيَ َناُلْوۚاْ َْلَْ ِْبَا َْوََهُّْوا ِاْسًَّلِمِهْم

    ُْ َوَماْنَ َقُموْٓاِْاَلَّْٓاَْنْاَْغٰنىُهُمْاَّللٰ

    ْي َّتُ ْوبُ ْواْفَِانَْْْۚفْضِلهِْمنَْْوَرُسْولُهْ

    Mereka (orang munafik)

    bersumpah dengan (nama)

    Allah, bahwa mereka tidak

    mengatakan (sesuatu yang

    menyakiti Muhammad).

    Sungguh, mereka telah

    mengucapkan perkataan

    kekafiran, dan telah

  • 41

    ْي َّتَ َولَّْواَْلََُّْْخْْيًاَْيكُْ ْمَْۚوِاْن

    ِِْفْ ْاَلِْيًما َْعَذاًِب ْاَّللٰ ُ ّْبُُم ْيُ َعذِ

    ِِْفْ ََْلُْم َْواَْلِٰخرَِةَْۚوَما نْ َيا الدُّ

    اَْلَْرِضِْمْنْوَِّلٍ ْوَََّلَْنِصْْيٍْ

    menjadi kafir setelah

    Islam, dan menginginkan

    apa yang mereka tidak

    dapat mencapainya; dan

    mereka tidak mencela

    (Allah dan Rasul-Nya),

    sekiranya Allah dan Rasul-

    Nya telah melimpahkan

    karunia-Nya kepada

    mereka. Maka jika mereka

    bertobat, itu adalah lebih

    baik bagi mereka, dan jika

    mereka berpaling, niscaya

    Allah akan mengazab

    mereka dengan azab yang

    pedih di dunia dan akhirat;

    dan mereka tidak

    mempunyai pelindung dan

    tidak (pula) penolong di

    bumi.

    b) Kata Salām berderivasi Al Islāmi

    Terkait dengan kata Salām yang berderivasi Al Islām, di dalam al-

    Qur’an terdapat enam ayat, yaitu terdapat di dalam Surah Al-Imran: 19, 85,

    Al-Maidah: 3, Al-An’am: 125, Az-Zumar: 22, dan Ash-Shaf: 7.

  • 42

    Tabel 3.10

    No Surah/Ayat Lafaz Terjemah

    1 QS. Al-

    Imran [3]:

    85

    ْسًَّلِمِْديْ ًناْ َتِغَْغْْيَْاَْلِ َوَمْنْي َّب ْ

    ِِْفْ َْوُهَو ِْمْنهُۚ ْي ُّْقَبَل فَ َلْن

    ْاَْلِٰخرَِةِْمَنْاْْلِٰسرِْيَنْ

    Dan barangsiapa mencari

    agama selain Islam, dia

    tidak akan diterima, dan di

    akhirat dia termasuk orang

    yang rugi.

    2 QS. Al-

    An’am [6]:

    125

    ُْاَْنْي َّْهِديَْه َْيْشرَحَْْفَمْنْيُّرِِدْاَّللٰ

    ْسًَّلمَِْْۚصْدرَه ْاَنْْ�