pleuroperikardial efusi ec tuberculosis
DESCRIPTION
tuberculosis ekstrapulmoner beratTRANSCRIPT
EFUSI PLEURA TUBERCULOSIS
1. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan eksudat yang
disebabkan M. Tuberculosis..
2. Efusi pleura
Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma
(carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain),
tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain
sebagainya.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava
superior, tumor, sindroma meig. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan
sebagainya, tumor, infark paru, radiasi, penyakit kolagen. Efusi hemoragis dapat disebabkan
oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini.
Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus
sistemik, tumor dan tuberkolosis.
3. Pleuritis Tuberkulosis
Permulaaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan bersifat
eksudat. Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberculosis paru melalui fokus sub
pleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Cairan efusi sangat sedikit mengandung
kuman tuberculosis, tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein.
Pada dinding pleura dapat ditemukan granuloma.
Pengobatan dengan obat anti tuberculosis memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara
pemberian seperti pada pengobatan ekstra paru. Pengobatan ini dapat menyebabkan cairan
1
efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat
dilakukan dengan torakosintesis. Umumnya cairan diresolusidengan sempurna, tapi kadang-
kadang dapat diberikan kortikosteroid sistemik selama 2 minggu dengan dosis tapering off.
EFUSI PERIKARDIUM TUBERCULOSIS
1. Definisi
Efusi perikardium tuberkulosis terjadi akibat penyebaran fokus tuberkulosis pada
organ lain dalam tubuh, walaupun fokus tersebut sering kali tanpa gejala. Penyebaran secara
hematogen dapat terjadi, yaitu dari fokus tuberkulosis di paru, traktus genitourinarius, otot
atau fokus lain dalam tubuh. Pada fase akut terjadi deposit fibrin di rongga perikardium yang
seringkali disertai cairan efusi serous atau serousanguineous akibat reaksi hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein. Cairan efusi banyak mengandung lekosit dan infiltrat seluler
dengan konsentrasi protein tinggi. Pada tahap awal lekosit polimorfonuklear merupakan sel
radang yang paling banyak ditemukan, namun dalam 1-2 minggu dominasi diambil alih oleh
limfosit, monosit dan sel plasma. Pada stadium ini Basil Tahan Asam (BTA) masih dapat
ditemukan. Pada fase subakut terjadi inflamasi granulomatosa diikuti nekrosis perkijuan. Sel
histiosit epiteloid dan sel datia Langhan’s sering kali dapat ditemukan. Pada fase ini BTA
masih dapat ditemukan tetapi dalam jumlah yang lebih jauh sedikit dibandingkan stadium
akut. Pada fase kronik atau fase adhesif pericardium viseral dan parietal menebal, serta terjadi
proliferasi fibroblastik. Gambaran klinik efusi pericardium persisten adalah perikarditis efusi
konstriktif yang selanjutnya menjadi perikarditis konsriktif. Pada fase ini BTA tidak lagi
ditemukan.
2. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis efusi perikardium tuberculosis merupakan kombinasi keluhan efusi
perikardium dan penyakit tuberkulosis. Manifestasi klinis efusi perikardium timbul akibat dua
hal, yaitu penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan vena sistemik.
Penurunan curah jantung menyebabkan hipotensi, perasaan cepat lelah, penurunan
berat badan dan refleks takikardi.Sedangkan peningkatan tekanan atrium kanan dan vena
sistemik menyebabkan bendungan vena sistemik yang ditandai oleh edema, pembengkakan
2
dan rasa tidak enak di perut akibat asites, serta hepatomegali. Jika tekanan jantung kanan dan
kiri meningkat lebih tinggi, maka gejala bendungan paru seperti batuk, dispnoe on effort dan
orthopnoe akan timbul. Sesak napas hebat timbul bila terdapat tamponade jantung. Jika
tamponade jantung terjadi secara tiba-tiba, maka gejala-gejala hipotensi dapat terjadi termasuk
penurunan kesadaran.
3. Pemeriksaan Fisis
Gejala efusi perikardium yang sering ditemukan adalah tanda-tanda gagal jantung kanan,
berupa distensi vena jugularis, hepatomegali, asites dan edema perifer. Hal ini terjadi akibat
peningkatan tekanan diastolik atrium kanan karena kenaikan tekanan intraperikardium,
sehingga menghambat aliran balik vena.
Tamponade jantung dicurigai bila terdapat sesak napas berat, hipotensi sistemik, takikardi,
pulsus alternans dan bunyi jantung yang lemah pada auskultasi. Pulsus paradoksus merupakan
tanda penting tamponade jantung, yakni penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg
saat inspirasi.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi tidak spesifik. Jika terdapat perikarditis tanpa efusi
masif maka gambaran elektrokardiografi biasanya memperlihatkan elevasi segmen ST
pada 2 atau 3 sadapan ekstremiti dan prekordial. Kompleks QRS tidak memperlihatkan
perubahan bermakna kecuali penurunan voltase. Gambaran elektrokardiografi efusi
perikardium massif atau tamponade jantung berupa takikardi, komplek QRS voltase
rendah dan alternans.
b. Foto Toraks
Pada paru tampak infiltrat atau kalsifikasi akibat tuberkulosis paru. Jantung
membesar dengan konfigurasi buli-buli air tetapi dapat juga normal. Strang dkk
mendapatkan 70% pasen dengan rasio kardiotoraks >55%, tetapi hanya 6% yang
mempunyai rasio kardiotoraks >75%. Yang dkk.meneliti penggunaan kortikosteroid
pada pasien perikarditis tuberkulosis, dan dari 19 sampel yang diteliti selama 14 tahun
didapatkan 42 % pasien terdapat efusi pleura dan infiltrat pada foto toraks.
3
c. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan alat diagnostik pilihan dan sensitif untuk mendiagnosis
efusi perikardium dan
tamponade jantung. Ekokardiografi dapat membedakan antara tamponade jantung dan
penyebab lain rendahnya curah jantung (disfungsi ventrikel kiri). Tamponade jantung
dengan gambaran efusi perikardium sedang (batas antara pericardium viseralis dan
parietalis 0,5-2 cm) sampai berat (>2 cm) dapat menyebabkan perubahan fisiologis
pada pemeriksaan ekokardiografi dan Doppler.
5. Pengobatan
a. Obat Anti Tuberkulosis
Obat Anti Tuberkulosis berperan besar dalam menurunkan angka kematian pasien
perikarditis tuberkulosis. Pemberian OAT pada efusi pericardium tuberkulosis sama
seperti tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstrapulmoner.2 Pemberian OAT pada
awal pengobatan terdiri atas 3 macam OAT dengan paduan yang berbeda. Menurut
World Health Organization (WHO) pemberian OAT pada perikarditis tuberkulosis
sama dengan pengobatan tuberkulosis lainnya, yaitu katagori 1. Katagori 1 terdiri atas
fase intensif yaitu Rifampisin, INH, Pirazinamid dan Etambutol yang diberikan setiap
hari selama 8 minggu kemudian dilanjutkan fase intermiten yaitu Rifampisin dan INH
setiap hari atau 3 kali setiap minggu selama 4 bulan.
b. Perikardiosintesis
Perikardiosintesis merupakan tindakan invasif untuk mengeluarkan cairan dari
rongga perikardium. Tindakan tersebut dilakukan jika terdapat efusi perikardium
massif dan tamponade jantung.2 Pengeluaran cairan pericardium dapat dilakukan
dengan cara membuat jendela perikardium (pericardial window), sehingga
pengeluaran cairan lebih efektif. Tindakan ini diindikasikan pada kasus yang
memerlukan perikardiosintesis berulang, tamponade berulang dan perikarditis
konstriktif-efusi.
4
c. Perikardiektomi
Perikardiektomi merupakan tindakan reseksi jaringan perikardium melalui
pembedahan dinding toraks. Reseksi dapat meliputi hampir seluruh atau sebagian
jaringan pericardium.2 Indikasi perikardiektomi yaitu efusi perikardium tuberkulosis
yang mengalami tamponade jantung yang tidak dapat diatasi dengan perikardiosintesis
dan perikarditis konstriktif kronik. Fowler dkk.6 menganjurkan perikardiektomi pada
keadaan dini sebagai tindakan penyelamatan atau tamponade jantung berulang. Pada
keadaan lanjut perikardiektomi dilakukan bila pada pemantauan terdapat peningkatan
tekanan vena sistemik. Setelah pemberian OAT selama 4-6 minggu.26 Long dkk.
menganjurkan perikardiektomi pada pasen dengan kompresi jantung, tidak ada respons
terhadap perikardiosintesis, atau mengalami perburukan setelah 6-8 minggu pemberian
obat-obatan
5
Ilustrasi Kasus
Telah dirawat seorang pasien laki-laki ,umur 57 tahun di bangsal penyakit dalam
sejak tanggal 21 Agustus 2014 dengan:
Keluhan Utama : sesak nafas semakin meningkat sejak 1 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sesak nafas yang semakin meningkat sejak 1 minggu yang lalu, sesak sudah dirasakan
pasien sejak 1 bulan yang lalu, sesak bertambah ketika beraktivitas sedang, sesak tidak
dipengaruhi cuaca dan makanan, sesak bertambah saat pasien tidur berbaring, riwayat
terbangun tengah malam karena sesak ada, pasien lebih nyaman tidur dengan bantal yang
ditinggikan
Batuk sejak 9 bulan yang lalu, namun batuk semakin meningkat sejak 1 minggu ini, batuk
tidak berdahak, batuk berdarah tidak ada
Riwayat keringat malam ada sejak 8 bulan yang lalu
Badan terasa lemah dan cepat lelah sejak 8 bulan yang lalu
Penurunan berat badan ± 16 kg selama 6 bulan ini
Penurunan nafsu makan sejak 6 bulan yang lalu, makan 3x sehari hanya 4-5 suap/kali
Riwayat kaki sembab ada sejak 3 hari yang lalu, riwayat kaki sembab hilang timbul
sebelumnya tidak ada
Demam tidak ada
Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal
Riwayat trauma atau luka tusuk dan pembedahan pada dada tidak ada
Sebelumnya pasien sudah sering berobat ke dokter di Puskesmas dan beli obat sendiri di
apotek selama 9 bulan terakhir, sudah periksa dahak namun dikatakan hasil negative,
diberi obat batuk dan anti biotik namun pasien tidak sembuh, 2 minggu yang lalu pasien
juga dirawat di RSUD Padang Panjang oleh dokter Spesialis Paru dan dahak kembali
diperiksa dengan hasil negatif, namun keluhan juga tidak hilang,3 hari yang lalu karena
kaki sembab pasien dikatakan ada masalah dengan jantung sehingga dirujuk ke dokter
jantung dan dilakukan USG jantung dengan hasil terdapat cairan di selaput pembungkus
jantung, sehingga dirujuk ke Padang
6
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit jantung tidak ada
Riwayat darah tinggi tidak ada
Riwayat sakit diabetes tidak ada
Riwayat nyeri dada dan stroke tidak ada
Riwayat minum obat TBC tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
tidak ada keluarga pasien yang menderita sakit darah tinggi
tidak ada keluarga pasien yang menderita batuk-batuk lama atau yang mengkonsumsi
OAT
Riwayat Pekerjaan, Sosial ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan
Os bekerja sebagai petani
Os adalah seorang perokok selama 30 tahun, 2 bungkus sehari, berhenti merokok sejak
1 bulan ini
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : CMC
TD : 110/90 mmHg
Nadi : 106 kali / menit, regular, pengisian cukup
Pernafasan : 28 kali / menit
Suhu : 36,8 C
TB : 155 cm
BB : 39 kg Anemia : (-)
BMI : 16,23 Edema : (+)
BBI : 49,5 kg Ikterus : (-)
Kesan : underweight Sianosis : (-)
Kulit : Turgor kulit normal
Kelenjer Getah Bening : Tidak ditemukan pembesaran KGB
Kepala : ukuran kepala normal, tidak ada kelainan
Rambut : tidak mudah dicabut, rambut rontok tidak ada
7
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : tidak ditemukan kelainan
Tenggorok : sukar dinilai
Gigi dan mulut : caries (+)
Leher : JVP 5+2 cmH2O
Thorak
Paru depan
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus kanan menurun setinggi RIC V kanan ke bawah, fremitus
kiri normal
Perkusi : pekak setinggi RIC V kanan ke bawah, kiri sonor
Auskultasi : Bronkovesikuler, rhonki basah halus tidak nyaring (+/+), wheezing
(-/-), suara nafas menghilang setinggi RIC V kanan ke bawah, pleural
friction rub (-)
Paru belakang
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus kanan menurun setinggi torakal VII
Perkusi : pekak setinggi Torakal VII kanan ke bawah
Auskultasi : Bronkovesikuler, rhonki (+/+) basah halus tidak nyaring di basal paru,
suara nafas menghilang setinggi torakal VII kanan ke bawah, wheezing
(-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba LMCS RIC V, luas 1 jari, tidak kuat angkat, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan LSD, batas Jantung Atas : RIC II, Kiri : 1 jari
lateral LMCS RIC VI, pinggang jantung (+)
Auskultasi : Bunyi jantung murni terdengar menjauh, irama jantung reguler ,
M1>M2, P2>A2, bising (-), pericardial friction rub (-)
Perut
Inspeksi : Tidak membuncit
8
Palpasi : Hepar teraba 2 jari bawah arcus costarum, kenyal, pinggir tumpul, tidak
bernodul, tidak nyeri, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Aukultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : CVA : nyeri tekan dan nyeri ketok tidak ada
Alat kelamin dan anus : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : udem (+/+), reflek fisiologi (+/+), reflek patologi (-/-)
Laboratorium
Darah
Hemoglobin : 10,3 gr%
Leukosit : 9.300/mm3
Hematokrit : 32 %
Trombosit : 439.000/mm3
LED : 87 mm/menit
Diff Count : 0/2/1/87/10/0
Gambaran darah tepi:
Eritrosit : normositik, normokrom
Leukosit : jumlah normal, shift to the right
Trombosit : jumlah normal
Urinalisa
Protein :- - Glukosa : -
Lekosit : 0-1/lpb - Eritrosit : 0-1/lpb
Silinder : - - Kristal : -
Epitel : gepeng + - Bilirubin : -
Urobilinogen : +
Feces rutin
Warna : coklat Telur cacing : (-)
Konsistensi : lembek Darah : (-)
Leukosit : 0-1 /LPB Lendir : (-)
Eritrosit : 0-1/LPB
EKG
9
Irama : sinus QRS Komplek: 0,08 dtk
HR : 106 x /menit ST Segmen : isoelektrik
Axis : deviasi ke kiri T inverted : I, aVL,V4, V5, V6
Gel P : normal SV1+RV5<35
PR interval : 0,12 detik R/S V1<1
Kesan : sinus takikardi
Iskemik miokard lateral
Hasil Echokardiografi pasien di RSUD Padang Panjang oleh Dokter Spesialis Jantung:
Kesimpulan: Ejection Fraction 19,8%
efusi pericardium inferobasal, laterobasal, septal basal, diameter 1-2 cm
Kontraktilitas sistolik LV munurun
Kontraktilitas RV menurun
Efusi pericardial
Disfungsi diastolic
Hipokinetik global
Daftar Masalah :
Congestive Heart Failure functional class II
Efusi pericardium
Efusi pleura
Malnutrisi
Diagnosis Kerja
Congestive heart failure functional II LVH RVH irama sinus takikardi ec ASHD
dengan efusi pericardiuml dan efusi pleura
Malnutrisi
Diagnosis Banding
10
Efusi pericardium dan efusi pleura ec hipoalbuminemia
Efusi pericardium dan efusi pleura ec proses spesifik
Terapi :
Ist/ Diet jantung II 2.000 kkal (karbohidrat 1200 kkal, protein 100 gr, lemak 45 gr)/
O2 3liter/mnt
Furosemid 1x 20 mg (iv)
Ascardia 1x 80 mg
Candesartan 1x 4 mg
Bisoprolol 1x 2,5 mg
Simvastatin 1x 20 mg
Ambroxol Syr 3x30 mg
Balance cairan
Anjuran ;
Ureum dan kreatinin
Elektrolit (Natrium, Kalium, Klorida)
Albumin, globulin, SGOT, SGPT
Profil Lipid
Analisis cairan pericardial
Analisis cairan pleura
Ekspertise Rontgen Thorak PA
Follow up
Tanggal 22 Agustus 2014
S :sesak (+) Batuk (+)
Keringat malam (+)
O/ KU : sedang Kesadaran: CMC
TD : 120/70 mmHg Nafas : 24 x/ mnt
Nadi : 89 x/ mnt Suhu : 36,80 C
11
Paru : Bronkovesikuler, Rh (+/+), wh (-/-)
Extr : udem (+/+)
Konsul Konsultan kardiovaskuler:
Kesan : CHF Fc II LVH RVH irama sinus ec ASHD
Perikardial efusi ec susp Tuberculosis
Adv : terapi lain lanjut
Inj Furosemid 2x1 amp
Spironolakton 1x 12,5 mg
Analisa cairan pericardial
Cek ADA (Adenosin Deaminase) cairan pericardial
Tanggal 25 Agustus 2014
S :sesak (+) Batuk (+)
Keringat malam (+)
O/ KU : sedang Kesadaran: CMC
TD : 120/70 mmHg Nafas : 23 x/ mnt
Nadi : 94 x/ mnt Suhu : 36,80 C
Paru : Bronkovesikuler, Rh (+/+), wh (-/-)
Extr : udem (+/+)
Keluar hasil labor:
Albumin : 2,8 g/dL SGOT : 33 u/l
Globulin : 3,4 g/dL SGPT : 53 u/l
Ureum : 20 mg/dL Natrium : 129 mmol/L
Kreatinin : 0,5 mg/dL Kalium : 4,3 mmol/L
LDL : 89,2 mg/dL Klorida : 98 mmol/L
HDL :20 mg/dL
Trigliserida :74 mg/dL
12
Kesan: Hipoalbuminemia
Sikap : Transfusi Albumin 20 % 100 cc
konsumsi ekstrak ikan gabus
Ekspertise rontgen torak Pa:
Cor : membesar ke kiri dengan apex tertanam, segmen pulmonal tak membesar
Pulmo : infiltrate di kedua lapangan paru terutama di kanan, kranialisasi vaskuler
Kesan : Kardiomegali dengan bendungan paru
Tanggal 28 Agustus 2014
S : sesak (+) Batuk (+)
O/ KU : sedang Kesadaran : CMC
TD : 120/80 mmHg Nafas : 24 x/ mnt
Nadi : 97 x/ mnt Suhu : 36,50 C
Paru : Bronkovesikuler, Rh (+/+), wh (-/-)
Extr : udem (+/+)
Dilakukan perikardiosintesis diagnosis dengan tuntunan USG, dikeluarkan cairan efusi
pericardial 9 cc, serous berwarna kuning
Tanggal 3 September 2014
S :sesak (+) Batuk (+)
O/ KU : sedang Kesadaran : CMC
TD : 120/80 mmHg Nafas : 24 x/ mnt
Nadi : 96 x/ mnt Suhu : 36,80 C
Paru : Bronkovesikuler, Rh (+/+), wh (-/-)
Extr : udem (-/-)
13
Keluar hasil pemeriksaan ADA (Adenosin Deaminase) cairan efusi Perikardium:
ADA : 168,2 U/L (keterangan, > 40 U/L: TB)
Kesan : efusi pericardial tuberkulosis
Sikap: Konsul Konsultan Kardiovaskuler
Konsul Konsultan Kardiovaskuler:
Kesan: pleuro pericardial efusi ec tuberculosis
Adv : Konsul Konsultan Pulmonologi untuk pemberian obat anti tuberculosis
Echocardiografi ulang 3 bulan lagi
Konsul Konsultan Pulmonologi:
Kesan: pleuro pericardial efusi ec tuberculosis
Sikap: dilakukan tapping cairan pleura dengan tuntunan USG torak, keluar 700 cc cairan efusi
pleura
Keluar hasil Analisis cairan efusi pleura:
Jumlah sel :600 LDH : 275
MN : 60 % PMN : 40 %
Glukosa : 128 rivalta : (+)
Total protein : 4,2
Kesan: eksudat
Konsul Konsultan Pulmonologi:
Kesan: Pleuro pericardial efusi ec tuberculosis
Adv :terapi dengan Obat Anti Tuberculosis kategori 1 (2RHZE-7RH)
: Rifamfisin 1x450 mg
INH 1x 300 mg
Pirazinamid 1x 1000 mg
Etambutol 1x 750 mg
Metil Prednisolon 1 mg/KgBB/hari
B6 1x1
14
Tanggal 5 September 2014
S :sesak (↓) Batuk (↓)
O/ KU : sedang Kesadaran : CMC
TD : 120/80 mmHg Nafas : 20 x/ mnt
Nadi : 94 x/ mnt Suhu : 36,40 C
Paru : Pa. Fremitus ki=ka
Per. Batas pekak hepar RIC VI kanan
Aus. Bronkovesikuler, Rh (+/+) basah halus tidak nyaring di basal
kedua paru, wh (-/-)
Extr : udem (-/-)
Keluar hasil BTA cairan pleura: (-)
Keluar hasil rontgen torak (follow up post tapping cairan pleura kanan):
Cor : membesar
Paru : sinus melebar dengan kranialisasi vaskuler, infiltrate di perihiller dan para kardial
kanan, sinus diafragma kanan berselubung,sinus costofrenikus kiri tumpul
Kesan: kardiomegali dengan udem paru dan efusi pleura bilateral
DISKUSI
15
Telah dirawat seorang pasien laki-laki 57 tahun tahun sejak tanggal 21 Agustus 2014
dengan diagnosis:
pleuro pericardial efusi ec tuberculosis
Congestive Heart Failure functional class II LVH RVH irama sinus ec ASHD
Malnutrisi
Diagnosis pleuro pericardial efusi ec tuberculosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, untuk efusi pleura ditegakkan
dengan adanya batuk dan sesak. Untuk efusi pericardial ditegakkan melalui adanya sesak
meningkat saat beraktivitas, cepat lelah, kaki sembab dan rasa penuh di perut. Tuberculosis
pada pasien dicurigai dengan adanya batuk yang tidak sembuh dengan anti biotik aspesifik,
riwayat berkeringat malam, penurunan berat badan serta adanya penurunan nafsu makan.
Pada pemeriksaan fisik, tampak vena jugularis terbendung, dan takikardia, adanya
suara nafas yang menghilang di area efusi pleura, hepatomegali, kardiomegali, batas jantung
kiri yang tidak sama dengan letak iktus.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Leukosit yang normal, laju endap darah
yang meningkat. Sedangkan dari pemeriksaan radiologi ditemukan adanya kardiomegali
dengan efusi pleura kanan. Pada echocardiography ditemukan adanya efusi pericardial.
Pasien ini sudah mengeluhkan adanya gejala konstitusi dari tuberculosis sejak 9 bulan
yang lalu. Pasien sudah melakukan pemeriksaan darah, sputum serta radiologi yang semuanya
tidak mendukung ke arah infeksi tuberculosis. Hal ini membuat penanganan selanjutnya pada
pasien tidak lagi diarahkan pada penulusuran tuberculosis. Namun dengan adanya klinis yang
sangat mendukung, maka penyebab efusi pericardium pada pasien dipikirkan adalah karena
tuberculosis. Menurut literatur penyebab efusi perikardial tebanyak, terutama Indonesia yang
merupakan daerah endemik tuberculosis, adalah tuberculosis. Seharusnya pada pasien
dilakukan analisa cairan pericardial, namun karena jumlah cairan yang berhasil diambil hanya
9 cc, maka diputuskan untuk dilakukan pemeriksaan Adenosin Deaminase (ADA) yang lebih
sensitive dalam mendiagnosis tuberculosis..
Efusi pleura pada pasien awalnya dipikirkan sebagai akibat adanya congestive heart
failure yang disebabkan oleh efusi pericardial pada pasien. Namun dengan adanya hasil positif
tuberculosis pada cairan efusi pericardial, maka dilakukan analisis cairan pleura. Hasil
16
analisis cairan pleura sesuai dengan gambaran tuberculosis dimana sesuai dengan criteria
lights disimpulkan cairan adalah eksudat,
Dari riwayat pengobatan pasien, ditemukan hasil Basil Tahan Asam pada sputum
yang tidak mendukung tuberculosis. Micobacterium tuberculosis diperkirakan langsung dari
nodus mediastinum sekitar percabangan trakeobronkial atau rupturnya kalenjer getah bening
sub karina yang menyebar secara limfogen ataupun hematogen.. Pada pasien telah dilakukan
pemeriksaan BTA cairan efusi pleura yang hasilnya negative. Hal ini terjadi karena jumlah
kuman tuberculosis yang sedikit dalam cairan efusi pleura. Untuk itu pemeriksaan ADA lebih
dianjurkan pada cairan efusi pericardial maupun pleura. Selain pemeriksaan ADA, kadar
LDH dan rasio limfosit:netrofil pada cairan pleura sensitifitasnya mencapai 100 % untuk TB
pleuritis. Kombinasi pemeriksaan antara ADA dan LDH mempunyai sensitifitas 91,4% dan
spesifisitas 100 %. Pemeriksaan apusan cairan pleura secara Ziehl-Nielsen (ZN) walaupun
cepat dan tidak mahal akan tetapi sensitivitinya rendah sekitar 35%. Pemeriksaan apusan
secara ZN ini memerlukan konsentrasi basil 10.000/ml dan pada cairan pleura pertumbuhan
basil TB biasanya sejumlah kecil. Sedangkan pada kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu 11-
50% karena pada kultur diperlukan 10-100 basil TB.
Insidensi efusi perikardium tuberkulosis sekitar 1% dari jumlah kasus tuberkulosis,
dengan angka kematian berkisar 3–40%. Efusi perikardium yang berlanjut menjadi tamponade
jantung dan perikarditis konstriktif merupakan 2 penyebab kematian tersering. Oleh
karenanya, semua pasien perikarditis tuberculosis dianjurkan dirawat di rumah sakit, untuk
observasi kemungkinan terjadi efusi perikardium atau tamponade jantung yang mengancam
kehidupan.
Dutt dkk. membuktikan bahwa, pemberian INH dan Rifampisin setiap hari selama 1
bulan yang dilanjutkan INH dan Rifampisin dua kali seminggu selama 8 bulan pada
tuberkulosis ekstrapulmoner memperlihatkan angka keberhasilan 95%. Pada keadaan lanjut
perikardiektomi dilakukan bila pada pemantauan terdapat peningkatan tekanan vena sistemik.
Setelah pemberian OAT selama 4-6 minggu. Long dkk. menganjurkan perikardiektomi pada
pasen dengan kompresi jantung, tidak ada respons terhadap perikardiosintesis, atau
mengalami perburukan setelah 6-8 minggu pemberian obat-obatan.
Menurut pedoman tata laksana tuberculosis, efusi pericardial yang disebabkan oleh
infeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis dikategorikan sebagai tuberculosis extra
17
pulmoner berat. Pasien diterapi dengan obat anti tuberculosis kategori 1. Terapi pada pasien
minimal 9 bulan, dan juga ditambahkan steroid untuk mencegah reakumulasi cairan pada
efusi perikarial dan menurunkan angka mortalitas.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Guberman BA, Fowler NO, Engel PJ, Gueron M, Allen JM. Cardiac tamponade in medical
patients. Circulation. 1981;64:633-8.
2. Shabetai R. Disease of the pericardium. In: Hurst J, editor. The heart. New York: McGraw-
Hill; 1986. p. 1249-50.
3. Darsee R. Diseases of the pericardium. In: Braunwald E, Ed. Heart disease. New York:
Saunders Publishing Co; 1987. p. 1415-8.
4. Hageman JH, D’Esopo ND, Glenn WW. Tuberculosis of the pericardium: A long term
analysis of 44 proved cases. N Engl J Med. 1964;270:327-31.
5. Goldstein DH, Nagar C, Srivastava N, Schact R, Ferris FZ, Flowers NC. Clinically silent
pericardial eff usions in patients on long-term hemodialysis. Chest. 1977;72:744-54.
6. Horowitz MS, Schhultz CS, Stinson EB. Sensitivity and specificity of echocardiographic
diagnosis of pericardial eff usion. Circulation. 1974;50:239-44.
7. Fowler NO. Physiology of cardiac tamponade and pulsus pamdoxus: physiological,
circulatory, and pharmacologic response in cardiac tamponade. Mod Conc Cardiovasc Dis.
1978;47:115-9.
8. Spodick DH. The normal and diseased pericardium: Current concepts of pericardial
physioIogy diagnosis and treatment. J Am Coll Cardiol. 1983;1:241-4.
9. Shabetai R, Fowler NO, Guntheroth WG. The hemodynamics of cardiac tamponade and
constrictive pericarditis. Am J Cardiol. 1970;26:480-5.
10. Spodick DH. Acute cardiac tamponade: Pathologic physiology, diagnosis and
management. Progr Cardiovasc Dis. 1967;10:64-73.
11. Kronzon I, Cohen MJ, Wmer HE. Contribution of echocardiography to the understanding
of the pathophysiology of cardiac tamponade. J Am Coil Cardiol. 1983;1:1180-6
Balance Cairan Gusmardaus
Tgl infus oral diurese BAB muntah IWL Balance
19
22/8/14 - 1300 800 100 - 600 -200
23/8/14 - 1600 900 200 - 600 -100
24/8/14 - 1400 800 150 - 600 -150
25/8/14 - 1600 1000 200 - 600 -200
26/8/14 - 1500 800 100 - 600 -
27/8/14 - 1500 800 150 - 600 -50
28/8/14 - 1350 750 150 - 600 -150
29/8/14 - 1400 950 100 - 600 -250
30/8/14 - 1400 800 100 - 600 -100
31/8/14 - 1350 900 100 - 600 -250
1/9/14 - 1400 750 150 - 600 -100
2/9/14 - 1500 800 150 - 600 -50
3/9/14 - 1500 900 150 - 600 -150
4/9/14 - 1300 850 150 - 600 -300
5/9/14 - 1500 900 200 - 600 -200
20