tuberculosis makalah
TRANSCRIPT
Batuk lama
Seorang perempuan umur 30 thn dating ke UGD RSU-FK.UKI dengan keluhan sesak napas disertai hemoptoe. Sudah lebih dari tiga minggu penederita batuk, dan meriang, napsu makan berkurang sehingga berat badan menurun 3 kg. pada malam hari penederita sering berkeringat yang berlebih hingga ganti baju.
Pada pemeriksaan fisik frekwensi pernapasan 40x/menit, suhu 37,8C. PAru kiri normal, paru kanan tertinggal, vocal fremitus menurun, bagian paru atas redup, basal paru pekak. Bising napas dasarea kanan atas vesikobronkial, bagian bawah bising napas lemah.
Pemeriksaan laboratorium LED meningkat, hitung limfosit meningkat. Foto thorax tampak bayangan perselubungan dengan meniscus sign setinggi iga III kanan belakang.
Tugas:
Jelaskan apa yang terjadi dan bagaimana penatalaksanaan pada penderita ini?
I. Kata SulitHemoptoe : Batuk darahVocal fremitus : Getaran pada saat palpasi thorakVesikobronkial : Bunyi antara vesicular dan bronchialMeniscus Sign : Gambaran rontgen berbentuk bulan sabit
II. Perumusan Masalaha. Apa hubungannya batuk darah dan sesak napas?b. Adakah hubungannya pemeriksaan fisik dengan keluhan?c. Mengapa penderiyta berkeringat pada malam hari?d. Mengapa pada pemeriksaan rontgen tampak perselubugan dan meniscus sign?
III. Curah Pendapata. Karena batuk yang lama, tekanan pada paru meningkat, dan meningkatkan tekanan
pada pembuluh darah hingga akhirnya pecahb. Ada. Pemeriksaan lab. Mendukung adanya infeksi yang disebabkan oleh mikrobac. Karena pada malam hari kandungan o2 lebih padat di udara, maka kuman TB yang
bersifat aerob berkembang lebih pesat, yang memacu infeksi sehingga metabolism tubuh meningkat dan tubuh menjadi berkeringat
d. KArena terjadi infeksi oleh bakteri TB, sehingga pada foto rontgen memeberi gambarn perselubungan dan meniscus sign
IV. HipotesaAda hubungan antara batuk lama, sesak napas, dan batuk darahPemeriksaan lab dan fisik menunjukkan adanya infeksi dan bakteri sebagai penyebab dan keluhan
Epidemiologi
Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang
tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan
masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO
mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian
akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia,
terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih
banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB
adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun ).
Gambar .Insidens TB didunia (WHO, 2004)
Penyebab utama meningkatnya masalah TB antara lain adalah:
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara
yang sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
3. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak
terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan yang standar, dan sebagainya).
Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang
tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang
mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.
4. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur umur kependudukan.
5. Dampak pandemi infeksi HIV.
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi TB
dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama,
kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin
menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya
akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.
Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit
jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa
tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi.
Antara tahun 1979 -1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400
penderita tiap 100.000 penduduk. Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana
sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah
sakit/klinik pemerintahd an swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan
kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan
dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru dengan
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) -atau pengawasan
langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan angka
kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka
kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang tidak teratur dan
kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB
terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR).
Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Etiologi
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/ µm. Species lain yang dapat memberikan infeksi pada
manusia adalah M.bovis, M.kansasi, M.intercellulare. sebagian besar kuman terdiri dari asam
lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap trauma
kimia dan fisik Mycobacterium tuberculosa, basilus tuberkel, adalah satu diantara lebih dari 30
anggota genus Mycobacterium yang dikenal dengan baik, maupun banyak yang tidak
tergolongkan. Bersama dengan kuman yang berkerabat dekat, yaitu M. bovis, kuman ini
menyebabkan tuberculosis. M leprae merupakan agen penyebab penyakit lepra. M avium dan
sejumlah spesies mikrobacterium lainnya lebih sedikit menyebabkan penyakit yang biasanya
terdapat pada manusia. Sebagian besar micobakterium tidak patogen pada manusia, dan banyak
yang mudah diisolasi dari sumber lingkungan .Kuman ini dapat hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi
karena kuman dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberculosis aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma
makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada
bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit Tuberculosis
Faktor resiko untuk terpajan dan terinfeksi Tuberculosis
Mereka yang paling beresiko terpajan dan terjangkit TB adalah mereka yang tinggal berdekatan
dengan orang yang terinfeksi aktif, anggota keluarga, para pekerja kesehatan yang merawat
pasien tuberculosis, dan mereka yang menggunakan fasilitas klinik perawatan rumah sakit yang
juga digunakan oleh para penderita tuberkulosis. Selain itu TB juga dapat menginfeksi individu
yang sistem imunnya tidak adekuat misalnya mereka yang kekurangan gizi, orang berusia lanjut
dan bayi, individu yang mendapat obat imunosupresan, dan mereka yg mengidap virus
imunodefisiensi manusia ( HIV ).
Anatomi Sistem Pernafasan
Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu
bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai
selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring
dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang
rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan
membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os.
Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke
cavum nasi adalah : conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh
membran mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi
adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa
olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf
khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale
dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius. Sinus paranasalis adalah ruang
dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh
membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam
cavum nasi :
1. Lubang hidung
2. Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
3. Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara
concha media dan inferior
4. Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
5. Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior.
Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis
posterior.
Faring (tekak)
adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (laring-
faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merupakan gabungan sistem respirasi dan
pencernaan.
Laring (tenggorok)
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea,
dan beberapa otot kecil, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus. Laring merupakan
struktur yang lengkap terdiri atas:
1. Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea
2. Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum,
membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis
Cartilago tyroidea berbentuk V, dengan V menonjol ke depan leher sebagai jakun. Ujung
batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen
thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian
luar cartilago cricoidea.
Membrana Tyroide mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum.
Membrana cricothyroideum menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.
Epiglottis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini
melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang
dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk
laring.
Cartilago cricoidea
Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak
dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea.
Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi.
Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I.
Cartilago arytenoidea
Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica
vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterior sudut piramid yang menonjol ke depan.
Membrana mukosa
Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang
bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
Plica vokalis
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn
vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan
dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana
mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.
Otot
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang
dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot
tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).
Respirasi
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat
keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.
Fonasi
Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan
dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus
udara cranialis.
Gambaran klinis
Laring dapat tersumbat oleh:
(a) benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil
(b) pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau pada reaksi alergi,
(c) infeksi, misalnya difteri,
(d) tumor, misalnya kanker pita suara.
Trachea atau batang tenggorok
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium
sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai
kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus
(bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak lengkap yang berupan cincin tulang rawan
yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang
trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus
kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl
arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran
gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat
sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan
oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki :
1. apeks, apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4. dan basis, terletak pada diafragma
Paru-paru juga dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam
rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi atas
tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu
lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Suplai Darah
1. arteri pulmonalis
2. arteri bronkialis
Innervasi
1. Parasimpatis melalui nervus vagus
2. Simpatis mellaui truncus simpaticus
Sirkulasi Pulmonal
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis.
Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut katup
semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir melewati katup
keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais bercabang-cabang
menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing mengalir keparu kanan dan kiri.
Di paru arteri pulmonalis bercabang-cabang berkali-kali menjadi erteriol dan kemudian kapiler.
Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluan pernapasan, melalui sebuah alveolus, semua
kapiler menyatu kembali untuk menjadi venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu
untuk membentuk vena pulmonalis yang besar. Darah mengalir di dalam vena pulmonalis
kembali ke atrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan
sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah
karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen diserap, melalui siklus darah yang kontinyu
mengelilingi sirkulasi sistemik dan par, maka suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat
berlangsung bagi semua sel.
FISIOLOGI PERNAPASAN
Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan
melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada
waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipabronkhial ke alveoli, dan dapat erat
hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.
Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli-kapiler, memisahkan oksigen dari
darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan
dibawa ke jantung. Dari sini, dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah
meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya
95 persen jenuh oksigen. Di dalam paru-paru, karbon dioksida adalah salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah
melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna :
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiapnya
dapat mencapai semua bagian tubuh
4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah
berdifusi daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru
menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan lebih banyak darah datang di paru-
paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2.
Jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam arteri bertambah.
Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya
pernapasan. Penambahan ventilasi yang dengan demikian terjadi pengeluaran CO2 dan
memungut lebih banyak O2.
Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :
– Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli
paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi
gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta transport O2
& CO2 melalui darah ke dan dari sel jaringan.
– Mekanik pernafasan
Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan oleh
peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi) adalah
masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.
Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma
turun (posisi diafragma datar), selanjutnya ruang otot intercostalis externa menarik
dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-
paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan
masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke
atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali
ke posisi semula (melengkung) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya
tekanan dan ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara
keluar dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat.
Transportasi gas pernafasan
A. Ventilasi
Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi
sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli
mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap air
dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.
B. Difusi
Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara dengan
darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena permukaannya
luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara difusi. Tekanan
parsial O2 (PaO2) dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke
dalam darah. Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas
tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas dalam
darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus ditransport kembali
dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg mempengaruhi dari paru ke jaringan ,
yaitu:
Cardiac out put.
Jumlah eritrosit.
Exercise
Hematokrot darah, akan meningkatkan vikositas darah mengurangi transport O2
menurunkan CO.
C. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut
dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%) sedangkan dalam
eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam
darah ditrasportasikan sebagai bikarbonat, dalam eritosit sebagai natrium bikarbonat,
dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung dengan Hb dan
protein plasma. CO2 larut dalam plasma sebesar 5 – 7 % , HbNHCO3 Carbamoni Hb
(carbamate) sebesar 15 – 20 % , Hb +CO2 HbCO bikarbonat sebesar 60 – 80% .
PERNAPASAN JARINGAN ATAU PERNAPASAN INTERNA
Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari
seluruh tubuh dan mencapai kapiler, dimana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan
memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah
menerima sebagai gantinya hasil buangan oksidasi yaitu karbondioksida. Perubahan- perubahan
berikut terjadi dalam komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan pernapasan eksterna dan
pernapasan interna atau penapasan jaringan.
Udara (atmosfer) yang dihirup :
Nitrogen : 79 %
Oksigen : 20 %
Karbondioksida: 0-0,4 %
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer.
Udara yang dihembuskan
Nitrogen : 79 %
Oksigen : 16 %
Karbon dioksida : 4-0,4
Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan
badan (20 % panas badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan).
Pengukuran volume paru
Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan
kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi :
Volume tidal (TV)yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali
bernafas.
Volume cadangan inspirasi (IRV), yaitu volume udara maksimal yang dapat
dihirup setelah inhalasi normal.
Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat
dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.
Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah
ekhalasi maksimal.
Kapasitas Paru
Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal .
Kapasitas inspirasi (IC), Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi
normal.
Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-paru
setelah ekspirasi normal.
Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.
KECEPATAN DAN PENGENDALIAN PERNAPASAN
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama. (a) kimiawi, dan
(b) pengendalian oleh saraf. Beberapa faktor tertentu merangsang pusat pernapasan yang terletak
di dalam medula oblongata. Dan kalau dirangsang maka pusat itu mengeluarkan impuls yang
disalurkan oleh saraf spinalis ke otot pernapasan yaitu otot diafragma dan otot interkostalis.
Pengendalian oleh saraf.
Pusat pernapasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medula oblongata yang
mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan. Melalui beberapa radix saraf servikalis
impuls ini diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus dan di bagian yang lebih rendah
pada sumsum belakang, impulsnya berjalan dari daerah torax melalui saraf interkostalis
untuk merangsang otot interkostalis. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot
diafragma dan interkostal yang kecepatan kira-kira lima belas kali setiap menit. Impuls
aferen yang dirangsang oleh pemekaran gelembung udara, diantarkan oleh saraf vagus ke
pusat pernapasan di dalam medula
Pengendalian secara kimiawi
Faktor kimiawi ini ialah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan
frekuensi,kecepatan dan dalamnya gerakan pernapasan. Pusat pernapasan di dalam
sumsum sangat peka pada reaksi : kadar alkali darah harus dipertahankan.
Karbondioksida adalah produk asam dari metabolisme, dan bahan kimia yang asam ini
merangsang pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas
otot pernapasan.
pengendalian, melalui saraf dan secara kimiawi adalah penting. Tanpa salahsatunya orang
tak dapat bernafas terus. Dalam hal paralisa otot pernapasan (interkostal, dan diafragma),
digunakan ventilasi paru-paru atau suatu alat pernapasan buatan lainnya untuk
melanjutkan pernapasan, sebab dada harus bergerak supaya udara dapat dikeluar
masukkan paru-paru.
Faktor tertentu lainnya menyebabkan penambahan kecepatan dan dalamnya pernapasan.
Gerakan badan yang kuat yang memakai banyak oksigen dalam ototuntuk memberi
energi yang diperlukan untuk pekerjaan, akan menimbulkan kenaikanpada jumlah karbon
dioksida di dalam darah dan akibatnya pembesaran ventilasiparu-paru.
Emosi, rasa takut dan sakit misalnya, menyebabkan impuls yang merangsang
pusatpernapasan dan menimbulkan penghirupan udara secara kuat. Hal yang kita ketahui
semua. Impuls aferen
dari kulit menghasilkan efek serupa- bila badan dicelup dalam air dingin atau menerima
guyuran air dingin, maka penarikan napas kuat menyusul.
Pengendalian secara sadar atas gerakan pernapasan mungkin, tetapi tidak dapatdijalankan
lama. Oleh sebab gerakannya adalah otomatik. Suatu usaha untukmenahan napas untuk
waktu lama akan gagal karena pertambahan karbondioksidayang melebihi normal di
dalam darah akan menimbulkan rasa tak enak.
Kecepatan pernapasan pada wanita lebih tinggi daripada pria. Kalau bernapas secara
normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi, dan kemudian ada istirahat sebentar.
Inspirasi-ekspirasi-istirahat. Pada bayi yang sakit urutan ini ada kalanya terbalik dan
urutannya menjadi : innspirasi-istirahat-ekspirasi. Hal ini disebut pernapasan terbalik.
Kecepatan normal setiap menit :
Bayi baru lahir 30-40
Dua belas bulan 30
Dari dua sampai lima tahun 24
Orang dewasa 10-20
Gerakan pernapasan. Dua saat terjadi sewaktu pernapasan: (a) inspirasi dan (b) ekspirasi.
Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot.
Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai bawah, yaitu vertikal.
Penaikan iga-iga dan sternum yang ditimbulkan oleh kontraksi otot interkostalis,
meluaskan rongga dada ke dua sisi dan dari belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat
elastik mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara ditarik masuk ke
dalam saluran udara. Otot interkostal eksterna diberi peran sebagai otot tambahan, hanya
bila inspirasi menjadi gerak sadar.
Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempes
kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan ini adalah prosespasif.
Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada bertambah. Otot leher dan bahu membantu
menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa
bergerak dan alae nasi (cuping atau sayap hidung) dapat kembang kempis.
Kebutuhan tubuh akan oksigen.
Dalam banyak keadaan, termasuk yang telah disebut, oksigen dapat diatur
menurut keperluan. Orang tergantung pada oksigen untuk hidupnya, kalau tidak
mendapatkannya selama lebih dari empat menit akan menyebabkan kerusakan pada otak
yang tak dapat diperbaiki dan biasanya pasien meninggal. Keadaan genting timbul bila
misalnya seorang anak menudungi kepala dan mukanya dengan kantong plastik dan
menjadi mati lemas. Tetapi bila penyediaan oksigen hanya berkurang, maka pasien
menjadi kacau pikiran (menderita anoxia serebralis). Hal ini terjadi pada orang yang
bekerja dalam ruangan sempit tertutup seperti dalam ruang kapal, didalam tank atau
ruang ketel uap: oksigen yang ada mereka habiskan dan kalau mereka tidak diberi
oksigen untuk bernapas atau tidak dipindahkan ke udara yang normal, maka mereka akan
meninggal karena anoxemia atau disingkat anoxia. Istilah lain adalah hipoxemia atau
hipoxia.
Bila oksigen di dalam darah tidak mencukupi maka warna merahnya hilang dan berubah
menjadi kebiru-biruan, bibir, telinga, lengan dan kaki pasien menjadi kebiru-biruan dan ia
disebut menderita sianosis.
Orang yang berusaha bunuh diri dengan memasukkan kepalanya ke dalam oven gas,
bukan saja terkena anoxia tetapi ia juga menghirup karbonmonoksida yang bersifat racun
dan yang segera bergabung dengan hemoglobin sel darah merah, menyingkirkan isi
normal oksigen. Dalam hal ini, bibir tidak kebiru-biruan, melainkan merah ceri yang
khas. Pengobatan yang diperlukan adalah pengisapan dan pemberian oksigen dalam
konsentrasi sampai lima kali jumlah oksigen udara atmosfer atau lima atmosfer.
Klasifikasi Tuberkulosis
Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli radiologi, ahli
patologi, mikrobiologi, dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi
tuberkulosis.
Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti:
1. Pembagian secara patologis
Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis
Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai
menyembuh)
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
Tuberkulosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi
jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
Moderately advance tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak
lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu
paru.
Far advance tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advance
tuberculosis.
Pada tahun 1974, American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
Kategori 0: Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes
tuberkulin negatif.
Kategori I: Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak
positif, tes tuberkulin negatif.
Kategori II: Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif, radiologis
dan sputum negatif.
Kategori III: Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
Di Indonesia klasisfikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,
radiologis, dan mikrobiologis:
Tuberkulosis paru
Bekas tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam:
a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tetapi tanda –
tanda lain positif
b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA negatif dan tanda
– tanda lain juga meragukan.
Dalam 2 – 3 bulan, Tb tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk Tb paru
(aktif) atau bekas Tb paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan:
Status bakteriologi:
a. Mikroskopik sputum BTA (langsung)
b. Biakan sputum BTA
Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru
Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi Tb dalam 4 kategori yakni:
Kategori I, ditujukan terhadap:
a. Kasus baru dengan sputum positif
b. Kasus baru dengan bentuk Tb berat
Kategori II, ditujukan terhadap:
a. Kasus kambuh
b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif
Kategori III, ditujukan terhadap:
a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
b. Kasus Tb ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
Kategori IV, ditujukan terhadap Tb kronik
Gejala Klinik
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam – macam atau malah banyak pasien
ditemukan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Keluhan yang terbanyak adalah:
Demam
Biasanya subferil menyerupai demam influenza. Tetapi kadang – kadang panas badan dapat
mencapai 40 – 41oC. Serangan demamm pertama dapat sembuh sebentar, teteapi kemudian
dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga
pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis
yang masuk.
Batuk / batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk – produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus
pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu – minggu atau berbulan – bulan peradangan
bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi kavitas, tetapi
dapat terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah
bagian paru – paru.
Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik / melepaskan nafasnya.
Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat
dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi
droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2
jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari – hari sampai berbulan – bulan. Bila
partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas atau paru – paru.
Partikel dapat masuk ke dalam alveolus bila ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman akan
dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag.
Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme
imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologi spesifik. Namun, pada
beberapa individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam
makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB akan membentuk
lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus primer Ghon.
Kemudian dari focus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis), dan kelenjar limfe (limfadenitis). Gabungan antara focus primer, limfangitis, dan
limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap.disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2 – 12
minggu, biasanya berlangsung selama 4 – 8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah 103 – 104 , yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respon imunitas selular.
Setelah imunitas selular terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi nekrosis
perkijauan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru.
Kuman TB tetap dapat hidup dan menetap selama bertahun – tahun dalam kelenjar ini, tetapi
tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis fibrotik, kalsifikasi di hilus,
keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5 mm dan ± 10% di antaranya dapat
terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara:
Per kontinutatum, yakni menyebar ke sekitarnya
Secara bronkogen pada paru disebelahnya. Kuman dapat juga teretelan bersama sputum
dan ludah sehingga menyebar ke usus
Secara limfogen, ke organ tubuh lain – lainnya
Secara hematogen, ke organ tubuh lain – lainnya
Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis primer.
Tuberkulosis Post – Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis akan muncul bertahun – tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post – primer = Tb sekunder).
Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis post – primer ini dimulai dengan sarang dini
yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal – posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru – paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula – mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3 – 10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel – sel Histiosit
dan sel Datia Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel – sel limfosit dan
bermacam – macam jaringan ikat.
TB post primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia
tua (elderly tuberculosis)
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat
menjadi:
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang yang mula – mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini
yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan
bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila
jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula – mula menebal
karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik
(kronik). Terjadinya perkijauan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam
nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin
dengan TNF-nya. Bentuk perkijauan lain yang jarang adalah cryptic disseminata TB yang
terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri
sangat banyak.
3. Kavitas dapat
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk
dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru
sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB
endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura.
Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat
mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.
Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan
kemudian menjadi Mycetoma.
Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan
membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang
terbungkus, menciut dan berbentuk seperti binatang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni:
Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.
Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan,
tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi
pengobatan yang sempurna juga.
Respon Imun Terhadap M. Tuberculose
IgM akan terbentuk 4 – 6 minggu setelah terjadinya infeksi Tb kemudian menurun,
diikuti oleh munculnya IgG dan IgA. Selanjutnya bakteri yang telah diikat oleh imunoglobulin
akan mengalami fagositosis oleh makrofag. Pada pasien Tb paru yang belum pernah
mendapatkan pengobatan, kadar antibodi terhadap M.Tuberculose ini seringkali tidak begitu
tinggi bila dibandingkan dengan 1 – 2bulan setelah pengobatan atau bila dibandingkan dengan
pasien yang kambuh. Puncak pembentukan antibodi terjadi pada bulan kedua setelah pengobatan
yang berhasil, kemudian menurun sampai mencapai batas normal bila pasien telah sembuh.
Pemeriksaan Jasmani Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.
Pemeriksaan Bakteriologika. Bahan pemeriksasanPemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahanCara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) Pagi ( keesokan harinya ) Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-
turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan
apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring: Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas
saring sebanyak + 1 ml Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang
tidak mengandung bahan dahak Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di
dalam dus Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong
yang terbuka dengan menggunakan lidi Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.
Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain. Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
Mikroskopik Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-NielsenMikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasiliti foto toraks, kemudianbila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positifbila 3 kali negatif ® BTA negatifInterpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) : Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Interpretasi hasil dapat juga dengan cara Bronkhorst SkalaBronkhorst (BR) : BR I : ditemukan 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan BR II : ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang BR III : ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang BR IV : ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang BR V : ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang
Pemeriksaan biakan kuman:Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.
Pemeriksaan RadiologikPemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan.Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular Bayangan bercak milier Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif Fibrotik Kalsifikasi Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) : Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasusBTA negatif) :
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
Lesi luas, Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Pemeriksaan khusus Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTECDasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M.tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
2. Polymerase chain reaction (PCR):Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat.
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigenantibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
b. ICTUji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis
warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
c. MycodotUji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.
e. Uji serologi yang baru / IgG TB (dr. Erlina)Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.
Pemeriksaan lain1. Analisis Cairan PleuraPemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
2. Pemeriksaan histopatologi jaringanPemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB) Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman) Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans
thoracal biopsy/TTB, biopsi paru terbuka). Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darahHasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberkulinUji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
PENATALAKSANAAN
Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan
efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk
mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO
merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung
atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy).
Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan
melakukan pengawasan langsung.
Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan komposisi
dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yang biasanya digunakan
adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari
munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4
macam obat ini.
Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan
pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena
gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu
2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk
mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum
obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman
tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.
Terapi TBC
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC)
dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada,
radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian
INH 5–10 mg/kgbb/hari.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan
Kanamisin.
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)
Pengobatan TBC pada orang dewasa
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH
+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal
perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
Efek samping
Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis
perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis,
kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6,
penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip
Systemic Lupus Erythematosus.
Resistensi
Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan
beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi
resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum
obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6–9 bulan sehingga pasien banyak yang tidak
patuh minum obatselama menjalani terapi.
Imunisasi
Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri
M.tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi,
tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M.tuberculosis
yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa
mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh.
Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia, diberikan
sebelum berumur dua bulan.
Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas
vaksin ini berkisar antara 70-80 %. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih
harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara
global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu
imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan
vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi
serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem
deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontorlan TBC di AS.
Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen,
sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang
adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk
melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes
yang dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman
TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin.
Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC,
sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan.
Bagaimana dengan Indonesia? Karena Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah
penduduk yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi BCG ini. Dengan
melaksanakan vaksinasi ini, jumlah kasus dugaan (suspected cases) jauh akan berkurang,
sehingga memudahkan kita untuk mendeteksi pasien TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapi
DOTS untuk pasien yang terdeteksi. Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu
dilakukan untuk memberantas TBC dari bumi Indonesia.
Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan
manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO.
Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia – WHO joint Evaluation dan National
Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan
pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai
penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini
dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase
awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses
pelayanan DOTS di puskesmas. DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani
pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. Strategi ini diartikan
sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap
hari.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :
o Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC.
o Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
o Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara langsung oleh
PMO (Pengawas Menelan Obat).
o Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
o Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.
PENCEGAHAN dan EDUKASI
Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih
kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas
agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak
Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak
udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara
sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk
ke dalam rumah.
Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di
sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain
yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
http://ictjogja.net/kesehatan/A1_20.htm
http://medicastore.com/tbc/pengobatan_tbc.htm
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57
http://forum.ciremai.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=6:tuberkulosis&catid=7:keperawatan-medikal-
bedah&Itemid=20