plagiat merupakan tindakan tidak terpujirepository.usd.ac.id/1122/2/101224007_full.pdf ·...
TRANSCRIPT
NILAI PATRIOTISME DALAM NOVEL SANG PATRIOT
KARYA IRMA DEVITA DAN RELEVANSINYA DENGAN
PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS XII SMA SEMESTER II
(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Disusun oleh
Cicilia Ingga Kusuma
101224007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
NILAI PATRIOTISME DALAM NOVEL SANG PATRIOT
KARYA IRMA DEVITA DAN RELEVANSINYA DENGAN
PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS XII SMA SEMESTER II
(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Disusun oleh
CiciliaInggaKusuma
101224007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan rahmatMu Tuhan, kupersembahkan karyaku ini
kepada:
Bapakku Ignatius Purwadi dan Ibuku Theresia
Sunarni, (terima kasih atas doa dan cinta yang
begitu luar biasa).
Adikku Yohanes Angging Karunia, (terima kasih buat
ejekan yang justru membuatku semangat).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTO
Sesuatu mungkin mendatangi
mereka yang mau menunggu, namun
hanya didapat oleh mereka yang
bersemangat mengejarnya
(Abraham Lincoln)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Kusuma, Cicilia Ingga. 2015. Nilai Patriotisme dalam Novel Sang Patriot Karya
Irma Devita dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Kelas XII
SMA Semester II (Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSI,
FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai patriotisme yang
terdapat dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Peneliti mengumpulkan
data dengan cara membaca sekaligus menandai setiap kalimat yang mengandung
nilai patriotisme. Langkah selanjutnya adalah menuliskannya pada kartu data.
Peneliti menganalisis data dengan mencermati dan menghubungkannya dengan
teori. Peneliti memberi tanda chek list pada kalimat-kalimat yang menunjukkan
nilai keberanian, tanda bulatan hitam pada nilai rela berkorban, dan tanda silang
pada nilai cinta tanah air. Setelah itu, peneliti menghubungkan nilai-nilai
patriotisme dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan
pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester II.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ada 15 tokoh dalam novel Sang Patriot,
tetapi hanya 8 tokoh yang menunjukkan nilai patriotisme. Peristiwa terjadi antara
tahun 1943 sampai 1949 di Jawa dengan tradisi anak perempuan tidak boleh
memilih sendiri laki-laki pujaan hatinya. Tema yang diangkat adalah bahwa untuk
mendapatkan sesuatu yang diinginkan diperlukan perjuangan. Dari tokoh peneliti
menemukan 3 nilai patriotisme, yaitu keberanian (Sroedji, Rukmini, dan Mayor
dr. Raden Mas Soebandi), rela berkorban (6 tokoh, antara lain Murjani,
Titiwardoyo, dan Sersan sakri), dan cinta tanah air (Sroedji dan Sersan Paimin).
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus dan RPP yang dapat
digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Penulis
memilih standar kompetensi memahami buku biografi, novel, dan hikayat dengan
kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari
tokoh.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bagi para guru agar
dapat mengambil nilai yang terkandung dalam novel Sang Patriot karya Irma
Devita untuk diajarkan kepada peserta didiknya. Bagi para mahasiswa, penelitian
ini dapat dijadikan referensi dan bahan pertimbangan dalam penyusunan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Kusuma, Cicilia Ingga. 2015. Patriotism Value in the Novel of Sang Patriot
Written by Irma Devita and its Relevance to Literature Learning for
Senior High School Grade XII in Semester II (A Sociology Literature
Overview). Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
This research aimed to describe the patriotism values contained in the novel
of Sang Patriot written by Irma Devita. The researcher collected the data by
reading as well as noting every sentence containing patriotism value. The next
step was writing it on the data card. The researcher analyzed the data by observing
and relating them with theory. The researcher gave check list marks on the
sentences showing the value of courage, black dot marks on the sentences
showing the value of sacrifice, and cross marks on the sentences showing the
value of love for the motherland. After that, the researcher related the values of
patriotism with the core competence and basic competence related to literature
learning for senior high school grade XII in semester II.
The result of the analysis showed that there were 15 characters in the novel
of Sang Patriot, yet only eight characters showing the patriotism values. The
events happened between 1943 and 1949 in Java with the tradition that girls could
not choose their own partners. The theme set was that to get something
wantedmuch effort was needed. From the characters, the researcher found three
values of patriotism, which were courage (Sroedji, Rukmini, and Major dr. Raden
Mas Soebandi), sacrifice (6 characters, they were Murjani, Titiwardoyo, and
Sersan Sakri), and love for the motherland (Sroedji and Sergeant Paimin).
Based on the result of the study, the researcher has arranged syllabus and
lesson plan that can be used as learning materials for senior high school grade XII
in semester II. The researcher chose the competence standard on comprehending
biography book, novel, and tale with the basic competence on revealing
interesting things which can be exemplary from the characters.
Based on the research done, it is suggested that the teachers be able to take
the values contained in the novel of Sang Patriot written by Irma Devita to teach
the students. For the university students, this research can be used as reference and
consideration for thesis writing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
berkat rahmat dan kasih-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang berjudul “Nilai Patriotisme Dalam Novel Sang Patriot Karya Irma
Devita dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Kelas XII SMA Semester
II (Tinjauan Sosiologi Sastra) diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana.
Berkat doa, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya skripsi
ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi PBSI yang selalu
memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi.
2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang dengan
sabar dan teliti memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Y. Karmin, M.Pd. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan teliti
membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Semua dosen PBSI yang telah membantu saya dalam belajar di program studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
5. Kedua orangtua saya, Ignatius Purwadi dan Theresia Sunarni yang selalu
mendoakan dan memberi semangat kepada saya.
6. Adik saya, Yohanes Angging Karunia yang selalu mengejek saya karena
proses pengerjaan skripsi agak lama. Dari situ saya seperti diingatkan untuk
segera menyelesaikan skripsi.
7. Para sahabat saya, Anne Septi Yunisa, Silviana Yudi Apsari, Anita
Sugiyatno, Caecilia Dhani, Anastasia Arnin Permata Siwi, Bernadeta Ayu,
yang selalu memberi semangat dan mewarnai hari-hari saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
8. Dionisius Diva Rosarian, yang selalu memberi motivasi dan tidak bosan
mendengarkan keluh kesah saya.
9. Yusuf Dimas Caesario yang selalu mendoakan, memberi nasihat, dan
dorongan untuk tidak mudah menyerah.
10. Seluruh teman seperjuangan PBSI 2010 yang selalu memberi kekuatan.
11. Semua pihak yang telah membantu dan tidak disebutkan satu persatu pada
kesempatan ini.
Akhir kata saya berharap skripsi ini memberi manfaat bagi pengembangan
ilmu, khususnya pada pembelajaran sastra.
Yogyakarta, 20 Februari 2015
Penulis,
Cicilia Ingga Kusuma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………................. . ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………... iv
MOTTO .. ....................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ….. ................................................. vi
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI . .................................................. vii
ABSTRAK .. ................................................................................................... viii
ABSTRACT …. ............................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 4
1.5 Batasan Istilah ..................................................................... 5
1.6 Sistematika Penyajian ......................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................. 10
2.1 Penelitian yang Relevan ..................................................... 10
2.2 Landasan Teori ................................................................... 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.2.1 Hakikat Novel …………………………………… 11
2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan ............................ 13
2.2.1.2 Latar ..................................................... 17
2.2.1.3 Tema...................................................... 18
2.2.2 Macam-macam Novel ............................................ 20
2.2.3 Sosiologi Sastra ..................................................... 22
2.2.4 Konsep Nilai Patriotisme ....................................... 24
2.2.3.1 Nilai Patriotisme ..................................... 24
2.2.3.2 Keberanian ............................................ 25
2.2.3.3 Rela Berkorban .................................... 25
2.2.3.4 Cinta Tanah Air .................................... 26
2.2.5 Pembelajaran Sastra di SMA Kelas II ................... 26
2.2.6 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ................. 29
2.2.7 Silabus ............................................................... 30
2.2.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...................... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 34
3.1 Jenis Penelitian ................................................................... 34
3.2 Data dan Sumber Data Penelitian ........................................ 34
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 35
3.4 Instrumen Penelitian ........................................................... 35
3.5 Teknik Analisis Data .......................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 37
4.1 Deskripsi Data .................................................................... 37
4.2 Analisis Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema .................... 38
4.2.1 Analisis Tokoh dan Penokohan ............................. 38
4.2.1.1 Sroedji ................................................. 38
4.2.1.2 Rukmini ............................................... 49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
4.2.1.3 Murjani ................................................ 57
4.2.1.4 Mayor dr. Raden Mas Soebandi .......... 59
4.2.1.5 Titiwardoyo ......................................... 62
4.2.1.6 Abdul Syukur ...................................... 63
4.2.1.7 Rustamaji ............................................ 65
4.2.1.8 Sersan Sakri ......................................... 68
4.2.1.13 Sersan Paimin ...................................... 69
4.2.2 Analisis Latar ........................................................ 70
4.2.2.1 Latar Tempat ....................................... 70
4.2.2.2 Latar Waktu ......................................... 76
4.2.2.3 Latar Sosial .......................................... 78
4.2.3 Analisis Tema ........................................................ 84
4.2.4 Analisis Nilai Patriotisme ..................................... 86
4.2.4.1 Keberanian .......................................... 86
4.2.4.2 Rela Berkorban .................................... 88
4.2.4.3 Cinta Tanah Air ................................... 92
4.2.5 Relevansi Hasil Penelitian sebagai
Bahan Pembelajaran Sastra di SMA ..................... 94
1. Bahasa ............................................................. 94
2. Kematangan Jiwa ............................................ 96
3. Latar Belakang Budaya .................................. 98
4. Silabus ............................................................ 99
5. RPP ................................................................. 99
4.3 Pembahasan ........................................................................ 99
BAB V PENUTUP .................................................................................. 101
5.1 Kesimpulan ......................................................................... 101
5.2 Implikasi ............................................................................. 103
5.3 Saran ................................................................................... 103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 104
LAMPIRAN ............................................................................................................ 106
BIODATA ............................................................................................................... 107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemerdekaan adalah impian bagi setiap negara jajahan. Indonesia
merupakan bekas negara jajahan. Waktu lama dan perjuangan keras dibutuhkan
untuk mencapai impian tersebut. Para pejuang rela mengorbankan diri untuk lepas
dari penjajah demi kemerdekaan tanah air tercinta.
Perubahan zaman sudah terjadi dan Indonesia merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945. Generasi muda masa kini tidak perlu mengangkat senjata untuk
melawan penjajah. Memasuki perubahan zaman yang pesat dan berkembang, gaya
hidup global mulai masuk dalam dunia pendidikan. Banyak anak muda masa kini
yang hidup berfoya-foya, kurang kerja keras, konsumtif, berjalan menenteng
handphone, bahkan fenomena anak muda dengan mobil mewah masuk area
sekolah. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan. Kemerdekaan yang dengan
susah payah diperjuangkan oleh para pejuang seakan disia-siakan begitu saja.
Generasi muda yang seharusnya mengisi kemerdekaan dengan prestasi gemilang,
yang terjadi justru sebaliknya. Perbedaan nasib antara masa lampau dan masa
kinilah yang menyebabkan timbulnya perbedaan warna dalam rasa dan juga
wawasan kebangsaan (Siswono dkk, 1994 : 7).
Melihat kenyataan yang digambarkan di atas, pembinaan rasa kebangsaan,
semangat kebangsaan, wawasan, dan paham kebangsaan perlu diberikan kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
anak muda sebagai generasi penerus bangsa. Selain itu, perlu adanya upaya untuk
memperbaiki karakter anak. Sastra mempunyai peran tersendiri dalan membentuk
karakter seorang anak. Rahmanto (2005:15) berpendapat bahwa pengajaran sastra
harus dipandang sebagai sesuatu yang penting, karena karya sastra mempunyai
relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata. Teeuw (Ratna, 2010:4)
berpendapat bahwa sastra berasal dari kata sas (Sansekerta), yang berarti
mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti alat
atau sarana. Jadi, sastra dapat diartikan sebagai alat atau sarana untuk mengajar.
Salah satu karya sastra yang dekat dengan kehidupan anak-anak remaja
adalah novel. Novel (KBBI, 2005:788) merupakan karangan prosa yang panjang
dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak sifat setiap pelaku. Menurut Panuti
Sudjiman (1990: 55) novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan
tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.
Novel dapat dijadikan inspirasi dan motivasi bagi setiap pembacanya. Salah satu
novel yang dapat dijadikan inspirasi dan motivasi adalah novel Sang Patriot karya
Irma Devita. Novel tersebut bercerita tentang keberanian, pengorbanan, dan rasa
cinta akan tanah air yang ditularkan oleh atasan kepada anak buahnya untuk tetap
berani dan semangat dalam perjuangan mengusir penjajah. Apabila ditinjau
kaitannya dengan menumbuhkan keberanian, nilai pengorbanan, dan rasa cinta
akan tanah air pada anak, novel Sang Patriot karya Irma Devita dapat
memberikan contoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Peneliti ingin meneliti novel Sang Patriot karya Irma Devita dengan
pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan ini dipilih karena dasar filosofis
pendekatan sosiologi sastra adalah adanya hubungan antara karya sastra dengan
masyarakat (Ratna, 2011:60). Hubungan tersebut terjadi karena: (a) karya sastra
dihasilkan oleh pengarang, (b) pengarang adalah anggota masyarakat, (c)
pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan (d) hasil
karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Ratna, 2011:60). Adanya
hubungan tersebut, pendekatan sosiologi sastra menganalisis manusia dalam
masyarakat dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu (Ratna,
2011:59). Peneliti akan menganalisis nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam
novel tersebut. Peneliti menggunakan unsur-unsur intrinsik, yaitu tokoh dan
penokohan, latar, serta tema untuk menemukan nilai-nilai patriotisme . Dengan
penelitian ini, diharapkan para pembaca mampu mengambil nilai patriotisme yang
ada dalam novel ini.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disusun rumusan masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana deskripsi tokoh dan penokohan, latar, dan tema dalam
novel Sang Patriot karya Irma Devita ?
2. Nilai patriotisme apa saja yang ada dalam novel Sang Patriot karya
Irma Devita dengan tinjauan sosiologi sastra ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
3. Bagaimana relevansi nilai patriotisme dalam novel Sang Patriot karya
Irma Devita dengan pembelajaran sastra di kelas XII SMA
semester II ?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan tokoh dan penokohan, latar, dan tema dalam novel
Sang Patriot karya Irma Devita.
2. Mendeskripsikan nilai patriotisme yang ada dalam novel Sang Patriot
karya Irma Devita dengan tinjauan sosiologi sastra.
3. Mendeskripsikan relevansi nilai patriorisme dalam novel Sang Patriot
karya Irma Devita dalam pembelajaran sastra di kelas XII SMA
semester II.
1.3 Manfaat Penelitian
Jika penelitian ini berhasil, diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat sebagai berikut.
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru bahasa
Indonesia, agar novel Sang Patriot karya Irma Devita dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif pengajaran sastra di SMA.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Bagi praktisi pendidikan, diharapkan dengan penelitian ini dapat
menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam novel Sang Patriot
karya Irma Devita untuk diaplikasikan dalam dunia pendidikan.
3. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menumbuhkan minat
baca sebagai bentuk apresiasi terhadap karya sastra.
1.4 Batasan Istilah
Berikut ini disajikan batasan istilah untuk menghindari kesalahpahaman.
Istilah yang dibatasi pengertiannya yaitu (1) novel, (2) sosiologi sastra, (3) nilai
patriotisme, (4) tokoh dan penokohan, (5) latar, (6) tema, (7) keberanian, (8) rela
berkorban, (9) cinta tanah air, (10) KTSP, (11) silabus, dan (12) RPP.
1. Novel
Novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh
dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun (Sudjiman,
1990:55).
2. Sosiologi sastra
Sosiologi sastra adalah seperangkat alat untuk memahami hubungan antara
karya sastra dengan kehidupan sosial pengarang sehingga masuk akal apabila
karya sastra mengungkapkan berbagai masalah atau pemikiran pengarang yang
bersangkutan (Yudiono, 2009:57).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
3. Nilai patriotisme
Nilai patriotisme adalah sikap yang bersumber dari perasaan cinta tanah
air (semangat kebangsaan dan nasionalisme) sehingga menimbulkan kerelaan
berkorban untuk bangsa dan negaranya (Kurniawan, 2012:224).
4. Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di
dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990:79).
5. Penokohan
Menurut Jones (Burhan, 2009:165) penokohan adalah pelukisan gambaran
yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
6. Latar
Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana
terjadinya lakuan dalam karya sastra (Sudjiman, 1990:48).
7. Tema
Tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra
dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang
menyangkut persamaan-persamaan maupun perbedaan-perbedaan (Dick Hartoko
dan Rahmanto, 1986:142).
8. Keberanian
Keberanian adalah sikap menghadapi, dan menangani segala sesuatu yang
dianggap berbahaya, sulit, atau menyakitkan, bukan menghindarinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
(http://books.google.co.id/books?id=CxEcqHu4wp4C&pg=PA182&lpg=PA182&
focus=viewport&dq=keberanian+adalah+hl=id&output=html_text)
9. Rela berkorban
Rela berkorban adalah kesediaan dengan iklas umtuk memberikan segala
sesuatu yang dimilikinya sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya sendiri
demi kepentingan bangsa dan negara.
http://books.google.co.id/books?id=3YBV8iOuQsC&pg=PT23&dq=rela+berkorb
an+adalah&hl=id&sa=X&ei=fFI_VNb3BOKomgWW6ICoBQ#v=onepage&q=re
la%20berkorban%20adalah&f=false).
10. Cinta tanah air
Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa (Kemendiknas.
2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Kemendiknas:
Jakarta).
11. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP adalah (Wina,
2010:128) kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Penyusunan KTSP dilakukan oleh
satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP).
12. Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran
atau tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan bahan ajar (Muslich,
2007:23).
13. RPP
RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan
diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007:45).
1.6 Sistematika Penyajian
Penyajian hasil penelitian ini terdiri atas 5 bab. Bab I berisi pendahuluan
yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi landasan teori yang terdiri atas
penelitian yang relevan dan kerangka teori. Dalam penelitian yang relevan,
penulis menemukan dua penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian.
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah milik Krisna
Pebryawan (2013) dan Dhian Pramono Sakty (2012).
Bab III berisi metodologi penelitian yang terdiri atas jenis penelitian, data
dan sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan
teknik analisis data. Bab IV berisi tentang analisis unsur tokoh dan penokohan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
latar, dan tema serta hasil analisis nilai-nilai patriotisme novel Sang Patriot karya
Irma Devita dalam pembelajaran sastra di SMA. Bab V berisi penutup,
kesimpulan, dan saran terhadap bahan yang diteliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian yang Relevan
Peneliti menemukan dua penelitian yang relevan dengan penelitian ini,
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Krisna Pebryawan (2013) dan Dhian
Pramono Sakty (2012). Berikut pemaparan dua penelitian terdahulu mengenai
nilai perjuangan.
Penelitian Krisna Pebryawan (2013) berjudul Nilai-nilai Patriotisme
dalam Novel Lara Lapane Kaum Republik Karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan
Sosiologi Sastra) . Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menjelaskan:
(1) Struktur novel LLKR karya Suparto Brata (2) Aspek sosiologi sastra novel
LLKR karya Suparto Brata berupa nilai-nilai patriotisme yang terkandung di
dalamnya (3) Relevansi nilai-nilai patriotisme dalam novel LLKR dengan masa
kini. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1) Unsur-unsur struktural seperti
tema, alur, penokohan, dan latar merupakan struktur pembangun karya sastra yang
sangat penting (2) Nilai-nilai patriotisme yang terkandung dalam novel LLKR
adalah kesetiaan, pengabdian, tanggung jawab, dan kebersamaan.
Penelitian Dhian Pramono Sakty (2012) berjudul Nilai-nilai Patriotisme
dalam Novel Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata dan Pemanfaatannya sebagai
Bahan Pembelajaran Sastra di SMA. Tujuan penelitian ini adalah menemukan
dan menginterpretasikan nilai-nilai patriotisme yang terkandung dalam novel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Sebelas Patriot serta menemukan dan mendeskripsikan pemanfaatan novel
Sebelas Patriot sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai patriotisme dalam novel Sebelas Patriot
karya Andrea Hirata berupa kesetiaan dan kerelaan berkorban (2) Novel Sebelas
Patriot dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA karena
memenuhi aspek bahasa, psikologi, dan budaya yang dibutuhkan sebagai syarat
pemilihan novel sebagai bahan ajar (3) Novel Sebelas Patriot dapat dimanfaatkan
untuk mengenal unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik, memahami pembacaan novel
dari segi vokal, intonasi, dan penghayatan, menelaah isi novel, melakukan kritik
sastra dan esai terhadap karya sastra.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini masih relevan untuk diteliti
karena novel Sang Patriot karya Irma Devita mengandung nilai-nilai patriotisme.
Keunggulan dari penelitian ini adalah cerita yang disajikan merupakan kisah yang
benar-benar terjadi sehingga peserta didik mendapat gambaran yang nyata dari
para tokoh.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Hakikat Novel
Novel berasal dari bahasa Itali novella. Secara harfiah novella berarti
„sebuah barang baru yang kecil‟, dan kemudian diartikan sebagai „cerita pendek
dalam bentuk prosa‟. Sekarang istilah novella mengandung pengertian yang sama
dengan istilah Indonesia novelet, yang berati sebuah karya prosa fiksi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek
(Burhan, 2009: 9 – 10).
Jacob Sumardjo & Saini K.M (1986:29) berpendapat bahwa novel dalam
arti luas adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas
di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang
banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting cerita
yang beragam pula. Namun “ukuran luas” di sini juga tidak mutlak demikian,
mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja, misalnya temanya,
sedang karakter, setting, dan lain-lainnya hanya satu saja.
Menurut Panuti Sudjiman (1990: 55) novel adalah prosa rekaan yang
panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa
dan latar secara tersusun. Stanton (2007: 90) memberikan pandangan sendiri
mengenai novel. Novel mampu memberikan perkembangan satu karakter,
hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, situasi sosial yang rumit,
dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih
mendetil.
Novel merupakan sebuah totalitas. Sebagai sebuah totalitas, novel
mempunyai unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya (Burhan,
2009: 22 – 23). Burhan ( 2009: 23) membagi unsur-unsur novel menjadi dua
bagian. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai unsur intrinsik
novel (tokoh, penokohan, latar, dan tema).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan
Sebuah novel tidaklah berjalan tanpa adanya peran tokoh. Tokoh adalah
para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi (Wiyatmi, 2006: 30). Panuti
Sudjiman (1990 : 79) mengartikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami
peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Abrams
(Wahyuningtyas & Wijaya, 2011 : 5) berpendapat bahwa tokoh adalah orang-
orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita tidak hanya didukung oleh satu
tokoh. Cerita dalam novel juga membutuhkan tokoh tambahan agar cerita dalam
novel tersebut semakin hidup. Burhan Nurgiyantoro (2009: 176 – 177)
mengklasifikasikan tokoh sebagai berikut.
a. Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel
yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
b. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh lain yang terdapat dalam sebuah
cerita. Tokoh tambahan biasanya tidak dipentingkan dan hadir jika ada kaitannya
dengan tokoh utama, baik langsung maupun tidak langsung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Berbeda dengan tokoh, penokohan menunjuk pada watak, perwatakan,
karakter, sifat, dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, serta
lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh (Burhan, 2009: 165). Jones
(Burhan, 2009:165) mengatakan, penokohan adalah pelukisan gambaran yang
jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Ada dua teknik
yang bisa digunakan pengarang dalam menggambarkan sifat pada tokoh.
Altenbernd & Lewis (Burhan, 2009:194) menyebutnya dengan teknik ekspositori
dan teknik dramatik. Berikut dijelaskan mengenai kedua teknik tersebut.
a. Teknik Ekspositori
Teknik ekspositori adalah pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan
memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Pada teknik ini,
pengarang menghadirkan tokoh dengan cara mendeskripsikan sikap, sifat, watak,
tingkah laku, atau bahkan ciri-ciri fisiknya (Burhan, 2009:194 – 195).
b. Teknik Dramatik
Pada teknik dramatik ini pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit
sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan pembaca
menemukan sendiri sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan ciri-ciri fisik
tokoh (Burhan, 2009:198).
Berikut akan dijelaskan beberapa cara lain untuk mengenali sifat tokoh
menurut Burhan Nurgiyantoro (2009:201 – 211).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
1. Teknik cakapan
Dari apa yang diucapkan oleh seorang tokoh cerita, kita dapat mengenali
apakah ia orang tua, orang dengan pendidikan rendah atau tinggi, sukunya, wanita
atau pria, orang berbudi halus atau kasar.
2. Teknik tingkah laku
Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal atau
fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku dapat
mencerminkan sifat-sifanya.
3. Teknik pikiran dan perasaan
Teknik ini menggambarkan pikiran dan perasaan para tokoh. Bagaimana
keadaan dan jalan pikir serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan
perasaan tokoh, serta apa yang sering dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh, dengan
demikian hal ini akan mencerminkan sifat para tokoh.
4. Teknik arus kesadaran
Teknik yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental
tokoh di mana tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran
pikiran, perasaan, ingatan, dan harapan. Aliran kesadaran berusaha menangkap
dan mengungkapkan proses kehidupan batin, yang memang hanya terjadi di batin,
baik yang berada di ambang kesadaran maupun ketaksadaran, termasuk kehidupan
bawah sadar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
5. Teknik reaksi tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu
terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata-kata, dan sikap orang lain berupa
rangsangan dari luar diri tokoh yang bersangkutan. Bagaimana reaksi tokoh
terhadap hal-hal tersebut dapat dipandang sebagai bentuk penampilan yang
mencerminkan sifat tokoh.
6. Teknik reaksi tokoh lain
Teknik reaksi tokoh lain dimaksukan sebagai reaksi yang diberikan oleh
tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh lain. Reaksi ini bisa berupa
pandangan, pendapat, sikap, dan komentar.
7. Teknik pelukisan latar
Suasana latar dapat dipakai untuk melukiskan kedirian seorang tokoh.
Keadaan latar tertentu dapat menimbulkan kesan tertentu. Misalnya, suasana
rumah yang bersih, teratur, rapi, akan menimbulkan kesan bahwa pemilik rumah
itu sebagai orang yang cinta kebersihan.
8. Teknik pelukisan fisik
Teknik melukiskan keadaan fisik tokoh mendeskripsikan mengenai bentuk
tubuh dan wajah tokoh-tokohnya. Misalnya, bibir tipis menyaran pada sifat
ceriwis dan bawel, rambut lurus menyaran pada sifat tak mau mengalah,
pandangan mata tajam, dan lain-lain yang dapat menyaran pada sifat tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tokoh lebih merujuk pada orang
yang memainkan peran dan penokohan merujuk pada karakter tokoh atau
pelukisan gambaran sifat tokoh.
2.2.1.2 Latar
Abrams (Burhan, 2009:216) menyebut latar sebagai landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar adalah segala keterangan
mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra
(Sudjiman, 1990: 48). Zaidan (1988: 33) mengungkapkan bahwa latar dalam
novel tidak sama dengan latar belakang.
Burhan (2009: 227 – 237) membedakan latar ke dalam tiga unsur pokok,
yaitu latar tempat, waktu, dan sosial.
a. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan biasanya berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, atau lokasi tertentu tanpa
nama yang jelas, seperti: desa, sungai, jalan, hutan. Perlu dikatakan bahwa latar
tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi. Ia akan berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat yang lain sejalan dengan perkembangan plot
dan tokoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
b. Latar Waktu
Latar waktu menyaran pada “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi, misalnya tahun, musim, hari, dan jam. Latar waktu juga
harus dikaitkan dengan latar tempat (juga sosial) sebab pada kenyataannya
memang saling berkaitan. Keadaan suatu yang diceritakan mau tidak mau harus
mengacu pada waktu tertentu karena tempat itu akan berubah sejalan dengan
perubahan waktu.
c. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
sosial masyarakat yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, misalnya, kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan sikap.
Selain itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan, misalnya rendah, menengah, dan atas.
2.2.1.3 Tema
Gorys Keraf (Wahyuningtyas & Wijaya, 2011 : 2) berpendapat bahwa
tema berasal dari kata tithnai (bahasa Yunani) yang berarti menempatkan,
meletakkan. Jadi, menurut arti katanya tema berarti sesuatu yang telah diuraikan
atau sesuatu yang telah ditempatkan. Menurut Dick Hartoko dan Rahmanto (1986
: 142) tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan
yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut
persamaan-persamaan maupun perbedaan-perbedaan. Tema, menurut Stanton dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Kenny (Nurgiyantoro, 2009:67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.
Tema (Jacob Sumardjo & Saini K.M, 1986:56) adalah ide sebuah cerita. Seorang
pengarang dalam menulis cerita bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau
mengatakan sesuatu kepada pembaca. Sesuatu yang mau dikatakan itu bisa suatu
masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar
terhadap kehidupan ini. Tema tidak perlu selalu berwujud moral, atau ajaran
moral. Tema bisa berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan.
Dalam menemukan tema sebuah karya sastra atau novel, haruslah
disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian
tertentu cerita (Burhan, 2009:68). Dalam usaha menemukan tema, Nurgiyantoro
mengemukakan sejumlah criteria seperti ditunjukkan sebagai berikut.
1. Kita haruslah mulai dengan cara memahami cerita dalam novel. Bukan
hanya membaca bagian-bagian tertentu saja. Perlu juga mencari kejelasan
ide-ide perwatakan, peristiwa atau konflik yang terjadi, dan latar.
2. Pengarang biasanya menngunakan tokoh utama untuk membawa tema. oleh
sebab itu kita perlu memahami keadaan itu. Untuk tujuan tersebut, kita
dapat mengajukan beberapa pertanyaan seperti: apa motivasinya,
permasalahan apa yang dihadapi, bagaimanakah sikap dan pandangannya
terhadap permasalahan itu, dan sebagainya.
3. Selain dengan cara tersebut, sebaiknya disertai dengan usaha menemukan
konflik sentral yang ada dalam cerita. Konflik, yang merupakan salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
unsur pokok dalam pengembangan ide cerita dan plot, pada umumnya erat
berkaitan dengan tema.
Burhan (2009:86) mengungkapkan bahwa unsur tokoh (dan penokohan),
plot (dan pemplotan) dan latar (dan pelataran) merupakan sarana utama untuk
memahani makna cerita dalam novel. Selain itu, dalam menemukan tema perlu
memperhitungkan sarana kesastraan, seperti sudut pandang, gaya bahasa, nada,
dan ironi walau tidak secara langsung dan tidak dapat secara sendiri memuat
makna, unsur-unsur itu dapat membantu memperkuat penafsiran tema.
2.2.2 Macam-macam Novel
Burhan (2009:16 – 22) membagi novel menjadi dua macam, yaitu novel
serius dan novel populer. Berikut akan dibahas mengenai novel serius dan novel
populer.
1. Novel serius
Novel serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca dan memang
pembaca jenis novel ini tidak banyak. Novel jenis ini biasanya berusaha
mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara pengucapan yang baru pula atau
dengan cara yang khas. Diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan kemauan
untuk memahami cerita jenis novel serius. Pengalaman dan permasalahan
kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan
sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius di samping
memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
berharga kepada pembaca, atau paling tidak, mengajak pembaca untuk meresapi
dan merenungkan secara lebih mendalam tentang permasalahan yang
dikemukakan. Novel serius tidak pernah ketinggalan zaman dan selalu menarik
untuk diperbincangkan.
2. Novel populer
Novel populer (Burhan, 2009:18) adalah novel yang populer pada
masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja.
Novel populer memberikan hiburan langsung dari aksi ceritanya. Masalah yang
diceritakan pun yang ringan-ringan, tetapi aktual dan menarik. Selain itu, novel
populer lebih mengejar selera pembaca komersial, ia tak akan menceritakan
sesuatu yang bersifat serius sebab hal itu dapat berarti akan mengurangi
penggemarnya.
Berbeda halnya dengan Burhan, Jacob Sumardjo & Saini K.M. (1986:29
– 30) membagi novel menjadi tiga macam, yaitu novel percintaan, novel
petualangan, dan novel fantasi.
1. Novel percintaan
Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara
imbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. Dalam jenis novel
ini digarap hampir semua tema, dan sebagian besar termasuk jenis ini.
2. Novel petualangan
Novel petualangan sedikit sekali memasukkan peranan wanita. Jika
wanita disebut dalam novel jenis ini, maka penggambarannya kurang berperan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Jenis novel petualangan adalah bacaan kaum pria karena tokoh-tokoh di dalamnya
pria dan dengan sendirinya melibatkan banyak masalah dunia lelaki yang tidak
ada hubungannya dengan wanita. Meskipun dalam jenis novel petualangan ini
sering ada percintaan juga, namun hanya bersifat sampingan belaka, artinya novel
itu tidak semata-mata berbicara persoalan cinta.
3. Novel fantasi
Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba tidak
mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel jenis ini mempergunakan
karakter yang tidak realistis, setting dan plot yang juga tidak wajar untuk
menyampaikan ide-ide penulisnya.
Penggolongan jenis novel menurut Jacob Sumardjo & Saini K.M. hanya
dapat dilakukan dengan melihat kecenderungan mana yang terdapat dalam sebuah
novel, apakah lebih banyak percintaannya, petualangannya, atau fantasinya.
2.2.3 Sosiologi Sastra
Seorang sastrawan lahir dari kehidupan sosial masyarakat tertentu. Ia juga
mempunyai latar belakang dan permasalahan hidup yang tidak jauh berbeda
dengan anggota masyarakat lainnya. Jika masyarakat pada umumnya tidak suka
menuangkan kisah hidupnya dalam bentuk tulisan, sastrawan justru menyukai hal
ini. Perkembangan demi perkembangan terus terjadi di dunia sastra. Senada
dengan perkembangan ilmu sastra, lahirlah pendekatan sosiologi sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Pendekatan sosiologi sastra yaitu pendekatan terhadap sastra yang
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (Wahyuningtyas dan Wijaya, 2011:
24). Yudiono (2009:57) mengatakan bahwa sosiologi sastra merupakan
seperangkat alat untuk memahami hubungan antara karya sastra dengan
kehidupan sosial pengarang, sehingga masuk akal apabila karya sastra
mengungkapkan berbagai masalah atau pemikiran pengarang yang bersangkutan.
Damono (2002:8) mengatakan bahwa sosiologi sastra adalah studi objektif
dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses
sosial. Ia juga mengungkapkan bahwa ada dua kecenderungan dalam telaah
sosiologi sastra (Wahyuningtyas dan Wijaya, 2011: 24). Pertama, pendekatan
yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cerminan proses sosial
ekonomi belaka. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai
bahan penelaahan yang kemudian dicari aspek-aspek sosial dari karya sastra
tersebut. Dengan demikian, objek kajian utama sosiologi sastra adalah sastra,
berupa karya sastra, sedangkan sosiologi berguna sebagai ilmu untuk memahami
gejala sosial yang ada dalam sastra, masyarakat yang digambarkan, dan pembaca
sebagai individu kolektif yang menghidupi masyarakat (Heru Kurniawan,
2012:5).
Sosiologi sastra juga mempunyai fungsi sosial tersendiri. Suwardi
(2011:23) mengungkapkan ada banyak fungsi sosial sastra, antara lain: (a) sastra
sama dengan derajatnya dengan karya nabi, (b) sastra bertugas menghibur, (c)
sastra mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Penelitian ini akan meneliti nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam
novel Sang Patriot karya Irma Devita dengan tinjauan sosiologi sastra, maka
peneliti akan menggunakan pendekatan Damono yang kedua, yaitu
mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan yang kemudian dicari aspek-
aspek sosial dari karya sastra tersebut. Sastra dalam hal ini digunakan untuk
menemukan nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam novel tersebut.
Pedoman yang digunakan peneliti untuk merelevansikan nilai-nilai
patriotisme dalam pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester II adalah sastra
mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur. Dengan pedoman tersebut,
diharapkan peserta didik akan merasa senang dengan pembelajaran sastra.
2.2.4 Konsep Nilai Patriotisme
2.2.4.1 Nilai Patriotisme
Darminta (2006:24) mengatakan bahwa nilai memberikan arah perjalanan,
seperti rel kereta api, agar tidak lepas dari jalur perjalanan. Lahirnya kemerdekaan
bagi sebuah bangsa yang dijajah pasti tidak lepas dari usaha dan kerja keras para
pejuang. Perjuangan panjang para pejuang tidak semudah yang kita bayangkan.
Dibutuhkan sikap patriotisme dalam mewujudkan sebuah kemerdekaan.
Patriotisme (KBBI, 2005:837) adalah sikap seseorang yang bersedia
mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya.
Patriotisme adalah sikap yang bersumber dari perasaan cinta tanah air (semangat
kebangsaan dan nasionalisme) sehingga menimbulkan kerelaan berkorban untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
bangsa dan negaranya (Kurniawan, 2012:224). Patriotisme memerlukan komitmen
pemimpin dan semua golongan rakyat. Mempertahankan negara dari musuh dan
ancaman luar merupakan tanggung jawab bersama.
Ada beberapa bentuk nilai patriotisme (Rahim dan Rashid, 2004:5), seperti
kesetiaan, keberanian, rela berkorban, kesukarelaan, dan cinta pada tanah air.
Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai nilai keberanian, rela
berkorban dan cinta tanah air.
2.2.4.2 Keberanian
Keberanian adalah suatu keadaan berani (KBBI, 2005:837). Berani adalah
mempunyai hati yang mantap dan percaya diri yang besar dalam menghadapi
bahaya dan kesulitan (KBBI, 2005:138). Brian Klemmer
(http://books.google.co.id/books?id=CxEcqHu4wp4C&pg=PA182&lpg=PA182&
focus=viewport&dq=keberanian+adalah+hl=id&output=html_text) berpendapat
bahwa keberanian adalah sikap menghadapi, dan menangani segala sesuatu yang
dianggap berbahaya, sulit, atau menyakitkan, bukan menghindarinya.
2.2.4.3 Rela Berkorban
Bukan saja keberanian yang ditanamkan dalam diri para pejuang untuk
mengusir penjajah. Mereka juga menanamkan rasa rela berkorban. Simanjutak
berpendapat bahwa rela berkorban berarti kesediaan dengan iklas umtuk
memberikan segala sesuatu yang dimilikinya sekalipun menimbulkan penderitaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
bagi dirinya sendiri demi kepentingan bangsa dan negara
(http://books.google.co.id/books?id=3YBV8iOuQsC&pg=PT23&dq=rela+berkor
ban+adalah&hl=id&sa=X&ei=fFI_VNb3BOKomgWW6ICoBQ#v=onepage&q=r
ela%20berkorban%20adalah&f=false) . Dalam KBBI (2005:595) rela berkorban
adalah bersedia dengan iklas hati menyatakan kebaktian, kesetiaan, menjadi
korban, dan menderita.
2.2.4.4 Cinta Tanah Air
Cinta tanah air merupakan salah satu bentuk dari nilai patriotisme. Jika
tidak ada rasa cinta kepada tanah airnya, para pejuang tidak akan mau bersusah
payah untuk mengusir para penjajah. Cinta tanah air adalah cara berpikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa (Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas).
2.2.5 Pembelajaran Sastra di SMA kelas XII
Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri
keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, dan keindahan dalam isi serta
ungkapan (Sudjiman, 1990: 71). Sastra bisa berupa sastra non imajinatif dan
sastra imajinatif. Dalam penelitian ini membahas tentang sastra imajinatif. Karya
imajinatif dapat berupa puisi, cerita pendek, novel, atau pun drama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Peserta didik cenderung bosan bila belajar tentang sastra. Guru harus
pandai-pandai menyiasati agar peserta didik tertarik untuk belajar tentang sastra.
Rahmanto (2005: 27 – 28) mengklasifikasikan tiga aspek penting dalam memilih
pengajaran sastra, yaitu: pertama dari segi bahasa, kedua dari segi kematangan
jiwa (psikologi), dan ketiga dari segi latar belakang kebudayaan para siswa.
1. Bahasa
Bahasa merupakan aspek yang paling penting dalam berkomunikasi,
begitu pula dalam pembelajaran sastra. Tingkat penguasaan kosa kata anak SD
dan SMA akan berbeda. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya
ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas. Oleh karena itu, guru harus
memperhatikan faktor-faktor seperti, cara penulisan yang dipakai pengarang, ciri-
ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang
ingin dijangkau pengarang. Selain itu, perlu juga diperhatikan cara penulis
menuangkan ide-idenya dan hubungan antar kalimat dalam wacana itu sehingga
peserta didik dapat memahami bahasa atau kata-kata kiasan yang digunakan.
2. Kematangan Jiwa
Setiap orang pasti mengalami perkembangan psikologi. Hal ini juga
harus diperhatikan karena akan berpengaruh pada daya ingat, kemauan
mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi
atau pemecahan problem yang dihadapi (Rahmanto, 1988:30). Rahmanto (2005:
30) menyajikan tahap perkembangan psikologi anak untuk membantu guru lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak SD dan anak-anak
SMA.
a. Tahap pengkhayal (8 – 9 tahun)
Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi
masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.
b. Tahap romantik (10 – 12 tahun)
Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke
realitas. Anak mulai menyukai cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan
kejahatan.
c. Tahap realistik (13 – 16 tahun)
Pada tahap ini anak benar-benar terlepas dari dunia fantasi. Mereka terus
berusaha mengetahui dan mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami
masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata.
d. Tahap generalisasi (16 – selanjutnya)
Pada tahap ini anak sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis saja
tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan
menganalisis suatu fenomena.
Guru hendaknya dapat memilih novel yang sesuai dengan tahap psikologis
pada umumnya dalam suatu kelas. Meskipun dalam satu kelas tidak semua tahap
psikologis sama, setidaknya guru dapat menyajikan novel yang menarik minat
peserta didik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
3. Latar belakang budaya
Latar belakang budaya juga harus diperhatikan. Secara tidak langsung,
peserta didik akan lebih tertarik dengan karya-karya sastra yang mempunyai
hubungan erat dengan latar belakang kehidupan mereka. Dengan demikian, guru
hendaknya memilih bahan pengajaran dengan menggunakan prinsip
mengutamakan novel yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.
Dengan demikian, guru juga harus bisa memahami apa yang diminati oleh
para peserta didik sehingga dapat menyajikan suatu karya sastra yang tidak terlalu
menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki
oleh para peserta didiknya. Perlu kita ketahui bahwa pengajaran sastra dapat
membantu meningkatkan keterampilan bahasa, meningkatkan pengetahuan
budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta membantu pembentukan watak
peserta didik.
2.2.6 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum adalah sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang
tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan
siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari
dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata (Wina, 2009:9 – 10). Indonesia
selama ini menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
adalah (Wina, 2010:128) kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah).
Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan
berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Berikut merupakan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sesuai
dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II:
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
SK 15 : Memahami buku
biografi, novel, dan
hikayat
KD 15.1 : Mengungkapkan hal-hal
yang menarik dan dapat
diteladani dari tokoh
2.2.7 Silabus
Silabus (KBBI, 2005:1064) adalah kerangka unsur kursus pendidikan yang
disajikan di aturan yang logis. Muslich (2007:23) berpendapat bahwa silabus
adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran atau tema
tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok,
kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan bahan ajar.
Format silabus paling tidak memuat sembilan komponen (Muclish,
2007:30 – 32).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
1. Komponen identifikasi
Komponen identifikasi berisi nama sekolah, mata pelajaran, kelas, dan
semester.
2. Komponen standar kompetensi
Pada komponen standar kompetensi yang diperhatikan adalah standar
kompetensi mata pelajaran yang bersangkutan dengan memperhatikan beberapa
hal berikut; (a) urutan berdasarkan tingkat kesulitan, (b) keterkaitan antara standar
kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran, (c) keterkaitan antara
standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
3. Komponen kompetensi dasar
Yang perlu dikaji dalam komponen kompetensi dasar adalah sebagai
berikut; (a) urutan berdasarkan tingkat kesulitan materi, (b) keterkaitan antar
standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran, (c) keterkaitan
standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
4. Komponen materi pokok
Pada materi pokok yang perlu dikaji adalah mengidentifikasi materi pokok
dengan mempertimbangkan: tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional,
sosial dan spiritual peserta didik, kebermanfaatan bagi peserta didik, struktur
keilmuan, kedalaman materi, dan relevansi dengan kebutuhan peserta didik.
5. Komponen pengalaman belajar
Berikut yang perlu diperhatikan dalam komponen pengalaman belajar:
pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
pengalaman belajar yang memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta
didik, dan rumusannya mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta
didik.
6. Komponen indikator
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam komponen indikator.
Pertama, indikator merupakan penjabaran dari KD yang menunjukkan tanda-
tanda, perbuatan dan atau respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta
didik. Kedua, indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan
pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Ketiga, rumusan indikator
menggunakan kata kerja operasional yang terukur atau dapat diobservasi.
Keempat, indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
7. Komponen jenis penilaian
Bentuk penilaian adalah tes dan non tes. Guru bisa melakukan penilaian
dengan cara lisan atau tertulis, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya
berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
8. Komponen alokasi waktu
Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam komponen alokasi
waktu. Pertama, penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar
didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per
minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar keluasan,
kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Kedua,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
alokasi waktu dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang
dibutuhkan oleh peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar.
9. Komponen sumber belajar
Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam komponen sumber
belajar. Pertama, sumber belajar adalah rujukan, objek dan atau bahan yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Kedua, sumber belajar dapat berupa
media cetak dan elektronik, narasumber, lingkungan fisik, alam, sosial, dan
budaya. Ketiga, penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi
dan kompetensi dasar serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi.
2.2.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Jika kita ingin melakukan suatu hal pasti ada rencana yang disiapkan.
Guru juga memerlukan perencanaan sebelum memberikan materi pelajaran
kepada peserta didik. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan
pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam
pembelajaran di kelas (Muslich, 2007:45). Komponen RPP terdiri atas identitas
mata pelajaran, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. RPP merupakan
pegangan penting bagi guru. Oleh sesbab itu, RPP harus dipersiapkan sebaik
mungkin sebelum proses pembelajaran dilaksanakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Arikunto
(2009 : 234) berpendapat bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk
menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang
sesuatu variabel, gejala atau keadaan. Penelitian ini termasuk deskriptif karena
peneliti akan menggambarkan atau menunjukkan variabel, gejala, atau keadaan
yang merupakan nilai-nilai patriotisme dalam sebuah novel, bukan menguji suatu
hipotesis tertentu untuk memperoleh kebenaran.
Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007 : 4) berpendapat bahwa penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati. Penelitian ini
termasuk kualitatif karena peneliti akan menyajikan kata-kata tertulis yang
mengandung nilai patriotisme dari orang atau perilaku yang ada dalam novel.
3.2 Data dan Sumber Data Penelitian
Data yang dianalisis berupa kata-kata yang mengandung nilai patriotisme
dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Sumber data penelitian ini adalah
novel Sang Patriot karya Irma Devita tahun 2014. Tebal buku 266 halaman.
Penerbit Inti Dinamika Publishers.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pada awalnya peneliti memilih novel yang akan diteliti. Setelah menemukan,
peneliti membaca sambil menandai setiap kalimat yang mengandung nilai patriotisme
dengan spidol berwarna. Langkah selanjutnya adalah menuliskan setiap kalimat yang
mengandung nilai patriotisme pada kertas quarto.
3.4 Instrumen Penelitian
Moleong (1988 : 17) berpendapat bahwa dalam penelitian kualitatif yang
menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Hal ini disebabkan selain sulit
untuk mengkhususkan pada apa yang diteliti, orang memiliki hak untuk mengambil
keputusan. Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen penelitian.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sedemikian rupa sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja sebagai yang disarankan oleh
data (Moleong, 1988 : 88). Berikut langkah- langkah yang dilakukan oleh peneliti
untuk menganalisis data.
1. Peneliti membaca ulang data yang sudah dikumpulkan dalam rupa catatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
2. Peneliti menelaah data yang terkumpul dalam bentuk catatan dengan cara
menghubungkannya dengan teori, apakah kalimat itu sesuai dengan teori
atau tidak.
3. Peneliti memberi tanda chek list ( √ ) pada kalimat-kalimat yang
menunjukkan nilai keberanian, tanda bulatan hitam ( ● ) pada kalimat-
kalimat yang menunjukkan nilai rela berkorban, dan tanda silang ( × )
pada kalimat-kalimat yang menunjukkan nilai cinta tanah air.
4. Peneliti menghubungkan nilai-nilai patriotisme dengan kompetensi inti
dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di kelas
XII SMA semester II.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Pada bagian ini peneliti akan menganalisis tokoh, penokohan, latar, dan
tema dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Peneliti memilih empat dari
enam unsur intrinsik yang ada karena keempat unsur bisa membantu dalam
menemukan nilai-nilai patriotisme.
Peneliti menggunakan tokoh, penokohan, latar, dan tema untuk
menemukan nilai-nilai patriotisme. Tokoh dan penokohan dimulai dari kutipan (1)
sampai kutipan (126). Latar dibagi menjadi 3 bagian, latar tempat dimulai dari
kutipan (127) sampai kutipan (154), latar waktu dimulai dari kutipan (155) sampai
kutipan (162) dan latar sosial dimulai dari kutipan (163) sampai kutipan (175),
tema dimulai dari kutipan (176) sampai kutipan (183). Nilai patriotisme dimulai
dari kutipan (184) sampai kutipan (212).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
sosiologi sastra. Pendekatan ini menganalisis aspek-aspek sosial dari karya sastra
tersebut. Hasil penelitian ini akan direlevansikan dalam pembelajaran sastra di
SMA kelas XII semester II.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
4.2 Analisis Tokoh dan Penokohan, Latar, dan Tema
4.2.1 Analisis Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di
dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Panuti Sudjiman, 1990: 79). Penokohan
menunjuk pada watak, perwatakan, karakter, sifat, dan sikap para tokoh seperti
yang ditafsirkan oleh pembaca, serta lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang
tokoh (Burhan, 2009: 165). Burhan Nurgiyantoro (2009: 176 – 177) mengatakan
bahwa tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama dalam
novel ini adalah Sroedji yang berani dan rela mengorbankan segala-galanya demi
kemerdekaan Bangsa Indonesia. Di bawah ini akan dibahas tokoh utama dan
tokoh tambahan dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita. Tokoh utama dalam
novel tersebut adalah Sroedji.
4.2.1.1 Sroedji
Sroedji adalah anak kedua pasangan Hasan dan Amni. Banyak orang
mengatakan bahwa Sroedji bukan orang pribumi asli. Dalam menggambarkan
pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan
yang mendukung pernyataan tersebut.
(1) Bocah lelaki itu, Mochammad Sroedji. Hidung yang tinggi dan
membuat wajahnya terlihat tampan dibandingkan anak-anak
kampong lainnya. Bentuk hidung inilah yang membuat dia sering
disangka peranakan Arab. Atau kulitnya yang putih bersih
membuat dia dikira memiliki keturunan Cina. Padahal semuanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
tidak benar. Sroedji, begitu dia biasa dipanggil, meskipun bukan
asli Jawa tapi orang pribumi berdarah Madura. Ketampanan Sroedji
diperoleh dari ibunya, Amni, wanita jelita pada masanya (Devita,
2014:6).
Sroedji adalah seorang ayah dengan 4 orang anak. Anak pertama bernama
Cuk, Pom, Tuti, dan Puji. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa
Sroedji adalah seorang ayah dengan menggunakan teknik ekspositori.
(2) Ia akui, keraguannya masih membayangi keputusannya
meninggalkan rumah. Apalagi anak pertamanya, Sucahyo yang
biasa dipanggil “Cuk”, baru berusia tiga tahun (Devita, 2014 : 43).
(3) Sroedji memberi nama Supomo untuk anak keduanya. Tak lupa ia
sematkan namanya sendiri di belakang. Jadilah anak itu bernama
Supomo Sroedji (Devita, 2014 : 44).
(4) Selalu ada Sroedji saat kelahiran Cuk, Pom, dan Tuti. Sroedji
dengan sabar dan setia mendampingi Rukmini (Devita, 2014 : 135).
(5) Puji Rejeki hadir ke dunia tanpa kehadiran Sroedji (Devita, 2014 :
131).
Pekerjaan Sroedji sebelum menjadi tentara adalah mantri malaria. Ia selalu
berkeliling ke pelosok desa untuk membantu orang yang terkena penyakit. Dalam
menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori.
Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji juga berprofesi sebagai mantri
malaria dengan menggunakan teknik ekspositori.
(6) Siang itu, seperti biasa Rumah Sakit Kreongan ramai orang yang
membawa keluhan bermacam penyakit yang diderita. Sroedji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
tampak di sana, setia melayani para pasien. Sebagai seorang mantri
malaria, Sroedji, biasanya berkeliling ke pelosok-pelosok desa
(Devita, 2014 : 43).
(7) Setelah menjalani kesibukkan sesiangan, saat mencatat stok obat
benak Sroedji kembali dipenuhi pikiran tentang pertemuannya
dengan kawan-kawan sesame eks Hizbul Wathan (Devita, 2014 :
44).
Sroedji mempunyai cita-cita untuk memerdekakan negaranya. Cara yang
bisa ditempuh Sroedji untuk mencapai cita-citanya adalah menjadi tentara. Hal itu
ia lakukan, mulai menjadi anggota PETA sampai komandan Brigade
Damarwulan. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa
Sroedji seorang prajurit dengan menggunakan teknik ekspositori.
(8) Kini Sroedji resmi menyandang pangkat chuudancho (Devita, 2014
: 59).
(9) Tanggal 5 Oktober 1945 BKR berubah menjadi Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) dimana Sroedji menjabat menjadi Komandan
Batalion Sroedji Resimen IV/TKR Divisi Untung Suropati (Devita,
2014 : 73).
(10) Mayor Sroedji bersama pasukan Batalion Alap-Alap berencana
melancarkan serangan balasan terhadap konvoi Belanda yang akan
menyeberangi kali Brantas (Devita, 2014 : 81).
(11) Di sebuah gubuk yang tersembunyi di rerimbunan perkebunan tebu
Jagalan, dua petinggi Lumajang bertemu, Sastrodikoro yang
mewakili pimpinan pemerintahan dan Sroedji dari unsur pimpinan
tentara republik yang pada tanggl 5 Mei 1947 telah berubah
menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) (Devita, 2014 : 99).
(12) Kala itu, Sroedji menjabat komandan Resimen Infantri 29 Menak
Koncar, lantas diangkat menjadi Komandan Resimen 40 yang
membawahi pasukan sekaresidenan Besuki asal Jember, Klakah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Bondowoso, Banyuwangi, dan Lumajang (Devita, 2014 : 138 –
139).
(13) Sroedji menjadi komandan Satuan Gabungan Angkatan perang
dalam penumpasan ekor PKI di Blitar (Devita, 2014 : 147).
(14) Menghadapi blitzkrieg Belanda, sebagai komandan Brigade
Damarwulan Sroedji mendapat mandate memimpin pasukan
republik untuk melakukan wingate action, gerakan penyusupan
(Devita, 2014 : 152).
(15) Beberapa kali Belanda mengembuskan kabar bahwa Komandan
Brigade Damarwulan, Letkol. Sroedji, tertangkap atau terbunuh
(Devita, 2014 : 215).
Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji seorang prajurit dengan
menggunakan teknik dramatik.
(16) “Aku mendapat pangkat chuudancho, kapten Bu, menjadi
komandan kompi 4 di bawah Daidanchoo Suwito. Tugasku
membentuk Daidan I di Karesidenan Besuki, khususnya di
Kencong, Jember.” (Devita, 2014 : 64).
(17) “Ah…andai saja suamiku bukan tentara. Andai dia benar-benar
hanya pedagang,” keluh Rukmini lagi dalam batin (Devita, 2014 :
138).
Tokoh Sroedji dalam novel ini memiliki tekad yang kuat untuk bersekolah.
Sroedji tidak ingin sekedar sekolah di Ongko Loro. Dia bahkan ingin bersekolah
di HIS (Hollands Indische School). Sekolah untuk para priyayi dan golongan
Eropa. Setamatnya sekolah di HIS, Sroedji meneruskan sekolahnya di
Ambactsleergang, sekolah kejuruan bidang pertukangan. Sroedji bercita-cita
menjadi tentara. Ia ingin membebaskan tanah airnya dari penjajah. Dalam
menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik dramatik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji sosok yang mempunyai tekad
besar untuk bersekolah dengan menggunakan teknik dramatik.
(18) “Ya, aku akan sekolah! Akan kugapai impianku, jadi tentara,” seru
Sroedji dalam hati (Devita, 2014:10).
(19) “Aku akan sekolah lagi!” Kalimat tersebut terus diteriakkan dalam
hati Sroedji di tengah kesibukan membantu ayahnya mengatur
tempat yang nyaman dan menyusun barang-barang bawaan
(Devita, 2014:18).
Sroedji termasuk sosok laki-laki yang pandai. Sroedji selalu menyelesaikan
sekolahnya. Sroedji juga pandai dalam memainkan alat musik ukulele. Tidak
hanya itu, dalam mengatur siasat pertempuran melawan penjajah, Sroedji juga
pandai. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan
teknik ekspositori dan dramatik. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji
sosok yang pandai dengan menggunakan teknik ekspositori.
(20) Kecerdasan Sroedji yang di atas rata-rata membuat dia lolos tes dan
diterima di HIS (Devita, 2014:12).
(21) Tulang kepala berambut ikalnya retak, terdera popor senapan.
Satu…dua…tiga…jari-jari tangan sang jasad tak lagi lengkap,
hilang sebagian. Jari-jari itu biasanya lincah memetik ukulele,
melantunkan nada merdu (Devita, 2014:1).
(22) Rukmini duduk di deretan depan para penonton orkes keroncong di
Kreongan Jember. Wajahnya memerah ketika pria tampan yang
memerik ukulele melagukan “Als de orchideen bloeien” yang
kemudian diulangi dalam bahasa Indonesia (Devita, 2014:19).
(23) Sroedji yang sedang bersantai sembari memetik ukulele
kesayangannya menoleh. “Buat warga kita?” tanyanya menanggapi
(Devita, 2014:44).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
(24) Strategi pengadangan konvoi Inggris sudah disiapkan. Bom-bom
sudah terpasang dan siap diledakkan. Pasukan garda depan sudah
menggenggam tekidanto dan stengun, sedangkan bagian penjagaan
sudah siap dengan brengun (Devita, 2014:82).
Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji sosok yang pandai dengan
menggunakan teknik dramatik.
(25) “Sekolah itu secukupnya saja. Toh dia sudah lulus dari HIS,
sementara kebanyakan temannya sama sekali tidak merasakan
pendidikan.” (Devita, 2014:16).
(26) “Sepertinya bukan tanpa alasan Jepang memilih nama Pembela
Tanah Air,” batin Sroedji. Otaknya yang cerdas segera dapat
membaca maksud Jepang (Devita, 2014:44).
Sroedji juga seorang yang penyayang. Kasih sayang dan perhatiannya selalu
ia curahkan disela-sela kesibukkannya memimpin pertempuran. Istri dan anak-
anaknya sangat senang dengan sosok Sroedji. Dalam menggambarkan pernyataan
tersebut, pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang
menjelaskan bahwa Sroedji sosok yang penyayang dengan menggunakan teknik
dramatik.
(27) Tapi Sroedji menimpali dengan sabar, “Tidak apa-apa
Bu…mungkin Cuk kangen aku,” sambil meneruskan makan dan
membelai kepala Cuk (Devita, 2014:63).
(28) “Biar saja Bu, Cuk Cuma ingin cari perhatian dariku. Biarkan. Aku
senang melihat anakku aktif dan sehat,” sela Sroedji (Devita,
2014:63).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Sroedji suka memuji orang lain, baik keluarganya maupun anak buahnya.
Meskipun ia seorang tentara, Sroedji tidak sombong. Dalam menggambarkan
pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan
yang menjelaskan bahwa Sroedji sosok yang rendah hati dengan menggunakan
teknik dramatik.
(29) “Wah…labu siamnya serasa daging Bu. Uenak tenan. Sungguh.
Aku sudah kangen masakanmu Bu…Masakanmu selalu enak dan
pas bumbunya,” Sroedji memandang mesra seraya mengusap
lengan Rukmini lembut. Untuk meyakinkan istrinya, Sroedji
menambah nasi dan makan dengan lahap (Devita, 2014 : 64).
(30) “Selamat ulang tahun ya, Bu…Kamu pasti terlihat cantik kalau
pakai kebaya ini,” kata Sroedji lembut (Devita, 2014 : 105).
(31) “Benar kan apa kataku? Kamu cantik sekali pakai kebaya ini,” puji
Sroedji tulus (Devita, 2014 : 105).
(32) “Hebat-hebat…meski tegang, sama sekali tidak tampak wajah
takut,” gumam Sroedji dalam hati, puas sekaligus bangga (Devita,
2014 : 79).
(33) “Pasukanku terbukti patut dibanggakan,” batin Sroedji sembari
memandang anak buahnya dengan bangga (Devita, 2014 : 82).
Sebagai seorang tentara, semangat tinggi untuk berjuang mengusir penjajah
sangatlah diperlukan. Hal ini sangat melekat pada diri Sroedji. Ia tidak pernah
surut semangatnya untuk mengusir penjajah meski harus menjalani latihan fisik
yang sangat keras. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji
sosok yang penuh semangat dengan menggunakan teknik dramatik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
(34) “Cara mereka melatih memang sadis, bahkan di luar batas
kemanusiaan kita. Tapi mereka benar.” Setelah diam sejenak,
Sroedji melanjutkan, “Bagaimana bisa mempertahankan negara
dari serangan musuh yang ingin kembali menjajah, kalau kita
lemah?” (Devita, 2014 : 57).
(35) “Perang terbesar bukanlah melawan musuh, Mur. Perang paling
besar adalah perang melawan diri kita sendiri. Kita harus punya
satu tekad baja. Kita harus kalahkan dulu diri kita, baru bisa
mengalahkan musuh.” (Devita, 2014 : 57).
(36) “Kita adalah prajurit Mur,…kita tidak boleh kehilangan semangat
juang. Seorang prajurit yang kehilangan semangat juang ibarat
mayat yang sedang mengusung keranda kematiannya sendiri.”
(Devita, 2014 : 57).
Sroedji adalah sosok yang bijaksana. Ia mampu memilah-milah situasi dan
mampu menjembatani suatu permasalahan. Banyak orang yang segan kepadanya.
Pembawaannya yang tenang menambah aura kebijaksanaannya semakin
terpancar. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan
teknik dramatik. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji seorang yang
bijaksana dengan menggunakan teknik dramatik.
(37) “Musuh sudah menyerah. Jangan kalian membunuh tanpa alasan.
Jangan menebar maut secara keji. Kita berperang untuk
mempertahankan kemerdekaan Negara Indonesia. Kita bukan
pembunuh,” pesan Sroedji tak bosan-bosan. Pesan yang selalu
berulang-ulang membuat anak buahnya semakin segan dan kagum
terhadap kemuliaan hati sang komandan (Devita, 2014 : 207).
(38) “Sudah…sudah. Letnan Ngadiyo, tolong sarungkan pistolmu. Kita
ini sedang berjuang, bergerilya melawan Belanda. Jangan terjebak
perseteruan tak keruan yang malah akan merugikan kita sendiri,”
kata Sroedji mencoba mendinginkan suasana (Devita, 2014 : 158).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
(39) “Letnan Sugeng benar, wanita dan anak-anak memang akan
memperlambat gerakan kita. Tapi, Letnan Ngadiyo juga benar. Kita
tidak bisa meninggalkan keluarga tanpa ada yang melindungi.
Baiknya kita ambil jalan tengah. Wanita dan anak-anak bisa ikut.
Bagaimana agar mereka tak menjadi beban? Kita akan bahas hal
itu.”(Devita, 2014 : 158).
Segagah-gagahnya seorang tentara, mereka tetaplah manusia. Tugas berat
nan mulia yang mereka emban tidak akan berbuah tanpa pertolongan Sang
Pemilik Kehidupan. Sroedji adalah seorang tentara yang selalu mengikutsertakan
bantuan Tuhan untuk menyelesaikan segala tugasnya. Dalam menggambarkan
pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan
yang menjelaskan bahwa Sroedji taat beribadah dengan menggunakan teknik
dramatik.
(40) Dalam hatinya terpanjat doa,”Ya Allah Tuhan penyeru sekalian
alam, berikanlah jalan dan kemudahan bagi kami dalam
mengemban tugas berat ini.” (Devita, 2014 : 162).
(41) “Ya Allah…semoga besok, saat perang sesungguhnya, mereka
akan ingat semua yang diajarkannya,” harap Sroedji (Devita, 2014 :
79).
Tentara adalah profesi yang membutuhkan rasa kecintaan terhadap tanah air.
Hal ini dibutuhkan agar dalam berjuang, seorang tentara atau prajurit benar-benar
dilakukannya secara sungguh-sungguh. Begitu pula dengan Sroedji, kecintaannya
terhadap tanah air membuatnya semakin semangat untuk bisa menjadi seorang
tentara. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
teknik dramatik. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji cinta akan
tanah airnya dengan menggunakan teknik dramatik.
(42) “Kita hidup di tanah Jawa, Bu…Anak kita harus diajari bicara
bahasa Jawa untuk berkomunikasi sehari-hari, bukan bahasa
penjajah, dan bukan juga bahasa Madura…” (Devita, 2014 : 35).
(43) “Inilah saat yang tepat untukku menyumbangkan tenaga dan
pikiran demi membela tumpah darahku,” bisik hati Sroedji (Devita,
2014 : 46).
(44) “Sekarang Bu…sekarang saatnya aku membaktikan diri, membela
tumpah darah,” kata Sroedji berapi-api (Devita, 2014 : 47).
Bukan saja cinta tanah air yang diperlukan untuk menjadi prajurit.
Keberanian juga diperlukan, agar dalam menghadapi penjajah benar-benar
maksimal. Sroedji termasuk sosok yang berani. Dalam menggambarkan
pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan
yang menjelaskan bahwa Sroedji cinta akan tanah airnya dengan menggunakan
teknik dramatik.
(45) “Saya dukung perjuangan rakyat Surabaya mempertahankan kota!
Kami, TKR, Jember, siap ikut bertempur!” seru Sroedji (Devita,
2014 : 76).
(46) “Mereka pikir, semudah itu masuk Sidoarjo? Tak akan kami
biarkan mereka seenaknya menembus pertahanan pejuang!” batin
Sroedji penuh tekad (Devita, 2014 : 82).
Menjadi seorang prajurit bukanlah perkara yang mudah. Dibutuhkan pula
rasa rela berkorban dalam menjalankan tugas-tugasnya. Hal ini dibuktikan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Sroedji, ia rela meninggalkan keluarganya bahkan rela kehilangan nyawanya demi
mengusir penjajah dari tanah airnya. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut,
pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang menjelaskan
bahwa Sroedji rela berkorban dengan menggunakan teknik dramatik.
(47) Melihat Murjani sudah tenang Sreodji berbisik, “Mur, kita memang
menderita secara fisik dan mental di sini. Tapi itu belum seberapa
dibandingkan penderitaan bangsa Indonesia selama ratusan tahun
Mur. Kita semua di sini punya semangat yang sama, semangat
menjadi tentara yang kuat, untuk kemerdekaan Indonesia.” (Devita,
2014 : 57).
(48) “Cara mereka melatih memang sadis, bahkan di luar batas
kemanusiaan kita. Tapi mereka benar.” (Devita, 2014 : 57).
Sroedji adalah tokoh utama dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita.
Hal ini disebabkan, cerita yang disajikan menceritakan perjuangan Sroedji.
Kutipan (1) menjelaskan bagaimana ciri-ciri fisik Sroedji. Ia memiliki hidung
yang tinggi, wajah tampan, dan berkulit bersih. Banyak juga yang mengatakan
bahwa Sroedji keturunan Arab dan Cina, tetapi sebenarnya Sroedji anak pribumi
asli. Kutipan (2) menjelaskan bahwa Sroedji ayah dari Sucahyo, Soepomo
Sroedji, Tuti, dan Puji Rejeki.
Sroedji berprofesi sebagai mantri malaria. Setiap hari ia berkeliling
kampong untuk menolong orang-orang yang sakit. Hal ini ia lakukan dengan
senang hati. Kutipan (6) dan (7) merupakan bukti bahwa Sroedji seorang mantri
malaria. Sroedji mempunyai niat besar untuk mengusir penjajah dari tanah airnya.
Hal ini ia buktikan dengan mandaftarkan diri menjadi seorang prajurit. Kutipan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
(8) sampai kutipan (17) menceritakan karir Sroedji hingga bisa menjadi
Komandan Brigade. Sifat-sifat Sroedji terdapat pada kutipan (18) sampai kutipan
(48). Sifat-sifat Sroedji antara lain mempunyai tekad yang besar untuk sekolah,
pandai, sosok yang penyayang, rendah hati atau suka memuji orang, mempunyai
semangat tinggi, bijaksana, taat beribadah, cinta tanah air, berani, dan rela
berkorban.
Tokoh tambahan yang akan dianalisis adalah Rukmini, Hasan, Amni,
Tajib, Maryam, Murjani, Soebandi, Titiwardoyo, Abdul Syukur, Rustamaji,
Sersan Sakri, dan Sersan Paimin. Berikut pemaparan tentang tokoh dan
penokohan tokoh tambahan.
4.2.1.2 Rukmini
Rukmini adalah anak pasangan Tajib dan Maryam. Kehidupan Rukmini
berbeda dengan anak-anak seusianya. Rukmini berasal dari keluarga terpandang.
Ayahnya adalah seorang guru OSVIA, sekolah pamong praja yang kelak akan
menjadi ambtenaar, semisal bupati, residen, camat, dan kepala desa. Dalam
menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori.
Berikut kutipan yang menjelaskan pernyataan tersebut dengan menggunakan
teknik ekspositori.
(49) Rukmini sangat beruntung karena lahir dalam keluarga yang
berkecukupan dan terpandang di kota asalnya, Sampang (Devita,
2014 : 20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
(50) Hanya segelintir pribumi yang berkesempatan menjadi guru di
sekolah yang demikian dan mendapatkan kehormatan sebagai
bagian masyarakat kelas atas saat itu (Devita, 2014 : 20).
Rukmini adalah wanita yang mempunyai keinginan tinggi untuk bersekolah.
Dia ingin menjadi ahli hukum wanita. Segala hal akan dilakukan Rukmini demi
meraih cita-citanya, termasuk menentang kehendak sang ayah. Dalam
menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori
dan dramatik. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Rukmini mempunyai
tekad yang tinggi untuk meraih cita-citanya dengan menggunakan teknik
ekspositori.
(51) Ia hanyalah wanita yang penuh mimpi dan keinginan meraih cita-
cita setinggi mungkin menjadi seorang Meester in de Rechten, ahli
hukum wanita yang masih langka saat itu (Devita, 2014 : 20).
(52) Meski Rukmini dengan senang hati menjalani kehidupan sebagai
siswa di sekolah keputrian, namun ia tidak pernah menghapus cita-
cita untuk suatu saat diperbolehkan melanjutkan ke Sekolah Tinggi
Hukum seperti yang diimpikannya selama ini (Devita, 2014 : 26).
Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Rukmini mempunyai tekad yang tinggi
untuk meraih cita-citanya dengan menggunakan teknik dramatik.
(53) “Maaf pak, saya terpaksa tidak bisa menuruti keinginan Bapak.
Saya belum mau menikah sekarang. Saya masih ingin sekolah,
belajar hukum di Leiden, Pak,” ujar Rukmini lirih. Mukanya
tertunduk tak berani menatap ayahnya (Devita, 2014 : 26 – 27).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Rukmini wanita yang pandai. Kepandaiannya ia dapatkan dari sang ayah.
Nilai-nilai Rukmini selalu bagus. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut,
pengarang menggunakan teknik ekspositori dan dramatik. Berikut kutipan yang
menjelaskan bahwa Rukmini sosok wanita yang pandai dengan menggunakan
teknik ekspositori.
(54) Rukmini tak cantik-cantik amat dibandingkan adik-adiknya.
Namun soal kepandaian, ia berani diadu dengan siapa pun (Devita,
2014 : 21).
(55) Rukmini selalu meraih peringkat tertinggi di kelas tanpa banyak
kesulitan. Nilai-nilainya lebih unggul, bahkan dari nilai anak-anak
keturunan Belanda sekalipun (Devita, 2014 : 21).
(56) Senyum tipis Mas Tajib baru pertama kali Rukmini lihat ketika ia
lulus HIS dengan nilai tertinggi (Devita, 2014 : 22).
Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Rukmini sosok wanita yang pandai
dengan menggunakan teknik dramatik.
(57) “Istriku wanita yang sangat cerdas,” begitu yang tersirat Sroedji
menceritakan kepribadian Rukmini dengan nada bangga kepada
teman-temannya (Devita, 2014 : 46).
(58) “Sayang ya Bu…kamu demikian pintar, tapi nasib dan kondisi kita
menyebabkan kamu tidak dapat memenuhi cita-citamu,” desah
Sroedji murung (Devita, 2014 : 65).
Meskipun pintar, Rukmini adalah sosok yang polos. Ia tidak tahu arti jatuh
cinta. Bahkan hidupnya hanya ia gunakan untuk memenuhi semua cita-citanya.
Bisa dikatakan pertemuannya dengan Sroedji adalah awal ia merasakan jatuh
cinta. Rukmini juga patuh terhadap kedua orangtuanya. Ia selalu menurut dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
perintah ayahnya. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa
Rukmini adalah wanita yang polos dan penurut dengan menggunakan teknik
ekspositori.
(59) Rukmini, wanita canggung yang tidak pernah jatuh cinta. Ia bahkan
tidak pernah diajari tentang arti cinta (Devita, 2014 : 20).
(60) Ia tampil bak wanita canggung, tidak tahu harus bagaimana
menghadapi perasaan yang tidak pernah dikenalnya selama ini
(Devita, 2014 : 32).
(61) Kepatuhan Rukmini kepada ayahnya, yang merupakan lambang
supremasi tak terbantahkan dalam keluarga, menyebabkan dirinya
hanya pasrah tatkala ayah memasukkannya ke sekolah keputrian
Van De Venter yang terletak di lingkungan keputren
Mungkunegaran Solo (Devita, 2014 : 22).
(62) Jadilah Rukmini menyerah untuk dijodohkan dengan seorang lelaki
yang bahkan wajahnya pun belum pernah ia lihat. Ada rasa takut
terselip dalam hati kecil Rukmini (Devita, 2014 : 29).
Sama halnya dengan Sroedji, Rukmini juga sosok wanita yang rajin berdoa.
Segala yang terjadi pada dirinya, selalu ia serahkan kepada Tuhan. Begitu pula
saat ia dalam situasi yang tidak aman. Dalam menggambarkan pernyataan
tersebut, pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang
menjelaskan bahwa Rukmini rajin berdoa dengan menggunakan teknik dramatik.
(63) “Ya Allah! Lindungilah aku!” jerit hati Rukmini penuh harapan
(Devita, 2014 : 70).
(64) “Ya…Allah aku pasrahkan hidupku padamu…aku menyerah pada
kehendakMu Tuhan,” bisik Rukmini (Devita, 2014 : 124).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
(65) “Ya allah, jangan ambil nyawaku sekarang. Selamatkanlah kami.
Lindungi hamba-Mu ini. Berikan kesempatan membesarkan anak-
anakku ya Allah.” Dalam ketakutannya, batin Rukmini tak henti
merapalkan doa-doa (Devita, 2014 : 126).
(66) Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa takut dan segala
marabahaya yang mengancam kami,” tak putus Rukmini
menyerukan doa dalam hati (Devita, 2014 : 219).
(67) “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari segala peristiwa buruk
yang mungkin akan menimpa keluarga kami,” Rukmini mengecup
Puji (Devita, 2014 : 232).
Seorang ibu wajib menyayangi anak-anaknya. Segalanya akan dilakukan
demi kebahagian sang buah hati. Begitu pula dengan Rukmini, dalam situasi
perang dan serba terbatas, ia mau melakukan apa saja demi kebahagiaan anaknya.
Terlebih ketika anak sedang sakit. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut,
pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang menjelaskan
bahwa Rukmini seorang yang penyayang dengan menggunakan teknik dramatik.
(68) “Opo sing dhadhi karepmu, tho Pom?” Rukmini yang baru saja
melahirkan merasa bingung dan gundah melihat Pom tak kunjung
sembuh (Devita, 2014 : 141).
(69) “Iki ibu wis mundut nasi putih, Le,…ayo cepat dimakan biar cepat
semmbuh,” dengan harap cemas, Rukmini membujuk Pom untuk
segera makan.
Sebagai istri seorang tentara, Rukmini harus mempunyai kepribadian yang
kuat. Kuat dalam menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Dalam
menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik dramatik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Rukmini wanita yang kuat dengan
menggunakan teknik dramatik.
(70) “Anakku, kita keluarga Sroedji. Keluarga pejuang…Bapakmu
sedang berjuang mengusir penjajah. Kita pun harus berjuang,
kuatkan dirimu…satu bukit lagi sayangku. Kuatkan dirimu ya
Nak…bantu ibumu.” Konon, bayi dalam kandungan punya
kepekaan dan hubungan batin luar biasa dengan ibunya (Devita,
2014 : 125).
(71) Ia menguatkan hati untuk tetap bertahan, “Aku harus hidup, demi
anak-anak. Harus!” (Devita, 2014 : 126).
Bagi seorang tentara, dukungan dari seorang istri sangatlah penting.
Rukmini sangat menyayangi Sroedji. Ia selalu berusaha untuk mendukung
keinginan Sroedji. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Rukmini
selalu mendukung suminya dengan menggunakan teknik dramatik.
(72) “Kau punya mimpi jadi tentara agar dapat membaktikan tenagamu
kepada rakyat banyak. Mungkin inilah saat yang tepat untuk
mewujudkannya. Menurutku, jika ingin merdeka Indonesia
pastinya membutuhkan pasukan tentara yang dapat diandalkan,”
kata Rukmini lembut sambil menyentuh lengan suaminya (Devita,
2014 : 47).
(73) “Menurutku, jika menjadi tentara adalah panggilan jiwamu sejak
dulu, penuhilah, Pak. Seseorang akan berhasil jika melakukan
pekerjaan sesuai hati nuranimya. Berangkatlah, Pak. Aku rela kau
jalani kehidupan tentara. Enyahkanlah penjajah dari bumi pertiwi,”
dukung Rukmini (Devita, 2014 : 48).
(74) “Pak, ikuti kata hatimu. Sudah jadi tekadmu menjadi pembela
tanah air. Jangan khawatirkan Cuk, Pom, atau aku. Kami tidak
pernah sendirian. Allah selalu beserta kita, Pak. Aku ikhlas,” ujar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Rukmini mantap meski di relung hatinya sempat menyelinap
perasaan sedih (Devita, 2014 : 48).
Sekuat-kuatnya Rukmini, ia adalah seorang wanita. Ia juga ingin
dimanjakan oleh suaminya, terlebih disaat ia hamil. Dalam menggambarkan
pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan
yang menjelaskan bahwa Rukmini juga mempunyai sikap manja dengan
menggunakan teknik dramatik.
(75) Ganti Rukmini yang gusar mendengar suaminya akan pergi lagi.
“Bayi kita ini sudah tinggal menunggu hari, Pak…Apa kau tidak bisa
menunggu sampai anak kita lahir?” (Devita, 2014 : 135).
(76) “Apakah tidak bisa ditunda sampai anakmu ini lahir, Pak?” Rukmini
mencoba mengulangi permintaannya, meski ia tahu mustahil terkabul
(Devita, 2014 : 137).
(77) “Aku ini hanya wanita dengan tiga anak yang masih kecil. Sebentar
lagi anak ke empat kita lahir. Aku tidak minta Bapak berhenti jadi
tentara. Aku hanya minta agar sekali ini saja Bapak menunda
keberangkatan. Aku ingin didampingi saat melahirkan, Pak,” rajuk
Rukmini (Devita, 2014 : 137).
Rukmini memang wnita yang tangguh. Sebagai seorang istri tentara, ia pun
harus rela mengorbankan suaminya ke medan pertempuran. Rasa rela berkorban
melekat pada diri Rukmini. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut,
pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang menjelaskan
bahwa Rukmini rela berkorban dengan menggunakan teknik dramatik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
(78) “Baiklah pak,…aku ijinkan dengan satu syarat, kau harus berjanji
untuk kembali ke kami dengan selamat. Engkau harus tetap hidup,
demi aku…demi anak-anak kita.” Dengan suara tercekat, Rukmini
berkata sambil menatap mata suaminya dalam-dalam dengan penuh
harap. (Devita, 2014 : 138).
(79) “Tak apa Pak…jauh hari aku malah sudah melupakan cita-citaku.
Hidupku sekarang untuk Bapak, untuk anak-anak, untuk kita,”
tukas Rukmini tegas (Devita, 2014 : 65).
(80) “Pak, ikuti kata hatimu. Sudah jadi tekadmu menjadi pembela
tanah air. Jangan khawatirkan Cuk, Pom, atau aku. Kami tidak
pernah sendirian. Allah selalu beserta kita, Pak. Aku ikhlas,” ujar
Rukmini mantap meski di relung hatinya sempat menyelinap
perasaan sedih (Devita, 2014 : 48).
Rukmini merupakan tokoh tambahan dalam novel Sang Patriot karya Irma
Devita. Hal ini disebabkan, cerita yang disajikan tidak menceritakan dirinya
secara mendalam. Sosok Rukmini diceritakan sebagai tokoh yang mendukung
tokoh utama.
Kutipan (49) dan kutipan (50) menjelaskan bahwa Rukmini terlahir dari
pasangan Tajib dan Maryam. Ia terlahir beruntung dibandingkan dengan anak-
anak seusianya. Profesi ayahnya yang bekerja sebagai guru di OSVIA membuat
Rukmini menjadi anak pribumi dari keluarga yang terpandang.
Kutipan (51) sampai kutipan (80) menjelaskan sifat-sifat Rukmini. Rukmini
adalah perempuan yang punya tekad tinggi untuk meraih cita-citanya, pandai,
polos penurut, rajin berdoa, penyayang, kuat, selalu mendukung suaminya,
sebagai seorang perempuan ia juga manja, dan rela berkorban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
4.2.1.3 Murjani
Murjani adalah teman seperjuangan Sroedji ketika mereka masih di PETA.
Murjani anak orang kaya, sehingga ia tidak terbiasa diperlakukan kasar. Dalam
menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori.
Berikut kutipan yang mendukung bahwa Murjani anak orang kaya dengan
menggunakan teknik ekspositori.
(81) Murjani adalah anak seorang priyayi yang sejak lahir sudah
terbiasa dilayani para pengasuh dan jarang bekerja keras (Devita,
2014 : 55).
(82) Bagi Murjani yang berasal dari kalangan ningrat, tamparan dipipi
adalah penghinaan di luar batas (Devita, 2014 : 55).
Murjani tidak sekuat Sroedji. Ia tidak tahan dengan cara melatih anggota
PETA. Perlakuan kasar dan hukuman berat sempat membuat Murjani menyerah.
Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik
dramatik. Berikut kutipan yang mendukung bahwa Murjani seorang yang mudah
menyerah dengan menggunakan teknik dramatik.
(83) “Dji…aku sudah tidak tahan lebih lama di tempat ini. Para taibatsu,
kopral pelatih itu pancen gendheng koyoke…,” bisik Murjani, kadet
asal Blitar (Devita, 2014 : 55).
(84) “Aku ndak tahan maneh, Dji…Ndak iso aku koyo ngene terus…!”
Murjani mulai mengisak pelan (Devita, 2014 : 56).
Murjani memang anak orang kaya, tetapi semangatnya untuk membebaskan
tanah airnya dari penjajah sangatlah kuat. Ia rela mengorbankan dirinya dididik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
secara sadis oleh Jepang, asalkan ia bisa menyumbangkan tenaganya nanti untuk
mengusir penjajah. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan yang mendukung bahwa
Murjani seorang yang semangat dengan menggunakan teknik ekspositori.
(85) Murjani yang biasanya lemah dan tertinggal, tampak bersemangat
menjalani latihan (Devita, 2014 : 58).
(86) Dia selalu berlari berdampingan dengan Sroedji, sang komandan
kompi (Devita, 2014 : 58).
Murjani memang anak orang kaya, tetapi semangatnya untuk membebaskan
tanah airnya dari penjajah sangatlah kuat. Ia rela mengorbankan dirinya dididik
secara sadis oleh Jepang, asalkan ia bisa menyumbangkan tenaganya nanti untuk
mengusir penjajah. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang mendukung bahwa Murjani
seorang yang rela berkorban dengan menggunakan teknik dramatik.
(87) “Dji…aku mau kabur saja. Tiap hari kita disiksa. Di bawah terik
matahari kita disuruh lari sampai-sampai baju kita yang hijau jadi
putih karena keringat yang mongering. Eh, malamnya kita juga
masih harus menerima gebukan. Belum lagi tamparan, siksaan para
bintara dan kopral Jepang sialan itu yang tambah hari semakin
brutal!” lanjut Murjani dengan nada geram sambil berusaha keras
menahan air mata yang hendak runtuh (Devita, 2014 : 55).
Murjani adalah teman seperjuangan Sroedji ketika di PETA. Nasib Murjani
berbeda dengan Sroedji. Ia berasal dari keluarga terpandang dan kaya. Kutipan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
(81) dan kutipan (82) adalah bukti bahwa Murjani anak orang kaya. Hidup enak
dan seeba kecukupan membuat Murjani tidak tahan di PETA. Murjani jadi orang
yang mudah menyerah. Kutipan (83) dan kutipan (84) adalah bukti bahwa
Murjani bersifat mudah menyerah. Sroedji yang mengetahui bahwa temannya
butuh semangat, tak tinggal diam. Ia lalu memberi semangat kepada Murjani.
Setelah diberikan semangat, Murjani pun kembali memiliki semangat untuk
berjuang bersama Sroedji di PETA. Kutipan (85) sampai kutipan (87) adalah bukti
bahwa Murjani seorang yang punya semangat dan rela berkorban.
4.2.1.4 Mayor dr. Raden Mas Soebandi
Soebandi adalah teman seperjuangan dengan Sroedji. Memiliki wajah tirus,
mata tajam, dan dahi lebar. Ia berprofesi sebagai dokter militer. Dalam
menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori.
Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut dengan menggunakan
teknik ekspositori.
(88) Lelaki berwajah tirus dan mata setajam mata elang itu tetap tenang,
tidak terpengaruh oleh keringat yang mulai membanjiri
punggungnya (Devita, 2014 : 87).
(89) Dahi lebarnya, yang menandakan kecerdasannya, penuh peluh yang
menetes dari ujung anak-anak rambut yang lurus dan hitam
(Devita, 2014 : 87).
(90) Pak dokter, demikian Marni biasa menyapanya hormat, memiliki
nama asli Soebandi. Lengkapnya Mayor dr. Raden Mas Soebandi,
dokter militer yang penuh dedikasi (Devita, 2014 : 88).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Profesinya sebagai seorang dokter, mewajibkannya untuk menolong setiap
orang yang sakit. Ia korbankan seluruh jiwa dan raga demi keselamatan pasien-
pasiennya. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan
teknik dramatik. Berikut kutipan yang mendukung bahwa Soebandi suka
menolong dengan menggunakan teknik dramatik.
(91) Tanpa mengalihkan pandangan Soebandi menjawab, “Ya…saya
dokter yang sedang mengobati orang terluka”. (Devita, 2014 : 91).
(92) “Ah…akhirnya terangkat juga peluru ini. Syukurlah, Mayor Abdul
Rivai bisa terhindar dari maut,” sorak Soebandi dalam hati (Devita,
2014 : 91).
(93) “Dia bukan siapa-siapa. Hanya rakyat biasa yang terserempet
peluru dan butuh operasi segera, atau dia harus kehilangan
kakinya.” Kilah Soebandi tenang (Devita, 2014 : 92).
(94) “Saya ini dokter, Tuan….Tugas saya menolong korban perang.
Siapa pun itu. Laki-laki di depan saya ini rakyat biasa yang
tertembak,” dalih Soebandi (Devita, 2014 : 92).
Pembawaan Soebandi yang tenang, mampu mengatasi segala situasi yang
ada. Meskipun berada di situasi yang menegangkan, ia mampu mengendalikan
dirinya agar tetap tenang. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik ekspositori dan dramatik. Berikut kutipan yang mendukung
bahwa Soebandi seorang yang tenang dengan menggunakan teknik ekspositori.
(95) Namun melihat ketenangan Soebandi, mereka ikut tetap tegar
meski rentetan tembakan tembaga dari senapan-senapan otomatis
menusuk-nusuk gendang telinga (Devita, 2014 : 90).
(96) Tenang saja dokter pemberani itu bekerja (Devita, 2014 : 91).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
(97) Melihat ketenangan sang dokter, serdadu muda itu tidak berkata
lebih banyak dan memandang pemimpinnya, seolah menunggu
perintah lebih lanjut (Devita, 2014 : 92).
Berikut kutipan yang mendukung bahwa Soebandi seorang yang tenang dengan
menggunakan teknik dramatik.
(98) Hatinya berbisik, “Tenanglah tenang…dan segera selesaikan
pekerjaan ini bandhi.” (Devita, 2014 : 92).
Berprofesi sebagai dokter militer juga menuntut Soebandi untuk rela
mengorbankan segala-galanya. Tak terkecuali nyawanya. Dalam menggambarkan
pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan
yang mendukung bahwa Soebandi seorang yang tenang dengan menggunakan
teknik ekpositori.
(99) Namun, karena jengkel, si komandan memerintahkan anak buahnya
untuk menangkap Soebandi yang tetap bandel meneruskan operasi
meski disuruh berhenti (Devita, 2014 92).
(100) Soebandi dijadikan tawanan kota selama tiga hari (Devita, 2014 :
92).
Keberanian dokter Soebandi patut diacungi jempol. Ia tetap melaksanakan
tugasnya demi pasien yang kesakitan meski senapan laras panjang sudah
ditodongkan. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik ekspositori dan dramatik. Berikut kutipan yang mendukung
bahwa Soebandi seorang yang tenang dengan menggunakan teknik ekspositori.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
(101) Dokter pemberani itu menerima hukuman dengan lapang dada.
Baginya, keselamatan nyawa pasien lebih penting dibanding
keselamatan dirinya sendiri (Devita, 2014 : 92).
Berikut kutipan yang mendukung bahwa Soebandi seorang yang tenang dengan
menggunakan teknik dramatik.
(102) “Sedikit lagi…sedikit lagi…Aku harus mengulur waktu…Jangan
sampai terhenti…Pasien ini bisa meninggal jika tidak selesai…”
gumam Soebandi dalam hati tanpa memedulikan todongan senjata
si Belanda (Devita, 2014 : 91).
Mayor dr. Raden Mas Soebandi adalah teman seperjuangan Sroedji. Kutipan
(88) sampai kutipan (90) menjelaskan ciri-ciri fisik Soebandi. Ia memiliki wajah
tirus, mata tajam, dan dahi lebar. Ia berprofesi sebagai dokter. militer. Kutipan
(91) sampai kutipan (102) menjelaskan tentang sifat-sifat Soebandi. Ia memiliki
sifat suka menolong, berpribadian tenang, rela berkorban, dan pemberani.
4.2.1.5 Titiwardoyo
Titiwardoyo adalah lurah Tunjungrejo. Sebagai lurah, ia wajib melindungi
warganya. Ia tidak peduli akan keselamatan nyawanya. Segalanya akan ia lakukan
untuk melindungi warganya. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut,
pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang mendukung
bahwa Titiwardoyo rela berkorban dengan menggunakan teknik dramatik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
(103) “Argh…argh…” Meski darah tertelan di kerongkongan,
Titiwardoyo memberanikan diri menjawab, “Bu…bukan…Tuan.
Itu…itu war…ga saya yang…saakiiit…!” (Devita, 2014 : 98).
(104) “Aku tak mau menyerah…toh sebentar lagi aku mati. Pejuang-
pejuang itu harus selamat,” batin Titiwardoyo yang bersikeras
meski napasnya tinggal satu-satu (Devita, 2014 : 98).
Titiwardoyo adalah pribadi yang tenang. Meski dalam keadaan
menegangkan dan menjengkelkan, ia berusaha untuk tetap tenang. Dalam
menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik dramatik.
Berikut kutipan yang mendukung bahwa Titiwardoyo sosok yang tenang dengan
menggunakan teknik dramatik.
(105) “Selamat malam, Tuan-tuan…,” sapa Titiwardoyo berusaha
setenang mungkin (Devita, 2014 : 96).
(106) Titiwardoyo berusaha untuk tetap tenang, “Sungguh, Tuan…Tidak
ada ekstremis…” (Devita, 2014 : 97).
Titiwardoyo adalah lurah Tunjungrejo. Sebagai seorang lurah, sudah
menjadi kewajibannya untuk melindungi masyarakatnya. Kutipan (103) sampai
kutipan (106) menjelaskan sifat-sifat Titiwardoyo. Ia memiliki sifat rela berkorban
dan berpribadian tenang.
4.2.1.6 Abdul Syukur
Abdul Syukur adalah pengawal pribadi Sreodji. Ia sangat kagum akan sosok
Sroedji. Kemana Sroedji pergi, Abdul Syukur selalu menemaninya. Rasa kagum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
itu ia ungkapkan lewat pujian-pujian terhadap Sroedji. Dalam menggambarkan
pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori dan dramatik.
Berikut kutipan yang mendukung bahwa Abdul Syukur sangat kagum terhadap
Sroedji dengan menggunakan teknik ekspositori.
(107) Abdul Syukur semakin hormat dan kagum kepada atasannya itu.
Betapa telitidan matang Sroedji memperhitungkan semua
kemungkinan yang mungkin dihadapi (Devita, 2014 : 161).
Berikut kutipan yang mendukung bahwa Abdul Syukur sangat kagum terhadap
Sroedji dengan menggunakan teknik dramatik.
(108) “Hanya suaranya…Ya, baru suaranya saja, yang jernih dan tegas,
sudah membuat seluruh anak buah takluk dan hormat,” batin Abdul
Syukur, pengawal setia Sroedji.” (Devita, 2014 : 159).
(109) “Tak heran jika banyak yang menyangka Pak Sroedji punya jimat
hingga omongannya selalu didengar. Tidak, aku yakin tidak. Pak
Sroedji muslim yang taat, tak mungkin punya jimat.” (Devita, 2014
: 159).
(110) “Benar-benar para pemimpin yang luar biasa dan tidak
mementingkan diri sendiri,” batin Syukur (Devita, 2014 : 162).
Abdul Syukur sangat mengenal Sroedji. Bahkan ia sudah menganggap
Sroedji sebagai saudaranya. Selain itu, Abdul Syukur juga sangat menyayangi
atasannya itu. Ia akan lakukan apapun demi melindungi Sroedji. Sroedji sakit pun,
ia yang merawatnya. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang mendukung bahwa Abdul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Syukur sangat menyayangi terhadap Sroedji dengan menggunakan teknik
dramatik.
(111) “Pak, mau saya pijit punggung Bapak? Saya punya minyak akar
lawang.” Syukur menawarkan diri (Devita, 2014 : 213).
(112) “Sudah Pak. Sudah ada yang mengawasi distribusi makanan dan
tempat istirahat. Bapak mengaso saja. Kalau Bapak sakit, siapa
nanti yang memimpin pasukan masuk Jember?” desak Syukur
(Devita, 2014 : 213).
(113) Melihat komandannya tidak marah, Syukur semakin berani
mengajukan pendapat. “Dalem panggilkan tukang pijit kampong
nggih, Pak?” (Devita, 2014 : 213).
Abdul Syukur adalah pengawal pribadi Sroedji. Ia sangat meghormati sosok
Sroedji. Kutipan (107) sampai kutipan (113) menjelaskan sifat-sifat Abdul
Syukur. Ia memiliki sifat rendah hati dan sangat menyayangi Sroedji.
4.2.1.7 Rustamaji
Rustamaji adalah adik Rukmini nomor tiga. Dia juga ikut membantu Sroedji
dalam melawan penjajah. Segala perintah Sroedji dia laksanakan dengan baik.
Termasuk ketika Rustamaji harus memboyong Rukmini beserta ponakan-
ponakannya keluar dari Jember. Dia sangat menyayangi keluarganya. Oleh sebab
itu, dia juga ikut bertanggung jawab untuk menjaga Rukmini dan keponakannya.
Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik
dramatik. Berikut kutipan yang mendukung bahwa Rustamaji bertanggung jawab
dengan menggunakan teknik dramatik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
(114) “Mas Sroedji sangat mengkhawatirkan Iyu, ibu, adik-adik, dan
anak-anak. Mas Sroedji pesan agar besok subuh, kami membawa
smua mengungsi ke Kediri. Di sana Mas Sroedji sudah menunggu
di bunker persembunyian.” (Devita, 2014 : 117).
(115) “Mas Sroedji juga pesan agar kita lewat jalan melingkar,
menghindari kota yang kini sudah diduduki Belanda. Lewat hutan
dan pegunungan, Iyu. Belanda diduga sedang mengincar keluarga
Mas Sroedji, terutama Iyu dan anak-anak. Dengan menangkap Iyu
dan anak-anak, Belanda berharap perlawanan Mas Sroedji akan
melemah.” (Devita, 2014 : 117).
(116) “Pesan Mas Sroedji sudah jelas Iyu,…Jangan ditunda lagi. Belanda
bisa kapan saja masuk Jember. Kalau sudah begitu, akan sulit
sekali keluar Jember. Sini, aku bantu berkemas,” desak Rustamaji
(Devita, 2014 : 118).
Keadaan Rukmini yang sedang hamil tua, membuat perjalanan Rustamaji
dan keluarganya sedikit terhambat. Mereka tidak bisa bergerak cepat
meninggalkan Jember. Rustamaji sebenarnya tidak tega melihat Rukmini yang
hamil tua harus berjalan begitu jauh. Tetapi Rustamaji tidak boleh menyerah
begitu saja dalam memboyong keluarganya. Dia terus member semangat kepada
Rukmini agar tetap kuat. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang mendukung bahwa
Rustamaji bersemangat dengan menggunakan teknik dramatik.
(117) “Ayolah Iyu…Belanda tak akan membiarkan kita lolos. Tinggal
satu bukit kita sampai Iyu…sedikit lagi…” bujuk Rustamaji
(Devita, 2014 : 124).
(118) “Kita tinggal melewati bukit di depan Iyu. Kita segera sampai
tempat persembunyian yang sudah disiapkan anak buah Mas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Sroedji. Empat kilo lagi Iyu, tak lebih…” desak Rustamaji (Devita,
2014 : 124).
Rustamaji adalah adik ipar sekaligus bawahan Sroedji. Ia sangat patuh
terhadap semua perintah Sroedji. Ia akan lakukan apa saja demi atasannya.
Termasuk menjaga Rukmini dan anak-anaknya kalau Sroedji meninggal. Dalam
menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori
dan dramatik. Berikut kutipan yang mendukung bahwa Rustamaji patuh terhadap
Sroedji dengan menggunakan teknik ekspositori.
(119) Buru-buru dia meninggalkan pertempuran, mengendap-endap ke
arah berlawanan seperti perintah Sroedji (Devita, 2014 : 222).
Berikut kutipan yang mendukung bahwa Rustamaji patuh terhadap Sroedji dengan
menggunakan teknik dramatik.
(120) “Siap!!” Rustamaji menghormat dengan mata sembab (Devita,
2014 : 222).
Meskipun masih muda, keberanian Rustamaji dalam membantu Sroedji
untuk mengusir penjajah sangat besar. Ia berani menghadapi penjajah di medan
perang tanpa memperdulikan keselamatan nyawanya. Dalam menggambarkan
pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan
yang mendukung bahwa Rustamaji seorang yang pemberani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
(121) Sroedji memandang Rustamaji, adik iparnya yang tiarap tak jauh
darinya (Devita, 2014:221).
(122) “Dia masih sangat muda. Dia harus keluar dengan selamat dari
pertempuran ini,” pikir Sroedji seraya menghampiri Rustamaji
(Devita, 2014:222).
Rustamaji adalah adik Rukmini. Ia juga menjadi teman Sroedji dalam
mengusir penjajah. Kutipan (114) sampai kutipan (122) menjelaskan sidat-sifat
Rustamaji. Ia memiliki sifat yang bertanggung jawab, semangat, dan patuh
terhadap atasannya.
4.2.1.8 Sersan Sakri
Badannya yang kurus tidak menyurutkan niatnya untuk ikut membantu
mengusir penjajah. Ia rela berkorban bersusah payah untuk membebaskan tanah
airnya dari serangan penjajah. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut,
pengarang menggunakan teknik dramatik. Berikut kutipan yang mendukung
bahwa Sersan Sakri rela berkorban dengan menggunakan teknik dramatik.
(123) “Min…Apa kamu yakin kita akan menang melawan serdadu
londo? Mereka terlatih dan punya senjata canggih. Lah kita? Cuma
senapan seadanya. Malahan, satu bedil harus dipakai bertiga,
bergantian. Yang lain hanya mengandalkan bamboo runcing, clurit,
klewang, keris, golok,” keluh Sersan Sakri (Devita, 2014 : 167).
(124) “Lha…yok opo ndak ngono, Min…Bayangno, kita ini sudah ngider
ke sana kemari. Dari Jember harus hijrah ke Tulungagung dan
Blitar, berjalan sangat jauh. Baru beberapa bulan di sana dan
mencoba hidup nyaman dengan membuka hutan, eee…sekarang
harus ke Jember lagi. Wingate action kata Pak Raji. Opo to
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
sebenere keinginannya para pemimpin kita itu?” (Devita, 2014 :
167).
Sersan Sakri adalah salah satu dari banyak pejuang muda yang mengeluh
akan peperangan. Kutipan (123) dan kutipan (124) menjelaskan bahwa Sersan
Sakri bosan dengan keadaan perang. Ia mempunyai semangat tinggi untuk
mengusir penjajah.
4.2.1.9 Sersan Paimin
Sersan Paimin juga anak buah Sroedji. Ia juga teman Sersan Sakri. Mereka
adalah teman seperjuangan. Sersan Paimin berbeda dengan Sersan Sakri. Ia
mempunyai semangat tinggi untuk mengusir penjajah dari tanah air tercinta.
Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik
dramatik. Berikut kutipan yang mendukung bahwa Sersan Paimin cinta tanah air
dengan menggunakan teknik dramatik.
(125) “Ko en ndak boleh omong begitu Kri. Kita ini prajurit…prajurit
Kri!” seru Paimin sambil menepuk dada (Devita, 2014 : 167).
(126) “Prajurit iku yo nyemplung laut sekalipun, kita harus nyemplung.
Beliau-beliau di pusat itu, pasti tahu yang paling baik dibandingkan
kita yang sekadar bisa baca tulis.” (Devita, 2014 : 167).
Semangat yang tinggi memang sangat dibutuhkan bagi seorang prajurit.
Tanpa adanya semangat, perjuangan tidak akan maksimal. Kutipan (125) dan
kutipan (126) menjelaskan bahwa Paimin sosok yang cinta tanah air.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
4.2.2 Analisis Latar
Sudjiman (1990 : 48) berpendapat bahwa latar adalah segala keterangan
mengenai waktu, ruang, dan suasana terjafinya dalam karya sastra. Burhan (2009
: 227 – 237) membedakan latar ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat,
waktu, dan sosial. Ketiga latar ini akan dikaitkan dengan novel Sang Patriot.
4.2.2.1 Latar Tempat
Mochammad Sroedji, anak dari pasangan Hasan dan Amni. Ia terlahir
sebagai anak pedagang yang sederhana. Pada usia belasan tahun, Sroedji sering
membantu ayahnya berdagang di pasar Pahing Hal ini dilakukannya guna
membantu sang ayah. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(127) Persis di depan toko itu, terhampar selembar tikar penuh dagangan
milik Hasan yang tertata rapi: isi pematik dan aneka kebutuhan
rumah tangga. Di pasar Pahing, dagangan Hasan terkenal
berkualitas dan cukup murah (Devita, 2014 : 13).
(128) Pasar Pahing yang becek semakin ramai. Satu-dua pembeli datang
dan dilayani oleh Sroedji dengan ramah (Devita, 2014 : 16).
Waktu terus berputar dan Sroedji terus tumbuh menjadi pria dewasa. Ia
menikah dengan seorang gadis bernama Rukmini. Sroedji memboyong keluarga
kecilnya untuk tinggal di Jember. Di sana, Sroedji bekerja sebagai mantri malaria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
di Rumah Sakit Umum Kreongan. Berikut kutipan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(129) Selesai acara pernikahan, Mochammad Sroedji, yang baru Rukmini
kenal di pelaminan, langsung memboyong istrinya ke Jember
(Devita, 2014 : 32).
(130) Di sana ia bekerja dan mengabdi sebagai seorang Mantri Malaria di
Rumah Sakit Umum Kreongan (Devita, 2014 : 32).
(131) Siang itu, seperti biasa Rumah Sakit Kreongan ramai orang yang
membawa keluhan bermacam penyakit yang diderita (Devita, 2014
: 43).
Sroedji adalah seorang mantri malaria yang mempunyai keinginan besar
untuk mengusir penjajah dari tanah airnya. Keinginan itu sudah tertanam sejak ia
belum menikah. Setelah mengetahui bahwa ada perekrutan tentara, Sroedji dengan
mantab ingin bergabung. Karier ketentaraannya ia mulai dari bergabung dengan
PETA yang nantinya dilatih di Bogor. Berikut kutipan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(132) Kota Bogor yang berada di kaki gunung Salak berketinggian 262
meter di atas permukaan laut terkenal sebagai kota bercurah hujan
tinggi (Devita, 2014 : 52).
(133) Seminggu sudah air dari langit mengguyur kota Bogor,
meninggalkan udara (134) dingin menggigit (Devita, 2014 : 58).
(134) Usai ikut pendidikan PETA di Bogor, Chuudanchoo Mochammad
Sroedji dipulangkan ke Jember (Devita, 2014 : 60).
(135) Mereka berkumpul di meja makan, bersantap bersama untuk
pertama kalinya setelah empat bulan kepergian Sroedji ke kamp
pelatihan PETA di Bogor (Devita, 2014 : 62).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Setelah dipulangkan ke Jember, Sroedji merekrut orang di daerahnya
untuk masuk menjadi anggota PETA. Kala itu, Sroedji merekrut orang di
Karesidenan Besuki. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(136) Beberapa minggu berlalu. Sroedji bersama para chuudancho,
komandan kompi lain yang ditugaskan untuk membentuk Daidan
Dai II di Karesidenan Besuki, mulai sibuk membuka pendaftaran
bagi siapa saja yang bersedia dilatih menjadi anggota daidan,
battalion di tiap kabupaten dan kota (Devita, 2014 : 67).
(137) Sebagai perwira PETA, Sroedji merasa dilecehkan pangkat dan
keberadaannya sebagai salah satu pelatih inti di Daidan Besuki
(Devita, 2014 : 71).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan bahwa Sroedji merekrut
orang pribumi untuk bergabung bersama PETA di Karesidenan Besuki.
(138) “Aku mendapat pangkat chuudanchoo, kapten Bu, menjadi
komandan Kompi 4 di bawah Daidanchoo Suwito. Tugasku
membentuk Daidan I di Karesidenan Besuki, khususnya di
Kencong, Jember.” (Devita, 2014 : 64).
Setelah dipercaya menjadi pemimpin PETA di daerahnya, Sroedji menjadi
jarang di rumah. Ia selalu pergi ke luar kota untuk melaksanakan tugasnya sebagai
tentara. Tak lama setelah peristiwa hancurnya Hiroshima dan Nagasaki membuat
Jepang mengambil keputusan untuk menyerahkan kekuasaan kepada sekutu dan
membubarkan PETA. Setelah PETA dibubarkan, presiden Ir. Soekarno
menyerukan agar eks PETA dan Heiho bergabung untuk membentuk Badan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Keamanan Rakyat (BKR) yang nantinya berganti nama menjadi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR).
Peristiwa penembakan AWS. Mallaby, disusul tewasnya Jendral Gobert
Guy Loder-Symonds DSO. MC., menjadi pukulan bagi Inggris. Hal ini membuat
mereka berencana untuk membumihanguskan Surabaya. Sroedji dan kawan-
kawannya tidak tinggal diam menghadapi serangan tersebut dan mereka
merencanakan pertempuran untuk mempertahankan Surabaya. Peristiwa ini terjadi
di Surabaya. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(139) Ultimatum lewat selebaran yang dijatuhkan dari pesawat itu
membuat ribuan wanita dan anak-anak bergegas meninggalkan
kota Surabaya, mengungsi cari selamat (Devita, 2014 : 74).
(140) Kota Surabaya yang sudah ditinggal mengungsi kaum wanita dan
anak-anak tidak serta-merta menjadi lenggang (Devita, 2014 : 77).
(141) Kepekatan malam meliputi Surabaya, menggantikan ingar-bingar
desing peluru, dentum mortir dan ledakan granat (Devita, 2014 :
81).
Pertemuan telah usai, Sroedji mendapat bagian untuk mempertahankan kota
Surabaya bagian selatan. Menurut tentara Inggris yang tertangkap, akan ada
konvoi besar tank Inggris menuju Sidoarjo, selatan Surabaya. Mengetahui hal itu,
Sroedji bermaksud untuk menyerang konvoi tersebut di dekat Kali Brantas.
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
(142) Pasukan Inggris mulai merangsek ke selatan Surabaya. Di sana, di
Sidoarjo, sudah penuh sisa-sisa pejuang yang dipaksa mundur oleh
gempuran luar biasa tentara Inggris (Devita, 2014 : 81).
(143) Lepas tengah malam, kala lenguh burung hantu saling timpal
dengan dengkungan kodok, di bawah jembatan yang melintang di
atas kali Brantas berkelebat bayangan hitam (Devita, 2014 : 81).
(144) Arus sungai Brantas menderas, turut menyambut kemenangan
pejuang (Devita, 2014 : 86).
Pertempuran demi pertempuran terus terjadi. Sroedji dan para pejuang
lainnya harus masuk keluar hutan dan kota-kota yang diserang oleh penjajah.
Blitar, juga menjadi sasaran para penjajah. Berikut kutipan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(145) Sroedji menjadi komandan Satuan Gabungan Angkatan Perang
dalam penumpasan ekor PKI di Blitar (Devita, 2014 : 147).
(146) Selama dua bulan operasi berlangsung, Blitar berhasil dibersihkan
dari pengaruh PKI dalam waktu dua minggu (Devita, 2014 : 147).
Setelah menjadi istri seorang tentara, kehidupan Rukmini ikut menjadi tidak
tenang. Ia pun harus mau berpindah-pindah tempat guna mengelabui para penjajah
yang mencarinya. Ketika Jember dirasa sudah tidak aman lagi, Sroedji menyuruh
Rukmini untuk pindah ke Kediri. Di Kediri, Sroedji tinggal di sebuah rumah
peninggalan orangtuanya. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(147) Rukmini mendapat kesempatan berkumpul dengan Sroedji setelah
melalui perjalanan darat, dua ratus kilometer berjalan kaki dari
Jember ke Kediri (Devita, 2014 : 132).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
(148) Di Kediri, Sroedji sekeluarga menempati sebuah rumah besar yang
berdiri di atas lahan seluas seribu meter persegi peninggalan
orangtuanya di desa Gurah, kampung Kauman (Devita, 2014 :
132).
Perjuangan para pejuang memang tidak mudah. Banyak hal yang harus
dikorbankan. Demikian pula dengan Sroedji. Ia harus berpindah-pindah tempat
untuk mengusir penjajah. Kali ini Tempursari menjadi tempat bertandang Sroedji.
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(149) Jelang saat yang rawan, di Tempursari, Letkol Mochammad Sroedji
alias Pak Raji meminpin rapat gabungan staf Brigade III dan
Brigade IV (Devita, 2014 : 183).
(150) Penjagaan di pos Belanda di Tempursari nyatanya tidak terlalu
kuat. Hanya ada dua peleton pasukan di sana (Devita, 2014 : 184).
Penanggal juga menjadi saksi bisu pertempuran Sroedji melawan penjajah.
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(151) Setiba di Penanggal, ketiga batalion disambut kabar dari warga
setempat bahwa Belanda sudah pergi memusatkan kekuatan di
Pasirian (Devita, 2014 : 194).
(152) Melalui pertempuran hebat di desa Pronojiwo, Jarit, dan
Candipuro, akhirnya brigade yang dikomandani Sroedji berhasil
merebut dan menduduki desa Penanggal (Devita, 2014 : 198).
Karang Kedawung menjadi saksi bisu terakhir perjuangan Sroedji. Di Karang
Kedawunglah Sroedji meninggal. Berikut kutipan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
(153) Beberapa belas pejuang yang selamat atau sekadar terluka memilih
mundur, buru-buru meninggalkan Karang Kedawung (Devita, 2014
: 234).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan bahwa Sroedji meninggal
di Karang Kedawung.
(154) “Benar ini mayat Sroedji, hah?!” bentak serdadu KNIL berwajah
bengis kepada wanita warga Karang Kedawung yang berjongkok di
barisan paling depan (Devita, 2014 : 235).
4.2.2.2 Latar Waktu
Latar waktu dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita dijelaskan secara
rinci oleh pengarang. Secara garis besar keterangan waktu dalam novel dimulai
dari masa kecil Sroedji, perjuangan-perjuangannya, sampai ia meninggal. Untuk
lebih jelasnya keterangan waktu dalam novel tersebut akan dijabarkan.
Sroedji adalah bocah laki-laki yang suka bermain perang-perangan di siang
hari bersama teman-temannya. Ia sangat menyukai permainan tersebut. Seolah-
olah ia sedang berada di medan pertempuran yang sesungguhnya. Berikut kutipan
tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(155) Di suatu siang yang terik, sekelompok bocah lelaki usia tujuh
tahunan bermain perang-perangan di antara rumpun tebu (Devita,
2014 : 5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Sroedji berprofesi sebagai mantri malaria. Ia selalu membantu orang-orang
yang membutuhkan pertolongannya. Setiap siang hari Sroedji selalu menjalankan
tanggung jawabnya sebagai mantri. Berikut kutipan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(156) Siang itu, seperti biasa Rumah Sakit Umum Kreongan ramai orang
yang membawa keluhan bermacam penyakit yang diderita (Devita,
2014 : 43).
(157) Setelah menjalani kesibukan sesiangan, saat mencatat stok obat
benak Sroedji kembali dipenuhi pikiran tentang pertemuannya
dengan kawan-kawan sesama eks Hizbul Wathan (Devita, 2014 :
44).
Sroedji memang laki-laki yang mempunyai keinginan besar untuk mengusir
penjajah. Ia akan melakukan segala cara guna mencapai keinginannya tersebut. Di
bawah ini akan dipaparkan mengenai perjalanan perjuangan Sroedji dalam
mengusir penjajah. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(158) Adalah Gatot Mangunpradja yang mengawalinya. Dia menyurati
Gunseikan pada tanggal 7 September 1943 dan menganjurkan
dibentuknya tentara sukarela Pembela Tanah Air (Devita, 2014 :
41).
(159) Sroedji tak menjawab pertanyaan kawannya. Ia ambil koran itu
dari tangan Supardi, edisi terbaru tanggal 3 Oktober 1943 (Devita,
2014 : 44).
(160) Esoknya, Sroedji mendatangi lokasi perekrutan PETA (Devita,
2014 : 48).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
(161) Lapangan Ikada, 8 Desember 1943. Hari yang bersejarah bagi para
calon perwira PETA (Devita, 2014 : 59).
Perjuangan panjang Sroedji beserta anak buahnya memang sangat berat. Di
tengah-tengah kerasnya medan pertempuran, mereka selalu berharap akan datang
waktunya bahwa Indonesia benar-benar merdeka. Pengorbanan Sroedji terbayar
sudah pada tanggal 27 Desember 1949. Berikut kutipan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(162) Perjuangan dan pengorbanan para syuhada tidak sia-sia. Setelah
melalui perjuangan dan perundingan yang panjang, akhirnya pada
tanggal 27 Desember 1949, Belanda secara de jure dan de facto
mengakui kedaulatan Republik Indonesia (Devita, 2014 : 252).
4.2.2.3 Latar Sosial
Latar sosial pada novel ini mengacu pada kehidupan masyarakat pada
zaman penjajahan. Dimana sekolah-sekolah belum bisa dinikmati oleh semua
kalangan, sistem perjodohan masih terjadi, anak perempuan tidak boleh sekolah
terlalu tinggi, dan masih banyak lagi. Berikut kutipan tidak langsung mengenai
pendidikan di zaman penjajahan.
(163) Namun penjajahan Belanda hanya memungkinkan orang-orang
tertentu yang bisa sekolah. Meski Gubernur Jendral Daendels
memerintahkan para bupati sepulau Jawa untuk menyebarkan
pendidikan bagi kalangan rakyat, tetapi perintah itu seakan berlaku
sebagai angin lalu saja. Hanya para priyayi dari golongan ningrat
yang berkesempatan mengenyam pendidikan. Anak bupati,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
keturunan raja-raja Jawa, dan anak-anak pribumi yang orangtuanya
bekerja untuk Belanda yang dapat bersekolah (Devita, 2014 : 10).
(164) Beruntung keluar kebijakan diferensiasi sekolah untuk Bumi
Putera: sekolah kelas I untuk golongan priyayi dan sekolah ke II
(sekolah ongko loro) untuk rakyat jelata (Devita, 2014 : 10).
Anak perempuan pada zaman itu tidak boleh sekolah terlalu tinggi. Rukmini
tidak luput dari keadaan itu. Sekolah terlalu tinggi bagi perempuan akan membuat
laki-laki enggan mendekatinya. Berikut kutipan langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(165) “Tidak bisa Bu…aku tahu Rukmini sangat cerdas. Tapi perempuan
seperti itu akan sulit dapat jodoh. Laki-laki takut menghadapi
perempuan yang terlalu pintar. Perempuan seperti itu biasanya sulit
diatur dan mendengarkan kata-kata suami. Kamu ingin melihat
anak kita perawan tua seumur hidup?” timpal Tajib (Devita, 2014 :
27).
(166) “Apalagi nanti kalau dia sudah sekolah lebih tinggi…pasti
syaratnya akan semakin macam-macam…bisa-bisa, baginya tidak
ada laki-laki Madura yang pantas jadi suami,” gerutu Mas Tajib
lagi (Devita, 2014 : 28).
Perjodohan pada masa itu bukanlah menjadi hal yang tabu. Banyak orangtua
yang mengkhawatirkan anaknya tidak berkeluarga daripada melihat anaknya
menjadi orang sukses. Hal ini juga terjadi pada diri Rukmini. Berikut kutipan
tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(167) Sang ayah mengabarkan bahwa Rukmini dilamar orang dan harus
segera menikah bulan depan. Rukmini serasa disambar guntur di
siang bolong mendengarnya. Hatinya gusar. Menikah berarti harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
berhenti sekolah, padalah ia tidak ingin itu terjadi (Devita, 2014 :
26).
(168) Jadilah Rukmini menyerah untuk dijodohkan dengan seorang
lelaki yang bahkan wajahnya pun belum pernah ia lihat. Ada rasa
takut terselip dalam hati kecil Rukmini (Devita, 2014 : 29).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan bahwa perjodohan terjadi
pada masa penjajahan.
(169) “Semua temannya sudah menikah sejak mereka baru lima belas
tahun, Bu. Ini anak perempuan tertua kita, sudah delapan belas
tahun, kok masih belum mau menikah. Harusnya dia sudah
menggendong cucu kita,” tambah Mas Tajib dengan nada meninggi
(Devita, 2014 : 27).
Pendidikan pada masa penjajahan memang sangat sulit didapat bagi rakyat
biasa. Tidak heran jika sebagian besar rakyat Indonesia mudah ditipu oleh para
penjajah. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa membaca maksud pemikiran
para penjajah. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(170) Awalnya, orang-orang tertarik dengan iming-iming upah yang
sesuai. Jepang menyebarkan propaganda bahwa mereka akan
diperbantukan untuk tugas suci bersama: kemakmuran Asia Raya.
Kebohongan tak terkira, mereka dijadikan romusha. Mereka tidak
pernah dibayar, bahkan diperlakukan sangat buruk. Banyak beredar
kabar, tenaga kerja yang direkrut tidak pernah bisa pulang karena
tewas entah di mana. Sejarah mencatat, dari 1,5 juta romusha,
hanya 70 ribu yang kembali ke tempat asal. Itu pun dalam kondisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
memprihatinkan. Sisanya hilang, terserang wabah penyakit dan
meninggal secara mengenaskan (Devita, 2014 : 68).
Kehidupan masyarakat pada zaman penjajahan Belanda memang sangat
memprihatinkan. Bukan saja masalah pendidikan yang mereka beda-bedakan,
tetapi juga status dan kedudukan. Berikut kutipan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(171) Kasta pemisah antara bangsawan dan rakyat jelata senagaja
diciptakan oleh Belanda. Politik devide et impera merupakan taktik
mereka mencegah timbulnya persatuan dan kesatuan di kalangan
pribumi. Golongan bangsawan dan terpelajar sengaja dipelihara
dan diberi fasilitas berlebihan sehingga terlena dan tidak
berkeinginan berontak. Mereka jadi enggan memprotes segala
kebijakan pemerintah kolonial agar tidak kehilangan kenikmatan
yang selama ini diterima. Bahkan mereka tidak sadar tenagh
dijajah. Raja kecil pun bermunculan dalam wujud bupati, wedana,
camat, bahkan lurah, yang sangat dihormati dan disembah-sembah
oleh rakyat. Di sisi lain, rakyat jelata disedot habis-habisan untuk
kepentingan para ningrat dan keturunan raja, elit pribumi dan
ambtenaar, pejabat pemerintahan serta orang Belanda yang mulai
banyak bermukim di tanah Indonesia (Devita, 2014 : 21).
Kekejaman para penjajah tidak sampai disitu. Mereka juga menggunakan
para gadis bahkan perempuan yang sudah bersuami untuk dijadikan pemuas nafsu.
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(172) Rukmini yang sedang berkemas kaget mendengar laporan Mbok
Rah. Ia sendiri sudah mendengar kabar tentang opsir Jepang keluar
masuk kampung, menyantroni rumah-rumah penduduk dan
mengambil paksa wanita-wanita muda, tak peduli gadis atau yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
sudah bersuami. Wanita-wanita itu tak pernah kembali. Konon
mereka dijebloskan ke kamp-kamp Jepang untuk menjadi jugun
ianfu.
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan bahwa penjajah
menggunakan para gadis bahkan perempuan yang sudah bersuami untuk dijadikan
pemuas nafsu. tersebut.
(173) “Bangsa kita ini...sudah diperas harta, masih pula diinjak-injak
harga diri kita. Kamu toh pasti sudah dengar kabar tentang para
gadis, bahkan yang sudah bersuami sekalipun, yang dipaksa
sebagai pemuas mafsu bejat serdadu Jepang,” tambah kawan yang
lain (Devita, 2014 : 68).
Situasi perang melawan penjajah membuat keadaan tidak menentu. Para
pejuang dan rakyat biasa harus mau keluar masuk hutan dan kota demi
keselamatan nyawa mereka masing-masing. Tak jarang mereka harus berjalan
beribu-ribu kilo meter jauhnya. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(174) Berkilo-kilo rombongan berjalan dalam kegelapan. Tatkala dini
hari menjelang fajar tiba, masing-masing komandan kompi
memerintahkan anak buahnya beristirahat. Mereka memilih tempat
yang terlindung pepohonan. Anak-anak dan wanita satu per satu
tertidur lelap saking kelewat lelah. Hanya beberapa lelaki dewasa
duduk berkelompok, bergantian berjaga (Devita, 2014 : 166).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Meskipun penjajah terus melakukan pertempuran, semangat para pejuang tidak
pernah surut. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(175) Sroedji bersama para pejuang republik tetap gigih mempertahankan
Surabaya bagian selatan. Mereka bertempur penuh semangat,
mempertahankan setiap jengkal bumi pertiwi dari gempuran
Inggris (Devita, 2014 86).
Latar tempat ditunjukkan dari kutipan (127) sampai (154). Latar tempat
sebagian besar terjadi di Jawa Timur. Pengarang menggunakan kota, sungai, dan
hutan sebagai tempat untuk menceritakan peristiwa yang terjadi.
Latar waktu dimulai dari masa kecil Sroedji. Kutipan (155) merupakan bukti
masa kecil Sroedji. Kutipan (156) dan kutipan (157) merupakan bukti bahwa
sebagai seorang mantri malaria Sroedji harus malayani orang-orang yang
membutuhkan pertolongannya meski di siang hari. Kutipan (158) sampai kutipan
(161) merupakan bukti perjalanan Sroedji menjadi tentara hingga ia gugur di
medan perang. Kutipan (162) merupakan bukti waktu bahwa Indonesia benar-
benar merdeka.
Latar sosial dalam novel ini menceritakan tentang kehidupan masyarakat
Indonesia pada zaman penjajahan. Saat itu pendidikan masih sangat sulit didapat.
Hanya orang-orang tertentu saja yang boleh mengenyam pendidikan. Kutipan
(163) dan kutipan (164) adalah bukti bahwa pendidikan saat itu sulit didapat. Para
perempuan pada zaman itu juga tidak boleh sekolah terlalu tinggi. Hal ini akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
membuat laki-laki enggan mendekatinya. Oleh sebab itu perjodohan adalah jalan
untuk segera mendapatkan jodoh dan momongan. Kutipan (165) sampai kutipan
(169) adalah bukti bahwa saat itu wanita tidak boleh sekolah terlalu tinggi dan
harus mau bila dijodohkan. Kutipan (170) sampai kutipan (174) adalah bukti
keadaan masyarakat pada waktu itu, dimana masyarakat Indonesia masih mudah
ditipu, kehidupan rakyat yang terpandang serba berkecukupan sedangkan rakyat
miskin serba kekurangan, para perempuan yang dijadikan pemuas nafsu, dan
sulitnya mencari perlindungan, rakyat harus mau kluar masuk hutan untuk
menghindari serangan lawan. Kutipan (175) adalah bukti bahwa masyarakat
Indonesia tetap bersemangat menghadapi para penajajah.
4.2.3 Analisis Tema
Novel yang berjudul Sang Patriot, memiliki tema bahwa untuk
mendapatkan sesuatu yang diinginkan diperlukan perjuangan. Bentuk perjuangan
tersebut ditunjukkan oleh tokoh utama dan tokoh tambahan dalam novel. Tema
dalam novel ini ditunjukkan saat Sroedji ingin membebaskan tanah airnya dari
serangan penjajah. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(176) Sroedji bersama para pejuang republik tetap gigih mempertahankan
Surabaya bagian selatan. Mereka bertempur penuh semangat,
mempertahankan setiap jengkal bumi pertiwi dari gempuran
Inggris (Devita, 2014:86).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
(177) Sroedji tak melewatkan pelurunya tanpa membuat Belanda
meregang nyawa, tapi musuh kelewat banyak. Tatkala pistolnya
kehabisan amunisi, pelipis dan dada kiri Sroedji tertembak telak,
peluru musuh menghajar jantung. Sroedji tersentak keras ke
belakang, limbung sesaat lalu tersuruk jatuh. Sang komandan gugur
sebagai kusuma bangsa (Devita, 2014:234).
(178) Sroedji, Soebandi, dan para perwira yang tersisa terus bahu-
membahu bertahan dengan gagah berani tanpa memperdulikan
bahaya yang mengintai mereka (Devita, 2014:223).
(179) Sejak Sroedji pergi memimpin pasukan menunaikan Wingate
Action untuk merebut Karesidenan Besuki, Rukmini dan anak-anak
diminta mengungsi ke Malang (Devita, 2014:216).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan bahwa Sroedji ingin
membebaskan tanah airnya dari serangan penjajah.
(180) “Mereka pikir, semudah itu masuk Sidoarjo? Tak akan kami
biarkan mereka seenaknya menembus pertahanan pejuang!” batin
Sroedji penuh tekad (Devita, 2014:82).
(181) “Baiklah pak,…aku ijinkan dengan satu syarat, kau harus berjanji
untuk kembali ke kami dengan selamat. Engkau harus tetap hidup,
demi aku…demi anak-anak kita.” (Devita, 2014:138).
(182) “Hidup dan mati sudah kehendak Allah…tapi, jika harus mati,
setidaknya kita mati setelah melakukan perlawanan berarti,” lanjut
Sroedji (Devita, 2014:171).
(183) Perjuangan dan pengorbanan para syuhada tidak sia-sia. Setelah
melalui perjuangan dan perundingan yang panjang, akhirnya pada
tanggal 27 Desember 1949, Belanda secara de jure dan de facto
mengakui kedaulatan Republik Indonesia (Devita, 2014:251 –
252).
Berdasarkan kutipan (176) sampai (183) dapat disimpulkan bahwa bahwa
untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan diperlukan perjuangan. Sroedji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
beserta anak buahnya berjuang keras untuk memerdekakan tanah air tercinta.
Meskipun pada akhirnya Sroedji meninggal, perjuangan kerasnya tetap
membuahkan hasil.
4.2.4 Analisis Nilai Patriotisme
Pada bagian ini akan diuraikan mengenai nilai patriotisme dalam novel Sang
Patriot. Nilai patriotisme diwujudkan melalui perlakuan Sroedji beserta anak
buahnya yang siap menghadapi segala tantangan untuk membebaskan tanah air
tercinta dari penjajah. Berikut nilai patriotisme yang terkandung dalam novel
Sang Patriot karya Irma Devita.
4.2.4.1 Keberanian
Sroedji beserta para pejuang yang lain memiliki sifat berani. Mereka
berani menghadapi segala rintangan yang menghadang meskipun dalam situasi
yang sulit dan jumlah penjajah yang lebih banyak daripada mereka. Berikut
kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(184) “Hebat…hebat…meski tegang, sama sekali tidak tampak wajah
takut…,” gumam Sroedji dalam hati, puas sekaligus bangga
(Devita, 2014:79).
(185) “Aku tahu, prajurit-prajuritku gagah luar biasa. Tidak ada satu pun
dari kita yang takut pada musuh, berapa pun banyaknya.” Sroedji
tersenyum sabar (Devita, 2014:160).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
(186) “Tapi, Pak…kami tidak gentar menghadapi musuh sebanyak apa pun,”
sergah Letnan Prajoto yang berperawakan gempal dan memang
terkenal berani (Devita, 2014:160).
Keberanian Sreodji dan para pejuang lainnya memang sangat besar. Mereka
berani bertempur mengusir penjajah meski nyawa taruhannya. Berikut kutipan
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(187) “Saya dukung perjuangan rakyat Surabaya mempertahankan kota!
Kami, TKR Jember, siap ikut bertempur!” seru Sroedji (Devita,
2014:76).
(188) “Mereka pikir, semudah itu masuk Sidoarjo? Tak akan kami biarkan
mereka seenaknya menembus pertahanan pejuang!” batin Sroedji
penuh tekad (Devita, 2014:82).
(189) “Hidup dan mati sudah kehendak Allah…tapi, jika harus mati,
setidaknya kita mati setelah melakukan perlawanan berarti,” lanjut
Sroedji (Devita, 2014:171).
(190) “Kita hadapi Belanda. Ayo ke tempat pasukan, semua keluar dengan
siap siaga, langsung adakan perlawanan dan cepat buat pertahanan!”
lanjut Sroedji (Devita, 2014:220).
Bertempur melawan penjajah memang dibutuhkan keberanian yang besar.
Begitu pula yang ditunjukkan oleh Sroedji dan para pejuang. Kutipan (184) sampai
kutipan (190) merupakan bukti bahwa Sroedji dan anak buahnya memiliki keberanian
untuk mengusir penjajah.
4.2.4.2 Rela Berkorban
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Pertempuran menghadapi penjajah memang tidak mudah. Dibutuhkan
keberanian besar untuk bertempur melawan penjajah. Sroedji dan para pejuang juga
memiliki rasa rela berkorban. Rela dianiaya dan disiksa demi kemerdekaan Indonesia.
Melalui rasa itu, perjuangan mereka menjadi totalitas. Berikut kutipan langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(191) “Dji…aku mau kabur saja. Tiap hari kita disiksa. Di bawah terik
matahari kita disuruh lari sampai-sampai baju kita yang hijau jadi putih
karena keringat yang mongering. Eh, malamnya kita juga masih harus
menerima gebukan. Belum lagi tamparan, siksaan para bintara dan
kopral Jepang sialan itu yang tambah hari semakin brutal!” lanjut
Murjani dengan nada geram sambil berusaha keras menahan air mata
yang hendak runtuh (Devita, 2014:55).
(192) Melihat Murjani sudah tenang, Sroedji berbisik, “Mur, kita memang
menderita secara fisik dan mental di sini. Tapi itu belum seberapa
dibandingkan penderitaan bangsa Indonesia selama ratusan tahun Mur.
Kita semua di sini punya semangat yang sama, semangat menjadi
tentara yang kuat, untuk kemerdekaan Indonesia.” (Devita, 2014:57).
(193) “Cara mereka melatih memang sadis, bahkan di luar batas
kemampuan kita. Tapi mereka benar.” (Devita, 2014:57).
Keberadaan para penjajah di bumi pertiwi memang sangat meresahkan rakyat
Indonesia. Para pejuang bahu-membahu bekerja sama untuk mengusir penjajah. Tak
terkecuali Titiwardoyo, lurah Tunjungrejo. Demi melindungi para pejuang yang
bersembunyi di rumahnya, ia rela disiksa oleh para penjajah. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
(194) Belum sempat Titiwardoyo menyelesaikan ucapannya, sangkur di
tangan serdadu muka hitam itu berkelebat, menebas leher sang lurah.
Darah seketika muncrat, mengucur deras dari leher Titiwardoyo.
Namun tebasan sangkur itu sepertinya sengaja dibuat tidak fatal. Urat
kehidupan sang lurah masih utuh. Rupanya si serdadu ingin menyiksa
Titiwardoyo (Devita, 2014:97).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan bahwa pengorbanan tidak saja
dibuat oleh para pejuang yang bertempur di medan perang, tetapi rakyat awam pun
juga mempunyai rasa rela berkorban.
(195) “Argh…argh...” Meski darah tertelan di kerongkongan, Titiwardoyo
memberanikan diri menjawab, “Bukan…bukan…Tuan. Itu…itu
war…ga saya yang shaakiit…!” (Devita, 2014:98).
(196) “Aku tak mau menyerah…toh sebentar lagi aku mau mati. Pejuang-
pejuang itu harus selamat,” batin Titiwardoyo yang bersikeras meski
napasnya tinggal satu-satu (Devita, 2014:98).
Sebagai seorang prajurit, Sroedji juga dituntut untuk rela berkorban. Bukan saja
rela mengorbankan nyawanya, tetapi juga rela untuk berpisah dengan keluarga
tercinta demi kemerdekaan Indonesia. Berikut kutipan langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(197) “Aku sebenarnya juga tidak ingin meninggalkanmu dan anak-anak,
Bu…Tapi aku ini prajurit. Seorang prajurit harus selalu siap menerima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
panggilan tugas,” ujar Sroedji sambil mengelus lembut kandungan
Rukmini penuh kasih sayang (Devita, 2014:136 – 137).
(198) “Bu, aku minta pengertianmu…ini semua juga demi anak-anak, demi
cucu-cucu kita. Aku ingin mereka nanti dapat menghirup nikmatnya
kebebasan. Aku ingin mereka tidak mengalami sengsara, menjadi
bangsa jajahan, bangsa babu.” Sroedji berusaha melunakkan hati
Rukmini (Devita, 2014:137).
(199) “Jika keluargaku ikut, tentunya aku akan terfokus pada keselamatan
mereka. Ini dapat memecah konsentrasiku. Lihat saja Pak Bandhi. Dia
tinggalkan istri dan anak-anaknya tetap di Blitar. Alasannya pasti sama
denganku.” (Devita, 2014:161 – 162).
Rukmini, istri Sroedji, juga tidak luput dari pengorbanan Ia harus rela berpisah
dengan Sroedji yang harus memimpin pasukannya untuk mengusir penjajah. Berikut
kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(200) “Kau punya mimpi jadi tentara agar dapat membaktikan tenagamu
kepada rakyat banyak. Mungkin inilah saat yang tepat untuk
mewujudkannya. Menurutku, jika ingin merdeka Indonesia pastinya
membutuhkan pasukan tentara yang dapat diandalkan,” kata Rukmini
lembut sambil menyentuh lengan suaminya (Devita, 2014:47).
(201) “Menurutku, jika menjadi tentara adalah panggilan jiwamu sejak dulu,
penuhilah, Pak. Seseorang akan berhasil jika melakukan pekerjaan
sesuai hati nuraninya. Berangkatlah, Pak. Aku rela kau jalani
kehidupan tentara. Enyahkan penjajah dari bumi pertiwi,” dukung
Rukmini (Devita, 2014:48).
(202) “Pak, ikuti kata hatimu. Sudah jadi tekadmu menjadi pembela tanah
air. Jangan khawatirkan Cuk, Pom, dan aku. Kami tidak pernah
sendirian. Allah selalu beserta kita, Pak. Aku iklas,” ujar Rukmini
mantap meski di relung hatinya sempat menyelinap perasaan sedih
(Devita, 2014:48).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Pengorbanan Sroedji dan para pejuang lainnya tidak berhenti pada tahap penyiksaan
saja. Mereka juga harus rela mengorbankan nyawanya demi tanah air tercinta. Berikut
kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(203) “Pak Bandi gugur, pak!!” seru Abdul Syukur (Devita, 2014:209).
(204) “Ya Allah, mungkin ini sudah waktuku…Biarlah darahku menjadi
pupuk penyubur tanah tumpah darah ini…” jerit hati Sroedji (Devita,
2014:224).
(205) Hasan, pada akhirnya, memberanikan diri buka suara, “Betul,
Bu…Bapak gugur di Karang Kedawung sebulan lewat. Tepatnya
tanggal 8 Februari.” (Devita, 2014:231)
Rasa rela berkorban juga harus dimiliki oleh Sroedji dan para pejuang yang
lain. Kutipan (191) sampai kutipan (193) meupakan bukti bahwa Sroedji dan para
pejuang rela menderita dan disiksa oleh penjajah untuk menjadi tentara demi
mengusir penjajah. Demi melindungi pejuang tanah air pun seorang lurah harus rela
mengorbankan nyawanya. Kutipan (194) sampai kutipan (196) merupakan bukti
bahwa rakyat Indonesia saling rela berkorban. Selain itu, Sroedji juga harus rela
berpisah dengan keluarga demi menjalankan tugasnya sebagai prajurit. Kutipan (197)
sampai kutipan (199) meupakan bukti bahwa Sroedji rela mengorbankan keluarganya
demi amanat yang diembannya. Begitu pula Rukmini, ia juga harus rela berpisah
dengan Sroedji. Kutipan (200) sampai kutipan (202) merupakan bukti bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Rukmini juga harus rela mengorbankan suaminya menjadi parajurit untuk mengusir
penjajah. Kutipan (203) sampai kutipan (205) merupakan bukti bahwa Sroedji dan
para pejuang lainnya rela mati di medan perang.
4.2.4.3 Cinta tanah air
Keberanian dan pengorbanan Sroedji serta para pejuang lainnya tidak akan
pernah terjadi jika dalam diri mereka tidak dilandasi rasa cinta tanah air. Berdasarkan
rasa cinta tanah air lah Sroedji dan para pejuang lainnya berani bahkan mau
mengorbankan segala-galanya demi bumi pertiwi. Termasuk menjadi seorang tentara
dan ikut berperang adalah bukti kecintaan Sroedji dan para pejuang lainnya terhadap
tanah air Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(206) “Ya, aku akan sekolah! Akan kugapai mimpiku, jadi tentara,” seru
Sroedji dalam hati (Devita, 2014:10).
(207) “Inilah saat yang tepat untukku menyumbangkan tenaga dan pikiran
demi membela tumpah darahku,” bisik hati Sroedji (Devita, 2014:46).
(208) “Sekarang Bu…sekarang saatnya aku membaktikan diri, membela
tumpah darah,” kata Sroedji berapi-api. Telunjuknya menunjuk koran
di tangan Rukmini (Devita, 2014:47).
Berikut kutipan langsung yang mendukung bahwa Sroedji dan pejuang lainnya
mencintai tanah air dan mereka ingin generasi penerusnya bisa hidup bahagia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
(209) “Kita hidup di tanah Jawa. Bu…anak kita harus diajari bicara bahasa
Jawa untuk berkomunikasi sehari-hari, bukan bahasa penjajah, dan
bukan juga bahasa Madura…” (Devita, 2014:35).
(210) “Menjadi tentara dan membela tanah pertiwi memang cita-citaku. Aku
ingin anak-anak kita menjadi bangsa merdeka. Bukan menjadi babu di
negeri sendiri.” Sroedji berhenti berbicara sejenak. Terpekur (Devita,
2014:48).
(211) “Kita harus merdeka, Bu! Anak cucu kita harus bebas, menjadi tuan di
negeri sendiri…” lanjut Sroedji berapi-api (Devita, 2014:66).
(212) “Beh…justru untuk memenuhi mimpi-mimpimu iku sekarang kita ada
di sini. Kemerdekaan sing wis iso kita rebut dengan susah payah itu
harus bisa kita pertahankan,” sebuah suara ramah menimpali
pertanyaan Sersan Sakri (Devita, 2014:168).
Kecintaan Sroedji dan para perjuang lain terhadap tanah pertiwi memang
sangatlah besar. Mereka tidak pernah memikirkan imbalan untuk memerdekakan
Indonesia. Meskipun nyawa taruhannya, semangat Sroedji dan para pejuang lainnya
tidak penah padam. Kutipan (206) sampai kutipan (208) merupakan bukti bahwa
Sroedji dan para pejuang lainnya memiliki rasa cinta tanah air dengan membaktikan
diri menjadi seorang tentara dan siap bertempur di medan perang. Kutipan (209)
sampai kutipan (212) merupakan bukti bahwa Sroedji dan para pejuang ingin anak
cucunya bisa hidup bahagia di negeri sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
4.2.5 Relevansi Hasil Penelitian sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di
SMA
Rahmanto (2005:15) berpendapat bahwa pengajaran sastra harus dipandang
sebagai sesuatu yang penting, karena karya sastra mempunyai relevansi dengan
masalah-masalah dunia nyata. Oleh sebab itu sastra bisa digunakan sebagai bahan
pembelajaran mengenai nilai-nilai kehidupan. Agar pesan yang dikemas dalam
pembelajaran sastra tersampaikan, Rahmanto (2005:27 – 28) mengklasifikasikan tiga
aspek penting dalam memilih pengajaran sastra, yaitu: pertama dari segi bahasa,
kedua dari segi kematangan jiwa (psikologi), dan ketiga dari segi latar belakang
kebudayaan para siswa.
1. Bahasa
Penggunaan bahasa perlu diperhatikan dalam pembelajaran sastra. Hal ini
berpengaruh pada pemahaman peserta didik. Jika pengarang menggunakan bahasa
yang terlalu sulit, peserta didik pun akan kesulitan dalam memahami isi novel. Novel
Sang Patriot menggunakan bahasa yang mudah dan dapat dimengerti. Pengarang
menggunakan bahasa daerah Jawa Tengah dan bahasa daerah Jawa Timur. Meskipun
demikian, maksudnya masih dapat dimengerti oleh peserta didik tingkat SMA.
Berikut kutipan-kutipan yang menggunakan bahasa daerah Jawa Tengah. Berikut
kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
(213) “Cup…cup…cup…Nduk…,ono opo tho?” Rukmini meraih bayi dari
buaian dan mencari apakah ada semut ataukah binatang lain yang
menggigit bayinya (Devita, 2014:231).
(214) “Yo tenan…Ya benar…Iki lho…Ini lho,,,wacanen selebaran iki! Baca
saja selebaran iki! Dhelekon…! Lihat saja!” Karto dengan bangga
mengacungkan selebaran sebagai bukti (Devita, 2014:195).
(215) “Bu, kathah tiyang londo wonten ngajeng. Banyak orang Belanda di
depan,” mata Mbok Din yang bulat makin membesar karena terbelalak
ketakutan (Devita, 2014:178).
(216) “Opo sing dhadhi karepmu, tho Pom?” Rukmini yang baru saja
melahirkan merasa bingung dan gundah melihat Pom tak kunjung
sembuh (Devita, 2014:141).
Selain menggunakan bahasa daerah Jawa Tengah, Pengarang juga menggunakan
bahasa daerah Jawa Timur. Berikut kutipan langsung yang medukung pernyataan
tersebut.
(217) “Koen iku, kok moro-moro dadi cilik ati ngono to Kri?” Sersan Paimin
menganggapi sembari tetap sibuk mengelus-elus senapannya (Devita,
2014:167).
(218) Lha…yok opo ndak ngono, Min…Bayangno, kita ini sudah ngider
kesana kemari. Dari Jember harus hijrah ke Tulungagung dan Blitar,
berjalan sangat jauh. Baru beberapa bulan di sana dan mencoba hidup
nyaman dengan membuka hutan, eee…sekarang harus ke Jember lagi.
Wingate action kata Pak Raji. Opo to sebenere keinginannya para
pemimpin kita itu?”
(219) “Ealaaaah, Ngger…Ngger…Koen lak wis tak kandani, ojo mangan
kuwi nek durung digodok. Kamu kan sudah dikasih tau, jangan makan
itu sebelum digodok.Getahnya, Le…getahnya beracun. Makane…nek
wis dilarang simbok ojo nglawan ta lah! Makanya, kalau sudah
dilarang ibu, jangan melawan. Iki akibate ndak manut karo wong tuwo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Ini akibatnya kalau tidak menurut sama orangtua,” omel Minah
(Devita, 2014:192).
(220) “Mo…koen wis moco durung…? Kamu sudah baca belum? Wis ono
pasukan Damarwulan. Pasukannya guedhee banget, siap nyerang
Belanda.” Penuh semangat Karto bertanya kepada Atmo temannya
(Devita, 2014:194 – 195).
Kutipan (213) sampai kutipan (216) merupakan bukti bahwa pengarang
menggunakan bahasa daerah Jawa Tengah. Kutipan (217) sampai kutipan (220)
merupakan bukti bahwa pengarang juga menggunakan bahasa daerah Jawa Timur.
Meskiun demikian bahasa-bahasa tersebut masih bisa dipahami dan dimengerti oleh
peserta didik anak SMA.
2. Kematangan jiwa
Kematangan jiwa seorang peserta didik juga harus diperhatikan dalam
pembelajaran sastra. Hal ini karena akan berpengaruh pada kemampuan berpikirnya,
kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan dalam memecahkan suatu masalah. Usia
peserta didik pada tingkat SMA adalah 16 tahun ke atas. Rahmanto (2005: 30)
berpendapat bahwa usia 16 tahun ke atas merupakan tahap generalisasi, dimana anak
tidak hanya berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan
konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung dalam pemilihan aspek kematangan jiwa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
(221) Rukmini juga sempat terkaget-kaget saat suaminya melarang
berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda, juga bahasa Madura, di
rumah. Sroedji mewanti-wanti agar anak-anak yang lahir kelak tidak
diajari bahasa Belanda sebagai bahasa sehari-hari (Devita, 2014:35).
(222) Sroedji memanglah mahir berbahasa Belanda dan dia tamatan HIS dan
Ambacthsleergang. Namun yang Rukmini tidak tahu adalah kenyataan
bahwa suaminya itu seorang nasionalis tulen. Cita-cita Sroedji
terhadap kemerdekaan negara yang bernama Indonesia sangatlah kuat
(Devita, 2014:35).
Berikut kutipan langsung yang mendukung dalam pemilihan aspek kematangan jiwa.
(223) “Seandainya bisa, Bu…pasti aku akan melakukannya,” Sroedji
berusaha menepiskan kegundahannya sendiri. “Tapi pasukanku harus
bergerak serentak sesuai komando Jendral Sudirman. Tugasku
meminpin pasukan. Aku harus berdiri di garda terdepan untuk
memompa semangat pasukan yang sudah mulai resah dan tidak setuju
dengan perintah hijrah ini. Bukan hanya pasukanku, Bu, semua
pasukan brigade-brigade lainnya juga harus mengosongkan daerah-
daerah di garis van Mook.” (Devita, 2014:137).
(224) “Dia bukan siapa-siapa. Hanya rakyat biasa yang terserempet peluru
dan butuh operasi segera, atau dia harus kehilangan kakinya,” kilah
Sroedji tenang. Meski wajahnya serius, ada seulas senyum tipis di
bibirnya. Dalam hati Soebandi berbisik, “Wah makin pintar aku
berbohong. Semoga saja Belanda ini tidak tahu yang sedang ku operasi
adalah komandan Batalion Banyuwangi.” (Devita, 2014:92).
(225) “Tapi, Pak…kami tidak gentar menghadapi musuh sebanyak apa pun,”
sergah Letnan Prajoto yang berperawakan gempal dan memang
terkenal berani (Devita, 2014:160).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Kutipan (221) sampai kutipan (225) merupakan bukti bahwa nilai-nilai
patriotisme yang terkandung dalam novel tersebut mempunyai aspek kematangan
jiwa. Dimana setiap tokoh tidak lah mudah dalam mengambil setiap keputusan, ada
hal-hal tertentu yang perlu difikirkan. Sehingga menimbulkan pertentangan batin
yang tidak mudah untuk dipecahkan. Bagi peserta didik tingkat SMA, masalah ini
masih bisa dipecahkan oleh mereka.
3. Latar belakang budaya
Latar belakang budaya juga penting dalam pengajaran sastra. Hal ini akan
menambah minat dan ketertarikan peserta didik dalam menganalisis sebuah novel.
Selain itu, mereka akan mengenal budaya-budaya yang ada di Indonesia. Berikut
kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(226) Hasan, sang ayah, berkeinginan lain lagi. Dia berharap anaknya
menjadi sosok yang religius. Apalagi Sroedji lahir di kalangan santri.
Di Madura, anak-anak sejak umur lima tahun sudah diserahkan kepada
guru ngaji untuk belajar agama. Pesantren besar atau kecil gampang
dijumpai di pelosok Madura sampai ke pulau Kagean (Devita,
2014:14).
(227) Seperti umumnya orang Madura, Hasan mengidolakan Baladewa.
Karakternya selaras dengan perangai orang Madura. Sifat tokoh
wayang satu ini berbeda dengan Kresna dan Arjuna yang lembut tapi
perkasa, favorit orang Jawa. Baladewa tegas dan kaku, tetapi selalu
konsisten terhadap kebenaran, jujur, dan adil serta rela berkorban
(Devita, 2014:16).
(228) Keahlian Tajib sangat bermanfaat bagi Belanda untuk mendidik kaum
priyayi dan Belanda sendiri. Lelaki itu pun dilekati sebutan ‘Mas’,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
suatu gelar kebangsawanan Madura seperti halnya Raden bagi
masyarakat Jawa. (Devita, 2014:20 – 21).
(229) Orang Jawa, turun-temurun, sangat mempercayai ramalan Jayabaya.
Keluguan dan kentalnya kepercayaan pada hal-hal mistis menggiring
orang meyakini apa yang didengungkan kitab Musasar gubahan Sunan
Giri Prapen itu. Apalagi terbukti di tahun 1942, bangsa Nippon yang
tak lain adalah Jepang, mendarat di Indonesia (Devita, 2014:38).
Kutipan (226) sampai kutipan (229) merupakan bukti bahwa di setiap daerah
mempunyai latar belakang budaya yang berbeda-beda. Dalam novel Sang Patriot
budaya yang diperkenalkan adalah budaya Madura dan Jawa. Melalui hal tersebut
dapat menambah pengetahuan peserta didik mengenai budaya daerah lainnya.
4.2.6 Silabus (terlampir)
4.2.7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (terlampir)
4.3 Pembahasan
Setelah melakukan penelitian semua rumusan masalah telah terjawab. Nilai
patriotisme telah ditemukan dengan cara mencermati tokoh dan penokohan, latar, dan
tema. Dalam teori ada 5 bentuk nilai patriotisme, yaitu kesetiaan, keberanian, rela
berkorban, kesukarelaan, dan cinta tanah air. Pada hasil analisis, peneliti hanya
menemukan 3 bentuk nilai patriotisme, yaitu keberanian, rela berkorban, dan cinta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
tanah air. Penemuan tersebut sudah bisa dijadikan gambaran tentang bentuk
patriotisme.
Peneliti menggunakan 2 penelitian yang relevan. Penelitian yang pertama
menemukan 4 bentuk nilai patriotisme, yaitu kesetiaan, pengabdian, tanggung jawab,
dan kebersamaan. Penelitian yang relevan kedua menemukan 2 bentuk nilai
patriotisme, yaitu kesetiaan dan rela berkorban. Ada 2 bentuk nilai patriotisme yang
ditemukan dalam penelitian ini tetapi tidak ditemukan dipenelitian yang relevan di
atas, yaitu keberanian dan cinta tanah air. Hal ini dapat dijadikan masukan atau
tambahan pengetahuan bahwa masih ada bentuk lain dari nilai patriotisme.
Dari teori yang digunakan dan hasil penelitian yang ditemukan, keduanya
dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II.
Standar kompetensi yang sesuai dengan penelitian ini adalah memahami buku
biografi, novel, dan hikayat. Kompetensi dasar yang sesuai adalah mengungkapkan
hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap tokoh dan penokohan,
dapat diketahui bahwa Sroedji adalah tokoh utama. Perannya sangat menonjol
dalam cerita. Tokoh tambahan dalam novel tersebut adalah Rukmini, Hasan,
Amni, Tajib, Maryam, Murjani, Soebandi, Titiwardoyo, Abdul Syukur,
Rustamaji, Sersan Sakri, dan Sersan Paimin. Peran mereka tidak terlalu pokok,
namun keberadaannya mendukung tokoh utama.
Peristiwa terjadi di Jawa Timur. Kota Jember merupakan tempat tinggal
keluarga Sroedji. Rumah Sakit Umum Kreongan merupakan tempat Sroedji
bekerja. Bentuk perjuangan Sroedji dan para pejuang yang lain juga berada dalam
kota-kota di Jawa Timur. Cerita dimulai antara tahun 1943 sampai 1949, dari
Sroedji kecil, menikah, perjuangan Sreodji dan anak buahnya, hingga Indonesia
menjadi negara yang bebas dari penjajah. Pada waktu ini keadaan masyarakat
Indonesia masih serba sulit. Bangku sekolah hanya boleh dinikmati oleh para
penguasa, anak perempuan harus mau menikah dengan pria pilihan orangtuanya,
dan masyarakat Indonesia yang masih mudah untuk ditipu.
Tema yang diangkat adalah dibutuhkan perjuangan keras untuk mencapai
kesuksesan. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra untuk
menemukan nilai-nilai patriotisme yang terdapat dalam novel Sang Patriot karya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Irma Devita.
Melalui penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan 3 bentuk nilai
patriostisme, yaitu keberanian, rela berkorban, dan cinta tanah air. Sikap berani
yang ditunjukkan Sroedji dan anak buahnya adalah mereka berani menghadapi
musuh meski kalah jumlah dan persenjataan, berani kehilangan nyawa demi
mempertahankan suatu wilayah, dan berani mempertahankan wilayah yang akan
direbut oleh penjajah. Bentuk pengorbanan yang ditunjukkan oleh Sroedji dan
anak buahnya adalah rela menjalani pelatihan di luar batas kemanusiaan untuk
membebaskan Indonesia dari penjajah, rela mati dalam medan perang, rela
berpisah dengan keluarga demi menjalankan tugas sebagai prajurit, dan rela tidak
tidur selama berhari-hari untuk berjaga dari serangan musuh. Keberanian dan
pengorbanan yang ditunjukkan Sroedji beserta anak buahnya tentu didasari rasa
cinta akan tanah air. Bentuk kecintaan mereka terhadap tanah air adalah Sroedji
bersedia menjadi tentara atau mengabdikan hidupnya untuk tanah airnya, Sroedji
dan anak buahnya berjuang membersihkan penjajah dari tanah air agar anak
cucunya kelak bisa hidup merdeka, dan Sroedji selalu mengajarkan bahasa Jawa
sebagai bahasa komunikasi, bukan bahasa penjajah.
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA
kelas XII semester II. Kurikulum yang digunakan adalah KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) dengan SK 15 : Memahami buku biografi, novel, dan
hikayat dan KD 15.1 : Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani
dari tokoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
5.2 Impikasi
Penelitian terhadap novel Sang Patriot dapat digunakan sebagai bahan
penelaahan yang kemudian dicari aspek-aspek sosial dari karya sastra. Novel ini
mengandung nilai patriotisme yang dapat dijadikan pegangan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam bidang sastra, hasil penelitian dapat digunakan untuk melatih
peserta didik mencari tokoh penokohan, latar, tema, dan nilai patriotisme. Dalam
bidang pendidikan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran
sastra untuk SMA kelas XII semester II.
5.3 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar para guru
dapat mengambil nilai yang terkandung dalam novel Sang Patriot karya Irma
Devita untuk diajarkan kepada peserta didiknya. Bagi para mahasiswa, agar
penelitian ini dapat dijadikan reverensi dalam penyusunan skripsi dan mengambil
nilai yang terkandung dalam novel Sang Patriot karya Irma Devita untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
DAFTAR PUSTAKA
Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta:
Pusat Bahasa.
Darminta. 2006. Praksis Pendidikan Nilai. Yogyakarta: Kanisius.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta:
C A P S.
Hamalik, Oemar. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Kemendiknas: Jakarta.
Klemmer,Brian.http://books.google.co.id/books?id=CxEcqHu4wp4C&pg=PA182
&lpg=PA182&focus=viewport&dq=keberanian+adalah+hl=id&output=ht
ml_text. Diakses 11 Oktober 2014.
Kurniawan, Benny. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa.
Tangerang: Jelajah Nusa.
Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kutha Ratna, I Nyoman. 2010. Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan
Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
______. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme
hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Moleong, Lexy J. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Depdikbud.
______. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Dasar
Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Rahim dan Rashid. 2004. Patriotisme: Agenda Pembinaan Bangsa. Kuala
Lumpur: Maziza SDN. BHD.
Rahmanto, B. 2005. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Prenada Media Group.
Simanjuntak.(http://books.google.co.id/books?id=3YBV8iOuQ-
sC&pg=PT23&dq=Rela+berkorban&hl=id&sa=X&ei=Cqt6VMLeM8KG
uATAyoCwCg&ved=0CBoQ6AEwAA#v=onepage&q=Rela%20berkorba
n&f=false). Diakses 12 Oktober 2014.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia.
Suharsimi, Arikunto. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sumardjo, Jacob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia.
Wahyuningtyas, Sri dan Wijaya Heru Santosa. 2011. Sastra: Teori dan
Implemestasi. Surakarta: Yuma Pustaka.
.Yudiono. 2009. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo.
Yudohusodo, Siswono, dkk. 1994. Nasionalisme Indonesia dalam Era
Globalisasi. Yogyakarta: Yayasan Widya Patria.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Silabus
LAMPIRAN 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
LAMPIRAN 3 : Penilaian
LAMPIRAN 4 : Materi pembelajaran
LAMPIRAN 5 : Tabel data
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 1
SILABUS
Nama Sekolah : SMA/MA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/II
Standar Kompetensi : Membaca
15. Memahami buku biografi, novel, dan hikayat
Kompetensi
Dasar
Pengalaman
Belajar
Materi Pokok Indikator Penilaian Alokasi Sumber
15.1Mengungkap
kan hal-hal yang
menarik dan
dapat diteladani
dari tokoh
Mencermati
tokoh dan
penokohan,
latar, dan
tema
Mengidentifi
Tokoh,
penokohan,
tema, dan latar
Nilai
patriotisme
Hal-hal yang
Menganalisis
tokoh,
penokohan,
tema, dan latar
Menjelaskan
nilai-nilai
Jenis tagihan
Tugas
individu
Tugas
kelompok
4 x 45’ Novel Sang Patriot
karya Irma Devita
Sudjiman, Panuti.
1990.Kamus Istilah
Sastra. Jakarta:
Universitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kasi nilai-
nilai
patriotisme
Mempresenta
sikan hasil
penemuan
menarik dari
para tokoh
Hal-hal yang
dapat
diteladani dari
para tokoh
patriotisme
Menyebutkan
hal-hal yang
menarik dari
para tokoh
Menyebutkan
hal-hal yang
dapat diteladani
dari para tokoh
Bentuk
instrumen
Uraian
bebas
Indonesia.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2009.
Teori Pengkajian
Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada
University Press.
Rahim dan Rashid.
2004. Patriotisme:
Agenda Pembinaan
Bangsa. Kuala
Lumpur: Maziza
SDN. BHD.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Nama Sekolah : SMA/MA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/II
Waktu : 4 x 45 menit (2 x pertemuan)
A. Standar Kompetensi
15. Memahami buku geografi, novel, dan hikayat
B. Kompetensi Dasar
15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh
C. Indikator
1. Siswa mampu menganalisis tokoh, penokohan, tema, dan latar
2. Siswa mampu menemukan nilai-nilai patriotisme
3. Siswa mampu mendiskusikan hal-hal yang menarik dari para tokoh
4. Siswa mampu mendiskusikan hal-hal yang dapat diteladani dari para tokoh
D. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa mampu menemukan tokoh, penokohan, tema, dan latar
menggunakan bahasa yang benar setelah mendengarkan penjelasan guru
dan membaca novel Sang Patriot
2. Siswa mampu menyebutkan nilai-nilai patriotisme dengan benar setelah
setelah mendengarkan penjelasan guru dan membaca novel Sang Patriot
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Siswa mampu melaporkan hal-hal yang menarik dari para tokoh dengan
bahasa yang benar setelah berdiskusi di dalam kelompok
4. Siswa mampu melaporkan hal-hal yang menarik dari para tokoh dengan
bahasa yang benar setelah berdiskusi di dalam kelompok
E. Materi Pembelajaran (terlampir)
1. Tokoh dan penokohan
2. Tema
3. Latar
4. Nilai Patriotisme
F. Metode Pembelajaran
Tanya jawab, diskusi, ceramah, presentasi, penugasan
G. Langkah-langkah Pembelajaran
PERTEMUAN 1
Kegiatan Metode Alokasi
Waktu
1. Kegiatan Awal
A. Apersepsi
Guru memberi salam
Guru menjelaskan SK, KD, dan tujuan
pembelajaran
Guru menginformasikan materi yang
akan dipelajari bersama
Guru memberikan pertanyaan singkat
Ceramah
Tanya jawab
10 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengenai siapa yang pernah membaca
novel
Guru memberikan motivasi kepada
siswa
2. Kegiatan Inti
A. Eksplorasi
Guru bertanya mengenai tokoh dan
penokohan
Siswa menjawab pertanyaan mengenai
tokoh dan penokohan
Guru memberikan penjelasan mengenai
tokoh dan penokohan
Guru bertanya mengenai latar dan tema
Siswa menjawab pertanyaan mengenai
latar dan tema
Guru memberikan penjelasan mengenai
latar dan tema
Guru menjelaskan mengenai nilai
patriotisme
B. Elaborasi
Guru membagikan foto kopi novel Sang
Patriot karya Irma Devita
Guru memberi tugas individu kepada
siswa untuk menganalisis tokoh,
penokohan, latar, dan tema
Guru memberi tugas individu kepada
siswa untuk menemukan nilai-nilai
patriotisme
Tanya jawab
Tugas
individu
Presentasi
10 menit
50 menit
10 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Siswa mengerjakan tugas yang
diberikan guru (menemukan nilai tokoh
dan penokohan, latar, tema, dan
patriotisme)
C. Konfirmasi
Guru menunjuk salah satu siswa untuk
mempresentasikan tugas yang sudah
dikerjakan
Siswa yang ditunjuk maju untuk
mempresentasikan apa yang sudah
dikerjakan
Siswa lain menanggapi dan memberi
masukan kepada siswa lain yang sedang
presentasi
Guru memberikan pembetulan dan
pengarahan atas hasil kerja siswa
3. Kegiatan Penutup
Guru mengajak siswa untuk
merangkum apa yang sudah dipelajari
Guru mengajak siswa untuk
merefleksikan kegiatan pembelajaran
hari ini
Tanya jawab
10 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERTEMUAN 2
Kegiatan Metode Alokasi
Waktu
1. Kegiatan Awal
A. Apersepsi
Guru memberi salam
Guru mengulang materi yang telah
dipelajari (tokoh, penokohan, latar,
tema, dan nilai patriotisme
Siswa menjawab pertanyaan yang
diberikan guru
Guru memberikan motivasi kepada
siswa
2. Kegiatan Inti
A. Eksplorasi
Guru memberi penjelasan mengenai
kemenarikan dan keteladanan
Guru membagi siswa ke dalam
kelompok (3 – 4 orang dalam 1
kelompok)
Guru memberi tugas kelompok kepada
siswa mengenai hal-hal yang menarik
dan dapat diteladani dari para tokoh
B. Elaborasi
Siswa mengerjakan tugas yang
diberikan guru dengan berdiskusi di
dalam kelompok
C. Konfirmasi
Ceramah
Tanya jawab
Ceramah
Tanya jawab
Diskusi
Presentasi
10 menit
10 menit
40 menit
20 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Guru menunjuk beberapa kelompok
untuk maju dan mempresentasikan hasil
kerjanya
Siswa lain menanggapi dan memberi
masukan kepada kelompok yang
sedang presentasi
Guru memberikan pembetulan dan
pengarahan atas hasil kerja siswa
3. Kegiatan Penutup
Guru mengajak siswa untuk
merangkum apa yang sudah dipelajari
Guru mengajak siswa untuk
merefleksikan kegiatan pembelajaran
hari ini
Ceramah
Tanya jawab
10 menit
H. Sumber dan Media Pembelajaran
1. Novel Sang Patriot karya Irma Devita
2. Sudjiman, Panuti. 1990.Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas
Indonesia.
3. Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
4. Rahim dan Rashid. 2004. Patriotisme: Agenda Pembinaan Bangsa.
Kuala Lumpur: Maziza SDN. BHD.
5. Laptop dan viewer
6. Foto kopi novel Sang Patriot karya Irma Devita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
I. Penilaian (terlampir)
Bentuk tes :
1. Penilaian kognitif
Uraian singkat (terlampir)
2. Penilaian afektif (terlampir)
3. Penilaian psikomotorik (terlampir)
Yogyakarta, 2015
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran,
NIP NIP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 3
PENILAIAN
Penilaian Kognitif (uraian bebas)
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas dan tepat!
1. Analisislah tokoh dan penokohan dalam novel Sang Patriot!
2. Analisislah latar dan tema dalam novel Sang Patriot. Berikan kutipan yang
mendukung jawabanmu!
3. Temukan nilai patriotisme yang terkandung dalam novel Sang Patriot dan
sertakan kutipan yang mendukung jawabanmu!
4. Presentasikanlah yang hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari
tokoh!
Kunci Jawaban
1. Tokoh utama : Sroedji
Tokoh tambahan : Rukmini, Murjani, Mayor dr. Raden Mas,
Soebandi, Titiwardoyo, Abdul Syukur, Rustamaji,
Sersan Sakri, Sersan Paimin
Tokoh Utama Penokohan
1. Sroedji Tekad tinggi untuk sekolah
Pandai
Penyayang
Semangat tinggi
Rajin berdoa
Bijaksana
Cinta tanah air
Rela berkorban
Pemberani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tokoh Tambahan Penokohan
1. Rukmini Tekad tinggi untuk sekolah
Pandai
Polos
Rajin berdoa
Penyayang
Rela berkorban
2. Murjani Mudah menyerah
Semangat mengusir penjajah
Rela berkorban
3. Mayor dr. Raden
Mas Soebandi
Suka menolong
Tenang
Rela berkorban
Pemberani
4. Titiwardoyo Rela berkorban
Tenang
5. Abdul Syukur Rendah hati
Menyayangi Sroedji
6. Rustamaji Bertanggungjawab
Semangat
Patuh
Pemberani
7. Sersan Sakri Rela berkorban
Semangat mengusir penjajah
8. Sersan Paimin Cinta tanah air
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Analisis latar
Bentuk Latar Latar
Latar tempat Pasar Pahing
Rumah Sreodji, Jember
Rumah Sakit Umum Kreongan
Bogor
Karesidenan Besuki
Surabaya
Blitar
Penanggal
Latar waktu Siang hari
7 September 1943
10 November 1945
8 Februari 1949
Tengah malam
27 Desember 1949
Latar sosial Perjodohan
Sulit untuk sekolah bagi rakyat jelata
Anak perempuan tidak boleh sekolah
tinggi-tinggi
Masyarakat Indonesia yang masih
mudah ditipu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Analisis Tema
Tema Kutipan
Diperlukan perjuangan
yang keras untuk
mendapatkan sesuatu
yang kita inginkan
Sroedji bersama para pejuang republik tetap
gigih mempertahankan Surabaya bagian
selatan. Mereka bertempur penuh semangat,
mempertahankan setiap jengkal bumi
pertiwi dari gempuran Inggris (Devita,
2014:86).
“Mereka pikir, semudah itu masuk
Sidoarjo? Tak akan kami biarkan mereka
seenaknya menembus pertahanan pejuang!”
batin Sroedji penuh tekad (Devita,
2014:82).
“Kalau begitu, ayo…kita sama-sama
berjuang, sama-sama hidup prihatin demi
kemenangan yang sudah di depan mata!
Kita harus satu tekad…lebih baik hancur
daripada kembali dijajah!” (Devita,
2014:172).
Perjuangan dan pengorbanan para syuhada
tidak sia-sia. Setelah melalui perjuangan
dan perundingan yang panjang, akhirnya
pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda
secara de jure dan de facto mengakui
kedaulatan Republik Indonesia (Devita,
2014:251 – 252).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Analisis Patriotisme
Nilai Patriotisme Kutipan
1. Keberanian “Hebat…hebat…meski tegang, sama sekali
tidak tampak wajah takut…,” gumam
Sroedji dalam hati, puas sekaligus bangga
(Devita, 2014:79).
“Mereka pikir, semudah itu masuk
Sidoarjo? Tak akan kami biarkan mereka
seenaknya menembus pertahanan pejuang!”
batin Sroedji penuh tekad (Devita,
2014:82).
“Aku tahu, prajurit-prajuritku gagah luar
biasa. Tidak ada satu pun dari kita yang
takut pada musuh, berapa pun banyaknya.”
Sroedji tersenyum sabar (Devita,
2014:160).
2. Rela berkorban “Dji…aku mau kabur saja. Tiap hari kita
disiksa. Di bawah terik matahari kita
disuruh lari sampai-sampai baju kita yang
hijau jadi putih karena keringat yang
mengering. Eh, malamnya kita juga masih
harus menerima gebukan. Belum lagi
tamparan, siksaan para bintara dan kopral
Jepang sialan itu yang tambah hari semakin
brutal!” lanjut Murjani dengan nada geram
sambil berusaha keras menahan air mata
yang hendak runtuh (Devita, 2014:55).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Aku tak mau menyerah…toh sebentar lagi
aku mau mati. Pejuang-pejuang itu harus
selamat,” batin Titiwardoyo yang bersikeras
meski napasnya tinggal satu-satu (Devita,
2014:98).
“Pak Bandi gugur, pak!!” seru Abdul
Syukur (Devita, 2014:209).
3. Cinta tanah air “Inilah saat yang tepat untukku
menyumbangkan tenaga dan pikiran demi
membela tumpah darahku,” bisik hati
Sroedji (Devita, 2014:46).
“Kita hidup di tanah Jawa. Bu…anak kita
harus diajari bicara bahasa Jawa untuk
berkomunikasi sehari-hari, bukan bahasa
penjajah, dan bukan juga bahasa
Madura…” (Devita, 2014:35).
“Beh…justru untuk memenuhi mimpi-
mimpimu iku sekarang kita ada di sini.
Kemerdekaan sing wis iso kita rebut
dengan susah payah itu harus bisa kita
pertahankan,” sebuah suara ramah
menimpali pertanyaan Sersan Sakri
(Devita, 2014:168).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Hal-hal yang menarik dan patut diteladanidari tokoh
No. Nama Hal yang menarik
1. Sroedji Mempunyai tekad yang tinggi untuk bersekolah,
pandai, penyayang, rajin berdoa, bijaksana, cinta
tanah air, rela berkorban, pemberani
2. Mayor dr.
Raden Mas
Soebandi
Suka menolong, dalam situasi menegangkan ia
tetap tnang, rela berkorban, pemberani
3. Rustamaji Bertanggungjawab atas tugas yang ia emban,
semangat, patuh
No. Nama Hal yang patut diteladani
1. Sroedji Mempunyai tekad yang tinggi untuk bersekolah,
pandai, penyayang, rajin berdoa, bijaksana, cinta
tanah air, rela berkorban, pemberani
2. Mayor dr.
Raden Mas
Soebandi
Suka menolong, dalam situasi menegangkan ia
tetap tnang, rela berkorban, pemberani
3. Rustamaji Bertanggungjawab atas tugas yang ia emban,
semangat, patuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rubrik Penilaian Kognitif
No. Kriteria Skor Bobot Skor x
Bobot
1. a. Siswa mampu menganalisis tokoh &
penokohan dengan lengkap, menggunakan
bahasa yang benar
b. Siswa mampu menganalisis tokoh &
penokohan dengan lengkap, tidak
menggunakan bahasa yang benar
c. Siswa tidak mampu menganalisis tokoh &
penokohan dengan lengkap, tidak
menggunakan bahasa yang benar
5
3
1
4
20
2. a. Siswa mampu menganalisis latar & tema
menggunakan bahasa yang benar,
memberikan kutipan dengan lengkap
b. Siswa mampu menganalisis latar & tema
tidak menggunakan bahasa yang benar,
memberikan kutipan dengan lengkap
d. Siswa tidak mampu menganalisis latar &
tema menggunakan bahasa yang benar, tidak
memberikan kutipan dengan lengkap
5
3
1
4
20
3. a. Siswa mampu menganalisis nilai patriotisme
dengan lengkap, menggunakan bahasa yang
benar
b. Siswa mampu menganalisis nilai patriotisme
dengan lengkap, tidak menggunakan bahasa
yang benar
c. Siswa tidak mampu menganalisis nilai
5
3
1
4
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
patriotisme dengan lengkap, tidak
menggunakan bahasa yang benar
Total skor 60
Skor yang diperoleh
Nilai akhir : x 100
Skor maksimal
Rubrik Penilaian Afektif
No. Aspek yang Dinilai Skor
1. Mengeluarkan pendapat dalam proses belajar 4 = sangat baik
2. Ketepatan dalam mengerjakan tugas 3 = baik
3. Perilaku/kesopanan 2 = cukup
4. Keaktifan dalam proses belajar 1 = kurang
Rubrik Penilaian Psikomotorik
Hal yang
dinilai
Deskripsi Skor Bobot Skor x
bobot
Presentasi 1. Siswa mampu
mempresentasikan hal-hal
yang menarik dan patut
diteladani dengan lengkap,
menggunakan bahasa yang
benar
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Siswa mampu
mempresentasikan hal-hal
yang menarik dan patut
diteladani dengan lengkap,
tidak menggunakan bahasa
yang benar
3. Siswa tidak mampu
mempresentasikan hal-hal
yang menarik dan patut
diteladani dengan tidak
lengkap, tidak menggunakan
bahasa yang benar
3
1
4 20
Skor yang diperoleh
Nilai akhir : x 100
Skor maksimal
Yogyakarta, 2015
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran,
NIP NIP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 4
Materi Pembelajaran
1. Tokoh dan Penokohan
Sebuah novel tidaklah berjalan tanpa adanya peran seorang tokoh. Tokoh
adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi (Wiyatmi, 2006: 30). Panuti
Sudjiman (1990 : 79) mengartikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami
peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita.
Berbeda dengan tokoh, penokohan menunjuk pada watak, perwatakan,
karakter, sifat, dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, serta
lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh (Burhan, 2009: 165). Jones
(Burhan, 2009:165) mengatakan, penokohan adalah pelukisan gambaran yang
jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Ada dua teknik
yang bisa digunakan pengarang dalam menggambarkan sifat pada tokoh.
Altenbernd & Lewis (Burhan, 2009:194) menyebutnya dengan teknik ekspositori
dan teknik dramatik. Berikut dijelaskan mengenai kedua teknik tersebut.
a. Teknik Ekspositori
Teknik ekspositori adalah pelukisan tokoh cerita yang dilakukan
dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Pada
teknik ini, pengarang menghadirkan tokoh dengan cara mendeskripsikan sikap,
sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan ciri-ciri fisiknya (Burhan, 2009:194 – 195).
b. Teknik Dramatik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada teknik dramatik ini pengarang tidak mendeskripsikan secara
eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan pembaca
menemukan sendiri sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan ciri-ciri fisik
tokoh melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, tindakan atau tingkah laku, dan
juga peristiwa yang berlaku (Burhan, 2009:198).
Peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita tidak hanya didukung oleh satu
tokoh saja. Cerita dalam novel juga membutuhkan tokoh tambahan agar cerita
dalam novel tersebut semakin hidup. Burhan Nurgiyantoro (2009: 176 – 177)
mengklasifikasikan tokoh sebagai berikut.
a. Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam
novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan,
baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
b. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh lain yang terdapat dalam sebuah
cerita. Tokoh tambahan biasanya tidak dipentingkan dan hadir jika ada kaitannya
dengan tokoh utama, baik langsung maupun tidak langsung.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tokoh lebih merujuk pada orang
yang memainkan peran dan penokohan merujuk pada karakter tokoh atau
pelukisan gambaran sifat tokoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Latar
Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana
terjadinya lakuan dalam karya sastra (Sudjiman, 1990: 48). Zaidan (1988: 33)
mengungkapkan bahwa latar dalam novel tidak sama dengan latar belakang.
Burhan (2009: 227 – 237) membedakan latar ke dalam tiga unsur pokok,
yaitu latar tempat, waktu, dan sosial.
a. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan biasanya
berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, atau lokasi tertentu
tanpa nama yang jelas.
b. Latar Waktu
Latar waktu menyaran pada “kapan” terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi, misalnya tahun, musim, hari, dan jam.
c. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
sosial masyarakat yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, misalnya, kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan sikap.
3. Tema
Gorys Keraf (Wahyuningtyas & Wijaya, 2011 : 2) berpendapat bahwa tema
berasal dari kata tithnai (bahasa Yunani) yang berarti menempatkan, meletakkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Dick dan Rahmanto (1986 : 142) tema adalah gagasan dasar umum yang
menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur
semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan maupun perbedaan-
perbedaan. Tema, menurut Stanton dan Kenny (Nurgiyantoro, 2009:67) adalah
makna yang dikandung oleh sebuah cerita.
4. Nilai Patriotisme
Darminta (2006:24) mengatakan bahwa nilai memberikan arah perjalanan,
seperti rel kereta api, agar tidak lepas dari jalur perjalanan. Lahirnya kemerdekaan
bagi sebuah bangsa yang dijajah pasti tidak lepas dari usaha dan kerja keras para
pejuang. Perjuangan panjang para pejuang tidak semudah yang kita bayangkan.
Dibutuhkan sikap patriotisme dalam mewujudkan sebuah kemerdekaan.
Patriotisme (KBBI, 2005:837) adalah sikap seseorang yang bersedia
mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya.
Rahim dan Rashid (2004:5) berpendapat bahwa patriotisme adalah perjuangan
yang menjiwai kepada kepentingan bangsa dan negara.
Ada beberapa bentuk nilai patriotisme (Rahim dan Rashid, 2004:5),
seperti: kesetiaan, keberanian, rela berkorban, kesukarelaan, dan cinta pada tanah
air. Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai nilai keberanian, rela
berkorban dan cinta tanah air.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Keberanian
Keberanian adalah suatu keadaan berani (KBBI, 2005:837). Berani adalah
mempunyai hati yang mantap dan percaya diri yang besar dalam menghadapi
bahaya dan kesulitan (KBBI, 2005:138). Brian Klemmer
(http://books.google.co.id/books?id=CxEcqHu4wp4C&pg=PA182&lpg=PA182&
focus=viewport&dq=keberanian+adalah+hl=id&output=html_text) berpendapat
bahwa keberanian adalah sikap menghadapi, dan menangani segala sesuatu yang
dianggap berbahaya, sulit, atau menyakitkan, bukan menghindarinya.
b. Rela Berkorban
Bukan saja keberanian yang ditanamkan dalam diri para pejuang untuk
mengusir penjajah. Mereka juga menanamkan rasa rela berkorban. Simanjutak
berpendapat bahwa rela berkorban berarti kesediaan dengan iklas umtuk
memberikan segala sesuatu yang dimilikinya sekalipun menimbulkan penderitaan
bagi dirinya sendiri demi kepentingan bangsa dan negara
(http://books.google.co.id/books?id=3YBV8iOuQsC&pg=PT23&dq=rela+berkor
ban+adalah&hl=id&sa=X&ei=fFI_VNb3BOKomgWW6ICoBQ#v=onepage&q=r
ela%20berkorban%20adalah&f=false) . Dalam KBBI (2005:595) rela berkorban
adalah bersedia dengan iklas hati menyatakan kebaktian, kesetiaan, menjadi
korban, dan menderita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Cinta Tanah Air
Cinta tanah air merupakan salah satu bentuk dari nilai patriotisme. Jika
tidak ada rasa cinta kepada tanah airnya, para pejuang tidak akan mau bersusah
payah untuk mengusir para penjajah. Cinta tanah air adalah cara berpikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa (Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 5
Tabel Data Cinta Tanah Air
No. Kutipan Deskripsi
1. Melihat Murjani sudah tenang,
Sroedji berbisik, “Kita harus
menjadi perwira yang tangguh, Mur
… Harus! Demi bangsa kita, Mur
… anak cucu kita. Mereka tidak
boleh mengalami masa kegelapan
seperti yang kita alami, Mur.”
(Devita, 2014:57).
Kutipan tersebut mengandung nilai
cinta tanah air karena Sroedji ingin
anak cucunya bisa hidup tenang di
tanah airnya sendiri. Sreodji beserta
anak buahnya berusaha dan
berjuang keras untuk mengusir
penjajah dari Indonesia.
2. “Aku jadi kacung serdadu
Nippon…? Tak sudi!” timpal
kawannya ketus (Devita, 2014:68).
Kutipan tersebut mengandung nilai
cinta tanah air karena anak buah
Sroedji tidak sudi menjadi kacung
Nippon. Seolah menggambarkan
bahwa mereka lebih baik mati demi
tanah airnya daripada hidup tetapi
mengabdi kepada penjajah.
3. “Ya Allah, mungkin ini sudah
waktuku … Biarlah darahku
menjadi pupuk penyubur tanah
tumpah darah ini …,” jerit hati
Sroedji (Devita, 2014:224).
Kutipan tersebut mengandung nilai
cinta tanah air karena Sroedji mau
mati demi kemerdekaan tanah
airnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel Data Keberanian
No. Kutipan
Deskripsi
1. “Perang terbesar bukanlah
melawan musuh, Mur. Perang
paling besar adalah perang
melawan diri kita sendiri. Kita
harus punya satu tekad baja. Kita
harus kalahkan dulu diri kita, baru
bisa mengalahkan musuh.” (Devita,
2014:57).
Kutipan tersebut mengandung nilai
keberanian karena Sroedji berani
mengalahkan diri atau menguasai
diri baru setelah itu berani melawan
musuh.
2. Kolonel Sungkono bangkit dan
bersuara. “Tenang … tenang dulu
… Saudara-saudara sekalian, kita
akan pertahankan Surabaya. Kota
ini tidak boleh diserahkan begitu
saja. Tapi, siapa pun yang hendak
meninggalkan kota, tak akan
dihalangi. Silakan, jika ada di
antara saudara-saudara yang
hendak keluar dari Surabaya.
Meski hanya tinggal seorang diri,
saya akan tetap mempertahankan
Surabaya.” (Devita, 2014:76).
“Silakan, jika ada di antara saudara-
saudara yang hendak keluar dari
Surabaya. Meski hanya tinggal
seorang diri, saya akan tetap
mempertahankan Surabaya”.
Kutipan tersebut mengandung nilai
keberanian karena Kolonel
Sungkono dengan yakin dan percaya
diri akan mempertahankan Surabaya
meski hanya seorang diri.
3. “ … Kita lebih baik hancur
daripada kembali dijajah … Rakyat
Surabaya menolak ultimatum
Kutipan tersebut mengandung nilai
keberanian karena Gubernur Suryo
dengan berani mau mengorbankan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Inggris!” Suara Gubernur Suryo
terdengar lembut namun tegas
(Devita, 2014:78).
diri demi bebasnya tanah air dari
penjajah.
4. “Sedikit lagi … sedikit lagi … Aku
harus mengulur waktu … Jangan
sampai terhenti … Pasien ini bisa
meninggal jika tidak selesai …”
gumam Soebandi dalam hati tanpa
memedulikan todongan senjata si
Belanda (Devita, 2014:91).
Kutipan tersebut mengandung nilai
keberanian karena Soebandi tetap
bekerja mengobati pasien yang
terluka tanpa memedulikan todongan
senjata Belanda. Artinya ia berani
mati untuk keselamatan pasien.
5. “Kalau begitu, ayo … kita sama-
sama berjuang, sama-sama hidup
prihatin demi kemenangan yang
sudah di depan mata! Kita harus
satu tekad … lebih baik hancur
lebur daripada kembali dijajah!”
(Devita, 2014:172).
Kutipan tersebut mengandung nilai
keberanian karena Sroedji mau
mengajak anak buahnya untuk
bersama-sama menghadapi penjajah
dengan berani berjuang dan hidup
prihatin.
6. “Mengapa kalian harus takut mati
dalam pertempuran? Kalian hanya
diminta memilih satu di antara dua
kebaikan … bertempur lalu
menang, atau mati sebagai syuhada
yang oleh Allah dijanjikan surga.
Ingat! Satu pilihan di antara dua
kebaikan. Jadi kalian jangan takut
mati demi harga diri bangsa dan
negara yang kita cintai ini.” Sroedji
memberi semangat (Devita,
Kutipan tersebut mengandung nilai
keberanian karena Sroedji tidak takut
mati dalam mengahadapi penjajah. Ia
mengajak semua anak buahnya untuk
tetap berjuang bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2014:173).
7. Tak henti Sroedji menyemangati
anak buahnya, “Kalian tidak usah
takut! Allah senantiasa berada di
pihak yang benar.” (Devita,
2014:173).
Kutipan tesebut mengandung nilai
keberanian karena Sroedji dan anak
buahnya berani mati demi
kemerdekaan tanah air tercinta.
8. “Biar aku yang hadapi londo-londo
iku, Belanda-belanda itu.” Rukmini
berusaha meredakan kegugupan
yang seketika mencengkeram ulu
hati (Devita, 2014:179).
Kutipan tersebut mengandung nilai
keberanian karena Rukmini, seorang
perempuan dengan yakin berani
menghadapi kedatangan tentara
Belanda di rumahnya.
9. “Huh! Kalau saja Pak Sroedji tidak
melarang. Gemas aku ingin
mengarahkan senjata berat kaliber
2,7, ini ke pesawat-pesawat itu.
Biar mampus mereka,” gerutu
Sersan Paimin yang berdiri
berseberangan dengan Mayor
Magenda (Devita, 2014:188).
Kutipan tersebut mengandung nilai
keberanian karena Sersan Paimin
berani menghadapi para penjajah
dengan menggunakan senjata.
10. Sroedji merenung sejenak
mendengar laporan para intelnya,
lantas berkata, “Kalau begitu, kita
layani Belanda dengan perang urat
syaraf. Kita masuk Penanggal
dengan kekuatan penuh. Kita akan
buktikan TNI masih ada dan
Indonesia sudah merdeka.” (Devita,
2014:194).
“Kalau begitu, kita layani Belanda
dengan perang urat syaraf”. Kalimat
tersebut mengandung nilai
keberanian karena Sreodji dan anak
buahnya siap menghadapi penjajah
dengan cara apapun. Mereka berani
melayani perlawanan Belanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11. “Biar! Karto tidak takut Sumo,
tidak takut Belanda…,” balas Karto
sambil menunjuk-nunjuk dadanya
(Devita, 2014:196).
Kutipan tersebut mengandung nilai
keberanian karena Karto sendiri
mengatakan bahwa ia berani dan
tidak takut kepada Belanda.
12. Sroedji tetap tenang dan tegas
member instruksi kepada yang
hadir, “Kita lakukan perlawanan!”
(Devita, 2014:220).
Kutipan tersebut mengandung nilai
keberanian karena Sroedji dan anak
buahnya berani mengadakan
perlawanan terhadap penjajah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel Data Rela Berkorban
No. Kutipan Penjelasan
1. “Tak apa Pak … jauh hari aku
malah sudah melupakan cita-
citaku. Hidupku sekarang
untuk Bapak, untuk anak-anak,
untuk kita,” tukas Rukmini
tegas (Devita, 2014: 65).
Kutipan tersebut mengandung nilai rela
berkorban dimana Rukmini mau
menguburdalam-dalam keinginannya
untuk bersekolah demi keluarga yang
dibina bersama Sroedji.
2. “Aku juga harus menghadapi
gelombang protes dan
kemarahan pasukanku yang
kecewa dan tidak terima harus
menyingkir dan menyerahkan
wilayah Besuki kepada
Belanda. Tanah ini sudah kita
pertahankan tiap jengkalnya
dengan tetesan darah saudara-
saudara kami sendiri. Tapi
kembali lagi, kami ini hanya
prajurit, Bu…” mata Sroedji
yang semula menerawang
berbalik memandang wajah
Rukmini yang tengah hamil tua
(Devita, 2014:135).
“Tanah ini sudah kita pertahankan tiap
jengkalnya dengan tetesan darah saudara-
saudara kami sendiri. Tapi kembali lagi,
kami ini hanya prajurit, Bu…” Kutipan
tersebu tmengandung nilai rela berkorban
karena Sroedji beserta anak buahnya
sudah bersedia mengorbankan jiwa raga
beserta keluarga demi kemerdekaa
ntanah air tercinta.
3. “Baiklah Pak, …aku ijinkan
dengan satu syarat, kau harus
berjanji untuk kembali ke kami
dengan selamat. Engkau harus
Kutipan tersebut mengandung nilai rela
berkorban dimana Rukmini harus
merelakan suaminya, Sroedji bertempur
melawan penjajah meski dirinya sedang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tetap hidup, demi aku … demi
anak-anak kita.” Dengan suara
tercekat, Rukmini berkata
sambil menatap mata suaminya
dalam-dalam dengan penuh
harap (Devita, 2014:138).
membutuhkan keberadaan Sroedji.
4. “Sebagai koman dan dengan
pasukan sebesar ini, aku harus
konsentrasi agar wingateaction
berjalan sesuai rencana, agar
semua bisa sampai dengan
selamat.” Tak ada nada
emosional dalam kalimat
Sroedji. Ia mengatakannya
dengan tenang dan abar. “Jika
keluargaku ikut, tentunya aku
akan terfokus pada
keselamatan mereka. Ini dapat
memecah konsentrasiku. Lihat
saja Pak Bandhi. Dia
tinggalkan istri dan anak-
anaknya tetap di Blitar.
Alasannya pasti sama
denganku.” (Devita, 2014:161
– 162).
“Jika keluargaku ikut, tentunya aku akan
terfokus pada keselamatan mereka. Ini
dapat memecah konsentrasiku. Lihat saja
Pak Bandhi. Dia tinggalkan istri dan
anak-anaknya tetap di Blitar. Alasannya
pasti sama denganku.” Kutipan tersebut
mengandung nilai rela berkorban dimana
Sroedji harus rela meninggalkan anak
beserta istrinya demi menunaikan
tugasnya sebagai tentara.
5. “Tapi Min, aku wis bosen
perang terus … gerilya terus.
Aku ingin hidup tenang, kawin
Kutipan tersebu tmengandung nilai rela
berkorban dimana seorang anak buah
Sroedji harus rela mengorbankan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sama Siti dan puny aanak-anak
yang lucu-lucu. Kapan yo Min
negoro iki benar-benar
merdeka?” (Devita, 2014:168).
keinginannya demi menunaikan tugas
membela tanah air.
6. “Sedulur kabeh … Saudara
semua, musibah baru saja
menimpa kita. Banyak saudara
kita gugur. Seandainya para
prajurit bertindak sesuai
pelatihan-pelatihan dalam ilmu
ketentaraan, tentu tidak akan
sebanyak ini korban yang
jatuh. Mulai sekarang kita
harus disiplin. Yang paling
penting … dalam kondisi apa
pun kita harus siap! Jangan
panik! Kepanikan bisa
mengakibatkan kita mati
konyol. Kalian para prajurit,
disiplin adalah modal utama!”
Sroedji mengedarkan pandang,
menatap wajah prajuritnya
satu-satu (Devita, 2014:171).
“Sedulur kabeh … Saudara semua,
musibah baru saja menimpa kita. Banyak
saudara kita gugur.” Kutipan tersebut
mengandung nilai rela berkorban dimana
Sreodji dan anak buahnya rela
bersusahpayah keluar masuk hutan untuk
mencari selamat dan melakukan
perlawanan terhadap Belanda. Mereka
semua rela kehilangan nyawa dan
sanaksaudara demi bebasnya Indonesia
dari tangan para penjajah.
7. “Posisi kita memang sulit.
Sepertinya setiap gerakan kita
bisa diantisipasi musuh. Sudah
tiga hari ini kita tidak bisa tidur
dengan tenang. Seranganterus-
Kutipan tersebut mengandung nilai rela
berkorban dimana para pejuang tidak
tidur demi menjaga satu sama lain.
Selain itu mereka juga kerahkan tenaga
dan pikiran untuk mengatur siasat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menerus datang,” ujar Sroedji
(Devita, 2014:209).
menghadapi Belanda.
8. “Aku wis gak popo, Ndi. Wong
cuma demam. Kalau ditunda
lagi, nanti rencana yang sudah
kita susun bisa berantakan.”
Sroedji masih demam, namu ia
memaksakan diri untuk tetap
memimpin rapat (Devita,
2014:220).
Kutipan tersebut mengandung nilai rela
berkorban dimana Sroedji yang sedang
sakit rela memimpin rapat untuk
mengatur siasat perang demi terbebasnya
Indonesia dari gempuran para penjajah.
9. “Dia masih sangat muda. Dia
harus keluar dengan selamat
dari pertempuran ini,” piker
Sroedji seraya menghampiri
Rustamaji, “Rus, cepetko en
mlayu…!! Cepat kamu lari!!
Aku titip mbakyumu
samaponakan-ponakanmu…!”
(Devita, 2014:222).
Kutipan tersebut mengandung nilai rela
berkorban dimana Sroedji merelakan
dirinya seolah-olah menjadi tawanan
penjajah agar Rustamaji dapat lari dari
kepungan untuk melindungi Rukmini dan
anak-anaknya.
10. Sroedji, Soebandi, dan para
perwira yang tersisa terus
bahu-membahu bertahan
dengan gagah berani tanpa
memperdulikan bahaya yang
mengintai mereka. Satu demi
satu perwira Sroedji gugur
akibat kalah jumlah dan
persenjataan. Lebih kurang
Kutipan tersebut mengandung nilai rela
berkorban dimana Sroedji dan para
pejuang lainnya rela mengorbankan
nyawanya sendiri untuk mengusir
penjajah dari Indonesia. Perlawanan
demi perlawanan mereka hadapi tanpa
mengeluh. Yang terpenting bagi Sroedji
dan anakbuahnya adalah Indonesia
terbebas dari penjajah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sudah sekitar dua jam tembak
menembak itu berlangsung
antara kedua pihak. Walau
kalah jauh dalam persenjataan
dan jumlah, para pejuang
dengan gigih terus melawan.
Udara di tempat itu
mengandung hawa kematian.
Bau mesiu dan darah menguar
(Devita, 2014:223).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIODATA
Cicilia Ingga Kusuma lahir di Magelang, 10 Januari 1992. Ia lulus Taman Kanak-
kanak Pangudi Luhur Muntilan pada tahun 1998. Setelah lulus taman kanak-
kanak, ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Marsudirini Muntilan pada
tahun 1998 – 2004. Sekolah Menengah Pertama Marganingsih Muntilan
dipilihnya sebagai sekolah lanjutan setelah lulus dari sekolah dasar.
Ia lulus dari Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2007. Ia lulus Sekolah
Menengah Atas Tarakanita Magelang pada tahun 2010. Pada tahun 2010, ia
melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ia menyelesaikan masa kuliah pada
tahun 2015 dengan menyusun skripsi yang berjudul Nilai Patriotisme dalam
Novel Sang Patriot Karya Irma Devita dan Relevansinya dengan Pembelajaran
Sastra di SMA Kelas XII Semester II (Tinjauan Sosiologi Sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI