plagiarism checker x originality...
TRANSCRIPT
Plagiarism Checker X Originality Report
Similarity Found: 28%
Date: Tuesday, October 08, 2019
Statistics: 3195 words Plagiarized / 11598 Total words
Remarks: Medium Plagiarism Detected - Your Document needs Selective Improvement.
-------------------------------------------------------------------------------------------
i i i PENGEMBANGAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH Internalisasi Nilai Ajaran Agama
Hindu Edisi Kedua Oleh : Dr. Heny Perbowosari, M.Pd. i i i PENGEMBANGAN BUDAYA
RELIGIUS DI SEKOLAH Internalisasi Nilai Ajaran Agama Hindu Edisi Kedua Penulis: Dr.
Heny Perbowosari, M.Pd. Editor : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag., M.Pd.H. PENERBIT :
Jayapangus Press REDAKSI : Jl. Ratna No.51 Denpasar - BALI Telp. (0361) 226656 Fax.
(0361) 226656 http://jayapanguspress.org Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN : 978-602-74901-9-2 i v KATA PENGANTAR Om
Swastyastu, Dengan rasa angayubagia kehadapan Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang
Maha Esa karena atas karunia dan rahmat Beliau, maka penan g erjudul enganBuda a
Religius Di Sekolah (Internalisasi Nilai Ajaran Agama Hindu) ” ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Buku ini merupakan hasil penelitian dan kajian ilmiah tentang pengembangan budaya
religius yang seharusnya bisa dilakukan pada jenjang pendidikan terutama di Sekolah
Menengah Pertama khusunya di Provinsi Bali. Penulis juga menyadari bahwa dalam
penulisan buku ini, berbagai pihak telah memberikan saran-saran yang bersifat
membangun, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat Prof. Dr. Drs. I Nengah Duija, M.Si.,
Rektor Institut Hindu Negeri Denpasar yang telah memberikan dorongan dan bantuan
dalam penulisan buku ini, Dr. Drs. I Nyoman Linggih, M.Si., Dekan Fakultas Dharma
Acarya yang telah memberikan kesempatan dan dorongan dalam menyelesaikan
penulisan buku ini, dan Ibu Made Serigati, S.Pd.,M.Pd, Kepala Sekolah SMP Negeri 1
Petang Kabupaten v Badung yang telah memberikan ijin dan kesempatan dalam
melaksanakan penelitian.
Penulis menyadari bahwa penulisan buku ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki, maka kritik dan saran yang
sifatnya membangun penulis harapkan demi kebaikan dan kesempurnaan karya tulis ini.
Sebagai akhir kata semoga buku ini bukan akhir dari segalanya melainkan awal dari
lahirnya karya-karya yang lebih baik dan berguna untuk kepentingan pengembangan
ilmu dan pembangunan. Om Santih, Santih, Santih Om.
Denpasar, Pebruari 2018 Penulis, Heny Perbowosari vi DAFTAR ISI HALAMAN DALAM …
ii REDAKSI iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI v BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II
MENGENAL TENTANG BUDAYA RELIGIUS 10 10 B. Internalisasi Nilai Ajaran Agama
Hindu 17 26 BAB III DUKUNGAN WARGA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN
BUDAYA RELIGIUS 37 A 38 B. 40 C. Dukungan sesama murid 42 D. Dukungan sesama
karyawan 43 E.
Dukungan Keluarga 43 BAB IV PENGEMBANGAN BUDAYA RELIGIUS SEKOLAH MELALUI
INTERNALISASI NILAI AJARAN AGAMA HINDU DALAM MENINGKATKAN PERILAKU
KEAGAMAAN PADA SISWA 45 vii A. Kegiatan Awal …… 45 B. Perancangan Model
Pengembangan Budaya Religius melalui Internalisasi Nilai Ajaran Agama Hindu … 49 C.
Validasi Ahli ………………………………………… 52 D. Revisi Rancangan Model
……………………………. 53 E.
Uji Coba Model Pengembangan Budaya Religius Melalui Internalisasi Nilai Ajaran Agama
Hindu … 57 F. Model Akhir Pengembangan Budaya Religius …….. 59 BAB V
IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN BUDAYA RELIGIUS SEKOLAH ……………………………….. 60
A. Pembiasaan kegiatan rutin keagamaan ……… 62 B. Memberikan keteladanan dalam
pelaksanaan budaya rgius……… 65 C.
Memberikan motivasi dalam pelaksanaan buda reli… 67 BAB VI PENUTUP
……………………………………………… 69 DAFTAR PUSTAKA … 71 CURRICULUM VITAE
……………………………………………. 73 1 BAB I PENDAHULUAN Pembangunan bidang
pendidikan merupakan salah satu pembangunan aspek sosial dan budaya merupakan
bagian yang sangat penting dan tidak dapat ditawar lagi dan menjadi suatu keharusan
dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan potensi manusia agar memiliki
kemampuan, moral, budi pekerti serta kreatifitas.
Hal ini dimaksudkan agar mutu sumber daya manusia Indonesia dapat bersaing dengan
bangsa-bangsa lain di dunia. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN) No. 20 tahun 2003 pasal 1 dijelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dan secara terperinci tujuan pendidikan Nasional dijelaskan dalam pasal 3 UUSPN No
20 tahun 2003, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan 2 kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Selain itu menurut Indar (1994) Pendidikan usaha manusia untuk menumbuh
kembangkan potensi-potensi bawaan, baik jasmani maupun rohani, agar sesuai dengan
nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan . Kegiatan pendidikan selalu
berlangsung di dalam sebuah lingkungan yang disebut dengan lingkungan pendidikan.
Lingkungan pendidikan sangat dibutuhkan sebagai proses pengajaran yang efektif.
Dalam mencapai tujuan pendidikan diperlukan adanya lingkungan yang berkualitas.
Karena lingkungan memberikan kontribusi yang cukup penting dalam menentukan
keberhasilan anak. Lingkungan pendidikan ini terdiri dari pendidikan informal,
pendidikan formal dan pendidikan non formal. Dalam hal ini pendidikan formal memiliki
fungsi dan peran dalam memberikan keberhasilan pada anak didik.
Adapun fungsi dan peranan pendidikan formal antara lain : 1) mengembangkan
kemampuan berpikir dan memberikan pengetahuan anak didik, 2) memiliki keahlian
dalam bidang pendidikan dan 3 pengajaran, 3) efisiensi, dalam memberikan pendidikan
dilaksanakan sesuai dengan program dan sistematis serta disesuaikan dengan jumlah
peserta didik. 4) sosialisasi, merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mengarahkan perkembangan individu agar mampu beradaptasi dengan lingkungan.
5) konservasi dan transmisi kultural, yaitu upaya untuk memelihara warisan budaya. Hal
ini dapat dilakukan dengan pencarian dan penyampaian budaya pada anak didik selaku
generasi muda (Idris, 1981). Untuk mengembangkan fungsi dan peran pendidikan yang
berkaitan dengan pewarisan budaya, maka diperlukan adanya pembudayaan bagi anak
didik baik itu dari pembudayaan peduli lingkungan maupun pembudayaan dari sisi
keagamaan. Budaya keagamaan atau budaya religius.
Dimana dalam membudayakan religius di sekolah ini diperlukan adanya kesadaran dari
warga sekolah untuk melaksanakan nilai-nilai ajaran agama sehingga tertanam dalam
benak sanubari anak didik dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Dalam
membudayakan nilai-nilai agama pada anak dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain : 1) adanya kebijakan pimpinan sekolah untuk melaksanakan budaya religius
di sekolah, 2) dalam proses pembelajaran di kelas dengan membiasakan untuk
mengucapkan salam, 3) kegiatan ekstrakurikuler secara continue sehingga tercipta
budaya religius di sekolah.
4 Dengan membudayakan religius maka perilaku keagamaan siswa akan terbentuk,
apabila dalam pembelajaran dibudayakan untuk mengaplikasikan nilai-nilai ajaran
agama dalam kegiatan sehari-hari. Akan tetapi dalam membudayakan religus di sekolah
tidak hanya pendidikan agama yang memiliki andil, akan tetapi semua mata pelajaran
serta dukungan dari warga di sekolah sehingga budaya religius dapat terwujud.
Oleh karena itu dalam menciptakan budasa religius di sekolah diperlukan adanya
kerjasama yang efektif antara pimpinan, guru serta siswa. Pengembangan budaya
agama dalam lingkungan sekolah merupakan upaya untuk menanamkan nilai-nilai
ajaran agama kepada siswa dengan tujuan untuk dapat memperkokoh keimanan serta
menjadi pribadi yang memiliki kesadaran beragama dan berakhlak mulia.
Hal ini sangat penting karena kegiatan ini mendukung tercapainya tujuan pendidikan
nasional dan dapat mempengaruhi sikap, sifat, dan tindakan siswa secara tidak
langsung. Salah satu faktor yang berperan penting dalam pengembangan budaya
agama di sekolah adalah peran aktif komunitas sekolah yaitu kepala sekolah, guru,
karyawan, dan siswa.
Akan tetapi sebagai pimpinan, kepala sekolah mempunyai andil dan peran terbesar
karena di tangan kepala sekolah kebijakan 5 kebijakan tersebut dibuat dan dilaksanakan
oleh segenap warga sekolah. Pentingnya pengembangan budaya agama di sekolah
supaya semua warga sekolah melaksanakan kebiasaan-kebiasaan yang berdasarkan
nilai-nilai ajaran agama bahkan mewujudkan seluruh aspek keberagamaannya baik pasa
aspek keyakinan (keimanan), praktik agama, pengalaman, pengetahuan agama, dan
dimensi pengamalan keagamaan.
Semua itu dapat terwujd dalam berbagai kegiatan keagamaan sebagai wahana dalam
upaya menciptakan dan mengembangkan budaya religius di sekolah. Dengan demikian
diharapkan siswa tidak saja membudayakan peduli terhadap lingkungan, akan tetapi
juga membudayakan religius dalam proses pendidikan baik di lingkungan sekolah,
keluarga maupun masyarakat.
Maka sangat perlu adanya pengembangan budaya religius melalui internalisasi nilai
ajaran agama Hindu dalam upaya meningkatkan perilaku keagamaannya. Budaya
religius tidak hanya menciptakan suasana religius saja melainkan menginternalisasikan
nilai-nilai religius ke dalam diri peserta didik. Budaya religius merupakan upaya
pengembangan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional seperti yang
tertera diatas.
Dalam pengembangan budaya religius di sekolah yang perlu diperhatikan bahwa proses
pembelajaran lebih banyak ditekankan 6 pada proses pembelajaran afektif bukan hanya
kognitifnya. Apabila pembelajaran ini menyentuh aspek afektif maka akan
mempengaruhi kecerdasan emosional maupun kecerdasan spiritualnya. Seperti yang
dikatakan Goleman (1999 : 34) bahwa para ahli psikologi sepakat bahwa IQ hanya
menyumbang 20 persen faktor-faktor yang menentukan suatu keberhasilan, sedangkan
80 persen sisanya berasal dari faktor lain, termasuk apa yang dinamakan kecerdasan
emosional.
Kecerdasan emosional diperlukan dalam pendidikan dengan tujuan untuk mengajarkan
integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan,
keadilan, prinsip kepercayaan, dan penguasaan diri. Dalam hal ini kecerdasan akademis
tidak dapat menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak dan menjamin
terbentuknya perilaku keagamaan pada anak.
IQ yang tinggi pun tidak menjamin kesejahteraan, gengsi, atau kebahagiaan hidup.
Sebaliknya, pada saat ini sekolah dan budaya lebih menitikberatkan pada kemampuan
akademis, tetapi mengabaikan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang
cukup besar berpengaruh pada perkembangan perilaku. Seperti halnya masih terdapat
beberapa siswa yang memiliki kecerdasan emosional kurang.
7 Hal ini diindikasikan seperti kurangnya kesadaran pada diri anak, masih rendahnya
rasa empati, masih menonjolkan kemampuan intelektualnya saja sehingga berdampak
pada menurunnya etika pada anak, dan masih kurangnya pemahaman tentang
kecerdasan spiritual pada siswa . Hal ini ditandai dengan kurangnya tingkat kejujuran
siswa, seperti dalam mengikuti ulangan atau ujian masih banyak yang menyontek, dan
kurangnya rasa kasih sayang antara sesama teman.
Keampuhan kecerdasan emosional dalam kehidupan sehari- hari tampak pada perilaku,
seperti penuh dengan motivasi, kesadaran diri, empati, simpati, solidaritas tinggi, dan
penuh dengan kehangatan emosional. Keadaan seperti ini sangat jarang ditemukan
pada orang yang hanya memiliki kecerdasan intelektual sehingga banyak orang yang
cerdas intelektualnya, tetapi gagal dalam karirnya atau perilakunya. Hal ini disebabkan
oleh rendahnya kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu (1) adanya kecakapan pribadi
yang mencakup kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi serta (2) kecakapan sosial
yang terdiri atas empati dan keterampilan sosial. Anak yang memiliki kecerdasan sosial
adalah mereka yang bisa peka pada suasana hati, kejernihan pikiran, mandiri, dan
memiliki kesehatan jiwa yang bagus.
8 Seorang siswa yang mampu mengenali emosinya sendiri adalah siswa yang bisa
menguasai diri seperti yang dikemukakan oleh Goleman (1999:43) bahwa untuk
mengenali emosi dirinya sendiri maka mereka harus mengetahui beberapa hal, antara
lain (1) emosi mana yang sedang dirasakan, (2) menyadari keterkaitan antara perasaan
dan apa yang dipikirkan, kesesuaian antara perbuatan dan perkataan yang diucapkan,
serta (3) mengetahui bagaimana perasaan mereka dalam memengaruhi orang lain.
Selain potensi kecerdasan emosional dalam membentuk perilaku keagamaan,
kecerdasan spiritual juga memiliki fungsi yang sangat penting untuk membentuk
perilaku agamaperan. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang dimiliki oleh
seseorang dalam memecahkan masalah-masalah makna dan nilai, menempatkan
tindakan atau suatu jalan hidup dalam konteks yang lebih luas, kaya, dan bermakna
(Zohar dan Marshall, 2002: 56).
Orang yang cerdas spiritualnya akan menjalankan hidupnya sesuai dengan yang
diajarkan agamanya. Dalam menjalankan hidup ini orang yang beragama Hindu dituntut
untuk selalu harmonis, serasi dan selaras dengan Sang Pencipta, sesama manusia, dan
dengan alam lingkungannya. Keharmonisan tersebut yang lebih dikenal dengan istilah
tri hita karana.
Selain itu, juga harus menjalankan aspek keimanan (sradha) 9 yang merupakan intisari
ajaran agama Hindu, yaitu di dalamnya termuat suatu kendali yang mengekang tingkah
laku seseorang untuk tetap secara sadar berbuat baik dan benar. Dengan demikian,
apabila seseorang berpegang pada ajaran agama, maka pikiran, perkataan, dan
perbuatannya akan terkendali dengan baik dan tidak akan melakukan perbuatan yang
menyimpang dari ajaran agama.
Kecerdasan spiritual pada saat ini penting karena adanya krisis yang sudah merambah
pada setiap sudut kehidupan yang dimulai dari kesehatan, mata pencaharian, kualitas
lingkungan, hubungan sosial, ekonomi, bahkan merasuk ke dalam krisis moral serta
krisis spiritual atau krisis keagamaan. Kecerdasan spiritual melibatkan kemampuan untuk
menghidupkan kebenaran.
Hal ini berarti mewujudkan sesuatu yang terbaik, utuh, dan paling manusiawi dalam
batin yang menghasilkan gagasan, energi, nilai, visi, dan panggilan hidup yang mengalir
dalam diri. Adanya peningkatan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pada
peserta didik akan memberikan dampak yang baik terhadap perbaikan tingkah laku
terutama mengarah pada perubahan perilaku keagamaan.
Apabila peserta didik telah memiliki kesadaran pada diri untuk melakukan
kegiatan-kegiatan keagamaan maka budaya religius di sekolah akan terwujud. 1 0 BAB II
MENGENAL TENTANG BUDAYA RELIGIUS A. Budaya Religius Sekolah 1. Pengertian
Budaya Religius Dalam pengertian budaya religius terlebih dahulu akan dibahas tentang
arti budaya itu sendiri.
Menurut Tylor, sebagaimana dikutip Budiningsih (2004), mengartikan bahwa budaya
adalah suatu kesatuan yang unik dan bukan jumlah dari bagian-bagian suatu
kemampuan kreasi manusia yang immaterial, berbentuk kemampuan psikologis seperti
ilmu pengetahuan, teknologi, kepercayaan, keyakinan, seni dan sebagainya. Selain itu
menurut Fathurrohman (2015) mendefinisikan tentang kebudayaan sebagai berikut: a.
Kebudayaan merupakan sesuatu keseluruhan yang kompleks, dimana kebudayaan
merupakan suatu kesatuan dan bukan jumlah dari bagian keseluruhannya mempunyai
pola pola atau desain tertentu yang unik. Setiap kebudayaan mempunyai mozaik yang
spesifik. b. Kebudayaan merupakan suatu prestasi kreasi manusia immaterial artinya
berupa bentuk-bentuk prestasi psikologis seperti ilmu pengetahuan , kepercayaan, seni
dan sebagainya.
1 1 c. Kebudayaan dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni, terbentuknya kelompok
keluarga . d. Kebudayaan dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti
hukum, adat istiadat, yang berkesinambungan. e. Kebudayaan merupakan suatu realitas
yang obyektif, yang dapat dilihat. f. Kebudayaan diperoleh dari lingkungan. g.
Kebudayan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau terasing tetapi
yang hidup di dalam suatu masyarakat tertentu. Sedangkan religius menurut Muhaimin
(2008) bahwa kata religius tidak identik dengan kata agama, namun lebih kepada
keberagaman. Keberagaman, menurut Muhaimin (2008) ,bahwa keberagaman terdapat
dalam aspek yang terdapat dalam lubuk hati nurani pribadi, sikap personal yang sedikit
banyak misteri bagi orang lain, karena menafaskan intimitas jiwa, cita rasa yang
mencakup seluruh totalitas ke dalam pribadi manusia.
Menurut Darmiyati (2008) Budaya religius adalah suatu upaya dalam pengembangan
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional. Karena dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 pasal 1
dijelaskan bahwa Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan 1 2 suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian sekolah
menjadi tempat yang penting dalam menanamkan budaya religius bagi siswanya.
Sekolah juga memiliki fungsi budaya. Menurut Abdul Latif Sekolah merupakan tempat
untuk menginternalisasi budaya religius pada peserta didik, agar mereka memiliki
kemampuan yang kokoh untuk membentuk karakter yang luhur. Pembentukan karakter
yang luhur merupakan pondasi dasar dalam memperbaiki sumber daya manusia yang
telah merosot ini.
Budaya religius sekolah adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mewujudkan nilai-nilai
ajaran agama menjadi suatu kebiasaan dalam berperilaku dan budaya organisasi yang
diikuti oleh seluruh warga sekolah. Dalam hal ini agama sebagai acuan dalam
berperilaku di sekolah sehingga secara sadar maupun tidak ketika warga sekolah
mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam pada masing-masing warga
sekolah. 1 3 2.
Manfaat Budaya Religius Budaya religius di lembaga pendidikan merupakan budaya
yang tercipta dari pembiasaan keagamaan yang dilakukan pada lingkungan sekolah
sehingga muncul adanya kesadaran dari semua warga di sekolah. Dalam melaksanakan
budaya religius ini berdasar pada keberagamaan. Dalam hal ini keberagamaan adalah
menjalankan ajaran agama secara keseluruhan.
Oleh karena ituu dengan melaksanakan ajaran agama maka seseorang telah
terintenalisasi nilai-nilai ajaran agama. Menurut Muhaimin (2008) mengatakan bahwa
dengan kegiatan keagamaan akan dapat menciptakan suasana ketenangan dan
kedamaian di kalangan civitas akademika lembaga pendidikan.
Dengan demikian budaya religius memiliki manfaat yang cukup besar karena dapat
membuat situasi lingkungan sekolah lebih menyenangkan dan tidak akan terjadi
keonaran atau kericuhan dalam lingkungan pendidikan. Budaya religius merupakan hal
yang urgen dan harus diciptakan di lembaga sekolah, karena lembaga pendidikan
merupakan lembaga yang mentransformasikan (Faturrohman, 2015).
Dalam hal ini lembaga pendidikan perlu menanamkan budaya religius ada peserta
didiknya, karena memiliki manfaat untuk mentransfer nilai-nilai keagamaan pada
peserta didik. 1 4 3. Model Pembentukan Budaya Religius Menurut Zakiah Darajad
(1995) model adalah gaya bersifat kondisional karena itu model penciptaan suasana
religius dipengaruhi oleh situasi dan kondisi tempat yang akan diterapkan beserta
penerapan nilai-nilai yang akan mendasarinya.
Adapun model dalam membentuk budaya religius adalah sebagai berikut : a. Model
Struktural. Penciptaan suasana religius yang dimotivasi oleh adanya
peraturan-peraturan, pembanguanan, kesan baik dari dunia luar atas kepentingan atau
kebijakan suatu lembaga. b. Model Formal.
Menciptakan suasana religius yang dilandasi dengan adanya pemahaman bahwa
pendidikan agama adalah upaya manusia untuk memecahkan permasalahan tentang
kehidupan akhiratnya saja. c. Model Mekanik. Penciptaan suasana religius yang dilandasi
dengan adanya pemahaman bahwa kehidupan terdiri dari berbagai aspek dan
pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai
kehidupan yang masing- masing bergerak menurut fungsinya. 1 5 d. Model Organik.
Penciptaan suasana religius yang disemangati oleh adanya pandangan bahwa
pendidikan agama adalah kesatuan atau sebagai system yang berusaha
mengembangkan pandangan atau semangat hidup agamis, diaktulisasikan sikap hidup
dan keterampilan hidup yang religius. 4. Strategi Pengembangan Budaya Religius di
Sekolah Menurut Koentjaraningrat dalam Muhaimin (2009) bahwa strategi
pengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah, dapat dilakukan dengan tiga
langkah antara lain : a. Tataran nilai yang dianut.
Pada tataran nilai yang dianut, dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang
disepakati dan perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah, untuk salanjutnya
dibangun komitmen bersama diantara semua warga sekolah khususnya para siswa
terhadap pengembangan nilai- nilai yang telah disepakati. b. Tataran praktik keseharian.
Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut
diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah.
Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: pertama,
sosialisasi 1 6 nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang
ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah. Kedua, penetapan action plan
mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan dilakukan
oleh semua pihak sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati,
Ketiga, pemberian penghargaan terhadap prestasi warga sekolah. c. Tataran
simbol-simbol budaya.
Dalam tataran simbol-simbol budaya, pengembangan yang perlu dilakukan adalah
mengganti simbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai
agama dengan simbol budaya yang agamis. Tujuan utama pengembangan lingkungan
sekolah berwawasan sradha dan bakti ialah keberagamaan peserta didik itu sendiri,
bukan terutama pada pemahaman tentang agama.
Dalam hal ini, yang diutamakan pendidikan agama (Hindu) dalam mengembangkan
lingkungan berwawasan sradha dan bakti bukan hanya knowing (mengetahui dan
memahami ajaran dan nilai-nilai agama) ataupun doing ( hanya sekedar mempraktikan
apa yang diketahui) setalah diajarkannya di sekolah, akan tetapi seharusnya lebih
mengutamakan being-nya (beragama atau menjalani hidup atas dasar ajaran dan
nilai-nilai agama).
1 7 Karena itu, pendidikan agama Hindu harus lebih berorientasi pada tataran
pengaplikasian moral, yakni mengajak serta memberikan kesadaran kepada peserta
didik untuk tidak hanya berhenti pada tataran kompetensi (kemampuan), akan tetapi
sampai pada kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan ajaran dan
nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Tasfir (2004) bahwa tindakan yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah dalam
megembangkan budaya agama di sekolah, diantaranya melalui: (1) memberikan contoh
(teladan); (2) membiasakan hal-hal yang baik; (3) menegakkan disiplin; (4) memberikan
motivasi dan dorongan; (5) memberikan hadiah terutama psikologis; (6) menghukum
(mungkin dalam rangka kedisiplinan); (7) pembudayaan agama yang berpengaruh bagi
pertumbuhan anak.
Adapun Hicman dan Silva menyatakan bahwa terdapat tiga langkah untuk mewujudkan
budaya, yaitu: commitment, competence dan consistency. B. Internalisasi Nilai Ajaran
Agama Hindu 1. Pengertian Internalisasi Nilai Menurut Mulyana (2004) bahwa
internalisasi adalah penyatuan nilai dalam diri seseorang serta merupakan penyesuaian
keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan - aturan baku pada diri seseorang.
1 8 Selain itu menurut Ihsan (1997) internalisasi adalah bentuk upaya yang dilakukan
guna memasukkan nilai - nilai kedalam jiwa sehingga menjadi miliknya. Dengan
demikian internalisasi ini berlaku pada semua pendidikan termasuk pendidikan agama
pendidikan pra-sekolah, pendidikan sekolah, pendidikan tinggi, pendidikan latihan
perguruan dan lain - lain.
Menurut Hakam (2010) proses internalisasi pada hakikatnya upaya menghadirkan
sesuatu (nilai) yang asalnya ada pada dunia eksternal menjadi milik internal baik bagi
seseorang atau lembaga. Oleh karena itu internalisasi nilai artinya pengakuan adanya
nilai- nilai eksternal yang dipandang perlu untuk menjadi milik seseorang. Pentingnya
internalisasi nilai, disebabkan karena keyakinan adanya nilai eksternal yang luhur, agung,
penting (disepakati) untuk menjadi nilai seseorang atau lembaga.
Nilai yang diinternalisasikan bisa saja sebagai nilai yang benar-benar baru atau nilai-nilai
yang sejatinya nilai masing-masing individu akan tetapi sudah menjadi nilai kelompok
yang perlu diinternalisasikan kembali pada anggota kelompok tersebut. Internalisasi
nilai adalah proses menjadikan nilai sebagai bagian dari diri seseorang.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa proses tersebut tercipta dari pendidikan nilai dalam
pengertian yang sesungguhnya, yaitu 1 9 terciptanya suasana, lingkungan dan interaksi
belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya proses sosialisasi dan internalisasi
nilai- nilai (Soedijarto, 1993). Berdasarkan pengertian dari beberapa para ahli, sehingga
dapat menyimpulkan bahwa internalisasi sebagai proses penanaman nilai kedalam jiwa
seseorang sehingga nilai tersebut tercermin pada sikap dan prilaku yang ditampakkan
dalam kehidupan sehari - hari (menyatu dengan pribadi).
Menurut Hakam (2010) bahwa untuk memberikan contoh dalam membina akhlak
manusia, yaitu melalui keteladanan, artinya pada tahap awal siapapun harus belajar
moral dan karakter nilai yang telah terinternalisasi pada diri seseorang memang dapat
diketahui ciri - cirinya dari tingkah laku melalui percontohan, dan dalam mencontoh
diperlukan figur yang patut dicontoh, guru dituntut untuk menjadi panutan dan pribadi
yang menampilkan nilai-nilai moral, kedua melalui pembiasaan.
Perilaku baik perlu dibiasakan, bukan merupakan pilihan, tetapi menjadi keharusan.
Dalam membiasakan untuk berbuat yang baik harus dilakukan secara terus menerus
tidak hanya pada waktu tertentu. Terjadinya tindakan moral yang inkonsistensi akan
mendorong anak untuk memilih tindakan immoral.
Oleh karena itu perlu adanya suasana yang kondusif dalam situasi pendidikan agar nilai
moral dapat diaplikasikan dalam setiap tindakannya. Ketiga melalui sosialisasi, 2 0 yaitu
menyampaikan nilai moral pada publik, baik melalui pengajaran, ceramah, slogan,
simbolisasi, berita, yang sifatnya selalu mengingatkan individu agar berbuat kebajikan.
Keempat membangun motivasi moral, yaitu menghadapkan individu atau kelompok
pada sejumlah pilihan (baik perilaku maupun pertimbangan) yang sifatnya dilematis.
Dilema moral seperti ini untuk mengokohkan prinsif moral yang telah ada pada diri
individu, sehingga pada situasi apapun orang akan tetap konsisten berlaku bijak, tanpa
memperhatikan situasi dan kondisi serta resiko yang diterimanya.
Pribadi yang memiliki prinsip yang baik dapat diupayakan melalui Pendidikan Karakter,
sehingga moralitas dan akhlak mulia menjadi watak seseorang. Menurut Muhaimin
(1996) proses internalisasi dalam membina peserta didik atau anak asuh ada tiga tahap
yang mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi, yaitu: a. Tahap Transformasi.
Nilai merupakan tahapan proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan
nilai-nilai yang baik serta yang kurang baik.
Tahap ini terjadinya komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik b. Tahap
Transaksi. Nilai merupakan tahapan dengan jalan melakukan komunikasi dua arah
interaksi antara dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara
peserta 2 1 didik dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal-balik. c.
Tahap Transinternalisasi : tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal
tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini komunikasi kepribadian
yang berperan secara aktif. Selain itu menurut Soedijarto (1993) Tahap-tahap
internalisasi nilai dibagi menjadi tiga tahap yaitu: a.
Tahap pengenalan dan pemahaman Yaitu tahap pada saat seseorang mulai tertarik
memahami dan menghargai pentingnya suatu nilai bagi dirinya. Pada saat ini proses
belajar yang ditempuh pada hakekatnya masih bersifat kognitif. Pelajar akan belajar
dengan nilai yang akan ditanamkan melalui belajar kognitif. b. Tahap penerimaan Yaitu
tahap pada saat seseorang pelajar mulai meyakini kebenaran suatu nilai dan
menjadikannya sebagi acuan dalam tindakan dan perbuatannya.
Suatu nilai diterima oleh seseorang karena nilai itu sesuai dengan kepentingan dan
kebutuhannya, dalam hubungannya dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.
Agar suatu nilai dapat diterima diperlukan suatu pendekatan belajar yang merupakan
suatu proses sosial. 2 2 c. Pelajar merasakan diri dalam konteks hubungannya dengan
lingkungannya bukan suatu proses belajar yang menempatkan pelajar dengan suatu
jarak dengan yang sedang dipelajari.
Suatu kehidupan sosial yang nyata yang menempatkan pelajar sebagai salah satu
aktornya memang sukar dikembangkan dalam situasi pendidikan disekolah. Tanpa
diciptakannya suatu suasana dan lingkungan belajar yang memungkinkan soaialisasi,
sukar bagi kaum pendidik untuk mengharapkan terwujudnya suatu nilai atau suatu
gugus nilai dalam diri pelajar. d.
Tahap pengintegrasian Yaitu tahap pada saat seorang pelajar memasukkan suatu nilai
dalam keseluruhan suatu sistem nilai yang dianutnya. Tahap ini seorang pelajar telah
dewasa dengan memiliki kepribadian yang utuh, sikap konsisten dalam pendirian dan
sikap pantang menyerah dalam membela suatu nilai. Nilai yang diterimanya telah
menjadi bagian dari kata hati dan kepribadiannya. 2. Ajaran Agama Hindu.
Menurut Sudharta (2001) agama Hindu merupakan suatu kepercayaan hidup pada
ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi, yang kekal abadi.
Sedangkan tujuan agama 2 3 Hindu adalah untuk mencapai kedamaian rohani dan
kesejahteraan hidup jasmani. Dalam pustaka suci Weda disebutkan bahwa tujuan
moksartham jagadhitya ca iti dharma artinya dharma atau agama untuk mencapai
moksa dan kesejahteraan.
Agama Hindu dibangun dalam tiga kerangka dasar, yaitu tattwa, susila, dan acara
agama. Dalam kerangka agama Hindu ini memang kelihatannya terbagi-bagi akan
tetapi ketiganya tidak dapat berdiri sendiri. Karena dalam melaksanakan ajaran- ajaran
agama Hindu ketiga dasar itu harus berjalan bersamaan. Tattwa twa juga tattwa -itu- an
Dengan demikian tattwa berarti kebenaran.
Selain itu tattwa juga berarti filsafat tentang Tuhan, akan tetapi tattwa memiliki dimensi
lain yang tidak didapatkan dalam filsafat, karena tattwa memiliki pengertian keyakinan.
Tattwa dapat didefinisikan sebagai suatu dasar keyakinan Agama Hindu. Sebagai dasar
keyakinan Hindu, tattwa mencakup lima hal yang disebut Panca Sradha (Widhi tattwa,
Atma tattwa, Karmaphala tattwa, Punarbhawa tattwa, dan Moksa tattwa).
Sementara itu susila berasaldari ata d”sil u arti aik, silbrti dasar, perilaku atau tindakan
(Sura, 2001). Secara umum susila diartik an sama denta ”eti 2 4 Pengertian susila tidak
hanya tentang permasalahan mengenai ajaran moral dan berperilaku yang baik namun
juga membahas tentang landasan filosofis yang mendasari suatu perbuatan baik yang
entang tingkah laku yang baik.
Seperti misalnya membunuh, secara moral tindakan ini membunuh itu tidak boleh
dilakukan akab tetapi secara etika memberikan pemahaman bahwa tidak semua
tindakan membunuh itu dilarang. Tindakan membunuh merupakan tindakan yang
dilarang apabila ada saat melakukan tindakan tersebut didasari oleh rasa kebencian dan
kemarahan, sebaliknya membunuh bagi seorang prajurit dalam peperangan dibenarkan
secara etika.
Sementara itu kata acara berasal dari bahasa Sankerta yang menurut Sanskrit- English
Dictionary karangan Sir Moonier Wli(Sudharma, bahwakata”a”antarlain diartikan adalah
tingkah laku atau perbuatan yang baik; adat istiadat; tradisi atau kebiasaan yang
merupakan tingkah laku manusia baik perseorangan maupun kelompok masyarakat
yang didasarkan atas kaidah-kaidah hukum yang ajeg. Dalam bahasa Kawi mempunyai
tiga pengertian sesuai dengan sistem penulisannya ( a c a ra, ac a ra, dan acara).
Kata a c a ra berarti kelakuan, tindak-tanduk, kelakuan baik, 2 5 adat, praktik, dan
peraturan yang telah mantap. Kata ac ra bermakna pergi bersama atau teman. Dapat
dibandingkan dengan kata c raka yang bermakna teman atau ia yang pergi bersama.
Dalam bahasa Bali diterjemahkan dengan kata par kan yang bermakna ia yang selalu
dekat. Sedangkan kata acara berarti tidak berjalan.
Bandingkan dengan kata car cara yang berarti tumbuh- tumbuhan, dengan makna yang
tidak dapat berjalan. Dari ketiga makna tersebut, makna yang digunakan dalam
pengertian Acara Agama Hindu ialah makna yang pertama ( c ra), yang memiliki
pengertian : (1) Kelakuan, tindak-tanduk, atau kelakuan baik dalam pelaksanaan agama
Hindu; (2) adat atau suatu praktik dalam pelaksanaan agama Hindu; dan (3) peraturan
yang telah mantap dalam pelaksanaan Agama Hindu.
Pengertian dari kata acara juga ditemukan dalam kitab Sarasamuccaya sloka 177,
sebagai berikut: nihan pajara mami, phala sang hyang weda inaji, kapujan sang hyang
siwagni, rapwan wruhing mantra, yajnangga widdhiwaidhanadi, dening dana hinanaken,
bhuktin danakena, yapwan dening anakbi, dadyaning alingganadi krida
mahaputri-santana, kuneng phala sang hyang aji kinawruhan, haywaning gila ngaraning
swabhawa, a c a ra ngaraning prawrtti kawaran ring aji 2 6 Terjemahannya: Inilah yang
hendak hamba beritahukan, gunanya kitab suci Weda itu dipelajari, Siwagni patut
dipuja, patut diketahui mantra serta bagian-bagian dari korban kebaktian, widhi-
widhana dan lain-lainnya.
Adapun gunanya harta kekayaan disediakan adalah untuk dinikmati dan
disederhanakan, akan gina wanita adalah untuk menjadi istri dan melanjutkan keturunan
baik pria dan wanita, guna sastra suci adalah untuk diketahui dan diamalkan, adalah
tindakan yang sesuai dengan ajaran agama. C. Perilaku Keagamaan 1. Pengertian
Perilaku Keagamaan Perilaku beragama merupakan usaha manusia dalam mendekatkan
dirinya dengan Tuhan sebagai penciptanya.
Religiusitas merupakan sikap batin seseorang berhadapan dengan realitas kehidupan di
luar dirinya seperti hidup, mati, kelahiran, bencana, tanah longsor, gempa bumi dan
sebagainya (Indah dkk., 2003). Sebagai orang yang percaya akan adanya Tuhan maka
harus meyakini adanya kekuatan dan kemahakuasaan Tuhan. Kekuatan dan
kemahakuasaan ini memberikan dampak positif terhadap perkembangan hidup
seseorang agar mampu menemukan makna hidup.
2 7 Orang yang mampu menemukan makna hidup apabila mereka dapat memahami
dan merefleksikan makna hiduptersebut. Dengan mengaplikasikan pengalaman hidup
ini maka seseorang akan menyadari, memahami dan menerima keterbatasan pada
dirinya sehingga akan tercipta rasa syukur dan iklas kepada Tuhan sebagai pemberi
hidup, serta akan saling menyayangi sesame manusia dan lingkungan alam.
Zakiah Daradjat dalam Jalaludin (2002) menyatakan bahwa ruang lingkup perilaku
keagamaan mencakup proses beragama, perasaan, dan kesadaran beragama dengan
pengaruh dan akibat- akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Dengan
demikian ada keterkaitan antara tingkah laku manusia dalam hubungan dengan
pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya.
Hubungan antara sikap dan tingkah laku terjalin dengan hubungan faktor penentu, yaitu
motif yang mendasari sikap. Motif sebagai tenaga pendorong arah sikap negatif atau
positif akan terlihat dalam tingkah laku nyata (overt behaviour) pada diri seseorang atau
kelompok. Sebaliknya motif dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu dapat stabil.
Dalam hal ini terdapat hubungan pembentukan sikap keagamaan sehingga dapat
menghasilkan bentuk pola tingkah laku keagamaan dengan jiwa keagamaan. Menurut
Nuralimah (2006) 2 8 perilaku keagamaan adalah perilaku individu yang dijiwai oleh
norma-norma agama Islam baik secara vertikal maupun horizontal setelah mendapat
rangsangan dari luar.
Menurut Rahmat (2009) perilaku keagamaan adalah bentuk ucapan, kelakuan, tingkah
laku, perbuatan seseorang yang diaktualisasikan dengan landasan keyakinan yang
bersumber dari ajaran-ajaran Tuhan. 2. Aspek - Aspek Perilaku Keagamaan Menurut
Glock dan Stark (dalam Paloutzian,1996:102) membagi perilaku keagamaan ke dalam
lima aspek, yakni, seperti berikut: a.
Keyakinan (religious beliefs/ideological dimension). Aspek ini berisi tingkat keyakinan
yang dimiliki seseorang terhadap kebenaran ajaran agamanya, terutama tentang
keberadaan dan sifat-sifat Tuhan. Setiap agama mempunyai seperangkat kepercayaan di
mana para penganutnya diharapkan taat.
Ruang lingkup dimensi ini berbeda antaragama bahkan antartradisi dalam satu agama.
b. Peribadatan (religious practice/ritualistic dimension). Aspek ini berisi sejauh mana
penganut agama melakukan aktivitas- aktivitas yang diwajibkan dan dianjurkan dalam
agamanya. 2 9 Praktik keagamaan ini terdiri atas dua hal penting, yakni ritual dan
ketaatan.
Ritual mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal, dan ketaatan
mengacu pada komitmen para pemeluk untuk melaksanakan seperangkat tindakan
keagamaan yang diatur dalam agamanya. c. Penghayatan atau pengalaman (religious
feeling/experiential dimension). Aspek ini berupa perasaan-perasaan atau emosi,
sensasi-sensasi, persepsi-persepsi yang dialami individu atau pengalaman religius
sebagai suatu komunikasi dengan otoritas transendental yang bersifat subjektif. d.
Pengetahuan (religious knowledge/intellectual dimension).
Aspek ini mengacu pada pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap
ajaran-ajaran agamanya terutama ajaran dasar agamanya sebagaimana terdapat dalam
kitab sucinya. Orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal
pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi.
e. Pengamalan (religious effects/consequential dimension).
Aspek ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik
pengamalan dan pengetahuan seseorang. Artinya, sejauh mana perilaku seseorang
dalam kehidupan sehari-hari dimotivasi oleh agama yang dianutnya. 3 0 3. Faktor-faktor
yang Memengaruhi Perilaku Keagamaan Dalam pembentukan perilaku terdapat
beberapa faktor, seperti yang memengaruhi sikap dan perilaku, antara lain pengalaman
pribadi, orang yang dianggap penting, lembaga pendidikan dan agama, serta
kebudayaan. Hal-hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a.
Pengalaman Pribadi Segala hal yang pernah dialami dan sedang dialami akan
membekas dalam diri seseorang. Apalagi melibatkan faktor emosional yang mendalam,
pengalaman itu akan sangat kuat membekas dan memberikan kesan dalam dirinya.
Pengalaman seperti itu berperan besar menjadi dasar pembentukan sikap dan perilaku.
Sikap dan perilaku akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut
terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional senang atau pahit. Dalam situasi
yang melibatkan emosi, penghayatan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih
membekas. Lebih- lebih bila pengalaman itu terjadi berulang-ulang, akan membentuk
respons sikap dan perilaku yang sangat kuat.
Oleh karena itu, seseorang selalu merespons sesuatu dengan membawa dan
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang sudah dan sedang dialaminya. 3 1 b.
Pengaruh Seseorang Dianggap Penting Salah satu komponen sosial yang ikut
memengaruhi sikap dan perilaku seseorang adalah orang yang dianggap penting yang
berada di sekitar.
Orang yang dianggap penting ini adalah orang yang diharapkan persetujuannya bagi
tingkah laku dan pendapat yang tidak ingin dikecewakan, atau yang mempunyai arti
khusus. Orang-orang seperti itu akan memengaruhi sikap dan perilaku. Di antara
orang-orang penting tersebut adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih
tinggi, atasan tempat kerja, guru, rohaniwan, teman sekerja, teman dekat, suami istri.
Apabila orang-orang tersebut berbicara, memberikan pesan, nasihat, atau teladan hidup
yang baik akan sangat berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang.
Hal ini terjadi karena manusia memiliki kecederungan untuk meniru hal yang dianggap
baik atau cenderung kompromistis dan tidak bertentangan serta menghindari konflik
dengan pihak-pihak tersebut. c. Lembaga Pendidikan dan Agama Lembaga pendidikan
dan agama menjadi salah satu kekuatan besar dalam membentuk sikap dan perilaku.
Dua lembaga ini merupakan tempat dikembangkannya nilai-nilai etik, moral, dan
spiritual.
Sementara itu nilai-nilai tersebut langsung dibutuhkan dan diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Lembaga 3 2 pendidikan dan agama menjadi satu sistem yang
mempunyai pengaruh besar di dalam menanamkan pemahaman tentang ajaran baik
buruk, benar salah, boleh- jangan dilakukan. Ajaran-ajaran tersebut bersangkut paut
dengan keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan untuk menentukan kehidupan
sekarang dan akan datang. d.
Kebudayaan Kebudayaan di mana hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap dan perilaku. Apabila hidup dalam budaya sosial yang
sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin akan
mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan invidualisme. Apabila dilihat dari segi
reinforcement, sikap dan perilaku tertentu yang mendapat atau tidak mendapat
penguatan atau ganjaran dari masyarakat akan membawa pengaruh pada sikap dan
perilaku anggota masyarakatnya.
Oleh karena itu, budaya yang dianut atau yang ada dalam lingkungannya akan
memberikan corak dan warna sikap serta perilakunya, kecuali orang itu memiliki konsep
diri tertentu yang mapan dan kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh budaya. 3 3
4. Dimensi Perilaku Keagamaan Menurut Knoers (dalam Ulfiani , 2009), bahwa
keragamaan dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia.
Ada lima dimensi perilaku keagamaan, yaitu sebagai berikut. a. Dimensi ideologia, yaitu
sejauh mana seseorang menerima hal- hal yang dogmatis di dalam agama mereka
masing-masing sebagai keyakinan. Misalnya apakah seseorang percaya hari akhir,
adanya surga dan neraka. b.
Dimensi ritualistik, yaitu sejauh mana tingkat kepatuhan seseorang di dalam
mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana yang dianjurkan oleh agama, seperti
Salat,puasa, zakat, kebaktian, misa, dan lain-lain. c. Dimensi eksperiensial, yaitu sejauh
mana seseorang merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman
keagamaan.
Misalnya, apakah seseorang pernah merasa dekat dengan Tuhan, pernah merasakan
jiwanya selamat dari bahaya karena pertolongan Tuhan. d. Dimensi konsekuensial, yaitu
sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya, terutama mengenai
ajaran pokok agamanya di dalam kehidupan sosial (berinteraksi dengan lingkungannya).
Misalnya, apakah pernah mengunjungi tetangga yang sakit, mendermakan sebagian 3 4
hartanya untuk menolong fakir miskin. e.
Dimensi intelektual, yaitu menunjukkan seberapa besar tingkat pengetahuan dan
pemahaman seseorang terhadap ajaran agamanya terutama mengenai pokok
agamanya. Sedangkan Koentjaraningrat (1982:62) menyatakan bahwa tiap religi
memiliki sistem yang terdiri atas empat dimensi yaitu, seperti berikut: a. Emosi
keagamaan yang menyebabkan manusia bersifat religius. b.
Sistem keyakinan yang mengandung segala keyakinan dan bayangan manusia tentang
sifat-sifat Tuhan, wujud dalam gaib, serta nilai, norma, dan ajaran religinya. c. Sistem
ritual /upacara yang merupakan usaha manusia mencari hubungan dengan Tuhan.
Dewa-dewa/makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib. d. Umat dan kesalehan
sosial yang menyangkut sistem keyakinan dalam butir (b) dan yang melaksanakan
sistem ritual upacara.
Menurut Glock dan Stark (dalam Paloutzian,1996:102) membagi religiusitas ke dalam
lima aspek, yakni, seperti berikut: a. Keyakinan (religious beliefs/ideological dimension).
Aspek ini berisi tingkat keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap kebenaran ajaran
agamanya, terutama tentang keberadaan dan 3 5 sifat-sifat Tuhan.
Setiap agama mempunyai seperangkat kepercayaan di mana para penganutnya
diharapkan taat. Ruang lingkup dimensi ini berbeda antaragama bahkan antartradisi
dalam satu agama. b. Peribadatan (religious practice/ritualistic dimension). Aspek ini
berisi sejauh mana penganut agama melakukan aktivitas- aktivitas yang diwajibkan dan
dianjurkan dalam agamanya.
Praktik keagamaan ini terdiri atas dua hal penting, yakni ritual dan ketaatan. Ritual
mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal, dan ketaatan mengacu
pada komitmen para pemeluk untuk melaksanakan seperangkat tindakan keagamaan
yang diatur dalam agamanya. c. Penghayatan atau pengalaman (religious
feeling/experiential dimension).
Aspek ini berupa perasaan-perasaan atau emosi, sensasi-sensasi, persepsi-persepsi yang
dialami individu atau pengalaman religius sebagai suatu komunikasi dengan otoritas
transendental yang bersifat subjektif. d. Pengetahuan (religious knowledge/intellectual
dimension). Aspek ini mengacu pada pengetahuan dan pemahaman seseorang
terhadap ajaran-ajaran agamanya terutama ajaran dasar agamanya sebagaimana
terdapat dalam kitab sucinya.
Orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal 3 6 pengetahuan
mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi. e. Pengamalan
(religious effects/consequential dimension). Aspek ini mengacu pada identifikasi
akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik pengamalan dan pengetahuan seseorang.
Artinya, sejauh mana perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari dimotivasi oleh
agama yang dianutnya. 3 7 BAB III DUKUNGAN WARGA SEKOLAH DALAM
MENGEMBANGKAN BUDAYA RELIGIUS Untuk mewujudkan budaya sekolah sesuai
dengan visi dan misi sekolah maka diperlukan adanya dukungan seluruh warga sekolah,
yang meliputi kepala sekolah, guru pendidikan agama Hindu, guru mata pelajaran
umum, pegawai sekolah, dan komite sekolah.
Pelibatan dari seluruh warga sekolah ini bertujuan untuk mewujudkan mtu dan kualitas
sekolah, yang dalam hal ini meningkatkan budaya religius di sekolah. Dalam
pelaksanaannya program pengamalan budaya agama Hindu di sekolah di bawah
tanggung jawab kepala sekolah yang secara teknis dibantu oleh wakil kepala sekolah
bidang kurikulum dan guru pendidikan agama Hindu. Sedangkan pelaksanaannya
adalah semua warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa).
Dalam hal ini kepala sekolah mengajak seluruh anggota atau warga sekolah untuk
bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama Hindu. Pelaksanaan pengamalan
budaya agama Hindu di sekolah tidak akan berjalan dengan baik jika tanpa dukungan
dan komitmen dari segenap pihak, di antaranya adalah pemerintah, dalam hal ini 3 8
Pemerintah Daerah, kebijakan kepala sekolah, guru pendidikan agama Hindu, guru mata
pelajaran umum, pegawai sekolah, komite sekolah, dukungan siswa (OSIS), lembaga dan
ormas keagaman serta partisipasi masyarakat luas.
Jika semua elemen ini dapat bersama-sama mendukung dan terlibat dalam pelaksanaan
pengamalan budaya agama di sekolah maka bukan suatu yang mustahil hal ini akan
terwujud dan sukses. Adapun pihak-pihak yang memberikan dukungan dalam
mengembangkan budaya religius di sekolah antara lain : A. Dukungan Kepala Sekolah
Seorang kepala sekolah sebagai pemegang kebijakan sekaligus penanggung jawab di
sekolah sudah memiliki komitmen yang sama dalam menciptakan budaya keagamaan,
maka dalam pelaksanannya akan lebih mudah.
Kesadaran semua pihak, bukan hanya guru agama, bahwa pembiasaan perilaku
keagamaan di sekolah merupakan alternatif jawaban dari berbagai persoalan bangsa ini
sangatlah dibutuhkan. Dukungan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya
agama bisa dilihat dari sikap kepala sekolah yang nampak seperti ada usaha untuk
mengembangkan budaya agama, ada usaha kepala sekolah untuk mempertahankan
budaya agama serta adanya usaha kepala sekolah untuk menjadikan sekolah dengan
suasana keagamaan melalui budaya religius.
3 9 Dalam hal ini kepala sekolah sebaiknya bisa memberikan pengaruh yang positif
terhadap anak didiknya. Seorang kepala sekolah harus memiliki pribadi yang
menyenangkan seperti tindakan-tindakan membantu anak didik, meningkatkan kualitas
interaksi individu. Pada pelaksanaan budaya religius di SMP Negeri 1 Petang Kabupaten
Badungdapat dijelaskan dengan menggunakan model mekanik, dimana kepala sekolah
mengeluarkan kebijakan untuk mewujudkan budaya religius, namun pelaksanaannya
dengan cara didelegasikan kepada para guru.
Model mekanik ini merupakan penciptaan budaya religius yang didasari oleh
pemahaman bahwa kehidupan terdiri dari berbagai aspek dan pendidikan dipandang
sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan.Model ini
memiliki tujuan dalam mengembangkan pendidikan agama sebaiknya lebih
mengutamakan aspek afektif daripada aspek kognitif dan konatif.
Strategi yang dilakukan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius di
sekolah dengan menggunakan power strategy yakni strategi pembudayaan agama di
lembaga pendidikan dengan cara menggunakan kekuasaan dari kepala sekolah dan
persuasive strategy yaitu pembudayaan agama di sekolah melalui pandangan warga
sekolah. Dengan strategi ini dikembangkan budaya agama melalui pembiasaan,
keteladanan dan 4 0 mengajak warga sekolah dengan cara yang halus untuk memiliki
kesadaran melakukan nilai-nilai atau norma-norma agama. B.
Dukungan sesama Guru Budaya keagamaan merupakan kebiasaan yang dilakukan
secara rutin dan spontan dalam kehidupan sehari-hari yang mencerminkan pelaksanaan
nila-nilai agama dan moral. Dalam hal ini dukungan dari guru sangat menentukan
dalam mewujudkan budaya religius di sekolah. Akan tetapi dukungan dari guru ini
berbeda-beda, karena komitmen dari masing-masing guru berbeda.
Oleh karena itu perlu adanya pemberian pemahaman dari kepala sekolah tentang
pentingnya budaya religius di sekolah. Dalam mewujudkan budaya religius di sekolah
tidak hanya menjadi tanggung jawab dari guru pendidikan agama, akan tetapi juga
tanggung jawab dari semua guru. Namun guru pendidikan agama memiliki andil yang
cukup besar dalam mewujudkan budaya religius.
Oleh karena itu guru pendidikann agama Hindu dalam memberikan materi pelajaran
tidak hanya menekankan pada segi kognitifnya saja akan tetapi juga segi afektif dan
psikomotor harus ditonjolkan. Sehingga siswa akan memiliki pemahaman tentang ajaran
agama yang baik dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari- hari baik di sekolah
maupun di rumah.
4 1 Sesama guru disini membuat jalinan ikatan emosional yang tinggi, dalam
mengontrol siswa dan mengembangkan lembaga ini. Kalau dalam bidang
pengembangan budaya agama yang biasa guru- guru lakukan sebagai bentuk
dukungan adalah selalu memberikan motivasi kepada siswa, dan saling menegur juga
mengingatkan sesama guru ketika ada salah satu diantara kita yang sedikit menyimpang
dari pengembangan budaya agama.
Dukungan terhadap siswa dalam mengembangkan budaya agama dapat dilihat dari
pemberian nilai dan hadiah kepada siswa yang berani menjalankan budaya religius
dengan baik. Para guru yang ingin mengembangkan suasana religius di sekolah harus
memberikan dorongan kepada anak untuk berperilaku yang positif. Guru akan
membiarkan anak-anak untuk berkembang secara wajar, sehingga akan berdampak
positif pada proses pembelajaran.
Selain itu guru harus memberikan teladan kepada anak didiknya baik mulai dari
berperilaku, berbicara dan mengambil sebuah keputusan. Agar pembudayaan religius
dapat terwujud dengan maka diperlukan adanya pembiasaan. Dalam pembiasaan ini
seorang guru menggunakan metode pengkondisian yaitu upaya membentuk perilaku
dengan mempraktekkan secara berulang-ulang.
Anak didik dibiasakan untuk melakukan doa sebelum dan sesudah belajar, sopan santun
dalam berbicara, berpakaian yang rapi 4 2 dan sopan, cara bergaul yang baik seperti
ramah, sapa, salam, serta tidak terlibat dalam perkelahian antar siswa. C. Dukungan
sesama murid Dalam mendukung budaya agama di sekolah, yang dilakukana siswa
adalah membangun komitmen bersama, antara sesama siswa saling mengingatkan jika
ada yang melanggar. Sesama warga sekolah saling mengingatkan untuk melaksanakan
budaya religus dan tidak melakukan pelanggaran.
Selain itu pelaksanaan budaya religius ini telah dimulai dari sejak kelas 1 SMP dengan
menanamkan perilaku sesuai dengan ajaran agama, seperti berdoa bersama sebelum
dan sesudah pembelajaran. Untuk mewujudkan budaya religius di sekolah peserta didik
harus mengetahui dan memiliki pemahaman tentang ajaran dan nilai agama, sehingga
dapat mempraktikkan ajaran dan nilai-nilai agama serta dapat menjalankan
kehidupannya sehari-hari sesuai ajaran dan nilai agama.
Dukungan sesama murid atau siswa memiliki andil yang cukup besar dalam membuat
suasana kelas yang positif. Dalam hal ini diperlukan adanya persahabatan, karena
persahabatan ini akan memberikan pengaruh yang positif pada murid, sehingga akan
terjadi komunikasi antar murid yang bersifat terbuka dan diwarnai dialog yang akrab.
Dengan adanya suasana kelas yang positif ini 4 3 memungkinkan murid untuk
mengembangkan nilai-nilai ajaran agama yang diperlukan dalam kehidupan sosial.
Nilai-nilai ajaran tersebut seperti kasih sayang antar siswa, adanya kenyamanan dan
kesenangan dalam bekerja sama untuk kemajuan bersama. D. Dukungan sesama
karyawan Dukungan dari para karyawan terhadap pengembangan budaya religius
adalah dengan mengingatkan peraturan kepada peserta didik, menegur anak yang
melanggar perhatian.Budaya. Dalam pengembangan budaya ini peran karyawan juga
cukup tinggi, karena terlihat dari perilaku yang menghargai warga dari luar sekolah.
Dalam hal ini karyawan juga memberikan perhatian yang cukup besar terhadap anak
didiknya seperti apabila siswa yang datang terlambat harus melaporkan kepada guru
piket terlebih dahulu, selain itu juga mengingatkan siswa untuk melaksanakan
persembahyangan bersama dengan cara memberikan informasi kepada siswa melalui
pengeras suara yang bisa terdengar di masing- masing ruangan. E.
Dukungan Keluarga Dukungan keluarga sangat penting dalam membentuk budaya
religius, terutama dalam hal ini orang tua siswa. Orang ta memiliki keinginan agar
anaknya menjadi anak yang suputra (anak yang baik 4 4 yang berbakti kepada orang
tua serta anak yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara). Dalam hal ini orang
tua harus berpartisipasi terhadap kesuksesan program pada lembaga pendidikan.
Kerjasama antara sekolah dan keluarga perlu ditingkatkan agar terjadi keselarasan
antara nilai-nilai yang dipegang teguh oleh anak- anak di sekolah dan harus diikuti di
lingkungan keluarga atau masyarakat. Untuk membentuk budaya religius pada anak
maka diperlukan adanya penciptaan suasana yang kondusif baik di sekolah, di rumah
maupun di masyarakat.
Karena suasana yang baik dalam kehidupan di sekolah maupun di rumah akan
memengaruhi perkembangan kepribadiannya sehingga akan tercipta pada setiap
tindakannya. Dengan demikian anak-anak yang merasa tenteram ketika berada di
sekolah serta di rumah maka akan membrikan dorongan untuk melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya. Selain itu perlu adanya komunikasi antara sekolah dengan
orang tua. Sebagai orang tua sebaiknya memiliki sikap terbuka dan dilandasi rasa kasih
sayang yang tulus.
Dorongan yang diberikan oleh orang tua ini akan memberikan nilai-nilai positif pada
anak. 4 5 BAB IV PENGEMBANGAN BUDAYA RELIGIUS SEKOLAH MELALUI
INTERNALISASI NILAI AJARAN AGAMA HINDU DALAM MENINGKATKAN PERILAKU
KEAGAMAAN PADA SISWA Dalam pengembangan budaya religius ini dilakukan dengan
berbagai langkah antara lain 1) Kegiatan Awal , 2) Perancangan Model, 3) Validasi Ahli,
4) Revisi rancangan model, 5) Pelaksanaan Uji Coba model, 6) Model akhir
pengembangan budaya religius. A. Kegiatan Awal 1.
Studi Literatur Budaya religius merupakan upaya pengembangan pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan Nasional. Karena dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 pasal 1 dijelaskan bahwa Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
4 6 Dan secara terperinci tujuan pendidikan Nasional dijelaskan dalam pasal 3 UUSPN
No 20 tahun 2003, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Budaya religius lembaga pendidikan adalah upaya terwujudnya nilai-nilai ajaran agama
sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga
di lembaga pendidikan tersebut. Dalam membudayakan religius di sekolah ada
beberapa cara yang dapat dilakukan antara adanya kebijakan pimpinan sekolah,
pelaksanaan kegiatan mengajar, kegiatan ekstra kurikuler secara berkelanjutan dan
konsisten.
Budaya religius (religious culture) yang diterapkan di sekolah ini memiliki tujuan yang
ingin dicapai, salah satunya adalah menanamkan akhlak mulianya pada diri pribadi
peserta didik. Adapun nilai-nilai akhlak yang seharusnya dikembangkan di sekolah,
antara lain : 4 7 a. Terbiasa berperilaku bersih, jujur dan kasih sayang, tidak kikir, malas,
bohong, serta dengan etika belajar, makan dan minum. b.
Berperilaku rendah hati, rajin, sederhana dan tidak iri hati, pemarah, ingkar janji serta
hormat kepada orang tua. c. Tekun, percaya dan tidak boros d. Terbiasa hidup disiplin,
hormat tidak lalai serta suka tolong menolong e. Bertanggung jawab Dalam
mengembangkan budaya religius di sekolah dapat dilakukan beberapa cara antara lain :
1) memberi contoh (teladan), 2) membiasakan hal-hal yang baik, 2) menegakkan disiplin,
4) memberikan motivasi dan dorongan, 5) memberikan hadiah terutama psikologis, 6)
menghukum (mungkin dalam rangka kedisiplinan) dan 7) penciptaan suasana religius
yang berpengaruh bagi pertumbuhan anak. 2.
Studi Lapangan Dalam mengembangkan budaya religius di sekolah, peneliti perlu
melakukan studi lapangan dengan penelahaan kebutuhan (analisis kebutuhan). Hal ini
berguna untuk mengetahui apa yang dibutuhkan dan apa yang diharapkan sekolah agar
terwujud budaya religius di sekolah. Berdasarkan analisis kebutuhan diatas maka 4 8
diperoleh hasil yang belum mengetahui tentang bentuk-bentuk budaya religius di
sekolah setiap hari sebanyak 54 siswa (73%), siswa yang sudah mengetahui
bentuk-bentuk budaya religius di sekolah sebanyak 20 siswa ( 27%).
Adapun siswa yang mengatakan bahwa sosialisasi budaya religius perlu dilakukan
sebanyak 60 siswa (81%), sedangkan siswa yang mengatakan bahwa sosialiasi budaya
religius tidak perlu dilakukan sebanyak 14 siswa (19 %) . Siswa yang menyatakan bahwa
suasana religius perlu diciptakankan di sekolah sebanyak 44 siswa (59%) sedangkan
yang menyatakan penciptaan suasana religius tidak perlu dikembangkan sebanyak 30
siswa (41%).
Sedangkan siswa yang menyatakan bahwa melaksanakan budaya religius karena
tuntutan dari sekolah sebanyak 50 siswa (68%) sedangkan yang menyatakan bahwa
dengan melaksanakan budaya religius karena atas kesadaran diri sendiri sebanyak 24
siswa (32%). Dengan melihat hasil dari penyebaran angket tentang analisis kebutuhan
menunjukkan beberapa hal yaitu : a.
Masih ada siswa yang belum mengetahui tentang bentuk- bentuk budaya religius di
sekolah sebesar 73 %. b. Dalam mengembangkan budaya religius diperlukan adanya
sosialisasi. 4 9 Berdasarkan hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
mengembangkan budaya religius diperlukan tindakan-tindakan antara lain : a.
Memberikan pemahaman kepada siswa tentang bentuk-bentuk budaya religius yang
berlandaskan pada nilai-nilai ajaran agama Hindu b.
Memberikan keteladanan kepada siswa tentang budaya religius di sekolah B.
Perancangan Model Pengembangan Budaya Religius melalui Internalisasi Nilai Ajaran
Agama Hindu Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka merancang pengembangan
model budaya religius melalui internalisasi nilai ajaran agama Hindu yaitu merancang
draft awal model pengembangan budaya religius melalui nilai ajaran agama Hindu
untuk meningkatkan perilaku keagamaan siswa. Kegiatan penyusunan model
dilaksanakan berdasarkan hasil dalam studi awal atau studi pendahuluan.
Adapun kegiatan ini meliputi : 1. Menetapkan tahapan pengembangan model budaya
religius a. Tahap perencanaan, dalam tahap ini ada beberapa hal yang dilakukan : 1)
Tujuan pengembangan model budaya religius 5 0 Pengembangan ini bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran siswa dalam membudayakan religius di sekolah. Dengan
adanya kesadaran yang tumbuh dari siswa maka budaya religius secara langsung akan
dipraktekkan.
2) Sasaran pengembangan budaya religius Sasaran atau sebagai input dalam
pengembangan budaya religius ini adalah siswa 3) Metode Pengembangan Dalam
pengembangan budaya religius ini menggunakan beberapa metode antara lain metode
ceramah, penyebaran angket pada siswa dan observasi ke lapangan. a) Metode ceramah
Metode ceramah yang dilakukan oleh peneliti adalah memberikan ceramah tentang
pelaksanaan budaya religius dengan menginternalisasi nilai ajaran agama Hindu b)
Penyebaran angket Dalam kegiatan ini peneliti membagikan angket kepada siswa
tentang budaya religius, internalisasi nilai ajaran agama Hindu dan perilaku keagamaan.
Dimana angket ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai pelaksanaan
budaya religius dengan menginternalisasi nilai ajaran agama Hindu 5 1 c) Kunjungan
lapangan (observasi lapangan) Dalam kegiatan ini peneliti mengadakan kunjungan
langsung ke lapangan untuk mengetahui kondisi fisik serta kegiatan siswa yang
berkaitan dengan pelaksanaan budaya religius setelah diberikan pemahaman tentang
budaya religius.
4) Target program pengembangan Adapun target program pengembangan ini adalah
sebagai berikut : a) Meningkatkan kesadaran siswa untuk membiasakan
kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah b) Meningkatkan perilaku keagamaan siswa
yang terwujud dalam sikap dan perilaku sehari-hari 2. Penyusunan Kerangka Model
Budaya Religius Penyusunan model awal yang ditemukan berdasarkan pada studi
literatur dan studi lapangan.
Penyusunan model awal ini dikaji dari pendekatan sistem yakni ada masukan (input),
proses dan keluaran (output), dengan penjelasan sebagai berikut : a. Masukan (input).
Sebagai masukan dalam pengembangan budaya religius adalah siswa. Dalam pemilihan
siswa ini dilakukan secara acak (random sampling). b. Proses Proses pengembangan
budaya sekolah di sekolah dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : 5 2 1)
menetapkan bentuk-bentuk pelaksanaan budaya religius, 2) memberikan sosialisasi
bentuk-bentuk pelaksanaan budaya religius, 3) menerapkan bentuk-bentuk pelaksanaan
budaya religius . c.
Keluaran (Output) Setelah dilakukan proses pengembangan ini diharapkan agar siswa
memiliki kesadaran untuk membudayakan religius dalam kehidupan sehari-hari ,
sehingga perilaku keagamaan semakin baik. Model ini dapat digambarkan sebagai
berikut: model awal pengembangan budaya religius C. Validasi Ahli Tahapan
pengembangan model yang berikutnya yaitu melakukan uji pakar terhadap rancangan
model.
Uji akar ini dilakukan dengan cara menyampaikan rancangan tersebut untuk ditelaah
dan kemudian bersama dengan peneliti mendiskusikan masalah. Dalam hal ini peneliti
meminta kesediaan dari beberapa ahli, masing-masing : ahli pendidikan dan ahli agama.
Adapun saran- saran dari ahli terhadap rancangan model adalah sebagai berikut 1.
Dalam proses pengembangan ini sebaiknya diberikan kepada siswa kelas dua atau kelas
tiga, karena mereka sudah memahami dan mengetahui situasi dan kondisi sekolah
tersebut. 5 3 2. Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam proses pengembangan
sebaiknya dapat mengarahkan tentang peningkatan budaya religius di sekolah.
Sebaiknya dicantumkan bentuk kegiatan apa dan bagaimana cara melaksanakannya. 3.
Peneliti agar berhati-hati dalam mengungkapkan fakta yang ada, agar fakta tidak
berbaur dengan penafsiran peneliti atas fakta tersebut. 4. Peneliti sebaiknya mampu
mengungkapkan fakta, karena tidak semua fakta dapat terungkap melalui observasi dan
wawancara. Banyak fakta yang mungkin tersembunyi daripada yang diungkapkan.
Dalam mengungkapkan fakta agar dihindari kata- kata yang bersifat tendensius
(keberpihakan). D.
Revisi Rancangan Model Setelah model awal diuji oleh para pakar dengan memberikan
beberapa saran, maka revisi model yang akan diujicobakan adalah sebagai berikut : 1.
Masukan (Input). Sebagai masukan (input) dalam pengembangan budaya religius
melalui internalisasi nilai ajaran agama Hindu ini adalah perwakilan siswa dengan dasar
pertimbangan adalah siswa yang sudah kelas VIII karena mereka sudah memahami dan
mengetahui kondisi sekolah serta mereka sudah melaksanakan beberapa budaya
religius yang sudah diterapkan oleh sekolah tersebut. 5 4 2.
Proses Dalam proses pengembangan budaya religius melalui internalisasi nilai ajaran
agama Hindu dilakukan dengan beberapa kegiatan antara lain : a. Menetapkan
bentuk-bentuk budaya religious. Dalam menetapkan bentuk-bentuk budaya religius
yang berlandaskan pada nilai ajaran agama Hindu dilakukan dengan cara mendiskusikan
dan menanyakan kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan beberapa guru
mengenai bentuk-bentuk budaya religius apa saja yang sudah diterapkan dan yang
akan diterapkan di sekolah.
Adapun bentuk-bentuk budaya religius yang ditetapkan : 1) Pembiasaan kegiatan rutin
keagamaan adalah melakukan pengembangan kebudayaan religius secara rutin dan
berlangsung pada hari-hari belajar. Kegiatan rutin ini dilakukan dalam kegiatan
sehari-hari yang terintegrasi dengan kegiatan yang telah diprogramkan, sehingga tidak
memerlukan waktu tertentu.
Kegiatan rutin keagamaan yang harus dilakukan oeh siswa antara lain: a) Membiasakan
senyum sapa salam b) Berdoa bersama sesudah dan sebelum pelajaran c) Membiasakan
berkata jujur 5 5 2) Memberikan keteladanan adalah memberikan perbuatan atau
tingkah laku yang patut ditiru dan dicontoh. Dalam hal ini sebaiknya guru memberikan
contoh keteladanan kepada siswanya, seperti : a) Membiasakan mentaati peraturan b)
Menjaga kebersihan kelas c) Menjaga kebersihan tempat suci d) Menghormati guru e)
Menghargai teman f) Sopan santun 3) Memberikan motivasi : memberikan dukungan
kepada siswa a) Adanya komunikasi antara sekolah dengan orang tua b) Memberikan
pujian dan penghargaan pada siswa b.
Peningkatan kualitas keagamaan anak didik di sekolah dengan cara melakukan
pembinaan pelaksanaan budaya religius melalui internalisasi nilai ajaran agama Hindu.
Pembinaan ini merupakan kegiatan yang direncanakan secara sistematis berupa
bimbingan, pemberian informasi dan pengawasan pada siswa SMP Negeri 1 Petang. c.
Menerapkan bentuk-bentuk budaya religius yang berkaitan dengan nilai ajaran agama
Hindu dengan cara membiasakan 5 6 bentuk-bentuk budaya religius yang telah
ditetapkan . Tujuan dari kegiatan ini agar siswa membiasakan bentuk-bentuk budaya
religius yang berlandaskan nilai ajaran agama Hindu sehingga dapat meningkatkan
perilaku keagamaan.
d. Keluaran Setelah siswa diberikan pemahaman dan penerapan tentang budaya religius
melalui internalisasi nilai ajaran agama Hindu maka diharapkan siswa dapat
meningkatkan kesadarannya untuk berperilaku yang sesuai dengan ajaran agama, tanpa
adanya paksaan atau tuntutan dari siapapun.
Dengan demikian dari paparan diatas, dapat digambarkan sebagai berikut: 5 7 E. Uji
Coba Model Pengembangan Budaya Religius Melalui Internalisasi Nilai Ajaran Agama
Hindu Dalam tahap ini, revisi rancangan model diujicobakan ke lapangan. Model yang
telah dibuat diatas diuji cobakan kepada siswa yang dimulai dengan menetapkan
bentuk-bentuk yang akan dilakukan pada siswa SMP dari hasil diskusi dan tanya jawab
antara peneliti dengan pihak sekolah.
Kemudian diadakan pembinaan kepada siswa tentang bentuk- bentuk budaya religius
yang harus dilakukan oleh siswa SMP, dan nantinya akan diterapkan pada kegiatan
sehari-hari di sekolah yang berkaitan dengan keagamaan. Setelah model itu diberikan
kepada siswa untuk mengetahui apakah pengembangan model budaya religius ini
dapat meningkatkan perilaku keagamaan siswa atau tidak, maka siswa diberikan pre test
dan post test, dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 60 pertanyaan telah
peneliti buat dengan diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya.
Analisis data kuantitatif ini dipergunakan untuk melihat efektifitas model yang
dikembangkan, melalui analisis terhadap skor pretest dan posttest siswa dalam
membudayakan religius di sekolah melalui internalisasi nilai ajaran agama Hindu, uji
paired sample t test digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan mean untuk dua
sampel bebas (independen) yang berpasangan.
5 8 Adapun hasil dari uji ini dapat disimpulkan dalam tabel sebagai berikut : Variabel
Sebelum penerapan model Sesudah penerapan model Nilai t Nilai p Rerata Standar
Deviasi Rerata Standar Deviasi Budaya Religius 64.64 6.979 82.03 5.919 8.708 0.000
Resume hasil uji coba Variabel Sebelum penerapan model Sesudah penerapan model
Nilai t Nilai p Rerata Standar Deviasi Rerata Standar Deviasi Budaya Religius 64.64 6.979
82.03 5.919 8.708 0.000 Berdasarkan perbandingan antara thitung dengan tabel, jika
statistik hitung > statitik tabel, maka Ho ditolak, jika ditabelkan statitik hitung < statistik
Ho diterima.
Diketahui t hitung output adalah 8,708, sedangkan statistik tabel data dicari pada tabel t
: tingkat signifikansi (a) adalah 5% atau tingkat kepercayaan 95% df (degree of freedom)
atau derajat kebebasan adalah n-1 atau 74-1 =73, uji dilakukan dua sisi atau dua ekor
karena akan diketahui apakah rata-rata sebelum sama dengan sesudah ataukah tidak.
Perlunya dua sisi dapat diketahui dari hasil ouput SPSS yang menyatakan 2 tailed.
Berdasarkan hasil t hitung 8,708 dengan nilai probabilitas 0,000 < 0,05 maka Ho, ditolak
yang berarti hasil tes sebelum model 5 9 dan setelah model adalah tidak sama atau
berbeda nyata. Dalam output juga disertakan perbedaan mean sebesar 3,07 yaitu selisih
rata-rata hasil pretest dan postest mengalami peningkatan. F. Model Akhir
Pengembangan Budaya Religius Dalam tahap ini akan dipaparkan pemgembangan
budaya religius melalui internalisasi nilai ajaran agama Hindu pada siswa di Sekolah
Menengah Pertama sebagai berikut : 1. Mengadakan diskusi tentang bentuk-bentuk
budaya religius.
Hasil dari diskusi ini dihasilkan beberapa bentuk-bentuk budaya religius yang akan
diterapkan di SMP : pembiasaan kegiatan rutin keagamaan, memberikan keteladan dan
memberikan motivasi. 2. Mengadakan pembinaan tentang budaya religius yang
bertujuan untuk meningkattkan kualitas keagamaan siswa SMP Negeri 1 Petang dengan
melakukan bimbingan, memberikan informasi tentang bentuk-bentuk budaya religius
yang akan diterapkan di SMP Negeri 1 Petang, dan melakukan pengawasan. 3.
Menerapkan budaya religius yang telah ditetapkan agar dilaksanakan dalam kegiatan
sehari-hari di sekolah 6 0 BAB V IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN BUDAYA RELIGIUS
SEKOLAH Budaya religius di lembaga pendidikan merupakan budaya yang tercipta dari
pembiasaan suasana religius yang berlangsung secara lama dan terus menerus sehingga
akan muncul suatu kesadaran dari semua warga sekolah di lembaga pendidikan.
Budaya religius ini akan tumbuh atau akan tercipta apabila dalam sebuah lembaga
pendidikan berpijak pada nilai-nilai religius. Budaya religius merupakan suatu usaha
dalam lembaga pendidikan untuk mengembangkan aspek-aspek keagamaan. Dalam
mengembangkan budaya religius di lembaga pendidikan diperlukan adanya strategi
yang baik sehingga budaya ini dapat terwujud dan tercapai sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
Strategi yang dilakukan dalam mengembangkan budaya religius ini adalah power
strategy, yakni strategi pembudayaan agama di lembaga pendidian dengan cara
menggunakan kekuasaan, serta dalam hal ini peran kepala lembaga pendidikan dengan
segala kekuaasaan untuk melakukan suatu perubahan dan persuasive strategy yaitu
strategi dengan melalui opini dan pandangan warga lembaga pendidikan (Muhaimin,
2009). 6 1 Strategi kekuasaan ini dikembangkan dengan pendekatan melalui perintah
dan larangan.
Dengan demikian kepala lembaga pendidikan memberikan beberapa peraturan yang
harus ditaati oleh seluruh warga sekolah. Sedangkan persuasive strategy ini dengan
melalui pembiasaan, keteladanan dan mengajak warganya untuk melaksanakan budaya
religius. Budaya religius pada lembaga pendidikan berawal dari penciptaan suasana
religius dan diikuti dengan penanaman nilai-nilai ajaran agama.
Dalam menciptakan suasana religius ini diperlukan adana kegiatan-kegiatan keagamaan.
Apabila kegiatan keagamaan ini tidak diberikan dan tidak dibiasakan maka budaya
religius juga tidak akan terwujud. Dengan membiasakan peserta didik untuk
melaksanakan kegiatan keagamaan setiap hari maka suasana religius akan tercipta.
Hal ini bertujuan agar ajaran-ajaran agama dapat dilaksanakan dalam kegiatan
sehari-hari dalam wujud perilaku. Selain itu pula budaya religius ini sebagai penanaman
nilai-nilai ajaran agama, peserta didik diharapkan agar membiasakan nilai-nilai ajaran
agama ini dalam kehidupan sehari-hari serta menjadi suatu kesadaran bukan sebagai
paksaan.
Dengan penanaman nilai-nilai religius ini, anak didik akan menyadari bahwa ajaran
agama sangat penting dalam menjalani kehidupan ini. Nilai-nilai religius ini antara lain
adalah 6 2 kejujuran, keadilan, kasih sayang, rendah hati, saling menghargai, saling
menghormati. Dalam hal ini penanaman nilai-nilai religius tidak hanya menjadi tugas
dari guru agama saja melainkan dari semua guru mata pelajaran dan seluruh warga
sekolah.
Adapun usaha yang dilakukan salah satunya adalah membangun budaya religius di
sekolah. Dalam hal ini untuk membangun keeseriusan gerakan dalam membangun
budaya religius dapat dilaksanakan dengan menginternalisasi nilai ajaran agama Hindu.
Implementasi pengembangan budaya religius melalui internalisasi nilai ajaran agama
Hindu di SMP Negeri 1 Petang Kabupaten Badung adalah sebagai berikut : A.
Pembiasaan kegiatan rutin keagamaan Pembiasaan ini merupakan kegiatan yang
dilakukan berulang- ulang sehingga menjadi hal yang terbiasa. Dalam membiasakan
budaya religius di sekolah, peran seorang guru sangatlah besar, karena perilaku guru
yang baik akan diikuti oleh anak didiknya. Seperti misalnya apabila setiap kali memasuki
ruangan kelas guru selalu mengucapkan salam maka anak didiknya juga akan terbiasa
apabila setiap kali memasuki ruangan akan mengucapkan salam juga.
Apabila nilai-nilai ajaran agama selalu dilakukan dan dibiasakan dalam kegiatan
sehari-hari dan secara kontinue, maka 6 3 akan merasuk ke dalam jiwa anak dan
menjadi suatu kebiasaan. Dalam kegiatan pembiasaan ini terdiri dari empat kegiatan
yaitu : kegiatan ruti, kegiatan spontan, kegiatan teladan dan kegiatan terprogram. Untuk
kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan secara reguler baik di kelas maupun di
sekolah.
Kegiatan ini bertujuan untuk membiasakan anak mengerjakan sesuatu yang baik,
contohnya berdoa sebelum dan sesudah pelajaran. Kegiatan spontan adalah kegiatan
yang dilakukan kapan saja dan dimana saja, kegiatan ini bertujuan memberikan
pendidikan terutama dalam kedisiplinan, sopan santun dan kebiasaan baik lainnya.
Contoh kegiatan spontan ini seperti memberi salam apabila bertemu dengan siapapun,
membuang sampah pada tempatnya.
Kegiatan pembiasaan berikutnya adalah kegiatan teladan adalah kegiatan yang lebih
mengutamakan pemberian contoh yang dilakukan oleh guru kepada siswanya. Kegiatan
teladan ini misalnya menggunakan pakaian sopan dan rapi, datang ke sekolah tepat
pada waktunya. Sedangkan kegiatan pembiasaan yang terakhir adalah kegiatan
terprogram adalah kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan, kegiatan ini
bertujuan untuk menambah wawasan peserta didik tentang hal-hal yang baru dalam
kehidupan masayarakat. 6 4 Kegiatan ini misalnya mengujungi panti asuhan, mengikuti
perlombaan keagamaan.
Dalam menanamkan budaya religius bagi siswa yang berkaitan dengan pembiasaan
kegiatan rutin ini dilakukan dengan beberapa cara antara membiasakan senyum, salam
dan sapa, membiasakan berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, membiasakan berkata
jujur. Pembiasaan senyum, salam dan sapa ini dilakukan setiap hari dan setiap saat oleh
siswa pada waktu bertemu dengan siapapun.
Dengan tersenyum akan membuat semua orang akan senang, serta memberikan salam
sesuai dengan ajaran agama masing-masing, Om Swastyastu dengan menyebut
namanya. Selain itu siswa juga membiasakan berdoa sesudah dan sebelum pelajaran, ini
berarti bahwa kita memohon kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi) agar diberikan
kelancaran dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Untuk meningkatkan perilaku
keagamaan juga sangat diperlukan adanya kebiasaan berkata jujur.
Hasil dari observasi, kegiatan rutin budaya religius ini sudah dilakukan oleh siswa
dengan baik, hal ini terlihat pada saat siswa baru ke sudah capkan am Om Swastyastu,
serta apabila ada tamu yang datang siswa menyambut dengan salam. 6 5 Selain itu
setiap pagi akan mengawali pelajaran dan siang pada saat pelajaran telah berakhir,
siswa berkumpul di lapangan untuk melakukan persembahyangan bersama yang
dipimpin oleh guru piket. B.
Memberikan keteladanan dalam pelaksanaan budaya religius Dalam melakukan
pelaksanaan budaya religius di sekolah diperlukan adanya keteladanan. Prinsip
keteladanan disini adalah memberikan contoh perilaku yang baik sehingga anak didik
akan meniru perbuatan tersebut. Warga sekolah berperan memberikan keteladanan
untuk membentuk perkembangan siswanya, karena perkembangan ini memerlukan
adanya contoh.
Dengan demikian dalam keteladanan dalam pelaksanaan budaya diperlukan adanya
contoh-contoh perilaku dari warga sekolah (kepala sekolah, guru dan karyawan) agar
dapat diteladani oleh peserta didik. Keteladanan digunakan oleh sekolah karena
memang metode ini sangat efektif untuk membentuk pribadi peserta didik, agar mereka
merasa senang melakukan segala bentuk perilaku yang mengandung nilai-nilai yang
baik tanpa merasa di paksa oleh bapak/ ibu guru di sekolah.
Terlebih lagi mereka merasa pada guru mereka tidak sekedar memerintah, namun juga
melakukan apapun yang menjadi kewajiban peserta didik untuk melakukannya. Adapun
keteladanan 6 6 yang telah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Petang antara lain datang
tepat waktu, mentaati peraturan, menjaga kebersihan, sopan santun, menghargai orang
lain.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lokasi penelitian tentang keteladanan, siswa
telah melaksanakan budaya religius di sekolah dengan baik tanpa ada paksaan dari
siapapun, serta antara sesama murid saling mengingatkan untuk berbudaya religius di
sekolah dan saling menegur apabila melakukan pelanggaran. Keteladanan merupakan
metode yang paling efektif dalam mempersiapkan dan membentuk moral dan spiritual
anak didik.
Oleh karena itu seorang pendidik harus memberikan contoh dalam berperilaku baik
dalam bertindak maupun dalam bertutur kata. Keteladanan ini harus dimilii oleh guru,
kepala sekoah maupun karyawan, karena mereka adalah contoh atau panutan bagi
peserta didik. Dalam mewujudkan budaya religius di sekolah dapat dilakukan dengan
melalui keteladanan dan pendekatan persuasif atau mengajak warga sekolah dengan
cara yang halus, dengan memberikan alasan dan tujuan yang baik sehingga bisa
meyakinkan warga sekolah untuk memiliki kesadaran dalam membudayakan religius di
sekolah. 6 7 C.
Memberikan motivasi dalam pelaksanaan budaya religius Agar budaya religius dapat
dilaksanakan dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan maka diperlukan adanya
pemberian motivasi atau dukungan dari berbagai pihak. Motivasi ini bisa dari diri sendiri
maupun dari pihak lain. Dalam pemberian motivasi kaitannya dengan terlaksananya
budaya religius yang sudah dilakukan di SMP Negeri 1 Petang antara lain : adanya
komunikasi yang baik antara sekolah dengan orang, memberikan pujian dan
penghargaan pada siswa.
Hal tersebut diatas dilakukan karena dalam memberikan motivasi kepada siswa tidak
hanya tugas dari pihak sekolah, akan tetapi peran orang tua cukup besar dalam
mebentuk budaya religius anak. Maka diperlukan adanya komunikasi yang baik antara
pihak sekolah dengan orang orang dalam meningkatkan perilaku keagamaannya. Selain
itu untuk memberikan motivasi kepada siswanya menurut penuturan salah satu guru
agama Hindu guru agama Hindu bahwasannya dalam memberikan otivasi anak didik
agar melaksanakan hal yang positif, hal yang dilakukan adalah dengan memberikan
penghargaan atau pujian berupa nilai yang bagus kepada siswa.
Pemberian motivasi diatas adalah motivasi yang berasal dari ekternal atau pihak luar,
selain itu terdapat juga motivasi yang 6 8 berasal dari internal berupa kesadaran siswa
untuk melaksanakan budaya religius. Kesadaran siswa dalam melaksanakan budaya
religius terlihat dalam pengamatan peneliti di lapangan, seperti siswa sudah terbiasa
berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran, memberikan salam kepada teman maupun
kepada tamu yang datang, mendengarkan guru dengan seksama.
Dengan demikian pelaksanaan budaya religius perlu dijaga dengan cara terus diadakan
pengawasan dari warga sekolah, sehingga perilaku keagamaan siswa akan semakin baik.
Dengan demikian dalam proses pembelajaran diperlukan adanya motivasi, karena
motivasi ini merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan suatu
kegiatan. Tanpa adanya motivasi maka seorang anak tidak akan melakukan suatu
kegiatan dengan baik.
Oleh karena itu dalam proses pembelajaran diperlukan adanya ketenangan dan
kenyaman, hal ini menjadikan suatu motivasi atau dorongan baik bagi guru maupun
peserta didik untuk melaksanakan budaya-budaya keagamaan. 6 9 BAB VI PENUTUP
Pelaksanaan budaya religius yang telah dilaksanakan siswa Sekolah Menengah Pertama
di Propinsi Bali antara lain : membiasakan mengucapkan salam Om Swastyastu apabila
bertemu Tri Sandhya ” bersama pada saat awal dan akhir pelajaran, membudayakan
saling menghormati dan saling toleransi.
Dalam mewujudkan budaya religius di sekolah diperlukan adanya dukungan dari
seluruh warga sekolah yang meliputi kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa. Strategi
yang digunakan dalam mewujudkan budaya religius di lembaga pendidikan adalah
dengan power strategy dan metode yang digunakan adalah pembiasaan, keteladana
dan motivasi.
Pengembangan budaya religius sekolah melalui internalisasi nilai ajaran agama Hindu
dengan langkah-langkah menetapkan bentuk-bentuk budaya religius, memberikan
pembinaan dan menerapkan budaya ini sebagai pembiasaan. Hasil uji lapangan dari
pengembangan terjadi adanya peningkatan, hal ini terlihat perbedaan mean sebesar
3,07 yaitu selisih rata-rata hasil pretest dan postest.
7 0 Implementasi pengembangan budaya religius sekolah melalui internalisasi nilai
ajaran agama Hindu dalam meningkatkan perilaku keagamaan siswa sebagai berikut : a)
membiasakan kegiatan rutin keagamaan, b) memberikan keteladanan dan c)
memberikan motivasi Agar budaya religius dapat terus terjaga dan meningkat perlu
adanya usaha-usaha yang bersifat kontinu yang dilakukan oleh semua pihak.
Sekolah sebaiknya selalu melakukan pengawasan yang melekat terhadap pelaksanaan
budaya religius agar nantinya siswa dapat berperilaku yang baik dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu orang tua sebaiknya selalu mengadakan komunikasi yang baik
dengan pihak sekolah, sehingga orang tua akan lebih memahami perkembangan
anaknya. Dalam penelitian ini memberikan implikasi teori yaitu tentang pentingnya
budaya religius yang harus diciptakan dalam lingkungan sekolah.
Hal ini dikarenakan lingkungan sekolah merupakan suatu lembaga yang berfungsi
mentransformasikan nilai. Berkaitan dengan hal tersebut budaya religius merupakan
salah satu bentuk kegiatan yang berfungsi untuk memberikan pendidikan nilai terutama
nilai keagamaan pada siswa. Sehingga dalam pembelajaran tidak hanya mengandalkan
aspek kognitif akan tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. 7 1 DAFTAR PUSTAKA
Abdul Latif. 2005.
Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung : Refika Aditama Ali, Lukman, 1991.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Ary Ginanjar Agustian. 2001. ESQ
Emotional Spiritual Quotient The ESQ Way 165. Jakarta : PT Arga Tilanta. Asri
Budiningsih. 2004. Pembelajaran Moral Berpijak pada Karakterisyik Siswa. Jakarta :
Rineka Cipta. Darmiyati, Zuchdi. 2008. Humanisasi Pendidikan : Menemukan Kembali
Pendidikan Yang Manusiawi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Fathurrohman, Moh. 2015. Budaya Religius Dalam Peingkatan Mutu Pendidikan.
Yogyakarta : Kalimedia Idris, Zahara. 1981. Dasar-dasar Kependidikan. Bandung :
Angkasa Ihsan, Fuad. 1997. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Jalaluddin
Rakhmat. 2002. Psikologi Agama. Jakarta : Pt. Grafindo Persada. Jalaluddin Rakhmat.
2007. SQ For Kids : Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini. Jakarta : PT.
Mizan Pustaka. Kajeng, I Nyoman, dkk, 2003.
Sarasamuccaya, Surabaya : Paramita. Koentjaraningrat, 1977. Kebudayaan, Mentalitat
dan Pembangunan, Jakarta : Gramedia. Muhaimin. 2009. Strategi Belajar. Surabaya :
Citra Media. Muhaimin, dkk. 2008. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung : Remaja Rosdakarya 7 2 Mulyana,
Rohmat.2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung : Alfabeta. Nazir, Muhamad,
1982. Metode Penelitian, Jakarta.
Ghalia Indonesia. Raka Mas, A.A. Gede, 2003. Membangun Masyarakat Berkualitas
Melalui kepedulian Pada Tata Susila Dan Budhi Pekerti Hindu, Surabaya : Paramita
Surabaya. Soedijarto. 1993. Meninjau Pendidikan Nasional Yang Relevan Dan Bermutu,
Jakarta: Balai Pustaka Sudharta dan Atmaja, 2001. Upadesa Tentang Ajaran-Ajaran
Agama Hindu, Surabaya : Paramita Surabaya. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian
Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung : Alfabeta Suharsini, Arikunto, 1989. Prosedur Penelitian, Jakarta : Bina Aksara.
Sura, I Gede, 2001. Pengendalian Diri Dan Etika Dalam Ajaran Agama Hindu, Denpasar :
Hanuman Sakti. 7 3 CURRICULUM VITAE Heny Perbowosari dilahirkan di Surakarta, Jawa
Tengah, 11 April 1974.
Penulis terlahir dari kedua orang tua yaitu Bapak Sunarto (Alm) dan Ibu Sunarti. Penulis
mulai pendidikan dari TK di Kalurahan Sondakan Surakarta, kemudian SDN 85
Tegalmulyo Surakarta, Setelah itu melanjutkan ke SMP Negeri 9 Surakarta dan Tahun
1992 tamat di SMA Negeri 7 Surakarta.
Penulis menyelesaikan kesarjanaan Pendidikan Agama Hindu di STAH Parama Dharma
Denpasar Tahun 1999, kemudian Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup di UNS Surakarta tahun 2004 dan Doktor
Pendidikan Agama Hindu di UNHI Denpasar tahun 2014. Sejak tahun 1994 penulis
diangkat menjadi pegawai di Akademi Pendidikan Guru Agama Hindu Denpasar dan
tahun 1999 mengalih menjadi dosen hingga sekarang pada jurusan Pendidikan Agama
Hindu. Pernah terlibat dalam penelitian mandiri maupun kelompok.
Juga menulis beberapa artikel di jurnal ilmiah yang menkonsentrasikan pada persoalan
pendidikan agama Hindu.
INTERNET SOURCES:
-------------------------------------------------------------------------------------------
<1% - http://sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-081703122148-89.pdf
<1% -
https://edynaghbagoes.blogspot.com/2014/05/upakara-caru-panca-sata-sebagai-model
.html
<1% - https://iraandestia.blogspot.com/2014/10/buku-panduan-museum.html
<1% - https://issuu.com/epaper-kmb/docs/edisi_5_april__2018
<1% - http://sim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-081810034453-31.pdf
<1% -
https://www.scribd.com/document/356325859/Jurnal-Stilistetika-Tahun-VI-Volume-10
<1% -
https://id.123dok.com/document/y6001l4y-upaya-meningkatkan-aktivitas-dan-hasil-bel
ajar-matematika-menggunakan-model-pembelajaran-generatif-siswa-kelas-viii-smp-ne
geri-2-karanganom-tahun-pelajaran-2015-2016-unwidha-repository.html
<1% - https://art-buleleng.blogspot.com/2013/12/makalah-siklus-akuntansi.html
<1% -
https://budimanhamsyurah.blogspot.com/2016/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html
<1% -
https://antarakojot.blogspot.com/2012/10/makalah-antropologi-budaya-prilaku.html
<1% - http://eprints.ums.ac.id/16463/2/BAB_I.pdf
<1% -
https://www.academia.edu/30471438/PENANAMAN_AJARAN_AGAMA_HINDU_BERBASI
S_BUDAYA_DALAM_MEMBENTUK_KARAKTER_PESERTA_DIDIK
<1% -
https://erick-kesepian.blogspot.com/2012/03/proposal-penelitian-tentang-pendidikan.h
tml
<1% - http://pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/uuno20th2003ttgsisdiknas.pdf
<1% -
https://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_20_Tahun_2
003
<1% - http://eprints.ums.ac.id/41758/4/BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf
1% -
https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.
<1% -
https://bahasa-mahasiswa.blogspot.com/2011/01/undang-undang-sisdiknas-sistem.htm
l
<1% - https://belajarpsikologi.com/tujuan-pendidikan-nasional/
<1% -
https://ryansetiawan96.blogspot.com/2016/10/makalah-peran-dan-fungsi-lembaga.html
<1% - https://makalahnih.blogspot.com/2014/07/kebudayaan-dalam-pendidikan.html
<1% -
https://semacamnya.blogspot.com/2010/11/isu-isu-penting-dalam-psikologi.html
<1% -
https://abdulzahir86.blogspot.com/2012/01/fungsi-dan-peranan-pendidikan-formal_03.
html
<1% - https://makalahnih.blogspot.com/2014/09/makalah-pusat-pendidikan-islam.html
<1% -
https://edhakidam.blogspot.com/2015/01/makalah-pentingnya-pendidikan-karakter.ht
ml
<1% - https://journal.ikipsiliwangi.ac.id/index.php/ceria/article/download/1876/pdf
<1% - https://kabar-pendidikan.blogspot.com/2011/04/budaya-religius-sekolah.html
<1% -
https://ekonominator.blogspot.com/2017/10/pendidikan-karakter-bangsa-strategi.html
<1% -
http://digilib.uin-suka.ac.id/21619/1/12480073_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf
<1% -
https://id.123dok.com/document/4zpv540z-efektivitas-kegiatan-keputrian-pada-eksrakk
urikuler-rohis-terhadap-pembentukan-akhlak-siswa-di-sma-negeri-29-jakarta.html
<1% - http://teoribagus.com/lingkungan-pembelajaran-yang-kondusif
<1% - http://etheses.uin-malang.ac.id/766/6/10410053%20Bab%202.pdf
<1% - http://etheses.uin-malang.ac.id/12117/1/16710015.pdf
<1% -
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/769/1/Cover_Bab%20I_Bab%20V_Daftar%20Pusta
ka.pdf
<1% - http://eprints.stainkudus.ac.id/118/4/04%20BAB%20I.pdf
1% - https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/08/mengenal-budaya-religius/
<1% -
http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelD4E74738088C7FE280D0574AF78B43A7.
<1% - https://nengwafa.blogspot.com/2013/03/makalah.html
<1% -
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21164/ruf-mei2006-2%20%285
%29.pdf?sequence=1&isAllowed=y
<1% - http://eprints.ums.ac.id/44193/3/BAB%20I.pdf
<1% - http://eprints.ums.ac.id/27714/2/BAB_I.pdf
<1% - https://faridadhisnandita.blogspot.com/
<1% -
https://aagsyugimbal.blogspot.com/2011/02/makalah-perkembangan-peserta-didik.ht
ml#!
<1% -
https://mafiadoc.com/i-pengaruh-kecerdasan-emosional-kompetensi-dan-motivasi-_59
c80aa91723dd0ff8c32645.html
<1% -
https://contoh-contohskripsi.blogspot.com/2010/02/metode-melatih-kecerdasan-emosi
onal.html
<1% - https://www.academia.edu/36355499/Makalah_PPD_Revisi_
<1% - http://eprints.walisongo.ac.id/3968/3/104411031_bab2.pdf
<1% - https://sungaibengkayang.blogspot.com/2011/06/
<1% -
https://ramliman76.blogspot.com/2013/06/bab-iipengaruh-kecerdasan-emosional-eq.ht
ml
<1% -
https://ryanrahmadi99.blogspot.com/2015/01/proposal-pengaruh-kecerdasan-emosion
al.html
<1% - https://honeypoenyablog.wordpress.com/category/kecerdasan-spiritual-anak/
<1% -
https://gegputumartin.blogspot.com/2015/11/contoh-makalah-tri-hita-karana.html
<1% - https://rezkirasyak.blogspot.com/2012/04/etikaetiketmoral-dan-kepribadian.html
<1% - https://www.anekamakalah.com/2012/09/makalah-kecerdasan-spiritual.html
<1% - https://ummuugahainueng.blogspot.com/
<1% -
https://enjoyperdanacomputer.blogspot.com/2017/08/tesis-pengaruh-kecerdasan-emos
ional.html
<1% -
https://www.academia.edu/7466753/EKSISTENSI_BUDAYA_RELIGIUS_DALAM_MENINGK
ATKAN_MUTU_PENDIDIKAN
<1% -
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195604201983011-SOFYA
N_SAURI/BUKU_PAI_REVISI/BAB_XIII-1.pdf
<1% -
https://cekgugenius.blogspot.com/2012/01/isu-isu-dalam-proses-pembelajaran.html
<1% -
https://sastranikychoysynyster.blogspot.com/2012/02/undang-undang-sistem-pendidik
an.html
<1% - http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_c0551_060663_chapter1.pdf
<1% - http://etheses.iainponorogo.ac.id/2653/1/Nur%20Rifai%20Sidiq.pdf
<1% - https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/page/8/
<1% - http://smk-wirabhakti.sch.id/
1% -
https://rachmatfatahillah.blogspot.com/2014/12/penjaminan-mutu-pengembangan-bud
aya.html
<1% -
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/737/1/Cover_Bab%20I_Bab%20V_Daftar%20Pusta
ka.pdf
<1% - http://eprints.umm.ac.id/37266/3/jiptummpp-gdl-arifwahidi-50869-3-babii.pdf
<1% -
https://www.academia.edu/32111245/PENGEMBANGAN_BUDAYA_RELIGIUS_DALAM_M
ENINGKATKAN_MUTU_PENDIDIKAN
<1% -
https://ayuriaseptiana.blogspot.com/2014/01/makalah-implementasi-pendidikan-karakt
er.html
<1% - https://decalosa.blogspot.com/2011/12/model-model-pembelajaran_28.html
<1% - https://www.academia.edu/38733018/Penciptaan_Budaya_Religius
<1% - http://digilib.uinsby.ac.id/2347/3/Bab%202.pdf
1% -
https://makalahtentang.wordpress.com/category/manajemen-pembelajaran/page/4/
1% -
https://kamiluszaman.blogspot.com/2017/07/penjamin-pengembangan-budaya-agama
-di.html
1% -
https://makalahtentang.wordpress.com/2011/04/01/strategi-mewujudkan-budaya-aga
ma-di-sekolah/
<1% - https://mahmudi900.blogspot.com/2011/12/pendidik-media-pendidikan.html
<1% -
https://www.academia.edu/32472270/MODEL_PENGEMBANGAN_DIRI_SISWA_MELALUI_
BUDAYA_RELIGIUS
<1% -
https://marcopangngewa.blogspot.com/2012/04/pendidikan-islam-pai-di-masa-sekaran
g.html
<1% -
https://masyitah-masyithah.blogspot.com/2013/12/kurikulum-pai-pada-sekolah-umum.
html
<1% -
https://iissadiyah1.blogspot.com/2012/10/makalah-agama-peran-dan-fungsi-agama.ht
ml
<1% - http://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/cendekia/article/download/730/557
<1% -
http://blog.unnes.ac.id/hellosheren/2015/12/23/materi-antropologi-sma-kelas-x-interna
lisasi-nilai-nilai-budaya-dalam-pembentukan-kepribadian-dan-karakter/
<1% - http://blog.unnes.ac.id/hellosheren/category/antropologi-sma/
<1% - http://journal.umpo.ac.id/index.php/istawa/article/download/171/155
<1% -
https://amanahkitabersama.blogspot.com/2012/12/makalah-pendidikan-kesehatan.html
<1% - https://putrinurekasari96.blogspot.com/
<1% -
https://kamaabdulhakam.wordpress.com/2015/02/21/pendidikan-karakter-di-sekolah-d
asar-indonesia/
<1% - https://jaririndu.blogspot.com/2012/09/makalah-pengelolaan-kelas.html
<1% - http://digilib.unila.ac.id/13281/14/BAB%20II.pdf
<1% -
https://www.academia.edu/28043642/INTERNALISASI_NILAI-NILAI_PENDIDIKAN_ISLAM
<1% - http://digilib.unila.ac.id/11525/15/BAB%20II.pdf
<1% - https://kabar-pendidikan.blogspot.com/2011/04/proses-internalisasi-nilai.html
<1% - https://zangpriboemi.blogspot.com/2014/09/internalisasi-nilai.html
<1% -
https://www.academia.edu/25734087/INTERNALISASI_NILAI-NILAI_PENDIDIKAN_PERSPE
KTIF_ABRAHAM_MASLOW_1908-1970_Analisis_Filosofis_
<1% -
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jurnalPenelitian/article/download/2170/pdf
<1% -
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1-2006-mamirulmuk-11
77-bab4_310-7.pdf
<1% - http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/JA/article/download/1457/1142
<1% - https://awindusiwi.wordpress.com/2015/09/28/agama-hindu-hindu-dharma/
<1% -
https://ngurahwityarnawa.blogspot.com/2014/10/tugas-agama-hindu-vibhuti-marga.ht
ml
<1% - https://persatuanhindudharma.blogspot.com/
1% -
https://sugitawibhushakti.blogspot.com/2013/10/tiga-kerangka-dasar-agama-hindu.ht
ml
<1% -
https://tentanghindu.blogspot.com/2016/11/tiga-kerangka-dasar-agama-hindu-pedom
an.html
<1% -
https://wayanfai-s.blogspot.com/2013/07/tiga-kerangka-dasar-agama-hindu-wayan.htm
l
1% - https://idabagusbajra.blogspot.com/2012/04/acara-agama-hindu.html
<1% -
https://tulisanterkini.com/artikel/pendidikan/3151-dampak-perilaku-religius-dalam-pem
bentukan-etika-siswa.html
<1% -
https://ary-darmawan.blogspot.com/2011/03/skripsi-dampak-lingkungan-pendidikan.ht
ml
<1% -
https://makalahe19.blogspot.com/2015/12/makalah-psikologi-agama-ruang-lingkup.ht
ml
<1% - https://dosenpsikologi.com/hubungan-perilaku-dengan-sikap
<1% -
https://kumpulantugassekolahdankuliah.blogspot.com/2014/12/hubungan-sikap-keaga
maan-dan-pola.html
<1% -
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132280878/penelitian/Pengemb+sikap+dan+perilaku+
bermoral+di+sekolah-Majalah+Ilmiah+Pembelajaran-Mei-2011.pdf
<1% - https://www.lyceum.id/revolusi-mental-dan-cara-pembentukan-karakter/
<1% -
https://www.slideshare.net/mraisrahmatrazak/identifikasi-perilaku-beragama-towani-tol
otang
<1% - http://digilib.uinsby.ac.id/1722/5/Bab%202.pdf
<1% -
https://text-id.123dok.com/document/dy4x335z-agama-dan-interaksi-sosial-studi-kasus
-relasiaktivisis-rohis-dan-aktivisrohkris-dengan-pemeluk-agama-lain-di-sman-79-jakarta
-selatan.html
<1% -
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8547/2/T1_802007094_Full%20text.pdf
<1% -
https://www.academia.edu/35153100/Hubungan_antara_religiusitas_dengan_kebahagiaa
n
<1% - https://www.academia.edu/16532165/DIMENSI_RELIGIUSITAS
<1% - http://etheses.uin-malang.ac.id/1551/6/08410008_Bab_2.pdf
<1% - http://eprints.walisongo.ac.id/7074/3/BAB%20II.pdf
<1% - https://journal.ugm.ac.id/jpsi/article/viewFile/9851/7417
<1% -
https://meldalialestari.wordpress.com/2016/12/20/faktor-faktor-yang-memengaruhi-per
ilaku-moral/
<1% -
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195204141980021-DUDU
NG_RAHMAT_HIDAYAT/HAKIKAT_PENDIDIKAN.pdf
1% - https://1515-313.blogspot.com/2014/04/karakteristik-manusia-dan-manusia.html
<1% -
https://hanadwiutami.wordpress.com/2014/01/16/mempengaruhi-sikap-dan-perilaku/
<1% -
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/121/jtptunimus-gdl-monikafebr-6025-2-babii.pdf
<1% -
https://nisathahrinnisa.wordpress.com/2013/05/26/definisi-sikap-dan-faktor-faktor-yan
g-mempengaruhinya/
<1% - https://renriz.blogspot.com/2015/12/sikap-dan-perilaku-wirausaha_13.html
<1% - http://jurnalaspikom.org/index.php/aspikom/article/download/380/165
<1% - https://goenable.wordpress.com/2012/01/06/page/3/
<1% - https://lunayahasna.wordpress.com/
<1% -
https://boycharotz.blogspot.com/2011/10/pengembangan-manusia-sebagai-makhluk.ht
ml
<1% -
https://anggunrizkiaprilliani.blogspot.com/2017/03/nilai-etika-dan-moral-dalam-bisnis.h
tml
<1% - http://eprints.walisongo.ac.id/6426/3/BAB%20II.pdf
<1% - http://etheses.uin-malang.ac.id/583/12/07410002%20Bab%202.pdf
<1% -
https://abidfaizalfami11.blogspot.com/2012/12/pengertian-sikap-dan-perilaku.html
<1% -
https://hendraprijatna68.files.wordpress.com/2012/06/pengembangan-budaya.docx
<1% -
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5530/3/T1_132010050_BAB%20II.pdf
<1% - https://emaskuwinggo.blogspot.com/2016/07/makalah-hari-akhir-kiamat.html
<1% - http://etheses.uin-malang.ac.id/1722/5/07410094_Bab_2.pdf
<1% -
https://saidaneffendi-darussalam.blogspot.com/2012/03/ibadah-didalam-islam.html
<1% -
http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2019/01/JURNAL%2
0RARA%20(01-14-19-02-58-05).pdf
<1% - https://griyawardani.wordpress.com/2011/05/24/nilai-nilai-dalam-sastra/
<1% - https://slideplayer.info/slide/2975876/
<1% - http://eprints.undip.ac.id/41803/2/BAB_IIRevisiakhir.pdf
<1% -
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3623/psiko-ari.pdf.txt;sequence
=3
<1% - https://www.slideshare.net/drawingnorth/definisi-religi
<1% -
https://misunankalijogo.blogspot.com/2008/03/pengamalan-budaya-agama-religious.ht
ml
<1% - https://www.academia.edu/5519759/HUKUM_ADAT_LENGKAP
<1% -
https://johancahmuslim.blogspot.com/2012/06/laporan-hasil-observasi-kepemimpinan-
di.html
<1% -
https://mafiadoc.com/pendidikan-agama-hindu-dan-budi-pekerti-buku-sekolah-elektro
nik_59d3d1f61723dd230529d42a.html
<1% -
https://catatanlilah.blogspot.com/2014/09/makalah-kepemimpinan-pendidikan.html
<1% -
https://imadeyudhaasmara.wordpress.com/2014/11/05/konsep-dasar-kepemimpinan-ke
pala-sekolah-dalam-meningkatkan-kualitas-sekolah/
<1% - https://mukminsaleh.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
<1% - https://contohaku1.blogspot.com/2014/08/skripsi-syariahimplementasi.html
<1% - https://www.academia.edu/15259068/Penciptaan_Budaya_Religius_di_Sekolah
<1% -
https://www.kompasiana.com/endahenny/etika-moral-norma-dan-nilai_54f33f89745513
7d2b6c6d5f
<1% - https://biohendri.blogspot.com/2011/05/belajar-dan-pembelajaran.html
<1% -
https://gudang-makalah-download.blogspot.com/2012/06/tesis-pengaruh-pendidikan-
agama-islam.html
<1% -
https://jurnalilmiahtp2013.blogspot.com/2013/12/pencemaran-lingkungan_30.html
<1% - https://pendidikandasar12.blogspot.com/2016/
<1% -
https://apinusa.wordpress.com/category/pendidikan-sosial-agama-dan-enterpreneurshi
p/
<1% - https://blog.uad.ac.id/rini12005019/2013/11/07/dasar-pendidikan/
<1% - https://yosipratiwi.blogspot.com/2013/01/makalah-humanisasi-pendidikan.html
<1% -
https://leoniya-tknegeripembinablog.blogspot.com/2015/07/membangun-karakter-char
acter-building.html
<1% - http://eprints.stainkudus.ac.id/1058/7/7.%20BAB%20IV.pdf
<1% - http://eprints.stainkudus.ac.id/369/5/5%20BAB%20II.pdf
<1% -
https://simba-corp.blogspot.com/2018/10/makalah-teori-sosial-budaya-antropologi.ht
ml
<1% -
https://ilmu-kimia-kimia.blogspot.com/2010/04/engaruh-motivasi-belajar-dan-metode.
html
<1% - https://paduarsana.com/tag/suputra/
<1% -
https://kumpulanmakalah94.blogspot.com/2015/11/makalah-peranan-keluargaorang-tu
a-dalam.html
<1% - https://core.ac.uk/download/pdf/11062907.pdf
<1% -
https://agungmuli.blogspot.com/2012/11/contoh-taat-pada-hukum-di-masyarakat.html
<1% -
https://makalahe19.blogspot.com/2015/09/makalah-sosiologi-pendidikan-peran-guru.h
tml
<1% -
http://informasitips.com/tips-bagi-orang-tua-menghadapi-anak-remaja-yang-memasuk
i-masa-puber
<1% -
http://etheses.iainponorogo.ac.id/2151/1/Ardana%20Tyas%20Kusuma%20Murti.pdf
<1% -
https://menzour.blogspot.com/2018/05/makalah-model-pengembangan-religion.html
<1% -
https://muh12royanfatih.wordpress.com/2017/09/13/pendidikan-karakter-dalam-perspe
ktif-islam-kajian-penerapan-pendidikan-karakter-di-lembaga-pendidikan-islam/
<1% -
https://docplayer.info/155412768-Peran-kepemimpinan-kepala-madrasah-dalam-meng
embangkan-budaya-religius-di-mts-minhajus-salam.html
<1% -
https://alawialbantani.blogspot.com/2018/07/makalah-gerakan-literasi-sekolah-dalam.h
tml
<1% - http://digilib.unila.ac.id/4337/13/BAB%20II.pdf
<1% -
https://kangwansetiawan.blogspot.com/2011/07/tahapan-tahapan-penelitian-kualitatif.
html
<1% - http://digilib.upi.edu/digitallist.php?export=xml
<1% - http://digilib.uinsgd.ac.id/2793/5/5_bab3.pdf
<1% - http://repositori.kemdikbud.go.id/11419/1/15.%20Modul%20Literasi.pdf
<1% -
https://sukapendidikan.blogspot.com/2009/08/skripsi-pengaruh-metode-pembelajaran.
html
<1% -
https://id.123dok.com/document/qmj65v4q-model-konseling-kognitif-perilaku-untuk-
meningkat-kan-kemampuan-kontrol-diri-perilaku-seksual-remaja-studi-terhadap-siswa-
madrasah-aliyah-negeri-ciparay-dan-madrasah-aliyah-swasta-al-mukhlisin-di-kabupate
n-bandung.html
<1% -
https://zadandunia.blogspot.com/2015/06/quo-vadiskaum-sekuler-dan-kaum-anti.html
<1% - http://repository.ump.ac.id/6741/3/HANIF%20KISMAWATI%20BAB%20II.pdf
<1% - https://abstrak.uns.ac.id/wisuda/upload/A121508011_bab2.pdf
<1% - http://staffnew.uny.ac.id/upload/132303695/pendidikan/A-5+DIKTAT.pdf
<1% -
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/447/1/Cover_Bab%20I_Bab%20V_Daftar%20Pusta
ka.pdf
<1% -
https://jasafadilahginting.blogspot.com/2012/02/pengembangan-budaya-keagamaan-d
i.html
<1% - http://jurnal.upi.edu/file/05_PEMBINAAN_AKHLAK_MULIA_-_Manan1.pdf
<1% - https://brainly.co.id/tugas/688919
<1% -
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/MODEL_PEMBELAJARAN_MATEMATIKA/BBM
4_Dra._Erna_Suwangsih%2C_M.Pd..pdf
<1% -
https://azharnasri.blogspot.com/2015/04/sumber-data-jenis-data-dan-teknik.html
<1% - https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Turki
<1% -
http://www.teoripendidikan.com/2016/03/kumpulah-contoh-laporan-lengkap-cara.html
<1% - http://digilib.unila.ac.id/7618/14/BAB%20III.pdf
<1% - https://www.konsistensi.com/2014/03/uji-paired-sample-t-test-dengan-spss.html
<1% -
http://digilib.uin-suka.ac.id/27405/1/1520410052_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.p
df
<1% - http://eprints.walisongo.ac.id/6949/3/123911118_BAB%20II.pdf
<1% - https://antpoers.blogspot.com/2017/06/teori-fungsional-dalam-pendidikan.html
<1% - http://eprints.walisongo.ac.id/6657/1/123311018.pdf
<1% -
https://docplayer.info/145341525-Penanaman-nilai-nilai-religius-dalam-pembentukan-k
arakter-mahasiswa-studi-di-sekolah-tinggi-keguruan-dan-ilmu-pendidikan-garut-jawa-
barat.html
<1% - http://eprints.ums.ac.id/21096/25/Jurnal_Penelitian.pdf
<1% - https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/12/kategorisasi-nilai-religius/
<1% -
https://jatilawang-tulisan.blogspot.com/2011/01/pengembangan-diri-pembiasan-dan-e
kstra.html
<1% - http://journals.ums.ac.id/index.php/ppd/article/download/1542/1083
<1% - https://sditiqra1alfida.blogspot.com/p/profile.html
<1% -
https://mafiadoc.com/upaya-mengembangkan-karakter-peserta-didik-digilib_59d0dbb3
1723dd5b1071541d.html
<1% - https://mono-mpd.blogspot.com/2011/12/contoh-ktsp.html
<1% -
https://isrelgavriel342.blogspot.com/2013/07/kegiatan-kkn-di-desa-mainai-ngada-baja
wa.html
<1% - http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/45307
<1% - https://shivadwara.blogspot.com/2012/06/dharma-gandul.html
<1% -
https://id.123dok.com/document/q7wv42oz-pendidikan-agama-hindu-dan-budi-pekerti
-kelas-xi.html
<1% -
https://akomodasi-perhotelan.blogspot.com/2012/12/menangani-tamu-tiba-tanpa-rese
rvasi_3.html
<1% -
http://vervalsp.data.kemdikbud.go.id/prosespembelajaran/file/Permendiknas%20No%20
16%20Tahun%202007.pdf
<1% -
https://nay-hyukvie.blogspot.com/2016/06/hambatan-hambatan-guru-dalam-mendidik.
html#!
<1% - https://id.scribd.com/doc/252730743/Contoh-PPL
<1% -
https://skripsi-tarbiyahpai.blogspot.com/2015/01/macam-metode-pendidikan-akhlak.ht
ml
<1% -
http://www.teoripendidikan.com/2014/08/contoh-makalah-kasih-sayang-dalam.html
<1% -
http://wisnucorner.blogs.uny.ac.id/2015/10/13/landasan-dan-prinsip-pengembangan-ku
rikulum/
<1% -
https://jurnalilmiahtp2013.blogspot.com/2013/12/pentingnya-meningkatkan-motivasi_8
155.html
<1% -
https://novehasanah.blogspot.com/2016/10/penguatan-pendidikan-karakter-di.html
<1% -
https://amirdapir.blogspot.com/2012/11/makalah-keterkaitan-motivasi-belajar.html
<1% - http://nicofergiyono.blogs.uny.ac.id/2018/02/11/7/
<1% -
http://arindaningtyas.blogs.uny.ac.id/2017/11/21/makalah-peran-guru-dalam-proses-pe
mbelajaran/
<1% -
https://suksespend.blogspot.com/2009/06/makalah-pendidikan-nilai-budi-pekerti.html
<1% - http://digilib.unila.ac.id/1413/12/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
<1% - https://www.academia.edu/6636237/Dftr_pstaka
<1% - http://journal.staincurup.ac.id/index.php/belajea/article/view/386
<1% - http://digilib.uinsby.ac.id/10972/9/Daftar%20Pustaka.pdf
<1% -
https://bukuspiritual.blogspot.com/2009/01/daftar-judul-buku-buku-hindu-di.html
<1% - https://id.wikipedia.org/wiki/SMA_Negeri_7_Surakarta