pjb

8
155 enyakit jantung bawaan (PJB) merupakan bentuk kelainan jantung yang sudah di- dapatkan sejak bayi baru lahir. Manifestasi klinis kelainan ini bervariasi dari yang paling ringan sampai berat. Pada bentuk yang ringan, sering tidak ditemukan gejala, dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan klinis. Sedangkan pada PJB berat, gejala sudah tampak sejak lahir dan memerlukan tindakan segera. Dengan berkembangnya teknologi, khususnya ekokardiografi, banyak kelainan jantung yang sebelumnya tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisis dan penunjang biasa, EKG, radiologi dengan menggunakan alat ini dapat dideteksi dengan mudah. 1-4 Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. 1 Jika jumlah penduduk Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Mulyadi M. Djer, Bambang Madiyono Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan jantung yang sudah didapat sejak lahir. Manifestasinya klinis bergantung dari berat ringan penyakit, mulai dari asimtomatis sampai dengan adanya gejala gagal jantung pada neonatus. Dengan berkembangnya teknologi, terutama dengan ditemukannya ekokardiografi, banyak kelainan jantung bawaan asimtomatis yang dapat dideteksi. Tata laksana meliputi non-bedah dan bedah. Tata laksana non-bedah meliputi pengobatan medikamentosa dan kardiologi intervensi, sedangkan tata laksana bedah meliputi bedah paliatif dan operasi definitif. Tujuan tata laksana medikamentosa dan bedah paliatif adalah untuk mengatasi gejala klinis akibat komplikasi PJB sambil menunggu waktu yang tepat untuk dilakukan operasi definitif. Akhir-akhir ini telah dikembangkan kardiologi intervensi, suatu tindakan yang memberi harapan baru bagi pasien PJB tanpa operasi, namun saat ini biayanya masih cukup tinggi. Kata kunci: penyakit jantung bawaan, bedah jantung, kardiologi intervensi, ekokardiografi Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%, maka jumlah penderita PJB di Indonesia bertambah 32000 bayi setiap tahun. Kendala utama dalam menangani anak dengan PJB adalah tingginya biaya pemeriksaan dan operasi. Pengalaman kami di poliklinik Kardiologi RSCM, mendapatkan sebagian besar anak dengan PJB yang berobat berasal dari keluarga yang tidak mampu. 2 Makalah ini membahas tentang hemodinamik, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tata laksana, komplikasi PJB serta perkembangan mutakhir di bidang kardiologi. Hemodinamik Jantung sebagai pompa, berfungsi memompakan darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi tubuh akan kebutuhan metabolisme. Sebagai pompa darah, kinerja jantung dipengaruhi oleh beban diastolik (preload), beban sistolik (afterload), kontraktilitas dan laju jantung. Secara anatomis jantung terdiri dari 4 ruang yang terpisah oleh sekat yaitu 2 serambi (atrium) dan 2 bilik (ventrikel). Pembuluh nadi utama (aorta) keluar dari bilik kiri, sedangkan pembuluh nadi paru (arteri pulmonal) Staff pengajar sub bagian kardiologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM (Dr. Mulyadi M . Djer Sp.A dan Prof. DR. Bambang Madiyono SpAK, SpJP) Alamat korespondensi: Dr. Mulyadi, Sp.A. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jl. Salemba 6, Jakarta 10430. Tel. 392 5901, 315 5742, Fax. 3907743. P Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000: 155 - 162 Petunjuk Praktis

Upload: m-aprial-darmawan

Post on 21-Jan-2016

115 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

pjb

TRANSCRIPT

Page 1: pjb

155

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000

enyakit jantung bawaan (PJB) merupakanbentuk kelainan jantung yang sudah di-dapatkan sejak bayi baru lahir. Manifestasi

klinis kelainan ini bervariasi dari yang paling ringansampai berat. Pada bentuk yang ringan, sering tidakditemukan gejala, dan tidak ditemukan kelainan padapemeriksaan klinis. Sedangkan pada PJB berat, gejalasudah tampak sejak lahir dan memerlukan tindakansegera. Dengan berkembangnya teknologi, khususnyaekokardiografi, banyak kelainan jantung yangsebelumnya tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaanfisis dan penunjang biasa, EKG, radiologi denganmenggunakan alat ini dapat dideteksi denganmudah.1-4

Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap1000 kelahiran hidup.1 Jika jumlah penduduk

Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan

Mulyadi M. Djer, Bambang Madiyono

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan jantung yang sudah didapat sejaklahir. Manifestasinya klinis bergantung dari berat ringan penyakit, mulai dari asimtomatissampai dengan adanya gejala gagal jantung pada neonatus. Dengan berkembangnyateknologi, terutama dengan ditemukannya ekokardiografi, banyak kelainan jantungbawaan asimtomatis yang dapat dideteksi. Tata laksana meliputi non-bedah dan bedah.Tata laksana non-bedah meliputi pengobatan medikamentosa dan kardiologi intervensi,sedangkan tata laksana bedah meliputi bedah paliatif dan operasi definitif. Tujuan tatalaksana medikamentosa dan bedah paliatif adalah untuk mengatasi gejala klinis akibatkomplikasi PJB sambil menunggu waktu yang tepat untuk dilakukan operasi definitif.Akhir-akhir ini telah dikembangkan kardiologi intervensi, suatu tindakan yang memberiharapan baru bagi pasien PJB tanpa operasi, namun saat ini biayanya masih cukuptinggi.

Kata kunci: penyakit jantung bawaan, bedah jantung, kardiologi intervensi, ekokardiografi

Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%, makajumlah penderita PJB di Indonesia bertambah 32000bayi setiap tahun. Kendala utama dalam menanganianak dengan PJB adalah tingginya biaya pemeriksaandan operasi. Pengalaman kami di poliklinik KardiologiRSCM, mendapatkan sebagian besar anak dengan PJByang berobat berasal dari keluarga yang tidak mampu.2

Makalah ini membahas tentang hemodinamik,klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi PJB serta perkembangan mutakhirdi bidang kardiologi.

Hemodinamik

Jantung sebagai pompa, berfungsi memompakan darahke seluruh tubuh untuk memenuhi tubuh akankebutuhan metabolisme.

Sebagai pompa darah, kinerja jantung dipengaruhioleh beban diastolik (preload), beban sistolik (afterload),kontraktilitas dan laju jantung. Secara anatomisjantung terdiri dari 4 ruang yang terpisah oleh sekatyaitu 2 serambi (atrium) dan 2 bilik (ventrikel).Pembuluh nadi utama (aorta) keluar dari bilik kiri,sedangkan pembuluh nadi paru (arteri pulmonal)

Staff pengajar sub bagian kardiologi, Bagian Ilmu Kesehatan AnakFKUI - RSCM (Dr. Mulyadi M . Djer Sp.A dan Prof. DR. BambangMadiyono SpAK, SpJP)

Alamat korespondensi:Dr. Mulyadi, Sp.A.Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jl. Salemba 6, Jakarta 10430.Tel. 392 5901, 315 5742, Fax. 3907743.

P

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000: 155 - 162Petunjuk Praktis

Page 2: pjb

156

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000

keluar dari bilik kanan jantung. Pembuluh balik besar(vena kava) yang menampung darah dari seluruhtubuh, masuk ke dalam atrium kanan sedangkanpembuluh balik paru (vena pulmonalis) masuk kedalam atrium kiri.

Darah yang mengandung oksigen tinggi dariventrikel kiri, melalui aorta akan dipompakan keseluruh tubuh untuk memenuhi metabolisme tubuh.Selanjutnya darah dengan saturasi rendah yang berasaldari seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke dalamatrium kanan yang kemudian masuk ke dalam ventrikelkanan untuk selanjutnya dipompakan ke paru melaluiarteri pulmonal untuk dibersihkan di paru. Darah yangmengandung oksigen tinggi dari paru, melalui venapulmonalis dialirkan ke atrium kiri, kemudiandialirkan ke ventrikel kiri untuk selanjutnya dipompa-kan ke seluruh tubuh.

Penyakit jantung bawaan dapat berupa defek padasekat yang membatasi ke dua atrium atau ventrikelsehingga terjadi percampuran darah pada tingkatatrium atau ventrikel, misalnya defek septumventrikel atau defek septum atrium. Dapat juga terjadipada pembuluh darah yang tetap terbuka yangseharusnya menutup setelah lahir seperti pada duktusarteriosus persisten. Kelainan lain berupa kelainanyang lebih kompleks seperti tertukarnya posisi aortadan arteri pulmonalis atau kelainan muara venapulmonalis.1

Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan

Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi 2kelompok, yaitu penyakit jantung bawaan sianotik danpenyakit jantung bawaan nonsianotik. Penyakitjantung bawaan sianotik ditandai oleh adanya sianosissentral akibat adanya pirau kanan ke kiri, sebagaicontoh tetralogi Fallot, transposisi arteri besar, atresiatrikuspid.1

Termasuk dalam kelompok penyakit jantungbawaan nonsianotik adalah penyakit jantung bawaandengan kebocoran sekat jantung yang disertai piraukiri ke kanan di antaranya adalah defek septumventrikel, defek septum atrium, atau tetap terbukanyapembuluh darah seperti pada duktus arteriosuspersisten. Selain itu penyakit jantung bawaannonsianotik juga ditemukan pada obtruksi jalan keluarventrikel seperti stenosis aorta, stenosis pulmonal dankoarktasio aorta.1

Etiologi

Pada sebagian besar kasus, penyebab PJB tidakdiketahui. Pelbagai jenis obat, penyakit ibu, pajananterhadap sinar Rontgen, diduga merupakan penyebabeksogen penyakit jantung bawaan. Penyakit rubela yangdiderita ibu pada awal kehamilan dapat menyebabkanPJB pada bayi. Di samping faktor eksogen terdapatpula faktor endogen yang berhubungan dengankejadian PJB. Pelbagai jenis penyakit genetik dansindrom tertentu erat berkaitan dengan kejadian PJBseperti sindrom Down, Turner, dan lain-lain.1,5

Manifestasi Klinis

Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapatmemberikan gejala yang menggambarkan derajatkelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis,berkurangnya toleransi latihan, kekerapan infeksisaluran napas berulang, dan terdengarnya bisingjantung, dapat merupakan petunjuk awal terdapatnyakelainan jantung pada seorang bayi atau anak.1

a. Gangguan pertumbuhan. Pada PJB nonsianotikdengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuh-an timbul akibat berkurangnya curah jantung.Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbulakibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuh-an ini juga dapat timbul akibat gagal jantung kronispada pasien PJB.

b. Sianosis. Sianosis timbul akibat saturasi darah yangmenuju sistemik rendah. Sianosis mudah dilihatpada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut.Sianosis akibat kelainan jantung ini (sianosissentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yangsering didapatkan pada anak yang kedinginan.Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujung-ujung jari.

c. Toleransi latihan. Toleransi latihan merupakanpetunjuk klinis yang baik untuk menggambarkanstatus kompensasi jantung ataupun derajatkelainan jantung. Pasien gagal jantung selalumenunjukkan toleransi latihan berkurang.Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan padaorangtua dengan membandingkan pasien dengananak sebaya, apakah pasien cepat lelah, napas

Page 3: pjb

157

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000

menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yangbiasa, atau sesak napas dalam keadaan istirahat.Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek.Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlahsedikit, sering beristirahat, sesak waktu mengisap,dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih besarditanyakan kemampuannya berjalan, berlari ataunaik tangga. Pada pasien tertentu seperti padatetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelahberjalan.

d. Infeksi saluran napas berulang. Gejala ini timbulakibat meningkatnya aliran darah ke paru sehinggamengganggu sistem pertahanan paru. Seringpasien dirujuk ke ahli jantung anak karena anaksering menderita demam, batuk dan pilek.Sebaliknya tidak sedikit pasien PJB yang sebelum-nya sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum dirujuk ke ahli jantung anak.

e. Bising jantung. Terdengarnya bising jantungmerupakan tanda penting dalam menentukanpenyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadangtanda ini yang merupakan alasan anak dirujukuntuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasibising, derajat serta penjalarannya dapat menentu-kan jenis kelainan jantung. Namun tidakterdengarnya bising jantung pada pemeriksaanfisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantungbawaan. Jika pasien diduga menderita kelainanjantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaanpenunjang untuk memastikan diagnosis.

Diagnosis

Diagnosis penyakit jantung bawaan ditegakkanberdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis,pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan. Pe-meriksaan penunjang dasar yang penting untukpenyakit jantung bawaan adalah foto rontgen dada,elektrokardiografi, dan pemeriksaan laboratoriumrutin. Pemeriksaan lanjutan (untuk penyakit jantungbawaan) mencakup ekokardiografi dan kateterisasijantung. Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutantersebut untuk visualisasi dan konfirmasi morfologi danpato-anatomi masing-masing jenis penyakit jantungbawaan memungkinkan ketepatan diagnosis men-dekati seratus persen. Kemajuan teknologi di bidang

diagnostik kardiovaskular dalam dekade terakhirmenyebabkan pergeseran persentase angka kejadianbeberapa jenis penyakit jantung bawaan tertentu. Halini tampak jelas pada defek septum atrium dantransposisi arteri besar yang makin sering dideteksilebih awal.1,6-8

Makin canggihnya alat ekokardiografi yangdilengkapi dengan Doppler berwarna, pemeriksaantersebut dapat mengambil alih sebagian peranpemeriksaan kateterisasi dan angiokardiografi. Hal inisangat dirasakan manfaatnya untuk bayi dengan PJBkompleks, yang sukar ditegakkan diagnosisnya hanyaberdasarkan pemeriksaan dasar rutin dan sulitnyapemeriksaan kateterisasi jantung pada bayi. Eko-kardiografi dapat pula dipakai sebagai pemandu padatindakan septostomi balon transeptal pada transposisiarteri besar. Di samping lebih murah, ekokardiografimempunyai keunggulan lainnya yaitu mudahdikerjakan, tidak menyakitkan, akurat dan pasienterhindar dari pajanan sinar X. Bahkan di rumah sakityang mempunyai fasilitas pemeriksaan ekokardiografi,foto toraks sebagai pemeriksaan rutinpun mulaiditinggalkan. Namun demikian apabila di tanganseorang ahli tidak semua pertanyaan dapat dijawabdengan menggunakan sarana ini, pada keadaandemikian angiografi radionuklir dapat membantu.Pemeriksaan ini di samping untuk menilai secara akuratfungsi ventrikel kanan dan kiri, juga untuk menilaiderasnya pirau kiri ke kanan. Pemeriksaan ini lebihmurah daripada kateterisasi jantung, dan juga kurangtraumatis.

Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi,membuat pemeriksaan kateterisasi pada tahun 1980menurun drastis. Sarana diagnostik lain terus berkem-bang, misalnya digital substraction angiocardiography,ekokardiografi transesofageal, dan ekokardiografiintravaskular. Sarana diagnostik utama yang baruadalah magnetic resonance imaging, dengan dilengkapimodus cine sarana pemeriksaan ini akan merupakanandalan di masa mendatang.1,6-8

Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan

Dengan berkembangnya ilmu kardiologi anak, banyakpasien dengan penyakit jantung bawaan dapatdiselamatkan dan mempunyai nilai harapan hidupyang lebih panjang. Umumnya tata laksana penyakitjantung bawaan meliputi tata laksana non-bedah dan

Page 4: pjb

158

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000

tata laksana bedah. Tata laksana non-bedah meliputitata laksana medikamentosa dan kardiologi inter-vensi.1,9,10

Tata laksana medikamentosa umumnya bersifatsekunder sebagai akibat komplikasi dari penyakitjantungnya sendiri atau akibat adanya kelainan lainyang menyertai. Dalam hal ini tujuan terapi medika-mentosa untuk menghilangkan gejala dan tanda disamping untuk mempersiapkan operasi. Lama dan carapemberian obat-obatan tergantung pada jenis penyakityang dihadapi.

Hipoksemia, syok kardiogenik, dan gagal jantungmerupakan tiga penyulit yang sering ditemukan padaneonatus atau anak dengan kelainan jantung bawaan.Perburukan keadaan umum pada dua penyulit pertamaada hubungannya dengan progresivitas penutupanduktus arterious, dalam hal ini terdapat ketergantunganpada tetap terbukanya duktus. Keadaan ini termasukke dalam golongan penyakit jantung bawaan kritis.Tetap terbukanya duktus ini diperlukan untuk (1)percampuran darah pulmonal dan sistemik, misalnyapada transposisi arteri besar dengan septum ventrikelutuh, (2) penyediaan darah ke aliran pulmonal,misalnya pada tetralogi Fallot berat, stenosis pulmonalberat, atresia pulmonal, dan atresia trikuspid, (3)penyediaan darah untuk aliran sistemik, misalnya padastenosis aorta berat, koarktasio aorta berat, interupsiarkus aorta dan sindrom hipoplasia jantung kiri. Perludiketahui bahwa penanganan terhadap penyulit inihanya bersifat sementara dan merupakan upayauntuk‘menstabilkan keadaan pasien, menunggutindakan operatif yang dapat berupa paliatif ataukoreksi total terhadap kelainan struktural jantung yangmendasarinya.

Jika menghadapi neonatus atau anak denganhipoksia berat, tindakan yang harus dilakukan adalah(1) mempertahankan suhu lingkungan yang netralmisalnya pasien ditempatkan dalam inkubator padaneonatus, untuk mengurangi kebutuhan oksigen, (2)kadar hemoglobin dipertahankan dalam jumlah yangcukup, pada neonatus dipertahankan di atas 15 g/dl,(3) memberikan cairan parenteral dan mengatasigangguan asam basa, (4) memberikan oksigenmenurunkan resistensi paru sehingga dapat menambahaliran darah ke paru, (5) pemberian prostaglandin E1supaya duktus arteriosus tetap terbuka dengan dosispermulaan 0,1 µg/kg/menit dan bila sudah terjadiperbaikan maka dosis dapat diturunkan menjadi 0,05

µg/kg/menit. Obat ini akan bekerja dalam waktu 10-30 menit sejak pemberian dan efek terapi ditandaidengan kenaikan PaO

2 15-20 mmHg dan perbaikan

pH. Pada PJB dengan sirkulasi pulmonal tergantungduktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka lebardapat memperbaiki sirkulasi paru sehingga sianosisakan berkurang. Pada PJB dengan sirkulasi sistemikyang tergantung duktus arteriosus, duktus arteriosusyang terbuka akan menjamin sirkulasi sistemik lebihbaik. Pada transposisi arteri besar, meskipun bukanmerupakan lesi yang bergantung duktus arteriosus,duktus arteriosus yang terbuka akan memperbaikipercampuran darah.

Pada pasien yang mengalami syok kardiogenikharus segera diberikan pengobatan yang agresif danpemantauan invasif. Oksigen harus segera diberikandengan memakai sungkup atau kanula hidung. Bilaventilasi kurang adekuat harus dilakukan intubasiendotrakeal dan bila perlu dibantu dengan ventilasimekanis. Prostaglandin E1 0,1 µg/kg/menit dapatdiberikan untuk melebarkan kembali dan menjagaduktus arteriosus tetap terbuka. Obat-obatan lainseperti inotropik, vasodilator dan furosemid diberikandengan dosis dan cara yang sama dengan tata laksanagagal jantung.

Pada pasien PJB dengan gagal jantung , tata laksanayang ideal adalah memperbaiki kelainan strukturaljantung yang mendasarinya. Pemberian obat-obatanbertujuan untuk memperbaiki perubahan hemo-dinamik, dan harus dipandang sebagai terapi sementarasebelum tindakan definitif dilaksanakan. Pengobatangagal jantung meliputi (1) penatalaksanaan umumyaitu istirahat, posisi setengah duduk, pemberianoksigen, pemberian cairan dan elektrolit serta koreksiterhadap gangguan asam basa dan gangguan elektrolityang ada. Bila pasien menunjukkan gagal napas, perludilakukan ventilasi mekanis (2) pengobatan medika-mentosa dengan menggunakan obat-obatan. Obat-obat yang digunakan pada gagal jantung antara lain(a) obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropiklain seperti dobutamin atau dopamin. Digoksin untukneonatus misalnya, dipakai dosis 30 µg/kg. Dosispertama diberikan setengah dosis digitalisasi, yangkedua diberikan 8 jam kemudian sebesar seperempatdosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jamberikutnya sebesar seperempat dosis. Dosis rumatdiberikan setelah 8-12 jam pemberian dosis terakhirdengan dosis seperempat dari dosis digitalisasi. Obatinotropik isoproterenol dengan dosis 0,05-1 µg/kg/

Page 5: pjb

159

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000

menit diberikan bila terdapat bradikardia, sedangkanbila terdapat takikardia diberikan dobutamin 5-10 µg/kg/menit atau dopamin bila laju jantung tidak begitutinggi dengan dosis 2-5 µg/kg/menit. Digoksin tidakboleh diberikan pada pasien dengan perfusi sistemikyang buruk dan jika ada penurunan fungsi ginjal,karena akan memperbesar kemungkinan intoksikasidigitalis. (b) vasodilator, yang biasa dipakai adalahkaptopril dengan dosis 0,1-0,5 mg/kg/hari terbagi 2-3kali per oral. Terakhir (c) diuretik, yang seringdigunakan adalah furosemid dengan dosis 1-2 mg/kg/hari per oral atau intravena.1,9,10

Bedah Jantung

Kemajuan dalam bidang perinatologi memungkinkanbayi dengan keadaan umum yang buruk dapatbertahan hidup. Sementara itu perkembanganteknologi diagnostik telah mampu mendeteksi kelainanjantung secara dini pada bayi baru lahir, bahkan sejakdalam kandungan dengan ekokardiografi janin. Didalam bidang bedah jantung, kemampuan untukmelakukan operasi ditunjang oleh (1) teknologi pintasjantung-paru yang sudah semakin aman untuk bayidengan berat badan yang rendah, (2) tersedianyainstrumen yang diperlukan, (3) perbaikan kemampuanunit perawatan intensif pasca bedah, dan (4)pengalaman tim dalam mengerjakan kasus yangrumit.6,11,12

Pada prinsipnya penanganan penyakit jantungbawaan harus dilakukan sedini mungkin. Koreksidefinitif yang dilakukan pada usia muda akan mencegahterjadinya distorsi pertumbuhan jantung, juga mencegahterjadinya hipertensi pulmonal. Operasi paliatif saat inimasih banyak dilakukan dengan tujuan memperbaikikeadaan umum, sambil menunggu saat operasi korektifdapat dilakukan. Namun tindakan paliatif ini seringkalimenimbulkan distorsi pertumbuhan jantung, disamping pasien menghadapi risiko operasi dua kalidengan biaya yang lebih besar pula. Oleh karena itu terusdilakukan upaya serta penelitian agar operasi jantungdapat dilakukan pada neonatus dengan lebih aman.Kecenderungan di masa mendatang adalah koreksidefinitif dilakukan pada neonatus.

Bentuk operasi paliatif yang sering dikerjakanpada penyakit jantung bawaan antara lain (1) Bandingarteri pulmonalis. Prosedur ini dilakukan denganmemasang jerat pita dakron untuk memperkecil

diameter arteri pulmonalis. Banding arteri pulmonalisdilakukan pada kasus dengan aliran pulmonal yangberlebihan akibat pirau dari kiri ke kanan di dalamjantung seperti pada defek septum ventrikel besar,ventrikel kanan jalan keluar ganda tanpa stenosispulmonal, defek septum atrioventrikular, transposisiarteri besar, dan lain-lain. (2) Pirau antara sirkulasisistemik dengan pulmonal. Prosedur ini dilakukanpada kelainan dengan aliran darah paru yang sangatberkurang sehingga saturasi oksigen rendah, anakmenjadi biru dan sering disertai asidosis. Jenis-jenisoperasi pirau antara lain: (a) Blalock-Taussig klasik,yaitu membebaskan arteri subklavia dan menyam-bungkannya ke arteri pulmonalis kiri atau kanan, (b)Modifikasi Blalock-Taussig, memasang pipa Gore-Texantara arteri subklavia dengan arteri pulmonalis kananatau kiri, (c) Pirau sentral, membuat hubungan antaraaorta dengan arteri pulmonalis (Waterson, Potts,dengan Gore-Tex) dan (d) Pirau antara vena kavasuperior dengan arteri pulmonalis (Glenn shunt ataubidirectional cavo-pulmonary shunt). (3) Septostomiatrium. Prosedur ini dilakukan pada bayi sampai usia3 bulan, yakni dengan kateter balon melalui venafemoralis. Tindakan ini dapat dilakukan di ruangperawatan intensif dengan bimbingan ekokardiografi,atau dapat juga dikerjakan di ruangan kateterisasijantung. Pada anak yang lebih besar, tindakan inidilakukan menurut metode Blalock-Hanlon. Septos-tomi atrium dilakukan pada transposisi arteri besaruntuk menambah percampuran darah, pada anomaliparsial drainase v. pulmonalis untuk mengurangibendungan v. pulmonalis, dan pada atresia trikuspiduntuk mengurangi bendungan vena sistemik.

Kemajuan yang pesat dalam pembedahan memung-kinkan dilakukannya tindakan korektif pada penyakitjantung bawaan. Tindakan pembedahan korektif initerutama dilakukan setelah ditemukan rancang-bangunoksigenator yang aman, khususnya pada bayi kecil.Metode yang banyak dipakai adalah “henti sirkulasi”,sehingga lapangan operasi menjadi bersih dari genangandarah dan tidak terganggu oleh kanula vena. Adabeberapa kelainan jantung bawaan yang memerlukanpembedahan korektif pada usia neonatus misalnyaanomali total drainase vena pulmonalis denganobstruksi, transposisi tanpa defek septum ventrikel,trunkus arteriosus dengan gagal jantung. Sebagian lagipembedahan dapat ditunda sampai usia lebih besar, ataumemerlukan operasi paliatif untuk menunggu saat yangtepat untuk koreksi.6,11,12

Page 6: pjb

160

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000

Kardiologi Intervensi

Salah satu prosedur pilihan yang sangat diharapkan dibidang kardiologi anak adalah kardiologi intervensinonbedah melalui kateterisasi pada pasien penyakitjantung bawaan. Tindakan ini selain tidak traumatisdan tidak menimbulkan jaringan parut, juga diharap-kan biayanya lebih murah. Meskipun kardiologiintervensi telah dikembangkan sejak tahun 1950,namun hingga pertengahan tahun 1980 belum semuajenis intervensi trans-kateter dapat dikerjakan padaanak, termasuk balloon atrial septostomy.13-15

Di Indonesia kardiologi intervensi pada anakdimulai pada tahun 1989, diawali dengan kemajuandi bidang balloon mitral valvotomy yang dilakukan diRumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta padakasus stenosis katup mitral. Kemudian disusulprosedur balloon atrial septostomy pada tahun 1989.13

Pada tahun yang sama balloon pulmonal valvotomymulai dikerjakan. Selanjutnya prosedur intervensiyang dilakukan adalah oklusi duktus arteriosuspersisten dengan coil Gianturco yang baru dimulai 3tahun terakhir. Di Indonesia sejauh ini baru 3 pusatpelayanan kardiologi anak yang melakukan intervensikardiologi, yaitu RS Jantung Harapan Kita dan RSUPCipto Mangunkusumo di Jakarta dan RSUP Dr.Soetomo Surabaya. Berbagai jenis kardiologiintervensi antara lain adalah:

• Balloon atrial septostomy (BAS) adalah prosedurrutin yang dilakukan pada pasien yang memer-lukan percampuran darah lebih baik, misalnyaTAB (transposisi arteri besar) dengan septumventrikel yang utuh. Prosedur ini dilakukandengan membuat lubang di septum interatrium,dan biasanya dilakukan di ruang rawat intensifdengan bimbingan ekokardiografi. Di RSJHKtelah dilakukan 64 prosedur BAS dan umumnyaprosedur ini berhasil menciptakan lubang diseptum interatrium dan memperbaiki kondisipasien. Namun sebanyak 3 pasien mengalamikegagalan karena sulitnya kateter balon memasukiforamen ovale paten pada pasien dengan septumatrium yang melengkung atau atrium kiri yangkecil. Satu pasien meninggal karena perforasi didaerah vena pulmonalis.

• Balloon pulmonal valvuloplasty (BPV) kinimerupakan prosedur standar untuk melebarkankatup pulmonal yang menyempit, dan ternyata

hasilnya cukup baik, dan biayanya juga jauh lebihrendah dibandingkan dengan operasi. Di RSJHK,prosedur ini sejak tahun 1985 telah dilakukan pada48 kasus stenosis katup pulmonal yang seringkalidisertai stenosis infundibulum. Umumnya pascaBVP kondisi fisik pasien bertambah baik. Penyulitterjadi pada 1 kasus karena muskulus papilariskatup trikuspid putus saat tindakan dikerjakansehingga memerlukan pembedahan emergensi.

• Balloon mitral valvotomy (BMV) umumnyadikerjakan pada kasus stenosis katup mitral akibatdemam reumatik.

• Balloon aortic valvuloplasty (BAV) belum dilakukanrutin dan kasusnya juga jarang dijumpai. Prosedurini baru dikerjakan pada 2 kasus.

• Penyumbatan duktus arteriosus menggunakan coilGianturco juga dikerjakan pada beberapa kasus,namun belum dianggap rutin karena harga coil danperalatan untuk memasukkan coil tersebut cukupmahal. Tindakan ini telah dilakukan pada 12 kasusdengan duktus arteriosus persisten, kesemuanyamemakai coil Gianturco. Penyulit hemolisis terjadipada 3 kasus.13

• Di Subbagian Kardiologi FKUI/RSCM tindakanintervensi kardiologi yang pernah dilakukan adalahdilatasi balon dan pemasangan stent pada arterirenalis pada pasien arteritis Takayasu. Pascatindakan kondisi pasien baik dan tekanan darahturun. Tindakan lainnya seperti penutupan DSA(defek septum atrium), DSV (defek septumventrikel), fistula koroner, MAPCA (major aortico-pulmonary collateral arteries) belum pernahdilakukan.13

• Di Institut Jantung Negara Kuala LumpurMalaysia, penutupan duktus arteriosus persistendilakukan dengan menggunakan umbrella, coil danADO (amplatzer ductal occluder); sedangkan untukdefek septum atrium ditutup dengan mengguna-kan ASO (amplatzer septal occluder).14 Di RoyalChildren,s Hospital Melbourne, Australia telahdilakukan penutupan defek septum ventrikel tipemuskular yang sulit dioperasi dengan amplatzerdevice.8

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantungbawaan antara lain1

Page 7: pjb

161

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000

1. Sindrom Eisenmenger. Komplikasi ini terjadi padaPJB non-sianotik yang menyebabkan aliran darahke paru yang meningkat. Akibatnya lama kelamaanpembuluh kapiler di paru akan bereaksi denganmeningkatkan resistensinya sehingga tekanan diarteri pulmonal dan di ventrikel kanan meningkat.Jika tekanan di ventrikel kanan melebihi tekanandi ventrikel kiri maka terjadi pirau terbalik darikanan ke kiri sehingga anak mulai sianosis.Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelumtimbul komplikasi ini.

2. Serangan sianotik. Komplikasi ini terjadi padaPJB sianotik. Pada saat serangan anak menjadilebih biru dari kondisi sebelumnya, tampaksesak bahkan dapat timbul kejang. Kalau tidakcepat ditanggulangi dapat menimbulkankematian.

3. Abses otak. Abses otak biasanya terjadi pada PJBsianotik. Biasanya abses otak terjadi pada anakyang berusia di atas 2 tahun. Kelainan inidiakibatkan adanya hipoksia dan melambatnyaaliran darah di otak. Anak biasanya datang dengankejang dan terdapat defisit neurologis.

Apa yang Harus Dilakukan bila MenghadapiPasien atau Dicurigai Menderita PJB?

Bila menghadapi seorang anak yang dicurigaimenderita penyakit jantung bawaan, yang perludilakukan adalah

1. Menempatkan pasien khususnya neonatus padalingkungan yang hangat, dapat dilakukandengan membedong atau menempatkannyapada inkubator.

2. Memberikan oksigen3. Memberikan cairan yang cukup dan mengatasi

gangguan elektrolit serta asam basa.4. Mengatasi kegawatan dengan menggunakan

obat-obatan jika terdapat tanda tanda sepertigagal jantung, serangan sianotik, renjatankardiogenik.

5. Menegakkan diagnosis/jenis kelainan yangdiderita. Jika tidak memiliki fasilitas, pasiendapat dirujuk ke tempat yang fasilitasnyalengkap terutama tersedia alat ekokardiografi.Tata laksana PJB dan edukasi yang disampaikanke orangtua pasien, tergantung dari jeniskelainan yang ada.

6. Pemantauan yang cermat untuk mengetahuiadanya komplikasi, sehingga dapat dilakukantindakan sebelum komplikasi ada.

Penutup

Ketelitian dan kecermatan sangat diperlukan dalammenangani bayi atau anak dengan penyakit jantungbawaan. Semua jajaran tenaga kesehatan mulai dariparamedis, dokter umum, dokter keluarga, dokterspesialis anak, dokter spesialis jantung dan konsultankardiologi anak serta dokter spesialis bedah jantung,semuanya mempunyai andil dalam membentukjaringan pelayanan kardiologi anak terpadu yang salingmelengkapi dalam satu sistem rujukan, dalam rangkamenuju pelayanan kesehatan komprehensif.

Daftar Pustaka

1. Allen HD, Franklin WH, Fontana ME. Congenital heartdisease: untreated and operated. Dalam: EmmanoulidesGC, Riemenschneider TA, Allen HD, Gutgesell HP,penyunting. Moss and Adams heart disease in infants,children, and adolescents. Edisi ke-5. Baltimore:Williams & Wilkins; 1995. h. 657-64.

2. Madiyono B. Kardiologi anak masa lampau, kini danmasa mendatang: perannya dalam pencegahan danpenanggulangan penyakit kardiovaskular. Pidatopengukuhan guru besar tetap dalam bidang ilmukesehatan anak, FKUI, Jakarta, 11 Juni 1997. Jakarta:Lembaga Penerbit UI; 1997.

3. Rahayoe AU. Pelayanan penderita penyakit jantungbawaan di Indonesia. Perkembangan, permasalahan danantisipasi di masa depan. Dalam: Putra ST, RoebionoPS, Advani N, penyunting. Penyakit jantung bawaanpada bayi dan anak. Jakarta: Forum Ilmiah KardiologiAnak Indonesia; 1998. h. 1-17.

4. Rilantono LI. Kardiologi anak: tuntutan danperkembangannya. Dalam: Putra ST, Advani N,Rahayoe AU, penyunting. Dasar-dasar diagnosis dantata laksana penyakit jantung bawaan pada anak.Jakarta: Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia;1996. h. 10-21.

5. Sastroasmoro S, Nurhamzah W, Madiyono B, OesmanIN, Putra ST. Association between maternal hormoneexposure and the development of congenital heart diseaseof the truncal type A. A case-control study. PaediatrIndones 1993; 33:291-300.

6. Emmanouilides GC. The development of pediatriccardiology: history milestones. Dalam: EmmanoulidesGC, Riemenschneider TA, Allen HD, Gutgesell HP,penyunting. Moss and Adams heart disease in infants,children, and adolescents. Edisi ke-5. Baltimore:

Page 8: pjb

162

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000

Williams & Wilkins; 1995. h. xxi-iv.7. Rahayuningsih SE, Rahayoe AU, Harimurti GM,

Roebiono PS, Rachmat J. Diagnostic accuracy ofechocardiography in isolated ventricular septal defect.Indones J Pediatr Cardiol 1999,1:19-21.

8. Wilkinson JL. Practical guidelines to early detection ofcongenital heart disease in the newborn period. IndonesJ Pediatr Cardiol 1999,1:30-9.

9. Oesman IN. Tata laksana penyakit jantung bawaandengan penyulit pada neonatus. Dalam: SastroasmoroS, Madiyono B, Putra ST, penyunting. Pengenalan dinidan tata laksana penyakit jantung bawaan pada neonatus.Pendidikan tambahan berkala bagian ilmu kesehatananak FKUI ke-32, 1994. Jakarta: Gaya Baru; 1994. h.168-76.

10. Sastroasmoro S, Rahayuningsih SE. Tata laksana medisneonatus dengan penyulit jantung bawaan kritis. Dalam:Putra ST, Roebiono PS, Advani N, penyunting. Penyakitjantung bawaan pada bayi dan anak. Jakarta: ForumIlmiah Kardiologi Anak Indonesia; 1998. h. 147-56.

11. Racmat J. Perkembangan bedah jantung di Indonesia:

perhatian khusus pada penyakit jantung bawaan. Dalam:Putra ST, Advani N, Rahayoe AU, penyunting. Dasar-dasar diagnosis dan tata laksana penyakit jantung bawaanpada anak. Jakarta: Forum Kardiologi Anak Indonesia;1996. h. 23-31.

12. Rachmat J. Pembedahan jantung pada neonatus. Dalam:Sastroasmoro S, Madiyono B, Putra ST, penyunting.Pengenalan dini dan tata laksana penyakit jantungbawaan pada neonatus. Pendidikan tambahan berkalabagian ilmu kesehatan anak FKUI ke-32, 1994. Jakarta:Gaya Baru; 1994. h. 213-24.

13. Haryono N. Kardiologi intervensi pada penyakit jantungbawaan: pengalaman di Indonesia. Dalam: Putra ST,Roebiono PS, Advani N, penyunting. Penyakit jantungbawaan pada bayi dan anak. Jakarta: Forum IlmiahKardiologi Anak Indonesia; 1998. h. 217-9.

14. Alwi M. Interventional cardiology for newborn withcritical pulmonary stenosis or pulmonary atresia. IndonesJ Pediatr Cardiol 1998; 1:10-3.

15. Rao PS. Interventional pediatric cardiology: state of the artand future direction. Pediatr Cardiol 1997; 19:107-24.