pilkada kendari pos

4
KEDAULATAN RAKYAT BUKAN KEDAULATAN TUAN : Refleksi Terhadap Esensi Demokrasi Oleh : Karsadi PEMILU adalah fenomena demokrasi yang menarik untuk dicermati karena memiliki dimensi yang sangat luas. Semua unsur/kalangan masyarakat mulai dari pejabat negara, politisi, aparat keamanan, PNS, pengusaha, mahasiswa, anak sekolah, petani, bahkan sampai tukang sapu jalanan pun memiliki kepentingan terhadap proses PEMILU. PEMILU yang berhasil merupakan impian setiap warga negara karena melalui PEMILU kepentingan mereka akan dapat teraktualisasi. Melalui PEMILU yang demokratis akan ditemukan pemimpin yang sederhana, jujur, dan selalu memperjuangkan kepentingan rakyat, dekat dengan rakyat dan selalu berada di tengah-tengah rakyat serta selalu melayani rakyat. Seorang ilmuwan, Sergiovanni (1986) mengingatkan kita bahwa dalam PEMILU pemimpin yang harus dipilih adalah pemimpin yang memiliki integrated personality (popularity, integrity, acceptability, dan capability). Di tangan rakyat akan ditemukan seorang pemimpin yang dikehendaki rakyat karena dalam sistem pemerintahan yang demokratis, kekuasaan tertinggi bukan berada di tangan TUAN, tetapi di tangan RAKYAT. Oleh karena itu, substansi demokrasi dalam PEMILU bukanlah wujud dari kedaulataan TUAN, tetapi kedaulatan RAKYAT. Karena esensi demokrasi adalah : “the government from the people, by the people and for the people(pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat). Hal ini sesuai dengan makna yang terkandung di dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. PEMILU Sebagai Wujud dari Kedaulatan Rakyat Seperti halnya pemilihan umum untuk legislatif, Pemilihan Umum (PEMILU) dalam arti luas juga merupakan wujud dari kedaulatan rakyat. Dalam PEMILU, rakyat memiliki hak politik untuk memilih dan menentukan pemimpin yang diinginkan. Wajar kemudian mendekati pelaksanaan PEMILU semua calon legislatif dan calon-calon kepala daerah atau calon presiden beramai-ramai mengambil hati dan merayu rakyat. Mereka ramai-ramai turun ke desa-desa, ke pasar, 1

Upload: indah

Post on 18-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

hhh

TRANSCRIPT

KEDAULATAN RAKYAT BUKAN KEDAULATAN TUAN :

KEDAULATAN RAKYAT BUKAN KEDAULATAN TUAN :

Refleksi Terhadap Esensi DemokrasiOleh : Karsadi

PEMILU adalah fenomena demokrasi yang menarik untuk dicermati karena memiliki dimensi yang sangat luas. Semua unsur/kalangan masyarakat mulai dari pejabat negara, politisi, aparat keamanan, PNS, pengusaha, mahasiswa, anak sekolah, petani, bahkan sampai tukang sapu jalanan pun memiliki kepentingan terhadap proses PEMILU. PEMILU yang berhasil merupakan impian setiap warga negara karena melalui PEMILU kepentingan mereka akan dapat teraktualisasi. Melalui PEMILU yang demokratis akan ditemukan pemimpin yang sederhana, jujur, dan selalu memperjuangkan kepentingan rakyat, dekat dengan rakyat dan selalu berada di tengah-tengah rakyat serta selalu melayani rakyat. Seorang ilmuwan, Sergiovanni (1986) mengingatkan kita bahwa dalam PEMILU pemimpin yang harus dipilih adalah pemimpin yang memiliki integrated personality (popularity, integrity, acceptability, dan capability). Di tangan rakyat akan ditemukan seorang pemimpin yang dikehendaki rakyat karena dalam sistem pemerintahan yang demokratis, kekuasaan tertinggi bukan berada di tangan TUAN, tetapi di tangan RAKYAT. Oleh karena itu, substansi demokrasi dalam PEMILU bukanlah wujud dari kedaulataan TUAN, tetapi kedaulatan RAKYAT. Karena esensi demokrasi adalah : the government from the people, by the people and for the people (pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat). Hal ini sesuai dengan makna yang terkandung di dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.PEMILU Sebagai Wujud dari Kedaulatan Rakyat

Seperti halnya pemilihan umum untuk legislatif, Pemilihan Umum (PEMILU) dalam arti luas juga merupakan wujud dari kedaulatan rakyat. Dalam PEMILU, rakyat memiliki hak politik untuk memilih dan menentukan pemimpin yang diinginkan. Wajar kemudian mendekati pelaksanaan PEMILU semua calon legislatif dan calon-calon kepala daerah atau calon presiden beramai-ramai mengambil hati dan merayu rakyat. Mereka ramai-ramai turun ke desa-desa, ke pasar, dan ke tempat-tempat yang dianggap berkumpulnya dan berkerumunnya massa. Ada yang ketemu dengan para petani, nelayan, pedagang, anak sekolah sampai pada kelompok orang-orang miskin. Semua cara dilakukan semata-mata untuk mencari simpati dan dukungan dari rakyat. Sadar atau tidak cara-cara yang dilakukan oleh para calon kepala daerah tersebut telah mengakui bahwa dalam PEMILU kedaulatan berada di tangan rakyat, rakyatlah yang berdaulat. Simpati yang dibangun oleh para calon tersebut tidak berarti menunjukkan rasa empati calon karena rasaempati tidak dapat dibangun dalam waktu yang relatif pendek dan instan. Rasa empati dapat dicapai dalam kurun waktu yang relatif panjang dan membutuhkan proses yang lama. Untuk mendapatkan simpati dari rakyat maka para calon kepala daerah harus membangun hubungan emosional dengan rakyat sejak lama bukan nanti akan dilaksanakan PEMILU baru ramai-ramai mendekati rakyat.

Perlu juga dicatat bahwa demi kepentingan umum atas rakyat, maka hak-hak politik rakyat dalam PEMILU harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh para calon kepala daerah. Dalam negara demokrasi, tidak dibenarkan adanya keputusan politik yang merugikan hak-hak politik rakyat, apalagi kebijakan yang menindas rakyat. Rakyat dalam proses PEMILU diberikan kesempatan untuk mengartikulasikan kepentingannya dengan cara memilih siapa calon yang memiliki komitmen yang tinggi untuk melayani rakyat, bukan sekedar janji basa-basi sebagai obat telinga saja. Selain memiliki hak politik untuk memilih, rakyat juga diberikan hak politik untuk dipilih sebagai calon legislatif, kepala daerah, presiden dari kalangan manapun, baik dari kalangan birokrasi, politisi, PNS (termasuk dosen dan guru), pengusaha, pedagang, petani, maupun dari kalangan blue colour sekalipun. Pendek kata, hak-hak politik setiap warga negara dijamin dan dilindungi oleh konstitusi kita. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Begitu pula Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Equality before the law)

Untuk mewujudkan hak-hak politik rakyat tersebut maka perlu dihindari oleh semua pihak, termasuk para calon kepala daerah untuk tidak mengedepankan prinsip power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely. Prinsip demikian ini harus jauh dari pemikiran para calon kepala daerah karena prinsip demikian ini sangat merugikan hak-hak politik rakyat sekaligus mengingkari cita-cita mulia yang diimpikan oleh the faounding fathers sebagaimaa yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Representasi Politik Dalam PEMILU

Kata demokrasi dapat ditafsirkan bahwa demokrasi merupakan bentuk kedaulatan di tangan rakyat, atau orang sering menyebutnya rule by the people. Oleh karena itu dikaitkan dengan representation (perwakilan/keterwakilan) demokrasi itu sendiri sering mengalami bias politik, yakni real demand rakyat banyak tidak dapat diartikulasikan secara nyata. Rukruitmen politik untuk mengisi pada formasi kekuasaan (eksekutif) masih bersifat eksklusive dan elitis dan sering bersifat over-representation. Pada tingkat ini sering muncul persoalan yang dihadapi oleh demokrasi bahwa representasi politik seringkali mengalami bias elit dan oleh Heru Nugroho (2001) disebut sebagai gejala oligarkhi.

Seperti yang dikatakan oleh Heru Nugroho (2001) bahwa dengan berlindung dibalik representasi, demokrasi tidak hayal dituduh sebagai politik yang elitis, dimana representasi berarti membatasi aspirasi rakyat secara massif, yang membuka peluang bagi permainan elit tanpa ada kontrol publik secara terbuka. Adanya kekhawatiran tersebut adalah wajar, tetapi perlu diingat bahwa dengan adanya jaminan konstitusi terhadap pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat merupakan bagian dari esensi demokrasi itu sendiri. Sadar atau tidak bahwa kemenangan calon kepala daerah dalam PEMILU bukanlah kemenangan yang bersifat individual calon, tetapi sesungguhnya adalah kemenangan rakyat. Yang menang dalam PEMILU bukanlah calon, tetapi adalah rakyat secara kolektif karena calon hanyalah simbol perjuangan rakyat. Seperti yang dikatakan oleh ilmuwan bahwa demokratisasi adalah a process of instituonalizing uncertainty of subjecting all interest to unceratanty, perpolitikan demokrasi melibatkan persaingan terbuka memperebutkan kekuasaan, tidak ada kelompok yang memastikan diri menang, yang ada adalah ketidakpastian. Last but not least (yang terkahir, tetapi bukan berakhir), bahwa representasi politik dalam PEMILU sekarang adalah menjunjung tinggi one man one vote (satu orang satu suara), siapa calon yang ada di hati rakyat, dialah pemenangnya, sedangkan depolitisasi rakyat akan sia-sia.

PAGE 2