pilihan kebijakan pendanaan dan deviden bagi perusahaan yang memiliki peluang investasi (investment...
DESCRIPTION
Pilihan Kebijakan Pendanaan Dan Deviden Bagi Perusahaan Yang Memiliki Peluang Investasi (Investment Opportunity Set), aniek murniati stie asia malangTRANSCRIPT
Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA Vol. 4 No. 1. Desember 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 13
PILIHAN KEBIJAKAN PENDANAAN DAN DEVIDEN BAGI PERUSAHAANYANG MEMILIKI PELUANG INVESTASI (Investment Opportunity Set)
Oleh :Aniek Murniati*)
Abstrak
Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan pilihan kebijakan akuntansi (kebijakan pendanaan dandividen) bagi perusahaan yang memiliki set peluang investasi (investment opportunity set).Peluang investasi tidak dapat diobservasi secara langsung sehingga diperlukan beberapa proksiyang mewakili investment opportunity set.Pilihan kebijakan akuntansi yang dihubungkan denganpertumbuhan perusahaan didasarkan atas contracting theory.Perusahaan yang memilih padaperspektif efficiency contracting akan mencari solusi contract yang baik dalam implementasi satuset kebijakan pendanaan dan kebijakan deviden yang dapat diterima oleh pihak manajemenmaupun pemegang saham. Kebijakan deviden dapat dihubungkan melalui arus kas perusahaan.Perusahaan bertumbuh memiliki kebijakan pendanaan melalui hutang dalam struktur modalnyalebih rendah dibandingkan perusahaan tidak tumbuh karena ingin meminimalkan agency cost.
Kata kunci: Kebijakan pendanaan, Kebijakan deviden, Investment opportunity set,Contracting theory
*) Dosen Akuntansi STIE ASIA Malang
Pendahuluan
Perkembangan riset empiris dibidang akuntansi, secara cross sectional berusaha
menganalisis perbedaan keputusan kebijakan perusahaan. Riset akuntansi dalam (Jensen dan
Meckling, 1976), Myers (1997) dan dalam Gaver & Gaver (1992) menjelaskan bahwa contracting
cost menerangkan pilihan kebijakan perusahaan yang keputusannya tergantung pada investment
opportunity set (IOS). Smith dan Watts (1992), menjelaskan adanya asosiasi yang signifikan antara
set kesempatan investasi, kebijakan pendanaan, kebijakan deviden. Hasil penelitiannya mendukung
penyelesaian konflik antara pihak internal dan eksternal perusahaan yang melakukan kontrak.
Smith dan Watts (1992) menyatakan bahwa potensi pertumbuhan perusahan terlihat pada
kesempatan investasi yang diproksikan (diwakilkan) dengan berbagai macam kombinasi nilai set
kesempatan investasi (IOS). Gaver dan Gaver (1993) mengatakan bahwa pilihan bertumbuh bagi
perusahaan merupakan sesuatu yang melekat bersifat tidak dapat diobservasi. Oleh karena itu suatu
Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA Vol. 4 No. 1. Desember 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 14
proksi diperlukan untuk melakukan observasi terhadap pertumbuhan perusahaan. Untuk
mengurangi measurement error yang ada, digunakan proksi Investement Opportunity Set (IOS)
dengan rasio individual. Beberapa peneliti telah melakukan alternatif pilihan pertumbuhan dengan
menggunakan proksi gabungan IOS (Smith dan Watts 1999). Alternatif proksi gabungan pernah
dilakukan oleh Gaver dan Gaver (1993), Smith dan Watts (1992), Kallpur dan Trombley (1993),
Hartono (1999), Prasetyo (2000), Subekti dan Kusuma (2001), Fitrijanti dan Hartono (2002),
Nugroho dan Hartono (2002). Hasilnya menunjukkan beberapa proksi atau rasio individual dapat
menjelaskan pertumbuhan perusahaan.
Asosiasi antara set kesempatan investasi (IOS) dengan kinerja manajemen ditunjukkan oleh
adanya pertumbuhan nilai perusahaan yang dikelola oleh manajemen. Nilai investment opportunity
set suatu perusahaan juga mempengaruhi kebijakan perusahaan. Asosiasi antara pertumbuhan
dengan kebijakan pendanaan, dividen, kompensasi perusahaan telah dibuktikan oleh Smith dan
Watts (1992), Gaver dan Gaver (1993), Kallapur dan Trombley (1999), Hartono (1999), dan Sami
dkk. (1999). Asosiasi antara investment opportunity set dan kebijakan pilihan prosedur akuntansi
telah dibuktikan oleh Skinner (1999), Cahan dan Hossain (1996).
Contracting Theory menjelaskan bahwa tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan
nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham, Pihak
manajemen atau manajer perusahaan sering mempunyai tujuan lain yang bertentangan dengan
tujuan utama tersebut (masing-masing pihak ingin merealisasikan kepentingannya). Hal ini akan
menimbulkan konflik dan membutuhkan pengawasan. Penerapan sejumlah kebijakan merupakan
bagian dari monitoring perusahaan. Dalam perspektif efficiency contracting, secara khusus manajer
akan memilih metode akuntansi yang akan meminimalkan agency cost. Perusahaan yang memilih
pada perspektif efficiency contracting akan mencari solusi contracting yang baik dalam
implementasi satu set kebijakan pendanaan dan prosedur akuntansi yang dapat diterima oleh pihak
manajemen maupun pemegang saham (Skinner 1993). Sebaliknya pandangan manajemen yang
opportunitism akan mengasumsikan bahwa perbedaan dalam kebijakan akuntansi dan pendanaan
muncul sebagai akibat dari manajemen dalam merespon kontrak yang dapat mengoptimalkan
kepentingannya. Efficiency contracting membuktikan bahwa pertumbuhan perusahaan akan
mempengaruhi sejumlah kebijakan yang dibuat oleh perusahaan (kebijakan pendanaan, kebijakan
deviden serta kompensasi). Pada tulisan ini akan mencoba menjelaskan tentang set kesempatan
investasi yang dapat diproksikan oleh beberapa rasio individual serta pilihan kebijakan akuntansi
bagi perusahaan yang tumbuh.
Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA Vol. 4 No. 1. Desember 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 15
Pengertian Investment Opportunity Set
Menurut Smith and Watts (1992), Investment Opportunity Set (IOS) merupakan komponen
dari nilai perusahaan dan hasil dari pilihan-pilihan untuk membuat investasi yang akan datang.
Menurut Gaver & Gaver (1993) investment opportunity set (IOS) merupakan nilai perusahaan yang
besarnya tergantung dari pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen dimasa yang akan
datang dan pada saat ini merupakan pilihan investasi yang diharapkan menghasilkan return lebih
besar. Kondisi ini membutuhkan kemampuan perusahaan yang lebih, dalam mengeksploitasi
kesempatan mengambil keuntungan yang sifatnya tidak dapat diobservasi.
Nilai investment opportunity set (IOS) merupakan variabel yang tidak dapat diobservasi,
oleh karena itu diperlukan proksi. Berbagai variabel yang digunakan sebagai proksi telah banyak
diteliti dan diuji pada berbagai penelitian. Menurut Kallapur dan Trombley (1999), proksi IOS
dapat diklasifikasikan menjadi tiga proksi, yaitu proksi berbasis harga, proksi berbasis investasi dan
proksi berbasis varian.
Proksi berbasis harga mendasarkan perbedaan antara asset dan nilai perusahaan, oleh
karena itu proksi ini tergantung pada harga saham. Proksi berbasis investasi menunjukkan tingkat
aktivitas investasi yang tinggi, yang kemudian dikonversi menjadi asset yang dimiliki. Sedangkan
proksi berbasis varian didasarkan pilihan pertumbuhan akan menjadi lebih bernilai sebagai
variabilitas dari return dengan mendasarkan pada peningkatan asset (Kallapur dan Trombley, 1999).
Menurut Kallapur dan Trombley (1999) asumsi investment opportunity set (IOS) secara
rata-rata mengarah ke investasi aktual, investment opportunity set diduga kuat memiliki korelasi
dengan realisasi pertumbuhan perusahaan pada periode berikutnya. Berdasarkan pemikiran tersebut,
Kallapur dan Trombley (1999) menguji korelasi berbagai proksi IOS secara Khusus dengan
berbasis pada realisasi pertumbuhan . beberapa rasio individual yang diukur adalah book to market
value of asset, Tobin-Q, depreciation expense to market value, earning per-share to price, research
and development to market value of asset, research and development to sale, capital expenditure to
book value of asset variance of return and beta. Menurut Sami dkk (1999) menunjukkan bahwa
variabel yang memiliki korelasi cukup tinggi terhadap factor utama Investment Opportunity Set
(IOS) adalah book to market value of asset, market value equity, PPE/BVE, capital expenditure.
DEPBVA, CAPX Incure/BVA. Proksi IOS tersebut mengidentifikasikan pertumbuhan perusahaan.
Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA Vol. 4 No. 1. Desember 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 16
Berdasarkan penelitian (Subekti dan Kusuma, 2001) dengan comfirmatory factor analysis,
ada beberapa proksi IOS yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan perusahaan, yang
hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1
Proksi Pertumbuhan Perusahaan
Proksi IOS Keterangan Communalitiesnilai IOS
PPE/BE (Rasio book value ofgross proferty, plant andequipment )
MVE/BVE (Market to book valueof equity)
MVA/BVA (Market to BookValue Asset)
P/E (Price Earning)
CAP/BVA (rasio capital additionto assets book value)
Proksi ini menunjukkan adanya investasi tetapyang produktif , PPE/BVE yang besar padastruktur aktiva dapat menunjukkan adanyapotensi pertumbuhan perusahaan dimasa depankarena aktiva tetap bersifat produktif.
Proksi ini mencerminkan bahwa pasar menilaireturn investasi dimasa depan akan lebih besardari return yang diharapkan pada equitasnya.Perusahaan yang berpotensi tumbuh akanmemiliki skor nilai pasar terhadap nilai bukuyang lebih tinggi.
Proksi ini menggambarkan perilaku pasarfinancial atas manajemen dan organisasiperusahaan bersangkutan. Perusahaan yangmemiliki rasio MVA/BVA yang tinggi akanmemiliki pertumbuhan aktiva yang besar.
Proksi P/E dapat mempresentasikan aliraranlaba masa depan.
Proksi ini menunjukkan adanya alirantambahan modal saham perusahaan, tambahanmodal saham dapat dimanfaatkan perusahaanuntuk tambahan investasi aktiva produktifnyasehingga potensi pertumbuhan perusahaan akanmeningkat.
0,545
0,887
0,389
0,905
0,522
Berdasarkan tabel 1 diatas, bahwa investment opportunity set atau pertumbuhan perusahaan
dapat diproksikan dengan beberapa rasio individual. Proksi-proksi tersebut tidak semuanya cocok
untuk menilai pertumbuhan perusahaan. Ada beberapa rasio individual yang menunjukkan indikator
Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA Vol. 4 No. 1. Desember 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 17
yang cocok untuk menilai pertumbuhan perusahan. Berdasarkan penelitian Subekti dan Kusuma
(2001) hanya ada lima proksi yang cocok dalam menilai pertumbuhan perusahaan.
Kebijakan Akuntansi (Kebijakan Pendanaan dan Deviden) dalam Hubungannya denganTeori Contracting
Contracting Theory menjelaskan bahwa tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan
nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham. Pihak
manajemen atau manajer perusahaan sering mempunyai tujuan lain yang bertentangan dengan
tujuan utama tersebut ( masing-masing pihak ingin merealisasikan kepentingannya). Hal ini akan
menimbulkan konflik dan membutuhkan pengawasan. Adanya mekanisme pengawasan ini akan
menimbulkan biaya yang disebut agency cost. Menurut Watts dan Zimmermen (1986) (dalam
Skinner 1993), ada dua hal yang menentukan pilihan kebijakan akuntansi, yaitu: (1) pentingnya
menentukan prosedur akuntansi dalam memecahkan agency problem (perspektif pilihan kebijakan
akuntansi dikenal dengan efficient contracting). (2) manajer akan memilih kebijakan yang penting
untuk meminimalkan agency cost yang diterapkan dalam kebijakan pendanaan dan prosedur
akuntansi (mempertimbangkan cost and benefit). Penerapan sejumlah kebijakan merupakan bagian
dari monitoring perusahaan.
Dalam perspektif efficiency contracting, secara khusus manajer akan memilih metode
akuntansi yang akan meminimalkan agency cost. Perusahaan yang memilih pada perspektif
efficiency contracting akan mencari solusi contract yang baik dalam implementasi satu set
kebijakan pendanaan dan prosedur akuntansi yang dapat diterima oleh pihak manajemen maupun
pemegang saham (Skinner, 1993). Sebaliknya pandangan manajemen yang opportunitism akan
mengasumsikan bahwa perbedaan dalam kebijakan akuntansi dan pendanaan muncul sebagai akibat
dari manajemen dalam merespon kontrak yang dapat mengoptimalkan kepentingannya.
Berdasarkan penelitian Smith dan Watts (1992) yang menguji efficiency contracting,
menemukan bukti bahwa pertumbuhan perusahaan akan mempengaruhi sejumlah kebijakan yang
dibuat oleh perusahaan (kebijakan pendanaan, kebijakan deviden dan kompensasi). Perusahaan
yang memiliki level IOS tinggi mempunyai debt to equity yang lebih rendah dalam struktur
modalnya, atau menunjukkan bahwa hubungan yang negative antara utang dan kesempatan untuk
tumbuh. Pendanaan perusahaan dengan modal sendiri cenderung mengurangi masalah-masalah
agensi yang berpotensial berasosiasi dengan ekstensi utang yang beresiko dalam struktur
modalnya.. Hasil penilaian Smith dan watts (1992) menunjukkan hubungan negatif antara
Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA Vol. 4 No. 1. Desember 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 18
equity/value dengan asset perusahaan yang didukung penelitian Gaver & Gaver (1993). Hasil
penelitian Prasetyo (2000), Fitrujanti dan Hartono (2002) konsisten dengan penelitian sebelumnya,
yaitu perusahaan bertumbuh memiliki kebijakan pendanaan melalui hutang dalam struktur
modalnya lebih rendah dibandingkan perusahaan tidak tumbuh..
Signaling theory menjelaskan asimetri informasi, yang menyebabkan perilaku manajemen
dalam menentukan kebijakan deviden yang dijadikan sinyal bagi prospek perusahaan yang akan
datamg. Deviden merupakan alat bagi shareholder untuk mendorong manajemen agar mendapatkan
modal dipasar kompetitif..Pembayaran deviden akan mempengaruhi retained earning yang ada
diperusahaan Hasil pengujian Smith dan Watts (1992) juga menunjukkan bahwa equity/value
berkorelasi negatif dengan kebijakan deviden. Hal ini disebabkan perusahaan yang lebih memiliki
pilihan pertumbuhan akan memilik debt/equity rendah, sehingga untuk membatasi diri terhadap new
issue market dan mengantisipasi kebutuhan dana ketika membutuhkan investasi baru, perusahaan
cenderung memiliki kebijakan dividen yang relative rendah.
Berdasarkan contracting hyphothesis, Smith &Watts (1992) mengidentifikasikan bahwa
kebijakan deviden dan kebijikan investasi dapat dihubungkan melalui arus kas perusahaan. Semakin
besar jumlah investasi dalam satu periode tertentu semakin besar dividen yang diberikan, karena
perusahaan bertumbuh diidentifikasi sebagai perusahaan yang free cash flownya rendah (Jansen
1986 dalam Smith dan Watts 1992). Hal ini sesuai dengan hipotesis pecking order (Myers, 1984)
bahwa perusahaan yang profitable memiliki dorongan membayar dividen yang relatif rendah dalam
rangka memiliki dana internal lebih banyak untuk membiayai proyek-proyek investasinya.
Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Smith dan Watts (1992), jika sinyal
meningkat karena adanya disparitas informasi besar, yaitu perusahaan yang memiliki pertumbuhan
kecil, maka perusahaan akan membayar deviden lebih tingi sebagai sinyal bahwa kondisi
perusahaan baik. Hasil penelitian Gaver & Gaver (1993) menujukkan bahwa dividend yield
signifikan memiliki hubungan negatif dengan IOS, namun koefisien dalam model dividend payout
ratio tidak signifikan. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Subekti dan Kusuma (2001)
menunjukkan adanya perbedaan kebijakan deviden antara perusahaan tumbuh dan tidak tumbuh.
Perusahaan yang mempunyai potensi pertumbuhan yang semakin tinggi akan mempunyai
kebutuhan dana yang semakin besar untuk keperluan investasinya. Sebagai solusinya perusahaan
menggunakan dana internal yang relatif lebih murah biaya modalnya (melalui deviden yang tidak
dibagikan), ini menunjukkan perusahaan tudak tergoda untuk membayar bagian yang lebih besar
Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA Vol. 4 No. 1. Desember 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 19
labanya kepada pihak luar. Hasil penelitiannya juga mengidentifikasikan bahwa perusahaan yang
tumbuh telah menganut teori contracting yang mengutamakan kebijakan perusahaan untuk
meningkatkan nilai perusahaan.
Kerangka Konseptual
Contracting theory mengidentifikasikan bahwa kebijakan deviden dan kebijikan investasi
dapat dihubungkan melalui arus kas perusahaan. Semakin besar jumlah investasi dalam satu periode
tertentu semakin besar dividen yang diberikan, karena perusahaan bertumbuh diidentifikasi sebagai
perusahaan yang free cash flownya rendah (Jansen 1986 dalam Smith dan Watts 1992). Dalam
perspektif efficiency contracting, secara khusus manajer akan memilih metode akuntansi yang akan
meminimalkan agency cost. Perusahaan yang memilih pada perspektif efficiency contracting akan
mencari solusi contract yang baik dalam implementasi satu set kebijakan pendanaan dan prosedur
akuntansi yang dapat diterima oleh pihak manajemen maupun pemegang saham (Skinner, 1993)
dalam Subekti dan Kusuma (2001). Sebaliknya pandangan manajemen yang opportunitism akan
mengasumsikan bahwa perbedaan dalam kebijakan deviden dan pendanaan muncul sebagai akibat
dari manajemen dalam merespon kontrak yang dapat mengoptimalkan kepentingannya. Berikut ini
merupakan kerangka konseptual investment opportunity set terhadap kebijakan pendanaan dan
deviden.
Gambar 1
Kerangka konseptual
Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA Vol. 4 No. 1. Desember 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 20
Sumber: Subekti dan Kusuma, 2001
Kesimpulan
Investment Opportunity Set (IOS) merupakan komponen nilai perusahaan dan hasil dari
pilihan-pilihan untuk membuat investasi yang akan datang. Pilihan pertumbuhan tidak dapat
diobservasi langsung, Oleh karena itu dibutuhkan proksi. berbagai rasio individual digunakan untuk
mengobservasi pertumbuhan perusahaan antara lain, expense to market value, earning per-share to
price, research and development to market value of asset, research and development to sale,
capital expenditure to book value of asset variance of return and beta. Menurut Sami dkk (1999)
menunjukkan bahwa variabel yang memiliki korelasi cukup tinggi terhadap factor utama IOS
adalah book to market value of asset, market value equity, PPE/BV, capital expenditure. DEPBVA,
CAPX Incure/BVA. Namun tidak rasio individual dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan
perusahaan, hal ini harus dilakukan pengujian, rasio mana saja yang merupakan proksi investment
opportunity set.
Ada beberapa teori yang menghubungkan pertumbuhan perusahaan (investment opportunity
set) dengan kebijakan deviden dan pendanaan. Contracting Theory menjelaskan bahwa tujuan
utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik
Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA Vol. 4 No. 1. Desember 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 21
atau pemegang saham. Dalam perspektif efficiency contracting, secara khusus manajer akan
memilih metode akuntansi yang akan meminimalkan agency cost. Perusahaan yang memilih pada
perspektif efficiency contracting akan mencari solusi contract yang baik dalam implementasi satu
set kebijakan pendanaan dan prosedur akuntansi yang dapat diterima oleh pihak manajemen
maupun pemegang saham.
Berdasarkan contracting hyphothesis mengidentifikasikan bahwa kebijakan deviden dan
kebijikan investasi dapat dihubungkan melalui arus kas perusahaan. Semakin besar jumlah investasi
dalam satu periode tertentu semakin besar dividen yang diberikan, karena perusahaan bertumbuh
diidentifikasi sebagai perusahaan yang free cash flownya rendah. Sedangkan perusahaan yang
memiliki level IOS tinggi mempunyai debt to equity yang lebih rendah dalam struktur modalnya,
atau menunjukkan bahwa hubungan yang negatif antara utang dan kesempatan untuk tumbuh.
Pendanaan perusahaan dengan modal sendiri cenderung mengurangi masalah-masalah agensi yang
berpotensial pada ekstensi utang yang beresiko dalam struktur modalnya.. sehingga perusahaan
bertumbuh memiliki kebijakan pendanaan melalui hutang dalam struktur modalnya lebih rendah
dibandingkan perusahaan tidak tumbuh. Secara umum dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang
tumbuh telah menganut teori contracting yang mengutamakan kebijakan perusahaan untuk
meningkatkan nilai perusahaan.
Daftar Pustaka
Baker, George, P. 1993, “Growth, Corporate Policies and Investment Opportunity Set”,JournalAccounting and Economics,16.161-165.
Cahan, Steven F., dan Hossain M,1996, “The Investment Opportunity Set and Disclosure Policy:Some Malaysian Evidence,”Asia Fasific Journal of Management Vol.13, No.1 65-85
Gaver, Jennifer J., dan Kennth M. Gaver,1993, “Additional Evidience on the Association theInvesment Opportunity Set and Corporate Financing, Devidend. Compensation Polities,“Journal of Accounting Economics 16, 125-160.
Fitrijanti, Tettet, dan Jogianto H.,2002 “Analisis Korelasi Pokok IOS dengan RealisasiPertumbuhan, Kebijakan Deviden dan Pendanaan, “Jurnal Riset Akuntansi IndonesiaVol.5,1, Hal.35-63.
Hartono, Jogianto,1999, Teori Fortofolio dan Analisis Investasi”, Yogyakarta:BPFE.
Jensen C. Michael,1986, “Agency Cost of Free Cash Flow.Corporate Finance and Takeovers”.American Economic Review.Vol.76.323-329.
Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA Vol. 4 No. 1. Desember 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 22
Kallapur, Sanjay, dan Mark A. Trombley, 1999 “The Assotiation Between Investment OpportunitySet Proxies and Realized Growth” , Journal of Bussines and Accounting, 505-519.
Myers,S.,1997, “Determinat of Corporate Borrowing”,Journal of Financing Economics No.5,147-175.
Nugroho dan Hartono J, 2002,” Confirmatory Factor Analysis Gabungan Proksi InvestmentOpportunity Set dan Hubungannya terhadap Realisasi Pertumbuhan”, Makalah symposiumNasional akuntansi.
Pasetyo, A.,2001, “Asosiasi antara Investment Opportunity Set (IOS) dengan Kebijakan Pendanaan,Kebijakan Deviden, Kebijakan Kompensasi, Beta dan Perbedaan Reaksi Pasar,” MakalahSimposium Nasional Akuntansi.
Sami, H.,1999, “Assotiation between the Investment Opportunity Set snd Corporating Financing,Devidend, Leasing and Compensation Policy: Some evidience from and Emirging Market,“Working Paper,(Temple University, Philadelphia).
Skinner, Dauglas j.,1993, “The Investment Opportunity Set and Accounting Prosedure Choice”,Journal of Accounting Economic 16,407-445.
Smith Jr., Clifford W., dan Ross L. Watts 1992, “The Investment Opportunity Set andCompensation Policies”, Journal of Financial Economics 32,263-292.
Subekti, Imam, dan Kusuma, I 2001., “Asosiasi antara Set Kesempatan Investasi dengan KebijakanPendanaan dan dividen perusahaan, serta Implikasinya pada perubahan harga Saham”,Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol .4.44-63.