pilar pendidikan menurut unesco
DESCRIPTION
Pilar Pendidikan Menurut UnescoTRANSCRIPT
EMPAT PILAR PENDIDIKAN MENURUT UNESCO
Di susun oleh:Yusron Amin / PBI
NIM : 0012083210
A. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah gerbang pintu utama menuju kualitas hidup suatu bangsa. Dalam
rangka meningkatkan kualitas suatu bangsa, harus dilakukan dengan melakukan peningkatan
mutu pendidikan. Kualitas pendidikan menjadi sangat penting karena hanya manusia yang
berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang dapat bergumul
dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat kompetensinya adalah manusia yang
berkualitas. Manusia yang demikian yang diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain
turut bepartisipasi dalam percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki.
Mencermati pemikiran tersebut diatas maka Persarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui
salah satu sayap lembaga pendidikannya UNESCO (United Nations, Educational, Scientific
and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan, yakni: (1) Learning to
know, (2) Learning to do, (3) Learning to live together, dan (4) Learning to be.
B. MAKNA EMPAT PILAR PENDIDIKAN MENURUT UNESCO
1. Learning to Know (belajar untuk menguasai, belajar untuk mengerti)
Dimaksudkan dalam hal ini bahwa yang disebut belajar tidak hanya memperoleh
pengetahuan tapi juga menguasai, memahami tentang teknik memperoleh
pengetahuan tersebut. Pilar pertama ini berpotensi besar untuk mencetak generasi
anak bangsa agar memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi.
Secara implisit, learning to know bermakna belajar sepanjang hayat (Life long
education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses
pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik didalam maupun diluar
sekolah. Sehubungan dengan asas pendidikan seumur hidup berlangsung seumur
hidup, maka peranan subjek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri
sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia itu sendiri.
Dengan pengertian bahwa belajar tidak mengenal batas usia, waktu dan lokasi
maka setiap pribadi yang dalam hal ini sebagai subjek pendidikan, diharapkan
memiliki kesadaran yang lebih dari cukup, bahwa:
1. Proses pendidikan dilaksanakan sejak dalam kandungan atau saat masih
dalam gendongan hingga mati.
2. Tidak ada lagi pengertian terlambat untuk belajar atau seseorang
dipersoalkan karena terlalu dini untuk belajar.
3. Belajar artinya masuk sekolah dengan asumsi harus di dalam suatu komplek
yang diri dari gedung-gedung atau ruangan belajar, tetapi belajar bisa juga
dilakukan di alam terbuka tidak harus dipengaruhi persyaratan dalam
ruangan atau gedung tertentu..
Selanjutnya dalam proses pendidikan kehadiran guru menjadi orang yang
memiliki peranan identik dengan pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab
membentuk karakter generasi bangsa. Di tangan gurulah tunas-tunas bangsa ini
terbentuk sikap dan moralitasnya, sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk
anak negeri ini di masa yang akan datang.
Kualitas guru akan menadi faktor sangat dominan terhadap keberhasilan proses
pendidikan, artinya profesionalitas dan kompetensi pribadi guru akan sangat
berpengaruh dalam upaya meraih keberhasilan pendidikan di kemudian hari.
Konsep learning to know ini mengisyaratkan makna bahwa pendidik dalam hal ini
seorang guru harus mampu berperan sebagai berikut:
a. Guru sebagai sumber belajar
Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran.
Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran
dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagi sumber belajar bagi anak
didiknya.
b. Guru sebagai Fasilitator
Guru berperan memberikan pelayanan yang memudahkan siswa dalam
kegiatan proses pembelajaran.
c. Guru sebagai pengelola atau manajer
Guru harus mampu berperan menciptakan iklim blajar yang memungkinkan
siswa dapat belajar secara nyaman, bahkan menyenangkan.
Ada beberapa prinsip belajar yang harus diperhatikan oleh setiap guru dalam
pengelolaan pembelajaran, yaitu:
a. Sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri.
b. Setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing.
c. Siswa akan belajar lebih banyak, apabila setiap selesai melaksanakan
tahapan kegiatan diberikan reinforcement.
d. Penguasaan secara penuh.
e. Siswa yang diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk
belajar.
d. Guru sebagai demonstrator
Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat
membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
e. Guru sebagai pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap
perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan sebagai
pembimbing.
f. Guru sebagai mediator
Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media pendidikan
juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media dengan
baik.
g. Guru sebagai Evaluator
Dimaksudkan dalam hal ini adalah guru sebagai penilai hasil pembelajaran
siswa. Dengan penilaian tersebut, guru dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta
ketepatan/keefektifan metode mengajar serta strategi pembelajaran untuk
langkah-langkah selanjutnya.
2. Learning to do (belajar untuk menerapkan, belajar untuk berbuat)
Pendidikan membekali manusia tidak sebatas agar ia mengetahui sesuatu, tetapi
juga bagaimana ia menjadi terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu yang bermakna
bagi kehidupan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah kemampuan kerja anak bangsa
untuk mendukung dan memasuki ekonomi industry. Dalam masyarakat industri
seperti sekarang ini, pengembangan dan penguasaan keterampilan motorik seperti
tindakan “controlling, monitoring, designing, organizing” menjadi kebutuhan tang
tidak bisa dihindarkan. Dengan demikian berarti peserta didik mesti diajarkan untuk
melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada penguasaan
ketrampilan yang mekanitis melainkan juga terampil dalam berkomunikasi,
bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar
kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam
bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya
untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar
“Learning to do” dapat direalisasikan secara proporsional. Menyinggung masalah
bakat, secara umum bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah
kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Meskipun bakat dan minat anak dipengaruhi oleh faktor keturunan namun
tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud terbagi menjadi dua yaitu:
1) Lingkungan sosial
Yang termasuk dalam lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga
juga teman-teman sepermainan di sekitar siswa tersebut. Dari lingkungan
sosial ini, diakui bahwa kegiatan belajar peserta didik banyak dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan keluarganya sendiri.
2) Lingkungan nonsosial
Cakupan lingkungan nonsosial meiputi gedung sekolah dan lokasinya, tata
ruang dan nuansanya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-
alat belajar, dan keadaan cuaca keadaan penunjang transportasi peserta didik,
yang semua itu ikut berperan menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
Tegasnya bahwa “learning to do” menginspirasikan agar hendaknya sekolah juga
berperan aktif menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu itu sangat diperlukan
sehingga peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Tujuannya adalah agar mereka terbiasa bertanggung jawab dan makin terampil
sehingga pada akhirnya terlatih dan nyata-nyata memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah.
3. Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama)
Pengaruh kehidupan dunia dengan sebutan era globalisasi yang ditandai dengan
kemajuan dunia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta tatanan
ekonominya ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang selalu mewarnai
sejarah kehidupannya. Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai konflik makin
merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik antar agama. Apapun
penyebabnya, semua konflik itu latar belakangnya selalu berkisar pada
ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan.
Mencermati hal yang demikian maka pendidikan dituntut untuk tidak hanya
membekali generasi muda menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta
memecahkan masalah, melainkan juga kemampuan untuk hidup bersama dengan
orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, dan pengertian.
Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan
kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut
terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar
yang penting untuk ditananamkan pada peserta didik agar nantinya tumbuh menjadi
generasi anak manusia yang mampu mengembangkan jiwa perdamaian.
4. Learning to be (belajar untuk menjadi)
Tiga pilar pertama ditujukan bagi lahirnya pesertra didik sebagai generasi muda
yang diharapkan nantinya akan mampu mencari informasi dan menemukan ilmu
pengetahuan, mampu melaksanakan tugas dan terampil dalam memecahkan masalah,
mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan. Selanjutnya
dengan tiga pilar pendidikan tersebut bila berhasil dengan sendirinya akan
menimbulkan rasa percaya diri pada masing-masing peserta didik.
Pilar yang terakhir adalah konsep “learning to be”. Konsep pilar pendidikan ini
perlu dihayati oleh para praktisi pendidikan dengan sasaran agar peserta didik
memiliki rasa percaya diri yang tinggi, sensitif terhadap kemajuan diri dan
lingkungannya. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam
masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses
menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses
pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan
norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil,
belajar untuk senantiasa bisa menembatkan diri secara proporsional pada lingkungan
dimana ia berada, sesungguhnya merupakan proses pencapain aktualisasi diri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan menurut Djamal (2007:101)
yaitu:
1) Motivasi
Yaitu kondisi fisiologi dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang
mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan/
kebutuhan
2) Sikap
Yaitu kesiapan mental atau emosional dalam berbagai jenis tindakan pada
situasi yang tepat.
3) Minat
Yaitu kegairahan yang tinggi atas diri peserta didik untuk melakukan sesuatu
yang tumbuh dari dalam dirinya.
4) Kebiasaan belajar
Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar seorang peserta
didik mempunyai korelasi positif dengan kebiasaan belajarnya atau study
habit. Kebiasan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar
secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat
otomatis.
5) Konsep diri
Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang
menyangkut perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh
terhadap orang lain.
Ringkasnya dapat difahami bahwa pada hakekatnya makna pilar ke empat ini adalah
muara akhir dari tiga pilar pendidikan yang sidah dijabarkan sebelumnya. Dengan
pilar ini , peserta didik diharapkan akan memiliki potensi menjadi generasi baru yang
berkepribadian mantap dan mandiri (Aezacan, 2011).
C. KESIMPULAN
1. Pada prinsipnya empat pilar pendidikan yang digariskan oleh UNESCO adalah
fondasi dasar yang positif menuju tegakkan system pendidikan anak bangsa yang
berkualitas. Sasarannya tentu bukan hanya bagaimana negeri ini (Indonesia) menjadi
semakin maju tetapi juga masyarakat di seluruh dunia diharapkan semakin
berperadapan mulia.
2. Mencermati empat pilar pendidikan yang digariskan oleh UNESCO di atas berarti
pemahaan tentang mendidik yang selalu diasumsikan bagaimana gurunya, perangkat
pendidikannya, peserta didiknya serta hasil pendidikannya perlu dipertegas lagi sejak
dini harus ada kejelasan visi dan misi pendidikan sekaligus mengingatkan bagi para
pelaku pendidikan untuk menyadari bahwa semua unsur penunjang pendidikan
merupakan satu kesatuan yang saling berkait.
3. Dalam takaran konsep diatas kertas empat pilar pendidikan yang ditawarkan oleh
UNESCO memang bagus, akan tetapi aplikasi di lapangan harus diakui kalau masih
banyak kendala terutama mengenai pemahaman arti pentingnya pendidikan, seperti
keterbatasan sumberdaya manusia (SDM), fasilitas pendukungnya, perbedaan kultur
dan pola berfikir masyarakat atau daerah, pengaruh pemahaman ideologi masing-
masing individu, bahkan kultur politik yang berkembang di lingkungan masyarakat.
4. Apapun alasan dan kendalanya, persoalan pendidikan adalah persoalan bersama bagi
umat manusia yang secara langsung dan berkelanjutan menyangkut dinamika hidup
manusia. Kendala bukanlah alasan untuk akhirnya pasrah tanpa dilakukan usaha-
usaha penyelesaian, kesulitan bukanlah identik dengan kunci mati yang menjadikan
dunia pendidikan tidak boleh maju, tetapi bagaimana kendala bisa dijadikan aset
untuk mau belajar dan mengukur diri atas kemampuan yang dimiliki sedangkan
kesulitan bisa dijadikan acuan pembelajaran bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan
yang harus dijabarkan.
5. Melalui pintu gerbang pendidikan di negeri ini, masing-masing anak negeri, terlebih
bagi siapapun yang peduli terhadap kemajuan bangsa, peduli terhadap dunia
pendidikan, berkewajiban untuk introspeksi diri dan menyusun langkah-langkah
proporsional strategis agar keadaan bangsa Indonesia ini semakin hari seakin baik.
6. Persoalan pendidikan adalah tanggungjawab bagi setiap individu. Senantiasa
dibutuhnya pemikiran-pemikiran yang cerdas, strategis dan tepat sasaran. Melalui
empat pilar pendidikan yang ditawarkan oleh UNESCO diharapkan masyarakat dunia
akan memperoleh pencerahan dengan tata kehidupan yang lebih berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Djamal. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Atika Aziz (2010) “4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO” (online) tersedia:
Http://Atikatikaaziz.Blogspot.com.2010/09/4-pilar-pendidikan-menurut-unesco.html?m=1
(12 Maret 2012)
Aezacan (2011) “4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO” (online) tersedia:
http://aezacan.wordpress.com (15 Maret 2012)