pikiran rakyat -...

2
Pikiran Rakyat ~~~~ Oleh DEDE MARIANA B IROKRASI sejatinya disusun untuk hadirnya pemerintahan yang efektif, yakni pemerintahan yang bermanfaat dan maslahat bagi publik. Pemerintahan yang efektifbercirikan, setiap kepu- tusannya merupakan jawaban dan solusi atas kebutuhan pu- blik,kehadirannya tidak menja- di beban bagi publik, clan mampu mengakselerasi inisia- tif dan kreativitas publik. Publik di dalam konteks ini adalah warga negara dan nonwarga negara di mana suatu pernerin- tahan tersebut beroperasi. Hampir semua hasil diagno- sis terhadap penyakit birokrasi di Indonesia menunjuk kepada hal yang sama: Sudah terlalu lama birokrasi mengalami sa- kit. Segala daya clan upaya di- lakukan untuk mengetahui je- nis penyakitnya. Sernua lemba- ga yang berkepentingan, ka- langan akadernisi, dan pihak lain yang memiliki concern ter- hadap pemulihan kondisi biro- krasi di Indonesia, bahu mem- bahu meracik formula untuk dijadikan resep. Resep ini pen- ting karena kenyataan menun- jukkan, keberadaan birokrasi pemerintah sering kali dipan- clang secara dikotomis, selain dibutuhkan untuk melaksa- nakan urusan pemerintahan sehari-hari, birokrasi juga se- ring kali dianggap sebagai sis- tern yang menyebabkanjalan- nya pemerintahan clanlayanan publik tersendat dan bertele- tele. Di era politik desentralisasi dan otonorni daerah, ada in- dikasi korupsi juga ikut terde- sentralisasikan ke daerah-dae- rah otonom. Akhirnya, otonomi daerah yang diharapkan dapat memberikan pelayanan publik yang baik, efisien, dan cepat malah menimbulkan biaya tinggi clanmernbebani publik. Oleh karena itu, konsep dan praktik otonomi daerah di In- donesia yang selama satu dekade berjalan harus ditinjau kembali implementasinya. Sebagai gambaran buruknya pengelolaan birokrasi di In- donesia, pada semester I Janu- ari-Juni 2010, misalnya, kasus korupsi terbanyak di Sumatra Utara dengan 26 kasus, lalu Jawa Barat (16 kasus), Jawa Tengah (14), Lampung (10), dan Kalimantan Timur (7). Se- mentara itu, pada semester 11 Juli-Desember 2010, Sumatra Utara 38 kasus, Bengkulu (23), Jawa Timur (20), Riau (20), dan Sulawesi Selatan (20). Melihat kasus-kasus korupsi tersebut, rnenjadi suatu tuntut- an agar reforrnasi birokrasi di daerah harus dirancang, dija- lankan, clan ditingkatkan, ter- utama karena angka korupsi di daerah masih sangat tinggi. Di dalam situasi demikian, mestinya orientasi birokrasi pu- blik dikembalikan kepada reI yang sebenarnya, yakni kepen- tingan publik sebagai patron, bukan kepada kepentingan lainnya, umpamanya kepada kepentingan partai-partai poli- tik ataupun figur politisi yang tetpiJ!h seb~ai pejabat politik, baik itu presiden/wakil presi- den, menteri, maupun kepala daerah/wakil kepala daerah. Namun, kenyataannya rne- mang birokrasi publik sangat rentan terhadap intervensi ke- pentingan partai-partai politik dan pejabat politik serta ke- pentingan bisnis di ~ektor pri- vat yang bersenyawa atau bersimbiosis mutualistis antara kepentingan politik clanbisnis swasta. Di dalam konteks ini birokrasi menjadi sapi perahan atau. kuda tunggangan ke- pentmgan politik dan bisnis swasta. Oleh karena itu, diper- lukan berbagai peraturan pe- run.dang:un~an yang rnem- berikanjaminan agar birokrasi publik tak mudah diintervensi oleh kekuatan-kekuatan politik clankekuatan bisnis. Ada kesepakatan umum sis- tern birokrasi harus direfo~i ~elalui otonomi daerah yang tidak semu, yang instrumennya ialah Unclang-Unclang (DU) Nomor 22 Tahun 1999 juncto UU No. 32/2004 tentang Pe- merintahan Daerah dan UU No. 25/1999 juncto UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta berbagai peraturan pelaksana- annya. Oleh karena itu, penye- suaian ulang perlu dilakukan di segala bidang, terrnasuk juga bagaimana pemerintah pusat rnempertimbangkan pengali- han kekuasaan dan sumber dana atau pun bagi basil pen- dapatan negara ke pemerintah daerah secara bertahap. TatarSunda Tatar Sunda menunjuk ru- ang wilayah dengan dorninasi budaya Sunda dan orang Sun- da sebagai pengusung budaya Sunda. Oleh karena itu, politik birokrasi di Tatar Sunda mern- bahas ihwal pengelolaan biro- krasi di wilayah Tatar Sunda, yakni Jawa Barat dan Banten. Dalam konteks birokrasi dan otonomi daerah, Legge (1961) menganalisis latar belakang otonomi daerah. Pertama, ke- butuhan mernproyeksikan· identitas etnis daerahnya seba- gai rnanifestasi dari akar ke- merdekaan Indonesia 1945, sekaligus juga awal jalan aktu- alisasi kedaerahan. Kedua, ada- nya kecerrtasan akan "imperial- isme Jawa". Penelitian Leggedi beberapa daerah menunjukkan • adanya keluhan sejurnlah de- parternen di pernerintahan pu- sat bahkan juga di daerah di- Kliplng Humas Onpad 2011

Upload: doanhuong

Post on 03-May-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pikiran Rakyat~~~~

Oleh DEDE MARIANA

BIROKRASI sejatinyadisusun untuk hadirnyapemerintahan yang

efektif, yakni pemerintahanyang bermanfaat dan maslahatbagi publik. Pemerintahan yangefektifbercirikan, setiap kepu-tusannya merupakan jawabandan solusi atas kebutuhan pu-blik, kehadirannya tidak menja-di beban bagi publik, clanmampu mengakselerasi inisia-tif dan kreativitas publik. Publikdi dalam konteks ini adalahwarga negara dan nonwarganegara di mana suatu pernerin-tahan tersebut beroperasi.Hampir semua hasil diagno-

sis terhadap penyakit birokrasidi Indonesia menunjuk kepadahal yang sama: Sudah terlalulama birokrasi mengalami sa-kit. Segala daya clan upaya di-lakukan untuk mengetahui je-nis penyakitnya. Sernua lemba-ga yang berkepentingan, ka-langan akadernisi, dan pihaklain yang memiliki concern ter-hadap pemulihan kondisi biro-krasi di Indonesia, bahu mem-bahu meracik formula untukdijadikan resep. Resep ini pen-ting karena kenyataan menun-jukkan, keberadaan birokrasipemerintah sering kali dipan-clang secara dikotomis, selaindibutuhkan untuk melaksa-nakan urusan pemerintahansehari-hari, birokrasi juga se-ring kali dianggap sebagai sis-tern yang menyebabkanjalan-nya pemerintahan clan layananpublik tersendat dan bertele-tele. Di era politik desentralisasidan otonorni daerah, ada in-dikasi korupsi juga ikut terde-sentralisasikan ke daerah-dae-rah otonom. Akhirnya, otonomidaerah yang diharapkan dapatmemberikan pelayanan publikyang baik, efisien, dan cepatmalah menimbulkan biayatinggi clanmernbebani publik.Oleh karena itu, konsep danpraktik otonomi daerah di In-donesia yang selama satudekade berjalan harus ditinjaukembali implementasinya.

Sebagai gambaran buruknyapengelolaan birokrasi di In-donesia, pada semester I Janu-ari-Juni 2010, misalnya, kasuskorupsi terbanyak di SumatraUtara dengan 26 kasus, laluJawa Barat (16 kasus), JawaTengah (14), Lampung (10),dan Kalimantan Timur (7). Se-mentara itu, pada semester 11Juli-Desember 2010, SumatraUtara 38 kasus, Bengkulu (23),Jawa Timur (20), Riau (20),dan Sulawesi Selatan (20).Melihat kasus-kasus korupsitersebut, rnenjadi suatu tuntut-an agar reforrnasi birokrasi didaerah harus dirancang, dija-lankan, clan ditingkatkan, ter-utama karena angka korupsi didaerah masih sangat tinggi.Di dalam situasi demikian,

mestinya orientasi birokrasi pu-blik dikembalikan kepada reIyang sebenarnya, yakni kepen-tingan publik sebagai patron,bukan kepada kepentinganlainnya, umpamanya kepadakepentingan partai-partai poli-tik ataupun figur politisi yang

tetpiJ!h seb~ai pejabat politik,baik itu presiden/wakil presi-den, menteri, maupun kepaladaerah/wakil kepala daerah.Namun, kenyataannya rne-mang birokrasi publik sangatrentan terhadap intervensi ke-pentingan partai-partai politikdan pejabat politik serta ke-pentingan bisnis di ~ektor pri-vat yang bersenyawa ataubersimbiosis mutualistis antarakepentingan politik clan bisnisswasta. Di dalam konteks inibirokrasi menjadi sapi perahanatau. kuda tunggangan ke-pentmgan politik dan bisnisswasta. Oleh karena itu, diper-lukan berbagai peraturan pe-run.dang:un~an yang rnem-berikanjaminan agar birokrasipublik tak mudah diintervensioleh kekuatan-kekuatan politikclan kekuatan bisnis.Ada kesepakatan umum sis-

tern birokrasi harus direfo~i~elalui otonomi daerah yangtidak semu, yang instrumennya

ialah Unclang-Unclang (DU)Nomor 22 Tahun 1999 junctoUU No. 32/2004 tentang Pe-merintahan Daerah dan UUNo. 25/1999 juncto UU No.33/2004 tentang PerimbanganKeuangan antara Pemerintahdan Pemerintah Daerah, sertaberbagai peraturan pelaksana-annya. Oleh karena itu, penye-suaian ulang perlu dilakukan disegala bidang, terrnasuk jugabagaimana pemerintah pusatrnempertimbangkan pengali-han kekuasaan dan sumberdana atau pun bagi basil pen-dapatan negara ke pemerintahdaerah secara bertahap.

TatarSundaTatar Sunda menunjuk ru-

ang wilayah dengan dorninasibudaya Sunda dan orang Sun-da sebagai pengusung budayaSunda. Oleh karena itu, politikbirokrasi di Tatar Sunda mern-bahas ihwal pengelolaan biro-krasi di wilayah Tatar Sunda,yakni Jawa Barat dan Banten.Dalam konteks birokrasi danotonomi daerah, Legge (1961)menganalisis latar belakangotonomi daerah. Pertama, ke-butuhan mernproyeksikan·identitas etnis daerahnya seba-gai rnanifestasi dari akar ke-merdekaan Indonesia 1945,sekaligus juga awal jalan aktu-alisasi kedaerahan. Kedua, ada-nya kecerrtasan akan "imperial-isme Jawa". Penelitian Leggedibeberapa daerah menunjukkan

• adanya keluhan sejurnlah de-parternen di pernerintahan pu-sat bahkan juga di daerah di-

Kliplng Humas Onpad 2011

dominasi pejabat -pejabat Jawa.Unsur ketiga bersifat lebih ra-sional, di beberapa daerahpengekspor, seperti Sumatra,Kalimantan, dan Sulawesi (jugaIrian) memberi sumbangan ke-pada ekonomi Indonesia yangtidak seimbang dengan man-faat yang diperoleh oleh daerahmereka. Unsur-unsur inilah,menurut Legge, yang menjadidasar kokoh guna lahirnya"daerahisme" atau desentral-isasi penyurutan kekuatan pe-merintah pusat (sentral) didaerah.Dalam kaitan seperti itulah,

tidak terlalu salah jika selamaini ada anggapan orang Sundasebagai etnik kedua terbesar diIndonesia setelah etnik Jawaseharusnya mendapat peluangbesar untuk menjadi pemimpinpolitik di tingkat nasional bah-kan ada yang beranggapan "ha-rus" menjadi presiden ataumenteri. Terhadap anggapantersebut bisa benar bisa tidak.Benar, bila memang kedudu-kannya menjadi pemimpin po-litik diasumsikan terkait hanyadengan besarnyajumlah pemi-lih dan preferensi etnik meru-pakan faktor tunggal. Tidak be-nar karena kepemimpinan poli-tik meskipun sifatnya terbukasejalan dengan prinsip-prinsipdemokrasi, pemilihan pemim-pin politik sangatlah kompleks,preferensi etnik dan entitashanyalah satu faktor.Dalam buku Trust: the So-

cial Virtues and the Creation ofProsperity (1995), FrancisFukuyama membagi dua ben-tuk masyarakat: pertama, ma-syarakat dengan tingkat keper-cayaan tinggi dan, kedua, ma-syarakat yang bertingkat keper-cayaan rendah. Menurut dia,tingkat kepercayaan masya-rakat dapat dibangun melaluisocial capital.Pertanyaannya, apakah biro-

krasi di Tatar Sunda sudah da-pat mendekatkan diri dengankonsep birokrasi ideal versiyang dimodelkan oleh MaxWeber, misalnya. Prinsip idealbirokrasi Max Weber dimak-sudkan untuk menghilangkantumpang tindih tugas pokokdan fungsi. Oleh karena itu,syarat menduduki (mernang-ku) jabatan harus menguasaibidang tugas dan berkeahlian.Transformasi birokrasi itu ha-rus disertai pula dengan bi-dang-bidang kebijakan yangtepat, mempertinggi kemam-puan birokrasi.Bagaimana gambaran pela-

yanan birokrasi di Jawa Barat?Menurut survei Komisi Pem-berantasan Korupsi 2009, Ka-bupaten Kuningan, KabupatenGarut, dan Kota Bekasi masukdalam daftar kabupaten/kotadengan fasilitas pelayanan pub-lik paling buruk. KPK mem-berikan skor integritas pela- "yanan publik terendah kepadalima belas pemerintah kabupa-tenfkota.Sementara gambaran pela-

yanan di skala nasional, seba-gaimana temuan Tim PenilaiKinerja Pelayanan Publik, me-nyatakan hasil survei 2011 ter-hadap 183 negara, Indonesiamenempati urutan ke-129 da-

lam hal pelayanan publik. Darihasil survei yang dilakukanoleh bagian dari World Bank,untuk mendapatkan kemudah-an berusaha di Indonesia ma-sih memprihatinkan. Dalamhal pelayanan, Indonesia ma-sih kalah dengan India, Viet-nam' bahkan Malaysia yang su-dah menempati urutan 61 danThailand berada di urutan 70.Dengan demikian, berdasar-

kan data tersebut, birokrasi diwilayah Tatar Sunda belumdikelola secara baik. Bahkan diwilayah Banten ada kecen-:derungan praktik pemerinta-han bayangan (shadow go-vernment) di dalam men-jalankan tata kelola pemerin-tahan provinsi maupun di be-berapa Kabupaten/Kota, yangdiindikasikan oleh kuatnya ke-kerabatan para pemimpin pe-merintahan maupun anggotalegiaslatiflokal di wilayah Ban-ten. Tentu saja gejala kemung-kinan teIjadinya praktik pe-merintahan bayangan menarikuntuk didalami. Karena secarateoritik, praktik tersebut dapatberdampak hadirnya pemerin-tahan yang efektif, tetapi dalamjangka panjang akan me-matikan partisipasi publik.

Birokrasi &kekuasaanBerbicara soal politik biro-

krasi dan Tatar Sunda padasatu sudut pandang tertentuadalah berbicara soal kekuasa-an, atau paling tidak faktor ke-kuasaan menjadi inheren didalanmya. Oleh karena itu,penting untuk diingat ulangketika David Hell bertanya,"Apakah kekuasaan itu?" Padasatu tingkat, menurut Hell,konsep kekuasaan sangat se-derhana, yaitu menunjuk kepa-da kemampuan agen-agen so-sial, perwakilan-perwakilan,dan institusi-institusi untukmempertahankan dan men-transformasikan lingkunganmereka, sosial atau fisik kekua-saan berkenaan dengan sum-ber-sumber yang menekankankemampuan dan kekuatan-ke-kuatan yang membentuk sertamemengaruhi pelaksanaannya.Sedangkan RH Tawney da-

lam buku The Sickness of anAcquisitive SocietY menulis,kekuasaan merupakan kehen-dak yang kuat untuk melihatbenda-benda dan orang-orangbergerak melaksanakan ke-inginan kita; atau suatu ke-mampuan seseorang atau seke-lompok orang untuk mengubahtingkah laku orang dan untukmencegah tingkah lakunya sen-diri diubah orang-orang lainmenurut cara yang tidak di-ingininya.Jadi, dalam perspektif Hell

dan Tawney, apakah orangSunda sudah memiliki kemam-puan mentransformasikan ni-lai-nilai budayanya sehinggamenjadi diperhitungkan ditingkat nasional? Bagi saya, ja-ngan terlalu menyalahkan ataumencari kambing hitam di luar"sana". Apabila ada sebagianorang Sunda merasa dimar-gina1kanoleh Jakarta atau olehkekuatan etnis lain, pertanya-annya adalah mengapa mau di-marginalkan? Toh sistem danprinsip demokrasi bahkan sis-~~~~----

tern seleksi alam sudah jelas,siapa yang memiliki kompeten-si, kapasitas, kapabilitas, sertamemiliki integritas yangmumpuni, siapa pun dia, akantampil menjadi pilihan, menja-di bagian yang akan dibu-tuhkan di tingkat mana pun,termasuk di tingkat nasional,melalui sistem politik yangberbasis kepada konstitusi.Model sistem politik yang

paling sederhana akan mengu-raikan masukan (input) ke da-lam sistem politik, yang meng-ubah melalui proses politikmenjadi keluaran (output).Dalam model ini masukan i-asanya dikaitkan dengan du-,kungan maupun tuntutan yangharus diolah oleh sistem politiklewat berbagai keputusan danpelayanan publik. Oleh karenaitu, berbagai praktik tata kelolabirokrasi pemerintahan yangbaik di wilayah Tatar Sundasebenarnya akan menjadi salahsatu input yang akan menjadipreferensi bagi para pemilih didalam menentukan jabatan-ja-batan politik. Pun demikian,bagi penggunajabatan-jabatanbirokrasi praktik-praktik pe-•.merintahan yang b'illk jl{tdare-vel kabupaten kota-dan pro .si di Tatar Sunda, .akan pulamenjadi preferensi di dalammenentukan pemilihan ja-batan-jabatan birokrasi sebagaipreferensi. Oleh karena itu, halyang mendesak adalah bagai-mana publik mampu men-dorong agar pejabat politik danbirokrasi di wilayah Tatar Sun-da mampu memulai dan men-jalankan pengelolaan biro.krasiberdasar prinsip-prinsip goodgovernance dan nilai-nilai lokalyang positif, yakni yang anti-KKNdan dapat meningkatkanpelayanan publik yang baik ser-ta manipu mendorong inisiatif,kreativitas, dan produktivitas.***

Penulis, Guru Besar IlmuPemerintahan Unpad, disam-paikan dalam Konferensi In-ternasional Kebudayaan Sun-da (KIBS) II diBandung, 19-21Desember 2011.