pie roni
DESCRIPTION
uangTRANSCRIPT
1. Perspektif Teoritis Uang Versi Klasik dan Modern
Teori KlasikBeberapa tokoh ekonomi klasik seperti Adam Smith (1723-1790), Thomas Robert Malthus
(1766-1834), Jean Baptiste Say (1767-1832), David Ricardo (1772-1823), Johan Heinrich
von Thunen (1780-1850), Nassau William Senior (1790-1864), Friedrich von Herman, John
Stuart Mill (1806-1873) dan John Elliot Cairnes (1824-1875) memperoleh kehormatan dari
Karl Marx (1818-1883) atas keklasikan dalam mengetengahkan persoalan ekonomi yang
dinilai tidak kunjung lapuk. Berbeda dengan kaum Merkantilis dan Physiokrat, kaum klasik
memusatkan analisis ekonominya pada teori harga. Kaum klasik mencoba menyelesaikan
persoalan ekonomi dengan jalan penelitian faktor permintaan dan penawaran yang
menentukan harga.
John Maynard Keynes (1883-1946) berpendapat bahwa pandangan klasik yang memusatkan
perhatian analisa ekonominya pada teori harga, maka perlu dipahami arah penggunaan alat
produksi dengan sempurna. Dalam hubungan ini maka pengertian klasik diperluas kepada
para ahli ekonomi yang tidak menganggap tidak mungkin adanya suatu pengangguran yang
tidak dikehendaki (involuntary unemployment).
Salah satu hasil pemikiran kaum klasik yang sangat mempengaruhi dunia dalam era
globalisasi adalah pemikiran mengenai perdagangan internasional. Pemikiran kaum klasik
menentang pemikiran kaum merkantilis yang hanya mementingkan masuknya logam mulia
dan berorientasi ekspor dengan meminimumkan impor barang dari luar negeri.
Kaum merkantilis meletakan tekanan pada perdagangan luar negeri. Kaum physiokrat
memandang pertanian sebagai sumber segala kemakmuran. Adam Smith (1723-1790) sebagai
tokoh aliran klasik menyatakan pendapatnya dalam bukunya yang berjudul ”Inquiry into the
Nature and Causes of the Wealth of Nations” yaitu: ”Pekerjaan yang dilakukan suatu bangsa
adalah modal yang membiayai keperluan hidup rakyat itu pada asal mulanya, dan dengan
hasil-hasil pekerjaan tersebut dapat dibeli keperluan-keperluan hidupnya dari luar negeri.”
Kapasitas produktif daripada kerja selalu bertambah dikarenakan adanya pembagian kerja
yang makin mendasar dan rapi.
Adam Smith (1723-1790) menjelaskan keuntungan adanya pembagian kerja dengan
memberikan contoh sebuah pabrik jarum. Di dalam pabrik jarum tersebut seorang buruh
secara pasti dapat membuat 20 buah jarum sehari. Dari hasil kunjungan Smith atas suatu
pabrik jarum yang telah melakukan pembagian pekerjaan, ternyata 10 orang buruh dapat
membuat 48.000 buah jarum, dengan pembagian pekerjaan yaitu ada yang khusus menarik
kawat, ada yang khusus memotongnya dan ada yang khusus meruncingkan jarumnya, serta
lainnya. Dari keadaan tersebut dapat dikemukakan bahwa pembagiaan pekerjaan yang
dilaksanakan itu dapat mempertinggi hasil produksi setiap buruh dari 20 buah menjadi 4800
buah jarum atau meningkatkan sebanyak 240 kali lipat.
Pembagian pekerjaan sering dibedakan menjadi dua pengertian, yang pertama adalah
membagi pekerjaan menjadi sederhana sehingga semua buruh dengan tingkat keahlian
tertentu dapat melakukan pekerjaan. Pengertian yang kedua adalah pembagian pekerjaan
bersusun yang membagi pekerjaan suatu kegiatan produksi menjadi beberapa bagian. Di
dalam perkembangannya, konsep pembagian pekerjaan terus berkembang dan terarah kepada
kegiatan pekerjaan yang terspesialisasikan, dan di dalam kegiatan produksi yang lebih
modern terjadi pembagian pekerjaan sistem ban berjalan (”conveyor system”). Produksi
masal mobil oleh Ford sendiri juga terinspirasi dari konsep pembagian pekerjaan, sehingga
ongkos produksi semakin murah. Dengan ongkos produksi yang lebih efisien, harga yang
ditawarkan dapat lebih kompetitif dengan produk lain. Saat ini konsep pembagian pekerjaan
telah digunakan secara luas di hampir seluruh sektor industri. Keuntungan pembagian
pekerjaan adalah:
1. Setiap orang dapat melakukan pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya.
2. Dapat meningkatkan pengetahuan di dalam pekerjaan tersebut sehingga lebih mantap.
3. Orang yang bersangkutan mengerjakan pekerjaan yang sama secara berkelanjutan
sehingga dapat menghindarkan kehilangan waktu, ini berarti semakin efisien.
Pemikiran mengenai nilai oleh kaum klasik masih relevan dengan perkembangan dunia saat
ini. Sebagai contohnya di Indonesia yang memiliki masalah dalam penentuan harga jual
beberapa BUMN yang dianggap terlalu murah.
Pandangan Adam Smith (1723-1790) atas konsep nilai dibedakan menjadi 2 yaitu nilai
pemakaian dan nilai penukaran. Hal ini menimbulkan paradok nilai, yaitu barang yang
mempunyai nilai pemakaian (nilai guna_ yang sangat tinggi, misalnya air dan udara, tetapi
mempunyai nilai penukaran yang sangat rendah. Malahan boleh dikatakan tidak mempunyai
nilai penukaran. Sedangkan di sisi lain barang yang nilai gunanya sedikit tetapi dapat
memiliki nilai penukaran yang tinggi, seperti berlian. Hal ini baru diselesaikan oleh ajaran
nilai subyektif.
David Ricardo (1772-1823) seorang tokoh aliran klasik menyatakan bahwa nilai penukaran
ada jikalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat
ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu
barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang. Selanjutnya David
Ricardo (1772-1823) juga membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat dan atau
diperbanyak sesuai dengan kemauan orang, di lain pihak ada barang yang sifatnya terbatas
ataupun barang monopoli (misalnya lukisan dari pelukis ternama, barang kuno, hasil buah
anggur yang hanya tumbuh di lereng gunung tertentu dan sebagainya). Dalam hal ini untuk
barang yang sifatnya terbatas tersebut nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan
kerelaan membayar dari para calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang dapat ditambah
produksinya sesuai dengan keinginan maka nilai penukarannya berdasarkan atas pengorbanan
yang diperlukan. David Ricardo (1772-1823) mengemukakan bahwa berbagai kesulitan yang
timbul dari ajaran nilai kerja:
1. Perlu diperhatikan adanya kualitas kerja, ada kualitas kerja terdidik dan tidak terdidik,
kualitas kerja keahlian dan lain sebagainya. Aliran yang klasik dalam hal ini tidak
memperhitungkan jam kerja yang dipergunakan untuk pembuatan barang, tetapi jumlah
jam kerja yang biasa dan semestinya diperlukan untuk memproduksi barang. Dari situ
maka Carey kemudian mengganti ajaran nilai kerja dengan ”teori biaya reproduksi.”
2. Kesulitan yang terdapat dalam nilai kerja itu bahwa selain kerja masih banyak lagi jasa
produktif yang ikut membantu pembuatan barang itu, harus dihindarkan. Selanjutnya
David Ricardo (1772-1823) menyatakan bahwa perbandingan antara kerja dan modal yang
dipergunakan dalam produksi boleh dikarakan tetap besarnya dan hanya sedikit sekali
perubahan.
Atas dasar nilai kerja, dibedakan di samping ”harga alami” (natural price) ada pula ”harga
pasaran” (market price). Menurut aliran klasik (Adam Smith) ”harga alami” akan terjadi
bilamana masing-masing warga masyarakat memperoleh kebebasan pilihannya untuk
membuat sesuatu produk tertentu yang menurutnya lebih menguntungkan dan
menukarkannya bilamana dinilai baik olehnya. Hal ini sejalan dengan pandangan kaum
physiokrat. Istilah ”harga alami” (natural price) yang dikemukakan Smith adalah sama
dengan istilah Cantillon ”valeur intrinsique” (nilai intrinsik), Turgot ”valeur fondamental”
(harga pokok), Say ”prix reel” (harga real), Ricardo ”primery/natural/necessary price” (harga
pokok) dan Cairnes ”normal price” (harga normal).
”Harga pasaran” dapat berbeda dengan ”harga alami” di mana akan menyesuaikan dengan
keadaan penawaran dan permintaan atas barang yang bersangkutan. Demikian pula atas dasar
pertimbangan tertentu, adanya peraturan pemerintah yang dapat menghalangi penyesuaian
harga alami dengan harga pasaran. Tetapi bagaimanapun, harga alami akan menjadi acuan
(pedoman) atas penetapan harga pasaran.
Sebelum Adam Smith menulis bukunya The Wealth of Nations (1776), Adam Smith telah
menulis filsafat ilmu ekonominya pada tahun 1759 yang berjudul ”The Moral Sentiments.”
Seperti halnya kaum physiokrat, Adam Smith beranggapan bahwa kepentingan masyarakat
dan perorangan secara alami mempunyai persesuaian di mana persesuaian ini diciptakan oleh
”invisible hands.” Sedangkan dalam buku The Wealth of Nations, Adam Smith menulis
antara lain bahwa “the nature and causes of the wealth of nations is what is properly called
political economy” dan cukup menjelaskan apa yang harus menjadi tujuan ekonomi.
Setelah Adam Smith menjelaskan tentang pembagian pekerjaan, pertukaran barang, dan uang
sebagai alat untuk memajukan pertukaran barang, selanjutnya memberikan analisis gejala
nilai dan harga. Ada tiga komponen harga yaitu upah, sewa tanah dan laba. Kerja itu adalah
sebab dan ukuran harga. Adam Smith membedakan antara kerja yang produktif dan kerja
yang tidak produktif. Kerja produktif adalah kerja yang menghasilkan barang secara fisik
nyata dan kerja yang tidak produktif adalah kerja yang tidak menghasilkan barang secara
fisik nyata. Pentingnya menyimpan dinilai sebagai kewajiban dan sekaligus sebagai
kebajikan untuk memperbanyak roti yang menjadi pokok keagamaan. Dalam hubungan ini
Paul Leautaud mendefinisikan pengertian menyimpan “l’economie c’est l’art de ne pas
vivre.” Pendapat Adam Smith mengenai sewa tanah adalah salah satu faktor yang
menetapkan harga. Selanjutnya juga dikemukakan bahwa sewa tanah adalah akibat dan bukan
sebab daripada tingginya harga hasil pertanian. Adam Smith tidak mengadakan perbedaan
antara bunga modal dan untung pengusaha. Sedangkan Jean Baptiste Say (1767-1832)
membagi ”profit de l’entrepreneur de l’industrie” (laba pengusaha): Upah mereka
menyerahkan kekayaan untuk keperluan industri (jadi kaum kapitalis), penggatian ”service
capitaux.” Upah bagi pemilik tanah untuk ”service foncier.”
Penggantian untuk ”service industrial” yang diperoleh oleh pemimpin proses produksi. David
Ricardo (1772-1823) menyatakan bahwa pembagian pendapatan masyarakat merupakan soal
terpenting daripada soal ilmu ekonomi. Jikalau kaum physiokrat menerangkan tentang sewa
tanah ada dikarenakan kapasitas produktif daripada tanah, sedangkan menurut Ricardo (1772-
1823) sewa tanah timbul karena keterbatasan (kekurangan) tanah. Teori sewa tanah Ricardo
(1772-1823) dikenal dengan ”Teori Sewa Tanah Diferensial” teori ini menyatakan bahwa
pada tahap awal orang akan menggunakan tanah yang subur, dan karena keterbatasannya
maka selanjutnya akan menggunakan tanah yang kurang subur. Masing-masing memiliki
sewa tanah yang berbeda-beda. Sewa tanah adalah ganti rugi yang harus dibayar kepada
pemilik tanah untuk pemakaian ”Original and indestructible powers of the soil.” Sedangkan
Johan Heinrich von Thunen (1780-1850) menyatakan perbedaan tinggi rendahnya sewa tanah
akibat perbedaan letak terhadap pasar penjualannya. Semakin dekat letak tanah dengan pasar
produk yang dihasilkan maka akan menekan/mengurangi biaya angkut produknya ke pasar.
Akibatnya sewa tanah tersebut relatif lebih tinggi daripada tanah yang letaknya lebih jauh
dari pasar.
Mengenai kemiskinan, David Ricardo (1772-1823) dan Thomas Robert Malthus (1766-1834)
mengemukakan bahwa kemiskinan penduduk adalah disebabkan ”kesalahan sendiri” karena
tidak membentuk keluarga kecil. Hal ini dianggap sebagai perlawanan dari undang-undang
orang miskin (poor law) yang saat itu berlaku di Inggris. Menurut Ricardo (1772-1823)
undang-undang tersebit tidak akan memperbaiki kemiskinan, sebaliknya hanya mengurangi
kemakmuran si miskin dan si kaya keduanya. Pendapat ini terutama timbul dari teori ”dana
upah” yang sebelumnya telah diketengahkan oleh Cantillon, Turgot dan Smith. Menurut teori
ini permintaan tenaga kerja akan tergantung daripada dana upah yang terakumulasi, daripada
”funds which are destined for the payment of wages” yang dihematkan, dan tiap jumlah uang
yang dibayarkan kepada yang satu, dengan sendirinya dikurangi daripada yang lain. Itulah
sebabnya bahwa bantuan kepada orang miskin adalah merugikan dana upah, jadi juga upah-
upah kerja lainnya. Menurut Nasau William Senior besarnya upah rata-rata, tergantung
daripada perbandingan antara jumlah yang disediakan para pengusaha bagi pembayaran upah,
dan jumlah pekerja, pendapat serupa ini terdapat pula pada Stuart Mill. Namun teori dana
upah ini adalah suatu pengulangan kata yang tak berarti; tidak ada yang dikemukakan selain
daripada hal, bahwa upah rata-rata sama dengan dana upah, dibagi dengan jumlah pekerja
dan sebaliknya dana upah itu harus dapat diketahui dari hasil kali upah rata-rata dengan
jumlah orang upahan. Jika Ricardo (1772-1823) mengatakan bahwa dalam hal pertanian,
pertambangan dan produksi industri, barang-barang dipertukarkan dalam bandingan jumlah
kerja, yang dipergunakan untuk pembuatannya dalam keadaan marginal, maka profit
sekarang dapat dipandangnya sebagai ganjaran, biarpun ia tidak banyak menaruh perhatian
terhadap residu ini. Rangkuman prognosa Ricardo (1772-1823) tentang pembagian
penghasilan masyarakat dapat dirumuskan ”rent naik, profit turun, sedangkan upah tetap.”
Tentang profit yang menurun sehingga merupakan suatu tendensi penurunan, disambut oleh
Marx (1818-1883) dengan pernyataannya yang dianggap sebagai bukti untuk menerangkan
keruntuhan kapitalisme. Sedangkan menurut Keynes sebaliknya menggunakannya untuk
menunjukkan perlunya politik konjungtur (bussiness cycle) tertentu. Sedangkan bagi Ricardo
(1772-1823) cukup dijelaskan bahwa pengusaha-pengusaha yang pertama atau lebih awal di
dalam merealisasikan pendapat barunya (invention) akan memperoleh premi kedahuluan,
sedangkan pengusaha yang belakangan akan memperoleh bagian yang relatif kecil. Hal mana
sejalan dengan teori keuntungan pengusaha yang dinamis yang diketengahkan oleh Joseph
Schumpeter.
Atas dasar pemikiran kaum klasik mengenai profit yang menurun, negara barat berlomba-
lomba untuk ”menjual” penemuan dan rela untuk membiayai penelitian. Bagi Indonesia
sendiri, penelitian dianggap sebagai suatu biaya yang akan terbuang percuma, sehingga
Indonesia terus ketinggalan karena tidak pernah memperoleh premi kedahuluan dan hanya
memperoleh bagian yang kecil atas produksi produk teknologi lama.
Perdagangan sudah menjadi isu penting sejak jaman para filusuf yang mempermasalahkan
apakah perdagangan itu secara moral diterima atau tidak. Kaum merkantilis mengangkat citra
perdagangan walaupun masih sebatas memperbanyak logam mulia masuk ke dalam suatu
negara (berorientasi ekspor). Kaum klasik mencoba menjelaskan keuntungan dari kerjasama
perdagangan internasional. Adam Smith memulai mengajukan teori keuntungan absolut
(absolute advantage), sedangkan David Ricardo memperbaikinya dengan mengajukan teori
keuntungan komparatif (comparative advantage). Berbeda dengan pendapat Smith yang
mengajukan perdagangan akan menguntungkan apabila suatu negara memperdagangkan
barang yang secara mutlak menguntungkannya. Ricardo berpendapat bahwa suatu negara
akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan karena masing masing pihak
mengambil relative efficient tenaga kerjanya masing-masing.
Teori perdagangan internasional diketengahkan oleh David Ricardo (1772-1823) yang mulai
dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internasional hanya berlaku antara dua negara
yang diantara mereka tidak ada tembok pabean, serta kedua negara tersebut hanya beredar
uang emas. Ricardo (1772-1823) memanfaatkan hukum pemasaran bersama-sama dengan
teori kuantitas uang untuk mengembangkan teori perdagangan internasional. Walaupun suatu
negara memiliki keunggulan aboslut, akan tetapi apabila dilakukan perdagangan tetap akan
menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan.
Teori perdagangan telah mengubah dunia menuju globalisasi dengan lebih cepat. Kalau
dahulu negara yang memiliki keunggulan absolut enggan untuk melakukan perdagangan,
berkat ”law of comparative costs” dari Ricardo (1772-1823), Inggris mulai kembali membuka
perdagangannya dengan negara lain.
Pemikiran kaum klasik telah mendorong diadakannya perjanjian perdagangan bebas antara
beberapa negara. Teori comparative advantage telah berkembang menjadidynamic
comparative advantage yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat diciptakan.
Oleh karena itu penguasaan teknologi dan kerja keras menjadi faktor keberhasilan suatu
negara. Bagi negara yang menguasai teknologi akan semakin diuntungkan dengan adanya
perdagangan bebas ini, sedangkan negara yang hanya mengandalkan kepada kekayaan alam
akan kalah dalam persaingan internasional. Globalisasi merupakan hal yang tidak
terhindarkan lagi. Mau tidak mau, Indonesia harus siap menghadapinya. Kebijakan
pemerintah yang salah akan membuat Indonesia semakin terpuruk. Untuk itu penguasaan
teknologi dan pengembangan sumber daya manusia harus diperhatikan.
Teori modernPerdagangan antar negara maju pesat sejak pertengahan abad 19 sampai dengan permulaan
abad 20. Keamanan serta kedamaian dunia ( sebelum perang dunia I ) memberikan saham
yang besar bagi perkembangan perdagangan internasional yang pesat. Teori klasik
nampaknya mampu memberikan dasar serta penjelasan bagi kelangsungan jalannya
perdagangan dunia. Hal itu terlihat dari usaha masing-masing negara yang ikut didalamnya
untuk melakukan spesialisasi dalam produksi, serta berusaha mengekspor barang-barang
yang paling sesuai / menguntungkan bagi mereka. Negara-negara / daerah- daerah tropik
berusaha untuk menspesialisasikan diri mereka dalam produksi serta ekspor barang-barang
yang berasal dari pertanian, perkebunan, dan pertambangan, sedangkan Negara-negara /
daerah-daerah sedang, yang relatif kaya akan modal, berusaha untuk menspesialisasikan diri
mereka dalam produksi serta ekspor barang-barang industri. Heckscher-Ohlin
mengemukakan konsepsinya yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Bahwa perdagangan internasional / antar negara tidaklah banyak berbeda dan hanya
merupakan kelanjutan saja dari perdagangan antar daerah. Perbedaan pokoknya terletak
pada masalah jarak. Atas dasar inilah maka Ohlin melepaskan anggapan ( yang berasal
dari teori klasik ) bahwa dalam perdagangan internasional ongkos transport dapat
diabaikan.
b. Bahwa barang-barang yang diperdagangkan antar negara tidaklah didasarkan atas
keuntungan alamiah atau keuntungan yang diperkembangkan ( natural and acquired
advantages dari Adam Smith ) akan tetapi atas dasar proporsi serta intensitas faktor- faktor
produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang itu.
Masing-masing negara memiliki faktor-faktor produksi neo-klasik (tanah, tenaga kerja,
modal) dalam perbandingan yang berbeda-beda, sedang untuk menghasilkan sesuatu barang
tertentu diperlukan kombinasi faktor-faktor produksi yang tertentu pula. Namun demikian
tidaklah berarti bahwa kombinasi faktor-faktor produksi itu adalah tetap. Jadi untuk
menghasilkan sesuatu macam barang tertentu fungsi produksinya dimanapun juga sama,
namun proporsi masing-masing faktor produksi dapatlah berlainan (karena adanya
kemungkinan penggantian / subtitusi faktor yang satu dengan faktor yang lainnya dalam
batas-batas tertentu). Jadi teori Heckscher-Ohlin dalam batas-batas definisinya menyatakan
bahwa : a. Sesuatu negara akan menghasilkan barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif banyak ( dalam arti bahwa harga relatif faktor produksi itu murah ),
sehingga harga barang-barang itu relatif murah karena ongkos produksinya relatif murah.
Karena itu Indonesia yang memiliki relatif banyak tenaga kerja sedang modal relatif sedikit
sebaiknya menghasilkan dan mengekspor barang-barang yang relatif padat karya. b. Dengan
mengutamakan produksi dan ekspornya pada barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif banyak, maka harga faktor produksi yang relatif banyak akan naik.
Dalam hal ini “relatif banyak”menunjuk kepada jumlah phisiknya, bukan harga relatifnya.
Karena harga relatif kedua macam barang itu sebelum perdagangan berjalan adalah berlainan,
maka negara yang memiliki faktor produksi tenaga kerja relatif banyak akan cenderung untuk
menaikan produksi barang yang padat karya dan mengurangi produksi barangnya yang padat
modal. Negara itu akan mengekspor barangya yang padat karya dan mengimpor barang yang
padat modal. Dengan demikian perdagangan internasional akan mendorong naik harga faktor
produksi yang relatif sedikit. Sebagai akibatnya untuk negara yang memiliki faktor produksi
modal relatif banyak, upah akan turun sedang harga modal – tingkat bunga – akan naik. Jadi
perdagangan internasional cenderung untuk mendorong harga faktor produksi yang sama,
antar negara menjadi sama pula (equalization of factor price).
Perdagangan internasional terjadi karena masing-masing pihak yang terlibat didalamnya
merasa memperoleh manfaat dari adanya perdagangan tersebut. Dengan demikian
perdagangan tidak lain adalah kelanjutan atau bentuk yang lebih maju dari pertukaran yang
didasarkan atas kesukarelaan masing-masing pihak yang terlibat. Tentu saja pengertian
“kesukarelaan” dalam perdagangan internasional harus diberi tanda petik, karena realitasnya
kesukarelaan ini sebenarnya tidak selalu terjadi, namun paksaan yang mendorong terjadinya
perdagangan internasional tersebut tidaklah selalu terlihat jelas. Salah satu bentuk paksaan ini
misalnya, terlihat pada perdagangan yang timbul sebagai akibat bantuan luar negeri yang
mengikat (Tied aid). Apabila negara A menerima bantuan dari negara B tetapi dengan
ketentuan bahwa bantuan (kredit) itu harus dibelanjakan di negara B, maka perdagangan yang
timbul antara A dan B sebagai akibat pemberian bantuan itu jelas tidak sepenuhnya
didasarkan atas kesukarelaan kedua belah pihak. Paksaan yang lebih halus lagi terlihat pada
bentuk-bentuk perdagangan internasional yang merupakan ikutan dari perkembangan
industrialisasi dalam negara-negara yangsedang berkembang yang dikuasai oleh perusahaan-
perusahaan raksasa yang mempunyai cabang di berbagai negara dan berinduk di negara maju
(perusahaan-perusahaan multinasional).
Harga barang yang sama dapat berlainan di negara yang berlainan karena hargadicerminkan
oleh ongkos produksi (apabila permintaan dianggap sama), sehinggaperbedaan harga timbul
karena perbedaan ongkos produksi. Menurut Ricardo & Mill, Ongkos produksi ditentukan
oleh banyaknya jam kerja yang dicurahkan untuk membuat barang itu. Jadi apabila untuk
membuat barang yang sama diperlukan banyak jam yang berlainan bagi negar yang berlainan
tersebut, maka ongkos produksinya juga akan berlainan. Perbedaan dalam banyak jam kerja
menurut teori Ricardian (klasik) disebabkan karena perbedaan dalam teknik produksi (atau
tingkat teknologi), perbedaan dalam ketrampilan kerja (produktivitas tenaga kerja),
perbedaan dalam penggunaan faktor produksi atau kombinasi antar mereka. Dengan kata lain
ongkos produksi untuk membuat barang yang sama berlainan karena fungsi produksinya lain.
Menurut Heckscher – Ohlin, ongkos produksi ditentukan oleh penggunaan faktor produksi
atau sumber daya. Jadi apabila faktor produksi itu digunakan dalam proporsi dan intensitas
yang berlainan, walaupun tingkat teknologi dan produktivitas tenaga kerja sama,
ongkos produksi untuk membuat barang yang sama di negara yang berlainan juga akan
lain. Perbedaan dalam penggunaan proporsi dan intensitas faktor produksi yang
disebabkan karena perbedaan dalam hadiah alam (factor endowment) yang diterima oleh
masing- masing negara. Dengan kata lain ongkos produksi untuk membuat barang yang
sama berlainan karena perbedaan hadiah alam, bukan karena fungsi produksinya lain.
Salah satu kesimpulan utama teori H-O adalah bahwa perdagangan internasionalcenderung
untuk menyamakan tidak hanya harga barang-barang yang diperdagangkan saja, tetapi juga
harga faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang tersebut.
Kesimpulan ini sebenarnya merupakan akibat dari konsepsi mereka mengenai hubungan
antara spesialisasi dengan proporsi faktor-faktor poduksi yang digunakan. Dalam hal-hal
khusus, bahkan tidak mungkin untuk mengenali apakah barang-barang itu barang-barang
padat karya ataukah barang-barang padat modal dipandang dari dunia seabagai satu
keseluruhan. Negara yang memiliki tenaga kerja relatif banyak mungkin saja mempunyai
keuntungan komparatif dalam barang-barang yang padat modal dan sebaliknya. Karena
akibat adanya perdagangan internasional adalah naiknya harga relatif barang-barang yang
dihasilkan dengan menggunakan prinsip keuntungan komparatif itu dan dengan demikian
juga faktor produksi yang digunakanya secara intensif, maka akibat pada harga relatif faktor-
faktor produksinya mungkin berupaperubahan yang menuju ke arah yang sama tetapi dapat
juga berlawanan, lagi pula dalam keseimbangan, kedua negara dapat terus menghasilkan
kedua macam barang itu walaupun harga faktor-faktor produksinya berlainan di kedua negara
tersebut.
Pada tahun 1920-an para ahli ekonomi mulai mempertimbangkan fakta bahwakebanyakan
industri memperoleh keuntungan dari skala ekonomi (economies of scale)yaitu dengan
semakin besarnya pabrik dan meningkatnya keluaran, biaya produksi per unit menurun. Ini
terjadi karena peralatan yang lebih besar dan lebih efisien dapat digunakan, sehingga
perusahaan dapat memperoleh potongan harga atas pembelian-pembelian mereka dengan
volume yang lebih besar dan biaya-biaya tetap seperti biaya penelitian dan pengembangan
sertaoverhead administratif dapat dialokasikan pada kuantitas keluaran yang lebih besar.
Biaya-biaya produksi juga menurun karena kurva belajar (learning curve). Begitu perusahaan
memproduksi produk lebih banyak, mereka mempelajari cara-cara untuk meningkatkan
efisiensi produksi, yang menyebabkan biaya poduksi berkurang dengan suatu jumlah yang
dapat diperkirakan. Skala ekonomi dan kurva pengalaman (experience curve) mempengaruhi
perdagangan internasional karena memungkinkan industri-industri suatu negara menjadi
produsen biaya rendah tanpa memiliki faktor-faktor produksi yang berlimpah. Perdagangan
internasional timbulutamanya karena perbedaan-perbedaan harga relatif diantara negara.
Perbedaan-perbedaan ini berasal dari perbedaan dalam biaya produksi, yang diakibatkan
oleh :
1. Perbedaan-perbedaan dalam perolehan atas faktor produksi.
2. Perbedaan-perbedaan dalam tingkat teknologi yang menentukan intensitas faktor yang
digunakan.
3. Perbedaan-perbedaan dalam efisiensi pemanfaatan faktor-faktor.
4. Kurs valuta asing. Meskipun demikian perbedaan selera dan variabel pemintaan dapat
membalikkan arah perdagangan.
Teori perdagangan internasional jelas menunjukan bahwa bangsa-bangsa akan memperoleh
suatu tingkat kehidupan yang lebih tinggi dengan melakukan spesialisasi dalam barang-
barang dimana mereka memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor barang-barang yang
mempunyai kerugian secara komparatif. Pada umumnya hambatan-hambatan perdagangan
yang memberhentikan mengalirnya barang-barang dengan bebas akan membahayakan
kesejahteraan suatu bangsa.
2. Pengertian UangUang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat
diterima saecara umum. Alat tukar itu berupa benda apa saja yang dapat diterima oleh setiap
orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa.
Sedangkan uang dalam ilmu ekonomi modern, didefinisikan beberapa ahli sebagai berikut:
1. AC Pigou; dalam bukunya The Veil of Money, yang dimaksud uang adalah alat tukar.
2. DH Robertson; dalam bukunya Money, ia mengatakan bahwa uang adalah sesuatu yang
bisa diterima dalam pembayaran untuk mendapatkan barang-barang.
3. RG Thomas; dalam bukunya Our Modern Banking, menjelaskan uang adalah sesuatu yang
tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-
barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang.
3. Perkembangan Bentuk Uang dalam Sejarah Manusia
Kata "money(=uang)" diyakini berasal dari sebuah kuil pemujaan Hera. Bagi bangsa Romawi
kuno Hera adalah dewi yang sering dikaitkan dengan uang.
Berikut ini adalah tahap-taha dalam perkembangan uang dalam sejarah perekonomian
manusia.
A.Tahap Sebelum Barter
Pada tahap ini masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha
memenuhi kebutuhannya dengan usaha sendiri. Apa yang diperolehnya itulah
yangdimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya
B. Tahap Barter
Diperkirakan metode barter sudah digunakan sejak 100 ribu tahun yang lalu. Walaupun
demikian tidak ada catatan yang menunjukkan bahwa transaksi ekonomi pada masa itu benar-
benar tergantung pada metode barter.
Metode barter muncul saat manusia sudah mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, dan
memiliki surplus produksi. Kelebihan produksi inilah yang memungkinakan mereka untuk
bisa menukarnya dengan barang lain yang mereka butuhkan. Bisa jadi metode ini muncul di
zaman perundagian dimana manusia mulai melakukan pembagian tugas.
Namun pada prakteknya, metode ini memiliki banyak kekurangan sehingga sulit diterapkan.
Kesulitan-kesulitan yang dirasakan antara lain sebagai berikut :
o Kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga
mau menukarkan barang yang dimilikinya.
o Kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan
nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya.
C. Tahap Uang-Komoditas
Manusia tidak langsung menemukan uang sebagai alat tukar. Sebelum benar-benar memasuki
‘zaman uang’ dan meninggalkan ‘zaman barter’, manusia menggunakan barang sebagai alat
tukar. Barang tertentu yang digunakan sebagai alat tukar ini dikenal sebagai uang-komoditas
(commodity money). Perbedaan mendasar antara ‘barter barang-dengan-barang’ dengan
‘uang-komoditas’ adalah adanya kesepakatan penggunaan (generally accepted) suatu
barang/komoditas tertentu sebagai alat tukar. Jenis uang-komoditas yang disepakati biasanya
sangat dipengaruhi persepsi suatu bangsa terhadap nilai barang tersebut. Dengan demikian
uang-komoditas bisa berbeda di tiap wilayah dan bisa berubah seiring waktu. Barang yang
dijadikan uang-komoditas, biasanya merupakan barang yang tinggi nilainya, sulit diperoleh,
memiliki nilai mistik/magis atau berupa barang kebutuhan dasar yang digunakan sehari-hari.
Banyak jenis komoditas yang pernah digunakan sebagai uang-komoditas diantaranya: emas,
perak, tembaga, kulit kerang, barley, manik-manik, beras, garam, merica, batu-batu besar,
ikat pinggang hias, alkohol, rokok, ganja, gula-gula, dll.
Walaupun uang-komoditas sudah mampu memecahkan beberapa kekurangan sistem barter,
namun ia masih memiliki beberapa kekurangan. Beberapa kekurangan tersebut diantaranya:
o Perbedaan komoditas yang disepakati sebagai alat tukar dalam suatu wilayah
o Beberapa jenis uang-komoditas, masih ada yang tidak tahan lama, mudah hancur/rusak
atau menurun nilainya.
o Beberapa jenis uang-komoditas masih sulit menyatakan pecahan-pecahan kecil
o Dalam jumlah besar, uang-komoditas masih membutuhkankanstorage
o Dalam jumlah besar, uang-komoditas menimbulkan masalah transportasi
D. Tahap Uang Logam
Uang-komoditas berupa emas, perak dan logam lainnya, dapat memenuhi syarat uang yang
baik. Mereka memiliki nilai yang tinggi, namun bisa dipecah menjadi lebih kecil tanpa
mengurangi nilainya. Uang logam cenderung tahan lama, bisa disimpan pada storage yang
lebih kecil, mudah dibawa-bawa dan hampir bisa diterima sebagai alat tukar di wilayah
manapun. Pada masa ini setiap orang berhak menempa, melebur, menjual, memakai dan
menyimpannya. Tidak ada ketentuan tertentu untuk mengatur uang. Hal ini tidak
menimbulkan masalah karena nilai tukar uang dinilai dari nilai instrinsiknya, yaitu nilai
sebenarnya dari kadar dan volume dari uang logam tersebut (full boddied money).
Beberapa peneliti meyakini bahwa uang diciptakan pertama kali di negeri Cina lebih kurang
2700 SM pada masa Huang (Kaisar Kuning). Namun informasi lain menyatakan
bahwa "Uang logam" pertama kali diproduksi oleh Cina pada abad 500 SM. Meskipun secara
teknis tidak berbentuk koin, bentuk uang logam tersebut terbuat dari bahan logam, seperti
perunggu. Di Di awal penggunaanya "Koin" ini tidak memiliki standar tertentu dan tidak
memiliki jaminan dari otoritas manapun. Hingga akhirnya Raja Croesus Lydian
mengeluarkan koin berupa perak murni dan emas yang berlaku sebagai alat tukar (560-546
SM). Uang yang dibuatnya itu memiliki otoritas negara dan jaminan raja. Croesus melarang
penggunaan uang lainnya di wilayah Lydian, selain koin tersebut. Croesus pulalah yang
pertama kali menetapkan standar perbandingan nilai koin perak terhadap koin emas. Inisiatif
Croesus inilah yang membawa manusia memasuki ‘zaman uang’ modern.
E. Tahap Uang Kertas
Manusia memang makhluk yang tidak pernah puas dan tidak pernah berhenti mempermudah
hidupnya. Seiring berjalannya waktu, manusia menyadari bahwa uang logam memiliki
beberapa kekurangan. Walau tidak se-parah uang-komoditas, uang logam juga sulit di bawa-
bawa dalam jumlah besar. Di saat ekonomi semakin berkembang, kebutuhan emas, perak dan
logam berharga lainnya sebagai alat tukar semakin besar, sedangkan bahan baku yang
tersedia semakin terbatas.
Uang logam bisa menimbulkan masalah saat manusia melakukan transaksi ekonomi dengan
nilai yang cukup besar. Mereka perlu membawa uang logam yang cukup banyak ke tempat
transaksi. Membawa benda berharga dalam jumlah besar tidak mungkin dilakukan tanpa
‘terlihat’. Selain beresiko, membawa uang logam dalam jumlah yang cukup banyak
membutuhkan biaya yang cukup besar.
Agar uang logam itu tidak ‘memberatkan’ pemiliknya, mereka kemudian membuat secarik
kertas yang menyatakan bukti kepemilikan emas dan perak. Emas dan perak yang mereka
miliki masih disimpan di pandai emas/bank. Surat tersebut dapat ditukarkan dengan uang
logam sewaktu-waktu mereka membutuhkannya. Maka, untuk melakukan transaksi, mereka
tidak perlu lagi membawa uang logam yang banyak dan berat.
Kertas bukti kepemilikan emas atau perak itu kemudian berevolusi menjadi uang kertas
seperti yang kita kenal sekarang. Penggunaan uang dengan bahan kertas, tidak lepas dari
penemuan kertas di Cina. Bahkan para ilmuwan percaya bahwa bangsa Cina adalah bangsa
yang menggunakan uang kertas pertama di dunia. Bangsa Cina telah memakai uang kertas
sejak abad pertama masehi, yaitu pada Dinasti T’ang (Song) berkuasa.
F. Tahap Uang di Masa Modern
Seiring dengan kemajuan zaman, negara mulai mengatur pembuatan uang logam dan uang
kertas. Uang menjadi simbol dan atribut bagi suatu negara. Negara memiliki kewajiban
menjaga peredaran uang di negaranya dan jumlahnya harus dikaitkan dengan jumlah
cadangan emas yang mereka miliki.
Tahun 1976, ketergantungan pencetakan uang kertas tidak lagi dihubungkan dengan
cadangan emas, tapi dibiarkan menuruti mekanisme pasar. Setiap mata uang di dunia terjun
ke pasar secara bebas, hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran sesuai
dengan hukum ekonomi. Jumlah uang beredar dari suatu negara merupakan jumlah mata
uang yang beredar ditambah jumlah total cek dan tabungan di bank-bank komersial di negara
tersebut. Dalam perekonomian modern, relatif sedikit dari jumlah uang beredar dalam mata
uang fisik.
Pada perkembangan sebelumnya, terlihat bahwa manusia sudah menggunakan uang fiat
dalam kegiatan ekonominya. Masyarakat sudah mengenal institusi bank untuk menyimpan
logam-berharga atau uang-komoditas mereka. Namun seiring berjalannya teknologi,
khususnya teknologi informasi, bank tidak hanya menyimpan komoditas berharga saja,
namun juga menyimpan uang.
a. Uang Bank Komersial
Uang bank komersial atau giro adalah klaim terhadap lembaga keuangan yang dapat
digunakan untuk pembelian barang dan jasa. Sebuah rekening giro adalah rekening dari mana
dana dapat ditarik setiap saat melalui cek atau penarikan tunai tanpa memberikan bank atau
lembaga keuangan pemberitahuan sebelumnya. Bank memiliki kewajiban hukum untuk
mengembalikan dana yang disimpan di giro segera setelah permintaan (uang fiat).
b. Uang Elektronik
Saat ini transaksi semakin mudah dilakukan. Manusia tidak perlu membawa uang tunai saat
bertransaksi, cukup dengan melakukan pembayaran secara elektronik melalui kartu kredit,
transfer antar rekening, melalui internet, serta sms dan telepon seluler (online banking).
Alternatif uang elektronik
Mata uang digital mendapatkan momentum yang tepat sesaat sebelum memasuki abad
milenium. Flooz dan Beenz secara khusus diiklankan sebagai alternatif bentuk uang. Walau
begitu umur jenis uang ini tidak begitu panjang. Sebagian besar mata uang digital hanya uang
fiat yang bergerak di media digital. Namun, protokol seperti Bitcoin memungkinkan uang
untuk hanya ada di dunia maya yang memungkinkan untuk menyelesaikan beberapa
keterbatasan klasik. Belakangan bentuk mata uang baru ini mulai membuahkan hasil. Uang
digital ini memungkinkan pertukaran kekayaan melintasi jarak dan wilayah. Jenis uang ini
masih bisa berkembang menjadi suatu bentuk yang belum pernah manusia bayangkan
sebelumnya.
4. Fungsi Uang, Fungsi Asli Uang, Fungsi Turunan Uang
Selain sebagai alat tukar menukar, uang juga memiliki fungsi yang lain. Secara
garis besarnya, fungsi uang dibagi menjadi dua, yaitu fungsi asli dan fungsi turunan.
a. Fungsi Asli Uang
Fungsi asli uang sebagai berikut.
1. Uang sebagai alat tukar umum
Uang berfungsi sebagai alat tukar umum apabila uang dipergunakan untukmembeli atau
mendapatkan barang dan atau jasa. Contoh: kamu membeli bukudengan uang (uang
ditukar dengan buku).
2. Uang sebagai satuan hitung
Uang merupakan satuan ukuran yang digunakan untuk menentukan besarnyanilai atau
harga suatu barang dan jasa. Dengan adanya uang, kamu mudah menentukan nilai suatu
barang. Contoh: harga sebuah kalkulator Rp150.000,00,harga sebuah buku Rp20.000,00,
dan sebagainya.
b. Fungsi Turunan Uang
Fungsi turunan uang sebagai berikut.
1. Uang sebagai alat pembayaran
Sebagai alat pembayaran, apabila uang digunakan untuk melunasi kewajiban.Contoh:
penggunaan uang untuk membayar utang, membayar rekening listrik,membayar pajak,
dan membayar uang sekolah.
2. Uang sebagai alat untuk menabung
Keadaan keuangan seseorang kadang tidak tetap. Suatu hari mempunyaikelebihan uang,
dan di waktu yang lain kekurangan uang untuk pembayaran tertentu.Di waktu ada
kelebihan uang, kalian dapat menggunakan uang tersebut untukmemenuhi kebutuhan di
masa yang akan datang, dan sebelum digunakan dapatkalian tabung terlebih dahulu.
3. Uang sebagai pemindah kekayaan
Jika orang tua kalian mempunyai tanah di desa, padahal orang tua kalian tersebuttinggal
di kota karena bekerja; tanah yang di desa dapat dijual untuk membeli tanahdi kota untuk
tempat tinggal. Dengan begitu, orang tua kalian tidak perlu mengontrakrumah,
melainkan tinggal di rumah sendiri. Dalam hal ini, uang berfungsi sebagaipemindah
kekayaan bagi orang tua kalian, yaitu memindahkan kekayaan yangberupa tanah.
4. Uang sebagai pembentuk/penimbun kekayaan
Uang dapat digunakan untuk membentuk kekayaan. Kalian dapat menabungsedikit demi
sedikit untuk persiapan melanjutkan kuliah nanti. Setiap ada kenaikanjumlah tabungan
(hal-hal lain dianggap tetap), maka kekayaan kalian tersebutbertambah. Tambahan
kekayaan tersebut pada dasarnya merupakan pembentuk/penimbun kekayaan.
5. Uang sebagai alat pendorong kegiatan ekonomi
Uang dapat merangsang seseorang untuk melakukan kegiatan ekonomi. Olehkarena itu,
uang berfungsi sebagai alat pendorong kegiatan ekonomi masyarakat.Benarkah
demikian? Ya, karena demi uang banyak orang bekerja keras setiap harinya.Sebaliknya,
orang lebih mudah melakukan kegiatan ekonomi jika ia mempunyaimodal.