pid kelompok 4

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam rahim), saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS). PID mempengaruhi satu dari 10 wanita dan jika dibiarkan akan menyebabkan ketidaksuburan (Moore,2000). Saat ini hampir 1 juta wanita mengalami penyakit radang panggul yang merupakan infeksi serius pada wanita berusia antara 16-25 tahun. Lebih buruk lagi, dari 4 wanita yang menderita penyakit ini, 1 wanita akan mengalami komplikasi seperti nyeri perut kronik, infertilitas (gangguan kesuburan), atau kehamilan abnormal. Terdapat peningkatan jumlah penyakit ini dalam 2-3 dekade terakhir berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah peningkatan jumlah PMS dan penggunaan kontrasepsi seperti spiral. 15% kasus penyakit ini terjadi setelah tindakan operasi seperti biopsi endometrium, kuret, histeroskopi, dan pemasangan IUD (spiral). 85% kasus terjadi secara 1

Upload: apiida

Post on 02-Jul-2015

1.450 views

Category:

Documents


36 download

TRANSCRIPT

Page 1: PID Kelompok 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian

atas. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam

rahim), saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan

rongga panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari

Penyakit Menular Seksual (PMS). PID mempengaruhi satu dari 10 wanita

dan jika dibiarkan akan menyebabkan ketidaksuburan (Moore,2000).

Saat ini hampir 1 juta wanita mengalami penyakit radang panggul

yang merupakan infeksi serius pada wanita berusia antara 16-25 tahun. Lebih

buruk lagi, dari 4 wanita yang menderita penyakit ini, 1 wanita akan

mengalami komplikasi seperti nyeri perut kronik, infertilitas (gangguan

kesuburan), atau kehamilan abnormal. Terdapat peningkatan jumlah penyakit

ini dalam 2-3 dekade terakhir berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk

diantaranya adalah peningkatan jumlah PMS dan penggunaan kontrasepsi

seperti spiral. 15% kasus penyakit ini terjadi setelah tindakan operasi seperti

biopsi endometrium, kuret, histeroskopi, dan pemasangan IUD (spiral). 85%

kasus terjadi secara spontan pada wanita usia reproduktif yang seksual aktif

(Moore,2000).

Gejala yang mungkin timbul pinggul sakit, pendarahan yang tidak

teratur atau perubahan bau pada vagina. Penyakit radang panggul yang

memerlukan pengobatan radikal dengan biaya yang cukup mahal dan

pengobatan yang lama. Penyakit radang panggul merupakan penyakit alat

genitalia tingkat akhir yang memerlukan perhatian sehingga kerusakan

jaringan dapat dihindari. Upaya pencegahan PID adalah lakukan seks yang

aman dan memeriksakan secara teratur. Namun kadang-kadang gejala tidak

begitu jelas sampai semua terlambat. Maka dari itu, penulis mencoba untuk

membahas tentang PID dengan harapan dapat meningkatkan

1

Page 2: PID Kelompok 4

pemahaman pembaca tentang PID dan bagaimana cara penangannya

sehingga dapat mengurangi angka kesakitan akibat PID.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian PID?

2. Bagaimana epidemiologi PID?

3. Apakah etiologi PID?

4. Apakah faktor resiko PID?

5. Apakah manifestasi klinik dari PID?

6. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya PID?

7. Apa komplikasi PID?

8. Bagaimana pencegahan PID?

9. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada PID?

10. Bagaimana penatalaksanaan PID?

11. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan PID?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian PID

2. Mengetahui epidemiologi PID

3. Mengetahui etiologi PID

4. Mengetahui faktor resiko PID

5. Mengetahui manifestasi klinik dari PID

6. Mengetahui patofisiologi terjadinya PID

7. Mengetahui komplikasi PID

8. Mengetahui pencegahan PID

9. Mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada PID

10. Mengetahui penatalaksanaan PID

11. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan PID

2

Page 3: PID Kelompok 4

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan pembuatan makalah ini kami berharap dapat bermanfaat bagi

semua komponen kesehatan khususnya perawat agar lebih mengetahui dan

memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan PID yang prevalensinya cukup

tinggi, sehingga pada akhirnya dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun klien

dan keluarganya.

3

Page 4: PID Kelompok 4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Pelvic Inflammatory Disease (Salpingitis, PID, Penyakit Radang

Panggul) adalah suatu proses peradangan infeksius organ kelamin wanita

yang terdapat di rongga panggul termasuk uterus, tuba fallopii (salpingitis),

atau ovarium (ooforitis) maupun sekitarnya termasuk peritonium. PID

disebut juga dengan salpingitis atau endometritis (emedicine,2009).

Pelvic inflammatory disease (PID) merupakan salah satu komplikasi

penyakit menular seksual yang serius. PID adalah infeksi pada traktus

genitalis wanita bagian atas yang mencakup endometritis, salpingitis,

salpingo-oophoritis, tubo-ovarian abscess (TOA), dan pelvic peritonitis.

Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat dan cepat sangat diperlukan dalam

kasus ini karena komplikasi PID dapat mengancam kehidupan dan

kesuburan seorang wanita (Mudgil,2009).

4

Gbr 1. Uterus normal Gbr 2. Jalan Masuk Bakteri

Page 5: PID Kelompok 4

2.2 Epidemiologi

PID menyerang lebih dari 1 juta wanita di Amerika dalam satu tahun dan

rata-rata menghabiskan biaya 4,2 milyar dollar. Per tahunnya hampir

250.000 wanita masuk rumah sakit akibat PID dan 100.000 orang

mengalami prosedur bedah, sisanya menjalani rawat jalan. Penyakit ini

merupakan penyebab ginekologis tersering bagi pasien untuk masuk

departemen emrgensi (350.000/tahun). Meskipun PID dapat terjadi dalam

rentang usia berapapun, namun wanita dewasa yang aktif secara seksual dan

wanita kurang dari 25 tahun mempunyai resiko lebih besar

(Livengood,2010).

2.3 Etiologi

Menurut Moore (2000), penyebab paling sering dari penyakit ini adalah

infeksi chlamydia trachomatis (60%) atau Neisseria gonorrhoeae (30-80%)

pada serviks atau vagina yang menyebar ke dalam endometrium, tuba

fallopi, ovarium, dan struktur yang berdekatan. Tetapi selain itu ada

beberapa penyebab lain diantaranya :

Infeksi Gardnerella   vaginalis

Infeksi Bacteroides

Bacterial vaginosis

5

Gbr 2. Jalan Masuk Bakteri

Gbr 3. Tuba fallopi normal dan tuba fallopi yang mengalami inflamasi

Gbr 4. Pelvic Inflammatory Disease

Page 6: PID Kelompok 4

Streptococcus Group B

Escherichia coli

Actinomycosis

Enterococcus

Meskipun sangat jarang, dapat pula diisolasi golongan virus seperti

Coxsackie B5

ECHO 6

Herpes type 2

Haemophilus influenzae.

2.4 Faktor Resiko

wanita kurang dari 25 tahun yang aktif secara seksual

adanya riwayat chlamydia atau penyakit menular seksual lain

episode pelvic inflammatory disease sebelumnya

banyaknya jumlah seksual partner

pemakaian kondom yang tidak teratur

hubungan seksual pada usia yang sangat muda

wanita pekerja seks (Mudgil,2009).

pemakaian IUD (Lancet,1992)

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala klinis PID bervariasi dan tidak spesifik. Moore (2000) melaporkan

hanya 3% yang mempunyai gejala akut abdomen sehingga membutuhkan operasi

emergensi. Secara klinik dapat ditemukan duh tubuh vaginal yang abnormal

(sering berupa pus), nyeri perut bawah, demam lebih dari 38o C, perdarahan

bercak (spotting) diantara siklus haid atau siklus yang tidak teratur, nyeri

berkemih, dispareni, mual dan muntah terutama pada kasus yang berat. Beberapa

kasus mengeluhkan proktitis bahkan nyeri perut kuadran kanan atas. Marks dkk.,

(2000) mengevaluasi 773 wanita terdiagnosis  PID (1991-1997) dan mendapatkan

keluhan terbanyak adalah fluor albus (68%), nyeri perut bawah (65%), dispareni

(57%); sedangkan temuan klinis yang paling sering adalah nyeri adneksa (83%),

nyeri goyang serviks (75%) dan servisitis (56%).

6

Page 7: PID Kelompok 4

Hipertermi

Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari

kebutuhan tubuh

Intoleransi aktivitas

N gonorheae & C.trachomatis

Nyeri perut bagian bawah

Demam

Tuba fallopi bengkak dan terisi cairanReaksi radangMenginfeksi tuba fallopi

Menginfeksi rahim

Abses ovarium dan panggul

Syok

PID

Mual dan muntah

Nafsu makan berkurang

Ke pembuluh darah

Sepsis

Menyebar ke struktur sekitarnya

Jaringan parut dan perlengketan fibrosa abnormal

Nyeri menahun,Tumpul, terus menerus

- PMS

- Riwayat PID sebelumnya

- Penggunaan IUD

- Infeksi bakteri lain

Sel telur yg sudah dibuahi tidak dapat

masuk rahim

Kelemahan

Infertilitas

Tuba fallopi rusak Pendarahan atau bercak pada vagina

2.6 Patofisiologi

Nyeri berkemih

Nyeri Akut

7

Page 8: PID Kelompok 4

Harga diri rendah situasional

Kehamilan ektopik

Perdarahan internal

Ansietas

Nyeri Kronik

8

Page 9: PID Kelompok 4

2.7 Komplikasi

Infertilitas

Satu dari sepuluh wanita dengan PID mengalami infertilitas. PID dapat

menyebabkan perlukaan pada tuba fallopii. Luka yang kemudian menjadi scar

yang menghalangi tuba dan mencegah terjadinya fertilisasi sel telur.

Ektopik pregnancy

Scar yang terbentuk oleh PID juga dapat menghalangi telur yang sudah

difertilisasi berpindah ke uterus. Sehingga, telur tersebut justru tumbuh dalam

tuba fallopii. Tuba dapat mengalami rupture dan menyebabkan perdarahan

yang mengancam nyawa. Operasi darurat dapat dilakukan bila kehamilan

ektopik ini tidak terdiagnosa sebelumnya.

Rasio kehamilan ektopik 12-15% lebih tinggi pada wanita yang

mempunyai episode PID.

Nyeri pelvis kronis

Scar juga dapat terbentuk di tempat lain dalam abdomen dan menyebabkan

nyeri pelvis yang berlangsung berbulan-bulan atau hingga bertahun-tahun

(emedicine,2009)

PID berulang

Kondisi ini terjadi jika penyebab infeksi tidak seluruhnya teratasi atau

karena pasangan seksualnya belum mendapat perawatan yang sesuai.

Jika pada episode PID sebelumnya terjadi kerusakan servik, maka bakteri

akan lebih mudah untuk masuk ke dalam organ reproduksi lain dan membuat

wanita tersebut rentan terkena PID berulang. Episode PID berulang ini

seringkali dihubungkan dengan resiko infertilitas.

Abses

Terkadang PID menyebabkan abses pada bibir vagina, juga pada tuba

fallopii dan ovarium. Abses ini adalah kumpulan dari cairan yang terinfeksi.

Penggunaan antibiotik dibutuhkan untuk menangani abses ini, jika tidak

berhasil maka operasi biasanya merupakan pilihan yang disarankan oleh

dokter. Penanganan abses tersebut sangat penting karena abses yang pecah

dapat membahayakan (NHS,2010).

9

Page 10: PID Kelompok 4

2.8 Pencegahan

Gunakan kondom setiap kali berhubungan seks untuk mencegah PMS. Gu-

nakan kondom meskipun Anda menggunakan alat kontrasepsi lain.

Berhubungan seks hanya dengan pasangan yang tidak menderita Penyakit

Menular Seksual dan pasangan yang hanya berhubungan sex dengan Anda.

Batasi jumlah pasangan seksual. Jika pasangan Anda sebelumnya mem-

punyai pasangan lain, resiko terkena PMS semakin meningkat

(Swierzewski, 2001).

2.9 Pemeriksaan Diagnostik

USG (ultrasonografi)

Merupakan pemeriksaan diagnostic pertama yang dilakukan pada ksus-

kasus yang dicurigai sebagai PID, dimana tidak ditemukan petunjuk klinis.

TVS (transvaginal sonografi)

Menunjukkan visualisasi detail dari uterus dan adnexa, termasuk

ovarium. Pada pemeriksaan fisik, tuba fallopi biasanya terlihat hanya pada

keadaan abnormal dan distensi karena obstruksi postinflamasi.

TAS (transabdominal sonografi)

Melengkapi pemeriksaan endovaginal karena TAS menyediakan

gambaran isi pelvis yang lebih menyeluruh. Apakah TAS (memerlukan

pengisian blader) atau TVS (tidak memerlukan pengisian blader) dilakukan

lebih dulu, merupakan keputusan dari pelaksananya.

MRI (magnetic resonance imaging)

Menghasilkan gambaran yang lebih baik dari USG. Dalam penelitian

Tukeva, menyebutkan bahwa hasil MRI lebih akurat untuk menegakkan

10

Page 11: PID Kelompok 4

diagnosa PID daripada USG. Meski begitu, penelitian ini hanya terbatas

pada beberapa kelompok pasien tertentu.

CT (computed tomography)

Biasa digunakan dalam initial diagnostic untuk menyelidiki nyeri

nonspesifik pelvis pada wanita, dan PID dapat ditemukan secara tidak

sengaja. (Mudgil,2009)

2.10 Penatalaksanaan

Menurut Swierzewski (2001), penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien

PID antara lain :

Sediakan analgesik

Bila pasien menggunakan IUD maka stop penggunaan in situ, dengan

catatan pasien dapat mencegah kehamilan meski tanpa alat kontrasepsi

minimal 7 hari

Segera rujuk ke bagian genitourinaria (obgyn), untuk pasien dengan

riwayat STD agar menjalani skrining, dan terapi bagi pasangan

seksual pasien

Penatalaksanaan antibiotik :

Pasien PID sebaiknya segera diberikan antibiotik paling tidak untuk 1

minggu. Kadang PID disebabkan oleh lebih dari satu jenis bakteri se-

hingga kombinasi antibiotik atau antibiotik spektrum luas sering

diberikan.

Yang harus dilakukan pasien, antara lain:

Tetap mengkonsumsi semua obat yang diresepkan, meskipun gejala

PID sudah tidak dirasakan.

11

Page 12: PID Kelompok 4

Kembali lagi untuk kontrol dalam 2 atau 3 hari setelah

penatalaksanaan pertama, untuk memastikan antibiotiknya bekerja.

Kembali dalam 7 hari setelah antibiotik habis untuk memastikan

bahwa infeksi sudah sembuh.

Jika tidak ada perubahan setelah penatalaksanaan antibiotic yang per-

tama, maka antibiotic jenis lain harus diberikan.

Pada beberapa kasus berat, pasien harus menjalani opname dan

menerima antibiotic dengan intravena. Pasien-pasien tersebut biasanya

mengalami :

Sakit parah dengan demam, menggigil dan berkeringat.

Tidak mampu melakukan terapi oral dan membutuhkan antibiotic

intravena

Tidak berespon terhadap antibiotic oral

Terdapat abses

Diagnosa penyakitnya tidak pasti dan pasien mungkin mengalami

keadaan darurat medis lain (e.g., appendicitis).

Hamil

Immunodeficiency  (misalnya HIV   , terapi imunosupresi).

Terapi untuk pasangan seksual pasien

Biasanya asimptomatik pada pria

Cegah koitus selama terapi dan follow up selesai.

Skrining bila ternyata pasangan mempunyai riwayat STD bila

terbukti pasien pernah koitus dengan pasangan

Beri terapi terhadap infeksi Klamidia pada pasangan meski tidak

menderita Klamidia berdasarkan hasil uji pemeriksaan tambahan

Bila terdapat Gonorhea, beri terapi Gonorhea.

Terapi empiris untuk pasangan yang menderita Klamidia dan

Gonorea yang tidak mau di-skrining

12

Page 13: PID Kelompok 4

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

A. Pengumpulan Data

Identitas pasien

Keluhan utama

Biasanya klien mengalami nyeri pada perut dan panggul yang bersifat

tumpul dan terus menerus, terjadi beberapa hari setelah menstruasi

terakhir, dan diperparah dengan gerakan, aktivitas, atau sanggama.

Riwayat penyakit sekarang

Pasien diawali dengan adanya tanda-tanda seperti nyeri yang terjadi

beberapa hari setelah menstruasi terakhir dan biasanya kurang dari 7

hari. Beberapa wanita dengan penyakit ini terkadang tidak mengalami

gejala sama sekali. Keluhan lain yang menyertai adalah mual, nyeri

berkemih, perdarahan atau bercak pada vagina, demam, nyeri saat

senggama, dan menggigil.

Riwayat kesehatan dahulu

Perlu ditanyakan apakah klien memiliki riwayat penyakit radang

panggul ataukah pernah terinfeksi oleh kuman penyebab PMS

sebelumnya. Kemudian apakah klien menggunakan douche (cairan

pembersih vagina) beberapa kali dalam sebulan. Selain itu, perlu

ditanyakan pula apakah klien pernah atau sedang menggunakan IUD

(spiral), karena resiko tertinggi terjadinya PID adalah saat

pemasangan terutama apabila sudah terdapat infeksi dalam saluran

reproduksi sebelumnya.

Riwayat psikososial

Meliputi perasaan pasien klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang

dilakukan terhadap dirinya.

Pengkajian pola-pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

13

Page 14: PID Kelompok 4

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit

mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang

juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan

kesehatan. Adanya riwayat perilaku seksual yang berganti

pasangan.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu

melakukan pengukuran berat badan untuk mengetahui status

nutrisi pasien karena salah satu tanda dari PID adalah mual

muntah dan nafsu makan berkurang.

c. Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai

kebiasaan eliminasi urin sebelum dan sesudah MRS mengalami

gangguan seperti sering berkemih dan mengalami nyeri saat

berkemih.

d. Pola aktivitas dan latihan

Akibat PID aktivitas klien terganggu karena mengalami kelelahan

yang sangat akibat dari kurangnya nafsu makan dan perdarahan

hebat saat menstruasi serta pasca melakukan hubungan seksual.

e. Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri menyebabkan pola tidur klien terganggu.

f. Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang

tadinya sehat tiba-tiba mengalami sakit. Sebagai seorang awam,

klien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah

penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien

mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya

karena akibat penyakit ini klien bisa mengalami infertilitas,

kehamilan ektopik dan bahkan anak yang dilahirkan cacat atau

meninggal.

14

Page 15: PID Kelompok 4

g. Pola perilaku seksual

Perlu ditanyakan apakah klien selama ini suka berganti-ganti

pasangan seksual, atau lebih dari 2 pasangan dalam waktu 30 hari.

Selain itu, apakah aktivitas seksual yang dilakukan pada usia yang

terlalu muda, yaitu di bawah 16 tahun karena dapat meningkatkan

resiko PID.

h. Pola penanggulangan stress

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan

mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada

perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin

dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

B. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Adanya pembengkakan di daerah sekitar panggul karena terjadi

infeksi yang menyebabkan penyumbatan pada tuba falopii.

b. Palpasi

Daerah panggul dan perut untuk mengetahui letak nyeri.

C. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan darah lengkap : peningkatan laju endap darah dan C-pro-

tein menunjukkan adanya infeksi

Pemeriksaan cairan dari serviks/ swabs serviks untuk mengetahui

penyebab (+) untuk Klamidia dan Gonorea, hasil (-) masih bisa me-

nunjukkan PID akibat penyebab lain.

Laparoskopi : untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi.

Pemeriksaan ini invasive sehingga bukan merupakan pemeriksaan

rutin. Untuk mendiagnosis penyakit infeksi pelvis, bila antibiotik yang

diberikan selama 48 jam tak memberi respon, maka dapat digunakan

sebagai tindakan operatif.

USG panggul.

Tes kehamilan : untuk menyingkirkan kelahiran ektopik terganggu.

Biopsi endometrium

15

Page 16: PID Kelompok 4

- Pemeriksaan USG per vaginam dan per pelvis : untuk

menyingkirkan kehamilan ektopik terganggu usia lebih 6 minggu.

- Kuldosintesis : untuk mengetahui bahwa peradarahan yang

terjadi diakibatkan oleh hemoperitoneum (berasal dari kehamilan

ektopik terganggu yang rupture atau kista hemoragik) yang dapat

menyebabkan sepsis pelvis (salpingitis, abses pelvis rupture, atau

apendiks yang rupture).

Urinalisis dan kultur urin untuk meng-ekslusi infeksi saluran.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit

2. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit

3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi radang

4. Ketidakseimbangan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan penurunan nafsu makan.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

6. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian.

7. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan fungsi.

3.3 Intervensi

Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1x24 jam nyeri

klien berkurang.

Kriteria hasil :

Klien menunjukkan tingkat nyeri menurun (skala 3-5)

Klien tampak tenang, ekspresi wajah rileks.

Klien menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif

untuk mencapai kesejahteraan.

No Intervensi Rasional

1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan Memberikan informasi sebagai

16

Page 17: PID Kelompok 4

intensitas (skala 0-10), lama dan

lokasi.

dasar pengawasan keefektifan

intervensi.

2. Menjelaskan sebab dan akibat nyeri

pada klien dan keluarga.

Dengan sebab dan akibat nyeri

diharapkan klien berpartisipasi

dalam perawatan untuk

mengurangi nyeri.

3. Mengajarkan teknik relaksasi dan

distraksi.

Klien mengetahui teknik

relaksasi dan destraksi sehingga

dapat mengaplikasikan jika

mengalami nyeri.

4. Bantu klien mengatur posisi

senyaman mungkin.

Posisi yang nyaman dapat

mengurangi nyeri.

5. Ciptakan suasana lingkungan

tenang dan nyaman.

Meningkatkan istirahat dan

meningkatkan kemampuan

koping.

6. Observasi tanda-tanda vital dan

keluhan klien.

Mengetahui keadaan umum dan

perkembangan kondisi klien.

7. Catat indikator non verbal dan

respon automatik terhadap nyeri,

evaluasi efek analgesik

Alat menentukan adanya nyeri,

kebutuhan terhadap keefektifan

obat

8. Berikan analgetik bila perlu. Pemberian analgasik dapat

mengurangi nyeri

Diagnosa 2 : Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam nyeri

klien berkurang.

Kriteria hasil :

Klien menunjukkan tingkat nyeri menurun (skala 3-5)

Klien tampak tenang, ekspresi wajah rileks.

Klien menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif

untuk mencapai kesejahteraan.

17

Page 18: PID Kelompok 4

No Intervensi Rasional

1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan

intensitas (skala 0-10), lama dan

lokasi.

Memberikan informasi sebagai

dasar pengawasan keefektifan

intervensi.

2. Menjelaskan sebab dan akibat nyeri

pada klien dan keluarga.

Dengan sebab dan akibat nyeri

diharapkan klien berpartisipasi

dalam perawatan untuk

mengurangi nyeri.

3. Mengajarkan teknik relaksasi dan

distraksi.

Klien mengetahui teknik

relaksasi dan destraksi sehingga

dapat mengaplikasikan jika

mengalami nyeri.

4. Bantu klien mengatur posisi

senyaman mungkin.

Posisi yang nyaman dapat

mengurangi nyeri.

5. Ciptakan suasana lingkungan

tenang dan nyaman.

Meningkatkan istirahat dan

meningkatkan kemampuan

koping.

6. Observasi tanda-tanda vital dan

keluhan klien.

Mengetahui keadaan umum dan

perkembangan kondisi klien.

7. Catat indikator non verbal dan

respon automatik terhadap nyeri,

evaluasi efek analgesik

Alat menentukan adanya nyeri,

kebutuhan terhadap keefektifan

obat

8. Berikan analgetik bila perlu. Pemberian analgasik dapat

mengurangi nyeri

Diagnosa 3 : Hipertermi berhubungan dengan reaksi radang.

Tujuan :

Suhu tubuh turun sampai dalam batas normal setelah dilakukan

perawatan 1x24 jam.

Kriteria hasil :

18

Page 19: PID Kelompok 4

Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0 C

Klien bebas demam

No Intervensi Rasional

1. Bina hubungan baik dengan klien

dan keluarga

Dengan hubungan yang baik

dapat meningkatkan kerjasama

dengan klien sehingga

pengobatan dan perawatan

mudah dilaksanakan.

2. Berikan kompres dingin dan

ajarkan cara untuk memakai es atau

handuk pada tubuh, khususnya

pada aksila atau lipatan paha..

Pemberian kompres dingin

merangsang penurunan suhu

tubuh

3. Peningkatan kalori dan beri banyak

minuman (cairan

Air merupakan pangatur suhu

tubuh. Setiap ada kenaikan

suhu melebihi normal,

kebutuhan metabolisme air

juga meningkat dari kebutuhan

setiap ada kenaikan suhu

tubuh.

4. Anjurkan memakai baju tipis yang

menyerap keringat.

Baju yang tipis akan mudah

untuk menyerap keringat yang

keluar.

5. Observasi tanda-tanda vital

terutama suhu dan denyut nadi

Observasi tanda-tanda vital

merupakan deteksi dini untuk

mengetahui komplikasi yang

terjadi sehingga cepat

mengambil tindakan

19

Page 20: PID Kelompok 4

6. Kolaborasi dengan tim medis

dalam pemberian obat-obatan

terutama anti piretik.

Pemberian obat-obatan

terutama antipiretik untuk

menurunkan suhu tubuh

Diagnosa 4 : Ketidakseimbangan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam nutrisi klien ter-

penuhi.

Kriteria hasil :

Klien menunjukkan asupan makanan, cairan dan zat gizi adekuat.

Klien mempertahankan berat badan dan massa tubuh dalam batas

normal.

Klien melaporkan keadekuatan tingkat nutrisi.

No Intervensi Rasional

1. Kaji pemenuhan nutrisi klien. Mengetahui kekurangan nutrisi

pada klien.

2. Menjelaskan pentingnya makan

untuk proses penyembuhan.

Dengan pengetahuan yang baik

tentang nutrisi akan memotivasi

peningkatan pemenuhan nutrisi.

3. Mencatat intake dan ouput

makanan klien.

Mengetahui perkembangan

pemenuhan nutrisi klien.

4. Menganjurkan klien makan

sedikit tapi sering.

Dengan sedikit tapi sering

mengurangi penekanan berlebihan

pada lambung.

5. Menyajikan makanan secara

menarik.

Meningkatkan selera makan klien.

6. Menyajikan makanan dalam

kondisi dingin.

Mengurangi aroma makanan yang

menyebabkan klien mual.

7. Menimbang berat badan klien Berat badan merupakan indikator

20

Page 21: PID Kelompok 4

setiap hari. terpenuhi atau tidaknya kebutuhan

nutrisi.

Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam klien dapat

melakukan perawatan diri secara mandiri.

Kriteria hasil :

Klien dapat melakukan aktivitas secara optimal.

Klien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien

cukup.

No Intervensi Rasional

1. Evaluasi respon pasien saat

beraktivitas, catat keluhan dan

tingkat aktivitas serta adanya

perubahan tanda-tanda vital.

Mengetahui sejauh mana

kemampuan pasien dalam

melakukan aktivitas.

2. Bantu klien memenuhi

kebutuhannya.

Memacu pasien untuk berlatih

secara aktif dan mandiri.

3. Awasi klien saat melakukan

aktivitas.

Memberi pendidikan pada klien

dan keluarga dalam perawatan

selanjutnya.

4. Libatkan keluarga dalam perawatan

pasien

Kelemahan suatu tanda klien

belum mampu beraktivitas secara

penuh.

5. Jelaskan pada pasien tentang

perlunya keseimbangan antara

aktivitas dan istirahat

Istirahat perlu untuk menurunkan

kebutuhan metabolism

6. Motivasi dan awasi pasien untuk Aktivitas yang teratur dan

21

Page 22: PID Kelompok 4

melakukan aktivitas secara

bertahap.

bertahap akan membantu

mengembalikan pasien pada

kondisi normal.

Diagnosa 6 : Cemas berhubungan dengan ancaman kematian.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam klien mampu

mengontrol atau menurunkan kecemasan yang dialaminya.

Kriteria hasil :

Klien mampu mengidentifikasi kecemasan,

Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang sesuai

untuk mengontrol atau menurunkan kecemasannya.

No Intervensi Rasional

1. Kaji dan dokumentasikan tingkat

kecemasan yang dialami klien

Mengetahui tingkat kecemasan

klien sangat perlu untuk

menentukan intervensi yang akan

dilakukan selanjutnya.

2. Kaji kemampuan klien untuk

mengatasi kecemasan

sebelumnya.

Setiap individu memiliki

kemampuan tersendiri dalam

mengontrol kecemasannya.

Diperlukan mekanisme koping

yang sesuai dalam mengatasi

kecemasan.

3. Dorong menyatakan perasaan,

beri umpan balik.

Membuat hubungan terapeutik,

membantu klien mengidentifikasi

penyebab stress.

4. Ajarkan terapi yang dapat

membantu klien mengontrol

Pemilihan terapi sesuai dengan

22

Page 23: PID Kelompok 4

kecemasan (misalya: relaksasi,

meningkatkan konsentrasi,

membuka diri)

respon klien terhadap kecemasan

5. Berikan lingkungan yang tenang

untuk istirahat.

Meningkatkan relaksasi, dan

membantu menurunkan ansietas.

6. Kolaborasi dengan dokter

mengenai pemberian obat untuk

mengurangi kecemasan, jika

dibutuhkan.

Kecemasan yang tidak terkendali,

dapat dikontrol dengan terapi

medis.

Diagnosa 7 : Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan

fungsi.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam klien

menunjukkan konsep diri yang baik/meningkat.

Kriteria hasil :

Klien menunjukkan peningkatan konsep diri, menerima dirinya.

No Intervensi Rasional

1. Dorong individu untuk

mengekspresikan perasaannya,

khususnya mengenai

pandangan, pemikiran, dan

perasaan orang lain.

Klien butuh untuk didengarkan

dan dipahami.

2. Memperjelas berbagai

kesalahan konsep individu

mengenai diri, perawatan atau

pemberi perawatan.

Mencegah terjadinya harga diri

rendah.

3. Hindari kritik negative. Klien sangat sensitive.

Diperlukan kritik positif untuk

menghindari terjadinya harga

diri rendah.

23

Page 24: PID Kelompok 4

4. Memberikan privasi dan

keamanan lingkungan.

Memberikan kenyamanan klien

dalam masa penyembuhan.

5. Dukung keluarga dalam

berpartisipasi pada perawatan.

Partisipasi pada perawatan

membantu mereka merasa

berguna dan meningkatkan

kepercayaan antara perawat,

klien, dan orang terdekat.

24

Page 25: PID Kelompok 4

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pelvic Inflammatory Disease (Salpingitis, PID, Penyakit Radang

Panggul) adalah suatu proses peradangan infeksius traktus genitalis wanita

bagian atas yang meliputi endometritis, salpingitis, salpingo-oophoritis,

tubo-ovarian abscess (TOA), dan pelvic peritonitis yang disebabkan

chlamydia trachomatis (60%) atau Neisseria gonorrhoeae (30-80%), selain

itu juga terdapat beberapa organisme lain seperti Gardnerella   vaginalis ,

Bacteroides, Bacterial vaginosis.

PID menyerang lebih dari 1 juta wanita di Amerika dalam satu tahun

dan rata-rata menghabiskan biaya 4,2 milyar dollar. Per tahunnya hampir

250.000 wanita masuk rumah sakit akibat PID dan 100.000 orang

mengalami prosedur bedah, sisanya menjalani rawat jalan.

Sehingga PID memerlukan penanganan cepat dan tepat antara lain

analgesik, antibiotik serta pengobatan bagi pasangan seksual pasien agar

PID tidak berulang kembali.

4.2 Saran

Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat

mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan bagi pasien Pelvis

Inflammatory Disease dengan tepat sehingga dapat meminimalkan

komplikasi. Selain itu, mahasiswa keperawatan juga diharapkan dapat

memberikan edukasi baik kepada pasien maupun keluarganya.

25

Page 26: PID Kelompok 4

Daftar Pustaka

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :

EGC

Doenges, Marilynn.E.2001.Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC

Emedicine. 2009. Pelvic Inflammatory Disease. http://www.emedicinehealth.com/

script/main/art.asp?articlekey=59333&page=1#Pelvic Inflammatory Dise

ase Overview. Diakses 26 Agustus 2010

Lancet. The IUD And Pelvic Inflammatory Disease. Journal Watch General

Medicine April 17, 1992.

Livengood, Charles. 2010. Pathogenesis of and risk factors for pelvic

inflammatory disease. http://www.uptodate.com/patients/topic/toc.html.

Diakses tanggal 26 Agustus 2010

Marks C,Tideman RL,Estcourt CS,Smart S, Page J, Wagner K,Mindel A.

Diagnosing PID—getting the balance right. Int J STD AIDS 2000 Aug;

11 (8):545-7

Moore J, Kennedy S. Causes of chronic pelvic pain. Baillieres Best Pract Res Clin

Obstet Gynecol 2000 Jun;14(3):389-402

Mudgil, Shikha. 2009. Pelvic Inflammatory Disease/Tubo-ovarian Abscess.

http://emedicine.medscape.com/article/404537-overview. Diakses

tanggal 29 Agustus 2010

NHS. 2010. Pelvic Inflammatory Disease. http://www.nhs.uk/Conditions/Pelvic-

inflammatory-disease/Pages/Complications.aspx. Diakses tanggal 1

September 2010

Swierzewski, Stanley. 2001. Pelvic Inflammatory Disease (PID).

http://www.womenshealthchannel.com/pid/treatment.shtml. Diakses tang

gal 1 September 2010

26