petunjuk pelaksanaan p@kp
DESCRIPTION
-TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi keberlangsungan hidup
umat manusia. Kebutuhan manusia akan pangan ialah hal yang sangat mendasar, sebab
konsumsi pangan adalah salah satu syarat utama penunjang kehidupan. Pada konferensi
tingkat tinggi (KTT) Pangan Sedunia tahun 1996 di Roma – Italia, para pemimpin negara dan
pemerintahan telah mengikrarkan komitmen bersama untuk mencapai ketahanan pangan
sebagai upaya melawan kelaparan. Kini pangan ditetapkan sebagai bagian dari hak asasi
manusia yang penyelenggaraannya wajib dijamin oleh Negara.
Penyelenggaraan urusan pangan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Pangan
Nomor 18 Tahun 2012 pengganti Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996, yang
dibangun berlandaskan kedaulatan dan kemandirian pangan. Hal ini menggambarkan bahwa
apabila suatu negara tidak mandiri dalam pemenuhan pangan, maka kedaulatan negara bisa
terancam. Dalam Undang-Undang Pangan ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan
pangan di tingkat perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia,
sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat.
Beberapa hasil kajian menunjukan ketersediaan pangan yang cukup secara nasional
terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional),
rumah tangga dan individu. Data menunjukan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang
kekurangan gizi di setiap propinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut,
penganekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan
pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Dari segi fisiologis juga dikatakan,
bahwa untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis
zat gizi yang terdapat pada berbagai jenis makanan, sebab tidak ada satupun jenis pangan
yang lengkap zat gizinya selain air susu ibu (ASI).
Kualitas konsumsi pangan masyarakat Provinsi Bengkulu ditinjau melalui pola
pangan harapan (PPH), menunjukkan bahwa skor mutu konsumsi pangan penduduk Provinsi
Bengkulu periode 2009-2011 mengalami peningkatan skor PPH mulai dari 72,4 pada tahun
2009 naik menjadi 73,2 pada tahun 2010, kemudian naik lagi pada tahun 2011 menjadi 74,0.
Situasi seperti ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam,
bergizi seimbang, dan aman serta diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap
produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, konsumsi bahan pangan lainnya
dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok
umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah.
2
Secara umum upaya penganekaragaman pangan sangat penting untuk dilaksanakan
secara massal, mengingat trend permintaan terhadap beras kian meningkat seiring dengan
derasnya pertumbuhan penduduk, semakin terasanya dampak perubahan iklim, adanya efek
pemberian beras bagi keluarga miskin (Raskin) sehingga semakin mendorong masyarakat
yang sebelumnya mengkonsumsi pangan pokok selain beras menjadi mengkonsumsi beras
(padi), serta belum optimalnya pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok bagi
masyarakat setempat.
Pelaksanaan kegiatan P2KP ini merupakan implementasi dari Rencana Strategis
Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian, yang salah satunya ialah mengenai
Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan salah satu kontrak kerja antara Menteri
Pertanian dengan Presiden RI pada tahun 2009-2014, dengan tujuan untuk meningkatkan
keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini merupakan
tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti
oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Gerakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini
menjadi acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat
melalui basis kearifan lokal serta kerjasama terintegerasi antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat. Di tingkat propinsi, kebijakan tersebut harus ditindaklanjuti melalui
Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti melalui Peraturan
Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota) ataupun sebagainya.
Sebagai bentuk keberlanjutan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal tahun 2010, pada tahun 2013 program P2KP
diimplementasikan melalui kegiatan: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui
konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), (2) Sosialisasi dan Promosi P2KP. Melalui
dua kegiatan besar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat
untuk membentuk pola konsumsi pangan yang baik. Disamping itu perlu dijalin kerjasama
kemitraan dengan pihak swasta yang antara lain bisa berupa Corporate Social Responsibility
(CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) baik di bidang pangan maupun
sekitarnya.
Gerakan P2KP sangat jelas di lapangan, terutama pada tingkat kabupaten/kota, baik itu
melalui integrasi berbagai kegiatan dalam mewujudkan pengembangan ekonomi daerah,
maupun dari segi pelaksanaan dan pembiayaannya. Selain itu, Gubernur dan Bupati/Walikota
sebagai integrator utama memiliki peranan penting dalam mengkoordinasikan Gerakan
P2KP, khususnya terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai agen pembawa
perubahan (agent of change).
Disamping untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, Gerakan P2KP ini juga
ditujukan untuk meningkatkan keragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat agar
3
lebih beragam, bergizi seimbang, dan aman guna menunjang hidup sehat yang aktif dan
produktif.
Untuk itu, Petunjuk Pelaksanaan Gerakan P2KP tahun 2013 ini ditetapkan sebagai
acuan penyelenggaraan program P2KP sehingga dapat berjalan dengan baik di tingkat
kabupaten/kota untuk menyukseskan upaya peningkatan diversifikasi pangan.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan P2KP tahun 2013 terdiri atas:
1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep KRPL
Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan melalui upaya pemberdayaan wanita
untuk mengoptimalkan manfaat pekarangan sebagai sumber pangan dengan
membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan keluarga seperti aneka umbi,
sayuran, buah, serta budidaya ternak dan ikan demi menunjang ketersediaan sumber
karbohidrat, vitamin, mineral, protein dan lemak untuk keluarga dengan lokasi yang saling
berdekatan sehingga dapat membentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan
lokal. Pendekatannya dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan
(sustainable agriculture) antara lain dengan membangun kebun bibit dan mengutamakan
sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (local wisdom)
sehingga kelestarian alam pun ikut tetap terjaga.
Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan dengan konsep KRPL dilaksanakan
melalui pendampingan oleh Penyuluh Pendamping P2KP desa dan Pendamping P2KP
kabupaten/kota, serta dikoordinasikan bersama dengan aparat kabupaten/kota.
Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kemampuan kelompok wanita dalam
pengembangan pangan lokal (budidaya dan pengolahan pangan), dan membudayakan pola
konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman diharapkan juga dapat
memicu pengembangan usaha rumah tangga di bidang pangan sebagai bentuk peningkatan
ekonomi keluarga setelah kebutuhan gizi keluarganya terpenuhi.
Di setiap desa mempunyai kebun bibit (pengadaan bibit, pupuk dan kebutuhan
penyemaian benih) untuk memasok kebutuhan bibit tanaman/ternak/ikan bagi anggota
kelompok dan masyarakat, sehingga terciptanya keberlanjutan kegiatan. Pengembangan
kebun bibit ini disarankan agar diintegerasikan dengan kegiatan pembibitan yang ada di
Direktorat Jenderal Hortikultura dan Badan Litbang Kementerian Pertanian.
Di setiap desa pelaksana P2KP dana bansos juga diarahkan untuk mengembangkan
kebun sekolah (PAUD/TK/SD/SMP/SMA) yang berada di lokasi desa tersebut, pembinaan
dilakukan oleh pandamping desa P2KP sejalan dengan pembinaan yang dilakukan
terhadap kelompok wanita P2KP dan berkoordinasi dengan sekolah yang bersangkutan.
Kebun bibit yang dikembangkan di desa P2KP juga menyuplai bibit untuk kebun sekolah.
4
2. Sosialisasi dan Promosi P2KP
Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dimaksudkan untuk memasyarakatkan dan
membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman kepada
masyarakat melalui upaya-upaya penyebarluasan informasi, penyadaran sikap dan perilaku
serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga demi
terciptanya pola hidup yang sehat, aktif dan produktif.
Kepemimpinan formal (Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, hingga Kepala Desa)
berperan sentral sebagai panutan dan tokoh penggerak dalam gerakan P2KP. Sedangkan
kepemimpinan informal (tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama) berperan sebagai
panutan dalam mendukung Gerakan P2KP. Untuk itu himbauan baik tertulis maupun
melalui media komunikasi perlu disertai dengan contoh kongkrit tentang pentingnya
diversifikasi pangan sebagai pemenuh gizi keluarga.
Pelaksanaan gerakan P2KP memerlukan dukungan, peran serta dan sinergi dari
lembaga/instansi dan pemangku kepentingan seperti Kementerian Pertanian (Badan
PSDMP, Badan Litbangtan, Dirjen Tanaman Pangan, Dirjen Hortikultura, dan Dirjen
PPHP), Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian
Kehutanan, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Bappenas, BKKBN, lembaga
pendidikan, tokoh masyarakat, lembaga adat dan agama, BUMN/BUMD, pelaku usaha,
dan organisasi non-pemerintah seperti PKK, SIKIB, Kowani, dan lain sebagainya.
Kerjasama ini dapat dilakukan secara sinergis melalui pelaksanaan gerakan P2KP sesuai
peraturan yang ada.
Peran pelaku usaha (swasta) dalam mendukung gerakan P2KP dapat dilakukan antara
lain melalui pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan (PKBL). Peran kelembagaan non-formal dalam hal ini juga sangat
penting dalam menyukseskan upaya diversifikasi pangan untuk kesejahteraan bangsa.
Lomba Cipta Menu (LCM) merupakan salah satu ajang tahunan yang digelar untuk
mendukung upaya P2KP. LCM dimaksudkan sebagai bentuk peningkatan diversifikasi
pangan melalui kompetisi penciptaan menu B2SA berbasis pangan lokal mulai tingkat
kabupaten/kota, propinsi, hingga tingkat nasional.
Pameran diversifikasi pangan dilaksanakan sebagai bentuk promosi pangan lokal yang
antara lain dilakukan dengan menampilkan aneka pangan lokal, produk olahan pangan
lokal, hingga demo masak pangan lokal. Pameran diversifikasi dimaksudkan untuk
memudahkan interaksi antara pemerintah dengan para pengunjung, baik itu masyarakat
umum maupun pelaku usaha. Pada puncak peringatan HPS tingkat nasional, setiap
propinsi diberikan kesempatan untuk menampilkan produk olahan pangan lokalnya pada
stand masing-masing daerah.
5
No Kegiatan Sub Kegiatan
1.
Gerakan dan kampanye P2KP
Advokasi gerakan P2KP kepada tokoh masyarakat dan
para pemangku kepentingan
Aksi nyata gerakan P2KP secara kreatif dan inovatif
bersama-sama antara pemerintah, akademisi, swasta,
LSM, serta masyarakat
Seminar/lokakarya peningkatan diversifikasi pangan
2.
Lomba Cipta Menu B2SA
Kerjasama dengan PKK
Kerjasama dengan akademisi dan organisasi profesi
Kerjasama dengan pihak swasta
3.
Promosi Media Massa
Pemasangan billboard/baliho gerakan P2KP di tempat-
tempat umum
Penyiaran jingle P2KP di radio
Penayangan iklan layanan masyarakat P2KP di televisi
4. Pameran Diversifikasi Pangan Promosi pangan pokok local
Penyediaan icip-icip produk olahan pangan lokal
Demo masak berbasis pangan lokal
C. Dasar Hukum
Dasar hukum pelaksanaan gerakan P2KP adalah:
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, dalam salah satu pasalnya
menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan pangan berdasarkan pada azas kedaulatan,
kemandirian, ketahanan, keamanan, manfaat, keadilan, keberlanjutan dan keadilan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan.
3. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara.
4. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 Tentang Dewan Ketahanan Pangan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
6. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal;
7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Gerakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal.
8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Ketahanan Pangan.
6
9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Tata Hubungan Kerja
Antar Kelembagaan Teknis, Penelitian dan Pengembangan, dan Penyuluhan Pertanian
Dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN).
10. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/PMK.05/2012 tentang
Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga.
11. Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2010 tentang Pembangunan yang berkeadilan
• Kementerian PPN/Bappenas bertanggung jawab dalam Penyusunan Rencana Aksi
Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2011-2015.
• Pemerintah Propinsi melalui Gubernur diinstruksikan untuk menyusun Rencana Aksi
Daerah Pangan dan Gizi (atau disingkat RAD-PG) pada Tahun 2011
D. Pengertian
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku Pangan, dan bahan
lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan
makanan atau minuman.
2. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan.
3. Penganekaragaman Pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi
pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.
4. Pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA) adalah aneka ragam bahan
pangan baik sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak yang apabila
dikonsumsi dalam jumlah berimbang dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan.
5. Sosialisasi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman adalah upaya
penyebarluasan informasi untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi
pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman kepada masyarakat khususnya ibu
hamil dan anak usia dini untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif.
6. Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai
dengan potensi dan kearifan lokal.
7. Beras Analog adalah pangan pokok berbentuk seperti butiran beras padi yang bahan
bakunya dapat berasal dari kombinasi bahan tepung lokal dan atau dicampur dengan
padi.
7
8. Pola Konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan
makanan rata-rata per orang per hari, yang umum dikonsumsi masyarakat dalam jangka
waktu tertentu.
9. Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan ragam pangan yang didasarkan pada
sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun dari suatu
pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan).
10. Pekarangan adalah lahan yang ada di sekitar rumah dengan batas pemilikan yang jelas
(lahan boleh berpagar dan boleh tidak berpagar) serta menjadi tempat tumbuhnya
berbagai jenis tanaman dan tempat memelihara berbagai jenis ternak dan ikan.
11. Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar
mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses
informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestariaan fungsi lingkungan.
12. Pendamping P2KP adalah penyuluh pertanian/penyuluh tenaga harian lepas - tenaga
bantu penyuluh pertanian (THL-TBPP) atau aparat yang menangani P2KP yang telah
mengikuti pelatihan pendampingan P2KP, dan bertugas untuk mendampingi serta
membimbing kelompok sasaran kegiatan P2KP di wilayahnya.
13. Demplot adalah kawasan/area yang terdapat dalam kawasan SL-P2KP yang berfungsi
sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat praktek
pemanfaatan pekarangan yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompok.
14. Sekolah Lapangan (SL) adalah suatu model pelatihan yang dilaksanakan secara
bertahap dan berkesinambungan untuk mempercepat proses peningkatan kompetensi
sasaran, dimana proses berlatih melatih dilaksanakan melalui kegiatan belajar sambil
mengerjakan dan belajar untuk menemukan atau memecahkan masalah sendiri, dengan
berasaskan kemitraan antara pelatih dan peserta.
15. SL-P2KP adalah suatu tempat pendidikan non-formal bagi masyarakat untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan pemanfaatan
pekarangan dalam rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan sesuai
dengan sumberdaya lokal.
16. Laboratorium Lapangan (LL) adalah kawasan/area yang terdapat pada kawasan SL-
P2KP berfungsi sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan praktek
penerapan teknologi disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompok.
17. Kebun Sekolah adalah halaman atau lahan yang ada di sekitar sekolah dengan batas
penguasaan yang jelas, dapat dimanfaatkan untuk budidaya berbagai jenis
tanaman/tumbuhan, ternak atau ikan.
18. Kebun Bibit adalah area/kebun milik kelompok yang dijadikan/ difungsikan sebagai
tempat untuk pembibitan bagi kelompok. Kegiatan pembibitan dimaksudkan untuk
penyulaman atau penanaman kembali demplot kelompok maupun pekarangan milik
anggota dan masyarakat desa.
19. Desa atau yang disebut dalam UU No. 32/2004 diartikan sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, berwewenang untuk mengatur
8
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
20. Desa P2KP adalah desa yang telah ditunjuk sebagai penerima manfaat dan pelaksana
kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan.
21. Kelompok P2KP adalah kelompok wanita yang telah ditunjuk sebagai penerima
manfaat dan pelaksana kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan,
yaitu yang sudah eksis dan beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang lokasinya
saling berdekatan.
22. Corporate Social Responsibility (CSR) atau Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh
perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab
perusahaan terhadap sosial/lingkungan sekitar tempat perusahaan tersebut berada.
Bentuk tanggung jawab bermacam-macam mulai dari melakukan kegiatan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian
beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum,
sumbangan yang bersifat sosial dan berguna bagi masyarakat banyak.
23. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) adalah kegiatan untuk
menghasilkan model pengembangan produk pangan pokok sesuai karakteristik daerah
berbasis sumber daya lokal.
24. Rumah Pangan Lestari adalah sebuah konsep hunian yang secara optimal
memanfaatkan pekarangannya sebagai sumber pangan dan gizi keluarga secara
berkelanjutan.
25. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah sebuah konsep lingkungan
perumahan penduduk yang secara bersama-sama mengusahakan pekarangannya secara
intensif untuk dimanfaatkan sumber pangan secara berkelanjutan dengan
mempertimbangkan aspek potensi wilayah dan kebutuhan gizi warga setempat.
26. Lomba Cipta Menu (LCM) adalah ajang perlombaan tahunan yang diikuti oleh
kelompok wanita dalam menciptakan menu makanan berbasis pangan lokal yang
diselenggarakan di tingkat kabupaten/kota, tingkat propinsi, dan tingkat nasional.
9
BAB II
TUJUAN, SASARAN, DAN INDIKATOR KELUARAN
A. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Secara umum tujuan kegiatan P2KP adalah untuk memfasilitasi dan mendorong
terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang beragam, bergizi seimbang dan
aman yang diindikasikan dengan meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH).
Adapun tujuan dari Petunjuk Pelaksanaan P2KP ini adalah sebagai acuan bagi
pelaksana kegiatan baik di tingkat Pusat maupun Daerah, sehingga kegiatan P2KP
dapat berjalan optimal dan mencapai sasaran yang diharapkan.
2. Tujuan Khusus:
a. Meningkatkan kesadaran, peran, dan keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan
pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta
mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan tertentu melalui analisis situasi
konsumsi dan pola konsumsi pangan di lokasi P2KP.
b. Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan
gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil
sumber karbohidrat, vitamin, mineral dan protein untuk konsumsi keluarga.
c. Mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis
sumber daya dan kearifan lokal.
B. Sasaran
1. Sasaran Kegiatan
Mengacu pada tujuan di atas, sasaran kegiatan P2KP ialah:
a. Meningkatnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam mewujudkan pola
konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta menurunnya
tingkat ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan tertentu dengan
pemanfaatan pangan lokal.
b. Berkembangnya usaha pengolahan pangan skala UMKM sumber karbohidrat selain
beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.
10
2. Sasaran Lokasi Kegiatan
Kegiatan P2KP tahun 2013 dilaksanakan dengan sasaran lokasi sebagai berikut:
a. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep KRPL dilaksanakan di 63
desa baru pada 10 Kabupaten/kota dan 122 desa lanjutan tahun 2012 pada 7
kabupaten/kota di Propinsi Bengkulu.
b. Sosialisasi dan Promosi P2KP di 10 Kabupaten/kota se Provinsi Bengkulu
C. Indikator Keluaran
Keberhasilan kegiatan P2KP akan tercermin dari indikator berikut:
1. Meningkatnya jumlah partisipasi wanita dalam penyediaan pangan keluarga yang
beragam, bergizi seimbang, dan aman.
2. Meningkatnya jumlah usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan, dan
penyediaan pangan sumber karbohidrat dari bahan pangan lokal.
3. Terciptanya model pengembangan pangan pokok lokal sesuai dengan karakteristik
daerah.
4. Meningkatnya motivasi, partisipasi, dan aktivitas masyarakat dalam gerakan P2KP.
5. Meningkatnya kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui penghitungan skor PPH
pada desa binaan.
11
BAB III
KERANGKA PIKIR
A. Kebijakan
Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 Tentang Pangan memberi arahan bahwa untuk
memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman;
mengembangkan usaha pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan antara
lain melalui penetapan kaidah penganekaragaman pangan, pengoptimalan pangan lokal,
pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan pangan lokal,
pengenalan jenis pangan baru termasuk pangan lokal yang belum dimanfaatkan,
pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan, peningkatan ketersediaan dan akses
benih dan bibit tanaman, ternak dan ikan; pengoptimalan pemanfaatan lahan termasuk lahan
pekarangan; penguatan usaha mikro, kecil dan menengah di bidang pangan; serta
pengembangan industri pangan yang berbasis pangan lokal.
Dalam implementasinya, Perpres Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Permentan Nomor
43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan, menjadi acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melakukan
perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi, dan pengendalian kegiatan percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.
B. Rancangan Kegiatan
Gerakan P2KP pada tahun 2013 dilakukan melalui 2 kegiatan utama yaitu:
1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan dilakukan untuk 2 (dua) kelompok sasaran
yaitu :
Kelompok Wanita penerima bantuan tahun 2012 yang telah berkembang dan
melaksanakan pemanfaatan pekarangan sebanyak 22 (dua puluh dua) desa di 3
(tiga) Kabupaten untuk pengembangan kebun bibit;
Kelompok Wanita penerima bantuan tahun 2013 sebanyak 63 (enam puluh tiga)
desa di 10 (sepuluh) kabupaten/kota dengan rincian kegiatan :
a. Pengembangan pekarangan anggota dan demplot kelompok. Kegiatan berupa
pembuatan pagar kebun, pengolahan tanah, pembelian benih/bibit sarana
penanaman, sarana pembuatan pupuk organik, dan atau pembuatan
kandang/kolam.
b. Pengadaan kebun bibit.
c. Pengembangan kebun sekolah.
d. Pengenalan dan pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan, termasuk
pembelian sarana pengolahan pangan.
12
Calon Penerima dan Calon Lokasi (CP/CL) yang diidentifikasi harus memenuhi
kriteria-kriteria, yaitu :
a. kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili
berdekatan dalam satu kawasan sehingga dapat membentuk kawasan pekarangan
dengan konsep KRPL.
b. Bukan kelompok penerima bansos lainnya di tahun berjalan
c. Memiliki struktur organisasi yang jelas dan diketahui kepala desa
d. Mampu menyediakan lahan untuk kebun bibit (bukan menyewa lahan) dan
memeliharanya untuk kepentingan anggota kelompok dan masyarakatdesa
lainnya (surat pernyataan Format 8).
e. Mampu mengelola keuangan kelompok dan melaksanakan kegiatan secara
berkesinambungan (surat pernyataan).
f. Khusus untuk daerah yang sulit memenuhi jumlah anggota kelompok minimal 30
rumah tangga dalam satu desa yang berdomisili secara berdekatan dapat
mengambil anggota kelompok dari desa terdekat dan nama desa yang ditetapkan
sebagai penerima manfaat adalah desa dengan jumlah rumah tangga terbanyak.
2. Sosialisasi dan Promosi P2KP, dilaksanakan melalui berbagai macam kegiatan seperti
gerakan kampanye serta sosialisasi melalui media massa cetak maupun elektronik,
promosi pola pangan B2SA seperti “One Day No Rice”, Lomba Cipta menu pangan
B2SA, pameran diversifikasi pangan fokus pada pengembangan pangan pokok lokal
berbasis tepung-tepungan, seperti kudapan, mie dan beras analog, gerakan (aksi)
diversifikasi kampanye kreatif dan inovatif dalam memperkaya citra pangan lokal,
serta melalui pelibatan tokoh formal dan informal yang berpengaruh di masyarakat.
Selain rencana kegiatan utama program P2KP diatas, dilakukan juga kegiatan
pendukung pencapaian indikator keluaran program ini yang dilakukan oleh kabupaten/kota
yang harus dilakukan secara simultan sehingga tujuan dari gerakan P2KP dapat terwujud
sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Melengkapi upaya P2KP dilakukan kegiatan Analisis Situasi Konsumsi Pangan di
Wilayah Program P2KP. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran
kuantitas dan kualitas konsumsi pangan, khususnya di desa penerima program P2KP.
Kegiatan ini dilakukan di 3 kab/kota terpilih, dengan minimum sampel 6 desa per kab/kota
(desa lama maupun desa baru penerima program) dan masing-masing desa diambil 10-30
rumah tangga sampel, sehingga kisaran total sampel setiap kabupaten sebesar 60-180 rumah
tangga, dan total sampel Provinsi Bengkulu sebesar 180 s.d 540 rumah tangga.
Kegiatan pemantauan survey konsumsi di wilayah P2KP ini dilakukan dua tahap yaitu
awal dan akhir tahun pelaksanaan program 2013. Metode survey konsumsi/pemantauan
konsumsi pangan dilakukan dengan menggunakan Food Record Method (Pencatatan
konsumsi pangan secara mandiri). Tahap pengambilan data konsumsi dilakukan oleh
penyuluh pendamping desa P2KP dan penyuluh pendamping kab/kota P2KP. Tahap analisis
dan pelaporan dilakukan oleh petugas yang menangani konsumsi di kab/kota dan provinsi.
13
Analisis dilakukan untuk melihat peningkatan kualitas konsumsi pangan berdasarkan Pola
Pangan Harapan (PPH). Melalui pemantauan konsumsi ini diharapkan dapat mengukur
indikator keberhasilan program P2KP.
Keberhasilan pelaksanaan gerakan P2KP bergantung pada sinergi kerja sama natara
aparat pemerintah Daerah dari berbagai instansi terkait, penyuluh pendamping dan penerima
manfaat. Agar kegiatan dilaksanakan dengan tepat sasaran maka harus diidentifikasi dengan
benar akar masalah yang ada di lapangan dan melakukan pendekatan yang menyeluruh
kepada masyarakat. Pelaksanaan kegiatan sebaiknya dari kelompok-kelompok yang telah
mengakar di masyarakat dan mempunyai keinginan serta komitmen sebagai perintis gerakan
P2KP. Secara utuh, kegiatan ini diarahkan untuk menjadi kebutuhan kelompok/masyarakat
sehingga keberadaan dan perkembangannya akan bersifat berkelanjutan dan tidak sebatas
keproyekan.
Penyuluh Pendamping P2KP memiliki peran terdepan dalam keberhasilan gerakan
P2KP, termasuk didalamnya memperbaiki perilaku konsumsi pangan masyarakat.
Kemampuan utama yang perlu dikembangkan seorang Penyuluh Pendamping P2KP adalah
dari sisi kepemimpinan (leadership), manajemen, dan kewirausahaan (entrepreneurship),
disamping kemampuan untuk menggerakkan masyarakat, membangun jejaring, dan menjadi
contoh nyata bagi masyarakat, serta berperan sebagai fasilitator dan penyedia input
intelektual.
Koordinator pendamping kegiatan P2KP kabupaten/kota diambil dari tenaga penyuluh
ataupun pegawai Badan/Kantor/Unit kerja ketahanan pangan Kabupaten/Kota bersangkutan,
sedangkan pendamping desa diambil dari tenaga penyuluh yang ada di desa bersangkutan
atau apabila tidak ada maka dapat diambil dari kader setempat yang mampu menjalankan
kegiatan pendampingan untuk keberhasilan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan
dan membuat laporan secara berkala.
C. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam mendukung pelaksanaan gerakan P2KP,
diantaranya dalah mengoptimalkan peran para pemimpin formal dan informal sebagai tokoh
panutan, kampanye dan gerakn, dan kesinambungan sinergi antar pemangku kepentingan.
Pemimpin memiliki pengaruh besar sebagai tokoh panutan, baik itu pemimpin formal
maupun informal. Peranan para pemimpin formal dapat diwujudkan melalui penerbitan
peraturan mengenai gerakan P2KP, sedangkan peranan pemimpin informal dapat diwujudkan
melalui dukungan dan peran serta didalam gerakan P2KP.
Kampanye dilaksanakan untuk menyinergikan dan mengintegrasikan gerakan P2KP
baik itu di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang antara lain dilakukan dengan cara
mengadvokasi para pemimpin, menyosialisasilan kegiatan P2KP kepada para pemangku
14
kepentingan, dan mempromosikan pangan lokal kepada masyarakat luas secara formal
maupun informal.
Untuk mendukung gerakan P2KP maka perlu dibangun jaringan kerjasama yang
sinergis untuk menyamakan persepsi dan langkah para pemangku kepentingan, baik dengan
instansi di lingkup Kementerian Pertanian, Badan PSDMP, Badan Litbangtan, Direktorat
Jenderal Teknis, PPHP, kementerian/lembaga terkait, perguruan tinggi, dan pihak swasta
serta BUMN/BUMD.
D. Strategi
Berdasarkan Perpres Nomor 22 Tahun 2009, gerakan P2KP dilakukan melalui dua strategi
utama, yaitu:
1. Internalisasi Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Salah satu faktor penting yang menyebabkan belum maksimalnya pencapaian
gerakan P2KP adalah masih terbatasnya kebijakan dan peraturan yang berhubungan
dengan proses internalisasi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan
aman pada tingkat rumah tangga hingga individu. Pengetahuan tentang diversifikasi
pangan yang dimiliki oleh setiap individu, terutama wanita sangat penting dalam
menyusun menu makanan yang memenuhi kaidah gizi seimbang.
Proses internalisasi penganekaragaman konsumsi pangan dilakukan melalui 2 (dua) cara
yaitu:
a. Advokasi, kampanye, promosi, dan sosialisasi tentang konsumsi pangan yang beragam,
bergizi seimbang, dan aman kepada aparat pada berbagai tingkatan dan masyarakat.
b. Pendidikan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman melalui jalur
pendidikan formal dan non-formal/penyuluhan.
Bagian dari proses internalisasi adalah dengan meningkatkan peran kelompok wanita dan
pengembangan pangan B2SA. Kegiatan pemberdayaan kelompok wanita tersebut
dilakukan mulai dari pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga,
peningkatan pengetahuan tentang pangan B2SA, dan pengembangan kebun sekolah untuk
pengenalan pangan dan pola pangan B2SA.
2. Pengembangan Bisnis dan Industri Pangan Lokal
Keberhasilan gerakan P2KP ditentukan juga oleh ketersediaan aneka ragam bahan
pangan dan perilaku konsumen dalam mengonsumsi aneka ragam pangan. Efektivitas
P2KP akan tercapai apabila upaya internalisasi didukung dan berjalan beriringan dengan
pengembangan bisnis pangan dan industri pangan lokal. Oleh karena itu gerakan P2KP
Nasional dan Daerah perlu diselaraskan, khususnya dalam pengembangan pertanian,
perikanan, peternakan, dan industri pengolahan pangan guna memajukan perekonomian
wilayah. Kondisi ini menuntut komitmen yang tinggi dari berbagai pihak serta
15
memerlukan rencana bisnis dan industri aneka ragam pangan yang komprehensif. Dalam
kegiatan ini, termasuk pengembangan usaha pangan lokal skala UMKM.
16
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Persiapan
1. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dijabarkan lebih lanjut menjadi Petunjuk Teknis
(Juknis) yang disusun oleh Kabupaten/Kota sebagai acuan dalam pelaksanaan
Gerakan P2KP di Daerah.
2. Mekanisme penetapan desa dan kelompok penerima manfaat P2KP
a. Aparat kabupaten/kota melakukan identifikasi CPCL berkoordinasi dengan
Camat untuk memilih lokasi desa dan dengan Kepala Desa untuk memilih
kelompok yang memenuhi kriteria sesuai dengan pedoman P2KP, meliputi
Identitas penerima manfaat ( nama dan alamat kelompok, jumlah anggota
kelompok, nama dan alamat ketua dan anggota kelompok, nomor rekening
kelompok, nama dan alamat sekolah disertai nama kepala sekolah).
b. Selanjutnya hasil CPCL tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) yang menangani ketahanan pangan di tingkat
kabupaten/kota untuk dana TP dan KPA yang menangani ketahanan pangan di
provinsi untuk dana dekonsentrasi (Format 1).
c. Keputusan tersebut selanjutnya dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q
Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta kepada
Badan/Dinas/Kantor/instansi yang menangani ketahanan pangan tingkat propinsi
pada bulan Pebruari 2013.
d. Kelompok yang telah diidentifikasi harus membuat pernyataan (Format 8)
sebelum ditetapkan dengan Keputusan KPA.
3. Mekanisme penetapan pendamping P2KP ;
a. Pendamping P2KP tingkat kab/kota tahun 2013 (bagi kab/kota lama dipilih
pendamping yang sudah mengikuti apresiasi P2KP tahun 2012) ditetapkan
melalui SK Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang menangani ketahanan pangan
di Kab/Kota bagi dana TP dan diusulkan ke Provinsi serta ditetapkan melalui
Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi bagi dana
dekonsentrasi. Hasil penetapan pendamping P2KP kabupaten/kota (Format 2)
dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman
Konsumsi dan Keamanan Pangan serta kepada Badan/Dinas/Kantor/instansi yang
menangani ketahanan pangan tingkat propinsi pada bulan Pebruari 2013.
Selanjutnya seluruh Penyuluh Pendamping P2KP akan mengikuti kegiatan
Apresiasi tahun 2013.
b. Pemilihan dan penetapan Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa berkoordinasi
dengan Bakorluh/BPP Kecamatan/Camat/Kepala Desa/Tokoh Masyarakat,
kemudian ditetapkan melalui SK Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang
menangani ketahanan pangan di Kab/Kota bagi dana TP dan diusulkan ke
Provinsi serta ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan
pangan di provinsi bagi dana dekonsentrasi (Format 3) dan disampaikan kepada
17
Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan
Pangan serta kepada Badan/Dinas/Kantor/instansi yang menangani ketahanan
pangan propinsi pada bulan Pebruari 2013. Penyuluh yang telah diidentifikasi
harus membuat pernyataan (Format 8) sebelum ditetapkan oleh Keputusan KPA.
B. Pelaksanaan
1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep KRPL
Kegiatan ini dilaksanakan di 63 desa baru di 10 kabupaten/kota. Setiap desa terdiri dari
1 kelompok yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang lokasinya saling
berdekatan dalam satu kawasan dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Melaksanakan sosialisasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan oleh penyuluh
pendamping kepada kelompok penerima manfaat melalui metode Sekolah Lapangan
(SL), yang diberikan kepada para Penerima Manfaat.
b. Melaksanakan pengembangan Demplot pekarangan sebagai Laboratorium Lapangan
(LL) sekaligus berperan sebagai pekarangan percontohan (pangan sumber
karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak). Fasilitasi pekarangan
percontohan ini antara lain berupa bimbingan, pembelian sarana produksi,
administrasi, dan manajemen kelompok.
Luas demplot kelompok berkisar minimal 36 m2 atau disesuaikan dengan
ketersediaan lahan kelompok.
Demplot ditanami berbagai jenis tanaman (sayuran, buah, umbi-umbian), tidak
ditanami hanya satu jenis tanaman saja.
Di dalam lahan demplot juga dapat dibuat kolam ikan dan kandang ternak kecil,
sebagai sarana pembelajaran untuk budidaya pangan sumber protein.
Lahan demplot diusahakan tidak berlokasi terlalu jauh dari tempat tinggal para
anggota, sehingga memudahkan proses pembelajaran dan praktek langsung di
pekarangan.
Pengelolaan lahan demplot merupakan tanggung jawab anggota kelompok
(dibuat jadwal piket secara bergantian).
c. Mengembangkan kebun bibit kelompok yang diarahkan untuk menjadi cikal bakal
kebun bibit desa.
Bibit yang dikembangkan adalah bibit tanaman sayuran, buah, dan umbi
umbian.
Luas kebun bibit ini berkisar minimal 25 m2 atau disesuaikan dengan lahan yang
tersedia.
Peralatan dan media yang digunakan untuk pembibitan antara lain adalah:
polybag (ukuran kecil/sedang/besar), pot, tanah, kompos, sekam, dll serta dapat
memanfaatkan bahan daur ulang sebagai media pembibitan (barang-barang
bekas).
18
Media tanaman untuk perbenihan di kebun bibit dianjurkan untuk menggunakan
campuran tanah, pasir dan pupuk kandang yang sudah matang, dengan
perbandingan 1:1:1 dan atau komposisi lainnya sesuai jenis tanaman.
Kebun bibit kelompok menyuplai bibit untuk anggota kelompok, kebun sekolah
dan dapat juga untuk masyarakat sekitar. Cara distribusi bibit dilakukan sesuai
dengan kesepakatan hasil musyawarah kelompok.
Lokasi kebun bibit diusahakan terletak pada daerah yang strategis dan tidak jauh
dari anggota sehingga mudah dijangkau oleh anggota atau masyarakat yang
membutuhkan bibit dan memudahkan pemeliharaan kebun bibit.
Pengelolaan dan pemeliharaan kebun bibit menjadi tanggung jawab kelompok
dengan pembagian tugas berdasarkan musyawarah kelompok.
d. Mengembangkan pekarangan milik anggota Kelompok Penerima Manfaat sesuai
hasil musyawarah kelompok berdasarkan potensi pekarangan dan kebutuhan tiap-
tiap anggota kelompok.
Setiap anggota kelompok dapat mengusulkan kebutuhan untuk masing-masing
pekarangannya dalam musyawarah kelompok yang dituangkan dalam Rencana
Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA).
Lahan pekarangan anggota dapat ditanami berbagai jenis sayuran, buah, dan
umbi-umbian; dibuat kolam ikan; kandang ternak kecil; sesuai dengan
kebutuhan dan luas pekarangannya. Jenis tanaman yang ditanam bervariasi dari
tanaman petik dan cabut serta tanaman semusin dan tanaman tahunan untuk
menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan.
Lahan pekarangan anggota yang dimanfaatkan tidak hanya yang di bagian
depan rumah, tetapi juga lahan pekarangan yang ada di samping atau belakang
rumah.
Pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga dilakukan secara
terus menerus yang didukung oleh ketersediaan bibit dari kebun bibit kelompok.
e. Setiap desa P2KP harus membina minimal 1 (satu) sekolah
(PAUD/TK/SD/MI/SMP/SMU) untuk mengembangkan kebun sekolah dengan
tanaman sayuran, buah dan umbi-umbian, unggas/ternak kecil/ikan. Sekolah yang
dipilih ditetapkan dalam keputusan Kuasa pengguna Anggaran (KPA) yang
Gambar 1 : Contoh Kebun Bibit
19
menangani ketahanan pangan tentang Penetapan Penerima manfaat P2KP
(Format 1).
Pembinaan terhadap kebun sekolah dilakukan oleh pendamping desa P2KP
sejalan dengan pembinaan yang dilakukan terhadap kelompok wanita P2KP dan
berkoordinasi dengan sekolah yang bersangkutan.
Penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan kepada para siswa yaitu tentang
cara budidaya aneka jenis tanaman, unggas dan ikan di lahan/pekarangan/kebun
milik sekolah, termasuk mensosialisasikan pemanfaatan hasil pekarangan
sebagai sumber pangan keluarga yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman
(B2SA).
Sekolah yang dibina adalah sekolah yang berlokasi di desa P2KP yang dapat
dipilih salah satu dari yang ada di desa (PAUD/TK/SD/MI/SMP/SMU). Khusus
desa yang tidak ada sekolah tersebut dapat melakukan pembinaan di pesantren
dan panti asuhan.
f. Tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman sayuran, buah, dan aneka umbi yang
biasa dikonsumsi dan disukai oleh masyarakat setempat serta menggunakan pupuk
dan pestisida yang aman bagi lingkungan dan kesehatan. Dalam membudidayakan
tanaman, perlu menerapkan juga sistem rotasi tanaman. Rotasi tanaman adalah
menanam tanaman secara bergilir di suatu lahan. Tujuan dari rotasi tanaman ini
antara lain adalah untuk meningkatkan produksi tanaman, memanfaatkan tanah-
tanah yang kosong, memperkaya variasi tanaman sehingga yang ditanam tidak itu-
itu saja, memperbaiki kesuburan tanah, serta memperkecil resiko kegagalan panen.
Gambar 2 : Contoh Pengembangan Kebun Sekolah
20
g. Membudidayakan unggas atau ternak kecil (seperti ayam, itik, kelinci) atau ikan
(lele, nila, mas) sesuai dengan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat
sebagai pangan sumber protein hewani.
Kolam ikan dapat dibuat secara sederhana dengan menggunakan terpal (kolam
lahan kering) dan memanfaatkan drum besar sebagai kolam ikan.
Kandang ternak kecil dapat dibuat di sekitar rumah dengan tetap memperhatikan
aspek kesehatan (letaknya tidak terlalu dekat dengan rumah).
h. Mengenalkan beberapa organisme pengganggu tanaman (jamur, bakteri, virus,
serangga) dan cara penanggulangannya.
i. Melakukan pertemuan kelompok secara periodik minimal satu kali dalam sebulan.
j. Melakukan penyuluhan tentang pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman
untuk hidup sehat, aktif, dan produktif. Kegiatan dapat dilakukan melalui praktek
penyusunan menu dan porsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman
k. Demonstrasi penyediaan pangan dan penyiapan menu makanan yang beragam,
bergizi seimbang, dan aman.
2. Sosialisasi dan Promosi P2KP
Kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP dilakukan dalam bentuk:
a. Gerakan atau Kampanye P2KP
Gerakan atau kampanye P2KP dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan kreatif dan
inovatif yang dapat menarik perhatian serta mendidik masyarakat dengan
membentuk pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman
seperti melalui gerakan One Day No Rice, kegiatan mengonsumsi ubi sebelum
makan siang (Manggadong), gerakan konsumsi buah dan sayur, dan lain sebagainya.
Gerakan dan kampanye P2KP dilakukan secara terintegrasi antara Provinsi,
Kabupaten/Kota, dan para pemangku kepentingan sehingga mencapai kesatuan
Gambar 3 : Bagan Sistem Rotasi Tanaman
21
gerak dalam mengampanyekan pangan lokal. Pelaksanaan gerakan dan kampanye
P2KP dapat juga dilakukan melalui aneka perlombaan, seminar diversifikasi pangan,
maupun melalui penyuluhan di berbagai tingkatan. Optimaliasasi peran tokoh
masyarakat dan organisasi non pemerintah dalam gerakan dan kampanye P2KP akan
membuat upaya sosialisasi dan promosi P2KP berjalan lebih lancar.
b. Lomba Cipta Menu B2SA
Lomba Cipta Menu B2SA dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota, kemudian
dilanjutkan pada tingkat propinsi, dan berlanjut hingga tingkat nasional pada puncak
perayaan HPS.
Menu yang diciptakan terdiri dari sarapan, makan siang, dan makan malam untuk
tiga hari dengan memanfaatkan pangan lokal.
c. Penayangan Iklan di Media Massa
Iklan di media massa dilakukan untuk menyebarluaskan informasi secara luas
kepada masyarakat. Iklan dilakukan di media massa cetak maupun elektronik dalam
bentuk pemasangan billboard di tempat-tempat umum, penyiaran jingle P2KP di
radio, maupun penayangan iklan layanan masyarakat di televisi baik di tingkat lokal
maupun tingkat nasional.
d. Pameran P2KP
Kegiatan pameran P2KP dilakukan untuk mempromosikan upaya peningkatan
diversifikasi pangan melalui berbagai event seperti Hari Pangan Sedunia, Festival
Pangan Lokal, Agrinex, dan lain sebagainya. Dalam kegiatan pameran juga dapat
dibuat berbagai media sosialisasi dan promosi seperti brosur, poster, banner, dan lain
sebagainya seperti demo masak sesuai dengan tema pameran. Melalui pameran
P2KP diharapkan dapat mempertemukan para pemangku kepentingan sehingga
dapat mendorong pengembangan bisnis dan industri pangan lokal.
e. Melakukan sosialisasi mengenai pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi
seimbang, dan aman melalui penyuluhan, seminar, maupun pameran.
f. Melakukan kampanye kreatif dan inovatif antara lain melalui gerakan P2KP seperti
One Day No Rice, dan lain sebagainya.
g. Melaksanakan/berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam
bentuk perlombaan, festival kuliner, dan demo masak pangan lokal.
h. Kunjungan kerja.
i. Pelibatan pemimpin/tokoh formal dan informal sebagai bentuk advokasi terhadap
gerakan P2KP.
C. Penerapan Teknologi Pasca Panen
Dalam usaha mendapatkan hasil optimal untuk produk pemanfaatan pekarangan
kelompok dan pengembangan pengolahan pangan lokal, diperlukan penanganan hasilnya
(panen) dengan maksud untuk meningkatkan kualitasnya, baik dari kandungan gizi,
kesegaran, bebas dari bahan-bahan kimia serta mempunyai daya simpan yang lama.
Beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain :
22
a. Melaksanakan penerapan tentang “Good Manufacture Processing” (GMP), yang
merupakan penanganan produk pertanian dengan memperhatikan kebersihannya dan
bebas dari kontaminasi dari berbagai organisme yang merugikan untuk menjamin
bahan pangan yang sehat, aman, dan bergizi tinggi. Penerapan GMP dilaksanakan
pada waktu panen dan pengolahan pangan, meliputi cara dan waktu pemanenan,
pemakaian peralatan yang baik dan benar, tata letak ruangan dan pengaturan
peralatan, penanganan sampah dan limbah pertanian, dan lain sebagainya.
b. Bahan pangan yang tidak habis dalam sekali pakai sehingga perlu disimpan agar
memperhatikan berbagai pertimbangan antara lain kelembaban udara, temperatur, cara
penyimpanan, sirkulasi udara sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan
terjamin kualitasnya;
c. Menghindari dan mengurangi pemakaian bahan-bahan kimia, seperti pestisida, pupuk
berbahan kimia dan obat-obatan dan memanfaatkan bahan-bahan organik maupun
cara mekanis untuk menjamin produk pertanian tersebut sehat, aman dan bebas dari
residu kimia.
d. Menjaga kebersihan bahan pangan dan kemungkinan kontaminasi dari bahan-bahan
yang mengandung bakteri, virus, mikroorganisme yang berbahaya, kotoran, serta zat-
zat yang merugikan dan menganggu kesehatan bagi manusia, terhindar dari penyakit
dan mendukung pola hidup yang aktif, sehat dan produktif.
e. Dalam proses memasak dan mengolah bahan pangan agar dilakukan dimasak dengan
cara yang benar dan tepat untuk menjaga kandungan nutrisi didalam bahan pangan
tersebut tidak berkurang maupun rusak. Apabila akan memasak bahan-bahan pangan
(terutama sayuran dan buah) wajib dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air
bersih dan mengalir untuk menghindari kuman penyakit.
f. Memperhatikan proses pasca panen meliputi cara penyimpanan, pengemasan,
perlakuan terhadap produk pertanian agar tidak mengurangi kandungan gizi dan
terjamin kualitasnya.
g. Menganalisa dan mempertimbangkan proses pengemasan (packaging) yang menarik,
aman dan higienis, serta mempelajari jaringan (link), distribusi dan strategi pemasaran
apabila bahan pangan yang dihasilkan dari budidaya di pekarangan akan dijual agar
menarik dan mampu bersaing dengan produk-produk yang sejenis sehingga mampu
menambah pendapatan (income) keluarga dan berkembang menjadi usaha bisnis skala
keluarga.
D. Titik Kritis Pelaksanaan Kegiatan
Beberapa aspek kegiatan dan tahapan yang perlu diperhatikan pada pengendalian
intern program P2KP antara lain meliputi bidang administrasi, proses keberlangsungan
kegiatan, dan mengenai kualitas kerja yang dihasilkan.
Untuk Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan :
- Kelengkapan administrasi terdiri dari Keputusan Kelompok Pemerima Bansos, Surat
pernyataan kelompok, Keputusan Pendamping Kab/Kota dan Desa, SP2D Pencairan
bansos, , Berita Serah Terima Bansos, Laporan Semester, Laporan Perkembangan,
dan Laporan Akhir P2KP.
23
- Pada proses keberlangsungan kegiatan perlu diperhatikan tentang perkembangan,
ketepatan waktu dalam melaksanakan kegiatan, dan keberlanjutan kegiatan.
- Kualitas kerja yang dihasilkan mengacu pada pengembangan KRPL, pengetahuan
pola konsumsi pangan B2SA, kualitas produk olahan pangan lokal, intensitas
promosi, dan aksi gerakan P2KP berkearifan lokal.
- Peluang resiko yang sering muncul antara lain mengenai waktu pelaksanaan,
kualitas kegiatan, kurang koordinasi, dan pelaporan antara lain pada proses CPCL,
pencairan dana, kelengkapan administrasi, sosialisasi oleh pendamping, pelaporan,
serta kampanye P2KP.
24
BAB V
PENDAMPING P2KP
A. Tugas Pendamping P2KP Kabupaten/Kota
Pendamping P2KP tingkat Kabupaten/Kota bertugas untuk mendampingi serta
membimbing kelompok sasaran kegiatan P2KP di Kabupaten/Kota dengan rincian tugas
sebagai berikut :
1. Bersama aparat Kabupaten/Kota melakukan identifikasi CPCL
2. Melakukan identifikasi potensi budidaya aneka tanaman yang dapat dikembangkan di
pekarangan yang ada di wilayah Kabupaten/Kota.
3. Membimbing dan mendampingi pelaksanaan kegiatan P2KP di seluruh desa penerima
manfaat.
4. Memberikan sosialisasi dan pelatihan P2KP kepada pendamping desa
5. Merekap laporan pelaksanaan kegiatan kelompok P2KP dari para pendamping desa.
6. Bersama aparat Kabupaten/Kota memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
dilapangan.
7. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan P2KP dan menyerahkannya kepada
badan/Dinas/Kantor/Unit kerja ketahanan pangan di Kabupaten/Kota.
8. Mengumpulkan data dari Pendamping P2KP Desa untuk penghitungan PPH kelompok
P2KP yang diteruskan kepada aparat kabupaten untuk dianalisis.
B. Tugas Pendamping Desa P2KP
Pendamping Desa P2KP bertugas mendampingi serta membimbing secara teknis
kelompok P2KP di desa dengan rincian tugas sebagai berikut :
1. Membimbing kelompok dalam pelaksanaan kegiatan optimalisasi pemanfaatan
pekarangan dengan metode Sekolah lapangan (SL).
2. Melakukan identifikasi potensi desa meliputi kegiatan budidaya (tanaman pangan,
sayuran dan buah, peternakan dan perikanan) dan kegiatan non budidaya (teknologi
pemanfaatan hasil pekarangan, pengolahan pangan lokal, dan usaha lainnya yang terkait
diversifikasi pangan).
3. Membantu kelompok untuk membuat dan mengelola kebun bibit.
4. Memberikan informasi dan memotivasi kelompok untuk menerapkan pola konsumsi
pangan B2SA
5. Melaksanakan praktek penyusunan dan pengolahan menu B2SA bersama kelompok
6. Membantu kelompok dalam penyusunan Rencana Kerja dan Kebutuhan Anggaran
(RKKA) kelompok.
25
7. Melakukan kunjungan dan pertemuan rutin kelompok sesuai dengan yang telah
dijadwalkan.
8. Membantu kelompok dalam pengelolaan dana bansos
9. Berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk kegiatan pengembangan kebun sekolah
10. Membina dan mendampingi pelaksanaan kegiatan pengembangan kebun sekolah
11. Membuat laporan perkembangan kegiatan kelompok dan mengumpulkannya kepada
pendamping Kabupaten/Kota
12. Mengumpulkan data konsumsi anggota kelompok P2KP untuk penghitungan PPH
dengan format yang telah disediakan.
26
BAB V
ORGANISASI DAN TATA KERJA
A. Organisasi
Mekanisme dan tata hubungan kerja antar instansi pada gerakan P2KP sebagaimana
diatur dalam Permentan Nomor 43 tahun 2009 menunjukkan bahwa di Daerah, pelaksanaan
dikoordinasikan oleh Dewan Ketahanan Pangan Daerah yang diketuai oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota selaku Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan di masing-masing Daerah.
Penanggung jawab kegiatan adalah Badan/Dinas/Kantor yang menangani ketahanan pangan
Daerah dengan melibatkan instansi dan dinas terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas
Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Perdagangan, Balai Pengembangan
Teknologi Pertanian (BPTP), Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan dan
Perikanan, perguruan tinggi, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya seperti PKK
tingkat propinsi dan kabupaten/ kota.
Sedangkan pada tingkat nasional, untuk memperlancar gerakan P2KP, Kepala Badan
Ketahanan Pangan selaku Sekretaris Dewan Ketahanan Pangan membantu Menteri Pertanian
selaku Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan mengkoordinasikan instansi terkait baik itu
kementerian/lembaga terkait, pihak swasta, industri pangan dan pemangku kepentingan
(stakeholder) terkait.
Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan tugas bersama antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat. Sesuai dengan semangat dan paradigma baru pembangunan, peran
dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan P2KP harus dikedepankan sebagai pelaku utama
penentu keberhasilan program. Peranan pemerintah terbatas pada fungsi pelayanan,
penunjang, fasilitasi, dan motivasi. Partisipasi masyarakat, swasta, LSM, organisasi profesi
maupun perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan gerakan P2KP.
B. Tata Kerja
Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan P2KP secara berjenjang dari desa,
kecamatan, kabupaten/kota, propinsi sampai tingkat pusat, Dewan Ketahanan Pangan
berfungsi sebagai simpul koordinasi.
1. Desa
Kepala Desa/Lurah sebagai pimpinan wilyah di desa P2KP mendukung pelaksanaan
kegiatan P2KP di desa/kelurahan dengan penyuluh pendamping, kelompok penerima
manfaat dan dengan pihak sekolah pelaksana pengembangan kebun sekolah.
2. Kecamatan
Camat bertugas: (a) memfasilitasi pelaksanaan P2KP di wilayahnya, (b)
mengkoordinasikan Kepala Desa dalam menggerakkan pelaksanaan P2KP di wilayahnya,
27
(c) memberikan masukan kepada Badan/Kantor/Dinas yang menangani ketahanan pangan
tingkat kabupaten/kota dalam pemilihan CPCL.
3. Kabupaten/Kota
Bupati/Walikota selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan di kabupaten/kota berperan
sebagai koordinator pelaksana P2KP, sedangkan penanggung jawab kegiatan di tingkat
kabupaten/kota adalah Badan/Kantor/Dinas yang menangani ketahanan pangan.
4. Propinsi
Gubernur selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan Propinsi berperan sebagai
koordinator pelaksana P2KP, sedangkan penanggung jawab kegiatan di propinsi adalah
Kepala Badan/Kantor/Dinas yang menangani ketahanan pangan di tingkat propinsi.
5. Pusat
Kepala Badan Ketahanan Pangan selaku sekretaris Dewan Ketahanan Pangan cq.
Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan bertanggung jawab
mulai proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pengendalian serta
sinkronisasi dan integrasi kegiatan dan anggaran.
28
BAB VI PEMBIAYAAN
A. Operasional Kegiatan
1. Kelompok wanita pelaksana KRPL tahun 2012 mendapatkan Rp. 3.000.000,- (tiga juta
rupiah) untuk pengembangan kebun bibit.
2. Kelompok wanita pelaksana KRPL tahun 2013 diberikan dana bansos sebesar
Rp. 47.000.000,- (empat puluh tujuh juta rupiah) terdiri dari :
a. Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk kebun bibit
- Pengadaan aneka bibit tanaman sayuran, buah, dan umbi-umbian
- Pengadaan peralatan dan media tanam seperti: polybag, pot, rak, kompos,
pupuk, dll.
- Pembangunan fisik sederhana kebun bibit.
b. Rp. 27.000.000,- (dua puluh juta rupiah) untuk pengembangan pekarangan
anggota dan Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) untuk demplot.
- Pengembangan demplot anggota sebagai Laboratorium Lapangan (LL) untuk
sarana pembelajaran kelompok dalam mengembangkan pekarangan (Sekolah
Lapangan/SL)
- Pengembangan pekarangan di masing-masing rumah anggota
- Pembelian aneka kebutuhan untuk pekarangan anggota (pot, polybag, pupuk,
bibit, cangkul, garpu, kored, peralatan berkebun, dll.).
- Pembuatan kandang unggas atau ternak kecil dan atau kolam ikan
- Kebutuhan disesuaikan dengan luas pekarangan anggota serta berdasarkan
hasil musyawarah kelompok dan pendamping
c. Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) untuk pengembangan kebun sekolah;
- Pembelian sarana dan prasarana untuk pengembangan kebun sekolah (bibit,
pupuk, kompos, pot, polybag, cangkul, dll.)
- Penyuluhan kepada para siswa tentang cara budidaya aneka jenis tanaman,
unggas dan ikan di lahan milik sekolah
d. Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk pengembangan menu B2SA dari hasil
pekarangan dan atau usaha olehan pangan skala UMKM:
- Membuat olahan pangan lokal
- Membeli peralatan sederhana untuk mengolah hasil pekarangan sebagai
sumber pangan keluarga.
- Praktek/demonstrasi penyusunan menu makan B2SA.
3. Sosialisasi dan Promosi P2KP
Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dilaksanakan oleh Badan/Dinas/Kantor yang
menangani ketahanan pangan tingkat propinsi melalui dana APBN dengan besar anggaran
antara Rp. 100.000.000,- (sertaus juta rupiah) s.d Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah) untuk masing-masing provinsi yang digunakan untuk kegiatan : penayangan ILM,
pameran pangan pokok lokal dan gerakan/kampanye kreatif inovatif diversifikasi.
29
Kegiatan sosialisasi dan promosi agar didukung oleh kabupaten/kota dengan
menggunakan dana APBD antara lain untuk pembuatan baliho, banner, leaflet,
penayangan jinggle di radio, dll.
B. Pemanfaatan Dana Bansos
Dalam pengelolaan anggaran, KPA/PPK/Satker Badan/Dinas/Kantor yang menangani
ketahanan pangan tingkat propinsi dan kabupaten/kota bekerja sama dengan kelompok
wanita. Dalam rangka peningkatan efisiensi pemanfaatan dana bansos tahun berjalan dan
sebaran penyerapan anggaran, Dana bansos ditransfer ke rekening kelompok paling lambat
pada tanggal 31 Juli 2013, maka proses atau kegiatan pembinaan dan pendampingan kepada
kelompok penerima manfaat harus terjadwal dengan baik dan dilaksanakan lebih awal dan
tepat waktu.
Dana ditransfer ke rekening kelompok, dan digunakan secara swakelola dengan
mekanisme pencairan dana sebagai berikut :
1. Kelompok wanita membuat/menyusun Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran
(RKKA), dibantu oleh Penyuluh pendamping P2KP tingkat desa (format 4);
2. Kelompok wanita membuka rekening tabungan pada kantor cabang/unit BRI/Bank Pos
atau bank lain terdekat dan melaporkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di
propinsi dan/atau kabupaten/kota;
3. Kelompok wanita mengusulkan RKKA kepada PPK propinsi dan kabupaten/kota setelah
diverifikasi oleh Penyuluh Pendamping tingkat kabupaten/kota dan disetujui oleh aparat
kabupaten/kota;
4. PPK meneliti RKKA dan PPK membuat Surat Perjanjian Kerja sama dengan Ketua
Kelompok Wanita seperti terlihat pada (format 5);
5. Selanjutnya PPK mengajukan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tingkat
kabupaten/kota, bila disetujui KPA mengajukan Surat Permintaan Pembayaran Langsung
(SPP-LS)seperti terlihat pada Format 6 dan mengajukan kepada pejabat penandatangan
SPM/penguji SPP Satker dengan lampiran sebagai berikut;
a. Keputusan Kepala Badan/Kantor/Dinas yang menangani ketahanan pangan tentang
Penetapan Kelompok Sasaran (format 1);
b. Rekapitulasi RKKA (format 4) dengan mencantumkan:
1) nama dan alamat kelompok;
2) nama dan alamat ketua kelompok;
3) nama dan alamat anggota kelompok;
4) nama dan alamat sekolah
5) nomor rekening a.n. kelompok;
30
6) nama cabang/Unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat;
c. Surat perjanjian kerja sama antara PPK dengan kelompok penerima manfaat tentang
pemanfaatan dana (format 5);
d. Kuitansi yang ditandatangani oleh ketua kelompok dan diketahui/disetujui oleh PPK
tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan (format 7);
6. Atas dasar SPP-LS, pejabat penandatangan SPM/penguji SPP Satker dan Perintah
Pembayaran SPM menguji dokumen SPP-LS dan menerbitkan Surat Perintah Membayar
Langsung (SPM-LS) selanjutnya KPA mengajukan SPM-LS kepada KPPN setempat;
7. KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan mentransfer
dana bansos ke rekening Kelompok Penerima Manfaat;
8. Kelompok wanita melalui ketuanya mengambil dana Bansos di rekening bank dengan
diketahui oleh PPK tingkat kabupaten/kota;
C. Pertanggungjawaban
Sumber-sumber pendanaan untuk membiayai kegiatan P2KP tahun 2012 berasal dari
APBN dan diharapkan pula partisipasi dari sumber pandanaan lainnya seperti APBD
propinsi, APBD kabupaten/kota, swadaya masyarakat, dan pemanfaatan dana Corporate
Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dana APBN
yang dialokasikan di Propinsi berupa dana dekonsentrasi dan di kabupaten/kota melalui dana
tugas pembantuan. Bagi kabupaten/kota yang tidak mempunyai satker, dana tugas
pembantuan dialokasikan di Propinsi.
Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan terdiri dari dua komponen belanja,
yaitu belanja sosial dan belanja barang. Pencairan anggaran untuk belanja sosial mengacu
pada Peraturan Menteri Pertanian No. 05/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman
Pengelolaan dan tanggungjawab Dana Bantuan Sosial kementerian Pertanian Tahun
Anggaran 2013; Peraturan Menteri Keuangan No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata cara
Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
sedangkan pencairan anggaran belanja barang mengacu pada Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
31
BAB VII
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN
A. Pemantauan
Pemantauan dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut dari upaya monitoring kegiatan
P2KP di lapangan baik dilakukan oleh Pusat, Propinsi, maupun Kabupaten/Kota. Pemantauan
dilakukan secara periodik dengan mengacu kepada Perpres nomor 60 tahun 2009 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Permentan nomor
23/Permentan/OT.140/5/2009 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Intern di
Lingkungan Kementerian Pertanian.
Beberapa hal yang perlu dipantau ialah mengenai kelengkapan administrasi,
penggunaan dana, dokumen operasional berupa Juklak, Juknis, persiapan dan pelaksanaan
kegiatan di kelompok penerima manfaat.
B. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota, propinsi,
dan Pusat secara periodik minimal dua kali dalam satu tahun. Evaluasi dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana peran dan tanggung jawab kelembagaan yang menangani P2KP
serta tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan. Kegiatan evaluasi juga dilakukan sebagai upaya antisipasi terhadap pelaksanaan
kegiatan sehingga dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan dan sasaran.
C. Pelaporan
Pelaporan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat
kelompok, desa, kabupaten/kota, propinsi hingga Pusat secara berkala, berkelanjutan, dan
tepat waktu. Kelompok penerima manfaat bersama Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa
menyampaikan laporan kepada aparat kabupaten/kota melalui pendamping P2KP Kab/Kota
dengan format yang telah ditentukan. Selanjutnya kab/kota meneruskan laporan tersebut ke
provinsi dan provinsi meneruskan ke pusat (Gambar 1).
Aparat dan pendmaping Kabupaten/Kota memantau kegiatan lapangan secara berkala
dan mengevaluasi hasil pemantauan serta menyampaikan laporan P2KP ke Propinsi sesuai
dengan format yang telah ditentukan. Kabupaten/Kota memberikan umpan balik kepada Desa
serta melakukan tindak lanjut terhadap kondisi yang perlu penanganan segera atau
dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan di tingkat kabupaten/kota.
Propinsi memantau kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil
pemantauan serta melaporkannya ke tingkat Pusat sesuai dengan format yang telah
ditentukan. Selanjutnya Propinsi memberikan umpan balik kepada Kabupaten/Kota terhadap
kegiatan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan
tingkat propinsi.
32
Pusat sebagai penanggung jawab kegiatan melakukan pemantauan kegiatan lapangan
secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan Propinsi dan selanjutnya memberikan
umpan balik kepada Propinsi atau melakukan tindak lanjut terhadap kegiatan yang
memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan di tingkat
Pusat. Pusat melaporkan perkembangan kegiatan P2KP kepada Unit Kerja Presiden bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)
Laporan yang dibuat menggambarkan hal-hal sebagai berikut: (a) kemajuan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran, sesuai dengan indikator yang ditetapkan; (b)
permasalahan yang dihadapi dan upaya tindak lanjut; (c) saran dan masukan untuk perbaikan
kegiatan yang akan datang.
Alur pelaporan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Keterangan:
: Arus pelaporan
: Umpan balik
Gambar 1. Arus Pelaporan Gerakan P2KP
BKP Pusat
Badan/Kantor/Dinas Ketahanan Pangan
Propinsi
Badan/Kantor/Dinas Ketahanan Pangan
Kabupaten/Kota
Kelompok Penerima
Manfaat dan
PenyuluhPendamping
P2KP
Menteri Pertanian
33
BAB VIII
PENUTUP
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Gerakan P2KP Tahun 2013 dibuat sebagai acuan bagi
para pemangku kepentingan dalam melaksanakan kegiatan P2KP. Penyelenggaraan gerakan
P2KP harus berjalan dengan baik sehingga dapat mempercepat terwujudnya masyarakat yang
sehat, aktif, dan produktif melalui upaya peningkatan diversifikasi pangan berbasis sumber
daya lokal. Demikian Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) ini juga menjadi acuan bagi
penyusunan Petunjuk Teknis P2KP di kabupaten/kota.
Kepala Badan Ketahanan Pangan
Provinsi Bengkulu
H. MUSLIH Z, SH, M.Si