petualangan malam anjali - senirupa.itb.ac.id filejurnal tingkat sarjana seni rupa no.1| 2 1....
TRANSCRIPT
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 1
Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa
PETUALANGAN MALAM ANJALI
Nama Mahasiswa : Nadia Anindita Utami Nama Pembimbing : Dr. Nuning Yanti Damayanti, Dipl.Art
Program Studi Sarjana Bidang Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB
Email: [email protected]
Kata Kunci : Anjali, cetak tinggi, mimpi, naratif, surealis
Abstrak Cara hidup manusia yang semakin modern dimasa kini menekankan pentingnya kualitas pendidikan dan pembentukan
keluarga kecil yang mapan secara ekonomi, sehingga memiliki hanya satu anak menjadi pilihan banyak keluarga modern.
Oleh masyarakat awam anak tunggal distereotipkan secara general sebagai manusia yang manja, egois dan tidak mampu
bersosialisasi dengan baik. Selain kenyataan bahwa seorang anak tunggal tidak akan pernah mengalami sebuah interaksi
dengan orang lain sebagai saudara kandung, orang tua adalah orang terdekat dalam kehidupannya, terutama dalam proses
pertumbuhan. Anak tunggal memiliki kekhawatiran yang sangat besar menyangkut keberadaan orangtua, dan ketakutan
untuk menopang dan membahagiakan orangtua seorang diri di masa depan. Penulis sebagai seorang anak tunggal ingin
mengkritisi gambaran stereotip negatif sebagai permasalahan sosial dimasyarakat tersebut tidaklah semua benar melalui
narasi-narasi kecilnya dan pemikiran tersebut juga menyebabkan munculnya keinginan untuk mengangkatnya menjadi
permasalahan yang ingin ditampilkan dalam karya tugas akhir.
Visualisasi karya tugas akhir ini merupakan imaginasi akan mimpi mimpi anak tunggal yang dirancang melalui proses
observasi terhadap sejumlah anak tunggal lainnya, yang ternyata memiliki kesamaan mimpi dan harapannya. Harapan
yang sama untuk memiliki saudara, gambaran mimpi dengan objek-objek khayalan dan benda-benda terdekat sebagai
pengganti saudara dalam keseharian semasa kecil. Konsep estetik yang ditampilkan adalah dengan menghadirkan sosok
anak perempuan kecil pada setiap karya yang diberi nama “Anjali” bermakna penghargaan (tribute) dan sosok mainan
bebek bernama Sathi yang berati pendamping (companion) diadaptasi dari bahasa Sansekerta. Karya divisualisasikan
menjadi gambaran tujuh (7) mimpi melalui pendekatan stilasi dan gaya naratif serta gaya simbolis surealis ditampilkan
dengan visualisasi cetak grafis yaitu teknik cetak tinggi cukilan diatas medium MDF ( hardboard ), kemudian dicetakan
pada kertas dengan komposisi warna hitam putih saja , agar menyiratkan kesan mimpi yang misterius dan kesan perasaan
sendu melankolis seorang anak tunggal. Diharapkan karya tugas akhir ini menjadi alternatif sebuah karya seni yang dapat
menggugah apresiator memahami keberadaan anak tunggal yang berjuang hidup tanpa saudara.
Abstract
Modern people way of life emphasizes the importance of educational quality and the establishment of financially secure
small family, then having only one child is many modern families’ choice. Only children themselves are stereotyped by
the community as spoiled, selfish, and unsociable human beings. Besides the fact that an only child will never have an
interaction with other people as siblings, parents are the closest people in their life, especially in the growth process. An
only child has a very big concern regarding to the presence of their parents, and a very big fear to sustain a happy life for
their parents alone in the future. The author as an only child herself would like to criticize the negative stereotypical
image as a social problem in the community which is not all true through her narratives and those thoughts also led to the
emergence of a desire to promote this problems through her final project work.
Visualization of this final project is the work of the imaginations about an only child’s dream. Those imaginations are
designed through an observation process to a number of other only children, who turned out to have the same problems
and hopes . The same hope to have siblings and a dream picture with imaginary everyday life objects which subtitutes the
presence of siblings. The aesthetic concept is shown by presenting the figure of a little girl in every piece, named "Anjali "
which means award ( tribute ) and a rubber duck toy figure named Sathi which means a friend ( companion ) adapted
from Sanskrit. The artwork is visualized through the work of seven ( 7 ) dreams with stylized approach and narrative,
symbolic and surrealist style, displayed with the printmaking’s relief print technique on MDF board, then printed on
paper with black and white color composition, that implies mysterious and melancholy impression of an only child’s
dream. This final project work is expected to be an alternative to a work of art that can inspire appreciators to
understand more about the existence of an only child who struggled to live without siblings .
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 2
1. Pendahuluan Nadia Anindita Utami
Penulis dilahirkan dalam keluarga kecil yang hanya beranggotakan tiga orang sebagai seorang anak tunggal, suatu hal
yang umum ditemukan dalam kehidupan masyarakat modern. Semasa kecil penulis seringkali kesepian merasa iri melihat
teman-temannya yang bersaudara, dan selalu berdoa untuk dikaruniai adik. Dengan semakin bertambahnya usia, penulis
mulai merasakan kekhawatiran mengenai masa depan dimana ia harus mampu menopang orang tua dan ketakutan akan
kepergian orang tua yang meninggalkannya seorang diri. Penulis kemudian banyak berdialog dengan anak-anak tunggal
lain dan menemukan kesamaan dalam hal kekhawatiran tersebut, bahwa sesungguhnya permasalahan yang dihadapi oleh
penulis adalah permasalahan general yang dihadapi anak-anak tunggal lainnya. Penemuan tersebut menjadi latar belakang
yang mengantarkan penulis pada ide awal tema ini menjadi karya tugas akhir.
Diluar diri anak tunggal, masyarakat awam memiliki pendapat-pendapat yang sulit sekali diubah mengenai anak tunggal.
Pendapat tersebut mencakup pernyataan bahwa anak tunggal adalah manusia yang manja, egois dan kekanak-kanakan.
Stereotip tersebut tidak pernah lepas dari kehidupan anak tunggal, yang bahkan dikatakan tidak memiliki kemampuan
bersosialisasi dengan baik dan sulit berteman. Meskipun berbagai penelitian membuktikan pendapat-pendapat tersebut
sama sekali tidak benar, stereotip tersebut tetap melekat.
Untuk menyampaikan permasalahan tersebut, penulis menarasikan pengalaman anak tunggal melalui imajinasi akan
mimpi dari seorang tokoh anak tunggal yang bernama Anjali. Anjali memiliki arti tribute atau suatu persembahan
diadopsi dari bahasa Sansekerta, merupakan nama yang dipilihkan penulis bagi karakter anak perempuan yang
diciptakannya sebagai pemimpi dalam karya ini. Nama tersebut mencerminkan peran besar Anjali sebagai seorang
perwakilan atas permasalahan-permasalahan anak tunggal yang nantinya dinarasikan melalui mimpi-mimpinya, dimana
sesuai namanya, Anjali merupakan suatu tribute atau persembahan oleh penulis kepada dirinya sendiri dan anak-anak
tunggal lainnya. Selain Anjali, penulis menciptakan tokoh seeekor bebek karet bernama Sathi, yang memiliki arti
companion atau teman diadopsi dari bahasa Sansekerta, sebagai pendamping Anjali.
Mimpi adalah fenomena harian yang erat hubungannya dengan kehidupan. Ia tidak lepas dari kesadaran kita dan
menampilkan hal-hal yang biasa kita lihat, orang-orang yang pernah dijumpai sebelumnya, dan lingkungan yang
referensinya dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Mimpi berada diluar kenyataan dan realita, namun visualnya
dapat membekas dan menjadi suatu realita baru. Mimpi-mimpi yang terasa sangat nyata tersebut sering kali berusaha
ditafsirkan sebagai suatu ramalan akan masa depan, dan perasaan deja vu saat kemudian kita merasa pernah melakukan
sesuatu yang belum pernah kita lakukan sebelumnya, dan kita menyadari bahwa kita pernah melakukannya dalam mimpi.
Visualisasi mimpi Anjali sebagai seorang anak tunggal yang ingin disampaikan oleh penulis melalui karya Tugas
Akhirnya ini adalah cermin pengalaman pribadi penulis dan anak-anak tunggal lainnya yang berdialog dengan penulis.
Anak-anak tunggal tersebut berasal dari keluarga dan latar belakang yang berbeda-beda, namun saat dijabarkan memiliki
banyak kesamaan. Penulis mempertanyakan jati diri dan arti dari eksistensi dirinya sebagai seorang anak tunggal melalui
visual mimpi-mimpi dari sosok Anjali.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 3
Nadia Anindita Utami
2. Proses Studi Kreatif
Bagan 2.1 Proses Studi Kreatif
Batasan Masalah
Imajinasi visual mengenai mimpi-mimpi berdasarkan pengalaman
penulis dan anak tunggal lain yang memiliki pengalaman serupa dengan
penulis sebagai seorang anak tunggal
Rumusan Masalah
1. Bagaimana penulis meleburkan diri dalam
karya ini?
2. Bagaimana memvisualisasikan kegelisahan,
kekhawatiran, dan harapan anak tunggal dalam
metafora dan simbol-simbol mimpi?.
Proses Berkarya
1. Pembuatan sketsa berukuran kecil dan karya drawing eksplorasi
2. Memperbesar ukuran sketsa dengan scan dan print untuk acuan gambar
3. Sketsa dipindahkan ke atas pelat mdf dengan tracing menggunakan karbon
4. Pelat mdf dicukil
5. Pelat dicetak ke atas kertas dengan mesin cetak.
Tujuan Berkarya
1. Pelengkap syarat mata kuliah Tugas Akhir Seni Grafis SR 4099.
2. Berbagi narasi-narasi kecil yang merupakan wacana seni rupa
kontemporer saat ini mengenai permasalahan anak tunggal, serta
memperbaiki pemahaman masyarakat yang salah terhadap anak
tunggal.
Petualangan Malam Anjali
Landasan Teori
Pengalaman anak-anak tunggal yang penulis
kumpulkan datanya melalui wawancara dan
studi, teori mimpi, psikologis anak tunggal,
literatur mengenai teknik cukil kayu, drawing,
simbol, surealisme, dan seniman referensi.
1.
Karya akhir dan kesimpulan
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 4
Nadia Anindita Utami
3. Hasil Studi dan Pembahasan Karya Cukil Kayu
Rangkaian seri karya cukil kayu Babak 1 hingga Babak 7 merupakan visualisasi dari narasi Anjali tentang mimpinya yang
berbunyi demikian :
Suatu waktu aku terbang bersama harapan dalam tiap gigi tanggalku, memohon peri gigi mengabulkan doaku dan
mengejar burung-burung bangau yang kupercaya membawa makhluk mungil yang nantinya akan menjadi adikku. Namun
sekeras apapun aku menjerit dan memohon, burung-burung itu terbang jauh. Dalam kecewa aku terjatuh menembus awan-
awan dan kakiku menyentuh hamparan pasir yang halus. Aku berlari menyusur pantai yang sangat panjang, menendang
air dan pasir dalam bumi yang semakin bergetar sementara rintik hujan mulai turun. Ku terus berlari dibawah barisan
payung-payung yang berusaha melindungiku dari hujaman rintik hujan yang keras dan tajam, namun sia-sia karena
mereka penuh lubang. Di tengah debur ombak dan riak air kulihat seekor bebek kecil yang tidak berdaya, kuangkat dia
dari air dan aku sebut dia adik dan teman seperjalananku, Sathi namanya. Bersama Sathi aku menjelajah lautan dan kami
temukan sebuah rangkaian ayunan kokoh di tengah laut. Kami terus bermain semakin tinggi dan tinggi hingga aku
khawatir Sathi jatuh dan hilang ditelan lautan. Aku menoleh dan memastikan ia masih diatas ayunannya, rasa lega
menyelimutiku. Sebuah perahu datang menjemput kami dan gelembung-gelembung sabun menyapu dan membawa kami
menyelam bersama ratusan gelembung lain. Aku melayangkan pandangku pada gelembung-gelembung tersebut, belajar
bahwa memang aku dilahirkan berbeda dari mereka yang orangtuanya melahirkan lebih dari satu anak. Aku melihat
interaksi mereka satu sama lain lalu dengan sedih mengidamkan interaksi tersebut, dan Sathi membuatku terhibur.
Gelembung kami pecah satu demi satu hingga aku dan Sathi mendarat pada sepeda roda satu diatas sebuah balkon kayu
yang menyerupai labirin. Hiu-hiu berenang bebas diluar, bersama dengan bom dan dinamit yang telah disulut. Di
sepanjang labirin aku melihat berbagai jebakan dan senjata yang diletakkan sedemikian rupa oleh pemiliknya dan
berandai-andai akan maksudnya. Sebuah bom meledak dan segalanya buyar. Kugenggam Sathi erat-erat sementara kami
melayang dan mendarat di atas atap sebuah rumah boneka. Di sekitar kami melayang pula rumah-rumah boneka lain yang
cantik-cantik, namun aku berpegang erat dan merasa aman tentram dengan rumah boneka tempat aku mendarat. Rumah
tersebut membawaku dan mendaratkanku dan Sathi diatas tempat berpijak yang stabil yaitu atap sebuah komidi putar tua.
Komidi putar tersebut masih kokoh berlawanan dengan bentuknya yang reyot seakan telah dihempas angin dan badai
selama puluhan tahun bersama dengan seisi taman ria tua yang porakporanda. Rasa sepi menyelimuti hatiku. Namun kini
aku ada di atas komidi putar itu dan aku berharap dia dan taman ria itu tidak kesepian lagi, bersamaku dan Sathi dalam
sebuah mimpi malam yang panjang.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 5
Petualangan Malam Anjali : Babak 1 Nadia Anindita Utami
Gambar 3.1 Babak1 60 x 100 cm, cukil kayu dicetak diatas kertas
Canson C’ a Grain, 2013
Suatu waktu aku terbang bersama harapan dalam tiap gigi tanggalku, memohon peri gigi mengabulkan doaku dan
mengejar burung-burung bangau yang kupercaya membawa makhluk mungil yang nantinya akan menjadi adikku.
Namun sekeras apapun aku menjerit dan memohon, burung-burung itu terbang jauh.
Dalam karya Babak 1, penulis menampilkan alegori yang diambilnya dari buku dongeng barat anak-anak. Burung bangau
yang dalam banyak dongeng dilambangkan sebagai pembawa bayi, dan peri gigi sebagai peri yang dapat mengabulkan
harapan saat gigi tanggal kita diletakkan dibawah bantal saat tidur malam.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 6
Petualangan Malam Anjali : Babak 2 Nadia Anindita Utami
Gambar 3.2 Babak 2 60 x 100 cm, cukil kayu dicetak diatas kertas
Canson C’ a Grain, 2013
Dalam kecewa aku terjatuh menembus awan-awan dan kakiku menyentuh hamparan pasir yang halus.
Aku berlari menyusur pantai yang sangat panjang, menendang air dan pasir dalam bumi yang
semakin bergetar sementara rintik hujan mulai turun.
Ku terus berlari dibawah barisan payung-payung yang berusaha melindungiku dari hujaman rintik hujan
yang keras dan tajam, namun sia-sia karena mereka penuh lubang.
Di tengah debur ombak dan riak air kulihat seekor bebek kecil yang tidak berdaya, kuangkat dia dari air
dan aku sebut dia adik dan teman seperjalananku, Sathi namanya.
Dalam Babak 2, pantai yang panjang menyimbolkan suatu penantian yang lama (akan kehadiran saudara), dan payung
berlubang sebagai simbol dari salahnya pendapat masyarakat awam bahwa anak tunggal selalu dalam perlindungan dan
kasih sayang yang berlebihan dari orang tuanya. Payung berlubang pula menyimbolkan bahwa anak tunggal tidak selalu
hidup nyaman dan tentram dibawah perlindungan orang tua tanpa beban hidup apapun.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 7
Petualangan Malam Anjali : Babak 3 Nadia Anindita Utami
Gambar 3.3 Babak 3 60 x 100 cm, cukil kayu dicetak diatas kertas
Canson C’ a Grain, 2013
Bersama Sathi aku menjelajah lautan dan kami temukan sebuah rangkaian ayunan kokoh di tengah laut. Kami terus
bermain semakin tinggi dan tinggi hingga aku khawatir Sathi jatuh dan hilang ditelan lautan. Aku menoleh dan
memastikan ia masih diatas ayunannya, rasa lega menyelimutiku.
Dalam Babak 3, lautan merupakan simbol dari dunia dan kehidupan yang luas, dimana seorang anak tunggal hanyalah satu
titik dari milyaran titik air di lautan, sama seperti semua orang lain. Ayunan merupakan alegori dari kebahagiaan semasa
kecil, dan visual ikan diambil dari mainan pancingan yang umum dimiliki anak-anak era 90an.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 8
Petualangan Malam Anjali : Babak 4 Nadia Anindita Utami
Gambar 3.4 Babak 4 60 x 100 cm, cukil kayu dicetak diatas kertas
Canson C’ a Grain, 2013
Sebuah perahu datang menjemput kami dan gelembung-gelembung sabun menyapu dan membawa kami menyelam
bersama ratusan gelembung lain. Aku melayangkan pandangku pada gelembung-gelembung tersebut, belajar bahwa
memang aku dilahirkan berbeda dari mereka yang orangtuanya melahirkan lebih dari satu anak. Aku melihat interaksi
mereka satu sama lain lalu dengan sedih mengidamkan interaksi tersebut, dan Sathi membuatku terhibur.
Gelembung sabun melambangkan pula permainan sehari-hari di masa kecil, yang selain hal tersebut bentuk bulatnya yang
menutup sempurna melambangkan suatu tembok yang tidak dapat ditembus. Seorang anak tunggal hanya bisa memandang
interaksi yang dimiliki oleh anak-anak lain yang bersaudara melalui dinding transparan tersebut, dan menerima kenyataan
bahwa memang ia dilahirkan dalam situasi keluarga yang berbeda. Perahu dalam banyak legenda dapat diartikan sebagai
kendaraan yang membawa kita ke dunia seberang, dan dalam karya ini berkonteks membawa kita ke dunia seberang yang
tidak terjangkau oleh seorang anak tunggal, yaitu interaksi persaudaraan tersebut.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 9
Petualangan Malam Anjali : Babak 5 Nadia Anindita Utami
Gambar 3.5 Babak 5 60 x 100 cm, cukil kayu dicetak diatas kertas
Canson C’ a Grain, 2013
Gelembung kami pecah satu demi satu hingga aku dan Sathi mendarat pada sepeda roda satu diatas sebuah balkon kayu
yang menyerupai labirin. Hiu-hiu berenang bebas diluar, bersama dengan bom dan dinamit yang telah disulut. Di
sepanjang labirin aku melihat berbagai jebakan dan senjata yang diletakkan sedemikian rupa oleh pemiliknya dan
berandai-andai akan maksudnya. Sebuah bom meledak dan segalanya buyar.
Alegori berupa jebakan tikus, bom, dinamit, palu raksasa, anvil dan ikan hiu melambangkan berbagai jebakan dalam dunia
dan realitas sehari-hari yang diambil dari kartun Tom and Jerry. Dalam perjalanannya beranjak dewasa, seorang anak
tunggal akan semakin menyadari betapa dunia penuh dengan kejahatan, ancaman dan bahaya. Hal tersebut menjadi suatu
kekhawatiran yang paling mendasar saat anak tunggal ketakutan akan kepergian orang tua, dan meninggalkannya seorang
diri dalam dunia yang penuh dengan ancaman tersebut.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 10
Petualangan Malam Anjali : Babak 6 Nadia Anindita Utami
Gambar 3.6 Babak 6 60 x 100 cm, cukil kayu dicetak diatas kertas
Canson C’ a Grain, 2013
Kugenggam Sathi erat-erat sementara kami melayang dan mendarat di atas atap sebuah rumah boneka. Di sekitar kami
melayang pula rumah-rumah boneka lain yang cantik-cantik, namun aku berpegang erat dan merasa aman tentram dengan
rumah boneka tempat aku mendarat.
Rumah boneka merupakan benda yang sangat diidamkan kebanyakan anak perempuan pada era 90an, dan penulis
menggunakannya sebagai simbol dari rumah yang sesungguhnya. Seorang anak tidak bisa memilih dimana ia akan
dilahirkan, dalam keluarga yang seperti apa dan dalam rumah yang seperti apa. Namun ia akan terikat pada rumah dan
keluarga tersebut.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 11
Petualangan Malam Anjali : Babak 7 Nadia Anindita Utami
Gambar 3.7 Babak 7 60 x 100 cm, cukil kayu dicetak diatas kertas
Canson C’ a Grain, 2013
Rumah tersebut membawaku dan mendaratkanku dan Sathi diatas tempat berpijak yang stabil yaitu atap sebuah komidi
putar tua. Komidi putar tersebut masih kokoh berlawanan dengan bentuknya yang reyot seakan telah dihempas angin dan
badai selama puluhan tahun bersama dengan seisi taman ria tua yang porakporanda. Rasa sepi menyelimuti hatiku.
Namun kini aku ada di atas komidi putar itu dan aku berharap dia dan taman ria itu tidak kesepian lagi,
bersamaku dan Sathi dalam sebuah mimpi malam yang panjang.
Taman ria yang ditinggalkan tersebut merupakan lambang dari kesendirian, dalam Babak 7 ini Anjali dikisahkan telah
menerima kenyataan bahwa ia dilahirkan sebagai seorang anak tunggal, dan pada waktunya orang tuanya pula akan pergi
dan meninggalkannya sendiri di dunia ini, tangguh dan kokoh seperti taman ria tersebut.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 12
Nadia Anindita Utami
Karya Drawing
Selain karya cukil kayu, penulis menciptakan karya drawing dalam prosesnya menggali kembali memori akan objek-objek
dan benda keseharian dalam masa kecil yang digunakannya sebagai alegori dan simbol dalam karya-karya cukil kayunya.
Karya drawing dibuat sepanjang proses pengerjaan karya cukil kayu, dengan pensil 2B hingga 6B diatas kertas Canson C’ a
Grain.
Gambar 3.8 Memori Berharga, berbagai ukuran,
drawing diatas kertas Canson C’ a Grain, 2013
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 13
4. Penutup / Kesimpulan Nadia Anindita Utami
Berangkat dari pengalaman personal, penulis mengangkat permasalahannya dalam rangkaian narasi kecil yang pula
mewakili narasi-narasi anak tunggal lain. Narasi kecil tersebut menjadi hal yang penting untuk diangkat karena kondisi
sosial dewasa ini dimana banyak keluarga yang memilih untuk memiliki satu anak saja. Dengan wacana seni rupa
kontemporer kini yang banyak mengangkat permasalahan dalam bentuk narasi kecil dan mulai meninggalkan narasi-narasi
besar, penulis mengambil bagiannya dengan usahanya merubah pandangan yang salah terhadap anak-anak tunggal melalui
narasi kecilnya.
Ruang mimpi Anjali dipilih penulis untuk mengungkapkan kegundahannya akan posisinya sebagai seorang anak tunggal
karena dalam imajinasinya akan mimpi tersebut ia bebas menggunakan berbagai unsur rupa surealis, simbol dan alegori.
Penulis memanfaatkan suasana mimpi yang sendu, melankolik namun memiliki rasa magis yang kuat. Mimpi merupakan
suksesi harapan dan memori masa kecil yang terepresi, sehingga simbol dan alegori yang digunakannya berasal dari benda
keseharian dan kenangan masa kecil.
Penulis telah menempuh proses panjang selama menekuni teknik yang dipilihnya yaitu cukil kayu, dimana penulis belajar
untuk hidup dengan lebih sistematis. Cukil kayu membawa penulis dalam suasana berkarya yang kontemplatif karena
dengan prosesnya yang panjang : sketsa, tracing, mencukil, dan mencetak. Proses tersebut memampukan penulis berdamai
dengan kegundahan dan permasalahan yang dihadapinya.
Melalui narasi kecilnya penulis berusaha mencerminkan kompleksitas persoalan budaya dunia secara global, dalam hal ini
permasalahan anak tunggal dengan stereotip yang negatif. Ia berharap narasi kecil yang berangkat dari permasalahan
personal ini dapat menyampaikan aspirasinya, dan membawa perubahan.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 14
Ucapan Terima Kasih Nadia Anindita Utami
Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam Tugas Akhir Program Studi Sarjana Bidang
Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Ibu Dr. Nuning Yanti
Damayanti, Dipl.Art.
Daftar Pustaka - Metz, Christian. 1982, The Imaginary Signifier; Psychoanalysis and the Cinema, Amerika Serikat : Indiana University Press
- Leighton, Clare.1944, Wood-engraving and Woodcuts, London : The Studio Ltd.
- Tressider, Jack. 2004, The Complete Dictionary of Symbols; In Myth, Art and Literature, London : Duncan Baird Publishers
- Wilson, Jacqueline. 2004, The Suitcase Kid, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama - http://en.wikipedia.org/wiki/Drawing
- http://en.wikipedia.org/wiki/Woodcut - http://en.wikipedia.org/wiki/Only_child
- http://gstff.wordpress.com/2011/07/05/seni-politik-dan-teknologi/
- http://kbbi.web.id/
- http://kozyndan.com/ - http://sampaints.com/
- http://www.nytimes.com/2013/06/09/opinion/sunday/only-children-lonely-and-selfish.html?_r=0