pesan moral dalam kisah nabi hud (studi...
TRANSCRIPT
PESAN MORAL DALAM KISAH NABI HUD
(STUDI PENAFSIRAN AL-SYA’RAWI ATAS Q.S. AL-
A’RAF: 65-72)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
Nia Hidayati
NIM: 1112034000114
Pembimbing
Drs. A. Rifqi Muchtar, M.A.
NIP: 19690822 199703 1002
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H./ 2019 M.
iv
ABSTRAK
Nia Hidayati
PESAN MORAL DALAM KISAH NABI HUD (STUDI PENAFSIRAN AL-
SYA’RAWI ATAS Q.S. AL-A’RAF: 65-72).
Skripsi ini membahas tentang kisah Nabi Hud dalam penafsrian Sya‟rawi
atas al-Qur‟an Surat al-A‟raf ayat 65-72 Dalam kisahnya Nabi Hud berdakwah
pada kaum „Ad yang hidup dan merupakan suku tertua setelah azab yang diberi
Allah oleh kaum sebelumnya yaitu kaum Nabi Nuh yang tidak lain adalah kakek
dari Nabi Hud. Jika kita ingin menjelaskan tentang kisah di dalam Al-Qur‟an
maka kita tidak bisa memisahkannya dengan dakwah. identifikasi masalah yang
didapat adalah: karkteristik kisah-kisah dalam al-Qur‟an, potret-potret kisah Hud
dalam al-Qur‟an, pesan moral kisah Hud dalam al-Qur‟an, kisah Nabi Nud dan
kaum „Ad dan penafsiran ayat-ayat kisah Nabi Hud.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah fokus pada poin ketiga
“bagaimana Sya‟rawi menggali pesan moral dari kisah nabi Hud yang tercantum
dalam Q.S. al- A‟raf [7]: 65-72?. Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk
menguraikan pesan-pesan moral apa saja yang terkandung pada kisah nabi Hud
yang tercantum dalam Q.S. Al-A‟raf [7]: 65-72. Metode yang digunakan dalam
jenis penelitian ini adalah kepustakaan (Library Research) yaitu dengan
mengumpulkan data-data dan menelaah sejumlah referensi yang berhubungan
dengan permasalahan yang akan dibahas. Penulis menggunakan teknik analisis
data kualitatif dengan menggunakan metode maudhu’i (tematik).
Kesimpulan dari skripsi ini terdapat 3 poin. Yaitu: .1. Rasa kesatuan
emosional. bahwaAllah mengutus nabi Hud dari golongan kaumnya sendiri yaitu
kaum „Ad bukan dari golongan kaum lain. Bahasa nabi Hud merupakan bahasa
mereka. 2. Kejernihan berfikir. Kaum „Ad menganggap nabi Hud gila tetapi Nabi
Hud menolak tuduhan atas dirinya dari kaum „Ad yang menuduh bahwa ia adalah orang
gila dan menegaskan bahwa ia adalah seorang nabi dari Tuhan seluruh alam dan .3. Menjunjung tinggi amanat dan memberi peringatan. Nabi Hud menyampaikan
amanat yang diberikan Allah kepadanya agar kaumnya beriman kepada Allah
bahkan nabi Hud mengingatkan kaumnya betapa mereka diberikan berbagai
macam kenikmatan di dalam situasi peradaban mereka. Mereka mampu
mengelola tanah yang tandus menjadi subur, mereka dapat memelihara hewan
ternak dengan baik. Nabi Hud juga mengajak menyembah Allah tanpa
mempersekutukannya dengan sesusatu apapun, dan mengingatkan untuk tidak
melakukan kezaliman dan penganiayaan kepada golongan yang lemah, baik dari
kalangan musuh maupun bukan musuh.
Kata Kunci: Pesan moral, kisah Nabi Hud, tafsir al-Sya’rawi.
v
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيمTiada kata yang pantas untuk dihaturkan selain rasa syukur atas rahmat dan
hidayah-Nya yangsenantiasa penulis rasakan setiap waktu. Hanya Dia Tuhan
Maha Kasih yang telah memberikan nikmat sehat dan iman, serta petunjuk kepada
penulis sehingga kata demi kata bisa penulis rangkum menjadi sebuah karya tulis
ilmiah (skripsi) yang akan penulis serahkan sebagai persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan jenjang strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dialah Tuhan Maha Sayang yang senantiasa memberikan kekuatan kepada penulis
disaat penulis merasa lelah bahkan frustasi untuk menyelesaikan penelitian ini.
Shalawat serta salam seiring kerinduan akan senantiasa tercurahkan ke
haribaan baginda Rasul Muhammad saw. beserta keluarga dan para sahabatnya
yang telah memperjuangkan Kalamullah yang sempurna sehingga dapat
tersampaikan pula dengan begitu sempurna kepada kita sebagai ummatnya sampai
akhir zaman.
Dengan ini, penulis menyadari betul bahwa skripsi yang berjudul “PESAN
MORAL DALAM KISAH NABI HUD (STUDI PENAFSIRAN AL-
SYA’RAWI ATAS Q.S. SURAT AL-A’RAF AYAT 65-72)” tidak akan
terselesaikan tanpa adanya banyak sosok yang senantiasa mendampingi baik
secara langsung dan tidak langsung, memberikan semangat dengan penuh cinta
dan kasih sayang, memberikan sumbangsih moral ataupun moril kepada penulis
dengan penuh kesabaran. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati,
penulis rasa wajib kiranya untuk mengungkapkan rasa terimakasih itu kepada
mereka:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuludin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.A., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir,
dan Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH., selaku Sekertaris Jurusan Ilmu al-
vi
Quran dan Tafsir beserta segenap jajaran pengurus Fakultas Ushuluddin
yang telah banyak membantu mempermudah proses administrasi dalam
perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi.
4. Untuk Bapak (alm.) Mulyana bachrum dan Ibu Siti Saodah serta tetehku Annisa
Hidayati dan Adik-adikku M. Fachrizal serta Nabila Hidayati kalian adalah
alasan dan motivasi terbesar penulis serta keluarga semuanya, terima kasih atas
semua waktu dan perkumpulan terhangat ketika di rumah.
5. K.H. Syarif Rahmat R.A., S.Q., M.A., dan Umi Uswatun Hasanah, terima kasih
telah menjadi guru, orang tua bagi penulis.
6. Untuk kedua kalinya penulis ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya
kepada Dr. Eva Nugraha, M.Ag. (beserta keluarga), beliau selaku
pembimbing yang telah meluangkan segenap waktunya, yang telah
membantu penulis dari segi moral atau pun moril dan bahkan sudi
mempersilahkan penulis dengan senang hati untuk menginap di rumahnya
sampai penulisan skripsi ini selesai. Tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih pula kepada Pak Anwar Syarifuddin, M.A., selaku dosen
pembimbing akademik (PA) yang telah memberikan kontribusi bermakna
dalam penulisan skripsi ini sehingga setiap saat selalu menanyakan tanpa
adanya rasa bosan sudah sampai dimana penelitian yang penulis lakukan.
Serta Drs. A. Rifqi Muchtar, M.A selaku dosen Pembimbing yang
senantiasa memotivasi penulis agar secepatnya menyelesaikan penulisan
ini, dan beliau juga memberikan sumbangsih bahan rujukan untuk
dijadikan sumber terkait penulisan.
7. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin yang dengan kebaikan dan kemurahan
hatinya baik secara sadar dan tidak sadar telah mendorong penulis untuk
pantang menyerah sebelum menang dalam menggali kedalaman dan
keindahan kitab suci al-Qurān serta ke-Uswah-an Nabi Muhammad saw.
8. Saudara Kostan, Ana, Lina, Ayang dan Zulfa, terima kasih untuk waktu dan
pelukan hangatnya. Teman-teman Futihatun Wasilah, Lita, Qity, kak Rifa,
Himmah, kak Tia, Siva, Laily, Inayah, Shihah, Leni, hafizah, Ita, serta “The
vii
Evanger: End Game” ( Sabiq, Aang, Konde aka Imam Zamakhsyari, Kholik,
Herman, Cebong aka Syahroni), Rahman, Sufyan, Jali serta teman-teman
seperjuangan hingga akhirnya skripsi ini selesai.
9. Kepada Syaikh Mutawalli Sya‟rawi yang sudah menghasilkan karya besar yang
indah ini sehingga menginspirasi banyak orang, sehingga berhasil menggugah
penulis untuk mengkajinya lebih dalam, semoga ini menjadi manfaat.
10. Tidak ada kata yang pantas selain ucapan terima kasih yang begitu
mendalam dan seuntai doa senantiasa penulis haturkan kepada mereka
agar senantiasa segala kebaikannya dibalas oleh Allah swt dengan balasan
yang setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga karya tulis ini
senantiasa dapat memberikan wawasan mengenai Quran dan bermanfaat
bagi semuanya, khususnya bagi penulis sendiri. Āmīn yā rabb.
Semoga Allah SWT. membalas semua kebaikan kita semua. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi,
metodologi dan analisisnya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Pada akhirnya hanya
kepada Allah Swt. penulis berharap, semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini
bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.
Amin.
Ciputat, 10 Juli 2019
Hormat saya
Penulis
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia
Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987
1. PadananAksara
Huruf
Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
ṡ Es dengan titik atas ث
j Je ج
ḥ ha dengan titik bawah ح
kh Kadan ha خ
d De د
ż Zet dengan titik atas ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy Es dan ye ش
ṣ Es dengan titik bawah ص
ḍ de dengan titik bawah ض
ṭ Te dengan titik bawah ط
ẓ Zet dengan titik bawah ظ
ix
„ عKoma terbalik di atas hadap
kanan
gh Ge dan ha غ
f Ef ؼ
q Qi ؽ
k Ka ؾ
l El ؿ
m Em ـ
n En ف
w We ك
h Ha ق
Apostrof ‟ ء
y Ye م
2. Vokal
Vokal terdiri dari dua bagian, yaitu vokal tunggal dan vokal rangkap.
Berikut ketentuan alih aksara vokal tunggal:
TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
A Fatḥah ـ
I Kasrah ـ
U Ḍammah ـ
Adapun vocal rangkap ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
مـ Ai a dan i
ك ـ Au a dan u
x
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang dalam bahasa Arab dilambangakan
dengan harkat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
Ā a dengan topi di atas ىا
Ī i dengan topi di atas ىي
Ū u dengan topi di atas ىػو
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf
dialih aksarakan menjadi huruf „l‟ baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf اؿ
qamariyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl.
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda (ـ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata الضركرة tidak ditulis ad-
ḍarūrah tapi al-ḍarūrah.
6. Tā’Marbūṭah
Kata Arab Alih Aksara Keterangan
Ṭarīqah Berdiri sendiri طريقة
-Al-jāmi„ah al اجلامعة اإلسالمية
islāmiyyah Diikutioleh kata sifat
waḥdat al-wujūd Diikuti oleh kata benda كحدة الوجود
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam system tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, alih aksara
huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalan
Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permukaan kalimat,
huruf awal nama tempat, nama bulan, nama seseorang, dan lain-lain. Jika nama
seseorang didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital
adalah huruf awal nama tersebut. Misalnya: Abū „Abdullāh Muhammad al-
Qurṭubī bukanAbū „Abdullāh Muhammad Al-Qurṭubī.
xi
Berkaitan dengan judul buku ditulis dengan cetak miring, maka demikian
halnya dengan alih aksaranya, demikian seterusnya. Jika terkait nama, untuk
nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak
dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Contoh:
Nuruddin al-Raniri tidak ditulis dengan Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara
terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan diatas:
Kata Arab Alih Aksara
Żālika al-Kitāb ذلك ال كتاب
يات ال كتاب آنل ك Tilkaāyāt al-Kitāb
هدنل لل مت قي Hudan li al-muttaqīn
Innīanā Żālikumā نا ذلكما إن
9. Singkatan
Huruf Latin Keterangan
Swt, Subḥānahuwa ta‘ālā
Saw, ṢallaAllāh‘alaihwasallam
QS. Quran Surat
M Masehi
H Hijriyah
w. Wafat
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .....................................................................................v
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 7
C. Rumusan Masalah ............................................................................... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 8
F. Metodologi Penelitian ...................................................................... 13
G. Sistematika Penulisan ....................................................................... 14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KISAH DAN PROFIL NABI HUD
A. Tinjauan Umum tentang Kisah ........................................................ 16
1. Pengertian Kisah ........................................................................ 16
2. Fungsi Kisah .............................................................................. 23
3. Bentuk Kisah .............................................................................. 24
B. Profil Nabi Hud ................................................................................ 25
1. Nama dan Garis Keturunan ........................................................ 25
2. Sifat Nabi Hud terhadap Kaumnya ............................................ 26
3. Sebaran Kisah Nabi Hud dalam Al-Qur‟an ............................... 26
BAB III BIOGRAFI AL-SYA’RAWI DAN GAMBARAN UMUM KITAB
TAFSIR KHAWATIR HAULA AL-QUR’AN
A. Biografi Imam Al-Sya‟rawi ............................................................. 39
B. Latar Belakang Sosio Kultural dan Intelektual Al-Sya‟rawi............ 40
xiii
C. Karya-karya Imam Al-Sya‟rawi ....................................................... 42
D. Profil Tafsir al-Sya‟rawi ................................................................... 44
1. Gambaran Umum Tafsir ........................................................... 45
2. Sistematika Penulisan ............................................................... 46
3. Metode Penulisan ..................................................................... 48
4. Corak Penulisan ........................................................................ 49
5. Sumber Penafsiran .................................................................... 49
BAB IV PESAN MORAL DALAM KISAH NABI HUD (STUDI
PENAFSIRAN AL-SYA’RAWI Q.S. AL-A’RAF 65-72)
A. Rasa Kesatuan Emosional ................................................................ 50
B. Kejernihan Berfikir .......................................................................... 52
C. Menjunjung Tinggi Amanat dan Memberi Peringatan .................... 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 55
B. Saran ....................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 57
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Al-Qur‟an memuat tata nilai yang sempurna melebihi tata nilai
apapun termasuk semua undang-undang yang ada, bahkan melampaui
aturan-aturan “agama” lain sekalipun. Maka tak diragukan lagi bahwa
kedudukan al-Qur‟an menjadi referensi hidup bagi seluruh umat manusia;
tanpa terkecuali. Al-Qur‟an sebagai referensi hidup, juga memberikan
keterangan tentang identitas manusia; asal-usul kehidupan serta kematian,
perlengkapan jasmani dan ruhaninya, karakter dasar dan
kecenderungannya.1
Tujuan dan misi utama al-Qur‟an adalah sebagai hidayah (petunjuk)
bagi manusia. Agama merupakan hidayah kitab yang paling tinggi bagi
manusia, dan bahwa al-Qur‟an menjadi kitab ilahi paling sempurna yang
diwahyukan kepada Nabi Saw untuk menyampaikan hidayah ke hadapan
umat manusia. Oleh karena itu, fungsi hidayah yang dibawa al-Qur‟an
merupakan wujud kemukjizatan al-Qur‟an itu sendiri. Hidayah tidak lain
menjadi bentuk istimewa yang mencerminkan hakekat segala bentuk
kemukjizatan kitab-kitab Allah.2
Al-Qur‟an adalah kitab pendidikan yang luhur yang bukan hanya
untuk dibaca atau dihafal. Melainkan banyak kisah-kisah didalamnya yang
harus diteladani pesan dan moral yang terdapat di dalam kisah tersebut.
Sehingga kita sebagai umat Nabi Muhammad Saw, dapat mengambil sisi
baiknya dan membuang sisi buruknya.
1Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an (Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al-
Qur’an), (Ciputat: Al-Ghazali Center, 2008),h. 275. 2 Muhammad Shalahuddin al-Thawab, Al-Naqd al- Adabi: Dirasat Naqdiyah wa
Adabiyah Haula I’jaz al-Qur’an. (Kairo: Dar al-Kitab al-Hadits, 2003), h. 203
2
Sayyid Quṭḥub didalam bukunya.3 Menjelaskan tujuan kisah al-
Qur‟an:
1. Untuk menegaskan bahwa al-Qur‟an merupakan wahyu Allah dan
Muhammad benar-benar utusan-Nya yang dalam keadaan tidak
mengerti baca tulis namun bisa menceritakan kisah-kisah terdahulu.
2. Untuk menjelaskan bahwa Allah selalu bersama nabi-Nya dan
menghukum orang-orang yang mendustakan kenabian-Nya. Di
samping itu juga untuk menjelaskan nikmat Allah terhadap para Nabi
dan semua pilihan-Nya.4
3. Untuk peringatan bagi manusia untuk waspada terhadap godaan-
godaan setan dan manusia semenjak nabi Adam. Selalu bermusuhan
dan menjadi musuh abadi bagi manusia. Di samping itu, juga untuk
menerangkan akan kekuasaan Allah atas peristiwa-peristiwa yang luar
biasa, yang tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia.5
Kisah-kisah dalam al-Qur‟an berarti Qaṣaṣ yang artinya mencari
bekasan atau mengikuti bekasan (jejak). Qaṣaṣ bermakna: urusan,
berita, khabar dan keadaan.
Qaṣaṣ dalam al-Qur‟an ada 3 Macam:6
1. Qaṣaṣul anbiya‟ (Kisah Nabi-Nabi).
Al-Qur‟an mengandung tentang dakwah para nabi dan mukjizat-
mukjizat para rasul dan sikap umat-umat yang menentang, serta
marhalah-marhalah dakwah dan perkembangannya, di samping
menerangkan akibat-akibat yang dihadapi para mukmin dan golongan-
golongan yang mendustakan, seperti qaṣaṣ Nuh, Ibraḥim, Musa,
Harun, Isa, Muhammad s.a.w. dan lain-lain.
3 Baca lebih lanjut Sayyid Quthub; al-Tashwir al-Fanny fi al-Qur’an (Beirut: D r
al-Ma‟arif, 1975), h. 201 4Abdul Mustaqim dkk, Kisah Al-Qur’an: Hakekat, Makna, Dan Nilai-Nilai
pendidikannya,(Lombok: Jurnal Ulumuna, 2011), h.273. 5 Abdul Mustaqim dkk, Kisah al-Qur’an, h. 273.
6 M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-qur’an. (Jakarta: PT. Bulan Bintang.
1988), h. 187-188.
3
2. Qaṣaṣ yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi
dan orang-orang yang tidak dapat dipastikan ke-Nabiannya, seperti
kisah orang-orang yang pergi dari kampung halamannya, yang beribu-
ribu jumlahnya karena takut mati dan seperti kisah Ṭḥalut dan Jalut,
dua putera Adam, Aḥlul Kaḥfi, Zulkarnain, Qarun, Aṣḥabussabti,
Maryam, Aṣḥabul Ukhdul dan lain-lain.
3. Qaṣṣaṣ yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di
masa Rasul saw., seperti: peperangan Badar dan Uhud yang
diterangkan dalam surat Ali Imran, peperangan Hunain dan Tabuk
yang diterangkan didalam surat at-Taubah, peperangan Ahzab yang
diterangkan dalam surat al-Ahzab dan hijrah serta Isra‟ dan lain-lain.
Seseorang yang beriman kepada Allah adalah orang yang pasti diberi
petunjuk oleh-Nya. Risalah yang diuraikan melalui al-Qur‟an berisi
bimbingan dan ajaran ketuhanan yang mampu menggugah dan menyentuh
emosi seseorang; mampu membangkitkan kepercayaan dalam hati, sehingga
hidayah yang datang dan tumbuh di dalam hati seseorang, mampu
menunjukkan dan mengarahkannya ke jalan yang benar dan penuh
kebajikan. Dalam rentang sejarah yang cukup panjang, al-Qur‟an dengan
fungsi hidayah-nya mampu menumbuhkan keimanan para lawan-lawannya.
Tidak sedikit dari orang-orang yang semula menentang secara mati-matian
al-Qur‟an bahkan mencibirnya sebagai kata-kata tukang sihir berbalik
mengakuinya, dan menyatakan iman.7
Dalam al-Qur‟an cerita menjadi mediasi untuk menyampaikan
hidayah yang dibawa oleh al-Qur‟an. Lebih dari itu, al-Qur‟an seolah-olah
menjadikan cerita sebagai style dalam penyampaian tujuannya. Ini terbukti
bahwa hampir seluruh ayat al-Qur‟an memuat tentang cerita-cerita, baik
cerita tentang para nabi maupun kaum-kaum terdahulu. Lebih dari seribu
ayat, dari 6666 ayat yang ada di dalam al-Qur‟an, memuat tentang cerita.
7 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.
(Jakarta: Lentera Hati.2007), h.76.
4
Eksistensi cerita dalam al-Qur‟an diproyeksikan demi tujuan mulia terkait
dengan risalah yang diemban oleh Nabi Muhammad Saw dan sekaligus
sebagai bukti kenabian.8
Secara garis besar kisah-kisah dalam al-Quran mengandung dua
unsur yang sangat penting, yakni unsur nilai teologi dan unsur moral. Dari
materi dakwah al-Qur‟an tersebut menunjukan kebenaran risalah yang
dibawa oleh Nabi dan Rasul sebagai utusan Allah swt dari kisah-kisah
dalam al-Qur‟an diharapkan umat manusia dapat mengambil hikmah yang
terkandung di dalamnya, baik yang berasal dari nilai teologi dan moral.9
Seperti kisah-kisah Nabi Hud dalam al-Qur‟an yg memiliki nilai
teologi dan moral di dalamnya, yakni Nabi Hud mengajak kepada kaumnya
agar menyembah Allah swt agar terhindar dari bala bencana yang melanda
negerinya, kisah ini diabadikan dalam QS. Hud [11]: 58.
م وني منا مة برح ۥمعه ءامنوا وٱلذين ا نا هود رنا ني ء أم ولما جا غليظ عذاب من نه “Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Huud dan orang-orang
yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami; dan Kami selamatkan
(pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat.”
Menurut al-Sya‟rawi dalam ayat tersebut adalah, berpaling dan
bersikap keras kepala yang disertai penghinaan dan konspirasi di hadapan
seruan para nabi akan diganjar Allah swt dengan azab yang berat. Hal inilah
yang terjadi pada kaum nabi Hud sebagaimana yang dapat kita baca dalam
QS. al-Dzariyat [51]: 41-42
نا علي سل عقيم وفي عاد إذ أر يح ٱل ميم ۞هم ٱلز ه كٱلزا ه إلا جعلت ء أتت علي ما تذر من شي
8Sayyed Quthb, Tashwir al-Fanniy fi al-Qur’an, (Kairo: Dar al- Syuruq, 1993),
h.201. 9 A.M Ismatullah, Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Kisah Yusuf (Penafsiran H.M.
Qurasih Shihab Atas Surah Yusuf), journal.iain-samarinda, 2012, h. 3.
5
“Dan juga pada (kisah) Aad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin
yang membinasakan,angin itu tidak membiarkan satupun yang dilaluinya,
melainkan dijadikannya seperti serbuk.”
Dari ayat tersebut terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
pertama, orang-orang yang beriman diberikan keselamatan oleh Allah.
kedua, kemurkaan Allah swt selalu ditimpakan kepada orang-orang yang
berbuat dzalim dan ingkar terhadap seruan Nabi dan Rasul-Nya.
Kisah-kisah dalam al-Qur‟an merupakan kisah nyata bukan rekayasa
ataupun khayalan. Berbeda dengan lisan maupun tulisan yang dibuat
manusia. Kisah dalam al-Qur‟an merupakan kebenaran yang mutlak.
Ketika orang berbicara tentang nilai-nilai moral, pada umumnya
akan terdengar sebagai sikap dan perbuatan seseorang terhadap orang lain.
Pada anak-anak, nilai-nilai moral akan terlihat dari mampu tidaknya seorang
anak membedakan antara yang baik dan yang buruk.10
Pendapat penulis dalam kisah nabi Hud menceritakan bagaimana ia
mengahadapi kaumnya yang pada masa itu menjadi salah satu kaum yang
maju dengan bangunan-bangunan yang mereka buat sendiri dan menjadi
salah satu kaum yang terdepan dimasanya. Kaum „Ad merupakan kaum
yang muncul setelah azab yang diterima oleh kaum nabi Nuh.
Di dalam al-Qur‟an, kata qiṣaṣ terulang sebanyak tiga puluh kali.11
A. Suriani sebagai penulis buku menyimpulkan bahwa orang-orang yang
ingin menjelaskan tentang kisah tidak memiliki perbedaan makna, tetapi
masing – masing ingin mengungkapkan aspek – aspek tertentu yang
menjadi focus perhatian penulisnya. Maka dari itu, tidak akan ditemukan
adanya pertentangan. Semua sepakat bahwa isi dari sebuah kisah adalah
berasal dari sebuah kejadian-kejadian yang memiliki awal dan akhir, baik
10
Wiwit Wahyuning, Jash dan Metta Rachmadiana, Mengkomunikasikan Moral
Kepada Anak(Jakarta: PT. Elex Media Komputido Kelompok Gramedia, 2003), h. 4. 11
A. Suriani, MA, Manajemen Dakwah Dalam Kehidupan Pluralis
Indonesia(Ciputat: The Media of Social and Cultural Communication , 2005), h. 15.
6
yang actual maupun tidak, yang disampaikan oleh pembuatnya sesuai
dengan kapasitas emosi dan nalarnya. Disini saya setuju dengan pendapat A.
Suriani bahwa pada intinya seorang penafsir dan penulis lainnya memiliki
cara pandang yang sama dalam mendefinisikan kisah itu sendiri dan
bagaimana cara mereka mengungkapkan aspek – aspek tertentu yang
menjadi fokus perhatian penulisnya.
Dalam kisahnya Nabi Hud berdakwah pada kaum „Ad yang hidup
dan merupakan suku tertua setelah azab yang diberi Allah oleh kaum
sebelumnya yaitu kaum Nabi Nuh yang tidak lain adalah kakek dari Nabi
Hud. Jika kita ingin menjelaskan tentang kisah didalam Al-Qur‟an maka
kita tidak bisa memisahkannya dengan dakwah.
Masih di dalam buku yang sama dijelaskan dakwah dibagi menjadi
dua bentuk, yaitu konseptual dan praktis. Konseptual adalah bahwa dakwah
diarahkan pada objek dakwah, yang secara idealis menggambarkan
keinginan juru dakwah terhadap penerima dakwah, yaitu upaya perubahan
sikap beragama yang benar dari penerima dakwah yang dilaksanakan
dengan jiwa yang tulus ikhlas.
Maka dari itu saya ingin mengungkap apa saja pesan moral yang
terdapat dalam kisah Nabi Hud. Hal ini yang kemudian menjadi alasan
penulis untuk mengkaji terkait pesan moral yang terdapat pada kisah Nabi
Hud dalam al-Qur‟an terhadap kaumnya yang ingkar atas seruan Rasul-Nya.
Dalam penelitian ini penulis akan menggali dalam kisah Nabi Hud dengan
menggunakan penafsiran Imam al-sya‟rawi dalam kitab al-Jami al-Ahkam
al-Qur’an dengan mempertimbangkan beberapa faktor berikut:
Pertama, karena kitab al-Sya‟rawi merupakan kitab tafsir
kontemporer dengan ciri metode penulisan tahlili atau analisis penafsiran
yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. beliau
juga membahas dan menafsirkan ayat demi ayat dan mengaitkannya dengan
ayat lain yang memiliki keterkaitan dengan tema, karena beliau yakin ada
7
kesatuan tema dalam al-Qur‟an. Sistematika penulisan ini disebut penafsiran
al-Qur‟an dengan al-Qur‟an menjadi ciri tafsir bi al-Ma‟tsur.
Tafsir yang dapat disaksikan keshahihannya, yakni tafsir yang
didasarkan pada “ilmu” (al-‘Ilmu) adalah tafsir yang dapat ditetapkan bahwa
Nabi sendiri atau sahabatnya yang bersentuhan langsung dalam wilayah
pengajaran hal itu telah menjelaskannya dengan penjelasan makna al-Qur‟an
dan dalalahnya (Tafsir bi al-Matsur).12
Kedua, karena tafsir ini bercorak adabi ijtima’i atau tafsir yang
berorientasi pada sastra, budaya dan kemasyarakatan.Namun yang lebih
menonjol dari corak tafsir ini adalah sisi ijtima‟i/sosial.13
B. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang penulis angkat dari latar belakang di atas dapat
diidentifikasikan menjadi:
1. Karkteristik kisah-kisah dalam al-Qur‟an.
2. Potret-potret kisah Hud dalam al-Qur‟an.
3. Pesan moral Kisah Hud dalam al-Qur‟an.
4. Kisah nabi Hud dan kaum „Ad.
5. Penafsiran ayat-ayat kisah nabi Hud.
Penulis melakukan pembatasan terhadap masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini agar lebih fokus dan tercapai tujuan dari penelitian ini.
Terdapat sembilan surah yang menceritakan nabi Hud dan kaum „Ad. Salah
satunya yaitu: QS. al-A‟raf [7]: 65-72. Maka penulis membatasi masalah ini
hanya pada satu surah al-Qur‟an tentang kisah Nabi Hud dan Kaumnya.
Dalam pengungkapan pesan moral dalam kisah nabi Hud dan kaumnya,
penulis merujuk kepada tafsir al-Sya’rawi. Serta buku-buku yang berkaitan
dengan aspek kebaikan dalam kisah nabi Hud dan kaum „Ad.
12
Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir (Yogyakarta: Penerbit eLSAQ Press, 2006), h.
87. 13
Faizah Ali syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2012 ), h. 154.
8
C. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah fokus pada
poin ketiga “bagaimana Sya‟rawi menggali pesan moral dari kisah nabi
Hud yang tercantum dalam Q.S. al- A‟raf [7]: 65-72?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah:
1. Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk menguraikan pesan-pesan
moral apa saja yang terkandung pada kisah nabi Hud yang tercantum
dalam Q.S. Al-A‟raf [7]: 65-72.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara akademis, skripsi ini memberikan kontribusi pengetahuan
tentang pesan-pesan moral yang terkandung pada kisah nabi Hud yang
dapat menambah wawasan akan kajian yang terkait
2. Secara normatif, skripsi ini memberikan gambaran tentang kisah nabi
Hud serta pesan moral yang terdapat di dalam Q.S. Al-A‟raf [7]: 65-
72.
3. Secara praktis skripsi ini memberikan sumbangan untuk ilmu
pengetahuan dan dijadikan bahan kajian bagi peneliti lain.
E. Tinjauan Pustaka.
Ani Suriani dengan Judul buku Manajemen Dakwah Dalam
Kumpulan Kehidupan Pluralis Indonesia (Membumikan Nilai-Nilai Kisah
Nabi Huda a.s Dalam Al-Qur’an).14
Di dalam bukunya ia memaparkan
uslub-uslub dakwah yang terkandung dalam kisah Nabi Hud a.s. penulis
buku juga menemukan adanya uslub al-indzar wa ibsyar (member
peringatan dan member peringatan), irsyad (mengajak untuk memikirkan
berbagai ciptaan Allah sebagai bukti kekuasaan-Nya) dan Uslub Muj dalah
14
A. Suriani, Manajemen Dakwah Dalam Kehidupan Pluralis Indonesia (Ciputat:
The Media of Social and Cultural Communication, 2005), h. 10.
9
(strategi dialogis antara dua pihak untuk mencari kebenaran yang dapat
disepakati). Disini terdapat persamaan dengan skripsi yang akan saya teliti
adalah kisah Nabi Hud .tetapi selain itu tidak ada karena penulis buku ini
ingin mengkaji tentang uslub-uslub dakwah yang terdapat dalam kisah Nabi
Hud.
Skripsi Nilai Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kisah Nabi Hud
Menurut Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an Karya Sayyid Quthb. Yang ditulis oleh
Agwin albert Kurniawan Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Jurusan
Pendidikan Agama Islam IAIN Ponorogo 2017.Dalam skripsi ini
menjelaskan tentang metode kisah nabi dan rasul adalah salah satu metode
pendidikan akhlak yang dapat mengatasi tantangan dan godaan. Disini
menjelaskan tentang kisah nabi Hud menggunakan tafsir Fi Zhilalil
Qur’an.15
Perbedaan dengan skripsi Agwin Albert Kurniawan dengan saya
adalah tafsir. Perbedaan dalalam skripsi ini ialah Agwin Albert meneliti
tentang pendidikan akhlak dan tafsir yang ia gunakan adalah tafsir Fi
Zhilalil Qur’an. Sedangkan persamaanya dengan saya adalah mengkaji
kisah Nabi Hud.
Skripsi Pesan Moral Dalam Kisah Nabi Shalih dan Kaumnya:
sebuah Kajian Tematik. Yang ditulis oleh Husnil Mardyah Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah 2018. Didalam skripsi ini berisi
tentang apa saja pesan moral yang dapat diambil dari kisah Nabi Shalih dan
kaumnya yang diambil dari Tafsir Al-Thabarî, Tafsir Ibn Katsir, dan tafsir
al-Qurthubî. Metode yang diambil adalah tafsir Maudhu’i.yang berisikan
tinjauan umum kisah, kisah kaum Tsamud dalam al+Qur‟an yang berujung
azab dalam literatur tafsir dan pesan moral dalam kisah Nabi Shalih dan
15
Agwin Albert Kurniawan , Nilai Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kisah Nabi
Hud Menurut Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an Karya Sayyid Quthb, (Ponorogo: IAIN 2017), h. 2.
10
kaumnya16
Disini hanya terdapat persamaan yaitu mengkaji pesan moral
sedangkan kisah serta tafsirannya berbeda dengan saya sebagai penulis.
Skripsi Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern
Indonesia yang ditulis oleh Nurlaeli Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2014.Skripsi ini berisikan tentang sikap sabar dan
optimis yang dijalani Nabi Yunus dalam menghadapi kaumnya.Disini
berisikan literatur tafsir Hamka (al-Azhar) dan Quraish Shihab (al-
Mishbah).17
Diskripsi ini sama mengkaji tentang pesan moral. Tetapi kisah
serta penafsirannya berbeda dengan yang akan saya kaji.
Skripsi Pesan Akhlak Kisah Nabi Luth Menurut Penafsiran al-
Qurthubi dan M. Quraish Shihab.Yang ditulis Arum Istiyani Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2016.
Didalam skripsi ini berisi penafsiran Al-Qurthubi dan M. Quraish Shihab
terhadap kisah Nabi Luth, seperti: 1. nilai akhlak baik (terpuji) yang dibagi
menjadi: Nilai akhlak terpuji terhadap Allah SWT, Nilai akhlak terpuji
terhadap sesama, Nilai akhlak terpuji terhadap diri sendiri dan 2. Nilai
akhlak buruk (tercela) yang dibagi menjadi: nilai akhlak tercela terhadap
Allah SWT, nilai akhlak tercela terhadap sesama, dan nilai akhlak tercela
terhadap diri sendiri.18
Persamaan dengan saya adalah pesan moral dan tafsir
sedangkan kisah Nabi kita berbeda dan saya tidak menggunakan tafsir
Quraish Shihab.
Skripsi Ajaran Moral Dalam Kisah Nabi Yusuf A.S (Analisis
Semiotik Rolan Barthes).Yang ditulis Chatirul Faizah Fakultas Ushuluddin
UIN Walisongo Semarang 2015. Yang berisikan ajaran moral dan semiotika
Roland Barthes, Kisah Nabi Yusuf dalam al-Qur‟an yang berisikan tentang
16
Husnil Mardyah, Pesan Moral Dalam Kisah Nabi Shalih dan Kaumnya: sebuah
Kajian Tematik, (November, 2018), h. 5 . 17Nurlaeli, Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia,
2014, H. 5. 18Arum Istiyani, Pesan Akhlak Kisah Nabi Luth Menurut Penafsiran al-
Qurthubi dan M. Quraish Shihab, 2016, h. 18.
11
asbabun nuzul surat Yusuf dan surat Yusuf sebagai ahsan al-Qashash
beserta dimensi dan nilai historis kisah Nabi Yusuf dalam al-Qur‟an adapun
pembahasan tentang analisis semiotik Roland Barthes terkait kisah Nabi
Yusuf AS dan ajaran moral dalam kisah Nabi Yusuf AS.19
Persamaan
dengan saya adalah ajaran moral dan perbedaanya adalah kisah Nabi serta
analisis penafsirannya.
Skripsi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Berbasis Kisah Nabi Nuh AS
Di Dalam A-Qur’an Menurut Para Mufassir.Yang ditulis Yovi Nur
Rohman Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang 2016. Yang berisikan nilai-nilai pendidikan islam didalam
kisah Nabi Nuh AS, analisis kisah Nabi Nuh AS dan kaumnya menurut para
mufassir, implikasi kisah Nabi Nuh AS terhadap nilai-nilai pendidikan
islam, seperti: nilai-nilai pendidikan aqidah, akhlak dan ibadah.20
Disini
tidak ada persamaan dengan skripsi yang akan saya jelaskan.
Artikel yang ditulis oleh A.M Ismatullah Nilai-Nilai Pendidikan
Dalam Kisah Yusuf (Penafsiran H.M Quraish Shihab Atas Surah Yusuf)
2012. Dalam artikel ini dijelaskan pengertian dan macam-macam kisah al-
Qur‟an, nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam kisah Yusuf dan
relevansinya dalam kehidupan sekarang.Yang dipaparkan secara urut sesuai
dengan rujukan dari sumber primer yaitu tafsir al-Mishbah karya Quraish
Shihab.21
Dalam artikel ini tidak ada persamaan dengan skripsi yang akan
saya tulis.
Artikel yang ditulis oleh Abdul Mustaqim Kisah Al-Qur’an:
Hakekat, Makna dan Nilai-Nilai Pendidikannya 2011. Disini dijelaskan
pengertian dan macam kisah al-Qur‟an, tujuan edukatif kisah dalam al-
19
Chatirul Faizah, Ajaran Moral Dalam Kisah Nabi Yusuf A.S (Analisis
Semiotik Rolan Barthes, 2015, h. 15. 20
Yovi Nur Rohman, Nilai-Nilai Pendidikan Islam Berbasis Kisah Nabi Nuh
AS Di Dalam A-Qur‟an Menurut Para Mufassir, 2016, h. 17. 21
A.M Ismatullah, Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Kisah Yusuf (Penafsiran
H.M. Quraish Shihab Atas Surah Yusuf), 2012, h. 13
12
Qur‟an, unsur dan macam kisah al-Qur‟an, nilai-nilai pendidikan yang
terkandung didalam kisah al-Qur‟an seperti (nilai pendidikan tauhid,
intelektual, akhlak/moral, seksual dan demokrasi).22
Dalam artikel ini hanya
ada persamaan yaitu tentang kisah dan perbedaannya adalah tentang
pendidikan sedangkan saya adalah pesan moral.
Artikel yang ditulis oleh Novita Siswayanti Dimensi Edukatif Pada
Kisah-kisah Al-Qur’an 2015.Disini disebutkan macam-macam dan
karakteristik kisah didalam al-Qur‟an beserta penjelasan bagaimana kisah
menjadi sebuah metode pendidikan. Disini penulis memberi kesimpulan
bahwa kisah-kisah dalam al-Qur‟an merupakan refleksi sejarah masa lalu
umat manusia yang dapat diambil pelajaran oleh umat sesudahnya, secara
faktual kisah-kisah dalam al-Qur‟an merupakan kisah yang nyata dan
memiliki kebenaran universal, kisah-kisah dalam al-Qur‟an memiliki
kandungan filosofi pendidikan yang bermanfaat bagi manusia dan kisah-
kisah dalam al-Qur‟an dapat dianggap sebagai metode pendidikan yang
efektif dalam transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai-nilai
keislama.23
Persamaan penulis dangan penelitian saya adalah menjelaskan
tentang kisah sedangkan perbedaannya adalah tidak menggunakan tafsir
tematik yaitu Tafsir al-Sya‟rawi.
Artikel yang ditulis oleh Mohammad Anwar Syarifuddin dan Jauhar
Aziziy Mendialogkan Hermeneutika Doa Dalam Kisah Ibrahim Dan
Musa.disini menjelaskan doa-doa gambaran kisah nabi Ibrahim dan Musa
dengan jelas bagaimana titik akhir batas kelemahan ikhtiar manusia yang
tengah berupaya membangun jalan sejarah tersambung dengan kekuatan
besar dalam berkah kasih sayang Tuhan kepada hamba-hambanya yang
saleh. Dengan doa, melalui permohonan para salihin seperti para nabi
22Abdul Mustaqim, Kisah Al-Qur‟an: Hakekat, Makna dan Nilai-Nilai
Pendidikannya, 2011, h. 4. 23 Novita Siswayanti, Dimensi Edukatif Pada Kisah-Kisah al-Qur‟an, 2015, h.
2.
13
kelemahan ikhtiar manusia mendapatkan suntikan tenaga baru. Penerapan
teori-teori hermeneutika modern terhadap keunikan karakter doa-doa dalam
kisah nabi Ibrahim dan Musa sepenuhnya dilakukan untuk memfungsikan
makna, setting sosial dan narasi yang dibangun dalam kisah bagi sebesar-
besar kemanfaatan para pembacanya di masa kini.24
Persamaan dengan
saya adalah kisah tetapi bukan Nabi serta mengenai tafsir yang akan saya
gunakan untuk skripsi ini.
Jadi, dengan data yang saya dapat belum pernah ada yang mengkaji
tentang penelitian yang saya bahas.Meski ada, itupun terdapat perbedaanya.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam peneliitian ini adalah
kepustakaan (Library Research) yaitu dengan mengumpulkan data-data dan
menelaah sejumlah referensi yang berhubungan dengan permasalahan yang
akan dibahas.25
Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan
menggunakan metode maudhu’i (tematik). Kata maudhu’i dinisbatkan
kepada kata al-maudhu’, yang artinya topik atau materi suatu pembicaraan
atau pembahasan. Dalam bahasa Arab kata mau’dhui berasal dari bahasa
Arab (مىضىع( yang merupakan isim maf‟ul dari fi‟il madhi ( )وضع yang
artinya meletakkan, menjadikan, menghina, mendustakan dan membuat
Dalam bahasa Arab kata mau’dhui berasal dari bahasa Arab (مىضىع( yang
merupakan isim maf‟ul dari fi‟il madhi ( )وضع yang artinya meletakkan,
24Mohammad Anwar Syarifuddin dan Jauhar Aziziy, Mendialogkan
Hermeneutika Doa Dalam Kisah Ibrahim Dan Musa, 2016, h. 1-2. 25
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, karakteristik, dan keunggulan ,
(Jakarta: Grasindo, 2010), h. 60.
14
menjadikan, menghina, mendustakan dan membuat-buat.26
Dan menurut
ilmu semantik ialah al-Qur‟an menurut tema atau topik tertentu.Dalam
bahasa Indonesia disebut tafsir tematik.27
Tafsir maudhu’i menurut
pendapat mayoritas ulama adalah “menghimpun seluruh ayat al-Qur‟an
yang memiliki tujuan dan manfaat yang sama”.28
2. Sumber data
Dalam penelitian ini dilakukan dengan dua jenis sumber data
penelitian, yaitu data primer dan data sekunder.kajian literatur yang jadi
sumber primernya dalam penelitian ini adalah literatur yang dianggap
relevan, sedangkan sumber sekunder adalah literatur yang mendukung.
Adapun yang termasuk sumber primer ialah tafsir Sya‟rawi. Sedangkan
sumber sekunder adalah kitab tafsir yang berorientasi pada aspek kebaikan
dalam kisah kaum „Ad, serta buku-buku yang membahas tentang kisah
tersebut. Dengan ini diharapkan akan mendapatkan data yang bersifat
kualitatif dan menggunakan teknik deskriptif analisis.
3. Analisis Data.
Analisis data yang digunakan dalam kajian ilmiah ini ialah
pendekatan historis (sejarah).
G. Sistematika Penulisan
Untuk menghindari kerancuan dalam pembahasan dan alur
penelitian, penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Kelima bab
tersebut secara ringkas dan sederhana akan penulis uraikan dibawah ini.
Bab I, pendahuluan ini menguraikan latar belakang masalah
persoalan yang dikemukakan dalam tulisan ini, pembatasan dan rumusan
26
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren) Purna
Siswa 2011 MHM Lirboyo Kota Kediri, Al-Qur’an Kita Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir
Kalamullah, h.190 . 27
Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 311. 28
Abdul Hayy al-Farmawi, Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhu’i, (Mesir: dirasat
Manhajiyyah Maudhu‟iyyah, 1997), h. 41.
15
masalah, tinjauan kepustakaan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan. Bab ini penting untuk mengurai secara
umum keseluruhan isi tulisan. Pembahasan umum diperlukan agar tercipta
pengetahuan yang utuh mengenai keterkaitan antara satu bagian dengan
bagian yang lain didalam tulisan ini.
Bab II, bab ini penulis akan membahas gambaran tinjauan umum
kisah, macam-macam kisah yang terdapat dalam al-Qur‟an, kemudian
tujuan adanya kisah-kisah dalam Al-Qur‟an, serta sejarah yang terdapat
dalam kisah Nabi Hud dan kisah Nabi Hud dalam Al-Qur‟an. Keterkaitan
bab pertama dengan bab kedua yaitu bab kedua menguraikan teori-teori
yang membantu penulisan dan penelitian yang bisa diperkuat dengan
menunjukkan hasil penelitian sebelumnya.
Bab III, akan membahas mengenai Biografi mufasir yang akan
dijadikan rujukan dalam penulisan karya ilmiah ini. Yaitu: biografi beserta
kitab tafsir yang menjadi bahan rujukan dalam membantu terjadinya
penelitian ini. Keterkaitan bab kedua dan ketiga adalah
Bab IV, analisis pesan moral kisah nabi Hud studi penafsiran Sya‟rawi
atas QS. al-A‟raf ayat 65-72. Yaitu meliputi rasa kesatuan emosional,
kejernihan berfikir, menjunjung tinggi amanat, menunjukkan kebaikan dan
memberi peringatan.
Bab V, merupakan bab terakhir yang menjadi penutup dari skripsi.
Dan menjadi jawaban pada rumusan masalah pada skripsi ini. Semua
penelitian yang dilakukan dan saran yang diajukan pada penulis mengenai
hasil penelitian ini. Bab ini terbagi dalam kesimpulan saran beserta daftar
pustaka.
16
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KISAH DAN PROFIL NABI HUD
A. Tinjauan Umum Tentang Kisah
1. Pengertian Kisah
Pengertian kisah qiṣaṣ dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak 26 kali
dalam berbagai bentuk, baik fi‟il madhi‟, mudhari, amar, maupun mashdar
yang tersebar dalam berbagai ayat dan surat.1
Kisah2 berasal dari kata al-qaṣṣu yang berarti mencari atau mengikuti
jejak. Dikatakan: أث رىا قصصت Artinya “saya mengikuti atau mencari
jejaknya”. Kata al-qaṣaṣ adalah bentuk Masdar. Firman Allah: تدا على فٱر
ا ءاثارها قصص
(al-kahfi[18]:64). Maksudnya, kedua orang itu kembali untuk mengikuti
jejak dari mana keduanya itu datang.
Al-Qur‟an merupakan kitab dakwah keagamaan dan kisah merupakan
salah satu cara al-Qur‟an untuk menyampaikan dakwah dan
membuktikannya. Tugas kisah di dalam dakwah seperti tugas gambaran-
gambaran yang dilukiskan oleh al-Qur‟an untuk menceritakan hari kiamat,
kenikmatan, siksaan dan seperti dalil-dalil atau bukti-bukti yang dibawa
oleh kitab al-Qur‟an untuk mengukuhkan hari kebangkitan dan kekuasaan
Allah. Serta syariat-syariat yang dirincikan al-Qur‟an atau seperti contoh-
contoh yang dipaparkan al-Qur‟an dan seperti hal-hal lain yang ada di
1 Hatta, Jauhar. 2009. “Urgensi Kisah-Kisah dalam Al-Qur‟an al-Karim bagi
proses pembelajaran PAI pada MI/SD”, dalam jurnal Al-Bidayah PGMI, Volume II, h. 14 2
Dalam kamus al-Munawwir, Qasas berarti tukang dongeng cerita. Suatu
peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat mendapat perhatian para
pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-
berita bangsa terdahulu. Lihat Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 703.
17
dalam al-Qur‟an.3
Secara terminologi, menurut Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān mendefinisikan
qiṣāṣ al-Qur’ān sebagai pemberitaan al-Qur‟an tentang hal ihwal umat-
umat dahulu dan para Nabi, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi secara
empiris. Ayat yang menjelaskan tentang kisah-kisah inilah yang paling
banyak mendominasi ayat-ayat al-Qur‟an dengan menunjukan keadaan
negeri-negeri yang ditempatinya dan peninggalan jejak mereka.4
Sesungguhnya al-Qur‟an banyak membuat peristiwa-peristiwa masa
lalu, sejarah umat-umat terdahulu negeri dan perkampungan mereka. Yang
menarik adalah bahwa cara al-Qur‟an menampilkan kisah setiap kaum
dengan metode yang seolah pembaca menjadi pelaku sendiri yang
menyaksikan peristiwa tersebut.5
Al-Qur‟an selalu menggunakan terminologi “Qaṣaṣ” untuk
menunjukkan bahwa kisah yang disampaikannya itu benar dan tidak
mengandung kemungkinan salah atau dusta. Sementara cerita-cerita lain
yang mengandung kemungkinan salah dan benar biasanya bentuk jamaknya
diungkapkan dengan istilah qiṣāṣ.6
Dari beberapa definisi diatas, terdapat definisi-definisi yang berbeda.
Hanya saja cerita-cerita yang termuat di dalam al-Qur‟an berbeda dengan
cerita sastra lainnya. Al-Qur‟an menceritakan suatu kisah dengan
mengedepankan gaya spiritual dengan menjaga validitas sejarahnya
menjaga nilai kebutuhan cerita dan sastranya. Kisah-kisah dalam al-Qur‟an
3 Sayid Quthb, Indahnya Al-Qur’an Berkisah (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 157.
4 Manna‟ Khalil al-Qaththan dalam Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras,
2009), h. 139 5 Manna‟ Khalil al-Qaththan fi Ulum al-Qur‟an (Mansyurah al-„Ashr al-Hadits,
1973), h. 306. 6
Anshori, Ulumul Qur‟an Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan
(Jakarta:Rajawali Pers, 2016) h. 123. Lihat manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu
Qur‟an, Penerj. Mudzakir AS (Jakarta: Pt. Pustaka Litera AntarNusa, 2010) h. 436 dan
Muhammad Chirzin, Al-Qur‟an dan Ulumul Qur‟an (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998), h.118.
18
memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan lainnya.
Kisah teladan dari selain para Nabi dan rasul dapat dijadikan
pelajaran bahwa meskipun tidak sebagai Nabi dan rasul manusia tetap
berpeluang menjadi orang baik yang bisa menjadi pilihan dan teladan yang
lain. Sedangkan kisah yang tidak patut diteladani juga bermanfaat bagi
upaya penjagaan diri agar tidak terjerumus pada perbuatan yang sama. Dari
dua kisah ini yang baik dan buruk dapat kita ambil pelajaran agar bisa
memilah dan memilih lingkungan yang baik agar bisa terbentuk karakter
yang baik
Tujuan kisah al-Qur‟an .
Menurut Sayyid Quthb diantara tujuan kisah adalah:7
1. Menetapkan wahyu dan risalah Nabi Muhammad saw (Q.S. Yusuf:
2-3)
2. Menerangkan bahwa agama seluruhnya dari Allah, dan bahwa kaum
mu‟minin seluruhnya adalah umat yang satu (Q.S. al-Anbiya‟: 48-50)
3. Menerangkan bahwa agama seluruhnya adalah satu dasar (Q.S. al-
A‟raf: 59)
4. Menjelaskan bahwa cara para Nabi dalam berdakwah itu satu dan
penerimaan kaum mereka hampir mirip semuanya (Q.S. Hud: 25-27)
5. Menunjukan betapa besarnikmat Allah yang diberikankepada Nabi-
Nya
6. Menunjukan bahwa Allah telah membuat hal-hal yang luar biasa
untuk menolong Nabi-Nya.
7Sayid Quthb, Indahnya Al-Qur’an Berkisah (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 159-
170
19
Kisah-kisah dalam Al-Qur‟an mempunyai urgensi yang cukup tinggi
pada anak terutama cerita yang bernilai tauhid dan akhlak yang akan mampu
mendekatkan anak pada nilai-nilai fitrahnya, serta menumbuhkan dan
membimbing spiritual anak.
Kisah-kisah dalam Al-Qur‟an memiliki karakteristik yang berbeda
dengan kisah atau cerita pada umumnya. Dalam Al-Qur‟an Allah
menegaskan “bahwa kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik
dengan mewahyukan Al-Qur‟an ini kepadamu”.8
Kisah Al-Qur‟an bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan kitab-kitab terdahulu dan menjelaskan sesuatu dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.9 Al-Qur‟an memberikan
kisah yang tepat meskipun suatu peristiwa tersebut telah terjadi dalamkurun
berabad-abad yang lalu. Misalnya dalam kisah „Ad dan Tsamud serta
kehancuran kota Irom.10
ذا ٱل إل نا حي أو قصص با سن ٱل ك أح ن ن قص علي نح8 لمن ۦلو ءان وإن كنت من قب قر ك ى
فلي ٱل غ
3. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al
Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah
Termasuk orang-orang yang belum mengetahui.
ول رة عب كان ف قصصهم لقد9 9 ن ب ٱلذي ديق تص ول كن ت رى يف ا حديث كان ما ب ب أل ٱل لأ منون يؤ م لأقو مة ورح ى وىد ء صيل كلأ شي ه وتف يدي
111. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-
orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. 10
رىا۞ عاتية صر صر يحبر لكوا فأه ما عادوأ ۞لكوا بٱلطاغية فأما ثود فأه۞قارعة بٱل ثود وعاد كذبت سخ ۞ ةخاوي ل نخ جاز أع كأن هم عى صر فيها م قو ٱل ف ت رى ا حسوم أيام وث نية ليال ع سب ىم علي
4. Kaum Tsamud dan 'Aad telah mendustakan hari kiamat.
5. Adapun kaum Tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa.
20
Dimana pada tahun 1980 ditemukan bukti sejarah secara arkeologi11
di
Kawasan Hisn al-Ghurab dekat kota aden di yaman tentang adanya kota
yang dinamakan “Tsamut, Ad‟, dan Irom”. Begitu pula tentang kisah
tenggelam dan diselamatkannya badan fir‟aun (Q.S. Yunus: 90-92) dimana
pada bulan Juni 1975, ahli bedah Perancis, Maurice Bucaille setelah
meneliti mumi Fir‟aun ditemukan bahwa Fir‟aun meninggal di laut dengan
adanya bekas-bekas garam yang memenuhi sekujur tubuh.12
Kisah adalah salah satu cara yang dikehendaki untuk mewujudkan
tujuan pewahyuan al-Qur‟an . ia bahkan paling dominan jika dibandingkan
dengan metode atau cara lain.13
Pengungkapan sejarah tidak menjadi tujuan
dari kisah dalam al-Qur‟an. Namun yang meng menjadi tujuan adalah
terwujudnya tujuan-tujuan syar‟i. jika merujuk ke beberapa ayat al-Qur‟an,
maka akan ditemukan tujuan kisah-kisah di dalam al-Qur‟an, yaitu:14
1. Peneguh Hati Rasul dan Orang-orang Mukmin.
Diantara tujuan kisah-kisah di dalam al-Qur‟anadalah
menguatkan Rasulullah Saw. Dan orang-orang yang beriman dalam
6. Adapun kaum 'Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin
lagi amat kencang,
7. yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari
terus menerus; maka kamu lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-
akan mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). 11
Arkeologi adalah ilmu kepurbakalaan berasal dari bahasa Indonesia, archaeo
yang berarti “kuno” dan Logos “ilmu”. Nama alternatif arkeologi adalah ilmu sejarah
kebudayaan material. Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia) masa
lalu melalui kajian sistematis atas data bendawi yang ditinggalkan.
12M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an ditinjau dari aspek kebahsaan, Isyarat
Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 1998) h. 196-201 13
A.Husnul Hakim IMZI, Menfintip Takdir Ilahi (Mengungkap Makna
Sunnatullah Dalam al-Qur’an), (Depok: Lingkar Studi al-Qur‟an, 2011), cet. 3, h. 151
14 A.Husnul Hakim IMZI, Menfintip Takdir Ilahi (Mengungkap Makna
Sunnatullah Dalam al-Qur’an), h. 152
21
melaksanakan dakwah . sebagaimana yang tercantum di dalam al-
Qur‟an:
ذه ف ءك وجا ف ؤادك ۦبو ن ثبأت ما ٱلرسل ء با أن من ك علي ن قص ا وكل ى
مني مؤ رى لل وذك عظة ومو حق ٱل
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu,
ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan
dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran
dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
Ayat ini menginformasikan bahwa kisah perjuangan para Rasul
terdahulu dalam menegakkan tauhid selalu disertai sikap
pendustaan kaumnya. Bahkan mereka sering mengalami penyiksaan
secara fisik. Kisah peyelamatan Allah kepada para Rasul dan
pengikut-pengikutnya, atau kisah kehancuran umat-umat yang
mendustakan misi kerasulan, adalah sebagai mau’iẓah bagi orang-
orang kafir Makkah agar mereka tidak melakukan hal yang sama,
dan sebagai pelajaran (ẓikra) bagi setiap mukmin agar senantiasa
sabar dan tegar.
2. Pelajaran dan Peringatan.
Al-Qur‟an sering menuturkan peristiwa-peristiwa umat masa
lalu yang layak diambil pelajaran, sekaligus peringatan bagi umat-
umat setelahnya dalam menjalani kehidupan, baik bagi orang-orang
yang kafir
3. Penjelas Asas-asas Dakwah dan Pokok-pokok Ajaran.
Di dalam beberapa ayat dinyatakan bahwa asa dakwah dan
pokok ajaran yang dibawa para Rasul adalah tauhid. Sebagaimana
firman Allah:
أنا إل و إل ل ۥه أنو إل لك من رسول إل نوحي نا من قب سل أر وما
بدون فٱع
22
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu
melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku".
Dalam Al-Qur‟an terdapat berita-berita ghaib tentang perkara-perkara
yang penting, dan semua perkara itu adalah betul-betul persis seperti apa
yang diberitakannya. Dan dalam setiap hal Al-Qur‟an menegaskan
ketidaktahuan Nabi saw atas perkara-perkara tersebut sebelum semuanya itu
diwahyukan kepada beliau.15
Kisah memiliki pengaruh langsung dalam jiwa manusia, dan sangat
efisien untuk pendidikan dan pengajaran. Sekiranya suatu pernyataan
muncul tanpa bukti dan permisalan. Hal ini karena jiwa manusia sangat
berhasrat untuk mengetahui hubungan antara peristiwa dengan sebab-sebab
yang melatarinya. Demikian juga dengan akibat-akibat yang muncul sebagai
konsekuensinya. Sekiranya seorang pembicara menjelaskan sebab dan
akibatnya, menunjukan konsekuensinya dengan argumentasi yang jelas,
serta memperlihatkan pelajaran dan poin penting yang dapat dijadikan
pelajaran, tentulah dia mendekati sukses dalam menciptakan pengaruh dari
nasihat dan ajarannya, dengan berbagai metode dan cara yang paling efisien
dan berpengaruh.16
Sebagai peringatan kisah Al-Qur‟an membawa kebenaran akan
kepastian berlakunya hukum-hukum Allah dalam kehidupan sosial serta
pengaruh baik dan buruk dalam kehidupan manusia. Kisah-kisah Al-Qur‟an
bersifat pasti tak mungkin disangkal.17
15
Dawud al-Athar, Mu‟jaz Ulum Al-Qur‟an, terj. Afif Muhammad dan Ahsin
Muhammad, Pustaka Hidayah, Bandung, 1994. H. 68.
16Muhammad Hadi Ma‟rifat, Kisah-Kisah al-Qur‟an, terj. Azam Bahtiar, Citra,
Jakarta, 2013, h. 28 17
Semua kisah rasul-rasul diceritakan untuk teguhkan hati dan didalamnya terdapat
kebenaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. Lihat Q.S. Hud: 20
23
2. Fungsi Kisah
Kisah-kisah dalam Al-Qur‟an mempunyai banyak fungsi.18
Yaitu:
a. Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan
pokok-pokok syari‟at yang dibawa oleh para Nabi:
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu
melainkan kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan
selain Aku, maka sembahlah oleh musekali anakan Aku.”(Q.S.
al-Anbiyâ: [21]: 25).
Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas
agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang
menangnya kebenaranan dan pendukungnya serta hancurnya
kebatilan para pembelanya.
“Dan semua kisah rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu,
adalah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan
dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran serta
pengajaran dan peringatan bagi orang-orang beriman” Q.S. Hud
[11]: 20.
b. Membenarkan para Nabi terdahulu menghidupkan kenangan
terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
c. Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya
dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang
terdahulu disepanjang kurun dan generasi.
d. Membuka kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang
membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka
sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka
sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti. Misalnya firman
Allah:
“Semua makanan halal bagi Bani Israil melainkan makanan
yang diharamkan bagi Israil (Ya‟kub) untuk dirinya sendiri
sebelum taurat diturunkan. Katakanlah: (Jika kamu
18
Manna‟ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj: Mudzakir As., (Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa, 1996), cet. 3, h. 437.
24
mengatakan makan yang diharamkan sebelum taurat), maka
bawalah taurat itu, lalu bacalah ia jika kamu orang-orang yang
benar.”(Q.S. Ali-Imran [3]: 93).
e. Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik
perhatian para pendengar dan memantapkan pesan kesan yang
terkandung di dalamya jiwa. Firman Allah:
“Sesungguhnya pada kisah merekaitu terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang berakal.” (Q.S. Yusuf [12]: 111).
3. Bentuk Kisah
Bentuk-bentuk kisah dalam Al-Qur‟an terdiri dari beberapa
bentuk,19
yaitu:
a. Kisah para Nabi Terdahulu kisah mengandung informasi
mengenai dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat
yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang
memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya
serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang
mempercayai dan golongan yang mendustakan syariat yang
dibawa Nabi mereka, seperti kisah Nabi Hud, Nuh, Shaleh, Isa
dan Nabi-Nabi yang lainnya.
b. Kisah-kisah yang menyangkut pribadi-pribadi yang bukan
termasuk Nabi dan golongan-golongan dengan segala
kejadiannya yang dinukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran,
seperti kisah Maryam, Dzulkarnain, Lukmanul Hakim, dan
Ashabul Kahfi.
19
Nur Faizin, 10“Tema Kontroversial Ulumul Qur’an” Cet. I (Jawa Timur: Azhar
Risalah, 2011).
25
c. Kisah yang menyangkut peristiwa-peristiwa yang terjadi masa
Rasulullah, seperti perang Badar, Uhud, Ahzab dan perang
Bani Nadzir.
Kisah merupakan sarana yang mudah untuk mendidik manusia dan
banyak dijumpai dalam al-Qur‟an. Bahkan kisah-kisah dalam al-Qur‟an
sudah menjadi kisah-kisah populer di dalam dunia pendidikan. Kisah yang
diungkapkan di dalam al-Qur‟an ini mengiringi aspek kehidupan serta
pendidikan yang sangat dibutuhkan manusia. Di antaranya adalah aspek
akhlak.
B. Profil Nabi Hud
1. Nama Dan Garis Keturunan
Hud20
adalah Nabi dan Rasul Allah yang merupakan utusan Allah
kepada umat manusia yang berperan untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya,
baik untuk periode dan masyarakat tertentu maupun untuk seluruh manusia
di setiap waktu dan tempat. Al-Qur'an hanya menginformasikan bahwa tiada
satu umat kecuali telah diutus kepadanya seorang pembawa peringatan
Q.S.Fātir [35]: 24. Dan peringatan yang dimaksud adalah tentang ajaran
tauhid sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. al-Anbiyā [21]: 25.
Pengutusan seorang Nabi dan Rasul merupakan bentuk rahmat dan
kemurahan Allah kepada hambanya. Sementara setiap hamba dituntut untuk
merasakan wujudtuhan yang menghantarkan pada ketauhidan dan ketuhanan
yang benar.
“Aad adalah nama bapak suatu suku yang hidup di jazirah Arab
disuatu tempat bernama “al-Ahqaf” terletak di utara hadramaut antara
20
Namanya adalah Hud bin Selah bin Arpakhsad bin Sam bin Nuh. Namun ada
juga yang meriwayatkan bahwa nama Hud sebenarnya adalah Eber bin saleh bin
Arpakhsad. Ada juga yang meriwayatkan bahwa namanya adalah Hud bin Abdullah bin
Rabah bin Jarud bin Ad' bin Aus bin Iram bin Sam bin Nuh. (lihat Kisah Para Nabi terj.
Dari Qaṣaṣul Qur‟an) Karya Ibn Katsir. Beliau menukil riwayat itu dari Ibn jarir at-Thabari.
h. 151
26
Yaman dan Uman dan termasuk suku yang tertua sesudah suku Nabi Nuh
serta terkenal dengan kekuatan jasmani dengan bentuk-bentuk tubuh besar
dan gagah. Mereka dikaruniai oleh Allah tanah yang subur dengan sumber-
sumber airnya yang mengalir dari segala penjuru.
2. Sifat Nabi Hud terhadap kaumnya.
Sudah menjadi Sunnatullah sejak diturunkannya Adam bahwa dari
masa ke masa jika umat manusia sudah berada dalam kesesatan, Allah
menurunkan utusan-utusannya (Rasulullah) yang bertugas untuk menuntun
umat manusia pada jalan Allah.
Demikianlah maka kepada suku Aad yang dimabukan oleh
kesejahteraan hidup dan kenikmatan duniawi sehingga tak sadar
bahwasannya itu semua adalah bentuk karunia Allah kepada hambanya.
Nabi hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya
(suku aad) kepada tanda-tanda wujudnya Allah yang berupa alam
sekelilingnya yang penuh dengan kekayaan alam. Berupa tanah yang subur ,
air yang mengalir serta tumbuhan-tumbuhan yang tegak dan kuat. Maka
Nabi Hud mengajak kaumnya agar menyembah Allah karena tak sepatutnya
menyembah batu-batu yang sewaktu-waktu dapat dihancurkan.
Bagi kaum „Aad seruan dan dakwah Nabi Hud itu akan mengubah
cara hidup mereka dan merubah peraturan serta adat istiadat yang mereka
kenal dan mereka warisi dari nenek moyangnya . sehingga kaum „Aad
berkata kepada Nabi Hud: “wahai Hud! Ajaran dan agama apakah yang
hendak kau ajarkan kepada kami? Dengan penuh kedengkian dan
kemarahan kaum „Aad mencacimaki serta menuduh Nabi Hud menyebarkan
Agama kesesatan. Namun dengan kesabaran-Nya, Nabi Hud menjawab:
sesungguhnya tuhan yang aku serukan adalah tuhan yang menciptakan alam
semesta ini termasuk batu-batu yang kalian sembah adalah ciptaan Allah.
Allah adalah dzat yang esa yang wajib disembah dan tak ada satupun sekutu
baginya.
3. Sebaran Kisah Nabi Hud Dalam Al-Qur‟an
27
Dalam buku Manajemen Dakwah Dalam Kehidupan Pluralis
Indonesia Karya A. Suriani, MA21
disebutkan bahwa ada Sembilan surat di
dalam al-Qur‟an, yaitu: al-A‟raf, Hud, al-Furqan, al-Syu‟ara, al-„Ankabut,
al-Ahqaf, al-Dzariyat, al-Qamar dan al-Fajr. Terutama surat Hud yang
mengungkapkan pengangkatan Nabi Hud a.s. sebagai rasul, risalah yang
diemban, metode dakwah, tantangan yang dihadapi dan akibat yang dialami
oleh para penentangnya.
Al-Qur'an menyingkap ceritanya setelah diutusnya Nabi Hud untuk
membawa agama kepada manusia. Nabi Hud berasal dari kabilah yang
bernama 'Ad. Kabilah ini tinggal di suatu tempat yang bernama al-Ahqaf. la
adalah padang pasir yang dipenuhi dengan gunung-gunung pasir dan tampak
dari puncaknya lautan. Adapun tempat tinggal mereka berupa tenda-tenda
besar dan mempuyai tiang-tiang yang kuat dan tinggi. Kaum 'Ad terkenal
dengan kekuatan fisik di saat itu, dan mereka juga memiliki tubuh yang
amat tinggi dan tegak sampai-sampai mereka mengatakan seperti yang
dikutip oleh Al-Qur'an:
"Mereka berkata: 'Siapakah yang lebih kuat daripada kami.‟ (Q.S.
Fushilat: 15)
Tiada seorang pun di masa itu yang dapat menandingi kekuatan
mereka. Meskipun mereka memiliki kebesaran tubuh, namun mereka
memiliki akal yang gelap. Mereka menyembah berhala dan membelanya
bahkan mereka siap berperang atas namanya. Mereka malah menuduh Nabi
mereka dan mengejeknya. Selama mereka menganggap bahwa kekuatan
adalah hal yang patut dibanggakan, maka seharusnya mereka melihat bahwa
Allah SWT yang menciptakan mereka lebih kuat dari mereka. Sayangnya,
mereka tidak melihat selain kecongkakan mereka. Nabi Hud berkata kepada
mereka:
21
A. Suriani, MA, Manajemen Dakwah Dalam Kehidupan Pluralis Indonesia
(Ciputat: The Media of Social and Cultural Communication , 2005), h. 41
28
"Wahai kaumku, sembahlah Allah yang tiada tuhan lain bagi kalian
selain-Nya. " (Q.S. Hud: 50)
Itu adalah perkataan yang sama yang diucapkan oleh seluruh Nabi
dan rasul. Perkataan tersebut tidak pernah berubah, tidak pernah berkurang,
dan tidak pernah dicabut kembali. Kaumnya bertanya kepadanya: "Apakah
engkau ingin menjadi pemimpin bagi kami melalui dakwahmu ini? Imbalan
apa yang engkau inginkan?" Nabi Hud memberitahu mereka bahwa ia hanya
mengharapkan imbalan dari Allah SWT. Ia tidak menginginkan sesuatu pun
dari mereka selain agar mereka menerangi akal mereka dengan cahaya
kebenaran. Ia mengingatkan mereka tentang nikmat Allah SWT terhadap
mereka. Bagaimana Dia menjadikan mereka sebagai khalifah setelah Nabi
Nuh, bagaimana Dia memberi mereka kekuatan fisik, bagaimana Dia
menempatkan mereka di bumi yang penuh dengan kebaikan, bagaimana Dia
mengirim hujan lalu menghidupkan bumi dengannya.
Kaum Hud membuat kerusakan dan mengira bahwa mereka orang-
orang yang terkuat di muka bumi, sehingga mereka menampakkan
kesombongan dan semakin menentang kebenaran. Mereka berkata kepada
Nabi Hud: "Bagaimana engkau menuduh tuhan-tuhan kami yang kami
mendapati ayah-ayah kami menyembahnya?" Nabi Hud menjawab:
"Sungguh orang tua kalian telah berbuat kesalahan." Kaum Nabi Hud
berkata: "Apakah engkau akan mengatakan wahai Hud bahwa setelah kami
mad dan menjadi tanah yang beterbangan di udara, kita akan kembali
hidup?" Nabi Hud menjawab: "Kalian akan kembali pada hari kiamat dan
Allah SWT akan bertanya kepada masing-masing dari kalian tentang apa
yang kalian lakukan."
Setelah mendengar jawaban itu, meledaklah tertawa dari mereka.
Alangkah anehnya pengakuan Hud, demikianlah orang-orang kafir berbisik
di antara mereka. Manusia akan mati dan ketika mati jasadnya akan rusak
dan ketika jasadnya rusak ia akan menjadi tanah kemudian akan dibawa
oleh udara dan tanah itu akan beterbangan, lalu bagaimana semua ini akan
29
kembali ke asalnya. "Kemudian apa pengertian adanya hari kiamat?
Mengapa orang-orang yang mati akan bangkit dari kematiannya?"Hud
menerima pertanyaan-pertanyaan ini dengan kesabaran yang mulia.
Kemudian ia mulai menerangkan pada kaumnya keadaan hari kiamat. Ia
menjelaskan kepada mereka bahwa kepercayaan manusia kepada hari akhir
adalah satu hal yang penting yang berhubungan dengan keadilan Allah
SWT, sebagaimana ia juga sesuatu yang penting yang juga berhubungan
dengan kehidupan manusia.
Nabi Hud menerangkan kepada mereka sebagaimana apa yang
diterangkan oleh semua Nabi berkenaan dengan hari kiamat. Sesungguhnya
hikmah sang Pencipta tidak menjadi sempurna dengan sekadar memulai
penciptaan kemudian berakhirnya kehidupan para makhluk di muka bumi
ini, lalu setelah itu tidak ada hal yang lain. Ini adalah masa tenggang yang
pertama dari ujian. Dan ujian tidak selesai dengan hanya menyerahkan
lembar jawaban. Harus juga disertai dengan koreksi terhadap lembar
jawaban itu, memberi nilai, dan menjelaskan siapa yang berhasil dan siapa
yang gagal.
Manusia selama hidup di dunia tidak hanya mempunyai satu
tindakan; ada yang berbuat kelaliman, ada yang membunuh, dan ada yang
melampaui batas. Seringkali kita melihat orang-orang lalim pergi dengan
bebas tanpa menjalani hukuman. Cukup banyak orang-orang yang jahat
namun mereka mendapatkan fasilitas yang mewah dan mendapatkan
penghormatan serta kekuasaan. Ke mana orang-orang yang teraniaya akan
mengadu dan kepada siapa orang-orang yang menderita akan mengeluh?
Logika keadilan menuntut adanya hari kiamat. Sesungguhnya
kebaikan tidak selalu menang dalam kehidupan, bahkan terkadang pasukan
kejahatan berhasil membunuh dan memperdaya para pejuang kebenaran.
Lalu, apakah kejahatan ini berlalu begitu saja tanpa mendapatkan balasan?
Sungguh suatu kelaliman besar terhampar seandainya kita menganggap
bahwa hari kiamat tidak pernah terjadi. Allah SWT telah mengharamkan
30
kelaliman atas diri-Nya sendiri, dan Dia pun mengharamkannya terjadi di
antara hamba-hamba-Nya., maka adanya hari kiamat, hari perhitungan, hari
pembalasan adalah sebagai bukti kesempurnaan dari keadilan Allah SWT.
Sebab hari kiamat adalah hari di mana semua persoalan akan disingkap
kembali di depan sang Pencipta dan akan di tinjau kembali, dan Allah SWT
akan memutuskan hukum-Nya di dalam-nya. Inilah kepentingan pertama
tentang hari kiamat yang berhubungan langsung dengan keadilan Allah
SWT.
Ada kepentingan lain berkenaan dengan hari kiamat, yang
berhubungan dengan perilaku manusia sendiri. Bahwa keyakinan dengan
adanya hari akhir, mempercayai hari kebangkitan, perhitungan amal,
penerimaan pahala dan siksa, dan kemudian masuk surga atau neraka adalah
perkara-perkara yang langsung berkenaan dengan perilaku manusia, di mana
konsentrasi manusia dan had mereka akan tertuju dengan alam lain setelah
alam ini. Oleh karena itu, mereka tidak akanterbelenggu oleh kenikmatan
dunia, kerakusan kepadanya, dan egoisme untuk menguasinya. Mereka tidak
perlu gelisah saat mereka tidak berhasil melihat balasan usaha mereka dalam
umur mereka yang pendek dan terbatas. Dengan demikian, manusia semakin
meninggi dari tanah yang menjadi asal penciptaannya ke roh yang ditiupkan
oleh Tuhannya.
Barangkali persimpangan jalan antara tunduk terhadap imajinasi
dunia, nilai-nilainya, dan pertimbangan-pertimbangannya dan
ketergantungan dengan nilai-nilai Allah SWT yang tinggi dapat terwujud
dengan adanya keimanan terhadap hari kiamat. Nabi Hud telah
membicarakan semua ini dan mereka telah mendengarkannya namun
mereka mendustakannya. Allah SWT menceritakan sikap kaum itu terhadap
hari kiamat:
"Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan
yang mendustakan pertemuan dengan hari kiamat (kelak) dan yang telah
Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia: 'Orang ini tidak lain
31
hanyalah manusia seperti kamu, dia, makan dari apa yang kamu, makan, dan
meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu
sekalian menaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian itu,
kamu benar-benar menjadi orang-orang yang merugi. Apakah ia
menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah
menjadi tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan
(dari kuburmu)?, jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan
kepadamu itu, kehidupan tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini,
kita mati dan hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi." (Q.S. al-
Mu`minun: 33-37)
Demikianlah kaum Nabi Hud mendustakan Nabinya. Mereka
berkata kepadanya: "Tidak mungkin, tidak mungkin." Mereka keheranan
ketika mendengar bahwa Allah SWT akan membangkitkan orang-orang
yang ada dalam kuburan. Mereka bingung ketika dibe-ritahu bahwa Allah
SWT akan mengembalikan penciptaan manusia setelah ia berubah menjadi
tanah, meskipun Dia telah menciptakannya sebelumnya juga dari tanah.
Seharusnya para pendusta hari kebangkitan itu merasa bahwa
mengembalikan penciptaan manusia dari tanah dan tulang lebih mudah dari
penciptaannya pertama kali. Bukankah Allah SWT telah menciptakan
semua makhluk, maka kesulitan apa yang ditemui-Nya dalam
mengembalikannya. Kesulitan itu disesuaikan dengan tolok ukur manusia
yang tersembunyi dalam ciptaan., maka tolok ukur manusia tersebut tidak
dapat diterapkan kepada Allah SWT. Karena Dia tidak mengenal kesulitan
atau kemudahan. Ketika Dia ingin membuat sesuatu, maka Dia hanya
sekadar mengeluarkan perintah:
"Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:
"Jadilah."Lalu jadilah ia." (Q.S. al-Baqarah: 117)
Kita juga memperhatikan firman-Nya:
32
"Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya."
(Q.S. al-Mu‟minun: 33)
Al-Mala' ialah para pembesar (ar-Ruasa'). Mereka dinamakan al-
Mala' karena mereka suka berbicara dan mereka mempunyai kepentingan
dalam kesinambungan situasi yang tidak sehat. Kita akan menyaksikan
mereka dalam setiap kisah para Nabi. Kita akan melihat para pembesar
kaum, orang-orang kaya di antara mereka, dan orang-orang elit di antara
mereka yang menentang para Nabi. Allah SWT menggambarkan mereka
dalam firman-Nya:
"Dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia. "
(Q.S. al-Mukminun: 33)
Karena pengaruh kekayaan dan kemewahan hidup, lahirlah
keinginan untuk meneruskan kepentingan-kepentingan khusus, dan dari
pengaruh kekayaan dan kekuasaan, muncullah sikap sombong. Para
pembesar itu menoleh kepada kaumnya sambil bertanya-tanya: "Tidakkah
Nabi ini manusia biasa seperti kita, ia memakan dari apa yang kita, makan,
dan meminum dari apa yang kita minum? Bahkan barangkali karena
kemiskinannya, ia sedikit, makan dari apa yang kita, makan dan ia minum,
menggunakan gelas-gelas yang kotor sementara kita minum dari gelas-gelas
yang terbuat dari emas dan perak., maka bagaimana ia mengaku berada
dalam kebenaran dan kita dalam kebatilan? Ini adalah manusia biasa, maka
bagaimana kita menaati manusia biasa seperti kita? Kemudian, mengapa
Allah SWT memilih manusia di antara kita untuk mendapatkan wahyu-
Nya?"
33
Para pembesar kaum Nabi Hud berkata: "Bukankah hal yang aneh
ketika Allah SWT memilih manusia biasa di antara kita untuk menerima
wahyu dari-Nya?" Nabi Hud balik bertanya: "Apa keanehan dalam hal itu?
Sesungguhnya Allah SWT mencintai kalian dan oleh karenanya Dia
mengutus aku kepada kalian untuk mengingatkan kalian. Sesungguhnya
perahu Nuh dan kisah Nuh tidak jauh dari ingatan kalian. Janganlah kalian
melupakan apa yang telah terjadi. Orang-orang yang menentang Allah SWT
telah dihancurkan dan begitu juga orang-orang yang akan mengingkari-Nya
pun akan dihancurkan, sekuat apa pun mereka." Para pembesar kaum
berkata: "Siapakah yang dapat menghancurkan kami wahai Hud?" Nabi Hud
menjawab: "Allah SWT."
Orang-orang kafir dari kaum Nabi Hud berkata: "Tuhan-tuhan kami
akan menyelamatkan kami." Nabi Hud memberitahu mereka, bahwa tuhan-
tuhan yang mereka sembah ini dengan maksud untuk mendekatkan mereka
kepada Allah SWT pada hakikatnya justru menjauhkan mereka dari-Nya. Ia
menjelaskan kepada mereka bahwa hanya Allah SWT yang dapat
menyelamatkan manusia, sedangkan kekuatan lain di bumi tidak dapat
mendatangkan mudarat dan manfaat.
Pertarungan antara Nabi Hud dan kaumnya semakin seru. Dan setiap
kali pertarungan berlanjut dan hari berlalu, kaum Nabi Hud meningkatkan
kesombongan, pembangkangan, dan pendustaan kepada Nabi mereka.
Mereka mulai menuduh Nabi Hud sebagai seorang idiot dan gila. Pada suatu
hari mereka berkata kepadanya: "Sekarang kami memahami rahasia
kegilaanmu. Sesungguhnya engkau menghina tuhan kami dan tuhan kami
telah marah kepadamu, dan karena kemarahannya engkau menjadi gila."
Allah SWT menceritakan apa yang mereka katakan dalam firman-Nya:
34
"Kaum 'Ad berkata: 'Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada
kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak
akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa
sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. "
(Q.S. Hud: 53-54)
Sampai pada batas inilah penyimpangan itu telah terjadi pada diri
mereka, sampai pada batas bahwa mereka menganggap, bahwa Nabi Hud
telah mengigau karena salah satu tuhan mereka telah murka kepadanya
sehingga ia terkena sesuatu penyakit gila. Nabi Hud tidak membiarkan
anggapan mereka bahwa ia gila dan mengigau, naniun ia tidak bersikap
emosi tetapi ia menunjukkan sikap tegas ketika mereka mengatakan: "Dan
kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena
perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. "
Setelah tantangan ini tiada lain bagi Nabi Hud kecuali memberikan
tantangan yang sama. Nabi Hud hanya pasrah kepada Allah SWT. Nabi Hud
hanya memberikan peringatan dan ancaman terhadap orang-orang yang
mendustakan dakwahnya. Nabi Hud berkata:
35
"Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah
olehmu bahwa Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan dari selain-Nya. Sebab itu, jalankanlah tipu dayamu semuanya
terhadapku dan janganlah karnu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya
aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu
binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku
diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti
(kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat
mudarat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha
Pemelihara segala sesuatu. " (Q.S. Hud: 54-57)
Manusia akan merasa keheranan terhadap perlawanan kepada
kebenaran ini. Seorang lelaki menghadapi kaum yang kasar dan keras
kepala serta bodoh. Mereka menganggap bahwa berhala-berhala dari batu
dapat memberikan gangguan. Manusia sendiri rnampu menentang para tiran
dan melumpuhkan keyakinan mereka, serta berlepas diri dari mereka dan
dari tuhan mereka. Bahkan ia siap menentang mereka dan menghadapi
segala bentuk, makar mereka. Ia pun siap berperang dengan mereka dan
bertawakal kepada Allah SWT. Allah-lah yang Maha Kuat dan Maha Benar.
Dia-lah yang menguasai setiap makhluk di muka bumi, baik berupa
binatang, manusia, maupun makhluk lain. Tidak ada sesuatu pun yang dapat
melemahkan Allah SWT.
36
Dengan keimanan kepada Allah SWT dan dengan kepercayaan pada
janji-Nya serta merasa tenang dengan pertolongan-Nya, Nabi Hud menyeru
orang-orang kaflr dari kaumnya. Nabi Hud melakukan yang demikian itu
meskipun ia sendirian dan merasakan kelemahan karena ia mendapatkan
keamanan yang hakiki dari Allah SWT. Dalam pembicaraannya, Nabi Hud
menjelaskan kepada kaumnya bahwa ia melaksanakan amanat dan
menyampaikan agama. Jika mereka mengingkari dakwahnya, niscaya Allah
SWT akan mengganti mereka dengan kaum selain mereka. Yang demikian
ini berarti bahwa mereka sedang menunggu azab. Demikianlah Nabi Hud
menjelaskan kepada mereka, bahwa ia berlepas diri dari mereka dan dari
tuhan mereka. la bertawakal kepada Allah SWT yang menciptakannya.
Ia mengetahui bahwa siksa akan turun di antara para pengikutnya
yang menentang. Beginilah hukum kehidupan di mana Allah SWT
menyiksa orang-orang kafir meskipun mereka sangat kuat atau sangat kaya.
Nabi Hud dan kaumnya menunggu janji Allah SWT. Kemudian terjadilah
masa kering di muka bumi di mana langit tidak lagi menurunkan hujan.
Matahari menyengat sangat kuat hingga laksana percikan-percikan api yang
menimpa kepala manusia.
Kaum Nabi Hud segera menuju kepadanya dan bertanya: "Mengapa
terjadi kekeringan ini wahai Hud?" Nabi Hud berkata: "Sesungguhnya Allah
SWT murka kepada kalian. Jika kalian beriman, maka Allah SWT akan rela
terhadap kalian dan menurunkan hujan serta menambah kekuatan kalian."
Namun kaum Nabi Hud justru mengejeknya dan malah semakin
menentangnya., maka masa kekeringan semakin meningkat dan
menguningkan pohon-pohon yang hijau dan matilah tanaman-tanaman.
Lalu datanglah suatu hari di mana terdapat awan besar yang
menyelimuti langit. Kaum Nabi Hud begitu gembira dan mereka keluar dari
rumah mereka sambil berkata: "Hari ini kita akan dituruni hujan." Tiba-tiba
udara berubah yang tadinya sangat kering dan panas kini menjadi sangat
dingin. Angin mulai bertiup dengan kencang. Semua benda menjadi
37
bergoyang. Angin terus-menerus bertiup malam demi malam, dan hari demi
hari. Setiap saat rasa dingin bertambah.
Kaum Nabi Hud mulai berlari. Mereka segera menuju ke tenda dan
bersembunyi di dalamnya. Angin semakin bertiup dengan kencang dan
menghancurkan tenda. Angin menghancurkan pakaian dan menghancurkan
kulit. Setiap kali angin bertiup, ia menghancurkan dan membunuh apa saja
yang di depannya. Angin bertiup selama tujuh malam dan delapan hari
dengan mengancam kehidupan dunia. Kemudian angin berhenti dengan izin
Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke
lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: 'Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kami.' (Bukan)! Bahkan itulah azab yang kamu
minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab
yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah
Tuhannya." (Q.S. al-Ahqaf: 24-25)
38
"Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan
delapan hari terus-menerus: maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati
bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang
telah kosong (lapuk)." (Q.S. al-Haqqah: 7)
Tiada yang tersisa dari kaum Nabi Hud kecuali pohon-pohon kurma
yang lapuk. Nabi Hud dan orang-orang yang beriman kepadanya selamat
sedangkan orang-orang yang menentangnya binasa.
39
BAB III
BIOGRAFI AL-SYA’RAWI DAN GAMBARAN UMUM KITAB TAFSIR
KHAWATIR HAULA AL-QUR’AN
A. Biografi Imam Al-Sya’rawi.
Nama lengkapnya adalah Muhammad mutawalli al-Sya’rawi al-Husaini,
beliau adalahsalah seorang imam al-Daiyat al-Islam (penyeru agama islam). Al-
Sya‟rawi di lahirkan di Mesir dalam kondisi Inggris menjajah Mesir tepatnya pada
15 April 1911 M dan berada pada dinasti fatimiyyah.
Al-Sya‟rawi dilahirkan pada hari ahad tanggal 17 rabiul al-Tsani 1329 H
atau 16 April 1329 H di desa daqadus, sebuah desa kecil yang terletak di
kepulauan timur mait ghamair kabupaten dakhilah di negara Mesir. Al-Sya‟rawi
lahir dari keluarga yang sederhana, ayahnya bernama syaikh Mutawalli al-
Sya‟rawi yang merupakan seorang petani. Ayahnya memiliki perilaku yang sangat
terpuji, „alim dalam beribadah dan pada lingkungannya member pengaruh yang
sangat signifikan dalam perkembangan keilmuan keislaman.
Al-Sya‟rawi memulai pendidikannya dengan mengahafal al-Qur‟an
kepada ulama yang bernama syaikh „abd al-Majid Fasha, dan ia mampu
menghafalnya pada usia 11 tahun.1
Kemudian al-Sya‟rawi disekolahkan di
sekolah dasar al-Azhar dzaqoziq pada tahun 1926 M. al-Sya‟rawi melanjutkan
pendidikannya ke sekolah menengah pertama di al-Azhar dan tamat pada tahun
1932. Al-Sya‟rawi terbilang salah seorang murid yang cerdas, sehingga ia
melanjutkan pendidikannya di Universitas al-Azhar Fakultas Bahasa Arab pada
tahun 1937 M, al-Sya‟rawi tamat kuliah pada tahun 1941 M.2 Al-Sya‟rawi juga
menamatkan pendidikan a‟lamiyah dan mendapatkan lisensi mengajar pada tahun
1943 M.
Sejak usia dini al-Sya‟rawi terlihat kemampuannya dalam berbicara ketika
masih sekolah di madrasah Ibtidaiyah , ia sering tampil di masjid dikampung
1 Badruzzaman M. Yunus, Tafsir asy-Sya’rawi: Tinjauan Terhadap Sumber Metode dan
Ittijah, (Disertasi: UIN Syarif Hidayatullah JKT, 2009), h. 40. 2Badruzzaman M. Yunus, Tafsir asy-Sya’rawi: Tinjauan Terhadap Sumber Metode dan
Ittijah,(Disertasi: UIN Syarif Hidayatullah JKT, 2009), h. 41.
40
halamannya untuk memberikan ceramah-ceramah keagamaan terutama pada bulan
ramadhan. Adapun karirnya diawali sebagai tenaga pengajar di Ma‟had al-Azhar
Thanta,Ma‟had Alexandri dan Ma‟had Dzaqadziq. Pada tahun 1996 M al-
Sya‟rawi menjadi ketua misi al-Azhar di al-Jazair,3 beliau juga menjadi dosen
jurusan Tafsir Hadis di Fakultas Syari‟ah Universitas Malik Abdul Aziz di
Makkah pada tahun 1950 M selama 9 tahun. Al-Sya‟rawi diangkat menjadi kepala
sekolah di al-Azhar dan pernah menjabat sebagi direktur pengembangan dakwah
islam di departemen waqaf pada tahun 1991 M.
Awal mula al-Sya‟rawi terkenal ketika al-Sya‟rawi menjadi seorang dai
pada tahun 1973, al-Sya‟rawi ditawari mengisi acara nur a‟la nur di salah satu
stasiun televise di mesir pada saat itulah namanya terkenal sebagai da‟i. Perlu
diketahui bersama, al-Sya‟rawi tidak menulis buku-bukunya karena beliau
beranggapan bahwa kalimat yang disampaikan secarara langsung dan
diperdengarkan akan lebih mengena daripada kalimat yang disebar luaskan
dengan perantara tulisan, sebab manusia akan mendengar dari nara sumber yang
asli. Pada tahun 1419 H yang bertepatan dengan hari rabu tanggal 17 Juni 1999 M
al-Sya‟rawi kembali kepangkuan ilahi di usia 87 tahun. Tiga bulan menjelang
wafat saat al-Sya‟rawi meresmikan sebuah masjid di kampungnya ia berkata
“Semua harga milik Allah dan setiap apa yang telah diberikan oleh Allah
kepadaku akan aku nafkahkan, dan aku memilih untuk tidak memiliki apapun.
Karena arta dan diriku hanya untuk Allah”.
B. Latar Belakang Sosio Kultural dan Intelektual Asy-Sya’rawi
1. al-Sya‟rawi dan Pengaruh Gerakan Sosial Politik di Mesir
Sejak pertengahan abad 19 sampai pertengahan abad 20, Mesir telah
mengalami tiga kali perubahan dalam sistem (bentuk) kepemerintahan. Pertama,
sejak pemerintahan Khedevi Taufiq (1879-1892) sampai masa awal pemerintahan
Raja Fuad I (1917-1936) dengan menggunakan bentuk monarkhi. Kedua, setelah
revolusi Mesir 1919 sampai pemerintahan Raja Faruq (1936-1952) dengan
3Abū al-„Ainain, al-Sya‟rawi : ana min Sul-Alat ahl al-Bait,(al-Qāhirah: Akhbar al-Yawn,
1995), h. 6.
41
menggunakan monarkhi konstitusional. Ketiga, sejak terjadi Revolusi Juli 1952
yang dipimpin Jamal Abd Nasser dengan menggunakan bentuk Republik.
Adapun runtutan penggagas yang mempengaruh sosial politik Mesir saat itu
adalah dipimpin oleh Muhammad Ali adalah raja keturunan dari Turki (1805-
1843), Rifa‟ah Badawi Rafi‟ al-Tahtawi (1801-1843), Jamaluddin al-Afghani
(1839-1897), Sa.ad Zaghlul (1918-1922), Hasan al-Banna (1906-1949) mampu
mendirikan organisasi Ikhwan al-Muslimin pada tahun 1928.4
Penggagas yang paling berpengaruh adalah sebagai berikut:
Pertama, Sa‟ad Zaghlul adalah sosok yang sangat bekerja keras demi
melepaskan dari jerat kekuasaan penjajah Inggris, sampai ia di asingkan ke Malta
oleh Inggris. Perbuatan tersebut yang memicu kemarahan masyarakat Mesir, yang
diapresiasikan dalam bentuk demonstrasi, pemogokan, dan kerusuhan. Sampai
akhirnya Inggris memberikan kemerdekaan nominal dan Zaghlul pun dibebaskan.
Pada 22 Januari 1992, Mesir memproklamirkan diri sebagai negara
merdeka, yang diikuti dengan pemberlakuan sebuah konstitusi. Namun
kemerdekaan itu hanya sementara, sampai tahun 1936. Setelah itu baru
kemerdekaan Mesir yang hakiki.
Setelah perlawanan tersebut keadaan Mesir berubah menjadi terpuruk, mulai
dari sektor politik, ekonomi, moral, dan bahkan menjauhkan masyarakat dari
ajaran Islam.
Kedua, Hasan al-Banna adalah sesosok pembaharu yang mendirikan
organisasi Ikhwan al-Muslimin. Dalam organisasi ini mempunyai dua tujuan,
yaitu bahwa negara Islam harus dibebaskan dari seluruh kekuatan asing, dan
bahwa negara yang bebas dan merdeka seperti Mesir harus menjadi negara Islam
dan berfungsi sesuai dengan hukum Islam.
Singkat cerita, al-Sya‟rawi telah bergelut pada bidang politik sejak usia 9
tahun yang diperkenalkan oleh ayahnya pada Partai Wafd (sekitar tahun 1919).
Sejak perkenalan itu asy-Sya‟rawi mulai mengikuti aktivitas pergerakan Partai
Wafd, khususnya pada masa belajar di Zaqaziq, Thantha ataupun di Kairo.
4Badruzzaman M. Yunus, Tafsir asy-Sya’rawi: Tinjauan Terhadap Sumber Metode dan
Ittijah, (Disertasi: UIN Syarif Hidayatullah JKT, 2009), h. 43
42
Bahkan salah satu keluarganya, yaitu Syeikh Muhammad al-Sya‟rawi (pamannya)
merupakan aktivis dan pemimpin di partai Wafd (Sekretaris Umum).5
Pada tahun 1943, aktivitas asy-Sya‟rawi dalam pergerakan di partai politik
berkurang dan hanya kegiatan berdakwah saja yang memang tidak ia tinggalkan.
Awal sebab berkurangnya dalam kiprah politik adalah ketika beliau diangkat
menjadi guru di sekolah lingkungan Al-Azhar.
2. Al-Sya‟rawi dan Pengaruh Pergerakan Intelektual di al-Azhar
Kepemimpinan Muhammad Ali Pasha di Mesir, telah melakukan perubahan
dalam berbagai hal, di antaranya telah membentuk sistem pendidikan yang paralel
tapi terpisah, yaitu pendidikan tradisional dan pendidikan modern sekuler.
Kemudia pada masa pemerintahan Khedive Ismail Pasha (1863-1874) mulai
diusahakan reorganisasi pendidikan.
Satu lembaga di Mesir yang resmi adalah al-Azhar, dan para masyarakat
selalu mendambakan bisa sekolah di dalamnya, demikian pula orang tua al-
Sya‟rawi. al-Sya‟rawi sejak menjalani usia pendidikan, seluruh kegiatan
belajarnya dilakukan di sekolah-sekolah al-Azhar.
al-Sya‟rawi mengatakan bahwa cabang al-Azhar di Zaqaziq merupakan
pusat setiap gerakan yang dilakukan di luar Kairo.
C. Karya-karya Imam Al-Sya’rawi
Adapun karya-karya syaikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟tawi sangatlah
banyak dan yang paling popular adalah tafsir al-Sya‟rawi. Kitab tafsir ini
merupakan hasil kumpulan pidato-pidato atau ceramah-ceramah yang dilakukan
oleh al-Sya‟rawi dan ditulis oleh murid-muridnya yang bernama Muhammad al-
Sinrawi dan Abd al-Waris al-Dasuki. Sementara hadiis-hadis yang terdapat dalam
kitab tafsir tersebut di takhrij oleh ahmad Umar Hasyim. Dengan demikian, Tafsir
al-Sya‟rawi merupakan kumpulan dari beberapa pidato dan ceramah al-Sya‟rawi
5
Hikmatiar Pasya‟, Studi Metodologi Tafsir al-Sya’rawi, (Jurnal: Studia Quranica,
Universitas Darussalam Gontor, 2007), h. 5, vol. 1, no.2
43
yang kemudian ditulis oleh murid-muridnya. Diantara karya-karya al-Sya‟rawi
diantaranya adalah:6
1) Al-Mukhtar min Tafsir al-Qur’ân al-Karim (3 jilid),
2) Mu’jizat al-Qur’ân al-Karim,
3) Al-Qur’ân al-Karim Mu’jizatun wa Manhajun,
4) Al-Isra’ wal Mi’raj (Mu’jizat Al-Kubro),
5) Al-Qashâshu al-Qur’âny fi Surat al-Kahfi,
6) Al-Mar’ah Fi al-Qur’ân al-Karim,
7) Al-Ghaib,
8) Mu’jizatû al-Rasûl,
9) Al-Halal wa al-Haram,
10) Al-Hajj al-Mabrur,
11) Khawatir,
12) Syeikh Asy-Sya’rawi Haula ‘Imrán al-Mujtama‟
13) Asrâr Bism Allâh ar-Rahmân ar-Rahîm,
14) Al-Islâm wa al-Fikr wa al-Ma’âshî,
15) Al-Islâm wa al-Mar’ah,
16) Aqîdah wa Manhaj,
17) Asy-Syûrâ wa at-Tasyrî’ fi al-Islâm,
18) Ash-Shalâtu wa Arkan al-Islâm,
19) Ath-Tharîq ila Allah,
20) Al-Fatâwâ,
21) Labaik Allahumma labaik,
22) 100 Su’âl wa Jawâb fi al-Fiqh al-Islâmî,
23) Al-Mar’ah kamâ Arâdahâ Allah,
24) Min Faidl al-Qur’ân,
25) Nadharât hi al-Qur’ân,
26) Ala Mâidah al-Fikr al-Islâmi,
27) Qadlâ’ wa Qadr,
28) Hâdzâ Huwa al-Islâm,
6Tafsir Sya‟rāwi,.. V, 2851
44
29) Al-Muntakhab fi Tafsir al-Qur’ân al-Karîm,
30) Qashash al-Qur’an
Adapun guru-guru al-Sya‟rawi adalah sebagai berikut :
1. Syekh Mutawalli al-Sya‟rawi (ayah al-Sya‟rawi),
2. Syekh Muhammad al-Sya‟rawi (paman al-Sya‟rawi),
3. Sa‟ad Zaghlul,
4. Dr. Muhammad Abdul Mun‟im Khafaji (Penyair Thahir Abu Fasya),
5. Prof. Khalid Muhammad Khalid,
6. Dr. Ahmad Haikal,
7. Dr. Hassan Gad.
D. Profil Tafsir Al-Sya’rawi
Pada mulanya, karya tafsir ini buakan merupakan karya yang sengaja
dijadikan atau dibukukan sebagai kitab tafsir. Karya ini merupakan hasil
dokumetasi yang ditulis dari hsil ceramah yang disampaikan oleh Syekh
Mutawalli al-Sya‟rawi. Sebelum berbentuk karya tafsir, hasil rekapan ceramah al-
Sya‟rawi ini terlebih dahulu terbit di majalah al-liwa al-Islamy, yang pada
selanjutnya dijadikan bentuk buku seri berjudul khawatiri hawl al-Qur’an al-
Karim, yang diterbitkan oleh dar Mayu al-Wathaniyyah mulai tahun 1982.7
Menurut Ahmad al-Mursi Husein Jauhar, seperti yang dikutip oleh
Badruzzaman, mengatakan bahwa asy-Sya‟rawi tidak menuliskan sendiri karya-
karyanya. Hal itu dikarenakan ia megakui sendiri bahwa itu sulit untuk
direlisasikan dan ia juga mengakui bahwa kemampuannya adalah dalam bidang
penyempaian secara lisan. Di sisi lain, asy-Sya‟rawi dikenal sebagai sosok
penceramah yang sering tampil di kalangan umum, baik di masyarakat langsung
atau lewat radio dan televisi. Bahkan menurutnya, tulisan merupakan hasil yang
diperuntukkan bagi komunimenurutnya, tulisan merupakan hasil yang
diperuntukkan bagi komunitas tertentu saja, yakni pembaca. Berbeda dengan
kegiatan lisa yang dapat dirasakan oleh beberapa kalangan. Ia juga menganggap
7 Nur Istiqomah, Konsep Tasghir Menurut Mutawwali Al-Sya’rawi, (Anaslisa Ayat-ayat
Penundukan Alam), (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 14
45
bahwa penyampaian secara lisan merupakan kegiatan yang lebih efisien tanpa
harus menunggu seseorang mau membaca atau membelinya.
Selain itu, untuk membuktikan bahwa karya tersebut benar-benar
merupakan hasil dari ceramah al-Sya‟rawi, di awal kitabnya terdapat pernyataan
langsung darinya yang mengatakan bahwa isi dari kitab tersebut merupakan hasil
pemikirannya terhadap ayat-ayat al-Qur‟an. Keterangan tersebut ditulis langsung
olehnya dan dibumbuhi tanda tangan. Dalam lembar berikutnya juga terdapat
pengesahan dari Lembaga Penelitian al-Azhar, yaitu Majma’ al-Buhuts al-
Islamiyyah. Lembaga tersebut diakui sebagai lembaga yang memiliki otoritas
dalam menentukan apakah karya tersebut layak atau tidak.
Pada akhirnya, hasil dari ceramah-ceramah asy-Sya‟rawi kemudian di rekap
dalam bentuk tulisan dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1991 oeh penerbit
Akhbar al-Yaum. Dengan bahasa lain, karya ini merupakan transkip bahasa lisan
menuju bahasa tulisan.
1. Gambaran umum tafsir
Nama lengkap dari tafsir karya Imam asy-Sya‟rawi adalah Khawatir asy-
Sya’rawi Haul al-Qur’an al-Karîm. Kitab tafsir ini terdiri dari 29 jilid dan
berbahasa Arab. Dalam redaksi lain, menurut Badruzzaman, karya ini terdiri dari
dua puluh jilid. Karya tafsir ini sudah diterbitkan oleh beberapa pernerbit,
diantaranya adalah Ikhbar al-Yaum Idaroh al-Kutub wa al-Maktubat tahun1411
H/1991 M. Karya asy-Sya‟rawi ini juga pernah terbit di majalah al-Liwa al-Islamy
dari mulai tahun 1986 M sampai tahun 1989 M, edisi 251 sampai 332. Hadist-
hadits yang ada di dalamnya juga telah diiteiti dan di takhrij oleh Dr. Ahmad
Umar Hasyim.
Tafsir ini tidak mencakup terhadap seluruh ayat al-Qur‟an, karya ini hanya
menfasiri dari surat al-Fatihah dampai ayat 138 dari surat ash-Shaffat. Akan
tetapi, karya ini merupakan karya tafsir yang urutannya sesuai dengan urutan
musfah utsmani, jadi termasuk tafsir tartib mushafi. Imam asy-Sya‟rawi tidak
menamai karyanya ini dengan namatafsir, akan tetapi menamainya dengan
khawatir al-Sya’rawi. Alasannya adalah karena untuk menjelaskan apa-apa yang
ia faham dari ayat-ayat al-Qur‟an. Karena arti dari khawatir adalah ide, pemikiran,
46
atau perenungan, jadi apa yang ia cantumkan sebatas ide dan pikiran asy-Sya‟rawi
dalam memahami ayat-ayat al-Qur‟an. Hal tersebut bisa dilihat dari kata-kata
yang terdapat dalam kitabnya, ketika mengungkapkan ide pemahaman tentang
ayat, maka ia menggunakan kata-kata khowatir. Oleh karena itu, ia tidak berani
menyebut tafsirnya dengan sebutan tafsir dan menjadi hujjah atau dalil bagi yang
mendangar atau membacanya. Ia menganggap bahwa tafsir adalah produk yang
benar, sedangkan apa yang ia tulis murni pemikirannya yang bisa mengandung
benar dan salah. Akan tetapi alasan ini bisa jadi terbantahkan karena ada karya
lain dari asy-Sya‟rawi berupa tafsir, judulnya adalah Tafsir al-Qur’an al-Karim.
Ia menamainya dengan tafsir.
Di sisi lain, al-Sya‟rawi merupakan penafsir yang mementingkan dan
memperhatikan konsep korelasi antar ayat-ayat al-Qur‟an dengan realitas ilmiah
(al-haqaiq al-Ilmiyyah). Menurutya, ide-ide ilmiah sangat tidak sesuai dengan al-
Qur‟an apabila hanya sebatas ide, ia menjadi benar dan memiliki keselarasan
dengan al-Qur‟an ketika sudah menjadi kenyataan.
Dalam tafsirnya, asy-Sya‟rawi banyak sekali membahas berbagai keilmuan.
Ia membahas lafadz dari segi tata bahasanya (nahw shorf), balaghoh, munasabah
antar ayat dan surat, menampilkan riwayat Nabi, ucapan sahabat dan tabi‟in,
menampilkan syiir-syiir klasik dan modern, perumpamaan, dan menjelaskannya
dengan dikaitkan dengan realitas sekarang.
2. Sistematika penulisan
Kitab tafsir asy-Sya‟rawi diawali dengan muqaddimah yang berisi tentang
keagungan, keutamaan, sejarah, dan mukjizatnya. Selian itu, dalam muqoddimah
ia juga menerangkan seputar kitab khawatirnya.Ia mengatakan:
Khowatirku (ide-ideku) seputar al-Qur’an al-Karim tidak bermaksud menafsiri
al-Qur’an... ia hanyalah ide yang terbersit dalah hati seorang mu’min tentang
ayat-ayat al-Qur’an. Kalau al-Qur’an termasuk kitab yang bisa ditafsiri, maka
Rasulullah merupakan manusia yang paling utama yang untuk menafsiri al-
Qur’an. Rasulullah menyampaikan apa yang diwahyukan serta memiliki ilmu dan
mengamalkan ilmunya. Akan tetapi Rasulullah hanya encukupkan untuk
menjelaskan kepadan manusia tergantung kebutuhan mereka, dari segi ibadah
yang menjelaskan hhukum-hukumb taklif dalam al-Qur’an...inilah (yang
disampaikan oleh Rasulullah) merupakan dasar ibadah kepada Allah swt.
47
Secara urutan kitab tafsir al-Sya‟rawi dimulai dengan lembaran pengesahan
dari al-Azhar dilanjutkan dengan catatan pengesahan dari al-Sya‟rawi. Setelah itu,
terdapat kata pengantar darinya mengenai alasan dan tujuan penulisan tafsir
tersebut. Berikutnya, ia menjelaskan makna ta’awwudz secara tematik dan
dilanjutkan dengan penjelasan dan perenungannya terhdap ayat-ayat al-Qur‟an
dimulai dari surah al-Fatihah hingga ayat 138 surat ash-Shaffat.
Setelah menulis pendahuluan (muqaddimah), al-Sya‟rawi melanjutkan
dengan pembahsan mengenai makna isti’adzah dan urutan turunnya al-Qur‟an.
Setelah itu ia melanjutkan keterangan mengenai tafsir surah al-Fatihah dengan
diawali pembahasan mengenai makna surat itu sendiri, hikmah makna dan
urutannya, gambarran dan penjelasan umum tentangnya, serta faidah-faidah yang
bisa diambil dari ayat-ayat yang berhubungan dari segi maknanaya. Oleh karena
metodenya inilah, ia termasuk mufassir yang menjelaskan ayat al-Qur‟an dengan
ayat al-Qur‟an yang lain.
Sistematika penulisan tafsir ini menggunakan penulisan tradisional, yakni
mengikuti penulisan mufassir terdahulu dengan menggunakan tartib mushaf
utsmany. Dikatakan tradisional juga dikarenakan sistematika tafsir ini tidak
mengunakan sistematika karya ilmiah, karena merupakan hasil ceramah yang
ditulis.
Secara operasioanalnya, dalam menafsirkan, asy-Sya‟rawi lebih banyak
menafsirkan satu per satu ayat, tidak menggunakan kelompok ayat seperti
kebanyakan mufassir. Hal ini menunjukkan bahwa menurutnya setiap ayat berdiri
sendiri dan mempunyai pehamahan sendiri. Akan tetapi, ia juga terkadang
menafsirkan perkelompok ayat yang masih memiliki hubungan dan tidak dapat
dipisahkan serta menerangkannya secara tematik. Contohnya seperti ketika
menafsirkan surah al-Fatihah dan beberapa surat terakhir dari mulai surah Fâthir
sampai surah ash-Shâffat. Surah al-Fatihah olehnya dibagi menjadi empat
kelompok, yakni ayat pertama yakni membahas basmalah, kelompok kedua
membahas ayat 2-3, kelmpok ketiga menjelaskan ayat 4-5, dan kelompok empat
menjelaskan ayat 6-7.
48
Dalam isinya, al-Sya‟rawi menjelaskan secara komprehensif ayat per ayat
dari surat yang dibahas. Setiap awal surah, mayoritas beliau menerankan
gambaran umum mengenai hal-hal yang berkaitan dengan surah tersebut, seperti
penamaan surah atau penjelasan-penjelasan tertentu yang dianggap perlu untu
memahami surah tersebut. Akan tetapi, tidak semua surat ia awali dengan
pembahasan tersebut. Selain itu, al-Sya‟rawi juga menerangkan munasabah
(korelasi) antar surah yang dijelaskan di akhir surah pertama. Seperti ketika ia
menjelaskan korelasi antar surat al-Maidah dengan al-An‟âm pada akhir
pembahasan surah al-Mâidah. Menurut penelitian Badruzzaman, surah-surah yang
dijelaskan korelasinya oleh asy-Sya‟rawi mencakup al-Fatihah, al-Baqarah, Âli-
„Imrân, an-Nisâ‟, al-Mâidah, al-An‟âm, al-Anfâl, Yûnus, al-Hijr, an-Nahl, al-Isra,
al-Kahfi, al-Anbiyâ‟, al-Hajj, dan al-Mu‟minûn. Sedangkan surah-surah yang
tidak dijelaskan munasabahnya adalah ketika surat setelahnya diawali oleh ayat-
ayat muqatha’ah. Ungkapan yang digunakan oleh al-Sya‟rawi dalam
menerangkan munasabah antar surat biasanya diawali dengan kata-kata ba’da an
audlaha atau ba’daan.8
3. Metode penulisan
Secara umum, apabila kita menggunakan konsep metode tafsir yang
dicetuskan oleh al-Farmawi, maka tafsir al-Sya‟rawi ini termasuk tafsir yang
menggunakan metode tahlili. Karena dari segi sisi tafsir ini berusaha menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dari berbagai aspeknya. Tafsir ini menjelaskan
kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju oleh ayat tersebut,
keindahan susunan kalimat, i’jaz, balaghah, tata bahasa, menjelaskan
pengembilan hukum (istinbath) dari ayat tersebut, serta mengemukan korelasi
antar ayat dan surat (munasabah bayna al-ayat wa al-suwar), bahkan juga
mencantumkan riwayat-riwayat dari Rasulullah, sahabat, dan tabi‟in.9
Selain itu, metode yang sangat membuktikan bahwa ia sebenarnya adalah
penceramah dan karyanya merupakan hasil rekapan ceramahnya adalah terdapat
8 Tafsir Sya‟rāwi,.. V, 2851
9 Nasir, Muhammad Ridlwan, Perspektif baru Metode Tafsir Muqarin dalam memahami
al-Qur‟an, Imtiyaz, Surabaya, 2011, h. 15
49
banyak sekali metode tanya jawab atau dialog dalam karyanya. Biasanya metode
seperti ini dilakukan ketika ceramah atau melaksanakan dialog dengan pendengar.
4. Corak penulisan tafsir
Corak penafsiran kitab tafsir asy-Sya‟rawi ini adalah at-Tarbawy al-Ishlahi
(pendidikan). Hal itu bisa dilihat dari isi kitab khawatir yang banyak sekali
mengandung nasihat dan mendidik umat Islam untuk lebih menuju ke arah yang
lebih baik. Kenyataan tersebut tidaklah aneh mengingat sosok asy-Sya‟rawi
merupakan pencerah ulung. Selain itu, tafsir ini dikategorikan sebagai tafsir bi ar-
ra’yi. Walapupun terdapat riwayat hadits Nabi dalam kitabnya, namun ia lebih
dominan menggunkan pemikiran dan perenunggannya dalam memahami ayat al-
Qur‟an. Karena, bisa kita lihat langsung ketika al-Sya‟rawi menjelaskan ayat
dengan hasil pemikannya, lalu menggabungkan dengan ayat lain yang satu kaitan,
serta menjalskan makan yang terkandung dalam ayat tersebut. Ini membuktikan
bahwa tafsir ini merupakan corak tafsir bi ar-ra’yi.
5. Sumber pernafsiran
Menurut hasil penelitian Badruzzaman, sumber atau mashadir kitab tafsir
asy-Sya‟rawi ini adalah sesui dengan kaidah tafsir bi ar-rayi. Kaidah tafsir yang
menggunakan rasio ini terdiri dari tiga macam, yaitu kaidah kebahasaan, ijtihad
murni (ra’y mujarrad), dan ijtihad tidak murni (ra’y makhluth bi al-atsar).10
10
Badruzzaman M. Yunus, h. 41
50
BAB IV
PESAN MORAL DALAM KISAH NABI HUD STUDI PENAFSIRAN
AL-SYA’RAWI DALAM QS. AL-A’RAF AYAT 65-72
Al-Qur‟an banyak menceritakan tentang kejadian di masa lalu, kisah
mempunyai daya tarik tersendiri yang tujuannya mendidik kepribadian. Kisah-
kisah para nabi dan rasul sebagai pelajaran berharga. Kisah di dalam al-Qur‟an
bertujuan untuk mengokohkan wahyu dan risalah para nabi, memberi informasi
terhadap agama yang dibawa para nabi yang berasal dari Allah. Kisah di dalam al-
Qur‟an mampu menghibur umat Islam yang sedang sedih atau tertimpa musibah.1
Salah satu kisah qur‟ani dan nabi yang di dalamnya terdapat pesan moral
ialah kisah nabi Hud. Dia berasal dari golongan kaum „Ad ia adalah anak cucu
dari nabi Nuh beserta orang-orang yang telah diselamatkan oleh Allah
bersamanya di dalam bahtera dari banjir besar. Setelah sekian lama waktu berjalan
mereka berpencar ke berbagai belahan bumi, mereka dipermainkan oleh setan
untuk disesatkan. Dituntunlah mereka untuk mengikuti nafsu syahwat atau
keinginan kekusaan dan kekayaan, sesuai dengan nafsunya. Bukan sesuai dengan
syariat. Kaum „Ad menolak mengikuti seruan nabi Hud untuk menyembah Allah
kembali2
A. Rasa Kesatuan Emosional
“Dan (kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. ia
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
1
Pupuh Faturrohman, Pengembangan Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2013), h. 53 2Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: di Bawah Naungan al-Qur’an. Jilid 4.Terj.
As‟ad Yasin (Jakarta: gema Insani Press, 2002), h. 340
51
selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" (Q.S. al-
A‟raf [7]: 65).
Di dalam ayat ini syaikh Mutawalli al-Sya‟rawi menjelaskan: bahwa Allah
mengutus nabi Huddari golongan kaumnya sendiri yaitu kaum „Ad bukan dari
golongan kaum lain. Allah berkata: أرسلنا إلى عاد أخاهم هودا yang artinya: “Aku
mengutus dari kaum „Ad yaitu saudara mereka nabi Hud. Yang mana nabi Hud
ialah dari jenisnya, bahasan abi Hud merupakan bahasa mereka tetapi mereka
melupakan nabi Hud dan tidak menganggap nabi Hud bagian dari
golongannya.3
Mereka lebih mempercayai agama sebelumnya dibandingkan
dengan yang dibawa oleh nabi Hud.
Ketika nabi Hud memperingatkan kaumnya di dalam surat al-Ahqaf.
Disini al-Qur‟an menceritakan sifat nabi Hud, sifat persaudaraan dengan kaumnya.
Sehingga, tergambarlah hubungan kasih sayang antara dia dan hubungan
kekerabatan yang menjamin mereka untuk bersimpati dan berbaik sangka atas
dakwahnya. Hubungan ini seperti hubungan antara nabi Muhammad dan kaumnya
yang bersikap jahat dan memusuhinya.
Ahqaf merupakan jamak dari haqfun yang berartipasir yang tinggi dan
tebal. Tempat tinggal kaum „Ad berupa bukit-bukit pasir yang terpencar di selatan
jazirah Arab. Ada pula yang mengatakannya di Hadramaut. Allah SWT
mengarhkan nabi Muhammad SAW agar menceritakan tentang saudara „Ad dan
peringatan yang dizampaikan kepada kaumnya di al-Ahqaf agar beliau merasa
terhibur oleh saudara sesame rasul yang menerima penyimpangan mereka padahal
nabi Hud merupakan saudara mereka.4
Disini syaikh Mutawalli al-Sya‟rawi menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan إوةخ adalah dua jenis saudara. Yakni saudara dekat dan saudara jauh. Yang
dimaksud dengan saudara dekat adalah saudara kandung sedangkan saudara jauh
adalah saudara dari keturunan nabi Adam.5
Menurut penulis, rasa kesatuan emosional disini ialah dengan cara
memperingatkan agar kaumnya tidak menerima azab seperti umat sebelum
3 Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, tafsir al-Sya’rawi, Juz 8, h. 335.
4Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan al-Qur’an,Jilid. 10, Terj.
As‟ad Yasin. (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 412 5Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, tafsir al-Sya’rawi, Juz 8, h. 336
52
mereka yakni, umat nabi Nuh. Karena mereka masih mengingat apa yang terjadi
kepada umat sebelum mereka.
Mereka telah menempuh jalan hidup sebagaimana kaum nabi Nuh
sebelumnya.Mereka tidak mau mengingat dan merenungkan apa yang telah
menimpa kepada kaum yang telah menempuh jalan hidup seperti mereka. Oleh
karena itulah, nabi Hud menambahkan di dalam perkataanya itu,“Maka mengapa
kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”, sebagai sikap penyanggahan terhadap sikap
tidak takut mereka kepada Allah dan akibat buruk yang menakutkan sikap buruk
yang menakutkan tersebut. Dijelaskannya pula kepada mereka itu bahwa nabi
Hud hanyalah memberikan nasihat dan menyampaikan amanat risalah. Ia
katakana semua itu kepada mereka dengan kasih sayang seorang juru nasihat dan
kejujuran orang yang terpercaya.
Kemudian ia mengingatkan pula kepada mereka mengenai kelebihan-
kelebihan yang diberikan Allah kepada mereka dengan menjadikan mereka
sebagai pengganti-pengganti orang yang berkuasa sesudah kaum nabi Nuh.
Mereka diberikan Allah fisik yang kuat dan besar sehingga dapat memanfaatkan
tanah perbukitan. Diberikan oleh Allah kepada mereka keuasaan dan keperkasaan.
B. Kejernihan Berfikir
۞ ۞
۞
“Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: "Sesungguhnya Kami benar
benar memandang kamu dalam Keadaan kurang akal dan Sesungguhnya Kami
menganggap kamu Termasuk orang orang yang berdusta." Hud herkata "Hai
kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah
utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku
53
kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu". (Q.S. al-
A‟raf [7]: 66-68).
Di dalam ketiga ayat ini. Syaikh Mutawalli al-Sya‟rawi menjelaskan :para
pemuka-pemuka kaum nabi Hud berkata: “Saya melihatmu seperti dalam
kegilaan.” Bahwa penggunaan الذين كفروا disiniialah yang menutupi karena
adasalah satu kaum nabi Hud yang bernama Martsad bin sa‟ad yang tidak
mengakui kebenaran yang dibawa oleh nabi Hud.6
Pada ayat 86 dijelaskan oleh Syaikh Mutawalli al-Sya‟rawi bahwa ada
perbedaan penyampaian yang dikatakan Allah kepada nabi Nuh dan nabi Hud.
Jika pada ayat 62 Allah berkata أنصح menggunakan fi‟il mudhori yang berarti
selalu memperbaharui Karena nabi Nuh berdakwah dengan terus menerus dari
siang hingga malam. Maka dari itu nabi Nuh termasuk ulul „Azmi. Dalam kisah
nabi Nuh Allah ingin menceritakan bahwa nabi Nuh bersikeras agar kaumnya
mengikutinya baik siang maupun malam. Dan pada ayat 68 Allah menggunakan
menggunakan isim fa‟il yang berarti sekali melakukan tanpa ada ناصح
pengulangan.
Pembangkangan mereka terhadap nabi Hud sudah disertai dengan respon
keras dan mengeluarkan alasan-alasan yang identik dengan tradisi nenek moyang
yang mereka pertahankan. Mereka mencaci dan menghina nabi Hud dengan
mengatakan bahwa nabi Hud sebagai orang yang bodoh dan gila. Ini merupakan
respon yang menurut Sutrisno di dalam Jurnalnya memiliki jenjang
pembangkangan yang bertingkat, bermula hanya sebatas menolak dan heran
terhadap dakwah yang dianggap sesuatu hal yang baru tanpa ada respon yang
lebih dan tanpa ada argument atau alasan penolakan.7
Menurut penulis, ini merupakan respon yang merupakan pengulangan
sejarah seperti yang terjadi pada nabi sebelumnya. Yaitu, nabi Nuh.
6 Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, tafsir al-Sya’rawi, Juz 8, h. 338-339
7 Sutrisno, (Kisah Dan Materi Dakwah Nabi Hud), Jurnal Al-Mishbah Pascasarjana UIN
sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017. h. 9
54
C. Menjunjung Tinggi Amanat dan memberi peringatan.
Nabi Hud merupakan seorang nabi yang diutus oleh Allah setelah
terjadinya banjir besar yang dialami kaum nabi Nuh. Nabi Hud menyampaikan
amanat yang diberikan Allah kepadanya agar kaumnya beriman kepada Allah
bahkan nabi Hud mengingatkan kaumnya betapa mereka diberikan berbagai
macam kenikmatan di dalam situasi peradaban mereka. Mereka mampu
mengelolah tanah yang tandus menjadi subur, mereka dapat memelihara hewan
ternak dengan baik, mereka memiliki bentuk fisik yang besar dan kekar, mereka
terkenal dengan pembangunan dan tata kota8kaum „Ad juga terkenal dengan hal
siasat perang, sehingga musuh-musuhnya merasa ketakutan dan takluk sebelum
perang.
Mereka membangun gedung-gedung yang kokoh untuk mereka nikmati
dan gedung-gedung itu dijadikan benteng. Mereka mendirikan bangunan disetiap
tempat tinggi dan orang-orangnya membangun gedung-gedung yang indah dengan
harapan mereka akan hidup didalamnya (selamanya). Tetapi, mereka tetap berbuat
kejahatan dan berlaku bengis, ketika nabi Hud memperingatkan kaumnya, maka
kaumnya memberikan komentar dengan kata-katanya sebagai kebiasaan kuno.
Mereka sangat meyakini bahwa tidak ada hal yang akan terjadi terhadap mereka.9
Nabi Hud diuutus kepada saudaranya dari kaum „Ad, untuk meluruskan
aqidah mereka yang salah serta mengajarkan akhlak yang benar. Nabi Hud juga
mengajak menyembah Allah tanpa mempersekutukannya dengan sesusatu apapun,
dan mengingatkan untuk tidak melakukan kezaliman dan penganiayaan kepada
golongan yang lemah, baik dari kalangan musuh maupun bukan musuh. Karena
sikap kaum „Ad yang menunjukkan rasa permusuhan maka Allah binasakan kaum
„Ad dengan badai pasir yaang mengerikan.
Ajakan dan dakwah nabi Hud yang berulang-ulang ditujukan kepada
mereka sebagai realisasi dari tugas utama seorang nabi sebagai pemberi
peringatan.
8 Sutrisno, (Kisah Dan Materi Dakwah Nabi Hud), Jurnal Al-Mishbah Pascasarjana UIN
sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017. h. 7 9 Harun Yahya, Jejak Bangsa-Bangsa Terdahulu, (dzikra: 2008), hal. 48.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kisah dalam al-Qur‟an secara keseluruhan merupakan suatu cara agar manusia yang
hidup setelahnya menjadikannya petunjuk dan peringatan agar tidak mengulangi kejadian-
kejadian yang sudah terjadi pada umat dan kaum-kaum sebelumnya. Nabi Hud telah memberi
contoh yang baik serta patut untuk ditiru oleh semua manusia. Beliau menghadapi kaumnya
dengan sabar, lapang dada serta lemah lembut. Beliau tidak sampai membalas keburukan
dengan keburukan melainkan tepai membalas dengan lemah lembut dan dapat menguasai
emosi dan tidak kehilangan kesabaran. Nabi Hud tidak marah ketika kaumnya menuduh
dirinya orang bodoh dan gila. Ia hanya dengan lemah lembut menolak tuduhan itu dan
berkata: قال يا قوم ليس بي سفاهة ولكني رسول من رب العالمين “Tidaklah aku gila, melainkan hanya
sebagai utusan Allah untuk memberikan nasihat dan peringatan agar terhindar dari murka
Allah.”
Nabi Hud selalu mengajak mereka untuk berpikir dan menjelaskan atas segala nikmat
yang telah Allah berikan kepada mereka berupa harta, keturunan, kelebihan fisik, piawai
dalam mengatur siasat perang serta kemampuan untuk membangun gedung-gedung,
menggarap lahan pertanian dan kebun dan menjadikan mereka khalifah di muka bumi setelah
musnahnya kaum nabi Nuh.
Kaum „Ad yang menunjukkan permusuhan kepada nabi Hud dan melawan Allah benar-benar
dibinasakan. Badai pasir dengan angin yang sangat dingin dan kencang yang mengerikan
menimpa mereka selama tujuh malam delapan hari secara terus-menerus. (QS. Al-Haqqah, 69:
6-8).
Penulis berkesimpulan bahwa pesan-pesan yang terdapat dalam kisah nabi Hud yaitu:
besarnya rasa kesatuan emosional yang dirasakan nabi Hud terhadap kaumnya hingga nabi
Hud mengingatkan mereka besarnya karunia yang telah Allah berikan kepada mereka baik
dari fisik, kemampuan berpikir dalam mengolah perkebunan dan pembangunan dengan itu
semua nabi Hud tidak ingin agar mereka sampai terkena azab dari Allah SWT. Nabi Hud
tidak marah dan sabar ketika kaumnya mengatakan bahwa dirinya gila bahkan nabi Hud
hanya berkata dengan lembut bahwa dirinya hanyalah utusan Allah, nabi Hud menjunjung
tinggi Amanat yang diberikan Allah kepada dirinya.
56
B. Saran
Penulis menyadari dengan penelitian yang sedikit ini masih jauh dari kata cukup.
bahwa dalam kisah kaum „Ad masih terdapat pesan-pesan, kandungan, serta tujuan yang
belum terungkap dan bisa dengan menggunakan tafsir lain atau dengan surah lainnya. dengan
ini penulis berharap para pengkaji al-Qur‟an dapat melanjutkan penelitian ini.
Penulis berasumsi bahwa dalam kisah nabi Hud masih terdapat pesan-pesan,
kandungan, serta tujuan yang belum terungkap atau menggunakan penafsir lain dengan cara
komparasi atau dengan berdasarkan teologi mufasirnya itu sendiri.
57
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan ,
Jakarta:Rajawali Pers, 2016.
Faizah, Chatirul, Ajaran Moral Dalam Kisah Nabi Yusuf A.S: Analisis Semiotik
Rolan Barthes, 2015.
al-Farmawi, Abdul Hayy, Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhu’i, Mesir: dirasat
Manhajiyyah Maudhu’iyyah, 1997.
Goldziher, Ignaz, Madzhab Tafsir , Yogyakarta: Penerbit eLSAQ Press, 2006.
Hatta, Jauhar. Volume II, 2009
Hakim, Husnul, Mengintip Takdir Ilahi (Mengungkap Makna Sunnatullah Dalam
al-Qur’an), Depok: Lingkar Studi al-Qur’an eLSIQ, 2011
Ismatullah, A.M, Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Kisah Yusuf: Penafsiran H.M.
Qurasih Shihab Atas Surah Yusuf, dalam Dinamika Ilmu XII, no. I, juni
2012.
Istiyani, Arum, Pesan Akhlak Kisah Nabi Luth Menurut Penafsiran al-Qurthubi
dan M. Quraish Shihab, 2016.
Istiqomah, Nur, Konsep Tasghir Menurut Mutawwali Al-Sya’rawi, Anaslisa Ayat-
ayat Penundukan Alam, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
Katsir, Ibn, Kisah Para Nabi terj. Dari Qaṣaṣul Qur’an Karya Ibnu Jarir al-
Thabari.
Kurniawan, Agwin Albert, Nilai Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kisah Nabi Hud
Menurut Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Karya Sayyid Quthb, Ponorogo: IAIN
2017.
Ma’rifat, Muhammad Hadi, Kisah-Kisah al-Qur’an, terj. Azam Bahtiar, Citra,
Jakarta, 2013.
Mardyah, Husnil, Pesan Moral Dalam Kisah Nabi Shalih dan Kaumnya: sebuah
Kajian Tematik, November, 2018.
Mustaqim, Abdul, dkk., “Kisah Al-Qur’an: Hakekat, Makna, Dan Nilai-Nilai
pendidikannya,” dalam Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Vol. XV, 2011.
M. Yunus, Badruzzaman, Tafsir asy-Sya’rawi: Tinjauan Terhadap Sumber
Metode dan Ittijah, dalam disertasi: UIN Syarif Hidayatullah JKT, 2009.
58
Nasir, Muhammad Ridlwan, Perspektif baru Metode Tafsir Muqarin dalam
memahami al-Qur’an, Imtiyaz, Surabaya, 2011.
Nurlaeli, Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia,
2014.
al-Qattan, Manna’ Khalil, StudiIlmu-Ilmu Qur’an, terj: Mudzakir As., Bogor:
PustakaLiteraAntar Nusa, 1996.
--------, dalam Usman, Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2009.
Quthub, Sayyid, al-Tashwir al-Fanny fi al-Qur’an, Beirut: D r al-Ma’arif, 1975.
--------, Indahnya Al-Qur’an Berkisah, Jakarta: Gema Insani, 2004.
--------, Tashwir al-Fanniy fi al-Qur’an, Kairo: Dar al- Syuruq, 1993.
Raco, J.R, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, karakteristik, dan keunggulan ,
Jakarta: Grasindo, 2010.
Rohman, Yovi Nur, Nilai-Nilai Pendidikan Islam Berbasis Kisah Nabi Nuh AS Di
Dalam A-Qur’an Menurut Para Mufassir, 2016.
ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Ilmu-Ilmu al-qur’an. Jakarta: PT. Bulan Bintang. 1988
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-qur’an, Jakarta: PT. Bulan Bintang.
1988.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati. 2007.
Suriani, Ani, MA, Manajemen Dakwah Dalam Kehidupan Pluralis Indonesia
Ciputat: The Media of Social and Cultural Communication , 2005.
al-Thawab, Muhammad Shalahuddin, Al-Naqd al- Adabi: Dirasat Naqdiyah wa
Adabiyah Haula I’jaz al-Qur’an, Kairo: Dar al-Kitab al-Hadits, 2003.
Siswayanti, Novita, Dimensi Edukatif Pada Kisah-Kisah al-Qur’an, 2015.
Suriani, Ani, MA, Manajemen Dakwah Dalam Kehidupan Pluralis Indonesia
Ciputat: The Media of Social and Cultural Communication , 2005.
Syibromalisi, Faizah Ali dan Azizy, Jauhar, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2012.
Syarifuddin, Mohammad Anwar dan Aziziy, Jauhar, “Mendialogkan
Hermeneutika Doa Dalam Kisah Ibrahim Dan Musa” dalam Jurnal Refleksi,
Vol. 13, No. 6 2014.
59
Al-Sya’rawi. Abū al-‘Ainain,: ana min Sul-Alat ahl al-Bait, al-Qāhirah: Akhbar
al-Yaum, 1995.
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren) Purna Siswa
2011 MHM Lirboyo Kota Kediri, (ed). Abu Hafsin, al-Qur’an Kita: Studi
Ilmu, Sejarah dan Tafsir al-Qur’an, cet. 3. Kediri: Lirboyo Press, 2013.
Tim redaksi kamus besar bahasa Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Umar, Nasaruddin, Ulumul Qur’an: Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al-
Qur’an, Ciputat: Al-Ghazali Center, 2008.
Usman, Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2009.
Wahyuning, Wiwit dkk, Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak, Jakarta: PT.
Elex Media Komputido Kelompok Gramedia, 2003.