perubahan kebijakan arab saudi terhadap...
TRANSCRIPT
PERUBAHAN KEBIJAKAN ARAB SAUDI TERHADAP
PENGIRIMAN PASOKAN MINYAK UNTUK MESIR
TERKAIT POSISI MESIR PADA RESOLUSI SURIAH
DI DK PBB TAHUN 2016-2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh:
Fitrah Aisyah Adam
1113113000015
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
iv
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis perubahan kebijakan Arab Saudi terhadap Mesir
terkait penghenentian pasokan minyak 2016-2017. Tujuan penelitian ini adalah
mengungkapkan faktor-faktor yang melatarbelakangi Arab Saudi mengubah
kebijakannya terhadap Mesir, dari yang awalnya menghentikan pasokan minyak
ke Mesir terkait keberpihakan Mesir pada Resolusi Rusia untuk Suriah di Dewan
Keamanan PBB, kemudian mengirimkan kembali pasokan minyak ke Mesir.
Skirpsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif
analitis dengan teknik depth interview atau wawancara dan tehnik pengumpulan,
pengolahan data sekunder (library research). Dalam proses penelitian, data dan
fakta yang diperoleh kemudian dikaitkan dengan kerangka pemikiran Realisme
Neoklasik untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hasil dari penelitian
selanjutnya dipaparkan menjadi sebuah analisis ilmiah. Dari hasil analisis
menggunakan Realisme Neoklasik, dapat disimpulkan bahwa perubahan
kebijakan Arab Saudi yang akhirnya memutuskan untuk mengirimkan kembali
pasokan minyaknya ke Mesir, dilatarbelakangi oleh dua faktor utama, yaitu
systemic incentive berupa faktor pengaruh Iran, terancamnya posisi Arab Saudi di
kawasan Timur Tengah, dan desakan Amerika Serikat. Faktor selanjutnya yaitu
faktor internal yang dalam hal ini berupa pengaruh persepsi dari Raja Salman dan
Keluarga kerajaan Arab Saudi yang didasarkan pada relative material power Arab
Saudi, diukur dengan melihat pertumbuhan ekonomi dan militer Arab Saudi yang
menurun pada tahun 2016.
Kata kunci: Arab Saudi, Mesir, pemutusan pasokan minyak, perubahan
kebijakan, Realisme Neoklasik
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah atas segala nikmat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat beserta
salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad Shalallahu „alaihi wa salam,
beserta para keluarga, sahabat-sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir
zaman. Penulis menyadari jika penulisan skripsi ini tidak akan selesaikan tanpa
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini,
penulis hendak mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga penulis, terutama kepada Ayahanda Adam Salomo, Ibunda
Zaenab, Uci dan juga seluruh keluarga besar atas doa dan dukungan moral
serta materilnya.
2. Pembimbing skripsi, yakni Ibu Inggrid Galuh yang selalu bersedia untuk
bersabar, memberi nasihat, meluangkan waktu, tenaga, dan juga
pikirannya untuk penulis. Tanpa Ibu mungkin saya hanyalah debu.
3. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Bapak Zulkifli, Ketua Program Studi Hubungan Internasional
Bapak Ahmad Alfajri dan Sekretaris Program Studi Hubungan
Internasional Ibu Eva Mushafa.
4. Sahabat yang selalu memotivasi penulis untuk menyelsaikan skripsi,
terutama kepada Wiya, Kak Gufron, terimakasih atas bantuan dan kritikan
kalian selama ini, sungguh membangun.
vi
5. Sahabat lainya yang selalu bemberi semangat untuk penulis, terimaksih
teruntuk Putri, Euis, Opin, Yusi, Lita, Zulva, Fadel, Revy, Zida, Ojan,
Hamzah, Daus, Alip, Cello, Ghalib, Tika, dan Tami.
6. Seluruh Dosen Jurusan Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan pengalaman, ilmu, nasihat, dan motivasi
kepada penulis.
7. Seluruh teman seperjuangan di Jurusan Hubungan Internasional angkatan
2013, terutama untuk “Grup Jihad S. Sos” yang telah bersedia menjadi
teman yang memberikan masukan, nasihat, serta pengalaman-pengalaman
berharga.
8. Terimakasih juga kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan namanya satu persatu. Semoga segala dukungan, doa, dan
bantuannya dapat menjadi pemberat timbangan amal kebaikan.
Terakhir, penulis sangat menyadari bila skripsi ini masih banyak memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan bagi setiap pembacanya, khususnya bagi
perkembangan studi Hubungan Internasional.
Jakarta, 15 Januari 2018
Fitrah Aisyah Adam
vii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .............................................. ii
PENGESAHAN PANITIAN UJIAN SIDANG SKRIPSI ......................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
BAB I
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitia ............................................................. 7
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 8
E. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 11
F. Metode Penelitian ................................................................................ 14
G. Sistematika Penulisan ......................................................................... 16
BAB II DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL ARAB SAUDI-MESIR
A. Gambaran hubungan politik Arab Saudi-Mesir .................................. 19
B. Gambaran hubungan ekonomi Saudi-Mesir......................................... 26
C. Bantuan Energi Arab Saudi ke Mesir ................................................. 31
BAB III PENGHENTIAN PENGIRIMAN PASOKAN MINYAK ARAB
SAUDI KE MESIR TAHUN 2016
A. Arab Saudi dan Mesir Dalam Memandang Konflik di Suriah ............ 36
viii
B. Posisi Arab Saudi dan Mesir dalam Resolusi Suriah di Dewan
Keamanan PBB ................................................................................... 38
C. Penghentian Pengiriman Minyak Arab Saudi Ke Mesir ...................... 41
D. Dampak penghentian minyak yang dihadapi Mesir ............................ 44
E. Upaya yang dilakukan Mesir untuk Mendapatkan pasokan minyak
dari negara lain .................................................................................... 48
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN
KEBIJAKAN LUAR NEGERI ARAB SAUDI TERHADAP MESIR
TERKAIT PENGIRIMAN MINYAK 2017.
A. Perubahan Kebijakan Luar Negeri Arab Saudi Mengirimkan Kembali
Pasokan minyak ke Mesir pada tahun 2017 .................................. 50
B. Faktor – Faktor yang medorong Arab Saudi mengirimkan Kembali
Pasokan Minyak ke Mesir 2017 .................................................... 51
B.1 Systemic Incentive (Faktor Eksternal) .......................................... 52
B.2 Intervening Variable (Faktor Internal) .......................................... 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 68
B. Saran .............................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... xiii
ix
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Bantuan GCC (The Gulf Cooperation Council Countries) ke Mesir
..................................................................................................... 31
Tabel IV.1. Peringkat negara-negara militer terkuat dunia 2017 ................... 60
x
DAFTAR GAMBAR
Grafik II.1. Foreign Direct Investment (FDI) ke Mesir dari tahun 1980-2015 30
Grafik II. 2. Total pengiriman minyak dan konsumsi minyak Mesir
2010-2015 ........................................................................................................ 31
Gambar IV. 1 PDB Arab Saudi dari berbagi sektor 2010-2016 ..................... 57
Gambar IV.2 Produksi minyak mentah Arab Saudi 2010-2016 ...................... 58
xi
DAFTAR SINGKATAN
PBB Perserikatan Bangsa-bangsa
DK Dewan Keamanan
ARAMCO Arabian American Oil Company
EGPC Egyptian General Petroleum Corporation
OAPEC Organzation of Arab Portelium Expoting Countries
AGSIW Arab Gulf States Institute for Washington
NCR Neoclassical Realism
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
FDI Foreing Direct Invesment
KTT Konfrensi Tingkat Tinggi
ISIS Islamic State in Iraq and Syria
PDB Produk Domestik Bruto
GCC Gulf Cooperation Council
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkrip wawancara .......................................................... xxvi
Lampiran 2 Dokumen Resolusi Rusia..................................................... xxx
Lampiran 3 Dokumen Resolusi Prancis dan Spanyol ............................ xxxiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Skripsi ini menganalisis faktor-faktor di balik perubahan kebijakan luar
negeri Arab Saudi terkait pengiriman kembali pasokan minyak ke Mesir pada
2017. Sebelumnya pada awal Oktober tahun 2016, Arab Saudi dengan tiba-tiba
menghentikan pengiriman pasokan minyak ke Mesir karena dukungan Mesir pada
resolusi Rusia untuk Suriah di Dewan Keamanan PBB. Hal ini menimbulkan
pertanyaan atas alasan Arab Saudi memasok kembali minyak ke Mesir dimana
posisi Mesir terhadap konflik Suriah masih tetap sama yaitu mendukung resolusi
Rusia.
Suriah merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang terkena
dampak Arab Spring. Secara umum, Arab Spring merupakan gelombang revolusi
yang disebabkan oleh adanya ketidakpuasan politik dan tuntutan demokratisasi
dari masyarakat terhadap pemerintah yang sedang berkuasa. Berawal dari
penentangan terhadap rezim Ben Ali di Tunisia pada akhir 2010, gelombang
revolusi ini kemudian menular ke sejumlah negara-negara lain di kawasan Afrika
Utara dan Timur Tengah, tidak terkecuali Suriah.1
Konflik di Suriah terjadi sejak 6 Maret 2011 yakni ketika gelombang
demonstrasi prodemokrasi menyebar ke seluruh penjuru Suriah terutama di kota
1 Steven Heydemann, “Tracking the Arab Spring: Syria and the Future of
Authoritarianism”, Journal of Democracy vol. 24, no. 4 (Oktober 2014): 59.
2
Deraa, Suriah.2 Dalam perkembangannya, pemerintah menggunakan kekuatan
militer untuk menghadang aksi para demonstran yang membuat korban
berjatuhan. Tindakan pemerintah yang dinilai melanggar hak asasi manusia ini
membuat rakyat semakin tidak puas dengan kinerja pemerintah Suriah yang
dipimpin oleh Bassar Al-Assad. Setidaknya, jumlah korban jiwa sejak konflik
dimulai hingga Februari 2016, mencapai 470.000 jiwa.3 Konstelasi konflik yang
terjadi di Suriah, tidak hanya ditenggarai ketidak puasan rakyat atas rezim Bassar
Al-Assad. Konflik ini semakin rumit dengan munculnya aktor lain diantaranya
adalah Arab Saudi, Rusia, Mesir, AS, Iran, dan Turki.
Polemik yang memuncak, mengharuskan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) turun tangan untuk menyelesaikan konflik di Suriah. Melalui forum Dewan
Keamanan (DK) PBB, sejumlah negara anggota melakukan pertemuan untuk
membahas masalah yang terjadi di Suriah. Tindakan Dewan Keamanan PBB
dalam menyelesaikan konflik di Suriah selalu mengalami konflik internal,
terutama pada level anggota tetapnya. Jalan buntu sering ditemui pada
perundingan, dan bila resolusi akan dikeluarkan selalu ada bayangan penggunaan
veto. Seperti yang terjadi pada 8 Oktober 2016 Dewan Keamanan PBB
mengalami kegagalan dalam mengadopsi resolusi diajukan Prancis dan Rusia.
Resolusi tersebut diajukan setelah beberapa hari sebelumnya terjadi serangan
udara oleh pesawat militer milik Rusia di kota Aleppo, Suriah. Adapun isi resolusi
tersebut;
2 Trias Kuncahyono, Musim Semi di Suriah: Anak-anak Penyulut Revolusi. (Jakarta:
Kompas, 2012), hlm. 114.
3 “Syiriah Events of 2016”. Human Rights Watch, 2017, tersedia di
https://www.hrw.org/world-report/2017/country-chapters/syria (diakses pada 2 oktober 2017)
3
Resolusi Pertama, digagas oleh Prancis dan Spanyol menuntut agar semua
pihak yang menunggangi konflik segera menghentikan pemboman udara, dan
penerbangan militer di kota Aleppo. Selanjutnya Resolusi ini mengusulkan opsi
untuk pemantauan gencatan senjata yang diawasi oleh Dewan Keamanan PBB,
dan mengancam untuk mengambil tindakan lebih lanjut jika terjadi
ketidakpatuhan oleh pihak manapun dalam konflik domestik Suriah.4
Tetapi, Resolusi gagasan Prancis dan Spanyol ini gagal diadopsi oleh
Dewan Keamanan PBB, karena dalam proses pemungutan suara, Rusia
mengeluarkan hak veto untuk menolak resolusi tersebut. Selain itu, Dokumen
Resolusi Prancis dan Spanyol menghasilkan sebelas dukungan dari negara
anggota Dewan Keamanan PBB termasuk Mesir, serta dua negara memilih
abstain seperti China dan Angola.5
Resolusi Kedua, digagas oleh Rusia yang menuntut agar permintaan
penghentian perlawanan pada pihak pemerintah di Suriah. Dokumen resolusi ini
juga menekankan semua pihak untuk mencegah bantuan finansial dan material
dari pihak yang berhubungan dengan kelompok-kelompok teroris seperti Al-
Qaeda, ISIS, dan Jabat al-Nusra.6 Sama halnya dengan Resolusi yang digagas oleh
Prancis dan Spanyol, resolusi yang diajukan Rusia juga gagal untuk diadopsi oleh
4 “France in fresh diplomatic push to end fighting in Syria's Aleppo”, France24
International News, tersedia di http://www.france24.com/en/20161007-syria-france-diplomacy-
resolution-russia-aleppo-ayrault-fighting-assad (diakses pada 2 oktober 2017) 5 UN Security Council, “Security Council Fails to Adopt Draft Resolution to End Attacks
on Aleppo as Two Permanent Members Cast Veto”
https://www.un.org/press/en/2016/sc12609.doc.htm (diakses pada 2 oktober 2017) 6 “Russia slams UN Security Council resolution on Syria”, DW News, tersedia di
http://www.dw.com/en/russia-slams-un-security-council-resolution-on-syria/a-35950417 (diakses
pada 1 oktober 2017)
4
Dewan Keamanan dikarenakan hanya Mesir, China dan Venezuela yang memilih
bergabung untuk mendukung resolusi Rusia.7
Hal yang menarik dalam pembahasan dua resolusi yang digagas Prancis
dan Spanyol serta resolusi saingan dari Rusia, adalah posisi Mesir yang memilih
untuk menyetujui kedua resolusi tersebut. Keputusan Mesir mendukung kedua
resolusi tersebut menempatkan Mesir dalam posisi ambigu. Hal ini menimbulkan
berbagai kecaman pada Mesir terutama dari Arab Saudi dan Qatar.
Setelah pembahasan Resolusi Suriah, Arab Saudi menyampaikan
kekecewaannya pada Mesir yang diwakilkan oleh Duta Besar Arab Saudi untuk
PBB, Abdullah al-Muallami yang mengatakan bahwa keputusan Mesir
mendukung resolusi Rusia sangat menyakitkan bagi Arab Saudi dan masyarakat
Suriah.8 Lebih lanjutnya Abdullah Al-Muallami menambahkan negara seperti
Senegalese dan Malaysia lebih setuju pada keputusan Arab Saudi daripada Mesir
yang notabenenya merupakan anggota Liga Arab.9
Selain kritik dari Arab Saudi dan Qatar, keputusan Mesir juga menuai
kekecewaan dari masyarakat Arab Saudi. Kekecewaan masyarakat Saudi
digambarkan melalui sosial media yaitu twitter dengan memberikan hastag
7 “ Egypt votes for rival UNSC resolutions on Syria from Russia and France”,
MadaMars, tersedia di https://www.madamasr.com/en/2016/10/09/news/u/egypt-votes-for-rival-
unsc-resolutions-on-syria-from-russia-and-france/amp/ (diakses pada 1 oktober 2017) 8 “Saudi anger as Egypt votes with Russia in UN vote”, Middle Eats Eyed, tersedia di
http://www.middleeasteye.net/news/saudi-anger-egypt-votes-russia-un-vote-1258726322 (diakses
pada 21 september 2017) 9،يصر تصوث نًشروعيٍ يتعارضيٍ في يجهس األيٍ حول حهب.. وانسعوديت تُتقذ انقاهرة"" Huff Post
Arabi News, tersedia di http://www.huffpostarabi.com/2016/10/09/story_n_12412684.html
(diakses pada 21 september 2017)
5
#EgyptVotesInFavourOfRussia,10
menandakan kemarahan masyarakat Arab Saudi
terhadap keputusan Mesir yang sangat melukai hati masyarakat Suriah.
Ketegangan politik yang terjadi antara Arab Saudi dan Mesir di Dewan
Keamanan PBB, berimplikasi pada pemutusan pasokan minyak ke Mesir. Pada
awal Oktober, secara tiba-tiba Arab Saudi melalui Aramco (Arabian-American
Oil Company) mengumumkan penghentian pengiriman pasokan minyak untuk
Mesir dengan batas waktu yang tidak ditentukan.11
Sebelumnya, Arab Saudi dan
Mesir telah menyepakati pengiriman 700.000 ton produk minyak Arab Saudi,
setiap bulan selama lima tahun. Tidak hanya itu, Aramco dan Egyptian General
Petroleum Corporation (EGPC) memiliki kesepakatan untuk memberikan
bantuan sebesar $23 Miliar pada Mesir.12
Penghentian pengiriman pasokan minyak ini tentunya sangat mengejutkan
bagi Mesir di tengah krisis perekonomian yang melanda Mesir. Tetapi hal ini
tidak mengubah putusan Mesir untuk mendukung Resolusi Rusia, ini dibuktikan
dengan pernyataan Presiden Mesir Abdel Fattah El Sisi, yang tetap konsisten pada
pilihannya dalam resolusi Suriah. Dimana El Sisi menyatakan bahwa posisi Mesir
terkait resolusi untuk Suriah tidak akan berubah, dan menganggap hal posisi
Mesir tersebut merupakan solusi politik yang tepat. Kemudian El Sisi
menambahkan terkait penghentian pengiriman minyak oleh Arab Saudi, bukan
10
https://twitter.com/Dr_Kassab?ref_src=twsrc%5Egoogle%7Ctwcamp%5Eserp%7Ctwgr
%5Eauthor, 2016. 11
“Do oil shipments to Egypt mark new chapter for Egypt, Saudi relations?”, Al-Monitor,
tersedia di http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2017/03/egypt-saudi-arabia-resume-oil-
shimpments.html (diakses pada 21 September 2017)
12 “ Egypt: Saudi Arabia halts fuel shipments indefinitely”, Aljazeera, tersedia di
http://www.aljazeera.com/news/2016/11/egypt-saudi-arabia-halts-fuel-shipments-indefinitely-
161107143700518.html (diakses pada 1 Oktober 2017)
6
masalah yang besar bagi Mesir. El Sisi mengatakan bahwa, Mesir tidak akan
patuh pada siapapun kecuali kepada Tuhan.13
Namun, kebijakan Arab Saudi menghentikan pasokan minyak ke Mesir
hanya berlangsung enam bulan saja. Pada awal April 2017 Arab Saudi kembali
mengirimkan kembali minyak ke Mesir dan kembali menyetujui untuk
menyediakan 700.000 ton produk minyak sulingan per bulannya dalam jangka
waktu lima tahun ke depan.14
Meskipun penghentian pengiriman pasokan minyak
Arab Saudi ke Mesir hanya berlangsung enam bulan, namun kondisi ini sangat
berpengaruh bagi perekenomian Mesir yang sedang mengalami krisis.15
Perubahan kebijakan Arab Saudi mengirim kembali pasokan minyak ke
Mesir menjadi poin penting dalam pembahasan skripsi ini. Kembalinya Arab
Saudi mengirim minyak ke Mesir, menandakan perubahan kebijakan Arab Saudi
yang sebelumnya tiba-tiba menghentikan pengiriman pasokan minyak ke Mesir
setelah Mesir memberikan dukungan terhadap Resolusi Rusia di Dewan
Keamanan PBB. Hal ini yang kemudian melandasi penulis untuk melakukan
penelitian yang berjudul Perubahan Kebijakan Arab Saudi Terhadap
Pengiriman Pasokan Minyak Untuk Mesir Terkait Posisi Mesir Pada Resolusi
Suriah Di DK PBB Tahun 2016-2017.
13
Are Egyptian-Saudi disputes just a passing crisis or a decisive storm?, Al Monitor, 23
Oktober 2016 https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/10/egypt-saudi-crisis-un-
resolution-syria.html (diakses pada 1 Desember 2017) 14
“Saudi Arabia to restart Egypt oil shipments”, Financial Times, 16 Maret 2017 tersedia
di https://www.ft.com/content/9896514e-0a57-11e7-97d1-5e720a26771b (diakses pada 24
September 2017)
15 “Do oil shipments to Egypt mark new chapter for Egypt, Saudi relations?”, Al-Monitor,
, 16 Maret 2017, tersedia di http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2017/03/egypt-saudi-
arabia-resume-oil-shimpments.html (diakses pada 21 September 2017)
7
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pemaparan di atas maka pertanyaan penelitian yang diajukan
penulis sebagai berikut:
Apa faktor yang mempengaruhi Arab Saudi mengubah kebijakannya untuk
kembali mengirim pasokan minyak ke Mesir pada 2016-2017?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Menjelaskan faktor-faktor dibalik kembalinya Arab Saudi mengirim
pasokan minyak ke Mesir pada awal April 2017, setelah sebelumnya
mengentikan pengiriman pasokan minyak ke mesir pada Oktober 2016
lalu.
2. Mengetahui lebih jauh bagaimana Arab Saudi mengontrol Mesir melalui
penyediaan pasokan minyak.
3. Memahami lebih jauh arah kebijakan Arab Saudi demi mempertahankan
eksistensinya di Timur Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Agar dapat menambah literatur mengenai perubahan kebijakan sebuah
negara khususnya Arab Saudi.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian
selanjutnya terkait tentang hubungan antara Arab Saudi dan Mesir.
8
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang Perubahan Kebijakan Arab Saudi Terhadap Mesir
Terkait Penghentian Pasokan Minyak Tahun 2016-2017 telah banyak dibahas
dalam bentuk jurnal, paper, dan artikel. Maka dari itu, penulis menggunakan
beberapa literatur terkait perubahan kebijakan Arab Saudi dan literatur yang
sekiranya berkaitan dengan isu yang dibahas dalam skripsi ini sebagai tinjauan
pustaka guna mengetahui persamaan dan perbedaan literatur tersebut dalam
skripsi ini.
Literatur pertama adalah penelitian yang berjudul Arab Foreing Aid:
Disbursement Patterns, Aid Policies and Partner ditulis oleh Espen Villager.16
Argumentasi utama yang dikemukakan Espen Villager dalam tulisannya adalah
motif utama dibalik pemberian bantuan yang diberikan negara-negara Arab.
Selanjutnya Espen Villager menjelaskan tiga alasan pemberian bantuan oleh
negara Arab. Pertama, negara – negara Arab telah menjadi pendonor utama
negara-negara bantuan asing dan Arab Saudi merupakan salah satu pendonor
tunggal dalam hubungan bilateral di dunia. Kedua, bantuan Arab digunakan untuk
tujuan strategis dan motif agama. Ketiga, bantuan Arab digunakan untuk
mempromosikan Islam dan membangun solidaritas Arab.
Lebih lanjutnya, Espen Villager menambahkan bantuan Arab digunakan
untuk menghargai sekutu dalam konflik militer atau dalam membangun aliansi
strategis. Arab telah membangun aliansi dengan memberikan bantuan ke negara-
16
EspenVillanger,“ArabForeignAid: Disbursements,Patterns,AidPolicies,andMotives,”
(Bergen:CMI Report,2007) tersedia di https://www.cmi.no/publications/file/2615-arab-foreign-
aid-disbursement-patterns.pdf
9
negara yang membantu kepentingan strategis. Kemudian hal ini dikaitkan dengan
pemberian bantuan Arab Saudi terhadap Mesir, Turki, dan Maroko yang dianggap
dapat mendukung kepentingan strategis Arab Saudi.
Persamaan penelitian Espen Villager dengan penelitian ini adalah merujuk
pada alasan negara seperti Arab Saudi dalam memberikan bantuan terhadap
negara seperti Mesir. Penelitian ini, banyak membantu penulis dalam menjelaskan
dukungan Arab Saudi dilatarbelakangi ideologi yang dianut oleh Arab Saudi.
Adapun perbedaan dari penelitian yang di lakukan Espen Villager dan penelitian
ini adalah, fokus kajiannya, dimana penelitian tersebut fokus pada motif strategis
dibalik pemberian bantuan Arab Saudi terhadap negara-negara Arab salah satunya
Mesir. Sedangkan penelitian ini fokus pada hal apa yang mengubah kebijakan
Arab Saudi mengirimkan kembali pasokan minyak ke Mesir yang tadinya
menghentikan pengiriman pasokan minyak ke Mesir, karena Mesir memberikan
dukungan terhadap resolusi Rusia untuk Suriah.
Literatur selanjutnya adalah penelitian karya Victory Lavy yang berjudul
The Economic Embargo of Egypt by Arab States: Myth and Reality.17
Dalam
jurnal tersebut Victory menjelaskan hubungan Arab dan Mesir yang memburuk
pada tahun 1970-an. Hal tersebut dikarenakan perjanjian damai antar Mesir dan
Israel pada tahun 1979. Perjanjian damai tersebut membuat negara-negara Arab
khususnya Arab Saudi mengecam perbuatan Mesir dan memberikan sanksi
embargo terhadap Mesir termasuk penghentian pasokan minyak. Selain itu, Mesir
menerima penangguhan dari organisasi regional Arab seperti termasuk OAPEC
17
Lavy, Victor. “The Economic Embargo of Egypt by Arab States: Myth and
Reality.” Middle East Journal, vol. 38, no. 3, 1984. JSTOR, tersedia di
www.jstor.org/stable/4326855.
10
(Organzation of Arab Portelium Expoting Countries), Dana Moneter Arab,
Konferensi Islam, berbagai perusahaan transportasi, bank, dll. Jurnal karya
Victory juga menjelaskan secara rinci berbagai dampak dari sanksi embargo dan
krisis perekonomian yang dialami Mesir.
Persamaan jurnal karyanya Victory Lavy dan penelitian ini adalah, fokus
pada kebijakan Arab Saudi memberikan sanksi embargo termasuk penghentian
pengiriman minyak terhadap Mesir. Bedanya adalah Victory Lavy melakukan
analisis pada kebijakan negara-negara Arab sementara analisis penelitian ini fokus
pada kebijakan Arab Saudi.
Terakhir yaitu, “ Arab Gulf States Institute for Washington (AGSIW)
karya Fahad Nazer pada tahun 2015 dengan judul Saudi-Egyptian Relations at the
Crossroads.18
Dalam tulisannya Nazer menjelaskan bagaimana Arab Saudi dan
Mesir menjadi dua pilar utama dalam kekuatan di Timur Tengah dalam aspek
politik dan juga aspek keamanan, sedang mengalami kedekatan. Mesir sebagai
negara Arab dengan populasi terbesar dan sebagai pusat dari sebagian besar
budaya popular Arab dan output intelektual. Saudi Arabia sudah tidak
dipertanyakan lagi tentang statusnya sebagai pusat keagamaan bagi muslim Sunni,
khususnya di dunia Arab, dan juga sebagai negara terbesar dan terkuat di antara
negara-negara teluk pengekspor minyak.
Hubungan yang harmonis diantara keduanya menandakan adanya
kebersamaan dan perlakuan kooperatif bagi sumber daya manusia dan alam
yang tersedia di dunia Arab kontemporer. Dalam hal ini, kuatnya ikatan Arab
11
Saudi dan Mesir, selain menjadi simbol juga mempunyai praktek yang signifikan
bagi dunia Arab. Dalam tulisan ini Nazer lebih banyak mengulas latar belakang
dari hubungan Arab Saudi dan Mesir untuk menyediakan informasi apa yang
terjadi jika keduanya melakukan kerjasama untuk konsolidasi persekutuannya
dan bekerjasama untuk memperkuat postur individualnya masing-masing.
F. Kerangka Pemikiran
Guna mengetahui faktor-faktor yang mendorong Pemerintah Arab Saudi
mengubah kebijakannya mengirim kembali pasokan Minyak ke Mesir, penelitian
ini akan menggunakan kerangka berpikir Realisme Neoklasik (Neoclassical
Realism) alat analisis tersebut menjadi landasan berpikir untuk menjawab
pertanyaan penelitian dalam skripsi ini.
Realisme Neoklasik merupakan teori yang pertama kali dikembangkan
oleh Gideon Rose dalam tulisannya yang berjudul “Neoclassical Realism and
Theory of Foreign Policy” pada tahun 1998. Teori ini merupakan pandangan baru
yang dihasilkan dari perpaduan antara realisme klasik dan neo-realisme. Berbeda
dari keduanya, Realisme Neoklasik fokus pada sistem internasional (faktor
eksternal) dan keadaan domestik (faktor internal) serta interaksi kompleks antara
keduanya dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Realisme Neoklasik mengasumsikan negara sebagai aktor yang paling
penting dalam politik internasional. Seperti halnya varian dari realisme lainnya,
Realisme Neoklasik berpendapat bahwa politik adalah a perpetual struggle di
12
antara negara-negara berbeda demi material power dan security di dunia yang
langka akan sumber daya dan pervasive uncertainty. Teori ini melihat bahwa
negara cenderung merespon ketidak pastian anarki internasional dengan berusaha
seeking to control and shape lingkungan eksternal mereka. Negara merespon
lingkungan eksternal mereka melalui bagaimana systemic pressure atau systemic
incentive diterjemahkan oleh intervening variable yang terlibat seperti decision
maker perception dan struktur domestik negara. Mereka melihat bahwa tindakan
pemimpin dunia dibatasi oleh politik domestik dan internasional.19
Artinya, pengaruh dari sistem internasional tidak serta merta langsung
mempengaruhi unit, namun harus didasarkan pada relative power atau kapabilitas
(ekonomi, sosial, sumber daya alam dan militer) dari negara dan juga karakter
internalnya yang mempengaruhi penilaian pemimpin terhadap ancaman dan
peluang dalam dunia internasional serta diplomasi aktual, militer, dan kebijakan
ekonomi luar negeri yang ingin dicapai. kebijakan luar negeri dibentuk oleh
pemimpin politik dan elit yang mendasarkannya pada persepsi terhadap relative
power dari berbagai sisi bukan hanya kapasitas militernya.20
Selanjutnya, Realisme Neoklasik berpendapat bahwa ketika negara
mengalami peningkatan relative material power maka negara akan memberi
pengaruh lebih ke luar negeri atau lingkungan eksternalnya (seek more influence
abroad). Namun, para elit tidak memiliki kebebasan mutlak untuk menggunakan
19
Gideon Rose. “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”. World Politics ,
Vol. 51, hal. 151 20
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, World Politics,
vol.
51, Hal. 145
13
sumber daya negerinya. Analisis kapabilitas ini pun harus menguji kekuatan dan
struktur negara yang bersangkutan dengan masyarakatnya.21
Dengan kata lain, relative material power merupakan faktor utama
pemahaman para pengambil keputusan terhadap systemic incentive sebagai faktor
eksternal yang mendorong pemimpin untuk mengambil kebijakan tertentu.
Selanjutnya, intervening variable atau pengambil kebijakan khususnya presiden
atau pemerintah akan didasarkan pada kapabilitas dan hubungannya dengan
negara lain.
Bagan I.1 Variabel dalam Neo-Classical Realism
Sumber: Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, World Politics, vol. 51, no. 1 (Oktober 1998).
Dari hal-hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kebijakan luar negeri
menurut Realisme Neoklasik merupakan hasil dari pengaruh tekanan yang
diberikan oleh faktor-faktor yang ada pada level sistem (independent variable)
21
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, vol. 51, Hal. 147
Systemic Incentives
(Independent
variable)
Foreign Policy
(Dependent
variable)
Intervening variable
14
dan faktor yang ada pada level internal (intevening variable). Realisme Neoklasik
menjadikan systemic pressures sebagai independent variable karena sifatnya yang
tidak dapat dipengaruhi. Dalam kata lain, systemic pressures merupakan sesuatu
yang justru mempengaruhi, bukan dipengaruhi. Kemudian, Realisme Neoklasik
menjadikan faktor-faktor pada level internal sebagai intervening variable karena
faktor-faktor internal mengintervensi pengaruh dari tekanan sistemik dan faktor-
faktor internal ini tidak kalah pentingnya dengan faktor sistem dalam pembuatan
kebijakan luar negeri sebuah negara.22
Dengan demikian, teori ini akan digunakan untuk menganalisa faktor apa
saja yang mempengaruhi perubahan kebijakan Arab Saudi terkait pengiriman
kembali pasokan minyak ke Mesir pada tahun 2017. Dimana adanya sistemic
incentive yang ada berupa ancaman Iran, dan ancaman hilangnya pengaruh
geopolitik Arab Saudi. Maupun keadaan relative power Arab Saudi, yang
kemudian ditafsirkan atau diterjemahkan oleh intervening variable di unit
domestik yaitu para policy maker di Arab Saudi
G. Metode Penelitian
Metode yang diguakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Menurut Moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang didalam objek penelitian
22
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, 154
15
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan Bahasa. Dengan demikian dari
hasil tersebut dapat memperoleh hasil yang rasional.23
Penulis menggunakan metode kualitatif karena penelitian ini akan
menyajikan analisa yang luas, mendalam, dan kompleks. Dengan kata lain,
penulis tidak hanya memperhitungkan seluruh variabel yang terlibat di dalam
penelitian ini. Dengan demikian, penulis menganggap bahwa kekuatan narasi
akan sangat dibutuhkan dalam mendeskripsikan dan menjelaskan secara rinci
kasus yang akan diteliti.
Tehnik pengumpulan data yang digunakan penulis guna mendukung
penelitian ini ada dua yaitu data primer (primarily data) dan data sekunder
(secondary data). Maksud dari data primer adalah data yang dikumpulkan melalui
teknik melalui studi pustaka yang diambil dari buku, jurnal ilmiah, penelitian,
artikel, dan media online. Penulis melakukan validitas yaitu menyesuaikan
literatur dengan fakta-fakta yang ada. Hal ini dilakukan dengan menggabungkan
sumber primer dan sumber sekunder untuk diuji relevansinya. Proses ini
dilakukan guna mengetahui kecocokan kedua sumber dengan penelitian yang
akan dibahas sehingga bisa menghasilkan analisis yang luas, mendalam dan
kompleks dan tentunya berdasarkan data yang valid dan akurat.
Kemudian, data sekunder yakni tehnik pengumpulan data melalui depth
interview atau wawancara mendalam dengan pihak yang dianggap telah kompeten
dalam bidangnya yang tentunya berkaitan dengan isu yang dibahas oleh penulis
23
Lexy J, Moleong. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Remaja Rosdakarya, Bandung
hal. 5
16
seperti peneliti dan para stakeholder.24
Dalam hal ini, penulis melakukan
wawancara untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Karena keterbatasan waktu
penulis hanya melakukan wawancara secara langsung dengan satu narasumber
yaitu Nostalgiawan Wahyudi sebagai Pengamat Politik Timur Tengah di Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga merupakan salah satu dosen di
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UIN Jakarta. Selanjutnya data yang
diperoleh oleh narasumber kemudian diolah menjadi jawaban penelitian.
H. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan awal dari penulisan skripsi yang memuat
pernyataan masalah yang diangkat dan pertanyaan penelitian. Selain itu, bab
ini juga memuat beberapa tinjauan pustaka yang digunakan penulis dalam
membantu proses penelitian. Teori dan konsep yang akan digunakan dalam
melakukan analisis juga dijabarkan dalam Bab I ini. Penjelasan mengenai
metode penelitian dan sistematika penulisan dijelaskan dalam bab ini.
BAB II DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL ARAB SAUDI-
MESIR
Pada bab ini, penulis akan menjelaskan dinamika hubungan kerjasama
antara Arab Saudi dan Mesir serta secara rinci akan menjelaskan kerjasama
ekspor minyak yang dilakukan Arab Saudi sampai pada kebijakan Arab
24
Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif. 2010. Jakarta : Greentea. Hal. 6-7
17
Saudi untuk menghentikan pengiriman minyak ke Mesir pada awal Oktober
2016.
BAB III PENGHENTIAN PENGIRIMAN PASOKAN MINYAK ARAB
SAUDI KE MESIR 2016
Pada awal bab ini, penulis akan menjelaskan penghentian pengiriman
minyak Arab Saudi ke Mesir, yang diawali dengan pandangan Arab Saudi
dan Mesir dalam menyelsaikan konflik di Suriah, bab ini juga menjelaskan
posisi Mesir memberikan dukungan terhadap resolusi Rusia di Dewan
Keamanan PBB, sebagai dasar penghentian pengiriman minyak Arab Saudi
ke Mesir pada awal Oktober 2016.
BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERUBAHAN
KEBIJAKAN ARAB SAUDI KE MESIR TERKAIT
Bab ini akan dipaparkan perubahan kebijakan Arab Saudi
mengirimkan kembali minyak ke Mesir. Kemudian untuk menjawab
pertanyaan penelitian mengenai faktor yang mendrong perubahan kebijakan
luar negeri Arab Saudi mengirimkan kembali pasokan minyak ke Mesir pada
tahun 2017, penulis menggunakan Neo classical realism sebagai alat analisis
guna menjelaskan faktor-faktor baik dari domestik maupun lingkup eksternal
yang mempengaruhi kebijakan Arab Saudi tersebut.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan hasil dari keseluruhan penelitian dan memuat
jawaban atas pertanyaan penelitian. Hasil akhir dan metode penelitian yang
18
sesuai dengan teori dan konsep yang digunakan terangkum secara lengkap
dalam bab ini.
19
BAB II
DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL ARAB SAUDI-MESIR
Bab ini akan membahas dinamika hubungan Arab Saudi-Mesir dalam
bidang ekonomi, politik, dan militer, serta menunjukkan bagaimana posisi
ataupun pengaruh kedua negara tersebut di kawasan, mengingat keduanya
memiliki sejarah yang cukup panjang dan berpengaruh terhadap kawasan Timur
Tengah. Dinamika hubungan Arab Saudi-Mesir yang akan dibahas dalam bab ini,
dimulai dari tahun 1952 sampai pertengahan 2017.
Alasan utama bab ini membahas hubungan Arab Saudi dan Mesir sejak
tahun 1952, karena pada tahun tersebut Presiden Gamal Abdul Nasser menggagas
semangat Pan Arabisme Mesir degan berusaha membangun kembali semangat
dunia Islam dalam melawan Israel. Hal ini yang kemudian mendorong hubungan
Arab Saudi dan Mesir membawa kedua negara pada hubungan yang saling
bersahabat dan cenderung kooperatif.
A. Gambaran hubungan politik Arab Saudi-Mesir
Di tahun 1955, Kerjasama politik antara Arab Saudi dan Mesir
menekankan pada aspek kerjasama militer yakni berupa penandatanganan
pembatasan Pakta Baghdad 1955. Pakta Baghdad merupakan sebuah Pakta
pertahanan pada masa perang dingin yang beberapa negara yaitu, Inggris, Turki,
20
Irak, Iran dan Pakistan.25
Pakta Baghdad ini, bertujuan untuk membangun aliansi
teluk yang diarahkan untuk melawan Gamal Abdul Nasser, menghentikan
gelombang nasionalisme (pan arabisme) yang melanda negara-negara Arab, serta
menghentikan dukungan Mesir terhadap gerakan kemerdekaan di Afrika dan
Asia.26
Hal ini lah yang mendorong Arab Saudi dan Mesir untuk mengakhiri pakta
tersebut dengan membangun kerjasama militer dan berhasil mencegah negara-
negara di Arab salah satunya Jordania bergabung pada pakta tersebut.27
Namun, kerjasama yang dibangun antara Arab Saudi dan Mesir pecah
dikarenakan kecemasan Arab Saudi terhadap kedekatan Mesir pada Uni Soviet.
Hal tersebut membawa Arab Saudi dan Mesir pada persaingan untuk
membuktikan mereka memiliki kekuatan dominan di Timur-Tengah. Persaingan
tersebut dapat digambarkan pada konflik Yaman tahun 1962 dimana konflik sipil
tersebut merupakan panggung bagi Arab Saudi dan Mesir ikut melakukan
intervensi militer. Ikut campurnya Arab Saudi dan Mesir pada konflik Yaman
semakin memperparah keadaan, dimana Arab Saudi dan Mesir berusaha
menginternasionalisasi konflik dengan mencari dukungan dari luar dan mendesak
para pendukung mereka untuk terlibat secara aktif pada konflik tersebut.28
25
Baghdad pact, https://www.globalsecurity.org/military/world/int/cento 26
Bouthaina Shaaban, “The Treacherous Alliance”, Indonesia Center For Middle East
Studies. 2017 tersedia di http://ic-mes.org/politics/aliansi-berbahaya-the-treacherous-alliance/
(diakases pada 29 September) 27
Bouthaina Shaaban, “The Treacherous Alliance”, Indonesia Center For Middle East
Studies. 2017 tersedia di http://ic-mes.org/politics/aliansi-berbahaya-the-treacherous-alliance/
(diakases pada 29 September) 28
Fawaz A. Gerges, “The Kennedy Administration and the Egyptian-Saudi Conflict in
Yemen”, Middle East Journal, Vol. 49
21
Ketegangan antara Arab Saudi dan Mesir berlanjut pada tahun 1970an,
yakni saat Mesir berada di bawah kepemimpinan Anwar Sadat, Arab Saudi
memutuskan hubungan diplomatik dengan Mesir karena menyetujui perjanjian
damai antar Mesir dan Israel yang disebut perjanjian Camp David pada tahun
1979 mengingat Israel merupakan musuh bersama negara-negara Arab. Perjanjian
damai antara Mesir dan Israel juga berdampak pada penghentian bantuan yang
diberikan Arab Saudi pada Mesir yang dimulai sejak 1970an.29
Perjanjian damai
tersebut membuat negara-negara Arab khususnya Arab Saudi mengecam
perbuatan Mesir dan memberikan sanksi embargo terhadap Mesir termasuk
penghentian pasokan minyak. Selain itu, Mesir menerima penangguhan dari
Organisasi regional salah satunya Liga Arab.30
Kemudian, setelah meninggalnya Presiden Anwar Sadat yang posisinya
digantikan oleh Hosni Mubarak, Mesir memilih untuk melanjutkan perjanjian
Camp David dengan Israel. Hal ini menyebabkan hubungan Mesir dan Arab Saudi
kembali renggang dan Mesir mengalami pengasingan dari Liga Arab.31
Namun,
hubungan Arab Saudi-Mesir kembali dipulihkan dan diperkuat dengan terjalinnya
kembali hubungan diplomatik antar kedua negara. Pemulihan hubungan ini diikuti
dengan kembalinya Mesir diintegrasikan ke dalam kerjasama regional Arab.32
29
Faksh, Mahmud A.. “Egypt under Mubarak: The Uncertain Path”. Canadian Institute
of International Affairs. 1983 30
Lavy, Victor. “The Economic Embargo of Egypt by Arab States: Myth and
Reality.” Middle East Journal, vol. 38, no. 3, 1984, Tersedia di www.jstor.org/stable/4326855. 31
David T. Dumke, “Congress And The Arab Heavyweights: Questioning The Saudi And
Egyptian Alliances”, Middle East Policy, Vol. 13, Tersedia di www.jstor.org/stable/4326855. 32
James Wynbrandt, “A Brief History of Saudi Arabia”, New York: Infobase Publishing,
2010 , Hal. 239.
22
Selama era Presiden Mubarak, hubungan Arab Saudi-Mesir kembali
mencair. Hal ini dikarenakan kedekatan hubungan pribadi antara Presiden
Mubarak dengan para Raja Arab antara lain Raja Fahd dan Raja Abdullah.
Kedekatan tersebut menjadikan Mesir sebagai salah satu mitra Arab Saudi yang
paling andal. Presiden Mubarak, juga turut mendukung berbagai kebijakan luar
negeri Arab Saudi di Timur Tengah. Dukungan Presiden Mubarak pada Arab
Saudi tidak diragukan lagi, salah satunya kerjasama antar keduanya pada tahun
1990-1991 pada Perang Teluk untuk mengusir pasukan Irak dari Kuwait.33
Ketika fenomena Arab Spring melanda dunia Arab, Mesir dan Tunisia
adalah dua negara yang mengalami dampak terbesar dari Arab Spring dengan
runtuhnya rezim Mubarak dan berubahnya sistem pemerintahan otoritarian
menjadi sistem demokrasi liberal.34
Dalam hal ini Arab Saudi banyak memainkan
peran guna menjaga kestabilan dunia Arab terutama di Mesir.
Sikap Arab Saudi pada krisis politik yang melanda Mesir mencirikan
kontra revolusi artinya, Arab Saudi tidak menyetujui perubahan sistem
pemerintahan demokrasi liberal di Mesir. Maka, demi menstabilkan krisis politik
tersebut, Arab Saudi memberikan berbagai dukungan terhadap rezim Mubarak
berupa dukungan diplomatik, politik, dan keuangan. Tidak sampai di situ, Arab
33
F. Gregory Gause, III, “The International Relations of the Persian Gulf”, New York:
Cambridge University Press, 2012, hal. 106. 34
Kabir Afrose Nahid, “Egypt‟s Arab Spring: will the flowers blossom?”, Australia
International Centre for Muslim and Non-Muslim Understanding, 2011, Tersedia di
https://www.unisa.edu.au/Documents/EASS/MnM/commentaries/kabir-egypts-arab-spring.pdf
23
Saudi juga berusaha keras untuk meyakinkan pemerintah Amerika Serikat untuk
melanjutkan dukungan politiknya terhadap rezim Mubarak.35
Setelah rezim Mubarak berakhir dengan penggulingan pada Februari
2011, kemudian pada tahun 2012 kursi kepresidenan Mesir akhirnya digantikan
Mohamed Mursi dari kelompok Ikhwanul Muslimin yang terpilih secara
demokratis dengan perolehan suara 51,7 persen, Mursi juga menjadi penguasa
sipil pertama sekaligus presiden Islamis pertama di Mesir.36
Hal ini tentunya menjadi ancaman tersendiri bagi Arab Saudi, di satu sisi
Mursi merupakan pemimpin Mesir yang berasal dari Ikhwanul Muslimin.37
Kemudian dilain sisi dengan sistem demokrasi Mesir adalah ancaman besar bagi
legitimasi Arab Saudi di dunia Arab akan runtuh dan menimbulkan gerakan-
gerakan yang menginspirasi untuk menantang sistem pemerintahan Saudi dari
dalam negeri.38
Diawal pemerintahan Mursi stabilitas politik Mesir masih tetap bergejolak.
Hal ini ditandai demonstrasi yang setiap hari terjadi, bentrok antara pendukung
35
Rieger René, “In Search of Stability: Saudi Arabia and the Arab Spring”, Gulf
Research Centre Cambridge.,UK,2014, hal. 8 36
“Kronologi kejatuhan muhammad mursi”, International Kompas, 4 Juli 2013, tesedia
di,https://internasional.kompas.com/read/2013/07/04/1104085/Kronologi.Kejatuhan.Muhammad.
Mursi (diakses pada 12 September 2017)
37 Ikhwanul Muslimin didirikan di Mesir pada tahun 1928, pembentukan itu di pelopori
oleh Hassan al-Banna dan enam orang rekannnya. IM memiliki prinsip dasar untuk
memperjuangkan ajaran Islam sebagai ajaran dasar dan kehidupan bermasyarakat dan beragama.
Dalam gerakan dan pemikirannya, Ikhwanul Muslimin mewakili masyarakat Mesir yang semakin
resah dengan ulah pemimpin politik dan tokoh intelektual Mesir yang sekuler dan IM menjadi
pionir bagi gerakan Islam lain di berbagai negeri Muslim. Dalam perkembangannya Im sering
dianggap sebagai organisasi yang radikal, salah satunya Arab Saudi yang mengangap IM sebagai
terroris. 38
David Hearst. “Why Saudi Arabia is taking a risk by backing the Egyptian coup”, The
Guardian, 20 Agustus 2013, Tersedia di
https://www.theguardian.com/commentisfree/2013/aug/20/saudi-arabia-coup-egypt diakses pada
10 November 2017
24
dan penentang pemerintah, protes-protes terhadap dekrit presiden, dan
pelaksanaan referendum.39
Krisis politik di Mesir mencapai puncaknya pada
tanggal 3 Juli 2013 militer Mesir yang dipimpin oleh panglima Angkatan
Bersenjata, Abdel Fattah El-Sisi, mengkudeta tampuk kepresidenan Mursi.
Kudeta atas Presiden Mursi lebih didasarkan pada dua kubu.
Kubu pertama, adalah kelompok Ikhwanul Muslim yang merupakan
pendukung dalam memotori kemenangan Presiden Mursi dalam pemilu
demokratis pertama di Mesir. Sedangkan kubu kedua anti Mursi yang menuntut
agar Presiden Mursi mundur dari jabatannya, karena Mursi dinilai tidak mampu
melakukan reformasi sistem ekonomi menjadi sistem yang adil, jujur dan pantas.
Mursi juga dianggap tidak mampu menjalin kesepakatan dengan militer dan
enggan menanggapi suara keberatan pihak oposisi terhadap rancangan konstitusi
baru.40
Memanfaatkan krisis domestik yang terjadi di Mesir, Arab Saudi yang
kontra dengan rezim Mursi, ikut serta mendukung kudeta Presiden Mursi. Arab
Saudi juga ikut serta menyediakan dana militer Mesir sebanyak 1 miliar dollar
guna menggulingkan rezim Mursi dan berbagai bantuan politik maupun finansial
demi bergantinya rezim Mursi ke rezim El sisi.41
Tidak hanya itu, Arab Saudi juga
39
“Protesters across Egypt call for Mohamed Morsi to go”, The Guardian, 0 Juni 2013,
tersedia di https://www.theguardian.com/world/2013/jun/30/mohamed-morsi-egypt-protests 40
Kaza dan Saeri M, “Dukungan Arab Saudi Terhadap Kudeta Mesir Tahun 2013” Jurnal
Transnasional, Vol. 5, No. 2, (Februari 2014) 41
“Saudi Arabia accused of giving Egypt $1B to oust Morsi” The Washington Times, 30
Juli 2013, Tersedia di https://www.washingtontimes.com/news/2013/jul/30/saudi-arabia-accused-
giving-egypt-1b-oust-morsi/ (diakses pada 23 November 2017)
25
ikut menunjuk bahwa gerakan separatis Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi
teroris.42
Secara resmi dukungan Arab Saudi disampaikan oleh Raja Arab Saudi
yakni Raja Abdullah melalui berbagai pemberitaan baik nasional maupun
internasional. Raja Abdullah menyerukan bahwa keamanan Mesir kini tengah
diserang oleh kaum pembenci. Ia memperingatkan bagi siapa pun yang
mencampuri urusan dalam negeri Mesir sama dengan memicu hasutan. Raja
Abdullah juga memberi ucapan selamat kepada pemimpin militer Mesir Jenderal
Abdul Fattah al-Sisi.43
Dengan berhasilnya penggulingan presiden Mursi dan selanjutnya
digantikan oleh pemimpin militer Mesir Jenderal Abdul Fattah al-Sisi,
mengantarkan Mesir dan Arab Saudi mencapai berbagai kesepakatan dibidang
politik, militer, dan ekonomi. Arab Saudi menganggap rezim El-Sisi dapat
membantu mesir menggencarkan agenda politik luar negerinya. Maka, sampai
saat ini Arab Saudi banyak memberikan berbagai politic, militer, and economic,
aassistance44
untuk Mesir.
42
“Saudi: Muslim Brotherhood a terrorist group,” Al Arabiya, 7 Maret 2014, Tersedia
http://english.alarabiya.net/en/News/middle-east/2014/03/07/Saudi-Arabia-declares-Muslim-
Brotherhood-terrorist-group.html (diakses pada 23 November 2017) 43
“After Morsi‟s Ousting, Egypt Swears in New President, Cracks Down on the Muslim
Brotherhood”, 4 Juli 2013, tersedia di http://world.time.com/2013/07/04/after-morsis-ousting-
egypt-swears-in-new-president-cracks-down-on-the-muslim-brotherhood/ (diakses pada 23
November 2017) 44
Saudi menggunakan politics, militer, economic assistance untuk memperluas
pengaruhnya di kawasan. Ini adalah Arab Saudi dalam meningkatkan powernya di kawasan Timur
tengah. Sehingga, assistance ini menimbulkan rasa utang budi dan menciptakan keterikatan antara
negara penerima bantuan dengan Arab Saudi sebagai negara pemberi bantuan.
26
B. Gambaran hubungan ekonomi Arab Saudi-Mesir
Pada tahun 1970an Mesir mulai menjalin hubungan ekonomi dengan
beberapa negara di Arab khususnya Arab Saudi. Perlu untuk diketahui
sebelumnya, hubungan kerjasama antara Arab Saudi dan Mesir tidak hanya
sebatas hubungan bilateral. Kedua negara banyak terintegrasi dalam kerjasama
melalui berbagai institusi di kawasan Timur Tengah.
Hubungan ekonomi yang terjalin antara Mesir dan negara-negara Arab,
cukup menguntungkan, khususnya bagi Mesir dimana Mesir banyak mendapatkan
bantuan ekonomi dari negara-negara Arab. Kerjasama ini juga berdampak pada
peningkatan pertumbuhan sektor pariwisata di negara-negara Arab, meningkatnya
jumlah tenaga kerja Mesir di negara-negara Arab, serta perdagangan barang dan
jasa antara Mesir dan negara Timur Tengah lainnya ikut berkembang.45
Setelah kurang lebih delapan tahun Arab Saudi dan Mesir menjalin
kerjasama, kedua negara mengharapkan keuntungan berbeda. Artinya, dalam
kerjasama, Arab Saudi banyak memberikan bantuan ekonomi untuk Mesir guna
menjaga stabilitas politik, dan mendukung berbagai kebijakan politik Arab Saudi
di Timur Tengah. Meski dengan situasi seperti itu, hubungan keduanya tidaklah
statis. Setidaknya ada empat fase penting yang bisa diidentifikasi untuk melihat
dinamika hubungan ekonomi Arab Saudi-Mesir yang dipengaruhi oleh kebijakan
politik dari kedua negara.
45
Lavy, Victor. “The Economic Embargo of Egypt by Arab States: Myth and
Reality.” Middle East Journal, vol. 38, no. 3, 1984, Hal.1. Tersedia di
www.jstor.org/stable/4326855.
27
Fase pertama, yaitu pada tahun 1978 kebijakan Mesir menyetujui
perjanjian Camp David, membawa dampak buruk pada hubungan Mesir dan
negara-negara Arab khususnya Arab Saudi. Beberapa saat setelah Mesir
menyetujui perjanjian Camp David, negara-negara Arab yang dipimpin oleh Arab
Saudi menggelar pertemuan di Baghdad, Irak untuk membahas kebijakan Mesir.
Hasil dari pertemuan tersebut mencapai sebuah konsensus yang di setujui semua
negara-negara di Arab untuk memberlakukan sanksi politik dan ekonomi
(embargo) pada Mesir.46
Dengan sanksi embargo Arab Saudi, dapat dipastikan Mesir tidak akan
lagi menerima bantuan dari kerajaan Saudi, dan negara Arab lainnya terutama dari
kawasan Teluk Arab yang sebelumnya banyak memberikan bantuan finansial.
Sebelumnya sejak tahun 1973 Mesir telah menerima bantuan dari kerjaan Arab
Saudi setidaknya 7 miliar dollar, bantuan tersebut tidak termasuk sumbangan dan
pinjaman Mesir.47
Fase Kedua, yaitu pada Awal tahun 1980 merupakan titik balik meredanya
ketegangan yang terjadi antara Mesir, Arab Saudi dan Negara Arab lainnya,
ditandai dengan kembalinya Mesir diintegrasikan ke dalam Liga Arab. Ini juga
berdampak pada pertumbuhan hubungan ekonomi dan perdagangan antara Arab
Saudi-Mesir yang meningkat dua kali lipat dari sebelumnya. Tidak hanya itu,
46
Lavy, Victor. “The Economic Embargo of Egypt by Arab States: Myth and
Reality.” Middle East Journal, vol. 38, no. 3, 1984, Hal.1. Tersedia di JSTOR,
www.jstor.org/stable/4326855. 47
Thapar, R. S. 2009. "Saudi-Egypt Rupture". Institute for Defence Studies and Analyses
(Taylor & Francis).
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09700167909421496?journalCode=rsan20.
28
pemerintah Mesir mencatat Arab Saudi sebagai negara investor terbesar di Mesir
dengan berbagai investasi dalam bidang pertanian, industri, dan pariwisata serta
investasi perusahaan swasta Arab Saudi 200 juta dollar.48
Setelah investasi pertama yang dilakukan Arab Saudi ke Mesir pada tahun
1980an, investasi dilanjutkan pada tahun 2008 Arab Saudi untuk kedua kalinya
kembali mendirikan investasi di Kairo, Mesir. Melalui Construction Project
Holding Company merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi
Arab Saudi berinvestasi sebesar 120 juta dollar. Setahun setelahnya, pada tahun
2009 investasi Arab Saudi ke Mesir meningkat dikarenakan sekitar 2.500
perusahaan Arab Saudi yang tersebar di Mesir berinvestasi sebesar 11 miliar
dollar.49
Fase ketiga, yaitu setelah revolusi Mesir pada tahun 2011. Revolusi Mesir
yang ditandai dengan pergantian rezim Mubarak ke Mursi, membawa Mesir pada
kemerosotan ekonomi yang cukup signfikan. Situasi tersebut berdampak pada
penurunan cadangan devisa Mesir yang mulanya pada tahun 2011 berjumlah 36
miliar dollar, ditahun 2012 turun menjadi 14.4 miliar dollar. Ini juga membuat
para wisatawan dan investor asing takut untuk menjalin relasi dengan Mesir.50
Mengakibatkan pada penurunan investasi Arab Saudi melalui FDI (Foreign
48
Lavy, Victor. “The Economic Embargo of Egypt by Arab States: Myth and
Reality.” Middle East Journal, vol. 38, no. 3, 1984, Hal. 423 Tersedia di JSTOR,
www.jstor.org/stable/4326855. 49
“Paradoxes of Egyptian-Saudi relations”, Washington Institute, 2009, tersedia di
https://www.washingtoninstitute.org/uploads/Documents/opeds/4b1e9a6395bc6.pdf 50
“Egypt, Saudi Arabia sign 60 billion Saudi riyal investment fund pact”, Reuters, 10
April 2016, tersedia di https://www.reuters.com/article/us-egypt-saudi/egypt-saudi-arabia-sign-60-
billion-saudi-riyal-investment-fund-pact-idUSKCN0X60VQ (diakses pada 25 november 2017)
29
Direct Investment) turun hingga 500 juta dollar pada tahun 2011. Tidak hanya itu,
ditahun 2012-2013 Mesir juga mengalami ketidakpastian investasi dari FDI.51
Pada fase ini, Arab Saudi memainkan peran penting dalam memperbaiki
dan meningkatkan perekonomian Mesir, Arab Saudi juga turut serta dalam
penggulingan presiden Mursi dan menjadi pendukung pemerintahan baru Mesir
yang dipimpin oleh pemimpin militer Abdel Fatah El-Sisi. Guna mendukung
penggulingan Mursi, Arab Saudi menyediakan dana sejumlah 1 miliar dollar.52
Fase terakhir, yaitu rezim El- Sisi, mengaktifkan kembali aliran bantuan
dan sumbangan bahan bakar untuk Mesir dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan
Kuwait. Kemudian, Arab Saudi menjanjikan paket bantuan senilai 5 miliar dollar
ke Mesir. Bantuan ini terdiri dari, dana hibah sejumlah 1 miliar dollar, uang
jaminan di Bank Sentral Mesir sejumlah 2 miliar dollar, serta produk minyak
bumi sejumlah 2 miliar dollar.53
Sehingga total bantuan yang dijanjikan Arab
Saudi, Uni Emrat Arab, dan Kuwait sebesar 12 miliar dollar dan tambahan 8,8
miliar dollar pada awal 2014 untuk meringankan beban ekonomi Mesir
pemerintahan El-Sisi.54
Untuk mempererat hubungan ekonomi dan militer dengan sekutunya, Arab
Saudi kembali memberikan bantuan untuk Mesir. Pada akhir 2015, putera
51
“Saudi Arabia Comes to the Rescue of the Egyptian Economy“ 2016.
Geopoliticalmonitor, 25 April 2016, tersedia di https://www.geopoliticalmonitor.com/saudi-
arabia-comes-to-the-rescue-of-the-egyptian-economy/ (diakses pada 25 November 2017) 52
“Saudi Arabia accused of giving Egypt $1B to oust Morsi “, Washington Times, Juli
2013, tersedia di https://www.washingtontimes.com/news/2013/jul/30/saudi-arabia-accused-
giving-egypt-1b-oust-morsi/ (diakses pada 12 desember 2017) 53
Nicolas Parasie dan Jay Solomon, “Gulf States Pledge Aid to Egypt, U.S. Balks”, The
Wall Street Journal, tersedia di https://www.wsj.com/articles/gulf-states-pledge-additional-12-
billion-in-aid-to-egypt-1426262660 54
Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press,
tersedia di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-crisis/p32729 (2014)
30
Sumber: www.unctad.org, UNCTAD, GAFI, 2016
mahkota Saudi Raja Salman dan Menteri Pertahanan Arab Saudi Mohammed Bin
Salman, melakukan kunjungan ke Kairo, untuk melakukan investasi senilai 30
miliar Riyal atau setara dengan 8 miliar dollar ke Mesir untuk mendukung
kebutuhan minyak Mesir selama lima tahun, dan membantu meningkatkan
pengembangan jalur lalu lintas Terusan Suez.55
Investasi berlanjut pada tahun 2016, dimana Arab Saudi Dan Mesir
menandatangani kesepakatan investasi Arab Saudi sejumlah 60 miliar dollar
untuk mengembangkan wilayah Sinai. Kesepakatan ini berupa sebuah nota
kesepahaman yang ditandatangani kedua pihak yakni Saudi Public Investment
Fund (badan investasi resmi milik Arab Saudi) dan Kementerian Kerjasama
Internasional Mesir untuk mendirikan zona bebas ekonomi di Sinai.56
Kerjasama
ini juga untuk membangun jembatan penghubung antara Mesir dan Arab Saudi di
atas Laut Merah.
Grafik II.1. Foreign Direct Investment (FDI) ke Mesir dari tahun 1980-2015
55
“Saudi pledges $8 billion to Egypt“, Middle East Eye, 16 Desember 2015, tersedia di
http://www.middleeasteye.net/news/saudi-pledges-8-billion-dollars-egypt-1349705491, (diakses
pada 27 november 2017) 56
. “Egypt, Saudi Arabia sign 60 billion Saudi riyal investment fund pact“, Reuters, 10
April 2016 tersedia di https://www.reuters.com/article/us-egypt-saudi/egypt-saudi-arabia-sign-60-
billion-saudi-riyal-investment-fund-pact-idUSKCN0X60VQ (diakses pada 25 november 2017)
31
Grafik di atas menunjukkan fluktuasi Investasi Arab Saudi di Mesir dari
tahun 1980-2015. FDI mencatat, investasi Arab Saudi di Mesir mencapai level
tertinggi ketika memasuki tahun 2003-2008 dengan jumlah hingga mencapai 11
miliar dollar. Namun, revolusi dan ketidakstabilan politik yang terjadi di Mesir
pada tahun 2011-2013 mengakibatkan Investasi kembali menurun. Sampai pada
tahun 2015 Investasi di Mesir kembali meningkat, FDI memperkirakan jumlah
investasi mencapai angka 8-10 miliar dollar.
C. Bantuan Energi Arab Saudi ke Mesir
Hubungan Arab Saudi dan Mesir tidak hanya dalam bentuk bantuan,
pinjaman serta investasi kerjasama juga mencakup dalam bidang energi. Dalam
hal ini Mesir yang sering mengalami krisis energi, seperti yang terjadi pada krisis
energi yang melanda Mesir pada tahun 2011 dimana terus meningkatnya
konsumsi minyak bumi dan diiringi stagnasi (pertumbuhan ekonomi yang lemah)
pada tahun 2000-2011 jumlah kebutuha gas alam dengan rata-rata mencapai 46%
dan minyak, 41%. Selain meningkatnya konsumsi produksi minyak Mesir,
kekacauan perpolitikan dalam negeri Mesir juga menjadi salah satu pemicu
terjadinya krisis.57
Pada tahun 2013 setelah revolusi Mesir dan bergantinya pemerinthanan
Mesir yang dipimpin oleh Abdel Fattah Elsisi, terjadi beberapa perubahan
57
“Egypt Crisis in the energy sector”, Bnpparibas The Economic Reaserch Portal, 2013,
tersedia di
http://economicresearch.bnpparibas.com/Views/DisplayPublication.aspx?type=document&IdPdf=
23025 (diakses pada 12 Desember 2017)
32
kebijakan guna untuk terpenuhinya kebutuhan energi Mesir. Pemerinthan Mesir
dibawah El Sisi, pada tahun 2014 berusaha memangkas anggaran pengeluaran
untuk subsidi energi mencapai 70%.58
Untuk mengatasi krisis energi, pemerintah Mesir dibawah El Sisi sangat
bergantung pada impor minyak dari Arab Saudi. Dapat dilihat bantuan energi
yang diberikan negara anggota GCC (The Gulf Cooperation Council Countries)
sejak tahun 2013 Arab Saudi menduduki posisi pertama, dimana Arab Saudi
menyediakan persediaan energi untuk Mesir sebesar 2 miliar dollar, dan kemudian
pada tahun 2014 semakin meningkatnya nilai investasi Arab Saudi ke Mesir
artinya, jumlah penyediaan energi Arab Saudi untuk Mesir juga semakin
meingkat.59
Tabel II.1. GCC (The Gulf Cooperation Council Countries) bantuan ke Mesir
Sumber:http://www.agsiw.org/wpcontent/uploads/2016/12/Hussein_AbdelMonem
_GCCEgypt_ONLINE. The Arab Gulf State Institute In Wasington. 2016.
58
“The Power Generation Crisis in Egypt”, Middle East Institute, 3 Sepetember 2014,
tersedia di http://www.mei.edu/content/at/power-generation-crisis-egypt (diakses pada 12
Desember 2017) 59
Abdel Monem Said Aly and Hussein Ibish. “The AGSIW Gulf Rising Series Egypt-
GCC Partnership: Bedrock of Regional Security Despite Fissures”, The Arab Gulf State Institute
In Wasington, vol 11. (2016)
33
Kertergantungan pasokan energi Mesir tersebut dapat digambarkan pada
grafik dibawah ini.
Grafik II. 2. Total pengiriman minyak dan konsumsi minyak Mesir 2010-
2015
Sumber : www.iea.org/oilmarketreport, IEA, 2016
Ketergantungan pasokan energy Mesir pada Arab Saudi semakin terlihat
ketika kunjungan Raja Salman raja Arab Saudi pada April 2016. Melalui
Aramco60
Arab Saudi sepakat untuk memenuhi permintaan minyak Mesir dengan
kesepakatan 700.000 ton produk minyak setiap bulannya selama 5 tahun ke Mesir.
Kesepakatan tersebut meliputi; 400.000 ton gas oil, 200.000 ton benzena, dan
100.000 bahan bakar berkualitas rendah.61
Dengan demikian, hal ini sering
dijadikan alat bagi Arab Saudi untuk mengontrol kebijakan luar negeri Mesir.
60
Saudi Aramco , nama resminya adalah Saudi Arabian Oil Co. adalah perusahaan
minyak nasional Arab Saudi yang berkantor pusat di Dhahran, Arab Saudi. Aramco juga
merupakan perusahaan minyak terbesar di dunia. 61
“Saudi Arabia Comes to the Rescue of the Egyptian Economy“ 2016.
Geopoliticalmonitor, 25 April 2016, tersedia di https://www.geopoliticalmonitor.com/saudi-
arabia-comes-to-the-rescue-of-the-egyptian-economy/ (diakses pada 25 November 2017)
34
Namun, selang enam bulan proses kesepakatan antara Arab Saudi dan
Mesir terkait pengiriman minyak ke Mesir, secara tiba-tiba Arab Saudi
menghentikan pengiriman minyak yang telah disepakati. Penghentian pengiriman
pasokan minyak ini, diumumkan oleh Arab Saudi pada awal oktober 2016 melalui
perwakilan Aramco untuk menghentikan pengiriman pasokan minyak untuk Mesir
dengan batas waktu yang tidak ditentukan.62
62
“Do oil shipments to Egypt mark new chapter for Egypt, Saudi relations?”, Al-Monitor,
16 Maret 2017, tersedia di http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2017/03/egypt-saudi-arabia-
resume-oil-shimpments.html, (diakses pada 29 September 2017)
35
BAB III
PENGHENTIAN PENGIRIMAN PASOKAN MINYAK ARAB SAUDI KE
MESIR TAHUN 2016
Penghentian pengiriman pasokan minyak Arab Saudi ke Mesir ini,
dikarenakan tensi politik yang sebelumnya terjadi antara Arab Saudi dan Mesir.
Dalam hal ini, perbedaan pandangan antara Arab Saudi dan Mesir mempengaruhi
hubungan antar keduanya. Tidak hanya itu, tensi politik yang terjadi antara kedua
negara aliansi ini, juga dipengaruhi oleh pihak lain dalam hal ini Rusia.
Posisi Mesir yang berada di pihak pemerintah Suriah bersama Russia pada
resolusi konflik Suriah di Dewan Keamanan PBB ini lah yang menjadi pemicu
retaknya hubungan Arab Saudi dan Mesir. Keputusan Mesir dalam resolusi Suriah
menuai berbagai kecaman terutama dari Arab Saudi. Arab Saudi tidak hanya
mengecam keputusan Mesir tersebut, Saudi juga mengambil tindakan tegas
dengan menghentikan pasokan minyak untuk Mesir yang sebelumnya telah
disepakati.
Meskipun Arab Saudi adalah pendukung kuat rezim El-Sisi di bidang
politik dan ekonomi. Hal tersebut tidak menjadikan kedua negara yang beraliansi
ini, selalu sejalan dalam pengambilan kebijakan. Khususnya dalam melihat
memandang konflik di Suriah. Sebagai negara yang memiliki pengaruh besar di
Timur Tengah, Arab Saudi dan Mesir memiliki cara masing-masing dalam
menyelesaikan konflik di Suriah.
36
Perbedaan pandangan antara Arab Saudi dan Mesir dalam menyelsaikan
konflik di Suriah, akan mengawali penjelasan pada bab ini yang sekiranya akan
memudahkan dalam memahami faktor yang mempengaruhi Arab Saudi dalam
menghentikan dan kemudian mengirimkan kembali pasokan minyaknya pada
Mesir.
A. Arab Saudi dan Mesir Dalam Memandang Konflik di Suriah
Pada tahun 2011 Suriah mengalami dampak dari Arab Spring yang
berujung pada konflik internal antara rezim Bashar al-Assad dengan pemberontak
Sunni. Rezim Assad yang represif menciptakan perlawanan rakyatnya yang
kemudian membentuk kelompok-kelompok pemberontak yang mayoritas adalah
muslim Sunni yang secara ideologis berlawanan dengan rezim Bashar al-Assad.63
Konflik Suriah tidak terlepas dari campur tangan di balik layar antara Amerika
Serikat dan sekutunya yang mayoritas negara Sunni seperti Arab Saudi, Turki,
Qatar melawan Rusia yang didukung China dan Iran.
Dalam konflik Suriah, Arab Saudi memberikan dukungan kepada pihak
oposisi. Arab Saudi mengecam atas pembunuhan masal yang dilakukan oleh
pemerintahan Suriah. Arab Saudi menyatakan dukungannya kepada kelompok
oposisi dan mendukung penuh atas tindakan yang dilakukan kelompok oposisi
dalam menggulingkan Bashar al-Assad dari kekuasaanya.
63
"Syria: The story of the conflict", BBC, 9 juni 2016, tersedia di
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-26116868 (diakses pada 1 desember 2017)
37
Upaya yang dilakukan Arab Saudi dalam menekan Suriah dilakukan
dengan diplomasi politik di Timur Tengah maupun di dunia internasional. Arab
Saudi juga menekan Suriah dengan cara mempersenjatai kelompok oposisi,
memberi bantuan dana dan juga bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Suriah.64
Selain itu, Raja Arab Saudi Salman membentuk sebuah kampanye bantuan
kemanusiaan untuk Suriah dan mengumpulkan sebanyak 100 juta riyal atau
setara dengan 27 juta dollar. Tidak hanya itu Raja Salman, Putera Mahkota Saudi
Mohammed Bin Nayed dan putera mahkota Mohammed bin Salman juga ikut
memberikan bantuan kemanusiaan untuk Suriah melalui dana pribadi mereka
sendiri.65
Berbeda dengan Arab Saudi, sejak awal posisi Mesir yang mendukung
Rusia terlihat jelas dalam KTT Liga Arab yang diadakan pada 29 Maret 2015 di
Sharm El-Sheikh, Mesir. Pada KTT tersebut, El-Sisi mengejutkan banyak pihak
karena ia menerima surat dari Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menuliskan
kecaman atas pihak-pihak ekstrimis termasuk ISIS yang semakin memperparah
keadaan di Suriah. Dalam suratnya Putin juga menuliskan dukungannya terhadap
negara-negara Arab dalam menyelesaikan konflik di Suriah tanpa campur tangan
eksternal. 66
64
“Saudi Akan Terus Beri Dukungan militer pada Oposisi Suriah” International
Sindonews, 12 Mei 2016, tersedia di https://international.sindonews.com/read/1107835/43/saudi-
akan-terus-beri-dukungan-militer-pada-oposisi-suriah-1462993337 (diakses pada 1 desember
2017) 65
“King Salman campaign for Syria aid begins” , Al Arabiya, 26 Desember 2016, dapat
diliat di https://english.alarabiya.net/en/News/gulf/2016/12/26/Saudi-Arabia-s-King-Salman-
orders-36-mln-for-Syrian-humanitarian-aid.html (diakses pada 23 Oktober 2017) 66
“Saudi Arabia accuses Putin of hypocrisy over letter urging peace when russia „part of
problem” The Independent, 30 Maret 2015, tersedia di
http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/saudi-arabia-accuses-putin-of-hypocrisy-
38
Menanggapi hal tersebut Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saudi
Al Faisal, menyampaikan teguran yang cukup keras pada Presiden Putin. Arab
Saudi menganggap surat yang dikirimkan Putin merupakan sebuah kemunafikan,
dimana pernyataan kecemasannya terhadap konflik di Suriah, seolah-olah
menempatkan Rusia tidak ada hubungannya dengan konflik yang terjadi di
Suriah. Sedangkan, dukungan Rusia untuk rezim Presiden Assad membuat konflik
di Suriah semakin rumit.67
B. Posisi Arab Saudi dan Mesir dalam Resolusi Suriah di Dewan Keamanan
PBB
Polemik yang memuncak mengharuskan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) turun tangan untuk menyelesaikan konflik di Suriah. Melalui forum Dewan
Keamanan (DK) PBB, sejumlah negara anggota melakukan pertemuan untuk
membahas masalah yang terjadi di Suriah. Tindakan Dewan Keamanan dalam
menyelesaikan konflik di Suriah selalu mengalami konflik internal, terutama pada
anggota tetapnya.
Posisi Mesir yang berpihak pada Rusia semakin terlihat jelas pada
pembahasan resolusi untuk Suriah pasca serangan udara yang dilakukan oleh
pesawat militer milik Rusia. Dengan demikian, Pada 8 Oktober 2016 Dewan
over-letter-urging-peace-when-russia-part-of-problem-10143131.html (diakses pada 5 Desember
2017) 67
Lizzie Dearden, “Saudi Arabia accuses Putin of hypocrisy over letter urging peace
when Russia „part of problem,‟” The Independent,
http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/saudi-arabia-accuses-putin-ofhypocrisy-
over-letter-urging-peace-when-russia-part-of-problem-10143131.html.
39
Keamanan PBB membahas dua resolusi untuk Suriah. Resolusi Pertama, digagas
oleh Prancis dan Spanyol menuntut agar semua pihak yang menunggangi konflik
segera menghentikan pemboman udara, dan penerbangan militer di kota Aleppo.
Selanjutnya Resolusi ini mengusulkan opsi untuk pemantauan gencatan senjata
yang diawasi oleh Dewan Keamanan PBB, dan mengancam untuk mengambil
tindakan lebih lanjut jika terjadi ketidakpatuhan oleh pihak manapun dalam
konflik domestik Suriah.68
Resolusi Kedua, digagas oleh Rusia yang menuntut agar permintaan
penghentian perlawanan pada pihak pemerintah di Suriah. Dokumen resolusi, ini
juga menekankan semua pihak untuk mencegah bantuan finansial dan material
dari pihak yang berhubungan dengan kelompok-kelompok teroris seperti Al-
Qaeda, ISIS, dan Jabhat al-Nusra.69
Namun, kedua resolusi di atas gagal diadopsi oleh Dewan Keamanan PBB.
Dimana, dokumen resolusi pertama yang diajukan Prancis dan spanyol gagal
diadopsi karena, dalam proses pemungutan suara Rusia mengeluarkan hak veto
untuk menolak resolusi tersebut. Selain itu, Dokumen Resolusi Prancis dan
Spanyol menghasilkan sebelas dukungan dari negara anggota termasuk Mesir,
serta dua negara memilih abstain seperti China dan Angola70
Sementara itu,
68
“France in fresh diplomatic push to end fighting in Syria's Aleppo”, France24
International News, tersedia di http://www.france24.com/en/20161007-syria-france-diplomacy-
resolution-russia-aleppo-ayrault-fighting-assad (diakses pada 2 oktober 2017) 69
“Russia slams UN Security Council resolution on Syria”, DW News, tersedia di
http://www.dw.com/en/russia-slams-un-security-council-resolution-on-syria/a-35950417 (diakses
pada 1 oktober 2017) 70
UN Security Council, “Security Council Fails to Adopt Draft Resolution to End
Attacks on Aleppo as Two Permanent Members Cast Veto”
https://www.un.org/press/en/2016/sc12609.doc.htm (diakses pada 2 oktober 2017)
40
dokumen resolusi kedua yang diajukan Rusia, juga gagal untuk diadopsi oleh
Dewan Keamanan dikarenakan hanya Mesir, China dan Venezuela yang memilih
bergabung untuk mendukung resolusi Rusia.71
Hal yang menarik dalam pembahasan dua resolusi yang digagas Prancis
dan Spanyol serta resolusi saingan dari Rusia, adalah posisi Mesir yang memilih
untuk menyetujui kedua resolusi tersebut. Keputusan Mesir mendukung kedua
resolusi tersebut menempatkan Mesir dalam posisi ambigu, disatu sisi Mesir
memilih untuk satu suara dengan Prancis dan Spanyol yang menginisiasikan
perdamaian untuk rakyat Suriah, di sisi lain Mesir memilih untuk satu Suara
dengan Rusia sebagai pendukung utama pemerintahan Suriah utntuk menyerang
masyarakat Suriah. Hal ini menimbukan berbagai kecaman pada Mesir terutama
dari Arab Saudi dan Qatar.
Setelah pembahasan Resolusi Suriah, Arab Saudi menyampaikan
kekecewaanya pada Mesir yang diwakilkan oleh Duta Besar Arab Saudi untuk
PBB, Abdullah al-Muallami yang mengatakan bahwa keputusan Mesir
mendukung resolusi Rusia sangat menyakitkan bagi Arab Saudi dan masyarakat
Suriah.72
Lebih lanjutnya Abdullah al-Muallami menambahkan negara seperti
71
“ Egypt votes for rival UNSC resolutions on Syria from Russia and France”,
MadaMars,16 Januari 2017, tersedia di https://www.madamasr.com/en/2016/10/09/news/u/egypt-
votes-for-rival-unsc-resolutions-on-syria-from-russia-and-france/amp/ (diakses pada 21 september
2017) 72
“Saudi anger as Egypt votes with Russia in UN vote”, Middle Eats Eyed,12 Oktober
2016, tersedia di http://www.middleeasteye.net/news/saudi-anger-egypt-votes-russia-un-vote-
1258726322 (diakses pada 21 september 2017)
41
Senegalese dan Malaysia lebih setuju pada keputusan Arab Saudi daripada Mesir
yang notabenenya merupakan anggota Liga Arab.73
Menanggapi hal tersebut, juru bicara pemerintahan Mesir Ahmed Abu
Zaid, mengatakan bahwa tuduhan Arab Saudi terhadap Mesir menyimpang. Lebih
lanjutnya Ahmed Abu Zaid menekankan bahwa Mesir, memilih menyetujui
dokumen resolusi Rusia bukan karena Mesir berkenan untuk menjadi pendukung
Rusia. Tetapi, keputusan Mesir tersebut lebih pada Mesir tidak akan pernah dapat
tahan terhadap rancangan resolusi yang meminta gencatan senjata yang diusulkan
resolusi Prancis, dan kemudian Mesir setuju untuk pemberian bantuan
kemanusiaan terhadap masyarakat Suriah, serta memerangi kelompok terorisme
yang ikut menunggangi konflik di Suriah.74
Dengan kata lain, posisi Mesir yang memilih menyetujui dua resolusi
ajuan Perancis dan Rusia, dikarenakan Mesir hanya ingin yang terbaik untuk
penyelsaian konflik di Suriah. Hal ini lah yang memicu kemarahan Arab Saudi
yang berimplikasi pada penghentian pasokan minyak Arab Saudi untuk Mesir.
C. Penghentian Pengiriman Pasokan Minyak Arab Saudi Ke Mesir
Klarifikasi Mesir terhadap resolusi tersebut tidaklah meredakan
kemarahan Arab Saudi. Selang beberapa hari setelah pembahasan resolusi
73
،يصر تصوث نًشروعيٍ يتعارضيٍ في يجهس األيٍ حول حهب.. وانسعوديت تُتقذ انقاهرة"" Huff Post
Arabi News, tersedia di http://www.huffpostarabi.com/2016/10/09/story_n_12412684.html
(diakses pada 21 september 2017) 74
Elwatan News, 10 ,انسوريت انقضيت يٍ يصر يوقف يع يتفق انًتحذة األيى في روسيا يشروع :"انخارجيت"
Oktober 2016. Tersedia di https://www.elwatannews.com/news/details/1482536, (diakses pada 15
Oktober 2017)
42
tersebut, juru bicara Menteri Perminyakan Arab Saudi Hamda Abd al-Aziz,
mengumumkan bahwa Aramco akan melakukan penghentian pengiriman pasokan
minyak ke Mesir dengan waktu yang tidak ditentukan. Penghentian tersebut
meliputi penghentian pengiriman diesel, dan bensin yang telah ditetapkan setiap
bulannya sebanyak 700.000 ton yang sebelumnya telah disepakati Arab Saudi-
Mesir akan berjalan selama lima tahun.75
Tidak hanya itu, penghentian juga
meliputi penghentian bantuan sebesar 23 miliar dollar untuk Mesir yang telah di
sepakati Arab Saudi melalui Saudi Aramco dan Egyptian General Petroleum
Corporation (EGPC).76
Berbagai media internasional menuliskan kebijakan Arab Saudi
menghentikan pasokan minyak ke Mesir merupakan gambaran keretakan
hubungan antar kedua negara yang menemui puncaknya pada keputusan Mesir
mendukung resolusi Rusia. Disamping itu, Arab Saudi dan Mesir telah mengalami
berbagai ketegangan.
Sebelumnya dalam kasus Yaman yang membuat Arab Saudi marah pada
pemerintah Mesir. Arab Saudi mengharapkan Mesir mengirimkan pasukan darat
ke Yaman guna untuk melancarkan penyerangan dan Mesir sebagai bagian dari
koalisi Arab Saudi. Namun Mesir tidak melakukan hal tersebut. Kemarahan Arab
75
“Are Egyptian-Saudi disputes just a passing crisis or a decisive storm?” Al Monitor, 23
Oktober 2016, tersedia di https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/10/egypt-saudi-crisis-
un-resolution-syria.html (diakses pada 1 Oktober 2017) 76
“ Egypt: Saudi Arabia halts fuel shipments indefinitely”, Aljazeera,8 November 2016
tersedia di http://www.aljazeera.com/news/2016/11/egypt-saudi-arabia-halts-fuel-shipments-
indefinitely-161107143700518.html (diakses pada 1 Oktober 2017)
43
Saudi juga terlihat pada pertemuan antara pejabat Mesir dan perwakilan
pemberontak Syiah Yaman yang tentunya mendapatkan dukungan dari Iran.77
Selain itu, pemicu kemarahan Arab Saudi juga dikarenakan hubungan
Mesir dengan Iran dan Rusia. Di bawah pemerintahan El Sisi Mesir berusaha
untuk memelihara saluran komunikasi yang baik dengan Teheran dan menjalin
hubungan baik dengan negara-negara Syiah salah satunya pemerintahan Irak saat
ini.78
Kemudian, kerjasama Militer antara Mesir dan Rusia juga menjadi ancaman
tersendiri bagi Arab Saudi.
Kerjasama militer Mesir dan Rusia dimulai pada tahun 2014, Rusia
menyetujui sebuah kesepakatan bernilai miliaran dollar dengan menyediakan
helikopter serbu dan pesawat fighter MiG29 kepada Mesir. Tidak hanya itu,
Mesir juga memperoleh S-300 (24 sistem antirudal bergerak) dan senjata
pertahanan udara Tor dan Pantsir, komplek peluncur roket anti tank Kornet, serta
helikopter Mi-17 dan Mi-35.79
Hal ini menjadi penting karena semenjak 1970an,
Mesir selalu bergantung pada Amerika Serikat dalam urusan persenjataan.80
77
“Egypt finds other sources after halt in Saudi fuel shipments”, Dailiy Mail, 12
Okbober 2016, tersedia di http://www.dailymail.co.uk/wires/ap/article-3834004/Egypt-finds-
sources-halt-Saudi-fuel-shipments.html (diakses pada 31 Oktober 2017) 78
“Egypt finds other sources after halt in Saudi fuel shipments”, Dailiy Mail, 12
Okbober 2016, tersedia di http://www.dailymail.co.uk/wires/ap/article-3834004/Egypt-finds-
sources-halt-Saudi-fuel-shipments.html (diakses pada 31 Oktober 2017) 79
“Mesir Perkuat Pertahanan Militer dengan S-300 dari Rusia” Russiabeyond, 2 Oktober
2014, tersedia di
https://id.rbth.com/technology/2014/10/02/mesir_perkuat_pertahanan_militer_dengan_s-
300_dari_rusia_25347 (diakses pada 23 September 2017)
80
Richard Connolly and Cecilie Sendstad, “Russia‟s Role as an Arms Exporter: The
Strategic and Economic Importance of Arms Exports for Russia”. The Royal Institute of
International Affairs, Chatham House. ISBN 978 1 78413 200 2. 2017. h 17
44
Selain itu, penyerahan dua pulau di Laut Merah ke Arab Saudi telah juga
menjadi alasan memanasnya hubungan antar Arab Saudi dan Mesir.81
Dimana
Sebelumnya, Pada tanggal 8 April tahun 2016, Mesir dan Arab Saudi
menyepakati sebuah perjanjian tentang penyerahan dua pulau yang dimiliki oleh
Mesir, yakni Pulau Tiran dan Sanafir. Kesepakatan tentang penyerahan pulau itu
juga bersamaan dengan disepakatinya beberapa perjanjian lain yang dialakukan
ketika pimpinan Saudi, Raja Salman bin Abdul Aziz melakukan kunjungan
kenegaraan.82
Tetapi, kesepakatan itu menimbulkan respon penentangan yang
keras dari sebagian masyarakat Mesir. Hal inilah yang menghambat El Sisi
menyerahkan kedua pulau tersebut yang berimplikasi pada merenggangnya
hubungan Arab Saudi dan Mesir.83
D. Dampak penghentian minyak yang dihadapi Mesir
Pengehentian minyak Arab Saudi, menempatkan Mesir dalam situasi sulit
dimana penghentian pengiriman Aramco menyebabkan kerugian yang cukup
signifikan mempengaruhi ekonomi Mesir. Berdasarkan kesepakatan antara
Aramco dan Mesir pada April 2016, disepakati Mesir akan melakukan
pembayaran senilai 23 miliar dollar selama lima belas tahun dan diberikan
tenggang waktu tiga tahun untuk melunasi pembayaran tersebut. Artinya selama
81
“Egypt finds other sources after halt in Saudi fuel shipments”, Dailiy Mail, 12
Okbober 2016, tersedia di http://www.dailymail.co.uk/wires/ap/article-3834004/Egypt-finds-
sources-halt-Saudi-fuel-shipments.html (diakses pada 31 Oktober 2017) 82
Pierre Emmanuel Duppont dan Brian McGarry, The Egypt-Saudi Arabia Agreement on
Tiran and Sanafir, London Center of International Law Practice, April 2016. 83
“Protests in Egypt against Red Sea islands deal”, Ahram News, 26 April 2016,
http://english.ahram.org.eg/NewsContent/1/64/199636/Egypt/Politics-/Update--Protests-in-Egypt-
against-Red-Sea-islands-.aspx, (diakses pada 30 Oktober 2017)
45
periode delapan belas tahun, Mesir wajib melunasi total pembayaran senilai 30,8
miliar dollar. Maka, Aramco akan memasok 400.000 diesel, 200.000 ton bensin
dan 100.000 ton bahan bakar minyak, per bulan selama periode lima tahun.84
Untuk melunasi biaya impor minyak Mesir membutuhkan 3,8 miliar dollar per
tahunnya untuk memenuhi 80% kebutuhan impor minyak yang telah disepakati
Aramco dan Mesir.
Penghentian pengiriman minyak Arab Saudi juga menempatkan
perekonomian Mesir pada situasi sulit ditengah kenaikan harga minyak dunia.
Kenaikan harga minyak mentah diakhir tahun 2016, membawa mengharuskan
kementerian perminyakan Mesir untuk meminta dana tambahan sebanyak 10%
karena kenaikan harga minyak yang awalnya 40 dollar per barrel naik hingga 50
dollar per barrel. Dengan kata lain Mesir mengalami defisit karena melampaui
alokasi dana yang telah disiapkan. Hal ini juga di perparah dengan nilai tukar
dollar Amerika yang melonjak.85
Secara lebih jelas, The Arab Weekly mengutip penjelasan krisis yang alami
Mesir melalui juru bicara Kementerian Perminyakan Mesir Hamdy Abdel Aziz
yang menjelaskan bahwa, "Jika kita membeli jumlah minyak yang sama dari pasar
lain sekarang, kita harus membayar hampir 1 miliar dollar, mengingat kenaikan
harga minyak, dibandingkan dengan harga di bulan April 2016" sedangkan jika
berdasarkan kesepakatan Aramco, Mesir akan membayar 700 juta dollar untuk
setiap pengiriman minyak Saudi. Artinya Mesir mengalami penambahan biaya
84
, Erem News, sempetember 2016 tersedia di
https://www.eremnews.com/economy/energy/468789 (diakses pada 31 Oktober 2017) 85
“Rise in international oil prices challenges Egypt's budget”, Egypt Today, 13 November
2017, tersedia di https://www.egypttoday.com/Article/3/32195/Rise-in-international-oil-prices-
challenges-Egypt-s-budget (diakses pada 26 Desember 2017)
46
pembelian minyak yang menekan cadangan mata uang asing Mesir. Sedangkan,
Mesir sendiri sedang mengalami kemerosotan ekonomi yang cukup tajam. Di sisi
lain, pendapatan pariwisata dan ekspor Mesir mengalami penurunan yang cukup
signifakan. Hal ini juga berdampak pada Matinya industry mesir karena
memerlukan bahan bakar untuk melakukan produksi. Mesir untuk berjuang untuk
mendapatkan impor cadangan makanan dan pinjaman dari International Monetary
Fund (IMF).86
World Bank menunjukkan penurunan pertumbuhan Mesir pada tahun
2016, menempati posisi 4,2% karena kekurangan mata uang asing menahan
manufaktur dan industri pariwisata melambat. Pertumbuhan Mesir akan kembali
melambat pada tahun 2017 menuju laju 4,0% jika impor minyak Mesir tidak
menujukkan posisi yang stabil.87
Artinya dengan, penghentian minyak dari Arab
Saudi, laju perekonomian Mesir akan semakin menurun bebrepa tahun kedepan.
Berikut data pertumbuhan laju ekonomi Timur Tengah:
86
“Tough time for Egypt after Aramco oil cut”, The Arab Weekly, Oktober 2016, tersedia
di http://www.thearabweekly.com/News-&-Analysis/6753/Tough-time-for-Egypt-after-Aramco-
oil-cut (diakses pada 31 Oktober 2017) 87
“Global Economic Prospects 2017: Middle East & North Africa”, World Bank.
http://www.worldbank.org/en/region/mena/publication/gep-mena-weak-investment-in-uncertain-
times (diakses pada 26 Desember 2017)
47
Gambar. III.2. Pertumbuhan Ekonomi Timur Tengah
Sumber: World Bank. 2017
Menurut para pengamat, penghentian pemasokan minyak Arab Saudi ke
Mesir dipengaruhi oleh faktor politis. Seperti yang dikemukakan Hossam Arafat,
kepala Divisi Produk Minyak pada Cairo Chamber of Commerce mengungkapkan
bahwa penghentian pasokan minyak dikarenakan ketegangan politik antar kedua
negara Arafat menambahkan, bahwa "Tidak ada yang bisa menyangkal
ketegangan beberapa bulan terakhir karena perbedaan posisi politik kedua negara
mengenai konflik di Libya, Yaman dan Suriah." Dimana konfrontasi tersebut
mencapai puncaknya setelah Mesir menyetujui resolusi yang diajukan Rusia. Arab
Saudi mengutus duta besarnya di PBB Abdullah Al-Muallami untuk menegur
48
Mesir setelah mereka menentang resolusi Prancis yang didukung Saudi di
Suriah.88
E. Upaya yang dilakukan Mesir untuk Mendapatkan pasokan minyak
dari negara lain.
Guna untuk memenuhi kebutuhan minyaknya, Mesir berupaya untuk
membangun komunikasi dengan berbagai negara penghasil minyak untuk
mendapatkan pasokan minyak bumi. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan Tarek
el-Mulla, sebagai Menteri Sumber Daya Minyak dan Mineral Mesir untuk
menerima berbagai tawaran untuk memenuhi kebutuhan minyak Mesir.
Selanjutnya, Mesir mulai melakukan kunjungan ke beberapa negara untuk
membangun komunikasi tawar menawar harga minyak.
Kunjungan pertama Mesir, dimulai pada tanggal 27 Oktober 2016 di
Yordania. Dalam kunjungan ke Yordania, El Mulla mulai membangun diskusi
dengan Ibrahim Saif, Menteri Energi Dan Sumber Daya Yordania yang
membahas tentang berbagai aspek kerja sama di sektor minyak dan gas diantara
kedua negara.89
Berlanjut pada tanggal 29 Oktober 2016, El Mulla menuju Irak
untuk membahas kerja sama Mesir-Irak pada sektor industri minyak dan ekspor.90
Terakhir, Mesir melakukan kunjungan ke Kuwait pada 7 Desember 2016. El
88
“What were the reasons behind Saudi Arabia‟s decision to halt oil shipments to Egypt
in October, asks Sherine Abdel-Razek “, Ahram News, tersedia di
http://weekly.ahram.org.eg/News/17562.aspx (diakses pada 25 Desember 2016) 89
http://www.youm7.com/story/2016/استيراد-يجاالث-في-انتعاوٌ-األردٌ-يع-يبحث-انبترول-وزير-
انغاز90
“How oil is bringing Iraq, Egypt closer” Al-Monitor, Oktober 2016. tersedia di
https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/10/iraq-egypt-saudi-oil-iran-sisi-abadi.html
(diakses pada 25 Desember 2016)
49
Mulla membahas kerja sama diladang minyak dan gas dengan Duta Besar Kuwait
untuk Kairo Mohammed Saleh Thuwaikh.91
Disaat yang bersamaan Iran, menawarkan Mesir untuk mebangun kerja
sama dalam sektor minyak. Hal ini berdasarkan kutipan media Iran, Tehran Times
yang menyuarakan kesediaan Iran menggantikan Arab Saudi untuk menyokong
kebutuhan minyak Mesir.92
Kunjungan Mesir ke Iran mulai dilakukan pada
tanggal 7 November 2016, dengan di wakili El Molla, Mesir mencoba untuk
melakukan kesepakatan minyak dengan Iran.93
91
,Elbadad News, 7 Desember 2016 ”,انًصريت بانًعايم نتكريرِ انكويتي انخاو استيراد :انبترول وزير
tersedia di http://www.elbalad.news/2522995 (diakses pada 25 Desember 2016) 92
“Iranian crude to replace Saudi oil in Egypt” Tehran Times, Oktober 2016, tersedia di
http://www.tehrantimes.com/news/407294/Iranian-crude-to-replace-Saudi-oil-in-Egypt (diakses
pada 25 Desember 2016) 93
“ Egypt's oil minister makes rare trip to Iran for oil talks after Saudi suspension”
Reuters, 7 November 2016, tersedia di https://www.reuters.com/article/us-egypt-iran-oil/egypts-
oil-minister-makes-rare-trip-to-iran-for-oil-talks-after-saudi-suspension-idUSKBN131125 (diakses
pada 24 September 2017)
50
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG PERUBAHAN KEBIJAKAN
LUAR NEGERI ARAB SAUDI TERHADAP MESIR TERKAIT
PENGIRIMAN MINYAK 2017.
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan penghentian pengiriman minyak
Arab Saudi ke Mesir karena keberpihakan Mesir terhadap Resolusi Rusia untuk
Suriah di Dewan Keamanan PBB. Namun, penghentian minyak yang dilakukan
Arab Saudi ke Mesir hanya berlangsung enam bulan, Arab Saudi kembali
memasok pengiriman Minyak dan bantuan ke Mesir. Dengan demikian, bab ini
akan menjelaskan secara terperinci apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
kembalinya Arab Saudi mengirimkan pasokan minyak ke Mesir.
A. Perubahan Kebijakan Luar Negeri Arab Saudi Mengirimkan Kembali
Pasokan minyak ke Mesir pada tahun 2017
Setelah mengalami penghentian minyak oleh Arab Saudi, Mesir tentunya
membutuhkan sokongan minyak dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan
minyaknya. Situasi inilah yang membawa Mesir untuk membuka peluang
kerjasama dan menerima berbagai tawaran bekerjasama dengan negara-negara
seperti Yordania, Irak, Kuwait dan Iran.
Melihat peluang kerjasama yang dibangun Mesir dengan negara-negara
yang menjadi musuh Arab Saudi, mengharuskan penghentian pengiriman minyak
Arab Saudi ke Mesir hanya berlangsung enam bulan saja. Karena, pada awal April
51
2017 Arab Saudi kembali mengirimkan minyak ke Mesir dan kembali menyetujui
untuk menyediakan 700.000 ton produk minyak sulingan per bulannya untuk
lima tahun kedepan.94
B. Faktor – Faktor yang medorong Arab Saudi mengirimkan Kembali
Pasokan Minyak ke Mesir 2017
Di balik perubahan kebijakan Arab Saudi mengirimkan kembali pasokan
minyak ke Mesir pada April 2017 dapat dilihat sebagai bentuk kekhawatiran Arab
Saudi terhadap Iran dan negara-negara musuh Arab Saudi, yang mulai melakukan
pendekatan ke Mesir pasca penghentian pengiriman minyak. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya pada bab tiga, negara-negara seperti Irak dan Iran
merupakan musuh Arab Saudi di kawasan Timur Tengah, menawarkan kerjasama
minyak pada Mesir.
Maka dari itu, bab ini akan menjawab pertanyaan penelitian mengenai
mengapa Arab Saudi memutuskan untuk mengirimkan kembali pasokan minyak
ke Mesir pada tahun 2017 dengan menggunakan teori Realisme Neoklasikal.
Systemic incentive (faktor eksternal) dan intervening variable (faktor internal)
yang menjadi salah satu poin dalam teori neo classical realism menjadi fokus
bahasan pada bab ini. Selain itu, Relative Material Power dari Arab Saudi
membantu bagaimana intervening variable atau pengambil kebijakan dalam
menerjemahkan systemic incentive sehingga pada akhirnya dapat diketahui alasan
94
“ Egypt's oil minister makes rare trip to Iran for oil talks after Saudi suspension”
Reuters, 7 November 2016, tersedia di https://www.reuters.com/article/us-egypt-iran-oil/egypts-
oil-minister-makes-rare-trip-to-iran-for-oil-talks-after-saudi-suspension-idUSKBN131125 (diakses
pada 24 September 2017)
52
ataupun faktor apa saja yang mempengaruhi Arab Saudi mengirim kembali
minyak ke Mesir.
B.1 Systemic Incentive (Faktor Eksternal)
Gideon Rose menjelaskan, Realisme Neoklasik melihat bahwa negara
cenderung merespon ketidakpastian anarki internasional dengan berusaha seeking
to control and shape lingkungan eksternal mereka. Negara merespon lingkungan
eksternal mereka melalui bagaimana systemic incentive diterjemahkan oleh
intervening variable atau pengambil kebijakan yang terlibat seperti presiden dan
para elit. Alur pemikiran dalam pembentukan kebijakan luar negeri Realisme
Neoklasik bermula dari adanya insentif/dorongan di level sistem yang kemudian
dipertimbangkan oleh unit level domestik (intervening variable).95
Dalam kasus ini, Arab Saudi mengubah kebijakan luar negerinya karena
ada fenomena yang berubah di level sistem. Perubahan di level sistem tersebut
dijabarkan dalam wawancara dengan Nostalgiawan Wahyudi, seorang Pengamat
Politik Timur di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan bahwa
Systemic incentive atau dorongan dari lingkungan eksternal (yang mempengaruhi
perubahan kebijakan Arab Saudi), dikarenakan beberapa faktor yankni pertama
pengaruh Iran terhadap Mesir, Kedua yaitu posisi Arab Saudi yang terdesak di
Timur Tengah, dan yang ketiga adalah desakan Amerika Serikat;
Pertama, Iran menjadi faktor utama dibalik kembalinya Arab Saudi
mengirim pasokan minyak ke Mesir. Hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi
95
Gideon Rose, Neo Classical Realism and Theories of Foreign Policy, 157
53
Arab Saudi dimulai ketika Tarek el-Mulla, Menteri Sumber Daya Minyak dan
Mineral Mesir mulai melakukan kunjungan ke Iran guna membahas kesepakatan
kerjasama minyak. Iran juga menjanjikan Mesir untuk memenuhi kebutuhan
produk minyak bumi dan gas alam Mesir yang mencapai 87,7 juta ton, 42,3 juta
ton produk minyak bumi dan 45,4 juta ton gas alam.96
Dengan kata lain Iran siap
menggantikan posisi Arab Saudi yang menjadi pemasok utama perminyakan
Mesir.
Sebelum tahun 2012, Iran berusaha untuk membangun kedekatan dengan
Mesir. Iran melakukan beberapa upaya untuk membuat kesepakatan dengan
Mesir, salah satunya dengan Iran menawarkan untuk mentransfer pengalamannya
di berbagai bidang teknologi dan ilmiah pada Mesir, termasuk menawarkan untuk
memasukkan rudal jarak jauh ke Mesir. Namun, Mesir mengabaikan tawaran
tersebut, mengingat Mesir merupakan sekutu Arab Saudi.97
Perubahan arah politik Mesir di bawah kepemimpinan El Sisi, juga
menjadi kekhawatiran bagi Arab Saudi meskipun telah banyak memberikan
bantuan politik dan ekonomi. Dengan kata lain, Arab Saudi sulit untuk
mengontrol Mesir untuk selalu berpihak di sisi Arab Saudi. Hal ini ditunjukan
dengan pernyataan Abdel Fatah El Sisi yang disampaikan sehari setelah kecaman
96
“Egypt's oil minister makes rare trip to Iran for oil talks after Saudi suspension”,
Reuters, 7 November 2016, tersedia di https://www.reuters.com/article/us-egypt-iran-oil/egypts-
oil-minister-makes-rare-trip-to-iran-for-oil-talks-after-saudi-suspension-idUSKBN131125 (diakses
pada 10 Desember 2017) 97
Coptstoday, 16 April 2012, Tersedia ,”انًذى بعيذة َوويت صواريخ دخول يصر عهي تعرض ايراٌ“
di https://www.coptstoday.com/World-News/Detail.php?Id=10135 (diakses pada 1 Desember
2016)
54
Arab Saudi terkait keputusan Mesir terhadap Resolusi Rusia dalam konflik
Suriah.98
Dikutip oleh media Timur Tengah Al Monitor El Sisi mengatakan :
“Egypt has adopted an independent policy seeking to secure Arab
national security through adopting a national vision. Our position
toward the Syrian crisis is fixed and will not change. It relies upon
finding a political solution to the present crisis, maintaining the
unity of Syrian territories and respecting the will of the Syrian
people. Furthermore, armed groups must be disarmed and Syria
must be rebuilt.”
Kemudia El Sisi menambahkan,
“Egypt bows to no one but God alone”
Arah politik luar negeri Mesir di bawah kepemimpinan El Sisi yang
cenderung pragmatis, tentunya ini membahayakan strategi Arab Saudi di Timur
Tengah. Hal ini dapat dilihat jika membandingkan posisi Mesir di Timur Tengah
yang lebih moderat dibandingkan Arab Saudi. Kemudian dalam melihat Syiah,
jika Arab Saudi menganggap hal tersebut sebagai ancaman sedangkan, Mesir
dalam memandang Syiah bukan merupakan ancaman. Hal inilah yang membawa
hubungan Mesir dengan negara-negara Syiah semakin mencair. Mesir di bawah El
Sisi, berusaha membangun hubungan yang akomodatif pada Kristen, Syiah,
maupun kelompok-kelompok agama lainnya.
Sikap pragmatis Mesir inilah yang memudahkan Iran untuk membangun
kedekatan dengan Mesir khususnya dalam kerjasama minyak. Setidaknya ada dua
alasan mengapa Mesir mau melakukan kerjasama dengan Iran. Pertama, Mesir
98
Are Egyptian-Saudi disputes just a passing crisis or a decisive storm?, Al Monitor, 23
Oktober 2016 https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/10/egypt-saudi-crisis-un-
resolution-syria.html (diakses pada 1 Desember 2017)
55
memang memandang Arab Saudi sebagai sekutunya tetapi, Arab Saudi dapat
digantikan dengan Iran jika sewaktu-waktu terjadi perselisihan antara Mesir dan
Arab Saudi. Kedua, Mesir akan lebih mempertimbangkan posisi Iran dalam
pilihan kebijakan luar negerinya.99
Selain itu, pengamat politik modern Arab, dan juga anggota di Dewan
Atlantik dan Royal United Services Institute London, HA Hellyer mengatakan
bahwa Mesir memiliki kebijakan yang independen terutama dalam memandang
konflik di Suriah. Hal ini juga menujukkan posisi Mesir yang oportunis.
“Egypt has its own perspective on Syria which happens to
converge with the Iranian one. Cairo wants a viable Syrian state
and is worried about Islamist groups. With regard to extremists,
that is a valid concern. On the other hand, Egypt has often flirted
with the Russians, seemingly to show the west that Egypt has
options.”
Arab Saudi melihat kerjasama Mesir dan Iran terkait erat dengan
kepentingan politik. Dengan kata lain, pasokan minyak Iran akan mengakibatkan
„tagihan‟ politik yang sangat tinggi, dan hal ini dipastikan akan merusak
hubungan Mesir dengan negara-negara di wilayah Timur Tengah. Selain itu hal
ini dapat mengakhiri bantuan keuangan dari negara-negara di Timur Tengah yang
selama ini diperoleh Mesir.100
Artinya, dengan menjadi pemasok minyak Mesir,
99
“Sisi‟s Risky Gamble: How the Resetting of Egyptian Foreign Policy Will Change the
Middle East Power Structure?”,Middle East Observer, 14 November 2016, tersedia di
https://www.middleeastobserver.org/2016/11/14/article-on-the-iranian-factor-in-egyptian-saudi-
arabian-relations/ (diakses pada 1 Desember 2017) 100
“Will Egypt accept Iran‟s offer to supply oil?”, Al Monitor, 19 Desember 2016,
tersedia di https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/12/egypt-looks-for-alternatives-
saudi-petroleum-products-import.html (diakses pada 27 November 2017)
56
Iran akan sangat mudah mengontrol Mesir untuk tunduk pada kebijakan yang
dibuat Iran.
Maka, menurut pengamat politik, Ammar Ali Hassan, jika Mesir
menerima tawaran Iran untuk memenuhi kebutuhan minyaknya, akan semakin
memperburuk hubungan antara Mesir dan Arab Saudi.101
“The current Saudi administration will not be understanding of the
move, and for sure ties with Saudi Arabia and the Gulf countries
will worsen in case Egypt accepts that offer.”
Hal inilah yang membawa Arab Saudi mengundang Mesir pada
Konferensi Internasional Sumber Daya Mineral yang ke-14. Undangan tesebut
bertujuan untuk normalisasi hubungan antar kedua negara setelah ketegangan
yang terjadi setelah Mesir mendukung resolusi Rusia untuk Suriah di Dewan
Keamanan PBB, dan juga untuk membahas pengiriman kembali pasokan minyak
ke Mesir.102
Kedua, posisi Arab Saudi yang terdesak di kawasan Timur Tengah. Hal ini
dikarenakan Arab Saudi pada dekade ini mengalami banyak ketegangan politik
dengan negara-negara di Timur Tengah seperti Qatar, Oman, Kuwait, dan yang
terakhir masalah perbedaan pandangan Mesir pada konflik Suriah. Artinya, pada
titik tertentu Arab Saudi akan semakin terkucilkan di kawasan dan posisi Arab
Saudi akan semakin terancam sebagai leader di timur tengah. Maka, Arab Saudi
memandang ada faktor yang dapat dinegosiasikan dengan Mesir guna mendukung
101
“Will Egypt accept Iran‟s offer to supply oil?”, Al Monitor, 19 Desember 2016,
tersedia di https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/12/egypt-looks-for-alternatives-
saudi-petroleum-products-import.html (diakses pada 27 November 2017) 102
“Saudi Arabia Invites Egypt To Discuss Suspended Oil Shipments”, Oil Price, 22
Novemver 2016, tersedia di https://oilprice.com/Latest-Energy-News/World-News/Saudi-Arabia-
Invites-Egypt-To-Discuss-Suspended-Oil-Shipments.html (diakses pada 27 November 2017)
57
eksistensi Arab Saudi di Timur Tengah. Inilah yang menjadi alasan Arab Saudi
mengirim kembali pasokan minyak ke Mesir.103
Arab Saudi melihat Mesir sebagai aktor yang penting untuk mendukung
stabilitas ekonomi dan militernya di kawasan. Maka, jika Mesir bergabung dengan
musuh Arab Saudi (Rusia-Iran), akan semakin melemahkan posisi Arab Saudi.
Mengingat penanganan konflik di Suriah dan Yaman belum berhasil, pengaruh
Turki di wilayah Timur Tengah juga bertentangan dengan Arab Saudi, dan
ancaman terbesar Arab Saudi yakni Rusia yang cenderung membuka diri terhadap
pemain utama Arab seperti Mesir, Irak dan UEA.104
Ketiga, AS juga merupakan salah satu faktor Arab Saudi mengirim
kembali pasokan minyak ke Mesir. Dalam hal ini Donald Trump sebagai Presiden
Amerika Serikat, memandang Arab Saudi dan Mesir sebagai sekutu begitu
penting bagi AS untuk mendukung starategi anti ISIS nya.105
Hal ini dibenarkan
oleh mantan diplomat Arab Saudi, Abdullah Alshamiri yang mengatakan bahwa
“Because of the trump factor and the new Saudi Strategy to
counter Iran, we are back into a forgive and forget policy”
Setelah melihat adanya systemic incentive serta insentif yang akan
membahayakan posisi Arab Saudi di Timur Tengah, maka menurut Neoklasikal
Realis, pengambil kebijakan atau intervening variable mengambil tindakan sesuai
103
“Wawancara dengan Nostalgiawan Wahyudi” , Pada 14 Desember 2017 104
“A New Start For Egypt And Saudi Arabia‟s Weathered Relationship”, Oilprice, 22
Maret 2017, tersedia di https://oilprice.com/Geopolitics/International/A-New-Start-For-Egypt-
And-Saudi-Arabias-Weathered-Relationship.html (diakses pada 22 November 2017) 105
“Saudi Arabia to restart Egypt oil shipments”, Financial Times, 16 Maret 2017,
tersedia di https://www.ft.com/content/9896514e-0a57-11e7-97d1-5e720a26771b (diakses pada 27
Agustus 2017)
58
dengan relative material power atau kapabilitas yang dimilikinya. Maka,
pembahasan selanjutnya akan fokus kepada relative material power Arab Saudi,
B.2 Intervening Variable (Faktor Domestik)
Inervening Variable atau pengambil kebijakan adalah faktor internal yang
diasumsikan neoclassical realism sebagai faktor penting dalam pembentukan
kebijakan luar negeri (dependent variable).106
Systemic incentive akan
diterjemahkan oleh intervening variable melalui kapabilitas atau relative material
power yang dimiliki negara. Dalam pembahasan ini, intervening variable yang
berperan adalah Raja Salman sebagai raja Arab Saudi dan keluarga kerajaan Arab
Saudi.
a. Relative Material Power Arab Saudi
Relative material power menurut Neo-Classical Realism adalah
kapabilitas yang dimiliki oleh suatu negara. Kapabilitas ini berupa militer,
ekonomi, sosial, sumber daya alam dan manusia. Namun yang akan menjadi fokus
dalam bahasan ini adalah kapabilitas secara militer dan ekonomi saja. Bagi neo-
classical realist, mempelajari efek dari relative power dalam pengambilan
kebijakan internasional merupakan subjek inti dalam menganalisis setiap
kebijakan luar negeri karena menjadi tolok ukur kekuatan suatu negara. Ketika
relative material power meningkat maka negara akan memberi pengaruh lebih ke
106
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, Hal. 147
59
luar negeri (seek more influence abroad) atau lingkungan eksternalnya, begitupun
sebaliknya.
Dalam hal ini, Arab Saudi mengalami penurunan relative material power.
Hal ini merujuk pada penurunan PDB pada tahun 2016 yaitu sebesar 9,5% dimana
pada tahun 2014-2015 stabil pada angaka 10,1%. Dengan konsolidasi fiskal yang
terus berlanjut, di tengah melemahnya sentimen investor dan konsumen, konsumsi
pemerintah dan swasta diperkirakan akan melambat pada 2016.107
Berikut grafik
PDB per kapita Arab Saudi per tahunnya. Berikut grafik PDB per kapita sampai
pada tahun 2016
Gambar IV. 1 PDB Arab Saudi dari berbagi sektor 2010-2016
Sumber: World Bank 2016
http://pubdocs.worldbank.org/en/702641475460797325/Saudi-Arabia-MEM-Fall-
2016-ENG.pdf diakses pada 1 Desember 2016.
107
“Saudi Arabia MEM Fall” World bank, 2016, tersedia di
http://pubdocs.worldbank.org/en/702641475460797325/Saudi-Arabia-MEM-Fall-2016-ENG.pdf
(diakses pada 25 Desember 2017)
60
Penurunan PDB Arab Saudi juga dikarenakan krisis harga minyak dunia.
Pada tahun 2016 harga minyak Arab Saudi mencapai 43 dollar. Hal ini tidak
mencukupi ukuran fiskal pemerintah Arab Saudi, yang diproyeksikan
ukuransebesar 13,6% dari PDB. Secara keseluruhan, pertumbuhan diperkirakan
melambat menjadi 1,0% di tahun 2016.108
Berikut grafik produksi minyak mentah
Arab Saudi
Gambar IV.2 Produksi minyak mentah Arab Saudi 2010-2016
Sumber World Bank 2016
http://pubdocs.worldbank.org/en/702641475460797325/Saudi-Arabia-MEM-Fall-
2016-ENG.pdf diakses pada 1 Desember 2016
Jika merujuk pada data PDB dan produksi minyak Arab Saudi di atas,
Arab Saudi mengalami penurunan relative material power dalam hal ini dibidang
ekonomi. World Bank memperkirakan, Arab Saudi harus memulihkan jumah
108
“Saudi Arabia MEM Fall” World bank, 2016, tersedia di
http://pubdocs.worldbank.org/en/702641475460797325/Saudi-Arabia-MEM-Fall-2016-ENG.pdf
(diakses pada 25 Desember 2017)
61
ekspor harga minyaknya secara bertahap pada tahun 2017 dan 2018.109
Dengan
demikian, penjualan minyak Arab Saudi dapat kembali stabil, dan PDB Arab
Saudi dapat kembali stabil.
Untuk itu, kembalinya Arab Saudi mengirimkan pasokan minyak ke Mesir
dikarenakan Arab Saudi membutuhkan Mesir sebagai konsumen. Hal serupa juga
benarkan oleh Nostalgiawan Wahyudi sebagai narasumber mengatakan :
“ Ditengah krisis minyak dunia yang terjadi sekarang, tentunya
Arab Saudi memiliki ukuran dalam perubahan kebijakan luar
negerinya paa Mesir. dengan kata lain Arab Saudi membutuhkan
Mesir konsumen dalam penjualan minyaknya”
Selain ekonomi, kapabilitas negara menurut neo-classical realism perlu
dilihat dari kemampuan militernya. Arab Saudi merupakan negara yang memiliki
kecukupan financial namun Arab Saudi tidak memiliki kapasitas militer yang
cukup baik, dibandingkan Mesir dan Yaman, Arab Saudi tidak memiliki
kemandirian dalam urusan militer.110
Selama ini guna menjaga stabilitas
keamanannya Arab Saudi mengandalkan bantuan militer dari AS.
Jika merujuk pada tahun 1990an sampai pada tahun 2013, pengeluaran
militer Arab Saudi cukup signifikan mencapai angka 67 miliar dollar.
Persenjataan teknologi tinggi membuat Arab Saudi termasuk negara-negara
bersenjata paling padat didunia, dengan peralatan militernya dipasok terutama
109
“Saudi Arabia‟s Economic Outlook- Fall 2016” tersedia di
http://www.worldbank.org/en/country/gcc/publication/saudi-arabias-economic-outlook-fall-2016 .
(diakses pada 25 Desember 2017) 110
F. Gregory Gause III, “Saudi Arabia in the New Middle East”, Council Foreing
Relation, desember 2011, tersedia di https://www.cfr.org/report/saudi-arabia-new-middle-east
(diakses pada 12 September 2017)
62
oleh Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris.111
Menurut SIPRI, pada tahun 2010
sampai pada 2014 Arab Saudi menjadi pengimpor senjata kedua terbesar di dunia.
Impor utama pada 2010 sampai 2014 mencakup 45 pesawat tempur dari Inggris,
38 helikopter tempur dari AS, 4 kapal tanker dari Spanyol dan lebih dari 600
kendaraan lapis baja dari Kanada dan 27 pesawat tempur lainnya dari Inggris.112
Meskipun belanja milter Arab Saudi yang cukup besar, tidak menjamin
kekuatan militer Arab Saudi. Hal ini dapat dibuktikan dengan kerjasama dan
ketergantungan Arab Saudi terhadap militer Mesir. dimana pada 25 Maret 2015
sebuah koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi meluncurkan serangan udara ke
Yaman untuk menghentikan kemajuan gerakan Houthi. Dalam hal ini Arab Saudi
meminta bantuan Mesir untuk mengirimkan pasukan militernya untuk membantu
serangan di Yaman.
Kemudian jika merujuk pada data the Global Firepower Index 2017 yang
merilis 25 peringkat negara-negara yang memiliki kekuatan militer terkuat
didunia, Mesir menepati peringkat ke-12 sedangkan Arab Saudi menempati
peringkat 24. Aratinya, kekuatan mliter Mesir lebih unggul dari Arab Saudi.
Berikut data negara –negara yang memiliki kekuatan militer didunia:
111
“Coutry Profile : Saudi Arabia, United States Library of Congress
https://www.loc.gov/collections/country-studies/about-this-collection/
112
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Yearbook: Armaments,
Disarmament and International Security.
63
Tabel IV.1. Peringkat negara-negara militer terkuat dunia 2017
Sumber : Bussines Insider http://www.businessinsider.com/the-worlds-
most-powerful-militaries-2017-3/?IR=T (diakses pada 31 Desember 2017)
Merujuk pada data diatas, dapat dilihat relative material power (militer)
Arab Saudi pada tahun 2017, tidak lebih unggul dari Mesir. data diatas
menujukkan Mesir memiliki lebih dari satu juta personil militer aktif, yang berarti
tiga kali lipat dari 260.000 tentara Saudi. Personil militer Mesir juga jauh lebih
banyak terlatih dan kuat. Mesir juga memiliki lebih dari 800.000 personil militer
cadangan, sementara Arab Saudi memiliki 25.000 personil militer cadangan.
64
Jika hubungan Arab Saudi dan Mesir tetap memanas dan negara lain tidak
berada pada posisi persamaan dengan Arab Saudi, maka hal ini akan
membahayakan posisi Arab Saudi di Timur Tengah. Selain penurunan PDB pada
tahun 2016, lemahnya kekatan militer Arab Saudi juga menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi perubahan kebijakan Arab Saudi mengirimkan kembali
pasokan minyak ke Mesir.
b. Prespektif Raja Salman
Arab Saudi merupakan sebuah negara yang menganut sistem monarki,
yang diatur sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1992. Sistem hukum Arab
Saudi, sebagian besar berdasarkan pada mazhab Hanbali dalam hukum Islam
Sunni sebagaimana ditafsirkan dan diterapkan oleh orang yang ditunjuk hakim
agama di Arab Saudi.113
Pengambilan keputusan politik dilakukan oleh kalangan
elit yang dipimpin oleh raja dan anggota senior dengan pengawasan 150
Anggtotan Dewan Nasional Shura, tidak ahanya memberikan pengawan
Anggtotan Dewan Nasional Shura juga memberikan saran masukan pada
beberapa keputusan pemerintah.114
Arab Saudi yang sejak tahun 2015 dipimpin oleh Raja Salman, membawa
Saudi pada penerapan strategi kebijakan luar negeri yang lebih tegas dan
intervensionis demi terlaksananya kepentingan nasional. Sejak kenaikan Raja
Salman, ia banyak merestrukturisasi garis tahta Arab Saudi, hal ini karena
113
Kéchichian, A. Joseph, “Legal and Political Reforms in Saudi Arabia”. New York:
Routledge, 2013. 114
Christopher M. Blanchard, “Saudi Arabia: Background and U.S. Relations”
Congressional Research Service report, tersedia di https://fas.org/sgp/crs/mideast/RL33533.pdf
(diakses pada 15 Desember 2017)
65
keraguan tentang kesehatan Raja Salman dan kapasitas fungsionalnya untuk
memerintah secara aktif. Hal ini mengakibatkan pengaruh Mohammad Bin
Salman sebagai, Pageran Mahakota semakin kuat terutama dalam pengambilan
kebijakan dan dipemerintahan Arab Saudi.115
Pengaruh dari Pangeran Mahakota Mohammad Bin Salman, berimplikasi
signifikan bagi pengambilan keputusan kebijakan luar negeri. Inisiatif kebijakan
luar negeri yang agresif seperti intervensi militer terhadap Houthi di Yaman,
pembentukan Aliansi Militer Islam 34 negara melawan terorisme dan prakarsa
diplomatik untuk memperkuat hubungan dengan Turki dan Qatar.116
Ataupun
yang dalam perbedaan pandagan dengan Mesir dalam Resolusi Suriah di dewan
keamanan PBB yang berimplikasi pada penghentian pengiriman minyak Arab
Saudi ke Mesir.
Kareteristik pengambilan kebijakan luar negeri Arab Saudi yang bersifat
intervensionis, justru membawa Arab Saudi pada kerenggangan hubungan dengan
negara-negara di Timur Tengah. Hal ini berimplikasi pada penurunan ekonomi
Arab Saudi yang sejak diterapkan kebijakan tersebut, sejak awal 2016 Arab Saudi
mengalami penurunan PDB dan tentunya menempatkan Saudi pada posisi yang
sulit.
Terkait masalah meburuknya hubungan Arab Saudi dan Mesir, yang
berimplikasi pada penghentian pengiriman pasokan minyak ke Mesir. Arab Saudi
115
Umer Karim, “The Evolution of Saudi Foreign Policy and the Role of Decision-
making Processes and Actors”, Italian Journal of International Affairs, Vol. 52, 2017, tersedia di
http://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/03932729.2017.1308643 116
Jenkins, B. M. A, “Saudi-Led Military Alliance to Fight Terrorism: Welcome Muscle
in the Fight Against Terrorism, Desert Mirage, or Bad Idea?”, Rand National Security Reaserch
Difision, tersedia di https://www.rand.org/pubs/perspectives/PE189.html
66
tentunya memiliki ukuran dalam memandang Mesir, di tengah tekanan yang
terjadi di Internal Arab Saudi sendiri. Hal ini dapat dibuktikan dengan pernyataan
Raja Salman, sebagai Raja Arab Saudi melalui akun twitternya, bahwa:117
“The kingdom is looking forward to stronger ties with brothers and
friends to continue the journey of stability and growth.”
Pernyataan Raja Salman dapat diartikan sebagai ketakutan Arab Saudi
menghadapi resiko perselisahan yang berkepanjangan dengan Mesir. Hal ini di
benarkan oleh Anwar Eshki, mantan Jenderal Pertahanan Arab Saudi dan juga
Direktur Pusat Studi Strategis dan Hukum Timur Tengah, mengatakan, Tweet
Raja Salman mengindikasikan fase baru aliansi antara Kairo dan Riyadh untuk
menghadapi risiko yang mengancam kawasan Timur Tengah. Anwar Eshki,
menambahkan, dengan melanjutkan pengiriman minyak akan menghilangkan
perbedaan pendapat antara kedua negara.118
Dalam proses perubahan kebijakan Arab Saudi yang mengirimkan
kembali pasokan minyak ke Mesir, systemic incentive dari yang diterima Arab
Saudi merupakan ancaman baik dari Iran, maupun ancman menurutnya pengaruh
geopolitiknya di Timur tengah, dengan menyesuaikan relative material power
Arab Saudi yang memang menurun, diterjemahkan oleh intervening variable
117
“ Saudi deputy crown prince, Trump meeting a 'turning point': Saudi adviser”, Reuters,
15 Maret 2017, tersedia di https://www.reuters.com/article/us-saudi-usa/saudi-deputy-crown-
prince-trump-meeting-a-turning-point-saudi-adviser-idUSKBN16L2CT (diakses pada 15
Desember 2017) 118
“Do oil shipments to Egypt mark new chapter for Egypt, Saudi relations?” Al Monitor,
14 Maret 2017 https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2017/03/egypt-saudi-arabia-resume-
oil-shimpments.html (diakses pada 15 Desember 2017)
67
sebagai bentuk kegagalan kebijakan luar negeri Arab Saudi yang intervensionis,
justru membawa Arab Saudi pada kerenggangan hubungan dengan negara-negara
di Timur Tengah. Pada akhirnya intervening variable dapat membantu
menerjemahkan faktor dibalik perubahan kebijakan Arab Saudi karena
membutuhkan Mesir untuk Seeking power to control and shep.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbedaan pandangan antara Arab Saudi dan Mesir dalam menyelesaikan
konflik di Suriah melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB menjadi trigger
kemarahan Arab Saudi pada Mesir. Setelah sebelumnya hubungan kedua negara
memanas terkait konflik di Yaman, dan Mesir tidak kunjung serta menyerahkan
teluk Sinai dan Safir pada Arab Saudi, seperti yang telah dijanjikan sebelumnya.
Hal ini berimplikasi pada penghentian pasokan minyak dari Arab Saudi ke Mesir
pada tahun 2016.
Penghentian minyak Arab Saudi sangat cukup menyakitkan bagi Mesir di
tengah krisis ekonomi yang melanda Mesir. Situasi demikian, mengharuskan
Mesir memasok keperluan dari negara lain seperti Irak, Kuwait, dan Iran. Hal ini,
dianggap Arab Saudi sebagai ancaman, sehingga Arab Saudi kembali
mengrimkan pasokan minyaknya ke Mesir pada tahun 2017.
Dengan menggunakan teori Neoclassical Realism (Gideon Rose), ada dua
faktor penentu utama bagaimana kebijakan luar negeri suatu negara dapat
terbentuk. Pertama adanya systemic incentive, intervening variable yang akan
didasarkan pada relative material power. Insentif tersebut datang dari lingkungan
ekstenal Arab Saudi, dimana Arab Saudi merasa terancam ketika Iran mulai
mendekati Mesir untuk menawarkan pasokan minyak pasca penghentian minyak
69
oleh Arab Saudi, yang tentunya akan berpengaruh pada semakin dekatannya
hubngan Mesir-Iran, yag juga akan mempengaruhi semakin eratnya kerjasama
militer anatar Mesir dengan Rusia.
Faktor intensif lainnya adalah posisi Arab Saudi yang terdesak dikawasan
Timur Tengah dikarenakan konflik-konflik yang terjadi antara Arab Saudi dengan
beberapa negara di Timur Tengah. Dengan kata lain Arab Saudi membutuhkan
Mesir sebagai teman di tengah memlemahnya eksistensinya di Timur Tengah. AS
juga merupakan insentif yang mempengaruhi perubahan kebiakan Arab Saudi, AS
menganggap Mesir dan Arab Saudi sebagai sekutu kuat di Timur Tengah untuk
mendukung berbagai kebijakannya di Timur Tengah.
Insentif tersebut dikombinasikan dengan adanya faktor intervening
variable yaitu Raja Salman dan Keluarga kerajaan Arab Saudi yang didasarkan
pada relative material power Arab Saudi yang secara ekonomi dan militer
menurun pada tahun 2016. Sehingga hal inilah yang menjadi faktor perubahan
kebijakan Arab Saudi mengirimkan kembali pasokan minyak ke Mesir pada tahun
2017, guna terus meningkatkan pengaruhnya di lingkungan eksternal.
B. Saran
Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi perubahan
kebijakan Arab Saudi terkait penghentian pasokan minyak ke Mesir 2016-2017.
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya
terkait hubungan Arab Saudi dan Mesir. Untuk menyempurnakan penelitian ini,
diharapkan agar penelitian selanjutnya dapat menggunakan narasumber yang lebih
70
untuk memperkaya sudut pandang dan fakta. Selain itu, dapat menggunakan
kerangka teori berbeda sesuai dengan perkembangan hubungan maupun kebijakan
Arab Saudi terhadap Mesir.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Buku
F. Gregory Gause, III. 2012. “The International Relations of the Persian Gulf”.
New York: Cambridge University Press, hal. 106.
Faksh, Mahmud A. 1983. “Egypt under Mubarak: The Uncertain Path”. Canada:
Canadian Institute of International Affairs.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Greentea, Hal. 6
7.
Kuncahyono, Trias. 2012. Musim Semi di Suriah: Anak-anak Penyulut Revolusi.
Jakarta: Kompas hlm. 114.
Malik, Niblock. 2007. The Political Economy of Saudi Arabia 1st Edition. New
York: Routledge.
Moleong, Lexy J. n.d. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Bandung hal. 5:
Remaja Rosdakarya.
René, Rieger. 2014. “In Search of Stability: Saudi Arabia and the Arab Spring”.
UK: Gulf Research Centre Cambridge, hal. 8.
Wynbrandt, James. 2010. “A Brief History of Saudi Arabia”. New York: Infobase
Publishing Hal. 239.
Artikel, Jurnal, Working Paper, etc.
Abdel Monem Said Aly and Hussein Ibish. “The AGSIW Gulf Rising Series
Egypt-GCC Partnership: Bedrock of Regional Security Despite Fissures”,
The Arab Gulf State Institute In Wasington, Vol. 11. (2016)
xiv
Bnpparibas The Economic Reaserch Portal. “Egypt Crisis in the energy sector”.
2013.http://economicresearch.bnpparibas.com/Views/DisplayPublication.as
px?type=document&IdPdf=23025
Christopher M. Blanchard. "“Saudi Arabia: Background and U.S. Relations”."
Congressional Research Service report.
https://fas.org/sgp/crs/mideast/RL33533.pdf.
Cook, Steven A. 2014. ""Egypt‟s Solvency Crisis"." Council on Foreign
Relations Press. http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-crisis/p32729.
Dumke, David T. 2016. "“Congress And The Arab Heavyweights: Questioning
The Saudi And Egyptian Alliances”." Middle East Policy vol. 13, no. 6.
http://www.mepc.org/journal/congress-and-arab-heavyweights-
questioning-saudi-and-egyptian-alliances.
Gerges, Fawaz A. 1995. "“The Kennedy Administration and the Egyptian-Saudi
Conflict in Yemen”." Middle east Journal (JSTOR) Vol. 49, no. 2.
https://www.jstor.org/stable/i399044.
Gideon Rose. 1998. "“Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”."
World Politics Vol. 51, no. 1.
Human Rights Watch. 2017. "Syiriah Events of 2016."
https://www.hrw.org/world-report/2017/country-chapters/syria.
Jenkins, Brian Michael. 2015. "Saudi-Led Military Alliance to Fight Terrorism:
Welcome Muscle in the Fight Against Terrorism, Desert Mirage, or Bad
Idea?,." Rand National Security Reaserch Difision, (The RAND
Corporation ). https://www.rand.org/pubs/perspectives/PE189.html.
Kabir Afrose Nahid. 2011. "Egypt‟s Arab Spring: will the flowers blossom?”."
Australia International Centre for Muslim and Non-Muslim
Understanding vol. 6.
https://www.unisa.edu.au/Documents/EASS/MnM/commentaries/kabir-
egypts-arab-spring.pdf.
xv
Karim, Umer. n.d. "“The Evolution of Saudi Foreign Policy and the Role of
Decision-making Processes and Actors”,." Italian Journal of International
Affairs Vol. 52,.
http://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/03932729.2017.1308643.
Kéchichian, Joseph A. 2014. "Legal and Political Reforms in Saudi Arabia."
International Journal of Middle East Studies (Cambridge University
Press) 46. https://www.cambridge.org/core/journals/international-journal-
of-middle-east-studies/article/joseph-akechichian-legal-and-political-
reforms-in-saudi-arabia-new-york-routledge-2013-pp-361-160-cloth-5195-
paper/A04330B7B1A49F0EC2D45509DAB82193.
Lavy, Victor. 1984. "The Economic Embargo of Egypt by Arab States: Myth and
Reality." Middle East Journal (JSTOR) Vol. 38, no. 3.
www.jstor.org/stable/4326855.
M, Kaza dan Saeri. 2014. "“Dukungan Arab Saudi Terhadap Kudeta Mesir Tahun
2013”." Jurnal Transnasional Vol. 5, No. 2.
Nicolas Parasie, Jay Solomon. 2011. "Gulf States Pledge Aid to Egypt, U.S.
Balks" The Wall Street Journal. https://www.wsj.com/articles/gulf-states-
pledge-additional-12-billion-in-aid-to-egypt-1426262660.
Richard Connolly and Cecilie Sendstad. 2017. "Russia‟s Role as an Arms
Exporter: The Strategic and Economic Importance of Arms Exports for
Russia". The Royal Institute of International Affairs, Chatham House.
https://www.chathamhouse.org/sites/files/chathamhouse/publications/resea
rch/2017-03-20-russia-arms-exporter-connolly-sendstad.pdf.
Steven A. Cook, "Egypt‟s Solvency Crisis", Council on Foreign Relations Press, tersedia
di http://www.cfr.org/egypt/egypts-solvency-crisis/p32729 (2014)
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). "Yearbook:
Armaments, Disarmament and International Security".
Thapar, R. S. 2009. "Saudi-Egypt Rupture". Institute for Defence Studies and
Analyses (Taylor & Francis).
xvi
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09700167909421496?journ
alCode=rsan20.
UN Security Council. 2016. "Security Council Fails to Adopt Draft Resolution to
End Attacks on Aleppo as Two Permanent Members Cast Veto".
https://www.un.org/press/en/2016/sc12609.doc.htm.
Villanger, Espen. 2007. "Arab Foreign Aid: Disbursements, Patterns ,Aid
Policies,and Motives". https://www.cmi.no/publications/file/2615-arab-
foreign-aid-disbursement-patterns.pdf.
Washington Institute. 2009. "Paradoxes of Egyptian-Saudi relations".
https://www.washingtoninstitute.org/uploads/Documents/opeds/4b1e9a63
95bc6.pdf .
World bank. 2016. "Saudi Arabia MEM Fall".
http://pubdocs.worldbank.org/en/702641475460797325/Saudi-Arabia-
MEM-Fall-2016-ENG.pdf.
World Bank. 2017. "Global Economic Prospects 2017: Middle East & North
Africa". http://www.worldbank.org/en/region/mena/publication/gep-mena-
weak-investment-in-uncertain-times.
Young, Karen E. 2015. "The Limits of Gulf Arab Aid: Energy Markets and
Foreign Policy". EUCERS Vol. 1.
Website
Elwatan ,يشروع روسيا في األيى انًتحذة يتفق يع يوقف يصر يٍ انقضيت انسوريت :"انخارجيت"
News, 10 Oktober 2016. Tersedia di
https://www.elwatannews.com/news/details/1482536, (diakses pada 15
Oktober 2017)
يصر تصوث نًشروعيٍ يتعارضيٍ في يجهس األيٍ حول حهب.. وانسعوديت تُتقذ انقاهرة"" Huff Post
Arabi News, tersedia di
xvii
http://www.huffpostarabi.com/2016/10/09/story_n_12412684.html
(diakses pada 21 September 2017)
,Coptstoday, 16 April 2012 ,”ايراٌ تعرض عهي يصر دخول صواريخ َوويت بعيذة انًذى“
Tersedia di https://www.coptstoday.com/World-
News/Detail.php?Id=10135 (diakses pada 1 Desember 2017)
http://www.youm7.com/story/2016/يجاالث-في-انتعاوٌ-األردٌ-يع-يبحث-انبترول-وزير-
انغاز-استيراد
يتاستيراد انخاو انكويتي نتكريرِ بانًعايم انًصر :وزير انبترول ”, Elbadad News, 7 Desember
2016, tersedia di http://www.elbalad.news/2522995 (diakses pada 25
Desember 2017)
“A New Start For Egypt And Saudi Arabia‟s Weathered Relationship”, Oilprice,
22 Maret 2017, tersedia di
https://oilprice.com/Geopolitics/International/A-New-Start-For-Egypt-
And-Saudi-Arabias-Weathered-Relationship.html (diakses pada 22
November 2017)
“After Morsi‟s Ousting, Egypt Swears in New President, Cracks Down on the
Muslim Brotherhood”, 4 Juli 2013, tersedia di
http://world.time.com/2013/07/04/after-morsis-ousting-egypt-swears-in-
new-president-cracks-down-on-the-muslim-brotherhood/ (diakses pada 23
November 2017)
“Are Egyptian-Saudi disputes just a passing crisis or a decisive storm?” Al
Monitor, 23 Oktober 2016, tersedia di https://www.al-
monitor.com/pulse/originals/2016/10/egypt-saudi-crisis-un-resolution-
syria.html (diakses pada 1 Oktober 2017)
“Baghdad pact”, tersedia di
https://www.globalsecurity.org/military/world/int/cento (diakses pada 29
September 2017)
“Do oil shipments to Egypt mark new chapter for Egypt, Saudi relations?”, Al-
Monitor, 16 Maret 2017, tersedia di http://www.al-
xviii
monitor.com/pulse/originals/2017/03/egypt-saudi-arabia-resume-oil-
shimpments.html (diakses pada 21 September 2017)
“Egypt Crisis in the energy sector”, Bnpparibas The Economic Reaserch Portal,
2013, tersedia di
http://economicresearch.bnpparibas.com/Views/DisplayPublication.aspx?t
ype=document&IdPdf=23025 (diakses pada 12 Desember 2017)
“Egypt finds other sources after halt in Saudi fuel shipments”, Dailiy Mail, 12
Okbober 2016, tersedia di http://www.dailymail.co.uk/wires/ap/article-
3834004/Egypt-finds-sources-halt-Saudi-fuel-shipments.html (diakses
pada 31 Oktober 2017)
“Egypt votes for rival UNSC resolutions on Syria from Russia and France”,
MadaMars,16 Januari 2017, tersedia di
https://www.madamasr.com/en/2016/10/09/news/u/egypt-votes-for-rival-
unsc-resolutions-on-syria-from-russia-and-france/amp/ (diakses pada 21
september 2017)
“Egypt, Saudi Arabia sign 60 billion Saudi riyal investment fund pact”, Reuters,
10 April 2016, tersedia di https://www.reuters.com/article/us-egypt-
saudi/egypt-saudi-arabia-sign-60-billion-saudi-riyal-investment-fund-pact-
idUSKCN0X60VQ (diakses pada 25 november 2017)
“Egypt: Saudi Arabia halts fuel shipments indefinitely”, Aljazeera,8 November
2016 tersedia di http://www.aljazeera.com/news/2016/11/egypt-saudi-
arabia-halts-fuel-shipments-indefinitely-161107143700518.html (diakses
pada 1 Oktober 2017)
“Egypt's oil minister makes rare trip to Iran for oil talks after Saudi suspension”
Reuters, 7 November 2016, tersedia di https://www.reuters.com/article/us-
egypt-iran-oil/egypts-oil-minister-makes-rare-trip-to-iran-for-oil-talks-
after-saudi-suspension-idUSKBN131125 (diakses pada 24 September
2017)
xix
“How oil is bringing Iraq, Egypt closer” Al-Monitor, Oktober 2016. tersedia di
https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/10/iraq-egypt-saudi-oil-
iran-sisi-abadi.html (diakses pada 25 Desember 2016)
“Iranian crude to replace Saudi oil in Egypt” Tehran Times, Oktober 2016,
tersedia di http://www.tehrantimes.com/news/407294/Iranian-crude-to-
replace-Saudi-oil-in-Egypt (diakses pada 25 Desember 2016)
“King Salman campaign for Syria aid begins” , Al Arabiya, 26 Desember 2016,
dapat diliat di
https://english.alarabiya.net/en/News/gulf/2016/12/26/Saudi-Arabia-s-
King-Salman-orders-36-mln-for-Syrian-humanitarian-aid.html (diakses
pada 23 Oktober 2017)
“Kronologi kejatuhan muhammad mursi”, International Kompas, 4 Juli 2013,
tesedia di,
https://internasional.kompas.com/read/2013/07/04/1104085/Kronologi.Kej
atuhan.Muhammad.Mursi (diakses pada 12 September 2017)
“Mesir Perkuat Pertahanan Militer dengan S-300 dari Rusia” Russiabeyond, 2
Oktober 2014, tersedia di
https://id.rbth.com/technology/2014/10/02/mesir_perkuat_pertahanan_mili
ter_dengan_s-300_dari_rusia_25347 (diakses pada 23 September 2017)
“Protesters across Egypt call for Mohamed Morsi to go”, The Guardian, 30 Juni
2013, tersedia di
https://www.theguardian.com/world/2013/jun/30/mohamed-morsi-egypt-
protests (diakses pada 10 November 2017)
“Rise in international oil prices challenges Egypt's budget”, Egypt Today, 13
November 2017, tersedia di
https://www.egypttoday.com/Article/3/32195/Rise-in-international-oil-
prices-challenges-Egypt-s-budget (diakses pada 26 Desember 2017)
“Saudi Akan Terus Beri Dukungan militer pada Oposisi Suriah” International
Sindonews, 12 Mei 2016, tersedia di
xx
https://international.sindonews.com/read/1107835/43/saudi-akan-terus-
beri-dukungan-militer-pada-oposisi-suriah-1462993337 (diakses pada 1
desember 2017)
“Saudi anger as Egypt votes with Russia in UN vote”, Middle Eats Eyed,12
Oktober 2016, tersedia di http://www.middleeasteye.net/news/saudi-anger-
egypt-votes-russia-un-vote-1258726322 (diakses pada 21 september 2017)
“Saudi Arabia accused of giving Egypt $1B to oust Morsi “, Washington Times,
Juli 2013, tersedia di
https://www.washingtontimes.com/news/2013/jul/30/saudi-arabia-
accused-giving-egypt-1b-oust-morsi/ (diakses pada 12 desember 2017)
“Saudi Arabia accuses Putin of hypocrisy over letter urging peace when russia
„part of problem” The Independent, 30 Maret 2015, tersedia di
http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/saudi-arabia-
accuses-putin-of-hypocrisy-over-letter-urging-peace-when-russia-part-of-
problem-10143131.html (diakses pada 5 Desember 2017)
“Saudi Arabia Comes to the Rescue of the Egyptian Economy“ 2016.
Geopoliticalmonitor, 25 April 2016, tersedia di
https://www.geopoliticalmonitor.com/saudi-arabia-comes-to-the-rescue-
of-the-egyptian-economy/ (diakses pada 25 November 2017)
“Saudi Arabia Invites Egypt To Discuss Suspended Oil Shipments”, Oil Price, 22
Novemver 2016, tersedia di https://oilprice.com/Latest-Energy-
News/World-News/Saudi-Arabia-Invites-Egypt-To-Discuss-Suspended-
Oil-Shipments.html (diakses pada 27 November 2017)
“Saudi Arabia to restart Egypt oil shipments”, Financial Times, 16 Maret 2017,
tersedia di https://www.ft.com/content/9896514e-0a57-11e7-97d1-
5e720a26771b (diakses pada 24 September 2017)
“Saudi deputy crown prince, Trump meeting a 'turning point': Saudi adviser”,
Reuters, 15 Maret 2017, tersedia di https://www.reuters.com/article/us-
xxi
saudi-usa/saudi-deputy-crown-prince-trump-meeting-a-turning-point-
saudi-adviser-idUSKBN16L2CT (diakses pada 15 Desember 2017)
“Saudi pledges $8 billion to Egypt“, Middle East Eye, 16 Desember 2015,
tersedia di http://www.middleeasteye.net/news/saudi-pledges-8-billion-
dollars-egypt-1349705491, (diakses pada 27 november 2017)
“Saudi: Muslim Brotherhood a terrorist group,” Al Arabiya, 7 Maret 2014,
Tersedia http://english.alarabiya.net/en/News/middle-
east/2014/03/07/Saudi-Arabia-declares-Muslim-Brotherhood-terrorist-
group.html (diakses pada 23 November 2017)
“Sisi‟s Risky Gamble: How the Resetting of Egyptian Foreign Policy Will
Change the Middle East Power Structure?”,Middle East Observer, 14
November 2016, tersedia di
https://www.middleeastobserver.org/2016/11/14/article-on-the-iranian-
factor-in-egyptian-saudi-arabian-relations/ (diakses pada 1 Desember
2017)
“Syria: The story of the conflict”, BBC, 9 juni 2016, tersedia di
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-26116868 (diakses pada 1
desember 2017)
“The Power Generation Crisis in Egypt”, Middle East Institute, 3 Sepetember
2014, tersedia di http://www.mei.edu/content/at/power-generation-crisis-
egypt (diakses pada 12 Desember 2017)
“The Treacherous Alliance”, Indonesia Center For Middle East Studies. 2017
tersedia di http://ic-mes.org/politics/aliansi-berbahaya-the-treacherous-
alliance/ (diakases pada 29 September)
“Tough time for Egypt after Aramco oil cut”, The Arab Weekly, Oktober 2016,
tersedia di http://www.thearabweekly.com/News-&-
Analysis/6753/Tough-time-for-Egypt-after-Aramco-oil-cut (diakses pada
31 Oktober 2017)
xxii
“Twitter”, tersedia di
https://twitter.com/Dr_Kassab?ref_src=twsrc%5Egoogle%7Ctwcamp%5E
serp%7Ctwgr%5Eauthor, 2016
“What were the reasons behind Saudi Arabia‟s decision to halt oil shipments to
Egypt in October, asks Sherine Abdel-Razek “, Ahram News, tersedia di
http://weekly.ahram.org.eg/News/17562.aspx (diakses pada 25 Desember
2016)
“Why Saudi Arabia is taking a risk by backing the Egyptian coup”, The
Guardian, 20 Agustus 2013, Tersedia di
https://www.theguardian.com/commentisfree/2013/aug/20/saudi-arabia-
coup-egypt (diakses pada 10 November 2017)
“Will Egypt accept Iran‟s offer to supply oil?”, Al Monitor, 19 Desember 2016,
tersedia di https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/12/egypt-
looks-for-alternatives-saudi-petroleum-products-import.html (diakses pada
27 November 2017)
xxiii
Lampiran 1
Hasil wawancara dengan Bapak Nostalgiawan Wahyudi M. HSPs
Pengamat Politik Timur Tengah di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Wawancara langsung di kantor LIPI, pada Kamis, 14 Desember 2017, pukul
10:35 WIB.
Pada tahun 2016 Arab Saudi menghentikan pemasokan minyak ke Mesir yang
telah terjalin sejak tahun 2015 dan direncanakan akan berlangsung selama lima
tahun kedepan. Namun, penghentian ini hanya berlangsung selama enam bulan
saja. Sehingga hal yang akan di pertanyakan;
1. Bagaimana sebenarnya relasi bidang ekonomi yang tercipta antara Arab Saudi
dan Mesir? Siapa menguntungkan siapa?
“Kita perlu akui bahwa Arab Saudi mau tidak mau posisinya sebagai polisi
di kawasan sebagai salah satu negara pemimpin di kawasan Teluk dan
lebih luasnya di Timur Tengah. Pada Arab Spring, terjadi banyak gejolak
terutama gerakan demokratisasi yang dimulai dari Tunisia yang kemudia
menjalar ke negara-negara di Timur Tengah. Apalagi dengan kampanye
Aljazeera dalam menyebarkan paham demokrasi, bagaimana selama ini
terjadi kesenjangan ekonomi, kesenjangan social, proses politik yang tidak
demokratis, yang kemudia hal ini terekspor sampai ke Mesir dan hal ini
kemudian mengakibatkan Honsi Mubarak tumbang begitupun pulan
dengan Khadafi. Sehingga muncul Presiden Mohammad Morsi yang di
pilih secara demokratis, dalam hal ini ada kesepakatan antra Arab Saudi
dan Mesir. Disatu sisi kita melihat Arab Saudi, Pertama akan sangat
terancam dengan adanya gerakan Arab spring karna Arab Saudi bukanlah
negara demokratis tetapi monarki absolut. Kedua melarang gerakan
Ikhwanul Muslimin karena hal ini dapat mengancam Arab Saudi. Apalagi
dengan naiknya Mohammad Morsi menjadi Presiden di Mesir dinilai dapat
xxiv
menumbuhkan perkembangan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Jadi ketika
kudeta militer yang dilakukan El Sisi, Arab Saudi sangat medukung hal
tersebut dengan memberikan dana untuk memperkuat militer Mesir. Dari
sini dapat kita simpulkan El Sisi bisa naik menjadi Presiden Mesir karena
bantuan politik dari Arab Saudi. Dari sini juga dapat dilhat konsekwesi
dari hal diatas cukup logis, dimana Arab Saudi memberikan bantuan
politik dan menjamin stok minyak untuk Mesir aman sehingga
pemerintahan El Sisi dapat berjalan dengan baik. Dibalik itu Arab Saudi
tentunya menginginkan timbal balik dari semua itu, bukan hanya dalam
bentuk ekonomi tetapi politik juga.
2. Saudi sering melakukan tindakan pemboikotan ketika ada kebijakan negara
lain yg tidak sesuai dengan kepentingan saudi, bagaimana menurut anda?
“Jadi jika berbicara tentang masalah kebijakan luar negeri suatu negara
pastinya didasari oleh kepentingan nasional sebuah negara. Benar atau
tidaknya kebijakan luar negeri tersebut selagi dapat memenuhi
kepentingan nasional sebuah negara, akan dianggap benar bagi negara
tersebut. Jika dikaitkan dengan Arab Saudi, ketika ia merasa kepentingan
nasionalnya terancam oleh Mesir, saya kira dalam tanda kutip itu hal yang
normal yang bisa dilakukan Arab Saudi, jadi Arab Saudi memaksimalkan
potensi-potensi yang ia miliki dalam hal ini dengan adanya kemamuan dia
mengekspor minyak terhadap Mesir dan membuat Mesir dalam tanda
kutip ketergantungan pada minyak Arab Saudi, itu merupakan sebuah
kekuatan. Hal ini merupakan karakter foreing policy Arab Saudi di
kawasan untuk menjaga eksistensi dia sebagai leader.”
3. Mengapa Saudi memutuskan untuk mengirimkan kembali, pasokan minyak
ke Mesir 2017?
“ Yang baru-baru ini terjadi ya, Jadi Arab Saudi memiliki ukuran ketika ia
harus membuka dan menutup kebijakan luar negerinya terhadap Mesir
terutama berkaitan dengan minyak. Saya kira setelah Arab Saudi
mengalami banyak kasus pada dekade terakhir ini, Arab Saudi berkasus
dengan Qatar, berkasus dengan Oman yang menjadi kaki tangan Amerka
xxv
yang berkofrontasi dengan Iran, penolakan Kuwait waktu Arab Saudi
mengajukan GCC menjadi salah satu faktor pertahanan, permasalahan
houti yang belum tuntas, belum lagi permasalah Lebanon ketika Arab
Saudi menekan perdana mentri Hariri untuk mengikuti apa kebijakan Arab
Saudi, ataupn terakhir masalah palestina ketika Abbas tidak mengikuti
saran Arab Saudi, Arab Saudi menginginkan Abbas mundur. Itu
sebenarnya gaya-gaya politik Arab Saudi, dan jika kita melihat Arab Saudi
pada titik tertentu ia semakin terkucilkan dikawasan untuk saat ini jika
Arab Saudi membuat masalah-masalah baru makan posisinya akan
semakin terkucilkan di Timur Tengah. Sehingga pada ttik tertentu ada
negosiasi-ngosiasi yang bisa di penuhi antara Arab Saudi dengan Mesir
sehinga Arab audi bisa membuka kembali stok minyaknya untuk Mesir.
Nah, jadi kita melihatnya dalam konteks kawasan memang Arab Saudi
terdesak. Kemudia alasan lainnya jika kita liat secara lebih seksama,
walaupun belum ada gelagat yang lebih clear. Jadi permasalah resolusi
ajuan Rusia untuk Suriah mengalami banyak revisi sebenarnya di Dewan
Kamanan PBB sebenarnya resolusi yang paling bisa di terima disbanding
resolusi-resolusi ajuan Rusia sebelumnya.”
4. Adakah faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan Arab Saudi ini?
Mungkinkah Iran menjadi salah faktor pendorong kebijkan Arab Saudi?
“Jadi gini, Timur tengah itu tidak bia terlepas dari dua negara yang saling
bersiteru yang saling memperebutkan pengaruh dikawasan dalam hal ini
Iran dan Arab Saudi. Sejak Arab Petroleum Bomb yakni kenaikan harga
minya Arab Saudi menjadi negara kaya, kemudian adanya revolusi Iran
1979 Iran melakukan ekspansi, sedang Arab Saudi sejak Arab Petroleum
Bomb melakukan ekspansi kultural menyebarkan ajaran wahabi, dan juga
arajaran Islam dan juga menyearkan beasiswa keseluruh dunia. Jadi keda
negara ini sebenarnya secara kultural sudah bertanding, cuman akhir-akhir
ini memang jika kita lihat karakter politik luar negeri Arab Saudi lebih
keras/kasar, hal ini bisa kita lihat di kasus Qatar, tiba-tiba dia nyerang
Yaman, dan masalh bagaimana Arab Saudi mau melakukan kudeta
xxvi
berdarah mendukung El Sisi di Mesir, dan juga di Libanon, dan juga
berbeda dengan pendapat internasional pada kasus Palestina. Sementara
Iran melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih halus, dan lebih positif
ketika dia konflik di kawasan yang selalu masukkan Amerika, sekarang
malah Iran mampu menarik masuk Rusia untuk terlibat dikawaan itu
merupakan sebuah kekuatan, bargaining position yang dimiliki Iran untuk
memperkuat pengaruhnya di kawasan. Nah.. pemicu Arab Saudi merubah
kebijakannya kan sebenrnya diawali dengan kunjungan El Molla mentri
luar negeri mesir ke Iran untuk melihat peluang-peluang yang di tawarkan
Iran pasca pemblokadean minyak oleh Arab Saudi. Inilah yang menjadi
pertimbangan Arab Saudi, mengingat ia telah kehilangan Irak sebagai
aliansinya, kehilangan Qatar dengan kebijakan yang ceroboh, hampir
kehilangan Yaman, sekarang pertanyaanya mungkinkan Arab Saudi akan
kehilangan Mesir. Dengan kata lain jika Arab Saudi kehilangan Mesir
maka Arab Saudi kehilangan aliansi militer terkuatnya di kawasan Timur
Tengah, dan jika Iran memegang Mesir, maka akan menambah pengaruh
kekuatan Iran di Timur Tengah. ”
xxvii
Lampiran 2
xxviii
xxix
xxx
Lampiran 3
xxxi
xxxii
United Nations Security Council,
Recalling its resolutions 2042 (2012), 2043 (2012), 2118 (2013), 2139 (2014), 2165
(2014), 2175 (2014), 2191 (2014) 2209 (2015), 2254 (2015) 2258 (2015) and 2268
(2016),
Reaffirming its strong commitment to the sovereignty, independence, unity and territorial
integrity of Syria, and to the purposes and principles of the Charter of the United Nations,
Gravely distressed by the continued deterioration of the devastating humanitarian
situation in Syria, and the fact that now more than 13.5 million people are in need of
humanitarian assistance in Syria, and that about 6.1 million people are internally
displaced (in addition to the half a million Palestinian refugees who had settled in Syria),
several hundred thousands of people are suffering in besieged areas, Expressing outrage
at the alarming number of civilian casualties caused by escalating level of violence and at
the intensified campaigns, in recent days, of indiscriminate aerial bombings in Aleppo
and recalling in this regard the statements made on 25th September by the Secretary
General‟s Special Envoy for Syria, Staffan de Mistura, reporting a situation in eastern
Aleppo that “deteriorates to new heights of horror”, as well as by Under-Secretary-
General for Humanitarian Affairs and Emergency Relief Coordinator, Stephen O‟Brien,
on 29th September, reporting a situation of “now besieged eastern Aleppo”, Strongly
condemning the increased terrorist attacks resulting in numerous casualties and
destruction carried out by the control of Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL, also
known as Da‟esh), Al Nusrah Front (ANF) and all other individuals, groups, undertakings
and entities associated with Al Qaeda or ISIL (also known as Daesh), and other terrorist
groups, as designated by the Security Council, and reiterating its call on all parties to
commit to putting an end to terrorist acts perpetrated by such organizations and
individuals while reaffirming that terrorism in all its forms constitutes one of the most
serious threats to international peace and security, and that any acts of terrorism are
criminal and unjustifiable, regardless of their motivation, wherever, whenever, and by
whomsoever committed,
Gravely concerned at the lack of effective implementation of its resolutions 2139 (2014),
2165 (2014), 2191 (2014) and 2258 (2016) and recalling in this regard the legal
obligations of all parties under international humanitarian law and international human
rights law, as well as all the relevant decisions of the Security Council, including by
ceasing all attacks against civilians and civilian objects, including those involving attacks
on schools, medical facilities and the deliberate interruptions of water supply, the
indiscriminate use of weapons, including artillery, barrel bombs and air strikes,
indiscriminate shelling by mortars, car bombs, suicide attacks and tunnel bombs, as well
as the use of starvation of civilians as a method of combat, including by the besiegement
of populated areas, and the widespread use of torture, ill-treatment, arbitrary executions,
extrajudicial killings, enforced disappearances, sexual and gender-based violence, as well
as all grave violations and abuses committed against children,
Taking note of the decision of the Secretary-General to establish an internal United
Nations Board of Inquiry on the incident involving bombing of a United Nations – Syrian
Arab Red Crescent relief operation to Urum al-Kubra, Syria, on 19 September 2016,
urging all parties concerned to cooperate fully with the Board and underlining the
importance of completing the investigation without delay with a view to hold the
perpetrators accountable,Strongly condemning the widespread violations and abuses of
xxxiii
human rights and violations of international humanitarian law, stressing the need to end
impunity for these violations and abuses, and re-emphasizing in this regard the need that
those who have committed or are otherwise responsible for such violations and abuses in
Syria must be brought to justice,
Emphasizing that the humanitarian and human rights situation in Syria continues to
constitute a threat to peace and security in the region, and will continue to deteriorate
further in the absence of a political solution to the crisis, and stressing in this regard that
there is no military solution to the conflict in Syria, Reaffirming its intent, expressed in its
resolution 2258 (2015) to take further measures in the event of non-compliance with this
resolution or resolutions 2139 (2014), 2165 (2014) and 2191(2014),
Taking note of the efforts undertaken in the framework of the International Syria Support
Group to implement a cessation of hostilities in Syria and to facilitate humanitarian
access and assistance, and recalling its resolution 2268 urging all Member States,
especially members of the International Syria Support Group, to support efforts to create
conditions for a durable and lasting ceasefire,Recalling that Member States are obligated
under Article 25 of the Charter of the United Nations to accept and carry out the
Council‟s decisions,
1. Demands that all parties to the Syrian conflict, in particular the Syrian authorities,
immediately comply with their obligations under international humanitarian law and
international human rights law as applicable, including with respect to all besieged and
hard-to-reach areas, and fully and immediately implement all the provisions of Security
Council resolutions 2139 (2014), 2165 (2014) 2191 (2014), 2199 (2015), 2254 (2015),
2258 (2015) and 2268 (2016), and recalls that those violations and abuses committed in
Syria that may amount to war crimes and crimes against humanity shall not go
unpunished;
2. Urges immediate implementation of the cessation of hostilities as well as immediate,
safe and unhindered humanitarian access throughout Syria;
3. Demands that all parties immediately end all aerial bombardments of and military
flights over Aleppo city;
4. Calls on all parties to prevent material and financial support from reaching individuals,
groups, undertakings and entities associated with Al Qaeda or ISIL (also known as
Daesh), and other terrorist groups, as designated by the Security Council, and urges
members of the International Syria support group to dissuade any party from fighting in
collaboration with them;
5. Underlines the need for an enhanced monitoring of the respect of the cessation of
hostilities under the supervision of the United Nations, requests the Secretary General to
propose options to this effect, with a view to a swift implementation, and encourages all
member States, especially the members of the International Syria Support Group, to
increase their contribution to the information of the monitoring mechanism;
4. Demands all parties to comply with United Nations and their implementing partners
requests for humanitarian access including by observing the cessation of hostilities as
described in resolution 2268 (2016), and ending all bombardments of and military flights
over Aleppo city , in order to facilitate safe and unhindered humanitarian access including
to all of Aleppo by the United Nations and their implementing partners, recognizing this
requires a sustained absence of violence as determined sufficient by the United Nations
and their implementing partners to allow humanitarian assistance;
4. Underlines that humanitarian access should be to the full number of people in need as
identified by the United Nations and their implementing partners, with the full spectrum
of humanitarian assistance as determined by the United Nations and their implementing
xxxiv
partners, and evacuation of urgent medical cases should be facilitated by all sides based
solely on urgency and need;
5. Requests further the Secretary-General to report to the Council on the implementation
of this resolution, by all parties to the Syrian domestic conflict, every two weeks;
6. Reiterates that the only sustainable solution to the current crisis in Syria is through an
inclusive and Syrian-led political process that meets the legitimate aspirations of the
Syrian people, with a view to full implementation of the Geneva Communiqué of 30 June
2012 as endorsed by resolution 2118 (2013), including through the establishment of an
inclusive transitional governing body with full executive powers, which shall be formed
on the basis of mutual consent while ensuring continuity of governmental institutions, as
well as full implementation of resolutions 2254 (2015) and 2268 (2016);
7. Expresses in this regard its fullest support for the Special Envoy‟s efforts towards a full
implementation of resolution 2254 and urges all parties to the Syrian domestic conflict to
cooperate constructively and in good faith with the Special Envoy to this end, especially
with a view to immediately address the situation in Aleppo;
8. Expresses its intent to take further measures under the Charter of the United Nations in
the event of non-compliance with this resolution by any party to the Syrian domestic
conflict;
9. Decides to remain actively seized of the matter.