perubahan hubungan mamak dan kamanakan pada …digilib.unila.ac.id/31966/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PERUBAHAN HUBUNGAN MAMAK DAN KAMANAKAN
PADA ORANG MINANGKABAU DI RANTAU
(Studi pada Ikatan Keluarga Koto Gadang Maninjau Kota Bandar Lampung)
(Skripsi)
Oleh
CHINTAMANI YURMA BUNGA PUTRI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
THE CHANGE OF RELATIONSHIP MAMAK AND KAMANAKAN
ON THE MINANGKABAU PEOPLE IN RANTAU
(Study at Ikatan Keluarga Koto Gadang Maninjau in Bandar Lampung)
By
CHINTAMANI YURMA BUNGA PUTRI
This study aims to acsess the change of relationship mamak and
kamanakan that occurred on Minangkabau people in Bandar Lampung. The
method currently used in this research is descriptive qualitative approach. Data
were obtained using in-depth interviews, observation, and documentation.
Informant determining technique used in purposive and there were twelve (12)
informants. The results of the research showed that relationship of mamak and
kamanakan on the Minangkabau people in Bandar Lampung city have
experienced a lot of changed. The change occurred because culture of
Minangkabau out off appliedwhen of the Minangkabau community merantau to
Bandar Lampung city. Mamak no longer running his role in finding the partner of
kamanakan and took his life. The transition of roles and power of mamak has
been taken over by the biological parents.
Keywords: change, mamak, kamanakan, Minangkabau
ABSTRAK
PERUBAHAN HUBUNGAN MAMAK DAN KAMANAKAN
PADA ORANG MINANGKABAU DI RANTAU
(Studi pada Ikatan Keluarga Koto Gadang Maninjau Kota Bandar Lampung)
Oleh
CHINTAMANI YURMA BUNGA PUTRI
Penelitian ini bertujuan untuk mengkajiperubahan hubungan mamak dan
kamanakan yang terjadi pada orang Minangkabau di Kota Bandar Lampung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini bertipe deskriptif kualitatif.Data
diperoleh menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi.
Teknik penentuan informan yang digunakan adalah purposive dengan jumlah
informan duabelas (12) orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan
mamak dan kamanakan pada orang Minangkabau di Kota Bandar Lampung telah
mengalami banyak perubahan. Perubahan terjadi dikarenakan sistem adat
Minangkabau yang tidak lagi di terapkan ketika masyarakat Minangkabau
merantau ke Kota Bandar Lampung.Mamak tidak lagi menjalankan peran nya
dalam mencarikan jodoh kamanakan serta membiayai kehidupan kamanakan.
Peralihan peran dan kuasa mamak telah diambil alih oleh orangtua kandung.
Kata Kunci: Perubahan, kamanakan, mamak, Minangkabau.
PERUBAHAN HUBUNGAN MAMAK DAN KAMANAKAN
PADA ORANG MINANGKABAU DI RANTAU
(Studi pada Ikatan Keluarga Koto Gadang Maninjau Kota Bandar
Lampung)
Oleh
CHINTAMANI YURMA BUNGA PUTRI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SOSIOLOGI
Pada
Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Chintamani Yurma Bunga Putri, dilahirkan pada
tanggal 29 Januari 1997 di Kota Bandar Lampung.
Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara,
dari pasangan Bapak Hairul dan Ibu Octha Rida. Kini
penulis beralamat di Jl. Kamboja no 11 kelurahan
Enggal kecamatan Enggal Kota Bandar Lampung.
Pendidikan yang ditempuh oleh penulis:
1. Sekolah Dasar Negeri 2 Kampung Sawah Lama. Diselesaikan pada tahun
2008.
2. SMPN 4 Bandar Lampung. Diselesaikan pada tahun 2011.
3. SMAN 1 Bandar Lampung. Diselesaikan pada tahun 2014.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN pada tahun 2014. Pada
Januari 2017 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sendang
Rejo, Kecamatan Sendang Agung, Kabupaten Lampung Tengah. Pada tahun 2018
penulis menyelesaikan Skripsi berjudul “Perubahan Hubungan Mamak dan
Kamanakan pada Orang Minangkabau di Rantau”.
MOTTO
“Siapapun yang baik, Allah akan baik padanya; Oleh karena itu
bersikaplah baik kepada manusia di bumi. Dia akan
menunjukkan belas kasihan pada Anda”
(Abu Dawud: Tirmidzi)
“Tidak apa jika kita tidak bisa belajar dengan giat seperti orang
lain, tapi jadilah orang baik melebihi orang lain”
(Chintamani Yurma Bunga Putri)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT,
skripsi ini Saya persembahkan kepada:
Bapak dan Ibuku Tercinta
Hairul Huda dan Octha Rida Yulia
Kakakku Tersayang
M. Octha Reza Pradipta
Dosen Pembimbing dan Dosen Pembahas
Ibu Dr. Bartoven Vivit N, M.Si dan Bapak Drs. Bintang Wirawan, M.Hum
Kawan-kawan Seperjuanganku
Sosiologi 2014
Almamaterku
Keluarga Besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung
Dan semua orang-orang baik dan terkasih yang sudah membantu penulis hingga
sampai tahap sekarang ini
Terimakasih atas dukungan, doa, saran, kritik yang telah diberikan kepadaku,
semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaiknya kepada kita semua,
Aamiin
SANWACANA
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya. Tiada daya dan upaya
serta kekuatan yang penulis miliki untuk dapat menyelesaikan skripsi ini selain
atas limpahan karunia dan anugerah-Nya. Sholawat serta salam senantiasa
dicurahkan kepada junjungan ilahi robbi, Nabi Besar Muhammad SAW yang
senantiasa kita nantikan syafa’atnya fiddini waddunnya ilal akhiroh.
Skripsi ini berjudul “Perubahan Hubungan Mamak dan Kamanakan pada Orang
Minangkabau di Rantau (Studi pada Ikatan keluarga Koto Gadang Maninjau Kota
Bandar Lampung)” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sosiologi di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung.
Penelitian skripsi ini tidak terlepas dari hidayah, karunia, bantuan, dukungan, doa,
kritik dan saran, serta bimbingan yang berasal dari berbagai pihak. Maka dari itu,
penulis mengucapkan rasa syukur dan terimakasih yang sebesar-besarnya,
khususnya kepada :
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan karunia dan ridho-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan proses pendidikan dan penyusunan skripsi ini
dengan baik.
2. Kepada kedua orangtuaku Ayah (Hairul Huda) dan Mama (Octha Rida
Yulia) yang selalu memberikan nasihat, bimbingan, doa, dukungan dan
kasih sayang tak terhingga sampai saat ini, sehingga Bunga bisa
menyelesaikan studi sesuai dengan harapan. Terima kasih atas perjuangan
Ayah dan Mama tercinta. Hanya doa dan usaha Bunga untuk dapat
membahagiakan dan membanggakan Ayah dan Mama ke depannya kelak.
Semoga Allah Swt selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan untuk
Ayah dan Mama, amiinn.
3. Kepada Kakakku tersayang, M. Octha Reza Pradipta. Terimakasih atas
kasih sayang yang sudah kakak berikan selama ini, walaupun jarak usia
kita yang hanya satu tahun tiga bulan, kakak selalu menjadi satu-satunya
pelindung untuk Bunga.
4. Kepada keluarga besar Bunga yang sangat Bunga sayangi, terimakasih
atas dukungan dan doa nya selama ini. Semoga kalian selalu dalam
lindungan Allah Swt.
5. Kepada Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung.
6. Kepada Bapak Drs. Ikram, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, yang sudah
memberikan motivasi, saran dan masukan untuk kelancaran studi Ira dan
dalam penyusunan skripsi ini serta menikmati prosesnya sampai selesai.
7. Kepada Ibu Dr. Bartoven Vivit N, M.Si selaku pembimbing utama dalam
penyusunan skripsi ini, terimakasih banyak karena telah meluangkan
banyak waktu, tenaga, pikiran dan memberikan semangat kepada Bunga
untuk bisa menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih sekali Ibu sudah sangat
berjasa dan memberikan banyak pelajaran kepada Bunga, sejak awal
bimbingan sampai selesainya skripsi ini. Semoga Allah Swt selalu
melimpahkan berkah kepada Ibu dan keluarga, Aamiin.
8. Kepada Bapak Drs. Bintang Wirawan, M.Hum selaku penguji utama
dalam penyusunan skripsi ini, terimakasih banyak atas semua kritik dan
saran yang telah Bapak berikan, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik
lagi. Terimakasih sekali Bapak sudah sangat berjasa dan memberikan
banyak pelajaran kepada Bunga, sejak awal sampai selesainya skripsi ini.
Semoga Allah Swt selalu melimpahkan berkah kepada Bapak dan
keluarga, Aamiin.
9. Kepada Bapak Drs. Suwarno, M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung. Terimakasih Bapak atas bimbingan, kritik dan saran yang sudah
Bapak berikan kepada Bunga sejak awal studi sampai selesai.
10. Kepada Bapak dan Ibu Dosen serta staf Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
11. Kepada teman-teman Sosiologi 2014 yang aku banggakan. Terimakasih
untuk masa-masa perkuliahan selama ini, dari awal sulitnya kita melewati
masa-masa menjadi maba sampai akhirnya kita menemukan kesulitan lain
yaitu menyelsaikan skripsi, haha. Maaf apabila selama ini aku banyak
menyusahkan, ataupun pernah menyakiti hati kalian baik yang disengaja
ataupun tidak disengaja. Semoga kita semua bisa sukses dengan jalannya
masing-masing.
12. Kepada teman-temanku tersayankkkk! Uci, Ayu, Nisa! Thankyou guys
sudah menjadi sahabatku dari masa-masa pakai baju item-putih maba
sampai sekarang item-putih kompre. Terimakasih kalian betiga selalu ada
dimasa-masa tersulit dalam kehidupan perkuliahan, dari ribetnya ngurusin
sempro dan semhas sampai akhirnya takut untuk menghadapi kompre.
Aku sangat bersyukur atas kebersamaan kita selama ini yang kebanyakan
dihabiskan di karaoke room hahaha. Senang bisa kenal dan menjadi
bagian dari kalian. Ci, Yu, Nis, thankyou buat obrolan-obrolan receh kita
selama ini, sampai akhirnya obrolan kita sekarang mulai berat yaa haha
mulai kearah masa depan, “nanti mau kerja apa?” “Jodoh kita siapa ya
woy?” tenang guys kita semua bakalan sukses dan bakal nemuin jodoh
yang baik! Maaf kalau selama ini aku ada salah atau terkadang
menyebalkan hehe. Thankyou buat semuanya, loveyouuuu Ci, Yu, Nis!
13. Kepada teman tergesrek Rani Puspita dan Yula Fadillah. Terimakasih
kalian selalu menghadirkan canda tawa karena kegesrekan kalian.
14. Kepada sahabatku Ika Agustina dan Popi Oktari Sandy, terimakasih sudah
menjadi temanku dari SD sampai sekarang. Thankyou always listen to my
story! Dari mulai cerita ngga penting sampai curhatan yang bener-bener
aku ngga tau harus cerita ke siapa kalau bukan ke kalian. Terimakasih
selalu nyisihin waktu buat aku. Aku bener-bener bersyukur punya sahabat
seperti kalian yang selalu memberikan semangat disaat aku mulai nyerah.
Loveyou!
15. Kepada The Brunner (Bella & Ine) yang sekarang mulai meniti masa
depan. Terimakasih atas waktu dan seru-seruannya selama ini. Thankyou
sudah menjadi partner kpopers yang selalu berbagi kebahagian bersama
hahaha. Hiburanku adalah kalian yang selalu bertukar cerita tentang oppa-
oppa kita yang jauh disana! Semoga suatu saat nanti kita bisa nonton
konser oppa bertiga dan bisa ke Korea bareng yaaa! Hwaitinggg!
16. Kepada temanku Devara Denita yang saat ini sedang berjuang! Semangat
mengejar masa depan yaa. Terimakasih sudah menjadi partner perpus ku
selama revisian. Terimakasih sudah setia mendengarkan keluh kesahku
dari jaman SMA sampai sekarang hahaha, sukses!
17. Kepada teman-teman KKN Periode 1 Unila 2017 Desa Sendang Rejo:
Mbak Nop, Bang Zul, Ian, Bella, Ine, Helpo, Bang Yo, Bang Lut, Intan,
Bila, Kak Git, Irfan, dan yang special Uci haha temen deket yang gatau
kenapa ditakdirkan buat KKN bareng. Terimakasih buat 40 hari nya.
Sumpah 40 hari ku amat sangat menyenangkan dan tak kan terlupakan
bersama kalian. Thankyou buat surprise ultah pas KKN, aku bener-bener
ngga nyangka dan happy dikasih kejutan sama kalian. Sekali lagi
terimakasih guys, jangan pernah left group yaaa hahaha.
18. Kepada seluruh pihak yang sudah banyak membantu proses Bunga
menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada para keluargaku IKKGM!
Terimakasih sudah mau meluangkan waktu untuk menjadi informan dalam
penelitian Bunga. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat
dan hidayah untuk kalian, amiinn.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan penambahan wawasan
bagi para pembaca, serta dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang dilakukan
di masa yang akan datang terkait dengan perubahan hubungan mamak dan
kamanakan pada orang Minangkabau di rantau.
Bandar Lampung, Mei 2018
Tertanda,
Chintamani Yurma Bunga Putri
NPM. 1416011021
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT .................................................................................................................. i
ABSTRAK ................................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... v
SURAT PERNYATAAN ........................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................... vii
MOTTO .................................................................................................................... viii
PERSEMBAHAN ...................................................................................................... ix
SANWACANA ............................................................................................................ x
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xv
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 10
xii
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 10
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Hubungan ......................................................................................... 11
B. Konsep Kekerabatan ...................................................................................... 12
1. Hubungan Kekerabatan Suku atau Sako ................................................... 14
2. Hubungan Kekerabatan Induak Bako Anak Pisang .................................. 14
3. Hubungan Kekerabatan Andan Pasumandan ............................................ 15
4. Hubungan Kekerabatan Mamak dan Kamanakan ..................................... 15
C. Sistem Kekerabatan Matrilineal .................................................................... 17
D. Konsep Merantau ........................................................................................... 18
E. Teori Perubahan Sosial .................................................................................. 19
F. Teori Peran .................................................................................................... 20
G. Penelitian-Penelitian Terdahulu .................................................................... 22
1. Taufik Abdullah ........................................................................................ 22
2. R.J Chadwick ............................................................................................ 24
3. Tshuyosi Kato ........................................................................................... 25
H. Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ........................................................................................... 31
B. Lokasi Penelitian ............................................................................................. 32
C. Fokus Penelitian .............................................................................................. 32
D. Penentuan Informan ........................................................................................ 33
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 34
F. Analisis Data ................................................................................................... 35
xiii
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Orang Minangkabau di Bandar Lampung ......................... 37
1. Profil Wilayah Kota Bandar Lampung ..................................................... 37
2. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung ................................................ 39
B. Gambaran Umum IKKGM Kota Bandar Lampung ........................................ 43
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Informan ........................................................................................... 47
B. Hubungan Mamak dan Kamanakan di Rantau ............................................... 53
1. Kamanakan Menghargai Mamak Layaknya Orangtua Kandung .............. 54
2. Kamanakan Kerap Tak Mengunjungi Sang Mamak ................................. 57
3. Anak Dipangku Kamanakan Dibimbiang ................................................. 61
C. Peran Seorang Mamak .................................................................................... 64
1. Membimbing Kamanakan......................................................................... 65
2. Mamak Menjadi Panutan Kamanakan ...................................................... 67
3. Mamak Tidak Lagi Mencarikan Jodoh Kamanakan ................................. 71
4. Mamak Menjadi Tempat Mengadu Kamanakan ....................................... 73
5. Memelihara Harta Pusaka ......................................................................... 76
D. Hubungan Mamak dan Kamanakan Yang Renggang di Perantauan .............. 78
1. Kesibukan Yang Menyita Waktu Mamak dan Kamanakan ...................... 78
2. Hilang nya Fungsi Harta Pusaka ............................................................... 80
E. Peralihan Kuasa Mamak Kepada Orangtua Kandung ..................................... 82
1. Orangtua Yang Menentukan Masa Depan Sang Anak ............................. 82
2. Orangtua Sudah Secara Penuh Membiayai Kehidupan Sang Anak ......... 83
F. Analisis ............................................................................................................ 85
xiv
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 90
B. Saran ............................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.Kerangka Berfikir .................................................................................................... 29
2 .Informan 1 ............................................................................................................. lmp
3. Informan 2 ............................................................................................................. lmp
4. Informan 3 ............................................................................................................. lmp
5. Informan 4 ............................................................................................................. lmp
6. Informan 5 ............................................................................................................. lmp
7. Informan 6 ............................................................................................................. lmp
8. Informan 7 ............................................................................................................. lmp
9. Informan 8 ............................................................................................................. lmp
10.Informan 9 ............................................................................................................ lmp
11. Informan 10 ......................................................................................................... lmp
12. Informan 11 ......................................................................................................... lmp
13. Informan 12 ......................................................................................................... lmp
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.Luas Wilayah Kota Bandar Lampung per Kecamatan............................................. 38
2. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung Menurut Jenis Kelamin ........................ 40
3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ......................................................... 42
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini mengkaji tentang perubahan hubungan mamak dan kamanakan di
rantau, perubahan hubungan di pengaruhi oleh terjadinya perkembangan zaman yang
menimbulkan adanya perbedaan dan pergeseran yang terjadi dalam adat
Minangkabau. Perkembangan zaman mengacu pada modernisasi yang menyebabkan
mulai lunturnya budaya asli Minangkabau sehingga hubungan mamak dan
kamanakan di rantau pun mengalami perubahan.
Minangkabau dan kebudayaannya, sama halnya dengan berbicara tentang banyak
suku bangsa lain di Indonesia, kita tidak dapat mengabaikan perubahan yang telah
berjalan sejak beberpa lama itu dan yang telah menghilangkan homogenitas yang
dulu ada. Apa yang dianggap dulunya sebagai daerah kebudayaan Minangkabau,
mungkin sekarang telah dimasuki unsur lain. Tidak setiap penduduknya dapat
dianggap sebagai pemangku kebudayaan Minangkabau; dan sebaliknya, tidak semua
orang yang dari ayah atau ibunya adalah keturunan Minangkabau dapat dikatakan
sebagai pendukung kebudayaan Minangkabau, terutama kalau mereka dibesarkan
diluar daerah kebudayaan Minangkabau. (Umar Junus dalam Koentjaraningrat, 1970).
2
Umar Junus (1970) mengatakan bahwa, daerah asal dari kebudayaan Minangkabau
kira-kira seluas daerah propinsi Sumatera Barat sekarang ini, dengan dikurangi
kepulauan Mentawai, tetapi dalam pandangan orang Minangkabau sendiri, daerah ini
dibagi lagi ke dalam bagian-bagian khusus. Pembagian-pembagian khusus itu
menyatakan pertentangan dari darek (darat) dan pasisie (pesisir) atau rantau. Ada
anggapan bahwa orang-orang yang berdiam di pesisir, maksudnya pada pinggir
Lautan Indonesia, berasal dari darat. Daerah darat dengan sendirinya dianggap
sebagai daerah asal dan daerah utama dari pemangku kebudayaan Minangkabau.
Secara tradisional, daerah darat terbagi ke dalam tiga luhak (kabupaten), yaitu Tanah
Datar, Agam, dan Limo Pulueh Koto, kadang-kadang ditambahkan dengan Solok.
Selain pembagian itu, umumnya orang Minangkabau mencoba menghubungkan
keturunan mereka dengan suatu tempat tertentu, yaitu Parhiangan, Padang Panjang.
Mereka beranggapan bahwa nenek moyang mereka berpindah dari tempat itu dan
kemudian menyebar ke daerah penyebaran yang ada sekarang. Hal ini mungkin dapat
dihubungkan dengan dongeng nenek moyang orang Minangkabau yang berasal dari
puncak Gunung Merapi, seketika gunung itu masih kecil. (Umar Junus dalam
Koentjaraningrat, 1970)
Pendukung kebudayaan Minangkabau juga tersebar di beberapa tempat di Sumatera
dan juga di Malaya. Penyebaran orang Minangkabau di Sumatera sudah mencapai
provinsi Lampung tepatnya Kota Bandar Lampung. Banyaknya perantau yang datang
ke Kota Bandar Lampung tidak mngurangi silaturhami mereka sesama orang Minang.
Silaturhami diantara perantau tetap terjaga dengan adanya paguyuban-paguyuban
3
yang dapat mempertemukan para orang Minang yang ada di Bandar lampung. Salah
satu paguyuban yang ada dan tetap mejalin silaturahi antar orang Minang yaitu
IKKGM (Ikatan Keluarga Koto Gadang Maninjau). IKKGM merupakan paguyuban
yang menaungi perantau asal Koto Gadang Maninjau yang saat ini menetap di Kota
Bandar lampung. IKKGM senantiasa mengadakan pertemuan-pertemuan rutin demi
menjaga silaturahmi antar perantau asal Koto Gadang Maninjau, setidaknya satu
bulan sekali anggotan IKKGM bertatap muka dan membicarakan apa saja yang dapat
mereka lakukan untuk kampung halaman yang sudah lama mereka tinggalkan. Tidak
hanya IKKGM yang ada di Bandar Lampung, tetapi ada juga paguyuban IKBTS
(Ikatan Bukittinggi Saiyo), PKDP/Perap (Padang Pariaman), dan lain sebagainya.
Seluruh paguyuban Keluarga Minangkabau ini diinduki oleh organisasi yang
bernama KBSB (Keluarga Besar Sumatera Barat) yang sudah berdiri sejak tanggal 26
November 1968 dan hingga kini sudah memasuki kepengurusan ke-13, periode 2017-
2022. Hingga kini sudah terbentuk 11 KBSB kabupaten/kota se-Provinsi Lampung
dan komisariat-komisariat di ibukota kecamatan. Selain itu juga terdapat organisasi
kemasyarakatan yang berbasiskan kota/kabupaten/kecamatan di Sumatera Barat yang
juga bernaung di bawah KBSB Provinsi Lampung. Umumnya anggota KBSB
berprofesi sebagai pedagang/pengusaha yang sekitar 90 persen berada di ibukota
provinsi, kota/kabupaten dan pasar-pasar di kecamatan. Sisanya adalah pegawai,
dosen/guru, praktisi hukum, politisi, dokter, polisi/TNI dan lain-lain.
Menurut Umar Junus (1970) penyebaran orang-orang Minangkabau jauh dari tempat
asalnya disebabkan oleh adanya dorongan pada diri mereka untuk merantau, yang
4
disebabkan oleh dua hal. Pertama, ialah keinginan mereka untuk merantau
mendapatkan kekayaan tanpa mempergunakan tanah-tanah yang telah ada. Ini dapat
dihubungkan sebenarnya dengan keadaan bahwa seorang laki-laki tidak mempunyai
hak menggunakan tanah warisan bagi kepentingna dirinya sendiri. Ia mungkin dapat
menggunakan tanah itu untuk kepentingan keluarga matrilinealnya. Kedua, ialah
perselisihan-perselisihan yang menyebabkan bahwa orang yang merasa dikalahkan
akan meninggalkan kampung dan keluarga untuk menetap di tempat lain. Keadaan ini
kemudian ditambah dengan keadaan yang diciptakan oleh perkembangan yang
berlaku pada masa akhir-akhir ini.
Pendukung kebudayaan Minangkabau dianggap sebagai suatu masyarakat dengan
sisitem kekeluargaan yang berbeda di antara suku-suku bangsa yang lebih dahulu
maju di Indonesia, yaitu sistem kekeluargaan yang matrilineal. Sistem kekerabatan
yang berdasarkan sistem matrilineal tidak hanya ada pada masyarakat yang tingkat
perkembangan kebudayaannya amat rendah (atau yang amat tua menururt para ahli
yang menganut teori evolusi), tetapi pada banyak kebudayaan yang asal dari berbagai
tingkat perkembangan, salah satunya suku bangsa Minangkabau di Indonesia, yang
terang jauh lebih tinggi taraf perkembangan kebudayaannya. (Umar Junus dalam
Koentjaraningrat, 1970).
Garis keturunan dalam masyarakat Minangkabau diperhitungkan menurut garis
matrilineal. Seorang termasuk keluarga ibunya dan bukan keluarga ayahnya. Seroang
ayah berada di luar keluarga anak dan istrinya. Seorang ayah dalam keluarga
Minangkabau termasuk keluarga lain dari keluarga isteri dan anaknya, sama halnya
5
dengan seorang anak dari seorang laki-laki akan termasuk keluarga lain dari ayahnya.
Karena itu, keluarga batih menjadi kabur dalam sistem kekeluargaan Minangkabau.
Keluarga batih tidak merupakan kesatuan yang mutlak, meskipun tidak dapat
dibantah bahwa keluarga batih memegang peranan penting juga dalam pendidikan
dan masa depan anak-anak mereka, dan tidak hanya berfungsi untuk pengembangan
keturunan.
Kesatuan keluarga yang terkecil atas dasar prinsip terurai diatas adalah paruik (perut).
Dalam sebagian masyarakat Minangkabau, ada kesatuan kampuang yang
memisahkan paruik dengan suku sebagai kesatuan kekerabatan. Dari ketiga macam
kesatuan kekerabatan ini, paruik yang betul-betul dapat dikatakan sebagai kesatuan
yang benar-benar bersifat genealogis. Kepentingan suatu keluarga diurus oleh
seorang laki-laki dewasa dari keluarga itu yang bertindak sebagai niniek mamak bagi
keluarga itu. Istilah mamak itu berarti saudara laki-laki ibu. Tanggung jawab untuk
memeperhatikan kepentingan sebuah keluarga memang terletak pada pundak seorang
mamak. (Umar Junus dalam Koentjaraningrat, 1970).
Mamak tertua dan yang lebih tua dari ibu kita, kita panggil dengan istilah Makdang
dari singkatan Mamak nan Gadang sedangkan yang lebih muda dari ibu kita , kita
sebut dengan MakEtek atau Mamak nan Ketek. Mamak yang berusia antara yang
tertua dan yang termuda dipanggil dengan Makngah atau Mamak nan Tangah.
Mamak mempunyai kedudukan yang vital dalam struktur kekerabatan minang,
khususnya dalam hubungan Mamak-Kamanakan, seperti diatur dalam Dari uraian
diatas, dapat dilihat bahwa mamak mempunyai kedudukan yang sejajar dengan ibu
6
kita. Karena beliau itu saudara kandung. Sehingga mamak dapat diibaratkan sebagai
ibu kandung kita juga kendatipun beliau lelaki. Adat Minang bahkan memberikan
kedudukan dan sekaligus kewajiban yang lebih berat kepada mamak ketimbang
kewajiban ibu. Adat mewajibkan mamak harus membimbing kamanakan, mengatur
dam mengawasi pemanfaatan harta pusaka, mamacik bungka nan piawai.
Kewajiban ini tertuang dalam pepatah adat, ataupun dalam kehidupan nyata sehari-
hari. Kewajiban untuk membimbing kemenakan sudah selalu didendangkan orang
Minang dimana-mana. Namun kini sudah mulai jarang diamalkan. Mamak
berkewajiban dalam membimbing kamanakan dalam bidang adat, bidang agama, dan
bidang perilaku sehari-hari. Kalau kamanakan melakukan kesalahan, mamak akan
ikut malu. Peranan mamak yang lain adalah memelihara dan mengembangkan harta
pusaka. Harta pusaka itu dipelihara supaya jangan habis, tidak boleh dijual, atau
digadaikan. Mamak hanya memelihara saja, sedangkan pemiliknya adalah ibu
(bundo kanduang). Peranan mamak yang ketiga adalah mewakili keluarga dalam
urusan keluar. Urusan itu bisa terjadi dalam hal-hal yang baik atau kurang baik.
Mamak akan bertindak atas nama keluarga dan mewakili keluarga dan juga akan
bertindak atas nama keluarga untuk penyelesaian sebuah masalah. Dalam pepatah
disebutkan peran seorang Mamak yaitu: “Anak dipangku, Kamanakan dimbimbiang”.
Melihat perkembangan zaman serta akibat modernisasi dan globalisasi timbul gejala
perubahan hubungan kekerabatan. Solidaritas sosial masyarakat Minangkabau yang
menerapkan hubungan antara Mamak dan Kamanakan sekarang dirasakan mulai
7
memudar terlebih lagi bagi masyarakat perantau asal Koto Gadang Maninjau yang
merupakan bagian dari masyarakat Minangkabau di Kota Bandar Lampung.
Di dalam adat istiadat Minangkabau peran mamak secara normatif adalah:
1. Mamak berperan dalam mendidik, membimbing dalam hal pewarisan peran,
mengawasi pendidikan, serta tempat bertanya apapun termasuk pendidikan oleh
kamanakan.
2. Peran mamak dalam bidang harta pusaka adalah memelihara, mengawasi
pemanfaatan, dan mengembangkan harta pusaka, mempertahankan supaya harta adat
tetap berfungsi sesuai dengan ketentuan adat. Mamak juga berperan dalam
pengembangan harta pusaka kaumnya agar kesejahteraan kaumnya termasuk
kamanakan-kamanakannya dapat terjamin.
3. Peran mamak dalam perkawinan kamanakan adalah mencarikan jodoh bagi
kemenakan khususnya kemenakan perempuan, penanggung jawab terhadap
kesepakatan pernikahan sepenuhnya, mamak juga bertanggung jawab atas biaya
pernikahan kamanakan, tapi jika mamak kekurangan biaya maka harta pusaka yang
dimiliki kaumnya boleh digadaikan untuk keberlangsungan pernikahan
kamanaknnya. (Amir, 2003) .
J.V. Maretin (1961) mengatakan bahwa dari hasil penelitian dan pengamatannya,
berkesimpulan bahwa lambat laun sistem sosial masyarakat Minangkabau akan
berangsur-angsur pudar dan kemudian akan musnah sama sekali. Dan kemudian
masyarakat Minangkabau akan menganut sistem sosial yang dianut sebagian besar
8
masyarakat di dunia ini. Adat istiadat Minangkabau tradisional sekarang sudah mulai
tidak dijalankan lagi oleh masyarakat itu sendiri. Fenomena-fenomena seperti ini juga
dapat kita lihat dari kedudukan mamak dalam suatu suku yang sudah mulai memudar
citranya. Peran mamak dalam adat Minangkabau pada saat sekarang ini secara
evolutif telah mengalami perubahan.
Perubahan hubungan mamak dan kamanakan dapat terlihat dari pergeseran peran
mamak yang terjadi pada perantau asal Koto Gadang Maninjau, yaitu:
1. Mamak sudah jarang berkunjung ke rumah kamanakannya untuk memastikan
apakah kamanakan baik-baik saja atau tidak.
2. Kewajiban untuk mendidik kemenakannya telah diambil alih oleh orang tua
yang lebih mempercayakan lembaga sosial sebagai lembaga pendidikan
formal.
3. Mamak sudah tidak menunjuk, bahkan mencarikan jodoh untuk kamanakan.
4. Peran mamak dalam mengatur dan mengawasi pemanfaatan harta pusaka
kurang dijalankan, karena banyaknya harta pusaka dijual.
5. Kecenderungan untuk hidup dalam bentuk keluarga batih semakin meningkat.
Perubahan ini akan menimbulkan pertentangan antara peranan mamak dengan peran
dalam keluarga, satu pihak mamak ingin bertanggung jawab terhadap kamanakan
sesuai adat di Minangkabau, di pihak lain Ayah ingin bertanggung jawab kepada anak
sesuai dengan ajaran Islam.
9
Menurut Abdul Syani (1992), perubahan-perubahan dapat terjadi dikarenakan ada
faktor yang medorong terjadinya perubahan tersebut seperti, adanya timbunanan
kebudayaan dan penemuan baru, perubahan jumlah penduduk, dan terjadinya
pertentangan (conflict).
Dari fenomena sosial di atas tersebut maka penulis tertarik dan akan mencoba
meninjau lebih jauh mengenai “Perubahan Hubungan Mamak dan Kamanakan
Pada Orang Minangkabau di Rantau (Studi Kasus Pada Orang Minangkabau
Ikatan Keluarga Koto Gadang Maninjau Kota Bandar Lampung)”
10
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana perubahan hubungan mamak dan kamanakan pada keluarga
Minangkabau khususnya di rantau ?
b. Bagaimana perubahan kehidupan keluarga Minangkabau di rantau ?
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perubahan hubungan mamak dan
kamanakan yang terjadi pada masyarakat suku Minangkabau di Kota Bandar
Lampung.
b. Untuk mengetahui perubahan kehidupan yang terjadi pada keluarga suku
Minangkabau di Kota Bandar Lampung.
D. Manfaat Penelitian
a. Menjadi bahan sumbangan pengetahuan dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu-ilmu sosial dan budaya mengenai kebudayaan
Minang tentang Mamak dan Kamanakan dan pengetahuan dalam bidang
disiplin sosiologi khususnya perubahan sosial.
b. Menjadi bahan informasi kepada peminat kebudayaan yang ingin mengetahui
Kedudukan dan makna hubungan Mamak dan Kamanakan serta menambah
wawasan bagi penulis dan pembaca tentang hubungan Mamak dan
Kamanakan yang selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Minangkabau.
c. Menjadi Acuan bahan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
masalah yang sama.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Hubungan
Menurut Koentjaraningrat (1987) bentuk hubungan kekerabatan yaitu
menghubungkan sejumlah kerabat yang bersama-sama memegang hak-hak dan
kewajiban tertentu. Hak itu di antaranya adalah hak untuk mewarisi harta, gelar,
benda-benda pusaka, lambang. Sedangkan kewajiban adalah melakukan aktifitas
kooperatif. Melakukan aktifitas produktif adalah kesinambungan interaksi antara dua
orang atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain.
Hubungan terjadi dalam setiap proses kehidupan manusia, Hubungan dapat
dibedakan menjadi hubungan dengan teman sebaya, orangtua, keluarga, dan
lingkungan sosial. Secara garis besar, hubungan terbagi menjadi hubungan positif dan
negatif. Hubungan positif terjadi apabila kedua pihak yang berinteraksi merasa saling
diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan adanya timbal balik yang serasi.
Sedangkan, hubungan yang negatif terjadi apabila suatu pihak merasa sangat
diuntungkan dan pihak yang lain merasa dirugikan. Dalam hal ini, tidak ada
keselarasan timbal balik antara pihak yang berinteraksi, Lebih lanjut, hubungan dapat
menentukan tingkat kedekatan dan kenyamanan antara pihak yang berinteraksi.
12
Semakin dekat pihak-pihak tersebut, hubungan tersebut akan dibawa kepada
tingkatan yang lebih tinggi.
Soerjono Soekanto (1987) mengemukakan bahwa hubungan sosial mengandung
faktor-faktor komunalisasi dan agregasi. Komunalisasi hubungan-hubungan sosial
terjadi, apabila proses sosial itu didasarkan pada rasa solidaritas yang merupakan
hasil keterikatan secara emosional atau tradisonal. Proses agregasi hubungan-
hubungan sosial merupakan hasil rekonsiliasi dan keseimbangan kepentingan-
kepentingan yang dimotivikasi oleh penilain secara rasional atau kebiasaan.
Kebiasaan dalam suatu masyarakat menurut pandangan ini adalah hasil dari
rekonsiliasi dan keseimbangan atas kepentingan-kepentingan yang ada dalam
masyarakat tersebut. Dalam hal ini, maka perilaku agregatif berorientasi pada nilai,
atau pada tujuannya masing-masing dilandaskan pada kepercayaan terhadap
keterikatan yang harus dipatuhi, serta harapan bahwa pihak lain akan menyesuiakan
diri. Komunikasi yang terjadi dalam hubungan sosial didasarkan pada setiap bentuk
hubungan emosional, efektif maupun tradisional. Tipe hubungan ini lazimnya
dijumpai pada hubungan kekeluargaan atau kekerabatan. Kebanyakan hubungan-
hubungan sosial mengandung faktor-faktor komunal maupun agregatif.
B. Konsep Kekerabatan
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.
Sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan
struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Navis (1984) mengemukakan
13
bentuk hubungan kekerabatan di Minangkabau terdiri dari hubungan ke dalam dan
hubungan keluar, hubungan ke dalam merupakan hubungan pertalian darah menurut
garis ibu, sedangkan hubungan keluar merupakan hubungan yang terjadi karena
perkawinan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga
yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan
terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek
dan seterusnya. Hubungan kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan
antara tiap entitas yang memiliki asal usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan
biologis, sosial, maupun budaya. Dalam antropologi, sistem kekerabatan termasuk
keturunan dan pernikahan, sementara dalam biologi istilah ini termasuk keturunan
dan perkawinan. Hubungan kekerabatan manusia melalui pernikahan umum disebut
sebagai "hubungan dekat" ketimbang "keturunan" (juga disebut "konsanguitas"),
meskipun kedua hal itu bisa tumpang tindih dalam pernikahan di antara orang-orang
yang satu moyang. Hubungan kekeluargaan sebagaimana genealogi budaya dapat
ditarik kembali pada Tuhan, hewan yang berada dalam daerah atau fenomena alam
(seperti pada kisah penciptaan). Hubungan kekerabatan adalah salah satu prinsip
mendasar untuk mengelompokkan tiap orang ke dalam kelompok sosial, peran,
kategori, dan silsilah. Hubungan keluarga dapat dihadirkan secara nyata (ibu, saudara,
kakek) atau secara abstrak menurut tingkatan kekerabatan. Sebuah hubungan dapat
memiliki syarat relatif (misalnya ayah adalah seseorang yang memiliki anak), atau
mewakili secara absolut (mis, perbedaan status antara seorang ibu dengan wanita
tanpa anak). Tingkatan kekerabatan tidak identik dengan pewarisan maupun suksesi
legal. Banyak kode etik yang menganggap bahwa ikatan kekerabatan menciptakan
14
kewajiban di antara orang-orang terkait yang lebih kuat daripada di antara orang
asing, seperti bakti anak.
Menurut Navis (1984) Perkawinan bukan semata-mata hubungan antara dua individu,
tetapi juga hubungan antara seluruh kerabat yang telah berhubungan karena
perkawinan itu. Ada 4 macam hubungan kekerabatan, yakni : (1) tali kerabat mamak
kamanakan, (2) tali kerabat suku-sako, (3) tali kerabat induak bako anak pisang, (4)
tali kerabatan andan pesumandan. Tali kerabat dua yang pertama bersifat hubungan
ke dalam. Timbulnya karena pertalian darah. Sedang tali kerabat jenis yang lain
bersifat keluar dan timbulnya karena perkawinan”. Atas dasar system matrilineal,
hubungan kekerabatan di Minangkabau dapat dibagi menjadi empat macam, yakni:
1. Hubungan kekerabatan Suku atau Sako
Hubungan kekerabatan suku dan sako dikenal juga sebagai hubungan kekerabatan
yang bersumber dari system kekerabatan matrilineal. Hubungan kekerabatan ini
menempatkan saudara yang sepertalian darah menurut garis keturunan ibu sebagai
kerabat. Hubungan ini lazim disebut hubungan sasuku. Dengan kata lain, sasuku
adalah satu kesatuan orang yang bersaudara, yaitu orang-orang yang berasal dari
keturunan yang bertali darah. Dengan adanya adat bersuku-suku, maka masayarakat
Minangkabau sangat menjunjung tinggi rasa kekeluargaan dan rasa kebersamaan.
2. Hubungan kekerabatan induak bako dan anak pisang
Hubungan kekerabatan induak bako dan anak pisang adalah hubungan kekerabatan
antara seorang anak dengan saudara-saudara perempuan bapaknya atau sebaliknya
15
hubungan antara seorang perempuan dengan anak-anak saudara laki-lakinya. Dalam
hubungan ini, seorang perempuan di Minangkabau merupakan induak bako dari anak
saudara laki-lakinya. Sebaliknya, anak dari saudara laki-laki seorang perempuan di
Minangkabau adalah anak pisang dari perempuan tersebut. Dengan demikian,
seorang perempuan di Minangkabau bisa sekaligus berfungsi sebagai kemenakan bagi
saudara laki-laki ibunya, serta menjadi induak bako bagi anak saudara laki-lakinya.
3. Hubungan kekerabatan andan pasumandan
Hubungan kekerabatan andan pasumandan adalah hubungan antara anggota suatu
rumah, rumah gadang, atau kampung dan rumah, rumah gadang atau kampung yang
lain, yang disebabkan karena salah satu anggota kerabatnya melakukan perkawinan.
Ini disebut juga berbesan.
4. Hubungan kekerabatan mamak dan kamanakan
Hubungan kekerabatan antara mamak dan kamanakan ialah hubungan antara seorang
anak dengan saudara laki-laki ibunya. Bisa juga dicontohkan sebagai hubungan antara
seorang anak laki-laki dengan anak-anak saudara perempuannya. Peran mamak dalam
suatu kaum adalah sebagai pembimbing kamanakan nya. Terhadap kamanakan laki-
laki, ia memberikan bimbingan, agar suatu saat dapat menggantikan kedudukannya
sebagai mamak. Bila mamak tersebut seorang penghulu,maka ia akan mempersiapkan
kamanakan nya sebagai penghulu pengggantinya. Dalam pepatah disebutkan peran
seorang mamak yaitu: “anak dipangku, kamanakan dibimbiang”. Yang dimaksud tali
kerabat mamak kamanakan ialah hubungan antara seorang anak laki-laki dan saudara
laki-laki ibunya, atau hubungan seorang anak laki-laki dengan anak-anak saudara
16
perempuannya. Bagi seseorang, saudara laki-laki ibunya adalah mamaknya dan ia
adalah kemenakan saudara laki-laki ibunya. Sedangkan anak saudara perempuannya
merupakan kamanakan dan ia adalah mamak anak saudara perempuannya. Pada
masyarakat Minangkabau mamak secara tradisional memegang peranan penting
dalam keluarga luas di antaranya berkunjung ke rumah kamanakan pada setiap ada
kesempatan dan pada hari-hari tertentu, memperhatikan seluruh kamanakan dalam
hal tingkah lakunya sehari hari-hari tertentu, memperhatikan seluruh kamanakan
dalam hal tingkah lakunya sehari-hari mamak menunjuk mengajari kamanakan serta
memberikan pengetahuan tentang adat dan keterampilan bagi kamanakan yang laki-
laki sesuai dengan kemampuannya. Selain itu mamak juga punya tanggung jawab
untuk mencarikan jodoh kamanakan bahkan kalau ia mampu membuatkan rumah
untuk kamanakan. Kamanakan punya tanggung jawab kepada mamaknya seperti :
berkunjung ke rumah mamak setiap ada kesempatan terutama pada hari baik dan
bulan baik. Apabila mau merantau meminta nasihat kepada mamak terlebih dahulu
dan pulang dari merantau mengunjungi mamaknya kembali. Apabila mamak sakit di
rumah anaknya, kamanakan secara bermusyawarah akan membawa mamak ke rumah
gadang. Begitu juga jika mamak meninggal di rumah anaknya, kamanakan secara
bersama akan meminta kepada anak-anaknya untuk dikubur di tanah pusaka keluarga,
anak ikhlas atau tidak ikhlas harus merelakannya.
Dari uraian di atas jelas terlihat hubungan antara mamak dengan kamanakan
merupakan hubungan kekerabatan yang sangat penting. Dalam sistem kekerabatan
matrilineal di Minangkabau mamak mempunyai hak menerima warisan dari
17
mamaknya pula berupa gelar, harta dan benda pusaka serta lambang, dan untuk
selanjutnya mewariskan hak-hak tersebut kepada kamanakan, beserta mewarisi
kewajiban melakukan aktifitas kooperatif dan produktif tersebut di atas, untuk
selanjutnya diwariskan kepada kamanakan. Sedangkan kamanakan mempunyai hak
dan kewajiban melakukan tradisi tersebut.
C. Sistem Kekerabatan Matrilineal
Sistem kekerabatan matrilineal merupakan sistem yang menganut garis keturunan
ibu. Sistem matrilineal tidak hanya ada pada masyarakat yang tingkat perkembangan
kebudayaannya sangat rendah (atau yang amat tua) tetapi pada banyak kebudayaan
yang berasal dari berbagai tingkat perkembangan. Suku bangsa Kutchin misalnya,
suatu suku bangsa yang hidup dari berburu di daerah hutan-hutan koniferus di daerah
sungai-sungai besar di Kanada Barat-laut, yang belum lama waktu yang lalu masih
amat rendah taraf perkembangan kebudayaannya, mempunyai suatu sistem
kekerabatan yang berdasarkan prinsip matrilineal. Di Indonesia terdapat suku
Minangkabau yang menganut sistem kekerabatan matrilineal. (Koentjaraningrat,
1972)
Moehtar Naim (1979) mengungkapkan bahwa garis keturunan dalam masyarakat
minangkabau diperhitungkan menurut garis matrilineal yang kemungkinan bermula
dari berpergiannya sebagian laki-laki ke daerah-daerah rantau selama masa-masa
ekspansi pertanian prionir, dengan meninggalkan wanita-wanita dirumah yang
menjadi basis dari organisasi domestik. Akibat dari migrasi laki-laki ini telah
18
menyebabkan melembaganya sistem matrilineal yang berpuncak dari eratnya
hubungan ibu dan anak (perempuan). Laki-laki Minangkabau dirundung dilemma.
“Di rumah isterinya dia dianggap sebagai tamu (samando). Dia dihormati, tapi tanpa
hak dan kekuasaan. Di rumah ibunya dia didudukkan sebagai mamak, sebagai
pengawal dari keluarga tapi tanpa hak untuk menikmati hasil dari sawah ladang yang
dapat dibawanya ke rumah isterinya.
Menurut Umar Junus (1970), seorang ayah dalam keluarga Minangkabau termasuk
keluarga lain dari keluarga isteri dan anaknya, sama halnya dengan seorang anak dari
seorang laki-laki akan termasuk keluarga lain dari ayahnya. karena itu, keluarga batih
menjadi kabur dalam sistem kekeluargaan Minagnkabau. Keluarga batih tidak
merupakan kesatuan yang mutlak, meskipun tidak dapat dibantah bahwa keluarga
batih memegang peranan penting juga dalam pendidikan dan masa depan anak-anak
mereka, dan tidak hanya berfungsi untuk pengembangan keturunan. (Umar Junus
dalam Koentjaraningrat, 1970).
D. Konsep Merantau
Merantau untuk jelasnya, berarti migrasi, tetapi merantau adalah tipe khusus dari
migrasi dengan konotasi budaya tersendiri yang tidak mudah diterjemahkan dalam
bahasa Inggris atau bahasa barat manapun. “Merantau” adalah istilah Melayu,
Indonesai dan Minangkabau yang sama arti dan pemakaiannya dengan akar kata
“rantau”. Orang Minangkabau terutama termasuk kelompok yang paling banyak
bergerak. Kebiasaan ‘merantau’ dari orang Minangkabau kiranya bukan hanya
19
sekarang saja, tapi telah melembaga, yang karenanya telah banyak menarik perhatian
para ahli. Merantau mempunya implikasi praktis bagi perkembangan sosial ekonomi
daerah ini. Pengaruh merantau terhadap kondisi ekonomi dan sosial Sumatera
Baratsampai dewasa ini nampaknya bertambah besar, sebab yang merantau justru
kaum muda yang punya potensi ekonomi dan potensi kerja lebih besar. (Moehtar
Naim,1979)
Moehtar naim(1979) juga mengatakan bahwa orang Minangkabau hampir tanpa
terkecuali mulai berangkat merantau pada umur yang amat muda dan karenanya rata-
rata memulia dari bawah. Mereka “mengais dulu baru makan” tanpa pegalaman yang
cukup dalam dagang. Sebagian mereka akan mengalami masa yang panjang dahulu
untuk sanggup membina perdagangan yang berhasil di rantau.
E. Teori Perubahan Sosial
Talcott Parsons melahirkan teori fungsional tentang perubahan. Dalam teorinya,
Parsons menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya
pertumbuhan pada mahkluk hidup. Komponen utama pemikiran Parsons adalah
adanya proses diferensiasi. Parsons berpendapat bahwa setiap masyarakat tersusun
dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun
berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika
masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan
yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. institusi berubah jika
terdapat kebutuhan akan perubahan sistem. Suatu perubahan itu terjadi disebabkan
20
oleh institusi-institusi lain., dengan ekonomi industrial yang baru membutuhkan suatu
bentuk institusi yang baru untuk menjalankan fungsi-fungsi khusus yang baru pula.
sebuah sistem menyesuaikan diri dengan perkembanagan zaman (Talcott Parsons
dalam Alimandan,1995).
Selo Soemardjan (1974) mengatakan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi
pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem
sosial, termasuk di dalammya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola prilaku di antara
kelompok dalam masyarakat. Menurutnya, antara perubahan sosial dan perubahan
kebudayaan memiliki satu aspek yang sama, yaitu keduanya bersangkut paut dalam
suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan cara masyarakat dalam
memenuhi kebutuhannya.
Pergeseran-pergeseran di dalam masyarakat menurut Roucek dan Warren (1984)
dapat dibedakan dalam dua arti yaitu pergeseran sosial (sosial change) dan pergeseran
kebudayaan (culture change). Pergeseran sosial budaya meliputi dari proses sosial
atau struktur masyarakat. Sedangkan pergeseran kebudayaan mempunyai konotasi
yang lebih luas berupa pergeseran dalam kebudayaan. Misalnya kepercayaan anak
kemenakan terhadap mamaknya sudah mulai berkurang karena disebabkan oleh
pengetahuan, ekonomi dan lain-lainnya yang berupa produk dari kebudayaan.
F. Teori Peran
Setiap masyarakat senantiasa terdapat suatu sistem pelapisan yaitu kedudukan
(status), peran (role). Kedudukan dan peran dapat diartikan sebagai tempat seseorang
21
secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain dalam arti lingkungan
pergaulannya, prestisenya, serta hak dan kewajibannya. Peran adalah perilaku yang
diharapkan dari seseorang yang memiliki status dan peran. Dalam hal ini peran dan
status berkaitan dengan wewenang dan tanggung jawab mamak terhadap kemenakan
yang dipimpinnya di lingkungan kekerabatan, peran seseorang akan berubah sesuai
dengan tugas yang di hadapinya. Artinya disini adalah sesuai dengan situasi pada
siapa ia (sedang) mengadakan interaksi (Soerjono Soekanto, 1987).
Pergeseran-pergeseran yang terjadi di dalam suatu masyarakat menurut Roucek dan
Waren (1984) dapat di bedakan dalam dua arti yaitu:
1. Pergeseran sosial yang berarti pergeseran yang meliputi pada proses sosial atau
struktur masyarakat.
2. Pergesaran kebudayaan berarti pergeseran dalam bidang kebudayaan seperti
pergeseran kepercayaan kaum atau kamanakan terhadap mamak.
Selo Soemardjan (1974) selama ini menjadi dasar mamak adalah kekuasaan baik
dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat. Berkurangnya pengaruh mamak
terutama di sebabkan oleh kekuasaannya diambil alih oleh pemerintah terutama
pemerintaah tingkat desa. Disamping itu mamak juga kurang memiliki kecakapan dan
pendidikan, rata-rata mereka hanya mempunyai pendidikan setingkat sekolah dasar.
Dengan rendahnya fase atau tingkat pendidikan mamak di pandang sebelah mata oleh
kaum atau kemenakannya yang memiliki pendidikan lebih tinggi, di samping itu
22
kepribadian juga mempengaruhi sebab yang menjadi tolak ukur ditokohkannya orang
tertentu dalam masyarakat adalah tingkat pengetahuan tertentu, keteladanan tingkah
laku, jalinan hubungan dengan orang-orang penting diluar desa dan
mengkomunikasikan ide-ide dikalangan masyarakat. Permasalahan disini adalah
dalam keadaan kaum sekarang ini sudah banyak dipengaruhi oleh norma-norma baru
yang sudah teridealisasi dari tingkah laku kaum yang dipimpin oleh mamak tersebut
sehingga kaum atau kemenakan itu sudah meresapi norma-norma baru dari ilmu
pengetahuan yang ia dapatkan, sehingga penghargaan terhadap mamak menjadi
rendah karena dianggap ketinggalan zaman dan sangat mengikat.
G. Penelitian – Penelitian Terdahulu
1. Taufik Abdullah 1965 (Adat and islam:an Examination Of Conflict In
Minangkabau)
Taufik Abdullah melakukan suatu penelitian terhadap kebudayaan Minangkabau
yang dituangkan dalam jurnal berjudul “Adat and islam:an Examination Of Conflict
In Minangkabau”. Taufik Abdullah menyimpulkan bahwa, daerah Minangkabau
yang terletak di pantai barat Sumatera, adalah salah satu daerah paling Islami di
Indonesia. Pada saat yang sama, ini terkenal dengan keterikatannya yang kuat dengan
adatnya (badan adat setempat), yang pada umumnya dianggap bertentangan dengan
hukum Islam. Kontradiksi inilah yang menyebabkan Bosquet menemukan kasus
Minangkabau "sebuah paradoks yang luar biasa dalam sosiologi Islam dan Van
Ronkel untuk merenungkan bagaimana antitesis antara adat dan Islam, antara adat
23
setempat dan agama universal, dapat membuat sintesis yang menjadi dasar dari
"karakter Minangkabau", Taufik Abdullah ingin mempertimbangkan sejauh mana
konflik "abadi" antara adat dan Islam ada, dan bagaimana orang-orang di daerah itu
sendiri melihat situasi di mana sistem yang tampaknya berlawanan dapat menerapkan
secara simultan pola perilaku dan standar nilai mereka.
Di satu sisi, adat mengacu pada adat istiadat setempat, di sisi lain konsep itu dipahami
sebagai keseluruhan sistem struktural masyarakat, yang hanya merupakan komponen
lokal. Adat dalam pengertian kedua ini seharusnya membentuk keseluruhan sistem
nilai, dasar dari semua penilaian etis dan hukum, serta sumber harapan sosial.
Singkatnya, ini merupakan pola perilaku yang ideal. Sebagai pola perilaku ideal
masyarakat Minangkabau, adat terdiri dari semua elemen yang telah diserap menjadi
satu sistem nilai yang tidak berdiferensiasi. Ketidakjelasan konsep adat juga
tercermin dalam karya beberapa penulis Minangkabau yang, sambil berusaha untuk
menyusun sistem nilai secara keseluruhan, juga berusaha untuk mendamaikan kedua
komponennya. Mereka mencoba membuktikan bahwa Islam dan adaΐ tidak saling
bertentangan: Islam saling melengkapi adat, dan sintesis antara adat dan Islam -
seperti yang dikatakan oleh salah satu dari penulis ini - tidak seperti kombinasi "air
dan susu" tapi seperti "penyatuan air dan minyak dalam susu."
Perjuangan untuk rekonsiliasi antar komponen yang berbeda ini bukanlah fenomena
baru bagi pemikiran Minangkabau. Kisah kaba tradisional dan sejarah tambo atau
kronik memberikan ilustrasi tentang upaya terus-menerus untuk mengintegrasikan
dan menyesuaikan aspek kontras dari sistem dan nilai sosial Minangkabau. Struktur
24
sosial tradisional Minangkabau dapat dibagi menjadi dua sistem yang berlawanan
dengan sistem keluarga kerajaan dan masyarakat awam. Yang pertama adalah
patrilineal, yang kedua matrilineal. Keduanya, bagaimanapun, adalah bagian tak
terpisahkan dari Alam Minangkabau di dunia Minangkabau. Dalam arti tertentu,
royalti dapat dianggap sebagai figurasir dari prinsip laki-laki dan masyarakat umum
asas femena, kedua prinsip tersebut diintegrasikan dengan "pernikahan sakral".
2. R.J. Chadwick 1975 (Matrilineal Inheritance and Migration in a Minangkabau
Community).
Pada tahun 1974-1975 R.J. Chadwick meakukan peneltian terhadap kehidupan adat
Minangkabau. Jurnal berjudul ”Matrilineal Inheritance and Migration in a
Minangkabau Community” merupakan hasil dari penelitian R.J Chadwick terhapat
sistem adat Minangkabau. Penelitian tersebut kemudian dilanjutkan pada tahun 1986.
Dalam jurnal nya R.J Chadwick menyebutkan bahwa Masyarakat Minangkabau
mungkin sudah bermigrasi untuk waktu yang sangat lama. Negeri Sembilan di
Malaysia sudah diselesaikan oleh emigran Minangkabau lima ratus tahun yang lalu.
Dan migrasi mungkin ada dalam hubungan fungsional dengan organisasi sosial
matrilokal dan matrilineal di rumah selama berabad-abad. Orang-orang memainkan
peran utama dalam migrasi namun sering kali mengikuti tujuan migrasi mereka oleh
calon istri, istri, dan keluarga lainnya. Namun, perempuan mana yang memilih untuk
bermigrasi juga dipengaruhi oleh ciri-ciri struktural sosial masyarakat di tanah air.
25
Penentu sosial migrasi yang dilakukan pada perempuan berbeda dari yang dikatakan
menyebabkan atau memfasilitasi migrasi laki-laki dan berhubungan langsung dengan
inti budaya - budidaya beras dan devolusi lahan padi. Faktor lain yang diidentifikasi
sebagai memfasilitasi migrasi Minangkabau adalah fleksibilitas dari involusi involusi
/ devolusi pertanian dan korporatitas dan integritas dari total populasi komunitas
endogamy manapun termasuk para migrannya. Pembangunan silsilah masyarakat
mencakup gagasan tentang pembagian ketaatan, implikasi fekunditas, dan asal-usul
ketidaksetaraan ekonomi. Konsep terkait kekerabatan dalam tiga bidang terakhir
bertindak dalam konser dalam menentukan bagaimana tanah dilepaskan dalam
jaringan kekerabatan dan dalam menentukan bagaimana kemiskinan dirasakan dan
dijelaskan. Bersama-sama adalah faktor penting yang mempengaruhi keputusan untuk
bermigrasi. Oleh karena itu, teori masyarakat Minangkabau yang menghubungkan
migrasi terutama dengan faktor sosial yang menimpa manusia dan juga teori umum
masyarakat matrilokal dan matrilineal yang menganggap perempuan sebagai
nonmigratori karena peran sentral dan tidak aktif yang dimainkan dalam organisasi
Masyarakat Minangkabau telah lama digambarkan dalam hal perubahan dan sistem
matrilinealnya.
3. Tshuyosi Kato 1978 (Change and Continuity The Minangkabau Matrilineal
System)
Sistem matrilineal yang ada dalam adat Minangkabau menjadi hal menarik yang
diteliti oleh Kato. Tshuyosi kato telah membahas tiga tingkat dan unit
26
pengelompokan matrilineal yang dituangkan dalam jurnal yang berjudul “Change
and Continuity The Minangkabau Matrilineal System”. Tiga tingkatan dan unit
pengelompokan matrilineal tersebut penting untuk memahami nagari manapun di
masyarakat Minangkabau, ketiga tingkatan itu adalah suku, payung, dan paruik.
Untuk mendefinisikan istilah-istilah ini secara sederhana, suku adalah sekelompok
garis keturunan terkait yang memiliki nenek moyang yang sama dan tidak dikenal;
sebuah payung adalah sekelompok rumah adat yang terkait (rumah adat akan segera
dijelaskan) di bawah pengawasan seorang kepala suku (penghulu); dan paruik adalah
sekelompok orang yang berhubungan umumnya tinggal di satu rumah adat.
Harus diingat bahwa istilah Minangkabau ini juga dapat digunakan di berbagai
wilayah untuk menunjukkan unit dan tingkat pengelompokan lainnya. Tetapi karena
Kato terutama prihatin di sini dengan memahami organisasi umum pengelompokan
matrilineal, Kato tidak mengacu pada pengecualian dan penyimpangan dari model
yang sedang dipertimbangkan. Dalam diskusi selanjutnya, istilah bahasa Inggris clan,
lineage, dan sublineage digunakan secara bergantian untuk suku, payung, dan paruik.
Semua laki-laki seharusnya mewarisi garis keturunan adat tittle setelah pernikahan.
Menurut hukum adat, harta leluhur dapat dilepas dengan syarat berikut, asalkan tidak
ada sumber keuangan lain yang tersedia dan ada kesepakatan yang jelas antara
anggota garis keturunan: (1) memperbaiki atau membangun kembali rumah adat; (2)
membiayai upacara peresmian penghulu yang baru diangkat; (3) menikahi keturunan
garis keturunan; dan (4) untuk menyediakan pemakaman seorang anggota garis
keturunan. Di bidang kelompok keturunan, semua masalah adat yang berhubungan
27
dengan garis keturunan sebagai kelompok perusahaan adalah kepedulian mamak.
Keputusan yang terkait dengan sifat leluhur dan perilaku anggota garis keturunan
dibuat oleh matrilineage secara keseluruhan di bawah bimbingan mamak. Contoh
keputusan tersebut menyangkut perselisihan mengenai sifat leluhur dan pelanggaran
hak asasi manusia, pelanggaran adat istiadat, dan perilaku buruk oleh anggota garis
keturunan. Seorang suami dapat dikonsultasikan dalam masalah ini, namun otoritas
terakhir tidak diragukan lagi berada di tangan mamak. Mamak berperan penting
dalam pengaturan pernikahan kemanakannya. Bahkan jika dia tidak terlibat langsung
dalam mencari calon pasangan, biasanya meminta izin mamak sebelum menikah.
Kebiasaan ini memiliki aspek praktisnya. Semua upacara adat diatur oleh mamak -
protokol, pertukaran pidato, dan sebagainya. Pernikahan biasanya dirayakan dua
ritual, upacara pernikahan adat dan upacara nikah pernikahan. Yang pertama
melambangkan matriline Minangkabau dan peran mamak, sementara yang terakhir
melambangkan hukum Islam dan peran ayah - karena dalam hukum Islam, ayah
mempelai wanita adalah saksi utama pernikahan tersebut. Upacara pernikahan adat
didahului oleh nikah, namun tanpa mantan perkawinan tersebut dianggap tidak sah.
Persetujuan mamak terhadap perkawinan sangat penting, karena tanpa itu tidak ada
pembicara yang akan hadir dalam upacara adat dan, sebagai konsekuensinya, hal itu
tidak akan terjadi.
Secara historis, seseorang bisa melihat tiga tahapan aktivitas merantau Minangkabau.
Di era paling awal, penduduk bergerak dalam kelompok segmental dari darek
(interior) ke rantau (daerah luar) untuk mencari lahan perawan karena tekanan
28
penduduk di pedalaman. Karena perbatasan semakin terdesak dari pedalaman, dan
karena daerah luarnya menjadi relatif ramai, mode merantau individualistis yang baru
menjadi lebih penting daripada segmentasi desa. Sejak akhir abad kesembilan belas,
kegiatan komersial berkembang di banyak wilayah di Sumatra - perkebunan di
Sumatra Timur, karet di Sumatera Tengah, dan minyak di Sumatera Selatan. Di
wilayah-wilayah inilah "laki-laki Minangkabau yang tidak berguna" melakukan
migrasi yang panjang untuk mencari kekayaan. (Sebelumnya, migrasi individu
semacam itu musiman dan dalam durasi singkat, dan keluarga umumnya tertinggal di
desa). Setelah Perang Dunia II, merantau telah menjadi gerakan keluarga (nuklir)
daripada individu. Migran cenderung menjauh dari desa untuk waktu yang lebih lama
dan jarang sekali kembali. Merantau Cino atau migrasi seperti orang Cina (banyak di
antaranya tidak pernah kembali ke China dari Asia Tenggara) lebih lazim. Orang
yang energik dan progresif cenderung meninggalkan desa, sementara masa inap yang
kurang energik dan kurang progresif
H. Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir merupakan alur berfikir peneliti dalam penelitian, untuk
mengetahui bagaimana alur berfikir peneliti dalam menjelaskan permasalahan
penelitian maka dibuatlah kerangka berfikir sebagai berikut.
Minangkabau menganut sisterm kekerabatan Matrilineal, yang berarti segala sesuatu
mengikuti garis keturunan ibu. Seorang ayah dalam keluarga Minangkabau
merupakan keluarga di luar keluarga anak dan isterinya. Dalam adat istiadat
29
Minangkabau, Seorang anak dari seorang ibu merupakan tanggung jawab penuh
seorang mamak yang merupakan saudara laki-laki ibunya. Dalam hal ini, seorang
ayah tidak mempunyai hak untuk mengurus anaknya, kemudian hak dan kewajiban
mengurus anak akan diserahkan ke mamak. Hubungan seorang mamak dan
kamanakan jauh lebih terikat dibandingkan hubungan ayah dan anaknya. Mamak
mempunyai peran untuk mendidik, membimbing serta mencarikan jodoh untuk
kamanakanya.
Dengan berjalannya waktu, serta bersamaan dengan banyaknya orang Minangkabau
yang melakukan perantauan maka adat istiadat Minangkabau dan hubungan antara
mamak dan kamanakan seakan sirna. Tidak terlihat lagi seorang mamak yang
menjalankan peran nya terhadapa kemenakan. Bahkan peran mamak dalam
mendidik, membimbing dan mencarikan jodoh terhdap kemenakannya sudah diambil
alih oleh orang tua yang merupakan keluarga batih. Sangat terlihat perubahan pola
hubungan antara mamak dan kamanakan
30
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
ADAT ISTIADAT
MINANGKABAU
KAMANAKAN MAMAK
MERANTAU
MASALAH
PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA PERUBAHAN HUBUNGAN MAMAK DAN
KAMANAKAN
31
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Mengingat permasalahan dalam penelitian dinamis dan penuh makna.
Peneliti menggunakan metode ini untuk dapat menjelaskan dan memahami situasi
sosial secara mendalam tentang perubahan pola hubungan mamak dan kamanakan
yang terjadi di rantau sehingga menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Metode penelitian kualitatif juga merupakan metode penelitian yang lebih
menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dari
pada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih
suka menggunakan teknik analisis mendalam, yaitu mengkaji masalah secara kasus
perkasus karena metodologi kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah satu akan
berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Penelitian kualitatif digunakan untuk
meneliti obyek yang alamiah, sedangkan objek yang alamiah adalah obyek yang
berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak
mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut. Serta analisi data yang di lakukan
32
bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dan kemudian
di konstruksikan menjadi sebuah hipotesis atau teori. Metode ini digunakan untuk
mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Penelitian
kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna
sedangkan generalisasi disebut Transferability. (Sugiyono:2012)
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian akan
dilakukan. Adapun tempat penelitian yang akan dilakukan oleh penulis berlokasi di
Kota Bandar lampung, tepatnya penelitian akan dilakukan pada Ikatan keluarga Koto
Gadang Maninjau Kota Bandar Lampung yang merupakan suatu komunitas yang
menaungi masyarakat rantau Minangkabau khusunya Koto Gadang Maninjau.
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian bertujuan untuk memberikan batasan masalah yang akan diteliti.
Fokus penelitian memberikan kemudahan bagi peneliti karena dapat memperoleh data
yang akurat dan penelitiannya tidak meluas ke budaya yang lain. Pembatasan ini
disesuaikan dengan tingkat kepentingan, keterbatasan tenaga, dana dan waktu yang
akan dibutuhkan.
Fokus dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui secara mendalam terkait
perubahan pola hubungan Mamak dan Kamanakan pada orang Minangkabau di
33
rantau. Kemudian juga mengamati secara mendalam bagaimana perubahan kehidupan
orang Minangkabau di rantau.
D. Penentuan Informan
Menurut Afrizal (2014) Informan penelitian adalah orang yang memberikan
informasi baik tentang dirinya ataupun orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal
kepada peneliti atau pewawancara mendalam. Selain itu Afrizal (2014) menjelaskan
bahwa jumlah informan yang akan kita wawancarai tidak menentu atau tidak
menjamin validitas data, melainkan didasarkan pada keperluan informan untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait fenomena yang sedang diteliti.
Penulis memutuskan untuk menentukan informan penelitian dengan masing-masing
kriteria yang telah ditentukan sebagai berikut :
1. Masyarakat Bandar Lampung yang berasal dari Minangkabau dan tercatat sebagai
anggota IKKGM Kota Bandar Lampung.
2. Tokoh adat Koto Gadang maninjau yang melakukan perantauan ke Bandar
Lampung.
3. Seorang Mamak yang mempunyai Kamanakan.
4. Seorang Kamanakan yang mempunyai Mamak sebagai panutannya.
34
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 teknik pengumpulan data berdasarkan
jenis penelitian kualitatif, yaitu:
1. Pengamatan (Observasi)
Observasi menurut Sujarweni (2014) merupakan penelitian dnegan melakukan
pengamatan menyeluruh pada sebuah kondisi tertentu. Tujuannya untuk
mengamati dan memahami perilaku kelompok orang atau individu pada
keadaan tertentu. Dalam penelitian ini peneliti akan terjun ke lokasi penelitian
unutk menelusuri permasalahan di lokasi terkait dengan perubahan pola
hubungan mamak dan kamanakan pada orang inangkabau di rantau.
2. Wawancara Mendalam (Interview)
Wawancara menurut Sujarweni (2014) merupakan proses untuk memperoleh
informasi dengan cara tanya jawab secara tatap muka antara pewawancara
dengan informan terkait dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini
peneliti akan mewawancara orang Minangkabau yang sesuai dengan kriteria
pada informan penelitian dan direkam dengan media perekam audio untuk
memudahkan analisis data.
3. Dokumentasi
Metode ini merupakan suatu cara pengumpula data yang menghasilkan
catatan-catatan penting yang berhubungan dengan ,maslaah yang diteiti,
35
sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan berdasarkan
perkiraan (Basrowi & Suwandi, 2008).
Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia
dalam catatan dokumen. Dalam penelitian sosial, fungsi data yang berasal dari
dokumentasi lebih banyak digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap
bagi data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara (Basrowi &
Suwandi, 2008).
Dalam penelitian ini dokumentasi berupa video wawancara dan rekaman suara
infroman tentang pandangan perubahan pola hubungan mamak dan
kamanakan di rantauyang sedang diteiti sebagai acuan bagi peneliti unutk
mempermudah penelitiannya.
4. Analisis Data
Afrizal (2014:176) mendefiniskan analisis data penelitian kualitatif sebagai suatu
proses yang sistematis untuk menentukan bagian-bagian dan saling keterkaitan antara
bagian-bagian dan keseluruhan dari data yang telah dikumpulkan untuk menghasilkan
klasifikasi atau tipologi. Pada penelitian ini penulis akan menggunakan metode
deskriptif normatif dengan pendekatan kualitatif.
Adapun langkah-langkah analisis data meliputi tiga komponen, yaitu:
a. Reduksi Data
Data dari lapangan kemudian ditulis dalam bentuk laporan selanjutnya direduksi,
dirangkum, difokuskan pada hal yang penting, selanjutnya dicari tema dan polanya
36
atau disusun secara sistematis. Data yang direduksi akan memberikan gambaran yang
tajam tentang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti dalam mencari kembali
data yang diperlukan.
b. Penyajian Data
Penyajian data digunakan untuk melihat gambar keseluruhan atau bagian-bagian
tertentu dari peneliti untuk menarik kesimpulan dari pengambilan tindakan. Bentuk
penyajiannya antara lain dengan cara memasukkan data ke dalam sebuah matrik,
grafik, dan bagan yang diinginkan atau bisa juga hanya dalam bentuk naratif saja.
c. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi
Setelah data direduksi kemudian data dimasukkan ke dalam bentuk bagan, matrik,
dan grafik maka tindak lanjut peneliti adalah mencari arti, konfigurasi yang mungkin
menjelaskan alur sebab akibat dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji
selama penelitian berlangsung.
Langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil kesimpulan adalah:
1. Mencari data-data yang relevan dengan penelitian.
2. Menyusun data-data dan menyeleksi data-data yang diperoleh dari sumber yang
didapat dari lapangan.
3. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan dituangkan dalam
bentuk penelitian.
37
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Orang Minangkabau di Bandar Lampung
1. Profil Wilayah Kota Bandar Lampung
Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung, dimana pusat
kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan di lakukakn di
kota ini. Bandar Lampung juga merupakan pusat kegiatan perekonomian daerah
lampung. Kota Bandar Lampung terletak di wilayah yang strategis kerena merupakan
daerah transit kegiatan perekonomian antar pulau Sumatera dan pulau Jawa., hal ini
sangat menguntungkan bagi pertumbuhan dan pengembangan kota Bandar Lampung
sebagai pusat perdagangan, industry dan pariwisata. Secara geografis Kota Bandar
Lampung terletak pada koordinat 5°20’ - 5°30’ Lintang Selatan dan 105°28’- 105°37’
Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan.
2. Di sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Lampung.
38
3. Di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gedung Tataan dan Padang
Cermin Pesawaran.
4. Di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan.
Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197,22 km2 yang terdiri dari 20
kecamatan dan 126 kelurahan, dengan luas wilayah masing-masing kecamatan
sebagai berikut:
Tabel 1. Luas Wilayah Kota Bandar Lampung per Kecamatan
NO Kecamatan Luas Wilayah
1 Teluk Betung Barat 11,02 km2
2 Teluk Betung Timur 14,83 km2
3 Teluk Betung Selatan 3,79 km2
4 Bumi Waras 3,75 km2
5 Panjang 15,75 km2
6 Tanjung Karang Timur 2,03 km2
7 Kedamaian 8,21 km2
8 Teluk Betung Utara 4,33 km2
9 Tanjung Karang Pusat 4,05 km2
10 Enggal 3,49 km2
11 Tanjung karang Barat 14,99 km2
39
12 Kemiling 24,24 km2
13 Langkapura 6,12 km2
14 Kedaton 4,79 km2
15 Rajabasa 13,53 km2
16 Tanjung Senang 10,63 km2
17 Labuhan Ratu 7,97 km2
18 Sukarame 14,75 km2
19 Sukabumi 23,60 km2
20 Wayhalim 5,32 km2
(sumber : BPS Provinsi Lampung, Bandar Lampung dalam angka Tahun 2017)
2. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung
Penduduk Provinsi lampung dapat dibagi menjadi dua jurai yaitu jurai asli yang
merupakan penduduk asli bersuku lampung dan jurai pendatang, yaitu penduduk dari
provinsi lain yang tinggal dan menetap di provinsi Lampung. Povinsi Lampung juga
merupakan daerah penerima migrasi penduduk Indonesia, sehingga penduduk
Lampung pun terdiri dari berbagai etnis. Bukan hanya sekedar ber transmigrasi,
banyak pula penduduk dari provinsi lain yang merantau ke Provinsi Lampung untuk
mengadu nasib, salah satu nya di Kota Bandar lampung. Hal ini lah yang
menyebabkan provinsi Lampung bukna hanya terdiri dari penduduk asli Lampung,
namun juga pnedatang.
40
Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung Dirinci menurut Kecamatan dan Jenis
Kelamin, Tahun 2012-2016, tercantum dalam table sebagai berikut:
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung Dirinci menurut Kecamatan
dan Jenis Kelamin, Tahun 2012-2016
No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Teluk Betung Barat 15.650 14.715 30.365
2 Teluk Betung Timur 21.796 20.643 42.439
3 Teluk Betung Selatan 20.332 19.771 40.103
4 Bumi Waras 29.490 28.333 57.823
5 Panjang 38.438 37.278 75.716
6 Tanjung Karang Timur 18.867 18.948 37.815
7 Kedamaian 27.079 26.514 53.593
8 Teluk Betung Utara 25.772 25.784 51.556
9 Tanjung Karang Pusat 25.733 26.365 52.098
10 Enggal 13.940 14.680 28.620
11 Tanjung Karang Barat 28.241 27.509 55.750
12 Kemiling 33.292 33.593 66.885
13 Langkapura 17.448 17.139 34.587
14 Kedaton 24.952 25.038 49.990
41
15 Rajabasa 24.928 24.013 48.941
16 Tanjung Senang 23.327 23.320 46.647
17 Labuhan Ratu 23.027 22.669 45.696
18 Sukarame 29.018 28.987 58.005
19 Sukabumi 29.904 28.532 58.436
20 Wayhalim 31.184 31.479 62.663
2016 502.418 495.310 997.728
2015 493.411 485.876 979.287
2014 484.215 476.480 960.695
2013 475.039 467.000 942.039
2012 456.620 446.265 902.885
(sumber : BPS Provinsi Lampung, Bandar Lampung dalam angka Tahun 2016)
Dilihat dari daya tampung yang dimiliki Kota Bandar Lampung diketahui bahwa
secara keseluruhan memiliki daya tampung efektif mencapai 1.972.200 jiwa. Jumlah
tersebut didapatkan dari luas Kota Bandar Lampung 19.722 ha dikalikan denga 100
jiwa, asumsinya pada setiap 1 hektar lahan dapat menampung 100 orang, dengan
berdasarkan hasil proyeksi jumlah penduduk hingga akhir tahun 2030 Kota Bandar
Lampung di prediksi masih mampu menampung pertambahan jumlah penduduk
sampai akhir tahun 2030.
42
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa Kota Bandar
Lampung
No Suku Bangsa Jumlah (Jiwa)
1 Jawa 357.512
2 Suku Asal Lampung 139.236
3 Sunda 105.502
4 Suku Asal Banten 68.468
5 Suku Asal Sumatera Selatan 90.881
6 Bali 3.647
7 Minangkabau 29.544
8 Tionghoa 29.706
9 Bugis 5.286
10 Batak 20.195
11 Lainnya 28.946
Total 878.923
(Sumber : BPS Provinsi Lampung, Sensus Penduduk Tahun 2010)
Menurut data statistik Kota Bandar Lampung tahun 2010 menunjukkan bahwa suku
Minangkabau di Bandar Lampung berjumlah 29.544 jiwa seperti yang dilihat pada
table di atas. Meskipun jumlah suku Minangkabau tidak sebanyak jumlah susku
Jawa, Banten, Sunda, dan suku lainnya, akan tetapi suku Minangkabau dan
43
kebuduyaannya cukup dikenal umum, karena para masyarakat suku Minangkabau
mampu memperkenalkan diri dari segi perdagangan yang sudah biasa mereka
lakukan. Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya usaha rumah makan Minang di
yang tersebar di Kota Bandar lampung dan mampu diterima dan dinikmati oleh
masyrakat Kota Bandar Lampung.
B. Gambaran Umum IKKGM (Ikatan Keluarga Koto Gadang Maninjau)
Bandar Lampung
Ikkgm (Ikatan keluarga Koto Gadang Maninjau) merupakan suatu perkumpulan atau
organisasi kemasyarakatan yang dibentuk oleh masyarakat Koto Gadang Maninjau
yang ada di perantauan pada tahun 1970. IKKGM sendiri pertama kali diketuai oleh
bapak Muhamad Yusuf yang mempunyai gelar Dt. Rajo Nando. Pada tahun 1970 Dt.
Rajo Nando bersama dnegan perantau lainnya mendirikan IKKGM ynag bertujuan
untuk mengikat tali silaturahmi antar perantau yang berasal dari Koto Gadang
Maninjau.
IKKGM tidak hanya ada di kota Lampung saja, tetapi juga terdapat di luar kota
Lampung, yakni kota Palembang. Sedangkan untuk di Lampung sendiri terdapat
beberapa DPC yang menjadi pusat kegiatan para perantau Koto Gadang Maninjau
yang berada di Bandar Lampung, Bandar Jaya, dan Tanjung Bintang.
IKKGM Kota Bandar Lampung sendiri sampai dngan tahun 2018 ini tercatat sudah
mengalami 7 kali pergantian kepengerusuan, yakni:
44
1. Muhamad Yusuf (Dt. Rajo Nando) merupakan pendiri IKKGM sekaligus
menjadi orang pertama yang memimpin kepengurusan IKKGM. Dt. Rajo
Nando menjabat menjadi ketua IKKGM selama 15 tahun yakni, dari tahun
1970 sampai dengan 1985. Beliau merupakan asli orang awak yang merantau
ke Kota Bandar Lampung sejak tahun 1960-an. Setelah merantau ke Bandar
lampung, beliau mulai merintis usaha konfeksi dengan modal yang di bawa
nya dari kampung, tidak butuh waktu lama usaha yang dirintis beliau
mendapatkan kesusksesan dengan bantuan para kolega yang merupakan
perantau dari Koto Gadang Maninjau.
2. Ahmad Nur menjadi orang kedua yang memimpin IKKGM, beliau di tetapkan
sebagai ketua pada tahun 1985 dan mengakhri jabatan nya sepuluh tahun
kemudian pada tahun 1995. Ahmad Nur merupakan salah satu perantau dari
Koto Gadang Maninjau yang memutuskan untuk meninggalkan kampung
halaman untuk mencoba kehidupan yang lebih baru. Dengan di pilihnya
Ahmad Nur menjadi ketua bukan berarti Ahmad Nur melupakan keluarga
yang ada di kampung, beliau masih menjalin hubungan baik dengan kampung
halaman dan juga selalu mempererat silaturahmi dengan para perantau asal
Koto Gadang Maninjau yang ada di Bandar lampung .
3. Abdul Hadi merupakan orang ketiga yang menjadi ketua IKKGM Kota
Bandar Lampung, beliau sendiri ialah anak kandung dari Muhamad Yusuf
(Dt. Rajo Nando) pendiri IKKGM kota Bandar Lampung. Abdul Hadi
ditetapkan menjadi ketua IKKGM kota Bandar Lampung pada tahun 1995
unutk meneruskan kepemimpinan yang sebelumnya, beliau bertekad untuk
45
terus menjaga kesatuan IKKGM yang telah didirikan oleh sang ayah.
Kepengurusan beliau terhenti di tahun ke 10 dikarenakan beliau mempunyai
urusan pribadi yang mengharuskan beliau meninggalkan kota Bandar
Lampung, Abdul Hadi resmi mundur dari jabatan nya sebagai ketua pada
tahun 2005.
4. Pada tahun 2005 setalah mundur nya Abdul Hadi dari jabatannya sebagai
ketua, Ahmad Nur yang merupakan pemimpin pada periode sebelumnya
kembali dipercaya untuk memipin kembali IKKGM. Beliau menyelesaikna
jabatannya pada tahun 2010.
5. Hairul Huda menjadi orang yang dipercaya untuk memimpin IKKGM setelah
kepengurusan Ahmad Nur. Beliau merupakan adik kandung Abdul Hadi
(ketua IKKGM ke-3) yang berarti juga anak kandung dari Dt. Rajo Nando
pendiri IKKGM kota Bandar Lampung. Dimulai pada tahun 2010
kepemimpinan Hairul Huda bertahan hingga saat ini. Beliau masih
menjalankan tugasnya sebagai ketua IKKGM kota Bandar Lampung dibantu
dengan para perantau lainnya yang menjadi pengurus IKKGM.
Sampai saat ini telah tercatat 128 KK yang menjadi anggota resmi IKKGM kota
Bandar Lampung. Anggota IKKGM kota Bandar lampung selalu menjaga silaturahmi
dengan mengikuti kegiatan dan agenda-agenda yang telah disusun oleh para pengurus
IKKGM. Adapun agenda rutin yang dilakukan para anggota IKKGM yaitu:
46
1. Rapat Koordinasi yang diadakan satu bulan sekali. Rapat ini dilaksanakan
untuk mengkoordinasikan para pengurus terkait dengan program jangka
pendek yang akan dilaksanakan serta untuk memutuskan anggaran program
jangkan pendek tersebut.
2. Arisan keluarga. Arisan ini diadakan satu bulan sekali bagi paera anggota
IKKGM dimana tempat arisan itu sendiri berpindah dari satu rumah anggota
ke rumah anggota lainnya guna mempererat tali silaturahmi para anggota.
3. Pulang Basamo yang diadakan 2 tahun sekali. Pulang basamo atau pulang
kampung merupakan agenda rutin tahunan IKKGM kota Bandar Lampung
unutk tetap menjalin silaturahmi dengan para keluarga yang ada di Koto
Gadang Maninjau
90
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan dalam berbagai hal terkait dengan
perubahan pola hubungan mamak dan kamanakan pada orang Minangkabau di rantau
khususnya orang Minang yang tergabung dalam ikatan keluarga Koto Gadang
Maninjau serta bergeser nya fungsi dan peran mamak .
1. Di dalam masyarakat Perantau Koto Gadang Maninjau di Kota Bandar
Lampung telah terjadi perubahan atau pergeseran yaitu pergeseran fungsi
mamak terhadap kamanakan yang meliputi peran mamak dalam mendidik
kamanakan, peran mamak dalam bidang harta pusaka, dan peran mamak
dalam bidang perkawinan kamanakan. Yang hampir keseluruhan telah
digantikan oleh peran ayah.
2. Tidak semua tanggung jawab Mamak terhadap Kamanakan semata-mata
hilang begitu saja, Beberapa hal masih dilaksanakan dengan baik oleh si
Mamak meskipun hampir secara keseluruhan peran mamak telah diambil alih
oleh orangtua kandung.
91
3. Dalam mendidik kamanakan, mamak berperan membimbing kamanakan
dalam hal pewarisan peran, mengawasi pendidikan kamanakan, serta pemberi
pendapat dalam menentukan arah pendidikan kamanakan, tetapi sekarang
peran mamak telah bergeser jauh, mayoritas kamanakan mengikuti pendidikan
formal, pengawasan dalam hal pendidikan kamanakan dominan telah
digantikan oleh orang tua, kamanakan sebagian lebih memilih meminta
pendapat kepada orang tuanya.
4. Peran mamak dalam perkawinan kamanakan, yaitu mencarikan jodoh untuk
kamanakan, bertanggung jawab dalam kesepakatan perkawinan kamanakan,
dan membiayai perkawinan kamanakan, tetapi dalam mencarikan jodoh
kamanakan telah dibebaskan untuk mencari jodohnya sendiri, biaya
perkawinan kamanakan telah di ambil alih oleh orang tua.
5. Dari hasil penelitian hal-hal yang menyebabkan pergeseran fungsi peran
mamak terhadap kamanakan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
menguatnya keluarga batih dan kurangnya komunikasi antara mamak dan
kamanakan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Pergeseran-pergeseran fungsi yang terjadi dari seorang mamak terhadap
kamanakan di tanah rantau dalam hal ini khususnya di Bandar Lampung,
92
memerlukan pemikiran yang bijak dari berbagai unsur dari masyarakat baik
dari kalangan ninik mamak, cerdik pandai, alim ulama, agar perubahan-
perubahan yang terjadi di masyarakat sebagai bagian dari perubahan global
tidak membawa dampak pengikisan terhadap nilai-nilai adat yang telah
tumbuh sejak zaman dahulu.
2. Diperlukan bantuan dan kerjasama paguyuban seperti IKKGM yang
seharusnya bisa menyambungkan tali silaturahmi antar perantau di Kota
Bandar Lampung.
3. Diperlukan Kepercayaan para Kamanakan terhadap para Mamak , terlebih
lagi kesadaran diri para Kamanakan di tanah rantau, yang seharusnya lebih
melihat dan berpikir lebih dalam mengenai asal-usul dan kehidupan yang
diharapkan dapat menjadi pelajaran dan melestarikan warisan adat paling
sesuai dengan peribahasa Minang yang berbunyi “Alam Terkembang Jadi
Guru”
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. 1956. Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau.
Indonesia.
Afrizal. 2014. Metode Penelitin Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
Alimandan. 1995. Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Amir, M.S. 2003. Tanya Jawab Adat Minangkabau: Hubungan Mamak Rumah
dengan Sumando. Sumatera Barat: Mutiara Sumber Widya.
Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Chadwick, R.J. 1975. Matrilineal Inheritance and Migration in a Minangkabau
Community.
Kato, Tshuyosi. 1978. Change and Continuity in the Minangkabau Matrilineal
System. Indonesia.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Universitas Indonesia.
(UI-Press)
Koentjaraningrat. 1970. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Sapdodadi.
Koentjaraningrat. 1972. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.
Martin, J.V. 1961. Disappearance of Matriclan Survivals in Minangkabau. BKI
Naim, Moehtar. 1979. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Navis, A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau.
Jakarta: Penerbit PT Pustaka Grafitipers.
Roucek, Roland L. Warren. 1984. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Bina Aksara.
Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Suatu Penganta., Jakarta: CV. Rajawali.
Soemardjan, Selo. 1974, Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta: Tanpa Penerbit.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sujarweni, Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Syani, Abdul. 1992. Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi
Aksara