pertemuan ke 3 teori struktural fungsional

Upload: alek-al-hadi-9335

Post on 17-Jul-2015

762 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Pertemuan Ke-3. TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL SEBAGAI ACUAN ANALISIS SISTEM SOSIAL DAN BUDAYA INDONESIA Abdul Kholek, MA

1. Teks Pengantar Pertemuan sebelumnya kita sudah membahas dan mendiskusikan konsepsi system social dan budaya Indonesia. Kesempatan ini kita akan membahas salah satu acuan teori yang bisa digunakan dalam menganalisis system social dan system budaya, yaitu teori system (structural fungsional). Pentingnya pemamahan teoritis digunakan untuk mengkerangkai setiap analisis yang akan dilakukan khususnya dalam perkuliahan system social dan system budaya Indonesia. Aktulasisasi dari pemahaman teori ini akan memberikan pengkayaan dan pendalaman persfektif bagi rekan-rekan mahasiswa dalam melihat fenomena yang berkembang khususnya system social dan budaya. Berlandaskan pada pentingnya asumsi tersebut ada tiga poin penting yang akan kita uraiankan dan diskusikan dalam perkualiahan ini yaitu, pertama; historisasi teori system (structural fungsional), kedua; asumsi dasar dari teori system (structural fungsional), ketiga; relevansi teori tersebut dalam bahasan system social dan budaya Indonesia. 2. Historisasi Teori Sistem (Struktural Fungsional) Perkembangan awal teori sistem (structural fungsional) tidak terlepas dari dominasi ilmu alam pada perkembangan ilmu social dan politik. Adanya asumsi bahwa suatu pengetahuan harus memenuhi syarat-syarat ilmiah (mekanisme ilmu alam) untuk menjadi sebuah ilmu pengetahuan. Hadirnya struktual fungsional tidak terlepas juga dari cara melihat masyarakat dianalogikan sebagai organisme biologis, sehingga disebut juga[Sistem Sosial dan Budaya Indonesia] Page 1

sebagai arganismic approach. Awal mula teori ini di kenalkan oleh Aguste Comte (1798-1857), ia mengatakan bahwa masyarakat sebagai organisme hidup. Kemudian kerangka pemahaman tersebut selanjutnya dilanjutkan oleh Herbert Spancer (1820-1903), ia mengasumsikan bahwa masyarakat sebagai oeganisme biologis, tetapi tidak terlalu sama dan melihat bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu system yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung satu sama lainnya. Selain kedua penggagas awal teori structural fungsional tersebut, kemudian dikembangkan oleh banyak tokoh-tokoh ilmuan social lainnya, misalkan Emile Durhkeim (1858-1917), mengatakan bahwa dalam masyarakat sebagai keseluruhan organism. Didalamnya memiliki seperangkat kebutuhan dan fungsi-fungsi yang harus dipenuhi agar tetap langgeng. Jika kebutuhan terntentu tidak dipenuhi akan terjadi patologi social. Pada akhir 1930-an teori structural fungsional mulai mendominasi kajian-kajian mengenai system social dan budaya (masyarakat), Talcott Parson dan Robert K. Merton merupakan era kemajuan teori tersebut. fungsional dalam bagian selanjutnya. 3. Asumsi Dasar Teori Struktural Fungsional (sistem) Pendekatan ini melihat masyarakat pada dasarnya terintegrasi atas dasar kesepakatan para anggotanya akan nilai-nilia kemasyarakatan, suatu general agreements yang memiliki daya mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan diantara anggotanya. bentuk ekulibrium (keseimbangan). Dan memandang bahwa masyarakat Pendekatan ini sering juga disebut sebagai suatu system yang secara fungsional terintegrasi kedalam suatu integration approach, equilibrium approach atau dengan kata yang paling polpuler yaitu structural funcitional approach. Untuk memahami poin utama yaitu asumsi-asumsi dasar dari teori structural

[Sistem Sosial dan Budaya Indonesia]

Page 2

Sebagaimana diatas telah diruaikan bagimana peran dari Spancer dalam melihat masyarakat sebagai organisme biologis, berikut asumsi dasar yang menjadi pijakan dalam analisisnya : 1. 2. 3. 4. 5. Masyarakat dan organisme hidup sama-sama mengalami pertumbuhan Pertambahan ukuran struktur atau tubuh social dan tubuh organisme hidup, sama-sama akan semakin banyak bagian-bagian atau kompleks. Setiap bagian dalam tubuh organisme hidup dan organisme social memiliki fungsi dan tujuan tententu. Perubahan pada suatu bagian baik organisme social maupun system social akan mengalami gangguan secara keseluruhan. Bagian-bagian tersebut bisa dipelajari secara terpisah, missal system ekonomi, politik, didalami oleh berbagai ahli. Asumsi dasar tersebut merupakan awal dari perkembangan teori struktural fungsional. Sebagaimana dijelaskan setelah tahun 1930-an merupakan masa dominasi dari teori tersebut, asumsi dasar yang berkembang dalam yang dikembangkan oleh Parson dan pengikutya yaitu : 1. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu system dari bagian-bagian yang saling berhubungan. 2. Hubungan yang terjadi saling mempengaruhi dan bersifat ganda dan timbale balik. 3. Secara fundamental system cenderung bergerak menuju ekuilibrium (keseimbangan) >> sosialisasi dan pengawasan social (control social), menanggapi perubahan yang datang dari luar. 4. Difungsi, ketegangan-ketangan dan penyimpangan akan senantiasa terjadi tetapi dalam jangka waktu yang panjang akan tertarasi melalui institusional dan kelembagaan. 5. Perubahan-perubahan didalam masyarakat secara gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian tidak secara revolusioner.[Sistem Sosial dan Budaya Indonesia] Page 3

6. Perubahan

didalam

masyarakat

terjadi

karena,

penyesuaian,

pertumbuhan, penemuan-penemuan baru. 7. Adanya consensus yang memberikan kekauatan masyarakat untuk terintegrasi. Tujuh poin tersebut setidaknya merupakan asumsi-asumsi dasar dari teori structural fungsional, secara umum pendekatan ini melihat bahwa masyarakat dikaji sebagain sebuah system. Sebagaimana telah dijelaskan dalam pada pertemuan sebalumnya. Kiranya acuan dasar tersebut diatas bisa digunakan dalam menganalisis system social dan budaya khususnya dalam lingkup ke-Indonesiaan. Parson memberikan sebuah acuan skema yang dikenal dengan AGIL (adaptation, goal, integration, lantency). Berikut penjelasannya : pertama, adaptasi, system harus mengatasi kebutuhan situasional yang dating dari luar. Kedua, goal system harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Ketiga, integrasi system harus mengatur setiap kompenen system. Keempat, latensi; pemeliharaan pola yang menjadi dasar bagi keseimbangan system tersebut. Robbert K. Merton, sebagai penganut toeri structural fungsional memberikan analisis system social masyarakat modern yaitu berokrasi, ada beberapa temuannya menganai system birokrasi tersebut yaitu : 1. Birokrasi merupakan struktur social yang terorganisir secara rasional dan formal. 2. Memiliki pola kegiatan dengan batas-batas yang jelas. 3. Kegiatan diarahkan untuk tujuan organisasi. 4. Jabatan-jabatan birokratis. 5. Status dalam birokrasi tersusun secara herarkis. 6. Adanya aturan-aturan yang jelas dalam pelaksanaan kewajiban dan hak.[Sistem Sosial dan Budaya Indonesia] Page 4

dalam

organisasi

disesuaikan

dengan

struktur

7. Otoritas pada jabatan bukan pada orang. 8. Hubungan-hubungan antara orang-orang dibatasi secara formal. Kerangka tersebut yang diungkapkan oleh Merton merupakan salah satu hasil dari penerapan persfektif structural fungsional dalam melihat organisasi birokrasi dalam masyarakat modern. Jika dikaitkan dengan realitas social dan budaya Indonesia sebenarnya asumsi teori system (structural fungsional) sangat relevan untuk digunakan dalam kejian pendalaman dalam materi perkuliahan ini. 4. Relevansi Teori Struktural Fungsional terhadap Sistem Sosial dan Budaya Indonesia Bagaian akhir ini merupakan hal yang terpenting untuk dipahami bersama, mengenai apa relevansinya teori tersebut jika diletakkan pada latar system social dan budaya Indonesia. Sebagaimana telah diketengahkan dalam pembahasan diatas bahwa landasan utama teori tersebut yaitu melihat masyarakat sebagai sebuah system. Dan kemudian dikembangan beberapa asumsi-asumsi dasar untuk mengkaji system tesebut. Kiranya inilah yang menjadi pertautan penting mengapa teori tersebut relevan untuk dijadikan salah satu acuan dalam memahami system social dan budaya Indonesia. Asumsi-asumsi dasar dari teori structural fungsional (system) tersebut bisa dituangkan dalam melihat bagaimana system social dan budaya Indonesia. Misalkan jika kita akan mengkaji masalah integrasi masyarakat di daerah transmigrasi (jalur), kita dapat menggunakan asumsi-asumsi teori tersebut untuk melihat bagaimana tatanan masyarakat, integrasinya, pola hubungan antar masyarakat, tujuan dari masyarakat setempat, serta melihat nilai-nilia yang mewujudkan integrasi tersebut. Contoh yang paling jelas, jika kita melihat system social dan budaya Indonesia sebagai masyarakat yang beragam tetapi terintegrasi dalam bingkai keIndonesian. Kondisi ini bisa juga dilihat secara deatail unsure-unsur apa saja[Sistem Sosial dan Budaya Indonesia] Page 5

yang memberikan sumbangsih terhadap integrasi tersebut, misalkan latar belakang tujuan, hubungan masyarakat, consensus seperti apa yang melatari misalkan adanya UUD dan Pancasila. Jadi realita system social dan budaya Indonesia bisa dikaji dengan menggunakan perfektif structural fungsional. Baik kajian secara makro ataupun kajian secara mikro. Hal inilah yang melatari mengapa kajian teoritis ini sangat penting untuk didiskusikan bersama-sama. Semoga bermanfaat!!! Referensi : 1. Sistem Sosial Indonesia. Nasikun 2. Teori Sosiologi; dari klasik sampai perkembangan muktahir teori social post modern. George Ritzher. 3. Sosiologi Kontemporer. Margaret Poloma.

[Sistem Sosial dan Budaya Indonesia]

Page 6