pertanian tradisional gogo rancah di atas atap sebagai solusi futuristik dalam pembangunan ramah...
DESCRIPTION
kcacakTRANSCRIPT
1
PERTANIAN TRADISIONAL GOGORANCAH DI ATAS ATAP SEBAGAI
SOLUSI FUTURISTIK DALAM PEMBANGUNAN RAMAH
LINGKUNGAN MENUJU KEDAULATAN PANGAN MASA DEPAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan industri properti merupakan salah satu faktor utama
pendukung laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berdasarkan Data Badan
Pusat Statistik (2011), pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi makro di Indonesia
meningkat dengan ditandai pertambahan PDB sebesar 5,8% yang tampak pada
daya beli masyarakat yang semakin tinggi, terutama di bidang investasi properti.
Selama tahun 2005-2009 laju pertumbuhan Indonesia bertumbuh rata-rata 5,5%.
Potensi ekonomi dalam arus pembangunan mendorong pemerintah mengeluarkan
berbagai kebijakan yang mendorong investor luar negeri menanamkan modal di
bidang industri. Namun, arus pertumbuhan industri properti yang pesat menuntut
area pembangunan yang luas. Hal ini mendorong terjadinya konversi wilayah
pertanian menjadi wilayah nonpertanian sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
lahan bagi pembanguanan properti. Akibatnya, 1.002.055 ha atau 61,57% lahan
pertanian di jawa dan 625.459 ha atau 38,43% lahan pertanian di luar jawa telah
beralihfungsi menjadi lahan nonpertanian yang berdampak pada penurunan hasil
pertanian di Indonesia. Permasalahan konversi lahan semakin kompleks dengan
keberadaan otonomi daerah yang membuka peluang bagi pemerintah daerah
semakin intensif melakukan berbagai upaya untuk mendatangkan investor
termasuk upaya-upaya yang dapat mempercepat arus konversi lahan. Jika kondisi
ini terus dibiarkan, Indonesia akan memasuki era krisis pangan yang dapat
berakibat pada inflasi ekonomi, peningkatan angka kemiskinan, Pertambahan
kasus kelaparan bahkan ancaman stabilitas politik ( Direktorat Jenderal Bina
Produksi Tanaman Pangan, 2012).
Di satu sisi, bangunan dalam industri properti justru menyediakan lahan
pertanian vertikal sebagai wilayah pertanian baru dalam bentuk pertanian di atas
atap. Faktanya, pemanfaatan atap bangunan telah lama dilakukan pada sayuran
dengan tingkat keberhasian mencapai 64,7% (Arya,2011). Sehingga dengan
pengolahan yang tepat, terdapat peluang besar untuk membangun pertanian di atas
atap bagi tanaman padi sebagai komuditas utama di Indonesia dalam bentuk areal
persawahan. Maka muncul nama Gogorancah sebagai sebagai sebuah sistem
pertanian tradisional turun temurun yang menawarkan efisiensi air dan tenaga.
Gogorancah adalah konsep budidaya padi dengan perlakuan menyerupai palawija
tanpa menggunakan alat berat. Sebagai tambahan, menurut Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (2011), pertanian sistem Gogorancah
lebih praktis namun tetap memberi hasil yang sama dengan pertanian biasa.
Dengan begitu, pertanian tradisional Gogorancah di atas atap adalah solusi
futuristik dalam pembangunan properti ramah lingkungan menuju kedaulatan
pangan masa depan. Di mana menurut Undang-undang UU no. 41 tahun 2009
Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat
2
menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan bagi
rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem
pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan
Tujuan penulisan PKM GT ini antara lain:
1. Mengembangkan solusi yang dapat mengatasi masalah penghambat
pembangunan di Indonesia.
2. Mengetahui metode penerapan pengembangan pertanian tradisional Gogo
Rancah di atas atap.
3. Mendukung kebijakan pemerintah dalam upaya pembangunan yang
berkelanjutan dan usaha mensejahterakan masyarakat melalui kesetabilan
pangan dan program pelestarian lingkungan yang sehat.
Manfaat
Adapun manfaat penulisan PKM GT ini antara lain:
1. Sebagai sumber refrensi dalam mengatasi efek penyusutan lahan pertanian
sebagai akibat pembangunan yang tidak terkontrol
2. Merupakan acuan mengenai sistem pertanian tradisional Gogo Rancah di atas
atap beserta penerapannya.
3. Sebagai bentuk solusi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dalam
menghadapi problematika dalam pembangunan maupun pelestarian
lingkungan.
GAGASAN
Kondisi Pangan di Indonesia Akibat Penyusutan Lahan Pertanian
Saat ini, Indonesia tengah menghadapi suatu kondisi kerawanan pangan, di
mana hasil produksi terus menurun akibat lahan pertanian yang semakin menurun
sedangkan jumlah populasi manusia terus meningkat. Kondisi ini adalah titik
hantar Indonesia pada permasalahan krisis pangan. Pada bulan Agustus 2012,
Indonesia tercatat telah mengimpor sekitar 1.033.794,255 ton beras. Jumlah ini
7,98% lebih tinggi dibandingkan pada bulan September 2011 (Badan Intelijen
Negara, 2012). Kondisi ini semakin menjadikan Indonesia tergantung kepada
beras impor. Hal ini membahayakan stabilitas pangan dan ekonomi Indonesia.
Indonesia memiliki sekitar 8,5 juta hektar lahan yang dimanfaatkan
menjadi sektor pertanian. Lahan tersebut tersebar masing-masing 5,18 juta hektar
di Sumatera; 0,48 juta hektar di Bali dan Nusa Tenggara; 5,4 juta hektar di
Kalimantan; 1,93 juta hektar di Sulawesi; 8,0 juta hektar di Maluku dan Papua
serta 4,3 juta hektar di Jawa. Akan tetapi, terdapat sekitar 3000 hektar sawah per
hari yang beralih fungsi menjadi kawasan non pertanian. Kecepatan penyusutan
lahan pertanian sekitar 8% per tahun. Padahal idealnya hanya 42.884 hektar atau
3,95 % yang boleh dialihfungsikan sedang sisanya harus dipertahankan sebagai
lahan sawah abadi (Anonim, 2009).
3
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004, konversi lahan
pertanian ke lahan non pertanian di Indonesia telah mencapai 9.152 ha per tahun.
Perso alan penyusutan lahan pertanian ini adalah hal nyata yang dapat disaksikan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menghilangnya satu demi satu lahan, maka
hasil produksi berupa cadangan pangan juga berkurang. Konversi lahan yang
pertama kali pada periode 1985-1998 telah menyebabkan hilangnya peluang
produksi padi sekitar 2.82 juta ton per tahun yang setara dengan rata-rata 1.5 juta
ton volume impor beras. Dengan perkembangan Industri properti yang pesat,
jumlah tersebut terus bertambah. Data BPS menunjukan angka tetap produksi padi
di Indonesia pada tahun 2010 telah turun 1,07% atau 0,71 juta ton di tahun 2011.
(Hanani,2007).
Solusi yang Pernah Ditawarkan dalam Mengatasi Problematika Penyusutan
Lahan Pertanian di Indonesia
Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Pertanian
Kelangkaan lahan pertanian yang merupakan komuditas andalan Indonesia
sebagai negara agraris mendorong upaya ekstensifikasi lahan berupa alih fungsi
wilayah hutan menjadi lahan pertanian. Untuk upaya ini, hutan harus ditebangi
terlebih dahulu. Di sisi lain, secara umum hutan di Indonesia telah berkurang
sebanyak 1,87 juta hektar per tahun akibat kebakaran dan penebangan secara legal
maupun ilegal sehingga diperkirakan akan habis sama sekali dalam kurun waktu
50 tahun. Sebelum itu, dampak kerusakan hutan telah dapat dirasakan saat ini
berupa musibah longsor dan banjir yang diakibatkan ketidakmampuan daerah
pertanian menjadi wilayah serapan air. Secara lebih luas, permasalahan ini
berdampak besar terhadap pemanasan global. Sebab, hilangnya hutan sebagai
penyerap kabondioksida terbesar menyebabkan efek rumah kaca yang
meningkatkan suhu atmosfir bumi ke titik panas yang ekstrem (Admin, 2012).
Pemberlakuan Undang-undang Pelindung Lahan Pertanian
Pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang No. 41 tahun 2009
tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan berupa perlindungan lahan
pertanian di mana sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan,
mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan serta mengawasi
lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan (Darpawan,2009).
Akan tetapi, fakta menunjukan penerapan Undang-Undang tersebut belum
maksimal. Sebab, bukti di lapangan menunjukan konversi lahan pertanian demi
industri dan bisnis tetap berlangsung secara bebas tanpa kontrol (Selamet,2012).
Penerapan Pertanian Traisional Gogorancah di Atas Atap Sebagai Inovasi
Dalam Mengatasi Penyusutan Lahan Pertanian
4
Berkembangnya industri properti menyebabkan Indonesia mengalami
sebuah ketimpangan di mana terjadi peningkatan ekonomi secara statistik namun
penurunan kesejahteraan masyarakat kelas bawah di sisi lain. Persoalan ini
membutukan solusi berupa gebrakan baru yang inovatif, efektif dan mencakup
kedua sisi permasalahan sehingga tidak memunculkan permasalahan-
permasalahan baru seperti beberapa contoh solusi yang pernah ditawarkan di atas.
Langkah-langkah di atas hanya sebatas menanggulangi secara sementara dan tidak
menyelesaikan permasalahan hingga ke akarnya. Bentuk penyelesaian tersebut
justru meluaskan masalah dengan melibatkan sektor-sektor lain.
Di sisi lain, penerapan pertanian tradisional Gogorancah di atas atap
merupakan sebuah solusi yang mengubah permasalahan menjadi keuntungan yang
lebih besar. Sistem ini menawarkan pemberdayaan potensi dalam bangunan-
bangunan di Industri Properti yang merupakan penyebab permasalahan selama ini
sebagai solusi yang justru mengatasi persoalan yang ditimbulkannya. Prinsip
urban farming yang diterapkan dalam bentuk pertanian di atas atap dengan sistem
Gogorancah merupakan solusi yang efektif sebab selain berimbas langsung pada
peningkatan hasil produksi pertanian yang merupakan cadangan pangan di
Indonesia, langkah ini secara tidak langsung juga dapat berkontrtibusi terhadap
usaha mengatasi permasalahan pemanasan global. Sebagai tambahan, solusi ini
merupakan solusi dinamis untuk diaplikasikan. Karena selain dapat diterapkan
pada bangunan di industri properti, model pertanian ini juga dapat diterapkan pada
bangunan lain di luar sistem itu, termasuk rumah pribadi. Pertanian tradisional
Gogorancah di atas atap merupakan inovasi futuristik yang mengembangkan
prinsip urban farming dalam bentuk persawahan tradisional dengan sistem olah
tanah khusus. Sistem ini merupakan solusi efektif dalam usaha pembangunan
ramah lingkungan menuju kesejahteraan pangan masa depan Indonesia.
Rancangan Persawahan Di atas Atap
Rancangan persawahan di atas atap menjadi dua, yaitu persawahan di atas
atap tunggal dan persawahan di atas atap paralel. Persawahan atas atap tunggal
adalah sistem persawahan di atas atap sebuah gedung yang luas, seperti
apartemen, mall, hotel dan sekolah. Sedangkan persawahan atas atap paralel
adalah persawahan di atas atap yang menyatukan atap beberapa bangunan menjadi
satu wilayah pertanian. Konsep ini dapat diterapkan pada industri properti
berbentuk perumahan
Pada persawahan di atas atap tunggal, kondisi persawahan atas atap yang
diciptakan semirip mungkin dengan kondisi persawahan biasa dan sesuai dengan
sistem pengolahan yang digunakan dengan tetap memperhatikan estetika. Zona
tanam di bagian atap memanfaatkan seluruh wilayah yang tersedia untuk
memaksimalkan hasil produksi. Hal ini berarti tidak tersedia ruang kosong di
seluruh bagian atap. Sehingga untuk mempermudah mobilisasi, pintu masuk dari
bawah atap (dalam gedung) terhubung langsung dengan pematang sawah. Dengan
begitu, Petani dapat memasuki area dan berpindah tempat dengan mudah tanpa
menginjak lahan tanam.
Pintu masuk dirancang horizontal (melintang) menyerupai pintu masuk
menuju loteng rumah dan berbentuk lingkaran sehingga dapat mengefesiekan
tempat. Karena pintu masuk horizontal menghubungkan langsung dua ruangan
5
pada lantai berbeda, yaitu lantai di atas atap dan di bawah atap, secara langsung.
Sedangkan pintu vertikal (tegak) membutuhkan sebuah ruangan khusus, karena
pintu jenis ini berfungsi menghubungkan ruangan pada satu lantai. Sedangkan
penggunaan bentuk lingkaran disebabkan bentuk melingkar adalah bentuk yang
tidak membentuk sudut berlebih.
Di sekeliling atap terdapat dinding pembatas. Dinding tersebut berfungsi
sebagai pengamanan bagi para pekerja mengingat posisi sawah yang berada di
ketinggian. Dinding yang digunakan dapat berupa dinding kaca maupun dinding
semen. Hal ini tergantung pada design maupun bentuk estetika yang ditawarkan
perusahaan pengembang properti tersebut. Sebab, bahan yang digunakan tidak
mempengaruhi produktivitas lahan. Sebagai pengatur pengairan, Digunakan dua
Pipa yang terhubung dengan tempat penampungan air. Pipa-pipa tersebut
bertujuan untuk mengantisipasi curah hujan yang tinggi. Sebab, tidak tersedia
cukup tanah sebagai penyerap air dalam jumlah besar. Dengan keberadaan pipa
tempat jatuhnya air, kadar air berlebih dapat dialirkan dengan pipa menuju tempat
penampungan air dalam bentuk sumur maupun bak khusus. Air yang disimpan
dapat sewaktu-waktu digunakan kembali saat sawah tersebut membutuhkannya.
Lubang ujung pipa pertama dibuat setinggi ≥ 5 cm di atas permukaan tanah. Hal
ini mempertimbangkan sistem pengolahan tanah yang membutuhkan perendaman
dengan ketinggian air ± 5 cm. Sehingga, jika terjadi hujan secara terus menerus
yang menyebabkan air rendaman lebih tinggi dari 5 cm, kelebihan tersebut dapat
disalurkan melalui pip. Lubang Pipa ini terbuka hanya selama masa perendaman
tanah dengan air. Sedangkan setelahnya, digunakan pipa dengan lubang sejajar
dengan permukaan tanah. Lubang pipa tersebut berfungsi mengantisipasi kadar air
berlebihan yang dapat berakibat fatal pada pertanian gogo rancah. Sebab, hal
tersebut dapat menyebabkan tanah menjadi lengket sehingga kecambah tidak
dapat menembus tanah dan berimbas pada membusuknya bibit di dalam lubang
tanam.
Gambar 01.
Rancangan Gedung dengan Persawahan di atas atap tunggal
Pintu masuk
Pematang
sawah
Saluran pipa
2 Penampungan air
Lubang pipa
1
Lubang pipa 2
Saluran pipa
1
Zona Tanam
Dinding
6
Pada persawahan di atas atap paralel, konsep rancangan yang digunakan
hampir sama dengan konsep Persawahan di atas atap tunggal. Perbedaannya
adalah sistem ini menyatukan atap beberapa bangunan sekaligus yang
digabungkan untuk memperluas daerah tanam dan menyiasati lahan yang sempit
dan tidak efisien jika hanya memanfaatkan atap satu rumah saja. Sebagai
penyokong atap agar menjadi lebih kokoh, digunakan pilar penyangga pada setiap
sudutnya. Pilar penyangga tersebut juga berfungsi sebagai media penanaman pipa
secara vertikal. Pipa dengan satu ujung di atas atap diteruskan melalui pilar
penyangga dan media bawah tanah atau langsung menuju tempat penampungan
dan penyaluran air.
Gambar 02.
Rancangan perumahan dengan persawahan di atas atap paralel
Penerapan Pertanian Tradisional Gogorancah di Atas Atap
Sebelum melakukan proses budidaya, tanah di atas atap di campur dengan
pupuk organik. Hal ini bertujuan memperkaya unsur hara tanah. Sebab,
keberadaan tanah yang tetap pada satu tempat dengan jumlah yang sama tidak
memiliki aliran hara tanah. Dalam persiapan lahan tanam sebagai langkah
pertama dalam budidaya padi, pertanian tradisional Gogorancah di atas atap
menggunakan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT). Menurut Wijiastuti (2011), Tanpa
Olah Tanah adalah sistem pengolahan tanah pertanian tanpa pembajakan maupun
pencangkulan tanah. Salah satu penyebab munculnya sistem ini adalah
berdasarkan beberapa penelitian oleh para petani, tanah sawah tidak perlu diolah
berat, melainkan cukup dengan pengolahan minimal atau bahkan tanpa
pengolahan sama sekali. Dengan begitu tidak diperlukan traktor maupun sapi
untuk proses pengolahan tanah. Menurut penelitian sebelumnya yang ditulis
Wirajaswadi (2004), Tanpa Olah Tanah (TOT) memberikan peningkatan hasil
sebesar 33,80 %. Dalan sistem ini, prosedur pertama adalah melakukan
penyemprotan pestisida setelah membiarkan lahan selama 2-3 minggu. Proses ini
berfungsi untuk mengantisispasi pertumbuhan gulma. Kemudian petakan sawah
direndam dengan kedalaman air ± 5 cm. Perendaman tersebut berfungsi
melumpurkan tanah sehingga tidak keras dan mudah ditanami. Selain itu, proses
tersebut bertujuan untuk mewakili proses membajak, meratakan dan
Rumah1 \\\1111
111
Rumah2 22
Rumah3 333
Rumah4 4
111
7
menggaru.Tiga hari terakhir pada proses perendaman, herbisida pratumbuh
disemprotkan pada tanah. Kadar pemberian herbida tergantung pada jenis yang
digunakan.
Pada tahap penanaman, sistem yang digunakan adalah penanaman bibit
secara langsung tanpa proses persemaian. Sistem penanaman pada pertanian
tradisional Gogorancah ini sangat mendukung pertanian di atas atap. Karena
terbatasnya lahan shingga tidak memungkinkan untuk melakukan proses
persemaian pada penanaman bibit berbentuk semai. Selain itu, cara ini tidak
membutuhkan pembajakan sawah. Penanaman bibit dilakukan dengan jarak
30x30 cm dengan 4-5 biji/lubang. Pembuatan lubang dapat dilakukan dengan
bantuan kayu runcing berdiameter ± 7 cm. Proses-proses lainnya, seperti
pemupukan dan panen dilakukan seperti pada budidaya padi biasa. Akan tetapi,
menurut Ma’ai (2013), prosedur pemberian pupuk yang tepat untuk Sistem
Gogorancah adalah pemberian setengah bagian urea pada saat tanaman berumur
15 hari setelah penanaman bersama seluruh takaran SP36 dan KCL dan setengah
takaran urea setelah tanaman berumur lebih dari 40 hari setelah penanaman.
Pemberian pupuk dilakukan pada saat kondisi tanah lembab dengan
memasukannya pada larikan sepanjang baris tanam kemudian ditutup kembali.
Instansi yang Dapat Membantu Implementasi Pertaian Tradisional
Gogorancah di Atas Atap
Dinas Pertanian
Pertanian tradisional Gogorancah di atas atap adalah solusi yang efektif
dalam mengatasi masalah penyusutan lahan persawahan yang menjadi persoalan
besar dalam sektor pertanian. Oleh karena itu, keberadaan program ini sangat
menunjang kerja dinas pertanian dalam mewujudkan eksplorasi pertanian
berkelanjutan dengan hasil produksi maksimal. Dengan begitu, perlu timbal balik
dari dinas pertanian berupa dukungan moril maupun materil dalam mensukseskan
program ini.
Pengembang (Developer)
Sebagai pihak yang terlibat langsung dalam industri properti, pihak
pengembang (developer) berkewajiban untuk mewujudkan pembangunan yang
ramah lingkungan sekaligus berhak memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Pertanian tradisional Gogorancah diatas atap memungkinkan pihak pengembang
menciptakan industri properti yang tidak merusak lingkungan sekitar sekaligus
memperoleh keuntungan materil dari pertanian yang terintegrasi di dalam industri
properti tersebut.
Pemerintah
Pemerintah diharapkan dapat memberikan bantuan pengembangan
program ini dalam hubungannya dengan legalitas, sosialisasi masyarakat maupun
kerja sama dengan pihak investor dalam usaha merealisasikan Pertanian
tradisional Gogorancah diatas atap. Sebab, keberadaan program ini berdampak
langsung terhadap kelangsungan upaya pembangunan di Indonesia.
8
Realisasi Pertaian Tradisional
Gogorancah Di Atas Atap
Investor
Investor merupakan pihak penentu model properti yang akan
dikembangkan. Oleh karena itu, jika Investor mensyaratkan pertanian tradisional
Gogo Rancah di atas atap sebagai kriteria investasi yang diinginkan, keberhasilan
program ini adalah hal yang absolut.
Langkah-Langkah Strategis dalam Pengimplementasian
Pertaian Tradisional Gogorancah di Atas Atap
1. Melakukan analisa yang lebih mendalam terhadap rancangan penerapan
pertanian tradisional Gogo Rancah di atas atap baik dalam segi teknis
maupun efisiensi.
2. Melakukan kerja sama dengan pihak pengembang sebagai penyedia
investasin properti untuk membangun industri properti terintegrasi
pertanian dalam bentuk pertanian tradisional Gogo Rancah di atas atap
dengan melibatkan investor (konsumen) sebagai pengguna properti dan
petani sebagai pengelola lahan atap.
3. Melakukan kerja sama dengan pemerintah, khususnya Dinas Pertanian
dalam melakukan sosialisasi program ini kepada masyaraka
Gambar 03.
Skema Implementasi Pertanian Tradisional Gogorancah di Atas Atap
KESIMPULAN
Inti Gagasan Pertanian Tradisional Gogorancah di Atas Atap
Sektor pertanian di Indonesia terus mengalami penyusutan lahan akibat
alih fungsi wilayah pertanian menjadi area pembangunan seiring perkembangan
industri properti yang pesat. Hal ini berakibat pada menurunya hasil produksi
agraria yang dapat berdampak pada krisis pangan. Dalam usaha
menanggulangannya, pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya, seperti alih
fungsi wilayah perhutanan menjadi lahan pertanian, impor beras dan penerapan
undang-undang perlindungan lahan pertanian. Akan tetapi, usaha-usaha tersebut
tidak dapat menyelesaikan akar permasalahan bahkan justru memperluas masalah
pada sektor lain. Maka, pertanian Gogorancah di atas atap timbul sebagai solusi
Proyek
Kerja Sama
Pemerintah dan
Dinas Pertanian
Pengembang
Properti
Investor
(Konsumen)
Properti
Masyarakat
Sosialisasi
Petani
9
baru dengan konsep pemberdayaan area yang tidak terpakai di atas atap bangunan,
terutama gedung-gedung pada industri properti, menjadi lahan pertanian dengan
sistem pertanian tradisional Gogorancah yang telah turun menurun. Gogorancah
adalah sistem pertanian yang memungkinkan pertanian dengan penggunaaan air
yang efisien dan pemanfaatan tanah tanpa diolah sehingga merupakan sistem yang
tepat untuk diterapkan di atas gedung dengan rancangan khusus.
Teknik Implementasi Pertanian Tradisional Gogorancah di Atas Atap
Dengan rancangan dan sistem yang tepat, pertanian tradisional
Gogorancah di atas atap dapat diimplementasikan dengan kerja sama antara
pengembang properti, investor properti dan petani dalam industri properti
terintegrasi pertanian . Dengan begitu, dalam pembangunan properti, lahan
pertanian tidak perlu dihilangkan melainkan dapat dipindahkan ke atap bangunan
tersebut. Sosialisasi dengan bantuan pemerintah melalui dinas pertanian juga
dapat menunjang program ini.
Prediksi Dan Hasil Gagasan Pertanian Tradisional Gogorancah di Atas Atap Pengimplementasian prtanian tradisional Gogorancah di atas atap
diprediksikan dapat meningkatkan hasil produksi pertanian dan menyelesaikan
masalah kerawanan pangan akibat penyusutan lahan pertanian. Melalui program
ini, tenaga pertanian yang menganggur akibat tidak tersedianya lahan yang dapat
diolah dapat diberdayakan. Secara lebih luas, sistem ini dapat menumbuhkan
sebuah era pertanian moderen dalam lingkup pembangunan ramah lingkungan
yang dapat mendegradasi efek rumah kaca.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Idealnya Hanya 42.884 Ha Sawah yang Boleh Dialihfungsikan.
Didownload dari http://kompas.com Pada 15 Maret 2013.
Arya. Romi P. 2011. Pertanian Dalam Kota. Didownload dari
http://Romypradhanaarya. wordpress.com pada 10 Maret 2013.
Badan Inteligen Negara. 2012. Prediksi dan Tantangan Sektor Pertanian
Indonesia Tahun 2013. Didownload dari http://www.bin.go.id pada 14
Maret 2013.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 2011. Padi
Gogorancah Tanpa Olah Tanah Prospeknya dalam Meningkatkan
Pendapatan Petani Sawah Tadah Hujan. Jurnal Lima Pangan Horti dan
Perkebunan.
Hanani, Nuhfil. 2007. Perkembangan Produksi Pangan. Jurnal Produksi Pangan
Indonesia.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. 2001. Konversi Lahan dan
Produks Pangan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan
Konversi Lahan Pertanian
10
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
Ketua :
Identitas Pribadi
Nama : Baiq Nila Sari Ningsih
NIM :E1M012006
Tempat Tanggal Lahir : Pelempat, 29 September 1995
Anggota :
1. Identitas Pribadi
Nama : Nurhidayatullah BK
NIM :E1M012050
Tempat Tanggal Lahir : Dompu, 20 Mei 1994
2. Identitas Pribadi
Nama : Eka Hesti Safitri
NIM : E1M010010
Tempat Tanggal Lahir : Empang, 03 September 1992
Prestasi yang pernah diraih:
Juara 3 Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten tahun 2007