pertanian tradisional gogo rancah di atas atap sebagai solusi futuristik dalam pembangunan ramah...

10
1 PERTANIAN TRADISIONAL GOGORANCAH DI ATAS ATAP SEBAGAI SOLUSI FUTURISTIK DALAM PEMBANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN MENUJU KEDAULATAN PANGAN MASA DEPAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri properti merupakan salah satu faktor utama pendukung laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (2011), pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi makro di Indonesia meningkat dengan ditandai pertambahan PDB sebesar 5,8% yang tampak pada daya beli masyarakat yang semakin tinggi, terutama di bidang investasi properti. Selama tahun 2005-2009 laju pertumbuhan Indonesia bertumbuh rata-rata 5,5%. Potensi ekonomi dalam arus pembangunan mendorong pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendorong investor luar negeri menanamkan modal di bidang industri. Namun, arus pertumbuhan industri properti yang pesat menuntut area pembangunan yang luas. Hal ini mendorong terjadinya konversi wilayah pertanian menjadi wilayah nonpertanian sebagai upaya pemenuhan kebutuhan lahan bagi pembanguanan properti. Akibatnya, 1.002.055 ha atau 61,57% lahan pertanian di jawa dan 625.459 ha atau 38,43% lahan pertanian di luar jawa telah beralihfungsi menjadi lahan nonpertanian yang berdampak pada penurunan hasil pertanian di Indonesia. Permasalahan konversi lahan semakin kompleks dengan keberadaan otonomi daerah yang membuka peluang bagi pemerintah daerah semakin intensif melakukan berbagai upaya untuk mendatangkan investor termasuk upaya-upaya yang dapat mempercepat arus konversi lahan. Jika kondisi ini terus dibiarkan, Indonesia akan memasuki era krisis pangan yang dapat berakibat pada inflasi ekonomi, peningkatan angka kemiskinan, Pertambahan kasus kelaparan bahkan ancaman stabilitas politik ( Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan, 2012). Di satu sisi, bangunan dalam industri properti justru menyediakan lahan pertanian vertikal sebagai wilayah pertanian baru dalam bentuk pertanian di atas atap. Faktanya, pemanfaatan atap bangunan telah lama dilakukan pada sayuran dengan tingkat keberhasian mencapai 64,7% (Arya,2011). Sehingga dengan pengolahan yang tepat, terdapat peluang besar untuk membangun pertanian di atas atap bagi tanaman padi sebagai komuditas utama di Indonesia dalam bentuk areal persawahan. Maka muncul nama Gogorancah sebagai sebagai sebuah sistem pertanian tradisional turun temurun yang menawarkan efisiensi air dan tenaga. Gogorancah adalah konsep budidaya padi dengan perlakuan menyerupai palawija tanpa menggunakan alat berat. Sebagai tambahan, menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (2011), pertanian sistem Gogorancah lebih praktis namun tetap memberi hasil yang sama dengan pertanian biasa. Dengan begitu, pertanian tradisional Gogorancah di atas atap adalah solusi futuristik dalam pembangunan properti ramah lingkungan menuju kedaulatan pangan masa depan. Di mana menurut Undang-undang UU no. 41 tahun 2009 Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat

Upload: donnie-edogawa

Post on 24-Jan-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kcacak

TRANSCRIPT

Page 1: Pertanian Tradisional Gogo Rancah Di Atas Atap Sebagai Solusi Futuristik Dalam Pembangunan Ramah Lingkungan Menuju Kesejahteraan Pangan Masa Depan - Copy

1

PERTANIAN TRADISIONAL GOGORANCAH DI ATAS ATAP SEBAGAI

SOLUSI FUTURISTIK DALAM PEMBANGUNAN RAMAH

LINGKUNGAN MENUJU KEDAULATAN PANGAN MASA DEPAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan industri properti merupakan salah satu faktor utama

pendukung laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berdasarkan Data Badan

Pusat Statistik (2011), pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi makro di Indonesia

meningkat dengan ditandai pertambahan PDB sebesar 5,8% yang tampak pada

daya beli masyarakat yang semakin tinggi, terutama di bidang investasi properti.

Selama tahun 2005-2009 laju pertumbuhan Indonesia bertumbuh rata-rata 5,5%.

Potensi ekonomi dalam arus pembangunan mendorong pemerintah mengeluarkan

berbagai kebijakan yang mendorong investor luar negeri menanamkan modal di

bidang industri. Namun, arus pertumbuhan industri properti yang pesat menuntut

area pembangunan yang luas. Hal ini mendorong terjadinya konversi wilayah

pertanian menjadi wilayah nonpertanian sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

lahan bagi pembanguanan properti. Akibatnya, 1.002.055 ha atau 61,57% lahan

pertanian di jawa dan 625.459 ha atau 38,43% lahan pertanian di luar jawa telah

beralihfungsi menjadi lahan nonpertanian yang berdampak pada penurunan hasil

pertanian di Indonesia. Permasalahan konversi lahan semakin kompleks dengan

keberadaan otonomi daerah yang membuka peluang bagi pemerintah daerah

semakin intensif melakukan berbagai upaya untuk mendatangkan investor

termasuk upaya-upaya yang dapat mempercepat arus konversi lahan. Jika kondisi

ini terus dibiarkan, Indonesia akan memasuki era krisis pangan yang dapat

berakibat pada inflasi ekonomi, peningkatan angka kemiskinan, Pertambahan

kasus kelaparan bahkan ancaman stabilitas politik ( Direktorat Jenderal Bina

Produksi Tanaman Pangan, 2012).

Di satu sisi, bangunan dalam industri properti justru menyediakan lahan

pertanian vertikal sebagai wilayah pertanian baru dalam bentuk pertanian di atas

atap. Faktanya, pemanfaatan atap bangunan telah lama dilakukan pada sayuran

dengan tingkat keberhasian mencapai 64,7% (Arya,2011). Sehingga dengan

pengolahan yang tepat, terdapat peluang besar untuk membangun pertanian di atas

atap bagi tanaman padi sebagai komuditas utama di Indonesia dalam bentuk areal

persawahan. Maka muncul nama Gogorancah sebagai sebagai sebuah sistem

pertanian tradisional turun temurun yang menawarkan efisiensi air dan tenaga.

Gogorancah adalah konsep budidaya padi dengan perlakuan menyerupai palawija

tanpa menggunakan alat berat. Sebagai tambahan, menurut Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (2011), pertanian sistem Gogorancah

lebih praktis namun tetap memberi hasil yang sama dengan pertanian biasa.

Dengan begitu, pertanian tradisional Gogorancah di atas atap adalah solusi

futuristik dalam pembangunan properti ramah lingkungan menuju kedaulatan

pangan masa depan. Di mana menurut Undang-undang UU no. 41 tahun 2009

Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat

Page 2: Pertanian Tradisional Gogo Rancah Di Atas Atap Sebagai Solusi Futuristik Dalam Pembangunan Ramah Lingkungan Menuju Kesejahteraan Pangan Masa Depan - Copy

2

menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan bagi

rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem

pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

Tujuan dan Manfaat

Tujuan

Tujuan penulisan PKM GT ini antara lain:

1. Mengembangkan solusi yang dapat mengatasi masalah penghambat

pembangunan di Indonesia.

2. Mengetahui metode penerapan pengembangan pertanian tradisional Gogo

Rancah di atas atap.

3. Mendukung kebijakan pemerintah dalam upaya pembangunan yang

berkelanjutan dan usaha mensejahterakan masyarakat melalui kesetabilan

pangan dan program pelestarian lingkungan yang sehat.

Manfaat

Adapun manfaat penulisan PKM GT ini antara lain:

1. Sebagai sumber refrensi dalam mengatasi efek penyusutan lahan pertanian

sebagai akibat pembangunan yang tidak terkontrol

2. Merupakan acuan mengenai sistem pertanian tradisional Gogo Rancah di atas

atap beserta penerapannya.

3. Sebagai bentuk solusi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dalam

menghadapi problematika dalam pembangunan maupun pelestarian

lingkungan.

GAGASAN

Kondisi Pangan di Indonesia Akibat Penyusutan Lahan Pertanian

Saat ini, Indonesia tengah menghadapi suatu kondisi kerawanan pangan, di

mana hasil produksi terus menurun akibat lahan pertanian yang semakin menurun

sedangkan jumlah populasi manusia terus meningkat. Kondisi ini adalah titik

hantar Indonesia pada permasalahan krisis pangan. Pada bulan Agustus 2012,

Indonesia tercatat telah mengimpor sekitar 1.033.794,255 ton beras. Jumlah ini

7,98% lebih tinggi dibandingkan pada bulan September 2011 (Badan Intelijen

Negara, 2012). Kondisi ini semakin menjadikan Indonesia tergantung kepada

beras impor. Hal ini membahayakan stabilitas pangan dan ekonomi Indonesia.

Indonesia memiliki sekitar 8,5 juta hektar lahan yang dimanfaatkan

menjadi sektor pertanian. Lahan tersebut tersebar masing-masing 5,18 juta hektar

di Sumatera; 0,48 juta hektar di Bali dan Nusa Tenggara; 5,4 juta hektar di

Kalimantan; 1,93 juta hektar di Sulawesi; 8,0 juta hektar di Maluku dan Papua

serta 4,3 juta hektar di Jawa. Akan tetapi, terdapat sekitar 3000 hektar sawah per

hari yang beralih fungsi menjadi kawasan non pertanian. Kecepatan penyusutan

lahan pertanian sekitar 8% per tahun. Padahal idealnya hanya 42.884 hektar atau

3,95 % yang boleh dialihfungsikan sedang sisanya harus dipertahankan sebagai

lahan sawah abadi (Anonim, 2009).

Page 3: Pertanian Tradisional Gogo Rancah Di Atas Atap Sebagai Solusi Futuristik Dalam Pembangunan Ramah Lingkungan Menuju Kesejahteraan Pangan Masa Depan - Copy

3

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004, konversi lahan

pertanian ke lahan non pertanian di Indonesia telah mencapai 9.152 ha per tahun.

Perso alan penyusutan lahan pertanian ini adalah hal nyata yang dapat disaksikan

dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menghilangnya satu demi satu lahan, maka

hasil produksi berupa cadangan pangan juga berkurang. Konversi lahan yang

pertama kali pada periode 1985-1998 telah menyebabkan hilangnya peluang

produksi padi sekitar 2.82 juta ton per tahun yang setara dengan rata-rata 1.5 juta

ton volume impor beras. Dengan perkembangan Industri properti yang pesat,

jumlah tersebut terus bertambah. Data BPS menunjukan angka tetap produksi padi

di Indonesia pada tahun 2010 telah turun 1,07% atau 0,71 juta ton di tahun 2011.

(Hanani,2007).

Solusi yang Pernah Ditawarkan dalam Mengatasi Problematika Penyusutan

Lahan Pertanian di Indonesia

Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Pertanian

Kelangkaan lahan pertanian yang merupakan komuditas andalan Indonesia

sebagai negara agraris mendorong upaya ekstensifikasi lahan berupa alih fungsi

wilayah hutan menjadi lahan pertanian. Untuk upaya ini, hutan harus ditebangi

terlebih dahulu. Di sisi lain, secara umum hutan di Indonesia telah berkurang

sebanyak 1,87 juta hektar per tahun akibat kebakaran dan penebangan secara legal

maupun ilegal sehingga diperkirakan akan habis sama sekali dalam kurun waktu

50 tahun. Sebelum itu, dampak kerusakan hutan telah dapat dirasakan saat ini

berupa musibah longsor dan banjir yang diakibatkan ketidakmampuan daerah

pertanian menjadi wilayah serapan air. Secara lebih luas, permasalahan ini

berdampak besar terhadap pemanasan global. Sebab, hilangnya hutan sebagai

penyerap kabondioksida terbesar menyebabkan efek rumah kaca yang

meningkatkan suhu atmosfir bumi ke titik panas yang ekstrem (Admin, 2012).

Pemberlakuan Undang-undang Pelindung Lahan Pertanian

Pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang No. 41 tahun 2009

tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan berupa perlindungan lahan

pertanian di mana sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan,

mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan serta mengawasi

lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan (Darpawan,2009).

Akan tetapi, fakta menunjukan penerapan Undang-Undang tersebut belum

maksimal. Sebab, bukti di lapangan menunjukan konversi lahan pertanian demi

industri dan bisnis tetap berlangsung secara bebas tanpa kontrol (Selamet,2012).

Penerapan Pertanian Traisional Gogorancah di Atas Atap Sebagai Inovasi

Dalam Mengatasi Penyusutan Lahan Pertanian

Page 4: Pertanian Tradisional Gogo Rancah Di Atas Atap Sebagai Solusi Futuristik Dalam Pembangunan Ramah Lingkungan Menuju Kesejahteraan Pangan Masa Depan - Copy

4

Berkembangnya industri properti menyebabkan Indonesia mengalami

sebuah ketimpangan di mana terjadi peningkatan ekonomi secara statistik namun

penurunan kesejahteraan masyarakat kelas bawah di sisi lain. Persoalan ini

membutukan solusi berupa gebrakan baru yang inovatif, efektif dan mencakup

kedua sisi permasalahan sehingga tidak memunculkan permasalahan-

permasalahan baru seperti beberapa contoh solusi yang pernah ditawarkan di atas.

Langkah-langkah di atas hanya sebatas menanggulangi secara sementara dan tidak

menyelesaikan permasalahan hingga ke akarnya. Bentuk penyelesaian tersebut

justru meluaskan masalah dengan melibatkan sektor-sektor lain.

Di sisi lain, penerapan pertanian tradisional Gogorancah di atas atap

merupakan sebuah solusi yang mengubah permasalahan menjadi keuntungan yang

lebih besar. Sistem ini menawarkan pemberdayaan potensi dalam bangunan-

bangunan di Industri Properti yang merupakan penyebab permasalahan selama ini

sebagai solusi yang justru mengatasi persoalan yang ditimbulkannya. Prinsip

urban farming yang diterapkan dalam bentuk pertanian di atas atap dengan sistem

Gogorancah merupakan solusi yang efektif sebab selain berimbas langsung pada

peningkatan hasil produksi pertanian yang merupakan cadangan pangan di

Indonesia, langkah ini secara tidak langsung juga dapat berkontrtibusi terhadap

usaha mengatasi permasalahan pemanasan global. Sebagai tambahan, solusi ini

merupakan solusi dinamis untuk diaplikasikan. Karena selain dapat diterapkan

pada bangunan di industri properti, model pertanian ini juga dapat diterapkan pada

bangunan lain di luar sistem itu, termasuk rumah pribadi. Pertanian tradisional

Gogorancah di atas atap merupakan inovasi futuristik yang mengembangkan

prinsip urban farming dalam bentuk persawahan tradisional dengan sistem olah

tanah khusus. Sistem ini merupakan solusi efektif dalam usaha pembangunan

ramah lingkungan menuju kesejahteraan pangan masa depan Indonesia.

Rancangan Persawahan Di atas Atap

Rancangan persawahan di atas atap menjadi dua, yaitu persawahan di atas

atap tunggal dan persawahan di atas atap paralel. Persawahan atas atap tunggal

adalah sistem persawahan di atas atap sebuah gedung yang luas, seperti

apartemen, mall, hotel dan sekolah. Sedangkan persawahan atas atap paralel

adalah persawahan di atas atap yang menyatukan atap beberapa bangunan menjadi

satu wilayah pertanian. Konsep ini dapat diterapkan pada industri properti

berbentuk perumahan

Pada persawahan di atas atap tunggal, kondisi persawahan atas atap yang

diciptakan semirip mungkin dengan kondisi persawahan biasa dan sesuai dengan

sistem pengolahan yang digunakan dengan tetap memperhatikan estetika. Zona

tanam di bagian atap memanfaatkan seluruh wilayah yang tersedia untuk

memaksimalkan hasil produksi. Hal ini berarti tidak tersedia ruang kosong di

seluruh bagian atap. Sehingga untuk mempermudah mobilisasi, pintu masuk dari

bawah atap (dalam gedung) terhubung langsung dengan pematang sawah. Dengan

begitu, Petani dapat memasuki area dan berpindah tempat dengan mudah tanpa

menginjak lahan tanam.

Pintu masuk dirancang horizontal (melintang) menyerupai pintu masuk

menuju loteng rumah dan berbentuk lingkaran sehingga dapat mengefesiekan

tempat. Karena pintu masuk horizontal menghubungkan langsung dua ruangan

Page 5: Pertanian Tradisional Gogo Rancah Di Atas Atap Sebagai Solusi Futuristik Dalam Pembangunan Ramah Lingkungan Menuju Kesejahteraan Pangan Masa Depan - Copy

5

pada lantai berbeda, yaitu lantai di atas atap dan di bawah atap, secara langsung.

Sedangkan pintu vertikal (tegak) membutuhkan sebuah ruangan khusus, karena

pintu jenis ini berfungsi menghubungkan ruangan pada satu lantai. Sedangkan

penggunaan bentuk lingkaran disebabkan bentuk melingkar adalah bentuk yang

tidak membentuk sudut berlebih.

Di sekeliling atap terdapat dinding pembatas. Dinding tersebut berfungsi

sebagai pengamanan bagi para pekerja mengingat posisi sawah yang berada di

ketinggian. Dinding yang digunakan dapat berupa dinding kaca maupun dinding

semen. Hal ini tergantung pada design maupun bentuk estetika yang ditawarkan

perusahaan pengembang properti tersebut. Sebab, bahan yang digunakan tidak

mempengaruhi produktivitas lahan. Sebagai pengatur pengairan, Digunakan dua

Pipa yang terhubung dengan tempat penampungan air. Pipa-pipa tersebut

bertujuan untuk mengantisipasi curah hujan yang tinggi. Sebab, tidak tersedia

cukup tanah sebagai penyerap air dalam jumlah besar. Dengan keberadaan pipa

tempat jatuhnya air, kadar air berlebih dapat dialirkan dengan pipa menuju tempat

penampungan air dalam bentuk sumur maupun bak khusus. Air yang disimpan

dapat sewaktu-waktu digunakan kembali saat sawah tersebut membutuhkannya.

Lubang ujung pipa pertama dibuat setinggi ≥ 5 cm di atas permukaan tanah. Hal

ini mempertimbangkan sistem pengolahan tanah yang membutuhkan perendaman

dengan ketinggian air ± 5 cm. Sehingga, jika terjadi hujan secara terus menerus

yang menyebabkan air rendaman lebih tinggi dari 5 cm, kelebihan tersebut dapat

disalurkan melalui pip. Lubang Pipa ini terbuka hanya selama masa perendaman

tanah dengan air. Sedangkan setelahnya, digunakan pipa dengan lubang sejajar

dengan permukaan tanah. Lubang pipa tersebut berfungsi mengantisipasi kadar air

berlebihan yang dapat berakibat fatal pada pertanian gogo rancah. Sebab, hal

tersebut dapat menyebabkan tanah menjadi lengket sehingga kecambah tidak

dapat menembus tanah dan berimbas pada membusuknya bibit di dalam lubang

tanam.

Gambar 01.

Rancangan Gedung dengan Persawahan di atas atap tunggal

Pintu masuk

Pematang

sawah

Saluran pipa

2 Penampungan air

Lubang pipa

1

Lubang pipa 2

Saluran pipa

1

Zona Tanam

Dinding

Page 6: Pertanian Tradisional Gogo Rancah Di Atas Atap Sebagai Solusi Futuristik Dalam Pembangunan Ramah Lingkungan Menuju Kesejahteraan Pangan Masa Depan - Copy

6

Pada persawahan di atas atap paralel, konsep rancangan yang digunakan

hampir sama dengan konsep Persawahan di atas atap tunggal. Perbedaannya

adalah sistem ini menyatukan atap beberapa bangunan sekaligus yang

digabungkan untuk memperluas daerah tanam dan menyiasati lahan yang sempit

dan tidak efisien jika hanya memanfaatkan atap satu rumah saja. Sebagai

penyokong atap agar menjadi lebih kokoh, digunakan pilar penyangga pada setiap

sudutnya. Pilar penyangga tersebut juga berfungsi sebagai media penanaman pipa

secara vertikal. Pipa dengan satu ujung di atas atap diteruskan melalui pilar

penyangga dan media bawah tanah atau langsung menuju tempat penampungan

dan penyaluran air.

Gambar 02.

Rancangan perumahan dengan persawahan di atas atap paralel

Penerapan Pertanian Tradisional Gogorancah di Atas Atap

Sebelum melakukan proses budidaya, tanah di atas atap di campur dengan

pupuk organik. Hal ini bertujuan memperkaya unsur hara tanah. Sebab,

keberadaan tanah yang tetap pada satu tempat dengan jumlah yang sama tidak

memiliki aliran hara tanah. Dalam persiapan lahan tanam sebagai langkah

pertama dalam budidaya padi, pertanian tradisional Gogorancah di atas atap

menggunakan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT). Menurut Wijiastuti (2011), Tanpa

Olah Tanah adalah sistem pengolahan tanah pertanian tanpa pembajakan maupun

pencangkulan tanah. Salah satu penyebab munculnya sistem ini adalah

berdasarkan beberapa penelitian oleh para petani, tanah sawah tidak perlu diolah

berat, melainkan cukup dengan pengolahan minimal atau bahkan tanpa

pengolahan sama sekali. Dengan begitu tidak diperlukan traktor maupun sapi

untuk proses pengolahan tanah. Menurut penelitian sebelumnya yang ditulis

Wirajaswadi (2004), Tanpa Olah Tanah (TOT) memberikan peningkatan hasil

sebesar 33,80 %. Dalan sistem ini, prosedur pertama adalah melakukan

penyemprotan pestisida setelah membiarkan lahan selama 2-3 minggu. Proses ini

berfungsi untuk mengantisispasi pertumbuhan gulma. Kemudian petakan sawah

direndam dengan kedalaman air ± 5 cm. Perendaman tersebut berfungsi

melumpurkan tanah sehingga tidak keras dan mudah ditanami. Selain itu, proses

tersebut bertujuan untuk mewakili proses membajak, meratakan dan

Rumah1 \\\1111

111

Rumah2 22

Rumah3 333

Rumah4 4

111

Page 7: Pertanian Tradisional Gogo Rancah Di Atas Atap Sebagai Solusi Futuristik Dalam Pembangunan Ramah Lingkungan Menuju Kesejahteraan Pangan Masa Depan - Copy

7

menggaru.Tiga hari terakhir pada proses perendaman, herbisida pratumbuh

disemprotkan pada tanah. Kadar pemberian herbida tergantung pada jenis yang

digunakan.

Pada tahap penanaman, sistem yang digunakan adalah penanaman bibit

secara langsung tanpa proses persemaian. Sistem penanaman pada pertanian

tradisional Gogorancah ini sangat mendukung pertanian di atas atap. Karena

terbatasnya lahan shingga tidak memungkinkan untuk melakukan proses

persemaian pada penanaman bibit berbentuk semai. Selain itu, cara ini tidak

membutuhkan pembajakan sawah. Penanaman bibit dilakukan dengan jarak

30x30 cm dengan 4-5 biji/lubang. Pembuatan lubang dapat dilakukan dengan

bantuan kayu runcing berdiameter ± 7 cm. Proses-proses lainnya, seperti

pemupukan dan panen dilakukan seperti pada budidaya padi biasa. Akan tetapi,

menurut Ma’ai (2013), prosedur pemberian pupuk yang tepat untuk Sistem

Gogorancah adalah pemberian setengah bagian urea pada saat tanaman berumur

15 hari setelah penanaman bersama seluruh takaran SP36 dan KCL dan setengah

takaran urea setelah tanaman berumur lebih dari 40 hari setelah penanaman.

Pemberian pupuk dilakukan pada saat kondisi tanah lembab dengan

memasukannya pada larikan sepanjang baris tanam kemudian ditutup kembali.

Instansi yang Dapat Membantu Implementasi Pertaian Tradisional

Gogorancah di Atas Atap

Dinas Pertanian

Pertanian tradisional Gogorancah di atas atap adalah solusi yang efektif

dalam mengatasi masalah penyusutan lahan persawahan yang menjadi persoalan

besar dalam sektor pertanian. Oleh karena itu, keberadaan program ini sangat

menunjang kerja dinas pertanian dalam mewujudkan eksplorasi pertanian

berkelanjutan dengan hasil produksi maksimal. Dengan begitu, perlu timbal balik

dari dinas pertanian berupa dukungan moril maupun materil dalam mensukseskan

program ini.

Pengembang (Developer)

Sebagai pihak yang terlibat langsung dalam industri properti, pihak

pengembang (developer) berkewajiban untuk mewujudkan pembangunan yang

ramah lingkungan sekaligus berhak memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

Pertanian tradisional Gogorancah diatas atap memungkinkan pihak pengembang

menciptakan industri properti yang tidak merusak lingkungan sekitar sekaligus

memperoleh keuntungan materil dari pertanian yang terintegrasi di dalam industri

properti tersebut.

Pemerintah

Pemerintah diharapkan dapat memberikan bantuan pengembangan

program ini dalam hubungannya dengan legalitas, sosialisasi masyarakat maupun

kerja sama dengan pihak investor dalam usaha merealisasikan Pertanian

tradisional Gogorancah diatas atap. Sebab, keberadaan program ini berdampak

langsung terhadap kelangsungan upaya pembangunan di Indonesia.

Page 8: Pertanian Tradisional Gogo Rancah Di Atas Atap Sebagai Solusi Futuristik Dalam Pembangunan Ramah Lingkungan Menuju Kesejahteraan Pangan Masa Depan - Copy

8

Realisasi Pertaian Tradisional

Gogorancah Di Atas Atap

Investor

Investor merupakan pihak penentu model properti yang akan

dikembangkan. Oleh karena itu, jika Investor mensyaratkan pertanian tradisional

Gogo Rancah di atas atap sebagai kriteria investasi yang diinginkan, keberhasilan

program ini adalah hal yang absolut.

Langkah-Langkah Strategis dalam Pengimplementasian

Pertaian Tradisional Gogorancah di Atas Atap

1. Melakukan analisa yang lebih mendalam terhadap rancangan penerapan

pertanian tradisional Gogo Rancah di atas atap baik dalam segi teknis

maupun efisiensi.

2. Melakukan kerja sama dengan pihak pengembang sebagai penyedia

investasin properti untuk membangun industri properti terintegrasi

pertanian dalam bentuk pertanian tradisional Gogo Rancah di atas atap

dengan melibatkan investor (konsumen) sebagai pengguna properti dan

petani sebagai pengelola lahan atap.

3. Melakukan kerja sama dengan pemerintah, khususnya Dinas Pertanian

dalam melakukan sosialisasi program ini kepada masyaraka

Gambar 03.

Skema Implementasi Pertanian Tradisional Gogorancah di Atas Atap

KESIMPULAN

Inti Gagasan Pertanian Tradisional Gogorancah di Atas Atap

Sektor pertanian di Indonesia terus mengalami penyusutan lahan akibat

alih fungsi wilayah pertanian menjadi area pembangunan seiring perkembangan

industri properti yang pesat. Hal ini berakibat pada menurunya hasil produksi

agraria yang dapat berdampak pada krisis pangan. Dalam usaha

menanggulangannya, pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya, seperti alih

fungsi wilayah perhutanan menjadi lahan pertanian, impor beras dan penerapan

undang-undang perlindungan lahan pertanian. Akan tetapi, usaha-usaha tersebut

tidak dapat menyelesaikan akar permasalahan bahkan justru memperluas masalah

pada sektor lain. Maka, pertanian Gogorancah di atas atap timbul sebagai solusi

Proyek

Kerja Sama

Pemerintah dan

Dinas Pertanian

Pengembang

Properti

Investor

(Konsumen)

Properti

Masyarakat

Sosialisasi

Petani

Page 9: Pertanian Tradisional Gogo Rancah Di Atas Atap Sebagai Solusi Futuristik Dalam Pembangunan Ramah Lingkungan Menuju Kesejahteraan Pangan Masa Depan - Copy

9

baru dengan konsep pemberdayaan area yang tidak terpakai di atas atap bangunan,

terutama gedung-gedung pada industri properti, menjadi lahan pertanian dengan

sistem pertanian tradisional Gogorancah yang telah turun menurun. Gogorancah

adalah sistem pertanian yang memungkinkan pertanian dengan penggunaaan air

yang efisien dan pemanfaatan tanah tanpa diolah sehingga merupakan sistem yang

tepat untuk diterapkan di atas gedung dengan rancangan khusus.

Teknik Implementasi Pertanian Tradisional Gogorancah di Atas Atap

Dengan rancangan dan sistem yang tepat, pertanian tradisional

Gogorancah di atas atap dapat diimplementasikan dengan kerja sama antara

pengembang properti, investor properti dan petani dalam industri properti

terintegrasi pertanian . Dengan begitu, dalam pembangunan properti, lahan

pertanian tidak perlu dihilangkan melainkan dapat dipindahkan ke atap bangunan

tersebut. Sosialisasi dengan bantuan pemerintah melalui dinas pertanian juga

dapat menunjang program ini.

Prediksi Dan Hasil Gagasan Pertanian Tradisional Gogorancah di Atas Atap Pengimplementasian prtanian tradisional Gogorancah di atas atap

diprediksikan dapat meningkatkan hasil produksi pertanian dan menyelesaikan

masalah kerawanan pangan akibat penyusutan lahan pertanian. Melalui program

ini, tenaga pertanian yang menganggur akibat tidak tersedianya lahan yang dapat

diolah dapat diberdayakan. Secara lebih luas, sistem ini dapat menumbuhkan

sebuah era pertanian moderen dalam lingkup pembangunan ramah lingkungan

yang dapat mendegradasi efek rumah kaca.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Idealnya Hanya 42.884 Ha Sawah yang Boleh Dialihfungsikan.

Didownload dari http://kompas.com Pada 15 Maret 2013.

Arya. Romi P. 2011. Pertanian Dalam Kota. Didownload dari

http://Romypradhanaarya. wordpress.com pada 10 Maret 2013.

Badan Inteligen Negara. 2012. Prediksi dan Tantangan Sektor Pertanian

Indonesia Tahun 2013. Didownload dari http://www.bin.go.id pada 14

Maret 2013.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 2011. Padi

Gogorancah Tanpa Olah Tanah Prospeknya dalam Meningkatkan

Pendapatan Petani Sawah Tadah Hujan. Jurnal Lima Pangan Horti dan

Perkebunan.

Hanani, Nuhfil. 2007. Perkembangan Produksi Pangan. Jurnal Produksi Pangan

Indonesia.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. 2001. Konversi Lahan dan

Produks Pangan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan

Konversi Lahan Pertanian

Page 10: Pertanian Tradisional Gogo Rancah Di Atas Atap Sebagai Solusi Futuristik Dalam Pembangunan Ramah Lingkungan Menuju Kesejahteraan Pangan Masa Depan - Copy

10

LAMPIRAN

CURRICULUM VITAE

Ketua :

Identitas Pribadi

Nama : Baiq Nila Sari Ningsih

NIM :E1M012006

Tempat Tanggal Lahir : Pelempat, 29 September 1995

Anggota :

1. Identitas Pribadi

Nama : Nurhidayatullah BK

NIM :E1M012050

Tempat Tanggal Lahir : Dompu, 20 Mei 1994

2. Identitas Pribadi

Nama : Eka Hesti Safitri

NIM : E1M010010

Tempat Tanggal Lahir : Empang, 03 September 1992

Prestasi yang pernah diraih:

Juara 3 Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten tahun 2007