penjaminan mutu btg (repaired) gogo

77
LAPORAN STUDI PENJAMINAN MUTU PROGRAM INFEKSI MENULAR SEKSUAL DAN HIV-AIDS DI PUSKESMAS PERAWATAN BETUNGAN KOTA BENGKULU TAHUN 2015 Disusun oleh: Anugerah Ade Periambudi, S.ked Bagus Irawan Wahidilman, S.ked Dwi Zahra Putri Joneva, S.ked Melya Sumarni, S.Ked Pembimbing dr. Fitri Desimilani dr Supardi, MM dr Erlina Panca Putri KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BENGKULU 1

Upload: inkaelse

Post on 14-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

penjaminan mutu

TRANSCRIPT

Page 1: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

LAPORAN STUDI PENJAMINAN MUTU

PROGRAM INFEKSI MENULAR SEKSUAL DAN HIV-AIDS DI PUSKESMAS

PERAWATAN BETUNGAN KOTA BENGKULU TAHUN 2015

Disusun oleh:

Anugerah Ade Periambudi, S.ked

Bagus Irawan Wahidilman, S.ked

Dwi Zahra Putri Joneva, S.ked

Melya Sumarni, S.Ked

Pembimbing

dr. Fitri Desimilani

dr Supardi, MM

dr Erlina Panca Putri

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2015

1

Page 2: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan unit organisasi

fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan di suatu komunitas yang bersifat

menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau. Puskesmas memiliki

peranan khusus dalam pencapaian program Indonesia Sehat.

Puskesmas memiliki 6 program kesehatan dasar yang harus dilaksanakan.

Selain itu, Puskesmas memiliki kewajiban melaksanakan program tambahan atau

pengembangan program kesehatan dasar tersebut. Pengembangan program pelayanan

tambahan tersebut harus disesuaikan dengan permasalahan kesehatan yang menjadi

prioritas di wilayah kerja Puskesmas tersebut. Program tambahan atau pengembangan

pelyanan dasar ini merupakan ciri khas Puskesmas karena permasalahan yang

diprioritaskan pada setiap Puskemas belum tentu sama.

Penanganan kasus IMS tidak bisa dianggap sepele, karena kasus IMS

memiliki keterkaitan erat dengan terjadinya kasus HIV-AIDS. Selain itu,

permasalahan IMS tidak hanya berkaitan dengan permasalah medis saja, namun juga

mencakup nilai psikososial yang sensitif diintervensi. Sehingga perlu memperoleh

penanganan khusus dalam pelaksanaan program tambahan Puskesmas untuk

mengatasi permasalahan IMS secara komprehensif dan holistik.

Kasus IMS dan HIV-AIDS ini layaknya fenomena”Gunung Es”. Sehingga

perlu penanganan dini dan teliti dalam mengatasinya. Secara global, Berdasarkan

laporan – laporan yang dikumpulkan oleh WHO (World Health Organization), setiap

tahun diseluruh negara terdapat sekitar 250 juta penderita baru yang meliputi penyakit

gonore, sifilis, herpes genetalis dan jumlah tersebut menurut hasil analisis WHO

cenderung meningkat dari waktu kewaktu.

Di Indonesia beberapa tahun terakhir ini tampak kecenderungan meningkatnya

prevalensi IMS misalnya prevalensi sifilis meningkat sampai 10% pada beberapa

2

Page 3: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

kelompok WTS (Wanita Tuna Susila), 35% pada kelompok waria dan 2% pada

kelompok ibu hamil, prevalensi gonore meningkat sampai 30 – 40% pada kelompok

WTS dan juga pada penderita IMS yang berobat ke rumah sakit. Demikian juga

prevalensi HIV pada beberapa kelompok perilaku risiko tinggi meningkat tajam sejak

tahun 1993.

Wilayah kerja Puskesmas Perawatan Betungan berada di pinggiran kota,

memiliki beberapa tempat komunitas kunci seperti masih banyaknya terdapat panti

pijat, adanya bangunan bekas terminal yaitu terminal Air sebakul dan terminal

Betungan yang digunakan sebagai tempat prostitusi, menyebabkan permasalah kasus

infeksi menular seksual (IMS) dan HIV AIDS tinggi.

Di Puskesmas Betungan sendiri program penanganan kasus IMS dan HIV-

AIDS sendiri sudah berjalan lebih kurang satu tahun dengan awal didirikan atas

inisiatif dari Puskesmas sendiri di karenakan di daerah kerja Puskesmas Betungan

memiliki banyak tempat komunitas kunci. Dalam tahun 2014 kegiatan program ini

biasanya dilakukan kepada ibu hamil yang datang ke Poli KIA PKM Betungan

sebagai bentuk skrining dan kunjungan mobile ke komunitas kunci dengan jumlah

pemeriksaan sebanyak 377 orang.

Kompleksitas permasalahan IMS dan HIV-AIDS ini harus ditangani sejak

dini. Sehingga Puskesmas sebagai “ujung tombak” unit pelaksana peningkatan

kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam penanganan permasalahan ini.

Selain itu, Puskesmas memiliki kewajiban untuk menevaluasi sehingga dapat

senantiasa meningkatkan penjaminan mutu pelayanan program-program kesehatan

yang dilaksanakan Puskesmas, khususnya Puskesmas Perawatan Betungan kota

Bengkulu.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam evaluasi ini adalah bagaimana penjaminan mutu pelayanan pada

program Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV-AIDS dengan prioritas masalah

berupa rutinitas pelaksanaan program IMS dan HIV-AIDS yang belum terlaksana

optimal di Puskemsas Perawatan Betungan kota Bengkulu.

3

Page 4: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

1.3. TUJUAN EVALUASI PENJAMINAN MUTU

1.3.1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor yang paling berpengaruh dalam mutu pelayanan pada

pasien program IMS dan HIV-AIDS dengan prioritas pelaksanaan program tersebut

dalam penanganan optimal kasus IMS dan HIV-AIDS secara terpadu di wilayah kerja

Puskesmas Perawatan Betungan kota Bengkulu.

1.3.2. Tujuan Khusus

a) Diketahuinya permasalahan dan prioritas pada pelaksanaan program IMS dan

HIV-AIDS yang menyebabkan program ini tidak berjalan optimal di wilayah kerja

Puskesmas Betungan kota Bengkulu.

b) Diketahuinnya alternatif penyelesaian masalah dan prioritas alternatif

penyelesaian masalah pada pelaksanaan program IMS dan HIV-AIDS di

Puskesmas Betungan kota Bengkulu.

c) Diketahuinya hasil intervensi berupa alternatif solusi pada pelaksaan program

IMS dan HIV-AIDS untuk meningkatkan penjaminan mutu pelayanan di

Puskesmas Perawatan Betungan kota Bengkulu.

1.4. MANFAAT EVALUASI PENJAMINAN MUTU

1.4.1. Manfaat untuk Penulis

a) Memberikan wawasan mengenai program IMS-AIDS,

b) Memperoleh pembelajaran aplikatif pelaksanaan managerial program Puskesmas.

1.4.2. Manfaat untuk Masyarakat

a) Menambah informasi mengenai pelaksanaan program IMS dan HIV-AIDS,

khususnya bagi masyarakat berfaktor resiko di wilayah kerja Puskesmas

Perawatan Betungan kota Bengkulu.

b) Masyarakat berfaktor resiko di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Betungan

memperoleh pelayanan IMS dan HIV-AIDS secara komprehensif dan holistik.

1.4.3. Manfaat untuk Puskesmas Perawatan Betungan

a) Memperoleh gambaran evaluasi pelaksanaan program IMS dan HIV-AIDS yang

telah terlaksana,

b) Memperoleh saran yang bersifat konstruktif sebagai solusi alternatif dari

permasalahan pada pelaksanaan program IMS dan HIV-AIDS, sehingga dapat

meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas.

4

Page 5: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PROFIL PUSKESMAS PERAWATAN BETUNGAN

1.2.1 KEADAAN UMUM

Puskesmas perawatan Betungan beada di wilayah kecamatan Selebar Kota

Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sukarami

- Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Babatan kabupaten Bengkulu Selatan

- Sebelah timur dengan Desa Air Sebakul

- Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kandang

- Luas wilayah kerja Puskesmas perawatana Betungan 19,21 km2 yang meliputi dua

kelurahan yaitu kelurahan Betungan dan kelurahan Pekan Sabtu. Sebagian besar

wilayah kerja Puskesmas perawatan Betungan adalah dataran tinggi.

1.2.2 KEPENDUDUKAN

Penduduk dalam wilayah Puskesmas Perawatan Betungan pada tahun 2014

berjumlah 4666 jiwa terdiri dari kelurahan Betungan berjumlah 3128 jiwa dan

kelurahan Pekan Sabtu berjumlah 1538 jiwa.

1.2.3 LINGKUNGAN SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA

Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Betungan sebagian besar

adalah suku Lembak dan suku Serawai ditambah pendatang Jawa, Batak, dan Padang.

Mata pencarian sebagian besar penduduk adalah petani dan usaha batu bata, dengan

tingkat pendidikan dari buta huruf hingga ke perguruan tinggi.

1.2.4 LINGKUNGAN FISIK

Jumlah rumah tinggal penduduk 2977 rumah yang terdiri dari rumah

permanen dan semi permanen.

5

Page 6: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

1.2.5 SUMBER DAYA MANUSIA DAN STRUKTUR ORGANISASI

Puskesmas perawatan betungan memiliki jumlah pegawai empat puluh

delapan orang dengan latar belakang pendidikan yang berbeda dan terdiri dari empat

puluh orang PNS dan delapan orang honorer. Puskesmas betungan terdiri dari tiga

purkesmas pembantu yaitu puskesmas pembantu Pekan Sabtu, Betungan dan

Betungan asri untuk struktur organisasi puskesmas adalah sebagai berikut:

Kepala puskesmas : dr Fitri Desimilani

Kasubag Tata Usaha : Syuhadatul Islamy

Bagian Umum : Yuni Hartati Skm

Yeyen Fitri Nengsi S.Kep

Reviyani Sulastri S.kep

Bagian Kepegawaian : Fera Kristiani S.kep

Bagian Keuangan : Fera Kristiani S.kep

Yeyen Fitri Nengsi S.Kep

Bendahara Barang : Purnama Br.P Amd.kep

6

Page 7: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

1.2.6 DENAH RUANGAN PKM PERAWATAN BETUNGAN

7

POLI GIGI

APOTEK

IGDRUANG KA.PKM

POLI IBUVK

R.PERTEMUAN PERTEMUA

N

RUANG RAWAT INAP

LABORATORIUM

RUANG TATA USAHA

POLI ANAK POLI UMUM

RUANG PENDAFTARA

N

GIZI & KESLING

PANTRY

RUANG IMS & VCT

WC

GUDANG

Page 8: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

1.2.7 ALUR PELAYANAN PKM PERAWATAN BETUNGAN

8

Page 9: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

B. INFEKSI MENULAR SEKSUAL

IMS adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual.

Meskipun demikian tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin,

tetapi beberapa ada yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-

alat, handuk, termometer, dan sebagainya (Djuanda, 2008).

Kelompok Perilaku Berisiko Tinggi

Dalam IMS yang dimaksud dengan perilaku risiko tinggi ialah perilaku yang

menyebabkan seseorang mempunyai risiko besar terserang penyakit. Yang tergolong

kelompok risiko tinggi adalah:

1. Usia

a. 20-34 tahun pada laki-laki

b. 16-24 tahun pada wanita

c. 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin

2. Pelancong

3. Pekerja seksual komersial atau wanita tuna susila

4. Pecandu narkotik

5. Homoseksua l (Daili, 2003).

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penularan IMS antara lain:

1. Faktor dasar

a. Adanya penularan penyakit

b. Berganti-ganti pasangan seksual

2. Faktor medis

a) Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis,

b) Pengobatan modern,

c) Pengobatan yang mudah, murah, cepat, dan efektif, sehingga risiko

resistensi tinggi, dan bila disalahgunakan akan meningkatkan risiko

penyebaran infeksi,

3. IUD dan pil KB hanya bermanfaat bagi pencegahan kehamilannya saja, berbeda

dengan kondom yang juga dapat digunakan sebagai alat pencegahan terhadap

penularan infeksi IMS,

9

Page 10: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

4. Faktor sosial seperti mobilitas penduduk, prostitusi, waktu yang santai,

kebebasan individu, dan ketidaktahuan (Daili, 2003).

Epidemiologi

WHO memperkirakan telah terjadi 340 juta kasus baru Penyakit Menular

Seksual (IMS) pada tahun 1999. Angka kejadian infeksi baru terbanyak terjadi di

daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara (151 juta kasus), yang diikuti oleh Afrika

Sub-Sahara (69 juta kasus) dan Amerika Latin (38 juta kasus) (WHO, 2001).

Menurut Centers for Disease Control and Prevention tahun 2007, di Amerika

Serikat kasus Klamidia dan Gonorrhea menempati urutan tertinggi IMS yang diderita

remaja pada popolasi umum. Pada tahun 2006 kasus terbanyak didapati pada wanita

usia 15-19 tahun (terdapat 648 kasus per 100000) dan pada pria usia 20-24 tahun (454

per 100000) (Belenki et al, 2009).

Jenis-jenis IMS

1. Gonore

A. Definisi dan Etiologi

Gonore mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria

gonorrheae. Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel

kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur) (Daili, 2003).

C. Gejala Klinis

Penularan terjadi melalui kontak seksual dengan penderita gonore. Masa

tunas penyakit berkisar antara 2-5 hari (1-14 hari). Gejala yang didapati pada laki-

laki antara lain keluhan (sakit) waktu kencing, orifisium uretra yang oedem dan

eritematus, dan sekret uretra yang purulen. Sebagian besar wanita yang menderita

gonore asimtomatik. Gonore pada wanita sering mengenai serviks sehingga terjadi

servisitis dengan gejala keputihan (Barakbah, 2008).

10

Page 11: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

2. Sifilis

A. Definisi dan Etiologi

Sifilis ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum;

sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir

semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan

dapat ditularkan dari ibu ke janin (Djuanda, 2008).

B. Gejala Klinis

1. Stadium I (Sifilis Primer)

Timbul suatu ulkus yang disebut ulkus durum yang mempunyai sifat khusus,

antara lain tidak nyeri (indolen), sekitar ulkus teraba keras (indurasi), dasar ulkus

bersih dan bewarna merah seperti plak, dan soliter (biasanya hanya 1-2 ulkus).

Lokasi ulkus ini pada laki-laki biasanya terdapat pada preputium, ulkus koronarius,

batang penis dan skrotum. Pada wanita di labium mayora dan minora, klitoris dan

serviks. Ulkus bisa terdapat ekstra genital misalnya pada anus, rektum, bibir, mulut,

lidah, tonsil, jari, dan payudara (Barakbah, 2008).

2. Stadium II (Sifilis Sekunder)

Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit,

selaput lendir, dan organ tubuh. Dapat disertai demam, malaise. Juga adanya

kelainan kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis sekunder, bila ternyata

pemeriksaan serologis reaktif. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula,

papul, folikulitis, papulaskuomosa, dan pustul. Jarang dijumpai keluhan gatal. Lesi

vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis kongenital. Pada sifilis sekunder yang

mengalami relaps, lesi sering unilateral dan berbentuk arsiner. Pada kulit kepala

dijumpai alopesia yang disebut moth-eaten alopecia yang dimulai pada daerah

oksipital (Daili, 2003).

3. Sifilis Laten

Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi

pemeriksaan serologis positif (Barakbah, 2008).

4. Stadium III (Sifilis Lanjut)

11

Page 12: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Kecuali gumma, lesi sifilis lanjut berupa endarteritis obliterans pada bagian

ujung arteriol dan pembuluh darah kecil yang menyebabkan peradangan dan nekrosis

(Daili, 2003). Pross gumma juga terjadi pada laring, paru, gastrointestinal, hepar,

dan testis. Pada kardiovaskuler, sifilis III menyebabkan miokarditis, gangguan katup

jantung dan aneurisma aorta (Barakbah, 2008).

3. Herpes Genitalis

A. Definisi dan Etiologi

Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes

Simplex Virus tipe 1 (HSV-1) atau tipe 2 (HSV-2) (CDC, 2007). Tipe 1 merupakan

tipe klasik yang berhubungan dengan sariawan (cold sore/stomatitis) pada bibir dan

muka, dan tipe 2 berhubungan dengan herpes genitalis (Graham-Brown, 2005).

B. Gejala Klinis

Manifestasi klinik dapat dipengaruhi oleh faktor hospes, pajanan terdahulu

dari HSV, episode terdahulu dan tipe virus. Masa inkubasi umumnya berkisar antara

3-7 hari, tetapi dapat lebih lama. Gejala yang timbul dapat bersifat berat, tetapi bisa

juga asimtomatik terutama bila lesi ditemukan pada daerah serviks (Daili, 2003).

Lesi primer dapat asimtomatis, gejala prodormal berupa rasa panas (terbakar)

dan gatal, timbul lesi berupa vesikula yang mudah pecah/erosi/ulkus dangkal

bergerombol diatas dasar eritem dan disertai rasa nyeri, setelah timbul lesi dapat

terjadi demam, malaise dan nyeri otot. Kelenjar limfe regional membesar dan nyeri

pada perabaan (Barakbah, 2008).

Lesi dapat rekuren dengan gejala yang lebih ringan, lesi bersifat lokal,

unilateral, berupa lesi vesikuloulseratif dan dapat menghilang dalam waktu 5 hari.

Permulaan lesi didahului oleh rasa gatal, panas dan nyeri. Riwayat pernah berulang,

dan terdapat faktor pencetus (Barakbah, 2008).

4. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome)

A. Definisi dan Etiologi

AIDS adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker

tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Human

Immunodeficiency Virus) (Daili, 2003). Penularan utama HIV adalah melaui 3 jalur

12

Page 13: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

yang melibatkan cairan tubuh tersebut, yaitu jalur hubungan seksual

(homoseksual/heteroseksual), jalur pemindahan darah atau produk darah seperti jalur

transplantasi alat tubuh, dan jalur transplasental (janin dalam kandungan ibu hamil;

dengan infeksi HIV dan infeksi perinatal) (Barakbah, 2008).

B. Gejala Klinis

Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10

tahun sesudah infeksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya infeksi

HIV menjadi AIDS belum diketahui jelas. Bukti-bukti menunjukkan menurunnya

hitungan sel CD4 di bawah 200/ml, serta peningkatan B2 mikro globulin, p24

(antibodi terhadap protein core) dan peningkatan IgA menunjukkan perkembangan

yang semakin memburuk. CDC menetapkan klasifikasi infeksi

HIV pada orang dewasa sebagai berikut:

Kelompok I : Infeksi akut

Kelompo k I I : Infeksi asimtomatis

Kelompok III : Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP)

Kelompok IV : Penyakit-penyakit lain

Kelompok Iva : Penyakit konstitusi (panas, diare, kehilangan berat badan)

Kelompok Ivb : Penyakit-penyakit neurologis (ensefalitis, demensia)

Kelompok Ivc : Penyakit-penyakit infeksi sekunder (Pneumocystis carinii,

Cytomegalo virus)

Kelompok Ivd: Kanker sekunder (sarkoma Kaposi, limfoma non-Hodgkin)

Kelompok Ive : Keadaan-keadaan lain (Daili, 2003).

B. PENGEMBANGAN LAYANAN KOMPREHENSIF HIV & IMS YANG

BERKESINAMBUNGAN

1. PENGERTIAN

Yang dimaksud dengan layanan komprehensif adalah upaya yang meliputi

upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang mencakup semua bentuk

layanan HIV dan IMS, seperti kegiatan KIE pengetahuan komprehensif, promosi

13

Page 14: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

penggunaan kondom, pengendalian faktor risiko, layanan konseling dan tes HIV

( KTS dan KTIP), perawatan, dukungan,dan pengobatan (PDP), pencegahan

penularan ibu ke anak (PPIA), pengurangan dampak buruk NAPZA, layanan IMS,

pencegahan penularan melalui darah donor dan produk darah lainnya, serta kegiatan

monitoring dan evaluasi serta surveilan epidemiologi di Puskesmas rujukan dan non

rujukan.

Yang dimaksud dengan layanan yang berkesinambungan adalah pemberian

layanan HIV dan IMS secara paripurna, yaitu semenjak dari rumah atau komunita,

fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas, klinik dan rumah sakit dan kembali ke

rumah atau komunitas, juga selama perjalanan infeksi HIV (semenjak belum

terinfeksi sampai staudium terminal). Kegiatan ini harus melibatkan seluruh pihak

terkait, baik pemeritah, swasta, maupun masyarakat (kader, LSM, kelompok

dampingan sebaya, ODHA, keluarga, PKK, tokoh adat, tokoh agama, dna tokoh

masyarakat serta organisasi/ kelompok yang ada di masyarakat).

Layanan komprehensif dan berkesinambungan juga memberikan dukungan

baik aspek manajerial, medis, psikologis maupun non sosial ODHA selama perawatan

dan pengobatan untuk mengurangi atau menyelesaikan permasalahan yang

dihadapinya. Puskesmas rujukan ( puskesmas yang terpili yang memiliki saranan dan

tenaga tertentu sesuai standar yang ditetapkan) dan rumah sakit rujukan perlu

didiukung oleh ketersediaan pemeriksaan laboratorium disamping adanya pusat

rujukan laboratorium di kabupaten/kota (Labkesda) untuk pemeriksaan CD4 dan

pusat rujukan laboratorium di provinsi ( BLK/ fasilitas kesehatan lainnya), untuk

akses pemeriksaan viral load.

14

Page 15: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Tabel 1 memaparkan jenis layanan komprehensif  yang diperlukan di suatu

wilayah kabupaten/kota untuk menjamin kelengkapan layanan yang dapat diakses

oleh masyarakat meskipun tidak seluruh layanan tersebut tersedia dalam

satu unit/fasilitas pelayanan kesehatan.

JENIS JENIS LAYANAN DALAM LKB

Komunikasi, Informasi dan Edukasi bagi Masyarakat

Dalam mencegah dan mengendalikan HIV dan IMS, KIE melekat pada setiap

layanan yang ada. Tujuannya meningkatkan pengetahuan, kesadaran kemampuan

masyarakat pada umumnya dan populasi kunsi pada khusunya tentang risiko

penularan HIV, Pencegahan, pengobatan dan akses layanan.

Konseling dan Tes HIV (KT HIV)

Layanan KT HIV seringkali menjadi pintu masuk ke LKB. Layanan KT HIV

dapat berupa konseling dan tes HIV sukarela (KTS) atau konseling dan tes HIV atas

inisiasi petugas kesehatan (KTIP). Demikian pula dengan diagnosis dan tes terkait

dengan TB dan pasien rawat inap. Pengalaman yang baik dari pasien pada layanan

tersebut akan mempengaruhi kesinambungan dalam memanfaatkan LKB.

15

Page 16: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Pemberian konseling pra tes dan pasca tes merupakan kesempatan baik bagi

klien untuk mendapatkan pengetahuan tentang layanan yang tersedia dalam LKB dan

siap untuk memanfaatkannya. Layanan KT HIV dapat diintegrasikan kedalam layanan

perawatan, pengobatan dan pencegahan yang ada atau dapat diselenggarakan secara

mandiri di tempat lain seperti misalnya diselenggarakan oleh LSM yang terhubung

dengan layanan PDP.

C. QUALITY ASSURANCE (PENJAMINAN MUTU)

1. Mutu Pelayanan Kesehatan

Persepsi tentang mutu suatu organisasi pelayanan sangat berbeda-beda karena

bersifat sangat subjektif, di samping itu selera dan harapan pengguna pelayanan selalu

berubah-ubah. Banyak pengertian tentang mutu, antara lain berikut ini:

a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang diamati

b. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program

c. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang didalamnya

terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna

(Pohan, 2006).

Dari batasan ini, dapat dipahami bahwa mutu pelayanan hanya dapat diketahui

apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan,

sifat, wujud, serta ciri-ciri pelayanan kesehatan, ataupun terhadap kepatuhan terhadap

standar pelayanan. Dalam praktik sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah.

Penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi dimensional.

Tiap orang, tergantung dari latar belakang kepentingan masing-masing dapat

melakukan penilaian dari dimensi berbeda (Pohan, 2006).

Beberapa definisi mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut.

a. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan

setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan

rata-rata penduduk serta penyelenggaraanya sesuai dengan standar dan kode etik

profesi.

b. Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan

yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan

16

Page 17: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

lainya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter: karyawan (Al-assaf,

2009).

Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat

kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar

pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit

atau puskesmas secara wajar,efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan

memuaskan sesuai norma,etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan

keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsume. Selain itu, mutu

pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut:

a. Menurut pasien/masyarakat adalah empati, menghargai, tanggap, sesuai dengan

kebutuhan, dan ramah.

b. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara

profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan peralatan yang

memenuhi standar.

c. Menurut manajer/administrator adalah mendorong manajener untuk mengatur staf

dan pasien/masyarakat dengan baik.

d. Menurut yayasan/pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga

profesional yang bermutu dan cukup (Al-assaf, 2009).

Jadi yang dimaksudkan dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk

pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada

diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu

pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepuasan ini

telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan.

Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subjektif.

Tiap orang, tergantung dari latar belakang yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat

kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Disamping

itu, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah

memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan

profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi (Satrianegara, M.F., & Sitti Saleha, 2009).

2. Ukuran Mutu Pelayanan Kesehatan

Pemberian pelayanan adalah pejabat/pengawai instansi pemerintahan yang

melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan, sedangkan penerima pelayanan

17

Page 18: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

adalah orang atau badan hukum yang menerima pelayanan dari instansi pemerintah.

Karakteristik pelayanan umum menurut SK Menpan No 81/1993 mengandung unsur

kesederhanaan, efisiensi, ekonomis, keadilan, serta ketepatan waktu.

a. Dalam pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua elemen dasar mutu yaitu: Layanan

teknik (technical care) yaitu penerapan ilmu dan teknis bagi kedokteran atau ilmu

kesehatan lainya ke dalam penaganan masalah kesehatan.

b. Layanan interpersonal (interpersonal care) yaitu manajemen interaksi sosial dan

psikososial antara pasien dan praktisi kesehatan lainya, misalnya dokter dan

perawat; serta kenyamanan (amenities yaitu menggambarkan berbagai kondisi

seperti ruang tunggu yang menyenangkan, ruang periksa yang nyaman dll.)

(Satrianegara, M.F., & Sitti Saleha, 2009).

Sampai saat ini, telah ditawarkan berbagai ukuran mutu pelayanan dengan

penilaian yang saling berbeda, serta cara pengukuran yang beraneka ragam. Menurut

lembaga Administrasi Negara terdapat beberapa kesamaan ukuran mutu pelayanan

yang sering dijumpai di berbagai kajian yaitu:

a. Proses pelayanan dilakukan sesuai prosedur.

b. Petugas pelayanan memiliki kompetensi yang diperlukan.

c. Tidak bertentangan dengan kode etik.

d. Pelaksanaan pelayanan dapat memuaskan pelanggan dan petugas pelayanan.

e. Pelayanan mendatangkan keuntungan bagi lembaga penyedia layanan

(Satrianegara, M.F., & Sitti Saleha, 2009).

3. Dimensi mutu yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan

Mutu suatu organisasi pemberi pelayanan sangat sulit diukur dan lebih bersifat

subjektif sehingga aspek mutu menggunakan beberapa dimensi/karakteristik sebagai

berikut:

a. Communication, yaitu komunikasi atau hubungan antara penerima dan pemberi

jasa

b. Credibility, kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa.

c. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan.

d. Knowing the customer, yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima

jasa atau pemahaman pemberi jasa terhadap kebutuhan dengan harapan pemakai

jasa.

18

Page 19: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

e. Tangible, yaitu bahwa dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan harus

diukur atau dibuat standarnya.

f. Reliability, yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa.

g. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan

penerima jasa.

h. Competence, yaitu kemampuan atau ketrampilan pemberi jasa yang dibutuhkan

setiap orang dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima jasa. \

i. Acess, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi oleh pihak pelanggan.

j. Courtessy, yaitu kesopanan, aspek perhatian, dan kesamaan dalam hubungan

personel (Satrianegara, M.F., & Sitti Saleha, 2009).

Penyampaian jasa pelayanan kepada pelanggan kadang-kadang diterima tidak

sesuai dengan harapan sehingga mengakibatkan kegagalan dalam penyampaian jasa

sebagai berikut:

a. Kesenjangan antara harapan pelanggan dengan prinsip manajemen. Manajemen

tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan.

b. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa. Manajemen

mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan, tetapi tidak menetapkan

standar kinerja secara spesifik.

c. Kesenjangan antara spesifikasi antara mutu jasa dan penyampaian jasa. Petugas

mungkin kurang terlatih, tidak mampu, atau tidak mau memenuhi standar.

d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan

pelanggan dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat wakil-wakil dan iklan

perusahaan.

e. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. Hal ini terjadi

bila pelanggan mengukur kinerja dengan cara yang berbeda dan memiliki persepsi

yang keliru mengenai mutu jasa. (Satrianegara, M.F., & Sitti Saleha, 2009).

4. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)

terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan,

adalah respons seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan

19

Page 20: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap

fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, persepsi, sikap dan penggunaan

fasilitas, petugas dan obat-obatan. (Notoatmodjo, S, 2007)

D. PROGRAM INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DAN HIV AIDS DI

PKM PERAWATAN BETUNGAN

Program Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV AIDS PKM perawatan

Betungan berdiri tahun 2014, dengan atas inisiatif dari kepala PKM dan permintaan

dari masyarakat sekitar. Hal ini disebabkan karena wilayah kerja PKM betungan

memiliki tempat-tempat “ Hot Spot” atau banyaknya terdapat komunitas kunci.

Daerah komunitas kunci ini antara lain adalah Terminal air sebakul, terminal

Betungan,dan banyaknya tersebar panti-panti pijit.

Untuk program ini sendiri PKM Betungan belum memiliki klinik khusus

untuk pasien IMS dan HIV AIDS, untuk penerimaan pasien sendiri masih gabung

dengan poli ibu. kegiatan yang biasa dilakukan program ini adalah pemeriksaan pada

ibu hamil yang berkunjung ke PKM betungan, mobile ke kawasan komunitas kunci

setiap bulan, dan pemeriksaan yang dilakukan di puskesmas pembantu.

Kegiatan preventif yang dilaksanakan biasanya adalah penyuluhan yang

dilakukan pada ibu-ibu hamil, para pekerja seks komersil (PSK). Kegiatan ini rutin

dilaksanakan setiap bulannya. Serta adanya pendistribusian kondom yang di berikan

kepada komunitas kunci ataupun pasien dengan diagnosis IMS.

Untuk jumlah pemeriksaan yang dilakukan selama tahun 2014 disajikan dalam

grafik berikut:

20

Page 21: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

JUMLAH KUNJUNGAN LAYANAN IMS DI KLINIK ZAMBA

TAHUN 2014

DIAGRAM PENDISTRIBUSIAN KONDOM DI KLINIK KAMBOJA PUSKESMAS PERAWATAN BETUNGAN KOTA BENGKULU TAHUN 2014

21

Page 22: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Untuk menegakkan diagnosis Inefeksi Menular Seksual selama ini hanya

berdasarkan dari gejala klinis saja tanpa menggunakan hasil laboratorium. Setelah

dianamnesis dan dilakukan pemeriksaan fisik barulah pasien diberikan pengobatan.

Sedangkan untuk menegakkan HIV AIDS pasien diperiksa dengan Rapid test di

laboratorium, setelah hasil keluar pasien diberikan konseling oleh konselor. Apabila

hasil positif pasien di rujuk ke RSUD dr. M. Yunus.

Anggota staf klinik dari program ini berjumlah tiga orang terdiri dari satu

orang konselor, satu orang pencatatan dan pelaporan dan satu orang staf laboratorium.

22

Page 23: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

BAB III

METODE EVALUASI

A. Tolak Ukur Penilaian

Evaluasi dilakukan pada program Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan

Infeksi Menular Seksual di PKM Betungan Kota Bengkulu. Rujukan tolak ukur

penilaian yang digunakan adalah :

1. Standar Operasional Prosedur Klinik IMS dan VCT, Depkes RI-USAID-FHI

Indonesia 2007

2. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual Depkes RI 2011

B. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan berupa:

1. Data primer

23

Page 24: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Data primer dikumpulkan dengan membagikan kuisioner dan/atau check list

kepada para staff dan pasien Pelayanan Kesehatan Infeksi Menular Seksual dan

HIV AIDS di PKM Betungan Kota Bengkulu serta wawancara pada penanggung

jawab dan para staff Pelayanan Kesehatan Infeksi Menular Seksual dan HIV

AIDS di PKM Betungan Kota Bengkulu

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dengan melihat data pencatatan dan pelaporan program

IMS dan HIV AIDS di PKM betungan.

C. Cara Analisis

1. Menetapkan masalah

Masalah dalam pendekatan sistem adalah kesenjangan antara tolak ukur dengan

fakta. Adanya masalah diidentifikasi dengan melihat hal-hal yang terjadi di

lapangan. Setelah mengetahui masalah yang ada, langkah berikutnya adalah

mencari akar masalah

2. Menentukan Penyebab Masalah dan Memprioritas Penyebab Masalah

Identifikasi penyebab masalah dilakukan dengan membandingkan antara tolok

ukur/standar komponen-komponen input dan proses dengan fakta di lapangan.

Masing-masing faktor dilihat fakta di lapangan serta tolok ukur kemudian

membandingkannya. Suatu faktor ditetapkan menjadi penyebab masalah jika ada

kesenjangan antara fakta dengan tolok ukur.

Jika terdapat lebih dari satu penyebab masalah, maka harus ditentukan

prioritas penyebab masalah. Hal ini disebabkan, tidak semua penyebab dapat

diselesaikan karena mungkin ada masalah yang saling berkaitan dan oleh adanya

keterbatasan dan dan sumber daya. Penyebab masalah yang menjadi prioritas adalah

masalah yang dianggap paling besar, mudah diintervensi, dan paling penting, dimana

jika penyebab masalah tersebut diatasi maka penyebab masalah-masalah lain juga

dapat teratasi. Penentuan prioritas penyebab masalah dilakukan menggunakan teknik

kriteria matriks (criteria matrix technique). Kriteria ini terdiri dari 3 komponen.

a. Kontribusi ( Importancy = I )

24

Page 25: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Semakin besar penyebab tersebut berkontribusi dalam timbulnya masalah, maka

semakin besar pula prioritas masalah tersebut untuk diselesaikan.

b. Kelayakan teknologi (Technology = T)

Makin layak teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk mengatasi masalah,

makin diprioritaskan penyebab masalah tersebut.

c. Sumber daya yang tersedia (Resources = R)

Terdiri dari tenaga (man), dana (money), dan sarana (material). Makin tersedia

sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi penyebab masalah makin

diprioritaskan penyebab tersebut.

Beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting) pada tiap

kotak dalam matriks sesuai dengan jenis penyebab masalah masing-masing. Penyebab

masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki nilai I x T x R tertinggi.

3. Alternatif Pemecahan Masalah dan Pemecahan Masalah Terpilih

a. Alternatif Pemecahan Masalah

Setelah mengetahui penyebab masalah, tindakan selanjutnya adalah membuat

beberapa alternatif pemecahan masalah. Alternatif pemecahan masalah ini

dibuat dengan memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi klinik.

Alternatif pemecahan masalah dibuat secara rinci, meliputi tujuan, sasaran,

bentuk kegiatan, pelaksana, waktu dan tempat, serta rincian dananya.

b. Pemecahan Masalah Terpilih

Berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, dipilih satu

cara pemecahan masalah yang dianggap paling baik dan memungkinkan. Pemilihan

prioritas cara pemecahan masalah ini dengan memakai teknik kriteria matriks. Dua

kriteria yang lazim digunakan adalah efektivitas dan efisiensi jalan keluar.

1) Efektivitas jalan keluar

Tetapkan nilai efektifitas untuk setiap alternatif jalan keluar dengan

memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai dengan angka 5 (paling

efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai efektifitasnya paling tinggi.

Untuk menentukan efektifitas jalan keluar digunakan kriteria tambahan yand

dapat dilihat di bawah ini.

- Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude)

25

Page 26: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Makin besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi prioritas jalan

keluar tersebut.

- Pentingnya jalan keluar (Importancy)

Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelanggengan masalah. Makin

lama masa bebas masalahnya, makin penting jalan keluar tersebut.

- Sensitivitas jalan keluar (Vulnerability)

Sensitivitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar mengatasi masalah.

Makin cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar tersebut.

2) Efisiensi jalan keluar

Tetapkan nilai efisiensi untuk setiap alternatif jalan keluar. Nilai efisiensi ini

biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan

jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan, makin tidak efisien jalan

keluar tersebut. Berikan angka 1 (biaya paling sedikit) sampai dengan angka 5

(biaya paling besar).

Nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif jalan keluar ditentukan dengan

membagi nilai hasil perkalian M x I x V dengan C. Alternatif jalan keluar

dengan nilai P tertinggi adalah prioritas jalan keluar yang terpilih. Lebih jelas

rumus untuk menghitung prioritas jalan keluar dapat dilihat di bawah ini:

Keterangan: P = Priority; M= Magnitude; I= Importancy; V=

Vulnerability; C= Cost

26

Page 27: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

BAB IV

EVALUASI PROGRAM PENJAMINANAN MUTU

A. Identifikasi Masalah

Suatu masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara kenyataan

dengan tolak ukurnya, sedangkan penyebab masalah ditentukan bila ada

kesenjangan antara unsur sistem lainnya dengan tolak ukur. Proses identifikasi

masalah dilakukan secara bertahap, dimulai dari melihat hal-hal yang terjadi di

lapangan, kemudian apabila ditemukan adanya kesenjangan antara tolak ukur dengan

kenyataan yang terjadi di lapangan tersebut maka harus dicari kemungkinan penyebab

masalah pada unsur input, proses, dan output. Mengingat waktu yang singkat dan

melalui pertimbangan serta kesepakatan dengan pembimbing klinik, maka kami tidak

membuat prioritas masalah dan langsung menetapkan masalah yang kami ambil topik

evaluasi program penjaminan mutu.

27

Page 28: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat

diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan

menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna,

dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan

tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat

luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu

pelayanan kepada perorangan.

Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan di tingkat kecamatan dan

merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Upaya pelayanan yang diselenggarakan adalah :

a. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif pada

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.

b. Pelayanan medik dasar yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan

individu dan keluarga melalui upaya perawatan yang tujuannya untuk

menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentu.

Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu. Program Puskesmas

merupakan program kesehatan dasar, meliputi :

a. Promosi kesehatan

b. Kesehatan Lingkungan

c. KIA & KB

d. Perbaikan gizi

e. Pemberantasan penyakit menular

f. Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang medik

(laboratorium dan farmasi)

Suatu Puskesmas memiliki tidak hanya memiliki kewajiban untuk

melaksanakan 6 program dasar Puskesmas, tetapi juga harus melaksanakan program

tambahan yang disesuaikan dengan permasalah kesehatan yang ada di wilayah kerja.

Wilayah kerja PKM Perawatan Betungan yang berada di pinggiran kota Bengkulu,

serta cukup banyaknya lokasi-lokasi bisnis prostitusi yang menjadi komunitas kunci

28

Page 29: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

di sekitar wilayah kerja puskesmas Betungan, menjadi faktor resiko peningkatan

kasus IMS yang cukup tinggi di wilayah kerja ini.

Kasus penderita HIV/AIDS dan penyakit menular seksual cenderung

meningkat sehingga dapat mengancam kesehatan masyarakat Indonesia.

Permasalahan IMS ini layaknya peristiwa “Gunung Es”, yang terlihat hanya segelintir

saja. Apalagi kasus IMS dikaitkan dengan kasus HIV-AIDS. Jika terdapat 1 orang

positif HIV, maka kemungkinan terdapat 7 pasien lain yang positif HIV namun belum

teridentifikasi. Sehingga manajemen yang benar dan komprehensif untuk

penanggulangan IMS diperlukan dalam mencegah penyebarannya. Sehingga penting

untuk mengetahui status HIV/AIDS secara dini yang ditunjang dengan pelayanan

konseling dan testing (screening) yang komprehensifunutk mencegah dampak negatif

yang timbul dapat dicegah sejak awal.

B. Penetapan Penyebab Masalah

Puskesmas Perawatan Betungan merupakan Puskesmas yang memberikan

pelayanan untuk rawat jalan dan rawat inap. Dipuskesmas tersedia ruangan dan

fasilitas untuk menolong penderita gawat darurat, baik berupa tindakan operatif

terbatas maupun rawat inap sementara.

Puskesmas Perawatan Betungan menyelenggarakan 6 Program kesehatan

dasar dan terdapat juga pelayanan untuk penyakit infeksi menular seksual (IMS)

yaitu klinik IMS. Mengingat diwilayah kerja Puskesmas Perawatan Betungan

terdapatnya suatu wilayah Pelayan Seks Komersial (PSK), dimana masih kurangnya

kesadaran dari PSK untuk menjaga kesehatahan terlihat dari jarangnya PSK datang

ke puskesmas untuk pemeriksaan kesehatan. Selain itu, pada waktu dilakukan mobile

pelayanan kesehatan gratis ke lokasi masih banyak PSK yang tidak mau melakukan

pemeriksaan kesehatan. Oleh karena itu untuk pelyanan IMS perlu untu mendapat

perhatian guna untuk mengurangi penyakit IMS. Setelah mengetahui masalah yang

ada, langkah berikutnya adalah mencari akar masalah.

29

Page 30: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Penyebab Masalah Tolok ukur Fakta Masalah

Input Man Klinik memiliki satu orang petugas direktur program, satu orang program manager, satu orang petugas laboratorium, satu orang konselor VCT terlatih, satu petugas manajemen kasus yang bisa dan mengerti bagaimana melayani pasien IMS dan HIV AIDS.

Kurangnya jumlah petugas di bagian IMS dan HIV AIDS hanya memiliki1 orang petugas khusus, satu orang petugas laboratorium, satu orang dokter.

+

Money Ketersediaan dana untuk program IMS dan

Dana untuk program IMS dan HIV AIDS

-

30

MONEY

Belum banyaknya variasi kegiatan dan penjadwalan yang tidak reratur, dan tidak adanya kerja sama lembaga terkait

Belum adanya pembagian tugas pokok dan fungsi yang jelas

PENGORGANISASIAN

EVALUASI

OUTPUT

Belum berjalannya

program IMS dan HIV AIDS dengan baik

Kurangnya jumlah petugas dan minimnya pelatihan khusus IMS dan HIV AIDS yang diikuti

Belum adanya ruang khusus untuk program IMS HIV AIDS

Belum adanya SOP klinik IMS dan HIV AIDS

MAN

Belum adanya pengawasan terhadap Dinkeskot

PELAKSANAAN

INPUT PROSES

Dana berasal dari dinas kesehatan Provinsi bengkulu dan global funds

MATERIAL METHOD PERENCANAAN

Belum adanya alur pelayanan yang mudah dan jelas, sarana-prasarana yang belum memadai, pelaksana yang belum terlatih

Page 31: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

HIV AIDS sudah tersedia dan berasal dari dinas kesehatan provinsi Bengkulu dan global funds

Material Tersedianya tempat pelayanan yang khusus melayani pasien ims (poli khusus IMS dan HIV AIDS)

Belum tersedianya tempat pelayanan khusus pasien ims. Saat ini klinik IMS dan HIV AIDS bergabung dengan klinik KIA

+

Method Standar Operasional Prosedur (SOP) klinik IMS dan HIV AIDS.

Belum ada standar operasional prosedur (SOP) pelayanan klinik IMS dan HIV AIDS

+

Proses Perencanaan Terdapat jenis-jenis kegiatan dan rencana waktu pelaksanaan, serta terdapat kerja sama dengan beberapa lembaga terkait.

Pelaksanaan kegiatan IMS dan HIV AIDS masih berupa screening mobile ke tempat berfaktor resiko, dan screening terkait (ibu hamil dan pasien TB)

+

Pengorganisasiaan

Terdapat fungsi/unit khusus untuk pelayanan IMS dan HIV AIDS.

Belum terdapat fungsi/unit khusus untuk pelayanan ims.

+

Pelaksanaan Alur pelayanan IMS dan HIV AIDS yang mudah dan jelas serta sesuai dengan pedoman penanggulangan IMS dan HIV AIDS dari Kemenkes RI

Belum terdapat alur proses pelayanan kesehatan yang mudah dan jelas, serta sarana dan prasarana yang belum mendukung seperti belum mampu laksananya lab IMS dan HIV AIDS, operator yang belum terlatih, dll

-

Evaluasi Kegiatan evaluasi dilakukan untuk menilai suatu keberhasilan progam jaminan mutu.

Belum adanya pengawasan oleh pemegang tanggung jawab

+

31

Page 32: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

C. Penetapan Prioritas Penyebab Masalah

Dengan menggunakan model teknik kriteria matriks pemilihan prioritas dapat dipilih

masalah yang paling dominan.

No Daftar Penyebab Masalah I T R IxTxR

1. Man        

  - Belum adanya petugas khusus terlatih yang melayani pasien IMS dan HIV AIDS

2 3 2 12

2. Money        

- Dana sudah tersedia 1 1 1 1

3. Material        

  - Belum tersedianya tempat dan peralatan yang lengkap untuk pelayanan yang khusus melayani pasien IMS dan HIV AIDS

3 2 2 12

4. Methode        

- Belum ada SOP kilinik IMS dan HIV AIDS

5 4 4 80

5. Pengorganisasian        

  - Belum terdapat fungsi/unit khusus untuk pelayanan IMS dan HIV AIDS

5 2 1 10

6. Pelaksanaan        

- Alur pelayanan IMS yang belum mampu laksana dan sesuai dengan pedoman penanggulangan IMS dan HIV AIDS dari Depkes

5 3 4 60

7. Evaluasi        

  - Belum adanya pengawasan oleh pemegang tanggung jawab

1 2 2 4

Keterangan Tabel:

1. Man

Belum adanya petugas khusus terlatih yang melayani pasien IMS dan HIV

AIDS

32

Page 33: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

I = 2 belum adanya petugas khusus terlatih yang melayani pasien IMS dan HIV

AIDS mengakibatkan pasien IMS belum dilayani secara maksimal

T = 3 secara teknik diperlukan perekrutan tenaga kerja baru untuk menangani

pasien IMS dan HIV AIDS.

R = 2 jumlah petugas klinik yang terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk

rotasi petugas.

2. Money

Dana sudah tersedia

I = 1 tersedianya dana untuk program pelayanan IMS dan HIV AIDS

dibutuhkan agar program pelayanan IMS dan HIV AIDS berjalan lancar.

T = 1 dibutuhkan pembuatan dan pengajuan proposal untuk pendanaan yang

tidak mudah.

R = 1 karena untuk penetapan anggaran dasar klinik dibutuhkan kesepakatan

beberapa pihak.

3. Material

Belum tersedianya tempat dan peralatan yang lengkap untuk pelayanan

yang khusus melayani pasien IMS dan HIV AIDS

I = 3belum tersedianya tempat pelayanan yang khusus melayani pasien IMS

dan HIV AIDS serta peralatan yang lengkap untuk melayani pasien IMS sehingga

sangat terbatas untuk menegakkan diagnosis

T = 2ada cukup tempat di samping ruang P2M yang dapat ditempati sebagai

tempat pelayanan IMS dan HIV AIDS

R = 2dibutuhkan sumber daya manusia yang dapat mengelola tempat pelayanan

IMS dan HIV AIDS.

4. Method

Belum ada SOP klinik IMS dan HIV AIDS

I = 5 Pedoman untuk pelayanan pasien IMS dan HIV AIDS harus tersedia

sehingga pengaturan berhubungan dengan pelayanan kesehatan pada pasien IMS

dan HIV AIDS menjadi jelas.

T = 4 pembuatan SOP pelayanan IMS dan HIV AIDS mudah dilakukan dengan

fasilitas yang sederhana yang dimiliki klinik.

33

Page 34: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

R = 4 cukup mudah mendiskusikan dan menyatukan pemikiran dari para

petugas klinik.

5. Pengorganisasian

Belum terdapat fungsi/unit khusus untuk pelayanan IMS dan HIV AIDS

I = 5 Fungsi/unit khusus sangat diperlukan sebagai penanggung jawab khusus

program pelayanan IMS dan HIV AIDS di klinik.

T = 2 belum adanya pembahasan antara pemegang tanggung jawab klinik

dengan para staff klinik mengenai hal tersebut.

R = 1 tidak cukup banyak staff klinik yang dapat menyempatkan waktunya

untuk mengurus program tersebut.

6. Pelaksanaan

Alur pelayanan IMS dan HIV AIDS yang belum mampu laksana dan sesuai

dengan pedoman penanggulangan IMS dan HIV AIDS dari Depkes

I = 5 Alur pelayanan yang belum sesuai dengan pedoman penanggulangan

IMS dari depkes sehingga pelayanan masih kurang maksimal

T = 3 pembuatan alur proses pelayanan tidak sulit dengan melihat adanya

fasilitas yang memadai di klinik.

R = 4 terdapat cukup sumberdaya yang dapat merangkap petugas di berbagai

tempat

7. Evaluasi

Belum adanya pengawasan oleh pemegang tanggung jawab

I = 1 pengawasan dan evaluasi seharusnya dilakukan secara berkala untuk

mempertahankan jaminan mutu pelayanan.

T = 2 karena teknikal dalam hal evaluasi dan pengawasan agak sulit dilakukan

R = 2 sumberdaya yang dapat melakukan tindakan evaluasi dan pengawasan

terbatas.

Berdasarkan kriteria matrix teknik tersebut didapatkan prioritas penyebab

masalah, yaitu:

1. Belum ada SOP klinik IMS dan HIV AIDS

Penyebab masalah tersebut akan dicarikan alternatif untuk diselesaikan.

Alternatif penyelesaian penyebab masalah akan dibuat dengan memperhatikan

kemampuan serta situasi dan kondisi klinik.

34

Page 35: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

BAB V

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Belum tercapainya penjaminan mutu pelayanan kesehatan khususnya

pelayanan bagi pasien IMS dan HIV AIDS disebabkan oleh beberapa masalah,

dengan masalah yang utama yaitu. Masalah yang telah ditemukan selama penilaian

diharapkan memiliki pemecahan masalah sehingga dapat diatasi dan tidak

mengganggu sistem yang seharusnya serta tidak mempengaruhi output yang

diharapkan. Alternatif pemecahan masalahnya sebagai berikut:

A. Menyusun Alternatif Jalan Keluar

Tabel . Menetapkan Alternatif Pemecahan Masalah (Jalan Keluar)

Penyebab Masalah AlternatifBelum ada SOP klinik IMS dan HIV AIDS

1. Pembuatan SOP klinik IMS dan HIV AIDS dan sekaligus dengan sosialisasinya

35

Page 36: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

2. Pemberian pelatihan khusus tentang SOP klinik IMS kepada petugas khusus IMS dan HIV AIDS PKM Betungan

Alternatif Pemecahan Masalah:

1. Pembuatan SOP klinik IMS dan HIV AIDS dan sekaligus dengan

sosialisasinya.

Tujuan:

Agar adanya pedoman yang mengatur pelayanan khusus IMS dan HIV AIDS di

PKM Betungan.

Sasaran:

Pimpinan dan seluruh staff PKM Betungan.

Bentuk kegiatan:

Pendekatan kepada pemegang program diikuti dengan bekerjasama dengan

pimpinan PKM Betungan dalam forum diskusi SOP klinik IMS dan HIV AIDS

dan dengan pemberian buku pedoman pelayanan IMS dan HIV AIDS dan leaflet

kepada para staff.

Pelaksanaan:

Dokter muda FKIK Universitas Bengkulu

Waktu dan tempat:

PKM Betungan,

Biaya:

Rp 200 x 48 =Rp 9.600,00-

Sumber Biaya:

Dokter muda FKIK Universitas Bengkulu

2. Pemberian pelatihan khusus tentang SOP klinik IMS dan HIV AIDS kepada

petugas khusus IMS dan HIV AIDS PKM Betungan

36

Page 37: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Agar petugas mengerti bagaimana SOP yang benar yang mengatur pelayanan

khusus IMS dan HIV AIDS di PKM Betungan.

Sasaran:

Pimpinan dan seluruh staff PKM Betungan.

Bentuk kegiatan:

Pelatihan khusus kepada petugas khusus IMS dan HIV AIDS yang telah ditunjuk

oleh kepala PKM serta seluruh staff PKM tentang SOP pelayanan untuk melayani

pasien IMS .

Pelaksanaan:

Dokter muda FKIK Universitas Bengkulu bekerjasama dengan narasumber yang

di undang

Waktu dan tempat:

PKM Betungan,

Biaya:

Rp 150.000,00-

Sumber Biaya:

Dokter muda FKIK Universitas Bengkulu

B. Memilih Prioritas Pemecahan Masalah

Tabel. Memilih Prioritas Pemecahan Masalah (Jalan Keluar)

Keterangan Tabel:

1. Pembuatan SOP klinik IMS dan HIV AIDS dan sekaligus dengan

sosialisasinya.

37

No Daftar Prioritas Pemecahan Masalah

Efektivitas JumlahM I V C MIV/C

1.

2.

Pembuatan SOP klinik IMS dan HIV AIDS dan sekaligus dengan sosialisasinya

Pemberian pelatihan khusus tentang SOP klinik IMS dan HIV AIDS kepada petugas khusus IMS dan HIV AIDS PKM Betungan

5

3

5

5

4

3

1

5

100

9

Page 38: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

M = 5 Pembuatan SOP pelayanan pasien IMS dan HIV AIDS tidak sulit, karena

dasar hukum pelayanan IMS dan HIV AIDS telah ada dan ditetapkan. Selain itu

sosialisasi terhadap para staff penting karena dengan sosialisasi tersebut diharapkan

para staff tahu, paham, dan dapat melaksanakan SOP itu dengan baik dan benar.

I = 5Adanya SOP pelayanan kesehatan IMS dan HIV AIDS sangat penting

karena SOP tersebut akan menjadi pedoman dalam memberikan pelayanan kepada

pasien-pasien IMS dan HIV AIDS.

V = 4 Pembuatan SOP pelayanan pasien IMS dan HIV AIDS dapat

meningkatkan keefektifan dan efisiensi alur pelayanan pasien, terutama untuk

pasien IMS dan HIV AIDS.

C = 1 . Pembuatan SOP palayanan IMS dan HIV AIDS dinilai lebih ekonomis

dan mudah dilakukan karena tidak memerlukan banyak biaya.

2. Pemberian pelatihan khusus tentang SOP pelayanan IMS dan HIV AIDS kepada

petugas khusus IMS PKM Betungan

M = 3 Pemberian Pelatihan khusus untuk petugas IMS dan HIV AIDS PKM

betungan cukup sulit karena harus mendatangkan narasumber yang ahli untuk

melatih petugas ke PKM betungan.

I = 5 Pemberian pelatihan sangat penting sehingga petugas bisa menerapkan

dalam pelayanan IMS dan HIV AIDS

V = 4 Pemberian pelatihan khusus pada petugas pelayanan pasien IMS dan

HIV AIDS dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi pelayanan pasien,

terutama untuk pasien IMS dan HIV AIDS.

C = 1 . Pemberian pelatihan khusus untuk petugas cukup sulit dan cukup

memerlukan banyak biaya.

Setelah dilakukan pemilihan prioritas pemecahan masalah, maka didapatkan

bahwa pemecahan masalah di atas adalah pembuatan SOP pelayanan IMS dan HIV

AIDS sekaligus dengan sosialisasi SOP pelayanan pasien IMS dan HIV AIDS pada

para staff klinik PKM Betungan.

38

Page 39: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

BAB VI

PROPOSAL INTERVENSI

Penjaminan mutu kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan standar

mutu pengelolaan pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga

stakeholders memperoleh kepuasan. (Sulastomo, 2005).

Kualitas yang baik dan bermutu harus terus dijaga untuk dapat meningkatkan

pelayanan demi terciotanya masyarakat yang sehat, khususnya berkenaan dengan masalah

infeksi menular seksual. Program IMS dan HIV/AIDS amat penting untuk diterapkan di

komintas ini. Sehingga perlu peningkatan pelayanan untuk memperoleh hasil yang

memuaskan. Pelanggan umumnya mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang

dikonsumsi dapat diterima dan dinikmatinya dengan pelayanan yang baik atau

memuaskan (Assauri, 2003: 28). Kepuasan pelanggan dapat membentuk persepsi dan

selanjutnya dapat memposisikan produk perusahaan di mata pelanggannya.

39

Page 40: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Berdasarkan alur proses penjaminan mutu pada bab-bab sebelumnya, telah

diuraikan mengenai masalah belum tersedianya SOP klinik pada pasien IMS dan HIV

AIDS. Alur prosedur penjaminan mutu mengarahkan kepada prioritas masalah, uraian

mengenai penyebab timbulnya suatu masalah, dan prioritas pemecahan masalah dari

penyebab masalah.

A. Tujuan Penjaminan Mutu Pelayanan pada pasien IMS

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari proposal ini adalah untuk meningkatkan penjaminan mutu

pelayanan IMS dan HIV AIDS di PKM Perawatan Betungan.

2. Tujuan Khusus

a) Diketahuinya bagaimana SOP klinik pasien IMS dan HIV AIDS yang

seharusnya

b) Meminta kesediaan dan persetujuan dari pihak PKM Perawatan Betungan untuk

dilakukannya intervensi terhadap staff PKM Perawatan Betungan dalam hal

SOP klinik IMS dan HIV AIDS.

c) Meminta kesediaan dan persetujuan dari pihak PKM Perawatan Betungan untuk

mempertimbangkan pembuatan SOP klinik IMS dan HIV AIDS.

d) Terlaksananya pelayanan yang terjamin mutunya

B. Manfaat Penjaminan Mutu Pada Pelayanan IMS

1. Memberikan kemudahan pada petugas khusus dan staf PKM Betungan tentang

SOP klinik IMS dan HIV AIDS

2. Menjamin layanan kesehatan yang efektif dan efisien

Setelah dilakukan sistem skoring matrik untuk memilih penyebab masalah, maka

didapatkan beberapa penyebab masalah dengan alternatif pemecahan masalah yaitu

Pembuatan SOP klinik IMS dan HIV AIDS sekaligus dengan sosialisasi SOP klinik IMS

dan HIV AIDS pada para staff klinik.

Hal-hal yang diharapkan dari sebuah intervensi adalah keberhasilan intervensi itu

sendiri. Tujuan dari keberhasilan sebuah intevensi adalah untuk meningkatkan mutu

pelayanan. Keberhasilan suatu intervensi dapat dinilai dengan indikator-indikator

prosedur pelayanan yang seharusnya dijalankan sesuai SOP yang telah ditetapkan.

C. Indikator Keberhasilan Intervensi Sesuai Standar Operasional Prosedur

40

Page 41: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Sesuai dengan peraturan yang berlaku serta membandingkan dengan kenyataan di

lapangan, maka berikut dapat ditetapkan indikator-indikator keberhasilan intervensi dari

sebuah penjaminan mutu klinik IMS dan HIV AIDS

Tabel. Cek List indikator-indikator keberhasilan intervensi

No. Tahapan-tahapanSebelum Intervensi

Sesudah Intervensi

1). Pemberian buku SOP klinik IMS dan VCT Belum ada

2) Pembentukan struktur klinik IMS dan VCT Belum ada

3) Pembentukan anggota staf klinik IMS dan VCT Belum ada

4) Pengelolaan klinik IMS dan VCT Belum terlaksana

5) Standar minimal peralatan dan furniture di ruang laboratorium IMS & VCT

Belum ada

6) Alur pasien di klinik IMS - VCT Belum ada

7) Alur pemeriksaan laboratorium IMS & HIV Belum ada

8) Alur pemeriksaan sifilis Belum ada

9) Alur pemeriksaan anti-HIV Belum ada

10) Alur permintaan reagensia Belum ada

11) Alur profilaksis pasca pajanan Belum ada

12) Alur pengelolaan limbah Belum ada

13) SOP kewaspadaan standar klinik IMS & VCT Belum ada

14) SOP membuat larutan chlorine 0.5% Belum ada

15) SOP dekontaminasi bedgyn Belum ada

16) SOP DTT dengan merebus Belum ada

17) SOP administrasi klinik IMS Belum ada

18) SOP administrasi klinik VCT Belum ada

19) SOP pengambilan darah vena Belum ada

20) SOP pengolahan sample darah Belum ada

21) SOP pemeriksaan klinik IMS Belum ada

41

Page 42: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

22) SOP penggunaan speculum Belum ada

23) SOP penggunaan anuskopi Belum ada

24) SOP pengambilan sampel dan pembuatan preparat Belum ada

25) SOP milking Belum ada

26) SOP kombinasi penyuluhan kelompok (group education) dan VCT

Belum ada

27) SOP pelayanan konseling pra tes Belum ada

28) SOP petugas laboratorium klinik IMS & VCT Belum ada

29) SOP pemeriksaan sediaan basah (NaCl 0.9% & KOH 10%) untuk identifikasi T. vaginalis, clue cells, bau amine & candida

Belum ada

30) SOP pemeriksaan sediaan metilen blue untuk identifikasi diplococcus intraseluler dan PMN

Belum ada

31) SOP pemeriksaan sifilis Belum ada

32) SOP pemeriksaan anti-HIV Belum ada

33) SOP kontrol kualitas preparat metilen blue Belum ada

34) SOP kontrol kualitas pemeriksaan anti-HIV Belum ada

35) SOP permintaan reagensia Belum ada

36) SOP pengobatan dan konseling Belum ada

37) SOP skintest injeksi benzatin penicillin Belum ada

38) SOP pemberian injeksi benzatin penicillin Belum ada

39) SOP syok anafilaktik Belum ada

40) SOP Pelayanan konseling pasca test Belum ada

41) SOP pelayanan petugas manajemen kasus Belum ada

42) SOP Profilaksis Pasca Pajanan Belum ada

43) SOP pengelolaan limbah Belum ada

Harapan yang ada dari sebuah pelaksanaan intervensi dalam proses

penjaminan mutu program IMS dan HIV AIDS mengenai SOP klinik IMS dan HIV

AIDS adalah kesesuaian antara indikator dan pelaksanaan SOP klinik IMS dan HIV

42

Page 43: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

AIDS. Intervensi dinyatakan berhasil jika pada saat pelayanan kesehatan pasien IMS

dan HIV AIDS sudah memenuhi SOP tersebut di atas dan dilakukan secara konsisten.

Untuk standar minimum dari kklinik IMS dan HIV AIDS ini sendiri dimana

harus terbentuk struktur klinik yang terdiri dari:

a. Ruang tunggu dan ruang registrasi

b. Ruang pemeriksaan

c. Laboratorium

d. Ruang pengobatan dan konseling

Selanjutnya Setiap klinik harus mempunyai staf yang ramah, client-oriented,

tidak menghakimi dan dapat menjaga konfidensialitas yang terdiri dari

1. Satu Petugas Direktur Program

2. Satu Petugas Program Manager

3. Satu tim STI & Laboratorium Tim STI

4. Satu Petugas Konselor VCT Terlatih

5. Satu Petugas Petugas Manajemen Kasus

Untuk standar Pengelolaan Klinis IMS harus mencakup:

a. Pengelolaan Syndrom yang Disempurnakan (Enhanced Syndromic Management).

Semua klinik harus dapat menerapkan “ Pengelolaan Syndrom yang Disempurnakan”

untuk IMS yang mencakup:

i. Anamnesis kesehatan seksual yang baik

ii. Pemeriksaan fisik yang benar dan adekuat (termasuk spekulum dan

pemeriksaan bimanual dari saluran reproduksi pasien wanita, dan

pemeriksaan rektum jika ada indikasi)

iii. Pemeriksaan laboratorium yang secepatnya, supaya hasil pemeriksaan

tersedia sebelum pasien meninggalkan klinik.

iv. Pengobatan segera, langsung dan tepat, konseling dan tindak lanjutnya

bagi setiap pasien

43

Page 44: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

b. Standar Pengobatan. Semua klinik harus mengelola IMS menurut “Prosedur Tetap

Penatalaksanaan Penderita Penyakit Menular Seksual dengan Pendekatan Sindrom

dan Laboratorium’ yang diterbitkan oleh PPM&PLP 2004, atau terbitan revisi

lanjutannya.

c. Obat-obatan dan bahan habis pakai

Semua klinik harus tetap menjaga adanya pengadaan obat-obatan utama yang

dibutuhkan untuk pengobatan IMS yang tepat (seperti dalam ‘standar pengobatan’),

atau memiliki akses untuk obat-obatan ini melalui apotik setempat atau sumber

lainnya. Pengadaan obat-obatan ini di klinik harus dijaga dengan seksama untuk

memastikan adanya persediaan yang cukup dan berkesinambungan. Semua obat-

obatan dan bahan habis pakai harus disimpan dengan tepat dan tidak melampui

tanggal kadaluwarsanya. Inventaris Obat-obatan essensial / penting mencakup:

1. Ciprofloxacin 500 mg tablet

2. Doxycycline 100 mg tablet

3. Azithromycin 250/500 mg tablet (jika tersedia)

4. Ceftriaxone 250 mg im.

5. Metronidazole 400 atau 500 mg tablet

6. Clotrimazole 500 mg vaginal supp.

7. Nystatin 100.000 U vaginal supp.

8. Benzathine penicillin 2.4 juta unit i.m

Untuk laboratorium klinik IMS dan HIV AIDS ini digolongkan ke

Laboratorium Sederhana yang memiliki fasilitas :

a. Tes Laboratorium – laboratorium dari semua klinik harus memiliki kemampuan

untuk memeriksa secara langsung tes ‘laboratorium sederhana’, dan melaksanakan,

atau merujuk ke laboratorium lain yang tepat, atau ke laboratorium yang lebih

canggih:

i. Tes ‘Laboratorium Sederhana’

1. Slide preparat basah

44

Page 45: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

a. Garam fisiologis untuk Trichomonas dan “Clue” sel dari Bakterial

vaginosis

b. KOH untuk Candida dan “whiff test” (+ pH dari cairan vagina oleh bidan)

2. Methylene blue untuk sel darah putih dan Gonococcus

3. Slide dengan Pengecatan Gram yang disiapkan dari smear vagina untuk

mendiagnosa bakterial vaginosis (BV) dengan kriteria Nugent.

Untuk alur pelayanan pasien IMS dan HIV AIDS ini sendiri memiliki standar yang

sudah ditetapkan antara lain:

1. Setiap pasien datang, langsung didaftarkan dan dilakukan pencatatan di buku

register dan catatan medis.

2. Setiap pasien baru dijelaskan tentang penggambilan darah untuk skrining sifilis

dan ditawarkan, jika pasien bersedia, pasien langsung diambil darahnya

3. Jika di dalam ruang pemeriksaan tidak ada pasien, kirim pasien ke ruang

pemeriksaan, tetapi jika sedang berlangsung pemeriksaan, pasien diajak untuk

mengikuti edukasi kelompok.

4. Segera setelah ruang pemeriksaan kosong, petugas administrasi/staf lain dapat

mengatur pasien berikutnya yang sedang edukasi kelompok untuk ke ruang

pemeriksaan, demikian sebaliknya, sambil menunggu hasil laboratorium, pasien dapat

mengikuti edukasi kelompok

5. Setelah ada hasil laboratorium, pasien yang sedang menunggu hasilnya, diajak ke

ruang konseling pengobatan

6. Di dalam edukasi kelompok dijelaskan bahwa di klinik IMS secara otomatis semua

pasien akan mendapatkan pretest counseling untuk HIV

7. Semua pasien yang sudah mendapatkan edukasi kelompok atau sudah

mendapatkan konseling pengobatan mengikuti pretest counseling.

8. Jika pasien bersedia darahnya diperiksa, darah yang telah diambil tadi akan

diperiksa untuk HIV

45

Page 46: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

9. Setelah ada hasil, konselor akan melakukan posttest counseling, dan secara

otomatis akan merujuk semua kliennya untuk bertemu dengan manajer kasus, baik

hasilnya negatif maupun positif

10. Manajer kasus akan memprioritaskan untuk merujuk ODHA ke layanan kesehatan

yang sudah terlatih untuk HIV/AIDS untuk dilakukan skrining kesehatan, sambil juga

mengkaji kebutuhan-kebutuhan klien lainnya

11. Untuk klien dengan hasil negatif, manajer kasus akan juga menekankan perubahan

perilaku pada kliennya

Sedangkan Untuk SOP klinik IMS dan HIV AIDS sudah tertera pada buku

pedoman Standar Operasional Prosedur klinik IMS dan VCT yang mana SOP tersebut

terdiri dari tiga puluh SOP. Untuk SOP itu sendiri kami lampirkan di bagian lampiran.

PERSETUJUAN

Kepada Yth.

Kepala PKM Perawatan Betungan

Di Tempat

Dengan Hormat

Sesuai dengan evaluasi yang telah dilakukan mengenai penjaminan mutu di bagian

administrasi dan untuk memenuhi tugas pembelajaran kepaniteraan klinik di bagian

komunitas, maka didapatkan hasil untuk memperbaiki pelayanan kesehatan program IMS dan

HIV AIDS di PKM Perawatan Betungan. Sesuai dengan proposal yang telah kami ajukan,

maka kami memohon izin untuk melakukan intervensi kepada bagian program IMS dan HIV

AIDS di PKM Perawatan Betungan

Demikian surat persetujuan ini kami buat, terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.

46

Page 47: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Pemohon :

Co assistant UNIB Februari 2015

1. Anugerah Ade Periambudi2. Bagus Irawan Wahidilman3. Dwi Zahra Putri Joneva4. Melya Sumarni

Bengkulu, 28 Februari 2015

Menyetujui

Kepala PKM Perawatan Betungan

dr. Fitri Desimilani

BAB VII

HASIL EVALUASI INTERVENSI

Hasil intervensi dapat dievaluasi dari pengamatan yang dilihat secara langsung

dengan cara membandingkan keadaaan yang terjadi sebelum dilakukan intervensi

dengan keadaaan sesudah intervensi. Dimana diharapkan ada perubahan setelah

dilakukan intervensi dengan keadaaan yang dapat dilihat sesuai dengan standar

operasional sebagai indikator keberhasilan intervensi yang telah dilakukan.

Dari hasil intervensi yang telah dilakukan didapatkan beberapa indikator yang

menjadi indikator keberhasilan intervensi yang dapat dilihat secara langsung melalui

pengamatan yang membandingkan keadaan sebelum dan sesudah intervesnsi.

47

Page 48: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

No. Tahapan-tahapanSebelum Intervensi

Sesudah Intervensi

48

Page 49: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

1). Pemberian buku SOP klinik IMS dan VCT Belum ada Sudah ada

2) Pembentukan struktur klinik IMS dan VCT Belum ada Sudah ada

3) Pembentukan anggota staf klinik IMS dan VCT Belum ada Sudah ada

4) Pengelolaan klinik IMS dan VCT Belum terlaksana

Sudah terlaksana

5) Standar minimal peralatan dan furniture di ruang laboratorium IMS & VCT

Belum ada Sudah ada

6) Alur pasien di klinik IMS - VCT Belum ada Sudah ada

7) Alur pemeriksaan laboratorium IMS & HIV Belum ada Sudah ada

8) Alur pemeriksaan sifilis Belum ada Belum ada

9) Alur pemeriksaan anti-HIV Belum dilaksanakan

Sudah dilaksanakan

10) Alur permintaan reagensia Belum ada Sudah ada

11) Alur profilaksis pasca pajanan Belum ada Sudah ada

12) Alur pengelolaan limbah Belum ada Sudah ada

13) SOP kewaspadaan standar klinik IMS & VCT Belum ada Sudah ada

14) SOP membuat larutan chlorine 0.5% Belum ada Sudah ada

15) SOP dekontaminasi bedgyn Belum ada Sudah ada

16) SOP DTT dengan merebus Belum ada Sudah ada

17) SOP administrasi klinik IMS Belum ada Sudah ada

18) SOP administrasi klinik VCT Belum ada Sudah ada

19) SOP pengambilan darah vena Belum ada Sudah ada

20) SOP pengolahan sample darah Belum ada Sudah ada

21) SOP pemeriksaan klinik IMS Belum ada Sudah ada

22) SOP penggunaan speculum Belum ada Sudah ada

23) SOP penggunaan anuskopi Belum ada Sudah ada

24) SOP pengambilan sampel dan pembuatan preparat

Belum ada Sudah ada

25) SOP milking Belum ada Sudah ada

49

Page 50: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

26) SOP kombinasi penyuluhan kelompok (group education) dan VCT

Belum ada Sudah ada

27) SOP pelayanan konseling pra tes Belum ada Sudah ada

28) SOP petugas laboratorium klinik IMS & VCT Belum ada Sudah ada

29) SOP pemeriksaan sediaan basah (NaCl 0.9% & KOH 10%) untuk identifikasi T. vaginalis, clue cells, bau amine & candida

Belum ada Sudah ada

30) SOP pemeriksaan sediaan metilen blue untuk identifikasi diplococcus intraseluler dan PMN

Belum ada Sudah ada

31) SOP pemeriksaan sifilis Belum ada Sudah ada

32) SOP pemeriksaan anti-HIV Belum dilaksanakan

Sudah dilaksanakan

33) SOP kontrol kualitas preparat metilen blue Belum ada Sudah ada

34) SOP kontrol kualitas pemeriksaan anti-HIV Belum ada Sudah ada

35) SOP permintaan reagensia Belum ada Sudah ada

36) SOP pengobatan dan konseling Belum ada Sudah ada

37) SOP skintest injeksi benzatin penicillin Belum ada Sudah ada

38) SOP pemberian injeksi benzatin penicillin Belum ada Sudah ada

39) SOP syok anafilaktik Belum ada Sudah ada

40) SOP Pelayanan konseling pasca test Belum ada Sudah ada

41) SOP pelayanan petugas manajemen kasus Belum ada Sudah ada

42) SOP Profilaksis Pasca Pajanan Belum ada Sudah ada

43) SOP pengelolaan limbah Belum ada Sudah ada

Dari beberapa indikator yang telah digunakan sebagai keberhasilan intervensi

yang telah dilakukan dapat disimpulkan telah berhasil, karena standar operasional

prosedur yang dilakukan sebelum intervensi tidak ada dan petugas belum mengerti

bagaimana SOP pelayanan di klinik IMS dan HIV AIDS.

Dari hasil intervensi yang telah dilakukan pada tanggal 20 maret sampai 10

april 2015 didapatkan beberapa indikator yang menjadi indikator keberhasilan

intervensi yang dapat dilihat secara langsung melalui pengamatan yang

membandingkan keadaan sebelum dan sesudah intervesnsi

50

Page 51: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

Dari beberapa indikator yang telah digunakan sebagai keberhasilan intervensi

yang telah dilakukan dapat disimpulkan telah berhasil, karena standar operasional

prosedur yang dilakukan sebelum intervensi tidak memberikan pelayanan sesuai SOP

yang bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien IMS dan VCT.

Pengamatan telah dilakukan setelah intervensi terdapat diberikanya standar

operasional prosedur, dimana SOP yang baru sudah sesuai pedoman.

Selain itu, pedoman SOP pelayanan pasien IMS dan HIV telah disesuaikan

dengan pedoman yang ada dan kami gunakan sebagai intervensi, untuk diterapkan

sebagai pedoman pelayanan. Pada akhirnya ada perubahan yang nyata yang dapat

dilihat secara langsung sebelum dilakukan intervensi dan sesudah intervensi.

Setelah dilakukan intervensi kelengkapan dari program IMS dan HIV AIDS

di PKM Perawatan sudah hampir lengkap, yang awalnya klinik IMS dan HIV AIDS

ini sendiri belum ada sekarang sudah ada dan memiliki ruangan sendiri dengan nama

klinik yaitu klinik “ZAMBAE” serta perlengkapan klinik yang sudah sesuai dengan

SOP klinik IMS dan VCT, dan sudah memiliki struktur klinik yang sesuai dengan

SOP.

Struktur klinik dari klinik dari klinik zambae ini sendiri adalah:

Direktur program : dr Fitri Desimilani

Program Manager : Emmy Yuliarti SST

Laboratorium : Yuli Afrianti Amd.AK

Konselor : dr. Fitri desimilani

Petugas manajemen khusus : Lizza eka putri Amd.keb

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

51

Page 52: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

A. KESIMPULAN

Berdasarkan evaluasi program jaminan mutu yang telah dilakukan, maka didapatkan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor yang berpengaruh dalam penjaminan mutu pelayanan kesehatan pada bagian

administrasi dengan prioritas masalah belum adanya proses pelayanan administrasi

khusus pasien lansia di Klinik Dokter Keluarga FKUI Kayu Putih adalah belum

tersedianya pedoman mengenai alur pelayanan khusus lansia.

2. Setelah dilakukannya pengamatan sebelum dan sesudah intervensi didapatkan bahwa

intervensi yang dilakukan telah berhasil, hal ini dapat dilihat dari alur pelayanan

santun lansia yang baru dapat diterapkan.

3. Selain itu dari seluruh pasien responden lansia maupun pralansia yang diberikan

intervensi, sebagian besar menyatakan alur pelayanan lansia ini memudahkan mereka.

4. Pada proses pelaksanann alur pelayanan khusus lansia, kendala yang dihadapi adalah

diperlukan kehati-hatian petugas kesehatan dalam menginformasikan biaya

pemeriksaan penunjang karena dikhawatirkan pasien merasa tidak nyaman.

5. Kepala KDK menerima dan mendukung program jaminan mutu yang telah

dilaksanakan.

B. SARAN

1. Bagi petugas pelayanan kesehatan di KDK FKUI Kayu Putih dapat menerapkan alur

prosedur pelayanan kesehatan berbasis santun lansia.

2. Bagi penulis yang akan melakukan evaluasi penjaminan mutu selanjutnya diharapkan

dapat melakukan evaluasi pada masalah lain di bidang administrasi.

LAMPIRAN

DOKUMENTASI KEGIATAN

52

Page 53: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

53

Page 54: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

54

Page 55: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

55

Page 56: Penjaminan Mutu Btg (Repaired) Gogo

56