pertanggungjawaban hukum terhadap kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi...

22
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) Aziz Miraza Prastyono Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, azizlouphii_MOo@yahoo.co.id Abstrak Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak, sehingga diharapkan tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik. Dalam hal ini kebijakan yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dapat menimbulkan kerugian dari adanya kebijakan yang melanggar hukum, maka timbullah bentuk pertanggungjawaban hukum yang harus dilaksanakan untuk memenuhi unsur kebijakan yang merugikan pihak lain. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyelenggara moda transportasi kereta api di Indonesia dapat mengeluarkan kebijakan yang bersifat privat dan publik. PT. Kereta Api (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi mengenai pertanggungjawaban hukum dan upaya hukum terhadap kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang mana data penulisan ini diperoleh berdasarkan studi kepustakaan yang berkaitan dengan pertanggungjawaban hukum dan upaya hukum terhadap kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat–Surabaya oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Penulis menginventarisasi regulasi dan konsep-konsep yang berkaitan dengan materi dan permasalahan yang dikaji. Kandungan dari bahan hukum tersebut selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mendapatkan sebuah konklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pertanggungjawaban hukum adalah pertanggungjawaban hukum secara moral. Dengan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kebijakan dan memberikan layanan secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif dengan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan belum beroperasinya kembali Kereta Rel Diesel (KRD) relasi Babat–Surabaya. Dalam hal upaya hukum dapat menggugat melalui peradilan umum atau melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan mengajukan gugatan class action kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero). kata kunci : Pertanggungjawaban hukum, Kebijakan, PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Abstract Policies are series of concepts and basics becoming guidances in carryng out the work, leadership and action way, so hopefully organization goals can be reached well. In this case, policies issued by PT. Kereta Api Indonesia (Persero) can cause losse in result as a breaking law policies, 1

Upload: alim-sumarno

Post on 27-Dec-2015

72 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : AZIZ MIRAZA PRASTYONO

TRANSCRIPT

Page 1: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA

OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Aziz Miraza Prastyono

Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, [email protected]

Abstrak

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak, sehingga diharapkan tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik. Dalam hal ini kebijakan yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dapat menimbulkan kerugian dari adanya kebijakan yang melanggar hukum, maka timbullah bentuk pertanggungjawaban hukum yang harus dilaksanakan untuk memenuhi unsur kebijakan yang merugikan pihak lain. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyelenggara moda transportasi kereta api di Indonesia dapat mengeluarkan kebijakan yang bersifat privat dan publik. PT. Kereta Api (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi mengenai pertanggungjawaban hukum dan upaya hukum terhadap kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang mana data penulisan ini diperoleh berdasarkan studi kepustakaan yang berkaitan dengan pertanggungjawaban hukum dan upaya hukum terhadap kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat–Surabaya oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Penulis menginventarisasi regulasi dan konsep-konsep yang berkaitan dengan materi dan permasalahan yang dikaji. Kandungan dari bahan hukum tersebut selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mendapatkan sebuah konklusi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pertanggungjawaban hukum adalah pertanggungjawaban hukum secara moral. Dengan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kebijakan dan memberikan layanan secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif dengan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan belum beroperasinya kembali Kereta Rel Diesel (KRD) relasi Babat–Surabaya. Dalam hal upaya hukum dapat menggugat melalui peradilan umum atau melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan mengajukan gugatan class action kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

kata kunci : Pertanggungjawaban hukum, Kebijakan, PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

Abstract

Policies are series of concepts and basics becoming guidances in carryng out the work, leadership and action way, so hopefully organization goals can be reached well. In this case, policies issued by PT. Kereta Api Indonesia (Persero) can cause losse in result as a breaking law policies, so responsibilities must be done to meet policies factor lossing other. PT. Kereta Api Indonesia (Persero);as train mode transportation in Indonesia, can issue private and public policies. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) is goverment effort bureau. The purpose of this study to obtain description about responsibilities and legal steps toward policies about cancellation of diesel train schedule by PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

The kind of this study is normative law which data arrangement is obtained based on literature study in line with responsibilities and legal steps toward the cancellation of diesel train schedule Babat – Surabaya by PT. Kereta Api Indonesia. the author gathers regulations and concepts concerning problems and cases studied. The contents, then, are analized qualitively to be concluded.

The result shows that responsibilities form is morality. That is to give right, clear and honest information about policies and to give right, clear and honest service and the explain more information about reasons of postponing Babat – Surabaya diesel train operation. In law step it can be reached by litigation and non ligation presenting class action lawsuit to PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

Keywords : Responsibilities, policies, PT. Kereta Api Indonesia

PENDAHULUAN

1

Page 2: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Optimalisasi operasional kereta api perlu mendapatkan perlakuan khusus dari pemerintah yaitu melalui kebijakan-kebijakan nyata dan yang selalu berpihak pada rakyat yang bersifat solutif. Apabila kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang di laksanakan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tidak berpihak kepada masyarakat luas dan tidak bersifat solutif maka hal tersebut akan memicu suatu gesekan terhadap masyarakat dengan pemerintah. Yakni PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyelenggaraan angkutan kereta api yang bisa mengeluarkan kebijakan-kebijakan haruslah berpegang teguh pada asas dan tujuan yang sesuai dengan ketentuan dalam pasal 2 Undang-Undang Republiok Indonesia. No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

Perihal mengenai kebijakan yang tidak berdasarkan pada suatu ketentuan Undang-Undang yang berlakudan kepentingan masyarakat luas dan yang hanya untuk tujuan komerialisasi tanpa mempertimbangkan yang lainnya, maka akan timbul masalah dan pertanyaan bagaimanakah pertanggungjawaban badan penyelenggara yakni PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam masalah kebijakan yang tidak sesuai bagi kebutuhan masyarakat luas khususnya pengguna kereta api dan haruslah suatu kebijakan dapat terlebih dahulu disesuaikan bahwa kebijakan tersebut memang tidak memberikan efek yang positif dan tidak memajukan pertumbuhan ekonomi masyarakat luas maka suatu kebijakan yang di keluarkan oleh instansi-instansi pemerintahan haruslah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku agar kebijakan tersebut sesuai dengan cita-cita bersama, dikarenakan penumpang atau konsumen kereta api juga memiliki hak-hak yang harus di penuhi oleh penyelenggara kereta api yakni PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

Prinsip pertanggungjawaban dalam pengangkutan dinyatakan bahwa pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian pengangkut yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka pengangkut dapat dibebaskan dari kewajiban membayar kerugian. Penumpang atau konsumen kereta api memiliki hak-hak dan kewajibannya telah diatur dalam Undang–Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 4 mengenai hak-hak konsumen dan pasal 5 mengenai kewajiban konsumen, sehingga perlu

diperhatikan penumpang atau konsumen kereta api oleh penyelenggara kereta api yang telah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Ketentuan perundang-undangan pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian terdapat asas-asas yang seharusnya dapat dijadikan panduan atau pegangan pemerintah melalui PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam membuat sebuah kebijakan yang baik. Pasal 3 huruf j Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian menyatakan "perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional."

Oleh karena itu pemerintah harus menitik beratkan pada asas-asas dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, sehingga dalam keputusan dan kebijakan tidak hanya mementingkan ataupun menguntungkan salah satu pihak yang dapat merugikan pihak -pihak lain yang justru bertentangan dengan asas-asas dan prinsip yang terdapat dalam Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2007 tentang Perketaapian.

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) melalui Daerah Operasional VIII Surabaya mengeluarkan keputusan atau kebijakan mengenai pembatalan jadwal keberangkatan Kereta Rel Diesel (KRD) sementara, yang berlaku tanggal 1 Maret 2013 hingga akhir Maret. Dasar dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah kereta rel diesel saat ini sudah tidak di mungkinkan untuk beroperasi, oleh karena itu perlu adanya perbaikan kereta rel diesel. Namun kebijakan yang dikeluakan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) malah mendapatkan protes dari para calon penumpang atau konsumen kereta rel diesel yang sudah lama menjadi penumpang setia Kereta Rel Diesel (KRD), dikarenakan dengan dikeluarkannya kebijakan pembatalan jadwal keberangkat kereta rel diesel relasi Babat - Surabaya yang akhirnya akan berdampak buruk bagi konsumen kereta rel diesel yang mayoritas adalah masyarakat ekonomi rendah.

Kebijakan tersebut dinilai oleh konsumen kereta rel diesel sangatlah tidak

2

Page 3: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

memperhatikan kepentingan rakyat yang kurang mampu, utamanya penumpang yang berprofesi sebagai pedagang gendongan keliling, penjual sayur, penjual nasi boran dan pekerja pabrikan. Konsumen kereta rel diesel mengaku tidak ada alternatif lain pengganti kereta rel diesel, karena jenis transportasi apapun dari Babat sampai dengan Surabaya seperti bus dan MPU, sangatlah tidak terjangkau oleh mereka yang hanya berpenghasilan rendah, sebelum adanya kebijakan pembatalan keberangkatan jadwal kereta rel diesel relasi Babat - Surabaya para konsumen kereta rel diesel ini hanya membutuhkan biaya pulang pergi dari Babat sampai Surabaya hanya sebesar Rp. 4 ribu dan kalau menggunakan transportasi lain seperti bus hanya sekali berangkat membutuhkan biaya Rp. 10 ribu selain itu para konsumen kereta rel diesel mengaku tidak mungkin perjalanan dari Babat ke Surabaya menggunakan selain kereta rel diesel, masalahnya barang dagangan yang dibawa sangat banyak dan jika menggunakan MPU hanya partai kecil saja.

Pengumuman kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel yang terpasang pada banner di stasiun Babat disebutkan hanya sebulan yakni tanggal 1 Maret 2013 hingga akhir Maret 2013, namun hingga tanggal 1 April 2013 kereta rel diesel tidak kunjung beroperasi dan nampaknya sinyal untuk tidak mengoperasikan kereta rel diesel untuk selamanya akan dirasakan para penumpang, menurut perwakilan Insan Mitra Kereta Api Indonesia (IMKAI).

Berdasarkan ketentuan pasal 2 Undang - Undang RI No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang menyatakan, sebagai berikut ;

Perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan:

a. asas manfaat;b.asas keadilan;c. asas keseimbangan;d. asas kepentingan umum;e. asas keterpaduan;f. asas kemandirian;g. asas transparansi;h. asas akuntabilitas; dani. asas berkelanjutan.Selain itu kebijakan yang dikeluarkan

oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel sementara yang berlaku tanggal 1 Maret 2013 hingga akhir Maret, juga berindikasi adanya pelanggaran terhadap pasal 7 huruf a, b, dan c jo pasal 4 huruf c dan d Undang – Undang RI No. 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsemen yang menyatakan sebagai berikut :

Pasal 7 yang berbunyi :Kewajiban pelaku usaha adalah :a. Beritikad baik dalam melakukan

kegiatan usahanya;b. Memberikan informasi yang benar,

jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi;

Pasal 4 huruf c dan d yang berbunyi sebagai berikut :

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa”.

Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen huruf c, mengenai informasi yang benar, jelas dan jujur harus diperoleh oleh penumpang merupakan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar. dan berdasarkan pasal 4 hruf d yakni mengenai hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Dasar itulah para penumpang kereta rel diesel yang merasa ditipu atau di bohongi oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengajukan protes karena janji ataupun informasi yang mereka dapatkan hanyalah kebohongan saja dan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) juga tidak meghiraukan pendapat dan keluhan dari konsumen kereta api rel diesel.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban kebijakan pembatalan jadwal pemberangkatan kereta api diesel (KRD) terhadap masyarakat golongan bawah dan bentuk upaya hukum dari adanya kebijakan tersebut dengan tulisan yang berjudul “pertanggungjawaban hukum terhadap kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai pertanggungjawaban kebijakan pembatalan jadwal pemberangkatan kereta api diesel (KRD) terhadap masyarakat golongan bawah dan bentuk upaya hukum dari adanya kebijakan tersebut. dengan dua rumusan masalah yaitu Bagaimana

3

Page 4: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

pertanggungjawaban hukum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan Kereta Rel Diesel relasi Babat – Surabaya dan Apa upaya hukum yang dilakukan konsumen terhadap kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan Kereta Rel Diesel relasi Babat – Surabaya yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyelanggara angkutan kereta api mengacu atau berpegang teguh pada asas-asas yang sesuai dengan ketentuan pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pelaku usaha dalam bidang pengangkutan perkeretaapian juga tidak boleh mengabaikan kewajibakan pelaku usaha yang diatur pada pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, guna untuk melindungi kepentingan konsumen kereta rel diesel.

Secara umum mengenai tanggung jawab perusahaan pengangkut diatur pada Pasal 1367 ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi: “seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungan/disebabkan oleh barang-barang yang berada dalam pengawasannya”. Dalam hukum Perdata, gugatan untuk meminta pertanggungjawaban bersumber pada 2 (dua) dasar hukum, yaitu: “berdasarkan pada wanprestasi(contractual liability) sebagaimana diatur dalam Pasal 1239 KUHPerdata danberdasarkan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad) sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata.

Suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh penyelenggara angkutan yakni PT. KAI haruslah bersifat solutif dan memihak pada konsumen, meskipun dalam Undang-Undang Perkeretaapian diatur PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mempunyai hak dan wewenang melalui kebijakan yang dikeluarkan untuk menghentikan pengoperasian sarana perkertaapian apabila dapat membahayakan perjalanan kereta api, hak dan kewenang tersebut diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian pasal 90 huruf b yang berbunyi, “menghentikan pengoperasian sarana perkeretaapian apabila membahayakan perjalanan kereta api”. Namun suatu kebijakan harus terdapat manfaat yang jauh lebih baik dan dapat di

rasakan oleh masyarakat luas khususnya konsumen kereta api.

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyelenggara angkutan kereta api yang juga dikategorikan sebagai Badan Usaha Milik Negara. Hal ini disebabkan langsung maupun tidak langsung, PT. Kereta Api Indonesia sebagai badan hukum perdata milik negara dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melekat pula tugas-tugas dalam menjalankan urusan pemerintahan bidang transportasi massal kereta api.

PT. KAI terlebihnya harus menaati suatu aturan yang berlaku yakni UU RI No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, kebijakan yang dikeluarkan oleh PT. KAI tidak bertententangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang diatasnya yakni Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai pembatalan jadwal pemberangkatan Babat – Surabaya, berindikasi melanggar pasal 2 mengenai asas-asas perkeretaapian Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan pasal 4 huruf c dan d dan pasal 7 huruf a, b, dan c Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Kerugian yang dialami penumpang yang diakibatkan oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh PT. KAI sangatlah besar karena berhubungan dengan keberlangsungan kehidupan para penumpang atau konsumen kereta rel diesel (KRD) yang khususnya di dominasi oleh penumpang yang berprofesi sebagai pedagang. Kerugian yang dirasa oleh penumpang adalah kerugian moril dan kurian materi secara tidak langsung. Apabila suatu kebijakan telah menimbulkan suatu kerugian yang dialami masyarakat khususnya penumpang maka timbulah bentuk pertanggungjawaban yang harus ditanggung oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI).

Kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang telah menimbulkan kerugian maka upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pelanggan atau konsumen kereta rel diesel dapat menggugat melalui jalur Peradilan Umum atau lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.

METODE

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan jenis penelitian normatif yang

4

Page 5: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

bersifat deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia mengenai Perkeretaapin dan Perlindungan Konsumen untuk mengkaji pertanggungjawaban hukum dan upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen akibat kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum dalam penelitian ini dengan cara dilakukan dengan menggunakan metode inventarisasi yang berkaitan dengan pertanggungjawaban dan upaya hukum dan hasil penelitian hukum selanjutnya akan dilihat apakah dalam substansinya mengandung persoalan tentang masalah yang akan diteliti, kemudian diklasifikasikan dan dianalisis untuk memecahkan permasalahan penelitian.

Teknik pengolahan bahan hukum terdiri dari melakukan studi kepustakaan, identifikasi dan melakukan klasifikasi bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Teknik analisis bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengelola bahan-bahan hukum yang ada untuk selanjutnya dilakukan analisis, yang menggunakan pendekatan penelitian, yakni pendekatan perundang-undangan, konsep, dan kasus.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pemaparan Duduk Perkara

Pada tanggal 1 Maret 2013 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengeluarkan kebijakan mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya (Pasar Turi) pemberangkatan Babat pukul 05.00 WIB dan relasi Surabaya (Pasar Turi) – Babat pemberangkatan Surabaya (Pasar Turi) pukul 16.20 WIB, berlaku sampai 1 April 2013, dengan alasan Kereta Rel Diesel (KRD) sedang dalam perbaikan gerbong. Setelah melewati jatuh tempo yakni tanggal 1 April 2013 ternyata Kereta Rel Diesel (KRD) tidak juga beroperasi kembali, setelah dikonfirmasi oleh perwakilan penumpang yang bergabung dalam wadah organisasi Insan Mitra Kereta Api Indonesia (IMKAI) pihak perwakilan PT. Kereta Api Indonesia daerah operasional VIII surabaya melalui Humasnya yakni Bapak Sumarsono mengatakan keterlambatan tidak beroperasinya kembali Kereta Rel Diesel (KRD) relasi Babat – Surabaya (Pasar Turi) pemberangkatan Babat pukul 05.00 WIB dan relasi Surabaya (Pasar Turi) – Babat pemberangkatan Surabaya (Pasar Turi) pukul

16.20 WIB diakibatkan karena gerbong Kereta Rel Diesel belum selesai karena masih dalam masa perbaikan. Akan tetapi tidak ada pemberitahuan lebih lanjut mengenai perpanjangan waktu perbaikan gerbong kereta rel diesel, hal ini berdampak pada penumpang berasal dari Babat yang berprofesi sebagai pedagang gendongan keliling, penjual sayur, penjual nasi boran yang berjualan di pasar Turi dan pekerja pabrik atau buruh pabrik.

Menurut sejumlah perwakilan, mereka mengaku bingung terkait jalan keluar pengganti transportasi. Satu sisi mereka takut di-PHK jika tidak masuk beberapa hari. Apabila harus berganti menggunakan angkutan bus atau MPU biayanya sangat tinggi.“Anggota Insan Mitra Kereta Api Indonesia (IMKAI) masih menunggu langkah terbaik untuk mengatasi problematika konsumen kereta rel diesel tetap maupun tidak tetap, ”ungkapnya Darmuji Ketua Insan Mitra Kereta Api Indonesia (IMKAI) didampingi Penasehat Insan Mitra Kereta Api Indonesia (IMKAI). Insan Mitra Kereta Api Indonesia (IMKAI) segara melakukan pendekatan ke sejumlah perusahaan untuk memberikan advokasi terhadap para pekerja di perusahaan tempat mereka bekerja agar pihak perusahaan memahami kondisi ini. ”Seharusnya jangan sampai ada PHK terhadap mereka, sembari masih mencari jalan keluar pengganti transpotasi,”tegas Zarqoni. Menurut Zarqoni, pihaknya akan melobi PT Kereta Api Indonesia (PERSERO) dan bakal menghadap Bupati Lamongan, Fadeli, terkait masalah pelik yang dihadapi warganya.

Rencananya Bupati akan melobi agar KA Komuter yang selama ini berangkat hanya dari Stasiun Lamongan bisa ditarik ke barat berangkat dari Stasiun Babat. Jika berangkat dari Babat, penumpang dari Stasiun Gembong, Pucuk, dan Sumlaran akan terangkut. Insan Mitra Kereta Api Indonesia (IMKAI) juga akan melibatkan Yayasan Lembaga Konsemun Indonesia (YLKI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk pembelaan kaum kecil ini, sekaligus mencari payung hukum.

Analisis

1. Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Kebiajakan Pembatalan Jadwan Pemberangkatan Kereta Rel Diesel (KRD) dari Babat hingga Surabaya Oleh PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO)

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dimiliki oleh pemerintah yang keberadaannya didasarkan pada peraturan

5

Page 6: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

perundang-undangan sebagai Badan Usaha Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pengangkutan kereta api, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara dijelaskan mengenai perseroan yang terdapat dalam pasal 1 angka 2 yang berbunyi “Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengerjar keuntungan”,

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tentu saja sebagai badan hukum yang bersifat persero maka akan mencari provit tetapi tidak melupakan fungsi sosialnya karena terdapat wewenang untuk membantu melaksanakan urusan pemerintahan. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyediaan jasa transportasi darat khususnya kereta api yang memegang peran vital dalam pelayanan transportasi massal. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan perusahaan negara yang diberi hak monopoli untuk mengelola usahanya. Statusnya sebagai perusahaan publik milik negara maka misi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat umum. Layaknya perusahaan jasa maka produk utama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah pelayanan, dengan kata lain PT. Kereta Api Indonesia (Persero) menawarkan jaminan kepuasan dari pelayanan yang dilakukan terhadap konsumen. Banyak usaha yang telah dilakukan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) untuk memberikan yang terbaik bagi pengguna jasa Kereta api dengan segenap sumber daya yang dimilikinya PT. Kereta Api Indonesia (Persero) berusaha untuk terus meningkatkan kualitas pelayanannya sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen pengguna jasa kereta api, tetapi dalam kenyataannya masih banyak keluhan yang datang dari konsumen terhadap jasa yang diberikan.

Keluhan-keluhan tersebut sangatlah beralasan karena pada kenyataannya pelayanan dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) masih banyak kekurangan salah satu cermin buruknya pelayanan dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yaitu kebijakan atau keputusan yang banyak merugikan konsumen atau pelanggan kereta api. Padahal tujuan utama dari sistem transportasi pada umumnya adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ketempat lain, tidak terkecuali

transportasi jalan rel, dalam pengoperasiannya sangat mengutamakan keselamatan dari angkutan tersebut.

Terjadinya berbagai kebijakan yang merugikan para konsumen kereta api tersebut banyak sorotan tajam masyarakat yang diarahkan ke PT. Kereta Api Indonesia (Persero) saat ini. Adanya komentar-komentar sinis dari masyarakat mencerminkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) semakin berkurang. Keadaan seperti itu PT. Kereta Api Indonesia (Persero) harus berusaha untuk memulihkan kredibilitasnya di mata masyarakat agar tidak ditinggalkan oleh konsumen, karena bagaimanapun juga kereta api moda transportasi yang dinilai lebih ekonomis atau terjangkau bagi kalangan ekonomi kurang mampu.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 2 yang berbunyi “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Adanya pasal tersebut maka seperti PT Listrik Negara (PLN), PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) itu semua adalah perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola cabang-cabang produksi yang penting. Sesuai pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi “Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, jika dihubungkan dengan PT.Kereta Api Indonesia (Persero) maka dalam urusan pelaksanaannya mengenai suatu kebijakan yang berhubungan dengan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengeluakan kebijakan publik dapat dipersamakan dalam urusan Tata Usaha Negara.

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam merumuskan dan membuat kebijakan harus berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 pasal 2 yang berbunyi:

a. asas manfaat;

b.asas keadilan;

c. asas keseimbangan;

d. asas kepentingan umum;

e. asas keterpaduan;

6

Page 7: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

f. asas kemandiri

g. asas transparansi;

h. asas akuntabilitas; dan

i. asas berkelanjutan.

Sesuai ketentuan pasal 2 Undang-Undang RI No. 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian yang dimaksudkan dengan asas manfaat adalah bahwa transportasi perkeretaapian harus dapatmemberikan manfaat yang sebesar - besarnya bagi kemanusian, peningkatan kemakmuran, dan pengembangan kehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh PT. KAI mengenai pembatalan jadwal pemberangkatan Kereta Rel Diesel (KRD) dapat dikatakan tidak memberikan manfaat bagi penumpang KRD yang mayoritas hanyalah kalangan menengah kebawah sehingga kebijakan tersebut tidak sesuai dengan amanat yang terdapat dalam ketentuan pasal 2 huruf a Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

Selain itu kebijakan yang dikeluarkan oleh PT. KAI mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta api rel diesel juga tidak sesuai dengan pasal 2 huruf b Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yakni asas keadilan, yang dimaksudkan dalam asas keadilan adalah bahwa perkeretaapian harus dapat memberikan pelayanan kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau serta memberi kesempatan berusaha dan perlindungan yang sama kepada semua pihak yang terlibat dalam perkertaapian. Dapat dikatakan juga bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia dirasa tidak adil, karena dengan dihapuskan jadwal pemberangkatan kereta rel diesel tersebut konsumen telah mengalami kerugian moril yang banyak dirasakan.

Selain itu kebijakan yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel sementara yang berlaku tanggal 1 Maret 2013 hingga akhir Maret, jikat dilihat dari Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsemen tidak sesuai denganpasal 7 huruf a, b, dan c jo pasal 4 huruf c dan dyang menyatakan sebagai berikut :

Pasal 7 yang berbunyi :

Kewajiban pelaku usaha adalah :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi;

Pasal 4 huruf c yakni “ hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa sedangkan pasal 4 huruf d yakni “ hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa”. Berdasarkan pasal 4 huruf d, hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian . Berdasarkan pasal tersebut para penumpang kereta api rel diesel merasa ditipu atau di bohongi oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) karena janji ataupun informasi yang mereka dapatkan hanyalah kebohongan saja dan PT. Kereta Api Indonesia juga tidak meghiraukan pendapat dan keluhan dari penumpang kereta api rel diesel.

Berdasarkan pasal 7 huruf a, b, dan c jo pasal 4 huruf c dan d Undang – Undang RI No. 8 Tahnu 1999 Tentang Perlindungan Konsemen maka mengenai pertanggungjawaban PT. Kereta Api Indonesia terhadap kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel sementara maka pertanggungjawaban PT. Kereta Api Indonesia (Persero) hanya sebatas Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kebijakan pembatalan jadwal pemberangkatan kereta api diesel (KRD) sementara tersebut yang melebihi batas waktu pembatalan Kereta Api Rel Diesel (KRD), seharusnya PT. Kereta Api Indonesia (Persero) memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan belum beroperasinya kembali Kereta Rel Diesel (KRD) dengan cara memberikan pelayanan yang tidak mendiskriminasikan setiap kensumen atau pelanggan kereta rel diesel.

Selain itu kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Rel Diesel mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya adanya unsur perbuatan melawan hukum. Berdasarkan kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya hanya berlaku 1 Maret hingga 31 Maret 2013 namun hingga sekarang kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya pukul 05:00 WIB dan relasi Surabaya – babat pukul 16:20 WIB tidak juga beroperasi, oleh karena itu

7

Page 8: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

PT. Kereta Api Indonesia berindikasi melakukan tindakan penipuan kepada calon konsumen.

Dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat hingga Surabaya yang merugikan masyarakat khususnya para pelanggan atau calon konsumen kereta rel diesel maka timbul bentuk pertanggungjawaban yang dapat berupa pertanggungjawaban hukum secara perdata, pertanggungjawaban hukum secara pidana atau pertanggungjawaban hukum tata usaha negara.

Apabila pertanggungjawaban hukum secara perdata atau tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka perlu adanya suatu perjanjian antara prodeusen dengan konsumen. Apabila tuntutan ganti kerugian diakibatkan atau didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen. Sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara produsen dengan konsumen. Dengan demikian, pihak ketiga pun dapat menuntut ganti kerugian.

Untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum, hal ini berarti bahwa untuk dapat menuntut ganti kerugian, harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Ada perbuatan melanggar hukum;

2. Ada kerugian;

3. Ada hubungan kausalitas antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian ; dan

4. Ada kesalahan.

Apabila dikaitkan dengan kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya terdapat perbuatan melanggar hukum yakni kebijakan yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) melanggar Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pasal 4 mengenai hak-hak konsumen dan pasal 7 mengenai kewajiban pelaku usaha. Akibat kebijakan yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tentang pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya, konsumen kereta rel diesel

mengalami kerugian secara moril karena kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia hanyalah alasan atau membohongi konsumen untuk meniadakan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya pukul 05:00 WIB dan relasi Surabaya – Babat pukul 16:20 WIB.

Mengenai pertanggungjawaban hukum secara Tata Usaha Negara, perlu adanya suatu analisa mengenai keputusan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya apakah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara atau bukan.

Penerbitan Keputusan Pejabat Birokrasi itu memenuhi syarat substansial dari pasal 1 angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu “…bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum…”. Bila ada sengketa yang muncul dari Keputusan semacam itu secara substansial memenuhi syarat untuk diajukan kepada Peradilan Tata Usaha Negara. Namun apabila dihubungkan dengan kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai pembatalan jadwal keberangktan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya mengenai syarat substansial sifat konkret, individual, dan final, yang mengakibatkan akibat hukum, kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tidak memenuhi unsur atau syarat substansial sifat individual, karena kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) ditujukan kepada semua konsumen atau pelanggan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya.

Sehingga apabila konsumen menuntut pertanggungjawaban secara Tata Usaha Negara itu tidak dimungkinkan karena keputusan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai pembatalan jadwal keberangktan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya tidak termasuk Keputusan Tata Usaha Negara dan kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tersebut merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum, sesuai pasal 2 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Sehingga diantara pertanggungjawaban hukum yang tuntut oleh konsumen akibat kebijakan yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai pembatalan

8

Page 9: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat - Surabaya adalah bentuk pertanggungjawaban hukum perdata, dikarenakan kebijakan tersebut yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia berindakasi adanya perbuatan melanggar hukum. Dikatakan adanya perbuatan melanggar hukum berdasarkan pasal 1365 KUHPer. Dalam hal ini untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum. Apabila dihubungkan dengan PT. Kereta Api Indonesia maka PT. Kereta Api Indonesia (Persero) telah melakukan kebohongan publik dengan alasan adanya perbaikan kereta rel diesel sementara sehingga tidak beroperasi namun pada fakta sampai detik ini kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya pukul 05:00 WIB dan relasai Surabaya – Babat pukul 16:20 WIB tidak kunjung beroperasi.

Dari dasar itulah PT. Kereta Api Indonesia ingin pelan-pelan meniadakan kereta rel diesel namun cara yang digunakan tidak dibenarkan karena berindikasi melanggar hukum yang menimbulkan kerugian konsumen dan tidak memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur.

2. Upaya Hukum Yang Dilakukan Konsumen atau Pelanggan Terhadap Kebijakan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Kereta Rel Diesel dari Babat hingga Surabaya

Sesuai Pasal 19 ayat (1) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi tersebut harus dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Hal ini sesuai yang ditetapkan dalam Pasal 19 ayat (2) bahwa pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari ini ternyata pelaku usaha memberikan ganti rugi,maka tidak akan terjadi sengketa konsumen. Namun, sebaliknya apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari ini pelaku usaha tidak memberikan ganti rugi, maka akan terjadi sengketa konsumen. Konsumen yang dirugikan akan melakukan upaya hukum dengan cara menggugat pelaku usaha.Sengketa konsumen terjadi apabila pelaku usaha tidak memberikan ganti rugi kepada konsumen dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah transaksi. Sengketa (konflik) konsumen adalah suatu kondisi di mana pihak konsumen

menghedaki agar pihak pelaku usaha berbuat atau tidak berbuat sesuai yang diinginkan, tetapi pihak pelaku usaha menolak keinginan itu.

Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang modal seluruhnya atau sebagian dikuasai oleh Pemerintah, sedikit banyak usahanya bersifat pelayanan umum. Walaupun demikian, bentuknya adalah badan usaha apalagi sekarang merupakan PT (Persero), maka tentu saja tujuan mencari untung juga merupakan target utama dari Perusahaan Milik Negara itu. Sebagai Perusahaan Milik Negara yang bermisi pelayanan umum, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengemban tugas juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan berupa pelayanan bidang transportasi massal. Oleh karenanya pada saat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) menerbitkan Keputusan, maka Keputusan tersebut akan tergolong sebagai Keputusan dari Badan atau Pejabat Birokrasi. Akan tetapi satu hal yang tidak dapat dikesampingkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Badan Hukum Perdata Milik Negara (BUMN) dalam melakukan hubungan hukum dengan konsumen (para pemakai jasanya) lebih banyak didasarkan pada perjanjian-perjanjian yang tunduk pada aturan-aturan hukum perdata.

Paparan contoh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah BUMN sebagai Badan atau Pejabat Birokrasi di atas, dimaksudkan untuk menunjukkan betapa tidak mudahnya di dalam praktik untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan dari Pejabat Birokrasi apakah tergolong tindakannya dalam menjalankan fungsi pemerintahan atau justru dalam rangka tindakan hukum keperdataan. Umpamanya saja, ketika PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengeluarkan Surat Keputusan yang ditunjukkan terhadap konsumen mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta api rel diesel Babat – Surabaya sementara yang berlaku 1 Maret hingga 1 April namun tidak kunjung beroperasi kembali. Apakah tindakan PT. KAI di atas merupakan perbuatan yang bersifat keperdataan (privaatrechtelijk) ataukah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan (publiekrechtelijk). Oleh karena itu meskipun dari sisi luar mungkin perbedaan itu tampak jelas, namun jika ditelaah substansinya tidak sedikit justru menimbulkan persoalan-persoalan yuridis yang tidak mudah menyelesaikannya. Pada sisi itulah kemudian muncul permasalahan yurisdiksi antara Peradilan Umum (yurisdiksi perdata) dengan

9

Page 10: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Peradilan Tata Usaha Negara (yurisdiksi PTUN) .

Kesulitan untuk membedakan antara perbuatan hukum perdata dengan perbuatan dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan dirasakan lebih sulit lagi jika Keputusan Pejabat Birokrasi tersebut berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Persoalannya karena Pejabat Birokrasi pada BUMN semacam PT Listrik Negara (PLN), PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), dan lain-lain itu dalam menjalankan fungsi pemerintahannya lebih banyak melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang bersifat keperdataan (privaatrechtelijk). Terlebih lagi jika penerbitan Keputusan Pejabat Birokrasi itu memenuhi syarat substansial dari pasal 1 angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu “…bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum…”. Bila ada sengketa yang muncul dari Keputusan semacam itu secara substansial memenuhi syarat untuk diajukan kepada Peradilan Tata Usaha Negara, walaupun penerbitan Keputusan Pejabat Birokrasi tersebut dilakukan dalam rangka perbuatan hukum keperdataan.

Guna menggolongkan Keputusan Pejabat Birokrasi sebagaimana dikemukakan di atas, terdapat dua pandangan dengan pendekatan yang berlainan. Pandangan-pandangan tersebut adalah sebagai berikut, pendekatan Partial dan Tidak Integral. Pandangan ini bertitik tolak dari penjelasan pasal 1 angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 yang memberikan pengertian Penetapan Tertulis (dari Badan/Pejabat Birokrasi/Tata Usaha Negara) dengan tolok ukurnya pada Keputusan yang mensyaratkan adanya sifat Individual, Konkret, dan Final.Individual (maksudnya tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju), Konkret (maknanya, objek yang diputuskan berwujud dan dapat ditentukan), dan Final (berarti, sudah definitif dan dapat menimbulkan akibat hukum). Secara Partial, Keputusan Badan/Pejabat Birokrasi itu hanya dititikberatkan pada substansi Keputusan dengan sifat-sifat di atas. Tidak Integral, maksudnya Keputusan itu telah melepaskan atau mengesampingkan ada atau tidaknya perbuatan hukum perdata maupun hukum publik (dari Badan/Pejabat Birokrasi yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan berkenaan dengan perbuatan hukum). Jadi menurut pandangan yang pertama ini, tidak menjadi persoalan apakah Badan/Pejabat Birokrasi yang

menyelenggarakan fungsi pemerintahan pada saat diterbitkan Keputusan itu berada dalam perbuatan Hukum Perdata maupun Hukum Publik.

Kebjiakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya telah banyak menimbulkan kerugian bagi konsumen kereta rel diesel khususnya konsumen atau pelanggan kereta rel diesel yang tergolong masyarakat berpenghasilan rendah. Melalui perwakilan Insan Mitra Kereta Api indonesia banyak yang mengeluhkan dan protes mengapa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) melalui perwakilannya PT. KAI Daerah Operasional VIII Surabaya mengeluarkan kebijakan yang nyatanya akan menyusahkan para pelanggan kereta api.

Tujuan diadakannya transportasi kereta api adalah untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian pasal 3, yang berbunyi “Perkerteaapian diselenggarakan dengan tujuan dengan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional”. dasar itulah seharunya PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dalam mengeluarkan kebijakan harus lebih memperhatikan dampak baik dan buruknya dari suatu kebijakan.

Upaya yang telah dilakukan para pelanggan melalui perwakilan organisasi Insan Mitra Kereta Api Indonesia (IMKAI) selama kebijakan diberlakukan agar dapat menggunakan kembali moda transportasi kereta rel diesel dari Babat hingga Surabaya, antara lain meminta bantuan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, meminta dan menghimbau bupati lamongan agar dapat menyelesaikan permasalahan para pelanggan kereta rel diesel, melayangkan surat yang ditujukan langsung kepada Menteri BUMN yakni Dahlan Iskan, namun upaya yang dilakukan para pelanggan yang dirugikan akibat kebijakan tersebut sia-sia karna tidak membuahkan hasil.

Para pelanggan atau konsumen kereta rel diesel relasi Babat - Surabaya yang telah dirugikan akibat dikeluarkannya kebijakan

10

Page 11: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

mengenai pembatalan jadwal pemberangkatan kereta rel diesel dari Babat hingga Surabaya dapat mengajukan gugatan kerugian yang di derita secara hukum, gugatan dapat berupa perbaikan pelayanan Kereta Api agar kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan PT. KAI (Persero) dapat dicabut sehingga Kereta Rel Diesel (KRD) Babat hingga Surabaya dapat beroperasi kembali.

Gugatan atau upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pelanggan atau konsumen kereta api khususnya kereta rel diesel terhadap kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat - Surabaya yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero), dapat diajukan ke Peradilan Umum atau lembaga yang mengurusi penyelesaian sengketa konsumen. Apabila gugatan kebijakan yang dikeluarkan PT. KAI sebagai Badan Usaha Milik Negara, diajukan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) harus dapat mengkategorikan apakah kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia tersebut bersifat Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), dapat dikatakan kebijakan yang bersifat Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) apabila kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia memiliki sifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum sesuai pasal 1 angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara pasal 1 angka 9 yang berbunyi ; “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”. Berdasarkan pasal tersebut apabila dikaitkan kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya yakni kebijakan tersebut memenuhi kriteria Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang bersifat konkret, artinya bentuk kebijakan mengenai pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) telah ada yang diumumkan tanggal 1 Maret 2013 dan tertulis.

Kriteria yang kedua yakni bersifat individual, artinya kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel Babat hingga Surabaya ditunjukan bukan untuk umum melainkan individu tertentu baik alamat maupun hal yang dituju sedangkan kebijakan tersebut ditunjukan secara umum, untuk semua pelanggan atau konsumen kereta rel diesel yang berangkat dari Babat hingga Surabaya, kriteria yang ketiga yakni bersifat final, artinya kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel babat hingga surabaya telah berlaku dan menimbulkan akibat hukum yakni tidak beroperasinya kembali kereta rel diesel Babat hingga Surabaya, dari semua kriteria hanya sifat individual yang tidak memenuhi unsur Ketupusan Tata Usaha Negara.

Sehingga kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi babat – Surabaya yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tidak termasuk Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sehingga tidak dapat diajukan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dikarenakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat diajukan ke dalam Peradilan Tata Usaha negara harus memenuhi kriteria yang terdapat pada pasal 1 angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata usaha Negara.

Sehingga upaya hukum atau gugatan yang dapat diajukan oleh para pihak yang dirugikan yakni konsumen kereta rel diesel Babat hingga Surabaya akibat adanya kebijakan pembatalan jadwal keberangktan kereta rel diesel relasi Babat - Surabaya dapat mengajukan gugatan class action, yang artinya Gugatan perwakilan adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang melalui kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dapat melakukan legal standing, yaitu sebagai hak gugat dari seseorang, sekelompok orang atau organisasi. Berdasarkan pasal 46 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen, maka dasar hukum gugatan kelompok (class action) semakin kuat, karena gugatan kelompok yang diajukan selama ini belum memiliki ketentuan tertulis, walaupun dalam kenyataan, gugatan kelompok tersebut diterima untuk diperiksa oleh pengadialan. Gugatan kelompok atau class action dapat diajukan oleh perwakilan

11

Page 12: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

konsumen yakni Insan Mitra Kereta Api (IMKAI) kereta rel diesel melalui Peradilan Umum maupun penyelesaian sengketa diluar Pengadilan.

Apabila class action ditempuh melalui penyelesaian sengketa diluar pengadilan diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Sesuai ketentuan Pasal 52 huruf a Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 ditegaskan bahwa tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa dengan cara melalui mediasi atau arbitrasi atau konsiliasi. Tata cara penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP/Kep/2002.

Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK melalui cara mediasi atau konsiliasi atau arbitrasi dilakukan atas pilihan dan persetujuan para pihak yang bersangkutan. Penyelesaian sengketa konsumen ini bukan merupakan proses penyelesaian sengketa secara berjenjang.

Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis yang bertindak pasif sebagai konsiliator. Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis yang bertindak aktif sebagai mediator.

Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrasi dilakukan sepenuhnya dan diputuskan oleh majelis yang bertindak sebagai arbiter. Sehingga para konsumen yang telah dirugikan akibat adanya kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya dapat memilih cara penyelesaian sengketa konsumen oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen antara lain konsiliasi, mediator dan arbitrasi.

Kesimpulan

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mempunyai tanggung jawab bentuk pertanggungjawaban hukum perdata dan pertanggungjawaban moril, karena Keputusan atau kebiajakan yang dikeluarkan PT. KAI tidak sesuai dengan asas-asas yang tercantum dalam pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 Tentang perkeretaapian dan adanya perbuatan melanggar hukum yakni pasal 1365 KUHPer yakni kebohongan publik. Maka pertanggungajawaban dapat dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) berupa :

1. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur terhadap kebijakan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tentang pembatalan jadwal keberangkatan Kereta Rel Diesel (KRD) dari Babat hingga Surabaya mengenai alasan tidak beroperasinya dan alasan belum beropersinya kembali hingga melewati batas yang ditentenkan dalam kebputusan pembatalan jadwal keberangkatan Kereta Rel Diesel (KRD) dari Babat hingga Surabaya.2. Memberikan layanan secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif dengan dengan merespon keluhan dari para pelanggan atau calon penumpang Kereta Rel Diesel (KRD) dari Babat hingga Surabaya.

Upaya hukum yang dapat dilakukan mengenai kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan KRD relasi Babat – Surabaya yakni mengajukan gugatan class action yang diwakilkan oleh pihak Insan Mitra Kereta Api Indonesia (IMKAI) sebagai perwakilan konsumen kereta rel diesel yang dirugikan akibat adanya kebijakan yang dikeluarka PT. Kereta Api Indonesia. gugatan class action dapat diajukan melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha yakni Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau melalui Peradilan Umum. Kebijakan pembatalan jadwal keberangkatan kereta rel diesel relasi Babat – Surabaya oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) berindikasi dengan sengaja melakukan kebohonganan publik.

Saran1. Seharusnya PT. Kereta Api Indonesia sebagai Badan Usaha Milik Negara dan juga sebagai penyelenggara moda transportasi kereta api di Indonesia dalam mengeluarkan keputusan atau kebijakan yang berimplikasi pada para konsumen atau mitra kerja kereta api harus berlandaskan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) yang telah diatur dalam Unddang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkertaapian dan sesaui dengan tujuan pendirian BUMN.2. Dalam mengeluarkan keputusan atau kebijakan seharusnya PT. Kereta Api Indonesia jujur dan memberikan informasi yang benar dengan tidak beroperasinya kembali kereta rel diesel dan PT. Kereta Api Indonesia (Persero), seharusnya juga memikirkan untuk solusi agar tidak terjadi masalah baru yang dikarenakan timbulnya suatu kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

12

Page 13: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adji, Sution Usman dkk. 1991. Hukum Pengangkutan di Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Ashsofa, Burhan. 2004. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Atmosudirdjo, S. Prajudi. 1995. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia

Eyestone, Robert. 1971. The Threads of Policy. Indianapolis: Bobbs Merril

Fajar ND, Mukti dan Ahmad, Yulianto. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fachruddin, Irfan. 1994. Kedudukan Notaris dan Akta-Akatanya dalam Sengketa Tata Usaha Negara. dalam varia Peradilan Tahun X No. 111

Gunawan, Johanes. 2003. Hukum tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Hadisucipto, Hartono dkk. 1987. Pengangkutan dengan Pesawat Udara. Yogyakarta: UII Press

Indroharto, 1994, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II. Jakarta: Pustaka Sinar Haparan,.

Kamaluddin, Rustian. 2003. Ekonomi Transportasi Karakteristik, Teori, dan Kebijakan, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Khairandy, Ridwan dkk. 1991.Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Yogyakarta: Gama Media.

Khairandi, Ridwan dkk. 1999. Pengantar Hukum Dagang Indonesia. Yogyakarta: Gama Media

Miru, Ahmadi dan Yodo, Sutarman. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Muhammad, Abdulkadir. 1991. Hukum Pengangkutan darat, Laut,dan Udara, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Muhammad, Abdulkadir. 1998. Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: Citra Aditya Bhakti.

Muhammad, Abdulkadir. 2007. Hukum Arti Penting & Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga di Indonesia, Dalam Prespektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi Ekonomi. Yogyakarta: Genta Press.

Mertokusumo, Sudikno. 1996. Penemuan Hukum. Jakarta: Liberty

Ningrum, Lestari. 2004. Usaha Perjalanan Wisata dalam Perspektif Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti

O Jones, Charles. 1984. An Introduction To The Study Of Publik Policy, Monterey:Books/Cole Publishing Company.

Purwosutjipto, HMN. 2003. Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Djambatan

Rahardjo, Satjipto. 1986. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Alumni

Santoso, Amir. 1993. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Gramedia

Satrio J. 1992. Hukum Perikatan Pada Umumnya. Bandung: PT. Alumni

Shofie, Yusuf. 2002. Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi. Jakarta: Ghalia Indonesia

Siregar, Muchtarudin. 1978. Beberapa Masalah Ekonomi dan Management Pengangkutan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikandan Kebudayaan. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Tjakranegara, Soegijatna. 1995. Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang. 0020 Jakarta: PT. Rineka Cipta

Yuwono, Trisno dan Abdullah, Pius.1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia praktis. Surabaya: Arloka

Referensi Internet

http://surabaya.tribunnews.com/2013/03/01/hari-ini-ratusan-penumpang-krd-libur-kerja, diakses 20 mei 2013, pukul 08:20 WIB.

http://eprints.undip.ac.id/diakses pada tanggal 20 oktober 2013, pukul 22:30 WIB.

http://pub.bhaktiganesha.or.id/berita/ diakses pada tanggal 20 oktober 2013, pukul 21:19 WIB.

13

Page 14: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN KERETA REL DIESEL RELASI BABAT – SURABAYA OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

http://www.gangsir.com/download/Sejarah PerkeretaapianIndonesia.pdf diakses pada tanggal 28 maret 2014, pukul 15:45 WIB.

http://www.google.com/url?q=http://repository.unhas.ac.id diakses pada tanggal 4 juni 2014, pukul 09:25 WIB.

http://mardyantongara.wordpress.com/perlindungan-konsumen diakses pada tanggal 20 agustus 2014, pukul 23:25 WIB.

Referensi Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847

Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 TentangPeradilan Tata Usaha Negara, Lembaran Negara Nomor 44 Tahun 1986, TambahanLembaran Negara Nomor 1211.

Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, LembaranNegara Nomor 42 Tahun 1999, TambahanLembaranNegara Nomor 3821.

Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 TentangBadan Usaha Milik Negara, Lembaran Negara Nomor 12 Tahun 2003, TambahanLembaran Negara Nomor 3834.

Undang-Undang Tentang Perkeretaapian. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, LembagaNegara Nomor 65 Tahun 2007, TambahanLembaranNegara Nomor 4722

Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 TentangPerubahanKeduaAtasUndang-UndangNomor 5 Tahun 1986 TentangPeradilan Tata Usaha Negara, Lembaran Negara Nomor 78 Tahun 2009, TambahanLembaran Negara Nomor 5079.

14