pertambahan bobot badan domba ekor gemuk deg dan domba ekor tipis det periode pra sapih di kecamatan...

12
PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DOMBA EKOR GEMUK (DEG) DAN DOMBA EKOR TIPIS (DET) PERIODE PRA SAPIH DI KECAMATAN CERMEE KABUPATEN BONDOWOSO Wika Tedi Prayoga 1) , Moch. Nasich 2) dan Gatot Ciptadi 2) 1) Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya 2) Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Contact person : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai bulan April 2014 di Kecamatan Cermee, Kabupaten Bondowoso. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berat pra sapih Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET) dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan domba lokal dari segala usia yang ada. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 78 domba periode pra sapih, yaitu 35 ekor DEG dan 43 ekor DET. Hasil penghitungan dianalisis dengan uji t dan menggunakan analisis deskriptif untuk membandingkan peningkatan bobot tubuh DEG dan DET pra sapih. Dari pengamatan menunjukkan bahwa peningkatan berat badan harian DEG adalah 75 ± 20 g/ekor/hari pertumbuhan yang lebih besar lebih dari DET yang 71±18 g/ekor/hari. Peningkatan berat badan DEG pada jenis kelahiran tunggal 89±18 g/ekor/hari lebih besar dari DET pada jenis kelahiran tunggal 85±15 g/ekor/hari, sedangkan ternak dengan kelahiran kembar , pertambahan berat badan DEG 74±23 g/ekor/hari lebih besar dari DET yaitu 66±16 g/ekor/hari. Peningkatan bobot ternak jantan adalah 73±19 g/ekor/hari tidak berbeda dengan ternak betina yaitu 72±17 g/ekor/hari. Berat penyapihan ternak DEG adalah 8,775±1978 kg/ekor/hari lebih besar dari bobot sapih DET yaitu 8.232±2,047 kg/ekor/hari. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan berat badan DEG dan tidak berbeda dengan ternak DET. Kata Kunci : Sapih, Kelahiran Tunggal, Kelahiran Kembar BODY WEIGHT GAIN JAVANESE FAT TAILED (JFT) AND JAVANESE THIN TAILED (JTT) PRE WEANING PERIODIN CERMEE SUBDISTRICT BONDOWOSO DISTRICT ABSTRACT The research was conducted from February to April 2014 in Cermee Subdistrict, Bondowoso district. This research aims to know the weight of preweaning Java Fat Tailed (JFT) and Java Thin Tail (JFT) and the factors that affect the local sheep of any age that exist. The materials used in this research were 78 sheeps period preweaning, i.e. 35 head JFT and 43 head JTT. The Date was analyzed by t-test and use descriptive analysis to compare the increasing of body weights of JFT and JTT preweaning. From the observations showed that the increasing of daily weights JFT is 75 ± 20 g/head/day a greater growth more than JTT which is 71 ± 18 g/head/day. The increasing of JFT weight on the types of single births 89 ±18 g/head/day is greater than JTT on types of single births 85 ± 15 g/head/day, while the crowded twinning, the increasing of body weight is JFT 74 ± 23 g/head/day greater than JTT which is 66 ± 16 g/head/day. The increasing of body weights of male is 73 ± 19 kg/head/day is not different to the female which is 72 ± 17 g/head/day. The weaning weight JFT 8775 ± 1978 kg/head/day is greater than weaning weight JTT which is 8232 ± 2,047 kg/head/day. It was concluded that the growth of body weight JFT and JTT is not different. Keywords: Weaning, Single Births, and Twinning

Upload: sesar-fajar

Post on 03-Oct-2015

89 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

pop

TRANSCRIPT

  • PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DOMBA EKOR GEMUK (DEG) DAN DOMBA EKOR TIPIS (DET) PERIODE PRA SAPIH DI KECAMATAN CERMEE

    KABUPATEN BONDOWOSO Wika Tedi Prayoga1), Moch. Nasich2) dan Gatot Ciptadi2)

    1) Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

    2) Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Contact person : [email protected]

    ABSTRAK Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai bulan April 2014 di Kecamatan

    Cermee, Kabupaten Bondowoso. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berat pra sapih Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET) dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan domba lokal dari segala usia yang ada. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 78 domba periode pra sapih, yaitu 35 ekor DEG dan 43 ekor DET. Hasil penghitungan dianalisis dengan uji t dan menggunakan analisis deskriptif untuk membandingkan peningkatan bobot tubuh DEG dan DET pra sapih. Dari pengamatan menunjukkan bahwa peningkatan berat badan harian DEG adalah 75 20 g/ekor/hari pertumbuhan yang lebih besar lebih dari DET yang 7118 g/ekor/hari. Peningkatan berat badan DEG pada jenis kelahiran tunggal 8918 g/ekor/hari lebih besar dari DET pada jenis kelahiran tunggal 8515 g/ekor/hari, sedangkan ternak dengan kelahiran kembar , pertambahan berat badan DEG 7423 g/ekor/hari lebih besar dari DET yaitu 6616 g/ekor/hari. Peningkatan bobot ternak jantan adalah 7319 g/ekor/hari tidak berbeda dengan ternak betina yaitu 7217 g/ekor/hari. Berat penyapihan ternak DEG adalah 8,7751978 kg/ekor/hari lebih besar dari bobot sapih DET yaitu 8.2322,047 kg/ekor/hari. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan berat badan DEG dan tidak berbeda dengan ternak DET. Kata Kunci : Sapih, Kelahiran Tunggal, Kelahiran Kembar

    BODY WEIGHT GAIN JAVANESE FAT TAILED (JFT) AND JAVANESE THIN TAILED (JTT) PRE WEANING PERIODIN CERMEE SUBDISTRICT

    BONDOWOSO DISTRICT

    ABSTRACT The research was conducted from February to April 2014 in Cermee Subdistrict,

    Bondowoso district. This research aims to know the weight of preweaning Java Fat Tailed (JFT) and Java Thin Tail (JFT) and the factors that affect the local sheep of any age that exist. The materials used in this research were 78 sheeps period preweaning, i.e. 35 head JFT and 43 head JTT. The Date was analyzed by t-test and use descriptive analysis to compare the increasing of body weights of JFT and JTT preweaning. From the observations showed that the increasing of daily weights JFT is 75 20 g/head/day a greater growth more than JTT which is 71 18 g/head/day. The increasing of JFT weight on the types of single births 89 18 g/head/day is greater than JTT on types of single births 85 15 g/head/day, while the crowded twinning, the increasing of body weight is JFT 74 23 g/head/day greater than JTT which is 66 16 g/head/day. The increasing of body weights of male is 73 19 kg/head/day is not different to the female which is 72 17 g/head/day. The weaning weight JFT 8775 1978 kg/head/day is greater than weaning weight JTT which is 8232 2,047 kg/head/day. It was concluded that the growth of body weight JFT and JTT is not different. Keywords: Weaning, Single Births, and Twinning

  • PENDAHULUAN

    Peternakan domba mendapatkan peran penting sebagai penyedia daging dalam mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan protein hewani masyarakat khususnya pada domba lokal. Domba lokal tersebut merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai tingkat daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang tahun.

    Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, warna bulu yang seragam, ekor kecil dan tidak terlalu panjang. Di Indonesia terdapat beberapa jenis domba, yaitu domba Garut, pada awalnya domba Garut ini berkembang di Priangan, terutama di daerah Jawa Barat saja. Namun saat ini sudah berkembang di seluruh pulau Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Domba ini dipelihara selain sebagai domba potong atau domba pedaging, juga dipelihara sebagai domba aduan (Endang, Margawati, Noor, Rahmat, Indriawati dan Ridwan, 2008). Domba ekor tipis (DET) merupakan ternak domba yang paling banyak populasinya dan paling luas penyebarannya. Penyebaran domba ekor tipis menurut Hardjosubroto (1994) banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, bahkan jumlah tertinggi di Asia Tenggara adalah terpusat di Jawa Barat. Sementara itu domba ekor gemuk (DEG), domba ini banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-pulau di Nusa Tenggara sedangkan di Sulawesi Selatan dikenal sebagai domba Donggala. Warna bulu putih dan tidak memiliki tanduk serta bulu wolnya kasar. Bentuk tubuh domba ekor gemuk lebih besar sedangkan memiliki ekor yang besar, lebar dan panjang dari pada domba ekor tipis. Tipe domba yang sering kita ketahui dan temukan di Jawa Timur yaitu ada 2, yang pertama adalah

    DEG dan DET. Domba termasuk salah satu ternak yang mudah dipelihara, ternak ruminansia kecil ini tidak membutuhkan lahan yang luar seperti ternak ruminansia lainnya. Sesuai dengan data yang tersebar diseluruh daerah Jawa Timur, dengan sistem pemeliharaan tradisional, yaitu pemeliharaan oleh peternak rakyat sebagai usaha sampingan, ternak tabungan, status sosial, maupun untuk memenuhi kegiatan adat setempat. Populasi domba di Indonesia tersebar diseluruh daerah dan yang paling banyak di pulau Jawa, yang rata-rata kebanyakan terdiri dari DEG dan DET. Populasi domba di Jawa Timur sebanyak 1.104.931 ekor (BPS, 2013), dengan data produksi daging domba terbanyak ke-2 dari Jawa Barat sebagai propinsi terbanyak dengan jumlah raihan 26.959 ton. Permasalahan pengembangan peternakan domba saat ini adalah belum tersedianya bibit ternak domba berkualitas dalam jumlah yang cukup mudah diperoleh dan dijangkau serta terjamin kontinuitasnya, kekurangan bibit unggul, penurunan produksi bibit ternak dan daya saing usaha pembibitan lokal yang rendah (Ditjennak, 2009).

    Kondisi tersebut menuntut adanya upaya untuk meningkatkan bibit di wilayah Jawa Timur. Pertumbuhan merupakan salah satu aspek terpenting dalam produksi peternakan. Pertumbuhan ternak yang baik akan meningkatlkan penampilan produksi. Salah satu fase dalam proses produksi ternak adalah pada saat periode pra sapih. Fase pra sapih merupakan proses pertumbuhan yang sangat mempengaruhi produktifitas ternak pada fase pertumbuhan selanjutnya. Pada fase pra sapih ada bagian-bagian produktifitas ternak dalam pertumbuhan yang perlu kita amati khususnya yaitu Pertumbuhan Bobot Badan Harian

  • (PBBH). Ada beberapa faktor pembatas yang menyebabkan tidak tercapainya tingkat penampilan produksi yang tinggi pada domba adalah angka kelahiran yang rendah, pertambahan bobot badan yang rendah dan sistem pemeliharan yang kurang baik khususnya di daerah Bondowoso yang berpotensi untuk dijadikan santra pembibitan dipedesaan.

    MATERI DAN METODE

    Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso Provinsi Jawa Timur. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari 2014 hingga April 2014. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba periode pra sapih dengan umur ternak

  • Data yang telah ditabulasi kemudian dianalisis mengunakan uji t student untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rataan percobaan, seperti PBBH dan bobot sapih anak domba jantan maupun yang betina beserta tipe kelahirannya.

    Keterangan :

    XA = Rata-rata Sampel A

    XB = Rata-rata Sampel B

    nA = Jumlah Data Sampel A nB = Jumlah Data Sampel B S2 A = Ragan Sampel A S2 B = Ragam Sampel B Jika Berbeda nyata (P0,05) (Boediono dan Koster, 2004)

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Identitas Peternak

    Wilayah Kecamatan Cermee terdiri dari 15 desa, 104 dusun, dan 274 R./T. Tiga desa yang menjadi target pengamatan adalah Desa Ramban Kulon, Suling Wetan, dan Bercak Asri. Identitas peternak domba di Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Identitas Peternak Domba Di Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso

    No. Uraian Jumlah Responden Persentase (%) 1 Pekerjaan Utama Pemilik:

    Petani Peternak Pedagang Lain-lain

    48 2 8

    10

    70,59 2,94

    11,76 14,71

    2 Tujuan Pemeliharaan: Sebagai tabungan Sebagai penghasil utama Sebagai sambilan

    40 4

    24

    58,82 5,88

    35,29 3 Lama beternak domba:

    < 5 tahun 5-10 tahun 10-20 tahun >20 tahun

    38 25 3 2

    55,88 36,76 4,41 2,94

    Tabel 1 menunjukkan bahwa 70,59% masyarakat setempat pekerjaan utamasebagai petani, pekerjaan lainnya yaitu sebagai peternak (2,94%), pedagang (11,76%), dan sisanya masuk dalam kategori lain-lain (14,71%) terdiri dari buruh, guru, dan pegawai negeri.Tujuan pemeliharaan ternak

    domba di Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso antara lain sebagai tabungan (58,82%), penghasilan utama (5,88%) dan sebagai sambilan (35,29%). Peternak domba di Kecamtanan Cermee memelihara domba selama kurang dari lima tahun (55,88%) dengan pengalaman beternak

  • 5

    yang masih sedikit dan banyak ditemui peternak yang memelihara ternak milik orang lain serta bagi hasil (sistem gaduhan). Hanya 2,94% peternak yang memelihara ternak domba selama lebih dari 20 tahun dengan pemeliharaan dan

    pengalaman beternak cukup baik. Dalam pengelolahan usaha kesuksesan para peternak tidak lepas dari proses pemberian pakan terhadap ternak. Berikut data cara pemberian pakan di lokasi penelitian yang dapat dilihat pada tabel 2.

    Jenis Ternak

    Cara pemberian pakan Jenis Pakan

    Jumlah Peternak

    Jumlah Ternak

    Dikandang Digembalakan

    DEG 20 15 rumput lapang+ manihot utilissima 1 1

    rumput lapang + bekatul 4 8

    rumput lapang 11 18

    rumput lapang+ cilantro 2 3

    rumput lapang+manihot utilissima+cilantro 3 4

    DET 23 20 rumput lapang+axonopus compressus 1 1

    rumput lapang 14 22

    rumput lapang + bekatul+garam 12 17

    rumput lapang+ Ipomoea aquatica forsk 1 3

    rumput lapang+ cilantro 1 1

    Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah ternak DEG yang di kandangkan adalah 20 ekor sedangkan yang digembalakan sebanyak 15 ekor. Pada ternak DET jumlah ternak yang di kandangkan sebanyak 23 ekor ternak dan yang digembalakan sebanyak 20 ekor. Usmiyati dkk. (2008) mengatakan bahwa ternak domba dan kambing merupakan jenis ternak yang prospektif sebagai penghasil daging di Indonesia. Usaha ternak domba dan kambing ini didominasi oleh peternakan rakyat (sekitar 90%) karena hanya memerlukan sedikit modal serta perawatan ternak yang relative mudah dengan pengelolaan secara tradisional dan pakan seadanya. Bagi masyarakat pedesaan, peternakan domba dan

    kambing ini merupakan usaha sampingan atau sebagai tabungan.

    Pertambahan Bobot Badan Harian

    Petambahan Bobot Badan Harian (PBBH) anak domba diperoleh dengan cara melakukan dua kali penimbangan dengan jarak 20-30 hari kemudian penambahan bobot badan dibagi selang waktu penimbangan. Munier (2008) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa pengamatan laju pertumbuhan dengan melakukan penimbangan anak DEG jantan dan betina pada setiap dua minggu sekali. Penimbangan ini dilakukan pagi hari sebelum diberikan pakan pada semua anak DEG jantan dan betina. PBHH selama penelitian pada

  • 6

    anak DEG yakni bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal dan dibagi dengan lama pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan hasil

    penimbangan anak DEG dan DET di Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso adalah seperti yang tertera pada Tabel 3

    Tabel 3. Hasil Penimbangan anak DEG dan DET

    Jenis Ternak PBBH Tunggal Kembar Sapih

    DEG 7520 8918 7424 8,7751,978 DET 7118 8515 6616 8,5032,012

    Pada hasil penelitian didapatkan bahwa perbandingan pertumbuhan bobot badan harian antara domba ekor gemuk dan domba ekor tipis tidak terdapat perbedaan (P>0,05). Selisih antara PBBH anak kedua jenis domba tidak terlampau jauh, namun PBBH anak DEG cenderung lebih tinggi dikarenakan sifat dari induk DEG yang memiliki ukuran tubuh besar diturunkan pada anaknya sehingga menyebabkan laju pertumbuhan lebih cepat. PBBH anak di lokasi penelitian lebih rendah dibandingkan PBBH anak hasil penelitian Soeharsono dan Musofie (2007) menunjukkan PBBH anak persilangan DEG dan DET sebesar 876,g/ekor/hari sedangakan PBBH anak DET sebesar 847 g/ekor/hari akan tetapi pertambahan bobot badan antara DEG dan DET tidak jauh berbeda. Perbedaan ini disebabkan banyaknya variasi dalam pemberian pakan di lokasi penelitian dan pakan yang diberikan hanya apa adanya sesuai kebiasan peternak. Hal ini didukung oleh Nasich (2011) bahwa pertambahan berat badan selain dipengaruhi oleh faktor genetik nampaknya dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan, terutama pakan.Ternak yang digembalakan di padang penggembalaan ini tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan sedikit untuk produksi karena terbatasnya ketersediaan biomassa

    hijauan pakan dan kandungan nutrisinya rendah.

    Pengelompokan ternak antara DEG dan DET dilakukan dengan mengelompokan ternak sesuai dengan lebar ekor induk yang telah diamati, ekor induk yang berdiameter 11-15 cm dikelompokan sebagai kelompok ternak DEG sedangkan ekor induk yang berdiameter 10 cm kebawah dikelompokan sebagai kelompok ternak DET. Hasil pengamatan pada penelitian Tresnamurti dan Asmarasari (2006) menyatakan bahwa Domba ekor gemuk di Pulau Sapudi mempunyai rataan lebar ekor pada ternak jantan dan betina dewasa adalah 19,33 dan 18,00 cm. Sumantri dkk (2007) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa ternak DET jantan di jonggol memiliki panjang ekor 19,39 cm dan lebar ekor 3,54 cm. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa kemurnian genetik DEG dan DET sudah mulai mengalami banyak perubahan, hal ini disebabkan oleh perkawinan domba di lokasi penelitian semua dilakukan dengan perkawinan alam, proses perkawinannya sama seperti yang dijelaskan oleh Handiwirawan (2004) bahwa pada umumnya domba dipelihara oleh keluarga petani dengan skala pemilikan

    kecil yakni sekitar tiga ekor induk dan umumnya perkawinan ternak hanya mengharapkan pejantan yang dimiliki

  • 7

    oleh tetangganya, dan hanya bersifat sampingan (subsistein) dengan tujuan sebagai sumber pendapatan tabungan yang dapat menjadi emergency cash pada saat diperlukan (Wiradarya, 2004).

    Tipe Kelahiran

    Domba termasuk kategori ternak prolifik (menghasilkan anak lebih dari satu ekor) sehingga ini merupakan salah satu alasan dari peternak sangat berminat dalam memelihara ternak domba. Tipe kelahiran dapat digunakan sebagai kriteria untuk menentukan tingkat kesuburan. Pembahasan pada kali ini yaitu tentang pertambahan bobot badan domba ekor gemuk dan ekor tipis sesuai dengan tipe kelahirannya serta perbandingan antara keduanya. Bobot badan pada ternak sesuai dari hasil penelitian ditampilkan dalam Table 4. Pada hasil peneltian didapatkan bahwa pada tipe kelahiran tidak terdapat perbedaan (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang didapat tidak berbeda jauh pada penelitian Suryadi (2005) yang menyatakan bahwa pertambahan bobot badan harian danbobot sapih domba jantan kelahiran tunggal (132g/ekor/hari) lebih berat daripada yang betina (87 g/ekor/hari). Akan tetapi,pada kelahiran kembar anak domba jantan (73 g/ekor/hari) dan anak domba betina (59g/ekor/hari) beratnya tidak berbeda nyata. Hasil penelitian terdapat 35,48 % ternak DEG yang tipe kelahirannya adalah tunggal serta kelahiran kembarsebanyak 64,51% dari total jumlah ternak, sedangkan kelahiran tunggal pada ternak DET yaitu 33,33% dan 66,66% adalah kelahiran kembar dari total jumlah ternak. Dalam penelitiannya Saputra (2008) menyatakan bahwa anak domba yang lahir tunggal selalu lebih berat dibandingkan dengan yang lahir kembar dan anak-anak domba yang lahir

    kembar tiga, baik jantan mupun betina bobot lahirnya rendah, sifat fisiknya lemah, pembagian saat menyusu pada induk tidak teratur, kompetisi memperoleh susu induk sangat tergantung kekuatan fisik mereka mengakibatkan betina yang lahir bersama jantan dalam kembar tiga lebih menderita.

    Hasil pengamatan sebelumnya oleh Soeharsono dan Musofie (2007) menunjukkan dengan jelas bahwa pertumbuhan ternak DEG jauh lebih cepat dari pada ternak DET, terdapat pada penelitiannya yang menyatakan bahwa PBBH ternak kelahiran tunggal DEG persilangan domba DET sebesar 89,931,57 lebih cepat dari pada ternak DET yang memiliki PBBH sebesar 74,85 1,46. Subandriyo dkk, (2000) menambahakan bahwa pada kondisi lain nampak bahwa tipe kelahiran masih merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keadaan bobot badan maupun pertumbuhan bagi anak. Anak dengan tipe kelahiran tunggal memiliki pola pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan anak kembar.

    Jenis Kelamin

    Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap penampilan produksi pada ternak. Pada pembahasan jenis kelamin penulis mengelompokkan ternak tidak berdasarkan jenis ternak seperti pembahasan-pembahasan sebelumnya melainkan mengelompokan sesuai jenis kelamin. Pembahasan kali ini terkait dengan jenis kelamin ternak yaitu bobot jantan dan betina dan hasil yang didapat ditampilkan pada Tabel 5.

  • Tabel 4. Rataan PBBH berdasarkan jenis kelamin (g/ekor/hari)

    Pada hasil peneltian didapatkan bahwa perbandingan antara domba jantan dan domba betina tidak terdapat perbedaan (P>0,05), hasil yang didapat dari pengamatan yaitu ternak DEG dan DET yang diamati terdapat 82,35 % ternak DEG jantan yang kelahirannya adalah kembar dan sedikitnya 17,64% merupakan ternak yang kelahirannya adalah tunggal. Pada DEG betina terdapat 38,46% ternak yang kelahirannya kembar sedangkan 61,38% adalah ternak DEG betina yang kelahirannya tunggal. Untuk DET ada sekitar 66,66% ternak jantan dan betina yang kelahirannya kembar dan 33,33% ternak betina yang kelahirannya adalah tunggal. PBBH anak jantan dan betina di lokasi penelitian lebih rendah dari hasil penelitian Handiwirawan dkk. (2004) yang menyatakan rataan pertumbuhan bobot badan domba jantan dan betina berturut-turut adalah 9212 dan 7211 g/ekor/hari. Akan tetapi pada penelitian Munier (2008) mendapatkan hasil bahwa rataan PBHH anak jantan dan betina yang diberikan pakan tambahan leguminosa pada penelitiannya ternak jantan berkisar 102 g/ekor/hari dan ternak betina sekitar 83 g/ekor/hari sedangkan anak yang tidak diberikan pakan tambahan mengalami PBBH sebesar 61 g/ekor/hari pada ternak jantan sedangkan pada ternak betina yaitu 38 g/ekor/hari.

    Suryadi (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa bangsa domba besar di bawah kondisi optimum dengan jenis kelamin jantan akan tumbuh lebih cepat

    dari pada bangsa domba sedang dengan jenis kelamin betina. Jenis kelamin memang menentukan, tetapi zat makanan dan kesehatan anak sangat menentukan. Bukan hanya dari faktor pakan, jenis kelamin dan genetik saja akan tetapi faktor lingkunganpun juga sangat berpengaruh, yaitu ditambahkan oleh Ramdan (2007) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa Produktivitas yang tinggi dari suatu ternak tidak terlepas dari pengaruh lingkungan tempat ternak tersebut hidup. Suhu, kelembaban udara dan curah hujan merupakan faktor penting dari iklim karena besar pengaruhnya terhadap produktivitas ternak baik secara langsung maupun tidak langsung. Suhu udara yang tinggi dan konstan dapat menghambat metabolisme tubuh, mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Ketinggian tempat juga mempengaruhi iklim, vegetasi tanaman serta kehidupan sosial masyarakatnya. Peningkatan suhu dan kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara pada suatu tempat cenderung menurunkan produktivitas ternak, produktivitas terutama pertambahan bobot badan yang lambat disebabkan oleh tidak efisiennya penggunaan energi untuk pertumbuhan, karena sebagian energi tersebut banyak digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisiologis diantara respirasi.

    Jenis Kelamin Jumlah Ternak Jenis Ternak

    Jantan 39 7319 Betina 39 7217

    Rata-rata 72,518

  • 9

    Bobot Sapih

    Bobot sapih merupakan bobot badan anak pada saat disapih dari induknya anak domba yang ditimbang saat anak disapih pada umur 3 bulan. Pada Tabel 6 menggambarkan tentang perbandingan bobot sapih antara domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Pada hasil peneltian didapatkan bahwa perbandingan antara domba ekor gemuk dan domba ekor tipis pada bobot sapihnya tidak terdapat perbedaan (P>0,05) akan tetapi perkembangannya bobot badan lebih cepat ternak DEG, hasil penelitian tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Soeharsono dan Musofie (2007) yaitu anak hasil persilangan DEG dengan DET memiliki rata-rata bobot sapih sebesar 10,110,74 kg sedangkan pada anak DET sebesar 9,600,77 kg pada umur sapih 90 hari. Bobot sapih anak dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur sapih, umur induk dan produksi susu induk. Faktor genetik induk berpengaruh pada bobot lahir karena pejantan DEG yang memiliki kerangka tubuh lebih besar akan menurunkan pada keturunanya. Selain itu bobot lahir yang tinggi akan mengakibatkan bobot sapih yang lebih berat pula. Bobot sapih di lokasi penelitian lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Soeharsono dan Musofie (2007) dikarenakan tidak adanya kontrol manajemen pakan dan perbedaan cara pemeliharaan yang mana dapat mempengaruhi produktivitas anak domba.

    Jamuji (2010) menyatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadapbobot sapih. Secara genetik domba ekor tipis jawa memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibanding dengan domba ekor gemuk, domba Priangan dan domba domba persilangan. Produksi susu induk sangat nyataberpengaruh terhadap bobot sapih

    anak domba ekor tipis Jawa di UP3J. Air susu merupakan satu-satunya nutrisi yang sangat penting yang dibutuhkan pertumbuhan anakdomba terutama selama anak domba belum mampu makan rumput. Pengamatan di lapangan menunjukan bahwa selama periode lahir sampai sapih anak domba masih menggantungkan sumber makanan dari susu induk, meskipun sebagian besar sudah mulai belajar memakan rumput.

    Kesimpulan

    PBBH antara domba ekor gemuk dan domba ekor tipis tidak terdapat perbedaan yaitu (P>0,05). PBBH DEG 7520 g/ekor/hari dan DET 7118 g/ekor/hari dengan rata-rata adalah 7319 g/ekor/hari.

    Saran

    Perlu adanya perhatian khusus dalam mendampingan bagi peternak dalam memulai atau menjalankan usaha domba yaitu dikalangan peternak terhadap sistem pemeliharaannya dengan cara melakukan program penyuluhan kepada peternak yang dilakukan oleh petugas Dinas Peternakan kota Bondowoso.

    Dinas Peternakan Kota Bondowoso supaya melakukan pendataan ternak dengan rutin sesuai waktu yang sudah ditetapkan serta memberikan bantuan kepada peternak di seluruh desa yang berpotensi dibidang peternakan.

    Daftar Pustaka

    Amien I. ,Nasich M. dan, Marjuki. 2012. Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Pakan Sapi Limousin dengan Pakan Tambahan Probiotik. Fakultas Peternakan Univesitas Brawijaya. Malang

  • 10

    Boediono dan W. Koster. 2004. Teoridan Aplikasi Statistika dan Probabilitas Sederhana, Lugas dan Mudah Dimengerti. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

    Badan Pusat Stastistika.2013. Populasi Domba Menurut Provinsi. Badan Pusat Statistik. Jakarta

    Direktorat Jendral Peternakan. 2009. Rencana Strategis. Direktorat Jendral Peternakan 2010-2014. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian Jakarta.

    Endang T. Margawati, Noor R. R., Rahmat D., Indriawati dan Ridwan M. 2008. Potensi Ternak Lokal Domba Garut Sebagai Sumber Pangan Asal Ternak Berdasarkan Analisis Kuantitatif dan Genetis. Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Jl. Raya Bogor KM. 46, Cibinong 16911 Fakultas Peternakan IPB dan Fakultas Peternakan UNPAD.

    Handiwirawan, E, H. Hasinah, I. G. A. P. Mahendri, A. Priyanti, dan I. Inounu. 2004. Produktivitas Anak Domba Garut Di Dua Agroekosistem yang Berbeda. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

    Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

    Jarmuji. 2010. Produksi Susu Induk Terhadap Pengaruh Pertambahan Bobot Badan, Bobot Sapih Dan Daya Hidup Anak Domba Ekor Tipis Jawa

    Periode Prasapih. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

    Munier, F.F. 2008. Pertambahan Bobot Hidup Harian Anak Domba Ekor Gemuk (DEG) yang Diberikan Pakan Tambahan Leguminosa. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

    Nasich, M. 2011. Produktivitas Kambing Hasil Persilangan Antara Pejantan Boer dengan Induk Lokal (PE) Periode Prasapih. Jurnal Ternak Tropika.

    Ramdan, R. 2007. Fenotipe domba lokal di Unit Pendidikan Penelitian dan Peternakan Jonggol. Skripsi. Fakultas Peternakan. IPB, Bogor.

    Saputra Y. 2008 . Penampilan Produksi Anak Domba Selama Periode Pra Sapih Di UP3 Jonggol. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

    Soeharsono dan A. Musofie. 2007. Penampilan Cempe Hasil Persilangan Domba Lokal dengan Domba Ekor Gemuk yang Dipelihara secara Tradisional. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

    Subandriyo. 2000. Factor Affecting Survival of Range Sheep in The U.S. and Characterization of Sheep in Indonesia. Thesis. Montana

  • 11

    State University, Bozeman, Montana.

    Sumantri, C. dan T. R. Wiradarya. 2006. Performa dan Evaluasi Genetik Boot Lahir dan Bobot Sapih Domba Garut di Peternakan Ternak Domba Sehat Bogor. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis.

    Suryadi, U. 2005. Pengaruh Jumlah Anak Sekelahiran dan Jenis Kelamin terhadap Kinerja Anak Domba Sampai Sapih. Majalah Ilmiah Peternakan.

    Tiesnamurti, B. Dan Asmarasari, S.A. 2006. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Domba Ekor Gemuk. BalaiPenelitianTernak Jl. Veteran III Po Box 221 Ciawi Bogor 16002

    Usmiyati, S. danSetiyanto H. 2008. Penampilan Karkas dan Komponen Karkas Terna Ruminansia Kecil. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. TentaraPelajar No. 12 Cimanggu, Bogor.

    Wiradarya, T. R. 2004. Lokakarya Nasional Kambing dan Domba: Tantangan dan Peluang Peningkatan Efisiensi Usaha Ternak Kambing dan Domba. FakultasPeternakanInstitutPertanian Bogor. http://www.deptan.go.id/. Diakses 6 Maret 2014.

  • 12