perspektif kybernologi: kybernologi … is likely to come back to power ... setiap perbedaan dengan...

45
OPOSISI PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI POLITIK Taliziduhu Ndraha, Kybernolog 1 PENGANTAR 2 OPOSISI: PENGERTIAN 3 OPOSISI: PERSPEKTIF ILMU POLITIK 4 OPOSISI DI INDONESIA 5 PERSPEKTIF KYBERNOLOGI 6 GOVERNANCE INDONESIA: SEBUAH KOMENTAR 7 KYBERNOLOGI POLITIK 8 WUJUD OPOSISI POLITIK 9 OPOSISI SEBAGAI PEMBELAJAR

Upload: buinhu

Post on 26-May-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

OPOSISI PERSPEKTIF KYBERNOLOGI:

KYBERNOLOGI POLITIK Taliziduhu Ndraha, Kybernolog

1 PENGANTAR

2 OPOSISI: PENGERTIAN

3 OPOSISI: PERSPEKTIF ILMU POLITIK

4 OPOSISI DI INDONESIA

5 PERSPEKTIF KYBERNOLOGI

6 GOVERNANCE INDONESIA: SEBUAH KOMENTAR

7 KYBERNOLOGI POLITIK

8 WUJUD OPOSISI POLITIK

9 OPOSISI SEBAGAI PEMBELAJAR

Page 2: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

1 PENGANTAR

Perilaku ombak, terbentuk di tengah, bergerak menuju pantai, tambah lama tambah meninggi dan makin besar, memuncak, puncaknya menari sebentar, menggulung lalu menukik dan pecah menggelegar, berbuih-buih dan beriak-riak membasahi pasir atau membentur karang. Demikianlah susul-menyusul, kejar-mengejar, diserbu badai, diterjang topan. Bagaimana dengan kapal-kapal yang berlayar bersamanya, berpacu memenangi perlombaan siapa yang pertama tiba di pelabuhan? Di depan saya ada sebuah waskom berisi air dengan tiga buah perahu kertas berjejer sejajar masing-masing berwarna biru di tengah, merah di sebelah kiri, dan kuning di sebelah kanan saya. Jejeran ini tidak berdasarkan undian tetapi kurva normal. Air saya hembus dengan pelan dan merata, tidak berat ke kiri tidak berat ke kanan. Ketiga perahu nampak bergoyang, tetapi sesuai dengan hukum alam rerata, karena yang biru yang di tengah, berada dalam pusat hembusan, maka dia kena angin kencang, sehingga ia yang duluan tiba.

2 OPOSISI: PENGERTIAN

Opposition lazim diindonesiakan menjadi oposisi. Kata itu berasal dari bahasa Latin oppōnere, yang berarti to set against, menentang, menolak, melawan. Nilai konsep, bentuk, cara, dan alat oposisi itu bervariasi. Nilainya antara kepentingan bersama sampai pada kepentingan pribadi atau kelompok. Bentuk dari bentuk formal sampai pada lembaga informal, plat merah, kuning atau hitam, bahkan gerak-tanpa-bentuk. 1 2 3 5 6 perilaku ditimbang disepakati dikons- disakral- ENTITAS-------->KUALITAS--------->NILAI---------->NORMA------->IDEOLOGI---------->DOGMA karak- | dibanding | | dipaksakan | | truksi | | isasi | teristik | | | 4 | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | -----budaya---- ----hukum---- --doktrin-- -----credo-----

Gambar 1 Dari Kualitas Ke Dogma

Page 3: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Caranya menentang sembunyi-sembunyi sampai pada menentang secara terbuka, menolak masak-masak sampai pada menolak mentah-mentah, melawan secara halus sampai pada melawan mati-matian. Sampai pada Rute 3 Gambar 1, masih ada kemungkinan tawar-menawar dan kesepakatan (Gambar 2): competition collaboration assertiveness compromise cooperativeness avoidance accomodation

Gambar 2 Pola Perilaku Politik Oposisional Untuk lebih meningkatkan kekuatannya, oposisi bergeser dari terminal normatif ke terminal ideologi, terus ke terminal dogmatik, melalui rekonstruksi ide-ide, terus sakralisasinya, sehingga basisnya bukan lagi hanya kesepakatan (hukum), lebih tinggi lagi doktrin, tetapi memasuki ruang kepercayaan, credo, atau yang dicredokan (Gambar 1 Rute 6). Di ruang dogmatik tidak ada lagi tawar-menawar, akomodasi, dan kesepakatan, semuanya berubah menjadi putih-hitam (Sel 2 atau Sel 3, berakhir pada Sel 1 “Kalau Aku Tidak, Kaupun Tidak”). Tampilan oposisi, dengan demikian, dapat dipilah seperti Tabel 1.

Tabel 1 Sikap Oposisional ----------------------------- | I WANT YOU TO | |-----------------------------| | LOSE | WIN | -----------------------------|---------------|-------------| | | | 1| 2| | | LOSE | LOSE-LOSE | LOSE-WIN | | I WANT YOU TO |-------------|---------------|-------------| | | | 3| 4| | | WIN | WIN-LOSE | WIN-WIN | -----------------------------------------------------------

Page 4: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Jika konsep ini ditempatkan pada ruang Teori Sistem atau Natural Law, penentangan, penolakan, atau perlawanan merupakan bagian objektif sistem atau perilaku alam. Sistem atau ruang yang kehilangan bagian itu, pasti cepat atau lambat, mati. Positive feedback is easy. . . . . . . negative feedback is however more permanently important to any living creature or group. When you put out your hand and touch a burning hot surface, negative feedback makes you snatch your hand away. If a villager is not free to express similar mental recoil from any proposal for an improved practice or a group activity, he has lost a valuable safeguard in his life as a social unit demikian Evelyn Wood dalam “Project Into Pattern,” Kurukshetra, 10th Anniversary Number, 2 October 1962, p. 37. Tetapi tatkala konsep yang sama diletakkan di ruang Politik, ia dihadapkan pada Hukum Angka-Angka bernama statistik, persentase, kurva normal, bisnis dan iklan. Angka-angka itu selalu dimenangkan berdasarkan anggapan bahwa angka-angka (mewakili) adalah fakta, dan fakta adalah kekuasaan. Begitu dahsyatnya angka-angka itu sehingga apabila di antara 100 buku yang ada yang berbicara tentang pembangunan, hanya Evelyn Wood sendirian yang menulis demikian, jadi hanya satu persen, maka kalahlah dia. Sudah barang tentu, kekuatan feedback itu bisa berbentuk lembaga, bisa berbentuk orang, dan bisa dua-duanya, salah satunya bisa lebih dominan ketimbang yang lain. Kekuatan feedback ada yang berada di dalam, di perbatasan, atau di luar sistem (pemerintah) sistem. Menurut Close, semakin lama peran oposisi di luar sistem itu semakin penting dan dampaknya semakin luas.

3 OPOSISI: PERSPEKTIF ILMU POLITIK

Perilaku politik laksana ombak jua, dengan perahu aneka warna, bentuk dan penumpang, berlayar bersamanya. Ada proses dan ada siklus (cycles)-nya. Suatu saat sebuah perahu di arusutama, saat lain pinggiran, bahkan mungkin terlempar ke jurang. Proses membangun siklus. Proses itulah pemerintahan, dan puncak siklus adalah pemilu (pileg, pilpres, pilkada, pilkades). Di mana letak oposisi dalam proses itu? Lihat lagi ombaknya. Tibanya memecah di pantai membasahi pasir, atau membentur karang berbuah tamparan balik. Perahu yang berlayar bersamanya ikutan. Bagaimana dengan si kuning dan si merah? Pulang kampung, minggir, atau terus ikut siklus berikutnya, bertarung dengan taruhan? Orang bisa berbicara tentang kekuatan yang membentuk ombak dan kekuatan yang mengendalikan irama siklusnya, tetapi Pascal Gautier dan Raphaël Soubeyran dalam makalah “Political Cycles: The Opposition Advantage” (GREQAM, Université d’Aix-Marselle II, Oktober 2005) mempersoalkan hal lain yaitu kekuatan yang membuat perahu suatu saat bisa berada

Page 5: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

di arusutama (berkuasa), saat lain terpinggirkan, akhirnya masuk jurang, atau mampu bangkit dan kembali menempati arusutama. Kedua analis politik tersebut berpendapat: We propose a two dimensional infinite horizon model of public consumption in which investments are decided by a winner-take-all election. Investments in the two public goods create a linkage across periods and parties have different specialities. We show that the incumbent party vote share decreases the longer it stays in power. Parties chances of winning do not converge and, when the median voter is moderate enough, no party can maintain itself in power forever. Finally, the more parties are specialized and the more public policies have long-term effects, the more political cycles are likely to occur. . . . . . . . . the longer a party keeps power, the more the opposition is likely to come back to power. . . . . . . policy and political cycle can occur, when the median voter preferences are balanced enough between the public goods provided by the two parties Dalam sistem alam, kekuatan yang di ruang politik disebut oposisi, merupakan bagian proses, seperti tamparan balik yang terbentuk begitu ombak membentuk karang, atau negative feedback dari the systems’s control circuit, atau mutasi genetik yang terjadi sebagai respons berbasis kemampuan beradaptasi organisme terhadap perubahan lingkungan. Tetapi dari perspektif Ilmu Politik, oposisi terlihat sebagai titik pusat ajaran demokrasi dan fungsi penentu proses demokratisasi. David Close dalam “Democratization and Opposition,” makalah yang disajikan dalam The XXII International Congress of LASA, Miami, FL, 15-18 Maret 2000 menyatakan, “As a political concept, opposition refers to a conscious effort to keep those with state power from exercising it in a certain way.” Ia mengutip Diderot yang menyatakan bahwa “The right of opposition, it seems to me, is a natural, inalienable, and sacred right.” Dalam arti luas, demikian Close lebih lanjut, oposisi hadir bersama-sama dengan konflik politik dan ketidaksepakatan, sedangkan dalam arti sempit identik dengan oposisi di dalam proses perundang-undangan. Di dalam negara otokratik, oposisi terbuka tidak disukai, dihambat dan dibungkam, sementara di dalam pemerintahan konstitusional diterima di dalam batas-batas yang telah ditentukan. Tetapi di dalam negara yang menganut demokrasi murni (ideal), oposisi justru digerakkan sebagai kekuatan yang mendorong dan memaksa pemerintah bekerja sungguh-sungguh dan menepati janji-janjinya, membuka sumbatan komunikasi dan menguatkan perdebatan. Yang terpenting ialah kenyataan bahwa oposisi bisa berhasil memenangi laga dan mengambil alih kendali pemerintahan dari rezim yang sedang berkuasa.

Page 6: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Para analis politik seperti Dahl, Ionescu dan Madaraiga, berpendapat bahwa hadir tidaknya oposisi menentukan apakah suatu negara liberal atau diktatorial. Menurut Lawson, adanya oposisi politik konstitusional merupakan syarat mutlak bagi sebuah rezim untuk dapat disebut demokratik. Dilihat dari sudut itu, definisi Lipset yang berbunyi: “Demokrasi adalah sistem oposisi yang dilembagakan, di dalam mana rakyat memilih calon-calon yang saling bersaing untuk jabatan-jabatan publik,” dianggap mengandung kebenaran. Tetapi dalam praktik, pemerintah di negara-negara yang tradisi demokratiknya sudah berlangsung lama, oposisi kurang disukai, karena dianggap menghambat, mengada-ada, bahkan bisa dituduh melakukan sabotase politik. Oleh sebab itu, oposisi di manapun tidak tergerak dengan sendirinya.

4 OPOSISI DI INDONESIA

Seperti dikemukakan di atas, pada dasarnya oposisi merupakan kekuatan penggerak perubahan sejarah. Sejak awal, Indonesia mengenal oposisi, baik di lingkungan politik, birokrasi, dan masyarakat. Salah satu forum oposisi yang kuat adalah oposisi intra-parlementer konstituante yang berbuah Dekrit Presiden tgl 5 Juli 1959 (Ref. E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, 1959, Bab VII Paragraf 7). Walaupun sejarah tidak mencatatnya sebagai gerakan oposisi, namun peristiwa “Pemberontakan. . . . . .” atau “G30S PKI,” 1965, dapat digolongkan sebagai gerakan oposisi berbuntut malapetaka nasional yang amat dahsyat. Rezim Soeharto berkuasa lebih tiga dasawarsa sejak 1965 karena ia berhasil membalikkan proses politik dengan model seperti Gambar 1 di atas. Kalau aktor lain bergerak dari terminal 1 ke 6, dia bergerak dari 6 ke 4 melalui sakralisasi Pancasila dan UUD, stop, dan semuanya dideduksi dari sana. Pada tahun 1973 diterapkannya rumus 10 = (2 + 1) = 3. Sepuluh parpol diringkas jadi dua (PPP dan PDI), Sekber Golkar menjadi Golkar, satu dengan yang lain bersifat heterogen-kategorial. Artinya PPP tidak mungkin bekerjasama dengan PDI untuk beroposisi dengan Golkar. Golkar tidak diposisikan sebagai parpol. Untuk apa? Karena setiap orang berkarya, dengan sendirinya praktis seluruh bangsa Indonesia adalah karyawan alias golongan karya. Jadi untuk apa Golkar bersekongkol dengan salah satu di antara parpol yang kecil-kecil, lemah-lemah dan gampang diadudomba itu? Di bawah kondisi seperti itu, beroposisi tiada berguna. Untuk menjamin kelanggengan kekuasaan monolitik, kalangan intelektual tahun 70-80-an mengimpelementasi ajaran masyarakat integralistik di dalam ruang perpolitikan Indonesia. Persatuan dan kesatuan bangsa, dan simbol negara kesatuan merupakan tiga kualitas dasar berhargamati ajaran itu. Yang menimbang dan menafsirkan ketiga kualitas dasar itu adalah pemangku kekuasaan negara. Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh persatuan dan kesatuan bangsa dan musuh negara kesatuan. Menurut ajaran tersebut lebih lanjut, kontrol terhadap

Page 7: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

kekuasaan identik dengan penghinaan jabatan anugerah Tuhan, pengaiban pejabat pilihan Tuhan, dan oleh karena itu perilaku demikian bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 (Selanjutnya lihat Kybernologi, 2003, Bab 5 dan Bab 9). Otokrasipun merajalela. Ajaran ini dijadikan komponen utama doktrin P4 dan kurikulum perguruan tinggi sampai sekolah dasar. Maka benih-benih pikiran oposisionalpun semakin lama semakin padam. Maka ketika rezim Soeharto jatuh pada tgl 21 Mei 1998 pukul 09.06, demokratisasi yang merupakan arusutama baru tidak memiliki kekuatan oposisional yang merupakan rohnya. Reformasi yang diharapkan menggerakkan demokratisasi bangsa tidak digerakkan oleh kekuatan oposisional nyata yang telah berhasil menumbangkan rezim Soeharto melalui pengorbanan yang luarbiasa, yaitu roh intelektual masyarakat akademik (mahasiswa, kampus perguruan tinggi), juga tidak oleh masyarakat politik (parpol: PDI dan PPP sangat lemah sementara Golkar adalah kendaraan rezim Soeharto), melainkan dimanfaatkan oleh kekuatan struktur supra bak ketiban pisang berkubak. Juga tidak oleh masyarakat partisipatif vertikal yang dibina secara massal oleh rezim Soeharto. Masyarakat yang juga disebut masyarakat peduli, kelompok kepentingan, lembaga swadaya masyarakat (LSM, non-governmental organization, NGO), dan kemudian disebut masyarakat madani atau masyarakat civil itu (civil community), “masih jauh dari kondisi ideal,” demikian kesimpulan laporan studi Index Masyarakat Sipil Indonesia (2006) yang diselenggarakan oleh YAPPIKA. Menurut studi itu, kelemahannya terletak pada lingkungan, struktur, dan kinerja. Alhasil kekuatan struktursupra-lah yang mengclaim diri sebagai kekuatan reformasi, dan berjanji melancarkan pembaharuan di segala bidang. Bisakah kekuasaan mereformasi dirinya? Adakah reformasi tanpa kekuatan oposisional? Selama rezim SBY jilid pertama (2004-2009), PDIP mengclaim diri sebagai kekuatan oposisional, tetapi terkesan lebih sebagai reaksi terhadap kenyataan bahwa kadernya tidak terpilih dalam pemilu 5 tahun yang lalu, ketimbang sebagai kekuatan oposisional. Hal ini tidak sepenuhnya kelemahan PDIP mengingat ia ber“oposisi” sendirian, melainkan lebih sebagai keberhasilan transaksi SBY dengan parpol lain membentuk kabinet persatuan, yang merangkul berbagai aliran. Simbol “persatuan” itu ternyata ampuh, karena struktursupra yang berkuasa adalah sisa elit masalalu yang berbudaya “persatuan” sakral (baca: transaksi kepentingan) jua. Di bawah lima tahun pertama rezim SBY dengan dukungan penuh oleh Golkar, nilai oposisional formal tidak berkutik. Tradisi oposisi seperti yang dimaksud oleh Direktur LP3ES Suhardi Suryadi (“Membangun Tradisi Oposisi,” http://ditpolkom.bappenas.go.id), tidak terbentuk. “Salah satu kekurangan --- jika tidak mau disebut kegagalan ---gerakan reformasi 1998 dalam bidang politik adalah menumbuhkan (sic!) kekuatan oposisi

Page 8: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

yang terlembaga di DPR,” demikian Suryadi. Dalam berbagai forum diskusi politik diakui pentingnya tradisi oposisi, guna membangun kekuatan check-and-balance dan agar tidak terjadi penumpukan kekuasaan (Kompas 240709). Sudah barang tentu, manakala nilai oposisi itu semakin kuat, sementara saluran normatif buntu atau tersumbat, oposisi berubah bentuk menjadi oposisi jalanan, bahkan tidak mustahil mempercepat terbentuknya siklus politik (darurat, bencana).berikutnya. Pasca pilpres 080709, apakah transaksi bisnis di pasar politik seperti koehandel, pasar malam, pasar gelap, atau the-winner-takes-all? Yang jelas, jatuhnya perolehan suara Golkar sebagai partai besar, menimbulkan pertanyaan ke depan: “Quo Vadis Golkar?” Suryadi menyarankan reposisi Golkar, antara lain dengan membangun kekuatan oposisional bersama PDIP, Gerindra dan Hanura. Internal Golkar sendiri sibuk membuka bursa ketua umum partai yang masih menggunakan lambang pohon beringin itu walau ia mengaku telah mereformasi dirinya (Kompas 290709). Kader muda Golkar Yuddy Chrisnandi juga melemparkan suara yang senada. “Golkar ke depan harus berani beroposisi” (Kompas, 240709, yang mengemasnya dalam artikel “Jika Jadi Subordinat, Partai Golkar Berakhir”), harus bisa “menjaga jarak dengan pemerintah” (Kompas 280709). Tetapi banyak kalangan yang meragukan hal itu mengingat sejarah Golkar yang sudah terbiasa memegang kekuasaan, mengendalikan politik dan menguasai birokrasi. Terlebih karena ada tanda-tanda Golkar akan dipimpin oleh generasi tua pragmatis-konservatif dan bukan oleh generasi muda yang idealis-reformatori. PDIP saja yang selama ini menyatakan kokoh beroposisi, sekarang “Membuka Diri Untuk Bergabung Dalam Kabinet” rejim SBY jilid kedua (Kompas 040809), konon pula Golkar. Sempurnalah pasar politik Indonesia. The winner takes all! Yang dahulu lawan kini jadi kawan, “Lawan Bisa Masuk Kabinet,” guna menciptakan “kebersamaan yang lebih luas” (Kompas 0500809). Apakah yang terjadi dengan oposisi bilamana PD, Golkar dan PDIP berkoalisi? Media hari ini (Kompas, 060809) menjawab dengan “Partai Besar Berkoalisi, Gejala Tidak Sehat, Pemerintahan Akan Berjalan Tanpa Kontrol.”

5

PERSPEKTIF KYBERNOLOGI Titikpandang perspektif Kybernologi adalah jawaban terhadap pertanyaan: “kekuatan apa saja yang dibutuhkan oleh manusia agar hidupnya (dalam masyarakat) berkelanjutan?” “Nilai,” demikian jawaban Ilmu Ekonomi. Maka oleh naluri manusia di dalam masyarakat terbentuk subkultur pembentukan nilai (Gambar 3 Rute 3) melalui pembuatan dan pengolahan sumber-sumber, yang disebut subkultur ekonomi (SKE). Kualitas sumber-sumber amat bervariasi, sehingga distribusi nilai di dalam masyarakat menimbulkan ketidakadilan sosial. Oleh sebab itu di dalam

Page 9: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

masyarakat terbentuk subkultur kekuasaan (SKK, Rute 1) yang berfungsi mengontrol sumber-sumber (Rute 2) dan meredistribusi nilai (Rute 4), demi keberlanjutan kehidupan masyarakat. Tetapi SKK itu bermasalah, karena dengan power, authority, dan forces yang dimilikinya, coercion dan violence yang dapat dilakukannya, dan hukuman mati yang dapat dijatuhkannya kepada sesiapa, ia dengan gampang menempuh jalan pintas yang disebut korupsi secara sah, dan tidak merasa bersalah, demi kepentingannya sendiri. Dalam masyarakat sebagai sasaran redistribusi nilai tumbuh subkultur sosial ----------------------------------------------------------------------------- | | | janji vote,trust,hope monev kinerja | | ---------------- -------------- ---------------- | | | penepatan | | tuntutan | | SKK | | | | 2 | | 1 | | 5 | | | SUMBER- | | | | | | | SUMBER | | | | | | | | | | DPR DPD | | | | | | MEWAKILI MEWAKILI | | | berva- | | KONSTITUEN PELANGGAN | | | riasi | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | SUBKULTUR SUBKULTUR SUBKULTUR SUBKULTUR | | EKONOMI-------- KEKUASAAN------- SOSIAL-------- KEKUASAAN------| | (SKE) (SKK) (SKS) (SKK) | | | | | | | | | | | | pemba- | | | | | | | ngunan | | | | | | | | | | | | | | | | nilai | | redistribusi | | pertanggung- | | | ---------------- -------------- ---------------- | | 3 nilai jawaban | | 4 6 | | | ---------------------------------MASYARAKAT----------------------------------

Gambar 3 Pemerintahan (Governance): Interaksi Antar SKE, SKK, dan SKS Angka-angka Menunjukkan Rute Pemerintahan

(SKS). SKS berusaha mengontrol SKK di hilir (Rute 5) dalam kapasitasnya sebagai pelanggan dan menuntut pertanggungjawaban SKK kepada SKS (Rute 6), dan mengontrol SKK di hulu dalam kapasitasnya sebagai konstituen (Rute 1). Masyarakat disebut pelanggan karena sebelum kebutuhannya terpenuhi di Rute 2 dan Rute 4, ia sudah membayar dengan vote di Rute 1 dan dengan pengorbanan di Rute 4. Interaksi antar SKE, SKK, dan SKS, disebut pemerintahan (governance).

Page 10: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Definisi ini jauh berbeda dengan definisi yang beredar di kalangan sementara ilmuwan yang menyatakan bahwa apa saja yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah adalah pemerintahan sebagaimana kalangan lain berpendapat bahwa kepemimpinan adalah apa saja yang terlihat atau tidak terlihat pada seorang yang disebut pemimpin. Kybernologi mendefinisikan pemerintahan (governance) seperti di atas, yaitu interaksi antar SKE, SKK, dan SKS, dan barang siapa atau lembaga apa saja yang memangku SKK disebut pemerintah. Demikian juga halnya kepemimpinan. Kepemimpinan didefinisikan terlebih dahulu, dan hanya orang atau lembaga yang menunjukkan nilai-nilai kepemimpinan itu secara nyata dalam perilakunya secara konsisten yang dapat disebut pemimpin. Jika kinerja governance itu berkualitas good, maka governance yang bersangkutan dapat disebut good governance. Enam rute pemerintahan di atas bersifat kumulatif, artinya Rute 4 merupakan lanjutan Rute 2 yang dimonev di Rute 5 dan selanjutnya dipertanggungjawabkan melalui Rute 6. Proses terbentuknya governance dan pencapaian kualitas good governance yang berlangsung sepanjang waktu, menghadirkan fenomena pemerintahan. Fenomena pemerintahan (Gambar 4) yang terbentuk dalam jangka panjang itu dapat dipelajari menurut metodologi dari dua sudutpandang, dari sudut kekuasaan (negara, SKK), dan dari sudut manusia dengan kebutuhannya. Rekonstruksi body-of-knowledge (BOK) dari sudut manusia disebut Kybernologi. Kybernologi bukan hanya judul buku, tetapi lebih-lebih sebagai hasil rekonstruksi dan buah pendaratan Bestuurskunde, Bestuurswetenschap, dan PENDEKATAN KEKUASAAN HASIL REKONSTRUKSI FENOMENA DAN BUAH PENDARATAN BESTUURSKUNDE, PENDEKATAN PEMERINTAHAN BESTUURSWETENSCHAP KEMANUSIAAN COMMON RUNWAY DAN BESTUURSWETENSCHAPPEN DAN LINGKUNGAN SEMUA ILMU DI BUMI INDONESIA (kybernan = PENGETAHUAN steering = besturen = mengemudi) KYBERNOLOGI ILMU PEMERINTAHAN SEBAGAI BAGIAN ILMU POLITIK

Gambar 4 Dua Macam Pendekatan

Page 11: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Bestuurswetenschappen di bumi Indonesia (besturen = steering = kybernân = mengemudi). Goodness-nya kinerja pemerintahan ditandai dengan lima indikator:: 1. Keselarasan yaitu tingkat kesesuaian kinerja interaksi antar tiga subkultur dengan tujuan jangka panjang yang disepakati bersama, dan tingkat harmoni interaksi itu, sehingga keberhasilan yang satu tidak merusak tetapi sebaliknya mendukung keberhasilan yang lainnya 2. Keseimbangan adalah tingkat bargaining power dan keluasan pengambilan kesempatan berperan yang relatif sama antar tiga subkultur apada suatu saat, sesuai dengan hukum rantai yang menyatakan bahwa kekuatan sebuah rantai sama dengan kekuatan matarantainya yang terlemah 3. Keserasian adalah tingkat empati (empathicability?) sikap, tingkat kesaling- mengertian sebagai jembatan antar frame-of-reference (FOR) yang berbeda, antar tiga subkultur yang berbeda-beda, pada suatu saat 4. Dinamika adalah tingkat kemajuan, nilai, kecepatan dan ketepatan perubahan (adaptabilitas) hubungan antar tiga subkultur dari kondisi heterostasis ke homeostasis dan sebaliknya/selanjutnya 5. Keberlanjutan (kelestarian, kesinambungan, keterusberlangsungan), adalah tingkat kelancaran proses jangka panjang dan siklus interaksi antar tiga subkultur sesuai dengan norma (standar) yang (telah) disepakati bersama (ref. Bab 4 dan Bab 6 Kybernologi 2003; Bagian Pertama Bab 4 dan Bab 9 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bagian Tiga Bab VIII Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006; Bab I Kybernologi Sebuah Profesi, 2007; Bab II Kybernologi dan Pembangunan, 2009).

6 GOVERNANCE INDONESIA:

SEBUAH KOMENTAR Nilai lima indikator kinerja governance di atas di Indonesia, mulai dari entitasnya yang paling jati yaitu keluarga sampai pada entitasnya yang paling besar dan rumit yaitu bangsa, masih rendah. Satu, nilai keselarasan. Apakah Indonesia memiliki rel jangka panjang negara yang kokoh? UUD1945 telah diamandemen berulangkali, dan kabarnya mau direvisi lagi. Bentuk dan isinya sekarang lucu. Sikap SKK terhadap konstitusi ibarat pepatah: “Buruk Muka, Cermin Dibelah,” suatu sikap yang seharusnya, “Buruk Muka, Muka Dibenah.” Implementasi UUD yang tidak sesuai dengan roh UUD, UUD-nya yang diobok-obok. Awak yang tidak becus, orang lain yang disalahkan. Setiap subkultur belum berada pada rel kerja bersama jangka panjang. Rel jangka panjang bernama GBHN sudah tiada. Dewasa ini rel

Page 12: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

jangka panjang pemerintahan belum ada. Yang ada rel jangka panjang pembangunan, yaitu UU 25/04 tentang SPPN dan UU 17/07 tentang RPJP. Namun tiap subkultur belum atau enggan menempatkan diri pada rel itu. Sesungguhnya RPJP mengandung implikasi yang luas, antara lain mutlaknya reformasi sistem dan budaya politik. Hal itu telah dibahas dalam Bab II Kybernologi dan Pembangunan (2008). Jika subkultur tidak berada pada rel, bagaimana ia bisa berfungsi “check?” Dua nilai keseimbangan. Biasanya yang dimaksud dengan “keseimbangan” adalah “balance” dalam konsep “check and balance,” yaitu keseimbangan antar tiga komponen struktursupra (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Di sini yang dimaksud adalah keseimbangan antar subkultur. Di antara tiga subkultur, SKK yang paling getol dan berkesempatan untuk mengungguli yang lainnya dengan alasan seperti telah dikemukakan di atas. Dampak negatif dominasi SKK itu dalam waktu dekat tidak terlihat, bahkan bisa terlihat positif. Misalnya PAD selama lima tahun masajabatan sebuah rezim melalui retribusi galian-C terlihat meningkat. Dampak negatifnya baru terlihat dalam jangka panjang, yaitu kerusakan lingkungan dan korban jiwa oleh bencana alam sebagai akibat ketidakpedulian atau kelalaian SKK. Seperti benalu atau kanker. Lebih-lebih jika dampaknya diukur dengan pendekatan kuantitatif, persentase atau statistik. Di hadapan statistik, manusia berubah menjadi nama dan angka-angka. Fragmentalism daerah (ref. Bab XVI Kybernologi Sebuah Charta Pembaharuan (2007), dan narcissism negara (Bab IX sumber yang sama dan Bab XXI Kybernologi Sebuah Scientific Movement, 2007) mendorong pembesaran birokrasi dan proliferasi kekuasaan negara. Dalam tempo 10 tahun saja sejak 1999, jumlah provinsi meningkat dari 27 (kemudian berkurang 1 Timtim) menjadi 33 (bertambah 7) dan kabupaten kota dari 299 menjadi 497 (bertambah 198). Fragmentasi daerah tersebut yang menurut rencana berlanjut terus diiringi dengan pembesaran birokrasi dan pembengkakan biaya (risiko) dengan segala konsekuensinya. Semakin fragmental daerah, semakin besar biayanya, semakin berkurang matarantai ekonomi lokal, atau makin jauh aksesibilitas sumber-sumber nasional, demikian grafik terus-menerus. Andaikata benar, bahwa semakin fragmental daerah, semakin makmur dan sejahtera masyarakat karena pelayanan semakin “didekatkan kepada pelanggan,” maka semakin makmur dan sejahtera masyarakat, semakin otonom masyarakat, seharusnya semakin kecil besaran (size) birokrasi. Lebih-lebih jika hipotesis ini didukung oleh hipotesis lain, yaitu semakin makmur dan sejahtera, semakin cerdas masyarakat, teknologi semakin berperan, sehingga kepadatkaryaan birokrasi semakin berkurang. Selanjutnya proliferasi kekuasaan negara terlihat pada a. Proliferasi birokrasi lembaga-lembaga negara yang bersifat superbodi (state auxiliary superbodies) misalnya KPK, MK, dan KY.

Page 13: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

b. Kekuasaan digunakan lebih untuk mempertahankan kekuasaan ketimbang menggunakannya untuk pelayanan kepada masyarakat. Hal itu terlihat pada struktur APBN/APBD, tingginya hirarki birokrasi, dan “the growth of government” yang lebih cepat ketimbang “berkurangnya kesenjangan vertikal lapisan masyarakat dan berkurangnya kesenjangan horizontal antar daerah” c. Negara adalah koruptor. Dari perspektif Kybernologi, pada saat pembangunan ditempatkan di ruang SKK (dijadikan fungsi hakiki pemerintah), sehingga SKK sebagai wasit merangkap sebagai pemain, pada saat itu SKK berfungsi koruptif. Hal itu telah dibahas dalam Bab II Kybernologi Sebuah Scientific Movement (2007); Bab II dan Bab III Kybernologi Sebuah Profesi (2007). Seharusnya pembangunan berada dalam ruang SKE (Gambar 3) d. Negara memakan sumbernya sendiri (kanibalistik). Cannibal berarti “a person who eats human flesh,” dan “any animal that eats its own kind.” sumber daya negara masyarakat | | civil | | | | | | subkultur subkultur subkultur (sistem) (sistem) (sistem) ekonomi kekuasaan pelanggan (SKE) (SKK) (SKP) | | | | | consumerism ketidak- korupsi disobedience adilan | distrust | | anarchy | | | yang kaya penguasa me- pelanggan merusak menyantap yg mangsa yg hasil pengorban- miskin tak berdaya annya sendiri

Gambar 5 Genealogi Pemangsaan: Setiap Subkultur Sebuah Masyarakat Berjalan Sendiri

Gambar 5. Kanibalisme dapat diatasi manakala setiap subkultur memosisikan dirinya di bawah kontrol subkultur lainnya, sehingga terbentuk jaringan yang disebut governance (Gambar 3) e. Kekuasaan transaksional. Sebuah organisme, lebih-lebih kekuasaan, tidak bisa dan tidak mau mengontrol dirinya sendiri, kecuali ia menempatkan diri sebagai komponen sebuah sistem (Gambar 3). Antar komponen trias politika misalnya, hubungan check-and-balance ditenggelamkan oleh hubungan transaksi kepentingan. Eksekutif tidak mengontrol yudikatif supaya ia tidak dikontrol, jauh lebih menguntungkan membentuk lembaga

Page 14: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

baru, legislatif tidak mengontrol eksekutif, karena ia hidup dari birokrasi, dan eksekutif tidak mengontrol legislatif karena takut kehilangan dukungan parpol. Jauh lebih baik “Io-iokan di urang, lalu-lalukan di awak,” bukan? Tiga, nilai keserasian. Keserasian (harmoni) adalah kondisi yang terjadi manakala jembatan yang kuat antara atau antar subkultur yang berbeda-beda terbentuk, sehingga subkultur yang satu bisa (mampu) berinteraksi dengan yang lain dengan lancar, tanpa berubah menjadi, mendominasi atau didominasi oleh subkultur yang lain itu. Yang berbeda antara subkultur yang satu dengan subkultur yang lain adalah frame-of-reference (FOR)-nya masing-masing. FOR bisa sama, tetapi arti di dalamnya bisa berbeda. Misalnya FOR waktu “besok.” FOR itu bagi orang berbudaya Jawa berarti “kapan-kapan,” tetapi bagi orang Melayu berarti “pada hari persis sesudah hari ini.” Jika subkultur Melayu mengartikan “besok” menurut arti yang dianut subkultur Jawa, tanpa berubah menjadi orang Jawa, demikian pula sebaliknya, maka dikatakan bahwa telah ada saling-mengerti (mutual understanding) antar fihak-fihak yang bersangkutan. Tetapi understanding bahkan mutual understanding sekalipun barulah kondisi atau potensi. Understanding jika tidak diikuti dengan perilaku atau aksi, sama saja dengan sikap “ya, tetapi,” “betul, tapi bagaimana ya?” Untuk itu, understanding harus didalamkan lagi menjadi empathic understanding yang dalam bahasa Jerman disebut Verstehen. Arti menjadi rasa. Apa yang dapat difahami, dapat pula dihayati, dialami, dan dirasakan. Empathic understanding understanding adalah understanding yang diperoleh melalui proses empathy (empathy, bukan emphaty). Konsep “empati” tidak terpisahkan dengan konsep “pengertian” (understanding). Salah satu bentuk understanding adalah empathic understanding yang dalam bahasa Jerman disebut Verstehen. “It (Verstehen) must mean an act of sympathetic imagination or empathic identification on the part of inquirers that allowed them to grasp the psychological state (i.e. motivation, belief, intention, or the like) of an individual actor,” demikian Schwandt. Bisa saja peneliti bermaksud mengenal seorang aktor dengan motif ketertarikan (sympathetic imagination) dan bukan karena ingin mengenalnya sebagaimana adanya. Menurut Max Weber, Verstehen adalah “empathic understanding or an ability to reproduce in one’s own mind the feelings, motives, and thoughts behind the action of others.” Keterjembatanan yang dirasakan oleh fihak-fihak terkait dalam empathic understanding itu, tidak terjadi begitu saja (natural) tetapi melalui proses kehendak yang otonom (lihat Bagian Kedua Bab 14 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005) Tingkat keserasian antar subkultur masyarakat di Indonesia sangat rendah. Bukan SKK yang seharusnya berempati kepada para pelanggan yang tak berdaya (SKS), tetapi sebaliknya, negara minta supaya pelangganlah yang berempati kepadanya. Hal itu dapat dibaca dalam artikel Sofyan A. Djalil (Menkominfo RI) “Harga BBM dan

Page 15: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Masa Depan Indonesia,” (Kompas, 21005) “Kali ini saya amat sedih, Pak Effendi, logika opposisi Anda tanpa berempati sedikit pun pada kesulitan negara yang begitu parah . . . . . . ” Dengan fragmentasi daerah, jarak geografik horizontal antar kabupaten-kota memang semakin dekat, tetapi jarak kekuasaan vertikal semakin jauh dan jarak sosial-psikologikal semakin timpang dan lebar. Masyarakat lapisan kaya dirangkul dan dipuja, masyarakat miskin dijadikan komoditi politik, sedangkan masyarakat yang takberpunya dirazia, diusir, dan digelandang. Adakah kepala daerah yang merasa kehilangan warganya yang terlunta-lunta di bawah jembatan dan mengais busukan di onggokan sampah, lalu mencari mereka sampai dapat? Empat, nilai dinamika. Keseimbangan dan keserasian tidak harus berarti keseimbangan statis (“static equilibrium”). Dasar dinamika masyarakat itu adalah kemerdekaan manusia (kemerdekaan berfikir Pasal 28, juga Pasal 27, 29, dan 31 UUD1945). Tiap subkultur berhak untuk berinisiatif membuat perubahan demi kemajuan ke depan. Perubahan memang menyebabkan perbedaan (heterostasis) antar subkultur, tetapi perbedaan tidak berarti merusak keseimbangan atau keserasian (bahasa politiknya: mengganggu stabilitas nasional, merusak persatuan dan kesatuan bangsa, gerakan separatis, dan sebagainya), manakala enerji perubahan subkultur yang satu memberdayakan dan membangkitkan subkultur lain untuk maju bersama, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, kondisi heterostasis berubah menjadi homeostasis (keseimbangan dan keserasian) baru yang lebih maju daripada homeostasis sebelumnya, demikian terus-menerus. Kata kuncinya maju-bersama secara berkelanjutan. Konsep “kemajuan” dalam pemikiran klasik Indonesia terbaca jelas dalam Achdiat K. Mihardja (pengumpul), Polemik Kebudajaan (1954), berisi rekaman dan analisis buah pikiran para cendekiawan Indonesia dalam kurun 1935 – 1939. Mengingat para polemis pada umumnya warga masyarakat timur berpendidikan barat, bahan polemik berkisar antara nilai-nilai masyarakat barat yang dianggap modern (menaklukkan alam, demokratik) namun kapitalistik, dengan nilai-nilai masyarakat timur yang dipandang feodal namun mengandung nilai-nilai luhur. Konklusi polemik dapat diduga: Bagaimana membangun masyarakat demokratik yang cerdas, yang menyandang nilai-nilai budi luhur manusia. Dalam hubungan itu, keberhasilan perubahan dari masyarakat feodal ke masyarakat modern melalui proses demokratisasi dianggap sebagai tolokukur kemajuan. Kata Pengantar Dari Pengumpul (Achdiat K. Mihardja) diakhiri dengan gubahan kalimat: Bersama Comte kami bersemboyan savoir pour prévoir, mengetahui untuk dapat melihat serta bertindak ke arah masa depan, sebab zaman modern tidak mengizinkan lagi kita hidup dengan lebih menoleh ke belakang menurut saluran adat yang mengikat jiwa manusia tetapi tepat ke depan, dengan menggunakan budi dan pikiran yang bebas-lepas menyiasati segala

Page 16: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

kenyataan–kenyataan. Dan kalau ada sesuatu yang mengikat kita, itu hanyalah semata-mata kewajiban dan rasa tanggungjawab kita terhadap kemajuan Kemanusiaan dalam arti yang sebenar-benarnya.” Bagaimanakah tingkat dinamika masyarakat Indonesia dewasa ini? Jawaban terhadap pertanyaan ini dibatasi pada dua hal: gerakan apa dan apa kekuatan penggeraknya. Reformasi. Sejak 1998, semua orang berharap, reformasi merupakan gerakan yang paling tepat untuk memajukan Indonesia. Sejarah mengajarkan bahwa reformasi adalah gerakan pembaharuan struktural yang dilancarkan oleh kekuatan tertentu di dalam masyarakat sebagai reaksi dan atau koreksi total dan fundamental terhadap kekuasaan yang sedang berjalan, berdasarkan pertimbangan moral, ekonomi, politik, dan doktrinal, demikian Encyclopedia Britannica. Sudah barang tentu, SKK, dalam hal ini pemerintah, mustahil melakukan pembaharuan atas kehendak sendiri. Yang dijadikan model dalam religious revolution adalah koreksi yang dilancarkan oleh kalangan yang kemudian menamakan dirinya Protestant terhadap Gereja Katolik. Yang terjadi di Eropa pada abad ke XVI dan kemudian menjalar ke berbagai penjuru dunia. Bila diterapkan di Indonesia, reformasi dapat didefinisikan sebagai koreksi total dan fundamental terhadap ketimpangan sosial yang tak tertahankan, terhadap tindakan penguasa di luar akal sehat, dan terhadap vested interests di dalam sistem yang sudah karatan di berbagai bidang, yang dilancarkan oleh fihak yang merasa tertindas. Karena kekuasaan itu tidak mereformasi dirinya atas kehendak sendiri secara sukarela, maka reformasi adalah sebuah momentum. Setiap kekuasaan memiliki titik yang pada suatu saat bisa lemah. Momentum reformasi adalah saat titik itu lemah dan ada kesempatan bagi kekuatan reformatori untuk melakukan koreksi tepat-saat, total, konsisten, dan fundamental, yang telah lama disiapkan matang-matang. Di sinilah terletak kegagalan reformasi di Indonesia. Sekurang-kurangnya sudah lima momenta pembaharuan yang gagal dimanfaatkan oleh Bangsa Indonesia. Pertama momentum pembuatan UUD RI definitif pengganti UUD 1945 yang bersifat sementara (ingat Pasal 8 yang kurang antisipatif terhadap people power 1998). Kedua, Dekrit Presiden tgl 5 Juli 1959. Ketiga Supersemar; jika memang benar-benar ada, sebagaimana benarnya). Keempat, Pasal 11 UU 5/74. Kelima 21 Mei 1998, ditambah momentum limatahunan pemilu sesudahnya (1999, 2004, 2009. dan seterusnya). Momentum yang berhasil dimanfaatkan disebut keharusan sejarah (170845), momentum yang gagal dimanfaatkan disebut kesalahan sejarah (keliru memilih alternatif), dan akibat-akibatnya disebut beban sejarah. Semakin sering berulang kesalahan sejarah, semakin berat beban sejarah, semakin sukar suatu bangsa menapak kemajuan. Momentum kelima misalnya gagal, karena keputusan politik yang diambil didasarkan pada anggapan dasar yang keliru, yaitu tatkala Soeharto, presiden RI di masa itu (telah) kehilangan legitimasi kekuasaan (kepercayaan Rakyat) secara total, ia

Page 17: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

bertindak sebagai penguasa (inilah anggapan dasar yang salah) dengan menunjuk wakil presiden Habibie yang sesungguhnya legitimasinya juga telah hilang, menjadi penggantinya. Sementara itu para kekuatan reformasi, baik yang di garisdepan maupun yang di garisbelakang, bingung atau eforia, sehingga tidak sempat berpikir jernih bahwa tersedia berbagai alternatif tindakan yang seharusnya disiapkan jauh-jauh hari menghadapi momentum kekosongan kekuasaan, mengingat lemahnya Pasal 8 UUD 1945. Pertama, Soeharto dituntut mengembalikan mandat kepresidenan kepada MPR dan mempertanggungjawabkan segala tindakannya selama itu dalam kondisi apapun. Sudah barang tentu, instrumen peralihan kekuasaan seperti itu harus dibuat. Kedua, dapat dibentuk pemerintahan ad interim, sebelum terbentuknya pemerintahan yang baru. Dalam hubungan itu seharusnya Soeharto tidak dibiarkan bertindak menunjuk penggantinya sendiri begitu saja. Pengisian kekosongan dan penjagaan keberlanjutan pemerintahan didasarkan pada dasar hukum yang disebut noodverordeningsrecht dan digunakan, ketiga penampilan triumvirate (Mendagri, Menlu, dan Menhan) untuk sementara sebagai pimpinan negara kolektif, dan keempat, jika dipandang baik, wakil presiden dapat menjadi presiden dengan kontrak yang telah disiapkan. Kegagalan momentum kelima tersebut berdampak negatif terhadap SI MPR 10-13 November 1998, dan terhadap momenta berikutnya, yang dibayar dengan sangat mahal oleh generasi-generasi berikutnya. Kesalahan sejarah yang dilakukan dan diulangi berkali-kali oleh rezim di masa itu ialah, penggunaan Dekrit untuk semakin menjauhi amanat Proklamasi dengan menafsirkan UUD 1945 sebagai Demokrasi Terpimpin, dan penggunaan Supersemar (jika memang ada) dengan menafsirkan UUD 1945 sebagai Demokrasi Pancasila yang dalam implementasinya adalah dictatorship. Demokrasi apakah yang terlihat sepuluh tahun kemudian? Democrazy, terlalu dramatik, Demokrasi Liberal kebarat-baratan. Demokrasi Pasar berwujud salesmanship, mungkin lebih tepat. Kesalahan sejarah itu fatal, ekonomi Indonesia berantakan di bawah bayangan krisis politik berlumuran darah. Reformasi bertujuan mengoreksi terus-menerus arah pembangunan bangsa (Nation Building) yang selama ini jauh menyimpang, kembali pada cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika (PP 66/1951), dengan SKS sebagai aktor utamanya. Student Power. Dalam sejarah, perguruan tinggi adalah motor gerakan reformasi, sementara kurikulum adalah rohnya. Pada awalnya nilai pendidikan (di Barat) berwarna aristokratik (aristocracy of warriors): kepahlawanan, keberanian, keindahan, perbuatan besar, dan. . . . . . . percintaan (Homerus: The Iliad and The Odyssey). Tradisi ini dilanjutkan oleh kota Sparta, tetapi tidak oleh Athena. Sejak pertengahan abad keenam SM, pendiudikan di Athena kehilangan watak militernya, berubah ke arah gymnastik, musik dan kesusasteraan, yaitu budaya yang lebih halus. Pada abad kelima SM timbul aliran Sofisme di dalam Filsafat Junani. Minat terhadap politik meningkat. Sofisme menyumbangkan ajaran dialektika yang kemudian oleh

Page 18: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Aristoteles dikembangkan menjadi Logika, penalaran silogistik, dan retorika. Sokrates, Plato, dan Aristoteles mengembangkan ajaran tentang kebajikan dan kebenaran. Plato (427-347) membuka akademinya pada tahun 397 SM. Selama lebih 900 tahun pengaruh akademi itu terasa di seluruh kawasan Mediteranian dan kemudian ajarannya tentang negara ideal yang didasarkan pada keadilan dan kearifan, melalui bukunya Republic, tersebar ke seluruh dunia. Penggunaan metodik dialog Socrates membangkitkan semangat ingin tau (curiosity) dan penelitian untuk menemukan jawabannya. Semangat ingin tau yang didukung oleh metodologi pada gilirannya menempatkan perguruan tinggi dengan para pembelajar sebagai inti kekuatannya, pada posisi skeptik terhadap setiap kekuasaan yang menghambat semangat ingin tau dan kemerdekaan berfikir manusia. Student power adalah fenomena abad 20. Walaupun mungkin bukan rintisan awal, orasi Alfred North Whitehead di depan Perhimpunan Collegiate Schools of Business (1927) tentang fungsi utama perguruan tinggi sebagai penguasaan pengetahuan secara imajinatif, dan buku Jose Ortega Y Gasset The Mission of the University (1944), menyulut api pergutuan tinggi menjadi kekuatan pendobrak kemapanan, sehingga oleh penguasa, mahasiswa diberi cap sebagai pembuat onar. “Pemberontak,” ucap Albert Camus dalam The Rebel (1966). Dalam Nevitt Sanford, Search for Relevance (1969), fenomena kampus di masa itu disebut student unrest. Student unrest terjadi di mana-mana, Dalam hubungan itu, pembelajar Indonesia, tempaan badai kebingungan dan ketidakberdayaan sepanjang siklus kedua kehidupan bangsa di zaman kemerdekaan (1965-1998), kerasukan nilai lain, bukan hanya pemberontak dan pendobrak, ataupun pembuat keajaiban (Ruddy Kaharudin dalam Kompas 23 Mei 1998) dan kebangkitan (Kompas 31 Mei 1998), tetapi juga dengan determinasi tinggi merupakan kekuatan reformatori dan salvational. Merasa teralienasi, dengan tekad membara mereka meneriakkan pekik perang Albert Camus: “We Rebel Therefore We Exist!” Rezim yang berkuasa jatuh. Genderang reformasi ditabuh. Tetapi. Apa yang terjadi kemudian? Di antara kelompok masyarakat, terdapat dua kelompok yang biasanya dianggap berbeda atau terpisah satu dengan yang lain. Mahasiswa yang otaknya diisi dan dibentuk, dan buruh yang tenaganya dikuras dan dimanipulasi. Di dalam tulisan ini yang satu dianggap erat berkaitan dengan yang lain. Dua-duanya potensial dan berkesempatan menjadi kekuatan utama reformatori dalam sebuah paket. Dari latar budaya yang aneka ragam dan obsesi akan masadepan yang lebih baik, mahasiswa memasuki perguruan tinggi untuk belajar bertanya dan belajar menjawab dengan tepat (benar) di bawah bimbingan alma mater (ibu asuh). Di antara pertanyaan dengan jawaban terbentang skeptisisme dan keingintahuan. Tetapi tau saja di sebelah sini tidak cukup. Pembelajar harus menghasilkan nilai, melalui jembatan mau, mampu, dan berkesempatan untuk bekerja di lapangan kerja di seberang sana. Di sanalah sang mahasiswa menjadi buruh, menjadi pekerja!

Page 19: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Bagaimana halnya perguruan tinggi di Indonesia? Adakah matarantai pembelajaran seperti tersebut di atas? Diharapkan di dalam alma mater tersedia, misalnya kurikulum, workshop, perlatihan, student government, perpustakaan, kuliah kerja, untuk belajar dunia teoretik sebagai alat untuk menghasilkan nilai (das Sollen). Tetapi tatkala pembelajar melihat ke luar, ke dunia nyata (das Sein), alangkah semakin jauh bedanya! Kesenjangan vertikal antar lapisan masyarakat dan kesenjangan horizontal antar daerah, semakin tajam dan lebar. Masyarakat yang tidak berkepentingan dengan kesenjangan itu, tentu saja tidak peduli, sementara masyarakat yang bersikap nrimo, menganggap hal itu wajar-wajar saja. Pembelajar yang telah terbekali dengan ilmu pengetahuan betapapun sederhananya, menyaksikan hal itu dengan berbagai sikap, mulai dari tak percaya, penasaran, bingung, getir, kecewa berat, sampai dengan rasa putus asa. Budaya dan kebudayaan diasingkan, dikeluarkan dari habitatnya yaitu pendidikan (dahulu namanya Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan), lalu ditumpangkan pada kawasan turisme alias pariwisata, buat mencari duit alias dolar, diakhiri dengan kebijakan pengebirian perguruan tinggi menjadi dompet, bukan lagi otak. Hak Asasi Manusia (HAM) yang suci dicabut dari akarnya (SKS), dimasukkan ke dalam ruang panas bernama Departemen Hukum yang dalam implementasinya lebih layak disebut Departemen Peraturan, karena bukan Peraturan bergantung pada Hukum tetapi sebaliknya Hukum bergantung pada Peraturan. Tidak ada peraturan, tidak ada hukum! Indonesia dalam praktiknya bukan negara hukum tetapi negara peraturan. Mengeluarkan pikiran itu bisa dianggap menyebarkan isu dan gosip, surat kaleng itu sampah, menyatakan pendapat ditafsirkan mencemarkan nama baik, dan informasi ditutupi karena rahasia negara. Ada yang bertanya? Pertanyaan dibatasi dan jawaban diarahkan. Pertanyaan penelitian kuantitatif di sebuah perguruan tinggi dibatasi hanya “Seberapa besar. . . ” tidak boleh “Mengapa. . . . . . . . . . . ?” Di dalam masyarakat yang dikuasai SKK, dua subkultur lainnya adalah bawahan, pelaksana perintah belaka. Pertanyaan “mengapa. . . . . ?” mengarahkan jawaban pada hubungan kausal (sebab-akibat): “karena. . . . . .” sehingga persoalanpun jelas. Hubungan sebab-akibat itu ibarat hubungan antara penyakit (masalah yang dialami masyarakat) dengan penyebabnya (kondisi-kondisi tertentu dalam masyarakat). Terhadap pertanyaan: “Mengapa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar tidak dipelihara oleh negara” melainkan dirazia dan digelandang? “Tidak dipelihara oleh negara” adalah akibat (penyakit). Penyebabnya harus dicari melalui penelitian. Misalnya “. . . . . . . karena mereka tidak dikenal.” Bukankah pepatah mengatakan “Tak Kenal Maka Tak Sayang?” Jika penyebabnya telah ditemukan, maka mudah membuat resep (terapi)-nya, misalnya “Mengubah paradigma Dinas Administrasi Kependudukan (untuk kepentingan politik belaka) menjadi Dinas Pelayanan Kependudukan (demi kepentingan kemanusiaan) dan aplikasinya pada tingkat mikro di desa dan kelurahan.” Kerangka berpikir seperti itu “berbahaya” bagi SKK yang beranggapan

Page 20: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

bahwa perubahan merugikan kepentingannya. Pejabat tidak mau bertindak ibarat “menepuk air di dulang!” Oleh sebab itu, lebih menguntungkan bagi SKK bilamana variabel Y (penyakit) itu dihubungkan begitu saja dengan “variabel kambing hitam,” misalnya “karena mereka malas, tidak partisipatif, atau melanggar peraturan.” Obatnyapun, yaitu kebijakan untuk tegas menegakkan peraturan dan menggerakkan partisipasi aktif (mobilisasi) masyarakat (yang sudah tidak berdaya lagi), ditetapkan. Pertanyaan “Seberapa besar pengaruh X terhadap Y” pun menyusul. Koefisien pengaruh X pasti tinggi, misalnya 0.85, karena walaupun dalam dunia empirik Y dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya 5 (yang ditemukan melalui analisis teoretik terlebih dahulu), yang diteliti dibatasi hanya satu, yaitu X1. Pilihan responden hanya satu. Koefisien sekuat itu menunjukkan bahwa tiap kali obat dimanipulasi satu satuan, kesembuhan terjadi sebesar 0.85 satuan. Padahal, jika 5 faktor diteliti (X12345), kemungkinan besar koefisien X1 hanya 0,15 karena pilihan responden tersebar ke 4 faktor lainnya. Jadi penelitian dengan pertanyaan “Seberapa besar. . . .” itu mudah dan menguntungkan toko obat: obatpun laku keras. Kebijakan, walau secara akademik salah, sepenuhnya mendapat dukungan. Mengapakan semangat bertanya semakin pudar? Di dalam masyarakat beredar anggapan bahwa bertanya berarti tidak mengerti, bertanya kepada atasan berarti tidak mengerti perintah atau penjelasan atasan. Jika bawahan tidak mengerti perintah atau penjelasan atasan berarti atasan memberikan perintah yang tidak layak atau tidak jelas. Bawahan yang berpendapat bahwa perintah atasannya tidak layak atau tidak jelas, menghina atasannya. Sementara itu di lingkungan SKS tumbuh atau ditumbuhkan anggapan yang kemudian menjadi perilaku dan selanjutnya budaya, bahwa “Bertanya itu memalukan,” “Bertanya berarti tidak tau alias goblok,” “Bertanya itu sok pinter,” “Bertanya itu sok akrab,” “Bertanya itu berisik,” “Bertanya itu merepotkan orang lain” “Bertanya itu melanggar hukum,” dan seterusnya. Padahal leluhur mengajarkan “Malu Bertanya, Sesat Di Jalan.” Bertanya adalah awal segala proses pembelajaran. Menyedihkan, para mahasiswa zaman sekarang. Duduknya di belakang. Mungkin takut ditanyai sesuatu oleh dosen, pura-pura merendah, atau duduk menjauh agar bebas bercanda. Bagaimana mengarahkan jawaban? Gampang tapi mahal! Gampang dengan tips sebagai berikut: 1. Temukan jawaban melalui penelitian “ilmiah” 2. Gunakan pendekatan penelitian pesanan 3. TOR dan proposal menggunakan nama-nama GuruBesar beken, walaupun yang sesungguhnya bekerja adalah para asisten yang tidak menguasai metodologi dan teori-teori yang relevan 4. Pakai simbol politik yang lagi “ngetrend,” misalnya “kepentingan rakyat” 5. Cari konsultan yang berorientasi bisnis dan popularitas 6. Pilih konsultan yang memiliki komitmen mendukung kepentingan pemesan

Page 21: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

yang dengan segala cara menemukan pembenaran kepentingan pemesan 7. Gunakan metode kuantitatif sederhana, tetapi dengan hasil yang dibesar-besarkan 8. Variabel penelitian sesedikit mungkin dengan pendekatan monodisiplin 9. Pilih responden yang mendukung kepentingan pemesan 10. Pilih lokasi penelitian yang partial 11. Agar penelitian full berbau ilmiah, gunakan statistik dengan lambang-lambang yang rumit dan abstrak, persentase dan kurva normal, koefisien yang membenarkan pesanan, standar deviasi yang akurat, dan manusia diubah menjadi angka-angka, sehingga arti dan rasa hilang, tinggal bentuk yang abstrak 12. Susunlah jawaban (hasil penelitian) dalam bentuk iklan dalam tatawarna yang indah dan bahasa yang memesona, berulang-ulang, dan berulang-ulang 13. Komunikasikanlah hasil penelitian melalui media massa 14. Jika sedikit hatinurani terbetik, untuk urusan yang ini, ditepikan dululah Mahal, karena penelitian dilakukan melalui kegiatan berbentuk projek berdasarkan TOR dan Usulan yang sangat formal. Pelaksanaan projek sangat terikat pada prosedur, terbatas. waktunya, dan sementara itu dihantui ketakutan digelandang KPK. Dalam projek, oknum-oknum pemesan juga mendapat sekian persen sehingga harga projek menjadi mahal (marking up). Berkaitan dengan formalitas dan prosedur yang sangat ketat itu, penelitian rawan korupsi dan manipulasi, dan pada gilirannya kualitas jawaban yang diperoleh, rendah. Padahal, awal pertanggungjawaban adalah jawaban yang tepat (benar). Dengan melemahnya semangat belajar di lingkungan SKS maka ketergantungannya pada SKK semakin berlarut-larut, SKS tidak mampu maju-bersama subkultur lainnya, dan oleh sebab itu interaksi antar subkultur tidak berkelanjutan. Maka student power-pun lumpuh, apiobor perguruan tinggi padam, tenagakerjaburuh merana, pelanggan yang tak berdaya menjadi korban, korban yang tak terselamatkan tak ayal lagi dimangsa, sementara kaum elit asyik meneguk nectar dan sembari menjulurkan kaki menyantap ambrosia. Reformasi kedua? Lima, nilai keberlanjutan. Telah dikemukakan bahwa politik, sebagaimana halnya kehidupan, siklik dan sirkuler adanya. Rezim yang sekarang adalah lanjutan rezim sebelumnya. Dilihat dari Teori Sistem, matarantai (rezim) yang satu dihubungkan oleh feedback (feedforward) circuit subsystem seperti telah diuraikan di atas. Satu di antara 12 nilai-asasi pemerintahan adalah “Besturen Is Vooruit Zien,” “To Govern Is To Foresee,” “Gouverner c’est Prevoir,” “Memerintah Adalah Memandang Sejauh Mungkin Ke Depan” (Bagian Pertama, Bab IV Kybernologi Beberap Konstruksi Utama, 2005 dan Bab II GBPP Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2009). Untuk Indonesia jangkauan masa depan itu dahulu 25 tahunan (GBHN), sekarang 20 tahunan berdasarkan UU 25/04 tentang SPPN dan UU 17/07 tentang RPJP. Nilai ini mewajibkan setiap rezim 5 tahunan untuk mengorientasikan manajemen kerjanya 20

Page 22: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

tahun ke depan, mencakup rezimnya sendiri dan tiga rezim berikutnya. Hal ini membawa konsekuensi politik yang fundamental yang mungkin tidak disadari oleh pembuatnya. Prihal ini telah komentari dalam Bab II Kybernologi dan Pembangunan (2008). Sayang sekali, selama kampanye pemilu 2009, tidak ada satupun kontestan yang menjual komoditi politik bernilai jangka panjang ini dengan segala implikasi dan konsekuensinya. Juga media massa tidak mendiskusikannya. Dalam content-analysis pidato kenegaraan SBY Jumat, 14 Agustus 2009 (Kompas 250809), “memandang sejauh mungkin ke depan dengan konsekuensi politiknya” atau semacamnya, tidak terlihat. Yang terbaca adalah pernyataan bahwa pada tahun 2025 Indonesia (telah akan) terdaftar sebagai negara maju, bukan lagi negara terbelakang seperti sekarang. Headline itu dapat dibandingkan dengan visi Menristek B. J. Habibie yang dikemukakan dalam Konferensi Kerja Nasional Persatuan Ahli Teknik Indonesia tgl 12-13 Desember 1997 (Suara Pembaruan 16 Desember 1997) yang bunyinya demikian: “Kalau kita sudah mampu membuat pesawat terbang sendiri dengan segala aksesori teknologinya yang amat rumit, maka kita sebenarnya juga bisa membut produk apa saja . . . . . . .” Pada saat itu diramalkan bahwa bangsa Indonesia pada tahun 20-an abad ke-21 tidak ada lagi orang yang hidup di bawah garis kemiskinan (Ngomong-ngomong, tidak dijelaskan bahwa dengan sebuah tandatangan pejabat, garis kemiskinan itu bisa berubah! Dengan bagi-bagi duit pada suatu saat memang jumlah orang miskin berdasarkan suatu garis, bisa berkurang, tetapi sesungguhnya kemiskinan semakin bertambah!). Sebanyak 95% berada di kelas menengah dan 5% orang kayaraya. . . . . . . . . (Bab 9 Kybernologi, 2003).

7 KYBERNOLOGI POLITIK

Komentar di atas menunjukkan bahwa kualitas governance Indonesia masih belum baik jika tidak dikatakan buruk (bad), dan nilainya masih rendah. Fenomena itu diamati dari perspektif Kybernologi. Konstruksi hasil pengamatan disebut Kybernologi Politik kajian Oposisi Politik. Berdasarkan anggapan dasar bahwa oposisi itu bagian integral demokrasi, maka pengamatan diawali dengan pertanyaan: “Demokrasi itu terletak di ruang mana (Gambar 3)? Di ruang SKK atau di ruang SKS? Ilmu Politik mungkin menjawab: “Di ruang SKK.” Tetapi Kybernologi menjawab: “Di ruang SKS.” Menurut T. V. Smith dan Eduard C. Lindeman dalam The Democratic Way of Life (1955), “. . . . . democracy is not just a form of government. It is a dynamic attitude and way of living, capable of infinite variety and growth, which levies disciplines and responsibilities on those who enjoy its benefits.” “Whose attitude and way of living?” “Who (should) enjoy its benefits?” “The people, the customers!” Seperti telah diuraikan dalam Teori Governance, pemeran SKK adalah rezim lima tahunan yang datang dan pergi laksana petarung dan petaruh di

Page 23: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

gelanggang politik. Oleh sebab itu, pemerintah (SKK) bukan stakeholder. Stakeholder adalah SKS, pelanggan. Pembentukan kekuasaan negara, dan ongkos penggunaannya oleh pemerintah, baik yang berbentuk legalitas dan legitimasi, finansial maupun yang non-finansial, telah dibayar oleh pelanggan (SKS) dengan vote dan masadepannya. Jadi, SKK tidak memiliki kepentingan sendiri. Ia adalah alat untuk mewujudkan kebutuhan dan kepentingan pelanggan. Oleh sebab itu, sama seperti pasar yang dikontrol oleh pembeli berdasarkan semboyan “Jangan Beli Kucing Dalam Karung,” SKK harus dikontrol oleh SKS, di hulu berdasarkan kualitasnya selaku konstituen oleh DPR/DPRD, dan di hilir berdasarkan kualitasnya sebagai pelanggan melalui (seharusnya) DPD (Gambar 3 di atas, lihat juga Bab IV GBPP Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2009). Hanya dengan mengontrol SKK secara demikian diharapkan kualitas kinerja governance menjadi good. Nilai yang dianggap mampu atau kompeten menumbuhkan dan menjamin terpenuhinya lima indikator goodness-nya pemerintahan tersebut di atas pada derajat optimal, di dalam dan di luar SKK, itulah isi ideal konsep yang dalam Ilmu Politik disebut oposisi. Oposisi adalah sebuah konsep yang dicharge dengan seperangkat nilai, ibarat sebuah ruang yang dapat diisi dengan berbagai barang yang serasi dengannya. Oleh sebab itu, konsep oposisi sebagai fungsi negative feedback circuit tidak serta-merta bermuatan destruktif, dan oleh sebab itu tidak seharusnya a priori ditanggapi negatif, sebagaimana konsep oposisi tidak boleh juga dianggap anginlalu semata. Dari sudutpandang Kybernologi, oposisi terjadi antara SKS selaku konstituen melalui lembaga negara yang disebut badan legislatif (DPR), dan antara SKS selaku pelanggan melalui lembaga negara yang disebut badan perwakilan masyarakat (DPD), di dalam struktursupra, agar janji ditepati atau jika janji tidak ditepati (Gambar 3 Rute 2 dan Rute 4), dan agar pertanggungjawaban dipercaya atau karena pertanggungjawaban tidak dipercaya oleh masyarakat (Rute 6), baik masyarakat konstituen maupun masyarakat pelanggan (Ref. Bab III Kybernologi dan Pengharapan, 2009, dan Bab IV GBPP Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2009). “Daerah” di dalam DPD adalah kabupaten/kota, tidak termasuk provinsi, karena pemerintah provinsi diposisikan lebih sebagai alat dan mewakili pusat di daerah. Oleh sebab itu, basis pemilihan anggota DPD seharusnya kabupaten/kota, bukan provinsi. DPD disebut lembaga yang mewakili pelanggan (SKS) karena “daerah” didefinisikan sebagai masyarakat hukum yang tertentu batas-batasnya. Di samping oposisi dilakukan melalui dua lembaga formal di atas, SKS juga (dapat) beroposisi melalui lembaga-lembaga kemasyarakat lainnya seperti LSM dan sebangsanya, baik individual maupun kelompok (class action).

Page 24: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

8 WUJUD OPOSISI POLITIK

Oleh sebab itu makna oposisi dari perspektif Kybernologi, sejajar dengan nilai-nilai DPD selaku perwakilan SKS. Oposisi, beroposisi, oponen, oposisional, merupakan konsep bentukan dari katakerja “oppose,” yang berarti menolak, melawan, menentang. Di bawah ini diuraikan beberapa hal terkait dengan dan menjadi isi konsep-konsep tersebut. Satu. Pertama dan utama adalah mutlak adanya kesepakatan (commitment) bersama nasional yang bersifat otonom (berdaulat) jangka panjang yang mengikat semua fihak yang berbeda-beda, berbentuk norma dengan sanksi (risiko) yang jelas bagi setiap pelanggarannya (Gambar 1 Rute 3), sebagai landasan perjuangan bersama (common platform) ibarat rel bagi setiap rezim manapun yang memegang kekuasaan pemerintahan pada suatu masakerja. Kesepakatan yang dimaksud dapat disebut dengan istilah ikrar, konsensus, atau komitmen nasional tentang beberapa isu fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara, berkualitas ideologi, bukan dogma (Gambar 1). Sebenarnya GBHN dulu, andaikata tidak disakralisasi, bisa berfungsi sebagai konsensus tersebut. Seruan SBY yang oleh media dirumuskan: “Kompetisi Usai, Saatnya Bersatu” (Kompas 210809), disusul berbagai move politik berbentuk kunjung-kunjungan, terasa hanya retorik belaka jika tidak didahului dengan dan dilandaskan pada proses pembangunan-kembali (revitalisasi) kesepakatan nasional berisi nilai-nilai kemerdekaan yang nampaknya sudah musnah dilahap oleh rezim otoriter dan kemudian terpukul oleh sikap pragmatisme politik 10 tahun terakhir. Eduard C. Lindeman menempatkan E Pluribus Unum (Through Diversity Toward Unity) sebagai proposisi pertama demokrasi sebagai “way of life.” Ia mengakhiri uraian tentang proposisi itu dengan: “The democratic discipline permits a wide range of loyalties. In a monocracy, only one channel for loyalty is provided, namely loyalty to the all-powerful state.” Semboyan “persatuan dan kesatuan” amat berbahaya jika didefinisikan hanya oleh rezim yang berkuasa, terlebih jika disakralisasikan, sehingga barangsiapa yang berbeda dengan definisinya dianggap berkhianat dan harus ditindas. Kesepakatan itu bisa terjadi dan terwujud bilamana proposisi kedua “Ideals Can Never Be More Than Partially Realized,” digunakan. Dalam hubungan itu, kesepakatan adalah “an act of understanding based upon respect for each other’s differences. It may be said that, in consenting, individuals attain to truth about themselves.” Untuk Indonesia, ikrar nasional itu sudah jelas, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.(Bab 17 Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2008; Bab I Kybernologi dan Pengharapan, 2009). Berangkat dari naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Negara Indonesia berfungsi sebagai alat di tangan Bangsa Indonesia untuk mencapai

Page 25: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

tujuannya sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, langkah demi langkah, setahap demi setahap. Sebagai alat, negara tidak memiliki tujuan sendiri. Mengingat tahap yang telah ditempuh bukan lagi tujuan tetapi sudah menjadi sejarah, maka ungkapan sakti “For a fighting nation there is no journey’s end,” adalah tepat menuntun ke depan. Bagai Dewa Janus, sejarah itu bermuka dua, kenyataan dan harapan. Bhinneka (kenyataan) Tunggal Ika.(harapan), Semboyan yang dideklarasikan pada tgl 17 Agustus 1950 oleh Presiden Soekarno itu (PP 66/51), mirip dengan E Pluribus Unum di atas. Mirip bentuknya, tetapi berbeda penafsiran dan penerapannya di Indonesia. Jika di Amerika “unum” diartikan kesebangsaan sebagai hasil proses “melting pot” ratusan tahunan berbagai budaya heterogen sedunia yang tumpah ruah di Amerika, di Indonesia “tunggal ika” diartikan sebagai bentuk negara dengan harga mati, yaitu negara kesatuan. Apakah di Indonesia terjadi “melting pot?” Nampaknya, sementara bentuk negara dengan berbagai cara seolah terjaga, kesebangsaan (bukan ke-“Bangsa”-an) sebagai “way of life” bersama berbagai kepercayaan dan budaya yang berbeda-beda (“bhinneka”), justru semakin jauh dan samar! Jadi sangatlah berbahaya jika ajakan, tawaran, atau basa-basi untuk “bersatu” di atas bermaksud mempersempit atau meniadakan ruangan oposisional. Sama berbahayanya apabila kekuatan-kekuatan yang seharusnya mengambil sikap oposisional terjebak bujukan atau tergiur oleh kekuasaan, sehingga pintu ke arah monokrasi terbuka lebar-lebar. R1 R2 R3 R4 O---5---|---5---|---5---|---5-->20 rel (runway) jangka panjang | | | | R1 O-------|-------|-------|------>20 | | | | R2 O-------|-------|-------|------>20 | | | | R3 O-------|-------|-------|------>20 | | | | R4 O-------K1------K2------K3----->20 | K4 R rezim 5 tahunan; O orientasi 20 ke depan K1234 = kinerja R1R2R3R4 selama 20 tahun (expected output, bulat) 0 – 20 rel (landasan) jangka panjang

Gambar 6 Manajemen Pembangunan

Berskala Jangka Panjang (20 Tahun) Berdasarkan UU 25/04 dan UU 17/07

Page 26: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Sementara ikrar bersama komprehensif itu belum ada, kesepakatan formal secara nasional jangka panjang di bidang pembangunan (ruang SKE Gambar 3) sesungguhnya telah dibuat melalui UU 25/04 tentang SPPN dan UU 17/07 tentang RPJP, serta Perda serupa di Daerah. Konsekuensi kesepakatan ruang SKE ini ke ruang SKK mendorong terbentuknya ikrar bersama jangka panjang di segala bidang, melalui reformasi politik (Bab II Kybernologi dan Pembangunan, 2008), di pusat sampai daerah. Gambar 6 menunjukkan, agar setiap rezim bergerak pada rel yang sama, dituntut kesepakatan awal antar semua kekuatan sosialpolitik sejak R1 ke depan. Misalnya ikrar untuk berusaha sekonsisten mungkin mengurangi kesenjangan vertikal antar lapisan masyarakat dan mengurangi kesenjangan horizontal antar daerah, sehingga pada suatu saat di depan terbentuk kesebangsaan Indonesia dalam rangka mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika. Ikrar atau kesepakatan awal inilah yang berfungsi sebagai rel jangka panjang pemerintahan Indonesia ke depan dan mengikat setiap rezim terpilih yang berbeda satu dengan yang lainnya, yang berjalan pada rel tersebut. Dua, siapa atau lembaga apa yang berfungsi mengontrol dan memonev rezim yang berjalan pada rel? SBY menjawabnya secara tidak langsung (implisit, atau hanya basa-basi politik?) pada awal pidato penerimaan keterpilihan (acceptance speech) sebagaimana dikutip oleh Kompas (210809). Ia menyampaikan penghargaan kepada capres-cawapres yang sebelumnya bertarung dengannya: “Beliau-beliau adalah putra dan putri terbaik bangsa yang memberikan yang terbaik demi kemajuan demokrasi kita. Pengabdian beliau tidak akan kenal batas akhir dan akan terus berlanjut.” Berdasarkan fakta bahwa rezim lima tahunan datang dan pergi, tetapi “putra dan putri terbaik” still remain, maka kekuatan yang berfungsi mengontrol dan memonev SKK, dan memberikan feedback ke dalam sistem pemerintahan adalah SKS, “putra dan putri terbaik” yang berada di luar kekuasaan politik. Jadi sebaiknya, kekuatan oposisional menempatkan diri 100% di luar sistem kekuasaan, agar dengan jernih, objektif, dan tegas, mampu berfungsi sebagai pemangku, penggerak, dan penjaga kesepakatan atau ikrar bersama tersebut. Penempatan diri di luar sistem kekuasaan juga penting agar oposisi tidak terjebak dalam perangkap transaksional dengan SKK. Tiga. Agar bisa berfungsi seperti itu, kekuatan oposisional yang tidak lain dan tidak bukan adalah SKS jua, harus segera mereformasi diri, yaitu menyerasikan dan menyeimbangkan sistemnya dengan sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan menganut asas dekonsentrasi, desentralisasi, dan medebewind. Oposisi harus mengikuti asas itu juga. Tidak menganut asas sentralisasi semata-mata seperti sekarang. Kekuatan oposisional pada tingkat statal harus membuka ruang horizontal di tiap tingkat lokal (daerah), dengan memberikan otonomi kepada pengurus setempat

Page 27: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

untuk membangun kesepakatan bersama dengan kekuatan-kekuatan lain yang berbeda-beda, demi kesejahteraan masyarakat daerah menuju kesebangsaan Indonesia. Proses fragmentasi dan divergensi yang berjalan 10 tahun terakhir harus diimbangi dengan proses integrasi dan konvergensi. Di samping reformasi struktural, diiringi dengan reformasi manajemen, reformasi kultural atau pola perilaku tidak kurang pentingnya, bahkan sangat menentukan! Perilaku oposisi harus dicharge dengan sistem nilai kemerdekaan yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, penerapannya jelas, transparan, konsisten, tegas dan bertanggungjawab. Dengan perkataan lain, masyarakat oposisional harus berubah, dari masyarakat feodal dan hedonistik menjadi masyarakat civil yang berpendirian. Karakter ini penting, agar penyimpangan sekecil apapun yang dilakukan oleh SKK, bisa terlihat dengan jelas, terbukti, dan setiap penyimpangan sekecil apapun itu, harus dapat dipertanggungjawabkan. Jika tidak, ada konsekuensi, risiko, dan sanksinya. Tidak seperti sekarang, penyimpangan besar terjadi, terang-benderang di mata masyarakat, tetapi para pelakunya tertawa terbahak-bahak, tidak terjatuhi sanksi, karena tidak ada aturannya, dan lagi pula, di mana-mana terjadi demikian. Hal itu akan diuraikan di bawah nanti. Empat. Semua subkultur masyarakat pada aras lokal dan bangsa pada aras statal, yaitu SKE, SKK, dan SKS, adalah pemangku sistem nilai dasar pemerintahan. Tetapi karena tiap rezim terpilih datang dan pergi selang lima tahunan, dengan watak dan perilaku yang berbeda-beda, maka mutlak diperlukan pemangku tetap sistem nilai pemerintahan. Seperti telah dikemukakan di atas, pemangku-tetap itu adalah SKS itu sendiri, dengan kekuatan oposisional yang berada di dalamnya. Pemerintahan (governance) adalah sebuah sistem. Dasarnya terdiri dari 12 nilai. Duabelas nilai dasar pemerintahan itu sebagai berikut. 1. Vooruit zien (memandang sejauh mungkin ke depan) 2. Conducting (membangun kinerja bersama melalui perilaku aktor yang berbeda-beda) 3. Coordinating (membangun kinerja masing-masing yang berbeda-beda melalui kesepakatan bersama yang mengikat) 4. Peace-making (membangun harmoni dan kebersamaan) 5. Residue-caring (mengelola “sampah,” “sisa,” “yang beda,” “yang salah,” “yang kalah,” dan “yang terbuang”) 6. Turbulence-serving (mengelola ledakan yang dianggap mendadak atau di luar kemampuan, force majeure) 7. Fries Ermessen (keberanian bertindak demi keselamatan, jika perlu di luar aturan, untuk kemudian mempertanggungjawabkannya) 8. Generalist and Specialist Function (knowing less and less about more and

Page 28: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

more, and more and more about less and less) 9. Omnipresence (terasa hadir di mana-mana) 10. Responsibility (menjawab dengan jelas dan jujur, men(t)anggung risiko secara pribadi menurut Etika Otonom) 11. Magnanimous-thinking (-mind, berpemikiran besar dan kuat menerobos zaman, membuat sejarah) 12. Distinguished statesmanship (kenegarawan-utamaan, selama memangku masajabatan publik, berdiri di atas semua kepentingan, tidak memihak, impartial, lawannya salesmanship) (selengkapnya: Bab II Garis-Garis Besar Program Pembelajaran Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2009). Dengan 12 nilai tersebut, keberlanjutan keutuhan pemerintahan diharapkan dapat terjaga. Bila disepakati bersama, sistem nilai itu berfungsi sebagai tolak-ukur dan tolok-ukur pemerintahan. Dengan adanya alat-ukur itu, monev dan kontrol pemerintahan dapat dilakukan. Lima. Sejauh ini kondisi lingkungan politik sedemikian rupa sehingga rezim lima tahunan yang bertarung di dalamnya terperangkap pada sikap pragmatik. Sampai sekarang manajemen pemerintahan dan perilaku para pejabat masih berorientasi masajabatan lima tahunan. Berputar-putar dan maju ditempat. Idealisme nyaris lumpuh. Walaupun menurut Lindeman, “ideals can never be more than partially realized,” namun sejarah menunjukkan bahwa lokomotifnya adalah pikiran-pikiran (ideals) besar dan kuat. Oleh sebab itu, oposisi harus berorientasi jangka panjang dan berfungsi mendinamikkan pemerintahan. Pendinamikan pemerintahan dilakukan dengan berbagai strategi. Salah satu strategi yang efektif di bidang bisnis adalah penggunaan nilai atletik dalam pemerintahan. Graham Winter dan Christopher Hamilton, Business Athlete (Vision Publishing, Sydney, 1992), menerapkan kualitas Jiwa Atlit (Athletics) di dalam bisnis menjadi Atlit Bisnis. Kualitas Athletics bisa ditransformasi langsung menjadi Atlit Pemerintahan, atau tidak langsung, yaitu melalui Atlit Bisnis, dan dari Atlit Bisnis ke Atlit Pemerintahan dengan menggunakan metodologi Kybernologi. Kualitas Jiwa Atlit disarikan dalam Teori Budaya Organisasi (2005,190) sebagai berikut: 1. Dalam dunia olahraga, pesaing bukanlah musuh yang harus dimusnahkan melainkan lawan yang harus dihormati 2. Olahraga, kompetisi, atau pertandingan, diselenggarakan atas dasar standar dan aturan main yang sama yang disepakati dan ditaati bersama 3. Nilai kejuaraan seorang atlit atas lawannya dalam sebuah perlombaan atau pertandingan, semakin tinggi dengan semakin imbangnya kekuatan, tetapi semakin rendah bila sebaliknya 4. Komitmen yang kuat dan prestasi tertinggi lawan merupakan motivasi

Page 29: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

utama olahraga 5. Prestasi bukan hasil tetapi proses 6. Mempertahankan prestasi jauh lebih sulit ketimbang merebutnya 7. Kegagalan mencapai prestasi tertinggi bukanlah kekalahan melainkan keberhasilan yang tertunda 8. Kebesaran seorang atlit terletak pada sportsmanship dan sportivenessnya dalam menerima kenyataan 9. Atletik bebas politik dan bersifat universal Kualitas Atlit Bisnis diuraikan oleh Winter dan Hamilton dalam buku tersebut, yang tidak dapat diuraikan di sini lebih lanjut. Intinya ialah dayadorong dari dalam dan dayatarik dari luar pelaku. Nampaknya kualitas Athletics an sich kurang begitu terkait dengan penonton atau pelanggan. Tetapi tatkala kualitas itu diaplikasikan pada ruang bisnis, supaya pelaku bisnis berkarakter atlit, pelanggan menjadi penting, bahkan terpenting. Metodologi inilah yang digunakan oleh Kybernologi

Tabel 2 Dari Kualitas Atletik ke Atlit Pemerintahan ------------------------------------------------------------------------------- KUALITAS ATLETIK ATLIT PEMERINTAHAN -----> ATLIT POLITIK ------------------------------------------------------------------------------- 1. Dalam dunia olahraga, Oposisi adalah controller, reference bagi rezim pesaing bukanlah musuh yang sedang berkuasa. Pejabat harus berusaha un- yang harus dimusnahkan tuk mewariskan kinerja yang good bagi penerusnya melainkan lawan yang agar pada gilirannya ia menjadi reference. Kom- harus dihormati pas 150409h4 “Lebih baik DPR dipimpin oposisi.” 2. Nilai kejuaraan seorang “Menang” dalam politik membangkitkan naluri pri- atlit atas lawannya da- mitif manusia merampas fihak yang kalah. Akibat- lam sebuah perlombaan nya ”pemenang” kehilangan referensi. Seorang yg atau pertandingan, se- ”tiada tanding, tiada banding,” pada gilirannya makin tinggi dengan se- menjadi narsis lalu mengalami kemerosotan nilai. makin imbangnya kekuat- Budaya mayoritas, partai tunggal, dan otokrasi an, tetapi semakin ren- mengandung daya-rusak (kanibalisme) berkelan- dah bila sebaliknya jutan 3. Olahraga, perlombaan, Para petarung politik juga wajib menjunjung atau pertandingan, se- tinggi aturan main yang sama itu. Jadi seorang lalu didasarkan pada incumbent (pejabat publik) tidak layak terjun aturan main yang dise- di dalam kegiatan partial dengan menggunakan pakati bersama bagi incumbency-nya, karena yang lain tidak punya. semua peserta, peta- Walaupun ia mencutikan diri, pada saat ia rung atau kontestan, aktif kembali ia bisa menggunakan incumbency-nya dan ditaati dengan memaksakan kehendaknya. Semakin tinggi posisi penuh kehormatan seorang pejabat publik, semakin tidak terpisah- (fair play) kan pribadi dengan incumbencynya. Sehebat apapun seorang pejabat, pada saat masajabatannya habis, zaman sudah berubah sementara ia relatif tidak berkesempatan belajar. Inilah dasar etik suatu asas pemerintahan baru: pembatasan masajabatan

Page 30: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

menjadi hanya satu term saja; selesai satu masajabatan, seorang pejabat tidak boleh dipilih kembali dalam jabatan yang sama dengan alasan apapun, alias tidak ada masajabatan kedua! 4. Komitmen yang kuat dan “Bersumpah,” bukan “disumpah.” Tujuan tidak mem- prestasi tertinggi la- benarkan cara mencapainya. Parpol yg sehat ialah wan merupakan motivasi parpol yang tidak memanfaatkan incumbent sbg vo- utama olahraga te-getter, walaupun cuti, karena kehormatan, fa- silitas, gaji, dsb, diberikan oleh seluruh rak- yat, bukan (hanya) oleh parpol yang mendukung a- tau didukung oleh incumbent ybs(Kompas 16040902) 5. Prestasi bukan hasil Keterpilihan tidak dirayakan, karena orang yang tetapi proses terpilih belum bekerja, bahkan berutang janji dan modal, jadi apanya yang dipestakan? Apapun hasil, jika prosesnya dapat dipertang- gungjawabkan secara etika otonom, pelanggan percaya, pelaku pemerintahan dipercaya 6. Mempertahankan prestasi Biaya mempertahankan kekuasaan atau keunggulan jauh lebih sulit ketim- dengan segala cara lebih baik digunakan untuk bang merebutnya belajar dari kesalahan atau kekalahan, dan me- butnya kembali pada kesempatan berikutnya 7. Kegagalan mencapai Nilai ini membangun visi jangka panjang peme- prestasi tertinggi bu- rintahan, dijiwai dengan sikap positif menang- kanlah kekalahan me- gapi setiap masalah. Peluang merebut keberhasil- lainkan keberhasilan an yg tertunda itu terletak dalam visi jangka yang tertunda panjang (UU 25/04 dan UU 17/07) 8. Kebesaran seorang Hal ini menyangkut Etika Politik. Berkaitan dgn atlit terletak pada butir 3 di atas. Parpol tidak etik jika meng- sportsmanship dan claim kinerja kadernya (incumbent) di struktur sportivenessnya supra sebagai kinerjanya, sebagaimana juga menerima kenyataan, tidak etik jika sang kader mengclaim berjasa, dan tidak semata-mata sebab atas setiap pikiran dan tindakannya ia te- pada legalitas lah mendapat imbalan. Lalu manatah jasanya? Legalitas itu politik, sportmanship lebih tinggi ketimbang legalitas kemenangan. Legalitas bukan asas pemerintahan 9. Atletik khususnya dan Begitu seseorang terpilih atau diangkat menjadi olahraga umumnya tidak pejabat publik, maka selama masajabatannya ia mengenal perbatasan mengabdi kepada publik (bangsa), dan tidak kepa- politik, bersifat da parpol yang mengusung atau diusungnya. Ia universal berubah dari politisi menjadi negarawan -------------------------------------------------------------------------------

dalam mentransformasikan kualitas Athletics ke dalam ruang pemerintahan, dalam hal ini kualitas oposisional, agar pelaku pemerintahan berkarakter atlit. Aplikasi tentatif kualitas Atletik ke dalam dunia pemerintahan disarikan seperti Tabel 2. Nilai-nilai atlit politik diharapkan menjadi kekuatan pendinamik pemerintahan ke depan

Page 31: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

(ref. Bab IV Garis-Garis Besar Program Pembelajaran Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2009). Enam. Fungsi negative feedback control circuit pemerintahan. Gambar 7 Rute 5, 6, dan 3 memperlihatkan bahwa tercabutnya DPR dari akarnya pada saat ia diberi posisi kekuasaan atau memosisikan dirinya di dalam ruang kekuasaan otonom (legislasi), sehingga rakyat (populasi) kehilangan sample yang mewakilinya dalam fungsi kontrol politik terhadap kekuasaan, merupakan dasar eksistensi (raison d’être) oposisi sebagai lembaga negative feedback political control circuit dalam sistem governance, yang berperan melakukan monitoring dan evaluation (monev) terhadap kinerja SKK (ref. Bab II Kybernologi Sebuah Profesi, 2007). 5 2 3 MONEV THD KEBIJAKAN HARAPAN,PERCAYA KINERJA SKK --RENCANA-- -----MANDAT------ ----rute 2 & 4--- | di hulu | | di hulu | | via rute 1 | | | | DPR DPD di hilir | | | | | | | | | | KONSTITUEN PELANGGAN | | | | | | | | -stakeholder- --- -SKE----------SKK-----------------------SKS------------------- SKK--- | pemain | | | | | wasit --penonton--- | | | pemba- | | | PEMBAYAR | | | | ngunan | | | | | | | | | | REDISTRIBUSI | | pertanggung- | | | | | | NILAI & PEM- | | jawaban SKK | | | ---NILAI--- ----BERDAYAAN---- ---berdasarkan--- | | 1 MASYARAKAT etika otonom | | di tengah di hilir | | 4 6 | | | | | -------------------------pemerintahan (governance)-------------------------

Gambar 7 Oposisi Sebagai Negative Feedback Control Circuit

Monev di hilir (Rute 5) sungguh-sungguh bukanlah pekerjaan sepele. Pekerjaan besar, bahkan melihat tantangan arus yang kuat menghadangnya, mungkin perbuatan paling sukar! Negative feedback control circuit itu harus kuat. Jika tidak maka terjadilah bunyi pepatah: “Anjing Menggonggong Kafilah Berlalu,” dan janji yang diumbar semasa kampanye ternyata hanya gombal belaka.

Page 32: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Tujuh. Pentingnya reference. Psikologi Sosial menjelaskan fungsi reference dan pentingnya referent di dalam masyarakat. “Reference group” didefinisikan sebagai “a group with which an individual identifies and whose values he accepts as guiding principles,” sementara “referent” adalah “the object or event to which a term or symbol refers.” Dalam Logika “referent” berarti “the first term in a proposition to which succeeding terms relate.” Teknik ujicoba menurut Metodologi memerlukan “control group” (tanpa perlakuan) di samping “test group” (mendapat perlakuan). Anak dalam keluarga yang ortunya tidak mampu menjalankan fungsi reference, mencari referensi di luar rumah atau di jalanan. Demikian juga warga masyarakat. Pada hakikatnya setiap orang memerlukan referensi. Demikian juga setiap unitkerja. Namun sayang sekali, begitu seseorang berkuasa, pada saat sebuah unitkerja memosisikan dirinya di dalam ruang kekuasaan, ia merasa tidak lagi memerlukan referensi, karena dia beranggapan bahwa dirinyalah referensi itu. “Bukankah saya pemenang pemilu?” “Bukankah jabatan saya anugerah dewata?” Oleh sebab itu “Saya pasti bisa,” bahkan “Lebih baik dan lebih cepat!” Pada perspektif Kybernologi, setiap kelompok kekuasaan bukanlah “control group” atau “reference,” melainkan “test group,” kelompok yang sedang diuji, dicoba, atau yang janji-janjinya hendak dibuktikan oleh “control group” atau “reference group.” Mereka yang menyebut dirinya pemenang pemilu, dan memasuki ruang kekuasaan, sesungguhnya adalah petaruh dan petarung selama lima tahun di arena (berkuasa). Diperlukan referensi ibarat kamus atau ensiklopedi yang mendefinisikan setiap kejadian agar bisa dimonev dengan cepat, tepat dan akutat. Referensi harus baik dan benar, diakui oleh semua fihak! Persoalannya sekarang ialah, siapakah dan lembaga manakah yang berfungsi sebagai “reference group” atau “control group” bagi kekuasaan (SKK) di dalam masyarakat? Jawabannya: “Oposisi!” Delapan. Sejauh ini sistem kepemimpinan Indonesia masih berorientasi ketokohan. Di samping itu kepemimpinan formal dinilai jauh lebih tinggi ketimbang kepemimpinan informal. Teori Kepemimpinan Informal dipandang tepat digunakan untuk menerangkan betapa mutlaknya fungsi kontrol kekuasaan itu di dalam masyarakat. Setiap masyarakat memiliki tokoh dan lingkungan yang memiliki kualitas sedemikian rupa sehingga dengan kualitas itu sang tokoh mampu mempengaruhi orang lain atau lingkungannya. Ia disebut berkepemimpinan. Karena kepemimpinannya itu bersifat sosial dan tidak diatur secara formal, kepemimpinannya disebut kepemimpinan informal dan pemangkunya pemimpin informal. Melalui pemilihan (election) atau penyaringan (selection), menurut standar dan prosedur yang telah disepakati bersama, pemimpin informal terpilih atau tersaring menjadi kepala selama periode tertentu, misalnya 5 tahun. Menjadi pejabat

Page 33: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

atau “yang terhormat.” Mengepalai suatu daerah (negara), mengepalai suatu organisasi, atau terpilih menjadi anggota dewan yang terhormat, komisi atau panitia. Kepemimpinan informalnya bertambah dengan atau berubah menjadi kepemimpinan formal, karena ada kekuasaan politik di dalamnya. Jadi selama menjabat kekuasaan, pejabat bisa memiliki dua macam kepemimpinan yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal, dan bisa juga hanya kepemimpinan formal. Pada ujung tahun kelima, jika beruntung pada akhir tahun kesepuluh, berakhirlah masa jabatannya. Bagaimana dengan kepemimpinannya. Pejabat yang selama menjabat hanya memiliki kepemimpinan formal, ia menjadi bukan siapa-siapa lagi, sudah habis. Tetapi pejabat yang selama menjabat menggunakan dua-duanya, ketika pensiun atau tidak terpilih lagi, masih memiliki kepemimpinan informal. Kepemimpinan informal ini yang menjadi bekal baginya dalam menjalani sisa hidupnya di dalam masyarakat. Apa artinya kembali ke dalam masyarakat? Bagi banyak orang, pensiun diterima dengan ucapan syukur purnawira, purnakarya. Selama menjabat mungkin ia sudah menyiapkan “lahan” lain untuk berkarya: menjadi Widyaiswara, mendirikan yayasan pendidikan, dan sebagainya. Beberapa orang mengalami post power syndrom (PPS), jatuh sakit, menjadi bukan siapa-siapa. Kendatipun uang pensiun kecil, yang lain menerima masa pascajabatan itu sebagai kesempatan untuk istrahat, menikmati sisa hidup apa adanya. Dari perspektif Kybernologi “kembali ke dalam masyarakat” itu bervisi lain. “Kembalinya mantan pejabat ke dalam masyarakat” harus berarti “bertemu” dengan pemimpin formal baru yang terpilih atau diangkat menggantikannya menjadi kepala buat lima tahun berikut. Jika kepemimpinan sang mantan sudah habis, ia jatuh dalam pelukan PPS. Tetapi bilamana ia masih memiliki kepemimpinan informal, ia tetap berharga dan sisa hidupnya tetap berguna. Supaya tatkala kembali ke dalam masyarakat, sang mantan tidak mengalami PPS tersebut, melainkan tetap “terbilang,” (tetap eksis, tetap “ada,” tetap berperan aktif), semasih dan semasa menjabat ia harus tetap menjalankan dan mengembangkan kepemimpinan informal di samping kepemimpinan formal, sehingga ketika masajabatan kepemimpinan formal berakhir, ia masih sanggup dan berkesempatan menjalankan kepemimpinan informal itu. Ia kembali menjadi pemimpin masyarakat sampai akhir hayatnya, dan mewariskan kepemimpinannya itu kepada generasi berikutnya dalam bentuk contoh, teladan, dan ajaran. Bukan hanya itu. Dalam governance yang baik dan sehat, kepemimpinan informal itu berfungsi sebagai referensi dan tempat bertanya bagi kepemimpinan formal dalam arti yang seluas-luasnya, ibarat hubungan abadi antara senior dengan yunior di dalam masyarakat akademik dan komunitas prajurit.

Page 34: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Proses kepemimpinan seperti itulah yang terjadi di Amerika sejak ratusan tahun yang lewat. Partai Republik memang berbeda dengan partai Demokrat. Jika yang satu memimpin (kepemimpinan formal), yang lain memerani loyal opposition (kepemimpinan informal). Pada saat calon partai Demokrat (Obama) terpilih November 2008, partai Republik (McCain) berjanji mendukung. Sebaliknya, partai Demokrat memosisikan partai Republik sebagai referensi. Mengapa? Karena selama empat tahun berikut, dalam menjalankan oposisi loyalnya mendukung partai Demokrat, partai Republik mempelajari sepak-terjang partai Demokrat, melakukan envisioning baru, mengoreksi dan membangun dirinya menjadi yang terbaik lagi tokoh berkepe- berkepe- PEMIMPIN terpilih mimpinan MASA JA- -->MASYARAKAT----------->INFORMAL----------->KEPALA---------->BATAN------- | mimpinan tersaring formal & BERAKHIR | | informal informal | | | | | | PEMIM- tidak terpilih (lagi), mantan | | ---------PIN IN- <-------------------------------- | | | FORMAL kembali ke dalam masyarakat | | | | | | | | | | | | ----------------| referensi |------ | | | | | PEMIM- rezim lain yang terpilih | | PIN<------------------------------------ ---------FORMAL naik ke singgasana kekuasaan

Gambar 8 Proses Kepemimpinan

bukan semata-mata agar kadernya bisa terpilih pada tahun 2012, melainkan untuk memimpin Amerika lebih baik lagi di masa depan. Gambar 8 menunjukkan bahwa agar seorang mantan bisa berfungsi sebagai referensi positif bagi pejabat yang menggantikannya, dan dapat pula menjalankan kepemimpinan informalnya, selama dan semasih menjabat ia harus mewariskan kinerja yang kelak dalam sejarah tercatat dengan tinta emas. Sembilan. Menjadi atlit pemerintahan dan atlit politik saja tidak cukup. Masih diperlukan kualitas lain yang merupakan pucuk dan tajuk semua kualitas pemerintahan di semua tingkat administratif, yaitu kedewasaan (maturity) pada tingkat pribadi, dan kenegarawanan (statesmanship) pada tingkat statal dan global. Melihat perilaku para anggopta DPR yang ada, memang diperlukan lembaga yang berfungsi sebagai dewan orang tua-tua yang memiliki kedewasaan dan kematangan

Page 35: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

berpikir, bertindak dan bertanggungjawab, dilambangkan dengan konsep senat, senator (dari Latin senāt(us), senate, “an assembling or council, having the highest deliberating functions”). Para pimpinan negara dan partai mempertunjukkan perilaku politisi, bukan negarawan. Oleh sebab itu dibutuhkan tokoh-tokoh yang memiliki kualitas kenegarawanan, bukan sekedar politisi. Seorang pejabat publik yang berkampanye atas nama parpol yang mendukung atau didukungnya, kendatipun cuti, bukan negarawan, melainkan politisi belaka. Kualitas kenegarawanan ini dibahas panjang lebar dalam Bagian Dua Bab X Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise (2006) dan Bab XIV Kybernologi dan Pengharapan (2009). Dalam sumber yang disebut belakangan, kenegarawanan atau lengkapnya DISTINGUISHED STATESMANSHIP disebut sebagai nilai keduabelas kepamongprajaan. Di sana dinyatakan bahwa kenegarawanan “exhibits great wisdom and ability in dealing with important public issues.” Mengamong berarti memosisikan diri di atas semua kepentingan partial. Seorang statesman berfungsi sebagai referensi bagi rezim terpilih lima tahunan, fihak yang takterpilih kembali menjadi controlling reference jangka panjang. Ia merayakan saat pengembalian (penyerahan) jabatan (mandat) ketimbang saat memangku jabatan (pelantikan), menyatakan secara terbuka pengunduran diri dari “kendaraan yang mengusungnya” begitu terpilih menjadi pejabat publik, memaknai uang bukan solusi tetapi beban (karena harus dipertanggungjawabkan), menggunakan Etika Otonom dan bukan Etika Heteronom (Bagian Dua Bab X Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006). Seorang statesman tidak pernah merasa berjasa, karena tindakan apapun yang dilakukannya telah mendapat imbalan dari bangsa, negara dan masyarakat. Sudah dibayar dengan vote, walau ia belum bekerja. Tetapi sebaliknya ia selalu merasa berhutang, karena ia telah berjanji kepada dirinya sendiri dan kepada masyarakat, dan ia berusaha menepatinya, serta memikul sendiri tanggungjawabnya. Seorang negarawan tidak mengclaim kinerjanya sebagai kinerja partai yang mengusung atau didukungnya, karena selama menjabat ia digaji dan mendapat fasilitas serta kehormatan, bukan dari partai tetapi dari seluruh bangsanya. Selama masa jabatannya, seorang negarawan tidak melakukan perbuatan yang menguntungkan hanya satu fihak, walau cuti sekalipun, sebab cuti itu hanya akal-akalan. Pada saat seorang pejabat yang sedang cuti kampanye, walaupun ia menggunakan kendaraan umum dan mengenakan kaus oblong, pengaruhnya sebagai pemangku kekuasaan politik tetap terasa, ia mendapat pengawalan, perlindungan dan perlakuan sebagai seorang pejabat. Seorang negarawan tidak menggunakan kesalahan orang atau bangsa lain untuk membenarkan diri sendiri (“don’t take the example of others as an excuse for your wrongdoing,” lih. Effendi Gazali dalam Kompas 070509h06 tentang Kompas 220409 soal “jangan galak-galak”). Dalam kenyataannya, khususnya pemimpin formal (politisi, pejabat atau birokrat), untuk mencapai kualitas seorang negarawan, adalah semustahil seekor unta lolos dari lubang jarum. Kesempatan besar untuk

Page 36: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

menjadi negarawan itu terbuka lebar-lebar dan selama-lamanya bagi seorang pemimpin informal di ruang oposisional. Sepuluh. Kalau kenegarawanan dan kepemimpinan merupakan spesi kekuatan sosial, maka Etika Pemerintahan merupakan kekuatan mental, kekuatan hati nurani (lubuk hati, hati sanubari, qalbu, insan kamil), hati nurani yang terbuka. Perbedaan dan kaitan antara Etika dengan Moral terletak pada beberapa hal. Pertimbangan Moral berlangsung di dalam dan antar warga masyarakat, sedangkan pertimbangan Etik berlangsung di dalam kalbu sendiri, antar nilai dan norma yang tertanam sebelumnya melalui bekal genetik, pengalaman dan pendidikan. Keputusan etik dibuat berdasarkan pilihan bebas. Etika Pemerintahan adalah Etika Otonom, sanksi terhadap 1 2 3 4 5 6 ----->apakah------>kualitas--->nilai--->norma--->kesadaran---->pertimbangan---- | etika? dasar etik etik etik etik etik otonom | | etika otonom | | | | | | | etika heteronom yg-benar guna tertanam norma me- diskusi antar | | yg-baik dlm kuat, lu- nerangi norma dlm kalbu | | yg-wajib hidup as, jelas nurani kebebasan memi- | | lih, kesepakatan | | | | 10 9 8 7 | | 11 pertanggung- perilaku tindakan keputusan | ----etikalitas<----------jawaban<-------etik<------etik<----------etik<-------- | etik | | | | | | | menaati kadar | --kinerja- berprakarsa keetikan sanksi etik* | berjanji* | | | | | ----------- merasa malu | | | merasa bersalah | pada pada menyesal | orang diri mohon maaf | lain sendiri mohon ampun | | | janji bertobat | | nazar,sumpah bernazar | perjan- pengakuan membayar tebusan | jian credo kesediaan berkorban | commitment self- mengaku bersalah | | commitment mengundurkandiri dari jabatan | | | mengasingkandiri | | agar mengi- menyakitidiri | | kat, perlu bersumpah | | disaksikan mengorbankandiri | | | bunuhdiri | ----------- *setiap commit- | | dikontrol | ment atau janji | ---dibandingkan---- harus disertai | kesenjangan dite- dievaluasi sanksi yg mengikat | rangkan setulus & | diri sendiri dan --sejujurnya, risi- -------- orang lain, dinya- ko & konsekuensi takan secara terbuka ditanggung sendiri

Gambar 9 Etika Pemerintahan (1 sd 11 Terminal)

Page 37: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

pelanggaran dan reward penaatan norma etik bersumber dari dan ditetapkan oleh diri sendiri, tidak berdasarkan perintah dari luar-diri pelaku, sementara sanksi dan reward Moral dari masyarakat. Dengan pegangan Moral saja, jika masyarakat permisif, Iblis bisa bercahaya seperti Malaikat, Serigala berbulu Domba, dan Musang berbulu Ayam. Jadi oleh keputusan etik, walau seseorang pelanggar tidak terjerat peraturan formal, karena peraturannya tidak ada, atau “mengingat jasa-jasanya, pelaku diampuni atau dibebaskan, bahkan diberi medali emas,” orang itu terikat atau mengikatkan dirinya dengan norma dan sanksi etik seperti Terminal 10 di Gambar 9. Teori Tanggungjawab (Terminal 10) menurut Herbert J. Spiro terdapat dalam Responsibility in Government (1969). Kunci Etika Pemerintahan terletak pada pertimbangan etik dan pertanggungjawaban etik (Terminal 6 dan Terminal 10 Gambar 9). Referensi: Bab 15 dan Bab 16 Kybernologi 2003; Bagian Pertama Bab 7 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bagian Dua Bab II dan Bab III, dan Bagian Tiga Bab XVI Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006; Bab XV Kybernologi Sebuah Scientific Movement, 2007; Bab 2, Bab 3, Bab 4, dan Bab 5 Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008; Bab III dan IV Kybernologi dan Pengharapan (2009) . Sebelas. Kekuatan oposisional tidak selalu menampakkan diri sebagai kekuatan yang hard, melainkan juga dalam wujud yang soft, halus namun utuh, sepoi menyejukkan, hangat memberi semangat. Omnipresence, satu di antara 12 nilai dasar pemerintahan. Orang terkecil di posisi terendah mustahil bisa merasakan kehadiran kekuasaan di tempat yang tertinggi, tetapi manakala kekuasaan itu berkenan merendahkan hatinya turun ke bawah dan ke bawah, menjadi sesama bagi setiap orang, barulah kehadirannya terasa di mana-mana dan kapan saja. Hal itu terjadi bilamana kekuasaan itu berwujud roh sehingga tidak terbatas oleh waktu dan tempat, terasa hadir di mana-mana, kapan saja, oleh siapa saja, bahkan oleh seorang yang terkecil sekalipun. Oposisi pun demikian. Roh di sini adalah image, citra, yang dihadirkan oleh oposisi melalui sikap dan perilakunya yang memihak rakyat, masyarakat dan pelanggan, menegakkan kesepakatan atau ikrar bersama tersebut di atas. Kehadiran oposisi seperti ini analog dengan kehadiran entertainment oleh para artis di tengah-tengah masyarakat. Pada saat masyarakat dibohongi dan dikecewakan oleh para politisi, pejabat dan birokrat, perhatian mereka beralih ke rekreasi, hiburan, dan referensi lain di luar SKK. Art, liberal art, adalah kekuatan yang berwujud roh juga, dan membawa pesan-pesan universal. Berwujud roh berarti tidak hanya membangun citra (image building) tetapi menjadi hati sedemikian rupa sehingga oposisi itu tidak terlihat sebagai sesuatu yang jauh dan yang asing, tetapi terasa hadir di mana-mana dan kapan saja sebagai bagian dari dan sama dengan “kita.” Ia melihat apa yang “kita” lihat, dan merasakan apa yang “kita” rasakan. Semakin tinggi dan asing kekuasaan memosisikan dirinya, semakin samar, seragam, kotor dan

Page 38: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

sampah “kita” terlihat olehnya, semakin terasa kebutuhan akan sahabat yang penuh pengertian, yang siap berfungsi sebagai jembatan antar budaya dan antar frame-of-reference (FOR) yang berlainan, yaitu salingpengertian, empathic understanding, dan pada gilirannya kepedulian. Kekuatan oposisional adalah sahabat tiap orang. Oposisi politik adalah sahabat. Ia sahabat bagi setiap orang: “A Friend In Need, Is A Friend Indeed.” Buat setiap orang yang oleh SKK dianggap sampah, dirazia, diusir, dan digelandang, ia menyanyi sambil melambaikan tangannya: “Just Call My Name And I’ll Be There. Maka tatkala Michael Jackson wafat, duniapun meratap. Duabelas. Berdasarkan pengertian bahwa daerah adalah masyarakat hukum, maka kekuatan yang melindungi dan membela kepentingan daerah di pusat terhadap SKK pusat adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dengan perkataan lain (seharusnya) DPD adalah pemangku oposisi Daerah terhadap Pusat, agar terdapan keselarasan, keseimbangan, keserasian, dinamika, dan keberlanjutan antara Pusat dengan Daerah. Kondisi yang sama bisa terjadi juga antara Pemerintah Daerah sebagai SKK di tingkat Daerah dengan masyarakat Daerah sebagai SKS (konstituen dan pelanggan) Pemerintah Daerah. Lembaga mana yang memihak dan membela kepentingan masyarakat terhadap Pemerintah Daerahnya pada saat DPRD memosisikan diri di ruang SKK Daerah, terputus dari akarnya, seperti DPR di Pusat? Sebagai lembaga pemangku kewenangan (kewenangan adalah derivasi kekuasaan, kekuasaan sah), CPP ----CP----> center ---CF----> CPP coperipheral CP centripetal CF centrifugal center = pusat periphery = daerah periphery

Gambar 10 Oposisi Daerah Terhadap Pusat: Kekuatan Penyeimbang

Page 39: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

perilaku Pemerintah Daerah bisa menyimpang dari kesepakatan bersama (jika ada) di tingkat Daerah. Mau tidak mau, prosedur dan proses Satu sampai Sebelas di atas, harus berjalan di tingkat Daerah. Artinya beroposisi harus dimulai dari pembentukan kesepakatan atau ikrar bersama di tingkat Daerah, dan seterusnya. Dalam hubungan itu, oposisi berwujud kekuatan penyeimbang antara Daerah dengan Pusat di satu fihak, dan kekuatan penyeimbang antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat di fihak lain. Gambar 10 menunjukkan posisi dan peran oposisi dalam hubungan antara pusat dengan daerah. Konsekuensi bentuk negara kesatuan ialah, kekuatan yang pertama-tama membentuk dan mempengaruhi hubungan antara pusat dengan daerah adalah kekuatan centrifugal (CF, dari center ke periphery) yaitu kebijakan negara melalui UU 32/04. Respons daerah terhadap kebijakan pusat itu adalah kekuatan centripetal (CP). Kekuatan centrifugal selalu lebih besar ketimbang kekuatan centripetal. (CF>CP). Untuk membatasi (mengurangi?) dominasi pusat terhadap daerah di satu sisi, dan meningkatkan bargaining power daerah terhadap pusat di sisi lain, daerah membangun common platform perjuangan bersama dalam bentuk kekuatan coperipheral (CPP), yaitu berbagai asosiasi antar daerah. Itupun masih kurang, terlebih mengingat provinsi yang semakin diposisikan memihak pusat. Diharapkan, dengan kehadiran oposisi, check and balance antara pusat dengan daerah diharapkan bekerja dengan formula: ------------------------------------------ | CF = CP + CPP + OPOSISI | ------------------------------------------ Isu politik terakhir dilihat dari sudut Kybernologi adalah keputusan SBY selaku Capres Partai Demokrat (2009) untuk berduet dengan Boediono yang profesional dan menurut media tidak berakarrumput (tidak melalui kendaraan parpol). Di satu sisi hal ini sedikit-banyak mengabaikan tuntutan parpol agar cawapres direkrut dari parpol, dan di sisi lain ditafsirkan sebagai komitmen terhadap sistem pemerintahan presidential murni. Lebih lengkap lagi bilamana keputusan itu didasarkan pada jiwa UUD naskah awal yang mendudukkan menteri negara pada dua posisi, sebagai pembantu presiden (politisi) dan sebagai kepala departemen/kementerian (profesional, “yang paling memahami departemen/kementeriannya,” lebih daripada presiden sekalipun, dengan segala konsekuensinya bilamana terjadi konflik antara dua posisinya itu!). Isu tersebut berujung pada pertanyaan, “Jika presiden begitu kuat, siapa yang mengontrolnya, mengingat ia dipilih langsung oleh rakyat?” Menurut Kybernologi, siapa lagi kalau bukan pelanggan sebagai sebuah body yang diwakili oleh kekuatan oposisi? Atau MPR dikembalikan pada posisinya semula sebagai penjelmaan Rakyat? Tetapi sebenarnya ada sisi ketiga yang dilupakan orang:

Page 40: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Benarkah akar masalah bangsa Indonesia terletak pada ekonomi? Apakah tidak sebaliknya, yaitu sangat kanibalistiknya sistem politik (SKK) langsung memangsa SKE, sehingga yang sesungguhnya dibutuhkan adalah negarawan yang berani membaharui secara mendasar sistem politik kekuasaan yang sedang berjalan? “Kisah Siti Khoiyaroh” oleh Hotman Siahaan (Kompas 010609h06) adalah potret kekuasaan kanibalistik yang sedang memangsa anak-anak bangsa yang tak berdaya yang terjadi justru beberapa saat sebelum kampanye pilpres duaribu sembilan! Tigabelas. Oposisi merupakan bagian dan konsekuensi adanya perlombaan, kontes, persaingan, pertandingan, perlawanan, perjudian dan permusuhan di dalam masyarakat. Kualitas, nilai dan norma tujuh konsep itu bervariasi.

Tabel 3 Tujuh Wujud Oposisi ------------------------------------------------------------------------- KONSEP KUALITAS NILAI NORMA (IMBALAN)* ------------------------------------------------------------------------- perlombaan kejuaraan juara 1, juara 2, dst piala, hadiah (interval) kontes keterpilihan terpilih atau tidak mahkota, (contest) terpilih (nominal) kehormatan persaingan keunggulan unggul atau keuntungan bisnis kemajuan tertinggal (ordinal) pertandingan kemenangan menang, seri, piala, hadiah kalah (ordinal) perlawanan kekuatan kuat atau lemah penaklukan (nominal) perjudian ketepatan te- menang, kalah the winner takes bakan & bidikan all (taruhan) permusuhan kehidupan hidup atau mati the winner takes survivabilitas (nominal) all (musuh dimangsa) ------------------------------------------------------------------------- * yang berlaku sekarang (Gambar 1)

Jika sistem dan budaya politik yang berlaku sekarang di Indonesia, meletakkan norma pemilu pada “penaklukan” dan “the winner takes all,” dengan nilai “kalah-menang,” maka itu berarti pemilu dikonsepsikan sebagai perjudian. Kesannya memang seperti itu. Parpol yang kadernya terpilih memosisikan dirinya sebagai “the winner,” dan berhak untuk “takes all,” disusul dengan koehandel dan transaksi lainnya. Jika pemilu ditempatkan dalam ruang menang-kalah, dengan imbalan “the winner takes all,” maka fokus perhatian terpusat pada tujuan tidak pada proses, dan oleh karena imbalan sangat menggiurkan, maka “tujuan menghalalkan segala cara,” terlebih buat

Page 41: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Indonesia yang terkesan bukan negara hukum melainkan negara peraturan. Nilai menang-kalah itu pada gilirannya menumbuhkan benih kultus individu (pemujaan dan pendewaan tokoh) dengan topeng “Never change the winning team.” Jika itu terjadi, maka nilai “indispensable” tinggal selangkah lagi. “Kalau bukan dia,” “untung ada dia,” “hanya dia,” “tidak ada yang lain,” “karena dia bisa itu, pasti dia bisa ini,” dan seterusnya. Jika Proposisi Tiga Lindeman diperhatikan, maka oposisi sebaiknya dilihat bukan dari sudut norma (imbalan) tetapi dari sudut konsepnya. Dari sudut itu, pemilu sesungguhnya berada di dalam ruang kontes, dengan keterpilihan, terpilih atau tidak terpilih, mahkota dan kehormatan sebagai kualitas, nilai, dan normanya. Dalam hubungan itu, oposisi berfungsi mewasiti, mencegah dan mengontrol kecenderungan penyimpangan sikap dan perilaku SKK dalam membuat dan menetapkan pilihan : 1. Sikap mementingkan tujuan ketimbang proses 2. Sikap menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan 3. Sikap pendewaan dan pemujaan tokoh 4. Sikap indispensable 5. Sikap “the winner takes all” Empatbelas. Dalam pelukan bahari, oposisi adalah air, oposisi adalah samudera, diterjang badai didera gelombang (Bab I Kybernologi dan Pengharapan, 2009). Bila badai menerjang dan gelombang mendera, biduk dan kapal yang berjayar bersamanya, terpukul dan terpental. Tetapi justru Jalesveva Jayamahe, “Di Laut Kita Jaya,” karena laut tidak hanya menyediakan sumberdaya kebutuhan ekonomi tetapi jauh lebih luhur, laut mengjarkan kearifan universal. Jika terjadi peristiwa alam, yang oleh manusia disebut bencana menimpa, yang terlebih dahulu diselamatkan adalah kaum terlemah, yaitu bayi dan perempuan, orang sakit dan penumpang, ABK kemudian, terakhir sang nakhoda, itupun jika masih ada kesempatan. Keberanian dan kecakapan itu didukung oleh keluhuran budi dan kearifan jiwa, dengan menjunjung tinggi kaidah-kaidah harmoni dan keselarasan dengan alam. Inilah Etika Bahari. Jika tidak, ialah juruselamat, ialah martyr, ialah tumbal, ialah korban, ialah pahlawan, ialah syuhada. Mencapai sesuatu melalui (baca: dengan mengorbankan) diri sendiri. Etika Bahari erat berkait dengan Kepemimpinan Bahari: “getting things done through him- or herself.” Berapakah harga manusia? Bagi para politisi dan pejabat, manusia adalah persentase, hanya statistik, hanya angka-angka. Di tengah laut, ketimbang kapal terbenam karam, muatan kapal, milik saudagar dan barang pedagang, kepentingan partai dan ambisi kekuasaan, dapat dan harus dibuang ke tengah lautan, demi keselamatan kapal dan seluruh penumpang. Inilah Hukum Bahari. Laut dapat diibaratkan alam semesta, kapal diibaratkan Negara, dan isinya adalah adalah bangsa Indonesia yang etnisitasnya heterogen, budayanya majemuk, potensinya pincang, dan laju yang satu dibanding dengan yang

Page 42: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

lain tidak seimbang. Kesenjangan vertikal dan kesenjangan horizontal. Di atas kapal memang politisi dan pejabat yang berkuasa, namun di tengah laut bukan kapalnya, melainkan pelayarannya (kegiatan berlayar) itulah yang terpenting. Dalam hubungan itu, politisi dan pejabat seberkuasa apapun hanyalah satu di antara berbagai-bagai unsur yang diperlukan agar pelayaran terjadi dan berhasil tiba dengan selamat di tujuan. Keselamatan. Inilah Filsafat Bahari (lihat juga Bab X Kybernologi Sebuah Scientific Movement, 2007). Mau berlayar di darat, di lautan pasir? Kesiapan puncak penyelamatan di darat ditandai dengan tempat perlindungan bawah tanah, sebuah silo padat logistik dan teknologi bunker, galian jauh ke dalam perut bumi, terbuat dari baja kebal bom, anti peluru, aman berbulan-bulan, dan sangat dirahasiakan. Untuk itu arsiteknya dilenyapkan. Silo, bunker, bagi keselamatan siapa? Politisi dan pejabat! Limabelas. Nilai-nilai kepemimpinan visioner jangka panjang bersumber dari visi Bangsa/Daerah.Visi Bangsa/Daerah berfungsi sebagai referensi bagi setiap rezim yang bekerja pada rel jangka panjang Nasional maupun Daerah. Dilihat dari perspektif Kybernologi, persoalannya sekarang ialah di ruang politik tidak ada

Tabel 4 Stakeholder Pemerintahan

------------------------------------------------------------------------- FUNGSI STAKEHOLDER BISNIS FUNGSI STAKEHOLDER NEGARA ------------------------------------------------------------------------- A B ------------------------------------------------------------------------- 1 Mengumpulkan dan menjaga semua Semua sumberdaya adalah milik uang taruhan bangsa, bukan milik Negara atau Pemerintah Daerah 2 Membayar kepada fihak yang Masyarakat sebagai konstituen, menebak atau membidik tepat pelanggan dan penonton, menang- gung risiko, menjadi korban atau dikorbankan 3 Mendapat uang taruhan bila tidak Mandat kembali kepada masyarakat ada bidikan atau tebakan yang jika Petaruh tidak menepati tepat janji dan tidak bertanggungjawab 4 Berupaya agar aturan permainan Masyarakat selaku konstituen me- ditaati oleh semua fihak terkait ngontrol perilaku Petaruh di hulu (mengontrol perilaku para petaruh) melalui kebijakan & peraturan, sebagai pelanggan mengontrol peri- laku Petaruh di hilir melalui eva- luasi transaksi antara Petaruh dgn masyarakat -------------------------------------------------------------------------

Page 43: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

Pemimpin Formal Jangka Panjang, melainkan rezim lima tahunan. Dalam hubungan itu, diperlukan kekuatan yang dapat berfungsi menjaga visi Bangsa dan visi Daerah agar tetap hidup, menjamin rel tetap utuh (sustainable), dan mengontrol setiap pengemudi kereta agar tidak keluar rel. Sudah barang tentu pengemudi (Presiden, Kepala Daerah, DPR/DPRD, MA, dan sebagainya di struktursupra) tidak mungkin melakukan fungsi itu. Semua institusi negara dan aktor-aktrisnya adalah para Petaruh, masing-masing mempertaruhkan kehormatan diri, masajabatan, dan semua yang dipercayakan oleh Bangsa dan Daerah kepadanya. Bahkan dari Petaruh menjadi Petarung! Dalam Bab VI, XII dan XIII Kybernologi dan Pembangunan (2008) dijelaskan bahwa pemegang fungsi menghidupkan visi, menjaga sumberdaya, menjamin keutuhan rel, menanggung risiko, dan mengontrol perilaku para Petaruh, adalah fungsi Stakeholder Negara (Tabel 1 kolom B). Bilamana bisnis dalam Tabel 4 kolom A diibaratkan judi, maka Stakeholder adalah Bandarnya. Dalam hubungan itu, masyarakat dalam kualitasnya sebagai konstituen, pelanggan, dan penonton (pembayar tiket) itulah Stakeholder. Sejauh ini, lembaga-lembaga perwakilan, eksekutif, dan institusi formal lainnya menunjukkan perilaku lebih sebagai Petaruh dan Petarung ketimbang sebagai fihak yang mewakili masyarakat dalam semua kualitasnya.

9 OPOSISI SEBAGAI PEMBELAJAR

Dalam kalimat negatif, oposisi tidak harus diartikan sebagai musuh yang harus dimusnahkan, atau lawan yang harus dikalahkan. Beroposisi tidak harus berarti menuntut-balas, menyabot, dan memendam dendam. Beroposisi tidak sekedar mengimbangi, tidak juga karena merasa kalah atau dikalahkan. Beroposisi tidak harus berarti melawan kekuasaan yang sah. Beroposisi tidak berarti gerakan di bawah tanah, terorisme, perkumpulan rahasia, dan sebangsanya. Oponen tidak harus dipandang separatif atau anti negara kesatuan, anti persatuan bangsa. Dengan kalimat positif. Oposisi adalah 1. Sebuah rel jangka panjang, ibarat laut bagi kapal 2. Pemangku kualitas, nilai dan norma terbaik, di luar sistem kekuasaan 3. Masyarakat civil, subkultur sosial (SKS) dalam masyarakat 4. Pemangku-tetap sistem nilai dasar pemerintahan 5. Atlit politik 6. System’s negative feedback control circuit 7. Referensi 8. Lembaga kepemimpinan informal 9. Statesmanship, sportsmanship

Page 44: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan

10. Pemangku nilai etika otonom 11. Omnipresence, artis politik 12. Penyeimbang antara pusat dengan daerah 13. Wasit proses kontes (pembuatan dan penetapan pilihan) politik 14. Sumber sistem nilai pengorbanan menurut ajaran bahari 15. Stakeholder negara Masakerja lima tahun sangat terbatas dan cepat sekali berlalu, terlebih jika sang pejabat dikejar janji dan ditindih beban tugas. Nyaris tidak ada waktu untuk membaca, menulis, dan mengeluarkan buah pikiran. Setelah pejabat membaca keynote speech suatu seminar atau lokakarya bersama para ilmuwan dan memukul gong satu kali dua, diiringi tepuktangan dan kilatan kamera, beliau buru-buru pergi diikuti para pejabat lain eselon satu dua dan tiga. Sambil melangkah beliau berguman: “Kan orang bodoh yang mau belajar, orang dungu yang suka bertanya, lha aku kan pilihan dewata!.” Di dalam ruang seminar yang megah dengan teknologi aiti yang memikat, sisa panitia yang sibuk hilirmudik gak karuan, dan duapuluhlimaan peserta yang setia, dengan para narasumber di depan, siap dengan jas, dasi dan makalah. . . . . . . . Apakah oposisi dengan limabelas wujud di atas meniru perilaku demikian? Tentu tidak. Oposisi adalah dan haruslah pembelajar. Tanpa belajar, oposisi sekedar tong kosong yang nyaring bunyinya. Tanpa kearifan, ilmupengetahuan dan teknologi, oposisi tak lebih dari oposisi jalanan yang taunya menulis suratbuta, berteriak dan merusak. Dalam bahasa akademik, oposisi itu adalah oponen, berfungsi menelaah, mengeritik, dan membahas. Mengeritik bukan sekedar mencari-cari kesalahan, tetapi menempatkan setiap sesuatu pada posisi masing-masing di dalam sistem. Fungsi itu mampu berjalan hanya jika oponen memosisikan diri sebagai pembelajar. Dengan belajar, oposisi adalah Guru Bangsa. 2308091911SDG 2408091852SDG 2508090940SDG 2608091255SDG

Page 45: PERSPEKTIF KYBERNOLOGI: KYBERNOLOGI … is likely to come back to power ... Setiap perbedaan dengan timbangan dan tafsiran itu dianggap musuh ... dan berjanji melancarkan