perspektif al- qur’an tentang etika

48
PERSPEKTIF AL- QUR’AN TENTANG ETIKA KOMUNIKASI DI MEDIA SOSIAL (KAJIAN TAFSIR TEMATIK) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S, Ag) Oleh: Milkhatun Fadhilah (14210590) Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta 2018 M / 1439 H

Upload: others

Post on 12-Mar-2022

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERSPEKTIF AL- QUR’AN TENTANG ETIKA

KOMUNIKASI DI MEDIA SOSIAL

(KAJIAN TAFSIR TEMATIK)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Dakwah

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Agama (S, Ag)

Oleh:

Milkhatun Fadhilah (14210590)

Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Dakwah

Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

2018 M / 1439 H

PERSPEKTIF AL- QUR’AN TENTANG ETIKA

KOMUNIKASI DI MEDIA SOSIAL

(KAJIAN TAFSIR TEMATIK)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Dakwah

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Agama (S, Ag)

Oleh:

Milkhatun Fadhilah (14210590)

Pembimbing:

Drs. Arison Sani, MA

Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Dakwah

Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

2018 M / 1439 H

xvi

ABSTRAKSI

Manusia dan komunikasi tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena

90% manusia pasti melakukan komunikasi dalam aktivitas kehidupannya

sehari- hari. Komunikasi pertama adalah saat Allah swt. mengajarkan kepada

Adam seluruh kosakata. Lalu setelah itu, Adam diperintahkan oleh Allah swt.

untuk mengajarkan kepada para Malaikat kosakata yang telah diajarkan

kepadanya. Selanjutnya praktik komunikasi yang dilakukan berkenaan

dengan awal pertama proses turunnya Al- Qur’an, dimana Al-Qur’an sebagai

kitab suci dan pedoman hidup bagi umat Islam, meskipun bukan kitab ilmu

pengetahuan, Al- Qur’an mengandung isyarat-isyarat ilmiah. Salah satu

isyarat ilmiah yang dapat dipahami dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah

memberi landasan pokok bagi ilmu pengetahuan tertentu termasuk jurnalistik.

Setelah komunikasi tersebut muncullah komunikasi dengan menggunakan

media sebagai penghubung antara komunikan dengan komunikator.

Semakin pesatnya perkembangan teknologi membuat kemajuan yang

signifikan juga terhadap perkembangan media teknologi yang ada, termasuk

munculnya sebuah media yang terhubung dengan jaringan internet atau biasa

disebut dengan media sosial. Karena kemajuan tersebut, banyak dampak yang

bermunculan akibat media sosial, mulai dari kejahatan dunia maya, sampai

kegiatan tidak senonoh yang diawali dengan komunikasi di media sosial yang

tidak sehat. Sehingga perlu diadakannya kajian terhadap etika yang mengatur

segala aktivitas komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan media

sosial. Maka, penulis melakukan penelitian dengan fokus penelitian etika

komunikasi di media sosial yang berdasarkan dengan Al- Qur’an.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

deskriptif analitis. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

dokumentasi dengan mengumpulkan data melalui buku- buku, atau berbagai

jurnal yang berhubungan dengan objek kajian penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antara etika komunikasi

bermedia sosial yang atur dalam undang- undang dengan Al- Qur’an berjalan

lurus, sehingga saling mendukung untuk memberikan arahan bagi pengguna

media sosial dalam melakukan aktivitas komunikasinya diranah maya,

dengan catatan pengguna sendiri harus memperhatikan etika- etika yang

berlaku dalam undang- undang tersebut.

x

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iii

PERNYATAAN PENULIS .......................................................................... iv

MOTTO ......................................................................................................... v

PERSEMBAHAN ......................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................. xii

ABSTRAKSI ................................................................................................. xvi

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................ 16

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 16

D. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 17

E. Metodologi Penelitian ........................................................................ 20

F. Teknik dan Sistematika Penulisan ...................................................... 23

BAB II: ETIKA, KOMUNIKASI DAN MEDIA SOSIAL

A. Definisi Etika dan Komunikasi .......................................................... 25

1. Definisi Etika ................................................................................ 25

2. Definisi Komunikasi ................................................................... 26

3. Definisi Media Sosial .................................................................. 30

B. Unsur Komunikasi ............................................................................. 37

C. Jenis, Fungsi dan Dampak dari Media Sosial ................................... 39

1. Jenis- Jenis Media Sosial ............................................................. 39

2. Fungsi Media Sosial .................................................................... 44

xi

3. Dampak Media Sosial ................................................................. 48

BAB III: AYAT AL- QUR’AN, HADIS DAN PERATURAN

PERUNDANG- UNDANGAN TENTANG ETIKA KOMUNIKASI DI

MEDIA SOSIAL

A. Ayat- Ayat Etika Komunikasi dalam Al- Qur’an ................................ 55

B. Hadis Etika Komunikasi di Media Sosial ............................................ 61

C. UU RI No. 11 Th. 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

(ITE) dalam Mengatur Etika di Dunia Maya Dilihat Dari Perspektif

Al- Qur’an ........................................................................................... 64

BAB IV: KONSEP ETIKA KOMUNIKASI DI MEDIA

SOSIAL KORELASINYA DALAM AL-QUR’AN

A. Etika Komunikasi di Media Sosial dalam Perspektif Al- Qur’an ...... 67

1. Etika Sebagai Komunikator ....................................................... 68

2. Etika Sebagai Komunikan ........................................................... 87

BAB V: PENUTUP

1. Kesimpulan ......................................................................................... 91

2. Saran ................................................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 95

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Perspektif Al- Qur’an Tentang Etika Komunikasi

di Media Sosial (Kajian Tafsir Tematik)” yang disusun oleh Milkhatun

Fadhilah dengan Nomor Induk Mahasiswa: 14210590 telah diperiksa

dan disetujui untuk diujikan ke sidang munaqasyah.

Jakarta, 03 Agustus 2018

Pembimbing,

Drs. Arison Sani, MA

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Perspektif Al- Qur’an Tentang Etika Komunikasi di

Media Sosial (Kajian Tafsir Tematik)” oleh Milkhatun Fadhilah dengan NIM

14210590 telah diujikan pada sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin

Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta pada tanggal 09 Agustus 2018. Skripsi telah

diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).

Jakarta, 09 Agustus 2018

Dekan Fakultas Ushuluddin

Dra. Maria Ulfah, MA

Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Dra. Maria Ulfah, MA Dra. Ruqoyyah Tamimi

Penguji I Penguji II

Dr.KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA Iffaty Zamimah, MA

Pembimbing

Drs. Arison Sani, MA

iv

PERNYATAAN PENULIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Milkhatun Fadhilah

NIM : 14210590

Tempat/Tgl. Lahir : Pemalang, 28 Pebruari 1996

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Perspektif Al- Qur’an

Tentang Etika Komunikasi di Media Sosial (Kajian Tafsir Tematik)”

adalah benar-benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah

disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya

menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 03 Agustus 2018

Milkhatun Fadhilah

v

MOTTO

“Sederhana tapi Bermakna,

Sedikit tapi Istiqomah,

Berbuat dan Bermanfaat”

vi

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini, saya persembahkan teruntuk kedua orang tua saya yang

jasanya tidak akan pernah dapat saya balas, sekeras apapun saya berusaha

untuk itu. Mama dan Bapak tercinta.

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah Swt. yang senantiasa melimpahkan curahan rahmat, taufik dan hidayah

serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Perspektif Al- Qur‟an Tentang Etika Komunikasi di Media Sosial

(Kajian Tafsir Tematik)”. Teriring shalawat dan salam semoga selalu

tercurahkan kepada sang Rasul pilihan, Nabi Muhammad Saw. Beserta

keluarga dan para sahabat beliau hingga hari akhir tiba.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak mungkin selesai tanpa bantuan

dan partisipasi dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Sehubungan dengan hal tersebut penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA., selaku Rektor Institut Ilmu

Al-Qur`an (IIQ) Jakarta atas kebijaksanaannya beliau sebagai

pimpinan IIQ Jakarta dan telah berjasa dalam kemajuan perguruan ini.

2. Ibu Dra. Hj. Maria Ulfah, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

dan Dakwah Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, yang telah

memberikan arahan, motivasi dan dedikasinya atas kemajuan Fakultas

Ushuluddin dan Dakwah. Semoga Fakultas ini senantiasa melahirkan

generasi-generasi yang profesional dan berkompetensi.

3. Bapak Dr. H. M. Ulinnuha Husnan, Lc, MA kepala jurusan Ilmu Al-

Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta, dan juga dosen

matakuliah metode penelitian yang mengajarkan penulis dan teman-

teman untuk membuat sebuah karya, dalam bentuk skripsi.

4. Dosen pembimbing bapak Drs. Arison Sani, MA yang telah

meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk memberikan

viii

bimbingan, arahan dan saran demi kebaikan skripsi ini. Semoga

beliau dalam lindungan Allah dan diberikan kesehatan.

5. Seluruh dosen Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta yang telah

membimbing, memberikan bekal pengetahuan kepada penulis, baik

secara teoritis maupun praktis selama penulis berada di bangku

perkuliahan.

6. Para instruktur Tahfidz Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) yang selalu

sabar membimbing serta tiada henti memotivasi penulis untuk rajin

menghafal Al-Qur`an, terutama Instruktur sekaligus pengasuh Pondok

Pesantren Al- Qur‟an Nur Medina, Ibu Hj. Arbiyah Mahfudz dan Ust.

H. Endang Husna Hadiawan

7. Seluruh Staf Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ)

Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dari proses awal hingga terselesaikannya penulisan

skripsi ini.

8. Kepada Mama Daruni dan Bapak Mustafirin terimakasih untuk cinta,

doa, motivasi dan juga kerja kerasnya yang tak pernah putus,

sehingga penulis bisa mencapai tahap penyelesaian skripsi ini.

9. Untuk adik penulis satu- satunya Anwar Mustofa yang selalu

memberi semangat dan menghibur dikala hati mulai suntuk.

10. Terimakasih yang mendalam untuk seluruh keluarga besar Pondok

Pesantren Al- Qur‟an Nur Medina terutama personil kamar “ Maria

el- Qibtiyah” yang tidak henti- hentinya memberikan semangat untuk

terus berjuang, juga pejuang skripsi IIQ yang juga tinggal satu atap,

Mia Fauziyah, Dieta Melaty, Khilyatul Aulia, dan Aida Maidah yang

terus memperkuat agar kita bisa selalu bergandengan hingga wisuda

11. Teman-teman fakultas ushuluddin angkatan 2014 yang penulis

sayangi. Terkhusus kelas A, Terimakasih atas dukungan moril

ix

maupun materil sejak penulis bergabung dalam lingkaran civitas

Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ).

12. Kepada kakak kelas pondok, juga kakak senior di Institut Ilmu Al-

Qur‟an Jakarta, kak Misyka Nuri Fathimah yang selalu ridho

diberikan banyak pertanyaan, juga sabar dalam membantu penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Terakhir kepada seluruh pihak yang membantu penulis

menyelesaikan skripsi ini, termasuk bersedia untuk selalu

memberikan fasilitas penunjang dalam penyelesaian skripsi ini.

Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat khususnya

bagi penulis dan umumnya bagi semua pembaca. Penulis menyadari

bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

kritik dan saran selalu dinantikan demi kesempurnaan karya

selanjutnya. Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada

penulis dicatat sebagai amal kebaikan. Akhirnya semoga Allah

memberikan manfaat bagi penulis dan siapapun yang membacanya.

Âmin yâ Rabbal „Âlamin.

Jakarta, 03 Agustus 2018

Penulis

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu sisi dalam kehidupan manusia, aktivitas komunikasi

itu dikatakan akademisi sebagai aktivitas vital dalam kehidupannya. Astrid

Soesanto mensinyalirnya sebagai aktivitas yang dilakukan manusia sebanyak

90% dalam kehidupannya sehari- hari. Cangara yang menyimpulkan

penilaian dari banyak pakar mengatakan bahwa komunikasi adalah bentuk

suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam kehidupan

bermasyarakat. Karena pentingnya komunikasi tersebut, Islam yang

mengusung prinsip kâffah atau komprehensif dalam ajarannya tidak

membiarkan umat yang meyakininya berkomunikasi tanpa panduan. 1

Usia komunikasi berbanding lurus dengan usia manusia. Sebagaimana

diketahui bahwa Nabi Adam as. Adalah manusia pertama yang Allah

ciptakan lengkap dengan perangkat alat komunikasi yang memungkinkan

Nabi Adam as. Untuk berkomunikasi. Perangkat tersebut adalah lidah dan

segala pendukungnya, telinga sebagai alat pendengaran, mata sebagai alat

untuk melihat dan hati agar manusia bisa berpikir dan merasa serta bisa

berkomunikasi dengan-Nya.

Allah swt. berfirman:

1 Harjani Hefni, Komunikasi Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2015), h. 17

2

“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan

yang memulai penciptaan manusia dari tanah. kemudian Dia menjadikan

keturunannya dari saripati air yang hina. kemudian Dia

menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan

Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi)

kamu sedikit sekali bersyukur” (QS. as- Sajdah [32]: 7-9)

Ibnu Katsir dalam dalam tafsirnya menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan :

“dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.”

Maksudnya adalah Adam, Bapak Seluruh manusia. Sedangkan kata

artinya anak keturunan Adam. 2 Berdasarkan ayat ini dipahami bahwa

Adam maupun anak keturunannya termasuk kita diciptakan oleh Allah

dengan perangkat komunikasi yang sama.3

Setelah perangkat komunikasi berupa lisan, pendengaran, penglihatan,

dan hati semuanya sudah siap dan berfungsi, Maka Allah swt. mulai

berkomunikasi dengan Adam. Komunikasi pertama adalah saat Allah swt.

mengajarkan kepada Adam seluruh kosakata. Lalu setelah itu, Adam

2 Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq, Tafsir Ibnu Katsir, terj. M.

Abdul Ghoffar (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004), jilid 6, h. 424 3 Harjani Hefni, Komunikasi Islam, h. 54

3

diperintahkan oleh Allah swt. untuk mengajarkan kepada para Malaikat

kosakata yang telah diajarkan kepadanya.4 Allah swt. berfirman:

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)

seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu

berfirman: „Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu

mamang benar orang-orang yang benar!‟. Mereka menjawab: „Maha

suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah

Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha

mengetahui lagi Maha Bijaksana.‟ Allah berfirman: „Hai Adam,

beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini.‟ Maka setelah

diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman:

„Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku

mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu

lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?‟.” (QS. al- Baqarah [2]: 31-

33)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa inilah situasi dimana Allah menyebutkan

kemuliaan Adam atas para Malaikat karena Dia telah mengkhususkannya

dengan mengajarkan nama- nama segala sesuatu yang tidak diajarkan kepada

Malaikat.5

4 Harjani Hefni, Komunikasi Islam, h. 54

5 Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq, Tafsir Ibnu Katsir, terj. M.

Abdul Ghoffar, jilid 1, h. 104

4

Selanjutnya yang dimaksud dengan kata tidak hanya

sekedar kata benda, melainkan dzat, sifat maupun af‟al (perbuatannya).

Sebagaimana yang dikatakan Abbas, yaitu nama segala benda dan af‟al yang

besar maupuun yang kecil.6 Dengan kosakata tersebut, maka manusia saling

memahami apa yang masing- masing pihak maksudkan.

Selanjutnya praktik komunikasi yang dilakukan berkenaan dengan awal

pertama proses turunnya Al- Qur’an, dimana Al-Qur’an sebagai kitab suci

dan pedoman hidup bagi umat Islam, meskipun bukan kitab ilmu

pengetahuan, Al- Qur’an mengandung isyarat-isyarat ilmiah. Salah satu

isyarat ilmiah yang dapat dipahami dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah

memberi landasan pokok bagi ilmu pengetahuan tertentu termasuk

jurnalistik.7

Peran-peran kewartawanan sesungguhnya telah ditunjukkan

dalam proses turunnya kitab suci, khususnya Al-Qur’an. Malaikat Jibril

membawa berita langit ke dunia dan menyampaikan kepada manusia melalui

Nabi Muhammad saw. dalam QS. an-Nahl [16]: 102, Allah berfirman:

“Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari

Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang

telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-

orang yang berserah diri (kepada Allah)".” (QS. An- Nahl [16]:102)

6 Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq, Tafsir Ibnu Katsir, terj. M.

Abdul Ghoffar, jilid 1, h. 105 7 Jurnalistik dalam pengertian operasional, menurut Onong U. Effendi merupakan

keterampilan atau kegiatan mengolah bahan berita, mulai dari peliputan sampai kepada

penyusunan yang layak disebarkan kepada masyarakat. Lihat: Asep Saefuk Muhtadi,

Jurnalistik (Pendekatan Teori dan Praktik), (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 26

5

Jibril, dari sisi ini memainkan peran mediator antara Tuhan dan manusia

karena kapabilitas dan kapasitasnya yang bisa berada pada setidaknya dua

dimensi; dimensi malakut dan dimensi insaniyat. Dalam Ilmu Komunikasi,

Malaikat Jibril berfungsi sebagai saluran atau channel pesan-pesan ketuhanan

yang disampaikan kepada manusia sebagai penerima pesan (recipient) yang

diwakilkan pada Nabi Muhammad saw. sebagai channel Malaikat Jibril tidak

menambah atau mengurangi pesan-pesan Illahi tadi, karena tugasnya hanya

menyampaikan. Nabi Muhammad saw. selain berperan sebagai recipient

beliau juga memainkan peran sebagai pengirim pesan (sender) karena beliau

juga menyampaikan pesan-pesan ketuhanan kepada umatnya. Pesan atau

berita tersebut adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang nantinya akan berfungsi

sebagai pedoman hidup bagi mereka (QS. al-Baqarah [2]:185). Al-Qur’an

akan meneguhkan hati orang-orang yang telah beriman dan menjadi petunjuk

serta kabar gembira bagi orang yang berserah diri kepada Allah (QS. al-Nahl

[16]: 102). 8

Selain praktik komunikasi langsung dengan Malaikat Jibril, Rasulullah

saw. pernah merintis pembuatan media yang memudahkan manusia untuk

berkomunikasi dengan dirinya, sesama dan pencipta- Nya. Ini direalisasikan

saat setelah usai Perdamaian Hudaibiyah pada tahun 6 Hijriyah. Beliau

pernah merintis pembuatan media komunikasi ( da‟wah bi al qalam) dengan

banyak menulis surat kepada raja- raja sebagai seruan beliau agar mereka

bersedia memeluk Islam. Sebagai bentuk legalisasi dari bentuk media

tersebut, Rasulullah saw. membubuhi stempel berbentuk cincin dari perak

berukir tiga baris kata berbunyi “ Muhammad ar-rasûlullâh” tim pencatat

dan pelapor (reporter) sampai pengirim adalah para sahabat yang selalu setia

8

Iftitah Jafar, “Konsep Berita dalam Al- Qur’an: Implikasinya dalam Sistem

Pemberitaan di Media Sosial”, dalam Jurnalisa, Vol. 3 No.1 Mei 2017, h. 2

6

mendampingi beliau. Begitu pula ratusan ribu hadis yang berhasil dicatat

oleh para ahli hadis juga berkat jasa reportase para sahabat.9

Praktik komunikasi melalui media juga pernah dicontohkan oleh

beberapa tokoh agama, seperti yang pernah dilakukan oleh Jamaludin al-

Afgani (w. 9 Maret 1897) dan Muhammad Abduh (w. 11 Juli 1905) yang

pernah menerbitkan jurnal berkala yang bernama al- „Urwah al- Wusqa yang

ditujukan sebagai sarana untuk menyalurkan ide- ide dan kegiatan mereka,

tanpa berpikir tentang keuntungan atau kepentingan ekonomi dan politik.

Meskipun majalah ini hanya berumur delapan bulan, publikasi ini telah

berhasil menggoncangkan Dunia Islam, juga menggelisahkan Dunia Barat.10

Dari beberapa praktik komunikasi yang pernah dicontohkan oleh

Rasulullah saw. dan ulama- ulama terdahulu. Al- Qur’an menyebutkan

komunikasi sebagai salah satu fitrah manusia, sebagaimana diisyaratkan

dalam QS. ar- Rahman [55]: 1-4

“(Tuhan) yang Maha pemurah, yang telah mengajarkan Al Quran. Dia

menciptakan manusia. mengajarnya pandai berbicara”. (QS. ar- Rahman

[55]: 1-4)

as-Syaukani (w. 1250 H) dalam Tafsir Fath al-Qâdir mengartikan al-

bayân sebagai kemampuan berkomunikasi. Selain al-bayân, kata kunci untuk

komunikasi yang banyak disebut dalam Al-Qur’an adalah “al-qaul” dalam

konteks perintah (amr), dapat disimpulkan bahwa ada enam prinsip

komunikasi dalam Al-Qur’an yakni qaulan sadîdan, qaulan balighan, qaulan

mansyuran, qaulan layyinan, qaulan kariman, dan qaulan marufan 11

9 Ellys Lestari Pembayun, Communication Quotient, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2012), cet. 1 h. 460 10

Ellys Lestari Pembayun, Communication Quotient, h. 462 11

Syaukani, Tafsir Fath al-Qadir, ( Beirut: Dar al-Fikr, t.th), jilid. 5, h. 251

7

Dalam konteks ayat ini, Al- Qur’an menyebutkan bahwa komunikasi

yang dimaksud menggunakan alat komunikasi berupa bahasa. Dari al-qaul

ini, Jalaluddin Rakhmat menguraikan prinsip, qaulan sadîdan yakni

kemampuan berkata benar atau berkomunikasi dengan baik.12

Apabila

pesan- pesan yang disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain diterima

dengan baik sesuai dengan maksud disampaikannya pesan tersebut, dan dapat

melahirkan suatu tidakan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh

penyampai pesan, maka komunikasi tersebut dapat dikatakan sebagai

komunikasi efektif.13

Sedangkan komunikasi yang efektif dapat terjalin dengan baik apabila

kedua belah pihak saling mengakui kekurangan dan kelebihan orang lain

serta mengerti kelemahan orang lain. Oleh karena itu, segala hambatan dapat

diatasi dengan baik, segala macam ego dalam diri kita dapat dihilangkan

sehingga hanya ada keinginan untuk bisa saling memahami orang lain

seutuhnya tanpa ada pamrih yang lain. Setelah itu, rasa saling percaya antar

individu dalam suatu lingkungan akan tercipta dengan baik sehingga segala

hambatan/ tantangan dapat diatasi dan terjalin kerjasama yang baik, sebab

individu mempunyai semangat yang sama dalam membangun dan membantu

orang lain. Dengan komunikasi yang efektif, hubungan antar individu akan

berkembang menjadi hubungan yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun

orang lain serta saling menguntungkan antar sesama individu. 14

Komunikasi yang efektif dapat tercipta jika dalam menyebarkan

informasi atau pesan untuk komunikan didasarkan pada kebenaran dan nilai-

nilai yang berlaku, seperti yang disebutkan oleh Aristoteles (w.322 SM)

12

Rahmat, Efektivitas Berkomunikasi dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1999), h. 71 13

Bambang. S. Ma’arif, Psikologi Komunikasi Dakwah, (Bandung: Simbiosa Rekatama

Media, 2015), h. 39 14

Ngalimun, Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Praktis, (Yogyakarta: Pustaka Bru

Press, 2017), h. 21

8

bahwa ada 3 sumber kredibilitas15

seorang komunikator, pertama, Ethos16

:

Menurut Aristoteles seorang komunikator “ tidak cukup hanya bisa bicara

yang berisikan argument- argument yang masuk akal.” Seorang pembicara

haruslah kredibel. Kesan akan mulai terbentuk sebelum si pembicara mulai

berbicara. Kedua, Logos: Pendekatan rasional: Kriteria seorang komunikator

juga harus memiliki akal yang sehat karena di dalam Al- Qur’an juga telah

disebutkan banyak ayat yang menyuruh kita untuk berpikir, merenung dan

bertafakur. Salah satunya ada dalam surah an- Naml [27]: 60- 64

15

Perihal dapat dipercaya, lihat KBBI h. 598, credibility berasal dari kata credo yang

dalam Bahasa Latin berarti “saya percaya”. Sederhananya, kredibilitas adalah kualitas,

kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan. Lihat : Mukhlis Anwar, The Art

of Communication, (Jakarta: Bestari, 2014), h. 98 16

Ethos merupakan Bahasa Yunani, yang dalam Bahasa Inggris (Ethics) yang berarti

karakter, watak kesusilaan, atau adat. Ethic berarti etika, tatasusila, ethical berarti etis, pantas,

layak, beradab, susila. Menurut William Benton, etika berasal dari Bahasa Yunani ethos,

yang berarti karakter adalah studi sistematis dari konsep- konsep nilai baik atau buruk, benar

atau salah, atau prinsip- prinsip umum yang membenarkan sesuatu sebagai adat istiadat.

Sehingga etika juga sering diartikan dengan moral (tingkah laku atau akhlak). Lihat: Fahrur

Razi, “Komunikasi Islam dan Etika Mujadalah Menurut Al- Qur’an”, dalam Jurnal

Komunikasi Islam, Vol. 3 No.1 Juni 2013, h. 98

9

“Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang

menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air

itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali

tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah disamping Allah

ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-

orang yang menyimpang (dari kebenaran). Atau siapakah yang telah

menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-

sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk

(mengkokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut?

Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya)

kebanyakan dari mereka tidak mengetahui. Atau siapakah yang

memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa

kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan

kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada

Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). Atau

siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan

dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira

sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah disamping Allah ada Tuhan

(yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan

(dengan-Nya). Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari

permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang

memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping

Allah ada Tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti

kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".” (QS. an-

Naml [27]:60-64)

Secara garis besar ayat di atas berisikan bimbingan terhadap manusia

untuk menggunakan akalnya. Ketiga, Pathos: Pendekatan emosional: seorang

komunikator harus dapat menggunakan perasaan dalam menghadapi

audiensnya, karena audiens adalah makluk yang berperasaan.17

17

Ellys Lestari Pembayun, Communication Quotient, h. 8

10

Komunikasi memiliki peran yang sangat besar dalam kelangsungan hidup

manusia. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi,

komunikasi tidak hanya sebatas percakapan secara langsung, melainkan

komunikasi yang menggunakan media sebagai penghubung antara

kemunikator dan komunikan. Selanjutya, jika berbicara soal media,

sebenarnya istilah media sudah dikenalkan oleh Rasulullah saw. Pada

Perjanjian Hudaibiyah sekitar Tahun ke 6 Hijriyah hanya saja masih berupa

media yang sederhana dalam bentuk media tulis, sedangkan istilah media

baru dengan cakupan yang lebih luas dalam ilmu teknologi mulai dikenal

semenjak tahun 1980 disaat penggunaan media dan cara berkomunikasi

mulai beralih dengan adanya teknologi. Keberadaan media baru juga turut

membawa perubahan pada bidang sosial, teknologi, dan kebudayaan. Dengan

kehadiran media baru diharapkan produktifitas, pendidikan, dan industri

kreatif bisa semakin berkembang. Kata “baru” dalam istilah media baru juga

dapat dihubungkan dengan aspek- aspek di bawah ini :18

1. New textual experiences : adanya genre dan bentuk tekstual terbaru

dalam media seperti game komputer, efek khusus film, dan bentuk

hiburan lainnya.

2. New ways of representing the world : setiap individu saat ini dapat

direpresentasikan melalui layanan multimedia interaktif

3. New relationships between subjects (users and consumers) and

media technology :adanya perubahan pada penerimaan informasi

yang disebabkan oleh adanya media teknologi

4. New experiences of the relationship between embodiment, identity

and community :pengalaman baru dengan adanya komunitas yang

18

Uud Wahyudin dan Ismiyati El Karimah, “Etika Komunikasi di Media Sosial”, dalam

Prosinding Seminar Nasional Komunikasi 2016, h. 220

11

tak lagi dibatasi oleh waktu dan ruang dalam skala lokal maupun

global

5. New patterns of organization and production : adanya pola

produksi yang baru dengan adanya integrasi dalam industri media.

Adanya media baru juga ditandai dengan faktor-faktor berikut ini :19

1. Computer-mediated communications : email, chat room, voice

image transmissions, blog, social network, world wide web, dan

lain-lain.

2. Cara baru untuk distribusi dan konsumsi pesan : media dikemas

dalam bentuk yang interaktif dalam forat hypertextual, seperti world

wide web, podcasts, dan berbagai permainan di komputer

3. Realita yang ada direpresentasikan dalam bentuk virtual20

: berbagai

peristiwa dan fenomena yang terjadi dibuat dalam bentuk virtual

sehingga penyebaran informasi dilakukan dengan lebih mudah

Meskipun arus teknologi sudah mengalami kemajuan dengan berbagai

alat komunikasi yang semakin canggih, namun tetap semua alat komunikasi

ini tidak bisa lepas dari dua unsur pokok pada suatu alat komunikasi.

Pertama, meskipun bentuk fisiknya bermacam- macam, fungsi utamanya

adalah untuk memudahkan komunikasi manusia, khususnya pada situasi

dimana komunikasi tatap muka (interaktif) tidak memungkinkan. Kedua,

semua saluran komunikasi (teknik sekunder) ini menyajikan cara tak

langsung untuk menjalankan perilaku komunikasi manusia (proses primer)

salah satunya dalam mengirimkan simbol- simbol yang bermakna, seperti

radio, handphone dan telegram.21

19

Uud Wahyudin dan Ismiyati El Karimah, “Etika Komunikasi di Media Sosial”, dalam

Prosinding Seminar Nasional Komunikasi 2016, h. 220 20

Secara nyata, lihat KBBI h. 1262 21

Ellys Lestari Pembayun, Communication Quotient, h. 460

12

Melihat perkembangan media yang sekarang ini sudah tak terpisahkan

dari komunikasi kita, menguatkan hakikat media sebagai perpanjangan

tangan dan lidah yang berjasa meningkatkan kapasitas kita untuk

mengembangkan struktur sosial. Namun, banyak orang yang tidak menyadari

hubungan fundamental antara kita, sebagai hamba Allah dan media itu

sendiri, dan meniru peran media dalam kehidupan mereka. Misalnya, banyak

tokoh agama dan intelektual yang melihat media tidak lebih dari produk

sampingan kemajuan teknologi, yang kemudian sering disalahgunakan oleh

para penipu dan kaum munafik.22

Selain adanya penyalahgunaan media oleh para penipu dan kaum

munafik, media massa di era reformasi ini cenderung menjadi “media fitnah”

dan “ detonator konflik” atau pemicu perpecahan. Khususnya dalam dunia

informasi dan komunikasi, praktik- praktik mengubah dan memanipulasi

fakta atau berita dalam belenggu para pemilik modal (kapitalis) yang telah

mengubur dan meluluhlantahkan nilai- nilai kemanusiaan. Belum lagi

dampak kekerasan dalam rumah tangga, konflik sosial dan penyakit akhlak

lainnya yang ditimbulkan media dengan muatan- muatannya yang

mengerikan yang menyelusup pada jiwa- jiwa yang rentan. Lalu, banyak

politikus, ekonom, intelektual, budayawan dan tokoh public lainnya yang

seringkali bersilat lidah dengan sangat keras, sering beradu argument bahkan

otot, dan saling memuntahkan kata- kata yang tidak pantas untuk didengar

dan dipertontonkan. Kata- kata hujatan dan cacian tidak akan keluar dari

lidah yang santun dan rendah hati. Mereka telah beradegan yang seharusnya

tidak dimediakan, namun bagi media itu sendiri ini adalah momen yang

penting untuk mengerek rating station-nya.23

22

Ellys Lestari Pembayun, Communication Quotient, h. 462 23

Ellys Lestari Pembayun, Communication Quotient, h. 464-469

13

Jika dilihat dari dampak dan fungsi media itu sendiri, maka komunikasi

dimedia sosial diperlukan tata krama khusus berbentuk etika. Etika atau

akhlak dapat mengarahkan prilaku berkomunikasi secara santun, jujur dan

tidak merugikan orang lain. Sebagai contoh, ayat Al- Qur’an menyebutkan

landasan kejujuran tersebut, biasanya diistilahkan dengan amânah ( ةان م ا ),

ghairu takdzîb ( بي ذ ك الت ر ي غ ), shidq ( ق د ص ), dan al- haq ( ق ال ). Misalnya

ayat yang berkaitan dengan amanah seperti dalam QS. an- Nisa [4]: 58

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan

hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.

Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya

kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha

melihat.” (QS. an- Nisa [4]: 58)

Kata amanah itu sendiri memiliki arti sesuatu yang dipercayakan

(dititipkan kepada orang lain), dapat dipercaya (boleh dipercaya)24

. Atau

dapat diterjemahkan dengan tidak menipu atau tidak membelot.25

Dari

pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu etika komunikasi

adalah dengan berkata jujur, atau tidak menipu dalam menyampaikan

informasi atau berita kepada komunikan. Karena hal tersebut sesungguhnya

24

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2005), h. 35 25

Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, (Ciputat: PT. Logos

Wacana Ilmu, 199), h. 67

14

sudah diatur dalam Al- Qur’an. Jika Al- Qur’an sudah menjelaskan, pasti ada

hikmah yang ingin disampaikan oleh Allah swt.

Etika dalam melakukan komunikasi tidak hanya harus dilakukan dalam

komunikasi secara langsung, melainkan juga harus dilakukan saat melakukan

komunikasi secara tidak langsung, baik melalui media pembantu seperti

jejaring sosial atau sebagainya. Situs jejaring sosial yang tersedia melalui

teknologi informasi dan komunikasi jelas memberikan ruang tersendiri bagi

masyarakat. Tak pelak setiap orang memiliki kebebasan dalam berekspresi.

Memasuki era 2000an, terutama ketika lahir berbagai situs pribadi, seperti

blogspot dan jejaring sosial yang diawali oleh friendster, kemudian disusul

dengan adanya facebook, twitter, Instagram, whatsapp, dsb. gaya

berkomunikasi di dunia maya telah mengalami pergeseran. Dunia maya telah

mampu menggantikan keakraban yang dahulu hanya bisa kita peroleh

melalui komunikasi tatap muka. Berbagai blog dan situs jejaring sosial

berkembang sangat pesat. Dunia maya telah mampu memfungsikan diri

sebagai media relasi sosial antar pribadi.

Sebagaimana masyarakat nyata, tentunya dengan keragaman sifat dan

budayanya, terdapat orang-orang yang memiliki prilaku senang mengkritik,

humor tidak pada tempatnya baik tulisan, gambar, karikatur, dan terkadang

melakukan hal-hal yang melewati batas etika. Salah satu prilaku tersebut

diantaranya menyebarkan iklan yang tidak sesuai dengan konteks, provokasi

dalam diskusi yang tidak sehat, materi yang menyinggung orang lain, dan

yang paling meresahkan saat ini melakukan pesan berantai dengan kebenaran

yang tidak terverifikasi.

Dalam hal ini ketidak-sadaran para pengguna internet tentang adanya

etika tertulis maupun tidak tertulis dalam berkomunikasi di dunia maya,

dapat menyeret seseorang dalam masalah dan berbagai penyimpangan

berkomunikasi. Kekurang tahuan serta munculnya pengguna di bawah umur

15

(belum dewasa) merupakan salah satu penyebab seseorang bebas berprilaku

di dunia maya. Dalam kasus-kasus penggunaan email, chatting, mailing list,

upload foto, dapat menyeret para penggunanya kepada situasi yang tidak

sehat. Terbukti Melalui jejaring sosial tersebut, mereka terkadang saling

memaki, menipu, melakukan pelecehan gender, menghina, membuka rahasia

pribadi atau orang lain, menyebarkan berita yang tidak benar atau hoax dan

lain sebagainya. Oleh karena itu, menurut Santrock tidak mengherankan bila

penelitian mengenai internet dan kekerasan di dunia maya/cyberbully

mengalami peningkatan. 26

Sejalan dengan pergerakan teknologi yang membahas pentingnya etika

dalam berkomunikasi baik secara langsung, maupun dengan menggunakan

media, maka Al- Qur’an sesungguhnya telah membahas semua hal yang

berkaitan dengan bahasan tersebut jauh sebelum pergerakan teknologi itu

berkembang dalam masyarakat. Dengan ini, maka pembahasan tentang etika

dalam berkomunikasi melalui media dianggap perlu untuk dibahas, guna

memperoleh titik temu antara etika komunikasi yang dibahas dalam ilmu

komunikasi dengan etika komunikasi yang dibahas dalam Al- Qur’an

berbanding lurus atau memiliki perbedaan.

Selain mencari titik temu antara kedua disiplin ilmu tersebut, tema ini

dianggap perlu untuk dibahas, melihat banyaknya permasalahan yang timbul

akibat adanya kemajuan teknologi terutama dibidang komunikasi yang

dilalukan melalui media. Oleh karena itu, maka skripsi ini dibuat dengan

harapan bisa menjawab segala permasalahan yang sedang diperdebatkan

dalam kehidupan sosial berkomunikasi, bantuan penafsiran ayat- ayat yang

berkenaan dan etika dan komunikasi oleh para Mufassir serta penelitian

26

Ratna Istriyani dan Nur Huda Widiana, “Etika Komunikasi Islam yang Membendung

Informasi Hoax di ranah Publik Maya”, dalam Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 36 No. 2 tahun

2016, h. 305-306

16

penulis terhadap masalah yang terjadi, diharapkan bisa membantu proses

menjawab segala permasalahan- permasalahan dalam kajian tema ini.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis

mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Ayat apa saja yang berkaitan dengan etika, komunikasi dan media

sosial?

2. Bagaimana etika dalam berkomunikasi?

3. Apa itu media sosial?

4. Apa saja dampak positif dan negatif dari komunikasi di media sosial?

5. Ada berapa jumlah ayat yang berkaitan dengan etika berkomunikasi

di media sosial?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti fokus pada kajian

ayat- ayat tentang komunikasi dan etika dalam berkomunikasi dimedia

sosial, terutama pada QS. al- Hujurât [49]: 6, QS. an- Nûr [24]: 31, QS.

al- Baqarah [2]: 263, QS. al- Isrâ [17]: 53 Kemudian menjelaskan

bagaimana penafsiran para mufassir berkaitan dengan ayat tersebut.

D. Perumusan Masalah

Bagaimana pandangan Al- Qur’an tentang etika komunikasi di media

sosial?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

17

Menjelaskan ayat apa saja yang berkaitan dengan etika dan

komunikasi di media sosial, serta menjelaskan penafsiran para

mufassir berkaitan dengan ayat tentang etika dan komunikasi di media

sosial

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat yang bersifat teoritis

Untuk mengembangkan keilmuan,dibidang Ilmu Al- Qur’an dan

Tafsir, terutama dalam kajian tafsir tematik.

b. Manfaat yang bersifat praktis

1) Ikut andil dalam menjawab perkembangan zaman yang mulai

luntur atau jauhnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan

dasar- dasar yang telah ditetapkan dalam Al- Qur’an, sehingga

seolah- olah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan suatu

yang yang terpisah dari kajian Al- Qur’an. Adanya skripsi ini

diharapkan bisa menyatukan kedua pandangan yang berbeda

tersebut, sehingga antara Ilmu Pengetahuan, teknologi dan Al-

Qur’an bisa disandingkan dalam suatu kajian yang padu.

2) Berperan aktif dalam proses pemberantasan akhlak yang sudah

mulai tidak sesuai dengan tatanannya, terutama dalam praktik

saat berkomunikasi menggunakan media sosial, sehingga

skripsi ini menjadi salah satu jembatan untuk mengatur etika

seseorang dalam melakukan komunikasi di media sosial

tersebut.

F. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari adanya persamaan antara skripsi ini dengan skripsi

yang lain, maka penulis melakukan kajian terhadap karya tulis yang memiliki

tema senada dengan skripsi penulis. Selanjutnya, hasil penelitian tersebut

18

akan menjadi acuan penulis untuk memastikan bahwa penulis tidak plagiat

dari kajian yang telah ada.

Berdasarkan telaah yang dilakukan terhadap sumber kepustakaan IIQ

Jakarta, penulis menemukan tiga karya yang bersinggungan dengan judul

skripsi penulis, yaitu:

1. Skripsi oleh Ummi Tanzila dengan judul skripsi Berita dalam Perspektif

Al- Qur‟an (Sebuah Kajian Tematik), tahun 2014 no. 248. Dalam

kesimpulan skripsi ini, Ummi Tanzila menyebutkan apa urgensi

mengetahui konsep berita, etika dalam menyampaikan berita, maupun

konsep yang berkaitan dengan berita, serta uraian mufassir tentang ayat-

ayat etika penyampaian berita.27

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi penulis adalah, penulis

membahas tentang etika komunikasi dalam media sosial, sedangkan pada

skripsi ini menjelaskan konsep berita dan beberapa etika yang berkaitan

dengan penyampaian berita saja, tidak menyinggung penyampaian berita

dengan menggunakan media sosial.

2. Tesis oleh Mahmudah dengan judul Efektivitas Amtsal Al- Qur‟an Dalam

menyampaikan Pesan, tahun 2015. Dalam kesimpulan tesis ini

menyebutkan bawa amtsal atau perumpamaan adalah salah satu cara Al-

Qur’an dalam menyampaikan pesan. Amtsal Al- Qur’an disampaikan

dengan bahasa yang komunikatif (mudah), jelas, menarik dan berdaya

sentuh. Dalam berkomunikasi, penting untuk memerhatikan kejelasan

pesan, menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh orang lain,

memilih cara yang mudah untuk dipahami, dan bersikap lemah lembut.28

27

Ummi Tanzila, “Berita dalam Perspektif Al- Qur’an (Sebuah Kajian Tematik)”,

Institut Ilmu Al- Qur‟an Jakarta, 2014, h. 113-115 28

Mahmudah, “Efektivitas Amtsal Al- Qur’an Dalam menyampaikan Pesan”, Institut

Ilmu Al- Qur‟an Jakarta, 2015, h. 175-177

19

Perbedaan skripsi penulis dengan tesis di atas adalah, pada tesis ini

fokus untuk membahas bahasa yang digunakan Al- Qur’an untuk

menyampaikan pesan melalui amtsal dalam Al- Qur’an, namun erat

kaitannya dengan komunikasi sedangkan skripsi penulis lebih fokus pada

etika yang harus diperhatikan saat berkomunikasi di sosial media.

3. Skripsi oleh Latifah yang berjudul Hoax dalam Perspektif Al- Qur‟an

(Studi Komparatif Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al- Misbah

dan Ibnu Katsir dalam Tafsir Al—Adzim, tahun 2017. Dalam kesimpulan

skripsi ini, Latifah menyebutkan bahwa hoax adalah berita atau informasi

yang bermuatan tipu daya dan kebohongan, dan kebanyakannya berita

atau informasi tersebut mengandung fitnah, yang mana pelaku penyebar

atau pembuat berita bohong (hoaxer) mengetahui bahwa berita yang

dibuat atau di share olehnya adalah palsu atau bohong dengan maksud

untuk menipu atau mengakali pembaca atau pendengarnya untuk

mempercayai berita tersebut.29

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi penulis adalah bahwa skripsi ini

hanya membahas asalah satu dari penyelewengan etika dalam bersosial

media, yaitu menyebarkan berita bohong, sedangkan skripsi penulis

membahas berbagai etika yang harus diperhatikan saat melakukan

interaksi di media sosial.

Selanjutnya, telaah yang penulis lakukan pada kepustakaan UIN

Alauddin Makassar, penulis menemukan satu jenis karya yang senada

dengan judul skripsi penulis, yaitu skripsi karya Nurul Kusuma Wardani

yang berjudul Etika Interpersonal Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMI

dalam Media Sosial Twitter, Tahun 2015. Dalam kesimpulan skripsi ini,

Nurul menyebutkan bahwa Etika Interpersonal Mahasiswa dalam Sosial

29

Latifah “Hoax dalam Perspektif Al- Qur’an (Studi Komparatif Penafsiran M. Quraish

Shihab dalam Tafsir Al- Misbah dan Ibnu Katsir dalam Tafsir Al—Adzim”, institute Ilmu

Al-Qur‟an Jakarta, 2017, h. 119

20

Media Twitter yang pertama adalah mementingkan penggunaan bahasa,

kedua tema postingan, kemudian yang ketiga mementingkan emoticon,

keempat adalah retweet dan yang kelima adalah memaafkan kesalalahan

orang lain.30

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi penulis adalah bahwa skripsi ini

membahas tentang etika interpersonal khusus bagi mahasiswa saja dan

hanya dalam media sosial twitter saja, sedangkan dalam skripsi penulis

menjelaskan etika yang berkaitan dengan berbagai jenis media sosial tidak

hanya di twitter.

Secara garis besar yang membedakan antara skripsi penulis dengan

karya- karya yang lainnya adalah pada objek kajiannya, yaitu lebih

mengkhususkan penelitian pada objek media sosial, namun secara

keseluruhan hadirnya karya- karya yang penulis cantumkan dalam tinjauan

pustaka sangat membantu penulis dalam menyusun skripsi ini, karena tema

besar yang dibahas pada karya- karya tersebut berkenaan dengan komunikasi

ataupun etika dalam berkomunikasi, hal tersebut senada dengan judul skripsi

yang sedang dalam proses penyusunan ini.

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library

research) karena tempat dan sumber data adalah kepustakaan, dan

buku- buku, majalah serta tulisan- tulisan yang terkait dengan

penelitian ini.

Metode yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan metode

tafsir tematik kontekstual, yakni cara memahami Al- Qur’an,

30 Nurul Kusuma Wardani, “Etika Interpersonal Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMI

dalam Media Sosial Twitter”, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2015, h. 72

21

mengumpulkan ayat- ayat yang setema untuk mendapatkan gambaran

yang utuh, holistic, dan komprehensip mengenai tema yang dikaji,

kemudian mencari makna yang relevan dan aktual untuk konteks

kekinian.31

2. Sumber Data

a. Data Primer

Data- data pokok yang menunjang proses pembuatan skripsi adalah

Al- Qur’an, kitab- kitab tafsir, buku bacaan yang berkaitan dengan

etika komunikasi dan media sosial

b. Data sekunder

Data yang digunakan untuk pelengkap data primer adalah jurnal-

jurnal, hasil penelitian sebelumnya (skripsi atau tesis) yang

berkaitan dengan tema skripsi ini

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, skripsi ini menggunakan metode

dokumentasi yaitu dengan cara mencari data mengenai hal- hal atau

variabel yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.32

4. Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif- analitis, yaitu berupaya

mengungkapkan dan menjelaskan tentang komunikasi, khususnya etika

komunikasi seseorang dalam menyampaikan informasi melalui media

sosial. Sesuai dengan jenisnya, penelitian ini menggunakan rancangan

kualitatif, yaitu suatu penelitian yang digunakan untuk meneliti pada

objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen

31

Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al- Qur‟an dan Tafsir, Yogyakarta: Idea Press

Yogyakarta, 2017), cet. 1, h. 78 32

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2002), h. 135

22

kunci.33

Hasil penelitian akan disampaikan dalam bentuk uraian verbal

yang diberikan secara sistematis sebagai hasil pembacaan dan amalitis

terhadap objek kajian.

Menurut Mariam (1988) penelitian kualitatif memiliki 6 asumsi,

yaitu: 34

1. Penelitian kualitatif secara khusus berkonsentrasi pada proses, bukan

pada keluaran atau hasil.

2. Penelitian kualitatif lebih tertarik pada makna bagaimana orang-

orang mengartikan kehidupan, pengalaman, dan struktur dunia

mereka.

3. Penelitian kualitatif memfokuskan instrument utamanya pada

pengumpulan dan analisis data.

4. Penelitian kualitatis melibatkan kerja lapangan.

5. Penelitian kualitatis bersifat deskriptif dimana peneliti tertarik pada

proses, makna, dan pemahaman yang didapat dari kata- kata atau

gambar- gambar.

6. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif, artinya peneliti

membangun abstraksi- abstraksi, konsep- konsep, hipotesis-

hipotesis, dan teori- teori secara detail. Artinya, peneliti berusaha

mengumpulkan data dan mendesain penelitian baru kemudian

menentukan teori atau perspektif yang sesuai dengan tema penelitian.

33

Ditha Prasanti dan Sri Seti Indriani, “Etika Komunikasi dalam Media Sosial Bagi

Ibu- Ibu PKK di Desa Mekar Mukti Kab. Bandung Barat”, dalam Jurnal Komunikasi, Vol.

10 No. 1 tahun 2017, h. 26 34

Ellys Lestari Pambayun, One Stop Qualitive Research Methodology in

Communication, konsep, panduan dan komunikasi, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendekia, 2013),

cet. 1, h. 10

23

H. Teknik dan Sistematika Penulisan

1. Skripsi ini, penulis mengacu pada buku Petunjuk Teknis Penulisan

Proposal dan Skripsi yang diterbitkan oleh LPPI IIQ pada tahun 2017

dan diterbitkan oleh Institut Ilmu Al- Qur’an Jakarta.

2. Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang apa yang

diuraikan dalam penelitianj skripsi ini agar pembahasan skripsi ini

lebih terarah dan sistematis, maka pembahasan dalam skripsi ini

dibagi menjadi lima bab, yaitu: pada bab pertama penulis berusaha

menguraikan pendahuluan yang meliputi latar belakang, identifikasi,

batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metodologi penelitian serta sistematika penulisan.

Setelah selesai bab pertama, penulis mulai menyelesaikan bab

kedua yang berisi konsep dari etika, komunikasi, dan media sosial

mulai dari pengertian etika, komunikasi, dan media sosial, sampai

pengertian etika komunikasi dimedia sosial, serta unsur dari

komunikasi dan dampak yang ditimbulkan dari media sosial itu

sendiri.

Dilanjutkan pada bab ketiga berisi ayat- ayat Al- Qur’an, hadis

dan Undang- Undang yang mengatur tentang etika komunikasi di

media sosial.

Bab keempat berisi analisis penulis tentang etika komunikasi

media dalam Al-Qur’an, beserta penafsiran para mufassir berkenaan

dengan ayat etika tersebut.

Terakhir bab kelima berisi penutup berupa kesimpulan dan saran-

saran kemudian disusul dengan daftar pustaka.

91

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika komunikasi di Media sosial yang tercantum dalam Undang Undang

berbanding lurus dengan etika yang tercantum dalam Al- Qur’an, hanya saja

memiliki bahasa yang sedikit berbeda dengan zaman yang modern, namun

tetap memiliki makna dan tujuan yang sama, Beberapa contoh etika yang

tercantum juga dalam Al- Qur’an, diantaranya adalah:

1. Etika Sebagai Komunikator:

a. Larangan Mengakses Akun Orang Lain, hal ini tersirat dalam Al-

Qur’an QS. an- Nur [24]: 27-28

b. Menjaga Privasi Meskipun di Dunia Maya, hal ini tercantum dalam

Al- Qur’an, QS. An- Nȗr [24]: 31

c. Keseimbangan dalam Menyebarkan Informasi, hal ini tercantum

dalam Al- Qur’an, QS. An- Nȗr [24]: 19

d. Pergunakan Bahasa Yang Tepat Dalam Berkomunikasi, hal ini

tercantum dalam Al- Qur’an, QS. Al- Baqarah [2]: 263

e. Memerhatikan Waktu dalam Berkirim Pesan, hal ini tercantum dalam

Al- Qur’an, QS. an- Naml [27]: 86

f. Penggunaan Icon Dalam Bersosial Media, hal ini tercantum dalam Al-

Qur’an, QS. Al- An’ȃm [6]: 141

g. Menghormati Pengguna Internet Lain, hal ini tercantum dalam Al-

Qur’an, QS. asy- Syu’ara [26]: 183

2. Etika Sebagai Komunikan

a. Tabayyun, hal ini tercantum dalam Al- Qur’an, QS. Al- Hujurat [49]: 6

Selanjutnya untuk pembuktian bahwa antara Al- Qur’an dan Peraturan

Perundang- Undangan berjalan beriringan adalah bisa dilihat pada Undang-

92

Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik ( UU ITE) khususnya Bab VII (Perbuatan yang

Dilarang) pasal 27 s.d. 33 atau Undang- Undang Republik Indonesia nomor

19 tentang Perubahan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE). Kemudian, di

dalam UU ITE Bab XI (Ketentuan Pidana) pasal 45 s.d. 49 menjelaskan

sanksi hukum yang akan diterima oleh pihak- pihak yang melanggar etika

berkomunikasi di dunia maya, dalam Undang- Undang ini dijelaskan hal- hal

yang dilarang dalam melakukan komunikasi di Media Sosial, begitu juga Al-

Qur’an yang mengatur etika dalam berkomunikasi dengan sedemikian rupa

sehingga seharusnya bisa mencapai sebuah komunikasi yang baik antar

individu maupun kelompok.

Maka dapat disimpulkan bahwa antara Al- Qur’an, Undang- Undang dan

Ilmu Pengetahuan Modern bisa berjalan beriringan selama para penikmat

media itu sendiri bisa memelajari dan mengamalkan apa yang sudah

seharusnya diterapkan saat melakukan komunikasi.

B. Saran

Saran dari penulis untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya untuk mengambil

objek penelitian yang lebih fokus pada kajian tafsir untuk prodi Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir, sehingga keilmuan dari penulis sendiri bisa semakin

berkembang dan menerapkan apa yang sudah dipelajari selama masa kuliah.

Saran lain, bagi pengguna media sosial lebih memperhatikan lagi etika

yang harus dilakukan pengguna, karena kegiatan yang terkecil sekalipun

sesungguhnya sudah diatur dalam undang- undang dan Al- Qur’an, maka

sudah sepantasnya bagi pengguna harus berhati- hati, terutama dalam

melakukan komunikasi, kemudian keluarga bisa mengambil peran untuk

penanaman akhlak sebagai bentuk tanggung jawab dalam membimbing diri

dan keluarga dari dari segala bentuk kemungkaran, sehingga ketika menerima

93

atau memberikan informasi di dunia maya, bukan berlandaskan pada

kebohongan, namun seorang muslim tetap mengedepankan kebenaran,

kedamaian, dan keselamatan untuk memperoleh komunikasi yang lebih

berkualitas.

95

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq. Tafsir Ibnu Katsir,

terj. M. Abdul Ghoffar . Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004

Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah, 2013

Amir, Mafri. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Ciputat: PT.

Logos Wacana Ilmu, 199

Anwar, Mukhlis. The Art of Communication. Jakarta: Bestari, 2014

Arifiyafi, Teguh, Josua Sitompul, dkk. Tanya Jawab Hukum Informasi dan

Transaksi Elektronik: Gadgetmu, Harimaumu! (Tips #Melek Hukum

Eksis di Medsos). Tangerang Selatan: Literati, 2015

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 2002

Badri, Arifin. Cerdas Berkomunikasi ala Nabi saw. Jakarta: Pustaka Imam

Syafi’i, 2013

Baiquni, Syawaqi, dkk. Indek Al- Qur’an (Cara Mencari Ayat Al-

Qur’an). Surabaya: Arkola, 1996

Al- Bâqy, Muhammad Fu’âd Abd.. al- Mu’jam al Mufahrâs li alfâdz al-

Qur’an al- Karîm. t. tp: Angkasa, t.th

Cl, Hovland and Jenis Kelly. Communication and Persuation (New Heven

Conn: Yale University, 1953

Effendy, Onong Uchana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Bandung:

Rosda Karya, 1990

Fiske, John. Pengantar Ilmu Komunikasi, terj. Hapsari Dwiningtyas. Depok:

PT Rajagrafindo Persada, 2014

Gani, Bustami A. dkk. Al- Qur’an dan Tafsirnya. Semarang: Cv Wicaksana,

1993

Habib, Moh. Tohiri. Kamus Istilah Penelitian. Yogyakarta: Diva Press, 2015

96

Hanafi, Muchlis M. (ed). Komunikasi dan Informasi (Tafsir Tematik).

Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an, 2011

Hefni, Harjani. Komunikasi Islam. Jakarta: Prenada Media Group, 2015

Ibnu Mandzur. Lisan al- ‘Arab. Beirut: Dâr Shâdir, 1412-1992

Ilaihi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010

Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an. Etika Berkeluarga, Bermasyarakat

dan Berpolitik (Tafsir Tematik). Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-

Qur’an, 2011

Latifah. “Hoax dalam Perspektif Al- Qur’an (Studi Komparatif Penafsiran

M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al- Misbah dan Ibnu Katsir dalam

Tafsir Al—Adzim”. Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta, 2017. Tidak

Diterbitkan

Mahmudah. “Efektivitas Amtsal Al- Qur’an Dalam menyampaikan

Pesan”. Institut Ilmu Al- Qur’an Jakarta, 2015. Tidak DIterbitkan

Ma’arif, Bambang. S. Psikologi Komunikasi Dakwah. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media, 2015

Morissan. Teori Komunikasi; Individu Hingga Massa. Jakarta: Prenamedia

Grup, 2013

Mukarromah, Nurul Aini. “Tabayyun dalam Al- Qur’an menurut pandangan

Mufassirin”. Institut Ilmu Al- Qur’an Jakarta, 2014. Tidak Diterbitkan

Muhtadi, Asep Saefuk. Jurnalistik (Pendekatan Teori dan Praktik). Ciputat:

PT. Logos Wacana Ilmu, 1999.

Munawwir, A. Warson. al- Munawwir kamus Arab- Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997

Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al- Qur’an dan Tafsir. Yogyakarta:

Idea Press Yogyakarta, 2017

97

Nasrullah, Rulli. Media Sosial Prosedur, Tren, dan Etika. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media, 2015

Nasrullah, Rulli. Teori dan Riset Media Siber ( Cyber Media). Jakarta:

Prenada Media Grup, 2014

Ngalimun. Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Praktis. Yogyakarta: Pustaka

Bru Press, 2017

Nurul Kusuma Wardani. “Etika Interpersonal Mahasiswa Ilmu Komunikasi

UMI dalam Media Sosial Twitter”.Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar, 2015. Tidak Diterbitkan

Pembayun, Ellys Lestari. Communication Quotient. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2012

Pambayun, Ellys Lestari. One Stop Qualitive Research Methodology in

Communication, konsep, panduan dan komunikasi. Jakarta: Lentera Ilmu

Cendekia, 2013

Poerwadarminta, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka, 1991

Preece, Warren E. Ethic, Dalam encyclopedia Britanica. London, William

Bustom Publisher, 1965

Al- Qurthubi, Tafsir al- Qurthubi, pent. Muhyiddin Masridha. Jakarta:

Pustaka Azzam, 2008

Rahmat, Efektivitas Berkomunikasi dalam Islam. Bandung: Mizan, 1999

Shihab, M. Quraish. Tafsir al- Misbah Pesan, kesan dan keserasian Al-

Qur’an. Ciputat: Lentera Hati, 2002

Sihabudin, Ahmad. Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi.

Jakarta: Bumi Aksara, 2013

Solomon, Robert C. Etika Suatu Pengantar, R. Andre Karo- Karo (pent.).

Jakarta: Erlangga, 1987

Syaukani. Tafsir Fath al-Qadir. Beirut: Dar al-Fikr, t.th

98

asy Syaukani al Imam Muhammad bin Ali Muhammad. Tafsir Fathul Qodir,

pent. Amir Hamzah Fachruddin dan Asep Saefullah. Jakarta: Pustaka

Azzam, 2009

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 2005

Ummi Tanzila. “Berita dalam Perspektif Al- Qur’an (Sebuah Kajian

Tematik)”. Institut Ilmu Al- Qur’an Jakarta, 2014. Tidak diterbitkan

Wahyono, Teguh. Etika Komputer dan Tanggung Jawab Profesional di

bidang Teknologi Informasi. Yogyakarta: Andi Offset, 2009

Yunus, Mahmud. Kamus Arab- Indonesia. Ciputat: PT. Mahmud Yunus wa

Dzurriyah, 2007

Jurnalisa, Vol. 3 No.1 Mei 2017

Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 36 No. 2 tahun 2016

Jurnal Komunikasi, 2013,

Jurnal Komunikasi, Vol. 10 No. 1 tahun 2017

Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 3 No.1 Juni 2013

Jurnal Dakwah Tabligh, vol. 14, No 1, Juni 2013

Profetik Jurnal Komunikasi, Vol. 10 No.1 April 2017

Prosiding seminar Nasional

Prosinding Seminar Nasional Komunikasi 2016

Semnas Matematika dan Pend. Matematika, 2006

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 32 ayat (1)

مسند الإمام أبو عبد الله أحمد بن محمد بن حنبل بن هلال بن أسد الشيباني،

م ٢٠٠١ -هـ ١٢٢١: مؤسسة الرسالة، الأولى، tt .أحمد بن حنبل

99

اجعامع المسند الصحيح . البااي اجعفي محمد بن إسماعيل أبو عبدالله

.الماتصر من أموي يسول الله صلى الله عليه وسلم وسننه وأيامه = صحيح البااي

هـ١٢٢٢دمشق: داي طوق النجاة،

الترمذ ، أبو عيسى، .محمد بن عيسى بن سوية بن موسى بن الضحاك

م ١۹۹۹م ، بيروت: داي الغرب الإسلا .سنن الترمذ -اجعامع الكبير

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan pedoman transliterasi sebagaimana

diuraikan di bawah ini. Trasliterasi ini ditulis dengan menggunakan pedoman

transliterasi huruf Arab ke huruf latin yang telah disusun oleh Institut Ilmu

Al-Qur`an (IIQ) Jakarta Tahun 2017.

1. Konsonan

th : ط a : أ

zh : ظ b : ب

„ : ع t : ت

gh : غ ts : ث

f : ف j : ج

q : ق h : ح

k : ك kh : خ

l : ل d : د

m : م dz : ذ

n : ن r : ر

xiii

w : و z : ز

h : ه s : س

` : ء sy : ش

y : ي sh : ص

dh : ض

2. Vocal

Vocal Tunggal Vocal Panjang : Vocal Rangkap:

Fathah : a أ: â ... ي : ai

Kasrah : i ي: î و…: au

Dhammah: u و: û

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) qamariyah

ditransliterasikansesuaidenganbunyinya, Contoh:

Al-Mâidah : المائدة Al-Baqarah : البقرة

b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan

sesuai dengan bunyinya. Contoh:

xiv

السيدة ar-rajulu : الرجل : as-Sayyidah

مسالش : asy-Syams الدارمي : ad-Dârimî

c. Syaddah (Tasydîd) dalam system aksara Arab digunakan lambang (

_), sedangkan untuk alih aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini

berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di

akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti

oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:

Âmana as-Sufahâ’u :أمن السفهاء Âmannâbillâhi :أمنا بالل

والركع Inna al-ladzîna : إن الذين : waar-rukka’i

d. Ta Marbûthah(ة)

Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata

sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.

Contoh:

لاميةالجامعة الأس al-Af`idah : الأفئدة : al-Jâmiah al-

Islâmiyah

Sedangkan ta marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-

washal) dengan kata benda (ism), maka dialih aksarakan menjadi

huruf “t”. Contoh:

Âmilatun Nâshibah : عاملة ناصبة

xv

e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi

apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan Yang

Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal

kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.

Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini,

seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan

lainya.