skripsi€¦ · persoalan mutu pendidikan. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu...
TRANSCRIPT
-
i
SKRIPSI “ KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
DI SMA AL-MASTHURIYAH”
Disusun oleh :
Abdul Azis 103018227348
Program Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah
Jakarta 2011 M / 1432 H
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
ABSTRAKSI Abdul Azis, NIM. 103018227348, KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. Skripsi. Jurusan Kependidikan Islam. Program Studi Manajemen. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta 2011.
Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan implementasi MBS.
Manajemen Berbasis Sekolah memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stake holder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting. Pemahaman tentang hakikat kepemimpinan. Dalam melaksanakan MBS, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan yang kuat, partisipatif, dan demokratis.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dalam bentuk deskriptif. Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menggambarkan suatu kegiatan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengimplementasi manajemen berbasis sekolah yang terlebih dahulu menganalisis proses pelaksanaannya.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi bersifat partisipatif. Manajemen ini memberikan kewenangan dari yayasan ke sekolah, dan kemudian sekolah mendelegasikan ke setiap guru dan karyawan. Semua guru dan karyawan merasa terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sekolah. Prinsip desentralisasi memandang bahwa masalah yang muncul di sekolah akan disesuaikan dengan sebaik mungkin apabila penyelesaiannya diserahkan kepada pihak yang paling dekat keberadaan masalah tersebut. Dalam menyelesaikan masalah pendidikan di sekolah, yang paling tahu tentang masalah itu adalah warga sekolah itu sendiri terutama guru, staf, kepala sekolah dan orang tua siswa.
Penerapan manajemen partisipatif meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan sehingga SMA Al-Masthuriyah dapat bersaing dan menghasilkan lulusan yang berkualitas baik secara akademis maupun non akademis. MBS akan berhasil dengan baik apabila warga sekolah memiliki inisiatif dalam menjalankan pekerjaannya dan inisiatif setiap individu dihargai. Yang terjadi di SMA Al-Masthuriyah adalah masih kurangnya inisiatif warga sekolah karena kurangnya rasa memiliki terhadap sekolah tersebut
-
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT., atas segala nikmat dan
karunia yang telah tercurahkan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Dengan penuh rasa syukur, pada akhirnya skripsi ini telah dapat diselesaikan.
Penulis sangat menyadari bahwa hasil penelitian ddari skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Namun alhamdulillah berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari
banyak pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan kendala-kendala yang ada.
Dengan ketulusan hati, dalam kesempatan ini melalui skripsi penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
beserta segenap jajarannya.
2. Bapak Drs. Rusydy Zakaria, M. Ed., M. Phil., Ketua Jurusan Kependidikan Islam
sekaligus dosen Pembimbing Skrpsi yang telah banyak memberikan waktu, arahan,
bimbingan, nasehat, motivasi, ilmu, kritik serta saran yang sangat berarti bagi penulis
sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.
3. Bapak Drs. Mu’arif SAM, M. Pd., Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan.
4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selama ini banyak
membimbing penulis selama belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
5. Bapak H. Abdul Muiz Syihabudin, M.Ag, para guru dan staf SMA Al-Masthuriyah
yang telah memberikan kesempatan dan waktunya sehingga penelitian ini
6. Bapak dan Mamah (H. Ahmad Rifa’i (Alm.) dan Hj. Lilis), Kakak-kakakku dan
Adikku tercinta yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil,
kasih sayang serta do’a yang tak pernah putus sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
-
ii
7. Indah Sri Lestari, istriku tercinta, rasa bangga dan terima kasih atas dukungan yang
dengan setia dan penuh kesabaran dan kasih sayang memberikan semangat kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Rekan-rekan sahabat seperjuangan KI-MP angkatan 2003 dan seluruh pihak yang
terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Kenangan dan kebersamaan kita tidak akan pernah terlupakan.
Demikianlah semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan kebajikannya.
Sebagai penutup, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca
pada umumnya. Amin.
Jakarta, Februari 2011
Abdul Azis
-
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 4
C. Perumusan dan Pembatasan Masalah ..................................................... 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 5
E. Sistematika Penelitian ............................................................................. 5
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Kajian Teori .......................................................................................... 7
1. Pengertian Kepemimpinan ................................................................ 7
2. Pendekatan Kepemimpinan ............................................................. 8
3. Gaya Kepemimpinan ....................................................................... 9
4. Kepemimpinan Transformasional Dalam MBS ........................ 11
5. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah ................................. 12
6. Alasan dan Tujuan ................................................................... 15
7. Strategi Implementasi MBS ..................................................... 16 8. Aspek Yang Digarap ........................................................................ 19
9. Hambatan Implementasi MBS ................................................. 20
10. Ukuran Keberhasilan MBS ...................................................... 22 B. Kerangka Berfikir ................................................................................... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 28
B. Metode Penelitian ................................................................................... 28
C. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 29
D. Teknik Analisa Data ............................................................................... 30
E. Kisi-Kisi Instrumen Pengumpulan Data .................................................. 31
-
iv
BAB IV HASIL PENILITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................................... 33
1. Sejarah Singkat ................................................................................ 33
2. Visi dan Misi SMA Al-Masthuriyah ................................................ 34
3. Keadaan Guru, Siswa dan Sarana ..................................................... 34
B. Deskripsi Data ........................................................................................ 38
C. Analisa Data dan Hasil Penelitian ........................................................... 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 53
B. Saran ..................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
-
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman wawancara
Lembar Pengajuan Judul Skripsi
Surat Bimbingan Skripsi
Surat Permohonan Izin Penelitian dan Riset/Wawancara
Surat Keterangan Penelitian dari SMA Al-Masthuriyah Sukabumi
Profil SMA Al-Masthuriyah
-
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kemampuan Manajemen Sekolah ......................................................... 16
Tabel 2.2 Gambar Kerangka Berfikir ................................................................... 26
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara ........................................................................... 30
Tabel 4.1 Data guru berdasarkan Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan ............. 34
Tabel 4.2 Data Siswa berdasarkan Tingkat Kelas ................................................. 35
Tabel 4.3 Kondisi Sarana dan Prasarana ............................................................... 36
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah
persoalan mutu pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan
kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan
prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun
demikian, indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang
berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu
pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih
memprihatinkan.
Berbagai pihak mempertanyakan apa yang salah dalam penyelenggaraan
pendidikan kita? Beberapa pengamat berpendapat, ada berbagai faktor yang
menyebabkan mutu pendidikan kita tidak mengalami peningkatan secara
signifikan1. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional
menggunakan pendekatan yang menganggap bahwa apabila semua komponen
pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan
1Depdiknas, Manajemen Berbasis Sekolah. (Jakarta : Program Guru Bantu – Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003) h.4
-
2
perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, maka hasil
pendidikan yang dikehendaki yaitu mutu pendidikan secara otomatis akan
terwujud. Dan yang terjadi tidak demikian, karena hanya memusatkan pada
masukan pendidikan dan tidak memperhatikan proses pendidikannya. Padahal
proses pendidikan sangat menentukan hasil pendidikan tersebut. Kedua,
penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratis sentralistik,
(kebijakan terpusat) sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan
pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur
yang sangat panjang dan kadang tidak sesuai dengan kondisi sekolah. Sekolah
kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk mengembangkan dan
memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah
satu tujuan pendidikan nasional. Ketiga, peran serta masyarakat khususnya orang
tua dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.
Munculnya paradigma guru tentang manajemen pengelolaan sekolah yang
bertumpu pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan
yang lebih luas kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara
efisien dan berkualitas. Hal ini sangat didukung dengan dikeluarkannya UU No.
22 tahun 1999, selanjutnya diubah dengan UU No.32 tahun 2004 yaitu Undang-
Undang otonomi daerah yang kemudian diatur oleh PP No. 33 tahun 2004 yaitu
adanya penggeseran kewenangan dan pemerintah pusat ke pemerinrah daerah
dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan kecuali agama, politik luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal.
Bidang pendidikan di atas disebutkan dalam UU No.20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dengan pasal 51 yang menyatakan pengelolaan
satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
didasarkan pada standar pelayanan minimum dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah.2
Kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku
bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai
2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta : Fokus Media, 2006) h.83
-
3
tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam
mengambil keputusan maka akan mengakibatkan adanya disharmonisasi
hubungan anatara pemimpin dan yang dipimpin.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan
implementasi MBS. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada
empat alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) Banyak orang
memerlukan figur pemimpin, 2) Dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu
tampil mewakili kelompoknya, 3) Sebagai tempat pengambilalihan resiko bila
terjadi tekanan terhadap kelompoknya, dan 4) Sebagai tempat untuk meletakkan
kekuasaan.3 Manajemen Berbasis Sekolah memberikan keleluasaan kepada
sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur
stake holder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena
sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur
pemimpin menjadi sangat penting.
Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai
tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja
yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk
mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan.4 Konsep kepemimpinan
erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Para pemimpin menggunakan
kekuasaan sebagai alat untuk mencapai tujuan kelompok. Pemimpin mempunyai
sasaran, dan kekuasaan merupakan sarana untuk memudahkan mencapai sasaran
itu.5 Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan,
legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan.
Gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang dipilih oleh
seseorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya yang
dipakai oleh seorang pemimpin satu dengan yang lain berlainan tergantung situasi
dan kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan menjadi norma perilaku yang
dipergunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
3 Nurkolis. Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.152 4 Nurkolis. Manajemen Berbasis, h.154 5 Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi Edisi Kesepuluh, (Jakarta : PT. Indeks, 2008) h. 505
-
4
perilaku orang lain serta sebagai suatu pola perilaku yang konsisten yang
ditinjukan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha
mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Berdasarkan uraian diatas maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Pada SMA Al-Masthuriyah
Sukabumi”.
B. Identifikasi Masalah
Ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan penerapan manajemen
berbasis sekolah antara lain faktor kepemimpinan, sikap guru, peraturan
pemerintah, dukungan birokrasi, budaya sekolah, sarana dan prasarana,
lingkungan masyarakat, dan masalah finansial.
Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi yaitu :
1. Kurang optimalnya implementasi MBS karena kurang dukungan dari
kepala sekolah
2. Belum utuhnya persepsi masyarakat sekolah tentang konsep MBS
3. Belum optimalnya dukungan kebijakan dan finansial
4. Kurang efektifnya kepemimpinan kepala sekolah dalam mempengaruhi
pelaksanaan MBS.
5. Kurang terbukanya kepala sekolah
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengacu kepada identifikasi di atas maka fokus penelitian dapat dibatasi
pada peran kepemimpinan kepala sekolah. Disini penulis memfokuskan
tinjauannya pada faktor-faktor peran kepemimpinan kepala sekolah yang dapat
mempengaruhi implementasi MBS, yaitu dukungan kepemimpinan kepala
sekolah.
Dari identifikasi masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut : “Bagaimana peran kepemimpinan kepala sekolah
dalam implementasi MBS di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi?”
-
5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang 1). Gaya
kepemimpinan kepala sekolah dalam implementasi MBS. 2). Menjelaskan bentuk-
bentuk kepemimpinan Islam dalam implementasi MBS 3). Efektifitas gaya
kepemimpinan kharismatik kepala sekolah dalam implementasi MBS di SMA Al-
Masthuriyah Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi adalah :
1. Manfaat akademis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman penulis tentang hakikat kepemimpinan,
pengembangan serta pelaksanaannya dalam impelemantasi manajemen
berbasis sekolah.
2. Manfaat umum : Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan serta
menambah paradigma baru bagi sekolah dalam mengembangkan
kepemimpinan dengan mengasah kemampuan sumber daya yang ada
3. Manfaat untuk pembaca : Sebagai salah satu sumber untuk memperkaya
pemahaman para pelaksana di lapangan, khususnya kepala sekolah, para
guru, calon guru, para pengawas dan tenaga kependidikan lain yang
bertanggung jawab dan terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan.
F. Sistematika Penelitian
Untuk memperjelas penulisan skripsi maka penulis membagi sistem
penelitian menjadi lima bab. Dan setiap bab terdiri dari beberapa sub bab, yaitu:
BAB I Pendahuluan, Mencakup Latar Belakang, Identifikasi, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, serta Sistematika Penulisan.
BAB II Kajian Teori tentang Kepemimpinan, meliputi Pengertian, Pendekatan,
Gaya Kepemimpinan, Kepemimpinan Transformasional dalam MBS.
Sedangkan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah meliputi
Pengertian, Alasan dan Tujuan, Strategi Impelementasi, Aspek yang
digarap MBS, Hambatan Implementasi dan Ukuran Keberhasilan
MBS. Dan Kerangka Berfikir
-
6
BAB III Metodologi Penelitian meliputi Waktu, Tempat, Metode Penelitian,
Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Pengumpulan Data, dan Teknik
Analisis Data.
BAB IV Hasil Penelitian meliputi Sejarah Singkat Berdirinya Sekolah
Gambaran Umum Objek Penelitian, Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah.
BAB V Penutup yang meliputi Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN.
-
7
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian kepemimpinan
Pemimpin memiliki peranan yang dominan dalam sebuah organisasi.
Peranan yang dominan tersebut dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja,
keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi.
Sebagaimana dikatakan Hani Handoko, bahwa pemimpin juga memainkan
peranan kritis dalam membantu kelompok organisasi, atau masyarakat untuk
mencapai tujuan mereka.1
Bagaimanapun juga kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam
pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat
mengidentifikasikan kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan
kemampuan mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan
efektif. Kepemimpinan dalam bahasa inggris tersebut leadership berarti being a
leader, power of leading atau the qualities of leader.2
Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas
seseorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai
1 Hani Handoko, Manajemen edisi kedua, (Yogyakarta : BPFE, 1995) h.293 2 AS. Hornby. Oxford Edvanced Dictionary of English. (London : Oxford University Press,
1990)
-
8
tujuan. Seperti halnya manajemen, kepemimpinan atau leadership telah
didefinisikan oleh banyak para ahli antaranya adalah Stoner mengemukakan
bahwa kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses
mengarahkan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok
anggota yang selain berhubungan dengan tugasnya.
Kepemimpinan adalah bagian penting manjemen, tetapi tidak sama dengan
manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang
untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.
Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lainnya
seperti perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi.3
Kepemimpinan atau leadership dalam pengertian umum menunjukkan
suatu proses kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku,
perasaan serta tingkah laku terhadap orang lain yang ada di bawah
pengawasannya.
Disinilah peranan kepemimpinan berpengaruh besar dalam pembentukan
perilaku bawahan. Menurut Handoko kepemimpinan merupakan kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar mencapai tujuan dan sasaran.4
2. Pendekatan Kepemimpinan
Menurut Handoko, ada beberapa pendekatan kepemimpinan yang
diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan
situasional.5 Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu
kombinasi sifat-sifat yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud
mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan
dengan kepemimpinan yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan
bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan
perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok
apapun dimana ia berada. Pendekatan ketiga yaitu pandangan situasional tentang
3 Hani Handoko, Manajemen edisi kedua, (Yogyakarta : BPFE, 1995), h.295 4 Hani Handoko, Manajemen, h.294 5 Hani Handoko, Manajemen, h.295
-
9
kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan
efektifitas kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni tugas-tugas yang
dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi,
pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini
telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang bermaksud
untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar
efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.
Ketiga pendekatan tersebut dapat digambarkan secara kronologis sebagai
berikut6 :
3. Gaya Kepemimpinan
Gaya adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang menandai ciri seseorang.
Berdasarkan pengertian tersebut maka gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-
gerik atau lagak yang dipilih oleh seorang pemimpin dalam menjalankan tugas
kepemimpinannya. Gaya yang dipakai oleh seseorang pemimpin satu dengan yang
lain berlainan tergantung situasi dan kondisi kepemimpinannya.
Menurut pendekatan tingkah laku, gaya kepemimpinan adalah pola
menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang
tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi
yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari
perilaku seseorang.
Gaya kepemimpinan yang berkaitan dengan MBS berkaitan dengan proses
mempengaruhi antara para pemimpin dengan para pengikutnya. Dalam
kepemimpinan partisipatif, menyangkut usaha-usaha oleh seorang pemimpin
untuk mendorong dan memudahkan partisipasi orang lain dalam pengambilan
keputusan. Dalam kepemimpinan partisipatif juga digunakan pendekatan
kekuasaan, yaitu secara bersama-sama membagi kekuasaan (power sharing) dan
6 Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta : BPFE, 1995) h.295
Sifat-Sifat Perilaku Situasional Contingency
-
10
proses-proses mempengaruhi timbal balik, pendelegasian kekuasaaan, dan
konsultasi dengan orang lain untuk memperoleh saran-saran.
Kebanyakan teori kepemimpinan partisipatif mengakui adanya empat
prosedur pengambilan keputusan, yang selanjutnya disebut sebagai macam-
macam partisipasi. Keempat prosedur pengambilan keputusan tersebut
menggambarkan kecenderungan gaya kepemimpinan partisipatif sebagai berikut7 :
a. Kepemimpinan Otokratik.
Dalam membuat keputusan, seorang pemimpin membuat keputusan sendiri
tanpa menanyakan opini atau saran dari orang lain. Orang lain yang tidak
berpartisipasi dan tidak mempunyai pengaruh yang langsung terhadap
keputusan.
b. Kepemimpinan konsultatif.
Dalam membuat keputusan, seorang pemimpin menanyakan opini dan gagasan
orang lain dan kemudian mengambil keputusan sendiri setelah
mempertimbangkan secara serius saran-saran dan perhatian mereka.
c. Kepemimpinan keputusan bersama
Dalam membuat keputusan seorang pemimpin bertemu dengan orang lain
untuk mendiskusikan masalah yang diputuskan, kemudian mengambil
keputusan secara bersama-sama. Pemimpin tidak mempunyai pengaruh lagi
terhadap keputusan terakhir seperti juga peserta lainnya.
d. Kepemimpinan delegatif
Dalam pengambilan keputusan, pemimpin memberi kepada seorang individu
atau kelompok, suatu kekuasaan serta tanggung jawab untuk membuat
keputusan. Pimpinan biasanya memberikan spesifikasi mengenai batas-batas
pilihan terakhir yang harus diambil dan persetujuan terlebih dahulu mungkin
perlu atau tidak perlu diminta sebelum keputusan dilaksanakan.
Kepemimpinan delegatif juga disebut sebagai kepemimpinan demokratik.
4. Kepemimpinan Transformasional Dalam MBS
7 Nurkolis. Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.168
-
11
Dalam Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional 2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan perlunya
pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen pendidikan
dari sentralistik ke desentralistik menuntut proses pengambilan keputusan
pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik dan demokratis. Untuk pendidikan
dasar dan menengah, proses pengambilan keputusan yang otonom seperti itu dapat
dilaksanakan secara efektif dengan menerapkan MBS. Dalam melaksanakan
MBS, kepala sekolah perlu memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan
demokratis. Untuk mengakomodasikan persyaratan ini kepala sekolah perlu
mengadopsi kepemimpinan transformasional.
Dalam lembaga formal kita mengenal beberapa tipe kepemimpinan
modern yang dipandang memili nuansa positif, seperti kepemimpinan partisipatif,
kepemimpinan karismatik, kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan
transformasional. Kepemimpinan partisipatif dicirikan dengan adanya
keikutsertaan pengikut dalam proses pengambilan keputusan. Sementara itu,
kepemimpinan karismatik dicirikan dengan adanya persepsi para pengikut bahwa
pemimpinnya memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa.
Kepemimpinan transaksional adalah hubungan antara pemimpin dan
bawahan serta ditetapkan dengan jelas peran dan tugas-tugasnya. Kepemimpinan
transformasional dapat dicirikan dengan adanya proses untuk membangun
komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan
kepada para pengikut untuk mencapai sasaran.
Menurut Masi and Robert (2000), kepemimpinan transaksional
digambarkan sebagai mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain
antara pemimpin dan bawahannya (Contingen Riward), intervensi yang dilakukan
oleh pemimpin dalam proses organisasional dimaksudkan untuk mengendalikan
dan memperbaiki kesalahan yang melibatkan interaksi antara pemimpin dan
bawahannya bersifat pro aktiv.
Kepemimpinan transaksional aktif menekankan pemberian penghargaan
kepada bawahan untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu secara
-
12
pro aktif seorang pemimpin memerlukan informasi untuk menentukan apa yang
saat ini dibutuhkan bawahannya.
Berdasarkan dari uraian tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa
prinsip utama dari kepemimpinan transaksional adalah mengaitkan kebutuhan
individu pada apa yang diinginkan pemimpin untuk dicapai dengan apa
penghargaan yang diinginkan oleh bawahannya memungkinkan adanya
peningkatan motivasi bawahan.
Dalam kepemimpinan transformasional, pemimpin mencoba menimbulkan
kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan
nilai-nilai moral. Kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan
transaksional yang didasarkan atas kekuasaan birokratis dan memotivasi para
pengikutnya demi kepentingan diri sendiri.
Kepemimpinan transformational mampu mentransformasi dan memotivasi
para pengikutnya dengan cara :8 (1) membuat mereka sadar mengenai pentingnya
suatu pekerjaan, (2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi
daripada kepentingan diri sendiri, dan (3) mengaktifkan kebutuhan kebutuhan
pengikut pada tarap yang lebih tinggi. Tipe kepemimpinan transformasional ini
disarankan untuk diadopsi dalam implementasi MBS karena dapat sejalan dengan
fungsi manajemen model MBS. Pertama, adanya kesamaan yang paling utama,
yaitu jalannya organisasi yang tidak digerakkan oleh birokrasi, tetapi oleh
kesadaran bersama. Kedua, para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi
bukan kepentingan pribadi. Ketiga, adanya partisipasi aktif dari pengikut atau
orang yang dipimpin.
5. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Secara bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata,
yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah9. Manajemen adalah proses menggunakan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar
8 Nurkolis. Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.172 9 Nurkolis. Manajemen, h.1
-
13
basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan
mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan
makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber
daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau
pembelajaran.
Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari
manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah
pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber
daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan
paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar
sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu
sendiri.
Dari asal usul peristilahan, MBS adalah terjemahan langsung dari School-
Based Management (SBM)10. Istilah ini mula-mula muncul di Amerika Serikat
pada tahun 1970-an sebagai alternatif untuk mereformasi pengelolaan pendidikan
atau sekolah. Reformasi itu dapat diperlukan karena kinerja sekolah selama
puluhan tahun tidak dapat menunjukan peningkatan yang berarti dalam
memenuhii tuntutan perubahan lingkungan sekolah.
Gagasa n Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dalam Bahasa Inggris
School- Based Management pada dewasa ini menjadi perhatian para pengelolaan
pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan
tingkat Sekolah. Sebagaimana dimaklumi, gagasan ini semakin mengemuka
setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi pengelolaan pendidikan seperti
disyaratkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004. Produk hukum tersebut
mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan
dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Gagasan MBS perlu dipahami
dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam
penyelenggaraan pendidikan, khususnya sekolah, karena implementasi MBS tidak
10 Depdiknas, Manajemen Berbasis Sekolah. (Jakarta : Program Guru Bantu – Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003) h.5
-
14
sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik sekolah dan tatanan
pengelolaan sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola kebijakan
dan orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan Sekolah.
MBS sebagai sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan
kewenangan dan kekuasaan kepada institusi sekolah untuk mengatur kehidupan
sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Dalam
MBS, sekolah merupakan institusi yang memiliki full authority and responsibility
untuk secara mandiri menetapkan program-program pendidikan (kurikulum) dan
implikasinya terhadap berbagai kebijakan sekolah sesuai dengan visi, misi, dan
tujuan pendidikan yang hendak dicapai sekolah.
Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi
kewenangan yang memandang sekolah secara individual. Sebagai bentuk
alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi
diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di samping agar Sekolah
lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Secara umum manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan
mendorong pengambilan keputusan parsitipatif yang melibatkan secara langsung
semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orangtua siswa, dan
masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional. Dengan otonomi yang lebih besar, maka sekolah memiliki kewenangan
yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri.
Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program
yang, tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya.
Demikian juga, dengan pengambilan keputusan partisipatif, yaitu pelibatan warga
sekolah secara langsung dalam pengambilan keputusan, maka rasa memiliki
warga sekolah dapat meningkat. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan
peningkatan rasa tanggungjawab, dan peningkatan rasa tanggungjawab, dan
peningkatan rasa tanggungjawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah
terhadap sekolahnya. Inilah esensi pengambilan keputusan partisipatif. Baik
-
15
peningkatan otonomi sekolah maupun pengambilan keputusan partisipatif tersebut
kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional yang berlaku.
6. Alasan dan Tujuan
MBS di Indonesia yang menggunakan model Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) muncul karena beberapa alasan sebagaimana
diungkapkan oleh Nurkolis11 antara lain Pertama, sekolah lebih mengetahui
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan
sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan
warga sekolah dan masyarakat dalam pengmabilan keputusan dapat menciptakan
transparansi dan demokrasi yang sehat.
Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum,
kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya,
dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum.12 Bagi sumber daya manusia,
peningkatan kualitas bukan hanya meningkatnya pengetahuan dan
keterampilannya, melainkan meningkatkan kesejahteraannya pula.
Keuntungan-keuntungan penerapan MBS sebagaimana dikutip dari hasil
pertemuan The American Association of School Administration, The National
Association of Elementary School Principal, The National of Secondary School
Principal pada tahun 1988 adalah13 : Pertama, secara formal MBS dapat
memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah.
Kedua, meningkatkan moral guru. Moral guru meningkat karena adanya
komitmen dan tanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan di sekolah.
Ketiga, keputusan yang diambil sekolah mengalami akuntabilitas. Hal ini terjadi
karena konstituen sekolah mengalami andil yang cukup dalam setiap pengambilan
11 Nurkolis. Manajemen Berbasis, (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.21 12 Nurkolis. Manajemen Berbasis, h.23 13 Nurkolis. Manajemen Berbasis, (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.25
-
16
kepurusan. Keempat, menyesuaikan sumber keuangan terhadap tujuan
instruksional yang dikembangkan di sekolah. Kelima, menstimulasi munculnya
pemimpin baru di sekolah. Keputusan yang diambil pada tingkat sekolah tidak
akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran seorang pemimpin. Keenam,
meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksibilitas komunikasi tiap komunitas
sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah.
7. Strategi Implementasi MBS
MBS merupakan strategi peningkatan kualitas pendidikan melalui otoritas
pengambilan keputusan dari pemerintah daerah ke sekolah. Dalam hal ini sekolah
dipandang sebagai unit dasar pengembangan yang bergantung pada redistribusi
otoritas pengambilan keputusan di dalamnya terkandung desentralisasi
kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk membuat keputusan. Dengan
demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang
memandang sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternatif sekolah dalam
program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar sekolah
dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan
prioritas kebutuhan disamping agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat.
Implementasi MBS akan berlangsung efektif dan efisien apabila didukung
oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, dana
yang cukup agar sekolah mampu menggaji semua staf sesuai dengan fungsinya,
sarana prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta
dukungan masyarakat (orang tua) yang tinggi.14
Ciri-ciri MBS, bisa diketahui antara lain dari sudut sejauh mana Sekolah
dapat mengoptimalkan kemampuan manajemen Sekolah, terutama dalam
pemberdayaan sumber daya yang ada menyangkut sumber daya kepala sekolah
14 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2003) h.58
-
17
dan guru, partisipasi masyarakat, pendapatan daerah dan orang tua, juga anggaran
sekolah sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini15 :
Tabel 2.1. Kemampuan Manajemen Sekolah Kemampuan
Sekolah Kepala Sekolah
dan Guru Partisipasi Masyarakat
Pendapatan Daerah dan Orang Tua
Anggaran Sekolah
1. Sekolah dengan kemampuan manajemen tinggi
Kepala sekolah dan guru ber-kompetesi tinggi (termasuk kepemimpinan
Partisipasi masyarakat tinggi (termasuk dukungan dana)
Pendapatan daerah dan orang tua tinggi
Anggaran sekolah di luar anggaran pemerintah besar
2. Sekolah dengan kemampuan manajemen sedang
Kepala sekolah dan guru ber-kompetesi sedang (termasuk kepemimpinan
Partisipasi masyarakat sedang (termasuk dukungan dana)
Pendapatan daerah dan orang tua sedang
Anggaran sekolah di luar anggaran pemerintah sedang
3. Sekolah dengan kemampuan manajemen rendah
Kepala sekolah dan guru ber-kompetesi rendah (termasuk kepemimpinan
Partisipasi masyarakat rendah (termasuk dukungan dana)
Pendapatan daerah dan orang tua tinggi
Anggaran sekolah di luar anggaran pemerintah kecil atau tidak ada
.
Kondisi di atas mengisyaratkan bahwa tingkat kemampuan manajemen
sekolah untuk mengimplementasikan MBS berbeda satu kelompok sekolah
dengan kelompok lainnya. Perencanaan implementasi MBS harus menuju pada
variasi tersebut, dan mempertimbangkan kemampuan setiap sekolah.
Perubahan arah ke MBS dapat direfleksikan dalam aspek-aspek strategi
manajemen berikut ini :
a. Konsep atau asumsi tentang hakikat manusia
Guru dan siswa kemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda,
di luar kebutuhan ekonomi. Mereka mengejar interaksi, afiliasi sosial,
aktualisasi diri, dan kesempatan berkembang. Dalam rangka memuaskan
tingkat kebutuhan yang lebih tinggi mereka bersedia menerima tantangan dan
bekerja lebih keras. MBS dapat menyediakan fleksibilitas lebih baik dan
15 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis, h.59
-
18
kesempatan untuk memuaskan kebutuhan guru dan siswa dan memberi peran
terhadap talenta-talenta mereka
b. Konsep organisasi sekolah.
Sekolah sebagai organisasi tidak sekedar tempat persiapan anak-anak di masa
datang, tapi juga tempat untuk siswa atau guru dan administrator untuk hidup,
tumbuh, dan menjalani perkembangan. Oleh karena itu, dalam MBS sekolah
tidak hanya tempat membantu perkembangan siswa, tetapi juga tempat
perkembangan guru dan administrator
c. Gaya pengambilan keputusan
Dalam MBS gaya pengambilan keputusan pada tingkat sekolah adalah melalui
pembagian kekuasaan (power sharing) atau partisipasi.
d. Gaya kepemimpinan
Dalam merespon perubahan ke MBS maka gaya kepemimpinan kepala sekolah
berubah dari tingkat rendah ke kepemimpinan multitingkat. Kepemimpinan
dalam MBS tidak hanya kepemimpinan teknis dan manusia, tetapi
menggunakan kepemimpinan kependidikan, simbolik, dan budaya
e. Penggunaan kekuasaan
MBS dimaksudkan untuk mengembangkan sumber daya manusia dan
mendorong komitmen dan inisiatif warga sekolah. Oleh karena itu, gaya
tradisional dalam penggunaan kekuasaan harus diubah. Para administrator
sekolah disarankan menggunakan kekuasaan terutama keahlian dan referensi,
memberi perhatian terhadap pertumbuhan professional guru, menjadi
pemimpin yang professional terhadap guru dan menjadi inspirasi pada guru
dan siswa untuk bekerja secara antusias dengan kepribadian yang mulia
f. Keterampilan-keterampilan manajemen
Ketika mengadopsi MBS maka pekerjaan manajemen internal menjadi lebih
kompleks dan berat. Oleh karena itu, diperlukan konsep-konsep baru dalam
keterampilan manajemen
-
19
8. Aspek yang digarap MBS
Ada banyak aspek yang tadinya menjadi kewenangan pusat atau
provinsi/kabupaten/kota, kini bergeser menjadi kewenangan sekolah dalam MBS.
Aspek tersebut meliputi 16:
a. Perencanaan dan evaluasi program
Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan
kebutuhannya misalnya untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah juga
diberikan kewenangan untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang
dilakukan secara internal.
b. Pengelolaan kurikulum
Sekolah dapat mengembangkan kurikulum, namun tidak boleh mengurangi isi
kurikulum yang berlaku secara nasional. Sekolah juga diberi kebebasan untuk
mengembangkan kurikulum muatan lokal.
c. Pengelolaan proses belajar mengajar
Sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode, dan teknik
pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran, siswa, guru, dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di
sekolah
d. Pengelolaan ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan,
rekrutmen pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga
evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah.
e. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan/fasilitas
Pengelolaan fasilitas mulai dari pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan
hingga pengembangan dilakukan oleh sekolah. Hal ini didasari oleh kenyataan
bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik
kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya.
f. Pengelolaan keuangan
16 Heriyanto, Manajemen Berbasis Sekolah dalam Peningkatan Muru Pendidikan, (Jakarta : Tesis, 2008) h.26
-
20
Pengelolan keuangan sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini
didasari bahwa sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga
desentralisasi penggunaan keuangan sudah seharusnya dilimpahkan ke
sekolah.
g. Pelayanan siswa
Pelayanan siswa dimulai dari penerimaan siswa baru, pembinaan dan
pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan ke pendidikan berikutnya, atau
dunai kerja sampai pengelolaan alumni.
h. Hubungan sekolah dan masyarakat
Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan
keterlibatan, kepedulian, kepemilikan dan dukungan masyarakat terutama
dukungan moral dan finansial.
i. Pengelolaan iklim sekolah
Iklim sekolah baik fisik maupun non fisik yang kondusif dan akademik,
merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang
efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan
yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah dan kegiatan yang berpusat
kepada siswa. Hal ini merupakan bagian dari iklim sekolah yang harus
menjadi lebih intensif ditingkatkan.
9. Hambatan Implementasi MBS
Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan
dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut 17:
a. Tidak berminat untuk terlibat. Sebagian orang tidak menginginkan kerja
tambahan selain pekerjaannya sekarang. Mereka tidak ingin ikut serta dalam
kegiatan yang menurut mereka hanya akan menambah beban saja. Tidak
semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak
ingin menyediakan waktunya untuk urusan tersebut.
17 Heriyanto, Manajemen Berbasis Sekolah dalam Peningkatan Muru Pendidikan, (Jakarta : Tesis, 2008) h.35
-
21
b. Tidak efisien. Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif
adakalanya menimbulkan frustasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan
dengan cara-cara otokratis
c. Pikiran kelompok. Setelah beberapa saat bersama, para pengelola sekolah
mungkin akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini akan berdampak positif,
karena akan saling mendukung satu sama lain. Namun di sisi lain, kohesivitas
itu akan menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa
enak berlainan penadapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah pengelola
akan mulai terjangkit “pikiran kelompok”. Ini berbahaya karena keputusan
yang diambil ada kemungkinan tidak lagi realistis.
d. Memerlukan pelatihan. Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar
sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit
dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan
dan keterampilan tentang hakikat MBS dan bagaimana cara kerjanya,
pengambilan keputusan, komunikasi dan sebagainya.
e. Kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru. Pihak-pihak yang terlibat
mungkin telah sangat terkondisikan dengan iklim kerja yang selama ini
mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-
pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar
akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk
memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
f. Kesulitan koordinasi. Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup
kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektf dan
efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuan
masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan
sekolah.
Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal,
mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum
penerapan MBS.
-
22
10. Ukuran Keberhasilan MBS. Dalam konteks MBS, keberhasilan pendidikan harus didefinisikan ulang,
bukan semata-mata pada ukuran standar prestasi siswa. Keberhasilan harus berada
dalam konsep yang lebih luas. Namun apa pun kriteria keberhasilan tersebut,
pencapaiannya tergantung pada kualitas program pendidikan dan pelayanan yang
diberikan. Oleh karena itu, ukuran-ukuran keberhasilan implementasi MBS di
Indonesia dapat dinilai setidaknya dari sembilan criteria di bawah ini18 :
Pertama, MBS dianggap berhasil apabila jumlah siswa yang mendapat
layanan pendidikan semakin meningkat. Masalah siswa yang tidak bisa mendaftar
sekolah karena masalah ekonomi akan dipecahkan secara bersama-sama oleh
warga sekolah melalui subsidi silang dari mereka yang ekonominya lebih mampu.
Kedua, MBS dianggap berhasil apabila kualitas pelayanan pendidikan
menjadi lebih baik. Karena layanan pendidikan tersebut berkualitas
mengakibatkan prestasi akademik dan prestasi non akademik siswa juga
meningkat. Secara keseluruhan kualitas pendidikan akan meningkat yang
selanjutnya jumlah pengangguran bisa ditekan, intensitas kriminalitas dapat
diturunkan, dan rasa tanggung jawab sebagai warga negara semakin jelas.
Ketiga, tingkat tinggal kelas menurun dan produktivitas sekolah semakin
baik dalam arti rasio antara jumlah siswa yang mendaftar dengan jumlah siswa
yang lulus menjadi lebih besar. Tingkat tinggal kelas menurun karena siswa
semakin bersemangat untuk datang ke sekolah dan belajar di rumah dengan
dukungan orang tua serta lingkungannya. Pembelajaran di sekolah semakin
meningkat karena kemampuan guru mengajar lebih menjadi menarik dan
menyenangkan. Siswa menjadi lebih bergairah dan bersemangat untuk belajar dan
datang ke sekolah.
Keempat, karena program-program sekolah dibuat bersama-sama dengan
warga masyarakat dan tokoh masyarakat maka relevansi penyelenggaraan
18 Nurkolis. Manajemen Berbasis, h.271
-
23
pendidikan semakin baik. Program-program yang diselenggarakan di sekolah baik
kurikulum maupun sarana dan prasarana sekolah disesuaikan dengan situasi dan
kebutuhan lingkungan masyarakat.
Kelima, terjadinya keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan karena
penentuan biaya pendidikan tidak dilakukan secara pukul rata, tetapi didasarkan
pada kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Atas kesepakatan bersama
seluruh warga sekolah dan warga masyarakat, keadilan dalam penyelenggaraan
pendidikan ini bisa tercipta.
Keenam, semakin meningkatnya keterlibatan orang tua dan masyarakat
dalam pengambilan keputusan di sekolah baik yang menyangkut keputusan
intruksional maupun organisasional. Dengan demikian, orang tua siswa dan
masyarakat akan semakin peduli dan rasa memiliki yang lebih besar pada sekolah.
Bila hal ini terjadi maka masyarakat akan dengan sukarela menyumbangkan
tenaga dan hartanya untuk sekolah.
Ketujuh, salah satu indikator penting lain dari kesuksesan MBS adalah
semakin baiknya iklim dan budaya kerja di sekolah. Iklim dan budaya kerja yang
baik akan memberkan dampak positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan.
Selanjutnya, sekolah akan berubah dan berkembang lebih baik. Setiap personel
sekolah akan merasa aman dan nyaman dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Kedelapan, kesejahteraan guru dan staf sekolah semakin membaik antara
lain karena sumbangan pemikiran, tenaga, dan dukungan dana dari masyarakat
luas. Semakin professional seorang guru atau staf sekolah maka masyarakat
semakin berkeinginan untuk memberikan sumbangan dana yang lebih besar.
Kesembilan, apabila semua kemajuan pendidikan di atas telah tercapai
maka dampak selanjutnya adalah akan terjadinya demokratisasi dalam
penyelenggaraan pendidikan. Indikator keberhasilan implementasi berupa
tercapainya demokratisasi pendidikan diletakkan pada posisi terakhir karena
sasaran ini jangka panjang dan paling jauh dari jangkauan.
-
24
B. KERANGKA BERPIKIR
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat
komplek karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi
yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik,
menunjukan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang
tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya. Ciri-ciri yang menempatkan
sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar,
tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia.
Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebutlah, sekolah sebagai
organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah
adalah keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka
memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta
mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi
tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Studi keberhasilan kepala sekolah
menunjukan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat
dan irama suatu sekolah.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka kepala sekolah harus bisa
menjalankan tugas dan fungsinya dengan efektif dan efisien supaya semua tujuan
sekolah yang menjadi tuntutan masyarakat dapat tercapai. Kalau tidak, jika
sekolah tidak dapat memenuhi tuntutan masyarakat dan perkembangan era
globalisasi, sekolah tersebut akan kehilangan fungsinya sebagai tempat
menghasilkan agen-agen perubahan yang berkualitas di masa yang akan datang.
Kepala sekolah yang bersikap otoriter, cenderung pasif, kurang terbuka,
dan cenderung diskriminatif dalam kepemimpinannya akan sulit menjalankan
fungsinya secara efektif dan efisien.
Kepala sekolah sabagai pemimpin seharusnya dalam praktik sehari-hari
selalu berusaha memperhatikan dan mempraktikan 8 fungsi kepemimpinan di
dalam kehidupan sekolah19, yaitu : 1). Kepala sekolah harus dapat
19 Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah : Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya (Jakarta : Rajawali Pers, 2008) h.84
-
25
memperlakukan sama terhadap orang-orang yang menjadi bawahannya, sehingga
tidak terjadi diskriminasi, 2). Sugesti atau saran sangat diperlukan oleh para
bawahan dalam menjalankan tugas, 3). Kepala sekolah bertanggung jawab untuk
memenuhi atau menyediakan dukungan yang diperlukan oleh guru, staf, dan
siswa, baik berupa dana, peralatan, waktu, dan suasana yang mendukung, 4).
Berperan sebagai katalisator, dalam arti mampu menimbulkan dan menggerakan
semangat para guru, staf dan siswa dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan, 5).
Menciptakan rasa aman di lingkungan sekolah, sehingga semua masyarakat
sekolah bebas dari perasaan gelisah dan khawatir, 6). Penampilan kepala sekolah
harus selalu dijaga integritasnya, selalu terpercaya, dihormati baik sikap, perilaku
maupun perilakunya, 7). Selalu membangkitkan semangat dan percaya diri
masyarakat sekolah sehingga mereka menerima dan memahami tujuan sekolah
secara antusias dan bertanggung jawab ke arah tercapainya tujuan tersebut, dan 8).
Kepala sekolah diharapkan selalu dapat menghargai apa pun yang dihasilkan oleh
mereka yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian hasilnya maka akan
terwujud kepemimpinan kepala sekolah yang efektif.
Tapi pada kenyataan yang ada, bahwa kualitas kepala sekolah pada saat ini
belum seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti sumber daya manusia yang berperan sebagai pemikir, perencana, dan
pelaksana organisasi sebagai aparat mencapai tujuan, dan koordinasi sebagai
mekanisme dan strategi. Hal ini antara lain disebabkan oleh lemahnya kompetensi
serta kurang efektifnya manajerial kepala sekolah
Akibatnya mata rantai atau tahap-tahap pengelolaan kepala sekolah belum
dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Terjadilah gap, kesenjangan,
atau jurang antara kualitas kepala sekolah yang senyatanya ada.
Akhirnya untuk mengatasi permasalahan tersebut mata rantai pengeolaan
kepala sekolah yang sangat berperan dalam mekanisme melahirkan kepala sekolah
yang profesional seharusnya selalu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tahap-
tahap yang ada, serta keterkaitan dan saling pengaruh antar sesama tahap perlu
dipersiapkan dan dilaksanakan dengan terkoordinasi.
-
26
Ada strategi-strategi teknis yang diharapkan dapat dicapai dalam rangka
mengatasi permasalahan tersebut sebagai berikut :
1. Peningkatan kompetensi melalui pelatihan manajerial kepala sekolah atau
pelatihan-pelatihan lain yang relevan
2. Melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi untuk menambah
wawasan teoritis dan praktis kepala sekolah
3. Program studi banding dan program lain untuk menambah referensi konsep
dan implementasi pendidikan di tempat lain.
-
27
Tabel 2.2
GAMBAR KERANGKA FIKIR
INPUT PROSES OUTPUT
$
FEED BACK
Kepemimpinan kepala
-
-
-
Kondisi Kepemipinan
- Otoriter - Pasif - Kurang Terbuka - Diskriminasi
Masalah Kepemipinan
- Implementasi MBS kurang dukungan dari kepemimpinan kepala sekolah
Strategi
- Pelatihan manajerial
- Melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi
- Studi banding ke sekolah lain
Hasil
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam implementasi
MBS
-
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di SMA Al-Masthuriyah Kecamatan Cisaat
Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada
selama 3 bulan, dimulai pada bulan Desember 2010 sampai Februari 2011
sehingga memudahkan penelitian untuk menjaring data dan informasi yang
dibutuhkan dari responden. Hal ini untuk memungkinkan peneliti memahami
lebih dalam obyek penelitian kemudian benar-benar mendapatkan gambaran jelas
tentang obyek tersebut
B. Metode penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk metode
deskriptif. Penggunaan deskriptif dalam penelitian ini untuk menggambarkan
obyek penelitian atau kondisi lapangan apa adanya pada saat itu, untuk mengkaji
permasalahan pada saat penelitian ini dilakukan. Penelitian ini berusaha
mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa adanya.
Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk
menggambarkan suatu kegiatan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengimplementasi manajemen berbasis sekolah yang terlebih dahulu
menganalisis proses pelaksanaannya.
-
29
C. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian lapangan ini penulis berusaha menganalisis data yang
diperoleh sehingga antara pengertian dan teori yang ada dapat dibuktikan relevansinya.
Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teknik Observasi
Teknik observasi digunakan untuk mengamati dan mencatat seluruh aspek
pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengendalikan
implementasi manajemen berbasis sekolah di SMA Al-Masthuriyah, serta
mengamati secara langsung data-data yang diperlukan. Dengan demikian
data yang didapat oleh penulis selama observasi berlangsung dapat
menjadi masukan bagi penulisan skripsi ini. Dalam pelaksanaan observasi
peneliti membuat panduan observasi, sebagai berikut :
a. Lingkungan SMA Al-Masthuriyah Sukabumi
b. Kegiatan kepemimpinan kepala sekolah
c. Kegiatan implementasi program sekolah
d. Kegiatan implementasi MBS
2. Wawancara
Wawancara digunakan peneliti untuk memperoleh informasi langsung dari
sumbernya, responden pada wawancara ini merupakan yang memiliki
keterkaitan langsung dengan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah.
Respondennya terdiri dari Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Tenaga
Pendidik, Tenaga Kependidikan, Siswa dan Siswi SMA Al-Masthuriyah
Sukabumi. Wawancara dilakukan dengan sifat terbuka, dan responden
tahu bahwa mereka sedang diwawacarai dan mengetahui pula maksud
wawancara itu. Dalam pelaksanaan wawancara yang dilakukan terhadap
responden, dibantu dengan pedoman wawancara tentang :
a. Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah
b. Pengangkatan Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan
c. Perencanaan Program Sekolah
d. Penyusunan RAPBS
-
30
e. Pelaksanaan Program
f. Supervisi dan Evaluasi
g. Dukungan (Political will) pemerintah
h. Kepemimpinan yang efektif
i. Dukungan finansial dari pemerintah dan masyarakat
j. Ketersediaan SDM
k. Budaya Sekolah
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan dengan menemukan informasi tertulis yang
berkaitan dengan fokus penelitian agar data yang diperoleh lebih lengkap.
Dokumentasi yang dipelajari adalah sebagai berikut:
a. Profil SMA Al-Masthuriyah Sukabumi
b. Struktur organisasi
c. Rencana Kerja Anggaran/RKA
d. Rencana Strategis sekolah
e. Laporan keuangan sekolah
D. Teknik Analisis Data Data kualitatif adalah akan diolah dan dianalisa melalui proses-proses
sebagai berikut :
- Klasifikasi, yaitu proses pengelompokan masalah berdasarkan jawaban-
jawaban responden
- Kategorisasi, yaitu proses pengelompokan jawaban berdasarkan aspek-
aspek masalah yang menjadi variabel penelitian
- Interpretasi, yaitu proses penafsiran data dengan cara mencari perbedaan
dan persamaan dari aspek-aspek masalah yang diperoleh, kemudian ditarik
kesimpulan dengan merujuk kepada kerangka fakir.
-
31
E. Kisi-Kisi Instrumen Pengumpulan Data 1. Wawancara
Instrumen adalah alat pada waktu penelitian menggunakan sesuatu metode
(dalam penelitian)1. Kisi-kisi instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam
memperoleh data dan informasi-informasi di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi
pada penelitian ini yang dijadikan pedoman sebagai berikut:
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Wawancara
Fokus Dimensi Indikator
Profil Sekolah Sejarah dan Perkembangannya Sejarah Perkembangan
Visi, Misi dan Tujuan Visi Misi Tujuan
Struktur Organisasi Struktur Organisasi Sumber Daya Manusia SDM Tenaga Pendidik
SDM Tenaga Kependidikan
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Karisma Karisma Nilai-Nilai Kepemimpinan Islam Nilai-Nilai Kepemimpinan Islam
Gaya Kepemimpinan Gaya Kepemimpinan Pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah
Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah
Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah
Pengangkatan Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan
Pengangkatan Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan
Perencanaan Program Sekolah Perencanaan Program Sekolah Penyusunan RAPBS Penyusunan RAPBS Pelaksanaan Program Pelaksanaan Program Supervisi dan Evaluasi Supervisi dan Evaluasi Dukungan (Political will) pemerintah
Dukungan (Political will) pemerintah
Kepemimpinan yang efektif Kepemimpinan yang efektif
1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, h. 206.
-
32
Dukungan finansial dari pemerintah dan masyarakat
Dukungan finansial dari pemerintah dan masyarakat
Ketersediaan SDM Ketersediaan SDM Budaya Sekolah Budaya Sekolah
-
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Penelitian 1. Sejarah Singkat SMA Al-Masthuriyah Sukabumi
SMA Al-Masthuriyah didirikan pada tahun 1986 sebagaimana termuat dalam Izin Operasional dari Depdikbud Kanwil Prop. Jawa Barat Bid. Dikmenum Nomor 904/I02.4/R.86 tanggal, 12 Agustus 1986, dengan Kepala Sekolah Bapak Drs. KH. A. Aziz Masthuro dan dikukuhkan dengan izin pendirian dari Kepala Kanwil Depdikbud Prop. Jawa Barat dengan surat keputusan Nomor: 1060/I02/Kep/E/88, tanggal, 7 Maret 1988
Sejak Tahun 1987, Kepala Sekolah SMA Al-Masthuriyah dipercayakan kepada Bapak Drs. H. A. Djamaluddin sesuai dengan SK Yayasan Al-Masthuriyah Nomor: 02/SK/YASMA/VI/1987, tanggal 24 Juni 1987, hingga tahun 2000. Pada Tahun 2000 berdasarkan SK Yayasan Al-Masthuriyah Nomor: 05/SK/YASMA/VII/1987, tanggal 02 Juli 2000 Kepala SMA Al-Masthuriyah dipercayakan kepada Bapak H. A. Muiz Syihabudin, M.Ag sampai Sekarang.
Dalam perjalanannya SMA Al-Masthuriyah telah mengalami akreditasi dengan status dan jenjang akreditasi sebagai berikut : Tahun 1986-1990 status Terdaftar, Tahun 1990-1994 Status Akreditasi Diakui, 1994-1999 Status Akreditasi Disamakan, 1999-2003 Status Akreditasi Disamakan, Tahun 2003-2007 Status Akreditasi A, Tahun 2007-sekarang Status Akreditasi A
-
34
2. Visi dan Misi SMA Al-Masthuriyah Sukabumi
Sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tujuan dan cita-cita,
tentunya SMA Al-Masthuriyah Sukabumi memiliki visi dan misi sebagai
berikut :
a. Visi Membangun Sumber Daya Manusia yang memiliki
integritas keilmuan dan kepribadian yang berlandaskan akhlakul
karimah
b. Misi 1. Membentuk kepribadian yang dilandasi nilai-nilai moral dan
agama.
2. Memacu aspek intelektualitas yang mengarah pada penguasaan
ilmu dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai keilmuan.
3. Mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas melalui
penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.
4. Membentuk tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang
memiliki kompetensi dan profesional.
5. Mewujudkan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang
proses pembelajaran yang berkualitas berbasis teknologi
informasi dan komunikasi.
3. Keadaan Guru, Siswa dan Sarana a. Keadaan Guru
Keadaan guru di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi berjumlah 25
orang. Berdasarkan jenis mata pelajaran yang diajarkan, terdiri dari 2
orang guru bidang studi umum, 6 orang guru bahasa, 6 orang guru
matematika dan IPA, 5 orang guru IPS dan 2 orang guru Agama.
-
35
Berdasarkan tingkat pendidikan, guru-guru SMA Al-
Masthuriyah Sukabumi mempunyai tingkat pendidikan sebagai berikut
: 20 orang guru S1, dan 5 orang guru S2.
Berdasarkan status kepegawaian, SMA Al-Masthuriyah
Sukabumi mempunyai beberapa guru yang mempunyai status
kepegawaian sebagai berikut : 2 orang guru PNS, 14 orang guru tetap
yayasan dan 9 orang guru tidak tetap yayasan
Berdasarkan kesesuaian latar belakang pendidikan dan status
sertifikasi, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 4.1 Data Guru berdasarkan Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan
No. Mata Pelajaran Jumlah Personil
Kesesuaian latar belakang pendidikan
Guru terserti-
fikasi Sesuai Tdk Sesuai
1 2 3 4 5 6 1. Pendidikan Agama Islam 2 2 2
2. Kewarganegaraan 1 - 1 1
3. Bahasa Inggris 3 1 2 2
4. Bahasa Indonesia 2 2 - 2
5. Matematika 2 2 - 2
6. Pendidikan Jasmani 1 1 - 1
7. Sejarah 1 - 1 1
6. Fisika 1 - 1 1
7. Biologi 1 1 - 1
8. Kimia 1 - 1 -
9. Geografi 1 - 1 1
10. Sosiologi 1 - 1 1
-
36
No. Mata Pelajaran Jumlah Personil
Kesesuaian latar belakang pendidikan
Guru terserti-
fikasi Sesuai Tdk Sesuai
11. Ekonomi 2 2 - 2
12. Pendidikan Seni 1 - 1 1
13. Pend. Ketrampilan - - -
14. TIK 2 - 2 2 15. Bahasa Asing
a. Arab 1
1
-
-
16 Muatan Lokal 1 - 1 1
17 Pengembangan diri 1 - 1 1
Jumlah 25 12 13 21 Sumber : Profil SMA Al-Masthuriyah Tahun Pelajaran 2010-2011
b. Keadaan Siswa Keadaan siswa SMA Al-Masthuriyah Sukabumi dalam tiga
tahun Ajaran terakhir adalah sebagai berikut :
1) Tahun Ajaran 2008/2009, kelas X berjumlah 180 siswa,
kelas XI berjumlah 180 siswa dan kelas XII berjumlah 180.
Dengan jumlah keseluruhan 540 siswa dan masing kelas
terdiri dari empat rombongan belajar.
2) Tahun Ajaran 2009/2010, kelas X berjumlah 180 siswa,
kelas XI berjumlah 183 siswa dan kelas XII berjumlah 180.
Dengan jumlah keseluruhan 543 siswa dan masing kelas
terdiri dari empat rombongan belajar.
3) Tahun Ajaran 2010/2011, kelas X berjumlah 180 siswa,
kelas XI berjumlah 180 siswa dan kelas XII berjumlah 183.
Dengan jumlah keseluruhan 543 siswa dan masing kelas
terdiri dari empat rombongan belajar.
-
37
Tabel 4.2 Data Siswa Berdasarkan Tingkat Kelas
Tahun Pelajaran Kelas X
Kelas XI Kelas XII
IPA IPS IPA IPS
2008–2009 180 86 94 91 89
2009-2010 180 94 89 86 94
2010–2011 180 92 88 94 89 Sumber : Profil SMA Al-Masthuriyah Tahun Pelajaran 2010-2011
c. Sarana dan Prasarana Sarana dn prasarana yang tersedia di SMA Al-Masthuriyah
Sukabumi terdiri dari 12 ruang kelas/teori, 2 ruang laboratorium
komputer, 2 ruang laboratorium IPA, 1 ruang laboratorium Bahasa, 1
ruang perpustakaan, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang
administrasi/TU, 1 ruang OSIS, 1 ruang ibadah dan beberapa fasilitas
lainnya yang tersedia di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi.
Kondisi yang lebih jelas dari keadaan sarana dan prasaran dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.3
Kondisi Sarana dan Prasarana
R u a n g Jumlah Luas (M2) Kondisi
Baik Rusak Ruang Teori/Kelas 12 392 √
Ruang Kepala Sekolah 1 28 √
Ruang Guru 1 42 √
Ruang Tata Usaha 1 42 √
-
38
Ruang Bimbingan Penyuluhan 1 24 √
R u a n g Jumlah Luas (M2) Kondisi
Baik Rusak
Laboratorium : a. IPA b. Bahasa c. Komputer
1 2 2
72 84 84
√ √ √
Ruang Perpustakaan 1 81 √
Ruang OSIS 1 24 √
Ruang UKS 1 24 √
Mesjid / Musholla 1 375 √ Sumber : Profil SMA Al-Masthuriyah Tahun Pelajaran 2010-2011
B. Deskripsi Data
Dari wawancara dengan responden yang dilengkapi dengan hasil
observasi dan studi dokumentasi maka diperoleh hasil penelitian sebagai
berikut :
1. Visi dan Misi SMA Al-Masthuriyah : Dari hasil studi dokumen, didapatkan bahwa visi SMA Al-
Masthuriyah adalah Membangun Sumber Daya Manusia yang memiliki
integritas keilmuan dan kepribadian yang berlandaskan akhlakul karimah
Misi SMA Al-Masthuriyah adalah :
a. Membentuk kepribadian yang dilandasi nilai-nilai moral dan agama.
b. Memacu aspek intelektualitas yang mengarah pada penguasaan ilmu
dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai keilmuan.
c. Mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas melalui
penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.
-
39
d. Membentuk tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki
kompetensi dan profesional.
e. Mewujudkan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang proses
pembelajaran yang berkualitas berbasis teknologi informasi dan
komunikasi.
Berdasarkan latar belakangnya, MBS di SMA Al-Masthuriyah muncul
karena fakta menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih
rendah. Adanya desakan dan kritikan dari masyarakat luas memaksa
pemegang otoritas pendidikan untuk mereformasi dirinya sendiri, sehingga
visi misi sekolah dibuat dan disusun agar sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat sehingga kelak alumni SMA Al-Masthuriyah memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kapasitas pribadi yang mumpuni, memiliki
kemampuan nalar tinggi, mampu berfikir ilmiah, memiliki kepekaan sosial
tinggi dan mandiri1.
2. Adapun proses penetapan visi dan misi di SMA Al-Masthuriyah adalah : Proses penetapan diawali dengan rapat pimpinan SMA Al-
Masthuriyah yang terdiri dari Kepala Sekolah dan seluruh wakil Kepala
Sekolah bersama Pimpinan Yayasan yang terdiri dari Direktur, wakil Direktur,
dan Pembantu Direktur bidang Pendidikan, Pembantu Direktur bidang
Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia serta Ketua Komite
Sekolah. Visi SMA Al-Masthuriyah diilhami oleh Kaul Ulama yang
bermakna :
Iddadutifli, badanian wa aqlian wa ruhian liyakuna nafian linafsihi
walighairihi
(Mempersiapkan peserta didik dengan kesehatan Badan, Aqal, dan
ruhaniahnya agar bermanfaat bagi dirinya dan orang lain)
Dari sinilah kemudian dikembangkan pembicaraan visi SMA Al-
Masthuriyah, dalam pembicaraan rapat diharapkan muncul gagasan visi yang
1 Diolah dari Profil Sekolah dan hasil wawancara dengan H. Abdul Muiz, M.Ag (Kepala SMA Al-Masthuriyah
-
40
bersifat fleksibel dan dinamis, sehingga dapat berlaku dalam waktu yang
panjang dengan fleksibilitasnya dan dengan visi tersebut tetap dapat dilakukan
pengembangan misi dan orientasi yang dinamis. Rumusan awal dimulai dari
esensi muatan hadits yang harus ada dalam proses pendidikan yakni
pembinaan Aqlian, Ruhanian dan Badanian.
Sebagai lembaga yang menganut faham akhlusunnah waljamaah, maka
aspek akhlaq merupakan komponen penting yang tidak dapat dipisahkan
dalam proses pendidikan, maka dari beberapa usulan yang muncul akhirnya
pada rapat tersebut diputuskan dan ditetapkan visi SMA Al-Masthuriyah2.
3. Upaya yang dilakukan SMA Al-Masthuriyah untuk mencapai visi dan misi tersebut :
Upaya-upaya yang telah dilakukan SMA Al-Masthuriyah dalam
mencapai Visi-Misinya3 :
a. Penyusunan Rencana Strategi sekolah dalam bentuk Program Kerja Jangka
Panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan)
b. Menyelenggarakan pembinaan akhlaq dan nilai-nilai keagamaan melalui
program terjadwal (sebagai kegiatan awal pembelajaran)
c. Menginstruksikan agar dilakukan pengintegrasian nilai-nilai agama dan
moral (budi pekerti) dalam setiap pembelajaran
d. Menyelenggarakan Program Pengayaan dan Bimbingan Belajar
e. Mengaktifkan program Ekstra kurikuler dalam bidang keilmuan melalui
program KISS (Kelompok Ilmiah Siswa SMA), SEC (SMA English Club)
dan DECSMAL (Debat English Club SMA Al-Masthuriyah)
f. Pembekalan Keterampilan keagamaan (Baca Al-Qur’an, Penyelenggaraan
sholat-sholat sunnat, Mengurus Mayit) melalui program PAI Mulok
2 Wawancara dengan Dadih Addhiyar, S.Ag (Sekretaris Yayasan Al-Masthuriyah) dan Mumu Mudzakir, S.Ag (Ketua Komite Sekolah)
3 Hasil wawancara dengan M. Taufiq Hidayat, SE, S.Pd (Wakaur. Kurikulum) dan M. Nasir, M.Ag (Wakaur. Kesiswaan)
-
41
g. Melaksanakan Pembinaan dan pengembangan kemampuan berbahasa
Inggris bagi dewan guru melalui program English for Teacher
h. Melaksanakan pembinaan penguasaan pemanfaatan teknologi komputer
bagi guru (pembinaan penggunaan komputer sebagai alat bantu/media
pembelajaran)
i. Melaksanakan pembinaan kompetensi guru
j. Melaksanakan dan melanjutkan proses pengadaan sarana prasarana
penunjang pelaksanaan pendidikan (renovasi laboratorium dan pengadaan
alat dan bahan praktek, pengadaan LCD untuk pembelajaran, Pengadaan
jaringan Internet, Penyiapan Pengadaan Pusat Sumber Belajar berbasis
ICT, dll)
4. Keterlibatan guru dan karyawan dalam penyusunan visi dan misi : Semua guru dan karyawan diberikan keleluasaan dalam memberikan
kontribusi berupa masukan, saran, ide, dan perbaikan.
Rapat perumusan visi yang dilaksanakan sebelumnya oleh pihak
yayasan dengan pimpinan sekolah, menetapkan pula bahwa unit pendidikan
(SMA Al-Masthuriyah) diharapkan dalam satu minggu setelah rapat telah
dapat menyusun misi unit pendidikannya untuk menjadi bahan acuan dalam
rapat dewan guru dan komite sekolah.
Konsep dasar misi dan tujuan sekolah yang disusun oleh kepala
sekolah dan pimpinan lainnya diajukan, dibahas, kemudian disepakati. Draft
tersebut disepakati dalam rapat/workshop guru dan karyawan yang dilakukan
setiap awal semester4.
Sosialisasi visi dan misi dilakukan dengan menempelkan di setiap
tempat yang mudah terbaca oleh warga sekolah, baik di kantor, ruang guru,
ruang tata usaha, dan ruang kelas. Bagi guru/karyawan baru, sosialisasi visi
dan misi diberikan dalam diklat guru/karyawan baru, sedangkan bagi siswa
4 Hasil wawancara dengan H. Muhammad Fauzi, S.Ag (Guru)
-
42
baru dilakukan dalam Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD) pada awal tahun
pelajaran.
5. Manfaat keterlibatan pengelola dalam penyusunan visi dan misi tersebut: Dengan dilibatkan segenap pengelola baik guru maupun karyawan,
maka akan berakibat :
a. Pengelola merasa dihargai yang berdampak pada peningkatan kinerja
dan munculnya kreatifitas5.
b. Pengelola merasa bertanggung jawab atas kelancaran dan kemajuan
sekolah. Pengelola berusaha merealisasikan visi dan misi tersebut
sesuai dengan kemampuan dan ruang lingkup kerjanya.
c. Timbul rasa memiliki yang berdampak pada loyalitas dan dedikasi.
d. Keterlibatan seluruh komoditas sekolah ini, akan membawa warga
sekolah dihargai dalam pengambilan keputusan sekolah, sehingga
menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
6. Dampak Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di sekolah dalam menentukan berbagai kebijakan.
Sebagai sekolah swasta yang dana operasionalnya bergantung pada
masukan dari siswa dan swadaya sekolah, maka sekolah lebih leluasa dari
merancang dan menetapkan berbagai kebijakan, kalaupun secara teknis tidak
mengikuti aturan pemerintah, namun secara prinsip masih tetap di jalur yang
sama.
Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sangat kental di SMA Al-
Masthuriyah. Sebagai sekolah swasta yang dana operasionalnya tidak
tergantung pada subsidi pemerintah, maka sekolah lebih bersifat otonom
dalam pengelolaannya.
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan
tertentu mengenai anggaran, kepegawaian dan kurikulum ditempatkan di
tingkat sekolah. Pergeseran tanggung jawab ini diharapkan dapat menciptakan
5 Hasil wawancara dengan M.Irham, SS, M.Si (Guru)
-
43
lingkungan bekerja bagi guru dan karyawan lebih kondusif, lingkungan belajar
yang lebih efektif bagi siswa. Dengan demikian MBS adalah upaya
memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
Otonomi sekolah di SMA Al-Masthuriyah ini nampak dalam hal :
a) Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah. Kemandirian dalam
pendanaan berdampak pada sekolah yang harus berupaya membidik costumer
dengan jelas. Mencitrakan sekolah dengan penampilan yang khas dan dapat
menjawab kebutuhan para pengguna. Hal ini perlu untuk membuat kepuasan
orang tua yang menitipkan anaknya dan menimbulkan kepercayaan. Pada
akhirnya orang tua akan secara tidak langsung membantu dalam
mempromosikan sekolah kepada orang tua lainnya.
Kejelian inilah yang membuat pengelola harus beradaptasi dengan
berbagai perubahan, melakukan berbagai analisa sebelum kebijakan
ditetapkan. Yayasan Al-Masthuriyah sebagai yayasan yang mendirikan dan
menaungi keberlangsungan SMA Al-Masthuriyah, memberikan keluasaan
penuh kepada pihak pengelola dalam hal ini kepada sekolah untuk mengelola
sekolah dengan sebaik-baiknya.
Kemandirian sekolah tidak berarti lepas kendali dari kontrol yayasan.
Sekolah harus tetap berkoordinasi dan konsultasi dengan yayasan. Yayasan
memberi masukan dan arahan, sehingga perencanaan dianalisa secara
menyeluruh6.
b) Pengangkatan Kepala Sekolah Hal ini menjadi hak prerogatif
yayasan, akan tetapi dengan tetap mempertimbangkan aspek profesionalisme
dan kompetensi. Yayasan kemudian menetapkan kepala sekolah. Ruang
lingkup kerja kepala sekolah diserahkan kepada kepala sekolah untuk
mengaturnya. Yayasan hanya memberikan arahan agar sekolah tetap bisa
bertahan dan memiliki daya saing. Tataran teknis diserahkan kepada kepala
sekolah
6 Hasil wawancara dengan H. Abdul Muiz, M.Ag (Kepala SMA) dan Dadih Addhiyar, S.Ag (Sekretaris yayasan)
-
44
c) Pengangkatan Guru dan Karyawan. Guru dan karyawan
diangkat dengan proses seleksi, baik secara akademik, psikomotorik
(karyawan) atau paedagogik (guru), dan moral serta wawasan keislaman.
Mereka bukan saja harus bekerja profesional, tapi juga hatus mempu
memberikan keteladanan kepada siswa.
Calon diseleksi secara akademik, kemampuan bahasa inggris, praktik
mengajar, komputer, psikotes dan wawancara. Yang lulus harus menjalani
diklat pegawai baru sekaligus masa percobaan selama setahun, yaitu 3 bulan
sebagai masa percobaan pertama dan 9 bulan berikutnya sebagai calon
pegawai tetap. Evaluasi dan supervisi dilakukan secara terprogram oleh kepala
sekolah atau wakil kepala sekolah yang ditunjuk. Setelah satu tahun sejak
guru/karyawan tersebut dinyatakan lulus, barulah ditetapkan sebagai pegawai
tetap yayasan atas usulan kepala sekolah7.
d) Perencanaan Program Sekolah. Sebagai pemegang amanah,
kepala sekolah tidak mengambil keputusan sendiri. Segala bentuk perencanaan
dimatangkan di tingkat pimpinan sekolah. Setelah disepakati di tingkat
pimpinan, baru dibicarakan dalam konteks luas dengan melibatkan guru atau
karyawan. Sehingga semua dilibatkan dalam proses perencanaan. Memang hal
ini akan alot dan memakan waktu lama, namun semua dapat beradaptasi
dalam berbagai keputusan sekolah.
e) Penyusunan RAPBS. RAPBS mengacu pada evaluasi laporan
akhir tahun lalu, dan prediksi pengeluaran tahun yang akan datang. Pimpinan
yayasan menganalisa dana yang terserap dan berbagai pengeluaran sesuai
bidangnya yang belum teranggarkan. Diharapkan perencanaan tahun yang
akan datang dapat lebih matang berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya.
Perencanaan anggaran ini disesuaikan dengan kebutuhan pimpinan sekolah.
7 Hasil wawancara dengan M.Taufiq Hidayat, SE,S.Pd (Wakaur. Kurikulum)
-
45
Dalam forum pimpinan dengan yayasan hal ini dibahas dengan matang, dan
kepala sekolah dan wakil kepala sekolah berhak memberikan masukan demi
kesempurnaan sebuah program.
f) Pelaksanaan Program. Program yang sudah direncanakan dalam
rencana operasional sekolah dan dianggarkan dalam RAPBS kemudian
didistribusikan kepada para penanggung jawab kegiatan, yaitu wakil kepala
sekolah dan kepala tata usaha. Namun apabila ada kegiatan yang berbarengan,
maka disepakati guru lain terlibat dalam kepanitiaan. Hal ini menjadi proses
kaderisasi agar ke depan bila terjadi rotasi kepemimpinan sudah terbaca siapa
kader yang bisa memimpin8. Kepala sekolah lebih bersifat memberikan arahan
dan memonitor kegiatan. Sehingga pelaksana lebih leluasa untuk berinovasi
dalam melaksanakan program.
g) Supervisi dan Evaluasi. Merupakan kegiatan yang menjadi
agenda rutin sekolah, baik kepada guru maupun karyawan. Dilakukan jadwal
dna tindak lanjut yang jelas9. Hasilnya ditindaklanjuti oleh kepala sekolah
secara formal, yaitu guru atau karyawan akan diminta menghadap kepala
sekolah maupun informal dengan kepala sekolah langsung berbincang
mengenai kesulitan yang dihadapi di lapangan. Selanjutnya kepala sekolah
memberikan arahan bagaimana sebaiknya. Setelah setiap personal mengetahui
tugas dan fungsinya sebagai guru atau karyawan, kepala sekolah akan
mensupervisi dengan mengingatkan kembali berbagai hal yang berkaitan
dengan tugas dan fungsi guru atau karyawan tersebut.
Kegiatan informal terasa lebih dominan dilakukan karena lebih bersifat
kekeluargaan dan dapat dilakukan lebih aktual dengan memanfaatkan
kesempatan dimana guru memang selalu ada di lingkungan sekolah. Guru atau
karyawan lebih terbuka dan tanpa tekanan untuk mengungkapkan ide,
gagasan, bahkan permohonan maaf bila ada kekeliruan dalam bekerja. Dan
semuanya dapat dilakukan dengan kekeluargaan.
8 Hasil wawancara dengan Yus Thobari, S.Ag (Wakaur. Humasy)
9 Hasil wawancara dengan M.Taufiq Hidayat, SE,S.Pd (Wakaur. Kurikulum)
-
46
Iklim seperti ini tidak berarti melemahkan sika