skripsi€¦ · persoalan mutu pendidikan. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu...

111
SKRIPSI “ KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMA AL-MASTHURIYAHDisusun oleh : Abdul Azis 103018227348 Program Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta 2011 M / 1432 H

Upload: others

Post on 22-Oct-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    SKRIPSI “ KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI

    MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

    DI SMA AL-MASTHURIYAH”

    Disusun oleh :

    Abdul Azis 103018227348

    Program Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan Islam

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah

    Jakarta 2011 M / 1432 H

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    ABSTRAKSI Abdul Azis, NIM. 103018227348, KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. Skripsi. Jurusan Kependidikan Islam. Program Studi Manajemen. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta 2011.

    Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan implementasi MBS.

    Manajemen Berbasis Sekolah memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stake holder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting. Pemahaman tentang hakikat kepemimpinan. Dalam melaksanakan MBS, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan yang kuat, partisipatif, dan demokratis.

    Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dalam bentuk deskriptif. Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menggambarkan suatu kegiatan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengimplementasi manajemen berbasis sekolah yang terlebih dahulu menganalisis proses pelaksanaannya.

    Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi bersifat partisipatif. Manajemen ini memberikan kewenangan dari yayasan ke sekolah, dan kemudian sekolah mendelegasikan ke setiap guru dan karyawan. Semua guru dan karyawan merasa terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sekolah. Prinsip desentralisasi memandang bahwa masalah yang muncul di sekolah akan disesuaikan dengan sebaik mungkin apabila penyelesaiannya diserahkan kepada pihak yang paling dekat keberadaan masalah tersebut. Dalam menyelesaikan masalah pendidikan di sekolah, yang paling tahu tentang masalah itu adalah warga sekolah itu sendiri terutama guru, staf, kepala sekolah dan orang tua siswa.

    Penerapan manajemen partisipatif meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan sehingga SMA Al-Masthuriyah dapat bersaing dan menghasilkan lulusan yang berkualitas baik secara akademis maupun non akademis. MBS akan berhasil dengan baik apabila warga sekolah memiliki inisiatif dalam menjalankan pekerjaannya dan inisiatif setiap individu dihargai. Yang terjadi di SMA Al-Masthuriyah adalah masih kurangnya inisiatif warga sekolah karena kurangnya rasa memiliki terhadap sekolah tersebut

  • i

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahiim

    Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT., atas segala nikmat dan

    karunia yang telah tercurahkan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

    Dengan penuh rasa syukur, pada akhirnya skripsi ini telah dapat diselesaikan.

    Penulis sangat menyadari bahwa hasil penelitian ddari skripsi ini masih jauh dari

    kesempurnaan. Namun alhamdulillah berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari

    banyak pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan kendala-kendala yang ada.

    Dengan ketulusan hati, dalam kesempatan ini melalui skripsi penulis mengucapkan

    terimakasih kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    beserta segenap jajarannya.

    2. Bapak Drs. Rusydy Zakaria, M. Ed., M. Phil., Ketua Jurusan Kependidikan Islam

    sekaligus dosen Pembimbing Skrpsi yang telah banyak memberikan waktu, arahan,

    bimbingan, nasehat, motivasi, ilmu, kritik serta saran yang sangat berarti bagi penulis

    sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

    3. Bapak Drs. Mu’arif SAM, M. Pd., Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan.

    4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selama ini banyak

    membimbing penulis selama belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

    5. Bapak H. Abdul Muiz Syihabudin, M.Ag, para guru dan staf SMA Al-Masthuriyah

    yang telah memberikan kesempatan dan waktunya sehingga penelitian ini

    6. Bapak dan Mamah (H. Ahmad Rifa’i (Alm.) dan Hj. Lilis), Kakak-kakakku dan

    Adikku tercinta yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil,

    kasih sayang serta do’a yang tak pernah putus sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi ini.

  • ii

    7. Indah Sri Lestari, istriku tercinta, rasa bangga dan terima kasih atas dukungan yang

    dengan setia dan penuh kesabaran dan kasih sayang memberikan semangat kepada

    penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    8. Rekan-rekan sahabat seperjuangan KI-MP angkatan 2003 dan seluruh pihak yang

    terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Kenangan dan kebersamaan kita tidak akan pernah terlupakan.

    Demikianlah semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan kebajikannya.

    Sebagai penutup, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca

    pada umumnya. Amin.

    Jakarta, Februari 2011

    Abdul Azis

  • iii

    DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

    DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

    DAFTAR TABEL ..................................................................................................... v

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vi

    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

    B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 4

    C. Perumusan dan Pembatasan Masalah ..................................................... 4

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 5

    E. Sistematika Penelitian ............................................................................. 5

    BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

    A. Kajian Teori .......................................................................................... 7

    1. Pengertian Kepemimpinan ................................................................ 7

    2. Pendekatan Kepemimpinan ............................................................. 8

    3. Gaya Kepemimpinan ....................................................................... 9

    4. Kepemimpinan Transformasional Dalam MBS ........................ 11

    5. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah ................................. 12

    6. Alasan dan Tujuan ................................................................... 15

    7. Strategi Implementasi MBS ..................................................... 16 8. Aspek Yang Digarap ........................................................................ 19

    9. Hambatan Implementasi MBS ................................................. 20

    10. Ukuran Keberhasilan MBS ...................................................... 22 B. Kerangka Berfikir ................................................................................... 24

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 28

    B. Metode Penelitian ................................................................................... 28

    C. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 29

    D. Teknik Analisa Data ............................................................................... 30

    E. Kisi-Kisi Instrumen Pengumpulan Data .................................................. 31

  • iv

    BAB IV HASIL PENILITIAN

    A. Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................................... 33

    1. Sejarah Singkat ................................................................................ 33

    2. Visi dan Misi SMA Al-Masthuriyah ................................................ 34

    3. Keadaan Guru, Siswa dan Sarana ..................................................... 34

    B. Deskripsi Data ........................................................................................ 38

    C. Analisa Data dan Hasil Penelitian ........................................................... 50

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ........................................................................................... 53

    B. Saran ..................................................................................................... 54

    DAFTAR PUSTAKA

  • v

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Pedoman wawancara

    Lembar Pengajuan Judul Skripsi

    Surat Bimbingan Skripsi

    Surat Permohonan Izin Penelitian dan Riset/Wawancara

    Surat Keterangan Penelitian dari SMA Al-Masthuriyah Sukabumi

    Profil SMA Al-Masthuriyah

  • vi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Kemampuan Manajemen Sekolah ......................................................... 16

    Tabel 2.2 Gambar Kerangka Berfikir ................................................................... 26

    Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara ........................................................................... 30

    Tabel 4.1 Data guru berdasarkan Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan ............. 34

    Tabel 4.2 Data Siswa berdasarkan Tingkat Kelas ................................................. 35

    Tabel 4.3 Kondisi Sarana dan Prasarana ............................................................... 36

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah

    persoalan mutu pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan

    mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan

    kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan

    prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun

    demikian, indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang

    berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu

    pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih

    memprihatinkan.

    Berbagai pihak mempertanyakan apa yang salah dalam penyelenggaraan

    pendidikan kita? Beberapa pengamat berpendapat, ada berbagai faktor yang

    menyebabkan mutu pendidikan kita tidak mengalami peningkatan secara

    signifikan1. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional

    menggunakan pendekatan yang menganggap bahwa apabila semua komponen

    pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan

    1Depdiknas, Manajemen Berbasis Sekolah. (Jakarta : Program Guru Bantu – Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003) h.4

  • 2

    perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, maka hasil

    pendidikan yang dikehendaki yaitu mutu pendidikan secara otomatis akan

    terwujud. Dan yang terjadi tidak demikian, karena hanya memusatkan pada

    masukan pendidikan dan tidak memperhatikan proses pendidikannya. Padahal

    proses pendidikan sangat menentukan hasil pendidikan tersebut. Kedua,

    penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratis sentralistik,

    (kebijakan terpusat) sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan

    pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur

    yang sangat panjang dan kadang tidak sesuai dengan kondisi sekolah. Sekolah

    kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk mengembangkan dan

    memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah

    satu tujuan pendidikan nasional. Ketiga, peran serta masyarakat khususnya orang

    tua dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.

    Munculnya paradigma guru tentang manajemen pengelolaan sekolah yang

    bertumpu pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan

    yang lebih luas kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara

    efisien dan berkualitas. Hal ini sangat didukung dengan dikeluarkannya UU No.

    22 tahun 1999, selanjutnya diubah dengan UU No.32 tahun 2004 yaitu Undang-

    Undang otonomi daerah yang kemudian diatur oleh PP No. 33 tahun 2004 yaitu

    adanya penggeseran kewenangan dan pemerintah pusat ke pemerinrah daerah

    dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan kecuali agama, politik luar

    negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal.

    Bidang pendidikan di atas disebutkan dalam UU No.20 tahun 2003 tentang

    Sistem Pendidikan Nasional dengan pasal 51 yang menyatakan pengelolaan

    satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

    didasarkan pada standar pelayanan minimum dengan prinsip manajemen berbasis

    sekolah.2

    Kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku

    bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai

    2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta : Fokus Media, 2006) h.83

  • 3

    tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam

    mengambil keputusan maka akan mengakibatkan adanya disharmonisasi

    hubungan anatara pemimpin dan yang dipimpin.

    Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan

    implementasi MBS. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada

    empat alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) Banyak orang

    memerlukan figur pemimpin, 2) Dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu

    tampil mewakili kelompoknya, 3) Sebagai tempat pengambilalihan resiko bila

    terjadi tekanan terhadap kelompoknya, dan 4) Sebagai tempat untuk meletakkan

    kekuasaan.3 Manajemen Berbasis Sekolah memberikan keleluasaan kepada

    sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur

    stake holder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena

    sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur

    pemimpin menjadi sangat penting.

    Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai

    tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja

    yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk

    mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan.4 Konsep kepemimpinan

    erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Para pemimpin menggunakan

    kekuasaan sebagai alat untuk mencapai tujuan kelompok. Pemimpin mempunyai

    sasaran, dan kekuasaan merupakan sarana untuk memudahkan mencapai sasaran

    itu.5 Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan,

    legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan.

    Gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang dipilih oleh

    seseorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya yang

    dipakai oleh seorang pemimpin satu dengan yang lain berlainan tergantung situasi

    dan kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan menjadi norma perilaku yang

    dipergunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi

    3 Nurkolis. Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.152 4 Nurkolis. Manajemen Berbasis, h.154 5 Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi Edisi Kesepuluh, (Jakarta : PT. Indeks, 2008) h. 505

  • 4

    perilaku orang lain serta sebagai suatu pola perilaku yang konsisten yang

    ditinjukan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha

    mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Berdasarkan uraian diatas maka

    penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Pada SMA Al-Masthuriyah

    Sukabumi”.

    B. Identifikasi Masalah

    Ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan penerapan manajemen

    berbasis sekolah antara lain faktor kepemimpinan, sikap guru, peraturan

    pemerintah, dukungan birokrasi, budaya sekolah, sarana dan prasarana,

    lingkungan masyarakat, dan masalah finansial.

    Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa masalah yang dapat

    diidentifikasi yaitu :

    1. Kurang optimalnya implementasi MBS karena kurang dukungan dari

    kepala sekolah

    2. Belum utuhnya persepsi masyarakat sekolah tentang konsep MBS

    3. Belum optimalnya dukungan kebijakan dan finansial

    4. Kurang efektifnya kepemimpinan kepala sekolah dalam mempengaruhi

    pelaksanaan MBS.

    5. Kurang terbukanya kepala sekolah

    C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    Mengacu kepada identifikasi di atas maka fokus penelitian dapat dibatasi

    pada peran kepemimpinan kepala sekolah. Disini penulis memfokuskan

    tinjauannya pada faktor-faktor peran kepemimpinan kepala sekolah yang dapat

    mempengaruhi implementasi MBS, yaitu dukungan kepemimpinan kepala

    sekolah.

    Dari identifikasi masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah

    penelitian sebagai berikut : “Bagaimana peran kepemimpinan kepala sekolah

    dalam implementasi MBS di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi?”

  • 5

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang 1). Gaya

    kepemimpinan kepala sekolah dalam implementasi MBS. 2). Menjelaskan bentuk-

    bentuk kepemimpinan Islam dalam implementasi MBS 3). Efektifitas gaya

    kepemimpinan kharismatik kepala sekolah dalam implementasi MBS di SMA Al-

    Masthuriyah Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi.

    Adapun tujuan dari penulisan skripsi adalah :

    1. Manfaat akademis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

    pengetahuan dan pemahaman penulis tentang hakikat kepemimpinan,

    pengembangan serta pelaksanaannya dalam impelemantasi manajemen

    berbasis sekolah.

    2. Manfaat umum : Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan serta

    menambah paradigma baru bagi sekolah dalam mengembangkan

    kepemimpinan dengan mengasah kemampuan sumber daya yang ada

    3. Manfaat untuk pembaca : Sebagai salah satu sumber untuk memperkaya

    pemahaman para pelaksana di lapangan, khususnya kepala sekolah, para

    guru, calon guru, para pengawas dan tenaga kependidikan lain yang

    bertanggung jawab dan terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan.

    F. Sistematika Penelitian

    Untuk memperjelas penulisan skripsi maka penulis membagi sistem

    penelitian menjadi lima bab. Dan setiap bab terdiri dari beberapa sub bab, yaitu:

    BAB I Pendahuluan, Mencakup Latar Belakang, Identifikasi, Pembatasan dan

    Perumusan Masalah, serta Sistematika Penulisan.

    BAB II Kajian Teori tentang Kepemimpinan, meliputi Pengertian, Pendekatan,

    Gaya Kepemimpinan, Kepemimpinan Transformasional dalam MBS.

    Sedangkan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah meliputi

    Pengertian, Alasan dan Tujuan, Strategi Impelementasi, Aspek yang

    digarap MBS, Hambatan Implementasi dan Ukuran Keberhasilan

    MBS. Dan Kerangka Berfikir

  • 6

    BAB III Metodologi Penelitian meliputi Waktu, Tempat, Metode Penelitian,

    Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Pengumpulan Data, dan Teknik

    Analisis Data.

    BAB IV Hasil Penelitian meliputi Sejarah Singkat Berdirinya Sekolah

    Gambaran Umum Objek Penelitian, Implementasi Manajemen

    Berbasis Sekolah.

    BAB V Penutup yang meliputi Kesimpulan dan Saran.

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN.

  • 7

    BAB II

    KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

    A. KAJIAN TEORI

    1. Pengertian kepemimpinan

    Pemimpin memiliki peranan yang dominan dalam sebuah organisasi.

    Peranan yang dominan tersebut dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja,

    keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi.

    Sebagaimana dikatakan Hani Handoko, bahwa pemimpin juga memainkan

    peranan kritis dalam membantu kelompok organisasi, atau masyarakat untuk

    mencapai tujuan mereka.1

    Bagaimanapun juga kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam

    pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat

    mengidentifikasikan kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan

    kemampuan mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan

    efektif. Kepemimpinan dalam bahasa inggris tersebut leadership berarti being a

    leader, power of leading atau the qualities of leader.2

    Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas

    seseorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai

    1 Hani Handoko, Manajemen edisi kedua, (Yogyakarta : BPFE, 1995) h.293 2 AS. Hornby. Oxford Edvanced Dictionary of English. (London : Oxford University Press,

    1990)

  • 8

    tujuan. Seperti halnya manajemen, kepemimpinan atau leadership telah

    didefinisikan oleh banyak para ahli antaranya adalah Stoner mengemukakan

    bahwa kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses

    mengarahkan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok

    anggota yang selain berhubungan dengan tugasnya.

    Kepemimpinan adalah bagian penting manjemen, tetapi tidak sama dengan

    manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang

    untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.

    Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lainnya

    seperti perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi.3

    Kepemimpinan atau leadership dalam pengertian umum menunjukkan

    suatu proses kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku,

    perasaan serta tingkah laku terhadap orang lain yang ada di bawah

    pengawasannya.

    Disinilah peranan kepemimpinan berpengaruh besar dalam pembentukan

    perilaku bawahan. Menurut Handoko kepemimpinan merupakan kemampuan

    seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar mencapai tujuan dan sasaran.4

    2. Pendekatan Kepemimpinan

    Menurut Handoko, ada beberapa pendekatan kepemimpinan yang

    diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan

    situasional.5 Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu

    kombinasi sifat-sifat yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud

    mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan

    dengan kepemimpinan yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan

    bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan

    perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok

    apapun dimana ia berada. Pendekatan ketiga yaitu pandangan situasional tentang

    3 Hani Handoko, Manajemen edisi kedua, (Yogyakarta : BPFE, 1995), h.295 4 Hani Handoko, Manajemen, h.294 5 Hani Handoko, Manajemen, h.295

  • 9

    kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan

    efektifitas kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni tugas-tugas yang

    dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi,

    pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini

    telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang bermaksud

    untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar

    efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.

    Ketiga pendekatan tersebut dapat digambarkan secara kronologis sebagai

    berikut6 :

    3. Gaya Kepemimpinan

    Gaya adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang menandai ciri seseorang.

    Berdasarkan pengertian tersebut maka gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-

    gerik atau lagak yang dipilih oleh seorang pemimpin dalam menjalankan tugas

    kepemimpinannya. Gaya yang dipakai oleh seseorang pemimpin satu dengan yang

    lain berlainan tergantung situasi dan kondisi kepemimpinannya.

    Menurut pendekatan tingkah laku, gaya kepemimpinan adalah pola

    menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang

    tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi

    yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari

    perilaku seseorang.

    Gaya kepemimpinan yang berkaitan dengan MBS berkaitan dengan proses

    mempengaruhi antara para pemimpin dengan para pengikutnya. Dalam

    kepemimpinan partisipatif, menyangkut usaha-usaha oleh seorang pemimpin

    untuk mendorong dan memudahkan partisipasi orang lain dalam pengambilan

    keputusan. Dalam kepemimpinan partisipatif juga digunakan pendekatan

    kekuasaan, yaitu secara bersama-sama membagi kekuasaan (power sharing) dan

    6 Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta : BPFE, 1995) h.295

    Sifat-Sifat Perilaku Situasional Contingency

  • 10

    proses-proses mempengaruhi timbal balik, pendelegasian kekuasaaan, dan

    konsultasi dengan orang lain untuk memperoleh saran-saran.

    Kebanyakan teori kepemimpinan partisipatif mengakui adanya empat

    prosedur pengambilan keputusan, yang selanjutnya disebut sebagai macam-

    macam partisipasi. Keempat prosedur pengambilan keputusan tersebut

    menggambarkan kecenderungan gaya kepemimpinan partisipatif sebagai berikut7 :

    a. Kepemimpinan Otokratik.

    Dalam membuat keputusan, seorang pemimpin membuat keputusan sendiri

    tanpa menanyakan opini atau saran dari orang lain. Orang lain yang tidak

    berpartisipasi dan tidak mempunyai pengaruh yang langsung terhadap

    keputusan.

    b. Kepemimpinan konsultatif.

    Dalam membuat keputusan, seorang pemimpin menanyakan opini dan gagasan

    orang lain dan kemudian mengambil keputusan sendiri setelah

    mempertimbangkan secara serius saran-saran dan perhatian mereka.

    c. Kepemimpinan keputusan bersama

    Dalam membuat keputusan seorang pemimpin bertemu dengan orang lain

    untuk mendiskusikan masalah yang diputuskan, kemudian mengambil

    keputusan secara bersama-sama. Pemimpin tidak mempunyai pengaruh lagi

    terhadap keputusan terakhir seperti juga peserta lainnya.

    d. Kepemimpinan delegatif

    Dalam pengambilan keputusan, pemimpin memberi kepada seorang individu

    atau kelompok, suatu kekuasaan serta tanggung jawab untuk membuat

    keputusan. Pimpinan biasanya memberikan spesifikasi mengenai batas-batas

    pilihan terakhir yang harus diambil dan persetujuan terlebih dahulu mungkin

    perlu atau tidak perlu diminta sebelum keputusan dilaksanakan.

    Kepemimpinan delegatif juga disebut sebagai kepemimpinan demokratik.

    4. Kepemimpinan Transformasional Dalam MBS

    7 Nurkolis. Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.168

  • 11

    Dalam Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan

    Nasional 2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan perlunya

    pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen pendidikan

    dari sentralistik ke desentralistik menuntut proses pengambilan keputusan

    pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik dan demokratis. Untuk pendidikan

    dasar dan menengah, proses pengambilan keputusan yang otonom seperti itu dapat

    dilaksanakan secara efektif dengan menerapkan MBS. Dalam melaksanakan

    MBS, kepala sekolah perlu memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan

    demokratis. Untuk mengakomodasikan persyaratan ini kepala sekolah perlu

    mengadopsi kepemimpinan transformasional.

    Dalam lembaga formal kita mengenal beberapa tipe kepemimpinan

    modern yang dipandang memili nuansa positif, seperti kepemimpinan partisipatif,

    kepemimpinan karismatik, kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan

    transformasional. Kepemimpinan partisipatif dicirikan dengan adanya

    keikutsertaan pengikut dalam proses pengambilan keputusan. Sementara itu,

    kepemimpinan karismatik dicirikan dengan adanya persepsi para pengikut bahwa

    pemimpinnya memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa.

    Kepemimpinan transaksional adalah hubungan antara pemimpin dan

    bawahan serta ditetapkan dengan jelas peran dan tugas-tugasnya. Kepemimpinan

    transformasional dapat dicirikan dengan adanya proses untuk membangun

    komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan

    kepada para pengikut untuk mencapai sasaran.

    Menurut Masi and Robert (2000), kepemimpinan transaksional

    digambarkan sebagai mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain

    antara pemimpin dan bawahannya (Contingen Riward), intervensi yang dilakukan

    oleh pemimpin dalam proses organisasional dimaksudkan untuk mengendalikan

    dan memperbaiki kesalahan yang melibatkan interaksi antara pemimpin dan

    bawahannya bersifat pro aktiv.

    Kepemimpinan transaksional aktif menekankan pemberian penghargaan

    kepada bawahan untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu secara

  • 12

    pro aktif seorang pemimpin memerlukan informasi untuk menentukan apa yang

    saat ini dibutuhkan bawahannya.

    Berdasarkan dari uraian tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa

    prinsip utama dari kepemimpinan transaksional adalah mengaitkan kebutuhan

    individu pada apa yang diinginkan pemimpin untuk dicapai dengan apa

    penghargaan yang diinginkan oleh bawahannya memungkinkan adanya

    peningkatan motivasi bawahan.

    Dalam kepemimpinan transformasional, pemimpin mencoba menimbulkan

    kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan

    nilai-nilai moral. Kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan

    transaksional yang didasarkan atas kekuasaan birokratis dan memotivasi para

    pengikutnya demi kepentingan diri sendiri.

    Kepemimpinan transformational mampu mentransformasi dan memotivasi

    para pengikutnya dengan cara :8 (1) membuat mereka sadar mengenai pentingnya

    suatu pekerjaan, (2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi

    daripada kepentingan diri sendiri, dan (3) mengaktifkan kebutuhan kebutuhan

    pengikut pada tarap yang lebih tinggi. Tipe kepemimpinan transformasional ini

    disarankan untuk diadopsi dalam implementasi MBS karena dapat sejalan dengan

    fungsi manajemen model MBS. Pertama, adanya kesamaan yang paling utama,

    yaitu jalannya organisasi yang tidak digerakkan oleh birokrasi, tetapi oleh

    kesadaran bersama. Kedua, para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi

    bukan kepentingan pribadi. Ketiga, adanya partisipasi aktif dari pengikut atau

    orang yang dipimpin.

    5. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

    Secara bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata,

    yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah9. Manajemen adalah proses menggunakan

    sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar

    8 Nurkolis. Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.172 9 Nurkolis. Manajemen, h.1

  • 13

    basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan

    mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan

    makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber

    daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau

    pembelajaran.

    Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari

    manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah

    pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber

    daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan

    paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar

    sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu

    sendiri.

    Dari asal usul peristilahan, MBS adalah terjemahan langsung dari School-

    Based Management (SBM)10. Istilah ini mula-mula muncul di Amerika Serikat

    pada tahun 1970-an sebagai alternatif untuk mereformasi pengelolaan pendidikan

    atau sekolah. Reformasi itu dapat diperlukan karena kinerja sekolah selama

    puluhan tahun tidak dapat menunjukan peningkatan yang berarti dalam

    memenuhii tuntutan perubahan lingkungan sekolah.

    Gagasa n Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dalam Bahasa Inggris

    School- Based Management pada dewasa ini menjadi perhatian para pengelolaan

    pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan

    tingkat Sekolah. Sebagaimana dimaklumi, gagasan ini semakin mengemuka

    setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi pengelolaan pendidikan seperti

    disyaratkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004. Produk hukum tersebut

    mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan

    dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Gagasan MBS perlu dipahami

    dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam

    penyelenggaraan pendidikan, khususnya sekolah, karena implementasi MBS tidak

    10 Depdiknas, Manajemen Berbasis Sekolah. (Jakarta : Program Guru Bantu – Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003) h.5

  • 14

    sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik sekolah dan tatanan

    pengelolaan sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola kebijakan

    dan orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan Sekolah.

    MBS sebagai sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan

    kewenangan dan kekuasaan kepada institusi sekolah untuk mengatur kehidupan

    sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Dalam

    MBS, sekolah merupakan institusi yang memiliki full authority and responsibility

    untuk secara mandiri menetapkan program-program pendidikan (kurikulum) dan

    implikasinya terhadap berbagai kebijakan sekolah sesuai dengan visi, misi, dan

    tujuan pendidikan yang hendak dicapai sekolah.

    Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi

    kewenangan yang memandang sekolah secara individual. Sebagai bentuk

    alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi

    diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya dengan

    mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di samping agar Sekolah

    lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

    Secara umum manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model

    manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan

    mendorong pengambilan keputusan parsitipatif yang melibatkan secara langsung

    semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orangtua siswa, dan

    masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan

    nasional. Dengan otonomi yang lebih besar, maka sekolah memiliki kewenangan

    yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri.

    Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program

    yang, tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya.

    Demikian juga, dengan pengambilan keputusan partisipatif, yaitu pelibatan warga

    sekolah secara langsung dalam pengambilan keputusan, maka rasa memiliki

    warga sekolah dapat meningkat. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan

    peningkatan rasa tanggungjawab, dan peningkatan rasa tanggungjawab, dan

    peningkatan rasa tanggungjawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah

    terhadap sekolahnya. Inilah esensi pengambilan keputusan partisipatif. Baik

  • 15

    peningkatan otonomi sekolah maupun pengambilan keputusan partisipatif tersebut

    kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan

    pendidikan nasional yang berlaku.

    6. Alasan dan Tujuan

    MBS di Indonesia yang menggunakan model Manajemen Peningkatan

    Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) muncul karena beberapa alasan sebagaimana

    diungkapkan oleh Nurkolis11 antara lain Pertama, sekolah lebih mengetahui

    kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat

    mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan

    sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan

    warga sekolah dan masyarakat dalam pengmabilan keputusan dapat menciptakan

    transparansi dan demokrasi yang sehat.

    Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan

    secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum,

    kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya,

    dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum.12 Bagi sumber daya manusia,

    peningkatan kualitas bukan hanya meningkatnya pengetahuan dan

    keterampilannya, melainkan meningkatkan kesejahteraannya pula.

    Keuntungan-keuntungan penerapan MBS sebagaimana dikutip dari hasil

    pertemuan The American Association of School Administration, The National

    Association of Elementary School Principal, The National of Secondary School

    Principal pada tahun 1988 adalah13 : Pertama, secara formal MBS dapat

    memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah.

    Kedua, meningkatkan moral guru. Moral guru meningkat karena adanya

    komitmen dan tanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan di sekolah.

    Ketiga, keputusan yang diambil sekolah mengalami akuntabilitas. Hal ini terjadi

    karena konstituen sekolah mengalami andil yang cukup dalam setiap pengambilan

    11 Nurkolis. Manajemen Berbasis, (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.21 12 Nurkolis. Manajemen Berbasis, h.23 13 Nurkolis. Manajemen Berbasis, (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.25

  • 16

    kepurusan. Keempat, menyesuaikan sumber keuangan terhadap tujuan

    instruksional yang dikembangkan di sekolah. Kelima, menstimulasi munculnya

    pemimpin baru di sekolah. Keputusan yang diambil pada tingkat sekolah tidak

    akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran seorang pemimpin. Keenam,

    meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksibilitas komunikasi tiap komunitas

    sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah.

    7. Strategi Implementasi MBS

    MBS merupakan strategi peningkatan kualitas pendidikan melalui otoritas

    pengambilan keputusan dari pemerintah daerah ke sekolah. Dalam hal ini sekolah

    dipandang sebagai unit dasar pengembangan yang bergantung pada redistribusi

    otoritas pengambilan keputusan di dalamnya terkandung desentralisasi

    kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk membuat keputusan. Dengan

    demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang

    memandang sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternatif sekolah dalam

    program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar sekolah

    dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan

    prioritas kebutuhan disamping agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan

    setempat.

    Implementasi MBS akan berlangsung efektif dan efisien apabila didukung

    oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, dana

    yang cukup agar sekolah mampu menggaji semua staf sesuai dengan fungsinya,

    sarana prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta

    dukungan masyarakat (orang tua) yang tinggi.14

    Ciri-ciri MBS, bisa diketahui antara lain dari sudut sejauh mana Sekolah

    dapat mengoptimalkan kemampuan manajemen Sekolah, terutama dalam

    pemberdayaan sumber daya yang ada menyangkut sumber daya kepala sekolah

    14 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2003) h.58

  • 17

    dan guru, partisipasi masyarakat, pendapatan daerah dan orang tua, juga anggaran

    sekolah sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini15 :

    Tabel 2.1. Kemampuan Manajemen Sekolah Kemampuan

    Sekolah Kepala Sekolah

    dan Guru Partisipasi Masyarakat

    Pendapatan Daerah dan Orang Tua

    Anggaran Sekolah

    1. Sekolah dengan kemampuan manajemen tinggi

    Kepala sekolah dan guru ber-kompetesi tinggi (termasuk kepemimpinan

    Partisipasi masyarakat tinggi (termasuk dukungan dana)

    Pendapatan daerah dan orang tua tinggi

    Anggaran sekolah di luar anggaran pemerintah besar

    2. Sekolah dengan kemampuan manajemen sedang

    Kepala sekolah dan guru ber-kompetesi sedang (termasuk kepemimpinan

    Partisipasi masyarakat sedang (termasuk dukungan dana)

    Pendapatan daerah dan orang tua sedang

    Anggaran sekolah di luar anggaran pemerintah sedang

    3. Sekolah dengan kemampuan manajemen rendah

    Kepala sekolah dan guru ber-kompetesi rendah (termasuk kepemimpinan

    Partisipasi masyarakat rendah (termasuk dukungan dana)

    Pendapatan daerah dan orang tua tinggi

    Anggaran sekolah di luar anggaran pemerintah kecil atau tidak ada

    .

    Kondisi di atas mengisyaratkan bahwa tingkat kemampuan manajemen

    sekolah untuk mengimplementasikan MBS berbeda satu kelompok sekolah

    dengan kelompok lainnya. Perencanaan implementasi MBS harus menuju pada

    variasi tersebut, dan mempertimbangkan kemampuan setiap sekolah.

    Perubahan arah ke MBS dapat direfleksikan dalam aspek-aspek strategi

    manajemen berikut ini :

    a. Konsep atau asumsi tentang hakikat manusia

    Guru dan siswa kemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda,

    di luar kebutuhan ekonomi. Mereka mengejar interaksi, afiliasi sosial,

    aktualisasi diri, dan kesempatan berkembang. Dalam rangka memuaskan

    tingkat kebutuhan yang lebih tinggi mereka bersedia menerima tantangan dan

    bekerja lebih keras. MBS dapat menyediakan fleksibilitas lebih baik dan

    15 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis, h.59

  • 18

    kesempatan untuk memuaskan kebutuhan guru dan siswa dan memberi peran

    terhadap talenta-talenta mereka

    b. Konsep organisasi sekolah.

    Sekolah sebagai organisasi tidak sekedar tempat persiapan anak-anak di masa

    datang, tapi juga tempat untuk siswa atau guru dan administrator untuk hidup,

    tumbuh, dan menjalani perkembangan. Oleh karena itu, dalam MBS sekolah

    tidak hanya tempat membantu perkembangan siswa, tetapi juga tempat

    perkembangan guru dan administrator

    c. Gaya pengambilan keputusan

    Dalam MBS gaya pengambilan keputusan pada tingkat sekolah adalah melalui

    pembagian kekuasaan (power sharing) atau partisipasi.

    d. Gaya kepemimpinan

    Dalam merespon perubahan ke MBS maka gaya kepemimpinan kepala sekolah

    berubah dari tingkat rendah ke kepemimpinan multitingkat. Kepemimpinan

    dalam MBS tidak hanya kepemimpinan teknis dan manusia, tetapi

    menggunakan kepemimpinan kependidikan, simbolik, dan budaya

    e. Penggunaan kekuasaan

    MBS dimaksudkan untuk mengembangkan sumber daya manusia dan

    mendorong komitmen dan inisiatif warga sekolah. Oleh karena itu, gaya

    tradisional dalam penggunaan kekuasaan harus diubah. Para administrator

    sekolah disarankan menggunakan kekuasaan terutama keahlian dan referensi,

    memberi perhatian terhadap pertumbuhan professional guru, menjadi

    pemimpin yang professional terhadap guru dan menjadi inspirasi pada guru

    dan siswa untuk bekerja secara antusias dengan kepribadian yang mulia

    f. Keterampilan-keterampilan manajemen

    Ketika mengadopsi MBS maka pekerjaan manajemen internal menjadi lebih

    kompleks dan berat. Oleh karena itu, diperlukan konsep-konsep baru dalam

    keterampilan manajemen

  • 19

    8. Aspek yang digarap MBS

    Ada banyak aspek yang tadinya menjadi kewenangan pusat atau

    provinsi/kabupaten/kota, kini bergeser menjadi kewenangan sekolah dalam MBS.

    Aspek tersebut meliputi 16:

    a. Perencanaan dan evaluasi program

    Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan

    kebutuhannya misalnya untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah juga

    diberikan kewenangan untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang

    dilakukan secara internal.

    b. Pengelolaan kurikulum

    Sekolah dapat mengembangkan kurikulum, namun tidak boleh mengurangi isi

    kurikulum yang berlaku secara nasional. Sekolah juga diberi kebebasan untuk

    mengembangkan kurikulum muatan lokal.

    c. Pengelolaan proses belajar mengajar

    Sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode, dan teknik

    pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif sesuai dengan karakteristik

    mata pelajaran, siswa, guru, dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di

    sekolah

    d. Pengelolaan ketenagaan

    Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan,

    rekrutmen pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga

    evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah.

    e. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan/fasilitas

    Pengelolaan fasilitas mulai dari pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan

    hingga pengembangan dilakukan oleh sekolah. Hal ini didasari oleh kenyataan

    bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik

    kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya.

    f. Pengelolaan keuangan

    16 Heriyanto, Manajemen Berbasis Sekolah dalam Peningkatan Muru Pendidikan, (Jakarta : Tesis, 2008) h.26

  • 20

    Pengelolan keuangan sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini

    didasari bahwa sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga

    desentralisasi penggunaan keuangan sudah seharusnya dilimpahkan ke

    sekolah.

    g. Pelayanan siswa

    Pelayanan siswa dimulai dari penerimaan siswa baru, pembinaan dan

    pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan ke pendidikan berikutnya, atau

    dunai kerja sampai pengelolaan alumni.

    h. Hubungan sekolah dan masyarakat

    Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan

    keterlibatan, kepedulian, kepemilikan dan dukungan masyarakat terutama

    dukungan moral dan finansial.

    i. Pengelolaan iklim sekolah

    Iklim sekolah baik fisik maupun non fisik yang kondusif dan akademik,

    merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang

    efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan

    yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah dan kegiatan yang berpusat

    kepada siswa. Hal ini merupakan bagian dari iklim sekolah yang harus

    menjadi lebih intensif ditingkatkan.

    9. Hambatan Implementasi MBS

    Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan

    dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut 17:

    a. Tidak berminat untuk terlibat. Sebagian orang tidak menginginkan kerja

    tambahan selain pekerjaannya sekarang. Mereka tidak ingin ikut serta dalam

    kegiatan yang menurut mereka hanya akan menambah beban saja. Tidak

    semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak

    ingin menyediakan waktunya untuk urusan tersebut.

    17 Heriyanto, Manajemen Berbasis Sekolah dalam Peningkatan Muru Pendidikan, (Jakarta : Tesis, 2008) h.35

  • 21

    b. Tidak efisien. Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif

    adakalanya menimbulkan frustasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan

    dengan cara-cara otokratis

    c. Pikiran kelompok. Setelah beberapa saat bersama, para pengelola sekolah

    mungkin akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini akan berdampak positif,

    karena akan saling mendukung satu sama lain. Namun di sisi lain, kohesivitas

    itu akan menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa

    enak berlainan penadapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah pengelola

    akan mulai terjangkit “pikiran kelompok”. Ini berbahaya karena keputusan

    yang diambil ada kemungkinan tidak lagi realistis.

    d. Memerlukan pelatihan. Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar

    sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit

    dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan

    dan keterampilan tentang hakikat MBS dan bagaimana cara kerjanya,

    pengambilan keputusan, komunikasi dan sebagainya.

    e. Kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru. Pihak-pihak yang terlibat

    mungkin telah sangat terkondisikan dengan iklim kerja yang selama ini

    mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-

    pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar

    akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk

    memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.

    f. Kesulitan koordinasi. Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup

    kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektf dan

    efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuan

    masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan

    sekolah.

    Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal,

    mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum

    penerapan MBS.

  • 22

    10. Ukuran Keberhasilan MBS. Dalam konteks MBS, keberhasilan pendidikan harus didefinisikan ulang,

    bukan semata-mata pada ukuran standar prestasi siswa. Keberhasilan harus berada

    dalam konsep yang lebih luas. Namun apa pun kriteria keberhasilan tersebut,

    pencapaiannya tergantung pada kualitas program pendidikan dan pelayanan yang

    diberikan. Oleh karena itu, ukuran-ukuran keberhasilan implementasi MBS di

    Indonesia dapat dinilai setidaknya dari sembilan criteria di bawah ini18 :

    Pertama, MBS dianggap berhasil apabila jumlah siswa yang mendapat

    layanan pendidikan semakin meningkat. Masalah siswa yang tidak bisa mendaftar

    sekolah karena masalah ekonomi akan dipecahkan secara bersama-sama oleh

    warga sekolah melalui subsidi silang dari mereka yang ekonominya lebih mampu.

    Kedua, MBS dianggap berhasil apabila kualitas pelayanan pendidikan

    menjadi lebih baik. Karena layanan pendidikan tersebut berkualitas

    mengakibatkan prestasi akademik dan prestasi non akademik siswa juga

    meningkat. Secara keseluruhan kualitas pendidikan akan meningkat yang

    selanjutnya jumlah pengangguran bisa ditekan, intensitas kriminalitas dapat

    diturunkan, dan rasa tanggung jawab sebagai warga negara semakin jelas.

    Ketiga, tingkat tinggal kelas menurun dan produktivitas sekolah semakin

    baik dalam arti rasio antara jumlah siswa yang mendaftar dengan jumlah siswa

    yang lulus menjadi lebih besar. Tingkat tinggal kelas menurun karena siswa

    semakin bersemangat untuk datang ke sekolah dan belajar di rumah dengan

    dukungan orang tua serta lingkungannya. Pembelajaran di sekolah semakin

    meningkat karena kemampuan guru mengajar lebih menjadi menarik dan

    menyenangkan. Siswa menjadi lebih bergairah dan bersemangat untuk belajar dan

    datang ke sekolah.

    Keempat, karena program-program sekolah dibuat bersama-sama dengan

    warga masyarakat dan tokoh masyarakat maka relevansi penyelenggaraan

    18 Nurkolis. Manajemen Berbasis, h.271

  • 23

    pendidikan semakin baik. Program-program yang diselenggarakan di sekolah baik

    kurikulum maupun sarana dan prasarana sekolah disesuaikan dengan situasi dan

    kebutuhan lingkungan masyarakat.

    Kelima, terjadinya keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan karena

    penentuan biaya pendidikan tidak dilakukan secara pukul rata, tetapi didasarkan

    pada kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Atas kesepakatan bersama

    seluruh warga sekolah dan warga masyarakat, keadilan dalam penyelenggaraan

    pendidikan ini bisa tercipta.

    Keenam, semakin meningkatnya keterlibatan orang tua dan masyarakat

    dalam pengambilan keputusan di sekolah baik yang menyangkut keputusan

    intruksional maupun organisasional. Dengan demikian, orang tua siswa dan

    masyarakat akan semakin peduli dan rasa memiliki yang lebih besar pada sekolah.

    Bila hal ini terjadi maka masyarakat akan dengan sukarela menyumbangkan

    tenaga dan hartanya untuk sekolah.

    Ketujuh, salah satu indikator penting lain dari kesuksesan MBS adalah

    semakin baiknya iklim dan budaya kerja di sekolah. Iklim dan budaya kerja yang

    baik akan memberkan dampak positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan.

    Selanjutnya, sekolah akan berubah dan berkembang lebih baik. Setiap personel

    sekolah akan merasa aman dan nyaman dalam menjalankan tugas sehari-hari.

    Kedelapan, kesejahteraan guru dan staf sekolah semakin membaik antara

    lain karena sumbangan pemikiran, tenaga, dan dukungan dana dari masyarakat

    luas. Semakin professional seorang guru atau staf sekolah maka masyarakat

    semakin berkeinginan untuk memberikan sumbangan dana yang lebih besar.

    Kesembilan, apabila semua kemajuan pendidikan di atas telah tercapai

    maka dampak selanjutnya adalah akan terjadinya demokratisasi dalam

    penyelenggaraan pendidikan. Indikator keberhasilan implementasi berupa

    tercapainya demokratisasi pendidikan diletakkan pada posisi terakhir karena

    sasaran ini jangka panjang dan paling jauh dari jangkauan.

  • 24

    B. KERANGKA BERPIKIR

    Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat

    komplek karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi

    yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik,

    menunjukan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang

    tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya. Ciri-ciri yang menempatkan

    sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar,

    tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia.

    Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebutlah, sekolah sebagai

    organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah

    adalah keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka

    memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta

    mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi

    tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Studi keberhasilan kepala sekolah

    menunjukan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat

    dan irama suatu sekolah.

    Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka kepala sekolah harus bisa

    menjalankan tugas dan fungsinya dengan efektif dan efisien supaya semua tujuan

    sekolah yang menjadi tuntutan masyarakat dapat tercapai. Kalau tidak, jika

    sekolah tidak dapat memenuhi tuntutan masyarakat dan perkembangan era

    globalisasi, sekolah tersebut akan kehilangan fungsinya sebagai tempat

    menghasilkan agen-agen perubahan yang berkualitas di masa yang akan datang.

    Kepala sekolah yang bersikap otoriter, cenderung pasif, kurang terbuka,

    dan cenderung diskriminatif dalam kepemimpinannya akan sulit menjalankan

    fungsinya secara efektif dan efisien.

    Kepala sekolah sabagai pemimpin seharusnya dalam praktik sehari-hari

    selalu berusaha memperhatikan dan mempraktikan 8 fungsi kepemimpinan di

    dalam kehidupan sekolah19, yaitu : 1). Kepala sekolah harus dapat

    19 Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah : Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya (Jakarta : Rajawali Pers, 2008) h.84

  • 25

    memperlakukan sama terhadap orang-orang yang menjadi bawahannya, sehingga

    tidak terjadi diskriminasi, 2). Sugesti atau saran sangat diperlukan oleh para

    bawahan dalam menjalankan tugas, 3). Kepala sekolah bertanggung jawab untuk

    memenuhi atau menyediakan dukungan yang diperlukan oleh guru, staf, dan

    siswa, baik berupa dana, peralatan, waktu, dan suasana yang mendukung, 4).

    Berperan sebagai katalisator, dalam arti mampu menimbulkan dan menggerakan

    semangat para guru, staf dan siswa dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan, 5).

    Menciptakan rasa aman di lingkungan sekolah, sehingga semua masyarakat

    sekolah bebas dari perasaan gelisah dan khawatir, 6). Penampilan kepala sekolah

    harus selalu dijaga integritasnya, selalu terpercaya, dihormati baik sikap, perilaku

    maupun perilakunya, 7). Selalu membangkitkan semangat dan percaya diri

    masyarakat sekolah sehingga mereka menerima dan memahami tujuan sekolah

    secara antusias dan bertanggung jawab ke arah tercapainya tujuan tersebut, dan 8).

    Kepala sekolah diharapkan selalu dapat menghargai apa pun yang dihasilkan oleh

    mereka yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian hasilnya maka akan

    terwujud kepemimpinan kepala sekolah yang efektif.

    Tapi pada kenyataan yang ada, bahwa kualitas kepala sekolah pada saat ini

    belum seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor,

    seperti sumber daya manusia yang berperan sebagai pemikir, perencana, dan

    pelaksana organisasi sebagai aparat mencapai tujuan, dan koordinasi sebagai

    mekanisme dan strategi. Hal ini antara lain disebabkan oleh lemahnya kompetensi

    serta kurang efektifnya manajerial kepala sekolah

    Akibatnya mata rantai atau tahap-tahap pengelolaan kepala sekolah belum

    dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Terjadilah gap, kesenjangan,

    atau jurang antara kualitas kepala sekolah yang senyatanya ada.

    Akhirnya untuk mengatasi permasalahan tersebut mata rantai pengeolaan

    kepala sekolah yang sangat berperan dalam mekanisme melahirkan kepala sekolah

    yang profesional seharusnya selalu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tahap-

    tahap yang ada, serta keterkaitan dan saling pengaruh antar sesama tahap perlu

    dipersiapkan dan dilaksanakan dengan terkoordinasi.

  • 26

    Ada strategi-strategi teknis yang diharapkan dapat dicapai dalam rangka

    mengatasi permasalahan tersebut sebagai berikut :

    1. Peningkatan kompetensi melalui pelatihan manajerial kepala sekolah atau

    pelatihan-pelatihan lain yang relevan

    2. Melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi untuk menambah

    wawasan teoritis dan praktis kepala sekolah

    3. Program studi banding dan program lain untuk menambah referensi konsep

    dan implementasi pendidikan di tempat lain.

  • 27

    Tabel 2.2

    GAMBAR KERANGKA FIKIR

    INPUT PROSES OUTPUT

    $

    FEED BACK

    Kepemimpinan kepala

    -

    -

    -

    Kondisi Kepemipinan

    - Otoriter - Pasif - Kurang Terbuka - Diskriminasi

    Masalah Kepemipinan

    - Implementasi MBS kurang dukungan dari kepemimpinan kepala sekolah

    Strategi

    - Pelatihan manajerial

    - Melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi

    - Studi banding ke sekolah lain

    Hasil

    Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam implementasi

    MBS

  • 28

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di SMA Al-Masthuriyah Kecamatan Cisaat

    Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada

    selama 3 bulan, dimulai pada bulan Desember 2010 sampai Februari 2011

    sehingga memudahkan penelitian untuk menjaring data dan informasi yang

    dibutuhkan dari responden. Hal ini untuk memungkinkan peneliti memahami

    lebih dalam obyek penelitian kemudian benar-benar mendapatkan gambaran jelas

    tentang obyek tersebut

    B. Metode penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk metode

    deskriptif. Penggunaan deskriptif dalam penelitian ini untuk menggambarkan

    obyek penelitian atau kondisi lapangan apa adanya pada saat itu, untuk mengkaji

    permasalahan pada saat penelitian ini dilakukan. Penelitian ini berusaha

    mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa adanya.

    Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk

    menggambarkan suatu kegiatan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam

    mengimplementasi manajemen berbasis sekolah yang terlebih dahulu

    menganalisis proses pelaksanaannya.

  • 29

    C. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian lapangan ini penulis berusaha menganalisis data yang

    diperoleh sehingga antara pengertian dan teori yang ada dapat dibuktikan relevansinya.

    Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Teknik Observasi

    Teknik observasi digunakan untuk mengamati dan mencatat seluruh aspek

    pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengendalikan

    implementasi manajemen berbasis sekolah di SMA Al-Masthuriyah, serta

    mengamati secara langsung data-data yang diperlukan. Dengan demikian

    data yang didapat oleh penulis selama observasi berlangsung dapat

    menjadi masukan bagi penulisan skripsi ini. Dalam pelaksanaan observasi

    peneliti membuat panduan observasi, sebagai berikut :

    a. Lingkungan SMA Al-Masthuriyah Sukabumi

    b. Kegiatan kepemimpinan kepala sekolah

    c. Kegiatan implementasi program sekolah

    d. Kegiatan implementasi MBS

    2. Wawancara

    Wawancara digunakan peneliti untuk memperoleh informasi langsung dari

    sumbernya, responden pada wawancara ini merupakan yang memiliki

    keterkaitan langsung dengan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah.

    Respondennya terdiri dari Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Tenaga

    Pendidik, Tenaga Kependidikan, Siswa dan Siswi SMA Al-Masthuriyah

    Sukabumi. Wawancara dilakukan dengan sifat terbuka, dan responden

    tahu bahwa mereka sedang diwawacarai dan mengetahui pula maksud

    wawancara itu. Dalam pelaksanaan wawancara yang dilakukan terhadap

    responden, dibantu dengan pedoman wawancara tentang :

    a. Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah

    b. Pengangkatan Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan

    c. Perencanaan Program Sekolah

    d. Penyusunan RAPBS

  • 30

    e. Pelaksanaan Program

    f. Supervisi dan Evaluasi

    g. Dukungan (Political will) pemerintah

    h. Kepemimpinan yang efektif

    i. Dukungan finansial dari pemerintah dan masyarakat

    j. Ketersediaan SDM

    k. Budaya Sekolah

    3. Studi Dokumentasi

    Studi dokumentasi dilakukan dengan menemukan informasi tertulis yang

    berkaitan dengan fokus penelitian agar data yang diperoleh lebih lengkap.

    Dokumentasi yang dipelajari adalah sebagai berikut:

    a. Profil SMA Al-Masthuriyah Sukabumi

    b. Struktur organisasi

    c. Rencana Kerja Anggaran/RKA

    d. Rencana Strategis sekolah

    e. Laporan keuangan sekolah

    D. Teknik Analisis Data Data kualitatif adalah akan diolah dan dianalisa melalui proses-proses

    sebagai berikut :

    - Klasifikasi, yaitu proses pengelompokan masalah berdasarkan jawaban-

    jawaban responden

    - Kategorisasi, yaitu proses pengelompokan jawaban berdasarkan aspek-

    aspek masalah yang menjadi variabel penelitian

    - Interpretasi, yaitu proses penafsiran data dengan cara mencari perbedaan

    dan persamaan dari aspek-aspek masalah yang diperoleh, kemudian ditarik

    kesimpulan dengan merujuk kepada kerangka fakir.

  • 31

    E. Kisi-Kisi Instrumen Pengumpulan Data 1. Wawancara

    Instrumen adalah alat pada waktu penelitian menggunakan sesuatu metode

    (dalam penelitian)1. Kisi-kisi instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam

    memperoleh data dan informasi-informasi di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi

    pada penelitian ini yang dijadikan pedoman sebagai berikut:

    Tabel 3.1

    Kisi-Kisi Wawancara

    Fokus Dimensi Indikator

    Profil Sekolah Sejarah dan Perkembangannya Sejarah Perkembangan

    Visi, Misi dan Tujuan Visi Misi Tujuan

    Struktur Organisasi Struktur Organisasi Sumber Daya Manusia SDM Tenaga Pendidik

    SDM Tenaga Kependidikan

    Kepemimpinan Kepala Sekolah

    Karisma Karisma Nilai-Nilai Kepemimpinan Islam Nilai-Nilai Kepemimpinan Islam

    Gaya Kepemimpinan Gaya Kepemimpinan Pelaksanaan Manajemen

    Berbasis Sekolah

    Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah

    Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah

    Pengangkatan Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan

    Pengangkatan Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan

    Perencanaan Program Sekolah Perencanaan Program Sekolah Penyusunan RAPBS Penyusunan RAPBS Pelaksanaan Program Pelaksanaan Program Supervisi dan Evaluasi Supervisi dan Evaluasi Dukungan (Political will) pemerintah

    Dukungan (Political will) pemerintah

    Kepemimpinan yang efektif Kepemimpinan yang efektif

    1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, h. 206.

  • 32

    Dukungan finansial dari pemerintah dan masyarakat

    Dukungan finansial dari pemerintah dan masyarakat

    Ketersediaan SDM Ketersediaan SDM Budaya Sekolah Budaya Sekolah

  • 33

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    A. Gambaran Umum Penelitian 1. Sejarah Singkat SMA Al-Masthuriyah Sukabumi

    SMA Al-Masthuriyah didirikan pada tahun 1986 sebagaimana termuat dalam Izin Operasional dari Depdikbud Kanwil Prop. Jawa Barat Bid. Dikmenum Nomor 904/I02.4/R.86 tanggal, 12 Agustus 1986, dengan Kepala Sekolah Bapak Drs. KH. A. Aziz Masthuro dan dikukuhkan dengan izin pendirian dari Kepala Kanwil Depdikbud Prop. Jawa Barat dengan surat keputusan Nomor: 1060/I02/Kep/E/88, tanggal, 7 Maret 1988

    Sejak Tahun 1987, Kepala Sekolah SMA Al-Masthuriyah dipercayakan kepada Bapak Drs. H. A. Djamaluddin sesuai dengan SK Yayasan Al-Masthuriyah Nomor: 02/SK/YASMA/VI/1987, tanggal 24 Juni 1987, hingga tahun 2000. Pada Tahun 2000 berdasarkan SK Yayasan Al-Masthuriyah Nomor: 05/SK/YASMA/VII/1987, tanggal 02 Juli 2000 Kepala SMA Al-Masthuriyah dipercayakan kepada Bapak H. A. Muiz Syihabudin, M.Ag sampai Sekarang.

    Dalam perjalanannya SMA Al-Masthuriyah telah mengalami akreditasi dengan status dan jenjang akreditasi sebagai berikut : Tahun 1986-1990 status Terdaftar, Tahun 1990-1994 Status Akreditasi Diakui, 1994-1999 Status Akreditasi Disamakan, 1999-2003 Status Akreditasi Disamakan, Tahun 2003-2007 Status Akreditasi A, Tahun 2007-sekarang Status Akreditasi A

  • 34

    2. Visi dan Misi SMA Al-Masthuriyah Sukabumi

    Sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tujuan dan cita-cita,

    tentunya SMA Al-Masthuriyah Sukabumi memiliki visi dan misi sebagai

    berikut :

    a. Visi Membangun Sumber Daya Manusia yang memiliki

    integritas keilmuan dan kepribadian yang berlandaskan akhlakul

    karimah

    b. Misi 1. Membentuk kepribadian yang dilandasi nilai-nilai moral dan

    agama.

    2. Memacu aspek intelektualitas yang mengarah pada penguasaan

    ilmu dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai keilmuan.

    3. Mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas melalui

    penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.

    4. Membentuk tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang

    memiliki kompetensi dan profesional.

    5. Mewujudkan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang

    proses pembelajaran yang berkualitas berbasis teknologi

    informasi dan komunikasi.

    3. Keadaan Guru, Siswa dan Sarana a. Keadaan Guru

    Keadaan guru di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi berjumlah 25

    orang. Berdasarkan jenis mata pelajaran yang diajarkan, terdiri dari 2

    orang guru bidang studi umum, 6 orang guru bahasa, 6 orang guru

    matematika dan IPA, 5 orang guru IPS dan 2 orang guru Agama.

  • 35

    Berdasarkan tingkat pendidikan, guru-guru SMA Al-

    Masthuriyah Sukabumi mempunyai tingkat pendidikan sebagai berikut

    : 20 orang guru S1, dan 5 orang guru S2.

    Berdasarkan status kepegawaian, SMA Al-Masthuriyah

    Sukabumi mempunyai beberapa guru yang mempunyai status

    kepegawaian sebagai berikut : 2 orang guru PNS, 14 orang guru tetap

    yayasan dan 9 orang guru tidak tetap yayasan

    Berdasarkan kesesuaian latar belakang pendidikan dan status

    sertifikasi, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

    Tabel 4.1 Data Guru berdasarkan Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan

    No. Mata Pelajaran Jumlah Personil

    Kesesuaian latar belakang pendidikan

    Guru terserti-

    fikasi Sesuai Tdk Sesuai

    1 2 3 4 5 6 1. Pendidikan Agama Islam 2 2 2

    2. Kewarganegaraan 1 - 1 1

    3. Bahasa Inggris 3 1 2 2

    4. Bahasa Indonesia 2 2 - 2

    5. Matematika 2 2 - 2

    6. Pendidikan Jasmani 1 1 - 1

    7. Sejarah 1 - 1 1

    6. Fisika 1 - 1 1

    7. Biologi 1 1 - 1

    8. Kimia 1 - 1 -

    9. Geografi 1 - 1 1

    10. Sosiologi 1 - 1 1

  • 36

    No. Mata Pelajaran Jumlah Personil

    Kesesuaian latar belakang pendidikan

    Guru terserti-

    fikasi Sesuai Tdk Sesuai

    11. Ekonomi 2 2 - 2

    12. Pendidikan Seni 1 - 1 1

    13. Pend. Ketrampilan - - -

    14. TIK 2 - 2 2 15. Bahasa Asing

    a. Arab 1

    1

    -

    -

    16 Muatan Lokal 1 - 1 1

    17 Pengembangan diri 1 - 1 1

    Jumlah 25 12 13 21 Sumber : Profil SMA Al-Masthuriyah Tahun Pelajaran 2010-2011

    b. Keadaan Siswa Keadaan siswa SMA Al-Masthuriyah Sukabumi dalam tiga

    tahun Ajaran terakhir adalah sebagai berikut :

    1) Tahun Ajaran 2008/2009, kelas X berjumlah 180 siswa,

    kelas XI berjumlah 180 siswa dan kelas XII berjumlah 180.

    Dengan jumlah keseluruhan 540 siswa dan masing kelas

    terdiri dari empat rombongan belajar.

    2) Tahun Ajaran 2009/2010, kelas X berjumlah 180 siswa,

    kelas XI berjumlah 183 siswa dan kelas XII berjumlah 180.

    Dengan jumlah keseluruhan 543 siswa dan masing kelas

    terdiri dari empat rombongan belajar.

    3) Tahun Ajaran 2010/2011, kelas X berjumlah 180 siswa,

    kelas XI berjumlah 180 siswa dan kelas XII berjumlah 183.

    Dengan jumlah keseluruhan 543 siswa dan masing kelas

    terdiri dari empat rombongan belajar.

  • 37

    Tabel 4.2 Data Siswa Berdasarkan Tingkat Kelas

    Tahun Pelajaran Kelas X

    Kelas XI Kelas XII

    IPA IPS IPA IPS

    2008–2009 180 86 94 91 89

    2009-2010 180 94 89 86 94

    2010–2011 180 92 88 94 89 Sumber : Profil SMA Al-Masthuriyah Tahun Pelajaran 2010-2011

    c. Sarana dan Prasarana Sarana dn prasarana yang tersedia di SMA Al-Masthuriyah

    Sukabumi terdiri dari 12 ruang kelas/teori, 2 ruang laboratorium

    komputer, 2 ruang laboratorium IPA, 1 ruang laboratorium Bahasa, 1

    ruang perpustakaan, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang

    administrasi/TU, 1 ruang OSIS, 1 ruang ibadah dan beberapa fasilitas

    lainnya yang tersedia di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi.

    Kondisi yang lebih jelas dari keadaan sarana dan prasaran dapat

    dilihat pada tabel di bawah ini :

    Tabel 4.3

    Kondisi Sarana dan Prasarana

    R u a n g Jumlah Luas (M2) Kondisi

    Baik Rusak Ruang Teori/Kelas 12 392 √

    Ruang Kepala Sekolah 1 28 √

    Ruang Guru 1 42 √

    Ruang Tata Usaha 1 42 √

  • 38

    Ruang Bimbingan Penyuluhan 1 24 √

    R u a n g Jumlah Luas (M2) Kondisi

    Baik Rusak

    Laboratorium : a. IPA b. Bahasa c. Komputer

    1 2 2

    72 84 84

    √ √ √

    Ruang Perpustakaan 1 81 √

    Ruang OSIS 1 24 √

    Ruang UKS 1 24 √

    Mesjid / Musholla 1 375 √ Sumber : Profil SMA Al-Masthuriyah Tahun Pelajaran 2010-2011

    B. Deskripsi Data

    Dari wawancara dengan responden yang dilengkapi dengan hasil

    observasi dan studi dokumentasi maka diperoleh hasil penelitian sebagai

    berikut :

    1. Visi dan Misi SMA Al-Masthuriyah : Dari hasil studi dokumen, didapatkan bahwa visi SMA Al-

    Masthuriyah adalah Membangun Sumber Daya Manusia yang memiliki

    integritas keilmuan dan kepribadian yang berlandaskan akhlakul karimah

    Misi SMA Al-Masthuriyah adalah :

    a. Membentuk kepribadian yang dilandasi nilai-nilai moral dan agama.

    b. Memacu aspek intelektualitas yang mengarah pada penguasaan ilmu

    dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai keilmuan.

    c. Mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas melalui

    penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.

  • 39

    d. Membentuk tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki

    kompetensi dan profesional.

    e. Mewujudkan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang proses

    pembelajaran yang berkualitas berbasis teknologi informasi dan

    komunikasi.

    Berdasarkan latar belakangnya, MBS di SMA Al-Masthuriyah muncul

    karena fakta menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih

    rendah. Adanya desakan dan kritikan dari masyarakat luas memaksa

    pemegang otoritas pendidikan untuk mereformasi dirinya sendiri, sehingga

    visi misi sekolah dibuat dan disusun agar sesuai dengan kebutuhan dan

    tuntutan masyarakat sehingga kelak alumni SMA Al-Masthuriyah memiliki

    pengetahuan dan keterampilan, kapasitas pribadi yang mumpuni, memiliki

    kemampuan nalar tinggi, mampu berfikir ilmiah, memiliki kepekaan sosial

    tinggi dan mandiri1.

    2. Adapun proses penetapan visi dan misi di SMA Al-Masthuriyah adalah : Proses penetapan diawali dengan rapat pimpinan SMA Al-

    Masthuriyah yang terdiri dari Kepala Sekolah dan seluruh wakil Kepala

    Sekolah bersama Pimpinan Yayasan yang terdiri dari Direktur, wakil Direktur,

    dan Pembantu Direktur bidang Pendidikan, Pembantu Direktur bidang

    Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia serta Ketua Komite

    Sekolah. Visi SMA Al-Masthuriyah diilhami oleh Kaul Ulama yang

    bermakna :

    Iddadutifli, badanian wa aqlian wa ruhian liyakuna nafian linafsihi

    walighairihi

    (Mempersiapkan peserta didik dengan kesehatan Badan, Aqal, dan

    ruhaniahnya agar bermanfaat bagi dirinya dan orang lain)

    Dari sinilah kemudian dikembangkan pembicaraan visi SMA Al-

    Masthuriyah, dalam pembicaraan rapat diharapkan muncul gagasan visi yang

    1 Diolah dari Profil Sekolah dan hasil wawancara dengan H. Abdul Muiz, M.Ag (Kepala SMA Al-Masthuriyah

  • 40

    bersifat fleksibel dan dinamis, sehingga dapat berlaku dalam waktu yang

    panjang dengan fleksibilitasnya dan dengan visi tersebut tetap dapat dilakukan

    pengembangan misi dan orientasi yang dinamis. Rumusan awal dimulai dari

    esensi muatan hadits yang harus ada dalam proses pendidikan yakni

    pembinaan Aqlian, Ruhanian dan Badanian.

    Sebagai lembaga yang menganut faham akhlusunnah waljamaah, maka

    aspek akhlaq merupakan komponen penting yang tidak dapat dipisahkan

    dalam proses pendidikan, maka dari beberapa usulan yang muncul akhirnya

    pada rapat tersebut diputuskan dan ditetapkan visi SMA Al-Masthuriyah2.

    3. Upaya yang dilakukan SMA Al-Masthuriyah untuk mencapai visi dan misi tersebut :

    Upaya-upaya yang telah dilakukan SMA Al-Masthuriyah dalam

    mencapai Visi-Misinya3 :

    a. Penyusunan Rencana Strategi sekolah dalam bentuk Program Kerja Jangka

    Panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan)

    b. Menyelenggarakan pembinaan akhlaq dan nilai-nilai keagamaan melalui

    program terjadwal (sebagai kegiatan awal pembelajaran)

    c. Menginstruksikan agar dilakukan pengintegrasian nilai-nilai agama dan

    moral (budi pekerti) dalam setiap pembelajaran

    d. Menyelenggarakan Program Pengayaan dan Bimbingan Belajar

    e. Mengaktifkan program Ekstra kurikuler dalam bidang keilmuan melalui

    program KISS (Kelompok Ilmiah Siswa SMA), SEC (SMA English Club)

    dan DECSMAL (Debat English Club SMA Al-Masthuriyah)

    f. Pembekalan Keterampilan keagamaan (Baca Al-Qur’an, Penyelenggaraan

    sholat-sholat sunnat, Mengurus Mayit) melalui program PAI Mulok

    2 Wawancara dengan Dadih Addhiyar, S.Ag (Sekretaris Yayasan Al-Masthuriyah) dan Mumu Mudzakir, S.Ag (Ketua Komite Sekolah)

    3 Hasil wawancara dengan M. Taufiq Hidayat, SE, S.Pd (Wakaur. Kurikulum) dan M. Nasir, M.Ag (Wakaur. Kesiswaan)

  • 41

    g. Melaksanakan Pembinaan dan pengembangan kemampuan berbahasa

    Inggris bagi dewan guru melalui program English for Teacher

    h. Melaksanakan pembinaan penguasaan pemanfaatan teknologi komputer

    bagi guru (pembinaan penggunaan komputer sebagai alat bantu/media

    pembelajaran)

    i. Melaksanakan pembinaan kompetensi guru

    j. Melaksanakan dan melanjutkan proses pengadaan sarana prasarana

    penunjang pelaksanaan pendidikan (renovasi laboratorium dan pengadaan

    alat dan bahan praktek, pengadaan LCD untuk pembelajaran, Pengadaan

    jaringan Internet, Penyiapan Pengadaan Pusat Sumber Belajar berbasis

    ICT, dll)

    4. Keterlibatan guru dan karyawan dalam penyusunan visi dan misi : Semua guru dan karyawan diberikan keleluasaan dalam memberikan

    kontribusi berupa masukan, saran, ide, dan perbaikan.

    Rapat perumusan visi yang dilaksanakan sebelumnya oleh pihak

    yayasan dengan pimpinan sekolah, menetapkan pula bahwa unit pendidikan

    (SMA Al-Masthuriyah) diharapkan dalam satu minggu setelah rapat telah

    dapat menyusun misi unit pendidikannya untuk menjadi bahan acuan dalam

    rapat dewan guru dan komite sekolah.

    Konsep dasar misi dan tujuan sekolah yang disusun oleh kepala

    sekolah dan pimpinan lainnya diajukan, dibahas, kemudian disepakati. Draft

    tersebut disepakati dalam rapat/workshop guru dan karyawan yang dilakukan

    setiap awal semester4.

    Sosialisasi visi dan misi dilakukan dengan menempelkan di setiap

    tempat yang mudah terbaca oleh warga sekolah, baik di kantor, ruang guru,

    ruang tata usaha, dan ruang kelas. Bagi guru/karyawan baru, sosialisasi visi

    dan misi diberikan dalam diklat guru/karyawan baru, sedangkan bagi siswa

    4 Hasil wawancara dengan H. Muhammad Fauzi, S.Ag (Guru)

  • 42

    baru dilakukan dalam Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD) pada awal tahun

    pelajaran.

    5. Manfaat keterlibatan pengelola dalam penyusunan visi dan misi tersebut: Dengan dilibatkan segenap pengelola baik guru maupun karyawan,

    maka akan berakibat :

    a. Pengelola merasa dihargai yang berdampak pada peningkatan kinerja

    dan munculnya kreatifitas5.

    b. Pengelola merasa bertanggung jawab atas kelancaran dan kemajuan

    sekolah. Pengelola berusaha merealisasikan visi dan misi tersebut

    sesuai dengan kemampuan dan ruang lingkup kerjanya.

    c. Timbul rasa memiliki yang berdampak pada loyalitas dan dedikasi.

    d. Keterlibatan seluruh komoditas sekolah ini, akan membawa warga

    sekolah dihargai dalam pengambilan keputusan sekolah, sehingga

    menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

    6. Dampak Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di sekolah dalam menentukan berbagai kebijakan.

    Sebagai sekolah swasta yang dana operasionalnya bergantung pada

    masukan dari siswa dan swadaya sekolah, maka sekolah lebih leluasa dari

    merancang dan menetapkan berbagai kebijakan, kalaupun secara teknis tidak

    mengikuti aturan pemerintah, namun secara prinsip masih tetap di jalur yang

    sama.

    Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sangat kental di SMA Al-

    Masthuriyah. Sebagai sekolah swasta yang dana operasionalnya tidak

    tergantung pada subsidi pemerintah, maka sekolah lebih bersifat otonom

    dalam pengelolaannya.

    Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan

    tertentu mengenai anggaran, kepegawaian dan kurikulum ditempatkan di

    tingkat sekolah. Pergeseran tanggung jawab ini diharapkan dapat menciptakan

    5 Hasil wawancara dengan M.Irham, SS, M.Si (Guru)

  • 43

    lingkungan bekerja bagi guru dan karyawan lebih kondusif, lingkungan belajar

    yang lebih efektif bagi siswa. Dengan demikian MBS adalah upaya

    memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.

    Otonomi sekolah di SMA Al-Masthuriyah ini nampak dalam hal :

    a) Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah. Kemandirian dalam

    pendanaan berdampak pada sekolah yang harus berupaya membidik costumer

    dengan jelas. Mencitrakan sekolah dengan penampilan yang khas dan dapat

    menjawab kebutuhan para pengguna. Hal ini perlu untuk membuat kepuasan

    orang tua yang menitipkan anaknya dan menimbulkan kepercayaan. Pada

    akhirnya orang tua akan secara tidak langsung membantu dalam

    mempromosikan sekolah kepada orang tua lainnya.

    Kejelian inilah yang membuat pengelola harus beradaptasi dengan

    berbagai perubahan, melakukan berbagai analisa sebelum kebijakan

    ditetapkan. Yayasan Al-Masthuriyah sebagai yayasan yang mendirikan dan

    menaungi keberlangsungan SMA Al-Masthuriyah, memberikan keluasaan

    penuh kepada pihak pengelola dalam hal ini kepada sekolah untuk mengelola

    sekolah dengan sebaik-baiknya.

    Kemandirian sekolah tidak berarti lepas kendali dari kontrol yayasan.

    Sekolah harus tetap berkoordinasi dan konsultasi dengan yayasan. Yayasan

    memberi masukan dan arahan, sehingga perencanaan dianalisa secara

    menyeluruh6.

    b) Pengangkatan Kepala Sekolah Hal ini menjadi hak prerogatif

    yayasan, akan tetapi dengan tetap mempertimbangkan aspek profesionalisme

    dan kompetensi. Yayasan kemudian menetapkan kepala sekolah. Ruang

    lingkup kerja kepala sekolah diserahkan kepada kepala sekolah untuk

    mengaturnya. Yayasan hanya memberikan arahan agar sekolah tetap bisa

    bertahan dan memiliki daya saing. Tataran teknis diserahkan kepada kepala

    sekolah

    6 Hasil wawancara dengan H. Abdul Muiz, M.Ag (Kepala SMA) dan Dadih Addhiyar, S.Ag (Sekretaris yayasan)

  • 44

    c) Pengangkatan Guru dan Karyawan. Guru dan karyawan

    diangkat dengan proses seleksi, baik secara akademik, psikomotorik

    (karyawan) atau paedagogik (guru), dan moral serta wawasan keislaman.

    Mereka bukan saja harus bekerja profesional, tapi juga hatus mempu

    memberikan keteladanan kepada siswa.

    Calon diseleksi secara akademik, kemampuan bahasa inggris, praktik

    mengajar, komputer, psikotes dan wawancara. Yang lulus harus menjalani

    diklat pegawai baru sekaligus masa percobaan selama setahun, yaitu 3 bulan

    sebagai masa percobaan pertama dan 9 bulan berikutnya sebagai calon

    pegawai tetap. Evaluasi dan supervisi dilakukan secara terprogram oleh kepala

    sekolah atau wakil kepala sekolah yang ditunjuk. Setelah satu tahun sejak

    guru/karyawan tersebut dinyatakan lulus, barulah ditetapkan sebagai pegawai

    tetap yayasan atas usulan kepala sekolah7.

    d) Perencanaan Program Sekolah. Sebagai pemegang amanah,

    kepala sekolah tidak mengambil keputusan sendiri. Segala bentuk perencanaan

    dimatangkan di tingkat pimpinan sekolah. Setelah disepakati di tingkat

    pimpinan, baru dibicarakan dalam konteks luas dengan melibatkan guru atau

    karyawan. Sehingga semua dilibatkan dalam proses perencanaan. Memang hal

    ini akan alot dan memakan waktu lama, namun semua dapat beradaptasi

    dalam berbagai keputusan sekolah.

    e) Penyusunan RAPBS. RAPBS mengacu pada evaluasi laporan

    akhir tahun lalu, dan prediksi pengeluaran tahun yang akan datang. Pimpinan

    yayasan menganalisa dana yang terserap dan berbagai pengeluaran sesuai

    bidangnya yang belum teranggarkan. Diharapkan perencanaan tahun yang

    akan datang dapat lebih matang berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya.

    Perencanaan anggaran ini disesuaikan dengan kebutuhan pimpinan sekolah.

    7 Hasil wawancara dengan M.Taufiq Hidayat, SE,S.Pd (Wakaur. Kurikulum)

  • 45

    Dalam forum pimpinan dengan yayasan hal ini dibahas dengan matang, dan

    kepala sekolah dan wakil kepala sekolah berhak memberikan masukan demi

    kesempurnaan sebuah program.

    f) Pelaksanaan Program. Program yang sudah direncanakan dalam

    rencana operasional sekolah dan dianggarkan dalam RAPBS kemudian

    didistribusikan kepada para penanggung jawab kegiatan, yaitu wakil kepala

    sekolah dan kepala tata usaha. Namun apabila ada kegiatan yang berbarengan,

    maka disepakati guru lain terlibat dalam kepanitiaan. Hal ini menjadi proses

    kaderisasi agar ke depan bila terjadi rotasi kepemimpinan sudah terbaca siapa

    kader yang bisa memimpin8. Kepala sekolah lebih bersifat memberikan arahan

    dan memonitor kegiatan. Sehingga pelaksana lebih leluasa untuk berinovasi

    dalam melaksanakan program.

    g) Supervisi dan Evaluasi. Merupakan kegiatan yang menjadi

    agenda rutin sekolah, baik kepada guru maupun karyawan. Dilakukan jadwal

    dna tindak lanjut yang jelas9. Hasilnya ditindaklanjuti oleh kepala sekolah

    secara formal, yaitu guru atau karyawan akan diminta menghadap kepala

    sekolah maupun informal dengan kepala sekolah langsung berbincang

    mengenai kesulitan yang dihadapi di lapangan. Selanjutnya kepala sekolah

    memberikan arahan bagaimana sebaiknya. Setelah setiap personal mengetahui

    tugas dan fungsinya sebagai guru atau karyawan, kepala sekolah akan

    mensupervisi dengan mengingatkan kembali berbagai hal yang berkaitan

    dengan tugas dan fungsi guru atau karyawan tersebut.

    Kegiatan informal terasa lebih dominan dilakukan karena lebih bersifat

    kekeluargaan dan dapat dilakukan lebih aktual dengan memanfaatkan

    kesempatan dimana guru memang selalu ada di lingkungan sekolah. Guru atau

    karyawan lebih terbuka dan tanpa tekanan untuk mengungkapkan ide,

    gagasan, bahkan permohonan maaf bila ada kekeliruan dalam bekerja. Dan

    semuanya dapat dilakukan dengan kekeluargaan.

    8 Hasil wawancara dengan Yus Thobari, S.Ag (Wakaur. Humasy)

    9 Hasil wawancara dengan M.Taufiq Hidayat, SE,S.Pd (Wakaur. Kurikulum)

  • 46

    Iklim seperti ini tidak berarti melemahkan sika