persebaran situs megalit yang berpusat di tiga tempat yaitu lembah besoa

14
Persebaran situs megalit yang berpusat di tiga tempat yaitu Lembah Besoa, Lembah Bada, dan Lembah Napu. Lembah Besoa berada pada ketinggian 1.200 mdpl dengan kontur berupa wilayah enklave dengan wilayah persawahan dan padang rumput (sabana) yang dikelilingi kawasan TNLL. Kawasan ini berada di wilayah administratif Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso. Di kawasan ini, terdapat ratusan situs yang tersebar di 10 kelompok situs yang terbagi di empat desa yaitu desa Doda, Bariri, Hanggira, dan Lempe. Beberapa situs yang ada di kawasan ini antara lain; situs Tadulako yang oleh penduduk setempat dipersonifikasikan sebagai perwujudan dari panglima perang dan situs Pokekea. Taman Nasional Lore Lindu mendapat dukungan bantuan teknis internasional, dengan ditetapkannya sebagai Cagar Biosfir oleh UNESCO pada tahun 1977. Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi: Lembah Besoa. Melihat habitat maleo, megalit dan rekreasi. Danau Lindu, Gimpu, Wuasa, Bada. Danau, bersampan dan pengamatan satwa burung. Lembah Saluki, Lembah Bada, Lembah Napu. Melihat berbagai batu megalit. Gunung Nokilalaki, Gunung Rorekatimbo, Sungai Lariang. Pendakian dan berkemah serta arung jeram. Danau Lewuto. Danau dan melihat peninggalan mayat Moradino. Dongi-dongi, Kamarora. Berkemah, air panas, lintas hutan, pengamatan satwa. Ukuran dan bentuk dari patung-patung megalit sangat beragam, mulai dari tinggi yang berukuran 1,5 m hingga 4 m dan ada yang berbentuk patung manusia, jambangan besar (Kalamba), piringan (Tutu’na), batu-batu rata/cembung (Batu Dakon),mortir batu dan tiang penyangga rumah. Sekitar 431 situs ditemukan di Taman Nasional Lore Lindu, konsentrasi obyek yang terbesar terletak di Entovera-dekat Hanggira-, di mana ada 78 obyek, 40 diantaranya Batu Dakon. Lokasinya yang berada di dalam kawasan TNLL membuat hasil karya peninggalan nenek moyang ini nampak harmonis dengan keindahan panorama alam Lembah Besoa. Panorama alam ini tercermin dari kondisi hutan yang masih asri. Hal ini mendukung keberadaan megalit-megalit menjadi kawasan wisata yang memikat. Oleh karenanya TNLL mengupayakan agar patung-patung megalit beserta hutan-hutannya selalu dijaga dan dilestarikan. Perpaduan megalit dengan keharmonisan alam Lembah Besoa ternyata menyimpan daya pikat akan misteri kekayaan sejarah nenek moyang. Sumber : http://primbondonit.blogspot.com/2013/03/situs-megalithikum-lembah- besoa-taman.html Indahnya Berbagi Informasi Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ Palolo Desa Wuasa, Kecamatan Lore Utara Desa Batue, Kecamatan Lore Peore Desa Torire, Kecamatan Lore Tengah Desa Doda, Kecamatan Lore Tengah Itu sebagian dari daerah yang dilalui untuk menuju situs megalitikum.

Upload: ihwaan-ukhrawii-alii

Post on 04-Dec-2015

232 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hh

TRANSCRIPT

Persebaran situs megalit yang berpusat di tiga tempat yaitu Lembah Besoa, Lembah Bada, dan Lembah Napu. Lembah Besoa berada pada ketinggian 1.200 mdpl dengan kontur berupa wilayah enklave dengan wilayah persawahan dan padang rumput (sabana) yang dikelilingi kawasan TNLL. Kawasan ini berada di wilayah administratif Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso. Di kawasan ini, terdapat ratusan situs yang tersebar di 10 kelompok situs yang terbagi di empat desa yaitu desa Doda, Bariri, Hanggira, dan Lempe. Beberapa situs yang ada di kawasan ini antara lain; situs Tadulako yang oleh penduduk setempat dipersonifikasikan sebagai perwujudan dari panglima perang dan situs Pokekea.

Taman Nasional Lore Lindu mendapat dukungan bantuan teknis internasional, dengan ditetapkannya sebagai Cagar Biosfir oleh UNESCO pada tahun 1977.

Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi:Lembah Besoa. Melihat habitat maleo, megalit dan rekreasi.Danau Lindu, Gimpu, Wuasa, Bada. Danau, bersampan dan pengamatan satwa burung.Lembah Saluki, Lembah Bada, Lembah Napu. Melihat berbagai batu megalit.Gunung Nokilalaki, Gunung Rorekatimbo, Sungai Lariang. Pendakian dan berkemah serta arung jeram.Danau Lewuto. Danau dan melihat peninggalan mayat Moradino.Dongi-dongi, Kamarora. Berkemah, air panas, lintas hutan, pengamatan satwa.

Ukuran dan bentuk dari patung-patung megalit sangat beragam, mulai dari tinggi yang berukuran 1,5 m hingga 4 m dan ada yang berbentuk patung manusia, jambangan besar (Kalamba), piringan (Tutu’na), batu-batu rata/cembung (Batu Dakon),mortir batu dan tiang penyangga rumah. Sekitar 431 situs ditemukan di Taman Nasional Lore Lindu, konsentrasi obyek yang terbesar terletak di Entovera-dekat Hanggira-, di mana ada 78 obyek, 40 diantaranya Batu Dakon. Lokasinya yang berada di dalam kawasan TNLL membuat hasil karya peninggalan nenek moyang ini nampak harmonis dengan keindahan panorama alam Lembah Besoa. Panorama alam ini tercermin dari kondisi hutan yang masih asri. Hal ini mendukung keberadaan megalit-megalit menjadi kawasan wisata yang memikat. Oleh karenanya TNLL mengupayakan agar patung-patung megalit beserta hutan-hutannya selalu dijaga dan dilestarikan. Perpaduan megalit dengan keharmonisan alam Lembah Besoa ternyata menyimpan daya pikat akan misteri kekayaan sejarah nenek moyang. Sumber : http://primbondonit.blogspot.com/2013/03/situs-megalithikum-lembah-besoa-taman.html Indahnya Berbagi Informasi

Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ

Palolo

Desa Wuasa, Kecamatan Lore Utara

Desa Batue, Kecamatan Lore Peore

Desa Torire, Kecamatan Lore Tengah

Desa Doda, Kecamatan Lore Tengah

Itu sebagian dari daerah yang dilalui untuk menuju situs megalitikum.

Kami start dari Palu sekitar pukul 9 pagi, tiba di danau tambing pukul 11 dan menyempatkan untuk makan siang di sana dengan bekal yang sudah disiapkan. Setelah kenyang dan puas liat-liat alam sekitar, kami melanjutkan perjalanan. Di suatu desa yang entah namanya apa, kami berhenti lagi untuk mampir solat zuhur sekalian ashar. Dalam perjalanan ke Doda kami melewati beberapa daerah endemik Schistosomiasis, yaitu penyakit yang disebabkan oleh cacing pipih trematoda yang bisa disebarkan melalui air dan menembus pori-pori kulit manusia. Satu tetes air yang sudah tercemar cacing ini bisa menyebabkan sakit schistosomiasis. Hiyy,,kudu hati-hati. Konon, penyakit inilah yang membuat hilangnya peradaban megalit masa lalu Lembah Besoa dan sekitarnya (selain spekulasi tentang dekatnya daerah ini dengan jalur sesar Palu-Koro, salah satu sesar gempa teraktif di Indonesia setelah sesar Sumatera (sumber: om google :D)

Berhubung belum ada seorang pun dari kami yang pernah melancong hingga ke Doda, maka otomatis perjalanan kami dibumbui dengan tanya sini tanya sana sehingga terasa lama. Walhasil kami tiba di Doda pukul setengah 6 sore, padahal menurut teman kantor yang pernah ke sana perjalanan ga akan memakan waktu selama itu, hanya sekitar 6 jam ( sudah dengan acara singgah jepret kanan kiri) ga ngerti kenapa kami bisa selama itu, mungkin karena semuanya newbie yah?Entahlah

Tiba di Doda kami menginap di sebuah penginapan bernama Penginapan Berkat. Salah satu alasan kami memilih penginapan ini adalah, selain karena rekomendasi teman yang pernah ke sana, juga karena penginapan ini sangat dekat dengan masjid. Penginapannya lumayan lah, 1 kamar bisa muat 6 orang, dengan harga kamar per malam sebesar Rp.110.000. Berhubung jumlah kami banyak, maka kami memesan 3 kamar.

berdebat malam-malam apakah akan mengunjungi watutau atau tidak

Buku tamu penginapan berkat: Medina kamil was here

Pose sebelum meninggalkan penginapan Berkat

Keesokan harinya 'perburuan' Megallit kami dimulai. Setelah sarapan seadanya (energen+roti+biskuit,) kami segera check out dari penginapan dan langsung meluncur menuju situs megalit Pokeka di desa Hanggira. Untuk sampai ke situs Pokekea kami harus melewati

jalanan sempit yang becek, dengan pemandangan sawah nan hijau di kiri dan kanan. Teman kami, Otong, yang menjoki selama perjalanan harus pintar-pintar mengemudikan mobil agar tidak terjebak ke dalam lumpur (meski pada akhirnya sempat terjebak juga -_-). Mobil hanya bisa berhenti sekitar 600 M dari lokasi megalit. Selanjutnya kami harus berjalan kaki melewati sawah dan sungai. Jalanannya sempit dan berlumpur, tapi saya sih asik-asik aja. Anggap saja kami sedang ikut syuting si Bolang di Trans TV. hehe.

the Bolangs

Beberapa menit berjalan maka tadaaaaaaaaaaaaaa! tibalah kami di situs megalit Pokekea :D

Yang pertama kali saya lihat adalah sebuah Kalamba gede yang berdiri gagah di tengah bukit. Bagi yang belum tau apa itu Kalamba, mari-mari sedikit saya jelaskan *pasang tampang sok teu* Jadi menurut ahli sejarah, ada dua versi soal fungsi kalamba, yang pertama sebagai tempat penyimpanan air dan yang kedua sebagai tempat penyimpanan mayat. Tentu saja, saya lebih suka dengan ide yang pertama (gak kebayang kan saya berfoto-foto heboh di tempayan penyimpan mayat, hiyy -_-)Selain Kalamba, ada Arca batu berbentuk manusia. Entah sebagai simbol apa, yang pasti arca yang ada di situs Pokekea ini berjenis kelamin perempuan *bentuk kelaminnya jelas banget -_-*

Kalamba, saya lebih suka menganggapnya sebagai tempat penyimpanan air ketimbang penyimpanan mayat

arca manusia

Sekte Pemujaan Megalit, Don't try this at home! lol,

Konon di Lembah Besoa tersebar ratusan peninggalan prasejarah zaman batu besar. Modelnya beragam dan dari apa yang saya baca di mbah google, peninggalan megalitikum di lembah Besoa dan sekitarnya merupakan peninggalan pra sejarah yang paling beragam di Indonesia. Diperkirakan usia dari arca-arca tersebut sekitar 3000 sampai 4000 SM. Sayang keberadaan situs-situs ini kurang populer (mungkin karena kurang promosi) sehingga hanya menarik minta para peneliti dan bukan wisatawan umum.

gaya pendekar terbang

Gaya ga ada senyum

Gaya boyband malaysia

gaya chibi-chibi

Setelah puas berfoto dengan berbagai gaya (gaya yoga, jungkir balik, gaya ga ada senyum, dan gaya terbang) di situs Pokekea, kamipun melanjutkan perjalanan ke situs berikutnya, yakni arca Tadulako. Konon Tadulako merupakan sebutan buat panglima perang jaman dahulu, sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Menurut cerita turun-temurun (sumber: om Google) Sang panglima perang Tadulako dikutuk menjadi batu setelah dijitak dipukul kepalanya oleh seorang musuh wanitanya.

Untuk menjangkau Arca Tadulako, kami harus melewati jalanan yang rimbun, penuh semak dan tentu saja becek. Kalo dilihat sepintas, jalan setapak itu seperti tidak pernah lagi dilewati oleh manusia. Belum lagi minimnya papan penunjuk yang mengindikasikan keberadaan sang Arca. Setelah berjalan beberapa ratus meter lalu mendaki jalanan becek, kami pun tiba di tempat arca tersebut.

jalanan becek menuju arca tadulako,Sori potonya miring,hehe

Berdiri gagah namun kesepian di sebuah bukit di antara padang ilalang, arca Tadulako nampak bahagia melihat kedatangan kami *nah lo?Dan segera, kami mengabadikan momen-momen bersama sang panglima sakti zaman dulu. Masih dengan berbagai gaya (gaya yoga,gaya terbang dan gaya ga ada senyum).

Tanpa terasa, matahari merambat naik, yang tadinya mendung, kini terang benderang. Kami pun bergegas untuk kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan pulang kembali ke Palu. Sebelum pulang kami menyempatkan berpose di depan rumah adat Tambi, rumah adat tradisional Besoa.

Sang Panglima Perang yang kesepian

Catch me if you can! Bweee

gaya yoga

Rumah Tradisional Tambi

Sebenarnya kami masih ingin berlama-lama di lembah Besoa sebab masih banyak situs yang belum kami kunjungi. Salah seorang teman bahkan ingin sekali mengunjungi tempat pengamatan burung di lembah itu. Namun karena mempertimbangkan waktu dan kondisi jalan trans Palu-Napu yang lagi gak asik, maka kami memutuskan untuk segera pulang (sempat ada perdebatan apakah kami sebaiknya mengunjungi situs megalitik di Watutau atau tidak).

Melewati jembatan rusak

Seperti biasa dalam perjalanan, perjalanan pulang memakan waktu yang lebih cepat dari sebelumnya. Sempat ada insiden kecil ketika kami melewati pedakian setelah meninggalkan lembah Napu. Mobil kami nyaris tergelincir karena jalanan yang curam dan licin. Otomatis, kami panik jadinya. Syukur supir kami yang baik hati dan tidak sombong, si Otong, cukup berpengalaman dalam hal yang beginian. Dengan bantuan Allah melalui kawan-kawan kami yang bermotor, maka selamatlah kami dari ancaman mati muda dalam keadaan single maut.

Lembah Besoa tempat megalith sudah dekat, kira-kira dua jam bila naik mobil," kata Yuli dengan logat bahasa Kailinya.

Dan perjalanan kami lanjutkan ke situs pertama akan kami kunjungi, yakni situs Tadulako, yang berada di Lembah Besoa, tepatnya di desa

Doda. Setibanya di sana, kami harus berjalan kaki sekitar 2 kilometer untuk mencapai situs yang menjadi ikon pariwisata provinsi Sulawesi

Tengah.

Arca megalith Tadulako berbentuk bulat lonjong terbuat dari batu granit dengan tinggi sekitar 196 sentimeter dan lebar 60 sentimeter.

Pada zamannya, arca megalith dianggap sebagai sebuah perwujudan terhadap pemujaan arwah nenek moyang yang dimuliakan

masyarakat setempat.

Arca Tadulako sendiri ditempatkan agak tinggi dan menghadap ke arah utara, karena diartikan sebagai hal tempat datangnya arwah nenek

moyang. Sampai saat ini belum ada kepastian dari para arkeolog yang menyebutkan kapan awal mula dibuatnya arca ini.

Berdasar penelitian arkeologi, megalith-megalith yang ada di Sulawesi Tengah diperkirakan berasal dan tahun 3.000 SM, dan yang

termuda dibuat pada sekitar tahun 1300 SM. Sangat disayangkan lokasi situs arca megalith Tadulako tampak dibiarkan tidak terawat,

bahkan tidak terdapat keterangan yang menjelaskan tentang sejarah arca itu. Hanya ada sebuah papan nama yang menunjukkan arah

lokasi arca megalith tersebut.

Setelah puas mengunjungi arca megalith Tadulako, kami lanjutkan perjalanan menuju ke desa Hanggira, yang berjarak sekitar 8 kilometer

dari desa Doda. Di desa Hanggira terdapat situs yang cukup terkenal yakni Pokekea