persamaan diferensial legendre dan penerapannya … · orde kedua dengan koefisien variabel yang...
TRANSCRIPT
PERSAMAAN DIFERENSIAL LEGENDRE DAN PENERAPANNYA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Mamperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Matematika
Oleh:
Eny Noviati
Nomor Mahasiswa: 043114005
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
i
LEGENDRE DIFFERENTIAL EQUATION AND ITS APPLICATION
Final Project
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
To obtain the SARJANA SAINS Degree
In Mathematics
By:
Eny Noviati
Student Number: 043114005
MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2009
v
Merasa takut bukannya masalah besar, yang menjadi masalah adalah bila kita tidak berusaha mengatasinya. Dan keyakinan sendiri adalah jalan terbaik untuk maju.
Semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang patut disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semua itu. (Filipi 4:8)
Kupersembahkan kepada yang terkasih:
Bapak dan Mamak Yadi terkasih,
Kakakku Martinus Agus Sulistyo,
Adikku Terrius Triadi Kulistianto,
Dan segenap keluarga
vii
ABSTRAK
Persamaan diferensial Legendre merupakan persamaan diferensial linear homogen orde kedua dengan koefisien variabel yang mempunyai bentuk
0)1(2)1( 2 =++′+′′− ynnyxyx dengan n adalah bilangan bulat positif. Persamaan diferensial Legendre ini mempunyai titik singular untuk 10 ±=x . Oleh karena itu titik 00 =x merupakan titik biasa dari persamaan diferensial Legendre. Untuk menentukan penyelesaian persamaan diferensial Legendre dapat digunakan metode deret pangkat dan metode Frobenius. Dengan menggunakan metode deret pangkat ini akan dihasilkan suatu penyelesaian dalam bentuk deret pangkat, sedangkan dengan mengunakan menggunakan metode Frobenius, kita akan
peroleh penyelesaian deret pangkat berbentuk ∑∞
=
−−=0
00 )()(n
nn
r xxaxxxy
dengan r adalah akar dari persamaan indisial dari masing-masing titik singular regular. Jika titik 00 =x merupakan titik biasa dan dengan mensubstitusi
∑∞
=
=0
)(m
mm xaxy dan turunannya ke dalam persamaan diferensial Legendre maka
akan di dapat relasi berulangnya ( ) 2m0,a2)1)(m(m
1)mm)(n(na m2m ≥=++++−
−=+ . Dari
relasi berulang ini dapat ditentukan bentuk umum dari polinomial Legendre dan dinyatakan sebagai
L+−−
−−=
−−−
−= −
=
−∑ mnn
nn
M
m
mnn
mn x
nnnx
nnx
mnmnmmnxP 2
20
2
)!2()!1(2)!22(
)!(2)!2(
)!2()!(!2)!22()1()(
dengan 2nM = . Penerapan dari Persamaan Diferensial Legendre dalam
penyelesaian Persamaan Diferensial Linear homogen orde kedua dengan koefisien variabel dapat diterapkan pada elektrostatik yaitu pada kajian potensial dalam koordinat bola.
viii
ABSTRACT
Legendre differential equation is a homogeneous linear differential equations second order with variable coefficients which has the form
0)1(2)1( 2 =++′+′′− ynnyxyx with n is a positive integer. Legendre differential equation has a singular point for 10 ±=x . Therefore point 00 =x is a regular point of the Legendre differential equation. To determine the Legendre differential equation solution can be used power series method and the method of Frobenius. By using this method of power series will produce a solution in the form of power series, while by using the Frobenius method, we will obtain power series form of
solution ∑∞
=
−−=0
00 )()(n
nn
r xxaxxxy where r is the root of the equation indicial
of each regular singular point.
If point 00 =x is a regular point and by substituting ∑∞
=
=0
)(m
mmxaxy and their
derivatives into the Legendre differential equation can then be in the recurrence
relation ( ) 2m0,a2)1)(m(m
1)mm)(n(na m2m ≥=++++−
−=+ . From this relation can be
determined over the general form of the Legendre polynomial and is expressed as
L+−−
−−=
−−−
−= −
=
−∑ mnn
nn
M
m
mnn
mn x
nnnx
nnx
mnmnmmnxP 2
20
2
)!2()!1(2)!22(
)!(2)!2(
)!2()!(!2)!22()1()(
with 2nM = . Application of the Legendre differential equation in differential
equation solving linear homogeneous second order with variable coefficients can be applied to the study of the electrostatic potential in spherical coordinates.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih karena rahmat dan kasih-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Persamaan Diferensial
Legendre dan Penerapannya”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis menyadari banyak
memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan
kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. A. Tutoyo, M,Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
sabar memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si dan Ibu MV. Any Herawati,
S.Si., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik.
3. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si selaku Kaprodi Matematika
yang telah memberikan dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan
skripsi.
4. Bapak dan Ibu dosen yang telah membimbing dan mendidik penulis
selama belajar di Universitas Sanata Dharma.
5. Bapak A. Prasetyadi, S.Si dan Bapak Drs. Asan Damanik, M.Si atas
bantuan yang diberikan.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.............................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.............. vi
ABSTRAK........................................................................................... vii
ABSTRACT......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR......................................................................... ix
DAFTAR ISI........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah............................................................ 5
1.3 Tujuan Penulisan................................................................ 5
1.4 Pembatasan Masalah........................................................... 5
1.5 Metode Penulisan.............................................................. 6
BAB II LANDASAN TEORI.............................................................. 7
xii
2.1 Barisan................................................................................ 7
2.2 Deret Tak Hingga............................................................... 10
2.3 Deret Pangkat....................................................................... 15
2.4 Persamaan Diferensial Linear Orde Kedua dengan
Koefisien Variabel.............................................................. 27
2.5 Deret Pangkat sebagai Penyelesaian Disekitar Titik
Biasa................................................................................... 29
2.6 Deret Pangkat sebagai Penyelesaian Disekitar Titik
Singular Regular................................................................. 34
2.7 Metode Frobenius............................................................... 37
2.8 Persamaan Diferensial Legendre........................................ 58
BAB III PENERAPAN PERSAMAAN DIFERENSIAL
LEGENDRE.......................................................................... 64
3.1 Kapasitor Bola.................................................................... 75
3.2 Kapasitor Bola Berongga.................................................... 78
BAB IV PENUTUP............................................................................. 81
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah-masalah yang melibatkan variabel kontinu merupakan dasar bagi
gagasan pemodelan matematika dengan persamaan diferensial. Persamaan
diferensial adalah suatu persamaan yang memuat turunan atau diferensial dari satu
atau lebih fungsi. Persamaan diferensial dapat diklasifikasikan dengan banyak
cara. Jika fungsi yang belum diketahui dalam persamaan diferensial hanya
bergantung pada satu variabel bebas saja, maka persamaan ini disebut Persamaan
Diferensial Biasa. Contoh persamaan diferensial biasa:
1. xedx
dy 2=
2. dxxydy )( 2 +=
3. 32 )1(4 +=+′′ xyy
Persamaan di atas menunjukkan bahwa y menyatakan fungsi yang belum
diketahui (variabel tak bebas) dan x menyatakan variabel bebas. Jika fungsi yang
belum diketahui bergantung pada dua atau lebih variabel bebas, maka persamaan
itu disebut Persamaan Diferensial Parsial. Contoh persamaan diferensial parsial:
1. 0=∂∂
+∂∂
y
u
x
u
2. xx
u
t
u+=
∂∂
+∂∂
12
2
2
2
2
Persamaan diferensial juga dapat dibedakan menurut tingkat (orde) dan
derajat (degree). Tingkat dari persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari
turunan yang muncul dalam persamaan diferensial. Derajat dari persamaan
diferensial adalah pangkat dari turunan tingkat tertinggi yang muncul dalam
persamaan diferensial.
Persamaan diferensial menurut tingkat dibedakan menjadi:
1. Persamaan diferensial tingkat satu
Bentuk umumnya: 0,, =
dx
dyyxf atau ( ) 0,, =′yyxf
Menurut derajatnya persamaan diferensial tingkat satu dibedakan
menjadi:
a. Persamaan diferensial tingkat satu derajat satu disebut juga
persamaan diferensial linear tingkat satu.
Contoh: 1=+′ yyx
b. Persamaan diferensial tingkat satu derajat tinggi disebut juga
persamaan diferensial non linear tingkat satu.
Contoh:
0)(2))(22())(12()y( 234 =′−′+++′++−′ yxyyxyyxyyx
2. Persamaan diferensial tingkat dua
Bentuk umumnya: 0,,,2
=
xdx
yd
dx
dyyxf atau ( ) 0,,, =′′′ yyyxf
3
Menurut derajatnya persamaan diferensial tingkat dua dibedakan
menjadi:
a. Persamaan diferensial tingkat dua derajat satu
Contoh: 1=+′′ yyx
b. Persamaan diferensial tingkat dua derajat tinggi disebut persamaan
diferensial non linear, jika fungsi dan turunannya berderajat tinggi
(lebih dari satu).
Contoh: 0)(1)1( 22 =′++′′+ yyx
Persamaan diferensial biasa masih bisa dibagi lagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu persamaan diferensial linear dan persamaan diferensial non linear.
Persamaan diferensial biasa tingkat n disebut linear dalam y jika persamaan
diferensial itu dapat ditulis dalam bentuk:
)()()()()( 01
)1(
1 xfyxayxayxayxa n
n
n
n =+′+++ −− L (1)
dimana naaa ,,, 10 K dan f(x) adalah fungsi-fungsi yang kontinu pada suatu
interval x dan 0)( ≠xan pada interval itu. Persamaan diferensial yang tidak linear
disebut persamaan diferensial non linear. Jika f(x)=0 untuk semua x, maka
persamaan (1) menjadi:
0)()()()( 01
)1(
1 =+′+++ −− yxayxayxayxa n
n
n
n L
dan disebut Persamaan Diferensial Linear Homogen. Jika 0)( ≠xf untuk semua
x maka persamaan (1) disebut Persamaan Diferensial tidak Homogen.
4
Selanjutnya kita perhatikan persamaan diferensial linear homogen orde
kedua dengan koefisien variabel, yang mempunyai bentuk umum:
0)()()( 012 =+′+′′ yxayxayxa , dimana 0)(2 ≠xa
Persamaan diferensial linear homogen orde kedua dengan koefisien
variabel ini banyak memegang peranan penting dalam metematika tarapan.
Sebagai contoh persamaan diferensial Hipergeometrik, persamaan diferensial
Legendre, dan persamaan diferensial Bessel. Dari beberapa persamaan diferensial
linear homogen orde kedua tersebut, dalam skripsi ini hanya akan dibahas
persamaan diferensial Legendre. Persamaan diferensial Legendre ini berbentuk:
0)1(2)1( 2 =++′+′′− ynnyxyx
dengan n adalah bilangan bulat positif.
Pada umumnya tidak ada jalan untuk menyelesaikan persamaan diferensial
linear homogen orde kedua dengan koefisien variabel secara ekplisit, kecuali
persamaan yang mempunyai bentuk sangat khusus. Sebagai contoh persamaan
diferensial Euler dan persamaan diferensial yang telah diketahui salah satu
penyelesaiannya. Ada suatu metode untuk menyelesaikan persamaan diferensial
linear homogen orde kedua dengan koefisien variabel dengan menggunakan deret
pangkat. Metode penyelesaian ini disebut metode deret pangkat dan dengan
menggunakan metode deret pangkat ini akan dihasilkan suatu penyelesaian dalam
bentuk deret pangkat.
5
Mengingat pentingnya persamaan diferensial Legendre dalam terapan, maka
kita perlu mempelajari secara mendalam persamaan diferensial Legendre tersebut
dan penerapannya.
1.2 Perumusan Masalah
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana menyelesaikan persamaan diferensial Legendre dengan
metode deret pangkat?
2. Bagaimana penerapan penyelesaian persamaan diferensial Legendre?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk membahas persamaan diferensial
Legendre dan penyelesaiannya dengan metode deret pangkat. Penulisan ini juga
bertujuan untuk mengetahui penerapan diferensial Legendre pada Elektrostatik.
1.4 Pembatasan Masalah
1. Penyelesaian persamaan diferensial linear orde kedua dengan
koefisien variabel menggunakan metode deret pangkat.
2. Penerapan persamaan diferensial Legendre pada Elektrostatik kajian
potensial dalam koordinat bola yaitu pada kapasitor bola.
5
6
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode pustaka.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab II ini akan dibahas suatu metode yang digunakan untuk
menyelesaikan persamaan diferensial linear homogen orde kedua dengan
menggunakan metode deret tak hingga. Cara ini disebut metode penyelesaian
deret. Dalam hal ini teorema-teorema dan sifat-sifat yang berlaku pada deret
dengan suku-suku konstan berlaku juga untuk deret dengan suku-suku variabel.
Sebelum dijelaskan bagaimana memperoleh penyelesaian dengan deret
untuk persamaan diferensial dengan koefisien variabel, maka akan dibahas
terlebih dahulu beberapa sifat barisan dan deret yang akan digunakan.
2.1 Barisan
Jika untuk setiap bilangan bulat positif n ada suatu bilangan na , maka
bilangan-bilangan
KK ,,,,, 321 naaaa
dinamakan barisan tak hingga. Barisan KK ,,,,, 321 naaaa dapat ditulis { }∞=1nna
atau { }na .
Bilangan-bilangan dalam suatu barisan disebut suku-suku barisan. Suku-
suku dapat ditentukan sesuai dengan nomor suku n. Jadi, barisan mempunyai suku
pertama, suku kedua, suku ketiga dan seterusnya. Karena suatu barisan
mempunyai tak hingga banyak suku maka barisan itu disebut tak terbatas.
8
Definisi 2.1.1
Suatu barisan { }∞=1nna disebut mempunyai limit L jika untuk sebarang
0>ε ada bilangan bulat positif N sedemikian rupa sehingga
NnLan ≥<− untukε . Barisan { }∞=1nna yang mempunyai limit L, barisan itu
disebut konvergen ke L dan ditulis Lann
=∞→
lim .
Barisan yang tidak mempunyai limit disebut divergen.
Contoh 2.1.1
Buktikan 21
21lim −=
+−
∞→ n
n
n
Bukti:
Diberikan sebarang 0>ε berlaku:
ε<++
−2
1
21
n
n
ε<+
++−1
)1(221
n
nn
ε<+
++−1
2221
n
nn
ε<+13
n
ε<+13
n
εεε
+<
+<
n
n
3
)1(3
9
εε−
>3
n
εε−
=3
jadi N
Jadi untuk setiap 0>ε ada bilangan bulat positif 03
>−
=ε
εN sedemikian rupa
sehingga untuk ε
ε−≥3
n berlaku ε<++
−2
1
21
n
n atau 2
1
21lim −=
+−
∞→ n
n
n
Contoh 2.1.2
Tentukan apakah barisan
∞
=
+
+−
1
1
12)1(
n
n
n
n konvergen atau divergen.
Penyelesaian:
2
1
12lim
1lim
12
1lim
12lim
12
=
+
=+
=+
+=
∞→
∞→
∞→∞→
nn
n
n
n
na
n
n
nn
n
Karena 1)1( +− n nilainya berganti-ganti tanda antara 1+ dan 1− maka hasil kali
12)1( 1
+− +
n
nn juga nilainya berubah-ubah tandanya positif dan negatif sesuai
dengan n genap positif dan n ganjil positif yaitu mendekati 2
1+ dan
2
1− .
Jadi
∞
=
+
+−
1
1
12)1(
n
n
n
n tidak mempunyai limit dan barisan divergen.
10
2.2 Deret Tak Hingga
Suatu barisan tak hingga didefinisikan dan ditulis
{ } LL ,,,,, 321 nn uuuuu =
Deret tak hingga adalah bentuk dari LL +++++ nuuuu 321 atau dengan
notasi sigma ditulis ∑∞
=1n
nu ; dimana LL ,,,,, 321 nuuuu disebut suku-suku deret.
Deret dapat dipandang sebagai barisan jumlah parsial { }nS dimana
nn uuuus ++++= L321 .
Definisi 2.2.1
` Andaikan LL +++++=∑∞
=n
n
n uuuuu 321
1
adalah suatu deret tak hingga
dan andaikan { }nS adalah barisan jumlah parsial deret.
Deret ∑∞
=1n
nu disebut konvergen bila barisan jumlah parsial { }nS konvergen.
Menurut definisi 2.1.1 barisan { }nS konvergen bila SS n
n=
∞→lim ada. Jika
SS nn
=∞→
lim maka deret Sun
n =∑∞
=1
. Jika nn
S∞→
lim tidak ada, maka ∑∞
=1n
nu divergen.
Contoh 2.2.1
Perlihatkan bahwa deret tak hingga LL ++++−12
1
2
11
n konvergen dan
tentukan jumlah deretnya.
11
Penyelesaian:
Diketahui deret tak hingga LL ++++−12
1
2
11
n.
Maka 12
1
2
11
−+++=
nnS L (2)
Jika kedua ruas persamaan (2) dikalikan dengan 2
1, maka diperoleh:
nnnS2
1
2
1
4
1
2
1
2
11
++++=−
L (3)
Jika persamaan (2) dikurangi persamaan (3) diperoleh:
nn
nnn
nn
S
S
S
2
11
2
1
2
1
2
1
4
1
2
1
2
1
2
1
2
11
1
1
−=
++++=
+++=
−−
−
L
L
12
12 −−=
nnS
2021
22
1lim2
2
1lim2lim
2
12limlim
1
1
1
=−=∞
−=−=
−=
−=
−∞→
−∞→∞→
−∞→∞→
nn
nnn
nnn
nS
Karena 2lim =∞→
nn
S maka barisan jumlah parsial { }+∞=1nnS konvergen. Jadi deret tak
hingga LL ++++−12
1
2
11
n konvergen dengan jumlah 2. Sehingga kita dapat
menyatakan bahwa 22
1
2
11
1=++++
−LL
n
12
Deret selang-seling
Deret selang-seling adalah deret yang berbentuk
( ) ( ) ....1...11
43211
1 +−++−+−=− +∞
=
+∑ n
n
nn
nuuuuuu
dengan 0>nu untuk semua n.
atau
( ) ( ) ....1..1 43211
+−+++−+−=−∑∞
=n
n
nn
nuuuuuu
dengan 0>nu untuk semua n.
Definisi 2.2.2
a. Deret ∑∞
=1n
nu disebut konvergen mutlak jika ∑∞
=1nnu konvergen.
b. Deret LL +++++=∑∞
=n
n
n uuuuu 321
0
disebut konvergen bersyarat
jika ∑∞
=1n
nu konvergen, tetapi ∑∞
=1nnu divergen.
Teorema 2.2.1
Deret selang – seling ( )∑∞
=
+−1
11
nn
nu konvergen bila memenuhi 2 syarat, yaitu
1. 1+> nn uu , untuk semua n
2. 0=+∞→
nn
uLim
13
Bukti:
Pandang barisan jumlah parsial { }nS 2 , untuk suku – suku genap
12543212
16543216
143214
1212
)()(
)()(
)(
uuuuuuuS
uuuuuuuS
uuuuuS
uuuS
nn <−−−−−−=
<−−−−−=
<−−−=
<−=
L
M
Jadi, ....... 222642 <<<<<< − nn sssss
Barisan { }nS 2 naik dengan batas atas 1u , maka menurut definisi 2.1.1,
barisan { }nS 2 konvergen ke limit S, yaitu SSLim n
n=
+∞→2
Pandang barisan jumlah parsial { }nS , untuk suku – suku ganjil, yaitu
,....,...,,, 12531 −nSSSS
nnn
nn
nnn
uSS
uuuuuS
uuuuuuS
2122
12432112
21243212
...
...
−=−
++−+−=
−++−+−=
−
−−−
−
Karena suku ke-2n dalam deret selang – seling adalah nu2− maka berlaku
12212 ++ =− nnn uSS dapat ditulis 12212 ++ += nnn uSS
( )
S
S
uLimSLim
uSLimSLim
nn
nn
nnn
nn
=
+=
+=
+=
++∞→+∞→
++∞→
++∞→
0
122
12212
Karena { }nS dan { }12 −nS konvergen ke S maka { }
nS konverven ke-S baik untuk n
genap maupun untuk n ganjil.
Barisan ,....,...,,, 321 nSSSS konvergen ke-S, maka deret konvergen.
14
Contoh 2.2.2
Selidiki apakah deret ....5
1
4
1
3
1
2
11 −+−+− konvergen mutlak atau
konvergen bersyarat?
Penyelesaian:
( ) ....5
1
4
1
3
1
2
11
11
1
1 −+−+−=−∑∞
=
+
n
n
n
Menurut definisi 2.2.1 diperoleh
nu n
1= dan
1
11 +
=+ nu n
1+< nn untuk semua n
1
11
+>nn
untuk semua n
1+> nn uu ( syarat 1 dipenuhi)
dan 01
=+∞→ n
Limn
Jadi, deret ( ) ....5
1
4
1
3
1
2
11
11
1
1 −+−+−=−∑∞
=
+
n
n
n konvergen.
tetapi
( ) ....5
1
4
1
3
1
2
11
11
0
1
0
+++++=−= ∑∑∞
=
+∞
= n
n
nn nu
deret nilai mutlaknya divergen. Maka deret ....5
1
4
1
3
1
2
11 −+−+− konvergen
bersyarat.
15
2.3 Deret Pangkat
Suatu deret dengan bentuk :
KK +++++=∑∞
=
k
k
n
n
n xaxaxaaxa 2
210
0
(4)
disebut deret pangkat dalam x, dimana x adalah variabel dan na adalah konstanta
sebarang, atau
( ) ( ) ( ) ( ) KK +−++−+−+=−∑∞
=
k
k
n
n
n xxaxxaxxaaxxa 0
2
02010
0
0 (5)
disebut deret pangkat dalam )( 0xx − .
KK ,,,, 10 naaa adalah koefisien – koefisien konstan dari deret pangkat itu, x
adalah variabel dari deret pangkat, dan 0x pada (5) adalah titik tertentu yang
disebut pusat dari deret pangkat itu.
Jika x dalam (4) diganti dengan bilangan, maka diperoleh deret dengan suku –
suku konstan yang dapat konvergen atau divergen. Hal ini menunjuk pada
masalah dasar yaitu mencari nilai x agar deret pangkat (4) konvergen. Teorema
berikut adalah hasil dasar pada konvergensi deret pangkat.
Teorema 2.3.1
Untuk setiap deret pangkat dalam x, ∑∞
=0n
n
nxa tepat satu pernyataan berikut benar.
(a). Deret konvergen hanya untuk 0=x .
(b). Deret konvergen mutlak untuk semua x.
16
(c). Deret konvergen mutlak untuk semua x dalam suatu interval terbuka
tertentu R)R,(− dan divergen jika RatauR >−< xx . Pada titik-titik
Rx = dan Rx −= deret dapat konvergen mutlak, konvergen bersyarat,
atau divergen tergantung pada deret secara khusus.
Bukti:
Bentuk deret nilai mutlak suku-sukunya ∑∞
=0n
n
nxa akan konvergen mutlak
apabila dipenuhi syarat
n
n
nn
n
nn
n
n
n
nn
n
n a
aLimxx
a
aLim
xa
xaLim
u
uLim 11
1
11 +
+∞→
+
+∞→
++
+∞→
+
+∞→====ρ
Deret pangkat konvergen mutlak jika 1<ρ
11 <+
+∞→n
n
n a
aLimx
Ra
aLimx
n
n
n=<
++∞→
1
Andaikan Ra
aLim
n
n
n=
++∞→
1
ada maka deret pangkat ∑∞
=0n
n
nxa konvergen mutlak bila
RxRRx <<−⇔< dan deret pangkat akan divergen apabila Rx > . Tinggal
memeriksa bila Rx = . Untuk dapat mengetahui apakah deret konvergen atau
divergen dilakukan dengan cara mensubstitusikan Rx = atau Rx −= ke dalam
deret yang diketahui.
17
a. Jika 0lim1
==+
∞→R
a
a
n
n
n maka didapat 0=x , sehingga deret pangkat akan
konvergen mutlak hanya 0=x dan divergen apabila 0≠x . Jadi (a)
terpenuhi.
b. Jika ∞==+
∞→R
a
a
n
n
n1
lim maka didapat ∞<x , atau +∞<<∞− x atau deret
konvergen mutlak untuk semua x.
c. Jika Ra
a
n
n
n=
+∞→
1
lim maka didapat Rx < atau RxR <<− , sehingga
nilai x yang memenuhi adalah nilai x yang terdapat dalam interval
RxR <<− dan divergen bila Rx > . Jadi (c) terpenuhi.
Himpunan semua bilangan x yang menyebabkan suatu deret pangkat konvergen
disebut interval konvergensi deret. Bila R dari syarat (c) dalam teorema 2.3.1 di
atas disebut jari-jari konvergensi dari deret. Jika deret (a) berlaku, maka 0=R
dan jika syarat (b) berlaku maka ∞=R .
Contoh 2.3.1
Tentukan interval konvergensi dan jari-jari konvergensi dari deret
∑∞
= +−
0 )1(3
)1(
nn
nn
n
x.
Penyelesaian:
18
Diketahui deret ∑∞
= +−
0 )1(3
)1(
nn
nn
n
x. Karena 1)1()1( 1 =−=− +nn , maka dengan
menggunakan Uji Rasio konvergen mutlak,
n
n
n u
u 1lim +
∞→=ρ
n
n
n
n
n x
n
n
x 1)(3
2)(3lim 1
1 +⋅
+= +
+
∞→
++
⋅=∞→ 2
)1(
3lim
n
nx
n
++
=∞→ 2
)1(lim
3 n
nx
n
+
+=
∞→
n
nx
n 21
)1
1(
lim3
3
x=
Uji rasio untuk konvergen mutlak menyatakan bahwa deret konvergen mutlak jika
13
<x
atau 33atau3 <<−< xx dan divergen jika 3>x atau 3−<x .
Pemeriksaan pada 3−=x dan 3=x
- Untuk 3−=x ,
Dengan substitusi 3−=x dalam deret ∑∞
= +−
0 )1(3
)1(
nn
nn
n
x diperoleh:
L+++=+
=+
−−=
+−−
=+
−∑∑∑∑
∞
=
∞
=
∞
=
∞
= 3
1
2
11
1
1
)1(3
3)1()1(
)1(3
)3()1(
)1(3
)1(
0000 nnn
nnn
nn
nn
nn
nn
nnnn
x.
19
Merupakan deret harmonis yang divergen.
- Untuk 3=x ,
Dengan substitusi 3=x dalam deret ∑∞
= +−
0 )1(3
)1(
nn
nn
n
x diperoleh:
L+−+−=+
−=
+−
=+
−=
+−
∑∑∑∑∞
=
∞
=
∞
=
∞
= 4
1
3
1
2
11
1
)1(
)1(3
3)1(
)1(3
)3()1(
)1(3
)1(
0000 n
n
nn
nn
nn
nn
nn
nn
nnnn
x.
Merupakan deret harmonis selang-seling yang konvergen.
Karena 3<= xρ untuk semua x maka deret konvergen mutlak untuk semua x.
Jadi deret ∑∞
= +−
0 )1(3
)1(
nn
nn
n
x konvergen dengan interval konvergensi 33 ≤<− x atau
( ]3,3− dan divergen bila 3−≤x atau 3−>x dan jari-jari konvergensi 3=R .
Untuk deret pangkat dalam )( 0xx − yang mempunyai bentuk umum
n
xx∑∞
=
−0n
0n )(a , maka sifat-sifat konvergen dari deret pangkat dalam )( 0xx − ini
dapat diperoleh dari teorema 2.3.1 dengan menstitusikan 0xxx −= dan deret
pangkat berbentuk ∑∞
=0n
nanx . Sehingga ada tiga kemungkinan yang terjadi untuk
kekonvergenen suatu deret pangkat dalam )( 0xx − yaitu:
a. Deret konvergen untuk 0xx = .
b. Deret konvergen mutlak untuk semua x.
c. Deret konvergen mutlak untuk semua x dalam suatu interval terbuka
tertentu ),(x 00 xRR +− dan divergen bila )(x0 Rx −< atau
20
)(x0 Rx +> deret dapat konvergen mutlak, konvergen bersyarat, atau
divergen tergantung pada deret khusus.
Dari tiga kemungkinan di atas, kita dapatkan jari-jari konvergensinya berturut-
turut adalah 0, +∞, dan R.
Contoh 2.3.2
Tentukan interval konvergensi dan jari-jari konvergensi dari deret
∑∞
=
+
+0
12
n
)!12((-1)
n
n
n
x.
Penyelesaian:
Diketahui deret ∑∞
=
+
+0
12
n
)!12((-1)
n
n
n
x. Karena 1)1()1( 1 =−=− +nn , maka dengan
menggunakan Uji Rasio konvergen mutlak,
n
n
n u
u 1lim
+
∞→=ρ
12
11)2( 1)!(2
1)!1)(2(lim +
++
∞=
+⋅
++= n
n
n x
n
n
x
12
32 1)!(2
3)!(2lim +
+
∞=
+⋅
+= n
n
n x
n
n
x
2)3)(2n(2lim
2
++=
∞= n
x
n
2)3)(2n(2
1lim2
++=
∞= nx
n
002 =⋅= x
21
Karena 10 <=ρ untuk semua x maka deret konvergen mutlak untuk semua x.
jadi deret ∑∞
=
+
+0
12
n
)!12((-1)
n
n
n
x konvergen mutlak dengan interval konvergensi
),( +∞−∞ dan jari-jari konvergensi ∞=R .
Contoh 2.3.3
Tentukan interval konvergensi dan jari-jari konvergensi dari deret ∑∞
= +0
n
1n n
x.
Penyelesaian:
Diketahui deret ∑∞
= +0
n
1n n
x, maka dengan menggunakan Uji Rasio konvergen
mutlak,
n
n
n u
u 1lim
+
∞→=ρ
n
n
n x
n
n
x 1
2lim
1 +⋅
+=
+
∞→ρ
2
)1(lim
++
=∞→ n
nx
nρ
++
=∞→ 2
1lim
n
nx
nρ
xxn
xn
=⋅=
+
+=
∞→1
n
21
11
limρ
22
Jadi deret konvergen mutlak jika 1<x atau 1x1- << . Deret itu divergen jika
1>x yaitu untuk -1x < atau 1x > . Uji rasio gagal jika 1=x . Jadi, dalam hal
1±=x memerlukan analisis terpisah.
- Untuk 1−=x
Dengan substitusi 1−=x kedalam deret ∑∞
= +0
n
1n n
x diperoleh:
L−+−+−=+
−∑∞
= 5
1
4
1
3
1
2
11
1
)1(
0
n
n n
Merupakan deret harmonis selang-seling yang konvergen bersyarat.
- Untuk 1=x
Dengan substitusi 1=x kedalam deret ∑∞
= +0
n
1n n
x diperoleh:
L+++++=+
∑∞
= 5
1
4
1
3
1
2
11
1
1
0n n
Merupakan deret harmonis yang divergen.
Karena 1<x untuk semua x maka deret konvergen mutlak untuk semua x dalam
11 <<− x . Jadi deret ∑∞
= +0
n
1n n
x konvergen dalam interval 11 <≤− x atau [ )1,1−
dan jari-jari konvergensi 1=R .
Operasi pada deret pangkat
Jika ( )∑∞
=
−0
0
n
n
n xxb dan ( )∑∞
=
−0
0
n
n
n xxc adalah dua deret pangkat yang
konvergen ke f(x) dan g(x), maka:
23
a. Penjumlahan suku demi suku suatu deret pangkat
( ) ( ) ( ) ( ) ( )[ ]( ) ( ) ( )[ ]
( ) ( )( ) ( )( )( )( )
( )( )∑
∑∑
∞
=
∞
=
∞
=
−+=
+−+
+−++−+++=
+−+−+−+
++−+−+−+=−+−
0n
n
0nn
3
033
2
02201100
3
03
2
02010
3
03
2
02010
0n
n
0n
0n
n
0n
xxcb
xxcb
xxcbxxcbcb
xxcxxcxxcc
xxbxxbxxbbxxcxxb
L
L
L
Jadi deret jumlah ( )∑∞
=
−+0
0)(n
n
nn xxcb konvergen ke f(x) + g(x)
b. Pengurangan suku demi suku suatu deret pangkat
( ) ( ) ( ) ( ) ( )[ ]( ) ( ) ( )[ ]
( ) ( )( ) ( )( )( )( )
( )( )∑
∑∑
∞
=
∞
=
∞
=
−−=
+−−
+−−+−−+−=
+−+−+−+
−+−+−+−+=−−−
0n
n
0nn
3
033
2
02201100
3
03
2
02010
3
03
2
02010
0n
n
0n
0n
n
0n
xxcb
xxcb
xxcbxxcbcb
xxcxxcxxcc
xxbxxbxxbbxxcxxb
L
L
L
Jadi pengurangan deret ( )∑∞
=
−−0
0)(n
n
nn xxcb konvergen ke f(x) – g(x)
c. Perkalian suku demi suku suatu deret pangkat
( ) ( ) ( ) ( )( )
( ) ( )( )( )( )
( )( )
( )nn
k
knk xxcb 0
0n 0
2
0021120
0011000
2
02010
2
02010
0n
n
0n
0n
n
0n
xxcbcbcb
xxcbcbcb
xxcxxcc
xxbxxbbxxcxxb
−
=
+−++
+−++=
+−+−+
+−+−+=
−
−
∑ ∑
∑∑
∞
= =−
∞
=
∞
=
L
L
L
24
Jadi pengurangan deret ( )∑ ∑∞
= =− −
0
0
0n
nn
k
knk xxcb konvergen ke f(x) . g(x)
d. Pendiferensialan suku demi suku suatu deret pangkat
( ) ( )
( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )
( )
( )∑
∑
∑
∞
=+
∞
=
−
−
∞
=
−+=
−=
+−++−+−+=′
+−++−+−+=
−=
0
01
1
1
0
1
0
2
03021
0
2
02010
0
0
)1(
....32)(
.......
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
xxbn
xxnb
xxnbxxbxxbbxf
xxbxxbxxbb
xxbxf
L
e. Pengintegralan suku demi suku suatu deret pangkat
( ) ( ) ( )[ ]( ) ( ) ( ) ( )
( )∑
∫ ∫
∞
+
+
+
+−+
=
++−+
++−+−+−=
+−++−+−+=
0n
1n
0n
1n
0n3
022
01
00
n
0n
2
02010
Cxx1n
b
Cxx1n
bxx
3
bxx
2
bxxb
dxxxbxxbxxbbf(x)dx
LL
LL
Jika deret pangkat ∑∞
=0n
n
nxb konvergen ke suatu fungsi f(x), maka
∑∞
=
=0n
n
nxbf(x) . Ini berarti bahwa fungsi f(x) dapat didekati dengan jumlah persial
deret pangkat. Untuk mendekati suatu fungsi dengan deret pangkat, dapat kita
gunakan ekspansi deret Taylor atau ekspansi deret Maclaurin.
Definisi 2.3.2
Jika fungsi f(x) berturunan pada semua tingkat di 00 =x , maka deret
Maclaurin untuk fungsi f(x) disekitar titik 00 =x didefinisikan dan ditulis
25
LL +++′′
+′+== ∑∞
=
n(n)
2n
0n
(n)
xn!
(0)fx
2!
(0)f(0)xff(0)x
n!
(0)ff(x)
Definisi 2.3.3
Jika fungsi f(x) berturunan pada semua tingkat di 0xx = , maka deret
Taylor untuk fungsi f(x) disekitar titik 0xx = didefinisikan dan ditulis
( )
( ) LL +++′′
+′+=
= ∑∞
=
n
00
(n)2
00
000
n
0
0n
0
(n)
x-xn!
)(xf)x-(x
2!
)(xf)x-)(x(xf)f(x
x-xn!
)(xff(x)
Contoh 2.3.4
Tentukan deret Maclaurin untuk xe−
Penyelesaian:
Andaikan xef(x)
−= sehingga
x
x
x
e(x)f
e(x)f
ef(x)
−
−
−
=′′
−=′
=
1(0)f
1(0)f
1f(0)
=′′
−=′
=
xn(n)
x(4)
x
e1)((x)f
e(x)f
e(x)f
−
−
−
−=
=
−=′′′
M
n(n)
(4)
1)((0)f
1(0)f
1(0)f
−=
=
−=′′′
M
Jadi deret Maclaurin yang dicari dari fungsi f(x)
LL +−
+++−+−=− −
−−−−−
∞
=
−∑ nx(n)
4x
3x
2x
xx
0n
x(n)
xen!
1)(x
4!
ex
3!
ex
2!
exeee
n!
1)(
26
Contoh 2.3.5
Tentukan deret Taylor di sekitar x = 2 untuk xe
Penyelesaian:
Andaikan xef(x) = sehingga
x(n)
x
x
x
x
e(x)f
e(x)f
e(x)f
e(x)f
ef(x)
=
=′′′
=′′
=′
=
M
2(n)
2
2
2
2
(2)f
(2)f
(2)f
(2)f
f(2)
e
e
e
e
e
=
=′′′
=′′
=′
=
M
x(n)e(x)f(x)f(x)f(x)ff(x) ===′′′=′′=′= L
2(n) e(2)f(2)f(2)f(2)ff(2) ===′′′=′′=′= L
Jadi deret Taylor yang dicari
LL +−++−+−+−+=−∑∞
=
n2
32
22
22
0n
2
2)(xn!
e2)(x
3!
e2)(x
2!
e2)(xee2)(x
n!
e
Definisi 2.3.4 (Fungsi Analitik)
Suatu fungsi )(xf dikatakan analitik pada titik 0xx = apabila dapat
dinyatakan sebagai deret pangkat dalam 0xx − , yaitu
n
n
n
xxn
xfxf ∑
∞
=
−=0
00
)(
)(!
)()(
27
2.4 Persamaan Diferensial Linear Homogen Orde Kedua dengan Koefisien
Variabel
Suatu persamaan diferensial linear homogen orde kedua dengan koefisien
variabel mempunyai bentuk:
0)()()( 012 =+′+′′ yxayxayxa (6)
dengan 0)(2 ≠xa
Atau dalam bentuk normal
0)()( =+′+′′ yxQyxPy (7)
Dengan )(
)()(
2
1
xa
xaxP = dan
)(
)()(
2
0
xa
xaxQ = .
Dalam bagian berikut ini akan dibahas deret sebagai penyelesaian persamaan
diferensial (6) dengan menggunakan metode deret pangkat dalam )( 0xx − ,
dimana 0x suatu bilangan real tertentu. Akan kita lihat bahwa penyelesaiannya
tergantung pada titik 0x terhadap persamaan diferensial tersebut.
Definisi 2.4.1
Sebuah titik 0x disebut titik biasa dari persamaan diferensial (6) jika
kedua fungsi ( )( )xa
xa
2
1 dan ( )( )xa
xa
2
0 (8)
analitik pada titik 0x . Jika salah satu fungsi dari (8) tidak analitik pada titik 0x ,
maka 0x disebut sebuah titik singular dari persamaan diferensial (6).
28
Contoh 2.4.1
Carilah titik biasa dari persamaan diferensial 02)1(2 =+′−−′′ yyxy .
Penyelesaian:
Diketahui persamaan diferensial 02)1(2 =+′−−′′ yyxy .
Disini )1(2)( −−= xxP dan 2)( =xQ .
Kedua fungsi P(x) dan Q(x) adalah fungsi polinom sehingga fungsi-fungsi
tersebut analitik dimana-mana. Maka semua bilangan real adalah titik biasa dari
persamaan diferensial 02)1(2 =+′−−′′ yyxy .
Contoh 2.4.2
Carilah titik singular dari persamaan diferensial 0)1( =+′−′′− xyyyx .
Penyelesaian:
Diketahui persamaan diferensial 0)1( =+′−′′− xyyyx .
Bentuk normal 0)1()1(
1=
−+′
−−′′ y
x
xy
xy .
Di sini )1(
1)(
xxP
−−= dan
)1()(
x
xxQ
−= .
Fungsi P(x) analitik untuk semua bilangan real kecuali pada 1=x dan Q(x)
analitik disetiap titik kecuali pada 1=x . Maka 1=x adalah titik singular dari
persamaan diferensial tersebut.
29
2.5 Deret pangkat sebagai penyelesaian di sekitar titik biasa
Di asumsikan penyelesaian persamaan diferensial (6) adalah suatu deret
yang berbentuk
LL +−++−+−+=−= ∑∞
=
n
n
n
n
n xxaxxaxxaaxxay )()()()( 0
0
2
020100
yang konvergen untuk setiap 0,0 ><− µµxx .
Teorema 2.5.1
Jika fungsi-fungsi P(x) dan Q(x) analitik pada 0xx = sehingga P(x) dan
Q(x) dapat dinyatakan sebagai deret pangkat dalam )( 0xx − dalam interval
µ<− 0xx .
Maka persamaan diferensial (7) bersama syarat awal 00 )( axy = dan 10 )( axy =′
mempunyai penyelesaian tunggal y(x) yang analitik pada 0x yang berbentuk
∑∞
=
−=0
0 )()(n
n
n xxaxy pada interval µ<− 0xx .
Bukti:
Di asumsikan 00 =x .
Diketahui 00 =x adalah titik biasa dari persamaan diferensial (6), maka P(x) dan
Q(x) yang didefinisikan pada persamaan (7) akan analitik pada 00 =x .
Misalkan ∑∞
=
=0
)()(n
n
n xpxP dan ∑∞
=
=0
)()(n
n
n xqxQ , µ<x .
Andaikan penyelesaiannya berbentuk ∑∞
=
=0
)()(n
n
n xaxy .
30
Dengan mendiferensialkan suku demi suku, maka diperoleh:
∑∑∞
=+
∞
=
− +==′0
1
1
1)()1()()(
n
n
n
n
n
n xanxnaxy
∑∑∞
=+
∞
=
− ++=−=′′0
2
2
2)()2)(1()()1()(
n
n
n
n
n
n xannxannxy
dan
+
=′ ∑∑
∞
=+
∞
= 0
1
0
)()1()()()(n
n
n
n
n
n xanxpxyxP
∑ ∑∞
= =−+
+=
0 0
1)1(n
nn
k
knk xpak
++
=′′ ∑∑
∞
=+
∞
= 0
2
0
)()2)(1()()()(n
n
n
n
n
n xannxqxyxQ
∑ ∑∞
= =−
=
0 0n
nn
k
knk xqa
Substitusikan pada persamaan (7), kita dapatkan:
0)1()()2)(1(0 00 0
1
0
2 =
+
++++ ∑ ∑∑ ∑∑
∞
= =−
∞
= =−+
∞
=+
n
nn
k
knk
n
nn
k
knk
n
n
n xqaxpakxann
0)1()2)(1(0 0 0
12 =
+++++∑ ∑ ∑
∞
= = =−−++
n
nn
k
n
k
knkknkn xqaPakann
Berdasarkan sifat kesamaan dua deret pangkat diperoleh:
0)1()2)(1(0 0
12 =+++++ ∑ ∑= =
−−++
n
k
n
k
knkknkn qaPakann
{ } 0)1()2)(1(0
12 =
+++++ ∑
=−−++
n
k
knkknkn qapakann
{ }
++−=++ ∑
=−−++
n
k
knkknkn qapakann0
12 )1()2)(1(
31
{ } K,2,1,0,)1()2)(1(
1
0
12 =
++
++−= ∑
=−−++ nqaPak
nna
n
k
knkknkn (9)
Untuk selanjutnya relasi (9) ini disebut sebagai relasi berulang.
Relasi berulang (9) dapat disederhanakan menjadi
{ } K,2,1,0untuk,)1()1(
1 2
0
221 =
++
−−= ∑
−
=−−−−+ nqaPak
nna
n
k
knkknkn (10)
Misalnya diambil 0a dan 1a sebarang konstanta, maka dengan relasi (10) ini,
koefisien K,,, 432 aaa dapat ditentukan sebagai kombinasi linear dari 0a dan 1a .
Jadi ∑∞
=
=0
)(n
n
nxaxy yang merupakan penyelesaian deret dari persamaan (6)
disekitar titik biasa 00 =x dapat ditentukan.
Contoh 2.5.1
Selesaikan persamaan berikut dengan menggunakan deret persamaan
diferensial ( ) 0'''1 =+−− xyyyx (11)
di sekitar titik 00 =x
Penyelesaian:
Diketahui persamaan diferensial ( ) 0'''1 =+−− xyyyx .
Maka bentuk normalnya ( ) ( )
01
'1
1'' =
−+
−− y
x
xy
xy
Sehingga ( )x
xP−
−=1
1)( dan
( )xx
xQ−
=1
)( .
Fungsi ( )x
xP−
−=1
1)( analitik untuk semua x kecuali pada titik 1=x .
32
Fungsi ( )xx
xQ−
=1
)( analitik untuk semua x kecuali pada titik 1=x .
Kedua fungsi P(x) dan Q(x) analitik untuk semua x kecuali di titik 1=x . Jadi,
semua titik selain 1=x adalah titik biasa dan titik 1=x adalah titik singular dari
persamaan diferensial yang diketahui.
Karena dari soal diketahui kondisi awal berlaku untuk titik 0=x , maka kita akan
menentukan penyelesaian deret disekitar titik biasa 0=x dengan penyelesaian
( ) ( ) ( )∑ ∑ ∑∞
=
∞
=
∞
=
=−=−=0 0 0
0 0n n n
n
n
n
n
n
n xaxaxxaxy .
Dengan mendeferensialkan suku demi suku diperoleh:
∑∑∞
=+
∞
=
− +==′0
)1(
1
1 )1()(n
n
n
n
n
n xanxnaxy
∑∑∞
=+
∞
=
− ++=−=′′0
)2(
2
2)2)(1()1()(
n
n
n
n
n
n xannxannxy
Jika disubstitusi ke dalam persamaan (11), maka diperoleh:
0)1()2)(1()1(00
)1(
0
)2( =++−++− ∑∑∑∞
=
∞
=+
∞
=+
n
n
n
n
n
n
n
n
n xaxxanxannx
0)1()2)(1()2)(1(0
1
0
)1(
0
1
)2(
0
)2( =++−++−++ ∑∑∑∑∞
=
+∞
=+
∞
=
++
∞
=+
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n xaxanxannxann
( )( ) ( ) ( ) ∑∑∑∑∞
=−+
∞
=+
∞
=
∞
=+ =++−−+−+++
1
11
1
11
11
22 011212n
n
n
n
n
n
n
n
nn
n
n xaxanaxannxanna
( )( ) ( ) ( )[ ] 0}1121{2 11
1
212 =++−+−++++− −+
∞
=+∑ n
nn
n
n xaannnannaa
( )( ) ( )( ) 0}1121{2 11
1
212 =++−−++++− −+
∞
=+∑ n
nn
n
n xaannannaa
33
Ruas kiri dari persamaan ini merupakan deret pangkat yang identik dengan nol.
Jadi semua koefisien harus nol.
Ini berarti, 02 12 =− aa dan
( )( ) ( )( ) 01121 112 =++−−+++ −++ nnn aannann
( )( ) ( )( )( )
( )( )21
1
1121
11
2
2
112
++−+
=
−+−−−=++
−++
−++
nn
aana
aannann
nnn
nnn
dengan L,4,3,2=n
Dari syarat awal diperoleh 00 =x dan 11 =x , maka
!2
1
1.2
12 ==
aa
!3
1
!3
1.2
2.3
4 02
3 ==−
=aa
a
M
!
1
nan =
Diperoleh penyelesaian deretnya adalah
( ) ∑ ∑∞
=
∞
=
==0 0 !
1
n n
n
nn xn
xaxy
34
2.6 Deret pangkat sebagai penyelesaian di sekitar titik singular regular
Definisi 2.6.1
Sebuah titik 0x disebut titik singular regular dari persamaan diferensial (6),
jika fungsi yang didefinisikan oleh
( ) ( ) ( )( )
( ) ( ) ( )( )xa
xaxxxQxx
xa
xaxxxPxx
2
02
0
2
0
2
100 )(dan)( −=−−=− (12)
keduanya analitik pada titik 0x .
Jika salah satu fungsi dalam (12) tidak analitik pada 0x , maka 0x disebut titik
singular tak regular.
Contoh 2.6.1
Tentukan titik singular regular dari persamaan diferensial
0)()1(22 =+′−−′′− yyxxyx .
Penyelesaian:
Diketahui persamaan diferensial 0)()1( 22 =+′−−′′− yyxxyx .
Maka bentuk normalnya: 0)1(
1
)1(
)(22
2
=−
+′−−
−′′ yx
yx
xxy
Disini )1()1)(1(
)1(
)1(
)()(
2
2
−−=
−−−
−=−−
−=x
x
xx
xx
x
xxxP dan
2)1(
1)(
−=x
xQ
Fungsi P(x) analitik dimana-mana kecuali pada titik 1=x .
Fungsi Q(x) analitik dimana-mana kecuali pada titik 1=x .
35
Jadi titik 1=x adalah titik singular dari persamaaan diferensial yang diketahui.
Selanjutnya berdasar definisi 2.6.1
Untuk 10 =x diperoleh:
xx
xxxPx −=
−−−=−
)1()1()()1(
1)1(
1)1()()1(
2
22 =
−−=−
xxxQx
Karena kedua fungsi analitik pada 1=x , maka titik 10 =x adalah titik singular
regular dari persamaan diferensial yang diketahui.
Jika diketahui 0x adalah titik tak hingga, maka dapat menggunakan transformasi
tx
1= , sehingga nilai ∞=x berkorespondensi dengan 0=t , jika
tx
1= , maka
kita dapatkan rumus:
dt
dyt
xdt
dy
dx
dt
dt
dy
dx
dyy
2
2
1−=
−=⋅==′ (13)
( )
dt
dyt
dt
ydt
tdt
dyt
dt
ydt
dx
dt
dx
dy
dt
d
dx
dy
dt
d
dx
ydy
3
2
24
2
2
22
2
2
2
2
+=
−
−−=
=
==′
(14)
Substitusi ke dalam persamaan (7) dan diperoleh:
011
223
2
24 =
+
−
+
+ y
tQ
dt
dyt
tP
dt
dyt
dt
ydt
011
2 23
2
24 =
+
⋅−+ yt
Qdt
dy
tPtt
dt
ydt
36
0
11
2422
2
=
+
−+ yt
tQ
dt
dy
t
tP
tdt
yd
0
11
242
=
+′
−+′′ yt
tQ
yt
tP
ty (15)
Titik tak hingga atau ∞=x adalah titik biasa dari (7) jika
−=t
Pttt
P112
)1(
2 dan
=t
Qtt
Q11
)1(
4 (16)
Dari (15) semua bilangan real adalah titik biasa, kecuali pada 0=t , maka
persamaan (16) tidak analitik pada 0=t dan titik tak hingga atau ∞=x adalah
titik biasa dari persamaan (7).
Untuk 0=t , kedua fungsi dalam persamaan (12) menjadi
−=
−t
Ptt
Ptt
t11
2112
2 dan
=
t
Qtt
Qt
t1111
24
2 (17)
Fungsi di atas tidak analitik pada 0=t , jadi dapat disimpulkan bahwa titik tak
hingga atau ∞=x adalah sebuah titik singular tak regular untuk persamaan
diferensial (7).
Selanjutnya akan dibahas metode deret untuk menentukan penyelesaian
dari persamaan diferensial (6) di sekitar titik singular regular 0x . Metode ini
dikemukakan oleh George Fredinand Frobenius dan biasa disebut metode
Frobenius.
37
2.7 Metode Frobenius
Sebarang persamaan diferensial yang berbentuk
0)(
')(
"2
=++ yx
xCy
x
xBy (18)
0)(')("2 =++ yxCyxxByx
dengan fungsi-fungsi )(xB dan )(xC analitik di 0=x , memiliki sekurang-
kurangnya satu penyelesaian yang dapat dinyatakan dalam bentuk
)()( 2
210
0
L+++== ∑∞
=
xaxaaxxaxxy r
n
n
n
r (19)
dimana r suatu konstanta dan 00 ≠a .
Jika 0x adalah titik singular regular dari persamaan diferensial (6), maka
persamaan diferensial (18) menjadi
0)(')()(")( 0
2
0 =+−+− yxCyxBxxyxx (20)
dengan fungsi-fungsi )(xB dan )(xC analitik di 0=x . Akan diperlihatkan bahwa
persamaan diferensial (20) ini mempunyai sekurangnya satu penyelesaian deret di
sekitar titik 0x yang berbentuk
µ<−<−−= ∑∞
=0
0
00 0,)()( xxxxaxxxyn
n
n
r
dengan r suatu konstanta.
Untuk memudahkan pembahasan, kita ambil titik singular regularnya 00 =x .
Karena untuk 00 ≠x , dapat digunakan metode yang sama dengan mengambil
variabel pengganti 0xxx −= . Selain itu, pada kesempatan ini hanya akan dibahas
kasus µ<− 0xx . Untuk kasus µ−>− 0xx dapat digunakan metode yang sama
38
dengan cara mengubah 0xx − menjadi 0)( 0 >−− xx . Oleh karena itu kita dapat
menyederhanakan notasi 00 xxxx −=− . (21)
Karena diketahui 00 =x adalah titik singular regular dari persamaan diferensial
(6). Maka kedua fungsi )(xxP dan )(2 xQx akan analitik pada titik 00 =x .
Sehingga kedua fungsi ini dapat dinyatakan sebagai deret pangkat. Misalnya kita
nyatakan
∑∞
=
=0
)(n
n
nxBxxP dan ∑∞
=
=0
2 )(n
n
nxCxQx , untuk µ<x (22)
Jika kedua ruas persamaan dalam bentuk normal (7) dikalikan dengan 2x , maka
diperoleh:
0)()( 222 =+′+′′ yxQxyxPxyx
( ) ( ) 0)()( 22 =+′+′′ yxQxyxxPxyx (23)
Jika persamaan (22) disubstitusikan ke dalam persamaan (23), maka diperoleh:
000
2 =
+′
+′′ ∑∑
∞
=
∞
=
yxCyxxByxn
n
n
n
n
n (24)
Selanjutnya kita misalkan penyelesaiannya berbentuk
( ) ∑ ∑∞
=
+∞
=
=−−=0 0
)0(0n
rn
n
n
rn
n
rxaxxaxxy , µ⟨⟨ x0
Dari (21) diperoleh bahwa xx = dan ( ) rn
n
nxaxy+
∞
=∑=0
Dengan mendiferensialkan suku demi suku diperoleh
( ) ∑∞
=
−++=′0
1)(n
rn
nxarnxy dan ( ) ∑∞
=
−+−++=′′0
2)1)((n
rn
nxarnrnxy
39
Jika disubstitusikan ke dalam persamaan (24), maka diperoleh:
0
)()()1)((
00
0
1
00
22
=
+
+
+
−++
∑∑
∑∑∑∞
=
+∞
=
∞
=
−+∞
=
∞
=
−+
n
rn
n
n
n
n
n
rn
n
n
n
n
n
rn
n
xaxC
xarnxxBxarnrnx
0)()1)((00000
=
+
+
+
−++ ∑∑∑∑∑
∞
=
+∞
=
∞
=
+∞
=
∞
=
+
n
rn
n
n
n
n
n
rn
n
n
n
n
n
rn
n xaxCxarnxBxarnrn
0)()1)((0 00 00
=
+
++
−++ ∑ ∑∑ ∑∑
∞
= =−
+∞
= =−
+∞
=
+
n
n
k
kkn
rn
n
n
k
kkn
rn
n
n
rn aCxarkBxarnrnx
0)()1)((0 00
=
+++−++ +∞
= =−
=−∑ ∑∑ rn
n
n
k
kkn
n
k
kknn xaCarkBarnrn
Berdasarkan sifat kesamaan dua deret pangkat, maka diperoleh:
0)()1)((00
=+++−++ ∑∑=
−=
−
n
k
kkn
n
k
kknn aCaBrkarnrn
- Untuk 0=n , maka diperoleh
0)1( 00000 =++− aCarBarr (25)
atau 0)1( 00 =++− CrBrr
atau 0)1( 00
2 =+−+ CrBr
- Untuk 1≥n , diperoleh
[ ] 0)()1)((0
=+++−++ ∑=
−−
n
k
kknknn aCBrkarnrn (26)
Selanjutnya didefinisikan 00)1()( CrBrrrP ++−= .
Persamaan 0)( =rP disebut sebagai akar-akar persamaan indisial untuk
persamaan (6) yang berkaitan dengan titik singular regular 0x .
40
Dengan menggunakan persamaan petunjuk 0)( =rP ini, maka persamaan (25)
dapat dinyatakan sebagai ))1(()( 0000 CrBrrarPa ++−= (27)
Karena 00 ≠a maka haruslah 0)( =rP .
Nilai-nilai dari r yang menyebabkan 0)( =rP ini selanjutnya disebut sebagai
akar-akar dari persamaan indisial 0)( =rP .
Dari persamaan (26) diketahui bahwa:
( ) 0)()1)((0
=+++−++ ∑=
−−
n
k
kknkknn aCaBrkarnrn
( ) ( ) 0)()()1)((1
0
=++++++−++ −−
−
=−−∑ nnnn
n
k
kknkknn CBrnaCaBrkarnrn
[ ] ( ) 0)()()1)((1
0
00 =++−=+++−++ ∑−
=−−
n
k
kknknn aCBrkaCBrnrnrn (28)
Dengan menggunakan definisi 0)( =rP , maka
00)()1)(()( CBrnrnrnrnP +++−++=+
Sehingga persamaan (23) menjadi
[ ] 0))(1
0
=++++ ∑−
=−− k
n
k
knknn aCBrkarnP (29)
[ ] k
n
k
knknn aCBrkarnP ∑−
=−− ++−=+
1
0
))( (30)
Sehingga
[ ]kn
rnP
acbrk
ak
n
k
knkn
n ≥+
++−=
∑−
=−−
,)(
)1
0
Dengan 0)( ≠+ rnP , untuk K,3,2,1=n . (31)
41
Dengan mengambil konstanta sebarang 00 ≠a , maka dengan menggunakan relasi
(31) dapat ditentukan koefisien K,,, 321 aaa . Dengan demikian kita dapat
menentukan penyelesaian ∑∑∞
=
+∞
=
==00
)(n
rn
n
n
n
n
r xaxaxxy .
Teorema berikut ini akan menunjukkan bagaimana cara menentukan dua
penyelesaian deret yang bebas linear dari persamaan (6), jika diketahui akar-akar
real 1r dan 2r .
Teorema 2.6.1
Andaikan 0x adalah titik singular regular dari persamaan diferensial
0)()()( 012 =+′+′′ yxayxayxa (6)
Misalkan 1r dan 2r , dengan 21 rr ≥ , adalah akar-akar dari persamaan indisial
0)( =rP yang berkaitan dengan titik singular regular 0x , maka ada tiga
kemungkinan, yaitu:
a. Nrr ≠− 21 , dengan N adalah bilangan bulat positif, maka persamaan
diferensial (6) mempunyai dua penyelesaian bebas linear yang berbentuk
( ) ∑∞
=
−−=0
001 )(1
n
n
n
rxxaxxxy dan ( ) ∑
∞
=
−−=0
002 )(2
n
n
n
rxxaxxxy .
42
b. 021 =− rr , maka persamaan diferensial (6) mempunyai dua penyelesaian
bebas linear yang berbentuk ( ) ∑∞
=
−−=0
001 )(1
n
n
n
rxxaxxxy dimana
)1(2
10Br −= dan ( ) ∑
∞
=
−−+−=0
00012 )(ln)( 1
n
n
n
rxxaxxxxxyxy .
c. Nrr =− 21 , dengan N adalah bilangan bulat positif, maka persamaan (6)
mempunyai dua penyelesaian bebas linear yang berbentuk
( ) ∑∞
=
−−=0
001 )(1
n
n
n
rxxaxxxy dan
( ) ∑∞
=
−−+−=0
00012 )(ln)( 2
n
n
n
rxxaxxxxxCyxy .
Bukti:
Dalam pembuktian ini, diambil 00 =x sebagai titik singular regular dari
persamaan diferensial (6).
a. Diketahui 1r dan 2r adalah akar-akar dari persamaan indisial 0)( =rP .
Diketahui penyelesaian persamaan diferensial diatas adalah
∑∞
=
−−=0
00 )()(n
n
n
rxxaxxxy .
Substitusikan 1rr = dalam persamaan diferensial di atas, sehingga menjadi
( ) ∑∞
=
−−=0
001 )(1
n
n
n
rxxaxxxy (32)
43
Untuk mencari 2r cara pengerjaannya sama, yaitu dengan substitusi 2rr = ,
sehingga diperoleh penyelesaian persamaan diferensial yang kedua, yaitu
( ) ∑∞
=
−−=0
002 )(2
n
n
n
rxxaxxxy .
b. Diketahui akar dari persamaan indisial 0)( =rP adalah rrr == 21 , jika
04)1( 0
2
0 =−− CB , sehingga didapat )1(2
10Br −= .
Kita memperoleh koefisien-koefisien K,,, 321 aaa dari persamaan
tersebut. Maka penyelesaian persamaan diferensial pertama
∑∑∞
=
+∞
=
==00
111)(
n
rn
n
n
n
n
rxaxaxxy .
Andaikan penyelesaian kedua berbentuk
( ) ∑∞
=
−−+−=0
00012 )(ln)( 1
n
n
n
rxxaxxxxxyxy
Di sini akan digunakan metode penurunan tingkat, yaitu )(xu , sedemikian
rupa sehingga
)()()( 12 xyxuxy =
''' 112 uyyuy +=
"''2"" 1112 uyyuyuy ++=
Substitusi persamaan di atas kedalam persamaan (18), diperoleh
0)''()"''2"( 1110111
2 =+++++ CuyuyyuxBuyyuyux
44
Karena 1y merupakan penyelesaian persamaan (18), maka jumlah suku
yang mengandung u adalah nol, dan persamaan ini dapat disederhanakan
menjadi:
0'''2" 101
2
1
2 =++ yuxByuxyux
Jika kedua ruas dibagi dengan 1
2 yx , diperoleh:
0''
2" 0
1
1 =
++ ux
B
y
yu
Dari persamaan (32) diperoleh:
[ ][ ]L
L
++−
+++−=
−
xaaxx
xarraxx
y
yr
r
100
10
1
0
1
1
1
1)1('
+++++
−=
L
L
xaa
xarra
xx 10
10
0
)1(1
+++++
−=
L
L
xaa
xaxrara
xx 10
110
0
1
( )[ ]
++++++
−=
L
LL
xaa
xaxaar
xx 10
110
0
1
( )( ) L
L
L
L
+++
+++−
++=
xaa
xa
xaaxx
xaar
10
1
100
10
L
L
+++
+−
=xaa
xa
xx
r
10
1
0
Dengan demikian, persamaan sebelumnya dapat ditulis menjadi:
0'2
"10
1
0
0 =
+++
+−+
+ uxaa
xa
xx
Bru
L
L (33)
45
Karena )1(2
10Br −= , maka suku
0
02
xx
Br
−+
sama dengan 0
1
xx −, menjadi
0'1
"10
1
0
=
+++
+−
+ uxaa
xa
xxu
L
L, dan jika dibagi dengan 'u diperoleh:
L
L
+++
+−
−=xaa
xa
xxu
u
10
1
0
1
'
"
Dengan mengintegralkan suku demi suku diperoleh:
L+−−= 0ln'ln xxu
)(
0
1 Lexx
u−
=′
Dengan titik-titik melambangkan deret dalam pangkat x bulat positif.
−++
−+−+
−=′
!!21
1 0
2
0
0
0 n
xxxxxx
xxu
n
L
Dengan mengintegralkan suku demi suku sekali lagi diperoleh:
L+−+−+−=2
02010ln xxkxxkxxu
Substitusi persamaan di atas ke dalam 12 uyy = , diperoleh:
12 uyy =
( ) ( )LL ++−+−+−+−= xaaxxxxkxxkxxyr
100
2
020102 ln
( )L++−+−= xaaxxxxyyr
100012 ln
∑∞
=
−−+−=0
00012 )(ln)()(n
n
n
rxxaxxxxxyxy
46
c. Andaikan Nrr =− 21 , dengan N adalah bilangan bulat positif. Dengan cara
yang sama pada pembuktian (a) diatas, dapat ditentukan penyelesaian
deret yang pertama yang berkaitan dengan akat 1r berbentuk:
( ) ∑∞
=
−−=0
001 )(1
n
n
n
rxxaxxxy
Akan ditunjukkan bahwa penyelesaian kedua berbentuk:
( ) ∑∞
=
−−+−=0
00012 )(ln)(2
n
n
n
rxxaxxxxxCyxy
Dimana nilai 0≠C atau 0=C . Seperti pada kasus (b), maka 12 uyy = .
Langkah pertamanya serupa dengan langkah kasus (b) dan menghasilkan
persamaan (33), maka diperoleh koefisien 10 −B dari r pada persamaan
(25) sama dengan minus jumlah akar-akarnya,
NrNrrrrB +−=−+−=+−=− 2)()(1 210
Sehingga 12 0 +=+ NBr dan dibagi dengan 'u akan menghasilkan:
+
−+
−= L
0
1
'
"
xx
N
u
u
Langkah selanjutnya adalah seperti kasus (b), yaitu dengan
mengintegralkan persamaan di atas, diperoleh:
L+−+−= 0ln)1('ln xxNu
)(1
0' LexxuN+−
−=
Dengan titik-titik melambangkan deret dalam pangkat x bulat positif.
Dengan menguraikan fungsi eksponensial dapat diperoleh deret yang
berbentuk:
47
LL +−++−
+−
++−
+−
= ++−
+ 021
0
2
0
1
0
1
1
0
1' xxCC
xx
C
xx
C
xx
C
xxu NN
NN
NN
Dengan mengintegralkan sekali lagi diperoleh:
−+
−−−
−−+−= +
−01
0
1
0
0
1ln xxC
xx
C
xxNxxCu N
N
NN L
Substitusi persamaan di atas ke dalam 12 uyy = , diperoleh:
( )LLL +−+
+−−−−−+−= −
−)(
1ln)( 010010012
1xxaaxxC
NxxxxxyCy N
Nr
N
( )L+−+−+−= )(ln)( 0100012
1xxaaxxxxxCyy
r
∑∞
=
−−+−=0
00012 )(ln)()(1
n
n
n
rxxaxxxxxCyxy
Contoh 2.6.2
Tentukan penyelesaian deret disekitar titik 00 =x untuk persamaan
diferensial 02 =−′+′′ yyyx .
Penyelesaian:
Diketahui persamaan diferensial 02 =−′+′′ yyyx .
Maka bentuk normalnya: 012
=−′+′′ yx
yx
y
Sehingga diperoleh x
xP2
)( = dan x
xQ1
)( −=
Karena fungsi P(x) dan Q(x) keduanya analitik dimana-mana kecuali pada 0=x ,
maka titik 0=x adalah titik singular dari persamaan diferensial yang diketahui.
Selanjutnya kita definisikan dua fungsi sebagai berikut:
48
22
)()( 0 =
=−x
xxPxx , dan
xx
xxQxx −=
−=−1
)()( 22
0
Karena kedua fungsi ini analitik pada titik 0=x , maka titik 0=x merupakan titik
singular regular dari persamaan diferensial yang diketahui.
Dengan teorema 2.6.1 maka penyelesaian deretnya berbentuk
∑∑∞
=
+∞
=
=−−=00
00 )()(n
rn
n
n
n
n
rxaxxaxxxy .
Dengan menditerensialkan suku demi suku diperoleh:
∑∞
=
−++=′0
1)()(
n
rn
nxarnxy
∑∞
=
−+−++=′′0
2)1)(()(n
rn
nxarnrnxy
Jika disubstitusikan ke persamaan diferensial yang diketahui, maka diperoleh:
0)(2)1)((00
1
0
2 =−++−++ ∑∑∑∞
=
+∞
=
−+∞
=
−+
n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n xaxarnxarnrnx
0)(2)1)((00
1
0
1 =−++−++ ∑∑∑∞
=
+∞
=
−+∞
=
−+
n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n xaxarnxarnrn
0)(2)1)((1
1
1
0
1
0
1 =−++−++ ∑∑∑∞
=
−+−
∞
=
−+∞
=
−+
n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n xaxarnxarnrn
r
n
rn
n
r xraxarnrnxarr 0
1
1
0 2)1)(()1( +−+++− ∑∞
=
−+
0)(21
1
1
1
1 =−++ ∑∑∞
=
−+−
∞
=
−+
n
rn
n
n
rn
n xaxarn
49
[ ] 0)(2)1)((2)1( 1
1
100 =−++−++++− −+∞
=−∑ rn
n
nnn
rr xaarnarnrnxraxarr
( ) [ ] 0)(2)1)((2)1( 1
1
10 =−++−++++− −+∞
=−∑ rn
n
nnn
r xaarnarnrnxarrr
Dari hasil akhir ini diperoleh bahwa persamaan indisialnya adalah:
)1(2)1()( +=+−= rrrrrrP (a)
Dan relasi berulangnya adalah:
K,2,1,0)(2)1)(( 1 ==−++−++ − naarnarnrn nnn .
K2,1,)1)(()(2)1)((
11 =+++
=++−++
= −− nrnrn
a
rnrnrn
aa nnn
Jika diambil 0a konstanta sembarang , maka diperoleh:
)2)(1(
01 ++
=rr
aa
)3()2)(1()3)(2( 2
012 +++
=++
=rrr
a
rr
aa
)4()3()2)(1()4)(3( 22
023 ++++
=++
=rrrr
a
rr
aa
M
Secara umum diperoleh bahwa
KL
,2,1,)1()()2)(1( 22
0 =+++++
= nnrnrrr
aan . (b)
Dari persamaan indisial (a) di atas, maka diperoleh bahwa akar-akar dari
persamaan indisialnya adalah 01 =r dan 12 −=r .
Untuk 01 =r , maka relasi berulang (b) menjadi
50
( )( )K
KKL,2,1,
)!1(!)1(3.2.13.2.1)1()()2(1
00
22
0 =+
=+
=+
= nnn
a
nnn
a
nn
aan
Dengan teorema 2.6.1 (c), maka penyelesaian deret yang pertama adalah
∑∑∞
=
∞
= +==
0
0
0
1)!1(!
)(1
n
n
n
n
n
r
nn
xaxaxxy
Selanjutnya kita akan menentukan penyelesaian deret kedua. Karena diketahui
01 =r dan 12 −=r , sehingga 121 =− rr dan 1=N , maka untuk menentukan
penyelesaian deret keduanya kita akan menggunakan hasil teorema 2.6.1 (c).
Misalkan 120 +=−= rrra dan
1)2(
1lim)()1(lim)()(lim
11
12
2
=+
=+=−=−→−→→ r
rarrarrCrr
Nrr
.
Dari 10 += ra , maka relasi berulang (b) di atas untuk K,2,1=n menjadi:
)1()()2)(1(
)1(22 +++++
+=
nrnrrr
ran
L
)1()()2(
122 ++++
=nrnrr
anL
)1ln()ln(2)3ln(2)2ln(2ln ++−+−−+−+−= nrnrrran L
∑∞
=
++
−+
−=++
−+
−−+
−+
−=2 1
112
1
12
3
2
2
2
kn
n
rkrknrnrrra
aL
Sehingga diperoleh bahwa 1)1(00 =−= aa dan untuk K,2,1=n berlaku:
+−
−=
−−−
=−= ∑∑∞
=
∞
= 1122200
112
)!1(!
1112
)1(2.1
1)1(
kk nknnnknnaa
K
Dari teorema 2.6.1 (c), maka persamaan deret yang kedua adalah:
+−
−+= ∑ ∑∞
=
−
=
− n
n
n
k
xnknn
xxyxxy1
1
1
1
12
11
)!1(!
11)(ln)(
51
Jadi penyelesaian umumnya adalah )()()( 21 xByxAyxy += , dengan A dan B
adalah konstanta sembarang dan )(),( 21 xyxy didefinisikan sebelumnya.
Contoh 2.6.3
Tentukan penyelesaian deret disekitar titik 00 =x untuk persamaan
diferensial 0)1()( 2 =−′−+′′− yyxyxx .
Penyelesaian:
Diketahui persamaan diferensial 0)1()(2 =−′−+′′− yyxyxx .
Maka bentuk normalnya: 0)(
1
)(
)1(22
=−
−′−−
+′′ yxx
yxx
xy
0)1(
11=
−−′+′′ y
xxy
xy
Sehingga diperoleh x
xP1
)( = dan )1(
1)(
xxxQ
−−=
Karena fungsi P(x) dan Q(x) keduanya analitik dimana-mana kecuali pada 0=x ,
maka titik 00 =x adalah titik singular dari persamaan diferensial yang diketahui.
Selanjutnya kita definisikan dua fungsi sebagai berikut:
11
)()( 0 =
=−x
xxPxx , dan
x
x
xxxxQxx
−−=
−−=−
1)1(
1)()(
22
0
Karena kedua fungsi ini analitik pada titik 0=x , maka titik 00 =x merupakan
titik singular regular dari persamaan diferensial yang diketahui.
52
Dengan teorema 2.6.1 maka penyelesaian deretnya berbentuk
∑∑∞
=
+∞
=
=−−=00
00 )()(n
rn
n
n
n
n
rxaxxaxxxy .
Dengan menditerensialkan suku demi suku diperoleh:
∑∞
=
−++=′0
1)()(n
rn
nxarnxy
∑∞
=
−+−++=′′0
2)1)(()(
n
rn
nxarnrnxy
Jika disubstitusikan ke persamaan diferensial yang diketahui, maka diperoleh:
0)()1()1)(()(00
1
0
22 =−+−+−++− ∑∑∑∞
=
+∞
=
−+∞
=
−+
n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n xaxarnxxarnrnxx
∑∑∑∞
=
−+∞
=
+∞
=
−+ ++−++−−++0
1
00
1 )()1)(()1)((n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n xarnxarnrnxarnrn
0)(00
=−+− ∑∑∞
=
+∞
=
+
n
rn
n
n
rn
n xaxarn
∑∑∑∞
=
−+∞
=
−+−
∞
=
−+ ++−+−+−−++0
1
1
1
1
0
1)()2)(1()1)((
n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n xarnxarnrnxarnrn
0)1(1
1
1
1
1
1 =−−+− ∑∑∞
=
−+−
∞
=
−+−
n
rn
n
n
rn
n xaxarn
∑∑∞
=
−+−
∞
=
−+− −+−+−−+++−1
1
1
1
11
0 )2)(1()1)(()1(n
rn
n
n
rn
n
r xarnrnxarnrnxarr
0)1()(1
1
1
1
1
1
1
11
0 =−−+−+++ ∑∑∑∞
=
−+−
∞
=
−+−
∞
=
−+−
n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n
rxaxarnxarnxra
[ ] [∑∞
=−
− −+−+−++−++++−1
1
1
0 )2)(1()()1)(()1(n
nnn
rarnrnarnarnrnxarrr
] 0)1( 1
11 =−−+− −+−−
rn
nn xaarn
53
Dari hasil akhir ini diperoleh bahwa persamaan indisialnya adalah:
2)1()( rrrrrP =+−= (c)
Dan relasi berulangnya untuk K,2,1=n adalah
111 )1()2)(1()()1)(( −−− +−++−+−+=++−++ nnnnn aarnarnrnarnarnrn
Atau K,2,1,)(
1)1(12
2
=+
+−+= − na
rn
rna nn
Jika kita ambil 0a sebagai konstanta sembarang, maka diperoleh bahwa:
02
2
1)1(
1a
r
ra
++
=
( )( )022
22
12
2
2)2()1(
11)1(
)2(
1)1(a
rr
rra
r
ra
+++++
=+
++=
( )( )( )0222
222
22
2
3)3()2()1(
11)1(1)2(
)3(
1)2(a
rrr
rrra
r
ra
++++++++
=+
++=
M
Secara umum diperoleh bahwa:
( )( ) ( )K
L
L,2,1,
)()2()1(
1)1(1)1(10222
222
=+++
+−++++= na
nrrr
nrrran (d)
Dari persamaan indisial (c) di atas, maka diperoleh bahwa akar-akar dari
persamaan indisialnya adalah 021 == rr .
Untuk 01 =r , relasi berulang (d) menjadi [ ]
KL
L2,1,
)(21
1)1(521022
2
=⋅
+−⋅⋅= na
n
nan
Sehingga dengan teorema 2.6.1 (b) penyelesaian deret yang pertama adalah:
[ ]∑∑
∞
=
∞
=
++⋅⋅+==
02
2
0
1)!(
1)1(5211)(
1
n
n
n
n
n
r
n
xnxaxxy
L
54
Selanjutnya akan ditentukan penyelesaian deret yang kedua.
Dari persamaan (d) di atas, jika diambil 10 =a maka:
( )( ) ( )222
222
)()2()1(
1)1(1)1(1
nrrr
nrrran +++
+−++++=
L
L
[ ] )ln(2)1ln(21)1(ln)1ln(ln 22 nrrnrran +−−+−+−++++= LL
nrrrnr
nrr
ra
a
n
n
+−−
+−
+−−+
+−+++
+=
2
2
2
1
2)1(2
1)1(
1)2(
1
122
LL
K,2,1,2
1)1(
)1(2
112
=+
−+−+
−+= ∑∑
==
nrkrk
kr
a
a n
k
n
kn
n
Sehingga diperoleh bahwa:
1)0(0 == aan
( ) K,2,1,1)1(
2)0(2)0(
120 =
+−−
== ∑=
nkk
kaaa
n
k
nn
Dari teorema 2.6.1 (b), maka penyelesaian deret yang keduanya adalah:
( )
+−−+−⋅⋅
+= ∑ ∑∞
= =1 122
2
121)1(
2
)!(
)1)1((5212)(ln)(
n
nn
k
xkk
k
n
nxyxxy
L
Jadi penyelesaian umumnya adalah )()()( 21 xByxAyxy += , dengan A dan B
adalah konstanta sembarang dan )(),( 21 xyxy didefinisikan sebelumnya.
Contoh 2.6.4
Tentukan penyelesaian deret disekitar titik 00 =x untuk persamaan
diferensial 02
1
2
122 =−′
−+′′ yyxxyx .
55
Penyelesaian:
Diketahui persamaan diferensial 02
1
2
122 =−′
−+′′ yyxxyx .
Maka bentuk normalnya: 02
12
1
22
2
=−′−
+′′ yx
yx
xx
y
02
12
1
2=−′
−+′′ y
xy
x
x
y
Sehingga diperoleh x
x
xP 2
1
)(
−= dan
)(
1)(
xxxQ
−−=
Karena fungsi P(x) dan Q(x) keduanya analitik dimana-mana kecuali pada 0=x ,
maka titik 00 =x adalah titik singular dari persamaan diferensial yang diketahui.
Selanjutnya kita definisikan dua fungsi sebagai berikut:
2
12
1
)()( 0 −=
−=− x
x
x
xxPxx , dan
2
1
2
1)()(
2
22
0 =
=−x
xxQxx
Karena kedua fungsi ini analitik pada titik 0=x , maka titik 00 =x merupakan
titik singular regular dari persamaan diferensial yang diketahui.
Dengan teorema 2.6.1 maka penyelesaian deretnya berbentuk
∑∑∞
=
+∞
=
=−−=00
00 )()(n
rn
n
n
n
n
rxaxxaxxxy .
Dengan menditerensialkan suku demi suku diperoleh:
56
∑∞
=
−++=′0
1)()(n
rn
nxarnxy
∑∞
=
−+−++=′′0
2)1)(()(n
rn
nxarnrnxy
Jika disubstitusikan ke persamaan diferensial yang diketahui, maka diperoleh:
02
1)(
2
1)1)((
00
12
0
22 =++
−+−++ ∑∑∑∞
=
+∞
=
−+∞
=
−+
n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n xaxarnxxxarnrnx
02
1)(
2
1)()1)((
000
1
0
=++−++−++ ∑∑∑∑∞
=
+∞
=
+∞
=
++∞
=
+
n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n xaxarnxarnxarnrn
02
1)(
2
1)1()1)((
001
1
0
=++−−++−++ ∑∑∑∑∞
=
+∞
=
+∞
=
+−
∞
=
+
n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n
n
rn
n xaxarnxarnxarnrn
r
n
rn
n
n
rn
n
r xraxarnxarnrnxarr 0
1
1
1
02
1)1()1)(()1( −−++−+++− ∑∑
∞
=
+−
∞
=
+
02
1
2
1)(
2
1
1
0
1
=+++− ∑∑∞
=
+∞
=
+
n
rn
n
r
n
rn
n xaxaxarn
∑∞
=
++−−+++
+−−1
02
1)(
2
1)1)((
2
1
2
1)1(
n
nnn
raarnarnrnxarrr
] 0)1( 1 =−++ +−
rn
n xarn
Dari hasil akhir ini diperoleh bahwa persamaan indisialnya adalah:
( )
−−=+−−=2
11
2
1
2
1)1()( rrrrrrP (d)
Dan relasi berulangnya adalah:
1)1(2
1)(
2
1)1)(( −−+−=++−−++ nnnn arnaarnarnrn
57
K,2,1,)1(2
1)(
2
1)1)(( 1 =−+−=
++−−++ − narnarnrnrn nn (e)
Dari persamaan indisial (d) di atas, maka diperoleh bahwa akar-akar dari
persamaan indisialnya 11 =r dan 2
12 =r
Untuk 11 =r , maka relasi berulang (e) menjadi
K,2,1,12
2atau
2
1)1(
2
1)1( 1 =
+−=−=
++−+ − nn
anaannn nnn
Jika kita ambil 0a sebagai konstanta sembarang, maka diperoleh bahwa:
013
2aa −=
0
2
1235
2
5
2aaa
⋅=−=
0
3
23357
2
7
2aaa
⋅⋅=−=
M
Secara umum diperoleh KL
,2,1,3)12)(12(
2)1( 0 =
−+−= na
nna
nn
n
Dengan teorema 2.6.1 (a), maka penyelesaian deret yang pertama adalah:
∑∑∞
=
∞
= −+−=
−+−=
00
1
13)12)(12(
)2()1(
3)12)(12(
)2()1()(
n
nn
n
nn
nn
xx
nn
xxxy
LL
Untuk 2
12 =r , maka relasi berulang (e), K,2,1=n menjadi
112
1
2
1
2
1
2
11
2
1
2
1−
−+−=
+
+−
−+
+ nn anannn atau 1
1−= nn a
na
Jika kita ambil 0a sebagai konstanta sembarang, maka diperoleh bahwa:
58
01 aa −=
0122
1
2
1aaa =−=
0233
1
3
1aaa =−=
M
Secara umum diperoleh K,2,1,!
1)1( 0 =−= nan
a n
n
Dengan teorema 2.6.1 (a), maka penyelesaian deret adalah:
∑∑∞
=
∞
=
−=−=0
2
1
0
2
1
2!
)1(!
)1()(n
nn
n
nn
n
xx
n
xxxy
Jadi penyelesaian umumnya adalah )()()( 21 xByxAyxy += , dengan A dan B
adalah konstanta sembarang dan )(),( 21 xyxy didefinisikan sebelumnya.
2.8 Persamaan Diferensial Legendre
Bentuk umum dari persamaan diferensial Legendre adalah:
01)yn(ny2xy)x(1 2 =++′−′′− (34)
Dengn n adalah suatu bilangan bulat positif.
Persamaan diferensial Legendre (34) ini mempunyai titik singular untuk 10 ±=x .
Oleh karena itu titik 00 =x merupakan titik biasa dari persamaan diferensial
Legendre. Pada kesempatan ini kita akan menentukan penyelesaian deret dari
persamaan diferensial Legendre di sekitar titik biasa 00 =x . Menurut teorema
2.3.1 diketahui bahwa deret pangkat konvergen dan dengan menggunakan
59
Teorema 2.5.1 sebelumnya, maka diperoleh bahwa penyelesaian deretnya
berbentuk
∑∞
=
=0m
m
mxay(x)
Dengan mendefinisikan suku demi suku diperoleh:
∑∞
=
−=′1m
1m
mxma(x)y
2m
m
2m
xa1)m(m(x)y−
∞
=∑ −=′′
Jika disubstitusi ke dalam persamaan (34) di atas, maka diperoleh:
0xa1)n(nxma2xxa1)m(m)x(10m
m
m
1m
1m
m
2m
m
2m
2 =++−−− ∑∑∑∞
=
∞
=
−−∞
=
0x1)an(nx2max1)am(mxa1)m(m0m
m
m
1m
m
m
2m
m
m
2m
m
2m
=++−−−− ∑∑∑∑∞
=
∞
=
∞
=
−∞
=
0x1)an(nx2max1)am(mxa)21)(m(m0m
m
m
1m
m
m
2m
m
m
m
2m
0m
=++−−−++ ∑∑∑∑∞
=
∞
=
∞
=+
∞
=
∑∑
∑∑∞
=
∞
=
∞
=
∞
=+
++++++−
−−−++++
2m
m
m10
2m
m
m
2m
1
m
m
2m
m
2m32
x1)an(nx1)an(n1)an(nx2ma
x2ax1)am(mx2)a1)(m(mx6a2a
( )
[ ]{ }∑∞
=+ =++−−−++++
++−+++
2m
m
m2m
11302
0xa1)n(n2m1)m(m1)a2)(m(m
x1)an(n2a6a1)an(n2a
( )
[ ]{ }∑∞
=+ =−++++++
++−+++
2m
m
m2m
11302
0xam)1)(nm(n1)a2)(m(m
x1)an(n2a6a1)an(n2a
Maka relasi berulangnya adalah:
60
( ) 2m0,a1)mm)(n(n2)a1)(m(m m2m ≥=++−+++ +
Atau
( )2m0,a
2)1)(m(m
1)mm)(n(na m2m ≥=
++++−
−=+ (35)
Jika diambil 10 adana sebagai konstanta sebarang, maka diperoleh:
02!2
)1(a
nna
+−=
13!3
)2)(1(a
nna
+−−=
024!4
)3)(1)(2(
3.4
)3)(2(a
nnnna
nna
++−=
+−−=
LLLLLLLLLLL
135!5
4)3)(2)(1)(3(
4.5
)4)(3(a
nnnna
nna
++−−=
+−−=
Diperoleh penyelesaian deretnya adalah:
L++−
−+
−+== ∑∞
=
3
0
2
010
0 !3
)2)(1(
!2
)1()( xa
nnxa
nnxaaxaxy
m
m
m
+++−−
++−
−+
+++−
++
−=
L
L
53
1
42
0
!5
)4)(2)(1)(3(
!3
)2)(1(
!4
)2)(1()2(
!2
)1(1)(
xnnnn
xnn
xa
xnnnn
xnn
axy
Atau dengan),()()( 2110 xyaxyaxy +=
L+++−
++
−= 42
1!4
)3)(1()2(
!2
)1(1)( x
nnnnx
nnxy
m
m
mx
m
mnnmnnn 2
0
1
)!2(
)12()3)(22()2()1(1
−+++−−−+= ∑
∞
=
+ LL
61
L+++−−
++−
−= 53
2!5
)4)(2)(1)(3(
!3
)2)(1()( x
nnnnx
nnxxy
12
0
1
)!12(
)2()4)(2)(12()3)(1()1(
+∞
=
+
+++++−−−
−+= ∑ m
m
mx
m
mnnnmnnnx
LL
Dari penyelesaian deret yang kita peroleh ini, jika n diberi suatu nilai
tertentu, maka diperoleh suatu penyelesaian yang berbentuk polinomial untuk
persamaan diferensial Legendre (34). Jika diambil L,4,2,0=n maka diperoleh
bahwa )(1 xy adalah suatu polinomial genap berderajat n. Demikian pula jika
diambil L,5,3,1=n maka diperoleh bahwa )(1 xy adalah suatu polinomial ganjil
berderajat n. Polinomial-polinomial yang diperoleh dengan mengambil nilai n
tertentu ini disebut sebagai polinomial Legendre dan dinyatakan sebagai )(xPn .
Selanjutnya akan ditentukan bentuk umum dari polinomial Legendre
)(xPn . Dari relasi berulang (35) diketahui 2,)2)(1(
)1)((2 ≥
++++−
−=+ mamm
nmmna mm
atau 2,)1)((
)2)(1(2 −≤
++−++
−= + nmanmmn
mma mm
(36)
Misal diambil dan,0nuntuk1 ==na
,...2,1,!
)12...(5.3.1
)!(2
)!2(a
2n =−
== nn
n
n
nn
(37)
Maka dari relasi (36) dan (37) diperolah bahwa:
)!2()!1(2
)!22(
)!(2)12(2
)!2)(1(
)12(2
)1(22 −−
−−=
−−
−=−
−−=−
nn
n
nn
nnna
n
nna
nnnn
LLLLLLL
)!4()!2(!22
)!42(4 −−
−=−
nn
na
nn
62
Secara umum, untuk 02 ≥− mn , berlaku bahwa:
)!2()!(!2
)!22()1(2
mnmnm
mna
n
m
mn −−−
−=− (38)
Dengan menggunakan relasi (38) ini, kita dapat menentukan penyelesaian
deret dari persamaan diferensial Legendre (34). Penyelesaian deret yang diperoleh
ini disebut sebagai polinomial Legendre berderajat n dan dinyatakan )(xPn .
∑=
−
−−−
−=M
m
mn
n
m
n xmnmnm
mnxP
0
2
)!2()!(!2
)!22()1()(
L+−−
−−= −2
2 )!2()!1(2
)!22(
)!(2
)!2( n
n
n
nx
nn
nx
n
n
dengan 2
nM = atau
2
1−=n
M tergantung mana M yang bilangan bulat.
Berikut ini akan diberikan tabel dari polinomial Legendre )(xPn , untuk
n=0,1,...,5 dan grafik dari polinomial Legendre.
Tabel 1 Polinomial Legendre
n )1( += nnb )(xPn
0 0 1)(0 =xP
1 2 xxP =)(1
2 6
2
1
2
3)( 2
2 −= xxP
3 12 xxxP
2
3
2
5)( 3
3 −=
63
4 20
8
3
4
15
8
35)( 24
4 +−= xxxP
5 30 xxxxP
8
15
8
70
8
63)( 35
5 +−=
Grafik 1 Polinomial Legendre
64
BAB III
PENERAPAN PERSAMAAN DIFERENSIAL LEGENDRE
Dalam bab III ini, akan dipelajari penerapan Persamaan Diferensial
Legendre dalam Elektrostatik yaitu kajian Persamaan Potensial dalam Koordinat
bola.
Misalkan diketahui sebuah bola S yang berjari-jari r yang ditempatkan
dalam suatu potensial listrik tertentu )f()θ,u(R, θφ = (39)
Dengan φθ ,,r adalah koordinat bola, yang didefinisikan oleh:
φθ cossinrx = , φθ sinsinry = , θcosrz = , dengan titik asal di pusat S, dan
)f(θ adalah fungsi yang diketahui.
Untuk menentukan potensial bola, perlu mendefinisikan:
222 zyxr ++= ,
=r
zarccosθ ,
=x
yarctanφ
Persamaan potensial bola yang berjari-jari r yang ditempatkan dalam suatu
potensial listrik tertentu diberikan oleh:
0z
u
y
u
x
u2
2
2
2
2
2
=∂∂
+∂∂
+∂∂
(40)
Jika kita rubah persamaan potensial di atas ke dalam koordinat bola.
x
u
x
u
xr
u
x
u
∂∂
∂∂
+∂∂
∂∂
+∂∂
∂∂
=∂∂ φ
φθ
θr
(41)
y
u
y
u
r
uu
∂∂
∂∂
+∂∂
∂∂
+∂∂
∂∂
=∂∂ φ
φθ
θy
r
y (42)
65
z
u
z
u
zr
u
z
u
∂∂
∂∂
+∂∂
∂∂
+∂∂
∂∂
=∂∂ φ
φθ
θr
(43)
Selanjutnya diperoleh:
)sin(
)sin(1
x),cos()cos(
1
x),cos()sin(
x θφφ
φθθ
φθrr
r−=
∂∂
=∂∂
=∂∂
(44)
)sin(
)cos(1
y),sin()cos(
1
y),sin()sin(
y θφφ
φθθ
φθrr
r=
∂∂
=∂∂
=∂∂
(45)
0x
),sin(1
z),cos(
z=
∂∂
−=∂∂
=∂∂ φ
θθ
θr
r (46)
Substitusikan persamaan (44) kedalam persamaan (41) menjadi
φθφ
θφθφθ
∂∂
−∂∂
+∂∂
=∂∂ u
)sin(
)sin(1u)cos()cos(
1
r
u)cos()sin(
x
u
rr (47)
Dengan mendiferensialkan sekali lagi diperoleh
∂∂
∂∂
−
∂∂
∂∂
+
∂∂
∂∂
=∂∂
xrxr
u
)sin(
)sin(1u)cos()cos(
1
x
u
r)cos()sin(
x
u2
2
φθφ
θφθφθ (48)
Substitusikan persamaan (47) kedalam persamaan (48) menjadi
+
∂∂
−∂∂
+∂∂
∂∂
=∂∂
φθφ
θφθφθφθ
u
)sin(
)sin(1u)cos()cos(
1
r
u)cos()sin(
r)cos()sin(
x
u2
2
rr
−
∂∂
−∂∂
+∂∂
∂∂
φθφ
θφθφθ
θφθ
u
)sin(
)sin(1u)cos()cos(
1
r
u)cos()sin()cos()cos(
1
rrr
∂∂
−∂∂
+∂∂
∂∂
φθφ
θφθφθ
φθφ u
)sin(
)sin(1u)cos()cos(
1
r
u)cos()sin(
)sin(
)sin(1
rrr
+
∂∂∂
−∂∂
+
∂∂∂
+∂∂
+∂∂
∂∂
=∂∂
rrr
r
u
rr
φθφ
φθφ
θφθ
θφθφθφθ
u
)sin(
)sin(1u
)sin(
)sin(1
)cos()cos(1u
)cos()cos(1
r
u)cos()sin(
r)cos()sin(
x
u
2
2
2
2
2
2
2
66
−
∂∂∂
−∂∂
+∂∂
+∂∂
−
∂∂∂
+∂∂
φθθφ
φθθφ
θφθ
θφθ
θφθφθφθ
u
)sin(
)sin(1u
)(sin
)cos()sin(1u)cos()cos(
1
u)cos()sin(
1)cos()sin(
u)cos()cos()cos()cos(
1
2
22
2
2
rrr
rr
u
rr
∂∂
−∂∂
−∂∂
∂
+∂∂
−∂∂
∂
+∂∂
−
2
22
2
u
)sin(
)sin(1u
)sin(
)cos(1u)cos()cos(
1
u)sin()cos(
1)cos()sin(
r)sin()sin(
)sin(
)sin(1
φθφ
φθφ
φθφθ
θφθ
θφθφθ
θφ
rrr
rr
uu
r
Sehingga 2
2
x
u
∂∂
adalah:
+
∂∂∂
+∂∂
−∂∂
=∂∂
θφθθ
θφθθφθ
r
u
rr
222
22
222
2
2
)(cos)sin()cos(1u
)(cos)sin()cos(1
r
u)(cos)(sin
x
u
+
∂∂∂
−∂∂
rrr φφφ
φφφ
u)cos()sin(
1u)cos()sin(
1 2
2
+∂∂
−∂∂
∂+
∂∂
θφθθ
θφθθφθ
u
rr
u
rrr)(cos)cos()sin(
1)(cos)cos()sin(
1u)(cos)(cos
1 2
2
2222
+
∂∂∂
−∂∂
+∂∂
φθθφφθ
φθθφφ
θφθ
u
)(sin
)(cos)cos()sin(1u
)(sin
)(cos)cos()sin(1u)(cos)(cos
1 2
2
2
22
2
22
222
2 rrr
+∂∂
∂−
∂∂
+∂∂
∂−
∂∂
φθθ
φφθθθ
φθφ
φφφu
)sin(
)sin()cos()cos(1u
)sin(
)(sin)cos(1u)cos()sin(
1u)(sin
1 2
2
2
2
22
rrrrrr
∂∂
+∂∂
2
2
2
2
222
u
)(sin
)(sin1u
)(sin
)cos()sin(1
φθφ
φθφφ
rr
Selanjutnya substitusikan persamaan (45) kedalam persamaan (42) diperoleh
φθφ
θφθφθ
∂∂
+∂∂
+∂∂
=∂∂ u
r
u
r
ur
)sin(
)cos(1)sin()cos(
1
r)sin()sin(
y (49)
67
Dengan mendiferensialkan sekali lagi diperoleh
∂∂
∂∂
+
∂∂
∂∂
+
∂∂
∂∂
=∂∂
y
u
ry
u
ry
ur
φθφ
θφθφθ
)sin(
)cos(1)sin()cos(
1
r)sin()sin(
y2
2
(50)
Substitusikan persamaan (49) kedalam persamaan (50) menjadi
+
∂∂
+∂∂
+∂∂
∂∂
=∂∂
φθφ
θφθφθφθ
u
r
u
r
ur
)sin(
)cos(1)sin()cos(
1
r)sin()sin(
r)sin()sin(
y2
2
+
∂∂
+∂∂
+∂∂
∂∂
φθφ
θφθφθ
θφθ
u
r
u
r
u
r )sin(
)cos(1)sin()cos(
1
r)sin()sin()sin()cos(
1
∂∂
+∂∂
+∂∂
∂∂
φθφ
θφθφθ
θθφ u
r
u
r
u
r )sin(
)cos(1)sin()cos(
1
r)sin()sin(
)sin(
)cos(1
−
∂∂∂
+∂∂
+∂∂
=∂∂
θφθ
θφθφθφθ
r
u
r
u
r
ur 2
22
2
2
2
)sin()cos(1
)sin()cos(1
r)sin()sin()sin()sin(
y
+
∂∂
∂+
∂∂∂
+∂∂
θφθφθ
φθφ
φθφ
r)sin()sin()sin()cos(
1
)sin(
)cos(1
)sin(
)cos(1 2
2
u
rr
u
r
u
r
+∂∂
−∂∂
+∂∂
−∂∂
φθθφ
θφθ
θφθφθ
u
r
u
r
u
rr
u
)(sin
)cos()cos(1)sin()cos(
1)sin()sin(
1)sin()cos(
22
2
+
∂∂∂
+∂∂
+
∂∂∂
φφθφθ
θφ
φθθφ
r)sin()sin(
r)sin()sin(
)sin(
)cos(1
)sin(
)cos(1 22 uu
r
u
r
∂∂
+∂∂
−∂∂
∂+
∂∂
2
22
)sin(
)cos(1
)sin(
)sin(1)sin()cos(
1)sin()cos(
1
φθφ
φθφ
φθφθ
θφθ
u
r
u
r
u
r
u
r
68
Sehingga 2
2
y
u
∂∂
adalah:
−
∂∂∂
+∂∂
−∂∂
=∂∂
θφθθ
θφθθφθ
r
u
r
u
r
ur 222
22
222
2
2
)(sin)cos()sin(1
)(sin)cos()sin(1
r)(sin)(sin
y
+∂∂
∂+
∂∂∂
+∂∂
θφφθ
φφφ
φφφ
r)(sin)sin()cos(
1)cos()sin(
1)cos()sin(
1 22
2
u
rr
u
r
u
r
−∂∂
+∂∂
−∂∂
2
222
2
2
2
22 )(sin)(cos1
)(sin)cos()sin(1
)(sin)(cos1
θφθ
θφθθφθ
u
r
u
rr
u
r
+∂∂
+
∂∂∂
+∂∂
r
u
r
u
r
u
r)(cos
1
)sin(
)cos()sin()cos(1
)(sin
)(cos)cos()sin(1 22
22
2
2φ
φθθφφθ
φθθφφ
−∂∂
∂+
∂∂
+∂∂
∂φθθ
φφθθθ
φφφ
φφu
r
u
rr
u
r
2
2
2
2
2
)sin(
)sin()cos()cos(1
)sin(
)(cos)cos(1)sin()cos(
1
∂∂
+∂∂
2
2
2
2
222 )(sin
)(cos1
)(sin
)cos()sin(1
φθφ
φθφφ u
r
u
r
Selanjutnya substitusikan persamaan (46) ke dalam persamaan (43) diperoleh
θθθ
∂∂
−∂∂
=∂∂ u
rr
ur)sin(
1)cos(
z (51)
Dengan mendiferensialkan sekali lagi diperoleh
∂∂
∂∂
−
∂∂
∂∂
=∂∂
z)sin(
1
z)cos(
z2
2 r
r
r
r
r
θθθ (52)
Substitusikan persamaan (51) kedalam persamaan (52) menjadi
∂∂
−∂∂
∂∂
−
∂∂
−∂∂
∂∂
=∂∂
θθθ
θθ
θθθθ
u
r
u
r
u
r
u
r
r)sin(
1
r)cos()sin(
1)sin(
1
r)cos()cos(
z2
2
69
−
∂∂∂
−∂∂
+∂∂
=∂∂
θθ
θθθθ
r
u
r
u
r
ur 2
2
2
2
2
)sin(1
)sin(1
r)cos()cos(
z
∂∂
−∂∂
−∂∂
∂+
∂∂
−2
22
)sin(1
)cos(1
r)cos()sin()sin(
1
θθ
θθ
θθθθ
u
r
u
r
u
r
u
r
Sehingga 2
2
z
u
∂∂
adalah:
−
∂∂
+
∂∂∂
−∂∂
+∂∂
=∂∂
r
u
rr
u
r
u
r
ur)(sin
1)sin()cos(
1)sin()cos(
1
r)(cos
z
22
22
22
2
2
θθ
θθθ
θθθ
∂∂
+∂∂
+∂∂
∂2
22
22
2
)(sin1
)cos()sin(1
r)cos()sin(
1
θθ
θθθ
θθθ
u
r
u
r
u
r
Substitusikan persamaan 2
2
2
2
y
u,
x
u
∂∂
∂∂
, dan 2
2
z
u
∂∂
ke dalam persamaan (40), diperoleh
+
∂∂∂
+∂∂
−∂∂
θφθθ
θφθθφθ
r
u
rr
222
22
222 )(cos)sin()cos(
1u)(cos)sin()cos(
1
r
u)(cos)(sin
+
∂∂∂
−∂∂
rrr φφφ
φφφ
u)cos()sin(
1u)cos()sin(
1 2
2
+∂∂
−∂∂
∂+
∂∂
θφθθ
θφθθφθ
u
rr
u
rrr)(cos)cos()sin(
1)(cos)cos()sin(
1u)(cos)(cos
1 2
2
2222
+
∂∂∂
−∂∂
+∂∂
φθθφφθ
φθθφφ
θφθ
u
)(sin
)(cos)cos()sin(1u
)(sin
)(cos)cos()sin(1u)(cos)(cos
1 2
2
2
22
2
22
222
2 rrr
+∂∂
∂−
∂∂
+∂∂
∂−
∂∂
φθθ
φφθθθ
φθφ
φφφu
)sin(
)sin()cos()cos(1u
)sin(
)(sin)cos(1u)cos()sin(
1u)(sin
1 2
2
2
2
22
rrrrrr
∂∂
+∂∂
2
2
2
2
222
u
)(sin
)(sin1u
)(sin
)cos()sin(1
φθφ
φθφφ
rr+
70
−
∂∂∂
+∂∂
−∂∂
θφθθ
θφθθφθ
r
u
r
u
r
u 222
22
222 )(sin)cos()sin(
1)(sin)cos()sin(
1
r)(sin)(sin
+∂∂
∂+
∂∂∂
+∂∂
θφφθ
φφφ
φφφ
r)(sin)sin()cos(
1)cos()sin(
1)cos()sin(
1 22
2
u
rr
u
r
u
r
−∂∂
+∂∂
−∂∂
2
222
2
2
2
22 )(sin)(cos1
)(sin)cos()sin(1
)(sin)(cos1
θφθ
θφθθφθ
u
r
u
rr
u
r
+∂∂
+
∂∂∂
+∂∂
r
u
r
u
r
u
r)(cos
1
)sin(
)cos()sin()cos(1
)(sin
)(cos)cos()sin(1 22
22
2
2φ
φθθφφθ
φθθφφ
−∂∂
∂+
∂∂
+∂∂
∂φθθ
φφθθθ
φφφ
φφu
r
u
rr
u
r
2
2
2
2
2
)sin(
)sin()cos()cos(1
)sin(
)(cos)cos(1)sin()cos(
1
∂∂
+∂∂
2
2
2
2
222 )(sin
)(cos1
)(sin
)cos()sin(1
φθφ
φθφφ u
r
u
r+
−
∂∂
+
∂∂∂
−∂∂
+∂∂
r
u
rr
u
r
u
r
u)(sin
1)sin()cos(
1)sin()cos(
1
r)(cos
22
22
22 θ
θθθ
θθθθ
∂∂
+∂∂
+∂∂
∂2
22
22
2
)(sin1
)cos()sin(1
r)cos()sin(
1
θθ
θθθ
θθθ
u
r
u
r
u
r=0
Maka persamaan potensialnya menjadi:
0u
)sin(
)cos(1
r
u2
)(sin
1u1
r
u22
2
222
2
22
2
=∂∂
+∂∂
+∂∂
+∂∂
+∂∂
θθθ
φθθ rr
u
rr
Atau
0u)(
r
u2
)(sin
1u1
r
u22
2
222
2
22
2
=∂∂
+∂∂
+∂∂
+∂∂
+∂∂
θθ
θθθ r
ctg
r
u
rr (53)
0)(sin
1u)(
u
r
u2
r
u12
2
22
22
2
2
2=
∂∂
+∂∂
+∂∂
+∂∂
+∂∂
φφθθ
θu
ctgrrr
0)(sin
1u)sin(
)sin(
1
r
u
r
12
2
2
2
2=
∂∂
+
∂∂
∂∂
+
∂∂
∂∂
φθθθ
θθu
rr
(54)
71
Tujuan kita adalah ingin menentukan potensial suatu titik di sebelah dalam
dan sebelah luar luasan bola tersebut, dengan mengasumsikan bahwa ruang di
sebelah luar luasan bola bebas dari muatan-muatan lain. Karena potensial di S
tidak tergantung pada θ , maka demikian pula dengan potensial di dalam ruang
juga tidak tergantung pada θ . Sehingga 02
2
=∂∂φu
dan persamaan (54) menjadi:
0u
)sin()sin(
1
r
u
r
1 2
2=
∂∂
∂∂
+
∂∂
∂∂
θθ
θθr
r
Atau
0u
)sin()sin(
1
r
u
r
2 =
∂∂
∂∂
+
∂∂
∂∂
θθ
θθr (55)
Karena di S tak hingga potensialnya akan sama dengan nol, maka haruslah
0),(lim =∞→
θrur
(56)
Kita akan tentukan penyelesaian persamaan (55) dengan syarat (39) dan (56).
Andaikan )()(),( θθ HrGru = adalah penyelesaian dari persamaan (55) maka
dengan mensubstitusikan )()(),( θθ HrGru = ke dalam persamaan (55) dan
membagi persamaan yang dihasilkan dengan GH, diperoleh:
0d
dH)sin(
d
d
)sin(
G
dr
dGr
dr
dH
2 =
+
θ
θθθ
0d
dH)sin(
d
d
)sin(
G
dr
dGr
dr
dH
GH
1 2 =
+
θ
θθθ
−=
θ
θθθ d
dH)(sin
d
d
)(sinH
1
dr
dGr
dr
d
G
1 2
72
Andaikan kedua ruas dari persamaan terakhir ini merupakan suatu konstanta
misalnya k, maka diperoleh:
k=
−θ
θθθ d
dH)(sin
d
d
)(sinH
1
Atau
0d
dH)(sin
d
d
)(sin
1=+
kH
θθ
θθ (57)
Dan
kdr
dGr
dr
d
G
1 2 =
kGdr
dGr
dr
d 2 =
0kGdr
dGr
dr
d 2 =−
0kGdr
dG2
dr
Gdr
2
22 =−+ r
Persamaan terakhir ini dapat dinyatakan sebagai 022 =−′+′′ kGGrGr
yang merupakan persamaan Cauchy-Euler. Sehingga penyelesaiannya dapat
didefinisikan dalam bentuk αrG = . Agar penyelesaiannya mempunyai bentuk
yang sederhana, kita ganti k dengan )1( +nn , n sebarang bilangan.
Sehingga persamaannya menjadi
0)1(22 =+−′+′′ GnnGrGr (58)
Dengan mensubstitusi αrG = ke dalam persamaan (58) diperoleh:
01)rn(n2rαr1)rα(αrα1α2α2 =+−+− −−
73
[ ] 0r1)n(n2α1)α(α α =+−+−
01)n(n2α1)α(α =+−+−
01)n(n2α2 =+−+−αα
01)n(nα2 =+−+α
01)n(n1)α(α =+−−
01))(nn)((α =++− α
Diperoleh bahwa 1nαdannα −−== .
Jadi penyelesaiannya adalah: n
n rrG =)( dan 1
* 1)( +=
nnr
rG
Selanjutnya akan ditentukan penyelesaian dari persamaan (57), dengan
mensubstitusi )1( += nnk , maka persamaan (57) menjadi:
01)Hn(nd
dH)sin(
d
d
)sin(
1=++
θ
θθθ
(59)
Andaikan )cos(θ=w maka 221)(sin w−=θ dan
dw
d)sin(
d
dw
dw
d
d
dθ
θθ−== .
Sehingga persamaan (45) menjadi
01)Hn(ndw
dH)w(1
dw
d 2 =++
− (60)
Atau
01)Hn(ndw
dH2
dw
Hd)w(1
2
22 =++−− w
Persamaan ini merupakan persamaan Legendre, sehingga untuk bilangan
bulat L,2,1,0=n polinomial Legendre ))((cosP(w)PH nn θ== adalah
74
penyelesaian dari persamaan diferensial Legendre (60), sehingga diperoleh dua
barisan penyelesaian dari GHu = , yaitu
))(cos(),( θθ n
n
nn PrAru = dan ))(cos(Pr
B),r(u n1n
n*
n θφ +=
dengan n=0,1,2,..., dan konstanta.sebarangBdanA nn
Karena penyelesaian yang kita peroleh ini harus memenuhi syarat (56),
maka untuk daerah di dalam luasan bola tidak mungkin terdapat pangkat-pangkat
negatif untuk r.
Sehingga diperoleh persamaan potensial di dalam luasan bola adalah
))(cos(PrA),r(u n
0n
n
n θθ ∑∞
=
= (61)
Tetapi persamaan ini juga harus memenuhi syarat (39), maka harus berlaku
bahwa:
)())(cos(PRA),R(u n
0n
n
n θθθ f== ∑∞
=
(62)
Dengan menggunakan sifat keortogonalan polinomial Legendre, maka
diperoleh K0,1,2,n,d)sin())(cos(P)(f2R
12nA n
π
0
nn =+
= ∫ θθθθ
Jadi persamaan potensial di dalam luasan bola adalah:
))(cos(PRA),R(u n
0n
n
n θθ ∑∞
=
=
dengan koefisien - koefisien θθθθ d)sin())(cos(P)(f2R
12nA n
π
0
nn ∫+
= (63)
Untuk daerah di luar luasan bola tidak mungkin terdapat pangkat-pangkat
positif untuk r. Sehingga diperoleh dahwa persamaan potensial di luar luasan
75
bola adalah ))(cos(Pr
B),r(u n1n
n*
n θθ += . Tetapi karena persamaan ini juga harus
memenuhi syarat (39), maka dengan menggunakan sifat keortogonalan polinomial
Legendre diperoleh bahwa .d)sin())(cos(P)(fR2
12nB n
π
0
1n
n θθθθ∫++=
Jadi diperoleh bahwa persamaan potensial suatu titik di luar luasan bola adalah:
))(cos(Pr
B),r(u n1n
nn θθ
+=
dengan koefisien - koefisien .d)sin())(cos(P)(fR2
12nB n
π
0
1n
n θθθθ∫++=
3.1.1 Kapasitor bola
Tentukan potensial di dalam dan di luar sebuah kapasitor berbentuk bola
yang terdiri atas dua bagian bola metalik yang berjari-jari 1 ft yang dipisahkan
oleh suatu celah kecil untuk insulasi, jika separuh bola bagian atas dipertahankan
pada 110 volt sedangkan bagian bawahnya dihubungkan ke tanah.
Gambar 1
76
Penyelesaian:
Syarat batasnya adalah
≤<
<≤=
π2
πuntuk0
2
π0untuk110
)(f
θ
θθ
Karena diketahui 1=R , maka dari (63) diperoleh
∫+
=2
π
0
nn d)sin())((cosP110.2
12nA θθθ
Jika kita ambil )cos(θ=w untuk (w)dwPd)sin())(cos(P nn −=θθθ dan dari
pembahasan persamaan Legendre sebelumnya diketahui bahwa:
∑=
−
−−−
−=M
0m
2mn
n
m
n w2m)!(nm)!(nm!2
2m)!(2n1)((w)P , dengan
2
nM = untuk n genap
dan 2
)1( −=n
M untuk n ganjil.
Sehingga diperoleh bahwa
∫+=1
0
nn dw(w)P1)55(2nA
∫∑ −
= −−−
−+=1
0
2mnM
0mn
m dww2m)!(nm)!(nm!2
2m)!(2n1)(1)55(2n
12
1
2m)!(nm)!(nm!
2m)!(2n1)(
2
12n55
M
0m
m
n +−⋅
−−−
−+
= ∑= mn
∑= +−−
−−
+=
M
0m
m
n )!12(m)!(nm!
2m)!(2n1)(
2
12n55
mn
Dengan mengambil 0=n maka diperoleh 550 =A .
Untuk L,2,1=n diperoleh:
77
2
165
!2!1!0
!2
2
1651 ==A
0!1!1!1
!2
!3!2!0
!4
4
1752 =
−=A
8
385
!2!2!1
!4
!4!3!0
!6
8
3853 −=
−=A
...........................................
Jadi persamaan potensial di dalam bola adalah:
L+−+= ))(cos(8
385))(cos(
2
16555),( 3
3
1 θθθ PrrPru
L+
−−+= )cos(2
3))(cos(
2
5
8
385)cos(
2
16555),( 33 θθθθ rrru
dengan K,,, 321 PPP diberikan pada tabel polinomial Legendre (Tabel 1).
Karena 1=R maka nn AB = , sehingga potensial di luar bola adalah:
L+−+= ))(cos(8
385))(cos(
2
16555),( 3312
θθθ Pr
Prr
ru
L+
−−+= )cos(2
3))(cos(
2
5
8
385)cos(
2
16555),( 3
32θθθθ
rrrru
78
3.1.2 Kapasitor bola berongga
Tentukan potensial di dalam dan di luar sebuah kapasitor bola berongga
yang jari – jarinya satu apabila separo dari permukaannya diberi potensial v
sedang separo permukaan lainnya diberi potensial nol.
Gambar 2
Penyelesaian:
Syarat batasnya adalah
<<
<<=
π2
πuntuk0
2
π0untukv
),(v0
θ
θθr
Karena diketahui 1=R , maka dari (63) diperoleh
∫+
=2
π
0
n0n d)sin())((cosP2
12nA θθθv
Jika kita ambil )cos(θ=w untuk (w)dwPd)sin())(cos(P nn −=θθθ dan dari
pembahasan persamaan Legendre sebelumnya diketahui bahwa:
∑=
−
−−−
−=M
0m
2mn
n
m
n w2m)!(nm)!(nm!2
2m)!(2n1)((w)P , dengan
2
nM = untuk n genap
dan 2
)1( −=n
M untuk n ganjil.
Sehingga diperoleh bahwa
79
∫+
=1
0
n0n dw(w)P2
12nvA
∫∑ −
= −−−
−+
=1
0
2mnM
0mn
m
0 dww2m)!(nm)!(nm!2
2m)!(2n1)(
2
12nv
12
1
2m)!(nm)!(nm!
2m)!(2n1)(
2.2
12n55
M
0m
m
n +−⋅
−−−
−+
= ∑= mn
∑=
+ +−−−
−+
=M
0m
m
1n )!12(m)!(nm!
2m)!(2n1)(
2
12n55
mn
Dengan mengambil 0=n maka diperoleh 002
1vA = .
Untuk L,2,1=n diperoleh:
001 v4
3
!2!1!0
!2v
4
3==A
0!1!1!1
!2
!3!2!0
!4
8
502 =
−= vA
00316
7
!2!2!1
!4
!4!3!0
!6
16
7vvA −=
−=
...........................................
Jadi persamaan potensial di dalam bola adalah:
L+−+= ))(cos(16
7))(cos(
4
3
2
1),( 3
3
0100 θθθ PrvrPvvrv
+−+= L))(cos(8
7))(cos(
2
31
2),( 3
3
10 θθθ PrrPv
rv
+
−−+= L)cos(2
3))(cos(
2
5
8
7)cos(
2
31
2),( 330 θθθθ rr
vrv
dengan K,,, 321 PPP diberikan pada tabel polinomial Legendre (Tabel 1).
80
Karena 1=R maka nn AB = , sehingga potensial di luar bola adalah:
+−+= L))(cos(8
7))(cos(
2
31
2),( 331
0 θθθ Pr
Prr
vrv
+
−−+= L)cos(2
3))(cos(
2
5
8
7)cos(
2
31
2),(
3
3
0 θθθθrrr
vrv
81
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan.
Suatu Persamaan Diferensial Linear Homogen orde dua mempunyai
bentuk umum
0)()()( 012 =+′+′′ yxayxayxa (1)
dimana 0)(2 ≠xa
Dari beberapa Persamaan Diferensial Linear Homogen orde dua dengan
koefisien variabel yang dikenal dengan Persamaan Diferensial Legendre.
Persamaan Diferensial Legendre merupakan bentuk khusus dari persamaan
diferensial linear homogen orde kedua dengan variabel, dimana bentuk umum
Persamaan Diferensial Legendre adalah
0)1(2)1(2 =++′+′′− ynnyxyx (2)
dengan n adalah konstan.
Pada umumnya tidak ada jalan untuk menyelesaikan persamaan diferensial
linear homogen orde kedua dengan koefisien variabel secara ekplisit, kecuali
persamaan yang mempunyai bentuk sangat khusus. Ada suatu metode untuk
menyelesaikan persamaan diferensial linear homogen orde kedua dengan
koefisien variabel yaitu dengan menggunakan deret pangkat. Metode penyelesaian
ini disebut metode deret pangkat dan dengan menggunakan metode deret pangkat
ini akan dihasilkan suatu penyelesaian dalam bentuk deret pangkat. Selain itu
82
untuk menentukan akar-akar persamaan indisial persamaan diferensial linear
homogen orde kedua dengan koefisien variabel yaitu dengan metode Frobenius.
Persamaan diferensial Legendre ini mempunyai titik singular untuk
10 ±=x . Oleh karena itu titik 00 =x merupakan titik biasa dari persamaan
diferensial Legendre.
Jika diketahui 0x = 0 titik biasa dan dengan mensubstitusi
∑∞
=
=0m
m
mxay(x) dan turunan - turunannya ke dalam persamaan (2), diperoleh:
0xa1)n(nxma2xxa1)m(m)x(10m
m
m
1m
1m
m
2m
m
2m
2 =++−−− ∑∑∑∞
=
∞
=
−−∞
=
(3)
Jika persamaan (3) dijabarkan, maka akan di dapat relasi berulangnya adalah:
( )2m0,a
2)1)(m(m
1)mm)(n(na m2m ≥=
++++−
−=+ (4)
Jika diambil 10 adana sebagai konstanta sebarang, maka diperoleh:
02!2
)1(a
nna
+−=
13!3
)2)(1(a
nna
+−−=
024!4
)3)(1)(2(
3.4
)3)(2(a
nnna
nna
++−=
+−−=
LLLLLLLLLLL
135!5
)3)(2)(1)(3(
4.5
)4)(3(a
nnnna
nna
++−−=
+−−=
Sehingga diperoleh penyelesaian deretnya adalah:
L++−
−+
−+== ∑∞
=
3
0
2
010
0 !3
)2)(1(
!2
)1()( xa
nnxa
nnxaaxaxy
m
m
m
83
+++−−
−+−
−+
+++−
−+
−=
L
L
53
1
42
0
!5
)4)(2)(1)(3(
!3
)2)(1(
!4
)2)(1()2(
!2
)1(1)(
xnnnn
xnn
xa
xnnnn
xnn
axy
Atau dengan),()()( 2110 xyaxyaxy +=
L+++−
−+
−= 42
1!4
)3)(1()2(
!2
)1(1)( x
nnnnx
nnxy
m
m
m xm
mnnmnnn 2
0 )!2(
)12()3)(22()2()1(1
−+++−−−+= ∑
∞
=
LL
L+++−−
−+−
−= 53
2!5
)4)(2)(1)(3(
!3
)2)(1()( x
nnnnx
nnxxy
12
0 )!12(
)2()4)(2)(12()3)(1()1( +
∞
= +++++−−−
−+= ∑ m
m
m xm
mnnnmnnnx
LL
Dari penyelesaian deret yang kita peroleh di atas, jika n diberi suatu nilai
tertentu, maka diperoleh suatu penyelesaian yang berbentuk polinomial untuk
persamaan diferensial Legendre (2). Polinomial-polinomial yang diperoleh
dengan mengambil nilai n tertentu ini disebut sebagai polinomial Legendre dan
dinyatakan sebagai )(xPn
∑=
−
−−−
−=M
m
mn
n
m
n xmnmnm
mnxP
0
2
)!2()!(!2
)!22()1()(
Penerapan dari Persamaan Diferensial Legendre dalam penyelesaian
Persamaan Diferensial Linear homogen orde kedua dengan koefisien variabel
dapat ditemukan dalam elektrostatik yaitu pada kajian Potensial dalam Koordinat
bola.
84
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, R. (1990). Metode Matematika dalam Fisika. Bandung: Angkasa
Deo, S.G. and V. Raghavendra. (1980). Ordinary Differential Equation and
Stability Theory. New Delhi: Tata Me Graw-Hill
Finizio, N. And G. Lades. (1988). Persamaan Diferensial Biasa dengan
Penerapan Modern (diterjemahkan Dra. Widiarti Santoso) Edisi ke-2.
Jakarta: Erlangga
Finny, R.L. and Donald, R.O. (1981). Elementary Differential Equations with
Linear Algebra. Sydney: Addison-Wesley
Griffiths, D.J. (1986). Introduction To Electrodynamics. Second Edition. New
Jersey: Prentice Hall
Jackson, John David. (1975). Classical Electrodynamics. Second Edition. New
York: Canada
Kreyszing, E. (1993). Matematika Teknik Lanjutan (diterjemahkan Bambang
Sumanti). Edisi ke-6. Buku ke-1. Jakarta: Gramedia
Rice, B.J. and Jerry, D.S. (1986). Ordinary Differential Equations with
Applications. Monterey; California: Broks/ Cole
Van Der Pol, B. And H. Bremmer. (1959). Operasional Calculus. New York:
Cambridge