perpindahan harta terhadap anak angkat dalam...
TRANSCRIPT
i
PERPINDAHAN HARTA TERHADAP ANAK ANGKAT
DALAM PANDANGAN ISLAM
(Studi Kasus di Kalibuket Kelurahan Tingkir Tengah)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum
Oleh:
Habib Mansur
NIM : 21112033
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Habib Mansur
NIM : 21112033
Judul :
dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 25 september 2017
Pembimbing,
Drs. Machfudz, M.Ag
NIP.19610210 198703 1 006
PERPINDAHAN HARTA TERHADAP ANAK
ANGKAT DALAM PANDANGAN ISLAM (Studi
Kasus di Kalibuket kelurahan Tingkir Tengah )
iii
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PERPINDAHAN HARTA TERHADAP ANAK ANGKAT
DALAM PANDANGAN ISLAM
(Studi Kasus di Kalibuket Kelurahan Tingkir Tengah)
Oleh:
Habib Mansur
NIM : 21112033
Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari jum’at, tanggal 29, dan
telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana
dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, M.A ..........................................
Sekretaris Sidang : Drs. Machfudz, M.Ag ..........................................
Penguji I : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag ..........................................
Penguji II : Luhtfiana Zahriani, S.H., M.H ..........................................
Salatiga, 29 September 2017
Dekan Fakultas Syari’ah
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag.
NIP.19670115 199803 2 002
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH Jl. Nakula Sadewa V No.9 Telp.(0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722
Website : http://syariah.iainsalatiga.ac.id/ E-mail : [email protected]
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Habib Mansur
NIM : 21112033
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syari’ah
Judul Skripsi :
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 25 september 2017
Yang menyatakan
Habib Mansur
NIM: 21112033
PERPINDAHAN HARTA TERHADAP ANAK
ANGKAT DALAM PANDANGAN ISLAM (Studi Kasus
Di Kalibuket Kelurahahan Tingkir Tengah)
v
MOTTO
SLOW BUT SURE
(PERLAHAN TAPI PASTI)
vi
PERSEMBAHAN
Bapak Parsito dan Ibu Suyati tercinta yang rela dan ikhlas berkoban moril maupun
materil ,dan selalu memberikan doa nasehat kasih sayangnya
Ibu Hj. Khoiryah yang telah membesarkan dengan keikhlasannya dengan moril
maupun materil beserta doa dan memberikan bimbingan dengan kasih sayangnya.
vii
KATA PENGANTAR
لرحيمٱنم لرح ٱللٱمبس
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya serta hidayah taufiqnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan kewajiban mennyusun skripsi ini. Dan ini tidak lupa sholawat serta
salam senantiaasa tercurah pada nabi Muhammad SAW yang telah membawa
jalan yang benar penuntun umat yang di rindhoi oleh Allah SWT dan semoga kita
masih dalam lindunganya dengan jalannya yang benar.
Skripsi ini didalam penyususnanya memnuhi kewajiaban tugas akhir dan
lengkap guna memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana hukum strata
satu(S1) pada jurusan syariah INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
Salatiga. Adapun judul sekripsi ini adalah PERPINDAHAAN HARTA
TERHADAP ANAK ANGKAT DALAM PANDANGAN ISLAM (Studi
Kasus di Kalibuket Kelurahan Tingkir Tengah).
Penulis ini menyadari dalam sepenuhnya, bahwa bila masih banyak
kekurang atau keselahan dalam penyusunan ini. maka dari itu kritik dan saran
membangun mendidik kami nanti. Perkenankalah pada waktu kesempatan ini
kami sangat banyak mengucapkan terimakasih yang sebenar-benarnya dengan
ketulusan hati dan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan
hati atas segala bantuan yang telah diberikan dalam penyusanan skripsi ini
kepaada :
viii
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Dr. Siti Zumrotun, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah
3. Sukron Ma’mun, M. Si selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam.
4. Drs. Mahfudz, M. Ag selaku Dosen Pembimbing
5. Seluruh dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmunya
6. Kakak-kakakku dan adik-adikku Ampel saudarku Karanggede atas
dukungannya dan motivasinya.
7. Mbak Ifo dan Mas Wiji Terima Kasih dalam Bimbingannya dan
dukungannya.
8. Terimakasih kepada teman yang mendukung dalam penulisan ini skripsi
terutama mas Adul Majid wawan Rosadi, Daniel Javar dan Khoirul
Amri,mirza gulam. yang selalu mendukung lain-lainya.
9. Terimakasih teman–teman seperjuangan skripsi edisi oktober 2017.
10. Terima kasih untuk teman-teman AS angkatan 2012 dengan dukungan
motivasi.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
maka kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperbaiki segala
kekurangannya. Semoga penelitian ini bermanfaat baik bagi peneliti sendiri
maupun bagi masyarakat banyak.
Salatig 28 september 2017
Penulis
Habib Mansur
NIM: 211-12-033
ix
ABSTRAK
Mansur, Habib. 2017. Perpindahaan Harta Terhadap Anak Angkat dalam
Pandangan Islam (Studi Kasus di Kalibuket Kelurahahan Tingkir
Tengah). Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Hukum Keluarga Islam.
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing:
Drs.Mahfudz., M.Ag.
Kata Kunci : Anak Angkat, perpindahan harta,pandangan Islam
Penelitian ini mencoba mencari kebenaran mengenai fenomena
Perpindahan Harta Terhadap Anak Angkat di Kalibuket, Kelurahan Tingkir
Tengah. Peneliti mengemukakan dua rumusan permasalahan utama sebagai batas
dari penelitian ini yaitu (1) Bagaimanakah Proses Perpindahan Harta Terhadap
Anak Angkat di Kalibuket, Kelurahan Tingkir Tengah ? (2) Bagaimana Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Anak Angkat dalam Perpindahan Harta di Kalibuket,
Kelurahan Tingkir Tengah?.
Jenis dari penelitian ini yaitu penelitian lapangan (field research) dengan
menggunakan pendekatan Yuridis Sosiologis. Objek dari penelitian ini terletak di
Kalibening, sedangkan para pihak yang terkait dengan objek sengketa bertempat
tinggal di Kalibuket Kelurahan Tingkir. Teknik dan pengumpulan data pada
penelitian ini dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Proses perpindahan harta terhadap anak angkat di Kalibuket Kelurahan
Tingkir Tengah merupakan pemberian (hibah), hal tersebut dikarenakan dalam
pemberian harta ayah angkat (ZD) kepada anak angkat saat itu masih hidup.
Anak angkat dalam Hukum Islam tidak mendapatkan bagian warisan. Dia masih
menjadi bagian Ahli Waris orang tua kandungnya. Anak angkat terhadap orang
tua angkat mendapatkan harta dari jalan hibah atau wasiat. Apabila orang tua
angkat tidak memberikan wasiat maka ia bisa mendapatkan harta dengan jalan
wasiat wajibah sesuai dengan pasal 209 Kompilasi Hukum Islam.
x
DAFTAR ISI
SAMPUL
LEMBAR BERLOGO
JUDUL ................................................................................................................ i
NOTA PEMBIMBING ...................................................................................... ii
PENGESAHAN ................................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
ABSTRAK ......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 7
E. Penegasan Istilah .............................................................................. 7
F. Tinjaun Pustaka ............................................................................... 8
G. Metode Penelitian ............................................................................ 11
H. Sistematika Penulisan ..................................................................... 14
xi
BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI KEWARISAN,WASIAT,DAN
HIBAH
A. Waris
1. Definisi Waris ............................................................................. 15
2. Unsur Waris ................................................................................. 18
3. Sebab-sebab mendapatkan waris ................................................. 18
4. Azaz-azaz hukum kewarisan Islam ............................................. 19
5. Syarat warisan ............................................................................. 20
6. Penghalang warisan ..................................................................... 20
B. Wasiat
1. Pengertian dan Unsur Wasiat ...................................................... 23
2. Macam-macam Wasiat ................................................................ 24
C. Hibah
1. Pengertian Hibah ......................................................................... 30
2. Dasar Hukum Hibah .................................................................... 32
3. Rukun-rukun Hibah ..................................................................... 32
BAB III : PAPARAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Kalibuket
1. Letak Geografis Desa Kalibuket ................................................. 35
2. Jumlah Penduduk Desa Kalibuket .............................................. 36
3. Keadaan Penduduk berdasarkan mata pencaharian .................... 36
4. Keadaan Penduduk berdasarkan berdasarkan keagamaan ......... 38
5. Keadaan Penduduk berdasarkan pendidikan ............................... 38
xii
6. Keadaan kelembagaan ................................................................. 39
B. Data Hasil Penelitian
1. Harta Sengketa ............................................................................ 41
2. Profil Anak Angkat ..................................................................... 41
3. Silsilah ......................................................................................... 42
4. Kronolologi Kasus ....................................................................... 44
BAB IV: ANALISA PROSES PERPINDAHAN HARTA ORANG TUA
ANGKAT PADA ANAK ANGKATNYA DI KALI BUKET
BERDASAR HUKUM ISLAM
A. Analisa Perpindahan Harta
1. Harta ............................................................................................ 47
2. Penerimaan Harta ........................................................................ 50
B. Tinjauan Hukum Islam
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 56
B. Saran ................................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 58
LAMPIRAN ....................................................................................................... 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak adalah bagian dari segala tumpuhan dan harapan kedua orang tua,
utamanya adalah ayah dan ibu. Namun demikian, tujuan tersebut terkadang tidak
dapat tercapai sesuai dengan harapan. Beberapa pasangan hidup, tidaklah sedikit
dari mereka mengal ami kesulitan dalam memperoleh keturunan. Sehingga
kemudian di antara merekapun ada yang mengangkat anak.
Di Indonesia, ada tiga sistem hukum perdata yang berlaku dalam
mengatur permasalahan tentang pengangkatan anak. Ketiga sistem hukum itu
adalah Hukum Perdata Islam, Hukum Perdata Adat dan Hukum Perdata Barat
(Muderis Zaini, 2006: 31). Untuk sementara pembahasan mengenai hukum Adat
tidak kami sebutkan disini, melainkan lebih dikonsentrasikan mengacu pada
Kompilasi Hukum Islam . Jika yang pertama hukum Islam ditempatkan sebagai
blue-print atau cetak biru Tuhan yang selain sebagai kontrol juga sekaligus sebagai
social engineering terhadap keberadaan suatu Hukum Islam sebagai satu pranata
sosial memiliki dua fungsi; pertama, sebagai kontrol sosial dan kedua sebagai nilai
komunitas masyarakat. Sementara yang kedua, hukum lebih merupakan produk
sejarah yang dalam batas-batas tertentu diletakkan sebagai justifikasi terhadap
tuntutan perubahan sosial, budaya, dan politik. Oleh karena itu, dalam konteks ini,
hukum Islam dituntut akomodatif terhadap persoalan umat tanpa kehilangan
prinsip-prinsip dasarnya. Sebab kalau tidak, besar kemungkinan hukum Islam akan
2
mengalami kemandulan fungsi bagi kepentingan umat. Karena itu apabila para
pemikir hukum tidak memiliki kesanggupan atau keberanian untuk mereformulasi
dan mengantisipasi setiap persoalan yang muncul dalam masyarakat dan mencari
penyelesaian hukumnya, maka akan kehilangan aktualitasnya. Akan tetapi,
berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini bahwa pengangkatan anak
telah dilakukan dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda sejalan dengan sistem
hukum dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang di dalam masyarakat
yang bersangkutan.
Kenyataan tersebut dapat dilihat antara lain dalam Kompilasi Hukum
Islam, Disebutkan bahwa anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan
untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung
jawab dari orang tua asal kepada `orang tua angkatnya berdasarkan putusan
Pengadilan. Pengangkatan anak yang dimaksud bertujuan untuk menolong atau
sekedar meringankan beban hidup bagi orang tua kandung. Sedang pengangkatan
anak juga sering dilakukan dengan tujuan untuk meneruskan keturunan bilamana
dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Ada pula yang bertujuan
sebagai pancingan, seperti di Jawa khususnya. Menurut istilah kepercayaan
tersebut, dengan mengangkat anak, keluarga tersebut akan dikaruniai anak kandung
sendiri. Disamping itu ada yang disebabkan oleh rasa belas kasihan terhadap anak
yang menjadi yatim piatu, kekurangan yang tak kunjung henti-henti sehingga
menjadi terlantar atau disebabkan oleh keadaan orang tuanya yang tidak mampu
untuk memberi nafkah. Keadaan demikian, kemudian berlanjut pada permasalahan
mengenai pemeliharaan harta kekayaan (harta warisan) baik dari orang tua angkat
3
maupun orang tua asli (kandung). Sedang cara untuk meneruskan pemeliharaan
harta kekayaan inipun dapat dilakukan melalui berbagai jalur sesuai dengan tujuan
semula.
Hal-hal tersebut di atas, membuat penyusun ingin melihat lebih jauh
makna filosofis yang terkandung dari adanya pengangkatan anak yang kian marak
dilakukan dengan berbagai keinginan. Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan
hak kepada anak angkat untuk mendapatkan harta dari orang tua angkat.
Menurut Rachmadi Usman (2009:01), dalam istilah bahasa arab hukum
kewarisan disebut Fara’id, yang kemudian dalam kepustakaan ilmu hukum belum
terdapat keseragaman istilah yang digunakan dan sementara terdapat beberapa
istilah seperti hukum warisan, hukum waris, hukum kewarisan, hukum mawaris,
hukum fara’id, dan lain-lain. Namun demikian dari segi kebahasaan, istilah yang
sesuai untuk penyebutan “Hukum fara’id” tersebut adalah “Hukum kewarisan”,
yang juga dipergunakan dalam undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang
peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 3 tahun
2006 dan kompilasi hukum Islam.
Menurut istilah bahasa fara’id juga bisa mempunyai arti taqdir (qadar
atau ketentuan) dan pada syari’ah ialah bagian yang diqadarkan atau yang
ditentukan bagi waris. Adapun asal kalimat fara’id adalah jama’ dari faridlah yang
mempunyai arti satu bagian tertentu, jadi fara’id berarti beberapa bagian tertentu.
Dengan demikian fara’id dapat diartikan dengan bagian tertentu (yang besar
kecilnya sudah ditentukan) yang menjadi hak ahli waris.
4
Adapun Hadits Rasul yang berhubungan dengan hukum kewarisan di
antaranya adalah sebagai berikut:
Hadits Nabi dari Ibnu Abbas, riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi
Muhammad SAW bersabda yang artinya :
“Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada orang-orang yang berhak.
Sesudah itu sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama”.
Menurut Idris Djakfar dalam bukunya Rachmadi Usman (2009 : 26),
Adapun sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
Tersebut, dikeluarkan keputusan menteri agama Nomor 154 Tahun 1991, yang
berisikan antara lain agar seluruh lingkungan Instansi Departemen Agama dan
Instansi Pemerintah lainnya yang terkait, dalam menyelesaikan masalah-masalah di
bidang hukum perkawinan, kewarisan, dan perwaqafan, sedapat mungkin
menerapkan Kompilasi Hukum Islam tersebut di samping peraturan perundang-
undangan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kompilasi Hukum
Islam bukanlah sekedar “Pedoman” bagi hakim di lingkungan Peradilan Agama
dalam menyelesaikan perkara-perkara dan permohonan- permohonan yang
diajukan kepadanya, melainkan sumber hukum materil yang harus dipergunakan
olehnya dalam mengadili, memutus dan menyelasaikan permasalahan-
permasalahan yang terdapat dalam perkawinan, kewarisan dan perwaqafan bagi
mereka yang beragama Islam, di samping peraturan perundang-undangan lainnya
yang berhubungan dengan perkawinan, kewarisan dan perwaqafan.
Menurut Kompilasi Hukum Islam dalam hukum kewarisan (2009 : 261),
Indonesia merupakan salah satu negara merdeka dan berdaulat sekaligus sebagai
5
Negara Hukum, yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam,bahkan
terdapat lembaga Peradilan Agama yang berasas personalitas keislaman yang
keberadaannya sama dengan persoalan lainnya yang berpuncak pada mahkamah
agung sebagai lembaga yudikatif tertinggi di indonesia. Salah satu hukum materiil
peradilan agama di indonesia yang di jadikan rujukan oleh para hakim adalah
kompilasi hukum Islam, walaupun berlakunya hanya melalui intruksi Presiden
Republik Indonesia nomor 1 tahun 1991, sedangkan salah satu materi Kompilasi
Hukum Islam adalah pemberian wasiat wajibah kepada anak angkat pasal 209
KHI, hal ini merupakan terobosan baru dalam hukum Islam yang tidak di temukan
dalam kitab- kitab klasik bahkan undang- undang Mesir dan Siria pun tidak
menyatakan wasiat wajibah kepada anak angkat. Pasal 209 KHI tidak mungkin
tanpa dasar hukum baik melalui istimbat atau istidlal hal ini karena keduanya
merupakan metode ijtihad yang tidak boleh ditinggalkan dalam penemuan hukum
Islam, terutama hal- hal yang tidak di atur secara jelas dalam nash syara’.
Dengan demikian penulis akan menelaah pasal 209 KHI melalui
pendekatan pemahaman petunjuk Al- Baqarah ayat 180 sehingga gerak pasal
tersebut tetap berpijak pada nash syara’ walaupun tidak menafikan metode nas lain.
Hak waris anak angkat terhadap harta warisan yang tertera pada pasal 209 dalam
kompilasi Hukum Islam adalah :
“Anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-
banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Tetapi pada kenyataannya ada anak angkat di Desa Kalibuket
Kecamatan Tingkir yang menerima harta warisan sepenuhnya dari orang tua
6
angkatnya. Berangkat dari masalah di atas, maka penulis ingin meneliti
tentang bagaimana proses perpindahan harta terhadap anak angkat di desa
Kalibuket, serta bagaimana tinjauan hukum islam terhadap anak angkat dalam
mendapatkan harta yang di desa Kalibuket. Hasil penelitian di harapkan dapat
memberikan informasi, kontribusi dan wawasan tentang alasan positif dan
negatifnya memberikan harta sepenuhnya kepada anak angkat.
B. RUMUSAN MASALAH
Berawal dari permalasahan di atas,dapat dirumuskan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses perpindahan harta terhadap anak angkat di Kalibuket
Kelurahan tingkir tengah?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap anak angkat dalam
perpindahan harta di Kalibuket Kelurahan Tingkir Tengah ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Dalam peneletian ini, peneliti mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana proses perpindahan Harta terhadap anak
angkat di Kalibuket kecamatan Tingkir Tengah?
2. Untuk mengetahu bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap anak angkat
dalam perpindahan harta di Kalibuket Kelurahan Tingkir Tengah ?
7
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dapat berguna bagi penelitia dalam menambahkan wawasan
di bidang hukum islam yaitu Perpindahan harta terhadapap anak angkat
di daerah masyarakat Tingkir Salatiga.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dan masukan
pemikiran terhadap masyarakat tentang hukum Islam khususnya tentang
kewarisan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan ilmiah
bagi penelitian-penelitian selanjutnya tentang perpindadahan harta
terhadapa anak angkat. Diharapkan hasil penelitian ini juga bermanfaat
untuk memperkaya wacana keilmuan khususnya dalam bidang hukum
Islam dan juga menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri
(IAIN).
E. PENEGASAN ISTILAH
Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, penulis
akan mengemukakan definisi istilah-istilah yang terkandung dalam judul
skripsi ini,sehingga tidak menimbulkan kerancuan. Skripsi ini berjudul
PERPINDAHAN HARTA TERHADAP ANAK ANGKAT DALAM
PANDANGAN ISLAM (Studi Kasus di Kalibuket Kelurahan Tingkir Tengah)
1. Anak Angkat
Anak yang tadinya tidak mempunyai hunungan darah dengan ayah
atau ibu angkatnya setelah di adaopsi di anggap sebagai anak sendiri .
2. Perpindahan harta
8
Suatu harta yang di pindahkan dari pemilik ke pemilik lain
3. Harta
Sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meniggal dunia yang
dibenarkan oleh syariat untuk dipusakai oleh ahli waris.Apa-apa yang
ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia harus diartikan sedemikian
luas
4. Hukum Islam
Suatu sudut pandang beragama yang mana kebenaranya berdasarkan pada
Al-qur’an dan hadits yang soheh.
F. TINJAUAN PUSTAKA
Pembahasan mengenai kewarisan anak sudah banyak dilakukan.
Pembahasan yang biasa dilakukan biasanya merujuk kepada pengangkatan
anak serta kewarisan anak kandung atau tunggal.
Dalam penelitian ilmiah yang berupa skripsi peneliti menemukan
beberapa karya yang terkait dengan kewarisan atau pengangkatan hak anak.
Karya-karya tersebut adalah skripsi Fatkilatul Khasanah yang berjudul
“fenomena pengangkatan anak ( Studi Kasus di Dusun Dawung Desa
Candirejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang). Skripsi ini memiliki
hasil penelitian sebagai berikut: factor pengangkatan anak disebabkan karena
factor ekonomi keluarga pelaku pengangkatan anak yang pengangkatan para
pelaku kesulitan untuk mengurus permohonan pengangkatan anak di
pengadilan. Kedua faktor tolong menolong karena adanya rasa belas kasihan
dari para pelaku pengangkatan anak terhadap orang tua anak maupun anak itu
9
sendiri. Ketiga, factor ketidaktauan hukum yang mengatur tentang tata cara
pelaksanan pelaksanaan anak di pengadilan dikarenakan rendahnya tingkat
pendidikan pelaku pengangkatan anak. Ke empat, faktor administrasi dimana
dalam berperkara di pengadilan sangatlah rumit karena membutuhkan waktu
yang lama dan biaya yang tidak sedikit. Kemudian tinjuan hukum islam
mengenai penerapan hak anak angkat dalam Islam berupa pemeliharaan,
kesehatan dan pendidikan semuanya terpenuhi, akan tetapi hubungan dengan
orang tua kandung semuanya menjadi terputus. Hal ini berakibat pada
hubungan kemahraman, perwalian dan kewarisan yang tidak berdasarkan
pada syariat islam (Fatkilatul Khasanah. 2017 )
Penelitian selanjutnya adalah skripsi milik Aina Sufya Fuaida
dengan judul “pelaksanaan putusan dalam pembagian waris di pengadilan
agama ( studi analisis putusan nomor 632/pdt.G/2007/PA. Amb). Skripsi ini
memiliki hasil penelitian sebagai berikut : Berdasarkan penelitian ini
diperoleh hasil bahwa objek sengketa waris yang dimaksud ditetapkan
sebagai harta bersama karena tidak ada bukti bahwa harta tersebut telah
dibagi. Pembagian waris dilakukan setelah dilakukan pembagian harta
bersama. Terhadap dasar-dasar yang telah sesuai dalam putusan, pihak
keluarga telah melakukan pembagian waris berdasar putusan. Dapat
disimpulkan bahwa dalam memutuskan perkara waris nomor
632/Pdt.G/2007/PA.Amb hakim telah menggunakan Kompilasi Hukum
Islam. Penerapan Kompilasi Hukum Islam tersebut didukung oleh proses
persidangan yang teliti dalam menilai saksi dan bukti serta persidangan
10
tentang kewenangan mengadili dalam bidang kewarisan telah memenuhi
seperti yang tertuang dalam UU Nomor 3 tahun 2006. Dan pelaksanaan
dalam putusan tersebut telah dilakukan oleh keluarga.
Seterunsya penelitian skripsinya Slamet Aryanto dengan judul
“Pembagian warisan dengan jalan hibah menurut pandangan islam
(studikasus di desa Japan ,kecamatan Tegalrejo ,kabupaten Magelang) dalam
hasil penelitian ini membahas masalah berkaitandengan pembagian warisan
dengan jalan hibah yang dilakukan oleh masyarakat desa Japan, kecamatan
Tegalrejo , kabupaten Magelang, mengatuhui komponen- komponen yang
saling terkaitasatu sama lain mengatui persyaratan dalam waris itu adalah
adanya mawaris atau pewaris, adanya harta yang menjadi warisan (harta
yang di pinjam si mati), adanya ahli dan juga mengatui sebab-sebab
terjadinya warisan. Hibah yang berati pemberian atau hadiah memiliki fungsi
sosial yang urgensi dalam kehidupan masyarakat, hibah dapat di katakan
sarana untuk mewujudkan tali persuadaran antara sesama individual.
Dalam skripsi Muahammad Ali Asad yang judul “Pelaksanaan
Hukum Waris Dalam Masyarakat Islam (Studi Kasus Atas Pelaksanaan
Pembagian Waris Di Kelurahan Tingkir Lor Kecamatan Tingkir Kota)
pemnelituian ini mabahas pelaksanaan pembagian waris Islam :yang
praktinya merepkan aturan pembagian harta untuk laki-laki adalah dua
kalipatdari dua bagian anak perempuan kemuia dalam hukum positif yang
berlaku di Indonesia ketentuan tentang pembagian waris di atur pada
Kompilasi Hukum Islam buku II tentang kewarisan .penelitian ini melihat
11
pembagian penduduk tingkir lor aturan pembagian ini sering di kenal oleh
penduduk dengan istilah sepikul segendongan dan tingkat pemahaman
penduduk tingkir terhadap hukum waris islam yang berbagai cara macam-
macam dan berfariasi yng terdiri beberapa kelompok tinggi ,sedang, dan
rendah.
G. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan metode
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan. Dengan
yuridis sosisologis yang berdasarkan teori hukum serta melihat realita
yang terjadi di masyarakat.
Penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti
sesuatu secara mendalam. (Moleong,2009: 6-7)
a. Sumber Data
1. Data Primer
Data Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus
dengan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa.
12
Penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti bermaksud
meneliti sesuatu secara mendalam. (Moleong, 2009:6) primer
adalah data yang diperoleh dari pihak pertama berupa hasil
wawancara dengan subjek penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data pendukung yang membantu
peneliti dalam melakukan proses penelitian, dalam penelitian ini
penulis menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist
tentang anak angkat sebagai waris tunggal atas Harta.
3. Data Tersier
Data tersier merupakan data penunjang yang dapat
memberi petunjuk terhadap data primer dan sekunder. Dalam hal
ini data tersier yang digunakan adalah Kamus Besar Bahasa
Indonesia
b. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik
wawancara mendalam (in dept interview). Dengan wawancara
mendalam, bisa digali apa yang bersembuyi di sanubari seseorang
apakah yang menyangkut masa lampau, masa kini maupun masa
sekarang. (Bungin, 2010:67)
13
Yang diwawancarai dalam penelitian ini terhadap anak
angkat, kerabat dekat, dan pihak-pihak yang bersangkutan di desa
Kalibuket Kecamatan Tingkir.
2. Observasi
Observasi adalah pengamatan mengoptimalkan
kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian,
perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya, pengamatan
memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat
oleh subjek penelitian (Moleong, 2009:175).
3. Telaah Dokumen
Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik
berbentuk catatan dalam kertas (Hard Copy) maupun elektronik
(Soft Copy). Dokumen dapat berupa buku, artikel, media masa,
catatan harian, manifesto, undang-undang notulen, blok, halaman
web, foto, dan lainya.(Sarosa, 2012:61). Telaah dokumen dalam
penelitian ini menggunakan recorder, foto serta dokumen-
dokumen penting lainnya.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data ini dilakukan dalam suatu proses. Proses
berarti pelaksanaanya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan
data dilakukan dan dikerjakan secara intensif sesudah
meninggalkan lapangan penelitian.(Moloeng, 2009:281). Penelitian
14
ini menggunakan analisi data diskriptif kualitatif yaitu dengan
mengambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan
mengenai hak kewarisan anak angkat sebagai waris tunggal,
kemudian di tinjau mengunakan analisis KHI dan fiqih.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Bab pertama ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, kerangka teori, kajian pustaka,
metodelogi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua, ini berisi tentang gambaran perpindahan harta berdasarkan
huukm islam secara keseluruhan yang meliputi waris, wasiat dan hibah.
Didalamya setiap macam perpindahan harta akan dijelaskan mengenai makna,
unsur, syarat dan dasar hukum dari masing-masing perpindahan harta
Bab ketiga, menjelaskan tentang identitas subjek, lokasi subjek
peneliti tinggal, menggali semua yang ada kaitannya dengan subjek yang
akan diteliti. Mencari tau cara proses penyerahan harta orang tua angkatnya
kepada anak angkatnya
Bab ke empat, ini membahas tentang analisis mengapa seorang anak
angkat bisa mendapatkan hak penuh atas harta yang dimiliki orang tua
angkatnya
Bab kelima, ini berisi kesimpulan dan saran.
15
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI KEWARISAN,WASIAT,DAN HIBAH
A. Waris Menurut Hukum Islam
1. Definisi waris
Al-miirats dalam bahasa arab adalah bentuk mashdar (infinitif ) dari
kata warista-yaritsu-irtsan-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah
“berpindahnya suatu dari orang ke orang lain”, atau dari suatu kaum kepada
kaum lain.
Pengertian menurut bahasa ini tidak lah terbatas hanya pada hal hal
yang berkaitan dengan harta ,tetapi nencakup dengan harta benda .Ayat-ayat
Al-Qur’an banyak menegaskan Hal ini, demikian pula sabda Rasulullah saw.
di antaranya Allah berfirman:
“dan Sulaiman telah mewarisi Daud[1092], dan Dia berkata: "Hai manusia,
Kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan Kami diberi segala
sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata"
[1092] Maksudnya Nabi Sulaiman menggantikan kenabian dan kerajaan Nabi
Daud a.s. serta mewarisi ilmu pengetahuannya dan kitab Zabur yang
diturunkan kepadanya.
16
“dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang
sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; Maka Itulah tempat kediaman
mereka yang tiada di diami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebahagian kecil.
dan Kami adalah Pewaris(nya)[1129].
Maksudnya: sesudah mereka hancur tempat itu sudah kosong dan tidak
dimakmurkan lagi, hingga Kembalilah ia kepada pemiliknya yang hakiki Yaitu
Allah.
Selain itu kita dapati dalam hadits Nabi saw:
العلماء ورثة األنبياء
‘Ulama adalah ahli waris para nabi.
Sedangkan makna al-miirats menurut istilah yang di kenal para
ulama ialah berpindahnya hak kepemilakan orang dari orang yang meningggal
kepada ahli warisnya yang masih hidup , baik yang ditinggalkan itu berupa
harta, tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’I ( Ahs-
Shabuni. 1995 : 33).
Dalam kompilasi hukum islam (KHI) dinyatakan bahwa “ hukum
kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan
harta peninggalan (Harta) pewaris, menentukan siapa yang berhak mendapat
ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing (AM Summa, 2005: 108).
17
Menurut Ash-Shabuni dalam bukunya “pembagian waris menurut
Islam”, harta peninggalan adalah segala sesuatu yang ditinggalakan pewaris
baik berupa harta (uang) atau lainnya. Jadi pada prinsipnya segala sesuatu yang
ditinggalkan oleh orang yang meninggal dinyatakan sebagai peninggalan.
Termasuk di dalamnya persangkutan utang-piutang, baik utang piutang itu
berkaitan dengan pokok hartanya (seperti harta yang berstatus gadai), atau
utang piutang yang berkaitan dengan kewajiban pribadi yang mesti ditunaikan
(misal pembayaran kredit atau mahar yang belum diberikan istrinya).
Ada beberapa hak yang harus ditunaikan dalam harta peninggalan di
antaranya:
a. Semua keperluan dan pembiayaan pemakaman pewaris hendaknya
menggunakan harta miliknya dengan catatan tidak boleh berlebihan.
Keperluan-keperluan pemakaman tersebut menyangkut segala sesuatu yang
di butuhkan mayit, sejak wafatnya hingga pemakamannya, diantaranya
biaya memandikan, pembelian kain kafan, biaya pemakaman dsb hingga
mayit sampai ditempat peristirahatan yang terakhir.
b. Hendaklah utang piutang yang masih di tanggung pewaris ditunaikan
terlebih dahulu. Artinya, seluruh harta peninggalan pewaris tidak dibenarkan
di bagikan pada ahli warisnya sebelum utang piutangnya di tunaikan
terlebih dahulu. Hal ini bersabda Rasullulah SAW,
” jiwa orang mukmin bergantung pada utangnya hingga ditunaikan”.
c. Wajib menunaikan seluruh wasiat pewaris selama tidak melebihi jumlah
sepertiga dari seluruh harta peninggalannya. Hal ini jika memang wasiat
18
tersebut di peruntukkan bagi orang yang bukan ahli waris serta tidak ada
protes dari salah satu atau bahkan dari seluruh ahli warisnya. Adapun
penuanaian wasiat pewaris dilakukan setelah pembagian harta tersebut di
ambil untuk membiayai keperluan pemakamannya termasuk di ambil untuk
membayar hutangnya.
2. Unsur Waris
a. Ahli waris orang yang benisbah (memiliki akses hubungan ) kepada si mayit
karena ada salah satu dari beberapa sebab yang menimbulkan kewarisan.
b. Harta (harta peninggalan) si mayit.
c. pewaris adalah setiap orang yang meninggal dengan meninggalkan harta
kekayaan.
3. Sebab sebab mendapatkan waris
Ketentuan yang mengakibatkan sseorang untuk berhak mendapatkan
harta warisan di dalam hukam islam adalah sebagai berikut:
a. Hubungan darah (keturunan/nasab)
Hubungan kekerabatan disi di dasarkan atas hubungan darah pewaris dan
ahli waris akibat kelarhiran seseorang (ahli waris mempunyai dengan
mawaris).oleh sebab itu dengan adnya hubungan darah menyebabkan
seseorang anak berhak mendapatkan waris.
b. Hubungan perkawinan
Perkawinan adalah bentuk perikatan antara lak-laki dan perempuan yang
secara hukum menimbulkan hak salimh mewrisi apabila salah satu
meninggal dunia.
19
c. Hubungan raja dan pembantunya
Diantara sebab seorang mendapatkan harta waris adalah hubungan bekas
budak dengan orang orang yang memerdekakannya,akan tetapi sebab
hubungan ini secara praktis tidak di perhatikan karena perbudakan sudah
lama hilang dalam masyarakat islam
d. Dalam tujuan Islam
Demi menjaga perbedaharaan negara dalam menampung harta warisa,
apabila seseorang meninggal tidak memilik ahli warsis sehingga harta
peninggalannya bisa diserahkan baitul mal unuk di gunakan dalam berbagai
kepentingan umum umat Islam
4. Asas Asas Hukum Kewarisan Islam
a. Asas berlakunya sendiri (ijabari)
Peralihan harta waris dari seorang anak yang meninggal
duni(pewaris)terhadap seorang yang ahli waris (anak dan keturunannya)
berlaku dengan sendirinya, sesui ketentuan dalam Al-Quran tanpa
dihubungkan kepada kehendak pewaris atau ahli warisnya, oleh karena
adanya kematian si pewaris secara otomatis hartanya akan beralih kepada
ahli waris sesui dengan ketentuan yang di peroleh masing-masing
berdasarkan aturan yang ad dalam nash Al-Qur’an .
b. Asas belateral
Istilah belateral apabila berkaitan dengan sistem kekerabatan berate
kesatuan kekeluargaan yang didasarkan atas garis keturunan pihak bapak
dan ibu. Oleh karena itu asa belateral dalam hukum kewarisan berarti
20
seorang ahli waris dapat menerima bagian harta pusaka ,baik dari pihak
ayah maupun pihak ibu .pengetian ini mempunyai makna yaitu harta pusaka
dari si pewaris dapat di miliki secara perorangan ahli waris bukan memiki
secara berkelompok.
c. Asas atas sama berhak
Hukum waris Islam tidak membedakan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan , baik berstatus masih kecil, dan mereka sudah dewasa semua
memiliki hak mendapatkan waris.
5. Syarat Warisan
Basyir (2005:20) menyatakan ada tiga syarat warisan yaitu :
a. Pewaris benar–benar telah meninggal, atau dengan keputusan hakim
dinyatakan telah meninggal.
b. Ahli waris benar-benar masih hidup ketika pewaris meninggal atau dengan
keputusan hakim dinyatakan masih hidup pada saat pewaris meninggal.
c. Dapat dietahui adanya sebab warisan pada ahli waris.
6. Penghalang Warisan
Basyir (2005:21) menyebutkan ada tiga macam penghalang warisan yaitu
sebagai berikut :
a. Antara mawaris dan ahli waris terjadi perbedaan keyakinan atai agama.
b. Terjadinya peristiwa hukum berupa suatu tindak criminal pembunuhan.
Pembunuhan yang didasarkan karena untuk membela diri tidak dapat
diklasifikasikan dalam syarat ini.
c. Menjadi budak dari orang lain.
21
Para ulama biasa mengelompokkan ahli waris dalam dua kelompok besar
yaitu :
1. Kelompok Ashhabul –furudh
Ashhabul furudh ialah ahli waris secara pasti mendapatkan bagian
tertentu dari harta waris yang di tinggalkan si mayit . Mareka adalah 4 orang
dari kalangan laki-laki dan 8 orang dari kalangan perempuan. Empat orang
dari kalangan laki –laki adalah : (1) ayah (2) kakek dan terus ke atas (3) sauda
seibu (4)suami. Sedangkan 8 orang dari kalangan psermpuan mereka adalah :
(1) ibu (2) nenek terus ke atas (3) anak perempuan (4) anak perempuan dari
laki-laki (cucu prerempuan (5) saudara kandung perempuan (6) saudara
perempuan seayah (7) sauadara perempuan seibu (8) istri .
2. Kelompok Asabah
Yang di maksud Asabah ialah kelompok ahli waris yang berhubungan
langsung dengan si mayit ,yaitu setiap laki-laki yang antara dia dengan si mayit
dalam silsilah nashobahnya tidak pernah terselang dengan ahli waris
perempuan anak laki-laki si mayit dan ayahnya (kakek), naka laki-laki dari dari
anak laki-laki si mayit dan saudara si landing dari laki-laki atau sauadara
seayah, dan begitulah seterusnya .
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ,di kenal dua macam ahli
waris, yaitu:
1. Ahli waris secara langsung
Ahli waris langsung ialah yang mrwarisi berdasarkan kendudukan
sendiri (uit eigen hoofed), maksudnya jika ayah meningggal dunia, sekalian
22
anak-anaknya tampil sebagai ahli waris. Tentang ahli waris langsung, KUH
perda. Menggolongkannya ke dalam empat golongan sebagai berikut;
a. Golongan yang pertama yaitu sekalian anak-anak beserta keturunannya
dalam garis lencang ke bawah ;
b. Golongan kedua, orang tua dan suadara-saudara pewaris pada asasnya
bagian orang tua disamakan dengan bagian saudara-saudara pewaris, tetapi
ada jAMan dimana bagian orang tua tidak boleh kurang dari seperempat
harta peninggalan;
c. Golongan ketiaga, dalam hal terdapat ahli waris golongan pertama dan
kedua harta peninggalan harus di bagi dua (kloving), setengah bagian untuk
kakek-nenek pihak ayah dan separoh bagian lainya untuk kakek-nenek dari
pihak bapak ibu;
d. Golongan ke empat, sanak keluarga si pewaris dalam gratis menyimpang
sampe derajat ke enam.
2. Ahli waris tidak langsung
Yaitu ahli waris berdasarkan penggantian (bij plaatsvervuling),
misalnya A meninggal dunia dengan meninggalkan anak B dan C. B telah
meninggalkan terlebih dahulu dari A (pewaris ). B mempunyai anak D dan E.
maka, D dan E inilah yang tampil sebagai ahli waris A menggantikan B (cucu
mewarisi dari kakek/ nenek).
Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur tentang ahli waris
pengganti yaitu:
23
1. Ahli waris yang meniggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka
kedudukannya dapat digantiakan oleh anaknya ,kecuali mereka yang tersebut
dalam pasal 173.
2. Bagian ahli pewaris peganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang
sederajat dengan yang digantikan ( AM Summa. 2004 : 113-117).
B. Wasiat
1. Pengertian dan Unsur Wasiat
Wasiat secara harfiah adalah pesan, perintah dan nasehat. Ulama fiqih
mendefinisikan wasiat dengan: ”penyerahan harta secara sukarela dari
seseorang kepada pihak lain yang berlaku setelah orang tersebut wafat, baik
harta itu berbentuk materi maupun berbentuk manfaat.
Wasiat tampak memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
masyarakat, lebih-lebih dalam masyarakat muslim. Dalam alqur’an terdapat
sejumlah ayat yang mengatur perihal wasiat yaitu surat albaqarah : 180 ,
“diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-
bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-
orang yang bertakwa.
Menurut mayoritas ulama fiqih yang lazim dikenal dengan sebutan
jumhur Al fuqaha, ada empat unsur wasiat:
24
a. Orang yang berwasiat (al mushi/ al muwashi)
b. Orang atau pihak yang menerima wasiat (al musha lah / al musha ilaih).
c. Barang / harta yang di wasiatkan (al musha bih)
d. Sighot atau ijab qabul wasiat.
Berlainan dengan tiga unsur wasiat yang di sebukan pertama, ke dua,
dan ketiga, yang keberadaannya dapat di katakan tidak di persoalkan oleh
semua ulama, sebagian ulama, sebagian ulam terutama dari kalangan mazhab
hanafi ada yang keberatan untuk menetapkan shighat (wujud pernyataan )
wasiat sebagai salah satu unsur (rukun) dalam wasiat. menurut hanafi dan
sebagian pengikutnya, dalam wasiat hanya di perlukan pernyataan pemberian
wasiat dari pemillik harta yang akan wafat . Karena menrut mereka wasiat
adalah akad yang hanya mengikat pihak yang berwasiat, sedangkan bagi pihak
yang menerima wasiat, akad itu tidak bersifat mengikat. mereka menyamakan
antar hak yang akan di terima melalui warisan dan yang di terima melalui
wasiat, yaitu hanya berlaku setlah pemilik harta meninggal dunia.
Keberadaan wasiat dalam sistem hukum keluarga Islam jika di
hubungkan dengan hukum kewarisan memiliki kedudukan yang sangat
penting. Urgensi wasiat semakin terasa keberadaannya dalam rangka
mengawal dan menjAM kesejahteraan keluarga bahkan masyarakat ( AM
Summa. 2004 : 135).
25
2. Macam-macam wasiat
a. Wasiat wajibah bagi anak angkat.
Secara umum orang memahami pengangkatan anak adalah adopsi.
Selama ini di Indonesia lembaga adopsi di kenal melalui putusan pengadilan
negeri, bahwa yang di katakana adopsi adalah pengambilan (pengangkatan)
anak orang lain sah menjadi anak sendiri, dan oleh petersalim di katakan
bahwa megadopsi anak adalah mengangkat anak orang menjadi anak sendiri
dengan proses hukum .
Pemikiran tersebut pada umumnya menghendaki pengangkatan
anak orang lain oleh seseorang itu memposisikan anak angkat itu sebagai
anak kandung secara hukum, sehingga seorang anak angkat akan
mendapatkan hak sebagaimana layaknya anak kandung dari orang tua
angkatnya. karena itu seorang anak yang telah di adopsi melalui kekuatan
putusan Pengadilan Negeri, ia akan memperoleh warisan dari orang tua
angkatnya sebagaimana lanyaknya seorang anak kandung. Begitupun bila
yang di angkat itu seorang anak perempuan, maka wali nikah anak tersebut
ketika ia menikah bukan lagi orang tua kandungnya, tetapi wali nikahnya
adalah bapak angkatnya. pemahami ini walau pun merupakan tradisi hukum
bukan Islam, tetapi telah di pahami dan dilaksanakan oleh masyarakat
muslim Indonesi pada umumnya.
Dalam pasal 171 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam disebutkan:”
anak angkat adalah anak yang dalam Pemeliaharaan hidupnya sehari-hari,
26
biaya pendidikan dan sebagaimana berlalih tanggung jawabnya dari orang
tua asal pada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan”.
Di Indonesia ,wasiat wajibah di atur pada pasal 209 Kompilasi
Hukum Islam, bunyinya sebagai berikut :
1) Harta peniggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal 176 sampai
dengan pasal 193 tersebut di atas,sedangkan terhadap orangtua angkat
yang tidak menerima wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari serta
wasiat anak angkatnya
2) Terhadap anak angkat yang tidak merima wasiat di beri wasiat wajibah
sebenyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Bunyi pasal 209 kompilasi hukum Islam tersebut menhendaki
wasiat hanya diberikan kepada seseorang terikat hubungan sebagai anak
angkat atau sebagai orang tua angkat bagi orang lain. Apa sebabnya
Kompilasi Hukum Islam hanya di peruntukkan wasiat wajibah di berikan
kepada orang yang terikat hubungan sebagai anak angkat atau sebagai orang
tua angkat. Hal ini diebabkan karena berdasarkan aturan ini, orang tua
angkat atau anak angkat tidak saling mewarisi, karena dia bukan ahli waris.
Status anak angkat dalam kewarisan Islam tetap tidak di tempatkan sebagai
ahli waris dari orang tua angkatnya, begitu pula sebaliknya, hal ini sesuai
dengan ketentuan QS.Al-Ahzab [33] :4 dan 5. Dari bunyi ayat tersebut
jelaslah bahwa status anak angkat dalam kewarisan tetap dengan statusnya
asalnya, dia mempunyai nasab dengan orang tua kandungnya, karena itu dia
hanya mempunyai hubungan kewarisan dengan orang tua kandung pula.
27
Dengan demikian pengangkatan anak tidaklah mengubah hubungan nasab
yang telah ada sebelumnya, dan pula tidak mengubah hak kewarisannya
antara dia dengan orang tua angkatnya atau sebaliknya, walaupun Pasal 171
huruf h Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa “anak angkat adalah
anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya
pendidikan dan sebagainya berlalih tangung jawabnya dari orang tua asal
kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.” Peraliahan
tanggung jawab jawab disini hanyalah menyangkut maslah pemiliharaan
hidup, pemenuhan kebutuhan hidup,membrikan pendidikan, tetapi sampai
menggeser kedudukan nasab daan juga hak-hak kewarisannya.
Menurut pasal 209 Kompilasi Hukum Islam tersebut di sebutkan,
bahwa terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat
wajibah. kalimat ini menghendaki setiap anak angkat hendaklah berwasiat
kepada orang tua angkatnya ketika ia hendak meninggal dunia, tetapi jika
anak angkat tidak sempat atau lupa berwasiat kepada orang tua angkatnya
ketiak akan meninggal dunia, maka hukum menganggap seolah-olah dan
harus di anggap bahwa dia telah berwasiat kepada orang tua angkatnya,
karena itu menurut ketentuan pasal 209 tersebut terhadap orang tua angkat
itu di beri wasiat wajibah, maksimal 1/3 dari hartanya untuk diserahkan
kepada orang tua angkatnya. Begitu pula sebaliknya orang tua angkat
kepada anak angkatnya. dengan demikian sebulum harta warisan di
faraidkan kepada para ahli waris yang berhak menerimanya. wasiat wajibah
ini harus di tunaikan dahulu .
28
Menurut dalam perspektif fiqih menyatakan wasiat wajibah adalah
suatu wasiat yang diperuntukan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak
memperoleh bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya
suatu halangan syara’. Suparman dalam bukunya Fiqh Mawaris (Hukum
Kewarisan Islam), mendefenisikan wasiat wajibah sebagai wasiat yang
pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan
atau kehendak si yang meninggal dunia.
Dalam undang-undang hukum wasiat Mesir, wasiat wajibah
diberikan terbatas kepada cucu pewaris yang orang tuanya telah meninggal
dunia lebih dahulu dan mereka tidak mendapatkan bagian harta warisan
disebabkan kedudukannya sebagai zawil arham atau terhijab oleh ahli waris
lain. Para ahli hukum Islam mengemukakan bahwa wasiat adalah pemilikan
yang didasarkan pada orang yang menyatakan wasiat meninggal dunia
dengan jalan kebaikan tanpa menuntut imbalan atau tabarru'.
Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa pengertian ini sejalan dengan
definisi yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam dikalangan madzhab
Hanafi yang mengatakan wasiat adalah tindakan seseorang yang
memberikan haknya kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik
merupakan kebendaan maupun manfaat secara suka rela tanpa imbalan yang
pelaksanaannya ditangguhkan sampai terjadi kematian orang yang
menyatakan wasiat tersebut (Sayyid Sabiq. 2008)
29
b. Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Non Muslim
Para ulama telah sepakat bahwa antara seseorang muslim tidak saling
mewasisi apakah seorang bukan muslim itu sejak ia bukan muslim atau bukan
muslimnya itu disebabkan karena murtad (keluar dari agama Islam), tetapi
ketika warisan terbuka ia bukan muslim, terhadap mereka ini Islam
menyatakan tidak saling mewaris. Para Ulama mendasarkan prinsip ini kepada
hadis Rasulullah SAW. Dari Usman bin ziad: “laa yaristal muslimu kaafiraa
wa laal kaafiru muslimaa,” Artinya :”seorang muslim tidak mawaris terhadap
orang kafir dan seorang kafir tidak mewarisi terhadap seorang muslim.”
(HR.Bukhari dan Muslim).
Dari hadis ini dapat ditarik garis hukum, bahwa ahli waris muslim
tidak dapat mewarisi harta warisan pewaris yang non muslim, dan ahli waris
non mulim tidak dapat mewarisi harta warisan pewaris yang muslim. Terhadap
kententuan hadis tersebut kiranya tidak ada seorang ulama pun yang keberatan,
walaupun di kalangan ulama masih memperdebatkan masalah seperti masalah
apakah harta seorang yang murtad ketika ia belum murtad dapat di warisi oleh
ahli warisnya yang muslim, apakah seorang ahli muslim itu tidak secara mutlak
tidak boleh mewarisi harta warisan pewaris yang bukan muslim dan
seterusnya.
Di dalam Kompilasi Hukum Islam, tidak mengatur masalah berwasiat
kepala non muslim. Tetapi Mahkamah Agung RI telah menjatuhkan beberapa
putusan yang berkenaan dengan hal ini. Antara lain putusan mahkaman Agumg
RI No:368/AG/1995, tanggal 16 Juli 1998 yang telah menetapkan bahwa
30
seorang anak perempuan yang beragama nasrani berhak pula mendapatkan
harta warisan pewaris, tidak melalui warisan melainkan wasiat wajibah. Dan
besar diperolehnya adalah sama dengan bagian seorang anak perempuan,
bukan 1/3 dari harta warisan dan bukan pula ¾ bagian dari perolehan anak
perempuan pewaris.
Selanjutnya MA RI Nomor 51K/AG/1999, tanggal 29 September
1999 yang telah memberikan garis hukum sebagai berikut:
1) Beda agama, salah satu sebab untuk tidak saling, mewarisi, apakah
perbedaan agama itu antara pewaris dengan ahli waris atau antara sesama
ahli waris.
2) Penyelesaian pembagian harta warisan tergantung kepada agama
sipewaris. Bila pewarisnya beragama Islam maka penyelesaian masalah
harta warisannya di selesaikan menurut hukum kewarisan Islam.
3) Ahli waris yang non muslim dapat menerima bagian dari harta warisan
pewaris yang muslim melalui jalan wasiat wajibah, tidak melalui jalan
warisan.
4) Besarnya bagian ahli waris non muslim yang diperoleh dari harta warisan
pewaris dengan jalan wasiat wajibah, bukan 1/3 bagian sebagaimana
ketentuan batas maksimal jumlah wasiat tetapi ahli waris non muslim
mendapat bagian yang sama. Dengan ahli waris yang lain yang sederajat
(Anshary, 2013: 93-99).
31
C. Hibah
1. Pengertian Hibah
Menurut pengertian bahasa, hibah bererti mutlak “pemberian” baik
berupa harta maupun yang lainnya. Menurut istilah syara’ ialah, memberikan
hak memiliki sesuatu kepada orang lain dengan tanpa imbalan (Ramulyo.
2000: 145)
Hibah (pemberian) adalah perbuatan hukam sepihak dalam hal itu
pihak yang satu memberikan atau berjanji akan memberikan benda
kepunyaanya kepada pihak lain dengan tidak mendapatkan
tukaran/pengganti/imbalan( TahirHamid, 1996: 71).
Dalam kompulasi hukum Islam hibah bererti memberikan harta benda
secara sukarela dari seorang kepada orang lain yang masih hidup untuk
dimiliki. Jadi hibah merupakan kepada orang lain tanpa pemberian alasan dan
hibah mutlak tidak menghendaki imbalan, baik yang semisal atau yang lebih
rendah atau lebih tinggi darinya.
Selanjutnya K.H Ibrahim Hosen sebagaimana dikutib dalam Muh Idris
Ramulyo, menjelaskan bahwa dalam arti khusus menurut madzhab Syafi’i ada
perbedaan antara hibah, sedekah dan hadiah. Apabila pemberian itu
dimaksudkan untuk menghormati, memuliakan atau bukan karena dorongan
cinta, tidak pula dimaksudkan untuk deperoleh rodho Allah dan mendapatkan
pahalanya, maka pemberianya itu dinamakan hibah. bila pemberian itu
dimaksudkan untuk menghormati atau memulyakan kepada orang yang
diberinya atau karenanya cinta, maka dinamakan hadiah.
32
Dan apabila pemberian itu dimaksudkan untuk mendapatkan ridho
Allah dan pahalanya atau karena menutup kebutuhan orang yang diberinya
maka dinamakan sedekah( Ramulyo, 2000: 145)
2. Dasar hukum hibah
Dasar hukum hibah tidak secara gamblang disebutkan dalam Al-
Qur’an. Hibah menemukan dasar hukumnya pada sebuah hadis
(اخرجه البخاري والبيهقي)عن أيب هريرة هنع هللا يضر يقول الرسول ملسو هيلع هللا ىلص هتادوا حتابوا
Dari Abu Hurairah r.a RAsulullah SAW bersabda : ‘Saling memberilah kalian,
niscaya kamu sekalian kasih mengasihi.’
Dari hadis ini terlihat bahwasanya hibah bertujuan untuk
menyambung dan melestarikan hubungan antar manusia.
3. Rukun-rukun hibah
Adapun rukun hibah terdiri dari:
a. Shighot Hibah
Adalah kata-kata yang di ucapkan orang-orang yang melakukan
hibah. Karena hibah semacam akad, maka sighot gibah terdiri dari ijab dan
qabul. Ijab adalah kata-kata yang diucapkan oleh penghibah, sedangkan
kabul oleh orang yang menerima hibah. bagi orang yang tidak tahu kurang
dapat berbicara, maka shighat hibah cukup dengan isyarat, asal isyarat itu
benar-benar mengandung arti hibah dan dapat dipahami oleh orang-orang
yang berhibah. Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa setiap hibah
harus ada ijab dan kabulnya, tidak sah suatu hibah tanpa ada kedua macam
shighat hibah itu. (Departemen R.I,1986:201)
33
b. Harus ada yang memberi (pemberi hibah)
Syarat-syarat pemberi hibah sebagai berikut :
1) Penghibah memiliki apa yang akan dihibahkan.
2) Menghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan.
3) Menghibah itu orang dewasa, sebab anak-anak kurang kemampuannya
4) Penghibah itu tidak dipaksa, sebab hibah itu akad yang
mempersyaratkan keridhoan dalam keabsahannya.
c. Harus ada orang yang diberi (penerima hibah)
1) Benar-benar ada diwaktu diberi hibah, bila tidak benar-benar ada, atau
diperkirakan adanya, misalkan dalam bentuk janin, maka hibah itu tidak
sah.
2) Apabila orang yang diberi hibah itu ada diwaktu pembagian hibah, akan
tetapi dia masih kecil atau gila, maka hibah itu diambil alih oleh
walinya, pemeliharaannya.atau orang yang mendidiknya sekalipun dia
orang asing. ( sabiq,1987:57)
d. Harus ada benda atau harta yang bernilai yang dimiliki secara sah yang akan
diberikan. Harta benda yang akan dihibahkan haruslah benar-benar milik
sendiri, tidak diperbolehkan harta yang bukan miliknya hibahkan atas
namanya. Kompilasi Hukum Islam(KHI) membatasi harta yang dihibahkan
sebanyak-sebanyaknya sepertiga (1/3) dari harta milik penghibah,
sebagaiman tersebut dalam pasal 210 ayat (1)
34
Seseorang yang hendak menghibahkan sebagian atau seluruh harta kekayaannya
semasa hidupnya, menurut Hukum Islam harus memenuhi beberapa persyaratan
sebagai berikut :
1) Orang tersebut harus sudah dewasa.
2) Harus waras akal pikirannya.
3) Orang tersebut haruslah sadar dan mengerti tentang apa yang diperbuatnya.
4) Baik Laki-laki maupun perempuan diperbolehkan melakukan hibah.
5) Perkawinan bukan merupakan suatu penghalang untuk melakukan hibah.
Tidaklah terdapat persyaratan tertentu bagi pihak yang akan menerima
hibah, sehingga hibah dapat saja diberikan kepada siapapun dengan beberapa
pengecualian sebagai berikut :
1) Bila hibah terhadap anak di bawah umur atau orang yang tidak waras akal
pikirannya, maka harus diserahkan kepada wali atau pengampu yang sah dari
anak di bawah umur atau orang yang tidak waras itu;
2) Bila hibah dilakukan terhadap anak di bawah umur yang diwakili oleh
saudaranya yang laki-laki atau oleh ibunya, hibah menjadi batal;
3) Hibah kepada seseorang yang belum lahir juga batal.
Pada dasarnya segala macam harta benda yang dapat dijadikan hak milik
dapat dihibahkan, baik harta pusaka maupun harta gono-gini seseorang. Benda
tetap maupun bergerak dan segala macam piutang serta hak-hak yang tidak
berwujud itu juga dapat dihibahkan oleh pemiliknya.
35
BAB III
PAPARAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Kali Buket Tengah Kecamatan Tingkir
Kabupaten Semarang
1. Letak geografis desa kali buket
Kota Salatiga memiliki 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Salah
satu dari wilayah kota salatiga adalah Kecamatan Tingkir. Kecamatan
Tingkir ini terdapat 6 (enam) kelurahan, yaitu kelurahan gendongan,
Kelurahan Kalibening, kelurahan Kutowinangun, Kelurahan Sidorejo
Kidul, Kelurahan Tingkir Lor dan Kelurahan Tingkir Tengah. Adapun
yang akan menjadi obyek penelitian penulis terdapat di kelurahan tingkir
tengah.
Untuk menjangkau lokasi penelitian ini tidak sulit, karena
banyaknya transportasi yang memadai seperti sepeda motor, mobil,
angkotan dan lain-lain. Jalanan menuju desa ini juga mudah dijangkau
karena dekat dengan keramaian serta banyaknya jalan yang sudah diaspal.
Dalam pemerintahan Kelurahan Tingkir Tengah di pimpin oleh
lurah yang dibantu para stafnya. Adapun struktur pemerintah di Kelurahan
Tingkir tengah adalah sebagai berikut :
Kepala Desa : Okto Risang B.P,SH.MT
Seketaris Desa : Eko Yuniarko,SH
Ka. Seksi Pemerintahan Dan Ketertiban : Katino,SE
36
Ka. Seksi Ekonomi Dan Pembangunan : Chomsatun,SH
Ka. Seksi Sosial Dan Pemberdayaan : Wasyiti,SE
Secara geografis, desa Kalibuket Kelurahan Tingkir tengah
memiliki batas administrasi sebagai berikut:
a. Sebelah utara: kelurahan tingkir lor, Desa Nyamat
b. Sebelah selatan: Desa Benar, Cebongan
c. Sebelah timur : Desa Tegal Waton, Desa Baruakan
d. Sebelah barat: Kelurahan Cebongan
2. Jumlah penduduk Desa Kali Buket
Jumlah penduduk desa kalibuket adalah 5579, kelompok wanita
2746 dan kelompok laki-laki 2833 di desa kalibuket hampir setara. Hal ini
menunjukan adanya sebuah kesempatan serta kecenderungan untuk
membantu, bergotong-royong serta bekerja sama dalam memenuhi
kebutuhan dalam rumah tangga.
3. Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian
Masyarakat adalah suatu perkumpulan manusia yang tentunya
terdiri dari banyak keluarga. dan pastinya setiap keluarga memiliki
penghasilan sendiri-sendiri berdasarkan pekerjaan mereka.
Berbicara mengenai status pekerjaan, tentunya kita merajuk
kepada kondisi ekonomi dan social seseorang yang berkaitan dengan
jabatan dan kekuasaan (Bahrein T. Sugihen, 1997 :139). Bidang ekonomi
adalah salah satu bidang yang penting dalam suatu proses pembangunan
potensi ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing individu, yang mana
37
jika perekonomian ini baik maka otomatis masyarakat akan sejahtera.
Masyarakat desa kalibuket memiliki mata pencaharian yang beraneka
ragam.
Berikut adalah penduduk berdasarkan mata percaharian
NO Jenis Mata Pencaharian Jumlah
1 Belum/tidak bekerja 1232
2 Pelajar/mahasiswa 1051
3 TNI 31
4 POLRI 24
5 PNS 279
6 Pengusaha/pedagang 121
7 Petani 56
8 Pensiun 67
9 Buruh tani 22
10 Karyawan swasta 959
11 Buruh harian lepas 368
12 Peternak 3
13 Wiraswasta 483
14 Lain-lain 732
Jumlah 5064
38
4. Keadaan penduduk berdasarkan keagamaan
Berdasarkan pengamatan awal, tampak masyarat desa kali buket
termasuk masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Hal ini terlihat dari
penduduk yang menganut agama Islam memiliki pemeluk agama yang
terbanyak. Hal tersebut dapat dilihat dari table dibawah ini
NO Kelompok
Agama
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 ISLAM 2677 2597 5374
2 KRISTEN 118 113 231
3 KATHOLIK 33 33 66
4 HINDU 2 2 4
5 BUDHA 2 0 2
6 KONGHUCU 0 0 0
Sumber: data monografi kependudukan desa tingkir tengah tahun 2017
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas desa
tingkir tengah memeluk agama Islam.
5. Keadaan penduduk berdasarkan pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat kelurahan tingkir tengah rata-rata
memiliki tingkat pendidikan rendah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan table
berikut ini
NO Jenis pendidikan Laki-laki perempuan Jumlah
1 Tidak/belum sekolah 529 510 1039
2 Bulum tamat SD/MI 338 334 672
39
3 Tamat SD/ sederajat 366 460 826
4 SLTP/Sederajat 437 375 812
5 SLTA/sederajat 781 658 1439
6 Diploma I/II 15 34 49
7 Akademi/diploma III 91 102 193
8 Strata I 221 238 459
9 Strata II 27 10 37
10 Strata III 1 0 1
6. Keadaan kelembagaan
Pembangunan di kelurahan tingkir lebih ditekankan kedalam
bidang fisik seperti pembangunan di balai desa, pembangunan sarana
ibadah dan jalan-jalan menuju pedesaan. Di kelurahan tingkir dibentuk
suatu sistem kelembagaan yang terdiri dari BPD (Badan Perwakilan Desa)
sebagai badan pengawasan penyelenggaraan pemerintah desa, kepala desa,
sekertaris desa, dan unsur-unsur dibawah naunganya. Berikut ini adalah
struktur kelembagaan perangkat desa tingkir tengah
B. Data Hasil Penelitian
Pengangkatan anak atau mengadopsi anak adalah suatu perbuatan
mengangkat anak orang lain untuk dijadikan anak sendiri dan mempunyai hak
yang sama dengan anak kandung. Meskipun disebutkan sama namun secara
hukum tidak seidentik atau sama persis hak - hak yang diterima oleh anak
angkat dibanding anak kandung, Seperti contoh peristiwa hukum mengenai
40
perpindahan harta baik itu hibah, wasiat, maupun waris. Terdapat aturan yang
mengatur bagaimana tata cara perpindahan harta dan besaran bagian yang
dapat diterima seorang anak angkat dari orang tua angkatnya. Maka
penyimpangan terhadap aturan perpindahan harta dalam sebuah peristiwa
hukum pada dasarnya adalah perbuatan yang salah. Di bawah ini terdapat
suatu sengketa mengenai perpindahan harta dari orang tua angkat kepada
anak angkat pada tahun 1980 an yang belum tuntas. Dikatakan belum tuntas
karena dari masing – masing pihak yang bersengketa sampai sekarang masih
berbeda pendapat mengenai hal keabsahan kepemilikan harta sengketa. Maka
dalam usaha menemukan kebenaran tentang permasalahan diatas, peneliti
perlu mengetahui perihal profil anak angkat, silsilah keluarga, dan bentuk
serta kronologi harta yang dipindahkan.
Peneliti kemudian melakukan wawancara dengan dua narasumber
sengketa yaitu para pihak yang langsung terlibat dalam sengketa. Narasumber
1 bernama Bapak Kn sebagai anak angkat. Ia seorang lulusan SMA sederajat
yang sekarang bertempat tinggal di Wiroyudan RT 02 / RW 06 Kelurahan
Tingkir Tengah Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. Bekerja sebagai Kepala
Bank Pasar dan Kepala Organisasi Pasar Pagi (Pasar Raya) serta Kepala
Penyuluhan Bebek Potong. Mempunyai satu istri dan dikaruniai satu anak.
Narasumber 2 yaitu bernama Bapak RF sebagai keponakan Bapak ZD. Ia
bertempat tinggal di Kalibening, Kelurahan Tingkir Lor, Kecamatan Tingkir,
Kota Salatiga. Setelah melakukan wawancara secara langsung dengan kedua
narasumber diatas, kemudian didapatkan data hasil penelitian yang peneliti
41
kelompokan menjadi 4 bagian, yaitu harta sengketa, profil anak angkat,
silsilah, kronologi sengketa, sebagai berikut :
1. Harta sengketa
Objek dari penelitian ini yaitu berupa sebidang tanah kering
seluas 600 m2 dan sebuah rumah yang terletak didalam area tanah kering
tersebut. Harta tersebuit terletak di Dusun Kalibening, Kelurhan Tingkir
Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Waktu itu tepatnya terletak di
perempatan jalan samping Masjid Dusun Kalibening. Sekarang harta
tersebut telah menjadi milik MHM yang dijadikan sebagai Pondok
Pesantren. Kedua harta tersebut dahulu adalah milik H, SH yang kemudian
di berikan kepada ZD anaknya. Dari ZD harta tersebut kemudian
berpindah kepemilikan kepada anak angkatnya yaitu KN. KN berpendapat
bahwa pada masa lalu sekitar 1980 an kedua harta tersebut telah sah
menjadi miliknya dengan bukti sertifikat.
2. Profil anak angkat
Dalam masalah ini yaitu Pak kasindoni itu berasal dari
Punkursari salatiga. Beliau merupakan anak dari Pak PD. Sebelum Pak
KN di angkat oleh bapak ZD beliau tinggal di Punkur sari bersama ibu
dan ayahnya kadung. Pada waktu ibu dari pak KN mengandung anaknya
yang ke dua, selang beberapa bulan tibalah ibuk dari pak KN melahirkan
anak keduanya yang dan berjenis kelAM perempuan, tepat waktu itu
sehabis lahir adiknya pak KN bertepatan dengan meninggalnya ayah
kandung pak KN yang lebih tepat Pak PD meninggal pada jam 5 sore.
42
Dengan keadaan yang demikian keadaan keluarga pak KN agak
kekurangan permasalahan ekonomi. Bertepatan dengan itu adek dari bu
ZLK tidak di karuniai anak sehingga mengadopsi pak KN untuk di bantu
dirawat. Setelah pak KN diangkat anak pak ZD yaitu adik ipar dari bapak
kandung pak KN, beliau diajak tinggal di kalibening untuk dirawat dan
dibesarkan disana. Hubungan bapak KN dengan pak KN baik sekali
seperti halnya anak kadung sendiri. Dan Pak KN di bimbing selayaknya
anak kandung sendiri. Dahulu pada saat pengapdosian pak KN tidak
melauli jalur pengadilan atau tidak secara resmi. Setelah pak KN
menginjak dewasa maka dinikahkanlah beliau dengan ibu KN.
Saat ini pak KN bertempat tinggal di kali buket tingkir tengah.
Dahulu beliau bekerja sebagai petani akan tetapi dengan penghasilan
tersebut ia merasa kurang untuk menafkahi satu istri dan empat anaknya.
Maka kemudian Pak KN mempunyai inisiatif yaitu selain bertani ia
membuka usaha berdagang dipasar salatiga pada tahun 1999 hingga
sekarang. Mata pencaharian tersebut kini digunakan untuk menguliahkan
empat anaknya
3. Silsilah
Pangkal yang dapat diketahui tentang silsilah perpindahan harta
ini sampai pada seorang bernama H. SH. Beliau mempunyai istri Hj ibu
SH dan mereka akhirnya memiliki 6 orang anak yang terdiri dari 3 laki-
laki dan tiga perempuan. Anak pertama yaitu bernama H. FD, beliau
mempunyai menikah dengan ibu FD dan di karuniani empat orang anak
43
yang terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan, yaitu anak pertama
bernama WSH, yang ke 2 SYN. Ke3 Khomsatun dan yang ke 4 Ahmad
Zakari. Anak ke 2 dari Pak H, SH berna Hj .ZD, beliau menikah dengan
ibu ZLK akan tetapi beliau tidak dikaruniai anak, akan tetapi beliau
mengangkat seorang anak dari adik Ibu ZLK yang bernama Pak KN.
Anak ketiga dari H. SH bernama MZH beliu menikah dengan
pak MZH Mempunyai lima anak, yang terdiri dari 2 laki-laki dan 3
perempuan. Anak pertama bernam MNH, anak ke 2 bernama SBH, Anak
ketiga bernama MWH, anak keempat bernama NJH dan anak kelima
bernama KRM.
Anak keempat dari pak H. SH Bernama RB. Beliau menikah
dengan pak RB di karuniai hanaya satu anak yamg berjenis kelAM laki-
laki yaitu AM.
Anak kelima dari Pak H. SH Bernama MRH , beliau meniklah
dengan bapk dan di karuniai lima orang anak yag terdiri dari enam
perempuan. Anak pertama bernama MDH, anak ke 2 bernama MH, anak
ke 3 bernama MIMH, anak ke 4 bernama MPH, anak ke 5 bernama Sofiah
Mardhotun.
Anak ke enam dari pak SH bernama H.ASHR yang menikah
dengan ibu hj ASHR beliau dikaruniai lima anak yang terdiri dari empat
laki-laki dan satu perempuan. Anak pertama bernama MLSN, anak ke 2
bernama Dhohari, anak ke 3 bernama Muh Rifai, anak ke 4 bernama N.
AZ dan anak ke 5 bernama AM.
44
4. Kronologi kasus
a. Hasil wawancara dengan bapak KN
Menurut Bapak KN sekitar awal tahun 80 an beliau diberikan
hibah dari harta pak ZD yaitu berupa sebuah rumah dan tanah yang
menurut beliau penyerahan tersebut sudah disaksikan oleh kedua orang
rua angkatnya, seluruh keluarga dari orang tua angkatnya dan didepan
pejabat desa. Setelah itu kemudian tanah tersebt disertifikatkan kala itu
atas nama KN melalui Pegawai Pencatat Akta Tanah. Hanya saja bukti-
bukti temtang sertifikat tersebut sudah hilang.
Masalah kemudian muncul pada tahun 1985 setelah Bapak ZD
meninggal dunia yaitu ada keluarga dari pihak keluarga saudara bapak
ibuk angkat Pak KN tidak terima dengan keputusan yang diambil oleh
bapak ibuk angkat pak KN yaitu menyerahkan hartanya yang berupa
rumah dan tanah tersebut di berikan kepada pak KN. Walaupun tanah
warisan itu sudah disertifikatkan akan tetapi juga ada yang masih tidak
terima. Akhirnya pada tahun 1990 harta sengketa diatas dibagi menjadi
dua menjadi milik KN dan Mbah ASHR.
Setelah dibagi dua pihak lawan masih tetap tidak terima dan
melakukan teror dengan cara melempari rumah kediaman KN. Oleh
sebab perkara harta dan terror tersebut kemudian KN dan keluarga yang
merasa sudah tidak nyaman lagi tinggal di Kalibening memutuskan
untuk pindah ke Jombor Tuntang. Setelah dari tuntang Pak KN pindah
45
ke tingkir dengan tujuan mendirikan rumah disitu sekaligus mengurusi
usaha mertua pak KN yang mau di tinggal naik haji mertua Pak KN
b. Hasil wawancara dengan Bapak RF
Menurut pak RF, asal usul sengketa tanah milik pas KN itu
berawal dari tanah tempat mbah Haji ZD yang mengadopsi anak
angkat dari adik istrinyta yaitu pak KN, setelah itu Pak KN dirawat dari
kecil sampe besar dan disekolahkan, dinikahkan sampe punya anak dan
istri sampe mbh Haji ZD meninggal(ayah angkat). Setelah mbah ZD
meninggal itu tidak memiliki keturunan waris kecuali ayah saya Mbh
ASHR
Tanah-tanah milik mbh ZD sebagian sudah di jual oleh KN
waktu keadaan ZD sedang sakit. Tapi penjualan itu sudah tidak saya
persoalkan. Namun untuk soal tanah yang berada di Kalibening yang
menjadi objek peenelitian ini RF selaku anak dari Mbah ASHR sudah
habis kesabaran dan tidak mau tinggal diam. Ia beralasan tanah milik
kakenya (SH) dekat masjid seharusnya dimiliki keturunan aslinya
bukan orang lain (KN). Saat itu harta sengketa diatas telah diatas
namakan KN dalam sebuah sertifikat.
Pada tahun 1985 karena Pak KN diajak menyelesaikan harta
sengketa diatas secara damai tidak mau, terpaksa RF melakukan terror
kepada KN dengan menurunkan gentingnya tapi tidak sampai merusak
rumah. Setelah peristiwa itu RF dilaporkan ke polsek. Di Polsek
sengketa harta diatas berakhir dengan kesepakatan bersama diatas
46
materai yang ditandatangani oleh semua pihak yang berbunyi semua
harta tersebut dimiliki oleh KN dengan disertai janji oleh KN akan
memberikan harta bagian waris milik ASHR kepadanya namun
serelanya.
Akan tetapi ketika sudah di rumah, RF tetap tidak terima atau
menyangkal keputusan tersebut. RF lalu sempat akan memenggal
kepala KN untuk menuntut bagian ayahnya. Setelah kejadian itu pak
KN menyerah dan akhirnya tanah tersebut dibagi mejadi dua. Ketika
RF tahu bahwa KN ingin menjual rumah dan tanah sengketa, RF
memberi syarat yang kemudian dipenuhi KN bahwa KN harus memberi
uang kepada ASHR sebesar 6 juta sebagai duit susuk. Harta sengketa
diatas akhirnya dijual oleh KN.
47
BAB IV
ANALISA PROSES PERPINDAHAN HARTA ORANG TUA ANGKAT
PADA ANAK ANGKATNYA DI KALI BUKET BERDASAR HUKUM
ISLAM
A. Analisa Peristiwa Perpindahan Harta
Setelah peneliti mengadakan observasi langsung terhadap peristiwa
hukum perpindahan harta atau biasa dikenal atau dianggap sebagai kewarisan
di Kalibuket, peneliti menemukan terdapat pebedaan versi mengenai
keterangan yang menyangkut unsur perpindahan harta atau lebih spesifiknya
waris anak angkat di Kalibuket. Perbedaan yang dimaksud terletak pada unsur
Harta dan penerima Harta. Khusus mengenai Harta terdapat kejanggalan
menyangkut bukti otentik kepemilikan Harta. Selain adanya perbedaan
mengenai beberapa unsur diatas, terdapat juga perbedaan keterangan
mengenai proses perpindahan Harta.
1. Harta
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak KN, diperoleh poin-
poin mengenai Harta seperti dibawah ini.
a. Harta yang diberikan oleh ayah angkatnya (ZD) adalah berupa tanah
seluas 600 m dan sebuah rumah yang dulu bersama-sama ditempati oleh
Bapak KN dengan orangtua angkatnya.
b. Harta tersebut telah diberikan kepada KN saat kedua orang tua
anngkatnya masih sehat dengan disaksikan sanak saudara dari orangtua
48
angkatnya dan pejabat desa. Sehingga Kastoani menganggap harta
tersebut adalah sah beralih menjadi miliknya.
c. Semua harta yang telah dianggap sah menjadi miliknya diatas kemudian
telah disahkan kepemilikannya dengan akta otentik berupa sertifikat
yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Akta Tanah pada waktu itu.
Berbeda dengan keterangan KN, Bapak RF yang merupakan
keponakan dari Simbah ZD (orang tua angkat KN) dan secara sadar
mengetahui bahwa ayahnya merupakan ahli waris dari ZD memberikan
keterangan mengenai harta – harta ZD yang adalah sebagai berikut :
a. Sebenarnya bukan hanya tanah seluas 600 m dan rumah yang dulu
adalah milik ZD. Akan terapi terdapat pula beberapa tanah lain. Tanah
tanah lain itu telah dijual oleh KN sewaktu ayah angkatnya (ZD ) sakit
dan mendekati ajalnya.
b. RF dan ayahnya (ASHR) menutup mata atas peristiwa poin (a) dan
dengan berat hati merelakan.
c. RF membenarkan bahwa kepemilikan tanah seluas 600 m dan rumah
dimaksud telah bersertifikat.
d. Namun. RF beserta keluarga tetap menolak dan tidak mengakui hak
kepemilikan tanah seluas 600 m dan rumah adalah menjadi milik KN.
RF berdalih bahwa tanah peninggalan seluas 600m dan rumah yang
telah bersertifikat atas nama KN masih terdapat bagian ahli waris ZD
didalamnya yaitu ASHR. Namun KN abai akan fakta itu.
49
Dari keterangan dua narasumber diatas terlihat jelas adanya
perbedaan mengenai persoalan yang menyangkut harta-harta ZD. Akan
tetapi kedua nara sumber sama-sama tidak mempunyai bukti untuk
membuktikan dalil masing-masing. KN berkilah bahwa semenjak dia
menjual tanah dimaksud , bukti kepemilikannya sudah tidak dia urusi.
Sementara RF juga tidak mampu membuktikan penjualan harta lain yang
dilakukan oleh KN. Meskipun memang soalini kemudian tidak menjadi
penting lagi karena RF dan keluarga telah merelakannya. Maka berdasar
kesamaan keterangan dua nara sumber mengenai persoalan harta
peninggalan ZD adalah benar bahwa :
a. Hanya tanah seluas 600 m dan rumah kediaman yang ditinggalkan ZD
ketika beliau meninggal.
b. Kedua harta tersebut telah diberikan seluruhnya oleh ZD kepada anak
angkatnya sewaktu dia masih hidup dengan persaksian keluarga dekat
ZD.
c. Harta tersebut pernah dimiliki secara sah oleh KN dengan bukti
kepemilikan berupa surat otentik kepemilikan barang berupa sertifikat.
Dari poin - poin tersebut maka sebenarnya peristiwa hukum yang
terjadi antara ZD dengan KN anak angkatnya adalah perpindahan harta
yang disebut hibah karena sesuai ketentuan hukum islam bahwa anak
angkat tidak mewarisi orang tua angkatnya (Abdurrahman, 1995:79).
Bukan pula dapat disebut wasiat karen wasiat pada dasarnya
adalah suatu bentuk perpindahan harta yang dilakukan ketika pewasiat
50
masih hidup akan tetapi waktu berlakunya setelah pewasiat meninggal
dunia. Dan jika memang orangtua angkat berkeinginan untuk memberikan
suatu harta kepada anak angkatnya maka dapat dilakukan pada saat mereka
(orangtua angkat) masih hidup atau kemudian disebut hibah (Muthiah,
2017:180).
Kemudian peristiwa tersebut masuk dalam peraturan yang
tercantum dalam Pasal 210 (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) “Orang
yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa
adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta
bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi
untuk dimiliki.” Dari pasal tersebut dapat ditarik simpulan bahwa peristiwa
hukum tersebut telah memenuhi sebagaian besar unsur hibah yaitu shigat
hibah, penghibah, harta milik sendiri, penerima hibah. Serta telah
memenuhi syarat hibah yaitu aqil baligh atau berakal dan cukup umur,
tanpa ada paksaan, terdapat saksi.
2. Penerima Harta
Persoalan mengenai penerima harta tidak dapat dipisahkan dari
soal silsilah keluarga dari orang yang hartanya berpindah atau
dipindahkan. Menurut keterangan dua narasumber tidak diketemukan
perbedaan mengenai silsilah keluarga dari ZD. Hanya saja dari pihak KN
menganggap bahwa dirinya adalah penerima sah seluruh harta kekayaan
dari ZD. “Lak yo seka bapak (ZD) wis diwenehke aku disaksike keluarga
besar karo pejabat desa mangka ya wis sah.” Pengakuan dari KN tersebut
51
jelas bertentangan dengan hukum islam. Sebab berpindahnya seluruh harta
orang tua angkat kepada anak angkatnya adalah meniadakan hak ahli waris
mendapatkan hak warisnya yang kemudian dapat menimbulkan sengketa
(Muthiah, 2017:178). Meskipun telah disaksikan oleh keluarga dan pejabat
desa sebagai saksi.
Padahal waktu itu masih ada ahli waris dari ZD yang masih hidup
yaitu istri dari ZD dan setidaknya adik kandung dari ZD yaitu ASHR.
Sehingga dengan disaksikan pleh para pejabat desa dan keluarga sebgai
saksi, pengalihan harta tersebut tidak otomatis benar. Meskipun bukti saksi
adalah satu hal dalam hukum acara perdata namun ia tetap bertentangan
dengan esensi hukum islam. Kecuali jika memang hukum yang
diberlakukan atau digunakan kala itu adalah hukum adat atau kebiasaan,
yaitu hukum yang tumbuh dan diterima dengan baik di suatu masyarakat.
Namun jika hukum kebiasaan yang berlaku, seharusnya pihak ASHR dapat
menerimanya bukan sebaliknya. ASHR dan anaknya yaitu RF kemudian
mempermasalahkannya.
B. Tinjauan Hukum Islam atas Peristiwa Perpindahan Harta Orang Tua
Angkat kepada Anak Angkatnya di Kalibuket.
Peristiwa hukum perpindahan harta dari orang tua angkat kepada
anak angkatnya yang merupakan hibah tersebut ternyata menyimpangi
Hukum Islam karena besaran hibah yang diberikan melebihi batas maksimal
yang seharusnya diterima oleh seorang anak angkat yaitu hanya sebesar
maksimal 1/3 dari harta keseluruhan. dalam Pasal 210 (1) Kompilasi Hukum
52
Islam (KHI) “Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun
berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-
banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan
dua orang saksi untuk dimiliki.” Walaupun begitu sebenarnya sengketa hibah
pada masa lampau itu tidak dapat diputus berdasarkan KHI karena KHI
berlaku sesudah hibah ini dilakukan dan dipermasalahkan oleh RF. Ketentuan
ini berdasar bahwa hukum tidak berlaku surut. Jadi semacam ada
pemahfuman. Tentu akan berbeda jika sengketa hibah tersebut sudah
tertampung dalam suatu hukum seperti KHI dan dapat dilaksanakan dengan
baik tanpa adanya dualisme hukum.
Jika besaran atau jumlah maksimal hibah dilihat secara lebih luas
berdasarkan fiqih klasik, dikatakan dalam Muthiah (2017:231) bahwa Sayyid
Sabiq berpendapat bahwa boleh menghibahkan seluruh harta penghibah.
Namun Hanafi dan Ibnul Hasan dahulu sudah menentang penghibahan
keseluruhan harta (Muthiah, 2017:225). Dengan kata lain terjadi perbedaan
pendapat mengenai persoalan ini. Sehingga pemahfuman diatas kemudian
mendapatkan penguat dengan adanya perbedaan pendapat para ahli fiqh
diatas.
Penyimpangan yang lain ialah meskipun telah disaksikan oleh
keluarga ZD, akan tetapi hibah itu selain melebihi batas maksimal harta yang
boleh dihibahkan hibah itu juga melanggar kepentingan ahli warisnya semisal
ASHR. Persoalannya pada waktu itu apakah ASHR ikut bersaksi atau tidak
dan jika bersaksi kenapa setelah ZD meninggal baru mensengketakannya.
53
Terlepas dari sikap ASHR, pengabaian hak ahli waris dalam suatu hibah
adalah melanggar hukum Islam. Sebab pengangkatan anak tidak boleh
menjadikan anak angkat sebagai pewaris tunggal dari harta kekayaan orang
tua angkatnya yang kemudian dapat mengakibatkan ahli waris tidak mendapat
hak warisnya (Muthiah, 2017:178).
Berdasarkan kenyataan yang telah terjadi, maka peneliti dengan
tegas mengambil posisi bahwa penghibahan seluruh harta tanpa
memperhatikan keberadaan ahli waris adalah tidak benar, Ia bertentangan
dengan KHI pasal 210. Hukum Islam bertujuan melindungi umatnya dan KHI
adalah perwujudan fiqh bagi muslim Indonesia yang bertujuan melindungi
kepentingan – kepentingan muslim Indonesia. Khusus KHI pasal 210, pasal
tersebut bertujuan melindungi baik kepentingan penghibah sendiri yang
masih hidup dan memerlukan biaya dan kepentingan ahli waris lain yang
mungkin masih ada. Sehingga kemudian mengantisipasi kemungkinan
sengketa yang akan muncul di masa mendatang. Namun khusus mengenai
sengketa hibah yang terjadi di Kalibuket, Tingkir Tengah Salatiga, peneliti
berpendapat bahwa ketidak pastian hukumlah yang menyebabkan sengketa
terjadi. Dengan kecenderungan mendukung atau membenarkan persepsi dari
RF yang sudah muncul pada masa itu bahwa hak anak angkat atas harta orang
tua angkatnya tidak boleh melanggar hak yang dimiliki oleh ahli waris dari
orang tua angkatnya. RF pernah berkata dengan nada ironi “Moso yo wangun
tanah e Mbah SH ko saiki sing nduweni wong lia ora anak turune.” sebagai
bentuk pembelaan terhadap hak waris ayahnya atas harta ZD.
54
Penyimpangan hukum yang bermula dari hibah kemudian berlanjut
kedalam praktik pengesahan hak milik berupa sertifikat. Apakah mungkin
seoarang anak angkat kemudian bisa mengakuisisi seluruh harta dari ayah
angkatnya. Mengingat kejadian ini terjadi pada masa 80 an maka
kemungkinan hal itu dapat terjadi. Karena pada masa itu dualisme hukum
masih terasa di bumi Indonesia sebelum kemunculan UU no 7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama yang dengan cukup tegas memberikan kewenangan
kepada pengadilan agama untuk menangani kasus perdata Islam atau dengan
jelas memisahkan antara kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan
Negeri. Sehingga memang mungkin saja KN pada waktu itu mendapatkan
kepemilikan harta tersebut secara sah lewat Pengadilan Negeri mengingat
BAB X dari pasal 1666 – 1693 KUH Perdata yang mengatur persoalan hibah
tidak menyebutkan besaran hibah dan justru di pasal yang lain tepatnya KUH
Perdata yang 169 KUH perdata yang berbunyi ‘hibah-hibah dapat berkenaan
dengan barang yang sudah ada seperti yang dirinci dalam akta hibahnya,
dapat pula seluruh harta atau sebagian harta dari si penghibah.” Sehingga
berdasarkan BAB X dan pasal 169 KUH Perdata diatas mungkin saja KN
mendapatkan kepemilikan melalui jalur Pengadilan Negeri.
Alternatif lain yang mungkin jika tanpa melalui jalur pengadilan
adalah mungkin KN mendapatkan kepemilikan harta tersebut dengan cara KN
dianggap telah membeli harta ayah angkatnya kemudian mencatatkannya
secara sah di Pegawai Pencatat Akta Tanah. Atau jika kedua kemungkinan itu
55
tidak terjadi maka kemungkinan KN juga tidak mempunyai sertifikat atas
harta-harta tersebut.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dan kemudian menganalisa peristiwa
hukum berupa perpindahan harta orangtua angkat kepada anak angkatnya
yang terjadi di Kalibuket, Tingkir Tengah, Salatiga, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses perpindahan harta terhadap anak angkat di Kalibuket Kelurahan
Tingkir Tengah merupakan pemberian (hibah), hal tersebut dikarenakan
dalam pemberian harta ayah angkat (ZD) kepada anak angkat saat (KN) itu
masih hidup.
2. Anak angkat dalam Hukum Islam tidak mendapatkan bagian warisan. Dia
masih menjadi bagian Ahli Waris orang tua kandungnya. Anak angkat
terhadap orang tua angkat mendapatkan harta dari jalan hibah atau wasiat.
Apabila orang tua angkat tidak memberikan wasiat maka ia bisa
mendapatkan harta dengan jalan wasiat wajibah sesuai dengan pasal 209
Kompilasi Hukum Islam.
B. Saran
1. Hendaknya jika ingin mengangkat anak, perlu diperhatikan dan dipahami
perihal hak dan kewajiban yang akan timbul pada diri orang tua angkat dan
anak angkatnya.
57
2. Penting untuk melakukan pengangkatan anak sesuai hukum yang berlaku
agar didapatkan ke[astian hukum dan penjelasan mengenai hak dan
kewajiban yang mengikutinya.
3. Hibah itu suatu kebaikan. Namun jangan dijadikan suatu kebaikan sebagai
pemicu dari kemaksiatan.
4. Kepada muslim Indonesia jika ingin melakukan perbuatan perbuatan
hukum apapun khusunya mengenai keperdataan hendaknya menjadikan
atau menghormati KHI sebagai fiqh mereka guna mencapai tujuan hukum
atau syariah yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan bagi umat.
58
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Jakarta, 1971.
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. 1992. Jakarta : Akademika
Pressindo.
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Tanpa tahun. Pembagian Waris Menurut Islam.
Terjemahan oleh Basalamah A.M. 1995. Jakarta: Gema Insani Press.
Basyir, Ahmad Azhar. 2005. Hukum Waris Islam. Yogyakarta : UII Press.
Khasanah, Fatkilatul. 2017. “fenomena pengangkatan anak (studi kasus di dusun
dawung desa candirejo kecamatan pringapus kabupaten semarang
Meleong, L. Y. 1996.” Metodologi Penelitian Kualitatif “. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Muderis Zaini. 2006. Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum. Semarang:
Sinar Grafik.
Muthiah dan Hukum Kewarisan. Yogyakarta : Pustaka Baru Press. , Aulia. 2017.
Hukum Islam – Dinamika PerkembanganSeputar Hukum Perkawinan
Sarosa, S. 2012. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar. Jakarta: Indeks
Summa, Muhammad AM. 2005, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Usman, Rachmadi. 2003. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan.
Citra Aditya Bakti.
Usman, Rachmadi. 2009. Hukum kewarisan Islam dalam dimensi kompilasi
hukum Islam. Mandar Maju.
Anshori, Abdul Ghofur. 2005. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia Eksistensi
dan Adabtabilitas. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta.
Rasyid, Sulaiman. 1978. Fikih Sunnah. Bandung: PT. Almaarif.
Undang-undang nomor 3 tahun 2006 dan kompilasi hukum islam.
Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan
Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam
59
DOKUMENTASI
Gambar Bapak KN
Gambar Bapak RF
60
Gambar Objek Penilitian
61
62
63
64
65