permukiman kapuk muara

4
PERMUKIMAN KAPUK MUARA Sejarah perkembangan kota Jakarta dan Jakarta Utara Awal perkembangan kota Jakarta, dimulai sekitar muara Ciliwung di daerah Angke, dimana daerah ini merupakan bandar pelabuhan Kerajaan Tarumanegara, abad ke-5. Pada tahun 1522 bangsa Portugis datang ke Jakarta dan membangun benteng di Sunda Kelapa untuk kepentingan perdagangan. 5 tahun kemudian pada tanggal 22 Juni 1527, Sunda kelapa direbut oleh Fatahillah dan mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Akhir abad ke-16 pada tanggal 13 November 1596 dimulailah era Belanda, pada waktu itu berkembang wilayah Jakarta Utara terutama pelabuhan Jayakarta. Belanda mendirkan perserikatan dagang yang bernama Vereenigde oost Indische Compagnie (VOC) dan mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia, dengan adanya VOC ini maka Batavia terus berkembang. Awal abad ke-19, tahun 1767 kota benteng Batavia semakin padat maka pihak Belanda membangun Weltevreden, diteruskan dengan pembangunan Koningsplein tahun 1818, tujuan pmbangunan kedua wilayah ini untuk menampung penduduk pendatang (Belanda, Cina, dll) maupun asli di Batavia. Tahun 1935 belanda pun mengembangkan Batavia ke wilayah Bogor yang disebut Stadsgemeente Buitenzorg, tetepi wilayah ini tidak diintegrasikan, melainkan hanya sebagai daerah sekitar atau hiterland dari Jakarta. Tahun 1966 dikeluarkan Peraturan Daerah No: 4 tahun 1966 oleh Pemerintah DKI Jakarta tentang pembagian wilayah dalam rangka Dekonsentrasi, yang membagi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta menjadi 5 wiayah kota administratif yaitu: Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat

Upload: veronica-gnoveva-venna

Post on 02-Jul-2015

76 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERMUKIMAN KAPUK MUARA

PERMUKIMAN KAPUK MUARA

Sejarah perkembangan kota Jakarta dan Jakarta Utara

Awal perkembangan kota Jakarta, dimulai sekitar muara Ciliwung di daerah Angke, dimana daerah ini merupakan bandar pelabuhan Kerajaan Tarumanegara, abad ke-5.

Pada tahun 1522 bangsa Portugis datang ke Jakarta dan membangun benteng di Sunda Kelapa untuk kepentingan perdagangan.

5 tahun kemudian pada tanggal 22 Juni 1527, Sunda kelapa direbut oleh Fatahillah dan mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.

Akhir abad ke-16 pada tanggal 13 November 1596 dimulailah era Belanda, pada waktu itu berkembang wilayah Jakarta Utara terutama pelabuhan Jayakarta. Belanda mendirkan perserikatan dagang yang bernama Vereenigde oost Indische Compagnie (VOC) dan mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia, dengan adanya VOC ini maka Batavia terus berkembang.

Awal abad ke-19, tahun 1767 kota benteng Batavia semakin padat maka pihak Belanda membangun Weltevreden, diteruskan dengan pembangunan Koningsplein tahun 1818, tujuan pmbangunan kedua wilayah ini untuk menampung penduduk pendatang (Belanda, Cina, dll) maupun asli di Batavia.

Tahun 1935 belanda pun mengembangkan Batavia ke wilayah Bogor yang disebut Stadsgemeente Buitenzorg, tetepi wilayah ini tidak diintegrasikan, melainkan hanya sebagai daerah sekitar atau hiterland dari Jakarta.

Tahun 1966 dikeluarkan Peraturan Daerah No: 4 tahun 1966 oleh Pemerintah DKI Jakarta tentang pembagian wilayah dalam rangka Dekonsentrasi, yang membagi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta menjadi 5 wiayah kota administratif yaitu:

Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Timur Jakarta Selatan

Kelima wilayah ini meliputi 22 kecamatan dan 220 kelurahan.

Wilayah Jakarta Utara yang merupakan kawasan pelabuhan, membuat wilayah ini semakin berkembang khususnya dari segi jumlah lokasi pelabuhan, intensitas kegiatan pelabuhan, luas areal dermaga dan peralatan serta jangkauan pelayanan. Pelabuhan-pelabuhan di kawasan Jakarta Utara antara lain:

Pelabuhan Tanjung Priok

Page 2: PERMUKIMAN KAPUK MUARA

Sunda Kelapa Pelabuhan Ikan Pelabuhan nelayan Pelabuhan Minyak Dermaga Kapal Wisata dan lain-lain.

Luas wilayah Jakarta Utara sejak dikeluarkan Lembaran daerah No. 4 tahun 1966 Pemerintah DKI Jakarta adalah 104,36 Km2 atau 10,430 ha dengan 4 Kecamatan yang masing-masing yaitu:

Kecamatan Kepulauan Seribu Kecamatan Tanjung Priok Kecamatan Koja Kecamatan Penjaringan

Keempat kecamatan ini mempunyai 24 kelurahan kemudian tahun 1995 luas wilayah Jakarta Utara menjadi 15,401 Ha dengan penambahan 3 kecamatan yaitu:

Kecamatan Kelapa Gading Kecamatan Cilincing Kecamatan Pademangan

Tiga kecamatan ini memiliki 35 kelurahan, sehingga keseluruhan kelurahan sebnyak 59 kelurahan.

Kegiatan Ekonomi

Berkembangnya sektor kegiatan ekonomi khususnya industri di Jakarta Utara, disebabkan antara lain oleh adanya sarana pelabuhan laut yang cukup banyak di wilayah ini. Peranan pelabuhan itu sendiri terhadap perkembangan industri di Jakarta Utara adalah sebagai sarana perpindahan barang antar daerah dalam 1 negara maupun antar negara, dipilihnya transportasi laut sebagai alat perpindahan barang antar negara karena faktor biaya transport yang cukup murah dibandingkan dengan transportasi udara.

Sektor perdagangan dan jasa bekembang di Jakarta Utara akibat adanya tuntutan dari pertambahan penduduk. Sektor ini pada dasarnya melayani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat, sehingga jika bertambah masyarakat disuatu wilayah maka sektor ini akan berkembang pesat.

Masyarakat di bantaran sungai

Masyarakat yang tinggal di permukiman bantaran sungai merupakan fenomena dari perkotaan, masyarakat yang ingin mengikuti “perjalanan” pembangunan perkotaan khususnya kota Jakarta perlu menyesuaikan baik kehidupan maupun kebutuhan sehari-harinya.

Mereka membentuk komunitas yang besar dan akhirnya kawasan tersebut menjadi kumuh dan tidak terkendali yang mana keadaan lingkungan kampung adalah padat dengan penduduk, kurangnya prasarana, sanitasi dan fasilitas lingkungan, sehingga berdampak kepada kualitas hidup masyarakat.

Page 3: PERMUKIMAN KAPUK MUARA

Alasan masyarakat memilih dan membentuk komunitas sendiri mempunyai jangkauan yang mudah untuk pergi ke tempat kerja. Menempati lokasi yang dekat maka mereka tidak akan mengeluarkan biay transportasi ke tempat mereka mencari nafkah.

Masyarakat kapuk muara menetap di bantaran sungai Angke karena menganggap tempat tinggal yang tepat, tidak adanya jual beli lahan, dekat dengan sumber air dan dekat dengan kegiatan sektor ekonomi.

Awal terbentuknya komunitas di kapuk muara, berawal dari masyarakat asli yaitu suku Betawi yang pertama tinggal, mereka memiliki lahan yang luas dan menjadi tuan tanah. Lahan di bantaran sungai Angke sebagian dijadikan lahan perkebunan dan pertanian.

Mereka memerlukan buruh untuk mengurus perkebunan dan pertanian yang mereka miliki. Dalam perkembangannya buruh-buruh ini mendirikan rumah di bantaran sungai Angke sekalian mengurus dan mengawasi perkebunan dan pertanian. Karena adanya perubahan ekonomi atau perubahan kebutuhan lahan maka lahan pertanian dan perkebunan menjadi berkurang, dengan berkurangnya lahan ini karena dibeli oleh masyarakat sekitar untuk dijadikan lahan pernukiman.

Pada tahun 1953 masyarakat dari Aceh datang ke permukiman ini yang bertujuan mencari tempat tinggal dengan bermata pencaharian sebagai nelayan, selain itu masyarakat lain seperti Jawa Tengan dan Jawa Barat bermata pencaharian sebagai petani. Dengan datangnya masyarakat tersebut membuat permukiman Kapuk Muara semakin bertambah.

Masyarakat datang ke jakarta dengan membawa teman atau sanak keluarga untuk menetap di Permukiman Kapuk Muara. Mereka tinggal di rumah-rumah keluarga, kenaln, sesama daerah asal, pinggiran kota atau di bantaran sunga. Mereka membuat rumah-rumah petak sebagai tempat tinggal. Hubungan kekerabatan diantara mereka cukup kuat berdasarkan asal daerah, keluarga atau sesama profesi.

Sekitar tahun 1970-an kembali bertangan masyarakat dari dalam maupun luar kota Jakarta untuk mencari kehidupan yang layak di Kapuk Muara, sehingga bertambah pula rumah dilahan ini. Tumbuhnya sektor ekonomi di sekitar permukiman Kpauk Muara pada tahun 1990-an membuat daya tarik masyarakat untuk datang mencari pekerjaan.

Perubahan mata pencaharian terjadi di masyarakat Kapuk Muara, masyarakat yang dahulu berkerja sebagai nelayan atau petani berpindah menjadi buruh industri atau pedagang keliling.