permanganometri

28
PERCOBAAN V PERMANGANOMETRI I. TUJUAN PERCOBAAN 1. Mahasiswa dapat melakukan standarisasi larutan permanganat. 2. Mahasiswa dapat menentukan kadar besi sebagai besi(II). 3. Untuk memahami reaksi-reaksi reduksi dan oksidasi dengan kalium permanganat. II. LANDASAN TEORI A. Analisis Volumetri Proses analisis untuk menentukan jumlah yang tidak diketahui dari suatu zat dengan mengukur volume larutan pereaksi yang diperlukan untuk reaksi sempurna disebut analisis volumetri. Analisis ini juga menyangkut penguluran volume gas. Proses pengukuran volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volume sampai terjadi reaksi sempurna disebut titrasi. Larutan yang diketahui konsentrasinya disebut larutan standar (Erik,dkk, 2011) Titik ketika reaksi tepat berlangsung sempurna disebut titil ekivalen. Untuk mengetahui titik ekivalen digunakan indikator, yang akan mengalami perubahan warna ketika terdapat kelebihan pereaksi. Titik ini disebut titik akhir titrasi yang diharapkan berimpit dengan titik ekivalen. Perbedaan antara titik ekivalen dan titik akhir titrasi disebut kesalahan titrasi. Indikator yang dipilih

Upload: samhasari-desthi-m

Post on 19-Jan-2016

164 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Laporan praktikum analisis volumetri : Titrasi permanganometri

TRANSCRIPT

PERCOBAAN V

PERMANGANOMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Mahasiswa dapat melakukan standarisasi larutan permanganat.

2. Mahasiswa dapat menentukan kadar besi sebagai besi(II).

3. Untuk memahami reaksi-reaksi reduksi dan oksidasi dengan kalium permanganat.

II. LANDASAN TEORI

A. Analisis Volumetri

Proses analisis untuk menentukan jumlah yang tidak diketahui dari suatu zat

dengan mengukur volume larutan pereaksi yang diperlukan untuk reaksi sempurna

disebut analisis volumetri. Analisis ini juga menyangkut penguluran volume gas. Proses

pengukuran volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam

larutan lain yang diketahui volume sampai terjadi reaksi sempurna disebut titrasi.

Larutan yang diketahui konsentrasinya disebut larutan standar (Erik,dkk, 2011)

Titik ketika reaksi tepat berlangsung sempurna disebut titil ekivalen. Untuk

mengetahui titik ekivalen digunakan indikator, yang akan mengalami perubahan warna

ketika terdapat kelebihan pereaksi. Titik ini disebut titik akhir titrasi yang diharapkan

berimpit dengan titik ekivalen. Perbedaan antara titik ekivalen dan titik akhir titrasi

disebut kesalahan titrasi. Indikator yang dipilih untuk suatu titrasi harus memberikan

kesalahan yang sekecil mungkin. (Hiskia Achmad, 1996 : 170)

Syarat-syarat titrasi antara lain (Rivai, 1995) :

1. Reaksi harus berlangsung sempurna, secara stoikiometri dan tidak ada reaksi

samping.

2. Reaksi harus berlangsung cepat dan reversibel

3. Reaksi harus kuantitatif

4. Harus ada indikator (penunjuk akhir titrasi) baik langsung maupun tidak langsung.

5. Pada titik ekivalen reaksi harus diketahui titik akhir titrasi secara tajam.

B. Larutan Standar

Larutan standar adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Ada

beberapa cara dalam menstandarkan larutan, yaitu :

1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat

tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat.

Larutan ini disebut larutan standar primer, sedangkan zat yang digunakan disebut

standar primer.

2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat

kemudian melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat

distandarkan dengan larutan standar primer, disebut larutan standar sekunder.

3. Mengencerkan larutan pekat yang telah diketahui konsentrasinya. Pengenceran

larutan pekat yang telah diketahui konsentrasinya dengan menggunakan rumus

pengenceran V1.N1 = V2.N2, dengan V1, V2 adalah volume larutan pekat dan

volume setelah pengenceran, N1 dan N2 berturut-turut adalah normalitas larutan

pekat dan setelah pengenceran. (Hiskia Achmad, 1996)

Larutan standar primer dipreparasi dari zat standar primer. Suatu zat standar primer harus

memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Bahan harus tersedia dengan mudah, dapat dikeringkan, dimurnikan dan disimpan

dengan mudah.

b. Bahan tidak berubah selama penimbangan (tidak higroskopis, tidak teroksidasi

oleh udara, dan tidak terpengaruh CO2).

c. Bahan dapat dilakukan uji kualitatif terhadap pengotor-pengotor.

d. Bahan memiliki harga ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan dalam

penimbangan dapat diabaikan.

e. Bahan mudah larut pada kondisi pemakaian.

f. Reaksi dengan larutan standar berlangsung stoikiometrik.

Bahan-bahan yang digolongkan sebagai larutan standar primer antara lain,

natrium karbonat, natrium tetraborat, kalium hidrogen iodat dan asam benzoat (pada

titrasi netralisasi); perak nitrat, natrium klorida, kalium klorida (pada titrasi

pengendapan); dan kalium dikromat, kalium bromat, kalium iodat, iodin, natrium

okasalat (pada titrasi redoks). (Didik Setiyo W, 2002)

C. Titrasi Redoks

Pengertian

Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan

analit.Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa

yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya

penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan

kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah

penentuan asam oksalat dengan menggunakan permanganate, penentuan besi(II) dengan

serium(IV), dan sebagainya.

Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi

redoks memegang peran penting, selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta,

sifat oksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik

mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih

mudah.

Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva

titrasi antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan

indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks

dengan indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan

warna titrant sebagai indikator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau

penentuan alkohol dengan kalium dikromat. Beberapa titrasi redoks menggunakan

amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoks yang melibatkan iodine. Indikator

yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga sering dipakai untuk titrasi redoks

jika kedua indicator diatas tidak dapat diaplikasikan, misalnya ferroin, metilen, blue, dan

nitroferoin.

Contoh titrasi redoks yang terkenal adalah iodimetri, iodometri,

permanganometri menggunakan titrant kalium permanganat untuk penentuan Fe2+ dan

oksalat, Kalium dikromat dipakai untuk titran  penentuan Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl.

Bromat dipakai sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan iodida (sebagai I2 yang

dititrasi dengan tiosulfat), dan Cerium(IV) yang bisa dipakai untuk titrant titrasi redoks

penentuan ferosianida dan nitrit. (Didik Setiyo W, 2002)

Prinsip

Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan

penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang

dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh

oksidator. Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode

bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion elektron). Hubungan reaksi

redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks melibatkan

perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks dapat

menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi

redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia.

Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah persamaan

Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat.

Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau

sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran. (Didik

Setiyo W, 2002)

D. Permanganometri

Kalium Permanganat (KMnO4) telah banyak digunakan sebagai agen

pengoksidasi selama lebih dari 100 tahun.  Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah,

tidak mahal, dan tidak membutuhkan indikator terkecuali untuk larutan yang amat

encer.  Satu tetes permanganat 0,1 N memberikan warna merah muda yang jelas pada

volume dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi.  Warna ini

dipergunakan untuk mengindikasikan kelebihan reagen tersebut.  

Permanganat mengalami beragam reaksi kimia, karena Mangan(Mn) dapat

dalam kondisi +2, +3, +4, +6, +7. Reaksi yang paling umum ditemukan dalam

laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat asam 0,1 N

atau lebih besar :

MnO4- + 8H+ + 5e- ↔ Mn2+ + 4H2O Eo = +1,51 V

Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan reaksi ini,

namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis

untuk mempercepat reaksi.  Permanganat adalah agen unsur pengoksidasi yang cukup

kuat untuk mengoksidasi Mn (II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan (Day, R.A dan

Underwood, 2001) :

3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5 MnO2(s) + 4H+

Penetapan kadar zat dengan permanganometri dapat dilakukan ddalam suasana asam

/ basa atau netral. Metode Asam digunakan apabila dalam sampel mengandung ion Cl

kurang dari 300 ppm, reaksinya :

2 KMnO4 + 2 H2SO4 → K2SO4 + 2 MnSO4 + 2 H2O

Metode Basa digunakan apabila dalam air mengandung ion Cl lebih besar dari 300

ppm, reaksinya :

2 KMnO4 + H2O →2 MnO2 + 2 KOH

(Ana dan Yusrin, 2010)

E. Standarisasi KMnO4

Kalium Permanganat bukanlah standar primer.  Sangat sukar untuk

mendapatkan pereaksi ini dalam keadaan murni, bebas sama sekali dari mangan

dioksida.Apa lagi, air yang dipakai sebagai pelarut sangat mungkin masih mengandung

zat pengotor lain yang dapat mereduksi Permanganat menjadi Mangan

dioksida (MnO2). Adanya zat ini sangatlah mengganggu, karena akan mempercepat

penguraian  dari larutan permanganat setelah didiamkan.

Reaksi Penguraian :

4MnO4- + 2H2O ↔ 4MnO2-

 + 3O2- + 4OH-

Permanganat merupakan oksidasi yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn(II) menjadi

MnO2 menurut persamaan :

2MnO4- + 3Mn2

+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+

Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral.

Larutan Kalium Permanganat(KMnO4) dapat distandarisasikan dengan

menggunakan arsen (III) oksida atau Natrium Oksalat sebagai  larutan standar

primer,larutan standar sekunder meliputi besi logam, dan besi (II) etilenadiamonium

sulfat ( etileradiamina besi (II) sulfat), FeSO4, C2H4(NH3)2SO4, 4H2O (Basset, J. dkk,

1984 : 212).

Larutan KMnO4 standar dapat juga digunakan secara tidak langsung dalam

penetapan zat pengoksida, terutama oksida yang lebih tinggi seperti logam timbal dan

mangan, oksida semacam itu sukar dilarutkan dalam asam atau basa tanpa mereduksi

logam itu ke keadaan  yang lebih tinggi.  Tidak praktis untuk menitrasi zat ini secara

langsung karena reaksi dari zat padat dengan zat pereduksi berjalan lambat (Day, R.  A

dan Underwood, 2001).

Oleh karena itu sampel diolah dengan kuantitasnya yang berlebih diketahui

sesuatu zat peruduksi dan dipanasi agar reaksi lengkap.  Kemudian kelebihan zat

pereduksi dititrasi dengan Permanganat standar.  Berbagai zat pereduksi dapat digunakan

seperti AS2O3 dan N2C2O4.  Analisis pirolusit, atau bijih yang mengandung

MnO2 merupakan latihan yang lazim bagi mahasiswa.  Reaksi MnO2 dengan HASO2 :

MnO2(s) + HASO2 + 2H+ → Mn2+ + H3AsO4

Dalam larutan yang bersifat basa, KMnO4 agar mudah mengoksidasi ion-ion iodida,

sionida, tiosianat, dan beberapa senyawa organik dioksidasi oleh kalium permanganat

menjadi oksalat, bukan menjadi karbondioksida  (Rivai, 1995).

Larutan baku KMnO4 dibuat dengan melarutkan sejumlah Kalium Permanganat

dalam air, mendidihkannya selama delapan jam atau lebih, kemudian saring endapan

MnO2 yang terbentuk, lalu dibakukan dengan zat baku utama.  Zat baku utama yang

lazim dipakai adalah Natrium Oksalat. Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan

tersebut adalah sebagai berikut :  

5C2O42- + 2MnO4

2- + 16H+ → 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

Titik titrasi akhir ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan oleh

kelebihan Permanganat (Rivai, 1995).

Standarisasi larutan Kalium permanganat dapat dilakukan dengan senyawa

Natrium Oksalat (Na2C2O4) yang  juga merupakan standar primer yang baik untuk

permanganat dalam larutan asam.  Senyawa ini mempunyai derajat kemurnian yang

tinggi, stabil pada pengeringan dan tidak mudah menguap.  Reaksi dengan Permanganat

agak rumit, dan meskipun telah banyak penyelidikan, mekanisme yang eksak masih

belum jelas.  Reaksi itu lambat pada temperatur kamar dan karenanya biasanya larutan

dipanaskan yaitu pada suhu sekitar 60oC (Day, R.  A dan Underwood, 2001).

Penetapan titrimetrik terhadap Kalsium dalam batu kapur seringkali digunakan

sebagai latihan mahasiswa.Kalsium diendapkan sebagai  Kalsium Oksalat (CaC2O4).

Setelah disaring dan dicuci, enadapan dilarutakn dalam Asam Sulfat dan Oksalatnya

dititrasi dengan Permanganat.Prosedur ini lebih cepat dibandingkan prosedur

Gravimetri  (Day, R.  A dan Underwood, 2001).

F. Analisis Bahan

1. Kalium Permanganat ( KMnO4 )

Sifat Fisika Sifat Kimia

1. Berat molekul : 197,12 g/mol.

2. Titik didih : 32,350C

3. Titik beku : 2,830C.

4. Bentuk : Kristal berwarna

ungu-kehitaman

5. Densitas : 2,7 kg/L pada 20°C

1. Larut dalam metanol.

KMnO4 + CH3OH → CH3MnO4 + KOH

2. Mudah terurai oleh sinar.

4KMnO4 + H2O → 4 MnO2 ↓ + 3O2 +4KOH

3. Dalam suasana netral dan basa akan tereduksi

menjadi MnO2.

4KMnO4 + H2O → 4 MnO2 ↓ + 3O2 +4KOH

4. Kelarutan dalam basa alkali berkurang jika

volume logam alkali berlebih.

5. Merupakan zat pengoksidasi yang kuat.

6. Bereaksi dengan materi yang tereduksi dan

mudah terbakar menimbulkan bahaya api dan

ledakan.

(Mulyono,2005)

2. Natrium Oksalat (Na2C2O4)

Sifat Fisika Sifat Kimia

1. Berat molekul : 134 g/mol.

2. Bentuk : Kristal berwarna

putih

3. Densitas : 2,34 g/cm3

4. Kelarutan dalam air : 3,7

g/100mL pada 20°C

5. Tidak larut dalam etanol

1. Hasil reaksi dari asam oksalat dengan natrium

hidroksida

H2C2O4 + 2NaOH → Na2C2O4 + 2H2O

2. Bersifat toksik

3. Merupakan standar primer

6. Asam Sulfat (H2SO4)

Sifat Fisika Sifat Kimia

1. Berat molekul : 98 g/mol

2. Titik didih : 315-338 °C

3. Titik lebur : 10 °C

4. Bentuk : Cairan Kental tak

berwarna

5. Densitas : 1,8 kg/L pada 40°C

1. Merupakan asam kuat.

2. Bersifat korosif.

3. Memiliki afinitas yang sangat besar terhadap air.

4. Bersifat sangat reaktif.

5. Merupakan asam bervalensi dua.

6. Diperoleh dari reaksi SO3 dengan air.

SO3 + H2O → H2SO4

7. Besi (Fe)

Sifat Fisika Sifat Kimia

1. Berat molekul : 55,847 g/mol.

2. Titik leleh : 1537°C.

3. Titik didih : 3000°C.

1. Derajat keasamannya meningkat sebanding

dengan peningkatan bilangan oksidasinya.

2. Tingkat hidrolisis besi meningkat sebanding

4. Bentuk : Padatan berwarna putih

abu-abu

5. Densitas : 7,874 kg/L pada 20 °C

6. Fase padat.

7. Berwarna metalik mengkilap

keabu-abuan.

8. Termasuk dalam golongan logam

transisi.

dengan peningkatan bilangan valensinya.

3. Pada temperatur kamar, besi bersifat sangat

stabil.

4. Tidak larut dalam asam nitrat.

5. Larut dalam larutan natrium hidroksida

panas.

6. Konfigurasi elektronnya adalah 3d6 4s2.

(Mulyono,2005)

8. Air (H2O)

Sifat Fisika Sifat Kimia

1. Berat molekul : 18.0153 g/mol

2. Titik leleh : 0°C

3. Titik didih : 100°C

4. Berat jenis : 0.998 gr/cm3

5. Berupa cairan yang tidak

berwarna dan tidak berbau.

6. Memiliki gaya adhesi yang kuat.

1. Memiliki keelektronegatifan yang lebih kuat

daripada hidrogen.

2. Merupakan senyawa yang polar.

3. Memiliki ikatan van der waals dan ikatan

hidrogen.

4. Dapat membentuk azeotrop dengan pelarut

lainnya.

5. Dapat dipisahkan dengan elektrolisis

menjadi oksigen dan hidrogen.

6. Dibentuk sebagai hasil samping dari

pembakaran senyawa yang mengandung

hidrogen.

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

1. Erlenmeyer

2. Neraca listrik

3. Corong saring

4. Buret

5. Gelas ukur

6. Pipet Volum

7. Pemanas

B. Bahan

1. KMnO4

2. H2SO4 encer

3. Aquades

4. Larutan Sampel

IV. CARA KERJA

A. Standarisasi larutan KMnO4 dengan natrium oksalat

Penambahan 250 mL aquades

Penambahan H2SO4 pekat 12,5 mL

Pemanasan sampai suhu 70°C

Penitrasian dengan KMnO4

Pencatatan volume

B. Menentukan Ion Ferro

Penambahan H2SO4 25 mL

Titrasi dengan KmnO4 0,1 N

V. DATA PENGAMATAN

A. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Natrium Oksalat

Volume KMnO4 (mL)

V rata-rata PengamatanPercobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

4 4 4,1 4,03

Terjadi perubahan

wana dari bening →

ungu muda → coklat

B. Menentukan Ion Ferro

Volume KMnO4 (mL)

Timbang 0,3 gram Na-oksalat dimasukkan dalam gelas beker

Hasil

25 mL larutan sampel dimasukkan dalam gelas beker

Hasil

V rata-rata Pengamatan

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

5,9 5,9 5,7 5,83

Terjadi perubahan

wana dari kuning →

merah muda

VI. ANALISIS DATA

A. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Natrium Oksalat

Persamaan reaksi :

5 Na2C2O4 + 2 KMnO4 + 8 H2SO4 ⇌ 2 MnSO4 + K2SO4 + 5 Na2SO4 + 8H2O + 10 CO2

5 C2O42-

+ 2 MnO4- + 8H+ ⇌ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O

C2O42- ⇌ 2CO2 + 2e

Berat ekivalen (BE) Na2C2O4 = ½ mol = ½ BM = ½ . 134 = 67

1. Menghitung Normalitas Na2C2O4

N=massa Na2C2O4 x 1000

BE x V (mL)

N=0,3 gram x 100067 x 250 mL

=0,018 N

2. Mengitung Normalitas KMnO4

Miligrek Na2C2O4 = miligrek KMnO4

V1 . N1 = V2 . N2

25 mL x 0,018= 4,03 mL x N2

N2 = 0,1 N

Normalitas KMnO4 = 0,1 N

C. Menentukan Ion Ferro

Persamaan reaksi :

MnO4- + 8H+ + 5e ⇌ Mn2+ + 4H2O x 1

Fe2+ ⇌ Fe3+ + 1e x 5

MnO4- + 8H+ + 5e ⇌ Mn2+ + 4H2O

5Fe2+ ⇌ 5Fe3+ + 5e

MnO4- +5Fe2+ + 8H+ ⇌ Mn2+ + 5Fe3++ 4H2O

Dalam 25 mL larutan :

V1 . N1 = V2 . N2

Miligrek Fe = miligrek KMnO4

= 5,83 mL x 0,1 N

= 0,583 mgrek

Miligram Fe = BE Fe x mgrek Fe

= 56 x 0,583

= 32,648 mg

= 32,648 . 10-3 g

Dalam 1000 mL larutan :

berat Fe=1000 mL25 mL

x32,648 mg=1305,92 mg

Berat sampel = 10 gram dalam 1L larutan = 10000 mg

Persen Fe dalam sampel

% Fe= berat Feberat sampel

x100 %

% Fe=1305,92mg10000 mg

x100 %=13,0592 %

Jadi, berat Fe dalam 1L larutan adalah 1305,92 mg dengan kadar 13,0592%

VII.PEMBAHASAN

Percobaan analisis kuantitatif dengan metode titrasi permanganometri ini

bertujuan untuk melakukan standarisasi larutan permanganat, menentukan kadar besi

sebagai besi(II) dan untuk memahami reaksi-reaksi reduksi dan oksidasi dengan kalium

permanganat.

A. Standarisasi Larutan Kalium Permanganat dengan Natrium Oksalat

Titrasi permanganimetri adalah titrasi dengan menggunaka larutan kalium

permanganat yang berwarna ungu. Kalium permanganat merupakan zat baku sekunder

karena kalium permanganat tidak stabil, mudah terurai oleh cahaya dan mudah terurai

oleh zat organik membentuk MnO2. Reaksi kalium permanganat dengan zat organik

terbilang sangat lambat sehingga ketika membuat larutan kalium permanganat harus

dipanaskan dan disaring dengan glaswol atau kacamasir, pemanasan berfungsi

mempercepat reaksi permanganat dengan zat organik membentuk MnO2 yang

mengendap berwarna coklat berbentuk koloid (seperti lumpur) sehingga dalam

pembuatannya ketika setelah dipanaskan harus disaring terlebih dahulu agar bebas dari

MnO2 ini. Jika didalam larutan KMnO4 masih terdapat MnO2 maka konsentrasi

permanganat seiring berjalannya waktu makin berkurang (terurai). Oleh karenanya perlu

dilakukan standarisasi berkala.

Pada saat titrasi yang melibatkan kalium permanganat sebaiknya digunakan alat

gelas (buret, botol penyimpanan larutan) yang berwarna gelap, karena dikhawatirkan

kalium permanganat yang sedang digunakan, terurai oleh cahaya, sehingga apabila tidak

ada botol ataupun alat gelas yang gelap, sebaiknya digunakan penutup ( bisa berupa

alumunium foil ataupun plastik hitam) untuk membungkus alat gelas bening tersebut

agar kedap cahaya.

Dalam praktikum ini zat yang akan dititar adalah KMnO4 yang bersifat

oksidator sehingga tidak memerlukan indikator dalam proses titrasinya. Umumnya titrasi

larutan KMnO4 menggunakan larutan yang tidak berwarna karena KMnO4 sendiri sudah

berwarna violet. Titrasi permanganometri harus dalam suasana asam kuat sehingga harus

digunakan H2SO4 sebagai pengasamnya. Hal ini dilakukan karena jika tidak berada

dalam suasana asam kuat maka perubahan warna KMnO4 tidak akan terlihat.

Dalam percobaan ini natrium oksalat merupakan standar primer yang baik untuk

permanganat dalam larutan asam karena telah memenuhi kriteria sebagai larutan standar

primer. Sebelum melakukan pembakuan larutan KMnO4 dengan NaC2O4 praktikan harus

menambahkan H2SO4 ke dalam NaC2O4 pada saat penambahan terjadi reaksi :

2Na+ + C2O42- + 2H+ + SO4

2- → H2C2O4 + 2Na+ + SO42-

Pengasaman larutan dengan H2SO4 karena tidak akan menghasilkan reaksi samping,

Pengasaman dengan HCl tidak dapat digunakan karena ion Cl- dalam HCl dapat

teroksidasi menjadi Cl2, sehingga akan menyebabkan kesalahan titrasi karena dibutuhkan

volume KMnO4 yang lebih banyak. Fungsi penambahan H2SO4 adalah sebagai pendonor

H+, membuat larutan dalam suasana asam dan juga melepas oksigen dari C2O4 agar

bilangan oksidasinya turun, sehingga Na2C2O4 lebih mudah bereaksi dengan KMnO4.

Selain itu fungsi penambahan H2SO4 adalah untuk mengubah natrium oksalat menjadi

asam oksalat dan juga untuk menurunkan energi aktivasinya. Penambahan H2SO4 juga

berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat reaksi.

Natrium oksalat merupakan senyawa organic yang bereaksi lambat dengan

kalium permanganat, sehingga dalam proses titrasinya harus dalam keadaan panas, agar

kita lebih mudah melakukan titrasi dan mencegah kesalahan penentuan Titik Akhir yang

diakibatkan oleh lamanya reaksi antara natrium oksalat dan kalium permanganat.

Pemanasan biasanya dilakukan pada suhu 70-80oC agar reaksi yang terjadi dapat bejalan

dengan cepat. Walaupun dengan temperatur yang dipertinggi reaksi mulai dengan

perlahanm, namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan (II) terbentuk. Ion ini

dapat memberikan efek kinetiknya dengan cara bereaksi cepat dengan permangannat

untuk memberikan mangan. Reaksi yang terjadi antara oksalat dengan permanganat

adalah :

5C2O42- + 2MnO4

- + 16H+ → 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

Pada saat titrasi, larutan mengalami perubahan warna yang semula bening

menjadi warna pink. Hal ini menunjukan bahwa larutan tersebut telah mencapai titik

ekivalen dan berakhirnya titrasi dimana larutan KMnO4 sebagai titran jumlah molnya

sama dengan jumlah mol pada titrat. Terjadinya perubahan warna karena MnO4- (larutan

ungu) tereduksi oleh Na2C2O4 menjadi Mn2+ (merah muda). Volume rata-rata titrannya

adalah 4,03 mL dan berdasarkan perhitungan normalitas KMnO4 sebesar 0,1 N.

B. Menentukan Ion Ferro dalam Sampel

Banyaknya besi dari larutan sampel dihitung dari volume larutan KMnO4 yang

diperlukan untuk titrasi yang sudah diketahui normalitasnya. Dalam percobaan ini,

sampel yang digunakan adalah sampel garam mohr dengan rumus kimia (NH4)2Fe(SO4)2

atau sering kita sebut sebagai ferro amonium sulfat, karena besi sangat mudah di oksidasi

menjadi Fe3+ sehingga digunakan larutan kalium permanganat sebagai standar. Pada

sampel yang digunakan (garam mohr) yang seharusnya berwarna hijau kebiruan, terdapat

warna kuning, ini membuktikan bahwa sebagian besi II dalam garam mohr tersebut

sudah teroksidasi menjadi Besi III, sehingga ketika dilarutkan kedalam labu ukur pun,

warna sampel menjadi lebih kuning semu hijau.

Larutan sampel digunakan sebagai titrat dan KMnO4 sebagai titran. Sebanyak

25 mL sampel ditambah 25 mL H2SO4 1 N. Dalam titrasi permanganometri titrasi harus

dilakukan dalam suasana asam. Oleh karena itu, digunakan asam kuat yang dapat

mengionisasi sempurna dan dapat berfungsi untuk menciptakan suasana asam yang stabil

bukan sebagai indikator karena KMnO4 bersifat autoindikator. Dalam hal ini dipilih asam

sulfat (H2SO4) sebagai pencipta suasana asam yang paling baik dan juga berfungsi

mengikat air yang akan dipanaskan supaya menguap.

Selain itu penambahan asam sulfat bertujuan agar KMnO4 tereduksi menjadi

Mn2+, karena apabila dalam suasana netral atau basa, KMnO4 akan tereduksi menjadi

endapan MnO2 yang berwarna coklat sehingga dapat mengganggu pengamatan.

Persamaan reaksinya sebagai berikut :

Suasana asam : MnO4- + 8H+ + 5e ⇌ Mn2+ + 4H2O

Suasana netral (pH 4-10) : MnO4- + 4H+ + 3e ⇌ MnO2↓ + 2H2O

Suasana basa : MnO4- + 2H2O + 3e ⇌ MnO2↓ + 4OH- (Svehla, 1990)

Pada saat titrasi sampel, KMnO4 berfungsi mengoksidasi ion Fe2+ menjadi Fe3+,

sedangkan KMnO4 sendiri mengalami reaksi reduksi dari Mn7+ menjadi Mn2+, dengan

reaksi (Harjadi,W : 1990) :

MnO4- + 8H+ + 5e ⇌ Mn2+ + 4H2O

Fe2+ ⇌ Fe3+ + 1e

Persamaan reaksi setaranya : MnO4- +5Fe2+ + 8H+ ⇌ Mn2+ + 5Fe3++ 4H2O

Titrasi tidak menggunakan indikator karena KMnO4 merupakan autoindikator

(self indicator) yang berupa larutan berwarna ungu sehingga pada saat titrasi perubahan

warna pada sampel dapat dengan mudah diamati. Pada saat titrasi penentuan kadar besi II

tidak perlu dilakukan pada suhu panas, karena reaksi oksidasi pada besi oleh kalium

permanganat berlangsung secara cepat. Sehingga tidak perlu katalis ataupun pemanasan

untuk mempercepat reaksi.

Titrasi dilakukan dari mulai kuning bening, hingga berwarna pink semu (hampir

tidak terlihat) karena dalam titrasi pada saat Titik Akhir merupakan akibat dari kelebihan

sedikit titran setelah titik ekuifalen, yang merupakan kesalahan titrasi, oleh karena itu

untuk mendapatkan kesalahan yang sesedikit mungkin, maka kelebihan titran juga harus

sesedikit mungkin, yang ditandai dengan perubahan warna dari yang tadinya tidak

berwarna menjadi berwarna rose pucat.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh volume rata-rata yang

digunakan untuk titrasi sebanyak 5,83 mL. Dari data volume ini kita bisa mencari

miligrek besi sehingga dapat diperoleh massa besi yaitu 32,648 mg. Berdasarkan

perhitungan, berat Fe dalam 1L larutan adalah 1305,92 mg dengan kadar 13,0592%.

VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulakn sebagai berikut :

1. Standarisasi larutan kalium permanganat dengan natrium oksalat diperoleh hasil

normalitas kalium permanganat sebesar 0,1 N.

2. Berat besi(II) dalam sampel yang diperoleh sebesar 1305,92 mg dengan kadar

13,0592%

3. Permanganometri merupakan titrasi reduksi oksidasi dengan menggunakan larutan

baku permanganat.

DAFTAR PUSTAKA

Ana Hidayati M, dan Yusrin, 2010, Pengaruh Lama Waktu Simpan Pada Suhu Ruang (27-

29°C) Terhadap Kadar Zat Organik Pada Air Minum Isi Ulang, Jurnal Penelitian

ISBN 978.979.704.883.9, Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang

Basset, J., Denney, R.C., Jeffery, G.H. dan Mendham, J., 1979, Text Book of Quantitative

Inorganic analysis Including Elementary Instrumental Analysis, Edisi Keempat,

Longman Group Limited, London

Day,R.A. dan A.L. Underwood, 1993, Analisa Kimia Kuantitatif Edisi ke-4, Erlangga, Jakarta

Didik Setiyo W, Hastuti R, dan Gunawan, 2002, Bahan Ajar Analisis Kuantitatif, Jurusan

Kimia FMIPA UNDIP, Semarang

Erik Prasetyo, Fika R.Myfakhir, 2011, Redox titration of iron using methylene blue as indicator and its application in ore analysis, Asian Transactions on Basic & Applied Sciences (ATBAS ISSN: 2221-4291) Volume 01 Issue 05, Bandar Lampung

Harjadi,W. 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta

Hiskia Achmad, 1996, Kimia Larutan, Citra Aditya Bakti, Bandung

K.B. Vinay, 2009, Permanganometric Determination Of Etamsylate In BulkDrug And In Tablets, Chemical Industry & Chemical Engineering Quarterly 15(3) 149 – 157 UDC 543.42:”66.09:54:615:661.12 Department of Chemistry, University of Mysore, India

Mulyono,HAM. 2005. Kamus Kimia Cetakan ke-3, Bumi aksara, Jakarta

Rivai, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia.UI-Press, Jakarta

Svehla,1990, Vogel:Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I.

Kalman Media Pustaka, Jakarta

Lampiran

Jawaban Pertanyaan

1. Cara menentukan gram ekivalen reaksi oksidasi reduksi :

Gram ekivalen (Berat Ekivalen = BE) merupakan jumlah gram zat untuk

mendapatkan satu muatan.

BE= Mr

Banyaknya atom H , O H−¿ , muatan yang dilepas/diterima¿

2. Zat yang dapat dititrasi dengan cara permanganometri yaitu

3. Larutan standar permanganat tidak dapat dibuat dengan penimbangan tepat karena

permanganat tidak murni yaitu mengandung beberapa hasil reduksi seperti MnO2,

mudah terurai oleh zat pereduksi-amonia, zat organik yang masuk ke air dalam bentuk

debu sehingga konsentrasi larutan KMnO4 akan berkurang setelah pembuatan.

Larutan KMnO4 distandarisari beberapa hari stelah pembuatan karena selawa waktu

penyimpanan tersebut, zat pereduksi yang ada dalam larutan akan teroksidasi semua.

4. Pada pembuatan larutan KMnO4, larutan harus disaring dengan menggunakan glass

wool bukan kertas saring karena suapa larutan KMnO4 stabil dan konsentrasinya

tidak berubah. Penggunaan kertas saring tidak dianjurkan karena kertas saring akan

teroksidasi oleh permanganat.

5. Endapan MnO2 harus dipisahkan dari larutan permanganat karena endapan MnO2 ini

berwana coklat sehingga dapat mengganggu pengamatan.

Larutan KMnO4 harus disimpan dalam wadah berwarna gelap karena cahaya akan

mempercepat dekomposisi KMnO4 dengan reaksi sebagai berikut :

4KMnO4 + 2H2O ⇌ 4MnO2 + 4KOH + 3O2

6. Natrium oksalat lebih baik daripada asam oksalat sebagai standar primer untuk titrasi

permanganat karena natrium oksalat lebih mudah dimurnikan dengan rekristalisasi

dengan air dan pengeringan pada 240-250°C, tidak higroskopis, tidak mengandung air

kristal dan tidak berubah dlam penyimpanan.

7. Selama titrasi asam oksalat, beberapa tetesan pertama larutan permanganat berubah

secara lambat dan setelah itu berlangsung cepat karena pada penambahan tetesan

pertama belum terbentuk Mn2+ sedangkan pada penambahan tetesan titrasi selanjutnya

warna merah hilang semakin cepat karena ion mangan(II) yang terjadi berfungsi

sebagai katalis, katalis untuk mempercepat reaksi.

8. Diketahui : berat sampel = 0,1400 g = 140 mg

V KMnO4 = 24,85 mL

N KMnO4 = 0,1 N

Ditanya : % Fe dalam sampel

Jawab :

miligrek Fe = miligrek KMnO4

= V . N

= 24,85 mL x 0,1 N

= 2,485 mgrek

mgram Fe = BE Fe x mgrek

= 56 x 2,485

= 139,16 mgram

% Fe = berat Fe

berat sampelx100 %

= 139,16 mg

140mgx100 %

= 99,4%

Jadi % Fe dalam sampel sebesar 99,4%

9. Prinsip analisis nitrit secara permanganometri adalah berdasarkan reaksi :

5NO2- + 2MnO4

- + 6H+ ⇌ 5NO3- + 2Mn2+ + 3H2O

Karena oksidasi ion, maka dapat ditulis : NO2- + H2O ⇌ NO3

- + 2H+ + 2e

Sehingga 1 grek NO2- = ½ mol

Nitrit siap terurai oleh asam membentuk nitrogen oksida :

NO2- + 2H+ ⇌ 2HNO2 ⇌ NO(g) + NO2 (g) + H2O

Oleh karena itu, agar tidak terjadi kehilangan nitrit dlam penetapannya maka prosedur

titrasinya harus dibalik yaitu larutan permanganat yang sduah diasamkan dititrasi

dengan larutan nitrit netral sehingga nitrit akan teroksidasi langsung menjadi nitrat

dan tidak terbentuk nitrogen oksida.

10. Prinsip penentuan ferri dengan permanganometri :

Garam ferri tidak dapat teroksidasi oleh permanganat, sehingga dalam penentuannya

harus direduksi dulu menjadi ferro dengan menggunakan reduktor seperti H2S,

berbagai metal, amalgam dan larutan SnCl2.

Jika digunakan SnCl2 : 2FeCl3 + SnCl2 ⇌ 2FeCl2 + SnCl4

Kelebihan SnCl2 harus dihilangkan karena SnCl2 juga dioksidasi oleh KMnO4.

Penghilangannya dengan HgCl2, dengan reaksi :

SnCl2 + 2HgCl2 ⇌ SnCl4 + Hg2Cl2 (endapan)

Pada percobaan tidak boleh menggunakan SnCl2 dengan volume besar karena akan

membutuhkan volume KMnO4 yang besar juga. Kelebihan SnCl2 harus sesedikit

mungkin yaitu secara tetes demi tetes sampai warna kuning dari FeCl3 hilang, agar

kesalahan titrasinya kecil dan hasilnya lebih akurat.

11. Pada penetapan kalsium secara permanganometri, endapan kalsium oksalat yang

terjadi harus dicuci karena untuk menghilangkan ion oksalat sehingga dapat

ditentukan massa encapan Ca yang terbentuk.

12. Keuntungan dan kekurangan KMnO4 dan K2Cr2O7 sebagai zat pengoksidasi :

Keuntungan KMnO4 :

- Merupakan oksidator kuat

- Dapat digunakan sebagai desinfektan dan digunakan dalam laboratorium untuk

menganalisis kadar besi dalam baja dengan mengoksidasi ion Fe2+.

- Mudah diperoleh, tidak mahal, dan tidak memerlukan suatu

indikator

Kekurangan KMnO4 :

- Merupakan standar sekunder sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu

- Preparasainya lebih rumit karena mudah terdekomposisi menjadi MnO2

Keuntungan K2Cr2O7 :

- Tidak mahal dan dapat diperoleh dalam bentuk cukup murni untuk pembuatan

larutan standar secara langsung

- Berat ekivalen cukup tinggi, tidak higroskopis, berwujud padatan dan larutannya

sangat stabil

Kekurangan K2Cr2O7 :

- Daya oksidatornya lebih lemah dibandingkan dengan KMnO4

- Hanya bisa digunakan dalam larutan asam

13. Indikator yang digunakan dalam reaksi redoks antara lain :

a. Indikator redoks revesibel, contohnya Kompleks Fe(II) – ortofenentrolin serta

Difenilamin dan turunannya

b. Indikator redoks irreversibel, indikator ini digunakan pada titrasi

Bromatometri. contohnya Methyl Red (MR) dan Methyl Orange (MO).

c. Indikator Redoks Khusus (Tidak terpengaruh Potensial redoks). Indikator ini

dipakai pada Iodometri dan Iodimetri, indikator yang biasa digunakan adanya

Amylum dan Chloroform.