permainan

42
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akibat keterbatasan kemampuan mendengar, telah terbukti secara signifikan berdampak pada perkembangan kosakata anak tunarungu . Breslaw, Griffiths, Kayu, & Howarth, 1981; Holt, Traxler, & Allen, 1997 dalam Massaro dan Light (2004) menyatakan bahwa anak tunarungu secara signifikan memiliki kosakata yang kurang, baik lisan maupun tulisan. Hal ini dikarenakan kurangnya kosakata yang masuk akibat gangguan pendengaran yang mereka alami yang juga mematikan kesempatan untuk belajar kosakata . Davis, 1974; Davis, Elfenbein, Schum, & Bentler, 1986; Huttunen, 2001; Moeller, Osberger, & Eccarius, 1986; Bangun, Hughes, Poulakis, Collins, & Rickards, 2004 dalam Lee (2009) mengungkapkan bahwa perkembangan kosakata anak tunarungu terbukti lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak mendengar seusianya. Hal ini juga diungkapkan oleh Yovkova (2010) bahwa anak tunarungu secara signifikan memiliki kosakata yang terbatas dan pemahaman makna kata yang terbatas pula. Keterbatasan kosakata ini merupakan

Upload: ana-rafika

Post on 01-Jul-2015

575 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERMAINAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Akibat keterbatasan kemampuan mendengar, telah terbukti secara

signifikan berdampak pada perkembangan kosakata anak tunarungu. Breslaw,

Griffiths, Kayu, & Howarth, 1981; Holt, Traxler, & Allen, 1997 dalam

Massaro dan Light (2004) menyatakan bahwa anak tunarungu secara

signifikan memiliki kosakata yang kurang, baik lisan maupun tulisan. Hal ini

dikarenakan kurangnya kosakata yang masuk akibat gangguan pendengaran

yang mereka alami yang juga mematikan kesempatan untuk belajar kosakata.

Davis, 1974; Davis, Elfenbein, Schum, & Bentler, 1986; Huttunen, 2001;

Moeller, Osberger, & Eccarius, 1986; Bangun, Hughes, Poulakis, Collins, &

Rickards, 2004 dalam Lee (2009) mengungkapkan bahwa perkembangan

kosakata anak tunarungu terbukti lebih lambat dibandingkan dengan anak-

anak mendengar seusianya.

Hal ini juga diungkapkan oleh Yovkova (2010) bahwa anak tunarungu

secara signifikan memiliki kosakata yang terbatas dan pemahaman makna

kata yang terbatas pula. Keterbatasan kosakata ini merupakan penyebab utama

keterbelakangan mereka dari anak mendengar seusianya. Lebih jauh lagi, hal

itu akan mengarah pada keterampilan menyimak yang lemah, serta

melemahnya keterampilan yang berkaitan dengan decoding informasi dan

pengolahan. Oleh karena perkembangan kosakata yang rendah, anak

tunarungu telah jauh tertinggal dalam keterampilan membaca pemahaman.

Berdasarkan hasil penelitian yang dikutip oleh Bunawan dan Yuwati

(2000:40) menunjukkan hasil yang mengagumkan bahwa pada usia 6 tahun

anak pada umumnya seharusnya sudah menguasai 3.600 kosakata. Yuwati

(1993) dalam Bunawan dan Yuwati (2000:52) membandingkan kemampuan

membaca siswa tunarungu kelas VI dari beberapa SDLB di Jakarta dengan SD

Page 2: PERMAINAN

2

dengan kelas yang sama. Perbandingkan kemampuan membaca ini merupakan

indikasi kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata dan pemahaman tata

bahasa. Hasilnya tingkat pemahaman membaca siswa tunarungu berada jauh

dari siswa SD. Nilai rata-rata SDLB adalah 25,7 dibandingkan dengan nilai

anak SD sebesar 68,28 mereka bahkan ketinggalan dari siswa SD kelas IV

yang memperoleh rata-rata 46,96.

Kosakata menjadi hal yang penting diajarkan pada anak tunarungu karena

kosakata berkorelasi positif dengan keterampilan menyimak dan membaca

pemahaman (Anderson & Freebody, 1981; Stanovich, 1986; Kayu, 2001), dan

berdampak pada hasil belajar di sekolah (Vermeer, 2001) dalam Massaro dan

Light (2004). Oleh karena itu meningkatkan kosakata juga dapat

meningkatkan pengetahuan konseptual dan kompetensi bahasa untuk semua

individu. Bahkan LaSasso and Davey (1987) dalam Stahlman dan Lucker (th :

282) menyatakan bahwa keterampilan kosakata ATR efektif untuk mengetahui

membaca pemahaman mereka.

Sekalipun anak tunarungu mengalami hambatan yang signifikan dalam

perkembangan bahasa dan bicaranya, namun bukan berarti kemampuan

tersebut tidak dapat dikembangkan secara optimal. Pendengaran hanyalah

salah satu faktor penentu perkembangan kemampuan berbahasa disamping

faktor-faktor penentu lainya. Melaui bimbingan dan latihan yang terarah,

sistematik, intensif, berkesinambungan dan terprogram sejak dini

perkembangan bahasa dapat dikembangkan secara optimal (Sunardi dan

sunaryo, 2007:193).

Dalam mengembangkan kosakata pada anak tunarungu haruslah dilakukan

dengan kondisi menyenangkan. Pembelajaran hendaknya dilakukan secara

rileks sehingga anak tidak sadar bahwa dia sedang belajar. Selain itu anak

dibuat ikut terbenam dalam sebuah kegiatan. Keadaan itu merupakan sebuah

kenikmatan. Csikzent Mihalyi dalam Dananjaya (2010 : 30) menyebutkan

bahwa jika anak dilibatkan dalam pembelajaran, mereka akan merasa senang.

Kesenangan melaksanakan kegiatan dari keadaan yang menyenangkan itu

Page 3: PERMAINAN

3

akan menguatkan potensi otak. Healy (1994) yang mendalami hubungan

antara perkembangan otak dan pembelajaran dalam Sudono (2006 : 3)

menyatakan bahwa “jaringan serabut syaraf akan terbentuk apabila ada

kegiatan mental yang aktif dan menyenangkan bagi anak. Setiap respons

terhadap penglihatan, bunyi, perasaan, bau dan pengecapan akan

memperlancar hubungan antar neuron (pusat syaraf)”. Berdasarkan berbagai

pendapat tersebut, maka pembelajaran haruslah berjalan dengan

menyenangkan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Salah satu cara alternatif yang dapat dilakukan untuk mengembangkan

kosakata anak tunarungu adalah dengan memberikan permainan yang dapat

mengoptimalkan penguasaan kosakata anak tunarungu. Salah satunya adalah

dengan permainan kata. Permainan kata dimaksudkan agar pengembangan

kosakata anak tunarungu tidak berjalan dengan penuh tekanan, tuntutan dan

bersifat pemaksaan. Jika suasana pembelajaran bersifat tegang, justru akan

menghambat perkembangan anak karena anak tidak merasa senang. “Suasana

yang membebaskan dan menyenangkan, dapat menyuburkan pertumbuhan

kemampuan dan watak murid” (Dananjaya, 2010 : 37).

Permainan huruf ajaib adalah permainan yang sering kita mainkan

sewaktu kecil. Cara permainanya adalah dengan menentukan suatu kategori

tertentu misalnya hewan atau buah. Kemudian tiap peserta mengacungkan

beberapa jari tanganya ke depan. Kemudian peserta bersama-sama

menghitung jari-jari dengan urutan huruf alphabet. Kemudian misalnya ketika

urutan alphabet jatuh ke huruf C, maka peserta dapat mencari nama kategori

yang telah ditentukan misalnya hewan, mereka harus mencari nama hewan

dengan awalan C. Sedangkan nama hewan dengan huruf depan C adalah

cicak, cacing, capung dan cumi-cumi. Peserta yang tidak bisa menyebutkan

kosakata yang diminta akan mendapat hukuman yang sudah disepakati

bersama.

Ketika peserta memainkan permainan ini, kosakata semua peserta

bertambah. Mereka menjadi tahu bahwa hewan dewan huruf depan C adalah

Page 4: PERMAINAN

4

cicak, cacing capung dan cumi-cumi bahkan mereka akan mencari hewan-

hewan lain dengan huruf depan C sehingga peserta akan mencari kosakata

yang dimaksud. Peserta yang awalnya hanya mengetahui satu nama hewan

saja dengan permainan ini akan berkembang menjadi empat bahkan lebih.

Berdasarkan pengamatan tersebut, peneliti beranggapan bahwa permainan

huruf ajaib dapat menjadi salah satu cara yang dapat mengembangkan

penguasaan kosakata anak tunarungu. Dengan permainan ini diharapkan

kosakata anak bisa bertambah karena dalam permainan ini anak termotivasi

untuk menyebutkan sebanyak-banyaknya kata dengan huruf depan tertentu.

Permainan ini membantu anak dalam menyimak dan memisahkan unit-unit

terkecil dari bahasa dan ini membantu mereka menemukan bunyi dengan cara

yang mudah, yakni pada permulaan kata. Selain itu, permainan ini juga

membantu anak mengerti bahwa kata dapat dimulai dengan bunyi yang sama.

“Kemampuan untuk mengelompokkan kata-kata berdasarkan bunyi awal

merupakan satu metode untuk mengelompokkan dan mengorganisasi

informasi” (Tuttle dan Paquette, 2008 : 15).

Permainan huruf ajaib dapat menjadi solusi atas masalah berbahasa

khususnya miskinnya kosakata yang menjadi masalah utama pada anak

tunarungu. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji secara mendalam

tentang pengaruh permainan huruf ajaib terhadap penguasaan kosakata anak

tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika Sidoarjo.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan tersebut, maka rumusan

masalah adalah sebagai berikut :

1. Rumusan Masalah Umum

Adakah pengaruh permainan huruf ajaib terhadap penguasaan

kosakata anak tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika Sidoarjo?

2. Rumusan Masalah Khusus

Page 5: PERMAINAN

5

a. Bagaimanakah penguasaan kosakata anak tunarungu sebelum

diberikan permainan huruf ajaib ?

b. Bagaimanakah penguasaan kosakata anak tunarungu sesudah

diberikan permainan huruf ajaib ?

C. Tujuan penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk menganalisis pengaruh penerapan permainan huruf ajaib

terhadap penguasaan kosakata anak tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika

Sidoarjo

b. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis hasil tes penguasaan kosakata anak tunarungu

sebelum diberikan permainan huruf ajaib

b. Untuk menganalisis hasil tes penguasaan kosakata anak tunarungu

sesudah menggunakan permainan huruf ajaib

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dihasilkan kajian tentang pengembangan

teori ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan upaya

pengembangan kosakata anak tunarungu dengan menggunakan

permainan huruf ajaib.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Dapat menjadi acuan dalam melaksanaan pembelajaran kosakata

di kelas. Selain itu juga sebagai wawasan bagi guru- guru dalam

melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran yang menjadikan

suasana belajar menjadi aktif dan menyenangkan sehingga dapat

tercapai tujuan pembelajaran

b. Bagi Kepala Sekolah

Page 6: PERMAINAN

6

Sebagai acuan dalam pengembangan program yang

dilaksanakan oleh sekolah.

c. Bagi Mahasiswa

Sebagai referensi mahasiswa dalam melaksanakan penelitian

pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

E. Asumsi dan Keterbatasan

1. Asumsi

Asumsi ialah anggapan dasar atau pokok-pokok pikiran yang

digunakan tolok ukur untuk menuju masalah yang sebenarnya dan

kebenaranya telah terbukti kebenaranya. Adapun anggapan dasar yang

digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Keterbatasan pendengaran mengakibatkan penguasaan kosakata

anak tunarungu menjadi tertinggal dibandingkan anak mendengar

seusianya.

b. Dengan kondisi pembelajaran yang menyenangkan, penguasaan

kosakata anak tunarungu dapat dikembangkan secara optimal.

c. Permainan huruf ajaib adalah permainan yang dapat

mengembangkan penguasaan kosakata anak tunarungu.

2. Keterbatasan

Agar penelitian ini tidak meluas, maka penulis membatasi masalah

penelitian sebagai berikut :

a. Penerapan permainan huruf ajaib ini diberikan pada siswa kelas I

SLB Dewi sartika Sidoarjo.

b. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain penelitian

one group pre test post test design dengan 3 kali intervensi. 1 kali

intervensi dilakukan selama 45 menit.

c. Penelitian ini berfokus pada 20 kosakata yang mencakup nama

hewan dengan huruf depan A sampai E yang meliputi (angsa,

anjing, ayam, buaya, babi, beruang, bebek, badak, bunglon,

Page 7: PERMAINAN

7

belalang, bintang laut, bekicot, belut, cicak, cacing, capung, cumi-

cumi, domba, dara dan elang).

d. Langkah-langkah permainan huruf ajaib adalah dengan terlebih

dahulu menjelaskan aturan-aturan permainan yakni dengan

menentukan kategori, kategori yang digunakan adalah nama hewan.

Tiap peserta kemudian mengacungkan beberapa jari tanganya ke

depan. Masing-masing siswa boleh menyodorkan jumlah berapa

pun yang ia suka, misalnya lima atau sepuluh jarinya. Kemudian

guru dan siswa bersama-sama menghitung jari-jari yang disodorkan

dengan urutan huruf alphabet, tetapi huruf alphabetnya hanya

terbatas pada A sampai E saja, jadi peserta akan menghitung

A,B,C,D,E kemudian kembali ke huruf A lagi dan seterusnya

misalnya ketika urutan alphabet jatuh ke huruf C, maka peserta

dapat mencari nama hewan dengan huruf depan C. Hewan dengan

awalan C adalah cicak, cacing, capung dan cumi-cumi.

e. Hasil dari penelitian ini hanya terbatas pada siswa kelas I SLB Dewi

sartika Sidoarjo dan tidak dapat digeneralisasikan. Bilapun perlu

dilakukan generalisasi, karakteristik anak harus sama.

Page 8: PERMAINAN

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kosakata Anak Tunarungu

1. Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu

Secara umum, kosakata adalah pengetahuan atas kata-kata dan arti

kata. Namun, definisi kosakata lebih kompleks dari definisi tersebut.

Pertama, kosakata ada dua bentuk, lisan dan tulisan. Kosakata lisan

memuat kata-kata yang kita ketahui dan gunakan dalam

mendengarkan/menyimak dan berbicara. Kosakata tulisan memuat kata-

kata yang kita ketahui dan gunakan dalam membaca dan menulis.

Penguasaan kosakata juga datang dalam dua bentuk, reseptif dan

produktif. Kosakata reseptif termasuk kata-kata yang kita gunakan ketika

kita dengar dan lihat. Kosakata produktif mencakup kata-kata yang kita

Page 9: PERMAINAN

9

gunakan ketika kita berbicara dan menulis (Kamil dan Hiebert dalam

Lehr).

Penguasaan kosakata memungkinkan seseorang dapat berbahasa

dengan benar dan baik. Dengan kata lain, kualitas keterampilan berbahasa

seseorang jelas bergantung pada kualitas dan kuantitas kosakata yang

dimilikinya. Semakin kaya kosakata semakin besar pula kemungkinan

seseorang terampil berbahasa. Kosakata merupakan unsur bahasa yang

penting dan perlu dipelajari, dipahami, dan dimengerti agar dapat

digunakan dengan baik dan benar (Tarigan, 1985:2). Tingkat penguasaan

kosakata berhubungan kuat untuk pemahaman bacaan dan keberhasilan

akademis (Baumann, Kame'enui, & Ash, 2003; Becker, 1977; Davis,

1942; Whipple , 1925 dalam Lehr).

Kofi Marfo dalam Sunardi dan Sunaryo (2007:190) menjelaskan

bahwa “terdapat beberapa syarat dalam pemerolehan bahasa, meliputi :

pendengaran, penglihatan, ingatan, intelegensi dan perhatian. Anak-anak

yang kemampuanya tersebut mengalami gangguan atau hambatan, maka

akan terhambat pula dalam pemerolehan bahasanya”. Dalam pemerolehan

informasi, indera yang paling berperan adalah indra penglihatan dan

pendengaran. Seperti yang dikemukakan Myklebust dalam Bunawan dan

Yuwati (2000:5) dari kelima indera manusia, pendengaran dan penglihatan

merupakan indera yang paling canggih karena bisa menerima informasi

jarak jauh, berbeda dengan ketiga indera lainya yaitu perabaan, pengecap

dan penciuman yang hanya bisa menerima informasi jarak dekat saja.

Karena hal itulah perkembangan berbahasa merupakan persoalan yang

mendasar pada anak tunarungu. Hal ini terkait dengan terjadinya hambatan

perkembangan bahasa mereka sebagai akibat dari kehilangan kemampuan

pendengaranya.

Akibat keterbatasan kemampuan mendengar, telah terbukti secara

signifikan berdampak pada perkembangan kosakata anak tunarungu.

Breslaw, Griffiths, Kayu, & Howarth, 1981; Holt, Traxler, & Allen, 1997

Page 10: PERMAINAN

10

dalam Massaro dan Light (2004) menyatakan bahwa anak tunarungu

secara signifikan memiliki kosakata yang kurang, baik lisan maupun

tulisan. Hal ini dikarenakan kurangnya kosakata yang masuk akibat

gangguan pendengaran yang mereka alami yang juga mematikan

kesempatan untuk belajar kosakata. Davis, 1974; Davis, Elfenbein,

Schum, & Bentler, 1986; Huttunen, 2001; Moeller, Osberger, & Eccarius,

1986; Bangun, Hughes, Poulakis, Collins, & Rickards, 2004 dalam Lee

(2009) mengungkapkan bahwa perkembangan kosakata anak tunarungu

terbukti lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak mendengar

seusianya.

Hal ini juga diungkapkan oleh Yovkova (2010) bahwa anak tunarungu

secara signifikan memiliki kosakata yang terbatas dan pemahaman makna

kata yang terbatas pula. Keterbatasan kosakata ini merupakan penyebab

utama keterbelakangan mereka dari anak mendengar seusianya. Lebih jauh

lagi, hal itu akan mengarah pada keterampilan menyimak yang lemah,

serta melemahnya keterampilan yang berkaitan dengan decoding informasi

dan pengolahan. Oleh karena perkembangan kosakata yang rendah, anak

tunarungu telah jauh tertinggal dalam keterampilan membaca pemahaman.

Selain miskin kosakata, anak tunarungu kesulitan dalam menamai hal-

hal yang spesifik dan konsep-konsep berupa ungkapan (Barker, 2003)

dalam Massaro dan Light (2004). Hal ini ditegaskan oleh Sastrawinata

(1979) dalam Efendi (2006 : 77) yang menyatakan bahwa segala sesuatu

yang terekam di otak anak tunarungu melalui persepsi visualnya tidak

ubahnya bagai pertunjukan film bisu sebab anak tunarungu hanya dapat

menangkap peristiwa itu secara visual saja. Atas dasar itulah masalah yang

dihadapi oleh anak tunarungu dari aspek kebahasaanya adalah miskin kosa

kata, sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti

kiasan/sindiran, kesulitan dalam mengartikan kata-kata abstrak dan

kesulitan dalam menguasai irama dan gaya bahasa.

Page 11: PERMAINAN

11

2. Pembelajaran Kosakata Anak Tunarungu

Kosakata merupakan salah satu komponen yang penting dalam belajar

bahasa. Semakin banyak perbendaharaan kata yang dimiliki seseorang,

semakin mudah dia menyampaikan pikirannya baik dalam tulisan maupun

lisan. Kualitas berbahasa seseorang bergantung kepada kuantitas dan

kualitas kosakata yang dimilikinya. Semakin kaya kosakata yang dimiliki

maka semakin terampil pula dalam berbahasa. Pada prinsipnya tujuan

pengajaran bahasa adalah agar para siswa terampil berbahasa, yaitu

terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca dan terampil

menulis sedangkan kosakata kata adalah salah satu komponen yang

memepengaruhi keempat keterampilan berbahasa tersebut (Tarigan,

1992:3).

Sekalipun anak tunarungu mengalami hambatan yang signifikan dalam

perkembangan bahasa dan bicaranya, namun bukan berarti kemampuan

tersebut tidak dapat dikembangkan secara optimal. Pendengaran hanyalah

salah satu faktor penentu perkembangan kemampuan berbahasa disamping

faktor-faktor penentu lainya. Melaui bimbingan dan latihan yang terarah,

sistematik, intensif, berkesinambungan dan terprogram sejak dini

perkembangan bahasa dapat dikembangkan secara optimal (Sunardi dan

sunaryo, 2007:193).

Adanya gangguan pendengaran pada siswa tunarungu menyebabkan

mereka mengandalkan fungsi visualnya untuk memperoleh informasi yang

ia butuhkan. Permasalahan utama yang dihadapi oleh anak tunarungu

adalah miskin kosakata, sehingga anak kurang bisa memahami setiap

bahasa yang ada dalam lingkungannya yang menjadikan anak sulit

menangkap informasi yang ada, namun indera visualnya masih bisa

dimanfaatkan. Jadi solusi yang tepat untuk anak tunarungu agar bisa

memperoleh informasi dan berkomunikasi dengan lingkungannya yaitu

dengan mengoptimalkan indera visualnya sebagai pengganti indera

pendengaran. Hal ini serupa dengan pernyataan yang diungkapkan oleh

Page 12: PERMAINAN

12

Somad dan Hernawati (1996:37) bahwa anak tunarungu mendapat sebutan

“Pemata” karena pendengarannya tidak dapat menolong mereka dalam

belajar bahasa, maka anak tunarungu mempelajari lingkungannya melalui

mata.

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, maka dalam pembelajaran

kosakata anak tunarungu perlu dibantu dengan gambar/gerakan tangan.

Materi pembelajaran harus berangkat dari pengalaman anak sehingga anak

akan tertarik dan senang mengikuti pembelajaran karena merasa ikut serta

dalam pembelajaran karena pengalaman anak dijadikan materi

pembelajaran.

Seperti diamanatkan dalam GBHN mata pelajaran Bahasa Indonesia

(Kurikulum Pendidikan luar Biasa, 1993 : 4). Pembelajaran bahasa perlu

memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran, antara lain dari yang mudah ke

yang sukar, dari hal-hal yang dekat ke hal-hal yang jauh, dari yang

sederhana ke yang rumit, dari yang diketahui ke yang belum diketahui,

dan dari yang konkret ke abstrak.

Pola pengembangan bahasa pada anak tunarungu adalah sebagai

berikut :

a. Dari yang mudah ke yang sukar

1) Penguasaan kata benda

2) Penguasaan kata kerja

3) Penguasaan kata sifat

4) Penguasaan kata keterangan

5) Penguasaan kata ganti

6) Penguasaan kata depan

7) Penguasaan kata sambung dan kata penghubung

b. Dari yang dekat ke yang jauh

1) Nama-nama benda yang ada disekitar anak

2) Nama-nama benda yang ada disekitar rumah

3) Nama-nama benda yang ada di lingkungan masyarakat

Page 13: PERMAINAN

13

4) Kata kerja yang sering dilakukan anak

5) Kata kerja yang sering dilakukan keluarga

6) Kata kerja yang sering dilakukan masyarakat

c. Dari hal yang sederhana ke hal yang rumit

Meliputi bahan pelajaran kebahasaan mencakup lafal, ejaan, tanda

baca, kosakata, struktur, paragraf, dan wacana. Dari pemahaman

sampai penggunaan, termasuk dalam pemahaman adalah karya sastra

indonesia.

d. Dari yang diketahui ke yang belum diketahui

Meliputi bahan pelajaran kebahasaan yang mencakup materi-materi

yang diketahui. Misalnya ayam, sapi, ikan, ke hal-hal yang belum

diketahui, misalnya anoa, cendrawasih, komodo tentunya

disesuaikan dengan situasi dan kondisi lokal dimana anak berada.

e. Dari yang konkret ke yang abstrak

Meliputi pelajaran kebahasaan yang mencakup materi-materi yang

nampak nyata. Misalnya benda-benda yang dapat dilihat, sampai

pada benda-benda yang tidak nampak. Misalnya sifat, keadaan,

perasaan, kasih sayang, sehingga akhirnya dapat meyakini adanya

Tuhan Yang Maha Esa (Tarmansyah, 1996 : 30)

B. Permainan

1. Pembelajaran dengan Permainan

Kurniawan (2007 : 1) permainan adalah kegiatan yang dapat membuat

kemampuan berfikir anak lebih dalam untuk mencerna hal-hal yang

konkret. Dengan melakukan hal yang menyenangkan, seorang anak

membangun kesadaran yang lebih berani. Sedangkan Wong (2009:153)

berpendapat bahwa permainan adalah bahasa yang universal dari

pekerjaan anak, menceritakan banyak hal tentang anak-anak karena

memproyeksikan diri mereka sendiri melalui aktivitas. Permainan

Page 14: PERMAINAN

14

merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling penting dan dapat

menjadi suatu teknik yang efektif dalam berkomunikasi

Permainan dalam pembelajaran melibatkan siswa dalam proses

pengalaman sekaligus menghayati tantangan, mendapat inspirasi,

terdorong untuk kreatif, dan berinteraksi denga kegiatan dengan sesama

siswa dalam melakukan permainan (Dananjaya, 2010 : 165). Semakin

banyak interaksi yang dilakukan anak melaui permainan yang

mengoptimalkan indra-indranya, semakin tinggilah pengaruh positif

permainan tersebut (Yudha, 2008 : 78).

Bagi Vygotsky (1986) dalam Seefeldt dan Wasik (2008 : 23)

permainan merupakan jalan bagi anak-anak bisa melakukan keterampilan

baru, mencoba peran sosial baru, dan memecahkan masalah rumit. Lewat

permainan, anak-anak mempunyai kesempatan untuk menyelidiki secara

mendalam dan memperhatikan secara rinci sekali hal-hal yang menarik

bagi mereka. Permainan memberi anak-anak kesempatan untuk berperan

secara mandiri dan menantang diri mereka sendiri secara fisik dan

intelektual.

Healy (1994) yang mendalami hubungan antara perkembangan otak

dan pembelajaran dalam Sudono (2006 : 3) menyatakan bahwa jaringan

serabut syaraf akan terbentuk apabila ada kegiatan mental yang aktif dan

menyenangkan bagi anak. Setiap respons terhadap penglihatan, bunyi,

perasaan, bau dan pengecapan akan memperlancar hubungan antar neuron

(pusat syaraf).

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, perlulah kita mengkaji

kembali tentang manfaat dan pentingnya permainan dalam pembelajaran.

Pembelajaran haruslah berjalan dengan menyenangkan agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Dengan permainan

pembelajaran akan berlangsung dengan suasana yang menyenangkan.

2. Permainan Kata Sebagai Pembelajaran Kosakata

Page 15: PERMAINAN

15

Pada dasarnya tujuan utama pembelajaran kosakata adalah untuk

mengembangkan minat anak pada kata-kata (Tarigan, 1985 : 254). Para

siswa yang rasa ingin tahunya membara tentu akan lebih mudah

memperkaya kosakatanya, lebih mudah dalam membedakan kata dan lebih

bisa berfikir secara logis. Karena hal tersebut, dalam mengembangkan

kosakata anak haruslah dilakukan dalam kondisi yang menyenangkan.

Pada umumnya anak-anak menyukai permainan. Permainan kata

merupakan salah satu alternatif pembelajaran kosakata dengan situasi yang

menyenangkan. Vygotsky (1986) dalam Seefeldt dan Wasik (2008 : 23)

yakin bahwa permainan membimbing perkembangan. Ia berhipotesis

bahwa bahasa tulis bertumbuh dari bahasa lisan lewat permainan lambang.

Tujuan permainan kata untuk anak menurut Dale dalam Tarigan

(1985 : 225) adalah sebagai berikut :

a. Memperlihatkan unsur kenikmatan dan kesenangan ataupun

memberikan tantangan dan rangsangan dalam telaah bahasa dan

mendorong permainan kata

b. Menuntut para siswa untuk melihat secara teliti pada kata-kata yang

merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam pembangunan

kosakata

c. Memberikan latihan kepadda para siswa dalam hal menimbulkan

atau membangkitkan kata-kata berdasarkan petunjuk-petunjuk

tertentu

d. Menuntut para siswa mencocokkan kata-kata dengan batasanya-

batasanya

e. Memberikan latihan ejaan dan mendorong atau membangkitkan

perhatian yang mendalam terhadap pembentukan kata

f. Memperhatikan kepada para siswa bagaimana caranya huruf-huruf

dan sejumlah kata dapat dimanipulasikan untuk membentuk kata-

kata lain

Page 16: PERMAINAN

16

g. Menekankan betapa pentingnya posisi huruf dalam hubunganya

dengan makna kata

h. Mendorong para siswa untuk mengklasifikasikan dan

mengeneralisasikan konsep-konsep

C. Permainan Huruf Ajaib

1. Permainan Huruf Ajaib sebagai Permainan Kata

Permainan huruf ajaib adalah permainan yang sering kita mainkan

sewaktu kecil. Permainan huruf ajaib adalah permainan kata yang berpijak

pada awal sebuah kata (huruf depan). Inti dari permainan ini adalah

dengan menentukan kategori dan huruf depan tertentu, kemudian mencari

kata dengan huruf depan dan kategori yang telah ditentukan (Astuti, 2010 :

27).

Contoh permainanya adalah dengan menentukan suatu kategori

tertentu misalnya hewan atau buah. Kemudian tiap peserta mengacungkan

beberapa jari tanganya ke depan. Kemudian peserta bersama-sama

menghitung jari-jari dengan urutan huruf alphabet. Kemudian misalnya

ketika urutan alphabet jatuh ke huruf C, maka peserta dapat mencari nama

kategori yang telah ditentukan misalnya hewan, mereka harus mencari

nama hewan dengan awalan C. Sedangkan nama hewan dengan huruf

depan C adalah cicak, cacing, capung dan cumi-cumi. Peserta yang tidak

bisa menyebutkan kosakata yang diminta akan mendapat hukuman yang

sudah disepakati bersama.

Ketika peserta memainkan permainan ini, kosakata semua peserta

bertambah. Mereka menjadi tahu bahwa hewan dewan huruf depan C

adalah cicak, cacing capung dan cumi-cumi bahkan mereka akan mencari

hewan-hewan lain dengan huruf depan C sehingga peserta akan mencari

kosakata yang dimaksud. Peserta yang awalnya hanya mengetahui satu

nama hewan saja dengan permainan ini akan berkembang menjadi empat

bahkan lebih. Selain kosakata, permainan ini juga membantu anak dalam

Page 17: PERMAINAN

17

menyimak dan memisahkan unit-unit terkecil dari bahasa dan ini

membantu mereka menemukan bunyi dengan cara yang mudah, yakni

pada permulaan kata. Selain itu, permainan ini juga membantu anak

mengerti bahwa kata dapat dimulai dengan bunyi yang sama (Tuttle dan

Paquette, 2008 : 15).

Permainan huruf ajaib ini ternyata senada dengan metode fonik yang

merupakan salah satu metode pengajaran membaca. Metode fonik

menekankan pada pengenalan kata melaui proses mendengarkan bunyi

huruf. Dengan demikian, metode fonik lebih sintesis daripada analitis.

Pada mulanya anak diajak untuk mengenal bunyi-bunyi huruf, kemudian

mensintesiskan huruf-huruf tersebut menjadi suku kata dan kata. Untuk

memperkenalkan bunyi berbagai huruf biasanya mengaitkan huruf-huruf

tersebut dengan huruf depan berbagai nama benda yang sudah dikenal

anak seperti huruf A dengan gambar ayam, huruf B dengan gambar buaya

dan sebagainya (Abdurrahman, 1999 : 215)

2. Tujuan Permainan Huruf Ajaib

Permainan ini bertujuan untuk menambah kosakata anak. Permainan

ini juga membantu anak mengerti bahwa kata-kata dapat dimulai dengan

huruf yang sama.

3. Langkah-langkah Permainan Huruf Ajaib

Adapun langkah-langkah pelaksanaan permainan huruf ajaib adalah

sebagai berikut :

a. Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dalam posisi melingkar

b. Guru menjelaskan tentang bunyi huruf dan mengaitkan dengan

hewan-hewan yang berkaitan dengan huruf depannya

c. Guru terlebih dahulu menjelaskan kepada siswa cara memainkan

permainan huruf ajaib

d. Guru menentukan kategori permainan (batasan kata), kategori yang

digunakan misalnya nama hewan atau nama buah

Page 18: PERMAINAN

18

e. Tiap peserta kemudian mengacungkan beberapa jari tanganya ke

depan. Masing-masing siswa boleh menyodorkan jumlah berapa pun

yang ia suka, misalnya lima atau sepuluh jarinya Kemudian guru dan

siswa bersama-sama menghitung jari-jari yang disodorkan. Bukan

dengan angka, melainkan dengan urutan huruf alphabet. Misalnya

kategori yang digunakan misalnya nama hewan ketika urutan

alphabet jatuh ke huruf C, maka peserta dapat mencari nama hewan

dengan huruf depan C sedangkan hewan dengan awalan C adalah

cicak, cacing, capung dan cumi-cumi

f. Siswa yang dapat menemukan kosakata yang diminta, akan

mendapatkan reward berupa dari guru

g. Siswa menjawab dengan pengucapan (oral) dan isyarat. Guru

membimbing siswa dalam membenarkan dalam pengucapan.

h. Jika siswa tidak mampu menjawab, guru dapat membantu siswa

dengan gambar

4. Kelebihan dan Kekurangan Permainan Huruf Ajaib

a. Kelebihan

1) Dengan permainan huruf ajaib ini, suasana belajar berjalan dengan

menyenangkan sehingga siswa tidak sadar kalau sedang belajar.

2) Permainan ini membantu siswa membantu mereka menemukan

bunyi huruf dengan cara yang mudah, yakni pada permulaan kata.

Permainan ini juga membantu anak mengerti bahwa kata dapat

dimulai dengan bunyi yang sama

3) Permainan ini juga dilengkapi dengan gambar sehingga siswa juga

bisa mengetahui wujud benda yang dimaksud. Permainan ini juga

bisa diselingi dengan menebak gambar yang diajukan guru

sehingga pembelajaran tidak berlangsung secara monoton.

b. Kekurangan

Page 19: PERMAINAN

19

Sebelum berlangsungnya permainan, guru menentukan kategori.

Jika dalam penentuan kategori kurang tepat, misalnya siswa kurang

menguasai kategori yang ditentukan, permainan akan menjadi

membosankan karena anak kurang menguasai kosakata yang sedang

dimainkan.

D. Kaitan Permainan Huruf Ajaib Terhadap Penguasaan Kosakata Anak

Tunarungu

Akibat keterbatasan kemampuan mendengar, telah terbukti secara

signifikan berdampak pada perkembangan kosakata anak tunarungu. Anak

tunarungu secara signifikan memiliki kosakata yang kurang baik lisan maupun

tulisan. Hal ini dikarenakan kurangnya kosakata yang masuk akibat gangguan

pendengaran yang mereka alami yang juga mematikan kesempatan untuk

belajar kosakata (Breslaw, Griffiths, Kayu, & Howarth, 1981; Holt, Traxler, &

Allen, 1997).

Sekalipun anak tunarungu mengalami hambatan yang signifikan dalam

perkembangan bahasanya, namun bukan berarti kemampuan tersebut tidak

dapat dikembangkan secara optimal. Pendengaran hanyalah salah satu faktor

penentu perkembangan kemampuan berbahasa disamping faktor-faktor

penentu lainya. Melaui bimbingan dan latihan yang terarah, sistematik,

intensif, berkesinambungan dan terprogram sejak dini perkembangan bahasa

dapat dikembangkan secara optimal (Sunardi dan sunaryo, 2007 : 193).

Adanya gangguan pendengaran pada siswa tunarungu menyebabkan

mereka mengandalkan fungsi visualnya untuk memperoleh informasi yang ia

butuhkan. Berdasarkan hal itulah, maka dibutuhkan rangsangan visual yang

dapat membantu mereka untuk memahami sesuatu. Selain itu pengajaran

kosakata pada anak tunarungu haruslah dilakukan dengan kondisi

menyenangkan. Pembelajaran hendaknya dilakukan secara rileks sehingga

anak merasa senang belajar kosakata baru. Salah satu cara alternatif yang

dapat dilakukan adalah dengan memberikan permainan. Permainan

Page 20: PERMAINAN

20

dimaksudkan agar pengembangan kosakata anak tunarungu tidak berjalan

dengan penuh tekanan, tuntutan dan bersifat pemaksaan. Karena jika suasana

pembelajaran bersifat tegang, justru akan menghambat perkembangan anak

karena anak tidak merasa senang.

Permainan huruf ajaib adalah permainan yang dimungkinkan dapat

mengembangkan penguasaan kosakata anak tunarungu. Dengan permainan ini

kosakata anak dapat bertambah karena dalam permainan ini anak termotivasi

untuk menyebutkan kata sebanyak-banyaknya. Selain itu, permainan ini juga

membantu anak mengerti bahwa kata dapat dimulai dengan bunyi yang sama.

Gambar sebagai salah satu komponen dalam permainan ini menjadi pelengkap

dalam memfasilitasi unsur visual yang paling diandalkan oleh anak tunarungu

dalam pemerolehan informasi.

E. Kerangka Konseptual

Gangguan Fungsi Pendengaran

Dampak

Page 21: PERMAINAN

21

F. Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah jika ZH > Z tabel,

maka Ha diterima yang artinya “ada pengaruh antara permainan huruf ajaib

terhadap kosakata anak tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika Sidoarjo”.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu Rendah

Pengajaran Kosakata Anak Tunarungu Dengan Suasana

Yang Menyenangkan

Permainan Kata

Permainan Huruf Ajaib

Dapat dikembangkan

Salah satu cara

salah satu jenis permainan kata

Page 22: PERMAINAN

22

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif pra

eksperimen dengan menggunakan desain “one group pretest posttest design”

yakni sebuah eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok tanpa

menggunakan kelompok kontrol atau pembanding. Dalam desain penelitian

one group pretest posttest design, tes dilakukan kepada subyek yang diteliti

tentang kemampuan awalnya sebelum mendapatkan treatment atau disebut pre

tes (O1). Setelah itu subyek diberikan suatu perlakukan atau treatment dalam

jangka waktu tertentu (X) dan untuk mengetahui hasilnya peneliti melakukan

pengukuran lagi dengan memberikan tes yang kedua yaitu pos tes (O2).

Skema pra eksperimen dengan metode One Group Pretes – Posttes

Design, dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan prosedur :

O1 : Pretest untuk mengukur penguasaan kosakata siswa tunarungu sebelum

diberikan permainan huruf ajaib.

X : Treatment atau perlakuan pada subjek yang diberikan pada saat proses

pembelajaran yaitu permainan huruf ajaib.

O2 : Posttest untuk mengukur penguasaan kosakata siswa tunarungu setelah

diberikan permainan huruf ajaib

(Arikunto, 2006: 85)

B. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini yakni SLB Dewi Sartika

Sidoarjo.

C. Populasi

Arikunto (2006 : 115) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan

subyek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan seluruh

populasi sebagai subyeknya. Subyek dalam penelitian ini yakni siswa-siswi

O1 X O2

Page 23: PERMAINAN

23

kelas I di SLB Dewi Sartika Sidoarjo yang berjumlah 6 siswa dengan usia

rata-rata 7 - 9 tahun.

Tabel 3.1

No Nama Siswa Jenis Kelamin

1

2

3

4

5

6

SG

ER

TF

MH

FA

DP

P

L

P

L

P

P

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

a. Variable Bebas

Variabel bebas ialah variabel penyebab atau variabel operasional

yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini

yakni permainan huruf ajaib.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat ialah variabel akibat yang ditimbulkan oleh

variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini yakni penguasaan

kosakata anak tunarungu .

2. Definisi Operasional

a. Permainan Huruf Ajaib

Permainan huruf ajaib adalah permainan kata yang berpijak pada

huruf depan suatu kata. Cara bermainya adalah dengan terlebih dahulu

menjelaskan aturan-aturan permainan yakni dengan menentukan

kategori, kategori yang digunakan adalah nama hewan. Tiap peserta

kemudian mengacungkan beberapa jari tanganya ke depan. Masing-

masing siswa boleh menyodorkan jumlah berapa pun yang ia suka,

Page 24: PERMAINAN

24

misalnya lima atau sepuluh jarinya. Kemudian guru dan siswa

bersama-sama menghitung jari-jari yang disodorkan dengan urutan

huruf alphabet, tetapi huruf alphabetnya hanya terbatas pada A sampai

E saja, jadi peserta akan menghitung A,B,C,D,E kemudian kembali ke

huruf A lagi dan seterusnya misalnya ketika urutan alphabet jatuh ke

huruf C, maka peserta dapat mencari nama hewan dengan huruf depan

C. Hewan dengan awalan C adalah cicak, cacing, capung dan cumi-

cumi.

c. Kosakata

Kosakata dalam penelitian ini adalah 20 kosakata yang mencakup

nama-nama hewan dengan huruf depan A sampai E yang mencakup

nama hewan dengan huruf depan A sampai E yang meliputi (angsa,

anjing, ayam, buaya, babi, beruang, bebek, badak, bunglon, belalang,

bintang laut, bekicot, belut, cicak, cacing, capung, cumi-cumi, domba,

dara dan elang).

d. Anak Tunarungu

Anak tunarungu yang dimaksud dalam penelitian ini yakni semua

siswa tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika Sidoarjo yang berjumlah 6

orang dengan usia rata-rata 7 - 9 tahun

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Tes

Metode tes digunakan untuk memperoleh hasil belajar pada anak

sebelum diberikan intervensi dan sesudah diberikan intervensi. Tes yang

digunakan ada dua yakni pre test untuk mengetahui kosakata awal siswa

tunarungu sebelum diberikan intervensi dengan menggunakan

permainan huruf ajaib. Kemudian post test untuk mengetahui hasil

kosakata siswa tunarungu setelah diberikan permainan huruf ajaib. Soal

yang digunakan pada materi pre test dan post test memiliki materi yang

sama mengenai 20 nama hewan dengan huruf depan A-E yang meliputi

Page 25: PERMAINAN

25

(angsa, anjing, ayam, buaya, babi, beruang, bebek, badak, bunglon,

belalang, bintang laut, bekicot, belut, cicak, cacing, capung, cumi-cumi,

domba, dara dan elang). (Instrument Terlampir)

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Menentukan Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menetapkan lokasi penelitian di SLB

Dewi Sartika Sidoarjo.

2. Memilih Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian yakni semua siswa tunarungu kelas

I SLB Dewi Sartika Sidoarjo yang berjumlah 6 orang dengan usia rata-

rata 7 - 9 tahun

3. Membuat Instrumen Penelitian

Instrumen yang dibuat berupa instrumen tes dengan materi nama-

nama hewan dengan huruf depan A-E yang meliputi (angsa, anjing,

ayam, buaya, babi, beruang, bebek, badak, bunglon, belalang, bintang

laut, bekicot, belut, cicak, cacing, capung, cumi-cumi, domba, dara dan

elang).

4. Pre Test

Tujuan pemberian pre test yang akan diberikan pada siswa tunarungu

yaitu untuk mengetahui kosakata awal yang dimiliki siswa sebelum

diberikan intervensi. Soal pre test yang diberikan pada siswa tunarungu

berupa soal tes tulis. Dalam penelitian ini, pre test dilakukan sebanyak

dua kali.

5. Intervensi

Pemberian intervensi melalui permainan huruf ajaib untuk

meningkatkan kosakata siswa tunarungu mengenai 20 nama-nama

hewan dengan huruf depan A-E. Pelaksanaan intervensi ini dilakukan

Page 26: PERMAINAN

26

untuk mengetahui pengaruh permainan huruf ajaib terhadap penguasaan

kosakata anak tunarungu. Pelaksanaan intervensi ini dilakukan sebanyak

3 kali pertemuan dengan alokasi waktu 45 menit setiap pertemuan.

6. Post Test

Post test diberikan kepada siswa dengan tujuan untuk mengetahui

hasil peningkatan kosakata anak tunarungu setelah diberikan intervensi.

Soal post test diberikan kepada siswa tunarungu berupa tes tulis. Soal

yang digunakan pada materi post test memiliki materi yang sama dengan

materi pre test. Pelaksanaan post test dilakukan pada saat akhir

intervensi ke tiga diberikan. Post test dilakukan sebanyak satu kali.

7. Analis data

Setelah didapat data hasil pretest dan posttest, untuk mengetahui

perbedaan antara hasil nilai sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi,

maka data yang telah terkumpul diolah melalui tehnik analisa data.

Tekhnik analisis data yang digunakan adalah data statistik

nonparametrik dengan menggunakan sign test

G. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui perbedaan antara hasil nilai sebelum dan sesudah

pelaksanaan intervensi, maka data yang telah terkumpul diolah melalui tehnik

analisa data. Oleh karena subyek yang digunakan kecil yakni 6, maka teknik

analisis yang digunakan adalah analisis data statistik nonparametrik. Hal ini

sesuai dengan Siegel (1997 : 40) yang menyatakan bahwa ”jika sampelnya

sekecil N = 6, hanya tes statistik nonparametrik yang dapat digunakan kecuali

kalau sifat distribusi populasinya diketahui secara pasti”.

Dalam penelitian ini digunakan data statistik non parametrik dengan

menggunakan sign test dengan rumus sebagai berikut :

Page 27: PERMAINAN

27

Keterangan :

ZH : Nilai hasil pengujian statistik sign test

X : Hasil pengamatan lagsung yakni jumlah tanda plus (+) – p(0,5)

µ : Mean (nilai rata-rata) = n.p

p : Probabislitas untuk memperoleh tanda (+) atau (-) = 0,5 karena nilai

krisis 5%

n : Jumlah sampel

σ : Standart deviasi = √npq

q : 1-p = 0,5.

(Saleh 1996 : 5)

H. Interpretasi Hasil Analisis Data

1. Jika ZH ≤ Z tabel, Ho Diterima, yang artinya “tidak ada pengaruh antara

permainan huruf ajaib terhadap kosakata anak tunarungu kelas I SLB

Dewi Sartika Sidoarjo”.

2. Jika ZH > Z tabel, berarti Ho Ditolak, dan Ha diterima yang artinya “ada

pengaruh antara permainan huruf ajaib terhadap kosakata anak

tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika Sidoarjo”.