permainan
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Akibat keterbatasan kemampuan mendengar, telah terbukti secara
signifikan berdampak pada perkembangan kosakata anak tunarungu. Breslaw,
Griffiths, Kayu, & Howarth, 1981; Holt, Traxler, & Allen, 1997 dalam
Massaro dan Light (2004) menyatakan bahwa anak tunarungu secara
signifikan memiliki kosakata yang kurang, baik lisan maupun tulisan. Hal ini
dikarenakan kurangnya kosakata yang masuk akibat gangguan pendengaran
yang mereka alami yang juga mematikan kesempatan untuk belajar kosakata.
Davis, 1974; Davis, Elfenbein, Schum, & Bentler, 1986; Huttunen, 2001;
Moeller, Osberger, & Eccarius, 1986; Bangun, Hughes, Poulakis, Collins, &
Rickards, 2004 dalam Lee (2009) mengungkapkan bahwa perkembangan
kosakata anak tunarungu terbukti lebih lambat dibandingkan dengan anak-
anak mendengar seusianya.
Hal ini juga diungkapkan oleh Yovkova (2010) bahwa anak tunarungu
secara signifikan memiliki kosakata yang terbatas dan pemahaman makna
kata yang terbatas pula. Keterbatasan kosakata ini merupakan penyebab utama
keterbelakangan mereka dari anak mendengar seusianya. Lebih jauh lagi, hal
itu akan mengarah pada keterampilan menyimak yang lemah, serta
melemahnya keterampilan yang berkaitan dengan decoding informasi dan
pengolahan. Oleh karena perkembangan kosakata yang rendah, anak
tunarungu telah jauh tertinggal dalam keterampilan membaca pemahaman.
Berdasarkan hasil penelitian yang dikutip oleh Bunawan dan Yuwati
(2000:40) menunjukkan hasil yang mengagumkan bahwa pada usia 6 tahun
anak pada umumnya seharusnya sudah menguasai 3.600 kosakata. Yuwati
(1993) dalam Bunawan dan Yuwati (2000:52) membandingkan kemampuan
membaca siswa tunarungu kelas VI dari beberapa SDLB di Jakarta dengan SD
2
dengan kelas yang sama. Perbandingkan kemampuan membaca ini merupakan
indikasi kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata dan pemahaman tata
bahasa. Hasilnya tingkat pemahaman membaca siswa tunarungu berada jauh
dari siswa SD. Nilai rata-rata SDLB adalah 25,7 dibandingkan dengan nilai
anak SD sebesar 68,28 mereka bahkan ketinggalan dari siswa SD kelas IV
yang memperoleh rata-rata 46,96.
Kosakata menjadi hal yang penting diajarkan pada anak tunarungu karena
kosakata berkorelasi positif dengan keterampilan menyimak dan membaca
pemahaman (Anderson & Freebody, 1981; Stanovich, 1986; Kayu, 2001), dan
berdampak pada hasil belajar di sekolah (Vermeer, 2001) dalam Massaro dan
Light (2004). Oleh karena itu meningkatkan kosakata juga dapat
meningkatkan pengetahuan konseptual dan kompetensi bahasa untuk semua
individu. Bahkan LaSasso and Davey (1987) dalam Stahlman dan Lucker (th :
282) menyatakan bahwa keterampilan kosakata ATR efektif untuk mengetahui
membaca pemahaman mereka.
Sekalipun anak tunarungu mengalami hambatan yang signifikan dalam
perkembangan bahasa dan bicaranya, namun bukan berarti kemampuan
tersebut tidak dapat dikembangkan secara optimal. Pendengaran hanyalah
salah satu faktor penentu perkembangan kemampuan berbahasa disamping
faktor-faktor penentu lainya. Melaui bimbingan dan latihan yang terarah,
sistematik, intensif, berkesinambungan dan terprogram sejak dini
perkembangan bahasa dapat dikembangkan secara optimal (Sunardi dan
sunaryo, 2007:193).
Dalam mengembangkan kosakata pada anak tunarungu haruslah dilakukan
dengan kondisi menyenangkan. Pembelajaran hendaknya dilakukan secara
rileks sehingga anak tidak sadar bahwa dia sedang belajar. Selain itu anak
dibuat ikut terbenam dalam sebuah kegiatan. Keadaan itu merupakan sebuah
kenikmatan. Csikzent Mihalyi dalam Dananjaya (2010 : 30) menyebutkan
bahwa jika anak dilibatkan dalam pembelajaran, mereka akan merasa senang.
Kesenangan melaksanakan kegiatan dari keadaan yang menyenangkan itu
3
akan menguatkan potensi otak. Healy (1994) yang mendalami hubungan
antara perkembangan otak dan pembelajaran dalam Sudono (2006 : 3)
menyatakan bahwa “jaringan serabut syaraf akan terbentuk apabila ada
kegiatan mental yang aktif dan menyenangkan bagi anak. Setiap respons
terhadap penglihatan, bunyi, perasaan, bau dan pengecapan akan
memperlancar hubungan antar neuron (pusat syaraf)”. Berdasarkan berbagai
pendapat tersebut, maka pembelajaran haruslah berjalan dengan
menyenangkan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Salah satu cara alternatif yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
kosakata anak tunarungu adalah dengan memberikan permainan yang dapat
mengoptimalkan penguasaan kosakata anak tunarungu. Salah satunya adalah
dengan permainan kata. Permainan kata dimaksudkan agar pengembangan
kosakata anak tunarungu tidak berjalan dengan penuh tekanan, tuntutan dan
bersifat pemaksaan. Jika suasana pembelajaran bersifat tegang, justru akan
menghambat perkembangan anak karena anak tidak merasa senang. “Suasana
yang membebaskan dan menyenangkan, dapat menyuburkan pertumbuhan
kemampuan dan watak murid” (Dananjaya, 2010 : 37).
Permainan huruf ajaib adalah permainan yang sering kita mainkan
sewaktu kecil. Cara permainanya adalah dengan menentukan suatu kategori
tertentu misalnya hewan atau buah. Kemudian tiap peserta mengacungkan
beberapa jari tanganya ke depan. Kemudian peserta bersama-sama
menghitung jari-jari dengan urutan huruf alphabet. Kemudian misalnya ketika
urutan alphabet jatuh ke huruf C, maka peserta dapat mencari nama kategori
yang telah ditentukan misalnya hewan, mereka harus mencari nama hewan
dengan awalan C. Sedangkan nama hewan dengan huruf depan C adalah
cicak, cacing, capung dan cumi-cumi. Peserta yang tidak bisa menyebutkan
kosakata yang diminta akan mendapat hukuman yang sudah disepakati
bersama.
Ketika peserta memainkan permainan ini, kosakata semua peserta
bertambah. Mereka menjadi tahu bahwa hewan dewan huruf depan C adalah
4
cicak, cacing capung dan cumi-cumi bahkan mereka akan mencari hewan-
hewan lain dengan huruf depan C sehingga peserta akan mencari kosakata
yang dimaksud. Peserta yang awalnya hanya mengetahui satu nama hewan
saja dengan permainan ini akan berkembang menjadi empat bahkan lebih.
Berdasarkan pengamatan tersebut, peneliti beranggapan bahwa permainan
huruf ajaib dapat menjadi salah satu cara yang dapat mengembangkan
penguasaan kosakata anak tunarungu. Dengan permainan ini diharapkan
kosakata anak bisa bertambah karena dalam permainan ini anak termotivasi
untuk menyebutkan sebanyak-banyaknya kata dengan huruf depan tertentu.
Permainan ini membantu anak dalam menyimak dan memisahkan unit-unit
terkecil dari bahasa dan ini membantu mereka menemukan bunyi dengan cara
yang mudah, yakni pada permulaan kata. Selain itu, permainan ini juga
membantu anak mengerti bahwa kata dapat dimulai dengan bunyi yang sama.
“Kemampuan untuk mengelompokkan kata-kata berdasarkan bunyi awal
merupakan satu metode untuk mengelompokkan dan mengorganisasi
informasi” (Tuttle dan Paquette, 2008 : 15).
Permainan huruf ajaib dapat menjadi solusi atas masalah berbahasa
khususnya miskinnya kosakata yang menjadi masalah utama pada anak
tunarungu. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji secara mendalam
tentang pengaruh permainan huruf ajaib terhadap penguasaan kosakata anak
tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika Sidoarjo.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan tersebut, maka rumusan
masalah adalah sebagai berikut :
1. Rumusan Masalah Umum
Adakah pengaruh permainan huruf ajaib terhadap penguasaan
kosakata anak tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika Sidoarjo?
2. Rumusan Masalah Khusus
5
a. Bagaimanakah penguasaan kosakata anak tunarungu sebelum
diberikan permainan huruf ajaib ?
b. Bagaimanakah penguasaan kosakata anak tunarungu sesudah
diberikan permainan huruf ajaib ?
C. Tujuan penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk menganalisis pengaruh penerapan permainan huruf ajaib
terhadap penguasaan kosakata anak tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika
Sidoarjo
b. Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisis hasil tes penguasaan kosakata anak tunarungu
sebelum diberikan permainan huruf ajaib
b. Untuk menganalisis hasil tes penguasaan kosakata anak tunarungu
sesudah menggunakan permainan huruf ajaib
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dihasilkan kajian tentang pengembangan
teori ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan upaya
pengembangan kosakata anak tunarungu dengan menggunakan
permainan huruf ajaib.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Dapat menjadi acuan dalam melaksanaan pembelajaran kosakata
di kelas. Selain itu juga sebagai wawasan bagi guru- guru dalam
melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran yang menjadikan
suasana belajar menjadi aktif dan menyenangkan sehingga dapat
tercapai tujuan pembelajaran
b. Bagi Kepala Sekolah
6
Sebagai acuan dalam pengembangan program yang
dilaksanakan oleh sekolah.
c. Bagi Mahasiswa
Sebagai referensi mahasiswa dalam melaksanakan penelitian
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
E. Asumsi dan Keterbatasan
1. Asumsi
Asumsi ialah anggapan dasar atau pokok-pokok pikiran yang
digunakan tolok ukur untuk menuju masalah yang sebenarnya dan
kebenaranya telah terbukti kebenaranya. Adapun anggapan dasar yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Keterbatasan pendengaran mengakibatkan penguasaan kosakata
anak tunarungu menjadi tertinggal dibandingkan anak mendengar
seusianya.
b. Dengan kondisi pembelajaran yang menyenangkan, penguasaan
kosakata anak tunarungu dapat dikembangkan secara optimal.
c. Permainan huruf ajaib adalah permainan yang dapat
mengembangkan penguasaan kosakata anak tunarungu.
2. Keterbatasan
Agar penelitian ini tidak meluas, maka penulis membatasi masalah
penelitian sebagai berikut :
a. Penerapan permainan huruf ajaib ini diberikan pada siswa kelas I
SLB Dewi sartika Sidoarjo.
b. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain penelitian
one group pre test post test design dengan 3 kali intervensi. 1 kali
intervensi dilakukan selama 45 menit.
c. Penelitian ini berfokus pada 20 kosakata yang mencakup nama
hewan dengan huruf depan A sampai E yang meliputi (angsa,
anjing, ayam, buaya, babi, beruang, bebek, badak, bunglon,
7
belalang, bintang laut, bekicot, belut, cicak, cacing, capung, cumi-
cumi, domba, dara dan elang).
d. Langkah-langkah permainan huruf ajaib adalah dengan terlebih
dahulu menjelaskan aturan-aturan permainan yakni dengan
menentukan kategori, kategori yang digunakan adalah nama hewan.
Tiap peserta kemudian mengacungkan beberapa jari tanganya ke
depan. Masing-masing siswa boleh menyodorkan jumlah berapa
pun yang ia suka, misalnya lima atau sepuluh jarinya. Kemudian
guru dan siswa bersama-sama menghitung jari-jari yang disodorkan
dengan urutan huruf alphabet, tetapi huruf alphabetnya hanya
terbatas pada A sampai E saja, jadi peserta akan menghitung
A,B,C,D,E kemudian kembali ke huruf A lagi dan seterusnya
misalnya ketika urutan alphabet jatuh ke huruf C, maka peserta
dapat mencari nama hewan dengan huruf depan C. Hewan dengan
awalan C adalah cicak, cacing, capung dan cumi-cumi.
e. Hasil dari penelitian ini hanya terbatas pada siswa kelas I SLB Dewi
sartika Sidoarjo dan tidak dapat digeneralisasikan. Bilapun perlu
dilakukan generalisasi, karakteristik anak harus sama.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kosakata Anak Tunarungu
1. Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu
Secara umum, kosakata adalah pengetahuan atas kata-kata dan arti
kata. Namun, definisi kosakata lebih kompleks dari definisi tersebut.
Pertama, kosakata ada dua bentuk, lisan dan tulisan. Kosakata lisan
memuat kata-kata yang kita ketahui dan gunakan dalam
mendengarkan/menyimak dan berbicara. Kosakata tulisan memuat kata-
kata yang kita ketahui dan gunakan dalam membaca dan menulis.
Penguasaan kosakata juga datang dalam dua bentuk, reseptif dan
produktif. Kosakata reseptif termasuk kata-kata yang kita gunakan ketika
kita dengar dan lihat. Kosakata produktif mencakup kata-kata yang kita
9
gunakan ketika kita berbicara dan menulis (Kamil dan Hiebert dalam
Lehr).
Penguasaan kosakata memungkinkan seseorang dapat berbahasa
dengan benar dan baik. Dengan kata lain, kualitas keterampilan berbahasa
seseorang jelas bergantung pada kualitas dan kuantitas kosakata yang
dimilikinya. Semakin kaya kosakata semakin besar pula kemungkinan
seseorang terampil berbahasa. Kosakata merupakan unsur bahasa yang
penting dan perlu dipelajari, dipahami, dan dimengerti agar dapat
digunakan dengan baik dan benar (Tarigan, 1985:2). Tingkat penguasaan
kosakata berhubungan kuat untuk pemahaman bacaan dan keberhasilan
akademis (Baumann, Kame'enui, & Ash, 2003; Becker, 1977; Davis,
1942; Whipple , 1925 dalam Lehr).
Kofi Marfo dalam Sunardi dan Sunaryo (2007:190) menjelaskan
bahwa “terdapat beberapa syarat dalam pemerolehan bahasa, meliputi :
pendengaran, penglihatan, ingatan, intelegensi dan perhatian. Anak-anak
yang kemampuanya tersebut mengalami gangguan atau hambatan, maka
akan terhambat pula dalam pemerolehan bahasanya”. Dalam pemerolehan
informasi, indera yang paling berperan adalah indra penglihatan dan
pendengaran. Seperti yang dikemukakan Myklebust dalam Bunawan dan
Yuwati (2000:5) dari kelima indera manusia, pendengaran dan penglihatan
merupakan indera yang paling canggih karena bisa menerima informasi
jarak jauh, berbeda dengan ketiga indera lainya yaitu perabaan, pengecap
dan penciuman yang hanya bisa menerima informasi jarak dekat saja.
Karena hal itulah perkembangan berbahasa merupakan persoalan yang
mendasar pada anak tunarungu. Hal ini terkait dengan terjadinya hambatan
perkembangan bahasa mereka sebagai akibat dari kehilangan kemampuan
pendengaranya.
Akibat keterbatasan kemampuan mendengar, telah terbukti secara
signifikan berdampak pada perkembangan kosakata anak tunarungu.
Breslaw, Griffiths, Kayu, & Howarth, 1981; Holt, Traxler, & Allen, 1997
10
dalam Massaro dan Light (2004) menyatakan bahwa anak tunarungu
secara signifikan memiliki kosakata yang kurang, baik lisan maupun
tulisan. Hal ini dikarenakan kurangnya kosakata yang masuk akibat
gangguan pendengaran yang mereka alami yang juga mematikan
kesempatan untuk belajar kosakata. Davis, 1974; Davis, Elfenbein,
Schum, & Bentler, 1986; Huttunen, 2001; Moeller, Osberger, & Eccarius,
1986; Bangun, Hughes, Poulakis, Collins, & Rickards, 2004 dalam Lee
(2009) mengungkapkan bahwa perkembangan kosakata anak tunarungu
terbukti lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak mendengar
seusianya.
Hal ini juga diungkapkan oleh Yovkova (2010) bahwa anak tunarungu
secara signifikan memiliki kosakata yang terbatas dan pemahaman makna
kata yang terbatas pula. Keterbatasan kosakata ini merupakan penyebab
utama keterbelakangan mereka dari anak mendengar seusianya. Lebih jauh
lagi, hal itu akan mengarah pada keterampilan menyimak yang lemah,
serta melemahnya keterampilan yang berkaitan dengan decoding informasi
dan pengolahan. Oleh karena perkembangan kosakata yang rendah, anak
tunarungu telah jauh tertinggal dalam keterampilan membaca pemahaman.
Selain miskin kosakata, anak tunarungu kesulitan dalam menamai hal-
hal yang spesifik dan konsep-konsep berupa ungkapan (Barker, 2003)
dalam Massaro dan Light (2004). Hal ini ditegaskan oleh Sastrawinata
(1979) dalam Efendi (2006 : 77) yang menyatakan bahwa segala sesuatu
yang terekam di otak anak tunarungu melalui persepsi visualnya tidak
ubahnya bagai pertunjukan film bisu sebab anak tunarungu hanya dapat
menangkap peristiwa itu secara visual saja. Atas dasar itulah masalah yang
dihadapi oleh anak tunarungu dari aspek kebahasaanya adalah miskin kosa
kata, sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti
kiasan/sindiran, kesulitan dalam mengartikan kata-kata abstrak dan
kesulitan dalam menguasai irama dan gaya bahasa.
11
2. Pembelajaran Kosakata Anak Tunarungu
Kosakata merupakan salah satu komponen yang penting dalam belajar
bahasa. Semakin banyak perbendaharaan kata yang dimiliki seseorang,
semakin mudah dia menyampaikan pikirannya baik dalam tulisan maupun
lisan. Kualitas berbahasa seseorang bergantung kepada kuantitas dan
kualitas kosakata yang dimilikinya. Semakin kaya kosakata yang dimiliki
maka semakin terampil pula dalam berbahasa. Pada prinsipnya tujuan
pengajaran bahasa adalah agar para siswa terampil berbahasa, yaitu
terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca dan terampil
menulis sedangkan kosakata kata adalah salah satu komponen yang
memepengaruhi keempat keterampilan berbahasa tersebut (Tarigan,
1992:3).
Sekalipun anak tunarungu mengalami hambatan yang signifikan dalam
perkembangan bahasa dan bicaranya, namun bukan berarti kemampuan
tersebut tidak dapat dikembangkan secara optimal. Pendengaran hanyalah
salah satu faktor penentu perkembangan kemampuan berbahasa disamping
faktor-faktor penentu lainya. Melaui bimbingan dan latihan yang terarah,
sistematik, intensif, berkesinambungan dan terprogram sejak dini
perkembangan bahasa dapat dikembangkan secara optimal (Sunardi dan
sunaryo, 2007:193).
Adanya gangguan pendengaran pada siswa tunarungu menyebabkan
mereka mengandalkan fungsi visualnya untuk memperoleh informasi yang
ia butuhkan. Permasalahan utama yang dihadapi oleh anak tunarungu
adalah miskin kosakata, sehingga anak kurang bisa memahami setiap
bahasa yang ada dalam lingkungannya yang menjadikan anak sulit
menangkap informasi yang ada, namun indera visualnya masih bisa
dimanfaatkan. Jadi solusi yang tepat untuk anak tunarungu agar bisa
memperoleh informasi dan berkomunikasi dengan lingkungannya yaitu
dengan mengoptimalkan indera visualnya sebagai pengganti indera
pendengaran. Hal ini serupa dengan pernyataan yang diungkapkan oleh
12
Somad dan Hernawati (1996:37) bahwa anak tunarungu mendapat sebutan
“Pemata” karena pendengarannya tidak dapat menolong mereka dalam
belajar bahasa, maka anak tunarungu mempelajari lingkungannya melalui
mata.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, maka dalam pembelajaran
kosakata anak tunarungu perlu dibantu dengan gambar/gerakan tangan.
Materi pembelajaran harus berangkat dari pengalaman anak sehingga anak
akan tertarik dan senang mengikuti pembelajaran karena merasa ikut serta
dalam pembelajaran karena pengalaman anak dijadikan materi
pembelajaran.
Seperti diamanatkan dalam GBHN mata pelajaran Bahasa Indonesia
(Kurikulum Pendidikan luar Biasa, 1993 : 4). Pembelajaran bahasa perlu
memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran, antara lain dari yang mudah ke
yang sukar, dari hal-hal yang dekat ke hal-hal yang jauh, dari yang
sederhana ke yang rumit, dari yang diketahui ke yang belum diketahui,
dan dari yang konkret ke abstrak.
Pola pengembangan bahasa pada anak tunarungu adalah sebagai
berikut :
a. Dari yang mudah ke yang sukar
1) Penguasaan kata benda
2) Penguasaan kata kerja
3) Penguasaan kata sifat
4) Penguasaan kata keterangan
5) Penguasaan kata ganti
6) Penguasaan kata depan
7) Penguasaan kata sambung dan kata penghubung
b. Dari yang dekat ke yang jauh
1) Nama-nama benda yang ada disekitar anak
2) Nama-nama benda yang ada disekitar rumah
3) Nama-nama benda yang ada di lingkungan masyarakat
13
4) Kata kerja yang sering dilakukan anak
5) Kata kerja yang sering dilakukan keluarga
6) Kata kerja yang sering dilakukan masyarakat
c. Dari hal yang sederhana ke hal yang rumit
Meliputi bahan pelajaran kebahasaan mencakup lafal, ejaan, tanda
baca, kosakata, struktur, paragraf, dan wacana. Dari pemahaman
sampai penggunaan, termasuk dalam pemahaman adalah karya sastra
indonesia.
d. Dari yang diketahui ke yang belum diketahui
Meliputi bahan pelajaran kebahasaan yang mencakup materi-materi
yang diketahui. Misalnya ayam, sapi, ikan, ke hal-hal yang belum
diketahui, misalnya anoa, cendrawasih, komodo tentunya
disesuaikan dengan situasi dan kondisi lokal dimana anak berada.
e. Dari yang konkret ke yang abstrak
Meliputi pelajaran kebahasaan yang mencakup materi-materi yang
nampak nyata. Misalnya benda-benda yang dapat dilihat, sampai
pada benda-benda yang tidak nampak. Misalnya sifat, keadaan,
perasaan, kasih sayang, sehingga akhirnya dapat meyakini adanya
Tuhan Yang Maha Esa (Tarmansyah, 1996 : 30)
B. Permainan
1. Pembelajaran dengan Permainan
Kurniawan (2007 : 1) permainan adalah kegiatan yang dapat membuat
kemampuan berfikir anak lebih dalam untuk mencerna hal-hal yang
konkret. Dengan melakukan hal yang menyenangkan, seorang anak
membangun kesadaran yang lebih berani. Sedangkan Wong (2009:153)
berpendapat bahwa permainan adalah bahasa yang universal dari
pekerjaan anak, menceritakan banyak hal tentang anak-anak karena
memproyeksikan diri mereka sendiri melalui aktivitas. Permainan
14
merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling penting dan dapat
menjadi suatu teknik yang efektif dalam berkomunikasi
Permainan dalam pembelajaran melibatkan siswa dalam proses
pengalaman sekaligus menghayati tantangan, mendapat inspirasi,
terdorong untuk kreatif, dan berinteraksi denga kegiatan dengan sesama
siswa dalam melakukan permainan (Dananjaya, 2010 : 165). Semakin
banyak interaksi yang dilakukan anak melaui permainan yang
mengoptimalkan indra-indranya, semakin tinggilah pengaruh positif
permainan tersebut (Yudha, 2008 : 78).
Bagi Vygotsky (1986) dalam Seefeldt dan Wasik (2008 : 23)
permainan merupakan jalan bagi anak-anak bisa melakukan keterampilan
baru, mencoba peran sosial baru, dan memecahkan masalah rumit. Lewat
permainan, anak-anak mempunyai kesempatan untuk menyelidiki secara
mendalam dan memperhatikan secara rinci sekali hal-hal yang menarik
bagi mereka. Permainan memberi anak-anak kesempatan untuk berperan
secara mandiri dan menantang diri mereka sendiri secara fisik dan
intelektual.
Healy (1994) yang mendalami hubungan antara perkembangan otak
dan pembelajaran dalam Sudono (2006 : 3) menyatakan bahwa jaringan
serabut syaraf akan terbentuk apabila ada kegiatan mental yang aktif dan
menyenangkan bagi anak. Setiap respons terhadap penglihatan, bunyi,
perasaan, bau dan pengecapan akan memperlancar hubungan antar neuron
(pusat syaraf).
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, perlulah kita mengkaji
kembali tentang manfaat dan pentingnya permainan dalam pembelajaran.
Pembelajaran haruslah berjalan dengan menyenangkan agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Dengan permainan
pembelajaran akan berlangsung dengan suasana yang menyenangkan.
2. Permainan Kata Sebagai Pembelajaran Kosakata
15
Pada dasarnya tujuan utama pembelajaran kosakata adalah untuk
mengembangkan minat anak pada kata-kata (Tarigan, 1985 : 254). Para
siswa yang rasa ingin tahunya membara tentu akan lebih mudah
memperkaya kosakatanya, lebih mudah dalam membedakan kata dan lebih
bisa berfikir secara logis. Karena hal tersebut, dalam mengembangkan
kosakata anak haruslah dilakukan dalam kondisi yang menyenangkan.
Pada umumnya anak-anak menyukai permainan. Permainan kata
merupakan salah satu alternatif pembelajaran kosakata dengan situasi yang
menyenangkan. Vygotsky (1986) dalam Seefeldt dan Wasik (2008 : 23)
yakin bahwa permainan membimbing perkembangan. Ia berhipotesis
bahwa bahasa tulis bertumbuh dari bahasa lisan lewat permainan lambang.
Tujuan permainan kata untuk anak menurut Dale dalam Tarigan
(1985 : 225) adalah sebagai berikut :
a. Memperlihatkan unsur kenikmatan dan kesenangan ataupun
memberikan tantangan dan rangsangan dalam telaah bahasa dan
mendorong permainan kata
b. Menuntut para siswa untuk melihat secara teliti pada kata-kata yang
merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam pembangunan
kosakata
c. Memberikan latihan kepadda para siswa dalam hal menimbulkan
atau membangkitkan kata-kata berdasarkan petunjuk-petunjuk
tertentu
d. Menuntut para siswa mencocokkan kata-kata dengan batasanya-
batasanya
e. Memberikan latihan ejaan dan mendorong atau membangkitkan
perhatian yang mendalam terhadap pembentukan kata
f. Memperhatikan kepada para siswa bagaimana caranya huruf-huruf
dan sejumlah kata dapat dimanipulasikan untuk membentuk kata-
kata lain
16
g. Menekankan betapa pentingnya posisi huruf dalam hubunganya
dengan makna kata
h. Mendorong para siswa untuk mengklasifikasikan dan
mengeneralisasikan konsep-konsep
C. Permainan Huruf Ajaib
1. Permainan Huruf Ajaib sebagai Permainan Kata
Permainan huruf ajaib adalah permainan yang sering kita mainkan
sewaktu kecil. Permainan huruf ajaib adalah permainan kata yang berpijak
pada awal sebuah kata (huruf depan). Inti dari permainan ini adalah
dengan menentukan kategori dan huruf depan tertentu, kemudian mencari
kata dengan huruf depan dan kategori yang telah ditentukan (Astuti, 2010 :
27).
Contoh permainanya adalah dengan menentukan suatu kategori
tertentu misalnya hewan atau buah. Kemudian tiap peserta mengacungkan
beberapa jari tanganya ke depan. Kemudian peserta bersama-sama
menghitung jari-jari dengan urutan huruf alphabet. Kemudian misalnya
ketika urutan alphabet jatuh ke huruf C, maka peserta dapat mencari nama
kategori yang telah ditentukan misalnya hewan, mereka harus mencari
nama hewan dengan awalan C. Sedangkan nama hewan dengan huruf
depan C adalah cicak, cacing, capung dan cumi-cumi. Peserta yang tidak
bisa menyebutkan kosakata yang diminta akan mendapat hukuman yang
sudah disepakati bersama.
Ketika peserta memainkan permainan ini, kosakata semua peserta
bertambah. Mereka menjadi tahu bahwa hewan dewan huruf depan C
adalah cicak, cacing capung dan cumi-cumi bahkan mereka akan mencari
hewan-hewan lain dengan huruf depan C sehingga peserta akan mencari
kosakata yang dimaksud. Peserta yang awalnya hanya mengetahui satu
nama hewan saja dengan permainan ini akan berkembang menjadi empat
bahkan lebih. Selain kosakata, permainan ini juga membantu anak dalam
17
menyimak dan memisahkan unit-unit terkecil dari bahasa dan ini
membantu mereka menemukan bunyi dengan cara yang mudah, yakni
pada permulaan kata. Selain itu, permainan ini juga membantu anak
mengerti bahwa kata dapat dimulai dengan bunyi yang sama (Tuttle dan
Paquette, 2008 : 15).
Permainan huruf ajaib ini ternyata senada dengan metode fonik yang
merupakan salah satu metode pengajaran membaca. Metode fonik
menekankan pada pengenalan kata melaui proses mendengarkan bunyi
huruf. Dengan demikian, metode fonik lebih sintesis daripada analitis.
Pada mulanya anak diajak untuk mengenal bunyi-bunyi huruf, kemudian
mensintesiskan huruf-huruf tersebut menjadi suku kata dan kata. Untuk
memperkenalkan bunyi berbagai huruf biasanya mengaitkan huruf-huruf
tersebut dengan huruf depan berbagai nama benda yang sudah dikenal
anak seperti huruf A dengan gambar ayam, huruf B dengan gambar buaya
dan sebagainya (Abdurrahman, 1999 : 215)
2. Tujuan Permainan Huruf Ajaib
Permainan ini bertujuan untuk menambah kosakata anak. Permainan
ini juga membantu anak mengerti bahwa kata-kata dapat dimulai dengan
huruf yang sama.
3. Langkah-langkah Permainan Huruf Ajaib
Adapun langkah-langkah pelaksanaan permainan huruf ajaib adalah
sebagai berikut :
a. Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dalam posisi melingkar
b. Guru menjelaskan tentang bunyi huruf dan mengaitkan dengan
hewan-hewan yang berkaitan dengan huruf depannya
c. Guru terlebih dahulu menjelaskan kepada siswa cara memainkan
permainan huruf ajaib
d. Guru menentukan kategori permainan (batasan kata), kategori yang
digunakan misalnya nama hewan atau nama buah
18
e. Tiap peserta kemudian mengacungkan beberapa jari tanganya ke
depan. Masing-masing siswa boleh menyodorkan jumlah berapa pun
yang ia suka, misalnya lima atau sepuluh jarinya Kemudian guru dan
siswa bersama-sama menghitung jari-jari yang disodorkan. Bukan
dengan angka, melainkan dengan urutan huruf alphabet. Misalnya
kategori yang digunakan misalnya nama hewan ketika urutan
alphabet jatuh ke huruf C, maka peserta dapat mencari nama hewan
dengan huruf depan C sedangkan hewan dengan awalan C adalah
cicak, cacing, capung dan cumi-cumi
f. Siswa yang dapat menemukan kosakata yang diminta, akan
mendapatkan reward berupa dari guru
g. Siswa menjawab dengan pengucapan (oral) dan isyarat. Guru
membimbing siswa dalam membenarkan dalam pengucapan.
h. Jika siswa tidak mampu menjawab, guru dapat membantu siswa
dengan gambar
4. Kelebihan dan Kekurangan Permainan Huruf Ajaib
a. Kelebihan
1) Dengan permainan huruf ajaib ini, suasana belajar berjalan dengan
menyenangkan sehingga siswa tidak sadar kalau sedang belajar.
2) Permainan ini membantu siswa membantu mereka menemukan
bunyi huruf dengan cara yang mudah, yakni pada permulaan kata.
Permainan ini juga membantu anak mengerti bahwa kata dapat
dimulai dengan bunyi yang sama
3) Permainan ini juga dilengkapi dengan gambar sehingga siswa juga
bisa mengetahui wujud benda yang dimaksud. Permainan ini juga
bisa diselingi dengan menebak gambar yang diajukan guru
sehingga pembelajaran tidak berlangsung secara monoton.
b. Kekurangan
19
Sebelum berlangsungnya permainan, guru menentukan kategori.
Jika dalam penentuan kategori kurang tepat, misalnya siswa kurang
menguasai kategori yang ditentukan, permainan akan menjadi
membosankan karena anak kurang menguasai kosakata yang sedang
dimainkan.
D. Kaitan Permainan Huruf Ajaib Terhadap Penguasaan Kosakata Anak
Tunarungu
Akibat keterbatasan kemampuan mendengar, telah terbukti secara
signifikan berdampak pada perkembangan kosakata anak tunarungu. Anak
tunarungu secara signifikan memiliki kosakata yang kurang baik lisan maupun
tulisan. Hal ini dikarenakan kurangnya kosakata yang masuk akibat gangguan
pendengaran yang mereka alami yang juga mematikan kesempatan untuk
belajar kosakata (Breslaw, Griffiths, Kayu, & Howarth, 1981; Holt, Traxler, &
Allen, 1997).
Sekalipun anak tunarungu mengalami hambatan yang signifikan dalam
perkembangan bahasanya, namun bukan berarti kemampuan tersebut tidak
dapat dikembangkan secara optimal. Pendengaran hanyalah salah satu faktor
penentu perkembangan kemampuan berbahasa disamping faktor-faktor
penentu lainya. Melaui bimbingan dan latihan yang terarah, sistematik,
intensif, berkesinambungan dan terprogram sejak dini perkembangan bahasa
dapat dikembangkan secara optimal (Sunardi dan sunaryo, 2007 : 193).
Adanya gangguan pendengaran pada siswa tunarungu menyebabkan
mereka mengandalkan fungsi visualnya untuk memperoleh informasi yang ia
butuhkan. Berdasarkan hal itulah, maka dibutuhkan rangsangan visual yang
dapat membantu mereka untuk memahami sesuatu. Selain itu pengajaran
kosakata pada anak tunarungu haruslah dilakukan dengan kondisi
menyenangkan. Pembelajaran hendaknya dilakukan secara rileks sehingga
anak merasa senang belajar kosakata baru. Salah satu cara alternatif yang
dapat dilakukan adalah dengan memberikan permainan. Permainan
20
dimaksudkan agar pengembangan kosakata anak tunarungu tidak berjalan
dengan penuh tekanan, tuntutan dan bersifat pemaksaan. Karena jika suasana
pembelajaran bersifat tegang, justru akan menghambat perkembangan anak
karena anak tidak merasa senang.
Permainan huruf ajaib adalah permainan yang dimungkinkan dapat
mengembangkan penguasaan kosakata anak tunarungu. Dengan permainan ini
kosakata anak dapat bertambah karena dalam permainan ini anak termotivasi
untuk menyebutkan kata sebanyak-banyaknya. Selain itu, permainan ini juga
membantu anak mengerti bahwa kata dapat dimulai dengan bunyi yang sama.
Gambar sebagai salah satu komponen dalam permainan ini menjadi pelengkap
dalam memfasilitasi unsur visual yang paling diandalkan oleh anak tunarungu
dalam pemerolehan informasi.
E. Kerangka Konseptual
Gangguan Fungsi Pendengaran
Dampak
21
F. Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah jika ZH > Z tabel,
maka Ha diterima yang artinya “ada pengaruh antara permainan huruf ajaib
terhadap kosakata anak tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika Sidoarjo”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu Rendah
Pengajaran Kosakata Anak Tunarungu Dengan Suasana
Yang Menyenangkan
Permainan Kata
Permainan Huruf Ajaib
Dapat dikembangkan
Salah satu cara
salah satu jenis permainan kata
22
Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif pra
eksperimen dengan menggunakan desain “one group pretest posttest design”
yakni sebuah eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok tanpa
menggunakan kelompok kontrol atau pembanding. Dalam desain penelitian
one group pretest posttest design, tes dilakukan kepada subyek yang diteliti
tentang kemampuan awalnya sebelum mendapatkan treatment atau disebut pre
tes (O1). Setelah itu subyek diberikan suatu perlakukan atau treatment dalam
jangka waktu tertentu (X) dan untuk mengetahui hasilnya peneliti melakukan
pengukuran lagi dengan memberikan tes yang kedua yaitu pos tes (O2).
Skema pra eksperimen dengan metode One Group Pretes – Posttes
Design, dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan prosedur :
O1 : Pretest untuk mengukur penguasaan kosakata siswa tunarungu sebelum
diberikan permainan huruf ajaib.
X : Treatment atau perlakuan pada subjek yang diberikan pada saat proses
pembelajaran yaitu permainan huruf ajaib.
O2 : Posttest untuk mengukur penguasaan kosakata siswa tunarungu setelah
diberikan permainan huruf ajaib
(Arikunto, 2006: 85)
B. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini yakni SLB Dewi Sartika
Sidoarjo.
C. Populasi
Arikunto (2006 : 115) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan
subyek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan seluruh
populasi sebagai subyeknya. Subyek dalam penelitian ini yakni siswa-siswi
O1 X O2
23
kelas I di SLB Dewi Sartika Sidoarjo yang berjumlah 6 siswa dengan usia
rata-rata 7 - 9 tahun.
Tabel 3.1
No Nama Siswa Jenis Kelamin
1
2
3
4
5
6
SG
ER
TF
MH
FA
DP
P
L
P
L
P
P
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a. Variable Bebas
Variabel bebas ialah variabel penyebab atau variabel operasional
yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini
yakni permainan huruf ajaib.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat ialah variabel akibat yang ditimbulkan oleh
variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini yakni penguasaan
kosakata anak tunarungu .
2. Definisi Operasional
a. Permainan Huruf Ajaib
Permainan huruf ajaib adalah permainan kata yang berpijak pada
huruf depan suatu kata. Cara bermainya adalah dengan terlebih dahulu
menjelaskan aturan-aturan permainan yakni dengan menentukan
kategori, kategori yang digunakan adalah nama hewan. Tiap peserta
kemudian mengacungkan beberapa jari tanganya ke depan. Masing-
masing siswa boleh menyodorkan jumlah berapa pun yang ia suka,
24
misalnya lima atau sepuluh jarinya. Kemudian guru dan siswa
bersama-sama menghitung jari-jari yang disodorkan dengan urutan
huruf alphabet, tetapi huruf alphabetnya hanya terbatas pada A sampai
E saja, jadi peserta akan menghitung A,B,C,D,E kemudian kembali ke
huruf A lagi dan seterusnya misalnya ketika urutan alphabet jatuh ke
huruf C, maka peserta dapat mencari nama hewan dengan huruf depan
C. Hewan dengan awalan C adalah cicak, cacing, capung dan cumi-
cumi.
c. Kosakata
Kosakata dalam penelitian ini adalah 20 kosakata yang mencakup
nama-nama hewan dengan huruf depan A sampai E yang mencakup
nama hewan dengan huruf depan A sampai E yang meliputi (angsa,
anjing, ayam, buaya, babi, beruang, bebek, badak, bunglon, belalang,
bintang laut, bekicot, belut, cicak, cacing, capung, cumi-cumi, domba,
dara dan elang).
d. Anak Tunarungu
Anak tunarungu yang dimaksud dalam penelitian ini yakni semua
siswa tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika Sidoarjo yang berjumlah 6
orang dengan usia rata-rata 7 - 9 tahun
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Tes
Metode tes digunakan untuk memperoleh hasil belajar pada anak
sebelum diberikan intervensi dan sesudah diberikan intervensi. Tes yang
digunakan ada dua yakni pre test untuk mengetahui kosakata awal siswa
tunarungu sebelum diberikan intervensi dengan menggunakan
permainan huruf ajaib. Kemudian post test untuk mengetahui hasil
kosakata siswa tunarungu setelah diberikan permainan huruf ajaib. Soal
yang digunakan pada materi pre test dan post test memiliki materi yang
sama mengenai 20 nama hewan dengan huruf depan A-E yang meliputi
25
(angsa, anjing, ayam, buaya, babi, beruang, bebek, badak, bunglon,
belalang, bintang laut, bekicot, belut, cicak, cacing, capung, cumi-cumi,
domba, dara dan elang). (Instrument Terlampir)
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
1. Menentukan Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menetapkan lokasi penelitian di SLB
Dewi Sartika Sidoarjo.
2. Memilih Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian yakni semua siswa tunarungu kelas
I SLB Dewi Sartika Sidoarjo yang berjumlah 6 orang dengan usia rata-
rata 7 - 9 tahun
3. Membuat Instrumen Penelitian
Instrumen yang dibuat berupa instrumen tes dengan materi nama-
nama hewan dengan huruf depan A-E yang meliputi (angsa, anjing,
ayam, buaya, babi, beruang, bebek, badak, bunglon, belalang, bintang
laut, bekicot, belut, cicak, cacing, capung, cumi-cumi, domba, dara dan
elang).
4. Pre Test
Tujuan pemberian pre test yang akan diberikan pada siswa tunarungu
yaitu untuk mengetahui kosakata awal yang dimiliki siswa sebelum
diberikan intervensi. Soal pre test yang diberikan pada siswa tunarungu
berupa soal tes tulis. Dalam penelitian ini, pre test dilakukan sebanyak
dua kali.
5. Intervensi
Pemberian intervensi melalui permainan huruf ajaib untuk
meningkatkan kosakata siswa tunarungu mengenai 20 nama-nama
hewan dengan huruf depan A-E. Pelaksanaan intervensi ini dilakukan
26
untuk mengetahui pengaruh permainan huruf ajaib terhadap penguasaan
kosakata anak tunarungu. Pelaksanaan intervensi ini dilakukan sebanyak
3 kali pertemuan dengan alokasi waktu 45 menit setiap pertemuan.
6. Post Test
Post test diberikan kepada siswa dengan tujuan untuk mengetahui
hasil peningkatan kosakata anak tunarungu setelah diberikan intervensi.
Soal post test diberikan kepada siswa tunarungu berupa tes tulis. Soal
yang digunakan pada materi post test memiliki materi yang sama dengan
materi pre test. Pelaksanaan post test dilakukan pada saat akhir
intervensi ke tiga diberikan. Post test dilakukan sebanyak satu kali.
7. Analis data
Setelah didapat data hasil pretest dan posttest, untuk mengetahui
perbedaan antara hasil nilai sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi,
maka data yang telah terkumpul diolah melalui tehnik analisa data.
Tekhnik analisis data yang digunakan adalah data statistik
nonparametrik dengan menggunakan sign test
G. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui perbedaan antara hasil nilai sebelum dan sesudah
pelaksanaan intervensi, maka data yang telah terkumpul diolah melalui tehnik
analisa data. Oleh karena subyek yang digunakan kecil yakni 6, maka teknik
analisis yang digunakan adalah analisis data statistik nonparametrik. Hal ini
sesuai dengan Siegel (1997 : 40) yang menyatakan bahwa ”jika sampelnya
sekecil N = 6, hanya tes statistik nonparametrik yang dapat digunakan kecuali
kalau sifat distribusi populasinya diketahui secara pasti”.
Dalam penelitian ini digunakan data statistik non parametrik dengan
menggunakan sign test dengan rumus sebagai berikut :
27
Keterangan :
ZH : Nilai hasil pengujian statistik sign test
X : Hasil pengamatan lagsung yakni jumlah tanda plus (+) – p(0,5)
µ : Mean (nilai rata-rata) = n.p
p : Probabislitas untuk memperoleh tanda (+) atau (-) = 0,5 karena nilai
krisis 5%
n : Jumlah sampel
σ : Standart deviasi = √npq
q : 1-p = 0,5.
(Saleh 1996 : 5)
H. Interpretasi Hasil Analisis Data
1. Jika ZH ≤ Z tabel, Ho Diterima, yang artinya “tidak ada pengaruh antara
permainan huruf ajaib terhadap kosakata anak tunarungu kelas I SLB
Dewi Sartika Sidoarjo”.
2. Jika ZH > Z tabel, berarti Ho Ditolak, dan Ha diterima yang artinya “ada
pengaruh antara permainan huruf ajaib terhadap kosakata anak
tunarungu kelas I SLB Dewi Sartika Sidoarjo”.