perlindungan masyarakat di uu lingkungan hidup

19

Click here to load reader

Upload: dolly99

Post on 06-Jun-2015

5.757 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pengerusakan lingkungan dan aspek penegakan hukum UU Lingkungan Hidup

TRANSCRIPT

Page 1: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

PERGURUAN TINGGI ILMU KEPOLISIAN MAHASISWA ANGKATAN LI

TUGAS MAKALAHMATA KULIAH HUKUM LINGKUNGAN HIDUP

Oleh:

Jakarta, Januari 2007

Page 2: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

BENCANA BANJIR DAN KAITANNYA DENGAN FAKTOR-FAKTOR PENEGAKAN

HUKUM LINGKUNGAN DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN

KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Lingkungan hidup merupakan persoalan sangat penting dan strategis

bagi kelangsungan kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Mengapa hal

tersebut sangat vital bagi kehidupan manusia ? karena dengan adanya faktor-

faktor pengganggu terhadap lingkungan hidup menyebabkan terganggunya

kelestarian fungsi lingkungan hidup seperti menurunnya daya dukung dan daya

tampung lingkungan serta meningkatnya kejadian bencana alam yang pada

akhirnya bermuara pada menurunnya kualitas kehidupan manusia baik generasi

masa kini maupun masa depan. Penyebab utama kerusakan lingkungan sudah

tentu adalah ulah sebagian manusia mengeksploitasi lingkungan hidup demi

alasan kepentingan ekonomi dan sosial serta kependudukan.

Beberapa aspek kependudukan yang masih menjadi penyebab

kerusakan lingkungan adalah tingginya pertumbuhan penduduk ,

ketidakseimbangan penyebaran penduduk , rendahnya kualitas sumber daya

manusia dan perubahan gaya hidup suatu wilayah. Di Provinsi Lampung,

disamping hal tersebut diatas yang menjadi penyebab utama kerusakan

lingkungan, faktor lemahnya penegakan hukum tampaknya juga ikut memberikan

kontribusi yang sangat besar mempercepat berkurangnya fungsi lingkungan

hidup. Walupun usaha penindakan pelanggaran terhadap perusak lingkungan

hidup dan usaha preventif yang telah dilakukan. Akan tetapi usaha yang bersifat

preventif dan represif masih tetap relevan dilakukan dengan wujud upaya

Kerjasama Triparti antara pemerintah daerah, masyarakat dan Instansi

kepolisian (Polri). Oleh karena itu peningkatan kesadaran manusia menjadi

sangat strategis untuk untuk tidak hanya mengeksploitasi lingkungan bagi

kepentingan sesaat semata, namun juga diimbangi dengan upaya pemulihan

dan pelestarian lingkungan bagi kepentingan masa depan karena lingkungan

hidup merupakan warisan berharga bagi anak cucu kita.

1

Page 3: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

Masalah lingkungan yang akan kita bahas adalah masalah banjir yang

pada Bulan Januari tahun 2007 terjadi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi

Lampung yang menggenangi 7 kecamatan atau tepatnya di 74 desa di

Kabupaten tersebut yang menyebabkan kerugian materiil ditafsir mencapai

milyaran rupiah. Hal ini terjadi akibat ulah manusia itu sendiri dengan tanpa

pandang bulu membabat kawasan hutan lindung Taman Nasional Bukit Barisan

untuk diganti dengan tanaman produksi. Kesalahan masa lalu tersebut telah

mengakibatkan erosi besar-besaran, air hujan meluncur dari perbukitan sambil

membawa lumpur mendangkalkan Sungai Way Sekampung dan beberapa anak

sungainya. Pendangkalan sungai telah sedemikian parahnya, akibatnya ketika

musim hujan air meluap dan sebaliknya pada saat kemarau terjadi kekeringan

dan kekerdilan tanah pada sebagian wilayah kabupaten tersebut yang sebagian

besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani sawah dan

perkebunan.

Kawasan Hutan Lindung Taman Nasional Bukit Barisan beserta

kekayaan yang dikandungnya banyak dibutuhkan untuk kesejahteraan manusia,

namun sering pengeksploitasiannya dilakukan secara berlebihan dan tidak

memperhatikan kelestarian sumber dayanya sehingga hutan tersebut menjadi

rusak dan membawa dampak buruk yang luas atau bencana bagi msyarakat

yang ada disekitarnya. Akibatnya dapat kita rasakan bahwa kerusakan hutan di

kawasan hutan kawasan tersebut sekarang ini dapat dirasakan akibatnya dalam

bentuk bencana bencana-bencana alam yang terkadang pula memakan korban

jiwa manusia dan kerugian materiil yang tidak sedikit. Seperti banjir yang terjadi

di wilayah Kabupaten Tanggamus pada saat itu.

2. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Maksud penulisan makalah ini adalah disamping untuk melaksanakan

penugasan pembuatan makalah yang materinya menyangkut masalah

lingkungan hidup dari Dosen, makalah ini pula bertujuan sebagai sarana

untuk belajar dalam menuangkan pemikiran saya tentang Mata Kuliah

Lingkungan Hidup yang diterima dengan ditunjang dengan beberapa

referensi – referensi yang relevan dengan permasalahan ini.

2

Page 4: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

b. Tujuan

Dengan penulisan makalah ini, kami mengharapkan agar makalah ini

dapat dijadikan sebagai referensi dan tambahan wawasan / pengetahuan

bagi pembaca mengenai hal-hal yang berkenaan dengan faktor-faktor

penegakan hukum lingkungan yang membawa pengaruh terhadap kondisi

lingkungan yang diharapkan bisa tercapai untuk mengurangi kerusakan yang

terjadi terhadap lingkungan hidup di Kabupaten Tanggamus, Provinsi

Lampung .

3. Permasalahan

Kerusakan lingkungan yang terjadi di Kawasan Hutan Lindung Taman

Nasional Bukit Barisan telah menyebabkan erosi tanah yang membuat

kedangkalan Sungai Way Sekampung sehingga menggenangi areal

pemukiman , persawahan dan perkebunan kecamatan di daerah tersebut

sehingga menimbulkan nilai kerugian ekonomis yang luar biasa, merupakan

salah satu bentuk kemarahan alam yang dikarenakan pengrusakan sebagian

areal hutan oleh aktifitas warga dan mentalitas warga di sekitar kawasan hutan

yang sering mengejar keuntungan ekonomis secara illegal.

Melihat kenyataan dan akibat yang ditimbulkan diatas dapat diambil

beberapa pokok permasalahan yang akan penulis coba bahas antara lain :

a. .

III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEGAKAN HUKUM

LINGKUNGAN

Menurut Soerjono Soekanto (2004:8) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

penegakan hukum ada 5 faktor, yaitu:

1. Faktor hukum /produk hukum itu sendiri.

2. Faktor aparat penegak hukum.

3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor masyarakat

5. Faktor kebudayaan.

3

Page 5: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

Faktor yang pertama adalah faktor produk hukum itu sendiri, di dalam Undang-

undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan dikelompokan menjadi dua yaitu

berdasarkan kepemilikan terdiri dari hutan negara dan hutan hak serta menurut

fungsinya yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.

Karenanya itu maka dalam pasal 1 ayat 3 dirumuskan Kawasan hutan adalah

wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan

keberadaannya sebagai hutan tetap.

Mengenai penetapan oleh pemerintah lewat Menteri Kehutanan untuk

menguatkan kedudukan hutan secara yuridis. Dua hal yang penting dengan adanya

penetapan hutan oleh pemerintah yaitu :

1. Supaya setiap orang tidak bisa sewenang – wenang untuk membabat,

menduduki

dan mengerjakan kawasan hutan yang bukan untuk peruntukannya.

2. Mewajibkan pemerintah baik melalui Menteri Kehutanan atau Pemerintah

Daerah yaitu Bupati atau Walikota untuk mengatur perencanaan, peruntukan,

penyediaan dan penggunaan hutan sesuai dengan fungsinya serta menjaga dan

melindungi hutan yang bertujuan menjaga kelestariaan,fungsinya serta mutu nilai

dan kegunaan hasil hutan untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan

berkelanjutan.

Sesuai dengan PP RI no 34 th 2002 pasal 12 dimana dalam tata hutan lindung

terbagi dalam blok-blok yaitu blok perlindungan yang fungsinya adalah untuk melindungi

asset hutan untuk tidak digunakan atau fungsinya untuk pelestarian, kemudian blok

pemanfaatan yang fungsinya untuk dimanfaatkan sesuai petunjuk yang diatur dalam

pasal-pasal selanjutnya dan blok-blok lainnya. Namun yang terjadi adalah adanya

kegiatan pemanfaatan yang tidak sesuai dengan blok yang telah diatur sebelumnya.

Pemanfaatan kawasan hutan lindung adalah bentuk usaha menggunakan

kawasan pada hutan lindung dengan tidak mengurangi fungsi utama. Dalam arti

penggunaan hutan lindung bisa bermacam – macam seperti usaha budidaya tanaman

obat, tanaman hias, jamur, perlebahan, penangkaran satwa liar atau sarang burung

wallet (pasal 19 ayat 2) dimana dalam pelaksanaannya tidak boleh menggunakan

peralatan mekanis dan alat berat, membangun sarana dan prasarana permanen dan

mengganggu fungsi kawasan hutan lindung.

4

Page 6: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

Salah satu contoh bahwa aturan di atas belum terealisasi pelaksanaannya di

daerah Kalimantan Timur seperti yang terjadi di Taman Nasional Kutai, bukit Bengkiray

dan bukit Soeharto yang dapat kita lihat di sepanjang jalan jalur Balikpapan – Kutai

Kertanegara - Samarinda – Bontang dimana radius antara 500 m hingga 1 km ke dalam

dari pinggir ruas jalan populasi hutan yang dilindungi hampir rata-rata sudah tidak ada

lagi dikarenakan kegiatan – kegiatan penyalah guanaan blok-blok yang telah diatur tadi.

Hal-hal tersebut di atas merupakan salah satu contoh dari beberapa kerusakan

yang ada di daerah Kalimantan Timur, dimana hutan Kaltim yang luasnya mencapai

14.805.852 ha yang terdiri dari hutan lindung, produksi dan konservasi (sesuai RTRWP)

dan luas kerusakan hutan dan lahan telah mencapai 6.053.775 ha terdiri atas lahan

kritis di luar dan dalam kawasan hutan (di luar HPH), dalam areal HPH dan eks HPH

dan kawasan mangrove.

Dalam hal ini Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP RI no 34 th

2002, tidak hanya kita lihat sebagai produk hukum yang hanya mengatur hal ikhwal

tentang hutan demi kepentingan negara saja. Kita perlu memahami bahwa kadang-

kadang suatu produk hukum sengaja dibuat untuk membuat legalitas atas kegiatan yang

sangat menguntungkan bagi pihak-pihak tertentu saja. Bisa terjadi bahwa Undang-

undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, sengaja dibuat berdasarkan

nego/kesepakatan dalam hal ini bagi hasil/keuntungan antara pengusaha dengan

lembaga legislatif. Sehingga masalah illegal loging sangat susah diberantas, karena

masing-masing oknum pengusaha sudah “main mata” dengan aparat pemerintah, baik

di pusat maupun di daerah. Jadi, produk hukum tersebut sengaja dibuat untuk

kepentingan kelompok tertentu saja.

Faktor yang kedua adalah faktor aparat penegak hukum itu sendiri. Menurut

pasal 51 UU no 41 tahun 1999 ayat (1) Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan

hutan, maka kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya

diberikan wewenang kepolisian khusus. Sedangkan menurut ayat (2) wewenang

kepolisian khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah berwenang untuk:

a. mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;

b. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil

hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;

c. menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut

hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;

5

Page 7: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

d. mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut

hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;

e. dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan

kepada yang berwenang; dan

f. membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana

yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.

Sedangkan menurut Pasal 77 UU no 41 tahun 1999 ayat (1) Selain pejabat

penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu

yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi

wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana. Sedangkan menurut ayat (2) UU no 41 tahun 1999

Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang

untuk:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang

berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan

hasil hutan;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak

pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;

c. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan

hutan atau wilayah hukumnya;

d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana

yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum

sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan

hasil hutan;

f. menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik

Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana;

g. membuat dan menanda-tangani berita acara;

h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang

adanya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.

6

Page 8: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya kepada

penuntut umum, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Wewenang kepolisian khusus yang dimiliki oleh pejabat kehutanan, tentunya

memerlukan pendidikan dan pelatihan khusus, hal ini dimaksudkan untuk

mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia kehutanan yang

terampil, profesional dan berdedikasi, jujur serta amanah dan berakhlak mulia.

Penyelenggaraan pendidikan tersebut diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat

dan dunia usaha. Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung

terselenggaranya pendidikan dan latihan kehutanan, dalam rangka meningkatkan

kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Jadi apabila aparat penegak hukumnya

sudah terampil, maka tindak pidana illegal loging tentunya akan cepat diberantas,

namun sebaliknya apabila aparat penegak hukumnya tidak terampil dan tidak memiliki

akhlak mulia, tentunya tindak pidana illegal loging justru dijadikan lahan bagi dirinya

untuk memperoleh setoran dari oknum pengusaha yang melakukan illegal loging

tersebut.

Faktor yang ketiga adalah faktor sarana dan fasilitas yang mendukung, seperti

sarana pendukung berupa alat transportasi yang memadai, persenjataan yang cukup,

sistem navigasi yang baik dan perlengkapan penunjang kerja bagi penegak hukum dan

lain sebagainya. Hal ini merupakan syarat yang sangat penting, karena dengan

tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, tentunya akan sangat membantu

aparat polisi kehutanan ataupun aparat Pori dalam melaksanakan tugasnya. Apalagi

struktur atau kondisi alam di Kalimantan Timur yang merupakan tanah gambut dan

banyak aliran sungai yang tentunya memiliki resiko yang cukup tinggi untuk dilalui

dengan menggunakan peralatan manul / tradisional. Sumber daya manusia yang baik,

apabila tidak didukung dengan peralatan yang memadai adalah omong kosong,

tentunya hasil pekerjaannya adalah nol besar! Demikian sebaliknya, secanggih apapun

perlatan yang tersedia, apabila tidak didukung dengan sumber daya manusia yang

memadai, tentunya fungsi alat tersebut tidak akan maksimal.

Faktor yang keempat adalah faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana

hukum tersebut berlaku dan diterapkan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi

masyarakat itu sendiri, yaitu apakah masyarakat majemuk, apakah masyarakat dualistis

(masyarakat yang memiliki 2 pandangan yang berbeda yang hidup berdampingan) dan

apakah masyarakat tersebut memiliki tingkat kesadaran yang sama.

7

Page 9: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

Menurut pasal 62 UU no 41 tahun 1999 pemerintah, pemerintah daerah dan

masyarakat melakukan pengawasan terhadap penglolaan dan atau pemanfaatan hutan

yang dilakukan oleh pihak ke tiga. Juga disebutkan dalam pasal 64 UU no 41 tahun

1999 pemerintah dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

pengelolaan hutan yang berdampak nasional dan internasional.

Pengawasan kehutanan dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan

menilai pelaksanaan pengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai secara

maksimal dan sekaligus merupakan umpan balik bagi perbaikan dan atau

penyempurnaan pengurusan hutan lebih lanjut. Dalam hal ini apabila masyarkat tersebut

telah memiliki tingkat kesadaran yang sama, tentukan akan sangat mudah dilaksanakan,

namun apabila tidak, hal ini tentunya butuh waktu yang relatif lama untuk men-

sosialisasi-kanya kepada masyarakat.

Menurut pasal 69 UU no 41 tahun 1999 menyebutkan bahwa masyarakat

memiliki kewajiban untuk :

1. Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan

dari gangguan dan perusakan.

2. Dalam melaksanakan rehabilitasi hutan, masyarakat dapat meminta

pendampingan, pelayanan, dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat,

pihak lain, atau pemerintah.

Sedangkan menurut pasal 68 ayat (1) UU no 41 tahun 1999 menyebutkan

bahwa masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan.

Dan menurut ayat (2) masyarakat juga berhak memanfaatkan hutan dan hasil hutan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; mengetahui rencana

peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan informasi kehutanan; memberi

informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan; dan melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun

tidak langsung.

Faktor yang kelima adalah faktor kebudayaan, yakni mencakup nilai – nilai

yang mendasari hukum yang berlaku seperti apa yang dianggap baik dan apa yang

dianggap buruk (aspek sosiologis, antropologis dan psikologis). Dalam aspek

antropologis, sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa hutan yang ada di

sekitarnya adalah warisan dari nenek moyangnya, sehingga dia berhak untuk

mengolahnya tanpa harus seijin pemerintah. Sedangkan dalam aspek psikologis,

8

Page 10: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

mereka akan berusaha mati-matian untuk melawan siapa saja yang melarangnya untuk

mengelola hutan tersebut (illegal loging). Makanya masyarakat seperti ini biasanya

nekat dan kadang-kadang berani melawan aparat pada saat dilakukan upaya paksa

atau pada tertangkap tangan. Secara aspek sosiologis, sebelum dilaksanakan upaya

hukum yang tegas, sangat diperlukan pemahaman yang mendalam lebih dulu tentang

budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut, perlu akulturasi dan perlu sosialisasi

tentang illegal loging dan dampaknya (baik positif maupun negatif) bagi masyarakat itu

sendiri.

Didalam Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan

dikelompokan menjadi dua yaitu berdasarkan kepemilikan terdiri dari hutan negara dan

hutan hak serta menurut fungsinya yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan

produksi.

Karenanya itu maka dalam pasal 1 ayat 3 dirumuskan Kawasan hutan adalah

wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan

keberadaannya sebagai huta tetap.

Mengenai penetapan oleh pemerintah lewat Menteri Kehutanan untuk

menguatkan kedudukan hutan secara yuridis. Dua hal yang penting dengan adanya

penetapan hutan oleh pemerintah yaitu :

1. Supaya setiap orang tidak bisa sewenang – wenang untuk membabat, menduduki

dan mengerjakan kawasan hutan yang bukan untuk peruntukannya.

2. Mewajibkan pemerintah baik melalui Menteri Kehutanan atau Pemerintah

Daerah yaitu Bupati atau Walikota untuk mengatur perencanaan, peruntukan,

penyediaan dan penggunaan hutan sesuai dengan fungsinya serta menjaga dan

melindungi hutan yang bertujuan menjaga kelestariaan, serta mutu nilai dan

kegunaan hasil hutan untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan

berkelanjutan.

IV KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Meskipun kerusakan lingkungan yang berakibat banjir yang sangat besar di

Kabupaten Pati,Jawa Tengah sudah terjadi, masih tersedia ruang dan waktu untuk

semua pihak terkait di Kabupaten Pati,Jawa Tengah untuk sungguh melakukan

perbaikan lingkungan dan perbaikan hutan dan pembersihan sungai Juwana agar

kawasan hutan di Kabupaten Pati,Jawa Tengah kembali seperti semula atau minimal

9

Page 11: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

mencegah semakin parah kerusakan hutan dan sungai bisa bersih untuk keperluan

masyarakat Juwana,Kabupaten Pati.Adapun Kegiatan yang bisa diambil untuk segera

dilaksanakan untuk mengatasi kerusakan hutan dan semakin meluasnya banjir adalah

sebagai berikut:

1.Oleh Pemerintah Daerah(Provinsi dan Kabupaten)

Pertama, meningkatkan upaya pengelolaan dan pemanfaatan SDA

dengan memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup agar tidak

melampaui daya dukung dan daya tampungnya.

Kedua, menyerasikan aktivitas pembangunan dengan daya dukung dan

daya tampung lingkungan, dengan mengutamakan potensi sumberdaya

lokal, teknologi ramah lingkungan dan pengelolaan dampak kerusakan

lingkungan.

Ketiga, mengembangkan upaya pemulihan dan pelestarian fungsi

ekosistem DAS dan kawasan lindung, dan rehabilitasi kerusakan

lingkungan, melalui pola kemitraan dan mediasi dengan berbagai pihak.

Keempat, peningkatan dukungan pembiayaan bagi penanganan

masalah lingkungan, peningkatan kesadaran masyarakat, penegakan

hukum dan pembangunan basis data lingkungan hidup Jawa Tengah

yang fungsional.

Secara riil kebijakan Pemprov dalam pembangunan lingkungan hidup di break

downdalam berbagai bentuk program. Di antaranya yang menonjol adalah pertama,

program peningkatan efektivitas pemanfaatan lahan dan fungsi lindung serta peninjauan

alih fungsi lahan di kawasan lindung untuk kepentingan konservasi dan perlindungan

system kehidupan. Salah satu targetnya adalah mengondisikan lahan pertanian abadi

yang bersinergi dengan fungsi lindung. Lahan abadi ini nantinya hanya memacu

intensifikasi dan menolak ekstensifikasi (pembukaan lahan baru dengan mengurangi

kawasan lindung atau hutan). Di tingkat konseptual, program ini dilengkapi dan

bersinergi dengan program pengembangan kawasan secara komprehensif dan

terintegrasi berbasis masyarakat

2.Oleh Polri,Dinas Kehutanan,Sat Pol PP dan Masyarakat

Melakukan Patroli gabungan antara Polisi Kehutanan dengan POLRI serta

untuk di wilayah sungainya dilakukan patroli oleh Polisi Perairan dan Sat Pol-

PP,dan masyarakat juga mendukung hal tersebut.

10

Page 12: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

Pelarangan melakukan penebangan, pembakaran dan penjarahan hutan

untuk peladangan.

Adanya pembentukan Tim terpadu untuk mengawasi pencurian kayu,

perambahan serta pembakaran Hutan yang terdiri dari unsur Pemerintahan,

Dinas Kehutanan, Aparat Penegakan Hukum, Masyarakat Adat serta Unsur

LSM.

Pengawasan yang ketat terhadap kerja pengelola HPH oleh Departemen

Kehutanan, Pemerintah Daerah, Aparat Penegak Hukum serta

mengikutkan peranan pengawasan oleh masyarakat dan Lembaga

Swadaya Masyarakat dibidang Lingkungan Hidup terhadap pelanggaran

yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan

Upaya penghijauan atau penghutanan kembali kawasan-kawasan

perbukitan yang gundul. Pemerintah dan masyarakat mesi bahu membahu

dan berkelanjutan membangun kembali hutan yang rusak.

Aparat Penegak Hukum dan didukung oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan

Kabupaten beserta DPRD perlu menetapkan aturan yang keras dan tegas

bagi setiap pelanggar dan perusak lingkungan.

Memelihara sumber-sumber mata air dan daerah-daerah resapan air dari

kerusakan

IV. PENUTUP

1. Kesimpulan

Bahwa mengingat betapa pentingnya kawasan hutan dan sungai Juwana

maka perlunya pelaksanaan pelestarian hutan serta melakukan pencegahan-

pencegahan serta perlindungan hutan dari kerusakan-kerusakan yang dapat

membawa bencana lingkungan yang besar bagi kehidupan mahluk hidup.

Disamping itu juga perlunya mengadakan reboisasi dan peremajaan jenis-

jenis tanaman oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat , Organisasi

Masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat karena kepedulian

terhadap kawasan hutan bukan hanya milik pemerintah.Serta untuk kawasan

sungai Juwana perlunya diadakan pembersihan dan himbauan kepada

masyarakat yang tinggal disepanjang sungai Juwana agar tidak membuang

11

Page 13: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

sampah di bantaran sungai Juwana,karena sungai tersebut sangat

memberikan kehidupan bagi masyarakat sekitarnya juga.

Pengelolaan kawasan hutan yang ada di Kabupaten Pati,Jawa Tengah

harus berpedoman pada pembangunan berkelanjutan, yang artinya menurut

Brundtland dalam Supardi (1994) mendefinisikannya Pembangunan untuk

memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi

yang akan datanguntuk memenuhi kebutuhannya. Jadi pengelolaan kawasan

hutan untuk kemakmuran rakyat yang berkelanjutan tanpa mengurangi

kemampuan fungsi hutan bagi anak cucu kita di masa depan.

2 Saran

Perlunya kesadaran dari masyarakat tentang arti pentingnya hutan bagi

kita umat manusia baik yang sekarang dan juga generasi mendatang maka

kita harus melakukan upaya-upaya penyelamatan dan pelestarian hutan dan

pemanfaatan air sungai juwana secara bertanggung jawab.

Peraturan mesti ditegakkan dengan keras dan tegas sehingga membuat

jera bagi yang melakukan perusakan hutan serta membuat yang lain takut

untuk merusak hutan dan juga kebersihan moral seluruh aparat penegak

hukum, pemerintahan, masyarakat, pengusaha da lembaga masyarakat agar

bencana banjir yang sudah terjadi tidak semakin parah,atau dapat

diminimalkan.

Demikian Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang dberikan oleh Dosen

Mata Kuliah Pengetahuan dan Hukum Lingkungan Hidup, penulis menyadari bahwa

tulisan ini jauh dari sempurna maka perlunya koreksi bila ada yang kurang tepat ,hal ini

semata-mata keterbatasan pengetahuan kami.

DAFTAR PUSTAKA

12

Page 14: Perlindungan Masyarakat di UU Lingkungan Hidup

Saman Kadarisman, Mengatasi Kerusakan Lingkungan, Hal 24, Surat Kabar Harian

SUARA MERDEKA , Hari Kamis 15 Juni 2006,Semarang.

Hadi Setia Tunggal, SH,2006, Undang Undang Kehutanan Beserta Peraturan

Pelaksanaannya, Harvarindo, Jakarta.

Modul Pengetahuan Dan Lingkungan Hidup,Juli 2007, PTIK, Jakarta.

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Februari 2004, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

13