perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/nining...

163
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN ATAS SIMPANANNYA YANG TIDAK DIJAMIN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan) SKRIPSI OLEH : NINING ANALITA E1A008318 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

Upload: vonga

Post on 17-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN ATAS SIMPANANNYA YANG TIDAK DIJAMIN OLEH LEMBAGA PENJAMIN

SIMPANAN

(Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan)

SKRIPSI

OLEH :

NINING ANALITA

E1A008318

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2012

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

PENGESAHAN ISI DAN FORMAT SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN ATAS

SIMPANANNYA YANG TIDAK DIJAMIN OLEH LEMBAGA PENJAMIN

SIMPANAN

(Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

Lembaga Penjamin Simpanan)

Disusun Oleh :

NINING ANALITA

E1A008318

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman pada Rabu, 29 Agustus 2012

MENGETAHUI

Pembimbing I, Pembimbing II, Penguji,

Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. Dr. Sulistyandari, S.H., M.Hum MI. Wiwik Yuni Hastuti, S.H., M.H.

NIP. 19520603 198003 2 001 NIP. 19600526 198703 2 003

NIP. 19600426 198702 2 001

MENGETAHUI

DEKAN,

Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S.

ii

Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

NIP. 19520603 198003 2 001

Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN ATAS SIMPANANNYA YANG TIDAK DIJAMIN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan)

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta

informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa

kebenaranya.

Apabila pernyatan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk

pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Purwokerto, Agustus 2012

Nining Analita

E1A008318

iii

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) berjudul “PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN ATAS SIMPANANNYA

YANG TIDAK DIJAMIN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

(Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

Lembaga Penjamin Simpanan)”.

Penulisan hukum (skripsi) ini disusun dalam rangka melengkapi syarat-

syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum pada

Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Penulis sepenuhnya menyadari

begitu banyak kekurangan dalam penulisan hukum ini, untuk itu penulis dengan

besar hati menerima saran dan kritik yang membangun.

Penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari

bimbingan, arahan, petunjuk, bantuan, saran dan kritik serta dorongan dari semua

pihak yang telah turut membantu penulis. Kiranya, bukanlah hal yang berlebihan

pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Hj. Rochani Urip Salami, SH, M.S., sebagai Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman yang telah memimpin dengan bijaksana

dalam meningkatkan kualitas Fakultas Hukum, para mahasiswa dan para

alumninya, sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah meluangkan

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

v

waktunya kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan dan memberi

masukan yang sangat berguna kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

penulis selesaikan.

2. Edi Waluyo, SH., Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

3. Dr. Sulistyandari, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, atas segala

bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis sampai selesainya

skripsi ini.

4. MI. Wiwik Yuni Hastuti, S.H., M.H., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan dan saran demi penyempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang mana telah

mengajarkan dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

6. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para

pegawai di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

7. Love of the light, Relly Ade Saderi to inspire me. Menghabiskan seluruh

harinya untuk penulis agar tetap bersemangat dan selalu sabar membantu

Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terimakasih atas

kesabaranmu dan telah bersedia menungguku sejauh ini. Ik hou van jou.

8. Specifically for my lovely parents Bpk. Dedi Zubaedi dan Bpk. Karyadi,

Mamah Juminah dan Mamah Lilis yang telah memberikan do‟a, cinta dan

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

vi

kasih sayang kepada penulis sejak lahir sampai saat ini. Semoga apa yang

tengah terjadi di antara kita akan indah pada akhirnya.

9. Semua keluargaku yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima

kasih atas do‟a dan semangatnya.

10. Sahabat terbaikku Santi Gombong, Nindu, de Miftha, Dwiaji, Ike, febri,

Farah, serta seluruh teman seperjuangan angkatan 2008, teman-teman PMAT,

teman-teman UKI FH, teman-teman PLKH Pidana, Perdata, PTUN, teman-

teman KKN Lomanis RW 1, dan yang tidak bisa Penulis sebut satu per satu,

terimakasih atas dukungannya kawan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan serta bantuan yang

telah diberikan kepada penulis. Demikianlah semoga penulisan hukum (skripsi)

ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama untuk penulis, kalangan

akademis, praktisi serta masyarakat umum.

Purwokerto, Agustus 2012

Penulis,

Nining Analita

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

vii

MOTTO :

If you want one year of prosperity, grow grain. If you

want ten years of prosperity, grow trees. And if you

want one hundred years of prosperity, grow people

PERSEMBAHAN :

Penulisan hukum yang jauh dari sempurna ini

penulis persembahkan kepada :

Al lah SWT yang selalu ada bagi umat-Nya

Nabi Muhammad SAW atas suri tauladannya

Seseorang yang selalu memberiku motivasi

Bpk. Dedi Zubaedi dan Bpk. Karyadi, Mamah Juminah dan

Mamah Lilis, serta seluruh keluarga besarku

Sahabat-sahabat terbaikku

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

viii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai perlindungan hukum nasabah penyimpan atas simpanannya yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan, serta tanggung jawab bank terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan aset bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan likuidasi bank

Untuk menganalisis hal tersebut dilakukan penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bersifat deskriptif maksudnya menggambarkan bagaimana keadaan-keadaan atau fakta yang terjadi dimasyarakat sehingga didapatkan data yang seakurat mungkin. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik kepustakaan dan teknik dokumenter.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa tidak semua simpanan nasabah akan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan, artinya ada simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya haruslah dapat melindungi dana nasabah. Dengan adanya lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, maka apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Melalui pembayaran premi oleh bank kepada Lembaga Penjamin Simpanan maka telah terjadi peralihan risiko dari bank kepada Lembaga Penjamin Simpanan. namun dengan adanya simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan menyebabkan nasabah yang simpanannya termasuk kategori yang tidak dijamin tersebut akan menghadapi risiko, yaitu apabila bank tempat mereka menempatkan simpanannya dicabut izin usahanya, maka ada kemungkinan simpanan nasabah tersebut tidak dikembalikan, maka sebagai perlindungan hukumnya Undang-Undang LPS memberikan hak kepada nasabah penyimpan tersebut bahwa untuk simpanan yang tidak dijamin karena simpanannya melebihi maksimal penjaminan yaitu Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) akan akan mendapatkan pembayaran dari hasil pencairan aset bank dalam proses likuidasi dengan urutan ke enam sesuai ketentuan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang LPS, serta untuk simpanan yang tidak dijamin karena memenuhi ketentuan Pasal 19 Undang-Undang LPS dapat mengajukan keberatan kepada LPS atau mengajukan gugatan ke Pengadilan. Adapun tanggung jawab bank terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan aset bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan likuidasi bank, maka tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban tersebut menjadi tanggung jawab pemegang saham lama yang terbukti menyebabkan bank menjadi Bank Gagal, tentunya dengan memperhatikan bentuk hukum bank yang bersangkutan.

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

x

ABSTRACT

This study aims to examine and answer the question of legal protection for customers' storage savings are not guaranteed by the Deposit Insurance Corporation, as well as responsibility for the bank to deposit the Depositor is not being met right from the sale of bank assets in the event of revocation of business license and bank liquidation

To analyze these studies are descriptive with the normative use of primary legal materials, legal materials secondary, and tertiary legal materials. Descriptive meaning describing how the circumstances or facts occurring in the community so that the data obtained are as accurate as possible. The data collection techniques used is the technique of literary and documentary techniques.

From the results of research conducted result that not all customer deposits would be guaranteed by the Deposit Insurance Agency, which means that there are customer deposits are not insured by the Deposit Insurance Corporation. Establishment of LPS basically be able to protect customer funds. With the institutions that guarantee public deposits, so if the bank fails, the agency that would replace the public funds deposited in the bank failed. Through the payment of premiums by the bank to the Deposit Insurance Agency has been a shift of risk from the bank to the Deposit Insurance Agency. but with the customer deposits are not insured by the Deposit Insurance Corporation has customer deposits are not guaranteed category will be at risk, ie when the bank where they put their savings license has been revoked, it is possible that customer deposits are not returned, then the legal protection LPS Act entitles depositors is that for savings are not guaranteed because of the savings exceeds the maximum guarantee of Rp. 2,000,000,000.00 (two billion dollars) will be getting payments from the melting of the bank's assets in the liquidation process to sixth in accordance with Article 54 paragraph (1) of Law LPS, as well as for savings are not guaranteed by the provisions of Article 19 LPS Act may submit objection to LPS or filed with the Court. The responsibility of the bank to deposit the Depositor unfulfilled rights of the sale of bank assets in the event of revocation and liquidation of the bank, then the responsibility to meet those obligations is the responsibility of the old shareholders were shown to cause the bank to Bank Failure, of course with respect to the legal form of the bank concerned.

Keywords: Protection Law, are not guaranteed deposits, the Deposit Insurance Corporation.

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

x

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ ii HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................................... iii KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................... vii ABSTRAK ....................................................................................................... viii ABSTRACT ........................................................................................................ ix DAFTAR ISI ............................................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian ................................................................... 9

D. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Terhadap Perbankan................................................. 10

B. Tinjauan Menganai Perlindungan Hukum dan Nasabah .................... 38

C. Tinjauan Mengenai Lembaga Penjamin Simpanan ................................... 47 BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan ..................................................................... 64 B. Spesifikasi Penelitian .......................................................................... 65 C. Sumber Bahan Hukum ......................................................................... 65

D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum ......................................................... 67 E. Metode Penyajian Bahan Hukum .......................................................... 67

F. Metode Analisis .................................................................... 68 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ........................................................................... 70

B. Pembahasan ......................................................................................... 80 BAB V PENUTUP

A. Simpulan .............................................................................................. 126

B. Saran ........................................................................................... 128 DAFTAR PUSTAKA

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting

dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan, kemajuan dan

kesatuan ekononomi nasional. Hal ini dikarenakan kegiatan perekonomian suatu

negara tidak pernah terlepas dari lalu lintas pembayaran uang, di mana industri

perbankan memegang peranan yang sangat strategis sehingga dapat dikatakan

sebagai pusat dari sistem perekonomian.

Peran stategis yang dimiliki perbankan dalam perekonomian nasional telah mendorong lahirnya berbagai kebijakan, tetapi tidak semua kebijakan dan aturan yang pernah diterapkan terhadap dunia perbankan nasional membawa dampak yang positif. Pada tahun 1988 pemerintah mengeluarkan Paket Deregulasi Oktober 1988 (Pakto 1988). Paket deregulasi ini sangat memberikan kemudahan bagi pertumbuhan bank- bank swasta. Materi yang diatur oleh Pakto 1988 adalah : 1. Pendirian bank umum dan bank pembangunan swasta dibebaskan

dengan syarat mempunyai modal setor hanya sebesar Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

2. Seluruh bank nasional dapat membuka kantor cabangnya di seluruh wilayah Indonesia asalkan memenuhi persyaratan 24 (dua puluh empat) bulan terakhir tergolong sehat.

3. Perluasan kesempatan mendirikan Bank Perkreditan Rakyat dan memperluas kewenangannya.

4. Mempermudah pengakuan atau pemberian status kepada bank devisa. 5. Mempermudah bank asing untuk membuka cabang-cabangnya di 5

(lima) kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang.

6. Mempermudah pendirian bank-bank campuran (patungan) di 5 (lima) kota besar tersebut.1

1 Munir Fuady, 2003, Hukum Perbankan Modern Kesatu, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm.

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

2

Keterkaitan dan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan

merupakan pilar dan unsur utama yang harus dijaga dan dipelihara. Kepercayaan

ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan

pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan

kelangsungan usaha bank secara sehat. Dengan demikian maka bagi pemerintah

dan kalangan perbankan perlu sekali untuk tetap selalu membangkitkan

pemahaman yang benar dari masyarakat terhadap industri perbankan. Hal itu telah

diatur dan merupakan satu kewajiban yang tercantum dalam Undang-Undang

Perbankan.

Kegiatan pokok bank yang menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan tujuan menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan

pertumbuhan ekonomi serta stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan

rakyat Indonesia secara menyeluruh. Jika industri perbankan dalam kondisi yang

stabil dan baik, tentunya ini akan memberikan pengaruh positif terhadap

perekonomian suatu negara, namun jika yang terjadi adalah sebaliknya maka akan

memberikan pengaruh negatif terhadap perekonomian suatu negara bahkan

meluas kepada sektor lainnya.

Pada awal Juli 1997, terjadi depresiasi mata uang Baht Thailand yang

memberikan dampak berupa proses penularan regional (contagion effect) ke

negara-negara Asia lainnya seperti Korea, Malaysia, dan Filipina tak terkecuali

Indonesia. Keadaan ini mengakibatkan krisis yang meluas kepada seluruh sektor

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

3

kehidupan, termasuk krisis perbankan yaitu melemahnya nilai tukar rupiah

tehadap mata uang Baht, Peso dan Ringgit.

Dampak dari krisis perbankan menyebabkan 16 bank dinilai oleh otoritas perbankan tidak mungkin lagi dipertahankan eksistensinya, sehingga dicabut izin usahnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebelum direvisi dengan Undng-Undang Nomor 10 Tahun 1998), yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan dan mencabut izin usaha bank adalah Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi dari Bank Indonesia.2

Pencabutan izin usaha bank tersebut mengakibatkan kepercayaan

masyarakat terhadap perbankan nasional menjadi terpuruk .

Sebagai tindak lanjut dari pencabutan izin usaha, dilakukan pembubaran badan hukum bank tersebut melalui proses likuidasi bank. Likuidasi bank terhadap 16 bank tersebut, pada saat itu ternyata menimbulkan domino effect antara lain didahului dengan adanya rush disektor perbankan sehingga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional menjadi terpuruk.3

Keadaan ini memperlihatkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap

perbankan perlu diperkuat, yaitu perlu diberikan jaminan atas dana yang

disimpannya.

Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat. Untuk itu perlu diberikan jaminan atas dana yang disimpannya. Keberadaan suatu sistem penjaminan simpan yang diatur secara tegas dan disusun secara lengkap dan meningkatkan kepercayaan pada akhirnya memperkuat seluruh sistem perbankan.4

Keinginan tersebut merupakan salah satu wujud perlindungan hukum

yang diberikan terhadap nasabah penyimpan dana melalui sistem perbankan

Indonesia.

2 Adrian Sutedi, 2007, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 131-132.

3 Ibid. 4 Zulkarnain Sitompul, 2002, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Jakarta: Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, hlm. 140

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

4

Perlindungan hukum memiliki arti sebagai upaya atau tindakan yang diberikan oleh hukum dalam arti peraturan perundang-undangan untuk melindungi subyek hukum dari adanya pelanggaran atas hak dan kewajiban para pihak yang terdapat dalam sebuah hubungan hukum. Perlindungan hukum nasabah penyimpan dana adalah perlindungan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau hukum positif yang berlaku bagi nasabah penyimpan dana. Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana bertujuan untuk melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian.5

Di tataran undang-undang maupun Peraturan Bank Indonesia terdapat

pengaturan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi nasabah.

Sehingga hukum sebagai alat rekayasa social (Law as a tool of social

engineering) terlihat aktualisasinya di sini.

Menurut sistem perbankan di Indonesia, perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana dapat dilakukan melalui dua cara yakni perlindungan secara implisit dan eksplisit. Perlindungan secara implisit adalah perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Sedangkan perlindungan secara eksplisit yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.6

Berdasarkan hal tersebut, sekaligus untuk menghambat melemahnya nilai

tukar rupiah, Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan untuk memberikan

jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat

(Blanket Guarantee), namun waktu itu disadari, bahwa penjaminan yang

demikian merupakan kebijakan yang bersifat sementara, karena jika keadaan

sudah memungkinkan penjaminan harus dibatasi.

5 Hermansyah, 2006, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, hlm. 124. 6 Ibid., hlm. 123.

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

5

Pelaksanaan penjaminan oleh pemerintah atas seluruh kewajiban bank (blanket guarantee) terbukti dapat menghentikan arus penarikan dana masyarakat dari sistem perbankan dan secara perlahan menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun demikian luasnya ruang lingkup penjaminan tersebut telah membebani anggaran negara dan dapat menyebabkan timbulnya tindakan kurang hati-hati terhadap resiko yang terjadi (moral hazard) baik dari pengelola bank maupun dari masyarakat, yaitu pengelola bank menjadi kurang hati-hati dalam mengelola dana masyarakat, sementara nasabah tidak peduli untuk mengetahui kondisi keuangan bank karena simpanannya dijamin secara penuh oleh pemerintah. Dengan demikian program penjaminan atas seluruh kewajiban bank kurang mendorong terciptanya disiplin pasar.7

Upaya untuk mengatasi hal tersebut di atas dan agar tetap menciptakan

rasa aman dan nyaman bagi nasabah penyimpan dana serta menjaga stabilitas

sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas tersebut perlu digantikan

dengan sistem penjaminan yang terbatas dan diperlukan sebuah lembaga yang

independen, transparan dan akuntabel untuk menjamin simpanan nasabah

penyimpan dana.

Seakan disadarkan akan pentingnya mengatur penjaminan dana nasabah

penyimpan oleh adanya peristiwa krisis moneter, serta mengingat sistem

penjaminan yang tengah berjalan pada waktu itu (Blanket Guarantiee), dilakukan

penyesuaian terhadap Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

melalui pengundangan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya

disebut Undang-Undang Perbankan). Pasal 37B ayat (1) Undang-Undang

Perbankan menentukan:

7 http://www.lps.go.id, diakses tanggal 28 Januari 2012.

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

6

“Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank

yang bersangkutan”.

Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang baru tersebut,

kewajiban manjamin simpanan nasabah penyimpan merupakan kewajiban yang

diletakkan kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan antara bank dengan

nasabah.

Pasal 37B ayat (2) Undang- Undang Perbankan menyebutkan bahwa:

“Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan”.

Masalahnya, pemerintah masih kesulitan untuk menentukan momentum

yang tepat untuk melaksanakan amanat pasal 37B ayat (2) Undang- Undang

Perbankan di atas serta mengakhiri program penjaminan Blanket Guarantee,

mengingat pada Tahun 1998 masih terus terjadi gelombang likuidasi berikutnya

sehingga praktis ini menyebabkan Blanket Guarantee harus diperpanjang.

Sebagai palaksanaan dari amanat Pasal 37B ayat (2) tersebut, pada

tanggal 22 September 2004 dibentuk secara resmi suatu lembaga tetap yang

bertugas untuk menjamin keamanan dana nasabah dibank yaitu dengan

dikeluarkannya UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mulai beroperasi pada tanggal 22 September

2005.

Dengan adanya Undang-Undang LPS yang mewajibkan kepada setiap

bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia menjadi

peserta Penjaminan (sebagaimana dituangkan dalam Pasal 8 (1) Undang-Undang

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

7

LPS), maka kewajiban menjamin simpanan nasabah yang semula terletak pada

bank (sebagaimana dituangkan dalam Pasal 37B Undang-Undang Perbankan),

namun bank tersebut dicabut izin usahanya akan beralih menjadi kewajiban LPS

dengan pembayaran premi oleh bank kepada LPS sebagai jaminan atas simpanan

nasabah yang diperalihkan itu.

Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang LPS, nilai simpanan yang

dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100.000.000,00

(seratus juta rupiah), namun sejak tanggal 13 Oktober 2008 yaitu dengan

diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran

Nilai Simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan, nilai simpanan yang

dijamin oleh LPS menjadi Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Dengan

demikian terhadap nasabah yang simpanannya melebihi Rp. 2.000.000.000,00

(dua miliar rupiah) tidak dijamin oleh Undang-Undang LPS.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian jamin

(menjamin) adalah menanggung atau berjanji akan memenuhi kewajiban orang

lain yang membuat perjanjian apabila perjanjian itu tidak ditepati. Dengan

demikian, tidak dijamin berarti tidak ditanggung atau tidak dipenuhi kewajiban

orang lain yang membuat perjanjian apabila perjanjian itu tidak ditepati.

Berdasarkan pengertian tersebut, simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh UU

LPS dapat diartikan sebagai simpanan nasabah yang tidak ditanggung oleh LPS,

sehingga menimbulkan pertanyaan bagi penulis, bagaimana perlindungan hukum

terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak dijamin oleh UU LPS.

Page 20: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

8

Berkaitan dengan kondisi apabila bank kehilangan kepercayaan dari

masyarakat sehingga kelangsungan usaha bank tidak dapat dilanjutkan, maka

bank tersebut menjadi Bank Gagal yang berakibat dicabut izin usahanya yang

kemudian ditindaklanjuti dengan likuidasi bank yang bersangkutan, jika dalam

proses likuidasi penjualan aset telah habis namun masih ada nasabah penyimpan

yang belum mendapat hak atas simpanannya, muncul pertanyaan bagaimana

tanggung jawab bank terhadap nasabah yang demikian.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian lebih mendalam guna menyusun skripsi dengan judul:

”P ER L IN DUN GAN HUK UM T ER HA DAP NA SAB AH A TA S

SIMPANANNYA YANG TIDAK DIJAMIN OLEH LEMBAGA PENJAMIN

SIMPANAN (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004

tentang Lembaga Penjamin Simpanan)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diambil rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan atas

simpanannya yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan?

2. Bagaimanakah tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas

simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan aset bank dalam hal

terjadi pencabutan izin usaha dan likuidasi bank?

Page 21: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

9

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui mengenai perlindungan hukum bagi simpanan nasabah yang

tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas

simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan aset bank dalam hal

terjadi pencabutan izin usaha dan likuidasi bank.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dapat memberikan

masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam

dunia akademis, khususnya literatur tentang perlindungan hukum bagi

simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

2. Kegunaan Praktis

Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

mengenai perlindungan hukum bagi simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh

Lembaga Penjamin Simpanan. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini

diharapkan dapat di jadikan refrensi, bacaan yang bermanfaat, dan sumber

informasi bagi penelitian selanjutnya.

Page 22: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

10

BAB II

TINJAUAN PUS TAKA

A. Tinjauan Umum Terhadap Perbankan

1. Pengertian dan Sumber Hukum Perbankan Indonesia

1.1 Pengertian Perbankan

Definisi perbankan secara yuridis terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka

1 Undang-Undang Perbankan, yaitu:

“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya.”

Hukum yang mengatur tentang perbankan disebut dengan hukum

perbankan, namun untuk memberikan definisi hukum perbankan secara

operasional sangat sulit. Oleh karena itu, perlu dikemukakan beberapa

pengertian hukum perbankan dari para ahli hukum perbankan.

Definisi Hukum Perbankan menurut Muhamad Djumhana adalah:

“Kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi dan eksistensinya serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain. Dari rumusan tersebut akan terungkap bahwa pengaturan di bidang perbankan, akan menyangkut diantaranya: 1. Dasar-dasar perbankan, yaitu menyangkut asas-asas kegiatan

perbankan seperti: norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, serrta hubungan, hak dan kewajibannya.

2. Kedudukan hukum pelaku di bidang perbankan seperti: kaidah-kaidah mengenai pengelolanya seperti dewan komisaris, direksi, karyawan maupun pihak yang terafiliasi, juga mengenai bentuk dan badan hukum pengelolanya, serta mengenai kepemilikannya.

3. Kaidah-kaidah perbankan yang secara khusus yang memperhatikan kepentingan umum seperti kaidah-kaidah yang mencegah persaingan

Page 23: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

11

yang tidak wajar, antitrust, perlindungan terhadap konsumen (nasabah), dan lain-lainnya. Di Indonesia bahkan mempunyai kekhususan tersendiri, yaitu bahwa perbankan nasional harus memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional.

4. Kaidah-kaidah yang menyangkut struktur organisasi, yang mendukung kebijakan ekonomi dan moneter pemerintah, seperti Dewan Moneter, dan Bank Sentral.

5. Kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan perekonomian yang berupa dasar-dasar untuk perwujudan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya melalui penetapan sanksi, insentif, dan sebagainya.

6. Keterkaitan satu sama lainnya dari ketentuan dan kaidah-kaidah hukum tersebut sehingga tidak mungkin berdiri sendiri, malahan keterkaitannya merupakan hubungan logis dari bagian-bagian lainnya.”8

Menurut Munir Fuady dalam bukunya Hukum Perbankan Modern

mendefinisikan hukum perbankan adalah:

“Serangkaian kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, prilaku petugas-petugasnya, hak, kewajuban, tugas, dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.”9

Hukum Perbankan Indonesia berbeda dengan Hukum Perbankan negara

lain, karena memiliki karakteristik yang menjdi ciri khas dari Hukum

Perbankan yang berlaku di negara lain.

Bentuk dan jenis sesuatu sangat dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi lingkungan, baik dari segi sosial budaya maupun dari segi alam, dan sejarah perkembangannya. Demikian pula corak perbankan Indonesia mempunyai kekhasan karakterisyik yang mungkin sedikit berbeda

8 Muhammad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung PT. Citra Aditya

Page 24: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

12

10 http://hasibah.wordpress.com/2010/11/05/hukum-perbankan/html diakses tanggal 17 Mei 2012.

Bakti, hlm. 1-2.

9 Munir Fuady, 1999, Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan UU Th 1998) Buku Kesatu, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm. 14.

Page 25: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

13

dengan corak perbankan yang lazim dinegara lain, tetapi secara umumnya corak perbankan di Nusantara tatap sama dengan yang berlaku menyeluruh di belahan dunia manapun. Kekhasan ini banyak dipengaruhi oleh ideologi Pancasila, yang kemudian dijabarkan lagi dalam Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Garis-Garis Basar Haluan Negara. Kekhasan yang terlihat jelas dalam kehidupan perbankan Indonesia, di antaranya:

1. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utamanya adalah sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat, dan bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka menigkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah penigkatan kesejahteraan rakyat banyak (Pasal 2, 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan);

2. Perbankan Indoensia sebagai sarana pembagunan nasional, juga guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan mekmur berdasarkan Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksaan perbankan Indonesia harus nayak memperhatikan keserasian, keselarasan, dan kesemimbangan unsur-unsur Trilogi Pembangunan;

3. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsi, dan tanggung jawabnya kepada masyarakat tetap harus senantiasa bergarak cepat guna menghadapi tantangan yang semakin berat dan luas dalam perkembangan perekonomian nasional maupun internasional.10

1.2 Sumber Hukum Perbankan

Sumber hukum Perbankan Indonesia yang dimaksud meliputi sumber

hukum dalam arti material maupun sumber hukum dalam arti formal. Sumber

hukum dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum

itu sendiri, yang terdiri dari jenis-jenisnya sehingga bergantung dari sudut

mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi, sejarah,

sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya. Dalam bidang hukum, hal yang

terpenting dalam pelaksanaan kehidupan hukum adalah sumber hukum formal,

Page 26: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

14

adapun sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap

perlu untuk diketahui asal-usul kaidah hukum tersebut.

Sumber hukum formal Perbankan Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945 (terutama Pasal 33);

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-undang pokok dibidang Perbankan dan undang-undang sektoral

yang terkait, seperti:

a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan;

b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;

c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa

dan Sistem Nilai Tukar;

d. Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata),

terutama ketentuan Buku II dan Buku III mengenai hukum jaminan

dan perjanjian;

e. Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang),

terutama ketentuan Buku I mengenai surat-surat berharga;

f. Faillisement Verordening (Peraturan Kepailitan) sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Page 27: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

15

Nomor 1 Tahun 1998 yang disahkan menjadi Undang-Undang

menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998;

g. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah;

h. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;

i. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan

Agreement Establishing World Organization;

j. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

k. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;

l. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;

m. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas

Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah;

4. Peraturan Pemerintah, seperti:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1998 tentang Program

Rekapitulasi Bank Umum;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 tentang Badan

Penyehatan Perbankan Nasional;

c. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1999 tentang Ketentuan dan

Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan

Kantor Perwakilan dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri.

5. Keputusan Presiden, seperti:

a. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tentang Penerbitan

Sertifikat Bank Indonesia;

Page 28: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

16

b. Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap

Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat;

c. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 1998

tentang Bidang/Jenis Usaha yang dicadangkan untuk Usaha Kecil dan

Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah atau Usaha

Besar Dengan Syarat Kemitraan;

d. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap

Kewajiban Pembayaran Bank Umum;

Selain itu kita ketahui pula, bahwa di samping sumber hukum formal

terdapat faktor-faktor lain yang membantu pembentukan hukum

perbankan, yaitu diantaranya perjanjian, yurisprudensi, dan doktrin.11

2. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan

2.1 Asas Perbankan

Kegiatan operasional lembaga perbankan perlu dilandasi dengan asas

hukum.

Asas hukum merupakan dasar atau Ratio Legis bagi debentuknya suatu norma hukum, demikian pula sebaliknya norma hukum harus dapat dikembalikan kepada asas hukumnya. Asas hukum adalah dasr normatif pembentukan hukum, tanpa asas hukum positif tidak memiliki makna dan kehilangan watak normatif, dan untuk menjadi aturan suatu asas memerlukan bentuk yuridis.12

Asas-asas yang dikenal dalam Perbankan Indonesia yaitu: Asas

Demokrasi Ekonomi, Asas Kehati-hatian (Prudential Principle), Asas

11 Ibid., hlm. 11. 12 Djuhaendah Hasan, Asas-Asas dan Norma Hukum dalam Sistem Hukum Indonesia, Makalah,

Bandung, Tanpa Tahun, hlm. 10.

Page 29: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

16

Kepercayaan (Fiduciary Principle), Asas Kerahasiaan (Confidential Principle),

dan Asas Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle).

a. Asas Demokrasi Ekonomi

Salah satu Asas Perbankan yang dianut di Indonesia ini dapat diketahui

dari ketentuan Pasal 2 Undang-U ndang Perbankan yang mengemukakan

bahwa:

“Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi

ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.

Asas demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi ekonomi

yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini terdapat dalam

penjelasan umum dan penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan.

Berkaitan dengan itu, umtuk memperoleh pengertian mengenai makna demokrasi ekonomi Indonesia itu, dalam ceramahnya di Gedung Kebangkitan Nasional angga 16 Mei 1981, ahli ekonomi Universitas Gadjah Mada Mubyarto merumuskan bahwa demokrasi ekonomi Indonesia sebagai Demikrasi ekonomi Pancasila mempunyai ciri-ciri sebagaiberikut: pertama, dalam sistem ekonomi Pancasila koperasi ialah siko guru perekonomian; kedua, perekonomian Pancasila digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan yang paling penting ialah moral; ketiga, perekonomian Pancasila ada hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dalam Pancasila terdapat solidaritas sosial; keempat, perkonomian Pancasila berkaitan dengan persatuan Indonesia, yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi. Sedangkan sistem perekonomian kapitalis pada dasarnya kosmopolitanisme, sehingga dalam mengejar keuntungan tidak mengenal batas-batas negara; kelima, sistem perkonomian Pancasila tegas dan jelas adanya keseimbangan antara perencanaan sentral (nasional) dengan tekanan pada desentralisasi di dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi.13

13 Hermansyah, Op. Cit., hlm. 19.

Page 30: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 31: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

14 Zulfi Diane Zaini, 2012, Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah, Bandung: CV. Keni Media, hlm. 56.

b. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)

Ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan juga mengatur bahwa asas

demokrasi ekonomi sebagaimana diuraikan di atas dilakukan dengan

menggunakan prinsip kehati-hatian. Adapun mengenai prinsip kehati-hatian

tersebut tidak ada penjelasan secara resmi, tetapi kita dapat mengemukakan

bahwa bank dan orang-orang yang terlibat di dalamnya, terutama dalam

membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya wajib

menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing secara cermat, teliti, dan

profesional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat.

Asas kehati-hatian menurut Zulfi Diane Zaini dalam bukumya

Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah adalah:

Asas kehati-hatian (Prudential Principle) adalah: suatu asas yang

menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan

usahanya wajib menerapkan Prinsip Kehati-hatian dalam rangka

melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.14

Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini adalah agar bank selalu

dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi seluruh

ketentuan dan norma hukum yang berlaku di dunia perbankan secara konsisten

dengan didasari oleh itikad baik. Prinsip kehati-hatian ini tercermin dalam

Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

Page 32: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

15 Ibid, hlm. 55. 16 Ibid, hlm. 56.

18

c. Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle)

Asas Kepercayaan (Fiduciary Relation Principle) adalah suatu asas yang

melandasi hubungan antara bank dan nasabah bank.

Asas Kepercayaan adalah: Suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabah. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya dibank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan.15

Asas Kepercayaan (Fiduciary Relation Principle) ini tercermin dalam

Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Perbankan, yaitu:

“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi

mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan

transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”.

d. Asas Kerahasiaan (Confidential Principle)

Asas Kerahasiaan adalah (Confidential Principle) adalah: Asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank menurut kelaziman dunia perbankan (wajib) dirahasiakan kerahasiaan tersebut adalah: Untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya dibank.16

Asas Kerahasiaan (Confidential Principle) tercermin dalam Pasal 1

angka 28 dan Pasal 40 sampai dengan Pasal 44A Undang-Undang Perbankan.

Menurut Pasal 40 Undang-Undang Perbankan, bank wajib merahasiakan

keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Namun dalam

Page 33: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

19

ketentuan tersebut kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa pengecualian.

Kewajiban merahasiakan itu dikecualikan dalam hal-hal untuk kepentingan

pajak, penyelesaian utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan

Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara

(UPLN/PUPN), untuk kepentingan pengadilan perkara pidana, dalam perkara

perdata antara bank dengan nasabah, dan dalam rangka tukar menukar

informasi antar bank yang kesemuanya itu atas permintaan, persetujuan/kuasa

dari nasabah penyimpan/ahli warisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,

41A, 42, 43, 44 dan 44A Undang-Undang Perbankan.

e. Asas Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle).

Asas mengenal nasabah (Know Your Customer Principle) adalah asas

yang diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui nasabah,

memantau kegiatan transaksi termasuk melaporkan setiap transaksi yang

mencurigakan. Asas ini tercermin dalam Peraturan Bank Indonesia No.

3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Tujuan yang

hendak dicapai dalam penerapan prinsip mengenal nasabah adalah

meningkatkan peran lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam

menunjang praktik lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan

lembaga keuangan dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas illegal yang

dilakukan nasabah, dan melindungi nama baik dan reputasi lembaga keuangan.

Page 34: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

20

2.2 Fungsi Perbankan

Fungsi Perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang

Perbankan yang mengemukakan bahwa:

“Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana

masyarakat”.

Ketentuan di atas menunjukkan fungsi utama perbankan yaitu sebagai

“Financial Intermediary” yaitu perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan

dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dana (lock of

funds) serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran.

Fungsi utama ini akan terasa dengan memperhatikan ilustrasi sebagai berikut:

dalam masyarakat pihak-pihak yang kelebihan dana dan tidak dapat

mengelolanya, demi mengamankan dana tersebut kemudian menyimpannya

dibank, selanjutnya dana yang terhimpun dibank tersebut oleh bank akan

disalurkan kepada pihak yang kekurangan dana. Katakanlah pihak yang

kekurangan dana adalah sebuah perusahaan yang kegiatan usahanya

memproduksi barang, dengan demikian dana yang disalurkan tersebut akan

lebih meningkat kegunaannya yaitu kegiatan produksi perusahaan tersebut

dapat terus berjalan sehingga menyelamatkan pula nasib para pegawai dengan

memberikan gaji yang normal.

2.3 Tujuan Perbankan

Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak

semata-mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-

Page 35: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

21

hal yang non-ekonomis seperti masalah menyangkut stabilitas nasional

yang mencakup antara lain stabilitas politik dan stabilitas sosial.17

Mengenai tujuan perbankan secara lengkap diatur dalam ketentuan Pasal

4 Undang-Undang Perbankan yang mengemukakan bahwa:

“Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan

ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan

rakyat banyak”.

Seluruh pengaturan operasional perbankan dan hal-hal lain yang terkait

dengan itu, seperti asas dan fungsi perbankan, pada dasarnya dimaksudkan

untuk mencapai tujuan perbankan sebagaimana yang dimaksud dalam

ketentuan di atas.

Fungsi pengaturan perbankan secara umum terbagi atas: a. Fungsi untuk tujuan moneter, ditujukan untuk mendorong stabilitas

moneter di Indonesia. Oleh karena masih dominannya perbankan di Indonesia sebagai salah satu sumber pembiayaan investasi.

b. Fungsi untuk tujuan pengawasan terhadap kegiatan usaha perbankan. Pengaturan ini ditujukan dalam rangka menjaga keamanan dan kesehatan bank maupun kesehatan sistem keuangan secara keseluruhan, sehingga diharapkan agar bank melaksanakan praktik-praktik perbankan yang sehat serta menjaga persaingan yang sehat diantara pelaku perbankan.

c. Fungsi untuk tujuan pencapaian program pembangunan Indonesia.18 Dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, diharapkan lembaga perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya dapat melindungi kepentingan masyarakat penyimpan dana khususnya, serta menunjang kegiatan ekonomi pada umumnya, terutama dalam lingkup dunia usaha dapat menunjang perkembangan sektor riil yang lebih baik dan dapat berperan dalam mengembangkan perekonomian nasional. Lembaga

17 Hermansyah, Op. Cit, hlm. 20. 18Heru Soepraptomo, Analisis Ekonomi terhadap Hukum Perbankan, Newsletter No.

28/VII/Maret/1997, Jakarta, 1997, hlm. 1-2.

Page 36: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

22

perbankan dituntut mampu menciptakan stabilitas nasional dalam arti yang seluas-luasnya.19

3. Pengertian Bank

Untuk memberikan pengertian tentang bank dapat dilihat dari berbagai

sudut pandang. Untuk itu sebagai gambaran umum, berikut adalah beberapa

pengertian bank, yakni :

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian bank adalah

sebagai berikut:

Bank adalah usaha dibidang keuangn yang menarik dan mengeluarkan uang

dimasyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas

pembayaran dan peredaran uang.20

Prof. G. M. Verryn Stuart dalam bukunya Bank Politik memberikan

pendapat mengenai bank, yang disitir oleh Thomas Suyatno sebagai berikut:

Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan

kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang

diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat

penukar baru berupa uang giral.21

Menurut Hermansyah, dalam bukunya, Hukum Perbankan Nasional

Indonesia, mengatakan bahwa:

Pada dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan untuk

menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada

19 Zulfi Diane Zaini, Op. Cit., hlm. 57. 20 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2008, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional: Balai Pustaka. 21 Thomas Suyatno, 1997, Kelembagaan Perbankan, Bandung: Gramedia, hlm. 1.

Page 37: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

23

pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.22

Definisi Bank menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Perbankan yaitu:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk

kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak”.

4. Jenis-Jenis Bank

4.1 Dilihat dari bidang usahanya Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, bank menurut jenisnya dibagi menjadi dua, yaitu :

1) Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perbankan).

2) Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perbankan).

4.2 Dilihat dari kepemilikannya

Dilihat dari kepemilikannya bank dikelompokkan ke dalam dua golongan

yaitu :

1) Bank Umum Milik Negara, yaitu bank yang hanya dapat didirikan berdasarkan undang- undang.

2) Bank Umum Swasta, yaitu bank yang hanya dapat didirikan dan menjalankan usahanya setelah mendapatkan izin dari pimpinan Bank Indonesia.

3) Bank Campuran, yaitu bank umum yang didirikan bersamaan oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan

22 Hermansyah, Op. Cit., hlm. 19.

Page 38: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

24

didirikan oleh warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleg warga Negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.

4) Bank Milik Pemerintah Daerah, yaitu Bank Pembangunan Daerah.23

4.3 Dilihat Dari Status dan Kedudukannya

Status dan kedudukan bank diukur dari kemampuannya dalam melayani

masyarakat yang terdiri dari jumlah produk yang ditawarkan, modal, serta

kualitas pelayanannya. Terdiri dari:

1) Bank Devisa, yaitu bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travelers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit, dan transaksi lainnya.

2) Bank Non Devisa, yaitu bank yang belum memiliki ijin untuk melaksanakan transaksi ke luar negeri seperti yang dilakukan oleh Bank Devisa. Sehingga transaksi yang dilakukan oleh bank ini meliputi transaksi dalam negeri.24

4.4 Dilihat Dari Aspek Cara Menentukan Harga;

Jenis bank dilihat dari aspek menentukan harga, baik harga beli maupun

harga jual dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Bank Konvensional, yaitu bank yang melaksanakan prinsip konvensional yang menggunakan dua metode, yaitu:

a) menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan, deposito berjangka, maupun produk pinjaman (kredit) yang diberikan berdasarkan tingakt bunga tertentu.

b) untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. Sistem penetapan biaya ini disebut fee based.

2) Bank Syariah (bank bagi hasil), yaitu bank yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah Islam. 25

23 Widjanarto, 2003, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, hlm. 56-58.

24 Martono, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Yogyakarta: Ekonisia, hlm. 30.

25 Ibid, hlm. 30-31.

Page 39: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

25

5. Bentuk Hukum Bank

Persyaratan untuk memperoleh izin biasanya diikuti oleh berbagai syarat

dan salah satu syaratnya adalah bentuk hukum bank yang akan didirikan. Ada

beberapa bentuk hukum bank yang dapat dipilih jika ingin mendirikan bank.

Adapun bentuk hukum bank di Indonesia mengacu pada jenis bank itu sendiri.

Untuk bentuk hukum Bank Umum menurut Pasal 21 ayat 1 Perbankan dapat

berupa salah satu dari bentuk hukum berikut ini:

a. Perseroan Terbatas

b. Koperasi, atau

c. Perusahaan Daerah

Ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Perbankan yang baru sedikit

berbeda dengan ketentuan dalam pasal yang sama dalam Undang-Undang

Perbankan yang sebelumnya, di mana dalam ketentuan yang baru tidak mengakui

Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagai salah satu bentuk hukum Bank

Umum, meski kenyataannya sampai saat ini bank-bank negara masih tetap

memakai nama PT PERSERO tanpa perbedaan perlakuan apapun dengan

Perseroan Terbatas yang biasa. Hal ini dapat difahami bahwa nama PERSERO itu

sampai saat ini masih dipakai karena sudah terlanjur terdaftar sebagai

korespondennya di luar negeri dan apabila hendak merubahnya bukan sesuatu

yang sederhana dilakukan.

Sedangkan bentuk hukum Bank Perkreditan Rakyat menurut Pasal 21 ayat

(2) Undang-Undang Perbankan dapat berupa salah satu dari bentuk hukum berikut

ini:

Page 40: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

26

a. Perusahaan Daerah

b. Koperasi

c. Perseroan Terbatas

d. Atau bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Perbankan yang baru tidak mengalami

perbedaan dengan ketentuan pasal yang sama dalam Undang-Undang Perbankan

sebelumnya seperti halnya Pasal 21 ayat (1) di atas dan sampai saat ini masih

berlaku untuk bentuk hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Adanya bentuk hukum lain yang akan diatur oleh Peraturan Pemerintah

adalah dimaksudkan untuk memberikan wadah kepada lembaga penyelenggara

perbankan yang lebih kecil dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR), seperti Bank

Desa, Lumbung Desa, Badan Kredit Desa, dan lembaga-lembaga lainnya.

6. Kegiatan Usaha Bank

Ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Perbankan menunjukkan kegiatan usaha

yang dapat dilakukan oleh Bank Umum, yaitu sebagai berikut :

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

b. memberikan kredit; c. menerbitkan surat pengakuan hutang; d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk

kepentingan dan atas perintah nasabahnya: 1) surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang

masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

2) surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

3) kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; 4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI); 5) obligasi;

Page 41: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

27

6) surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; 7) instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1

(satu) tahun; e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah; f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana

kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; i. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan

suatu kontrak; j. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam

bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; k. membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam

hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya;

l. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;

m. menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

n. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas,

berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Perbankan kegiatan usaha yang dapat

dilakukan oleh Bank Umum adalah sebagai berikut :

a. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank antara perusahaan lain dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaanny, dengn memenuhi etentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

d. bertindak sebagai pendiri dana pensiunan dan pengurus dana pensiunan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiunan yang berlaku.

Page 42: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

28

Bank Umum dilarang melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 Undang-Undang Perbankan, yaitu:

a. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c;

b. melakukan usaha perasuransin; c. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 dan Pasal 7.

Kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diatur dalam Pasal 13

Undang-Undang Perbankan, di mana dalam ketentuan huruf c Undang-Undang

Perbankan yang baru diganti sehingga berbunyi:

“Menyediakan pembiayaan dan penempatan uang berdasarkan prinsip

Syari‟ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”

Berdasarkan hal di atas, usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagaimana

diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Perbankan adalah:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

b. Memberikan kredit; c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan uang berdasarkan prinsip

Syari‟ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan dalam bank lain.

Kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang terutama ditujukan

untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan perlu

disesuaikan dengan adanya batasan jenis-jenis pelayanan yang dapat diberikan

oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Untuk itu, dalam Pasal 14 Undang-Undang

Perbankan ditentukan bahwa:

Page 43: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

29

“Bank Perkreditan Rakyat dilarang:

a. Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;

b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing; c. Melakukan penyertaan modal; d. Melakukan usaha perasuransian; e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13.”

7. Tinjauan Umum Bank Indonesia sebagai Bank Sentral 7.1 Dasar Hukum Bank Indonesia

Bank Indonesia (selanjutnya disebut sebagai BI) adalah Bank Sentral

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 D Undang-Undang

Dasar tahun 1945. BI pertama kali diatur oleh Undang-Undang Nomor 11

Tahun 1953 tentang Undang-Undang Pokok Bank Indonesia, yang kemudian

digantikan oleh Undang-Undang Nomor 13 tahun 1968 tentang Bank sentral.

Seiring perkembangan zaman, keberadaan Undang-Undang Nomor 13

tahun 1968 tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi, diantaranya

belum menjamin seutuhnya kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga

independen. Berkaitan dengan hal tersebut, dirasakan perlunya Undang-

Undang tentang Bank Sentral yang dapat memberikan landasan hukum kuat

bagi terselenggaranya tugas bank sentral secara efektif. Undang-Undang

Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang diundangkan tanggal 17

Mei 1999 diharapkan dapat menjadi landasan kokoh bagi terselenggaranya

bank sentral yang efektif dan independen. Kemudian di tahun 2004

diundangkan Undang-Undang No 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia atas

perubahan Undang-Undang No 23 tahun 1999 (selanjutnya disebut sebagai

Undang-Undang BI). Dilakukan perubahan guna dilaksanakannya prinsip

Page 44: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

30

keseimbangan antara independensi BI dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya dengan pengawasan dan tanggung jawab atas kinerjanya serta

akuntabilitas publik yang transparan.

Di tahun 2008, Indonesia terkena dampak krisis global sebagai akibat krisis keuangan di Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia berupaya membendung dampak krisis keuangan Amerika Serikat sehingga stabilitas sistem keuangan tetap terpelihara. Salah satu dengan cara merubah kriteria agunan yang dij aminkan oleh bank untuk memperoleh kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia.26 Pemerintah menilai kebutuhan perubahan kriteria tersebut merupakan

keadaan kepentingan yang memaksa sehingga presiden menetapkan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang perubahan

kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009 pada

tanggal 13 Januari 2009.

7.2 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia sebagai Bank Sentral

Tujuan BI secara tegas dinyatakan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-

Undang BI, yaitu:

“Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan

nilai rupiah”

Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah

terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang negara lain, dan

Page 45: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

31

27 Abdul Kadir Muhammad & Rilda Murniati, 2004, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 38.

26 Suryo Pranoto, Analisis dan Krisis Global terhadap Perbankan Syariah,Tersedia : http://Suryodsign.wordpress.com (25 September 201 1),2009,hlm 37.

Page 46: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 47: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

31

27 Abdul Kadir Muhammad & Rilda Murniati, 2004, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 38.

kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan

ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.27

Demikian tujuan BI saat ini sesuai dengan Undang-Undang BI

adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk

mencapai tujuan tersebut BI mempunyai tiga tugas utama, yaitu menetapkan

dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran

sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Hal ini sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 8 Undang-Undang BI.

1. Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan moneter

Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai

rupiah, fungsi menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan moneter tercermin

dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang BI menegaskan bahwa:

“Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, Bnk Indonesia berwenang:

a. menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi;

b. melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan caracara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta

asing; 2) penetapan tingkat diskonto; 3) penetapan cadangan wajib minimum; 4) pengaturan kredit atau pembiayaan.”

a) Peran Bank Indonesia sebagai Lender of Last Resort

Peran pokok BI yang tetap dan tidak berubah dari ketentuan

Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 adalah sebagai pemberi pinjaman

Page 48: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

32

dalam keadaan darurat (lender of last resort) kepada bank yang

mengalami krisis kesulitan pendanaan jangka pendek.

Dalam hal ini, Bank Indonesia hanya membantu dengan kriteria mengalami mismatch yang disebabkan oleh risiko kredit dan risiko pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, risiko kredit atau risiko pasar. Bank Indonesia memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistematis dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan.28

Untuk mencegah penyalahgunaan kredit dari Bank Indonesia

tersebut maka pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah dibatasi selama-lamanya 90 (sembilan puluh) hari dan kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah itu harus dijamin dengan surat

berharga yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, bila kredit dari

Bank Indonesia tersebut tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank

Indonesia berhak mencairkan agunan yang dikuasainya.

Transaparansi Bank Indonesia akan dinilai dari akuntabilitas yang

terukur dalam menerapkan formula atau mengkategorikan lembaga

keuangan yang patut memperoleh fasilitas pertolongan darurat.

Formula seperti itu penting diungkapkan secara terbuka agar publik mempunyai kesempatan menilai kondisi suatu bank sebelum dikategorikan insolvent, bangkrut, mengalami mismatch atau ada indikasi moral hazard dijajaran pengurus atau pemiliknya. Di samping itu juga untuk menepis berkembangnya isu atau desas-desus tidak jelas yang tidak menguntungkan upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat, transparan dan kompetitif. Selain itu, juga untuk menagkal penilaian subjektif seperti ketakutan yang tidak proporsional hanya atas dasar alih penutupan atau pencabutan izin suatu bank akan membawa risiko sistematik berupa domino

Page 49: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

33

27 Abdul Kadir Muhammad & Rilda Murniati, 2004, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 38.

28 Hermansyah, Op.cit., hlm. 47.

Page 50: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 51: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

33

effect yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan yang menjadi runtuh.29

b) Pengendalian Moneter

Bank Indonesia dalam hal dalam menetapkan sasaran-sasaran

moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh

pemerintah, dimana dalam menetapkannya pemerintah berkoordinasi

dengan Bank Indonesia.

Bank Indonesia menetapkan kebijakan moneter dengan prinsip

kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem

perbankan dan keuangan yang sehat dalam rangka mencapai dan

memelihara kestabilan nilai rupiah.30

Dalam hal nilai tukar, BI melaksanakan kebijakan nilai tukar yang

ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden. Fungsi BI dalam

hal ini adalah hanya terbatas sekedar memberi usulan kepada pemerintah

dan hanya bertugas menjalankan kebijakan nilai tukar yang telah

ditetapkan oleh pemerintah.

Kewenangan Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar itu antara lain : 1) Devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing dalam sistem

nilai tukar tetap (fixed rate) 2) Intervensi pasar dalam sistem nilai tukar mengambang (floating

rate) 3) Penetapan nilai tukar harian serta lebar peta intervensi dalam

sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating rate).31

29 Didik J. Rachbini, dkk., Op. cit., hlm. 173. 30 O. P. Simorangkir, 2000, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Jakarta:

Ghalia Indonesia, hlm. 23. 31 Malayu S. P. Hasibuan, 2001, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara), hlm. 34.

Page 52: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

34

BI juga berwenang melakukan pengendalian moneter melalui

operasi pasar terbuka di pasar uang baik berupa rupiah maupun valuta

asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum,

pengaturan kredit atau pembiayaan.

2. Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran

Kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan menjaga kelancaran

sistem pembayaran diatur dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 23 Undang-

Undang BI. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran, Bank Indonesia berwenang untuk melaksanakan dan memberikan

persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran,

mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan

laporan kegiatannya serta menetapkan penggunaan alat pembayaran.

Kewajiban menyampaikan laporan secara berkala dimaksudkan agar BI

dapat memantau penyelenggaraan sistem pembayaran. Sedangkan, penetapan

alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang digunakan dalam

masyarakat memenuhi persyaratan keamanan bagi pengguna, termasuk

membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka prinsip kehati-

hatian.

Tuntutan yang mengemuka di masa depan adalah bagaimana Bank Indonesia mampu melengkapi instrumentasi dan keahliannya agar dapat mengikuti atau menselaraskan kepesatan kemajuan teknologi dan derivat sistem pembayaran yang telah berkembang demikian canggih dan mengglobal.32

32 Didik J. Rachbini, Op. Cit., hlm. 178.

Page 53: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

35

a) Sistem dan Penyelenggaraan kliring

Bank Indonesia bertugas dalam hal memperluas, memperlancar serta mengatur lalu lintas pembayaran giral antar bank, yaitu kegiatan bayar-membayar dengan warkat bank yang diperhitungkan atas beban dan untuk kepentingan nasabah bank yang telah ditetapkan.33

Penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank serta penyelesaian akhir

transaksi pembayaran antar bank dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak

lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia, dan Bank Indonesia akan

mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia dalam menetapkan mekanisme untuk

meminimalkan risiko kegagalan pemenuhan kewajiban bank dalam

penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.

b) Mengeluarkan dan Mengedarkan uang

Salah satu fungsi bank sentral yang cukup vital adalah kewenangannya

dalam menerbitkan uang dari suatu Negara (note issue), dan ini adalah

kewenangan yang memonopoli dari bank sentral.34

Sesuai amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah. Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam yang merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia.35

Kewenangan itu adalah mencabut, menarik serta memusnahkan uang, menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan penentuan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah. Sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut, maka Bank Indonesia harus menjamin ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah yang cukup dan dengan kualitas memadai.36

33 Thomas Suyatno, Op. Cit., hlm. 72. 34 Munir Fuady, Op. Cit. hlm. 118. 35 Thomas Suyatno, Op.Cit., hlm. 19. 36 Malayu S. P. Hasibuan, Loc. cit.

Page 54: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

36

Uang yang dikeluarkan oleh BI dibebaskan dari bea materai dan

mencabut atau menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan

penggantian yang sama nilainya. Dalam hal ini, Bank Indonesia memberikan

kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan penukaran uang dalam

pecahan yang sama.

3. Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank

Pengaturan dan Pengawasan Bank merupakan salah satu tugas Bank

Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Undang-Undang BI. Dalam

rangka melaksanakan tugas ini, BI melakukan hal sebagaimana diatur dalam

Pasal 24 Undang-Undang BI mengatur sebagai berikut:

“Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”

Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang BI

berwenang menetapkan ketentuan ‐ ketentuan perbankan yang memuat prinsip

kehati ‐ hatian.

Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, Bank Indonesia

memiliki kewenangan yang diatur dalam pasal 26 Undang-Undang BI, yaitu :

a. memberikan dan mencabut izin usaha bank; b. memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor

bank; c. memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank; d. memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan ‐ kegiatan

usaha tertentu.

Page 55: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

37 Ibid.

37

Bank Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan terhadap bank baik

dengan cara pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak

langsung (off-site supervision). Pengawasan tidak langsung adalah dalam

bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank.

Pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Pada dasarnya, pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilaksanakan secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali untuk setiap bank. Di samping itu, pemeriksaan dapat dilakukan setiap waktu jika dipandang perlu, untuk meyakinkan pengawasan hasil tidak langsung dan apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan dari praktek perbankan yang sehat.37

Bank Indonesia berwenang mewajibkan bank untuk menyampaikan

laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia, dimana hal ini dapat dilakukan terhadap perusahaan

induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila

diperlukan (Pasal 28 Undang-Undang BI).

Pemeriksaan terhadap bank dilakukan secara berkala maupun setiap

waktu apabila diperlukan dan dapat dilakukan terhadap perusahaan induk,

perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila

diperlukan. Bank dan pihak lain tersebut wajib memberikan kepada pemeriksa:

a. keterangan dan data yang diminta;

b. kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik

yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;

c. hal ‐ hal lain yang diperlukan seperti salinan dokumen yang diperlukan dan

lain ‐ lain (Pasal 29 Undang-Undang BI).

Page 56: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

39.

Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank

Indonesia melaksanakan pemeriksaaan terhadap bank (Pasal 30 Undang-

Undang BI) Bank Indonesia dapat memerintahkan bank untuk menghentikan

sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut

penilaian Bank Indonesia transaksi tersebut diduga merupakan tindak pidana di

bidang perbankan (Pasal 31 Undang-Undang BI).

Dalam hal keadaan suatu bank menurut penilaian Bank Indonesia

membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan/atau

membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang

membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan

tindakan sebagaimana diatur dalam undang ‐ undang tentang Perbankan yang

berlaku (Pasal 33 Undang-Undang BI).

B. Tinjauan Mengenai Perlindungan Hukum dan Nasabah

1. Perlindungan Hukum

Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dijaga kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaedah. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah.38

Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek

hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan hak dan kewajiban. Hak

38 Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, hlm.

Page 57: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

39

dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh

hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan

kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan

sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan

mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang

bersangkutan merasa aman.

Sehubungan dengan hal di atas, menurut Hermansyah:

Perlindungan hukum memiliki arti sebagai upaya atau tindakan yang diberikan oleh hukum dalam arti peraturan perundang-undangan untuk melindungi subyek hukum dari adanya pelanggaran atas hak dan kewajiban para pihak yang terdapat dalam sebuah hubungan hukum. Perlindungan hukum nasabah penyimpan dana adalah perlindungan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau hukum positif yang berlaku bagi nasabah penyimpan dana. Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana bertujuan untuk melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian.39

Sulistyandari dalam bukunya Hukum Perbankan: Perlindungan Hukum

terhadap Nasabah Penyimpan Melalui Pengawasan Perbankan di Indonesia,

mengemukakan bahwa:

Perlindungan hukum itu berkaitan bagaimana hukum memberikan keadilan

yaitu memberikan atau mengatur hak dan kewajiban terhadap subyek

hukum, selain itu juga berkaitan bagaimana hukum memberikan keadilan

terhadap subyek hukum yang dilanggar haknya untuk mempertahankan

haknya tersebut.40

39 Hermansyah, Op. Cit., hlm. 124. 40Sulistyandari, 2012, Hukum Perbankan: Perlindungan Hukum terhadap Nasabah Melalui

Pengawasan Perbankan di Indonesia, Sidoarjo: Laros, hlm. 283.

Page 58: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

40

Mengenai hak dan kewajiban Nicolai memberikan pengertian sebagai

berikut:

“Een recht hould in de (rechtens gegeven) vrijheid om een bepalde

feitelijk handeling te verichten of na te laten, of de (rechtens gegeven)

aanspraak op het verichten van een handeling door een ander. Een plicht

implieert een verplichting om een bepaalde handeling te verichten of na

laten”

(Hak mengandung kebebasan untuk melakukan atau tidak meakukan

tindakan tertentu atau menurut pihak lain untuk melakukan tindakan

tertentu. Kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak

melakukan tindakan tertentu).41

Perlindungan hukum tersebut dapat bersifat preventif maupun bersifat

rep resif sebagaimana pendapat Philipus M. Hadjon yang disitir oleh

Sulistyandari, yaitu:

Dalam menganalisis perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa dan perlindungan hukum represif yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Di dalam perlindungan hukum bagi rakyat ini minimal ada dua pihak, di mana perlindungan hukum difokuskan pada salah satu pihak, pemerintah disatu pihak dengan tindakn-tindakannya, berhadapan dengan rakyat yang dikenai tidakan-tindakan pemerintah tersebut.42

41 Nicolai dalam Sulistyandari, Op. Cit., hlm. 283. 42 Sulistyandari, Op. Cit., hlm. 283-284.

Page 59: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

41

2. Pengertian Nasabah

Nasabah dapat didefenisikan sebagai pihak yang menggunakan jasa suatu

bank. Nasabah dibagi atas nasabah penyimpan dan nasabah debitur. Nasabah

penyimpan dapat didefenisikan sebagai nasabah yang menyimpan dana dibank

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 17 Undang-U ndang

Perbankan yang menyebutkan bahwa:

“Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank

dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank sebagaimana dalam

undang-Undang yang berlaku.”

Sementara nasabah debitur didefenisikan sebagaimana dimaksud dalam

Ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Perbankan yang menyebutkan

bahwa:

“Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.”

Adapun nasabah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nasabah

penyimpan.

3. Hubungan Hukum antara Bank dengan Nasabah Penyimpan

Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara tegas mengenai

hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan, namun dari beberapa

ketentuan dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum antara bank dengan

nasabah adalah berdasarkan suatu perjanjian penyimpanan. Hal ini dapat

disimpulkan dari ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perbankan :

Page 60: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

42

“Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank

berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito,

Sertifikat Deposito, Tabungan dan/atau bentuk lain yang dipersamakan

dengan itu”.

Perjanjian penyimpanan dana merupakan dasar hubungan hukum antara

bank dengan nasabah penyimpan. H ubungan hukum antara bank dengan nasabah

menurut Munir Fuady terdiri dari dua bentuk, yaitu:

1) hubungan kontraktual, dan

2) hubungan non kontraktual.43

Lebih lanjut Munir Fuady memberikan penjelasan hubungan hukum antara

bank dengan nasabah sebagai berikut:

Hubungan hukum antara bank dengan nasabah bersumber dari ketentuan-ketentuan buku III (Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUH Perdata), didasarkan atas ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sebagai aturan yang bersifat umum. Selain itu didasarkan atas aturan-aturan yang bersifat khusus mengenai pinj am pakai habis Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata44.

Ketentuan mengenai hubungan hukum di atas juga menunjukkan bahwa

hubungan antara bank dengan nasabah yang berdasarkan hubungan kontraktual

berlaku hampir terhadap semua nasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposan,

ataupun nasabah non-deposan non-debitur sebagai berikut:

Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dengan pihak debitur (peminjam dana).

43 Munir Fuady, Op. Cit., hlm. 102. 44 Ibid.

Page 61: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

43

Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUH Perdata tentang kontrak (buku ketiga). Sebab, menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak. Namun demikian, selain dari ketentuan umum mengenai kontrak berlaku untuk semua jenis kontrak, sebagaian sarjana berpendapat bahwa perjanjian kredit bank diatur juga oleh ketentuan khusus mengenai “pinjam pakai habis” (Verbruiklening) vide Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KU H Perdata.45

Hubungan kontraktual terhadap nasabah deposan ataupun nasabah non-

deposan non-debitur adalah:

Berbeda dengan nasabah debitur, maka untuk nasabah deposan atau nasabah non-debitur, tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur untuk kontrak jenis ini dalam KUH Perdata. Karena itu kontrak-kontrak untuk nasabah seperti itu hanya tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum dari KUH Perdatamengenai kontrak. Di samping itu, berbeda dengan kontrak untuk nasabah debitur, in casu kontrak kredit yang seringkali diatur cukup komprehensif, maka untuk kontrak antara bank dengan nasabah deposan atau nasabah non-deposan non-debitur lazimnya hanya diatur dalam bentuk kontrak yang sangat simpel.46

Hubungan hukum kontraktual tersebut dapat terjadi dalam tiga jenis, yaitu:

1) sebagai hubungan debitur (bank) dan kreditur (nasabah); 2) sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya

sekedar hubungan antara debitur dengan kreditur; 3) sebagai hubungan implied contract yaitu hubungan kontrak yang

tersirat.47

Hubungan hukum anatara bank dengan nasabah di samping hubungan

kontraktual, adalah hubungan non kontraktual. Menurut Munir Fuady ada enam

jenis hubungan kontraktual, yaitu:

1) Hubungan Fidusia (fiduciary relation), 2) Hubungan Konfidensial, 3) Hubungan Bailor-Bailee, 4) Hubungan Principal-Agent,

45 Ibid. 46 Ibid, hlm 102-103. 47 Ibid, hlm.103.

Page 62: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

44

5) Hubungan Mortgagor-Mortgagee, 6) Hubungan Trustee-Beneficiary.48

Berhubung hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengakui hubungan-

hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan tersebut baru dapat dilaksanakan

jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak untuk hal tersebut. Atau setidak-

tidaknya ada kebiasaan dalam praktek perbankan untuk mengakui eksistensi

kedua hubungan tersebut.

Sedangkan mengenai pengertian hubungan non kontraktual dapat dijelaskan

sebagai berikut:

Yang dimaksud dari hubungan non kontraktual ini adalah bahwa hubungan nasabah penyimpan dengan bank itu muncul bukan karena adanya kontrak/perjanjian, melainkan hubungan itu bisa muncul karena adanya hukum tertulis/peraturan perundang-undangan yang mengaturnya atau hukum tidak tertulis seperti hukum kebiasaan dalam perbankan yang mengaturnya. Dalam peraturan perundangan perbankan di Indonesia, hubungan non kontraktual ini bisa dilihat antara lain dalam UU Perbankan, UU BI, berserta peraturan pelaksananya.49

Sulistyandari mengemukakan hubungan non kontraktual dilihat antara lain

dalam Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang BI, Undang-Undang LPS,

serta peraturan pelaksananya sebagai hubungan kepercayaan, hubungan kehati-

hatian, hubungan kerahasiaan, hubungan menjamin dana simpanan, hubungan

kepedulian terhadap risiko nasabah, hubungan kepedulian terhadap pengaduan

nasabah.

Lebih lanjut mengenai inti masing-masing hubungan di atas yang

merupakan hubungan non kontraktual, adalah sebagai berikut:

48 Munir Fuady, Op. Cit., hlm. 104. 49 Sulistyandari, Aspek Hukum Pembobolan Uang Nasabah Bank (Bagian II), Senin, 11 April

2011, tersedia: http://gagasanhukum.wordpress.com diakses tanggal 24 Mei 2012.

Page 63: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

45

1. Hubungan kepercayaan, dapat diuraikan sebagai berikut:

Bank adalah lembaga perantara/intermediasi (intermediary institution), di mana bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, di sini muncul hubungan hukum antara bank (debitur) dengan nasabah penyimpan (kreditur), nasabah penyi mpan mempercayakan dana simpanannya kepada bank untuk dikelola, untuk itu nasabah penyimpan berhak atas pengembalian simapanan denga bunga. Kemudian oleh bank dana tersebut disalurkan kepada nasabah peminjam, di sini muncul juga hubungan hukum antara bank (kreditur) dengan nasabah peminjam (debitur), bank menyalurkan dana simpanan kepada nasabah peminjam dalam bentuk kredit (kata kredit dari bahasa Romawi „credere‟ artinya percaya), yang artinya bank juga mempercayakan dana itu kepada nasabah peminjam untuk dikelola, dan untuk itu bank berhak atas pengembalian dana yang dipinjamkan dengan bunganya.50

2. Hubungan hubungan kehati-hatian, dapat diuraikan sebagai berikut:

Dalam melakukan kegiatan usaha, artinya dalam melaksanakan kegiatan usaha seperti pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank harus hati-hati dengan memperhatikan 2 (dua) hal yaitu: (1) Bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh kayakinan atas kemampuan nasabah debitur/peminjam untuk melunasi utangnya bank harus melakukan anlisis atau penilaian yang seksama terhadap watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (colateral), dan prospek usaha (condition of economy) dari nasabah debitur. Di sini agunan hanya merupakan salah satu unsur yang harus dianalisis dalam pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur lain bank sudah memperoleh keyakinan bahwa nasabah debitur akan mampu melunasi utangnya, agunan dapat hanya berupa barang proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib meminta berupa barang yaang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan. (2) Bank wajib memperhatikan mengenai ketentuan maksimum pemberian kredit atau kegiatan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 11 Undang-Undang Perbankan.51

50 Sulistyandari, Op. Cit., hlm. 304. 51 Ibid, hlm. 308.

Page 64: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

46

3. Hubungan kerahasiaan, dapat diuraikan sebagai berikut:

Hubungn kerahasiaan diatur dalam Pasal 40 dan diatur lebih lanjut dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 42A, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 51 Undang-Undang Perbankan. Pasal 40 menentukan bahwa (1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi.52

4. Hubungan menjamin dana simpanan, dapat diuraikan sebagai berikut:

Hubungan ini diatur dalam Pasal 37B Undang-Undang Perbankan bahwa: (1) setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan; (2) untuk menjamin simpanan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan; (3) Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum Indonesia; (4) ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan Lembaga Penjamin Simpanan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.53

5. Hubungan kepedulian terhadap risiko nasabah, dapat diuraikan sebagai berikut:

Hubungan ini diatur dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Perbankan dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, tanggal 20 Januari 2005. Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Perbankan mengatakan bahwa untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.54

6. Hubungan kepedulian terhadap pengaduan nasabah, dapat diuraikan sebagai

berikut:

Dari Pasal 2 PBI Nomor 7/7/PBI/2005 dapat diketahui bahwa ada hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan, di mana bank mempunyai kewajiban menyelesaikan setiap pengaduan yang diajukan nasabah dan atau

52 Ibid, hlm. 311.

Page 65: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

47

55 Ibid, hlm. 326.

53 Ibid, hlm. 316 54 Ibid, hlm. 323.

Page 66: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

48

perwakilan nasabah, sebaliknya nasabah mempunyai hak intuk penyelesaian dari set iap pengaduannya kepada bank.55

C. Tinjauan Mengenai Lembaga Penjamin Simpanan

1. Sejarah dan Pengertian Lembaga Penjaminan Simpanan

1.1 Sejarah Lembaga Penjaminan Simpanan

Pertengahan tahun 1997, di Indonesia terjadi krisis moneter di mana

salah satu sektor yang paling parah terkena imbasnya adalah sektor perbankan.

Untuk mengatasi krisis tersebut, salah satu kebijakan yang diambil oleh

Pemerintah adalah mencabut izin usaha 16 bank swasta, yang selanjutnya

disebut dengan Bank Dalam Likuidasi (BDL), kemudian ditindaklanjuti

dengan pembubaran badan hukum bank tersebut melalui proses likuidasi bank.

Likuidasi 16 bank swasta nasional tersebut ternyata membwa dampak

yang sangat luas dikalangan masyarakat. Peristiwa ini membuat panik

masyrakat, sehingga menyebabkan runtuhnya kepercayaan masyarakat

terhadap perbankan nasional terutama kepada kelompok bank swasta nasional

dengan ditandai terjadinya penarikan dana secara besar-besaran dan signifikan.

Tidak sedikit masyarakat kemudian menarik dananya di bank, sebagian

memang ada yang memindahkannya ke bank lain, terutama bank pemerintah,

karena dianggap lebih aman. Namun ada juga yang disimpan di dalam safe

deposit box sehingga menjadi dana mati yang tidak berputar, atau bahkan ada

juga yang menyimpan dananya di “bawah bantal”.

Page 67: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

49

Untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap

perbankan, maka pada tahun 1998 Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk

memberikan jaminan atas dana nasabah atau kewajiban pembayaran oleh bank,

termasuk simpanan masyarakat yang berupa penjaminan 100 persen (blanket

guarantee). Hal ini merupakan satu-satunya cara yang harus dilakukan

Pemerintah untuk menghentikan penarikan dana oleh deposan yang

dikhawatirkan akan terus berlanjut, mengingat pada waktu itu tingkat

kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan sudah berada pada titik

nol.

Meski demikian Pemerintah sebenarnya sadar bahwa kebijakan tersebut

hanyalah bersifat sementara, yaitu sampai kembalinya kepercayaan

masyarakat. Dan memang terbukti, blanket guarantee dapat mengembalikan

kembali kepercayaan masyarakat terhap industri perbankan, namun ini justru

menimbulkan masalah baru, yaitu dikarenakan ruang lingkup penjaminan yang

terlalu luas yakni penjaminan 100 persen atas dana nasabah menyebabkan

timbulnya tindakan kurang hati-hati terhadap resiko yang terjadi (moral

hazard) baik dari pengelola bank maupun dari masyarakat, yaitu pengelola

bank menjadi kurang hati-hati dalam mengelola dana masyarakat, sementara

nasabah tidak peduli untuk mengetahui kondisi keuangan bank karena

simpanannya dijamin secara penuh oleh pemerintah.

Selain itu, dalam sistem blanket guarantee, terdapat tiga perrmasalahan utama yang akan dihadapi sistem perbankan, pertama, adalah ketidakjelasan tentang siapa yang dilindungi masyarakat deposan ataukah bankir? Kedua, akan selalu muncul ketidakprofesionalan dalam

Page 68: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

50

pengelolaan bank, tanggung jawab manajemen bank cenderung rendah serta yang ketiga, risiko kerugian negara akan cenderung tinggi.56

Oleh karena itu pemerintah harus segera mengakhiri sistem blanket

guarantee yang memang sejak semula hanya direncanakan untuk sementara

dan menggantinya dengan sistem penjaminan yang dibatasi.

Terdapat beberapa hal positif yang dapat dicapai dengan dihapuskannya program blanket guarantee, yakni: b. Mengurangi biaya yang harus dikeluarkan pemerintah; c. Meminimalkan moral hazard bagi pemilik dan pengelola bank; dan d. Meningkatkan disiplin pasar.57

Dari sinilah sejarah terbentuknya Lembaga Penjamin Simpanan dimulai.

Pemerintah mulai mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998

tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keppres

Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran

Bank Perkreditan Rakyat.

Seiring dengan mulai pulihnya kepercayaan masyarakat untuk

menyimpan dananya di bank, maka Pemerintah mulai menyiapkan langkah

untuk keluar dari program penjaminan perbankan oleh Pemerintah dengan

membentuk suatu lembaga untuk melaksanakan sistem penjaminan yang lebih

permanen.

Tahun 2004 industri perbankan ditandai dengan mulai dihapuskannya program penjaminan yang populer dengan sebutan blanket guarantee dan diganti dengan sistem penjaminan yang lebih permanen. Secara bertahap program tersebut dikurangi cakupannya dan diturunkan jumlah maksimal yang dijaminkan. Blanket Guarantee merupakan kebijakan sementara yang diberlakukan pemerintah sejak Tahun 1998 yang didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 (Keppres No. 26/1998). Program penjaminan tersebut pada saat itu dilaksanakan oleh Badan

56 Adrian Sutedi, 2010, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan, (Jakarta: Sinar Grafika), hlm. 5.

57 Zulfi Diane Zaini, Op. Cit., hlm 165.

Page 69: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

51

Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang sudah berakhir masa kerjanya di Tahun 2004.58

Berakhirnya masa kerja BPPN membuka kesempatan Lembaga Penjamin

Simpanan (selanjutnya disebut LPS) yang diamanatkan dalam Pasal 37B

Undang-Undang Perbankan, yang menetapkan bahwa setiap bank wajib

menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan,

untuk segera dibentuk. Maka dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disebut

Undang-Undang LPS) menandakan sudah dibentuknya secara resmi suatu

lembaga tetap yang bertugas untuk menjamin keamanan dana nasabah dibank.

Terhitung sejak tanggal 22 september 2005 LPS telah beroperasi dan

Pemerintah telah mengangkat anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin

Simpanan melalui Keputusan Presiden Nomor 161/M Tahun 2005.

Adanya lembaga penjamin simpanan nasabah, maka Bank Sentral di Indonesia dapat membatasi bantuannya kepada lembaga perbankan, khususnya dalam hal penjaminan dana para nasabah penyimpan dana/deposan. Kemudian, dengan adanya lembaga penjamin simpanan nasabah tersebut dapat memberikan rasa tanggung jawab yang lebih besar kepada para pemilik dan pengelola bank, karena bank-bank yang dikelolanya harus selalu likuid dan selalu dijaga tingkat kesehatannya, yang semuanya bertumpu pada etika dan moral dari para pemilik dan pengelola bank tersebut.59

1.2 Pengertian Lembaga Penjaminan Simpanan

Amanat untuk membentuk LPS telah ditindaklanjuti dengan intensif oleh Pemerintah dan dilaksanakan bersama oleh Departemen Keuangan (DepKeu), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan Bank Indonesia. Bahkan rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai LPS telah diserahkan pemerintah kepada DPR menjelang akhir tahun 2003. Hal ini menunjukkan bahwa LPS sangat diperlukan dalam upaya

Page 70: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

52

58 Zulkarnain Sitompul, 2005, Problematika Perbankan, Bandung: Books Terrace & Library, hlm. 315.

59 Ibid, hlm. 198-199.

Page 71: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

53

menopang sistem perbankan. Karena itulah sistem perbankan yang merupakan simpul terlemah, diperlukan adanya keberadaan LPS. Dengan demikian LPS harus dipandang sebagai salah satu pilar dalam mendukung peningkatan stabilitas sistem keuangan tersebut. Pilar yang lain mencakup pengaturan dan pengawasan bank, lender of last resort, sistem pembayaran dan dukungan fiskal.60

Berdasarkan Undang-Undang LPS sebagaimana dimuat dalam Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96 dan Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4420, LPS adalah lembaga yang

independen, transparan dan akuntabel, melaksanakan tugas dan wewenangnya

bertanggung jawab kepada Presiden yang mempunyai fungsi menjamin

simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas

sistem perbankan sesuai dengan kewenangannnya.

2 Fungsi, Tugas dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan

2.1 Fungsi dan Tugas Lembaga Penjamin Simpanan

Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal

4 Undang-undang LPS adalah:

Fungsi LPS dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang LPS adalah:

a. Menjamin simpanan nasabah penyimpan.

b. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai

dengan kewenangannnya.

Fungsi menjamin simpanan nasabah sebagaimana dimaksud dalam dalam

ketentuan Pasal 4 huruf a Undang-Undang LPS di atas tidak terlepas dari

Page 72: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

52

sejarah pendirian LPS yang pada dasarnya dilakukan sebagai upaya

memberikan perlindungan terhadap dua risiko yaitu irrational run terhadap

bank dan systemic risk. Dalam menjalankan usaha bank biasanya hanya

menyisakan sebagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga

apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sementara, bagian terbesar dari

simpanan yang ada dialokasikan untuk pemberian kredit. Keadaan ini

menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan dalam jumlah

besar dengan segera atas simpanan nasabah yang dikelolanya, bila terjadi

penarikan secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar.

Tugas Lembaga Penjamin Simpanan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal

5 ayat (1) dan (2) Undang-undang LPS yang menyebutkan bahwa:

1) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, LPS mempunyai tugas: a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan

simpanan. b. Melaksanakan penjaminan simpanan.

2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, LPS mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.

b. Marumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik.

c. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

2.2 Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan

Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan dapat dilihat dalam ketentuan

Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-undang LPS yang menyebutkan bahwa:

1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, LPS mempunyai wewenang sebagai berikut: a. menetapkan dan memungut premi penjaminan. b. menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali

menjadi peserta.

Page 73: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

53

c. melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS. d. mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan

keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.

e. melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.

f. menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim. g. menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk

bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.

h. melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.

i. menjatuhkan sanksi administratif. 2) LPS dapat melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal

dengan kewenangan: a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang

pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS; b. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang

diselamatkan; c. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah

setiap kontrak yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan

d. menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.

3 Lembaga Penjamin Simpanan sebagai Lembaga Penjamin Simpanan

Nasabah Penyimpan

Lembaga Penjamin Simpanan didirikan berdasarkan Undang-Undang LPS

yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan (dalam bentuk giro,

deposito, sertifikat desposito dan tabungan atau bentuk lainnya atau yang

dipersamakan dengan itu). Lembaga Penjamin Simpanan juga harus turut aktif

dalam memelihara stabilitas sistem perbankan nasional. Untuk itu, lembaga

penjamin simpanan memiliki kewenangan antara lain untuk menetapkan dan

memungut premi penjaminan dari bank-bank (yang dikumpulkan menjadi dana

lembaga penjamin simpanan). Dengan pembayaran premi yang dilakukan oleh

bank peserta penjaminan kepada Lembaga Penjamin Simpanan, maka dalam hal

Page 74: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

54

terjadi pencabutan izin usaha dan likuidasi bank, pelaksanaan kewajiban bank

terhadap nasabah atas simpanannya beralih menjadi tanggung jawab Lembaga

Penjamin Simpanan.

Lembaga Penjamin Simpanan merupakan penyempurnaan dari program penjaminan pemerintah terhadap seluruh kewajiban bank (blanket guarantee) yang berlaku di masa lalu (tahun 1998 sampai dengan 2005). Kebijakan blanket guarantee disatu sisi dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, namun disisi lain kebijakan tersebut telah membebani keuangan negara dan dapat menimbulkan moral hazard bagi pelaku perbankan dan nasabah.61

Adrian Sutedi dalam bukumya Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan

mengemukakan mengenai simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin

Simpanan adalah sebagai berikut :

1. Simpanan yang dijamin meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipesamakan dengan itu.

2. Simpanan nasabah bank berdasarkan Prinsip Syariah yang dijamin meliputi:

a. Giro berdasarkan Prinsip Wadiah, b. Tabungan berdasarkan Prinsip Wadiah, c. Tabungan berdasarkan Prinsip Muharabah muthlaqah atau Prinsip

Mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank, d. Deposito bardasarkan Prinsip Muharabah muthlaqah atau Prinsip

Mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank, e. Simpanan berdasarkan Prinsip Syariah lainnya yang ditetapkan

oleh Lembaga Penjamin Simpanan setelah mandapat pertimbangan Lembaga Pengawas Perbankan.

3. Simpanan yang dijamin merupakan simpanan yang berasal dari masyarakat, termasuk yang berasal dari bank lain.

4. Nilai Simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha bank.

5. Saldo tersebut berupa: a. Pokok ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah, untuk

Simpanan yang memiliki komponen bagi hasil yang timbul dari transaksi dengan prinsip syariah;

b. Pokok ditambah bunga yang telah menjadi hak nasabah, untuk Simpanan yang memiliki komponen bunga;

61 Adrian Sutedi, Aspek Hukum, hlm. 11.

Page 75: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

55

c. Nilai sekarang per tanggal pencabutan izin usaha dengan menggunakan tingkat diskonto yang tercatat pada bilyet, untuk Simpanan yang memiliki komponen diskonto.

6. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening simpanan nasabah pada bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening rekening gabungan (joint ccount).

7. Untuk rekening gabungan (joint account), saldo rekening yang diperhitungkan bagi satu nasabah adalah saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara prorata denggan jumlah pemilik rekening.

8. Dalam hal nasabah memiiki rekening tunggal dan rekening gabungan (joint account), saldo rekening yang terlebih dahulu diperhitungkan adalah sakdo rekening tunggal.

Dalam hal nasabah memiiki rekening yang dinyatakan secara tertulis diperuntukkan bagi kepentingan pihak lain (beneficary), maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihak lain (beneficary) yang bersangkutan.62

Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank yang semula berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang LPS ditetapkan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2008 tersebut diubah menjadi paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) wajib membayar klaim penjaminan kepada nasabah penyimpan dari bank yang dicabut izin usahanya.63

Selain apabila nilai simpanan nasabah penyimpan melebihi batas maksimal

yang akan dijamin oleh LPS, LPS juga tidak akan membayar klaim penjaminan

kepada nasabah penyimpan apabila memenuhi syarat dalam ketentuan Pasal 19

ayat (1) Undang-undang LPS, yang menetapkan:

“Klaim Penjaminan dinyatakan tidak layak bayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi: a. Data simpanan nasabah dimaksud tidak tercatat pada bank b. Nasabah Penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak

wajar; dan/atau c. Nasabah Penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank

menjadi tidak sehat”

62Ibid, hlm. 68-70. 63Zulfi Diane Zaini, Op. Cit., hlm. 200.

Page 76: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

56

4. Lembaga Penjamin Simpanan sebagai Lembaga yang Turut Aktif Memelihara Stabilitas Sistem Perbankan

LPS mempunyai tugas berdasarkan Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang LPS

dalam rangka melakukan fungsi memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai

dengan kewenangannya. Tugas LPS yang dimaksud adalah:

a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara sistem perbankan.

b. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik.

c. melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang LPS memberikan pengertian Bank

Gagal, yaitu:

“Bank gagal (failing bank) adalah bank yang mengalami kesulitan

keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan

tidak dapat lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan (LPP)

sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.”

Proses penanganan bank gagal dalam upaya penyelamatannya dilakukan

oleh LPS setelah mendapatkan pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagai

lembaga pengawas perbankan, bahwa ada suatu bank bermasalah yang sedang

dalam upaya penyehatan. Kemudian LPS akan melakukan tindakan konkret

setelah Komite Koordinasi menetapkan suatu bank menjadi bank gagal

berdampak sistemik atau bank gagal tidak berdampak sistemik dan

menyerahkannya kepada L PS.

Page 77: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

57

a. Penyelesaian Bank Gagal tidak Berdampak Sistemik

Penyelesaian bank gagal tidak berdampak sistemik dilakukan LPS

dengan cara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf a

Undang-Undang LPS, yaitu:

1. melakukan penyelamatan; atau

2. tidak melakukan penyelamatan bank gagal tersebut

LPS dapat menyelamatkan bank gagal yang tidak berdampak sistemik

apabila terpenuhi seluruh prasyarat sebagaimana diatur dalam Pasal 10

Peraturan LPS Nomor 4/PLPS/2006 tentang Penyelesaian Bank Gagal yang

tidak Berdampak Sistemik, yaitu sebagai berikut:

a. Perkiraan biaya penyelamatan paling tinggi sebesar 60% dari perkiraan biaya tidak menyelamatkan;

b. Bank masih memiliki prosepek usaha yang baik, dengan indikator: 1) Setelah diselamatkan atau setelah dilakukan penambahan modal

oleh LPS: i. Non Performing Loan (NPL) netto lebih kecil dari 5%; ii. tidak terdapat pelanggaran dan atau pelampauan Batas

Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa Netto (PDN).

2) Pada saat bank dinyatakan sebagai Bank Gagal: i. Predikat tingkat kesehatan bank paling rendah Kurang Sehat

dengan Peringkat Kompo sit 4 untuk Bank Umum dan Kurang Sehat dengan Rating 3 untuk Bank Perkreditan Rakyat yang ditetapkan oleh LPP;

ii. terdapat direksi bank yang memenuhi persyaratan fit & proper test;

iii. masih melakukan kegiatan usaha sebagai bank kecuali dibatasi oleh ketentuan; dan

iv. terdapat investor potensial yang dibuktikan dengan adanya kesepakatan sebelumnya dengan bank dan terdapat setoran dana yang disimpan dalam escrow account.

c. Terdapat pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnya memuat kesedian untuk:

i. menyerahkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS; ii. menyerahkan kepengurusan bank kepada LPS;

Page 78: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

58

iii. tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS apabila proses penyelamatan yang dilakuka LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

iv. menyerahkan surat kuasa dari seluruh pemegang saham kepada LPS untuk melakukan penjualan atas seluruh saham yang dimiliki masing-masing pemegang saham.

d. Bank menyerahkan kepada LPS dokumen mengenai: i. Penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia dan

agunan yang diserahkan; ii. data keuangan nasabah debitur; iii. struktur permodalan dan susunan pemegang saham 3 tahun

terakhir; dan iv. informasi lainnya yang dibutuhkan LPS terkait dengan aset,

kewajiban, dan permodalan bank.

Jika seluruh prasyarat terpenuhi, RUPS menyerahkan segala hak dan

wewenangnya kepada LPS. Selanjutnya LPS dapat melakukan upaya

penyelamatan dengan Penyertaan Modal Sementara (PMS), mengganti

pengurus bank, mere strukturisasi aset dan kewajiban, serta upaya-upaya lain

yang diperlukan. Sedangkan dalam hal prasyarat penyelamatan tidak

terpenuhi, LPS merekomendasikan kepada Bank Indonesia untuk mencabut

izin usaha bank gagal tersebut.

Terhadap bank yang telah dicabut izin usahanya, LPS melakukan

verifikasi dan rekonsiliasi data simpanan nasabah untuk menetapkan

simpanan yang layak bayar untuk selanjutnya dilakukan pembayaran klaim

penjaminan simpanan melalui bank pembayar. Selain membayar klaim

penjaminan, LPS juga membentuk tim likuidasi untuk membereskan aset

dan kewajiban bank, serta membagikan hasil likuidasi bank tersebut kepada

nasabah penyimpan yang simpanannya tidak dijamin, kreditur, serta para

pemegang saham.

Page 79: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

59

b. Penyelesaian Bank Gagal Berdampak Sistemik

Penyelesaian atau penanganan bank gagal yang berdampak sistemik

dilakukan LPS dengan cara sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal

22 ayat (1) huruf b Undang-Undang LPS, yaitu:

1. penyelamatan dengan mengikutsertakan pemegang saham; atau

2. penyelamatan tanpa mengikutsertakan pemegang saham

LPS mengikutsertakan pemegang saham dalam upaya penanganan

bank gagal sistemik apabila terpenuhi seluruh prasyarat yang diatur dalam

Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang LPS, yaitu sebagai berikut:

a. pemegang saham menyetor sekurang-kurangnya 20% dari perkiraan biaya penanganan;

b. ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnya memuat kesediaan untuk:

1) menyerahkan kepada LPS hak dan wewenang RUPS; 2) menyerahkan kepada LPS kepengurusan bank; dan 3) tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS dalam hal

proses penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

c. bank menyerahkan kepada LPS, dokumen mengenai: 1) penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia; 2) data keuangan Nasabah Debitur; 3) struktr permodalan dan susunan pemegang saham 3 (tiga) tahun

terakhir; dan 4) informasi lainnya yang terkait dengan aset, kewajiban, dan

permodalan bank, yang dibutuhkan LPS.

Selanjutnya, dalam penanganan Bank Gagal yang diakukan oleh LPS

dengan mengikutsertakan pemegang saham, maka dalam waktu 1 hari

setelah ditetapkan sebagai Bank Gagal pemegang saham dan pengurus bank

melepaskan dan menyerahkan kepada LPS segala hak, kepemilikan,

kepengurusan dan/ atau kepentingan lainnya.

Page 80: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

60

Setelah pemegang saham bank melakukan penyetoran modal perlu

diperhatikan keadaan ekuitas bank, jika:

1. Ekuitas bank bernilai positif, LPS dan pemegang saham lama membuat

perjanjian yang mengatur penggunaan hasil penjualan saham bank.

Dalam perjanjian tersebut diatur mengenai penggunaan hasil penjualan

saham bank dengan urutan sebagai berikut:

a. Pengembalian seluruh biaya penanganan yang telah dikeluarkan LPS.

b. Pengembalian kepada pemegang saham lama sebesar ekuitas pada

posisi sesaat setelah pemegang saham lama melakukan penyetoran

modal.

c. Jika setelah penggunaan hasil penjualan saham bank masih ada sisa

maka akan dibagi secara proporsional kepada LPS dan pemegang

saham lama.

2. Ekuitas bank bernilai nol atau negatif, maka pemegang saham lama tidak

memiliki hak atas hasil penjualan saham bank.

Sedangkan dalam hal penanganan Bank Gagal dengan

mengikutsertakan pemegang saham tidak dapat dilakukan, LPS melakukan

penanganan Bank Gagal tanpa mengikutsertakan pemegang saham.

Berdasarkan Undang-Undang LPS mengambilalih segala hak, kepemilikan,

kepengurusan dan/ atau kepentingan lainnya.

Setelah segala hak, kepemilikan, kepengurusan dan/ atau kepentingan

lainnya dalam penanganan Bank Gagal dengan maupun tanpa

mengikutsertakan pemegang saham menjadi kewenangan LPS, selanjutnya

Page 81: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

61

LPS melakukan upaya penanganan dengan penyetoran modal sementara

(PMS), mengganti pengurus bank, merestrukturisasi aset dan kewajiban

bank, serta upaya lain yang diperlukan.

Jika ekuitas bernilai positif pada saat penyerahan bank kepada LPS,

maka dibuat perjanjian mengenai penggunaan hasil penjualan saham bank

dengan ketentuan:

1. Pengembalian seluruh biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan oleh LPS.

2. Pengembalian kepada pemegang saham lama sebesar ekuitas pada

saat penyerahan.

3. Jika masih ada sisa dari hasil penjualan saham, maka sisa tersebut

akan dibagi secara proporsional kepada LPS dan pemegang saham

lama.

Namun jika ekuitas bank bernilai nol atau negatif pada saat

penyerahan bank kepada LPS, maka pemegang saham lama tidak memiliki

hak atas hasil penjualan saham bank setelah penanganan.

Berdasarkan uraian di atas, penanganan Bank Gagal berdampak

sistemik pada dasarnya bermuara kepada penjualan aset bank yang

bersangkutan, oleh karena itu LPS wajib untuk menjual saham bank yang

dilakukan secara terbuka dan transparan sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 41 ayat (1) dan (2) Undang-Undang LPS, yaitu:

1) LPS wajib menjual seluruh saham bank dalam penanganan paling lama 3 (tiga) tahun sejak dimulainya penanganan Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.

Page 82: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

62

2) Penjualan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terbuka dan transparan, dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang opimal bagi LPS.

Likuidasi bank gagal yang izin usahanya telah dicabut dapat dilakukan

oleh LPS dan pemegang saham. Tindakan yang dilakukan LPS dalam

melikuidasi bank gagal adalah :

1) melakukan semua kewenangan dalam hal penyelesaian dan

penanganan bank gagal;

2) memberikan talangan untuk pembayaran gaji pegawai yang

terutang dan talangan pesangon pegawai sebesar jumlah minimum

pesangon sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan;

3) melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pengamanan

aset bank sebelum proses likuidasi dimulai; dan

4) memutuskan pembubaran badan hukum bank, membentuk tim

likuidasi, dan menyatakan status bank sebagai bank dalam

likuidasi. Sedangkan likuidasi bank yang dicabut izin usahanya atas

permintaan pemegang sahamnya sendiri dilakukan oleh pemegang

saham yang bersangkutan. Dalam hal ini, LPS tidak membayar

klaim penjaminan nasabah penyimpan dari bank yang dicabut izin

usahanya atas permintaan pemegang saham.

Berkaitan dengan fungsi turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem

perbankan oleh LPS, Zulkarnain Sitompul memberikan pendapatnya yaitu:

Lembaga penjamin simpanan (LPS) dapat berfungsi untuk mengatur keamanan dan kesehatan bank secara umum. Di samping itu lembaga

Page 83: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

63

penjamin simpanan juga dapat berfungsi sebagai pengawas yang dilakukan dengan cara memantau neraca, praktik pemberian pinjaman dan strategi investasi dengan maksud untuk melihat tanda-tanda financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan bank. Oleh sebab itulah keberadaan lembaga penjamin simpanan sebagai bagian dari sistem perbankan menjadi penting guna mencegah kepanikan nasabah dengan jalan menyakinkan nasabah tentang keamanan simpanan sekalipun kondisi keuangan bank memburuk.64

Page 84: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

64

64 Makalah_lps.pdf , by Dr. Zulkarnain Sitompul, SH, LL.M, Op. Cit., hlm.6-7.

Page 85: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

65

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Soerjono Soekanto

mengemukakan bahwa:

Penelitian hukum yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.65

Penelitian yuridis normatif ini menggunakan pendekatan perundang-

undangan (statute approach).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu suatu usaha pendekatan terhadap masalah yang diteliti dengan fokus dan sekaligus tema sentral penelitian terhadap berbagai aturan hukum, dimana hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai sifat-sifat yaitu :

a. Comprehensive artinya norma-norma hukum yang ada di dalamnya terkait satu dengan lain secara logis.

b. All-inclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak aka nada kekurangan hukum.

c. Systematic bahwa di samping bertautan antara satu dengan yang lain, norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara hierarkis.66

65 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers), 2007, hlm. 13- 14.

Page 86: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

66

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang diguakan dalam penelitian ini adalah spesifikasi penelitian

deskriptif. Spesifikasi penelitian deskriptif oleh Soerjono Soekanto dalam

bukunya Pengantar Penelitian Hukum dijelaskan, sebagai berikut:

Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin dengan manusia, keadaan atau gejala-gej ala lainnya, serta hanya menjelaskan keadaan objek masalahnya tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku umum.67

C. Sumber Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu semua aturan hukum yang dibentuk dan / atau dibuat secara resmi

oleh suatu lembaga Negara, dan / atau badan-badan pemerintahan yang

demi tegaknya akan diupayakan berdasarkan daya paksa yang dilakukan

secara resmi pula oleh aparat Negara. Bahan Hukum Sekunder, yaitu berupa

semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen

resmi.68

Dalam penelitian ini peraturan perundang-undangan yang akan ditelaah

terkait isu hukum tentang perlindungan hukum bagi simpanan nasabah yang tidak

dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan,

Page 87: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

67

67 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 10.

68 Johnny Ibrahim, Op. Cit. hal. 141.

Page 88: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

68

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1998 tentang Bank Indonesia,

4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 tentang Badan Penyehatan

Perbankan Nasional,

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin

Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank,

6. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai

Simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan,

7. Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan perlindungan nasabah

penyimpan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-

buku, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, artikel koran serta internet serta

bahan lain yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap simpanan

nasabah yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

c. Bahan Hukum Tertier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, terdiri dari Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI).

Page 89: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

69

D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam melakukan penelitian ini, pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan

metode sebagai berikut :

1. Metode kepustakaan; yaitu pengumpulan bahan hukum dengan melakukan

penelusuran terhadap bahan pustaka, dalam hal ini adalah literatur-literatur

yang ada relevansinya dengan isu hukum perlindungan hukum terhadap

simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan;

2. Metode dokumenter; yaitu pengumpulan bahan hukum dengan cara

pengumpulan bahan dengan menelaah terhadap dokumen-dokumen

pemerintah maupun non-pemerintah, dalam penelitian ini yang digunakan

adalah dokumen yang diperoleh dari internet yang menyediakan website

terkait segala hal yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap

simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

E. Metode Penyajian Bahan Hukum

Metode penyajian bahan hukum dalam penulisan ini adalah deskriptif analitif

atau disajikan secara sistematis. Untuk bahan hukum sekunder akan disajikan

sesuai dengan kebutuhan analisis namun tidak menghilangkan maksud yang

terkandung dalam bahan hukum tersebut. Penyajian bahan ini dapat

ditempatkan pada seluruh bab maupun sub bab pada karya tulis.

Page 90: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

70

F. Metode Analisis

Metode yang digunakan dalam menganalisis bahan hukum adalah normatif

kualitatif, yaitu dengan menginterpretasikan isu hukum merujuk kepada

ketentun-ketentuan Hukum Perbankan Indonesia. Adapun langkah-langkah

yang akan dilakukan dalam menganalisis atau menelaah bahan hukum adalah

sebagai berikut:

1. Mula-mula dihimpun bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun

bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti.

Bahan hukum tersebut diperoleh melalui studi kepustakaan, menelaah

terhadap dokumen-dokumen pemerintah maupun non-pemerintah, dan

internet.

2. Terhadap bahan hukum primer, dipelajari dan diidentifikasi dengan norma

hukum yang telah dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan,

menganalisis masalah dengan maksud mencari dalil.

3. Dari hasil identifikasi tersebut dapat dianalisa dan dideskripsikan, serta

dinilai untuk menjawab isu hukum yang diajukan.

4. Semua hasil yang diperoleh dari bahan-bahan hukum tersebut di atas,

berikut mencari hubungannya antara satu dengan yang lain dengan

menggunakan penalaran deduktif induktif untuk menghasilkan proposisi dan

konsep, baik berupa definisi, deskripsi, maupun klasifikasi sebagai hasil

penelitian.

Melalui langkah-langkah analisis bahan hukum tersebut diharapkan ditemukan

jawaban ilmiah atas tema pokok penelitian ini, yakni “perlindungan hukum

Page 91: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

71

terhadap nasabah penyimpan atas simpanannya yang tidak dijamin oleh

Lembaga Penjamin Simpanan, dan tanggung jawab bank terhadap nasabah

penyimpan atas simpanannya yang tidak terpenuhi haknya dari hasil aset

bank”.

Page 92: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

72

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Simpanan Nasabah yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan dalam Likuidasi Bank IFI (Bahan Hukum Sekunder)

PT. Bank IFI Berdiri pada Tahun 1955 sebagai Lembaga Keuangan

Bukan Bank (LKBB) yang dikenal dengan nama Finance and Investment

Company. PT. IFI berubah menjadi bank umum pada Februari 2003 dan

mengganti nama menjadi PT. Bank IFI, dengan pemegang saham Yayasan

Kesejahteraan Pegawai BTN, PT. Pengelola Investama Mandiri, dan Grup

Ramako.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.

1 1/19/KEB.GBI/2009 tanggal 17 April 2009, Bank Indonesia memutuskan

untuk mencabut izin usaha PT. Bank IFI, karena tidak bisa menambah modal

dan menjaga likuiditasnya. Pencabutan izin usaha dilakukan sesuai dengan

mekanisme dan prosedur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/9/PBI/2004

tanggal 26 Maret 2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan

Status Bank sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan

Bank Indonesia No. 10/27/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008. Beberapa

pertimbangan pencabutan izin usaha Bank IFI oleh Bank Indonesia adalah:

1. Sejak Tahun 2002, Bank IFI masuk dalam pengawasan intensif Bank

Indonesia. Pada Tahun 2008, status pengawasan intensif tersebut

Page 93: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

73

meningkat menjadi pengawasan khusus. Aset Bank IFI hanya sebesar Rp.

440 Miliar atau 0,01% dari total aset industri perbankan nasional;

2. Dari sisi kecukupan modal atau (Capital Adequacy Ratio/CAR), Bank IFI

di bawah 8%, sebagaimana ditetapkan oleh Bank for International

Settlements (BIS) dengan menerbitkan dokumen International

Convergence of Capital Measurement and Capital Standards pada Juli

1988 atau dikenal sebagai Accord 88 (Basel I), hal tersebut

menggambarkan bahwa kian kecil modal kian besar potensi risiko yang

bakal dihadapi bank;

3. Dari sisi ratio kredit bermasalah atau non performing aloan (NPL),

angkanya mencapai 24%, jauh melewati ambang batas yang

dipersyaratkan Bank Indonesia sebesar 5%. Dengan NPL yang demikian

tinggi, bank wajib menetapkan cadangan (penyisihan, penghapusan

aktiva produktif atau PPAP) yang sangat besar. Cadangan ini akan

menggerus modal yang tercermin pada CAR. Masalahnya, CAR Bank IFI

jauh di bawah ambang batas 8% yang membuatnya tidak mampu

bertahan di tengah persaingan industri perbankan.

Dalam likuidasi Bank IFI terdapat simpanan nasabah yang tidak dijamin

oleh LPS. Data LPS per 31 Maret 2009 menunjukkan, simpanan nasabah Bank

IFI di atas Rp 2 miliar adalah Rp 19 1,2 miliar yang terdiri atas 30 rekening.

Bank IFI memiliki 9.600 rekening simpanan dan jumlah total rekening yang

memiliki simpanan di bawah Rp 2 miliar sebesar Rp 160,4 miliar, berdasarkan

posisi saat dilikuidasi. Simpanan yang dijamin adalah simpanan total setiap

Page 94: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

72

orang di satu bank maksimal Rp 2 miliar, dengan suku bunga simpanan

maksimal sesuai yang ditetapkan LPS, sebesar 7,75 persen (17 Maret 2009).

Sehingga bila nantinya, ada satu orang lebih dari satu rekening simpanan

dengan total lebih dari Rp 2 miliar, hal itu tidak dijamin oleh LPS. Dana

sebesar itu pasti tidak dijamin LPS.69

2. Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur mengenai Perlindungan Hukum terhadap Nasabah Penyimpan atas Simpanannya (Bahan Hukum Primer)

2.1 Menurut Undang-Undang Perbankan

Kewajiban menjamin simpanan nasabah Pasal 37B Undang-Undang Perbankan

Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan, sedangkan untuk melaksanakan penjaminan simpanan itu akan dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan.

2.2 Menurut Undang-Undang LPS

2.2.1 Fungsi LPS

Pasal 4 Undang-Undang LPS

Fungsi LPS adalah:

a. Menjamin simpanan Nasabah Penyimpan; dan

b. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai

dengan kewenangannya.

2.2.2 Kepesertaan LPS

Pasal 8 Undang-Undang LPS

1) Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara

Republik Indonesia wajib menjadi peserta Penjaminan.

69 http://www.radarbuton.com.html diakses tanggal 28 Mei 2012.

Page 95: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

73

2) Kewajiban bank menjadi peserta Penjaminan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk Badan Kredit Desa.

2.2.3 Pembayaran kewajiban bank kepada kreditur

2.2.3.1 Pasal 53 Undang-Undang LPS

Likuidasi bank dilakukan dengan cara:

a. Pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada para

debitur diikuti dengan pembayaran kewajiban bank

kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau

penagihan tersebut; atau

b. Pengalihan aset dan kewajiban bank kepada pihak lain

berdasarkan persetujuan LPS.

2.2.3.2 Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang LPS

Kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan

dan/atau penagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53,

dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

a. Penggantian atas talangan pembayaran gaji pegawai yang terutang;

b. Penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai;

c. Biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, dan biaya operasional kantor;

d. Biaya penyelamatan yang dikeluarkan oleh LPS dan/atau pembayaran atas klaim Penjaminan yang harus dibayarkan oleh LPS;

e. Pajak yang terutang; f. Bagian Simpanan dari Nasabah Penyimpan yang tidak

dibayarkan penjaminannya dan Simpanan dari Nasabah Penyimpan yang tidak dijamin; dan

g. Hak dari kreditur lainnya.

Page 96: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

74

2.3 Menurut Undang-Undang BI Tugas BI Pasal 8 Undang-Undang BI

Bank Indonesia mempunyai 3 (tiga) tugas, yaitu:

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

2. Mengatur dan menjaga sistem pembayaran

3. Mengatur dan mengawasi bank.”

2.4 Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 sebagaimana telah dirubah Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah

2.4.1 Pasal 2 ayat (1)

Bank wajib menyelesaikan setiap Pengaduan yang diajukan Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah.

2.4.2 Pasal 6 ayat (1)

Bank wajib menerima setiap Pengaduan yang diajukan oleh

Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah yang terkait dengan

Transaksi Keuangan yang dilakukan oleh Nasabah.

2.4.3 Pasal 10 ayat (1)

Bank wajib menyelesaikan Pengaduan paling lambat 20 (dua

puluh) hari kerja setelah tanggal penerimaan Pengaduan tertulis.

2.4.4 Pasal 12

Bank wajib menginformasikan status penyelesaian Pengaduan

setiap saat Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah meminta

penj elasan kepada Bank mengenai Pengaduan yang diajukannya.

Page 97: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

75

3. Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur mengenai Tanggung

Jawab Bank terhadap Nasabah Penyimpan (Bahan Hukum Primer)

3.1 Tanggung jawab pengembalian simpanan nasabah apabila seluruh aset bank telah habis Pasal 54 ayat (5) Undang-Undang LPS

Apabila seluruh aset bank telah habis dalam proses likuidasi dan masih

terdapat kewajiban bank terhadap pihak lain, maka kewajiban tersebut

wajib dibayarkan oleh pemegang saham lama yang terbukti menyebabkan

bank menjadi Bank Gagal.

3.2 Tanggung jawab pemegang saham menurut bentuk hukum bank

3.2.1 Bentuk hukum bank menurut Undang-Undang Perbankan

Pasal 21 Undang-Undang Perbankan

1) Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa:

a. Perseroan Terbatas;

b. Koperasi; atau

c. Perusahaan Daerah.

2) Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa salah

satu dari:

a. Perusahaan Daerah;

b. Koperasi;

c. Perseroan Terbatas;

d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Page 98: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

76

3.3 Tanggung jawab pemegang saham pada bank sesuai bentuk

hukumnya

3.3.1 Perseroan Terbatas

3.3.1.1 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas

1) Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab

secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama

Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian

Perseroan melebihi saham yang dimiliki.

2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

berlaku apabila:

a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum

atau tidak terpenuhi;

b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung

maupun tidak langsung dengan itikad buruk

memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam

perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh

Perseroan; atau

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung

maupun tidak langsung secara melawan hukum

menggunakan kekayaan Perseroan, yang

Page 99: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

77

mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak

cukup untuk melunasi utang Perseroan.

3.3.1.2 Pasal 104

1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan

pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga

sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak

mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang.

2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan

harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh

kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap

anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung

jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari

harta pailit tersebut.

3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai

yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam

jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan

pernyataan pailit diucapkan.

Page 100: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

78

4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas

kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) apabila dapat membuktikan:

a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau

kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik,

kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk

kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud

dan tujuan Perseroan

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik

langsung maupun tidak

d. Langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan

e. Lelah mengambil tindakan untuk mencegah

terjadinya kepailitan

5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat

(3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari

Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan

pihak ketiga

3.3.2 Koperasi

3.3.2.1 Keanggotaan Koperasi

Pasal 17 Undang-Undang Nomor Nomor 25 Tahun1992

tentang Perkoperasian

Page 101: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

79

1) Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus

pengguna jasa Koperasi.

2) Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar

anggota

3.3.2.2 Tanggung jawab pengurus koperasi

Pasal 34 Undang-Undang Nomor Nomor 25 Tahun1 992

tentang Perkoperasian

1) Pengurus, baik bersama-sama, maupun sendiri-sendiri,

menanggung kerugian yang diderita Koperasi, karena

tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau

kelalaiannya.

2) Disamping penggantian kerugian tersebut, apabila

tindakan itu dilakukan dengan kesengajaan, tidak

menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk

melakukan penuntutan.

3.3.3 Perusahaan Daerah

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah

1) Termasuk anggota Direksi dalam kedudukan selaku demikian,

yang tidak dibebani tugas penyimpanan uang, surat-surat berharga

dan barang-barang persediaan, yang karena tindakan melawan

hukum atau karena melalaikan kewajiban dan tugas yang

dibebankan kepada mereka dengan langsung atau tidak langsung

Page 102: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

80

telah menimbulkan kerugian bagi Perusahaan Daerah, diwajibkan

mengganti kerugian tersebut.

B. Pembahasan

1. Perlindungan Hukum terhadap Nasabah atas Simpanannya yang Tidak

dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan

Sebagai palaksanaan dari amanat Pasal 37B ayat (2) Undang-Undang

Perbankan, pada tanggal 22 September 2004 dibentuk secara resmi suatu

lembaga tetap yang bertugas untuk menjamin keamanan dana nasabah dibank

yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mulai beroperasi

pada tanggal 22 September 2005.

Dengan adanya Undang-Undang LPS yang mewajibkan kepada setiap

bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia menjadi

peserta Penjaminan (sebagaimana dituangkan dalam Pasal 8 (1) Undang-

Undang LPS), maka kewajiban menjamin simpanan nasabah yang semula

terletak pada bank (sebagaimana dituangkan dalam Pasal 37B Undang-Undang

Perbankan), dengan pembayaran premi oleh bank kepada LPS akan beralih

menjadi kewajiban LPS untuk menjamin simpanan nasabah ketika bank

tersebut dicabut izin usahanya.

Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang LPS, nilai simpanan yang

dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100.000.000,00

(seratus juta rupiah), namun sejak tanggal 13 Oktober 2008 yaitu dengan

Page 103: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

81

diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran

Nilai Simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan, nilai simpanan

yang dijamin oleh LPS menjadi Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Dengan demikian terhadap nasabah yang simpanannya melebihi Rp.

2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) tidak dijamin oleh Undang-Undang LPS.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian jamin

(menjamin) adalah menanggung atau berjanji akan memenuhi kewajiban orang

lain yang membuat perjanjian apabila perjanjian itu tidak ditepati. Dengan

demikian, tidak dijamin berarti tidak ditanggung atau tidak dipenuhi kewajiban

orang lain yang membuat perjanjian apabila perjanjian itu tidak ditepati.

Berdasarkan pengertian tersebut, simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh

UU LPS dapat diartikan sebagai simpanan nasabah yang tidak ditanggung oleh

LPS, sehingga menimbulkan pertanyaan bagi penulis, bagaimana perlindungan

hukum terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanan yang tidak dijamin oleh

UU LPS. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan

pembahasan guna mendapat jawaban mengenai perlindungan hukum terhadap

Nasabah Penyimpan atas simpanan yang tidak dijamin oleh Undang-Undang

LPS.

Salah satu misi dunia usaha perbankan adalah menerima simpanan baik

berupa giro, deposito, sertifikat desposito dan tabungan atau bentuk lainnya

atau yang dipersamakan dengan itu. Dana ini dibutuhkan bank dalam

menjalankan usahanya, yang tidak mungkin hanya diandalkan dari modal bank

Page 104: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

82

sendiri. Untuk itu, dalam rangka menarik dana segar dari masyarakat, bank pun

terus melakukan pembaharuan dalam menawarkan layanan jasa perbankan.

Kepercayaan merupakan inti dari perbankan sehingga sebuah bank harus

mampu menjaga kepercayaan dari para nasabahnya. Hukum sebagai alat

rekayasa social (Law as a tool of social engineering) terlihat aktualisasinya di

sini. Di tataran undang-undang maupun PBI terdapat pengaturan dalam rangka

untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan dan sekaligus dapat

memberikan perlindungan hukum bagi nasabah.

Berkaitan dengan hal di atas, Hermansyah mengemukakan:

Lembaga perbankan adalah suatu lembaga yang sangat tergantung kepada kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat, tentu suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya dengan baik. Sehingga tidaklah berlebihan bila dunia perbankan harus sedemikian rupa menjaga kepercayaan dari masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat, terutama kepentingan nasabah bank yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, dalam rangka untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangan kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, yang pada saat ini tengah gencar melakukan ekspansi untuk mencari dan menjaring nasabah, maka perlindungan hukum bagi Nasabah Penyimpan terhadap kemungkinan terhadap terjadinya kerugian sangat diperlukan.70

Perlindungan hukum harus mutlak diberikan kepada Nasabah Penyimpan

dana, yaitu untuk melindungi haknya. Para Nasabah Penyimpan dana akan

lebih mengharapkan bank yang aman untuk menyimpan dananya daripada

bank yang memberikan bunga tinggi tetapi juga sangat berisiko untuk

menyimpan dana. Padahal jika telah ada perlindungan yang pasti terhadap para

70 Hermansyah, Op. Cit., hlm. 132.

Page 105: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

83

Nasabah Penyimpan, akan mendorong mereka yang mempunyai dana lebih

untuk menyimpan di bank.

Perlindungan hukum yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk dari

pendapat Sulistyandari yang mengemukakan sebagai berikut:

Perlindungan hukum itu berkaitan bagaimana hukum memberikan

keadilan yaitu memberikan atau mengatur hak dan kewajiban terhadap

subyek hukum, selain itu juga berkaitan bagaimana hukum memberikan

keadilan terhadap subyek hukum yang dilanggar haknya untuk

mempertahankan haknya tersebut.71

Mengenai hak dan kewajiban Nicolai memberikan pengertian sebagai

berikut:

“Een recht hould in de (rechtens gegeven) vrijheid om een bepalde

feitelijk handeling te verichten of na te laten, of de (rechtens gegeven)

aanspraak op het verichten van een handeling door een ander. Een plicht

implieert een verplichting om een bepaalde handeling te verichten of na

laten”

(Hak mengandung kebebasan untuk melakukan atau tidak meakukan

tindakan tertentu atau menurut pihak lain untuk melakukan tindakan

tertentu. Kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak

melakukan tindakan tertentu).72

Selanjutnya Sulistyandari yang menyatakan bahwa hubungan hukum

bank dengan Nasabah Penyimpan dana adalah hubungan kontraktual dan

71Sulistyandari, Hukum Perbankan: Perlindungan Hukum terhadap Nasabah Melalui Pengawasan Perbankan di Indonesia, (Sidoarjo: Laros), 2012, hlm. 283.

72 Nicolai dalam Sulistyandari, Op. Cit., hlm. 283.

Page 106: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

84

hubungan non kontraktual, di mana hubungan kontraktual muncul berdasarkan

perjanjian atau kontrak yang disebut dengan Perjanjian Penyimpanan,

sedangkan hubungan non kotraktual yang sering disebut dengan asas-asas

khusus dari hubungan nasabah dengan bank, muncul bukan karena adanya

perjanjian atau kontrak, melainkan hubungan itu bisa muncul karena adanya

hukum tertulis atau peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dan/atau

hukum tidak tertulis seperti hukum kebiasaan dalam perbankan yang

mengaturnya, maka hubungan hukum yang dimaksud dalam pembahasan ini

adalah hubungan hukum kontraktual dan hubungan hukum non kontraktual.

Pendapat di atas menekankan bahwa perlindungan hukum bukan hanya

dalam arti sebagai upaya atau tindakan yang diberikan oleh hukum dalam arti

peraturan perundang-undangan saja, melainkan upaya yang diberikan oleh

hukum dalam arti Perjanjian atau kontrak jika hubungan hukum antara bank

dengan nasabah lahir dari sebuah perjanjian atau kontrak untuk melindungi

subyek hukum dari adanya pelanggaran atas hak dan kewajiban para pihak

yang terdapat dalam sebuah hubungan hukum. Hal ini merupakan bentuk

konsistensi dari hubungan hukum antara bank dengan nasabah yaitu hubungan

kontraktual dan hubungan nonkontraktual.

Dalam hubungan hukum kontraktual, hubungan hukum antara bank

dengan Nasabah Penyimpan dana didasarkan atas Perjanjian Penyimpanan,

yang mengandung arti bahwa hubungan antara bank dengan nasabah timbul

dari Perjanjian Penyimpanan yang melahirkan perikatan sehingga

menimbulkan hak dan kewajiban, yaitu kewajiban bank untuk mengembalikan

Page 107: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

85

simpanan nasabah beserta bunga yang diperjanjikan, dengan demikian maka

kewajiban bank tersebut merupakan hak bagi nasabah, yaitu untuk memperoleh

pengembalian simpanannya beserta bunga.

Menurut R. Subekti yang disitir oleh Sentosa Sembiring dalam bukunya

Hukum Perbankan mendefinisikan bahwa:

“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji

kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melakukan suatu hal. Perjanjian itu menimbulkan suatu perikatan antara

dua orang yang membuatnya”.73

Dalam hubungan hukum non kontraktul, hubungan hukum antara bank

dengan nasabah didasarkan karena adanya hukum tertulis atau peraturan

perundang-undangan yang mengaturnya, yang mengandung arti bahwa

perikatan lahir sebagai akibat dari hubungan antara bank dengan nasabah yang

diatur dalam undang-undang, dengan demikian hak dan kewajiban yang

ditimbulkan juga lahir dari undang-undang, dalam hal ini antara lain kewajiban

bank untuk menjamin dana nasabah sebagaimana diatur dalam Pasal 37 B

Undang-Undang Perbankan, hal ini tujuannya agar simpanan nasabah dapat

dikembalikan apapun yang terjadi pada bank, dengan demikian maka

kewajiban bank untuk menjamin simpanan nasabah tersebut merupakan hak

bagi Nasabah Penyimpan.

Selanjutnya mengenai nasabah yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah Nasabah Penyimpan, yang dapat didefenisikan sebagai nasabah yang

73 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, Bandung: CV. Mandar Maju, 2000, hlm. 61.

Page 108: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

86

menyimpan dana di bank sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1

angka 17 Undang-Undang Perbankan yang menyebutkan bahwa:

“Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di

bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank sebagaimana

dalam undang-Undang yang berlaku.”

Sedangkan simpanan yang dimaksud adalah Simpanan sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perbankan, yaitu:

“Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank

berdasarkan Perjanjian Penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito,

Tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.”

Sehubungan dengan perlindungan hukum terhadap Nasabah Penyimpan

dana yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu perlindungan hukum

terhadap Nasabah Penyimpan yang tidak dijamin oleh LPS, maka akan

diuraikan terlebih dahulu mengenai perlindungan hukum terhadap Nasabah

Penyimpanan berdasarkan hubungan kontraktuan dan hubungan non

kontraktual.

Perlindungan hukum terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanannya

yang tidak dij amin oleh LPS berdasarkan hubungan kontraktual dan hubungan

non kontraktual akan dibahas dengan menghubungkannya dengan menguraikan

mengenai simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh LPS dalam hubungan

kontraktual dan dalam hubungan non kontraktual.

Page 109: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

87

Simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh LPS dalam hubungan

kontraktual antara bank dengan Nasabah Penyimpan, maka ketika kewajiban

bank untuk mengembalikan simpanan Nasabah Penyimpan baru dibayar

sebagian (hanya sebatas kewajiban yang beralih kepada LPS yaitu maksimal

Rp.2.000.000,00 (dua miliar rupiah)), sisanya inilah dalam hubungan

kontraktual antara bank dengan nasabah, tetap menjadi kewajiban bank.

Sebagaimana diuraikan di depan, bahwa hubungan hukum antara bank

dengan Nasabah Penyimpan dana adalah didasarkan atas Perjanjian

Penyimpanan (Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perbankan). Dalam Hukum

Perdata, Perjanjian Penyimpanan termasuk dalam bentuk perjanjian tidak

barnama, yaitu perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi

terdapat di dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Sulistyandari

yang mengemukakan sebagai berikut:

Perjanjian Penyimpanan dana merupakan perjanjian yang tidak mendapat

pengaturan secara khusus dalam KUH Perdata, KUHD, maupun Undang-

Undang Perbankan, oleh karena ketentuan umum perrjanjian dalam KUH

Perdata tersebut berlaku bagi semua perjanjian, maka termasuk berlaku

pula bagi Perjanjian Penyimpanan dana.74

Pendapat senada yang menegaskan bahwa Perjanjian Penyimpanan

termasuk dalam bentuk perjanjian tak barnama juga dikemukakan oleh Daniel

Djoko Tarliman dalam Disertasinya yang berjudul “Lembaga Penjamin

Simpanan dalam Penyelesaian Bank Gagal di Indonesia” sebagai berikut:

74 Sulistyandari, Op. Cit., hlm. 296.

Page 110: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

88

Perjanjian Penyimpanan dana terrmasuk jenis perjanjian tidak bernama

yang sifatnya sui generis dalam arti tunduk pada ketentuan umum dari

suatu perjanjian sedangkan ketentuan perjanjian bernama dipakai secara

analogi.75

Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa Perjanjian

Penyimpanan sebagai perjanjian tidak bernama tunduk pada KUHPerdata

khususnya Buku III tentang Perikatan, khususnya Bab I, II, IV yang merupakan

ketentuan umum perjanjian, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya

perikatan, macam macam perikatan dan sebagainya. Bagian khusus terdapat

dalam Bab V sampai Bab XVII memuat peraturan-peraturan yang mengenai

perjanjian-perjanjian bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang banyak di pakai

dalam masyarakat dan yang sudah mempunyai nama-nama tertentu, misalnya

jual beli, Sewa menyewa, pinjam meminjam, perjanjian perburuan, pemberian

(shenking) dan sebagainya.

Pasal 1233 KUH Perdata menyebutkan:

“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena

undang-undang”

Selanjutnya dalam Pasal 1234 KUH Perdata menyebutkan:

“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat

sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.

75 Daniel Djoko Tarliman, 2008, “Lembaga Penjamin Simpanan dalam Penyelesaian Bank Gagal di Indonesia”, Ringkasan Disertasi yang tidak diterbitkan, Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.

Page 111: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

89

Perjanjian Penyimpanan antara bank dengan Nasabah Penyimpan dalam

praktiknya merupakan perjanjian standar atau baku yang isinya ditentukan oleh

pihak bank.

Hubungan antara Nasabah Penyimpan dengan bank berdasarkan hubungan kontraktual, di mana dalam hubungan kontraktual ini hak-hak Nasabah Penyimpan lahir dari kontrak/Perjanjian Penyimpanan dana yang dibuat oleh bank dengan Nasabah Penyimpan sendiri. Selain itu hak-hak Nasabah Penyimpan juga diatur/diberikan oleh KUH Perdata maupun ketentuan Hukum Perbankan, hanya saja Perjanjian Penyimpanan dana dalam praktik isinya ditentukan oleh pihak bank seperti berapa besar perhitungan bunga/jasa simpanan, biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh Nasabah Penyimpan dan biasanya Perjanjian Penyimpanan dana merupakan perjanjian standar/baku yang biasanya terdapat ketentuan yang lebih menguntungkan pihak bank. 76

Dengan demikian, hak dan kewajiban Nasabah Penyimpan merupakan

perikatan yang lahir dari Perjanjian Penyimpanan dana, maka ketika bank

dicabut izin usahanya dan hak Nasabah Penyimpan baru dibayar sebagian

(sebesar jaminan yang dilakukan oleh LPS), sisanya tetap menjadi hak nasabah

dan merupakan kewajiban bank atas dasar Perjanjian Penyimpanan, jika bank

tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diperjanjikan, maka bank

telah melakukan tindakan wanprestasi.

Menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:

a. Tidak malakukan apa yang disanggupi akan dilakukan; b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana

dijanjikannya; c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.77

Bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi maka ada akibat hukum

baginya, menurut Abdulkadir Muhammad akibat hukum tersebut berupa :

76 Sulistyandari, Op. Cit., hlm. 300. 77 Subekti, 1995, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermasa. hlm. 1.

Page 112: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

90

a. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata);

b. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat hakim (Pasal 1266 KUHPerdata);

c. Risiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata);

d. Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (Pasal 181 ayat (1) HIR). Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam perkara.78

Sedangkan akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi menurut Nindyo

Pramono adalah sebagai berikut :

1. Membayar kerugian yang diderita kreditur; 2. Pembatalan perjanjian; 3. Peralihan resiko; 4. Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan dimuka

hakim.79

Selanjutnya dalam Pasal 1236 KUH Perdata dirumuskan bahwa:

“Si berutang adalah wajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga

kepada si berpiutang apabila ia telah membawa dirinya dalam keadaan

tak mampu untuk menyerahkan kebendaannya, atau telah membawa

dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebendaannya,

atau telah tidak merawat sepatutnya guna menyelamatkannya”.

Dari uraian di atas, maka Nasabah Penyimpan dana selaku penggugat

dapat menuntut biaya, rugi dan bunga yaitu simpanan dan bunganya juga biaya

lain termasuk ganti biaya atas biaya berperkara di pengadilan.

78 Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 20-21.

79 Nindyo Pramono, 2003, Hukum Komersil, Jakarta: Pusat Penerbitan UT, Cet. 1, hlm. 2.22.

Page 113: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

91

Simpanan nasabah yang tidak dijamin dalam hubungan non kontraktual

maksudnya adalah bahwa simpanan nasabah tersebut tidak dij amin berdasarkan

Undang-Undang L PS.

Pasal 16 Undang-Undang L PS yang menentukan:

“LPS wajib membayar klaim penjaminan kepada Nasabah Penyimpan

dari bank yang dicabut izin usahanya”

Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas

tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Dalam hal bank tidak

dapat melanjutkan usahanya dan harus dicabut izin usahanya, lembaga

penjamin simpanan bertanggung jawab membayar simpanan setiap nasabah

bank tersebut sampai jumlah tertentu. Adapun simpanan yang tidak dijamin,

akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Hal ini disebabkan bank yang

melakukan kegiatan usaha adalah sebagai peserta penjaminan.

Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank yang semula berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang LPS ditetapkan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2008 tersebut diubah menjadi paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) wajib membayar klaim penjaminan kepada Nasabah Penyimpan dari bank yang dicabut izin usahanya.80

Selain apabila nilai simpanan Nasabah Penyimpan melebihi batas

maksimal yang akan dijamin oleh LPS, LPS juga tidak akan membayar klaim

penjaminan kepada Nasabah Penyimpan apabila memenuhi syarat dalam

ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang LPS, yang menetapkan:

“Klaim Penjaminan dinyatakan tidak layak bayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi:

80 Zulfi Diane Zaini, Op. Cit., hlm. 200.

Page 114: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

92

a. Data simpanan nasabah dimaksud tidak tercatat pada bank b. Nasabah Penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak

wajar; dan/atau c. Nasabah Penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan

bank menjadi tidak sehat”

Berdasarkan hal di atas, maka simpanan nasabah yang tidak dijamin

dalam hubungan non kontraktual berdasarkan Undang-Undang LPS adalah

sebagai berikut:

1. Simpanan nasabah yng melebihi nilai Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar

rupiah);

2. Simpanan nasabah yang berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi

memenuhi ketentuan Pasal 19 U ndang-U ndang L PS.

Berdasarkan identifikasi simpanan nasabah di atas, muncul pertanyaan

bagaimana hukum memberikan perlindungan terhadap Nasabah Penyimpan

atas simpanan yang tidak dijamin tersebut.

Dari data nomor 2.1 Pasal 37 B Undang-Undang Perbankan mengenai

kewajiban menjamin simpanan dana nasabah, apabila dihubungkan dengan

data nomor 2.2.2 Pasal 8 Undang-Undang LPS mengenai kepesertaan LPS,

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Perbankan mengenai penjaminan simpanan,

Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Perbankan mengenai kewajiban bank

menyedikan informasi bagi nasabah dan dihubungkan dengan pendapat

Sulistyandari, maka dapat dideskripsikan bahwa simpanan dana nasabah di

bank harus dijamin melaui LPS sebagai bentuk perlindungan eksplisit terhadap

nasabah atas simpanannya.

Page 115: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

93

Adanya simpanan yang tidak dijamin oleh LPS menyebabkan nasabah

yang simpanannya termasuk kategori yang tidak dijamin tersebut akan

menghadapi risiko, yaitu apabila bank tempat mereka menempatkan

simpanannya ditutup.

Menurut Undang-Undang LPS, fungsi LPS selain menjamin simpanan

Nasabah Penyimpan juga turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem

perbankan sesuai dengan kewenangannya, dalam fungsinya turut aktif dalam

memelihara stabilitas sistem perbankan, LPS mempunyai tugas merumuskan

dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas

sistem perbankan; merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan

penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik;

dan melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik (Pasal 5

ayat (2)). LPS juga mempunyai kewenangan mengambil alih dan menjalankan

segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang

RUPS; menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang

diselamatkan; meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah

setiap kontrak yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak

ketiga yang merugikan bank; dan menjual dan/atau mengalihkan aset bank

tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur

(Pasal 6 ayat (2)).

Berkaitan dengan Pasal 6 ayat (2) di atas, LPS mempunyai kewenangan

untuk melakukan likuidasi terhadap Bank Gagal yang sudah dicabut izin

Page 116: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

94

usahanya. Likuidasi bank tersebut dilakukan dengan cara yang ditentukan

dalam Pasal 53 Undang-Undang LPS, yaitu:

a. pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada para debitur diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut; atau

b. pengalihan aset dan kewajiban bank kepada pihak lain berdasarkan persetujuan LPS.

Sedangkan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil

pencairan dan/atau penagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53

dilakukan dengan urutan yang ditentukan dalam Pasal 54 Undang-Undang

LPS, yaitu sebagai berikut:

a. penggantian atas talangan pembayaran gaji pegawai yang terutang; b. penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai; c. biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, dan biaya

operasional kantor; d. biaya penyelamatan yang dikeluarkan oleh LPS dan/atau pembayaran

atas klaim Penjaminan yang harus dibayarkan oleh LPS; e. pajak yang terutang; f. bagian Simpanan dari Nasabah Penyimpan yang tidak dibayarkan

penjaminannya dan Simpanan dari Nasabah Penyimpan yang tidak dijamin; dan

g. hak dari kreditur lainnya.

Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang LPS mengenai urutan

pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur di atas, dapat disimpulkan

bahwa bagi nasabah yang memiliki simpanan dengan kategori tidak dijamin

oleh LPS, yaitu:

1. Simpanan nasabah yang melebihi nilai Rp. 2.000.000.000,00 (dua

miliar rupiah);

2. Simpanan nasabah yang berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau

verifikasi memenuhi ketentuan Pasal 19 Undang-Undang LPS.

Page 117: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

95

Simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh LPS pada angka 1 adalah

urutan huruf f pada Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang LPS, akan mendapatkan

pembayaran dari hasil pencairan aset bank dalam proses likuidasi sesuai

dengan urutannya yaitu urutan ke enam. Sedangkan untuk simpanan yang tidak

dijamin karena memenuhi Pasal 19 Undang-Undang LPS, maka berdasarkan

Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang LPS, Nasabah Penyimpan yang merasa

dirugikan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada LPS yang didukung

dengan bukti nyata dan jelas atau melakukan upaya hukum melalui pengadilan.

Mengenai upaya hukum melalui pengadilan dilakukan dengan mengajukan

tuntutan ganti rugi atas dasar Perbuatan Melawan Hukum, hal ini dikarenakan

pihak LPS tidak memenuhi kewajiban yang telah diamanatkan oleh undang-

undang sehingga nasabah tidak memperoleh jaminan sebagaimana yang

ditentukan dalam Undang-Undang LPS. Dasar gugatannya adalah Pasal 1365

KUH Perdata.

Berdasarkan hal di atas, Nasabah Penyimpan yang simpanannya tidak

dijamin berdasarkan hubungan non kontraktual berdasarkan Undang-Undang

L PS khususnya pada Pasal 19 U ndang-U ndang L PS, dapat mengaj ukan upaya

hukum ke Pengadilan dengan mengajukan gugatan atas dasar Perbuatan

Melawan Hukum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

Dalam Pasal 1365 KUH Perdata dirumuskan bahwa:

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada

orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Page 118: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

96

Upaya hukum yang ditempuh dengan pengajuan gugatan ke Pengadilan

Negeri. Apabila Nasabah Penyimpan dana yang merasa dirugikan dan

mengajukan gugatan kepada LPS hanya satu orang, tentu bukanlah suatu

masalah. Tetapi bagaimana jika yang mengajukan gugatan tersebut puluhan,

ratusan, hingga ribuan orang. Tentu gugatan tersebut kurang efektif.

Apabila yang mengajukan gugatan/penggugatnya banyak orang,

memiliki kesamaan peristiwa, memiliki dasar hukum dan memiliki kesamaan

tuntutan, sedangkan pihak yang digugat/tergugat hanya satu, alangkah lebih

efisiennya apabila diajukan gugatan perwakilan kelompok. Berdasarkan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan

Perwakilan Kelompok, yang dimaksud dengan gugatan perwakilan kelompok

adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih

yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka

sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak,

yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan

anggota kelompok dimaksud. Dengan mengajukan gugatan secara perwakilan

dapat diharapkan beberapa keuntungan, diantaranya :

1. Proses jauh lebih murah. Tidak perlu mengeluarkan beberapa kali biaya untuk hal yang sama.

2. Putusan Majelis hakim yang saling bertentangan seandainya gugatan diajukan sendiri-sendiri, dapat dihindari.

3. Pelaku pelanggaran akan semakin berhati-hati dan diharapkan jera karena apabila melakukan pelanggaran yang sama ia akan berhadapan tidak hanya satu orang tetapi banyak orang.81

Page 119: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

97

Nasabah Penyimpan dana yang memiliki kesamaan peristiwa, memiliki dasar

hukum dan memiliki kesamaan tuntutan dapat bersama-sama mengajukan

gugatan dengan diwakili oleh wakil kelompok, wakil kelompok ini juga harus

menderita kerugian yang sama dengan anggota kelompok. Tetapi tidak

menutup kemungkinan untuk Nasabah Penyimpan dana untuk mengajukan

gugatannya sendiri terlebih bila tidak terdapat kesamaan peristiwa, tidak

memiliki dasar hukum yang sama dan tidak memiliki kesamaan tuntutan. Dasar

hukum yang dapat digunakan untuk mengajukan gugatan adalah Perbuatan

Melawan Hukum atas hubungan non kontraktual.

Berdasarkan segala uraian mengenai perlindungan hukum terhadap

nasabah atas simpanannya yang tidak dijamin oleh LPS sebagaimana telah

diuraikan di atas, maka simpanan nasabah PT. Bank IFI yang tidak dijamin

oleh LPS dikarenakan nilai simpanannya melebihi batas maksimal penjaminan

yang ditentukan, yaitu Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), yang terdiri

atas 30 rekening dengan total jumlah adalah Rp 191,2 (seratus sembilan puluh

satu miliar koma dua rupiah), seharusnya mendapat perlindungan hukum, yaitu

tetap akan dibayarkan setelah pencairan aset bank yang dilikuidasi yaitu

menjadi tanggung jawab PT. Bank IFI. Jika pemegang saham PT. Bank IFI

tidak melaksanakan tanggung jawab yang menjadi kewajibannya, maka

Nasabah Penyimpan dapat melakukan upaya hukum sebagai berikut:

1. Berdasarkan hubungan kontraktual, Nasabah Penyimpan dapat

mengajukan upaya hukum ke Pengadilan dengan mengajukan gugatan

atas dasar wanprestasi. Hal ini dikarenakan pihak PT. Bank IFI tidak

Page 120: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

98

memenuhi prestasi seperti yang telah diperjanjikan sebelumnya, yaitu

melakukan wanprestasi dengan tidak mengembalikan dana simpanan

nasabah beserta bunganya sesuai dengan ketentuan yang disepakati.

Dasar gugatannya adalah Pasal 1236 KUH Perdata.

2. Berdasarkan hubungan non kontraktual, Nasabah Penyimpan PT. Bank

IFI yang merupakan kategori ke 2 yaitu simpanannya melebihi Rp.

2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), akan mendapatkan pembayaran

dari pencairan aset PT. Bank IFI dalam likuidasi dengan urutan ke enam

dalam Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang LPS.

2. Tanggung Jawab Bank terhadap Nasabah Penyimpan atas Simpanan

yang tidak Terpenuhi Haknya dari Hasil Penjualan Aset Bank dalam Hal

Terjadi Pencabutan Izin Usaha dan Likuidasi Bank

Likuidasi Bank Gagal oleh LPS berkaitan dengan kondisi apabila bank

kehilangan kepercayaan dari masyarakat sehingga kelangsungan usaha bank

tidak dapat dilanjutkan, maka bank tersebut menjadi Bank Gagal yang

berakibat dicabut izin usahanya yang kemudian ditindaklanjuti dengan

likuidasi bank yang bersangkutan. Dalam hal terjadi demikian, LPS sebagai

Lembaga Penjamin Simpanan para nasabah (sebagai akibat menerima premi

dari nasabah) tentu menjamin uang Nasabah Penyimpan, namun tentu sesuai

dengan kriteria syarat-syarat penjaminannya. Kriteria tersebut diantaranya

adalah jumlah maksimal uang deposan per orang nasabahnya, dan bunga

maksimal yang masih berada di ambang penjaminannya. Dalam arti kata,

Page 121: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

99

deposito yang diberikan bunga melebihi ketentuan penjaminan LPS tentunya

tidak termasuk yang dijamin pengembaliannya.

Kerugian dan kewajiban bank yang lainnya, yang berada diluar uang

nasabah serta hutang-piutang dari bank yang dilikuidasi itu bukan merupakan

kewajibannya LPS. Kewajiban itu akan dibayarkan dari hasil likuidasi asset

dan kekayaan bank yang dilikuidasi tersebut. Kewajiban ini adalah likuidasi

bank oleh Pemegang Saham. Hal ini berarti tanggung jawab dikembalikan

kepada bank, dan keadaan demikian menimbulkan pertanyaan bagi Penulis

bagaimana tanggung jawab bank yang bersangkutan, mengingat bentuk hukum

bank itu berbeda-beda, oleh karena itu perlu dilakukan pembahasan guna

mendapatkan jawabannya.

Dalam rangka melaksanakan tugas BI yang ketiga yaitu mengatur dan

mengawasi bank sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 8 Undang-Undang BI,

salah satunya adalah mencabut izin usaha bank. Hal ini dapat disimpulkan dari

ketentuan Pasal 33 Undang-Undang BI bahwa dalam hal keadaan suatu bank

menurut penilaian BI membahayakan kelangsungan usaha bank yang

bersangkutan dan/atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan

perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat

melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang ‐ undang tentang

Perbankan yang berlaku, dalam hal ini melakukan pencabutan izin usaha bank

yang bersangkutan.

Pencabutan izin usaha merupakan tindakan yang dilakukan oleh BI

dikarenakan bank tersebut tidak dapat mengatasi kesulitannya atau keadaan

Page 122: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

100

bank yang bersangkutan membahayakan sistem perbankan nasional. Dikatakan

keadaan bank yang bersangkutan membahayakan kelangsungan usahanya

apabila berdasarkan penilaian BI, kondisi usaha bank semakin memburuk,

antara lain ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas,

dan rentabilitas, serta pengelolaan bank yang tidak dilakukan berdasarkan

prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat.

Pencabutan ijin usaha bank merupakan langkah akhir dari usaha

menyehatkan bank yang terkena kesulitan. Sebelumnya telah ditempuh

langkah-langkah oleh BI agar :

1. Pemegang saham menambah modal;

2. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan/atau Direksi bank;

3. Bank menghapusbukukan kredit yang macet, dan memperhitungkan

kerugian bank dengan modalnya;

4. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;

5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh

kewajiban. (Pasal 37 ayat (1)) Undang-Undang Perbankan.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa apabila bank kehilangan

kepercayaan dari masyarakat sehingga kelangsungan usaha bank tidak dapat

dilanjutkan, maka bank tersebut menjadi Bank Gagal. Selanjutnya LPS akan

melakukan penyelesaian, baik yang berdampak sistemik maupun yang tidak

berdampak sistemik. LPS melakukan penyelesaian Bank Gagal yang tidak

berdampak sistemik atau yang tidak berdampak sistemik setelah LPP atau

Komite Koordinasi menyerahkan penyelesaiannya kepada LPS (Pasal 21 ayat

Page 123: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 124: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

82 Eko Purwoningsih, 2005, Pencabutan Izin Usaha Dan Likuidasi PT Bank Asiatic:Kajian Yuridis Praktis, Jakarta : Sripsi pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 57.

101

(2) UU LPS). Komite Koordinasi adalah komite yang beranggotakan Menteri

Keuangan, LPP, Bank Indonesia dan LPS yang memutuskan kebijakan

penyelesaian dan penanganan suatu Bank Gagal yang berdampak sistemik.

Penyelesaian atau penanganan Bank Gagal dilakukan oleh LPS terdapat

dalam ketentuan Pasal 22 ayat (1) U U L PS yaitu dengan cara sebagai berikut:

a. Penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank Gagal dimaksud.

b. Penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.

Ketika tindakan penyelamatan yang dilakukan LPS tidak berhasil, maka

dilakukanlah tindakan likuidasi. Undang-Undang Perbankan dalam Pasal 37

dan 37A maupun penjelasannya tidak memberikan perumusan istilah, definisi,

karakter (ciri-ciri), dan struktur hukum dari “likuidasi”.

Likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Jadi likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin usahanya. Setelah suatu bank dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran badan hukum bank yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan utang) bank sebagai akibat dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.82

Kemudian dalam perkembangannya, terdapat beberapa istilah yang ada

kaitannya dengan likuidasi, yaitu :

1. Dissolution , ya itu rangkaian proses yang terdiri dari proses pemberhentian badan hukum dan bisnis perusahaan, penjualan aset, pembagian hasil penjualan aset kepada para pihak yang berhak dan dalam

Page 125: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 126: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

83 Munir Fuady, 2003, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, cet. I, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 180.

proses ini dilakukan juga proses pembubaran. Terdapat 3 (tiga) macam dissolusi, yaitu : a. Dissolusi Sukarela (voluntary dissolution), yaitu disolusi yang

dilakukan atas rekomendasi dari salah satu atau lebih organ perseroan dan diputus oleh RUPS.

b. Dissolusi Administrasi (administrative dissolution), yaitu dissolusi yang dilakukan atas perintah pemerintah karena perusahaan tidak memenuhi prosedur hukum tertentu atau karena alasan demi kepentingan umum. Dissolusi ini dilakukan tidak secara sukarela sehingga disebut juga involuntary dissolution.

c. Dissolusi judisial (judicial dissolution), merupakan salah satu involuntary dissolution yang diperintahkan oleh Pengadilan karena permohonan dari pemegang saham, kreditor atau negara karena alasan-alasan khusus.

2. Winding up, yaitu suatu proses dimana perusahaan yang sudah diputuskan untuk dilikuidasi diangkat likuidatornya, asetnya dikumpulkan dan dibagikan kepada para kreditor, pemegang saham atau kepada pihak lainnya yang berhak. Istilah ini di beberapa negara disamakan dengan likuidasi, seperti halnya likuidasi disamakan dengan dissolusi.

3. Termination, merupakan pengakhiran suatu perusahaan setelah proses likuidasi selesai. Pengertian ini dapat disamakan dengan pembubaran menurut hukum Indonesia. 83

Pengertian likuidasi tidak terbatas pada pencabutan izin usaha bank akan

tetapi lebih luas lagi termasuk tindakan pembubaran (outbinding) badan hukum

bank dan penyelesaian atau pemberesan (vereffening) seluruh hak dan

kewajiban bank sebagai akibat dibubarkannya badan hukum bank tersebut atau

dari bank yang dilikuidasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan terakhir dilakukan penyelesaian terhadap seluruh hak dan kewajiban yang

ditimbulkan oleh bank yang dilikuidasi tersebut. Dengan demikian istilah

likuidasi ini mencakup lembaga pembubaran dan pemberesan.

Selanjutnya berikut ini akan diuraikan mengenai tanggung jawab bank

menurut bentuk hukumnya, yang merupakan bentuk analisis lebih lanjut

Page 127: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 128: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

84 http://sonny-tobelo.blogspot.com/2010/12/teori-pertanggungjawaban.html diakses pada tanggal 8 Mei 2012.

103

mengenai tanggung jawab bank terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanan

yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan aset bank dalam hal terjadi

pencabutan izin usaha dan likuidasi bank, namun sebelum lebih jauh mebahas

mengenai tanggung jawab bank tersebut, ada baiknya memberi batasan dari

kata tanggung jawab itu sendiri.

Mengenai pengertian tanggung jawab, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) memberi pengertian sebagai keadaan wajib menanggung segala

sesuatunya. Dalam hal ini, tanggung jawab timbul karena telah diterima

wewenang. Tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu antara

pemberi wewenang dan penerima wewenang. Jadi tanggung jawab dalam

pengertian ini seimbang dengan wewenang.

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.84

Menurut W.J.S. Poerwodarminto, tanggung jawab adalah sesuatu yang menjadi kewajiban (keharusan) untuk dilaksanakan, dibalas dan sebagainya. Dengan demikian kalau terjadi sesuatu maka seseorang yang dibebani tanggung jawab wajib menanggung segala sesuatunya. Dengan kata lain, tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Page 129: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 130: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

104

85 http://deqoer.blogdetik.com/2010/07/08/arti-tanggung-jawab/.html diakses pada tanggal 8 Mei 2012.

Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.85

Adapun dalam karya ilmiah ini tanggung jawab dibatasi pada tanggung

jawab dalam konteks liability, yaitu tanggung jawab bank menyangkut

kewajiban secara aktual dalam hubungannya dengan Nasabah Penyimpan

untuk melaksanakan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa hubungan hukum

antara bank dengan Nasabah Penyimpan adalah hubungan kontraktual dan

hubungan non kontraktual. Hubungan kontraktual yaitu didasarkan pada

Perjanjian Penyimpanan antara bank dengan Nasabah Penyimpan. Apabila

ditilik lebih dalam lagi mengenai jenis perjanjian, maka perjanjian ini

merupakan perjanjian tak bernama. Layaknya perjanjian pada umumnya,

Perjanjian Penyimpanan tunduk pada KUHPerdata khususnya Buku III tentang

Perikatan, di mana selain mengatur tentang perjanjian bernama Buku III juga

berlaku bagi perjanjian tak bernama, namun karena tidak diatur secara khusus

dalam KUHPerdata, maka perjanjian itu selain mengikuti peraturan umum (lex

generalis) yaitu Buku III KUHPerdata juga tunduk pada peraturan khususnya

(lex specialis) yaitu Undang-Undang Perbankan.

Ketentuan umum Perikatan dalam Buku III KUHPerdata antara lain

adalah sebagaimana yang dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata mengenai kekuatan mengikatnya perjanjian. Mengikat artinya

masing-masing para pihak dalam perjanjian tersebut harus menghormati dan

Page 131: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

105

melaksanakan isi perjanjian, serta tidak boleh melakukan perbuatan yang

bertentangan dengan isi perjanjian. Terikatnya para pihak pada perjanjian tidak

semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, tetapi juga terhadap

beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta

moral.

Tunduknya Perjanjian Penyimpanan pada ketentuan KUHPerdata

menghendaki pula tunduk pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata,

maka jika terjadi pelanggaran hak Nasabah Penyimpan oleh bank seharusnya

perlindungan hukum diberikan oleh Perjanjian Penyimpanan dana itu sendiri

karena perjanjian adalah undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pacta

sunt servanda).

Selanjutnya hubungan antara bank dengan Nasabah Penyimpan adalah

hubungan non kontraktual, dalam hubungan ini hak-hak Nasabah Penyimpan

terhadap bank muncul karena adanya hukum tertulis dan hukum tidak tertulis,

biasanya hubungan kontraktual ini tercipta pada saat hubungan praktek antara

pihak bank dengan pihak nasabah. Hubungan non kontraktual yang diatur

dalam hukum tertulis yaitu Undang-Undang Perbankan dan peraturan

pelaksananya yaitu hubungan kepercayaan, hubungan kehati-hatian, hubungan

kerahasiaan, hubungan menjamin dana simpanan, hubungan kepedulian

terhadap risiko nasabah, hubungan kepedulian terhadap pengaduan nasabah.

Seperti halnya dalam hubungan kontraktual, dalam hubungan non

kontraktual ini juga terdapat pengaturan perlindungan hukum terhadap

Nasabah Penyimpan dana, yaitu:

Page 132: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

106

1. Dalam hubungan kepercayaan, perlindungan hukum diatur dalam Pasal 8

Undang-Undang Perbankan tentang pemberian kredit, Pasal 16 Undang-

Undang Perbankan tentang perizinan dan 29 Undang-Undang Perbankan

tentang pembinaan dan pengawasan perbankan

2. Dalam hubungan kehati-hatian, perlindungan hukum berupa pengenaan

sanksi kepada bank berdasarkan ketentuan Pasal 52 Undang-Undang

Perbankan yang berupa teguran tertulis, dan pelanggaran itu dapat

diperhitungkan dengan komponen tingkat kesehatan bank, bahkan bank

dapat diberikan sanksi pencabutan izin usaha, dan dengan adanya ketentuan

Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan maka Direksi dari

bank yang bersangkutan dapat diadukan oleh nasabah sebagai telah

melaksanakan tindak pidana dan dijatuhi sanksi pidana.

3. Dalam hubungan kerahasiaan, perlindungan hukum diatur dalam berupa

pengenaan sanksi kepada bank berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan

(2) Undang-Undang Perbankan.

4. Dalam hubungan menjamin simpanan nasabah, Hubungan ini ditur dalam

Pasal 37 B Undang-Undang Perbankan, bahwa (1) setiap bank wajib

menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan;

(2) untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan; (3)

Lembaga Penjamin Simpann sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

berbentuk badan hukum Indonesia

Page 133: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

107

5. Dalam hubungan kepedulian terhadap pengaduan nasabah, perlindungan

hukum berupa pengenaan sanksi administratif kepada bank berdasarkan

ketentuan Pasal 52 Undang-Undang Perbankan yang berupa teguran tertulis,

dan pelanggaran itu dapat diperhitungkan dengan komponen tingkat

kesehatan bank, namun jika pelanggaran dilakukan dengan sengaja oleh

anggota Direksi dan pegawai dari bank yang bersangkutan dapat diadukan

oleh nasabah karena telah melakukan tindak pidana dan dijatuhi sanksi

pidana berdasarkan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan

Selanjutnya membahas mengenai tanggung jawab bank terhadap

Nasabah Penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil

penjualan aset bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan likuidasi bank,

perlu diuraikan terlebih dahulu bahwa dalam proses Likuidasi suatu bank,

terhadap pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur yang diperoleh dari

hasil pencairan dan/atau penagihan piutang, maka terdapat 3 (tiga)

kemungkinan hasil likuidasi adalah sebagai berikut:

1. Aset Positif (Hak > Kewajiban); Dalam hal ini masih terdapat sisa hasil

likuidasi dan/atau sisa aset setelah pelaksanaan likuidasi selesai.

2. Aset Nol (Hak = Kewajiban); Dalam hal ini tidak terdapat sisa hasil

likuidasi dan/atau sisa aset setelah pelaksanaan likuidasi selesai maupun

tidak lagi terdapat kewajiban yang harus dilaksanakan oleh bank.

3. Aset Negatif (Hak < Kewajiban); Dalam hal ini seluruh aset bank telah

habis dalam proses likuidasi dan masih terdapat kewajiban bank terhadap

pihak lain.

Page 134: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

108

Dari 3 (tiga) kemungkinan hasil likuidasi di atas, kemungkinan yang

ketigalah yang menuntut adanya tanggung jawab bank untuk memenuhi hak

pihak lain (dalam hal ini Nasabah Penyimpan) atas simpanannya yang harus

dikembalikan.

Berdasarkan data nomor 2.2.4 Pasal 54 ayat (5) Undang-Undang LPS

dapat diketahui bahwa tanggung jawab bank yang berupa kewajiban

pengembalian simpanan nasabah akibat likuidasi oleh pemegang saham, dalam

hal seluruh aset bank telah habis dalam proses likuidasi namun masih terdapat

kewajiban bank terhadap pihak lain, maka kewajiban tersebut wajib dibayarkan

oleh pemegang saham lama yang terbukti menyebabkan bank menjadi Bank

Gagal, ini berarti bahwa tanggung jawab itu dikembalikan kepada bank.

Munir Fuady mengemukakan sebagai berikut:

Adanya kewajiban pemegang saham lama untuk membayar kewajiban terhadap pihak lain ini merupakan suatu bentuk dari pelaksanaan suatu doktrin piercing the corporate veil yang berasal dari sistem hukum common law. Doktrin ini diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang atau PT lain atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu PT (badan hukum), tanpa melihat kepada fakta bahwa perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh PT yang bersangkutan.86

Pendapat Munir Fuady di atas dikaitkan dengan data 2.2.4, tampak

bahwa pemegang saham lama dapat dimintai pertanggungjawaban bila ia

terbukti sebagai penyebab bank menjadi Bank Gagal. Adapun yang dimaksud

pemegang saham adalah orang-orang, baik perseorangan (Natuurlijke

Persoon), maupun badan hukum (Rechtspersoon), yang menyetorkan sejumlah

Page 135: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

109

modal untuk suatu jumlah saham tertentu yang diambil bagian olehnya. Ketika

penyelesaian kewajiban bank terhadap hak-hak Nasabah Penyimpan Dana yang

tidak dapat terpenuhi dalam proses likuidasi, maka pemegang saham bank

wajib mengganti semua kerugian nasabah dengan menyita seluruh asset-aset

pribadi pemegang saham karena kegagalan bank dikarenakan pemegang

saham.

Berkaitan dengan hal bahwa kerugian yang dialami oleh Nasabah

Penyimpan tidak lepas dari kesalahan yang dilakukan oleh bank, ada dua

macam teori mengenai hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian,

yaitu :

1. Teori Conditio Sine Qua Non, Oleh Von Buri, yang mengemukakan suatu hal adalah sebab dari suatu akibat dan akibat tidak akan terjadi jika sebab itu tidak ada.

2. Teori Adequate Veroorzaking, Oleh Von Kries, yang menyatakan bahwa suatu hal baru dapat dikatakan sebab dari suatu akibat jika menurut pengalaman manusia dapat diperkirakan terlebih dahulu bahwa sebab itu akan diikuti oleh akibat.87

Teori di atas paralel dengan pendapat Zulkarnain Sitompul yang

menyatakan sebagai berikut:

Kegagalan bank tidak terlepas dari Kelemahan internal industri perbankan terutama juga disebabkan oleh rendahnya kualitas pengelolaan internal yang tercermin dari konsentasi kredit yang berlebihan pada satu grup atau individu, serta campur tangan pemilik yang berlebihan dalam manajemen bank. 88

Dengan demikian, kerugian yang dialami oleh Nasabah Penyimpan

sebagai akibat dari kesalahan yang dilakukan oleh bank maka pihak bank wajib

87 Shofie, Yusuf, 2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, PT.

Page 136: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

110

86 Munir Fuady (b), 2002, Doktrin-doktrin dalam Corporate Law dan Eksistensinya di Indonesia,Citra Aditya Bakti,Bandung, hal. 8

Citra Aditya Bandung, hlm. 26.

88 Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Op. Cit. hlm. 21.

Page 137: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 138: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

mengganti semua kerugian nasabah, namun karena badan hukum bank itu

dibubarkan oleh LPS dalam rangka melakukan likuidasi Bank Gagal

sebagaimana diatur dalam Pasal 43 huruf d Undang-Undang LPS, maka dalam

Pasal 54 ayat (5) Undang-Undang LPS ditentukan bahwa kewajiban bank

terhadap pihak lain yang belum terpenuhi dari hasil penjualan aset bank dan

telah habis dalam proses likuidasi tersebut, wajib dibayarkan oleh pemegang

saham lama yang terbukti menyebabkab bank menjadi Bank Gagal.

Membahas mengenai tanggung jawab pemegang saham lama, maka perlu

memperhatikan bentuk hukum dari bank yang bersangkutan untuk mengetahui

batasan tanggung jawab pemegang sahamnya. Berkaitan dengan hal tersebut,

dalam Undang-Undang Perbankan dikenal beberapa bentuk hukum bank, maka

tanggung jawab pemegang saham lama pun harus memperhatikan bentuk

hukum bank dimaksud, oleh karena itu berikut ini akan diuraikan mengenai

tanggung jawab bank menurut bentuk hukum yang dimungkinkan menurut

Undang-Undang Perbankan yaitu bank dengan bentuk hukum Perseroan

Terbatas (PT), bank dengan bentuk hukum Koperasi, maupun bank dengan

bentuk hukum Perusahaan Daerah.

1. Perseroan Terbatas (PT)

Undang-Undang Perbankan mengatur bahwa salah satu bentuk hukum

Bank Umum ataupun BPR adalah Perseroan Terbatas (Pasal 21 Undang-

Undang Perbankan). Oleh sebab itu, konstruksi hukum organ Perseroan

Terbatas Perbankan sudah tentu sama dengan yang diatur di dalam Undang-

Page 139: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

111

undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (yang selanjutnya

disebut Undang-Undang PT).

Dalam Undang-Undang PT, ada keadaan di mana suatu perusahaan yang

berbadan hukum PT mengalami kepailitan. Undang-Undang Perbankan juga

memungkinkan terjadinya keadaan di mana suatu bank dinyatakan pailit.

Kepailian bagi bank dimungkinkan sebagaimana terdapat dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, “Dalam hal bank mengalami kepailitan, semua harta yang dititipkan pada bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitip yang bersangkutan”. Akan tetapi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tersebut tidak memuat ketentuan lebih lanjut sehingga harus berdasarkan peraturan yang berlaku umum.89

Dari sinilah muncul adanya kebutuhan pemberesan kewajiban bank yang

berbadan hukum PT menggunakan Undang-Undang PT.

Berdasarkan data nomor 3.3.1.1 Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang PT,

Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas

perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas

kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki, namun masih ada

kemungkinan pemegang saham harus bertanggung jawab hingga menyangkut

kekayaan pribadinya berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang PT, yang

menyatakan bahwa ketentuan Pasal 3 ayat (1) tidak berlaku apabila:

a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk

kepentingan pribadi;

89 Adrian Sutedi, Op. Cit, hlm. 234.

Page 140: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

112

c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan

hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan,

yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk

melunasi utang Perseroan.

Berkaitan dengan data nomor 3.3.1.1 mengenai batas tanggung jawab

pemegang saham di atas, data nomor 3.3.1.2 Pasal 104 ayat (2) Undang-

Undang PT mengatur bahwa dalam hal kepailitan disebabkan karena kesalahan

atau kelalaian Direksi, maka pelaksanaan segala kewajiban Perseroan menjadi

tanggung jawab Direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian tersebut,

termasuk kewajiban terhadap para kreditur.

Mengenai pengertian Direksi, Menurut teori Organisme dari Otto von

Gierke sebagaimana yang dikutip oleh Syuiling adalah sebagai berikut:

Direksi adalah organ atau alat perlengkapan badan hukum. Seperti halnya manusia mempunyai organ-organ, seperti tangan, kaki, mata, telinga dan seterusnya dan karena setiap gerakan organ-organ itu dikehendaki atau diperintahkan oleh otak manusia, maka setiap gerakan atau aktifitas Direksi badan hukum dikehendaki atau diperintah oleh badan hukum sendiri, sehingga Direksi adalah personifikasi dari badan hukum itu sendiri. Sebaliknya Paul Scholten dan Bregstein (1954), langsung mengatakan bahwa Direksi mewakili badan hukum.90

Sebaliknya Paul Scholten dan Bregstein langsung mengatakan bahwa Direksi mewakili badan hukum PT.

Direksi adalah merupakan salah satu organ perseroan terbatas yang memiliki tugas serta bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan

90 Nindyo Pramono, 2007, Tanggung Jawab Dan Kewajiban Pengurus PT ( Bank Menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Buletin Hukum dan Kebanksentralan, Volume 5 nomr 3 Tahun 2007, hlm.15.

Page 141: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

113

untuk kepentingan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi mempunyai fungsi dan peranan yang sangat sentral dalam paradigma perseroan terbatas. Hal ini karena Direksiyang akan menjalankan fungsi pengurusan dan perwakilan perseroanterbatas.91

Bertitik tolak dari pendapat ketiga ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa Direksi PT itu bertindak mewakili PT sebagai badan hukum, sehingga

ini merupakan tugas utama Direksi. Adapun hakikat dari perwakilan adalah

bahwa seseorang melakukan sesuatu perbuatan untuk kepentingan orang lain

atas tanggung jawab orang itu.

Di samping tugas utama Direksi tersebut, Rudhi Prasetya menyatakan

bahwa termasuk sebagai tugas Direksi dalam perbuatan dan kejadian sehari-hari

tersebut, menurut anggaran dasar:

1. menandatangani saham-saham yang dikeluarkan, bersama-sama komisaris;

2. menyusun laporan neraca untung rugi perseroan pada akhir tahun, sebagai pertanggungjawaban Direksi, dengan menyampaikannya dan meminta untuk disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Sahara (RUPS);

3. melakukan pemanggilan RUPS dan memimpin RUPS (khusus untuk PT terbuka RUPS dipimpin oleh komisaris).92

Tugas dan wewenang Direksi tersebut di atas penting untuk diketahui

sebelum menganalisis mengenai tanggung jawab Direksi.

Rudhi Prasetya menyatakan bahwa :

Jika berbicara mengenai pertanggungjawaban, maka dapat dilihat dari segi hubungan ekstern dan segi hubungan intern. Tanggung jawab ekstern adalah tanggung jawab sebagai dampak dalam hubungan dengan pihak luar. Sedangkan tanggung jawab intern adalah dampak dari hubungan si pengurus sebagai organ terhadap organ lainnya, yaitu institusi komisaris dan/atau rapat umum pemegang saham . Sedangkan jika dilihat dari

91 M.Hadi Subhan, 2008, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, edisi

Page 142: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

93 Ibid.

pertama, cet.ke-1, Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 225. 92 Ibid, hlm. 227.

Page 143: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

115

substansinya, maka tanggung jawab Direksi perseroan terbatas dibedakan setidak-tidaknya menjadi empat kategori, yakni: 1. tanggung jawab berdasarkan prinsip fiduciary duties dan duty toskill

and care; 2. tanggung jawab berdasarkan doktrin manajemen ke dalam

(indoor manajement rule); 3. tanggung jawab berdasarkan prinsip Ultra vires; dan 4. tanggung jawab berdasarkan prinsip piercieng the corporate veil.93

1. Tanggung jawab berdasarkan prinsip fiduciary duties dan duty to skill and care:

yang dimaksud dengan tugas fiduciary duties dari seorang Direksi dalam hal

ini adalah tugas yang terbit secara hukum (by the operation of law) dari

suatu hubungan fidusia antara Direksi dan perusahaan yang dipimpinnya,

sehingga seorang Direksi haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan

(duty of skill and care). Oleh karena kedudukannya sebagai fidusia maka

tanggung jawab Direksi menjadi sangat tinggi (high degree).

2. Tanggung jawab berdasarkan doktrin manajemen ke dalam

(indoor manajement rule ): Doktrin manajemen ke dalam merupakan

doktrin kontemporer yang mengajarkan bahwa jika pihak yang menjalankan

tugas-tugas perusahaan dalam menjalankan tugas-tugasnya konsisten

dengan isi anggaran dasar perseroan, maka pihak perusahaan terikat dengan

pihak ketiga atas segala tindakan yang telah dilakukan oleh perusahaan

tersebut.

3. Tanggung jawab berdasarkan prinsip ultra vires: Yang dimaksud dengan

rinsip ultra vires adalah pelampaun kewenangan perusahaan. Konsekuensi

dari pelanngaran ini akan menyebabkan perbuatan tersebut menjadi tidak

Page 144: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

116

sah dan batal demi hukum, dan jika ada pihak yang merasa dirugikan, maka

pihak Direksilah yang mesti bertanggung jawan secara pribadi.

4. Tanggung jawab Direksi berdasarkan prinsip piercieng the corporate veil:

Dalam ilmu hukum, prinsip penyingkapan tirai perusahaan (piercing the

corporate veil) diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung

jawab ke pundak orang atau perusahaan lain atas tindakan hukum yang

dilakukan oleh perusahaan pelaku, tanpa mempertimbangkan bahwa

sebenarnya perbuatan tersebut dilakukan oleh/atas nama perseroan pelaku.

Dari data nomor 3.3.1.1 Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang PT

mengenai batas tanggung jawab pemegang saham, dikaitkan dengan data

nomor 3.3.1.2 2 Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang PT mengenai tanggung

jawab Direksi, dan dihubungkan dengan pendapat Rudhi Prasetya dapat

disimpulkan bahwa apabila bank berbentuk atau berbadan hukum PT, maka

tanggung jawab terletak pada pemegang saham yaitu sebesar saham yang

dimilikinya (kecuali jika pemegang saham memenuhi ketentuan Pasal 3 ayat

(2) Undang-Undang PT, maka tanggung jawabnya menjadi tanggung jawab

pribadi untuk keseluruhan) atau jika bank yang bersangkutan dicabut izin

usahanya karena kesalahan atau kelalaian Direksi, maka pelaksanaan segala

kewajiban Perseroan menjadi tanggung jawab Direksi yang melakukan

kesalahan atau kelalaian tersebut.

2. Koperasi

Bentuk hukum Bank Umum ataupun BPR dalam yang dimungkinkan

menurut Pasal 21 Undang-Undang Perbankan setelah Perseroan Terbatas

Page 145: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 146: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

116

adalah Koperasi, maka konstruksi hukum organ Koperasi Perbankan sudah

tentu sama dengan konstruksi hukum organ Koperasi secara umum.

Pengaturan mengenai badan hukum koperasi di Indonesia terdapat dalam

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (selanjutnya

disebut Undang-Undang Perkoperasian). Koperasi dapat dibedakan dari badan

usaha lainnya, karena adanya:

1. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi. Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan siapapun, sifat kesuka relaan ini juga mengandung arti bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi.

2. Adanya prinsip demokrasi. Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggotanya.

3. Pembagian sisa hasil usaha berdasar atas prinsip keadilan dan asas kekeluargaan.

Sisa hasil usaha koperasi tidak dibagi semata-mata atas dasar modal yang dimiliki anggota dalam koperasi, tetapi juga atas dasar perimbangan jasa usaha mereka terhadap koperasi.

4. Koperasi bukan merupakan akumulasi modal. Meskipun koperasi bukan merupakan suatu akumulasi modal, tetapi koperasi memerlukan modal pula untuk menjalankan kegiata usahanya.

5. Prinsip Kemandirian dari koperasi. Ini mengandung arti bahwa koperasi harus dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung kepada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri.

6. Selain lima prinsip tersebut, dalam pengembangan dirinya koperasi juga melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan perkoperasian dan bekerja sama dengan antar koperasi.94

Koperasi yang merupakan badan hukum dimana dalam pengelolaan

kegiatan sehari-harinya dilaksanakan oleh pengurus, maka dalam hal

pertanggungjawaban kepada rapat anggota maupun kepada anggotanya sendiri

Page 147: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

117

tentunya bergantung kepada perbuaan yang dilakukan oleh pengurus koperasi

tersebut, sebab dalam mengelola koperasi kepada para pengurus ini diberikan

beberapa kewenangan, tugas dan kewajiban sebagaimana yang ditentukan

dalam anggaran koperasi yang bersangkutan.

Mengenai tanggung jawab koperasi terhadap para krediturnya hanya

terbatas pada harta kekayaan koperasi itu sendiri. Dalam hal kekayaan koperasi

tidak cukup untuk menutupi semua tuntutan yang diajukan oleh para kreditur,

berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian yang

menentukan bahwa anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna

jasa Koperasi, maka para anggota koperasi diminta secara perorangan untuk

bertanggung jawab bagi hutang-hutang koperasi jika terjadi pembubaran.

Tanggung jawab para anggota bagi hutang-hutang koperasi hanya dapat

berlaku berdasarkan dua syarat, yaitu:

1. Dalam hal pemburan koperasi

2. Dalam hal harta kekayaan koperasi tidak cukup untuk menutupi

semua tuntutan yangdiajukan oleh para kreditur.

Mengenai pembubaran bentuk hukum Koperasi, Pasal 46 Undang-

Undang Perkoperasian mengaturnya yang menyatakan bahwa pembubaran

Koperasi dapat dilakukan berdasarkan:

a. keputusan Rapat Anggota, atau

b. keputusan Pemerintah

Page 148: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 149: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

118

Selanjutnya keputusan pembubaran koperasi disampaikan oleh pengurus,

sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Firdaus dan Agus Edhi

Susanto sebagai berikut:

Sebagai perangkat organisasi yang memegang kedaulatan tertinggi dalam koperasi, maka melalui pengurus koperasi memberitahukan secara tertulis keputusan pembubaran koperasi tersebut kepada semua kreditur dan pemerintah dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal keputusan rapat anggota pembubaran.95

Sebagai perangkat organisasi yang diberikan wewenang untuk

melakukan tindakan dan upaya hukum untuk dan atas nama koperasi yang

bersangkutan, pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan

pengelolaan koperasi dan usahanya kepada rapat anggota dan rapat anggota

luar biasa.

Selanjutnya masalah penyelesaian setelah dikeluarkannya keputusan

pembubaran koperasi, maka segera dilakukan penyelesaian. Penyelesaian

diatur dalam Pasal 51 Undang-undang Perkoperasian, yakni:

Untuk kepentingan kreditur dan para anggota koperasi terhadap

pembubaran koperasi dilakukan penyelesaian pembubaran yang

selanjutnya disebut penyelesaian.

Dari data nomor 3.3.2 Pasal 34 Undang-undang Perkoperasian mengenai

tanggung jawab pengurus menanggung kerugian yang diderita koperasi karena

tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya, dihubungkan

dengan pendapat Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto

mengemukakan bahwa pengurus koperasi adalah perangkat organisasi yang

Page 150: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Page 151: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

memegang kedaulatan tertinggi dalam koperasi, maka dapat dideskripsikan

bahwa tanggung jawab bank yang berbadan hukum Koperasi adalah tanggung

jawab setiap anggota Koperasi atau jika kerugian disebabkan karena kesalahan

pengururs, maka pengurus tersebut yang harus bertanggung jawab.

3. Perusahaan Daerah

Sampai saat ini pengaturan mengenai Perusahaan Daerah masih

didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang merupakan produk Orde

Lama yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah

(yang selanjutnya disebut Undang-Undang Perusahaan Daerah). Pada dasarnya

tujuan dari pengaturan Perusahaan Daerah dalam suatu Undang-Undang adalah

untuk melaksanakan amanat Pasal 33 UUD 1945 (yang belum diamandemen)

dengan memberikan otonomi yang luas kepada daerah swatantra yang berhak

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Mengenai Perusahaan Daerah sebagai salah satu bentuk hukum

Perusahaan yang diizinkan untuk berusaha di bidang perbankan, semula

ketentuannya mengacu pada kewenangan daerah berdasarkan Undang-Undang

No 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan

Daerah, di mana Peraturan Daerah (Perda) yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memberikan wewenang pada Pemerintah

Daerah (Pemda) untuk mendirikan Perusahaan Daerah yang berusaha di bidang

perbankan. Ketentuan ini sekarang memperoleh nuansa yang baru, yakni

dengan berlakunya Otonomi Daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang

No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33

Page 152: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

120

Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan. Dalam hal ini, pendirian bank daerah baik milik Pemda maupun

Swasta Daerah sangat bermanfaat bagi daerah, karena selain memperlancar

aktivitas keuangan daerah juga untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah

(PAD).

Definisi Perusahaan Daerah ditentukan dalam Pasal 2 Undang-Undang

Perusahaan Daerah, yaitu :

”Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan Perusahaan Daerah ialah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-undang ini yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan Daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-undang.”

Sebagai salah satu bentuk hukum, Perusahaan Daerah memiliki modal,

yang sebagian atau seluruh permodalan Perusahaan Daerah berasal dari

kekayaan daerah yang dipisahkan dan seperti halnya PT, modal PD terdiri dari

saham-saham. Dalam UU PD, diatur bahwa saham-saham tersebut digolongkan

dalam 2 jenis, yaitu saham prioriteit yang hanya dapat dimiliki oleh daerah,

dan saham biasa yang dapat dimiliki oleh daerah, warganegara, dan/atau badan

hukum Indonesia.

Organ Perusahaan daerah meliputi :

a. RUPS;

b. Direksi; dan

c. Badan Pengawas.

Pada sutau Perusahaan Daerah fungsi Rapat Pemegang Saham tidak

selalu sebagai pengambil keputusan akhir dalam perjalanan roda perusahaan,

Page 153: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

121

hal ini dibatasi bahwa keputusan Rapat Pemegang Saham harus diambil dengan

permufakatan seluruh pemegang saham, manakala tidak tercapai permufakatan

atas suatu hal yang akan diputuskan maka Kepala Daerah memiliki

kewenangan untuk memutus masalah tersebut dengan tetap memperhatikan

pendapat pendapat yang berkembang dalam RUPS, hal mana diatur didalam

Bab VI tentang Rapat Pemegang Saham pada Pasal 18 Undang-undang Nomor

5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah yang menyatakan :

1) Tata-tertib rapat pemegang saham/saham prioritet dan rapat umum pemegang saham (prioritet dan biasa) diatur dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah.

2) Keputusan dalam rapat pemegang saham/saham prioriteit dan rapat umum pemegang saham (prioritet dan biasa) diambil dengan kata mufakatan.

3) Jika kata mufakat termaksud pada Ayat (2) tidak tercapai maka pendapat-pendapat yang dikemukakan dalam musyawarah disampaikan kepada Kepala Daerah dari Daerah yang mendirikan Perusahaan Daerah.

4) Kepala Daerah termaksud pada Ayat (3) mengambil keputusan dengan memperhatikan pendapat-pendapat termaksud.

Pengurusan Perusahaan Daerah dilakukan oleh suatu Direksi, jumlah

anggota serta susunan Direksi diatur didalam peraturan daerah yang merupakan

peraturan pendiriannya, pengangkatan anggota Direksi pada Perusahaan

Daerah dilakukan oleh Kepala Daerah setelah mendengar pertimbangan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dari Daerah yang mendirikan Perusahaan Daerah,

mengenai pengangkatan anggota Direksi terdapat dua mekanisme, Kepala

Daerah memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan anggota

Direksi jika modal badan usaha tersebut seluruhnya berasal dari kekayaan

daerah yang dipisahkan. Pengangkatan anggota Direksi Perusahaan Daerah

Page 154: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

122

dilakukan dari usulan pemegang saham prioritas, bagi badan usaha yang

modalnya sebahagian dari kekayaan daerah yang dipisahkan.

Undang-undang Perusahaan Daerah juga mengatur tentang pengawasan

Perusahaan Daerah, Pasal 19 menyatakan bahwa Direksi dalam menjalankan

pengurusannya terhadap perusahaan berada di bawah pengawasan Kepala

Daerah bagi Perusahaan daerah yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemda.

Fungsi pengawasan dilaksanakan oleh Pemegang Saham atau Pemegang

Saham Prioritas mana kala saham-saham perusahaan tersebut dimiliki oleh

lebih dari satu pegang saham. Pengawasan juga dapat dilakukan oleh badan

yang dibentuk atau ditunjuk dengan diberikan mandat untuk melakukan

pengawasan oleh Kepala Daerah atau Pemegang Saham.

Biasanya tugas pengawasan yang diserahkan kepada suatu Dewan/Badan

terhadap suatu perusahaan yang besarnya ditunjuk satu badan, yang

menjalankan pengawasan umum terhadap perusahaan sedang untuk

perusahaan-perusahaan yang kecil ditunjuk hanya satu badan untuk melakukan

pengawasan.

Selanjutnya hal penting yang perlu diperhatikan dalam mencermati

ketentuan Undang-Undang Perusahaan Daerah adalah bahwa Kepala Daerah

sebagai pemegang saham prioriteit. Hal ini dapatdilihat dalam Pasal 8 ayat (1)

dan (2) Undang-Undang Peruahaan Daerah.

1) Saham-saham Perusahaan Daerah terdiri atas saham-saham prioritet

dan sahamsaham biasa.

2) Saham-saham prioritet hanya dapat dimiliki oleh Daerah.

Page 155: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

123

Kaitannya dengan tanggung jawab pemegang saham, terdapat teori

piercing the corporate veil yang mengatakan bahwa adakalanya pemegang

saham bertanggung jawab tidak sebatas saham yang dimilikinya, hal ini sejalan

dengan pendapat Widjaja Gunawan, yaitu:

Teori piercing the corporateveil berarti hukum tidak memberlakukan prinsip terpisahnya tanggung jawab dan harta kekayaan badan hukum dari tanggung jawab dan kekayaan pemegang saham. Sungguh pun secara de jure seluruh persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu perseroan terbatas untuk menjadi badan hukum telah sempurna dilakukan, cadar yang membatasi badan hukum dengan pemegang saham dapat dikoyak, jadi kemungkinan berdasarkan teori ini pemegang saham dalam hal-hal tertentu ikut bertanggung jawab sampai kepada harta pribadinya atas tidakan yang dilakukan oleh dan atas nama perseroan. Hapusnya pertanggung jawaban akibat terjadinya piercing the corporateveil adalah perlakuan oleh pemegang saham bahwa harta perseroan adalah harta kekayaan pribadi, sehingga yang bersangkutan mempergunakan harta perseroan untuk kepentingan pribadi.96

Dalam kaitanya dengan teori piercing the corporate veil, Kepala Daerah

sebagai pemegang saham prioriteit dapat dimintai pertanggung jawaban

manakala melakukan perbuatan yang menyebabkan kerugian pada Perusahaan

Daerah. Ketika Perusahaan Daerah tersebut berbentuk Perseroan Terbatas,

berbeda dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan

Daerah yang tidak mengatur hal yang demikian itu, sebagaimana yang diatur

dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Selanjutnya mengenai tanggung jawab pegawai terdapat dalam data

nomor 3.3.3 Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Perusahaan Daerah yang

menentukan:

Page 156: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

124

“Semua pegawai Perusahaan Daerah, termasuk anggota Direksi dalam kedudukan selaku demikian, yang tidak dibebani tugas penyimpanan uang, surat-surat berharga dan barang-barang persediaan, yang karena tindakan melawan hukum atau karena melalaikan kewajiban dan tugas yang dibebankan kepada mereka dengan langsung atau tidak langsung telah menimbulkan kerugian bagi Perusahaan Daerah, diwajibkan mengganti kerugian tersebut.”

Dari data nomor 3.3.3 di atas, dikaitkan dengan Pasal 8 ayat (1) dan (2)

Undang-Undang Perusahaan Daerah, serta dihubungkan dengan pendapat

Widjaja Gunawan, dapat dideskripsikan bahwa tanggung jawab Perusahaan

daerah merupakan tanggung jawab Kepala Daerah sebagai pemegang saham

prioriteit, apabila kerugian Perusahaan Daerah karena akibat kesalahan

pegawai, maka pegawai itulah yang bertanggung jawab.

Bank IFI yang berbadan hukum PT, maka dalam hal seluruh aset telah

habis dalam likuidasi sedangkan masih terdapat kewajiban terhadap Nasabah

Penyimpan, maka tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban tersebut terletak

pada para pemegang saham PT. Bank IFI sebatas pada saham yang

ditanamnya, namun jika Bank Gagal terjadi karena kesalahan atau kelalaian

Direksi PT. Bank IFI, maka Direksi PT. Bank IFI bertanggung jawab atas

seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.

Bardasarkan segala uraian mengenai tanggung jawab bank terhadap

Nasabah Penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil

penjualan aset bank dalam hal terjadi pencabutan izin uaha dan likuidasi bank,

maka tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban tersebut menjadi tanggung

jawab pemegang saham lama yang terbukti menyebabkan bank menjadi Bank

Page 157: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

125

Gagal, tentunya dengan memperhatikan bentuk hukum bank yang

bersangkutan.

a. Apabila bank berbentuk atau berbadan hukum PT, maka tanggung jawab

terletak pada pemegang saham yaitu sebesar saham yang dimilikinya

(kecuali jika pemegang saham memenuhi ketentuan Pasal 3 ayat (2)

Undang-Undang PT, maka tanggung jawabnya menjadi tanggung jawab

pribadi untuk keseluruhan) atau jika bank yang bersangkutan dicabut izin

usahanya karena kesalahan atau kelalaian Direksi, maka pelaksanaan segala

kewajiban Perseroan menjadi tanggung jawab Direksi yang melakukan

kesalahan atau kelalaian tersebut.

b. Apabila bank berbadan hukum Koperasi, tanggung jawab terletak pada

setiap anggota Koperasi atau jika kerugian disebabkan karena kesalahan

pengururs, maka pengurus tersebut yang harus bertanggung jawab.

c. Apabila bank berbadan hukum Perusahaan Daerah, berdasarkan merupakan

tanggung jawab Kepala Daerah sebagai pemegang saham prioriteit, apabila

kerugian Perusahaan Daerah karena akibat kesalahan pegawai, maka

pegawai itulah yang bertanggung jawab.

Page 158: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

126

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Perlindungan hukum terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanannya yang

tidak dijamin oleh LPS dapat dibagi menurut hubungan hukum bank dengan

Nasabah Penyimpan.

a. Berdasarkan hubungan kontraktual, perlindungan hukumnya diatur dalam

Pasal 1236 KUH Perdata, yaitu simpanan yang tidak dijamin tetap menjadi

hak nasabah dan merupakan kewajiban bank atas dasar Perjanjian

Penyimpanan, jika bank tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang

diperjanjikan, maka bank telah melakukan tindakan Wanprestasi, sehingga

Nasabah Penyimpan dapat menuntut bank berdasarkan ketentuan tersebut.

b. Berdasarkan hubungan non kontraktual, perlindungan hukumnya adalah :

1. Simpanan nasabah yang melebihi nilai Rp. 2.000.000.000,00 (dua

miliar rupiah); perlindungan hukumnya diatur dalam Pasal 54 ayat (1)

huruf g Undang-Undang LPS, yaitu akan mendapatkan pembayaran

dari hasil pencairan aset bank dalam proses likuidasi dengan urutan ke

enam;

2. Simpanan nasabah yang memenuhi ketentuan Pasal 19 Undang-Undang

LPS, perlindungan hukumya diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang

LPS, yaitu dapat mengajukan keberatan kepada LPS atau melakukan

Page 159: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

127

upaya hukum melalui pengadilan atas dasar Perbuatan Melawan Hukum.

2. Tanggung jawab bank terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanan yang tidak

terpenuhi haknya dari hasil penjualan aset bank dalam hal terjadi pencabutan

izin usaha dan likuidasi bank, berdasarkan Pasal 54 ayat (5) Undang-Undang

LPS merupakan tanggung jawab pemegang saham lama yang terbukti

menyebabkan bank menjadi Bank Gagal, dengan memperhatikan bentuk

hukum bank yang bersangkutan.

a. Apabila bank berbentuk atau berbadan hukum PT, berdasarkan Pasal 3 ayat

(1) Undang-Undang PT maka tanggung jawab terletak pada pemegang

saham yaitu sebesar saham yang dimilikinya (kecuali jika pemegang saham

memenuhi ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang PT, maka tanggung

jawabnya menjadi tanggung jawab pribadi untuk keseluruhan) atau jika

bank yang bersangkutan dicabut izin usahanya karena kesalahan atau

kelalaian Direksi, berdasarkan Pasal 104 Undang-Undang PT maka

pelaksanaan segala kewajiban Perseroan menjadi tanggung jawab Direksi

yang melakukan kesalahan atau kelalaian tersebut.

b. Apabila bank berbadan hukum Koperasi, berdasarkan Pasal 34 Undang-

undang Perkoperasian tanggung jawab terletak pada setiap anggota Koperasi

atau jika kerugian disebabkan karena kesalahan pengururs, maka pengurus

tersebut yang harus bertanggung jawab.

c. Apabila bank berbadan hukum Perusahaan Daerah, berdasarkan Pasal 8

ayat (1) dan (2) jo. Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Perusahaan Daerah

Page 160: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

128

tanggung jawab Perusahaan daerah merupakan tanggung jawab Kepala

Daerah sebagai pemegang saham prioriteit, apabila kerugian Perusahaan

Daerah karena akibat kesalahan pegawai, maka pegawai itulah yang

bertanggung jawab.

B. Saran

1. Upaya hukum bagi Nasabah Penyimpan atas simpanannya yang tidak

dijamin oleh LPS masih kurang melindungi hak-haknya dikarenakan harus

melalui proses yang tidak banyak diketahui oleh masyrakat, maka

seharusnya pemerintah segera membuat peraturan mengenai tata cara

tentang likuidasi atas keinginan pemegang saham dan juga tata cara

mengenai upaya hukum atau pengajuan gugatan bagi Nasabah Penyimpan

dana yang dana simpanannya belum kembali setelah bank dilikuidasi dan

aset bank telah habis;

2. Bagi pihak bank, diharapkan untuk selalu mengumumkan keadaan atau

kesehatan masing-masing bank, baik melalui media massa atau melalui

website. Hal ini dimaksudkan agar para nasabah bank mengetahui risiko

terhadap dana simpanannya, serta hendaknya pula pihak bank memberikan

perlakukan yang sama terhadap Nasabah Penyimpan dana baik yang kecil

maupun yang besar, sehingga tidak ada nasabah yang tidak mendapatkan

pengembalian simpanannya dengan alasan aset telah habis sedangkan

pemegang saham tidak dapat diharapkan.

Page 161: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

DAFTAR PUS TAKA

LITERATUR

Djumhana, Muhammad, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Fuady, Munir, 1999, Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Fuady, Munir, 2003, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Cet. I, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Fuady, Munir, 2003, Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan UU Th 1998) Buku kesatu , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Harahap, Krisna, 2007, Hukum Acara Perdata: Class Action, Arbitrase & Alternatif serta Mediasi, Cet. 5, Bandung: PT. Grafitri Budi Utami.

Hasibuan, Malayu S. P., 2001, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: Bumi Aksara.

Hermansyah, 2006, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana.

Ibrahim, Johnny, 2006, Teori dan MetodologiPenelitian Hukum Normatif, Jawa Timur: Bayumedia Publishing.

Martono, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Yogyakarta: Ekonisia.

Mertokusumo, Sudikno, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty.

Muhammad, Abdulkadir, 1992, Hukum Perikatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Muhammad, Abdul Kadir & Rilda Murniati, 2004, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Pramono, Nindyo, 2003, Hukum Komersil, Cet. 1, Jakarta: Pusat Penerbitan UT.

Sembiring, Sentosa, 2000, Hukum Perbankan, Bandung: CV. Mandar Maju.

Simorangkir, O. P., 2000, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sitompul, Zulkarnain, 2002, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Page 162: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

Soepraptomo, Heru, 1997, Analisis Ekonomi terhadap Hukum Perbankan, Newsletter No. 28/VII/Maret/1997, Jakarta.

, 2005, Problematika Perbankan, Bandung: Books Terrace & Library.

Soekanto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers.

Subekti, 1995, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermasa.

Sulistyandari, 2012, Hukum Perbankan: Perlindungan Hukum terhadap Nasabah Melalui Pengawasan Perbankan di Indonesia, Sidoarjo: Laros.

Sutedi, Adrian, 2007, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika.

___________ , 2010, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan, Jakarta: Sinar Grafika.

Suyatno, Thomas, 1997, Kelembagaan Perbankan, Bandung: Gramedia.

Tarliman, Daniel Djoko, 1983 , “Lembaga Penjamin Simpanan dalam 311y1DfDIDX/DCACk DIDl d Q32CefID' , Ringkasan Disertasi yang tidak diterbitkan, Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.

Widjanarto, 2003, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

Zaini, Zulfi Diane, 2012, Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah, Bandung: CV. Keni Media.

HARIAN/ MAKALAHK/KARYA ILMIAH

Brahmandita, 2004, Penjamin Simpanan dan Fasilitas Likuiditas (Bersama Menopang Simpul Terlemah), Media Indonesia, 16 Februari 2004.

Hasan, Djuhaendah , Tanpa Tahun, Asas-Asas dan Norma Hukum dalam Sistem Hukum Indonesia, Makalah, Bandung.

Purwoningsih, Eko, 2005, Pencabutan Izin Usaha Dan Likuidasi PT Bank Asiatic:Kajian Yuridis Praktis, Jakarta : Sripsi pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Page 163: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/NINING ANALITA... · 2012-09-28 · (Suatu Studi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1998 tentang Bank Indonesia

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 tentang Badan Penyehatan Perbankan Nasional

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan

WEBSITE

Hasibah, Hukum Perbankan, 5 November 2010, tersedia: http://hasibah.wordpress.com/2010/11/05/hukum-perbankan/html diakses tanggal 17 Mei 2012.

Manyawa, Sonny Tobelo, Tanggung Jawab, tersedia : http://sonny-tobelo.blogspot.com/2010/12/teori-pertanggungjawaban.html diakses pada tanggal 8 Mei 2012.

Pranoto, Suryo, 2009, Analisis dan Krisis Global terhadap Perbankan Syariah, Tersedia : http://Suryodsign.wordpress.com , 25 September 2011.

Purwanto, Adi, Arti Tanggung Jawab, Selasa, 8 Juli 2010, tersedia: http://deqoer.blogdetik.com/2010/07/08/arti-tanggung-jawab/.html diakses pada tanggal 8 Mei 2012.

Sulistyandari, Aspek Hukum Pembobolan Uang Nasabah Bank (Bagian II), Senin, 11 April 2011, tersedia: http://gagasanhukum.wordpress.com diakses tanggal 24 Mei 2012.