perlindungan hukum terhadap nasabah bank

18
1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK Oleh : Yurisal D. Aesong, S.H.,M.H Pendahuluan Hukum itu memandu dan melayani masyarakat. Sebagaimana juga dinyatakan dalam Undang - Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (3) juga menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sekalipun pernyataan itu singkat tetapi maknanya sangat luas, karena mewajibkan negara dan semua warga negara, tanpa melihat kedudukannya, tunduk pada hukum. Hukum memang sangat diperlukan untuk mengatur setiap segi kehidupan manusia. Termasuk juga dalam hubungan perekonomian, kesejahteraan, keuangan, dan sebagainya, dalam hal ini bagaimana hukum mengatur hubungan antara bank sebagai lembaga keuangan serta nasabah yang juga termasuk konsumen perbankan tersebut, jadi apa yang menjadi tujuan dari hukum itu sendiri yaitu kesejahteraan bisa dicapai dengan baik, salah satunya melalui upaya pemberdayaan dan perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai konsumen perbankan. Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai peran strategis dalam menunjang kehidupan ekonomi suatu negara. Kegiatan perbankan yang menyediakan jasa pada sektor ekonomi memang tidak terlepas dari adanya risiko yang dapat merugikan pihak bank sendiri maupun pihak nasabah baik nasabah penyimpan dana maupun nasabah debitur. Adanya risiko itu, maka membuat bank harus benar - benar melaksanakan prinsip - prinsip yang seharusnya diterapkan dalam praktek perbankan terkait dengan nasabah yaitu

Upload: daniar-brihawan

Post on 11-Nov-2015

25 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

perbankan

TRANSCRIPT

  • 1

    PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK

    Oleh : Yurisal D. Aesong, S.H.,M.H

    Pendahuluan

    Hukum itu memandu dan melayani masyarakat. Sebagaimana juga dinyatakan dalam

    Undang - Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (3) juga menyebutkan bahwa Negara Indonesia

    adalah negara hukum. Sekalipun pernyataan itu singkat tetapi maknanya sangat luas, karena

    mewajibkan negara dan semua warga negara, tanpa melihat kedudukannya, tunduk pada

    hukum.

    Hukum memang sangat diperlukan untuk mengatur setiap segi kehidupan manusia.

    Termasuk juga dalam hubungan perekonomian, kesejahteraan, keuangan, dan sebagainya,

    dalam hal ini bagaimana hukum mengatur hubungan antara bank sebagai lembaga keuangan

    serta nasabah yang juga termasuk konsumen perbankan tersebut, jadi apa yang menjadi tujuan

    dari hukum itu sendiri yaitu kesejahteraan bisa dicapai dengan baik, salah satunya melalui

    upaya pemberdayaan dan perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai konsumen

    perbankan.

    Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

    simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-

    bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

    Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai peran strategis

    dalam menunjang kehidupan ekonomi suatu negara. Kegiatan perbankan yang menyediakan

    jasa pada sektor ekonomi memang tidak terlepas dari adanya risiko yang dapat merugikan

    pihak bank sendiri maupun pihak nasabah baik nasabah penyimpan dana maupun nasabah

    debitur. Adanya risiko itu, maka membuat bank harus benar - benar melaksanakan prinsip -

    prinsip yang seharusnya diterapkan dalam praktek perbankan terkait dengan nasabah yaitu

  • 2

    menyangkut prinsip kepercayaan (Fiduciary Principle), prinsip kehati-hatian (Prudential

    Principle) dan juga prinsip kerahasiaan (Confidential Principle), dalam hal ini nasabah

    merupakan juga konsumen dari perbankan harus dilindungi hak-haknya sebagaimana diatur

    dalam perundang-undang.

    Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

    Konsumen (UUPK), sering terdapat klausula baku pada suatu perjanjian kredit bank dengan

    cara mencantumkan syarat sepihak dimana klausula ini menyatakan bahwa bank sewaktu -

    waktu diperkenankan untuk merubah (menaikan / menurunkan) suku bunga pinjaman (kredit)

    yang diterima oleh debitur, tanpa pemberitahuan atau persetujuan dari debitur terlebih dahulu

    atau dengan kata lain ada kesepakatan bahwa debitur setuju terhadap segala keputusan

    sepihak yang diambil oleh bank untuk merubah suku bunga kredit, yang telah diterima oleh

    debitur pada masa / jangka waktu perjanjian kredit berlangsung. Disinilah letaknya

    kedudukan nasabah debitur menjadi lemah secara yuridis - ekonomis dan kurang

    menguntungkan.

    Makna Perlindungan Nasabah dalam Perlindungan Konsumen

    Istilah hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen sudah sangat sering

    terdengar, namun belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya, juga

    apakah kedua cabang hukum itu identik. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai

    keseluruhan asas asas atau kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara

    berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen, di dalam

    pergaulan hidup.

    Teori perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) terdapat dalam Alinea ke empat Pembukaan UUD 1945

    yang menyebutkan bahwa melindungi segenap bangsa dan seluruh tupah darah Indonesia.

  • 3

    Secara teoritik, aline ke empat pembukaan UUD 1945 telah menentukan suatu teori

    perlindungan hukum bagi segenap bangsa Indonesia/warga negara dibindang ekonomi

    termasuk perlindungan hak konsumen/nasabah perbankan.

    Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konsumen diartikan sebagai pemakai

    hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya), penerima pesan iklan, pemakai jasa

    termasuk jasa keuangan. Nasabah diartikan sebagai orang yang biasa berhubungan dengan

    atau menjadi pelanggan bank (dalam hal keuangan), atau orang yang menjadi tanggungan

    asuransi, sedangkan perlindungan merupakan suatu hal/perbuatan untuk melindundi, jadi

    secara harafiah perlindungan nasabah merupakan suatu kegitan atau perbuatan untuk

    melindungi orang yang menjadi pelanggan bank/yang berhubungan dengan kegiatan transaksi

    perbankan.

    Perjanjian baku dialih bahasakan dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu

    standard contract atau standard voorwaarden. Di luar negeri belum terdapat

    keseragaman mengenai istilah yang dipergunakan untuk perjanjian baku. Kepustakan Jerman

    mempergunakan istilah Allgemeine Geschafts Bedingun, standard vertrag,

    standaardkonditionen. Hukum Inggris menyebutnya dengan standard contract.

    Mariam Darus Badruzaman, menerjemahkannya dengan istilah perjanjian baku,

    baku yang berarti patokan, ukuran, acuan. Mengenai perjanjian baku ini, belum ada suatu

    pengertian atau definisi yang pasti. Karena perjanjian baku merupakan perjanjian tidak

    bernama yang tidak diatur di dalam KUH Perdata tetapi tumbuh dan berkembang dalam

    masyarakat. Ada beberapa pendapat mengenai pengertian atau definisi perjanjian baku, yaitu :

    1. Menurut Hood Philips.

    These contracts (standard contracts) are of the take-it or leave-it kind, for here the

    customer cannot bargain over the terms; his only choice is to accept the terms in toto or

  • 4

    to reject the service altogether (kontrak ini (perjanjian baku) adalah jenis kontrak take-it

    or leave-it, karena konsumen tidak dapat menegosiasikan klausul klausulnya, satu -

    satunya pilihan adalah menerimanya atau menolaknya).

    2. Menurut E.H. Hondius.

    Standaardvoorwaarden zijn schrifdelijke konceptbedingen, welke zij opgesteld om zonder

    onderhandelingen omtrent hun inhoud opgenomen te worden in een gewoonlijk onbepaald

    aantal nog te sluiten overeenkomsten van bepaalde aard (kontrak standar adalah konsep

    janji - janji tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya, serta pada umumnya

    dituangkan dalam bentuk perjanjian - perjanjian yang tidak terbatas jumlahnya, namun

    sifatnya tertentu).

    3. Menurut Drooglever Fontuijn.

    Contracten waarvan een belangrijk deel van de inhoud word bepaald door een vast

    samenstel van contracts bedingen (perjanjian yang bagian isinya yang penting dituangkan

    dalam susunan janji - janji).

    4. Menurut Mariam Darus Badrulzaman.

    Perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk

    formulir.

    5. Menurut Munir Fuady.

    Perjanjian baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak

    dalam kontrak tersebut, bahkan sering kali kontrak tersebut sudah tercetak (boilerplate)

    dalam bentuk formulir - formulir tertentu oleh salah stu pihak, yang dalam hal ini ketika

    kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data - data

    informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula - klausulanya,

    di mana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya

  • 5

    sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausula - klausula yang sudah

    dibuat oleh salah satu pihak tersebut.

    6. Menurut Sutan Remy Sjahdeini.

    Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausul yang dibakukan

    oleh pemakainya dan pihak lainnya pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk

    merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal

    saja, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa

    hal lainnya yang spesifik dari objek yang diperjanjikan.

    7. Menurut H. Salim HS.

    Perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam

    bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,

    terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.

    Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

    Konsumen Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah

    dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang

    dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh

    konsumen.

    Pengertian Bank

    Pengertian bank menurut undang - undang perbankan UU No.10 tahun 1998 Pasal 1

    adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

    menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan / atau bentuk-bentuk lainya dalam

    rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

    Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan /

    atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

    pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

  • 6

    secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak

    memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

    Mengenai asas perbankan menurut pasal 2 UU No.10 tahun 1998 menyebutkan

    Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan

    menggunakan prinsip kehati-hatian. Yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah

    demokrasi ekonomi yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian

    fungsi utama perbankan Indonesia dalam pasal 3 UU No.10 tahun 1998 menyebutkan, bahwa

    perbankan Indonesia mempunyai fungsi utama yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana

    masyarakat. Sejalan dengan fungsi utama dimaksud, tujuan perbankan Indonesia sebagaimana

    yang tercantum dalam pasal 4 UU No.10 tahun 1998 adalah menunjang pelaksanaan

    pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan

    stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

    Praktik perbankan di Indonesia saat ini yang diatur dalam Undang-Undang perbankan

    memiliki beberapa jenis Bank. Dalam buku karangan Kasmir berjudul Manajemen perbankan

    menjelaskan mengenai jenis-jenis perbankan.

    Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank

    Membicarakan perlindungan hukum terhadap nasabah kita tidak dapat memisahkan

    diri dengan Undang - Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, karena

    pada dasarnya UU inilah yang dijadikan bagi perlindungan konsumen termasuk halnya

    nasabah secara umum. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan bukan tidak ada

    membicarakan tentang nasabahnya di dalamnya, tetapi karena UU no. 10 Tahun 1998 hanya

    bersifat memberitahukan kepada nasabah semata tidak memberikan akibat kepada perbankan

    itu sendiri sehingga dirasakan kurang memberikan perlindungan kepada nasabahnya. Tetapi

    secara administrasi UU No. 10 Tahun 1998 memberikan perlindungan kepada nasabahnya.

  • 7

    Perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution)

    memegang peranan penting dalam proses pembangunan nasional. Hal ini membuatnya sarat

    akan pengaturan baik melalui peraturan perundang - undangan di bidang perbankan sendiri

    maupun perundang - undangan lain yang terkait. Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999

    tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) juga sangat terkait, khususnya

    dalam hal perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen.

    Rasio diundangkannya UUPK yaitu dalam rangka menyeimbangkan daya tawar

    konsumen terhadap pelaku usaha dan mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan

    bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatannya. UUPK mengacu pada filosofi

    pembangunan nasional, yakni bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum

    perlindungan terhadap konsumen yaitu dalam rangka membangun manusia Indonesia

    seutuhnya berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar negara

    Pancasila dan Konstitusi negara UUD 1945.

    Konsumen jasa perbankan lebih dikenal dengan sebutan nasabah, dalam praktik

    perbankan nasabah dibedakan menjadi tiga yaitu pertama, nasabah deposan, yaitu nasabah

    yang menyimpan dananya pada suatu bank, misalnya dalam bentuk giro, tabungan, dan

    deposito, kedua, nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit atau pembiayaan perbankan,

    misalnya kredit kepemilikan rumah, pembiayaan murah, dan sebagainya, ketiga, nasabah

    yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank (walk in customer), misalnya

    transaksi antara importir sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri dengan

    menggunakan fasilitas letter of credit (L/C).

    Pengaturan melalui UUPK yang sangat terkait dengan perlindungan hukum bagi

    nasabah selaku konsumen perbankan adalah ketentuan mengenai klausula baku. Dari

    peraturan perundang - undangan di bidang perbankan ketentuan yang memberikan

  • 8

    perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen antara lain adalah dengan

    diintrodusirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Undang - Undang Nomor 10

    Tahun 1998. Di tingkat teknis payung hukum yang melindungi nasabah antara lain adanya

    pengaturan mengenai penyelesaian pengaduan nasabah dan mediasi perbankan dalam

    Peraturan Bank Indonesia (PBI).

    Pencantuman klausul - klausula dalam perjanjian kredit / pembiayaan pada bank

    sepatutnya merupakan upaya kemitraan, karena baik bank selaku kreditur maupun nasabah

    saling membutuhkan dalam upaya mengembangkan usahanya masing - masing. Untuk itu

    dalam memberikan perlindungan terhadap nasabah perlu adanya upaya edukasi dan

    penjelasan mengenai isi perjanjian dimaksud. Adanya kondisi demikian, melatar belakangi

    UUPK memberikan pengaturan mengenai klausula baku, yaitu sebagai berikut :

    Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan / atau jasa yang ditujukan untuk

    diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen

    dan/atau perjanjian apabila :

    a) Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha.

    b) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang

    dibeli konsumen.

    c) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang

    dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen.

    d) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara

    langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang

    berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

    e) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan

    jasa yang dibeli oleh konsumen.

  • 9

    f) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi

    harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa.

    g) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,

    tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku

    usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.

    h) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk

    pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang

    dibeli oleh konsumen secara angsuran.

    Kepercayaan merupakan inti perbankan sehingga bank harus menjaganya. Hukum

    sebagai alat rekayasa sosial terlihat aktualisasinya di sini. Di tataran undang - undang maupun

    Peraturan Bank Indonesia (PBI) terdapat pengaturan untuk menjaga kepercayaan masyarakat

    kepada perbankan dan sekaligus dapat memberikan perlindungan hukum bagi nasabah.

    Pertama, untuk memberikan perlindungan hukum bagi nasabah deposan, Undang - Undang

    Nomor 10 Tahun 1998 mengamanatkan dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan

    mewajibkan setiap bank untuk menjamin dana masyarakat yang disimpan dalam bank yang

    bersangkutan.

    Amanat dimaksud telah direalisasikan dengan diundangkannya Undang - Undang

    Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Fungsinya adalah menjamin

    simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabiltas sistem perbankan

    sesuai dengan kewenangannya. Kedua, perlindungan hukum bagi nasabah, khususnya dalam

    hal terjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Hal ini diatur melalui PBI No. 7/7/PBI/2005

    tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah sebagaimana telah diubah dengan PBI No.

    10/10/PBI/2008 dan PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan sebagaimana telah

    diubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008.

  • 10

    Pasal 1 angka 4 PBI No. 7/7/PBI/2005, mendefinisikan Pengaduan sebagai ungkapan

    ketidakpuasan Nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian finansial pada

    Nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Bank. Sesuai dengan Pasal 2 PBI No.

    7/7/PBI/2005, bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis tentang

    penerimaan pengaduan, penangangan dan penyelesaian pengaduan, serta pemantauan

    penanganan dan penyelesaian pengaduan.

    Ketentuan mengenai kebijakan dan prosedur tertulis dimaksud diatur dalam Surat

    Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 7/24/DPNP tertanggal 18 Juli 2005, yaitu sebagai berikut

    :

    1) Kewajiban Bank untuk menyelesaikan Pengaduan mencakup kewajiban

    menyelesaikan Pengaduan yang diajukan secara lisan dan atau tertulis oleh Nasabah

    dan atau Perwakilan Nasabah, termasuk yang diajukan oleh suatu lembaga, badan

    hukum, dan atau bank lain yang menjadi Nasabah Bank tersebut.

    2) Setiap Nasabah, termasuk walk - in customer, memiliki hak untuk mengajukan

    pengaduan.

    3) Pengajuan pengaduan dapat dilakukan oleh Perwakilan Nasabah yang bertindak untuk

    dan atas nama Nasabah berdasarkan surat kuasa khusus dari Nasabah.

    Mengingat penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam PBI Nomor

    7/7/PBI/2005 tidak selalu dapat memuaskan nasabah dan apabila tidak segera ditangani dapat

    mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan

    dan merugikan hak - hak nasabah, maka perlu dibentuk lembaga Mediasi yang khusus

    menangani sengketa perbankan.

  • 11

    Mediasi (Perbankan) adalah proses penyelesaian Sengketa yang melibatkan mediator

    untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk

    kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan.

    Adapun yang menjadi penyelenggara Mediasi Perbankan menurut Pasal 3 PBI No.

    8/5/PBI/2006, yakni Lembaga Mediasi perbankan independen yang dibentuk asosiasi

    perbankan. Proses beracara dalam Mediasi Perbankan secara teknis diatur dalam PBI No.

    8/5/PBI/2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006, yaitu

    sebagai berikut :

    1) Pengajuan penyelesaian Sengketa dalam rangka Mediasi perbankan kepada Bank

    Indonesia dilakukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah.

    2) Dalam hal Nasabah atau Perwakilan Nasabah mengajukan penyelesaian Sengketa

    kepada Bank Indonesia, Bank wajib memenuhi panggilan Bank Indonesia.

    Syarat - syarat Pengajuan Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Perbankan, yaitu

    sebagai berikut:

    1) Diajukan secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung yang memadai.

    2) Pernah diajukan upaya penyelesaiannya oleh Nasabah kepada Bank.

    3) Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh

    lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat Kesepakatan yang difasilitasi

    oleh lembaga Mediasi lainnya.

    4) Sengketa yang diajukan merupakan Sengketa keperdataan.

    5) Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam Mediasi perbankan yang

    difasilitasi oleh Bank Indonesia; dan

    6) Pengajuan penyelesaian Sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja sejak

    tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Bank kepada Nasabah.

  • 12

    Proses Mediasi dilaksanakan setelah Nasabah atau Perwakilan Nasabah dan Bank

    menandatangani perjanjian Mediasi (agreement to mediate) yang memuat :

    1) Kesepakatan untuk memilih Mediasi sebagai alternatif penyelesaian Sengketa; dan

    2) Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan Mediasi yang ditetapkan oleh Bank

    Indonesia.

    Jika proses mediasi telah selesai dilaksanakan, maka pihak bank wajib mengikuti dan

    mentaati perjanjian Mediasi yang telah ditandatangani oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah

    dan Bank.

    Mekanisme Penyelesaian Pengaduan Nasabah Perbankan

    A. Mekanisme pengaduan diantaranya:

    1. Hubungi dahulu bank yang bersangkutan.

    2. Apabila tidak ada respon/tanggapan. Hubungi Bank Indonesia.

    3. Apabila tidak ditemukan titik temu serta ada kerugian baik material dan sebagainya (Harus

    diselesaikan secara hukum, untuk menuntut ganti rugi, dan sebagainya, Hubungi Yayasan

    Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) maupun Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK).

    B. Pengaduan ke bank yang bersangkutan :

    CALL CENTER BANK :

    1. Bank Indonesia (BI) : Untuk surat, layangkan ke alamat :

    Humas Bank Indonesia

    Jl. MH. Thamrin 2 Jakarta 10110 Indonesia

    Telp (62-21) 381-7187 Faks (62-21) 350-1867

    email : [email protected]

    Bank Indonesia menyediakan layanan telepon pengaduan (hotline) untuk menerima dan

    melayani keluhan masyarakat atas banyaknya SMS dan telepon penawaran Kredit Tanpa Agunan

    (KTA). Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah di Pontianak mengatakan BI menyediakan nomor

    085888509797, untuk menampung dan menindaklanjuti keluhan masyarakat yang terganggu SMS

  • 13

    penawaran KTA. Menurut Kabiro Humas BI, nomor tersebut adalah koordinasi Humas dan Direktorat

    Investigasi Mediasi Perbankan Bank Indonesia.

    2. Bank BRI Call BRI di 14017 atau (021) 57 987 400 / 500 017 Atau secara tertulis beserta lampiran salinan

    faktur beserta bukti pembelanjaan melalui nomor faksimili (021) 385 0218 / 350 3949 / 350 2602.

    3. Bank Mandiri. Buka LINK http://www.bankmandiri.co.id/contact.aspx

    a. Setiap formulir yang dikirim akan diberikan nomor Ticket ID, yang akan tampil setelah Anda menekan tombol "Submit"

    b. Sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, setiap pengaduan mohon dilengkapi dengan Foto Copy Identitas, silakan

    menggunakan fasilitas attachment pada form dibawah atau kirimkan melalui fax di +62-21-

    5299-7711 dan cantumkan nomor Ticket ID Anda

    c. Untuk mengetahui status keluhan Anda, silakan mengirimkan e-mail kembali atau menghubungi Mandiri Call melalui nomor 14000 atau +62-21-52997777 dengan menyebutkan

    nomor Ticket ID Anda

    d. Jangan pernah menulis USER ID dan PIN pada saat menyampaikan informasi, saran atau keluhan, Bank Mandiri tidak akan pernah menanyakan USER ID dan PIN dalam kondisi

    apapun.

    fax di +62-21-5299-7711

    Call Center 14000 atau +62-21-52997777

    4. Bank Bukopin :

    Jl. MT. Haryono Kav. 50-51

    Jakarta 12770

    Phone. +6221 798 8266, 798 9837

    Fax. +6221 798 0625, 798 0238, 798 0244

    Telex. 62487, 66087 BKOPIN IA

    Contact : Corporate Secretary

    Email : [email protected]

    atau Call Center Halo Bukopin di 14005

    Layanan Nasabah:

    1) Informasi korporasi selain layanan produk dan jasa, silahkan hubungi Corporate Secretary

    atau e-mail [email protected]

    2) Informasi serta keluhan nasabah atas layanan produk dan jasa (termasuk jaringan kantor dan

    ATM) silahkan hubungi Call Center Halo Bukopin di nomor 14005 atau e-mail:

    [email protected].

    Adapun identitas yang diperlukan ialah :

    1) Nama jelas.

    2) Nomor yang dapat dihubungi (HP atau nomor rumah/kantor).

  • 14

    3) Alamat lengkap dan jelas.

    5. Bank Mega :

    Kantor Pusat

    Menara Bank Mega Lt. 15

    Jl. Kapten Tendean 12-14A

    Jakarta 12790

    TEL. 021. 7917 5000 (hunting)

    FAX. 021. 7918 7100

    Email : [email protected]

    UNTUK PENGADUANK IKUTI LINK http://www.bankmega.com/konsultasi.php

    6. Bank BCA :

    Kantor Pusat BCA:

    Menara BCA, Grand Indonesia

    Jl. MH Thamrin No. 1, Jakarta 10310

    Telp. (021) 235 88000, Fax. (021) 235 88300

    Halo BCA

    Kini Halo BCA dapat dihubungi di 500888 atau (021) 500888 dari ponsel Anda

    Email: [email protected]

    7. Bank BNI :

    Call Center 500046

    Atau (021) 500046 atau 68888

    atau ke email: [email protected]

    Atau Ikuti LINK http://www.bni.co.id/hubungikami.aspx

    8. Untuk Bank-Bank Lainnya Cek Situsnya, dan lihat bagian Hubungi Kami (Kontak/Layanan)

    C. Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK).

  • 15

    D. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

    Memudahkan pengaduan, maka akan dijelaskan bagaimana prosedur untuk dapat

    mengadu ke YLKI dan bagaimana proses serta mekanisme penanganannya :

    1. Pertama, cara yang dapat dilakukan untuk mengadu adalah melalui telepon, surat

    atau dating lansung. Pengaduan melalui telepon dikategorikan menjadi dua yaitu

    hanya minta informasi atau saran (advice), maka telpon itu cukup dijawab secara

    lisan pula dan diberikan advice pada saat itu dan selesai

    Pengaduannya untuk ditindaklanjuti. Jika konsumen meminta pengaduannya

    ditindaklanjuti, maka si penelepon diharuskan mengirim surat pengaduan secara

    tertulis ke YLKI yang berisi kronologis kejadian yang dialami sehingga merugikan

    konsumen wajib mencantumkan identitas dan alamat lengkap konsumen

    menyertakan barang bukti atau fotocopy dokumen pelengkap lainnya (kwitansi

    pembelian, kartu garansi, surat perjanjian, dan lain-;ain).

    Apakah konsumen sudah pernah melakukan komplain ke pelaku usaha. Jika belum

    pernah, maka konsumen dianjurkan untuk melakukan komplain secara tertulis ke

    pelaku usaha terlebih dahulu, serta cantumkan tuntutan dari pengaduan konsumen

    tersebut.

    2. Kedua, setelah surat masuk ke YLKI, resepsionis meregister semua surat-surat

    yang masuk secara keseluruhannya (register I). Selanjutnya surat diberikan kepada

    Pengurus Harian setidaknya ada tiga yaitu (a) ditindaklanjuti/ tidak ditindaklanjuti

    (b) bukan sengketa konsumen (c) bukan skala prioritas. Surat di disposisikan ke

    Bidang Pengaduan Konsumen dilakukan register II Khusus sebagai data

    pengaduan.

  • 16

    3. Ketiga, setelah surat sampai ke personil yang menangani maka dilakukan seleksi

    administrasi disini berupa kelengkapan secara administrasi.

    4. Proses Administrasi.

    Langkah selanjutnya dilakukan setelah proses administasi dan analisis substansi,

    yaitu korespondensi kepada pelaku usaha dan instansi terkait sehubungan dengan

    pengaduan konsumen.

    5. Pada tahap pertama korespodensi dilakukan bisanya adalah meminta tanggapan

    dan penjelasan mengenai kebenaran dan pengaduan konsumen tersebut. Di sini

    YLKI memberikan kesempatan untuk mendengarkan kedua belah pihak yaitu versi

    konsumen dan versi pelaku usaha. Tidak jarang dengan korespodensi ini kasus

    dapat diterima masing-masing pihak dengan memberikan jawaban surat secara

    tertulis ke YLKI yang isinya permintaan maaf kepada konsumen dan sudah

    dilakukan penyelesaian langsung kepada konsumennya.

    Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dalam korespodensi ini masing-

    masing pihak tidak menjawab persoalan dan bersikukuh dengan pendapatnya.

    Dalam kondisi ini YLKI mengambil inisiatif dan pro aktif untuk menjadi mediator.

    YLKI membuat surat undangan untuk mediasi kepada para pihak yang sedang

    bersengketa untuk mencari solusi terbaik.

    6. Proses Mediasi.

    YLKI memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan duduk

    perkara yang sebenarnya tanpa boleh dipotong oleh pihak lain sebelum pihak

    pertama selesai memberikan penjelasan. Setelah masing-masing menyampaikan

    masalahnya, maka YLKI memberikan waktu untuk klarifikasi dan koreksi tentang

    apa yang disampaikan oleh masing-masing pihak.

  • 17

    Setelah permasalahannya diketahui, maka masing-masing pihak berhak

    menyampaikan opsi atau tuntutan yang diinginkan, sekaligus melakukan negosiasi

    atas opsi atau tuntutan tersebut untuk mencapai kesepakatan. Apabila telah dicapai

    kesepakatan, maka isi kesepakatan itu dituangkan dalam Berita Acara

    Kesepakatan. Tahap akhir dari proses mediasi adalah mengimplementasikan hasil

    kesepakatan.

    Dalam melakukan penyelesaian kasus secara mediasi, ada dua kemungkinan yang

    bisa terjadi yaitu terjadinya kesepakatan berarti selesai tidak terjadi kesepakatan

    alias deadlock, artinya kasus selesai dalam tingkatan litigasi.

    Berdasarkan pengalaman yang selama ini ditemui bidang pengaduan, mayoritas kasus

    dapat diselesaikan dengan tercapainya kesepakatan damai. Walau memang ada satu dua yang

    mengalami deadlock. Namun proses mediasi lebih efektif dan memudahkan untuk segera

    terselesaikan kasus yang ada.

    Daftar Referensi

    Didit Saltriwiguna, Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Debitur Akibat Kenaikan Suku

    Bunga Kredit Bank, Tesis, Legal Officer Dep. Kesekretarian kantor Pusat BPD,

    Kalimantan Timur.

    http://www.ylki.or.id

    http://www.perlindungankonsumen.or.id

    http://www.bni.co.id/

    http://bca.co.id

    http://www.bankmega.com

    http://bukopin.co.id

    http://www.bankmandiri.co.id

    http://bi.go.id

    L.J van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Cetakan ke - 15), Pradnya Paramita, Jakarta,

    1978.

    Kasmir, Manajemen Perbankan, PT Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

    Khotibul Umam, Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Sebagai Konsumen Jasa Perbankan,

    Diakses dari < http://khotibwriteinc.blogspot.com/2008/10/perlindungan-hukum-bagi-

    nasabah.html >.

  • 18

    Melli Meilany, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang

    undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Skripsi, Fakultas

    Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008.

    Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

    Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,

    1987.

    Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia Edisi Revisi, PT Gramedia Widiasarana

    Indonesia, Jakarta, 2004.

    Tim Penyusun, Hukum Perlindungan Konsumen, Bahan Ajar, Fakultas Hukum Universitas

    Sam Ratulangi, Manado, 2007.

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

    Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Tentang Perbankan.