perlindungan hukum terhadap nasabah bank
DESCRIPTION
perbankanTRANSCRIPT
-
1
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK
Oleh : Yurisal D. Aesong, S.H.,M.H
Pendahuluan
Hukum itu memandu dan melayani masyarakat. Sebagaimana juga dinyatakan dalam
Undang - Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (3) juga menyebutkan bahwa Negara Indonesia
adalah negara hukum. Sekalipun pernyataan itu singkat tetapi maknanya sangat luas, karena
mewajibkan negara dan semua warga negara, tanpa melihat kedudukannya, tunduk pada
hukum.
Hukum memang sangat diperlukan untuk mengatur setiap segi kehidupan manusia.
Termasuk juga dalam hubungan perekonomian, kesejahteraan, keuangan, dan sebagainya,
dalam hal ini bagaimana hukum mengatur hubungan antara bank sebagai lembaga keuangan
serta nasabah yang juga termasuk konsumen perbankan tersebut, jadi apa yang menjadi tujuan
dari hukum itu sendiri yaitu kesejahteraan bisa dicapai dengan baik, salah satunya melalui
upaya pemberdayaan dan perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai konsumen
perbankan.
Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai peran strategis
dalam menunjang kehidupan ekonomi suatu negara. Kegiatan perbankan yang menyediakan
jasa pada sektor ekonomi memang tidak terlepas dari adanya risiko yang dapat merugikan
pihak bank sendiri maupun pihak nasabah baik nasabah penyimpan dana maupun nasabah
debitur. Adanya risiko itu, maka membuat bank harus benar - benar melaksanakan prinsip -
prinsip yang seharusnya diterapkan dalam praktek perbankan terkait dengan nasabah yaitu
-
2
menyangkut prinsip kepercayaan (Fiduciary Principle), prinsip kehati-hatian (Prudential
Principle) dan juga prinsip kerahasiaan (Confidential Principle), dalam hal ini nasabah
merupakan juga konsumen dari perbankan harus dilindungi hak-haknya sebagaimana diatur
dalam perundang-undang.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK), sering terdapat klausula baku pada suatu perjanjian kredit bank dengan
cara mencantumkan syarat sepihak dimana klausula ini menyatakan bahwa bank sewaktu -
waktu diperkenankan untuk merubah (menaikan / menurunkan) suku bunga pinjaman (kredit)
yang diterima oleh debitur, tanpa pemberitahuan atau persetujuan dari debitur terlebih dahulu
atau dengan kata lain ada kesepakatan bahwa debitur setuju terhadap segala keputusan
sepihak yang diambil oleh bank untuk merubah suku bunga kredit, yang telah diterima oleh
debitur pada masa / jangka waktu perjanjian kredit berlangsung. Disinilah letaknya
kedudukan nasabah debitur menjadi lemah secara yuridis - ekonomis dan kurang
menguntungkan.
Makna Perlindungan Nasabah dalam Perlindungan Konsumen
Istilah hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen sudah sangat sering
terdengar, namun belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya, juga
apakah kedua cabang hukum itu identik. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai
keseluruhan asas asas atau kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara
berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen, di dalam
pergaulan hidup.
Teori perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) terdapat dalam Alinea ke empat Pembukaan UUD 1945
yang menyebutkan bahwa melindungi segenap bangsa dan seluruh tupah darah Indonesia.
-
3
Secara teoritik, aline ke empat pembukaan UUD 1945 telah menentukan suatu teori
perlindungan hukum bagi segenap bangsa Indonesia/warga negara dibindang ekonomi
termasuk perlindungan hak konsumen/nasabah perbankan.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konsumen diartikan sebagai pemakai
hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya), penerima pesan iklan, pemakai jasa
termasuk jasa keuangan. Nasabah diartikan sebagai orang yang biasa berhubungan dengan
atau menjadi pelanggan bank (dalam hal keuangan), atau orang yang menjadi tanggungan
asuransi, sedangkan perlindungan merupakan suatu hal/perbuatan untuk melindundi, jadi
secara harafiah perlindungan nasabah merupakan suatu kegitan atau perbuatan untuk
melindungi orang yang menjadi pelanggan bank/yang berhubungan dengan kegiatan transaksi
perbankan.
Perjanjian baku dialih bahasakan dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu
standard contract atau standard voorwaarden. Di luar negeri belum terdapat
keseragaman mengenai istilah yang dipergunakan untuk perjanjian baku. Kepustakan Jerman
mempergunakan istilah Allgemeine Geschafts Bedingun, standard vertrag,
standaardkonditionen. Hukum Inggris menyebutnya dengan standard contract.
Mariam Darus Badruzaman, menerjemahkannya dengan istilah perjanjian baku,
baku yang berarti patokan, ukuran, acuan. Mengenai perjanjian baku ini, belum ada suatu
pengertian atau definisi yang pasti. Karena perjanjian baku merupakan perjanjian tidak
bernama yang tidak diatur di dalam KUH Perdata tetapi tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat. Ada beberapa pendapat mengenai pengertian atau definisi perjanjian baku, yaitu :
1. Menurut Hood Philips.
These contracts (standard contracts) are of the take-it or leave-it kind, for here the
customer cannot bargain over the terms; his only choice is to accept the terms in toto or
-
4
to reject the service altogether (kontrak ini (perjanjian baku) adalah jenis kontrak take-it
or leave-it, karena konsumen tidak dapat menegosiasikan klausul klausulnya, satu -
satunya pilihan adalah menerimanya atau menolaknya).
2. Menurut E.H. Hondius.
Standaardvoorwaarden zijn schrifdelijke konceptbedingen, welke zij opgesteld om zonder
onderhandelingen omtrent hun inhoud opgenomen te worden in een gewoonlijk onbepaald
aantal nog te sluiten overeenkomsten van bepaalde aard (kontrak standar adalah konsep
janji - janji tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya, serta pada umumnya
dituangkan dalam bentuk perjanjian - perjanjian yang tidak terbatas jumlahnya, namun
sifatnya tertentu).
3. Menurut Drooglever Fontuijn.
Contracten waarvan een belangrijk deel van de inhoud word bepaald door een vast
samenstel van contracts bedingen (perjanjian yang bagian isinya yang penting dituangkan
dalam susunan janji - janji).
4. Menurut Mariam Darus Badrulzaman.
Perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk
formulir.
5. Menurut Munir Fuady.
Perjanjian baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak
dalam kontrak tersebut, bahkan sering kali kontrak tersebut sudah tercetak (boilerplate)
dalam bentuk formulir - formulir tertentu oleh salah stu pihak, yang dalam hal ini ketika
kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data - data
informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula - klausulanya,
di mana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya
-
5
sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausula - klausula yang sudah
dibuat oleh salah satu pihak tersebut.
6. Menurut Sutan Remy Sjahdeini.
Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausul yang dibakukan
oleh pemakainya dan pihak lainnya pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk
merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal
saja, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa
hal lainnya yang spesifik dari objek yang diperjanjikan.
7. Menurut H. Salim HS.
Perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam
bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,
terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen.
Pengertian Bank
Pengertian bank menurut undang - undang perbankan UU No.10 tahun 1998 Pasal 1
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan / atau bentuk-bentuk lainya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan /
atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
-
6
secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Mengenai asas perbankan menurut pasal 2 UU No.10 tahun 1998 menyebutkan
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah
demokrasi ekonomi yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian
fungsi utama perbankan Indonesia dalam pasal 3 UU No.10 tahun 1998 menyebutkan, bahwa
perbankan Indonesia mempunyai fungsi utama yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat. Sejalan dengan fungsi utama dimaksud, tujuan perbankan Indonesia sebagaimana
yang tercantum dalam pasal 4 UU No.10 tahun 1998 adalah menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Praktik perbankan di Indonesia saat ini yang diatur dalam Undang-Undang perbankan
memiliki beberapa jenis Bank. Dalam buku karangan Kasmir berjudul Manajemen perbankan
menjelaskan mengenai jenis-jenis perbankan.
Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank
Membicarakan perlindungan hukum terhadap nasabah kita tidak dapat memisahkan
diri dengan Undang - Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, karena
pada dasarnya UU inilah yang dijadikan bagi perlindungan konsumen termasuk halnya
nasabah secara umum. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan bukan tidak ada
membicarakan tentang nasabahnya di dalamnya, tetapi karena UU no. 10 Tahun 1998 hanya
bersifat memberitahukan kepada nasabah semata tidak memberikan akibat kepada perbankan
itu sendiri sehingga dirasakan kurang memberikan perlindungan kepada nasabahnya. Tetapi
secara administrasi UU No. 10 Tahun 1998 memberikan perlindungan kepada nasabahnya.
-
7
Perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution)
memegang peranan penting dalam proses pembangunan nasional. Hal ini membuatnya sarat
akan pengaturan baik melalui peraturan perundang - undangan di bidang perbankan sendiri
maupun perundang - undangan lain yang terkait. Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) juga sangat terkait, khususnya
dalam hal perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen.
Rasio diundangkannya UUPK yaitu dalam rangka menyeimbangkan daya tawar
konsumen terhadap pelaku usaha dan mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan
bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatannya. UUPK mengacu pada filosofi
pembangunan nasional, yakni bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum
perlindungan terhadap konsumen yaitu dalam rangka membangun manusia Indonesia
seutuhnya berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar negara
Pancasila dan Konstitusi negara UUD 1945.
Konsumen jasa perbankan lebih dikenal dengan sebutan nasabah, dalam praktik
perbankan nasabah dibedakan menjadi tiga yaitu pertama, nasabah deposan, yaitu nasabah
yang menyimpan dananya pada suatu bank, misalnya dalam bentuk giro, tabungan, dan
deposito, kedua, nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit atau pembiayaan perbankan,
misalnya kredit kepemilikan rumah, pembiayaan murah, dan sebagainya, ketiga, nasabah
yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank (walk in customer), misalnya
transaksi antara importir sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri dengan
menggunakan fasilitas letter of credit (L/C).
Pengaturan melalui UUPK yang sangat terkait dengan perlindungan hukum bagi
nasabah selaku konsumen perbankan adalah ketentuan mengenai klausula baku. Dari
peraturan perundang - undangan di bidang perbankan ketentuan yang memberikan
-
8
perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen antara lain adalah dengan
diintrodusirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Undang - Undang Nomor 10
Tahun 1998. Di tingkat teknis payung hukum yang melindungi nasabah antara lain adanya
pengaturan mengenai penyelesaian pengaduan nasabah dan mediasi perbankan dalam
Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Pencantuman klausul - klausula dalam perjanjian kredit / pembiayaan pada bank
sepatutnya merupakan upaya kemitraan, karena baik bank selaku kreditur maupun nasabah
saling membutuhkan dalam upaya mengembangkan usahanya masing - masing. Untuk itu
dalam memberikan perlindungan terhadap nasabah perlu adanya upaya edukasi dan
penjelasan mengenai isi perjanjian dimaksud. Adanya kondisi demikian, melatar belakangi
UUPK memberikan pengaturan mengenai klausula baku, yaitu sebagai berikut :
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan / atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen
dan/atau perjanjian apabila :
a) Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha.
b) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang
dibeli konsumen.
c) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen.
d) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
e) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan
jasa yang dibeli oleh konsumen.
-
9
f) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi
harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa.
g) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku
usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
h) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang
dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Kepercayaan merupakan inti perbankan sehingga bank harus menjaganya. Hukum
sebagai alat rekayasa sosial terlihat aktualisasinya di sini. Di tataran undang - undang maupun
Peraturan Bank Indonesia (PBI) terdapat pengaturan untuk menjaga kepercayaan masyarakat
kepada perbankan dan sekaligus dapat memberikan perlindungan hukum bagi nasabah.
Pertama, untuk memberikan perlindungan hukum bagi nasabah deposan, Undang - Undang
Nomor 10 Tahun 1998 mengamanatkan dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan
mewajibkan setiap bank untuk menjamin dana masyarakat yang disimpan dalam bank yang
bersangkutan.
Amanat dimaksud telah direalisasikan dengan diundangkannya Undang - Undang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Fungsinya adalah menjamin
simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabiltas sistem perbankan
sesuai dengan kewenangannya. Kedua, perlindungan hukum bagi nasabah, khususnya dalam
hal terjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Hal ini diatur melalui PBI No. 7/7/PBI/2005
tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah sebagaimana telah diubah dengan PBI No.
10/10/PBI/2008 dan PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008.
-
10
Pasal 1 angka 4 PBI No. 7/7/PBI/2005, mendefinisikan Pengaduan sebagai ungkapan
ketidakpuasan Nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian finansial pada
Nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Bank. Sesuai dengan Pasal 2 PBI No.
7/7/PBI/2005, bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis tentang
penerimaan pengaduan, penangangan dan penyelesaian pengaduan, serta pemantauan
penanganan dan penyelesaian pengaduan.
Ketentuan mengenai kebijakan dan prosedur tertulis dimaksud diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 7/24/DPNP tertanggal 18 Juli 2005, yaitu sebagai berikut
:
1) Kewajiban Bank untuk menyelesaikan Pengaduan mencakup kewajiban
menyelesaikan Pengaduan yang diajukan secara lisan dan atau tertulis oleh Nasabah
dan atau Perwakilan Nasabah, termasuk yang diajukan oleh suatu lembaga, badan
hukum, dan atau bank lain yang menjadi Nasabah Bank tersebut.
2) Setiap Nasabah, termasuk walk - in customer, memiliki hak untuk mengajukan
pengaduan.
3) Pengajuan pengaduan dapat dilakukan oleh Perwakilan Nasabah yang bertindak untuk
dan atas nama Nasabah berdasarkan surat kuasa khusus dari Nasabah.
Mengingat penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam PBI Nomor
7/7/PBI/2005 tidak selalu dapat memuaskan nasabah dan apabila tidak segera ditangani dapat
mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan
dan merugikan hak - hak nasabah, maka perlu dibentuk lembaga Mediasi yang khusus
menangani sengketa perbankan.
-
11
Mediasi (Perbankan) adalah proses penyelesaian Sengketa yang melibatkan mediator
untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk
kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan.
Adapun yang menjadi penyelenggara Mediasi Perbankan menurut Pasal 3 PBI No.
8/5/PBI/2006, yakni Lembaga Mediasi perbankan independen yang dibentuk asosiasi
perbankan. Proses beracara dalam Mediasi Perbankan secara teknis diatur dalam PBI No.
8/5/PBI/2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006, yaitu
sebagai berikut :
1) Pengajuan penyelesaian Sengketa dalam rangka Mediasi perbankan kepada Bank
Indonesia dilakukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah.
2) Dalam hal Nasabah atau Perwakilan Nasabah mengajukan penyelesaian Sengketa
kepada Bank Indonesia, Bank wajib memenuhi panggilan Bank Indonesia.
Syarat - syarat Pengajuan Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Perbankan, yaitu
sebagai berikut:
1) Diajukan secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung yang memadai.
2) Pernah diajukan upaya penyelesaiannya oleh Nasabah kepada Bank.
3) Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh
lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat Kesepakatan yang difasilitasi
oleh lembaga Mediasi lainnya.
4) Sengketa yang diajukan merupakan Sengketa keperdataan.
5) Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam Mediasi perbankan yang
difasilitasi oleh Bank Indonesia; dan
6) Pengajuan penyelesaian Sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja sejak
tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Bank kepada Nasabah.
-
12
Proses Mediasi dilaksanakan setelah Nasabah atau Perwakilan Nasabah dan Bank
menandatangani perjanjian Mediasi (agreement to mediate) yang memuat :
1) Kesepakatan untuk memilih Mediasi sebagai alternatif penyelesaian Sengketa; dan
2) Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan Mediasi yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Jika proses mediasi telah selesai dilaksanakan, maka pihak bank wajib mengikuti dan
mentaati perjanjian Mediasi yang telah ditandatangani oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah
dan Bank.
Mekanisme Penyelesaian Pengaduan Nasabah Perbankan
A. Mekanisme pengaduan diantaranya:
1. Hubungi dahulu bank yang bersangkutan.
2. Apabila tidak ada respon/tanggapan. Hubungi Bank Indonesia.
3. Apabila tidak ditemukan titik temu serta ada kerugian baik material dan sebagainya (Harus
diselesaikan secara hukum, untuk menuntut ganti rugi, dan sebagainya, Hubungi Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) maupun Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK).
B. Pengaduan ke bank yang bersangkutan :
CALL CENTER BANK :
1. Bank Indonesia (BI) : Untuk surat, layangkan ke alamat :
Humas Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin 2 Jakarta 10110 Indonesia
Telp (62-21) 381-7187 Faks (62-21) 350-1867
email : [email protected]
Bank Indonesia menyediakan layanan telepon pengaduan (hotline) untuk menerima dan
melayani keluhan masyarakat atas banyaknya SMS dan telepon penawaran Kredit Tanpa Agunan
(KTA). Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah di Pontianak mengatakan BI menyediakan nomor
085888509797, untuk menampung dan menindaklanjuti keluhan masyarakat yang terganggu SMS
-
13
penawaran KTA. Menurut Kabiro Humas BI, nomor tersebut adalah koordinasi Humas dan Direktorat
Investigasi Mediasi Perbankan Bank Indonesia.
2. Bank BRI Call BRI di 14017 atau (021) 57 987 400 / 500 017 Atau secara tertulis beserta lampiran salinan
faktur beserta bukti pembelanjaan melalui nomor faksimili (021) 385 0218 / 350 3949 / 350 2602.
3. Bank Mandiri. Buka LINK http://www.bankmandiri.co.id/contact.aspx
a. Setiap formulir yang dikirim akan diberikan nomor Ticket ID, yang akan tampil setelah Anda menekan tombol "Submit"
b. Sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, setiap pengaduan mohon dilengkapi dengan Foto Copy Identitas, silakan
menggunakan fasilitas attachment pada form dibawah atau kirimkan melalui fax di +62-21-
5299-7711 dan cantumkan nomor Ticket ID Anda
c. Untuk mengetahui status keluhan Anda, silakan mengirimkan e-mail kembali atau menghubungi Mandiri Call melalui nomor 14000 atau +62-21-52997777 dengan menyebutkan
nomor Ticket ID Anda
d. Jangan pernah menulis USER ID dan PIN pada saat menyampaikan informasi, saran atau keluhan, Bank Mandiri tidak akan pernah menanyakan USER ID dan PIN dalam kondisi
apapun.
fax di +62-21-5299-7711
Call Center 14000 atau +62-21-52997777
4. Bank Bukopin :
Jl. MT. Haryono Kav. 50-51
Jakarta 12770
Phone. +6221 798 8266, 798 9837
Fax. +6221 798 0625, 798 0238, 798 0244
Telex. 62487, 66087 BKOPIN IA
Contact : Corporate Secretary
Email : [email protected]
atau Call Center Halo Bukopin di 14005
Layanan Nasabah:
1) Informasi korporasi selain layanan produk dan jasa, silahkan hubungi Corporate Secretary
atau e-mail [email protected]
2) Informasi serta keluhan nasabah atas layanan produk dan jasa (termasuk jaringan kantor dan
ATM) silahkan hubungi Call Center Halo Bukopin di nomor 14005 atau e-mail:
Adapun identitas yang diperlukan ialah :
1) Nama jelas.
2) Nomor yang dapat dihubungi (HP atau nomor rumah/kantor).
-
14
3) Alamat lengkap dan jelas.
5. Bank Mega :
Kantor Pusat
Menara Bank Mega Lt. 15
Jl. Kapten Tendean 12-14A
Jakarta 12790
TEL. 021. 7917 5000 (hunting)
FAX. 021. 7918 7100
Email : [email protected]
UNTUK PENGADUANK IKUTI LINK http://www.bankmega.com/konsultasi.php
6. Bank BCA :
Kantor Pusat BCA:
Menara BCA, Grand Indonesia
Jl. MH Thamrin No. 1, Jakarta 10310
Telp. (021) 235 88000, Fax. (021) 235 88300
Halo BCA
Kini Halo BCA dapat dihubungi di 500888 atau (021) 500888 dari ponsel Anda
Email: [email protected]
7. Bank BNI :
Call Center 500046
Atau (021) 500046 atau 68888
atau ke email: [email protected]
Atau Ikuti LINK http://www.bni.co.id/hubungikami.aspx
8. Untuk Bank-Bank Lainnya Cek Situsnya, dan lihat bagian Hubungi Kami (Kontak/Layanan)
C. Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK).
-
15
D. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Memudahkan pengaduan, maka akan dijelaskan bagaimana prosedur untuk dapat
mengadu ke YLKI dan bagaimana proses serta mekanisme penanganannya :
1. Pertama, cara yang dapat dilakukan untuk mengadu adalah melalui telepon, surat
atau dating lansung. Pengaduan melalui telepon dikategorikan menjadi dua yaitu
hanya minta informasi atau saran (advice), maka telpon itu cukup dijawab secara
lisan pula dan diberikan advice pada saat itu dan selesai
Pengaduannya untuk ditindaklanjuti. Jika konsumen meminta pengaduannya
ditindaklanjuti, maka si penelepon diharuskan mengirim surat pengaduan secara
tertulis ke YLKI yang berisi kronologis kejadian yang dialami sehingga merugikan
konsumen wajib mencantumkan identitas dan alamat lengkap konsumen
menyertakan barang bukti atau fotocopy dokumen pelengkap lainnya (kwitansi
pembelian, kartu garansi, surat perjanjian, dan lain-;ain).
Apakah konsumen sudah pernah melakukan komplain ke pelaku usaha. Jika belum
pernah, maka konsumen dianjurkan untuk melakukan komplain secara tertulis ke
pelaku usaha terlebih dahulu, serta cantumkan tuntutan dari pengaduan konsumen
tersebut.
2. Kedua, setelah surat masuk ke YLKI, resepsionis meregister semua surat-surat
yang masuk secara keseluruhannya (register I). Selanjutnya surat diberikan kepada
Pengurus Harian setidaknya ada tiga yaitu (a) ditindaklanjuti/ tidak ditindaklanjuti
(b) bukan sengketa konsumen (c) bukan skala prioritas. Surat di disposisikan ke
Bidang Pengaduan Konsumen dilakukan register II Khusus sebagai data
pengaduan.
-
16
3. Ketiga, setelah surat sampai ke personil yang menangani maka dilakukan seleksi
administrasi disini berupa kelengkapan secara administrasi.
4. Proses Administrasi.
Langkah selanjutnya dilakukan setelah proses administasi dan analisis substansi,
yaitu korespondensi kepada pelaku usaha dan instansi terkait sehubungan dengan
pengaduan konsumen.
5. Pada tahap pertama korespodensi dilakukan bisanya adalah meminta tanggapan
dan penjelasan mengenai kebenaran dan pengaduan konsumen tersebut. Di sini
YLKI memberikan kesempatan untuk mendengarkan kedua belah pihak yaitu versi
konsumen dan versi pelaku usaha. Tidak jarang dengan korespodensi ini kasus
dapat diterima masing-masing pihak dengan memberikan jawaban surat secara
tertulis ke YLKI yang isinya permintaan maaf kepada konsumen dan sudah
dilakukan penyelesaian langsung kepada konsumennya.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dalam korespodensi ini masing-
masing pihak tidak menjawab persoalan dan bersikukuh dengan pendapatnya.
Dalam kondisi ini YLKI mengambil inisiatif dan pro aktif untuk menjadi mediator.
YLKI membuat surat undangan untuk mediasi kepada para pihak yang sedang
bersengketa untuk mencari solusi terbaik.
6. Proses Mediasi.
YLKI memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan duduk
perkara yang sebenarnya tanpa boleh dipotong oleh pihak lain sebelum pihak
pertama selesai memberikan penjelasan. Setelah masing-masing menyampaikan
masalahnya, maka YLKI memberikan waktu untuk klarifikasi dan koreksi tentang
apa yang disampaikan oleh masing-masing pihak.
-
17
Setelah permasalahannya diketahui, maka masing-masing pihak berhak
menyampaikan opsi atau tuntutan yang diinginkan, sekaligus melakukan negosiasi
atas opsi atau tuntutan tersebut untuk mencapai kesepakatan. Apabila telah dicapai
kesepakatan, maka isi kesepakatan itu dituangkan dalam Berita Acara
Kesepakatan. Tahap akhir dari proses mediasi adalah mengimplementasikan hasil
kesepakatan.
Dalam melakukan penyelesaian kasus secara mediasi, ada dua kemungkinan yang
bisa terjadi yaitu terjadinya kesepakatan berarti selesai tidak terjadi kesepakatan
alias deadlock, artinya kasus selesai dalam tingkatan litigasi.
Berdasarkan pengalaman yang selama ini ditemui bidang pengaduan, mayoritas kasus
dapat diselesaikan dengan tercapainya kesepakatan damai. Walau memang ada satu dua yang
mengalami deadlock. Namun proses mediasi lebih efektif dan memudahkan untuk segera
terselesaikan kasus yang ada.
Daftar Referensi
Didit Saltriwiguna, Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Debitur Akibat Kenaikan Suku
Bunga Kredit Bank, Tesis, Legal Officer Dep. Kesekretarian kantor Pusat BPD,
Kalimantan Timur.
http://www.ylki.or.id
http://www.perlindungankonsumen.or.id
http://www.bni.co.id/
http://bca.co.id
http://www.bankmega.com
http://bukopin.co.id
http://www.bankmandiri.co.id
http://bi.go.id
L.J van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Cetakan ke - 15), Pradnya Paramita, Jakarta,
1978.
Kasmir, Manajemen Perbankan, PT Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Khotibul Umam, Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Sebagai Konsumen Jasa Perbankan,
Diakses dari < http://khotibwriteinc.blogspot.com/2008/10/perlindungan-hukum-bagi-
nasabah.html >.
-
18
Melli Meilany, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang
undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Skripsi, Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008.
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,
1987.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia Edisi Revisi, PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta, 2004.
Tim Penyusun, Hukum Perlindungan Konsumen, Bahan Ajar, Fakultas Hukum Universitas
Sam Ratulangi, Manado, 2007.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Tentang Perbankan.