perlindungan hukum terhadap nasabah bank syariah...
TRANSCRIPT
-
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK
SYARIAH (STUDI KASUS PENYELESAIAN SENGKETA
EKONOMI SYARIAH AKAD PEMBIAYAAN
AL-MUSYARAKAH DI PENGADILAN
AGAMA KELAS IA JAMBI.
SKRIPSI
Oleh:
PUTRI PARMASELA
NIM. SHE 162074
PEMBIMBING:
Dra. Masnidar, M.EI
Rasito SH., M. Hum
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI STS JAMBI
2019
-
MOTTO
Artinya: “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong,
banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang
kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu)
diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling
dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu
sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka
putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang adil.” (QS. Al-Maidah: 42)
-
PERSEMBAHAN
Untaian syukur yang sudah seharusnya tiada henti dilantunkan akan semua
karunia indahnya yang tak pernah putus atas limpahan kasih sayangnya dan
Ridhonyalah segala halangan dan rintangan serta ujian dan cobaan dapat dilalui
dengan ketegaran dan kesabaran yang terdalam.
Alhamdulillah ku ucapkan kepada Allah SWT, karya ini merupakan wujud
dari upaya untuk mengharapkan Rahmat dan Ridhonya. Kupersembahkan Skripsi
ini kepada orang yang kuhormati dan aku sayangi Ayahanda tercinta (Basri M)
dan Ibunda tercinta (Nirwana) yang telah melahirkanku, membesarkanku, dan
mendidikku. Selalu berdoa untuk anak-anaknya yang tak kenal lelah apalagi
mengeluh dalam mencari rezeki untuk memenuhi semua kebutuhan anaknya demi
tercapainya cita-cita anaknya.
Terimakasih kepada kakakku Nanda Munandar, kakak iparku Hilda Farisa
dan adikku M. Bagus Ilham yang selalu ikhlas dan tulus memberi semangat dan
motivasi kepadaku.
Terimakasih kepada seluruh teman-temanku (Sri Lestari, Siti Maryam,
Juraidah, Wulan Lestari Sahputri) tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian
semua tak kan mungkin aku sampai disini, terimakasih untuk canda tawa, tangis
dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasih untuk kenangan manis
yang telah mengukir selama ini.
Almamater Biruku sungguh indah dan sungguh cerah warnamu, tetaplah
menjadi tempat pengabdian yang luar biasa, anak bangsa sangat
membutuhkanmu.
-
ABSTRAK
Putri Parmarsela: SHE. 162074; Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank
Syariah (Study Kasus Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Akad Pembiayaan
Al-Musyarakah di Pengadilan Agama Kelas I A Jambi.
Skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan dua hal utama, yaitu : (1) Untuk
mengetahui prosedur penyelesaian sengketa Ekonomi Syariah akad pembiayaan
Al-Musyarakah di pengadilan Agama Kelas I A Jambi, (2) Untuk mengetahui
perlindungan hukum terhadap debitur (Nasabah Bank Syariah). Untuk mencapai
tujuan itu, maka skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik
pengumpulan datanya berupa : wawancara, dan dokumentasi. Dengan pendekatan
tersebut, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : Prosedur penyelesaian
perkara sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama I A Jambi dengan dua
penanganan perkara cara sederhana dan cara biasa. Penanganan perkara ekonomi
syariah dengan cara sederhana mengacu kepada Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Gugatan Sederhana atau biasa dikenal
dengan istilah small claims court. Sementara itu, penanganan perkara ekonomi
syariah dengan cara biasa tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Perlindungan hukum terhadap nasabah dalam akad Al- Musyarakah
sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan antara lain: UU No 8 tahun
1999 tentang perlindungan konsumen pasal 49 yang mengatur badan penyelesaian
sengketa konsumen, dan Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 pada pasal 55
tentang penyelesaian sengketa, disamping itu jika terjadi sengketa para pihak
mendapat perlindungan hukum berupa hak untuk mengajukan perkara melalui
pengadilan Agama.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Nasabah Bank Syariah, Akad Al-
Musyarakah
-
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-nya serta anugerah yang tiada terkira, shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada junjungan kita Rasullah SAW yang telah mengajarkan
suri tauladan, dan yang telah membawa kita dari jaman jahiliyah ke jaman modern
seperti yang kita rasakan sekarang dengan kemudahannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah
Bank Syariah (Studi Kasus Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Akad
Pembiayaan Al-Musyarakah di Pengadilan Agama Kelas IA Jambi”.
Skripsi ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan
kelulusan studi pada Program Sarjana (S1) Fakultas Ekonomi Syariah Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Oleh karena itu, hal yang pantas
penulis ucapkan adalah kata terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu penyelesaian skripsi ini, terutama sekali kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi Asy‟ari, MA., Ph.D selaku Rektor UIN STS
Jambi.
2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS
Jambi.
3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc, M. HI. Ph. D, selaku Wakil Dekan I
Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
4. Ibu Dr. Rahmi Hidayat, M. HI., selaku wakil Dekan II Fakultas Syariah
UIN STS Jambi.
5. Ibu Dr. Yuliatin, S. Ag. M. HI, selaku wakil Dekan III Fakultas Syariah
UIN STS Jambi.
-
6. Ibu Dr. Maryani, S. Ag., M.HI dan Ibu Pidayan Sasnifa, S.H, M.Sy, selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah.
7. Ibu Dra. Masnidar, M.EI selaku dosen pembimbing I.
8. Bapak Rasito SH., M. Hum selaku dosen pembimbing II.
9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah.
10. Bapak dan Ibu Karyawan/Karyawati di lingkungan Fakultas Syariah UIN
STS Jambi.
11. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung
maupun tidak langsung.
Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari
Kesempurnaan. Oleh karenanya diharapkan kepada semua pihak untuk dapat
memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada ALLAH
SWT kita mohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon
kemaafannya. Semoga amal kebajikan kita dinilai seimbang oleh ALLAH SWT.
Jambi, September 2019
Putri Pamarsela
SHE. 162074
-
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN ..................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .................................. ii
NOTA DINAS ............................................................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA ............................................................................ iv
MOTTO ......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN .......................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
C. Batasan Masaah .................................................................................. 6
D. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
E. Kerangka Teori................................................................................... 7
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 34
BAB II METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ........................................................................ 37
B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 37
C. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 37
D. Teknik Pengumpulan data .................................................................. 38
E. Metode Analisis Data ......................................................................... 39
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 42
G. Jadwal Penelitian ................................................................................ 44
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Kota Jambi ................................ 46
B. Visi, Misi & Motto ............................................................................. 47
-
C. Struktur Organisasi ............................................................................ 48
D. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Kota Jambi ................. 46
E. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Kota Jambi............................... 52
BAB IV PEMBAHASAN
A. Prosedur Penyelesaian Perkara Sengketa Ekonomi Syariah .............. 55
B. Perlindungan Hukum terhadap Debitur (Nasabah Bank Syarah) ...... 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 71
B. Saran ................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Pembiayaan Musyarakah .................................................. 5
-
DAFTAR SINGKATAN
BI : Bank Indonesia
BPR : Bank Perkreditan Rakyat
BRI : Bank Rakyat Indonesia
DSN : Dewan Syariah Nasional
HAM : Hak Asasi Manusia
IAIN : Institut Agama Islam Negeri
KHES : Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana
LKS : Lembaga Keuangan Syariah
LPS : Lembaga Penjamin Simpanan
MUI : Majelis Ulama Indonesia
PHS : Penetapan Hari Sidang
PSAK : Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
UU : Undang-undang
UUPK : Undang-undang Perlindungan Konsumen
UIN : Universitas Islam Negri
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman di era globalisasi ini perekonomian di dunia maupun di
Indonesia semakin berkembang, seiring perkembangannya masyarakat Islam
juga mengembangkan prinsip syariah yang menjadi acuan masyarakat Islam
dalam malakukan perekonomian. Ekonomi syariah sendiri merupakan
perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip syariah.
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang di pahami oleh nilai-nilai Islam.
Semakin banyaknya bentuk-bentuk usaha ekonomi syariah tersebut
merupakan perkembangan yang bagus bagi masyarakat Islam itu sendiri.
Dalam ekonomi konvesional, motif aktivitas ekonomi mengarah kepada
pemenuhan keinginan (wants) individu manusia yang tak terbatas dengan
menggunakan faktor-faktor produksi yang terbatas. Akibatnya, masalah
utama ekonomi konvensional adalah kelangkaan (scarcity) dan pilihan
(choice).50
Di Indonesia sendiri pertumbuhan bank syari‟ah sejak UU. No 7
tahun 1992 tentang yang kemudian dirubah menjadi UU. No.10 tahun 1998
tentang perbankan hingga disahkannya UU No.21 tahun 2008 tentang
perbankan syari‟ah semakin meningkat. Dalam hal perekonomian yang
dilakukan lewat bank pasti ada satu maupun dua masalah yang timbul antara
50
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007),
hlm. 5
-
nasabah dengan bank tersebut yang bersangkutan. Seiring dengan pesatnya
pertumbuhan itu, potensi yang muncul untuk terjadinya sengketa dalam
perbankan syari‟ah juga semakin tinggi, sehingga menjadi penting bagi
perbankan syari‟ah maupun masyarakat pengguna jasa perbankan syari‟ah
untuk memahami secara benar bagaimana penyelesaian sengketa yang terjadi
pada perbankan syari‟ah. Semenjak Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama diamandemen dengan Undang-Undang No. 3
Tahun 2006.51
Hal ini memberikan implikasi positif terhadap pengembangan
lembaga Pengadilan Agama di Indonesia. Dalam Pasal 49 Undang-undang
No. 3 Tahun 2006 ditegaskan : “Peradilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang Perkawinan, Waris, Wasiat,
Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Ekonomi Syari‟ah.52
Sejak adanya amandemen tersebut sekarang pengadilan negeri
menjadi berkurang kewajibannya akan tetapi tidak menutup kemungkinan
permasalahan sengketa ekonomi syari‟ah di selesaikan di pengadilan negeri.
Tetapi setelah keluarnya amandemen tersebut sekarang yang berhak dan
berkewenangan dalam menangani sengketa perbankan syari‟ah adalah
Pengadilan Agama. Peradilan Agama tidak lagi hanya berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara tentang perkawinan, kewarisan, wasiat,
hibah, wakaf dan shadaqah, tapi diberi kewenangan baru dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syari‟ah.
51
Abdul Ghofur Anshori., Peradilan Agama di Indonesia Pasca UU No. 3 Tahun 2006
(Sejarah,Kedudukan & kewenangan),(Yogyakarta: UII Press,2007), hlm. 17 52
Ibid, hlm. 20
-
Bank syariah yaitu bank yang operasionalnya berpedoman pada usaha
yang dilakukan seperti di zaman Rasulullah saw. Bentuk-bentuk usaha yang
udah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasul atau bentuk-bentuk
usaha baru sebagai hasil ijtihad para tokoh agama yang tidak menyimpang
dari Al-Qur‟an dan Al-Hadist. Menurut UU No. 10 Tahun 1998 adalah bank
yang menjalankan kegiatan berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.53
Salah satu akad bagi hasil dalam Bank Syariah adalah akad
musyarakah. Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106
mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana. Para mitra
bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai sebuah usaha tertentu
dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru,
selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi
hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada
mitra lain.54
Dalam musyarakah dapat ditemukan aplikasi ajaran Islam tentang
ta‟awun (gotong-royong), ukhwah (persaudaraan) dan keadilan. Keadilan
sangat terasa ketika penentuan nisbah untuk pembagian keuntunggan yang
bisa saja berbeda dari porsi modal karena disesuaikan oleh faktor lain selain
53
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik , (Jakarta: Gema Insani,
2012) 54
Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), hlm.134
-
modal misalnya keahlian, pengalaman, ketersediaan waktu dan sebagainya.
Selain itu keuntungan yang dibagikan kepada pemilik modal merupakan
keuntungan riil, bukan merupakan nilai nominal yang telah ditetapkan
sebelumnya seperti bunga/riba. Prinsip keadilan juga terasa ketika orang yang
punya modal usaha lebih besar akan menanggung resiko finansial yang juga
lebih besar.55
Proporsi keuntungan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan
yang ditentukan sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi modal yang
disertakan (pendapat Imam Malik dan Imam Syafi‟i), dapat dilihat dalam
gambar berikut:
Gambar 1.1
Bagan Proses Musyarakah
Sementara itu, kerugian, apabila terjadi akan ditanggung bersama
sesuai dengan proporsi penyertaan modal masing-masing. Dapat diaambil
55
Ibid , hlm. 135.
-
kesimpulan bahwa dalam musyarakah keuntungan dibagi berdasarkan
kespakatan para pihak sedangkan kerugian ditanggung bersama sesuai
dengan proporsi penyertaan modal masing-masing pihak.56
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di Pengadilan
Agama Jambi terdapat penyelesaian sengketa ekonomi syariah, salah satunya
adalah sengketa tentang akad pembiayaan al-musyarakah. Perkara tersebut
telah di putus dengan putusan pengadilan Nomor: 0710/pdt.G/2017/PA.Jambi
dari studi dokumentasi atas putusan tersebut penulis menemukan adanya
indikasi ketidakpahaman nasabah untuk mengetahui hak dan kewajiban,
termasuk konsekwensinya atas keterlambatan pembayaran sehingga saat
terjadi wanprestasi yang dilakukan nasabah dan nasabah melakukan gugatan
hukum. Pihak Bank sendiri telah memenuhi persyaratan dalam perjanjian dan
hak serta kewajiban, sehingga dalam hal ini perlindungan hukum terhadap
nasabah tidak bisa diaplikasikan. Oleh karena itu, penulis memandang perlu
untuk meneliti “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Syariah (Studi
Kasus Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Akad Pembiayan Al-
Musyarakah di Pengadilan Agama Kelas I A Jambi).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana prosedur penyelesaian perkara sengketa ekonomi syariah akad
pembiayaan al-musyarakah di pengadilan Agama kelas I A Jambi ?
56
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007),
hlm. 51-52.
-
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap debitur (Nasabah Bank BRI
Syariah) ?
C. Batasan Masalah
Agar permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini lebih fokus
supaya tidak menyimpang dari ruang lingkup penelitian, maka penulis
membatasi kajian penelitian ini. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini
yaitu: waktu dan lokasi. Dari segi waktu penelitian ini mengakses
perlindungan hukum dan dari segi lokasi penelitian ini yang terjadi di
Pengadilan Agama Kelas IA Jambi.
D. Tujuan dan kegunaan penelitian
1. Adapun tujuan dari penelitian adalah:
a. Untuk mengetahui prosedur penyelesaian perkara sengketa ekonomi
syariah akad pembiayaan al-musyarakah di pengadilan Agama kelas I A
Jambi.
b. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap debitur (Nasabah
Bank Syariah).
2. Adapun kegunaan penelitian adalah:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dan memberikan manfaat bagi
pembangunaan ilmu pengetahuan dibidang hukum ekonomi syariah
atau muamalat dan dapat memperkaya referensi dan literature
kepustakaan terkait dengan kajian mengenai hukum acara peradilan
Agama khusunya mengenai perlindungan hukum di peradilan Agama
-
dalam perkara ekonomi syariah dan sebagai acuan penelitian
selanjutnya.
b. Ingin menambah cakrawala berfikir bagi penulis dan untuk menambah
keilmuan yang dipersembahkan kepada khususnya Fakultas syariah dan
Universitas Islam Negri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
E. Kerangka Teori
1. Akad Musyarakah
a. Pengertian Musyarakah
Istilah lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah. Musyarakah
menurut bahasa berarti “al-ikhtilath” yang artinya campur atau percampuran.
Maksud dari percampuran yakni seseorang mencampurkan hartanya dengan
harta orang lain sehingga antara bagian yang satu dengan lainnya sulit untuk
dibedakan.57
Adapun secara terminologi ada beberapa pendapat ulama fiqh yang
memberikan definisi syirkah antara lain:
1) Menurut mazhab Maliki, syirkah suatu izin bertasharruf bagi masing-
masing pihak bersertifikat.
2) Menurut mazhab Hambali, syirkah adalah persekutuan dalam hal hak
dan tasharruf .
3) Menurut mazhab syafi‟i, syirkah merupakan berlakunya hak atas
sesuatu bagi dua pihak atau lebih dengan tujuan persekutuan.58
57
Rahmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001) hlm. 183. 58
Mas‟adi Ghufron A, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), hlm. 191.
-
4) Menurut Sayyid Sabiq, bahwa syirkah adalah akad antara dua orang
berserikat pada pokok modal harta (modal) dan keuntungan.
5) Menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, syirkah merupakan akad yang
berlaku antara dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam suatu
usaha dan membagi keuntungannya.59
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES),
syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih, dalam hal
permodalan, keterampilan, kepercayaan dalam suatu usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.60
Menurut Fatwa DSN-MUI, musyarakah adalah pembiayaan
berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.
Berdasarkan pengertian musyarakah diatas, musyarakah adalah
kerjasama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dimana
para pihak masing-masing memberikan kontribusi dana secara bersama-
sama dalam keuntungan dan kerugian ditentukan sesuai perjanjian yang
telah disepakati.
b. Dasar hukum Musyarakah
1. Landasan Al-Qur‟an
Adapun beberapa yang menjadi dasar hukum musyarakah antara lain
59
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 125. 60
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), hlm 218.
-
a) Dalam Al-Qur‟an, yaitu Surah Shaad: 24 sebagai berikut:
Artinya: Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat
ini sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.61
b) Dalam Al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 12 sebagai berikut:
...
Artinya:... tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka
mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu... (QS. An-Nisa‟:12).
Dalam surat An-Nisa (4) ayat 12, pengertian syuraka adalah bersekutu
dalam memiliki harta yang diperoleh dari warisan. Sedangkan dalam surat
Shad (38) ayat 24, lafal al-khutha diartikan syuraka, yakniorang-orang yang
mencampurkan harta mereka untuk dikelola bersama.62
2) Landasan Dalam Hadis Rasulullah SAW
Adapun hadis yang menjadi dasar hukum masyarakat dinyatakn sebagai
berikut:
a) Hadis Abu Hurairah
61
QS. Shaad ( 38 ) : 24 62
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm 342.
-
Artinya : Dari Abu Hurairah, r.a. beliau berkata: Rasulullah pernah
bersabda Allah telah berfirman: “Aku menemani dua orang yang
bermitrausaha selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati
yang lain. Bila salah seorang berkhianat, maka Aku akan keluar dari
kemitrausahaan mereka. Riwayat Abu Dawud. Hadis Sahih menurut
Hakim.”63
Dari beberapa hadis tersebut jelaslah bahwa musyarakah merupakan
akad yang dibolehkan oleh syara, bahkan dalam hadis yang kedua dijelaskan
bahwa musyarakah merupakan akad yang sudah dilaksanakan sebelum Islam
datang. Setelah Islam datang, kemudian akad tersebut diterapkan sebagai
akad yang berlaku dan dibolehkan dalam Islam.64
3. Pertimbangan Yuridis
Landasan hukum berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 08/ DSN-
MUI/IV/2000 tentang pembiayaan musyarakah.65
c. Rukun dan Syarat Musyarakah
1. Rukun Musyarakah
Rukun musyarakah adalah sesuatu yang harus ada ketika musyarakah
itu berlangsung. Ada perbedaan pendapat terkait dengan rukun musyarakah
menurut ulama Hanafi, bahwa rukun musyarakah ada dua, yakni ijab dan kabul
sebab ijab kabul (akad) menentukan adanya musyarakah. Adapun yang lain
63
Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Maram, (Surabaya: Grafis Mutiara, 2011),
hlm 397. 64
Muhammad Ismail Al-Kahlani, Subul As-Salam juz 3, (Mesir: Maktabah wa Mathba‟ah,
1960), hlm 64. 65
Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan musyarakah
-
mengenai dua orang atau pihak yang berakad dan harta berada diluar
pembahasan akad seperti akad jual beli.66
Jumhur ulama telah menyepakati bahwa akad merupakan salah satu hal
yang harus dilakukan dalam musyarakah. Adapun rukun musyarakah menurut
ulama yaitu:
1) Dua orang yang melakukan akad (aqidain), Dua orang yang melakukan
akad harus memenuhi syarat, yaitu harus ahli menjadi wakil maupun yang
mewakilkan.
2) Barang yang dijadikan syirkah (mauqud alaih). Barang yang akan
dijadikan syirkah berupa mata uang yang berlaku dinegaranya.
3) Akad (shighot), didalam akad terdapat syarat, yaitu pengucapan salah
seorang anggota atau keduanya memberi izin kepada seseorang dalam
tasharuf (hartanya).
4) Pekerjaan (al-mal).67
2. Syarat-Syarat Musyarakah
Syarat musyarakah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum
dilaksanakan. Jika syarat tidak terwujud maka transaksi musyarakah batal.
Menurut Hanafiah syarat-syarat musyarakah terbagi menjadi empat bagian:
a) Syarat yang berkaitan dengan semua bentuk musyarakah baik harta,
maupun lainnya. Dalam hal ini, terdapat dua syarat: pertama berkaitan
dengan benda yang dapat diterima sebagai perwakilan. Kedua, berkaitan
66
Ibid, hlm. 127. 67
M.Nadzir, Fiqh Muamalah Klasik, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015), hlm 122.
-
dengan keuntungan, pembagiannya harus jelas dan disepakati oleh kedua
belah pihak, misalnya setengah, dan sepertiga.
b) Syarat yang berkaitan dengan harta (mal). Di dalam hal ini, ada syarat
yang harus dipenuhi, yaitu pertama modal yang dijadikan objek akad
musyarakah adalah dari alat pembayaran yang sah (nuqud), seperti riyal,
rupiah, dan dollar. Kedua, adanya pokok harta (modal) ketika akad
berlangsung baik jumlahnya sama atau berbeda.
c) Syarat yang terkait dengan syirkah mufawadah yaitu pertama modal pokok
harus sama. Kedua orang yang ber-syirkah yaitu ahli kafalah. Ketiga objek
akad disyaratkan syirkah umum, yaitu semua macam jual beli atau
perdagangan.68
Selain syarat-syarat diatas ada syarat lain yang diperlukan dalam musyarakah.
Menurut Idris Ahmad, syarat tersebut meliputi:
a) Mengungkapkan kata yang menunjukan izin anggota yang berserikat
kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
b) Anggota serikat saling mempercayai. Sebab, masingmasing mereka
merupakan wakil lainnya.
c) Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masingmasing,
baik bentuk mata uang atau lainya.
Malikiyah menambahkan bahwa orang yang melakukan akad syirkah
disyaratkan merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).69
68
Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010),
hlm. 129. 69
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 128.
-
Secara umum, aplikasi musyarakah dalam lembaga keuangan syariah dapat
digambarkan dalam Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak
untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
Ketentuan dasar mengenai sistem pembiayaan musyarakah pada lembaga
keuangan syariah tertuang dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No.08/DSN
MUI/IV/2000. Adapun secara lengkapnya isi fatwa tersebut adalah:
a) Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan
pada tujuan kontrak (akad).
2) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakkan cara-cara kominikasi modern
b) Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-
hal berikut:
1) Kompeten dalam memberikan atau diberi kekuasaan perwakilan.
2) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap
mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
3) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal.
-
4) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi
wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan
memperhatikan kepentingan misalnya, tanpa melakukan kelalaian
dan kesalahan yang disengaja.
5) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginfestasikan dana untuk kepentingan sendiri.70
c) Objek akad (modal, kerja, keuntungan, kerugian)
1) Modal
a. Modal yang diberikan harus tunai, emas, perak, atau yang
nilainya sama.
b. Modal terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang,
property, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus
terlebih dahulu dinilai dengan uang tunai dan disepakati oleh
para mitra.
c. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbangkan, dan menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
d. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada
jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan,
LKS dapat meminta jaminan.
70
Naf‟an , Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014),
hlm 105.
-
2) Kerja
a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah, tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat.
Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari lainnya,
dalam hal ini boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi
dirinya.
b. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi
dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi
kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
3) Keuntungan
a. Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian
musyarakah.
b. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proposional.
c. Atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan
jadwal yang diterapkan bagi seseorang mitra.
d. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan dan prosenstase itu diberikan kepadanya.
e. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
4) Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proposional menurut saham
masing-masing dalam modal.71
71
Trisodini P. Usanti, Transaksi Bank Syariah,( Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 10.
-
d) Biaya operasional dan persengketaan
1. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan diantara pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui badan Arbitrase syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.72
d. Macam-macam Musyarakah
Secara garis besar, musyarakah dikategorikan menjadi dua jenis, yakni
musyarakah kepemilikan (syirkah al amlak), dan musyarakah akad (syirkah al
aqad). Musyarakah kepemilikan tercipta karena adanya warisan, wasiat atau
kondisi lainnya mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah
aset nyata, dan berbagi pula dalam keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan, dimana dua pihak
atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan kontribusi modal
musyarakah, serta sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.73
1. Syirkah Amlak
Syirkah amlak adalah persekutuan kepemilikan dua orang atau lebih
terhadap suatu barang tanpa transaksi syirkah. Syirkah hak milik dibagi menjadi
dua:
a. Syirkah ikhtiyar (sukarela), yaitu syirkah yang lahir atas kehendak dua
pihak yang bersekutu. Contohnya dua orang yang mengadakan kongsi
72
Ainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm 253. 73
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), hlm. 211.
-
untuk membeli suatu barang, atau dua orang mendapat hibah atau wasiat,
dan keduanya menerima, sehingga keduanya menjadi sekutu dalam hak
milik.
b. Syirkah jabar (paksa), yaitu persekutuan yang terjadi di antara dua orang
atau lebih tanpa sekehendak mereka. Seperti dua orang yang mendapatkan
sebuah warisan, sehingga barang yang diwariskan tersebut menjadi hak
milik yang bersangkutan.
Hukum kedua jenis syirkah ini adalah masingmasing sekutu bagaikan
pihak asing atas sekutunya yang lain, sehingga, salah satu pihak tidak berhak
melakukan tindakan apapun terhadap harta tersebut tanpa izin dari yang lain,
karena masing-masing sekutu tidak memiliki kekuasaan atas bagian
saudaranya.74
2. Syirkah Uqud
Syirkah uqud adalah dua orang atau lebih melakukan akad untuk
bekerja sama (berserikat) dalam modal dan keuntungan. Artinya, kerja sama
ini didahului oleh transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan
pembagian keuntungannya.
Ulama Hanafiah menetapkan syarat-syarat untuk syirkah uqud .Untuk
keabsahan syirkah uqud yang harus dipenuhi antara lain:
a. Tasarruf yang menjadi objek akad syirkah harus bisa diwakilkan. Dalam
syirkah uqud keuntungan yang diperoleh merupakan kepemilikan bersama
yang dibagi sesuai dengan kesepakatan. Atas dasar tersebut, maka setiap
74
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Vol 5,( Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm. 443.
-
anggota musyarakah memiliki kewenangan kepada anggota serikat lainnya
untuk melakukan tasarruf . Dengan demikian masingmasing pihak menjadi
wakil pihak lainnya.
b. Pembagian keuntungan harus jelas. Bagian keuntungan untuk masing-
masing anggota musyarakah nisbahnya harus ditentukan dengan jelas,
misalnya 30%, 20%, atau 10%. Apabila pembagian keuntungan tidak
jelas, maka syirkah menjadi fasid, karena keuntungan merupakan mauqud
alaih rukun dari musyarakah.
c. Keuntungan harus merupakan bagian yang dimiliki bersama secara
keseluruhan, bukan dengan penentuan misalnya untuk A 200, B 500. Jika
keuntungan telah ditentukan, maka akad syirkah menjadi fasid. Karena
syirkah mengharuskan adanya penyertaan dalam keuntungan, apabila
penentuan kepada orang tertentu maka akan menghilangkan hakikat
perkongsiaan.75
Syirkah ini terbagi dalam beberapa macam:
1. Syirkah Inan, yaitu kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih dengan
badan (fisik) atau harta keduanya yang telah diketahuinya meskipun tidak
sama, kemudian keduanya atau salah satu pihak merealisasikan materi
kontrak tersebut. Sedangkan laba terbesar diperuntunkkan bagi pelaksana
kontrak,terbanyak. Modal kerja berupa uang atau material harus diketahui
jumlah dan nilainya, sedangkan kadar untung dan rugi disesuaikan dengan
kadar modal masing-masing sesuai syarat dan kesepatan yang saling
75
Nur Khoirin, Menyoal Kesyariahaan Bank Syariah, (Semarang: IAIN Walisongo Press,
2010), hlm 34.
-
menguntungkan. Dengan demikian syirkah inan seorang tidak dibenarkan
hanya bersekutu dalam keuntungan saja, sedangkan kerugian dibebaskan.
Dalam syirkah inan tidak disyaratkan adanya persamaan modal, tasarruf,
dan keuntungan serta kerugian. Dengan kesimpulan tersebut maka antara
peserta satu dengan lainnya, boleh sama dan boleh berbeda, semisal A
menanamkan modal Rp. 500.000 B menanamkan modal Rp 1.000.0000
dan C menanamkan modal Rp. 300.000. Ketika itu berupa kerugian maka
perhitungan disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan.
2. Syirkah Wujuh, yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, tanpa adanya penyertaan
modal atas dasar kepercayaan para pebisnis terhadap mereka. Keuntungan
yang didapat dibagi berdua, dan tiap pihak menjadi wakil mitra bisnis dan
penjaminnya (kafil), dan kepemilikan keduanya sesuai kesepakatan yang
disyaratkan sebelumnya. Kerugian disesuaikan prosentase kepemilikan
mereka, sedangkan keuntungan disesuaikan kesepakatan dan kerelaan
semua pihak.76
3. Syirkah Mufawadhah, adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau
lebih. Dimana masing-masing pihak memiliki partisipasi dalam
memberikan porsi yang sama, baik dalam modal, tanggung jawab dan hak
suara. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara bersama.
Dengan demikian, syarat utama dalam hal ini, adalah kesamaan dana yang
76
Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, (Jakarta: Darus
Sunnah Press, 2012), hlm 932.
-
diberikan kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-
masing pihak.
4. Syirkah Abdan, adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih,
yang memiliki profesi sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.
Misalnya, kerjasama dua orang arsitek untuk menggarap suatu proyek,
atau kerjasama dua orang penjahit untuk menerima pembuatan order
seragam sekolah. Syirkah abdan ini berupa fisik atau disebut syirkah al-
mal (kerja).77
5. Syirkah Mudharabah, yaitu persetujuan antara pemilik modal (shohibul
mal) dan seseorang pekerja(mudhorib), untuk mengelola uang dari pemilik
modal dalam suatu perdagangan tertentu yang keuntungannya dibagi
sesuai dengan kesepakatan bersama. Adapun kerugian ditanggung oleh
pemilik modal. Pihak pemodal menyerahkan modalnya dengan akad
wakalah kepada seorang pekerja untuk dikelola dan dikembangkan
menjadi usaha yang menghasilkan keuntungan (profit).78
e. Teori Perlindungan Hukum
1. Perlindungan hukum
Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond bahwa
hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai
kepentingan dalam masyrakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan,
perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara
77
Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press Yogyakarta), 2011, hlm 109. 78
Ali Al-Khafif, Al-Syarikah ai al-Fiqh al-Islami, (Mesir: Dar al-Fikri al- Arabi, 1972),
hlm 23.
-
membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah
mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas
tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan
dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan
hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang
diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupkan kesepakatan
masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota
masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap
mewakili kepentingan masyarakat.79
Menurut Satjipto Rahardjo, Perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua
hak-hak yang diberikan oleh hukum.80
Selanjutnya menurut Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum
bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan resprensif.
Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam
pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang resprensif
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di
lembaga peradilan.81
79
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum , Bandung : (PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.53. 80
Ibid, hlm,69. 81
Ibid, hlm,54.
-
Sedangkan menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra bahwa hukum dapat
didifungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar
adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antipatif. 82
Dari uraian para ahli diatas memberikan pemahaman bahwa perlindungan
hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan
tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek
hukum sesuai dengan aturan hukum baik itu yang bersifat preventif maupun
dalam bentuk yang bersifat represif baik yang secara tertulis maupun tidak
tertulis.
b. Bentuk Perlindungan Hukum
Menurut R. La Porta dalam Jurnal of Financial Economics, bentuk
perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki dua sifat, yaitu
bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman (sanction).83
Bentuk
perlindungan hukum yang paling nyata adalah adanya institusi-institusi penegak
hukum seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan lembaga-lembaga
penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non-litigasi) lainnya.
Perlindungan hukum sangat erat kaitanya dengan aspek keadilan. Menurut
Soedirmman Kartohadiprojo pada hakikatnya tujuan hukum adalah mencapai
keadilan. maka dari itu, adanya perlindungan hukum merupakan salah satu
82
Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung : Remaja
Rusdakarya, 1993) hlm. 118. 83
Rafael La La Porta, “Investor Protection and Cororate Governance; Journal of
Financial Economics”, no. 58, (Oktober 1999): hlm. 9.
-
medium untuk menegakkan keadilan salah satunya penegakan keadilan dibidang
sengketa ekonomi syariah.
c. Hak dan Kewajiban Perlindungan Hukum
Hak adalah sesuatu yang harus kita dapatkan sedangkan kewajiban adalah
sesuatu yang harus kita kerjakan. Lahirnya suatu kontrak menimbulkan suatu
hubungan hukum perikatan yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban
Pemenuhan hak dan kewajiban itulah yang menjadi akibat hokum dari suatu
kontrak Dengan kata lain, akibat hukum kontrak sebenarnya adalah pelaksanaan
dari isi kontrak itu sendiri. Pasal 1339 KUHPer menyatakan bahwa suatu kontrak
tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam kontrak
tersebut, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan atau
diwajibkan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang Tentang hak dan
kewajiban para pihak dalam kontrak tertuang dalam isi perjanjian yang disepakati
kedua belah pihak.84
3. Perlindungan Nasabah Pada Bank Syariah Menurut Undang-Undang
Perlindungan Konsumen Dan Peranan Nasabah Sebagai Konsumen
Perbankan.
a. Perlindungan Nasabah Pada Bank Syariah Menurut Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
Dalam UU No.10 Tahun 1998, Nasabah meruakan pihak yang
menggunakan jasa bank. Nasabah penyimpan adalah basabah yang menempatkan
dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan
84
Tinjauan umum tentang perlindungan Hukum dan Kontrak “franchise”, artikel di akses
pada 1 juli 2015 dari http:// repository. Usu ac.id/bitstream/123456789/35732/6/chapter%20III-
V.pdf.
-
nasabah yang bersangkutan, sedangkan nasabah debitur adalah nasabah yang
memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasrkan prinsip syariah, atau
yang dipersamakan dengan itu, berdasrkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.85
Bank syariah merupakan pelaku usaha, karena bank syariah merupakan
bandan usaha yang bergerak dibidang jasa, yaitu jasa keuangan. Nasabah bank
syaria, baik umum maupun BPRS merupakan konsumen. Hak dan kewajibannya
nasabah serta hak dan kewajiban bank syariah diatur dalam UU Perlindungan
konsumen.
Hak konsumen menurut pasal 4 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen (UUPK) adalah:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang dan jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi serta
jaminan barang atau jasa.
4. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhan atas barang dan jasa yang
digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
85
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan instrument-innstrumen Hukumnya,
(Bandung: Citra Aditya Bakti,2000), hlm. 33.
-
6. Hak untuk mendapatkan pembianan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan dengan baik secara benar dan jujur serta tidak di
diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila
barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.86
Selanjutnya, kewajiban konsumen menurut pasal 5 UUPK adalah:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk, informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.87
Adapun hak pelaku usaha menurut pasal 6 UUPK adalah:
1. Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang atau jasa.
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen.
86
Pasal 4 UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen 87
Pasal 5 UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
-
4. Hak untuk rehabilitas nama baik apabila tidak terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang
diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan88
Kewajiban pelaku usaha menurut pasal 7 UUPK adalah:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang atau jasa serta memberikan penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur serta
tidak diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang atau jasa yang di produksi dan di
perdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa
yang berlaku.
e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan
mencoba barang atau jasa yang dibuat atau di perdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau
jasa yang di terima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.89
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan UUPK dapat dikenakan sanksi,
baik sanksi administratif, maupun sanksi pidana. Sanksi administrative di atur
dalam pasal 60 UUPK. Sanksi administrative dapat dikenakan kepada pelaku
88
Pasal 6 UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen 89
Pasal 7 UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
-
usaha yang melanggar pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), serta pasal 26. Dengan
mengacu pada pasal 26 maka jika bank syariah dalam memberikan jasa nya,
terutama kepada nasabah penyimpan dana, tidak dapat di memenuhi jaminan
bahwa dana nasabah dapat di ambil kembali sesuai dengan perjanjian, maka bank
syariah telah melanggar pasa ini dan dapat dikenakan sanksi administratif yang
diatur dalam pasal 60, yaitu berupa penetapan ganti rugi paling banyak
Rp.2.000.000.000 (dua milliard rupiah).
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan pasal 11, pasal 12, Pasal 13 ayat
(1), pasal 14, pasal 16 dan pasal 17 ayat (1) huruf d dan f, dipidana dengan pidana
penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta). 90
b. Peranan Nasabah Sebagai Konsumen Perbankan
Nasabah menurut pasal angka 2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen (UUPK) adalah juga konsumen, yaitu setiap
pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyrakat, baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain, dan tidak di
perdagangkan. Adapun bank menurut pasal 1 angka 3 UUPK adalah sebagai
pelaku usaha yang memberikan pelayanan perbankan yang dimanfaatkan oleh
konsumen, yakni nasabah bank. Menurut penjelasan UUPK, pelaku usaha
meliputi perusahaan, korporasi, badan usaha milik Negara, koperasi, importer,
pedagang, distributor dan perbankan termasuk pelaku usaha.91
90
Neni Sri Imaniyati, Perbankan Syariah dalam Presepektif Hukum Ekonomi, (Jakarta:
Pustaka Yustisia,2011), hlm.83-84. 91
Ibid hlm, 84-85.
-
4. Urgensi dan Tujuan Perlindungan Nasabah Bank
a. Urgensi Perlindungan Nasabah Bank
Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum bagi nasabah bermakna,
hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasi kekuasaan
kepadanya untuk bertindak dalam ranga kepentingan tersebut. Pengalokasian
kekuasaan ini dilakukan dengan secara terukur, dalam arti ditentukan dengan
hak. Dengan demikian, tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu bias disebut
sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh
hukum kepada seseorang. 92
Menurut sistem perbankan Indonesia, perlindungan terhadap nasabah
penyimpanan dana, dapat dilakukan melalui dua cara, yakni sebagai berikut:
1. Perlindungan secara implisit (Implisit Deposit Protection)
Pengertian perlindungan secara implisit adalah perlindungan yang di
hasilkan oleh pegawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat
menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank yang di awasi. Adapun
perlindungan yang diperoleh dalam konteks ini, melalui :
a) Peraturaan perundang-undangan dibidang perbankan (UU No. 10
tahun 1998)
b) Perlindungan yang dihasilkan oleh pegawasaan dan pembinaan yang
efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
c) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga pada
khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umunya.
92
Ibid, hlm.104.
-
d) Memelihara tingkat kesehatan bank.
e) Melakukan usaha sesuai dengan kehati-hatian.
f) Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah.
g) Menyediakan informasi risiko pada nasabah
2. Perlindungan Secara Ekplisit (Explicit Deposit Protection)
Perlindungan secara ekplisit adalah perlindungan melalui pembentukan
suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat. Dengan demikian,apabila
bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yag akan mengganti dana masyrakat
yang disimpan di bank tersebut. Di Indonesia lembaga tersebut dikenal sebagai
lembaga penjamin simpanan (LPS) yang diatur dala undang-undang Nomor 24
Tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan (LPS).
Kehadiran lembaga tersebut dikarenakan UU No.10 tahun 1998 hanya
mengatur perlindungan kepada nasabah secara implisit. Dalam Undang-undang
tersebut, pada dasarnya perlindungan kepada nasabah tidak dapat dipisahkan
dengan upaya menjaga kelangsungan bank sebagai suatu lembaga pada khususnya
dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya. Bank yang tetap
dapat menjaga kelangsungan usahanya dan tetap tangguh dalam persaingan dunia
perbankan yang semakin ketat, hanyalah bank yang mampu menjaga
kesehatannya dengan baik. Suatu bank yang tangguh dan sehat pada dasarnya
akan mampu mengamankan dana yang dipercayakan masyrakat kepada nya, dan
-
bank yang sehat dengan sendiri nya mendukung terbentuknya sistem perbankan
yang sehat.93
3. Bentuk-bentuk dan Mekanisme Perlindungan Nasabah
a. Perlindungan tidak langsungan
Perlindungan secara tidak langsung oleh dunia perbankan terhadap
kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan hukum yang
diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala resiko kerugian yang
timbul dari suau kebijaksanaan atau timbul dari kegiataan usaha yag dilakukan
oleh bank. Hal ini adalah suatu upaya dan tindakan pencegahan yang bersifat
internal oleh pihak bank yang bersangkutan dengan melalui hal-hal yang
dikemukakan berikut ini : 94
1) Prinsip kehati-hatian
Menurut ketentuan pasal 2 UU No. 10 tahun 1998 dikemukakan
bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan
dekmokrasi ekonomi mengunakan prinsip ke hati-hatian. Ketentuan ini
menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah suatu asas terpenting yang
wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiataan
usahanya. Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk
selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus
konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan dibidang
perbank berdasarkan profesiolisme dan beritikad baik.
93
Ibid, hlm. 105-107. 94
Hermansya, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, edisi 2, (Jakarta: kencana Prenada
media group, 2005), hlm.146.
-
UU No.10 Tahun 1998 mempertegas kembali mengenai pentingnya
prinsip kehati-hatian yakni dalam pasal 29 ayat (2).95
Pasal 29 ayat (2)
„‟Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan
ketentuan,kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,
rahabilitas, solvabilitas,dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha
bank, dan wajib melakukan kegiataan usaha sesuai dengan prinsp kehati-
hatian.96
Dalam ketentuan pasal 29 ayat (3) terkandung arti perlunya diterapkan
kehati-hatian dalam rangka penaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah kepada nasabah debitur.
Pasal 29 ayat (3)
„‟Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasrkan prinsip syariah
dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara
yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan
dananya kepada bank.97
Ketentuan pasal 29 ayat (2) dan (3) diatas berhubungan erat dengan
ketentuan pasal (4), karena bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah
penyimpan dan simpananya.
Pasal 29 ayat (4)„‟untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan
informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan
dengan transaksi nasabah yang dilakkan melalui bank.
4. Perlindungan Hukum Kegiatan Nasabah Bank Syariah
Sebagai sebuah usaha kegiatan usaha yang regulasinya diatur oleh undang-
undang dan perundang-undangan lain berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah,
95
Ibid, hlm.147. 96
Pasal 29 ayat (2) UU.No. tahun 1998 tentang perbankan 97
Pasal 29 ayat (3) UU.No.10 tahun 1998 tentang perbankan
-
didalam perbankan syariah juga terdapat sistem perlindungan hukum terhadap
nasabah. Sistem itu dapat dilihat dari sisi hubungan antara bank dengan nasabah,
serta hubungan antara bank dengan bank Indonesia sebagai bank sentral. Dalam
hubungan ini, ada beberapa aspek perlindungan hukum yang diatur melalui
perundang-undangan diantraranya sebagai berikut. 98
a) Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Melalui Undang-Undang Perlindungan
Konsumen.
Undang-undang perlindungan konsumen (UUPK) merupakan salah
satu hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen Indonesia.
Sebelum disahkanya UUPK, pada dasarnya telah ada beberapa peraturan
perundang-undangan yang materinya melindungi kepentingan konsumen
antara lain.Pasal 202 KUHP, ordinasi bahan-bahan berbahaya (1949),
Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang persoaan terbatas (sekarang
menjadi UU NO. 40 Tahun 2007), Undang-undang Nomor 10 tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-undang 7 Tahun 1992 tentang
perbankan.Lahirnya UUPK diharapkan menjadi paying hukum dibidang
konsumen dengan tidak menutup kemungkinan terbentuknya peraturan
perundang-undangan lain yang materinya memberikan perlindungan
terhadap nasabah debitur perlu kiranya peraturan tentang prekreditan
direalisir sehingga dapat dijadikan panduan dalam pemberian kredit.
98
Bambang Hermanto, Hukum Perbankan Syariah, ( Yogyakarta: kaukaba, 2014), hlm,
93-94.
-
b) Perlindungan Hukum Dalam Aspek Kepatuhan Pada Prinsip Syariah
Menurut undang-undang nmor 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah, perlindungan nasabah atas kegiatan usaha perbankan syariah juga
mencakup kepatuhan terhadap prinsip syariah mekanisme perlindungan
hukum dalam aspek ini mencakup hal-hal berikut:
1) Aturan mekanisme pengesahan dari otoritas fatwa tentang
halallan/kesesuain produk dan jasa keuangan bank dengan prinsip
syariah. Otoritas fatwa tentang kehalalan/kesesuaian produk dan jasa
keuangan bank dengan prinsip syariah diatur denga peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/32/PBI/2008-komite perbankan syariah,
merupakan aturan dan mekanisme pengesahan otoritas fatwa tentang
kehalalan jasa dan produk perbankan syariah. Secara normatif, peratuan
BI di atas mengandung nmorma hukum yang arus ditaati untuk
mencapai ketertiban hukum, karena pada prinsip dan tujuan sebuah
pengaturan adalah mencapai ketertiban. Oleh karena itu pelanggaran
terhadap mekanisme yang sudah diatur adalah hilangnya ketertiban
hukum yang secra konstruktif dibangun untuk mencapai tujuan yang
diharpkan. Selanjutnya mediasi perbankan adalah proses penyelesaian
sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang
bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan
sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang
bersengketakan. Adapun yang menjadi penyelenggara mediasi
-
perbankan sebagaimana telah diatur dalam ketentuan pasal 3 PBI No.
8/5/PBI/2006.
2) Sistem pengawasan yang memantau transaksi keuangan bank sesuai
dengan fatwa yang dikeluarkan oleh otoritas fatwa perbankan serta
mekanisme penetapan. Karakteristik operasional perbankan syariah
secara ideal memiliki ciri utama menerapkan bagi hasil dalam menarik
dana maupun dalam kegiatan financing. Akad yang lazim diguanakan
mudharabah dan musyarakah. Dalam hal ini, manajemen bank syariah
bertindak selaku mudharib dari dua pihak sekaligus, yaitu pemilik bank
dan deposan (investor) yang memiliki hak yang berbeda. Kondisi ini
dapat menimbulkan konflik kepentingan dari manajemen bank dalam
memperlakukan kedua belah pihak.
F. Tinjauan Pustaka
Pembahasan mengenai putusan hakim tentang sengketa ekonomi syariah
antara lain yaitu skripsi karya Pratami Wahyudya Ningsi yang berjudul Analisis
Terhadap Putusan Hakim Dalam Perkara Gugatan Pemenuhan Kewajiban Akad
Pembiayaan Al-Musyarakah di Pengadilan Agama Purbalingga (Studi Terhadap
Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg), IAIN Salatiga tahun 2017. Dari hasil
penelitiannya adalah dasar pertimbangan yang digunakan hakim yang tertuang
dalam Putusan nomor : 047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tersebut diantarannya adalah
Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka sengketa diputus dengan
verstek, Tergugat telah memenuhi unsur-unsur wanprestasi sesuai dengan
-
ketentuan hukum positif dan dalil-dalil syar‟i sehingga Tergugat menjadi pihak
yang kalah.99
Skripsi Yunita Naryanti yang berjudul “Gugatan Wanprestasi Yang
Diajukan Oleh PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira Berdasarkan Akad
Perjanjian Pembiayaan Al Musyarokah (Studi Terhadap Putusan Pengadilan
Agama Purbalingga Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg)” skripsi ini menggunakan
Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi pustaka. Metode
analisis yang digunakan adalah metode normatif kualitatif. Dengan hasil
penelitiannya adalah Pertimbangan hukum Hakim dalam memutus perkara
tentang gugatan wanprestasi yang diajukan oleh PT BPR Syariah Buana Mitra
Perwira adalah dengan mendasarkan pada alat bukti otentik berupa akad
perjanjian pembiayaan al musyarakah, yang nilai pembuktiannya kuat.100
Skripsi Fitriawan Sidiq yang berjudul “Analisis Kasus Terhadap Putusan
Hakim Dalam Kasus Sengketa Ekonomi Syariah Di PA Bantul (Putusan No.
0700/Pdt.G/2011/PA.Btl) dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2013.
Skripsi ini lebih menekankan kepada dasar pertimbangan hakim dalam putusan
perkara No. 0700/pdt.G/2011/PA.Btl dalam perkara gugatan pemenuhan
kewajiban akad mudharabah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Bantul.
Berdasarkan analisis skripsi tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan
bahwasanya sumber hukum yang digunakan oleh hakim adalah yurisprudensi MA
99
Pratami Wahyudya Ningsi, Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Perkara Gugatan
Pemenuhan Kewajiban Akad Pembiayaan Al-Musyarakah di Pengadilan Agama Purbalingga
(Studi Terhadap Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg), Skripsi: Salatiga, 2017. 100
Yunita Naryanti, Gugatan Wanprestasi Yang Diajukan Oleh PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira Berdasarkan Akad Perjanjian Pembiayaan Al Musyarokah (Studi Terhadap
Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg), Skripsi: Purwokerto,
2010.
-
No. 2899/K/Pdt/1994 tanggal 15 Februari 1996 dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No. 07/DSNMUI/VI/2000 tentang pembiayaan mudharabah. Fatwa
Dewan Syariah Nasioanl (DSN) yang digunakan oleh Hakim sebagai
pertimbangan hukum dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ini tidak
memiliki kekuatan hukum untuk digunakan sebagai dasar hukum pada
pertimbangan Hakim, karena Fatwa Dewan Syariah Nasional yang digunakan
hakim tidak diangkat sebagai pendapat Hakim sehingga tidak memiliki kekuatan
hukum dan tidak bisa dijadikan sumber hukum.101
Bedasarkan hasil penelitian sebelumnya maka penulis meneliti judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Syariah (Studi Kasus
Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Akad Pembiayaan Al-Musyarakah di
Pengadilan Agama Kelas IA Jambi) Putusan Pengadilan Nomor:
0710/pdt.G/2017/PA”. Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan
adalah metode yurisdis sosiologis. Dengan hasil penelitiannya adalah
ketidakpahaman nasabah untuk mengetahui hak dan kewajiban, termasuk
konsekwensinya atas keterlambatan pembayaran sehingga saat terjadi wanprestasi
yang dilakukan nasabah dan nasabah melakukan gugatan hukum. Pihak Bank
sendiri telah memenuhi persyaratan dalam perjanjian dan hak serta kewajiban,
sehingga dalam hal ini perlindungan hukum terhadap nasabah tidak bisa
diaplikasikan.
101
Fitriawan Sidiq, Analisis Kasus Terhadap Putusan Hakim Dalam Kasus Sengketa
Ekonomi Syariah Di PA Bantul (Putusan No. 0700/Pdt.G/2011/PA.Btl), Skripsi: UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2013.
-
BAB II
METODE PENELITIAN
G. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pengadilan Agama Kelas I A Jambi, beralamat di
Jl. Jakarta, Kota Baru, Kota Jambi, dan waktu penelitian pada bulan Juli 2019.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui akad Musyarakah
di pengadilan Agama Kelas IA Jambi ini mengunakan pendekatan yuridis
sosiologis. Data yang terkumpul dianalisis berdasarkan ketentuan-ketentuan
hukum yang berlaku.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis data
Jenis data dapat dibedakan menjadi 3, data primer, data sekunder, dan data
tersier. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data primer dan
sekunder untuk memperoleh data informasi sesuai dengan tujuan peneitian
yaitu data primer dan data sekunder.
a) Data Primer adalah data yang diperoleh dengan cara melakukan studi
lapangan, dengan cara melakukan wawancara. Wawancara secara
terstruktur dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan yang telah
disiapkan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data primer yang
diperoleh dari penelitian ini adalah wawancara peneliti bersama wakil
hakim Pengadilah Agama Kelas IA Jambi Bapak Firdaus, MA.
-
b) Data Sekunder ialah data yang diperoleh dengan melakukan studi
kepustakaan yakni melakukan serangkaian kegiatan membaca,
mengutip, dan mencatat buku-buku, jurnal, menelaah perundang-
undangan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.102
Data
sekunder dalam penelitian ini meliputi gambaran umum Pengadilan
Agama Kelas I A Jambi, serta landasan teori yang diperlukan.
2. Sumber data
Sumber data adalah tempat diperolehnya data. Adpun sumber data
dalam penelitian ini terdiri dari:
a) Sumber data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung di
lapangan dengan cara melakukan wawancara bersama wakil Hakim
Bapak Firdaus, MA di Pengadilan Agama Kelas I A Jambi dan bahan
hukum primer yang penulis gunakan adalah berupa putusan hakim
nomor: 0710/pdt.G/2017/PA.
b) Sumber data sekunder: sebagai perlengkapan atau pendukung data
primer data ini bersumber dari kepustakaan, dokumen, arsip, artikel,
makalah, literatur yang sesuai dengan obyek penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara merupakan alat pengumpul data untuk memperoleh
informasi langsung dari responden. Wawancara yang disebutkan dalam
golongan ialah wawancara yang berkaitan ilmiah, yang dilakukan secara
102
Ishaq, Metode Penelitian Hukum & Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi,
(Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 99.
-
sistematis dan runtut serta memiliki nilai validitas dan reliabilitas.
Wawancara juga ialah merupakan proses tanya jawab lisan antara dua orang
atau lebih secara langsung tentang informasi atau keterangan.103
Pada
penelitian ini wawancara dilakukan dengan wakil hakim di Pengadilan
Agama Kelas I A Jambi.
2. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yan berwujud
sumber data tertulis atau gambar. Sumber tertulis atau gambar berbentuk
dokumen resmi, buku, majalah, arsip, dokumen pribai, dan foto yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian.104
Dilakukan untuk memperoleh
dan memahami konsep dan teori serta ketentuan tentang perlindungan
hukum nasabah Bank Syariah di tinjau UU No 8 tahun 1999.
E. Metode analisis data
Analisis data berlangsung sejak awal penelitian hingga setelah kegiatan
pengumpulan data berakhir secara deskriptif dan kualitatif. Data yang terkumpul
dianalisis dan dideskripsikan dalam kalimat sederhana yang tersusun dan
sistematis.
Dalam hal ini Nasution sebagaimana dikutip oleh Sugiyono, menyatakan
bahwa analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah.
Sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil
103
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia:
1986), hlm. 12. 104
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.
71.
-
penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika
dimungkinkan teori yang grounded. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis
data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan
data.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data
model Miles dan Huberman. Analisis datanya dilakukan selama proses
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu. Pada saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap
jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka
peneiti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu diperoleh data
yang dianggap kredibel.105
Miles dan huberman mengatakan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai
tuntas. Sehingga datanya sudah jenuh. Teknik ini terdiri dari tiga tahapan yakni
analisis sebelum ke lapangan dan analisis ketika di lapangan.
Analisis data sebelum ke lapangan menurut Miles dan Huberman adalah
peneliti menganalisis data terhadap hasil study pendahuluan, atau data sekunder
yang akan digunakan untuk menentukan focus penelitian. Namun demikian focus
penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setellah peneliti
memasuki lapangan penelitian. Analisis setelah di lapangan menurut Miles dan
Huberman juga terdiri dari beberapa tahapan sebagaimana dijelaskan sebagai
berikut:
105
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm 91.
-
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
maka perlu dicatat secara teliti dan rinci.106
Reduksi data diartikan sebagai
proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-
catatan tertulis di lapangan. Dengan demikian data yang telah diredukasi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila
diperlukan.107
Secara operasionalnya, dalam teknik redukasi data ini, sejumlah besar
data mentah yang peneliti peroleh dan kumpulkan di lapangan akan peneliti
susun dalam bentuk catatan lapangan, salinan wawancara, salinan
dokumentasi. Setelah dipilih seperti itu, maka peneliti akan mudah untuk
melakukan proses redukasi dan penyeleksian dari data mentah yang terserak
itu lalu mengkrucut menjadi sejumlah data yang penting-penting saja, dan
berkaitan dengan penelitian.
2. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sebagainya. Dalam hal
ini Miles dan Huberman menyatakan bahwa yang paling sering digunakan
106
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 200. 107
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung; Alfabeta, 2007), hlm. 338.
-
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.108
Peneliti melakukan teknik men-display-kan data ialah dengan tujuan
memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan
kerja selanjutnya berdasarkan apa yang sudah ditemukan tersebut. Secara
operasionalnya, setelah data diredukasi, tahap selanjutnya peneliti akan
merangkai dan mensistematiskan data-data sesuai pada tempatnya
menyesuaikan dengan kepentingan laporan penelitian. Sehingga data yang
menjelaskan dan mempunyai arti dan bermakna.
3. Verifikai Data
Verifikasi dan penarikaan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam
proses analisis data penelitian kualitatif. Kesimpulan dalam penelitian ini
diharapkn dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak
awal.109
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah
merupakan temuan baru yang sebelumnya berupa deskripsi atau gambaran
suatu objek yang sebelumnya masih samar-samar ssehingga setelah diteliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis, atau
teori.110
F. Sistematika penulisan
Rangkaian sistematika penulisan ini terdiri empat bab. Masing-
masing bab diperinci lagi dengan beberapa sub bab yang saling berhubungan
108
Ibid, hlm. 341. 109
Beni Ahmad Saebeni, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung; Pustaka Setia, 2008),
202. 110
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2014), 345.
-
antara satu sama lainnya. Adapun sistematika penulis ini adalah sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan
masalah, Batasan Masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori,
dan tinjauan pustaka.
BAB II : Pada bab ini dipaparkan mengenai metode penelitian.
BAB III : Gambaran umum lokasi penelitian, meliputi sejarah, visi misi &
motto, Struktur Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi Pengadilan Agama dan
Wilayah Hukum Pengadilan Agama.
BAB IV : Pembahasan dan hasil penelitian prosedur penyelesaian perkara
sengketa ekonomi syariah akad musyarakah di Pengadilan Agama Kelas IA
Jambi, Perlindungan hukum terhadap nasabah bank syariah pada akad
pembiayaan musyarakah dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di
Pengadilan Agama Kelas IA Jambi.
BAB V : Penutup berupa kesimpulan dan saran
-
N
o Kegiatan
Waktu Penelitian
Februari
2019
Maret
2019
April
2019 Mei 2019
Agustus
2019
September
2019
Oktober
2019
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul x
2 Pembuatan
Proposal
x x x
3 Seminar dan
Perbaikan Proposal
x x
4 Pengesahan Judul x x x
5 Surat lulus seminar x x x x
6 Pengumpulan Data x x x x x
7 Analisis Data x x
8 Konsultasi
Pembimbing
x x
9 Bimbingan x x
10 Agenda dan Ujian
Skripsi
x
-
55
BAB III
GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA KOTA JAMBI
A. Sejarah Singkaat Pengadilan Agama Kota Jambi
Pada zaman Pemerintahan Sultan Thaha yaitu sebelum Pemerintahan
Belanda Jepang, sebenarnya Peradilan Agama sudah ada sebelum Indonesia
merdeka, namun kewenangannya hanya sebatas mengadili Perkara dalam
ruang lingkup Hukum keluarga diantara orang-orang pribumi yang beragama
Islam. Eksistensi Peradilan Agama yang tercantum dalam Undang-Undang
No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa
kedudukan dan tugas Peradilan Agama sebagai Kekuasaan Kehakiman sejajar
dengan Pengadilan lain yang ada,dikarenakan Peradilan Agama sebagai salah
satu Badan Peradilan Negara disamping tiga Badan Peradilan lainnya
(Peradilan Umum, Militer dan Tata Usaha Negara ) di Negara Republik
Indonesia ini.126
Pengadilan Agama Jambi yang berada di wilayah Yuridiksi Pengadilan
Tinggi Agama Jambi yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan PengadilanAgama/Mahkamah
Syar‟iyah diluar Jawa dan Madura yang kemudian diiringi dengan Penetapan
Menteri Agama RI Nomor 58 tahun 1957 tanggal 13 Nopember 1957 tentang
Pembentukan Pengadilan Agama /Mahkamah Syar‟iyah di Sumatera.
126
Wawancara dengan Bapak Drs. Firdaus, MA, wakil hakim pengadilan Agama Jambi
-
Didirikan pada tanggal 31 Agustus 1958 berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor : B/I/32/1622. Gedung yang ditempati pada waktu itu adalah
bekas kantor Kodim dibelakang Kantor lama Walikota Jambi di depan rumah
sakit Polisi Jalan Raden Mattaher Kota Jambi (menurut suatu sumber
berkantor di Kantor Urusan Agama Batanghari yang terletak di Kebun
Bungo). Kemudian pernah menempati gedung disamping Kantor Departemen
Agama yang sekarang berada di Jl. Prof Dr Hamka simpang Mutiara Kota
Jambi dan pada tahun 1977, Pengadilan Agama Jambi menempati gedung
yang dibangun di Jl. Ade Irma Suryani dibelakang Kantor Wilayah
Departemen Agama Propinsi Jambi di Komplek Telanaipura dengan biaya
PELITA tahun anggaran 1977/1978, kemudian tahun 1998 Pengadilan
Agama Jambi pindah dan menempati gedung sendiri di Jl. Jakarta Kotabaru
Kota Jambi. Selanjutnya Pengadilan Agama Jambi mendapat dana melalui
DIPA Pengadilan Agama Jambi untuk pembangunan Kantor dengan luas
tanah 3500 M2 lantai.
B. Visi, Misi & Motto
Visi pengadilan agama Kota Jambi adalah "Terwujudnya Pengadilan
Agama Jambi Yang Agung".
Misi Pengadilan Agama Kota Jambi adalah:
1) Menjaga Kemandirian Pengadilan Agama Jambi
2) Memberikan Pelayanan Hukum yang Berkeadilan Kepada Pencari
Keadilan
3) Meningkatkan Kualitas Pimpinan Pengadilan Agama Jambi
-
4) Meningkatkan Kredibilitas dan Transparansi Pengadilan Agama Jambi
Adapun Motto Pengadilan Agama Kota Jambi adalah :
"Dengan Kerja Bersama Kita Wujudkan Pengadilan Agama Jambi Yang
Siginjai"(Sinergis, Informatif, Giat, Inovatif, Jujur, Akuntabel, Ikhlas).127
C. Struktur Organisasi
Gambar 3.1
Sturktur Organisasi Pengadilan Agama Jambi Kelas IA
Sumber: Dokumen Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kelas I A Jambi
127
Dokumen Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kelas I A Kota Jambi
-
D. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Kota Jambi
1. Tugas Pokok Pengadilan Kota Jambi
Pengadilan Agama Jambi merupakan Pengadilan Tingkat Pertama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-
perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang
perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam, serta wakaf, shadaqah dan ekonomi syariah, sebagaimana diatur dalam
Pasal 49 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2010 tentang Peradilan Agama.128
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama mempunyai
fungsi sebagai berikut :
1. Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi
perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi;
2. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan
peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya;
3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di
lingkungan Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan
kecuali biaya perkara);
4. Memberikan Keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam
pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta
sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 50 Tahun
128
Dokumen Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Kota Jambi
-
2010 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama;
5. Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan pembagian
harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama
Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam sebagaimana diatur dalam
Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama;
6. Warmerking Akta Keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan
deposito/ tabungan, pensiunan dan sebagainya;
7. Pelaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum,
pelaksanaan hisab rukyat, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya.
2. Fungsi
Pengadilan Agama Kelas IA Jambi sebagai Pengadilan Agama tingkat
Pertama mempunya fungsi utama lembaga yaitu:
a. Fungsi Peradilan
1) Sebagai Pengadilan Agama tingkat Pertama bagi orang-orang yang
beragama Islam.
2) Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadiln yang beragama Islam mengenai
perkara tertentu sebagai mana dimaksud dalam undang-undang.
3) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
4) Pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membedakan orang.
-
5) Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-
kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya
peradilan yang sederhana, cepat dan ringan.
b. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawaan dilakukan oleh ketua pengadilan sebagaimana
diatur dalam pasal 53 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang
menerangkan Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas
pelaksanaan tugas hakim, panitera, sekretaris, dan jurnalista di wilayah
hukumnya.
c. Fungsi Mendamaikan
1) Sesuai dengan peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
menerangkan bahwa mediasi merupakan salah satu proses
penyelesaian sengketa yang cepat dan murah, serta dapat memberikan
akses yang lebih besar kepada pihak menemukan penyelesaian yang
memuaskan dan memenuhi rasa keadilan, dan pengintegrasian
mediasi dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu
instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di
pengadilan serta memperkuatfungsi lembaga pengadilan yang bersifat
memutus.
2) Selama perkara belum diputus, maka usaha mendamaikan dapat
dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
3) Selama perkara belum diputus, maka usaha mendamaikan dapat
dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
-
d. Fungsi Nasihat
Ketua pengadilan dapat memberikan dapat memberikan
pertimbangan dan nasihat tentang Hukum Islam kepada Instansi Pemerintah
di daerah hukumnya apabila diminta.