perlindungan hukum terhadap karyawan atas...

103
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SEKTOR PANGAN DI DKI JAKARTA (ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 601 K/PDT.SUS/2010) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Choirunisa NIM : 11140480000131 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2018 M

Upload: dinhdang

Post on 09-Apr-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SEKTOR PANGAN

DI DKI JAKARTA

(ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 601

K/PDT.SUS/2010)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Choirunisa

NIM : 11140480000131

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/ 2018 M

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai
Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai
Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai
Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata I (S1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti hasil karya saya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, September 2018

Choirunisa

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

iv

ABSTRAK

Choirunisa. NIM 11140480000131. “Perlindungan Hukum Terhadap

Karyawan Atas Pemutusan Hubungan Kerja Sektor Pangan Di DKI Jakarta

(Analisis Putusan MA No. 601 K/PDT.SUS/2010)”. Program studi Ilmu Hukum,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1439 H/2018M.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi tenaga kerja

apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada perusahaan sektor pangan

di DKI Jakarta dan untuk mengetahui kesesuaian Putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat Perkara Nomor 601 K/PDT.SUS/2010 dengan Hukum

Ketenagakerjaan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitianYuridis Normatif. Pendekatan

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan,

pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Adapun sumber data yang

digunakan yaitu, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum

non hukum. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data

secara library reseacrh (studi kepustakaan) dan menganalisis data secara deduktif

yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa masih ada perusahaan sektor pangan di

DKI Jakarta yang melakukan PHK sepihak tanpa adanya penetapan dari lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dan dalam putusan majelis hakim

pada perkara Nomor 601 K/PDT.SUS/2010/PN.JKT.PST dalam pertimbangannya

Hakim tidak menerapkan dan tidak sesuai undang-undang ketenagakerjaan dan

undang-undang dasar 1945 yang mana berlaku bagi setiap pekerja dan pengusaha

termasuk dalam sengketa yang dialami Nurul Shanti Wardhani dan PT.Food

Station Tjipinang Jaya.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pemutusan Hubungan Kerja.

Pembimbing : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H, M.H

Daftar Pustaka : 1982-2018

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah memberikan berkah dan nikmat

kesehatan sehingga skripsi yang berjudul; Perlindungan Hukum Terhadap

Karyawan Atas Pemutusan Hubungan Kerja Sektor Pangan Di DKI Jakarta

(Analisis Putusan MA No. 601 K/PDT.SUS/2010) ini dapat diselesaikan dengan

baik. Shalawat serta salam senantiasa dipanjatkan pada Rasulullah Muhammad

Saw. beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada para pihak

yang telah membantu dan mendukung proses penulisan skripsi ini, kepada yang

terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum, Sekretaris Program Studi

Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. Pembimbing Skripsi yang telah

meluangkan waktu memberikan bimbingan, kritik dan saran untuk

membangun penulis dalam penyusunan skripsi.

4. Pimpinan Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Pimpinan Pusat Perpustakaan Universitas Indonesia yang telah

menyediakan bahan-bahan puistaka untuk kelancaran penulisan skripsi.

5. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah membantu dalam

mengumpulkan data peneliti sehingga dapat diselesaikannya skripsi.

6. Teruntuk kedua orangtua, Ayahanda Halim Surahman dan Ibu Aan Darwati,

yang telah memberikan segalanya baik materil maupun immateril, serta doa

dan dukungan tiada henti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan studi S1.

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

vi

7. Kepada bibi tercinta Yati Komalasari dan adik Lily Maharani yang telah

memberikan semangat dan dukungan demi kelancaran penulisan skripsi ini.

8. Teruntuk Almarhum paman tercinta Fahrudin yang semasa hidupnya selalu

memberi dukungan kepada peneliti, namun ditengah masa pendidikan

peneliti, Almarhum berpulang ke rahmatullah. Semoga senantiasa

diampuni segala dosa dan ditempatkan di sisi Allah SWT.

9. Sahabat-sahabatku, Fauziah Nurahmah, Farhaniah Nurfadilah, Selvi

Claudya, Syifa Sayla, Rahmita Ramadhani, Ai Farida dan seluruh sahabat

Pondok Pesantren Darul Muttaqien angkatan 20 yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungannya selama ini. Kita

adalah keluarga.

10. Sahabat karibku, Nurkhalida Zia, Muslimah, Lailiya Saidah, Maulidiah

Maskat, Siti Julaeha, Denti Aulia, Nadita Wilhelmina dan seluruh sahabat

Ilmu Hukum 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat

disebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungannya selama ini.

11. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi

ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT

memberikan berkah dan membalas kebaikan mereka. Amin.

Peneliti menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak terdapat kekurangan

dan perbaikan. Namun, peneliti tetap berharap agar karya ilmiah ini dapat

memberikan manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk

perbaikan dan penyempurnaan karua ilmiah ini di masa mendatang. Akhir kata,

peneliti mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, September 2018

Peneliti,

Choirunisa

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iii

ABSTRAK .......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................... 7

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 8

E. Metode Penelitian ......................................................................... 9

F. Sistematika Penulisan ................................................................... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 14

A. Kerangka Konseptual .................................................................... 14

B. Kerangka Teori ..............................................................................

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................

D. Istilah dan Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja ......................

E. Sejarah Pemutusan Hubungan Kerja ............................................. 31

F. Perundang-Undangan yang Mengatur Pemutusan Hubungan

Kerja .............................................................................................. 39

G. Bentuk-Bentuk Pemutusan Hubungan Keraja .............................. 40

H. Tujuan Pengaturan Pemutusan Kerja ........................................... 47

BAB III PERLINDUNGAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SEKTOR

PANGAN DI DKI JAKARTA ...................................................... 50

A. Profil PT. Food Station Tjipinang Jaya ........................................ 50

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

viii

B. Visi dan Misi PT.Food Station Tjipinang Jaya ..............................

C. Mekanisme Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Di Indonesia 56

BAB IV ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 601K/PDT.SUS/2010 .............................. 68

A. Kasus Posisi ................................................................................... 68

B. PerlindunganHukum Tenaga Kerja Yang Dikenai Pemutusan

Hubungan Kerja ............................................................................

C. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia ..... 74

D. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 601

K/PDT.SUS/2010 .......................................................................... 78

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 88

A. Kesimpulan ................................................................................... 88

B. Rekomendasi .................................................................................. 90

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 92

LAMPIRAN

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial, yang saling bergantungan antara satu

dengan yang lain, terutama untuk dapat melengkapi kebutuhan hidup. Dalam

kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai kehidupannya,

baik itu pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja dengan orang lain.

Majunya suatu Negara diikuti dengan majunya masyarakat yang terdapat

dalam Negara tersebut, dimana mereka membangun perusahaan-perusahaan

dan institusi yang berkembang.

Dalam pelaksanaan pembangunan, tenaga kerja mempunyai peran dan

arti yang penting sebagai suatu unsur penunjang untuk berhasilnya

pembangunan nasional. Kita menyadari dalam perusahaan atau institusi,

tenaga kerja merupakan motor penggerak dari perusahaan, partner kerja dari

pengusaha, asset perusahaan yang merupakan investasi bagi suatu perusahaan

dalam meningkatkan produktivitas kerja, sangatlah wajar apabila kepada

mereka diberikan perlindungan karena tenaga kerja merupakan asset yang

terpenting dalam upaya meningkatkan volume pembangunan.

Di Indonesia Hubungan Industrial ternyata berkaitan dengan semua

pihak yang terlibat dalam hubungan kerja di suatu perusahaan tanpa

mempertimbangkan gender, keanggotaan dalam serikat pekerja/serikat buruh,

dan jenis pekerjaan. Hubungan Industrial pada dasarnya adalah proses

terbinanya komunikasi, konsultasi musyawarah serta berunding dan ditopang

oleh kemampuan komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada didalam

perusahaan.1

Dalam Pasal 16 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun

2003 disebutkan bahwa pengertian dari Hubungan Industrial adalah Sistem

hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang

1 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h.23.

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

2

dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah

didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945 (Untuk selanjutnya disebut UUD 1945).

Secara sederhana, pengertian mengenai Hubungan Industrial adalah

sebuah sistem hubungan yang terbangun atau terbentuk antara para pelaku

proses produksi barang dan/atau jasa, baik internal maupun eksternal

perusahaan. Pihak-pihak yang terkait di dalam hubungan ini terutama adalah

pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang kemudian diistilahkan sebagai

tripartit. Dalam proses produksi pihak-pihak yang secara fisik sehari-hari

terlibat langsung adalah pekerja/buruh dan pengusaha (operator), sedangkan

pemerintah terlibat di dalam hal-hal tertentu saja terutama yang berkaitan

dengan atau sesuai kewenangannya (regulator).2

Pada dasarnya, hubungan kerja, yaitu hubungan antara pekerja dan

pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha,

dimana pekerja menyatakan kesanggupannya bekerja dengan pengusaha

dengan menerima upah dan dimana pengusaha menyatakan kesanggupannya

untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah (seperti tercantum

dalam perjanjian kerja), Perjanjian kerja memuat ketentuan-ketentuan yang

berkenaan dengan hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban pekerja serta

hak dan kewajiban pengusaha.3

Dengan adanya perjanjian kerja maka timbul kewajiban satu pihak

untuk bekerja dan pihak lain mempekerjakan dengan memebayar upajh, Pada

pokoknya, didalam hubungan kerja akan terdapat tiga unsur, yaitu :

kerja(pekerjaan tertentu sesuai dengan perjanjian). upah (unsur pokok yang

menandai adanya hubungan kerja), dan perintah dari satu pihak yang berhak

memberikan perintah pada pihak lain yang berkewajiban melaksanakan

perintah.

2 Zaeni Asyhadie, Peradilan Hubungan Industrial, (Jakarta : Raja Grafindo, 2009), h. 1.

3 Sumanto, Hubungan Industrial ; Memahami dan menagatasi potensi konflik-kepentingan

pengusaha-pekerja pada era modal global, (Jakarta : Center Of Academic Publishing

(CAPS),2014), h. 196.

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

3

Hubungan kerja yang diatur dalam perjanjian kerja dapat berlangsung

untuk waktu tidak tertentu dan juga diadakan untuk jangka waktu tertentu.

Adapun bentuk perjanjian kerja dalam praktik dikenal dua bentuk perjanjian,

yaitu :

1. Perjanjian tertulis, yaitu perjanjian yang sifatnya tertentu atau adanya

kesepakatan para pihak banhwa perjanjian yang dibuat harus secara

tertulis agar lebih ada kepastian hukum.

2. Perjanjian tak tertulis, yaitu perjanjian yang oleh undang-undang tidak

disyaratkan dalam bentuk tertulis.

Selama ini diketahui bahwa setiap hubungan kerja dalam pembangunan

industri selalu menimbulkan sifat-sifat yang berbeda dalam hubungan antara

pengusaha dan pekerja sehingga menimbulkan pengaruh sosial dalam

masyarakat. Satjipto Raharjo mengungkapkan bahwa penguasaan atas

usaha perindustrian tak dapat disamakan begitu saja dengan konsepsi yang

lama tentang penguasaan manusia atas barang dan sejumlah perubahan lain

dalam pengorganisasian dalam masyarakat.4

Manusia (pekerja/buruh) dalam proses produksi memegang peranan

yang sangat penting. Bagaimanapun kecilnya, peranan tersebut harus

dilindungi karena unsur manusia merupakan titik sentral dari setiap konsepsi

dan strategi pembangunan. Dengan demikian pekerja/buruh perlu diberi suatu

perlindungan hukum yang mengarah pada persamaan derajat antara para

pihak yang terkait dalam hubungan kerja. Upaya memberikan perlindungan

hukum bagi pekerja/buruh dalam suatu hubugan kerja merupakan tindak

lanjut dari penegakkan hak asasi manusia. Pengakuan adanya persamaan

dimuka hukum antara pengusaha dengan pekerja/buruh merupakan

konsekuensi yuridis dari makna yang terkandung dalam Pasal 27 UUD 1945.

4 Zaeni Asyhadie, Peradilan Hubungan Industrial…, h. 2.

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

4

Dalam bidang ketenagakerjaan, Ketidaksamaan kedudukan antara

pekerja/buruh dan pengusaha ini sering sekali menimbulkan konflik.

Pengusaha mengeluarkan kebijakan atau peraturan yang menurut

pertimbangannya baik dan dapat diterima oleh pekerja/buruh. Namun

terkadang pekerja mempunyai pandangan yang berbeda dengan pengusaha.

Akibatnya sudah dapat diterka akan timbul konflik dan perselisihan yang

dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan dan

Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial, disebut dengan Perselisihan Hubungan Industrial.5

Dalam mencapai tujuannya perusahaan sangat di pengaruhi oleh yang

namanya karyawan, tidak jarang terjadi perselisihan antara pekerja/buruh

dengan pengusaha, terjadinya perselisihan di dalam perusahaan merupakan

sesuatu yang amat mengganggu kegiatan operasional perusahaan, banyak hal

yang selalu menjadi pemicu permasalahan antara karyawan dan perusahaan,

Dalam proses tersebut ada beberapa hal yang harus di perhatikan salah

satunya adalah Pemutusan hubungan kerja (PHK). Di Indonesia sendiri

Pemutusan hubungan kerja ini diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan

yaitu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dimana disini dijelaskan

aturan-aturan mengenai pemutusan hubungan kerja.

Menurut Pasal 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan, pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan

kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan

kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja

karena hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban

antara pekerja dan pengusah. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan

suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, khususnya dari pihak

pekerja/buruh, karena dengan PHK tersebut pekerja/buruh yang

5 Zaeni Asyhadie, Peradilan Hubungan Industrial…, h. 2.

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

5

bersangkutanakan kehilangan mata pencaharian untuk menghidupi dirinya

dan keluarganya. Oleh karenanya pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan

industrial hendaknya mengusahakan dengan segala upaya agar jangan terjadi

PHK.6

Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan mengatur bahwa pengusaha dapat memutuskan hubungan

kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan

kesalahan berat sebagai berikut:

a) Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang

milik perusahaan;

b) Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan

perusahaan;

c) Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau

mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di

lingkungan kerja;

d) Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e) Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman

sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;

f) Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan

yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

g) Ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya

barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

h) Ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam

keadaan bahaya di tempat kerja;

i) Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya

dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau

j) Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam

pidana penjara 5(lima) tahun atau lebih.

6 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h. 65.

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

6

Pasal 158 Ayat (2) menyatakan bahwa : Pembuktian bahwa

pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagaimana dimaksud

dalamPasal 158 Ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai berikut:

1. Pekerja/buruh tertangkap tangan;

2. Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau

3. Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang

berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh

sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

Pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang

telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak menimbulkan permasalahan

terhadap kedua belah pihak (pekerja/buruh maupun pengusaha) karena pihak

yang bersangkutan sama-sama telah menyadari bahwa atau mengetahui saat

berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya

mempersiapkan diri menghadapi kenyataan itu. Berbeda halnya dengan

pemutusan yang terjadi karena adanya perselisihan, keadaan ini akan

membawa dampak terhadap kedua belah pihak, lebih-lebih yang dipandang

dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan

dengan pihak pengusaha.

Bagi pekerja/buruh pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi momok

bagi pekerja/buruh karena mereka dan keluarganya terancam kelangsungan

hidupnya dan merasakan derita akibat dari PHK itu. Mengingat fakta

dilapangan bahwa mencari pekerjaan tidaklah mudah. Semakin ketatnya

persaingan, angkatan kerja terus bertambah dan kondisi dunia usaha yang

selalu fluktuatif, sangatlah wajar jika pekerja/buruh selalu khawatir dengan

pemutusan hubungan kerja itu.7

Dalam mewujudkan kesejahteraan kehidupan warganya, negara

Indonesia menekankan kepada terwujudnya masyarakat yang adil dan

makmur sercara merata. Dalam melaksanakan pembangunan nasional peran

7 Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung : PT.Citra

Aditya Bakti, 2014), h. 175.

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

7

serta buruh semakin meningkat dan seiring dengan itu perlindungan

pekerja/buruh harus semakin ditingkatkan, baik mengenai upah, kesejahteraan,

dan harkatnya sebagai manusia.

Di era sekarang ini tidak sedikit hak-hak pekerja/buruh yang belum

terlindungi, perusahaan yang memutuskan hubugan kerja dengan praktik

rekayasa, bahkan ada perusahaan yang tidak memberikan hak-hak penuh para

karyawan nya yang di PHK, seperti pemberian uang pesangon yang tidak

sesuai dan lain sebagainya. Ini salah satu faktor penulis tergugah untuk

meneliti perihal perlindungan hukum terhadap pekerja/karyawan yang terkena

pemutusan hubungan kerja tanpa alasan, kemudian penulis mengambil

objek penelitian pada putusan Mahkamah Agung Nomor 601

K/PDT.SUS/2010.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji

dalam bentuk skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap

Karyawan Atas Pemutusan Hubungan Kerja Sektor Pangan Di DKI

Jakarta (Analisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 601

K/PDT.SUS/2010)”.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi

masalah dari penelitian ini adalah:

a. Urgensi Undang-Undang Ketenagakerjaan terhadap kegiatan

Hubungan Industrial

b. Perusahaan yang tidak memberikan uang pesangon

c. Tercederainya hak-hak pekerja/buruh dalam suatu perusahaan

d. Peran pemerintah sebagai pengawas kegiatan perekonomian dalam

melindungi kepentingan masyarakat pada kegiatan Hubungan

Industrial.

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

8

2. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka

pembahasan penelitian mengalami pembatasan yaitu pada perlindungan

hukum terhadap pekerja/karyawan yang dijatuhi PHK pada perusahaan

sektor pangan di DKI Jakarta.

3. Perumusan Masalah

Praktik PHK yang penuh rekayasa dan bertentangan dengan rasa

keadilan dan hukum kerap memicu perselisihan hubungan industrial

menjadi suatu hal yang penting untuk lebih diperhatikan, karena tidak

sedikit hak-hak pekerja/buruh yang belum terlindungi. Pada penelitian

maka timbullah pertanyaan riset, sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap karyawan atas pemutusan

hubungan kerja sektor pangan di DKI Jakarta?

2. Bagaimana analisis hukum terhadap pertimbangan Hakim pada

Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih dalam

bentuk tanggung jawab perusahsaan terhadap hak-hak pekerja/karyawan yang

di PHK di sektor pangan pada wilayah Provinsi DKI Jakarta melalui Putusan

Mahkamah Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010 sedangkan secara khusus

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap karyawan atas

pemutusan hubungan kerja sektor pangan di DKI Jakarta

2. Untuk mengetahui analisis hukum terhadap pertimbangan Hakim pada

Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Karyawan

Akibat Pemutusan Hubungan Kerja Sektor Pangan di DKI Jakarta (Analisis

Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010) Ini, diharapkan

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

9

dapat memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoritis, sebagai

berikut:

1. Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan yang dapat diterapkan

dalam dunia nyata agar karyawan lebih cermat menyikapi apabila

ditemui pelanggaran-pelanggalan terhadap hak-hak para

pekerja/karyawan yang dilakukan perusahaan.

2. Memberi masukan kepada pemerintah agar lebih tegas mengambil

kebijakan dalam menindak pelanggaran yang dilakukan perusahaan agar

tidak ada pekerja/karyawan yang di cederai hak nya sebagai salah satu

pihak dalam hubungan industrial.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis

normatif. Penelitian hukum yuridis normatif, yang mana penulis mengacu

pada norma-norma hukum yang ada dalam peraturan perundang-undangan,

literatur, pendapat ahli, makalah-makalah, dan hasil penelitian yang

berkaitan dengan pembuktian dalam sebuah perkara. Pendekatan dapat

dilakukan dengan cara:

a. Pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Approach).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.8

Pendekatan Perundang-undangan guna memahami bagaimana negara

memberikan payung hukum terhadap pekerja dan pengusaha dalam

kegiatan usaha, yang mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pendekatan peraturan

perundang-undangan lainnya yang digunakan penulis, diantaranya:

1) UUD 1945

8 Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana 2005), h. 93.

Page 20: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

10

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial.

4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

5) Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010.

b. Pendekatan studi kasus (Case Approach).

1) Pendekatan kasus digunakan untuk memahami kasus-kasus yang

berkaitan dengan isu-isu hukum yang dihadapi yang mana telah

memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Dalam penelitian penulis menggunakan putusan Mahkamah

Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010 .

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, penelitian

kualitatif membutuhkan pemahamaan mengenai norma-norma yang

terkait dengan kasus yang sedang diteliti, kemudian dijabarkan dalam

bentuk tulisan atau paragraf.

Istilah Penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian

yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau

bentuk hitungan lainnya9

3. Sumber Data

Berdasarkan sumbernya maka penulisan ini disusun berdasarkan:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum primer adalah bahan hukum utama dalam

penelitian hukum normatif yang berupa peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai kekuatan

mengikat. Bahan hukum primer yang digunakan meliputi Putusan

Mahkamah Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010, Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang

9 Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta :

Pustaka Pelajar , 2009), h.4.

Page 21: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

11

Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Peraturan lain

yang berhubungan dengan Ketenagakerjaan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak mempunyai

kekuatan mengikat tetapi membahas atau menjelaskan topik terkait

dengan penelitian berupa buku-buku terkait, artikel dalam

majalah/media elektronik, laporan penelitian/jurnal hukum, makalah

yang disajikan dalam pertemuan kuliah dan catatan kuliah.10

c. Bahan Non Hukum

Merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan

bermakna terhadap adanya bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

ensiklopedia, dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang

diteliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat yuridis

normatif, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research)

yakni sumber data berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

dan bahan non-hukum dikumpulkan berdasarkan permasalahan dan dikaji

secara komperhensif agar dapat digunakan untuk menjawab suatu

pertanyaan atau untuk memecah suatu masalah.11

5. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data

Pengelolaan data baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, serta bahan non-hukum dihubungkan sedemikian rupa sehingga

penyajian penulisan menjadi sistematis dan mudah dipahami agar dapat

10

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),

h.13.

11 Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Bumi Intitama Sejahtera, 2009),

h.56.

Page 22: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

12

menjawab setiap permasalahan yang dirumuskan. Penelitian ini

menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu suatu metode analisis data

yang tidak menampilkan angka-angka sebagai hasil penelitiannya

melainkan disajikan dalam bentuk pembahasan dengan uraian

kalimat-kalimat dan dipaparkan dalam bentuk tulisan. Hasil dari analisis

data ini akan disimpulkan secara deduktif yaitu cara berfikir yang menarik

suatu kesimpulan dari suatu pertanyaan yang bersifat umum menjadi suatu

pertanyaan yang bersifat khusus, yang mana dari kesimpulan dapat

diajukan beberapa saran terhadap permasalahan.

6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku

Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, tahun 2017.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan atau penyajian, penulis menjabarkan

materi atau isi melalui lima bab. Dimana setiap bab akan dijelaskan secara

rinci sebagai bagian dari keseluruhan penelitian ini. Sistematika uraian

proposal skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi sekilas

pengantar untuk memahami garis besar dari seluruh

pembahasan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar

belakang penulisan, identifikasi masalah, pembatasan

masalah yang akan dibahas, rumusan masalah, tujuan

penulisan skripsi, manfaat dari penulisan skripsi, metode

penelitian dan sistematika dalam penulisan penelitian ini.

BAB II : Bab dua ini membahas mengenai tinjauan pustaka yang

membahas mengenai kerangka konsep, kerangka teori,

Tinjauan (review) kajian terdahulu, sejarah, bentuk-bentuk

pemutusan hubungan kerja dan perundang-undangan yang

Page 23: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

13

mengatur pemutusan hubungan kerja. Teori-teori yang

diuraikan dalam bab ini akan menunjukkan keadaan

seharusnya dalam kegiatan hubungan kerja yang baik, guna

menjadi tolak ukur dalam melakukan analisis dengan

perkara putusan yang akan dibahas pada bab selanjutnya

BAB III : Pada bab ini akan menjelaskan tentang Profil PT.Food

Station Tjipinang Jaya, visi dan misi PT.Food Station

Tjipinang Jaya dan mekanisme penyelesaian sengketa

pemutusan hubungan kerja.

BAB IV : Bab ini menguraikan perlindungan hukum tenaga kerja

yang dikenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kasus

posisi dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 601

K/PDT.SUS/2010, serta analisis yang dilakukan peneliti

terhadap hak-hak pekerja/buruh.

BAB V : Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan serta

rekomendasi. Dalam kesimpulan, akan diuraikan secara

ringkas mengenai berbagai pembahasan dalam skripsi ini.

Page 24: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan konsep-konsep khusus yang ingin

diteliti dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakaan

kerangka konseptual sebagai berikut:

1. Perjanjian Kerja

Berdasarkan Pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan Perjanjian kerja adalah perjanjian antara

pekerja /buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

Selain pengertian normatif di atas, Iman Soepomo berpendapat

bahwa pada dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan buruh dan majikan

terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan dimana

buruh menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan

membayar upah.1

Perjanjian yang demikian itu disebut sebagai perjanjian kerja. Istilah

perjanjian kerja menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai kerja, yakni

dengan adanya perjanjian kerja timbul salah satu pihak untuk bekerja.

Jadi berlainan dengan perjanjian perburuhan yang tidak menimbulkan

hak atas dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan tetapi memuat

syarat-syarat tentang perburuhan.

Perjanjian kerja memuat ketentuan-ketentuan yang berkenaan

dengan hubungan kerja, yaitu hak dan kewajiban buruh (pekerja) serta

hak dan kewajiban majikan (pengusaha). Ketentuan yang dapat dimuat

dalam perjanjian kerja anatara lain : macam pekerjaan,lamanya perjanjian

berlaku, besarnya upah perbulan, lamanya waktu istirahat (cuti), dan

besarnya upah selama cuti, jika ada besarnya bagian dari keuntungan,

1 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan Edisi Revisi, (Jakarta: Djambatan, 2003),

h. 70.

Page 25: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

15

jika ada cara pemberian pensiun atau bentuk pemberian jaminan hari tua

lainnya, bentuk upah yang lain serta tempat kemana nanti buruh/pekerja

dikembalikan atas biaya pengusaha.

Adapun bentuk perjanjian kerja dalam praktik dikenal dua bentuk

perjanjian, yaitu :

1) Perjanjian tertulis, yaitu perjanjian yang sifatnya tertentu atau adanya

kesepakatan para pihak bahwa perjanjian yang dibuat harus secara

tertulis agar lebih ada kepastian hukum.

2) Perjanjian tidak tertulis, yaitu perjanjian yang oleh undang-undang

tidak disyaratkan dalam bentuk tertulis.

Perjanjian kerja tertulis merupakan ikatan hubungan kerja yang

diatur dalam peraturan perusahaan (PP), Perjanjian Kerja Bersama

(PKB), dan Perjanjian Perburuhan.

a) Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis

oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib

perusahaan. Kewajiban membuat peraturan perusahaan tidak berlaku

bagi perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama.

b) Perjanjian Kerja Bersama, adalah perjanjian yang merupakan hasil

perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa

serikat pekerja/serikat buruh, yang tercatat pada instansi yang

bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau

beberapa pengusaha.2

2. Pekerja/Tenaga Kerja

Pekerja ialah tiap orang yang melakukan pekerjaan, baik hubungan

kerja maupun di luar hubungan yang biasanya disebut “buruh bebas”,

misalnya : Petani yang menggarap sawahnya sendiri. Buruh bebas ini

dapat dinamakan swa pekerja.3

2 Sumanto, Hubungan Industrial; Memahami dan menagatasi potensi…, h. 197.

3 C.S.T. Kansil, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1993), h. 148.

Page 26: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

16

Istilah “Pekerja” sangat luas pengertiannya, yaitu setiap orang yang

melakukan pekerjaan, misal pekerjaan seni, pekerja pers dan

sebagaianya.4 Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk

memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Adapun undang-undang sebelumnya yakni undang-undang nomor 25

Tahun 1997 Tentang Tenaga Kerja mendefinisikan tenaga kerja sebagai

penduduk yang sudah memasuki usia 15 tahun atau lebih. Dengan

demikian mereka yang diluar itu termasuk bukan tenaga kerja.

Undang-undang terbaru tentang ketenaga kerjaan yaitu Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tidak memberikan

batasan usia yang jelas dalam definisii tenaga kerja. Undang-undang

tersebut hanya melarang mempekerjakan anak . Anak menurut

Undang-undang tersebut adalah setiap orang yang berumur dibawah 18

tahun (delapan belas) tahun.5

3. Hubungan Kerja

Menurut Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan. Hubungan Kerja adalah hubungan antara

Pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang

mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.

Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja sebagai

bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian

kerja antara pekerja dengan pengusaha.6

4. Pemutusan Hubungan Kerja

Menurut Pasal 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran

4 Sumanto, Hubungan Industrial ; Memahami dan menagatasi potensi…, h. 63.

5 Sumanto, Hubungan Industrial; Memahami dan menagatasi potensi…, h.36.

6 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan(Edisi revisi), (Jakarta : PT.Rajagrafindo

Persada.2014), h.61.

Page 27: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

17

hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan

berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

5. Undang-Undang

Menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, undang-undang

adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama presiden.

B. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan sebuah gambaran keadaan yang seharusnya

terjadi dalam suatu kegiatan usaha, oleh karena itu peneliti akan memaparkan

teori-teori yang digunakan dalam penelitian guna menjadi tolak ukur dalam

melakukan analisis suatu permasalahan. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan kerangka teori sebagai berikut :

1. Teori Efektifitas Hukum

Efektivitas mengandung arti keefektifan pengaruh efek keberhasilan

atau kemanjuran/kemujaraban, membicarakan keefektifan hukum tentu

tidak terlepas dari penganalisisan terhadap karakteristik dua variable

terkait yaitu: karakteristik/dimensi dari obyek sasaran yang

dipergunakan.7

Ketika berbicara sejauh mana efektivitas hukum maka kita

pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu

ditaati atau tidak ditaati, jika suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian

besar target yang menjadi sasaran ketaatannya maka akan dikatakan

aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif.8

Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum juga

tergantung pada optimal dan profesional tidaknya aparat penegak hukum

7 Salim,H.S dan Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan

Disertasi. Edisi Pertama, (Jakarta : Rajawali Press, 2013), h. 37.

8 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan VOL.1 Pemahaman awal,

(Jakarta : Kencana, 2013), h. 375.

Page 28: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

18

untuk menegakkan berlakunya aturan hukum tersebut; mulai dari tahap

pembuatannya, sosialisasinya, proses penegakan hukumnya yang

mencakupi tahapan penemuan hukum (penggunaan penalaran hukum,

interpretasi dan konstruksi) dan penerapannya terhadap suatu kasus

konkret.

Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga dapat

mensyaratkan adanya pada standar hidup sosio-ekonomi yang minimal

didalam masyarakat. Dan sebelumnya ketertiban umum, sedikit atau

banyak, harus telah terjaga, karena tidak mungkin efektifitas hukum akan

terwujud secara optimal, jika masyarakat dalam keadaan keos atau situasi

perang dahsyat.

2. Teori Kepastian Hukum

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah

pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan

menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan.

Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif.

Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi

pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam

hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan

masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam

membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan

itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.9

Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai

identitas, yaitu sebagai berikut :

1) Asas kepastian hukum (rechtmatigheid). Asas ini meninjau dari

sudut yuridis.

2) Asas keadilan hukum (gerectigheit). Asas ini meninjau dari sudut

filosofis, dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang

di depan pengadilan

9 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana, 2008), h. 158.

Page 29: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

19

3) Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid atau doelmatigheid atau

utility).

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian,

yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu

mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan

kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan

pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu

dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh

Negara terhadap individu.10

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam

undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan

hakim antara putusan hakim yang satu dan putusan hakim lainnya. Oleh

Roscoe Pound dikatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan

adanya predictability.11

3. Perlindungan Hukum

Perlindungan menurut KBBI dapat disamakan dengan istilah

proteksi, yang artinya adalah proses atau perbuatan memperlindungi.

Perlindungan hukum adalah perbuatan melindungi yang dilakukan oleh

hukum bagi setiap warga negara.

Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan

pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang

lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat

menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.12

Perlindungan hukumbagi buruh sangat diperlukan mengingat

kedudukannya yang lemah. Disebutkan oleh Zainal Asikin, yaitu :

10

Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti,

1999), h. 23.

11 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi Revisi), (Jakarta : Kencana

Prenada Media Group, 2012), h. 137.

12 Satijipto Raharjo, “Ilmu Hukum’, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 54.

Page 30: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

20

Perlindungan hukum dari kekuasaan majikan terlaksana apabila

peraturan perundang-undangan dalam bidang perburuhan yang

mengharuskan atau memaksa majikan bertindak seperti dalam

perundang-undangan tersebut benar-benar dilaksanakan semua pihak

karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yuridis saja, tetapi

diukur secara sosiologis dan filosofis.13

Perlindungan tenaga kerja menurut Imam Soepomo yang dilengkapi

oleh Abdullah Sulaiman, menyatakan bahwa bentuk pola perlindungan

perburuhan yang meliputi antara lain14

:

1) Perlindungan Ekonomis, sebagai perlindungan syarat-syarat kerja

atau syarat-syarat perburuhan diatur dalam peraturan mengenai

hubungan kerja atau perjanjian kerja.

2) Perlindungan Keselamatan Kerja, yakni pemberian perlindungan

kepada buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh

alat kerja atau bahan yang dikerjakan.

3) Aturan mengenai kelesamatan buruh ini dimuat dalam

peraturan-peraturan yang namanya disebut Peraturan Keselamatan

Kerja.

4) Perlindungan Kesehatan Kerja, perlindungan ini akibat buruh hasil

teknologi industri dan non industri lainnya karena kadang kala

terjadi perlakuan majikan terhadap buruhnya yang semena-mena

dan kadang-kadang kurang berkeprimanusiaan terhadap beban kerja

buruh.

5) Perlindungan Hubungan Kerja terhadap pekerjaan dijalankan oleh

buruh untuk majikan dalam hubungan kerja dengan menerima upah.

13

Asri Wijayanti, E-Journal : Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Yang Di PHK Karena

Melakukan Kesalahan Berat, Surabaya, 2004.

14 Abdullah Sulaiman, Hukum Ketenagakerjaan-Perburuhan Di Indonesia, (Jakarta : Materi Hukum

Ketenagakerjaan Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Jakarta, 206-2018), h. 57.

Page 31: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

21

6) Perlindungan Kepastian Hukum, yang berupa perlindungan hukum

yang ditetapkan dalm peraturan perundang-undangan yang sifatnya

hukum sanksi pelanggaran perburuhan yang sifatnya memaksa,

sekeras-kerasnya, dan setegas-tegasnya terhadap sanksi pidana yang

berisi perintah atau larangan.

4. Perlindungan Tenaga Kerja

Secara yuridis pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bagi tenaga kerja

yang mencakup orang yang belum bekerja, yaitu orang yang tidak terkait

dalam hubungan kerja maupun orang yang sudah terikat dalam suatu

hubungan kerja ( pekerja / buruh ), karena orang yang terikat dalam suatu

hubungan kerja juga berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih

baik atau yang lebih disukai oleh pekerja/buruh. Sedangkan pada pasal 6

merupakan perlindungan bagi orang yang sedang dalam ikatan hubungan

kerja.

Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan

memberikan tuntunan maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan

hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan

ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu, dengan

demikian maka perlindungan pekerja ini akan mencakup :15

1) Norma keselamatan kerja : yang meliputi keselamatan kerja yang

bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja bahan dan proses

pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta

cara-cara melakukan pekerjaan.

2) Norma kesehatan kerja dan heigiene kesehatan perusahaan yang

meliputi: pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan

pekerja, dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan dan

perawatan terhadap tenaga kerja yang sakit.

15 Zainal Asikin, dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2010),

h. 96.

Page 32: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

22

3) Norma Kerja yang meliputi perlindungan yang bertalian dengan

waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita,

anak, kesusilaan, ibadah menurut keagama keyakinan

masing-masing yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial

kemasyarakatan dan sebagainya, guna memelihara kegairahan dan

moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta

menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan

moral.

4) Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau

menderita penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi

perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan dan/atau penyakit

akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat ganti kerugian.

Menurut Soepomo, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga

) macam, yaitu :16

a) Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam

bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak

mampu bekerja diluar kehendaknya.

b) Perlindungan sosial, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk

jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan

hak untuk berorganisasi.

Perlindungan agar tenaga kerja dapat melakukan kegiatan

kemasyarakatan, tujuannya memungkinkan dirinya dapat

mengembangkan kehidupan sebagai manusia pada umumnya dan

sebagi anggota masyarakat dan kelauarga pada khususnya.

c) Perlindungan teknis, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk

keamanan dan keselamatan kerja.

Perlindungan Hukum merupakan manifestasi dari hak asasi manusia

(HAM). Perlindungan Hukum bagi tenaga kerja Indonesia dapat

disimpulkan dari ketentuan Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945 yang

16 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : Citra Aditya Bakti

2003), h. 61.

Page 33: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

23

mengamandemen Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 , bahwa setiap orang

berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil

dan layak dalam hubungan kerja.17

Perlindungan Tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam hukum

ketenagakerjaan. Beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, diantaranya mengatur hal itu.18

1) Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah

memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam

mewujudkan kesejahteraan (Pasal 4 huruf c)

2) Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa

diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 5)

3) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama

tanpa diskriminasi dari pengusaha (Pasal 6)

4) Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau

meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai

dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja

(Pasal 11)

5) Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk

mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang dan tugasnya

(Pasal 12 Ayat 3)

6) Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama

untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan

memperoleh penghassilan yang layak didalam atau diluar negeri

(Pasal 31)

7) Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh perlindungan atau

keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan

17 Abdullah Sulaiman, Hukum Ketenagakerjaan-Perburuhan Di Indonesia, (Jakarta : Materi Hukum

Ketenagakerjaan Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Jakarta, 2016-2018), h. 58.

18 Eko Wahyudi,dkk., Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2016), h. 31.

Page 34: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

24

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai

agama (Pasal 86 Ayat (1)).

8) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang

memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88

Ayat (1)).

9) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh

jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 99 Ayat (1)).

10) Setiap pekerja atau buruh berhak membentuk dan menjadi anggota

serikat pekerja atau serikat buruh (Pasal 104 Ayat (1)).

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian ini memiliki tinjauan kajian terdahulu, yakni:

1. Skripsi disusun oleh Ari Amigar Program Studi Akhwal Al syakhshiyah

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Berjudul Cerai Gugat Akibat Suami Terkena

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), (Analisa Putusan Pengadilan Agama

Jakarta Selatan Perkara Nomor 770/Pdt.G/2010). Pada penelitian

mengenai Cerai Gugat Akibat Suami Terkena Pemutusan Hubungan

Kerja Ini Pembahasannya terfokus pada Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK) sebagai alasan pengajuan gugatan perceraian yang terjadi di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan Nomor Putusan

770/Pdt.G/2010/PA.Jakarta Selatan. Dalam skripsi ini peneliti memiliki

kesamaan yaitu sama-sama membahas mengenai Pemutusan Hubungan

Kerja akan tetapi yang menjadi perbedaan dalam penelitian ini yaitu

terkait pada skripsi ini pembahasan yang diutamakan adalah mengenai

perceraian yang mana dalam putusan yang dianalisa pada skripsi ini

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi alasan sang istri/isteri untuk

mengajukan gugatan ke pengadilan, sedangkan pada penelitian ini lebih

berfokus mengenai perlindungan hukum terhadap karyawan atas

pemutusan hubungan kerja sektor pangan di DKI Jakarta (Analisa

Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010 ).

Page 35: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

25

2. Skripsi disusun oleh Dodi Oscard Sirkas Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2011. Berjudul Analisis Yuridis

Pemutusan Hubungan Kerja Secara Sepihak (Studi Kasus Putusan

Mahkamah Agung Nomor 861 K/Pdt.Sus/2010). Pada penelitian

mengenai analisis yuridis pemutusan hubungan kerja secara sepihak ini

pembahasannya terfokus pada bagaimana proses pemutusan hubungan

kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dalam skripsi ini peneliti

memiliki kesamaan yaitu sama-sama membahas mengenai Pemutusan

Hubungan Kerja akan tetapi yang menjadi perbedaan dalam penelitian ini

yaitu terkait kasus yang diteliti dimana pada skripsi ini meneliti kasus

terkait Putusan Mahkamah Agung Nomor 861 K/Pdt.Sus/2010 yang

membahas mengenai kesesuaian proses pemutusan hubungan kerja

berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan sedangkan peneliti meneliti kasus yang terkait Putusan

Mahkamah Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010 yang membahas

mengenai perlindungan hukum terhadap karyawan atas pemutusan

hubungan sektor pangan di DKI Jakarta.

3. Buku yang berjudul Hubungan Industrial, pengarang Dr. Sumanto,M.A.

Penerbit Center Academic Publishing Service (CAPS) pada tahun 2014.

Buku ini menjelaskan secara umum dan menyeluruh mengenai Hubugan

Industrial meliputi sejarah dan perkembangan hubungan industrial,

teori-teori hubungan industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

dengan pembahasan yang luas serta merinci. Pada buku ini pembahasan

lebih banyak pada sejarah dan perkembangan hubungan industrial yang

dibahas dalam bab tersendiri, sedangkan pembahasan mengenai

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hanya selintas bersamaan dengan

Bab Hubungan kerja dan Pemutusan Hubungan Industrial.

4. Jurnal hukum yang berjudul “Pemutusan Hubungan Kerja Ditinjau Dari

Segi Hukum (Studi Kasus PT.Medco Lestari Papua)” Erni Dwita

Silambi, tahun 2016. Dalam jurnal ini membahas mengenai bagaimana

Page 36: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

26

perlindungan hukum terhadap para pekerja kontrak yang di PHK dalam

masa kontrak studi kasus PT.Medco Lestari Papua, sedangkan penelitian

yang akan dilakukan peneliti tentang perlindungan hukum terhadap

karyawan atas pemutusan hubungan kerja sektor pangan di DKI Jakarta

(analisa putusan Mahkamah Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010.

D. Istilah dan Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja

Berakhirnya suatu hubungan kerja bisa terjadi secara otomatis pada saat

jangka waktu hubungan kerja yang ditentukan oleh para pihak buruh atau

pekerja dengan pihak pengusaha. Pemutusan Hubungan kerja pada

hakikatnya dapat juga suatu pengakhiran sumber nafkah bagi pekerja dan

keluarganya yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerjanya atau

buruhnya.

Pengakhiran sumber nafkah ini juga dapat disebabkan oleh kehendak

siburuh atau pekerjanya, dalam hal si buruh atau pekerjanya mengundurkan

diri. Dalam hal hubungan kerja diputuskan oleh pihak ketiga yaitu mediator,

konsiliator, arbiter, atau hakim, Jika para pihak memperselisihkan hubungan

kerja itu. Berakhirnya hubungan kerja juga bisa merupakan hasil perundingan

atau kesepakatan dari kedua belah pihak yang bersepakat mengakhiri

hubungan kerja.19

Menurut Mutiara S. Panggabean, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

merupakan pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang

dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak

dan kewajiban di antara mereka.20

19

Aloysius Uwiyono, dkk., Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014),

h. 134.

20 Mutiara S. Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bogor : Ghalia Indah,

2004), h. 121.

Page 37: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

27

Menurut Suwatno Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran

hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya

hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.21

Sedangkan Menurut Pasal 1 Ayat (4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja

Nomor Kep.15A/Men/1994 bahwa : Pemutusan hubungan kerja ialah

pengakhiran kerja antara pengusasha dan pekerja berdasarkan izin panitia

daerah atau panitia pusat.

Kedua pengertian diatas mempunyai latar belakang yang berbeda

pengertian pertama lebih bersifat umum karena pada kenyataannya tindakan

PHK tidak hanya timbul karena prakarsa pengusaha, tetapi juga oleh

sebab-sebab lain dan tidak haru izin kepada panitia penyelesaian perselisihan

perburuhan daerah (P4D) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

Pusat (P4P), Untuk pengertian kedua bersifat khusus, dimana tindakan PHK

dilakukan oleh pengusaha karena pekerja/buruh melakukan pelanggaran atau

kesalahan sehingga harus izin terlebih dahulu kepada P4D/P4P sesuai

dengan Ketentuan Perundang-Undangan, yang mana sekarang harus ada

penetapan terlebih dulu dari pengadilan hubungan industrial. Jika tidak, maka

pemutusan hubungan kerja tersebut statusnya batal demi hukum.

Mengenai pemutusan hubungan kerja diatur dalam BAB XII

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan

pemutusan hubungan kerja ini berlaku bagi :22

1) Badan usaha yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum

milik orang perseorangan, milik persekutuan, milik badan hukum, baik

milik swasta maupun milik negara.

2) Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha yang mempunyai pengurus dan

mempekerjakan orang lain dengan mendapat upah atau imbalan dalam

bentuk lain.

21

Suwatno, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi public dan bisnis,

(Bandung : Alfabeta, 2012), h. 286.

22 F.X. Djumialdji, Perjanjian Kerja, edisi revisi, (Jakarta :Sinar Grafika, 2008), h. 45.

Page 38: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

28

Yang dimaksud dengan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima

dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau

pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut

suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan,

termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan kel;uarganya atas suatu pekerjaan

dan /atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa : Pemutusan hubungan kerja adalah

pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan

berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja /buruh dan pengusaha.23

Pemutusan hubungan kerja (PHK) Adalah pengakhiran hubungan kerja

karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban

antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena

pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan, atau habis kontrak.

Menurut pasal 61 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai

tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :

a) Pekerja meninggal dunia

b) Jangka waktu kontrak kerja telah berakhir

c) Adanya putusan pengadilan atau penetapan lemabaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap.

d) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang

ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah

pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Perusahaan dapat melakukan PHK apabila pekerja melakukan

pelanggaran terhadap perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian

23

Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung : PT.Citra

Aditya Bakti, 2014), h. 178.

Page 39: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

29

kerja bersama (PKB), sebelum perusahaan mem-PHK pekerja, perusahaan

wajib memberikan surat peringatan secara tiga kali berturut-turut. Perusahaan

juga dapat menentukan sanksi yang layak, bergantung pada jenis pelanggaran,

dan untuk pelanggaran tertentu, perusahaan dapat mengeluarkan SP3 secara

langsung atau langsung memecat. Hal ini diatur dalam perjanjian kerja,

peraturan perusahaan masing-masing. Setiap perusahaan mempunyai

peraturan yang berbeda-beda.

Bagi pekerja yang di-PHK, berhak atau tidak berhak atas uang

pesangon , uang penghargaan dan uang penggantian hak. Peraturan mengenai

uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian hak diatur dalam

Pasal 156, Pasal 160 sampai Pasal 169 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan.24

Pemutusan hubungan kerja tidak serta merta semua diperbolehkan,

dalam Pasal 153 Ayat (1) dan (2) terdapat pelarangan melakukan pemutusan

hubungan kerja yaitu:

(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan

alasan:

a) Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut

keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas)

bulan secara terus-menerus;

b) Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena

memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c) Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d) Pekerja/buruh menikah;

e) Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau

menyusui bayinya;

f) Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan

perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu

24

R.Joni Bambang, Hukum Ketenagakerjaan, ( Jakarta : Pustaka Setia, 2013), h. 299.

Page 40: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

30

perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

g) Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus

serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan

serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam

kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang

diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian

kerja bersama;

h) Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib

mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana

kejahatan;

i) Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,

golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

j) Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan

kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat

keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum

dapat dipastikan.

(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib

mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

E. Sejarah Hukum Ketenagakerjaan

Sejarah hukum ketenagakerjaan Indonesia dibagi menjadi dua yakni

pada masa prakemerdekaan Republik Indonesia dan setelah kemerdekaan

Republik Indonesia.

1. Sejarah hukum ketenagakerjaan Indonesia Masa Prakemerdekaan

Republik Indonesia.

a) Masa Perbudakan

Perbudakan pernah berlangsung di bumi Nusantara, tahun

1887 di wilayah Sumba, apabila raja wafat maka 100 budak harus

dibunuh agar di alam baka raja tersebut mempunyai cukup

pengiring, pelayan dan pekerja lainnya. Di Bare Toraja, suku-suku

Page 41: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

31

memiliki budak yang digunakan untuk mengerjakan sawah dan

ladang.

Secara sosial, ekonomi dan yuridis, dapat dikatakan bahwa

budak tidak memiliki hak apapun atas dirinya, karena si pemilik

yang mempunyai wewenang penuh atas dirinya. Dengan

menggunakan bahasa hukum sekalipun, maka seorang budak tidak

memiliki kecakapan hukum untuk bertindak.25

Pada masa perbudakan, keadaan Indonesia dapat dikatakan

lebih baik daripada di negara lain karena telah hidup hukum adat.

Pada masa ini, budak adalah milik majikan. Pengertian milik berarti

menyangkut perekonomian, serta hidup matinya sesorang. Politik

hukum yang berlaku pada musim ini, tergantung pada tingkat

kewibawaan penguasa (raja). Penghapusan perbudakan di Indonesia

terjadi secara berangsur, ditandai dengan beralihnya hubungan ini

dan diganti dengan sistem perhambaan.

b) Masa Perhambaan

Sistem ini dapat dikatakan pelunakan dari perbudakan

(pandelingschap) dengan menetapkan sejumlah uang sebagai utang

(pinjaman) dari si-hamba (bekas budak) kepada si bekas pemilik

(disebut juga pemegang gadai karena diibaratkan adanya peristiwa

pinjam meminjam uang dengan jaminan pembayarannya adalah diri

si peminjam/berutang).

Larangan terhadap praktek Perhambaan justru telah ada

sebelum digencarkannya larangan perbudakan, tercatat di Tahun

1616 sudah ada larangan praktek perhambaan. Salah satu aturan

terhadap larangan ini adalah Regelingreglement 1818 dan Stb. 1822

No. 10.

c) Masa Kerja Rodi

25

Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, ( Bogor :

Ghalia Indonesia,2010), h.17

Page 42: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

32

Pekerjaan rodi atau kerja paksa dilakukan oleh Hindia Belanda

mengingat untuk melancarkan usahanya dalam mengeruk

keuntungan dari rempah-rempah danperkebunan. Untuk kepentingan

politik imperialismennya, pembangunan sarana prasarana dilakukan

dengan rodi. Contohnya, Hendrik Willem Deandels (1807-1811)

menerapkan kerja paksa untuk pembangunan jalan dari Anyer ke

Panarukan (Banyuwangi).

Rodi dibagi tiga, yaitu rodi gubernermen (untuk kepentingan

gubernemen dan pegawai), rodi perorangan (untuk kepentingan

kepala atau pembesar Indonesia), dan rodi desa (untuk kepentingan

desa.

Rodi untuk pembesar dan gubernermen (disebut pancen)

sangat memberatkan rakyat karena penetapannya diserahkan kepada

mereka. Convention no.29 Concerning forced or compulsory labour

(kerja paksa atau kerja wajib yang diretifikasi pemerintahan Hindia

Belanda tahun 1933), tidak memandang kerja wajib untuk keperluan

tentara dan orang lain dalam pekerjaan ketentaraan serta rodi untuk

kepentingan desa sebagai yang terlarang.26

d) Poenale Sanctie

Dengan diadakannya "AgrarischeWet" (Undang-Undang

Agraria) tahun 1870 yang mendorong timbulnya perusahaan

perkebunan swasta besar, soal perburuhan menjadi sangat penting.

Hubungan antara majikan dan buruh pada mulanya diatur oleh

“Politie Straaf Reglement” (Peraturan Pidana Polisi) yang lebih

melindungi kepentingan majikan peraturan ini dihapuskan pada

tahun 1879.27

Penggantinya adalah Koeli Ordonantie (1880) memuat

sanksi-sanksi terhadap pelanggaran kontrak oleh buruh dan sanksi

26

Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan…, h.14.

27 Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia…, h. 22.

Page 43: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

33

bagi majikan yang melakukan kesewenang-wenangan pada

buruhnya. Karena adanya sanksi tersebut maka Koeli Ordonantie

dijuluki Poenale Sanctie yang artinya sanksi pidana bagi buruh yang

berasal dari luar Sumatera Timur, karena buruh dari rakyat setempat

atau suku di Sumatera Timur tidak terkena ordonansi ini.

2. Sejarah hukum ketenagakerjaan Indonesia Masa Kemerdekaan Republik

Indonesia.

a) Masa Orde Lama

Pada masa Presiden Soekarno, peraturan ketenagakerjaan yang

ada pada masa ini cenderung memberi jaminan sosial dan

perlindungan kepada buruh, dapat dilihat dari beberapa peraturan di

bidang perburuhan yang diundangkan pada masa ini. Tabel Beberapa

Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan di masa pemerintahan

Soekarno dari Tahun 1945 sampai Tahun 1958. Antara lain

peraturan yang keluar adalah: 28

1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1948 Tentang Kerja Buruh;

2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan

Kerja;

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 Tentang Pengawasan

Perburuhan;

4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian

Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan;

5) Undang-Undang Nomor22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial;

6) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 Tentang Persetujuan

Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Nomor 9

mengenai Dasar-dasar dari Hak Untuk Berorganisasi dan

Berunding Bersama, dan

7) Permenaker Nomor 90 Tahun 1955 Tentang Pendaftaran Serikat.

28

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press,

2003), h. 12.

Page 44: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

34

b) Masa Orde Baru

Pemerintahan Soeharto di Masa Orde Baru, pada masa ini

kebijakan industrialisasi yang dijalankan pemerintah Orde Baru juga

mengimbangi kebijakan yang menempatkan stabilitas nasional

sebagai tujuan dengan menjalankan industrial peace khususnya sejak

awal Pelita III (1979-1983), menggunakan sarana yang diistilahkan

dengan HPP (Hubungan Perburuhan Pancasila).

Serikat Pekerja di tunggalkan dalam SPSI. Merujuk pada

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang ratifikasi Konvensi

ILO Nomor 98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar dari pada

Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama, serta Peraturan

Menakertranskop Nomor 8/EDRN/1974 dan Nomor 1/MEN/1975

perihal Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh di Perusahaan Swasta

dan Pendaftaran Organisasi Buruh, terlihat bahwa pada masa ini

kebebasan berserikat tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh

pemerintah. Peran Militer dalam prakteknya sangat besar misal

dalam penyelesaian perselisihan perburuhan.29

c) Masa Reformasi

Pada 5 Juni 1998 Presiden BJ.Habibie menetapkan Keputusan

Presiden Nomor 83 Tahun 1998 yang mensahkan Konvensi ILO

No.87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan

Hak untuk Berorganisasi (Concerning Freedom of Association and

Protection of the Right to Organise) berlaku di Indonesia.30

Meratifikasi Konvensi ILO tentang Usia Minimum untuk

diperbolehkan Bekerja/Concerning Minimum Age for Admission to

Employment (Konvensi Nomor 138 Tahun 1973) yang memberi

perlindungan terhadap hak asasi anayang anak dengan membuat

29

Laurensius Arliman S, Perkembangan Dan Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Di

Indonesia, (Jurnal Selat : Volume. 5 Nomor. 1, Oktober 2017) h. 80.

30 Vedi Hadis, Dinamika Kekuasaan Ekonomi Politik Indonesia Pasca Soeharto, ( Jakarta :

LP3ES,2000), h. 19.

Page 45: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

35

batasan usia untuk diperbolehkan bekerja melalui Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 1999.

Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia

Tahun 1998-2003 yang salah satunya diwujudkan dengan

pengundangan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia, dan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Pengadilan

Hak Asasi Manusia.

d) Masa Sekarang

Perkembangan hukum perburuhan ditandai oleh lahirnya 4

undang-undang yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat

Pekerja/Serikat Buruh oleh Abdurrahman Wahid. Dilihat dari

peraturan ketenagakerjaan yang dihasilkan, pemerintahan

Presiden Abdurrahman Wahid ini dinilai sangat melindungi

kaum pekerja/buruh dan memperbaiki iklim demokrasi dengan

UU serikat pekerja/serikat buruh yang dikeluarkannya ini.31

2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, Undang-Undang ini sangat fundamental

karena menggantikan sebanyak 15 (limabelas) peraturan

ketenagakerjaan, sehingga Undang-Undang ini merupakan

payung bagi peraturan lainnya.

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial;

4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Perlindungan

dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri.

PHK di Indonesia pada awalnya diatur dalam peraturan

perundang-undangan kolonial, yaitu burgerlijk wetboek atau lazim

disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. PHK dalam Kitab

31

Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2012), h. 87.

Page 46: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

36

Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Pasal 1603n yang

menyebutkan bahwa masing-masing pihak dapat memutuskan

hubungan kerja tanpa pemberitahuan pemutusan hubungan kerja atau

tanpa mengindahkan aturan-aturan yang berlaku bagi pemberitahuan

pemutusan hubungan kerja, tetapi pihak yang berbuat demikian

tanpa persetujuan pihak lain, bertindak secara bertentangan dengan

hukum, kecuali bila ia sekaligus membayar ganti rugi kepada pihak

lain atas dasar ketentuan Pasal 1063q, atau ia memutuskan hubungan

kerja secara demikian dengan alasan mendesak yang seketika itu

diberitahukan kepada pihak lain.

Namun, ketentuan dalam Pasal 1603n tersebut dirasa tidak

sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam Hubungan Industrial

Pancasila (HIP), yaitu kurang diperhatikannya musyawarah mufakat,

sehingga pasal 1603n ini dinyatakan tidak berlaku lagi melalui

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 Tentang Pemutusan

Hubungan Kerja dalam Perusahaan Hubungan Swasta.

Selain itu PHK pernah diatur dalam beberapa peraturan

perundang-undangan, yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 Tentang Pernyataan

Berlakunya Undang-Undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 Dari

Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia;

2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian

Perpekerjaan Antara Serikat Pekerja Dan Pengusaha;

3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Perpekerjaan, Dalam Hal Terjadinya Perselisihan

Atau Tuntutan Atau Gugatan Dari Pihak Pekerja Sehubungan

Pemutusan Hubungan Kerja Tersebut;

4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan

Tenaga Asing;

5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1961 Tentang Wajib Kerja

Sarjana;

Page 47: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

37

6) Undang Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 Tentang

Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (Lock Out) Di

Perusahaan, Jawatan, dan Badan Yang Vital;

7) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1964 jo. Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 1964 tentang Penetepan Besarnya Uang

Pesangon Dan Lain Lain Sehubungan Dengan Pemutusan

Hubungan Kerja;

8) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 Tentang Pemutusan

Hubungan Kerja dalam Perusahaan Hubungan Swasta;

9) Undang undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan

ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja;

10) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian;

Selanjutnya PHK diatur secara lebih jelas dan komprehensif

dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan pada bab XII. Ketentuan PHK dalam UU Nomor

13 Tahun 2003 meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di

badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang

perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik

swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan

usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan

orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.32

Masalah PHK juga sangat memprihatinkan sejak tahun 1998,

kasusnya yang masuk ke P4P kecenderungannya selalu meningkat,

yaitu tahun 1988 sebanyak 2.172 kasus, tahun 1999 sebanyak 2.386

kasus, tahun 2000 sebanyak 2.124 kasus, tahun 2001 sebanyak

2.312 kasus, tahun 2002 sebanyak 2.663 kasus dan tahun 2003

sebanyak 2.977 kasus. Pada tahun 2003 dari kasus PHK yang masuk

ke P4P sebanyak 2.977 kasus, dan telah diputuskan oleh P4P

32

Asri Wijayanti, Perlindungan hukum bagi pekerja yang di PHK karena melakukan

kesalahan berat, (Surabaya : Legality Jurnal Ilmiah Hukum, 2004).

Page 48: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

38

sebanyak 2.460 kasus dengan pihak tenaga kerja/buruh yang

mengalami PHK sebanyak 128.739 pekerja/buruh.

Pada tahun 2004 sampai dengan bulan Februari masalah PHK

yang masuk ke P4P sebanyak 925 kasus, dan yang telah diputus

sebanyak 233 kasus dengan tenaga kerja yang mengalami PHK

sebanyak 18.928 pekerja/buruh. Selain menyidangkan kasus gugatan

dari para pihak yang menolak keputusan P4D, P4P juga

menyidangkan kasus PHK massal atau yang melibatkan tenaga

kerja/buruh dengan jumlah lebih dari 10 (sepuluh) orang. Dari kasus

PHI dan PHK yang ditangani oleh P4P tersebut, baik pihak

pekerja/buruh maupun pihak pengusaha, selalu ada yang tidak puas

dengan keputusan P4P sehingga mereka akan mengajukan gugatan

ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.33

F. Perundang-Undangan yang Mengatur Pemutusan Hubungan Kerja

Sehubungan dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) sangat

kompleks dan cenderung menimbulkan perselisihan, maka mekanisme dan

prosedur PHK diatur sedemikian rupa agar pekerja/buruh mendapatkan

perlindungan yang layak dan memperoleh hak-haknya sesuai dengan

ketentuan.34

Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan

pengusaha, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakkan

peraturan perundang-undangan ketanagakerjaan.

Beberapa dasar hukum pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK)

adalah :

1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubungan

Kerja di Perusahaan Swasta.

33

Idi Setyo Utomo, Suatu Tinjauan Tentang Tenaga Kerja Buruh Di Indonesia, Vol.6,

2005.

34 Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung : PT.Citra

Aditya Bakti, 2014), h. 175.

Page 49: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

39

3) Putusan Mahkamah Konstitusi RI Perkara Nomor 012/PUU-I/2003

tanggal 28 Oktober 2004 atas Hak Uji Materiil Undang-Undang Nomor

13 Tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945.

4) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

SE.907/Men.PHI-PPHI/X/2004 Tentang Pencegahan Pemutusan

Hubungan Kerja Massal.

5) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

SE.13/Men/SJ-HK/I/2005 Tentang Putusan Mahkamah Konstitusi RI atas

Hak Materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

1945.

6) Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

B.600/Men/SJ-Hk/VII/2005 perihal Uang Penggantian Perumahan serta

Pengobatan dan Perawatan.

G. Bentuk-Bentuk Pemutusan Hubungan Kerja

1) Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum

Hubungan kerja putus demi hukum berarti putus dengan sendirinya

tanpa diperlukan adanya tindakan salah satu pihak, buruh atau majikan,

yang ditujukan untuk itu.35

PHK demi hukum terjadi karena alasan batas waktu masa kerja

yang disepakati telah habis atau apabila buruh meninggal dunia.

Berdasarkan ketentuan Pasal 61 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003, Perjanjian kerja berakhir apabila :

a) Pekerja meninggal dunia;

b) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

35

Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta : Djambatan,

2016 ), h.143.

Page 50: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

40

c) Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan

lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

d) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

2) Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Buruh

Pemutusan Hubungan kerja (PHK) oleh buruh dapat terjadi apabila

buruh mengundurkan diri atau telah terdapat alasan mendesak yang

mengakibatkan buruh minta di PHK. Pemutusan hubungan kerja oleh

buruh atas permintaan pengunduran diri ialah pemutusan hubungan kerja

yang timbul karena kehendak buruh secara murni tanpa adanya rekayasa,

intimidasi, atau pemaksaan dari pihak lain khususnya pihak pengusaha.36

Berdasarkan ketentuan Pasal 151 Ayat (3) huruf b Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003, atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya

tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai

dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali. Pengunduran

diri buruh dapat dianggap terjadi apabila buruh mangkir paling sedikit

dalam waktu 5 hari kerja berturut-turut dan telah dipanggil oleh

pengusaha 2 kali secara tertulis, tetapi pekerja tidak dapat memberikan

keterangan tertulis dengan bukti yang sah.37

Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 169 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003, pekerja /buruh dapat mengajukan permohonan

pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai

berikut :

a) Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh.

36

Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, edisi revisi, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2007),

h.189.

37 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta : Sinar Grafika,

2013), h. 163.

Page 51: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

41

b) Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

c) Tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan

selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.

d) Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada

pekerja/buruh

e) Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan diluar

yang diperjanjikan.

f) Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan

kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh, sedangkan pekerjaan

tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

Pekerja/buruh dapat mengakhiri hubungan kerja dengan melakukan

pengunduran diri atas kemauan diri sendiri tanpa perlu meminta

penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial,

dan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan memperoleh uang

penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4).

Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri,

yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara

langsung selain menerima uang penggantian haksesuai ketentuan Pasal

156 Ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya

diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian

kerjasama. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana

dimaksud diatas harus memenuhi syarat :38

a) Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal

pengunduran diri;

b) Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

c) Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai

pengunduran diri.

38

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia…, h.186.

Page 52: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

42

3) Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengusaha

Pemutusan Hubungan Kerja oleh majikan dapat terjadi karena

alasan apabila buruh tidak lulus masa percobaan, apabila majikan

mengalami kerugian sehingga menutup usaha, atau apabila buruh

melakukan kesalahan. Lamanya masa percobaan maksimal adalah tiga

bulan, dengan syarat adanya masa percobaan dinyatakan dengan tegas

oleh majikan pada saat hubungan kerja dimulai, apabila tidak maka

dianggap tidak ada masa percobaan. Ketentuan lainnya apabila majikan

menerapkan adanya training maka masa percobaan tidak boleh

dilakukan.39

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pengusaha kepada

buruhnya merupakan salah satu tindakan pemutusan hubungan kerja yang

paling dihindari semua pihak. Hendaknya pemutusan hubunga kerja oleh

pengusaha menjadi keputusan terakhir yang diambil oleh pengusaha.

Namun dalam keadaan tertentu pemutusan hubungan kerja merupakan

jalan terbaik untuk dilakukan. Adanya banyak alasan mengapa pengusaha

melakukan pemutusan hubungan kerja, alasan-alasan tersebut antara

lain:40

a) Pemutusan hubungan kerja karena pelanggaran ketentuan yang

diatur dalam perjanjian kerja, Peraturan perusahaan, atau perjanjian

kerja bersama.

Berdasarkan Pasal 161 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003, dalam hal pekerja melakukan pelanggaran ketentuan

yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau

perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan

hubungan kerja setelah pekerja yang bersangkutan diberikan surat

peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.41

39

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi…, h. 162.

40 Yamitema T.J. Laoly, Tesis : Perlindungan Hukum Terhadap Buruh…, h. 32.

41 F.X. Djumialdji, Perjanjian Kerja, edisi revisi, (Jakarta :Sinar Grafika, 2008), h.53.

Page 53: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

43

b) Pemutusan hubungan kerja karena pelanggaran/kesalahan berat;

Pasal 158 Undang-Undang Ketenagakerjaan membatasi

pelanggaran atau kesalahan berat yang dapat dijadikan alasan

pemutusan hubungan kerja. Namun ketentuan pasal 158

Undang-Undang Ketenagakerjaan ini telah dibatalkan oleh

Mahkamah Konstitusi RI Perkara Nomor 012/PUU-I-2003 Tanggal

28 Oktober 2004 Tentang Ketenagakerjaan Terhadap

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pembatalan

ini membawa dampak besar terhadap proses pemutusan hubungan

kerja akibat kesalahan berat. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

karena kesalahan/pelanggaran berat harus melalui putusan hakim

pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.42

Serta telah ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI SE 13/MEN/SJ-HK/I/2005

tertanggal 7 Januari 2005, yang pada pokoknya meniadakan alasan

kesalahan berat sebagai dasar PHK, dimana kewenangan untuk

mem-PHK karena alasan adanya kesalahan pihak buruh menjadi

kewenangan absolut lembaga PHI sehingga kalangan pengusaha tak

lagi dibenarkan melakukan PHK sepihak tanpa adanya putusan PHK

dari PHI.43

Sebagaimana Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI SE 13/MEN/SJ-HK/I/2005 tersebut, akibatnya

terbentuk opini bahwa terhadap setiap kesalahan atau pelanggaran

berat yang dilakukan oleh pekerja/buruh, pengusaha tidak bisa serta

merta mem-PHK tanpa adanya proses persidangan pidana.44

42

Yamitema T.J. Laoly, Tesis : Perlindungan Hukum Terhadap Buruh…, h. 34.

43 Hery Shietra, Artikel Hukum : Hak Normatif Buruh Tidak Selalu Identik Dengan Upah,

Sebuah Kajian Hak Buruh Untuk Berserikat, Jakarta : 2016.

44 Abdul Khakim, Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan…, h. 64.

Page 54: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

44

c) Pemutusan hubungan kerja karena ditahan aparat berwajib Karena

diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pihak

pengusaha.

Dalam hal ini pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi

wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang

menjadi tanggunagnnya dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Untuk 1 (satu) orang tanggungan 25% dari upah;

2) Untuk 2 (dua) orang tanggungan 35% dari upah;

3) Untuk 3 (tiga) orang tanggungan 45 % dari upah;

4) Untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50%

dari upah.

Keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungan adalah

istri/suami, anak atau orang yang sah menjadi tanggungan

pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan,

atau perjanjian kerja bersama. Bantuan kepada keluarga yang

menjadi tanggungan pekerja/b uruh diberikan untuk waktu paling

lama 6 (enam) bulan.

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja setelah

6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan karena masih dalam

proses perkara pidana. Pengusaha wajib membayarkan uang

penghargaan masa kerja 1 (satu) kali dan uang penggantian hak.

Pemutusan hubungan kerja disini tanpa penetapan lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial.45

d) Pemutusan hubungan kerja karena pekerja mangkir

Pekerja/buruh yang mangkir 5 (lima) hari kerja atau lebih

berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi

dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha (dua) kali

secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena

dikualifikasikan mengundurkan diri. Kepda pekerja/buruh yang

45

F.X. Djumialdji, Perjanjian Kerja, edisi revisi…, h. 52.

Page 55: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

45

bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai

ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya

dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, atau perjanjiankerja bersama.46

e) Pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan dalam kaitannya

dengan kondisi perusahaan.

1. Pemutusan hubungan kerja karena perubahan status,

penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan

perusahaan dan pengusaha tidak menerima buruh

diperusahaannya;

2. Pemutusan hubungan kerja karena perusahaan tutup yang

disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus

menerus selama dua tahun.47

4) Pemutusan Hubungan Kerja Karena Putusan Pengadilan

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pengadilan adalah

pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan

yang bersangkutan (majikan/buruh) berdasarkan alasan penting. Alasan

Penting adalah disamping alasan mendesak juga karena perubahan

keadaan pribadi atau kekayaan pemohon perubahan keadaan dimana

pekerjaan yang dilakukan sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah

layak untuk memutuskan hubungan kerja.48

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pengadilan ini sebenarnya

merupakan akibat dari adanya sengketa antara buruh atau majikan yang

berlanjut sampai ke proses peradilan. Datangnya perkara dapat dari buruh

atau dapat dari majikan.49

46

Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007),

h.184.

47 F.X. Djumialdji, Perjanjian Kerja, edisi revisi, (Jakarta :Sinar Grafika, 2008), h.55.

48 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007),

h.188.

49 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta : Sinar Grafika,

2013), hal.167.

Page 56: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

46

Masing-masing pihak, yaitu pihak majikan dan buruh, setiap

waktu, juga sebelu pekerjaan dimulai, berwenang berdasarkan alasan

penting, mengajukan permintaan tertulis kepada pengadilan negeri

ditempat keddiamannya yang sebenarnya untuk menyatakan perjanjian

kerja khusus.

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan pengadilan atas

permintaan pihak majikan dengan sendirinya tidak memerlukan izin lagi

dari panitia penyelesaian perselisihan perburuhan. Demikianlah juga

halnya dengan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan olehbalai harta

peninggalan untuk kepentingan majikan yang dinyatakan valid dan

pemutusna hubungan kerja yang dilakukan oleh perwakilan Indonesia

diluar Indonesia untuk kepentingan pengusaha kapal.

Terhadap putusan pengadilan negeri tersebut tidak ada jalan untuk

melawannya, dengan tidak mengurangi wewenang Jaksa Agung untuk,

semata-mata. Demi kepentingan Undang-Undang, mengajukan

permintaan kasasi terhadap putusan tersebut.50

H. Tujuan Pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja

Tujuan pokok hukum ketenagakerjaan adalah pelaksanaan keadilan

sosial dalam bidang ketenagakerjaan dan pelaksanaan itu diselenggarakan

dengan jalan melindungi pekerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari

pihak majikan.51

Munculnya peraturan perburuhan lebih banyak diwarnai oleh

kecenderungan politik. Pada era Orde Lama muncul Undang-Undang Nomor

12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja. Produk dan visi

undang-undang ini bersifat sosialis karena pemerintahan Soekarno memang

memiliki kecenderungan mendukung sosialisme. Dalam undang-undang ini,

buruh mendapat proteksi besar. Sebagai contoh, kalangan buruh perempuan

50

Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta : Djambatan, 1982), h.96.

51 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta : Djambatan, 1987), h.7.

Page 57: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

47

diberi hak cuti haid, setelah itu muncul Orde Baru yang dipengaruhi

globalisasi dan kapitalisme. Pada era ini, privilege buruh dicabut karena

dianggap kontraproduktif. Tak pelak, pihak Depnaker pun akhirnya

menghapuskan hak cuti haid bagi buruh perempuan.52

Pada era reformasi muncul Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013

yang dianggap mencoba mencari titik tengah antara buruh dan pengusaha,

namun nyatanya sistem outsourcing yang sangat merugikan buruh disahkan.

Di sisi lain, pasal yang melindungi buruh enggan untuk dijalankan oleh

pengusaha dan pemerintah.

Selain itu muncul Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Pengadilan Hubungan Industrial yang membawa era baru kanalisasi

permasalahan perburuhan/industrial, mengurangi peran Negara, dan

melunturkan sifat publik hukum perburuhan. Watak pemerintahan yang

neoliberal menjadikan buruh tetap berada dalam posisi inferior, permasalahan

perburuhan diprivatisasi, buruh harus “bertarung” dengan pengusaha yang

didukung oleh kebijakan pemerintah.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

disahkan oleh Megawati Soekarno Putri pada tanggal 23 Maret 2003 di

Jakarta dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39.

Undang-Undang ini menyempurnkan peraturan-peraturan mengenai

ketenagakerjaan sebelumnya yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan

dalam pembangunaan ketenagakerjaan di Indonesia.

Tujuan hukum ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi :

Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :

1) Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan

manusiawi;

2) Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja

yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;

52

Abdul Jalil, Teologi Buruh Cet.1, (Yogyakarta : LKiS, 2008), h. 38.

Page 58: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

48

3) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan

kesejahteraan.

4) Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Pembangunan ketanagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan

dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah artinya

asas pembangunan ketanagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas

pembangunan nasional khususnya asas demokrasi pancasila serta asas adil

dan merata.

Penjelasan Tujuan hukum ketenagakerjaan yang diatur dalam Pasal 4

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu :

1) Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan

manusiawi;

“Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu

kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja

seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan

pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi

secara optimal dalam Pembangunan Nasional, namun dengan tetap

menjunjung nilai-nilai kemanusiaannya.”

2) Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja

yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;

“Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja

dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan

bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat, dan

kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja

perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan

daerah.”

3) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan

kesejahteraan; dan

4) Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Page 59: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

49

Page 60: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

50

BAB III

MEKANISME PERLINDUNGAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

SEKTOR PANGAN DI DKI JAKARTA

A. Profil PT.Food Station Tjipinang Jaya

PT.Food Station Tjipinang Jaya beralamat di Jalan Pisangan Lama

Selatan Nomor 1 Komplek Pasar Induk Cipinang, Pisangan Timur, Kota

Administrasi Jakarta Timur, DKI Jakarta. Berikut beberapa hal mengenai

PT.Food Station Tjipinang Jaya :

1) Sejarah PT.Food Station Tjipinang Jaya

Untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat DKI Jakarta,

pada awal tahun 1965 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyusun

konsep tentang Pola Induk Pengadaan dan Penyaluran Bahan Pangan

untuk DKI Jakarta 1965 – 1985. Guna merealisasikan gagasan tersebut,

maka pada tahun 1972 didirikanlah Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC)

dan PT Food Station Tjipinang Jaya Melalui SK Gubernur Nomor

Eb.12/2/8/1972 Tanggal 23 Juni 1972 PT Food Station Tjipinang Jaya

ditunjuk sebagai perusahaan yang diberi wewenang untuk mengurus,

membina dan mengembangkan pasar beras induk cipinang Kepemilikan

saham PT Food Station Tjipinang Jaya adalah : Pemerintah Provinsi DKI

Jakarta : 99,84% Swasta : 0,16% 2.

Pasar Induk Beras Cipinang diawali dari gagasan untuk melakukan

perbaikan sistem pengadaan dan penyaluran beras serta pengendalian

harga (buffer stock) di DKI Jakarta PT Food Station Tjipinang Jaya

ditetapkan sebagai pengelola tunggal Pasar Induk Beras Cipinang Tahun

1974 SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. D. V.-a.

18/1/8/1974 tanggal 7 Maret 1974 tentang Pendirian Pasar Induk Beras

Cipinang sebagai pusat perdagangan beras, gula, terigu, dan palawija

atau jenis kacang-kacangan (termasuk kopi) beserta ketentuan

kepengurusannya. SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta

No. D. V.-b. 18/1/7/1974 tanggal 14 Maret 1974 Tentang Penunjukan

Page 61: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

51

Perusahaan Angkutan untuk melaksanakan angkutan beras, gula dan

palawija dari Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta ke pasar-pasar dalam

wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Tahun 1989 SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta

No. 1539 tanggal 10 November 1989 Tentang Penyempurnaan ketentuan

pengelolaan angkutan di Pasar Induk Sayur Mayur Keramat Jati dan

Pasar Induk Cipinang Tahun 2014 PT Food Station Tjipinang Jaya

ditetapkan sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) secara resmi

pada akhir bulan April Tahun 2014 melalui Keputusan DPRD Provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 2014

Dengan jumlah penduduk Jakarta yang besar, maka kebutuhan

akan pangan (terutama beras) juga sangat besar Kebutuhan beras harian

DKI Jakarta diperkirakan sekitar 4.300 ton/hari, apabila diperhitungkan

dengan daerah sekitar jakarta maka kebutuhan tersebut menjadi sekitar

5.500 ton/hari (belum termasuk kebutuhan beras dari Jakarta untuk

perdagangan antar daerah). Dari kebutuhan tersebut, hanya 2% yang

dapat dipenuhi dari produksi beras DKI Jakarta. Kebutuhan beras sisanya

disuplai dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, terkadang

Sulawesi serta impor (Bulog). Sebagian besar beras tersebut (sekitar

3.000 ton/hari), diperdagangkan melalui Pasar Induk Beras Cipinang

(PIBC), sedang sebagian lainnya diperdagangkan secara langsung dari

daerah produsen ke pasar yang ada di DKI Jakarta maupun sekitarnya.

2) Fungsi Strategis PIBC

Fungsi strategis dari Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) adalah

sebagai berikut :

a) Menjamin ketersediaan suplai beras DKI Jakarta (dengan tingkat

harga yang terjangkau masyarakat)

b) Sebagai instrumen (yang dapat digunakan Pemerintah)

c) Untuk pengendalian harga beras di DKI Jakarta

d) Pusat perdagangan beras (dan palawija) di DKI Jakarta

e) Merupakan pasar beras terbesar di Indonesia

Page 62: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

52

f) Merupakan pusat perdagangan beras antar daerah dan antar pulau

g) Menjadi acuan (harga) bagi pasar beras nasional

h) Penyangga pasar beras untuk DKI Jakarta dan daerah sekitarnya

(Jabodetabek)

i) Menggambarkan issue perberasan secara nasional

3) Peran PT.Food Station Tjipinang Jaya Di PIBC

Pada Tahun 2014 PT Food Station Tjipinang Jaya ditetapkan

sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) secara resmi pada akhir

Bulan April Tahun 2014 melalui Keputusan DPRD Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 2014.

Merupakan BUMD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai

pengelola Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) , menyediakan sarana kios

beras di PIBC (sewa), menyediakan fasilitas pergudangan (sewa),

menyediakan infrastruktur pendukung PIBC (parkir, kebersihan, dan

lainl-ain), memberikan dukungan bagi kelancaran fungsi PIBC

(pengamanan, bongkar muat, dan lain-lain)

Aktivitas pengadaan beras dan komoditi lainnya oleh PT. Food

Station Tjipinang Jaya sepenuhnya dilakukan dengan bekerjasama

dengan para produsen beras atau penggilingan padi di seluruh Indonesia

ditujukan untuk mendukung program pemerintah dalam ketahanan

pangan.

Potensi lahan pertanian Indonesia yang besar dikelola secara serius

dimana saat ini PT. Food Station Tjipinang Jaya akan menjadi salah satu

pengelola Kawasan Pangan Nasional. Sektor hilir PT. Food Station

Tjipinang Jaya meliputi kegiatan pendistribusian pangan dan komoditi

lainnya, penyewaan pertokoan dan pergudangan serta pergudangan

dalam sistem resi gudang.

PT. Food Station Tjipinang Jaya akan masuk secara total dalam tata

niaga beras sebagai buffer stock, pusat informasi beras untuk lingkup

yang lebih luas. Memainkan peran lebih besar dalam menjaga stabilitas

harga pangan dan bertransformasi menjadi sebuah pusat industri dan

Page 63: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

53

informasi bahan pangan di asia tenggara. Membangun perdagangan

pangan elektronis yang memungkinkan pengembangan standardisasi

kualitas, meniadakan mobilisasi produk yang tidak perlu yang pada

gilirannya akan menurunkan biaya logistik dan transportasi.

B. Visi dan Misi PT Food Station Tjipinang Jaya

Visi : Menjadi Pusat informasi dan perdagangan bahan pangan Asia

Tenggara.

Misi :

a) Membangun dan menyelenggarakan serta mengelola

fasilitas-fasilitas yang berhubungan dengan food station;

b) Membangun dan menyelenggarakan sentra perdagangan bahan

kebutuhan pokok makanan;

c) Membangun dan mengelola serta meningkatkan pelayanan Pasar

Induk Beras Cipinang;

d) Mengadakan dan menyalurkan serta menjaga stabilitas supplai,

distribusi, dan harga bahan pangan pokok;

e) Melakukan dan mengelola perdagangan umum kebutuhan bahan

pokok beras

f) Membangun kawasan pangan melalui kerjasama kemitraan

untuk menjamin suplai beras ke pasar Induk Cipinang;

g) Menjalankan Sistem Resi Gudang untuk membantu petani dalam

memasarkan hasil pertaniannya.

C. Mekanisme Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Di Indonesia

Dalam pasal 163 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, diatur ketentuan mengenai pengakhiran hubungan kerja

(PHK) baik oleh pengusaha, atau oleh pekerja/buruh (karyawan). Teknis

pelaksanaan (prosedur) PHK dalam pasal 163 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003, pada dasarnya merujuk pada ketentuan pasal 151 Ayat (2) dan

Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa setiap pemutusan

hubungan kerja wajib dirundingkan (sesuai mekanisme bipartit), baik

Page 64: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

54

perundingan mengenai alasan PHK-nya maupun perundingan menyangkut

hak-hak atau kewajiban yang harus ditunaikan.

Termasuk PHK karena corporate action sebagaimana tersebut dalam

Pasal 163 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Apabila perundingan

sebagaimana dimaksud gagal, maka hanya dapat dilakukan pemutusan

hubungan kerja setelah memperoleh penetapan (“izin”) dari lembaga

penyelelesaian perselisihan hubungan industrial .

1. Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum

Hubungan kerja yang putus demi hukum artinya hubungan kerja

tersebut berakhir dengan sendirinya dan kepada buruh/pekerja,

pengusaha tidak perlu mendapatkan penetapan PHK dari lembaga yang

berwenang sebagaimana diatur dalam pasal 154 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003.

2. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha

Menurut Undang-Undang Ketanagakerjaan bahwa Pengusaha dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena

perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang

pesangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 Ayat (3), dan uang

penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4) dan harus

didahulukan pembayarannya dari utang yang lain.

3. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pekerja/Buruh

Hak buruh untuk memutusakan hubungan kerja ini adalah akibat dari

pengsama-rataan antara buruh dan majikan yang menurut S.Mok adalah

suatu pengsama-rataan yang meletakkan kepada seorang anak yang

lemah suatu beban yang sama seperti kepada seorang dewasa yang kuat1.

Pekerja/buruh dapat mengakhiri hubungan kerja dengan melakukan

pengundhuran diri atas kemauan sendiri tanpa perlu penetapan dari

lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dan kepada

1 Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja cetakan ketujuh, (Jakarta :

Djambatan, 2016), h.150.

Page 65: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

55

buruh/pekerja yang bersangkutan memperoleh uang penggantian hak

sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4).

Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri

yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara

langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai Pasal 156 Ayat

(4) diberikan juga uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur

dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian bersama.

Pekerja buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud di atas

harus memenuhi syarat : 2

a) Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai

pengunduran diri;

b) Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

c) Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai

pengunduran diri.

4. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengadilan

Sebelum terbentuknya Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)

melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian

perselisihan hubungan industrial yang dimaksud dengan pemutusan

hubungan kerja oleh pengadilan ialah pemutusan hubungan kerja oleh

pengadilan perdata biasa atas permintaan yang bersangkutan

(majikan/buruh) berdasarkan alasan penting.3

Pengadilan Hubungan Industrial dibentuk berdasarkan Pasal 55

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial dan diresmikan beroperasinya 33

Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) oleh Ketua Mahkamah Agung

Republik Indonesia di Padang Sumatera Barat pada tanggal 14 Januari

2006. Untuk pertama kali Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)

2 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ( Jakarta : Rajawali

Pers,2014), h.183.

3 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ( Jakarta : Rajawali

Pers,2014), h.184.

Page 66: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

56

dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri (PN) di setiap Ibukota Provinsi.

PHI merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan

Peradilan Umum.

Menurut Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, Pengadilan

Hubungan Industrial mempunyai kompetensi absolut untuk memeriksa

dan memutus :

a) Ditingkat pertama mengenai perselisihan hak

b) Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan

c) Ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja

d) Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Pekerja, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala

upaya untuk menghindari PHK. Apabila terpaksa terjadi, PHK hanya

dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI). Selain karena pengunduran

diri dan melalui penetapan LPPHI, hal-hal yang diperbolehkan untuk

dilakukan PHK adalah :4

a) Pekerja masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah

dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

b) Pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis

atas kemauan sendiri tanpa adanya tekanan/intimidasi dari

pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai perjanjian kerja

waktu tertentu untuk pertama kali;

c) Pekerja mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dengan

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama,

atau peraturan perundang-undangan; atau

d) Pekerja meninggal dunia

e) Pekerja ditahan

4 Sumanto, Hubungan Industrial; Memahami dan menagatasi potensi konflik-kepentingan

pengusaha-pekerja pada era modal global , (Jakarta : Center Of Academic Publishing

(CAPS),2014), h.232.

Page 67: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

57

f) Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan

pekerja melakukan permohonan PHK.

Selama belum ada penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial (LPPHI), pekerja dan pengusaha harus tetap

melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha

dapat melakukan skorsing dengan tetap membayar hak-hak pekerja.

Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) termasuk kategori

perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan

kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Perselisihan PHK antara

lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK dan besaran kompensasi PHK.

Mekanisme Penyelesaian Perselisihan PHK dilakukan secara berjenjang,

yaitu melalui perundingan Bipartit, tripartit (mediasi, konsiliasi, arbitrase),

Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan Mahkamah Agug (MA).5

1) Perundingan Bipartit

Perundingan Bipartit sama dengan negosiasi, yaitu menyelesaikan

sengketa oleh para pihak tanpa melibatkan pihak lain dengan tujuan

mencari kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang harmonis dan

kreatif.6

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial memberi pengertian perundingan

bipartit sebagai perundingan antara pekerja/buruh atau serikat

kerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan

hubungan industrial. Rumusan ini memperlihatkan bahwa pihak yang

berunding dalam forum bipartit adalah pekerja/buruh atau serikat pekerja/

serikat buruh, dengan pengusaha. Mekanisme penyelesaian sengketa

dengan perundingan bipartit yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2

5 Sumanto, Hubungan Industrial; Memahami dan menagatasi potensi konflik-kepentingan

pengusaha-pekerja pada era modal global, (Jakarta : Center Of Academic Publishing

(CAPS),2014), h.233.

6 Agusmidah, Dinamika dan Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor : Ghalia

Indonesia, 2010), h. 169.

Page 68: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

58

Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

adalah sebagai berikut :

a) Musyawarah untuk mufakat antara para pihak dengan membuat

risalah yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.

b) Jika tercapai kesepakatan, dibuat perjanjian bersama yang

ditandatangani kedua pihak. Perjanjian ini bersifat mengikat dan

menjadi hukum serta wajib dilaksanakan.

c) Perjanjian bersama tersebut wajib didaftarkan kepada pengadilan

hubungan industrial pada pengadilan negeri setempat

d) Bila perjanjian bersama tidak dilaksanakan, maka dapat diajukan

permohonan kasasi kepada pengadilan hubungan industrial pada

pengadilan negeri setempat.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, menyatakan bahwa : (1) Perselisihan

hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu

melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai

mufakat, (2) Penyelesaian melalui bipartit harus diselsesaikan paling

lama 30 hari sejak dimulainya perundingan, (3) Apabila dalam jangka

waktu yang telah ditentukan tersebut, salah satu pihak menolak untuk

berunding atau tidak mencapai kesepakatan , maka perundingan bipartit

dianggap gagal.7

Jika perundingan secara bipartit gagal, maka salah satu/kedua belah

pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi ketenagakerjaan

dengan melampirkan bukti penyelesaian bipartit. Setelah menerima

pencatatan, instansi ketenagakerjaan wajib menawarkan kepada kedua

pihak untuk memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase. Jika

7 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013),

h. 185.

Page 69: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

59

dalam 7 hari para pihak tidak menetapkan pilihan, maka

instansiketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian kepada mediator.8

2) Perundingan Tripartit

Penyelesaian Tripartit dilakukan, dalam hal apabila penyelesaian

perselisihan melalui Bipartit antara Pengusaha dengan buruh tidak dapat

tercapai, maka Pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan

masyarakat kepada pekerja/buruh dan Pengusaha, berkewajiban

memfasilitasi penyelesaian Hubungan Industrial tersebut. Upaya fasilitasi

dilakukan dengan menyediakan tenaga Mediator yang bertugas untuk

mempertemukan kepentingan kedua belah pihak yang berselisih.

Ada tiga forum penyelesaian hubungan industrial yang dapat dipilih

oleh para pihak, yaitu:

a) Mediasi

Forum mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan.

Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, penyelesaian

perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada

disetiap kantor istansi yang bertanggung jawab dibindang

ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. Dinas tenaga kerja kemudian

menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak,

agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta

kesepakatan para pihak membuat perjanjian bersama dengan

disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator

akan mengeluarkan anjuran.9

Jika anjuran tertulis yang dibuat oleh mediator ditolak oleh salah

satu pihak atau para pihak, maka salah satu pihak atau para pihak

8 Agusmidah, Dinamika dan Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor : Ghalia

Indonesia, 2010), h. 172.

9 Sumanto, Hubungan Industrial; Memahami dan menagatasi potensi konflik-kepentingan

pengusaha-pekerja pada era modal global , (Jakarta : Center Of Academic Publishing

(CAPS),2014), h.234.

Page 70: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

60

dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Negeri

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.10

Mediator harus melaksanakan tugasnya selambat-lambatnya 30

(tiga) puluh hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan

penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

b) Konsiliasi

Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,

Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh

konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung

jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka (14) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004 Konsiliator Hubungan Industrial yang

selanjutnya disebut konsiliator adalah seorang atau lebih yang

memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri,

yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran

tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan

perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja

atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu

perusahaan.11

Berbeda dengan mediasi yang mempunyai kompetensi untuk

menangani keempat jenis perselisihan hubungan industrial, maka

perselisihan melalui konsiliasi terbatas hanya pada tiga jenis

perselisihan, yaitu perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan

hubungan kerja, perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh

dalam satu perusahaan.

Prosedur penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi:

10

Agusmidah, Dinamika dan Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor : Ghalia

Indonesia, 2010), h. 174.

11 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013),

h.189.

Page 71: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

61

1) Penyelesaian oleh konsiliator, dilaksanakan setelah para pihak

mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada

konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak. (Pasal

18 Ayat 2).

2) Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah

menerima permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis,

konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang

duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja

kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama.

(Pasal 20).

3) Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak

menerima permintaan penyelesaian perselisihan (Pasal 25)

4) Konsiliator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir

dalam sidang konsiliasi guna diminta dan didengar

keterangannya (Pasal 21 Ayat 1)

5) Konsiliator dapat memanggil seseorang atau pihak-pihak

tertentu (dengan jaminan merahasiakan semua keterangan

apabila terkait dengan jabatannya untuk dimintai keterangan,

termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat

yang digunakan guna penyelesaian perselisihan hubungan

industrial (Pasal 22 Ayat (1), (2) dan (3)).

Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh

konsiliator setelah para pihak mengajukan permintaan secara tertulis

kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak.

Selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah menerima permintaan

penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus

mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan

selambat-lambatnya pada hari kedelapan mengadakan sidang

konsiliasi pertama.12

12

Dahlia dan Agatha Jumiati, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, (Jurnal : Wacana Hukum, Vol. IX, Oktober, 2011) h. 47.

Page 72: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

62

Jika tercapai kesepakatan melalui konsiliasi, maka dibuat

perjanjian bersama yang ditanda-tangan oleh para pihak dan

disaksikan oleh konsiliator serta didaftar di pengadilan hubungan

industrial untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Apabila tidak

tercapai kesepakatan maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis

yang harus sudah disampaikan kepada para pihak

selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi

pertama.

Para pihak wajib memberikan jawaban secara tertulis kepada

konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis.Para

pihak yang tidak memberikan pendapatnya/jawaban dianggap

menolak anjuran tertulis.

Apabila para pihak menyetujui anjuran tertulis ,konsiliator harus

sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama

selambat-lambatnya tiga hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui

yang kemudian didaftarkan di pengadilan hubungan industrial untuk

mendapatkan akta bukti pendaftaran. Konsiliator wajib

menyelesaikan tugas konsiliasi selambat- lambatnya tiga puluh hari

kerja sejak menerima permintaan penyelesaian perkara.

c) Arbitrase

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Arbitrase

dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak yang berselisih.

Kesepakatan para pihak yang berselisih dinyatakan secara tertulis

dalam surat perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3 (tiga) dan

masing-masing pihak mendapatkan 1 (satu) yang mempunyai

kekuatan hukum yang sama. Karena harus didasarkan atas

kesepakatan yang dinyatakan secara tertulis, pernyelesaian melalui

arbitrase dikenal juga denganmekanisme penyelesaian secara

Contractual Process.13

13

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ( Jakarta : Rajawali

Pers,2014), h.129.

Page 73: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

63

Surat perjanjian arbitrase sekurang-kurangnya memuat nama

lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang

berselisih, pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan

yang diserahkan kepada arbitrase untuk diselsesaikan dan diambil

putusan, jumlah arbiter yang disepakati, perntaaan para pihak ynag

berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase dan

tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tandatangan para

pihak yang berselisih.

Pemeriksaan perselisihan dilakukan secara tertutup, kecuali para

pihak menghendaki lain. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan bersifat akhir

dan tetap. Putusan arbitrase didaftarkan pada Pengadilan Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah Arbiter menetapkan

putusan.

3) Pengadilan Hubungan Industrial

Penyelesaian Hubungan Industrial melalui Pengadilan Hubungan

Industrial dilakukan, apabila tahapan proses Bipartit dan Tripartit tidak

dapat menemui titik temu. Permohonan pemeriksaan dilakukan dengan

mengajukan Gugatan oleh salah satu pihak yang tidak menerima anjuran

yang telah dikeluarkan oleh Mediator ataupun Konsiliator, kepada Ketua

Pengadilan Hubungan Industrial.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Pengadilan

Hubungan Industrial diawali dengan mengajukan gugatan kepada

pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri yang daerah

hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Pengajuan gugatan

harus dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, jika

tidak dilampiri maka hakim wajib mengembalikan gugatan kepada

penggugat. Terhadap isi gugatan ada kewajiban hakim untuk memeriksa

melalui proses dismissal. Pemeriksaan perkara di pengadilan hubungan

industrial dilakukan dengan acara biasa atau acara cepat.14

14

Dahlia dan Agatha Jumiati, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, (Jurnal : Wacana Hukum, Vol. IX, Oktober, 2011) h.50.

Page 74: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

64

Putusan majelis hakim wajib diberikan selambat-lambatnya lima

puluh hari kerja sejak sidang pertama dalam sidang terbuka untuk umum.

Berdasarkan Pasal 110 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Putusan Pengadilan

Hubungan Industrial mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan

antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan

putusan akhir dan bersifat tetap.

Sedangkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial mengenai

perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja dapat

diajukan kasasi. Putusan pengadilan hubungan industrial mengenai

perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai

kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada

mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya empat belas hari.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah Agung

selambat-lambatnya tiga puluh kerja.

4) Kasasi (Mahkamah Agung)

Upaya hukum Kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang

dapat diminta oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak terhadap

putusan Pengadilan Hubungan Industrial, pemeriksaan kasasi hanya

meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukumnya.

Pihak yang menolak putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)

dapat langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara

tersebut ke Mahkamah Agung (MA) untuk diputus.15

Prosedur pengajuan perkara Kasasi di Mahkamah Agung :

a) Permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu

selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja : bagi pihak yang

hadir, terhitung sejak putusan dibacakan dalam sidang majelis hakim;

bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima

pemberitahuan putusan.

15

Sumanto, Hubungan Industrial; Memahami dan menagatasi potensi konflik-kepentingan

pengusaha-pekerja pada era modal global , (Jakarta : Center Of Academic Publishing (CAPS),

2014), h.235.

Page 75: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

65

b) Salah satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan

permohonan kasasi harus menyampaikan secara tertulis melalui

Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri setempat.

c) Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat

belas) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan

kasasi harus sudah menyampaikan berkas perkara kepada Ketua

Mahkamah Agung.

d) Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan

hubungan kerja pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30

(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan

permohonan kasasi.

Page 76: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

68

BAB IV

ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 601K/PDT.SUS/2010

A. Kasus Posisi

Nurul Shanti Wardhani merupakan Warga Negara Indonesia yang

bertempat tinggal di Jalan Bintan II Nomor 54 Perumahan Jati Asih Indah

Bekasi Selatan dalam hal ini sebagai PENGGUGAT. Penggugat melawan

PT.Food Station Tjipinang Jaya yang diwakili oleh Syamsul Hilatama selaku

Direktur Utama yang selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT. Tergugat

memberi kuasa kepada Rinaldi, SH.MH., Advokat pada Hary & Prass, Warga

Negara Indonesia , beralamat di Godangdia Lama Nomor 40 Jakarta Pusat,

berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 13 Nopember 2009.

Nurul Shanti Wardhani mulai bekerja sejak tanggal 3 April 1989 dengan

jabatan terakhir Manajer Pasar Induk Beras Cipinang dan menerima upah

bersih setiap bulan dengan perincian :

a) Gaji Pokok RP. 4.790.292,-

b) Uang Makan Rp. 610.000,-

c) Tunjangan Jabatan Rp. 600.000,-

Jumlah Gaji Bersih Rp. 6.000.292,- (enam juta dua ratus sembilan puluh

dua ribu rupiah)

d) Angsuran Kendaraan secara Leasing di Bank Akita sebesar Rp.3.025.000,-

per bulan untuk dilunasi sampai 36 kali, karena sudah diatasnamakan

penggugat.

Selama ini sampai tanggal 17 Juli 2009 Penggugat bekerja dengan baik

tanpa pernah mendapat surat peringatan dari tergugat, kemudian secara

mendadak pada tanggal 13 juli 2009 Tergugat memanggil Penggugat untuk

menerima Surat Keoutusan Direksi Nomor 105/K.pLs/FST/VII/2009 tanggal 2

Juli 2009 tentang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Dalam dan

Dari Jabatan di Lingkungan PT.Food Station Tjipinang Jaya dan menjelaskan

secara verbal disaksikan Kabag Umum yaitu : Tergugat meminta agar

Page 77: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

69

penggugat menerima demosi/penurunan jabatan dan penurunan gaji, karena

perusahaan akan membayar hutang sebesar Rp.3.000.000.000,- (3 Miliyar) dan

tergugat meminta agar penggugat rela berkorban demi perusahaan;

Bahwa dalih tergugat untuk menurunkan jabatan penggugat dan

melakukan pemotongan gaji penggugat adalah untuk membantu perusahaan

membayar hutang. Sehingga penurunan gaji mulai Agustus 2009 menjadi

sebesar :

a) Gaji Pokok RP. 2.772.257,-

b) Uang Makan Rp. 365.000,-

c) Tunjangan Jabatan Rp. 350.000,-

Jumlah Gaji Bersih Rp. 3.487.257,- (tiga juta empat ratus delapan puluh

tujuh ribu dua ratus lima puluh tujuh ribu rupiah)

d) Menghentikan secara sepihak angsuran kendaraan secara leasing atas

nama penggugat di Bank Akita sebesar Rp.3.025.000,- setiap bulan sejak

bulan september 2009;

Pada tanggal 14 juli 2009 tergugat mengirimkan surat kepada penggugat

perihal permohonan klarifikasi dan sampai 13 hari kemudian tidak mendapat

respon dari Tergugat. Selanjutnya pada tanggal 16 Juli 2009 Penggugat

menghadap bapak asisten Perekonomian dan Administrasi Provinsi DKI

Jakarta, dimana dalam kesempatan tersebut beliau menyatakan bahwa

“seharusnya dalam hal manajemen melakukan Demosi dengan tujuan

restrukturasi atau efisiensi seyogyanya ditetapkan secara adil dan

proporsional”.

Selanjutnya pada tanggal 27 Juli 2009 Penggugat kembali mengirimkan

surat untuk kedua kalinya kepada Tergugat sebagai tindak lanjut surat pertama

tanggal 14 Juli 2009 yang tidak ada jawabannya perihal permohonan.

Kemudian pada tanggal 29 Juli 2009 Penggugat diminta bertemu Direktur

Keuangan dan Umum bersama Sdr.Nur Irianti dan direktur keuangan dan

umum menjelaskan bahwa kondisi perusahaan saat ini tidak mendesak untuk

mendemosi, apalagi sebagai upaya penghematan atau membayar utang

perusahaan.

Page 78: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

70

Lalu pada tanggal 31 Juli 2009 Penggugat mengirimkan surat kepada

Bapak Gubernur Provinsi DKI Jakarta selaku pemegang saham terbesar

PT.Food Station Tjipinang Jaya perihal permohonan, Disposisi tembusan surat

pada tanggal 31 Juli 2009 dari bapak asisten perekonomian administrasi pada

surat penggugat adalah “supaya terapkan Good Corporate Governance di

Lingkungan Perusahaan”. Kemudian pada tanggal 7 Agustus 2009 disposisi

bapak asisten perekonomian dan administrasi mengenai surat penggugat

adalah untuk diadakan rapat bersama antar instansi terkait (Biro

Perekonomian, BPM dan PT.Food Station Tjipinang Jaya).

Selanjutnya Kasudin Nakertrans Jakarta Timur memberikan surat

panggilan kepada penggugat dan tergugat untuk menghadiri acara klarifikasi

pada tanggal 21 Agustus 2009, namun pihak tergugat tidak hadir. Selanjutnya

Direktur Keuangan dan Umum (Dirkum) pada tanggal 20 Agustus 2009

menghadiri rapat di Biro Perekonomian Provinsi DKI Jakarta terkait masalah

laporan penggugat kepada bapak Gubernur, akan tetapi sampai saat ini notulen

hasil rapat tersebut tidak pernah ditindak lanjuti oleh tergugat.

Pada tanggal 20 Agustus 2009 Tergugat memberikan surat peringatan

Nomor 126/SP/FST/VIH/2009 perihal Pelanggaran dan lain-lain (Tergugat

mencari pembenaran atas demosi). Sedangkan kondisi sebenarnya adalah

Penggugat masih berupaya mencari keadilan atas demosi yang ditetapkan

Tergugat. Kemudian pada 24 Agustus 2009 Kasudin Nakertrans memberi surat

panggilan Nomor 879/-1.835.3 kepada Penggugat dan Tergugat untuk

pertemuan klarifikasi pada tanggal 26 Agustus 2009 dan sudah dilaksanakan

dengan kesimpulan akan dilakukan perundingan Bipartit. Pada 28 Agustus

2009 Penggugat mengirimkan surat kepada Bapak Gubernur perihal Laporan.

Pada tanggal 1 september 2009 Penggugat mengirimkan surat kepada

Bapak Kepala Suku Dinas Nakertrans Kota Administrasi Jakarta Timur perihal

Pemberitahuan/ Klarifikasi terkait dengan Surat Peringatan Nomor

126/SP/FST/VIII/2009 dengan tembusan kapada Bapak Gubernur, selanjutnya

tanggal 3 September 2009 Disposisi Bapak Gubernur pada surat penggugat

Page 79: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

71

tertanggal 28 Agustus 2009 ditujukan kepada Bapak Sekda Provinsi DKI

Jakarta untuk ditindak lanjuti.

Pada 10 September 2009 Kasudin Nakertrans Jakarta Timur memberikan

surat panggilan Nomor 1.068/-1.18 5.3 perihal panggilan untuk pertemuan

tanggal 15 September 2009 kepada Penggugat dan Tergugat dalam rangka

penawaran penangananperkara perselisihan Hubungan Industrial melalui

Konsiliasi, dimana pihak Tergugat tidak hadir dalam pertemuan tersebut.

Disposisi dari bapak Sekda kepada Asisten Perekonomian atas

permasalahan Demosi terhadap Penggugat “Agar diselesaikan secara baik dan

laporkan tindak lanjutnya”.

Selanjutnya pada 14 September 2009 Penggugat dijatuhi sanksi

schorsing dengan surat dari Dirkum tanpa batas waktu dengan uraian bahwa

memperhatikan kejadian-kejadian dan surat hasil pembinaaan Kepala sub

bagian personalia dan surat Kabag Keuangan dan Umum serta

memperhatikan aktifitas Penggugat. Kemudian pada kesempatan yang sama

Penggugat mempertanyakan kepada Dirkum karena Sampai saat ini Penggugat

tidak memahami apa yang dimaksud denga kalimat tersebutdiatas karena

Penggugat hanya menerima satu kali surat peringatan dari bapak Yatino saja,

setelah itu tidak pernah ada komunikasi dua arah.

Pada 15 September 2009 Penggugat mengirimkan surat kepada Bapak

Sekretans Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta perihal permohonan Audiensi.

Disposisi dari bapak Sekda Provinsi DKI Jakarta kepada Bapak Asisten

Perekonomian adalah : UMP dan selesaikan.Kemudian pada tanggal 17

September 2009 tembusan surat Penggugat kepada bapak asisten

Perekonomian disposisi kepada Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPM

& P) yaitu “supaya Dicek + lapor + saran dicross check (ybs dan Manajemen

PT FSC)”, akan tetapi tidak ada musyawarah antara penggugat, tergugat dan

BPMP.

Selanjutnya pada 16 Oktober 2009 Penggugat dipanggil Kepala bagian

pembinaan BUMD di kantor BPM&P Provinsi DKI Jakarta dan secara verbal

diminta agar membuat surat kepada bapak kepala BPM&F yang isinya tentang

Page 80: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

72

“apa keinginan penggugat disertai alasan-alasan yang konkret”. Tetapi setelah

penggugat mengirimkan surat itu pada 19 Oktober 2009 tidak ada respon

secara tertulis.

Mediasi I (pertama) antara penggugat dan tergugat dilaksanakan pada 28

Oktober 2009, Mediasi II (kedua) dilaksanakan pada 29 Oktober 2009 dan

Mediasi III (ketiga) pada 3 Nopember 2009 yang mana pada mediasi ketiga ini

menemui kebuntuan/deadlock. Selanjutnya pada 16 Nopember 2009Penggugat

mengirimkan surat kepada Sudinakertrans Jakarta Timur perihal sanggahan

atas Keputusan PHK sepihak dari Tergugat tertanggal 4 Nopember 2009. Pada

4 Desember 2009 penggugat kembali mnegirim surat kepada Sudinakertrans

Jakarta Timur perihal pernyataan keberatan atas keputusan PHK sepihak dari

tergugat.

Bagi Penggugat, Demosi yang dilakukan tergugat kepada penggugat

adalah sewenang-wenang, diskriminatif, sangat terindikasi kuat menciptakan

character assasination terhadap Penggugat, pilih kasih dengan dalih atau alasan

yang tidak responsible (di dalam peraturan perusahaan tidak ada klausul yang

mengatur Demosi untuk penghematan), namun sebaliknya Tergugat

mengangkat satu orang kepala seksi dan menaikkan gaji seluruh karyawan lain.

Bagi Penggugat, demosi sudah lebih dari cukup mengintimidasi dan merampas

hak asasi penggugat untuk mengaktualisasikan diri, hak memperoleh keadilan,

hak atas rasa aman dan hak kesejahteraan, sehingga mengalami depresi dan

amat tertekan akibat arogansi Tergugat.

Tergugat telah melanggar Pasal 151 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 yaitu dengan sepihak telah melakukan PHK tanpa melalui

penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial dan bahwa Tergugat telah

melanggar Pasal 155 ayat (3) dengan tidak membayar upah penggugat sejak

bulan Desember 2009. Alasan Tergugat ingin tetap melakukan Demosi yang

pada akhirnya memutuskan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sangat tidak

mendasar dan sangat terkesan sebagai cara menghindari pertimbangan

mengembalikan Penggugat ke posisi jabatan semula dan untuk mem-PHK

Penggugat dengan murah.

Page 81: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

73

Penggugat menohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan

memutuskan perkara ini, agar dpat kiraya mengeluarkan putusan yang isinya

yakni:

a) Mencabut surat keputusan Demosi terhadap penggugat , karena sudah

sangat jelas bahwa Demosi yang dilakukan Tergugat adalah

sewenang-wenang dan suatu keputusan yang tidak berpedoman atas dasar

ketentuan dan hukum yang berlaku;

b) Mencabut Surat Keputusan Pemutusan Hubungan Kerja atas nama

Penggugat, karena Subtansi permasalahan yang kami ajukan sejak semula

kepada Sudinakertrans untuk perselisihan adalah perselisihan kepentingan

atau permintaan keadilan atas keputusan Demosi oleh Tergugat kepada

Penggugat dan bukan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja;

c) Menerima dan mengabulkan permintaan penggugat untuk dikembalikan

ke posisi jabatan semula dengan hak dan kewajiban yang sama sebelumdi

Demosi;

d) Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara;

Dalam Eksepsi : terhadap gugatan dari Penggugat, maka Tergugat

menggajukan eksepsi pada pokoknya atas dalil-dalilnya sebagai berikut :

1) Tergugat membantah dan menolak selutuh dalil gugatan dari

Penggugat untuk seluruhnya, kecuali yang tegas-tegas diakui oleh

Tergugat kebenarannya;

2) Bahwa apa yang dianjurkan oleh mediator, dalam hal ini Suku Dinas

Naker & Trans Jakarta Timur, seperti yang tertuang dalam surat

anjuran Nomor 1607A/-1.835.3 tertanggal 30 Nopember 2009, dapat

Tergugat mengerti dan pahami;

3) Bahwa tidak benar demosi yang dilakukan oleh Tergugat kepada

Penggugat merupakan perbuatan melawan hukum, karena demosi ini

dalam rangkja penyelamatan perusahaan yang dalam keadaan merugi

dan tidak sehat;

Page 82: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

74

4) Demosi ini tidak dilakukan hanya kepada penggugat saja, akan tetapi

kepada 6 orang karyawan lainnya juga. Namun hanya penggugat yang

keberatan;

5) Penggugat tidak menerima demosi ini karena semata-mata

kesombongan dan gengsi dari Penggugat mungkin karena penggugat

merasa dirinya paling hebat sebab Penggugat adalah anak dari mantan

pejabat, yang masih mempunyai paradigma kalau anak pejabat harus

mendapat tempat istimewa;

6) Bahwa Demosi yang dilakukan oleh Tergugat merupakan upaya

efisiensi penyelamatan keuangan perusahaan.

7) Bahwa Penggugat telah melanggar tata tertib perusahaan dengan

meninggalkan pekerjaan tanpa ijin yang layak dan patut, juga pernah

membuat keterangan palsu perihal keterangan dokter.

B. Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Yang Dikenai Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK)

Perlindungan Hukum merupakan manifestasi dari hak asasi manusia

(HAM). Perlindungan Hukum bagi tenaga kerja Indonesia dapat disimpulkan

dari ketentuan Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945 yang mengamandemen Pasal 27

Ayat (2) UUD 1945, bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945 tersebut dimasukan kedalam Bab XA

tentang Hak Asasi Manusia. Dengan demikian berarti bahwa sesuai dengan

Tap MPR No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan Peraturan

Perundang-Undangan RI, UUD 1945 yang menempati urutan pertama,

sehingga menjadi peraruran perundang-undangan tertinggi di Negara Republik

Indonesia, mengakui dengan tegas bahw abekerja merupakan hak asasi bagi

setiap orang. Hal yang sama juga terdapat dalam Pasal 38 Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ketentuan tersebut

dinyatakan :

a) Setiap warga negara sesuai dengan bakat , kecakapan dan kemampuan,

berhak atas pekerjaan yang layak

Page 83: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

75

b) Setiap orang berhak dengan bebass memilih pekerjaan yang disukainya

dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil

c) Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang

sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat

perjanjian kerja yang sama; dan setiap orang baik pria maupun wanita,

dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat

kemanusiaannya berhak atas upah yang adil.

Kedudukan pekerja pada hakikatnya dapat ditinjau dari dua segi, yaitu

dari segi yuridis dan dari segi sosial ekonomis. Dari segi sosial ekonomis,

pekerja membutuhkan perlindungan hukum dari negara atas kemungkinan

adanya tindakan sewenang-wenang dari pengusaha.1

Bentuk perlindungan yang diberikan pemerintah adalah dengan

membuat peraturan-peraturan yang mengikat pekerja/buruh dan majikan,

mengadakan pembinaan, serta melaksanakan proses hubungan industrial.2

Secara yuridis berdasarkan Pasal 27 UUD 1945 kedudukan

pekerja/buruh sama dengan majikan/pengusaha, namun secara sosial ekonomis

kedudukan keduanya tidak sama, dimana kedudukan majikan lebih tinggi dari

pekerja/buruh. Kedudukan tinggi rendah dalam hubungan kerja ini

mengakibatkan adanya hubungan diperatas (dienstverhoeding), sehingga

menimbulkan kecenderungan pihak majikan/pengusaha berbuat

sewenang-wenang kepada pekerja/ buruhnya. Adapun tujuan diberikannya

perlindungan hukum terhadap tenaga kerja adalah untuk menjamin

berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya

tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah.

Selain itu tujuan perlindungan hukum terhadap pekerja tidak hanya

mencakup pada berlasungnya hubungan kerja tetapi juga pada saat hubungan

kerja tersebut berakhir. Hubungan kerja berakhir dapat disebabkan waktu

1 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta : Sinar Grafika,

2009), h. 11.

2 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta : SinarGrafika, 2009), h. 23.

Page 84: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

76

perjanjian kerja berakhir atau dikarenakan tindakan pengusaha melakukan

PHK. Disinilah tujuan perlindungan hukum yaitu untuk memberikan

pemenuhan hak-hak pekerja setalah berakhirnya hubungan hukum tersebut.

Perlindungan Hukum dalam pemutusan hubungan kerja yang terpenting adalah

menyangkut kebenaran status pekerja dalam hubungan kerja serta kebenaran

alasan PHK.

Dari aturan-aturan hukum yang mengatur mengenai PHK, menimbulkan

adanya hak-hak buruh yang berkaitan dengan PHK. Hak-hak buruh itu

meliputi uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (uang jasa), uang ganti

rugi perumahan dan pengobatan, serta uang pisah.3

C. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Menimbang, bahwa setelah menelaah secara cermat dan teliti gugatan

Penggugat nyatalah bahwa subtansi gugatan Penggugat pada pokoknya mohon

agar dipekerjakan kembali dengan alasan yang pada pokoknya sebagai

berikut:

1) Penggugat adalah karyawan Tergugat sejak 1989 dengan menerima gaji

terakhir sebesar Rp. 3.487.257,- (tiga juta empat ratus delapan puluh

tujuh ribu dua ratus lima puluh tujuh ribu rupiah);

2) Tergugat melakukan Pmeutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap

Penggugat tertanggal 13 Nopember 2009;

3) Sebelum dilakukan PHK Tergugat melakukan Demosi dari jabatan

manajer Pasar Induk Beras Cipinang menjadi staf khusus Direksi sejak

tanggal 2 Juli 2009;

4) Penurunan jabatan mana diikuti dengan penurunan gaji dari Rp.

6.000.292,- (enam juta dua ratus sembilan puluh dua rupiah) menjadi Rp.

3.487.257,- (tiga juta empat ratus delapan puluh tujuh ribu dua ratus

lima puluh tujuh ribu rupiah);

3 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013),

hal.172.

Page 85: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

77

Menimbang bahwa merespon gugatan Penggugat tersebut Tergugat

mengajukan jawaban dan menyatakan menolak dalil gugatan Penggugat

tersebut dengan alasan yang pada pokoknya sebagai berikut :

1) Penurunan jabatan dan gaji penggugat dilakukan dalam rangka

menyelamatkan perusahaan yang sedang merugi;

2) Yang keberatan dengan penurunan jabatan itu hanya penggugat

sedangkan 6 (enam) orang lainnya tidak mengajukan keberatan

3) Penggugat telah menerima 3 (tiga) kali surat peringatan;

Menimbang, Bahwa memperhatikan lampiran gugatan a quo berupa

anjuran mediator Kantor Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Timur nyatalah bahwa perselisihan yang menjadi objek perkara a quo telah

dimediasi dan dalam anjuran mana secara tegas disebutkan bahwa perselisihan

a quo adalah tentang pemutusan hubungan kerja antara Penggugat dan

Tergugat yang pada pokoknya menganjurkan agar Tergugat membayar kepada

Penggugat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 Ayat (2), uang

penghargaan masa kerja sesuai Pasal 156 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003;

Menimbang, bahwa sesuai bukti P.31 Penggugat keberatan dengan

anjuran mediator diatass sehingga pengajuan gugatan a quo telah sesuai

dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dan karena Tergugat

sebagai tempat Penggugat bekerja berkedudukan di Provinsi DKI Jakarta maka

berdasarkan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berhak dan

berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo ;

Menimbang bahwa saksi Dahyar yang diajukan oleh Penggugat

walaupun diperiksa dibawah sumpah keterangan-keterangannya tersebut tidak

memiliki nilai hukum sebab saksi tersebut hanyalah seorang pedagang di

lingkungan Tergugat yang secara nyata di dalam persidangan bahwa

pengetahuannya tentang perkara a quo bukan karena melihat, mendengar dan

mengalami secara langsung peristiwa hukum yang berkaitan dengan perkara a

quo tetapi saksi menjelaskan bahwa pengetahuannya tentang perkara a quo

Page 86: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

78

karena mendapat cerita dari Penggugat sehingga tidak pernah mengetahui

secara langsung peristiwa hukum yang berkaitan perkara a quo. Oleh karena

itu Majelis Hakim berpendapat bahwa saksi tersebut merupakan saksi de

auditu sehingga keterangan-keterangannya tersebut beralasan untuk dan

karenanya dikesampingkan ;

Menimbang, bahwa didalam gugatannya Penggugat menyatakan

keberatan dengan anjuran mediator dengan alasan bahwa yang manjadi pokok

masalah perselisihan bukan mengenai PHK tetapi mengenai demosi;

Menimbang, bahwa Tergugat membantah penurunan jabatan Penggugat

sebagai hal yang bertentangan dengan hukum sebab menurut Tergugat hal itu

dilakukan dalam rangka penyelamatan perusahaan. Untuk menguatakan

dalilnya tersebut Tergugat menjelaskan bahwa penurunan jabatan itu dilakukan

bukan hanya terhadap Pengggugat tetapi terhadap 6 (enam) pekerja yang

diturunkan jabatannya tersebut tidak keberatan dengan kebijakan Tergugat;

Menimbang, bahwa fakta lain yang terungkap dari gugatan Penggugat

adalah suatu kenyataan bahwa sesuai denga bukti P.2 Tergugat telah

melakukan PHK terhadap Penggugat tertanggal 4 Nopember 2009 ;

Menimbang, bahwa didalam surat PHK mana dikatakan kesediaan

Tergugat untuk mambayar uang pesangon, uang penghargaan hak sesuai Pasal

156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ;

Menimbang, bahwa karena faktanya Tergugat telah menerbitkan surat

keputusan PHK terhadap Penggugat dan kemudian Penggugat mengajukan

perselisihan ke instansi ketenagakerjaan yang berwenang setelah terbit surat

keputusan PHK maka menurut Majelis Hakim objek perselisihan perkara a quo

adalah mengenai perselisihan PHK. Apabila Penggugat memandang

perselisihan sebelum Tergugat menerbitkan surat PHK. Berdasarkan

pertimbangan tersebut maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa perselisihan

yang menjadi objek a quo adalah perselisihan PHK ;

Menimbang, bahwa di dalam jawabannya Tergugat mengatakan

Penggugat telah menerima surat peringatan pertama sampai surat peringatan

ketiga. Merujuk pada bukti T.5 dan P.23 berupa surat peringatan dan surat

Page 87: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

79

skorsing terbukti bahwa surat peringatan yang diberikan kepada penggugat

baru terbatas sampai surat peringatan kedua. Oleh karena setelah surat

peringatan kedua Tergugat menerbitkan surat skorsing maka surat skorsing

tersebut tidak sama kedudukannya sebagai surat peringatan ketiga ;

Menimbang, bahwa memperhatikan substansi surat peringatan tersebut

dapat disimpulkan bahwa tergugat menganggap Penggugat telah melakukan

tindakan pembangkangan terhadap kebijakan direksi berkaitan dengan

perampingan struktur organisasi ;

Menimbang bahwa oleh karena PHK terhadap Penggugat dilakukan

tanpa adanya penetapan dari LPPHI maka berdasarkan Pasal 151 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 hubungan kerja antara penggugat dan

tergugat karena alasan-alasan sebagaimana dikemukakan di atas karenanya

dinyatakan putus terhitung sejak putusan ini diucapkan;

Menimbang, bahwa oleh karena Majelis Hakim menyatakan putus

hubungan kerja terhitung sejak putusan ini diucapkan maka beralasan

karenaya menolak gugatan penggugat pada bagian primer untuk seluruhnya;

Putusan Hakim Tingkat I PN Jakarta Pusat : atas dasar

pertimbangan-pertimbangan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberi putusan Nomor

351/PHI.G/2009/PN,JKT.PST tertanggal 24 Maret 2010 dan dibacakan pada

hari kamis tanggal 25 Maret 2010yang Amarnya sebagai berikut :

1. Menolak tuntutan primer Penggugat tersebut untuk seluruhnya ;

2. Mengabulkan tuntutan subsider Penggugat tersebut ;

3. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat

terhitung sejak putusan ini diucapkan ;

4. Menghukum Tergugat membayar uang pesangon , uang penghargaan

masa kerja dan uang penggantian hak sebesar Rp. 100.258.638,-

(seratusjuta dua ratus lima puluh delapan ribu enam ratus tiga puluh

delapan rupiah) ;

Page 88: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

80

5. Membebankan biaya perkara kepada Negara sebesar Rp. 400.000,- (empat

ratus ribu rupiah) ;

Upaya Hukum Kasasi : Penggugat mengajukan kasasi pada tanggal 08

April 2010 sebagaimana termaktub dari Akta Permohonan Kasasi Nomor

47/Srt./-KAS/PHI/-2010/PN.JKT.PST, permohonan tersebut diikuti dengan

memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat pada tanggal 10 April 2010. Terhadap pertimbangan-pertimbangan

Mahkamah Agung memberikan Putusan yang pada pokoknya menolak kasasi

Pemohon Kasasi dan menguatkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial

pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Adapun Amar putusannya adalah ; pertama, menolak tuntutan Primair

Penggugat untuk seluruhnya; kedua, mengabulkan tuntutan subsidair

Penggugat; ketiga, menyatakan putus hubungan kerja antara Pengggat dan

tergugat terhitung sejak putusan ini diucapkan; keempat, menghukum

Tergugat membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang

penggantian hak dan upah selama 4 (empat) bulan, jumlah seluruhnya sebesar

Rp. 100.258.638,- + Rp. 13.949.028,- = Rp.114.207.666,- (seratus empat belas

juta dua ratus tujuh ribu enam ratus enam puluh enam rupiah) ;

D. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010.

Analisis akan dititikberatkkan pada 3 (tiga) aspek yaitu Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK), Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja, dan

Pertimbangan Hakim. Ketiga aspek tersebut bertujuan agar dapat menjawab

permasalahan Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja Sektor Pangan di DKI

Jakarta, sehingga dapat diketahui keabsahan Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK) secara sepihak oleh pengusaha akibat perselisihan mengenai demosi

pada perusahaan sektor pangan di DKI Jakarta yakni pada PT.Food Station

Tjipinang Jaya, analisis yuridis dan penyelesaian permasalahan pemutusan

hubungan pekerja yang bersangkutan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut perihal tersebut :

Page 89: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

81

1. Analisis Pemutusan Hubungan Kerja

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya pada kasus posisi

bahwasannya Tergugat secara mendadak pada tanggal 13 juli 2009

memanggil Penggugat untuk menerima Surat Keputusan Direksi Nomor

105/K.pLs/FST/VII/2009 tanggal 2 Juli 2009 tentang Pengangkatan,

Pemindahan dan Pemberhentian dalam dan dari Jabatan di Lingkungan

PT.Food Station Tjipinang Jaya dan menjelaskan secara verbal disaksikan

Kabag Umum yaitu : Tergugat meminta agar penggugat menerima

demosi/penurunan jabatan dan penurunan gaji, karena perusahaan akan

membayar hutang sebesar Rp.3.000.000.000,- (3 Miliyar) dan tergugat

meminta agar penggugat rela berkorban demi perusahaan;

Tergugat berdalih menurunkan jabatan penggugat dan melakukan

pemotongan gaji penggugat adalah untuk membantu perusahaan

membayar hutang. Atas keputusan Demosi tersebut kemudian Penggugat

beberapa kali meminta klarifikasi kepada Tergugat atas surat keputusan

tersebut namun tidak ada respon kemudian Penggugat menemui asisten

perekonomian dan administrasi kota Jakarta Timur dimana dalam

kesempatan tersebut beliau menyatakan “Seharusnya dalam hal

manajemen melakukan Demosi dengan tujuan restrukturisasi atau efisiensi

seyogyanya ditetapkan secara adil dan profesional”. Atas Demosi tersebut

kemudian Tergugat mengirimkan surat permohonan Audiensi kepada

beberapa instansi seperti Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta

dan Gubernur DKI Jakarta.

Mengenai hak-hak untuk mengeluarkan pendapat tertuang dalam

Pasal 102 ayat (2) Undnag-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang

menyatakan :

“Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan

serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan

pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi

kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis,

mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut

Page 90: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

82

memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan

beserta keluarganya”

Atas gugatan Penggugat, Tergugat dalam jawabannya

mengemukakan hal bahwa “Penggugat tidak menerima Demosi ini

semata-mata Kesombongan dan gengsi dari penggugat. Karena

merasa dirinya paling hebat sebab Penggugat adalah anak dari mantan

pejabat, yang masih mempunyai paradigma kalau anak seorang pejabat

harus mendapat tempat istimewa”.

Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945 menyatakan :

“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan

dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan menyatakan bahwa :

“Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa

diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”.

Kemudian Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa :

“Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau

pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada

pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok,

golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,

keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau

penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi

manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual

maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial,

budaya dan aspek kehidupan lainnya”

Pada kenyataannya Tergugat dalam jawabannya masih beranggapan

pada hal-hal yang dianggap sebagai diskriminasi yaitu Tergugat masih

beranggapan bahwa Penggugat tidak menerima Demosi karena gengsi

semata yang didasarkan status sosial Penggugat.

Page 91: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

83

Tindakan perusahaan yang melakukan desmosi tersebut kemudian

diikuti dengan penjatuhan PHK. Dalam hal proses Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK) Tergugat dijatuhi PHK tanpa adanya penetapan dari

Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang mana

telah diatur dalam Pasal 151 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003, bahwa :

“Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan

pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan

terjadi pemutusan hubungan kerja”.

Penjelasan Pasal 151 ayat (1) :

“Yang dimaksud dengan segala upaya dalam ayat ini adalah

kegiatan-kegiatan yang positif yang pada akhirnya dapat

menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja antara lain

pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja,

dan memberikan pembinaan kepada pekerja/buruh”.

2. Analisis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Akibat Adanya

Pemutusan Hubungan Kerja.

Penyelesaian Perselisihan yang pertamakali ditempuh adalah

Mediasi, perselisihan Hubungan Industrial yang bisa diselesaikan melalui

proses mediasi adalah semua jenis perselisihan hubungan industrial yang

dikenal dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Perselisihan

Hubungan Industrial tersebut diselesaikan melalui musyawarah dengan

ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.4

Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tantang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, penyelesaian perselisihan

melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada disetiap kantor

istansi yang bertanggung jawab dibindang ketenagakerjaan

Kabupaten/Kota. Dinas tenaga kerja kemudian menunjuk mediator.

Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan

4 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, (Jakarta : PT.RajaGrafindo,2007), h.151.

Page 92: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

84

antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuat

perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai

kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.5

Pada proses mediasi yang difasilitasi oleh Suku Dinas Tenaga Kerja

dan Transmigrasi Kota Administrasi Jakarta Timur mengenai

permasalahan Demosi dan pada tanggal 3 Desember 2009 Mediator

memberi Penggugat dan Tergugat, surat anjuran Nomor 1607A/1.835.3

tertanggal 30 Nopember 2009. Namun anjuran tersebut tidak menemui

titik temu sehingga Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan

Hubungan Industrial dilakukan apabila tahapan proses Bipartit dan

Tripartit tidak dapat menemui titik temu. Permohonan pemeriksaan

dilakukan dengan mengajukan Gugatan oleh salah satu pihak yang tidak

menerima anjuran yang telah dikeluarkan oleh Mediator ataupun

Konsiliator, kepada Ketua Pengadilan Hubungan Industrial6

.

Sebagaimana Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan bahwa :

“Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi dan mediasi tidak

mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan

gugatan kepada Pengadilan Negeri Hubungan Industrial”.

Kemudian Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan bahwa :

Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang

memeriksa dan memutus ;

a) Ditingkat pertama mengenai perselisihan hak

5 Sumanto, Hubungan Industrial; Memahami dan menagatasi potensi konflik-kepentingan

pengusaha-pekerja pada era modal global , (Jakarta : Center Of Academic Publishing

(CAPS),2014), h.234.

6 Dahlia dan Agatha Jumiati, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, (Jurnal : Wacana Hukum, Vol. IX, Oktober, 2011) h.50.

Page 93: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

85

b) Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan

kepentingan

c) Ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan

kerja

d) Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar

serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Tergugat dengan sepihak telah melakukan PHK terhadap Penggugat,

yang mana pada Pertimbangan Majelis Hakim dalam jawabannya

Tergugat mengatakan Penggugat telah menerima surat peringatan

pertama sampai surat peringatan ketiga. Merujuk pada bukti T.5 dan P.23

berupa surat peringatan dan surat skorsing terbukti bahwa surat

peringatan yang diberikan kepada penggugat baru terbatas sampai surat

peringatan kedua. Oleh karena setelah surat peringatan kedua Tergugat

menerbitkan surat skorsing maka surat skorsing tersebut tidak sama

kedudukannya sebagai surat peringatan ketiga ;

Pasal 161 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

menyatakan bahwa :

“(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran

ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan

atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan

pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang

bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga

secara berturut-turut.

(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)

masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali

ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau

perjanjian kerja bersama”.

Berdasarkan pertimbangan Hakim yang menyatakan bahwa karena

faktanya Tergugat telah menerbitkan surat keputusan PHK terhadap

Penggugat dan kemudian Penggugat mengajukan perselisihan ke instansi

ketenagakerjaan yang berwenang setelah terbit surat keputusan PHK

Page 94: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

86

maka menurut Majelis Hakim objek perselisihan perkara a quo adalah

mengenai perselisihan PHK. Apabila Penggugat memandang perselisihan

sebelum Tergugat menerbitkan surat PHK. Berdasarkan pertimbangan

tersebut maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa perselisihan yang

menjadi objek a quo adalah perselisihan PHK.

Akan tetapi Surat Keputusan PHK tersebut dikeluarkan tanpa adanya

penetapan dari LPPHI. Sehingga batal demi hukum, Pasal 151 Ayat (2

dan 3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa :

“(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan

hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan

hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat

pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila

pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat

pekerja/serikat buruh”

“(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya

dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah

memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial”.

Kemudian Pasal 155 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 menyatakan bahwa :

“Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 151 Ayat (3) batal demi hukum”.

Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan menyatakan bahwa :

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi

ketentuan Pasal 151 Ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158,

Pasal 160 ayat (3), Pasal 162 dan Pasal 169 batal demi hukum dan

pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan

serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.

Page 95: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

87

Pertimbangan Hakim, bahwa oleh karena PHK terhadap Penggugat

dilakukan tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial maka berdasarkan pasal 151 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 hubungan kerja antara

Penggugat dan Tergugat karena alasan-alasan sebagaimana dikemukakan

di atas karenanya dinyatakan putus terhitung sejak putusan ini di ucapkan

Tidak dikabulkannya permohonan penggugat untuk tetap bisa

bekerja pada perusahaan yang seharusnya menjadi hak pekerja ini

menjadikan pekerja tersebut dirugikan. Kehilangan pekerjaan tentu

membuat pekerja ini kehilangan kemampuannya untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. PHK yang terjadi pada pekerja dan dilakukan

secara tidak patut, dengan perlakuan yang merugikan pekerja ini sudah

selayaknya pekerja mendapatkan haknya.

Akhir dari proses penyelesaian perselisihan ini pada tahap Kasasi di

Mahkamah Agung. Pada perkara Perdata Khusus mengenai Hubungan

Industrial ini tidak ada upaya Banding dan hanya 4 (empat) jenis

perselisihan hubungan industrial yang dapat diajukan kasasi, dua lainnya

merupakan putusan akhir dan mengikat. Hasil dari upaya hukum pada

tingkat Kasasi tersebut adalah ditolak dan menguatkan Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dalam hal pertimbangan Hakim Agung

yang memandang bahwa putusan Judex Facti telah tepat.

3. Perlindungan Tenaga Kerja Atas Pemutusan Hubungan Kerja

Dari analisis perkara yang dialami Nurul Shanti Wardhani diatas,

dapat diketahui bentuk dan pelaksanaan perlindungan apabila terjadi

Pemutusan Hubungan Kerja sepihak oleh pengusaha. Perlindungan

hukum dari kekuasaan majikan terlaksana apabila peraturan

perundang-undangan dalam bidang perburuhan yang mengharuskan atau

memaksa majikan bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut

benar-benar dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak

Page 96: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

88

dapat diukur secara yuridis saja, tetapi diukur secara sosiologis dan

filosofis.7

Menurut Soepomo, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga )

macam, yaitu :8

a) Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam

bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak

mampu bekerja diluar kehendaknya.

b) Perlindungan sosial, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk

jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan

hak untuk berorganisasi.

c) Perlindungan teknis, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk

keamanan dan keselamatan kerja.

Perlindungan Tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam hukum

ketenagakerjaan. Pasal 4 huruf (c) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan :

“Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah

memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan

kesejahteraan”.

Perlindungan Hukum merupakan manifestasi dari hak asasi manusia

(HAM). Perlindungan Hukum bagi tenaga kerja Indonesia dapat

disimpulkan dari ketentuan Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945 yang

mengamandemen Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945, bahwa setiap orang

berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil

dan layak dalam hubungan kerja.

Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945 tersebut dimasukan kedalam Bab XA

tentang Hak Asasi Manusia. Dengan demikian berarti bahwa sesuai

dengan Tap MPR No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata

7 Asri Wijayanti, E-Journal : Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Yang Di PHK Karena

Melakukan Kesalahan Berat, Surabaya,2004.

8 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : Citra Aditya

Bakti 2003), h. 61.

Page 97: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

89

urutan Peraturan Perundang-Undangan RI, UUD 1945 yang menempati

urutan pertama, sehingga menjadi peraruran perundang-undangan

tertinggi di Negara Republik Indonesia, mengakui dengan tegas bahw

abekerja merupakan hak asasi bagi setiap orang. Hal yang sama juga

terdapat dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia. Ketentuan tersebut dinyatakan :

d) Setiap warga negara sesuai dengan bakat, kecakapan dan

kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak

e) Setiap orang berhak dengan bebass memilih pekerjaan yang

disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan

yang adil

f) Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan

yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta

syarat-syarat perjanjian kerja yang sama; dan setiap orang baik pria

maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan

martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil.

Page 98: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

88

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan bab-bab yang telah diuraikan sebelumnya dan

berdasarkan hasil pembahasan pada analisa penelitian tersebut, maka dapat

diambil kesimpulan, bahwa :

1. Perlindungan hukum terhadap karyawan atas pemutusan hubungan kerja

sektor pangan di DKI Jakarta

Pada perkara a quo terlihat tidak adanya upaya yang dilakukan

perusahaan untuk menghindari PHK serta pemenuhan hak-hak asasi yang

diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia untuk

kesejahteraan tenaga kerja yakni hak untuk bekerja, tanpa diskriminasi,

dan membeda-bedakan status sosial pekerja yang mana nantinya dapat

menimbulkan perselisihan hubungan kerja. Juga tidak adanya upaya dari

pemerintah dalam melindungi warga negara dari diskriminasi yang

dilakukan oleh pihak pengusaha sehingga terjadi pemutusan hubungan

kerja yang mengakibatkan tercederainya hak-hak tenaga kerja.

2. Analisis hukum terhadap pertimbangan Hakim pada Putusan Mahkamah

Agung Nomor 601 K/PDT.SUS/2010

Dengan beberapa pertimbangan Majelis Hakim akhirnya diputuslah

sebuah putusan yang mana menolak tuntutan primer Penggugat untuk

seluruhnya serta menyatakan putus hubungan kerja sejak putusan tersebut

dibacakan. Permohonan penggugat untuk tetap bisa bekerja pada

perusahaan yang seharusnya menjadi hak pekerja ini menjadikan pekerja

tersebut dirugikan. Kehilangan pekerjaan tentu membuat pekerja ini

kehilangan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya meski

pada kenyataannya keinginan Penggugat untuk dapat bekerja kembali di

perusahaan bukan semata-mata untuk kepentingan Penggugat dalam hal

materi saja tetapi Penggugat ingin bekerja kembali untuk membangun

Page 99: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

89

perusahaan dan ikut serta dalam meningkatkan produktifitas perusahaan.

Seharusnya Hakim mempertimbangkan Surat Keputusan PHK yang

dikeluarkan tanpa adanya penetapan dari LPPHI. Sehingga batal demi

hukum sebagaimana Pasal 155 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 menyatakan bahwa :

“Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum”.

B. Rekomendasi

1. Pengusaha sebisa mungkin harus berupaya menghindari Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya, pengusaha harus

menciptakan suasana hubungan kerja yang harmonis dan berkeadilan,

perlindungan terhadap hak-hak tenaga kerja juga perlu diwujudkan secara

optimal sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Perlunya penegakan tujuan

hukum ketenagakerjaan yang sesuai dengan apa yang telah diatur dalam

pasal 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

yang berbunyi : Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :

1) Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara

optimal dan manusiawi;

2) Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan

tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan

nasional dan daerah;

3) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam

mewujudkan kesejahteraan.

4) Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

2. Apabila terjadi perselisihan, penyelesaian sengketa secara musyawarah

seharusnya lebih diutamakan, serta kedua belah pihak harus saling

menghargai satu sama lain terkait penyelesaian sengketa diluar

pengadilan sekalipun. Perlunya penyelesaian secara musyawarah ini

tentunya agar terhindarnya tindakan PHK. Dalam Pasal 151 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang

Page 100: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

90

menyatakan bahwa Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat

buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar

jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

3. Hakim bertindak sebagai pemberi keputusan akhir harus berlaku adil bagi

masyarakat yakni tidak hanya berdasarkan pertimbangan yuridis tetapi

juga melihat pertimbangan secara sosiologisnya yang mengarah kepada

latar belakang terjadinya perselisihan.

Page 101: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

92

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,

Bogor : Ghalia Indonesia,2010.

Ali, Achmad. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan VOL.1 Pemahaman

awal. Jakarta : Kencana, 2013.

Asyhadie, Zaeni. Peradilan Hubungan Industrial. Jakarta : Raja Grafindo, 2009.

Asikin Zaenal H. dkk., Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. PT.Rajagrafindo

Persada, 2010.

Bambang, R.Joni, Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta : Pustaka Setia, 2013.

Djumialdji,F.X., Perjanjian Kerja, edisi revisi, Jakarta :Sinar Grafika, 2008.

Eko Wahyudi,dkk., Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta : Sinar Grafika, 2016.

H. S, Salim dan Erlis Septiana Nurbani. Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan

Disertasi, Edisi Pertama. Jakarta : Rajawali Press, 2013

Hadis, Vedi, Dinamika Kekuasaan Ekonomi Politik Indonesia Pasca Soeharto,

Jakarta : LP3ES,2000.

Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta :

RajaGrafindo Persada, 2000.

Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi revisi, Jakarta :

PT.Rajagrafindo Persada.2014

Jalil, Abdul. Teologi Buruh Cet.1, Yogyakarta : LKiS.

Khakim, Abdul. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung :

PT.Citra Aditya Bakti, 2014.

-------------------.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, edisi revisi, Bandung :

PT.Citra Aditya Bakti, 2007

Kansil, C.S.T. , Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1993), h.148.

Mahmud Marzuki,Petter. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2005.

------------------------------. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Kencana, 2008.

------------------------------. Pengantar Ilmu Hukum. Edisi Revisi, Jakarta : Kencana

Prenada Media Group, 2012.

Panggabean, Mutiara S. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bogor : Ghalia Indah,

2004

Raharjo, Satijipto. “Ilmu Hukum’. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

Page 102: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

93

Riduan Syahrani. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti,

1999.

Sinamo, Nomensen. Metode Penelitian Hukum. Jakarta:Bumi Intitama Sejahtera,

2009.

Soepomo. Iman. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta : Djambatan,

2016.

-------------------. Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta : Djambatan, 1982.

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009.

Sulaiman, Abdullah, Hukum Ketenagakerjaan-Perburuhan Di Indonesia, Jakarta :

Materi Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Syariah Dan Hukum UIN

Jakarta, 2016-2018

Sumanto, Hubungan Industrial; Memahami dan menagatasi potensi konflik

kepentingan pengusaha-pekerja pada era modal global. Jakarta : CAPS,

2014.

Sutedi, Adrian. Hukum Perburuhan. Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

Suwatno, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi public dan bisnis,

Bandung : Alfabeta, 2012

Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2003.

Uwiyono, Aloysius dkk., Asas-Asas Hukum Perburuhan, Jakarta : Rajawali Pers

Wahyudi, Eko, dkk., Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta : Sinar Grafika, 2016.

Wijayanti, Asri. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta : Sinar

Grafika, 2013.

Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial

Page 103: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN ATAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43029/1/CHOIRUN... · Dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk bekerja guna membiayai

94

Jurnal

Asri Wijayanti, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Yang Di PHK Karena

Melakukan Kesalahan Berat, Surabaya : E-Journal,2004.

Dahlia dan Agatha Jumiati, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, Jurnal :

Wacana Hukum, Vol. IX, Oktober, 2011.

Idi Setyo Utomo, Suatu Tinjauan Tentang Tenaga Kerja Buruh Di Indonesia,

Vol.6, 2005.

Laurensius Arliman S, Perkembangan Dan Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Di

Indonesia, Jurnal Selat : Volume. 5 Nomor. 1, Oktober 2017

Yamitema T.J. Laoly, Tesis : Perlindungan Hukum Terhadap Buruh Yang

Dikenakan Pemutusan Hubungan Kerja, Fakultas Hukum, Jakarta :

Universitas Indonesia, 2008

Hery Shietra, Artikel Hukum : Hak Normatif Buruh Tidak Selalu Identik Dengan

Upah, Sebuah Kajian Hak Buruh Untuk Berserikat, Jakarta :

2016.