perkembangan teknik pcr

29
Perkembangan Teknik PCR A. Latar Belakang Reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis, seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation. Pada awal perkembangannya metode PCR hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, namun kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitasi molekul mRNA. Saat ini metode PCR telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik. Metode PCR tersebut sangat sensitif, sehingga dapat digunakan untuk melipatgandakan satu molekul DNA. Metode ini juga sering digunakan untuk memisahkan gen-gen berkopi tunggal dari sekelompok sekuen genom. Dengan menggunakan metode PCR, dapat diperoleh pelipatgandaan suatu fragmen DNA (110 bp, 5×10 9 mol) sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit (Mullis dan Fallona, 1989). Hal ini menunjukkan bahwa pelipatgandaan suatu fragmen DNA dapat dilakukan secara cepat. Kelebihan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat dilakukan menggunakan komponen dalam jumlah sangat sedikit, misalnya DNA cetakan (template) yang diperlukan hanya sekitar 5 µg, oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini bisa dilakukan dalam volume 50 – 100 πl. Konsep asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA yang akan dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses pelipatgandaan tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting untuk menyediakan primer, yaitu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polimerase. Pengembangan lebih lanjut metode PCR memungkinkan dilakukannya pelipatgandaan suatu fragmen DNA yang belum diketahui sekuennya, misalnya dengan metode Alu-PCR (Rosenthal, 1992). Alu adalah suatu sekuen DNA (panjangnya kurang lebih 300 bp) yang banyak terdapat sepanjang genom manusia (repetitive DNA sequence). Alu-PCR adalah metode PCR yang memanfaatkan sekuen-sekuen Alu sebagai dasar untuk membuat primer untuk melipatgandakan suatu fragmen DNA yang belum diketahui sekuen yang terdepat di antara dua sekuen Alu. B. Polymerase Chain Reaction Pelaksanaan metode PCR memerlukan empat komponen utama, yakni DNA cetakan, oligonukleotida primer, deosiribonukleotida trifosfat (dNTP) yang terdiri dari dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan) enzim polimerase yang digunakan untuk mengkatalis reaksi sintesis rantai DNA. Proses PCR terdiri dari tiga tahap, yakni denaturasi, penempelan (annealing), dan amplifikasi. Pada tahap denaturasi, suatu fragmen DNA (duoble strand) dipanaskan pada suhu 95 0C selama 1-2 menit sehingga akan terpisah menjadi rantai tunggal (singlestrand). Kemudian dilakukan penempelan (annealing) pada suhu 55 0C selama1-2 menit, yakni oligonukleotida primer menempel pada DNA cetakan yang komplementer dengan sekuen primer. Setelah dilakukan penempelan, suhu dinaikkan menjadi 72 0C selama 1,5 menit. Pada suhu ini, enzim DNA polimerase akan melakukan poses polimerasi, yakni rantai DNA yang baru akan membentuk jembatan hidrogen dengan DNA cetakan. Proses ini disebut amplifikasi (Triwibowo, 2006).

Upload: sorindah-molina

Post on 11-Aug-2015

275 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ya gitu

TRANSCRIPT

Page 1: Perkembangan Teknik PCR

Perkembangan Teknik PCR A.  Latar BelakangReaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis, seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation. Pada awal perkembangannya metode PCR hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, namun kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitasi molekul mRNA. Saat ini metode PCR telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik.Metode PCR tersebut sangat sensitif, sehingga dapat digunakan untuk melipatgandakan satu molekul DNA. Metode ini juga sering digunakan untuk memisahkan gen-gen berkopi tunggal dari sekelompok sekuen genom. Dengan menggunakan metode PCR, dapat diperoleh pelipatgandaan suatu fragmen DNA (110 bp, 5×109 mol) sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit (Mullis dan Fallona, 1989). Hal ini menunjukkan bahwa pelipatgandaan suatu fragmen DNA dapat dilakukan secara cepat. Kelebihan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat dilakukan menggunakan komponen dalam jumlah sangat sedikit, misalnya DNA cetakan (template) yang diperlukan hanya sekitar 5 µg, oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini bisa dilakukan dalam volume 50 – 100 πl.Konsep asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA yang akan dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses pelipatgandaan tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting untuk menyediakan primer, yaitu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polimerase. Pengembangan lebih lanjut metode PCR memungkinkan dilakukannya pelipatgandaan suatu fragmen DNA yang belum diketahui sekuennya, misalnya dengan metode Alu-PCR (Rosenthal, 1992). Alu adalah suatu sekuen DNA (panjangnya kurang lebih 300 bp) yang banyak terdapat sepanjang genom manusia (repetitive DNA sequence). Alu-PCR adalah metode PCR yang memanfaatkan sekuen-sekuen Alu sebagai dasar untuk membuat primer untuk melipatgandakan suatu fragmen DNA yang belum diketahui sekuen yang terdepat di antara dua sekuen Alu.B. Polymerase Chain ReactionPelaksanaan metode PCR memerlukan empat komponen utama, yakni DNA cetakan, oligonukleotida primer, deosiribonukleotida trifosfat (dNTP) yang terdiri dari dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan) enzim polimerase yang digunakan untuk mengkatalis reaksi sintesis rantai DNA. Proses PCR terdiri dari tiga tahap, yakni denaturasi, penempelan (annealing), dan amplifikasi. Pada tahap denaturasi, suatu fragmen DNA (duoble strand) dipanaskan pada suhu 95 0C selama 1-2 menit sehingga akan terpisah menjadi rantai tunggal (singlestrand). Kemudian dilakukan penempelan (annealing) pada suhu 55 0C selama1-2 menit, yakni oligonukleotida primer menempel pada DNA cetakan yang komplementer dengan sekuen primer. Setelah dilakukan penempelan, suhu dinaikkan menjadi 72 0C selama 1,5 menit. Pada suhu ini, enzim DNA polimerase akan melakukan poses polimerasi, yakni rantai DNA yang baru akan membentuk jembatan hidrogen dengan DNA cetakan. Proses ini disebut amplifikasi (Triwibowo, 2006).C. Penggolongan Teknik PCRBerdasarkan pasangan primer yang digunakan dalam teknik PCR, maka ada dua macam teknik PCR yaitu (1) metode yang menggunakan sepasang primer (primer yang ditempatkan di awal dan di akhir unit transkripsi) dimana primer-primer tersebut sangat spesifik urutannya untuk menyambungkan dirinya dengan segmen DNA; dan (2) metode yang menggunakan primer tunggal (primer yang ditempatkan di awal unit transkripsi atau di akhir unit transkripsi) (Triwibowo, 2006).Metode PCR dengan primer tunggal, meliputi : AP-PCR (Arbitrary Primed PCR), RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), serta DAF (DNA Amplification Fingerprinting) yang

Page 2: Perkembangan Teknik PCR

meliputi proses amplifikasi dari DNA/VNTRs dan Retroposon. Persamaan dari ketiga teknik ini adalah adanya urutan acak dari primer, baik yang bekerja ke arah kanan maupun ke arah kiri dari sejumlah lokus. Perbedaan dari ketiga teknik tersebut terdapat pada panjang-pendeknya primer, dimana untuk AP-PCR sekitar 20 basa nukleotida, RAPD sekitar 10 basa nukleotida dan DAF sekitar 6-8 nukleotida. Hasil visualisasi dari AP-PCR dan RAPD relatif sama, sehingga orang lebih menyukai RAPD karena dengan ukuran primer yang lebih sedikit (~10 basa nukleotida) memberikan hasil yang tidak berbeda dengan AP-PCR yang memiliki ukuran primer lebih besar (~20 basa nukleotida).Metode PCR dengan menggunakan sepasang primer, meliputi : STSs (Sequence-Tagged Sites) dan SCARs (Sequence Characterized Amplified Regions), DALP (Direct Amplification of Length Polymorphism), SSRs (Simple Sequence Repeats), IFLP (Intron Fragment Length Polymorphism), ESTs (Expressed Sequence Tags), RAMP (Random Amplified Microsatellite Polymorphism) dan REMAP (Retroposon-Microsatellite Amplified Polymorphism), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism) dan modifikasinya, SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism).D. Pengembangan Teknik PCRSejak pertama kali diperkenalkan, teknik PCR telah berkembang sangat pesat dan diaplikasikan untuk bemacam-macam tujuan, baik untuk riset dasar maupun aplikasi praktis. Pada aspek metodologinya, teknik PCR yang pertama kali diperkenalkan memerlukan banyak kondisi khusus untuk menjamin keberhasilannya. Sebagai contoh, pada awalnya teknik PCR hanya digunakan untuk mengamplifikasi molekul DNA dengan menggunakan DNA sebagai bahan awal (starting material) yang akan digunakan sebagai cetakan. Dalam hal ini molekul DNA yang aakan diamplifikasi harus diisolasi terlebih dahulu dari sel atau jaringan. Perkembangan lebih lanjut teknik ini memungkinkan para peneliti menggunakan molekul RNA sebagai bahan awal, yaitu dengan berkembangnya teknik Reverse Trancriptase PCR (RT-PCR). Selain itu, sekarang juga dikembangkan teknik PCR yang tidak memerlukan langkah isolasi molekul DNA terlebih dahulu sebelum diamplifikasi. Dalam hal ini PCR dapat dilakukan dengan menggunakan sel atau jaringan sebagai bahan awal tampa harus melakukan isolasi DAN secara khusus. Dengan teknik ini, PCR dapat dilakukan di dalam sel atau jaringan tersebut sehingga teknik ini dikenal sebagai PCR In Situ. Selain itu, teknik PCR sekarang juga dapat dilakukan secara efisien untuk amplifikasi molekul DNA yang panjang. Secara ringkas kedua macam teknik ini dijelaskan sebagai berikut.1. Reverse Trancriptase PCR (RT-PCR)Teknik ini dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam sel. Sebelum teknik ini dikembangkan, analisis terhadap molekul mRNA biasanya dilakukan  dengan metode hibridisasi In Situ, northern blot, dot blot, atau slot blot, analisis menggunakan S1 nuklease, atau dengan metode pengujian proteksi RNAse (RNAse protection assay). Teknik RT-PCR dikembangkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan metode PCR yang lain.RNA tidak dapat digunakan sebagai cetakan pada teknik PCR, oleh karena itu perlu dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul cDNA (complementary DNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan cloning dan analisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik.Teknik RT-PCR memerlukan enzim transcriptase balik (DNA polymerase) yang bisa menggunakan molekul DNA (cDNA) sebagai cetakan untuk menyintesis molekul cDNA yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim yang bisa digunakan antara lain mesophilic viral reverse transcriptase (RTase) yang dikode oleh virus avian myoblastosis (AMV) maupun oleh virus moloney murine leukemia (M-MuLV), dan Tth DNA polymerase. RTase yang dikode oleh AMV maupun M-MuLV bersifat sangat prosesif dan

Page 3: Perkembangan Teknik PCR

mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA polymerase mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 1-2 kb.Berbeda dengan Tth DNA polymerase, enzim RTase AMV dan M-MuLV mempunyai aktivitas RNAse H yang akan meyebabkan terjadinya degradasi RNA dalam hybrid RNA-cDNA. Aktivitas semacam ini dapat merugikan jika berkompetisi dengan proses sintesis DNA selama proses produksi untai pertama cDNA. Enzim RTase yang berasal dari M-MuLV mempunyai akyivitas RNase H yang lebih rendah dibanding dengan yang berasal dari AMV.Enzim M-MuLV mencapai aktivitas maksimum pada suhu 37o C, sedangkan enzim AMV pada suhu 42o C dan Tth DAN polymerase mencapai aktivitas maksimum pada suhu 60-70o C. Penggunaan enzim M-M-MuLV kurang menguntungkan jika RNA yang digunakan sebagai cetakan mempunyai struktur sekunder yang ekstensif. Di lain pihak, penggunaan Tth DNA polymerase kurang menguntungkan jika ditinjau dari kebutuhan enzim ini terhadap ion Mn karena ion Mn dapat mempengaruhi ketepatan (fidelity) sintesis DNA. Meskipun demikian, enzim Tth DNA polymerase mempunyai keunggulan karena dapat digunakan untuk reaksi transkripsi balik sekaligus proses PCR dalam satu langkah reaksi.Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam primer yaitu :

1. Oligo(dT) sepanjang 12-18 nukleotida yang akna melekat pada ekor poli (A)pada ujung 3’ mRNA mamalia. Primer semacam ini pada umumnya akan menghasilkan cDNA yang lengkap.

2. Heksanukleotida acak yang akan melekat pada cetakan mRNA yang komplementer pada bagian manapun. Primer semacam ini akan menghasilkan cDNA yang tidak lengkap (parsial).

3. Urutan nukleotida spesifik yang dapat digunakan secara selektif untuk menyalin mRNA tertentu.

 2. PCR In SituAnalisis DNA atau lumRNA hasil transkripsi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya hibridisasi DNA : RNA atau DNA : DNA, dengan sistem dot blot atau slot blot. Analisis dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan isolasi DNA atau mRNA dari sel atau jaringan, atau dengan metode yang lebih maju yaitu dengan analisis langsung sel pada jaringan yang bersangkutan tanpa harus melakukan isolasi DNA atau mRNA terlebih dahulu. Teknik semacam ini dikenal sebagai In Situ Hybridisation (hibridisasi In Situ). Teknik ini memerlukan molekul RNA atau DNA target dalam jumalh paling tidak 20 kopi dalam satu sel agar dapat terdeteksi. Oleh karena itu, teknik hibridisasi hibridisasi In Situpaling sering digunakan untuk analisis mRNA karena jumlahnya per sel pada umumnya lebih banyak dibandingkan dengan DNA. Jumlah genom virus laten yang menginfeksi suatu sel misalnya, seringkali hanya terdiri atas beberapa kopi. Demikian pula mutasi gen, translokasi kromosom dan perubahan patologis awal seringkali hanya melibatkan beberapa kopi sekuen nukleotida sehingga akan sukar dideteksi dengan teknik hibridisasiIn Situ. Oleh karena itu, untuk analisis molekul DNA yang jumlah kopinya sangat sedikit di dalam sel, harus dilakukan amplifikasi terlebih dahulu secara In Situ. Teknik yang mengombinasikan amplifikasi PCR dengan hibridisasi In Situ dikenal sebagai teknik PCR In Situ (Komminoth dan Long, 1995)Sebelum dilakukan PCR In Situ, sel atau sampel jaringan harus difiksasi dan dipermeabilisasi terlebih dahulu. Fiksasi dilakukan untuk mempertahankan DNA atau RNA dan morfologi sel atau jairngan. Biasanya yang digunakn untuk fiksasi ada;ah formalin dan paraformaldehid. Jaringan yang masih segar atau sel dengan membrane yang masih utuh merupakan sampel yang ideal. Meskipun demikian, sampel jaringan yang sudah difiksasi dengan formalin juga dapat digunakan untuk PCR In Situ. Sel yang

Page 4: Perkembangan Teknik PCR

masih utuh akan mengalami kerusakan nukleotida yang jauh lebih sedikit dan membrane sel yang ada akan menjadi pelindung terhadap produk amplifikasi .Permeabilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan enzim, misalnya proteinase K, tripsin atau pepsinogen, sehingga primer, enzim DNA polymerase dan nukleotida dapat masuk ke dalam inti sel (nucleus). Setelah permeabilisasi, enzim protease yang digunakan harus dinonaktifkan sebab sisa-sisa enzim ini dapat menghasncurkan DNA polymerase yang digunakan dalam PCR.Setelah dilakukan fiksasi dan permeabilisasi, kemudian dilakukan amplifikasi In Situ yaitu dengan menambahkan komponen-komponen yang diperlukan untuk PCR. Setelah dilakukan PCR, selanjutnya sel atau jaringan yang digunakan diambil lagi dan dilekatkan pada gelas obyek (object glass). Sebagian lisat sel dianalisis dengan elektroforesis gel. Produk PCR hasil amplifikasi In Situ yang ada di dalam sel kemudian dianalisis dengan metode hibridisasi In Situ atau dengan imunohistokimia. Secara umum teknik PCR In Situdapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) PCR In Situ tidak langsung (Indirect In Situ PCR), dan (2) PCR In Situ langsung (Direct In Situ PCR). Pada teknik PCR In Situ tidak langsung, dilakukan amplifikasi In Situ dna hibridisasi In Situ, tetapi pelacak (probe) disiapkan tersendiri. Sebaliknya, pada teknik PCR In Situ langsung, dilakukan amplifikasiIn Situ dengan menggunakan pelacak secara khusus. Teknik PCR In Situ langsung dianggap merupakan teknik yang lebih cepat dibandingkan dengan teknik PCR In Situtidak langsung untuk deteksi DNA atau RNA tanpa harus melakukan hibridisasi In Situ. Meskipun demikian, teknik PCR In Situ langsung memberikan hasil yang kurang meyakinkan, disbandingkan dengan teknik PCR In Situ tidak langsung, jika digunakan untuk sampel berupa potongan jaringan.Dalam penerapan teknik PCR In Situ ini ada beberapa variabel penting yang harus diperhatikan, antara lain (1) tipe bahan awal yang digunakan (sel, potongan jaringan, atau yang lain), (2) tipe dan jumlah kopi urutan nukleotida yang menjadi target (DNA genom, DNA virus, atau RNA), (3) metode amplifikasi cDNA yang digunakan (menggunakan primer tunggal atau lebih dari satu promer), (4) sistem deteksi (langsung atau tidak langsung), (5) penggunaan kontrol dalam eksperimen.Tekni PCR in situ telah berkembang (Gu, 1995) sehingga sekarang terdapat empat variasi, yaitu (1) PCR in situ langsung, (2) PCR in situ tidak langsung. (3) RT-PCR in situ, dan (4) 3SR (self-sustainded sequence replication reaction). RT-PCR in situ adalah PCR in situ dengan menambahkan reaksi transkripsi balik (reverse transcription), sedangkan teknik 3SR adalah teknik amplifikasi mRNA in vitro dengan menggunakan tiga macam enzim, yaitu transkriptase balik AMV, T7 RNA polimerase, dan Rnase H yang berasal dariEscherichia coli. Dengan metode ini dapat dilakukan proses transkripsi balik dan reaksi transkripsi untuk menggandakan RNA melalui hibrid RNA/DNA dan cDNA. Metode ini dikembangkan oleh Ingenborg Zehbe dan kawan-kawan sebagai alternatif terhadap metode RT-PCR untuk deteksi RNA dengan jumlah kopi yang sangat kecil. Metode ini pada dasarnya tidak seperti metode PCR karena semua reaksi dilakukan pada suhu 42˚C dan tidak memerlukan alat thermocycler. Referensi:Gu, J. 1995. In Situ PCR-An Overview. In: Jiang Gu (Ed.). In Situ PCR and Related Technology. Birkhauser Boston.Komminoth, P., Long, A.A. (1995) In situ polymerase chain reaction and its applications to the study of endocrine diseases. Endocr Pathol 6:167–171.Maullis, K.B., and Fallona, F.A. 1989. Spesific syntesis of DNA in vitro via a polymerase-catalyzed chain reaction. In: Wu, R., Grossman, L., and Moldlave, K. (Eds.). Recombinant DNA Methodology. Academic Press, Inc., San DIego.Rosenthal, A. 1992. PCR Amplification techniques for chromosome walking. TIBTECH 10:44-48.Yuwono, T. 2006. Teori Dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta:Andi offset.

Page 5: Perkembangan Teknik PCR

http://repository.ubaya.ac.id/35/1/ART002.pdf

PCR, Mempercepat Proses Analisis DNA

Kasus penyebaran flu burung di berbagai negara masih menjadi bahasan utama setiap media. Hasil tes

DNA (deoxyribose nucleic acid) menentukan penelitian lanjutan terhadap analisis DNA untuk keperluan

diagnosis penyakit.

Seperti diketahui, DNA adalah pembawa informasi genetik dalam sel. DNA membawa pesan-pesan yang

mengendalikan aktivitas sel. DNA setiap makhluk hidup yang ada di dalam inti sel dan mitokondria itu

adalah unik dan khas. Itu sebabnya tes DNA menjadi salah satu alternatif tindakan yang dilakukan. Virus

H5N1 pada penderita suspect flu burung dapat diidentifikasi dengan lebih mudah dan cepat.

Permudah diagnosis

Saat ini proses analisis DNA banyak dilakukan dengan menggunakan teknik PCR (polymerase chain

reaction). Teknik PCR inilah yang memungkinkan proses analisis DNA menjadi lebih cepat dibandingkan

dengan melakukan tes DNA dengan cara konvensional. Dengan PCR, urutan DNA dapat digandakan

hanya dalam waktu beberapa jam sampai kuantitasnya cukup untuk sebuah proses analisis. Suatu teknik

yang sangat menolong tentunya setelah dilakukan prosedur yang cukup rumit untuk mendapatkan

urutan DNA yang cukup.

Ditemukannya PCR atau reaksi rantai polimerase ini jelas merupakan sebuah angin segar bagi kalangan

ilmuwan yang bergerak di bidang genetika molekuler. Berkat PCR-lah, mereka lebih mudah

mendiagnosis suatu penyakit maupun melakukan analisis forensik. Bahkan studi DNA dari suatu fosil

yang ditemukan oleh para arkeolog akan lebih mudah dilakukan dengan bantuan PCR ini.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini penerapan PCR yang telah meliputi berbagai bidang kehidupan manusia

dan membuka peluang baru untuk studi tentang gen.

Pertama, PCR digunakan untuk amplifikasi urutan DNA yang khas bagi manusia sehingga DNA manusia

dapat dilacak dan diisolasi dari DNA yang lain.

Kedua, deteksi mutasi dengan amplifikasi PCR. Mutasi biasanya terjadi pada kanker dan kelainan

Page 6: Perkembangan Teknik PCR

bawaan. Pengetahuan sifat mutasi pada pasien sangat penting untuk diagnosis dan terapi. PCR dapat

digunakan untuk mengikuti perkembangan sel kanker setelah terapi. Berbagai kelainan bawaan juga

telah berhasil didiagnosis dengan cara PCR. Kemampuan untuk melacak lesi yang khas untuk sel tumor

merupakan hal yang sangat bernilai bagi ahli dalam mencoba untuk menentukan apakah seorang pasien

yang telah diobati terhadap leukemia sudah bebas dari sel malignan atau belum.

Ketiga, PCR juga dapat diterapkan dalam melacak infeksi virus dan bakteri. Diagnosis konvensional

didasarkan pada kemampuan untuk menumbuhkan agen pada biakan atau untuk melacak keberadaan

mereka pada pasien dengan antibodi. Uji seperti itu dapat memerlukan waktu beberapa minggu sebelum

diagnosis dapat ditegakkan, sementara uji yang kedua relatif kurang peka. Hal tersebut juga merupakan

masalah penting untuk diagnosis AIDS atau untuk studi epidemiologi infeksi HIV.

Contoh lain, seperti pada kasus flu burung adalah mendeteksi keberadaan virus H5N1 pada penderita

suspect flu burung. Seperti pada terapi kanker, tujuan utama diagnosis adalah melacak sel-sel terinfeksi,

yang biasanya terdapat dalam jumlah yang kecil dari suatu cuplikan jaringan atau darah. Penyakit

bekteri juga dapat didiagnosis dengan PCR. Salah satu yang penting misalnya tuberkulosis (TBC).

Penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis ini sering sulit didiagnosis karena hanya

sedikit mikroorganisme yang ada dalam material dari pasien untuk penegakan diagnosis secara

histologis. Untuk itu, patogen harus diidentifikasi setelah ditumbuhkan pada biakan dan pengujian

kepekaan antibiotika. Prosedur seperti itu dapat memerlukan waktu sampai dua minggu. PCR telah

terbukti dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Keempat, PCR digunakan untuk penentuan jenis kelamin pada sel prenatal.

Prosedur ini sekarang telah digunakan pada klinik bagi keluarga yang mempunyai risiko kelainan genetik

turunan yang terpaut pada kromosom X, dengan implantasi embrio yang telah dibiopsi pada ibu-ibu. PCR

memungkinkan biopsi, penentuan kelamin, dan transfer janin ke rahim para ibu dapat dilakukan pada

status reproduksi yang sama. Jenis kelamin dari janin diperiksa dengan analisis karyologis dari sel-sel

vilus korionik.

Kelima, PCR digunakan dalam studi evolusi molekuler. Informasi genetika molekuler telah semakin sering

digunakan dalam studi evolusi untuk menentukan tingkat kekerabatan antarspesies. Metode studi

evolusi konvensional sering mengalami hambatan, karena memerlukan spesies yang masih hidup

sebagai sumber DNA. Dengan sumber tersebut, hubungan antarspesies yang masih hidup dapat diamati

secara langsung. Akan tetapi, hubungan dari organisme hidup dengan yang telah punah sulit dilakukan.

Page 7: Perkembangan Teknik PCR

Cuplikan jaringan dari spesies yang sudah punah atau yang populasinya jarang, yang tersimpan di

museum di seluruh dunia adalah sumber DNA yang baik. DNA dapat disolasi dari sumber-sumber secara

beragam, seperti kulit, mumi manusia, tanaman kering, bahkan jaringan lunak yang disimpan dalam

pengawet. Hanya, molekul DNA dari sumber seperti itu umumnya tinggal sebagai fragmen-fragmen yang

pendek akibat degradasi, rusak akibat mutagen dari lingkungan seperti sinar ultra violet, serta tercemar

hebat oleh DNA bakteri. DNA yang seperti itu tidak dapat digunakan untuk studi dengan teknik

pengklonan konvensional. PCR telah mengubah situasi tersebut secara dramatis. Teknik ini dapat

mengamplifikasi secara efisien fragmen DNA yang kecil yang masih tetap utuh dalam terok sekalipun

fragmen yang utuh tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit sekali

Keenam, penggunaan PCR dalam bidang kehakiman. Potensi penggunaan sumber DNA untuk

meyakinkan identitas seseorang dalam ilmu kehakiman adalah bukti akurat yang telah diakui secara

nyata dan telah banyak digunakan. Hal inilah yang dilakukan dalam mengidentifikasi kelompok teroris

Dr. Azahari dalam pengungkapan identitas mayat terkena bom di Batu Malang.

DNA dapat diisolasi dari tetesan darah kering atau dari sperma dalam usapan kapas vagina yang telah

tersimpan sampai selama dua tahun. Pertimbangan utama dalam penerapan PCR dalam forensik adalah

cemaran dari contoh barang bukti oleh DNA lain dari tempat kejadian kriminal maupun dari DNA lain

yang telah pernah diamplifikasi di laboratorium yang sama.***

R.A.Laksmi Priti M.Alumnus Jurusan Biologi FMIPA Unpad.

2. Mengapa Virus Flu burung H5N1 ?

jawab :

Virus adalah makhluk hidup yang paling sederhana sebab hanya memiliki gen penyandi protein

terpenting untuk hidupnya saja. Sebagaimana perilaku parasit, protein selebihnya dipinjam dari 'tuan

rumah' yang diserangnya.Pada umumnya virus adalah patogen/organisme penyebab penyakit yang

paling sulit pengobatannya. Hal ini disebabkan oleh dua hal.

Pertama, protein virus yang menjadi target obat jumlahnya sedikit.

Kedua tabiat mutasi yang secara alamiah terjadi pada seluruh organisme, muncul lebih sering karena

kesederhanaan sifat genetiknya itu, sehingga virus paling mudah berubah bentuk menjadi tak dikenali

lagi oleh obat yang ada. Untuk itu, cara ampuh memerangi virus tiada lain adalah dengan mencegah

terjadinya 'pertautan ciuman maut' tersebut.

Page 8: Perkembangan Teknik PCR

Tonjolan pada virus influenza terdiri dari dua protein yaitu protein hemagglutinin (disingkat HA) dan

protein neuraminidase (NA). Protein HA mengenali molekul sialic acid (SA) di permukaan sel target,

selanjutnya protein NA memotong SA agar virus dapat masuk ke dalam sel.

Ketika keluar dari sel pun, protein NA bertugas memotong SA yang banyak terdapat di permukaan sel

agar virus tidak 'tertambat' di situ saja sehingga dapat bergerak bebas menyerang sel lainnya. Apabila

umumnya virus memiliki sepotong genom (baik dalam bentuk DNA atau RNA), virus influenza memiliki 8

potong genom. Hal ini menyebabkan virus influenza sangat sering berganti rupa melalui kombinasi

potongan genom itu

Para peneliti dari Australia yaitu Laver dan Coleman berhasil memecahkan struktur protein NA sampai

tingkat atom pada tahun 1983. Informasi detail wajah protein NA ini memberikan petunjuk penting

bahwa bagian yang melakukan 'ciuman maut' itu tidak pernah berubah walaupun bagian lainnya

seringkali berganti.

Hal ini memberikan inspirasi pada Von Itzstein, juga dari Australia, untuk mensintesa senyawa organik

yang dapat menghambat pertautan protein NA dengan SA pada tahun 1993. Senyawa organik yang

menjadi obat influenza ini disebut Zanamivir yang menunjukkan khasiatnya dengan meniru SA

berinteraksi dengan protein NA.

Virus influensa pada umumnya baik pada manusia atau pada unggas adalah dari kelompok famili

orthomyxoviridae. Ada beberapa tipe virus influenza pada manusia dan binatang yaitu virus influenza

tipe A, B, dan C. Pada manusia Virus A dan B dapat menjadi penyebab wabah flu yang cukup luas.

Sementara virus C menyebar secara periodik, ringan dan tidak menyebakan wabah. Pada permukaan

virus A ada 2 glikoprotein, Yaitu : hemaglutinin (H), dan neuraminidase (N), untuk mengkasifikasikannya

secara rinci, masing-masing tipe virus tersebut dabagi menjadi subtipe berdasarkan kelompok H dan N,

klasifikasinya adalah : H1-H15. dan N1-N9. Perbedaan H merupakan dasar subtipe. Influenza pada

manusia sejauh ini disebabkan oleh virus H1N1, H2N2 dan H3N2 serta virus avian H5N1, H9N2 dan

H7N7. Sementara itu ada sekitar 15 subtipe virus influenza yang dapat terjadi pada unggas, seperti

H7N7, H9N2, dll. Subtipe infeksi virus ini menimbulkan berbagai gejala pada unggas mulai dari yang

ringan sampai yang fatal dan menyebabkan epidemi luas ( Highly pathogenic avian influenza) dengan

angka kematian pada unggas mencapai 100%. Kasus fluburung yang kini banyak dibicarakan

disebabkan oleh virus influenza tipe A subtipe H5N1.Laporan yang menyatakan bahwa virus H5N1 yang

sekarang ada ternyata berbeda dengan virus H5N1 yang pernah menyerang manusia dan unggas,

artinya virus tersebut telah bermutasi dan bukan tidak mungkin akan bermutasi kembali di masa depan.

3. Apa perbedaan virus RNA dan DNA?

Jawab:

Page 9: Perkembangan Teknik PCR

Virus DNA ukurannya lebih kecil dari virus RNA. DNA mempunyai tugas sebagai pembawa informasi

genetik yang sedikit. Kebanyakan virus DNA, menyerang sel prokariotik sedangkan

posted by AVIANINFLUENZA @ 11:51 PM  0 comments

W E D N E S D A Y , O C T O B E R 1 9 , 2 0 0 5

MENGENAL VIRUS

Virus adalah penyebab infeksi terkecil (berdiameter 20-300 nm). Genom virus hanya mengandung satu

jenis asam nukleat(RNA atau DNA). Asam nukleat virus terbungkus dalam suatu kulit protein, yang dapat

dikelilingi oleh selaput yang lemak. Seluruh unit infektif disebut virion. Virus tidak aktif dalam lingkungan

di luar sel. Virus hanya bereplikasi di dalam sel hidup, sebagai parasit pada tingkat genetic. Asam

nukleat virus mengandung informasi yang diperlukan untuk memerintahkan sel inang yang terinfeksi

guna mensintesis sejumlah makromolekul khusus yang dibutuhkan untuk pembentukan turunan virus.

Selama siklus replikatif, dihasilkan banyak salinan asam nukleatdan lapisan-lapisan protein tersebut

akan membentuk kapsid, yang membungkus dan menstabilkan asam nukleat virus terhadap lingkungan

ekstrasel serta memudahkan pelekatan dan penetrasi virus ketika berkontak dengan sel baru yang

rentan.

DEFINISI DALAM VIROLOGI

Kapsid :kulit protein, atau lapisan , yang menutupi genom asam nukleat. Kapsid yang

kosong dapat merupakan hasil sampingan siklus replikatif virus yang mempunyai simetri

ikosahedral

Nukleokapsid: Kapsid beserta asam nukleat yang diselubunginya.

Unit Struktur: Blok pembangunan protein dasar dari lapisan. Blok ini biasanya berupa

kumpulan lebih dari satu polipeptida yang nonidentik.

Kapsomer; unit morfologik yang terlihat dalam mikrokroskop electron pada permukaan

partikel-partikel virus ikosahedral.Kapsomer menggambarkan kelompok polipeptida ,

tetapi unit morfologik tidak perlu sesuai dengan sifat kimia unit struktur.

Selubung: Selaput yang mengandung lemak yang mengelilingi beberapa partikel virus.

Selubung ini diperoleh selama pematangan virus dengan proses pertunasan melalui

selaput sel. Glikoprotein-glikoprotein yang disandikan virus bertomjolan pada

permukaan selubung.

Virion:Partikelvirus lengkap, yang dalam beberapa jenis dapat bersifat sama dengan

nukleokapsid.

Page 10: Perkembangan Teknik PCR

Virus cacat: partikel virus yang secara fungsional kekurangan beberapa aspek replikasi.

Virus cacat dapat mengungkap replikasi virus normal

KLASIFIKASI VIRUS

Sifat-sifat, yang disusun berdasarkan kepentingan , telah digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi virus.

Jumlah informasi yang tersedia dalam setiap kategori tidak seragam untuk semua virus, hanya tersedia

sedikit informasi mengenai beberapa sipatnya.

1. Jenis asam nukleat;RNA atau DNA beruntai-tunggal atau beruntai ganda, strategi

replikasi

2. Ukuran dan morpologi, termasuk jenis simetri, jumlah simetri, jumlah kapsomer, 

ada atau tidaknya selaput

3. Kerentanan terhadap pengaruh fisik dan kimia, terutama eter

4. Adanya enzim khusus, terutama polimerase RNA atau DNA yang berhubungan

dengan replikasi genom, neuraminidase yang diperlukan untuk pelepasan partikel-

partikel virustertentu(influenza) dari sel tempat virus dibentuk

5. Sifat-sifat imunologik

6. Metode penularan alami

7. Inang, jaringan, dan tropisme sel

8. Patologi; pembentukan badan inklusi

9. Simtomatologi

KOMPOSISI KIMIA VIRUS

Protein virus

Protein structural virus mempunyai beberapa fungsi penting. Fungsi utamanya yaitu mempermudah

transfer asam nukleat dari satu sel inang ke sel inang yang lainnnya. Protein structural membantu

melindungi genom virus dari aktivitas oleh nuclease, ikut dalam perlekatan virus pada sel yang peka,

dan memberikan simetri stuktural pada partikel virus.

Protein-protein tersebut menentukan cirri-ciri antigen virus. Respon imun pelindung inang ditunjukan

terhadap determinan antigen protein atau glikoprotein yang terdapat pada permukaan partikel virus.

Beberapa protein permukaan juga dapat memperlihatkan aktivitas khusus misalnya, hemaglutinin virus

influenza mengaglutinasi sel darah merah.

Asam Nukleat virus

Page 11: Perkembangan Teknik PCR

Virus mengandung satu jenis asam nukleat,DNA atau RNA yang menyandikan informasi genetic yang

diperlukan untuk replikasi. Genom virus dapat beruntai-tunggal atau beruntai-ganda, berbentuk lingkar

atau linear, dan bersegmen atau tidak bersegman. Jenis asam nukleat , jenis untai , dan bobot molekul

adalah cirri-ciri utama yang digunakan untuk menggolongkan virus ke dalam famili-famili. Bobot molekul

genom virus DNA berkisar antara 1,5x10 (parpovirus) sampai 200x 10 ( poxvirus). Bobot molekul genom

RNA berkisar antara 2x 10 ( pikornavirus) sampai 1,5x 10 ( reovirus)

Lemak virus

Beberapa virus yang berbeda mempunyai selubung lemak sebagai bagian dari struktur virus.Lemak

diperoleh ketika nukleokapsid virus melakukan pertunasan melalui selaput sel pada proses pematangan.

Pertunasan hanya terjadi pada tempat dimana protein khusus virus disisipkan ke dalam selaput sel

inang. V irus yang mengandung lemak peka terhadap eter dan pelarut organic lain . Hal ini menunjukan

bahwa gangguan atau hilangnya lemak dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan menginfeksi. Virus

yang mengandung lemak biasanya resisten terhadap eter.

Karbohidrat virus

Selubung virus mengandung glikoprotein. Berbeda dengan lemak dalam selaput virus, yang berasal dari

sel inang, glikoprotein pada selubung disandi oleh viru. Namun, gula yang ditambahkan pada

glikoprotein virus sering mencerminkan sel inang tempat tumbuhnya virus. ara Virus dapat ditularkan

melalui cara berikut

1. Penularan langsung dari orang ke orang melalui kontak

2. penularan dari hewan ke hewan, dengan manusia sebagai inang tak tetap.

3. penularan melalui vector antropoda 

IMUNOLOGI

Ilmu imonologi, suatu bidang luas yang meliputi penelitian dasar dan penerapan klinis, membahas

masalah antigen, antibody, dan fungsi-funsi berperantara sel, terutama yang berhubunaan dengan

imunitas terhadap penyakit, reaksi biologic yang hipersensitif, alergi, dan penolakan jaringan asing.

IMNUNITAS RESPONS IMUN

Imunitas dapat bersifat alami (bawaan) atau di dapat (adatif)

Imnumitas alami

Page 12: Perkembangan Teknik PCR

Imunitas alami adalah resistensi yang tidak diperoleh melalui kontak dengan suatu antigen. Imunitas ini

bersifat nonspesifik danmencangkup penghalang terhadap mikroorganisme penyebab infeksi

Imunitas yang didapat

Imunitas yang didapat, yang terjadi setelah pemaparan terhadap sesuatu penyebab infeksi, bersifat

khusus dan diperantarainoleh antibody atau sel limfoid. Ini dapat bersifat pasif atau aktif

Imunitas pasif: imunitas yang diperoleh dari antibodi yang telah terbentuk sebelumnya dalam inang

lain. Pemberian antibody secara pasif terhadap bakteri dengan segera menyebabkan tersedianya

antitoksin berlebihan untuk menetralkan toksin. Demikian juga, antibody yang telah terbentuk

sebelumnya terhadap virus tertentu dapat disuntikan selama masa inkubasi untuk membatasi

perkembangbiakan virus.

Imunitas aktif: adalah resistensi yang diinduksi setelah kontak yang efektif dengan antigen asing.

Kontak ini dapat berupa infeksi klinis atau subklinis, imunisasi dengan penyebab infeksi yang masih

hidup maupun mati atau antigennya, pemaparan terhadap produk mikroba, atau transplatasi sel asing.

Keuntungan dari imunitas ini adalah lamanya resistensi yang diperoleh dan imunitas berperantara-sel,

kerugiannya adalah resistensi diperoleh secara lambat dan dibutuhkan kontak dengan antigen dalam

jangka waktu yang lama dan berkali-kali.

ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN)

Antibodi dibentuk dengan seleksi klon. Tiap orang mempunyai banyak sel limfosit B yang masa hidupnya

beberapa hari atau beberapa minggu, dan dibentuk dalam jaringan limfoid yang berhubungan dengan

usus.

Sel B memiliki molekul imunoglobulin pada permukaannya. Imunoglobulin ini bertindak sebagai reseptor

bagi antigen khusus, sehingga tiap sel B dapat memberi respons terhadap kelompok antigen yang

berkaitan erat. Langkah awal dalam pembentukan antibody adalah fagositosis antigen, umumnya oleh

makrofag yang memproses dan membawa antigen ke sel B, selT penolong, atau keduanya. Sel B yang

membawa imonoglobulin permukaan yang cocok dengan antigen dirangsang untuk membelah diri dan

berdiferensiasi menjadi sel plasma, yang membentuk protein antibody khusus. Sel plasma mensintesis

kelas imunoglobulin yang sama yang dibawa oleh prekkursor B. Sel plasma dapat berubah menjadi

limfosit kecil dengan masa hidup yang lama, yang berytindak sebagai sel memori B.

Struktur&Fungsi Antibodi

Page 13: Perkembangan Teknik PCR

Antibodi adalah imunoglobulin yang bereaksi secara khusus dengan antigen yang merangsang

produksinya. Antibodi itu merupakan sekitar 20%dari protein plasma. Semua molekul imunoglobulin

terdiri atas rantai polipeptida yang ringan dan berat. Molekul antibody individual selalu terdiri atas rantai

H yang sama dan rantai L yang sama . Keempat rantai itu dihubungkan secara kovalen oleh ikatan

disulfide.

Kelas Imunoglobulin

IgG : tiap molekulnya terdiri atas dua rantai L dan dua rantai H yang dihubungkan oleh ikatan disulfide.

IgG ini adalah antibody utama dalam respons sekunder dan merupakan pertahanan inang yang penting

terhadap bakteri. IgG ini satu-satunya antibody yang dapat melewati plasenta sehingga imunoglobulin

ini paling banyak terdapat pada bayi yang baru lahir.

IgM, adalah imunoglobulin utama yang pertama dihasilkan dalam respons imun primer, terdapat pada

semua permukaan sel B yang tak terikat.

IgA, adalah imunoglobulin utama dalam sekresi , misalnya susu, liur, dan air mata dan dalam sekresi

pernapasan, usus, da saluran genital. Imunoglobulin ini melindungi selaput mukosa dari serangan bakteri

dan virus.

IgE, meningkat selama infeksi cacing

IgD, fungsi antibody tidak diketahui, dapat bertindak sebagai reseptor antigen bila berada pada

permukaan limfosit B tertentu dalam darah tali pusat janin. Zat ini juga terdapat pada sel penderita

beberapa leukemia getah bening.

Flu Burung

Flu burung adalah penyakit influenza pada unggas, baik burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang

lain seperti babi. Data lain menunjukan penyakit ini dapat terjadi pada burung puyuh dan burung onta.

Penyakit ini telah ditemukan sejak 100 tahun lalu di Italia, tepatnya tahun 1878. Pada tahun 1924-1925

wabah ini merebak di Amerika Serikat.

Penyebab flu burung adalah virus influenza, yang termasuk tipe A subtipe H5, H7 dan H9. virus H9N2

tidak menyebabkan penyakit berbahaya pada burung, tidak seperti H5 dan H7. virus flu burung atau

avian influenza ini -sebagaimana namanya- awalnya hanya ditemukan pada binatang, seperti burung,

bebek dan ayam. Namun, sejak tahun 1997 virus ini mulai “terbang” ke manusia. Subtipe virus yang

ditemukan pada akhir tahun 2003 dan awal 2004, baik pada unggas maupun pada pasien di Vietnam

dan Thailand, adalah jenis H5N1.

Virus influenza pada umumna , bik pada manusia atau pada unggas, adalah dari kelompok famili

orthomyxoviridae. Memang, ada beberapa tipe virus influenza pada binatang dan manusia, yaitu virus

influenza tipe A, B dan C. Pada manusia, virus A dan B dapat menjadi penyebab wabah yang cukup luas.

Page 14: Perkembangan Teknik PCR

Sementara virus C menyebar secara periodic, ringan dan tidak menyebabkan wabah. Pada permukaan

virus A, ada 2 glikoprotein, yaitu hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). klasifikasinya adalah H1

sampai H15 dan N1 sampai N9. Perbedaan H merupakan dasar subtipe. Influenza pada manusia, sejauh

ini, disebabkan oleh virus H1N1, H2N2 dan H3N2, serta virus avian H5N1, H9N2 dan H7N7.

Sementara itu, ada sekitar 15 subtipe virus influenza yang dapat terjadi pada unggas, seperti H7N7,

H9N2 dan lain-lain. Subtipe infeksi virus ini menimbulkan bebbagai gejala pada unggas, mulai dari yang

ringan samapi yang fatal dan menyebabkan epidemi luas (highly pathogenic avian influenza), dengan

angka kemtian pada unggas mencapai 100%. Kasus flu burung yang kini banyak dibicarakan,

disebabkan oleh virus avian influenza tipe A subtipe H5N1.

Di Unggas

Pada dasarnya ada 2 jenis flu burung pada unggas, yaitu yang ringan(ditandai dengan rontokny bulu

serta menurunnya produksi telur) samapi ke yang berat (highly pathogenic avian influenza). Pada

keadaan yang berat, unggas dapat mati pada hari yang sama ketika timbul gejala. Angka kematian

dapat mencapai 100% dan menular antarunggas sehingga jutaan unggas dapat terkena. Riset

menunjukkan bahwa virus flu burung yang mulanya tidak terlalu ganas, dalam 6-9 bulan, dapat bermutsi

menjadi bentuk yang ganas dan beredar luas.

Secara umum, masa inkubasi pada unggas sekitar 1 minggu. Penyakit dapat menular, baik melalui

kontak langsung dengan unggas yang sakit atau melalui bahan-bahan yang tercemar, misalnya

kandang, alat-alat peternakan, pakaian, dan lain-lain. Bahan infeksius pada unggas adalah tinja dan

secret saluran napasnya (ludah dan cairan hidung). Penularan dapat terjadi dari unggas ke unggas, ke

hewan lain dan kini juga ke manusia. Unggas yang terinfeksi akan menular pada 2 minggu pertama

penyakitnya. Masa inkubasi antara mulai masuk virus dan timbul gejala adalah 1-3 hari.

Virus ini akan mati dengan deterjen, desinfektan seperti formalin dan cairan mengandung iodine yang

dipanaskan. Virus dapat tetap hidup di air pada suhu 22 derajat celcius selama 4 hari. Pada suhu 0

derajat celcius bahkan lebih dari 30 hari. Pada bahan organic, virus akan hidup lebih lama, begitu juga

dalam tinja unggas dan tubuh unggas sakit. Virus akan mati pada pemanasan 60 erajat celcius selama

30 hari atau 56 derajat celcius Selama 3 jam. Gejala pada unggas yang sakit sangat bervariasi, mulai

dari gejala ringan (nyaris tanpa gejala), sampai gejala yang sangat berat. Hal ini tergantung dari

keganasan virus, lingkungan, dan keadaan unggas sendiri. Gejala yang timbul, seperti jengger berwarna

biru, kepala bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare dan tidak mau makan. Dapat terjadi

gangguan pernapasan berupa batuk dan bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa

penurunan produksi telur. Gangguan system saraf dapat dalam bentuk depresi. Pada beberapa kasus,

unggas mati tanpa ada gejala. Kematian dapat terjadi 24 jam setelah timbul gejala. Pada kalkun,

kematian dapat terjdi dalam 2-3 hari.

Page 15: Perkembangan Teknik PCR

Menular ke manusia

Virus avian influenza mulai menyerang manusia di Hongkong pada tahun 1997, yang menyebabkan 18

orang dirawat dan 6 orang meninggal dunia. Jenis lain avian influenza yang juga tercatat pernah menular

ke manusia adalah H7N7, yang bermula di Belanda pad Februari 2003. Sebagian besar kasus di atas

dapat ditelusuri bahwa mereka tertular dari binatang unggas, umumnya di peternakan. 

Penularan Ke Manusia

Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan pada manusia terjadi karna kontak dengan

berbagai jenis unggas yang terinfeksi, maupun tidak langsung. Maksudnya, selain karena menyentuh

unggas, ayam, burung dan sebagainya secara langsung, penularan dapat tejadi melalui kendaraan yang

mengangkat binatang itu, di kandangnya dan alat-alat peternakan (termasuk pakan ternak). Penularan

juga dapat terjadi melalui pakaian, termasuk sepatu para peternak yan langsung menangani kasus

unggas yang sakit, dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta berbagai mekanisme lain

Secara umum ada 3 kemungkinan mekanisme penularan dari unggas ke manusia, seperti digambarkan

pada bagan di bawah ini.

Bagan 1

Unggas liar => unggas domestik => babi terinfeksi virus flu burung dan virus influenza manusia

manusia => menular ke manusia lainnya

Bagan 2

Unggas liar => unggas domestik => manusia terinfeksi virus influenza burung dan virus influenza

manusia => menular ke manusia lainnya

Bagan 3

Unggas liar => unggas domestik => manusia terinfeksi virus influenza burung => menular ke manusia

lainnya 

Tanda dan gejala

Page 16: Perkembangan Teknik PCR

Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu biasa lainnya, hanya saja cenderung lebih

sering dan menjadi parah. Masa inkubasi antara mulai tertular dan timbul gejala adalah sekitar 3 hari.

Sementara itu, dalam kepustakaan dinyatakan bahwa masa infeksius pada manusia adalah 1 hari

sebelum sampai 3-5 hari sesudah gejala timbul, pada anak dapat sampai 21 hari.

Gejala pada manusia yang tertular flu burung pada dasarnya sama dengan flu pada mumnya, hanya saja

berpotensi menadi berat dan fatal. Gejala yang ada berkisar, seperti demam, batuk, sakit tenggorokan,

sakit kepala, nyeri sendi sampai infeksi salaput mata (conjunctivitis). Bila keadaan makin memburuk,

dapat terjadi severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak nafas hebat, rendahnya kadar

oksigen darah serta meningkatnya kadar CO2. keadaan ini terjadi pada umumnya karena infeksi flu

kemudian menyebar ke paru dan menimbulkan pneumonia. Radang paru (pneumonia) ini dapat

disebabkan oleh virus itu sendiri atau juga disebabkan oleh bakteri yang kemudian juga masuk ke

saluran nafas dan menginfeksi paru yang memang sakit akibat flu burung ini.

Laporan dari kasus yang terjadi tahun 1999 menunjukkan adanya variasi gejala berupa demam sekitar

39 derajat celcius, lemas, sakit tenggorok, sakit kepala, tidak nafsu makam, muntah dan nyeri perut dan

diare.

Pengobatan

Obat yang diberikan dapat bersifat simtomatik sesuai gejala yang ada. Bila ada batuk dapat diberikan

obat batuk, dan jika sesak dapat diberi obat jenis bronkodilator untuk menggambarkan saluran nafas

yang menyempit. Pasien juga harus mendapat terapi suportif, makan yang baik dan bergizi, bila perlu

diinfus dan istirahat yang cukup. Secara umum, daya tahan tubuh pasien harus ditingkatkan.

Selain itu pula diberikan obat antivirus. Ada 2 jenis yang tersedia, yaitu kelompok M2 inhibitor

(amantadine dan rimantadine) serta kelompok neuraminidase inhibitors (oseltamivir dan zanimivir ).

Pencegahan

Sebenarnya penyakit apapun dapat dicegah dengan kebiasaan pola hidup yang sehat. Secara umum

cara pencegahan terkena flu tentunya tetap menjaga daya tahan tubuh, makan yang seimbang dan

bergizi, istirahat teratur dan olahraga yang teratur. Kebiasaan mencuci tangan dengan teratur juga perlu

dilaksanakan.

Prinsip-prinsip hidup higienis yang direkomendasikan WHO untuk mencegah flu burung diantaranya :

1. kita harus membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum makan. Selain itu kita,ketika kita

akan kontak dengan unggas atau hewan lainnya, baik dalam keadaan hidup maupun mati,

Page 17: Perkembangan Teknik PCR

gunakanlah alat pelindung diri seperti sarung tangan. Setelah itu, jangan lupa untuk kembali

mencuci tangan kita dengan cairan pembersih.

2. infeksi bisa juga terjadi melalui telur. Karena itu, kita harus cermat memperhatikan telur dan

cangkangnya. Kadang kala pada cangkang telur masih tertempel kotoran unggas. Jadi, telur

yang akan dikonsumsi harus dipastikan kebersihannya. Jngan lupa gunakan sarung tangan

untuk membersihkan cangkang telur dari kotoran unggas.

3. Saat mengkonsumsi daging unggas, daging tersebut harus dimasak sampai dengan 80 derajat

celcius minimal selama satu menit.Kalau kita menggoreng atau merebus ayam di dapur tentu

lebih dari suhu itu dan lamanya memasak. Artinya, sejauh ini bukti ilmiah yang ada mengatakan

bahwa aman mengkonsumsi ayam dan unggas lainnya asal dimasak dengan baik.

4. Karena flu burung terkait dengan menurunnya daya tahan tubuh, kita harus menjaga daya

tahan tubuh dengan makan yang teratur dan bergizi, olahraga teratur, istirahat yang cukup, dan

jangan lupa sering memcuci tangan karena banyak sekali bakteri dan virus pembawa penyakit

di sekitar kita.

DNA amplification (PCR)Polymerase Chain Reaction:

Dasar Teknik Amplifikasi DNA

Oleh: Fatchiyah

Universitas Brawijaya

Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain

Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi

nukleotida secara in vitro. Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan

bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida

yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan

diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah

menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan

meminimalkan amplifikasi urutan non-target.

Penggunaan PCR telah berkembang secara cepat seirama dengan perkembangan biologi

molekuler. PCR digunakan untuk identifikasi penyakit genetik, infeksi oleh virus,

diagnosis dini penyakit seperti AIDS, Genetic profiling in forensic, legal and bio-diversity

applications, biologi evolusi, Site-directed mutagenesis of genes dan mRNA

Quantitation di sel ataupun jaringan.

Page 18: Perkembangan Teknik PCR

1.1 Teknik Dasar Amplifikasi PCR

Penemuan awal dari teknik PCR didasarkan pada tiga waterbaths yang mempunyai

temperatur yang berbeda. Thermal-cycler pertama kali dipublikasikan pada tahun 1986,

akan tetapi DNA polymerase awal yang digunakan masih belum thermostable, dan harus

ditambahkan disetiap siklusnya. Kelemahan lain temperature 37°C yang digunakan bias

dan menyebabkan non-specific priming, sehingga menghasilkan produk yang tidak

dikehendaki. Taq DNA polymerase yang diisolasi dari bakteri Thermus

aquaticus (Taq) dikembangkan pada tahun 1988.  Ensim ini tahan sampai temperature

mendidih 100°C, dan aktifitas maksimal pada temperatur 92-95°C.

Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi, annealing dan

ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Sepasang primer oligonukleotida yang spesifik

digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung-5’ menuju ujung-3’ untai DNA target dan

mengamplifikasi untuk urutan yang diinginkan. Dasar siklus PCR ada 30-35 siklus

meliputi:

–        denaturation (95°C), 30 detik

–        annealing (55–60°C), 30 detik

–        extension (72°C), waktu tergantung panjang pendeknya ukuran DNA yang

diinginkan  sebagai produk amplifikasi.

Peningkatan jumlah siklus PCR diatas 35 siklus tidak memberikan efek yang positif.

1.1.1 Denaturasi untai ganda DNA

Denaturasi untai ganda DNA merupakan langkah yang kritis selama proses PCR.

Temperatur yang tinggi pada awal proses menyebabkan pemisahan untai ganda DNA.

Temperatur pada tahap denaturasi pada kisaran 92-95ºC, suhu 94ºC merupakan pilihan

standar.

Temperatur denaturasi yang tinggi membutuhkan kandungan GC yang tinggi dari DNA

template, tetapi half-life dari Taq DNA Polymerase menekan secara tajam pada

temperatur sekitar 95ºC.

1.1.2 Primer Annealing

Primer Annealing, pengenalan (annealing) suatu primer terhadap DNA target tergantung

pada panjang untai, banyaknya kandungan GC, dan konsentrasi primer itu sendiri.

Optimalisasi temperatur annealing dimulai dengan menghitung Melting

Temperature (Tm) dari ikatan primer dan DNA template.  Cara termudah menghitung

untuk mendapatkan melting-temperatur yang tepatmenggunakan rumus Tm =

{(G+C)x4} +{ (A+T)x2}. Rumus standar dapat dilihat di subbab primer pada komponen

PCR. Sedang temperatur annealing biasanya 5ºC ddibawah Tm primer yang sebenarnya.

Secara praktis, Tm ini dipengaruhi oleh komponen buffer, konsentrasi primer dan DNA

template.

1.1.3 DNA Polymerase extension

Pada tahap extension ini terjadi proses pemanjangan untai baru DNA, dimulai dari posisi

primer yang telah menempel di urutan basa nukleotida DNA target akan bergerak dari

ujung 5’ menuju ujung 3’ dari untai tunggal DNA. Proses pemanjangan atau pembacaan

informasi DNA yang diinginkan sesuai dengan panjang urutan basa nukleotida yang

Page 19: Perkembangan Teknik PCR

ditargetkan. Pada setiap satu kilobase (1000bp) yang akan diamplifikasi memerlukan

waktu 1 menit. Sedang bila kurand dari 500bp hanya 30 detik dan pada kisaran 500 tapi

kurang dari 1kb perlu waktu 45 detik, namun apabila lebih dari 1kb akan memerlukan

waktu 2 menit di setiap siklusnya (lihat contoh pada tabel 2).  Adapun temperatur

ekstensi berkisar antara 70-72°C.

Tabel 1 Amplifikasi Geometrik (X=2 n)

Siklus PCR Jumlah Relatif Molekul

1 2

2 4

3 8

4 16

5 32

6 64

10 1.024

20 1. 048.576

30 1.073.741.824

II. Komponen PCR

Pada reaksi PCR diperlukan DNA template, primer spesifik, ensim DNA polimerase yang

thermostabil,  buffer PCR, ion Mg 2+,  dan thermal cycler.

2.1 Template DNA

Ukuran target amplifikasi biasanya kurang dari 1000 pasangan basa (bp) atau 1KB, Hasil

amplifikasi yang efisien antara 100-400bp. Walaupun kemungkinan hasil amplifikasi lebih

dari 1 kB tetapi prosesnya kurang efisien, karena produk yang panjang rentan terhadap

inhibitor yang mempengaruhi kerja ensim DNA polymerase dan waktu yang diperlukan

lebih lama. Hal ini  dapat menyebabkan hasil amplifikasi yang tidak diinginkan.

2.2 Primers

Primer disusun dari sintesis oligonukleotida sepanjang 15-32bp dan primer ini harus

mampu mengenali urutan yang akan diamplifikasi. Untuk standar amplifikasi sepasang

primer akan mempunyai kisaran pasangan basa sekitar 20 basa panjangnya pada tiap

primernya. Kandungan GC harus antara 45-60%. Annealing temperatur antara primer

yang digunakan harus berkisar antara 1°C. Ujung 3’ dari setiap primer harus G atau C,

akan tetapi hindari susunan nukleotida G/C berturut-turut tiga pada ujung ini, misal CCG,

GCG, GGC, GGG, CCC, GCC. Pada penentuan atau penyusunan sepasang primer, penting

Page 20: Perkembangan Teknik PCR

diperhatikan urutan primer tidak saling komplementer sehingga membentuk dimer-

primers, berikatan satu sama lain, atau membentuk hairpins. Hal lainnya hindari

menyusun primer pada daerah DNA repetitif.

2.3 Taq DNA polymerase

Enzim ini bersifat thermostabil dan diisolasi dari Thermus aquaticus. Aktivitas

polimerisasi DNAnya dari ujung-5’ ke ujung-3’ dan aktivitas enzimatik ini mempunyai

waktu paruh sekitar 40 menit pada 95ºC. Biasanya untuk setiap 100μl volume reaksi

ditambahkan 2.0-2.5 unit.

2.4 PCR buffer dan konsentrasi Mg2+

Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3) dan 1.5mM

MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA template dan primer

dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum dengan kombinasi yang lain. 

Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau dengan MgCl2.

Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang sangat kritikal,

karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing primer, temperatur

dissosiasi untai DNA template, dan produk PCR. Hal ini disebabkan konsentrasi optimal

ion Mg2+ itu sangat rendah. Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang tidak

mengandung konsentrasi chelating agentyang tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion

Mg2+ yang bebas bila terlalu rendah atau tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan

produk akhir PCR, sedang bila terlalu banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan

produk PCR yang tidak diinginkan.

2.5 Nucleotides (dNTPs)

Konsentrasi yang biasanya digunakan untuk setiap dNTP adalah 200 μM. Pada

konsentrasi ini penting untuk mengatur konsentrasi ke-empat dNTP pada titik estimasi

Km untuk setiap dNTP. 50mM, harus selalu diatur pH7.0. Konsentrasi yang tinggi akan

menimbulkan ketidakseimbangan dengan enzim polymerase. Sedang pada konsentrasi

rendah akan memberikan ketepatan dan spesifitas yang tinggi tanpa mereduksi hasil

akhir. Total konsentrasi dNTP dan ion saling terkait dan tidak akan merubah secara

bebas.

2.6 PCR Thermal Cycler

PCR thermal cycler pertama kali dikembangkan oleh perusahaan PerkinElmer sebagai

pemegang paten asli. Pada saat ini telah diproduksi berbagai macam tipe alat PCR

thermal cycler ini dari berbagai perusahaan yang bergerak dalam bioteknologi.

Walaupun nama masing-masing alat itu berbeda tetapi prinsip kerjanya sama.

Page 21: Perkembangan Teknik PCR

Sumber: Fatchiyah, 2005, PCR: Dasar teknik Amplifikasi DNA dan Applikasinya

http://fatchiyah.lecture.ub.ac.id/general/bbbb/

Sintesis RNA DALAM SELoleh: wanenoor     Pengarang : Diana Setyaningrum 

Summary rating: 4 stars (7 Tinjauan)  Kunjungan : 791

  kata:600 

More About : sintesis rna pada eukariotik

   

Summarize   It

 

Enzim yang diperlukan dalam transkripsi DNA menjadi RNA adalah RNA polymerase.

Reaksi enzimatik tersebut menghasilkan polimerase RNA dan ribonukleotida. Sekuen

nukleotida pada DNA merupakan templat atau cetakan untuk membuat sekuen nukleotida

pada RNA. RNA polimerase ada yang tidak membutuhkan templat atau cetakan seperti poli

(A) polimerase yang penting dalam ekspresi gen. Penambahan nukleotida pada saat

sintesis RNA mengikuti aturan pasangan basa: A berpasangan dengan U; G berpasangan

dengan C. Setiap penambahan satu nukleotida, ß- dan γ-fosfat dihilangkan dari nukleotida

yang baru datang, dan gugus hidroksil dihilangkan dari ujung 3-karbon pada nukleotida,

sama seperti polimerisasi DNA.

RNA polimerase merupakan komponen pusat dari kompleks inisiasi transkripsi. Setiap kali

suatu gen di transkrip, suatu kompleks baru digabungkan segera pada daerah upstream dari

gen. Kompleks inisiasi disusun pada posisi yang sesuai dan tidak pada sembarang tempat

di genom karena lokasi target ditandai dengan sekuen nukleotida khusus yang disebut

promotor yang hanya terdapat di daerah upstream dari gen. Promotor bakteria dapat

langsung dikenali oleh enzim RNA polimerase, tetapi pada eukariot dan archaea suatu

protein intermediet yang mengikat ke DNA diperlukan dan membentuk platform tempat RNA

polimerase mengikat.

Pemrosesan prekursor RNA

Kebanyakan RNA, terutama pada eukariot, awalnya disintesis sebagai prekursor atau pre-

mRNA yang harus diproses sebelum bisa menjalankan fungsinya. Berikut ini adalah garis

besar pemrosesan pre-RNA.

Modifikasi akhir terjadi selama sintesis mRNA eukariot dan archaea yang umumnya dengan

Page 22: Perkembangan Teknik PCR

penambahan nukleotida pada ujung 5′ yang disebut cap dan ekor poli A pada ujung 3′.

Keduanya terlibat dalam penggabungan kompleks inisiasi translasi dari mRNA ini.

Splicing adalah penghilangan intron dari prekursor RNA. Banyak gen-gen pengkode protein

pada eukariot mengandung intron dan intron ini dikopi saat gen di transkrip. Intron

dihilangkan dari pre-mRNA dengan reaksi pemotongan dan penggabungan. Pre-mRNA

yang tidak mengalami penghilangan intron membentuk fraksi RNA nuklear yang disebut

heterogenous nuclear RNA (hnRNA). Beberapa pre-rRNA dan pre-tRNA eukariot juga

mengandung intron, sama seperti transkrip pada archaea, tetapi hal tersebut jarang terdapat

pada bakteri.

Pemotongan merupakan peristiwa yang penting dalam pemrosesan rRNA dan tRNA.

Kebanyakan diantaranya awalnya disintesis dari unit transkripsi yang mengkhususkan diri

pada lebih dari satu molekul. Oleh karena itu, pre-rRNA dan pre-tRNA harus dipotong kecil-

kecil untuk menghasilkan RNA yang matang. Tipe pemrosesan ini terdapat baik pada

prokariot maupun eukariot.

Modifikasi kimia dilakukan pada rRNA, tRNA, dan mRNA. rRNA dan tRNA pada semua

organisme dimodifikasi dengan penambahan gugus kimia baru yang ditambahkan ke

nukleotida tertentu dalam setiap RNA. Modifikasi kimia mRNA disebut RNA-editing, seperti

yang terlihat pada bermacam-macam eukariot.

Pemrosesan mRNA emmpunyai pengaruh yang penting pada komposisi transkriptom. RNA

editing, sebagai contoh, dapat menghasilkan suatu pre-mRNA tunggal yang diubah menjadi

dua mRNA berbeda yang mengkode protein yang sangat berbeda. Peristiwa itu nampaknya

tidak umum, tetapi splicing alternatif, dimana satu pre-mRNA menghasilkan dua atau lebih

mRNA dengan cara penggabungan exon dengan kombinasi yang berbeda sangat umum

terjadi. Dengan mekanisme ini, jumlah gen yang sedikit bisa menghasilkan protein yang

lebih banyak.

Sumber:http://id.shvoong.com/medicine-and-health/genetics/2067945-sintesis-rna-dalam-sel/#ixzz2Lpf7zs5U

Interferensi RNA - Mekanisme Regulasi dalam Hidup your

Bayangkan sebuah situasi di mana sel Anda gagal untuk mengontrol jumlah protein yang diproduksi

atau jenis protein yang diproduksi. Hal ini dapat menyebabkan penyakit yang mematikan. Tapi alam

telah dilengkapi tubuh Anda dengan mekanisme regulasi untuk memeriksa ini sebagai dan bila

diperlukan. Salah satu mekanisme regulasi tersebut adalah Interferensi RNA (RNAi), juga dikenal

sebagai gen pasca transkripsi membungkam dan memadamkan.

Andrew Fire dan Craig Mello diterbitkan terobosan studi mereka pada mekanisme interferensi RNA di

Nature pada tahun 1998 [1].

1 Mengapa Anda perlu sesuatu seperti mekanisme RNAi?

Page 23: Perkembangan Teknik PCR

DNA dan RNA, yang biopolimer dan urutan subunit monomer mereka membawa informasi untuk

fungsi sel yang tepat. Informasi, untuk produksi protein yang dibutuhkan dikodekan dalam DNA yang

mendapat ditranskripsi ke RNA dan pada akhirnya diterjemahkan menjadi protein. Untuk membuat

fungsi sel hidup dengan baik, sel harus mengontrol kedua jenis gen dan jumlah gen yang akan

diaktifkan pada waktu tertentu.

Interferensi RNA (RNAi)

merupakan bagian dari mekanisme kontrol yang merupakan hasil dari membungkam gen pasca

transkripsi dan bertindak pada tingkat RNA.

Molekul-molekul berkontribusi terhadap interferensi RNA adalah:

MicroRNA (Mirna) - kecil molekul RNA

siRNA mengganggu RNA kecil

2 Mekanisme interferensi RNA dalam sel

Pada dasarnya ada dua dsRNA (double stranded RNA) jalur, eksogen dan endogen, yang akhirnya

bertemu di kompleks RISC.

2.1 eksogen jalur

Selama jalur eksogen, dsRNA (berasal dari infeksi oleh virus dengan genom RNA atau manipulasi

laboratorium), akan langsung diimpor ke dalam sitoplasma. Para dsRNA diimpor, mengaktifkan

anggota keluarga RNase III dari dsRNA-protein spesifik ribonucleases, pemain dadu, di dalam

sitoplasma. Para Pemain dadu dsRNAs memotong lebih lanjut, kecil 20-25 basis-pasangan untai

ganda fragmen dengan beberapa berpasangan 2-nukleotida overhang 3 'pada setiap akhir [2]. Ini

pemain dadu-diinduksi beruntai ganda kecil fragmen disebut RNA campur kecil? (Sirnas).

Selanjutnya, Sirnas mendapatkan dipisahkan ke dalam untai tunggal diikuti oleh integrasi ke

dalam kompleks RNA-induced silencing aktif (RISC). Sirnas diintegrasikan ke dalam kompleks RISC,

pasangan basa mRNA target mereka dan menginduksi pembelahan mRNA. Hal ini untuk mencegah

mRNA target dari yang diterjemahkan.

2,2 endogen jalur

Selama jalur endogen interferensi RNA, di mana pra-miRNAs memainkan peran aktif, dsRNA berasal

dalam sel. Transkrip primer dikenal sebagai pra-microRNA (pra-Mirna) yang diproduksi oleh satu set

coding RNA gen dalam genom. Pra-miRNAs bisa diproses untuk 70-nukleotida struktur batang loop

dengan mikroprosesor kompleks, dalam inti, lebih lanjut mendapatkan diekspor ke sitoplasma untuk

dibelah oleh pemain dadu. Pra-miRNAs ekstensif menjalani modifikasi pasca-transkripsi, untuk

menghasilkan miRNAs matang, struktural mirip dengan Sirnas diproduksi dari eksogen dsRNA.

2.3 Apa yang membedakan mekanisme kerja Sirnas dari miRNAs?

Perbedaan dalam mekanisme kerja Sirnas dan miRNAs terletak pada kekhususan mereka. MiRNAs,

terutama pada hewan, menunjukkan interferensi RNA spesifik yang lebih rendah. Mereka

menunjukkan basis pasangan tidak lengkap untuk menargetkan dan menghambat terjemahan mRNA

yang berbeda dengan urutan yang sama. Sebaliknya, Sirnas sangat spesifik dalam basis-pasangan

dan menginduksi pembelahan mRNA hanya pada satu target dan spesifik.

Page 24: Perkembangan Teknik PCR

2.4 Peran RISC kompleks

RNA-induced membungkam kompleks (RISC) terdiri dari endonuklease disebut protein Argonaute.

Protein ini, yang diterjemahkan ke daerah-daerah tertentu dalam sitoplasma disebut P-badan (atau

badan sitoplasma atau badan GW), yang adalah daerah dengan tingkat tinggi mRNA pembusukan.

Sebuah pemisahan dua helai siRNA dilakukan oleh komponen protein kompleks RISC. Salah satu

dari dua helai siRNA dikenal sebagai untai panduan?, Mengikat protein Argonaute, sehingga

memfasilitasi protein ini untuk memotong untai komplementer terhadap mRNA target siRNA terikat.

Untai lain dari siRNA yang dikenal sebagai anti-panduan untai untai penumpang atau terdegradasi

selama aktivasi RISC.

2,5 Gangguan mekanisme dalam eukariota dan prokariota

Mekanisme RNAi adalah ditemukan pada eukariota termasuk hewan. RNA peraturan, dalam kasus

prokariota tidak analog dengan miRNAs, sebagai enzim pemain dadu tidak terlibat. CRISPR

(Clustered teratur Interspaced Mengulang palindromic Pendek) sistem, memberikan kekebalan

diakuisisi pada prokariota, telah ditemukan untuk menjadi analogus dengan mekanisme RNAi pada

eukariota. DNA banyak bakteri dan archaea yang ditemukan terdiri dari mengulangi langsung mulai

dalam ukuran 24-48 pasangan basa yang dikenal sebagai CRISPR. Mengulangi menunjukkan

beberapa simetri angka dua dan dipisahkan oleh spacer panjang yang sama. Urutan spacer

umumnya memiliki genom unik dan beberapa urutan spacer biasanya sesuai urutan dalam genom

fag. Belum lama ini telah menunjukkan bahwa, ini spacer melindungi sel dari infeksi.

3 Pentingnya mekanisme RNAi

3.1 Pertahanan mekanisme pada tanaman

Tanaman menunjukkan respon imun adaptif terhadap virus dan materi genetik asing lainnya melalui

mekanisme ini. Tanaman seperti Arabidopsis thaliana, mengungkapkan beberapa pemain dadu

homolognya yang khusus bertindak melawan virus yang berbeda. Dalam beberapa kasus, genom

tanaman juga mengungkapkan Sirnas endogen dalam respon terhadap infeksi bakteri.

Di antara hewan, Drosophila, menunjukkan imunitas bawaan antivirus terhadap patogen seperti virus

X Drosophila, melalui mekanisme RNAi.

3.2 Peraturan gen

3.2.1 downregulation

MiRNAs menyatakan endogen memainkan peran penting dalam:

Translasi represi.

Peraturan pembangunan yang lebih spesifik waktu morfogenesis.

Pemeliharaan jenis sel tidak sempurna dibedakan seperti sel-sel induk

Pada tumbuhan, terutama gen faktor transkripsi diatur oleh miRNAs.

Page 25: Perkembangan Teknik PCR

3.2.2 upregulation

Urutan RNA (siRNA dan Mirna) yang melengkapi bagian yang dijuluki promotor yang pada gilirannya

meningkatkan transkripsi gen.

3.2.3 Pemeliharaan stabilitas genom

Dalam kasus C. elegans dan tanaman, blok mekanisme RNAi aksi transposon (unsur bergerak dalam

genom) dan menjaga stabilitas genom.

3.3 Teknologi aplikasi

3.3.1 Memfasilitasi Gene-knockdown

Untuk mempelajari efek fisiologis, dari gen target di vivo RNA beruntai ganda, melengkapi gen target

diperkenalkan ke dalam sel atau organisme. Hal ini diakui sebagai materi genetik eksogen dan

mengaktifkan jalur RNAi, dihasilkan menjadi menurun drastis dalam Ekspresi gen yang ditargetkan.

Teknik ini berbeda dengan teknik knock out, dimana ekspresi gen sepenuhnya dihilangkan.

3.3.2 Aplikasi dalam genomik fungsional

Banyak genom tanaman, memiliki lebih dari dua homolog set kromosom (polyploid) dan melacak

lokasi gen tertentu dan fungsi yang terkait adalah menantang dengan metode rekayasa genetika

tradisional. Masalah ini dipecahkan oleh mekanisme RNAi.

3.3.3 Aplikasi Medis

Pengenalan Sirnas, telah ditemukan sangat berguna dalam pengobatan penyakit seperti degenerasi

makula dan virus syncytial pernapasan dalam kasus mamalia. Mekanisme RNAi juga digunakan

sebagai terapi antiviral terhadap penyakit yang disebabkan oleh jenis virus herpes, simpleks 2

hepatitis A, hepatitis B. Mekanisme RNAi mengatur regulasi gen dalam organisme transgenik,

menunjukkan perannya dalam terapi gen.

3.3.4 aplikasi bioteknologi

Untuk mengurangi kadar racun alami pada tanaman makanan Anda dapat menggunakan stabil,

diwariskan dan siRNA spesifik terhadap toksin. Sebagai contoh:

Biji kapas kaya protein diet tapi enak oleh manusia karena mengandung terpenoid produk alami

beracun, yang disebut gossypol. Mekanisme RNAi telah digunakan untuk mengurangi tingkat delta-

cadinene sintase, suatu enzim penting untuk produksi gossypol.

Tanaman singkong menghasilkan produk alami cyanogenic, linamarin, dan RNAi mekanisme yang

telah digunakan untuk mengurangi tingkat nya.

4 Kesimpulan

RNAi mesin adalah seperti sebuah senjata untuk sel dan membantu mereka dalam membela

terhadap gen parasit seperti virus dan transposon. Ini mengatur pengembangan suatu organisme dan

Page 26: Perkembangan Teknik PCR

fungsi yang tepat dari sel dan jaringan, serta ekspresi gen dalam organisme. RNAi adalah

pendekatan eksperimental terbaru, digunakan untuk mendeteksi fungsi dan lokasi gen. Hal ini juga

menuntun kita untuk aplikasi baru dalam pengobatan.

5 Referensi

[1] Api A, CC Mello. Poten dan spesifik genetik gangguan oleh double-stranded RNA dalam

Caenorhabditis elegans. Alam. 19 Februari 1998; 391 (6669) :806-11.

[2] Vermeulen A, Reynolds A. Kontribusi struktur dsRNA untuk spesifisitas pemain dadu dan efisiensi.

RNA. 2005 Mei; 11 (5) :674-82.

http://id.prmob.net/rna/interferensi-rna/kecil-mengganggu-rna-411145.html