perkawinan sesama satu marga di mandiling natal kec

123
Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec. Panyabungan Mandailing Natal SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dalam Bidang Antropologi SITI KHAIRANI 130905016 DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal

Kec. Panyabungan Mandailing Natal

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Syarat Mendapat Gelar

Sarjana Ilmu Sosial Dalam Bidang Antropologi

SITI KHAIRANI

130905016

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

PERNIKAHAN SESAMA MARGA DALAM ADAT MANDAILING DI

KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau terdapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di

sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjaan

saya.

Medan, Mei 2018

Penulis

Siti Khairani

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

ii

ABSTRAK

Siti Khairani, NIM 130905016. 2017.Skripsi ini berjudul Pernikahan Sesama

Marga Dalam Adat Mandailing Di Kecamatan Panyabungan Kabupaten

Mandailing Natal (Sebuah Studi Kasus Tentang Pernikahan Semarga Oleh

Masyarakat Adat Mandailing Di Kecamatan Panyabungan Mandailing

Natal). Skripsi ini terdiri dari 90 halaman, 2 Gambar, 3 Lampiran, dan 13

foto.

Perkawinan semarga (namariboto) dianggap sebagai perkawinan sedarah, dan

perkawinan itu tidak sah dan tidak diadatkan. Perkawinan semarga adalah

perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang bermarga sama

(Lubis dengan Lubis ataupun marga yang lain dengan marga yang sama

dengannya). Adat istiadat merupakan jati diri masyarakat Panyabungan. Setiap

masyarakat wajib berbuat atau bertindak sesuai dengan aturan adat yang

didasarkan oleh Dalian Na Tolu termasuk dalam penyenggaraan upacara adat

seperti acara kelahiran, perkawinan, kematian dan selainnya. Dari permasalahan

ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan dituangkan dalam

bentuk karya ilmiah, untuk itu permasalahan ini akan diangkat sebagai kajian

skripsi yang berjudul “(Pernikahan Sesama Marga dalam Adat Mandailing di

Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)”. Pada dasarnya, dalam

adat perkawinan semarga memang dilarang dalam masyarakat Mandailing karena

dianggap sedarah dan masih mempertahankannya namun, dipihak lain terdapat

masyarakat Mandailing yang cenderung mengubah larangan perkawinan semarga.

Masyarakat Mandailing menganggap perkawinan semarga itu sah saja asalkan

saling mencintai, selain faktor cinta terjadinya perkawinan semarga juga

dipengaruhi oleh faktor agama, ekonomi, pendidikan, perkembangan zaman dan

kurangnya pengetahuan budaya Mandailing.

Kata-kata kunci : Perkawinan Semarga, Dalian Na Tolu, Panyabungan.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

iii

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji syukur penulis kepada Allah

SWT yang selalu memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis

hingga akhirnya penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul : Pernikahan

Sesama Marga Dalam Adat Mandailing Di Kecamatan Panyabungan

Kabupaten Mandailing Natal (Sebuah Studi Kasus Tentang Pernikahan

Semarga Oleh Masyarakat Adat Mandailing Di Kecamatan Panyabungan

Mandailing Natal) ini dapat diselesaikan. Syalawat dan salam semoga

dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, segenap keluarga, dan para sahabat.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari

Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Terimakasih untuk kedua orang tua saya yang sayang dan saya cinta. Dan

untuk kak Siti Rohani dan kak Siti Robiah yang selalu mendukung saya. Dan

untuk adik saya Nurul Mutiah Teruslah berjuang menggapai cita-cita.

Terimakasih banyak kepada:

1. Bapak Drs.Lister Burutu MA, Dosen Pembimbing saya, terimakasih

atas semua ilmu yang diberikan, atas semua saran dan bimbingan, kesabaran dan

pencerahan ilmu yang selalu diberikan. Saya akan terus mengingatnya.

2. Terimakasih kepada Dr.Zulkifli Lubis,MSi selaku penguji saya,

terimakasih atas kesediaan dan ilmu yang diajarkan selama saya kuliah.

Terimakasih telah menjadi penguji saya.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

iv

3. Terimakasih kepada Bapak Dr.Fikarwin Zuska selaku Ketua

Departemen Antropologi Sosial FISIP USU.

4. Terimakasih kepada Bapak Drs. Agustrisno M.SP selaku Sekretaris

Departemen Antropologi, Ibu Nita Syafitri, Bu Aida, Pak Herman, Pak Nurman,

Bu Ritha, Bu Tjut, Bu Nita, Pak Lister, Pak Wan, Pak Yance, Pak Hamdani, Kak

Nur juga, Kak Sophie, Kak Sri, dan semuanya jajaran dosen Antropologi Sosial,

Universitas Sumatera Utara. Terimakasih untuk teman-teman seperjuangan saya,

suatu hari kita akan berkumpul dengan meraih sukses dan berguna bagi banyak

orang. , Kartince Rukmana Sinaga, Tiurma Ida Sinaga, Veranisa Nasution, Fitri

Haryani Nasution, Zuriah Nasution, Izmi wardah ammar, Rani sihaloho, amy

Lestari.

Terimakasih untuk keluarga besarku yang selalu mendukungku.

Terimakasih Untuk Uwak, dan Nantulang saya yang sudah banyak mendukung

saya yang paling spesial buat sepupu saya Nur Irma Sari Dewi Lubis yang suda

membantu saya dan bembuat saya menjadi semangat dan selalu mendukung saya

Terima kasih banyak aku sayang keluargaku.

Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini, oleh karena itu kritik, saran dan masukan penulis akan menerimanya

agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi kedepannya dan bermanfaat bagi

pengembangan ilmu Antropologi. Amin ya Rabbal A’lamin.

Medan, Mei 2018

Penulis

Siti Khairani

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Siti Khairani. Berdomisili di

asrama Universitas Sumatera Utara, Jalan

Universitas Medan. Lahir pada 01 oktober 1994

di panyabungan, Sumatera Utara. Merupakan

anak keempat dari tujuh bersaudara.

Menyelesaikan pendidikan SD di SD Negeri

088 panyabungan, SMP Negeri 1 panyabungan ,

SMA Negeri 3 Panyabungan, dan jenjang

Perguruan Tinggi Universitas Sumatera Utara,

jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik.

Penulis dapat dihubungi di alamat email [email protected],

Alamat FB Siti khairani Nasution dan Blog Peace Maker.

Beberapa kegiatan yang pernah diikuti selama perkulihan yaitu:

1. Peserta Inisiasi antropologi tahun, 2013

2. Anggota Ikatan Dongan Sabutuan ( INSAN ), Antropologi USU, 2013

3. Anggota IMA MADINA ( Ikatan Mandailing Natal )

4. Peserta seminar dinamika politik kaum muda 2014

5. Peserta dalam kegiatan sosialisasi modul dan alat pendidikan Pemilih

pemilu, KPU, 2014

6. Surveyor Metro TV, Pilkada Aceh, 2016

7. Melakukan pelatihan “ Training of Facilitator “ ( TOF ) angkatan VI oleh

departemen Antropologi Sosial Universitas Sumatra Utara di Taman Hotel

Candi Medan.

8. Peserta Seminar Beasisw, UKMI AS-Siyasah Fisip USU, 2013

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas rahmat dan

karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan

dan penyusunan penelitian ini dilakukan guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana sosial pada bidang antropologi dari departemen

antropologi. Skripsi ini berjudul “PERKAWINAN SESAMA MARGA DALAM

ADAT MANDAILING DI KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN

MANDAILING NATAL”.

Dalam penulisan skripsi ini banyak hambatan yang dihadapi, hal ini

dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dalam menulis kepustakaan

dan materi penulisan, Namun berkat pertolongan Allah SWT yang memberikan

ketabahan, kesabaran dan kekuatan sehingga kesulitan tersebut dapat dihadapi.

Dalam penulisan skripsi ini dilakukan pembahasan secara deskriptiv mengenai

Pernikahan sesama marga dalam adat Mandailing di Kecamatan Panyabungan.

Pembahasan tersebut diuraikan dari Bab I sampai dengan Bab V. Adapun

penguraian yang dilakukan oleh penulis pada skripsi ini adalah :

Bab I penelitian yang dilakukan ini merupakan etnografi mengenai

fenomena pola pernikahan sesama marga dalam adat mandailing.

Bab II memuat deskripsi mengenai gambaran lokasi umum penelitian di

Kecamatan Mandailing Natal.

Bab III deskripsi tentang hubungan kahanggi, anak boru, dan mora dalam

Dalian Na Tolu.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

vii

Bab IV mengenai analisis penyebab perkawinan sesama marga

tidakdiperbolehkan dalam adat Mandailing dan hasil wawancara dengan sejumlah

narasumber sebagai pelaku pernikahan sesama marga dalam adat Mandailing.

Bab V memuat kesimpulan dan saran penelitian mengenai Pernikahan

sesama marga dalam adat Mandailing.

Sebagai penutup dari penulisan skripsi ini, dilampirkan pula daftar

kepustakaan sebagai penunjang dalam penulisan termasuk juga sumber-sumber

lainnya.

Penulis telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran, serta juga

waktu dalam penyelesaian skripsi ini. Namun penulis menyadari masih banyak

kekurangannya. Dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang dapat membangun dari para pembaca. Harapan dari penulis, agar skripsi ini

dapat berguna bagi seluruh pembacanya.

Medan, Mei 2018

Penulis

Siti Khairani

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

viii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORIGINALITAS ................................................................. i

ABSTRAK ....................................................................................................... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ iii

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... v

KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................... viii

DAFTAR FOTO .............................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 8

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 8

1.5 Metode penelitian........................................................................ 9

1.6 Tinjauan Pustaka ......................................................................... 11

1.7 Lokasi penelitian ......................................................................... 13

1.8 Pengalaman Penelitian ................................................................ 14

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................... 17

2.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Mandailing Natal ......................... 17

2.2 Letak Geografis Kabupaten Mandailing Natal ............................. 24

2.3 Keadaan Penduduk Kabupaten Mandailing Natal ........................ 25

2.4 Gambaran Perekonomian Kabupaten Mandailing Natal .............. 25

2.5 Adat Mandailing dan Marga Marga di Kec.Panyabungan ............ 26

BAB III HUBUNGAN KAHANGGI, MORA, DAN ANAK BORU .............. 32

3.1 Pengertian Dalian Na Tolu .......................................................... 32

A. Landasan Struktural ................................................................ 35

3.2 Komponen Dalian Na Tolu ......................................................... 37

A. Kahanggi ............................................................................... 37

B. Anak Boru.............................................................................. 37

C. Mora ...................................................................................... 38

3.3 Kedudukan dan Fungsi Dalian Na Tolu ....................................... 39

3.4 Susunan Masyarakat Adat Mandailing ......................................... 40

A. Fungsi Adat ............................................................................ 41

B. Wilayah Persekutuan Masyarakat Adat Mandailing ................ 41

BAB IV PERKAWINAN SEMARGA DI KEC.PANYABUNGAN ............... 43

4.1 Gambaran Umum ...................................................................... 43

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

ix

4.2 Prosesi Perkawinan Dalam Adat Mandailing .............................. 45

4.3 Perlengkapan Dalam Adat Mandailing ....................................... 49

A. Burangir(Sirih) ....................................................................... 49

B. Salipi Partaganan ................................................................... 52

C. Kain Ulos ............................................................................... 52

D. Gordang Sambilan ................................................................. 53

4.4 Penyebab Dilarangnya Perkawinan Sesama Marga ..................... 54

A. Hubungan Kekerabatan .......................................................... 55

B. Untuk Menjaga Kekerabatan ................................................. 56

4.5 Posisi Kawin Semarga dalam Dalian Na Tolu ............................. 58

4.6 Contoh Perkawinan Sesama Marga di Kec.Panyabungan ............ 62

4.7 Kasus 3 Keluarga Kawin Semarga di Kec. Panyabungan ............ 69

A. Keluarga Basrah Nasution dan Siti Rohani Nasution .............. 69

B. Keluarga Salamat Pulungan dan Robiah Pulungan .................. 74

C. Keluarga Solah Siregar dan Nur Aina Siregar ......................... 76

4.8 Pendapat Tokoh Masyarakat Mengenai Kawin Semarga

di Kecamatan Panyabungan ....................................................... 79

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 86

5.1. Kesimpulan .................................................................................. 86

5.2. Saran ............................................................................................. 88

5.3 Penutup ......................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 90

SUMBER MEDIA ONLINE .......................................................................... 92

GLOSARIUM .................................................................................................. 93

LAMPIRAN I DATA INFORMAN ................................................................ 97

LAMPIRAN II PERTANYAAN UNTUK TOKOH MASYARAKAT .......... 98

LAMPIRAN III DOKUMENTASI ................................................................. 99

LAMPIRAN IV DATA PENDUDUK KAB.MANDAILING NATAL .......... 103

LAMPIRAN V INSTRUMEN PENELITIAN ................................................ 104

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

x

DAFTAR FOTO

FOTO 4.1 : Pasangan Ikhsan Ali Batubara dan Sri Rahmi S.B ................ 62

FOTO 4.2 : Pasangan Usna Nasution dan Abdul Hollit Nasution ............ 64

FOTO 4.3 : Pasangan Ollun Nasution dan Afrelah Nasution ................... 65

FOTO 4.4 : Pasangan Haji Darman Lubis dan Hajjah Saidah Lubis ........ 66

FOTO 4.5 : Pasangan Mahmud Hasibuan dan Nur Lainan Hasibuan ....... 67

FOTO 4.6 : Pasangan Irma Efrida Lubis dan Sultan Mustopaa Lubis ...... 68

FOTO 4.7 : Pasangan Basrah Nasution dan Siti Rohani Nasution ............. 70

FOTO 4.8 : Pasangan Salamat Pulungan dan Robiah Pulungan ............... 74

FOTO 4.9 : Pasangan Nur Aina Siregar dan M Sholeh Siregar ................. 76

FOTO I : Kepala Lingkungan : Abdul Matondang ............................... 97

FOTO II : Tokoh Masyarakat : Mawar Hasibuan .................................. 98

FOTO III : Tokoh Masyarakat : Hajjah Masni Hasibuan ......................... 99

FOTO IV : Tokoh Masyarakat : Adip Nasution ...................................... 100

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Peta Kabupaten Mandailing Natal ................................... 18

Gambar 3.1 : Dalihan Na Tolu ................................................................. 32

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Awal dari kehidupan berkeluarga adalah dengan melaksanakan

perkawinan sesuai dengan ketentuan budaya , agama dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Perkawinan yang tidak dilaksanakan dengan sesuai

dengan ketiga aspek diatas, kelak dapat mengakibatkan timbulnya masalah dalam

kehidupan keluarga. Karena pernikahan merupakan sebuah tahap awal untuk

membentuk keluarga baru. Tahap ini merupakan satu tahap dalam siklus hidup

manusia, yang dalam ilmu antropologi disebut dengan stages along the life

cycle”. Tingkat-tingkat itu biasanya terdiri dari masa bayi, masa penyapihan,

masa kanak-kanak, masa remaja, masa puberteit, masa sesudah menikah, masa

hamil, masa tua dan lain-lain (Koenjaraningrat, 1992:89).

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa nikah mempunyai

arti hubungan antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. Menurut

Undang-Undang Pokok Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 dijelaskan bahwa

perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan seorang

perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Oleh

karena itu perkawinan merupakan suatu yang alami yang sudah menjadi kodrat

alam, bahwa dua jenis kelamin yang berbeda akan mempunyai daya tarik antara

satu dengan yang lainnya untuk hidup bersama (Zakiah,2015:10).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

2

Dalam kamus antropologi pengertian perkawinan adalah hubungan antara

pria dan wanita yang sudah dewasa dan saling mengadakan ikatan hukum, adat,

agama dengan maksud agar perkawinan berlangsung dengan waktu yang relative

lama (Suyono. 1985:127). Perkawinan merupakan pertemuan teratur antara laki-

laki dan perempuan dibawah satu atap untuk membangun cita-cita bersama yang

disebut kehidupan berumah tangga demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu

baik yang bersifat biologis, social, ekonomi dan budaya bagi keduanya secara

bersama-sama, dan bagi masyarakat dimana mereka hidup serta bagi kemanusiaan

secara keseluruhan. Selain itu pula perkawinan bertujuan besar dalam membina

akhlak manusia dari perilaku penyimpangan yang menyalahi agama. Bila seorang

sudah mampu untuk melangsungkan perkawinan, maka sangat dianjurkan untuk

nikah, apabila dikhawatirkan terjerumus kepada hal-hal yang melanggar agama.

Perkawinan mengandung beberapa fungsi, yaitu mengatur kelakuan

kehidupan seksual, memberi kebutuhan akan harta, memenuhi akan gengsi dan

naik kelas dalam masyarakat dan pemeliharaan baik antara kelompok-kelompok

kerabat yang tertentu (Koenjaraningrat, 1992:90).

Dalam sistem perkawinan masyarakat ada dua jenis pemilihan calon

pasangan yang dianggap sesuai menurut adat masyarakat setempat, yaitu prinsip

endogami, adalah memilih calon pasangan dari dalam kerabatnya sendiri.

Perkawinan endogami dapat dilihat dalam masyarakat Jawa kuno yang memilih

sepupu jauh sebagai jodoh ideal. Dalam masyarakat yang menganut sistem kasta

seperti masyarakat Bali, sistem ini dipegang teguh untuk menjaga kemurnian

darah kebangsawanan. Prinsip kedua yaitu eksogami, adalah memilih calon

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

3

pasangan yang berasal dari luar kerabat atau klannya. Masyarakat Mandailing

mempraktikkan hal ini dengn konsep dalihan na tolu, yakni menikahkan gadis

antarkelompok kekerabatan yang berbeda marga. Pola perkawinan tersebut masih

dianut oleh masyarakat setempat yang mempraktikkannya meskipun arus

modernisasi telah mulai menggeser kebiasaan tersebut. Misalnya masyarakat Jawa

sudah mulai meninggalkan kebiasaan mencari jodoh ideal yang berasal dari satu

kerabat dan mulai mencari jodoh diluar kerabatnya sendiri. Pergeseran nilai dan

norma masyarakat serta perkembangan zaman mulai mengubah prinsip

kekerabatan dalam perkawinan. Prinsip keturunan dalam kekerabatan berkaitan

dengan masalah perkawinan. Terdapat jenis kekerabatan yang menganut sistem

patrilineal atau menganut garis keturunan ayah atau pihak laki-laki dan prinsip

matrilineal atau menganut garis keturunan dari pihak ibu atau perempuan, serta

prinsip kombinasi seperti kekerabatan ambilineal dan bilineal. Masyarakat yang

bersifat patrialkat dapat dijumpai diberbagai tempat karena mayoritas masyarakat

mempraktikkan prinsip keturunan ini. Masyarakat Jawa adalah contoh yang paling

konkret dalam mempraktikkan prinsip patrilineal. Sebaliknya, masyarakat

Minangkabau mempraktikkan prinsip keturunan matrilineal yang jarang sekali

diterapkan masyarakat lainnya (Atiek, 2009:72-73).

Perkawinan merupakan pertemuan teratur antara laki-laki dan perempuan

dibawah satu atap untuk membangun cita-cita bersama yang disebut kehidupan

berumah tangga demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu baik yang bersifat

biologis, social, ekonomi dan budaya bagi keduanya secara bersama-sama, dan

bagi masyarakat dimana mereka hidup serta bagi kemanusiaan secara

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

4

keseluruhan. Selain itu pula perkawinan bertujuan besar dalam membina akhlak

manusia dari perilaku penyimpangan yang menyalahi agama. Bila seorang sudah

mampu untuk melangsungkan perkawinan, maka sangat dianjurkan untuk nikah,

apabila dikhawatirkan terjerumus kepada hal-hal yang melanggar agama.

Perkawinan dalam kehidupan manusia sesuatu yang dianggap sakral. Di

mana perkawinan menjadi pertalian yang legal untuk mengikat hubungan antara

dua insan yang berlaian jenis. Sebab, dengan cara inilah diharapkan proses

regenerasi manusia dimuka bumi ini akan terus berlanjut dan berkesinambungan.

Hal ini sesuai dengan tujuan perkawinan yaitu memperoleh keturunan yang syah

(Soemiyati,1999 :12).

Tujuan lain dari perkawinan yang merupakan hak dan kewajiban bersama

suami-istri ialah terpenuhinya kebutuhan biologis atau seks. Perkawinan

bertujuan besar dan asasi sebagai sarana untuk melanggengkan kelangsungan ras

manusia dan membangun peradapan dunia, sehingga terbentuklah sebuah

keluarga yang sakinah mawaddah warahmah sebagai cerminan yang terbentuknya

sebuah masyarakat yang madani. Selain itu perkawinan merupakan salah satu

kebutuhan jasmani dan rohani yang sudah menjadi sunnatullah, bahwa dua

manusia dengan jenis kelamin yang berbeda yang saling mengenal satu sama lain

dan setuju untuk melangsungkan hidup bersama, disyari’atkannya perkawinan

ialah untuk menjaga keturunan serta mencapai hidup yang lebih terang.

Sedangkan dalam hukum adat, perkawinan tidak semata-mata berarti suatu

ikatan antara pria dan wanita sebagai suami-istri untuk maksud mendapatkan

keturunan dan membangun serta membina kehidupan rumah tangga saja, tetapi

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

5

juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari

pihak istri dan dari pihak suami. Terjadinya perkawinan berarti berlakunya

kekerabatan yang rukun dan damai (Hadikusuma, 1990:70)

Dalam suku Mandailing menganut patrilineal, yaitu mengikuti keturunan

sebelum bapak atau orang tua lelakinya, oleh karena itu hanya laki-laki saja yang

menyambung marga bapaknya dan bukan marga dari pihak ibunya, maka nama-

nama marga atau clan nama-nama suku mandailing, baik pria dan wanita suku

Mandailing memakai marga berasal dari nama marga bapaknya (orang tua laki).

Bagi wanita suku Mandailing yang bermarga tetap memakai marga bapaknya

(orangtua laki) dan tidak memakai marga suaminya setelah menikah

(H.Pandapotan Nasution, 2005).

Orang Mandailing sebagi penganut garis keturunan partrilineal yang

menempatkan anaknya yang laki-laki sebagai tumpuan harapan untuk meneruskan

keturunannya di kemudian hari. Dengan perkataan lain secara filosofis orang

Mandailing memandang atau memberi nilai budaya terhadap anaknya yang laki-

laki sebagai tumpuan bagi kelestarian eksistensinya parallel. Orang Mandailing

menganut adat eksogami marga artinya seorang laki-laki Mandailing pantang

kawin dengan perempuan dari sendiri. Adapun perkawinan yang

dianjurkan dalam masyarakat Mandailing pada umumnya ialah

tanpa terkecuali masyarakat mandailing.

Adat yang melarang perkawinan dalam satu marga. Bongbong: pagar atau

penghalang yang tak boleh dilewati. Bagi masyarakat semarga, berlaku ketentuan

“Si sada anak, si sada boru”. Maksudnya, mempunyai hak bersama atas putra

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

6

dan putri. Pelanggaran terhadap hukum tersebut akan membawa risiko yang berat,

bahkan dapat mengakibatkan lahirnya marga baru. Sehubungan dengan ketentuan-

ketentuan di atas, maka dalam hidup persekutuan atau pergaulan semarga, telah

digariskan sikap tingkah laku yang harus dianut, yang disebut dengan ungkapan

“Manat mardongan tubu”. Maksudnya, haruslah berhati-hati serta teliti dalam

kehidupan saudara semarga.

Fungsi marga adalah sebagai landasan pokok dalam masyarakat

Mandailing, mengenai seluruh jenis hubungan antara pribadi dengan pribadi,

pribadi dengan golongan, golongan dengan golongan , dan lain-lain.

Dalian Na Tolu, adat hukum, milik, kesusilaan, pemerintah, dan

sebangainya. Perkawinan semarga (namariboto) dianggap sebagai perkawinan

sedarah, dan perkawinan itu tidak sah dan tidak diadatkan. Perkawinan semarga

adalah perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang bermarga

sama (Lubis dengan Lubis ataupun marga yang lain dengan marga yang sama

dengannya). Adat istiadat merupakan jati diri masyarakat Panyabungan. Setiap

masyarakat wajib berbuat atau bertindak sesuai dengan aturan adat yang

didasarkan oleh dalihan na tolu termasuk dalam penyenggaraan upacara adat

seperti acara kelahiran, perkawinan, kematian dan selainnya.

1.Marga pada haikatnya adalah nama cikal bakal suatu kelompok kerabat dalam

suku Mandailing, baik Karo, Toba, Angkola dan Mandailing, yang berdasarkan

garis keturuan ayah atau laki- laki nama cikal bakal itu diwariskan secara turun

menurun.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

7

2. Melakukan perkawinan berulang searah dari satu bibit, pihak penerima boru

(dara) dianjurkan dan dikehendaki untuk tetap mengambil dara dari pemberi dara

(mora). Ideal sifatnya jika seorang pria adapat menikah dengan anak perempuan

yang orang tuanya kakak atau adik (tulang) ibu dari calon mempelai pria.

Sedangkan dalam literature fiqih klasik dan kontemporer dan dalam KHI,

tidak ditemukan adanya larangan bagi perkawinan seorang laki-laki perempuan

yang satu marga dengannya, disini tidak dikenal dengan adanya perkawinan satu

marga atau kawin sumbang. Karena hal ini hanyalah praktek perkawinan yang

menggunakan hukum adat istiadat. Dari permasalahan ini penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang akan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah, untuk itu

permasalahan ini akan diangkat sebagai kajian skripsi yang berjudul “(Pernikahan

Sesama Marga dalam Adat Mandailing di Kecamatan Panyabungan Kabupaten

Mandailing Natal)”.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi alasan dasar dari

larangan perkawinan satu marga dalam adat masyarakat di Kota Panyabungan.

Adapun pertanyaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses perkawinan semarga berlangsung di Kecamatan

Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal?

2. Bagaimana kawin semarga dapat diterima hukum adat Mandailing di

Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal?

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

8

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah pada

penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui alasan apa yang mendasari larangan pernikahan

semarga dalam adat Mandailing di Kecamatan Panyabungan

Kabupaten Mandailing Natal.

2. Untuk mendeskripsikan perkawinan adat Mandailing di Kecamatan

Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

3. Untuk mengetahui bagaimana perkawinan adat semarga dalam hukum

adat Mandailing di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing

Natal.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan

referensi yang membahas mengenai perkawinan semarga dan

implementasinya dalam hukum adat Mandailing.

2. Manfaat praktis penelitian ini dapat menjadi pedoman bagi pasangan

semarga untuk mengetahui dan memahami mengenai proses

perkawinan semarga dalam hukum adat Mandailing.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

9

1.5 Metode Penelitian

1) Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian lapangan, yaitu

mengumpulkan data-data dengan cara turun ke lapangan untuk mendapatkan

informasi yang akurat tentang objek yang akan menjadi penelitian penulis,

penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode kualitatif

deskriptif.

2) Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis data berupa data primer

dan sekunder. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari

wawancara dengan tokoh masyarakat (Kepala Desa, Tokoh Adat, Tokoh agama)

dan masyarakat Panyabungan, Mandailing Natal, dan dokumen-dokumen yang

berupa Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, serta dokumen

non Undang-Undang misalnya sensus penduduk dan lain-lain.

Didalam penelitian hukum, digunakan pula data sekunder yang memiliki

kekuatan mengikat kedalam, berupa buku-buku, makalah, seminar, jurnal-jurnal

lapangan penelitian, artikel, majalah, dan koran yang akan dikaitkan dengan

penelitian ini.

3) Teknik Pengumpulan Data

Dalam upaya pengumpulan data untuk memahami realitas yang serta

untuk lebih memfokuskan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode

yang dapat memberikan informasi dan data-data yang maksimal:

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

10

a. Wawancara: yaitu dalam penelitian ini penulis menggunakan

wawancara mendalam terhadap tokoh adat, tokoh agama, dan mereka

yang kawin semarga.

b. Observasi: dalam pengumpulan data ini peneliti menggunakan

observasi partisipasi yaitu metode pengumpulan data yang digunakan

untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan penginderaan

dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian

informan. Peneliti akan berpartisipasi dengan kehidupan informan

yang menikah semarga dan melakukan pengamatan terhadap

kehidupan sehari-hari informan, bagaimana kehidupan sosial informan,

dan bagaimana masyarakat memandang perkawinan semarga yang

dilakukan informan.

c. Dokumentasi: dalam penelitian ini penulis mengumpulkan sejumlah

besar informasi atau data tersimpan dalam bahan yang berbentuk

dokumentasi. Sebagian besar data dapat berbentuk surat-surat, catatan

harian, data tersimpan, website, atau dan sebagainya.

4) Metode Analisis Data

Dalam penganalisisan data yang telah terhimpun, penulis menggunakan

beberapa metode yaitu:

a. Metode Induktif, yaitu pengambilan data yang dimulai dari kesimpulan

atau fakta-fakta khusus, menuju kepada kesimpulan yang bersifat umum

dimana menganalisis data yang bersifat khusus kemudian di tarik

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

11

kesimpulan secara umum. Oleh karena itu dalam penelitian sebagai isi dari

skripsi ini, penulis perdasarkan hukum adat pernikahan Mandailing,

kemudian dari temuan tersebut dilakukan analisa atau kesimpulan secara

umum.

b. Metode Deduktif, yaitu metode yang dipakai dengan menarik fakta atau

kesimpulan yang bersifat umum, untuk dijadikan fakta atau kesimpulan

umum yang bersifat khusus.

c. Metode Komparatif, yaitu metode perbandingan bahwa penyidikan

deskriptif yang berusaha mencari dan memecahkan melalui analisa tentang

perhubungan-perhubungan sebab akibat yaitu yang meneliti fakta tertentu

yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan

membandingkan dengan yang lain, adapun penyelidikan ini bersifat

komparatif.

d. Analisis Reflektif, yaitu kombinasi yang kuat antara berfikir dedukatif dan

indukatif atau dengan mendialogkan data teoritis dan data empiris secara

bolak balik kritis. Dalam metode analisis ini akan memecahkan masalah

dengan pengumpulan data-data dan informasi untuk dibandingkan

kekurangan dan kelebihan dari setiap literatur atau alternatif tersebut.

Sehingga pada penyimpulan akan diperoleh data yang ilmiah dan rasional.

1.6 Tinjauan Pustaka

Permasalahan seputar perkawinan dalam adat masyarakat akhir-akhir

mulai sering dijadikan bahan perbincanagan dan perdebatan yang menarik untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

12

disimak. Setelah sekian lama adat sebagai penghalang pernikahan dua insan yang

saling mencintai. Namun, setelah masyarakat terbangun dari mimpi panjangnya,

bermunculan tulisan-tulisan baik yang mendukung maupun yang menolak

eksistensinya serta membicarakan dan mengupas peran adat dengan segala

deminsi yang melingkupinya.

Namun dari sekian banyak tulisan yang penulis temukan baik berupa buku

artikel, makalah, maupun skripsi, tulisan yang relevan dengan penelitian ini

adalah: H.Pandapotan Nasution, dalam bukunya “Adat Mandailing dalam

Tantangan Zaman. Di dalam bukunya dia memuat tentang perkawinan adat

Mandailing, dimulai dari sejarah dan asal usul suku Mandailing, pernikahan adat

Mandailing, hingga pengaruh modernisasi terhadap adat istiadat suku Mandailing.

Persamaan yang mendasar antara H.Pandapotan Nasution dengan

penelitian ini dalah penelitian ini mencoba mendalami dalam Pernikahan satu

marga dalam adat masyarakat Mandailing dalam Hukum Adat Mandailing dengan

yang saat ini sudah banyak terjadi dalam masyarakat.

Erliyanti Lubis yang kemudian dituangkannya dalam bentu Skripsi yang

berjudul “Perkawinan satu marga dalam masyarakat Mandailing di desa Huta

Pungkut perspektif Hukum Islam”.

Penelitian diatas memiliki relevansi dengan penelitian ini, karena objek

kajian kedua penelitian ini tampaknya ditemukan kesamaan, yaitu pembahasan

larangan pernikahan semarga dalam adat mandailing.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

13

Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang

dilakukannya adalah dari segi pandangan secara agama dengan adat yang berlaku

pada masyarakat.

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Panyabungan. Panyabungan adalah

sebuah kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Indonesia.

Kota yang didominasi oleh penduduk bersuku Mandailing dengan mayoritasnya

adalah marga Nasution. Di salah satu kota yang masih memegang teguh adat

istiadat ini, terjadi fenomena yang kini sudah dianggap lazim, yaitu pernikahan

semarga. Misalkan pernikahan antara marga Nasution dengan Nasution, ataupun

Lubis dengan Lubis.

Marga Nasution merupakan satu keturunan dengan marga Simanjuntak dari

daerah Toba atau Tapanuli Utara. Menurut W.K.H Ypes – 1932, Nenek moyang

Mandailing Godang disebut Si Baroar kemudian mendapat nama kebesaran

Pertuan Moksa (TJ Willer – 1846) atau disebut Juga (Soetan Diaru – Ypes atau

Soetan Aroe – Willem Iskandar 1872, Willer tidak menulis nama ini), yang bukan

merupakan keturunan asli Batak. Dari berbagai legenda yang didapat Ypes

berpendapat kemungkinan bahwa dia keturunan Melayu (Pen: Minang) dan dia

benar-benar lahir dari Ayah yang tidak di ketahui, dan kemungkinan Ibunya

adalah orang Lubu atau penduduk Mali. Disebut Si Baroar muda sudah ada tanda-

tanda akan menjadi orang yang berpengaruh, ayahnya angkat nya adalah Sutan

Pulungan, kepala Huta Bargot, berusaha membunuh Si Baroar akan tetapi

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

14

keajaiban selalu terjadi dan dia disebut selalu berhasil melepaskan diri dari

bahaya. Oleh karena itu dia dianggap sakti dan orang memanggilnya Na-sakti atau

Nasaktian, dan mengubah julukannya menjadi Nasution, karena dia tinggal di

tengah marga Nasution. Dia menjadi pemimpin yang paling berwibawa di

kelompok itu. JC Vergowen (1933) membuat tarombo Nasution berasal dari dua

marga Si Bagot Ni Pohan yakni Siahaan dan Simanjuntak.

Sementara pada umumnya marga Nasution Sibaroar yang berada di

Mandailing Godang merupakan keturunan Si Baroar gelar Sutan (Sultan) Di

Aru, dan marga-marga Nasution lainnya, antara lain Nasution Panyabungan,

Tambangan, Borotan, Lantat, Jior, Tonga, Dolok, Maga, Pidoli, dan lain-lain,

berdasarkan nama dusun masing-masing, yang awalnya memakai sistem

matrilineal.

Dengan sejarah dan asal-usul inilah, membuat peneliti tertarik untuk meneliti

perkawinan semarga dalam adat mandailing di Kecamatan Panyabungan. Di

daerah ini penulis meyakini akan ada sejumlah informan yang dapat memberikan

informasi mengenai perkawinaan semarga dalam adat mandailing.

1.8 Pengalaman Penelitian

Kamis,27/07/2017 pukul 17.59-18.30

Penelitian ini berlokasi di suatu daerah di Kecamatan Panyabungan. Alasan

saya memilih lokasi tersebut dikarenakan, mayoritas daerah tersebut adalah

berasal dari suku Mandailing. Dan tentu saja hal ini sangat berdampak baik dan

efektif untuk penelitian yang akan saya laksanakan. Bersama dengan salah

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

15

seorang saudara saya, saya melakukan wawancara secara berkala dan mengambil

data untuk penelitian ini. Informan saya saat ini berjumlah empat belas orang,

dimana mereka adalah sampel dari penelitian saya yang berjudul pernikahan

sesama marga dalam adat Mandailing. Hal ini tidak terlalu rumit dikarenakan

pada zaman sekarang ini sudah banyak orang yang menikah dengan sesama

marga. Walaupun dahulu hal ini dianggap tabu dan dilarang oleh adat. Jika

dilanggar maka akan ada konsekuensi yang akan diterima oleh pelakunya. Selain

ada dampak negatif yang akan diterima, pelaku tersebut juga harus melewati

beberapa tahapan proses adat agar pernikahan itu dianggap sah dalam adat.

Sebenarnya dalam hukum dan agama, hal ini diperbolehkan. Sebab syarat

utama untuk menikah dalam hukum adalah cukup umur dan memiliki status yang

jelas. Sedangkan dalam agama, jika pasangan tersebut sudah seagama, memiliki

wali dan adanya saksi, pernikaham tersebut sudah dianggap sah.

Narasumber yang saya wawancarai juga sangat baik dan ramah. Bahkan tak

sedikit yang menjelaskan mengenai sejarah mandailing dan tata cara pernikahan

adat mandailing. Salah satu dari informan saya menjelaskan tentang apa saja yang

diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam adat mandailing pada zaman

dahulu. Alasan utama pernikahan semarga itu dilarang, karena yang memiliki

marga sama itu dianggap saudara sedarah.

Tetapi pada zaman sekarang, masyarakat mandailing sudah memandang

bahwa secara agama lebih kuat daripada adat. Contohnya sekarang ini banyak

sekali menikah satu marga, dikarnakan mereka beragama islam, dimana dalam

agama yang mengajarkan adalah Al-Qur’an atau tauhid. Menikah satu marga

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

16

dahulu dikatan menikah bersama saudara kita sendiri, tapi sekarang ini menikah

satu marga tidak di hiraukan masyarakat lagi karna sudah terbiasa.

Namun pada zaman sekarang ini, ada dampak negatif lain dari diperbolehkan

nya menikah dengan semarga, banyak yang menikah dengan saudara dari pihak

bapak atau dapat dikatakan “anak namboru”. Jika terjadi masalah pada keluarga

tersebut, pasti berakibat buruk yaitu perselisihan bahkan perpecahan keluarga.

Menikah satu marga tidak direkomendasikan tetapi tidak juga dilarang saat ini,

namun banyak kejadian yang terjadi pada generasi penerusnya, misalkan cacat

fisik atau bahkan keterbelakangan mental.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

17

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Mandailing Natal

Nama Mandailing termaktub dalam Kitab Nagarakertagama, yang tercatat

dalam perluasan wilayah Majapahit sekitar 1365 M. Hal ini berarti sejak akhir

abad ke-14 suku Mandailing sudah diakui keberadaannya diwilayah nusantara ini.

Namun, selama lebih 5 abad Mandailing seakan-akan raib ditelan sejarah.

Pada abad ke-19 saat Belanda berkuasa tanah Mandailing, Mandailing pun

mencatat sejarah baru. Penyair besar Mandailing, Willem Iskander menulis sajak

monumental "Si Bulus-Bulus/si Rumbuk-Rumbuk", mengukir tanah kelahirannya

yang indah dihiasi perbukitan dan gunung. Terbukti tanah Mandailing mampu

eksis dengan potensi sumber daya alam, seperti tambang emas, kopi, beras, kelapa

dan karet. Selanjutnya, kekayaan alam dan kemajuan dalam berbagai sektor, mulai

dari tradisi persawahan, perairan, hingga semakin besarnya pertumbuhan ekonomi

di wilayah Pantai Barat ini maka disebut Mandailing Godang.

Sebelum Mandailing Natal menjadi sebuah kabupaten, wilayah ini masih

termasuk Kabupaten Tapanuli Selatan. Setelah terjadi pemekaran, dibentuklah

Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan undang-undang Nomor 12 tahun 1998,

secara formal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Maret 1999.

Kabupaten Mandailing Natal terletak berbatasan dengan Sumatera Barat.

Bagian paling selatan dari Propinsi Sumatera Utara, Penduduk asli Kabupaten

Mandailing Natal terdiri dari dua etnis, yaitu masyarakat etnis Mandailing dan

masyarakat etnis Pesisir. Masyarakat Mandailing Natal terdiri dari suku/etnis

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

18

Mandailing, Minang, Jawa, Batak, Nias, Melayu dan Aceh. Namun etnis

mayoritas adalah etnis Mandailing 80,00 %, etnis Melayu pesisir 7,00% dan etnis

jawa 6,00%.

Gambar 2. 1 Peta Kabupaten Mandailing Natal

Etnis Mandailing sebahagian besar mendiami daerah Mandailing, sedangkan

etnis melayu dan minang mendiami daerah Pantai Barat. Seperti halnya

kebanyakan daerah-daerah lain, pada zaman dahulu penduduk Mandailing hidup

dalam satu kelompok-kelompok, yang dipimpin oleh raja yang bertempat tinggal

di Bagas Godang3. Dalam mengatur sistem kehidupan, masyarakat Mandailing

Natal menggunakan sistem Dalian Na Tolu (tiga tumpuan).

Artinya, mereka terdiri dari kelompok kekerabatan Mora (kelompok kerabat

pemberi anak dara), Kahanggi (kelompok kerabat yang satu marga) dan Anak

Boru (kelompok kerabat penerima anak dara).

3Bagas Godang Adalah Rumah adat atau arsitektur tradisional Suku Mandailing. Rumah besar ini

dahulu sebagai tempat tinggal atau tempat istirahat raja. Komplek Bagas Godang di lengkapi

dengan Sopo Godang , dan Alaman Bolak .

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

19

Yang menjadi pimpinan kelompok tersebut biasanya adalah anggota keluarga

dekat dari Raja yang menjadi kepala pemerintahan di negeri atau Huta asal

mereka. Sebelum Mandailing Natal menjadi sebuah kabupaten, wilayah ini masih

termasukKabupaten Tapanuli Selatan. Kemudian,setelah terjadi pemekaran

dibentuklah Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1998, secara formal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9

Maret 1999. Pembentukan Daerah Tingkat II Kabupaten Mandailing Natal adalah

pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan, pada saat berdirinya terdiri dari 8

(delapan) Kecamatan yaitu :

1) Kecamatan Siabu;

2) Kecamatan Panyabungan;

3) Kecamatan Kotanopan;

4) Kecamatan Muarasipongi;

5) Kecamatan Batang Natal;

6) Kecamatan Natal;

7) Kecamatan Batahan;

8) Kecamatan Muara Batang Gadis;

Melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mandailing Natal Nomor 7

Tahun 2002 kedelapan Kecamatan induk dimekarkan menjadi 9 (sembilan)

kecamatan. Akhirnya jumlah kecamatan yang ada menjadi 17 (tujuh belas)

kecamatan, dengan rincian sebagai berikut:

1) Kecamatan Bukit Malintang;

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

20

2) Kecamatan Panyabungan Utara;

3) Kecamatan Panyabungan Timur;

4) Kecamatan Panyabungan Selatan;

5) Kecamatan Panyabungan Barat;

6) Kecamatan Lembah Sorik Marapi;

7) Kecamatan Tambangan;

8) Kecamatan Ulu Pungkut;

9) Kecamatan Lingga Bayu;

Dalam upaya peningkatan pelayanan kepada publik dan meningkatkan

kesejahteraan rakyat, Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal melalui Peraturan

Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2007 kembali melakukan pemekaran kecamatan

baru, yaitu :

1) Kecamatan Ranto Baek;

2) Kecamatan Huta Bargot;

3) Kecamatan Puncak Sorik Marapi;

4) Kecamatan Pakantan;

5) Kecamatan Sinunukan;

Kemudian Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal kembali membentuk

Kecamatan Naga Juang, Kecamatan ini merupakan pemekaran dari Kecamatan

Bukit Malintang dengan mengerluarkan Perda Nomor 49 Tahun 2007, sehingga

sejak berdirinya Kabupaten Mandailing Natal Tahun 1998 telah mengalami 3

(tiga) kali pemekaran, jumlah kecamatan yang ada saat itu sebanyak23 kecamatan.

Hal tersebut, dilakukan sebagai perwujudan keinginan masyarakat Kabupaten

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

21

Mandailing Natal dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten

Mandailing Natal, untuk mewujudkan masyarakat Madina yang Madani sesuai

dengan yang kita inginkan bersama.

Kabupaten Mandailing Natal merupakan Daerah Penyangga antara dua

komunitas yang berbeda sistem kekerabatannya, yaitu Mandailing Toba di

Tapanuli Utara yang menganut sistem Patrilineal4 dan Minangkabau yang

menganut sistem Matrilineal5 di Sumatera Barat. Sebagai komunitas penyangga

dua kebudayaan, masyarakat mandailing mengalami proses akulturasi nilai nilai

budaya dari kedua komunitas tersebut melalui kontak budaya yang intensif.

Mereka dapat memperkaya budi pekertinya antara lain berupa kepribadian yang

menonjolkan kelugasan dan ketegaran dari utara dan kecerdikan dari selatan.

Hal ini berarti sejak penggalan akhir abad ke-14 suku bangsa dan wilayah

bernama Mandailing sudah diakui. Sayangnya, selama lebih lima abad,

Mandailing seakan-akan raib ditelan sejarah. Baru pada abad ke-19, ketika

Belanda menguasai tanah berpotensi sumber daya alam ini, Mandailing mencatat

sejarah baru.

Terdapat beberapa versi nama Natal. Ada yang mengatakan bahwa bangsa

Portugis lah yang memberi nama ini karena ketika mereka tiba di pelabuhan di

daerah pantai barat mandailing mereka mendapat kesan bahwa pelabuhan alam ini

4 Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah.

Kata ini seringkali disamakan dengan patriarkat atau patriarki, meskipun pada dasarnya artinya

berbeda. Patrilineal berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu pater yang berarti ayah, dan linea

yang berarti garis. 5 Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu.

Kata ini seringkali disamakan dengan matriarkhat atau matriarkhi, meskipun pada dasarnya

artinya berbeda. Matrilineal berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu mater yang berarti ibu, dan

linea yang berarti garis.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

22

mirip dengan pelabuhan Natal di ujung selatan Benua Afrika. Adapula yang

menyebutkan bahwa armada Portugis tiba di pelabuhan ini tepat pada hari Natal,

sehingga mereka menamakan pelabuhan tersebut dengan nama Natal.

Versi lain menegaskan bahwa nama Natal sama sekali tidak ada

hubungannya dengan Kota Pelabuhan Natal di Afrika Selatan dan tidak ada pula

kaitannya dengan hari Natal.

Puti Balkis A. Alisjahbana, adik kandung pujangga Sutan Takdir

Alisjahbana, menjelaskan bahwa kata Natal berasal dari dua ungkapan pendek

masing masing dalam bahasa Mandailing dan Minangkabau. Ungkapan dalam

bahasa Mandailing “natarida” yang artinya yang tampak (dari kaki Gunung-

gunung Sorik Marapi di Mandailing). Ungkapan ini kemudian berubah menjadi

Natar. Sampai kini masih banyak orang Mandailing menyebut Natar untuk Natal,

termasuk Batang Natar untuk Batang Natal.

M. Joustra, tokoh Mandailingsch lnstituut, juga menulis nama Natal

dengan Natar dalam tulisannya De toestanden in Tapanoeli en de

Regeeringscommissie yang dimuat dalam Mandailingsch lnstituut no. 13 tahun

1917 halaman 14, yang antara lain menulis tentang perbaikan jalan pedati ke

Natar dan perbaikan jalan raya Sibolga-Padang Sidimpuan sebagai bagian dari

jalan yang menghubungkan Sumatera Barat dan Tapanuli.

Lebih tua dari tulisan Joustra itu adalah laporan perjalanan dan penelitian

Dr. S. Muller dan Dr. L. Horner di Mandailing Tahun 1838.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

23

Mereka menggambarkan keadaan Air Bangis yang dikuasai Belanda sejak

tahun 1756 dan Natar yang letak geografisnya 0° 32′ 30″ Lintang Utara dan 99° 5′

Bujur Timur dikuasai lnggris tahun 1751-1756.

Ungkapan bahasa Minangkabau ranah nan datar kemudian menjadi Natar

yang artinya daerah pantai yang datar adalah salah satu versi tentang asal muasal

nama Natal. Penyair besar Mandailing, Willem lskander menuIis Sajak

monumental “Sibulus-bulus Si Rumbuk rumbuk” mengukir tanah kelahirannya

yang indah dihiasi perbukitan dan gunung. Terbukti tanah Mandailing Mampu

eksis dengan potensi sumber daya alam, seperti tambang emas, kopi, beras, kelapa

dan karet.

Kabupaten Mandailing Natal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada

tanggal 9 Maret 1999 dikantor Gubernur Sumatera Utara, Medan. Dalam rangka

mensosialisasikan Kabupaten Mandailing Natal, Bupati Mandailing Natal, Amru

Daulay, SH menetapkan akronim nama Kabupaten Mandailing Natal sebagai

Kabupaten Madina yang Madani dalam Surat tanggal 24 April 1999 Nomor

100/253.TU/1999.

Ketika diresmikan, Kabupaten Mandailing Natal baru memiliki 8

(delapan) Kecamatan, 7 Kelurahan dan 266 Desa. Kemudian pada tahun 2002

dilakukan pemekaran menjadi 17 Kecamatan, 322 Desa, 7 Kelurahan dan 10 Unit

Pemukiman Transmigrasi (UPT). Pada tahun 2007 dimekarkan lagi menjadi 22

Kecamatan berdasarkan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2007, Setelah keluarnya

Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2008 tentang pembentukan Desa, Perubahan nama

desa dan penghapusan Kelurahan, dengan demikian Kabupaten Mandailing Natal

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

24

sampai pada akhir tahun 2010 terdiri dari 23 Kecamatan, 27 Kelurahan dan 377

Desa.

2.2. Letak Geografis Kabupaten Mandailing Natal

Kabupaten Mandailing Natal terletak pada 0°10'-1°50' Lintang Utara dan

98°10'-100°10' Bujur Timur ketinggian 0-2.145 m di atas permukaan laut. Luas

wilayah Kabupaten Mandailing Natal ± 6.620,70 km2 atau 9,23 persen dari

wilayah Sumatera Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

1) Sebelah Utara : Kab.Tapanuli Selatan;

2) Sebelah Selatan : Prop.Sumatera;

3) Barat Sebelah Barat : Samudera Indonesia;

4) Sebelah Timur : Prop.Sumatera Barat;

Iklim Kabupaten Mandailing Natal adalah berkisar antara 23 ºC-32 ºC

dengan kelembaban antara 80-85 %. Sedangkan sumber mata air di Kabupaten

Mandailing Natal yaitu Gugusan Bukit Barisan yang mengalir di Kabupaten

Mandailing Natal. Ada 6 sungai besar bermuara ke Samudera Hindia diantaranya

adalah : Batang Gadis 137,5 Km, Siulangaling 46,8 Km, Parlampungan 38,72

Km, Tabuyung 33,46 Km, Batahan 27,91 Km, Kunkun 27,26 Km, dan sungai-

sungai lainnya kira-kira 271,15 Km. Keberadaan sungai-sungai itu membuktikan

bahwa daerah Kabupaten

Mandailing Natal adalah daerah yang subur dan menjadi lumbung pangan

bagi wilayah sekitarnya. Status kepemilikan tanah di Kabupaten Mandailing Natal

adalah :

1) Hak Milik 1.885,00 Ha;

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

25

2) Hak Guna Bangunan 2,00 Ha;

3) Hak Pakai 9,00 Ha;

4) Hak Guna Usaha 2.392,00 Ha;

Daerah Mandailing Natal terbagi dalam 3 bagian topografi yakni :

1. Dataran Rendah, merupakan daerah pesisir dengan kemiringan 0º-2º

dengan luas sekitar 160.500 hektar atau 18,68 %.

2. Dataran Landai, dengan kemiringan 2º-15º, dengan luas 36.385 hektar atau

4,24 %.

3. Dataran Tinggi, dengan kemiringan 7º-40º, dengan luas 662.139 hektar

atau 77,08% dibedakan atas 2 jenis yakni : Daerah perbukitan dengan luas

308.954 hektar atau 46,66% dan Daerah pegunungan dengan luas 353.185 hektar

atau 53,34%.

2.3. Keadaan Penduduk Kabupaten Mandailing Natal

Kabupaten Mandailing Natal, terdiri dari 23 Kecamatan dan 386

Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk 413.750 jiwa, laki-laki 203,565 jiwa

atau 49.20 % dan perempuan 210.185 jiwa atau 50.80 % (data tahun 2006). Dan

tingkat pertumbuhan 1,42% pertahun.

2.4 Gambaran Perekonomian Kabupaten Mandailing Natal

Perekonomian Kabupaten Mandailing Natal ditopang sarana

prasarana ekonomi berupa:

1) Tersedia tenaga listrik dengan kapasitas terpasang sebesar 60 MVA

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

26

dan daya produksi 49.507.816 MWH;

2) Tersedianya sarana telekomunikasi berupa telepon kabel dengan

kapasitas terpasang 4.872 SST, dan telepon selular dari berbagai

operator seperti Telkomsel, Indosat dan XL;

3) Sarana jalan sepanjang 2.110 km terdiri dari jalan negara 297,70 km,

jalan propinsi 161,65 km dan jalan kabupaten 1.423,18 km;

4) Tersedia pelabuhan laut 1 (satu) buah yakni pelabuhan Sikara-Kara

yang dapat dilabuhi kapal dalam negeri;

5) Tersedianya 9 buah bank, terdiri dari 4 buah bank Pemerintah dan 5

buah bank swasta, serta 1 buah kantor Pegadaian;

6) Tersedianya 30 pasar, terdiri dari 1 unit pasar kelas I di Panyabungan

1 unit pasar kelas II di Kotanopan dan 28 unit pasar kelas III tersebar

pada 22 kecamatan, dan sedang dibangun 1 unit pasar modern

(MadinaSquare) di Kota Panyabungan.

2.5. Adat Mandailing dan Marga-Marga di Kabupaten Mandailing Natal

Mandailing dalam artian yang sempit adalah suatu wilayah yang terletak di

kabupaten mandailing natal di tengah pulau sumatera. Membentang sepanjang

jalan raya lintas sumatera kurang lebih 40 km dari padang sidimpuan keselatan

dan kurang lebih 150 km dari bukit tinggi ke utara.

Menurut Tuan Syech Muhammad Yacup dalam “riwayat tanah wakap

bangsa mandailing di sungai mati di medan” karangan Mangaraja Hutan (1926 :

103), “Perbatasannya ke Sumatera barat (Tanah Rao) dengan Sibadur, ke

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

27

Angkola dengan si Mangarogit ke Natal (Natar) dengan Lingga Bayu dan Padang

Bolak dengan Rudang Sidabur.”

Mandailing dalam arti luas adalah suatu suku bangsa yang mapan dan

mandiri. Mandailing yang memiliki tanah sebagasai tempat berdomisili, memiliki

bahasa dan aksara mandailing sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi,

memiliki adat seni budaya mandailing serta sistem religi.

Menurut Basyral Hamidy Harahap, Mandailing berasal dari dua kata,

Mandala dalam bahasa Sansekerta yang berarti kawasan, daerah, kancah perang.

Sedangkan kata iling terdapat dalam kosa kata dalam Mandailing, Angkola, Karo,

Simalungun, dan Toba yang berarti miring, dikaitkan dengan kontur tanah berupa

bukit yang landa (dolok), lereng dan dataran lembah yang dialiri sejumlah sungai.

Selanjutnya Basyral Hamidy Harahap mengutip Warneck. Warneck

menyebutkan bahwa kata iling berarti zurseite geneigt artinya lerengan ( Warneck,

1977 : 127 ) .

Asal-usul Mandailing menurut sejarawan dan budayawan mandailing,

Z. Pangaduan Lubis (1986: 6 -7), nama mandailing berasal dari

perkataan “Mundailing” yang berarti munda artinya mengungsi.

Disebutkan bahwa bangsa munda di india pada masa yang silam

melakukan pegungsian karna mereka terdesak oleh bangsa Aria.

Menurut undang-undang no 40 tahun 2008 pasal 1 angka 3, etnis adalah

penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat,

norma, bahasa, sejarah, geografis, dan hubungan kekerabatan. Dalam kaitan

tersebut etnis mandailing sebagai etnis yang tergolong tertua memiliki

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

28

karakteristik yang spesifik yang dapat membedakan mandailing dengan etnis

lainnya. Sebagai bangsa yang yang mapan dan mandiri, perbedaan tersebut

meliputi :

1. Perbedaan wilayah,

2. Perbedaan adat-istiadat,

3. Perbedaan asal – usul (sejarah),

4. Perbedaan Bahasa dan Aksara.

Sistem kekerabatan etnis Mandailing berdasarkan garis keturunan ayah

(patrilineal) yang terdiri atas marga-marga:

1. Nasution

2. Lubis

3. Pulungan

4. Rangkuti

5. Batubara

6. Daulay

7. Matondang

8. Parinduri

9. Hasibuan

10. Dll (kelompok marga pendatang kemudian sudah merasa Mandailing)

Keanekarangaman bangasa indonesia ditandai dengan adat istiadat

masing-masing dan sesuai dengan kebudayaan yang dipatuhi dan dilaksanakan

warganya.Sebagai contoh dalam pelaksanaan upacara perkawinan yang walaupun

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

29

telah dilakukan menurut hukum agama namun masih selalu dibarengin/diiringi

upacara perkawinan menurut adat.

Keanekaragaman (pluriformity and diversity) itu harus diterima sebagai

eksisitensi (keberadaan) yang dianugerahkan Tuhan, sekaligus sebagai batu ujian

untuk hidup dalam kebersamaan, sedangkan ukuran penilaian ialah siapa yang

lebih mampu bertaqwa kepada-Nya dalam kehidupan yang demikian itu.

Demikian juga halnya dengan bangsa indonesia telah diciptakan Tuhan

bersuku-suku dan menempati daerah-daerah tertentu. Hal ini bangsa indonesia

melambangkan dengan semboyan Bhinneka tunggal ika (unity in diversity), yang

berarti sungguhpun berbeda-beda tetapi satu kesatuan yaitu bangsa indonesia yang

diam dalam satu Negara Republik Indonesia.

Membicarakan suku-suku bukanlah sesuatu yang tabu, karena bersifat

primordialisme 6

dan separatisme7. Jika dalam pelaksanaannya terjadi hal-hal yang

bertentangan dengan sifat kesatuan bangsa, bukan karena disebabkan kesalahan

dari lembaga, tetapi adalah karena kesalahan dari manusia itu sendiri.

Yang menjadi masalah sekarang siapa yang menjadi fungsionaris adat.

Fungsionaris adat yang dulu sudah tidak ada lagi, yang tinggal adalah keturunan.

Memang masyarakat masih mengakui keturunan raja sebagai fungsionaris adat,

namun sayangnya mereka ini sering tidak dapat hadir pada musyawarah-

6 Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang

dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang

ada di dalam lingkungan pertamanya. 7 Separatisme politis adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu

wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari

satu sama lain (atau suatu negara lain). Istilah ini biasanya tidak diterima para kelompok separatis

sendiri karena mereka menganggapnya kasar, dan memilih istilah yang lebih netral seperti

determinasi diri.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

30

musyawarah adat dan ada kalanya tidak lagi mendalami adat karena sudah tinggal

diperantauan.

Karena pada hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan tidak

dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri dari

ikatan-ikatan tradisi dan dengan cepat berkembang modern) memperlihatkan

kesanggupan untuk menyesuaikan diri dan elastisiteit yang luas (Prof.DR.R.Van

Dijk, Diterjemahkan oleh Mr.A.Soehardi,1960-7).

Kebudayan mandailing adalah kebudayaan yang disebut peradaban yang

mengandung pengertian luas, yaitu meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa

yang kompleks,meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat

istiadat dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat (Taylor,

1897 : 19). Kebudayaan mandailing yang arti sempit lebih sering diterjemahkan

sebagai adat-istiadat, bahasa, seni, dan tulisan. Dalam kaitan tersebut, bahasa

mandailing merupakan sarana komunikasi yang digunakan dalam interaksi sosial

sehari-hari, demikian juga dalam pelaksanaan upacara-upacara adat.

Pada upacara-upacara adat, kata-kata pujian pada Tuhan tidak pernah

dilupakan, agama dapat memengaruhi jalannya upacara. Ini dapat dilihat pada

kata-kata yang sering diucapkan : “Hita sorahkon ma tu Tuhanta Na Gumorga

Langit, Na Tumompa Tano” dan sebagainya. Yang artinya semua pekerjaan

diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini merupakan salah satu pertanda

karakter religius dan spiritualnya orang Mandailing.

Adat istiadat (budaya) Mandailing yang masyarakat merupakan nilai-nilai

luhur yang dianut oleh masyarakat adatanya, haruslah dipertahankan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

31

dilestarikan. Adat adalah suatu nilai yang hidup di tengah masyarakat yang

menjelma dari hati runani yang dalam sesuai dengan perasaan hatinya. Nilai-nilai

itu harus terus menerus tumbuh dan berkembang selaras dengan kehidupan itu

sendiri.

Proses perkembangan itu dapat terlihat dari segala aspek kehidupan, dan di

pengaruhi oleh agama, situasi dan kondisi (Zaman penjajahan dan zaman

merdeka), lingkungan dan modernisasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

32

BAB III

HUBUNGAN MORA, KAHANGGI, DAN ANAK BORU

3.1 Pengertian Dalian Na Tolu

Dalian Na Tolu secara harfiah (letterlijik) sebuah tungku berkaki tiga.

Secara etimologis Dalian na tolu tempat yang bertumbu periuk untuk memasak

yang komponennya (penopang) terdiri dari 3 (tiga) buah batu yang besar dan

jaraknya sama. Penggunaan istilah dalian na tolu tidak sama dengan arti 3 (Tiga)

dalian.

Pemakaian kata-kata na tolu adalah untuk mempertegas bahwa dalian

disebut dalian jika komponen (biasanya terbuat dari batu) terdiri dari tiga. Seberat

dan sebesar apapun periuk yang diletakkan di atasnya akan dapat di dukung atau

goyah dan susunannya akan selalu harmonis, selaras, serasi dan seimbang.

Gambar 3. 1 Dalihan Na Tolu

Universitas Sumatera Utara

Page 45: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

33

Secara analogi penggunaan istilah ini dalam lembaga dalian na tolu,

merupakan tiga unsur penting dan tempat bertumpunya masyarakat adat. Sebagai

perbandingan, adat beberapa pendapat tentang dalian na tolu.

Dalian na tolu adalah tungku tiga, karena itu timbul lukisan kata sebagai

berikut :

Muda jongjong dalian na tolu

Nada marimbar uali marjorang

Artinya :

Jika berdiri tungku tiga

Sembarang kuali dapat di jerangkan

Istilah dalian na tolu merupkan istilah yang khas dan digunakan untuk

kegiatan atau hal-hal yang berkaitan dengan adat. Istilah perkataan dalian na tolu

dalam istilah bukan berarti tungku (tempat) menjerang atau memasak, tetapi

perkataan dalian berarti tumpuan atau tempat bertumpu. Kalau perkataan dalian

dalam pengertian ini ditambahkan dengan perkataan na tolu maka istilah dalian na

tolu berarti tumpuan atau tempat bertumbu yang terdiri dari tiga komponen. Hal

ini berarti bahwa pengertian atau konsep yang berkaitan dngan tempat

menjerangkan atau wadah untuk memasak.

Setiap kelompok masyarakat mempunyai sistem yaitu suatu tatanan yang

di ikuti dan di patuhioleh setiap warganya dalam mencapai kesejahteraan. Tatanan

ini di dasari oleh adanya falsafah atau pandangan hidup (leviens beschowing) dan

merupakan nilai-nilai luhur dan masayarakat itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

34

Demikian juga halnya dengan masyarakat adat mandailing yang

mempunyai nilai-nilai luhur yang di dasari oleh nilai-nilai yang sudah terpati

dalam hati sinubari setiap agggota masyarakat yang di sebut dengan olong (kasih

sayang) olong timbul dari lubuk hati dan pemikiran yang paling dalam.

Seseorang baru mempunyai arti di dalam suatu masyarakat apabila

seseorang tersebut dapat suatu masyarakat apabila seorang tersebut dapat

menyeimbangkan pribadinya seorang tersebut pada tempat semestinya.

Berbuat kebaikan ke pda orang lain,dapat menyesuaikan dari dengan orang

sekitarnya,hanya dapat dilakukan jika di dalam persyaratan atau lubuk hati yang

telah terpatri rasa cinta kasih terhadap sesamanya.

Olong sebagai kasih sayang atau muhabbah merupakan ciri salah satu

khas kepribadian bangsa indonesia. Cinta kasih tersebut yang di dalam

masyarakat adat mandailing disebut dengan olong telah berintraksi atau

menimbulkan bantuan masyarakat yang marsihaholongan (saling mengasihi), dan

menghasilkan masyarakat memiliki rasa kesatuan sebagai perwujudan dari orang

olong di sebut yang kita sebut dengan domu.

Oleh karna olong dohot domu tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya

karena olong mangalap olong, olong mangalap domu yang diartikan mencari

olong menimbulkan domu, dan agar domu tetap terpelihara masyarakat harus

menjuai rasa olong tersebut.

Marsiholongan dapat mengakibatkan adanya rasa kesatuan yang bukan

hanya menginginkan rasa pertalian darah (genealogis) tetapi juga menimbulkan

rasa ke daerahan. Dengan demikian falsafah olong dohot domu ini akan menjadi :

Universitas Sumatera Utara

Page 47: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

35

a. Landasan hidup masyarakat,

b. Jiwa dan kepribadian,

c. Pegangan dan pedoman hidup,dan

d. Cita-cita atau tujuan yang ingin dapat.

Adanya interaksi antara olong yang menimbulkan domu akan membawa

persalinan, sehingga dapat membentuk olong maroban domu, domu maroban

parsalinan (saling mengasihi ) yang mengarah kepada kesatuan (solidaritas) yang

pada akhirnya akan membawa masyarakat kepada kesejahteraan sesama.

Olong dohot domu ini dapat menjadi suatu falsafah dasar (Filosophisce

grondslag). Dari masyarakat mandailing yang manjadi sumber dari segala sumber

tatana masyarakat untuk berprilaku sebagai paradigma, yakni filosofi yang

menjadi dasar untuk cara berfikir dan cara bertidak.

A. Landasan Stuktural

Petunjuk dan pegangan hidup yang harus dipatuhi dan dilaksanakan di

dalam hidup bermasyarakat dijabarkan dari olong dohot domu yang disebut

dengan pastak-pastak ni paradaton yang berisi berbagai batasan dan aturan yang

berlaku di dalam masyarakat adat yang secara hierarki terdiri dari :

1. Patik – Patik

Patik adalah aturan dasar dalam melaksanakan hidup dan berkehidupan

dalam bermasyarakat menurut adat. Ia berisi ajaran-ajaran untuk menimbulkan

budi pekerti, sekaligus norma-norma sosial yang tidak tertulis yang berfungsi

sebagai pedoman hidup yang harus dipegang teguh baik dalam berbicara,

bersikap, maupun bertindak di tengah pergaulan hidup sehari-hari. Bermacam

Universitas Sumatera Utara

Page 48: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

36

kegiatan, berbagai peristiwa dan jalinan tata hubungan dan interaksi yang terjadi

di tengah masyarakat senantiasa dan wajib merajuk kepada butir-butir patik, atau

patik-patik ni paradaton yang bersusun ungkapan-ungkapan filosofis.

Terdapat banyak sekali patik-patik ni paradaton yang harus dihayati dan di

amalkan oleh seluruh anggota masyarakat, mengingat sumbernya, maka dari

sekian dari sekian banyak patik-patik ni paradaton. Secara garis besar dapat

dikelompokan atas 2 (dua) inti makna dan (substansi), yakni patik-patik ni

paradaton yang mengajarkan persatuan dan kesatuan (domu).

Kendatipun hadir dalam bentuk ungkapan, sebagai aturan dasar mereka

maka esensi patik sesungguhnya mengandung muatan dan konsekuensi hukum

yang harus ditaati. Ia berisi batasan-batasan, apa yang patut dan tidak patut

dilakukan, apa yang boleh dan yang dilarang dilakukan, dan sebagainya.

Tertib hukum yang diajarkan melalui patik-patik ni paradaton tidak lain

dimasukan selain adat senantiasa di tempat pada tempat yang benar, yang disebut

dengan pataya-taya adat. Agar semua kegiatan, permufakatan, peristiwa upacara

dalam yang berkembang dinamis dapat terselenggara dan indah, damai, rukun,

penuh kasih sayang dan senantiasa dilandasi dengan rasa kebersamaan yang

tinggi, menuju kepencapaian, ketentraman dan kebahagiaan hidup, dalam teori

ilmu hukum, baik aturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Sebagai Patik-Patik ni paradaton yang dapat dihimpun,, sebagai butir-

butir kebijakan hafalan yang diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

37

3.2 Komponen Dalian Na Tolu

A.Kahanggi

Kahanggi adalah kelompok semarga atau rumpun keluarga seketurunan

yang tedekat menurut kelompok kekerabatan. Kelompok ini adalah orang-orang

yang seketurunana brdasarkan garis kebapakan (Patrilineal) atau para keturunan

laki-laki dari suatu keluarga laki-laki yang sama pula.

Apabila salah seorang kahanggi ini mengadakan horja (hajatan) maka

orang tersebut disebut dengan suhut. Suhut adalah jabatan sementara, hanya

dipergunakan para pelaksanaan horja. Suhut dan kahanggi ini terdiri darai :

a. Suhut adalah tuan rumah yang mengadakan horja (Penanggung jawab

horja).

b. Ombang Suhut adalah keluarga semarga dengan suhut tetapi tidak satu

nenek.

c. Kahanggi pariban adalah kahanggi yang sepengambilan dengan suhut

(istri bersaudara).

B. Anak Boru

Anak boru adalah sekelompok keluarga yang dapat atau yang mengambil

istri dari kelompok suhut dari terdi dari :

a. Anak boru bona bulu adalah anak boru yang telah mempunyai

kedudukan segala anak boru sejak pertama kalinya suhut menempati

huta anakboru pertama yang mengambilkan boru (istri) dari keluarga

Universitas Sumatera Utara

Page 50: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

38

suhut. Anak boru ini turut serta membuka huta dan bertempat tinggal

di huta dalam peradatan anak boru ini turut menentukan.

b. Anak boru busir ni pisang (Anakboru pangalehenan boru) yaitu

anakboru yang orang tuanya mengambil istri dari kelompok suhut,

maka anak-anaknya akan tampil sebagai anakboru busir ni pisang

yang berhak mengambil istri dari kelompok suhut danselanjutnya

secara turun temurun.

c. Anak boru sibuat boru yaitu anak boru yang mengambil istri boru dari

suhut dan anakboru ini mempunyai kedudukan sebagai anak boru

sibuat anakboru sibuat boru akan menjadi anak boru busir ni pisang.

C. Mora

Mora adalah pihak yang memberi boru (istri) kepada pihak suhut, mora

dapat dibagi atas :

a. Mora mata ni ari

b. Mora mata ni ari adalah kelompok keluarga yang secara turun

termurun menjadi mora, karena kelompok suhut pertama kalinya

telah mengambil boru (istri) dari kelompok ini atau sejak dari

neneknya suhut telah mengambil istri sari pihak keluarga ini.

c. Mora ulu bondar (Pengalapan boru) adalah mora tempat kelompok

suhut mengambil boru. Mora ini adalah kelompok keluarga yang

telah pernah memberi boru kepada suhut. Oleh karena itu pihak

Universitas Sumatera Utara

Page 51: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

39

anak suhut selanjutnya berhak mengambil boru dari kelompok

mora ini.

d. Mora pembuatan boru

Mora pembuatan boru adalah kelompok keluarga tempat duhut

mengambil istri. Mora sebagai kelompok keluarga yang pertama

kalinya memberikan boru kepada keluarga suhut.suhut yang

mengambil secara langsung ini menganggap keluarga ini sebagai

mora pembuatan boru.

3.3 Kedudukan dan Fungsi Dalian Na Tolu

Dalam upacara-upacara adat, dalian na tolu sesuai dengan tempat, situasi

dan kondisi. Bagaimana hubunganantara unsur-unsur dalian na tolu ini satu sama

lain telah diatur dalam ketantuan adat, yaitu:

1. Hubungan Antara suhut dan kahanggi sebagaimana telah disebut di atas

bahwa siapa na pajongjong adat (yang berkedudukan upacara adat) maka

dia berkedudukan sebagai suhut. Suhut dengan dukungan kahangginya

harus melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.

2. Hubungan suhut dan kahangginya dengan anakboru

Jika antara suhut dan kahanggi hubungan adalah suatu kesatuan yang

tidak Dapat di pisah, maka antara suhut dan kahanggi dan anakboru

lebih menonjlkan sifat gotong royong atau saling membantu.anak boru

sebagai pangidoan gogo (tempat mengharapkan tenaga) sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 52: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

40

pelaksanaan yang merupakan sumber kekuatan baik tenaga, dana dan

pikiran dalam adat sering disebut :

Sulu dina golap,

tungkot dina landit sitamba na urang,

sihorus na lobi

Artinya :

Sebagai alat penerang di hari gelap,

tongkat di saat berjalan dijalankan yang licin.

3. Hubungan dengan mora

Secara fungsional mora berkedudukan sebagai sebagai pangidoan tua

dohat haratan. Mora merupakan pihak yang harus dihormati. Mora

disebut sebagai mata ni ari sogakgahon, yaitu matahari yang tidak boleh

ditentang. Suhut harus somba Marmora. Mora dianggap sebagai sumber

berkata, tua dan haratan.

3.4 Susunan Masyarakat Adat Mandailing

Sebagai di ketahui indonesia dikenal dengan kelompok-kelompok

masyarakat adat dan juga disebut persekutuan-persekutuan yang berhubungan erat

satu sama lain. Dalam pergaulan sehari-hari setiap orang sebagai anggota

masyarakat (persekutuan) merasa terikat untuk bertindak dan bertingkah laku

sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan dengan satu kesatuan. Menurut

Universitas Sumatera Utara

Page 53: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

41

Ter Haar terjadinya masyarakat sebagai takdir alam dan satu kenyataan dari

hukuman gaib.

Tiada seorang yang mempunyai pikiran atau timbul angan-anganyan akan

kemungkinan membubarkan gerombolan itu, yang mungkin buat orang seorang

ialah hanya keluar dari gerombolan atau melepaskan dari rangkaian,itupun hanya

mungkin terhadap persekutuan-persekutuan (gemeinschaap) yang adanya

tergantung dari daerahnya. (Ter Haar, diterjemahkan oleh Soebekti

Puspanoto,1960 : 15)

A.Fungsi Adat

Fungsi Adat adalah orang-orang yang berfungsi mengatur dan menjaga

adat dapat terpelihara dengan baik. Fungsionalis adat ini terdiri dari :

1. Raja

2. Namora Natoras (Orang yang kaya)

3. Pembantu-Pembatu lainnya

B.Wilayah Persekutuan Masyarakat Adat Mandailing

Persekutuan (kesatuan) masyarakat mandailing yang dipimpin oleh

seorang raja,mendiami wilayah-wilayah tertentu dimna masyarakat bermukim

sebagai wadah tempat mengkumpul dan mengikat dari terhadap kelompoknya.

Huta merupakan suatu kesatuan hidup bersama. Raja kebersamaan harus ada pada

kelompok itu. Surojo Wingjodipuro (1971 : 112) mengatakan : “Hidup bersama di

dalam masyarakat tradisional indonesia bercorak kemasyarakatan bercorak

Universitas Sumatera Utara

Page 54: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

42

komunal. Manusia di dalam hukum adat adalah orang yang terikat kepada

masyarakat, tidak sama sekali bebas dalam segala perbuatanya.”

Wilayah sebagai anggota masyarakat mengikuti satu sama lainnya di

dalam suatu ikatan. Di mandailing di sebut dengan huta atau kampung (Desa). Di

samping huta wadah tempat tinggal kelompok, masyarakat adat mandailing di

kenal dengan kelompok-kelompok masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

43

BAB IV

PERKAWINAN SEMARGA DI KECAMATAN PANYABUNGAN

4.1 Gambaran Umum

Suku Mandailing sendiri mengenal paham kekerabatan, baik patrilineal

maupun matrilineal. Dalam sistem patrilineal, orang Mandailing mengenal marga.

Di Mandailing, khususnya daerah Kecamatan Panyabungan hanya terdapat

belasan marga, antara lain Lubis, Nasution, Harahap, Pulungan, Batubara,

Parinduri, Lintang, Hasibuan, Rambe, Dalimunthe, Rangkuti, Tanjung, Mardia,

Daulay, Matondang, dan Hutasuhut. Karena jumlah penduduk yang semakin lama

semakin bertambah, semakin banyak pula ditemukan marga yang serupa antara

satu dengan yang lain. Tak jarang banyak penduduk daerah tersebut melaksanakan

pernikahan dengan sesama marganya sendiri. Walaupun pada dasarnya, pada

zaman raja-raja terdahulu hal ini sangat tabu dan dilarang. Sebab hal tersebut

dapat dikatakan sebagai perkawinan sedarah (incest).

Pada zaman kerajaan, seluruh rakyat sangat patuh pada aturan adat istiadat

yang dipimpin oleh salah satu raja yang di angkat sebagai kehidupan masyarakat

Panutan yang artinya : Guru adalah pemimpin yang bisa menjalankan norma-

norma kehidupan manusia. Raja adalah pemimpin yang membawa kehidupan

manusia dengan kekuasaan raja. Sangat sesuai dengan aturan kehidupan pada

zaman kerajaan yaitu harus tunduk dan patuh pada raja. Terjadinya pernikahan

satu marga pada saat sekarang ini sangat bertentangan pada adat istilah pada

kerajaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 56: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

44

Tetapi perkembangan zaman semakin maju sehingga pernikahan seperti

itu sudah banyak terjadi dan sangat melanggar aturan -aturan hukum,adat istiadat,

yang di buat pada zaman kerajaan, serta disetujui oleh masyarakat pada zaman

kerajaan. Sehingga dapat dikatakan jika pada zaman sekarang ini sudah banyak

orang tidak mempercayai dan tidak mengetahui hukum adat istiadat. Namun pada

zaman sekarang ini, tidak ada pelarangan lagi bagi perkawinan semarga

khususnya bagi masyarakat Kecamatan Panyabungan.

Hal ini memang sudah tidak begitu diperhatikan oleh generasi penerus

mungkin karena pengaruh wawasan dan tingkat pendidikan yang suadah modern

serta agama juga sebenarnya tidak melarang. Bagi masyarakat Panyabungan yang

paling penting adalah mengutamakan agama dulu baru yang lainnya.

Pada zaman dulu adat paling kental daripada agama, dan adat pada zaman

kerajaan dulu masih sangat di hormati raja. Misalnya tidak keturunan raja

menikah dalam satu marga, tidak bisa membelikan kambing atau kerbau, maka ia

harus membeli sepasang ayam atau dilepaskan ayam sebab mereka menikah

dengan satu marga yang kurang mampu atau tidak keturunan raja-raja. Dulu

pernikahan semarga dikatakan sial dan rezekinya akan berkurang, dalam

keturunan juga tidak bagus atau mengalami cacat, namun pada zaman sekarang ini

tidak ada lagi larangan menikah dengan satu marga. Hal ini sudah terbiasa bagi

masyarakat mandailing.

Orang-orang dari etnis Mandailing di Kecamatan Panyabungan apabila

terjadi perkawinan semarga, maka mereka hanya berkewajiban melakukan

upacara korban, berupa ayam, kambing atau kerbau, tergantung status sosial

Universitas Sumatera Utara

Page 57: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

45

mereka di masyarakat, namun aturan adat itu sekarang tidak lagi dipenuhi, karena

nilai-nilai status sosial masyarakat Mandailing sudah berubah, terutama di

perantauan.

4.2 Prosesi Perkawinan Adat Mandailing

Satu lagi subetnis Mandailing yang cukup dikenal luas, Mandailing

Mandailing yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Di antara sekian

subetnis Mandailing, persamaan yang jelas terlihat dari sistem kekerabatan yang

menganut patrilineal menurut garis keturunan ayah. Maksud dari garis keturunan

ayah bahwa marga dari ayah secara otomatis akan menurun kepada anak-anaknya.

Dan beberapa nama marga yang termasuk Mandailing Mandailing adalah

Harahap, Lubis, Nasution, Batubara, Hasibuan, Tanjung dan masih banyak lagi.

Adapun Prosesi Perkawinan Adat Mandailing yaitu:

A. Manyapai Boru

Masa pendekatan masih menjadi proses penting dalam kelanjutan sebuah

hubungan. Dalam adat Mandailing Mandailing pun mengenal masa pendekatan

yang disebut manyapai boru. Dan jika boru na ni oli (calon mempelai wanita)

memberi respon positif kepada bayo pangoli (calon mempelai pria) akan

dilanjutkan dengan prosesi mangairirit boru.

B. Mangairirit Boru

Mangairirit boru merupakan tahapan dimana orang tua mempelai pria akan

mencari tahu seluk beluk sang wanita idaman anaknya tersebut. Menghindari agar

tidak salah pilih, tidak seperti membeli kucing dalam karung yang belum jelas

Universitas Sumatera Utara

Page 58: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

46

bibit bebet bobotnya. Merasa cocok, barulah orang tua sang pria mendatangi

kediaman wanita untuk menanyakan kesediaannya. Jawaban tidak diberikan pada

saat itu juga, tapi di lain kesempatan pada prosesi selanjutnya.

C. Padamos Hata

Sekali lagi, keluarga pria menyambangi rumah kediaman wanita untuk

mendapatkan jawaban. Dalam ritual ini pula akan dibahas kapan waktu yang tepat

untuk melamar, serta syarat apa saja yang harus disanggupi pihak keluarga pria.

D. Patobang Hata

Inti dari seremoni ini adalah untuk memperkuat perjanjian antara dua belah

pihak, keluarga mempelai wanita dan keluarga mempelai pria. selain itu akan

dibicarakan berapa sere yang akan diantar pada prosesi selanjutnya, manulak sere.

E. Manulak Sere

Sesuai kesepakatan, pihak keluarga pria datang bersama kerabat yang

berjumlah 10-15 orang untuk mengantarkan sere atau hantaran. Barang hantaran

yang diberikan di antaranya silua (oleh-oleh) dan batang boban (berupa barang

berharga).

F. Mangalehen Mangan Pamunan

Seorang gadis yang akan dinikahi kelak akan ikut bersama suami

meninggalkan rumah orang tuanya. Maka sebelum melepas kepergian anak

perempuannya itu diadakan makan bersama/ mangan pamunan. Makan bersama

tidak hanya bersama keluarga inti saja, di masa sekarang prosesi ini diadakan

besar-besaran mengundang kerabat serta teman-teman terdekat sang calon

pengantin untuk merayakan perpisahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 59: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

47

G. Horja Haroan Boru

Seusai dilaksanakan pesta adat yang diselenggarakan di kediaman bayo

pangoli, sebelum pergi meninggalkan kedua orang tuanya, boru na ni oli akan

menari tor-tor sebagai ungkapan perpisahan.

H. Marpokat Haroan Boru

Satu langkah sebelum pernikahan adat berlangsung, terlebih dahulu akan

dimusyawarahkan (marpokat) membagi-bagi tugas sesuai prinsip dalihan na tolu

yang terdiri dari kahanggi, anak boru, dan mora.

I. Mangalo-Alo Boru Dan Manjagit Boru

Diarak dua orang pencak silat, pembawa tombak, pembawa payung, serta

barisan keluarga pria dan wanita, terakhir iringan penabuh, kedua mempelai

berjalan menuju rumah. Sesudahnya, kedua pengantin serta keluarga akan

mangalehen mangan (makan bersama)menyantap makanan yang dibawa,

dilanjutkan pemberian pesan dari tetua kepada kedua mempelai. Selesai memberi

petuah, secara bersama-sama rombongan akan menuju ke rumah suhut (tempat

pesta).

J. Panaek Gondang

Pada prosesi ini akan dimainkan gordang sambilan yang sangat dihormati

masyarakat Mandailing, maka sebelum dibunyikan harus meminta izin terlebih

dulu. Dan setelah mendapat izin, gordang sambilan ditabuh seiring markobar

(pembicaraan) yang dihadiri suhut dan kahangginya, anak boru, penabuh

gondang, namora natoras dan raja-raja adat. Dalam prosesi ini pula diselingi tari

Universitas Sumatera Utara

Page 60: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

48

sarama yang seirama dengan ketukan gordang sambilan. Serta manortor atau

menari tor tor.

K. Mata Ni Horja

Mata ni horja menjadi acara puncak yang diadakan di rumah suhut. Sekali

lagi tari tor tor ditarikan oleh para raja, yang disusul oleh suhut, kahanggi, anak

boru, raja-raja Mandailing dan raja panusunan.

L. Membawa Pengantin Ke Tapian Raya Bangunan

Melaksanakan prosesi ini dipercaya dapat membuang sifat-sifat yang kurang

baik ketika masih lajang. Dengan jeruk purut yang dicampur air, kedua mempelai

akan dipercikan air tersebut menggunakan daun silinjuang (seikat daun-daunan

berwarna hijau).

M. Mangalehen Gorar (Menabalkan Gelar Adat)

Maksud dari upacara ini adalah untuk menabalkan gelar adat kepada bayo

pangoli. Sebelum diputuskan gelar apa yang cocok, harus dirundingkan terlebih

dahulu. Gelar adat diperoleh mengikuti dari kakeknya dan bukan mengambil gelar

dari orang tuanya.

N. Mangupa

Inti dari prosesi ini dengan menyampaikan pesan-pesan adat kepada kedua

mempelai, bayo pangoli dan boru na ni oli. Mangupa merupakan wujud

kegembiraan telah usai seluruh rangkaian upacara adat, dan kedua mempelai pun

telah sah menjadi sepasang suami istri di mata adat.

Universitas Sumatera Utara

Page 61: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

49

Kamus Bahasa Mandailing Mandailing

Bayo Pangoli : calon mempelai pria

Boru Na Ni Ol i : calon mempelai wanita

Kahanggi : keluarga laki-laki dari garis keturunan orang tua laki-laki

Anak Boru : keluarga laki-laki dari suami adik/kakak perempuan yang

sudah menikah

Mora : keluarga laki-laki dari saudara istri

4.3 Perlengkapan Dalam Adat Pernikahan Mandailing

A. Burangir (sirih) di Dalam Adat Mandailing

Sirih secara umum sangat penting artinya bagi kehidupan mannusia. Sirih

dapat mengobati berbagai macam penyakit. Di dalam Adat Mandailing burangir

(sirih) menunjukan bahwa pekerjaan yang dilakukan sifat menurut adat.

Burangir (sirih) di perlukan jika akan mengundang raja-raja atau jika

dilakukan suatu sidang Adat (dalam bahasa atau burangir disebut napuran). Yang

dimaksud di dalam burangir ini bukan saja terdiri dari burangir (sirih), tetapi

termasuk perlengkapanya, yaitu sontang (gambir), sada (kapur sirih) , pining

(pinang) dan timbako ( tembakau ). Dalam bahasa adat disebut opat ganjil lima

gonop, perlengkapan yang lima ini harus lengkap baru disebut genap.

Burangir (sirih) beserta penyurdunya yang disebut silipi partanganan atau

haronduk (sepit yang terbuat dari daun pandan beukur kurang lebih 45 X 35 cm ),

kemudian dibungkus (dilepaskan dibawah ) dengan abit tonun petani (kain adat).

Universitas Sumatera Utara

Page 62: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

50

Dalam acara adat selalu disebut burangir si rarar udak, sibontar adap-

adap, sataon so ra busuk, sebulan sebulan so ra malos (setahun tidak bisa rusak,

sebulan tidak bisa layu).

Bagi orang-orang yang masih memegang teguh adat, burangir (sirih)

bersusun yang disodorkan, merupakan tutur kata dan sopan satuan yang tidak

ternilai harganya.

Dengan Burangir (sirih) orang akan mudah memberi sesuatu, muda

menolong dan sebagainya. Dengan perkataan lain, tujuan manyordu burangir

antara lain adalah :

1. Memohon sesuatu tanpa perlu imbalan

2. Meminta tenanga ( bantuan ) tanpa upah

3. Meminta maaf tanpa perhitungan

4. Meminta obat tanpa bayaran

1. Jenis – Jenis Keperluan Burangir ( Sirih )

Sesuai dengan keperluannnya, Burangir ( Sirih ) ini adalah ada 4 (empat)

macam yaitu :

a. Burangir karopit, yaitu burangir yang di persembahkan (disurduhon)

pataon ( meminta ) bantuan tenaga dan dapat juga dipakai pada acara

pasahat mara atau mangupa boru.

b. Burangir panyomba ( Persembah ) yang dipersembahkan pada acara

marpokat kepada raja-raja yang hadir.

c. Burangir pataonkon, yang dipersembahkan pada waktu mengundang

raja-raja.

Universitas Sumatera Utara

Page 63: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

51

d. Burangir pataon tandi, burangir (Sirih) ini dilipat dan tumpukannya

menghadap ke atas, dipersembahkan kepada pengantin oleh orang tua

dan anak borunya pada waktu mangupa boru.

Perlengkapan Burangir ( sirih ) yang terdiri dari gambir,kapur sirih, pinang

dan tambahkan mempunyai arti tersendiri di dalam upaca adat, yaitu :

a. Burangir ( sirih )

Burangir ( Sirih ), burangir si rara udak, sibontar adap-adap, sataon sora

busuk,sabulan so ra malos. Artinya : tidak akan pernah punah dimakan

waktu. Bahwa hasil mufakat harus tetap dipertahankan dengan darah

merah(si rara) dan hati yang bersih(sibontar).

b. Sontang (gambir)

Sontang (gambir) adalah tumbuhan bergetah dengan pohon menjalar yang

apabila dijemur warnanya jadi putih dengan rasa yang kelat. Gambir ini

diumpamakan sebagai paru-paru manusia.

c. Soda ( kapur sirih ).

Soda ( kapur sirih ) berasal dari karang ( lokal ) di bakar kemudian

arangnya dihaluskan jadi tepung, kalau dimakan dengan burangir ( sirih )

rasanya pedas dan warnanya merah. Kalau dimakan terlalu banyak lidah

bisa melepuh dan diumpamakan sebaga limpa manusia.

d. Pining ( pinang )

Pining ( pinang ) pohon yang tinggal seperti pohon kelapa tetapi dengan

penampang yang lebih kecil, menjulang tinggi, buahnya memabukkan.

Pinang ( pinang ) diumpamakan sebagai jantung manusia.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

52

e. Timbako ( Tembakau )

Timbako ( Timbakau ) terbentuk dari daun tambahkan yang dijemur,

rasanya pahit dan memabukkan, di umpamakan seperti empedu.

B. Salipi Partaganan

Salipi sebagaimana disebut di atas adalah tempat meletakan burangir

(Sirih) dan perlengkapannnya, jika akan dipergunakan pada acara-acara adat

(menyurdu Burangir). Cara menyurdu burangir adalah dengan cara meletakan

mulut salipi dihadapi kedepan orang tyang disurdu.salipi ini dilapisi dari bawah

dengan abit sende atau tanun patani (kain adat). Cara meletakan burangir (sirih)

di atas salipi tersebut berbeda-beda, sesuai dengan tujuannya.

Dari cara meletakkan burangir ( sirih ) disebut dapat disimak apakah acara

yang diadakan siriaon ( kegembiraan ) atas siluluton ( duka cita ). Burangir ( sirih

) diletakan 2 ( dua ) tumpuk yang telah disusun rapi dan ditumpuk sirih itulah

diletakan perlengkapanya.

C. Kain adat ( Ulos Adat )

Ulos Adat adalah di mandailing disebut dengan nama tonun pataniyang

dulunya mungkin berasal dari tenunan pattani (Thailand Selatan) atau mungkin

juga tenunan dari mandailing yang mencontoh motif tenunan pattani. Warna

coklat kemerah-merahan yang dikombinasikan dengan benangemas juga

kesannaya menimbulkan kewibawaan dan megis-religius. Sayangnya ulos tanun

patani ini sudah mulai hilang, karena tidak ada produknya yang baru lagi.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

53

Sekarang hanya dijumpai di beberaparumah raja-raja di Mandailing

dengan jumlah yang terbatas, sehingga ada keinginan yang sangat besar untuk

menjaga dan sangat utuh. Dan sebagai juga sudah mulai koyak, karena bahanya

sangat halus tetap dipakai.

Kain Adat tonun petani ini di pakai untuk keperluan yaitu, :

1. Untuk Lapis partagan

2. Untuk penitup dan pangupa,

3. Untuk selendang menerima Boru,

4. Untuk menortor raja-raja, namora –mora, anak ni namboru.

D. Gordang Sambilan

Gordang Sambilan ialah kesenian tradisional Suku Mandailing. Gordang

sambilan terdiri daripada dua kata gordang bererti gendang dan sambilan bererti

sembilan. Gordang sambilan terdiri dari sembilan gendang yang mempunyai

panjang dan diameter yang berbeda hingga menghasilkan nada yang berbeda pula.

Dahulu Gordang Sambilan sangat jarang diperdengarkan dan dianggap

sakral, hanya untuk keluarga raja saat acara perkawinan atau penyambutan tamu

besar raja dan Upacara Kerajaan. Irama gordang Sambilan Biasa dimainkan

dengan Irama lambat dan Irama cepat diiringi gong, seruling, etek dan eneng-

eneng. Dengan berkembangnya budaya masyarakat Mandailing saat ini, gordang

sambilan sudah sering diperdengarkan oleh masyarakat Mandailing Indonesia dan

Mandailing Malaysia pada pesta perkawinan, hari raya ataupun penyambutan

tamu.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

54

Sejarah sebelum mandailing natal menjadi sebuah kabupatan,wilayah ini

masih termasuk kabupaten, tapanuli selatan setelah terjadi pemekaran.di bentuk

kabupaten mandailing natal berdarsarkan undang-undang nomor 12 tahun 1998,

secar formal diresmikan oleh mentri dalam negara pada tanggal 9 maret 1999.

Penduduk wilawah kabupaten mandailing natal di dominasi oleh etnis

mandailing yang secara bahasa dan budaya dekat dengan etnis Mandailing.

Masyarakat yang beretnis yang memiliki banyak marga. Nasution, Lubis,

Pulungan ,Harahap, Siregar, Rangkuti dan Daulay.

4.4 Penyebab Dilarangnya Perkawinan Sesama Marga Dalam Adat

Mandailing

Berbicara mengenai perkawinan dalam Adat Mandailing pada awalnya di

sebut dengan perkawinan menjujur. Perkawinan menjujur adalah perkawinan

yang sifatnya eksogami patriarchat8. Yang dinamakan eksogami adalah

perkawinan yang mengharuskan laki-laki mencari pasangan hidupnya di luar dari

marganya. (clan patrinial) dan sangat di larang menikah dengan orang yang satu

marga dengannya.

Perkawinan adat mandailing disebut dengan perkawinan eksogami

patriarchat, karena perkawinan tersebut, wanita akan meninggalkan marganya dan

akan masuk kepada marga suaminya. Orang tua si wanita ini harus memiliki

imbalan untuk itu yang di sebut jujur. Jujur itu sendiri adalah untuk menjaga

8 Eksogami patriarchat; artinya dimana setelah perkawinan pihak wanita meninggalkan clannya

dan masuk ke clan suaminya dan suaminya menjadi kepala keluarga dan anak-anak yang

dilahirkan dari perkawinan itu akan mengikuti clan (marga) Bapaknya.

Universitas Sumatera Utara

Page 67: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

55

keseimbangan atas hilangnya salah seorang dari keluarga mereka yang telah

masuk kepada keluarga barunya yaitu keluarga suaminnya.

Adapun benda atau barang yang di berikan kepada orang tua wanita ini

adalah berupa sere (emas), Sehingga di beri nama emas kawin, dan sampai

sekarang istilah menyerahkan uang jujur di mandailing dengan sebutan manulak

sere (menyerahkan emas kawin). Dalam peradatan (sistem adat) mandailing, si

suami sebagai bayo pangolin dan si istri sebagai boru nan I oli.

Dan tokoh agama yang ada di wilayah mandailing, dapat diambil

kesimpulan bahwa alasan yang mendasar bahwa di larangnnya menikah satu

marga yaitu :

A. Hubungan kerabat

Yang dimaksud dengan hubungan kerabat secara umum adalah ayah, ibu,

nenek, saudara ayah dan saudara ibu. Namun pada masyarakat Panyabungan

kekerabatan itu lebih luas lagi dengan keluarga lain di luar ikatan sedarah.

Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan

hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku batak, yakni berdasarkan garis

keturunan (geologis) dan berdasarkan sosiologis, Sementara kekerabatan

territorial tidak ada.

Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (Geologis) terlihat dari

silsilah marga mulai dari Raja Mandailing, dimana suku bangsa Mandailing

memiliki marga, Sedangkan kekerabatan sosiologis terjadi melalui perjanjian

(pada antar marga tersebut) maupun karena perkawinan.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

56

Dalam adat Mandailing, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah

dalam marga, Misal Lubis, kesatuan Adatnya adalah Marga Lubis vs Lainnya.

Hubungan itu dalam Adat Mandailing secara umum dengan sistem Dalian na tolu

yang secara jelas harus tetap berdiri dan membuka hubungan kekerabatan dengan

keluarga lai di luar ikatan darah yang di sebabkan perkawinan. Dalian na Tolu itu

terdiri dari Kahanggi, kedua Mora, ketiga Anak boru. Yang mana Anak boru

itulah yang mengambil atau yang di ambil dari mora sebagai istrinya, dan

kahanggi ialah teman sebagai perantara yang sebagai teman yang bisa di jadikan

teman yang bisa diajak untuk musyawarah untuk bermufakat atas segala hal. Jadi

antara ketiganya itu tidak boleh di bolak balik.

Jadi, Alasan yang mendasari kenapa perkawinan satu marga itu dilarang di

adat mandailing khususnya di Panyabungan karena menjaga kekerabatan, atau

istialah populernya karena Sabutuha yaitu karena saudara kandung.

B. Untuk menjaga kekerabatan

Adat Mandailing sangat kental dengan partuturan. Partuturan berasal dari

kata tutur, yaitu istilah sapaan yang dipakai ketika akan menyapa orang lain.

Tutur itu merupakan kata kunci dari kekerabatan dalam masyarakat Panyabungan.

Kata tutur pula yang menjadi penentu posisi orang dalam jaringan Dalian Na

Tolu.

Setiap seseorang bertemu halak hita, maka ucapan pertama dan jawaban

yang keluar dari mulutnya adalah pentanyaan dan jawaban tentang marga masing-

Universitas Sumatera Utara

Page 69: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

57

masing. Dan dari itulah orang dapat mengetahui tutur dengan tepat, dan kebiasaan

inilah yang disebut dengan Tarombo.

Adapun tatanan pertuturan itu ialah disebutkan sultan lubis:

Amang (ayah) dan Inang/uma (ibu).

Keduanya istilah yang digunakan oleh anak menyapa kedua orang tuannya,

dan orang tua menyapa amang dan inang kepada anaknya.

Abang dan Kakak yaitu panggilan yang lebih kecil kepada yang lebih

besar, dan panggilan orang yang lebih tua kepada yang lebih mudah adalah

anggi (adek), Sedangkan perempuan memanggil saudara dengan sebutan

ito atau iboto.

Tulang dan Nantulang, tulang yaitu panggilan kepada saudara ibu dan

nantulang itu sebutan untuk isterinya. Adapun kepada orang yang

memanggil tulang atau sang tulang itu memanggilnya dengan sebutan bere

atau babere.

Amang boru, yaitu panggilan seorang istri kepada orang tua suaminya,

dan saudara ayah. Adapun terhadap ibu suami dan istri saudara ayah istri

memanggil namboru atau ambou.

Oppung atau Ompung (kakek- nenek) panggilan untuk kedua orang tua

dari ayah dan ibu, Sebaliknya mereka akan memanggil Pahoppu (cucu).

Uda dan Nanguda, panggilan kepada saudara ayah yang dan istererinya

di panggil dengan sebutan Nanguda.

Uwak atau Uwak tobang, panggilan kepada saudara ayah yang lebih

besar.

Universitas Sumatera Utara

Page 70: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

58

Bou atau Namboru, panggilan kepada saudara saudari ayah dan kepada

ssuaminya memenggil Amang boru.

Eda panggilan kepada seorang istri kepada saudari suami dan sebaliknya.

Perkawinan satu marga dilarang itu karena dapat merusak adat mandailing

dengan terjadinya pernikahan sedarah, dan satu marga itu akan merusak tata cara

adat tutur mandailing, Maka dari itu jangan sampai kahanggi berubah posisi

menjadi mora, mora menjadi anak boru dan sebaliknya anak boru menjadi

kahanggi. Atau yang hulu ke hilir dan yang hilir ke hulu.

Jadi, dari penjabaran ini menerangkan bahwa penyebab dilarangnya

pernikahan satu marga di dalam adat Mandailing itu untuk memelihara hubungan

kekerabatan dan untuk menjaga Partuturan agar peranan tutur dapat diterapkan di

adat Mandailing.

4.5 Posisi Kawin Semarga Dalam Dalian Na Tolu

Dalam interaksi sosial masyarakat Mandailing khususnya di Daerah

Panyabungan menerapkan yang namanya Dalian Natolu sebagai filsafat hidup

mereka, sampai sekarang masih dilestarikan karena suatu Adat Bangsa akan

lenyap bilamana mereka tidak memiliki pegangan dalam mengatur kehidupan

bermasyarakat.

Dengan perkawinan terjadilah ikatan dan integrasi diantara tiga pihak yang

disebut dalam Dalian Na Tolu, seolah-olah mereka bagai tiga tungku di dapur

yang besar gunanya dalam menjawab persoalan hidup sehari-hari. Cukup banyak

fungsi adat ini bagi masyarakat pendukungnya, diantaranya Patidahon holong

Universitas Sumatera Utara

Page 71: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

59

yang artinya menunjukan kasih sayang diantara sesama yang penuh sopan

santun/etika. Dari fungsinya yang penuh kehidmatan maka Adat Dalihan Natolu

dapat diterima oleh setiap etnis Mandailing sekalipun mereka berbeda-beda

agama.

Konsep Dalian Natolu yang terdiri dari mora, kahanggi, dan anakboru

amat menentukan kedudukan seseorang dalam prilaku kehidupan masyarakat

Mandailing. Kedudukan itu dipertegas lagi dalam pola partuturan, yakni

panggilan kepada seseorang dalam kehidupan masyarakat berdasarkan kedudukan

sosialnya. Panggilan tersebut lebih ditentukan hubungan kekerabatan daripada

usianya. Partuturan sangat dipentingkan karena menyangkut nilai tingkah laku

seseorang. Seseorang ditentukan kesopanannya berdasarkan pemahaman dan

penerapannya tuturnya. Atau dengan kata lain, komunikasi antara warga

masyarakat dianggap tidak sopan kalau hanya saling memanggil nama, walupun

terhadap orang yang lebih muda usianya.

MORA terdiri dari:

1. Bapak atau Ibu mertua

2. Abang atau Adik dari Ibu

3. Abang atau Adik sepupu laki–laki dari ibu

4. Paman dari keluarga sepupu ibu

5. Paman dari Keluarga atau sepupu nenek (Tulang Pusako)

6. Mora dari kelompok marga dari Ibu

Universitas Sumatera Utara

Page 72: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

60

KAHANGGI terdiri dari :

1. Adik atau abang dari satu bapak

2. Adik atau Abang dari satu Ibu

3. Adik atau Abang dari Sepupu

4. Paman, Amanguda, Amang tua dari keluarga sepupu

5. Paman, Amanguda, Amang tua dari keluarga satu nenek sebelumnya

(Kahanggi Pusako)

6. Paman, Adik, atau Abang dalam kelompok satu marga

ANAKBORU terdiri dari:

1. Bapak atau ibu mertua dari (adik perumpuan kita yang menikah)

2. Adik atau Kakak dari Bapak (Perempuan dan suaminya)

3. Adik atau kakak perempuan dari sepupu bapak

4. Paman dari suami adik atau kakak dari keluarga atau sepupu bapak

5. Paman dari keluarga atau sepupu adik perempuan dari kakek (Anakboru

Pusako)

6. Anak boru dari kelompok marga kelima poin diatas.

Menurut adat istiadat di Panyabungan sesama kahanggi tidak dibenarkan

untuk kawin walaupun kahanggi jauh. Namun belakangan ini, dongan samarga

yang ditabukan untuk dinikahkan sudah banyak yang melanggarnya. Dimana

sudah banyak Nasution mengambil boru Nasution, Lubis mengambil boru Lubis,

dan di daerah lainpun sudah banyak yang ikut-ikutan.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

61

Anak boru adalah kelompok kerabat yang mengambil istri dari mora atau

orang yang bermarga lain dari kita yang merupakan kelompok yang menikahi

anak gadis kita atau semua famili pihak suami saudara kita perempuan, anak boru

ini harus hormat kepada moranya, walaupun di dalam kedudukan pekerjaan atau

jabatan anak boru lebih tinggi, akan tetapi dia harus hormat dan patuh kepada

semua permintaan moranya. Tugas-tugas anak boru adalah sebagai pekerja di

dalam satu peradatan dan harus menyenangkan hati pihak moranya.

Dari pihak anak boru ini juga diangkat salah satu kepala dari kumpulan

anak boru dan dinamakan orang kayo atau bendahara. Orang kayo ini merupakan

pimpinan dari semua anak boru yang ada, serta mengatur semua tugas-tugas anak

boru yang sudah dibebankan kepadanya. Tugas-tugas anak boru sangat banyak

dan berat, oleh karena itu pihak mora harus pula pandai-pandai mengambil hati

anak borunya, agar mereka jangan sampai mengadakan unjuk rasa atau

pemogokan. arus selalu belajar netral sehingga keputusn dapat diambil sejujur-

jujurnya. Dalam hal ini perilaku anak boru ini benar-benar akan mengangkat

martabat moranya.

Mora adalah kelompok yang borunya diambil oleh pihak anak boru atau

kelompok orang-orang tempat kita mengambil boru atau istri, atau semua famili

pihak saudara ibu ataupun keluarga menantu kita perempuan. Pihak mora sangat

sayang kepada pihak anak borunya, demikian pula sebaliknya. Mora ni mora

disebut juga hula-hula, artinya mora dari mora. Kemungkinan besar mora dari

mora ini semarga dengan pisang raut dan memiliki dua jalinan kekerabatan yaitu

sebagai mora dan sebagai kahanggi. Boru atau anak-anak gadis dari mora disebut

Universitas Sumatera Utara

Page 74: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

62

boru tulang halalango bagi anak laki-laki pisang raut. Anak gadis tersebut

sebenarnya boru tulang akan tetapi setara pula dengan iboto, jadi bukan boru

tulang sesungguhnya.

4.6 Contoh Perkawinan Sesama Marga Di Kecamatan Panyabungan

Beberapa contoh pernikahan sesama marga dalam adat Mandailing di

Panyabungan akan diuraikan sebagai berikut:

Foto 4. 1 Pasangan Ikhsan Ali Batubara dan Sri Rahmi Sahyani Batubara

1. Pasangan M. Ikhsan Ali Batubara (lahir pada tanggal 22 September

1990) dan Sri Rahmi Sahyani Batubara S. S. (lahir pada tanggal 15

September 1994). Pernikahan itu berlangsung pada 13 September 2017.

Ayah dari Ihsan Batubara ini bernama Ahmad Yatim Batubara, berasal

dari Hutabargot dan berusia 54 tahun. Ibunya bernama Latifah dan

Universitas Sumatera Utara

Page 75: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

63

berasal dari Alianjio, berusia 50 tahun. Keluarga ini terdiri dari tujuh

bersaudara. Ayah Amy Batubara bernama Alfi Batubara dan berasal dari

Panyabungan. Usianya saat ini adalah 60 tahun. Ibunya bernama Nur

Hafsah berasal dari Depok dan berusia 57 tahun.

Ditanyai tentang alasan yang membuat mereka menikah, padahal

mereka adalah berasal dari marga yang sama, adalah karena sebelum

menikah, pasangan semarga tersebut memang sudah menjalin hubungan

asmara. Mereka sudah nyaman dan sudah cocok, maka kedua orang

bermarga serupa ini pun sudah sama-sama memutuskan siap untuk

menikah. Hingga pada akhirnya mereka menikah. Setelah sebelumnya

telah ditanyakan pada pihak keluarga mempelai pria maupun mempelai

wanita, bahwasanya tidak ada yang keberatan dengan pernikahan

semarga tersebut. Lingkungan sosialnya juga tidak ada yang keberatan

dengan pernikahan yang mereka langsungkan. Sekarang mereka tinggal

di Jalan Durian Lintas Timur, Panyabungan. Pasangan ini pun terlihat

bahagia dan selalu tersenyum ramah saat saya menanyai tentang

pernikahan mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

64

Foto 4. 2Pasangan Usna Nasution dan Abdul Hollit Nasution

2. Informan kedua adalah pasangan pernikahan semarga yang bernama

Usna Nasution dan Abdul Hollit Nasution. Mereka sama-sama bermarga

Nasution. Usna lahir pada tanggal 12 April di Panyabungan Jae.

Sedangkan suaminya yang bernama Abdul Hollit lahir di Sopo Tinjak

pada tanggal 15 Juni 1945. Pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai

tukang. Sedangkan Usna adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Mereka

memiliki selisih usia 2 tahun, dimana Usna istrinya sekarang berusia 61

tahun, dan Abdul Holit Nasution sekarang berusia 63 tahun.

Pasangan ini sekarang telah memiliki 8 anak, 4 anak perempuan

dan 4 anak laki-laki. Mereka tidak merasa mengalami hambatan

walaupun mereka menikah semarga. Kata orang walaupun menikah

semarga itu dikhawatirkan keturunannya kelak dapat mengalami resiko

cacat, tapi pasangan ini malah memiliki anak banyak dan sehat walafiat.

Tidak ada yang mengalami kekurangan. Mereka mengatakan bahwa tidak

merasa adanya hambatan baik dari lingkungan keluarga maupun

Universitas Sumatera Utara

Page 77: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

65

lingkungan sosialnya ketika mereka melangsungkan pernikahannya dari

dahulu hingga sekarang.

Foto 4. 3 Pasangan Ollun Nasution dan Afrelah Nasution

3. Informan ketiga saya adalah Afrelah Nasution, usianya 47 tahun. Ia lahir

di Medan pada 31 desember 1971. Menikah dengan orang yang bermarga

sama dengannya yaitu Ollun Nasution, yang lahir pada 31 Desember

1965. Usia pak Ollun sekarang 50 tahun. Ollun bekerja sebagai

wiraswasta dan Afrellah bekerja sebagai pedagang atau penjual sarapan

pagi sehari-harinya. Mereka memiliki 5 anak, yaitu 4 perempuan dan satu

laki-laki. Salah satu darianak mereka sudah menikah. Sebelumnya Ollun

dan Afrelah tidak pernah berpacaran, mereka menjawab dengan serentak

bahwa mereka tidak pernah pacaran. Mereka katakana bahwa mereka

sudah jodoh. Kehidupan keluarga pasangan in terlihat bahagia walaupun

mereka hidup sederhana. Namun, yang menarik pada pernikahan mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 78: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

66

adalah ketika Ollun dan Afrelah tidak tahu bahwa mereka ternyata

memiliki marga yang sama saat menikah. Dari keterangan mereka adalah

bahwa mereka sama sekali tidak tahu bahwa saat menikah mereka

ternyata mereka memiliki marga yang sama , yaitu Nasution

4. Informan keempat saya adalah Hajah Saidah Lubis yang sudah berusia

50 tahun , lahir pada tanggal 07/ 08/1967 di Panyabungan. Pekerjaan

sehari-harinya adalah menjual baju di pasar. Ia menikah dengan seorang

yang bermarga sama dengannya yaitu Haji Darman Lubis, yang lahir di

Sipolu-Polu pada tanggal 12 Desember 1959. Beda usia mereka 7 tahun

karena sekarang pak Darman berusia 57 tahun. Mereka menikah pada

tahun 1995, dan pernikahan mereka terlihat bahagia. Hasil dari

pernikahan mereka adalah 3 orang anak dengan dua orang perempuan

dan satu orang laki-laki.

Foto 4. 4 Pasangan Haji Darman Lubis dan Hajjah Saidah

Lubis

Universitas Sumatera Utara

Page 79: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

67

Kisah cinta mereka cukup unik karena mengalami sedikit

hambatan, saat orangtua Saidah Lubis tidak menyetujui jika ia ingin

menikah dengan Darman. Bukan karena mereka memiliki marga yang

sama, tapi lebih karena Darman pada saat itu kondisinya miskin dan

bukan dari keluarga yang berada. Akhirnya Darman dan Saidah memilih

untuk menikah diam-diam, atau dalam masyarakat mandailing

mengenalnya dengan istilah kawin lari. Sehari-harinya Darman bekerja

sebagai wirausaha. Keluarga mereka akur, mereka jarang berkelahi.

Masalah ekonomi juga tidak memberatkan keluarga in karena mereka

hidup berkecukupan secara ekonomi.

Foto 4. 5 Pasangan Mahmud Hasibuan dan Nur Lainan Hasibuan

Universitas Sumatera Utara

Page 80: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

68

5. Informan kelima saya adalah Nur Lainan Hasibuan. Usia 34 tahun, lahir

di Sibuhuan pada tanggal 28 Oktober 1983. Menikah dengan orang yang

semarga dengannya yaitu Mahmud Hasibuan, yang lahir pada tanggal 28

November 1983. Saat in berusia 34 tahun. Mereka menikah pada 14

November 2010. Pekerjaan Nur Lainan adalah sebagai guru SD dan

suaminya bekerja di kantor Bupati. Mereka tidak memiliki hambatan

untuk menikah semarga dulunya, tapi Nur Lainan sama sekali tidak tahu

kalau Mahmud suaminya ternyata bermarga Hasibuan juga. Setelah

mereka 8 tahun menikah, mereka telah memiliki dua anak laki-laki.

Foto 4. 6 Pasangan Irma Efridah Lubis dan Sultan Mustopa Lubis

6. Informan keenam adalah Irma Efrida Lubis. Lahir pada tanggal 10 Juli

1982, di Pidoli. Ia menikah semarga dengan Sultan Mustapa Lubis. yang

Universitas Sumatera Utara

Page 81: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

69

lahir di Padangsidimpuan pada tanggal 19 September 1985. Saat in

mereka telah dikaruniai empat anak yaitu tiga perempuan dan satu anak

laki-laki. Irma bekerja sehari hari sebagai penjual sayur, dan Mustapa

sendiri bekerja sebagai tukang becak. Walaupun mereka hidup sederhana

tapi hidup mereka merasa bahagia dan keluarganya rukun. Pertengkaran

kecil-kecilan terjadi biasanya hanya karena himpitan ekonomi, jika

penghasilan Mustapa sedikit. Saat dulu memutuskan untuk menikah,

walaupun mereka berdua semarga tapi tidak ada hambatan yang

menjanggal pernikahan mereka. Kedua orangtua mereka setuju dan

menikahkan mereka.

4.7 Kasus 3 Keluarga Kawin Semarga

A. Keluarga Basrah Nasution dan Siti Rohani Nasution

Pasangan Basrah Nasution dan Siti Rohani Nasution bertempat tinggal di

kelurahan sipolu-polu Kecamatan Payabungan Kabupaten Mandailing Natal. Sang

suami, Basrah Nasution berumur 43 tahun, lahir pada tanggal 13 juli 1973.

Sedangkan sang istri, Siti Rohani Nasution, berumur 39 tahun, lahir pada tanggal

5 Juli 1978. Mereka menikah pada tanggal 23 januari 2004.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

70

Foto 4.7 Pasangan Basrah Nasution dan Siti Rohani Nasution

Pak Basrah adalah seorang pengusaha kerupuk incor-incor yang di

pasarkan di panyabungan, sedangkan Ibu rohani bekerja sebagai PNS. Sudah

kurang lebih 14 tahun mereka menikah, dan dikaruniai 2 anak yaitu satu ladan ki-

laki satu perempuan. Mereka mengatakan tidak di permasalahkan dalam adat

masyarakat mandailing untuk menikah sesama marga.

Siti Rohani Nasution adalah anak pertama dari tujuh bersaudara dari

Bapak Hollat Nasution dan Ibu Derliana Lubis, terdiri dari empat orang anak

perempuan, tiga anak laki-laki. Siti Rohani adalah wanita bermotivasi tinggi yang

Universitas Sumatera Utara

Page 83: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

71

selalu membantu orang tuanya dan mencari pekerjaa yang bagus demi

kesejahteraan keluarga. Bapak HollatNasution berasal dari Sopotinjak, sedangkan

Ibu Derliana berasal dari Ampung Siala.

Dari keluarga ini, yang sudah berkeluarga adalah Siti Rohani sendiri. Adik

Siti Rohani yang merupakan anak kedua di keluarga tersebut bernama Siti Robiah

Nasution, adalah lulusan dari STKIP Padang Sidimpuan pada tahun 2016. Ia

bekerja sebagai Pedagang Makanan. Anak ketiga bernama Muhammad Punjud,

lalu Siti Khairani, Muhammad Husein, Iskandar Muda, dan yang terakhir adalah

Nurul Mutiah.

Keluarga Bapak Almarhum Hubeir Nasution dan Ibu Rosmina Rangkuti

adalah orang tua dari Baddah nasution. Keluarga ini mempunyai 5 anak laki-laki

anak, yang pertama bernama Wahid Nasution. Anak yang kedua bernama Elon

nasution. Anak ketiga Iwan Nasution, yang keempat yang bernama Baddah

Nasution. Dan yang terakhir bernama Alwi Nasution. Bapak Almarhum Hubeir

Nasution berasal Huta Lombang, sedangkan Rosmina Rangkuti berasal

Parlampungan.

Keluarga ini membuka usaha yaitu berdagang kerupuk incor-incor khas

Mandailing. Usaha ini turun temurun, sebab orang tua Baddah Nasution juga

mengajari anak-anaknya belajar cara membuat kerupuk incor-incor yang terbuat

dari bahan ubi.

Pertemuan pertamanya dengan Baddah Nasution adalah saat mengikuti

acara Naposo Nauli Bulung untuk melaksanakan maulid Nabi. Namun mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 84: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

72

menjalani hubungan diam-diam sebab kedua orangtua mereka tidak menyutuji

hubungan mereka.

Kisah mereka terhalang karena restu orangtua, karena saat itu Ibu mereka

saling bermusuhan. Ibu dari Siti Rohani dan Ibu dari Baddah Nasution, suaminya,

sama-sama berprofesi sebagai pedagang sarapan. Adanya rasa kalah saing

menyebabkan mereka saling membenci. Namun tidak pada kedua anak mereka

yang saling menyayangi. Meskipun saling bermusuhan, hal ini tidak menyurutkan

niat Baddah Nasution untuk mempersunting Siti Rohani Nasution. Akhirnya

sebagai jalan tengah ayah dari Baddah Nasution memberanikan diri untuk

melamar secara langsung Siti Rohani pada ibunya. Dengan musyawarah keluarga

akhirnya merekapun dapat melangsungkan pernikahan. Pihak keluarga lain

bahkan menyetujuinya.

Sebelum menikah mereka juga menjalin kasih selama beberapa tahun,

walaupun sebenarnya keluarga pihak laki-laki tidak menyetujui hubungan mereka.

Namun pihak perempuan memaksa ibunya supaya menyetujui mereka menikah.

Hambatan dalam pernikahan satu marga ini juga tidak ada. Suami ibu rohani ini

sangat taat agama, sedangkan ibu Rohani sendiri sangat menghormati suami dan

pekerjaannya juga.

Dalam Konsep Dalian Na Tolu Pak Basrah merupakan anak Boru

sedangkan Ibu Rohani adalah Mora. Sedangkan yang menjadi Kahangginya

adalah adik Bapak dari Pihak Ibu Rohani. Sebelum menikah Pak Basrah sebagai

Anak Boru harus meminta restu (manyapai) dari Pihak Kahanggi, bukan langsung

Universitas Sumatera Utara

Page 85: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

73

menemui orang tua dari Ibu Rohani. Hal ini tidak diperbolehkan, Pihak Kahanggi

sebagai perantara dari Anak Boru atau Pihak Bapak Basrah. Dan yang Pihak

Kahanggi sendiri lah yang nantinya akan bertanya langsung kepada Pihak

Perempuan yaitu Ibu Rohani sebagai Mora, apakah ia setuju untuk menikah

dengan Pak Basrah.

Dalam perkawinan ini tidak ada upacara penebusan larangan perkawinan

semarga, sebab hal ini sudah biasa dilakukan oleh masyarakat mandailing.

Sehingga tidak ada penganggapan hal tabu untuk menikah dengan sesama marga.

B. Keluarga Salamat Pulungan dan Robiah Pulungan

Salamat pulungan sebagai kepala keluarga yang berumur 57 tahun dan

istrinya bernama Robiah pulungan berumur 45 tahun. Salamat pulungan yang

merupakan suami kedua dari Robiah pulungan, dimana pada tahun 80-an Robiah

ditinggal mati oleh suami pertamanya dan dia harus menghidupi ke-6 hasih buah

cintanya dengan suami pertama. Sedangkan Salamat pulungan di ketahui sudah

mempunyai istri serta anak.

Menurut sepengetahuan masyarakat setempat keluarganya hidup dengan

rukun dan damai. Awal pertemuan Salamat dengan Robiah pada tahun 1990 dan

pada saat itu mereka sama-sama bekerja sebagai buruh tani, hampir setiap hari

mereka berjumpa dan tidak jarang Robiah membawakan makan siang untuk

Salamat serta Salamat pun tidak enggan memberi separuh upahnya untuk Robiah

dengan alasan untuk biaya sekolah anak Robiah.

Universitas Sumatera Utara

Page 86: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

74

Foto 4.8 Pasangan Salamat Pulungan dan Robiah Pulungan

Pada awal tahun 1991 Salamat membawa Robiah ke-desa luar tempat

keluarga si laki-laki, di adat mandailing di sebut dengan “Malojongkan Boru”, di

waktu yang sama antara Salamat dan Robiah tidak saling mengetahui jika mereka

satu marga dan pada saat itu juga Salamat masih berstatus suami orang, namun

karena sama-sama sayang (Marsihaholongan) dan terlanjur sudah di beri tahu

kepada keluarga si wanita, di dalam adat mandailing di sebut “Pabotoon na tu

koum bahaso nakkon sai jalak jalak harana na ma dalan na tobang”.

Berbagai konflik pun terjadi setelah mengetahui jika mereka satu marga,

beberapa pihak dari keluarga si laki-laki tidak menyetujui hubungan mereka,

sontak keluarga si laki-laki mengatakan kepada keluarga si wanita untuk menarik

kembali putri mereka dalam adat mandailing di katakan “Manarik Boru“, namun

keluarga dari pihak wanita menolak tawaran tersebut dengan alasan pamali.

Larangan yang ditakutkan sebagai resiko yang terjadi apa bila dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

Page 87: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

75

Pada tanggal 10 februari 1991 menikahlah Salamat dengan Robiah dan

sebelumnya Salamat sudah menjatuhkan Talak untuk istri pertamanya. Beberapa

masyarakat menanggapi pernikahan mereka tersebut dalah pernikahan satu darah,

di adat mandailing jika sama-sama menyandang marga yang sama dikatakan

mereka satu nenek moyang dalam bahasa mandailing di sebut “Mariboto”,

dengan kata lain Salamat menikah dengan saudaranya sendiri, namun dalam

hukum agama pernikahan mereka merupakan pernikahan yang sah sebab antara

Robiah dan Salamat bukanlah saudara kandung atau se-Ayah dan se-Ibu.

Sudah 26 tahun umur pernikahan mereka, di singgung soal hambatan

pernikahan satu marga, mungkin bagi Salamat hambatannya hanya satu yaitu

keluarga, namun kerena besarnya rasa sayang yang dimiliki Salamat tidak

mengurungkan niatnya untuk menikahi Robiah yang berstatus janda dan memiliki

6 (enam) orang anak. Sekarang mereka hidup dengan rukun dan damai meski

keduanya hanya bekerja sebagai buruh tani demi menghidupi anaknya, diketehui

2 anak nya sudah berkeluarga, 2 meninggal dunia, satu merantau dan satu lagi

masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).

Universitas Sumatera Utara

Page 88: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

76

C. Keluarga Solah Siregar dan Nur Aina Siregar

Foto 4.9 Pasangan Nur Aina Siregar dan Muhammad Solah Siregar

Pasangan ini memiliki kisah berbeda dengan kisah-kisah pasangan semarga

yang rukun dan bahagia sebelumnya. Kisahnya mengalami perbedaan dari kisah

pasangan sebelumnya. Namanya adalah Nur Aina Siregar, yang menikah dengan

seorang laki-laki yang juga bermarga sama dengannya yaitu Muhammad Solah

Siregar. Nur Aina lahir di Sipolu-Polu pada tanggal 1 Maret 1987. Sekarang

usianya adalah sekitar 30 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Page 89: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

77

Nur Aina sehari-hari bekerja sebagai penjual miesop, dari pagi sampai

malam ia berdagang dan dagangannya lumayan laris. Suaminya Muhammad

Solah lahir pada tanggal 27 Februari 1986.

Nur Aina Siregar memiliki kedua orangtua bernama Bapak Abdul Siregar

dan Ibu Nurhana Hasibuan. Bapak Abdul berasal dari Rao dan berusia 54 tahun,

sedangakan Ibu Nurhana berasal dari Panti Pasaman dan berusia 50 tahun. Mereka

tinggal di desa Sipolu-Polu Panyabungan dan bekerja sebagai petani. Keluarga

Nur Aina terdiri dari sembilan bersaudara, yaitu empat anak laki-laki dan lima

anak perempuan.

Sedangkan dari pihak laki-laki, Solah Siregar, Ayahnya bernama Bapak

Zainuddin Siregar, seorang petani yang berusia 50 tahun dan berasal dari Aek

Bingke. Dan ibunya bernama Ibu Juliana Rangkuti yang berusia 48 tahun dan

berasal dari Siabu. Solah Siregar berasal dari enam bersaudara, terdiri dari empat

orang perempuan dan dua orang laki-laki.

Pada saat upacara pernikahan mereka, masih sangat kental dengan adat.

Pihak laki-laki hanya mampu memberikan uang Rp.12.000.000,00 sebagai mahar,

namun pihak perempuan meminta Rp. 15.000.000,00. Sehingga pada hari itu

dikumpulkanlah para hatobangan. Dikarenakan mereka menikah semarga, maka

pihak perempuan ikut membantu biaya pernikahan mereka dengan memotong

seekor kambing dan lima ekor ayam untuk 500 orang tamu undangan. Pihak

keluarga dan kerabat kedua belah pihak tidak merasa keberatan dan menyetujui

dengan adanya pernikahan mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 90: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

78

Aina dan Muhammad Soleh tidak pernah menjalin hubungan kasih

sebelumnya. Muhammad Soleh langsung melamar Aina kepada orangtuanya, dan

kedua orangtua Aina setuju dan menerima lamaran Muhammad Soleh. Merekapun

menikah dan hidup bahagia di awal pernikahannya. Namun, ada hambatan yang

mereka dapatkan saat setelah menikah. Mereka sulit untuk mendapatkan

momongan.

Pernikahan mereka berlangsung pada tahun 2014, dan setelah hampir dua

tahun barulah mereka mempunyai keturunan. Namanya Zakira, usianya sekarang

adalah dua tahun. Tidak hanya itu, ternyata keluarganya juga mempunyai

masalah. Aina dan Muhammad Solah ternyata sering bertengkar, dalam berumah

tangga mereka sering tidak akur. Sehingga akhirnya Muhammad Solah

memutuskan untuk memberikan talak dua kepada Aina. Muhammad Solah juga

pergi ke Batam dengan alasan untuk mencari pekerjaan. Walaupun Aina sudah

ditalak dua, tapi Aina mengakui bahwa Muhammad Solah masih sering mengirim

kabar padanya juga bertanya tentang anaknya. Tidak hanya itu, kewajibannya

sebagai suami juga tetap dijalankannya, ia tetap mengirim gajinya kepada Aina

untuk biaya kebutuhan hidup Aina dan anaknya.

Banyak orang yang mengira bahwa hal ini dikarenakan mereka menikah

semarga. Dimulai dari lamanya mendapatkan keturunan hingga

ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

Dalam Konsep Dalian Na Tolu Pak Solah merupakan anak Boru sedangkan

Ibu Aina sendiri adalah Mora. Tanpa proses pacaran yang panjang, Pak Solah

langsung menemui Kahanggi dari Ibu Aina yang merupakan sahabatnya sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 91: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

79

Saat itu sebenarnya pihak wanita, atau pihak ibu Aina sendiri sebenarnya tidak

setuju, sebab mereka masih menganggap bahwa pernikahan semarga itu dilarang.

Namun setelah adanya kesepakatan bersama antara kedua belah pihak keluarga,

maka berlangsung pernikahan tersebut.

Namun, ternyata takdir berkata lain, kehidupan rumah tangga mereka tidak

harmonis, hingga akhirnya memutuskan untuk bercerai. Hal ini semakin

menguatkan pihak keluarga Ibu Aina bahwa akan ada banyak masalah yang

terjadi dalam perkawinan semarga. Mereka menganggap masalah yang datang

juga akibat dari tidak dilakukannya penebusan dalam perkawinan semarga yang

mereka lakukan, seperti memotong ayam, ataupun kambing.

Walaupun begitu Ibu Aina dan Pak Solah tetap berkomitmen untuk

mengurus anaknya bersama sama, walaupun mereka sudah berpisah.

4.8 Pendapat Tokoh Masyarakat Mengenai Kawin Semarga di Kecamatan

Panyabungan

Konon pada zaman dulu perkawinan semarga merupakan pelanggaran adat

yang sangat fatal. Dahulu tidak di perbolehkan menikah satu marga, apabila

menikah satu marga akan membayar denda paling sedikit harus menyembelih

seekor kambing. Tapi kalau sekarang ini tidak ada lagi peraturan yang seperti itu.

Menurut masyarakat tidak ada lagi mengikuti zaman sekarang ini, masyarakat

mempunyai garis keluarga dekat juga ada yang menikah satu marga adat secara

adat dikatakan “obar sajo domana dibuakan” mendapatkan sanksi dan denda oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 92: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

80

karena itu pengakuan adat / harojoan, dengan diasingkan dari daerah tempat

tinggalnya.

Menurut nenek moyang pada zaman dulu perkawinan semarga merupakan

perkawinan sedarah, namun seiring berjalan waktu perkawinan semarga mulai di

terima oleh banyak kalangan. Dalam aturan agama tidak ada larangan perkawinan

semarga kecuali saudara kandung baru tidak boleh, tapi sekarang ini adatnya

dikatakan “Obar sajodomana na idokon denda”. Tapi pelaksanaanya tidak ada,

jadi tindaknya tidak ada tapi obarnya mereka satu marga. Dulu menikah satu

marga tidak perbolehkan siapa saja yang menikah satu marga akan di usir

masyarakat setempat. Pada tahun 60-an argumentasi ini mulai diterima hingga

sekarang. Hinga kini pernikahan semarga bukan hal yang tabu bagi masyarakat

mandailing, dulu satu tempat yang ada menikah satu marga.

Menikah satu marga pada zaman dahulu diadatkan, yaitu adat besar dan

adat kecil. Pada adat kecil jika menikah satu marga yaitu, sebagai denda

memotong seekor kambing atau dilaksanakan adat pernikahan sebagaimana

masyarakat menikah seperti biasanya. Penikahan dalam adat besar yaitu

memotong satu ekor kerbau dan kemudian melaksanakan adat pernikahan seperti

biasanya. Dalam Dalian Na Tolu, Jika seseorang bermarga Nasution menikah

dengan Nasution juga, hal ini dinamakan “manopotkon kahanggi”.

Pada zaman dahulu atau tempo dahulu pernikahan itu dilarang, Namun

pada zaman sekarang ini sudah boleh dilaksanakan. Dahulu jika menikah dengan

satu marga di daerah panyabungan, tidak dilaksanakan adat dan jusru di usir atau

Universitas Sumatera Utara

Page 93: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

81

di asingkan dari kampung, karena perkawinan satu marga tersebut melanggar

adat. Jika pada zaman dahulu denda yang harus dilaksanakan oleh masyarakat

yang menikah semarga, hal ini mungkin belum mampu untuk mereka, sebab

kerabat masyarakat tersebut masih kurang banyak. Dari pihak keluarga dahuulu

tidak akan diterima oleh para kerabat lain. Pada zaman dahulu adatnya sama

layaknya masa sekarang.

Dalam hal Dalian Na Tolu yang akan dibahas, saya mendapat informan

yang bernama Sutan Tuan Mangaraja Sian, yang dikenal dengan nama Tuan Sian.

Informan ini berusia 75 tahun.

Beliau mengatakan bahwa, menikah satu marga di anggap dengan “Iboto”

kita, tapi pada zaman dahulu, menikah semarga tidak diperolehkan dalam adat

namun masih diterima dalam agama. Karena pada zaman itu Adat lebih kental

dimasyarakat daripada agama. Sehingga jika terjadi pernikahan semarga, tidak

akan diterima dalam adat dan hars dikenakan sanksi atau denda. Biasanya hanya

upacara adat yaitu memotong seekor kerbau menurut Raja yang ada di

Panyabungan

Dalam susunan Dalian Na Tolu dengan peradatan dikatakan bahwasanya

yang mendirikan Horja Godang Batak Mandailing, adalah mayoritas

penduduknya yang beragama Islam. Itu adalah hukum adat harus diikuti, yang

tidak dikenakan hukum adat pengusiran, biasanya keluarga yang satu marga

tersebut. Dan hukuman tersebut tidak bisa melebihi hukum Tuhan tetapi mereka

memiliki kewenangan sesuai dengan adatnya. Perkawinan semarga menurut adat

Universitas Sumatera Utara

Page 94: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

82

batak mandailing, tidak diperbenarkan karena secara sederhana, semarga

bermakna satu marga. Dapat dikatakan perkawinan semarga seperti hubungan

incest atau “mariboto” atau saudara kandung, yang tentunya ini dapat dikatakan

aib, baik bagi diri sendiri maupun calon istrinya ini, yang tak lain adalah saudara

sendiri, dari pihak keluarga laki-laki ataupun pihak keluarga perempuan, bahkan

ini akan menjadi aib dalam kelompok mereka sendiri.

Adat tidak terlalu di perhitungkan lagi untuk perkawinan semarga karena

sekarang ini lebih tinggi agama dari pada adat. Adat itu tidak bisa melebihi

agama, dan didalam agama pernikahan satu marga diperbolehkan tapi kalau di

hukum adat tidak di perbolehkan. Jika pun ada harus melalui adat, dan pelakunya

harus membeli marga lain, yaitu dengan syarat memotong seekor kerbau.

Pada saat zaman dahulu jikala ada rasa risiko kawin satu marga, artinya

risiko yaitu khawatir dengan hukum dan konsekuensi kerajaan pemangku adat

raja-raja. Pada saat ini masih berlaku istilahnya hukum kerajaan di beberapa

perkampungan. Menikah satu marga di kota tidak akan berlaku dengan adat,

karena mereka lebih mementingkan agama. Kalau di kampung-kampung juga

tidak berlaku, sebab mereka lebih mementingkan hukum agama dari pada adat.

Dalam Islam jika ada beberapa aturan dari hukum adat yang menyalahi agama,

maka adat tersebut tidak akan dilaksanakan.

Adanya hambatan-hambatan yang terjadi dalam pernikahan semarga, karena

dikatakan melanggar aturan-aturan hukum dan adat istiadat, ini dibuat pada

zaman kerajaan yang disetujui oleh masyarakat pada zaman kerajaan untuk di

Universitas Sumatera Utara

Page 95: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

83

jalankan dalam kehidupan bermsyarakat. Maka dari itu pernikahan satu marga

tidak diperbolehkan pada zaman kerajaan. Dan jika ada terjadinya pernikahan satu

marga dalam masyarakat, disebabkan karena banyak yang tidak mengetahui

hukum adat istiadat. Keadaan sistem kerajaan setelah kemudian lama kelamaan

berkembang, lalu menghilang dan berubah dengan keadaan sekarang. Dalam hal

ini agama juga muncul dengan sebagai pedoman peradaban kehidupan sistem

manusia.

Pada zaman dulu, adat menajdi paling kental dari pada agama, dan masih

sangat di hormati raja. Suatu contoh: pada saat Raja di forumkan ke tengah, di

mana mora, anak boru dan kahanggi “digodangkan”. Dalam istilah mora dan

kahanggi yang bisa membuat acara “mangido doa” atau “manopotkon kahanggi”,

namun hanya mora dan kahanggi yang bisa berbicara, sedangkan anak boru tidak

bisa. Hal ini disebabkan karena mora dan kahanggi yang sudah membuat acara

mangido doa, agar masyarakat di sekitar ini bahwasanya akan di adakan

pernikahan.

Misalnya yang bukan keturunan raja menikah dalam satu marga, dan

golongan masyarakat yang kurang mampu atau tidak bisa membelikan kambing

atau kerbau, harus membeli sepasang ayam atau dilepaskan ayam. Dulu masih

kuat dalam adat melakukan pernikahan yang tidak semarga, tapi sekarang ini lebih

kuat agama dari pada adat. Adapun pendapat masyarakat setempat tentang

menikah satu marga, yaitu akan sial dan rezekinya berkurang, dan didalam

keturunan juga akan mengalami cacat fisik atau mental.

Universitas Sumatera Utara

Page 96: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

84

Dalam interaksi sosial masyarakat Mandailing khususnya di daerah

Panyabungan menerapkan yang namanya Dalihan Natolu sebagai filsafat hidup

mereka, sampai sekarang masih dilestarikan karena suatu Adat Bangsa akan

lenyap bilamana mereka tidak memiliki pegangan dalam mengatur kehidupan

bermasyarakat.

Dengan perkawinan terjadilah ikatan dan integrasi diantara tiga pihak yang

disebut tadi, seolah-olah mereka bagai tiga tungku di dapur yang besar gunanya

dalam menjawab persoalan hidup sehari-hari. Cukup banyak fungsi adat ini bagi

masyarakat pendukungnya, diantaranya Patidahon holong yang artinya

menunjukan kasih sayang diantara sesama yang penuh sopan santun/etika. Dari

fungsinya yang penuh kehidmatan maka Adat Dalihan Natolu dapat diterima oleh

setiap etnis Batak sekalipun mereka berbeda-beda agama.

Tutur menjadi perekat bagi hubungan kekerabatan. Tidak kurang dari lima

puluh macam tutur dalam kekerabatan Batak. Dengan menyebut tutur terhadap

seseorang diketahuilah jalur hubungan kekerabatan diantara mereka yang

menggunakannya. Tutur kekerabatan itu sekaligus menentukan prilaku apa yang

pantas dan tidak pantas diantara mereka yang bergaul.

Adapun Raja-Raja dalam Panusunan Mandailing:

1. Patuan Mandailing Nasution Huta Siantar

2. Banginda Mangaraja Sualoon Nasution Pidoli Lombang

3. Sutan Parluhutan Nasution Panyabungan Julu

4. Sutan Batara Nasution Pidoli Dolok

Universitas Sumatera Utara

Page 97: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

85

5. Mangaraja Sian Nasution Panyabungan Tonga

6. Mangaraja Kumala Oloan Nasution Gunung Tua

7. Mangaraja Iro Parlagutan Lubis Manambin

8. Mangaraja Ongara Lubis Huta Godang

9. Sutan Parlaungan Lubis Tamiang

10. Raja Naga Panjang Lubis Singegu

11. Sutan Mangasa Pintor Nasution Maga

12. Sutan Bugis Lubis Tambangan

13. Sutan Pande Lubis Pakantan

Universitas Sumatera Utara

Page 98: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

86

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perkawinan semarga suku

Mandailing pada masyarakat Mandailing di Kecamatan Panyabungan yang telah

dibahas pada bab sebelumnya dalam skripsi ini maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Masyarakat Mandailing yang sistem kekerabatannya patrilineal

dengan sistem perkawinan exogami memiliki ketentuan adat

istiadat yang masih satu marga dilarang melangsungkan

perkawinan, karena keyakinan yang melakukan perkawinan

semarga masih memiliki hubungan darah. Oleh karena itu, latar

belakang munculnya perkawinan beda marga pada masyarakat

Mandailing adalah untuk menghindari perkawinan semarga,

menghindari perkawinan saudara sekandung, menghindari

rancunya hubungan silsilah kekerabatan (partuturon), dan

memelihara rasa malu. Dengan demikian masyarakat Mandailing

menikah akan mengetahui marga apa saja yang boleh dinikahi,

serta menganggap semarga itu bersaudara.

2. Pada dasarnya, dalam adat perkawinan semarga memang dilarang

dalam masyarakat Mandailing karena dianggap sedarah dan masih

mempertahankannya namun, dipihak lain terdapat masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 99: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

87

Mandailing Mandailing yang cenderung mengubah larangan

perkawinan semarga. Masyarakat Mandailing menganggap

perkawinan semarga itu sah saja asalkan saling mencintai, selain

faktor cinta terjadinya perkawinan semarga juga dipengaruhi oleh

faktor agama, ekonomi, pendidikan, perkembangan zaman dan

kurangnya pengetahuan budaya Mandailing. Masyarakat

Mandailing yang melakukan perkawinan semarga menganggap

perkembangan penduduk yang semakin bertambah sehingga tidak

mungkin lagi semarga itu sedarah, dan orang yang memiliki marga

yang sama tidak berarti mereka adalah saudara. Hasil penelitian di

lapangan mengungkapkan bahwasanya faktor yang paling

menonjol dalam perkawinan semarga adalah faktor agama,

larangan perkawinan semarga tidak ada dalam hukum Islam,

karena saudara semarga tidak termasuk dalam orang-orang yang

haram dinikahi menurut al-Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian

dapat dikatakan perkawinan semarga berhukum mubah asalkan

bukan saudara dekat. Perkawinan semarga merupakan suatu

perubahan sosial keluarga dalam masyarakat Mandailing.

Perubahan sosial dalam perkawinan semarga Mandailing

Mandailing yang sekarang ini merubah sistem perkawinan

exogami menjadi sistem perkawinan eleutherogami yang tidak

mengenal adanya larangan atau keharusan sebagaimana halnya

Universitas Sumatera Utara

Page 100: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

88

dalam sistem perkawinan exogami atau sistem perkawinan

endogami.

5.2 SARAN

Adanya ketentuan adat-istiadat larangan perkawinan semarga dalam

masyarakat patrilineal Mandailing secara bertahap lebih baik ditinggalkan saja.

Pertimbangannya, tidak adanya tatanan kehidupan masyarakat yang abadi tanpa

mengalami perubahan. Bertahannya masyarakat dalam mempertahankan hukum

adatnya yang menyulitkan terbentuknya hukum waris nasional maupun hokum

kekeluargaan nasional dewasa ini haruslah kita lihat dalam konteks larangan

perkawinan semarga.

Oleh karena itu, para tokoh adat, tokoh masyarakat serta para orangtua

mengadakan kajian mengenai larangan perkawinan semarga tersebut yang sudah

melekat dan mendarah daging dalam adat Mandailing, sehingga akan meluruskan

pemahaman generasi penerus keturunan orang Mandailing dengan budaya

Mandailing. Para orang tua hendaknya bisa memberikan semangat pendidikan

tinggi kepada generasi penerus, dalam hal ini dimulai dari peran orang tua karena

mereka mempunyai pengaruh yang besar dan penting dalam pendidikan dan

pergaulan anak di masyarakat sehingga lebih mempunyai pengetahuan

komprehensif agar tidak terjadi pemahaman yangs salah.

Salah satu untuk mencegah terjadinya suatu perkawinan semarga pada

masyarakat Mandailing yaitu, mengajarkan dan mendidik anak-anak tentang tutur

sopan santun terhadap keluarganya mulai dari orangtua sampai ke nenek moyang.

Universitas Sumatera Utara

Page 101: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

89

Dan juga diajarkan tentang silsilah marga dari keturunan pertama hingga

keturunan sekarang. Sehingga generasi saat sekarang dengan sendirinya akan

memelihara dan menghargai budaya Mandailing dan selalu menjunjung tinggi

nilai-nilai budaya daerah sebagai bagian budaya nasional. Ada baiknya pasangan

yang melakukan perkawinan semarga membentuk suatu wadah. Tujuannya, untuk

menghadirkan suatu penelitian teknis ilmu kedokteran untuk membuktikan apakah

anak yang dilahirkan pasangan semarga menyebabkan pertumbuhan

kecerdasannya tidak sempurna maupun mengalami keturunan yang selama ini

merupakan mitos tanpa tersentuh suatu penelitian ilmiah. Dengan penelitian

tersebut tentunya dapat meredakan sekaligus menghapus pemahaman yang

berbeda-beda terhadap perkawinan semarga.

5.3 PENUTUP

Akhir kata, mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat umumnya bagi

pembaca khususnya bagi penulis. Penelitian ini jauh lebih sempurna, dengan

demikian penulis berharap dalam penelitian selanjutnya lebih diperluas lagi

kajiannya. Agar khazanah keilmuan tentang perkawinan semarga dalam

masyarakat Mandailing Mandailing ini menjadi lebih baik dan berkembang ruang

lingkup pengetahuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 102: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

90

DAFTAR PUSTAKA

Hadikusuma, Hilman. 1990. Hukum Perkawinan Adat. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti.

Koentjaraningrat. 1985 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Koenjaraningrat, 1998. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press

Koenjaraningrat.1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT

Dian Rakyat.

Nasution, H. Pandapotan.,SH. 2005. Adat Budaya Mandailing Dalam

Tantangan Zaman. Medan: FORKALA USU

Nasution. Pandapotan.H. SH, Uraian singkatan tentang adat mandailing

serta tata cara perkawinan.

Nasution. Pandapotan.H. SH, Acara Mangupa di Mandailing. Angkola,

sipirok dan Padang lawas,2001.

Nasution. Pandapotan. H. SH, Mandailing Natal Peluang , Tentang Dan

Harapan 2001.

Nasution.Pandapotan H.SH, Upacara Pemberian Marga di

Mandailing,2003.

Nasution.Pandapotan.H. SH, Adat Mandailing dalam tentang Zaman,

2005.

Nasution. Pandapotan .H.SH, Selancar kehidupan,2008.

Nasution.Pandapotan H.SH, Panggung kehidupan, 2009.

Nasution . Pandapotan H.SH, Sibolga dalam Kenangan, 2010

Nasution. Pandapotan.H. SH, Mandailing Natal Peluang, Tentang dan

harapan, 2001.

Nasution. Pandapotan. H. SH, Uraian singkat Adat Mandailing serta tata

Cara perkawinanya, widaya press, jakarta 1994.

Nasution, Pandapotan, H, SH, Adat Budaya Mandailing Dalam Yentang

Zaman, FORKALA, Medan, 2005.

Radja aminoedin, Sai’r yang Soedah Kadjadian, 1933.

Universitas Sumatera Utara

Page 103: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

91

Siany L, Atiek. 2009. Khazanah Antropologi. Jakarta: Pusat Perbukuan

Departemen Pendidikan Nasional

Soemiyati. 1999. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang

Perkawinan (Undang-undang No.1 Tahun 1974, tentang Perkawinan), cet ke-4.

Yogyakarta: Liberti

Suyono, Ariyanto. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Jakarta Presindo.

Zakiah, 2015. Hukum Islam di Indonesia Telaah Berdasarkan Aspek

Hukum Perkawinan, Hukum Waris, Wasiat dan Wakaf. Medan: CV Putra

Maharatu.

Universitas Sumatera Utara

Page 104: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

92

SUMBER MEDIA ONLINE

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28436/1/ERLIY

ANTI%20LUBIS-FSH.pdf. Diakses pada tanggal 1 Juni 2017 Pukul 14.30 WIB.

https://portal.mahkamahkonstitusi.go.id/eLaw/mg58ufsc89hrsg/UU_1_19

74_ok.pdf. Diakses pada tanggal 3 Juni 2017 Pukul 17.00 WIB.

https://id.wikipedia.org/wiki/Panyabungan_Kota,_Mandailing_Natal.

Diakses pada tanggal 3 Juni 2017 Pukul 17.30 WIB.

https://askolan.wordpress.com/mandailing/. Diakses pada tanggal 4 Juni

2017 Pukul 13.00 WIB.

http://khairiansciloen.blogspot.co.id/2015/04/gambaran-umum-kabupaten-

mandailing- natal.html

Universitas Sumatera Utara

Page 105: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

93

GLOSARIUM

BAHASA MANDAILING/ANGKOLA

Bagas : Rumah

Batang Boban : Tulang Punggung

Bayo Pangoli : calon mempelai pria

Bayo : Anak Lelaki

Boluson : Jalanan

Bongbong : Pagar

Boru Na Ni Oli : calon mempelai wanita

Boru : Anak Perempuan

Burangir : Sirih

Busir : Batang

Dalian : Tumpuan

Dina : Waktu

Disurduhan : Dipersembahkan

Domu : Bertemu

Godang : Besar

Gogo : Tenaga

Golap : Gelap

Halak : Orang

Hita : Kita

Horja : Hajatan

Universitas Sumatera Utara

Page 106: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

94

Jalak : Dicari

Jongjong : Berdiri

Kahanggi : keluarga laki-laki dari garis keturunan orang tua

Koum : Saudara

Landit : Licin

Ma tu : Kepada

Malojongkan : Melarikan

Malos : Layu

Mamodomi : Meniduri

Manarik : Menarik kembali

Manat : Berhati-hati

Mangan : Makan

Manulak : Mengantarkan

Manyapai : Bertanya

Mardongan : Berteman

Marimbar : Tidak Mengapa

Marjorang : Menjerang

Maroban : Membawa

Marsihaholongan : Saling Sayang

Mata ni ari : Matahari

Mora : keluarga laki-laki dari saudara istri

Muda : Kalau

Na lobi : Kelebihan

Universitas Sumatera Utara

Page 107: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

95

Na urang : Kekurangan

Nada : Tidak

Nakkon : Jangan

Namariboto : Semarga

Olong : Sayang

Pabotoon : Pemberitahuan

Pangalapan : Pengambilan

Pangalehenan : Pemberian

Pangidoan : Permintaan

Paradaton : Peradatan

Parsalinan : Baju ganti

Parsalipian : Tempat sirih

Pataon : Undang

Pataya taya : Mengingat-ingat

Patik : Butir

Patobang : Dewasa

Pining : Pinang

Sada : Satu

Sataon : Setahun

Sere : Emas

Sibontar : Putih

Silua : Oleh-oleh

Sitamba : Tambah

Universitas Sumatera Utara

Page 108: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

96

Sontang : Gambir

Sorahkon : Serahkan

Suhut : Letak

Sulu : Lampu

Tano : Tanah

Timbako : Tembakau

Tolu : Tiga

Tubu : Tubuh

Tuhanta : Tuhan

Tungkot : Tongkat

Uali : Kuali

Ulang : Jangan

Ulu Bondar : Ipar

Universitas Sumatera Utara

Page 109: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

97

LAMPIRAN I

DATA INFORMAN

Pelaku Pernikahan Semarga dalam Adat Mandailing di Kecamatan

Panyabungan

No Nama Pekerjaan Usia Alamat

1 M. Ikhsan Ali Batubara

Sri Rahmi Sahyani Batubara S. S.

Honorer

IRT

27 Tahun

24 Tahun

Jalan Durian

Lintas Timur

2 Ichan Batubara

Amy Batubara

Wiraswasta

IRT

27 Tahun

24 Tahun

Panyabungan

3 Abdul Hollit Nasution

Usna Nasution

Tukang

IRT

63 Tahun

61 Tahun

Panyabungan

4 Muhammad Solah Siregar

Nur Aina Siregar

Pedagang

Pedagang

30 Tahun

29 Tahun

Panyabungan

5 Ollun Nasution

Afrelah Nasution

Pedagang

Pedagang

52 Tahun

47 Tahun

Panyabungan

6 Haji Darman Lubis

Hajjah Saidah Lubis

Pedagang

Pedagang

57 Tahun

50 Tahun

Panyabungan

7 Mahmud Hasibuan

Nur Lainan Hasibuan

PNS

Guru SD

34 Tahun

34 Tahun

Panyabungan

8 Sultan Mustapa Lubis

Irma Efrida Lubis

Tukang Becak

Penjual Sayur

32 Tahun

35 Tahun

Panyabungan

9 Basrah Nasution

Siti Rohani Nasution

Wiraswasta

PNS

43 Tahun

39 Tahun

Jalan Mesjid

Alfalah

Sipolu Polu

10 Salamat Pulungan

Robiah Pulungan

Petani

Petani

57 Tahun

45 Tahun

Panyabungan

Universitas Sumatera Utara

Page 110: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

98

Lampiran II

Pertanyaan Untuk Tokoh Adat dan Masyarakat Mandailing

1. Apa yang Bapak ketahui tentang perkawinan semarga ?

2. Bagaimana menurut Bapak terjadinya suatu perkawinan semarga pada

masyarakat Mandailing ?

3. Bagaimana menurut Bapak munculnya suatu perkawinan semarga dalam

masyarakat ?

4. Apakah Perkawinan semarga ini sudah ada sebelum datangnya Islam ke

tanah Mandailing ?

5. Faktor- faktor apakah yang mempengaruhi perkawinan semarga pada

masyarakat Mandailing ?

6. Bagaimana tanggapan Bapak terhadap keluarga masyarakat Mandailing

yang melakukan perkawinan semarga ?

7. Bagaimana tantangan kedepan larangan perkawinan semarga di era yang

semakin moderen ?

8. Apakah perkawinan semarga ini dapat memunculkan dampak ?

9. Dampak apakah yang terjadi terhadap keluarga yang dilakukan

perkawinan semarga?

10. Bagaimana respon andaikan perkawinan semarga terjadi terhadap putra-

putri Bapak?

Universitas Sumatera Utara

Page 111: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

99

LAMPIRAN III

Kepala Lingkungan : Abdul Matondang

Universitas Sumatera Utara

Page 112: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

100

Tokoh Masyarakat: Mawar Hasibuan

Universitas Sumatera Utara

Page 113: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

101

Tokoh Masyarakat: Hajjah Masni Hasibuan

Ibu Hajjah Masni Hasibuan

Universitas Sumatera Utara

Page 114: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

102

Tokoh Masyarakat: Adip Nasution

Universitas Sumatera Utara

Page 115: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

103

Lampiran IV

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis Kelamin, dan Kecamatan

Number of Population by Sex, Sex Ratio, and District

2017-2018

Kecamatan

District

Jenis Kelamin

Sex Laki-laki +

Perempuan

Male + Female

Rasio Jenis

Kelamin

Sex Ratio Laki-laki

Male

Perempuan

Female

[1] [2] [3] [5] [6]

1. Batahan 9 081 8 802 17 883 103,17

2. Sinunukan 8 074 7 626 15 700 105,87

3. Batang Natal 11 598 11 454 23 052 101,26

4. Lingga Bayu 11 578 11 345 22 923 102,05

5. Ranto Baek 5 803 5 693 11 496 101,93

6. Kota Nopan 12 922 13 884 26 806 93,07

7. Ulu Pungkut 2 138 2 204 4 342 97,01

8. Tambangan 5 411 6 305 11 716 85,82

9. Lembah Sorik Marapi 7 939 7 997 15 936 99,27

10. Puncak Sorik Marapi 3 925 4 197 8 122 93,52

11. Muara Sipongi 4 912 4 963 9 875 98,97

12. Pakantan 1 097 1 096 2 193 100,09

13. Panyabungan 38 277 40 770 79 047 93,89

14. Panyabungan Selatan 4 598 5 014 9 612 91,70

15. Panyabungan Barat 4 279 4 823 9 102 88,72

16. Panyabungan Utara 9 900 10 507 20 407 94,22

17. Panyabungan Timur 6 092 6 478 12 570 94,04

18. Huta Bargot 2 783 3 056 5 839 91,07

19. N a t a l 14 042 13 845 27 887 101,42

20. Muara Batang Gadis 7 948 7 796 15 744 101,95

21. S i a b u 23 323 25 041 48 364 93,14

22. Bukit Malintang 5 444 5 686 11 130 95,74

23. Naga Juang 1 853 1 876 3 729 98,77

Jumlah 203 017 210 458 413 475 96,46

201 686 209 245 410 931 96,39

200 925 207 806 408 731 96.39

Sumber :BPS Kabupaten Mandailing Natal

Universitas Sumatera Utara

Page 116: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

104

104

LAMPIRAN V INSTRUMEN PENELETIAN

PERNIKAHAN SESAMA MARGA DALAM ADAT MANDAILING DI KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN

MANDAILING NATAL

PEDOMAN PENGUMPULAN DATA

NO ISSU UTAMA VARIABEL ASPEK/

PARAMETER

METODE SUMBER DATA/

INFORMASI

I GAMBARAN

UMUM

DESA/PEMUKI

MAN

PENDUDUK

Lokasi dan

keadaan alam

a. Letak geografis, lokasi administratif, jarak dari ibukota

kecamatan/kabupaten, ketinggian di atas permukaan

laut, dsb

b. Keadaan alam (datar, berbukit, bergelombang), flora

dan fauna yang banyak dijumpai di sekitar desa,

identifikasi nama-nama bukit/gunung, nama-nama

sungai/anak sungai, gua, dan ciri-ciri alam yang khas

di sekitar desa

c. Identifikasi batas-batas desa menurut kategori

tradisional, misalnya batas menurut alam (batas

sungai, bukit, atau ciri alam lainnya), batas menurut

Sumber-

sumber

sekunder,

BPS,

pengamatan

dan

wawancara

BPS, instansi

pemerintah

kecamatan/kabupa

ten, tokoh

masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 117: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

105

105

budaya, dsb

Aksesibilitas

(Keterjangkauan)

a. Bagaimana cara mencapai desa dari kota kecamatan

(kenderaan,jalan kaki); bgm kondisi jalan; jarak

tempuh; frekwensi angkutan umum; jumlah angkutan

umum rutin; hambatan-hambatan untuk mencapai desa

; dsb

b. Identifikasi bgm pengangkutan hasil produksi desa ke

luar (pasar), siapa yang menguasai alat pengangkutan

?

Wawancara

dan

pengamatan

Kepala desa/aparat

desa, tokoh

masyarakat, warga

biasa

Gambaran

Perekonomian

Penduduk Mandailing

Natal

a. Identifikasi prasarana perekonomian di kabupaten

Mandailing Natal , misalnya :

1) Listrik

2) Sarana Telekomunikasi

3) Jalan

4) Pelabuhan laut

5) Bank

6) Pasar

Data

sekunder,

wawancara,

pengamatan

Instansi

pemerintah

desa/kecamatan/ka

bupaten, BPS

Universitas Sumatera Utara

Page 118: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

106

106

b. Gambarkan bagaimana keadaan pemanfaatan sarana-

sarana publik tersebut

Penduduk a. Jumlah penduduk (jumlah jiwa, jumlah KK, komposisi

menurut jenis kelamin dan usia, komposisi menurut

agama dan etnis, komposisi menurut pekerjaan)

b. Gambarkan persebaran pemukiman penduduk di desa

c. Pertalian kekerabatan dan hubungan perkawinan:

dengan penduduk desa manakah warga desa ini

banyak bertalian kekerabatan? Juga bertalian karena

hubungan perkawinan?

Data

sekunder

(BPS),

wawancara

mendalam.

Instansi

pemerintah

desa/kecamatan/ka

bupaten, tokoh

masyarakat, tokoh

adat.

Adat Mandailing dan

Marga-marga di

Kabupaten Mandailing

Natal

a. Apakah makna dari kata Mandailing?

b. Bagaimana sistem kekerabatan dalam garis keturunan

adat Mandailing?

c. Bagaimanakah adat-istiadat suku Mandailing?

Data

sekunder

(BPS).

Instansi

pemerintah

desa/kecamatan/ka

bupaten, tokoh

masyarakat, tokoh

adat.

II SOSIAL

BUDAYA

Dalian Na Tolu a. Apakah pengertian Dalian Na Tolu?

b. Bagaimanakah Landasan Struktural Dalian Na Tolu ?

Indepth

interview,

Tokoh masyarakat,

tokoh adat,

Universitas Sumatera Utara

Page 119: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

107

107

DALAM ADAT

MANDAILING

c. Apa sajakah komponen dalam Dalian Na Tolu?

d. Apakah fungsi dari Dalian Na Tolu dalam Adat

Mandailing?

e. Bagaimanakah kedudukan Dalian Na Tolu dalam

masyarakat suku Mandailing?

FGD, kajian

pustaka

penduduk desa.

Susunan Masyarakat

Adat Mandailing

a. Gali informasi mengenai kelompok-kelompok

masyarakat adat yang berhubungan erat satu sama

lain.

b. Identifikasi fungsi adat, yaitu orang-orang yang

berfungsi mengatur dan menjaga adat dapat

terpelihara dengan baik -kelompok dan jaringan

sosial yang biasa membangun aliansi atau kerja sama

dalam menanggulangi suatu masalah. Contoh raja,

namora natoras, dan pembantu lainnya.

Indepth

interview,

FGD, kajian

pustaka

Tokoh masyarakat,

tokoh adat,

penduduk desa.

III PERKAWINAN

SEMARGA

DALAM ADAT

Gambaran Umum

Perkawinan Semarga

Dalam Adat

a. Identifikasi hubungan sistem patrilinel dan

matrilineal dalam adat Mandailing? Contohnya marga

yang dikenal dalam adat Mandailing, seperti: Lubis,

Indepth

interview,

FGD, kajian

Tokoh masyarakat,

tokoh adat,

penduduk desa.

Universitas Sumatera Utara

Page 120: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

108

108

MANDAILING Mandailing Nasution, Harahap, Pulungan, Batubara, Parinduri,

Lintang, Hasibuan, Rambe, Dalimunthe, Rangkuti,

Tanjung, Mardia, Daulay, Matondang, dan Hutasuhut.

b. Gali Informasi mengenai orang-orang suku

Mandailing apabila terjadi perkawinan Semarga.

c. Gali Informasi mengenai prosesi perkawinan adat

Mandailing.

d. Identifikasi mengenai perlengkapan yang

digunakan dalam prosesi perkawinan adat

Mandailing, contohnya seperti Burangir, Sontang,

Timbako, dan lain-lain.

pustaka

Faktor Penyebab

dilarangnya

perkawinan

semarga.

a. Gali Informasi mengenai hal-hal yang menyebabkan

dilarangnya perkawinan semarga dalam adat

Mandailing. Dapat juga disajikan mengenai sejarah

dan hubungan kekerabatannya

b. Identifikasikan tatanan pertuturan dengan tepat

dengan kebiasaan yang dilakukan dalam adat

Mandailing.

c. Identifikasikan mengenai posisi kawin semarga

Indepth

interview,

FGD,

pengamatan,

data sekunder

Pengurus-

pengurus

organisasi yang

ada, tokoh-tokoh

masyarakat, tokoh

agama, pejabat

pemerintah lokal,

penduduk biasa

Universitas Sumatera Utara

Page 121: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

109

109

dalam Dalian Na Tolu.

IV KASUS

PERKAWINAN

SEMARGA

Contoh perkawinan

semarga di

Panyabungan

a. Gali informasi pasangan yang menjadi informan

dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti

mengenai perkawinan semarga dalam adat

Mandailing.

b. Identifikasi mengenai hambatan yang mereka

hadapi selama berlangsungnya perkawinan

semarga yang mereka jalani.

c. Identifikasi mengenai posisi perkawinan semarga

yang dilakukan oleh informan dalam Dalian Na

Tolu.

d. Gali informasi mengenai dampak yang di terima

oleh para informan, baik di keluarga maupun

lingkungan masyarakat.

e. Gali informasi mengenai pendapat ketua adat dan

tokoh masyarakat mengenai perkawinan semarga

dalam adat mandailing.

f. Identifikasi konsep Dalian Na Tolu dalam

Wawancara

mendalam

Warga biasa,

pemimpin

komunitas Nias

Universitas Sumatera Utara

Page 122: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

110

110

perkawinan beberapa informan sebagai sampel

penelitian.

V PERSEPSI

TENTANG

MASA DEPAN

INFORMAN

YANG

MELAKUKAN

PERKAWINAN

SEMARGA

Pandangan tentang

status perkawinan

semarga dalam adat

Mandailing

a. Gali informasi tentang pandangan informan mengenai

perkawinan semarga dalam adat Mandailing.

b. Gali pengetahuan informan mengenai dampak di

masyarakat jika melakukan perkawinan semarga.

Wawancara

mendalam,

sumber

sekunder

Warga Nias dan

penduduk asli

Batang Toru,

tokoh masyarakat

Perspektif penyelesaian

masalah perkawinan

semarga

a. Dari perspektif informan, bagaimana sebaiknya

penyelesaian yang harus ditempuh atas kenyataan

bahwa sekarang mereka masih menjalani hubungan

perkawinan semarga dalam adat Mandailing ?

b. Dari perspektif tokoh adat dan masyarakat,

bagaimana pula masalah ini sebaiknya diselesaikan ?

Wawancara

mendalam

Tokoh adat dan

tokoh masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 123: Perkawinan Sesama Satu Marga di Mandiling Natal Kec

111

111

Universitas Sumatera Utara