perkawinan sejenis - mnj.my.id · 1. bunyamin, drs., m. h., sebagai dosen matakuliah hukum islam i...
TRANSCRIPT
PERKAWINAN SEJENIS
Tugas ke-2
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Hukum Islam I
dari Bunyamin, Drs., M. H.
Disusun oleh:
MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN
NPM. 151000126
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
FAKULTAS HUKUM
Jalan Lengkong Besar No. 68, No. Telepon (022) 4262194, Bandung,
Jawa Barat 40261
TAHUN 2016
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah yang dikaruniakanNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul
Perkawinan Sejenis. Sesuai dengan namanya, sebuah tugas memang tidak dimaksudkan sebagai
buku materi atau buku panduan, melainkan didalamnya terdapat pembahasan dan rincian-
rincian mengenai hasil dari beberapa sumber yang telah penulis dapatkan.
Penyusunan tugas ini penulis mendapatkan berbagai kesulitan, baik dalam penyusunan,
pengumpulan data dan dalam hal yang lainnya. Akan tetapi, berkat pertolonganNyalah akhirnya
tugas ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan. Adapun penyusunan tugas ini
berdasarkan pada rincian-rincian data yang telah penulis dapatkan dari berbagai sumber.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bunyamin, Drs., M. H., sebagai dosen matakuliah Hukum Islam I yang telah
memberikan tugas ini kepada penulis.
2. Orangtua penulis yang telah memberikan dukungan, dorongan, bantuan, serta
memberikan doa restunya sehingga terselesaikannya tugas ini.
3. Saudara-saudara dan rekan-rekan penulis, yang senantiasa memberikan support
semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
Penulis memahami dan menyadari bahwa tugas ini jauh dari sempurna. Namun, penulis
telah berusaha menyusun tugas dengan usaha terbaik yang penulis miliki. Akhirnya penulis
menyampaikan terima kasih kepada segenap yang telah mendukung terselesaikannya tugas ini.
Mudah-mudahan tugas ini sesuai dengan yang diharapkan. Amiin Ya Allah Ya Rabbal Alamiin
Ya Mujibas Sailin.
Bandung, 12 Maret 2016
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................. ii
A. Definisi Judul .................................................................................................... 1
B. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
C. Menurut Al-quran ............................................................................................ 2
D. Menurut Al-hadits ............................................................................................ 7
E. Menurut Pendapat Para Pakar Hukum Islam .............................................. 9
1. Pakar Klasik ................................................................................................ 9
2. Pakar Kontemporer ................................................................................... 12
F. Menurut Hukum Positif ................................................................................... 14
G. Kesimpulan ....................................................................................................... 17
H. Daftar Pustaka .................................................................................................. 18
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 1
SISTEMATIKA PENULISAN
A. Definisi Judul
Perkawinan sejenis atau sekarang dikenal dengan istilah lebian, gay, biseksual, dan
transgender (LGBT) merupakan perkawinan antara dua orang yang memiliki jenis kelamin
dan/atau identitas gender. Perkawinan sejenis terdiri atas wanita dengan wanita dan atau
pria dengan pria. Pengakuan hukum perkawinan jenis atau kemungkinan untuk melakukan
perkawinan sejenis kadang-kadang disebut sebagai kesetaraan perkawinan atau perkawinan
setara, terutama oleh para pendukungnya.
B. Latar Belakang Masalah
Perkawinan yang di anggap wajar dalam masyarakat adalah perkawinan heteroseksual atau
nikah dengan lawan jenis. Maka tidaklah salah ketika perkawinan homoseksual atau nikah
dengan sesama jenis banyak mendapat kontroversi di masyarakat karena di anggap aneh,
menyimpang dari hukum syara, dan yang lebih ironis lagi di bilang sakit jiwa.
Dimulai pada penciptaan Nabi Adam AS yang disusul oleh kehadiran Siti Hawa dan jika
kita telaah sejarah peradaban manusia, sebenarnya fenomena penyimpangan seksual sudah
muncul jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW, tepatnya pada masa Nabi Luth AS yang
diutus untuk kaum Sadom. Hampir semua kitab tafsir mengabadikan kisah tersebut ketika
menyingkap kandungan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah Nabi Luth AS.
Namun demikian, yang terjadi pada dasawarsa dan masa modern terakhir di Indonesia
maupun dunia internasional dalam menyikapi nafsu seksual tersebut berbalik 180 derajat
dari peristiwa empiris pada Nabi Adam AS dan Siti Hawa seperti yang disebut di atas. Para
wanita tidak merasa malu lagi ketika berpakaian minim dan para pria tidak lagi merasa ragu-
ragu atas menggunakan jasa prostitusi. Bahkan, apa yang terjadi pada kaum Sodom (umat
Nabi Luth AS) yakni homoseksualitas (baik gay maupun lesbian), sudah menjadi hal yang
biasa.
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 2
Luar biasa anehnya lagi, di negara Belanda, perkawinan sejenis/homoseksual sudah
menjadi budaya mereka dengan dikeluarkannya hukum politik atas perkawinan antara para
kaum gay atau lesbian.
Perkawinan adalah ikatan yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang
dilandasi pada agama dan keyakinannya serta disaksikan oleh kedua orang tuanya serta
saksi-saksi yang dapat yang dianggap wajar dalam masyarakat. Maka tidaklah salah ketika
perkawinan sejenis/homoseksual (laki-laki dengan laki-laki) atau lesbian (wanita dengan
wanita) atau nikah dengan sesama jenis banyak mendapat kontroversi di masyarakat karena
dianggap aneh, menyimpang dari hukum syara, dan yang lebih ironis lagi di bilang sakit
jiwa.
C. Menurut Al-quran
Berdasarkan agama Islam, perkawinan antara sesama jenis secara tegas dilarang. Hal ini
dapat dilihat dalam ayat-ayat Al-quran sebagai berikut:
1. Menurut Al-quran Surat Al-Araaf Ayat 80 s.d. Ayat 84
[Qs. Al-Araaf (7): 80]
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 3
[Qs. Al-Araaf (7): 81]
[Qs. Al-Araaf (7): 82]
[Qs. Al-Araaf (7): 83]
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 4
[Qs. Al-Araaf (7): 84]
2. Menurut Al-quran Surat Al-Ankabut Ayat 28 s.d. Ayat 35
[Qs. Al-Ankabut (29): 28]
[Qs. Al-Ankabut (29): 29]
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 5
[Qs. Al-Ankabut (29): 30]
[Qs. Al-Ankabut (29): 31]
[Qs. Al-Ankabut (29): 32]
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 6
[Qs. Al-Ankabut (29): 33]
[Qs. Al-Ankabut (29): 34]
[Qs. Al-Ankabut (29): 35]
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 7
3. Menurut Al-quran Surat Hud Ayat 82
[Qs. Hud (11): 82]
D. Menurut Al-hadits
1. Hadits Riwayat Al Baihaqi
ه ، أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم لعن ثالث مر ات : ملعون ملعون ملعون ، من عمل عمل قوم لوط عن عمرو بن شعيب ، عن أبيه ، عن جد
Artinya:
“Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwasannya Rasulullah SAW
telah melaknat tiga kali, sungguh orang yang dilaknat, sungguh orang yang dilaknat,
sungguh orang yang dilaknat (yaitu) orang yang mengerjakan amalannya kaum Luth
AS.” (HR. Baihaqi)
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 8
2. Hadits Riyawat Al Baihaqi, Ad Daruquthni dan Ibu Najar
Hadits itu menuturkan bahwa nubuwat Rasulullah sudah dapat dibuktikan. Di zaman
kita saat ini sudah ada perkawinan sejenis. Laki-laki mengawini laki-laki serta wanita
mengawini wanita. Perkawinan ini adalah hal yang dilaknat sekalian jadi sinyal akhir
zaman serta sinyal dekatnya kiamat. Mengenai maksud tak ada salat untuk mereka
tujuannya yaitu salatnya tak di terima. Kalimat itu sekalian menyampaikan kabar bahwa
ada diantara pelaku perkawinan sejenis yang dengan cara jati diri masih tetap beragama
Islam, tetapi Islam mereka baru kembali benar bila mereka bertaubat dengan taubat
nasuha, taubat yang sebenar-benarnya.
3. Hadits Riwayat Al-Baihaqi
Yang artinya:
“Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan umat Nabi Luth AS, bunuhlah
mereka baik yang mensodomi maupun yang disodomi!” (HR. Ibnu Majah)
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 9
E. Menurut Pendapat Para Pakar Hukum Islam
1. Pakar Klasik
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa diantara landasan hukum yang mengharamkan
praktik perkawinan sejenis/homoseksual dan lesbian adalah Ijma. Untuk mengetahui
lebih jelas peran Ijma dalam menentukan suatu hukum adalah sebagai berikut:
a. Menurut Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) berpendapat bahwa praktik perkawinan
sejenis/homoseksual tidak dikategorikan zina. Dengan alasan:
1) karena tidak adanya unsur (kriteria) kesamaan antara keduanya. Unsur menyia-
nyiakan anak dan ketidakjelasan nasab (keturunan) tidak didapatkan dalam
praktik homoseksual;
2) berbedanya jenis hukuman yang diberlakukan para sahabat (sebagaimana di
atas).
Berdasarkan kedua alasan ini, Abu Hanifah berpendapat bahwa hukuman terhadap
pelaku perkawinan sejenis/homoseksual adalah ta’zir (diserahkan kepada penguasa
atau pemerintah). [Al Hidayah Syarhul Bidayah7/194-196, Fathul Qadir juz: 11 hal:
445-449 dan Al Mabsuth juz: 11 hal : 78-81]
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 10
b. Menurut Muhammad Ibnu Al Hasan As Syaibani dan Abu Yusuf
Menurut Muhammad Ibnu Al Hasan As Syaibani dan Abu Yusuf (murid Abu
Hanifah) menyatakan bahwa praktik perkawinan sejenis/homoseksual
dikategorikan zina. Dengan alasan adanya beberapa unsur kesamaan antara
keduanya, seperti:
1) tersalurkannya syahwat pelaku;
2) tercapainya kenikmatan (karena penis dimasukkan ke lubang dubur);
3) tidak diperbolehkan dalam Islam;
4) menumpahkan (menya-nyiakan) air mani.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Muhammad Ibnu Al Hasan dan Abu
Yusuf berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku perkawinan
sejenis/homoseksual sama seperti hukuman yang dikenakan kepada pezina, yaitu
kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum rajam (dilempari
dengan batu sampai mati), kalau gair muhshan (perjaka), maka dihukuman cambuk
dan diasingkan selama satu tahun. [Dalam Al Hidayah Syarhul Bidayah 7/194-
196, Fathul Qadir juz: 11 hal: 445-449 dan Al Mabsuth juz: 11 hal: 78-81]
c. Menurut Imam Malik
Menurut Imam Malik praktik perkawinan sejenis/homoseksual dikategorikan zina
dan hukuman yang setimpal untuk pelakunya adalah dirajam, baik
pelakunya muhshan (sudah menikah) atau gair muhshan (perjaka). Ia sependapat
dengan Ishaq bin Rahawaih dan As Sya’bi. [Minahul Jalil, juz: 19 hal: 422-423]
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 11
d. Menurut Imam Syafi’i
Menurut Imam Syafi’i, praktik perkawinan sejenis/homoseksual tidak dikategorikan
zina, tetapi terdapat kesamaan, di mana keduanya sama-sama merupakan hubungan
seksual terlarang dalam Islam. Hukuman untuk pelakunya kalau
pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum rajam. Kalau gair
muhshan (perjaka), maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu
tahun. Hal tersebut sama dengan pendapat Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah,
An Nakha’I, Al Hasan dan Qatadah. [Al Majmu’ juz : 20 hal : 22-24 dan Al Hawi
Al Kabir, juz: 13 hal: 474-477]
e. Menurut Imam Hambali
Menurut Imam Hambali, praktik perkawinan sejenis/homoseksual dikategorikan
zina. Mengenai jenis hukuman yang dikenakan kepada pelakunya beliau
mempunyai caranya secara sederhana.
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 12
2. Pakar Kontemporer
a. Menurut Dr. Muhammad M. Abu Laila
Dr. Muhammad M. Abu Laila, profesor Studi Islam dan Perbandingan Agama di
Universitas Al-Azhar, mengatakan bahwa:
“Tindakan (pernikahan sejenis) adalah dosa buruk yang Allah telah larang dalam
semua agama (agama samawi), bahkan dalam kehidupan paling primitif sekalipun.
Ini bertentangan dengan peraturan Allah dan melawan hukum alam. Saya
heran bagaimana di masa kini, dimana ilmu pengetahuan teknologi telah maju, kita
membiarkan hal-hal seperti itu terjadi di masyarakat manusia, bagaimana seseorang
mengizinkan atau memberikan aturan hukum atas suatu tindakan luas yang
menimbulkan ancaman bagi seluruh umat manusia dan menghancurkan masyarakat
seperti kanker. Dalam kedua Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, semua nabi
Allah melarang kegiatan jahat seperti itu dan menghukum berat mereka yang
melakukannya.” [Muhammad Abu Laylah, “Gay Marriage: Islamic View]
b. Menurut K.H. Ma’ruf Amin
Ketua Komisi Fatwa MUI K.H. Ma'ruf Amin dengan tegas menyatakan bahwa
pernikahan sejenis adalah haram. Masa laki-laki sama laki-laki atau perempuan
sama perempuan. Hal ini merupakan perbuatan kaum Nabi Luth AS. Perbuatan ini
jelas lebih buruk daripada zina.
Ma'ruf tidak sepakat jika perkawinan sejenis dikaitkan dengan hak asasi manusia
(HAM) dan nilai-nilai demokrasi. Ini orang-orang yang memutar balikkan. Orang-
orang yang kawin sejenis adalah orang yang sakit jiwanya.
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 13
c. Menurut Farida Prihatini
Penolakan terhadap perkawinan sejenis juga dinyatakan oleh pengajar Hukum Islam
Universitas Indonesia, Farida Prihatini. Perkawinan sejenis itu tidak boleh. Dalam
Al-quran jelas perkawinan itu hanya antara laki-laki dan perempuan.
Menurut Farida, keharaman perkawinan sejenis sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Farida berharap agar mereka yang melakukan perkawinan sejenis disadarkan bahwa
hal tersebut tidak diperbolehkan.
d. Menurut Dr. Jimmy Z. Usfunan
Pakar hukum tata negara pada Universitas Udayana, Dr. Jimmy Z. Usfunan, menilai
perkawinan sejenis di Indonesia tidak sah menurut hukum atau ketentuan
perundang-undangan.
Jimmy menjelaskan, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
menyebutkan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita.
"Artinya bahwa, ikatan perkawinan yang sah secara hukum adalah ikatan batin
antara pria dan wanita. Sedangkan ikatan perkawinan antara sesama jenis, yakni pria
dan pria atau wanita dan wanita, tidak sah karena tidak diatur dalam Undang-
Undang.
Menurut Jimmy, orang yang ingin melakukan pernikahan sejenis tak bisa berlindung
di balik alasan hak asasi manusia (HAM). Masih ada kekeliruan pemahaman
mengenai HAM dalam konteks perkawinan sejenis di Indonesia. Pemahaman HAM
harus dikaitkan dengan persoalan budaya, kepercayaan dan hukum yang berlaku di
Indonesia.
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 14
Ia menjelaskan, pemahaman HAM di luar negeri, misal, Amerika Serikat dan
Belanda (yang mengakui pernikahan sejenis) berbeda dengan di Indonesia.
Dalam konteks HAM di Indonesia, Jimmy menambahkan, bukan berarti sebebas-
bebasnya dengan mengabaikan aturan yang berlaku. Sepanjang aturan yang berlaku
di Indonesia tidak membolehkan, tidak ada legalitas dalam perkawinan sejenis itu.
F. Menurut Hukum Positif
1. Menurut Pasal 1 dan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa:
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Selain itu, di dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dikatakan juga bahwa perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya. Ini berarti selain negara hanya mengenal perkawinan antara wanita dan
pria, negara juga mengembalikan lagi hal tersebut kepada agama masing-masing.
2. Menurut Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan Beserta Penjelasannya
Mengenai perkawinan yang diakui oleh negara hanyalah perkawinan antara pria dan
wanita juga dapat kita lihat dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan beserta penjelasannya.
Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan:
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 15
“Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya
perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.”
Penjelasan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan:
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
3. Menurut Pasal 45 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun
2011 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil Beserta Penjelasannya
Mengenai perkawinan yang diakui oleh negara hanyalah perkawinan antara pria dan
wanita juga dapat kita lihat dalam Pasal 45 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi DKI
Jakarta No. 2 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil beserta
penjelasannya.
Pasal 45 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2/2011:
“Setiap perkawinan di Daerah yang sah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan, wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Dinas di
tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
sahnya perkawinan.”
Penjelasan Pasal 45 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2/2011:
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 16
4. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Selain itu, Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga secara tidak langsung hanya mengakui
perkawinan antara pria dan wanita, yang dapat kita lihat dari beberapa pasal-pasalnya
di bawah ini:
Pasal 1 huruf a KHI:
“Peminangan ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan
perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita.”
Pasal 1 huruf d KHI:
“Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai
wanita, baik berbentuk barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan dengan
hukum Islam.”
Pasal 29 ayat (3) KHI:
“Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria
diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan.”
Pasal 30 KHI:
“Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita
dengan jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.”
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 17
G. Kesimpulan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia
perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan karena menurut hukum, perkawinan adalah
antara seorang pria dan seorang wanita. Pada sisi lain, hukum agama Islam yang berdasar
pada Al-quran, Al-hadits dan Ijma (para pendapat pakar) secara tegas melarang perkawinan
sesama jenis.
Pernikahan sesama jenis tidak sesuai dengan konsep pernikahan dalam Islam, karena
pernikahan sesama jenis tidak akan membangun suatu keluarga dan hanya didasarkan pada
kenikmatan seksual saja.
Pernikahan sesama jenis, di sisi lain, memberikan ancaman serius bagi institusi keluarga,
permasalahan sosial, membahayakan kehidupan keluarga yang indah, dan tatanan sosial
masyarakat manusia.
Tugas Hukum Islam I Tentang Perkawinan Sejenis 18
H. Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan_sejenis
http://anggifarhan04.blogspot.co.id/2014/05/makalah-masail-fiqih-perkawinan-
sesama.html
http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/8
https://rumahputihku.wordpress.com/2012/06/10/perkawinan-sejenis-wajarkah-tinjauan-
syari-tentang-hukum-perkawinan-sejenis/
https://meylisaraharjeng.wordpress.com/2015/06/29/pandangan-pernikahan-sesama-jenis-
dalam-islam/
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/675638-pakar-hukum--larangan-pernikahan-
sejenis-tak-langgar-ham
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Penduduk
dan Pencatatan Sipil
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam