perjanjian build

18
Perjanjian BUILD, OPERATE and TRANSFER (BOT) A. Pengertian Build, Operate, and Transfer (BOT) Salah satu jenis perjanjian yang mulai marak saat ini adalah “Build, Operate and Transfer” yang sering sekali oleh banyak pihak disebut transaksi Build, Operate and Transfer /bangun, guna dan serah, yaitu membangun, mengelola dan menyerahkan ialah suatu bentuk hubungan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam rangka pembangunan suatu proyek infrastruktur. Menurut Pasal 1 ayat (12) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara-Daerah, yang menyatakan bahwa Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Sedangkan pasal 1 ayat (13) menyatakan bahwa Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. Pengertian BOT menurut Keputusan Mentri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 Jo SE - 38/PJ.4/1995 adalah: 1. Bentuk perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor, 2. Pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian, 3. Setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan atas bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah.

Upload: andre-gazali-malik

Post on 15-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

halo

TRANSCRIPT

Perjanjian BUILD, OPERATE and TRANSFER (BOT) A. Pengertian Build, Operate, and Transfer (BOT)

Salah satu jenis perjanjian yang mulai marak saat ini adalah Build, Operate and Transfer yang sering sekali oleh banyak pihak disebut transaksi Build, Operate and Transfer /bangun, guna dan serah, yaitu membangun, mengelola dan menyerahkan ialah suatu bentuk hubungan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam rangka pembangunan suatu proyek infrastruktur.

Menurut Pasal 1 ayat (12) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara-Daerah, yang menyatakan bahwa Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.

Sedangkan pasal 1 ayat (13) menyatakan bahwa Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. Pengertian BOT menurut Keputusan Mentri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 Jo SE - 38/PJ.4/1995 adalah:1. Bentuk perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor,2. Pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian,3. Setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan atas bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah.4. Bangunan yang didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko, hotel, dan/atau bangunan lainnya.

Build, operate, and transfer (BOT) adalah perjanjian untuk suatu proyek yang dibangun oleh pemerintah dan membutuhkan dana yang besar, yang biasanya pembiayaannya dari pihak swasta, pemerintah dalam hal ini menyediakan lahan yang akan digunakan oleh swasta guna membangun proyek. Pihak pemerintah akan memberikan ijin untuk membangun, mengopersikan fasilitas dalam jangka waktu tertentu dan menyerahkan pengelolaannya kepada pembangunan proyek (swasta). Setelah melewati jangka waktu tertentu proyek atau fasilitas tersebut akan menjadi milik pemerintah selaku milik proyek.

Surat edaran yang dikeluarkan oleh menteri dalam negeri tentang kerjasama antar daerah, menyebutkan pengertian BOT ialah bangun, kelola dan alih milik yang dicirikan dengan adanya investasi swasta, pembangunan sarana, biaya rendah, kualitas tinggi, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.

Bagi Pemerintah Daerah pembiayaan pembangunan infrastruktur dengan mengandalkan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) juga dirasakan semakin terbatas jumlahnya, untuk itu dibutuhkan pola-pola baru sebagai alternatif pendanaan yang tidak jarang mellibatkan pihak swasta (nasional-asing) dalam proyek-proyek Pemerintah.

Kerja sama tersebut dimanifestasikan dalam bentuk perjanjian. Adapun bentuk kerja sama yang ditawarkan antara lain Joint Venture berupa production sharing, manajemen contract, technical assistance, franchise, joint enterprise, portofolio investmen, build operate and transfer (BOT) atau bangun guna serah dan bentuk kerja sama lainnya.

Sebagai salah satu alternatif yang dapat dipilih yaitu perjanjian kerja sama sistem bangun guna serah atau build operate and transfer (BOT) yang tergolong masih baru. Sistem perjanjian ini juga banyak digunakan dalam hal perjanjian antara Pemerintah dengan swasta dalam membangun sarana umum lainnya seperti sarana telekomunikasi, jalan tol, tenaga listrik, pertambangan, pariwisata dan lain-lain. Bangun guna serah atau build operate and transfer adalah bentuk perjanjian kerja sama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir.

Sumber lain mengatakan bahwa, dalam kerja sama dengan sistem build operate and transfer (BOT) ini, pemilik hak eksklusif (biasanya dimiliki Pemerintah) atau pemilik lahan (masyarakat/swasta) menyerahkan pembangunan proyeknya kepada pihak investor untuk membiayai pembangunan dalam jangka waktu tertentu pihak investor ini diberi hak konsesi untuk mengelola bangunan yang bersangkutan guna diambil manfaat ekonominya (atau dengan presentasi pembagian keuntungan). Setelah lewat jangka waktu dari yang diperjanjikan, pengelolaan bangunan yang bersangkutan diserahkan kembali kepada pemilik lahan secara penuh. Hak eksklusif maksudnya adalah dalam hal hak terhadap tanah yang hanya dimiliki oleh subjek hukum tertentu saja.

Kerja sama ini menjadi alternatif solusi kerja sama yang saling menguntungkan, build operate and transfer (BOT) dilakukan dalam jangka waktu yang lama bahkan nyaris dalam jangka waktu satu generasi sehingga perlu dikaji lebih mendalam keuntungan dan kerugian yang akan muncul dikemudian hari. Juga berkaca dari permasalahan-permasalahan yang timbul di daerah lain yang menggunakan sistem kerja sama ini.

Penelusuran tentang kerja sama ini dapat dilihat dari proses awal dilakukannya kerja sama hingga pada tahap pelaksanaan. Dengan melihat perjanjian terutama yang berkaitan dengan hak dan kewajiban perlu dikaji apakah terlaksana dengan semestinya yaitu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bagaimanakah sistem pengelolaan berlangsung dan pembagian keuntungan yang diperoleh selama perjanjian berlangsung, bisa berbentuk bagi hasil atau bentuk lainnya. Hal terpenting dari kerja sama yang dilakukan adalah harus mengacu kepada peningkatan bagi kesejahteraan masyarakat dan bagi percepatan pertumbuhan perekonomian masyarakat.

Dalam praktik hukum konstruksi dikenal beberapa model kerja sama selain BOT agreement seperti BOOT (build, own, operate and transfer) dan atau BLT (build, lease and transfer). Sistem bangun guna serah atau yang lazimnya disebut BOT agreement adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak, di mana pihak yang satu menyerahkan penggunaan tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh pihak kedua (investor), dan pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau mengelola bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan fee (atau tanpa fee) kepada pemilik tanah, dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial di atasnya dalam keadaan dapat dan siap dioperasionalkan kepada pemilik tanah setelah jangka waktu operasional tersebut berakhir.

B. Unsur-unsur yang terdapat pada Build, Operate and Transfer (BOT)

Berdasarkan pengertian sebagaimana dimaksud di atas maka unsur-unsur perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer/BOT) atau BOT agreement, adalah:1. Investor (penyandang dana)2. Tanah3. Bangunan komersial4. Jangka waktu operasional5. Penyerahan (transfer)

Menurut United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO) 1996, tentang Guidelines For Infrastructure Development Trought BOT (Viena Publication). Ada 3 pihak utama yang berperan dalam proyek BOT yakni :

1. Host GovernmentPemerintah setempat yang mempunyai kepentingan dalam pengadaan proyek tersebut (legislative, regulatory, administratif) yang mendukung project company dari awal hingga akhir pengadaan project tersebut. Umumnya didampingi oleh penasehat hukum, technical, dan financial.

2. Project CompanyKonsorsium dari beberapa perusahaan swasta yang membentuk proyek baru. Perannya adalah membangun dan mengoperasikan proyek tersebut dalam konsesi kemudian mentransfer proyek tersebut kepada Host Government. Sebelumnya Project company mengajukan proposal, menyiapkan studi kelayakan dan menyerahkan penawaran proyek.

3. SponsorYaitu yang berperan dalam hal pembiayaan dalam pengadaan proyek tersebut.

Jeffrey Delmon membagi pihak-pihak dalam BOT :

1. LendersMerupakan sebuah badan yang memberikan pinjaman pembiayaan dalam sebuah proyek. Seperti perjanjian antara bank dengan pihak swasta. Dalam hal ini tidak ada kaitannya dengan konstruksi.

2. Grantor dan Host GovernmentBOT disini adalah kontrak yang diadakan pada ketetapan sebuah konsesi oleh Pemerintah Daerah atau perwakilan yang ditunjuk Pemerintah atau pihak yang membuat peraturan. Grantor adalah pihak yang bertanggung jawab kepada hubungan antara proyek dan Pemerintah setempat. Seperti perlindungan dari nasionalisasi, perubahan hukum dan perubahan nilai mata uang.

3. Project Company Bertugas merancang sarana khusus untuk menggunakan kontrak dari grantor untuk mendesain, mengkonstuksi, mengoperasikan dan mentransfer.

4. Share HoldersPerusahaan yang khusus menangani tugas yang dibutuhkan dalam perjanjian konsesi.

5. Construction ContractorKontrak konstruksi akan mengadakan perjanjian dengan project company yaitu untuk menjalankan proyek.

6. Offtake PurchaserDalam rangka pengalihan resiko dari project company dan lenders dapat dibuat sebuah perjanjian dengan pembeli (purchaser) untuk menggunakan proyek dan segala yang dapat menghasilkan.

7. Input SupplierBagian dari project company untuk suplai kebutuhan proyek seperti bahan bangunan.

C. Jenis perjanjian yang terkait didalamnya:a. Kontrak konsesi sebagai dasar;b. Kontrak kontraktor;c. Share holder agreement;d. Supply agreement;e. Operational agreement;f. Offtake agreement yaitu kontrak antara user dan promotor.

Perjanjian-perjanjian tersebut berkaitan satu sama lain dalam sebuah proyek. Sehingga dari satu proyek akan terkait beberapa unsur di dalamnya, yang akan digambarkannya dalam skema berikut:Berdasarkan unsur yang terkandung dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer) maka pada dasarnya ada pemisahan yang tegas antara Pemilik (yang menguasai tanah) dengan Investor (penyandang dana). Pemisahan yang tegas terkait hak dan kewajiban para pihak. Kontrak tersebut harus tegas menyatakan semua hal yang berkaitan dengan waktu pembangunan, pengelolaan, pengoperasian dan penyerahan nantinya.

D. Obyek dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer):1. Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan (dengan atau tanpa teknologi tertentu) yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut sebagai bangunan komersial.

2. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama, untuk tujuan:a. Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem telekomunikasi, pelabuhan peti kemas dan sebagainya.b. Pembangunan properti seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen dan sebagainya.c. Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk menghasilkan produk tertentu.

Objek BOT dapat dijadikan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit dengan syarat memenuhi prosedur pemberian kredit yang ditetapkan oleh pihak bank, yang dimulai dengan tahap penyusunan perencanaan perkreditan, dilanjutkan dengan proses pemberian putusan kredit yaitu prakarsa kredit dan permohonan kredit, analisis dan permohonan kredit, analisis dan evaluasi kredit, negosiasi kredit, rekomendasi pemberian putusan kredit, serta dokumentasi dan administrasi kredit, dan pengawasan kredit terhadap objuk jaminan tersebut. Penyelesaian bangunan apabila pembangunan dengan sistim BOT yang belum selesai, dijaminkan ke Bank oleh investor, kemudian terjadi kredit macet, maka dapat dilakukan pengalihan dengan cessiatau fidusia atas hak sewa, keuntungan yang diharapkan dari hasil pegalihan hak atas pengelolaan yang dimilikinya selama jangka waktu yang telah diperjanjikan

E. Perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer) terjadi dalam hal:1. Ada pemilik tanah atau pihak yang menguasai tanah, ingin membangun suatu bangunan komersial di atas tanahnya tetapi tidak mempunyai biaya, dan ada investor yang bersedia membiayai pembangunan tersebut.

2. Ada investor yang ingin membangun suatu bangunan komersial tetapi tidak mempunyai tanah yang tepat untuk berdirinya bangunan komersial tersebut, dan ada pemilik tanah yang bersedia menyerahkan tanahnya zuntuk tempat berdirinya bangunan komersial tersebut.

3. Investor membangun suatu bangunan komersial di atas tanah milik pihak lain, dan setelah pembangunan selesai investor berhak mengoperasionalkannya untuk jangka waktu tertentu. Selama jangka waktu operasional, pihak pemilik tanah berhak atas fee tertentu.

4. Setelah jangka waktu operasional berakhir, investor wajib mengembalikan tanah kepada pemiliknya beserta bangunan komersial di atasnya.

V. Perjanjian build operate and transfer dibagi dalam 3 tahap:1. Tahap pembangunanPihak pertama menyerahkan tanahnya kepada pihak lain untuk dibangun.2. Tahap operasional Berfungsi mendapatkan penggantian biaya atas pembangunan dalam jangka waktu tertentu.3. Tahap transferPihak kedua menyerahkan kepemilikan bangunan komersial kepada pemilik tanah.

Kerja sama build operate and transfer (BOT) ini merupakan kerja sama yang dilakukan dengan menuangkannya ke dalam perjanjian sehingga secara otomatis asas yang dianut mengacu pada asas-asas hukum perjanjian yaitu ketentuan buku ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

VI. Asas perjanjian Build, Operate and Transfer (BOT)Kerja sama build operate and transfer (BOT) merupakan kerja sama yang dilakukan dengan menuangkannya ke dalam perjanjian sehingga secara otomatis asas yang dianut mengacu pada asas-asas hukum perjanjian. Namun di dalam sebuah Naskah Akademis dinyatakan bahwa asas terpenting dalam kerja sama ini adalah asas kerja sama saling menguntungkan, dijelaskan bahwa semula pemilik lahan hanya memiliki lahan saja, setelah kerja sama dengan perjanjian BOT pada suatu saat dia juga bisa memilki bangunan. Begitu juga bagi investor yang tidak memiliki lahan, dia bisa mendapatkan keuntungan dari pengelolaannya. Di samping itu kerja sama ini menganut asas kepastian hukum, hal ini dapat dilihat pada saat berakhirnya perjanjian dan investor berkewajiban untuk mengembalikan lahan kepada pemilik semula beserta fasilitas yang telah diperjanjikan dengan kepastian.

Ketentuan lain menyebutkan, bangun guna serah dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat : a. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjianb. Objek bangun guna serah dalam bangun serah gunac. Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah gunad. Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjiane. Persyaratan lain yang dianggap perluKerja sama ini menganut juga asas musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan antara para pihak yang melakukan perjanjian.

VII. Karateristik Build, Operate and Transfer (BOT)Setiap proyek BOT mempunyai ciri atau pertimbangan khusus tersendiri, namun dapat diambil beberapa karateristik yang sama, antara lain:a. Masa konstruksi, jika dibandingkan dengan pembangunan industri komersial lain, biasanya proyek BOT mempunyai masa konstruksi yang lebih lama, karena dikombinasikan dengan kebutuhan mengkapitalisasikan modal sampai penyempurnaan hasil dengan biaya tinggi.b. Hasil akhir, biasanya mempunyai masa guna yang relatif lebih panjang yang pada umumnya adalah 30 tahun.c. Proyek yang telah jadi, umumnya hanya membutuhkan biaya pemeliharaan dan operasi yang rendah.d. Perlindungan investor terhadap resiko proyek sangat riskan, tetapi proyek BOT merupakan suatu proyek konstruksi beresiko tinggi diikuti oleh suatu proyek pengguna denganre siko rendah.e. Sebagai suatu hasil dari konstruksi jangka panjang dan ongkos pembiayaan yang tinggi, pengembalian dan kepada investor sangat mudah dipengaruhi masalah keterlambatan penyempurnaan proyek.

Sistem BOT ini cocok untuk pemberi konsesi yang memiliki lahan tetapi tidak memiliki biaya untuk mengolah dan membangun lahan tersebut dan juga untuk investor yang memiliki dana atau modal yang besar dan juga sarana serta prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan proyek tersebut.

VIII. Keuntungan dan kerugian sistem Build, Operate and Transfer (BOT)Keuntungan dalam BOT ini bagi pihak-pihak yang terkait, adalah sebagai berikut:

Bagi Pemerintah Daerah, pembangunan infrastruktur dengan metode BOT menguntungkan, karena dapat membangun infrasturktur dengan biaya perolehan dana dan tingkat bunga yang relatif rendah, dapat mengurangi pengunaan dana anggaran publik dan juga mengurangi jumlah pinjaman publik, serta setelah masa konsensi bangunan dan fasilitas yang ada akan diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah Daerah juga tidak menanggung resiko kemungkinan terjadinya perubahan kurs.

Bagi investor, pembangunan infrasruktur dengan pola BOT merupakan pola yang menarik, karena memiliki hak penguasaan yang tinggi terhadap infrastruktur yang dibangunnya, adanya kesempatan untuk memasuki bidang usaha dengan hak ekslusif yang hanya dimiliki oleh pemerintah atau BUMN atau juga BUMD yang bersangkutan serta mendapatkan keuntungan saat pengoperasian. Namun dengan kerja sama ini dapat menguntungkan para pihak yang berjanji.

Kerugian sistem perjanjian BOT ini antara lain ialah:Bagi pemerintah melepaskan hak ekslusif beserta hak untuk mengelola untuk jangka waktu tertentu.Bagi investor usaha yang dilakukan mengandung resiko yang tinggi karena memerlukan perhitungan dan pertimbangan yang matang selain itu juga menggunakan dana yang sangat besar dan pembangunan proyek tersebut juga memiliki resiko kegagalan bangunan yang dapat saja disebabkan karena salah perhitungan, salah pengerjaan, dan lain-lain.

KESIMPULANDefinisi Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer) adalah bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir. Bangunan yang didirikan oleh investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko (ruko), hotel, dan/atau bangunan lainnya.Pembiayaan Pembangunan Infrstruktur melalui Pola BOT-BCAOPINI | 22 December 2011 | 00:46 Dibaca: 892 Komentar: 2 0

Indonesia adalah salah satu negara yang dinamis, dengan tingkat penduduk mencapai lebih dari 259 juta jiwa pada tahun 2012. Kecenderungan semacam ini menuntut adanya penambahan dibidang pengadaan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum seperti sarana transportasi, sarana kesehatan, sarana pendidikan, telekomunikasi, jaringan listrik, pelabuhan dan lain-lain. Selama Pelita VI hingga Pelita VII dana yang dibutuhkan untuk pembangunan melebihi US S 132 Billion. Dana tersebut tentunya sangat berat jika hanya ditanggung oleh Anggaran Belanja Negara atau APBN, di daerah juga dirasakan sangat berat jika hanya mengandalkan APBD.

Melihat Keterbatasan pemerintah dalam memenuhi pembiayaan yang dibutuhkan dalam pengadaan infrastruktur maka diperlukan sebuah model-model dan inisiatif baru dalam pengadaan infrastruktur. Salah satu model pembiayaan yang dapat dijadikan sebagai alternatif pembiayaan adalah Konsep BOT (Builid Operate Transfer) yang mencakup studi kelayakan, pengadaan barang, pembiayaan, hingga pada tahapan pengoperasian. BOT merupakan suatu konsep dimana sebuah proyek dibangun dengan pembiayaan yang sepenuhnya ditanggung oleh pihak swasta, atau kombinasi antara pemerintah dan swasta. Namun setelah itu pihak pembiaya proyek memiliki hak untuk pengoperasian dan mengambil manfaat ekonomi dari proyek yang telah dibiayainya.

Selama proses tersebut dapat berjalan sesuai dengan perjanjian maka keuntungan yang akan diperoleh adalah dimana publik akan mendapatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan tentunya pemerintah tidak akan terbebankan dengan pembiayaan yang telah ditanggung oleh pihak swasta. Dalam pembiayaan proyek dengan konsep inipun dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pinjaman (debt finance) dan pembiayaan penyertaan (equity investment). Perbedaan konsep ini dengan konsep pembiayaan lainnya adalah terletak pada konsensi didalamnya dimana pihak pemilik akan menyerahkan pembiayaan hingga pengoperasiannya kepada pihak pelaksana proyek namun pada kurun waktu tertentu hasil proyek ini akan dikembalikan pada pihak pemilik dengan atau tanpa syarat sesuai dengan perjanjian yang tertera pada awal penandatanganan kerjasama.

Pada dasarnya BOT memiliki ragam jenis yang dapat disesuaikan dengan kebutuhannya. Konsep ini sangat efektif untuk menangani permasalahan penyediaan infrastruktur di Indonesia terutama jika terkendala dana. Salah satu contoh pembangunan infrastruktur dengan menggunakan pola BOT adalah pengembangan proyek panas bumi . Dalam kaitannya dengan hal ini salah satu metode BOT yang biasa digunakan dalam penyelesaian permasalahan pembangunan adalah dengan menggunakan konsep BOO (Build Own Transfer), perbedaannya,BOT adalah pola umum untuk menyelesaikan masalah pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, sedangkan BOO adalah pola yang digunakan khusus untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan langsung dengan pembangunan pembangkit tenaga listrik. Dimana transfer yang dilakukan adalah transfer komoditasnya berupa listrik.

Namun permasalahan lanjutan yang terjadi adalah proyek tersebut diperkirakan mengalami kemunduran dalam penyelesaiannya. Pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan total kapasitas 3.967 megawatt, yang masuk dalam proyek 10 ribu megawatt tahap II pada 2017, mundur dari jadwal 2014. Penyelesaian proyek tersebut terhambat masalah harga jual listrik panas bumi dari pengembang wilayah kerja panas bumi ke PT PLN (Persero). Permasalahannya adalah keterbatasan daya beli pemerintah terhadap harga yang ditetapkan. Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan pihak tambahan dalam penyelesaian permasalahan pembiayaan penyediaan tenaga listik, mengingat saat ini penggunaan daya listrik di Indonesia cukup tinggi tertutama bagi kota-kota dengan kegiatan utamanya adalah kegiatan industri.

Namun pada pengembangan awal proyek ini seharusnya pemerintah mampu memprediksikan besarnya biaya yang harus ditanggung setelah proyek ini selesai dilaksanakan. Sehingga penggunaan pola BOT tidak hanya berdiri sendiri untuk mampu menyelesaikan kasus penyediaan dana bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pola yang dapat melengkapi dan menutupi kekurangan dari pola BOO adalah BCA atau Benefit-Cost Analysis. BAC merupakan salah satu metode yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk seleksi prioritas program, sehingga pemerintah tidak akan gegabah dalam penentuan dengan pihak mana akan melakukan kerja sama menggunakan konsep BOT. Karena pemerintah dapat melihat program yang diajukan swasta yang mampu memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan cost yang harus dikeluarkan dari kedua belah pihak tersebut.

Hal ini dapat digunakan sebagai salah satu cara memprediksikan biaya yang harus dikeluarkan baik pra maupun pasca pembangunan infrastruktur di Indonesia. Serta dapat membantu pemilihan alternatif investasi yang akan dilakukan. Konsep ini menganalisa mulai dari kebutuhan terhadap pembangunan proyek tersebut, persyaratan minimum yang harus dipenuhi sebelum proyek tersebut direalisasikan hingga pada besarnya keuntungan yang akan diperoleh pasca pembangunan proyek tersebut. Melalui analisa ini pemerintah mampu memprediksikan biaya yang harus dikeluarkan setelah proyek panas bumi yang dilakukan sebagai upaya penyediaan tenaga listrik bagi bangsa. Dan mampu menyediakan alternatifnya sebelum proyek ini justru terbengkalai penyelesaiannya.

Kejadian inilah yang sering dialami oleh Indonesia dimana penyediaan infrastruktur terhambat pembangunannya akibat keterbatasan penyediaan biaya dan lemahnya penyediaan alternatif lain untuk menyelesaikan kasus pembiayaan pembangunan serta rendahnya kemampuan memperdiksikan kebutuhan pembiayaan di masa yang akan datang. Analisa terkait pembangunan infrastruktur harus mampu dilakukan secara mendetail dengan mengkombinasikan beberapa pola pembiayaan pembangunan mengingat setiap pola pembiayaan memiliki kelemahannya masing-masing, dengan mengkombinasikan beberapa pola pembiayaan diharapkan mampu meminimalisasi mangkraknya pembangunan akibat terkendala pembiayaan yang tidak diprediksikan sejak awal proyek tersebut diajukan kepada pihak pemerintah.

Beberapa cara pendanaan pembangunan sektor tenaga listrik (non conventional) yang potensial tetapi masih perlu untuk dikaji lebih lanjut, dapat dikemukakan sebagai berikut. Built, Lease, and Transfer (BLT) Proyek-proyek transmisi dan gardu induk serta perangkat penunjang sistem pengatur beban, sebaiknya tetap dikelola oleh pemerintah, yang dalam hal ini PT PLN (Persero) sebagai BUMN, karena fasilitas ini akan menjadi pengatur dan pengendali dari seluruh fasilitas tenaga listrik termasuk diantaranya yang dikelola oleh swasta. Pembiayaan proyek-proyek ini, seyogyanya di tanggung oleh PT PLN (Persero) dengan dana sendiri hasil operasi maupun pinjaman pemerintah yang diterus-pinjamkan. Tetapi apabila dalam pelaksanaannya, PT PLN (Persero) mengalami kesulitan, maka pola pembiayaan BLT akan menjadi pola yang paling cocok. Pola BLT ini juga dapat dipikirkan untuk proyekproyek lainnya yang masih diharapkan tetap dikelola oleh PT PLN (Persero). Built and Lease (BL) Untuk proyek-proyek pembangkit minyak, seperti PLTD dan PLTG, yang berada di suatu wilayah yang dalam waktu yang tidak terlalu lama secara sistem akan interkoneksi atau sedang melaksanakan pembangunan pembangkit dengan kapasitas besar, pembiayaan sebaiknya dilaksanakan dengan sistem sewa (BL) jangka pendek sampai interkoneksi itu terlaksana atau pembangunan pembangkit besar selesai. Pola BL ini juga akan cocok untuk penyediaan fasilitas tenaga listrik yang dibutuhkan sesaat, karena adanya kerusakan pada pembangkit utama misalnya. Dengan demikian penggunaan minyak secara nasional akan dapat dikurangi. Hal ini juga sesuai dengan program nasional dalam pengurangan pemakaian minyak bumi di dalam negeri. Built, Operate, and Own (BOO) Untuk proyek-proyek transmisi dan gardu induk yang terkait dengan pembangkit swasta dan kecil kemungkinan untuk dipergunakan oleh masyarakat, pembiayaan sebaiknya juga dilaksanakan secara BOO. Selain itu, seperti yang sudah dilaksanakan, pola BOO juga masih diperlukan untuk proyek pembangkit baik yang telah direncanakan oleh pemerintah (solicited) maupun yang tidak direncanakan (unsolicited). Sedangkan untuk daerah-daerah terpencil yang mempunyai sumber daya energi dan hanya memerlukan pembangkit dengan kapasitas kecil, pemerintah seyogyanya mengupayakan dana pinjaman murah dengan jangka waktu panjang, dari sumber-sumber keuangan luar negeri. Dana pinjaman murah ini akan dipinjamkan kembali kepada masyarakat, baik usaha swasta maupun koperasi yang berminat mengelola fasilitas ketenagalistrikan secara BOO. Built, Operate And Transfer (BOT) Sistem pendanaan BOT akan dirasakan cocok untuk pembangunan proyek-proyek kelistrikan yang dianggap sangat diperlukan tetapi harus dikelola oleh pemerintah yang dalam hal ini PT PLN (Persero). Pendanaan untuk pembangunan pusat listrik tenaga air (PLTA), mungkin merupakan salah satu contoh yang cocok dilaksanakan dengan cara BOT. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa PLTA perlu tetap dikuasai pemerintah, karena menyangkut masalah alam yang tidak pasti, lingkungan dan pengaturan air yang digunakan oleh masyarakat. Selain itu, juga dirasakan tidak akan terlalu menarik minat swasta karena selain akan membutuhkan biaya tinggi juga masa pembangunan yang lama. Namun demikian, konsep BOT ini masih perlu dikaji secara mendalam, khususnya dalam pengaturan operasi dan pemeliharaan, agar PT PLN (Persero) tidak menerima sisa PLTA yang tidak dapat beroperasi lagi secara baik pada saat dialihkan oleh swasta. Strategic Partner Sistem strategic partner adalah suatu cara pendanaan dengan membawa partner pemilik dana untuk bersama-sama mengelola proyek investasi. Anak perusahaan yang telah ada, suatu saat juga harus didorong untuk membentuk anak perusahaan yang pada gilirannya diharapkan dapat membawa strategic partner. Pola strategic partner ini akan cocok untuk menghimpun dana pada cucu perusahaan tersebut, yang pada gilirannya akan dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan sektor tenaga listrik secara nasional. Pola strategic partner ini dirasakan tidak akan cocok untuk menghimpun dana pada anak perusahaan, karena dikhawatirkan akan lebih banyak merugikan kita. Kerugian ini bisa saja disebabkan oleh sumber daya manusia Indonesia yang masih lemah, sehingga dalam pengelolaan perusahaan akan selalu menjadi pihak yang dirugikan. Selain itu, pola ini juga dikhawatirkan hanya akan menjadi alat dari strategic partner untuk memperoleh keuntungan dari kenaikan nilai saham, dan strategic partner tersebut akan menjual sahamnya di pasar modal atau kepada pihak lain setelah nilai sahamnya berlipat ganda. Pasar Modal Pengumpulan dana melalui pasar modal baik di dalam maupun di luar negeri, dapat diperoleh dengan menjual saham dari anak perusahaan, namun untuk bidang usaha yang menyangkut rakyat banyak, jumlah saham yang dijual ini, seyogyanya merupakan saham minoritas, sehingga PT. PLN (Persero) masih dapat menjalankan misinya sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah yang ditetapkan. Selain anak perusahaan pembangkit, bidang distribusi juga mempunyai prospek yang baik untuk dijadikan anak perusahaan agar dapat beroperasi lebih efisien dan mendatangkan keuntungan yang lebih besar untuk pendanaan pembangunan sektor tenaga listrik. Dana Bergulir Abadi Untuk pembangunan kelistrikan di daerah-daerah terisolir, dimana PLN baru akan dapat melistriki dalam waktu yang cukup lama, serta tidak ada swasta atau masyarakat yang berminat menanamkan modalnya, pemerintah berkewajiban untuk membiayainya. Di daerah seperti ini, pemerintah akan melakukan perintisan dengan cara memasang sebagian sarana kelistrikan sesuai dengan kemampuan pemerintah, sedangkan pengembangannya dilaksanakan oleh masyarakat setempat dengan menggunakan dana yang terhimpun dari hasil pembayaran listrik yang menjadi dana bergulir abadi. Dengan demikian, fasilitas ketenagalistrikan yang dibeli dengan dana pemerintah tersebut akan diberikan sebagai subsidi pemerintah kepada masyarakat melalui koperasi setempat untuk dikelola dan dikembangkan. Sebagai penanggung jawab atas pengelolaan fasilitas ini bisa Pemda atau Kanwil Departemen Koperasi. VI. Kesimpulan Besarnya kebutuhan akan tenaga listrik menyebabkan sasaran yang ditargetkan membutuhkan biaya yang relatif besar pula. Pemerintah mengantisipasi kebutuhan pendanaan tersebut dengan membuat iklim yang kondusif agar masyarakat ikut berpartisipasi dan secara perlahan namun pasti, peranan pemerintah dalam penyediaan dana bagi sektor tenaga listrik akan makin berkurang dan sebaliknya peranan swasta akan menjadi lebih besar. Beberapa bentuk kerjasama dengan swasta baik dalam penyediaan dana, investasi, serta pembangunan sarana dan prasarana sudah waktunya untuk dijalankan. Khusus untuk proyek yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi bersih dan tidak mencemari lingkungan, pemerintah perlu memberikan insentif kepada investor sehingga pembangunan kelistrikan yang bernafaskan akrab lingkungan dapat berkembang dengan baik.