peringatan !!! - sistem informasi perpustakaanelibrary.unisba.ac.id/files/08-4980_fulltext.pdf ·...
TRANSCRIPT
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
PENERAPAN ECONOMIC ORDERING QUANTITY (EOQ) DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI BIAYA PERSEDIAAN
PADA PT SARANA LANCAR SEJAHTERA LAHARINDO BANDUNG
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Skripsi
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung
Oleh :
PURNAWIBAWA TAUFIK
10090103040
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG 2008
Lembar Pengesahan
PENERAPAN ECONOMIC ORDERING QUANTITY (EOQ)
DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI BIAYA PERSEDIAAN PADA PT SARANA LANCAR SEJAHTERA LAHARINDO
BANDUNG
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Skripsi
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung
Oleh :
PURNAWIBAWA TAUFIK
10090103040
Menyetujui, Bandung, Januari 2008
Dosen Pembimbing Utama, Dosen Pembimbing Pendamping,
RINI LESTARI, S.E., M.Si. DJEDJEN DJAENUDIN, S.E., Ak.
PENERAPAN ECONOMIC ORDERING QUANTITY (EOQ) UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI BIAYA PERSEDIAAN
(Pada PT Sarana Lancar Sejahtera)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Skripsi
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung
Oleh :
NIDA SHALLI MARDHIYANI
10090103060
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Utama, Dosen Pembimbing pendamping, RINI LESTARI, S.E., M.Si. Djedjen Djaenudin, S.E., Ak.
Mengetahui Ketua Jurusan Akuntansi
LILIS YULIFAH, S.E., Ak., M.Si.
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : PURNAWIBAWA TAUFIK
NPM : 10090103040
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul:
PENERAPAN ECONOMIC ORDERING QUANTITY (EOQ)
DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI BIAYA PERSEDIAAN
PADA PT SARANA LANCAR SEJAHTERA LAHARINDO BANDUNG
Dengan ini saya menyatakan pula dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini
tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang diambil dengan cara
menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan
gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah
sebagai tulisan saya sendiri, dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang
saya ambil, salin, atau tiru dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada
penulis aslinya.
Apabila saya melakukan hal tersebut diatas, baik sengaja ataupun tidak, maka
skripsi yang saya ajukkan sebagai hasil tulisan sendiri ini batal. Bila kemudian terbukti
bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah
hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah yang telah diberikan universitas
batal saya terima.
Bandung, 31 Januari 2008
Yang Menyatakan,
(PURNAWIBAWA TAUFIK)
Lembar Persembahan
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika kami wahyukan kepadamu, “Sesungguhnya (Ilmu) Tuhan-
mu meliputi segala manusia.” Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang kami telah
perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula)
pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran. Dan Kami menakut-nakuti mereka,
tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.
(Al Quran, Surat Al Israa ayat 60)
Kupersembahkan untuk kedua orang panutan bijak
yang selalu mendoakan dan menyayangiku selamanya,
Mamah dan Bapa Aku tercinta.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang merupakan salah satu syarat sidang skripsi dan untuk mencapai
gelar Sarjana Ekonomi pada program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Bandung, dengan judul:
“PENERAPAN ECONOMIC ORDERING QUANTITY (EOQ)
DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI BIAYA PERSEDIAAN PADA PT
SARANA LANCAR SEJAHTERA LAHARINDO BANDUNG”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna
karena keterbatasan data yang diperoleh dari nara sumber yang bersangkutan
maupun keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis.
Terwujudnya skripsi ini sejak awal sampai akhir tidak lepas dari banyak
pihak yang membantu baik moril maupun materil dan pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluargaku tercinta, Eti Rohaeti (Mamah), Yusef Abdul Taufik (Bapa),
Nenden Hindun T (Adikku), Aki Opek, Ema Euis, Aki Sutisna (Alm),
Emih, Bi Santi, Mang Nur, Mang Ucu, Bi Putri, Bi Ita yang selalu
i
memberikan dukungan penuh kasih sayang, moril, ilmu, nasihat, material
dan do’a yang selalu menyertai kepada penulis dalam menjalani kehidupan
ini.
2. Bapak Drs. H. E. Saefullah, SH., LLM. selaku Rektor Universitas Islam
Bandung.
3. Bapak Firman Alamsyah, SE., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Bandung.
4. Ibu Lilis Yulifah, SE., M.Si., Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung.
5. Ibu Rini Lestari, SE., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
banyak memberikan bimbingan dan pengarahan, kesabaran, perhatian dan
waktunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Djedjen Djaenudin, SE., Ak. selaku Dosen Pembimbing
Pendamping yang telah memberikan bimbingan, kesabaran, perhatian dan
waktunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Ibu Epi fitriah S.E., M.Si. selaku Dosen Wali yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengarahan, kesabaran, dan perhatian kepada
penulis.
8. Bapak Hendra Gunawan, SE., M.Si. terima kasih atas motivasi, nasehat,
dan dukungan kepada penulis.
9. Seluruh dosen Akuntansi serta staf karyawan Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Bandung yang telah mencurahkan segenap ilmu dan
pengetahuannya bagi penulis.
ii
10. Ibu Lina Herlina selaku pembimbing penulis di PT Sarana Lancar
Sejahtera Laharindo (SLS) yang telah memberikan bimbingan, kesabaran,
perhatian, dan waktunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Lidia dan Ibu, untuk do’a, motivasi penuh kasih sayang, semangat,
perhatian, dan dukungannya selama penulis menyelesaikan laporan ini.
12. Sahabat-sahabatku : Bimbim, Yoland, Firman, Away, J Kusuma, Panca,
Hilman, Takur, Ronan, Gilang, Lucky, Jack, Kiki, Rizal, Nida, Herdanis,
Apit, Marnus, Kurnia, Azhari, Fitdel, Sinta, Karlin, Devi, Dewi, Intan,
Riri, Ozan, Bardan, Kiceng, Kemal dan kawan-kawan terima kasih atas
rasa persaudaraan yang telah penulis rasakan selama ini.
13. Teman-teman Akuntansi angkatan 2003, yang tak dapat penulis sebutkan
satu per satu, terima kasih atas semangat dan dukungannya.
14. Teman-teman pengurus HIMASI dan semua sahabat-sahabatku di
UNISBA.
15. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu, yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu disini. Terima kasih atas bantuannya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan oleh
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak sehingga dapat membuka
cakrawala berfikir penulis dalam pengembangan keilmuan yang sangat berarti
untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi.
iii
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT selalu
menuntun dan memberkati, serta melimpahkan cinta dan kasih-Nya kepada kita,
Amien.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bandung, Januari 2008
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR .....………………………………………………………DAFTAR ISI .....………………………………………………………………..DAFTAR TABEL .....…………………………………………………………..DAFTAR GAMBAR............................................................................................DAFTAR LAMPIRAN ..……………………………………………………….ABSTRAK ………………..……………………………………………………. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian …………………………………………………...1.2 Batasan Masalah ………………………………………………………….....1.3 Identifikasi Masalah ………………………………………………………....1.4 Tujuan Penelitian …………………………………………………………....1.5 Kegunaan Penelitian ...……………………………………………………....1.6 Kerangka Pemikiran …………………………………………………………1.7 Metode Penelitian ……...……………………………………………………1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………………………. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan ...……………………………...………………………………..
2.1.1 Perencanaan Pembelian Bahan ………………...………………….2.2 Persediaan ...…………………………………………………………………
2.2.1.Pengertian Persediaan ......…………...…………………………….2.2.2 Kegunaan Persediaan ……………………...………………………2.2.3 Jenis-Jenis Persediaan ......................................................................2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persediaan ………...………...
2.3 Perencanaan Persediaan ……………………………………………………..2.4 Economic Ordering Quantity………………………………………………... 2.4.1 Waktu Tenggang Pemesanan……………………………………… 2.4.2 Frekuensi Pemesanan ……………………………………………... 2.4.3 Safety Stock …….…………………………………………………. 2.4.4 Reorder Point …..………………………………………………….2.5 Biaya Persediaan ………………………………...………………………….. 2.5.1 Pengertian Biaya Persediaan ……………………………………… 2.5.2 Klasifikasi Biaya Persediaan ……………………………………... 2.5.3 Efisiensi Biaya Persediaan ………………………………………...2.6 Penerapan Economic Ordering Quantity
Dalam Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan………………………… BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian .....………………………………………………………….3.2 Metode Penelitian .…………………………………………………………..
iv
viiviii
ixx
156678
1314
1516171719192224293434353840404144
46
4748
v
3.2.1 Metode Penelitian yang Digunakan .……………………………....3.2.2 Operasionalisasi Variabel.................................................................3.2.3 Teknik Pengumpulan dan Sumber Data............................................3.2.4 Teknik Analisis Data.........................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ......................................................................... 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan.............................................................. 4.1.2 Aktivitas Utama Perusahaan ……...………………………………. 4.1.3 Sasaran Perusahaan .......................................................................... 4.1.4 Target Pasar ..................................................................................... 4.1.5 Struktur Organisasi Perusahaan ....................................................... 4.1.6 Fasilitas Pendukung Perusahaan ......................................................4.2 Material Pada Proses Produksi PT SLS......................................................... 4.2.1 Proses Produksi PT SLS…………….........................…..…... .... 4.3 Pengelolaan Persediaan Special Bearing ......................………..............
4.3.1 Kebijakan Pengadaan Special Bearing ....................................... 4.4 Klasifikasi Biaya Persediaan ......................................................................... 4.5 Penerapan Metode Economic Ordering Quantity (EOQ) dalam
Perencanaan Pembelian Bahan Baku Special Bearing .......................... 4.5.1 Perhitungan Economic Ordering Quantity, Frekuensi, dan Total Cost .................................................................................... 4.5.2 Perhitungan Safety stock dan Reorder Point................................ 4.6 Efisiensi Biaya Persediaan dengan Metode Rasi Sensitivitas dan Perhitungan Biaya Marginal Pada Perusahaan............................................... 4.7 Penerapan Metode Economic Ordering Quantity (EOQ) untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan ...................................................... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………………………………………………………………….5.2 Saran ………………………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..LAMPIRAN …………………………………………………………………….DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………...
48495152
575758595960626465717172
74
7581
85
98
102104
106107108
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Operasionalisasi Variabel .............................................................48
Tabel 4.1 : Perhitungan EOQ, Frekuensi, dan Total Cost
Tahun 2004 semester 1...................................................................77
Tabel 4.2 : Perhitungan EOQ, Frekuensi, dan Total Cost
Tahun 2004 semester 2...................................................................78
Tabel 4.3 : Perhitungan EOQ, Frekuensi, dan Total Cost
Tahun 2005 semester 1...................................................................79
Tabel 4.4 : Perhitungan EOQ, Frekuensi, dan Total Cost
Tahun 2005 semester 2...................................................................80
Tabel 4.5 : Perhitungan Safety Stock dan Reorder Point tahun 2004..............83
Tabel 4.6 : Perhitungan Safety Stock dan Reorder Point tahun 2005..............84
Tabel 4.7 : Perhitungan Q*, F*, dan TC* (sebenarnya) Tahun 2004
Semester 1......................................................................................88
Tabel 4.8 : Perhitungan Q*, F*, dan TC* (sebenarnya) Tahun 2004
Semester 2......................................................................................89
Tabel 4.9 : Perhitungan Q*, F*, dan TC* (sebenarnya) Tahun 2005
Semester 1......................................................................................90
Tabel 4.10 : Perhitungan Q*, F*, dan TC* (sebenarnya) Tahun 2005
Semester 2......................................................................................92
Tabel 4.11 : Perhitungan Rasio Sensitivitas (RS) dan Biaya Marginal
Tahun 2004 Semester 1..................................................................94
Tabel 4.12 : Perhitungan Rasio Sensitivitas (RS) dan Biaya Marginal
Tahun 2004 Semester 2..................................................................95
Tabel 4.13 : Perhitungan Rasio Sensitivitas (RS) dan Biaya Marginal
Tahun 2005 Semester 1..................................................................96
Tabel 4.14 : Perhitungan Rasio Sensitivitas (RS) dan Biaya Marginal
Tahun 2005 Semester 2..................................................................97
vii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.1 Kerangka Pemikiran………………………………………..........GAMBAR 4.1 Struktur Organisasi........................................................................
1260
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi PT Sarana Lancar Sejahtera (SLS) Lampiran 2 Kesediaan Membimbing Skripsi Lampiran 3 Kartu Perkembangan Penyusunan Skripsi Lampiran 4 Surat Permohonan Izin Survai Lampiran 5 Balasan Surat Permohonan Izin Survai dari PT SLS Lampiran 6 Method EOQ Estimated For 2004/I (Special Bearing) Lampiran 7 Method EOQ Estimated For 2004/II (Special Bearing) Lampiran 8 Method EOQ Estimated For 2005/I (Special Bearing) Lampiran 9 Method EOQ Estimated For 2005/II (Special Bearing) Lampiran 10 Method EOQ Real At 2004/I (Special Bearing) Lampiran 11 Method EOQ Real At 2004/II (Special Bearing) Lampiran 12 Method EOQ Real At 2005/I (Special Bearing) Lampiran 13 Method EOQ Real At 2005/II (Special Bearing)
ix
ABSTRAK
Economic Ordering Quantity (EOQ) adalah suatu ukuran untuk menetapkan nilai persediaan yang ekonomis sehingga dapat meminimalisasi biaya persediaan. Penentuan Economic Ordering Quantity didasarkan pada faktor waktu tenggang pemesanan, frekuensi pemesanan, safety stock dan reorder point.
Efisiensi biaya persediaan adalah suatu dasar tujuan dari Economic Ordering Quantity. Menentukan efiensi biaya persediaan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan rasio sensitivitas dan biaya marginal.
Skripsi ini ditujukan untuk meneliti Penerapan Economic Ordering Quantity untuk meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan. Dalam hal ini penelitian dilakukan pada Special Bearing untuk industri semen dan pertambangan di PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) Bandung Tahun 2004 – 2005.
Penelitian juga diarahkan untuk mengetahui perbandingan tersebut dengan menggunakan metode deskriptif dengan studi kasus. Data yang penulis butuhkan yaitu data yang berkaitan dengan biaya penyimpanan dan biaya per pesanan yang terdapat dalam perusahaan. Penulis menggunakan data tersebut yang diambil dari Kantor Pusat PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS). EOQ dan Efisiensi Biaya persediaan sebagai variabel Independent (X1dan X2). Penelitian dilakukan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian diperoleh gambaran Penerapan Economic Ordering Quantity dalam meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan adalah pada semester 1 tahun 2004 dan semester 1 tahun 2005 mengalami efiensi biaya persediaan, sedangkan pada semester 2 tahun 2004 dan semester 2 tahun 2005 mengalami kegagalan efisiensi biaya persediaan. Secara keseluruhan tahun 2004 dan 2005 produk Special Bearing untuk industri semen dan pertambangan mengalami fluktuatif efisiensi biaya persediaan.
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan didukung pula oleh
kemajuan teknologi yang demikian pesat di negara Indonesia saat ini,
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memperluas ruang gerak dan
arus perputaran baik berupa produk barang atau jasa yang telah menembus batas
suatu wilayah negara, sehingga produk barang dan jasa yang ditawarkan semakin
bervariasi baik merupakan produk dalam negeri atau luar negeri. Paradigma
tersebut menimbulkan persaingan produk yang semakin ketat dalam dunia usaha
antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Untuk itu setiap
perusahaan selalu dituntut untuk dapat meningkatkan produktivitasnya melalui
pengelolaan sumber daya yang ada dengan efektif dan efisien agar memperoleh
laba yang optimal. Pencapaian efisiensi dalam seluruh aktivitas usaha perusahaan
adalah target yang selalu diupayakan pencapaiannya, demikian juga halnya
dengan pengelolaan persediaan (inventory).
Persediaan merupakan salah satu aktiva utama dalam perusahaan, yang
sifatnya selalu berputar dan memiliki efek langsung terhadap keuntungan
perusahaan sehingga masalah penentuan besarnya alokasi modal dalam persediaan
merupakan masalah yang sangat penting. Alokasi persediaan yang terlalu besar
dari kebutuhan akan memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan, selain
itu akan timbul kemungkinan kerugian karena kerusakan dan turunnya kualitas
1
2
sehingga menurunkan keuntungan perusahaan. Sebaliknya apabila alokasi dana
dalam persediaan terlalu kecil, maka perusahaan akan kekurangan bahan baku
sehingga tidak dapat menghasilkan produk secara optimal dan pada akhirnya
menurunkan keuntungan perusahaan pula. Dengan kata lain perusahaan
dihadapkan pada suatu masalah pilihan penentuan proporsi dana yang tepat untuk
alokasi persediaan.
Dalam memperoleh laba optimal yang merupakan prasyarat terjaganya
kontinuitas perusahaan, perencanaan jumlah persediaan harus dilakukan dengan
cermat agar tidak menimbulkan biaya yang dusebabkan adanya kesempatan yang
hilang (opportunity cost), akibat tertundanya proses produksi karena kekurangan
persediaan, atau timbulnya biaya-biaya tambahan karena berlebihan persediaan.
Oleh karena itu, diperlukan suatu perencanaan dan pengendalian yang tepat
sehingga dapat mempertimbangkan persediaan yang harus ada diakhir periode
sehingga mempunyai gambaran tentang perkiraan persediaan untuk pelaksanaan
proses produksi periode yang akan datang baik jumlah, harga, maupun
kualitasnya. Pada akhirnya, perusahaan menggunakan metode Economic Order
Quantity (EOQ) untuk melakukan efisiensi biaya persediaan. Economic Order
Quantity (EOQ) adalah jumlah persediaan yang harus dipesan pada suatu saat
dengan tujuan untuk mengurangi biaya persediaan tahunan.
Dengan menggunakan metode tersebut menghasilkan rasio perputaran
persediaan yang relatif tinggi, mengurangi persediaan yang sudah tidak layak
digunakan atau rusak, dan relatif memperkecil terjadinya kendala-kendala sebuah
perusahaan dalam menghasilkan produksi, atau tertundanya pekerjaan dan
3
hilangnya kesempatan perusahaan dalam menjual produknya akibat kehabisan
persediaan. Metode Economic Ordering Quantity merupakan suatu langkah
pengaturan persediaan untuk mengefisiensikan biaya persediaan. Efisiensi
merupakan tolak ukur yang penting untuk mengetahui keberhasilan yang dapat
dicapai oleh suatu perusahaan. Keberhasilan suatu perusahaan dapat
mencerminkan efisiensi bila penggunaan bahan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Pada dasarnya penggunaan metode Economic
Ordering Quantity menghasilkan efesiensi biaya persediaan yang lebih baik dalam
perusahaan.
PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) Cabang Bandung, berdiri
pada tahun 1990, merupakan anak perusahaan PT Sarana Lancar Sejahtera
Bearindo Singapore yang berdiri pada tahun 1963, PT Sarana Lancar Sejahtera
Laharindo adalah perusahaan yang bergerak di bidang Distributor (Penjualan
Barang Jadi). PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) merupakan distributor
dari PT SKEFINDO (SKF) yang memproduksi bahan baku mesin industri berupa
bearing. Tujuan PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) adalah untuk
menyediakan jasa perakitan mesin dan distribusi barang berupa bearing yang
sesuai dengan mesin industri tertentu, baik pendistribusian langsung atau masih
dalam proses perakitan. PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS)
bekerjasama dengan pelanggan dan rekan bisnis untuk mencapai pertumbuhan
dan keuntungan terus menerus yang kompetitif baik secara nasional maupun
regional Asia-Pasifik. Kerjasama tersebut dilakukan untuk bersaing secara efektif
dalam lingkungan persaingan yang semakin ketat seperti saat ini, maka PT Sarana
4
Lancar Sejahtera Laharindo perlu mencari cara untuk meningkatkan efisiensi
biaya persediaan.
Usaha PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) untuk meningkatkan
efisiensi dengan menekan biaya persediaan yang kenyataannya masih belum
optimal karena sebagaimana perusahaan lainnya, PT Sarana Lancar Sejahtera
Laharindo juga masih dihadapkan pada masalah persediaan bahan baku dan
barang jadi diantaranya: perencanaan kebutuhan bahan baku, pemesanan dan
penyimpanannya. Faktor-faktor pembentuk utama biaya persediaan adalah
holding cost atau carrying cost yaitu biaya yang timbul karena perusahaan
menyimpan persediaan, dan ordering cost atau set up cost yaitu biaya yang
berhubungan dengan pemesanan dan pengadaan bahan baku. Dalam penyusunan
skripsi ini, penulis akan memfokuskan pembahasan terhadap pangadaan Special
Bearing yang digunakan untuk mesin industri pertambangan dan semen.
Perencanaan pembelian bahan baku dalam perusahaan tersebut
memperkirakan jenis dan jumlah bahan baku yang harus dipesan baik untuk
langsung digunakan maupun sebagai persediaan dengan cara menentukan berapa
pesanan tiap kali pemesanan dan periode waktu pemesanannya, sehingga dapat
menekan atau mengefisiensikan biaya persediaan. Dalam pengambilan keputusan
untuk perencanaan pembelian bahan baku sering kali membutuhkan perkiraan
yang tidak mudah, hal ini cukup beralasan karena menyangkut masalah biaya
yang dikeluarkan sekaligus keuntungan yang diterima.
Berdasarkan data tahun 2004 - 2005 yang diperoleh dari bagian
Departement Material Planning and Inventory Control (MPIC), bahwa biaya
5
persediaan Special Bearing untuk mesin industri pertambangan dan semen
mengalami permasalahan. Perusahaan ini menghasilkan Special Bearing dengan
rata-rata per tahun sebesar 500 unit. Produk 500 unit ini yang dihasilkan memiliki
biaya persediaan yang tinggi dengan rata-rata Rp.7.600.000 per bulan. Pada tahun
2005 terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak non subsidi nasional. Kenaikan
tersebut menyebabkan kenaikan biaya produksi dalam industri nasional pada
umumnya. Kenaikan biaya produksi tersebut berimbas kepada produk Special
Bearing, dimana suku cadang ini merupakan bagian dari mesin produksi industri.
Permasalahan yang terjadi selanjutnya dalam perusahaan produk Special Bearing
yaitu persediaan yang menggunakan metode EOQ mengalami kegagalan efisiensi
biaya persediaan, dimana perusahaan menyimpan produk tersebut dalam jangka
waktu yang cukup lama bagi perusahaan. Oleh karena itu, maka penulis ingin
meneliti bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh PT Sarana Lancar Sejahtera
Laharindo untuk meningkatkan efisiensi biaya persediaan tersebut. Dari latar
belakang permasalahan tersebut diatas, penulis berkeinginan untuk meneliti
masalah tersebut dan menuangkan kedalam skripsi dengan judul :
“PENERAPAN ECONOMIC ORDERING QUANTITY (EOQ)
DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI BIAYA PERSEDIAAN PADA PT
SARANA LANCAR SEJAHTERA LAHARINDO BANDUNG”
1.2. Batasan Masalah
PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo adalah perusahaan yang menjual
dan mendistribusikan bahan baku mesin-mesin industri berupa bearing. Adapun
6
batasan masalah yang akan diteliti oleh penulis selama melakukan penelitian
adalah terbatas pada perencanaan persediaan Special Bearing pada mesin industri
pertambangan dan semen. Perusahaan tersebut menerapkan metode persediaan
Economic Ordering Quantity (kuantitas pesanan ekonomis) pada produk Special
Bearing. Sebagai perencanaan produksi persediaan atas metode tersebut,
perusahaan juga mempersiapkan persediaan pengamanan (Safety Stock) dan titik
pemesanan kembali (Reorder Point). Penulis mempertimbangkan besarnya
efisiensi biaya persediaan dengan menggunakan data rasio sensivitas dan biaya
marginal pada produk dalam perusahaan tersebut. Pertimbangan rasio sensitivitas
dilakukan agar memperoleh biaya persediaan bahan baku yang tepat untuk
efisiensi biaya pemesanan dan penyimpanan penggunaan Special Bearing .
1.3. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah penulis uraikan diatas,
maka untuk membatasi masalah tersebut penulis mengidentifikasi masalah
tersebut sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan metode Economic Ordering Quantity (EOQ) dalam
perencanaan pembelian bahan baku Special Bearing?
2. Bagaimana efisiensi biaya persediaan dengan metode rasio sensitivitas dan
perhitungan biaya marginal pada perusahaan?
3. Bagaimana penerapan metode Economic Ordering Quantity (EOQ) dalam
meningkatkan efisiensi biaya persediaan?
7
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan penelitian berdasrkan identifikasi masalah
diatas adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penerapan metode Economic Ordering Quantity (EOQ)
dalam perencanaan pembelian bahan baku Special Bearing.
2. Untuk mengetahui efisiensi biaya persediaan dengan metode rasio
sensitivitas dan perhitungan biaya marginal pada perusahaan.
3. Untuk mengetahui penerapan metode Economic Ordering Quantity (EOQ)
dalam meningkatkan efisiensi biaya persediaan.
1.5. Kegunaan Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara
praktik maupun teori bagi berbagai pihak, antara lain :
1. Bagi Penulis
Dengan penelitian melalui praktik ini penulis dapat mempraktikan ilmu
mengenai metode Economic Ordering Quantity (EOQ) yang diperoleh
dibangku perkuliahan secara nyata dilapangan dalam rangka menyusun
skripsi sehingga akan meningkatkan wawasan, pengetahuan dalam
pengalaman penulis.
2. Bagi Perusahaan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan suatu kontribusi sebagai
berikut :
a. Bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
8
b. Alat untuk menilai perkembangan dan kinerja perusahaan serta
perencanaan di masa yang akan datang.
c. Masukan bagi perusahaan tentang upaya yang harus dilakukan
dalam pengelolaan persediaan.
3. Bagi Peneliti lain
Dengan penelitian ini, terutama yang berada di lingkungan Perguruan
Tinggi dapat menambah referensi bagi lembaga pendidikan untuk
perkembangan teori dan dalam praktiknya di dunia industri. Sehingga
dapat menambah perbendaharaan pengetahuan dan meningkatkan kualitas
pendidikan.
1.6. Kerangka Pemikiran
Suatu perusahaan harus mampu melihat kemungkinan dan kesempatan di
masa yang akan datang baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena
itu, merupakan tugas manajemen untuk merencanakan masa depan
perusahaannya. Secara umum istilah perencanaan dipakai untuk kegiatan yang
menunjukkan masa depan, kegiatan pokok manajemen dalam perencanaan
perusahaan adalah memutuskan berbagai alternatif dan perumusan kebijakan yang
dilaksanakan dimasa yang akan datang. Keberhasilan suatu perusahaan salah
satunya ditunjukkan dengan memperoleh laba yang optimal. Langkah awal yang
dilakukan perusahaan dalam memprediksi laba yang akan diperoleh adalah
dengan melakukan rencana penjualan baik terhadap volume produk yang dijual,
9
harga jual produk serta biaya. Dalam penggunaan biaya-biaya tersebut pada
akhirnya akan mempengaruhi harga jual, volume produksi, dan persediaan.
Dalam penggunaan metode Economic Ordering Quantity (EOQ) untuk
perencanaan pembelian persediaan bahan baku Special Bearing pada mesin-mesin
industri dapat dilihat dari besarnya pembelian tiap kali pemesanan yang akan
menguntungkan dan meminimalkan biaya persediaan, karena Model Economic
Ordering Quantity (EOQ) digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan
persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan
biaya kebalikannya pemesanan persediaan.
Perencanaan (planning) berarti penyusunan gambaran finansial dan
operasional rinci kegiatan-kegiatan yang direncanakan. Salah satu perencanaan
yang dilakukan oleh suatu perusahaan diantaranya adalah perencanaan pembelian
persediaan. Proses perencanaan memadukan gagasan-gagasan, ramalan-ramalan,
ketersediaan sumber daya, dan realitas finansial, untuk menciptakan serangkaian
tindakan guna mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran perusahaan. Setelah
itu, rencana tersebut digunakan dengan cara mengambil keputusan-keputusan
untuk menerapkan rencana-rencana yang telah ditetapkan.
Pengelolaan yang baik tidak selalu mengharuskan penyediaan tingkat
persediaan yang rendah ataupun tinggi, tapi harus dikembangkan sistem
pengelolaan persediaan yang efisien dengan memperhatikan semua kebutuhan
produksi, penjadwalan, biaya, resiko, bahkan keinginan konsumen. Alasan utama
mengapa perhatian terhadap masalah perencanaan demikian besar karena pada
10
kebanyakan perusahaan ternyata persediaan merupakan bagian atau porsi yang
cukup besar dan berpengaruh dalam penentuan biaya persediaan.
Biaya persediaan merupakan biaya yang dikeluarkan dalam setiap kali
pembelian sebagai persediaan, dimana biaya persediaan tersebut secara
keseluruhan dipengaruhi oleh biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya
penyimpanan (carriying cost). Biaya pemesanan (ordering cost) merupakan biaya
yang terjadi dalam rangka melaksanakan kegiatan pemesanan, sedangkan biaya
penyimpanan (carriying cost) merupakan biaya yang terjadi dalam rangka
melaksanakan kegiatan penyimpanan persediaan. Pengertian persediaan dalam
buku Manajemen Persediaan adalah sebagai berikut:
Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.
(Herjanto, 1999: 2)
Sedangkan menurut J. Wild (2005:265) dalam buku Financial Statement
Analysis, persediaan adalah; “Persediaan merupakan barang yang dijual dalam
aktivitas normal perusahaan yang harus diperhatikan karena merupakan
komponen utama dari aktiva operasi dan langsung mempengaruhi perhitungan
laba”.
Dengan adanya perencanaan yang berperan dalam meningkatkan efisiensi
biaya persediaan bahan baku Special Bearing pada mesin industri pertambangan
dan semen, maka permasalahan biaya persediaan yang tidak efisien dapat
menggunakan perencanaan persediaan dengan metode Economic Ordering
Quantity (EOQ). Metode ini untuk meminimalkan biaya-biaya pemesanan
11
(ordering cost) dan biaya-biaya penyimpanan (carriying cost) yang pada akhirnya
akan dapat meningkatkan efisiensi biaya persediaan.
Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003:301) dalam buku Manajemen
Operasi, efisiensi biaya persediaan adalah; “Efisiensi biaya persediaan merupakan
penghematan biaya-biaya yang timbul akibat dari adanya kegiatan untuk
pengadaan bahan baku”.
Alat ukur yang dapat digunakan dalam menghitung besarnya efisiensi
biaya persediaan yang diperoleh apabila perusahaan menggunakan metode
Economic Ordering Quantity (EOQ) adalah rasio sensitivitas dan biaya marginal.
Ma’arif dan Tanjung (2003:301) dalam buku Manajemen Operasi menyatakan
bahwa; “Efisiensi biaya persediaan dapat dihitung dengan menggunakan rasio
sensitivitas dan biaya marginal”.
Berdasarkan uraian diatas, penulis memberikan gambaran kerangka
pemikiran sebagai berikut:
12
GAMBAR 1.1
KERANGKA PEMIKIRAN
Rencana Pembelian bahan baku Special Bearing
Persediaan
1.7. Metode Penelitian
Total Biaya Persediaan • Carriying Cost • Ordering Cost
Model EOQ • Jumlah Pemesanan
yang Ekonomis • Laba Meningkat • Investasi Berkurang
Persediaan Berlebih • Investigasi Berlebih • Biaya Penyimpanan
Kekurangan Persediaan • Kekurangan Produksi
Terganggu • Hilang Langganan
Efisiensi Biaya Persediaan Tercapai
13
1.7. Metode Penelitian
Dalam menyusun skripsi, metode penelitian yang digunakan adalah
metode deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang berusaha untuk
mengumpulkan, menyajikan dan menganalisis data untuk memberikan gambaran
yang jelas mengenai objek yang diteliti. Alasan penulis menggunakan metode ini
penulis akan menggambarkan secara mendetail dan sistematis mengenai
perenanaan pembelian bahan baku Special Bearing dengan menggunakan
Economic Ordering Quantity (EOQ) dalam usaha meningkatkan efisiensi biaya
persediaan pada perusahaan yang diteliti. Disamping itu penulis menggunakan
pendekatan studi kasus karena pengambilan data hanya dilakukan pada satu
perusahaan saja yaitu PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS).
Penulis melakukan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu
dengan cara :
1. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tatap
muka langsung dengan pihak-pihak terkait yaitu Departement Material
Planning and inventory control (MPIC) PT Sarana Lancar Sejahtera
Laharindo (SLS). Dari kegiatan ini, penulis mendapatkan data yang
diperlukan dalam penyusunan Tugas akhir ini, diantaranya data tentang
proses pengadaan bahan baku Special Bearing, data tentang pemasok,
serta kebijakan-kebijakan perusahaan.
2. Dokumentasi, yaitu dengan cara melihat dan mempelajari dokumen, buku-
buku dan catatan-catatan yang ada pada perusahaan tempat penulis
melakukan penelitian.
14
1.8. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian di PT Sarana Lancar Sejahtera
Laharindo.yang berlokasi di Komplek Ruko Kopo Plaza Blok C-19 Jl. PETA
(Lingkar Selatan) Bandung. Pada Departement Material Planning and Inventory
(MPIC) terhitung sejak bulan Oktober sampai Desember 2007.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Perencanaan
Perencanaan merupakan sebuah fungsi manajemen yang fundamental serta
berkenaan dengan pelaksanaan tugas seorang manajer. Perencanaan berarti
menentukan sebelumnya kegiatan yang mungkin dapat dilakukan dan bagaimana
cara melakukannnya agar dapat berhasil dengan baik. Menurut, Nafarin (2004:4)
dalam bukunya Penganggaran Perusahaan pengertian dari perencanaan sebagai
berikut ; “Perencanaan merupakan tindakan yang dibuat berdasarkan fakta dan
asumsi mengenai gambaran dan kegiatan yang dilakukan pada waktu yang akan
datang dalam mencapai tujuan yang diinginkan”.
Perencanaan meliputi penyelidikan terhadap bidang-bidang, diantaranya
keadaan perusahaan yang sesungguhnya, kebijakan utamanya, dan penentuan
waktu dalam cakupan luas, serta faktor-faktor lain yang ada kaitannya dengan
rencana jangka pendek dan jangka panjang. Perencanaan memiliki tujuan utama
yaitu memberikan proses umpan maju (feed forward) agar dapat memberikan
petunjuk kepada setiap seorang manajer dalam pengambilan keputusan
operasional sehari-hari. Perencanaan yang efektif didasarkan atas fakta-fakta yang
dikumpulkan, hal tersebut membutuhkan pemikiran reflektif dan pandangan ke
masa depan dalam membuat keputusan rasional.
15
16
2.1.1 Perencanaan Pembelian Bahan
Pembelian bahan adalah kegiatan pengadaan barang yang tujuannya untuk
dijadikan sebagai persediaan atau langsung digunakan pada proses produksi.
Usaha untuk merencanakan pembelian dapat dilaksanakan atas dasar tingkat
penggunaan bahan yang berlaku dan dipergunakan di perusahaan, yangmana
tingkat penggunaan bahan dapat dipakai untuk menyusun perkiraan kebutuhan
bahan tersebut. Menurut Ahyari (1990:67) dalam bukunya Manajemen Produksi,
pengertian tingkat penggunaan bahan yaitu; “Tingkat pengunaan bahan adalah
seberapa banyak jumlah dan jenis bahan yang dipergunakan untuk memproduksi
satu unit produk akhir”.
Dengan diketahui tingkat penggunaan bahan dalam keperluan proses
produksi, maka data perencanaan produksi untuk periode yang akan datang dapat
dipergunakan sebagai dasar penentuan peramalan pembelian di periode yang
bersangkutan.
Perencanaan pembelian bahan merupakan tindakan yang sangat penting
dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persediaan yang diharuskan, dan
kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali. Dalam perencanaan
pembelian bahan, manajer memberikan garis besar langkah-langkah yang harus
diambil dalam menggerakan organisasi terhadap tujuannya. Setelah menentukan
kumpulan strategi yang harus diikuti, organisasi masih memerlukan rencana
khusus, seperti lokasi, metode keuangan, jam operasi, dan lain-lain. Bila rencana
ini telah selesai dibuat, akan dikomunikasikan ke seluruh organisasi. Bila sudah
diterapkan, rencana ini akan melayani koordinasi, atau bergabung bersama seluruh
17
bagian organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan. Jadi jelaslah perencanaan
pembelian bahan dilakukan sebelum upaya atau aktivitas pembelian dilakukan,
dengan kata lain perencanaan mendahului tindakan-tindakan organisasi yang
secara sadar membatasi keberhasilannya kepada apa yang telah ditetapkan
sebelumnya.
2.2 Persediaan
Pada suatu waktu para pengusaha akan dihadapkan dengan adanya resiko
bahwa perusahaannya tidak dapat memenuhi keinginan para pelanggannya,
permasalahan ini dapat terjadi apabila perusahaan tidak memiliki persediaan.
Persediaan sangatlah penting untuk mempermudah jalannya operasi setiap
perusahaan, persediaan ini diadakan apabila keuntungan yang diharapkan dari
persediaan tersebut terjamin kelancarannya. Dengan demikian, perlu diusahakan
keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya-biaya yang ditimbulkannya
seperti biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost).
Tetapi tidak selamanya barang atau jasa tersedia setiap saat, yang berarti
pengusaha akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya
ia dapatkan.
2.2.1 Pengertian Persediaan
Salah satu upaya perusahaan dalam mempertahankan kelancaran dan
kesinambungan proses produksi adalah dengan adanya persediaan. Berbagai
rumusan tentang persediaan telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun
18
pada prinsipnya persediaan adalah suatu sumber daya menganggur yang
menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut disini
dapat berupa kegiatan produksi seperti dijumpai pada sistem manufaktur, kegiatan
pemasaran seperti dijumpai pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi
seperti dijumpai pada sistem rumah tangga. Terdapat definisi mengenai
persediaan yang diungkapkan oleh beberapa penulis. dalam buku Manajemen
Persediaan, mendefinisikan persediaan adalah:
Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. (Rangkuti, 2004:2) Sedangkan menurut Nafarin (2004:62) dalam bukunya Penganggaran
Perusahaan, menyatakan persediaan adalah; “Persediaan adalah barang yang
diperoleh dan tersedia dengan maksud untuk dijual atau dipakai dalam proses
produksi atau dipakai untuk keperluan nonproduksi dalam siklus kegiatan yang
normal”.
Dari beberapa pendapat diatas mengenai persediaan, maka dapat
dijelaskan bahwa persediaan merupakan bahan-bahan, bagian yang disediakan,
dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses
produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi
permintaan setiap waktu. Persediaan juga dapat diartikan sebagai uang yang
dalam sementara waktu berada dalam bentuk barang, seperti bahan baku, barang
setengah jadi, maupun barang jadi. Tetapi berbeda dengan sifat uang yang apabila
19
disimpan (di bank) akan menghasilkan bunga, sedangkan persediaan akan
dikenakan bunga atau biaya-biaya lainnya.
2.2.2 Kegunaan Persediaan
Pada prinsipnya persediaan mempermudah atau memperlancar jalannya
operasi perusahaan yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk
memproduksi barang-barang serta menyampaikannya kepada para pelanggan atau
konsumen. Persediaan yang dilakukan mulai dari yang berbentuk bahan baku,
barang setengah jadi sampai barang jadi seperti yang dikemukakan oleh Rangkuti
(2004:3) dalam bukunya Manajemen Persediaan, antara lain mengatakan bahwa
persediaan berguna untuk:
1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan
2. Menghilangkan resiko dari materi yang dipesan berkualitas tidak baik sehingga harus dikembalikan
3. Untuk mengantisipasi bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada di pasaran
4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi
5. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya di mana keinginan pelanggan pada suatu waktu dapat dipenuhi dengan memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut
6. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualannya.
2.2.3 Jenis-Jenis Persediaan
Pada umumnya persediaan meliputi semua barang dan bahan yang dimiliki
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Menurut Rangkuti (2004:7) dalam
bukunya Manajemen Persediaan, menjelaskan mengenai jenis-jenis persediaan
20
bahwa; “Jenis-jenis persediaan menurut fungsinya yaitu: Batch Stock atau Lot Size
Inventory, Fluctuation Stock, dan Anticipation Stock”.
Dari keterangan di atas dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Batch Stock atau Lot Size Inventory
Persediaan yang diadakan karena perusahaan membeli atau membuat
bahan-bahan dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan
pada saat itu. Jadi dalam hal ini pembuatan atau pembelian yang dilakukan
dalam jumlah besar, sedangkan penggunaan atau pengeluaran dalam
jumlah kecil. Terjadinya persediaan karena pengadaan bahan atau barang
yang dilakukan lebih banyak dari yang dibutuhkan.
Keuntungannya:
a. Potongan harga pada harga pembelian
b. Efisiensi produksi
c. Penghematan biaya angkutan
2. Fluctuation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan
konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini perusahaan
mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen,
jika tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang tidak beraturan atau
tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak dapat diramalkan terlebih
dahulu. Jadi apabila terjadi fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka
persediaan ini dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan
naik turunnya permintaan tersebut.
21
3. Anticipation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang
dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu
tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan serta permintaan
yang meningkat. Disamping itu anticipation stock dimaksudkan pula
untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga
tidak mengganggu jalannya produksi atau menghindari kemacetan
produksi.
Persediaan menurut jenis dan posisi barang dapat dikelompokkan, seperti
yang dikemukakan oleh Rangkuti (2004:8) dalam bukunya Manajemen
Persediaan, adalah sebagai berikut:
1. Persediaan bahan baku (raw material stock) 2. Persediaan bagian produk atau komponen yang dibeli
(purchased part/component stock) 3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies stock) 4. Persediaan barang dalam proses (work in process/progress
stock) 5. Persediaan barang jadi (finished good stock).
Dari keterangan di atas dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Persediaan bahan mentah (raw material stock).
Yaitu, persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam
proses produksi, dan diperoleh dengan membeli dari supplier atau
perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan yang
menggunakannya.
2. Persediaan bagian produk atau komponen yang dibeli (purchased
part/component stock).
22
Yaitu, persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen
yang diperoleh dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung dirakit
dengan komponen-komponen lain, tanpa melalui proses prduksi
sebelumnya. Jadi bentuk barang yang merupakan komponen-komponen ini
tidak mengalami perubahan dalam operasi.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies stock)
Yaitu, persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi
untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam
bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau
komponen dari barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (work in process/progress stock)
Merupakan persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian
dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi
masih perlu diproses lebih lanjut untuk kemudian menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods stock)
Adalah persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah
dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada langganan atau perusahaan lain.
2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persediaan
Perusahaan dalam melangsungkan usahanya dengan lancar perlu
menyediakan persediaan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya
persediaan, diantaranya tingkat penjualan, sifat teknis dan lamanya produksi, serta
daya tahan produk akhir. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan
23
bahan baku seperti yang dijelaskan oleh Nafarin (2004:62) dalam bukunya
Penganggaran Perusahaan, yaitu :
Besar kecilnya persediaan barang jadi, antara lain dipengaruhi faktor berikut: 1. Sifat penyesuaian jadwal produksi dengan pesanan ekstra 2. Sifat persaingan industri 3. Hubungan antara biaya penyimpanan di gudang (carrying
cost) dengan biaya karena kehabisan persediaan (stockout cost).
Dari keterangan diatas dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :
1. Sifat penyesuaian rencana produksi dengan pesanan ekstra.
Adakalanya perusahaan mendapatkan pesanan ekstra diatas volume
pesanan normal. Selama perusahaan dapat menyesuaikan rencana produksi
dengan pesanan ekstra tersebut tanpa ada tambahan biaya maka
perusahaan tidak begitu memerlukan persediaan yang besar. Namun
sebaliknya bila perusahaan tidak dapat menyesuaikannya maka perlu
persediaan yang relatif besar.
2. Sifat persaingan industri.
Bila perusahaan termasuk perusahaan industri maka penyerahan pesanan
dengan cepat pada langganannya menjadi faktor yang sangat penting
dalam persaingan usaha. Maka perusahaan perlu mempertahankan adanya
persediaan yang relatif besar daripada perusahaan yang bentuk persaingan
utamanya adalah harga dan kualitas.
3. Hubungan antara biaya penyimpanan persediaan di gudang (carrying cost)
dan biaya akibat kehabisan persediaan (stockout cost).
24
Apabila inventory carrying cost lebih kecil dari pada stockout cost, maka
perusahaan dapat mempertahankan persediaan barang jadi yang lebih
besar. Jumlah persediaan barang jadi yang sebaiknya adalah pada tingkat
dimana tambahan carrying cost sama dengan besarnya dengan tambahan
stockout cost. Jumlah anggaran untuk persediaan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya: jangka waktu diperlukan untuk mendapatkan
bahan tersebut, daya tahan masing-masing bahan untuk disimpan, dan
untuk barang setengah jadi harus diketahui proses produksi produk yang
akan dihasilkan, serta untuk barang jadi harus diperhatikan sifat produk
dan praktek pemesanan atau permintaan oleh pelanggan.
2.3 Perencanaan Persediaan
Pada dasarnya perencanaan persediaan dan didukung pula dengan adanya
pengendalian persediaan bertujuan agar pengadaan persediaan dapat diusahakan
dengan biaya yang serendah-serendahnya. Suatu masalah utama dalam setiap
usaha produksi adalah besarnya investasi yang diperlukan dalam bentuk
persediaan. Perencanaan persediaan yang tidak tepat pada akhirnya akan
mengakibatkan penurunan laba. Oleh karena itu sangatlah penting usaha dalam
perencanaan persediaaan yang menyangkut jumlah, waktu pemesanan serta
perawatannya. Perencanaan persediaan itu sendiri merupakan suatu kegiatan
untuk menentukan tingkat dan komposisi persediaan bahan baku, dan barang atau
produk, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan
serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien.
25
Semua hal yang dilakukan dalam rangka perencanaan persediaan bertujuan
untuk menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga
mengakibatkan terhentinya proses produksi, dan menjaga agar pembentukan
persediaan tidak terlalu, serta perusahaan mencapai laba maksimal. Laba tertinggi
dapat dicapai bila dana berputar dengan cepat. Oleh karena itu, dana yang
diinvestasikan diusahakan sekecil mungkin, termasuk investasi dalam persediaan,
baik persediaan barang jadi dan persediaan barang dalam proses, maupun
persediaan bahan baku. Tetapi pada umumnya perusahaan tidak dapat setiap kali
beroperasi mempunyai saldo persediaan nol. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain faktor persaingan, faktor lingkungan, dan faktor lainnya.
Menurut Nafarin (2004:83) dalam bukunya Penganggaran Perusahaan
menyatakan faktor yang menentukan rencana persediaan bahan baku,
diantaranya:
Besar kecilnya persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: a. Anggaran produksi b. Harga beli bahan baku c. Biaya penyimpanan bahan baku di gudang (carrying cost)
dalam hubungannnya dengan biaya ekstra yang dikeluarkan sebagai akibat kehabisan persediaan (stockout cost)
d. Ketepatan pembuatan standar pemakaian bahan baku e. Ketepatan pemasok (penjual bahan baku) dalam
menyerahkan bahan baku yang dipesan f. Jumlah bahan baku setiap kali pesan.
Dari keterangan diatas dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :
26
a. Anggaran produksi.
Semakin besar produksi yang dianggarkan semakin besar bahan baku yang
disediakan. Sebaliknya semakin kecil produksi yang dianggarkan semakin
kecil juga bahan baku yang disediakan.
b. Harga beli bahan baku.
Semakin tinggi harga beli bahan baku, semakin tinggi persediaan bahan
baku yang direncanakan. sebaliknya semakin rendah harga bahan baku
yang direncanakan. Sebaliknya semakin rendah harga bahan baku yang
dibeli, semakin rendah persediaan bahan baku yang direncanakan.
c. Biaya penyimpanan bahan baku di gudang (carrying cost) dalam
hubungannnya dengan biaya ekstra yang dikeluarkan sebagai akibat
kehabisan persediaan (stockout cost).
Apabila biaya penyimpanan bahan baku di gudang lebih kecil dibanding
dengan biaya ekstra yang dikeluarkan sebagai akibat kehabisan persediaan,
maka perlu persediaan bahan baku yang besar. Sebaliknya bila biaya
penyimpanan bahan baku di gudang lebih besar dibanding dengan biaya
ekstra yang dikeluarkan sebagai akibat kehabisan persediaan, maka
persediaan bahan baku yang direncanakan kecil. Biaya kehabisan
persediaan (stockout cost) seperti biaya pesanan darurat, kehilangan
kesempatan mendapatkan keuntungan, karena tidak terpenuhinya pesanan,
kemungkinan kerugian karena adanya stagnasi produksi, dan lain-lain.
d. Ketepatan pembuatan standar pemakaian bahan baku.
27
Semakin tepat standar bahan baku dipakai yang dibuat, semakin kecil
persediaan bahan baku yang direncankan. Sebaliknya bila standar bahan
baku dipakai yang dibuat sulit untuk mendekati ketepatan, maka
persediaan bahan baku yang direncanakan akan besar.
e. Ketepatan pemasok (penjual bahan baku) dalam menyerahkan bahan baku
yang dipesan.
Apabila pemasok biasanya tidak tepat dalam menyerahkan bahan baku
yang dipesan, maka persediaan bahan baku yang direncanakan jumlahnya
besar. Sebaliknya bila pemasok biasanya tepat dalam menyerahkan bahan
baku, maka bahan baku yang direncanakan jumlahnya kecil.
f. Jumlah bahan baku setiap kali pesan.
Bila bahan baku tiap kali pesan jumlahnya besar, maka persediaan yang
direncanakan juga besar. Sebaliknya bila bahan baku setiap kali pesan
jumlahnya kecil, maka persediaan yang direncanakan juga kecil. Besarnya
pembelian bahan baku tiap kali pesan untuk mendapatkan biaya pembelian
minimal dapat ditentukan dengan kuantitas pesanan ekonomis dan saat
pemesanan kembali.
Kunci utama dalam perencanaan persediaan yang baik adalah pengetahuan
yang memadai mengenai teknik-teknik mendasar untuk mengembangkan rasa
percaya diri yang tinggi agar dapat dilakukan adaptasi yang praktis bagi
kebutuhan tertentu perusahaan. Menurut Usry dan Lawrence Hammer dalam
bukunya Cost Accounting: Planning and Controll yang diterjemahkan oleh Sirait
28
dan Herman Wibowo (1994:265) dalam bukunya Akuntansi Biaya: Perencanaan
dan Pengendalian, pada dasarnya kuantitas pesanan ekonomis dan perhitungan
titik pemesanan menggunakan asumsi sebagai berikut:
1. Permintaan rata-rata yang relatif seragam 2. Tingkat pemakaian persediaan yang seragam 3. Distribusi normal dari kesalahan prakiraan permintaan (normal
distribution of demand forecast error) 4. Harga beli per unit yang konstan, tanpa memandang volume
pesanan. 5. Tersedianya dana bila titik pemesanan dicapai 6. Permintaan atas semua jenis bahan yang independen secara
statistik. Kebutuhan masa mendatang untuk setiap barang yang dibeli atau
dihasilkan memainkan peran utama dalam pengendalian bahan. Jika kebutuhan
pemakaian tidak direncanakan secara tepat, sistem pengendalian terbaik pun tidak
akan menjamin tersedianya kuantitas persediaan yang tepat selama dan akhir
periode mendatang. Menurut Usry dan Lawrence Hammer dalam bukunya Cost
Accounting: Planning and Controll yang diterjemahkan oleh Sirait dan Herman
Wibowo (1994:248) dalam bukunya Akuntansi Biaya: Perencanaan dan
Pengendalian menyatakan sebagai berikut:
Dalam merencanakan kebutuhan pabrikasi, setiap jenis persediaan atau kelompok jenis persediaan harus dianalis secara periodik guna: 1. Meramalkan kebutuhan untuk setiap bulan, triwulan atau tahun
berikutnya 2. Menentukan tenggang waktu (lead time) perolehan 3. Merencanakan pemakaian selama tenggang waktu 4. Menghitung kuantitas persediaan yang ada 5. Memesan unit yang dibutuhkan 6. Menentukan cadangan atau kebutuhan persediaan pengaman
(safety stock).
29
Untuk melaksanakan hal-hal tersebut di atas, manajemen membutuhkan
teknik dan prosedur yang dapat memberikan informasi, sehingga berdasarkan
informasi itu manajemen dapat mengambil keputusan mengenai kegiatan sehari-
hari untuk keperluan persediaan. Adapun cara yang dianggap penting untuk
dilakukan oleh pihak manajemen dalam perencanaan persediaan yaitu Economic
Ordering Quantity (kuantitas pesanan ekonomis), mempersiapkan persediaan
pengaman (Safety Stock), dan titik pemesanan kembali (Reorder Point).
2.4 Economic Ordering Quantity
Untuk mencapai efisiensi dalam persediaan, diperlukan perencanaan
persediaan yang meliputi jumlah persediaan yang harus dipertahankan, waktu
pemesanan kembali persediaan dan jumlahnya, persediaan pengaman, dan biaya-
biaya yang meliputi biaya pergudangan, biaya pemesanan, dan bahkan biaya yang
kemungkinan timbul karena kehabisan persediaan. Setelah diketahui jumlah
persediaan yang dibutuhkan, maka perusahaan perlu mengadakan perencanaan
tentang cara pembelian persediaan tersebut. Untuk memenuhi persediaan, terdapat
dua alternatif yang biasa digunakan, yaitu:
a. Dengan membeli sekaligus jumlah seluruh kebutuhan, sehingga setiap kali
dibutuhkan dalam proses produksi bahan tersebut dapat langsung diambil
di gudang. Cara ini lebih menjamin kelancaran proses produksi karena
bahan selalu tersedia serta biaya pemesanannya cukup rendah. Akan tetapi
cara ini akan menimbulkan biaya penyimpanan dan pemeliharaan yang
cukup tinggi.
30
b. Dengan cara melakukan pembelian berkali-kali dalam jumlah yang kecil
untuk setiap kali pembelian. Cara ini memungkinkan terganggunya
kegiatan produksi jika terjadi keterlambatan penerimaan barang. Serta
menimbulkan biaya pemesanan yang cukup tinggi, sebaliknya biaya
penyimpanannya kecil.
Semua masalah tersebut dapat diminimalisir dengan merencanakan secara
cermat tentang cara penyediaan bahan yang tepat, dalam arti tidak mengganggu
proses produksi dan disamping itu biaya yang ditanggung tidak terlalu tinggi,
dengan menggunakan suatu metode yang dinamakan Economic Ordering
Quantity (EOQ) atau jumlah pemesanan optimal. Dengan model tersebut dapat
dihitung tingkat pemesanan yang optimal, meminimalkan biaya penyimpanan dan
pemesanan sehingga didapatkan jumlah persediaan yang efisien yang pada
akhirnya kesinambungan produksi perusahaan tetap terjaga. Mengenai pengertian
Economic Ordering Quantity (EOQ), Usry dan Lawrence Hammer dalam
bukunya Cost Accounting: Planning and Controll yang diterjemahkan oleh Sirait
dan Herman Wibowo (1994:249) dalam bukunya Akuntansi Biaya: Perencanaan
dan Pengendalian menyatakan sebagai berikut; “Economic Ordering Quantity
(EOQ) adalah jumlah persediaan yang harus dipesan pada suatu saat dengan
tujuan untuk mengurangi biaya persediaan tahunan”.
Dalam Kamus Istilah Akuntansi disebutkan pengertian Economic Order
Quantity (EOQ) adalah model matematika yang menentukan jumlah barang yang
harus dipesan untuk memenuhi permintaan yang diproyeksikan, dengan biaya
persediaan yang diminimalkan. EOQ (jumlah pesanan yang ekonomis) adalah
31
model persediaan yang membantu manager dalam mengambil keputusan tentang
unit yang harus dipesan agar tidak terjadi investasi berlebihan dalam persediaan
yang ditanam dalam persediaan dan tidak mengalami kehabisan persediaan yang
akan mengakibatkan produksi berhenti, penundaan pesanan, kehilangan laba
potensial, dan lain-lain.
Pada dasarnya Economic Ordering Quantity (EOQ) terdiri dari model
Economic Ordering Quantity deterministik dan model Economic Ordering
Quantity probabilistik. Model Economic Ordering Quantity deterministik yaitu
periode datangnya diasumsikan tetap atau pasti, sedangkan model Economic
Ordering Quantity probabilistik yaitu digunakan apabila diasumsikan periode
datangnya pesanan tidak tetap. Dalam pembahasan tugas akhir ini, penulis
membatasi pembahasan hanya pada Economic Ordering Quantity (EOQ) model
probabilistik karena periode datangnya pesanan pada perusahaan yang menjadi
objek penelitian sifatnya tidak tetap.
Dalam menentukan beberapa pesanan yang ekonomis dapat dilakukan
dengan tiga pendekatan, yaitu menggunakan tabel, grafik, dan menggunakan
rumus matematika. Dibandingkan dengan menggunakan tabel dan grafik,
penentuan jumlah pemesanan yang ekonomis dengan menggunakan rumus
matematika, lebih banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan karena lebih
mudah dan lebih praktis. Dengan informasi seperti kuantitas yang dibutuhkan,
harga per unit, persentase biaya kepemilikan persediaan, dan biaya setiap pesanan,
maka dengan perhitungan kalkulus diferensial menurut Usry dan Lawrence
Hammer dalam bukunya Cost Accounting: Planning and Controll yang
32
diterjemahkan oleh Sirait dan Herman Wibowo (1994:251) dalam bukunya
Akuntansi Biaya: Perencanaan dan Pengendalian, dapat dihitung jumlah pesanan
yang ekonomis melalui rumus sebagai berikut:
EOQ =CUxCCxRUxCO2
Keterangan:
EOQ = Economic order quantity (kuantitas pesanan yang
ekonomis)
RU = Annual required units (unit kebutuhan setahun)
CO = Cost per order (biaya per pesanan)
CU = Cost per unit of material (biaya bahan per unit)
CC = Carrying cost percentage (persentase biaya kepemilikan)
Sedangkan menurut Hansen dan Maryanne M. Mowen (2005:473) dalam
bukunya Management Accounting, Perencanaan dan Pengendalian, dapat dihitung
jumlah pesanan yang ekonomis melalui rumus sebagai berikut:
EOQ =C
xDxP2
Keterangan:
EOQ = Economic order quantity (kuantitas pesanan yang
ekonomis)
D = Jumlah permintaan tahunan yang diketahui
P = Biaya penempatan pesanan dan biaya penerimaan
pesanan
C = Biaya peyimpanan satu unit persediaan dalam setahun
33
Rumus EOQ tersebut dengan mudah dan praktis digunakan untuk
merencanakan berapa kali suatu bahan dibeli dalam satu periode tertentu dan
berapa jumlah yang dibeli untuk setiap kali pembelian. Namun demikian, dalam
penggunaan rumus tersebut harus diperhatikan beberapa asumsi dasar seperti yang
dikemukakan oleh Nafarin (2004:85) dalam bukunya Penganggaran Perusahaan
sebagai berikut:
Pembelian berdasarkan EOQ dapat dibenarkan bila syarat berikut ini terpenuhi: a. Bahan tidak mudah rusak dan pengiriman bahan tidak
terlambat b. Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan per unit konstan c. Kebutuhan bahan relatif stabil sepanjang tahun (periode) d. Harga beli bahan per unit konstan sepanjang periode e. Setiap saat bahan diperlukan selalu tersedia di pasar f. Bahan yang dipesan tidak terikat dengan bahan yang lain,
terkecuali bahan tersebut ikut diperhitungkan tersendiri dalam EOQ.
Sedangkan untuk mengetahui jumlah dana yang tertanam atau
diinvestasikan pada persediaan, menurut Milton Usry dan Lawrence Hammer
dalam bukunya Cost Accounting: Planning and Controll yang diterjemahkan oleh
Alfonsus Sirait dan Herman Wibowo (1994:252) dalam bukunya Akuntansi
Biaya: Perencanaan dan Pengendalian dapat digunakan rumus:
TC = 2
CUxCCxEOQEOQ
RUxCO+
Keterangan:
TC = Total biaya pemesanan dan kepemilikan.
34
2.4.1 Waktu Tenggang Pemesanan
Waktu tenggang pemesanan diperlukan untuk penghitungan safety stock
(persediaan pengaman) menurut Hansen dan Maryanne M. Mowen yang
diterjemahkan oleh Hermawan (2000:396) dalam bukunya Akuntansi Manajemen,
menggunakan rumus:
SS = (MU – AU ) x LT
jadi
LT = SS/ (MU – AU)
Keterangan:
SS = Safety Stock (kuantitas persediaan pengaman)
MU = Maximum Usage (tingkat pemakaian maksimum)
AU = Average Usage (tingkat pemakaian rata-rata)
LT = Lead Time (tenggang waktu antara pemesanan sampai
kedatangan bahan)
Dari rumus diatas, maka dapat disimpulkan bahwa waktu yang diperlukan
untuk menerima kuantitas pesanan yang ekonomis pada waktu pesanan dilakukan
atau persiapan dimulai.
2.4.2 Frekuensi Pemesanan
Sedangkan untuk mengetahui frekuensi pemesanan tiap tahunnya, menurut
Usry dan Lawrence Hammer dalam bukunya Cost Accounting: Planning and
Controll yang diterjemahkan oleh Sirait dan Herman Wibowo (1994:252) dalam
35
bukunya Akuntansi Biaya : Perencanaan dan Pengendalian dapat digunakan
rumus:
F = EOQRU
= EOQD
Keterangan:
F = Frekuensi pemesanan pertahun.
RU = Kebutuhan kuantitas (D)
EOQ = Kuantitas pemesanan yang ekonomis
Dari penjelasan rumus diatas, maka dapat disimpulkan bahwa frekuensi
pemesanaan merupakan jumlah unit yang diperlukan untuk dijual dalam satu
periode dibagi unit EOQ. Perusahan ini menetapkan satu semester untuk satu
periode dalam satu tahun.
2.4.3 Safety Stock
Berbagai resiko yang akan dihadapi perusahaan akibat adanya
kemungkinan karena keadaan yang tidak menentu membuat perusahaan merasa
perlu untuk mengadakan suatu pengaman. Dalam usaha pengelolaan persediaan,
hal-hal yang tidak bisa diprediksi secara pasti seperti perubahan volume
penjualan, keterlambatan produksi dan pengiriman bahan baku akan mungkin
dialami perusahaan. Perusahaan perlu untuk memiliki persediaan pengaman atau
persediaan tambahan dikarenakan perkiraan yang tepat jarang terjadi, persediaan
pengaman (safety stock) merupakan suatu pemecahan yang tepat dengan biaya
36
terendah untuk mencegah terjadinya kekurangan persediaan. Dalam buku
Penganggaran Perusahaan yang dimaksud dengan safety stock adalah;
Persediaan pengaman bahan adalah persediaan inti dari bahan yang harus dipertahankan untuk menjamin kelangsungan usaha, persediaan ini tidak boleh dipakai kecuali dalam keadaan darurat seperti keadaan bencana alam, alat pengangkut bahan kecelakaan, bahan dipasaran dalam keadaan kosong karena huru-hara.
(Nafarin, 2004:87)
Sedangkan untuk mempersiapkan ketepatan waktu dalam pemesanan,
menurut dalam buku Penganggaran Perusahaan menyatakan mengenai persediaan
pengaman bahwa;
Penentuan besar kecilnya persediaan pengaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu resiko kehabisan persediaan dan hubungan antara biaya penyimpanan dengan biaya-biaya ekstra akibat kehabisan persediaan. (Nafarin, 2004:87) Dari keterangan diatas dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Resiko Kehabisan Persediaan
Besar kecilnya resiko kehabisan bahan tergantung pada:
a. Ketetapan para leveransir dalam menyerahkan barang kepada
perusahaan. Semakin sering tidak tepat para leveransir menyerahkan
barang sesuai janjinya, maka semakin besar pula resiko kehabisan
persediaannya sehingga perlu adanya safety stock.
b. Besar kecilnya bahan yang dibeli setiap saat. Semakin besar jumlah
bahan yang dibeli berarti persediaan rata-rata diatas safety stock semakin
kecil, sehingga persediaan pengaman yang diperlukan adalah kecil.
37
c. Ketepatan perencanaan kebutuhan bahan untuk produksi apabila
besarnya bahan yang diperlukan untuk menghasilkan barang jadi tidak
mudah ditetapkan atau selalu berubah-rubah, maka resiko kehabisan
persediaan semakin besar sehingga diperlukan safety stock yang besar.
2. Hubungan antara biaya penyimpanan dengan biaya-biaya ekstra akibat
kehabisan persediaan. Biaya ekstra yang harus dikeluarkan apabila terjadi
kehabisan persediaan, misalnya: biaya pemesanan pembelian, biaya ekstra
yang diperlukan agar para leveransir segera menyerahkan barang sesuai
dengan pesanan. Apabila biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan karena
kehabisan persediaan lebih besar daripada biaya penyimpanan, maka perlu
adanya safety stock yang besar.
Jadi persediaan pengaman (safety stock) apabila persediaan melebihi
perkiraan dengan tujuan, diantaranya: menyediakan bahan yang diperlukan
dengan cara efisien dan dapat menghindari terganggunya kegiatan perusahaan
karena keterlambatan datangnya bahan, menjamin adanya persediaan bahan yang
cukup untuk melayani permintaan langganan yang bersifat mendadak,
menyelenggarakan jumlah persediaan yang agak longgar untuk menghadapi
kelangkaan penawaran bahan di pasar dalam jangka pendek karena faktor
musiman, menyelenggarakan penyimpanan bahan yang dapat menekan biaya dan
waktu pengolahan bahan dan menjaga dari kemungkinan kebakaran dan bentuk
kerugian yang lainnya, menjaga agar persediaan yang rusak atau usang dan
kelebihan yang tidak terpakai dapat ditekan serendah mungkin, serta menentukan
38
jumlah investasi dana yang tepat dalam persediaan bahan secara tepat sesuai
dengan kebutuhan untuk operasi dan rencana manajemen perusahaan.
Penghitungan safety stock (persediaan pengaman) menurut Hansen dan
Maryanne M. Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan (2000:396) dalam
bukunya Akuntansi Manajemen, menggunakan rumus:
SS = (MU – AU ) x LT
Keterangan:
SS = Safety Stock (kuantitas persediaan pengaman)
MU = Maximum Usage (tingkat pemakaian maksimum)
AU = Average Usage (tingkat pemakaian rata-rata)
LT = Lead Time (tenggang waktu antara pemesanan sampai
kedatangan bahan)
2.4.4 Reorder Point
Perusahaan dalam pengelolaan persediaan, selain menghadapi masalah
penentuan jumlah pemesanan yang ekonomis, perusahaan juga menghadapi
masalah penentuan kapan pemesanan kembali harus dilakukan (reorder point).
Dengan ketepatan saat pemesanan kembali serta ketepatan barang sampai di
gudang memungkinkan perusahaan terhindar dari kehabisan bahan. Dalam buku
Penganggaran Perusahaan, yang dimaksud reorder point atau waktu pemesanan
kembali adalah:
39
Waktu pemesanan kembali atau reorder point adalah saat harus dilakukan pemesanan kembali bahan yang diperlukan sehingga kedatangan bahan yang dipesan tersebut tepat pada waktu persediaan diatas safety stock sama dengan nol.
(Nafarin, 2004:87) Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan saat
pemesanan kembali, menurut Riyanto (1996:83) dalam bukunya Dasar-Dasar
Pembelanjaan Perusahaan adalah:
a. Waktu yang diperlukan dari saat pemesanan sampai bahan datang di perusahaan (lead time). Lead time ini akan mempengaruhi besarnya bahan yang dipakai selama lead time, semakin lama lead time semakin besar pula jumlah bahan yang diperlukan untuk pemakaian selama lead time.
b. Tingkat pemakaian bahan rata-rata per hari atau setiap satuan waktu lainnya. Besarnya bahan yang diperlukan selama lead time adalah jumlah hari lead time dikalikan tingkat pemakaian bahan rata-rata.
c. Persediaan pengaman (safety stock).
Tingkat pemesanan merupakan faktor yang cukup penting karena dapat
mempengaruhi persediaan. Pemesanan sebaiknya dilakukan setelah melewati
kuantitas reorder point, sebab jika pemesanan dilakukan setelah melewati
kuantitas reorder point maka bahan baku yang dipesan akan datang setelah
perusahaan terpaksa menggunakan safety stock.
Ada beberapa cara untuk menetapkan reorder point, diantaranya menurut
Hansen dan Maryanne M. Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan
(2000:395) dalam bukunya Akuntansi Manajemen dengan menggunakan rumus :
ROP = (LT x AU) + SS
40
Keterangan:
ROP = Reorder point, menunjukkan tingkat persediaan bahan
dimana perusahaan harus memesan kembali
LT = Lead time, tenggang waktu antara pemesanan sampai
kedatangan bahan
AU = Average usage, pemakaian rata-rata dalam satuan waktu
tertentu
SS = Safety stock, tingkat atau besarnya persediaan pengaman.
2.5 Biaya Persediaan
Setiap kekayaan yang dimiliki perusahaan pada dasarnya menimbulkan
biaya, begitu pula dengan persediaan. Permintaan akan suatu produk atau bahan
yang diketahui dengan pasti untuk periode waktu tertentu akan menimbulkan
biaya-biaya (biaya pemesanan dan biaya penyimpanan) akibat dari adanya
pengadaan persediaan. Biaya persediaan dapat dikatakan sebagai biaya yang
terjadi akibat penggunaan satu unit bahan dalam proses produksi yang harus
dimasukkan dalam penghitungan.
2.5.1 Pengertian Biaya Persediaan
Dalam pengelolaan persediaan perlu mengidentifikasi semua biaya yang
terkait dengan pembelian dan penyimpanan persediaan. Biaya persediaan meliputi
biaya pembelian dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada pada
kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai. Biaya pokok yang terkait
41
dengan persediaan atas permintaan suatu produk atau bahan baku yang diketahui
dengan pasti untuk jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun),yaitu biaya
pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost), serta biaya
perencanaan (setup cost). Jika persediaan berupa bahan baku atau barang-barang
yang dibeli dari sumber luar, maka biaya yang terkait dengan persediaan disebut
sebagai biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost).
Jika bahan baku atau barang-barang diproduksi dari dalam perusahaan sendiri,
maka biaya-biaya disebut sebagai biaya perencanaan (setup cost). Jika permintaan
tidak diketahui dengan pasti, kategori ketiga dari biaya persediaan disebut biaya
kekurangan persediaan (stock-out cost). Menurut Syamsuddin (1992:294) dalam
bukunya Manajemen Keuangan Perusahaan, Konsep Aplikasi Dalam
Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan mendefinisikan mengenai
biaya persediaan, yaitu; “Biaya persediaan merupakan biaya yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan karena adanya kuantitas bahan baku yang dipesan,
yang meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan”.
2.5.2 Klasifikasi Biaya Persediaan
Perusahaan dalam pengambilan keputusan untuk penentuan besarnya
jumlah persediaan harus dipertimbangkan terlebih dahulu mengenai biaya-biaya
persediaan. Menurut Rangkuti (2004:16) dalam bukunya Manajemen Persediaan,
yang menjelaskan megenai biaya yang timbul dari persediaan, yaitu:
Biaya-biaya yang timbul dari adanya persediaan dapat digolongkan menjadi empat, yaitu: 1. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs)
42
2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procuremen)
3. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost 4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs).
Keterangan tersebut dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs), yaitu terdiri atas
biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan.
Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas
bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin
tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah:
a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan,
pendingin ruangan, dan sebagainya)
b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif
pendapatan atas dana yang diivestasikan dalam persediaan
c. Biaya keusangan
d. Biaya perhitungan fisik
e. Biaya asuransi persediaan
f. Biaya pajak persediaan
g. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan
h. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya
2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procurement)
merupakan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan kegiatan pemesanan
bahan atau barang, sejak dari pesanan dan dikirim ke penjual sampai
bahan atau barang tersebut dikirimkan dan diserahkan serta diinspeksi di
gudang. Biaya-biaya ini meliputi:
43
a. Pemerosesan pesanan dan biaya ekspedisi
b. Upah
c. Biaya telepon
d. Pengeluaran surat menyurat
e. Biaya pengepakan dan penimbangan
f. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan
g. Biaya pengiriman ke gudang
h. Biaya utang lancar dan sebagainya
3. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost. Hal ini terjadi apabila
bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik
perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set-up cost) untuk
memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari:
a. Biaya mesin-mesin menganggur
b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung
c. Biaya penjadwalan
d. Biaya ekspedisi dan sebagainya
4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (stock out cost) adalah biaya yang
timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Bila
perusahaan kehabisan persediaan saat menerima pesanan, maka jalan
keluar untuk memenuhi pesanan tersebut, perusahaan harus memenuhi
kebutuhan bahan langsung secara darurat agar tidak kehilangan
kesempatan untuk memperoleh laba dari pesanan tersebut, meskipun
44
terjadi penundaan waktu pengiriman. Biaya-biaya yang termasuk biaya
kekurangan bahan adalah sebagai berikut:
a. Kehilangan penjualan
b. Kehilangan pelanggan
c. Biaya pemesanan khusus
d. Biaya ekspedisi
e. Selisih harga
f. Terganggunya operasi
g. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya
2.5.3 Efisiensi Biaya Persediaan
Efisiensi selalu diupayakan pencapaianya, tak terkecuali dengan efisiensi
dalam persediaan. Efisiensi merupakan tolak ukur yang penting untuk mengetahui
keberhasilan yang dapat dicapai oleh suatu perusahaan. Keberhasilan suatu
perusahaan dapat mencerminkan efisiensi bila penggunaan bahan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dearden and Bedfort yang
diterjemahkan oleh Maulana (1997:7) dalam bukunya Manajemen Produksi dan
Operasi, menyatakan bahwa efisiensi adalah:
Efisiensi menggambarkan berapa banyak masukan yang diperlukan untuk menghasilkan keluaran unit tertentu yang efisien adalah unit yang menghasilkan keluaran dengan penggunaan masukan minimal atau menghasilkan keluaran terbanyak dengan masukan yang tersedia.
Dari definisi di atas dapat menyimpulkan bahwa konsep efisiensi berkisar
pada bagaimana cara mengelola dan mempergunakan persediaan tersebut.
45
Efisiensi biaya persediaan juga merupakan penghematan biaya-biaya persediaan
(biaya pemesanan dan biaya penyimpanan) yang timbul akibat dari adanya
kegiatan memasok persediaan di gudang. Ma’arif dan Tanjung (2003:301) dalam
bukunya Manajemen Operasi menyatakan bahwa; “Efisiensi biaya persediaan
dapat dihitung dengan menggunakan rasio sensitivitas dan biaya marginal”.
Dari keterangan di atas dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
a. Rasio sensitivitas yaitu tingkat perbandingan antara total biaya persediaan
yang dikeluarkan pada tingkat persedian yang tidak optimal (yang
sesungguhnya) dibandingkan dengan total biaya persediaan pada tingkat
yang optimal (yang seharusnya).
b. Biaya marginal adalah biaya tambahan yang harus ditanggung oleh
perusahaan karena jumlah persediaan yang ada tidak efisien.
Biaya persediaan yang efisien akan tercapai apabila rasio sensitivitas = 1
(satu), apabila rasio sensitivitasnya lebih besar (>1) maka biaya persediaan yang
ada tidak efisien atau dengan kata lain, perusahaan akan menanggung biaya
marginal, adapun penghitungannya menggunakan rumus:
Rasio sensitivitas (TC/TC*) =
)()2/*(*)/()()2/()/(
CUxCCxQxCOQRUCUxCCxQxCOQRU
++
Biaya marginal = (Rasio sensitivitas – 1) x biaya persediaan EOQ
Dimana:
TC = Total Cost (Total Biaya)
Q = Kuantitas Pembelian
46
RU = Annual Required Units (Unit Kebutuhan Setahun)
CO = Cost Per Order (Biaya Per Pesanan)
CU = Cost Per Unit Of Material (Biaya Bahan Per Unit)
CC = Carrying Cost Percentage (Persentase Biaya Kepemilikan)
(Ma’arif dan Tanjung, 2003:301)
2.6 Penerapan Economic Ordering Quantity dalam meningkatkan Efisiensi
Biaya Persediaan.
Usry dan Lawrence Hammer dalam bukunya Cost Accounting: Planning and
Controll yang diterjemahkan oleh Sirait dan Herman Wibowo (1994:249) dalam
bukunya Akuntansi Biaya: Perencanaan dan Pengendalian menyatakan sebagai
berikut; “Economic Ordering Quantity (EOQ) adalah jumlah persediaan yang
harus dipesan pada suatu saat dengan tujuan untuk mengurangi biaya persediaan”.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka penggunaan pesanan ekonomis
bersama dengan persediaan pengaman sangat tepat dalam memaksimalkan
efisiensi biaya persediaan. Economic Ordering Quantity (EOQ) sangat berguna
dalam mengidentifikasi pertukaran optimal antara biaya penyimpanan persediaan
dan biaya persiapan. Economic Ordering Quantity (EOQ) juga berguna untuk
mengatasi masalah yang berkaitan dengan ketidakpastian melalui penggunaan
persediaan pengamanan. Pada dasarnya Economic Ordering Quantity (EOQ)
adalah jumlah persediaan yang harus dipesan dengan tujuan untuk meminimalkan
biaya-biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya-biaya penyimpanan (carriying
cost) yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan efisiensi biaya persediaan.
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Penulis melakukan penelitian pada perusahaan PT Sarana Lancar Sejahtera
Laharindo (SLS) yang berlokasi di Komplek Ruko Kopo Plaza Blok C-19 Jl.
PETA (Lingkar Selatan) Bandung, yaitu merupakan anak perusahaan PT Sarana
Lancar Sejahtera Bearindo Singapore yang berdiri pada tahun 1963. PT Sarana
Lancar Sejahtera Laharindo adalah perusahaan yang bergerak di bidang
Distributor (Penjualan Barang Jadi). PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS)
merupakan distributor dari PT SKEFINDO (SKF) yang memproduksi bahan baku
mesin industri berupa bearing. Tujuan PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo
(SLS) adalah untuk menyediakan jasa perakitan mesin dan distribusi barang
berupa bearing yang sesuai dengan mesin industri tertentu, baik pendistribusian
langsung atau masih dalam proses perakitan. PT Sarana Lancar Sejahtera
Laharindo (SLS) bekerja sama dengan pelanggan dan rekan bisnis untuk
mencapai pertumbuhan dan keuntungan terus menerus yang kompetitif baik
secara nasional maupun regional Asia-Pasifik.
Sehubungan dengan judul skripsi yang penulis ajukan maka objek dalam
penelitian ini adalah penggunaan Economic Ordering Quantity (EOQ) dan
efisiensi biaya persediaan. Pengambilan objek tersebut, karena penulis
menganggap bahwa dengan menggunakan Economic Ordering Quantity (EOQ)
manajemen memperoleh informasi alternatif dalam pengadaan persediaan. Dalam
penyusunan skripsi ini, penulis akan memfokuskan pembahasan terhadap
47
48
pengadaan spare Part Special Bearing untuk mesin industri pertambangan dan
semen. Economic Ordering Quantity (EOQ) merupakan jumlah pemesanan yang
dapat diperoleh dengan biaya yang minimal sehingga penggunaannya merupakan
suatu hal yang penting bagi perusahaan. Dengan model Economic Ordering
Quantity (EOQ) tersebut dapat dihitung tingkat pemesanan yang optimal,
meminimalkan biaya penyimpanan dan pemesanan sehingga didapatkan jumlah
persediaan yang efisien yang pada akhirnya kesinambungan produksi perusahaan
tetap terjaga. Sedangkan efisiensi biaya persediaan merupakan penghematan biaya
yang timbul, baik biaya pemesanan maupun biaya penyimpanan akibat dari
adanya kegiatan dalam pengadaan persediaan dengan menekan seminimal
mungkin biaya sehingga meningkatkan efisiensi.
3.2 Metode Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini, bagian metode penelitian berisi mengenai
metode penelitian yang digunakan, operasionalisasi variabel, teknik analisis data,
dan teknik pengumpulan serta sumber data.
3.2.1 Metode Penelitian yang Digunakan
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan studi kasus. Metode deskriptif digunakan karena pada penelitian
ini penulis akan mengumpulkan, menyajikan, dan menganalisis data untuk
memberikan gambaran yang jelas mengenai objek yang diteliti. Alasan penulis
menggunakan metode ini karena pada penelitian ini penulis akan menggambarkan
49
secara mendetail dan sistematis mengenai perencanaan pembelian Spare part
Special Bearing untuk mesin industri pertambangan dan semen dengan
menggunakan Economic Ordering Quantity (EOQ) dalam usaha meningkatkan
efisiensi biaya persediaan pada perusahaan yang diteliti. Penulis dalam melakukan
penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus karena dalam pengambilan
data hanya di satu perusahaan saja yaitu PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo
(SLS) cabang Bandung.
.
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Untuk memperjelas dan mempermudah penelitian, penulis membedakan
dua variabel yang dikaji sesuai dengan judul ini, yaitu “Penggunaan Economic
Ordering Quantity (EOQ) untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan”.
Terdapat dua variabel yang digunakan dalam melakukan penelitian ini,
yaitu:
1. Economic Ordering Quantity (EOQ).
Dalam penelitian ini yang dimaksud Economic Ordering Quantity (EOQ)
adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya
minimal atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.
Sedangkan perencanaan pembelian Spare part Special Bearing merupakan
penetapan kuantitas spare part yang akan dibeli dan kapan pembelian
dilakukan, sehingga dalam perencanaan pembelian persediaan ini
menyangkut tentang penggunaan Economic Ordering Quantity (EOQ),
50
persediaan pengaman (safety stock), dan kapan pemesanan kembali
dilakukan (reorder point).
2. Efisiensi Biaya Persediaan.
Biaya persediaan merupakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan karena adanya kuantitas bahan yang dipesan dalam hal ini
spare part, yang meliputi biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya
penyimpanan (carrying cost). Suatu biaya persediaan dikatakan efisien
apabila baik biaya pemesanan maupun biaya penyimpanan dari adanya
pengadaan spare part tersebut diperoleh dengan biaya yang minimal. Jadi
yang dimaksud efisiensi biaya persediaan dalam penelitian ini adalah
penghematan biaya persediaan yang timbul yaitu meliputi biaya
pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost) akibat
dari adanya kegiatan untuk pengadaan spare part. Adapun alat untuk
menghitung efisiensi biaya persediaan adalah dengan menggunakan Rasio
sensitivitas dan Biaya marginal.
Selanjutnya penulis membuat kategorisasi untuk masing-masing
variabel, yaitu sebagai berikut :
51
TABEL 3.1 OPERASIONALISASI VARIABEL
Variabel Indikator
Penggunaan Economic Ordering Quantity (EOQ)
1. Waktu Tenggang
Pemesanan 2. Frekuensi Pemesanan 3. Safety stock 4. Reorder point
Efisiensi Biaya Persediaan 1. Rasio sensitivitas 2. Biaya marginal
(Sumber : Usry, Milton F., dan Lawrence H. Hammer.1994, Cost Accounting, alih bahasa Alfonsus Sirait dan Herman Wibowo. Jakarta: Erlangga, 249. Ma’arif, M. Syamsul dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Operasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 301)
3.2.3 Teknik Pengumpulan dan Sumber Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tatap
muka langsung dengan pihak-pihak terkait yaitu Departement Material
Planning and Inventory Control (MPIC) PT Sarana Lancar Sejahtera
Laharindo (SLS) mengenai hal-hal yang ada hubungannya dengan masalah
yang sedang penulis teliti.
2. Dokumentasi, yaitu dengan cara melihat dan mempelajari dokumen, buku-
buku dan catatan-catatan yang ada di perusahaan tempat penulis
melakukan penelitian.
52
3.2.4 Teknik Analisis Data
Setelah semua data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, maka
langkah selanjutnya adalah mengolah data dan menganalisis data tersebut.
Langkah-langkah pembahasan yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini,
diantaranya sebagai berikut:
1. Menilai apakah perusahaan dalam melakukan pengelolaan persediaan
Spare part Special Bearing dengan menggunakan metode Economic
Ordering Quantity (EOQ) telah menghasilkan biaya persediaan yang
efisien atau tidak, jika perusahaan dalam pengelolaan persediaan belum
efisien maka perlu ditinjau kembali tata cara penerapan Economic
Ordering Quantity (EOQ) dan penetapannya untuk mengetahui jumlah
pemesanan yang ekonomis sehingga dapat memperoleh efisiensi biaya
persediaan.
2. Menilai apakah perencanaan pembelian Spare part Special Bearing yang
diterapkan perusahaan dapat meminimalkan biaya atau tidak dengan
menggunakan Economic Ordering Quantity (EOQ), Economic Ordering
Quantity (EOQ) memang bukan satu-satunya alat untuk meningkatkan
efisiensi biaya persediaan akan tetapi perusahaan meyakini EOQ dapat
membantu tercapainya tujuan tersebut, sehingga perusahaan
menerapkannya dalam usahanya mengelola persediaan.
3. Melakukan analisis perencanaan pembelian Spare part Special Bearing
yang telah dilakukan dan menganalisis kaitannnya dengan pengadaan
persediaan yang ekonomis.
53
4. Melakukan perhitungan terhadap besarnya persentase rasio sensitivitas dan
biaya marginal untuk mengetahui besarnya efisiensi biaya persediaan yang
dapat diperoleh perusahaan dengan menggunakan Economic Ordering
Quantity (EOQ).
Untuk melakukan pembahasan dalam penelitian ini, penulis menggunakan
Economic Ordering Quantity (EOQ). Menurut Usry and Lawrence Hammer
dalam bukunya Cost Accounting: Planning and Controll yang diterjemahkan oleh
Sirait dan Herman Wibowo (1994:251) dalam bukunya Akuntansi Biaya:
Perencanaan dan Pengendalian, rumus yang digunakan adalah:
EOQ = CUxCCxRUxCO2
Keterangan:
EOQ = Economic order quantity (kuantitas pesanan yang ekonomis)
RU = Annual required units (unit kebutuhan setahun)
CO = Cost per order (biaya per pesanan)
CU = Cost per unit of material (biaya bahan per unit)
CC = Carrying cost percentage (persentase biaya kepemilikan)
Sedangkan menurut Hansen dan Maryanne M. Mowen (2005:473) dalam
bukunya Management Accounting, Perencanaan dan Pengendalian, dapat dihitung
jumlah pesanan yang ekonomis melalui rumus sebagai berikut:
EOQ =C
xDxP2
54
Keterangan:
EOQ = Economic order quantity (kuantitas pesanan yang
ekonomis)
D = Jumlah permintaan tahunan yang diketahui
P = Biaya penempatan pesanan dan biaya penerimaan
pesanan
C = Biaya peyimpanan satu unit persediaan dalam setahun
Untuk mengetahui frekuensi pemesanan tiap tahunnya, menurut Usry dan
Lawrence Hammer dalam bukunya Cost Accounting: Planning and Controll yang
diterjemahkan oleh Sirait dan Herman Wibowo (1994:252) dalam bukunya
Akuntansi Biaya: Perencanaan dan Pengendalian dapat digunakan rumus:
F = EOQRU
= EOQD
Keterangan:
F = Frekuensi pemesanan pertahun.
RU = Kebutuhan kuantitas (D)
EOQ = Kuantitas pemesanan yang ekonomis
Perusahaan perlu untuk memiliki persediaan pengaman atau persediaan
tambahan dikarenakan perkiraan yang tepat jarang terjadi, persediaan pengaman
(safety stock) merupakan suatu pemecahan yang tepat dengan biaya terendah
untuk mencegah terjadinya kekurangan persediaan. Jadi selain menggunakan
Economic Ordering Quantity (EOQ) juga menggunakan perhitungan Safety stock.
55
Menurut Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan (1999:396)
dalam bukunya Akuntansi Manajemen, rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
SS = (MU – AU) x LT
Keterangan:
SS = Kuantitas persediaan pengaman
MU = Tingkat pemakaian maksimum
AU = Tingkat pemakaian rata-rata
LT = Tenggang waktu (bulan, minggu, hari)
Pengelolaan persediaan di perusahaan, selain menghadapi masalah
penentuan jumlah pemesanan yang ekonomis, perusahaan juga menghadapi
masalah penentuan kapan pemesanan kembali harus dilakukan (reorder point).
Menurut Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan (1999:396)
dalam bukunya Akuntansi Manajemen, digunakan rumus untuk menghitung
kapan harus dilakukan pemesanan kembali (reorder point) yaitu:
ROP = (LT x AU) + SS
Keterangan :
ROP = Reorder point, menunjukkan tingkat persediaan bahan
dimana perusahaan harus memesan kembali
LT = Lead time, tenggang waktu antara pemesanan sampai
kedatangan bahan
AU = Average usage, pemakaian rata-rata dalam satuan waktu
tertentu
56
SS = Safety stock, tingkat atau besarnya persediaan pengaman.
Dalam mengetahui jumlah dana yang tertanam atau diinvestasikan pada
persediaan, maka penulis menggunakan rumus yang dikemukaan oleh Usry dan
Lawrence Hammer dalam bukunya Cost Accounting: Planning and Controll yang
diterjemahkan oleh Sirait dan Herman Wibowo (1994:252) dalam bukunya
Akuntansi Biaya: Perencanaan dan Pengendalian yaitu:
TC = 2
CUxCCxEOQEOQ
RUxCO+
Keterangan:
TC = Total biaya pemesanan dan kepemilikan.
Untuk mengetahui besarnya efisiensi biaya persediaan yang dapat
diperoleh perusahaan, maka perlu melakukan perhitungan terhadap besarnya
persentase rasio sensitivitas dan biaya marginal. Apabila rasio sensitivitas = 1
(satu) maka biaya persediaan yang efisien akan tercapai, dan apabila rasio
sensitivitasnya lebih besar (>1) maka biaya persediaan yang ada tidak efisien atau
dengan kata lain, perusahaan akan menanggung biaya marginal. Jadi rumus yang
digunakan dalam perhitungan ini seperti yang dinyatakan oleh Ma’arif dan
Tanjung (2003:301) dalam bukunya Manajemen Operasi, adalah sebagai berikut :
a. Rasio sensitivitas (TC/TC*)
= )()2/*(*)/()()2/()/(
CUxCCxQxCOQRUCUxCCxQxCOQRU
++
b. Biaya marginal = (Rasio sensitivitas – 1) x biaya persediaan EOQ
Keterangan:
57
TC = Total Cost (Total Biaya)
Q = Kuantitas Pembelian
RU = Annual Required Units (Unit Kebutuhan Setahun)
CO = Cost Per Order (Biaya Per Pesanan)
CU = Cost Per Unit Of Material (Biaya Bahan Per Unit)
CC = Carrying Cost Percentage (Persentase Biaya Kepemilikan)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan
PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) yang berlokasi di Komplek
Ruko Kopo Plaza Blok C-19 Jl. PETA (Lingkar Selatan) Bandung, yaitu
merupakan anak perusahaan PT Sarana Lancar Sejahtera Bearindo Singapore
yang berdiri pada tahun 1963. PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS)
Indonesia berdiri pada tahun 1990. PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo adalah
perusahaan yang bergerak di bidang Distributor (Penjualan Barang Jadi). PT
Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) merupakan distributor dari PT
SKEFINDO (SKF) yang memproduksi bahan baku mesin industri berupa bearing.
Tujuan PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) adalah untuk menyediakan
jasa perakitan mesin dan distribusi barang berupa bearing yang sesuai dengan
mesin industri tertentu, baik pendistribusian langsung atau masih dalam proses
perakitan. PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) bekerja sama dengan
pelanggan dan rekan bisnis untuk mencapai pertumbuhan dan keuntungan terus
menerus yang kompetitif baik secara nasional maupun regional Asia-Pasifik.
PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) dikenal luas dan eksis
sebagai perusahaan yang memfasilitasi perbaikan bearing mesin industri. PT
Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) mengawali roda usahanya sebagai
sebuah divisi pendukung kegiatan industri pertambangan dan semen. Diperkuat
dengan sarana yang baik, terlatih, dan berdedikasi, tak heran jika mampu
58
59
melayani mitra dan pelanggan di lebih 60 negara dari kawasan Asia Tenggara,
Timur Tengah, Eropa, dan Amerika Serikat.
4.1.2 Aktivitas Usaha Perusahaan
Adapun aktivitas yang dilakukan PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo
(SLS) untuk mencapai tujuan-tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan jasa pemeliharaan (maintenance service), perawatan berat
(Overhaul), perakitan, inspeksi, serta pengujian (testing) untuk berbagai
mesin industri.
2. Melakukan usaha perakitan, inspeksi, dan pengujian, pengintegrasian
sistem, packaging dari mesin-mesin industri.
3. Melakukan usaha penjualan, mulai dari produk barang berupa bahan baku,
bahan penolong, suku cadang, dan komponen, sampai produk jasa berupa
pemasangan bearing beserta komponen, pelayanan jasa-jasa laboratorium
dan kalibrasi, serta program manajemen.
4. Melakukan usaha jasa konsultasi serta enginering.
5. Melakukan usaha rancang bangun (design), serta penelitian dan
pengembangan (research and development), bidang part manufacturing.
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis mencoba memfokuskan
pembahasan terhadap pengadaan spare part Special Bearing yang digunakan
untuk industri pertambangan dan semen.
60
4.1.3 Sasaran Perusahaan
1. Mengembangkan segera rencana pengembangan sumber daya manusia dan
prasarananya yang dibutuhkan oleh bidang industri untuk kebutuhan mesin
yaitu komponen bearing.
2. Menyusun rencana pengembangan prasarana riset dalam ilmu sistem mesin
dan bearing, bekerjasama dengan perguruan tinggi.
3. Menyusun suatu perencanaan kerja yang mentitikberatkan pada perolehan
keuntungan yang akan dijadikan landasan di masa depan yang memungkinkan
diperolehnya dana investasi dari masyarakat (go public).
4.1.4 Target Pasar
Yang menjadi target pasar utama PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo
(SLS) di Indonesia merakit dan memasarkan bearing yang berkualitas. Saat ini
perusahaan tersebut memproduksi bearing-bearing untuk industri sebagai berikut:
1. Mining and Cement
2. Oil and Gas Production/Refining
3. Power and Water Utilities
4. Pulp and Paper
5. Steel Mill
6. Food and Beverage
7. Quarry
61
4.1.5 Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi perusahaan merupakan suatu kerangka kerja dan pola
hubungan yang relatif telah mantap dan stabil antara karyawan dan bagian-bagian,
posisi-posisi, faktor-faktor fisik dalam PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS).
Struktur organisasi PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) ini
selengkapnya akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
Gambar 4.1
Struktur Organisasi
President Director / C.E.O
Corporate Secretary Advisory Staff
SVP Finance SVP Operation & HRD
UMC Bearing Services Division
UMC Trading & General Services Division
UMC Industrial Services Division
Marketing Division
(Sumber: PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS))
62
Adapun tanggung jawab dan wewenang dari setiap bidang organisasi yang
telah ditetapkan oleh PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), diantaranya:
1. Direktur Utama PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS)
Direktur utama mempengaruhi Direktur Operasi dan SDM serta Direktur
Keuangan.
2. Direktur Operasi dan SDM
Bertugas untuk megkoordinasikan seluruh masalah operasional perusahaan
dan SDM, membawahi 2 (dua) departemen yaitu Departement Human
Resources and General Affairs serta Departement Quality Assurance.
3. Direktur Keuangan
Direktur Keuangan bertugas untuk mengatur dan menyelesaikan masalah
keuangan perusahaan. Tugas ini ditangani Direktur Keuangan melalui
Departement Finance dan Departement Management Control System.
4. Strategic Business Unit (SBU) UMC Bearing Services
Bagian ini membawahi berbagai departemen yang meliputi :
a. Departement Bearing Maintenance
b. Departement Accessories Maintenance
c. Departement Production Planning and Control
d. Departement Repair Process
e. Departement Plan Internal Services
f. Departement Material Plan and Inventory Control
g. Departement Quality
63
h. Departement Test Cell
i. Departement Procurement
5. Strategic Business Unit (SBU) UMC Industrial Services
Divisi ini membawahi beberapa departemen yaitu :
a. Departement Marketing and Business
b. Departement Industrial Rotating Equipment
c. Departemen Program Solar
6. Strategic Business Unit (SBU) Trading and General Services
SBU ini berperan dalam penjualan produk atau jasa PT Sarana Lancar
Sejahtera (SLS). Divisi ini membawahi 2 (dua) departemen yaitu :
a. Departement Sales and Marketing Industrial
b. Departement Sales and marketing Bearing
7. Divisi Sales and Marketing
4.1.6 Fasilitas Pendukung Perusahaan
Bidang spesialisasi PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) adalah
proses yang terintegrasi dalam reparasi, perbaikan berat dan pengujian berbagai
kategori mesin industri. Aktivitas ini mencakup mesin putar turboprop dan turbo shaft
400 SHP hingga mesin turbo jet dan turbo fan bertenaga 23.500 lbs. Bangunan
pengujian terdiri dari dua, yaitu: turbo shaft 6000 SHP sel dinamometer, turbojet
dengan kemampuan uji mesin hingga 100.000 lbs, dan sel uji presisi bearing untuk
mesin-mesin industri. Saat ini, aktivitas PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS)
64
telah memasuki tingkatan manufaktur bearinfg untuk mesin turboprop pertambangan.
Tujuan PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), senantiasa meningkatkan
kualitas demi pelanggan PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS). Fasilitas
pendukung PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), diantaranya:
1. Basic Process
a. Cleaning
b. Inspection
c. Testing
2. Special Process
a. Welding
b. Machining
c. Heat Treatment
d. Surface Treatment
3. Welding
a. Tig Welding
b. Electron Beam Welding
c. Spot Welding
d. Dabber Welding
4. Surface Treatment
a. Shot Peening
b. Plating
c. Plasma/Thermo Spray
d. Painting
e. Selectron
5. Heat Treatment
a. Vaccum Furnace
b. Hydrogen Gas Atmosphere
c. Local Age
6. Machining
a. Conventional Machining
b. Electric Discharge
Machining
c. Electro Chemical Grinding
d. CNC Turning Lathe
7. Cleaning
a. Chemical Cleaning
b. Mechanical Cleaning
65
4.2 Material Pada Proses Produksi PT Sarana Lancar Sejahtera
Laharindo (SLS)
Material dapat dipisahkan menjadi beberapa kategori, yang bertujuan
untuk mempermudah dalam pengerjaan sistem perencanaan material. Diantara
kelompok-kelompok material itu adalah, dibagi dalam dua jenis klasifikasi yaitu:
1. Komoditi Material
Komoditi material dapat dianalisis dari cara sifat-sifat penggunaannya
pada area produksi, yaitu:
a. Product Line
- Direct A/C Bearing Material
- Direct Industrial Bearing Material
b. Indirect Material
- Indirect Prod. Material
- Fasilitas & Maintanance Support Material
c. Investment
- Hard Investment
- Soft Investment
2. Material Class
Adalah pembagian komoditi material manjadi kelompok-kelompok
material class sehingga menjadi sekumpulan data base yang dianalisa dari
program dan pemakaiannya, biasanya berasal dari satu program. Maksud dan
tujuan pembuatan material class ini untuk memudahkan dalam perencanaan order
material. Jumlah item material class untuk masing-masing program adalah :
66
Jenis Komoditi Jumlah Material
Direct Mat. Industrial 5
Direct Material Bearing A/C 18
Indirect Material :
- Consumable 9
- Facilities 8
- Maintenance 3
Invesment Material 24
4.2.1 Proses Produksi PT Sarana Lancar Sejahtera (SLS)
Mesin industri merupakan produk yang di maintenance oleh PT Sarana
Lancar Sejahtera Laharindo (SLS). Mesin ini berfungsi sebagai sumber tenaga
untuk produksi perusahaan dibidang industri. Pada tahap ini akan dijelaskan
engine flow system yaitu proses yang menerangkan rute mesin selama proses
overhaul atau repair di SLS shop mulai dari saat mesin diterima sampai dikirim
kembali ke customer. Proses produksi layanan perbaikan tersebut terdiri dari 10
(sepuluh) stasiun kerja yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Stasiun Kerja Penerimaan (Receiving)
Stasiun kerja ini adalah stasiun kerja awal dalam inspeksi saat penerimaan
properti terhadap kerusakan, hilangnya aksesoris atau peninjauan awal
kondisi mesin sebelum dimulainya perawatan. Tujuannya agar dapat
mengetahui kerusakan sehingga pihak shop dapat mencatat senua
komplain customer mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan.
67
Pertama mesin datang ke area receiving, lalu semua dokumen tentang
mesin tersebut dicatat seperti umur mesin, sisa umur mesin, kelengkapan
mesin. Kemudian dokumen kerja disiapkan sesuai dengan workscope yang
telah disetujui antara pihak customer den pihak marketing perusahaan
yaitu untuk menentukan tipe perawatan apa yang akan dilakukan terhadap
mesin tersebut. Ada 3 (tiga) enis perawatan yang ditawarkan, yaitu:
• Overhaul : Keseluruhan mesin harus diperbaiki dan dimensinya harus
sama.
• HSI (Hot Section Inspection) : Hanya beberapa bagian mesin yang
diperbaiki sesuai dengan permintaan pelanggan.
• Hard Time : Perawatan kondisi mesin yang mengharuskan mesin
setiap waktu tertentu harus diperbaiki atau dirawat di bengkel.
2. Stasiun Kerja Perencanaan (Planning)
Stasiun kerja ini adalah persiapan dan implementasi program dan prosedur
agar dapat menjamin mutu hasil perawatan. Para engineer menyusun
perencanaan berdasarkan workscope yang telah disetujui lalu dikeluarkan
paperworks (work order) yang berisikan langkah-langkah proses
pengerjaan perawatan mesin tersebut secara detail, kemudian paperworks
tersebut diberikan kepada para teknisi yang akan melakukan proses.
3 Stasiun Kerja Pembongkaran (Disassembling)
Langkah ini adalah proses pembongkaran mesin berdasarkan module lalu
tiap module dipecah lagi menjadi komponen-komponen atau part mesin
sesuai instruksi kerja (engine manual), yang akan diikuti oleh:
68
a. Dirty Inspection untuk mengidentifikasi kerusakan utama dan temuan
kerusakan lain sebagai evaluasi tambahan untuk melengkapi cakupan
kerja. Inspeksi ini dilakukan sebelum proses cleaning dan langsung
diputuskan apakah part of bearing scrap atau tidak. Jika terbukti scrap
maka akan langsung dibuang atau diganti yang baru. Persediaan
bearing ada di stockroom.
b. Pencatatan dan identifikasi bearing yang telah dibongkar dimana
setiap bearing akan dicantumkan tag.
c. Pemisahan dan pengelompokkan bearing yang 100% telah tidak layak
pakai.
4 Stasiun Kerja Pembersihan (Cleaning)
Langkah pencucian atau pembersihan bearing yang akan menjalani proses
inspeksi untuk meningkatkan akurasi dan hasil pengamatan. Cara atau
metode yang digunakan mengkuti petunjuk manual. Stasiun kerja cleaning
ini terdiri dari dua jenis pembersihan yaitu:
a. Mechanical Cleaning : Pembersihan melalui cara mekanik yaitu
bearing disemprotkan dengan batuan-batuan halus yang mengandung
serbuk alumunium oxide.
b. Chemical Cleaning : Pembersihan ini menggunakan larutan-larutan
kimia seperti acid dan alkali. Bearing direndam dilarutan pembersih
tersebut.
69
5. Stasiun Kerja Pemeriksaan (Inspection)
Proses pemeriksaan bearing atau single component untuk mengetahui
kondisi terakhir bearing tersebut. Ada dua metode dalam stasiun kerja
inspection ini, yaitu:
c. Dimentional Inspection : Pemerikasaan ini menggunakan alat ukur
biasa yaitu alat ukur CMC (Coordinate Measurement Control) untuk
memeriksa apakah dimensi sesuai dengan yang ditetapkan atau tidak.
Jika dibawah dimensi yang diterapkan maka bearing akan dibuang.
Contoh alat CMC adalah kaliper, inside diameter, dan outside
diameter.
d. Non Destructive Inspection (NDI)
Pemerikasaan ini bertujuan untuk mencari crack atau porositas. Tidak
semua bearing harus dilakukan NDI. NDI ini terdiri dari 5 metode,
yaitu:
1. FPI (Fluorensence Penetrant Inspection)
Inspeksi ini bertujuan untuk memeriksa crack pada permukaan
dengan tingkat level yang berbeda. Bearing atau komponen
direndam ke dalam larutan fluor selama kurang lebih 15 menit.
Fluor akan merambat ke dalam bearing part dengan prinsip
kapilaritas. Setelah direndam, bearing diangkat dan dicuci
dengan air sehingga hanya tersisa cairan fluor di bagian crack
saja, kemudian bearing diaplikasikan ke developer untuk
mengangkat cairan fluor yang terjebak dalam crack. Setelah itu
70
bearing dibawa ke dark room dan disinari dengan sinar
ultraviolet, kemudian fluor akan berpendar di suatu bagian jika
terdapat crack.
2. Magnetic Particle Inspection
Inspeksi ini dilakukan untuk logam vero yaitu logam yang
lengket magnet. Logam diberikan arus yang sangat tinggi lalu
logam akan menjadi magnet sementara. Kemudian magnet
tersebut diberikan cairan yang mengandung partikel besi. Jika
terdapat crack maka pola besi akan menempel pada crack. Lalu
logam akan dibawa ke darkroom dan akan diketahui apakah ada
crack pada logam tersebut. Jika terdapat crack maka akan
muncul wara merah pada suatu bagian dari logam.
3. Eddy Current Inspection
Inspeksi ini memanfaatkan prinsip rugi-rugi arus. Logam atau
bearing dipancarkan arus dan akan memancarkan arus balik. Jika
ada crack maka pancarannya akan berbeda.
Kondisi bearing setelah melalui tahap inspection akan dibagi
kedalam tiga golongan:
a. Serviceable : Kondisi dimana bearing tersebut dalam keadaan
baik dan siap dilakukan proses selanjutnya. Bearing tidak
mengalami kerusakan atau bearing part memiliki sedikit
kerusakan yang masih dapat ditolerir untuk diperbaiki.
71
b. Repairable : Bearing dalam keadaan tidak sesuai dengan
karakteristik yang ditentukan oleh manufaktur atau rusak.
Kerusakan bearing masih dalam limit toleransi perbaikan.
Bearing ini memerlukan proses perbaikan sebelum dinyatakan
kembali ke status serviceable atau OK untuk proses assembly.
c. Scrap : Bearing tersebut keluar dari limit maksimum yang
masih dapat diperbaiki atau secara fungsional sudah tidak dapat
diproses dan dipergunakan.
6. Stasiun Kerja Perbaikan (Repair)
Proses perbaikan single komponen untuk mengembalikan kondisi bearing
kembali ke karakteristik yang ditentukan oleh manufaktur (dapat
memenuhi semua ketentuan inspeksi untuk dinyatakan baik). Proses repair
ini disesuaikan dengan kebutuhan perbaikan tiap bearing. Proses-proses
dalam repair adalah Blending, Welding,, Metal Spray, Heat Treatment,
dan Plating.
7. Stasiun Kerja Penyatuan (Assembling)
Proses pembangunan kembali single component atau part menjadi module
dan selanjutnya merakitnya menjadi engine.
8. Stasiun Kerja Pengujian (Testing)
Proses pemeriksaan kondisi akhir engine meliputi pemeriksaan performasi
vibrasi engine dan lain-lain yang harus dipenuhi sesuai dengan persyaratan
dari manufaktur. Engine yang telah melalui stasiun kerja di shop maka
akan di tes performansinya dengan dimasukkan ke ruangan tempat
72
pengetesan yaitu testcell, kemudian mesin akan diberi bahan baar aftur dan
dibakar untuk mengetahui apakah mesin dapat berfungsi dengan baik. Jika
pada saat pengetesan terdapat cacat maka mesin akan dikembalikan ke
shop untuk diperbaiki kembali. Hal ini disebut RTS (Return To Shop).
9. Stasiun Kerja Pengiriman (Shipping)
Merupakan stasiun kerja akhir proses layanan pemelihaan mesin, pada
bagian ini dilakukan pemeriksaan secara visual kondisi part dan
kelengkapan part termasuk pemeriksaan kembali part number. Pada
stasiun kerja shipping juga dilakukan preservasi atau perlindungan
terhadap mesin seperti diberi oli, anti kelembapan, dan pembungkusan.
4.3 Pengelolaan Persediaan Special Bearing
PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) dalam pengelolaan
persediaan Special Bearing melibatkan beberapa divisi dan divisi tersebut
memiliki masing-masing tugas dalam proses pengadaan material.
4.3.1 Kebijakan Pengadaan Special Bearing
Proses pengadaan material pada PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo
(SLS) melibatkan beberapa divisi, yang terdiri dari:
1. Department Marketing
2. Department Production Planning Control (PPC)
3. Department Material Planning and Inventory Control (MPIC)
4. Department Procurement
73
Adapun proses pengadaan material tersebut adalah sebagai berikut:
1. Department Marketing memberikan informasi tentang rencana penjualan
tahunan yang diperoleh dari permintaan customer.
2. Department Production Planning Control (PPC) sesuai dengan informasi
dari bagian marketing menyiapkan rencana pemesanan untuk mendukung
penjualan tersebut.
3. Department Material Planning and Inventory Control (MPIC)
mengadakan perencanaan pengadaan material-material yang dibutuhkan
dalam proses perakitan.
4. Department Procurement melakukan pembelian sesuai dengan permintaan
dan perencanaan dari Departement Material Planning and Inventory
Control (MPIC).
4.4 Klasifikasi Biaya Persediaan
Dalam merakit bearing dan memasang pada mesin tersebut perusahaan
membagi biaya persediaan menjadi 2 jenis secara umum yakni Biaya Per Pesanan
dan Biaya Penyimpanan. Berdasarkan hasil wawancara dan pencarian
dokumentasi terhadap produk Special Bearing PT Sarana Lancar Sejahtera
Laharindo (SLS) untuk industri pertambangan dan semen daerah pemasaran Jawa
dan Bali, maka didapatkan biaya-biaya sebagai berikut:
1. Biaya Per Pesanan
Biaya per pesanan adalah biaya yang timbul karena adanya pemesanan
baik produk perakitan dan pemasangan, rincian biaya sebagai berikut:
74
i. Administration Cost
Biaya administrasi adalah biaya yang timbul karena adanya
pencatatan, dokumentasi, dan pelaporan baik keuangan formal
maupun fiskal.
ii. Freight Cost
Biaya pengiriman adalah biaya yang timbul pada saat penyaluran
produk kepada klien baik darat, laut, dan udara.
2. Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul secara rutin terjadi
karena tersimpannya produk dalam jangka waktu tertentu.
a. Oil and Treadment Cost
Biaya pelumas dan perawatan adalah biaya yang digunakan untuk
mendapatkan pelumas serta bahan dan jasa perawatan produk.
b. Chemical Cost
Biaya kimia adalah biaya yang digunakan untuk mendapatkan satu
atau beberapa campuran zat adiktif untuk kebutuhan produk.
c. Packing Cost
Biaya perakitan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menyusun
produk mentah menjadi produk jadi.
d. Covering Cost
Biaya pengemasan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengemas
produk dan bahan.
e. Information System Cost
75
Biaya sistem informasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan masa manfaat teknologi sistem informasi.
f. Securities Control Cost
Biaya pengendalian keamanan adalah biaya yang dikeluaran untuk
melakukan serangkaian kegiatan pengamanan produk dan bahan
selama dalam persediaan gudang
g. Timing Light Control Cost
Biaya pengendalian presisi adalah biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan serangkaian pengecekan produk sehingga sesuai
dengan bobot dan ukurannya.
h. Warehouse Cost
Biaya gudang adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan
masa manfaat gudang dalam waktu tertentu.
i. Insurance Cost
Biaya asuransi adlah biaya yang dikeluarkan untuk mendaptkan
jaminan atas kegiatan operasional penyimpanan persediaan.
4.5 Penerapan Metode Economic Ordering Quantity (EOQ) dalam
Perencanaan Pembelian Bahan Baku Special Bearing
Dalam sub bab ini penulis memaparkan penerapan metode EOQ dalam
perencanaan pembelian bahan baku Special Bearing untuk industri semen dan
pertambangan. Pembahasan ini dipisah berdasarkan semester pada tahun
bersangkutan, hal ini dilakukan karena perusahaan menetapkan perencanaan
76
persediaan dengan tahap per semester. Berikut pemaparan perhitungan EOQ,
Frekuensi, Total Cost, Safety Stock dan Reorder Point pada Tahun 2004 & 2005.
4.5.1 Perhitungan Economic Order Quantity, Frekuensi dan Total Cost
Pembahasan Economic Order Quantity, Frekuensi dan Total Cost pada
perusahaan PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) dilakukan per produk
hal ini untuk mengetahui detail persediaannya. Tabel-tabel yang dipersiapkan
untuk di analisis terbagi atas per semester, hal ini dilakukan untuk
membandingkan nilai pada tiap semester. Berikut EOQ, Frekuensi dan Total Cost
Tahun 2004 Semester 1, Tahun 2004 Semester 2, Tahun 2005 Semester 1 dan
Tahun 2005 semester 2.
EOQ =CUxCCxRUxCO2
=C
xDxP2
TC = 2
CUxCCxEOQEOQ
RUxCO+
=2
CxEOQEOQDxP
+
EOQ = F
RU
=FD
F = EOQ
D
77
Perusahaan PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) menetapkan
ketentuan-ketentuan mengenai perhitungan Economic Order Quantity sebagai
berikut:
1. Biaya Penyimpanan tidak ditetapkan berdasarkan persentase atas
biaya per unit tetapi berdasarkan rupiah biaya per unit.
2. Biaya Penyimpanan dan Biaya per pesanan merupakan Total Biaya
Persediaan.
Perhitungan EOQ, F dan TC disajikan pada Tabel 4.1 Perhitungan EOQ, F
dan TC Tahun 2004 Semester 1; Tabel 4.2 Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun
2004 Semester 2; Tabel 4.3 Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2005 Semester 1
;dan Tabel 4.4 Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2005 Semester 2.
Berikut contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai EOQ, F dan TC,
adalah sebagai berikut:
Produk No1.(CB-71), tahun 2004 semester 1
EOQ = 5.83.
8,27.3072RpunitxRpx = 14,2976 unit
= 14 unit (dibulatkan)
TC =2
2976,145,832976,14
8,27.307 xunitxRp+ = Rp. 1.193,8501
= Rp. 1.194 (dibulatkan)
F = unit
unit2976,14
307 = 21,4721
= 21 (dibulatkan)
78
Selanjutnya untuk perhitungan EOQ, F dan TC produk yang lain adalah
dengan perhitungan yang sama.
Tabel 4.1
Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2004 Semester 1
( dalam ribuan Rp )
RU CO CC NO PRODUK D P C
EOQ F TC
1 CB-71 307 unit Rp 27,8 Rp 83,5 14 unit 21 Rp 1.194 2 PW-31 294 unit Rp 29,1 Rp 87,2 14 unit 21 Rp 1.220 3 Y-17 299 unit Rp 28,5 Rp 85,6 14 unit 21 Rp 1.209 4 LW-19 323 unit Rp 26,5 Rp 79,4 15 unit 22 Rp 1.164 5 A-01 291 unit Rp 29,4 Rp 88,1 14 unit 21 Rp 1.226 6 BM-28 309 unit Rp 27,7 Rp 83,0 14 unit 22 Rp 1.190 7 E-08 305 unit Rp 28,0 Rp 83,9 14 unit 21 Rp 1.197 8 N-19 286 unit Rp 29,9 Rp 89,6 14 unit 21 Rp 1.237 9 B-182 306 unit Rp 27,9 Rp 83,6 14 unit 21 Rp 1.195
10 S-26 278 unit Rp 30,7 Rp 92,1 14 unit 20 Rp 1.253 11 RLi-22 294 unit Rp 29,0 Rp 87,1 14 unit 21 Rp 1.219 12 MMi-12 311 unit Rp 27,4 Rp 82,3 14 unit 22 Rp 1.185
(Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.1 Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2004 Semester
1 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; 14 unit EOQ untuk semua
produk kecuali produk no. 4 adalah 15 unit; Frekuensi produk no. 1, 2, 3, 5, 7, 8,
9, dan 11 adalah 21; Frekuensi produk no. 4, 6, dan 12 adalah 22; Frekuensi
produk no. 10 adalah 20; Total Cost tertinggi produk no. 10; dan Total Cost
terendah produk no. 4.
Berdasarkan Tabel 4.1 Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2004 Semester
1 di atas menggambarkan bahwa rata-rata unit yang ekonomis untuk menjadi
persediaan dalam satu semester adalah 14 unit. Pada tabel tersebut pula dapat
79
digambarkan bahwa rata-rata frekuensi pemesanan per unit dalam satu semester
adalah 21 kali, dan rata-rata total cost per unit dalam satu semester adalah Rp.
1.207.
Tabel 4.2
Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2004 Semester 2
( dalam ribuan Rp )
RU CO CC NO PRODUK D P C
EOQ F TC
1 CB-71 283 unit Rp 31,1 Rp 93,3 14 unit 21 Rp 1.281 2 PW-31 312 unit Rp 28,2 Rp 84,6 14 unit 22 Rp 1.220 3 Y-17 291 unit Rp 30,2 Rp 90,6 14 unit 21 Rp 1.262 4 LW-19 289 unit Rp 30,5 Rp 91,4 14 unit 21 Rp 1.267 5 A-01 303 unit Rp 29,0 Rp 87,1 14 unit 21 Rp 1.238 6 BM-28 269 unit Rp 32,7 Rp 98,2 13 unit 20 Rp 1.314 7 E-08 319 unit Rp 27,5 Rp 82,6 15 unit 22 Rp 1.205 8 N-19 302 unit Rp 29,1 Rp 87,4 14 unit 21 Rp 1.240 9 B-182 306 unit Rp 28,7 Rp 86,1 14 unit 21 Rp 1.230
10 S-26 314 unit Rp 28,0 Rp 84,0 14 unit 22 Rp 1.215 11 RLi-22 314 unit Rp 28,0 Rp 84,0 14 unit 22 Rp 1.215 12 MMi-12 301 unit Rp 29,2 Rp 87,6 14 unit 21 Rp 1.241
(Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.2 Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2004 Semester
2 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; 14 unit EOQ untuk semua
produk kecuali produk no. 6 adalah 13 unit, dan produk no 7 adalah 15 unit;
Frekuensi produk no. 1, 3, 4, 5, 8, 9, dan 12 adalah 21; Frekuensi produk no. 2, 7,
10, dan 11; Frekuensi produk no. 6 adalah 20; Total Cost tertinggi produk no. 6;
dan Total Cost terendah produk no. 7.
Berdasarkan Tabel 4.2 Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2004 Semester
2 di atas menggambarkan bahwa rata-rata unit yang ekonomis untuk menjadi
80
persediaan dalam satu semester adalah 14 unit. Pada tabel tersebut pula dapat
digambarkan bahwa rata-rata frekuensi pemesanan per unit dalam satu semester
adalah 21 kali, dan rata-rata total cost per unit dalam satu semester adalah Rp.
1.244.
Tabel 4.3
Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2005 Semester 1
( dalam ribuan Rp )
RU CO CC NO PRODUK D P C
EOQ F TC
1 CB-71 280 unit Rp 33,0 Rp 98,9 14 unit 20 Rp 1.350 2 PW-31 317 unit Rp 29,1 Rp 87,3 15 unit 22 Rp 1.269 3 Y-17 310 unit Rp 29,7 Rp 89,2 14 unit 22 Rp 1.282 4 LW-19 313 unit Rp 29,5 Rp 88,5 14 unit 22 Rp 1.277 5 A-01 291 unit Rp 31,7 Rp 95,2 14 unit 21 Rp 1.324 6 BM-28 294 unit Rp 31,4 Rp 94,2 14 unit 21 Rp 1.317 7 E-08 300 unit Rp 30,7 Rp 92,1 14 unit 21 Rp 1.303 8 N-19 301 unit Rp 30,7 Rp 92,0 14 unit 21 Rp 1.302 9 B-182 295 unit Rp 31,2 Rp 93,7 14 unit 21 Rp 1.314
10 S-26 291 unit Rp 31,7 Rp 95,0 14 unit 21 Rp 1.323 11 RLi-22 295 unit Rp 31,2 Rp 93,7 14 unit 21 Rp 1.314 12 MMi-12 316 unit Rp 29,2 Rp 87,5 15 unit 22 Rp 1.270
(Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.3 Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2005 Semester
1 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; 14 unit EOQ untuk semua
produk kecuali produk no. 6 dan 12 adalah 15 unit; Frekuensi produk no. 1 adalah
20; Frekuensi produk no. 2, 3, 4, dan 12 adalah 22; Frekuensi produk no.5, 6, 7, 8,
9, 10, dan 11; Total Cost tertinggi produk no. 1; dan Total Cost terendah produk
no. 2.
81
Berdasarkan Tabel 4.3 Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2005 Semester
2 di atas menggambarkan bahwa rata-rata unit yang ekonomis untuk menjadi
persediaan dalam satu semester adalah 14 unit. Pada tabel tersebut pula dapat
digambarkan bahwa rata-rata frekuensi pemesanan per unit dalam satu semester
adalah 21 kali, dan rata-rata total cost per unit dalam satu semester adalah Rp.
1.304.
Tabel 4.4
Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2005 Semester 2
( dalam ribuan Rp )
RU CO CC NO PRODUK D P C
EOQ F TC
1 CB-71 310 unit Rp 32,5 Rp 97,6 14 unit 22 Rp 1.402 2 PW-31 289 unit Rp 34,9 Rp 104,7 14 unit 21 Rp 1.452 3 Y-17 280 unit Rp 36,0 Rp 107,9 14 unit 20 Rp 1.474 4 LW-19 299 unit Rp 33,7 Rp 101,2 14 unit 21 Rp 1.427 5 A-01 303 unit Rp 33,3 Rp 99,8 14 unit 21 Rp 1.418 6 BM-28 284 unit Rp 35,5 Rp 106,5 14 unit 21 Rp 1.465 7 E-08 324 unit Rp 31,1 Rp 93,2 15 unit 22 Rp 1.370 8 N-19 287 unit Rp 35,1 Rp 105,4 14 unit 21 Rp 1.457 9 B-182 317 unit Rp 31,8 Rp 95,3 15 unit 22 Rp 1.385
10 S-26 301 unit Rp 33,4 Rp 100,3 14 unit 21 Rp 1.421 11 RLi-22 313 unit Rp 32,2 Rp 96,5 14 unit 22 Rp 1.394 12 MMi-12 296 unit Rp 34,0 Rp 102,0 14 unit 21 Rp 1.433
(Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.4 Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2005 Semester
2 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; 14 unit EOQ untuk semua
produk kecuali produk no. 7 dan 9 adalah 15 unit; Frekuensi produk no. 1, 7, 9, 11
adalah 22; Frekuensi produk no. 2, 4, 5, 6, 8, 10, dan 12 adalah 21; Frekuensi
82
produk no. 3, adalah 20; Total Cost tertinggi produk no. 3; dan Total Cost
terendah produk no. 7.
Berdasarkan Tabel 4.4 Perhitungan EOQ, F dan TC Tahun 2005 Semester
2 di atas menggambarkan bahwa rata-rata unit yang ekonomis untuk menjadi
persediaan dalam satu semester adalah 14 unit. Pada tabel tersebut pula dapat
digambarkan bahwa rata-rata frekuensi pemesanan per unit dalam satu semester
adalah 21 kali, dan rata-rata total cost per unit dalam satu semester adalah Rp.
1.425.
4.5.2 Perhitungan Safety Stock dan Reorder Point
Pembahasan Safety Stock dan Reorder Point pada perusahaan PT Sarana
Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) dilakukan per produk dan per tahun. Hal ini
dilakukan karena perusahaan menetapkan Lead Time (LT) dengan 6 bulan.
Perusahaan telah menetapkan Maximal Unit (MU) dan Average Unit (AU)
untuk per tahunnya. Setelah safety stock diketahui, maka untuk selanjutnya dapat
dihitung reorder point. Reorder point (ROP) adalah titik dimana pemesanan harus
dilakukan atau diadakan kembali. Reorder point (ROP) ditentukan dengan
menghitung dua buah variabel, yaitu lead time dan penggunaan rata-rata. Pada
saat persediaan (spare part) sampai pada tingkat reorder point (ROP), maka
perusahaan perlu melakukan pemesanan segera. Safety stock atau persediaan
pengaman merupakan tingkat persediaan yang harus ada untuk menjaga
kemungkinan kerugian akibat kehabisan persediaan. Dalam hal ini kehabisan
83
persediaan Special Bearing untuk industri semen dan pertambangan. Penetapan
besar kecilnya Safety stock dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Rata- rata penggunaan bahan langsung pada masa sebelumnya
2. Perbedaaan waktu antara saat pemesanan dan saat penerimaan bahan
langsung (Lead time)
SS = (MU - AU) x LT
ROP = (LT x AU) + SS
Tabel-tabel disajikan dalam setahun, dan nilai SS berlaku untuk setiap
semester dalam tahun bersangkutan. Berikut Safety Stock dan Reorder Point;
Tabel 4.5 Perhitungan SS dan ROP Tahun 2004; Tabel 4.6 Perhitungan SS dan
ROP Tahun 2005.
Berikut contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai EOQ , F dan TC,
adalah sebagai berikut:
Produk No1.(CB-71), Tahun 2004
SS = (54,42 unit – 52,00 unit) x 6 bulan = 14,52 unit
= 15 unit (dibulatkan)
ROP = (6 bulan x 52,00 unit) + 14,52 unit = 326,52 unit
= 327 unit (dibulatkan)
Selanjutnya untuk perhitungan EOQ, F dan TC produk yang lain adalah dengan
perhitungan yang sama.
84
Tabel 4.5
Perhitungan SS dan ROP Tahun 2004
( dalam ribuan Rp )
NO PROD MU AU Selisih LT SS ROP
1 CB-71 54,42 unit 52,00 unit 2,42 unit 6 bulan 15 unit 327 unit 2 PW-31 54,58 unit 53,17 unit 1,42 unit 6 bulan 9 unit 328 unit 3 Y-17 52,33 unit 51,42 unit 0,92 unit 6 bulan 6 unit 314 unit 4 LW-19 58,25 unit 55,08 unit 3,17 unit 6 bulan 19 unit 350 unit 5 A-01 51,58 unit 50,33 unit 1,25 unit 6 bulan 8 unit 310 unit 6 BM-28 49,58 unit 45,92 unit 3,67 unit 6 bulan 22 unit 298 unit 7 E-08 55,17 unit 54,25 unit 0,92 unit 6 bulan 5 unit 331 unit 8 N-19 51,75 unit 50,67 unit 1,08 unit 6 bulan 7 unit 311 unit 9 B-182 48,83 unit 48,67 unit 0,17 unit 6 bulan 1 unit 293 unit
10 S-26 49,50 unit 46,92 unit 2,58 unit 6 bulan 16 unit 297 unit 11 RLi-22 53,17 unit 51,92 unit 1,25 unit 6 bulan 8 unit 319 unit 12 MMi-12 53,83 unit 52,58 unit 1,25 unit 6 bulan 8 unit 323 unit
(Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.5 Perhitungan, SS dan ROP Tahun 2004 diatas maka
didapatkan data hasil sebagai berikut; 6 bulan Lead Time untuk semua produk;
Safety Stock tertinggi adalah produk no. 6; Safety Stock terendah adalah produk no
9; Reorder Point tertinggi adalah produk no. 4; Reorder Point terendah adalah
produk no. 9.
Pada Tabel 4.5 Perhitungan SS dan ROP Tahun 2004 didapatkan bahwa
produk BM-28 merupakan produk yang memiliki nilai SS tertinggi, hal ini dapat
menggambarkan bahwa unit tersebut memiliki kecenderungan permintaan yang
lebih tinggi daripada yang diperkirakan perusahaan.. Pada tabel tersebut pula
dapat didapatkan bahwa produk B-182 merupakan produk yang memiliki nilai SS
terendah, hal ini dapat menggambarkan bahwa unit tersebut tidak memiliki
85
kecenderungan permintaan yang tinggi dari yang diperkirakan perusahaan. Produk
LW-19 memiliki nilai ROP yang tertinggi karena produk tersebut diperkirakan
perusahaan akan banyak permintaan. Produk B-182 memiliki nilai ROP yang
terendah karena produk tersebut diperkirakan perusahaan dalam normal
permintaan produk.
Tabel 4.6
Perhitungan SS dan ROP Tahun 2005
( dalam ribuan Rp )
NO PROD MU AU Selisih LT SS ROP
1 CB-71 49,08 unit 46,17 unit 2,92 unit 6 bulan 18 unit 295 unit 2 PW-31 50,92 unit 47,42 unit 3,50 unit 6 bulan 21 unit 306 unit 3 Y-17 52,17 unit 45,08 unit 7,08 unit 6 bulan 43 unit 313 unit 4 LW-19 47,75 unit 47,67 unit 0,08 unit 6 bulan 1 unit 287 unit 5 A-01 51,42 unit 45,75 unit 5,67 unit 6 bulan 34 unit 309 unit 6 BM-28 41,75 unit 41,25 unit 0,50 unit 6 bulan 3 unit 251 unit 7 E-08 50,33 unit 49,92 unit 0,42 unit 6 bulan 3 unit 302 unit 8 N-19 45,58 unit 42,42 unit 3,17 unit 6 bulan 19 unit 274 unit 9 B-182 50,50 unit 44,00 unit 6,50 unit 6 bulan 39 unit 303 unit
10 S-26 49,33 unit 42,17 unit 7,17 unit 6 bulan 43 unit 296 unit 11 RLi-22 49,83 unit 47,08 unit 2,75 unit 6 bulan 17 unit 299 unit 12 MMi-12 39,83 unit 37,42 unit 2,42 unit 6 bulan 15 unit 239 unit
(Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.6 Perhitungan, SS dan ROP Tahun 2005 di atas maka
didapatkan data hasil sebagai berikut; 6 bulan Lead Time untuk semua produk;
Safety Stock tertinggi adalah produk no. 3 dan 10; Safety Stock terendah adalah
produk no 4; Reorder Point tertinggi adalah produk no. 3; Reorder Point terendah
adalah produk no. 12.
86
Pada Tabel 4.6 Perhitungan SS dan ROP Tahun 2005 didapatkan bahwa
produk Y-17 dan S-26 merupakan produk yang memiliki nilai SS tertinggi, hal ini
dapat menggambarkan bahwa unit tersebut memiliki kecenderungan permintaan
yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan perusahaan.. Pada tabel tersebut pula
dapat didapatkan bahwa produk LW-19 merupakan produk yang memiliki nilai
SS terendah, hal ini dapat menggambarkan bahwa unit tersebut tidak memiliki
kecenderungan permintaan yang tinggi dari yang diperkirakan perusahaan. Produk
Y-17 memiliki nilai ROP yang tertinggi karena produk tersebut diperkirakan
perusahaan akan banyak permintaan. Produk MMi-12 memiliki nilai ROP yang
terendah karena produk tersebut diperkirakan perusahaan dalam normal
permintaan produk.
4.6. Efisiensi Biaya Persediaan dengan Metode Rasio Sensitivitas dan
Perhitungan Biaya Marginal Pada Perusahaan
Dalam sub bab ini penulis memaparkan penerapan metode rasio
sensitivitas dalam menghitung efisiensi biaya persediaan bahan baku Special
Bearing untuk industri semen dan pertambangan. Berikut pemaparan perhitungan
Rasio Sensitivitas (RS) dan Biaya Marginal pada Tahun 2004 & 2005.
Rasio sensitivitas (TC/TC*) = )()2/*(*)/()()2/()/(
CUxCCxQxCOQRUCUxCCxQxCOQRU
++
Biaya marginal = (Rasio sensitivitas – 1) x biaya persediaan EOQ
Efisisensi biaya persediaan merupakan penghematan biaya-biaya yang
timbul (biaya pemesanan dan biaya penyimpanan) akibat dari adanya kegiatan
87
untuk memasok persediaan di gudang. Untuk mengetahui tingkat efisiensi biaya
persediaan yang terdapat dalam perusahaan, perlu dihitung rasio sensitivitas dan
biaya marginal. Rasio sensitivitas yaitu tingkat perbandingan antara total biaya
persediaan yang dikeluarkan pada tingkat persedian yang tidak optimal (yang
sesungguhnya) dibandingkan dengan total biaya persediaan pada tingkat yang
optimal (yang seharusnya), sedangkan biaya marginal yaitu biaya tambahan yang
harus ditangung oleh perusahaan karena jumlah persediaan yang ada tidak efisien.
Biaya persediaan yang efisien akan tercapai apabila rasio sensitivitas = 1, apabila
rasio sensitifitasnya lebih besar (>1) maka biaya persediaan yang ada tidak
efisien atau dengan kata lain, perusahaan akan menanggung biaya marginal. Biaya
tersebut akan menjadi selisih total biaya jika menggunakan metode Economic
Order Quantity (EOQ).
Tabel-tabel untuk menghitung Rasio Sensitivitas dan Biaya Marginal
adalah perhitungan TC Sebenarnya. Berikut tabel yang disajikan; Tabel 4.7
Perhitungan Q*, F* dan TC* Tahun 2004 Semester 1; Tabel 4.8 Perhitungan Q*,
F* dan TC* Tahun 2004 Semester 2; Tabel 4.9 Perhitungan Q*, F* dan TC*
Tahun 2005 Semester 1; Tabel 4.10 Perhitungan Q*, F* dan TC* Tahun 2005
Semester 2;
Berikut contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai Q*, F* dan TC*,
adalah sebagai berikut:
Produk No1.(CB-71)
88
Q*(real) = 7,80.
9,26.3272RpunitxRpx = 14,7648 unit
= 15 unit (dibulatkan)
TC* (real) =2
7648,147,807648,14
9,26.327 xunitxRp+ = Rp. 1.191,5292
= Rp. 1.191 (dibulatkan)
F* (real) = unit
unit7648,14
327 = 22,1472
= 22 (dibulatkan)
Selanjutnya untuk perhitungan Q*, F* dan TC* produk yang lain adalah
dengan perhitungan yang sama.
89
Tabel 4.7
Perhitungan Q*, F* dan TC* (Sebenarnya)
Tahun 2004 Semester 1
( dalam ribuan Rp )
RU CO CC NO PRODUK D P C
Q* F* TC*
1 CB-71 327 unit Rp 26,9 Rp 80,7 15 unit 22 Rp 1.191 2 PW-31 311 unit Rp 28,3 Rp 84,9 14 unit 22 Rp 1.222 3 Y-17 314 unit Rp 28,0 Rp 84,0 14 unit 22 Rp 1.215 4 LW-19 350 unit Rp 25,1 Rp 75,4 15 unit 23 Rp 1.151 5 A-01 295 unit Rp 29,8 Rp 89,5 14 unit 21 Rp 1.254 6 BM-28 298 unit Rp 29,5 Rp 88,6 14 unit 21 Rp 1.248 7 E-08 320 unit Rp 27,5 Rp 82,4 15 unit 22 Rp 1.203 8 N-19 298 unit Rp 29,5 Rp 88,6 14 unit 21 Rp 1.248 9 B-182 291 unit Rp 30,2 Rp 90,6 14 unit 21 Rp 1.262
10 S-26 266 unit Rp 33,0 Rp 99,1 13 unit 20 Rp 1.320 11 RLi-22 304 unit Rp 28,9 Rp 86,7 14 unit 21 Rp 1.234 12 MMi-12 323 unit Rp 27,2 Rp 81,6 15 unit 22 Rp 1.198
(Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.7 Perhitungan, TC* (sebenarnya) Tahun 2004
Semester 1 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; Q* untuk produk
no. 1, 4, 7, dan 12 adalah 15 unit; Q* untuk untuk produk no. 2, 3, 5, 6, 8, 9, dan
11 adalah 14; Q* untuk produk no. 10 adalah 13 unit; Frekuensi (sebenarnya)
produk no. 1, 2, 3, 7, dan 12 adalah 22; Frekuensi (sebenarnya) produk no. 5, 6, 8,
9, dan 11 adalah 21; Frekuensi produk no. 4 adalah 23; Frekuensi produk no. 10,
adalah 20; Total Cost (sebenarnya) tertinggi produk no. 10; dan Total Cost
(sebenarnya) terendah produk no. 4.
Berdasarkan Tabel 4.7 Perhitungan Q*, F* dan TC* Tahun 2004 Semester
1 di atas menggambarkan bahwa rata-rata unit yang ekonomis untuk menjadi
90
persediaan dalam satu semester adalah 14 unit. Pada tabel tersebut pula dapat
digambarkan bahwa rata-rata frekuensi pemesanan per unit dalam satu semester
adalah 21 kali, dan rata-rata total cost per unit dalam satu semester adalah Rp.
1.229. Nilai yang disajikan di atas merupakan nilai yang terjadi sebenarnya di
perusahaan.
Tabel 4.8
Perhitungan Q*, F* dan TC* (Sebenarnya)
Tahun 2004 Semester 2
( dalam ribuan Rp )
RU CO CC NO PRODUK D P C
Q* F* TC*
1 CB-71 298 unit Rp 29,5 Rp 88,6 14 unit 21 Rp 1.248 2 PW-31 328 unit Rp 26,8 Rp 80,5 15 unit 22 Rp 1.189 3 Y-17 303 unit Rp 29,0 Rp 87,0 14 unit 21 Rp 1.237 4 LW-19 312 unit Rp 28,2 Rp 84,6 14 unit 22 Rp 1.220 5 A-01 310 unit Rp 28,4 Rp 85,2 14 unit 22 Rp 1.223 6 BM-28 254 unit Rp 34,7 Rp 104,0 13 unit 20 Rp 1.352 7 E-08 331 unit Rp 26,5 Rp 79,6 15 unit 22 Rp 1.183 8 N-19 311 unit Rp 28,3 Rp 84,9 14 unit 22 Rp 1.222 9 B-182 293 unit Rp 30,0 Rp 90,0 14 unit 21 Rp 1.257
10 S-26 297 unit Rp 29,6 Rp 88,8 14 unit 21 Rp 1.249 11 RLi-22 319 unit Rp 27,5 Rp 82,6 15 unit 22 Rp 1.205 12 MMi-12 308 unit Rp 28,5 Rp 85,6 14 unit 21 Rp 1.226
(Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.8 Perhitungan, TC* (sebenarnya) Tahun 2004
Semester 2 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; Q* untuk produk
no. 1, 3, 4, 5, 8, 9, 10, dan 12 adalah 14 unit; Q* untuk untuk produk no. 2, 7, dan
11 adalah 15; Q* untuk produk no. 6 adalah 13 unit; Frekuensi (sebenarnya)
produk no. 1, 3, 9, 10, dan 12 adalah 21; Frekuensi (sebenarnya) produk no. 2, 4,
91
5, 7, 8, dan 11 adalah 22; Frekuensi produk no. 6 adalah 20; Total Cost
(sebenarnya) tertinggi produk no. 6; dan Total Cost (sebenarnya) terendah produk
no. 7.
Berdasarkan Tabel 4.8 Perhitungan Q*, F* dan TC* Tahun 2004 Semester
2 di atas menggambarkan bahwa rata-rata unit yang ekonomis untuk menjadi
persediaan dalam satu semester adalah 14 unit. Pada tabel tersebut pula dapat
digambarkan bahwa rata-rata frekuensi pemesanan per unit dalam satu semester
adalah 21 kali, dan rata-rata total cost per unit dalam satu semester adalah Rp.
1.234. Nilai yang disajikan di atas merupakan nilai yang terjadi sebenarnya di
perusahaan.
Tabel 4.9
Perhitungan Q*, F* dan TC* (Sebenarnya)
Tahun 2005 Semester 1
( dalam ribuan Rp )
RU CO CC NO PRODUK D P C
Q" F" TC"
1 CB-71 260 unit Rp 35,5 Rp 106,5 13 unit 20 Rp 1.401 2 PW-31 306 unit Rp 30,2 Rp 90,5 14 unit 21 Rp 1.291 3 Y-17 313 unit Rp 29,4 Rp 88,3 14 unit 22 Rp 1.276 4 LW-19 286 unit Rp 32,3 Rp 96,8 14 unit 21 Rp 1.336 5 A-01 241 unit Rp 38,3 Rp 114,9 13 unit 19 Rp 1.455 6 BM-28 251 unit Rp 36,8 Rp 110,3 13 unit 19 Rp 1.426 7 E-08 302 unit Rp 30,5 Rp 91,5 14 unit 21 Rp 1.299 8 N-19 236 unit Rp 39,1 Rp 117,4 13 unit 19 Rp 1.471 9 B-182 225 unit Rp 41,0 Rp 122,9 12 unit 18 Rp 1.505
10 S-26 296 unit Rp 31,1 Rp 93,4 14 unit 21 Rp 1.312 11 RLi-22 299 unit Rp 30,8 Rp 92,4 14 unit 21 Rp 1.305 12 MMi-12 239 unit Rp 38,6 Rp 115,7 13 unit 19 Rp 1.460
(Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
92
Berdasarkan Tabel 4.9 Perhitungan, TC* (sebenarnya) Tahun 2005
Semester 1 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; Q* untuk produk
no. 1, 5, 6, 8, dan 12 adalah 13 unit; Q* untuk untuk produk no. 2, 3, 4, 7, 10, dan
11 adalah 14; Q* untuk produk no. 9 adalah 12 unit; Frekuensi (sebenarnya)
produk no. 1 adalah 20; Frekuensi (sebenarnya) produk no. 2, 4, 7, 10, dan 11
adalah 21; Frekuensi produk no. 3 adalah 22; Frekuensi produk no. 5, 6, 8, dan 12
adalah 19; Frekuensi produk no. 9 adalah 18; Total Cost (sebenarnya) tertinggi
produk no. 9; dan Total Cost (sebenarnya) terendah produk no. 3.
Berdasarkan Tabel 4.9 Perhitungan Q*, F* dan TC* Tahun 2005 Semester
1 di atas menggambarkan bahwa rata-rata unit yang ekonomis untuk menjadi
persediaan dalam satu semester adalah 13 unit. Pada tabel tersebut pula dapat
digambarkan bahwa rata-rata frekuensi pemesanan per unit dalam satu semester
adalah 20 kali, dan rata-rata total cost per unit dalam satu semester adalah Rp.
1.378. Nilai yang disajikan di atas merupakan nilai yang terjadi sebenarnya di
perusahaan.
93
Tabel 4.10
Perhitungan Q*, F* dan TC* (Sebenarnya)
Tahun 2005 Semester 2
( dalam ribuan Rp )
RU CO CC NO PRODUK D P C
Q" F" TC"
1 CB-71 295 unit Rp 31,3 Rp 93,9 14 unit 21 Rp 1.315 2 PW-31 264 unit Rp 35,0 Rp 104,9 13 unit 20 Rp 1.390 3 Y-17 228 unit Rp 40,4 Rp 121,2 12 unit 18 Rp 1.495 4 LW-19 287 unit Rp 32,2 Rp 96,5 14 unit 21 Rp 1.333 5 A-01 309 unit Rp 29,9 Rp 89,6 14 unit 22 Rp 1.285 6 BM-28 245 unit Rp 37,7 Rp 113,1 13 unit 19 Rp 1.443 7 E-08 297 unit Rp 31,0 Rp 93,1 14 unit 21 Rp 1.310 8 N-19 274 unit Rp 33,7 Rp 101,1 14 unit 20 Rp 1.365 9 B-182 303 unit Rp 30,4 Rp 91,2 14 unit 21 Rp 1.297
10 S-26 210 unit Rp 43,9 Rp 131,6 12 unit 18 Rp 1.557 11 RLi-22 266 unit Rp 34,6 Rp 103,9 13 unit 20 Rp 1.384 12 MMi-12 210 unit Rp 43,9 Rp 131,6 12 unit 18 Rp 1.557
(Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.10 Perhitungan, TC* (sebenarnya) Tahun 2005
Semester 2 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; Q* untuk produk
no. 1, 4, 5, 7, 8, dan 9 adalah 14; Q* untuk untuk produk no. 2, 6, dan 11 adalah
13; Q* untuk produk no. 3, 10, dan 12 adalah 13 unit; Frekuensi (sebenarnya)
produk no. 1, 4, 7, dan 9 adalah 21; Frekuensi (sebenarnya) produk no. 2, 8, dan
11, adalah 20; Frekuensi produk no. 3, 10, dan 12 adalah 18; Frekuensi produk no.
5 adalah 22; Frekuensi produk no. 6 adalah 19; Total Cost (sebenarnya) tertinggi
produk no. 10 dan 12; dan Total Cost (sebenarnya) terendah produk no. 5.
Berdasarkan Tabel 4.7 Perhitungan Q*, F* dan TC* Tahun 2004 Semester
1 di atas menggambarkan bahwa rata-rata unit yang ekonomis untuk menjadi
94
persediaan dalam satu semester adalah 13 unit. Pada tabel tersebut pula dapat
digambarkan bahwa rata-rata frekuensi pemesanan per unit dalam satu semester
adalah 20 kali, dan rata-rata total cost per unit dalam satu semester adalah Rp.
1.394. Nilai yang disajikan di atas merupakan nilai yang terjadi sebenarnya di
perusahaan.
Setelah diketahui nilai total cost yang sebenarnya, selanjutnya untuk
menghitung SS dan ROP. Tabel-tabel yang dipersiapkan untuk di analisis terbagi
atas per semester, hal ini dilakukan untuk membandingkan nilai rasio sensitivitas
pada tiap semester. Berikut tabel yang disajikan; Tabel 4.11 Perhitungan Rasio
Sensitivitas dan Biaya Marginal Tahun 2004 Semester 1; Tabel 4.12 Perhitungan
Rasio Sensitivitas dan Biaya Marginal Tahun 2004 Semester 2; Tabel 4.13
Perhitungan Rasio Sensitivitas dan Biaya Marginal Tahun 2005 Semester 1; dan
Tabel 4.14 Perhitungan Rasio Sensitivitas dan Biaya Marginal Tahun 2005
Semester 2.
Berikut contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai Q*, F* dan TC*,
adalah sebagai berikut:
Produk No1.(CB-71)
Rasio Sensitivitas = Rp.1.193,8501 / Rp 1.191,5292 = 1,00194783
= 1,002 (dibulatkan)
Biaya Marginal = (1,002– 1) x 1.193,8501 = 2,3877
= 2 (dibulatkan)
Selanjutnya untuk perhitungan Q*, F*, dan TC* produk yang lain adalah
dengan perhitungan yang sama.
95
Tabel 4.11
Perhitungan Rasio Sensitivitas (RS) & Biaya Marginal pada Thn 2004 Semester 1.
( dalam ribuan Rp )
Biaya NO PRODUK Q Real EOQ TC Real TC Est RS Marginal
1 CB-71 15 unit 14 unit Rp 1.191 Rp 1.194 1,00204939 Rp 2 2 PW-31 14 unit 14 unit Rp 1.222 Rp 1.220 0,99859532 Rp - 3 Y-17 14 unit 14 unit Rp 1.215 Rp 1.209 0,99492881 Rp - 4 LW-19 15 unit 15 unit Rp 1.151 Rp 1.164 1,01069823 Rp 12 5 A-01 14 unit 14 unit Rp 1.254 Rp 1.226 0,97753509 Rp - 6 BM-28 14 unit 14 unit Rp 1.248 Rp 1.190 0,95340775 Rp - 7 E-08 15 unit 14 unit Rp 1.203 Rp 1.197 0,9944612 Rp - 8 N-19 14 unit 14 unit Rp 1.248 Rp 1.237 0,99106743 Rp - 9 B-182 14 unit 14 unit Rp 1.262 Rp 1.195 0,94677887 Rp -
10 S-26 13 unit 14 unit Rp 1.320 Rp 1.253 0,94968854 Rp - 11 RLi-22 14 unit 14 unit Rp 1.234 Rp 1.219 0,98724718 Rp - 12 MMi-12 15 unit 14 unit Rp 1.198 Rp 1.185 0,98942719 Rp -
(Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.11 Perhitungan, RS dan Biaya Marginal Tahun 2004
Semester 1 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; Rasio Sensitivitas
tertinggi adalah produk no. 4; Rasio Sensitivitas terendah adalah produk no. 9;
Biaya Marginal tertinggi produk no. 4 adalah Rp. 12.000; Biaya Marginal
terendah produk 1 adalah Rp. 2.000.
Pada Tabel 4.11 Perhitungan RS dan Biaya Marginal Tahun 2004
Semester 1 di atas menggambarkan bahwa produk LW-19 memiliki nilai tertinggi
RS dan Biaya Marginal, hal ini dikarenakan adanya kegagalan efisiensi biaya
persediaan. Kegagalan tersebut dikarenakan adanya penyesuaian biaya persediaan
untuk produk LW-19 dan CB-71, dimana perusahaan salah mengestimasi produk
tersebut.
96
Tabel 4.12
Perhitungan Rasio Sensitivitas (RS) & Biaya Marginal pada Thn 2004 Semester 2.
( dalam ribuan Rp )
Biaya NO PRODUK Q Real EOQ TC Real TC Est RS Marginal
1 CB-71 14 unit 14 unit Rp 1.248 Rp 1.281 1,02620531 Rp 34 2 PW-31 15 unit 14 unit Rp 1.189 Rp 1.220 1,0253606 Rp 31 3 Y-17 14 unit 14 unit Rp 1.237 Rp 1.262 1,02041027 Rp 26 4 LW-19 14 unit 14 unit Rp 1.220 Rp 1.267 1,03909706 Rp 50 5 A-01 14 unit 14 unit Rp 1.223 Rp 1.238 1,01150408 Rp 14 6 BM-28 13 unit 13 unit Rp 1.352 Rp 1.314 0,97166562 Rp - 7 E-08 15 unit 15 unit Rp 1.183 Rp 1.205 1,01863514 Rp 22 8 N-19 14 unit 14 unit Rp 1.222 Rp 1.240 1,01481562 Rp 18 9 B-182 14 unit 14 unit Rp 1.257 Rp 1.230 0,97852764 Rp -
10 S-26 14 unit 14 unit Rp 1.249 Rp 1.215 0,97255327 Rp - 11 RLi-22 15 unit 14 unit Rp 1.205 Rp 1.215 1,00793034 Rp 10 12 MMi-12 14 unit 14 unit Rp 1.226 Rp 1.241 1,01156108 Rp 14 (Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.12 Perhitungan, RS dan Biaya Marginal Tahun 2004
Semester 2 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; Rasio Sensitivitas
tertinggi adalah produk no. 4; Rasio Sensitivitas terendah adalah produk no. 6;
Biaya Marginal tertinggi adalah produk no. 4 adalah Rp. 50.000; Biaya Marginal
terendah adalah produk no. 11 adalah Rp. 10.000.
Pada Tabel 4.12 Perhitungan RS dan Biaya Marginal Tahun 2004
Semester 2 di atas menggambarkan bahwa produk LW-19 memiliki nilai tertinggi
RS dan Biaya Marginal, hal ini dikarenakan adanya kegagalan efisiensi biaya
persediaan. Berbeda dengan semester 1 Tahun 2004, pada semester 2 Tahun 2004
lebih banyak Biaya Marginal yang muncul. Secara keseluruhan pada semester 2
Tahun 2004 rata-rata mengalami kegagalan efisiensi. Kegagalan tersebut
97
disebabkan karena perusahaan kurang mengantisipasi kenaikan bahan perawatan
produk dan tidak teliti dalam mengestimasi produk, sehingga perusahan salah
menetapkan EOQ.
Tabel 4.13
Perhitungan Rasio Sensitivitas (RS) & Biaya Marginal pada Thn 2005 Semester 1
( dalam ribuan Rp )
Biaya NO PRODUK Q Real EOQ TC Real TC Est RS Marginal
1 CB-71 13 unit 14 unit Rp 1.401 Rp 1.350 0,96355781 Rp - 2 PW-31 14 unit 15 unit Rp 1.291 Rp 1.269 0,98246876 Rp - 3 Y-17 14 unit 14 unit Rp 1.276 Rp 1.282 1,00482706 Rp 6 4 LW-19 14 unit 14 unit Rp 1.336 Rp 1.277 0,95582425 Rp - 5 A-01 13 unit 14 unit Rp 1.455 Rp 1.324 0,90988074 Rp - 6 BM-28 13 unit 14 unit Rp 1.426 Rp 1.317 0,92384649 Rp - 7 E-08 14 unit 14 unit Rp 1.299 Rp 1.303 1,0033278 Rp 4 8 N-19 13 unit 14 unit Rp 1.471 Rp 1.302 0,88526484 Rp - 9 B-182 12 unit 14 unit Rp 1.505 Rp 1.314 0,87333376 Rp -
10 S-26 14 unit 14 unit Rp 1.312 Rp 1.323 1,00855448 Rp 11 11 RLi-22 14 unit 14 unit Rp 1.305 Rp 1.314 1,00675683 Rp 9 12 MMi-12 13 unit 15 unit Rp 1.460 Rp 1.270 0,86967184 Rp - (Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.13 Perhitungan, RS dan Biaya Marginal Tahun 2005
Semester 1 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; Rasio Sensitivitas
tertinggi adalah produk no. 10; Rasio Sensitivitas terendah adalah produk no. 12;
Biaya Marginal tertinggi adalah produk no. 10 adalah Rp. 11.000; Biaya Marginal
terendah adalah produk no. 7 adalah Rp. 4.000.
Pada Tabel 4.13 Perhitungan RS dan Biaya Marginal Tahun 2005
Semester 1 di atas menggambarkan bahwa produk S-26 memiliki nilai tertinggi
RS dan Biaya Marginal, hal ini dikarenakan adanya kegagalan efisiensi biaya
98
persediaan. Kegagalan tersebut disebabkan karena perusahaan gagal dalam
mengelola persediaan dengan menggunakan metode EOQ yaitu dalam penetapan
estimasi EOQ, perusahaan kurang memperhatikan dan mengantisipasi kenaikan
bahan perawatan produk dan penurunan daya beli konsumen. Naiknya Kebutuhan
bahan baku pembuatan dan perakitan produk Bearing. Biaya penyimpanan
menjadi tinggi, dikarenakan naiknya bahan perawatan dan banyaknya unit dalam
persediaan.
Tabel 4.14
Perhitungan Rasio Sensitivitas (RS) & Biaya Marginal pada Thn 2005 Semester 2.
( dalam ribuan Rp )
Biaya NO PRODUK Q Real EOQ TC Real TC Est RS Marginal
1 CB-71 14 unit 14 unit Rp 1.315 Rp 1.402 1,06578738 Rp 92 2 PW-31 13 unit 14 unit Rp 1.390 Rp 1.452 1,04418068 Rp 64 3 Y-17 12 unit 14 unit Rp 1.495 Rp 1.474 0,98593131 Rp - 4 LW-19 14 unit 14 unit Rp 1.333 Rp 1.427 1,07040566 Rp 100 5 A-01 14 unit 14 unit Rp 1.285 Rp 1.418 1,10337502 Rp 147 6 BM-28 13 unit 14 unit Rp 1.443 Rp 1.465 1,01466143 Rp 21 7 E-08 14 unit 15 unit Rp 1.310 Rp 1.370 1,04607777 Rp 63 8 N-19 14 unit 14 unit Rp 1.365 Rp 1.457 1,06751652 Rp 98 9 B-182 14 unit 15 unit Rp 1.297 Rp 1.385 1,06819351 Rp 94
10 S-26 12 unit 14 unit Rp 1.557 Rp 1.421 0,9126088 Rp - 11 RLi-22 13 unit 14 unit Rp 1.384 Rp 1.394 1,00722594 Rp 10 12 MMi-12 12 unit 14 unit Rp 1.557 Rp 1.433 0,92028436 Rp - (Sumber : PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS), data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 4.14 Perhitungan, RS dan Biaya Marginal Tahun 2005
Semester 2 di atas maka didapatkan data hasil sebagai berikut; Rasio Sensitivitas
tertinggi adalah produk no. 4; Rasio Sensitivitas terendah adalah produk no. 10;
99
Biaya Marginal tertinggi adalah produk no. 4 adalah Rp. 100.000; Biaya Marginal
terendah adalah produk no. 11 adalah Rp. 10.000.
Pada Tabel 4.14 Perhitungan RS dan Biaya Marginal Tahun 2005
Semester 2 di atas menggambarkan bahwa produk LW-19 memiliki nilai tertinggi
Rasio Sensitivitas dan Biaya Marginal, hal ini dikarenakan adanya kegagalan
efisiensi biaya persediaan. Berbeda dengan semester 1 Tahun 2005, pada semester
2 Tahun 2005 lebih banyak Biaya Marginal yang muncul. Secara keseluruhan
pada semester 2 Tahun 2005 rata-rata mengalami kegagalan efisiensi. Kegagalan
tersebut dikarenakan perusahaan gagal dalam mengelola persediaan dengan
menggunakan metode EOQ yaitu dalam penetapan estimasi EOQ, perusahaan
kurang memperhatikan dan mengantisipasi kenaikan bahan perawatan produk,
perusahaan tidak memperkirakan kenaikan BBM pada tahun 2005 dan kondisi
industri-industri semen dan pertambangan secara keseluruhan mengalami
penurunan produksi yang cukup tinggi.
Pada Tahun 2004 hingga Tahun 2005 secara keseluruhan pada produk
Special Bearing untuk industri pertambangan dan semen mengalami fluktuatif
nilai Rasio Sensitivitas dan Biaya Marginal.
4.7 Penerapan Economic Ordering Quantity (EOQ) dalam Meningkatkan
Efisiensi Biaya Persediaan.
PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) memproduksi bearing-
bearing untuk industri. Dalam skripsi ini, penulis mengambil Spesial Bearing
untuk industri semen dan pertambangan tahun 2004-2005. Pengambilan Special
100
Bearing untuk industri semen dan pertambangan dikarenakan penjualan unit yang
dilakukan perusahaan cukup baik, persediaan menggunakan Economic Ordering
Quantity (EOQ). Economic Ordering Quantity (EOQ) memang bukan satu-
satunya alat untuk meningkatkan efisiensi biaya persediaan akan tetapi perusahaan
meyakini EOQ dapat membantu tercapainya tujuan tersebut, sehingga perusahaan
menerapkannya dalam usahanya mengelola persediaan. Pada tahun 2004,
penjualan dan biaya secara normal stabil dalam penjualan dan biaya umum. Tetapi
pada tahun 2005, secara umum penjualan produk-produk mengalami penurunan
dan biaya-biaya umum secara keseluruhan naik secara drastis, sehingga
berpengaruh terhadap biaya persediaan. Perbedaan kondisi tersebut yang
memberikan daya tarik penulis untuk melalukan penelitian atas EOQ dan
efektifitas biaya persediaan.
Kondisi perusahaan pada tahun 2005 sangat berbeda dengan kondisi
perusahaan pada tahun 2004. Penjualan tahun 2005 secara keseluruhan menurun,
hal ini dikarenakan penururan produksi industri-industri semen dan pertambangan
yang merupakan konsumen perusahaan. Kondisi tahun 2005 Indonesia mengalami
goncangan ekonomi, hal ini yang menyebabkan industri-industri melemah.
Rasio Sensitivitas pada tahun 2004 semester 1 produk no. 4 menempati
nilai tertinggi. Secara keseluruhan pada tahun 2004 semester 1 dalam mengatasi
biaya persediaan Spesial Bearing untuk industri semen dan pertambangan,
perusahaan menilai sendiri biaya tersebut dalam ambang normal.
Rasio Sensitivitas pada tahun 2004 semester 2 produk no. 4 masih
menempati nilai tertinggi. Secara keseluruhan pada tahun 2004 semester 2 dalam
101
mengatasi biaya persediaan Spesial Bearing untuk industri semen dan
pertambangan, perusahaan menilai sendiri biaya tersebut dalam diatas ambang
normal. Berbeda dengan tahun 2004 semester 1, di tahun 2004 semester 2 lebih
banyak produk yang mengalami biaya marginal (produk no. 1 Rp. 34.000; produk
no. 2 Rp. 31.000; produk no. 3 Rp. 26.000; produk no. 4 Rp. 50.000; produk no.
5 Rp. 14.000; produk no. 7 Rp. 22.000; produk no. 8 Rp. 18.000; produk no. 11
Rp. 10.000; produk no. 12 Rp 14.000). Hal ini dikarenakan beberapa industri-
industri mengalami penurunan produksi, yang disebabkan oleh menurunnya daya
beli masyarakat secara umum.
Rasio Sensitivitas pada tahun 2005 semester 1 produk no. 10 menempati
nilai tertinggi. Produk no.4 tidak lagi menempati posisi pertama dalam rasio
sensitivitas, hal ini karena perusahaan secara teliti memperkirakan nilai EOQ
untuk produk tersebut. Untuk produk no. 3, 7, 10 dan 11 mengalami kesalahan
estimasi. Secara keseluruhan pada tahun 2005 semester 1 dalam mengatasi biaya
persediaan Spesial Bearing untuk industri semen dan pertambangan, perusahaan
menilai sendiri biaya tersebut dalam ambang normal.
Rasio Sensitivitas pada tahun 2005 semester 2 produk no. 5 masih
menempati nilai tertinggi. Secara keseluruhan pada tahun 2005 semester 2 dalam
mengatasi biaya persediaan Spesial Bearing untuk industri semen dan
pertambangan, perusahaan menilai sendiri biaya tersebut dalam diatas ambang
normal. Berbeda dengan tahun 2005 semester 1, di tahun 2005 semester 2 lebih
banyak produk yang mengalami biaya marginal (produk no. 1 Rp. 92.000; produk
no. 2 Rp.64.000; produk no. 4 Rp. 100.000; produk no. 5 Rp. 147.000; produk no.
102
6 Rp. 21.000; produk no. 7 Rp. 63.000; produk no. 8 Rp. 98.000; produk no. 9 Rp.
94.000; produk no. 11 Rp. 10.000). Angka biaya marginal tersebut sangat tinggi
dibanding dengan tahun 2004 dan tahun 2005 semester 1. Tingginya angka biaya
marginal pada tahun 2005 semester 2, membuktikan bahwa rasio sensitivitas
secara keseluruhan tinggi pada produk Special Bearing untuk industri semen dan
pertambangan. Rasio sensitivitas tinggi pada tahun 2005 semester 2,
membuktikan bahwa tidak efektifnya EOQ yang direncanakan perusahaan pada
waktu itu. Kegagalan perencanaan EOQ untuk tahun 2005 semester 2 disebabkan
oleh; Perusahaan kurang mengantisipasi kenaikan bahan perawatan produk;
Perusahaan tidak memperkirakan kenaikan BBM pada tahun 2005; dan Kondisi
industri-industri semen dan pertambangan secara keseluruhan mengalami
penurunan produksi yang cukup tinggi.
Pada dasarnya metode EOQ digunakan untuk meminimalisasi biaya
persediaan, akan tetapi pada PT sarana Lancar Sejahtera rasio sensitivitas pada
tahun 2004 semester 2 dan khususnya pada tahun 2005 semester 2 mengalami
kegagalan tujuan tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya produk
yang memiliki nilai rasio sensitivitas lebih besar (>1), dengan demikian
perusahaan menanggung biaya marginal untuk setiap produk.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dari hasil penelitian Special Bearing untuk industri
semen dan pertambangan PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) mengenai
penggunaan Economic Ordering Quantity (EOQ) untuk meningkatkan efisiensi
biaya persediaan, serta analisis yang penulis lakukan mengenai data tersebut
dengan teori-teori yang relevan dengan masalah yang diteliti, maka penulis
mengambil kesimpulan:
1 Penerapan metode Economic Ordering Quantity (EOQ) dalam
perencanaan pembelian bahan baku Special Bearing pada PT Sarana
Lancar Sejahtera Laharindo (SLS) terbagi pada semester 1 dan 2 untuk
setiap tahunnya. Pembagian analisis tersebut berdasarkan laporan
anggaran perusahaan yang menggunakan per semester. Nilai EOQ dan
nilai Frekuensi bervariasi berdasarkan masing-masing produk. Perusahaan
menerapkan metode EOQ sebagai penilaian persediaan yang sesuai untuk
produk Spesial Bearing, terutama produk semen dan pertambangan.
Penilaian Frekuensi pembelian berlaku untuk satu semester tahun
bersangkutan, dimana EOQ diterapkan. Total Cost yang dihitung sesuai
perhitungan menunjukan jumlah biaya penyimpanan dan biaya pesanan
untuk setiap produk.
103
104
2. Efisiensi biaya persediaan dengan metode rasio sensitivitas pada
perusahaan pada PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo (SLS). Pembagian
analisis efisiensi biaya dalam per semester dilakukan berdasarkan laporan
anggaran perusahaan per semester. Nilai Efiesiensi biaya persediaan
menggambarkan nilai biaya seharusnya dengan nilai biaya sebenarnya.
Rasio sensitivitas pada PT sarana Lancar sejahtera (SLS) secara
keseluruhan tahun 2004 dan 2005 mengalami fluktuatif untuk setiap
produknya. Pada gambaran per semester memperlihatkan bahwa semester
2 tahun 2004 dan 2005 mengalami kegagalan efisiensi biaya persediaan.
Kegagalan efisiensi persediaan tertinggi yaitu pada semester 2 tahun 2005
dimana terlihat banyaknya nilai biaya marginal diantara semester lainnya,
hal ini disebabkan oleh kondisi penjualan yang menurun dari kondisi
penjualan normal perusahaan..
3. Penerapan Economic Ordering Quantity (EOQ) dalam meningkatkan
efisiensi biaya persediaan pada PT Sarana Lancar Sejahtera Laharindo
(SLS). Economic Ordering Quantity (EOQ) memang bukan satu-satunya
alat untuk meningkatkan efisiensi biaya persediaan akan tetapi perusahaan
meyakini EOQ dapat membantu tercapainya tujuan tersebut, sehingga
perusahaan menerapkannya dalam usahanya mengelola persediaan. Pada
tahun 2004 semester 1 dan tahun 2005 semester 1, perusahaan menilai
sendiri rasio sensitivitas secara keseluruhan dalam ambang normal. Pada
tahun 2004 semester 2 dan tahun 2005 semester 2, perusahaan menilai
sendiri rasio sensitivitas secara keseluruhan di atas ambang normal. Pada
105
tahun 2005 kerugian atas biaya marginal secara umum lebih besar dari
tahun 2004. Kerugian atas biaya marginal pada tahun 2005 disebabkan
oleh faktor kondisi ekonomi perusahaan. Kondisi tersebut adalah
perusahaan mengalami kegagalan estimasi biaya persediaan, kenaikan
harga bahan bakar minyak yang tinggi dan kenaikan biaya persediaan.
Kondisi tersebut mempengaruhi penurunan produksi industri semen dan
pertambangan, dimana industri tersebut merupakan konsumen produk
Special Bearing. Sehingga berdampak pada persediaan yang tersimpan
dalam jangka waktu yang lama. Hal ini menyebabkan biaya persediaan per
unit semakin tinggi.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mencoba mengajukan saran
yang bermanfaat bagi perusahaan dalam melakukan perencanaan pembelian
Special Bearing untuk industri semen dan pertambangan dalam usaha
meningkatkan efisiensi biaya persediaan, yaitu sebagai berikut:
a. Memperhatikan unsur biaya yang timbul akibat dari adanya
pengadaan persediaan,
b. Memperhatikan hasil produksi di masa sebelumnya.
c. Mempelajari EOQ dari masa lampau, dan sekarang, kemudian
memperkirakan EOQ yang akan datang.
d. Memperhatikan dan mempertimbangkan nilai harga minyak dunia
dan nasional sebagai pemicu naiknya harga-harga yang berimbas
106
pada penjualan perusahaan, sehingga menimbulkan naiknya biaya
persediaan.
e. Memperkirakan kondisi sosial dan politik dalam negeri.
f. Memperhatikan perkembangan ekonomi mikro dan makro negara.
g. Memperkirakan isu-isu dan perkembangan ekonomi dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, Agus. 1990. Manajemen Produksi. Edisi keempat. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen. 2000. Akuntansi Manajemen, alih bahasa Ancella A. Hermawan. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Hansen, Don R, Maryanne M. Mowen. 2005. Managment Accounting, alih bahasa Dewi
Fitriasari. Buku 2. Jakarta: Salemba Empat. Ma’arif, M. Syamsul dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Operasi. Cetakan pertama.
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Nafarin. 2004. Penganggaran Perusahaan. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat.
Rangkuti, Freddy. 2004. Manajemen Persediaan. Cetakan kesembilan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Riyanto, Bambang. 1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan. Edisi kelima. Yogyakarta:
Penerbit BPFE. Syamsuddin, Lukman. 1992. Manajemen Keuangan Perusahaan: Konsep, Aplikasi dalam
Perencanaan, Pengawasan dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: Bumi Aksara. Usry, Milton F., dan Lawrence H. Hammer. 1994. Cost Accounting: Planning and
Controll, alih bahasa Alfonsus Sirait dan Herman Wibowo. Edisi 10. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
J.Wild, John. 2005. Financial Statement Analysis. Edisi kedelapan. Jakarta: Salemba
Empat.
107
DAFTAR RIWAYAT HIDUP NAMA LENGKAP : PURNAWIBAWA TAUFIK NAMA PANGGILAN : PURNA TEMPAT, TANGGAL LAHIR : CIREBON, 31 JANUARI 1984 ALAMAT : PERUM. SINDANGLAUT INDAH NO. 10 KAB. CIREBON AGAMA : ISLAM JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI NAMA AYAH : YUSEF A TAUFIK NAMA IBU : ETI ROHAETI ALAMAT ORANG TUA : PERUM. SINDANGLAUT INDAH NO. 10 KAB. CIREBON STATUS : MAHASISWA GOLONGAN DARAH : O RIWAYAT PENDIDIKAN :
1. TK TRISULA DI SUKABUMI LULUS TAHUN 1991
2. SD NEGERI 1 CIPEUJEUH WETAN DI KAB. CIREBON LULUS TAHUN 1997
3. SLTP NEGERI 1 LEMAHABANG DI KAB. CIREBON LULUS TAHUN 2000
4. SMU NEGERI 2 CIREBON DI CIREBON LULUS TAHUN 2003
5. PROGRAM STUDI AKUNTANSI UNISBA MASUK TAHUN 2003
RIWAYAT ORGANISASI : 1. ANGGOTA DIV.HUMAS IKATAN
REMAJA MUHAMMADIYAH (IRM) CIREBON
2. WAKADIV SENO HIMASI UNISBA 2005 3. KADIV HUMAS HIMASI UNISBA 2006 4. KARANG TARUNA
RIWAYAT PEKERJAAN : -
BANDUNG, JANUARI 2008
HORMAT SAYA
(PURNAWIBAWA TAUFIK)
108