perilaku seksual pranikah

24
18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Teori Peran Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminology aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan- harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai pengacara, dokter, guru, orangtua, anak, wanita, pria, dan lain sebagainya, diharapkan agar seorang tersebut berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter aka ia harus mengobati orang sakit yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran social, kemudian sosiolog yang bernama Glen Elder (1975) membantu memperluas penggunaan teori peran. Pendekatannya dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori- kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagaian besar warga masyarakat Negara kita Indonesia akan menjadi murid sekolah ketika berusia lima atau enam tahun, menjadi peserta pemilu pada usia tujuh belas tahun, bekerja usia dua puluh tahun, dan pension usia lima puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan tahapan usia “age grading:. Dalam masyarakat kontemporer kehidupan dibagi kedalam empat tahap, yaitu tahapa kanak-kanak, tahap remaja, tahap dewasa, dan tahap tua, dimana setiap tahap mempunyai bermacam-macam pembagian lagi. Universitas Sumatera Utara

Upload: ifka-hanning-retno-firdaus

Post on 23-Nov-2015

54 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tinjauan pustaka

TRANSCRIPT

  • 18

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kajian Pustaka

    2.1.1. Teori Peran

    Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminology aktor-aktor yang

    bermain sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-

    harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam

    kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya

    sebagai pengacara, dokter, guru, orangtua, anak, wanita, pria, dan lain sebagainya, diharapkan

    agar seorang tersebut berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati

    orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter aka ia harus

    mengobati orang sakit yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran social, kemudian

    sosiolog yang bernama Glen Elder (1975) membantu memperluas penggunaan teori peran.

    Pendekatannya dinamakan life-course memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai

    harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-

    kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagaian besar warga

    masyarakat Negara kita Indonesia akan menjadi murid sekolah ketika berusia lima atau enam

    tahun, menjadi peserta pemilu pada usia tujuh belas tahun, bekerja usia dua puluh tahun, dan

    pension usia lima puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan tahapan usia age grading:.

    Dalam masyarakat kontemporer kehidupan dibagi kedalam empat tahap, yaitu tahapa

    kanak-kanak, tahap remaja, tahap dewasa, dan tahap tua, dimana setiap tahap mempunyai

    bermacam-macam pembagian lagi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 19

    2.1.2. Sosialisasi

    Broom (1981) dalam Rohidi (1984) mengungkapkan pemikiran sosialisasi dari dua titik

    pandang yaitu masyarakat dan individual (Kamanto Sunarto 1993:27). Sosialisasi menurut sudut

    pandang masyarakat adalah proses penanaman atau tranfer individu-individu baru anggota

    masyarakat ke dalam pandangan hidup yang terorganisasi dan mengajarkan mereka tradisi-tradisi

    budaya masyarakatnya. Dengan kata lain sosialisasi adalah tindakan mengubah kondisi manusia

    dari human-animal menjadi human-being untuk menjadi mahluk sosial dan anggota masyarakat

    sesuai dengan kebudayaannya. Sedang arti individual, sosialisasi merupakan suatu proses

    mengembangkan diri. Melalui interaksi dengan orang lain, seseorang memperoleh identitas,

    mengembangkan nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi. Artinya sosialisasi diperlukan sebagai sarana

    untuk menumbuhkan kesadaran diri. Bagi individu sosialisasi memiliki fungsi sebagai

    pengalihan sosial dan penciptaan kepribadian.

    Sosialisasi memiliki fungsi untk mengembangkan komitmen-komitmen dan kapsitas-

    kapasitas yang menjadi prasyarat utama bagi penampilan peranan mereka di masa depan.

    Komitmen yang perlu dikembangkan ialah mengimplementasikan nilai-nilai yang ada dalam

    masyarakat untuk menampilkan suatu peranan tertentu yang khusus dan spesifik dalam struktur

    masyarakat. Kemudian Berger mendefenisikan sosialisasi sebagai a process by which a child

    learns to be a participant member of society proses melalui dimana seorang anak belajar

    menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Kamanto Sunarto 1993:27).

    Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory), karena

    dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Berdasarkan

    jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua yaitu: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi

    sekunder (dalam masyarakat).

    Universitas Sumatera Utara

  • 20

    2.1.3. Sosialisasi Primer dan Sosialisasi Sekunder

    Sosialisasi primer didefenisikan Peter.L.Berger dan Luckman sebagai sosialisasi pertama

    yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).

    Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk sekolah.

    Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mampu

    membedakan dirinya dengan orang lain disekitar keluarganya. Dalam tahap ini, orang-orang

    yang terdekat menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi bersama

    orang terdekat dengannya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna

    kepribadian dan interaksi yang terjadi anatar anak dengan anggota keluarga terdekatnya.

    Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan

    sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). (Kamanto Sunarto, 1993:23).

    Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer

    yang memperkenalkan individu kedalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu

    bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi

    suatu identitas diri yang baru, sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami

    pencabutan identitas diri yang lama .(Kamanto Sunarto, 1993:31).

    2.1.4. Proses Sosialisasi

    George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat

    dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

    1. Tahap Persiapan (Prepatory Stage), tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat

    seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk

    Universitas Sumatera Utara

  • 21

    memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan

    kegiatan meniru meski tidak sempurna.

    2. Tahap meniru (Play Stage), tahap ini ditandai dengan sempurnanya seorang anak

    menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai

    terbentuk kesadaran tentang nama diri, nama orang tua, dan nama kakak atau abangnya,

    dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa

    yang diharapkan seorang ibu dari anaknya. Dengan kata lain, kemampuan untuk

    menempatkan diri pada posisis orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran

    bahwa dunia social manusia berisikan banyak orang mulai terbentuk. Sebagian dari orang

    tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan

    bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak,

    orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti.

    3. Tahap siap bertindak (Game Stage) peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan

    digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran.

    Kemampuannya menetapkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga

    memungkinkan adanay kemampuan bermain secara bersama-sama. Anak mulai

    menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-

    temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin

    kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya diluar rumah.

    Peraturan-peraturan yang berlaku diluar keluarganya secara bertahap juga mulai

    dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang

    berlaku dikeluarganya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 22

    4. Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage), pada tahap ini seseorang telah

    dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara

    luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang

    berinteraksi dengannya tetapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari

    pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama bahkan dengan orang lain yang tidak

    dikenalnya secara matang. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah

    menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

    2.1.5. Agen Sosialisasi

    Fuuler dan Jacobs dalam (Kamanto Sunarto 1993:30-35) meengidentifikasikan lima agen

    sosialisasi utama yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa dan sekolah. Agen sosialisasi

    adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Dalam hal ini yang menjadi

    agen sosialisasi adalah orangtua difabel yang bekerja sebagai tukang pijat di Kelurahan Sei

    Sikambing D Medan.

    2.1.6 Tipe Sosialisasi

    Agar sosialisasi dapat berjalan dengan lancar tertib dan berlangsung terus menerus maka

    terdapat dua tipe sosialisasi yaitu sosialisasi formal dan sosialisasi informal. Sosialisasi formal

    adalah sosialisasi yang terbentuk melalui lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dan

    masyarakat yang memiliki tugas khusus dalam mensosialisasikan nilai, norma dan peranan-

    peranan yang harus dipelajari oleh masyarakat. Artinya adalah sosialisasi formal yang diberikan

    oleh guru-guru disekolah.

    Universitas Sumatera Utara

  • 23

    Sosialisasi informal adalah sosialisasi yang terdapat dalam pergaulan sehari-hari yang

    bersifat kekeluargaan. Artinya sosialisasi yang diberikan oleh keluarga seperti dengan diskusi

    dan penanaman norma-norma baik yang ada dikeluarga maupun yang ada dimasyarakat.

    (http://sharenexchange.blogspot.com/2010/02/sosialisasi-masyarakat8061.html diakses tanggal

    21-02-2011 pukul 09.44)

    2.1.7. Pola Sosialisasi

    Bronfrenbrenner, Kohn dan Jaeger dalam (Kamanto Sunarto 1993;33) meyebutkan ada

    dua pola sosialisasi yaitu pola sosialisasi represif dan pola sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi

    represif menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan, menekankan pada

    penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Dalam hal ini yang dimaksud dari pengertian

    tersebut adalah apabila anak melakukan kesalahan pasti akan mendapat yang hukuman atau

    ganjaran. Sosialisasi partisipatoris merupakan pola yang didalamnya anak diberi imbalan

    manakala berperilaku baik, hukuman dan imbalan bersifat simbolik, anak diberi kebebasan,

    penekanan diletakkan pada interaksi, komunikasi bersifat lisan, anak menjadi pusat sosialisasi,

    keperluan anak dianggap penting.

    2.1.8. Peran dan fungsi Keluarga

    Keluarga

    Keluarga adalah ikatan yang sedikit banyak berlangsung lama antar suami istri, dengan

    atau tanpa anak. Sedangkan mnurut Sumner dan Keller merumuskan keluarga sebagaiminiatur

    dari organisasi social, meliputi sedikitnya dua generasi dan terbentuk secara khusus melalui

    ikatan darah (Gunarsa,1993:230)

    Universitas Sumatera Utara

  • 24

    Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting didalam masyarakat.

    Keluarga merupakan sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan antara laki-laki dan

    perempuan, hubungan ini sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan

    anak-anak. Didalam keluarga memiliki sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan

    masyarakat.

    2.1.8.1. Peran Keluarga

    Peranan Keluarga

    Struktur dalam keluarga dimulai dari ayah dan ibu, kemudian bertambah dengan adanya

    anggota lain yaitu anak. Dengan demikian, terjadi hubungan segitiga antara orangtua-anak, yang

    kemudian membentuk suatu hubungan yang berkesinambungan. Peranan keluarga mengasuh

    membimbing, melindungi, merawat, mendidik anak, menggambarkan seperangkat perilaku

    interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi

    tertentu. Orangtua didalam keluarga memiliki peran yang besar dalam menanamkan dasar

    kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa

    kelak. Peran orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam

    berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan (Khairuddin.1997:34)

    2.1.8.2. Fungsi- fungsi

    UU No. 10 tahun 1992 PP No. 21 tahun 1994

    Secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut:

    a. Fungsi keagamaan

    Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hdiup seluruh anggota

    keluarga

    Universitas Sumatera Utara

  • 25

    Menerjemahkan agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada seluruh anggota

    keluarga

    Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengalaman dari ajaran

    agama

    Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang

    kurang diperolehnya disekolah atau masyarakat

    Membina rasa, sikap dan praktek kehidupan keluarga beragama sebagai fondasi menuju

    keluarga kecil bahagia sejahtera

    b. Fungsi budaya

    Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-norma dan

    budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan

    Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya

    asing yang tidak sesuai

    Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya mencari pemecahan

    masalah dari berbagai pengaruh negatif gobalisasi dunia

    Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berperilaku

    yang baik sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan

    globalisasi

    Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras, dan seimbang dengan budaya

    masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma keluarga kecil bahagia

    sejahtera

    c. Fungsi cinta kasih

    Universitas Sumatera Utara

  • 26

    Menumbuhkan kembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antara anggota

    keluarga kedalam simbol-simbol nyata secara optimal dan terus menerus

    Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar anggota keluarga secara kuantitatif

    dan kualitatif

    Membina praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi dalam keluarga

    secara serasi, selaras dan seimbang

    Membina rasa, sikap, dan praktik hidup keluarga yang mampu memberikan dan

    menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

    d. Fungsi perlindungan

    Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang

    timbul dari dalam maupun dari luar keluarga

    Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman

    dan tantangan yang datang dari luar

    Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju

    keluarga kecil bahagia sejahtera

    e. Fungsi reproduksi

    Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi

    anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya

    Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam usia,

    pendewasaan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental

    Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan waktu

    melahirkan, jarak antara 2 anak dan jumlah ideal anak yang diinginkan dalam keluarga

    Universitas Sumatera Utara

  • 27

    Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif menuju

    keluarga kecil sejahtera

    f. Fungsi sosialisasi

    Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana

    pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama

    Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak

    saja dapat bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi orangtua dalam rangka

    perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju keluarga kecil bahagia sejahtera

    g. Fungsi ekonomi

    Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan

    keluarga kecil bahagia dan sejahtera

    Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua diluar rumah dan perhatiannya terhadap

    anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras dan seimbang

    h. Fungsi pelestarian lingkungan

    Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan intern keluarga

    Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan ekstern keluarga

    Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi, selaras dan

    seimbang antara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya.

    http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=704 (diakses tanggal

    6 April 2011).

    Universitas Sumatera Utara

  • 28

    Dari berbagai fungsi di atas ada 3 fungsi pokok keluarga, yaitu :

    1. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan,pada anggota

    keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan

    kebutuhannya.

    2. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya

    selalu terpelihara sehingga memungkinkan menjadi anak-anak sehat baik fisik, mental,

    sosial, dan spiritual.

    3. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia

    dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.

    Peranan dan fungsi keluarga sangat luas, dan uraian mengenai ini sangat bergantung dari

    sudut orientasi mana dilakukan. Peranan dan fungsi keluarga diantaranya yaitu:

    1. Dari sudut biologi, keluarga berfungsi untuk melanjutkan garis keturunan.

    2. Dari sudut psikologi perkembangan, keluarga berfungsi untuk mengembangkan seluruh

    aspek kepribadian sehingga bayi yang kecil menjadi anak yang besar dan berkembang

    dan dikembangkan seluruh kepribadiannya, sehingga tercapai gambaran kepribadian

    yang matang, dewasa, dan harmonis.

    3. Dari sudut pendidikan, keluarga berfungsi sebagai tempat pendidikan informal, yaitu

    tempat dimana anak mengembangkan dan dikembangkan kemampuan-kemampuan dasar

    yang dimiliki, sehingga dapat mencapai dan memaksimalkan potensi dan prestasi yang

    sesuai dengan kemampuan dasarnya. Dan memperlihatkan perubahan perilaku dalam

    berbagai aspek seperti yang diharapkan atau direncanakan kedua orang tuanya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 29

    4. Dari sudut sosiologi, keluarga berfungsi sebagai tempat untuk menanamkan aspek social

    agar dapat menjadi anggota masyarakat yang mampu berinteraksi, bergaul, dan

    menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

    Pada dasarnya tugas pokok dari keluarga adalah:

    a. Pemeliharaan fisik setiap anggota keluarganya

    b. Pemeliharan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga

    c. Pembagian tugas masing-masing anggota keluarga sesuai kedudukan masing-masing.

    d. Sosialisasi antar anggota keluarga

    e. Pengaturan jumlah anggota keluarga

    f. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga

    g. Penempatan anggota keluarga dalam lingkungan masyarakat

    h. Membangkitkan semangat dan dorongan para anggotanya

    Ciri-ciri Struktur Keluarga Menurut Anderson Carter ciri-ciri struktur keluarga :

    1. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan, antara anggota keluarga.

    2. Ada keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai

    keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.

    3. Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya

    masing-masing (Goodej,1991:20).

    2.1.9. Pola Asuh Orang Tua

    Pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka berinteraksi dengan anak untuk

    menanamkan pendidikan, memenuhi kebutuhan , melatih sosialisasi, memberikan perlindungan

    Universitas Sumatera Utara

  • 30

    dalam kehidupan sehari-hari. Kohn (dalam Taty Krisnawaty 1986:46) menyatakan bahwa pola

    asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua

    meliputi cara orangtua memberikan peraturan-peraturan, hadiah, maupun hukuman, cara

    orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatian serta tanggapan

    terhadap anaknya.

    Tipologi gaya pola asuh Baumrind (1971) mengidentifikasi pola asuh yang diterapkan

    orang tua kepada anak-anaknya dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: authoritarian parenting,

    authoritative parenting, permissive parenting (William.1991:70)

    1. Authoritative Parenting (Pola asuh authoritatif/demokrasi)

    Kebanyakan orang tua yang menerapkan pola asuh jenis autoritarian ini lebih memilih

    untuk bertindak rasional dan demokrasi terhadap anak-anaknya. Dalam penerapan pola asuh

    autoritatif (demokrasi) orang tua lebih banyak memberikan kebebasan kepada anak-anaknya

    untuk melakukan apa pun, seperti belajar, beraktivitas, bermain, dan berkreasi mengikuti

    keinginan dan kemampuan dari anak-anaknya. Anak-anak bebas bersosialisasi dengan siapa saja

    yang ada di sekelilingnya, namun masih berada dibawah pengawasan kedua orangtuanya.

    Disisi yang lain orang tua menunjukan sikap tegas dan konsisten dengan membuat

    peraturan dirumah, dan menerapkan disiplin, nilai-nilai dan aturan-aturan yang jelas serta tidak

    bisa dilanggar. Namun orang tua tetap mau mendengarkan keinginan dan pandangan dan

    pendapat dari anak-anaknya. Didalam pola pengasuhan demokrasi ini orang tua juga mendidik

    anak-anaknya untuk tidak meminta secara sesuatu berlebihan, dan tetap memikirkan kondisi dan

    kesanggupan kedua orangtunya untuk memenuhi permintaan derta keinginannya. Orang tua

    bernegosiasi dan menghargai hak anak sehingga ikatan kekeluargaan bagaikan hubungan antar

    Universitas Sumatera Utara

  • 31

    teman yang lebih erat dan akrab. Secara keseluruhan, pendekatan orang tua terhadap anaknya

    tercipta kehangatan dan mesra.

    2. Authoritarian Parenting (Pola asuh otoriter)

    Orang tua atau keluarga yang menggunakan metode pengasuhan otoriter ini menganggap

    bahwa anak adalah hak mutlak yang dimiliki oleh karena itu orang tua cenderung menerapkan

    standart mutlak pada anak-anaknya. Orang tua menganggap mereka dapat memperlakukan anak-

    anak dengan sesuka hati. Orang tua selalu dianggap paling benar dan anak-anak salah. Orang tua

    suka memperlakukan anak secara kasar seperti dengan membentak, berlaku kasar, bahkan tega

    untuk memukul anak yang dianggap melenceng dari peraturan yang ada dirumah. Meskipun

    awalnya mungkin hanya untuk menakut-nakuti anak-anak, agar anak-anak tidak berani melawan

    kedua orangtuanya. Padahal tanpa disadari orang tua yang menerapkan pola asuh ini, anaknya

    tersebut sebenarnya membantah segala aturan dan perintah yang ditetapkan oleh kedua

    orangtunya dirumahhnya. Sehingga di masa yang akan datang anak ini akan menentang aturan

    dan perintah dengan cara kekerasan juga.

    Anak-anak yang dididik dengan pola asuh ini kebanyakan menuruti orangtuanya bukan

    karena rasa hormat, tetapi karena rasa takut akan hukuman yang akan diberikan kepadanya

    seandainya tidak menuruti, maka biasanya anak akan berdiam diri dan tidak berani untuk

    berinisiatif dalam melakukan sesuatu. Komunikasi yang tecipta diantara orang tua dan anak lebih

    bersifat satu arah dimana segalanya ditentukan oleh orang tua tanpa mendengarkan dan

    mempertimbangkan pendapat, pikiran dan perasaan anak. Orang tua dengan pola pengasuhan

    seperti ini cenderung menjaga jarak dengan anaknya, dan jarang untuk mengajak anak berdiskusi

    tentang hal apa pun. Biasanya orang tua berbicara kasar kepada anak meskipun ingin meminta

    Universitas Sumatera Utara

  • 32

    bantuan dari anaknya. Tidak ada keramahan dan kelembutan dalam berkomunikasi diantara

    anggota keluarga. Anak akan menghindar dan menjauh dari orang tuanya ketika harus bertemu

    didalam suatu kondisi atau suatu ruang, karena anak merasa kaku dan takut bertemu

    orangtuanya.

    Kebanyakan anak yang diasuh dengan pola pengasuuhan otoriter ini cenderung menarik

    diri secara social, kurang percaya diri, dan berkata dan bertingkah laku kasar. Pola pengasuhan

    ini sering kali menjadi pola pengasuhan warisanyang secara berulang-ulang diberikan kepada

    generasi keluarga berikutnya. Karena seseorang cenderung akan menerapkan pola asuh yang

    sama dirasakannya sebelumnya kepada keturunan berikutnya.

    3. Permisive Parenting Style (Pola asuh permisif)

    Pola asuh permisif menekankan ekspresi diri dan self regulation anak. Orangtua yang

    permisif membuat beberapa peraturan dan mengijinkan anak-anaknya untuk memonitor kegiatan

    mereka sebanyak mungkin. Ketika mereka membuat peraturan biasanya mereka menjelaskan

    terlebih dahulu, orangtua berdiskusi dahulu dengan anak dan orang tua tidak mau menghukum

    anak jika melakukan pelanggaran. Maccoby dan Martin (1983) menambahkan tipologi ini karena

    adanya tingkat tuntutan orangtua dan tanggapan yang ada. Dengan demikian pola asuh permisif

    terbagi dua jenis yaitu:

    a. Pola asuh penyabar

    b. Dan pola asuh penelantar

    Universitas Sumatera Utara

  • 33

    a. Pola asuh penyabar

    Pola asuh jenis ini bertolak belakang atau kebalikan dari pola pengasuhan otoriter. Orang

    tua yang mendidik anak dengan cara ini justru memprioritaskan kebutuhan dan kepentingan

    anak-anak di posisi yang paling utama. Semua haapan dan keinginan anak dipenuhi tanpa

    bertanya apa alasan, dan tujuan anak menginginkan kemauannya dipenuhi. Selain itu orang tua

    juga tidak memikirkan apakah dengan memenuhi dan menuruti segala keinginan si anak tersebut

    akann member manfaat yang baik untuk si anak. Orang tua lebih suka anaknya memperoleh

    sesuatu dngan cara yang mudah tanpa perlu mempersulit diri si anak.

    Didalam pola asuh ini, kasih sayang yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya

    terlalu berlebihan sehingga akan mencapai suatu tahap dimana orang tua tidak akan tega untuk

    menegur, atau mengajar anak dengan keras ketika si anak melakukan kesalahan. Karena takut

    anaknya menjadi sakit hati, sedih, kecewa, nakal, dan memberontak. Didalam pola pengasuhan

    ini orang tua cenderung bersikap sangat melindungi anak dalam kondisi apa pun, meskipun si

    anak sebenarnya didalam kondisi yang salah. Bagi orang tua, anak mereka selalu berada pada

    kondisi yang benar walaupunsebenarnya si anak melakukan kesalahan, sehingga mengakibatkan

    anak tidak disiplin dan melakukan segala sesuatu dengan sesuka hati.

    Orang tua ttidak pernah berfikir bahwa anak yang diperlakukan seperti itu suatu saat

    nanti akan cenderung menjadi implusive (memerlukan dorongan dari orang lain), akan bersifat

    manja, kurang mandiri, egois dan mau menang sendiri, tidak percaya diri, sombong, dan lain-

    lain. Dari segi hubungan dengan dunia luar selain lingkungan keluarga, kebanyakan anak yang

    datang dari latar belakang dengan pola pengasuhan penyabar menjadi anak yang kurang matang

    secara sosial. Mereka tidak mau memikirkan perasaan dan hati orang lain karena hanya menuntut

    pemahaman dan pengertian dari orang lain terhadap diri mereka. Hal yang paling utama, mereka

    Universitas Sumatera Utara

  • 34

    harus menjadi yang pertama dalam segala-segalanya dengan kata lain selalu tidak

    memperdulikan orang lain.

    Walaupun anak yang dididik dengan pola asuh ini kebanyakan akan cenderung menjadi

    implusive (memerlukan dorongan dari orang lain), manja, kurang mandiri, egois, mau menang

    sendiri, kurang percaya diri, sombong, dan masih banyak sisi negative yang timbul akibat pola

    asuh ini, namun pada kenyataannya banyak juga anak yang menjadi agresif, tidak patuh, dan

    menentang kedua orang tuanya. Hal ini dikarenakan orang tua tidak mau menegur, memarahi,

    ketika anak melakukan kesalahan atau tidak disiplin. Biasanya hal sperti mulai kelihatan apabila

    orang tua sudah mulai bertindak tegas, dan membatasi anak.

    b. Pola asuh penelantar

    Anak yang diasuh dengan pola ini adalah anak yang kurang mendapatkan kasih sayang

    dan perhatian dari oaring tuanya. Orang ttua selalu sibuk bekerja, sehingga lupa atas tanggung

    jawabnya sebagai ayah atau ibu yang merupakan sosok yang paling penting dalam

    mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mental, fisik, dan psikologis anak. Orang tua

    banyak menghabiskan waktu hanya untuk kepentingan pribadinya, seperti bekerja, berbincang-

    bincang dengan teman, arisan, belanja, dan lain-lain. Terkdang orang tua yang menganut pola

    asuh ini akan memberikan uang yang bayak kepada anak agar anak tidak merasa kesepian. Anak

    dibiarkan tumbuh dan berkembang dengan cara dan kemampuannya sendiri. Dan terkadang di

    tambah dengan pengalaman-pengalaman yang dilihat dan dirasakan anak dilingkungan

    sekitarnya tanpa mendapat tuntunan dari kedua orang tuanya. Selain itu tidak jarang juga

    ditemukan anak yang diterlantarkan oleh orang tuanya ini mendapatkan pendidikan akademik

    dan pendidikan agama yang menunjang kehidupannya di masa yang akan datang.

    Universitas Sumatera Utara

  • 35

    Terdapat berbagai macam alasan yang menyebabkan orang tua tega menerapkan pola

    asuh penelantar ini. Dan salah satu alasannya adalah anak yang ditolak kehadirannya didalam

    keluarga. Banyak kasus yang terjadi di dalam kehidupan nyata diaman orang tua yang menolak

    kehadiran anaknya tersebut karena anak adopsi, anak tiri, akan dari hasil perselingkuhan, dan

    anak yang kurang sempurna, seperti anak cacat fisik, cacat mental, dan cacat psikis. Anak yang

    tidak mampu uuntuk hidup sendiri dibiarkan terlantar tanpa diperhatikan. Orang tua menganggap

    bahwa memiliki anak dalam kondisi seperti itu malah memberikan kesusahan dan hanya akan

    menambah beban dalam hidup mereka.

    Selain itu, yang menjadi factor pendukung seseorang menjadi orang tua mengasuh

    dengan pola ini yaitu factor kemiskinan. Mereka masih belum mampu untuk melakukan

    pekerjaan lain atau tidak bisa mendapsatkan pekerjaan yang lebih baik karena tidak memiliki

    pendidikan. Pola asuh penelantar merupakan pola asuh yang beresiko paling tinggi menyebabkan

    penyimpakan kepribadian dan perilaku anti social.

    2.2. Difabel dan Tunanetra

    Istilah difabel merupakan pengindonesiaan dari kependekan istilah different abilities

    people (orang dengan kemampuan yang berbeda). Dengan istilah difabel, masyarakat diajak

    untuk merekonstruksi nilai-nilai sebelumnya, yang semula memandang kondisi cacat atau tidak

    normal sebagai kekurangan atau ketidakmampuan menjadi pemahaman terhadap difabel sebagai

    manusia dengan kondisi fisik berbeda yang mampu melakukan aktivitas dengan cara dan

    pencapaian yang berbeda pula.

    Istilah difabel pertama kali dicetuskan oleh beberapa aktivis di Yogyakarta yang salah

    satunya adalah almarhum Dr. Mansour Fakih pada awal tahun 1997 (Ambulangsih, 2007; 45) .

    Istilah ini merupakan salah satu upaya untuk merekontruksi pandangan, pemahaman, dan

    Universitas Sumatera Utara

  • 36

    persepsi masyarakat umum pada nilai-nilai sebelumnya yang memandang seorang difabel adalah

    seseorang yang tidak normal, memiliki kecacatan sebagai sebuah kekurangan dan

    ketidakmampuan. Pemakaian kata difabel dapat dimaksudkan sebagai kata eufemisme, yaitu

    penggunaan kata yang memperhalus kata atau istilah yang digunakan sebelumnya. Tetapi secara

    luas Istilah difabel digunakan sebagai salah satu usaha untuk merubah persepsi dan pemahaman

    masyarakat bahwa setiap manusia diciptakan berbeda dan seorang difabel hanyalah sebagai

    seseorang yang memiliki perbedaan kondisi fisik dan dia mampu melakukan segala aktivitas

    dengan cara dan pencapaian yang berbeda. Pemakaian istilah difabel memiliki nilai lebih

    humanis dan sebagai suatu usaha untuk menghilangkan kekuatan ruang yang memiliki hubungan

    tidak adil/diskriminasi serta mendorong eksistensi dan peran difabel dalam lingkungan mereka

    (Priyadi 2006; 23).

    Dengan pemahaman baru itu masyarakat diharapkan tidak lagi memandang para difabel

    sebagai manusia yang hanya memiliki kekurangan dan ketidakmampuan. Sebaliknya, para

    difabel, sebagaimana layaknya manusia umumnya, juga memiliki potensi dan sikap positif

    terhadap lingkungannya. Difabel terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu tunanetra, tunarungu,

    tunagrahita, tunadaksa, dan lain-lain.

    Tunanetra dari segi etimologi bahasa. tuna artinya rusak netra artinya mata atau

    dapat disimpulkan mata yang rusak. Sehingga tunanetra dapat disimpulkan yakni tidak

    berfungsinya indera penglihatan secara normal. Tunanetra termasuk kedalam bagian dari difabel.

    Karena tunanetra adalah suatu keadaan cacat fisik yang dapat digantikan dengan indera lain,

    seperti indera peraba, dan indera perasa. Berdasarkan Organisasi Badan Kesehatan Dunia WHO

    merillis data bahwa setidaknya ada 40 45 juta penderita kebutaan (cacat netra)gangguan

    penglihatan. Pertahunnya tak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan atau permenitnya

    Universitas Sumatera Utara

  • 37

    terdapat satu pentuduk bumi menjadi buta dan perorang mengalami kebutaan perduabelas menit

    dan ironisnya, lagi-lagi wilayah dan negara miskinlah yang kebanyakan penduduknya

    mengalami kebutaan dan gangguan penglihatan, yaitu sekitar 90%.

    Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Sosial, jumlah penyandang cacat tuna netra

    tahun 2009 adalah sebanyak 3.474.035 orang, Sedangkan dari data Kemenakertrans tahun 2009,

    jumlah tenaga kerja penyandang cacat tunanetra yang bekerja sebanyak 2.137.923 orang.

    (http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=704 (diakses tanggal 6

    April 2011).

    2.2.1. Klasifikasi Tunanetra

    Menurut Depdiknas kelasifikasi tunanetra secara garis besar dibagi lima yaitu:

    A. Berdasarkan tingkat kebutaannya yaitu:

    1. Dikatakan buta total jika sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar.

    Kebutaan total memiliki keterbatasan dalam penglihatan antara lain:

    - Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 meter.

    - Ketajaman penglihatan 20/200 kali yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda

    pada jarak 20 kaki.

    - Bidang penglihatnya tidak lebih luas dari 20 meter.

    2. Dikatakan Low Vision bila masih mampu menerima rangsa cahaya dari luar. Berdasarkan

    definisi World Health Organization (WHO),seseorang dikatakan low vision apabila:

    - Memiliki kelainan fungsi penglihatan meskipun telah dilakukan pengobatan,

    misalnya operasi atau koreksi refleksi standar (kacamata atau lensa).

    Universitas Sumatera Utara

  • 38

    http://bamperxii.com/2008/11/penegertian-tuna-netra.html (diakses tanggal 7 April

    2011 pada pukul 12.10 WIB)

    B. Berdasarkan waktu terjadinya kebutaan:

    1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir yakni yang mereka asma sekali tidak memiliki

    pengalaman penglihatan.

    2. Tunanetra setelah lahir atau pas usia kecil yakni mereka telah memiliki kesan-kesan serta

    pengalaman visual tetapi belum kuat da mudah terlupakan.

    3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja mereka telah memiliki kesan-kesan

    visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap peroses perkembangan

    pribadi.

    4. Tunanetra pada usia dewasa pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran

    mampu melakukan latihan-latiha penyesuaian diri.

    5. Tunanera dalam usia lanjut, sebagian besar sudah sulit untuk mengikuti latihan-latihan

    kecerdasan kinestetik yang berpengaruh terhadap gerak motorik seseorang penyandang

    (http://id.wikipedia.org/wiki/Anaka_berkebutuhan_khusus diakses tanggal 1 April 2011

    pada pukul 11.12 WIB)

    C. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan

    1. Tunanetra ringan (defective vision/low vision);yakni mereka yang memiliki hambatan

    dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti perogram-program

    pendidikan dan pampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang mengunakan fungsi

    penglihatan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 39

    2. Tunanetra setengah berat (partially sighted);yakni mereka yang kehilagan sebagian daya

    penglihat,hanya menggunakan kaca pembesar.mereka mampu mengikuti pendidikan

    biasa atau mampu membaca tulisan yang ercatak tebal.

    3. Tunanetra berat (totally blind);yakni mereka yang sama ssekali tidak dapat melihat.

    D. Berdasarkan pemeriksaan klinis

    1. Tunanera yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki

    bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.

    2. Tunanera yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki

    bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.

    E. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata:

    1. Mayopia : adalah penglihatan jarak dekat, bayak yang tidak tetfokuds dan jatuh di

    belakang retina.penglihata akan terlihat jelas kalau objek didekatka. Untuk membantu

    peroses penglihatan pada penderita mayopi digunakan kacamata koreksi dengan lensa

    negatif.

    2. Hyperopia : adalah penglihatan jarak jauh,banyak yang tidak terfokus da jatuh didepa

    retina. Penglihatan akan terlihat jelas jika objek dijauhkan. Untuk menbantu peroses

    pemulihan pada penderita heyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa posotif.

    3. Astigmatisme : adalah penyimpanan atau peglihatan kabur yang disebabkan karna

    kerusakan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga banyak

    benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina.

    Universitas Sumatera Utara

  • 40

    2.2.2 Faktor Penyebab Tunanetra

    Ada dua faktor penyebab seseorang menderita tunanetra yaitu:

    1. Faktor endogen, ialah faktor dari dalam kandungan atau dapat dikatakan faktor genetic.

    Misalnya perkawinan antar sesama tunanetra, atau memiliki nenek moyang yang

    penyandang tunanetra.

    2. Faktor eksogen atau faktor luar seperti:

    a. Penyakit atau virus rubella yang menjadikan seseorang menjadi sakit campak, yang

    lama kelamaan akan mengganggu saraf penglihatan dan bias menghilangkan fungsi

    penglihatan secara permanen. Ada juga dikarrenakan oleh kuman syphilis, yang

    mengakibatkan kerapuhan pada lensa mata yang mengakibatkan pandangan mata keruh.

    c. Kecelakaan yaitu kecelakaan fisik akibat tabrakan yang berakibatkan langsung

    merusak saraf mata. Ada juga yang diakibatkan oleh radiasi ultra violet atau gas

    beracun yang dapat menybabkan seseorang kehilangan fungsi mata untuk melihat

    Error!Hyperlink reference not valid..com (diakses tanggal 11 april 2011 pada pukul

    10.15)

    Universitas Sumatera Utara

  • 41

    2.3. Defenis Konsep

    Penelitian ini mengenai interaksi sosial pada keluarga pasangan tuna netra ditujukan

    untuk mengetahui bagaimana cara interaksi yang dilakukan keluarga yang kedua orangtuanya

    adalah penyandang cacat tunanetra. Maka agar penelitian ini tetap terfokus dan tidak

    menimbulkan penafsiran ganda, maka digunakan beberapa defenisi konsep sebagai berikut:

    1. Keluarga : Keluarga adalah sekelompok orang yang kedua orangtuanya adalah

    penyandang cacat tunanetra dan memiliki anak yang normal yang terikat oleh tali

    perkawinan.

    2. Anak : Keturunan yang normal dari orang tua yang difabel yang bekerja sebagai

    tukang pijat. Yang berusia 0-30 tahun.

    3. Pola asuh : kegiatan orangtua mengasuh, mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan

    melindungi anak sampai pada masa kedewasaan sesuai dengan norma yang ada didalam

    masyarakat.

    4. Orangtua Difabel : Orangtua adalah penyandang cacat tunanetra yang memiliki

    kerusakan pada indera penglihatan (mata) yang mengakibatkan tidak berfungsi secara

    baik indera penglihatan atau buta.

    5. Panti pijat : Panti pijat adalah tempat yang digunakan oleh penyandang cacat tunanetra

    dalam memberikan pelayanan pijat.

    6. Lingkungan kelurahan Sei sikambing D Medan : adalah lingkungan tempat tinggal

    sekaligus tempat praktek pijat keluarga yang kedua orangtuanya difabel atau penyandang

    cacat tunanetra.

    Universitas Sumatera Utara