perilaku hedonisme di kalangan mahasiswa
TRANSCRIPT
a
PERILAKU HEDONISME DI KALANGAN MAHASISWA
(Studi Deskriptif pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
sosial
DIAJUKAN OLEH :
100901053
JOHAN SIMAMORA
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
i
ABSTRAK
Hedonisme merupakan kesenangan atau (kenikmatan). Mahasiswa pada
saat ini tak bisa lagi secara universal disebut kaum intelektual atau pembawa perubahan. Hedonisme telah merubah banyak sikap, tindakan dan paradigma berpikir kalangan mahasiswa dari yang akademisi menjadi apatis, lebih cenderung menyukai hal-hal duniawi dan kurang mempertimbangkan efek negatifnya terhadap aktifitas perkuliahan. Hedonisme telah merubah status mahasiswa dari akademisi menjadi apatis, menyukai hal-hal duniawi tanpa memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan perkuliahan. Disfungsi perilaku ini tak bisa dilepaskan atas pengaruh dari arus globalisasi sehingga kecenderungan sangat sulit ditahan. Aktivitas perkuliahan seharusnya mampu memberikan kesibukan kepada para mahasiswa sehingga minimnya waktu untuk terjebak terhadap perilaku menyimpang tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis secara kualitatif perilaku dan gaya hidup hedonisme mahasiswa FISIP USU Medan. Metode pengumpulan data penelitian ini adalah menggunakan pedoman wawancara. Unit analisis penelitian meliputi informan kunci dan informan biasa, yang meliputi mahasiwa FISIP USU Medan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan perbandingan studi pustaka untuk mendapatkan kesimpulan penelitian yang akurat sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa menurut pandangan mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, gaya hidup hedonisme tidak menjadi masalah sepanjang tidak menyusahkan orang lain. Berbeda dengan kelompok mahasiswa yang hanya kuliah semata dan belum bekerja, perilaku gaya hidup hedonisme menurut pandangan mereka merupakan gaya hidup yang sudah diwariskan turun temurun dari orangtua. Alasan utama bergaya hidup hedonisme adalah karena sudah kebiasaan sejak kecil. Hal ini tentunya sesuai dengan fasilitas yang dimiliki orang tersebut. Tetapi ada juga mahasiswa yang memberi alasan bergaya hidup hedonisme karena sudah terlanjur terpengaruh teman, takut dinilai ketinggalan zaman dan takut kehilangan teman. Kata kunci : Perilaku sosial, Mahasiswa, Hedonisme
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari
Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini yaitu : “PERILAKU
HEDONISME DI KALANGAN MAHASISWA (Studi Deskriptif Pada
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik Universitas Sumatera
Utara)”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pembacanya.
Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu proses
penyusunan skripsi ini. Secara khusus penulis mempersembahkan skripsi ini
kepada kedua orangtua yang tercinta Ayahanda HINSAR DEBATARAJA, S.Pd
dan Ibunda GANDA SAUR PITA HARIANJA, atas segala doa, dukungan, kasih
sayang dan pengorbanan mereka yang telah mereka berikan kepada penulis
sampai saat ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU.
2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU
dan reader skripsi ini.
iii
3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Dosen Pembimbing dan wali
penulis yang telah membimbing penulis hingga penulisan skripsi ini selesai.
4. Seluruh Dosen Sosiologi dan Staf Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik yang telah memberikan berbagai materi kuliah selama penulis
menjalani perkuliahan.
5. Kak Feni Khairifa selaku Staf Administrasi di Departemen Sosiologi, dan Kak
Nurbaiti selaku Pegawai Pendidikan bagian Departemen Sosiologi, yang
selama ini membantu penulis dalam urusan administrasi di kampus.
6. Kakak tersayang Merlin Yanti Simamora, S.S yang telah memberikan doa,
dukungan,dan semangatnya kepada penulis.
7. Sahabat-sahabat tercinta M. Yamin, Hivo Heradini Lubis, Tri Quari
Handayani, Veby Veny Velecya Pane, Sonya Adelina Hutagalung, Natalia
Sinaga, Warren Stiffo dan Hening Kinasih atas semua dukungan dan bantuan
kalian selama ini, serta kebersamaan kita yang tidak terlupakan. Semoga
persahabatan kita tidak hanya sampai disini.
8. Teman-teman Sosiologi stambuk 2010 yang tidak bisa penulis ucapkan satu
persatu, terima kasih atas dukungan dan kenangan yang telah kita jalani selama
perkuliahan dan semoga hubungan kita semua tetap terus terjalin.
9. Teman-teman alumni SMA Budi Murni 2, Alm. Ontiara Lumban Gaol, Arma
Yanti, Amd, Intan Sitorus, Rezki dan Susan.
10. Semua informan yang telah membantu penulis dan telah bersedia meluangkan
waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam penyelesaian skripsi
ini.
iv
11. Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Atas dukungan berbagai pihak tersebut, penulis ucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi berbagai pihak
yang membutuhkan.
Penulis,
JOHAN SIMAMORA
v
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang ....………….....……………………....................... 1
1.2 Perumusan Masalah ………....................................………….…… 8
1.3 Tujuan Penelitian ....…………………………................................. 9 1.4 Manfaat Penelitian .……...…………………................................... 9 1.5 Definisi Konsep ........……...……………......................................... 10
BAB II : KAJIAN PUSTAKA ................................................................. 12
2.1 Perilaku Sosial Sebagai Suatu Paradigma ..................…..................... 12
2.2 Tatanan Nilai Dalam Masyarakat ...............................................….... 13
2.3 Gaya Hidup Pada Masyarakat Modern .............................................. 17
2.4 Sifat Hedonis Di Kalangan Mahasiswa .............................................. 23
BAB III : METODE PENELITIAN ................…….................................25
3.1 Jenis Penelitian .....………..……………............................................ 25
3.2 Lokasi Penelitian .........……….……….............................................. 25
3.3 Unit Analisis dan Informan ..………………........................... …… 26
3.3.1 Unit Analis………………………………………............... 26
3.3.2 Informan ……………….…………………….................... 26
3.4 Teknik Pengumpulan Data ……………………………............. 27
3.5 Interpretasi Data .………………………………………................. 28
3.6 Jadwal Kegiatan ….......................................................................... 29
3.7 Keterbatasan Penelitian……………………………........................ 30
vi
BAB IV: DESKRIPSI LOKASI DAN PROFIL INFORMAN.….......... 31
4.1 Deskripsi lokasi penelitian ......………………………................. .. 31
4.1.1 Sejarah FISIP USU…………………............................... ... 31
4.1.2 Program Studi .....…………………………….................. .. 40
4.1.3 Visi dan Misi FISIP USU .........................….………......... 42
4.1.4 Tujuan, Tugas dan Fungsi FISIP USU ............................... 42
4.2 Karakteristik Informan .......................………………..................... 43
4.2.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Umur………….....….. 44
4.2.2 Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin….....…. 44
4.2.3 Karakteristik Informan Berdasarkan Suku…………....….... 45
4.2.4 Karakteristik Informan Berdasarkan Agama………………. 46
4.2.5 Karakteristik Informan Berdasarkan Tempat Tinggal…........ 46
4.2.6 Karakteristik Informan Berdasarkan Status Mahasiswa….… 47
4.2.7 Karakteristik Informan Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua….47
4.2.8 Karakteristik Informan Berdasarkan Santunan Biaya……..…48
4.2.9 Karakteristik Informan Berdasarkan Pertemanan………....…48
4.3 Profil Informan Mahasiswa Hedonisme FISIP USU………..….….…49
BAB V: INTERPRETASI DATA ....……………………...........................64
5.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Perilaku Hedonisme di Kalangan Mahasiswa………………..……… 64
5.2 Bentuk-bentuk Gaya Hidup Mahasiswa Hedonisme ...................….. 73
5.2.1 Shopping Addiction (Kecanduan Berbelanja)........................ 73
5.2.2 Trend Membawa Mobil ......................................................... 77
vii
5.3 Akibat Gaya Hidup Hedonisme ........................................................ 79
BAB VI : PENUTUP .............………..……………………………………. 83
6.1 Kesimpulan ………………………………………............................83
6.2 Saran ......………………………………………................................84
DAFTAR PUSTAKA ...……………………………...................................85
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Umur……………….. 44
Tabel 4.2 Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelami……..…. 44
Tabel 4.3 Karakteristik Informan Berdasarkan Suku……………….... 45
Tabel 4.4 Karakteristik Informan Berdasarkan Agama………………. 46
Tabel 4.5 Karakteristik Informan Berdasarkan Tempat Tinggal……... 46
Tabel 4.6 Karakteristik Informan Berdasarkan Status Mahasiswa…… 47
Tabel 4.7 Karakteristik Informan Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua... 47
Tabel 4.8 Karakteristik Informan Berdasarkan Santunan Biaya……… 48
Tabel 4.9 Karakteristik Informan Berdasarkan Pertemanan………..…..48
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mahasiswa Indonesia adalah generasi penerus bangsa yang memiliki masa-
masa kehebatan tersendiri, yang berbeda dengan masa anak-anak dan masa tua
atau lansia. Mahasiswa sebenarnya memiliki peranan yang sangat besar terhadap
bangsa ini. Karena mahasiswa merupakan sosok penerus bangsa dan generasi-
generasi yang membuat bangsa ini akan memiliki perubahan kearah yang lebih
baik. Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh
statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan
calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang
sering kali syarat dengan berbagai predikat. Dari pendapat di atas-atas dijelaskan
bahwa mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena
hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan menjadi calon-calon
intelektual. Tetapi pada saat ini mahasiswa seakan lupa siapa dirinya dan untuk
apa mereka dikuliahkan. Kaum minoritas berintelektual ini sebenarnya merupakan
tulang punggung pembangun bangsa dan negara menuju perubahan yang lebih
baik.
Di dalam sejarah bangsa indonesia, dimana peran utama dalam pergerakan
adalah mahasiswa seperti di saat kemerdekaan Indonesia yang tidak lepas dari
peranan kaum muda dan mahasiswa, peralihan orde lama ke orde baru dan yang
terakhir adalah reformasi 1998 yang meruntuhkan orde baru. Tetapi pemahaman
ini sangat jarang diketahui dan dipahami oleh seorang mahasiswa yang sering
menganggap pola pikir semacam ini sebagai pola pikir yang “Rumit”. Pada saat
2
sekarang ini musuh yang dihadapi adalah seperti hedonisme dan apatisme. Paham-
paham seperti ini semakin tumbuh berkembang dalam diri mahasiswa dimana
para mahasiswa tersebut sedang berjuang atau dalam proses terhadap pencarian
jati dirinya. Bahkan sampai sekarang ini masih ada mahasiswa yang masih
bingung tentang jati dirinya dan kebingungan dalam menentukan arah hidup
selanjutnya. Mahasiswa yang kebingungan tersebutlah mayoritas banyak yang
terjebak dalam golongan hedonisme yang pasti berpusat pada hura-hura dan sifat
kosumtif yang berlebihan. Memenuhi kepuasaan duniawi seakan membudaya.
Menurut Marsuki (artikel website Edukasi Kompas), yang memiliki profesi
sebagai Guru Besar Ilmu Pendidikan Moral Universitas Negeri Semarang,
mahasiswa Indonesia pada dasarnya memiliki wajah yang terlihat dalam realitas
diri dan sosial, diantaranya :
1. Idealis-konfrontatif, sifat ini memperlihatkan mahasiswa yang
cenderung aktif menentang kemapanan, seperti melalui
demonstrasi.
2. Idealis-realistis adalah sifat mahasiswa yang lebih kooperatif dalam
perjuangan menentang kemapanan.
3. Mahasiswa opotunis lebih cenderung mendukung pemerintah yang
tengah berkuasa.
4. Mahasiswa professional yakni mereka yang hanya berorientasi
pada kuliah atau belajar.
5. Mahasiswa rekreatif adalah mereka yang berorientasi pada gaya
hidup glamour dan bersenang-senang.
3
Mahasiswa rekreatif sama dengan mahasiswa hedonis. Yang menjadi aktor
dibalik hedonis itu ialah globalisasi. Ia telah lama datang dalam kehidupan
manusia. Bahkan, dia telah mampu melahirkan suatu ketimpangan tujuan hidup
yang ditunjukkan melalui kebobrokan moral dan sikap serta tingkah laku orang
banyak. Di mana semakin terbukanya akses budaya yang dibangun oleh
kapitalisme, maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap hasrat dan gaya
hidup seseorang, termasuk mahasiswa. Mahasiswa, dengan kondisi jiwa yang
masih sensitif dan masih sibuk untuk mencari-cari jati diri, telah lama menjadi
sasaran empuk yang menjanjikan bagi para elit ekonomi kapitalis. Pada saat
sekarang ini, di mana mahasiswa selalu mengikuti tren pasar, dapat kita lihat
bahwa sejatinya mahasiswa sudah diperbudak dan dijadikan mesin penghasil uang
bagi pasar. Sudah acap kali kita jumpai tempat-tempat hiburan malam seperti
diskotik, cafe, dan kemungkinan tempat-tempat prostitusi. Dari kesenangan serta
keindahan dunia yang ditawarkan tersebut telah melahirkan suatu penyakit baru
pada mahasiswa, yaitu hedonisme.
Hedonisme mempunyai makna sebagai perasaan peduli tidak peduli
terhadap lingkungan sekitar yang ada di luar komunitas mereka. Pencetus paham
hedonisme adalah Filsuf Epicurus (341-270 SM), yang berpendapat bahwa
kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan paling utama dalam hidup. Di
mana ditujukan untuk memenuhi ketenangan batin. Kalau manusia mempunyai
ketenangan batin, maka manusia mencapai tujuan hidupnya. Menurut filsuf
Aristipus of Cyrine (435-366 SM), kesenangan merupakan rasa dari watak yang
lemah lembut dan merupakan tujuan yang sebenarnya dari kehidupan.Kesenangan
tersebut dikendalikan oleh akal, namun melalui usaha “rasionalisasi” keadaan
4
yang didasarkan atas upaya penyesuaian antara keinginan sebagai tujuan dengan
penyesuaian melalui pendekatan moral/etika terhadap nilai-nilai sosial dan
spiritual. Dibandingkan pada zaman dahulu, keadaan saat ini yang serba praktis
dan efisien, bisa membuat mahasiswa menjadi malas dan terlena akan keserba
praktisannya itu (http://id.wikepedia.org/wiki/hedonisme diakses pada tanggal 20
januari 2014 pukul 03.00 WIB).
Sejarah sudah membuktikan bahwa pelajar Indonesia adalah pelajar yang
kritis dan peka terhadap perubahan lingkungan. Tetapi pada Sekarang mahasiswa
agaknya seperti menjauh dari hakikatnya. Mahasiswa lebih suka terhadap tempat-
tempat yang mengarah hura-hura seperti bioskop, mall, yang menyuguhkan
hingar-bingar dunia masa sebagai produk kapitalis. Mahasiswa juga mau tidak
mau harus mengikuti pasar agar tidak dicap kolot dan ketinggalan zaman. Suatu
konsep budaya dimana yang menawarkan hidup indah dari pada kenyataannya,
yang menjauhkan mahasiswa dari sikap idealis yang seharusnya mereka miliki.
Dan pada saat ini mahasiswa telah diperbudak oleh budaya hedonisme. Ditambah
lagi dengan tidak adanya filterisasi yang kuat dan penanaman moral, agama dan
nilai-nilai sosial yang kuat, yang akan semakin mempurukkan mahasiswa jauh
kedalam keindahan yang masih semu.
Beragam jenis yang ada pada diri mahasiwa dan paling unik ialah tipe
mahasiswa hedonis. Mahasiswa hedonis tidak semuanya merupakan mahasiswa
yang memiliki ekonomi yang mapan atau menengah. Ada beberapa yang
merupakan mahasiswa yang pas-pasan ekonominya pun ada yang berupaya untuk
terikut dengan golongan ini. Sedikit terasa ganjil jika melihat seorang mahasiswa
yang memiliki ekonomi yang tidak mapan untuk ikut dalam aktivitas dan kegiatan
5
yang dilakukan oleh mahasiswa hedonis tersebut dan ada juga, istilah lain dalam
kategori mahasiswa hedonis adalah kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang),
kunang-kunang (kuliah nagkring-kuliah nangkring), juga tak sedikit dari mereka
yang menjadi gemar berbelanja. Sebagian mahasiswa yang tidak tergolong dengan
mahasiswa hedonis menganggap mahasiswa tipe hedonis terlanjur dianggap jauh
dari tradisi yang sudah ada di perkuliahan terkadang mahasiswa hedonis kegiatan
kuliah hanyalah sekedar sebuah kegiatan singgahan. Mareka rela meninggalkan
jam kuliah demi mengunjungi mall dan nongkrong untuk beberapa lama
menghabiskan waktu dengan percuma. Tetapi dari beberapa pengamatan saya
sekilas, rata-rata mahasiswa hedonis merupakan sosok yang memiliki kepribadian
yang terbuka. Dan ada beberapa dari mereka yang memiliki hoby otomotif dan
yang lainnya, serta mereka melek teknologi.
Hal-hal yang seperti itulah yang identik dengan mahasiswa sekarang ini.
Sebenarnya dalam mencari kesenangan itu wajar saja asalkan jangan berlebihan.
Batas kelebihan itu dapat dilihat dan diukur dari batas kewajaran yang ada
dimasyarakat. Memang kita sebagai mahasiswa di mana terkadang jenuh atau
merasa hal yang bosan dan rumit dengan hal-hal yang terus dipenuhi dengan
agenda akademik. Tetapi kejenuhan dan kebosanan semacam itu dapat disalurkan
ke dalam hal-hal yang lebih positif dan berguna, seperti misalnya ikut andil dalam
organisasi sebagai ajang bersosialisasi. Di mana organisasi juga dapat membentuk
pola pikir dan pemahaman kita menjadi lebih kritis dan aktif dalam bentuk
menulis, membaca atau berdikusi. Relaksasi atau hiburan seperti pacaran,
berkaroke, nonton di bioskop, jalan-jalan bersama teman, itupun juga perlu untuk
menyegarkan pikiran agar tidak terlalu tertekan dan frustasi dengan aktivitas
6
sehari-hari, hal itupun manusiawi dan wajar karena memang setiap orang butuh
sedikit hiburan tapi tetap kembali ke awal tadi, seorang mahasiswa harus mengerti
di mana batas-batas kewajaran dalam mencari kesenangan hidup duniawi dan
tetap berpegang teguh pada ajaran agama yang dianutnya.
Semua mahasiswa baik dari segala cabang keilmuan seharusnya menyadari
bahwa dia merupakan calon-calon pemimpin bangsa sebagai agent of change di
masyarakat bahkan dunia dan dapat resisten terhadap berbagai macam godaan
hedonisme yang berkembang pada saat ini. Mahasiswa yang sebagian sadar pasti
akan merasakan bahwa bangku kuliah yang dia jalani pada saat ini merupakan
“pendidikan yang nyata”, pendidikan yang penuh dengan warna dan pertarungan
di dalam pembentukan jati diri yang diukur dengan intelektualitas pola berpikir.
Mahasiswa yang baik juga sewajarnya mampu berpikir dan berpandangan secara
rasional-sistematis, tidak hanya dalam tindakan berpikir yang spontan tanpa
memikirkan akibat dan sebab yang akan terjadi nantinya atas tindakan yang
dipilihnya. Di mana contohnya kasus pencurian barang di suatu mall yang pelaku
nya adalah seorang mahasiswa,dimana dibalik itu semua dia ingin mendapatkan
sebuah barang untuk membentuk kepribadian dan bias dilihat oleh banyak orang.
Dimana tindakan yang harus dilakukan mahasiswa pada saat ini? Yang harusnya
berfikir secara kritis dan berintelektual? Yang ada hanya bagaimana mendapatkan
sesuatu hal dengan cara instan. Mahasiswa yang seharusnya up to date dengan
news atau isu-isu nasional saat ini pun terkadang sudah berlawan arah diamana
mareka malah hanya up to date dengan status di Twitter atau Facebook dan
jejaring sosial lainnya. Hal seperti inilah jika dipahami secara berulang kali
memang aneh namun merupakan sebuah realita dan keadaan yang ada saat ini.
7
Mahasiswa pada saat ini tak bisa lagi secara universal disebut kaum
intelektual atau pembawa perubahan. Hedonisme telah merubah banyak di antara
mahasiswa tersebut dari yang akademisi menjadi apatis,menyukai hal-hal duniawi
tanpa memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan perkuliahan. Disfungsi
perilaku ini tak bisa dilepaskan atas pengaruh dari arus globalisasi sehingga
kecenderungan sangat sulit ditahan. Aktivitas perkuliahan seharusnya mampu
memberikan kesibukan kepada para mahasiswa sehingga minimnya waktu untuk
terjebak terhadap perilaku menyimpang tersebut.
Fenomena mahasiswa yang terjadi pada era globalisasi saat ini telah terlihat
bahwa arus globalisasi masuk dengan cepatnya. Tanpa adanya sebuah pemahaman
yang kuat dan penanaman di bidang moral, agama dan nilai-nilai yang
mendukung terhadap pertumbuhan mental yang kuat, kita akan terjerumus di
dalamnya.Era globalisasi saat ini mengancam penerus bangsa seperti mahasiswa
membuat sebuah dilema di dunia akademisi. Mahasiswa banyak yang terlena dan
mengabaikan akan tugas utama yang seharusnya mareka lakukan dan selesaikan,
dan ada juga terpengaruh oleh media massa, dimana mareka sudah terjebak untuk
mengikuti apa yang sedang terbaru dalam perkembangan yang terjadi di bidang
fashion atau gaya hidup lainnya.
Perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi pada masyarakat juga
membawa perubahan pada nilai yang terdapat dalam suatu masyarakat (Elly, 2011
: 139-149). Misalnya, adanya perbedaan penilaian bagi mahasiswa yang memiliki
gaya hidup hedon ataupun yang biasa disebut dengan mahasiswa hedonisme.
Seperti yang sebelumnya telah diuraikan, kehidupan hedonisme di kalangan
mahasiswa mempengaruhi perilaku mereka, bahkan dianggap menyimpang bagi
8
sebagian masyarakat. Oleh karena itu, penulis mengangkat topik mengenai
perilaku hedonisme dikalangan mahasiswa. Hal ini dikarenakan, ketika
praobservasi penulis melihat bahwa gaya hidup pada mahasiswa hedonisme
mempengaruhi tingkah laku mereka dilingkungan perkuliahan ataupun di luar
lingkungan perkuliahan. Selain itu, penulis disuguhi dengan pemandangan
aktivitas dari beberapa mahasiswa yang sedang diskusi di bawah pohon, belajar
diperpustakaan, berkumpul di koridor, bercengkrama di kantin/lobby/kelas, ketika
berada di lokasi perkuliahan FISIP USU.
1.2 Perumusan Masalah
Universitas Sumaterea Utara (USU) adalah salah satu perguruan tinggi negri
ternama di Kota Medan. Kota Medan sendiri merupakan salah satu kota terbesar
di Indonesia. Sebagai salah satu universitas ternama, kita akan disuguhi dengan
lokasi, fasilitas, dan beberapa fakultas yang terdapat di USU. Salah satunya adalah
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Sesuai dengan latar belakang
masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah
dalam penelitian ini, diantaranya :
1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku hedonisme di
kalangan mahasiswa?
2. Bagaimana bentuk-bentuk perilaku hedonisme di kalangan
mahasiswa?
9
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas tujuan penulisan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi gaya hidup mahasiswa hedonisme.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai bentuk-bentuk
perilaku sosial mahasiswa hedonisme dan akibat dari
hedonisme tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan kajian ilmiah
dan memperluas cakrawala pengetahuan terkait kajian perilaku sosial,
kehidupan hedonisme terutama di kalangan mahasiswa serta dampak dari
kehidupan hedonisme, bagi mahasiswa dan akademis umumnya terutama
bagi mahasiswa sosiologi yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
Serta dapat memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi ilmu sosial dan
masyarakat yang melakukan penelitian dengan topik yang sama.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa agar lebih
bisa menghadapi arus globalisasi serta memberikan pandangan dan pengetauan
terhadap mahasiswa agar bisa memilih hal-hal dan tindakan-tindakan yang bisa
mendapatkan prestasi dan akademik yang baik.
10
1.5 Definisi Konsep
Penelitian ini mengangkat topik perilaku sosial di kalangan mahasiswa hedonisme
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).
Agar penelitian ini tetap pada fokus penelitian dan tidak menimbulkan penafsiran
ganda pada kemudian hari maka penelitian ini perlu dibuat defenisi konsep.
Konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian agar
tidak terlalu melebar dan lari dari sasaran utama, untuk menjelaskan maksud dan
konsep-konsep yang terdapat dalam proposal penelitian. Adapun yang digunakan
sesuai dengan konteks penelitian ini antara lain adalah:
1. Perilaku Sosial adalah tingkah laku yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat, di mana pusat perhatian ada diantara hubungan
individu dengan lingkungannya (George, 2003 :71-72).
2. Mahasiswa adalah individu yang terdaftar dalam suatu lembaga
pendidikan formal yakni perguruan tinggi baik negri atau
perguruan tinggi swasta dan turut serta dalam pengambilan peran
dalam masyarakat.
3. Gaya hidup konsumtif adalah pola penggunaan ruang, waktu, dan
objek yang khas kelompok masyarakat tertentu (Hening, 2010 : 23-
24). Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari sekelompok
manusia di dalam masyarakat. Gaya hidup menunjukkan
bagaimana orang mengkordinir kehidupan pribadinya, kehidupan
masyarakat, perilaku di depan umum dan upaya membedakan
statusnya dari orang lain melalui lambang-lambang sosial. Gaya
hidup atau life style dapat diartikan juga sebagai segala sesuatu
11
yang memiliki karakteristik, kekhususan dan tata cara dalam
kehidupan suatu masyarakat tertentu. Karakteristik, kekhususan
dan tata cara yang dimaksudkan dalam hal ini, adalah sifat yang
berada dalam di seseorang, sehingga mempengaruhi tingkah laku
dalam mengonsumsi suatu barang atau jasa secara tidak biasa.
Dengan kata lain, setiap orang memiliki cara tersendiri dalam
mengonsumsi dan mempergunakan suatu barang dan jasa. Gaya
hidup dapat dipahami sebagai sebuah karakteristik seseorang
secara kasat mata, yang menandai sistem nilai, serta sikap terhadap
diri sendiri dan lingkungannya.
4. Hedonisme adalah suatu paham yang berlandaskan azas
kebahagiaan bagi pelaku sosial (individu maupun kelompok),
dengan berusaha menghindari kesedihan dan berupaya untuk
mencapai kebahagiaan yang diinginkan.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Sosial Sebagai Suatu Paradigma
Paradigma perilaku sosial yang berbeda dengan paradigma fakta sosial dan
paradigma defenisi sosial. Menurut Skinner (George, 2003 :69-72), paradigma
definisi sosial dan fakta sosial memiliki sifat sulit untuk dijelaskan secara rasional.
Setiap realita dan fenomena yang terdapat pada kedua paradigma tersebut, tidak
mudah untuk dipecahkan dengan kerasionalan pikiran manusia. Skinner menyebut
persoalan ini dengan istilah “mistik”. Hal ini dikarenakan, paradigma fakta sosial
memiliki struktur sosial dan pranata sosial yang menjadi obyek studi. Ketika
terjadi suatu rangsangan atau stimulus dari luar diri, keberadaan paradigma
defenisi sosial merupakan sebagai penyelidik bagi hal-hal yang terjadi dalam
pemikiran manusia berupa “tanggapan kreatif”. Jadi, bagi Skinner, paradima
perilaku sosial merupakan obyek studi sosiologis yang konkrit-realistis (kelihatan
dan terdapat peluang untuk terjadi pengulangan).
Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada hubungan
antara individu dan lingkungannya yang terdiri atas :
1. Beragam obyek sosial.
2. Beragam obyek non-sosial.
Paradigma ini, memiliki prinsip untuk menguasai hubungan antara individu
dengan obyek sosial dan hubungan antara individu dengan obyek non-sosial.
Dapat ditarik kesimpulan secara singkat, bahwa pada intinya paradigma perilaku
sosial merupakan tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannya
13
dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam
faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku.
Dalam paradigma ini, interaksi adalah media terjadi perubahan tingkah laku
dalam lingkungan aktor,di mana hubungan fungsional terjadi pada proses tersebut.
Hanya saja, pada paradigma ini, sifatnya lebih mekanik, yakni kurang memiliki
kebebasan, dibandingkan dengan paradigma lain, seperti paradigma defenidi
dodial yang lebih dapat menginterpretasikan stimulus yang diterima dan
paradigma fakta sosial lebih kepada norma-norma, nilai-nilai, serta struktur sosial
yang terdapat pada tingkah laku.
2.2 Tatanan Nilai Dalam Masyarakat
Pada hakikatnya, nilai mengarah kepada perilaku dan pertimbangan
seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu salah atau
benar dalam suatu masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Horton
dan Hunt (Elly, 2011 : 119), yakni nilai merupakan gagasan tentang apakah
pengalaman itu berarti atau tidak. Menurut mereka, nilai merupakan bagian
terpenting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah jika harmonis atau
selaras dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat di mana
tindakan tersebut dilakukan. Adapun Huky mengemukakan beberapa ciri nilai
sosial yang selain ada beberapa persamaan tetapi juga terdapat perbedaan, namun
memiliki substansi yang sama, diantaranya :
1. Merupakan konstruksi masyarakat yangterbentuk melalui
interaksi sosial para anggota masyarakat.
14
2. Dapat diteruskan dan diimbaskan dari satu orang ke orang yang
lain atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya melalui
berbagai macam proses sosial seperti kontak sosial,
komunikasi, interaksi, difusi, adaptasi, adopsi, akulturasi dan
asimilasi.
3. Dapat memuaskan manusia dan mengambil bagian dalam usaha
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial. nilai yang demikian
ini adalah nilai yang disetujui, diterima secara sosial dan
menjadi dasar bagi setiap tindakan dan tingkah laku baik secara
pribadi, kelompok maupun masyarakat secara keseluruhan.
4. Merupakan asumsi-asumsi abstrak yang didalamnya terdapat
konsesnsus sosial tentang harga relative dari objek di dalam
kehidupan sosial.
5. Nilai yang dicapai dan dijadikan sebagai pedoman kehidupan
sosial dan dijadikan sebagai milik bersama adalah berasal dari
proses belajar, yaitu melalui sosialisasi semenjak seseorang
dalam fase kanak-kanak hingga fase dewasa.
6. Antara nilai satu dan nilai lainnya terdapat hubungan
keterkaitan dan membentuk pola-poladan sistem sosial.
7. Memiliki nilai yang beragam tergantung pada faktor
kebudayaan yang berlaku di dalam kehidupan kelompok sosial,
sehingga antara kelompok sosial satu dan kehidupan kelompok
sosial lainnya terdapat perbedaan akan tetapi antara nilai sosial
15
yang satu dan nilai sosial lainnya ada kemungkinan proses
difusi, akuturasi dan asimilasi.
8. Selalu memberikan pilihan dari sistem-sistem yang ada, sesuai
dengan tingkatan kepentingannya.
9. Masing-masing nilai dapat memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap orang perorangan dan masyarakat sebagai
keseluruhan.
10. Melibatkan emosi atau perasaan.
11. Dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian dalam
masyarakat baik secara positif maupun secara negatif.
Perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi pada masyarakat juga
membawa perubahan pada nilai yang terdapat dalam suatu masyarakat (Elly, 2011
: 139-149). Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan membawa pengaruh pada
perubahan mekanisme kontrol dan sanksi yang berlaku didalamnya. Walaupun,
nilai-nilai dan norma-norma sosial memilki nilai stabil, dalam arti keberadaannya
akan dipertahankan oleh penganutnya, namun tidak dipungkiri bahwa keberadaan
nilai-nilai dan norma-norma sosial ternyata juga memiliki daya tahan tertentu.
Akan tetapi, tata kesopanan mulai tergeser dengan perilaku yang lebih
liberal yang menggeser keberadaan konsep kesopanan itu sendiri. Tayangan acara
yang didominasi sinetron mutakhir yang acap kali memperlihatkan artis-artis
berpaakaian relative terbuka sedikit banyak menyebabakan batas-batas toleransi
masyarakat terpengaruh ikut longgar. Perubahan nilai mempengaruhi sikapn
masyarakat sendiri dalam menanggapi arus perubahan tersebut, yaitu :
16
1. Masyarakat konservatif adalah masyarakat yang memiliki
keteguhan terhadap pola-pola kelakuan yang ada dan anti
perubahan. Kelompok ini biasanya diwakili oleh kelompok
agamawan, orang-orang tua yang biasanya memiliki sikap
kekecewaan terhadap segaala macam bentuk perubahan.
Mereka selalu merindukan dan ingin mengembalikan keadaan
pada zaman masa lalu.
2. Masyarakat radikal adalah kelompok yang selalu menghendaki
perubahan secara frontal dan biasanya memilki kekecewaan
terhadap keberadaan nilai-nilai dan norma-norma yang
dianggap mandek.
Perubahan sosial yang ditandai oleh adanya perubahan pada lembaga sosial
titik fokus dari perubahan itu adalah perubahan nilai-nilai dan norma-norma. Pada
intinya kehidupan masyarakat tidak terdapat nilai-nilai dan norma-norma sosial,
sebaliknya tidak akan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berdiri tanpa ada
masyarakat pendukungnya. Nilai dan norma sosial merupakan hasil kesepakatan
di dalam kehidupan masyarakat yang antara masyarakat yang satu dan masyarakat
lainnya terdapat karakter sosiokultural yang berbeda-beda. Inilah yang
mengakibatkan timbulnya perbedaan konsep nilai-nilai dan norma sosial yang
berlaku di masing-masing kelompok. Kehidupan masyarakat yang baik adalah
kehidupan masyarakat yang memilki komitmen nilai-nilai dan norma-norma
sebagai patokan untuk menjadi manusia-manusia yang beradab. Konsep tentang
sesuatu yang baik beserta pedoman untuk mencapai konsep tersebut yang
bermoral adalah manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai ideal beserta
17
kepatuhan akan norma-norma sebagai pedoman untuk mencapai kehidupan ideal
tersebut. Oleh karena itu, jika terjadi perubahan, maka yang terpenting adalah arti
dan tujuan dari perubahan itulah yang terpenting. Perubahan yang baik adalah
perubahan yang direncanakan dengan seperangkat tujuan yang jelas, yaitu
pembangunan.
2.3 Gaya Hidup Pada Masyarakat Postmodern
Di era globalisasi saat ini, manusia tidak hanya sekedar sebagai pelaku
ekonomi primer, sekunder dan tersier biasa. Akan tetapi hampir dalam ketiga
kebutuhan utama tersebut, manusia harus mengontrol setiap kegiatan ekonomi
mereka. Namun, tidak jarang kita melihat, bahwa sebagian individu mengonsumsi
secara berlebih dan memiliki barang dan jasa yang berbeda sesuai dengan
kebutuhannya. Manusia tidak bisa lepas sebagai konsumen utama dalam setiap
proses kegiatan ekonomi. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk hidup
yang terus maju dalam pencapaian kebutuhan, untuk kelangsungan hidupnya.
Sebagai konsumen, manusia akan mengalami porubahan sosial, terutama dalam
tingkah laku dalam kehidupannya. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (Tatik,
2008 : 5), hal tersebut merupakan perilaku konsumen, di mana konsumen secara
langsung melakukan tindakan dalam hal mendapatkan, mengkonsumsi dan
menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan
mengikuti tindakan tersebut.
Dari sisi pemenuhan kebutuhan, konsumen memilih jenis kebutuhan yang
disesuaikan dengan gaya hidup mereka. Gaya hidup menunjukkan pada
bagaimana seseorang mengalokasikan pendapatannya, dan memilih produk
18
maupun jasa dan berbagai pilihan lainnya ketika memilih alternative dalam satu
kategori jenis produk yang ada, berdasarkan perspektif ekonomi. sedangkan
melihat dari perspektif pemasaran, tampak jelas bahwa konsumen yang memiliki
gaya hidup yang sama akan mengelompokkan dengan sendrinya ke dalam satu
kelompok berdasarkan apa yang mereka minati untuk menghabiskan waktu
senggang dan bagaimana mereka membelanjakan uangnya. Seiring dengan
perkembangan waktu, gaya hidup terus mengalami perubahan baik di masyarakat
yang masih tradisional sampai kepada masyarakat modern, terutama pada
masyarakat postmodern. Bagi pemilik modal, perubahan gaya hidup merupakan
kesempatan bagi mereka untuk menciptakan inovasi baru seperti produk-produk
dan menyesuaikan produknya sesuai dengan gaya hidup pasar yang dituju (Tatik,
2008 : 73).
Menurut Kamar, istilah postmodernitas menunjuk pada suatu epos, jangka
waktu, zaman atau masa, sosial dan politik yang biasanya terlihat mengiringi era
modern dalam suatu pemahaman sejarah. Postmodernisme sebagai bagian dari era
globalisasi, mengarahkan manusia kepada budaya yang baru. Perkembangan
postmodernisme tidak hanya bengarahkan pada sisi budaya, akan tetapi
intelektual, artistik dan akademik secara spesifik (Mike, 2005 : 87-103).
Postmodernisme menunjuk pada satu produk budaya (dalam seni, arsitektur dan
sebagainya) yang terlihat berbeda dengan produk budaya manusia modern. Jadi,
definisi postmodern meliputi suatu epos sejarah baru, produk budaya baru, serta
tipe teori baru yang menjelaskan dunia sosial (Nanang, 2011: 112). Menurut
Gidden (Mike, 2005 : 69), budaya postmodern dapat dihubungkan dengan
pilihannya dengan strategi menengah yang mencoba untuk melebihi dualitas
19
objektifisme dan relativisme melalui perkembangan ‘ontologi potensial’ sebagai
bagian dari teori strukturasinya.
Bagi Vattimo (Mike, 2005 : 80), menekankan bahwa postmodern tidak
hanya difahami sebagai yang mengartikan suatu perpecahan sejarah yang
menunjuk pada suatu gerakan di atas modernitas. Postmodernime melibatkan
berbagai gagasan mengenai epoch postmetafisik dan epoch postmodern, dengan
penolakkan terhadap ide para modernis tentang perkembangan sejarah, atau titik
pandang yang menyatukan yang dapat dihadapkan pada sejarah. Akibatnya selalu
ada akhir dari sejarah dan baru sekarang inilah kita dapat mengakui dan
menerimanya. Kritik postmodernisme dan penolakkan atas meta-naratif
modernitas yang kesemuanya mencoba untuk memasukkan pengertian tentang
koherensi dan daya meyakinkan dalam sejarah, menjauhkan kita dari
universalisasi menuju kekhususan pengetahuan lokal.
Modernisme merupakan tahap awal yang dilalui sebelum memasuk ibabak
awal postmodern. Hal ini dikemukakan oleh Smart (George, 2007 : 629) ketika
membedakan tiga pendirian pemikiran mengenai postmodern, diantaranya :
1. Pendirian yang ekstrem menyatakan bahwa masyarakat modern
telah terputus dan sama sekali telah digantikan oleh masyarakat
postmodern.
2. Pendirian yang menyatakan bahwa meski telah terjadi
perubahan, postmodernisme muncul dan terus berkembang
bersama dengan modernism.
3. Pendirian Smart sendiri yang lebih memandang modernism dan
postmodern sebagai zaman.
20
Dampak dari modernisasi itu sendiri membawa perubahan terhadap
masyarakat tradisional, ditandai dengan masuknya teknologi dan media massa.
Serta membentuk sistem startifikasi di dalam masyarakat. Pada masyarakat
modern telah terjadinya pergeseran dalam peluang hidup di berbagai strata sosial.
Masyarakat modern mengalami proses diferensiasi dalam kelas sosial. Ketika
sistem stratifikasi sosial terbentuk, maka kita tidak dapat memungkiri bahwa
terbentuk juga gengsi sosial di dalam masyarakat. Gengsi sosial atau prestise
dapat diwujudkan dalam berbagai cara pada masyrakat modern. Gengsi sosial
tidak hanya sekedar dari cara berpakaian atau melalui berbagai atribut yang
melekat di dalam diri seseorang, tetapi juga melalui bahasa yang dipakai dalam
berkomunikasi, tempat rekreasi, tempat belanja, tempat makan, serta merek baju
yang digunakan (Nanang, 2011: 96).
Jameson (Mike, 2005 : 124), secara tepat menyebutkan postmodern sebagai
logika budaya kapitalisme baru dan menganalisis cara-cara di mana perubahan-
perubahan budaya seperti postmodernisme ‘mengekspresikan logika yang lebih
mendalam’ sistem sosial ‘ konsumen baru atau kapitalis multinasional’. Kita tidak
bisa memungkiri, melalui paham kapitalisme, barang-barang semakin banyak
diproduksi dan ditawarkan kepada konsumen dan terbentuk gaya hidup bagi
masyarakat postmodern. Ini dikarenakan, setiap barang yang diproduksi
menawarkan kebahagiaan secara material kepada konsumen serta kemapanan.
Namun, tidak semua masyarakat mampu mengonsumsi semua barang-barang
yang diproduksi oleh kaum kapitalis. Menurut Baudrillard, ini dikarenakan setiap
individu dalam suatu masyarakat mengalami diferensiasi, diskriminasi sosial dan
21
di setiap organisasi struktural akan mendasarkan pada penggunaan dan distribusi
harta kekayaan (Hening, 2010 : 12).
Posmodernitas menurut Baudrillard adalah dunia yang penuh dengan simbol
dan citra. Termasuk dalam konsumsi. Ketika orang mengkonsumsi, maka yang
dikonsumsi sebenarnya bukan nilai barang, namun citra atas barang tersebut. Citra
atas suatu barang yang dimaksudkan dalam hal ini adalah bagaimana barang
tersebut dapat mempengaruhi diri individu atau kelompok ketika
menggunakannya, dengan kata lain membawa status bagi orang yang
memakainya. Dalam pandangan Baudrillard, kapitalisme akhir memanfaatkan
mesin hasrat tersebut untuk terus membelenggu masyarakat dalam jerat
konsumerisme. Praktik-praktik konsumsi selanjutnya menjadi gaya hidup
masyarakat. Konsumsi menjadi cara pandang (baru) masyarakat.
Menurut Baudrillard, masyarakat konsumsi merupakan konsep kunci dalam
pemikirannya untuk menunjukkan gejala konsumerisme yang sangat luar biasa
dan telah menjadi bagian dari gaya hidup manusia modern melalui yang menjadi
objek konsumsi, yakni barang dan jasa. Masyarakat konsumsi menjadi topik
diskusi oleh Baudrillard dengan melihat dampak dari globalisasi yang semakin
meluas di seluruh dunia. Terjadinya globalisasi, dipicu oleh adanya sistem
kapitalisasi di berbagai sektor kehidupan, seperti ekonomi, sosial, politik,
pendidikan dan lain sebagainya. Namun, dalam pembahasan kali ini paham
kapitalisme diangkat berdasarkan sektor ekonomi, yang mempengaruhi pangsa
pasar di dunia (Nanang, 2011 : 130).
Bourdieu menghubungkan konsumsi dengan simbol-simbol sosial dalam
masyarakat. Dalam pandangannya produk konsumsi, merupakan simbol status dan
22
kelas sosial seseorang. Musik klasik misalnya, hanya dinikmati orang-orang
tertentu (biasanya dari kelas atas). Konsumsi dibentuk oleh ide, simbol, selera,
yang kemudian secara tidak langsung maupun tidak menciptakan pembedaan
dalam masyarakat. Bourdieu (Mike, 2005 : 107) menyatakan bahwa pencarian
mereka akan perbedaan melalui gaya hidup, kehidupan yang sesuai dengan mode
dan ekspresif, menjadikan dapat ditemukannya sikap yang khas oleh hampir setiap
orang, demikian juga permainan yang khas serta kekayaan batin yang sebelumnya
merupakan cirri dari kaum intelektual.
Terkait dengan konsumsi yang terbentuk dari kapitalisasi, maka kita
membahas mengenai startifikasi sosial. Startifikasi sosial membahas lapisan yang
terbentuk akibat konstruksi sosial. Di dalam startifikasi sosial, terbentuk
pembagian lapisan atau yang pada umumnya disebut pembagian kelas.
Masyarakat yang berada dalam kelas sosial yang berbeda cenderung mempunyai
sikap dan perilaku yang berbeda, sebaliknya mereka yang berada dalam kelas
sosial yang sama cenderung mempunyai persamaan sikap dan. Di Indonesia, kelas
sosial dibagi menjadi tiga, yakni :
1. Kelas sosial atas, yang terdiri dari :
a. Atas atas
b. Atas menengah
c. Atas bawah
2. Kelas menengah, yang terdiri dari :
a. Kelas menengah
b. Kelas pekerja
3. Kelas bawah, yang terdiri dari :
23
a. Kelas bawah
b. Kelas bawah bawah
Pembagian ini menggambarkan bahwa kelas sosial memiliki sifat yang
berjenjang, ada yang paling rendah, mengah dan tinggi. Kelas sosial bawah
dikelompokkan lagi berdasarkan tingkat kemiskinananya yang
pengelompokkannya didasarkan pada kebijakkan pemerintah untuk meningkatkan
kualitas hidup kelas sosial kelompok ini.
Namun, setiap individu ataupun kelompok dapat mengalami perubahan
posisi kelas. Hal ini menyatakan bahwa kelas sosial bersifat dinamis. Di mana
dalam segi ekonomi, konsumen dapat berubah menjadi lebih tinggi (naik) atau
lebih rendah (turun), yang disesuaikan dengan pola konsumsi dan gaya hidup
(Tatik, 2008 : 262-265). Lapisan kelas juga terjadi di kalangan mahasiswa.
Namun, dalam penelitian ini, lapisan kelas sosial yang terdapat dikalangan
mahasiswa dilihat dari segi gaya hidup dan pergaulan mereka. Sisi kehidupan
mereka yang dilihat dari segi keuangan mahasiswa yang menjadi dasar posisi
kelas yang ditempati.
2.4 Sifat Hedonisme di Kalangan Mahasiswa
Hedonisme merupakan kesenangan atau (kenikmatan) adalah tujuan akhir
hidup dan yang baik yang tertinggi. Namun, kaum hedonis memiliki kata
kesenangan menjadi kebahagiaan. bahwasanya kesenangan dan kesedihan itu
adalah satu-satunya motif yang memerintah manusia, dan beliau mengatakan juga
bahwa kesenangan dan kesedihan seseorang adalah tergantung kepada
kebahagiaan dan kemakmuran pada umumnya dari seluruh masyarakat. Menurut
24
Hirschman dan Holbrook (jurnal Kusumahati) manfaat hedonis adalah manfaat-
manfaat yang noninstrumental, memberikan pengalaman, emosi dan perasaan.
Sedangkan menurut Engel, kebutuhan manfaat hedonis meliputi tanggapan
subyektif, kesenangan, angan-angan,dan pertimbangan estetis. Sedangkan
menurut Babin, suatu manfaat dapat digolongkan kepada manfaat hedonis ketika
manfaat tersebut memberikan rangsangan intrisik, kesenangan, penghargaan diri.
Sifat hedonisme pada mahasiswa dapat terbentuk dari interaksi dengan
lingkungan baik yang memiliki gaya hedonisme maupun gaya hidup biasa,
diantaranya :
1. Hidup mahasiswa hedonisme lebih cenderung untuk memilih
bersenang-senang.
2. Lebih memprioritaskan kesenangan duniawi dibandingkan
dengan intelektual.
3. Hidup berfoya-foya yang dilandasi dengan gaya hidup mereka,
bahkan terkadang tidak mempertimbangkan keuangan, seperti
nongkrong di cafe, kehidupan gemerlap malam (clubbing),
shopping, menggunakan gadget, termasuk dalam jaringan
komunitas sosial, dan lain sebagainya.
4. Pada umumnya mahasiswa hedonisme mengikuti
perkembangan dari globalisasi, seperti fashion dan teknologi.
Istilah lain yang sering digunakan adalah up date, untuk saat
ini.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
dengan metode studi kasus. Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai
pendekatan yang menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang di dapat dari
apa yang diamati. Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan
peristiwa hubungan antar pribadi,
menggambarkan subbudaya dan menemukan fenomena kunci (Robert K, 2003 :
5). Pendekatan deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan
tentang apa yang diteliti dan berusaha mendapatkan data sebanyak mungkin
sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang
menjadi pokok permasalahan dalam penelitian. Dengan demikian peneliti akan
memperoleh data atau informasi lebih mendalam mengenai fenomena mahasiswa
hedonisme.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kampus FISIP USU, jalan Dr. Sofyan Medan.
Alasan peneliti memilih judul ini adalah :
1. Peneliti cukup mengetahui suasana atau kondisi yang ada di kampus FISIP
USU dikarenakan peneliti adalah salah satu mahasiswa FISIP USU yang
masih aktif, sehingga memuddahkan si peneliti dalam mengambil data
26
kerana kemudahan mengambil data adalah hal yang terpenting dan
signifikan dalam sebuah penelitian.
2. Peneliti melihat bahwa beberapa mahasiswa yang berada di kampus FISIP
USU sudah menjadi bagian atau tergolong sebagai mahasiswa hedonisme.
3.3 Unit Analisis dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan yang diteliti. Dalam penelitian biasanya yang
menjadi unit analisisnya bisa berupa individu, kelompok yang kemudian disebut
sebagai informan atau responden (Hamidi, 2010 : 59). Dalam penelitian ini yang
menjadi unit analisisnya adalah mahasiswa FISIP USU yang masih aktif
perkuliahan yang termasuk dalam kategori mahasiswa hedonisme.
3.3.2 Informan
Informan merupakan subjek yang memahami informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin,
2007 : 76). Dalam penelitian ini, penentuan informan dilakukan secara purposive
sampling, yakni :
1. Mahasiswa masih aktif perkuliahan di FISIP USU.
2. Mahasiswa FISIP USU yang memiliki kendaraan roda dua atau roda
empat.
3. Mahasiswa FISIP USU yang memiliki gadget.
4. Mahasiswa FISIP USU yang mengikuti tren fesyen.
27
5. Mahasiswa FISIP USU yang sering melakukan pembicaraan seputar
pergaulan mahasiswa dan perkembangan zaman.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber data
yaitu :
1. Data primer yaitu informasi yang diperoleh dari informan penelitian di
lokasi penelitian. Untuk mendapatkan data primer dapat dilakukan dengan:
a. Observasi yaitu pengamatan oleh peneliti baik secara langsung ataupun
secara tidak langsung. Namun, dalam penelitian ini metode observasi yang
digunakan peneliti adalah metode observasi partisipan. Metode observasi
partisipan hampir sama dengan observasi langsung di mana, melalui
pengamatan gejala-gejala yang tampak pada obyek penelitian pada saat
peristiwa sedang berlangsung(Nawawi, 2006: 67). Metode observasi
langsung ini digunakan jika informan tidak dapat menjelaskan mengenai
tindakan yang ia lakukan atau karena ia tidak ingin menjelaskan mengenai
tindakannya. Oleh karena itu, data dari metode observasi langsung
diharapkan dapat menjadi penunjang data dari metode wawancara. Data
yang diperoleh dari observasi ini adalah untuk melihat kondisi geografis
lokasi penelitian.
b. Wawancara mendalam adalah sebuah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancari,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Bungin,2005 :
28
126). Pada penelitian ini, wawancara dilakukan apabila ada beberapa hal
yang membutuhkan penjelasan sumber data secara khusus. Hal ini
dilakukan untuk menggali informasi mengenai permasalahan penelitian
lebih mendalam. Wawancara dilakukan dengan memberikan pertanyaan
kepada informan secara spesifik dengan panduan interview guide.
Wawancara dengan interview guide dilakukan denganmelakukan tanya
jawab oleh peneliti dengan informan mengikuti pedoman pertanyaan yang
telah dipersiapkan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan (Nawawi,
2006:101). Data yang diperoleh dari wawancara mendalam yaitu berupa
pengetahuan informan mengenai gaya hidup perempuan karir serta
pengaruhnya dalam pemilihan persalinan.
2. Data sekunder yaitu data yang berkaitan dengan objek penelitian namun
bukan dari penelitian di lapangan. Data sekunder dalam penelitian ini
dapat diperoleh dari studi kepustakaan yakni dengan mencari data dari
artikel, surat kabar, tabloid, buku, internet, buku ataupun sumber lainnya
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
3.5 Interpretasi Data
Dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat mengumpulkan banyak data baik dari
hasil wawancara, observasi, angket maupun dari dokumentasi. Data tersebut
semua umumnya masih dalam bentuk catatan lapangan, oleh karena itu perlu
diseleksi dan dibuat kategori-kategori. Data yang telah diperoleh dari studi
kepustakaan juga terlebih dahulu dievaluasi untuk memastikan keterkaitannya
dengan permasalahan penelitian. Setelah itu data dikelompokkan menjadi satuan
29
yang dapat dikelola, kemudian dilakukan interpretasi data mengacu pada tinjauan
pustaka. Sedangkan hasil observasi dinarasikan sebagai pelengkap data penelitian.
Akhir dari semua proses ini adalah penggambaran atau penuturan dalam bentuk
kalimat-kalimat tentang apa yang telah diteliti sebagai dasar dalam pengambilan
kesimpulan-kesimpulan.
3.6 Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Bulan Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Pra Obsevasi 2. ACC Judul V 3. Penyusunan
Proposal Penelitian
V V
4. Seminar Proposal Penelitian
V
5. Revisi Proposan Penelitian
V
6 Penyerahan Hasil Seminar Proposal
V
7 Operasional Penelitian
V
8 Bimbingan V V V V 9 Penulisan
Laporan Akhir V
10 Sidang Meja hijau
V
3.7 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman
yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan penelitian ilmiah. Selain itu terkait
dengan instrumen wawancara mendalam. Kendala lain adalah keterbatasan waktu
saat melakukan wawancara dengan informan, karena informan sarat kesibukan
30
masing-masing. Karena informan yang diteliti adalah sebagain besar sudah
bekerja, yang kesibukannya kadang pagi sampai malam, seperti itu juga pelajar
yang diwawancari selain belajar mereka juga bekerja membantu pekerjaan rumah
mereka. Selain itu keterbatasan waktu karena wawancara dapat dilakukan pada
saat ada kegiatan dari para pemuda-pemudinya. Dan yang menjadi masalah lain
adalah banyak anggota yang dulunya aktif, sekarang sudah meninggalkan
lingkungan karena faktor pekerjaan dan menikah.
Terlepas dari permasalahan dengan teknis penelitian dan kendala di
lapangan peneliti menyadari keterbatasan peneliti mengenai metode menyebabkan
lambatnya proses penelitian yang dilakukan, dan masih terdapat keterbatasan
dalam hal kemampuan pengalaman melakukan penelitian ilmiah serta referensi
buku atau jurnal mengenai sosiologi lingkungan yang sedikit dikuasai oleh
peneliti. Walaupun demikian peneliti berusaha melakukan semaksimal mungkin
agar data dan tujuan yang ingin dicapai.
31
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI DAN PROFIL INFORMAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) merupakan fakultas ke
sembilan di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU). Prakarsa pendirian
FISIP USU berasal dari beberapa dosen dalam bidang Ilmu Sosial, Administrasi
dan Manajemen yang berada di Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum pada tahun
1979. Prakarsa pendirian FISIP USU berasal dari beberapa dosen dalam bidang
Ilmu Sosial, Administrasi, dan Manajemen yang berada di Fakultas Ekonomi, dan
Fakultas Hukum pada tahun 1979. Persiapan proposal pendirian dilakukan oleh
Drs. M. Adham Nasution, Asma Affan MPA, Dr. AP. Parlindungan, S.H, M.Solly
Lubis, S.H dan beberapa dosen lainnya. Berdasarkan proposal tersebut Rektor
USU Dr. AP Parlindungan, S.H memperjuangkan agar di USU didirikan FISIP.
Pada tahun 1980 mulanya FISIP USU merupakan Jurusan Ilmu Pengetahuan
Masyarakat di Fakultas Hukum USU. Para pendiri FISIP ini sepakat untuk
mengangkat Drs. M. Adham Nasution sebagai Ketua Jurusan dan ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Rektor USU Nomor 1181/PT05/C.80 tertanggal 1
Juli 1980. Jurusan Ilmu Pengetahuan Masyarakat ini pertama kali menerima
mahasiswa melalui ujian SIPENMARU pada tahun ajaran 1980/1981 dengan
jumlah mahasiswa sebanyak 75 orang. Kegiatan perkuliahan pertama kali dimulai
tanggal 18 Agustus 1980 yang pembukaannya diresmikan oleh Rektor USU Prof.
Dr. AP Parlindungan,SH di gedung perkuliahan Fakultas Kedokteran Gigi USU,
32
dan perkuliahan selanjutnya dilaksanakan sore hari di gedung tersebut. Walaupun
Jurusan Ilmu Pengetahuan Masyarakat merupakan salah satu jurusan di Fakultas
Hukum USU, namun kegiatan perkuliahan dan kegiatan administrasi jurusan tidak
dilaksanakan di Fakultas Hukum USU.
Kegiatan administrasi dilaksanakan di salah satu ruangan BAAK USU yang
sekarang merupakan gedung Fakultas Sastra USU. Selanjutnya pada tanggal 7
April 1983 kegiatan administrasi jurusan dipindahkan ke gedung Biro Rektor
yang sekarang merupakan gedung Pusat Komputer. Jurusan Ilmu Pengetahuan
Masyarakat merupakan ‘embrio’ (cikal bakal) berdirinya FISIP USU. Berkat
perjuangan dan usaha, yang dilakukan pendiri FISIP USU, maka dua tahun
kemudian tahun 1982, keluarlah Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia
nomor 36 tahun 1982 tanggal 7 September 1982. Dalam Surat Keputusan tersebut
dicantumkan Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Sumatera Utara yang
merupakan fakultas ke- 9 di USU. Semua mahasiswa yang terdaftar pada Jurusan
Ilmu Pengetahuan Masyarakat tersebut menjadi mahasiswa FISIP USU.
Pada tahun ajaran pertama ini para pendiri FISIP ini sepakat untuk
mengusulkan Drs. M. Adham Nasution sebagai Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan
Masyarakat. Melalui utusan tersebut diangkatlah Saudara Drs. M. Adham
Nasution menjadi Ketua Jurusan. Pada tahun 1982, terbitlah Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1982, tanggal 7 September 1982
Tentang Susunan Organisasi Universitas Sumatera Utara, dimana dalam surat
keputusan tersebut dicantumkan bahwa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara merupakan Fakultas ke sembilan atau Fakultas yang
terakhir di USU.Sehubungan dengan itu maka Jurusan Ilmu Pengetahuan
33
Masyarakat yang berada di bawah Fakultas Hukum USU berubah statusnya
menjadi Fakultas. Semua mahasiswa yang terdaftar pada jurusan tersebut otomatis
menjadi mahasiswa FISIP USU. Pada waktu itu mahasiswa yang kuliah di FISIP
USU belum dibagi ke dalam jurusan-jurusan, karena ketentuan jurusan yang akan
dibuka di FISIP USU belum ada. Saat ini FISIP USU berada di Jl. Dr. A. Sofian
No. 1 Kampus USU. Bersebelahan dengan Fakultas Ekonomi, dan berseberangan
dengan Fakultas Pertanian USU. Setelah Jurusan Ilmu Pengetahuan Masyarakat
Fakultas Hukum USU ditetapkan menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara, maka secara otomatis pula Drs. M. Adham Nasution
sebagai Ketua Jurusan sudah habis masa jabatannya dan pada FISIP USU yang
baru berdiri belum mempunyai Dekan.
Dalam rangka pengembangan FISIP USU tersebut, maka dibentuklah satu
panitia persiapan pemilihan Dekan FISIP USU dengan Surat Keputusan Rektor
USU Nomor 573/PT05/C.82 tertanggal 19 Oktober 1982. tujuan dari pembetukan
panitia tersebut adalah untuk memilih Dekan yang akan memimpin FISIP USU.
Dalam rapat tersebut dengan suara bulat menyetujui Drs. M. Adham Nasution
sebagai Pejabat Sementara Dekan FISIP USU.
Kemudian pada tanggal 1 Maret 1983 terbitlah Surat Keputusan Rektor
tentang Pengangkatan saudara Drs. M. Adham Nasution sebagai pPejabat
Sementara Dekan FISIP USU dengan Nomor 64/PT05/SK/C.83. sedangkan
Pejabat Sementara Para Pembantu Dekan yang diangkat sebagai pejabatnya
adalah :
1. Pembantu Dekan I : T. Daoed Ahmad, S.H.
2. Pembantu Dekan II : Drs. Haniful Chair Nasution
34
3. Pembantu Dekan III : Dra. Nurlela Ketaren
Pada Tahun Akademi 1982/1983 jumlah mahasiswa yang diterima pada
FISIP USU adalah sebanyak 73 orang. Pada tanggal 7 April 1983 kegiatan
administarsi FISIP USU dipindahkan ke Gedung Biro Rektor USU Lantai I, yang
sekarang merupakan Gedung Pusat Komputer yang terletak di Jalan Universitas
Kampus USU. Pada bulan Oktober 1983 FISIP USU yang untuk pertama kalinya
melantik sebanyak 24 orang sarjana muda dari mahasiswa angkatan 1980/1981.
Sedangkan pelantikannya diadakan di Gelanggang Mahasiswa Jalan Universitas
Kampus USU Medan.
Sesuai dengan perkembangannya sebagai suatu fakultas, FISIP USU
mengusulkan agar dapat membuka beberapa jurusan. Pada tahun 1983
berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 0535/0/83 tentang jenis dan jumlah Fakultas di lingkungan USU,
disebutkan bahwa FISIP USU terdiri dari lima jurusan yaitu:
1. Jurusan Ilmu Administrasi Negara
2. Jurusan Ilmu Komunikasi
3. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial
4. Jurusan Sosiologi
5. Jurusan Antropologi
Namun demikian, pembukaan kelima jurusan tersebut dilakukan secara
bertahap hal ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara. Mengingat juga terbatasnya jumlah tenaga pengajar
(dosen) yang ada, dan terbatasnya disiplin ilmu yang dimiliki dosen pada masing-
35
masing jurusan, maka jurusan yang pertama dibuka adalah Jurusan Ilmu
Administrasi dan Ilmu Komunikasi. Bagi mahasiswa angkatan 1980/1981 yang
sebelumnya tidak memiliki jurusan sampai semester VI, maka pada semester VII
mereka diwajibkan untuk memilih salah satu dari dua jurusan yang ada.
Berdasarkan kedua jurusan yang telah dibuka pada FISIP USU, maka melalui
SIPENMARU, FISIP USU menambah jumlah penerimaan mahasiswa. Adapun
jumlah mahasiwa yang diterima pada Tahun Akademik 1983/1984 yaitu
sebanya 74 orang. Setelah tiga tahun berdiri yaitu pada tahun 1983 Drs M. Adham
Nasution yang sebelumnya adalah sebagai Pejabat Sementara Dekan, diangkat
menjadi Dekan FISIP USU yang pertama berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 77121/C.I/83 dengan
masa periode 1983-1986. Pada periode ini Dekan sebagai pimpinan fakultas
menunjuk para pembantunya yaitu sebagai berikut :
1. Pembantu Dekan I : Dra. Arnita Zainuddin
2. Pembantu Dekan II : Drs. Haniful Chair Nasution
3. Pembantu Dekan III : Drs. Arifin Siregar
Pada tahun 1983 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
4/K. Tahun 1982 Drs. M. Adham Nasution diangkat sebagai Guru Besar pertama
pada FISIP USU. Melalui Proyek Pengembangan Pendidikan Tinggi (P3T) di
USU, maka pada tahun 1984 gedung FISIP USU telah selesai dibangun di Jalan
Dr. A. Sofyan No. 1 Kampus USU. Dengan selesainya gedung baru tersebut,
maka pada tanggal 18 Agustus 1984 baik itu kegiatan perkuliahan maupun
kegiatan administrasi yang menunjang pendidikan dan pengajaran dipindahkan ke
gedung baru tersebut. Pada Tahun Akademik 1984/1985 mahasiswa yang diterima
36
melalui SIPENMARU berjumlah 71 orang pada dua jurusan yaitu Jurusan Ilmu
Administrasi dan Jurusan Ilmu Komunikasi.
Pada bulan Februari tahun 1985 FISIP USU berhasil mecetak alumni pertamanya
sebanyak 10 orang terdiri dari 3 orang Jurusan Ilmu Komunikasi atas nama
Suwardi Lubis, Mukti Sitompul, dan Ahmad Daud Siregar. Sedangkan 7 orang
dari Jurusan Ilmu Administrasi yaitu atas nama Zakaria, Marlon Sihombing,
Ridwan Rangkuti, Rasyudin Ginting, Tunggul Sihombing, Henry Lubis, dan
Panca Ria Sembiring. Pelantikan terhadap kesepuluh orang ini diadakan pada 8
Maret1985 di Gedung Perkuliahan FISIP USU. Jumlah keseluruhan alumni yang
dihasilkan FISIP USU pada tahun 1985 adalah sebanyak 36 orang terdiri dari 25
orang Jurusan Ilmu Administrasi dan 11 orang Jurusan Ilmu Komunikasi. Pada
Tahun Akademik 1985/1986, karena kedua jurusan tersebut dianggap sudah
mapan, maka pada tahun akademik ini dibuka pula Jurusan Ilmu Kesejahteraan
Sosial. Pada Tahun Akademik 1985/1986 FISIP USU melakukan kerjasama
dengan Departemen Dalam Negeri yaitu dalam rangka pendidikan lanjutan bagi
pegawai Depdagri yang memiliki Ijazah Sarjana Muda sebagai mahasiswa Tugas
Belajar untuk mengikuti perkuliahan pada jenjang strata-I atau Sarjana.
Pada tahun pertama FISIP USU menerima mahasiswa Tugas Belajar sebanyak 26
orang. Kemudian pada Tahun Akademik 1986/1987 FISIP USU menambah lagi
dua jurusan yaitu Jurusan Sosiologi dan Jurusan Antropologi. Mahasiswa Jurusan
Antropologi yang diterima adalah mahasiswa pindahan dari Fakultas Sastra USU
berdasarkan Surat Keputusan Rektor USU Nomor 163/PTO5/SK/Q.86 tanggal 14
Mei 1986. Dalam perpindahan ini semua kegiatan administrasi dan
kemahasiswaan yang terdaftar di Jurusan Antropologi pada Fakultas Sastra USU
37
dipindahkan ke FISIP USU, kecuali mahasiswa yang sedang menyelesaikan
skripsi dan mengikuti perkuliahan pada semester VIII, mereka tetap mengikuti
perkuliahan di Fakultas Sastra USU sampai selesai pendidikannya.
Pada Tahun Akademik 1986/1987jumlah mahasiswa yang diterima di FISIP USU
sebanyak 375 orang terdiri dari 333 orang mahasiswa Reguler dan 42 orang
mahasiswa Tugas Belajar. Setelah menjalani periode pertama yaitu tahun 1983-
1986 sebagai Dekan FISIP USU, maka pada tahun 1986 tersebut Prof. M. Adham
Nasution diusulkan kembali menjadi Dekan FISIP USU. Selanjutnya melalui
Surat Keputusan Mendikbud Nomor 79511/A.2/C/1986, tanggal 23 Oktober 1986
mengangkat kembali Prof. M. Adham Nasution sebagai Dekan FISIP USU untuk
kedua kalinya yaitu periode 1986-1989. Pada periode ini Dekan sebagai pimpinan
Fakultas menunjuk para pembantunya yaitu sebagai berikut:
Pembantu Dekan I : Nurhaina Burhan, S.H
Pembantu Dekan II : Drs. Armyn Sipahutar
Pembantu Dekan III : Dra. Irmawati Soeprapto
Pada Tahun Akademi 1987/1988 FISIP USU telah memiliki lima jurusan yaitu
llmu Administrasi, Ilmu Komunikasi, Ilmu Kesejahteraan Sosial, Sosiologi, dan
Antropologi. Jumlah mahasiswa yang diterima pada Tahun Akademik 1987/1988
adalah sebanyak 205 orang. Terdiri dari 161 orang mahasiswa Reguler dan 44
orang mahasiswa Belajar.
Pada tahun 1987 jumlah alumni yang dihasilkan FISIP USU sebanyak 91 orang
terdiri dari 51 orang Jurusan Ilmu Admnistrasi, 15 orang Jurusan Ilmu
Komunikasi, dan 25 orang Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Pada Tahun
akademik 1988/1989 FISIP USU menerima mahasiswa sebanyak 241 orang yang
38
terdiri dari 197 orang mahasiswa Reguler dan 44 orang mahasiswa Belajar.
Jumlah alumni yang dihasilkan FISIP USU pada tahun 1988 adalah sebanyak 125
orang. Pada Tahun Akademik 1989/1990 FISIP USU menerima mahasiswa
sebanyak 207 orang yang kesemuanya adalah mahasiswa Reguler.
Jumlah alumni FISIP USU pada tahun 1989 adalah 141 orang. Pada tahun 1990,
masa periode jabatan Dekan untuk yang kedua kalinya sudah berakhir. Hal ini
sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa jabatan Dekan hanya maksimal
selama 2 periode. Pada proses pemilihan Dekan selanjutnya, FISIP USU melalui
senat melakukannya secara voting. Dari hasil voting tersebut, yang terpilih
menjadi Dekan adalah Dr. Asma Affan, MPA, yang selanjutnya untuk diusulkan
ke Mendikbud atas rekomendasi Rektor. Berdasarkan Surat Keputusan
Mendikbud Nomor 20208/A2.I.2/C/1990, tanggal 14 Maret 1990 diangkatlah
saudara Dr. Asma Affan, MPA sebagai Dekan FISIP USU masa periode 1990-
1993. pada periode ini Dekan sebagai pimpinan Fakultas menunjuk para
pembantunya yaitu sebagai berikut :
Pembantu Dekan I : Drs. Rahim Siregar, M.A
Pembantu Dekan II : Dra. Arnita Zainuddin
Pembantu Dekan III : Drs. Siswo Suroso
Pada Tahun Akademik1990/1991 jumlah mahasiswa yang diterima di FISIP USU
adalah sebanyak 233 orang. Jumlah alumni yang dihasilkan FISIP USU tahun
1990 adalah sebanyak 135 orang.
Pada Tahun Akademik 1991/1992 jumlah mahasiswa yang diterima di FISIP USU
sebanyak 237 orang. Pada tahun 1991 jumlah alumni yang dihasilkan FISIP USU
sebanyak 108 orang. Berdasarkan Surat Keputusan Mendikbud Nomor
39
520931/A2.I2/C/1993 tanggal 20 Agustus 1993, maka Drs. Amru Nasution
diangkat sebagai Dekan FISIP USU untuk masa periode 1993-1996. Pada periode
ini Dekan sebagai pimpinan Fakultas menunjuk para pembantunya sebagai berikut
:
Pembantu Dekan I : Dra. Nurwida Nuru
Pembantu Dekan II : Dra. Irmawati Soeprapto
Pemabntu Dekan III : Drs. Sakhyan Asmara
Setelah 3 tahun masa jabatan Dekan FISIP USU, maka tahun 1996 dibentuklah
Panitia Pemilihan Calon Dekan yang baru. Dari hasil rapat Senat yang
dilaksanakan ternyata Drs. Amru Nasution diusulkan kembali sebagai calon
tunggal masa periode 1996-1999. Berdasarkan Surat Keputusan Mendikbud
Nomor Universitas Sumatera Utara51141/A2.I2/KP/1996 tanggal 23 September
1996 Drs. Amru Nasution diangkkat kembali sebagai Dekan FISIP USU, dengan
menunjuk para pembantunya:
Pembantu Dekan I : Dra. Nurwida Nuru
Pembantu Dekan II : Drs. Subilhar, MA
Pembantu Dekan III : Drs. Sakhyan Asmara
Pada tahun 1999 masa jabatan Dekan FISIP USU tlah berakhir. Drs. Amru
Nasution sebagai Dekan tidak dapat lagi mencalonkan diri untuk ketiga kalinya.
Melalui Rapat Senat FISIP USU, ternyata yang terpilih sebagai Dekan FISIP USU
adalah Drs. Subilhar, MA yang selanjutnya diusulkan ke Mendikbud atas
rekomendasi Rektor. Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Nomor
1998/JO5/KP/1999 tanggal 9 Desember, Drs. Subilhar, MA diangkat sebagai
Dekan FISIP USU masa periode 1999-2003. Dalam perkembangan selanjutnya
40
pada tahun 2001/2002 FISIP USU mengusulkan kembali agar menambah jurusan
yang baru yaitu Jurusan Ilmu Politik Berdasarkan Surat Izin Direktur Jendral
Pendidikan Tinggi Nomor 2809/D/T/2001 tanggal 30 agustus 2001 dibukalah
jurusan tersebut. Melalui rapat senat tanggal 25 April 2001 FISIP USU kembali
mengusulkan ke Rektor USU agar FISIP USU membuka program baru yaitu
Program Extension yang berada di bawah naungan masing-masing jurusan yang
ada di FISIP USU.
Struktur Pimpinan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara yang terbaru, adalah :
Dekan : Prof.Dr.Badaruddin, M.Si
Pembantu Dekan I : Drs.Zakaria, MSP
Pembantu Dekan II : Dra. Rosmiani, MA
Pembantu Dekan III : Drs. Edward, MSP
Yang periode sebelumnya dipimpin oleh:
Dekan : Prof.Dr.M.Arif Nasution, MA
Pembantu Dekan I : Drs. Humezi, MA
Pembantu Dekan II : Drs. Mukti Sitompul, M.Si
Pembantu Dekan III : Drs. Burhanuddin Harahap, M.Si
4.1.2 Program Studi
Pada tahun 1983 dengan surat Keputusan Menteri Pendidikan dna
Kebudayaan RI Nomor 0535/0/83 tentang Jenis dan Jumlah pada Fakultas -
Fakultas di lingkungan Universitas Sumatera Utara, disebutkan bahwa FISIP USU
mempunyai 5 (lima) jurusan dengan urutan sebagai berikut :
41
1. Jurusan Ilmu Administrasi Negara
2. Jurusan Ilmu Komunikasi
3. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial
4. Jurusan Sosiologi
5. Jurusan Antropologi
Pada tahun Akademik 1995/1996, FISIP USU membuka Program Diploma I (DI)
dan Program Diploma II (DII), bekerjasama dengan Direktorat Jendral Pajak.
Pada Tahun ajaran 2000/2001 program DI Administrasi Perpajakan tidak
menerima mahasiswa baru lagi, dengan jumlah alumni FI seluruhnya adalah 153
orang. Pada tahun akademik 2001/2002 telah dibuka Program Studi Ilmu Politik
berdasarkan SK No.616/J05/SK/PP/2002 dan telah menerima sejumlah 60
mahasiswa.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan waktu, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara menambah jurusan menjadi 12 (dua
belas ) jurusan dengan urutan sebagai berikut :
1. Program D3 :
a. Administrasi Perpajakan
2. Program S1 :
a. Ilmu Administrasi Negara
b. Ilmu Politik
c. Antropologi Sosial
d. Ilmu Kesejahteraan Sosial
e. Sosiologi
f. Ilmu Komunikasi
42
g. Ilmu Administrasi Niaga/Bisnis
3. Program S2 :
a. Studi Pembangunan
b. Ilmu Komunikasi
c. Sosiologi
4. Program S3 :
a. Studi Pembangunan
4.1.3 Visi dan Misi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
a. Visi yang diemban FISIP USU adalah menjadi pusat pendidikan dan rujukan
bidang ilmu sosial di Asia Tenggara.
b. Misi yang diemban FISIP USU adalah menghasilkan alumni yang mampu
bersaing dalam skala global, menjadi pusat riset, dan studi ilmu – ilmu sosial.
4.1.4 Tujuan, Tugas dan Fungsi FISIP USU
Tujuan:
Sebagai lembaga Pendidikan Tinggi yang bernaung di bawah Universitas
Sumatera Utara mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademika dan atau profesional yang mampu menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan dan keterampilan
tinggi, disertai budi yang luhur, mencintai bangsa dan sesama manusia sesuai
dengan falsafah.
43
2. Mengembangkan dan menebarkan ilmu pengetahuan serta mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
memperkaya kebudayaan nasional sesuai dengan Pancasila.
Tugas: Menyelenggarakan kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana tersebut
diatas dengan berpedoman pada:
1. Tujuan pendidikan nasional
2. Kaedah, moral dan etika ilmu pengetahuan
3. Kepentingan masyarakat serta memperhatikan minat, kemampuan dan prakarsa
pribadi.
Fungsi:
1. Melaksanakan pengembangan pendidikan dan pengajaran
2. Melakssanakan penelitian dalam rangka pengembangan kebudayaan, khususnya
ilmu pengetahuan sosial
3. Melaksanakan pengabdian pada masyarakat
4. Melaksanakan kegiatan pelaksanaan adminstratif
4.2 Karakteristik Informan
Informan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam penelitian ini, yang
merupakan salah satu kunci bagi peneliti untuk memperoleh informasi yang
diperlukan dalam penelitian. Untuk lebih jelasnya maka peneliti akan
mendeskripsikan karakteristik informan sebagai berikut:
44
4.2.1 Karakteristik Informan berdasarkan Umur
Tabel 4.1
Karakteristik Informan Berdasarkan Umur
No Kategori Umur Frekuensi (n) Persentase (%)
1 < 20 tahun 3 orang 15
2 20-22 tahun 14 orang 70
3 > 22 tahun 3 orang 15
Total 20 100
Sumber : Hasil penelitian 2014 (data diolah)
Berdasarkan pada tabel 4.1 dari 20 informan penelitian, 3 orang (15.0%)
berusia dibawah 20 tahun, 14 orang (70.0%) berumur antara 20-22 tahun dan 3
orang (15.0%) berumur di atas 22 tahun, sehingga mayoritas informan berumur
antara 20-22 tahun (70.0%).
4.2.2 Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2
Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Perempuan 12 60
2 Laki-laki 18 40
Total 20 100
Sumber : Hasil penelitian 2014 (data diolah)
45
Berdasarkan pada tabel 4.2 dari 20 informan penelitian Ditinjau dari faktor jenis
kelamin, 12 orang (60.0%) adalah perempuan dan 8 orang (40.0%) adalah laki-
laki. Dengan demikian, mayoritas informan adalah perempuan (60.0%).
4.2.3 Karakteristik Informan Berdasarkan Suku
Tabel 4.3
Karakteristik Informan Berdasarkan Suku
No Suku Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Batak 4 20
2 Melayu 5 25
3 Jawa 7 35
4 Aceh 4 20
Total 20 100
Sumber : Hasil penelitian 2014 (data diolah)
Berdasarkan pada tabel 4.3 dari 20 informan penelitian ada 4 orang suku
Batak (20.0%), 5 orang (25.0%) Melayu, 7 orang (35.0%) suku Jawa, dan 4 orang
(20.0%) suku Batak. Dengan demikian, mayoritas informan adalah suku Jawa
(35.0%).
46
4.2.4 Karakteristik Informan Berdasarkan Agama
Tabel 4.4
Karakteristik Informan Berdasarkan Agama
No Agama Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Katolik 2 10
2 Kristen 2 10
3 Islam 16 80
Total 20 100
Sumber : Hasil penelitian 2014 (data diolah)
Berdasarkan pada tabel 4.4 dari 20 informan penelitian 2 orang (10.0%)
beragama Katolik, 2 orang (10.0%) beragama Kristen dan 16 orang (80.0%)
beragama Islam. Dengan demikian, mayoritas informan adalah beragama Islam
(80.0%).
4.2.5 Karakteristik Informan Berdasarkan Tempat Tinggal
Tabel 4.5
Karakteristik Informan Berdasarkan Tempat Tinggal
No Tempat Tinggal Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Kost 9 45
2 Keluarga 11 55
Total 20 100
Sumber : Hasil penelitian 2014 (data diolah)
47
4.2.6 Karakteristik Informan Berdasarkan Status Mahasiswa
Tabel 4.6
Karakteristik Informan Berdasarkan Status Mahasiswa
No Status Mahasiswa Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Kuliah 9 45
2 Kuliah sambil bekerja 11 55
Total 20 100
Sumber : Hasil penelitian 2014 (data diolah)
Berdasarkan pada tabel 4.6 dari 20 informan penelitian 9 orang (45.0%)
hanya kuliah semata dan 11 orang (55.%) kuliah sambil bekerja. Dengan
demikian, mayoritas informan kuliah sambil bekerja (55.0%).
4.2.7 Karakteristik Informan Berdasarkan Pekerjaan OrangTua
Tabel 4.7
Karakteristik Informan Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
No Pekerjaan Orang Tua Frekuensi (n) Persentase (%)
1 PNS 9 45
2 WIRASWASTA 11 55
Total 20 100
Sumber : Hasil penelitian 2014 (data diolah)
Berdasarkan pada tabel 4.7 dari 20 informan penelitian 2 orang (10.0%)
memiliki orangtua yang bekerja sebagai PNS, 3 orang (15.0%) memiliki orangtua
yang bekerja sebagai wiraswasta dan 15 orang (75.0%) memiliki orangtua yang
48
bekerja sebagai wiraswasta. Dengan demikian, mayoritas informan memiliki
orangtua bekerja wirawasta (75.0%).
4.2.8 Karakteristik Informan Berdasarkan Santunan Biaya
Tabel 4.8
Karakteristik Informan Berdasarkan Santunan Biaya
No Santunan Biaya Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Rp.2-3 Juta 5 25
2 >Rp.3 juta 15 75
Total 20 100
Sumber : Hasil penelitian 2014 (data diolah)
Berdasarkan tabel 4.8 dari 20 informan penelitian 5 orang (25.0%)
mendapat santunan sekitar Rp 2-3 juta per bulan dan 15 orang (75.0%) mendapat
santunan lebih dari Rp 3 juta per bulan. Dengan demikian, mayoritas informan
mendapat santunan lebih dari Rp 3 juta per bulan (75%).
4.2.9 Karakteristik Informan Berdasarkan Pertemanan
Tabel 4.9
Karakteristik Informan Berdasarkan Pertemanan
No Pertemanan Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Tidak ada 9 45
2 Ada 11 55
Total 20 100
Sumber : Hasil penelitian 2014 (data diolah)
49
Berdasarkan tabel 4.9 dari 20 informan penelitian 9 orang (45.0%) tidak
membuat kelompok kelompok pertemanan tertentu, dan 11 orang (55.%)
membuat kelompok pertemanan baik berdasarkan kesamaan latar belakang suku,
agama maupun gaya hidup yang sama. Dengan demikian, mayoritas informan ada
membuat kelompok pertemanan (55.0%).
4.3 Profil Informan Mahasiswa Hedonisme FISIP USU
1. Acha Silitonga
Acha adalah salah satu mahasiswa FISIP USU departemen Administrasi Bisnis
tahun 2010, yang beralamat kompleks Tasbi. Ia lahir di Medan tanggal 20
Desember 1992 yang telah berumur sekitar 21 tahun. Acha adalah masyarakat asli
suku Batak Toba. Saat ini ia memiliki pendapatan per bulannya berkisar Rp
2.500.000,00 dan itu hasil dari orangtua Acha yang bekerja sebagai pengusaha.
Samapai saat ini ia belum memiliki pekerjaan sampingan. Dari hasil wawancara,
Acha berusaha meminjam uang dengan teman, jika keuangannya tidak dapat
menutupi kebutuhannya selama sebulan.
Untuk hal pertemanan, Acha mengakui bahwa ia sedikit selektif dalam memilih
teman. Ia lebih memilih teman yang gaul dan tipe sosialita. Bersama dengan
teman-temannya, ia pernah tidak masuk kuliah dikarenakan pernah buat janji
dengan teman-temannya untuk ngumpul bersama dengan mereka. Selama
seminggu ia dan teman-teman bisa bolos 2x. Namun, untuk urusan jalan-jalan
mereka melakukannya setiap hari. Dalam pemilihan tempat untuk jalan, Acha
juga agak selektif, ia lebih memilih tempat yang gaul, nyaman dan full AC.
50
Bahkan sering sekali berpindah-pindah tempat karena sudah bosan. Hal yang
paling sering dilakukan adalah gosip dengan teman kalau sudah pada ngumpul.
Walaupun demikian, ia tetap tidak melupakan hubungannya dengan keluarga,
karena ini merupakan hal terpenting dalam menjalin hubungan kekerabatan.
Keluarga sering mengingatkan kepadanya untuk tetap berhemat dan memiliki
batasan pergaulan.
Acha memiliki pasangan yang mengerti tentang dirinya. Disaat ekonomi acha
sudah merosot, sering kali pasangan nya memberikan materi yang dibutuhkan
untuk acha. Jalinan hubungan mareka baru memasuki waktu yang masih
dikategorisasikan seumur jagung, namun gaya pacaran mareka sudah cukup luas.
Sehingga untuk memenuhi dunia hedonisme nya acha sudah didorong oleh
pasangannya dengan cara memberikan sejumlah materi dan barang-barang yang
diinginkan dan diperlukan oleh acha.
Keluarga memberikan izin jika, Acha ingin pergi jalan-jalan dengan teman.
Karena kesukaannya pergi ke tempat-tempat nongkrong, teknologi dan
penampilan, Acha mengakui bahwa ia adalah seorang mahasiswa yang up to date
dengan tempat nongkrong, teknologi dan fashion yang terkait sebagai tempat jalan
yang bagus untuk anak muda. Sedangkan untuk gaya hidup hedonisme sendiri,
Acha merasa bagus-bagus saja memandang mereka.
2. In In situmorang
In in situmorang adalah salah satu mahasiswa FISIP USU departemen
Administrasi Bisnis tahun 2010, telah berumur sekitar 21 tahun. In in adalah asli
suku Batak. Saat ini ia memiliki pendapatan per bulannya berkisar Rp
51
3.500.000,00 dari orangtua in in yang bekerja sebagai pengusaha. Ia belum
memiliki pekerjaan sampingan. Dari hasil wawancara, in in berusaha
menyeimbangkan antara pendapatan dan pengeluaran. Untuk mengatur
keuangannya, ia merasa terbantu adanya kereta, sehingga bisa meminimalisikan
biaya pengeluaran. Sehingga bila ada sisa, dapat saya tabung. In in juga
menuturkan bahwa ia sering juga bolos tergantung dosennya, kalau buat ngantuk
mendingan keluar. Itu pun tidak setiap hari tidak masuk kuliah dari kuliah.
Biasanya kalau uda bolos bersama dengan teman-temannya, mereka langsung
mencari lokasi yang tepat. Akan tetapi pergaulannya tidak membuat indeks
prestasinya buruk. Ia mampu mendapatkan IP di atas tiga koma.
Ketika ditanyai seputar hubungan pertemanan,
In in mengakui bahwa ia memiliki hubungan yang cukup dekat dengan
mahasiswa lainnya yang gaya hidupnya bukan seperti dirinya, seperti diskusi dan
belajar bersama. Walaupun ia memiliki aktivitas perkuliahan dan pergaulan
pertemanan sesama mahasiswa, ia tetap tidak melupakan hubungannya dengan
keluarga, karena ini merupakan hal terpenting dalam menjalin hubungan
kekerabatan. Hubungan yang terjalin diantara ia dan keluarga sangat harmonis dan
kadang juga mau liburan sekeluarga keluar kota. Dengan terciptanya hubungan
yang baik diantara keluarga, ia dapat berkomunikasi dengan keluarga tentang hal
yang terkait dengan perkuliahan dan pergaulan bahkan pengelolaan uang saku.
Orangtua selalu mengingatkan agar hemat.
In in merupakan mahasiswa yang bekerja sambil kuliah. Dimana dia acap kali
sering melontarkan waktu kuliahnya. Dia harus membagi waktunya untuk
berkuliah dan bekerja serta memenuhi nafsu yang mengarah ke hedonisme. In in
52
sudah memiliki pendapatan yang cukup untuk seukuran mahasiswi. Dimana ia
rela atau gampang sekali mengeluarkan materi untuk membeli barang –barang
yang ia inginkan serta hang-out dengan teman-teman sekelompoknya.
Dalam persoalan pergaulan, orangtua in in tetap memberikan arahan dan
kepercayaan, tetapi tetap memberikan batasan. Keluarga memberkan izin jika, in
in ingin pergi jalan-jalan dengan teman. Dalam seminggu in in bisa keluar dengan
teman-teman setiap hari dan menghabiskan waktu bersama untuk makan dan foto-
foto di tempat yang uda ditentukan. Dari hasil wawancara, in in mengakui bahwa
uang saku selama sebulan terkadang tidak cukup, oleh karena itu ia terkadang
meminjam uang kepada teman, itu pun kalau benar-benar sudah rest. Pergi jalan-
jalan (hang out) kebanyakkan tidak terencana. Dari hasil wawancara, in in
mengakui bahwa ia adalah seorang mahasiswa yang up to date dengan teknologi
dan fashion dalam berpenampilan. Tidak jarang ia sering membeli barang-barang
yang menunjang penampilannya. Untuk persoalan mahasiswa yang hedonisme, ia
tidak ingin mengomentari terlalu banyak. Ya biasa aja tiukan hak mereka mau
apayang mereka lakkukan, selagi itu nyaman buat mereka. Sehingga In in
mengatakahan bahwa dengan hedonism dia bisa menikmati masa muda yang tidak
dating 2 kali.
3. Ricky Malber Sihaloho
Ricky Malber Sihaloho adalah salah satu mahasiswa FISIP USU departemen
Administrasi Bisnis tahun 2010, yang beralamt di jalan Berdikari No. 6. Ia lahir di
P. Siantar tanggal 10 Maret 1992 yang telah berumur sekitar 22 tahun. Ricky
adalah masyarakat asli Batak Toba. Saat ini ia memiliki pendapatan per bulannya
53
berkisar Rp 1.500.000,00 dari orangtuanya yang bekerja sebagai PNS. Secara
jujur Ricky berusaha dapat menyeimbangkan antara pendapatan dengan
pengeluaran. Ketika ditanyai seputar hubungan pertemanan, Ricky mengakui
selektif dalam memilih teman. Ia lebih memilih teman yang smart, berpendapatan
menengah dan bisa diandalkan. Selain itu Ricky juga lebih banyak memberi jarak,
saya hanya ingin berbicara dengan teman yang saya anggap itu butuh. Ia jhuga
tidak melupakan hubungannya dengan keluarga. Walupun komunikasi terlihat
jarang, tetapi ia tidak melupakannya untuk menjalin hubungan kekerabatan.
Dengan terciptanya hubungan yang baik diantara keluarga, ia dapat
berkomunikasi dengan keluarga tentang hal yang terkait dengan perkuliahan dan
pergaulan bahkan pengelolaan uang saku. Akan tetapi pergaulannya tidak
membuat indeks prestasinya buruk. Ia mampu mendapatkan IPK yang baik,
bahkan menjadi andalan diantara temannya dalam belajar. Dimana ricky memiih
teman sesuai dengan suku, latar belakang, dan lain-lain yang dianggap nya sama
dengan kepribadian nya dan nyaman untuk diajak hang-out dan hal-hal yang
bertemakan hedonis. Untuk hal kegiatan kemahasiswaan ia tidak terlalu
mengikutinya, baginya itu hanya buang-bunag waktu.
Dalam persoalan pergaulan, orangtua Ricky tetap memberikan arahan dan
kepercayaan, tetapi tetap memberikan batasan. Keluarga memberikan izin jika,
Ricky ingin pergi jalan-jalan dengan teman. Dalam seminggu Ricky bisa keluar
dengan teman-teman setiap hari dan menghabiskan waktu bersama untuk makan,
bersenang-senang, ngobrol berbicata tentang perkembangan fashion, teknologi
dan perkuliahan S2. Dari hasil wawancara, Ricky mengakui bahwa uang saku
selama sebulan terkadang tidak cukup, oleh karena itu ia terkadang meminjam
54
uang kepada teman. Ricky termasuk salah satu mahasiswa yang pemboros. Ia
merasa harus membeli barang baru. Tidak tanggung-tanggung ia rela
mengeluarkan biaya sebesar 700rb/bulan.
4.Albert H F Simanungkalit
Albert H F Simanungkalit adalah salah satu mahasiswa FISIP USU departemen
Politik tahun 2010, yang tinggal di alamat Jalan Sembada Ujung No. 14 Medan. Ia
lahir di tanggal 14 Agustus 1992 yang telah berumur sekitar 22 tahun. Albert
adalah masyarakat asli suku Batak. Saat ini ia memiliki pendapatan per bulannya
berkisar Rp 2.000.000,00 yang berasal dari orangtua sepenuhnya. Dari hasil
wawancara, Albert berbeda dengan yang lain. Ia lebih sering menghemat biaya
pengeluarannya.
Untuk hal pertemanan sendiri Albert mengakui bahwa ia juga bukan tipe Bersama
dengan teman-temannya, ia pernah tidak masuk kuliah dikarenakan pernah buat
janji dengan teman-temannya untuk ngumpul bersama dengan mereka. Selama
seminggu ia dan teman-teman bisa bolos 2x. Namun, untuk urusan jalan-jalan
mereka melakukannya setiap hari. Dalam pemilihan tempat untuk jalan, Albert
juga agak selektif, ia lebih memilih tempat yang gaul, nyaman dan full AC.
Bahkan sering sekali berpindah-pindah tempat karena sudah bosan. Hal yang
paling sering dilakukan adalah gosip dengan teman kalau sudah pada ngumpul.
Walaupun demikian, ia tetap tidak melupakan hubungannya dengan keluarga,
karena ini merupakan hal terpenting dalam menjalin hubungan kekerabatan.
Keluarga sering mengingatkan kepadanya untuk tetap berhemat dan memiliki
batasan pergaulan.
55
Albert ialah salah satu mahasiswa yang gemar sekali gonta-ganti kendaraan
pribadinya. Dimana ia selalu diberikan kesempatan oleh orang tuanmya untuk
memenuhi hobby nya tersebut. Albert sering sekali ikut dalam acara-acara
perkumpulan mobil yang berada di daerah medan. Di sisi lain, albert menuturkan
ia sering memperlihatkan mobilnya kepada teman-temannya. Albert juga
menuturkan dengan gonta-ganti mobil yang ia gunakan dalam keseharian, dia
gampang sekali untuk mendapatkan pasangan yang ia inginkan.
Dari pihak keluarga Albert tidak melarang Albert untuk pergi keluar jalan dengan
teman-temannya. Albert memiliki kebebasan untuk itu. Albert secara jujur
mengatakan bahwa ia merupakan mahasiswa hedonis. Sehingga ia tidak merasa
asing dengan mahasiswa lain yang hedonis. Albert sesungguhnya memiliki
ketertarikkan akan dunia fashion dan teknologi. Oleh karena itu, ia lebih sering
membeli baju yang bekas pakai. Selain keunikkan juga karena ia lebih barangnya
cukup satu-satu barang. Sedangkan untuk teknologi sendiri, Albert lebih senang
membeli yang merek tidak asli, bukan karena harganya lebih terjangkau tetapi
biar bisa ganti-ganti.
5.Arumdhani
Arumdhani adalah salah satu mahasiswa FISIP USU departemen Administrasi
Niaga tahun 2010, yang tinggal di alamat Jalan Letda Sujono No 125/10C. Ia lahir
di Kota Baru tanggal 25 September 1992 yang telah berumur sekitar 21 tahun.
Arumdhani adalah masyarakat asli suku aceh. Saat ini ia memiliki pendapatan per
bulannya berkisar Rp 1.500.000,00 dari bulanan dari orangtua Arumdhani yang
bekerja sebagai pengusaha. Arumdhani berusaha dapat mengatur pendapatannya
56
secara baik, agar tidak terjadi kekurangan sampai akhir bulan, karena Arumdhani
adalah salah satu mahasiswi yang memiliki gaya hidup yang hedonis dan tipe
pemilih dalam memilih teman bergaul. Arumdhani juga menuturkan bahwa ia
tidak pernah bolos. Akan tetapi pergaulannya tidak membuat indeks prestasinya
buruk. Ia mampu mendapatkan IPK di atas tiga koma. Bahkan dari hasil
wawancara, Arumdhani juga mengikuti organisasi dalam perkuliahan. Jika,
kampus melaksanakan kegiatan yang membawa naungan ke organisasian biasanya
Arumdhani selalu mengikuti kegiatan tersebut karena ia merupakan salah satu
pengurus organisasi di kampus, seperti pemilihan gubernur kampus. Dari hal ini,
dapat kita ketahui, walaupun Arumdhani mengikuti keorganisasian, ia mampu
berprestasi juga.
Ketika ditanyai seputar hubungan pertemanan, Arumdhani mengakui bahwa ia
memiliki hubungan yang biasa saja dengan mahasiswa lainnya yang gaya
hidupnya bukan seperti dirinya. Dengan adanyan pertemanan yang bisa membuat
adanya terpengaruh dengan hal-hal hedonism yang tanpa disadarinya sudah ikut
kedalam golongan tersebut. Walaupun ia memiliki aktivitas perkuliahan dan
pergaulan pertemanan sesama mahasiswa, ia tetap tidak melupakan hubungannya
dengan keluarga, karena ini merupakan hal terpenting dalam menjalin hubungan
kekerabatan. Dengan terciptanya hubungan yang baik diantara keluarga, ia dapat
berkomunikasi dengan keluarga tentang hal yang terkait dengan perkuliahan dan
pergaulan bahkan pengelolaan uang saku.
Dalam persoalan pergaulan, orangtua Arumdhani tetap memberikan arahan dan
kepercayaan, tetapi tetap memberikan batasan. Keluarga memberikan izin jika,
Arumdhani ingin pergi jalan-jalan dengan teman. Dalam seminggu Arumdhani
57
bisa keluar dengan teman-teman setiap hari dan menghabiskan waktu bersama
untuk makan dan foto-foto di tempat yang uda ditentukan. Dari hasil wawancara,
Arumdhani mengakui bahwa uang saku selama sebulan terkadang tidak cukup,
oleh karena itu ia terkadang meminjam uang kepada teman. Pergi jalan-jalan
(hang out) kebanyakkan tidak terencana. dan dari hasil wawancara, Arumdhani
mengakui bahwa ia adalah seorang mahasiswa yang up to date dengaan teknologi
dan fashion dalam berpenampilan. Tidak jarang ia sering membeli barang-barang
yang menunjang penampilannya.
6.Mentari Silalahi
Mentari Silalahi adalah salah satu mahasiswa FISIP USU departemen
Administrasi Bisnis tahun 2010, yang tinggal di alamat Jalan Berdikari No. 36
Medan.Ia lahir di Pematang Siantar tanggal 8 Juni 1992 yang telah berumur
sekitar 21 tahun. Mentari adalah masyarakat asli suku Batak. Saat ini ia memiliki
pendapatan per bulannya berkisar Rp 3.000.000,00 dari orangtua mentari. Mentari
berusaha dapat mengatur pendapatannya secara baik, agar tidak terjadi
kekurangan sampai akhir bulan, karena Mentari adalah salah satu mahasiswi yang
memiliki gaya hidup yang hedonis dan tipe pemilih. Mentari lebih memilih teman
yang sosialita.
Ketika ditanyai seputar hubungan pertemanan, mentari mengakui bahwa ia
memiliki hubungan yang cukup dekat dengan mahasiswa lainnya yang gaya
hidupnya bukan seperti dirinya, seperti diskusi dan belajar bersama. Walaupun ia
memiliki aktivitas perkuliahan dan pergaulan pertemanan sesama mahasiswa, ia
tetap tidak melupakan hubungannya dengan keluarga, karena ini merupakan hal
58
terpenting dalam menjalin hubungan kekerabatan. Hubungan yang terjalin
diantara ia dan keluarga sangat harmonis dan kadang juga mau liburan sekeluarga
keluar kota. Dengan terciptanya hubungan yang baik diantara keluarga, ia dapat
berkomunikasi dengan keluarga tentang hal yang terkait dengan perkuliahan dan
pergaulan bahkan pengelolaan uang saku. Orangtua selalu mengingatkan agar
hemat.
Dalam persoalan pergaulan, orangtua Mentari tetap memberikan arahan dan
kepercayaan, tetapi tetap memberikan batasan. Keluarga memberkan izin jika,
Mentari ingin pergi jalan-jalan dengan teman. Dalam seminggu Mentari bisa
keluar dengan teman-teman setiap hari dan menghabiskan waktu bersama untuk
makan dan foto-foto di tempat yang uda ditentukan. Dari hasil wawancara,
Mentari mengakui bahwa uang saku selama sebulan terkadang tidak cukup, oleh
karena itu ia terkadang meminjam uang kepada teman, itu pun kalau benar-benar
sudah rest. Pergi jalan-jalan (hang out) kebanyakkan tidak terencana. Dari hasil
wawancara, Mentari mengakui bahwa ia adalah seorang mahasiswa yang up to
date dengan teknologi dan fashion dalam berpenampilan. Tidak jarang ia sering
membeli barang-barang yang menunjang penampilannya. Untuk persoalan
mahasiswa yang hedonisme, ia tidak ingin mengomentari terlalu banyak. Ya biasa
aja tiukan hak mereka mau apayang mereka lakkukan, selagi itu nyaman buat
mereka. Dengan gaya dan penampilan yang diciptakan oleh mentari, ia ingin agar
teman-temannya bisa melihatnya sebagai mahasiswa yang bisa dikatakan sebagai
mahasiswa yang up to date dengan penampilan, dan agar bisa mempertahankan
harga dirinya.
59
7.Vivien
Vivien adalah salah satu mahasiswa FISIP USU departemen Administrasi Bisnis
tahun 2012, yang tinggal di alamat Medan, Jalan Sekip . Ia lahir di Medan tanggal
20 Juni 1994 dan saat ini telah berumur sekitar 20 tahun.Saat ini ia memiliki
pendapatan per bulannya berkisar Rp 3.000.000 Oleh karena itu, ia berusaha dapat
mengatur pendapatannya secara baik, agar tidak terjadi kekurangan sampai akhir
bulan, karena vivien adalah salah satu mahasiswi yang memiliki gaya hidup yang
hedonis namun bukan tipe pemilih dalam memilih teman bergaul. In In
merupakan salah satu mahasiswa yang mendapatkan IPK terbaik. Ia menuturkan
bahwa mahasiswa yang hedonisme mampu berprestasi.
Ketika ditanyai seputar hubungan pertemanan, vivien mengakui bahwa ia
memiliki hubungan yang biasa saja dengan mahasiswa lainnya yang gaya
hidupnya bukan seperti dirinya. Walaupun ia memiliki aktivitas perkuliahan dan
pergaulan pertemanan sesama mahasiswa, ia tetap tidak melupakan hubungannya
dengan keluarga, karena ini merupakan hal terpenting dalam menjalin hubungan
kekerabatan. Dengan terciptanya hubungan yang baik diantara keluarga, ia dapat
berkomunikasi dengan keluarga tentang hal yang terkait dengan perkuliahan dan
pergaulan bahkan pengelolaan uang saku.
Dalam persoalan pergaulan, orangtua vivien tetap memberikan arahan dan
kepercayaan, tetapi tetap memberikan batasan.keluarga vivien memang berasal
dari keluarga yang mampu/ berada. Sehingga sejak kecil vivien sudah dibiasakan
dengan gaya hidup hedonisme. Keluarga memberikan izin jika, ia ingin pergi
jalan-jalan dengan teman. Dalam seminggu In In bisa keluar dengan teman-teman
setiap hari dan menghabiskan waktu bersama untuk makan, mall, café dan karoke.
60
8.Try Astuti
Try Astuti adalah seorang mahasiswa stambuk 2011 dari jurusan Administrasi
Bisnis FISIP USU suku Jawa. Ia lahir di Medan pada tanggal 25 Februari 2014
dan beralamat di Jalan Damar 16, No 4 Simalingkar. Saat ini Try tinggal dengan
ibunya yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pendapatannya selama sebulan
bekisar Rp 400.000,00 dari orangtua. Try tidak memiliki pekerjaan sampingan
selain sebagai ibu rumah tangga. Dari hasil wawancara, Try mengemukakan
bahwa ia merupakan seseorang yang dapat mengatur pendapatannya dengan baik.
Di dalam menjalin pertemanan di perkuliahan, Try lebih memilih teman yang
memiliki ketulusan hati dan loyalitas. Ia juga sering melakukan perjalan ke luar
kota dengan teman-teman. Kalau di dalam kota ia lebih sering pergi ke warung-
warung kopi, studio dan jus kophi. Untuk pengkategorian tempat hang out pun ia
lebih memilih tempat yang nyaman dan bisa dijadikan tempat untuk mengobrol
dengan teman, main kartu serta sharing. Ketika ditanyai mengenai mahasiswa
hedonisme, Try tidak terlalu mempersoalkan itu. Itu dapat terjadi tergantung
pribadinya masing-masing. Try Astuti memang termasuk orang yang hedonis.
Namun, ia masih dalam taraf penghematan. Di dalam menjalankan kegiatan
hedonisnya dia acap kali sering tidak masuk jadwal perkuliahan sehingga dia
kewalahan ketika adanya tugas.
9.Rahmi Khairunisak
Rahmi Khairunisak adalah salah satu mahasiswa FISIP USU departemen
Administrasi Niaga tahun 2010, yang tinggal di alamat Grand Medaline. Ia lahir
di Lhoksemawe tanggal 14 Februari 1992 yang telah berumur sekitar 22 tahun.
61
Rahmi adalah masyarakat asli suku aceh. Saat ini ia memiliki pendapatan per
bulannya berkisar Rp 2.000.000,00 dan itu hasil dari pekerjaan sampingannya
sebagai penyiar radio dan ditambah lagi dari bulanan dari orangtua Rahmi yang
bekerja sebagai PNS. Dari hasil wawancara, Rahmi berusaha dapat mengatur
pendapatannya secara baik, agar tidak terjadi kekurangan sampai akhir bulan,
karena Rahmi adalah salah satu mahasiswi yang memiliki gaya hidup yang
hedonis dan tipe pemilih dalam memilih teman bergaul. Rahmi juga menuturkan
bahwa ia sering bolos seminggu 2 kali bersama dengan teman-temannya. Akan
tetapi pergaulannya tidak membuat indeks prestasinya buruk. Ia mampu
mendapatkan IPK di atas tiga koma. Bahkan dari hasil wawancara, Rahmi juga
mengikuti organisasi dalam perkuliahan. Jika, kampus melaksanakan kegiatan
yang membawa naungan ke organisasian biasanya Rahmi selalu mengikuti
kegiatan tersebut karena ia merupakan salah satu pengurus organisasi di kampus,
seperti pemilihan gubernur kampus. Dari hal ini, dapat kita ketahui,walaupun
Rahmi mengikuti keorganisasian, ia mampu berprestasi juga.
Ketika ditanyai seputar hubungan pertemanan, Rahmi mengakui bahwa ia
memiliki hubungan yang biasa saja dengan mahasiswa lainnya yang gaya
hidupnya bukan seperti dirinya. Walaupun ia memiliki aktivitas perkuliahan dan
pergaulan pertemanan sesama mahasiswa, ia tetap tidak melupakan hubungannya
dengan keluarga, karena ini merupakan hal terpenting dalam menjalin hubungan
kekerabatan. Dengan terciptanya hubungan yang baik diantara keluarga, ia dapat
berkomunikasi dengan keluarga tentang hal yang terkait dengan perkuliahan dan
pergaulan bahkan pengelolaan uang saku.
62
Dalam persoalan pergaulan, orangtua Rahmi tetap memberikan arahan dan
kepercayaan, tetapi tetap memberikan batasan. Keluarga memberkan izin jika,
Rahmi ingin pergi jalan-jalan dengan teman. Dalam seminggu Rahmi bisa keluar
dengan teman-teman setiap hari dan menghabiskan waktu bersama untuk makan
dan foto-foto di tempat yang uda ditentukan. Dari hasil wawancara, Rahmi
mengakui bahwa uang saku selama sebulan terkadang tidak cukup, oleh karena itu
ia terkadang meminjam uang kepada teman. Pergi jalan-jalan (hang out)
kebanyakkan tidak terencana. dan dari hasil wawancara, Rahmi mengakui bahwa
ia adalah seorang mahasiswa yang up to date dengaan teknologi dan fashon dalam
berpenampilan.Rahmi memang memiliki nafsu berbelanja hingga berlebihan.
Tidak jarang ia sering membeli barang-barang yang menunjang penampilannya.
10.Dwi Putri Masitha
Putri Masitha adalah salah satu mahasiswa FISIP USU departemen Ilmu Politik
tahun 2010, yang tinggal di alamat Medan, Jalan Amal luhur komp. Dwikora. Ia
lahir di Lhoksumawe tanggal 30 Januari 1992 dan saat ini telah berumur sekitar
22 tahun. Saat ini ia memiliki pendapatan per bulannya berkisar Rp 2.000.000
Oleh karena itu, ia berusaha dapat mengatur pendapatannya secara baik, agar tidak
terjadi kekurangan sampai akhir bulan, karena putri adalah salah satu mahasiswi
yang memiliki gaya hidup yang hedonis namun bukan tipe pemilih dalam memilih
teman bergaul. Putri merupakan salah satu mahasiswa yang mendapatkan IPK
terbaik. Ia menuturkan bahwa mahasiswa yang hedonisme mampu berprestasi.
Disaat ditanyai seputar hubungan pertemanan, Putri mengakui bahwa ia memiliki
hubungan yang biasa saja dengan mahasiswa lainnya yang gaya hidupnya bukan
63
seperti dirinya. Walaupun ia memiliki aktivitas perkuliahan dan pergaulan
pertemanan sesama mahasiswa, ia tetap tidak melupakan hubungannya dengan
keluarga, karena ini merupakan hal terpenting dalam menjalin hubungan
kekerabatan. Dimana putri memang berasal dari keluarga yang mapan. Dimana
orang tua nya ialah Polri. Sehingga dari kecil memang putrid sudah dibiasakan
dengan hal-hal yang berbaur dengan hedonisme. Saat ini putrid difasilitasi
kendaraan yaitu roda empat. Agar orang tuanya tidak mengkhawatirkan disaat
putrid berpergian dalam menjalankan aktivitas perkuliahan. Dengan terciptanya
hubungan yang baik diantara keluarga, ia dapat berkomunikasi dengan keluarga
tentang hal yang terkait dengan perkuliahan dan pergaulan bahkan pengelolaan
uang saku.
64
BAB V
INTERPRETASI DATA
5.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Hedonisme di kalangan
Mahasiswa
Mahasiswa sebagai bagian dari remaja tentunya tidak terlepas dari perilaku
remaja pada umumnya termasuk perilaku atau gaya hidup hedonisme. Bahkan
generasi yang paling tidak aman terhadap sebutan hedonis adalah remaja pada
umumnya termasuk mahasiswa. Paham ini mulai merasuki kehidupan mereka
bahkan mereka sangat antusias dan tertarik terhadap gaya hedonisme ini. Daya
pikatnya sangat luar biasa, sehingga dalam waktu singkat muncullah fenomena
baru akibat paham ini. Fenomena yang tumbuh subur dewasa ini adalah
kecenderungan untuk lebih memilih hidup enak, mewah, dan serba kecukupan
tanpa harus bekerja keras. Julukan remaja yang gaul dan funky baru melekat bila
mampu memenuhi standar trend saat ini yaitu minimal harus mempunyai
handphone, serta model berpakaian dan dandanan yang selalu mengikuti mode.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua orang mampu menyesuaikan
diri terhadap perubahan lingkungannya termasuk remaja. Remaja merupakan
individu yang mudah berubah akibat adanya modernisasi. Hal ini dikarenakan
remaja berada pada masa transisi dari kehidupan anak-anak ke masa dewasa yang
ditandai dengan perubahan dan perkembangan yang pesat baik dari segi fisik
maupun psikis (Monks dkk, 1999). Dapat dikatakan bahwa perjalanan masa
kanak-kanaknya telah mengantar kesebuah pintu usia remaja menjadi sosok
individu yang berbeda berdasarkan perasaan dan cara pandang baru terhadap
65
lingkungannya (Fillah, 2003). Hedonisme terjadi karena adanya perubahan
perilaku pada masyarakat yang hanya menghendaki kesenangan. Gaya hidup
hedonis membuat para mahasiswa perlahan telah banyak mengalami disorientasi.
Hingga pada akhirnya hal-hal personal akan moral terposisikan pada urutan yang
tidak diutamakan. Perilaku tersebut lama kelamaan mengakar dalam kehidupan
masyarakat termasuk para remaja yang pada akhirnya menjadi seperti sebuah
budaya bagi mereka tingkat pengetahuan dan pendidikan juga sangat berpengaruh
pada pembentukan sikap mental para remaja. Tapi sayangnya kadang semua hal
itu terkalahkan dengan rendahnya cara berfikir mereka dalam menyikapi berbagai
persoalan.Banyak diantara para remaja yang melarikan diri dari masalah dengan
berhura-hura.Kebiasaan seperti inilah yang kemudian menjadi kebudayaan di
kalangan remaja.
Berdasarkan hasil observasi langsung maupun wawancara mendalam yang
dilakukan terhadap beberapa informan, ada beberapa alasan mendasar mengapa
mahasiswa mengikuti gaya hidup hedonisme. Dengan kata lain, ada beberapa
faktor penyebab mengapa mahasiswa mengembangkan gaya hidup hedonisme.
Alasan pertama adalah keinginan menikmati masa muda. Hal ini terungkap dari
hasil wawancara dengan seorang informan, In In situmorang (21 tahun) :
”.... ya, selagi muda, ingin menikmatinya. Itu aja. Apalagi udah jumpa sama teman satu kelompok, waduh, rasanya nggak afdol kalau nggak jalan sama, makan dan enjoy bersama, apalagi di luar kota. Asyik deh, walau nggak kuliah, rasanya nikmat terus. Pokoknya, kalau ada masalah, diurus aja, biar tetap lulus, jadi orangtua tetap percaya, nggak dikira main-main di kampus (Hasil wawancara tanggal 12 Juni 2014).
Singkatnya, ada kelompok mahasiswa yang mengikuti gaya hidup hedonisme
dengan alasan ingin menikmati masa muda. Mereka benar benar ingin menikmati
66
masa muda baik di dalam kampus maupun di luar kampus sehingga untuk
melanggengkan tujuan mencari kenikmatan tersebut, mereka membentuk
kelompok kelompok khusus dengan ketentuan anggota memiliki beberapa kriteria
yang melambangkan kesamaan persepsi, opini, image, selera dan gaya hidup.
Ketentuan ini tentunya akan semakin mempermudah mereka untuk saling
berkomunikasi satu dengan lainnya.
Alasan lainnya adalah adanya kesamaan latarbelakang seperti daerah asal yang
sama, suku, agama, hobby dan kebiasaan yang sama, serta kriteria pertemanan
atau kelompok persahabatan yang sama, membuat mahasiswa cenderung bergaul
dengan mereka yang bergaya hidup hedonisme. Hal ini terungkap dari hasil
wawancara dengan salah seorang informan kunci, Ricky (22 tahun) :
”.... ya mulanya gabung-gabung aja gitu, tapi lama-lama jadi senang juga ngikuti gaya mereka karena memang dalam kelompok kami berteman, ada banyak persamaan, seperti suku sama, agama sama, jadi makin mudah aja nyambung, nggak mesti gini, gitu, jadi betul-betul enjoy, nikmat, senang, dan funky. Apalagi, teman-teman juga pada dukung, yang satu punya ini, yang lain punya itu, jadi kalau gabung, komplit banget. Mungkin kesamaan itulah yang membuat kami memiliki keinginan untuk bergaya hidup seperti mereka. Karena gaya hidup seperti itu sangat penting untuk mempertahankan harga diri. (Hasil wawancara dengan informan, 14 Juni 2014 jam 15.30 WIB).
Hasil wawancara tersebut di atas memaparkan bahwa munculnya gaya
hidup hedonisme sangat dipengaruhi oleh faktor kesamaan latar belakang hidup
seperti daerah asal yang sama, suku, agama dan selera pribadi yang sama.
Kesamaan dalam latar belakang ini ternyata sangat efektif membentuk rasa
pertemanan yang tinggi dan solid, sehingga untuk menjaga loyalitas dan
solidaritas pertemanan, mau tak mau harus mengikuti gaya hidup hedonisme yang
67
diperlihatkan oleh beberapa anggota kelompok. Misalnya, anggota dengan latar
belakang suku Aceh dan beragama Islam memiliki kecenderungan untuk
bergabung dengan kelompok dengan latar belakang suku Aceh dan agama Islam.
Kesamaan simbol simbol latarbelakang ini menurut mereka justru akan semakin
mempermudah komunikasi sekaligus untuk memperlihatkan solidaritas
pertemanan satu sama lainnya.
Apalagi untuk kelompok suku tertentu, seperti Batak, kekentalan
persahabatan sangat menonjol lewat kebiasaan sehari hari, khususnya dikalangan
mahasiswa yang tinggal bersama keluarga di kota Medan. Hal ini tentunya
berbeda dengan mahasiswa cost yang tinggal jauh dari orangtua mereka yang
umumnya ada di luar kota. Mahasiswa yang tinggal di kota Medan bersama
dengan orangtua biasanya membentuk kelompok pertemanan yang sudah
terbina lama dari SMA dan juga karena faktor faktor lain yang membuat
kelompok mereka merasa dekat satu sama lain.
Alasan lain mengapa mahasiswa senang dengan gaya hidup hedonisme,
adalah karena gaya hidup hedonisme sudah merupakan kebiasaan hidup sejak
kecil dalam keluarga. Hal ini erat kaitannya dengan orientasi hidup mereka yang
selalu mengarah kepada kesenangan, kenikmatan atau menghindari perasaan-
perasaan tidak enak atau membosankan. Kebiasaan hidup mereka sejak kecil
dilengkapi dengan berbagai fasilitas, termasuk model pakaian yang variatif,
berbagai pilihan jenis kenderaan roda dua dan empat yang selalu tersedia sampai
kebiasaan makan yang terkesan mewah dan konsumtif. Bagi mereka, gaya hidup
hedonisme merupakan gaya hidup yang sudah diwariskan turun temurun dari
orangtua. Dengan kata lain, gaya hidup hedonisme merupakan gaya hidup yang
68
sejak kecil mereka lakukan sesuai dengan fasilitas yang mereka miliki. Hal ini
terungkap dari hasil wawancara dengan seorang informan kunci berinitial Putri
masitha (22 tahun) ;
”....ya, gimana, memang saya udah biasa hidup seperti itu, sejak kecil malah. Kayaknya nggak ada masalah, anggota keluarga yang lain juga hidupnya seperti itu. Nggak pamer, cuma udah biasa, mau pakai mobil ini, mobil itu, mau pulang sore atau malam, yang penting, semua urusan lancar, nggak peduli uang habis, yang penting senang, funky. Prinsip saya gitu, jadi nggak melulu kuliah aja, nanti jadi mumet. Pergaulan juga penting, makanya kita harus mau berkorban, menyisihkan dana untuk sekedar membeli kenyamanan dan kenikmatan. Yang penting ada keseimbangan. Gitu aja...”(Hasil wawancara tanggal 16 Juni 2014 jam 17.30 WIB).
Hasil wawancara tersebut di atas mengungkapkan bahwa kebiasaan hidup
mewah dalam keluarga dengan segala fasilitas pendukung sangat memungkinkan
seseorang untuk bergaya hidup hedonisme yang bertujuan untuk mendapatkan
kesenangan, kenikmatan dan untuk menghindari kebosanan. Bahkan untuk
mendapatkan tujuan tersebut, mereka siap membayar harga. Prinsip inilah yang
membuat pelaku hedonisme semakin tumbuh subur dikalangan mahasiswa
tertentu. Sulit diterima akal sehat tetapi itulah kenyataan. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian mahasiswa memiliki status kuliah sambil
bekerja, tetapi mereka dengan status kuliah saja juga mendapat santunan dan
fasilitas yang memungkinkan mereka hidup bersenang senang, foya-foya seperti
halnya dengan fasilitas santunan dana yang cukup tinggi setiap minggunya.
Ditambah lagi dengan fasilitas mobil bahkan sangat sedikit diantara mereka yang
menggunakan motor untuk bepergian mengikuti aktifitas perkuliahan di kampus.
69
Inilah yang memudahkan mereka untuk bergaya hidup hedonisme baik di
lingkungan kampus maupun di luar kampus.
Sebagian besar orangtua mereka bekerja sebagai wiraswasta dengan
penghasilan yang tidak terbatas setiap bulannya, oleh karena itu, mereka sebagai
anak biasanya juga akan mendapat santunan dana setiap minggu atau bulan
dengan jumlah yang relatif jauh lebih tinggi dibandingkan kebutuhan mahasiswa
pada umumnya. Inilah yang membuat mereka sangat siap melakoni gaya hidup
hedonisme setiap harinya, tanpa adanya kontrol orangtua atau keluarga.
Alasan berikutnya mengapa seseorang bergaya hidup hedonisme adalah
terkait dengan harga diri. Mereka meyakini bahwa harga diri harus dipertahankan
sekalipun dengan mengorbankan banyak biaya untuk menampilkan gaya gaul dan
funky yang dapat membuat orang lain menjadi segan dan hormat. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan seorang informan, Mentari silalahi (23 tahun)
berikut ini :
”.....bagi saya masalahnya bukan soal boros atau tidak, tergantung pada apa yang ingin kita capai. Terus terang, bagi saya, harga diri itu sangat penting, berapapun harganya. Misalnya, dengan teman-teman sekelompok, saya nggak mau kalau mereka terus terusan traktir saya. Saya juga harus melakukan hal yang sama sekalipun makannya mewah, karena bergaul itu harus take and give, nggak boleh bertepuk tangan sebelah. Nanti, teman kita nggak ada, atau bisa-bisa remeh melihat kita kalau kita tebal muka terus terusan dibayarin orang. Persahabatan pun bisa berakhir, ya kan...”.
Dengan penjelasan tersebut di atas, jelas bahwa harga diri adalah salah
satu motif yang melatarbelakangi mereka sehingga berperilaku hedonisme
khususnya didepan sesama mahasiswa. Mereka tidak menghambur-hamburkan
70
uang begitu saja, tetapi mereka memiliki satu tujuan yakni mempertahankan inage
dan harga diri sekalipun dengan harga mahal. Mereka juga mengungkapkan
bahwa ada masa dan kondisi tertentu yang membuat mereka mengeluarkan dana
besar untuk memperlihatkan kepada sesama mahasiswa bahwa mereka bukanlah
anggota masyarakat biasa, mereka berasal dari keluarga have yang patut
diperhitungkan orang lain, termasuk oleh dosen. Itulah asumsi mereka sehingga
dengan berani dan terang-terangan mereka memperlihatkan gaya hedonismenya,
bukan lagi secara sembunyi sembunyi melainkan secara terus terang dengan
keyakinan bahwa gaya mereka itu akan meningkatkan harkat dan harga diri
mereka didepan mahasiswa dan orang lain. Bagi mereka, harga diri dapat dibina
dan dikembangkan misalnya melalui penampilan mereka berpakaian, jenis
kenderaan yang mereka pergunakan setiap harinya, semakin sering gonta ganti
mobil, semakin meningkatkan harga diri mereka. Itulah persepsi yang
membuat mereka gandrung mendalami gaya hidup hedonisme.
Tetapi ada juga mahasiswa yang memberi alasan bergaya hidup hedonisme
karena sudah terlanjur terpengaruh teman, takut dinilai ketinggalan zaman dan
takut kehilangan teman. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan
terhadap informan, Arumdhani (22 tahun) :
”...ya, jujur aja, tadinya saya nggak open, tapi karena teman-teman banyak yang begitu, jadinya tergoda juga. Memang, tidak harus, tapi secara pribadi, saya takut kehilangan teman, takut dibilang ketinggalan zaman, akhirnya saya mau juga. Sekarang, udah pada kadung, sulit menghentikannya. Ya, gimana, diterusin ajalah, nanti biarlah waktu sendiri yang menjawab. Yang penting sekarang kita bisa tetap PD, beli ini dan itu, jadi teman-teman tidak pandang sebelah”.
71
Takut kehilangan teman tentunya sangat memotivasi mereka untuk
berusaha keras membangun kelompok pertemanan setidaknya memasuki
kelompok pertemanan yang sudah terbentuk dikalangan teman temannya
mahasiswa. Takut kehilangan teman ini biasanya terjadi dikalangan mahasiswa
dengan tingkat ekonomi menengah ke atas,sebab mereka memiliki persepsi
bahwa lebih baik berteman dengan kelompok menengah ke atas daripada
kelompok ekonomi rendah alias anak cost. Tidak dapat disangkal bahwa banyak
mahasiswa yang berusaha keras memasuki kelompok pertemanan yang menjadi
favoritnya, sekalipun hal itu menelan biaya tinggi.
Jelas bahwa banyak alasan yang menyebabkan seseorang melakukan gaya hidup
hedonisme, ada prestise tersendiri yang lahir dari gaya hidup tersebut sehingga
gaya hidup hedonisme tumbuh subur dikalangan mahasiswa tertentu. Gaya
hedonisme yang terjadi akibat takut kehilangan pertemanan ini juga erat kaitannya
dengan gaya hidup hedonisme untuk mencari sensasi gaul dan funky.
Berbeda halnya bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu
atau hanya sekedar berkecukupan. Sehingga tidak mengherankan, adanya muncul
gaya berpacaran dikalangan mahasiswa. Banyak mahasiswa khususnya mahasiswi
yang ingin terjun ataupun merasakan bagaimana dengan gaya hidup hedonisme,
sementara mareka berasal dari keluarga yang sederhana. Dengan memilih dan
memilah pasangan yang mareka rasakan cukup untuk sebagai pendapatan mareka
agar bisa mengikuti gaya hidup hedonisme. Hal ini terungkap dari hasil
wawancara dengan seorang informan kunci Acha Silitonga, 22 tahun) :
”..... pengennya sih bisa gaul dan funky...tapi nggak gampang. Kita harus punya modal, mau harap orangtua, dah nggak
72
mungkin. Ya, pandai-pandai dong, kalau nggak mau dicuekin, kita harus ramah... habis, mereka punya, kita nggak. Ya, udah ambil jalan pintas aja. Pilah – pilih pasangan yang mapan dong, yang bisa jadi bank nya kita-kita. Yang penting, TST aja....
Hasil wawancara tersebut di atas mengungkapkan bahwa bagi kelompok
mahasiswa tertentu, hanya agar bisa mengikuti gaya hidup hedonisme mareka rela
apa saja mareka berikan atau kata lain mareka memiliki cara berfikir yang tidak
sewajarnya mahasiswi. Agar bisa mengikuti gaya hidup hedonisme mareka
memiliki senjata sebagai perempuan dan lebih terkhusus dengan predikat mareka
sebagai mahasiswi. Mareka sangat cerdik dalam pemilihan pasangan, bagaimana
dan siapa yang sesuai dengan pilihan mareka. Mulai dari yang memiliki ekonomi
yang mapan, memilliki pekerjaan yang sudah ada jabatannya. Agar dari situlah
mareka bisa mengikuti dan ingin mendapatkan sebuah nilai dari mahasiswa
lainnya bahwa mareka pun bisa mengikuti gaya hidup hedonisme meskipun
mareka berasal dari keluarga yang sederhana.
. Hal ini terungkap dari hasil wawancara dengan seorang informan wanita,
Mentari Silalahi (22 tahun) :
”...... Lho, yang perlu kan kita, makanya kitalah yang aktif, jangan bersifat menunggu, nanti nggak dapat bagian. Tapi, harus tetap dijaga agar tidak terkesan murahan, karena umumnya laki-laki nggak suka kalau kita terang-terangan. Jadi halus aja, nanti mereka pasti tertarik. Itu pengalaman saya, ya, nggak usah munafik lah.. kalau nggak,darimana biaya saya sehari hari....”
Itulah salah satu jawaban seorang mahasiswi yang memiliki pasangan pria
yang mapan dan yang memiliki jiwa royalitas terhadap dirinya. Tak heran, jika
hari demi hari semakin banyak mahasiswa yang melakukan praktek serupa
73
dengan kepuasan tersendiri baik dari segi finansial maupun dari kesenangan
lainnya.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ada 6
(enam) alasan utama mengapa mahasiswa bergaya hidup hedonisme yang kini
marak berkembang di lingkungan kampus. Alasan pertama adalah keinginan
untuk menikmati masa muda. Alasan kedua adalah adanya kesamaan kriteria
pertemanan atau kelompok persahabatan. Alasan ketiga adalah karena kebiasaan
sejak kecil dalam keluarga dan lingkungan dan alasan keempat adalah untuk
mempertahankan harga diri. Alasan kelima adalah karena sudah terlanjur
terpengaruh, takut kehilangan teman atau dianggap ketinggalan zaman dan alasan
keenam adalah mereka pada umumnya tergiur dengan kehidupan yang gaul dan
funky meskipun dengan mengorbankan diri untuk mendapatkan uang yang
mereka perlukan untuk memenuhi kebutuhan penampilan bergaya hedonisme,
gaul dan funky tersebut. Ini merupakan suatu fenomena yang sudah berkembang
lama dikalangan mahasiswa perguruan tinggi.
5.2 Bentuk-bentuk Perilaku Hedonisme di kalangan Mahasiswa
Ada beberapa bentuk gaya hedonisme yang cukup menonjol dikalangan
mahasiwa Fisip USU, antara lain, shopping addiction dikalangan mahasiswi dan
kebiasaan bawa mobil mewah dikalangan mahasiswa untuk mendapatkan cewek
buat jadi pacar.
5.2.1 Shopping addiction (Kecanduan berbelanja)
Gaya hidup shopping addiction adalah bagian dari gaya hidup konsumtif.
bahwa gaya hidup konsumtif adalah suatu perilaku yang ditandai oleh adanya
74
kehidupan mewah dan berlebihan. Perilaku konsumptif jug dapat ditunjukkan
dalam penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal, yang memberikan
kepuasan dan kenyamanan fisik. Perilaku konsumptif juga menggambarkan
adanya pola hidup yang dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk
memenuhi hasrat kesenangan semata-mata.
Pusat perbelanjaan moderen seperti Mall, hypermarket dan lain
sebagainya, serta hal-hal yang sejenisnya sebenarnya adalah ajakan bagi anak
muda khususnya remaja untuk memasuki suatu budaya yang disebut dengan
budaya hedonis (Nurfatoni, 2008). Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya
remaja yang melakukan pembelian karena didorong oleh faktor ketidakpuasan
terhadap sesuatu yang telah dimiliki dan atas adanya desakan perkembangan
mode yang terjadi disekelilingnya. Seiring berkembangnya pusat perbelanjaan dan
tempat hiburan tersebut maka gaya hidup pada remaja sedikit banyak akan
terpengaruhi.
Dalam melakukan aktivitas berbelanja (shopping), keputusan membeli
seorang remaja termasuk mahasiswi yang mengalami kecenderungan berperilaku
shopping addiction diduga dibentuk melalui variabel eksternal (reinforcement)
maupun variabel internal (proses kognitif). Kedua faktor kendali tersebut
merupakan bagian dari locus of control. Internal locus of control adalah faktor
pengendali atas diri yang merupakan akibat dari perilaku dan tindakannya
sendiri, sedangkan external locus of control merupakan faktor pengendali atas diri
yang berada di luar kontrol dirinya, seperti kekuasaan orang lain, kesempatan,
dan nasib (Pinasti, 2011). Faktor konformitas sangat mendukung mahasiswa untuk
berperilaku konsumtif karena mahasiswa cenderung meniru perilaku tokoh yang
75
diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai
tokoh idolanya. Mahasiswa juga cenderung memakai dan mencoba produk yang
ditawarkan bila ia mengidolakan public figure produk tersebut. Oleh karena itu,
produk apapun yang dipakai oleh tokoh idolanya maka akan menjadi
pertimbangan besar bagi mahasiswa terhadap produk yang akan dipakainya.
Remaja seperti mahasiswa, umumnya membeli sesuatu tidak berdasarkan
kebutuhan, akan tetapi lebih mengarah pada pemenuhan kebutuhan psikologis.
Artinya, berbelanja (shopping) tidak hanya sekedar untuk mendapatkan produk
yang dinginkan, melainkan berbelanja (shopping) telah menjadi suatu aktivitas
yang sifatnya rekreasi untuk mendapatkan kepuasan, berupa motif-motif sosial
dan personal (Ekowati, 2009)
Pola hidup hedonisme yang erat dengan gaya hidup mewah, boros dan
selalu memakai barang-barang bermerk luar negeri terkesan jauh dari kata
sederhana dan hemat. Salah satu model gaya hidup hedonisme yang menonjol
dikalangan mahasiswa Fisip USU Medan adalah gaya shopping yang berlebihan.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan seorang informan, Rahmi
khairunnisak (22 tahun) :
“….terus terang aja, saya nggak pernah PD makai baju murahan, walau kesannya boros dan konsumptif, rasanya sangat malu. Tapi, semuanya kan ada baiknya. Dengan pakaian yang mahal dan rapi, kita jadi PD, dan harga diri kita terasa meningkat. Itu makanya, saya selalu shopping pakaian yang bagus, dan mahal-mahal, tidak perduli harganya, yang penting kualitasnya, sehingga puas….”
Dari penjelasan hasil wawancara tersebut di atas terlihat bahwa pada
umumnya mahasiswi yang bergaya hidup hedonisme menyadari bahwa perilaku
76
shopping yang mereka lakukan sudah menjurus kecanduan (addiction), tetapi
tetapi dilakukan untuk meningkatkan harga diri. Hal ini terjadi karena mereka
meyakini bahwa penampilan dan model pakaian yang berkualitas dapat
meningkatkan harga diri. Harga diri yang bersumber dari diri sendiri merupakan
pengalaman sadar atas kehidupan yang dipandang sebagai pernyataan utuh atas
kompetisi sadar atas kehidupan yang dipandang sebagai pernyataan utuh atas
kompetisi diri (self-competence) dan penghargaan diri (self-worth) berdasarkan
realita yang ada (Reasoner, 2004).
Alasan lain mengapa mahasiswi begitu antusias untuk bergaya hedonisme
khususnya dalam berbelanja (shopping) adalah karena adanya dukungan keuangan
baik karena statusnya yang sudah bekerja maupun dari santunan orangtua. Hal
ini terlihat dari penjelasan hasil wawancara dengan seorang informan, Vivien (20
tahun) berikut ini :
”.....ya, awalnya biasa-biasa saja. Tetapi, setelah memasuki tahun ke-2, perkuliahan, saya mulai merasakan adanya sikap diskriminatif beberapa teman. Bahkan diantaranya ada yang mandang remeh melihat saya. Akhirnya, saya putuskan untuk bekerja. Sejak itulah, penampilan saya mulai berubah. Saya tidak lagi hidup menyendiri, saya gabung dengan beberapa kelompok di kampus, sehingga mau tak mau, saya juga harus mengikuti gaya hidup mereka, karena nuansa harga diri di kelompok itu sangat terasa. Jadi, kalau kita mau PD, kita harus ikuti gaya teman lainnya. Sejak itulah gaya hedo saya semakin berkembang .....” (Hasil wawancara tanggal 21 Juni 2014).
Hasil wawancara tersebut di atas membuktikan bahwa gaya shopping
diyakini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan rasa percaya diri dan
harga diri. Bahkan, ada pula sekelompok mahasiswi yang mengganggapnya
sebagai cara menghindari stress. Apalagi stress tersebut dipicu oleh faktor faktor
77
tertentu yang menurut mereka dapat diatasi dengan mudah. Hal ini terungkap
dari penjelasan yang diberikan seorang informan biasa dalam sebuah wawancara
mendalam untuk mengetahui aspek aspek gaya hidup shopping yang sudah
berkembang luas dikalangan mahasiswa Fisip USU Medan, seperti dikemukakan
berikut ini :
”....ya, mahasiswa itu kan ada kelompok-kelompoknya..., dan setiap anggota kelompok pasti berusaha untuk menjaga harga diri masing masing, misalnya dengan cara mengajak makan bersama di tempat tertentu yang tergolong mewah, atau melalui penampilan berpakaian yang setara dengan anggota lain sehingga ada kesamaan performance antar anggota. Dengan begitu, orang lain atau anggota kelompok tetap segan dan hormat dengan kita. Itulah harga yang harus kita bayar agar kita kelihatan gaul dan funky...” (Hasil wawancara tanggal 24 Juni 2014).
Hasil wawancara tersebut di atas menegaskan bahwa gaya hedonisme yang
berkembang pesat dikalangan mahasiswa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
gaya shopping addiction yang demikian nyata, misalnya, untuk menjaga harga
diri, mahasiswi biasanya enggan berbelanja di kedai atau toko biasa, minimal
mereka menghabiskan uangnya di toko toko swalayan (department store). Hal ini
biasanya mereka lakukan untuk menjaga harga diri dan meningkatkan percaya
diri.
5.2.2 Trend Membawa Mobil
Jika gaya shopping addiction berkembang dikalangan mahasiswi, maka
gaya membawa mobil (car driving) justru dominan diperlihatkan oleh kalangan
mahasiswa sebagai salah satu wujud hedonisme yang berkembang. Itulah
sebabnya, ada fenomena dikalangan mahasiswa yang sangat menonjol seperti
78
gonta ganti kenderaan. Meskipun demikian, alasan dan tujuan mereka
memperlihatkan gaya membawa mobil tersebut adalah untuk menjaga harga diri,
untuk mencari perhatian dari kalangan mahasiswi yang akan dijadikan sebagai
pacarnya. Hal ini terungkap dari hasil wawancara dengan seorang informan,
Albert Simanungkalit(22 tahun) ;
“… kalau ke kampus nggak bawa mobil, rasanya kurang PD aja. Makanya, saya senang gonta ganti mobil, ada rasa solidaritas berteman yang tidak bisa dibeli dengan uang semata. Apalagi, habis kuliah, kita ajak mereka ke satu tempat tertentu, dan disana kita enjoy, makan dan bebas mau lakukan apa saja. Biasanya, teman teman satu kelompok umumnya pada senang dan enggan menolaknya. Makanya hubungan kita tetap langgeng, bahkan udah lama…… toh, nggak ada masalah, yang penting gaul dan funky....” (Hasil wawancara tanggal 25 Juni 2014).
Salah satu contoh yang faktual adalah adanya istilah kalo mau dapet cewek
buat jadi pacar mesti bawa mobil. Bagaimana halnya nasib mahasiswa lain yang
indekost dimana mereka hanya dijatah bulanan secara terbatas oleh orang tua
mereka, itupun kalau kiriman datangnya tepat waktu atau bagaimana dengan saya
yang pulang-pergi kuliah naik bus kota. Inilah salah satu efek negatif dari gaya
hidup hedonisme di lingkungan kampus.
Sebenarnya, gaya hidup hedonisme seperti tersebut di atas sudah tidak
asing lagi bagi kalangan mahasiwa tertentu. Tetapi, gaya hidup hedonisme
tersebut masih merupakan momok bagi kelompok mahasiswa lain yang tidak
menyukai gaya hidup seperti itu. Hal ini terungkap dari hasil wawancara dengan
seorang informan biasa, Cipta Cindy (18 tahun) :
“…bisa rusak masa depan kita…. bayangin aja, apa yang mereka lakukan tiap hari, ntah dari mana saja uang mereka. Kuliah tidak
79
serius, maunya yang enak saja, habis kuliah, jalan-jalan kemana saja mereka mau, kadang sampai nggak pulang. Yang parahnya, ada juga teman yang ikut-ikutan, beli smartphone meski nggak sanggup, biar dibilang gaul dan funky. Entah jadi apa nantinya mereka, nggak habis pikir......(Hasil wawancara tanggal 26 Juni 2014)
Informasi yang diperoleh lewat wawancara tersebut mengungkapkan bahwa
banyak kelompok mahasiswa yang hidup dengan gaya hedonisme, tetapi banyak
juga mahasiswa yang masih murni dan belum terpengaruh gaya hedonisme.
Biasanya kelompok mahasiswa ini selalu membentuk kelompok tersendiri baik
yang berbasis agama, suku atau simbol simbol persahabatan lainnya yang
bertujuan untuk memperkokoh status kemahasiswaan mereka yang jauh dari
gaya hidup hedonisme.
5.3 Akibat Gaya Hidup Hedonisme
Banyak akibat buruk yang ditimbulkan oleh hedonisme. Pertama,
lenyapnya kekayaan, meningkatnya jurang antar miskin dan kaya berkembangnya
kemiskinan, kebangkrutan dan hutang di tengah masyarakat kecil. Di pihak lain,
membuang-buang harta untuk membeli barang-barang mahal yang hanya
dimaksudkan untuk berbangga-bangga. Beberapa dampak negatif yang dialami
seseorang yang telah terjerumus kedalam gaya hidup hedonisme antara lain
adalah individualisme, matrealistis, pemalas, pergaulan bebas, konsumtif,
mentalitas instant, boros, kriminalitas, egois dan tidak bertanggungjawab. Orang
yang sudah terkena penyakit hedonisme cenderung tidak memerlukan bantuan
orang lain. Mereka merasa sudah mampu hidup sendiri, tetapi kenyataannya tidak
begitu. Manusia merupakan mahluk sosial. Matrealistis adalah merupakan bagian
80
dari hedonisme, yang dimana mereka merasa tidak puas dengan apa yang sudah di
milikinya. Dan selalu iri jika melihat orang lain. Malas merupakan akibat yang di
timbulkan dari hedonisme, karena mereka selalu menyia-nyiakan waktu. Manusia
yang tidak menghargai waktu. Pengikut paham hedonisme dapat terjebak dalam
pergaulan bebas yang dimana mereka selalu selalu berada dalam dunia malam.
Seperti clubbing, pesta narkoba, dan seks bebas.
Hedonisme cenderung konsumtif karena menghabiskan uang untuk
membeli barang-barang hanya untuk kesenangan semata tanpa didasari
kebutuhan. Kurangnya kesadaran dalam mempergunakan waktu, komunitas, dan
pergaulan. Menghambur-hamburkan uang untuk membeli bernbagai barang yang
tidak penting, hanya untuk sekedar pamer merk/ barang mahal. Dalam paham
hedonisme seseorang dapat berbuat kriminal/ melanggar hukum, karena orang
yang menganut paham ini cenderung akan berbuat apa saja sekalipun melanggar
hukum, hanya untuk memenuhi kesenangannya sendiri, tanpa pernah memikirkan
akibatnya.
Hedonisme cenderung mengarah kepada sifat mementingkan diri sendiri
(egois), tanpa memperdulikan orang lain dan tidak bertanggungjawab. Menjadi
individu yang tidak bertanggung jawab terutama kepada dirinya sendiri, seperti
menyia-nyiakan waktu, dan mementingkan kesenangannya saja, berfoya-foya,
dan tidak disiplin, merasa sok kaya, sok gaul, ingin terlihat fashionable, narsis
berlebihan, lebih memerlukan gaya dari otak, diskriminatif, kreatifitas rendah dan
tidak berpikir jauh ke depan .Menurut hasil pengamatan penulis maupun dari
hasil wawancara mendalam yang dilakukan, salah satu akibat yang paling
menonjol dari gaya hidup hedonisme ini adalah tingginya biaya hidup yang
81
harus dipenuhi dan jika tidak terpenuhi, terjadinya gangguan perilaku secara
individu seperti hilangnya rasa percaya diri, perilaku negatif seperti kebiasaan
menjual barang barang rumah tangga, dan lain sebagainya. Untuk mengetahui
lebih jauh tentang efek gaya hidup hedonisme ini, dilakukan interview tambahan
kepada informan biasa Elsha Pasaribu, 22 tahun :
”Ya, tentunya tidak baik, apapun alasannya dan siapapun yang melakukannya, yang ada hanya unsur negatifnya. Bayangin aja kalau semua mahasiswa boros begitu, pasti mereka nggak pernah maksimal untuk lulus. Bisa saja mereka juga menggunakan fasilitasnya untuk memuluskan segala urusannya di kampus, termasuk kelulusan mata kuliah. Tak bisa dibayangkan kalau ini terjadi”. Ada kelompok kelompok mahasiswa yang begitu santai merespon segala sesuatu, ini kan akibat gaya hidup hedonisme itu. (Hasil wawancara dengan informan biasa tanggal 18 Juni 2014).
Hasil wawancara tersebut di atas membuktikan bahwa gaya hidup
hedonisme memberi efek negatif yang luas bukan saja bagi mahasiswa yang
membiasakan diri dengan gaya hidup hedonisme tersebut, tetapi juga bagi
mereka yang terpengaruh dengan gaya hidup mereka.
Efek negatif lainnya yang sering terjadi dikalangan mahasiswa dengan
gaya hidup hedonisme adalah adanya kecenderungan untuk tidak masuk kuliah
bila sudah bertemu dengan sesama teman yang bergaya hidup hedonisme. Hal
ini terungkap dari hasil wawancara dengan seorang informan,Try Astuti 21
tahun) :
”.....ya, kalau mau cerita efek negatif, harus saya akui pasti ada. Yang paling sering saya lakukan bersama teman sesama kelompok adalah tidak mengikuti program kuliah meskipun sama-sama hadir di kampus. Sementara teman-teman ada dalam ruangan, kami juga sering pergi ke satu tempat tertentu dan bahkan sering pula ke luar kota. Nanti, sorenya barulah kami datang lagi ke
82
kampus untuk mendapatkan informasi perkembangan yang ada di fakultas...”
Penjelasan tersebut di atas menegaskan bahwa salah satu efek negatif
yang sangat merugikan mahasiswa maupun orangtua adalah kebiasaan bolos
tidak masuk kuliah. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan,
diperoleh penjelasan tambahan bahwa mereka sudah biasa melakukan hal-hal
seperti itu dan mereka tidak pernah merasa tertinggal dari teman-teman kuliah
lainnya yang rajin mengikuti program perkuliahan. Sepertinya mereka sudah
meyakini bahwa segala persoalan tentu ada solusinya.
”....ya, nggak mau ambil pusing lah, yang penting kita enjoy bersama. Kalau mau lulus, ya minta bantu aja. Jangan sampai tidak lulus, jadi orangtua nggak hilang percaya pada kita. kalau sampai nggak percaya, biaya sehari-hari juga menjadi macet.
Hal ini tentunya menggambarkan betapa jauhnya sudah mahasiswa
tersebut melangkah akibat efek negatif yang ditimbulkan gaya hidup hedonisme
yang mereka kembangkan sendiri. Mereka sendiri sebenarnya sadar akan efek
negatif yang timbul dari gaya hidup hedonisme ini, tetapi mereka sudah terlanjur
jauh dan dalam sehingga sulit menarik diri dan menghentikan segala tindak
tanduk yang berhubungan dengan gaya hedonisme ini. Apalagi, tingkah laku
mereka terbungkus rapi oleh nama besar ”Universitas Sumatera Utara Medan”,
yang tentunya memberi image yang membuat mahasiswa universitas atau
perguruan lain menjadi agak grogi menghadapi mereka.
83
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan tentang
perilaku hedonisme dikalangan mahasiswa Fisip USU Medan, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Bagi mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, gaya hidup hedonisme
tidak menjadi masalah sepanjang tidak menyusahkan orang lain. Jadi
bagi kelompok mahasiswa yang kuliah sambil bekerja ini, gaya hidup
hedonisme tidak menjadi masalah sepanjang tidak menganggu orang
lain.
2. Berbeda dengan perilaku gaya hidup hedonisme yang sudah lazim
dijalani oleh kelompok mahasiswa yang hanya kuliah semata dan
belum bekerja, tetapi juga senang dengan gaya hidup hedonisme.
Bagi mereka, gaya hidup hedonisme merupakan gaya hidup yang
sudah diwariskan turun temurun dari orangtua. Dengan kata lain,
gaya hidup hedonisme merupakan gaya hidup yang sejak kecil mereka
lakukan sesuai dengan fasilitas yang mereka miliki.
3. Alasan utama bergaya hidup hedonisme adalah karena sudah kebiasaan
sejak kecil. Hal ini tentunya sesuai dengan fasilitas yang dimiliki
orang tersebut. Tetapi ada juga mahasiswa yang memberi alasan
bergaya hidup hedonisme karena sudah terlanjur terpengaruh teman,
takut dinilai ketinggalan zaman dan takut kehilangan teman.
84
6.2 Saran
Mengingat hasil penelitian belum memberikan gambaran maksimal
tentang perilaku hedonisme dikalangan mahasiswa Fisipol USU Medan, maka
penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Kepada pimpinan Fisip USU Medan, disarankan untuk lebih
memperhatikan perilaku hedonisme mahasiswa dengan memberikan
ceramah dan bimbingan agar mahasiswa dapat menghindari perilaku
hedonisme yang sangat merugikan tersebut.
2. Kepada mahasiswa Fisip USU Medan, disarankan untuk lebih giat
mengontrol perilaku hedonisme sehingga tidak sampai menimbulkan
dampak negatif yang merugikan baik bagi mahasiswa itu sendiri
maupun bagi orang lain.
3. Kepada peneliti lain, disarankan untuk melakukan penelitian sejenis
dengan skala penelitian yang lebih luas untuk mendapatkan hasil
penelitian yang lebih akurat dan reliable.
85
DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan. (2007). Penelitaian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media. Featherstone, Mike. (2005). Postmodernisme dan Budaya Konsumen. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar. Martono, Nanang. (2011). Sosiologi Perubahan Sosial : Perspektif klasik,
Modern,Postmodern dan Poskolonial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Monk, F. J., dkk. (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Nawawi, Hadari dan Hadari, Martini. (2006). Instrumen Penelitian Bidang
Sosial.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Ritzer, George. (2011). Sosiologi Ilmu Pengetahun Berparadigma Ganda. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada. Suryani, Tatik. (2008). Perilaku Konsumen : Implikasi Strategi Pemasaran.
Yogyakarta : Graha Ilmu. Yin, Robert K. (2003). Studi Kasus (Desain dan Mode). Jakarta: Rajawali Pers. Jurnal
Ekowati, T. (2009). Compulsive Buying : Tinjauan Pemasar dan Psikolog.
Segmen Jurnal Manajemen dan Bisnis No. 08 Januari 2009. Diakses
melalui http://ejournal.umpwr.ac.id tanggal 4 Maret 2013.
Kusumahati, Halida dan Dahlan Fanani, dkk. Pengaruh Manfaat Utilitarian dan
Hedonis Produk Terhadap Keputusan Perpindahan Merek (Brand Switching) Dari Ponsel Global Ke Smartphone Blackberry (Survei Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang). Fakultas Imu Administrasi. Universitas Brawijaya. Malang.
Mardiana Pambudy, Ninuk. (2012). Gaya Hidup Suka Mengonsumsi dan Meniru :
Beranikah Berinovasi. Jakarta : Prisma.
86
SSE Seda, Francisia. (2012). Kelas Menengah Indonesia : Gambaran Umum Konseptual. Jakarta : Prisma.
Artikel Website http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/28/20021925/Inilah.Lima.Wajah.Mahasi
swa.Indonesia diakses pada tanggal 28 Januari 2014 pukul 12.30 WIB.
http://politik.kompasiana.com/2013/06/20/-peran-pemuda-dan-mahasiswa-
membangun-kehidupan-politik-yang-cerdas-pada-pemilu-2014-570589.html
diakses pada tanggal 28 Januari 2014 pukul 13.00 WIB.
http://smi-semarang.blogspot.com/2010/10/gaya-hidup-dan-perilaku-
konsumtif.html diakses pada tanggal 28 Januari 2014 pukul 13.20 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme di akses pada tanggal 20 Januari 2014 pukul 03.03 WIB.
Putri, Karina Purnomo. (2009). Hubungan Natara Konsep Diri dan Gaya Hedonis Pada Remaja. Universitas Katholik Soegijapratana. Semarang. Diambil dari
Jurnal Website
http://eprints.unika.ac.id/2800/1/05.40.0006_Karina_Purnomo_Putri.pdf diakses pada tanggal 25 Januari 2014 pukul 12.10 WIB.
Rachmawanti, Veronika. (2009). Hubungan Antara Hedonic Shopping Value,
Positive Emotion dan Perilaku Impulse Buying Pada Konsumen Ritel. Safitri, Dewi. (2011). Gaya Hidup Konsumtif Perempuan Kota Muda Single
Bekerja (Studi Deskriptif Di Kalangan Perempuan Bekerja Di Komplek TASBI, Kel. Tanjung Rejo, Kec. Medan Sunggal. Diambil dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/30584 diakses pada tanggal 29 Oktober 2013 pukul 08.00 WIB.
Nama Tidak Diketahui. BAB II : Gejala Shoppaholic di Kalangan Mahasiswa.
Diambil dari http://dir.unikom.ac.id/s1-final-project/fakultas-desain/desain-komunikasi-visual/2010/jbptunikompp-gdl-sagitaamal-22809/3-unikom-s-i.pdf/ori/3-unikom-s-i.pdf diakses pada tanggal 25 Januari 2014 pukul 12.15 WIB.
87
Nama Tidak Diketahui. Tinjauan Pustaka Gaya Hidup Hedonis Dengan Penelitian Terdahulu. Diambil dari http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/631/jbptunikompp-gdl-friescella-31510-8-unikom_f-i.pdf diakses pada tanggal 25 Januari 2014 pukul 12.00 WIB.
Extra Intisari.2013. Seputar Dunia Profesi. Jakarta : PT Intisari Mediatama. Majalah
Arifin, Z. dan Rahayu I. T. (2007). Hubungan Antara Orientasi Religius, Locus of
Control dan Psychoogical Well-Being Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Jurnal
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Diakses
melalui http://ejournal.uin-malang.ac.id tanggal 22 Januari 2013.
Azwar, S. (2013). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Edwards, E. A. (1993). Development of a New Scale Measuring Compulsive
Buying Behavior.
Michigan: Michigan University Dept. Diakses melalui www.afcpe.org tanggal 22
Januari 2013.
Gerald, V. (2013). Fenomena Konsumtif Kelas Menengah Indonesia. (Online),
(http://www.shnews.co), diakses tanggal 5 Agustus 2013.
Herminarto Sofyan, Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan
Kemahasiswaan, Makalah Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Hotpascaman. (2010). Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan
Konformitas Pada Remaja. Skripsi. Univeritas Sumatera Utara. Diakses
melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream tanggal 6 Maret 2013
88
Hurlock, E. B. Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo (1999). Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta:
Erlangga.
Japarianto, E. dan Sugiharto, S. (2011). Pengaruh Shopping Life Style dan
Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behavior Masyarakat High
Income Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, 6, 1, April 2011. Diakses
melalui http://repository.petra.ac.id 4 Maret 2013.
Kotler, P. (2001). Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Jakarta Erlangga.
Kresnawan, J. D. (2010). Hubungan Antara Locus of Control Dengan Strategi
Coping Pada Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang. Skripsi.
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Diakses
melalui http://lib.uin-malang.ac.id tanggal 8 Juli 2013.
Mangkunegara, A. (2005). Perilaku Konsumen. Bandung: Refika Aditama.
Martha, S. H. dan Setyawan, I. (2010). Correlation Among Self-Esteem with A
Tendency Hedonist Lifestyle of Students At Diponegoro University. Jurnal.
Diakses melalui http://www.eprints.undip.ac.id tanggal 27 Januari 2013.
Masmuadi, A. (2007). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kecenderungan
Gaya Hidup Hedonis Pada Remaja. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.
Diakses melalui http://psychology.uii.ac.id tanggal 6 Maret 2013.
Moeljosoedjono, H. K. (2008). Attachment Style Pada Wanita yang Mengalami
Shopping Addiction. Skripsi. Universitas Indonesia. Diakses melalui
http://digilib.ui.ac.id tanggal 7 Januari 2013.
89
Papalia, D. E., dkk. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan)
Edisi Kesembilan. Boston: McGraw-Hill.
Pinasti, W. (2011). Pengaruh Self-Efficacy, Locus of Control, dan Faktor
Demografis Terhadap Kematangan Karir Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Diakses melalui http://repository.uinjkt.ac.id tanggal 7 Juni 2013.
Rahma, F. A. dan Reza M. (2013). Hubungan Antara Pembentukan Identitas
Diri Dengan Perilaku Konsumtif Pembelian Merchandise Pada Remaja.
Character, 01, 03, Tahun 2013. Diakses melalui
(http://ejournal.unesa.ac.id), tanggal 5 Agustus 2013.
Rema, D. (2012). 7 Alasan Mengapa Wanita Suka Berbelanja. (Online),
(http://www.wolipop.detik.com), diakses tanggal 1 Februari 2013.
Salam, B. (2002). Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral. C.I. Jakarta:
Rineka Cipta.
Santoso, E. (2005). Pengaruh Motivasi, Komitmen Organisasi dan Locus of
Control Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Menjelang Merger di PT
Amarta Karya). Thesis. Diakses melalui http://eprints.undip.ac.id tanggal 22
Januari 2013.
Santrok, J. W. (2007). Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sari, T. Y. (2009). Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Body Image
Pada Remaja Putri.Skripsi. Diakses melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream tanggal 4 Maret 2013.
90
Sholihah, N. A. dan Kuswardani, I. (2011). Hubungan Antara Gaya Hidup
Hedonis dan Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku Konsumtif
Terhadap Ponsel Pada Remaja. Jurnal Psikohumanika, 4, 1. Diakses
http://psikohumanika.setiabudi.ac.id tanggal 26 Februari 2013.
Siregar. (2010). Shopping Disorders. Majalah Gogirl.
Wardhani, M. D. (2009). Hubungan Antara Konformitas dan Harga Diri Dengan
Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri. Skripsi. Universitas
Negeri Surabaya. Diakses melalui http://eprints.uns.ac.id tanggal 7
Agustus 2013.
Widawati, L. (2011). Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control”
Pada Konsumen di Carrefour Bandung. Mimbar. XXVII, 2 (Desember
2011), 125-132. Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Bandung.
Diakses melalui http://mimbar.lppm.unisba.ac.id tanggal 5 Maret 2013.
Ancok, Djamaludin. 2004. Psikologi Terapan : mengupas dinamika kehidupan
umat manusia. Yogyakarta : Darussalam Offset
David Chaney. Lifestyles: Sebuah Pengantar Komprehensif. Terj. Nuraeni. Yogyakarta : Jalasutra. 2003
Elizabeth B, Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi kelima. Jakarta: Erlangga L. Zulkifli. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional Rahayu, Siti. 2004. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai
Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
91
Ainiyuwanisa, Perilaku Konsumtif Pada Remaja Terhadap Chatting, Sumber Internet :
http://aniyuwanisa.wordpress.com/2009/11/15/perilaku-konsumtif-pada-remaja-terhadap-chatting-tugas-ii/ tanggal 27 des 7:30
Rifki, Muhammad. Remaja dan Konsumerisme.
http://www.sosbud.kompasiana.com, diakses 11 November 2011, pukul 22.40 WIB.
Siska Purkasih, Masalah Konsumerisme di Kalangan Remaja,
http://www.siskapurkasih.blogspot.com, diakses 11 November 2011, pukul 22.40 WIB
___, Indikator Perilaku Konsumtif. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23554/3/Chapter%20II.pdf. Akses 27 Desember 2011, pukul 20.08 WIB.
Sonsaka, Mastur. Remaja dalam kubangan Konsumerisme, http://www.mastursonsaka.wordpress.com, diakses 11 november 2011, pukul 22.40 WIB
92
PROFILE INFORMAN
1. Nama : 2. Alamat : 3. Umur : 4. Agama : 5. Suku : 6. Departemen/stambuk : 7. Pendapatan :
1. apakah anda tinggal bersama orang tua (keluarga)? Atau menyewa kamar (kost-an)? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
2. Apakah pekerjaan orang tua anda? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
3. Apakah anda memiliki pekerjaan sampingan? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
4. Menurut anda, apakah sejauh ini pendapatan anda sebanding dengan gaya hidup anda? Bagaimana anda menngatur pendapatan dan pengeluaran anda? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
5. Adakah perkelompokan yang anda buat dalam keseharian di perkuliahan? Jawab ____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
6. Apakah anda sering merelakan/ absen masuk kuliah, demi untuk keluar jalan- jalan bersama teman anda? Dan seberapa sering jika dihitung perminggu? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
93
7. Apa yang mendasari anda sehingga bisa mengikuti gaya hidup hedonis? Apakah ada motivasi dibalik itu semua? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
8. Bagaimana dengan perkembangan nilai/ indeks prestasi yang anda dapatkan selama perkuliahan ini? __________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
9. Apakah anda mengikuti sebuah organisasi kampus ? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
10. Apakah anda mengikuti perkembangan kampus selama ini? Seperti kalau ada pemilihan gubernur di fakultas, dan acara acara kampus lainnya? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
11. Bagaimana hubungan yang terjalin antara anda dengan keluarga ? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
12. Apakah anda sering berkomunikasi dengan keluarga tentang hal perkuliahan dan hal yang bukan perkuliahan? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
13. Adakah orang tua anda mengingatkan anda untuk berhemat dan disiplin dalam keuangan anda? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
14. Adakah keluarga memberikan batasan- batasan tentang pergaulan? Atau apakah anda diberikan kebebasan? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________
94
________________________________________________________________________________________________________
15. Dalam jangka waktu seminggu ada berapa kali anda pergi jalan- jalan bersama teman anda? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
16. Kemanakah anda sering pergi menghabiskan waktu tersebut? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
17. Adakah penngkategorian anda dalam pemilihan tempat untuk hang out tersebut? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
18. Apakah yang anda lakukan di tempat anda menghabiskan waktu tersebut? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
19. Berapa lama anda berada di tempat tersebut? Apakah anda berpindah tempati dari tempat yang lain ke tempat lainnya? Dan apa alasannya? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
20. Didalam kelompok / kumpulan teman- teman anda, apakah anda selalu merencanakan agar setiap pulang kuliah harus hang out? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
21. Apakah anda selalu up tu date tentang tempat-tempat baru di kota medan ini? Misalkan pusat mall, café, dan lainnya? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
22. Apakah anda selalu up to date tentang barang- barang branded terbaru? Dan adakah pemilhan barang yang akan anda gunakan?
95
Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
23. Apakah anda selalu up tu date dengan tekhnologi sekarang? Seperti smartphone dan lainnya? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
24. Apakah anda selalu memperhatikan penampilan untuk berkuliah? Jawab_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
96
LAMPIRAN FOTO
Kegiatan salah satu informan dengan teman sekelompoknya di sebuah café yang terletak di pusat perbelanjaan, dimana aktivitas ini mareka lakukan sehabis waktu perkuliahan
Kegiatan salah satu informan, dimana tepat pada saat itu ada teman sekelompoknya
sedang berulang tahun, dan mareka merayakannya di sebuah café.
Salah satu informan beserta keluarganya, dimana informan tersebut memang berasal
dari keluarga yang memiliki ekonomi yang mapan.
97
salah satu informan sedang menikmati makan malam bersama keluarganya.
Salah satu informan yang saya dapatkan, dengan sedikit memperlihatkan beragam jenis barang bermerk yang dikenakan nya.
Inilah beragam jenis gadget koleksi milik salah satu informan