pergantian nama batavia menjadi jakarta sebagai bentuk

21
Universitas Indonesia 1 Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk Propaganda Jepang pada Awal Pendudukan Jepang di Indonesia Ekawati Alia Ramadhani Program Studi Jepang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas pergantian nama Batavia menjadi Jakarta yang dilakukan pemerintahan militer Jepang pada tanggal 10 Desember 1942. Pemerintahan militer Jepang menggunakan peran pers untuk melakukan propagandanya. Pemerintah militer Jepang menggunakan surat kabar Asia Raya dan Tjahaja sebagai media yang digunakan untuk melakukan propaganda. Tujuan pergantian nama tersebut adalah untuk mencapai konsep “Kemakmuran Asia Timur Raya” (Dai – Tōa Kyōeiken). Analisis yang dilakukan berdasarkan pada propaganda yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan. Dari hasil analisis tersebut, terlihat bahwa pergantian nama tersebut merupakan suatu bentuk propaganda. Kata Kunci : Pergantian Nama, Propaganda, Pers, Pemerintahan Militer Jepang, Pendudukan Jepang di Indonesia Abstract This research examine the retitling of Batavia to Jakarta done by Japanese military government on 10 December 1942. Japanese military government used the role of the press to perform its propaganda. Japanese military government used newspaper Asia Raya and Tjahaja as the media to perform the propaganda. The purpose of the retitling was to achieve the concept of “Greater East Asia Co- Prosperity Sphere” (Dai – Tōa Kyōeiken). The analysis was conducted based on Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Upload: others

Post on 20-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

Universitas Indonesia 1

Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk Propaganda

Jepang pada Awal Pendudukan Jepang di Indonesia

Ekawati Alia Ramadhani

Program Studi Jepang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,

Depok

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini membahas pergantian nama Batavia menjadi Jakarta yang dilakukan

pemerintahan militer Jepang pada tanggal 10 Desember 1942. Pemerintahan

militer Jepang menggunakan peran pers untuk melakukan propagandanya.

Pemerintah militer Jepang menggunakan surat kabar Asia Raya dan Tjahaja

sebagai media yang digunakan untuk melakukan propaganda. Tujuan pergantian

nama tersebut adalah untuk mencapai konsep “Kemakmuran Asia Timur Raya”

(Dai – Tōa Kyōeiken). Analisis yang dilakukan berdasarkan pada propaganda

yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan. Dari hasil

analisis tersebut, terlihat bahwa pergantian nama tersebut merupakan suatu bentuk

propaganda.

Kata Kunci : Pergantian Nama, Propaganda, Pers, Pemerintahan Militer

Jepang, Pendudukan Jepang di Indonesia

Abstract

This research examine the retitling of Batavia to Jakarta done by Japanese military

government on 10 December 1942. Japanese military government used the role of

the press to perform its propaganda. Japanese military government used

newspaper Asia Raya and Tjahaja as the media to perform the propaganda. The

purpose of the retitling was to achieve the concept of “Greater East Asia Co-

Prosperity Sphere” (Dai – Tōa Kyōeiken). The analysis was conducted based on

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 2: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

2

Universitas Indonesia

propaganda stated by Harold D. Lasswell and Abraham Kaplan. From the result of

the analysis, it appears that the retitling is a form of propaganda.

Keywords : Retitling, Propaganda, Press, Japanese Military Government,

Japanese Occupation in Indonesia

Pendahuluan

Pendudukan pemerintahan militer Jepang merupakan lanjutan dari

pendudukan pemerintahan Belanda dalam sejarah kolonialisasi di Indonesia.

Zaman penjajahan Belanda yang selama 350 tahun berlangsung akhirnya usai

setelah Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada 8 Maret 1942 di

Kalijati1. Dengan berakhirnya pemeritahan Belanda di Hindia-Belanda, maka

pemerintahan militer Jepang mengambil alih pemerintahan di Hindia-Belanda.

Pada tanggal 7 Maret 1942, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan

Osamu Seirei 2 No. 1 yang berisi bahwa balatentara Jepang akan segera

melangsungkan pemerintahan militer sementara waktu di daerah-daerah yang

telah ditempati. Dengan undang-undang tersebut, maka pemerintahan sementara

dipegang oleh pemerintahan militer Jepang. Susunan pemerintahan militer Jepang

sendiri terdiri dari Gunshireikan (Panglima Tentara), Saikō Shikikan (Panglima

Tertinggi), lalu Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer). Gunshireikan

menetapkan peraturan yang dikeluarkan oleh Gunseikan, yang diumumkan dalam

Kan Pō (Berita Pemerintah), sebuah majalah pemerintahan resmi yang

dikeluarkan oleh Gunseikanbu (Badan Pemerintahan Militer) 3 . Gunseikanbu

terdiri dari delapan bu (Departemen), yaitu Sōmubu (Departemen Urusan Umum),

Naimubu (Departemen Urusan Umum), Keimubu (Departemen Kepolisian),

Sendenbu (Departemen Propaganda), Sangyōbu (Departemen Perusahaan, Industri,

                                                                                                                         1Rosihan Anwar, Musim Berganti: Sekilas Sejarah Indonesia 1925 – 1950, (Jakarta: Grafiti Pers, 1985), hal. 92. 2 Osamu Seirei: Undang-undang yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Keenambelas (Pemerintah militer Angkatan Darat untuk Jawa-Madura). Osamu sendiri merupakan kode dari Tentara Keenambelas yang berarti “to settle” atau “to restrain”. 3 Ibid.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 3: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

3

Universitas Indonesia

dan Kerajinan Tangan), Kōtsūbu (Departemen Lalulintas), Shihōbu (Departemen

Kehakiman), dan Zaimubu (Departemen Keuangan)4.

Sebelum Belanda menyerah kepada pemerintahan militer Jepang, Batavia

telah diduduki oleh Jepang pada tanggal 5 Maret 1942 karena Belanda

mengumumkan bahwa Batavia merupakan “kota terbuka”, yang artinya adalah

Batavia tidak akan dipertahankan oleh Belanda 5 . Seperti halnya Belanda,

pemerintahan militer Jepang pun memusatkan pemerintahannya di Batavia dengan

mengubah Stadsgemeente Batavia (Kotamadya Batavia) menjadi Batavia

Tokubetsushi (Kota Khusus Batavia), lalu disahkan dengan keputusan yang

dikeluarkan oleh Gunseikan pada 8 Agustus 19426.

Meskipun penjajahan Belanda sudah berakhir dan pemerintahan militer

Jepang menggantikannya dengan pemerintahan yang berbeda, karena masih

melekatnya rasa kolonialisasi di hati rakyat Indonesia, mereka masih pasif

terhadap kebijakan-kebijakan dan ajakan-ajakan yang dikeluarkan oleh Jepang.

Oleh karena itu, untuk menyita hati rakyat (minshin ha’aku) dan

mengindoktrinisasi dan menjinakkan mereka (senbu kōsaku), pemerintahan

militer Jepang membentuk Sendenbu (Departemen Propaganda) dalam naungan

Gunseikanbu pada Agustus 1942. Departemen ini bertanggungjawab atas

propaganda serta informasi yang menyangkut pemerintahan sipil7.

Pada tanggal 8 Desember 1942, pemerintahan militer Jepang membuat

perayaan bertajuk “Hari Pembangunan Asia Raya”. Pada tanggal 20 November

1942, Badan Propaganda Barisan Pemuda mengumumkan adanya perayaan

tersebut8. Sejak tanggal tersebut, berita mengenai perayaan tersebut diberitakan

secara luas melalui surat kabar-surat kabar beserta Kan Pō (Berita Pemerintah).

Setelah acara tersebut selesai berlangsung, terbit maklumat mengenai pergantian

nama Batavia menjadi Jakarta yang dikeluarkan oleh Gunseikanbu berdasarkan

                                                                                                                         4 Asia Raya No. 190, 3 Desember 2602, hal. 1. 5 Pusponegoro dan Notosusanto, op.cit, 3. 6 Kan Pō No. 3, (Batavia: Gunseikanbu, 1942), hal. 10. 7 Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945, (Jakarta: PT Grasindo, 1993), hal. 229. 8 Asia Raya No. 180, 21 November 2602, hal. 2.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 4: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

4

Universitas Indonesia

acara “Hari Pembangunan Asia Raya” pada tanggal 10 Desember 19429 yang

isinya sebagai berikut.

MAKLOEMAT Nama “Batavia” diganti dengan “Djakarta”

Beberapa ratoes tahoen jang laloe, daerah “Batavia” terkenal pada rakjat

Nippon dengan nama “Djakarta”, tetapi nama itoe dioebah oleh pemerintah Belanda dahoeloe dengan “Batavia”.

Sedjak Balatentara Dai Nippon mendarat di Djawa, soedah dioesahakan soepaja nama itoe diganti dan baroe-baroe ini dari Pemerintah Agoeng di Tokio soedah didapat izin oentoek mengoebah nama “Batavia” itoe.

Berhoeboeng dengan itoe, moelai tanggal 8 Desember, jaitoe “Hari Pembangoenan Asia Raja”, nama “Batavia” diganti dengan “Djakarta”.

Djakarta, tanggal 10, boelan 12, tahoen 2602.

Gunseikanbu.10

Dalam menyebarkan maklumat tersebut, pemerintah militer Jepang

menggunakan media surat kabar. Maklumat tersebut diterbitkan di surat kabar

Asia Raya pada tanggal 11 Desember 1942. Selain di surat kabar Asia Raya yang

merupakan surat kabar yang terbit di Jakarta, maklumat yang sama juga

diterbitkan sehari setelahnya di surat kabar Tjahaja, surat kabar yang terbit di

Bandung.

Kota ini pun sebelumnya telah mengalami perubahan nama beberapa kali.

Pada abad ke-12, daerah ini sudah dikenal sebagai Pelabuhan Kalapa yang

merupakan sebuah kota yang sangat besar dengan pelabuhan kerajaan Sunda yang

terpenting dan terbaik11. Pada tahun 1527, Kalapa berada di tangan Fadhillah

masuk bagian Kesultanan Banten dan namanya berganti menjadi Jayakarta12. Pada

tahun 1916, Jan Pieterszoon Coen dari Vereenigde Oost Indische Companie

(VOC) merebut Jayakarta13. Sejak itu, Jayakarta diubah menjadi Stad Batavia

(Kota Batavia) sebagai pusat kedudukan VOC di Indonesia14.

                                                                                                                         9 Kan Pō No. 9, (Batavia: Gunseikanbu, 1942), hal. 3 dan 5. 10 Ibid, hal. 5. 11 Marwati Djoened Pusponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II Edisi Pemutakhiran (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hal. 419. 12 Marwati Djoened Pusponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III Edisi Pemutakhiran, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hal. 66-67. 13 Pusponegoro dan Notosusanto, op. cit., 5. 14 G.A. Warmansjah, Drs. Sudiyo, Drs. Alwi Djamaluddin, Drs. Herman Djana, Sejarah Revolusi Kemerdekan (1945-1949) DKI Jakarta (Jakarta: Proyek IDSN,1979), hal. 5.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 5: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

5

Universitas Indonesia

Pergantian nama Batavia menjadi Jakarta oleh pemerintahan militer Jepang

untuk menarik simpati rakyat Indonesia berkaitan dengan propaganda, seperti

pengertian propaganda yang dirumuskan oleh Harold D. Lasswell, yaitu teknik

untuk memengaruhi kegiatan manusia dengan memanipulasikan representasinya

(representasi dalam hal ini berarti kegiatan atau berbicara untuk suatu

kelompok)15.

Dari latar belakang di atas, masalah yang penulis ambil untuk skripsi ini

adalah pergantian nama Batavia menjadi Jakarta sebagai bentuk propaganda oleh

pemerintahan militer Jepang di Jawa. Penulis ingin mengetahui apakah pergantian

nama tersebut merupakan suatu bentuk propaganda atau tidak, dilihat dari definisi

propaganda dan simbol-simbol politik yang dikemukakan oleh Harold D.

Lasswell dan Abraham Kaplan dalam buku Power and Society. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis pergantian nama

Batavia menjadi Jakarta sebagai bentuk propaganda oleh pemerintahan militer

Jepang di Jawa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analisis.

Sumber data yang digunakan penulis adalah surat kabar Asia Raya dan

Tjahaja yang diterbitkan pada tanggal 20 November 1942 hingga 19 Desember

1942. Untuk mendukung penulisan ini, penulis juga menggunakan buku-buku

mengenai propaganda melalui buku Power and Society oleh Harold D. Lasswell

dan Abraham Kaplan. Selain itu, skripsi ini ditulis dengan melihat studi terdahulu

mengenai propaganda yang dilakukan oleh pemerintah militer Jepang dari dua

buku, yaitu Mobilisasi dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosial di Pedesaan

Jawa 1942-1945 oleh Aiko Kurasawa dan The Thought War: Japanese Imperial

Propaganda oleh Barak Kushner.

Pembahasan

Menurut Harold D. Lasswell, propaganda adalah teknik untuk

mempengaruhi kegiatan manusia dengan memanipulasikan representasinya

(representasi dalam hal ini berarti kegiatan atau berbicara untuk suatu kelompok)16.

                                                                                                                         15 Drs. R.A. Santoso Sastropoetro, Propaganda: Salah Satu Bentuk Komunikasi Massa, (Bandung: Penerbit Alumni, 1991), hal. 31. 16 Sastropoetro, op. cit., 31.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 6: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

6

Universitas Indonesia

Secara politik, propaganda terdiri dari simbol-simbol politik yang dimanipulasi

demi kontrol opini publik. Tipe-tipe dari simbol-simbol politik dapat berupa

konstitusi, piagam, hukum, perjanjian, dan lain-lain. Selain itu, simbol-simbol

politik juga bisa berupa hal-hal seperti program, polemik, dan slogan partai;

pidato, editorial, forum pada topik kontroversial; dan teori dan filosofi politik.

Merriam juga menambahkan bentuk lain dari simbol-simbol politik, yaitu seperti

hari dan periode peringatan; tempat umum dan monumental apparatus; musik dan

lagu; desain artistik pada bendera, dekorasi, pahatan, dan seragam; cerita dan

sejarah; upacara; dan demonstrasi massa dengan parade, orasi, dan musik.

Simbol-simbol politik tersebut dapat diklasifikasikan sebagai propaganda,

apabila efektif dengan fase-fase sebagai berikut:

1. Diperhatikan (attention), yaitu hanya dengan sedikit pergeseran fokus

perhatian, propaganda dapat mengubah opini. Pengulangan yang

sering dan tegas cukup untuk membangkitkan respon yang diinginkan;

2. Dimengerti (comprehension), yaitu simbol yang digunakan pada

propaganda dapat dimengerti. Keefektifan propaganda bergantung

kepada makna dari simbol-simbol, bukan pada tanda-tanda saja.

Selain itu, keefektifan propaganda juga bergantung kepada

kerentantan terhadap berbagai penafsiran sehingga membuat daya

tarik yang serentak untuk kecenderungan heterogen;

3. Dinikmati (enjoyment) secara positif maupun negatif. Propagandis

harus menyampaikan dengan cara yang akan membangkitkan

tanggapan yang menguntungkan untuk dirinya serta untuk kebijakan

yang dipropagandakan;

4. Dievaluasi (evaluation), yaitu rujukan dari simbol dinilai kembali

dalam hal identifikasi, tuntutan, dan harapan yang dirumuskan oleh

simbol, seperti bagaimana simbol tersebut bereaksi dalam perspektif

baru kepada seseorang, kebijakan, dan situasi yang dirujuk oleh

simbol tersebut; dan

5. Ditindak (action). Respon pada situasi tertentu dapat

diinternalisasikan, namun efek dari simbol dapat diperpanjang ke

lingkungan tidak hanya dengan cara mengeksternalisasi respon,

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 7: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

7

Universitas Indonesia

namun juga memodifikasinya sehingga dapat mengubah respon di

masa depan 17.

Terdapat tujuh teknik yang dapat dilakukan dalam kegiatan yang dapat

dilakukan dalam kegiatan propaganda dalam interaksi sosial. Ketujuh teknik

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Name-calling (cap buruk), yaitu pemberian sebutan atau julukan

dalam arti buruk dengan maksud untuk menurunkan derajat, nama

baik seseorang atau prestise suatu ide di hadapan umum;

2. Glittering generalities (pembajikan), yaitu suatu teknik propaganda

dengan menonjolkan gagasan yang berupa sanjungan-sanjungan

agung, seperti penggunaan kalimat “demi keadilan dan kebenaran”

atau “demi membela kaum tertindas” dan sebagainya;

3. Transfer (pengalihan), yaitu propaganda yang menggunakan teknik

pemakaian pengaruh dari seseorang tokoh yang paling berwibawa di

lingkungan tertentu;

4. Testimonials (kesaksian), yaitu cara menggunakan nama orang

terkemuka yang mempunyai otoritas dan prestise sosial tinggi dalam

upaya meyakinkan sesuatu;

5. Plain-folk (merakyat), yaitu cara propaganda dengan jalan memberi

identifikasi terhadap ide;

6. Card-stacking (mengatur keadaan), yaitu propaganda dengan cara

menonjolkan hal-hal baiknya saja, sehingga publik hanya dapat

melihat dari satu sisi saja; dan

7. Bandwagon Technique (pengumpulan), yaitu propaganda yang

dilakukan dengan cara menggembar-gemborkan sukses yang dicapai

oleh seseorang atau suatu lembaga, atau suatu organisasi18.

Pemerintah Militer Jepang melahirkan sebuah konsep “Kemakmuran Asia

Timur Raya” (Dai – Tōa Kyōeiken) yang digunakan sebagai alat utama untuk

merangsang rakyat Jepang agar mau ikut berjuang pada masa perang. Konsep ini

                                                                                                                         17 Lasswell dan Kaplan, op. cit., 111-113. 18 Soenarjo, op. cit., 34-35.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 8: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

8

Universitas Indonesia

juga didengung-dengungkan di daerah-daerah pendudukan Jepang19, salah satunya

Hindia Belanda. Untuk memperoleh dukungan bagi usaha perang Jepang dari

unsur-unsur nasionalis, Jepang menekankan tujuan “pembebasan rakyat Asia”20.

Salah satu cara yang digunakan Jepang untuk memperoleh dukungan adalah

propaganda. Inti dari pesan propaganda yang disampaikan Jepang adalah Jepang

merupakan negara dan ras yang paling modern di Asia dan dapat memimpin Asia

dalam melewati abad ke-2021.

Propaganda Jepang pun terdiri dari campuran pesan-pesan yang

dikembangkan oleh staf-staf profesional. Jepang sadar akan pentingnya teknik

propaganda sebagai usaha untuk menyita hati rakyat (minshin ha’aku) dan

mengindoktrinisasi dan menjinakkan mereka (senbu kōsaku), sehingga pada

pendudukan pemerintahan militer Jepang di Jawa, dibentuk Sendenbu

(Departemen Propaganda)22. Sendenbu bertanggung jawab atas propaganda serta

informasi yang ditujukan kepada penduduk sipil di Jawa, termasuk orang

Indonesia, Indo-Eropa, minoritas Asia, dan Jepang23.

Staf dari Sendenbu tidak hanya berasal dari Jepang, namun Sendenbu juga

merekrut staf lokal. Staf lokal ini terbagi menjadi berbagai kategori, yaitu adalah

orang Indonesia yang direkrut atas dasar karir sebelum perang, orientasi politik,

kedudukan dalam masyarakat tradisional, sifat karismatik dan agitatif, serta

kemampuan berpidato. Selain itu, orang Indonesia direkrut menurut kedudukan

mereka sebelumnya seperti guru sekolah, dan mereka yang memiliki pengalaman

dalam gerakan anti-Belanda. Beberapa diantara staf Sendenbu lokal adalah

Muhammad Yamin yang merupakan Sanyo (Penasehat) Sendenbu, Sitti

Noerdjannah, Chairul Saleh, dan Sukarni24.

Pemerintahan militer Jepang menggunakan peran pers dalam

menyampaikan propagandanya. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua

media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi                                                                                                                          19 Ken’Ichi Goto, Jepang dan Pergerakan Nasional Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor, 1998), hal. 84. 20 Mitsuo Nakamura. “General Imamura and the Early Period of Japanese Occupation.” Indonesia 10 (1970). 21 Barak Kushner, The Thought War: Japanese Imperial Propaganda, (Honolulu: University of Hawai’i Press, 2006), hal. 20. 22 Aiko, op. cit., 229. 23 Ibid, hal. 229-230. 24 Ibid, hal. 233-234.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 9: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

9

Universitas Indonesia

memancarkan/menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan

seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Dalam pengertian sempit,

pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses

percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan,

dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak25.

Pers mempunyai peran penting sebagai alat perubahan sosial dan

pembaharuan masyarakat. Sebagai agen perubahan sosial, pers memiliki tugas

memperluas cakrawala pandangan, memusatkan perhatian khalayak dengan

pesan-pesan yang ditulisnya; menumbuhkan aspirasi; dan menciptakan suasana

membangun26.

Dalam proses komunikasi melalui media, terdapat lima komponen yang

terlibat, yaitu penyampai, pesan, saluran, penerima, dan efek. Pers hanya sebagai

saluran bagi pernyataan umum. Yang bertindak sebagai penyampai merupakan

individu yang bekerja pada surat kabar, majalah, studio radio, televisi, dan

sebagainya, sehingga ia tidak menampilkan atau mencantumkan namanya. Namun

ada juga orang yang menyebutkan namanya dalam rubrik tertentu, seperti

kolumnis. Kolumnis dapat digolongkan sebagai opinion leader atau pembentuk

pendapat umum. Namanya sudah merupakan jaminan bagi mutu tulisannya,

sehingga tulisan tersebut sering dijadikan pedoman bagi pembacanya27.

Setelah pemerintahan militer Jepang menguasai Hindia Belanda dengan

Angkatan Darat keenambelas sebagai pemerintah di Jawa-Madura, banyak

undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintahan militer Jepang untuk

mendukung pemerintahannya. Pemerintahan militer Jepang mulai memperhatikan

pers sebagai sarana pendukung kebijaksanaan di daerah pendudukannya karena

mereka merasakan bahwa masyarakat masih kurang memahami peraturan-

peraturan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pada 13 Mei 1942, Dinas Pers

Balatentara Jepang (Hodohan) mengeluarkan sebuah maklumat agar segala

sesuatu yang akan dicetak harus dikirim terlebih dahulu ke kantor sensor28.

                                                                                                                         25 Rachmadi, op. cit., 9-10. 26 Ibid, hal. 17-18. 27 Ibid, hal 10.11. 28 A. Latief, Pers Di Indonesia Di Zaman Pendudukan Jepang, (Surabaya: Karya Anda, 1980), hal. 15.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 10: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

10

Universitas Indonesia

Pada tanggal 3 April 1942, pemerintahan militer Jepang di Jawa Barat

mengundang para Hoofdredacteur (Pemimpin Redaksi) untuk memberikan

penjelasan mengenai kebijaksanaan pers yang akan diberlakukan, yaitu bahwa

setiap daerah hanya diperbolehkan terbit satu surat kabar saja dengan

menggunakan bahasa Indonesia29. Dengan adanya kebijaksanaan tersebut, maka di

Bandung terbit surat kabar bernama Tjahaja. Lalu pada tanggal 29 April 1942,

Pemerintah Militer Jepang menerbitkan surat kabar Asia Raya. Peredaran surat

kabar-surat kabar tersebut pun dibatasi sampai wilayah kekuasaan pembesar

Pemerintah Militer Jepang saja, seperti surat kabar Tjahaja yang hanya

diperbolehkan untuk beredar di seluruh wilayah Jawa Barat30.

Pada tanggal 20 November 1942 di surat kabar Asia Raya, Badan

Propaganda Barisan Pemuda mengumumkan bahwa beberapa minggu lagi,

tepatnya pada tanggal 8 Desember 1942 akan diadakan perayaan hari permulaan

bangunnya Asia Timur Raya31. Perayaan tersebut kemudian dinamakan sebagai

Hari Pembangunan Asia Raya. Hari tersebut dimaksudkan untuk memperingati

permulaan perang dan menyebarkan arti perayaan tersebut kepada pemuda

maupun anak-anak hingga ke pelosok negeri. Oleh karena itu, sebagai anggota

dari Asia Raya, Indonesia turut merayakan hari tersebut32.

Setelah perayaan Hari Pembangunan Asia Raya selesai berlangsung,

diterbitkan maklumat mengenai pergantian nama Batavia menjadi Jakarta.

Maklumat tersebut dikeluarkan oleh Gunseikanbu pada tanggal 10 Desember

194233. Momentum Hari Pembangunan Asia Raya digunakan dalam menerbitkan

maklumat di atas. Dalam maklumat tersebut disebutkan bahwa nama Batavia

diganti dengan Jakarta sejak tanggal 8 Desember 1942 yang merupakan Hari

Pembangunan Asia Raya. Telah disebutkan sebelumnya bahwa propaganda terdiri

dari simbol-simbol politik yang dimanipulasi demi kontrol opini publik. Dalam

hal ini, simbol-simbol politik yang Jepang gunakan hari dan periode peringatan,

yaitu Hari Pembangunan Asia Raya yang dirayakan pada tanggal 8 Desember

1942.

                                                                                                                         29 Muhammad Koerdi, Seumur Jagung, (Bandung: Sumur Bandung, 1983), hal. 42. 30 Adinegoro, Pers di Masa Pendudukan Djepang, (Jakarta: Balai Pustaka, 1951), hal. 15. 31 Asia Raya No. 180, 21 November 2602, hal. 2 32 Asia Raya No. 179, 20 November 2602, hal. 1 33 Kan Pō No. 9, (Batavia: Gunseikanbu, 1942), hal. 3 dan 5.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 11: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

11

Universitas Indonesia

Setelah acara tersebut selesai berlangsung, diterbitkan maklumat mengenai

pergantian nama Batavia menjadi Jakarta oleh Gunseikanbu. Dalam hal tersebut,

maklumat pergantian nama Batavia menjadi Jakarta merupakan salah satu bentuk

dari simbol politik, serupa dengan piagam yang dikemukakan oleh Lasswell.

Untuk mendapatkan perhatian (attention) dari rakyat Jawa, pemerintahan

militer Jepang menyebarluaskan maklumat ini melalui surat kabar-surat kabar

yang ada di pulau Jawa, seperti surat kabar Asia Raya pada tanggal 11 Desember

1942 dan surat kabar Tjahaja pada tanggal 12 Desember 1942. Pengulangan dari

maklumat ini dilakukan dengan adanya artikel-artikel yang membahas mengenai

pergantian nama tersebut di edisi-edisi setelah maklumat tersebut diterbitkan.

Agar maklumat tersebut dimengerti (comprehension), pemerintahan militer

Jepang memberikan pemahaman bahwa pergantian nama tersebut atas dasar nama

Jakarta yang diubah menjadi Batavia sebelumnya oleh pemerintah Belanda.

Pergantian tersebut juga berasal dari usaha yang dilakukan oleh Balatentara Dai

Nippon dan diizinkan oleh pemerintah di Tokyo. Pemahaman tersebut dapat

mengakibatkan penafsiran yang berbeda dari pembacanya, seperti pemerintah

Belanda yang mengganti nama Jakarta menjadi Batavia untuk kepentingan

pemerintahan Belanda, juga penafsiran bahwa pergantian nama tersebut

merupakan suatu maksud baik dari pemerintah militer Jepang karena mereka telah

mengusahakan hal tersebut. Penafsiran seperti itu dapat memberikan keuntungan

terhadap pemerintah militer Jepang agar masyarakat yang mengetahui maklumat

tersebut bersimpati terhadap pemerintah militer Jepang.

Pembaca maklumat ini dapat menikmati isi dari maklumat tersebut

(enjoyment) secara positif maupun negatif. Dalam hal ini, pemerintahan militer

Jepang memberikan kenyamanan atas kembalinya nama Jakarta yang dahulunya

pernah menjadi nama dari kota mereka sebelum diubah oleh pemerintah Belanda

dengan nama Batavia. Dengan pergantian nama tersebut, maka masyarakat dapat

kembali mewujudkan adat istiadat timur yang dahulu pernah ditinggalkan karena

adanya pemerintahan Belanda.

Isi dari maklumat tersebut dapat dievaluasi (evaluation), bahwa pergantian

nama Batavia menjadi Jakarta merupakan sebuah harapan yang diberikan oleh

Balatentara Dai Nippon, khususnya dari pemerintah di Tokyo, bagi rakyat

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 12: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

12

Universitas Indonesia

setempat saat itu. Masyarakat dapat memberikan simpatinya terhadap pemerintah

militer Jepang yang telah mengusahakan pergantian nama tersebut.

Dalam maklumat tersebut, terdapat teknik propaganda glittering generalities

(pembajikan) pada Balatentara Dai Nippon karena tertulis bahwa mereka yang

mengusahakan pergantian nama Batavia menjadi Jakarta yang selanjutnya

disetujui oleh pemerintah di Tokyo. Selain itu, terdapat teknik name-calling (cap

buruk) terhadap pemerintah Belanda karena sebelumnya mengubah nama kota

tersebut menjadi Batavia. Ada juga teknik transfer atau pemakaian pengaruh dari

pemerintah agung di Tokyo karena dituliskan telah memberikan izin pergantian

nama Batavia menjadi Jakarta dan teknik bandwagon terhadap Balatentara Dai

Nippon yang telah mengusahakan pergantian nama tersebut.

Dari analisis di atas, terlihat bahwa maklumat tersebut mengandung pesan

propaganda. Pesan propaganda dalam maklumat tersebut diinformasikan melalui

surat kabar Asia Raya dan Tjahaja yang merupakan pers. Hal tersebut sesuai

dengan peran pers, yaitu untuk memperluas cakrawala pandangan, memusatkan

perhatian khalayak, menumbuhhkan aspirasi, dan menciptakan suasana

membangun, digunakan oleh pemerintah militer Jepang demi mencapai tujuan

propagandanya.

Pada surat kabar Asia Raya dan Tjahaja, tidak hanya maklumat pergantian

nama Batavia menjadi Jakarta saja yang diterbitkan. Ada juga artikel-artikel yang

mendukung pergantian nama tersebut dengan menceritakan sejarah Jakarta, lalu

bagaimana Belanda menduduki Jakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia.

Artikel-artikel tersebut merupakan salah satu bentuk dari simbol politik, yaitu

story and history (cerita dan sejarah).

Salah satu artikel yang membahas mengenai hal tersebut diterbitkan pada

surat kabar Asia Raya tanggal 16, 17, dan 19 Desember 1942. Artikel yang

diterbitkan dalam tiga bagian ini berjudul “Jakarta” dan ditulis oleh Muhammad

Yamin. Artikel ini menceritakan sejarah Jakarta sejak sebelum tahun 1500 hingga

artikel tersebut diterbitkan.

Dengan artikel tersebut, penulis menginginkan pembaca artikel tersebut

untuk memperhatikan (attention) bahwa dengan adanya pergantian nama Batavia

menjadi Jakarta, orang-orang Indonesia dapat kembali mewujudkan adat istiadat

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 13: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

13

Universitas Indonesia

Timur. Pengulangan terhadap kata “timur” mengidentifikasikan bahwa hal

tersebut merupakan hal yang ingin ditekankan untuk membangkitkan respon yang

diinginkan.

Penulis dalam artikel ini menginginkan pembaca untuk memahami

(comprehension) bahwa dengan penulis mengatakan bahwa pergantian nama

Batavia menjadi Jakarta mengandung tujuan yang sama tingginya dengan maksud

peperangan suci Dai Nippon untuk mendirikan Tanah Air Indonesia Baru dalam

lingkungan kemakmuran bersama. Hal tersebut dapat memicu penafsiran bahwa

orang-orang Indonesia juga harus berusaha untuk pemerintah militer Jepang

sebagai timbal balik.

Dari sisi kenyamanan (enjoyment), dituliskan bahwa orang Indonesia dapat

kembali kepada dasar Indonesia. Selain itu orang Indonesia dapat mewujudkan

adat istiadat timur yang dahulu dihalang-halangi oleh pemerintah Belanda.

Pembaca dapat mengevaluasi (evaluation) bahwa dampak dari pergantian

nama Batavia menjadi Jakarta adalah orang Indonesia dapat kembali mewujudkan

adat istiadat timur yang telah ditinggalkan karena pemerintahan Belanda sudah

berakhir. Pembaca juga dapat menyadari bahwa dengan berakhirnya pemerintahan

Belanda, orang Indonesia dapat bekerjasama dengan pemerintah militer Jepang

untuk mewujudkan Asia Raya dalam lingkungan kemakmuran bersama.

Tindakan (action) yang diharapkan dari pergantian nama tersebut adalah

selain agar rakyat menginternalisasi atau meyakini pergantian nama tersebut

sebagai hal yang dinanti-nanti, rakyat juga merespon pergantian nama tersebut

sebagai ajakan untuk ikut serta dalam mencapai konsep Kemakmuran Asia Timur

Raya. Pemerintahan militer Jepang sudah dengan jelas mengharapkan agar

pemuda-pemuda, sasaran utama dari acara perayaan Hari Pembangunan Asia

Raya, untuk turut serta untuk mengakhiri perang Pasifik dengan

memenangkannya bersama balatentara Jepang. Mengakhiri perang Pasifik dapat

dimaknai sebagai turut sertanya pemuda-pemuda dalam peperangan yang akan

dihadapi bersama balatentara Jepang.

Dalam artikel tersebut juga terdapat teknik-teknik yang dapat dilakukan

dalam kegiatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan propaganda dalam interaksi

sosial. Terdapat name-calling (cap buruk) terhadap Belanda yang disebut sebagai

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 14: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

14

Universitas Indonesia

Pemerintah Jajahan. Sebutan tersebut dimaksudkan untuk menurunkan derajat

Belanda di mata pembaca artikel tersebut.

Terdapat glittering generalities (pembajikan) pada Balatentara Dai Nippon

yang melakukan pertukaran nama tersebut dengan tujuan yang sama tingginya

dengan maksud peperangan suci Dai Nippon. Pembajikan tersebut dimaksudkan

untuk menonjolkan gagasan pergantian nama Batavia menjadi Jakarta yang

bertujuan untuk membangun masyarakat baru secara Timur.

Kesuksesan Balatentara Dai Nippon juga dituliskan dalam artikel tersebut,

yaitu berupa kemenangan di udara, di darat, dan di laut. Hal tersebut merupakan

bandwagon technique (pengumpulan), yaitu menggembar-gemborkan sukses yang

dicapai oleh seseorang atau suatu lembaga.

Di kolom yang sama dengan maklumat pergantian nama Batavia menjadi

Jakarta di surat kabar Tjahaja, terdapat artikel yang mencantumkan pendapat

positif dari tokoh-tokoh nasionalis Indonesia mengenai pergantian nama tersebut,

seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. M. Mansur.

Artikel tersebut berjudul “Nama Batavia lenyap, Jakarta timbul kembali!

Masyarakat Indonesia menyambut dengan gembira”. Berikut adalah testimoni dari

mereka.

Ir. Soekarno: “Semenjak dari tahun 2587 (1927) kita kaum nasionalis Indonesia berjuang untuk nama Jakarta itu. Saya anjurkan supaya buat seluruh Jakarta dan Jatinegara dipakai nama Jakarta Raya”

Drs. Moh. Hatta: “Perubahan nama itu memang kita harap-harapkan. Kita

tentu merasa senang menerima pengakuan Jakarta itu kembali!” Ki Hajar Dewantara: “Nama Jakarta dikembalikan kepada kita, memang

itulah yang kita harapkan!” K.H. M. Mansur: “Perubahan itu memang cocok dengan keinginan kita!”34

Keempat tokoh tersebut merupakan Empat Serangkai, pucuk pimpinan

rakyat di masa pendudukan pemerintahan militer Jepang35. Ir. Soekarno, presiden

pertama Republik Indonesia36, pada saat itu merupakan orang yang memiliki

kemampuan untuk menghimpun dan mengerahkan massa. Hal tersebut

                                                                                                                         34 Tjahaja, 11 Desember 2602, hal. 1. 35 Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 10, (Jakarta: PT Delta Pamungkas, 1988), hal. 148. 36 Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 15, (Jakarta: PT Delta Pamungkas, 1988), hal. 311.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 15: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

15

Universitas Indonesia

dimanfaatkan pemerintahan militer Jepang demi kepentingannya, lalu membentuk

Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dan menjadikan Empat Serangkai, tokoh-tokoh

pemimpin organisasi tersebut, sebagai boneka. Namun, mereka telah bertekad

untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa secara legal menurut Undang-

undang Dasar Jepang37.

Selain Ir. Soekarno, terdapat tokoh lain yaitu Drs. Moh. Hatta yang

merupakan pemikir, politikus, dan negarawan38 yang pada masa pemerintahan

militer Jepang bekerja sebagai penasehat pemerintah 39 . K.H.M. Mansur

merupakan salah satu tokoh besar Muhammadiyah dan menjabat sebagai ketua

Pengurus Besar organisasi Islam tersebut sejak 1937 hingga 194340. Ir. Soekarno,

Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H.M. Mansur disebut dalam surat

kabar Asia Raya sebagai pemimpin-pemimpin Indonesia41.

Selain tokoh-tokoh nasionalis diatas, dalam artikel tersebut juga

dicantumkan pendapat dari Sanusi Pane, yang dalam artikel tersebut disebutkan

bahwa ia merupakan seorang ahli penyelidik sejarah Indonesia. Pendapatnya

adalah sebagai berikut.

“Tindakan ini bagus sekali, karena sesuai dengan kehendak umum. Ini membuktikan kehendak akan mendirikan kebudayaan baru diatas dasar kebudayaan yang lama (renaissance). Jakarta dulu dimusnahkan oleh Jan Pieterszoon Coen yang juga memusnahkan hampir seantero rakyat Banda, sekaliannya untuk kepentingan kompeni Belanda.

Sekarang Jakarta berdiri kembali. Hal ini membuktikan bulan Dai Nippon sungguh-sungguh hendak melakukan cita-cita kemakmuran bersama.”

Terdapat teknik-teknik yang dapat dilakukan dalam kegiatan yang dapat

dilakukan dalam kegiatan propaganda dalam interaksi sosial pada artikel-artikel

tersebut, yaitu transfer, yaitu menggunakan teknik pemakaian pengaruh dari

seseorang tokoh yang paling berwibawa di lingkungan tertentu, dan testimonial,

yaitu menggunakan nama orang terkemuka yang mempunyai otoritas dan prestise

sosial tinggi dalam upaya meyakinkan sesuatu. Tokoh-tokoh yang digunakan

pengaruhnya adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan

                                                                                                                         37 Ibid, hal. 313-314. 38 Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 6, (Jakarta: PT Delta Pamungkas, 1988), hal. 363. 39 Ibid, hal. 366. 40 Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 10, (Jakarta: PT Delta Pamungkas, 1988), hal. 148. 41 Asia Raya No. 180, 21 November 2602, hal. 2

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 16: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

16

Universitas Indonesia

K.H.M. Mansur yang disebut dalam surat kabar Asia Raya sebagai pemimpin-

pemimpin Indonesia42. Mereka merupakan tokoh-tokoh yang memiliki otoritas

dan prestise sosial tinggi. Dengan hal tersebut, mereka dapat mempengaruhi

orang-orang dengan opini yang terdapat pada artikel di surat kabar Tjahaja.

Dengan menggunakan opini dari tokoh-tokoh di atas, pergantian nama

Batavia menjadi Jakarta diperhatikan (attention) oleh pembaca. Adanya empat

opini dari empat tokoh yang menunjukkan kebahagiaan dalam menyambut

pergantian nama Batavia menjadi Jakarta merupakan sebuah bentuk pengulangan,

sehingga opini tersebut dapat membangkitkan respon yang diinginkan, yaitu agar

pembaca yakin dengan apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh tersebut. Mereka

juga dapat turut bahagia terhadap pergantian nama tersebut.

Masyarakat dapat memahami (comprehension) opini-opini di atas bahwa

pergantian nama tersebut merupakan hal yang telah diperjuangkan sejak dulu.

Opini-opini tersebut menyebutkan bahwa pergantian nama tersebut merupakan

suatu hal yang diharapkan. Pernyataan bahwa Jakarta dulu dimusnahkan oleh

pemerintah Belanda dapat membentuk penafsiran bahwa pemerintahan Belanda

merupakan musuh bagi orang Indonesia.

Masyarakat sebagai dapat menikmati (enjoyment) pergantian nama tersebut

seperti bagaimana tokoh-tokoh diatas menyampaikan opini mereka. Dalam

menyampaikan opini mereka, mereka menyebutkan bahwa pergantian nama

tersebut merupakan hal yang diharapkan. Dengan hal tersebut, pembaca juga

dapat merasakan harapan yang disampaikan dalam opini tersebut.

Masyarakat juga dapat mengevaluasi (evaluation) bahwa pergantian nama

Batavia menjadi Jakarta merupakan suatu hal yang penting bagi mereka dan patut

untuk diharapkan karena tokoh-tokoh penting di bangsanya mengharapkan hal

tersebut. Pembaca juga dapat mengevaluasi bahwa mereka dapat memercayai

pemerintah militer Jepang dalam mencapai kemakmuran bersama karena bukti

usaha mereka dalam pergantian nama Batavia menjadi Jakarta.

Tindakan (action) yang diharapkan dari pergantian nama tersebut adalah

selain agar rakyat menginternalisasi atau meyakini pergantian nama tersebut

merupakan suatu kehendak umum, rakyat juga merespon pergantian nama

                                                                                                                         42 Asia Raya No. 180, 21 November 2602, hal. 2

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 17: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

17

Universitas Indonesia

tersebut sebagai ajakan untuk ikut serta dalam mencapai konsep Kemakmuran

Asia Timur Raya. Dengan disebutkan bahwa pergantian nama Batavia menjadi

Jakarta merupakan bentuk dari kesungguhan pemerintah militer Jepang dalam

melakukan cita-cita kemakmuran bersama, maka diharapkan akan timbal balik

dari orang Indonesia untuk memberikan kesungguhannya untuk bersama-sama

mencapai cita-cita kemakmuran.

Pada opini yang ditulis oleh Sanusi Pane, terdapat name-calling (cap buruk)

terhadap Belanda, yaitu bahwa Jakarta dulu dimusnahkan oleh Jan Pieterszoon

Coen. Pemusnahan tersebut dilakukan untuk kepentingan kompeni Belanda.

Terdapat juga glittering generalities (pembajikan), terhadap pemerintah

militer Jepang. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan bahwa dengan berdirinya

Jakarta kembali, pemerintah militer Jepang bersungguh-sungguh akan mencapai

kemakmuran bersama.

Artikel-artikel tersebut memperlihatkan peran Sendenbu dalam membentuk

opini masyarakat mengenai pergantian nama Batavia menjadi Jakarta, terutama

pada partisipasi staf lokal dari Sendenbu. Kedua tokoh yang menulis artikel-

artikel di atas, yaitu Muhammad Yamin dan Sanusi Pane, merupakan staf lokal

dari Sendenbu. Muhammad Yamin merupakan Sanyo (penasehat) dari Sendenbu

yang aktif dalam pergerakan nasionalis anti-Belanda dalam organisasi politik

dimulai melalui Partai Indonesia (Partindo) yang didirikan43. Sanusi Pane juga

merupakan seorang staf lokal dari Sendenbu44. Ia merupakan sastrawan angkatan

Pujangga Baru yang menulis puisi dan drama yang lebih berorientasi pada

kebudayaan dunia timur, baik Indonesia lama maupun India45.

Artikel-artikel tersebut diterbitkan pada surat kabar Asia Raya dan Tjahaja,

surat kabar yang lahir dari pengaturan-pengaturan yang dilakukan pemerintah

militer Jepang terhadap pers. Salah satu media yang digunakan Sendenbu dalam

menjalankan skema propaganda yang telah disusun adalah dengan menggunakan

surat kabar. Dengan menyebutkan nama dari penulis artikel tersebut, mereka

dapat digolongkan sebagai opinion leader atau pembentuk pendapat umum.,

karena nama mereka dapat dijadikan jaminan bagi mutu tulisannya. Dalam hal

                                                                                                                         43 Aiko, op.cit., 233. 44 Aiko, op.cit., 234. 45 Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 12, (Jakarta: PT Delta Pamungkas, 1988), hal. 114.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 18: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

18

Universitas Indonesia

tersebut, terlihat bahwa Sendenbu menggunakan peran pers dalam pembentukan

opini masyarakat dalam hal pergantian nama Batavia menjadi Jakarta.

Kedua staf-staf lokal Sendenbu membuat artikel yang berisi pendapat

mereka mengenai pergantian nama Batavia menjadi Jakarta. Masyarakat

menyadari bahwa pergantian nama tersebut merupakan suatu harapan yang

dinanti-nanti. Selain itu mereka dapat mengetahui dari surat kabar-surat kabar

tersebut bahwa pergantian nama tersebut merupakan hasil dari kerja keras

pemerintah militer Jepang. Dengan demikian, pergantian nama Batavia menjadi

Jakarta merupakan bentuk propaganda, sesuai dengan teori propaganda menurut

Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan.

Kesimpulan

Skripsi ini membahas tentang pergantian nama Batavia menjadi Jakarta

sebagai bentuk propaganda Jepang pada awal pendudukan pemerintah militer

Jepang di Indonesia. Maklumat mengenai pergantian nama Batavia menjadi

Jakarta merupakan suatu simbol politik yang digunakan Jepang untuk melakukan

propaganda Kemakmuran Asia Timur Raya. Simbol tersebut dapat diidentifikasi

sebagai propaganda apabila diperhatikan (attention), dimengerti (comprehension),

dinikmati (enjoyment), dievaluasi (evaluation), dan dilakukan (action). Dari

kelima hal tersebut, maklumat tersebut teridentifikasi mengandung hal-hal

tersebut berdasarkan analisis yang penulis lakukan. Selain itu, maklumat tersebut

mengandung beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam kegiatan yang dapat

dilakukan dalam kegiatan propaganda dalam interaksi sosial, yaitu teknik

glittering generalities (pembajikan) terhadap balatentara Jepang, teknik name-

calling (cap buruk) terhadap Belanda, teknik transfer atau pemakaian pengaruh

dari pemerintah agung di Tokyo, dan teknik bandwagon terhadap Balatentara Dai

Nippon.

Dalam mendukung maklumat tersebut, terdapat artikel-artikel yang

diterbitkan di surat kabar Asia Raya dan Tjahaja. Artikel-artikel tersebut juga

merupakan suatu simbol politik, yaitu cerita dan sejarah. Artikel tersebut juga

terdidentifikasi merupakan sebuah propaganda berdasarkan analisis yang penulis

lakukan melalui identifikasi simbol-simbol politik dan teknik-teknik yang

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 19: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

19

Universitas Indonesia

dilakukan dalam propaganda, yaitu teknik name calling (cap buruk) terhadap

Belanda dan teknik glittering generalities (pembajikan) terhadap pemerintah

militer Jepang. Dalam artikel pada surat kabar Tjahaja, terdapat opini-opini dari

tokoh-tokoh nasional, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro,

dan K.H.M. Mansur. Dari opini-opini tersebut, penilis melihat adanya teknik

transfer dan teknik testimonial dalam artikel tersebut.

Artikel-artikel tersebut dibuat oleh Muhammad Yamin dan Sanusi Pane.

Muhammad Yamin dan Sanusi Pane sendiri merupakan staf lokal dari Sendenbu.

Dengan adanya artikel yang ditulis oleh kedua orang tersebut, terlihat adanya

peran staf lokal Sendenbu untuk menggunakan peran pers dalam pembentukan

opini masyarakat. Dengan analisis-analisis diatas, terlihat bahwa pergantian nama

tersebut merupakan suatu bentuk propaganda yang dilakukan oleh pemerintah

militer Jepang.

Daftar Pustaka

Buku

Adinegoro. Pers di Masa Pendudukan Djepang, Jakarta: Balai Pustaka, 1951.

Anwar, H. Rosihan. Musim Berganti: Sekilas Sejarah Indonesia 1925 – 1950,

Jakarta: Grafiti Pers, 1985.

Enam Boelan Pemerintahan: Bala Tentara Dai Nippon, Jakarta: Penerbit Oesaha

Baru “Penjiar”, 1942.

Goto, Ken’Ichi. Jepang dan Pergerakan Nasional Indonesia, Jakarta: Yayasan

Obor, 1998.

Koerdi, Muhammad. Seumur Jagung, Bandung: Sumur Bandung, 1983.

Kurasawa, Aiko. Mobilisasi dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosial di

Pedesaan Jawa 1942-1945, Jakarta: PT Grasindo, 1993.

Kushner, Barak. The Thought War: Japanese Imperial Propaganda, Honolulu:

University of Hawai’I Press, 2006.

Lasswell, Harold D. dan Abraham Kaplan. Power and Society, Connecticut: Yale

University Press, 1950.

Latief, A. Pers Di Indonesia Di Zaman Pendudukan Jepang, Surabaya: Karya

Anda, 1980.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 20: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

20

Universitas Indonesia

Muljana, Slamet. Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan

jilid I. Yogyakarta: LKiS, 2008.

Notosusanto, Nugroho. Tentara PETA pada Zaman Pendudukan Jepang di

Indonesia. Jakarta: PT Gramedia, 1979.

Pusponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional

Indonesia II Edisi Pemutakhiran, Jakarta: Balai Pustaka, 2008.

------------. Sejarah Nasional Indonesia III Edisi Pemutakhiran, Jakarta: Balai

Pustaka, 2008.

------------, Sejarah Nasional Indonesia IV Edisi Pemutakhiran, Jakarta: Balai

Pustaka, 2008.

------------, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Balai Pustaka, 1992.

Rachmadi, F. Perbandingan Sistem Pers, Jakarta: PT Gramedia, 1990.

Sastropoetro, Drs. R.A. Santoso. Propaganda: Salah Satu Bentuk Komunikasi

Massa, Bandung: Penerbit Alumni, 1991.

Warmansjah, G.A., et al. Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949) DKI

Jakarta, Jakarta: Proyek IDSN, 1979.

Jurnal

Fellows, Erwin W. “’Propaganda:’ History of a Word.” American Speeches

34:3(1959): 182-189.

Goto, Ken’ichi. “Modern Japan and Indonesia: The Dynamics and Legacy of

Wartime Rule” Indonesia and the War: Myths and Realities (1996): 536-

552.

Han Bin Siong. “The Japanese Occupation of Indonesia and the Administration of

Justice Today: Myths and Realities.” Bijdragen tot de Taal-, Land- en

Volkenkunde 154:3 (1998): 416-456.

Kurasawa, Aiko. “Propaganda Media on Java under the Japanese 1942-1945.”

Indonesia 44(1987): 59-116.

Lasker, Bruno. “Propaganda as an Instrument of National Policy” Pacific Affairs

10:2 (1937): 152-160.

Lebra, Joyce C. “The Significance of the Japanese Military Model for Southeast

Asia” Pacific Affairs 48:2 (1975): 215-229.

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016

Page 21: Pergantian Nama Batavia Menjadi Jakarta Sebagai Bentuk

21

Universitas Indonesia

Nakamura, Mitsuo. “General Imamura and the Early Period of Japanese

Occupation.” Indonesia 10 (1970): 1-26.

Kamus dan Ensiklopedia

Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 7, Jakarta: PT Delta Pamungkas, 1988.

Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 10, Jakarta: PT Delta Pamungkas, 1988.

Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 15, Jakarta: PT Delta Pamungkas, 1988.

Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 17, Jakarta: PT Delta Pamungkas, 1988.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: edisi keempat, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2008.

Koran dan Majalah

Asia Raya tahun 1942

Kan Pō No. 3 tahun 1942

Tjahaja tahun 1942

Pergantian Nama ..., Ekawati Alia Ramadhani, FIB UI, 2016