perencanaan ulang layout runway bandar udara …

195
TUGAS AKHIR – RC141501 PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN YANG DIDASARKAN PADA HASIL ANALISIS AIRPORT GIS FAA ADHYAKSA ADHA RAHMAN NRP 3111 100 146 Dosen Pembimbing I Ir. Ervina Ahyudanari, ME., Ph.D. Dosen Pembimbing II Istiar, ST., MT. DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

TUGAS AKHIR – RC141501

PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN YANG DIDASARKAN PADA HASIL ANALISIS AIRPORT GIS FAA ADHYAKSA ADHA RAHMAN NRP 3111 100 146 Dosen Pembimbing I Ir. Ervina Ahyudanari, ME., Ph.D. Dosen Pembimbing II Istiar, ST., MT. DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

Page 2: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

TUGAS AKHIR – RC141501

PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN YANG DIDASARKAN PADA HASIL ANALISIS AIRPORT GIS FAA ADHYAKSA ADHA RAHMAN NRP 3111 100 146 Dosen Pembimbing I Ir. Ervina Ahyudanari, ME., Ph.D. Dosen Pembimbing II Istiar, ST., MT. DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

Page 3: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

FINAL PROJECT – RC141501

REDESIGN OF RUNWAY LAYOUT OF SYAMSUDIN NOOR AIRPORT BANJARMASIN BASED ON ANALYSIS USING FAA AIRPORT GIS ADHYAKSA ADHA RAHMAN NRP 3111 100 146 Supervisor Ir. Ervina Ahyudanari, ME., Ph.D. Co-Supervisor Istiar, ST., MT. DEPARTMENT OF CIVIL ENGINEERING Faculty of Civil Engineering and Planning Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

Page 4: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …
Page 5: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

i

PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN YANG

DIDASARKAN PADA HASIL ANALISIS AIRPORTS GIS FAA

Nama Mahasiswa : Adhyaksa Adha Rahman NRP : 3111100146 Jurusan : S1 Teknik Sipil Dosen Pembimbing 1 : Ir. Ervina Ahyudanari, ME., Ph.D. NIP : 196902241995122001 Dosen Pembimbing 2 : Istiar, ST., MT. NIP : 197711052012121001

ABSTRAK Banjarmasin adalah ibu kota Provinsi Kalimantan

Selatan. Sebagai pusat dari provinsi Kalimantan Selatan, semestinya fasilitas transportasi antar kota, pulau maupun negara di kota tersebut mampu menangani permintaan jasa transportasi dengan baik. Kegiatan transportasi bersumber dari kebutuhan mayoritas yang beragama Islam sehingga membutuhkan transportasi kegiatan haji, maupun investasi dan pariwisata

Penentuan arah runway sebelumnya didasarkan pada analisis frekuensi dan kecepatan angin dominan pada daerah tersebut. Hasil analisis angin bandar udara Syamsudin Noor Banjarmasin adalah dominan pada 2 arah derajat azimuth, yaitu 100 - 280 dan 135 – 215. Diketahui bahwa dua arah tersebut tidak mencapai prosentase 95% cakupan, yang menurut ketentuan FAA pada Appendix 2 AC 150/5300-13A mengharuskan adanya runway pada arah angin dominan hingga prosentase 95% cakupan angin tercapai. Hal ini menunjukkan kebutuhan runway kedua. Dengan didapatkannya literatur dari FAA tentang penggunaan Airports GIS untuk analisis arah runway, maka

Page 6: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

ii

Tugas Akhir ini mencoba untuk merencanakan ulang arah runway.

Pertama, dilakukan studi literatur mengenai peraturan yang berlaku dan subyek. Kedua, dilaksanakan pengumpulan data seperti data lingkungan dan pergerakan pesawat. Selanjutnya ditentukan kapasitas pergerakan pesawat runway eksisting. Setelah itu, diramalkan tahun pertumbuhan pergerakan pesawat melebihi kapasitas runway. Langkah berikutnya adalah menentukan arah runway dari analisis windrose menggunakan program javascript ALL_WEATHER Wind Rose Form oleh FAA. Sistem runway didapatkan menyesuaikan arah. Terakhir, Runway dan taxiway baru direncanakan.

Hasil menunjukkan runway eksisting 10 – 28 memenuhi persyaratan 95% cakupan angin. Didapatkan kebutuhan runway baru pada tahun 2043. Runway kedua direncanakan berdimensi 3326 x 45 m dengan pemisahan 1035 m.

Kata kunci : Bandara, Runway, Pertambahan Runway, Bandara Syamsudin Noor. Airports GIS

Page 7: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

iiii

REDESIGN OF RUNWAY LAYOUT OF SYAMSUDIN NOOR AIRPORT BANJARMASIN BASED ON

ANALYSIS USING FAA AIRPORTS GIS Student : Adhyaksa Adha Rahman NRP : 3111100146 Department : S1 Teknik Sipil Supervisor : Ir. Ervina Ahyudanari, ME., Ph.D. NIP : 196902241995122001 Co-Supervisor : Istiar, ST., MT. NIP : 197711052012121001

ABSTRACT Banjarmasin is the capital of South Kalimantan Province. As the center of South Kalimantan province, its’ inter-city, inter-island and international transportation facilities should be able to handle the demand for transportation services properly. Transportation activities come from the needs of the majority of the population whom are Muslims, requiring transportation for hajj, as well as investment and tourism Determination of the orientation of the previous runway is based on the analysis of frequency and wind speed dominant in the area. The result of the wind analysis of Syamsudin Noor Airport Banjarmasin is that it’s dominant in 2-way azimuth degrees, 100 - 280 and 135 - 215. It’s also known that each doesn’t reach 95% percentage of coverage, which according to FAA provisions in Appendix 2 AC 150/5300-13A requires runways in the dominant wind direction until 95% coverage is reached. This indicates the need for a second runway. Given FAA's literature on using the Airports GIS for analysis of runway orientation, this Final Project tries to redesign the runway. First, a literature study of applicable regulations and subjects is conducted. Secondly, data such as environmental data

Page 8: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

iv

and aircraft movement are collected. Then, the capacity of existing runway aircraft is determined. After that,, the year when aircraft movements exceeds runway capacity is predicted. The next step is to determine the orientation of the runway from windrose analysis using the ALL_WEATHER Wind Rose Form javascript program by FAA. Runway system is then adjusted to runway orientation. Finally, the new Runway and taxiway are designed. The results show that the existing 10 - 28 runway meets the 95% requirement of wind coverage. The requirement for additional runway is in 2043. The second runway is designed to have the dimension of 3326 x 45 m with 1035 m separation. Keywords: Airport, Runway, Runway Increase, Taxiway, Exit Taxiway, Airports GIS

Page 9: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat

dan anugerah yang diberikan dan bimbingan Nabi Muhammad

SAW untuk menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“Perencanaan Ulang Layout Runway Bandar Udara Syamsudin

Noor Banjarmasin yang Didasarkan Pada Hasil Analisis Airports

GIS FAA.” ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.

Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu pekerjaan tugas akhir ini hingga dapat

terselesaikan, antara lain kepada :

1. Bapak dan Ibu penulis yang senantiasa memberikan dukungan moral dan finansial terhadap penulis.

2. Ibu Ir. Ervina Ahyudanari ME., Ph.D. selaku dosen Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS dan dosen pembimbing saya yang telah mengarahkan, memberi masukan, dan membimbing saya dalam pengerjaan tugas akhir ini.

3. Bapak Istiar ST., MT. selaku dosen Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS dan dosen pembimbing kedua yang telah memberikan masukan dalam tugas akhir ini.

4. Bapak Dr., Ir. Hidayat Soegihardjo M.S. selaku dosen Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS dan dosen wali saya yang memotivasi saya selama masa perkuliahan.

5. Ridwan Sauqi, Satriyo dan segenap teman dan kerabat yang telah membantu penulisan dengan dukungan teknis dan moral.

6. Penulis.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki

kekurangan, terima kasih atas segala kritik dan saran-sarannya.

Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis

Page 10: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

vi

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Page 11: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

vii

Daftar Isi Abstrak ......................................................................................... i Kata Pengantar ........................................................................... v Daftar Isi ................................................................................... vii Daftar Gambar ......................................................................... xii Daftar Tabel ............................................................................. xvi BAB I Pendahuluan .................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 4

1.3 Tujuan ..................................................................................... 5

1.4 Batasan Masalah ..................................................................... 6

1.5 Manfaat ................................................................................... 6

1.6 Sistematika Penulisan ............................................................. 6

1.7 Lokasi Studi ........................................................................... 7

BAB II Tinjauan Pustaka .......................................................... 9

2.1 Runway ................................................................................... 9

2.1.1 Sistem Runway ................................................................... 10

2.1.2 Panjang Runway ................................................................. 16

2.1.3 Lebar Runway ................................................................... 16

2.1.4 Jarak Pemisahan Runway .................................................. 19

2.1.5 Runway Strip ..................................................................... 19

2.1.6 Penomoran Runway ........................................................... 21

2.1.7 Marka Batas Runway ......................................................... 21

2.1.8 Marka Garis Tengah (Centerline) ...................................... 23

2.1.9 Marka Titik Sasaran .......................................................... 23

Page 12: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

viii

2.1.10. Marka Zona Touchdown ................................................. 23

2.1.11. Marka Sisi Runway ......................................................... 23 2.1.12. Fasilitas Runway Rencana ............................................... 24

2.1.13 Marka Blast Pad .............................................................. 25

2.1.14. Lingkungan Lapangan Terbang ....................................... 26

2.1.14.1 Temperatur ................................................................... 26

2.1.14.2 Ketinggian Lapangan Terbang ...................................... 27

2.1.14.3 Kemiringan Landasan (Runway Gradient) .................... 27

2.2 Taxiway dan Exit Taxiway .................................................... 28

2.3 Marka Garis Tengah dan Tepi Taxiway ................................ 32

2.4 Marka Taxiway Hold ............................................................. 33

2.5 Marka Bahu Taxiway ............................................................ 34

2.6 Dimensi Apron ...................................................................... 35

2.7 Metode Analisis Windrose .................................................... 37

2.8 Teknik Regresi Untuk Analisis Pola Pergerakan PesawatMarka Bahu Taxiway ..................................................... 43

2.9 Analisis Model Regresi ......................................................... 43

2.10 Runway Occupancy Time (ROT) ......................................... 45

2.11 Metode Perhitungan Jam Puncak ........................................ 46

2.12 Perumusan Matematis Kapasitas Jenuh ............................... 47

2.12.1 Pengembangan Model Untuk Kedatangan (Arrivals Only) ..................................................................................................... 48

2.12.1.1 Keadaan Bebas Kesalahan ............................................. 48

2.12.1.1.1 Keadaan Merapat (Vi ≤ Vj) ........................................ 50

2.12.1.1.2 Keadaan Merenggang (Vi > Vj) ................................. 50

2.12.1.2 Perhitungan Mengenai Kesalahan Posisi ....................... 51

Page 13: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

ix

2.12.1.2.1 Keadaan Merapat (Vi ≤ Vj) ........................................ 52

2.12.1.2.2 Keadaan Merenggang (Vi > Vj) ................................. 54

2.12.2 Pengembangan Model untuk Keberangkatan (Departures Only) ........................................................................................... 55

2.12.3 Pengembangan Model-Model untuk Operasi Campuran . 56

2.13 Evaluasi Fasilitas Sisi Udara Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin dalam Memfasilitasi Pertumbuhan Pergerakan Pesawat ........................................................................................ 58

BAB III Metodologi .................................................................. 61

3.1 Studi Literatur ...................................................................... 61

3.2 Pengumpulan Data Sekunder ............................................... 61

3.3. Analisis Data ....................................................................... 62

3.3.1 Letak dan Arah Runway Rencana....................................... 62

3.3.2 Peramalan Pertumbuhan Pergerakan Pesawat ................... 63

3.3.3 Perencanaan Runway, Exit Taxiway dan Taxiway .............. 63

3.4 Evaluasi Kapasitas Runway Setelah Penambahan ................ 64

3.5 Diagram Alir Metode Penelitian ........................................... 64

BAB IV Pengumpulan dan Analisis Data ............................... 69

4.1 Penentuan Arah dan Letak Runway ...................................... 69

4.1.1 Analisis Windrose............................................................... 69

4.1.1.1 Umum .............................................................................. 69

4.1.2 Analisis Windrose Bandara Syamsudin Noor .................... 71

4.2 Peramalan Pertumbuhan Pergerakan Pesawat dan Tahun Kebutuhan Runway Kedua .......................................................... 79

4.2.1 Analisis Pergerakan Pesawat Masa Lampau ...................... 79

Page 14: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

x

4.2.2 Peramalan Pergerakan Pesawat di Masa Depan ............... 104

4.2.3 Analisis Kapasitas Runway Eksisting ............................... 108

4.2.3.1 Kedatangan Saja ............................................................ 113

4.2.3.2 Keberangkatan Saja ....................................................... 118

4.2.3.3 Operasi Campuran ......................................................... 119

4.2.4 Analisis Peramalan Pergerakan Pesawat Saat Jam Puncak ................................................................................................... 124

4.3 Perencanaan Runway, Exit Taxiway dan Taxiway ............... 132

4.3.1 Sistem Runway Rencana ................................................... 133

4.3.2 Jarak Pemisahan Runway Parallel .................................... 134

4.3.3 Panjang Runway Rencana ................................................. 134

4.3.4 Lebar Runway Rencana .................................................... 137

4.3.5 Jarak Holdline Runway Rencana ...................................... 137

4.3.6 Arah Runway Rencana ..................................................... 137

4.3.7 Penomoran Runway Rencana ........................................... 138

4.3.8 Fasilitas Runway Rencana ................................................ 138

4.3.8.1 Blast Pad/Stopway ......................................................... 138

4.3.8.2 Holding Bay ................................................................... 138

4.3.9 Dimensi Taxiway .............................................................. 138

4.3.10 Bahu Taxiway ................................................................. 139

4.3.11 Fillet Taxiway ................................................................. 139

4.3.12 Runway Strip .................................................................. 139

4.3.13 Runway End Safety Area ................................................ 139

4.3.12 Clearway......................................................................... 140

4.3.12 Kemiringan Memanjang Maksimum Runway ................ 141

4.3.12 Kemiringan Melintang Runway ...................................... 143

Page 15: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

xi

4.3.12 Marka Batas Runway ...................................................... 144

4.3.12 Marka Zona Touchdown ................................................. 144

4.16 Exit Taxiway ...................................................................... 144

4.3.12 Marka Taxiway Hold ...................................................... 148

4.4 Resume Perbandingan Analisis ........................................... 148

BAB V Evaluasi Kapasitas Runway Setelah Penambahan .. 151

5.1. Peramalan Jumlah Pembagian Pergerakan Pesawat ........... 151

5.2. Perhitungan Kapasitas Runway Rencana............................ 152

5.2.1 Keadaan Operasi Campuran ............................................. 152

5.2.2 Kapasitas Runway Rencana dan Eksisting ....................... 152

BAB VI Penutup ...................................................................... 155

6.1 Kesimpulan .......................................................................... 155

6.2 Saran .................................................................................... 156

Lampiran 1 ............................................................................... 159

Lampiran 2 ............................................................................... 161

Lampiran 3 ............................................................................... 163

Daftar Pustaka ......................................................................... 165

Biodata Penulis ........................................................................ 167

Page 16: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

xii

Daftar Gambar

Gambar 1.1: Lokasi Bandar Udara Symasudin Noor ........ 7 Gambar 1.2: Lokasi Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin ......................................................................... 8 Gambar 2.1: Sistem Runway Tunggal (Single) ................ 11 Gambar 2.2: Sistem Runway Paralel ................................ 11 Gambar 2.3: Sistem Runway Berpotongan (Intersecting) . 12 Gambar 2.4: Sistem Runway V terbuka ........................... 12 Gambar 2.5: Gambar Runway Eksisting pada Bandara Syamsudin .......................................................................... 13 Gambar 2.6: Contoh runway bersimpang (intersecting runway) dengan simpang di dekat ambang pendaratan dan batas lepas landas ............................................................... 15 Gambar 2.7: Panjang Runway Minimum Boeing 737-900 Berdasarkan Berat Mendarat .............................................. 17 Gambar 2.8: Panjang Runway Boeing 737-900 Berdasarkan Berat Lepas Landas ....................................... 18 Gambar 2.9: Marka Batas Runway Terpindah ................. 22 Gambar 2.10: Syarat Dimensi Marka Blast Pad dan Stopway .............................................................................. 26 Gambar 2.11: Letak Dimensi Fillet Taxiway ................... 31 Gambar 2.12: Tampak Radius Fillet Taxiway ................. 32 Gambar 2.13: Persyaratan Marka Garis Tengah dan Tepi Taxiway .............................................................................. 33 Gambar 2.14: Persyaratan Holdline Taxiway .................. 34 Gambar 2.15: Dimensi dan Ilustrasi Marka Bahu Taxiway ............................................................................................. 35 Gambar 2.16: Potongan melintang runway, taxiway dan apron ................................................................................... 36 Gambar 2.17: Windrose dengan template pada arah 30 – 210 derajat azimuth ............................................................ 39

Page 17: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

xiii

Gambar 2.18: Wind rose dengan template pada arah 30 – 210 dan 90 – 270 ................................................................ 40 Gambar 2.19: Antarmuka ALL_WEATHER Wind Rose Form Di Airport GIS oleh FAA ......................................... 41 Gambar 2.20: Contoh hasil analisis wind rose program bantu desain bandara ALL_WEATHER Wind Rose Form FAA ................................................................................... 42 Gambar 3.1: Diagram alir pengerjaan tugas akhir ............ 65 Gambar 3.2: Diagram Alir Langkah 3.3.1 Letak dan Arah Runway Rencana ................................................................ 66 Gambar 3.3: Diagram Alir Langkah 3.3.2 Peramalan Pertumbuhan Pergerakan Pesawat ..................................... 67 Gambar 3.4: Diagram Alir Langkah 3.3.3 Perencanaan Runway, Exit Taxiway, dan Taxiway ................................ 68 Gambar 4.1: Grafik Analisis Windrose Dua Arah Menggunakan Airport ALL_WEATHER Wind Rose Form FAA .................................................................................... 75 Gambar 4.2: Wind Rose Hasil Analisis Airport GIS ALL_WEATHER Wind Rose Form FAA ......................... 76 Gambar 4.3: Grafik A2-1 AC 150/5300 FAA Untuk Menentukan Komponen Crosswind ................................... 77 Gambar 4.4: Analisis grafis crosswind dari arah 120 derajat

azimuth dengan kecepatan 16 knot (garis oranye)

............................................................................................ 78 Gambar 4.5: Grafik Pergerakan Pesawat Kedatangan rute Domestik Bandara Syamsudin Noor Tahun 2011 – 2015 .. 80 Gambar 4.6: Grafik Pergerakan Pesawat Keberangkatan Rute Domestik Bandara Symasudin Noor Tahun 2011-2015 ............................................................................................. 81

Page 18: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

xiv

Gambar 4.7: Grafik Pergerakan Pesawat Kedatangan Rute Internasional Bandara Symasudin Noor Tahun 2011-2015 ............................................................................................. 81 Gambar 4.8: Grafik Pergerakan Pesawat Keberangkatan Rute Internasional Bandara Symasudin Noor Tahun 2011-2015 .................................................................................... 82 Gambar 4.9: Grafik Regresi Kedatangan Domestik Linear Tahun 2011-2015 .............................................................. 83 Gambar 4.10: Grafik Regresi Kedatangan Domestik Polinomial Tahun 2011-2015 ............................................ 83 Gambar 4.11: Grafik Regresi Keberangkatan Domestik Linear Tahun 2011-2015 ................................................... 84 Gambar 4.12: Grafik Regresi Keberangkatan Domestik Polinomial Tahun 2011-2015 ............................................. 84 Gambar 4.13: Grafik Regresi Kedatangan Internasional Linear Tahun 2011-2015 .................................................... 85 Gambar 4.14: Grafik Regresi Kedatangan Internasional Polinomial Tahun 2011-2015 ............................................. 85 Gambar 4.15: Grafik Regresi Keberangkatan Internasional Linear Tahun 2011-2015 ..................................................... 86 Gambar 4.16: Grafik Regresi Keberangkatan Internasional Polinomial Tahun 2011-2015 ............................................. 86 Gambar 4.17: Output Normality test untuk data penerbangan domestic tahun 2011-2014 ............................ 93 Gambar 4.18: Data Sebaran Pergerakan Pesawat Kedatangan Internasional Tahun 2011-2014 ................... 100 Gambar 4.19: Grafik PDRB ADHK Dan Regresi Polynomial Ordo Kedua ................................................... 102 Gambar 4.20: Grafik Peramalan Pergerakan Internasional Keberangkatan ................................................................ 106 Gambar 4.21: Grafik Peramalan Pergerakan Domestik Kedatangan ...................................................................... 107

Page 19: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

xv

Gambar 4.22: Grafik Peramalan Pergerakan Domestik Keberangkatan .................................................................. 108 Gambar 4.23: Pengelompokkan pesawat untuk pemisahan satu runway ...................................................................... 109 Gambar 4.24: Visualisasi penggunaan pesawat di runway sama .................................................................................. 110 Gambar 4.25: Visualisasi Pemisahan Antar Pesawat di Runway Sama ................................................................... 110 Gambar 4.26: Keberadaan Exit Taxiway Bandara Syamsudin Noor Dibandingkan Posisi Runway .............. 121 Gambar 4.27: Grafik Model Regresi Linear Pergerakan Pesawat Total pada Jam Puncak ...................................... 131 Gambar 4.28: Pergerakan Pesawat Pada Jam Puncak di Tahun Mendatang dan Kapasitas Eksisting Untuk Berbagai Kondisi ............................................................................. 132

Page 20: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

xvi

Daftar Tabel Tabel 1.1: : Prosentase Hembusan Angin dan Rekomendasi Landasan Pacu Kedua Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin ......................................................................... 2 Tabel 2.1: Konfigurasi Runway dan Kapasitasnya ........... 16 Tabel 2.2: Penentuan Lebar Runway (Width) Berdasarkan Code Number ..................................................................... 18 Tabel 2.3: Standar Pemisahan Untuk Pesawat Kategori Approach C & D ....................................................................... 19

Tabel 2.4: Kebutuhan Dimensi Runway Strip ................. 20 Tabel 2.5: Persyaratan Baris Marka Batas Runway .......... 21 Tabel 2.6: Jumlah Baris Marka Zona Touchdown pada Masing-Masing Sisi Runway ............................................. 24 Tabel 2.7: Dimensi Stopway ............................................. 25 Tabel 2.8: Dimensi Holding Bay ...................................... 25 Tabel 2.9: Dimensi Taxiway ............................................. 28 Tabel 2.10: Dimensi Fillet Taxiway .................................. 30 Tabel 2.11: Radius Fillet Taxiway .................................... 31 Tabel 2.12: Taxiway Shoulder Minimum ......................... 32 Tabel 2.13: Persyaratan Jarak Holdline ke Centerline Runway .............................................................................. 34 Tabel 2.14: Tabel Dimensi yang Dibutuhkan pada Apron 37 Tabel 2.15: Jarak Pemisahan Pesawat di Apron (Dirjen Perhubungan Udara ............................................................ 37 Tabel 4.1: Kejadian angin pada kecepatan dan mata angin tertentu per jam di bandara Syamsudin Noor (WAOO) pada tahun 2006 s.d 2015 ........................................................... 70 Tabel 4.2: Tabel penentuan AAC ...................................... 72 Tabel 4.3: Tabel ADG dan RVR ....................................... 72 Tabel 4.4: Rekapitulasi Klasifikasi Pesawat Boeing 747 .. 73

Page 21: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

xvii

Tabel 4.5: Komponen Crosswind untuk berbagai RDC .... 73 Tabel 4.6: Rekapitulasi Analisis Wind Rose Untuk Arah Angin Dengan Interval 5 Derajat Azimuth ........................ 74 Tabel 4.7: Rekapitulasi perhitungan komponen crosswind berbagai macam pesawat di bandara Syamsudin Noor ...... 77 Tabel 4.8: Rekapitulasi Pergerakan Pesawat Kedatangan Bandara Syamsudin Noor Tahun 2011 – 2015 .................. 80 Tabel 4.9: Rekapitulasi Pergerakan Pesawat Keberangkatan Bandara Syamsudin Noor Tahun 2011 – 2015 .................. 80 Tabel 4.10: Perbandingan Hasil Regresi Microsoft Excel Pergerakan Pesawat Domestik untuk Kedatangan ........... 87 Tabel 4.11: Perbandingan Hasil Regresi Microsoft Excel Pergerakan Pesawat Domestik untuk Keberangkatan ........ 87 Tabel 4.12: Perbandingan Hasil Regresi Microsoft Excel Pergerakan Pesawat Internasional untuk Kedatangan ........ 87 Tabel 4.13: Perbandingan Hasil Regresi Microsoft Excel Pergerakan Pesawat Internasional untuk Keberangkatan ... 88 Tabel 4.14: Perhitungan standard error, batas kesalahan dan perbandingannya dengan R2 .............................................. 93 Tabel 4.15: Output Normality Test Data 2011-2015 ........ 92 Tabel 4.16: Rekapitulasi Perhitungan Selang Toleransi Regresi ................................................................................. 95 Tabel 4.17: Rekapitulasi Parameter Statistik Regresi Pergerakan Pesawat ............................................................ 98 Tabel 4.18: Data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Provinsi Kalimantan Selatan. ........ 102 Tabel 4.19: Paramter statistic model regresi linear ......... 103 Tabel 4.20: Parameter statistic model regresi PDRB vs. Penerbangan Internasional Rute Kedatangan ................... 105 Tabel 4.21: Fungsi Regresi Untuk Peramalan Pergerakan Pesawat ............................................................................. 106

Page 22: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

xviii

Tabel 4.22: Rekap Pergerakan Pesawat Tanggal 2 November 2013 di Bandara Syamsudin Noor ................. 108 Tabel 4.23: Jadwal Penerbangan Kedatangan Pesawat Tanggal 2 November 2013 pukul 12:00 – 12:59 ............. 111 Tabel 4.24: Jadwal Penerbangan Keberangkatan Pesawat Tanggal 2 November 2013 pukul 12:00 – 12:59 ............. 111 Tabel 4.25: Kecepatan Pesawat Kelompok Approach .... 113 Tabel 4.26: Matriks probabilitas [pij]: ........................... 114 Tabel 4.27: Matriks waktu pemisahan minimum [Tij] ... 115 Tabel 4.28: Matriks Buffer waktu pemisahan [Bij] ........ 117 Tabel 4.29: Matriks waktu antarkeberangkatan [tij] ....... 119 Tabel 4.30: Matriks probabilitas ..................................... 119 Tabel 4.31: Variabel Independen Untuk Perhitungan ROT Pesawat 2 November 2013 .............................................. 121 Tabel 4.32: Rekapitulasi Hasil Perhitungan ROT .......... 122 Tabel 4.33: Mix Pesawat di Runway pada 2 November 2013 ................................................................................ 122 Tabel 4.34: Matriks probabilitas [pij] untuk operasi campuran .......................................................................... 123 Tabel 4.35: Pergerakan Pesawat Total Bandar Udara Symasudin Noor Banjarmasin (Angkasa Pura) ................ 125 Tabel 4.36: Rasio Pergerakan Pesawat Total Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin ........................................ 126 Tabel 4.37: Jumlah Pergerakan Pesawat Semua Hari Bulan November 2013 ................................................................ 127 Tabel 4.38: Rasio Hari Pincak Bulan November 2013 .. 127 Tabel 4.39: Jenis Rasio dan Rasionya ............................. 128 Tabel 4.40: Peramalan Pergerakan Pesawat Bandara Internasional Syamsudin Noor Banjarmasin Hingga 2035 (n = 25) ................................................................................ 128 Tabel 4.41: Hasil Perhitungan Jumlah Penerbangan Pada Bulan Puncak di Tahun Mendatang ................................. 129

Page 23: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

xix

Tabel 4.42: Hasil Perhitungan Jumlah Penerbangan Pada Hari Puncak di Tahun Mendatang ................................... 130 Tabel 4.43: Hasil Perhitungan Jumlah Penerbangan Pada Jam Puncak di Tahun Mendatang .................................... 130 Tabel 4.44: Penentuan ARC (ICAO) .............................. 136 Tabel 4.45: Persyaratan Dimensi RESA ......................... 140 Tabel 4.46: Persyaratan Kemiringan Memanjang Runway ........................................................................................... 141 Tabel 4.47: Kurva Kemiringan Memanjang .................... 142 Tabel 4.48: Nilai Koefisien k .......................................... 142 Tabel 4.49: Kemiringan Melintang Runway ................... 143 Tabel 4.50: Kecepatan dan Perlambatan Pesawat berdasarkan kategori Approach ........................................ 145 Tabel 4.51: Jarak ujung runway ke titik touchdown (D1) dan jarak titik touchdown ke lokasi exit taxiway (D2) ..... 147 Tabel 4.52: Jarak ujung runway ke titik touchdown (D1) dan jarak titik touchdown ke lokasi exit taxiway (D2) terkoreksi ........................................................................... 147 Tabel 4.53: Jarak total ujung runway ke lokasi exit taxiway ........................................................................................... 148 Tabel 4.54: Perbedaan Hasil Analisis Tugas Akhir dan Penelitian Sebelumnya ..................................................... 148 Tabel 5.1: Peramalan Pergerakan Jam Puncak pada Tahun 2043 .................................................................................. 152

Page 24: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Bandara Udara Syamsudin Noor terletak pada Kecamatan

Landasan Ulin, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Bandara ini dibangun dengan nama Lapangan Terbang Ulin pada tahun 1936. Pada masa kependudukan Jepang dan NICA, lapangan terbang ini sempat beroperasi sebagai bandara militer, yang kemudian diganti namanya sebagai nama salah satu pahlawan nasional setelah berdirinya RIS. Bandara ini lalu dialihfungsikan sebagai bandara sipil pada 9 April 1970 (Wikipedia, 2016). Sekarang Bandara Syamsudin Noor melayani berbagai rute domestik dan satu internasional dengan tiga belas maskapai penerbangan nasional, dengan kapasitas penumpang sebesar 3,013.191 penumpang (Wikipedia, 2016).

Banjarmasin adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai pusat dari provinsi Kalimantan Selatan, semestinya fasilitas trasnportasi antar kota, antar pulau, maupun antar negara di kota tersebut mampu menangani jumlah permintaan jasa transportasi dengan baik. Di Kota Banjarmasin maupun keseluruhan Provinsi Kalimantan Selatan, terdapat kegiatan ekonomi dan non-ekonomi yang bergantung pada fasilitas transportasi dengan pelayanan yang baik. Kegiatan tersebut bersumber dari demografi penduduk yang mayoritas beragama Islam sehingga membutuhkan transportasi kegiatan haji, maupun keperluan investasi dan pariwisata. Selain itu perlu juga diketahui bahwa sejak tahun 2010, Bandara Syamsudin Noor adalah bandara dengan wisatawan haji terbanyak di Indonesia (Wikipedia, 2016), sehingga seyogyanya pemerintah menyediakan fasilitas yang dapat melayani masyarakat.

Penentuan lokasi runway tergantung pada analisis frekuensi dan kecepatan angin yang dominan pada daerah tersebut. Ocherudy (2016) telah melakukan analisis windrose pada Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin dan menyimpulkan bahwa arah

Page 25: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

2

angin dominan berada pada arah derajat azimuth 100 - 280 dan 135 - 215. Tabel 1.1 mengilustrasikan prosentase frekuensi berbagai kecepatan angin pada bandara dengan arah azimuth yang berbeda dan rekomendasi arah angin untuk runway rencana. Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa pada Bandara Symasudin Noor terdapat arah angin dominan lebih dari satu. Seperti diketahui bahwa pesawat terbang memerlukan angin dari arah berlawanan untuk proses take-off. Hal ini agar pesawat mendapatkan energi angkat yang diperlukan pada kecepatan tertentu. Ketika arah angin berhembus berubah-ubah dari arah angin satu ke lainnya, maka pesawat terbang semestinya selalu bergerak berlawanan dengan arah angin tersebut. Hal ini tentu tidak dapat dilakukan apabila runway berjumlah satu. Pemahaman tersebut menunjukkan kebutuhan runway pada beberapa arah yang berbeda. Hal ini disebabkan frekuensi angin berhembus tidak hanya pada satu arah saja.

Tabel 1.1: Prosentase Hembusan Angin dan Rekomendasi

Landasan Pacu Kedua Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin (Ocherudy, 2016)

Airports GIS (Airports Geographical Information System) FAA adalah satuan alat perangkat lunak yang dikembangkan oleh

0-10 11-16 17-21 22-27 >28

0 - 180 34,7% 17,73% 6,75% 0,49% 0,49% 60,20%

45 - 225 34,7% 18,82% 11,23% 1,23% 0% 66,01%

90 - 270 34,7% 21,67% 10,64% 0% 0,25% 67,29%

100 - 280 34,7% 20,70% 12,81% 1,18% 0,25% 69,67%

135 - 315 34,7% 19,80% 10,54% 5,91% 0,25% 71,23%

175 - 355 34,7% 19,15% 8,13% 0,49% 0,49% 62,99%

= rekomendasi landas pacu 2

= eksisting

ArahKecepatan Angin (knot)

Total

Page 26: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

3

FAA. Satuan software ini bertujuan untuk memfasilitasi pengumpulan data bandara dan aeronautika untuk sistem ruang udara Negara Amerika serikat generasi selanjutnya. Hingga November 2016 saat tugas akhir ini dikerjakan, terdapat berbagai data angin dari banyak Bandar udara di dunia. Satuan software ini juga mempunyai perangkat analisis windrose semua musim bernama ALL_WEATHER Wind Rose Form. Perangkat ini mempunyai keluaran hasil analisis windrose dengan hasil numerik dan grafik. Input yang dibutuhkan dari perangkat tersebut adalah file .PRN, yaitu data angin yang didapatkan dari perangkat Windrose Rose Form. Proses analisis windrose menggunakan satuan software ini tidak ada perbedaan dengan analisis menggunakan metode manual. Hanya saja, program ini lebih mudah dalam penggunaaannya sebab berbagai faktor analisis yang bisa diubah sesuai keinginan. Contohnya adalah jika pengguna ingin mengubah crosswind yang dibolehkan pada runway, maka pengguna dapat mengganti kolom isian Crosswind Component. Proses tersebut jauh lebih mudah dari mengganti template pada metode manual. Pada intinya, Airports GIS memudahkan analisis windrose untuk perencanaan runway.

Dipilihnya topik tugas akhir ini ialah karena dibutuhkannya runway kedua pada bandara Syamsudin Noor Banjarmasin berdasarkan analisis windrose pada tugas akhir sebelumnya. Begitupun, pada tugas akhir ini akan dilakukan windrose dengan metode yang berbeda dari sebelumnya, yaitu dengan menggunakan Airports GIS FAA. Metode ini dipakai untuk memudahkan proses analisis serta sebagai informasi perihal penggunaan Airports GIS FAA. Agar sebagai acuan penggunaan software tersebut, maka perencanaan akan mengikuti hasil analisis Airports GIS FAA. Pada tugas akhir ini juga dianalisis periode diperlukannya perkiraan kebutuhan penambahan runway, agar saat masa kebutuhan runway datang, pemerintah dapat mulai membangun runway untuk mengakomodasi penerbangan di bandara. Masa sekarang, sistem single runway mungkin masih dapat melayani 13 keberangkatan dan kedatangan (Angkasa Pura, 2016) setiap harinya, namun pada

Page 27: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

4

masa mendatang bandara akan membutuhkan lebih dari satu runway. Frekuensi angin pun menjadi masalah karena seperti dipaparkan sebelumnya, bahwa pesawat terbang melawan arah angin dan tentu saja ketika jadwal penerbangan menuntut pesawat untuk terbang pada saat arah angin berhembus di arah berbeda, maka landasan pacu harus mengakomodasi hal itu; diperlukan runway pada arah tersebut. Dibutuhkan pula pemilihan tipe system runway yang sesuai dengan letak dan arah kedua runway ketika penambahan diperlukan. Perlu diingat pula bahwa pada analisis windrose dilakukan menggunakan program web javascript oleh FAA yaitu ALL_WEATHER Wind Rose Form yang masuk dalam komponen Airports GIS FAA. Maka dari itu dilakukanlah perencanaan ulang layout runway Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin berdasarkan analisis windrose Airports GIS FAA.

1.2. Rumusan Masalah Kondisi single runway di Bandara Syamsudin Noor

Banjarmasin mungkin disebabkan oleh pertimbangan bahwa runway masih dapat menampung jumlah penerbangan akibat minimalnya demand penerbangan. Walaupun begitu, dari studi sebelumnya oleh Ocherudy (2016) telah jelas bahwa dibutuhkan dua runway untuk mengakomodasi arah angin dominan. Berdasarkan hal tersebut, perumusan masalah pada tugas akhir ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik arah angin di Bandara Syamsudin

Noor Banjarmasin ditinjau dari arah, besaran, dan frekuensi anginnya?

2. Bagaimana karakteristik pergerakan pesawat di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin dilihat dari tipe pesawat dan jadwal terbangnya?

3. Bagaimana kapasitas runway Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin saat ini?

4. Kapan pergerakan pesawat Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin melebihi kapasitas runway eksisting?

Page 28: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

5

5. Bagaimana menentukan letak runway rencana Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin menurut analisis windrose?

6. Bagaimana menentukan sistem runway rencana Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin?

7. Bagaimana menentukan dimensi runway, exit taxiway dan taxiway baru di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin?

8. Bagaimana kapasitas runway eksisting dan runway rencana Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin setelah ada penambahan runway?

1.3. Tujuan Tugas akhir ini bertujuan untuk melakukan analisis data

angin untuk menentukan arah dan jumlah runway. Maka untuk mencapai tujuan tersebut, hal-hal yang perlu dilakukan pada tugas akhir ini adalah: 1. Menganalisis karakteristik arah angin di Bandara Syamsudin

Noor Banjarmasin ditinjau dari arah, besaran, dan frekuensi anginnya.

2. Menganalisis karakteristik pergerakan pesawat di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin dilihat dari tipe pesawat dan jadwal terbangnya.

3. Melakukan evaluasi terhadap kapasitas runway eksisting Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin.

4. Melakukan peramalan periode tahun dimana pergerakan pesawat di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin melebihi kapasitas runway eksisting.

5. Menentukan letak dan arah runway rencana yang memungkinkan menurut analisis windrose di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin.

6. Melakukan studi pilihan sistem runway dan memilih sistem runway rencana Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin sesuai dengan letak dan arah runway eksisting dan rencana.

7. Menentukan dimensi runway, exit taxiway, dan taxiway baru di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin.

Page 29: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

6

8. Melakukan evaluasi terhadap kapasitas runway eksisting dan runway rencana Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin.

1.4. Batasan Masalah Batasan masalah penulisan tugas akhir ini antara lain:

1. Pada tugas akhir ini tidak membahas masalah perkerasan runway.

2. Pada tugas akhir ini tidak merencanakan drainase runway. 3. Pada tugas akhir ini diasumsikan bahwa pendapatan daerah

regional bruto (PDRB) mempunyai korelasi positif dengan pergerakan pesawat secara umum.

1.5. Manfaat Beberapa manfaat yang dapat diraih apabila tujuan tugas

akhir ini tercapai adalah sebagai berikut: 1. Penulis dan pembaca dapat memahami bahwa perbedaan data

angin berpengaruh secara signifikan terhadap arah dan jumlah runway.

2. Menjadi salah satu sumber informasi penggunaan software analisis windrose yang dikeluarkan FAA.

1.6. Sistematika Penulisan 1. Bab I berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan,

batasan masalah, manfaat, sistematika penulisan, serta lokasi studi.

2. Bab II berisi tentang definisi dan terminologi dari hal-hal yang terkait dengan tugas akhir ini, konsep dan dasar teori dari tugas akhir ini, serta penjelasan singkat mengenal metode yang digunakan dalam tugas akhir ini.

3. Bab III berisi tentang urutan langkah pengerjaan dari tugas akhir ini sendiri beserta dengan penjelasan singkat dari tiap langkah-langkah pengerjaanya.

4. Bab IV berisi tentang analisis data yang telah didapatkan dari pengumpulan data. Bab ini menggunakan teori yang telah

Page 30: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

7

dijabarkan di bab II untuk mendapatkan jawaban dari masalah tugas akhir.

5. Bab V berisi tentang evaluasi objek perencanaan terhadap kondisi eksisting.

6. Bab VI berisi kesimpulan tugas akhir yang menjawab masalah tugas akhir dan saran pada pihak pengelola objek eksisting dan rencana.

1.7. Lokasi Studi Lokasi tinjauan tugas akhir ini adalah Bandar Udara

Syamsudin Noor Banjarmasin, pada Kecamatan Landasan Ulin, Kabupaten Banjar, 25 km dari pusat Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Gambar 1.1 menunjukkan tampak depan bandara sementara Gambar 1.2 menunjukkan peta Pulau Kalimantan dengan poin penunjuk lokasi bandara.

Gambar 1.1: Bandar Udara Symasudin Noor (Ezagren via Wikipedia, 2016)

Page 31: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

8

Gambar 1.2: Lokasi Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin (Google, 2016)

Page 32: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab tinjauan pustaka menyajikan teori-teori yang diperlukan

dalam penyusunan metodologi dan analisis data. Beberapa studi terdahulu juga disajikan dalam bab ini sebagai dasar asumsi-asumsi yang diambil nantinya. Adapun teori yang disajikan dalam bab ini adalah: Runway Taxiway dan Exit Taxiway Metode Perhitungan Jam Puncak Perumusan Matematis Kapasitas Jenuh

Pada bab ini pun diberikan ringkasan mengenai penelitian

sebelumnya pada Bandar Udara Syamsudin Noor sebab pentingnya literatur tersebut sebagai landasan tugas akhir ini. Ringkasan penelitian tersebut disertakan pada bagian terakhir dari bab ini.

2.1. Runway

Runway adalah area persegi panjang di permukaan bandara yang dipersiapkan untuk proses takeoff dan landing pesawat (Horenjeff, 1994). Sebuah bandara bisa memiliki satu atau lebih runway tergantung pada kebutuhan dan kondisi. Jumlah runway sangat tergantung pada volume lalu lintas dan orientasi runway yang tergantung pada arah angin dominan serta topografi lingkungan sekitar. Runway juga sangat dipengaruhi oleh penghubungnya, yaitu exit taxiway dan taxiway. Oleh karena itu, dalam bukunya, Horonjeff dan McKelvey (2010) menyatakan sistem yang terbentuk dari runway dan exit taxiway diatur sedemikian rupa sehingga: 1. Memberikan keterlambatan dan gangguan sekecil mungkin

dalam operasi pendaratan dan lepas landas. 2. Memberikan jarak Taxiway yang sependek mungkin dari daerah

terminal menuju ujung Runway.

Page 33: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

10

3. Memberikan jumlah Exit Taxiway yang cukup sehingga pesawat yang mendarat dapat meninggalkan Runway secepat mungkin

2.1.1. Sistem Runway

Sistem Runway, atau konfigurasi runway menurut Horenjeff (2010) mengacu pada jumlah dan arah relatif dari satu atau lebih runway dalam sebuah lapangan terbang. Di dalam perencanaan sebuah runway tambahan perlu dipertimbangkan korelasinya dengan runway eksisting, terutama letak dan arahnya. Ini disebabkan faktor efisiensi dan keamanan dalam aktivitas penerbangan yang diakibatkan oleh runway yang direncanakan tersebut. Perlu dipilih manakah konfigurasi yang tepat dengan jumlah runway eksisting dan rencana sehingga dapat mengakomodasi letak dan arah kedua runway.

Terdapat beberapa konfigurasi runway, hal ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Perbedaan kapasitas maksimum Perbedaan arah dan kecepatan angin Kompleksitas pengendalian lalu-lintas udara Kelengkapan alat bantu navigasi

Terdapat banyak macam konfigurasi yang dipakai bandara-

bandara di dunia, tetapi semua itu pada umumnya mengacu pada beberapa bentuk dasar yaitu: 1. Runway Tunggal 2. Runway Pararel 3. Runway Berpotongan 4. Runway V terbuka

Contoh konfigurasi runway-runway tersebut dapat dilihat

pada gambar 2.1 hingga 2.4.

Page 34: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

11

Gambar 2.1: Sistem Runway Tunggal (Single)

(Horenjeff, 2010)

Gambar 2.2: Sistem Runway Paralel

(Horenjeff, 2010)

Page 35: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

12

Gambar 2.3: Sistem Runway Berpotongan (Intersecting)

(Horenjeff, 2010)

Gambar 2.4: Sistem Runway V terbuka

(Horenjeff, 2010)

Berdasarkan citra satelit google yang ditangkap pada Gambar 2.5, membuktikan Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin eksisting mempunyai sistem single runway, dengan arah 100° – 280° dari kutub magnet di utara. Menurut ICAO (1984), kapasitas single runway adalah antara 50 s.d 100 operasi penerbangan per

Page 36: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

13

jam dalam kondisi VFR (Visual Flight Rules), dimana pilot dapat mengemudi berdasarkan informasi visual, Sedangkan untuk kondisi IFR (Instrument Flight Rules), dimana pilot mengemudikan pesawat berdasarkan alat/instrumen di bandara akibat minimnya informasi visual, sebesar antara 50 s.d 70 operasi penerbangan per jam.

Gambar 2.5: Gambar Runway Eksisting pada Bandara Syamsudin

Noor Banjarmasin (Google, 2016)

Untuk konfigurasi runway paralel, dapat didapatkan kapasitas per jam untuk keadaan VFR sebesar 60 s.d 200 operasi. Sedangkan untuk kondisi IFR dengan jarak diantara runway yang dekat sebesar 50 s.d 60 operasi dan untuk jarak sedang sebesar 50 s.d 75 operasi serta untuk jarak jauh sebesar 100 s.d 120 operasi. Dimensi jarak antar dua atau lebih runway paralel tersebut ditetapkan FAA untuk jarak dekat sepanjang 700 kaki (213.36 meter) sampai dengan 2500 kaki (762 meter). Untuk jarak sedang sepanjang 2500 kaki (762 meter) hingga 4300 kaki (1310.64 meter). Jarak diantara runway yang jauh ditetapkan sepanjang minimal 4300 kaki (1310.64 meter). Operasi runway paralel

Page 37: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

14

dengan jarak dekat dalam keadaan IFR bergantung pada aktivitas kedatangan atau keberangkatan pesawat di runway satu dengan lainnya. Ini berbeda dengan operasi rinway paralel yang jaraknya sedang dalam keadaan IFR, dimana keberangkatan satu runway dapat berjalan saat kedatangan runway lainnya. Pada jarak yang jauh masih dalam keadaan IFR, bahkan keberangkatan maupun kedatangan runway lainnya bisa berjalan bersamaan. Alternatif dari konfigurasi runway paralel adalah pemberlakuan dual-lane untuk masing-masing runway untuk menambah kapasitas oprasi pada keadaan IFR (Horenjeff, 2010).

Pada konfigurasi runway bersimpang (intersecting), crosswind yang kencang dapat dihindari ketika dibutuhkan dengan menggunakan runway lainnya. Kapasitas runway bersimpang tergantung dari: lokasi simpang (di tengah atau di pinggir jalur), pengoperasian runway untuk lepas landas dan mendarat, dan tipe pesawat (Horenjeff, 2010)/ Menurut Horenjeff, kapasitas runway bersimpang tertinggi didapatkan ketika simpang berada di dekat ambang pendaratan dan batas lepas landas.

Runway dengan konfigurasi V terbuka disarankan menggunakan sisi luar dari V sehingga pesawat lepas landas di satu runway menjauhi runway lainnya sebab masalah efisiensi. Kapasitas pada keadaan VFR dengan operasi menjauh dari V mempunyai kapasitas 60 s.d 180 operasi pada VFR dan 50 s.d 80 operasi pada IFR.

Kombinasi konfigurasi runway campuran tidak dibahas sebab jumlah runway rencana ditentukan hanya 1, sehingga tidak dimungkinkan. Setelah dilakukan studi, kapasitas terbesar didapatkan apabila memilih konfigurasi atau sistem runway paralel dengan jarak jauh (far-spaced), yang membutuhkan jarak antar runway sepanjang 1310.64 meter. Konfigurasi ini berlaku untuk kondisi VFR maupun IFR. Konfigurasi tentu akan cocok apabila analisis windrose mempunyai kesimpulan bahwa arah runway eksisting mencukupi persyaratan FAA untuk single runway. Letak persis dan panjang yang digunakan runway akan dianalisis pada subbab perencanaan layout runway bandara.

Page 38: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

15

Gambar 2.6: Contoh runway bersimpang (intersecting runway) dengan simpang di dekat ambang pendaratan dan batas lepas

landas (Horenjeff, 2010)

Page 39: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

16

Tabel 2.1: Konfigurasi Runway dan Kapasitasnya

Konfigurasi Runway

Kapasitas VFR Kapasitas IFR

Single 50 – 100 50 - 70 Paralel 60 – 200 (dekat – jauh) 50 – 60 (dekat)

50 – 75 (sedang) 100 – 120 (jauh)

Bersimpang Bervariasi Bervariasi V Terbuka 60 – 180 (menjauh V) 50 – 80 (menjauh V)

2.1.2. Panjang Runway

Bagian pertama dari perencanaan dimensi runway adalah penentuan panjang rencana. Menentukan panjang runway adalah pekerjaan penting dalam perencanaan runway secara keseluruhan. Sesungguhnya panjang runway merupakan elemen paling penting dalam runway. Ini disebabkan oleh bagaimana panjang runway dapat menentukan tipe pesawat yang dapat dilayani bandar udara. Pekerjaan dimulai dengan menentukan pesawat yang paling besar, yaitu pesawat dengan kebutuhan runway terpanjang dan mempunyai jumlah penerbangan rute nonstop minimal 500 operasi (Horenjeff, 2010). Panjang runway pun dapat diketahui dari membandingkan kebutuhan panjang runway pesawat kritis dari berat mendarat dan lepas landas manakah yang paling besar. Panjang ini disebut juga Aeroplane Reference Field Length.

2.1.3. Lebar Runway

Lebar Runway untuk perencanaan dapat diketahui dari tabel 2.2. Tabel tersebut didapatkan dari SKEP Dirjen Perhubungan Udara.

Page 40: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

17

Gambar 2.7: Panjang Runway Minimum Boeing 737-900

Berdasarkan Berat Mendarat (Boeing, 2013)

Page 41: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

18

Gambar 2.8: Panjang Runway Boeing 737-900 Berdasarkan Berat Lepas Landas

(Boeing, 2013)

Tabel 2.2: Penentuan Lebar Runway (Width) Berdasarkan Code Number (Dirjen Perhubungan, 2005)

Code Number

Code Letter

A B C D E F 1a 18 m 18 m 23 m 2 23 m 23 m 30 m 3 30 m 30 m 30 m 45 m 4 45 m 45 m 45 m 60

Page 42: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

19

2.1.4. Jarak Pemisahan Runway Rencana Arti dari pemusahan runway disini adalah jarak antara

runway dengan halangan berupa objek atau fasilitas bandara lainnya, contohnya yaitu landasan hubung atau taxiway. Pemisahan ini adalah jarak antara garis tengah (centerline) runway dengan garis tengah (centerline) taxiway. Sementara pemisahan lain adalah pemisahan pesawat yang sedang melakukan holding di taxiway dan garis tengah runway, pemisahan ini disebut holdline. Pemisahan lainnya adalah jarak antara garis tengah runway dan area parkir pesawat. Ketiga pemisahan tersebut didapatkan dari tabel pada dokumen SKEP 77 2005. Tabel 2.3: Standar Pemisahan Untuk Pesawat Kategori Approach C & D (Dirjen Perhubungan Udara, 2005)

Uraian Penggolongan Pesawat

I II III IV V VI

Instrumen non-presisi dan garis tengah Runway visual (m)

1. Holdline 75 75 75 75 75 75

2. Garis Tengah taxiway / taxilane (D)

90 90 120 120 2/ 180

3. Area parkir pesawat (G) 120 120 150 150 150 150

Instrumen presisi dan garis tengah runway visual (m)

1. Holdline 75 75 75 75 85 98

2. Garis Tengah taxiway / taxilane (D)

150 120 120 120 2/ 180

3. Area parkir pesawat (G) 150 150 150 150 150 150

2.1.5. Runway Strip

Runway strip adalah luasan bidang tanah yang menjadi daerah landas pacu. Penentuan areanya tergantung pada panjang landas pacu dan jenis instrumen pendaratan (precission aproach) yang dilayani. Dimensi runway strip telah diatur dalam SKEP 77 tahun 2005 oleh DIrjen Perhubungan Udara. Tabel 2.4 menunjukkan dimensi runway strip yang dibutuhkan untung asing-masing golongan pesawat. Asumsi yang digunakan adalah bahwa runway menggunakan instrumen presisi.

Page 43: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

20

Tabel 2.4: Kebutuhan Dimensi Runway Strip (Dirjen Perhubungan Udara, 2005)

No Uraian Code Letter

A/I B/II C/III D/IV E/V F/VI 1. Lebar Minimum termasuk

Landasan (Ws)

o Landasan Instrumen (m) Pendekatan presisi 150 150 300 300 300 300 Pendekatan non-presisi 150 150 300 300 300 300 o Landasan non-instrumen 60 80 150 150 150 150 2. Permukaan strip: Tidak

boleh ada benda-benda, kecuali alat bantu visual untuk navigasi udara pada strip

o Landasan instrumen (m) Pendekatan presisi Kategori I 90 90 120 120 120 120 Kategori II - - 120 120 120 120 Kategori III - - 120 120 120 120 3. Lebar minimum yang

diratakan termasuk landasan (m)

o Landasan Instrument 80 80 150 150 150 150 o Landasan non-

instrument 60 60 150 150 150 150

4. Slope kemiringan memanjang (%):

o Maksimum yang diratakan

2 2 1,75 1,75 1,75 1,75

Perubahan maksimum tiap 30 m pada strip diluar ambang landasan

2 2 2 2 2 2

5. Slope kemiringan melintang (%):

o Maksimum yang diratakan

< 3 < 3 < 2.5 < 2.5 < 2.5 < 2.5

o Perubahan maksimum pada 3m pertama dari tepi landasan, bahu landasan, dan stopway

< 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5

o Maksimum diluar bagian yang diratakan

< 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5

Page 44: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

21

2.1.6. Penomoran Runway

Penomoran runway merupakan langkah penting sebagai pengidentifikasian runway. Cara penomoran secara universal cukup dengan menghilangkan angka terakhir pada derajat azimuth sisi yang ingin dinomorkan setelah pembulatan angka terakhir.. Runway akan diberi label “L” bila terletak di sebelah kiri dan label “R” bila terletak di sebelah kanan setelah penomoran. Kiri atau kanan dalam penomoran adalah relatif.

2.1.7. Marka Batas Runway

Marka batas runway memberi tanda kepada pilot pesawat akan awal dari daerah runway yang aman untuk dijadikan tempat pendaratan. Marka batas runway terdiri dari dua set baris berwarna putih yang masing-masing mempunyai lebar 1,75 m dan panjang 45 m. Kedua set marka batas runway dipisah oleh garis tengah runway dengan pemisahan berjarak 3,5 meter diantara ujung baris terdalam dari garis tengah. Spasi antara ujung terluar baris pada masing-masing set selebar 1 m. Spesifikasi marka batas runway disebutkan dalam dokumen FAA AC 150/5340-1J, yang disediakan dalam tabel 2.5.

Tabel 2.5: Persyaratan Baris Marka Batas Runway (FAA,

2005) Runway Width Number of Stripes 60 feet (18 m) 4 75 feet (23 m) 6

100 feet (30 m) 8 150 feet (45 m) 12 200 feet (60 m) 16

Dalam prakteknya, ada beberapa kondisi yang menyebabkan

marka batas runway tidak dapat diletakkan pada letak yang disyaratkan. Contoh keadaan tersebut adalah apabila adanya taxiway yang sejajar atau sangat dekat dengan letak marka batas

Page 45: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

22

runway yang telah disyaratkan. Pada kasus tersebut maka marka batas runway diletakkan lebih jauh dari batas runway dan diberikan marka panah. Marka tersebut diberi dari batas runway sepanjang 36 m dan berjarak 24 m dari ujung anak panah dengan garis lurus marka panah berikutnya. Marka panah yang terakhir berjarak 30 m dari ujung anak panah hingga ujung marka batas runway, dipisahkan oleh 2 sampai 4 anak panah sejajar dan garis tebal selebar 3 m, Jarak antara anak panah sejajar dan garis tebal tersebut adalah 1,5 m. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat diagram pada gambar 2.9.

Gambar 2.9: Marka Batas Runway Terpindah (FAA, 2005)

Page 46: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

23

2.1.8. Marka Garis Tengah (Centerline) Marka garis tengah terletak pada garis tengah runway, terdiri

dari garis putih seragam dengan jarak pemisahan yang konstan. Panjang marka garis tengah adalah 36 m dan jarak pemisahan diantara satu dan lainnya adalah 80 ft (24,4 m). Lebar baris marka garis tengah adalah 12 in (0,25 m) untuk runway visual, 18 in (0,45 m) untuk runway instrument non-presisi, dan 36 in (0,91 m) untuk runway instrument presisi.

2.1.9. Marka Titik Sasaran

Titik sasaran diberikan pada runway sebagai alat untuk memudahkan pilot pesawat untuk mendarat pada runway tersebut. Titik sasaran terdiri dari dua baris yang dipisah garis tengah runway dengan jarak 21,6 meter antara ujung terdalam. Masing-masing baris mempunyai panjang 45 m dan lebar 10 m. Marka titik sasaran berada pada 306 m dari ujung runway dimana pesawat memulai pendaratan.

2.1.10. Marka Zona Touchdown

Marka zona touchdown menandakan zona touchdown untuk pesawat yang akan mendarat. Marka zona touchdown terdiri dari 2 set satu sampai tiga baris berwarna putih yang terletak 150 m dari ujung runway. Masing-masing baris mempunyai panjang 22,5 m dan lebar 2 m. Jarak antar baris marka adalah 1,5 m dengan jarak pemisahan antara kedua set baris sebesar 21,6 m dan as terletak pada garis tengah runway. Tabel 2.6 menjabarkan syarat jumlah baris pada setiap set. 2.1.11. Marka Sisi Runway

Marka sisi runway terdiri dari garis putih sepanjang runway yang menerus dengan lebar minimum 1 m untuk runway instrument presisi. Marka sisi runway dibutuhkan untuk memberi tanda daerah yang dianggap runway, selain itu juga membedakan daerah yang menggunakan perkerasan penuh dan yang tidak.

Page 47: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

24

Tabel 2.6: Jumlah Baris Marka Zona Touchdown pada Masing-Masing Sisi Runway (FAA, 2005)

Runway Length Markings on Each End 7990 feet (2436 m) or greater Full set of markings 6990 feet (2130 m) to 7989

feet (2435 m) Less one pair of markings

5990 feet (1826 m) to 6989 feet (2129 m)

Less two pairs of markings

3990 feet (1521 m) to 5989 feet (1825 m)

Less three pairs of markings

2.1.12. Fasilitas Runway Rencana

Runway membutuhkan beberapa fasilitas esensial untuk operasi keberangkatan maupun kedatangan. Tanpa fasilitas-fasilitas tersebut berarti tidak mengikuti standar perencanaan yang umum dan mengurangi kenyamanan penumpang pesawat. Fasilitas tersebut diantaranya adalah Blast pad/Stop Bay dan Holding Bay. Blast Pad/Stopway

Blast pad adalah bagian buangan panas mesin di runway. Bagian ini diletakkan sebelum ujung runway untuk mengantisipasi hembusan jet waktu pesawat takeoff. Pesawat tidak diperbolehkan menggunakan blast pad untuk takeoff maupun langsing. Manfaat blast pad hanyalah untuk tujuan preventif akibat destruktif dari hembusan mesin jet terhadap ujung runway yang dapat mengakibatkan keretakan perkerasan. Sementara stopway adalah area tertentu berbentuk segiempat di batas akhir runway sebagai tempat berhenti pesawat saat adanya pembatalan takeoff. Holding Bay

Holding Bay adalah area tertentu dimana pesawat dapat melakukan penantian, atau menyalip untuk mendapatkan efisiensi gerakan permukaan pesawat (Dirjen Perhubungan Udara, 2005). Posisi Holding Bay sendiri terletak pada pertemuan runway dengan taxiway.

Page 48: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

25

Tabel 2.7: Dimensi Stopway (Dirjen Perhubungan, 2005)

Code Letter

Penggolongan Pesawat

Lebar Stopways

(m)

Panjang Stopway

(m)

Kemiringan Stopway (%) / (m)

A I 18 30 - B II 23 30 - C III 30 60 0,3 per 30 D IV 30 60 0,3 per 30 E V 45 60 0,3 per 30 F VI 45 60 0,3 per 30

Tabel 2.8: Dimensi Holding Bay (Dirjen Perhubungan Udara, 2005)

Uraian A/I B/II C/III D/IV E/V F/VI Jarak ruang bebas antara pesat yang parkir dan pesawat di taxiway

4,5 – 5,25 4,5 - 5,25 7,5 - 12 7,5 7,5 7,5

Jarak minimum antara Holding Bay dengan garis tengah landasan

a. Landasan instrumen

30 40 75 75 75 75

b. Landasan nun-instrumen

40 40 75 75 75 75

o Pendekatan nun-presisi

60 60 90 90 90 90

o Pendekatan presisi kategori I

90 90 90 90

o Pendekatan presisi kategori II & III

2.1.13. Marka Blast Pad

Marka blast pad telah diatur dalam dokumen FAA AC 150/5340/1j. Marka blast pad terletak pada blast pad, sebelum batas runway. Gambar 2.10 menjabarkan letak dan dimensi marka.

Page 49: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

26

Gambar 2.10: Syarat Dimensi Marka Blast Pad dan

Stopway (FAA, 2005)

2.1.14. Lingkungan Lapangan Terbang Lingkungan lapangan terbang yang berpengaruh terhadap

panjang landasan adalah temperatur, angin permukaan, kemiringan landasan, ketinggian lapangan terbang. Dalam perhitungan landasan pacu dipakai suatu standar yang disebut Aeroplane Reference Field Length (ARFL), yaitu jarak takeoff minimum suatu tipe pesawat pada massa maksimum, muka air laut, kondisi atmosfer, udara tenang dan kemiringan nol yang dibolehkan pada peraturan yang berlaku maupun manual penerbangan pesawat (ICAO, 2015). ARFL disebut juga balanced field length sebab jarak yang dibutuhkan untuk take-off sama dengan jarak berhenti hingga akselerasi.

2.1.14.1 Temperatur

Pada temperatur yang lebih tinggi, dibutuhkan landasan yang lebih panjang, sebab kerapatan udara rendah, menghasilkan

Page 50: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

27

output daya dorong yang rendah. Sebagai standar temperatur di atas muka laut sebesar 59°F = 15°C. Menurut Internasional Civil Aviation Organisation (ICAO) panjang landasan harus terkoreksi terhadap temperatur sebesar 1%.

Ft = 1+ 0.01 ( T - (15 - 0.0065h)) (2.1) Dimana: Ft = Faktor terkoreksi temperatur. T = Temperatur di lapangan terbang. h = Elevasi lapangan terbang. 2.1.14.2 Ketinggian Lapangan Terbang

Ketinggian bandara menurut permukaan air laut memengaruhi kerapatan udara oleh tekanan atmosferik dan suhu. Tekanan atmosferik memengaruhi gaya derek dan angkat pesawat yang dibutuhkan untuk takeoff. Menurut ICAO, bahwa ARFL bertambah 7% setiap kenaikan 300 m (1000 ft) dari ketinggian muka laut. Maka rumus dari Fe (faktor koreksi elevasi).

Fe = 1 + 0.07 (2.2) Dimana: Fe = Faktor terkoreksi elevasi. h = Elevasi lapangan terbang. 2.1.14.3 Kemiringan Landasan (Runway Gradient)

Kemiringan landasan dapat menyebabkan meningkatnya konsumsi energi. Hal tersebut disebabkan mesin pesawat diharuskan mencapai kecepatan di darat yang sulit dicapai ketika kemiringan cukup ekstrim. FAA memperkenalkan “Effective Gradient” yaitu beda tinggi antara titik terendah dari penampang memanjang landasan dibagi dengan panjang landasan yang ada. Faktor koreksi kemiringan (Fs) sebesar 10% setiap kemiringan 1%.

Page 51: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

28

Fs = 1 + 0.1 S (2.3) Dimana: Fs = Faktor terkoreksi kemiringan. S = Gradien efektif. 2.2. Taxiway dan Exit Taxiway

Taxiway disebut juga landasan hubung, berfungsi sebagai jalur transisi antara runway dan apron. Taxiway mengalirkan pesawat yang datang dari runway ke apron dan pesawat yang hendak berangkat dari apron ke runway. Dimensi Taxiway dapat ditentukan melalui input kelompok pesawat terbesar dan jarak minimum roda utama dan tepi taxiway kedalam tabel 2.9. Tabel 2.9: Dimensi Taxiway (Dirjen Perhubungan Udara, 2005)

Code letter Penggolongan Pesawat

Lebat Taxiway (m) Jarak bebas minimum dari sisi terluar roda utama

dengan tepi taxiway (m)

A I 7,5 ,.5 B II 10,5 2,25 C III 15A 3A 18B 4,5B

D IV 18C 4,5

23D E V 25 4,5 F VI 30 4,5

Keterangan: a. Bila taxiway digunakan pesawat dengan roda dasar kurang dari 18 m. b. Bila taxiway digunakan pesawat dengan seperempat roda dasar lebih dari 18 m. c. Bila taxiway digunakan pesawat dengan roda putaran kurang dari 9 m. d. Bila taxiway untuk pesawat dengan seperempat roda putaran lebih dari 9 m.

Fungsi dasar dari taxiway adalah untuk menyediakan akses

antar runway dan daerah terminal juga service hangar. Taxiway harus dirancang dengan baik sehingga pesawat yang baru saja mendarat tidak terganggu oleh pesawat yang bergerak untuk takeoff. Rute taxiway harus diseleksi sehingga menghasilkan jarak terpendek yang masih mungkin dari daerah terminal ke ujung

Page 52: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

29

runway yang digunakan untuk takeoff. Selain itu, pada bandara yang cukup sibuk, exit taxiway harus ditempatkan pada titik penting sepanjang runway. Hal ini dimaksudkan agar pesawat landing dapat meninggalkan runway secepat mungkin sehingga runway dapat digunakan pesawat lain. Kemungkinan mempercepat pesawat meninggalkan runway tergantung pada exit taxiway. Terdapat 3 tipe sudut exit taxiway, yaitu 90°, 45°, 30°. Exit taxiway dengan sudut 30° disebut rapid exit taxiway atau high speed exit taxiway. Jarak dari touchdown ke lokasi exit taxiway ideal dapat diperkirakan dengan formula berikut ini (Ashford dan Wright, 1984)

�� =���

�����

�� (2.4)

Dimana : D2 = Jarak exit taxiway dari titik touchdown Vul = Kecepatan touchdown di runway (m/dt) Ve = Kecepatan awal keluar runway (m/dt) A = Perlambatan (m/dt2)

Jarak dari ujung runway hingga pesawat mencapai kecepatan keluar di exit taxiway (S) adalah sebagai berikut:

S = D1 + D2 (2.5)

� =���

������

���−

�������

��� (2.6)

Dimana: S = Jarak dari ujung runway ke exit taxiway (m) D1 = Jarak dari ujung runway ke titik touchdown (m) D2 = Jarak exit taxiway dari titik touchdown (m) Vul = Kecepatan pendaratan peswat(m/dt) Vtd = Kecepatan touchdowndi runway (m/dt) Ve = Kecepatan awal keluar runway(m/dt) a1 = Perlambatan di udara (m/dt2)

Page 53: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

30

a2 = Perlambatan di darat (m/dt2)

Saat pesawat hendak berputar dalam taxiway untuk mengikuti jalur, perlu diikuti standar margin keselamatan sehingga antara roda utama dan pinggir taxiway tidak terlalu dekat jaraknya. Standar tersebut diatur dalam peraturan FAA. Untuk mengikuti standar diperlukan maneuver dan fillet, atau permukaan dalam bentuk perkerasan di ujung lainnya. Fillet diperlukan agar pesawat dapat memutar dengan aman.

Dimensi fillet diatur dalam dokumen SKEP 77 tahun 2005 Dirjen Perhubungan Udara. Tabel 2.10 adalah tabel penentuan dimensi berdasarkan kelompok pesawat terbesar. Tabel 2.10: Dimensi Fillet Taxiway (Dirjen Perhubungan Udara,

2005) Code letter/ penggolongan pesawat

Putaran taxiway (R) (m)

Panjang dari

peralihan ke fillet (L) (m)

Jari-Jari fillet untuk

judgemental oversteering symettrical widening (F) (m)

Jari-Jari fillet untuk

judgemental oversteering

One ide widening

Jari-jari fillet untuk

Trading Centre Ine (F)

(m) A/I 22,5 15 18,75 18,75 18 B/II 22,5 15 17,75 17,75 16,5 C/III 40 45 20,4 18 16,5 D/IV 45 75 31,5 - 33 29 - 30 25 E/V 45 75 31,5 - 33 29 - 30 25 F/VI 45 75 31,5 - 33 29 - 30 25

Taxiway harus ditambahkan bahu dengan lebar sama.

Dimensi total dari taxiway dan bahunya ditentukan dari tabel 2.12 dengan input kelompok approach pesawat terbesar.

Page 54: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

31

Gambar 2.11: Letak Dimensi Fillet Taxiway (Horenjeff, 2010)

Tabel 2.11: Radius Fillet Taxiway (Dirjen Perhubungan Udara,

2005) Code letter/

penggolongan pesawat

Lebar runway

(Wr) (m)

Lebar paralel runway (Wr2) (m)

Lebar dari dan

keluar taxiway (Wr3) (m)

R1 (m)

R2 (m)

r0 (m)

r1 (m)

r2 (m)

A/I 18 15 30 30 30 39 25 25 B/II 23 18 26,5 41,5 30 41,5 25 30 C/III 30 23 26,5 41,5 41,5 53 25 35 D/IV 45 30 30 30 60 71,5 35 55 E/V 45 30 60 60 60 71,5 35 55 F/VI 60 45 60 60 60 75 45 50

Page 55: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

32

Gambar 2.12: Tampak Radius Fillet Taxiway (Dirjen

Perhubungan Udara, 2005) Tabel 2.12: Taxiway Shoulder Minimum (Dirjen Perhubungan Udara, 2005)

Code Letter Penggolongan Pesawat Lebar Minimum Bahu Taxiway Pada Bagian

Lurus (M) A I 25 B II 25 C III 25 D IV 38 E V 44 F VI 60

2.3. Marka Garis Tengah dan Tepi Taxiway

Marka garis tengah taxiway berupa garis berwarna kuning selebar 6 inci (0,13 m) yang menerus sepanjang taxiway dan mengikuti busur luar pada persimpangan antar taxiway. Garis tengah taxiway juga menerus ketika taxiway bertemu dengan runway, sehingga sejajar dengan marka garis tengah runway

Page 56: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

33

dengan jarak antar bagian terluar garis tengah 1 m. Marka garis tengah taxiway dapat dipotong oleh empat garis dengan arah tegak lurus dari garis tengah apabila taxiway melewati bagian dengan perkerasan kekuatan penuh. Dua garis tersebut kontinyu dan dua lainnya garis putus-putus. Gambar 2.13 menjabarkan lebih detil persyaratan penggunaan marka garis tengah dan tepi taxiway.

Gambar 2.13: Persyaratan Marka Garis Tengah dan Tepi

Taxiway (FAA, 2005)

2.4. Marka Taxiway Hold Marka holdline taxiway berfungsi untuk menandakan

perlunya menunggu pada garis putus-putus tegak lurus pada taxiway. Proses menunggu ini terjadi pada persimpangan antara taxiway dengan taxiway maupun runway. Garis marka berjumlah empat dengan lebar 15 cm dan spasi memanjang antar garis menerus maupun putus-putus 30 cm. Spasi melintang antar setiap

Page 57: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

34

garis putus-putus adalah 90 cm. Jarak antar garis terdekat dengan runway dan garis tengah runway ditentukan dari tabel 2.13. Gambar 2.14 menjabarkan lebih detil tentang dimensi marka holdline taxiway.

Tabel 2.13: Persyaratan Jarak Holdline ke Centerline

Runway (FAA, 2005) Airplane Design Group

I II III IV V VI 44,5 feet 65,5 feet 93 feet 129,5 feet 160 feet 193 feet (13,5 m) (20 m) (28,5 m) (39 m) (48,5 m) (59 m)

Gambar 2.14: Persyaratan Holdline Taxiway (FAA, 2005)

2.5. Marka Bahu Taxiway

Tegak lurus dengan marka tepi taxiway adalah marka Bahu taxiway. Marka ini menandakan batas antara taxiway dengan bagian runway sisi udara lainnya, apalagi bagian dengan perkersana yang berbeda seperti apron atau holding bay. Marka bahu taxiway berupa garis berwarna kuning selebar 1 m dan

Page 58: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

35

sepanjang 7,5 m, biasanya mempunyai warna hijau sebagai warna latar. Gambar 2.15 mengilustrasikan letak marka bahu taxiway.

Gambar 2.15: Dimensi dan Ilustrasi Marka Bahu Taxiway

(FAA, 2005)

2.6. Dimensi Apron Apron adalah tempat perhubungan antara pesawat dan

terminal. Tempat ini berfungsi sebagai persinggahan pesawat sebelum proses lepas landas maupun setelah mendarat. Pesawat yang hendak lepas landas menunggu penumpang naik

Page 59: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

36

dan pesawat yang telah mendarat menurunkan penumpang. Pesawat juga dapat melakukan cek kebersihan dan perawatan sebelum operasi berikutnya di Apron.

Dimensi apron telah diatur dalam dokumen Dirjen Perhubungan Udara yaitu SKEP 27 tahun 2005. Gambar 2.16 menunjukkan potongan melintang pada suatu bandara dengan bagian runway, taxiway dan apron. Tabel 2.14 menunjukkan kebutuhan dimensi tiap golongan pesawat pada apron. Seperti pada terminal eksisting, pada apron runway rencana direncanakan pesawat parkir dengan system Nose-In, atau dengan moncong pesawat menghadap tegak lurus ke terminal. Diperlukan pula jarak pemisahan antara pesawat dan objek atau halangan disekitarnya, sehingga apron dapat mengakomodasi taxiing pesawat. Tabel 2.15 menunjukkan kebutuhan jarak pemisahan pesawat dan objek.

Gambar 2.16: Potongan melintang runway, taxiway dan

apron (Dirjen Perhubungan Udara, 2005)

Page 60: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

37

Tabel 2.14: Tabel Dimensi yang Dibutuhkan pada Apron (Dirjen Perhubungan udara, 2005)

Tabel 2.15: Jarak Pemisahan Pesawat di Apron (Dirjen

Perhubungan Udara, 2005)

2.7. Metode Analisis Windrose Data angin diolah menjadi prosentase masing-masing arah

angin pada kecepatan tertentu dari semua kejadian. Prosentase tersebut disebar dalam bentuk windrose. Disebut juga mawar angina, windrose adalah sebuah representasi diagram yang umum digunakan untuk analisis vektor grafis data angin, kecepatan dan prosentasenya pada arah derajat azimuth yang dibagi per sepuluh

Page 61: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

38

derajat. Kecepatan ditulis pada jarak antara lingkar sesuai skala dengan besarnya menjauh dari pusat windrose dan prosentase di arah tertentu ditulis pada daerah didalam potongan garis dan lingkaran. Contoh windrose dapat dilihat pada gambar 4.17 (windrose pada arah 135° – 315° azimuth). Bentuk data yang seperti ini memudahkan analisis kondisi angin dengan memberi angka prosentase kejadian pada masing-masing arah azimuth yang telah terbagi. Untuk mengetahui total prosentase kejadian angin pada satu bentang derajat azimuth tertentu dengan batas kecepatan crosswind yang dibolehkan, cukup menarik garis lurus sepanjang bentang arah angin. Tarik pula dua garis paralel dengan garis tersebut pada sisi kanan dan kiri relatif pada sudut bentangnya. Jarak dua garis paralel terhadap garis arah bentang adalah skala dari kecepatan crosswind yang dibolehkan pada bandara. Tiga garis penanda itu disebut juga template. Untuk mengetahui coverage, atau cakupan angin pada suatu bentang arah cukup menjumlahkan semua angka kejadian yang berada dalam daerah template. Proses analisis tersebut adalah analisis windrose secara manual.

Hasil dari analisis windrose adalah evaluasi apakah cakupan angin yang terjadi di arah tersebut mencapai 95% hembusan dari total kejadian. Hal ini mengasumsikan analisis windrose digunakan untuk perencanaan arah runway. Jikalau diambil windrose adalah pada gambar 2.17, maka total cakupan angin dapat diketahui sebesar 76,9%. Cakupan tersebut belum memenuhi standar yang dibutuhkan, yaitu 95%. Karena tidak dapat digunakan sebagai arah runway, maka ada dua pilihan dari hasil tersebut. Pertama adalah mencari arah runway lainnya, yaitu dengan memutar template sampai diketemukan arah bentang yang mempunyai cakupan angin 95% atau lebih. Kedua, dapat ditambahkan runway lainnya di arah selain bentang tersebut. Misalkan untuk contoh gambar 2.17, arah lainnya dapat digunakan 90 – 270 azimuth. Contoh solusinya seperti pada gambar 2.18. Pada gambar 2.18 itu total cakupan angin bertambah menjadi

Page 62: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

39

96,6%, dua runway tersebut pun lolos standar dan dapat digunakan sebagai desain.

Gambar 2.17: Windrose dengan template pada arah 30 – 210 derajat azimuth

(Horenjeff, 2010)

Walaupun telah dipaparkan metode analisis manual yang telah sering digunakan di buku teks terkait, pada tugas akhir ini akan digunakan metode lain guna mengetahui arah runway. Tepatnya, menggunakan program bantu ALL_WEATHER Wind Rose Form di website Airports GIS FAA yang sudah dikontrol oleh lembaga FAA. Metode tersebut menggunakan perhitungan komputer guna mengetahui coverage runway di arah tertentu. Program tersebut dapat diakses dengan mengetik tautan berikut pada program browser internet: https://airports-

Page 63: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

40

gis.faa.gov/agis/publicToolbox/windroseForm.jsp. Gambar 2.19 menyajikan tampilan antarmuka program bantu ALL_WEATHER Wind Rose Form.

Gambar 2.18: Wind rose dengan template pada arah 30 – 210

dan 90 – 270 (Horenjeff, 2010)

Metode ini dipilih disebabkan oleh tujuan kemudahan, akurasi dan keabsahan analisis data angin yang didapatkan dari lembaga yang sama (FAA). Adapun jika penentuan prosentase windrose secara manual hasilnya dapat jauh dari sebenarnya, dan antar pelaksana analisis dapat berbeda hasilnya karena faktor kesalahan manusia. Selain itu sebagai perbandingan metode dari penelitian sebelumnya.

Page 64: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

41

Gambar 2.19: Antarmuka ALL_WEATHER Wind Rose

Form Di Airports GIS oleh FAA (FAA, 2016)

Untuk mengetahui prosentase cakupan angin yang dibolehkan pada suatu bentang dapat dimasukkan kejadian pada masing-masing rentang kecepatan angin pada form “ALL_WEATHER Wind Rose Form”, juga jumlah dan derajat bentang arah yang ingin dianalisis, lalu kecepatan crosswind yang dibolehkan serta tailwind. Diperhatikan bahwa pada tugas akhir ini, data angin didapatkan dari Wind Rose Form. Alat ini memuat data angin untuk berbagai bandara di seluruh dunia ketika dikerjakannya tugas akhir ini. Halaman tersebut dapat diakses dengan mengetik tautan berikut pada browser internet: https://airports-gis.faa.gov/windRose/. Diperhatikan bahwa input kolom tailwind dapat diisi 60 knot untuk menandakan bahwa runway akan dibuat dua arah dan diisi 5 knot untuk menandakan runway dibuat satu arah. Contoh hasil analisis ada pada gambar 2.20. Pada gambar tersebut disajikan wind rose yang mencakup semua crosswind pada bentang 90 – 270 derajat azimuth dengan asumsi

Page 65: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

42

crosswind maksimal yang dibolehkan sebesar 15 knot dan arah runway dibolehkan dua arah.

Gambar 2.20: Contoh hasil analisis wind rose program bantu

desain bandara ALL_WEATHER Wind Rose Form FAA (FAA, 2016)

Di contoh tersebut diketahui bentang 90 – 270 derajat azimuth mempunyai cakupan angin sebesar 99.86%, melebihi dari yang ditentukan FAA yaitu 95%. Dari hasil itu dapat disimpulkan bahwa bentang 90 – 270 dapat digunakan untuk arah runway.

Page 66: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

43

2.8. Teknik Regresi Untuk Analisis Pola Pergerakan Pesawat Model regresi dibutuhkan untuk meramalkan pergerakan

pesawat di masa mendatang. Peramalan pergerakan pesawat menggunakan program bantu Microsoft Excel dengan pilihan regresi Linear, Polynomial ordo 2. Regresi ditampilkan pada Microsoft Excel dengan opsi “Add Trendline” saat klik kanan kelompok data yang ingin di-regresikan. Pada pilihan trendline, pilihlah salah satu macam regresi. Pada layar pilihan juga dapat dipilih “display equation on chart” untuk menampilkan persamaan regresi pada grafik. Dapat dipilih pula “display chi-square on chart” untuk menampilkan nilai chi kuadrat (R2). 2.9. Analisis Model Regresi

Diketahuinya model regresi tidak serta merta membuat model tersebut cocok untuk meramalkan suatu nilai pergerakan pesawat di masa depan. Analisis diperlukan untuk mengevaluasi kecocokan nilai regresi terhadap populasi nilai pergerakan pesawat yang dicoba diramalkan.

Harus diperhitungkan signifikansi, pentingnya parameter stokastik dalam persamaan regresi yang diuji kecocokannya terhadap nilai asli. Salah satu cara untuk mengetahui hal tersebut ialah melakukan cek kesalahan terhadap rerata (standard error) dan batas kesalahan (margin of error) 95%. Selain itu dilakukan pula pengamatan terhadap residu, atau sisa dari nilai regresi variabel terikat. Ini adalah semua nilai di garis regresi yang mempunyai selisih dengan y asli. Pengamatan yang dilakukan meliputi kecocokan residu dengan dengan suatu pola deterministik dan seberapa jauh nilai error, yaitu selisih residu dan y asli, dari garis regresi. Tahap ini dilakukan agar diketahui mana jenis regresi yang lebih cocok dengan data pergerakan pesawat yang didapatkan.

Menguji standard error dapat dilakukan menggunakan rumus 2.7 dan 2.8. Menghitung standard error dapat menghasilkan selang kepercayaan 95% dari populasi total dalam satuan rerata y.

Page 67: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

44

Standard error adalah standar deviasi dari populasi apabila sampel lain dari data diambil sebagai patokan untuk garis regresi baru kepada garis regresi dengan sampel yang diketahui. Selang kepercayaan adalah variansi respons dari prediksi menggunakan persamaan regresi. Angka ini memerkirakan rerata pada nilai diluar sampel dengan derajat kepercayaan 95%. Menambah jumlah sampel akan mengurangi selang kepercayaan sebab minimumnya variansi. Masing-masing regresi lalu dihitung nilai standard error dan batas kesalahannya.

Standar Error = SE =�����

√� (2.7)

Stdev = ��

�∑ (�� − �̅)��

� (2.8)

Dimana: Stdev = Deviasi standar populasi N = Jumlah sampel Sebelum menginjak topik tentang selang prediksi dan

toleransi, perlu diuji apakah populasi masuk kedalam distribusi normal. Ini adalah distribusi probabilitas kontinyu yang sering digunakan untuk memprediksi suatu nilai pada populasi yang tak diketahui. Untuk menguji apakah populasi pergerakan pesawat secara menyeluruh masuk kedalam distribusi nomal akan digunakan program komputer Minitab. Langkah pengujian menggunakan software ini akan dirinci langkah demi langkah.

Mengecek distribusi normal di program komputer Minitab versi 17 dapat dilakukan dengan membuka program minitab. Setelah program siap menerima input, masukkan data pada kolom dengan satu kelompok variabel seragam berbaris pada setiap kolom. Klik panel “stat” pada atas layar program, lalu panel “basic statistiks” dan kemudian “Normality”. Pilih variabel yang ingin diperiksa normalitasnya pada kolom pilihan variabel, lalu pilih persentil dan jenis tes normalitas yang ingin dijalankan. Parameter normalitas tes masing-masing berbeda dan telah disajikan dalam

Page 68: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

45

grafik. Pada tugas akhir ini tidak akan dibahas parameter tersebut dan hanya akan ditabelkan hasil output dari program Minitab 17.

Sebab telah diketahui bahwa populasi masuk kepada distribusi normal, maka dapat diketahui selang toleransi dari populasi y. Selang toleransi (Tolerance Interval) adalah selang dimana sekian (90-99%) nilai y di populasi terletak. Rumus 2.9 menjabarkan rumus untuk menghitung selang toleransi. Setiap persamaan akan dihitung toleransinya untuk batas atas dan bawah. Pada perhitungan mengasumsikan nilai kepercayaan 95% untuk 99% populasi. Nilai konstanta K didapat dari tabel pada Lampiran 1.

��� = �� ± (� × �����) (2.9)

Parameter statistik yang telah dibahas akan dievaluasi

untuk masing-masing model regresi yang didapatkan lewat program. Akhirnya, model regresi yang dipilih akan digunakan untuk meramalkan pergerakan pesawat di runway bandara Syamsudin Noor Banjarmasin.

2.10. Runway Occupancy Time (ROT)

Guna menghitung ROT digunakan rumus 2.10. ROT adalah waktu pemakaian runway, yaitu waktu dari pesawat melewati batas runway hingga masuk taxiway. Pada kenyataan di lapangan, banyak hal yang memengaruhi ROT, tidak seperti fungsi di rumus 2.10 dimana tidak ada faktor pilot maupun lingkungan. Begitupun pada tugas akhir ini akan menggunakan nilai ROT yang teoritis, sesuai dengan rumus 2.10.

ROT =������

���+ 3 +

������

���+ � (2.10)

Dimana: �� = Kecepatan Pesawat melewati threshold di udara (m/dt)

Page 69: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

46

��� = Kecepatan Pesawat waktu touchdown di runway (m/dt) �� = Kecepatan Pesawat sebelum masuk exit taxiway (m/dt) � = Waktu pesawat membelok dari runway menuju exit taxiway (detik) �1 = Laju perlambatan di udara (m/s2) �2 = Laju perlambatan di darat (m/s2)

2.11. Metode Perhitungan Jam Puncak

Perhitungan volume jam puncak dalam Tugas Akhir ini diperlukan: 1. Sebagai dasar acuan kondisi paling maksimum pemakaian

runway. 2. Untuk mengetahui tingkat pergerakan maksimum pada

kondisi peak hour.

Berdasarkan data eksisting jumlah pergerakan pesawat dalam satu tahun dapat diketahui rasio jumlah pergerakan pesawat total 1 tahun. Rumus 2.11 menjabarkan cara mendapat rasio tersebut.

������ =������

����� (2.11)

Dimana: Rmonth = Peak month rasio Nmonth = Jumlah pergerakan total pesawat di runway saat bulan puncak Nyear = Jumlah pergerakan total pesawat di runway dalam 1

tahun.

Rasio jumlah pergerakan pesawat pada hari puncak terhadap jumlah pergerakan pesawat bulan puncak adalah:

Page 70: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

47

���� =����

������ (2.12)

Dimana: Rday = Peak day rasio Nday = Jumlah pergerakan total pesawat di runway dalam 1 hari Nmonth = Jumlah pergerakan total pesawat di runway saat bulan puncak

Rasio jumlah pergerakan pesawat pada jam puncak terhadap jumlah pergerakan pesawat total 1 hari adalah:

����� =�����

���� (2.13)

Dimana: Rhour = Peak hour rasio Nhour = Jumlah pergerakan total pesawat di runway saat jam puncak Nday = Jumlah pergerakan total pesawat di runway dalam 1 hari

Untuk memperkirakan jumlah pergerakan pesawat tahun rencana untuk kondisi peak hour adalah dengan langsung mengalikan R hour dengan peramalan jumlah pergerakan hari puncak pada bulan puncak tahun rencana. 2.12. Perumusan Matematis Kapasitas Jenuh

Tipe-tipe model ini menentukan jumlah operasi pesawat terbang maksimum yang dapat ditampung oleh suatu sistem runway dalam jangka waktu tertentu. Dalam model-model tersebut, kapasitas adalah sama dengan kebalikan waktu pelayanan rata-rata terboboti dari seluruh pesawat terbang yang dilayani.

Page 71: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

48

2.12.1 Pengembangan Model untuk Kedatangan (Arrivals Only) Kapasitas suatu runway yang hanya digunakan untuk

melayani pesawat yang datang dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut (Horonjeff & McKelvey, 1994): 1. Campuran pesawat terbang, yang biasanya diberi karakter oleh

penggolongan pesawat ke dalam beberapa kelas menurut kecepatan mendekati runway (approach speed).

2. Kecepatan mendekati runway dari berbagai kelas pesawat. 3. Panjang jalur pendekatan umum ke landasan dari jalur masuk

(entry) atau gerbang ILS ke ambang runway. 4. Aturan-aturan jarak pisah lalu lintas udara minimum atau jarak

pisah yang diamati praktis apabila tidak ada peraturan. 5. Besarnya kesalahan dalam waktu kedatangan di gerbang dan

kesalahan kecepatan pada jalur pendekatan umum ke runway. 6. Probabilitas tertentu dari pelanggaran terhadap jarak pisah lalu

lintas udara minimum yang dapat diterima. 7. Waktu pemakaian runway rata-rata berbagai kelas pesawat

dalam campuran dan besarnya pencaran (dispersion) dalam waktu rata-rata tersebut.

2.12.1.1 Keadaan Bebas Kesalahan Dalam keadaan ini pesawat bisa menajaga jarak minimum

yang disyaratkan terhadap pesawat lain. Dengan ketepatan yang sedikit berkurang dan untuk membuat perhitungan menjadi lebih mudah, pesawat terbang dikelompokkan ke dalam beberapa kelas kecepatan yang berbeda Vi, Vj, dan seterusnya. Untuk mendapatkan waktu pelayanan terboboti (weighted service time) untuk kedatangan, perlu untuk merumuskan matriks selang waktu di antara kedatangan pesawat di ambang runway. Dengan memperoleh matriks ini dan prosentase berbagai kelas dalam campuran pesawat, waktu pelayanan terboboti dapat dihitung. Kebalikan waktu pelayanan terboboti adalah kapasitas runway. Misalkan matriks bebas kesalahan adalah [Mij], selang waktu minimum di ambang runway untuk pesawat terbang dengan kelas

Page 72: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

49

kecepatan i yang diikuti pesawat kelas j. Dimisalkan pula prosentase pesawat kelas i dalam campuran adalah pi, dan pesawat kelas j adalah pj, maka perhitungannya dapat dilihat pada Persamaan 2.14 s.d Persamaan 2.16.

Tj - Ti = [Tij] = [Mij] (2.14) Dimana: Ti = waktu dimana pesawat i yang di depan melewati ambang runway Tj = waktu dimana pesawat j yang di belakang melewati ambang runway. [Tij] = matriks pemisahan waktu sebenarnya di ambang runway untuk dua kedatangan yang berurutan, pesawat dengan kelas kecepatan i diikuti oleh pesawat dengan kelas kecepatan j.

E[Tij] = Σ pijMij = Σ pijTij (2.15)

� =�

� [���] (2.16)

Dimana: E[Tij] = waktu pelayanan rata-rata (mean), atau waktu antarkedatangan di ambang runway untuk campuran pesawat pij = probabilitas pesawat yang di depan i, akan diikuti oleh pesawat dibelakangnya j. C = kapasitas runway untuk mengolah campuran pesawat yang datang ini.

Untuk mendapatkan waktu antar kedatangan di ambang landasan pacu, perlu untuk mengetahui apakah kecepatan pesawat yang di depan (Vi), lebih besar atau lebih kecil dari kecepatan pesawat di belakangnya (Vj).

Page 73: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

50

2.12.1.1.1 Keadaan Merapat (Vi ≤ Vj) Keadaan dimana kecepatan mendekati landasan dari

pesawat di depan lebih kecil dari yang berada di belakangnya. Pemisahan waktu minimum di ambang runway dapat dinyatakan dalam jarak δij dan kecepatan dari pesawat yang ada di belakang, Vj. Meskipun demikian, apabila waktu pemakaian runway dari kedatangan Ri lebih besar dari pemisahan di udara, maka akan menjadi pemisahan minimum di ambang landasan. Persamaan untuk keadaan ini adalah

Tij = Tj – Ti = ���

�� (2.17)

Dimana: γ = panjang jalur pendekatan umum ke runway δij = jarak pisah minimum yang diperbolehkan di antara dua pesawat yang datang, pesawat i di depan dan pesawat j di belakang, di sembarang tempat di sepanjang jalur pendekatan umum ini Vi = kecepatan pada saat mendekati landasan dari pesawat di depan dari kelas i Vj = kecepatan pada saat mendekati landasan dari pesawat di belakang dari kelas j Ri = waktu pemakaian runway dari pesawat di depan kelas i.

2.12.1.1.2 Keadaan Merenggang (Vi > Vj) Untuk keadaan dimana kecepatan saat mendekati landasan

dari pesawat yang berada di depan lebih besar daripada kecepatan pesawat di belakangnya, pemisahan waktu minimum di ambang landasan dapat dinyatakan dalam jarak δij, panjang jalur pendekatan umum ke landasan γ, dan kecepatan saat mendekati landasan Vi dan Vj dari pesawat di depan dan di belakang. Hal ini bersesuaian dengan pemisahan jarak minimum δij di sepanjang jalur pendekatan umum ke landasan, yang sekarang terjadi di jalur masuk dan bukannya di ambang landasan. Persamaan untuk keadaan ini diperlihatkan pada Persamaan 2.18.

Page 74: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

51

Tij = Tj – Ti = ��

��+ �(

��−

��) (2.18)

Apabila pengendalian dilakukan untuk mempertahankan

pemisahan di antara kedua pesawat ketika pesawat yang berada di depan melewati jalur masuk, maka perhitungannya menjadi Persamaan 2.19.

Tij = Tj – T = ��

��+ �(

��−

��) (2.19)

Dimana: γ = panjang jalur pendekatan umum ke runway δij = jarak pisah minimum yang diperbolehkan di antara dua pesawat yang datang, pesawat i di depan dan pesawat j di belakang, di sembarang tempat di sepanjang jalur pendekatan umum ini Vi = kecepatan pada saat mendekati landasan dari pesawat di depan dari kelas i Vj = kecepatan pada saat mendekati landasan dari pesawat di belakang dari kelas j Ri = waktu pemakaian runway dari pesawat di depan kelas i.

2.12.1.2 Perhitungan Mengenai Kesalahan Posisi Model di subbab sebelumnya menggambarkan situasi suatu

keadaan sempurna tanpa kesalahan. Untuk memperhitungkan kesalahan, ditambahkan waktu sangga terhadap waktu pisah minimum. Lamanya waktu sangga itu tergantung pada probabilitas penyimpangan yang dapat diterima. Apabila posisi pesawat merupakan suatu peubah (variabel) sembarang, terdapat probabilitas yang sama bahwa ia dapat lebih cepat atau lebih lambat dari jadwal. Apabila pesawat itu lebih cepat dari jadwal, patokan pemisahan minimum akan dilanggar.

Apabila kesalahan posisi itu didistribusikan secara normal, maka daerah kurva bentuk lonceng menyatakan probabilitas

Page 75: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

52

pelanggaran aturan pemisahan minimum sebesar 50 persen. Oleh karena itu, untuk memperkecil probabilitas pelanggaran ini, pesawat harus diatur untuk sampai di posisi ini dengan membuat waktu sangga terhadap patokan pemisahan minimum. Dalam keadaan ini, hanya apabila pesawat jauh lebih cepat dari jadwal sehingga melewati daerah kurva yang lebih kecil, pelanggaran terhadap pemisahan akan terjadi. Tentu saja probabilitas terjadinya hal ini akan semakin kecil. Dalam kenyataannya, para pengendali lalu lintas udara menjadwal pesawat dengan memakai waktu sangga sehingga probabilitas pelanggaran terhadap aturan pemisahan minimum berada pada tingkat yang dapat diterima.

Seperti yang akan diperlihatkan dalam keadaan merapat, penyangga merupakan nilai yang tetap. Meskipun demikian, dalam keadaan merenggang, penyangga tidak harus merupakan nilai yang tetap dan pada umumnya lebih kecil dari penyangga pada keadaan merapat. Dengan mempunyai model-model untuk penyangga, dibuat matriks waktu sangga [Bij] untuk pesawat dengan kecepatan i yang diikuti oleh pesawat dengan kelas kecepatan j. Matriks ini ditambahkan pada matriks bebas-kesalahan untuk menentukan matriks waktu antarkedatangan sebenarnya, yang dari matriks ini kapasitas dapat ditentukan. Hubungan ini diberikan oleh Persamaan 2.20.

E[Tij] = Σ pij [Mij + Bij] (2.20)

2.12.1.2.1 Keadaan Merapat (Vi ≤ Vj) Dalam hal ini, kecepatan mendekati landasan dari pesawat

yang berada di depan lebih kecil daripada di belakang. Misalkan [Tij] merupakan selang waktu minimum sebenarnya di antara pesawat kelas i dan j dan dianggap bahwa pemakaian runway adalah lebih kecil dari [Tij]. Nilai rata-rata [Tij] sebagai E[Tij] dan e0 sebagai suatu kesalahan random yang didistribusikan secara normal rata-rata nol dengan simpangan baku σ0..

Tij = E[Tij] + e0 (2.21)

Page 76: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

53

Tetapi untuk tidak melanggar patokan aturan pemisahan

minimum, nilai E[Tij] harus ditambah dengan penyangga sebesar Bij. Oleh karena itu, didapatkan persamaan 2.22 dan 2.23.

E[Tij] = Mij + Bij (2.22)

Tij = Mij + Bij + e0 (2.23)

Untuk keadaan ini pemisahan minimum di ambang runway diberikan oleh Persamaan 2.23. Tujuannya adalah untuk mendapatkan probabilitas pelanggaran pv tertentu, yaitu besarnya penyangga yang dibutuhkan.

�� = � (��� <���

��) (2.24)

�� = � (���

��+ ��� + �� <

���

��) (2.25)

Persamaan 2.25 disederhanakan menjadi pv = P(Bij < -e0)

dengan menganggap bahwa kesalahan itu didistribusikan secara normal dengan simpangan baku σ0, nilai penyangga dapat dicari dari Persamaan 2.26.

pv = P(Bij < -e0) (2.26) Dimana: qv = nilai dimana distribusi normal standar kumulatif mempunyai nilai (1-pv)

Page 77: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

54

��� = ���� (2.27)

Dimana: qv = nilai dimana distribusi normal standar kumulatif mempunyai nilai (1-pv)

Dengan kata lain, hal ini berarti besarnya simpangan baku dari rata-rata dalam suatu prosentase tertentu di bawah kurva normal akan didapat. Sebagai contoh, apabila pv = 0,05, maka qv adalah prosentase ke-95 dari distribusi dan besarnya = 1,65. Dalam keadaan merapat, waktu sangga adalah suatu konstanta yang bergantung pada besarnya pancaran kesalahan dan probabilitas pelanggaran pv yang dapat diterima.

2.12.1.2.2 Keadaan Merenggang (Vi > Vj) Berikutnya merupakan keadaan dimana kecepatan pada saat

mendekati ambang landasan dari pesawat yang berada di depan lebih besar daripada yang dibelakangnya. Dalam hal ini pemisahan di antara pesawat bertambah dari jalur masuk. Model didasarkan pada anggapan bahwa pesawat yang berada di belakang harus dijadwalkan pada jarak yang tidak kurang dari δij mil di belakang pesawat yang berada di depan ketika yang terakhir ini berada pada jalur masuk. Begitupun, dianggap bahwa pemisahan yang ketat hanya dilakukan oleh pengendali lalu lintas udara ketika pesawat yang berada di belakang mencapai jalur masuk.

Untuk keadaan ini probabilitas pelanggaran hanyalah probabilitas bahwa pesawat yang berada di belakang mencapai pintu masuk. Anggapan ini juga diperlihatkan. untuk keadaan ini probabilitas pelanggaran hanyalah probabilitas bahwa pesawat yang berada di belakang akan sampai di jalur masuk sebelum pesawat yang di depan berada pada suatu jarak tertentu di sebelah dalam jalur masuk. Secara matematis hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

Page 78: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

55

�� = � ��� − ������

��� < �� −

��� (2.28)

Atau

�� = � �� ��� − �� − ����

��� < (

��−

��)�� (2.29)

Dengan menggunakan Persamaan 2.28 dan Persamaan 2.29

untuk menghitung jarak sebenarnya di ambang landasan dan disederhanakan menjadi persamaan 2.30.

��� = ���� − ���(�

��−

��) (2.30)

Oleh karena itu, untuk keadaan merenggang besarnya

penyangga dikurangi dari yang dibutuhkan dalam keadaan merapat, seperti terlihat pada Persamaan 2.30. Nilai penyangga yang negatif tidak diperbolehkan dan oleh sebab itu, penyangga merupakan suatu nilai positif dengan minimum sama dengan nol.

2.12.2 Pengembangan Model untuk Keberangkatan (Departures Only)

Ketika keberangkatan dinyatakan bebas untuk lepas landas berdasarkan interval waktu minimum atau waktu antar keberangkatan td, kapasitas keberangkatan landasan pacu Cd diberikan oleh Persamaan 2.31 dan Persamaan 2.32.

�� =����

�(��) (2.31)

�(��) = ∑�����[��] (2.32)

Page 79: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

56

Dimana: E(td) = waktu pelayanan rata-rata (mean), atau waktu antar keberangkatan di ambang runway untuk campuran pesawat. [pij] = probabilitas pesawat yang di depan i, akan diikuti oleh pesawat dibelakangnya j. [td] = matriks waktu antar keberangkatan.

2.12.3 Pengembangan Model-Model untuk Operasi Campuran

Model ini didasarkan pada empat aturan pengoperasian yang sama seperti halnya model-model yang dikembangkan oleh AIL (Airborne Instruments Laboratory). Aturan-aturan itu adalah sebagai berikut: 1. Kedatangan mempunyai prioritas daripada keberangkatan. 2. Hanya satu pesawat dapat berada di runway pada sembarang

waktu. 3. Keberangkatan tidak dapat dilaksanakan apabila pesawat yang

datang berikutnya berada pada jarak yang kurang dari suatu jarak tertentu dari ambang runway, biasanya 2 nmi dalam kondisi IFR.

4. Keberangkatan yang berurutan diatur sehingga pemisahan waktu minimumnya sama dengan waktu pelayanan keberangkatan.

Diagram waktu-jarak dapat digambar untuk memperlihatkan

pengurutan operasi campuran menurut aturan-aturan yang disebutkan di atas. Pada gambar ini Ti dan Tj merupakan waktu dimana pesawat yang ada di depan (i) dan yang ada di belakang (j), melewati ambang kedatangan, δij adalah pemisahan minimum di antara kedatangan, T1 adalah waktu dimana pesawat yang datang meninggalkan runway, Td adalah waktu dimana pesawat yang berangkat mulai lepas landas, δd adalah jarak minimum pada jarak mana pesawat yang datang harus berada (dari ambang landasan), T2 adalah waktu yang menyatakan saat terakhir dimana keberangkatan dapat dilakukan, Ri adalah waktu pemakaian

Page 80: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

57

runway untuk suatu kedatangan, G adalah perbedaan waktu dimana keberangkatan dapat dilakukan, dan td adalah waktu pelayanan yang dibutuhkan untuk keberangkatan.

Karena kedatangan diberikan prioritas, pesawat yang datang diurutkan dengan pemisahan minimum dan keberangkatan tidak dapat dilakukan kecuali terdapat perbedaan waktu G di antara kedatangan yang berurutan.

G = T2 – T1 > 0 (2.33)

T1 = Ti + Ri (2.34)

T2 = Tj - ���

�� (2.35)

Tetapi diasumsikan bahwa keadaan seperti pada Persamaan

2.33 dan Persamaan 2.35, maka dapat ditulis sebagai persamaan 2.36.

�� − �� > ��� −��

��� − (�� + ��) > 0 (2.36)

Untuk melakukan satu keberangkatan di antara dua

kedatangan yang berurutan, didapat persamaan 2.37.

���� > �� +��

�� (2.37)

Dengan pengembangan sederhana persamaan ini, jelas

bahwa waktu antarkedatangan rata-rata yang dibutuhkan E[Tij] untuk melakukan n keberangkatan di antara dua kedatangan diberikan oleh Persamaan 2.38.

������ > �[��] + � ���

��� + (� − 1)�[��] (2.38)

Page 81: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

58

Dimana: E[Tij] = waktu dimana pesawat yang ada di depan (i) dan yang ada di belakang (j), melewati ambang kedatangan E[Ri] = waktu pemakaian runway untuk suatu kedatangan δd = pemisahan minimum di antara kedatangan Vj = kecepatan pada saat mendekati landasan dari pesawat di belakang dari kelas j E[td] = waktu pelayanan yang dibutuhkan untuk keberangkatan

Harus diingat bahwa suku terakhir dalam Persamaan 2.38 adalah nol apabila hanya satu keberangkatan yang akan disisipkan di antara dua kedatangan. Suatu faktor kesalahan σG qv dapat ditambahkan pada persamaan di atas untuk memperhitungkan pelanggaran terhadap perbedaan jarak. Kapasitas runway pada operasi campuran diberikan pada Persamaan 2.39 berikut:

�� =�

��∆����(1 + ∑ �����) (2.39)

Dimana: Cm = Kapasitas runway untuk operasi campuran E(ΔTij) = Nilai waktu antarkedatangan nd = Jumlah keberangkatan yang dapat dilakukan di antara dua Kedatangan pnd = Probabilitas jumlah keberangkatan nd dapat dilakukan

2.13 Evaluasi Fasilitas Sisi Udara Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin dalam Memfasilitasi Pertumbuhan Pergerakan Pesawat

Tugas akhir oleh Muhammad Habid Ocherudy ini memaparkan metode dan hasil evaluasi fasilitas sisi udara Bandara Syamsudin Noor terkait pertumbuhan pergerakan pesawatnya. Ocherudy (2016). Pada Tugas Akhir tersebut dilakukan evaluasi kapasitas fasilitas sisi udara bandara dan pertumbuhan pergerakan

Page 82: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

59

pesawat dalam periode 5 tahun terakhir. Dilakukan pula peramalan peningkatan volume lalu lintas 5 tahun mendatang dan pembandingan hasil evaluasi dan peramalan tersebut. Setelah itu, perencanaan dimensi dan tebal perkerasan runway guna memfasilitasi kebutuhan pergerakan pesawat 5 tahun mendatang. Selanjutnya, perencanaan letak dan dimensi serta tebal perkerasan exit taxiway dan taxiway untuk pergerakan pesawat 5 tahun ke depan. Terakhir, perencanaan dimensi dan tebal perkerasaan apron untuk pergerakan pesawat 5 tahun ke depan.

Relevansi tugas akhir Ocherudy dalam pengerjaan Tugas Akhir ini adalah hasil analisis windrose yang dilakukan olehnya yang membuktikan masalah crosswind pada Bandara Syamsudin Noor. Dimana pada analisis terlampir di literaturnya, menjelaskan dua arah angin dominan (frekuensi terbesar) berada pada daerah bandara. Hal itu, seperti dijelaskan dalam bab sebelumnya pada bagian latar belakang, tidak semestinya terjadi pada bandara dengan single runway, sebab pesawat terbang menggunakan angin dari arah berlawanan untuk takeoff dan juga pesawat menghindari crosswind berlebih agar tidak terjadi kesalahan arah akibat dorongan maupun kecelakaan.

Tugas akhir ini akan mereferensi tugas akhir sebelumnya dan menganalisis windrose dengan beberapa hal yang berbeda. Perbedaan tugas akhir ini dengan “Evaluasi Fasilitas Sisi Udara Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin dalam Memfasilitasi Pertumbuhan Pergerakan Pesawat” oleh Habid Ocherudy adalah metode dan sumber data untuk analisis windrose. Tugas Akhir ini akan menganalisis cakupan angin pada bandara Syamsudin Noor dengan program Airports GIS FAA menggunakan ALL_WEATHER Wind Rose Form dan sumber data FAA Wind Rose Form. Tugas akhir ini lalu akan memperkirakan tahun kebutuhan runway kedua dan merencanakan runway kedua tersebut berdasarkan hasil analisis windrose yang telah dilakukan.

Page 83: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

60

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Page 84: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

61

BAB III METODOLOGI

Bab Metodologi merupakan bab yang menyajikan langkah

penyelesaian dari permasalahan dalam Tugas Akhir ini. Adapun isi dari bab ini adalah Studi Literatur, Analisa Data, Penentuan Letak dan Arah Runway, Peramalan Pertumbuhan Pergerakan Pesawat, Penentuan Tahun Kebutuhan Runway, Perencanaan Runway, Exit Taxiway dan Taxiway Rencana, Evaluasi Kinerja Runway Rencana Dengan Simulasi Waktu Beroperasi, dan Kesimpulan Dan Saran.

3.1. Studi Literatur

Studi Literatur dilakukan dengan mengumpulkan berbagai bahan referensi yang berhubungan dengan studi. Bahan referensi tersebut termasuk buku teks, jurnal ilmiah, maupun materi perkuliahan.

Studi yang berkaitan dengan studi sebelumnya, yaitu analisis Ocherudy (2016) juga dijadikan dasar analisis. Proses penggunaan software Airports GIS FAA juga menjadi literatur penting untuk analisis arah dan jumlah runway.

3.2. Pengumpulan Data Sekunder

Dalam studi ini diperlukan data-data sekunder untuk mendukung keakuratan dari hasil analisis, diantaranya adalah: 1. Tipe pesawat yang menggunakan bandara dan karakteristiknya

selama 5 tahun belakangan. 2. Layout dan Master Plan Bandara Syamsudin Noor

Banjarmasin. 3. Sistem runway dan taxiway. 4. Pergerakan pesawat pada setiap jam, hari, dan bulan selama 5

tahun terakhir. 5. Jadwal penerbangan. 6. Kebijakan terkait runway dan taxiway yang berlaku pada

Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin.

Page 85: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

7. Data analisis windrose pada Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin.

3.3. Analisis Data

Setelah semua data sekunder dikumpulkan, maka data-data tersebut dapat dianalisis agar memenuhi tujuan dari Tugas Akhir ini. Hal itu dilakukan sebelum memberikan kesimpulan dari studi dan perencanaan yang telah dilakukan. Perbedaan antara data yang digunakan antara Tugas Akhir ini dan Tugas Akhir sebelumnya dapat dilihat pada halaman lampiran 3. Hasil akhir dari proses analisis data adalah desain runway rencana dan arahnya.

3.3.1. Letak dan Arah Runway Rencana

Didapatkan data analisis windrose sebagai data sekunder yang kemudian menjadi input dari penentuan letak dan arah runway. Menentukan arah runway dapat dilaksanakan dengan melihat bentang arah angin dominan dari analisis windrose, yang pada kasus ini akan dilakukan menggunakan Airports GIS FAA .

Tahapan analisis windrose menggunakan Airports GIS FAA dimulai dari mencari data windrose bandara yang hendak dianalisis di Wind Rose Form lewat tautan berikut: https://airports-gis.faa.gov/windRose/ . Masukkan kode ICAO bandara, lalu klik search. Dari halaman yang dituju akan didapatkan nama Bandara beserta tiga macam data angin. Untuk keperluan angin segala musim, pilihlah data All weather wind type. Klik tautan file, lalu akan diunduh file windrose untuk dianalisis melalui ALL_WEATHER Wind Rose Form.

Setelah mendapat file windrose dengan ekstensi file .prn, langkah yang harus dilakukan adalah menuju ke halaman ALL_WEATHER Wind Rose Form di https://airports-gis.faa.gov/agis/publicToolbox/windroseForm.jsp. Halaman tersebut mempunyai banyak kolom isian yang diperuntukkan untuk analisis windrose. Kolom pilihan Num Runways merepresentasikan jumlah runway pada bandara yang ingin di analisis, pada kasus bandara Syamsudin Noor, akan dipilih 1. Kolom isian Runway

62

Page 86: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

63

Orientation diisi berdasarkan arah runway, dari arah satu bentang maupun bentang yang lain tidak ada perbedaan perhitungan. Kolom isian Crosswind Component diisi berdasarkan komponen crosswind yang dibolehkan pada runway tersebut. Kolom Tailwind Component diisi 60 bila runway dipakai untuk operasi 2 arah pada masing-masing bentang runway dan 0 untuk satu arah. Kolom Hourly Observations akan terisi otomatis dengan mengunggah data windrose lewat opsi Upload Wind Data File. Klik tautan tersebut pada halaman, dan klik Choose File untuk memilih file .prn yang telah didapatkan dari Wind Rose Form. Klik tombol biru Calculate untuk menghitung cakupan angin pada arah runway, hasil diketahui pada angka presentase Wind Coverage. Untuk melihat hasil dalam bentuk windrose, klik tautan View Windrose.

Setelah diketahui arah dan letak runway, diputuskan sistem runway rencana yang akan dianut. Sistem akan mengikuti kombinasi arah kedua runway. Diagram alir proses penentuan letak dan arah runway dapat dilihat pada gambar 3.2.

3.3.2. Peramalan Pertumbuhan Pergerakan Pesawat

Setelah dilakukan pencarian data maka dilanjutkan ke perhitungan peramalan pertumbuhan lalu-lintas udara tahun yang akan datang. Peramalan pertumbuhan lalu lintas udara dilakukan untuk mengevaluasi kinerja runway akibat penambahan jumlah pergerakan pesawat total di runway di masa yang akan datang. Dihitung pula kapasitas runway eksisting sebagai variabel pembanding peramalan. Pada akhirnya akan diketahui tahun berapakah runway itu tidak akan mampu menampung pergerakan pesawat.Diagram alir proses peramalan pertumbuhan pergerakan pesawat dapat dilihat pada gambar 3.3.

3.3.3. Perencanaan Runway, Exit Taxiway, dan Taxiway

Perencanaan runway dan taxiway menentukan dimensi melalui peraturan-peraturan yang ada. Untuk perencanaan exit taxiway harus ditentukan jalur terpendek dari runway ke apron.

Page 87: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

Diagram alir proses perencanaan runway, exit taxiway, dan taxiway dapat dilihat pada gambar 3.4

3.4. Evaluasi Kapasitas Runway Setelah Penambahan

Setelah direncanakan penambahan runway, maka pergerakan pesawat yang selama ini terpusat pada runway eksisting saja dapat dipecah. Waktu beroperasi harian direncanakan dan dibuat simulasi operasi sistem runway rencana. Hasil dari evaluasi ini adalah kapasitas runway rencana dan penentuan mampunya runway melayani pergerakan pesawat pada keadaan eksisting.

3.5. Diagram Alir Metode Penelitian

Tahap-tahap pengerjaan Tugas Akhir dapat digambarkan sebagai proses dengan awalan dan akhiran seperti diagram alir pada Gambar 3.1.

64

Page 88: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

65

Gambar 3.1: Diagram alir pengerjaan tugas akhir

Page 89: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

Gambar 3.2: Diagram Alir Langkah 3.3.1 Letak dan Arah

Runway Rencana

66

Page 90: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

67

Gambar 3.3: Diagram Alir Langkah 3.3.2 Peramalan

Pertumbuhan Pergerakan Pesawat

Page 91: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

Gambar 3.4: Diagram Alir Langkah 3.3.3 Perencanaan Runway,

Exit Taxiway, dan Taxiway

68

Page 92: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

4.1. Penentuan Arah dan Letak Runway

Perencanaan runway tidak luput dari desain arah dan lokasi runway tersebut dalam sebuah bandara. Runway kedua bandara Syamsudin Noor pertama harus ditentukan arah bentangnya. Pada studi sebelumnya oleh Ocherudy (2016) telah ditentukan arah runway kedua tersebut. Walaupun begitu, di tugas akhir ini akan dianalisis kondisi angin dan cakupannya untuk menghasilkan hasil studi dengan metode analisis yang berbeda. Ditentukan pula sistem runway yang cocok dengan hasil analisis windrose. Untuk menentukan arah dan letak runway kedua, diperlukan data-data berupa layout bandara, data angin dan analisis windrose. 4.1.1. Analisis Windrose 4.1.1.1. Umum Kondisi angin sangat menentukan desain atau perencanaan dari sebuah bandara, Tergantung pada arah angin, kecepatan, dan frekuensi yang berbeda, maka akan berbeda pula hasil rancang akhirnya. Elemen yang paling dipengaruhi oleh kondisi angin tersebut adalah landasan pacu (runway), dimana arahnya ditentukan oleh analisis windrose. Dari total kejadian arah angin yang terjadi akan diambil parameter angin dominan, yaitu arah angin yang memiliki prosentase kejadian tertinggi pada daerah tersebut. Kasus dimana tidak ada arah angin dengan kejadian 95% dari total hembusan, maka akan dibutuhkan lebih dari satu runway. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Ocherudy (2016), telah diketahui bahwa analisis angin membuktikan kebutuhan runway kedua akibat crosswind dari arah selain arah runway eksisting, namun dalam Tugas Akhir ini ingin menganalisis kembali data angin dan mengolahnya menggunakan metode yang berbeda. Dari data survey angin FAA yang diakses melalui website Airports GIS FAA, stasiun bandar udara Syamsudin Noor mempunyai data prosentase dan kecepatan angin pada delapan arah mata angin untuk tahun 2006 s.d.tahun 2015.

69

Page 93: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

70

Data tersebut diolah menjadi tabel 4.1, yaitu tabel kejadian dan kecepatan. Data ini akan digunakan sebagai input analisis wind rose yang akan dibahas pada subbab selanjutnya. Tabel 4.1: Kejadian angin pada kecepatan dan mata angin tertentu

per jam di bandara Syamsudin Noor (WAOO) pada tahun 2006 s.d 2015

(FAA, 2016) Kejadian Angin pada Kecepatan per Jam (knot) Total

Arah 0-3 4-6 7-10 11-16 17-21 22-27 28-33 34-40 >41

010 291 564 49 3 1 0 0 0 1 909

020 461 941 54 1 0 0 1 0 3 1461

030 666 1159 57 3 0 0 0 0 0 1885

040 673 1025 54 3 0 0 0 0 0 1755

050 630 770 38 2 1 0 0 0 0 1441

060 475 658 33 8 2 0 0 0 0 1176

070 400 507 53 10 0 0 0 0 0 970

080 285 512 114 26 0 0 1 0 0 938

090 370 602 212 87 4 0 0 0 0 1275

100 310 741 334 176 5 0 0 0 0 1566

110 203 502 279 144 4 0 0 0 0 1132

120 263 657 270 159 3 0 0 0 0 1352

130 298 694 161 74 1 1 0 0 0 1229

140 272 763 132 34 0 0 0 0 0 1201

150 356 859 125 36 0 0 0 0 0 1376

160 342 927 185 39 1 0 0 0 0 1494

170 332 962 243 57 1 0 2 0 0 1597

180 346 1067 270 62 2 1 0 0 0 1748

190 233 746 188 44 1 0 0 0 0 1212

200 292 865 279 54 2 1 0 0 0 1493

210 184 635 229 50 0 0 0 0 0 1098

220 201 656 315 74 1 0 0 1 0 1248

230 208 611 312 91 0 0 1 0 0 1223

240 158 609 271 120 4 0 0 0 0 1162

250 180 540 270 122 7 1 0 0 0 1120

260 151 473 199 69 5 0 0 0 0 897

Page 94: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

71

Tabel 4.1 (Lanjutan): Kejadian angin pada kecepatan dan mata angin tertentu per jam di bandara Syamsudin Noor (WAOO) pada

tahun 2006 s.d 2015 (FAA, 2016)

Arah 0-3 4-6 7-10 11-16 17-21 22-27 28-33 34-40 >41 Total

270 150 472 151 45 1 0 0 0 0 819

280 147 464 102 33 1 0 0 0 0 747

290 134 358 83 26 3 0 0 0 0 604

300 167 539 89 23 0 0 0 0 0 818

310 144 339 50 10 0 1 0 0 1 545

320 206 525 58 13 1 0 0 0 0 803

330 209 515 38 10 1 1 0 0 0 774

340 238 487 42 6 0 0 1 0 0 774

350 310 564 36 9 0 0 0 0 1 920

360 228 317 34 4 3 0 0 0 0 586

Calm 20889 20889

Total 31402 23625 5409 1727 55 6 6 1 6

4.1.2. Analisis Windrose Bandara Syamsudin Noor Wind rose bandara Syamsudin noor akan dianalisis demi mengetahui orientasi runway kedua bandara dalam derajat azimuth. Cara analisis telah dibahas pada bab 2 subbab 2.7. Data angin yang dipakai adalah data survey FAA pada tabel 4.1. Contoh di subbab 2.7 mengasumsikan crosswind yang diperbolehkan maksimum sebesar 15 knot. Untuk kasus bandara Syamsudin Noor perlu dilakukan klasifikasi crosswind yang dibolehkan tergantung dari Runway Design Code (RDC) bandara yang ditentukan dari jenis pesawat terbesar yang dilayani. Langkah pertama adalah menentukan jenis pesawat terbesar yang akan dilayani runway kedua. Berdasarkan data studi Angkasa Pura I (2011) diketahui bahwa runway eksisting mempunyai pesawat terbesar Boeing 767. Begitupun, dari studi yang sama memerkirakan pada tahun 2025 kebelakang bandara akan melayani tipe Boeing 747. Tugas Akhir ini mengasumsikan pesawat terbesar adalah Boeing 747, sesuai dengan perkiraan dari studi dengan alasan mengakomodasi pertambahan kapasitas yang terjadi di masa mendatang.

Page 95: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

72

Langkah kedua adalah menentukan Kode Acuan Bandara (Runway Design Code) berdasarkan Advisory Circular FAA. Metode penentuan ini cukup jelas dijelaskan pada tabel 1-1 dan 1-2 AC 150/5300 FAA yang disajikan pada tabel 4.2 dan 4.3. AAC. ADG dan RVR digabung untuk membentuk kode acuan bandara. Contoh komposisi Runway Design Code (RDC) pada suatu bandara adalah C-IV-1200. Dalam Tugas Akhir ini, bandara tinjauan adalah bandara Symasudin Noor dimana pesawat terbesar yang dilayani adalah tipe Boeing 747. Diketahui dari Boeing (2011) bahwa approach speed pesawat tersebut bervariasi dari 140 s.d 159 knot dengan tail height 19,5 – 20,1 meter dan wingspan 195,8 – 224,4 kaki. Rekapitulasi dan hasil ada di tabel 4.4.

Tabel 4.2: Tabel penentuan AAC (FAA, 2012)

AAC VREF/Approach Speed A Approach speed less than 91 knots B Approach speed 91 knots or more but less than 121 knots C Approach speed 121 knots or more but less than 141 knots D Approach speed 141 knots or more but less than 166 knots E Approach speed 166 knots or more

Tabel 4.3: Tabel ADG dan RVR

(FAA, 2012) Group # Tail Height (ft (m)) Wingspan (ft (m))

I <20’(< 6m) <49’(< 15 m) II 20’ - <30’(6m - <9m) 49’ - <79’(15m-<24 m) III 30’ - <45’(9m-<13,5m) 79’ - <118’(24m-<36m) IV 45’ - <60’(13,5m-<18,5m) 118’ < 171’(36m-<52m) V 60’ - < 66’(18,5m-<20m) 171’ - <214’(52m-<65m) VI 66’ - <80’(20m-<24.5m) 214’ - <262’(65m-<80m)

RVR (ft)* Instrument Flight Visibility Category (statute mile)

5000 Not lower than 1 mile 4000 Lower than 1 mile but not lower than ¾ mile 2400 Lower than ¾ mile but not lower than ½ mile 1600 Lower than ½ mile but not lower than ¼ mile 1200 Lower than ¼ mile

Page 96: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

73

Tabel 4.4: Rekapitulasi Klasifikasi Pesawat Boeing 747

Tipe Approach speed (knot)

Tail Height (m)

Wingspan (m)

AAC ADG RVR

747-100 144 19,6 59,7 D V - 747-200 150 19,6 59,7 D V - 747-200F 150 19,6 59,7 D V - 747-300 142 19,6 59,7 D V - 747-400 157 19,5 64,9 D V - 747-400F 158 19,5 64,9 D V - 747-400ER 157 19,6 64,9 D V - 747-SP 140 20,1 59,6 C V - 747-8I 150 19,6 68,4 D VI - 747-8F 159 19,6 68,4 D VI -

Dari tabel diketahui bahwa ARC (Airport Reference Code), atau gabungan dari AAC dan ADG bervariasi dari D-V, C-V, dan D-VI. RVR untuk desain arah runway tidak ditentukan. Sebagai anggapan konservatif yang dijadikan pedoman keputusan dalam tugas akhir ini, maka dipilihlah RDC D-VI. Langkah ketiga adalah menentukan crosswind yang dibolehkan pada runway. Hal ini diatur dalam AC 150/5300 FAA dan dikutip di tugas akhir ini pada tabel 4.5. Setelah ditentukan RDC runway kedua adalah D-VI, maka proses selanjutnya adalah mencari komponen crosswind yang dibolehkan. Dari tabel 3-1 AC FAA maka didapatkan bahwa komponen crosswind yang dibolehkan pada runway kedua adalah sebesar 20 knot.

Tabel 4.5: Komponen Crosswind untuk berbagai RDC (FAA, 2012)

RDC Allowable Crosswind Component A-I and B-I* 10.5 knots A-II and B-II 13 knots A-III, B-III C-I through D-III D-I through D-III

16 knots

A-IV and B-IV C-IV through C-VI D-IV through D-VI

20 knots

E-I through E-VI 20 knots

Page 97: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

74

*includes A-I and B-I small aircraft

Tabel 4.6: Rekapitulasi Analisis Wind Rose Untuk Arah Angin Dengan Interval 5 Derajat Azimuth

Arah Angin Cakupan Angin (%)

Arah Angin Cakupan Angin (%)

Arah Angin Cakupan Angin (%)

000 – 180 99.98 060 – 240 99.98 120 – 300 99.98 005 – 185 99.98 065 – 245 99.98 125 – 305 99.98

010 – 190 99.98 070 – 250 99.98 130 – 310 99.98 015 – 195 99.98 075 – 255 99.97 135 – 315 99.98 020 – 200 99.98 080 – 260 99.97 140 – 320 99.98 025 – 205 99.98 085 – 265 99.97 145 – 325 99.98 030 – 210 99.98 090 – 270 99.97 150 – 330 99.98 035 – 215 99.98 095 – 275 99.97 155 – 335 99.98 040 – 220 99.98 100 – 280 99.97 160 – 340 99.98 045 – 225 99.98 105 – 285 99.97 165 – 345 99.98 050 – 230 99.98 110 – 290 99.98 170 – 350 99.98 055 – 235 99.98 115 – 295 99.98 175 – 355 99.98

Hasil analisis membuktikan bahwa cakupan angin arah 100 – 280 sebesar 99,97%, sudah melebihi standar wind coverage FAA. Hal ini ditambah dengan kecukupan cakupan angin pada arah lainnya membuktikan bahwa runway pada bandara Syamsudin Noor tidak membutuhkan runway tambahan sebagai penambah cakupan angin. Dapat dilihat pada grafik di gambar 4.1 bahwa cakupan angin maksimum berada di runway 0/18 (searah jarum jam) sampai 7/25 dan 11/29 (searah jarum jam) sampai 18/36. Hasil analisis dalam bentuk windrose untuk arah 100 – 280 pun bisa dilihat pada gambar 4.2.

Page 98: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

75

Gambar 4.1: Grafik Analisis Windrose Dua Arah Menggunakan

Airports GIS ALL_WEATHER Wind Rose FAA

Menimbang bahwa runway eksisting 10 – 28 mencakup ketentuan FAA, berdasarkan analisis menggunakan web Airports GIS ALL_WEATHER Wind Rose Form disimpulkan bahwa runway eksisting tidak membutuhkan runway tambahan sebagai penambah cakupan angin. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Adapun dengan hasil ini dapat diketahui arah dengan cakupan maksimum terdekat secara azimuth pada runway eksisting adalah pada 120°. Langkah kelima adalah menganalisis crosswind pada arah 100° - 280° dengan menggunakan metode FAA seperti dipaparkan pada dokumen AC 150/5300 Appendix 2. Metode tersebut menggunakan grafik vektor untuk menentukan komponen crosswind dan headwind/tailwind. Data yang diperlukan pada metode ini adalah sudut arah angin dan runway, kecepatan angin yang berhembus serta crosswind maksimum masing-masing pesawat. Dari dokumen studi kelayakan bandara Angkasa Pura telah diketahui jenis pesawat yang menggunakan bandara Syamsudin Noor. Setelah itu, pada masing-masing dokumen manual jenis pesawat telah diberikan rekomendasi crosswind

99.965

99.97

99.975

99.98

99.9850

00

- 1

80

01

0 –

19

0

02

0 –

20

0

03

0 –

21

0

04

0 –

22

0

05

0 –

23

0

06

0 –

24

0

07

0 –

25

0

08

0 –

26

0

09

0 –

27

0

10

0 –

28

0

11

0 –

29

0

12

0 –

30

0

13

0 –

31

0

14

0 –

32

0

15

0 –

33

0

16

0 –

34

0

17

0 –

35

0

Windrose Analysis

Runway Orientation Max. Wind Coverage

Page 99: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

76

maksimum untuk proses lepas landas maupun mendarat. Kecepatan angin dianggap maksimum 16 knot sesuai data angin FAA pada arah 120 ° azimuth, yang berarti mempunyai sudut dengan runway 10/28 sebesar 20° . Arah tersebut dipilih sebab mempunyai cakupan angin maksimum yang terdekat dari eksisting. Pada gambar 4.3 dan 4.4 telah diberikan grafik analisis dan pada tabel 4.7 rekapitulasi perhitungannya.

Gambar 4.2: Wind Rose Hasil Analisis Airports GIS

ALL_WEATHER Wind Rose Analysis FAA (FAA, 2016)

Page 100: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

77

Gambar 4.3: Grafik A2-1 AC 150/5300 FAA Untuk Menentukan

Komponen Crosswind (FAA, 2012)

Hasil dari perhitungan tersebut menyimpulkan bahwa pada kondisi angin berhembus dari arah 120° azimuth masih dibawah maximum demonstrated crosswind, tepatnya sebesar 6 knot tegak lurus dengan arah runway. Adapun kesimpulan ini membuktikan bahwa runway masih aman. Perlu diketahui pula, angin 16 knot hanyalah asumsi dari 3 kali dimana angin pada 120° mempunyai ranah kecepatan 11 - 16 knot, dan angin sekencang itu terjadi total 1727 kali kejadian dari 62237 kali kejadian angin di bandara tersebut (3,03%). Crosswind pada arah 120° azimuth aman untuk penerbangan.

Page 101: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

78

Gambar 4.4: Analisis grafis crosswind dari arah 120 derajat

azimuth dengan kecepatan 16 knot (garis oranye) Dari hasil analisis cakupan angin dengan metode windrose dapat disimpulkan bahwa cakupan angin runway eksisting sudah menmenuhi standar FAA. Hasil tersebut berdasarkan data angin per jam tahun 2006 s.d 2015 dari Airports GIS FAA dengan cakupan angin sebesar 99,97%. Adapun komponen crosswind maksimum tmemenuhi rekomendasi crosswind maksimum pada setiap pesawat yang singgah di bandara Syamsudin Noor.

6 knot

15 knot

Page 102: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

79

Tabel 4.7: Rekapitulasi perhitungan komponen crosswind berbagai macam pesawat di bandara Syamsudin Noor

Aircraft Crosswind Maks. (knot)

Kec. angin (knot)

Arah (azimuth)

Sudut The.

Komp. crosswind (knot)

Kondisi

ATR72-500

35 16 120 20 6 SAFE

B737-600/700/800/900

36 16 120 20 6 SAFE

B737-300/400/500

36 16 120 20 6 SAFE

A320 30 16 120 20 6 SAFE B767-300 30 16 120 20 6 SAFE A330-300 40 16 120 20 6 SAFE A340-500 30 16 120 20 6 SAFE B747-400 30 16 120 20 6 SAFE

4.2. Peramalan Pertumbuhan Pergerakan Pesawat dan Tahun Kebutuhan Runway Kedua Perencanaan layout runway memerlukan periode kebutuhan runway ditinjau dari pergerakan pesawat yang diprediksi akan terjadi di masa mendatang. Hal demikian karena runway tambahan direncanakan juga untuk mengakomodasi perkiraan pergerakan pesawat yang melebihi kapasitas runway pertama. Agar runway kedua dapat dimanfaatkan secara maksimal, perlu diketahui kapan waktu runway pertama tidak dapat menampung pergerakan pesawat. 4.2.1. Analisis Pergerakan Pesawat Masa Lampau

Telah didapatkan data historis pergerakan pesawat pada tahun 2011 – 2015 dari Angkasa Pura dan direkapitulasi pada tabel 4.8 dan 4.9, representasinya pada gambar 4.5 sampai 4.8. Data yang digunakan untuk proses analisis adalah semua data dari 2011 hingga 2015.

Page 103: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

80

Tabel 4.8: Rekapitulasi Pergerakan Pesawat Kedatangan Bandara Syamsudin Noor Tahun 2011 – 2015

Kedatangan

Penerbangan Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 Domestik 12031 14696 15009 14924 14394

Internasional 32 30 26 46 36 Tabel 4.9: Rekapitulasi Pergerakan Pesawat Keberangkatan Bandara Syamsudin Noor Tahun 2011 – 2015

Keberangkatan

Penerbangan Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 Domestik 12042 14715 15027 14932 14401

Internasional 35 29 19 50 44

Gambar 4.5: Grafik Pergerakan Pesawat Kedatangan rute Domestik Bandara Syamsudin Noor Tahun 2011 – 2015

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

2011 2012 2013 2014 2015

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Kedatangan Domestik

Page 104: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

81

Gambar 4.6: Grafik Pergerakan Pesawat Keberangkatan Rute

Domestik Bandara Symasudin Noor Tahun 2011-2015

Gambar 4.7: Grafik Pergerakan Pesawat Kedatangan Rute Internasional Bandara Symasudin Noor Tahun 2011-2015

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

2011 2012 2013 2014 2015

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Keberangkatan Domestik

0

10

20

30

40

50

2011 2012 2013 2014 2015

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Kedatangan Internasional

Page 105: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

82

Gambar 4.8: Grafik Pergerakan Pesawat Keberangkatan Rute

Internasional Bandara Symasudin Noor Tahun 2011-2015

Bagian ini akan membandingkan data sebenarnya dengan hasil keempat regresi itu menggunakan Microsoft Excel. Sebagai acuan akan menggunakan data pergerakan pesawat Domestik dan Internasional tahun 2015 untuk kedatangan maupun keberangkatan. Pada tabel 4.10 sampai 4.13 dihitung hasil dari fungsi tiap-tiap regresi dan dibandingkan dengan data yang didapatkan. Acuan dipakainya suatu regresi adalah selisih dengan data tahun 2015, dimana yang terkecil yang akan diambil. Selain itu dilihat pula nilai R2 sebagai koefisien determinasi dimana yang paling dekat dengan nilai 1 yang dipilih. Begitupun R2 tidak menjadi patokan terakhir dalam menentukan kecocokan regresi terhadap nilai riil y, yang dalam hal ini adalah pergerakan pesawat.

0

10

20

30

40

50

60

2011 2012 2013 2014 2015

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Keberangkatan Internasional

Page 106: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

83

Gambar 4.9: Grafik Regresi Kedatangan Domestik Linear Tahun

2011-2015

Gambar 4.10: Grafik Regresi Kedatangan Domestik Polinomial

Tahun 2011-2015

y = 899.2x +11917R² = 0,66

0

5000

10000

15000

20000

2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5 2014 2014.5

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Kedatangan Domestik - Linear

0

5000

10000

15000

20000

2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5 2014 2014.5

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Kedatangan Domestik - Polynom 2

y = -687,5x2 + 4336,7x + 8479,5

R2 = 0,969

Page 107: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

84

Gambar 4.11: Grafik Regresi Keberangkatan Domestik Linear

Tahun 2011-2015

Gambar 4.12: Grafik Regresi Keberangkatan Domestik

Polinomial Tahun 2011-2015

y = 898.2x + 11934R² = 0,657

0

5000

10000

15000

20000

2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5 2014 2014.5

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Keberangkatan Domestik - Linear

0

5000

10000

15000

20000

2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5 2014 2014.5

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Keberangkatan Domestik - Poliynom 2

y = -692x2 + 4358.2x + 8473.5

Page 108: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

85

Gambar 4.13: Grafik Regresi Kedatangan Internasional Linear

Tahun 2011-2015

Gambar 4.14: Grafik Regresi Kedatangan Internasional

Polinomial Tahun 2011-2015

y = 2.9x + 27R² = 0,187

0

10

20

30

40

50

2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5 2014 2014.5

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Kedatangan Internasional - Linear

0

10

20

30

40

50

2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5 2014 2014.5

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Kedatangan Internasional - Polynom 2

y = 6.25x2 - 28.35x + 58.25

R2 = 0,882

Page 109: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

86

Gambar 4.15: Grafik Regresi Keberangkatan Internasional Linear

Tahun 2011-2015

Gambar 4.16: Grafik Regresi Keberangkatan Internasional

Polinomial Tahun 2011-2015

0

10

20

30

40

50

60

2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5 2014 2014.5

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Keberangkatan Internasional - Linear

y = 3.5x + 24.5R2 = 0.121

0

10

20

30

40

50

60

2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5 2014 2014.5

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Keberangkatan Internasional - Poliynom 2

y = 9.25x2 - 42.75x + 70.75

Page 110: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

87

Tabel 4.10: Perbandingan Hasil Regresi Microsoft Excel Pergerakan Pesawat Domestik untuk Kedatangan

Jenis Regresi

Fungsi R2 Y (X = 5) Data Tahun ke-5

Linear y = 899,2x + 11917

0.66 16413 14394

Polynomial (ordo

kedua)

Y=-687,5x2 + 4336,7x + 8479,5

0.969

12975,5 14394

Tabel 4.11: Perbandingan Hasil Regresi Microsoft Excel Pergerakan Pesawat Domestik untuk Keberangkatan

Jenis Regresi

Fungsi R2 Y (X = 5) Data Tahun ke-5

Linear y = 898.2x + 11934

0.657

16425 14401

Polynomial (ordo

kedua)

y = -692x2 + 4358.2x + 8473.5

0.969 12964.5 14401

Tabel 4.12: Perbandingan Hasil Regresi Microsoft Excel Pergerakan Pesawat Internasional untuk Kedatangan

Jenis Regresi

Fungsi R2 Y (X = 5) Data Tahun ke-5

Linear y = 2.9x + 27 0.187 41.5 36 Polynomial

(ordo kedua) y = 6.25x2 -

28.35x + 58.25 0.882

72.75 36

Page 111: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

88

Tabel 4.13: Perbandingan Hasil Regresi Microsoft Excel Pergerakan Pesawat Internasional untuk Keberangkatan

Jenis Regresi

Fungsi R2 Y (X = 5) Data Tahun ke-5

Linear y = 3.5x + 24.5 42 44 Polynomial

(ordo kedua) y = 9.25x2 -

42.75x + 70.75 0.799

88.25 44

Pada tabel dijabarkan masing-masing fungsi dari keempat

regresi yang kemudian diketahui nilai regresi pada tahun kelima. Setelah dibandingkan, nilai regresi yang paling mendekati data pergerakan pesawat domestik mode kedatangan dan keberangkatan adalah regresi polynomial ordo 2 dengan R2 bernilai 0.932 dan 0.931. Berbeda dengan pergerakan pesawat domestik, besarnya variansi tidak tergambarkan pada grafik pergerakan pesawat internasional cenderung tinggi. Maka menyebabkan rendahnya nilai R2. Hal ini bukan berarti bahwa regresi tersebut tidak dapat digunakan sebab dapat dianalisis regresi tersebut pada beberapa uji kecocokan lainnya. Menggunakan rumus 2.7 dan 2.8 didapatkan hasil dari parameter statistik standard error dan standar deviasi. Selang kepercayaan 95% lalu didapatkan dengan mengalikan standard error dengan 2. Contoh perhitungan seperti di paragraph selanjutnya. Diasumsikan 10 sampel diameter bola sepak dengan masing-masing diameter 22,23,22,22,23,22,23,23,23,22 cm. Untuk mencari standar deviasinya akan dihitung rerata dari semua sampel, yaitu semua diameter dibagi dengan jumlah sampel. Didapatkan 22,5 cm sebagai rerata. Standar deviasi kemudian dihitung menggunakan rumus 2.8.

Stdev = ��

�∑ (�� − �)̅��� (2.8)

Page 112: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

89

Stdev = ��

��∑ (�� − 22,5)����

Stdev = 0,5 cm 7

Standard error pun didapatkan dengan memasukkan nilai standar deviasi kepada rumus 2.7.

Standar Error= SE =�����

√� (2.7)

SE =0,5

√10

SE = 0,158

Selang kepercayaan 95% adalah deviasi nilai populasi 95% dari seluruh populasi dari mean. Selang kepercayaan didapatkan dengan menjumlahkan 2 standar error.

������ ����������� = 2 � ��

������ ����������� = 0,316 Dari contoh tersebut kini diketahui bahwa standard error untuk 10 sampel bola sepak adalah 0,158 cm dengan selang kepercayaan 95$ populasi sebesar 0,316 cm. Cara yang sama seperti contoh dilakukan pada kasus model regresi pergerakan pesawat. Tabel 4.14 memaparkan hasil parameter statistik tersebut pada setiap model regresi yang didapatkan dari program.

Tabel 4.14 menunjukkan bahwa R2 yang bernilai besar tidak memastikan variansi yang minimal antara data asli dan garis regresi. Hal ini perlu dipertimbangkan, karena parameter standar error, yaitu rerata standar deviasi sampel tidak semuanya mecerminkan hipotesis. Jika sampel mempunyai rerata standar deviasi besar, dapat disimpulkan bahwa garis regresi belum

Page 113: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

90

menggambarkan error populasi secara umum. Standard error juga menjadi indicator kedekatan data observasi dan garis regresi, yang dapat dianalisis sebagai acuan pertimbangan keputusan. Namun, standard error belum memastikan bahwa populasi hanya akan ada dengan jarak tersebut dari mean. Pada akhirnya dibutuhkan pendekatan kesalahan untuk prediksi yang lebih akurat. Dalam tugas akhir ini akan diuji regresi melalui selang toleransi (tolerance interval).

Diketahui bahwa populasi model regresi berada pada distribusi normal, maka dapat dihitunglah selang toleransi. Seperti dijelaskan pada bab 2.9, selang toleransi adalah selang dimana nilai populasi terletak dari mean sampel. Untuk menghitung selang toleransi digunakan rumus 2.9.

Sebagai contoh adalah kasus pada contoh sebelumnya dimana 10 bola sepak disampel dari berbagai macam bola sepak. Guna mengetahui selang toleransi batas atas dan bawah dari populasi berbagai macam bola sepak maka digunakan rumus 2.9. Konstanta k diketahui dari tabel pada lampiran 1.

Pada akhirnya diketahui bahwa batas atas diameter pada populasi bola sepak adalah 23,913 cm dan batas bawah 21,087 cm. Cara yang sama digunakan kepada populasi model regresi pergerakan pesawat. Hasilnya ditabelkan pada tabel 4.16.

Page 114: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

91

Tabel 4.14: Perhitungan standard error, batas kesalahan dan perbandingannya dengan R2

Regresi Persamaan Garis

Jumlah Sampel

Mean �(��

− �)̅�

Stdev SE Selang Keyakinan

95%

R2

Kedatangan Domestik –

Linear

y = 899,2x + 11917

4 14165 4042803,2 1005,361

502,668 1005,336 0.66

Kedatangan Domestik – Polynomial

Y=-687,5x2 + 4336,7x +

8479,5

4 14165 5933428,2 1217,931

608,966 1217,931 0.969

Keberangkatan Domestik –

Linear

y = 898.2x + 11934

4 14179,5

4033816,2 1004,218

502,109 1004,218 0.657

Keberangkatan Domestik - Polynomial

y = -692x2 + 4358.2x + 8473.5

4 14179 5949272,2 1219,556

609,778 1219,556 0.969

Kedatangan Internasional –

Linear

y = 2.9x + 27

4 34,25 42,05 3,242 1,621 3,242 0.187

Kedatangan Internastional –

Polynomial

y = 6.25x2 - 28.35x +

58.25

4 34,25 198,3 7,040 3,52 7,041 0.882

Keberangkatan Internasional –

Linear

y = 3.5x + 24.5

4 33,25 61,25 3,913 1,957 3,913 0.121

91

Page 115: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

92

Tabel 4.14 (Lanjutan): Perhitungan standard error, batas kesalahan dan perbandingannya dengan R2 Regresi Persamaan

Garis Jumlah Sampel

Mean ∑_1^n▒〖

(x_i-x ̅)〗^2

Stdev SE Selang Keyakinan

95%

R2

Keberangkatan Internasional -

Polynomial

y = 9.25x2 - 42.75x +

70.75

4 33,25 403,5 10,044 5,022 10,043 0.799

92

Page 116: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

93

Gambar 4.17: Output Normality test untuk data penerbangan

domestik tahun 2011-2014

Tabel 4.15: Output Normality Test Data 2011-2015 Jenis Data Test

Anderson - Darling

Test Ryan - Joiner

Domestik – Kedatangan Normal Normal Internasional – Kedatangan Normal Normal Domestik – Keberangkatan Normal Normal Internasional - Keberangkatan

Normal Normal

��� = �� ± (� × �����) (2.9)

��� = �� ± (� × �����) (2.9)

��� = 22,5 ± (� × 0,316)

180001700016000150001400013000120001100010000

99

95

90

80

70

60

50

40

30

20

10

5

1

Mean 14165

StDev 1429

N 4

AD 0.659

P-Value 0.025

C5

Per

cen

t

Probability Plot of C5Normal

Page 117: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

94

k = 4,473

�� = 23,913 ��

�� = 21,087 ��

Secara umum, dari tabel 4.16 telah diketahui bahwa semua nilai selang toleransi telah melampaui nilai rerata ditambah/dikurangi standard error. Nilai selang toleransi juga melebihi selang keyakinan 95% populasi. Tabel 4.17 telah merangkum semua parameter analisis yang telah dihitung. Menurut pengamatan dari nilai parameter, maka diambil kesimpulan persamaan regresi mana yang akan diambil sebagai model peramalan.

Definisi untuk masing-masing parameter akan dipaparkan kembali dalam paragraph ini. Mean adalah rerata dari nilai sampel yang diambil. Standar Deviasi adalah rerata dari variansi sampel terhadap mean. Standar error adalah rerata dari standar deviasi pada populasi. Selang kepercayaan adalah rentang nilai rerata untuk 95% populasi. Selang toleransi batas atas dan bawah adalah rentang nilai variable respons y untuk semua populasi diatas dan dibawah mean. Terakhir adalah selisih data tahun 2015 terhadap permalan melalui persamaan regresi dengan input x = 5.

Keputusan untuk mengaplikasikan model regresi untuk peramalan pergerakan pesawat dibuat berdasarkan pertimbangan terhadap nilai berbagai parameter statistik yang telah disajikan. Hal penting yang diperhatikan adalah bagaimana model regresi dapat memprediksi nilai pada populasi dengan ketepatan yang dapat ditoleransi. Untuk pergerakan pesawat internasional akan dipilih Model Regresi Linear untuk pergerakan keberangkatan. Untuk pergerakan pesawat domestik dipilih Model Regresi Linear untuk pergerakan kedatangan dan keberangkatan. Keputusan ini diambil berdasarkan perbandingan parameter statistik dan nilai sampel serta data riil.

94

Page 118: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

95

Tabel 4.16: Rekapitulasi Perhitungan Selang Toleransi Regresi Identitas Pergerakan Pesawat

Persamaan Regresi

�� k Stdev Selang Toleransi Batas Atas (Upper Limit)

Selang Toleransi Batas Bawah (Lower Limit)

Kedatangan Domestik-Linear

y = 899,2x + 11917

14165 10,502 1005,361 24723.30122

3606.698778

Kedatangan Domestik-Polynomial

Y=-687,5x2 + 4336,7x + 8479,5

14165 10,502 1217,931 26955.71136

1374.288638

Keberangkatan Domestik-Linear

y = 898.2x + 11934

14165 10,502 1004,218 24711.29744

3618.702564

Keberangkatan Domestik-Polynomial

y = -692x2 + 4358.2x + 8473.5

14179 10,502 1219,556 26986.77711

1371.222888

Kedatangan Internasional-Linear

y = 2.9x + 27

34,25 10,502 3,242 68.297484 0.202516

Keberangkatan Internasional-Linear

y = 3.5x + 24.5

33,25 10,502 3,913 74.344326 0

95

Page 119: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

96

Tabel 4.16 (Lanjutan): Rekapitulasi Perhitungan Selang Toleransi Regresi Identitas Pergerakan Pesawat

Persamaan Regresi

y ̅ k Stdev Selang Toleransi

Batas Atas

(Upper Limit)

Selang Toleransi

Batas Bawah (Lower Limit)

Kedatangan Internasional-Polynomial

y = 6.25x2 - 28.35x + 58.25

34,25 10,502 7,040 108.18408 0

Keberangkatan Internasional Polynomial

y = 9.25x2 - 42.75x + 70.75

33,25 10,502 10,044 138.732088

0

96

Page 120: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

97

Perlu dicek apakah ada korelasi antara PDRB, jumlah

penduduk, dan kedatangan pesawat internasional. Dalam tugas akhir ini akan dites menggunakan metode Pearson. Menggunakan metode ini, dapat dibantah hipotesis nil (nihilnya korelasi antar variable) jika nilai p (koefisien pearson) mendekati satu. Analisis korelasi akan dilakukan menggunakan program komputer Minitab versi 17.

Begitupun, dari nilai yang telah dianalisis, hasilnya menunjukkan bahwa hubungan antara kedatangan internasional dan PDRB Kalimantan Selatan cenderung kuat dengan nilai korelasi Pearson 0,703 dan hipotesis nil (nihilnya hubungan antara Kedatangan Internasional dan PDRB) tidak dapat dibantah. Hipotesis nil tidak dapat dibantah sebab nilai p yang melebihi 0,05 yaitu 0,297. Hasil ini menunjukkan tidak signifikannya hubungan antar dua variable, namun bukan berarti tiadanya hubungan sebab-akibat antara keduanya. H0, atau hipotesis nil, tidak bisa langsung diterima, dengan hasil ini H0 tidak dapat dibantah.

Page 121: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

98

Tabel 4.17: Rekapitulasi Parameter Statistik Regresi Pergerakan Pesawat

Identitas Persamaan

Persamaan Regresi

Mean Standar Deviasi

R2 Standar Error

Selang Kepercayaan

95%

Selang Toleransi

Batas Atas

Selang Toleransi

Batas Bawah

Selisih prediksi

dan data

(Y*5-Y5)

Kedatangan Domestik-

Linear

y = 899,2x + 11917

14165 1005,361 0.66 502,668 1005,336 24723.30122 3606.698778 2019

Kedatangan Domestik-Polynomial

Y=-687,5x2 + 4336,7x +

8479,5

14165 1217,931 0.969

608,966 1217,931 26955.71136 1374.288638 1418,5

Keberangkatan Domestik-

Linear

y = 898.2x + 11934

14165 1004,218 0.657

502,109 1004,218 24711.29744 3618.702564 2024

Keberangkatan Domestik-Polynomial

y = -692x2 +

4358.2x + 8473.5

14179 1219,556 0.969 609,778 1219,556 26986.77711 1371.222888 1436,5

Kedatangan Internasional-

Linear

y = 2.9x + 27

34,25 3,242 0.187 1,621 3,242 68.297484 0.202516 5,5

98

Page 122: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

99

Tabel 4.17 (Lanjutan: Rekapitulasi Parameter Statistik Regresi Pergerakan Pesawat Identitas

Persamaan Persamaan

Regresi Mean Standar

Deviasi R2 Standar

Error Selang

Kepercayaan 95%

Selang Toleransi

Batas Atas

Selang Toleransi

Batas Bawah

Selisih prediksi

dan data

(Y*5-Y5)

Keberangkatan Internasional-

Linear

y = 3.5x + 24.5

33,25 3,913 0.882

3,52 7,041 74.344326 0 2

Kedatangan Internasional-Polynomial

y = 6.25x2 - 28.35x +

58.25

34,25 7,040 0.121

1,957 3,913 108.18408 0 36,75

Keberangkatan Internasional Polynomial

= 9.25x2 - 42.75x +

70.75

33,25 10,044 0.799

5,022 10,043 138.732088 0 44,25

99

Page 123: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

100

Bagaimanapun juga, untuk melakukan analisis untuk

meramalkan pergerakan pesawat internasional pada kedatangan dibutuhkan beberapa asumsi mendasar. Salah satu asumsi yang diambil adalah bahwa PDRB akan berpengaruh kepada pergerakan pesawat internasional pada suatu daerah. Mengambil asumsi tersebut tentu harus mempunyai dasar ilmiah atau sebuah logika tertentu. Asumsi logis mengapa asumsi ini diambil adalah bahwa semakin besar pendapatan suatu populasi pada suatu daerah maka semakin mapan pula penduduk daerah tersebut. Kemapanan inilah yang akan menyebabkan naiknya taraf hidup penduduk daerah. Hal itu lalu menambah permintaan penerbangan domestik maupun internasional. Adapun jumlah penduduk dapat memengaruhi penerbangan internasional melalui ibadah haji tiap tahunnya. Bertambahnya jumlah penduduk juga dapat menaikkan PDRB secara langsung, yang akan menambah jumlah penerbangan.

Gambar 4.18: Data Sebaran Pergerakan Pesawat Kedatangan

Internasional Tahun 2011-2014

Untuk meramalkan pergerakan pesawat internasional, skenario persamaan linear yang dipakai adalah seperti pada rumus 4.1. Model regresi akan mengambil tipe linear dengan data PDRB tahun 2005-2014 dan data pergerakan pesawat Internasional rute kedatangan tahun 2011-2015. Pertama akan dilakukan regresi pada sebaran data PDRB sehingga didapatkan model regresi linearnya.

0

20

40

60

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

Kedatangan Internasional

Page 124: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

101

Setelah itu dilakukan tes dan dianalisis hubungan linear nya dengan tahun data. Begitu didapatkan, dibuatlah regresi selanjutnya, yaitu model regresi linear untuk rute kedatangan pergerakan pesawat internasional. Model ini akan dianalisis menggunakan parameter statistik yang cara mendapatkannya sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

� = � + ��� (4.1) Dimana: Y = Pergerakan pesawat internasional rute kedatangan (prediksi) X1 = Jumlah produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan (prediksi) Dalam Tabel 4.18 terdapat produk domestik regional bruto dan jumlah penduduk pada tahun 2005 – 2014. Melalui regresi linear, data-data tersebut digunakan untuk meramalkan nilai masing-masing pada tahun mendatang. Persamaan regresi didapatkan dari regression melalui program Minitab 17.. Metode mendapatkan persamaan tersebut telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Begitupun pada analisisnya akan diamati regresinya satu persatu sebagai variable bebas dari fungsi peramalan. Pada topik regresi Persamaan 4.2 adalah regresi linear dari baris data PDRB harga konstan. Nilai dari regresi tersebut diperiksa dengan membandingkan dengan data PDRB asli. Perhitungan tersebut telah dipaparkan hasilnya pada tabel 4.19. Hasil tersebut menunjukkan hubungan berbanding lurus dengan pergerakan pesawat internasional rute kedatangan.

y = 1665.7x + 21064 (4.2)

Page 125: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

102

Tabel 4.18: Data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Provinsi Kalimantan Selatan (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan, 2015).

Tahun PDRB Harga

Konstan (miliar) Jumlah Penduduk

(jiwa) X1 X2

2005 23.292,54 3.250.100 2006 24.452,26 3.345.784 2007 25.922,29 3.396.680 2008 27.593,09 3.446.631 2009 29,051,63 3.496.631 2010 30,674,12 3.642.637 2011 32.552,60 3.714.340 2012 34.413,31 3.784.981 2013 36.196,22 3.854.485 2014 37.951,73 3.922.790 2015 39.545,71 3.981.632

Gambar 4.19: Grafik PDRB ADHK Dan Regresi Polynomial

Ordo Kedua

y = 1665.7x - 3E+06R² = 0.9976

0

20000

40000

60000

2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016Per

gera

kan

Pes

awat

Tahun

PDRB Harga Konstan (miliar)

Page 126: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

103

Tabel 4.19: Paramter statistik model regresi linear Persamaan �� Stand

ar Deviasi

R2 Standar Error

Selang Kepercayaan 95%

Selang Toleransi Batas Atas

Selang Toleransi Batas Bawah

y = 1665.7x + 21064

31058,681

5531,276

0.998 1667.742

3335.485

54964.857

7152.507

Analisis model regresi didasarkan pada nilai R2, standard error dan selang kepercayaan. Dapat diketahui bahwa dengan nilai R2 besar belum menjamin minimalnya error prediksi, namun R2 cukup determinan dalam melihat variansi yang terdapat pada garis. Untuk standard error 1667,742, kurang dari 1/15 dari mean dan selang kepercayaan 95% populasi sebesar 3335,485, sekitar 1/10 dari Man. Dapat disimpulkan bahwa variansi yang dapat terjadi di populasi sedikit. Bila memerhitungkan selang toleransi atas dan bawah pun, error tidak melampaui 100% mean, maka model regresi linear dapat diterima sebagai fungsi untuk peramalan. Didapatkan persamaan baru 4.2 dari regresi linear X1. Nilai regresi dari model tersebut diabandingkan dengan nilai data riil pergerakan pesawat internasional rute kedatangan. Dibuatlah model regresi lainnya menggunakan program Minitab 17. Hasilnya adalah persamaan pergerakan pesawat internasional berdasarkan relasi dengan PDRB provinsi Kalimantan selatan. Model regresi yang tepat lalu akan dipilih dari beberapa jenis regresi yang telah didapatkan. Proses pemilihan regresi ini akan mengamati hasil perhitungan parameter statistik pada tabel 4.20. Membandingkan kedua persamaan linear yang didapat dengan parameter statistik masing-masing akan didapatkan kesimpulan model regresi yang diambil. Sekilas bila mengamati nilai R2 akan didapatkan kesimpulan bahwa persamaan nomor 2 lebih baik memodelkan pergerakan pesawat, namun ketika dibandingkan dengan nilai selisih antara nilai peramalan tahun 2015 dengan data observasi hal tersebut menunjukkan kesimpulan sebaliknya. Besarnya angka selisih peramalan dan data cukup menentukan, pada kasus ini nilainya cukup besar, melebihi 6 kali mean. Dipilih model regresi pertama dengan alasan R2 yang cukup,

Page 127: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

104

selang toleransi dan kepercayaan yang dapat diterima dan selisih peramalan dan data observasi yang tidak terlalu besar (tidak sampai 100% mean). 4.2.2. Peramalan Pergerakan Pesawat di Masa Depan

Ada beberapa metode peramalan pergerakan pesawat untuk perencanaan runway. Salah satu metode tersebut adalah metode time series, dimana menggunakan regresi data historis untuk meramalkan variable terikat di masa mendatang. Metode ini digunakan sebagai dasar peramalan pergerakan pesawat di bandara Syamsudin Noor. Subbab sebelumnya telah membahas tipe regresi yang akan digunakan untuk peramalan, maka pada subbab ini akan dipaparkan analisis peramalan.

Tabel 4.21 menguraikan fungsi regresi untuk semua rute dan operasi pergerakan pesawat di masa depan. Fungsi-fungsi regresi itulah yang akan digunakan sebagai fungsi peramalan pergerakan pesawat. Regresi bersama dengan analisis pergerakan jam puncak akan dilakukan setelah diketahui kapasitas eksisting runway, agar diketahui kapan pergerakan pesawat melebihi kapasitas runway bandara dan dibutuhkan runway kedua.

Page 128: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

105

Tabel 4.20: Parameter statistik model regresi PDRB vs. Penerbangan Internasional Rute Kedatangan

No

Model Regresi

Pers amaan Mean Standar Deviasi

R2 Standar Error

Selang Kepercayaan 95%

Selang Toleransi Batas Atas

Selang Toleransi Batas Bawah

��� − ��

1 Linear (X1 = pdrb, X2 = tahun, X3 tidak digunakan)

y = 375X2-0.207X1-747351.6

33.26 7.38 0.75 3.69 7.38 127.77 0 51.44

2 Linear (X1 = pdrb, X2 = tahun, X3 = jumlah penduduk)

y = 1306X2+0.4199X1

-0.02961X3-2530018

35.43 9.04 1,11 4.52 9.04 145.84 0 245.12

105

Page 129: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

106

Dimana: X1 = PDRB Provinsi Kalimantan Selatan (miliar) X2 = Tahun Peramalan X3 = Jumlah Penduduk (jiwa) Y = Pergerakan pesawat Internasional tahun ke-x Tabel 4.21: Fungsi Regresi Untuk Peramalan Pergerakan Pesawat

Data Pergerakan Pesawat

Model Peramalan

Internasional (Kedatangan)

y = 375X2-0.207X1-747351.6

Internasional (Keberangkatan)

y = 3.5x + 24.5

Domestik (Kedatangan)

y = 899,2x + 11917

Domestik (Keberangkatan)

y = 898.2x + 11934

Gambar 4.20: Grafik Peramalan Pergerakan Internasional

Keberangkatan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

PER

GER

AK

AN

PES

AW

AT

INTE

RN

ASI

ON

AL

KEB

ERA

NG

KA

TAN

TAHUN

Internasional (Keberangkatan)

Page 130: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

107

Gambar 4.21: Grafik Peramalan Pergerakan Domestik

Kedatangan

Gambar 4.22: Grafik Peramalan Pergerakan Domestik

Keberangkatan

10000

12000

14000

16000

18000

20000

22000

24000

26000

2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025PER

GER

AK

AN

PES

AW

AT

DO

MES

TIK

K

EBER

AN

GK

ATA

N

TAHUN

Domestik (Kedatangan)

10000

12000

14000

16000

18000

20000

22000

24000

26000

2011 2013 2015 2017 2019 2021

PER

GER

AK

AN

PES

AW

AT

DO

MES

TIK

K

EBER

AN

GK

ATA

N

AXIS TITLE

Domestik (Keberangkatan)

Page 131: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

108

4.2.3. Analisis Kapasitas Runway Eksisting Perhitungan kapasitas runway eksisting dilakukan pada

bulan tersibuk, saat dimana jumlah penerbangan melebihi bulan-bulan lainnya dalam periode pengamatan. Dari data pergerakan pesawat diketahui bahwa bulan puncak terjadi pada bulan November 2013, dengan total penerbangan Internasional dan Domestik sebanyak 2871 penerbangan. Hari tersibuk pada bulan tersebut adalah pada tanggal 2 November 2013 dengan 99 penerbangan terjadi. Tabel 4.22 merinci pergerakan pesawat di bandara pada 2 November 2013.

Tabel 4.22: Rekap Pergerakan Pesawat Tanggal 2 November 2013 di Bandara Syamsudin Noor

Jam Kedatangan Keberangkatan Total 00:00 – 00:59 01:00 – 01:59 02:00 – 02:59 03:00 – 03:59 04:00 – 04:59 05:00 – 05:59 06:00 – 06:59 4 4 07:00 – 07:59 2 2 08:00 – 08:59 9 9 09:00 – 09:59 2 5 7 10:00 – 10:59 3 3 6 11:00 – 11:59 4 2 6 12:00 – 12:59 7 8 15 13:00 – 13:59 5 5 10 14:00 – 14:59 4 3 7 15:00 – 15:59 3 4 7 16:00 – 16:59 2 3 5 17:00 – 17:59 2 1 3 18:00 – 18:59 3 4 7 19:00 – 19:59 3 3 6

Page 132: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

109

Tabel 4.22 (Lanjutan): Rekap Pergerakan Pesawat Tanggal 2 November 2013 di Bandara Syamsudin Noor

Jam Kedatangan Keberangkatan Total 20:00 – 20:59 1 1 2 21:00 – 21:59 1 2 3 22:00 – 22:59 4 4 23:00 – 23:59

Dari tabel 4.22 didapatkan jam puncak terjadi pada pukul

12:00 – 12:59 dengan 15 pergerakan. Pesawat lalu dikategorikan berdasarkan berat dan spesifikasi mesin seperti dirinci pada dokumen Aircraft Type Designators FAA. Adapun untuk perhitungan matriks waktu pemisahan [Tij] dibutuhkan pengelompokkan pesawat menurut kecepatan pendekatan (approach), teknis hal ini sama seperti subbab sebelumnya dengan tambahan pengelompokkan kecepatan approach menjadi seragam untuk satu kelompok pada proses perhitungan. Spesifikasi itu ditampilkan pada dokumen asli seperti pada gambar 4.23. Berdasarkan standar tersebutlah dikelompokkan pesawat yang menggunakan runway pada tanggal 2 November 2013. Hasil pengelompokkan dapat dilihat pada tabel 4.22 dan 4.23.

Gambar 4.23: Pengelompokkan pesawat untuk pemisahan satu

runway (FAA, 2015)

Page 133: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

110

Gambar 4.24: Visualisasi penggunaan pesawat di runway sama

(FAA, 2015)

Gambar 4.25: Visualisasi Pemisahan Antar Pesawat di Runway

Sama (FAA, 2015)

Page 134: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

111

Tabel 4.23: Jadwal Penerbangan Kedatangan Pesawat Tanggal 2 November 2013 pukul 12:00 – 12:59 (Flightstats.com) No Tipe

Pesawat

Kecepatan

Mendarat

(Knot)

Berat (lbs)

Kategori Approach

Tipe Mesin

Kategori No. Penerbangan

Dari Pukul

1 ATR42-5

104 41005 B Twin Turboprop

III JAT Kotabaru 12:12

2 B739 141 187700

D Twinjet

III LNI-312

Surabaya 12:36

3 C208 80 8500 A Single-Propeller

I SSA Muara Teweh

12:25

4 ATR72

114 50765 B Twin Turboprop

III TGN-125

Pangkalan Bun

12:23

5 C172 90 2550 B Single-Propeller

I WON Palangkaraya

12:19

6 C130 145 155000

D 4 Turboprop

III XAU Pangkalan Bun

12:05

Tabel 4.24: Jadwal Penerbangan Keberangkatan Pesawat Tanggal 2 November 2013 pukul 12:00 – 12:59 (Flightstats.com) No Tipe

Pesawat

Kecepatan Mendarat

Berat (lbs)

Kategori Approach

Tipe Mesin

Kategori No. Penerbangan

Dari Pukul

1 C212 90 16975 B Twin Turboprop

III AFS Muara Teweh

12:45

2 ATR42

106 36817 B Twin Turboprop

III KLS-931

Kotabaru 12:25

3 B739 141 187700

D Twinjet

III LNI-227

Surabaya 12:31

4 C212 90 16975 B Twin Turboprop

III NBA Lillehammer, Norwegia

12:42

Page 135: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

112

Tabel 4.24 (Lanjutan): Jadwal Penerbangan Keberangkatan Pesawat Tanggal 2 November 2013 pukul 12:00 – 12:59 (Flightstats.com) No Tipe

Pesawat

Kecepatan Mendarat

Berat (lbs)

Kategori Approach

Tipe Mesin

Kategori No. Penerbangan

Dari Pukul

5 C208 80 8500 A Single Propeller

I SSA Muara Teweh

12:15

6 C208 80 8500 A Single Propeller

I SSA Muara Teweh

12:44

7 C208 80 8500 A Single Propeller

I SSA Muara Teweh

12:11

8 C130 145 155000

D 4 Turbopop

III XAU Makassar 12:58

9 C130 145 155000

D 4 Turbopop

III XAU Pangkalan Bun

12:46

Perhitungan kapasitas runway akan dilanjutkan dengan perhitungan kapasitas saat runway hanya melayani kedatangan pesawat. Perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan pesawat pada suatu kelompok approach menggunakan kecepatan seragam. Asumsi seperti pada tabel 4.25. Untuk menjadi perhatian bahwa walaupun nilai kecepatan adalah asumsi guna mempermudah perhitungan matriks, penggolongan kecepatan adalah sesuai dengan peraturan FAA dalam penentuan AAC. Tabel 4.25: Kecepatan Pesawat Kelompok Approach

Kelompok Approach Kecepatan (mil/jam) A 90 B 120 C 140 D 165

Page 136: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

113

4.2.3.1. Kedatangan Saja Pada langkah ini akan dihitung kapasitas runway dengan asumsi bahwa runway hanya melayani pesawat yang datang. Keadaan Bebas Kesalahan [Mij] DIketahui dari rekomendasi FAA bahwa pemisahan minimum yang dibutuhkan antara dua pesawat secara lateral adalah tergantung dari pengelompokkan berat dan mesinnya. Bila kedua pesawat berada pada kategori I maka pemisahan minimum adalah 3 mil, namun bila salah satu atau keduanya berada pada kategori III maka pemisahan minimum adalah 6 mil. Keadaan merapat: dimana kecepatan pesawat di depan (Vi), lebih lambat daripada pesawat dibelakangnya (Vj). Perhitungan untuk keadaan merapat memakai persamaan 2.17.

Tij = Tj – Ti = ���

��

Kedatangan Ketika A diikuti D (Vi = 90 knot dan Vj = 165 knot):

Tj – Ti = �

���(3600) = 130,91 detik

Keadaan merenggang: dimana kecepatan pesawat didepan (Vi) lebih besar daripada kecepatan pesawat di belakangnya (Vj). Perhitungan untuk keadaan ini menggunakan rumus 2.18. � adalah panjang jarak approach umum sebesar 7 meter.

Tij = Tj – Ti = ��

��+ �(

��−

��)

Kedatangan Ketika D diikuti B (Vi = 165 knot dan Vj = 140 knot):

Page 137: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

114

Tj – Ti = [�

���+ 7�

���−

����](3600) = 176.23

detik Ketika B diikuti A (Vi = 120 knot dan Vj = 90 knot):

Tj – Ti = �

���+ 7(

��−

���)(3600) = 256,15 detik

Keadaan sama besar: dimana kecepatan pesawat didepan (Vi) dan kecepatan pesawat di belakangnya (Vj) bernilai sama. Perhitungan untuk keadaan ini menggunakan rumus 2.17. � adalah panjang jarak approach umum sebesar 7 meter. Ketika B diikuti B (Vi = 120 knot dan Vj = 120 knot):

Tj – Ti = �

���(3600) = 270 detik

Ketika B diikuti B (Vi = 120 knot dan Vj = 120 knot):

Tj – Ti = �

���(3600) = 270 detik

Kemudian ditabulasi hasilnya dalam tabel 4.26. Sama halnya dengan probabilitas pesawat dalam posisi memimpin (leading) dan menyusul (trailing), ditabulasi dalam pentuk matriks [pij] menurut kejadian urutan di jadwal penerbangan. Tabel 4.26: Matriks probabilitas [pij]:

Lead A B C D

Trail A 20% B 40% 20% C D 20%

Page 138: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

115

Tabel 4.27: Matriks waktu pemisahan minimum [Tij]

Lead A B C D Trail A 256,15 dt B 270 dt 176.23 dt C D 130,91 dt

Diasumsikan bahwa waktu pemakaian runway atau ROT (Runway Occupancy Time) lebih kecil daripada pemisahan dari hasil permodelan (Tj – Ti). Hal tersebut menyebabkan kapasitas runway ditentukan oleh hasil permodelan. Dalam keadaan bebas kesalahan, [Tij] dan [Mij] bernilai sama, dan keduanya dikalikan untuk mendapatkan waktu antarkedatangan ( ∆ T). Waktu antarkedatangan tersebut dibandingkan dengan nilai Runway Occupancy Time pesawat yang menggunakan runway. Apabila ROT lebih besar daripada prakiraan (∆T), maka untuk perhitungan kapasitas runway akan digunakan waktu ROT. Sebaliknya apabila ∆T lebih besar daripada ROT, maka digunakan ∆T. Pada Tugas Akhir ini akan digunakan rerata dari ROT pesawat yang menggunakan runway pada 2 November 2013 pukul 12:00 – 12:59. Tugas Akhir ini mengambil hasil perhitungan ROT dari riset yang telah dilakukan oleh Simanjuntak tahun 2016 untuk masing-masing pesawat. Data selengkapnya dapat dilihat di lampiran 2.

∆T = ∑���� × ���� = (0,2 × 130,91)+ (0,2 ×

256,15 )+ (0,4 × 270)+ (0,2 × 176.23 ) ∆T = 220,66 detik ��������� = 57,93 detik ∆T > ���

Page 139: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

116

Maka kapasitas runway pada keadaan kedatangan saja tanpa kesalahan per jam adalah:

C =����

∆�=

����

���,��= 16.32 kedatangan/jam

Keadaan Kesalahan Posisi Asumsi terdapat kesalahan posisi (��) pada jadwal penerbangan sebesar 20 detik dengan distribusi normal. Probabilitas pelanggaran aturan pisah minimum untuk jarak kedatangan sebesar 10 persen. Maka kapasitas runway untuk keadaan kesalahan posisi dapat dihitung. Keadaan Merapat: Sama seperti keadaan sebelumnya, merapat adalah dimana kecepatan pesawat didepan lebih kecil daripada pesawat dibelakangnya. Digunakan rumus 2.20 untuk keadaan ini. Ketika A diikuti D (Vi = 90 knot dan Vj = 65 knot):

��� = ����

��� = 20× (1,28)

��� = 25,6

Keadaan Merenggang: Keadaan merenggang adalah dimana kecepatan pesawat didepan lebih besar daripada pesawat dibelakangnya. Digunakan rumus 2.23 untuk keadaan ini. Ketika D diikuti B (Vi = 165 knot dan Vj = 140 knot):

��� = ���� − ���(1

��−1

��)

��� = 20× (1,28)− (3600)× 6(1

140−

1

165)

��� = 2,22

Ketika B diikuti A (Vi = 120 knot dan Vj = 90 knot):

Page 140: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

117

��� = 20× (1,28)− (3600)× 6(1

90−

1

120)

��� = −34,4

Karena Buffer minimal dari kesalahan posisi adalah 0, maka Bij = 0 Keadaan sama besar: dimana kecepatan pesawat didepan (Vi) dan kecepatan pesawat di belakangnya (Vj) bernilai sama. Perhitungan untuk keadaan ini menggunakan rumus 2.20. Ketika B diikuti B (Vi = 120 knot dan Vj = 120 knot):

��� = ����

��� = 20× (1,28)

��� = 25,6

Kemudian hasilnya ditabulasi ke tabel 4.28, yaitu matriks [Bij]. Matriks itu akan dijumlah dengan matriks [Tij] yang telah dihitung di keadaan bebas kesalahan, lalu dikalikan dengan matriks [pij] untuk menghasilkan ∆T yang memasukkan faktor probabilitas kesalahan posisi. Setelah itu nilainya akan dibandingkan dengan ROT yang telah diketahui untuk menghitung kapasitas. Tabel 4.28: Matriks Buffer waktu pemisahan [Bij]

Lead A B C D

Trail A 0 dt B 25,6 dt 2,22 dt C D 25,6 dt

∆T =������ × ���� + ����

Page 141: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

118

= (0,2 × 61,476)+ (0,2 × 31,418 )+ (0,4 × 151,2)+ (0,2 × 42,295)

∆T = 286,39 dt

��������� = 57,93 detik

∆T > ���

Maka kapasitas runway pada keadaan kedatangan saja dengan perhitungan kesalahan posisi adalah:

C =����

∆�=

����

���,��= 12,57 kedatangan/jam

4.2.3.2. Keberangkatan Saja Pada langkah ini akan dihitung kapasitas runway dengan asumsi bahwa runway hanya melayani pesawat yang datang. Metode dalam bagian ini tidak berbeda dengan bagian kedatangan. Tujuan perhitungan adalah mencari kapasitas runway eksisiting C. Caranya dengan mencari matriks waktu antar kebarangkatan [tij] dan probabilitas pesawat i diikuti pesawat j [pij] yang dikalikan untuk mendapat waktu pemisahan rata-rata ∆T . Perbedaan mencolok dari bagian sebelumnya adalah bahwa pada saat keberangkatan pemisahan sudah diatur oleh menara control (ATC), begitupun akan diasumsikan bahwa waktu antarkeberangkatan belum diketahui dan [tij] didapatkan dari selisih waktu keberangkatan pesawat i dan j. Matriks waktu antarkeberangakatan [tij] dan matriks probabilitas susunan pesawat [pij] diketahui dari jadwal penerbangan, lalu dipresentasikan dalam tabel 4.29 dan 4.30.

Page 142: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

119

Tabel 4.29: Matriks waktu antarkeberangkatan [tij] Lead Trail A B C D A 240 dt 120 dt B 330 dt 660 dt C D 260 dt 720 dt

Tabel 4.30: Matriks probabilitas

Lead Trail A B C D A 0,125 0,125 B 0,25 0,125 C D 0,25 0,125

Waktu antar keberangkatan ∆T dapat dihitung dengan mengalikan kedua matriks diatas. Seperti pada bagian sebelumnya, waktu perkiraan akan dibandingkan dengan ROT, lalu kapasitas runway eksisting untuk keadaan keberangkatan saja pun dapat diketahui.

E�� = ∑���� × ���� = (0,125× 240)+ (0,25× 330 )+(0,125× 120)+ (0,25× 250 )+ (0,125× 660)+ (0,125×720) ��� = 362,5 dt Maka kapasitas runway pada keadaan keberangkatan saja tanpa kesalahan adalah:

C =����

∆�=

����

���,�= 9,93 ����������/���

4.2.3.3. Operasi Campuran

Langkah selanjutnya dalam menentukan kapasitas operasi campuran runway yaitu menemukan kemungkinan dilakukannya operasi keberangkatan diantara dua kedatangan. Pergerakan

Page 143: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

120

pesawat di runway harus mengutamakan pesawat yang akan mendarat (arrivals) karena apabila tundaan (delay) mencapai 30 menit, maka pesawat itu akan dialihkan ke bandara terdekat. Waktu pemakaian runway rata-rata, merupakan jumlah perkalian dari prosentase kategori pesawat dengan waktu pemakaian runway tiap kategori pesawat. Perhitungan dimulai dengan menghitung pemisahan pada keadaan kedatangan saja dan keberangkatan saja. Setelah itu dihitung kapasitas operasi campuran. Dapat dilihat dibawah bahwa sebagian perhitungan telah diselesaikan pada bagian sebelumnya, sehingga untuk operasi ini yang perlu dilakukan adalah mencari waktu antarkedatangan. Pengecualian untuk pernyataan tersebut adalah perhitungan untuk Runway Occupancy Time yang perlu dihitung secara individu untuk masing-masing tipe pesawat. Guna menghitung ROT digunakan rumus 4.3. ROT adalah waktu pemakaian runway, yaitu waktu dari pesawat melewati batas runway hingga masuk taxiway. Pada kenyataan di lapangan, banyak hal yang memengaruhi ROT, tidak seperti fungsi di rumus 4.3 dimana tidak ada faktor pilot maupun lingkungan. Begitupun pada tugas akhir ini akan menggunakan nilai ROT yang teoritis, sesuai dengan rumus 4.7.

ROT =������

���+ 3 +

������

���+ � (4.7)

Dimana: �� = Kecepatan Pesawat melewati threshold di udara (m/dt) ��� = Kecepatan Pesawat waktu touchdown di runway (m/dt) �� = Kecepatan Pesawat sebelum masuk exit taxiway (m/dt) � = Waktu pesawat membelok dari runway menuju exit taxiway (detik) �1 = Laju perlambatan di udara (m/s2) �2 = Laju perlambatan di darat (m/s2)

Tabel 4.31 memaparkan variable yang dibutuhkan untuk perhitungan ROT. Dengan rumus akan diketahui nilai ROT dan ditabelkan hasilnya pada tabel 4.32. Perlu diketahui bahwa pesawat

Page 144: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

121

membelok dengan sudut 90° menuju exit taxiway ke apron, seperti didapatkan dari foto satelit Google.

Gambar 4.26: Keberadaan Exit Taxiway Bandara Syamsudin

Noor Dibandingkan Posisi Runway (Google, 2016)

Tabel 4.31: Variabel Independen Untuk Perhitungan ROT

Pesawat 2 November 2013 Untuk sudut 90°

Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D Vo 51 62 72 85

Vtd 39 50 62 72 Ve 7.72 7.72 7.72 7.72 A1 0,76 0,76 0,76 0,76 A2 1,52 1,52 1,52 1,52

Page 145: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

122

Tabel 4.32: Rekapitulasi Hasil Perhitungan ROT Kategori Pesawat

(Vo-Vtd)/2a1 (Vtd-Ve)/2a2 ROT

A 7.89 10.29 31.18 B 7.89 13.91 34.8 C 6.58 17.86 37.43 D 8.55 21.15 42.7

Tabel 4.33: Mix Pesawat di Runway pada 2 November 2013

Tipe Pesawat

Approach (knot)

Runway Occupancy

Time (s)

Mix (%) Kedatangan Keberangkatan

A 90 31,18 28,57 16,67 B 120 34,8 28,57 50 C 140 37,43 0 0 D 145 42,7 42,86 33,33

]

��� = (0,2857× 31,18)+ (0,2857× 34,8)

+ (0,4286× 42,7)= 37,152 ��

� �����

= ��0,2857×2

(90× 1,15)� + �0,2857×

2

(120× 1,15)�

+ �0,4286×2

(145× 1,15)�� × 3600

= 53,287 ��

��� = 362,5 ��

���� = 25,6 ��

Variabel kebutuhan jarak minimum antara threshold

dan pesawat yang dating untuk meluncurkan pesawat yang berangkat ( �� ) diberikan 2 mil. Untuk menghitung

Page 146: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

123

kemungkinan suatu operasi keberangkatan dapat dilakukan diantara dua operasi kedatangan menggunakan Persamaan 2.38.

������ > �[��] + � + ������ + (� − 1)�(��)

������ > 37.152+ 53,287+ 25,6 + 362,5 (� − 1)

Untuk satu keberangkatan di antara dua kedatangan, akan didapatkan waktu antarkedatangan sebesar 116,039 detik. Untuk dua keberangkatan diantara dua kedatangan, akan didapatkan waktu antarkedatangan sebesar 478,539 detik. Dan untuk tiga keberangkatan di antara dua kedatangan, akan didapatkan waktu antarkedatangan sebesar 841,039 detik. Oleh karena itu, satu kali keberangkatan dapat dilakukan di sembarang waktu jika waktu antarkedatangan sebesar 116,039 detik dan 478,539 detik. Dua kali keberangkatan dapat dilakukan di sembarang waktu jika waktu antarkedatangan sebesar 478,539 detik dan 841,039 detik, dan seterusnya. Pada tugas akhir ini akan digunakan waktu perkiraan satu pesawat berangkat diantara dua pesawat datang. Waktu perkiraan itu dibandingkan dengan ROT, lalu kapasitas runway untuk kondisi tersebut dapat dihitung berdasarkan rumus dalam Persamaan 2.39.

Tabel 4.34: Matriks probabilitas [pij] untuk operasi campuran

Lead A B C D

Trail A 7% 20% 7% B 27% 7% 7% C D 13% 13%

�∆��� = (154,18 × 0,0667)+ (154,18× 0,27)+ ⋯+

(154,18× 0,2)= 154,18 dt

Page 147: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

124

��������� = 57,93 detik

∆T > ���

�� =1

��∆����(1 + ������)

Maka kapasitas runway pada keadaan operasi campuran

dengan 1 keberangkatan diantara 2 kedatangan adalah:

�� =3600

116,039(1 + 0,375)= 42,658 �������/���

4.2.4. Analisis Peramalan Pergerakan Pesawat Saat Jam Puncak

Pergerakan pesawat saat jam puncak dapat diramalkan menggunakan fungsi model regresi yang telah dihitung di subbab 4.2.1. Model regresi tersebut menghitung total pergerakan satu rute pergerakan dalam satu tahun. Sementara kapasitas runway eksisting yang dihitung di subbab sebelum ini adalah dalam jumlah pergerakan per jam. Agar dapat dibandingkan, keduanya harus berada pada satuan yang sama, yaitu pergerakan pesawat per jam. Perlu diperhatikan bahwa perhitungan kapasitas runway dilakukan pada jam tersibuk pada hari tersibuk dan bulan tersibuk pada tahun 2013, yaitu tahun tersibuk dari data observasi.

Sebelum meramalkan, akan dihitung dahulu rasio pergerakan pesawat masing-masing bulan pada tahun tersibuk, rasio masing-masing hari pada bulan tersibuk, dan rasio masing-masing jam pada tahun tersibuk. Perhitungan ini dibutuhkan untuk mengetahui pola bulan, hari dan jam tersibuk sehingga pola tersebut dapat diaplikasikan pada peramalan pergerakan pesawat saat jam puncak. Ketika pola sudah diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung pergerakan pesawat untuk tahun mendatang. Peramalan itu akan dibandingkan dengan kapasitas runway

Page 148: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

125

eksisting guna mengetahui periode dibutuhkannya runway tambahan.

Menghitung rasio pergerakan pesawat dimulai dari tahap pergerakan total tahunan. Diketahui pergerakan pesawat dari data, lalu ditabelkan seperti pada tabel 4.35. Jumlah pergerakan setiap bulan lalu dibagi dengan pergerakan total pada tahun masing-masing. Proses ini memiliki output rasio bulan puncak, yaitu rasio pergerakan pesawat pada bulan puncak pada tahun dengan pergerakan pesawat terbanyak sesuai data. Hasil perhitungan itu ditabelkan pada tabel 4.36. Diketahui bahwa bulan puncak terdapat pada bulan November tahun 2013 dengan rasio bulan puncak sebesar 0,095.

Selanjutnya akan dihitung rasio hari puncak pada bulan November tahun 2013. Rasio hari puncak adalah rasio jumlah pergerakan pesawat total semua hari dalam satu Minggu pada bulan puncak dalam satu tahun. Tabel 4.37 memaparkan jumlah pergerakan yang ada pada bulan November tahun 2013 setiap hari dalam satu Minggu. Tabel 4.38 memaparkan jumlah rasio hari puncak dalam satu Minggu pada Bulan November tahun 2013. Proses ini telah menghitung pola distribusi pergerakan pesawat setiap hari dalam setiap Minggu pada bulan November 2013. Tabel 4.35: Pergerakan Pesawat Total Bandar Udara Symasudin Noor Banjarmasin (Angkasa Pura)

Pergerakan Pesawat Total Bulan 2011 2012 2013 2014 2015

Januari 1900 2334 2813 2606 2189 Februari 1714 2240 2332 2108 2000 Maret 2142 2438 2670 2463 2340 April 2064 2391 2391 2382 2450 Mei 2039 2554 2554 2474 2503 Juni 2115 2539 2539 2541 2377 Juli 2137 2464 2464 2361 2620

Agustus 1858 2616 2616 2823 2636

Page 149: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

126

Tabel 4.35 (Lanjutan): Pergerakan Pesawat Total Bandar Udara Symasudin Noor Banjarmasin (Angkasa Pura)

Pergerakan Pesawat Total September 2113 2752 2760 2645 2467 Oktober 2272 2774 2762 2718 2523

November 2286 2881 2871 2729 2413 Desember 2333 2780 2780 2807 2647

Total 24143 29470 30081 29952 28875 Tabel 4.36: Rasio Pergerakan Pesawat Total Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin

Rasio Pergerakan Pesawat Total Bulan 2011 2012 2013 2014 2015

Januari 0.079 0.082 0.094 0.087 0.076 Februari 0.071 0.079 0.078 0.070 0.069 Maret 0.089 0.086 0.089 0.082 0.081 April 0.085 0.084 0.079 0.080 0.085 Mei 0.084 0.090 0.085 0.083 0.087 Juni 0.088 0.089 0.084 0.085 0.082 Juli 0.089 0.087 0.082 0.079 0.091

Agustus 0.077 0.092 0.087 0.094 0.091 September 0.088 0.097 0.092 0.088 0.085 Oktober 0.094 0.097 0.092 0.091 0.087

November 0.095 0.101 0.095 0.091 0.084 Desember 0.097 0.098 0.092 0.094 0.092

Total 1 1 1 1 1 Setelahnya adalah perhitungan rasio jam puncak. Hari

Sabtu tanggal 2 November 2013 adalah tanggal puncak dalam bulan tersibuk, dan rasio jumlah pergerakan pesawat pada jam paling sibuk dibandingkan jumlah pergerakan pesawat hari itu akan mendapatkan rasio jam puncak. Jumlah pergerakan pesawat di hari Sabtu, 2 November 2013 adalah 108 dari total 2871 dalam bulan November. Jam tersibuk dalam hari itu adalah pada jam 12:00 – 12:59 dengan jumlah pergerakan 15 kali. Rasio jam puncak

Page 150: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

127

pun dapat dihitung. Hasil perhitungan rasio bulan, hari, dan jam ditabelkan pada tabel 4.38.

Tabel 4.37: Jumlah Pergerakan Pesawat Semua Hari Bulan November 2013

Hari Tanggal Jumlah Pergerakan Pesawat

Senin 4,11,18,25 364 Selasa 5,12,19,26 402 Rabu 6,13,20,27 396 Kamis 7,14,21,28 391 Jum’at 1,8,15,22,29 495 Sabtu 2,9,16,23,30 482 Minggu 3,10,17,24 341

Total Pergerakan 2871

Tabel 4.38: Rasio Hari Pincak Bulan November 2013 Hari Tanggal Rasio Hari Puncak Senin 4,11,18,25 0,127 Selasa 5,12,19,26 0,14 Rabu 6,13,20,27 0,138 Kamis 7,14,21,28 0,136 Jum’at 1,8,15,22,29 0,172 Sabtu 2,9,16,23,30 0,168 Minggu 3,10,17,24 0,119

Total Pergerakan 1

����� ��� ������ =15

495= 0,03

Page 151: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

128

Tabel 4.39: Jenis Rasio dan Rasionya Jenis Rasio Rasio Rasio Bulan Puncak 0,098 Rasio Hari Puncak 0,172 Rasi Jam Puncak 0,03

Rasio memudahkan perhitungan peramalan untuk tahun

mendatang. Setelah diketahui rasio tersebut, peramalan pergerakan pesawat total dapat dilakukan. Tabel 4.40 adalah hasil dari peramalan pergerakan pesawat melalui model regresi yang telah didapatkan dari 2 subbab sebelum ini. Apa yang tidak ditampilkan adalah pergerakan pesawat pada tahun n lebih besar dari 25. Begitupun, model regresi dapat memodelkan tahun-tahun yang tidak ditampilkan di tabel jika diketahui bahwa kapasitas runway masih mencukupi hingga tahun 2035.

Tabel 4.40: Peramalan Pergerakan Pesawat Bandara Internasional Syamsudin Noor Banjarmasin Hingga 2035 (n = 25)

Tahun ke-

Tahun Domestik Internasional Total

Datang Berangkat Total Datang Berangkat Total 6 2016 17312 17323 34635 151 46 196 34831 7 2017 18211 18221 36433 181 49 230 36663 8 2018 19111 19120 38230 211 53 263 38494 9 2019 20010 20018 40028 241 56 297 40325 10 2020 20909 20916 41825 271 60 331 42156 15 2025 25405 25407 50812 422 77 499 51311 20 2030 29901 29898 59799 573 95 668 60467 25 2035 34397 34389 68786 724 112 836 69622

Diketahuinya total pergerakan yang diperkirakan

melanjutkan perhitungan ke langkah selanjutnya. Hasil dari perhitungan rasio akan dikalikan dengan total pergerakan pesawat yang diperkirakan terjadi di tahun mendatang. Langkah ini adalah sebagai pemakaian pola bulan, hari dan jam puncak pada hasil regresi. Pertama akan dikalikan rasio bulan puncak dengan total pergerakan per tahun/ Hasilnya dikalikan dengan rasio hari puncak. Hasil perkalian itu dikalikan dengan rasio jam puncak untuk mengetahui jumlah pergerakan pesawat pada jam tersibuk di tahun

Page 152: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

129

yang dikehendaki di masa mendatang. Contoh perhitungan untuk masing-masing perhitungan menjelaskan hasil yang tertera pada tabel 4.41, 4.42 dan 4.43 untuk tahun 2020. Untuk rasio bulan puncak tahun 2020:

Penerbangan bulan puncak= 41825× 0,098= 4099 Untuk rasio hari puncak tahun 2020

Penerbangan hari puncak= 4099× 0,172= 705 Untuk rasio jam puncak tahun 2020:

Penerbangan jam puncak= 705× 0,03 = 21 Tabel 4.41: Hasil Perhitungan Jumlah Penerbangan Pada Bulan Puncak di Tahun Mendatang Tahun ke-

Tahun Domestik Internasional

Total

Datang Berangkat Total Datang Berangkat Total 6 2016 1697 1698 3394 15 5 19 3413 7 2017 1785 1786 3570 18 5 23 3593 8 2018 1873 1874 3747 21 5 26 3772 9 2019 1961 1962 3923 24 5 29 3952 10 2020 2049 2050 4099 27 6 32 4131 15 2025 2490 2490 4980 41 8 49 5028 20 2030 2930 2930 5860 56 9 65 5926 25 2035 3107 3106 6213 62 10 72 6285

33 2043 4076 4074 8150 95 14 108 8259

35 2045 4252 4250 8502 101 14 115 8617

Langkah selanjutnya adalah menentukan periode saat

kapasitas runway eksisting dilampaui oleh jumlah pergerakan pesawat saat jam puncak. Untuk mendapatkan periode tersebut dalam tugas akhir ini akan dibuat model regresi pergerakan pesawat saat jam puncak. Menggunakan hasil perhitungan pada tabel 4.43, model regresi dapat dicari dengan trendline Microsoft excel seperti pada subbab sebelumnya. Gambar 4.26 adalah plot dari model regresi yang telah dihitung. Model regresi linear diketahui persamaanya sebagai y = 0.926x – 1849,3 , dengan x variable bebas tahun di masa mendatang.

Page 153: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

130

Tabel 4.42: Hasil Perhitungan Jumlah Penerbangan Pada Hari Puncak di Tahun Mendatang Tahun ke-

Tahun Domestik Internasional

Total

Datang Berangkat Total Datang Berangkat Total 6 2016 292 292 584 3 1 3 587 7 2017 307 307 614 3 1 4 618 8 2018 322 322 644 4 1 4 649 9 2019 337 337 675 4 1 5 680 10 2020 352 353 705 5 1 6 711 15 2025 428 428 857 7 1 8 865 20 2030 504 504 1008 10 2 11 1019 25 2035 580 580 1159 12 2 14 1174 33 2043 701 701 1402 16 2 19 1420 35 2045 731 731 1462 17 2 20 1482

Tabel 4.43: Hasil Perhitungan Jumlah Penerbangan Pada Jam Puncak di Tahun Mendatang Tahun ke-

Tahun Domestik Internasional

Total

Datang Berangkat Total Datang Berangkat Total 6 2016 9 9 18 0 0 0 18 7 2017 9 9 18 0 0 0 19 8 2018 10 10 19 0 0 0 19 9 2019 10 10 20 0 0 0 20 10 2020 11 11 21 0 0 0 21 15 2025 13 13 26 0 0 0 26 20 2030 15 15 30 0 0 0 31 25 2035 17 17 35 0 0 0 35 33 2043 21 21 42 0 0 1 43 35 2045 22 22 44 1 0 1 45

Plot grafik pada gambar 4.27 selanjutnya dibandingkan dengan plot grafik kapasitas runway eksisting. Grafik kapasitas runway eksisting adalah plot dari fungsi konstan yang tidak berubah. Gambar 4.28 menggambarkan plot pergerakan pesawat total pada jam puncak dan berbagai kondisi kapasitas runway eksisting. Setelah mengetahui hubungannya, maka dapat ditentukan periode dbutuhkannya runway tambahan pada Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin. Hasil di grafik menunjukkan bahwa pada keadaan bebas kesalahan, kapasitas runway eksisting akan dapat melayani pergerakan pesawat pada jam puncak hingga

Page 154: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

131

tahun 2028. Untuk keadaan kesalahan posisi, runway eksisting dapat melayani pesawat hingga tahun 2029. Sementara untuk keadaan operasi campuran 1 pesawat berangkat diantara dua kedatangan runway dapat melayani pergerakan pesawat hingga tahun 2043.

Gambar 4.27: Grafik Model Regresi Linear Pergerakan Pesawat

Total pada Jam Puncak

Didapatkannya hasil peramalan periode runway kedua dibutuhkan membuat jelas kesimpulan untuk subbab ini. Peramalan pergerakan pesawat total di masa depan didapatkan dari model regresi linear untuk semua pergerakan yang dijumlahkan. Peramalan itu akan dikalikan dengan rasio bulan, hari dan jam puncak agar satuan pergerakan pesawat pada tahun tersibuk dikonversi menjadi pergerakan pesawat pada jam tersibuk. Tujuan konversi ini adalah agar peramalan pergerakan pesawat dapat dibandingkan dengan kapasitas runway eksisting. Proses perbandingan dilakukan antara pergerakan pesawat dan tiga keadaan kapasitas runway. Hasil proses tersebut adalah tahun di masa mendatang dimana pergerakan pesawat di jam puncak

y = 0.926x - 1849.3R² = 1

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

2016 2021 2026 2031 2036 2041

PER

GER

AK

AN

PES

AW

AT

JAM

PU

NC

AK

TAHUN

Pergerakan Pesawat Total pada Jam Puncak

Page 155: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

132

melebihi kapasitas runway eksisting, sehingga menjadi indikator periode pertambahan runway.

Gambar 4.28: Pergerakan Pesawat Pada Jam Puncak di Tahun Mendatang dan Kapasitas Eksisting Untuk Berbagai Kondisi

Hasil perhitungan menyimpulkan bahwa runway tunggal Bandar Udara Syamsudin Noor butuh untuk ditambah jumlahnya pada masa mendatang agar dapat melayani pesawat yang datang dan berangkat. Tahun dibutuhkannya runway tambahan adalah pada tahun 2027 pada keadaan bebas kesalahan, tahun 2029 untuk keadaan kesalahan posisi, dan pada tahun 2043 untuk keadaan operasi campuran antara datang dan berangkat. Tugas akhir ini mengasumsikan bahwa operasi campuran dengan satu operasi keberangkatan diantara dua operasi kedatangan adalah yang berlaku di masa mendatang, sehingga tahun dibutuhkannya runway tambahan di Bandara Syamsudin Noor adalah pada tahun 2043. 4.3. Perencanaan Runway, Exit Taxiway, dan Taxiway

Analisis kapasitas runway pada subbab 4.2 menunjukkan bahwa pada tahun 2043 runway eksisting tidak dapat menampung pergerakan pesawat yang muncul. Perencanaan runway tambahan

y = 0.9261x - 1849.3R² = 1

15

25

35

45

55

2016 2021 2026 2031 2036 2041

TPER

GER

AK

AN

JA

M P

UN

CA

K

Pergerakan Jam Puncak vs. Kapasitas Eksisting

Pergerakan JamPuncakBebasKesalahanKesalahanPosisiCampuran

x = 2043

x = 2029

x = 2028

Page 156: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

133

diperlukan untuk meningkatkan kapasitas pergerakan pesawat yang dapat dilayani oleh Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin. Subbab ini akan merencanakan runway tambahan beserta taxiway dan exit taxiway-nya. Perencanaan meliputi sistem, dimensi, dan fasilitas terkait runway, taxiway dan exit taxiway.

Perlu diketahui bahwa tugas akhir ini merencanakan layout runway dengan mendasarkan keputusan desain kepada hasil analisis windrose yang telah dilakukan pada Tugas Akhir ini. Seperti diulas pada bab I & II, menurut analisis windrose runway eksisting 10 – 28 tidak perlu dikomplemen dengan runway tambahan. Sebab tugas akhir ini merencanakan layout runway, maka skenario perencanaan yang memungkinkan adalah perencanaan runway baru karena kapasitas runway eksisting tidak dapat melayani pergerakan pesawat. Arah runway sendiri disarankan menganut arah yang sama dengan arah eksisting, yaitu 10 -28, karena cukupnya cakupan angin minimal berdasarkan persyaratan FAA. Runway rencana akan berada pada arah 100° – 280° atau 10 – 28 menurut aturan penomoran. 4.3.1. Sistem Runway Rencana

Subbab ini akan menganalisis berbagai sistem runway yang dapat diaplikasikan di Bandar udara Syamsudin Noor dengan kondisi adanya runway tambahan. Referensi yang diambil adalah tabel 2.1 dari bab 2, dimana dilakukan studi terhadap sistem runway rencana untuk runway baru Bandar udara Syamsudin Noor. Sumber hasil studi berasal dari berbagai buku teks yang membahas topic seputar perencanaan bandara. Daftar pustaka menjabarkan berbagai sumber yang menjadi referensi pengerjaan tugas akhir ini.

Berbagai macam sistem runway yang telah diketahui kapasitasnya dibandingkan satu sama lain di tabel 2.1. Diketahui bahwa perencanaan akan mengakomodasi runway rencana 10 – 28. Jika mendasarkan keputusan pemilihan sistem runway pada keputusan itu, maka jelas bahwa sistem runway eksisting dan rencana akan menganut sistem paralel. Dapat dilihat bahwa untuk keadaan VFR (Visual Flight Rules) kapasitas dari runway sistem

Page 157: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

134

paralel berkisar antara 60 – 200 penerbangan dan untuk keadaan IFR berkisar antara 50 – 120 (dekat - jauh).

Tabel 2.1: Konfigurasi Runway dan Kapasitasnya

Konfigurasi Runway

Kapasitas VFR Kapasitas IFR

Single 50 – 100 50 - 70 Paralel 60 – 200 (dekat –

jauh) 50 – 60 (dekat) 50 – 75 (sedang) 100 – 120 (jauh)

Bersimpang Bervariasi Bervariasi V Terbuka 60 – 180 (menjauh

V) 50 – 80 (menjauh V)

4.3.2. Jarak Pemisahan Runway Paralel

Telah diberikan penjabaran mengenai jarak pemisahan minimum pada subbab 2.1.1, namun angka kisaran yang disediakan pada subbab tersebut mengacu pada standar Negara Amerika Serikat. Untuk runway rencana, akan digunakan standar nasional yaitu SKEP 77 tahun 2005 oleh Dirjen Perhubungan Udara. Mengacu pada dokumen tersebut pada bab 2.1.2 bagian Parallel Runways bagian b, maka untuk runway instrument independen dengan keberangkatan dan kedatangan yang bersamaan (simultan) diperlukan pemisahan antara runway parallel minimum sebesar 1035 m.

4.3.3. Panjang Runway Rencana Kebutuhan runway dispesifikasi dalam petunjuk teknis

berbeagai merek pesawat. Diketahui dari data pesawat yang menggunakan runway bandar udara Syamsudin Noor bahwa pesawat terbesar pada periode puncak yang dianalisis adalah Boeing 737-900.

Pesawat terbesar, disebut juga pesawat kritis yang ditentukan adalah pesawat Boeing tipe 737-900 dimana dalam

Page 158: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

135

dokumen D6-58325-6 Boeing 737 Airplane Characteristics for Airport Planning dispesifikasi bahwa berat maksimum landing untuk perencanaan (Maximum Design Landing Weight) adalah sebesar 146300 lbs. Guna mengetahui kebutuhan panjang runway dibutuhkan grafik kebutuhan panjang runway untuk pesawat terbesar. Gambar 2.7 mengilustrasikan grafik kebutuhan panjang runway untuk pesawat Boeing 737-900, dengan output panjang runway dan input berat mendarat untuk perencanaan serta elevasi runway terhadap muka air laut. Penggunaan grafik cukup intuitif dengan memasukkan 146300 lbs sebagai operational landing weight di sumbu x dan elevasi runway terhadap muka air laut di garis kurva yang tersedia. Apabila elevasi runway tidak mempunyai garis kurva di grafik, maka akan diinterpolasi nilai elevasi runway terhadap garis kurva. Bandara Syamsudin Noor runway-nya mempunyai ketinggian 32,89 m dari permukaan air laut (mdpl). Hasil dari analisis grafik tersebut adalah 6800 feet atau 2150 meter untuk keadaan runway basah. Hasil ini belum menjadi final karena akan dibandingkan dengan penggunaan grafik panjang runway dengan input berat takeoff maksimum untuk perencanaan (Maximum Design Take Off Weight). Grafik 4.24 menunjukkan dengan MDTOW sebesar 174200 lbs. Ketinggian 32,89 mdpl menghasilkan panjang runway minimum sebesar 8200 feet atau 2500 meter. Pada tahap ini setelah dibandingkan kedua hasil panjang runway rencana, dipilihlah 2500 meter sebagai panjang runway.

Proses selanjutnya dalam penentuan panjang runway rencana adalah mengkoreksi panjang runway minimum untuk pesawat terbesar terhadap elevasi, gradien runway, dan suhu bandara. Pertama dihitung koreksi berdasarkan elevasi terhadap permukaan air laut. Menurut ICAO, setiap 300 m ketinggian diatas air laut harus ditambahkan 7% dari panjang runway. Bandara Syamsudin Noor terletak 32,89 meter diatas air laut, sehingga didapatkan 1,008 sebagai faktor koreksi elevasi. Kedua akan dihitung koreksi berdasarkan suhu. Menurut ICAO, setiap kenaikan 1° Celsius dari suhu standar 15° Celsius dikenakan faktor koreksi sebesar 1%. Juga, setiap 1000 mdpl suhu akan turun

Page 159: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

136

sebesar 6,5° Celsius. Perhitungan mendapatkan hasil 1,518 sebagai faktor koreksi temperatur. Terakhir dikoreksikan panjang runway dengan gradien efektif bandara. Untuk kemiringan, ada pertambahan panjang sebesar 0,1 setiap 1% kemiringan. Gradien efektif runway bandar udara Syamsudin Noor adalah 0,8%. Hasilnya adalah 1,08 faktor gradien. Faktor-faktor yang sudah dihitung dikalikan dengan panjang runway dari perhitungan grafis sebelmnya. Perhitungan perkalian ini menghasilkan panjang runway sebesar 3325.795 meter, sehingga untuk perencanaan panjang runway menjadi 3326 meter.

�� = 1 + �0,07×32,89

300� = 1,008

�� = 1 + 0,01× (37− (15− �6,5

1000× 32,89� = 1,222

�� = 1 + (0,1 × 0,8)= 1,08

L = �� × �� × �� × �� = 3325.795 �����

ARFL (Aeroplane Reference Field Length) yang

didapatkan dari proses sebelum ini dapat dikategorikan menurut ARC (Aerodrome Reference Code), yaitu kode dari ICAO untuk bandara berdasarkan ARFL dan karakteristik pesawat terbesar. Tabel 4.44 memaparkan klasifikasi ARC berdasarkan kriteria-kriteria runway dan pesawat terbesar. Didapakatkan ARC adalah 4C karena bentang sayap pesawat terbesar Boeing 737-900 sebesar 35,8 meter dan nilai ARFL dari bagian sebelumnya yaitu 3326 meter.

Tabel 4.44: Penentuan ARC (ICAO) Kode Elemen i Kode Elemen II

Kode Angka

ARFL (m) Kode Huruf

Bentang Sayap (m)

Jarak Terluar

Gear (m) 1 <800 A <15 <4,5

Page 160: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

137

Tabel 4.44 (Lanjutan): Penentuan ARC (ICAO) Kode Elemen i Kode Elemen II

Kode Angka

ARFL (m) Kode Huruf

Bentang Sayap (m)

Jarak Terluar Gear (m)

2 800≤ x <1200

B 15≤ x <24 4,5≤ x <6

3 1200≤ x <1800

C 24≤ x <36 6≤ x <9

4 ≥1800 D 36≤ x <52 9≤ x <14 E 52≤ x <65 9≤ x <14 F 65≤ x <80 14≤ x <16

4.3.4. Lebar Runway Rencana

Lebar landas pacu, atau runway dapat diketahui dari tabel pada dokumen SKEP 77 2005 oleh Dirjen Perhubungan. Tabel tersebut ditulis ulang di tabel 4.32. Dalam tabel tersebut dirinci lebar runway menurut ARC yang telah diketahui. Untuk kasus runway rencana bandara Syamsudin Noor ini karena ARC diketahui 4C, dan didapatkan lebar runway sebesar 45 m dari tabel. 4.3.5. Jarak Holdline Runway Rencana

Mengetahui bahwa pesawat terbesar, yaitu Boeing 737-900 masuk kedalam kelompok approach D III maka didapatkan holdine sepanjang 75 meter, pemisahan garis tengah taxiway ke runway sebesar 120 m dan jarak ke area parkir pesawat sebesar 150 m. Hal ini disebabkan oleh spesifikasi pesawat tersebut, dengan kecepatan approach sebesar 141 knot, tail height sebesar 41,4 feet, dan wingspan sebesar 117,4 feet 4.3.6. Arah Runway Rencana

Menentukan arah runway memerlukan analisis angin di bandara yang ingin direncanakan. Bab ini telah membahas analisis angin di bandara rencana, yaitu bandara Syamsudin Noor Banjarmasin, dan hasilnya telah dipaparkan di subbab 4.1. Runway eksisting 10 – 28 sudah menucukupi persyaratan FAA untuk 95%

Page 161: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

138

crosswind searah runway. Untuk runway rencana akan dipakai arah 100° – 280° azimuth atau 10 – 28. 4.3.7. Penomoran Runway Rencana

Runway bandara Syamsudin Noor akan dinomorkan 10-28L untuk runway eksisting dan 10-28R untuk runway rencana. Diketahui bahwa runway kedua akan berada pada 100 – 280 derajat azimuth, maka pada muka runway sisi 100 derajat azimuth dinomorkan 10, dan muka runway sisi 280 derajat dinomorkan 28. Pesawat yang menggunakan runway 10 berarti melewati batas runway pada runway 28 dan mendekati runway 10, begitu juga sebaliknya. Konvensi penomoran ini sedikit dimodifikasi dalam kasus dimana ada dua runway dengan arah persis sama. 4.3.8. Fasilitas Runway Rencana 4.3.8.1. Blast Pad/Stopway

Dimensi stopway diketahui dari SKEP 77 2015 dengan memasukkan kelompok approach pesawat terbesar. Memasukkan kelompok pesawat B 737-900 dalam tabel 2.7 menghasilkan dimensi stopway 60 x 30 m dengan kemiringan 0,3 % per 30 m. 4.3.8.2. Holding Bay

Menggunakan tabel 2.8 dapat ditentukan dimensi dari Holding Bay. Didapatkan jarak ruang bebas sebesar 7,5 -12 m dan jarak Holding bay ke tengah runway 90 m untuk pendekatan presisi. 4.3.9. Dimensi Taxiway

Spesifikasi dokumen Boeing telah menjabarkan jarak antara tepi roda 737-900 adalah 7 m dengan tambahan jarak minimum ke tepi sebesar 3 m (dari tabel). Total jaraknya 10 m, yang dibandingkan dengan 15 m yang sudah ditentukan dari kelompok approach pesawat. Lebar taxiway ditentukan 15 m sebab lebih besar sehingga memfasilitasi jarak minimum ke tepi taxiway.

Page 162: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

139

4.3.10. Bahu Taxiway Lebar pada tabel adalah lebar total taxiway dengan dua

bahu taxiway di kanan dan kiri. Didapatkan dari tabel lebar total taxiway sebesar 25 m, jadi masing-masing bahu taxiway mempunyai lebar 5 m. 4.3.11. Fillet Taxiway

Didapatkan R putaran taxiway sepanjang 30 m, panjang peralihan L sepanjang 45 m, jari-jari oversteer simetris F sepanjang 20,4, jari-jari oversteer satu sisi F sepanjang 18 m dan jari-jari fillet untuk trackling centre line sepanjang 16,5 m.

Selanjutnya untuk jari-jari fillet dispesifikasi di dokumen yang sama dari Dirjen Perhubungan Udara. Penentuan jari-jari fillet menggunakan tabel 2.11 dengan memasukkan kode kelompok approach pesawat terbesar. Kasus ini, digunakan kode C/III untuk Boeing 737-900. Didapatkan R1 dan R2 sebesar 41,5 m dan ro, r1 serta r2 sepanjang 52, 35 dan 25 meter.

4.3.12. Runway Strip

Dari tabel 2.4 didapatkan lebar minimum runway 300 m, permukaan strip 120 m, dan lebar minimum 150 m. Kemiringan memanjang maksimum yang diratakan 1,75 %. Perubahan maksimum tiap 30 m pada strip diluar ambang landasan 2 %. Kemiringan melintang maksimum yang diratakan adalah 2,5 %. Perubahan maksimum pada 3 m pertama dari tepi landasan, bahu landasan dan stopway adalah 5 %. Kemiringan maksimum diluar bagian yang diratakan adalah 5%.

4.3.13. Runway End Safety Area

Runway End Safety Area (RESA) adalah daerah yang disediakan di samping runway untuk mengatisipasi kesalahan operasi takeoff maupun landing dan mencegah kerusakan pada pesawat karenanya. Dimensi RESA diatur dalam SKEP 77 tahun 2005 oleh Dirjen Perhubungan Udara. Tabel 4.45 menunjukkan persyaratan dimensi RESA dalam dokumen tersebut. Menurut

Page 163: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

140

tabel tersebut, jarak minimum antara holding bay dengan garis tengah runway disyaratkan sepanjag 90 m. Lebarnya minimum 30 m, lalu kemiringan memanjang dan melintang maksimum 5%.

Tabel 4.45: Persyaratan Dimensi RESA (Dirjen Perhubungan Udara, 2005)

Uraian Code Letter

A/I B/II C/III D/IV E/V F/VI

Jarak minimum antara holding bay dengan garis tengah landasan

a. Landasan instrument (m)

90 90 90 90 90 90

b. Landasan non-instrument (m)

60 60 90 90 90 90

Lebar minimum (m) atau (2 kali lebar Runway)

18 23 30 45 45 60

Kemiringan memanjang maksimum (%)

5 5 5 5 5 5

Kemiringan melintang maksimum (%)

5 5 5 5 5 5

4.3.14. Clearway

Clearway adalah suatu daerah tertentu pada akhir landas pacu yang dipilih sebagai daerah terbuka diluar blast pad untuk melindungi pesawat saat melakukan maneuver pendaratan maupun lepas landas. Dimensi Clearway mengikuti rekomendasi ICAO pada dokumen Annex 14 seperti berikut:

Letak Clearway berada pada ujung jalur takeoff yang tersedia

Panjang Clearway tidak melebihi setengah jalur take-off yang tersedia.

Page 164: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

141

Lebar Clearway 75 m pada kedua sisi perpanjangan runway, maka lebar total adalah 150 m.

Kemiringan bidang Clearway 1,25%

Bila mengikuti rekomendasi ICAO, maka panjang clear way adalah 1250 m dan lebarnya 150 m dengan kemiringan 1,25%.

4.3.15. Kemiringan Memanjang Maksimum Runway

Kemiringan memanjang diatur oleh Dirjen Perhubungan Udara pada tahun 2005 di dokumen SKEP 77. Tabel 4.46, 4.47, dan 4.48 merinci syarat oleh Dirjen Perhubungan Udara mengenai kemiringan memanjang runway.

Tabel 4.46: Persyaratan Kemiringan Memanjang Runway (Dirjen Perhubungan Udara, 2005)

Code Letter

Penggolongan Pesawat

Runway Gradient (m)

Pada Bagian Landasan (%)

¼ dari ujung landasan

Jarak tampak pada jarak min ½ landasan

A I ≤ 2 ≤ 2 - 1,5

B II ≤ 2 ≤ 2 - 1,5

C III ≤ 1 ≤ 1,5 ≤ 0,8 2

D IV ≤ 1 ≤ 1,5 ≤ 0,8 2

E V ≤ 1 ≤ 1,25 ≤ 0,8 3

F VI ≤ 1 ≤ 1,25 ≤ 0,8 3

Menurut tabel dapat diketahui bahwa gradient runway maksimal 1 m, dengan kemiringan pada bagian landasan sebesar 1,5% dan 0,8% pada ¼ landasan. Jarak tampak pada minimum ½ landasan sebesar 2%. Jarak antara dua perubahan sudut berurutan

Page 165: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

142

(D) disyaratkan melebihi 45 m, atau seperti pada rumus 4.4. Koefisien k didapatkan dari tabel 4.42.

Tabel 4.47: Kurva Kemiringan Memanjang (Dirjen Perhubungan Udara, 2015)

Code Letter

Penggolongan Pesawat

Perubahan Berurutan (m)

Jari-jari Peralihan (%)/(m)

Punya Vertikal Minimum (m)

Jarak antara 2 perubahan Sudut Berurutan (m)

A I ≤ 2 0,4/30 7.500 ≥45

B II ≤ 2 0,4/30 7.500 ≥45

C III ≤ 1,5 0,2/30 15.000 ≥45

D IV ≤ 1,5 0,2/30 15.000 ≥45

E V ≤ 1,5 0,1/30 30.000 ≥45

F VI ≤ 1,5 0,1/30 30.000 ≥45

Tabel 4.48: Nilai Koefisien k (Dirjen Perhubungan Udara, 2015)

Code Letter

Penggolongan Pesawat

Nilai Koefisien

A I 50

B II 50

C III 150

D IV 150

E V 300

F VI 300

Page 166: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

143

D = k ( | S1-S2 | + | S2 - S3 | / 100 (4.4)

Dimana:

S1 = Presentase kemiringan kurva pertama dari 3 berurutan

S2 = Presentase kemiringan kurva kedua dari 3 berurutan

S3 = Presentase kemiringan kurva ketiga dari 3 berurutan

Menurut tabel 4.47 pada perubahan berurutan tidak boleh melebihi panjang 2 m, dengan jari-jari peralihan 0,2 % / 30 m, kurva vertikan minimum sebesar 15000 m dan jarak antara 2 perubahan sudut berurutan minimum 45 m.

4.3.16. Kemiringan Melintang Runway

Kemiringan melintang pun diatur pada SKEP 77 tahun 2005 oleh Dirjen Perhubungan Udara. Tabel 4.49 memaparkan persyaratan yang harus dipenuhi mengenai kemiringan melintang dari dokumen tersebut. Akhirnya didapatkan kemiringan melintang maksimum sebesar 2% dan minimum 1% dengan rekomendasi 1,5%.

Tabel 4.49: Kemiringan Melintang Runway (Dirjen Perhubungan Udara, 2005)

Code Letter Penggolongan Pesawat

Preferred Slope

Minimum Slope

Maximum Slope (%)

A I 2 1,5 2,5

B II 2 1,5 2,5

C III 1,5 1 2

D IV 1,5 1 2

Page 167: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

144

Tabel 4.49 (Lanjutan): Kemiringan Melintang Runway (Dirjen Perhubungan Udara, 2005)

Code Letter Penggolongan Pesawat

Preferred Slope

Minimum Slope

Maximum Slope (%)

E V 1,5 1 2

F VI 1,5 1 2

4.3.17. Marka Batas Runway

Menurut tabel 2.5 didapatkan jumlah strip (baris) untuk marka batas runway rencana adalah 12 buah. Masing-masing baris berwarna putih dengan lebar 1,75 m dan panjang 45 m. Dua set marka batas runway dipisah garis tengah (centerline) runway dengan jarak 3,5 meter antara ujung terdalam baris dari garis tengah. Bila butuh pemindahan marka batas diberikan marka panah dari batas runway sepanjang 36 m dan berjarak 24 m dari ujung anak panah dengan garis lurus marka panah berikutnya. Dari gambar 2.9 dibutuhkan 4 anak panah tegak lurus dengan garis tebal selebar 3 m, jarak antar anak panah dan garis tebal adalah 1,5 m.

4.3.18. Marka Zona Touchdown

Tabel 2.6 memberikan penjelasan bahwa jumlah marka untuk runway rencana adalah tiga. Marka zona touchdown terdiri dari 2 set satu sampai tiga baris berwarna putih. Baris tersebut berdimensi 150 m dari ujung runway dengan panjang 22,5 m dan lebar 2 m. Jarak antar baris marka adalah 1,5 m. Jarak pemisahan antara kedua set baris sebesar 21,6 m dan as terletak pada garis tengah runway.

4.3.19. Exit Taxiway Jarak exit taxiway dihitung dari ujung runway. Jarak

tersebut dibagi dua yaitu, jarak dari ujung runway ke titik touchdown (D1) dan jarak titik touchdown ke exit taxiway (D2).

Page 168: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

145

Perencanaan letak exit taxiway dari ujung runway digunakan untuk menunjukkan exit taxiway mana yang paling banyak digunakan dalam proses pendaratan pesawat. Setiap kategori pesawat membutuhkan jarak yang berbeda, demikian juga dengan sudut exit taxiway. Data kecepatan dan perlambatan pesawat dapat dilihat pada tabel 4.50.

Tabel 4.50: Kecepatan dan Perlambatan Pesawat berdasarkan kategori Approach (Sylvia, 2004)

Kategori Pesawat

Vot Vtd Vo (m/dt) a1 a2 (m/dt) (m/dt) 30° 45° 90° (m/dt2) (m/dt2)

A 46,94 44,17 30,87 20,58 7,72 0,76 1,52 B 61,67 50 30,87 20,58 7,72 0,76 1,52 C 71,94 61,67 30,87 20,58 7,72 0,76 1,52 D 85 71,94 30,87 20,58 7,72 0,76 1,52

Kecepatan pesawat waktu touchdown dianggap rata-rata

1,3 kali kecepatan pendaratan, pada konfigurasi pendaratan dengan rata-rata berat pendaratan kotor 85% dari maksimum.

Setelah pesawat touchdown di runway, pesawat akan mengalami perlambatan dari kecepatan touchdownnya dan mencapai kecepatan lebih rendah yang aman untuk berbelok ke exit taxiway. Kecepatan keluar ini tergantung pada besar sudut exit taxiway, semakin kecil sudut exit taxiway maka kecepatan keluar yang diizinkan semakin besar. Hal ini karena semakin mudahlah pesawat dalam melakukan maneuvernya. Exit taxiway bersudut 90° memungkinkan pesawat keluar dengan kecepatan paling rendah. Kecepatan keluar exit taxiway yang dimaksud adalah kecepatan ketika pesawat berada di tangent curve dari exit taxiway.

Menggunakan rumus 2.4, 2.5 dan 2.6 dapat didapatkan jarak ujung runway ke titik touchdown dan jarak titik touchdown ke exit taxiway. Contoh kasus berikut: pesawat kritis kategori A dengan sudut exit taxiway ditentukan 30° .

Vot = 46,94 m/dt Vtd = 44,17 m/dt Vo = 30,87 m/dt

Page 169: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

146

a1 = 0,76 a2 = 1.52

Maka jarak dari ujung runway ke titik touchdown D2

didapatkan dari rumus 2.4.

�� =���

�����

��� (2.4)

�� =44,17� − 30,87�

3,04

�� = 328.3 �

Sebab S didapatkan dari rumus 2.5, D1 didapatkan dari rumus 2.6 dengan mengurangi S dengan D2 yang sudah dihitung.

S = D1 + D2 (2.5)

� =���

������

���−

�������

��� (2.6)

�� =���

2 − ���2

2�1

�� =46.942 − 44.172

1.52

�� = 166.036 �

Didapatkan S yaitu jarak dari ujung runway hingga exit taxiway sebesar 483,336 m.

S = D1 + D2 (2.5)

S = 328,3 + 155,036

Page 170: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

147

S = 483.336 m

Jarak titik touchdown ke exit taxiway harus ditambahkan

faktor koreksi elevasi dan faktor koreksi temperatur. Perpanjangan 3% dilakukan untuk setiap penambahan ketinggian 300 meter dari MSL. Diketahui bahwa elevasi runway Bandara Syamsudin Noor berada pada 19,812 diatas MSL. Didapatkan faktor koreksi elevasi sebesar 1.002. Perpanjangan 1% dilakukan untuk setiap kenaikan suhu 5,6°C dari 15°C. Suhu di runway adalah 37°C. Didapatkan faktor koreksi suhu 1.039. D2 dikoreksi dengan cara mengalikan nilainya dengan faktor koreksi, didapatkan 530 meter sebagai D2. Jarak runway ke exit taxiway pun diketahui dengan menambah D1 dengan nilai D2, sehingga didapatkan 1387 meter. Perhitungan asli dilakukan untuk keadaan eksisting dengan pesawat terbesar berada pada kategori approach D. Hasilnya pada tabel 4.51 sampai 4.53. Tabel 4.51: Jarak ujung runway ke titik touchdown (D1) dan jarak titik touchdown ke lokasi exit taxiway (D2)

Kategori Pesawat

D1 (m) D2 (m) Sudut 30° Sudut 45° Sudut 90°

A 166 328 502 622 B 857 509 683 803 C 903 938 1111 1231 D 1348 1389 1563 1683

Tabel 4.52: Jarak ujung runway ke titik touchdown (D1) dan jarak titik touchdown ke lokasi exit taxiway (D2) terkoreksi

Kategori Pesawat

D1 (m) D2 (m) Sudut 30° Sudut 45° Sudut 90°

A 166 342 523 648 B 837 530 711 836 C 903 976 1157 1282 D 1348 1446 1627 1752

Page 171: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

148

Tabel 4.53: Jarak total ujung runway ke lokasi exit taxiway

Kategori Pesawat

Jarak Total (m) Sudut 30° Sudut 45° Sudut 90°

A 508 689 814 B 1387 1569 1693 C 1879 2060 2185 D 2794 2976 3100

Dipilihlah sudut 30° dengan jarak 2794 meter dari ujung runway ke exit taxiway sebab jaraknya lebih dekat dari ujung runway. 4.3.20. Marka Taxiway Hold

Penjabaran tabel 2.12 mensyaratkan jarak marka holdline ke centerline runway untuk runway rencana adalah 39 m. Garis marka berjumlah empat dengan lebar 15 cm dan spasi memanjang antar garis menerus maupun putus-putus 30 cm. Spasi melintang antar setiap garis putus-putus adalah 90 cm.

4.4. Resume Perbandingan Analisis

Pada tugas akhir ini dianalisis cakupan angin bandara Syamsudin Noor dengan metode berbeda dari tugas akhir sebelumnya. Hasil analisis tugas akhir ini berbeda dari analisis sebelumnya, dan hasilnya ditabelkan dalam tabel 4.54. Diketahui bahwa ketika sumber data dan himpunan tahun berbeda, maka hasil analisis pun berbeda.

Page 172: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

149

Tabel 4.54: Perbedaan Hasil Analisis Tugas Akhir dan Penelitian Sebelumnya

Sumber Data Angin

Hasil Analisis Runway Eksisting Bandara Syamsudin Noor

Banjarmasin

Habid Ocherudy

(2016)

Adhyaksa Adha

Rahman (2017)

Habid Ocherudy

(2016)

Adhyaksa Adha

Rahman (2017)

BMKG, data 2011-

2015

FAA Wind Rose Form, data tahun

2006 - 2015

Tidak memenuhi

syarat single

runway, yaitu

cakupan angin pada

bentang runway

sama atau melebihi

95%

Memenuhi syarat single

runway, yaitu

cakupan angin pada

bentang runway

sama atau melebihi

95%

Page 173: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

150

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Page 174: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

151

BAB V EVALUASI KINERJA RUNWAY SETELAH

PENAMBAHAN

Adanya penambahan runway di bandara Syamsudin Noor mengakibatkan manfaat besar dimana pergerakan pesawat dapat dipecah menjadi dua outlet, satu runway eksisting dan lainnya runway baru. Pembagian pergerakan pesawat pada runway didasarkan pada penggunaan terminal Bandara Syamsudin Noor setelah adanya penambahan. Asumsi yang diambil adalah bahwa operasi akan dipisah antara kedua runway, dengan terminal berbeda diantara keduanya. Runway eksisting dan runway baru akan menangani pesawat datang dan berangkat dengan beban masing-masing setengah dari pergerakan pesawat total. Evaluasi di bab ini menganalisis runway bandara Syamsudin Noor pada tahun 2043, tahun ketika runway kedua dibutuhkan.

5.1 Peramalan Jumlah Pembagian Pergerakan Pesawat

Pada subbab peramalan di bab 4 telah diperhitungkan jumlah pergerakan pesawat pada jam puncak. Tabel 5.1 memaparkan rekapitulasi dari subbab tersebut untuk tahun 2043. Dapat diketahui jumlah pesawat pada jam puncak di tahun 2013 untuk rute kedatangan sejumlah 23 penerbangan dan untuk rute keberangkatan sejumlah 22 penerbangan. Karena pemisahan pergerakan terbagi antara kedua runway, maka dapat diketahui bahwa runway eksisting akan menangani 11 operasi kedatangan dan 11 operasi keberangkatan. Runway rencana akan menangani 12 operasi kedatangan dan 11 operasi keberangkatan. Tabel 5.1 cukup untuk evaluasi runway dari sisi pergerakan pesawat.

Page 175: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

152

Tabel 5.1: Peramalan Pergerakan Jam Puncak pada Tahun

2043 Tahun ke-

Tahun Domestik Internasional

Total

Datang Berangkat Total Datang Berangkat Total 33 2043 22 22 44 1 0 0 45

5.2 Perhitungan Kapasitas Runway Rencana

Subbab ini membahas perhitungan kapasitas rencana dengan mengetahui jumlah pergerakan dari model regresi dan pemaparan di table 5.1. Ada beberapa asumsi untuk perhitungan kapasitas runway rencana. Akan dihitung operasi kedatangan dan keberangkatan untuk runway. Dihitung keadaan keberangkatan saja untuk runway rencana dengan distribusi pesawat yang datang dan berangkat sama dengan eksisting. Terakhir, distribusi pesawat yang datang dan berangkat akan diasumsi sama dengan distribusi pesawat pada jam puncak pada tahun puncak dari 2011-2015. Maka, perhitungan ini adalah perbandingan kapasitas masing-masing runway terhadap pergerakan pesawat maksimum eksisting.

5.2.1 Keadaan Operasi Campuran

Langkah pertama yang harus dilakukan yaitu menghitung kapasitas dengan menganggap bahwa runway akan melayani pesawat yang datang dan berangkat dengan cara yang sama pada perhitungan sebelumnya. Didapatkan untuk keadaan operasi campuran kapasitas runway adalah 43 kedatangan/jam

5.2.2 Kapasitas Runway Rencana dan Eksisting

Dari hasil perhitungan kapasitas rencana, dapat diketahui bahwa kedua runway dapat melayani pergerakan pesawat yang diramalkan akan terjadi pada tahun 2043. Runway rencana

Page 176: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

153

dengan kapasitas 43 operasi/jam dapat menangani 23 operasi/jam dan runway eksisting dengan kapasitas 43 operasi/jam. Keadaan bebas kesalahan dapat melayani 22 operasi/jam.

Page 177: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

154

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Page 178: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

155

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis perhitungan dalam Tugas Akhir ini, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin mempunyai cakupan angin merata di semua arah dengan besaran 0 sampai lebih dari 41 knot. Frekuensi angin terjadi paling banyak pada kondisi calm (0 – 5 knot) menurut ALL_WEATHER Wind Rose Form FAA. Runway eksisting 10 – 28 Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin memenuhi syarat FAA dengan cakupan (coverage) angin sebesar 99,87% menggunakan Airports GIS FAA. Syarat tersebut membuktikan bahwa runway eksisting Bandara Syamsudin Noor cukup untuk melayani bandara Syamsudin Noor. 2. Pergerakan pesawat di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin mempunyai jumlah sedikit, yaitu 12042 hingga 15027 pesawat per tahun menurut Angkasa Pura dengan data dari tahun 2011 hingga 2015. Pesawat yang dilayani oleh bandara bervariasi dari Cessna hingga Boeing dengan jadwal pesawat paling padat 15 pergerakan (landing/takeoff) pada jam puncak menurut data pergerakan pesawat. 3. Runway eksisting mempunyai kapasitas operasi campuran dengan satu kedatangan diantara dua keberangkatan sebesar 43 operasi/jam. Runway masih dapat melayani pergerakan pesawat pada jam puncak dengan total 15 operasi/jam. 4. Runway tidak dapat melayani pergerakan pesawat pada tahun 2043 untuk total rute kedatangan dan keberangkatan, internasional dan domestik berdasarkan model regresi yang disintesa dengan data pergerakan pesawat tahun 2011-2015. 5. Runway kedua akan diletakkan di arah 100 hingga 280 derajat azimuth. Arah tersebut sama dengan arah runway eksisting sebab memenuhi cakupan minimum untuk single runway menurut FAA dengan persentase 99,97% dibawah

Page 179: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

156

cakupan angin yang dibolehkan.untuk melayani pergerakan pesawat pada tahun 2043 dan setelahnya. 6. Runway kedua diletakkan pada arah 100 hingga 280 derajat azimuth. Hal ini karena hasil analisis windrose yang menyimpulkan bahwa runway 10-28 memenuhi persyaratan cakupan angin menurut FAA. Sebab itu, dipilihlah arah tersebut untuk runway rencana, dan karena demikian maka sistem runway yang dianut adalah sistem paralel. 7. Untuk menentukan dimensi runway, exit taxiway dan taxiway baru di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin digunakan pedoman standar FAA dan Dirjen Perhubungan Udara Indonesia. Dimensi yang dibutuhkan akan ditentukan menggunakan tipe pesawat yang paling besar berat takeoff dan klasifikasinya dalam pengelompokan runway menurut FAA. 8. Runway kedua dapat melayani pergerakan pesawat pada jam puncak di tahun 2043 berdua dengan runway eksisting berdasarkan perhitungan kapasitas runway dengan pola seperti pada jam puncak. Runway rencana dan eksisting dengan kapasitas total 86 operasi/jam dapat menangani pergerakan pesawat total pada jam puncak sebanyak 45 operasi/jam. 6.2 Saran

Bandara Syamsudin Noor melayani pergerakan pesawat yang masih dapat ditanggung dengan runway eksisting dan kapasitasnya. Pada masa mendatang, tentu kapasitasnya akan dilampaui oleh kenaikan pergerakan pesawat. Saat masa tersebut datang, akan lebih baik apabila runway tambahan telah tersedia sehingga pengalihan pergerakan pesawat dapat dilakukan dan pergerakan pesawat dapat ditanggung bandara secara keseluruhan.

Page 180: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

157

LAMPIRAN 1

Daftar Nilai K Rumus Selang Toleransi (Natrella, 2005)

N (jumlah sampel)

90% Kepercayaan 95% Kepercayaan 99% Kepercayaan

% Populasi % Populasi % Populasi 95 99 99,99 95 99 99,99 95 99 99,99 2 18,800 24,167 30,227 37,674 48,430 60,573 188,491 242,300 303,054 3 6,919 8,974 11,309 9,916 12,861 16,208 22,401 29,055 36,616 4 4,943 6,440 8,149 6,370 8,299 10,502 11,150 14,627 18,383 5 4,152 5,423 6,879 5,079 6,634 8,415 7,855 10,260 13,015 6 3,723 4,870 6,188 4,414 5,775 7,337 6,345 8,301 10,548 7 3,452 4,521 5,750 4,007 5,248 6,676 5,488 7,187 9,142 8 3,264 4,278 5,446 3,732 4,891 6,226 4,936 6,468 8,234 9 3,125 4,098 5,220 3,532 4,631 5,899 4,550 5,966 7,600 10 3,018 3,959 5,046 3,379 4,433 5,649 4,265 5,594 7,129 15 2,713 3,562 4,545 2,954 3,878 4,949 3,507 4,605 5,876 20 2,564 3,368 4,300 2,752 3,615 4,614 3,168 4,161 5,312 25 2,474 3,251 4,151 2,631 3,457 4,413 2,972 3,904 4,985 30 2,413 3,170 4,049 2,549 3,350 4,278 2,841 3,733 4,768 35 2,368 3,112 3,974 2,490 3,72 4,179 2,748 3,611 4,611 40 2,334 3,066 3,917 2,445 3,213 4,104 2,677 3,518 4,493 45 2,306 3,030 3,871 2,408 3,165 4,042 2,621 3,444 4,399 50 2,284 3,001 3,833 2,376 3,126 3,996 2,576 3,385 4,323 55 2,265 2,976 3,801 2,354 3,094 3,951 2,538 3,335 4,260 60 2,235 2,955 3,774 2,333 3,066 3,916 2,506 3,293 4,206 65 2,235 2,937 3,751 2,315 3,042 3,886 2,478 3,257 4,160 70 2,222 2,920 3,730 2,299 3,021 3,859 2,454 3,225 4,120 75 2,211 2,906 3,712 2,285 3,002 3,853 2,433 3,197 4,084 80 2,202 2,894 3,696 2,272 2,986 3,814 2,414 3,173 4,053 85 2,193 2,882 3,682 2,261 2,971 3,795 2,397 3,150 4,024 90 2,185 2,872 3,669 2,251 2,958 3,778 2,382 3,130 3,999 95 2,178 2,863 3,657 2,241 2,945 3,763 2,368 3,112 3,976 100 2,172 2,854 3,646 2,233 2,934 3,748 2,355 3,096 3,954 110 2,160 2,839 3,626 2,218 2,915 3,723 2,333 3,066 3,917 120 2,150 2,826 3,610 2,205 2,898 3,702 2,314 3,041 3,885 130 2,141 2,814 3,595 2,194 2,883 3,683 2,298 3,019 3,857 140 2,134 2,804 3,584 2,184 2,870 3,666 2,283 3,000 3,833 150 2,127 2,795 3,571 2,175 2,859 3,652 2,270 2,983 3,811

Page 181: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

158

160 2,121 2,787 3,561 2,167 2,848 3,638 2,259 2,968 3,792 170 2,116 2,780 3,552 2,160 2,839 3,527 2,248 2,955 3,774 180 2,111 2,774 3,543 2,154 2,831 3,616 2,239 2,942 3,759 190 2,106 2,768 3,536 2,148 2,823 3,606 2,230 2,931 3,744 200 2,102 2,762 3,529 2,143 2,816 3,597 2,222 2,921 3,731 300 2,073 2,725 3,481 2,106 2,767 3,535 2,,169 2,850 3,641 400 2,057 2,703 3,453 2,084 2,739 3,499 2,138 2,809 3,589 500 2,046 2,689 3,434 2,070 2,721 3,475 2,117 2,783 3,555 600 2,038 2,678 3,421 2,060 2,707 3,458 2,102 2,763 3,530 700 2,032 2,670 3,411 2,052 2,697 3,445 2,091 2,748 3,511 800 2,027 2,663 3,402 2,046 2,688 3,434 2,082 2,736 3,495 900 2,023 2,658 3,396 2,040 2,682 3,426 2,075 2,726 3,483 1000 2,019 2,654 3,390 2,036 2,676 3,418 2,068 2,718 3,472 Inf, 1,960 2,576 3,291 1,960 2,576 3,291 1,960 2,576 3,291

Page 182: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

159

Lampiran 2

Runway Occupancy Time Pesawat di Bandara Internasional Juanda (Simanjuntak, 2016)

Sudut 90° Tipe Pesawat

Approach (m)

Landing Distance (m)

ROT (detik)

B737 1400 1605 57,9 B738 1600 1834 57,9 B739 1700 1948 57,9 A320 1440 1650 57,9 ATR 72 1100 1261 49,6 B734 1500 1719 57,9 B735 1400 1605 57,9 MD82 1585 1817 57,9 B733 1400 1605 57,9 B744 2130 2441 66,8 A333 1700 1948 57,9 A332 1800 2063 57,9 B772 1700 1948 57,9 A321 1600 1834 57,9 CRJX 1560 1788 57,9 GLEX 814 933 57,9 E195 1260 1444 57,9 GLF5 884 1013 57,9

Page 183: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

160

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Page 184: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

161

Lampiran 3: Perbandingan Data Angin FAA Windrose File Generator dan BMKG Data Windrose File Generator FAA:

DATA BMKG:

Kejadian Angin pada Kecepatan per Jam (knot) Total

Arah 0-10 16-11 17-21 22-27 28-33 34-40 >41

10 1.453% 0.005% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 0.002% 1.461%

20 2.339% 0.002% 0.000% 0.000% 0.002% 0.000% 0.005% 2.347%

30 3.024% 0.005% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 3.029%

40 2.815% 0.005% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 2.820%

50 2.311% 0.003% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 2.315%

60 1.873% 0.013% 0.003% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.890%

70 1.542% 0.016% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.559%

80 1.464% 0.042% 0.000% 0.000% 0.002% 0.000% 0.000% 1.507%

90 1.902% 0.140% 0.006% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 2.049%

100 2.225% 0.283% 0.008% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 2.516%

110 1.581% 0.231% 0.006% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.819%

120 1.912% 0.255% 0.005% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 2.172%

130 1.853% 0.119% 0.002% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 1.975%

140 1.875% 0.055% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.930%

150 2.153% 0.058% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 2.211%

160 2.336% 0.063% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 2.401%

170 2.470% 0.092% 0.002% 0.000% 0.003% 0.000% 0.000% 2.566%

180 2.704% 0.100% 0.003% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 2.809%

190 1.875% 0.071% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.947%

200 2.307% 0.087% 0.003% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 2.399%

210 1.684% 0.080% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.764%

220 1.883% 0.119% 0.002% 0.000% 0.000% 0.002% 0.000% 2.005%

230 1.817% 0.146% 0.000% 0.000% 0.002% 0.000% 0.000% 1.965%

240 1.668% 0.193% 0.006% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.867%

250 1.591% 0.196% 0.011% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 1.800%

260 1.322% 0.111% 0.008% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.441%

270 1.242% 0.072% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.316%

280 1.146% 0.053% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.200%

290 0.924% 0.042% 0.005% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 0.970%

300 1.277% 0.037% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.314%

310 0.856% 0.016% 0.000% 0.002% 0.000% 0.000% 0.002% 0.876%

320 1.268% 0.021% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 1.290%

330 1.224% 0.016% 0.002% 0.002% 0.000% 0.000% 0.000% 1.244%

340 1.232% 0.010% 0.000% 0.000% 0.002% 0.000% 0.000% 1.244%

350 1.462% 0.014% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 0.002% 1.478%

360 0.930% 0.006% 0.005% 0.000% 0.000% 0.000% 0.000% 0.942%

Calm 33.564%

Total 97.106%

2.775% 0.088% 0.010% 0.010% 0.002% 0.010% 66.436%

100%

Page 185: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

162

DATA BMKG:

0-10 11-16 17-21 22-27 >28

N 2,46% 0,25% 2,71%

NE 1,72% 0,99% 0,25% 0,25% 3,20%

E 0,49% 4,43% 4,43% 9,36%

SE 13,55% 6,90% 7,14% 5,91% 0,25% 33,74%

S 3,20% 5,67% 5,91% 0,25% 0,49% 15,52%

SW 4,43% 7,14% 0,74% 0,99% 13,30%

W 3,20% 5,17% 5,42% 0,25% 14,04%

NW 5,67% 2,22% 0,25% 8,13%

Jumlah 34,73% 32,51% 24,14% 7,64% 0,99% 100%

Arah TotalKecepatan Angin (knot)

Page 186: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …
Page 187: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …
Page 188: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …
Page 189: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …
Page 190: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …
Page 191: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …
Page 192: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …
Page 193: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

163

DAFTAR PUSTAKA Angkasa Pura, “Spesifikasi Bandara”, 9 November 2016, https://syamsudinnoor-airport.co.id/spesifikasi-bandara.

Airline Transport Professionals (2013), Cessna 172 Training Supplement.

ATR (2014), ATR DC/E September 2014.

Boeing Commercial Aiplanes, 2013. 737 Airplane Characteristics for Airport Planning.

Boeing, “FAA Reference Code and Approach Speeds for Boeing Aircraft”, 9 November 2016, http://www.boeing.com/assets/pdf/commercial/airports/faqs/arcandapproachspeeds.pdf.

Boeing, “Boeing 737 Limitations”. 27 Juli 2017, http://www.b737.org.uk/limitations.htm#Wind_Limits.

Direktorat Jenderal Perhubungan (2005), Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara, Pub. L. No. SKEP 77-VI-2005

Federal Aviation Administration, “Wind Rose Form”, 23 Juni 2017. https://airports-gis.faa.gov/windRose/.

Federal Aviation Administration, “ALL_WEATHER Wind Rose Form”, 23 Juni 2017, https://airports-gis.faa.gov/agis/publicToolbox/windroseForm.jsp.

Federal Aviation Administration. (2014). Advisory Circular 150/5300-13A Airport Design, U.S. Department of Transportation.

Page 194: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

164

Federal Aviation Administration. (2005). Advisory Circular 150/5340-1J Standards for Airport Markings, U.S. Department of Transportation.

Federal Aviation Administration. (1983). Airport Capacity and Delay, Washington D.C.; U.S. Department of Transportation.

Flightstats, “Historical Flight Status”, 9 November 2016,

http://www.flightstats.com/go/HistoricalFlightStatus/flightStatu

sByFlight.do

Horonjeff, R. and F. X. M. (2010). Planning & Design of Airports (Fifth Edit). New York: Mc Graw Hill, Inc.

International Civil Aviation Organization (1987), Airport Planning Manual.

International Civil Aviation Organization (1984), Aerodrome Design Manual.

Natrella, Mary (2005). Experimental Statistics. Dover Publications.

Ocherudy, Habid (2016). Evaluasi Fasilitas Sisi Udara Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin Dalam Memfasilitasi Pertumbuhan Pergerakan Pesawat. Surabaya: ITS Press.

Sembiring R.K (2003), Analisis Regresi, Bandung; Penerbit ITB.

Wikipedia, “Bandar Udara Syamsudin Noor”, 23 Juni 2017, https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Syamsudin_Noor.

Page 195: PERENCANAAN ULANG LAYOUT RUNWAY BANDAR UDARA …

165

Adhyaksa Adha Rahman,

Penulis dilahirkan di Surakarta, 31 Mei 1993. Penulis telah menempuh pendidikan formal di TK Al-Azhar 3 (Cirebon), SDI Al-Azhar 3 (Cirebon), SDI Al-Azhar 4 (Jakarta), SMPN 19 (Jakarta), SMAN 70 (Jakarta). Setelah lulus dari SMAN 70 Jakarta tahun 2011, Penulis mengikuti ujian mandiri ITS dan diterima di Departemen S-I Teknik Sipil FTSP-ITS pada tahun 2011 dan terdaftar dengan NRP 3111 100 146. Di departemen Teknik Sipil penulis mengambil bidang studi Perhubungan. Penulis pernah aktif dalam beberapa UKM di ITS, divisi CECC di HMS ITS, serta beberapa seminar oleh BEM, departemen Teknik Sipil, dan IO ITS. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan.