perencanaan tebal lapis tambahan

30
 BAB II STUDI PUSTAKA Anindita Prasasya 15003024 II-1 BAB II STUDI PUST AKA 2.1 UMUM Perkerasan dibagi menjadi dua kategori yaitu perkerasan lentur (  flexible pavement ) dan perkerasan kaku (rigid pavement ), gambar 2.1. Perkerasan lentur terdiri dari  permukaan lapisan tipis yang dibangun diatas lapisan pondasi (base course) dan lapisan pondasi bawah (subbase course ). Ketiga lapisan ini berada di atas lapisan tanah dasar yang dipadatkan (compacted subgrade). Sebaliknya, perkerasan kaku terbuat dari campuran semen Portland  dan pada perkerasan kaku bisa saja terdapat lapisan pondasi atau bisa juga tidak terdapat lapisan pondasi di antara lapisan  perkerasan dengan tanah dasarnya. Gambar 2. 1 (a) Flexible Pavement, (b) Rigid Pavement Perbedaan antara dua lapisan perkerasan tersebut adalah pendistribusian beban pada setiap lapisannya. Perkerasan kaku memiliki tingkat kekakuan dan modulus elastis yang tinggi sehingga pendistribusian bebannya luas. Kapasitas struktur perkerasan kaku dalam menahan beban lebih banyak berasal dari struktur perkerasan kaku itu Tofan Ferdian 15003109

Upload: paman-sipok

Post on 06-Jul-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 1/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-1

BAB II 

STUDI PUSTAKA

2.1  UMUM

Perkerasan dibagi menjadi dua kategori yaitu perkerasan lentur ( flexible pavement )

dan perkerasan kaku (rigid pavement ), gambar 2.1. Perkerasan lentur terdiri dari

 permukaan lapisan tipis yang dibangun diatas lapisan pondasi (base course) dan

lapisan pondasi bawah (subbase course). Ketiga lapisan ini berada di atas lapisan

tanah dasar yang dipadatkan (compacted subgrade). Sebaliknya, perkerasan kakuterbuat dari campuran semen Portland   dan pada perkerasan kaku bisa saja terdapat

lapisan pondasi atau bisa juga tidak terdapat lapisan pondasi di antara lapisan

 perkerasan dengan tanah dasarnya.

Gambar 2. 1 (a) Flexible Pavement, (b) Rigid Pavement

Perbedaan antara dua lapisan perkerasan tersebut adalah pendistribusian beban pada

setiap lapisannya. Perkerasan kaku memiliki tingkat kekakuan dan modulus elastis

yang tinggi sehingga pendistribusian bebannya luas. Kapasitas struktur perkerasankaku dalam menahan beban lebih banyak berasal dari struktur perkerasan kaku itu

Tofan Ferdian 15003109

Page 2: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 2/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-2

sendiri. Oleh karena itu, faktor utama yang menentukan kualitas suatu perkerasan

kaku adalah kekuatan stuktur dari campuran semen. Lapisan tanah dasar hanya

memberikan sedikit pengaruh pada kapasitas struktur perkerasan.

Perkerasan lentur adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran

 beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya.

Perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan teratasnya memiliki kualitas

material yang sangat baik karena lapisan ini mengalami kontak langsung dengan

 beban lalu lintas. Pada perkerasan lentur, beban didistribusikan hingga lapisan tanah

dasar. Pendistribusian beban ini merupakan salah satu faktor yang mendukung

terbentuknya kekuatan pada perkerasan lentur. Selain itu, nilai ketebalan lapisan pun

cukup berpengaruh pada kekuatan perkerasan lentur.

Perencanaan tebal perkerasan merupakan dasar dalam menentukan tebal perkerasan

lentur yang dibutuhkan untuk suatu jalan raya. Interpretasi, evaluasi, dan kesimpulan

hasil perencanaan harus memperhitungkan penerapannya secara ekonomis, sesuai

kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan, dan syarat teknis

lainnya, sehingga konstruksi jalan yang direncanakan optimal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur perkerasan lentur adalah:

•  Jalur Rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu sistem jalan raya yang

menampung lalu lintas terbesar. Umumnya jalur rencana merupakan salah satu jalur dari jalan raya dua jalur tepi luar dari jalan raya berlajur banyak.

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat

 pada jalur rencana ditentukan menurut tabel 2.1

Tabel 2. 1 Jalur Rencana

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 lajur 1.000 1.000 1.000 1.000

2 lajur 0.600 0.500 0.700 0.500

3 lajur 0.400 0.400 0.500 0.475

4 lajur - 0.300 - 0.450

5 lajur - 0.250 - 0.425

6 lajur - 0.200 - 0.400

Jumlah Lajur (n)Kend. Ringan *) Kend. Berat **)

 

*) berat total < 5 ton, misal: mobil penumpang, pick up, mobil hantaran

**) berat total ≥ 5 ton, misal: bus, truk, traktor, semi trailer, trailer

•  Umur Rencana (UR)  adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan

tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu

untuk diberi lapis permukaan yang baru.

Tofan Ferdian 15003109

Page 3: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 3/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-3

 

•  Indeks Permukaan (IP)  adalah suatu angka yang dipergunakan untuk

menyatakan kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang berkaitan

dengan tingkat pelayanan.Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah sebagai berikut :

IP = 1.0 menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga

sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.

IP = 1.5 adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak

terputus)

IP = 2.0 adalah tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap

IP = 2.5 menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

•  Tanah Dasar  adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar

yang berfungsi sebagai perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat– 

sifat dan daya dukung tanah dasar. Dari bermacam–macam cara pemeriksaan

untuk menentukan kekuatan tanah dasar, yang umum dipakai adalah cara CBR.

Dalam hal ini digunakan nomogram penetapan tebal perkerasan, maka harga CBR

tersebut dapat dikorelasikan terhadap Daya Dukung Tanah dasar (DDT), gambar

2.2.

Tofan Ferdian 15003109

Page 4: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 4/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-4

 

Gambar 2. 2 Korelasi DDT dan CBR

Tofan Ferdian 15003109

Page 5: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 5/30

Page 6: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 6/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-6

 

Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis

 pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal

diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendirimemberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung

lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan

 perlu dipertimbangkan kegunaannya, umur rencana serta pentahapan konstruksi,

agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

•  Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)  adalah suatu skala yang dipakai dalam

nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar.

DDT ditetapkan berdasarkan grafik korelasi DDT dan CBR, gambar 2.2, atau

dapat juga ditentukan dari persamaan berikut :

7.1log3.4   +=   CBR DDT    (2.1)

Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR

Laboratorium. Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah

dasar dilakukan dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa

harga CBR-nya. Dapat juga mengukur langsung di lapangan (musim

hujan/direndam). CBR lapangan biasanya dipakai untuk perencanaan lapis

tambahan (overlay). CBR laboratorium biasanya digunakan untuk perencanaan pembangunan baru.

Dalam menentunkan harga rata–rata nilai CBR dari sejumlah harga CBR yang

dilaporkan, maka harga CBR rata–rata ditentukan dengan cara:

1. Tentukan harga CBR terendah

2.  Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari masing– 

masing nilai CBR

3.  Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. Jumlah lainnya

merupakan persentase dari 100%4.  Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan pesentase jumlah tadi

5.   Nilai CBR rata–rata adalah yang didapat dari angka persentase 90%

Untuk mendapatkan CBR rata–rata yang tidak terlalu merugikan, maka disarankan

agar merencanakan perkerasan suatu ruas jalan, perlu dibuat segmen–segmen

dimana beda atau variasi CBR dri satu segmen tidak besar.

•  Faktor Regional (FR)  adalah faktor koreksi sehubungan dengan perbedaan

kondisi kondisi lapangan dan kondisi percobaan. Kondisi–kondisi yang dimaksud

antara lain menyangkut keadaan lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhikeadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar dan perkerasan. Keadaan

Tofan Ferdian 15003109

Page 7: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 7/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-7

lapangan mencakup bentuk alinyemen serta persentase kendaraan dengan berat 13

ton, dan kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah

hujan rata–rata pertahun, tabel 2.2.

Tabel 2. 2 Faktor Regional (FR)

≤ 30% > 30%   ≤ 30% > 30%   ≤ 30% > 30%

Iklim I

< 900 mm/th

Iklim II

> 900 mm/th

% kendaraan

berat

% kendaraan

berat

% kendaraan

berat

Kelandaian I

( < 6% )

Kelandaian II

( 6 - 10% )

Kelandaian III

( > 10% )

1.5 2,0 - 2,5 2 2,5 - 3,0 2.5 3,0 - 3,5

2,0 - 2,51.51,5 - 2,011,0 - 1,50.5

 

•  Indek Tebal Perkerasan (ITP)  adalah suatu angka yang berhubungan dengan

 penentuan tebal perkerasan. Dinyatakan dalam rumus :

332211   Da Da Da ITP   ++=   (2.2)

a1, a2, a3  = Koefisien kekuatan relatif bahan – bahan perkerasan

D1, D2, D3 = Tebal masing – masing lapisan perkerasan

Angka 1,2,3 masing-masing berarti lapis permukaan, lapis pondasi, lapis pondasi

 bawah.

2.2  LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY )

Suatu lapisan perkerasan memiliki umur layan. Jika umur layan telah terlampaui,

maka perlu ada perlakuan khusus untuk perkerasan tersebut. Membangun suatu

lapisan tambahan (overlay) merupakan salah satu cara untuk meremajakan struktur

 perkerasan. Overlay merupakan lapis tambahan pada suatu struktur perkerasan yang

memiliki kontak langsung dengan beban lalu lintas. Overlay  digunakan jika umur

rencana struktur perkerasan sudah tercapai sebagai pemeliharaan jalan atau jika

kondisi struktur perkerasan sudah menurun, yaitu tegangan yang terjadi pada struktur

 perkerasan sudah melebihi tegangan izinnya sehingga perlu dibuat lapisan baru yang

dapat mendukung kerja struktur perkerasan tersebut.

Tofan Ferdian 15003109

Page 8: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 8/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-8

Berdasarkan pada jenis overlay dan perkerasan sebelumnya, ada empat desain overlay 

yang dapat digunakan, yaitu overlay HMA pada perkerasan aspal, overlay HMA pada

 perkerasan PCC (Portland Cement Concrete), overlay  PCC pada perkerasan aspal,

dan overlay  PCC pada perkerasan PCC. Dalam tugas akhir ini, jenis overlay  yangdigunakan yaitu overlay  HMA pada perkerasan aspal. Jenis overlay  ini sangat

dominan digunakan dalam suatu perencanaan overlay.

Overlay untuk suatu perkerasan lentur dapat ditentukan dari nilai lendutan (deflection)

hasil pengukuran di lapangan. Dalam hal ini, nilai lendutan menjadi suatu dasar yang

telah digunakan secara luas dalam perencanaan suatu overlay.  Metoda perencanaan

overlay yang berdasarkan pada nilai pengukuran lendutan ini telah dikembangan oleh

AI ( Asphalt Institute). Metoda ini digunakan untuk mendesain overlay: menentukan

 pendekatan ketebalan efektifnya, pendekatan defleksinya, dan pendekatan mekanistik-empiris-nya.

2.2.1 Pendekatan Ketebalan efektif

Konsep dasar dari metoda ini yaitu ketebalan overlay  yang dibutuhkan

merupakan hasil pengurangan antara ketebalan desain perkerasan lentur yang

 baru dengan ketebalan efektif perkerasan lentur eksisting.

enOL   hhh   −=   (2.3)

hOL  adalah ketebalan overlay  yang dibutuhkan, hn  adalah ketebalan desain

 perkerasan lentur yang baru, dan he adalah ketebalan efektif perkerasan lentur

eksisting.

2.2.2 Pendekatan Defleksi

Konsep dasar dari metoda ini yaitu semakin besar nilai defleksi

mengindikasikan bahwa struktur tersebut semakin lemah, sehingga strukturtersebut membutuhkan overlay. Ketebalan overlay  harus mampu menahan

 beban lalu lintas sehingga nilai defleksi yang dihasilkan lebih kecil dari

defleksi ijin. Pada umumnya, nilai defleksi yang digunakan adalah nilai

defleksi maksimum.

2.2.3 Pendekatan Mekanistik-Empiris

Dalam metoda ini dilakukan penentuan tegangan kritis (critical stress),

regangan kritis (strain critical), dan lendutan (deflection) berdasarkan metodamekanik dan perkiraan hasil kerusakannya berdasarkan metoda empiris.

Tofan Ferdian 15003109

Page 9: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 9/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-9

Kondisi dan umur sisa dari perkerasan eksisting harus dievaluasi terlebih

dahulu. Berdasarkan kondisi dan umur sisa perkerasan ini, tebal overlay dapat

ditentukan sehingga tingkat kerusakan yang terjadi baik pada perkerasan

eksisting maupun overlay masih dalam batas yang diijinkan.

2.2.4  Metoda Asphalt Institute 

Metoda ini digunakan untuk overlay  HMA pada perkerasan aspal. Ada dua

metoda yang digunakan dalam desain overlay  ini, yaitu metoda ketebalan

efektif (effective thickness method ) dan metoda defleksi (deflection method ).

 Effective Thickness Method  – Digunakan untuk menentukan ketebalan efektif

dari perkerasan eksisitng, harus ada beberapa faktor konversi. Jika perkerasaneksistingnya  full depth, metoda 1, berdasarkan Present Serviceability Index 

(PSI) dari perkersaan eksisting, dapat digunakan untuk menentukan faktor

konversinya. Metoda 2, berdasarkan pada kondisi masing–masing lapisan,

digunakan untuk menentukan faktor konversi masing–masing lapisan.

Metoda 1  – Faktor konversi (C) dapat ditentukan berdasarkan gambar 2.3

(untuk perkerasan aspal  full depth) berdasarkan pada PSI dari perkerasan

eksisting. Dua kurva pada gambar 2.3 menunjukkan tampilan yang berbeda.

Kurva atas, line A, menggambarkan perkerasan dengan pengurangan nilai PSI,yang dibandingkan dengan nilai PSI sebelum overlay. Kurva bawah, line B,

menggambarkan perkerasan dengan nilai PSI yang sama dengan nilai PSI

sebelum overlay. Pemilihan kurva ini berdasarkan dari pengetahuan dan

 pengalaman .

Faktor konversi yang ditunjukkan pada gambar 2.3 hanya untuk HMA. Jika

campuran aspal emulsi digunakan maka nilai faktor konversinya seperti yang

ditunjukkan pada tabel 2.3. Ketebalan efekif dari masing–masing lapisan

eksisting dihitung dengan cara mengkalikan ketebalan aktual pada setiaplapisan dengan faktor konversi dan faktor ekivalen. Ketebalan total efektif

didapat dengan cara menjumlahkan ketebalan efektif masing–masing lapisan,

∑=

=n

i

iiie   E C hh1

  (2.4)

hi  , C i  , dan  E i  adalah ketebalan, faktor konversi, dan faktor ekivalen dari

lapisan i dan n adalah jumlah total lapisan.

Tofan Ferdian 15003109

Page 10: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 10/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-10

 

Gambar 2. 3Faktor Konversi untuk Perkerasan Full Depth

Tabel 2. 3 Faktor Ekivalen dari Aspal Emulsi

Material typeEquivalency

factor (E)

Hot mix asphalt 1.00

Type I emulsified asphalt base 0.95

Type II emulsified asphalt base 0.83

Type III emulsified asphalt base 0.57

Metoda 2 – Dalam metoda ini, kondisi setiap lapisannya dievaluasi, dan nilaifaktor konversi C didapat dari tabel 2.4. Ketebalan efektif untuk metoda ini

dihitung berdasarkan rumus berikut,

∑=

=n

i

iie   C hh1

  (2.5)

Tofan Ferdian 15003109

Page 11: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 11/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-11

Tabel 2. 4 Faktor Konversi untuk Menentukan Ketebalan Efektif

Tofan Ferdian 15003109

Page 12: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 12/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-12

 Deflection Method   – Defleksi suatu perkerasan diukur dengan  Benkelman

beam  berdasarkan prosedur tes lendutan balik (rebound deflection). Data

survey kondisi perkerasan dan defleksi digunakan untuk membuat analisis.

Sedikitnya harus ada 10 pengukuran defleksi untuk setiap analisis, atauminimal ada 20 pengukuran defleksi per mil (13 pengukuran per km).

Temperatur perkerasan diukur pada saat dilakukan pengukuran defleksi

sehingga defleksi dapat diatur pada temperatur standar. Pengukuran defleksi

dilakukan pada beberapa titik yang berbeda–beda. Penentuan titik pengukuran

ini dilakukan secara acak.

Jika analisis dari tes defleksi telah selesai, maka hasil dari pengukuran

lendutan balik digunakan untuk menentukan  Representative Rebound

 Deflection (RRD):

Fcsrrd  )2(   +=   δ  δ     (2.6)

rrd δ     adalah nilai lendutan balik yang mewakili, δ    adalah rata–rata nilai

defleksi, s adalah standar deviasi, F  adalah faktor pengaturan temperatur, dan

c  faktor pengaturan periode kritis. Pada umumnya 97% hasil pengukuran

nilainya lebih kecil darirrd δ   . Di beberapa lokasi pengukuran mungkin

terdapat nilai defleksi yang melebihi rrd δ   . Kondisi ini menunjukkan bahwa pada lokasi tersebut kekuatan materialnya sudah melemah. Pada daerah ini

harus ada perlakuan khusus yaitu dilakukan penggantian material perkerasan

eksisting dengan material yang baru. Setelah itu proses pembuatan struktur

overlay dapat dilakukan.

Gambar 2.4 menunjukkan faktor pengaturan temperatur untuk ketebalan lapis

 pondasi yang bervariasi. Ketebalan 0 in. menunjukkan bahwa lapisan tersebut

 full depth. Temperatur berpengaruh besar pada lapisan full depth, pengaruhnya

 berkurang sebanding dengan bertambahnya lapis pondasi.

Periode kritis merupakan interval selama perkerasan mengalami kerusakan

akibat beban yang sangat berat dengan frekuensi yang tinggi. Jika pengukuran

defleksi dilakukan selama perioda kritis, faktor pengaturan c  bernilai 1. Jika

 pengukuran defleksi dilakukan bukan pada saat periode kritis, nilai c  lebih

 besar dari 1 dan dapat ditentukan dari data pengukuran defleksi yang

 berkelanjutan untuk perkerasan yang sejenis. Namun, pada umumnya

 pengukuran defleksi dilakukan pada periode kritis.

Tofan Ferdian 15003109

Page 13: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 13/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-13

 

Gambar 2. 4 Faktor Pengaturan Temperatur untuk Ketebalan yang Bervariasi

Sistem struktur perkerasan yang akan dilapisi overlay  diasumsikan sebagai

sistem 2 lapisan (two layer system) dengan overlay  HMA pada lapisan

 pertama dan perkerasan eksisiting pada lapisan kedua. Representative rebound

deflection rrd δ    digunakan untuk menentukan modulus pada lapisan kedua,

rrd 

qa E 

δ  

5.12  =   (2.7)

q adalah tekanan kontak (contact pressure), diasumsikan nilainya 70 psi (483

kPa), dan a adalah jari–jari beban kontak untuk menggambarkan beban pada

roda ganda, nilainya diasumsikan 6.4 in. (163 mm). Defleksi yang terjadi

setelah overlay  disebut design rebound deflection d δ     dan dapat ditentukan

dari persamaan berikut :

Tofan Ferdian 15003109

Page 14: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 14/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-14

⎟⎟⎟

 ⎠

 ⎞

⎜⎜⎜

⎝ 

⎛ 

⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

⎥⎥

⎢⎢

⎟⎟ ⎠

 ⎞⎜⎜⎝ 

⎛ ++

⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟ ⎠

 ⎞⎜⎝ 

⎛ +−=

−−

5.02

3/1

2

11

1

2

5.02

1

2

8.018.0115.1

 E 

 E 

a

h

 E 

 E 

a

h

 E 

qad δ   (2.8)

h1  adalah ketebalan overlay  dan E1  adalah modulus overlay, diasumsikan

nilainya 500000 psi (3.5 GPa).

Dalam desain ketebalan overlay  terdapat suatu hubungan antara design

rebound deflection dalam satuan inci dan beban lalu lintas ESAL, seperti yang

ditunjukkan pada gambar 2.5 dan direpresentasikan oleh persamaan berikut :

2438.0)(0363.1   −=   ESALd δ     (2.9)

Jika nilai ESAL diketahui, maka nilaid δ    dapat ditentukan dari persamaan 2.9.

Jika nilairrd δ     diketahui maka nilai  E 2  dapat ditentukan dari persamaan 2.7

Dengan diketahuinya nilai d δ    dan E 2 serta nilai q,a dan E 1 diasumsikan, maka

ketebalan overlay h1  dapat ditentukan dari persamaan 2.8. Gambar 2.6

menunjukkan grafik desain hubungan ESAL dan rrd δ    untuk ketebalan overlay.

Gambar 2. 5 Hubungan Design Rebound Deflection dan ESAL

Tofan Ferdian 15003109

Page 15: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 15/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-15

 

Gambar 2. 6 Grafik Desain Ketebalan Overlay Berdasarkan Lendutan Balik dan Desain ESAL

Gambar 2.5 atau persamaan 2.9 dapat digunakan untuk memperkirakan umur

sisa dari suatu perkerasan eksisiting, yaitu berapa lama waktu yang tersisasebelum lapis tambahan dibutuhkan. Langkah-langkah penentuannya adalah

sebagai berikut:

1.  Menentukan lendutan balikrrd δ    

2.  Mendapatkan umur sisa (ESAL), dari Gambar 2.5 dengan mengasumsikan

lendutan balik wakilrrd δ     sebagai lendutan balik δ  d   . Metode yang lebih

tepat adalah dengan menggunakan persamaan 2.9, yang dapat ditulis

sebagai berikut:

10117,4

0363,1)( ⎟⎟

 ⎠

 ⎞⎜⎜⎝ 

⎛ =

rrd 

r  ESALδ  

  (2.10)

3.  Memperkirakan desain ESAL untuk tahun tertentu (ESAL)0, dan

menentukan factor pertumbuhan.

Faktor Pertumbuhan =0)(

)(

 ESAL

 ESAL r    (2.11)

Tofan Ferdian 15003109

Page 16: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 16/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-16

4.  Memperkirakan tingkat pertumbuhan lalu lintas dalam persen, dan mencari

 periode desain sesuai dengan faktor pertumbuhan dari tabel 2.5. Periode

desain merupakan perkiraan jumlah tahum sebelum lapis tambahan

dibutuhkan.Tabel 2. 5 Faktor Pertumbuhan Total

2.3 TEGANGAN DAN REGANGAN PADA PERKERASAN LENTUR

Struktur perkerasan lentur merupakan struktur perkerasan yang tersusun atas lapisan

aspal serta lapis pondasi dan pondasi bawah yang terdiri dari material berbutir yang

digunakan untuk melindungi tanah dasar dari tegangan berlebih (overstressed ).

Perubahan dalam perencanaan struktur perkerasan lentur terjadi karena kebutuhan

akibat beban roda yang semakin berat, lalu lintas yang semakin tinggi, dan berbagai

kerusakan yang terjadi pada jalan. Karena berbagai alasan tersebut, dikembangkan

analisis desain pada struktur perkerasan. Prosedur desain yang digunakan harus

mencakup tiga elemen, yaitu: (1) teori yang digunakan untuk memperkirakan

kerusakan atau parameter kerusakan, (2) evaluasi material yang digunakan untuk teori

Tofan Ferdian 15003109

Page 17: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 17/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-17

yang dipilih, dan (3) penentuan hubungan antara besarnya parameter dengan

kerusakan atau performansi yang diinginkan.

Metode analisis desain struktur perkerasan jalan memperhitungkan tegangan,regangan, dan perpindahan pada struktur perkerasan dalam suatu kondisi pembebanan

tertentu. Saat ini, asumsi yang banyak diaplikasikan adalah teori elastis linear

multilapisan (multilayered linear elastic theory). Beberapa asumsi yang digunakan

dalam pendekatan analitis ini adalah sebagai berikut:

1.  Sifat-sifat material tiap lapisan adalah homogen

2.  Tiap lapisan memiliki ketebalan yang terhingga ( finite) pada arah vertikal kecuali

lapisan yang paling bawah, dan pada arah lateral ketebalannya dianggap tak

terhingga (infinite).

3.  Tiap lapisan adalah isotropik4.  Terjadi gesekan penuh di antara lapisan-lapisan pada interface.

5.  Tidak terjadi gaya geser permukaan

6.  Solusi tegangan ditentukan oleh dua sifat material untuk setiap lapisan, yaitu

konstanta Poisson (μ) dan modulus elastisitas (E).

Gambar 2. 7 Konsep Dasar Sistem Multilapis

Tofan Ferdian 15003109

Page 18: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 18/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-18

Pada Gambar 2.7 dapat dilihat bahwa setiap titik pada lapisan, terdapat sembilan buah

z =

tegangan, yaitu tiga tegangan normal (σz, σr , dan σt) dan enam tegangan geser (τrt, τtr ,

τrz, τzr , τtz, τzt). Keseimbangan statis mensyaratkan bahwa τrt= τtr , τrz= τzr , τtz= τzt.

Regangan yang terjadi dapat dihitung dari perhitungan sebagai berikut:

 E 

1ε [ σz –μ ( σr + σt )] (2.12)

εr  = E 

1[ σr – μ ( σt + σz )] (2.13)

εt = E 

1[ σt –μ ( σr + σz )] (2.14)

2.3.1 Sistem Satu Lapis

olusi yang digunakna dalam analisis tegangan, regangan, dan lendutan

Tegangan vertikal pada tiap titik kedalaman di bawah permukaan tanah akibat

S

diturunkan dari persamaan Boussinesq yang dikembangkan untuk media yang

homogen, isotropik, dan elastis, sebagai akibat beban terpusat pada lapis

 permukaan.

 beban terpusat pada lapis permukaan dihitung dengan rumus:

2 Z 

Pk =σ    (2.15)

2/52 ])/(1[

1

2

3

 zr k 

+=

π   (2.16)

keterangan: r = jarak radial dari beban terpusat

Tegangan akan maksimum pada kedalaman yang dekat dengan permukaan

alam studi perkerasan lentur, beban pada permukaan bukan merupakan

z = kedalaman

dan secara teoritis mendekati nol pada kedalaman tak terhingga. Untuk

 pertimbangan praktis, dapat diasumsikan bahwa tegangan mendekati nol pada

kedalaman tertentu.

D

 beban titik melainkan terdistribusi dalam daerah elips. Persamaan Bousainesq

kemudian dikembangkan untuk beban lingkaran yang terdistribusi merata

secara terintegrasi. Hal ini membuat semakin berkembangnya solusi yang

Tofan Ferdian 15003109

Page 19: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 19/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-19

lebih realistis dan sesuai untuk analisis desain perkerasan. Beberapa metode

yang dikembangkan untuk penentuan tegangan adalah dengan diagram– 

diagram untuk menentukan tegangan (NEWMARK, 1947); tabulasi data yang

memfasilitasi perhitungan tegangan dan deformasi (BARBER, 1947); solusigrafik untuk menentukan tegangan dan lendutan (SANBORN AND YODER,

1967); tabel untuk menghitung tegangan vertikal, tegangan horizontal, dan

regangan vertikal elastis akibat pembebanan pelat lingkaran untuk nilai μ = 0,5

(FOSTER AND ALVIN, 1954) yang disempurnakan untuk mendapatkan

solusi yang lengkap dari tegangan, regangan, dan lendutan pada tiap titik yang

homogen untuk berbagai nilai konstanta Poisson (AHLVIN AND ULERY,

1962). Tabel 2.6 menunjukkan persamaan-persamaan yang merupakan fungsi

dari beberapa variabel.

amaan – Persamaan dari STabel 2. 6 Pers istem Satu Lapis

Tofan Ferdian 15003109

Page 20: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 20/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-20

2.3.2 Sistem Dua Lapis

ipikal perkerasan lentur merupakan komposisi lapisan dengan modulus

Analisis sistem dua lapis yang dekat dengan kondisi aktual perkerasan,

Gambar 2. 8 Kurva Pengaruh Tegangan untuk Sistem Dua Lapis dari Burmister

Untuk perkerasan lentur, lendutan lapis permukaan total, ΔT, dapat dihitung

T

elastisitas yang semakin berkurang sesuai dengan kedalaman. Hasilnya adalahuntuk mengurangi tegangan dan defleksi pada tanah dasar yang didapatkan

 pada kasus ideal homogen.

diprakarsai oleh Burmister, 1943. Material pada tiap lapisan diasumsikan

homogen, isotropik, dan elastis. Nilai tegangan dan lendutan yang didapatkan

 bergantung pada perbandingan modulus lapisan permukaan dengan lapisan di

 bawahnya (tanah dasar). Gambar 2.8 menunjukkan distribusi tegangan vertikal

yang terjadi akibat pembebanan untuk sistem dua lapis. Dapat dilihat bahwategangan vertikal pada subgrade berkurang sesuai dengan bertambahnya nilai

 perbandingan modulus.

dengan rumus:

22

5,1   F  E 

 pa

=Δ   (2.17)

Tofan Ferdian 15003109

Page 21: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 21/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-21

 

keterangan: p = beban pada pelat lingkaran

n bawahrbandingan antara

Perkembangan selanjutnya, dibuat diagram-diagram faktor lendutan interface

a = jari-jari lingkaran

E2 = modulus elastisitas lapisaF2 = faktor yang bergantung pada pe

modulus elastisitas subgrade dan lapis perkerasan, serta

antara kedalaman dan jari-jari beban.

(F) untuk menentukan lendutan interface Δs  dari pengembangan teori

Burmister yang telah ada. Masing-masing diagram berlaku untuk tiap harga

 perbandingan modulus, sedangkan nilai konstanta Poisson untuk tiap lapisan,μ, sebesar 0,5. Lendutan interface didapatkan dari rumus berikut.

F  E 

 pas

2

=Δ   (2.18)

2.3.3 Sistem Tiga Lapis

truktur perkerasan dengan sistem tiga lapis, dibuat tabel-tabel ringkas dariS

tegangan normal dan radial, kemudian dikembangkan untuk mendapatkansolusi dengan parameter-parameter yang lebih luas.

Struktur perkerasan tiga lapisan dan tegangan-tegangan yang terjadi dapat

dilihat pada Gambar 2.9

Tofan Ferdian 15003109

Page 22: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 22/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-22

 

Gambar 2. 9 Sistem Perkerasan Tiga Lapis

σz1 : tegangan vertikal pada interface 1

σz2 : tegangan vertikal pada interface 2

σr1 : tegangan horizontal pada bagian bawah lapisan ke-1

σr2 : tegangan horizontal pada bagian bawah lapisan ke-2

σr3 : tegangan horizontal pada bagian bawah lapisan ke-3

Solusi dari tegangan vertikal ditemukan oleh Peatite disusun dalam bentuk

grafik-grafik, sedangkan untuk solusi untuk tegangan horizontal dibuat oleh

Jones dalam bentuk tabel-tabel. Grafik dan tabel-tabel tersebut dikembangkan

untuk nilai μ = 0,5 untuk semua lapisan dengan σr = σt. Kedua solusi tersebut,

 baik solusi secara grafis maupun tabelaris menggunakan parameter-parameter

sebagai berikut:

k1 atau K1 =2

1

 E 

 E   (2.19)

k2 atau K2 =3

2

 E 

 E   (2.20)

a1 atau A =2h

a   (2.21)

Tofan Ferdian 15003109

Page 23: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 23/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-23

H =2

1

h

h  (2.22)

Harga-harga kombinasi dari parameter-parameter yang digunakan adalah:

k1 (K1) = 0,2; 2,0; 20,0; 200,0

k2 (K2) = 0,2; 2,0; 20,0; 200,0

a1 (A) = 0,1; 0,2; 0,4; 0,8; 1,6; 3,2

H = 0,125; 0,25; 0,5; 1,0; 2,0; 4,0; 8,0

Dari grafik-grafik Peatite didapatkan nilai faktor tegangan (ZZ1 dan ZZ2)

untuk harga K1, K2, A dan H tertentu dari sistem perkerasan untuk

mendapatkan tegangan-tegangan vertikal sebagai berikut:

σz1 = p(ZZ1) (2.23)

σz1 = p(ZZ2) (2.24)

Tegangan-tegangan horizontal didapatkan dari faktor-faktor tegangan

horizontal untuk kombinasi tertentu dari k1, k2, a1, dan H. Faktor-faktor

tersebut adalah (ZZ – RR1), (ZZ – RR2), (ZZ2 – RR3). Persamaan teganganhorizontal adalah sebagai berikut:

σz1 – σr1 = p[ZZ1 –RR1] (2.25)

σz2 – σr2 = p[ZZ2 –RR2] (2.26)

σz2 – σr3 = p[ZZ2 –RR3] (2.27)

Untuk mendapatkan nilai-nilai tegangan horizontal, σz1 dan σz2 harus diketahui

terlebih dahulu.

2.4 PENGUKURAN LENDUTAN

Salah satu metode pengukuran lendutan pada struktur perkerasan adalah percobaan

 pembebanan permukaan (surface loading test ). Metode ini terdiri dari dua kategori

utama, yaitu pengukuran dengan beban statik/semi statik (misalnya: Benkelman

Beam, California Travelling Deflectometer) dan beban dinamik (misalnya: Dynaflect,

Falling Weight Deflectometer). Metode pengukuran yang diuraikan pada bab ini

adalah pengukuran dengan alat Benkelman Beam dan alat Falling Weight

 Deflectometer  (FWD).

Tofan Ferdian 15003109

Page 24: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 24/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-24

2.4.1  Prinsip Alat Benkelman Beam

Alat Benkelman Beam terdiri dari dua batang yang mempunyai panjang total

 pada umumnya (366+0.16) cm, yang terdiri dari dua bagian dengan perbandingan 1: 2 terhadap titik pivot. Alat ini dilengkapi dengan tumit batang

(beam toe) yang dipasang pada ujung batang yang panjang untuk mentransfer

 beban roda ke permukaan perkerasan. Selain itu juga dilengkapi dengan jam

ukur (dial gauge) sebagai alat untuk membaca lendutan yang terjadi. Skema

alat Benkelman Beam ditampilkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2. 10 Skema Benkelman Beam

Prinsip pengukuran lendutan dengan alat Benkelman Beam adalah pemberian

 beban statik yang berupa sumbu tunggal belakang yang beroda ganda dari

sebuah truk pada permukaan perkerasan. Lendutan yang terjadi akibat pembebanan akan ditransfer oleh batang alat tersebut dan selanjutnya akan

diukur oleh jam ukur yang mejadi satu kesatuan dari alat tersebut.

2.4.1.1 Metoda Pengukuran

Terdapat dua macam pengukuran lendutan dengan alat Benkelman Beam,

yaitu:

•  Lendutan Balik

•  Lendutan Langsung

Adapun prinsip pengukuran kedua macam lendutan tersebut adalah sebagai

 berikut:

1. Pengukuran Lendutan Balik

Prinsip dari pengukuran lendutan balik adalah penentuan besarnya lendutan

yang terjadi pada permukaan perkerasan dengan mengukur perpindahan

 permukaan perkerasan ke posisi semula setelah beban yang bekerja padanya

dihilangkan (rebound ) dari struktur perkerasan.

Tofan Ferdian 15003109

Page 25: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 25/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-25

2. Pengukuran Lendutan Langsung

Prinsip dari pengukuran lendutan langsung adalah mengukur lendutan yang

terjadi sebenarnya pada titik-titik dengan jarak tertentu dari pusat beban

dimana beban tersebut masih berpengaruh

2.4.2 Prinsip Alat FWD

Prinsip alat FWD adalah pemberian beban impuls terhadap struktur perkerasan

melalui pelat berbentuk bundar (circular ), yang efeknya sama dengan beban

roda kendaraan atau beban roda pesawat. Pelat tersebut diletakkan pada

 permukaan yang akan diukur, kemudian beban dijatuhkan sehingga timbul

 beban impuls pada struktur perkerasan tersebut.

Beban ini akan menimbulkan lendutan (deflection) pada struktur perkerasan

dan efeknya akan ditangkap oleh 7 (tujuh) buah deflektor yang diletakan pada

 jarak-jarak tertentu. Lendutan-lendutan akibat pengukuran ini akan

membentuk suatu cekung lendutan.

Hasil pembacaan untuk setiap lokasi pengamatan disimpan secara otomatis

melalui suatu mikro-komputer yang menjadi satu kesatuan dengan alat FWD.

Data-data lendutan tersebut dapat ditampilkan kembali untuk diproses,

dianalisa, atau dicetak bila diperlukan.

Peralatan Dynatest 8000 FWD Test System seperti diperlihatkan pada Gambar

2.10 terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: Dynatest 8002E FWD Trailler,

Dynatest 900 System Processor, dan komputer yang dilengkapi printer.

Gambar 2. 11 Alat Falling Weight Deflectometer

2.4.2.1 Metode Pengukuran

Parameter-parameter yang berkaitan dengan pengoperasian alat FWD di

lapangan adalah diameter pelat, berat beban pelat, tinggi jatuh beban, jarakantar deflektor, jumlah titik pengamatan, dan pengukuran temperatur

 perkerasan.

Tofan Ferdian 15003109

Page 26: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 26/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-26

Parameter-parameter tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.  Diameter Pelat

Alat FWD ini dilengkapi dengan dua macam pelat yang masing-masing bediameter 300 mm dan 450 mm. Untuk perkerasan lentur, pelat yang

 biasa digunakan adalah dengan diameter 300 mm sedangkan untuk

 perkerasan non-aspal (unbound material) atau tanah dasar digunakan pelat

dengan diameter 450 mm.

2.  Berat Beban Pelat

Berat beban yang dijatuhkan pada pelat sebenarnya mempresentasikan

tekanan ban pada permukaan perkerasan. Berat beban yang digunakan

untuk perkerasan normal adalah 200 kg. Di Indonesia, beban as maksimumyang diijinkan adalah 8 ton dan beban as standar adalah 8,2 ton (AASHTO

Road Test) sehingga beban setengah as (dua ban) adalah 41 kN, dan

tekanan ban sebesar 580 kPa.

3.  Tinggi Jatuh Beban

Tinggi jatuh beban yang dimiliki alat FWD adalah 81 mm, 135 mm, 196

mm, dan 361 mm. Berat beban dan tinggi jatuh beban merefleksikan beban

impuls yang diberikan kepada perkerasan untuk menimbulkan besar

lendutan yang diinginkan. Apabila timbul lendutan besar, antara 1 mm dan1,5 mm, maka berat beban dan tinggi jatuh harus direduksi. Disarankan

 berat beban adalah 100 kg dan tinggi jatuh nomor 3 (196 mm), yang akan

memberikan ”peak load” : 25 kN dan ”peak stress level” :355 kPa.

4.  Jarak Antar Deflektor

Alat FWD mempunyai 7 (tujuh) buah deflektor yang dapat

diatur/disesuaikan jarak antar deflektornya sesuai dengan kondisi

lapangan. Jarak antar deflektor berkaitan erat dengan bentuk cekung

lendutan yang diinginkan.

5.  Pembacaan Temperatur Perkerasan

Alat FWD dilengkapi dengan alat ukur temperatur (permukaan) perkerasan

secara otomatis dengan menggunakan sinar infra merah. Hasil pengukuran

secara otomatis akan disimpan dalam komputer. Ketelitian pembacaan

temperatur akan mempengaruhi hasil perhitungan seluruh modulus lapisan

(layer modulus), khususnya modulus lapisan aspal. Pengukuran temperatur

 permukaan dengan alat infra merah ini dapat dilakukan dengan syarat tidak

terjadi perbedaan yang cukup besar antara dua pengukuran yang berurutan.Pengukuran manual pada kedalaman 5 cm dapat mewakili temperatur

 perkerasan.

Tofan Ferdian 15003109

Page 27: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 27/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-27

 

2.4.2.2 Pengolahan Data FWD

Data defleksi digunakan untuk mengevaluasi kapasitas struktur perkerasan.Pendekatan yang digunakan dengan menggunakan data lendutan, yang

menggunakan pengukuran cekung defleksi (dibandingkan dengan

menggunakan lendutan maksimum saja). Pendekatan yang pertama adalah

dengan mempertimbangkan kombinasi antara pengaruh kekakuan (nilai

modulus) dengan tebal yang akan menentukan kapasitas perkerasan secara

keseluruhan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah defleksi

maksimum yang terjadi sebagai gambaran dari dua parameter yang berbeda,

yaitu kapasitas struktural dan modulus tanah dasar. Melalui data defleksi

maksimum, dapat diestimasikan nilai modulus tanah dasar sebagai berikut:

r d 

P MR

r .

24.0=   (2.28)

keterangan:

MR = Modulus Resilien tanah dasar, psi

P = beban, lbs

dr = lendutan yang diukur pada jarak r, inchi

r = radius terhadap lendutan yang diukur, inchi

⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢

⎟ ⎠

 ⎞⎜⎝ 

⎛ +

+

⎟⎟

 ⎠

 ⎞

⎜⎜

⎝ 

⎛ +

= Ep

a

 D

 M 

 E 

a

 Da M 

 pdr 

 R

 p

 R

2

2

3

1

11

15,1 (2.29)

Persamaan 2.28 dan 2.29 berlaku apabila memenuhi nilai berikut, Nilai Ep

dapat diketahui dengan metode ”trial and error” :

⎟⎟

 ⎠

 ⎞

⎜⎜

⎝ 

⎛ +=

2

32

 R

 p

e

 M 

 E  Daa  dan (2.30)ear  7,0≥

 

Tofan Ferdian 15003109

Page 28: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 28/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-28

keterangan:

D = Tebal total lapis perkerasan di atas tanah dasar

P = Beban pelat

a = jari-jari beban pelatd0 = lendutan pada pusat beban

Ep = Modulus efektif seluruh lapisan perkerasan di atas tanah dasar

MR = modulus resilient

Indeks Tebal perkerasan efektif didapatkan dengan rumus sebagai berikut:

3023633,0   Ep D ITPeff   =   (2.31)

Indeks tebal perkerasan (ITP) didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai

 berikut:

0566,3)log(32,2

)54,2(

5853,1380714,0

5,12,4log

9892,3)54,2log(36,9log

19,5

−×

+

++

⎥⎦

⎤⎢⎣

Δ

+−+×+×=

 R

 R

 M 

 ITP

PSI 

 ITPSo Z  N  

(2.32)

keterangan:

ZR = Standar deviasi

So = Overall standard deviation (0,4-0,5 untuk perkerasan lentur)

ΔPSI = selisih nilai indeks permukaan

IP0  = 4,2 untuk indeks permukaan asli (AASHO  Road Test for flexible

 pavement )

IPt = indeks tebal permukaan kritis

Desain tebal lapis tambahan didapatkan dari rumus berikut:

ol

eff 

a

 ITP ITP Dol

)(   −=   (2.33)

keterangan:

Dol = tebal lapis tambahan yang dibutuhkan

ITP = indeks tebal perkerasan rencana

ITPeff = indeks tebal perkerasan yang terpasang saat iniaol  = koefisien struktural perkerasan terpasang

Tofan Ferdian 15003109

Page 29: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 29/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Anindita Prasasya 15003024 II-29

Metode yang kedua adalah dengan mengestimasi modulus lapisan yang

efektif, yaitu:

Eac: Modulus efektif lapisan aspal

Eb/sb: Modulus lapisan efektif dari lapis pondasi dan lapis pondasi bawahEsg: Modulus lapisan tanah dasar yang mencerminkan kondisi material

 pada saat pengukuran.

Tujuan dari metode ini adalah untuk menghitung ulang (backcalculation)

seluruh modulus lapisan dari hasil cekung lendutan. Analisis kapasitas struktur

 perkerasan lentur berdasarkan kombinasi kekuatan-tebal dari semua lapisan di

atas tanah dasar. Asumsi dasar pada metode ini adalah terdapat satu set

modulus lapisan (E1, E2, E3,..En) eksisting yang diprediksi berdasarkan

cekung lendutan yang terjadi akibat beban dinamik. Teori yang digunakandalam teknik backcalculation  untuk mendapatkan nilai-nilai modulus pada

tiap lapisan adalah teori elastis multilapisan (multi-layered elastic).

Keterbatasan dari pendekatan ini adalah memerlukan perhitungan matematika

yang kompleks sehingga digunakan bantuan program komputer. Hal lain yang

harus diperhatikan adalah modulus untuk lapisan aspal harus disesuaikan

dengan temperatur standar sebelum analisis kapasitas struktur dilakukan.

Tofan Ferdian 15003109

Page 30: Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

8/17/2019 Perencanaan Tebal Lapis Tambahan

http://slidepdf.com/reader/full/perencanaan-tebal-lapis-tambahan 30/30

 

BAB II STUDI PUSTAKA

Gambar 2. 1 (a) Flexible Pavement, (b) Rigid Pavement ......................................................II-1

Gambar 2. 2 Korelasi DDT dan CBR ....................................................................................II-4

Gambar 2. 3Faktor Konversi untuk Perkerasan Full Depth.................................................II-10Gambar 2. 4 Faktor Pengaturan Temperatur untuk Ketebalan yang Bervariasi ..................II-13

Gambar 2. 5 Hubungan Design Rebound Deflection dan ESAL.........................................II-14Gambar 2. 6 Grafik Desain Ketebalan Overlay Berdasarkan Lendutan Balik dan Desain

ESAL....................................................................................................................................II-15Gambar 2. 7 Konsep Dasar Sistem Multilapis.....................................................................II-17

Gambar 2. 8 Kurva Pengaruh Tegangan untuk Sistem Dua Lapis dari Burmister ..............II-20

Gambar 2. 9 Sistem Perkerasan Tiga Lapis .........................................................................II-22Gambar 2. 10 Skema Benkelman Beam ..............................................................................II-24

Gambar 2. 11 Alat Falling Weight Deflectometer...............................................................II-25

Tabel 2. 1 Jalur Rencana ........................................................................................................II-2Tabel 2. 2 Faktor Regional (FR) ............................................................................................II-7

Tabel 2. 3 Faktor Ekivalen dari Aspal Emulsi .....................................................................II-10Tabel 2. 4 Faktor Konversi untuk Menentukan Ketebalan Efektif ......................................II-11

Tabel 2. 5 Faktor Pertumbuhan Total ..................................................................................II-16

Tabel 2. 6 Persamaan – Persamaan dari Sistem Satu Lapis.................................................II-19