perda-11-88

22
PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 11 TAHUN 1988 TENTANG KETERTIBAN UMUM DALAM WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan tata kehidupan kota Jakarta yang tertib,teratur, nyaman dan tenteram, diperlukan adanya pengaturan di bidang ketertiban umum yang mampu melindungi warga kota dan prasarana kota beserta kelengkapannya; b. bahwa pengaturan tentang ketertiban umum yang selama ini berlaku adalah Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1972, yang dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat kota Jakarta dan salah satu aspek peraturan ketertiban umum tersebut, yaitu tentang kebersihan lingkungan mengingat kebutuhan telah diatur tersendiri dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1988; c. bahwa dalam mewujudkan dan mencapai sasaran yang dimaksud pada huruf a, dan sehubungan dengan hal tersebut pada huruf b diatas, serta untuk menumbuhkan rasa disiplin diri dan perilaku tertib setiap warga kota, perlu menetapkan kembali Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Upload: jajap-tanudjaja

Post on 09-Jul-2016

217 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NOMOR 11 TAHUN 1988

TENTANG

KETERTIBAN UMUM DALAM WILAYAH DAERAH KHUSUS

IBUKOTA JAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan tata kehidupan kota Jakarta

yang tertib,teratur, nyaman dan tenteram, diperlukan adanya

pengaturan di bidang ketertiban umum yang mampu

melindungi warga kota dan prasarana kota beserta

kelengkapannya;

b. bahwa pengaturan tentang ketertiban umum yang selama ini

berlaku adalah Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1972, yang

dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat

kota Jakarta dan salah satu aspek peraturan ketertiban umum

tersebut, yaitu tentang kebersihan lingkungan mengingat

kebutuhan telah diatur tersendiri dalam Peraturan Daerah

Nomor 5 Tahun 1988;

c. bahwa dalam mewujudkan dan mencapai sasaran yang

dimaksud pada huruf a, dan sehubungan dengan hal tersebut

pada huruf b diatas, serta untuk menumbuhkan rasa disiplin diri

dan perilaku tertib setiap warga kota, perlu menetapkan

kembali Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dalam

Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

2

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 2 Pnps Tahun 1961 tentang

Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya;

2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan

Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sabagai Ibukota

Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta;

3. Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok

Pemerintahan Di Daerah;

4. Peraturan Daerah-Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3

Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negaeri Sipil di

lingkungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

TENTANG KETERTIBAN UMUM DALAM WILAYAH DAERAH

KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

B A B I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

a. Daerah adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota

Jakarta;

c. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah

Khusus Ibukota Jakarta;

d. Ketertiban umum adalah suatu keadaan di mana Pemerintah

dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara tertib, teratur,

nyaman dan tenteram;

3

e. Kepentingan dinas adalah kepentingan umum yang didasarkan

pada keputusan Pemerintah;

f. Jalan adalah prasarana perhubungan darat dalam bentuk

apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan

pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu

lintas umum;

g. Jalur hijau adalah setiap jalur yang terbuka sesuai rencana kota;

h. Taman adalah jalur yang dipergunakan dan diolah untuk

pertamanan;

i. Badan adalah perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan

usaha milik negara atau Daerah, dengan nama dan bentuk

apapun, persekutuan, firma, kongsi, perkumpulan, koperasi,

yayasan atau lembaga dan bentuk usaha tetap.

BAB II

TERTIB JALAN DAN ANGKUTAN

JALAN RAYA

Pasal 2

(1) Setiap pejalan kaki harus berjalan di atas trotoar apabila jalan

dimaksud telah dilengkapi trotoar.

(2) Setiap pejalan kaki yang akan menyeberang jalan yang telah

dilengkapi dengan sarana jembatan penyeberangan atau rambu

penyeberangan (zebra cross), diwajibkan menggunakan sarana

tersebut.

(3) Setiap pemakai jasa angkutan umum di jalan wajib menunggu

kendaraan di tempat pemberhentian yang telah ditetapkan.

(4) Setiap angkutan umum bis kota dan sejenisnya harus berjalan

pada ruas jalan yang telah ditetapkan dan tidak diperbolehkan

saling mendahului.

4

Pasal 3

Kecuali atas izin Gubernur Kepala Daerah, setiap orang dilarang :

a. membuat atau memasang portal;

b. membuat atau memasang tanggul pengaman jalan;

c. membuat atau memasang pintu penutup jalan;

d. membuat, memasang, memindahkan, membuat tidak

berfungsi rambu-rambu lalu lintas;

e. menutup terobosan atau putaran jalan;

f. membongkar jalur pemisah jalan,pulau-pulau lalu-lintas dan

sejenisnya;

g. membongkar, memotong, merusak/membuat tidak berfungsi

pagar pengaman jalan;

h. menggunakan bahu jalan (trotoar) tidak sesuai dengan

fungsinya;

i. melakukan perbuatan–perbuatan yang dapat berakibat

merusak sebagian atau seluruh badan jalan dan

membahayakan keselamatan lalu lintas.

pasal 4

Demi ketertiban umum dan keamanan lalu lintas, Gubernur Kepala

Daerah berwenang menetapkan ketentuan bagi penumpang,

pengemudi dan pegawai-pegawai bis kota maupun alat angkutan

umum lainnya.

Pasal 5

Setiap kendaraan angkutan umum yang tidak layak jalan dilarang

beroperasi di jalan-jalan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta .

Pasal 6

(1) Setiap orang/badan dilarang mengangkut bahan beracun,

berdebu, berbau busuk, bahan yang mudah terbakar, bahan

peledak dan bahan-bahan lain yang dapat membahayakan

5

keselamatan umum dengan menggunakan alat angkutan

yang terbuka.

(2) Alat atau tempat untuk mengangkut bahan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) pasal ini harus ditutup, dengan

ketentuan tempat tersebut harus segera dibersihkan atau

dimusnahkan setelah pemakaiannya.

pasal 7

Setiap orang dilarang bertempat tinggal atau tidur dijalan, di atas

atau di bawah jembatan dan jembatan penyeberangan, kecuali

untuk kepentingan dinas.

BAB III

TERTIB JALUR HIJAU, TAMAN DAN TEMPAT UMUM

Pasal 8

Kecuali untuk kepentingan dinas, setiap orang dilarang :

a. memasuki atau berada di jalur hijau atau taman yang

bukan untuk umum;

b. melakukan perbuatan dengan alasan apapun yang dapat

merusak jalur hijau dan atau taman beserta

kelengkapannya;

c. bertempat tinggal atau tidur di jalur hijau, taman dan

tempat –tempat umum;

d. berjongkok, berbaring atau berdiri di atas bangku-bangku

milik Pemerintah Daerah yang terdapat di tepi jalan, jalur

hijau, taman dan tempat-tempat umum;

e. berdiri, duduk, melompati atau menerobos sandaran

jembatan atau pagar sepanjang jalan, jalur hijau, taman

dan tempat-tempat umum;

f. memanjat, memotong, menebang pohon dan tanaman

yang tumbuh di sepanjang jalan, jalur hijau, taman, kecuali

dalam keadaan darurat.

6

BAB IV

TERTIB SUNGAI, SALURAN KOLAM DAN LEPAS PANTAI

Pasal 9

Setiap orang dilarang bertempat tinggal atau tidur di tanggul,

bantaran sungai, di pinggir kali dan saluran.

pasal 10

(1) Setiap orang dilarang mandi, membersihkan anggota badan,

mencuci pakaian, bahan makanan, binatang, kendaraan atau

benda-benda di sungai, saluran, kolam, kecuali di tempat-

tempat yang diizinkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

(2) Setiap orang dilarang mengambil air dan air mancur, kolam

dan tempat lainnya yang sejenis, kecuali apabila hal ini

dilaksanakan oleh petugas untuk kepentingan dinas.

(3) Setiap orang dilarang memanfaatkan air sungai untuk

keperluan usaha.

Pasal 11

Setiap orang/badan dilarang mengambil atau memindahkan

tutup got, selokan atau saluran lainnya, tali air serta komponen

bangunan pelengkap jalan, kecuali untuk kepentingan dinas.

Pasal 12

Setiap orang/badan dilarang membuat empang tanpa izin tertulis

dari Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 13

Setiap orang/badan dilarang menangkap ikan dan hasil laut

lainnya dengan menggunakan bagan, bahan peledak atau

bahan/alat yang dapat merusak kelestarian lingkungan di tepi

pantai atau perairan.

BAB V

TERTIB LINGKUNGAN

7

Pasal 14

Setiap orang/badan dilarang menangkap, memburu atau

membunuh binatang tertentu yang jenisnya ditetapkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 15

Setiap orang dilarang bermain-main di jalan, di atas atau di

bawah jembatan, di pinggir rel kereta api, pinggir kali, pinggir

saluran dan tempat-tempat umum lainnya, kecuali di tempat-

tempat yang telah ditetapkan oleh Gubernur Kepala daerah.

BAB VI

TERTIB USAHA TERTENTU

Pasal 16

(1) Setiap orang/badan dilarang menempatkan benda-benda

dengan maksud untuk melakukan sesuatu usaha di jalan,

di pinggir rel kereta api, jalur hijau, taman dan tempat-

tempat umum, kecuali di tempat-tempat yang telah

diizinkan oleh Gubernur kepala Daerah.

(2) Setiap orang/badan dilarang menjajakan barang

dagangan, membagikan selebaran atau melakukan

usaha-usaha tertentu dengan mengharapkan imbalan di

jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum, kecuali

di tempat-tempat yang telah ditetapkan Gubernur Kepala

Daerah.

Pasal 17

Setiap orang/badan dilarang melakukan pekerjaan atau

bertindak sebagai perantara karcis angkutan umum,

pengujian kendaraan bermotor, karcis hiburan dan atau

kegiatan lainnya yang sejenis tanpa izin Gubernur Kepala

Daerah.

8

pasal 18

Setiap orang/badan dilarang :

a. melakukan usaha pembuatan, perakitan dan penjualan

becak di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

b. memasukkan becak ke wilayah Daerah Khusus

Ibukota Jakarta;

c. mengusahakan kendaraan bermotor/tidak bermotor

sebagai alat angkutan umum yang tidak termasuk

dalam pola angkutan umum yang ditetapkan.

Pasal 19

Setiap orang/badan dilarang melakukan usaha

pengumpulan, penyaluran pembantu rumah tangga atau

pramuwisma tanpa izin tertulis dari Gubernur Kepala

Daerah.

BAB VII

TERTIB BANGUNAN

Pasal 20

Setiap orang/badan dilarang :

a. mendirikan bangunan atau benda lain yang

menjulang, menanam atau membiarkan tumbuh

pohon atau tumbuh-tumbuhan lain di dalam kawsan

Hantaran Udara Tegangan Tinggi (HUTT) pada

radius sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

b. mendirikan bangunan pada daerah milik jalan, dan

atau saluran/ sungai, kecuali untuk kepentingan

dinas;

c. mendirikan bangunan di pinggir rel kereta api pada

jarak yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

9

BAB VIII

TERTIB PEMILIK,PENGHUNI BANGUNAN

Pasal 21

(1) Setiap pemilik, penghuni bangunan atau rumah diwajibkan :

a. memelihara pagar pekarangan dan memotong pagar

hidup yang berbatasan dengan jalan, sehingga menjadi

paling tinggi 1 (satu) meter dan jika bukan merupakan

pagar hidup maka tinggi maksimal 11/2 (satu setengah)

meter dengan satu meter bagian atasnya harus tembus

pandang kecuali untuk bangunan industri/pabrik dan

bangunan lain dengn izin tertulis dari Gubernur Kepala

Daerah atau pejabat yang di tunjuk;

b. membuang bagian dari pohon, semak-semak dan

tumbuh-tumbuhan yang dapat menganggu keselamatan

umum atau dapat menimbulkan bahaya bagi

sekelilingnya;

c. memelihara dan mencegah perusakan bahu jalan atau

trotoar karena penggunaan oleh pemilik atau penghuni

bangunan, toko atau rumah;

d. memberi penerangan lampu di pekarangan untuk

menerangi jalan yang belum terjangkau penerangan

jalan.

(2) Setiap orang dilarang memotong atau menebang pohon

yang tumbuh di pekarangan yang ukuran garis tengah

batang pohonnya minimal 10 cm tanpa izin tertulis dari

Gubernur Kepala Daerah, kecuali dalam keadaan darurat.

BAB IX

TERTIB SOSIAL

10

Pasal 22

Setiap orang/badan dilarang meminta bantuan atau sumbangan

dengan cara dan alasan apapun, baik dilakukan sendiri-sendiri,

ataupun bersama-sama di jalan, angkutan umum, rumah tempat

tinggal, kantor dan tempat-tempat umum lainnya tanpa izin

tertulis dari Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 23

Setiap orang yang mengidap penyakit yang mengganggu

pandangan umum dan meresahkan masyarakat, dilarang

berada di jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum.

Pasal 24

Setiap orang dilarang bertingkah laku a susila di jalan, jalur

hijau, taman dan tempat-tempat umum.

Pasal 25

(1) Setiap orang/badan dilarang menggunakan, menyediakan

bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat a susila.

(2) Setiap orang/badan dilarang memberi kesempatan untuk

berbuat a susila.

(3) Gubernur Kepala Daerah berwenang menutup bangunan

atau rumah atau tempat yang digunakan berbuat a susila.

(4) Setiap orang dilarang mengunjungi bangunan atau rumah

yang ditutup berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) pasal ini.

(5) Tidak dianggap sebagai pengunjung sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) pasal ini ialah :

a) mereka yang tinggal dan menetap bersama-sama di

dalam bangunan atau rumah itu, demikian pula

keluarganya;

b) mereka yang berada di bangunan atau rumah itu untuk

menjalankan pekerjaannya;

11

c) petugas yang berada di tempat tersebut untuk

kepentingan dinas.

BAB X

TERTIB KESEHATAN

Pasal 26

Setiap orang/badan dilarang menyelenggarakan

praktek/kegiatan usaha pengobatan dengan cara

tradisional dan atau pengobatan yang bersifat kebatinan

dan praktek yang ada hubungannya dengan bidang

kesehatan tanpa izin tertulis dari Gubernur Kepala

Daerah.

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 27

(1) Perbuatan yang melanggar ketentuan :

a. Pasal 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,23

dan Pasal 24 Peraturan daerah ini, diancam dengan

pidan kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau

denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000,00 (lima

puluh ribu rupiah).

b. Pasal 19,20,21,22,25 dan Pasal 26 Peraturan

Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan

selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda

sebanyak-banyaknya Rp 50.000,00 (lima puluh ribu

rupiah).

(2) Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal

ini, terhadap pelanggaran tersebut dapat dibebankan biaya

paksaan penegakan hukum seluruhnya atau sebagian.

(3) Gubernur Kepala Daerah menetapkan besarnya biaya

dimaksud pada ayat (2) pasal ini.

12

BAB XII

PEMBINAAN

Pasal 28

Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan

pembinaan ketertiban umum dalam wilayah Daerah Khusus

Ibukota Jakarta.

BAB XIII

PENGAWASAN

Pasal 29

Pengawasan atas kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan dalam

Peraturan Daerah ini ditugaskan pula kepada para pegawai yang

diserahi tugas untuk itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB XIV

PENYIDIKAN

Pasal 30

(1) Selain pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang

bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak

pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini,

dapat juga dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil di

lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya

ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para pejabat

penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini

berwenang :

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang

tentang adanya tindak pidana;

b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat

kejadian dan melakukan pemeriksaan;

13

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan

memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;

e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa

sebagai tersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam

hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan setelah

mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti

atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak

pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut

kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;

i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

dapat di pertanggung jawabkan.

(3) Dalam melakukan tugasnya, penyidik tidak berwenang

melakukan penangkapan dan atau penahanan.

(4) Penyidik membuat berita acara setiap tindakan tentang :

a. pemeriksaan tersangka;

b. pemasukan rumah

c. penyitaan benda;

d. pemeriksaan surat;

e. pemeriksaan saksi;

f. pemeriksaan di tempat kejadian.

dan mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dengan

tembusan kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia

untuk pelaksanaan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud

dalam pasal 27 ayat (1) huruf a atau mengirimkan berkasnya

kepada penuntut umum melalui Penyidik Polisi Negara Republik

14

Indonesia untuk pelaksanaan ketentuan pidana sebagaimana

dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) huruf b.

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31

Segala peraturan pelaksanaan yang telah ditetapkan atau

dinyatakan berlaku berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3

Tahun 1972 tentang Ketertiban Umum dalam wilayah Daerah

Khusus Ibukota Jakarta yang tidak bertentangan dengan

Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku selama belum dicabut

atau diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

Hal-hal yang merupakan pelaksanaan Peraturan Daerah ini

ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 33

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan

Daerah Nomor 12 Tahun 1968 tentang Ketentuan

Pertanggungan Jawab Pengemudi atas Kerusakan

Bagian/Pelengkap Jalan dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1972 tentang

Ketertiban Umum dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta,

Lampiran Nomor 36 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1977

tentang Penyesuaian ketentuan Pidana dalam Peraturan Daerah

yang dikeluarkan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 5

tahun1974 dengan ketentuan Pasal 41 dan 42 Undang-undang

dimaksud, Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1977 tentang

Perubahan untuk Pertama kali Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun

1972 tentang Ketertiban Umum dalam wilayah Daerah Khusus

Ibukota Jakarta (Lemabaran Daerah Tahun 1972 Nomor 101)

15

dan semua ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan

Daerah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.

pasal 34

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Jakarta,28 Desember 1988.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GUBERNUR KEPALA

DAERAH DAERAH KHUSUS DAERAH KHUSUS

IBUKOTA JAKARTA IBUKOTA JAKARTA

KETUA,

SUPARNO WIRYOSUBROTO WIYOGO ATMODARMINTO

Disahkan oleh Menteri Dalam Negeri

dengan Keputusan

Nomor 300.31-787

Tanggal 16 Oktober 1989

Diundangkan dalam Lembaran

Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Nomor 72 Tahun 1989 Seri C Nomor 1 tanggal 24 Oktober 1989

16

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NOMOR 11 TAHUN 1988

TENTANG

KETERTIBAN UMUM DALAM WILAYAH DAERAH KHUSU

IBUKOTA JAKARTA

I. PENJELASAN UMUM

Peraturan Daerah ini merupakan pengganti dari Peraturan Daerah

Nomor 3 Tahun 1972 tentang Ketertiban Umum dalam wilayah Daerah Khusus

Ibukota Jakarta dan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1977, sehubungan

dengan telah diaturnya salah satu aspek dari masalah ketertiban umum

tersebut, yaitu masalah kebersihan lingkungan dalam Peraturan Daerah

Nomor 5 Tahun 1988. Selain itu penetapan kembali Peraturan Ketertiban

Umum ini dimaksud pula untuk dapat menampung dan menyesuaikan dengan

perkembangan keadaan dan kebutuhan dewasa ini.

Demikian pula Peraturan Daerah ini dianggap sangat penting untuk

memberikan motivasi dalam menumbuhkan dan menegakkan serta mendidik

masyarakat untuk berperilaku disiplin guna mewujudkan tata kehidupan

perkotaan masyarakat Jakarta selaku Kota Metropolitan sekaligus sebagai

Ibukota Negara.

Hal yang sangat mendasar dalam tata kehidupan perkotaan yang perlu

mendapat penanganan yang optimal adalah ketertiban umum yang

menyangkut tertib jalan dan angkutan jalan raya, jalur hijau,taman dan tempat

umum, sungai, saluran, kolam dan lepas pantai, keamanan (lingkungan),

usaha tertentu, bangunan, penghuni bangunan, sosial serta kesehatan.

Upaya untuk mencapai kondisi yang tertib sebagaimana yang menjadi jiwa dari

Peraturan Daerah ini tidak semata-mata menjadi tugas dan tanggung jawab

aparat Pemerintah Daerah, tetapi justru diharapkan peran serta yang

merupakan kewajiban seluruh lapisan masyarakat untuk secara sadar ikut

serta menumbuhkan dan memelihara ketertiban dimaksud.

17

Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tersebut, Pemerintah Daerah

dapat menempuh berbagai cara, antara lain dengan penyuluhan, yanh

diharapkan dapat memberikan motivasi menumbuhkan rasa disiplin diri pada

masyarakat agar berperilaku tertib,sehingga setiap warga kota diharapkan

dapat berperan serta memelihara ketertiban.

Pengaturan kembali ketertiban umum dalam Peraturan Daerah ini

selain untuk lebih melengkapi ketentuan yang telah ada, juga untuk

menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam hal penegakan

hukum.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 huruf a s.d e : Cukup jelas

huruf f : Termasuk alam pengertian jalur

hijau

adalah jalur hijau jalan, antara lain

hijau separatur, hijau pulau-pulau

jalan,hijau bundaran (rotunda),

hijau bahu jalan.

huruf g s.d i : Cukup jelas

pasal 2 ayat (1) : Cukup jelas

ayat (2) : Jalan dimaksud tidak termasuk

jalan

rel misalnya jalan kereta api, jalan

lori dan jalan kabel.

ayat (3) : yang dimaksud dengan tempat

pem

berhentian untuk menunggu bis

kota alat angkutan umum lainnya.

ayat (4) : termasuk bis kota adalah

metromini,

18

mikrolet dan kendaraan alat

angkutan umum yang sejenis.

Pengertian larangan mendahului di

sini adalah pada waktu kendaraan

sedang berjalan.

pasal 3 huruf a s.d e : Cukup jelas

huruf f : Pulau-pulau lalu lintas ialah bagian

ja

lan yang lebih tinggi permukaannya

yang berfungsi sebagai pemisah

jalan.

huruf g dan h : Cukup jelas

huruf i : Termasuk perbuatan dimaksud

dalam

huruf ini adalah menutup

saluran/selokan/got, menyimpan

kendaraan, membiarkan kendaraan

dalam keadaan rusak yang dapat

mengganggu kelancaran lalu lintas.

Pasal 4 : Ketentuan perbuatan dimaksud dalam

pasal ini antara lain ketentuan

mengenai kewajiban setiap

perusahaan angkutan umum

menyediakan pakaian seragam awak

kendaraannya dan kewajiban bagi

awak kendaraan untuk mengenakan

pakaian seragam pada waktu

melaksanakan tugas, ketentuan

mengenai keharusan bagi setiap

penumpang bis kota naik dari depan

dan turun dari pintu belakang serta

ketentuan lain sepanjang tidak diatur

19

dalam Undang-undang Lalu lintas

Jalan.

Pasal 5 : Laik jalan dimaksud dalam pasal ini

harus sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 6 s.d 8 huruf b : Cukup jelas

huruf c :Tempat umum adalah tempat

berkumpulnya orang, misalnya pasar,

bioskop dan lain-lain.

huruf d s.d f : Cukup jelas

pasal 9 s.d 10 ayat (2) : Cukup jelas

ayat (3) :Usaha dimaksud dalam pasal ini

misalnya pabrik es, pabrik tahu dan

lain-lain, yang bertujuan untuk menjaga

kesehatan masyarakat.

Pasal 11 : Contoh komponen bangunan

pelengkap jalan adalah antara lain inter

blok, gril/saringan mulut air.

Pasal 12 : Cukup jelas

Pasal 13 :Bagan dimaksud baik bagan tancap

maupun terapung.

Pasal 14 : Cukup jelas

Pasal 15 :Larangan ini dimaksud agar tidak

membahayakan jiwa, baik diri sendiri

ataupun orang lain. Bermain-main di

jalan dalam pasal ini contohnya antara

lain : bermain layang-layang, bermain

sepatu roda, bermain sepeda.

Pasal 16 ayat (1) : Larangan yang tercantum dalam

pasal ini meliputi larangan untuk

menyimpan/ menempatkan kendaraan,

20

memperbaiki kendaraan atau

mengecat kendaraan di tepi jalan.

ayat (2) : Yang dimaksud dengan menjajakan

barang dagangan antara lain

pedagang asongan, penjual koran,

sedangkan yang dimaksud dengan

melakukan usaha –usaha tertentu

antara lain pengamen, pengelap mobil.

Termasuk dalam pengertian tempat-

tempat umum dalam pasal ini adalah

terminal angkutan umum.

Pasal 17 : Cukup jelas

Pasal 18 : Larangan sebagaimana dimaksud

dalam pasal ini pada hakekatnya untuk

lebih mempertegas dan melandasi

kebijaksanaan Pemerintah Daerah,

bahwa becak (alat angkutan umum di

darat yang di gerakkan oleh tenaga

manusia) tidak dapat lagi digunakan

sebagai alat angkutan umum di

wilayah Daerah Khusus Ibukota

Jakarta.

Dengan demikian becak-becak yang

ada di Daerah Khusus Ibukota Jakarta

harus ditiadakan.

Pelaksanaan lebih lanjut peniadaan

becak-becak tesebut ditetapkan oleh

Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 19 : Cukup jelas

Pasal 20 huruf a : Cukup jelas

huruf b :Termasuk dalam daerah milik

21

saluran/sungai, tanggul ataupun

bagian dari sungai.

Termasuk dalam daerah milik jalan

adalah antara lain bahu jalan.

huruf c : Cukup jelas

Pasal 21 : Cukup jelas

Pasal 22 : Bantuan atau sumbangan adalah

bentuk barang atau uang untuk

kepentingan sendiri atau orang lain

yang mengganggu ketertiban,

termasuk juga dalam pengertian

meminta bantuan atau sumbangan

adalah mengemis.

Pasal 23 : Cukup jelas

Pasal 24 : Perbuatan a susila adalah perbuatan

yang menyimpang rasa kesusilaan,

sesuai norma yang berlaku.

Pasal 25 : Tujuan pasal ini adalah melarang

adanya tempat/rumah untuk

melakukan perbuatan a susila,

Gubernur Kepala Daerah dapat

melakukan rehabilitasi terhadap

mereka yang berbuat a susila melalui

resosialisasi.

Pengertian resosialisasi dalam hal ini

bukan legalisasi.

Pasal 26 :Yang dimaksud dengan pengobatan

secara tradisional antara lain

pengobatan shinse, tusuk jarum atau

akupunktur.

Pasal 27 : Cukup jelas

22

Pasal 28 :Dalam menyelenggarakan pembinaan

Pemerintah Daerah dapat memberikan

bimbingan dan penyuluhan kepada

masyarakat.

Pasal 29 s.d 34 : Cukup jelas