perda-11-88
TRANSCRIPT
PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 11 TAHUN 1988
TENTANG
KETERTIBAN UMUM DALAM WILAYAH DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan tata kehidupan kota Jakarta
yang tertib,teratur, nyaman dan tenteram, diperlukan adanya
pengaturan di bidang ketertiban umum yang mampu
melindungi warga kota dan prasarana kota beserta
kelengkapannya;
b. bahwa pengaturan tentang ketertiban umum yang selama ini
berlaku adalah Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1972, yang
dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat
kota Jakarta dan salah satu aspek peraturan ketertiban umum
tersebut, yaitu tentang kebersihan lingkungan mengingat
kebutuhan telah diatur tersendiri dalam Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 1988;
c. bahwa dalam mewujudkan dan mencapai sasaran yang
dimaksud pada huruf a, dan sehubungan dengan hal tersebut
pada huruf b diatas, serta untuk menumbuhkan rasa disiplin diri
dan perilaku tertib setiap warga kota, perlu menetapkan
kembali Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dalam
Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 2 Pnps Tahun 1961 tentang
Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya;
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sabagai Ibukota
Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta;
3. Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok
Pemerintahan Di Daerah;
4. Peraturan Daerah-Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3
Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negaeri Sipil di
lingkungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
TENTANG KETERTIBAN UMUM DALAM WILAYAH DAERAH
KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
B A B I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta;
c. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah
Khusus Ibukota Jakarta;
d. Ketertiban umum adalah suatu keadaan di mana Pemerintah
dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara tertib, teratur,
nyaman dan tenteram;
3
e. Kepentingan dinas adalah kepentingan umum yang didasarkan
pada keputusan Pemerintah;
f. Jalan adalah prasarana perhubungan darat dalam bentuk
apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu
lintas umum;
g. Jalur hijau adalah setiap jalur yang terbuka sesuai rencana kota;
h. Taman adalah jalur yang dipergunakan dan diolah untuk
pertamanan;
i. Badan adalah perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan
usaha milik negara atau Daerah, dengan nama dan bentuk
apapun, persekutuan, firma, kongsi, perkumpulan, koperasi,
yayasan atau lembaga dan bentuk usaha tetap.
BAB II
TERTIB JALAN DAN ANGKUTAN
JALAN RAYA
Pasal 2
(1) Setiap pejalan kaki harus berjalan di atas trotoar apabila jalan
dimaksud telah dilengkapi trotoar.
(2) Setiap pejalan kaki yang akan menyeberang jalan yang telah
dilengkapi dengan sarana jembatan penyeberangan atau rambu
penyeberangan (zebra cross), diwajibkan menggunakan sarana
tersebut.
(3) Setiap pemakai jasa angkutan umum di jalan wajib menunggu
kendaraan di tempat pemberhentian yang telah ditetapkan.
(4) Setiap angkutan umum bis kota dan sejenisnya harus berjalan
pada ruas jalan yang telah ditetapkan dan tidak diperbolehkan
saling mendahului.
4
Pasal 3
Kecuali atas izin Gubernur Kepala Daerah, setiap orang dilarang :
a. membuat atau memasang portal;
b. membuat atau memasang tanggul pengaman jalan;
c. membuat atau memasang pintu penutup jalan;
d. membuat, memasang, memindahkan, membuat tidak
berfungsi rambu-rambu lalu lintas;
e. menutup terobosan atau putaran jalan;
f. membongkar jalur pemisah jalan,pulau-pulau lalu-lintas dan
sejenisnya;
g. membongkar, memotong, merusak/membuat tidak berfungsi
pagar pengaman jalan;
h. menggunakan bahu jalan (trotoar) tidak sesuai dengan
fungsinya;
i. melakukan perbuatan–perbuatan yang dapat berakibat
merusak sebagian atau seluruh badan jalan dan
membahayakan keselamatan lalu lintas.
pasal 4
Demi ketertiban umum dan keamanan lalu lintas, Gubernur Kepala
Daerah berwenang menetapkan ketentuan bagi penumpang,
pengemudi dan pegawai-pegawai bis kota maupun alat angkutan
umum lainnya.
Pasal 5
Setiap kendaraan angkutan umum yang tidak layak jalan dilarang
beroperasi di jalan-jalan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta .
Pasal 6
(1) Setiap orang/badan dilarang mengangkut bahan beracun,
berdebu, berbau busuk, bahan yang mudah terbakar, bahan
peledak dan bahan-bahan lain yang dapat membahayakan
5
keselamatan umum dengan menggunakan alat angkutan
yang terbuka.
(2) Alat atau tempat untuk mengangkut bahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pasal ini harus ditutup, dengan
ketentuan tempat tersebut harus segera dibersihkan atau
dimusnahkan setelah pemakaiannya.
pasal 7
Setiap orang dilarang bertempat tinggal atau tidur dijalan, di atas
atau di bawah jembatan dan jembatan penyeberangan, kecuali
untuk kepentingan dinas.
BAB III
TERTIB JALUR HIJAU, TAMAN DAN TEMPAT UMUM
Pasal 8
Kecuali untuk kepentingan dinas, setiap orang dilarang :
a. memasuki atau berada di jalur hijau atau taman yang
bukan untuk umum;
b. melakukan perbuatan dengan alasan apapun yang dapat
merusak jalur hijau dan atau taman beserta
kelengkapannya;
c. bertempat tinggal atau tidur di jalur hijau, taman dan
tempat –tempat umum;
d. berjongkok, berbaring atau berdiri di atas bangku-bangku
milik Pemerintah Daerah yang terdapat di tepi jalan, jalur
hijau, taman dan tempat-tempat umum;
e. berdiri, duduk, melompati atau menerobos sandaran
jembatan atau pagar sepanjang jalan, jalur hijau, taman
dan tempat-tempat umum;
f. memanjat, memotong, menebang pohon dan tanaman
yang tumbuh di sepanjang jalan, jalur hijau, taman, kecuali
dalam keadaan darurat.
6
BAB IV
TERTIB SUNGAI, SALURAN KOLAM DAN LEPAS PANTAI
Pasal 9
Setiap orang dilarang bertempat tinggal atau tidur di tanggul,
bantaran sungai, di pinggir kali dan saluran.
pasal 10
(1) Setiap orang dilarang mandi, membersihkan anggota badan,
mencuci pakaian, bahan makanan, binatang, kendaraan atau
benda-benda di sungai, saluran, kolam, kecuali di tempat-
tempat yang diizinkan oleh Gubernur Kepala Daerah.
(2) Setiap orang dilarang mengambil air dan air mancur, kolam
dan tempat lainnya yang sejenis, kecuali apabila hal ini
dilaksanakan oleh petugas untuk kepentingan dinas.
(3) Setiap orang dilarang memanfaatkan air sungai untuk
keperluan usaha.
Pasal 11
Setiap orang/badan dilarang mengambil atau memindahkan
tutup got, selokan atau saluran lainnya, tali air serta komponen
bangunan pelengkap jalan, kecuali untuk kepentingan dinas.
Pasal 12
Setiap orang/badan dilarang membuat empang tanpa izin tertulis
dari Gubernur Kepala Daerah.
Pasal 13
Setiap orang/badan dilarang menangkap ikan dan hasil laut
lainnya dengan menggunakan bagan, bahan peledak atau
bahan/alat yang dapat merusak kelestarian lingkungan di tepi
pantai atau perairan.
BAB V
TERTIB LINGKUNGAN
7
Pasal 14
Setiap orang/badan dilarang menangkap, memburu atau
membunuh binatang tertentu yang jenisnya ditetapkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 15
Setiap orang dilarang bermain-main di jalan, di atas atau di
bawah jembatan, di pinggir rel kereta api, pinggir kali, pinggir
saluran dan tempat-tempat umum lainnya, kecuali di tempat-
tempat yang telah ditetapkan oleh Gubernur Kepala daerah.
BAB VI
TERTIB USAHA TERTENTU
Pasal 16
(1) Setiap orang/badan dilarang menempatkan benda-benda
dengan maksud untuk melakukan sesuatu usaha di jalan,
di pinggir rel kereta api, jalur hijau, taman dan tempat-
tempat umum, kecuali di tempat-tempat yang telah
diizinkan oleh Gubernur kepala Daerah.
(2) Setiap orang/badan dilarang menjajakan barang
dagangan, membagikan selebaran atau melakukan
usaha-usaha tertentu dengan mengharapkan imbalan di
jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum, kecuali
di tempat-tempat yang telah ditetapkan Gubernur Kepala
Daerah.
Pasal 17
Setiap orang/badan dilarang melakukan pekerjaan atau
bertindak sebagai perantara karcis angkutan umum,
pengujian kendaraan bermotor, karcis hiburan dan atau
kegiatan lainnya yang sejenis tanpa izin Gubernur Kepala
Daerah.
8
pasal 18
Setiap orang/badan dilarang :
a. melakukan usaha pembuatan, perakitan dan penjualan
becak di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
b. memasukkan becak ke wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta;
c. mengusahakan kendaraan bermotor/tidak bermotor
sebagai alat angkutan umum yang tidak termasuk
dalam pola angkutan umum yang ditetapkan.
Pasal 19
Setiap orang/badan dilarang melakukan usaha
pengumpulan, penyaluran pembantu rumah tangga atau
pramuwisma tanpa izin tertulis dari Gubernur Kepala
Daerah.
BAB VII
TERTIB BANGUNAN
Pasal 20
Setiap orang/badan dilarang :
a. mendirikan bangunan atau benda lain yang
menjulang, menanam atau membiarkan tumbuh
pohon atau tumbuh-tumbuhan lain di dalam kawsan
Hantaran Udara Tegangan Tinggi (HUTT) pada
radius sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. mendirikan bangunan pada daerah milik jalan, dan
atau saluran/ sungai, kecuali untuk kepentingan
dinas;
c. mendirikan bangunan di pinggir rel kereta api pada
jarak yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
9
BAB VIII
TERTIB PEMILIK,PENGHUNI BANGUNAN
Pasal 21
(1) Setiap pemilik, penghuni bangunan atau rumah diwajibkan :
a. memelihara pagar pekarangan dan memotong pagar
hidup yang berbatasan dengan jalan, sehingga menjadi
paling tinggi 1 (satu) meter dan jika bukan merupakan
pagar hidup maka tinggi maksimal 11/2 (satu setengah)
meter dengan satu meter bagian atasnya harus tembus
pandang kecuali untuk bangunan industri/pabrik dan
bangunan lain dengn izin tertulis dari Gubernur Kepala
Daerah atau pejabat yang di tunjuk;
b. membuang bagian dari pohon, semak-semak dan
tumbuh-tumbuhan yang dapat menganggu keselamatan
umum atau dapat menimbulkan bahaya bagi
sekelilingnya;
c. memelihara dan mencegah perusakan bahu jalan atau
trotoar karena penggunaan oleh pemilik atau penghuni
bangunan, toko atau rumah;
d. memberi penerangan lampu di pekarangan untuk
menerangi jalan yang belum terjangkau penerangan
jalan.
(2) Setiap orang dilarang memotong atau menebang pohon
yang tumbuh di pekarangan yang ukuran garis tengah
batang pohonnya minimal 10 cm tanpa izin tertulis dari
Gubernur Kepala Daerah, kecuali dalam keadaan darurat.
BAB IX
TERTIB SOSIAL
10
Pasal 22
Setiap orang/badan dilarang meminta bantuan atau sumbangan
dengan cara dan alasan apapun, baik dilakukan sendiri-sendiri,
ataupun bersama-sama di jalan, angkutan umum, rumah tempat
tinggal, kantor dan tempat-tempat umum lainnya tanpa izin
tertulis dari Gubernur Kepala Daerah.
Pasal 23
Setiap orang yang mengidap penyakit yang mengganggu
pandangan umum dan meresahkan masyarakat, dilarang
berada di jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum.
Pasal 24
Setiap orang dilarang bertingkah laku a susila di jalan, jalur
hijau, taman dan tempat-tempat umum.
Pasal 25
(1) Setiap orang/badan dilarang menggunakan, menyediakan
bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat a susila.
(2) Setiap orang/badan dilarang memberi kesempatan untuk
berbuat a susila.
(3) Gubernur Kepala Daerah berwenang menutup bangunan
atau rumah atau tempat yang digunakan berbuat a susila.
(4) Setiap orang dilarang mengunjungi bangunan atau rumah
yang ditutup berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) pasal ini.
(5) Tidak dianggap sebagai pengunjung sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) pasal ini ialah :
a) mereka yang tinggal dan menetap bersama-sama di
dalam bangunan atau rumah itu, demikian pula
keluarganya;
b) mereka yang berada di bangunan atau rumah itu untuk
menjalankan pekerjaannya;
11
c) petugas yang berada di tempat tersebut untuk
kepentingan dinas.
BAB X
TERTIB KESEHATAN
Pasal 26
Setiap orang/badan dilarang menyelenggarakan
praktek/kegiatan usaha pengobatan dengan cara
tradisional dan atau pengobatan yang bersifat kebatinan
dan praktek yang ada hubungannya dengan bidang
kesehatan tanpa izin tertulis dari Gubernur Kepala
Daerah.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 27
(1) Perbuatan yang melanggar ketentuan :
a. Pasal 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,23
dan Pasal 24 Peraturan daerah ini, diancam dengan
pidan kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000,00 (lima
puluh ribu rupiah).
b. Pasal 19,20,21,22,25 dan Pasal 26 Peraturan
Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan
selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah).
(2) Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal
ini, terhadap pelanggaran tersebut dapat dibebankan biaya
paksaan penegakan hukum seluruhnya atau sebagian.
(3) Gubernur Kepala Daerah menetapkan besarnya biaya
dimaksud pada ayat (2) pasal ini.
12
BAB XII
PEMBINAAN
Pasal 28
Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan
pembinaan ketertiban umum dalam wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
BAB XIII
PENGAWASAN
Pasal 29
Pengawasan atas kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini ditugaskan pula kepada para pegawai yang
diserahi tugas untuk itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 30
(1) Selain pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang
bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini,
dapat juga dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para pejabat
penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat
kejadian dan melakukan pemeriksaan;
13
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah
mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti
atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut
kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
dapat di pertanggung jawabkan.
(3) Dalam melakukan tugasnya, penyidik tidak berwenang
melakukan penangkapan dan atau penahanan.
(4) Penyidik membuat berita acara setiap tindakan tentang :
a. pemeriksaan tersangka;
b. pemasukan rumah
c. penyitaan benda;
d. pemeriksaan surat;
e. pemeriksaan saksi;
f. pemeriksaan di tempat kejadian.
dan mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dengan
tembusan kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia
untuk pelaksanaan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 27 ayat (1) huruf a atau mengirimkan berkasnya
kepada penuntut umum melalui Penyidik Polisi Negara Republik
14
Indonesia untuk pelaksanaan ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) huruf b.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
Segala peraturan pelaksanaan yang telah ditetapkan atau
dinyatakan berlaku berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3
Tahun 1972 tentang Ketertiban Umum dalam wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta yang tidak bertentangan dengan
Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku selama belum dicabut
atau diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Hal-hal yang merupakan pelaksanaan Peraturan Daerah ini
ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.
Pasal 33
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan
Daerah Nomor 12 Tahun 1968 tentang Ketentuan
Pertanggungan Jawab Pengemudi atas Kerusakan
Bagian/Pelengkap Jalan dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1972 tentang
Ketertiban Umum dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Lampiran Nomor 36 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1977
tentang Penyesuaian ketentuan Pidana dalam Peraturan Daerah
yang dikeluarkan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 5
tahun1974 dengan ketentuan Pasal 41 dan 42 Undang-undang
dimaksud, Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Perubahan untuk Pertama kali Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
1972 tentang Ketertiban Umum dalam wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta (Lemabaran Daerah Tahun 1972 Nomor 101)
15
dan semua ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan
Daerah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.
pasal 34
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Jakarta,28 Desember 1988.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GUBERNUR KEPALA
DAERAH DAERAH KHUSUS DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA IBUKOTA JAKARTA
KETUA,
SUPARNO WIRYOSUBROTO WIYOGO ATMODARMINTO
Disahkan oleh Menteri Dalam Negeri
dengan Keputusan
Nomor 300.31-787
Tanggal 16 Oktober 1989
Diundangkan dalam Lembaran
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 72 Tahun 1989 Seri C Nomor 1 tanggal 24 Oktober 1989
16
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 11 TAHUN 1988
TENTANG
KETERTIBAN UMUM DALAM WILAYAH DAERAH KHUSU
IBUKOTA JAKARTA
I. PENJELASAN UMUM
Peraturan Daerah ini merupakan pengganti dari Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 1972 tentang Ketertiban Umum dalam wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta dan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1977, sehubungan
dengan telah diaturnya salah satu aspek dari masalah ketertiban umum
tersebut, yaitu masalah kebersihan lingkungan dalam Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 1988. Selain itu penetapan kembali Peraturan Ketertiban
Umum ini dimaksud pula untuk dapat menampung dan menyesuaikan dengan
perkembangan keadaan dan kebutuhan dewasa ini.
Demikian pula Peraturan Daerah ini dianggap sangat penting untuk
memberikan motivasi dalam menumbuhkan dan menegakkan serta mendidik
masyarakat untuk berperilaku disiplin guna mewujudkan tata kehidupan
perkotaan masyarakat Jakarta selaku Kota Metropolitan sekaligus sebagai
Ibukota Negara.
Hal yang sangat mendasar dalam tata kehidupan perkotaan yang perlu
mendapat penanganan yang optimal adalah ketertiban umum yang
menyangkut tertib jalan dan angkutan jalan raya, jalur hijau,taman dan tempat
umum, sungai, saluran, kolam dan lepas pantai, keamanan (lingkungan),
usaha tertentu, bangunan, penghuni bangunan, sosial serta kesehatan.
Upaya untuk mencapai kondisi yang tertib sebagaimana yang menjadi jiwa dari
Peraturan Daerah ini tidak semata-mata menjadi tugas dan tanggung jawab
aparat Pemerintah Daerah, tetapi justru diharapkan peran serta yang
merupakan kewajiban seluruh lapisan masyarakat untuk secara sadar ikut
serta menumbuhkan dan memelihara ketertiban dimaksud.
17
Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tersebut, Pemerintah Daerah
dapat menempuh berbagai cara, antara lain dengan penyuluhan, yanh
diharapkan dapat memberikan motivasi menumbuhkan rasa disiplin diri pada
masyarakat agar berperilaku tertib,sehingga setiap warga kota diharapkan
dapat berperan serta memelihara ketertiban.
Pengaturan kembali ketertiban umum dalam Peraturan Daerah ini
selain untuk lebih melengkapi ketentuan yang telah ada, juga untuk
menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam hal penegakan
hukum.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 huruf a s.d e : Cukup jelas
huruf f : Termasuk alam pengertian jalur
hijau
adalah jalur hijau jalan, antara lain
hijau separatur, hijau pulau-pulau
jalan,hijau bundaran (rotunda),
hijau bahu jalan.
huruf g s.d i : Cukup jelas
pasal 2 ayat (1) : Cukup jelas
ayat (2) : Jalan dimaksud tidak termasuk
jalan
rel misalnya jalan kereta api, jalan
lori dan jalan kabel.
ayat (3) : yang dimaksud dengan tempat
pem
berhentian untuk menunggu bis
kota alat angkutan umum lainnya.
ayat (4) : termasuk bis kota adalah
metromini,
18
mikrolet dan kendaraan alat
angkutan umum yang sejenis.
Pengertian larangan mendahului di
sini adalah pada waktu kendaraan
sedang berjalan.
pasal 3 huruf a s.d e : Cukup jelas
huruf f : Pulau-pulau lalu lintas ialah bagian
ja
lan yang lebih tinggi permukaannya
yang berfungsi sebagai pemisah
jalan.
huruf g dan h : Cukup jelas
huruf i : Termasuk perbuatan dimaksud
dalam
huruf ini adalah menutup
saluran/selokan/got, menyimpan
kendaraan, membiarkan kendaraan
dalam keadaan rusak yang dapat
mengganggu kelancaran lalu lintas.
Pasal 4 : Ketentuan perbuatan dimaksud dalam
pasal ini antara lain ketentuan
mengenai kewajiban setiap
perusahaan angkutan umum
menyediakan pakaian seragam awak
kendaraannya dan kewajiban bagi
awak kendaraan untuk mengenakan
pakaian seragam pada waktu
melaksanakan tugas, ketentuan
mengenai keharusan bagi setiap
penumpang bis kota naik dari depan
dan turun dari pintu belakang serta
ketentuan lain sepanjang tidak diatur
19
dalam Undang-undang Lalu lintas
Jalan.
Pasal 5 : Laik jalan dimaksud dalam pasal ini
harus sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6 s.d 8 huruf b : Cukup jelas
huruf c :Tempat umum adalah tempat
berkumpulnya orang, misalnya pasar,
bioskop dan lain-lain.
huruf d s.d f : Cukup jelas
pasal 9 s.d 10 ayat (2) : Cukup jelas
ayat (3) :Usaha dimaksud dalam pasal ini
misalnya pabrik es, pabrik tahu dan
lain-lain, yang bertujuan untuk menjaga
kesehatan masyarakat.
Pasal 11 : Contoh komponen bangunan
pelengkap jalan adalah antara lain inter
blok, gril/saringan mulut air.
Pasal 12 : Cukup jelas
Pasal 13 :Bagan dimaksud baik bagan tancap
maupun terapung.
Pasal 14 : Cukup jelas
Pasal 15 :Larangan ini dimaksud agar tidak
membahayakan jiwa, baik diri sendiri
ataupun orang lain. Bermain-main di
jalan dalam pasal ini contohnya antara
lain : bermain layang-layang, bermain
sepatu roda, bermain sepeda.
Pasal 16 ayat (1) : Larangan yang tercantum dalam
pasal ini meliputi larangan untuk
menyimpan/ menempatkan kendaraan,
20
memperbaiki kendaraan atau
mengecat kendaraan di tepi jalan.
ayat (2) : Yang dimaksud dengan menjajakan
barang dagangan antara lain
pedagang asongan, penjual koran,
sedangkan yang dimaksud dengan
melakukan usaha –usaha tertentu
antara lain pengamen, pengelap mobil.
Termasuk dalam pengertian tempat-
tempat umum dalam pasal ini adalah
terminal angkutan umum.
Pasal 17 : Cukup jelas
Pasal 18 : Larangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal ini pada hakekatnya untuk
lebih mempertegas dan melandasi
kebijaksanaan Pemerintah Daerah,
bahwa becak (alat angkutan umum di
darat yang di gerakkan oleh tenaga
manusia) tidak dapat lagi digunakan
sebagai alat angkutan umum di
wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
Dengan demikian becak-becak yang
ada di Daerah Khusus Ibukota Jakarta
harus ditiadakan.
Pelaksanaan lebih lanjut peniadaan
becak-becak tesebut ditetapkan oleh
Gubernur Kepala Daerah.
Pasal 19 : Cukup jelas
Pasal 20 huruf a : Cukup jelas
huruf b :Termasuk dalam daerah milik
21
saluran/sungai, tanggul ataupun
bagian dari sungai.
Termasuk dalam daerah milik jalan
adalah antara lain bahu jalan.
huruf c : Cukup jelas
Pasal 21 : Cukup jelas
Pasal 22 : Bantuan atau sumbangan adalah
bentuk barang atau uang untuk
kepentingan sendiri atau orang lain
yang mengganggu ketertiban,
termasuk juga dalam pengertian
meminta bantuan atau sumbangan
adalah mengemis.
Pasal 23 : Cukup jelas
Pasal 24 : Perbuatan a susila adalah perbuatan
yang menyimpang rasa kesusilaan,
sesuai norma yang berlaku.
Pasal 25 : Tujuan pasal ini adalah melarang
adanya tempat/rumah untuk
melakukan perbuatan a susila,
Gubernur Kepala Daerah dapat
melakukan rehabilitasi terhadap
mereka yang berbuat a susila melalui
resosialisasi.
Pengertian resosialisasi dalam hal ini
bukan legalisasi.
Pasal 26 :Yang dimaksud dengan pengobatan
secara tradisional antara lain
pengobatan shinse, tusuk jarum atau
akupunktur.
Pasal 27 : Cukup jelas