perceraian di luar pengadilan -...
TRANSCRIPT
PERCERAIAN DI LUAR PENGADILAN
(Studi Kasus di Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
/
Oleh:
MUHAMAD IRFAN AMSORI
NIM : 11140440000053
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1439 H/2018 M
PERCERAIAN DI LUAR PENGADILAN
(Studi Kasus di Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Muhamad Irfan Amsori
NIM: 11140440000053
Pembimbing:
Dr. Hj. Mesraini, S.H., M.Ag
NIP: 197602132003122001
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1439 H/2018 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “PERCERAIAN DI LUAR PENGADILAN (Studi
Kasus di Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang)” telah
diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi
Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada senin
14 Januari 2019, Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum
Keluarga.
Jakarta, 14 Januari 2019
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. H. Asep Saepudin Jahar, M.A
NIP. 196912161996031001
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
1. Ketua : Dr. H. Abdul Halim, M.Ag (...................................)
NIP. 196706081994031005
2. Sekretaris : Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H (...................................)
3. Pembimbing : Dr. Hj. Mesraini, S.H., M.Ag (...................................)
NIP. 197602132003122001
4. Penguji I : Dr. K.H. A. Juaini Syukri, L.c., M.A (...................................)
NIP. 195507061992031001
5. Penguji II : Dr. H. Moh. Ali Wafa, S.H., M.A (...................................)
NIP. 197304242002121007
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) pada Program Studi
Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 November 2018
Muhamad Irfan Amsori
ABSTRAK
Muhamad Irfan Amsori. NIM 11140440000053. PERCERAIAN DI LUAR
PENGADILAN (Studi Kasus di Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten
Tangerang). Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah), Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439
H/2018 M. x + 83 halaman 67 halaman lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui: a). Bagaimana proses perceraian di
luar Pengadilan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Daon Kecamatan Rajeg
Kabupaten Tangerang, b). Faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat Desa
Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang melakukan perceraian di luar
Pengadilan, dan c). Apa saja dampak yang dialami oleh masyarakat Desa Daon
Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang yang melakukan perceraian di luar
Pengadilan.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan penelitian empiris. Sedangkan
jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Sumber data dalam
penelitian ini menggunakan sumber data primer yaitu wawancara langsung
dengan masyarakat Desa Daon yang melakukan perceraian di luar Pengadilan
yang berjumlah sebanyak 15 orang. Teknik pemilihan orang yang diwawancarai
dengan cara teknik random sampling. Sedangkan sumber data sekunder dari buku-
buku, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan metode induktif-deduktif atau sebaliknya.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa: a). Masyarakat Desa Daon dalam
melakukan perceraian hanya pergi ke rumah amil setempat, ada juga yang
disaksikan oleh kedua orang tuanya, bahkan perceraiannya tidak disaksikan oleh
siapapun, dan ada yang ditinggalkan begitu saja oleh suaminya. b). Faktor yang
menyebabkan masyarakat Desa Daon melakukan perceraian di luar Pengadilan
yaitu: Pertama, tidak memiliki biaya, karena perceraian di Pengadilan
membutuhkan biaya. Kedua, mereka juga ada yang tidak tahu bahwa perceraian
harus di Pengadilan. Ketiga, tidak mengerti cara mengurus perceraian di
Pengadilan, dan keempat, malas karena proses perceraian di Pengadilan lama. c).
Dampak yang dialami masyarakat Desa Daon setelah melakukan perceraian di
luar Pengadilan yaitu, istri tidak mendapatkan nafkah ketika waktu iddah dan
tidak mendapatkan mut‟ah berupa apapun dari perceraiannya. Begitu juga, nafkah
terhadap anak tidak dipenuhi oleh bapaknya. Tidak hanya itu, ketika janda
tersebut ingin menikah lagi, mereka menikah tidak dapat melalui prosedur
pencatatan di KUA karena tidak mempunyai akta cerai dari Pengadilan. Dengan
demikian, mereka melakukan perkawinan berikutnya itu dengan cara sirri.
Kata Kunci : Perceraian di Luar Pengadilan, Talak
Pembimbing : Dr. Hj. Mesraini, S.H., M.Ag
Daftar Pustaka : Tahun 1974 s.d. 2016
vi
KATA PENGANTAR
حيم حمن الره بسم للاه الره
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PERCERAIAN DI LUAR
PENGADILAN (Studi Kasus di Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten
Tangerang)”. Shalawat dan salam semoga Allah curahkan untuk junjungan alam
kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan
pengikutnya yang setia hingga hari pembalasan. Semoga kita mendapatkan
syafa‟atnya di akhirat kelak.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi tidak akan berhasil tanpa
dukungan, bimbingan, dan bantuan dari semua pihak yang berada di sekeliling
penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih banyak kepada:
1. Dr. H. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil
Dekan I, II dan III Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., dan Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H., selaku
Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Hj. Mesraini, S.H., M.Ag., selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam bimbingan. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan rahmat dan karunia kepada beliau.
4. Dr. K.H. A. Juaini Syukri, L.c., M.A dan Dr. H. Moh. Ali Wafa, S.H., M.A,
selaku Dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menguji.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayahnya kepada beliau.
5. Segenap bapak dan ibu Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan.
6. Masyarakat Desa Daon yang telah menjadi narasumber yang mendukung
dalam penelitian skripsi ini yaitu: H. Lamri Hambali, H. Mojahidin, Sarikah,
vii
Wiwik, Iyah, Tunah, Fuadah, Zubaedah, Rohyanah, Rokayah, Heriyah, Eci,
Hj. Ika Susanti, Hj. Omsiah, Hj. Emul, Nengsih dan Ika.
7. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan dan
penyediaan buku-bukunya sehingga memudahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kedua orang tua tercinta yang tidak pernah bosan dan menyerah untuk
memberikan dukungan dan mendo‟akan penulis dalam menempuh pendidikan.
9. Seluruh teman-teman mahasiswa/i Hukum Keluarga angkatan 2014 yang telah
menemani penulis selama kuliah yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, semoga kita semua menjadi orang sukses.
Tidak ada yang dapat penulis berikan atas balas jasa dan dukungannya, hanya
do‟a semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT. Penulis berharap skripsi
ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis
harapkan untuk skripsi ini.
Jakarta, 19 November 2018
Penulis,
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii
PENGESAHAN PENGUJI ............................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 5
D. Review Studi Terdahulu ............................................................... 6
E. Metode Penelitian ......................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ................................................................... 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN
A. Perceraian Menurut Hukum Islam ............................................... 12
1. Pengertian Perceraian ............................................................. 12
2. Macam-macam Perceraian ..................................................... 12
3. Akibat Perceraian ................................................................... 27
B. Perceraian Menurut Peraturan di Indonesia ................................. 29
1. Pengertian Perceraian ............................................................. 29
2. Alasan-alasan Perceraian........................................................ 33
3. Macam-macam Perceraian ..................................................... 31
4. Tata Cara Perceraian .............................................................. 32
5. Akibat Perceraian .................................................................. 37
ix
BAB III PERCERAIAN DI DESA DAON KECAMATAN RAJEG
KABUPATEN TANGERANG
A. Gambaran Umum Desa Daon ...................................................... 39
1. Sejarah Desa Daon ................................................................. 39
2. Kondisi Desa Daon ................................................................. 41
3. Letak Geografis Desa Daon ................................................... 42
4. Bidang Agama ........................................................................ 44
5. Bidang Pendidikan ................................................................. 45
6. Bidang Ekonomi ..................................................................... 46
B. Profil Pelaku Perceraian di Luar Pengadilan ............................... 48
BAB IV ANALISIS ATAS PERCERAIAN DI LUAR PENGADILAN
DI DESA DAON KECAMATAN RAJEG KABUPATEN
TANGERANG
A. Proses Perceraian Masyarakat Desa Daon di Luar
Pengadilan .................................................................................... 63
B. Faktor Penyebab Masyarakat Desa Daon Melakukan
Perceraian di Luar Pengadilan ..................................................... 64
C. Dampak Perceraian di Luar Pengadilan yang dirasakan oleh
Masyarakat Desa Daon ................................................................ 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 78
B. Saran ............................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 18
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Peruntukan Lahan di Desa Daon ........................................................ 41
Tabel 2 Batas Wilayah Desa Daon ................................................................. 41
Tabel 3 Jumlah Penduduk Desa Daon ............................................................ 42
Tabel 4 Jarak dan Waktu Tempuh dari Desa Daon ......................................... 42
Tabel 5 Sarana Ibadah di Desa Daon .............................................................. 43
Tabel 6 Kondisi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Daon ........................... 44
Tabel 7 Sarana Pendidikan di Desa Daon ....................................................... 44
Tabel 8 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Daon ......................................... 45
Tabel 9 Bentuk Proses Perceraian di Desa Daon ............................................ 61
Tabel 10 Faktor Penyebab Melakukan Perceraian di Luar Pengadilan ............ 68
Tabel 11 Dampak Pasca Bercerai ..................................................................... 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Sungguh sangat ideal sekali tujuan perkawinan yang di inginkan oleh
Undang-undang ini. Tidak hanya melihat dari segi ikatan lahirnya saja, tapi
sekaligus ikatan pertautan kebatinan antara suami-istri yang ditujukan untuk
membina keluarga yang kekal dan bahagia sesuai dengan kehendak Tuhan
Yang Maha Esa.1
Dengan pernikahan, manusia dapat menjalankan fitrahnya dengan jalan
yang baik, terhindar dari terputusnya garis keturunan, dan para perempuan
terjaga dari peran sebagai pemuas nafsu bagi setiap laki-laki yang
menginginkannya. Dengannya pula terbentuk rumah tangga yang dibangun
dengan kelembutan hati seorang ibu dan rengkuhan kasih seorang ayah,
sehingga dapat menghasilkan keturunan yang baik. Pernikahan seperti itulah
yang diridhai oleh Allah SWT dan disyariatkan oleh agama Islam.2
Apabila pergaulan kedua suami istri tidak dapat mencapai tujuan-tujuan
perkawinan, maka hal itu akan mengakibatkan berpisahnya dua keluarga.
Karena tidak adanya kesepakatan antara suami istri, dengan keadilan Allah
SWT dibukakan-Nya suatu jalan keluar dari segala kesukaran itu, yakni pintu
perceraian.3
1 Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: C.V. Zahir Trading co, 1976),
cet.1, h. 11. 2 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah. Penerjemah Abu Syauqina dan Abu Aulia Rahma. Fiqih
Sunnah Jilid 3, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), cet. 2, h. 194. 3 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), cet. 27, h. 401.
2
Untuk menjaga kelanggengan lembaga perkawinan akhirnya dibuat
mekanisme perceraian agar laki-laki tidak terlampau mudah menceraikan
istrinya. Perceraian dapat diminta oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak
untuk mengakomodasi realitas-realitas perkawinan yang gagal. Meskipun
begitu, perceraian merupakan suatu hal yang tidak disukai dalam agama Islam
meskipun kebolehannya sangat jelas dan hanya boleh dilakukan ketika tidak
ada jalan lain yang dapat ditempuh oleh kedua belah pihak.4 Hukum Islam
memberi jalan kepada istri yang menghendaki perceraian dengan mengajukan
khuluk, sebagaimana hukum Islam memberikan jalan kepada suami untuk
menceraikan istrinya dengan jalan talak.5
Di Indonesia, perkawinan dapat putus karena tiga hal, yaitu: kematian,
perceraian, dan atas putusan Pengadilan. Terkait dengan perceraian,
ditegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak, dan itu pun harus ada cukup alasan bahwa
antara suami dan istri tidak dapat rukun kembali sebagai suami istri. Sebelum
dibentuknya Undang-undang perkawinan, lembaga hukum adat pun telah
memiliki mekanisme perceraian. Menurut Nani Soewondo, hukum adat
Indonesia biasanya menyertakan kepala adat dalam proses perceraian dan
mereka hanya memberikan izin ketika ada alasan yang nyata. Dalam KHI pun
ditegaskan bahwa seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya
mengajukan permohonan, baik lisan maupun tertulis, kepada Pengadilan
Agama.6
Lain halnya yang terjadi pada sebagian masyarakat di Desa Daon
Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang yang melakukan perceraian di luar
Pengadilan, karena ketidakcocokan dalam menjalankan rumah tangganya dan
kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri perkawinannya. Akan tetapi,
4 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
cet.1, h. 228. 5 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), cet. 1, h. 220.
6 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, h. 231.
3
kedua belah pihak ini tidak melakukan perceraian sesuai dengan yang telah
diatur pada Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Oleh karena itu penulis
tertarik untuk mengetahui lebih lanjut apa sebenarnya yang menjadi faktor
penyebab masyarakat Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang
melakukan perceraian di luar Pengadilan? Kemudian bagaimana proses
perceraian di luar Pengadilan yang dilakukan masyarakat Desa Daon
Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang? Dan penulis juga tertarik ingin
menelusuri apa saja dampak yang dialami oleh masyarakat Desa Daon
Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang yang melakukan perceraian di luar
Pengadilan? Terutama yang berkaitan dengan perkawinan mereka berikutnya
apakah dicatatkan di KUA atau tidak, karena mereka tidak mempunyai akta
cerai dari Pengadilan, kemudian bagaimana proses pernikahan mereka
berikutnya? Bagaimana dengan hak-hak mereka setelah melakukan perceraian
di luar Pengadilan?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut penulis tertarik
mengkajinya dalam sebuah penelitian skripsi dengan judul “PERCERAIAN
DI LUAR PENGADILAN (Studi Kasus di Desa Daon Kecamatan Rajeg
Kabupaten Tangerang)”.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis mengidentifikasi
masalah-masalah yang perlu dibahas sebagai berikut:
a Apa konsekuensi hukum perceraian di luar Pengadilan.
b Apa saja faktor yang menyebabkan masyarakat Desa Daon melakukan
perceraian di luar Pengadilan.
c Bagaimana proses masyarakat Desa Daon yang melakukan perceraian
di luar Pengadilan.
4
d Apa saja dampak yang dirasakan oleh masyarakat Desa Daon yang
melakukan perceraian di luar Pengadilan.
e Bagaimana dengan hak-hak istri yang melakukan perceraian di luar
Pengadilan.
f Bagaimana proses pencatatan perkawinan yang berikutnya, setelah
melakukan perceraian di luar Pengadilan tersebut.
g Bagaimana pandangan masyarakat Desa Daon yang melakukan
perceraian di luar Pengadilan.
2. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini perlu dilakukan agar
pembahasannya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok
permasalahan, di samping itu juga untuk mempermudah melaksanakan
penelitian. Oleh sebab itu penulis membatasi dengan membahas seputar
masyarakat di Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang yang
melakukan perceraian di luar Pengadilan dan perceraian di luar Pengadilan
yang terjadi di Desa Daon tersebut dilakukan setelah berlakunya Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sampai dengan tahun
2017 yang melakukan perceraian di luar Pengadilan. Sedangkan yang
dimaksud dengan perceraian di sini baik cerai yang diucapkan oleh suami
ataupun cerai yang diminta oleh istri.
3. Perumusan Masalah
Telah diatur dalam Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 39
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah
Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak,7 dan kenyataannya telah terjadi pada masyarakat Desa
Daon melakukan perceraian di luar Pengadilan. Sehubungan dengan itu
penulis akan merumuskan masalah dalam skripsi ini sebagai berikut:
a. Bagaimana proses perceraian di luar Pengadilan yang dilakukan
masyarakat Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang?
7 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 251.
5
b. Apa saja faktor yang menyebabkan masyarakat Desa Daon Kecamatan
Rajeg Kabupaten Tangerang melakukan perceraian di luar Pengadilan?
c. Apa saja dampak yang dirasakan oleh masyarakat Desa Daon
Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang yang melakukan perceraian di
luar Pengadilan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian skripsi ini di antaranya:
a. Untuk mengetahui bagaimana proses perceraian di luar Pengadilan
yang dilakukan oleh masyarakat Desa Daon Kecamatan Rajeg
Kabupaten Tangerang.
b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat Desa
Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang melakukan perceraian
di luar Pengadilan.
c. Untuk mengetahui apa saja dampak yang dirasakan oleh masyarakat
Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang yang melakukan
perceraian di luar Pengadilan.
2. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini penulis mengharapkan hasil dari
penelitian ini dapat memberikan manfaat. Adapun manfaat penelitian
dalam skripsi ini diantaranya:
a. Bagi ilmu pengetahuan (Teoritis)
Dengan adanya penelitian dalam penulisan skripsi ini, penulis
mengharapkan dapat memberi ilmu pengetahuan di bidang hukum dan
masukan guna mengembangkan hukum-hukum di Indonesia.
b. Bagi masyarakat (Praktis)
Dengan adanya penelitian dalam penulisan skripsi ini penulis
mengharapkan semoga hasil dari penelitian yang dibahas dalam skripsi
ini dapat dijadikan sumber pengetahuan bagi masyarakat sehingga
6
dapat dipraktikan sesuai dengan peraturan dan Undang-undang yang
berlaku di Indonesia.
D. Review Studi Terdahulu
Sebelum penentuan judul bahasan dalam skripsi ini, penulis melakukan
review kajian terdahulu yang berkaitan dengan judul yang penulis bahas.
Review kajian terdahulu yang berkaitan dengan penulis diantaranya:
1. Skripsi dengan judul “Perceraian di Luar Pengadilan Menurut Majelis
Ulama Indonesia (Studi Fatwa MUI No. 1 Tahun 2012)” oleh Silfia Ulfah,
pada jurusan Al-Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah Institut Agama
Islam Negri Purwokerto 2016. Dalam penelitian tersebut, Silfia Ulfah
lebih cenderung kepada fatwa MUI, Silfia Ulfah menyimpulkan bahwa
MUI mengesahkan perceraian di luar Pengadilan. Perceraian di luar
Pengadilan yang dimaksud adalah perceraian yang telah memenuhi semua
syarat dan rukun talak yang ditetapkan syariat Islam, namun tanpa
penetapan resmi di instansi berwenang sebagaimana yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
2. Skripsi dengan judul “Status Hukum Thalaq di Luar Pengadilan dalam
Perspektif Fiqh, UU No 1/1974 dan Kompilasi Hukum Islam” oleh Dofir,
pada jurusan Al-Ahwal Syakhshiyyah Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010. Dofir
menyimpulkan bahwa, talak di luar prosedur pengadilan tidak sah menurut
perspektif Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam sekalipun fiqih mengatakan sah talak di luar
Pengadilan, tapi tidak mempunyai kekuatan dalam hukum positif.
3. Skripsi dengan judul “Proses Penyelesaian Talak yang Sudah Terjadi di
Luar Sidang Pengadilan Agama Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi
Kasus di Pengadilan Agama Kelas 1 B Bangkinang)” oleh Ade Saputra,
pada jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau 2012. Ade Saputra
menyimpulkan skripsinya bahwa penyelesaian talak di Pengadilan Agama
7
Bangkinang terhadap talak yang terjadi di luar sidang Pengadilan Agama
Bangkinang sama dengan penyelesaian talak pada umumnya.
Adapun yang membedakan dari skripsi yang disebutkan di atas dengan
skripsi yang penulis akan bahas adalah “Perceraian di Luar Pengadilan (Studi
kasus di Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang)” yaitu tempat
objek penelitian yang berbeda dan pembahasan yang berbeda mengenai
bagaimana proses perceraian di luar Pengadilan yang dilakukan masyarakat
Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang, apa saja faktor yang
menyebabkan masyarakat Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang
melakukan perceraian di luar Pengadilan dan apa saja dampak yang dirasakan
oleh masyarakat Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang yang
melakukan perceraian di luar Pengadilan.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa
dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah
berdasarkan suatu sistim, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal
yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Sudah tentu bahwa dalam
penelitian hukum, seseorang dapat mengadakan kegiatan-kegiatan untuk
mengungkapkan kebenaran hukum.8
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan
penelitian empiris yaitu mendekati masalah yang diteliti dengan sifat
hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada
masyarakat Desa Daon yang melakukan perceraian di luar Pengadilan.
Jadi penelitian dengan pendekatan empiris ini dilakukan di lapangan
8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,1986),
cet. 3, h. 42.
8
dengan kunjungan kepada masyarakat Desa Daon yang melakukan
perceraian di luar Pengadilan untuk diwawancarai.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian
kualitatif yaitu mendeskripsikan fenomena-fenomena yang terjadi di
lapangan dengan metode pengumpulan data, di mana penulis langsung
melakukan penelitian ke lapangan untuk memperoleh data yang jelas.
Adapun cara yang dilakukan adalah wawancara dengan masyarakat Desa
Daon yang melakukan perceraian di luar Pengadilan.
3. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber
data, yaitu sumber data utama (primer) dan sumber data tambahan
(sekunder):
a Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data.9 Adapun sumber data primer yang
digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah wawancara dengan
masyarakat Desa Daon yang melakukan perceraian di luar Pengadilan,
karena pelakunya banyak maka tidak mungkin penulis untuk
mewawancarai semuanya, sehingga dipilih hanya 15 orang saja. Untuk
menentukan 15 orang tersebut penulis menggunakan teknik random
sampling. Yang dimaksud dengan teknik random sampling adalah
teknik pengambilan sampel dari seluruh jumlah masyarakat Desa Daon
yang melakukan perceraian di luar Pengadilan hanya 15 orang saja
untuk diwawancarai, yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
tingkatan strata sosial masyarakat yang melakukan perceraian di luar
Pengadilan.
9 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 187.
9
b Sumber data sekunder
Data sekunder adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi,
buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan
seterusnya.10 Adapun sumber data sekunder yang peneliti gunakan
adalah dengan melakukan studi kepustakaan seperti buku-buku yang
berkaitan dengan skripsi ini, Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dan Kompilasi Hukum Islam.
4. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses penyelidikan dan pengaturan
secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan material-
material lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman sendiri
tentang data dan memungkinkan untuk mempresentasikan apa yang telah
ditemukan pada orang lain.11 Adapun metode analisis data yang dipakai
dalam penelitian skripsi ini adalah menganalisis data yang dideskripsikan
ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan cara
berfikir induktif-deduktif atau sebaliknya. Cara berpikir induktif yaitu
menggeneralisasikan data dari sampel (informan) sebagai hasil penelitian
untuk menggambarkan keadaan umum. Sedangkan cara berfikir deduktif
yaitu kerangka berfikir untuk menarik kesimpulan dari permasalahan yang
bersifat umum terhadap permasalahan konkrit berdasarkan penelitian.
Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis satu persatu kemudian disusun
secara sistematis sehingga dapat menjawab Bagaimana proses perceraian
di luar Pengadilan yang dilakukan masyarakat Desa Daon Kecamatan
Rajeg Kabupaten Tangerang, Apa saja faktor yang menyebabkan
masyarakat Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang
melakukan perceraian di luar Pengadilan dan Apa saja dampak yang
10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 12.
11 Rulam Ahmadi, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016),
cet. 3, h. 116.
10
dirasakan oleh masyarakat Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten
Tangerang yang melakukan perceraian di luar Pengadilan. Dengan cara ini
kajian terhadap “Perceraian di Luar Pengadilan (Studi Kasus di Desa Daon
Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang) dapat dideskripsikan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk dapat mengetahui dan mempermudah pembahasan serta
memperoleh gambaran dari keseluruhan, maka di bawah ini dijelaskan
sistematika penulisan skripsi yang dibagi atas lima bab.
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, identifikasi,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan
Bab II Tinjauan Umum Tentang Perceraian
Pokok bahasan dalam bab ini berisikan tentang perceraian menurut
hukum Islam dan perceraian menurut peraturan di Indonesia.
Bab III Perceraian di Desa Daon Kecamatan Rajeg Kabupaten
Tangerang
Pokok bahasan dalam bab ini berisikan tentang gambaran umum
Desa Daon dan profil pelaku perceraian di luar Pengadilan.
Bab IV Analisis atas Perceraian di Luar Pengadilan di Desa Daon
Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang
Pokok bahasan dalam bab ini berisikan tentang proses perceraian
masyarakat Desa Daon di luar Pengadilan, faktor penyebab
masyarakat Desa Daon melakukan perceraian di Luar Pengadilan
dan dampak perceraian di luar Pengadilan yang dirasakan oleh
masyarakat Desa Daon.
11
Bab V Penutup
Bab ini merupakan akhir dari penulisan skripsi yang isinya meliputi
kesimpulan dan saran-saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka
dan lampiran-lampiran yang dianggap penting.
12
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN
A. Perceraian Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Perceraian
Perceraian itu bahasa Indonesia, sedangkan dalam bahasa Arab adalah
thalaq, yang mengandung arti melepas atau membuka.1 Yang dimaksud
dengan melepas atau membuka yaitu melepaskan ikatan pernikahan dari pihak
suami dengan lafal tertentu, misalnya suami berkata terhadap istrinya “Engkau
telah kutalak”, dengan ucapan tersebut ikatan pernikahan menjadi lepas,
artinya suami istri telah bercerai.2
Apabila perselisihan suami istri menimbulkan permusuhan dan menanam
bibit kebencian antara keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka, sehingga
tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiar untuk perdamaian tidak dapat
disambung lagi, maka perceraian itulah jalan satu-satunya yang jadi pemisah
antara mereka.3 Hukum Islam pun memberi jalan kepada istri yang
menghendaki perceraian dengan mengajukan khuluk, sebagaimana hukum
Islam memberi jalan kepada seorang suami yang hendak menceraikannya
istrinya dengan jalan talak.4
2. Macam-Macam Perceraian
a. Talak
Talak menurut bahasa adalah al-thalaq yang berasal dari kata al-ithlaq,
yang berarti melepaskan atau meninggalkan. Sedangkan menurut istilah,
talak adalah melepaskan ikatan pernikahan dan mengakhiri hubungan
suami-istri.5
1 Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2007), cet. 1, h. 25. 2 Moh Rifa‟i, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 2014),
h. 453. 3 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), cet. 27, h. 401.
4 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003) cet. 1, h. 220.
5 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah. Penerjemah Abu Syauqina dan Abu Aulia Rahma. Fiqih
Sunnah Jilid 3, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), cet. 2, h. 525.
13
Jadi, talak itu ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah
hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan
ini terjadi dalam hal talak ba‟in, sedangkan arti mengurangi pelepasan
ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari
tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu, dari satu menjadi hilang hak talak
itu.6
1) Macam-macam Talak
Ditinjau dari segi ada atau tidak adanya kemungkinan bekas suami
merujuk kembali kepada bekas istri, talak dibagi menjadi dua macam yaitu
talak raj‟i dan talak ba‟in.7
a) Talak raj‟i
Talak raj‟i ialah talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang
mana seorang suami boleh rujuk kembali kepada bekas istrinya dengan
tidak perlu melakukan perkawinan atau akad baru, asal istrinya masih di
dalalm „iddah-nya seperti talak satu dan dua.8 Setelah terjadi talak raj‟i
maka istri wajib ber-„iddah, hanya bila kemudian suami hendak kembali
kepada bekas istri sebelum berakhir masa „iddah, maka hal itu dapat
dilakukan dengan menyatakan rujuk, tetapi jika dalam masa „iddah
tersebut bekas suami tidak menyatakan rujuk terhadap bekas istrinya,
maka dengan berakhirnya masa „iddah itu kedudukan talak menjadi talak
ba‟in; kemudian jika sesudah berakhirnya masa „iddah itu suami ingin
kembali kepada bekas istrinya maka wajib dilakukan dengan akad nikah
baru dengan mahar yang baru pula.9
b) Talak ba‟in
Talak ba‟in adalah talak yang ketiga, talak bai‟n ini mengakibatkan
suami tidak boleh rujuk kembali kepada bekas istrinya, apabila seorang
6 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (jakarta: Kencana, 2003) cet. 1, h. 192.
7 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 196.
8 Moh Rifa‟i, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 2014),
h. 456. 9 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 197.
14
suami ingin rujuk kembali dengan bekas istrinya, maka harus melakukan
akad nikah baru, lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya.10
Talak ba‟in ini ada dua macam, yaitu talak bai‟n shugra dan talak
ba‟in kubro.11
(1) Talak ba‟in shugra
Talak ba‟in shugro ialah talak ba‟in yang menghilangkan kehalalan
bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istri. Artinya, bekas
suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri, baik
dalam masa „iddah-nya maupun sesudah berakhir masa „iddah-nya.
Termasuk talak ba‟in shugro ialah:
a Talak sebelum berkumpul.
b Talak dengan penggantian harta atau yang disebut khuluk.
c Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang dipenjara.
(2) Talak ba‟in kubro
Talak ba‟in kubro yaitu talak yang menghilangkan pemilikan bekas
suami terhadap bekas istri serta menghilangkan kehalalan bekas suami
untuk kawin kembali dengan bekas istrinya, kecuali setelah bekas istri
itu kawin dengan laki-laki lain, telah berkumpul dengan suami kedua
itu serta bercerai secara wajar dan telah selesai menjalankan „iddah-
nya. Talak ba‟in kubro terjadi pada talak yang ketiga.
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak, talak dibagi menjadi tiga
macam, yaitu sebagai berikut:12
a) Talak sunni
Talak sunni yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunah.
Talak ini dikatakan talak sunni jika memenuhi empat syarat:
(1) Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli, bila talak dijatuhkan
terhadap istri yang belum pernah dikumpuli, tidak termasuk dalam
talak sunni.
10
Moh Rifa‟i, Fiqih Islam Lengkap, h. 456 11
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 196. 12
Departemen Agama, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Departemen Agama, 1984), cet. 2, h. 227-228
15
(2) Istri dapat segera melakukan „iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam
keadaan suci dari haid. Menurut ulama Syafi‟iyah, perhitungan „iddah
bagi wanita berhaid ialah tiga kali suci, bukan tiga kali haid.
(3) Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik di permulaan
suci, di pertengahan maupun di akhir suci kendati beberapa saat lalu
datang haid.
(4) Suami tidak pernah mengumpuli istri selama masa suci di mana talak
itu dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam
keadaan suci dari haid tetapi pernah dikumpuli, tidak termasuk talak
sunni.
b) Talak bid‟i
Talak bid‟i, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan
dengan tuntunan sunah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni.
Termasuk talak bid‟i ialah:
(1) Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid, baik
dipermulaan haid maupun dipertengahan haid, juga ketika istri sedang
nifas.
(2) Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah
dikumpuli oleh suaminya dalam keadaan suci.
c) Talak la sunni wala bid‟i
Talak la sunni wala bid‟i yaitu talak yang tidak termasuk kategori
talak sunni dan tidak pula termasuk kategori talak bid‟i, yaitu:
(1) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah dikumpuli.
(2) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah berhaid, atau
istri yang telah lepas dari haid.
(3) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil atau
mengandung.
16
Ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak terhadap istrinya,
talak ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:13
a) Talak dengan ucapan
yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan lisan
dihadapan istrinya dan istri mendengar secara langsung ucapan suaminya
itu.
b) Talak dengan tulisan
yaitu talak yang disampaikan oleh suami secara tertulis lalu
disampaikan kepada istrinya, kemudian istri membacanya dan memahami
isi dan maksudnya. Talak yang dinyatakan secara tertulis dapat dipandang
jatuh, meski yang bersangkutan dapat mengucapkannya.
c) Talak dengan isyarat
yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh suami yang tuna
wicara. Isyarat bagi suami yang tuna wicara (bisu) dapat dipandang
sebagai alat komunikasi untuk memberikan pengertian dan menyampaikan
maksud dan isi hati. Oleh karena itu isyarat baginya sama dengan ucapan
bagi yang dapat berbicara dalam menjatuhkan talak, sepanjang isyarat itu
jelas dan meyakinkan bermaksud talak atau mengakhiri perkawinan dan
isyarat itulah satu-satunya jalan untuk menyampaikan maksud yang
terkandung dalam hatinya.
d) Talak dengan utusan
yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada istrinya melalui
perantaraan orang lain sebagai utusan untuk menyampaikan maksud suami
itu kepada istrinya yang tidak berada dihadapan suami, bahwa suami
mentalak istrinya. Dalam hal ini utusan berkedudukan sebagai wakil suami
untuk menjatuhkan talak suami dan melaksanakan talak itu.
13
Departemen Agama, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Departemen Agama, 1984), cet. 2,h. 232-233.
17
Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan
sebagai ucapan talak, talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut:14
a) Talak sharih
Talak sharih yaitu talak dengan mempergunakan kata yang jelas dan
tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika
diucapkan, tidak mungkin di pahami lagi. Beberapa contoh talak sharih
ialah seperti suami berkata kepada istrinya:
(1) Engkau saya talak sekarang juga. Engkau saya cerai sekarang juga.
(2) Engkau saya firaq sekarang juga. Engkau saya pisahkan sekarang juga.
(3) Engkau saya lepas sekarang juga.
Apabila suami menjatuhkan talak terhadap istrinya dengan talak sharih
maka menjadi jatuhlah talak itu dengan sendirinya, sepanjang ucapannya
itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemauannya sendiri.
b) Talak kinayah
Talak kinayah yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata sindiran,
atau samar-samar seperti suami berkata kepada istrinya:
(1) Engkau sekarang telah jauh dari diriku.
(2) Selesaikan sendiri segala urusanmu.
(3) Janganlah engkau mendekati aku lagi.
Tentang kedudukan talak dengan kata-kata kinayah atau sindiran ini
sebagaimana dikemukakan oleh Taqiyuddin Al-Husaini, bergantung
kepada niat suami. Artinya, jika suami dengan kata-kata tersebut
bermaksud menjatuhkan talak, maka menjadi jatuhlah talak itu, dan jika
suami dengan kata-kata tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak maka
talak tidak jatuh.15
14
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 194. 15
Taqiyuddin Al-Husaini, sebagaimana dikutip oleh Abdul Rahman Ghozali judul buku
Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003) h. 195.
18
2) Rukun dan Syarat Talak
Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan
terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud.
Rukun talak ada empat, sebagai berikut:
a) Suami
Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak
menjatuhkannya. Oleh karena itu talak bersifat menghilangkan ikatan
perkawinan, maka talak tidak mungkin terwujud kecuali setelah nyata
adanya akad perkawinan yang sah.16
Untuk sahnya suami yang menjatuhkan talak disyaratkan:
(1) Berakal. Suami yang gila tidak sah untuk menjatuhkan talak, yang
dimaksud dengan gila dalam hal ini ialah hilang akal atau rusak akal
karena sakit.
(2) Balig. Tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh orang yang
belum dewasa.
(3) Atas kemauan sendiri. Yang dimaksud atas kemauan sendiri di sini
ialah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkanka talak itu
dan dijatuhkan atas pilihan sendiri, bukan dipaksa orang lain.
Kehendak dan kesukarelaan melakukan perbuatan menjadi dasar taklif
dan pertanggung jawaban. Oleh karena itu, orang yang dipaksa
menjatuhkan talak tidak bertanggung jawab atas perbuatannya itu.17
b) Istri
Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap
istrinya sendiri, tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan terhadap istri
orang lain.
16
Departemen Agama, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Departemen Agama, 1984), cet. 2, h. 234. 17
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 202.
19
Untuk sahnya talak, pada istri yang ditalak disyaratkan sebagai berikut:18
(1) Istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami. Istri
yang menjalani masa iddah talak raj‟i dari suaminya oleh hukum
Islam dipandang masih berada dalam perlindungan kekuasaan suami,
karenanya bila dalam masa itu suami menjatuhkan talak lagi,
dipandang jatuh talaknya sehingga menambah jumlah talak yang
dijatuhkan dan mengurangi hak talak yang dimiliki suami. Dalam hal
talak ba‟in, bekas suami tidak berhak menjatuhkan talak lagi terhadap
bekas istrinya meski dalam masa iddahnya, karena dengan talak ba‟in
itu bekas istri tidak lagi berada dalam perlindungan kekuasaan bekas
suami.
(2) Istri yang telah terikat dengan perkawinan yang sah dengan suaminya.
Apabila istri belum terikat dengan perkawinan yang sah dengan
suaminya atau akad nikahnya masih diragu-ragukan tentang
kesahannya, maka istri itu tidak dapat ditalak oleh suaminya.
(3) Istri yang dalam keadaan suci yang dalam keadaan belum dicampuri
oleh suaminya dalam masa suci itu.
c) Shigat talak
Shigat talak ialah perkataan yang diucapkan oleh suami atau wakilnya
di waktu ia menjatuhkan talak kepada istrinya. Shigat talak itu ada yang
diucapkan dengan langsung, ada dengan perkataan yang jelas (sharih) dan
ada yang diucapkan dengan menggunakan sindiran (kinayah).19
d) Qashdu (kesengajaan)
Artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh
yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain. Oleh karena
itu salah ucap yang tidak dimaksud untuk talak tidak dipandang jatuh talak
tersebut, seperti suami memberikan sebuah salak kepada istrinya,
semestinya ia mengatakan terhadap istrinya itu kata-kata: “Ini sebuah
18
Departemen Agama, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Departemen Agama, 1984), cet. 2, h. 236. 19
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), h. 168.
20
salak untukmu”, tetapi kekeliruan ucapan, berbunyi: “Ini sebubah talak
untukmu”, maka tidak dipandang jatuh talak.20
3) Hukum Menjatuhkan Talak
Adapun sebab-sebab dan alasan-alasan untuk jatuhnya talak itu ada
kalanya menyebabkan kedudukan talak menjadi wajib, adakalanya
menjadi haram, adakalanya menjadi mubah dan ada kalanya menjadi
sunah.21
a) Wajib
Talak menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri dalam hal suami
tidak mampu menunaikan hak-hak istri serta menunaikan kewajibannya
sebagai suami. Dalam hal ini istri berhak menuntut talak dari suaminya
dan suami wajib menuruti tuntutan istri, jangan membiarkan istri
terkatung-katung ibarat orang yang digantung, yakni tidak dilepaskan
tetapi tidak dijamin hak-haknya.
b) Haram
Talak yang haram dilakukan adalah talak yang dijatuhkan tanpa
adanya kebutuhan yang mendesak karena hal itu akan menimbulkan
mudharat antara suami-istri. Apabila suami melakukan talak yang haram,
maka ia telah menghilangkan kemaslahatan yang seharusnya didapatkan di
dalam keluarga.22
c) Mubah
Talak itu mubah hukumnya (dibolehkan) ketika ada keperluan untuk
itu, yakni karena jeleknya perilaku istri, bukannya sikap istri terhadap
suami, atau suami menderita madharat lantaran tingkah laku istri, atau
suami tidak mencapai tujuan perkawinan dari istri.
20
Departemen Agama, Ilmu Fiqh, h. 237. 21
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 214 22
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah. Penerjemah Abu Syauqina dan Abu Aulia Rahma. Fiqih
Sunnah Jilid 3, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), cet. 2, h. 526.
21
d) Sunah
Talak disunahkan jika istri rusak moralnya, berbuat zina, atau
melanggar larangan-larangan agama, atau meninggalkan kewajiban-
kewajiban agama seperti meninggalkan shalat, puasa, istri tidak afifah
(menjaga diri, berlaku terhormat). Dalam hal ini, ulama Hanabilah
mempunyai dua pendapat, pertama sunah hukumnya dan yang kedua wajib
hukumnya. Dinukilkan dari Imam Ahmad bahwa mentalak istri yang
demikian ini adalah wajib, terutama jika istri berbuat zina, atau
meninggalkan shalat, atau meninggalkan puasa.23
4) Dasar Hukum Talak
Permasalahan perceraian atau talak dalam hukum Islam dibolehkan
yang diatur dalam al-Qur‟an dan Hadits yang menjadi dasar hukum dalam
permasalahan perceraian. Seorang yang merdeka berhak mentalak istrinya
dari satu sampai tiga kali talak. Talak satu atau dua boleh rujuk sebelum
habis iddah-nya dan boleh kawin kembali sesudah masa iddah-nya habis.24
Sebagaimana Firman Allah SWT dijelaskan di dalam Q.s. Al-Baqarah (2):
229:
رسشيخ ؼشف أ سبن ث فئ رب ش ا اطالق رؤخز أ ى اليذ , ثئدسب
ب أال يمي خفز دهللا, فئ ب دذ يخبفآ أال يمي شيؤ إال أ آ ءاريز
دهللا فال ه دذ , ر بافزذد ث ب في دهللا فالجبح ػي دذ ب, رؼزذ
دهللا يزؼذ ئه دذ فؤ . (229)اجمشح: اظ
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa
keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah,
maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh
23
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 217. 24
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), cet. 27, h. 403.
22
isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah
kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah
mereka itulah orang-orang yang zalim”)Q.s. Al-Baqarah : 229).
Firman Allah SWT dijelaskan di dalam Q.s. Al-Baqarah (2): 230:
طمب فال جبح جب غيش, فئ ىخ ص ثؼذ دز ر , طمب فال رذ فئ
ب أ ػي ب م دهللا يجي ه دذ ر دهللا, ب دذ يمي ظب أ يزشاجؼب إ
( 233)اجمشح:.يؼ
Artinya: “Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua),
maka perempuan itu tidak halal baginya hingga dia kawin dengan suami
yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak
ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin
kembali jika keduanya brependapat akan dapat menjalankan hukum-
hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum
yang (mau) mengetahui”)Q.s. Al-Baqarah : 230).
Talak merupakan perbuatan yang halal, akan tetapi sangat dibenci oleh
Allah, sebagaimana hadits Rasulullah SAW:25
ثب وثيشث ايذ دذ ا ػجيذ هللا ث خبذ ػ ذث ذ ثب صي دذ ذ ػجيذ ا
ػجذهللا ث دثبس )ػ ذبسة ث بفي ػ اص ش ا ي هللا ػ لبي: لبي سس
: س هللا اطالق اث ص هللا ػي ذالي ا 26.(غض ا
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: di
antara hal-hal yang halal namun dibenci oleh Allah SWT ialah thalaq”.
(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan disahkan oleh Hakim dan Abu Hatim
menguatkan mursalnya).
25
Moh Rifai, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 2014),
h. 454. 26
Abi „Abdullah Muhammad bin Yazid Ibn Majah al-Qazwini, Sunan Ibn Majah (Riyad:
Bait al-Afkar al-Dauliyyah, 1999), nomor hadits 2018, h. 219. Lihat juga Abi Dawud Sulaiman
Ibn al-Asy‟ ats al-Sijistani, Sunan Abi Dawud (Riyad: Bait al-Afkar al-Dauliyyah, 1999), nomor
hadits 2178, h. 248.
23
Selain hadits tersebut terdapat pula hadits Rasulullah SAW yang dipahami
sebagai dasar hukum perceraian yaitu sebagai berikut:
به ػ بفغ: ثي ػجذ هللا لبي: دذ ث بػي ثب إس )دذ ػ ػجذهللا اث
ش ب ػ ي هللا سضي هللا ػ ذ سس ي دبئض ف ػ شأر طك إ أ
خطبة ا ش اث , فسؤي ػ س ي هللا ص هللا ص هللا ػي سس ػي
ره فمبي ػ س ي هللا ص هللا سس ػي س يشاجؼب: ف ش , ث
سىب دز رطش شبءا ,ي إ رطش, ث رذيض ث شبء طك ث إ سه ثؼذ,
س ي أ رطك ,لج شهللا أ ح از أ ؼذ ه ا 27.(باسبء فز
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar ra. Sesungguhnya Ibnu Umar telah
mentalak istrinya, sedang istrinya itu dalam keadaan haid pada masa
Rasulullah SAW. Ibnu Khatab menanyakan hal yang demikian kepada
Rasulullah SAW, beliau berkata: “Suruhlah ia agar merujuk istrinya itu,
kemudian hendaklah ia menahan istrinya itu hingga suci, kemudian haid,
kemudian suci, kemudian sesudah itu jika ia mau, ia boleh memegang
(tetap menggauli) istrinya sesudah itu dan jika ia mau, ia boleh
mentalaknya diwaktu suci belum dicampurinya. Itulah iddah yang
diperintahkan Allah bahwa mentalak istri agar ia menjalankan masa
iddahnya”. (HR. Bukhori dan Muslim).28
b. Khuluk
Khuluk ialah perceraian yang timbul atas kemauan istri dengan
membayar „iwadh (ganti) kepada suami, seperti perkataan suami: “Kau
kutalak dengan membayar seratus rupiah”. Kemudian istri membayar
kepadanya seratus rupiah, maka jatuhlah talak tersebut.29 Khuluk ini
diperbolehkan apabila ada sebab yang mengharuskan istri untuk
melakukan hal itu. Misalnya, hal itu dilakukan karena suami memiliki
cacat fisik, suami memiliki akhlak yang kurang baik, mengabaikan hak-
27
Imam Abi „Abdullah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar
ibn Katsir littiba‟ah wa al-Nasyri wa al-Tauzi‟, 2002), nomor hadits 5251, h. 1338. Lihat juga
Imam al-Hafidz Abi al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim
(Riyad: Dar Tayyibah linnasyri wa al-Tauzi‟, 2006), nomor hadits 1471/3542, h. 697. 28
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), h. 171. 29
Moh Rifai, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 2014),
h. 464.
24
hak istrinya, atau hal itu dilakukan oleh sang istri karena ia khawatir
apabila tidak bisa melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri.30
1) Rukun Khuluk
Rukun khuluk menurut jumhur yang selain mazhab Hanafi yaitu ada
lima:31
a) Ijab diucapkan oleh suami, wakilnya atau walinya, jika dia masih kecil
atau bodoh dan tidak memiliki pemahaman.
b) Kepemilikan hak untuk mencumbui masih tetap ada, yaitu dengan
masih adanya ikatan perkawinan secara hakiki atau secara hukum, jika
ikatan perkawinan sudah tidak ada secara hakiki atau secara hukum,
maka tidak terwujudnya khuluk.
c) „Iwadh dari pihak istri, yaitu semua yang bisa dijadikan mahar dari
harta ataupun manfaat yang berdasarkan harta. Tidak ada batasan
minimal bagi „iwadh dan disunahkan agar jangan sampai suami
mengambil „iwadh lebih banyak dari mahar yang pernah diberikan
kepada istri. Tidak mesti ada penyebutan secara terang-terangan
mengenai „iwadh, sebagaimana tidak diwajibkan penyebutan mahar
dalam akad perkawinan.
d) Ucapan, yaitu lafal khuluk atau perkara yang memiliki makna
pembebasan, membebaskan, menebus dan melakukan tebusan. Seperti
suami berkata “kamu saya talak dengan seribu”. Apabila tidak
menggunakan ucapan untuk mengkhuluk, maka tidak sah talaknya itu.
e) Qabul istri, „iwadh yang diberikan oleh seorang istri kepada suami
harus adanya qabul. Ijab dan qabul karena khuluk adalah akad
terhadap talak yang memiliki „iwadh.
30
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah. Penerjemah Abu Syauqina dan Abu Aulia Rahma. Fiqih
Sunnah Jilid 3, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), cet. 2, h. 606. 31
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul Hayyi al-Kattani
dkk. Fiqih Islam 9, (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet.1, h. 423.
25
2) Syarat Khuluk
a) Kemampuan suami untuk menjatuhkan talak. Yaitu dia adalah orang
yang baligh dan berakal, menurut jumhur fuqaha. Mazhab Hambali
membolehkan talak yang dilakukan suami yang mengerti dan
memahami talak. Setiap orang yang tidak sah talaknnya, maka tidak
sah khuluk-nya, seperti anak kecil, orang gila, dan orang yang
mentalnya terganggu akibat penyakit atau usia lanjut.
b) Istri merupakan objek khuluk dan perempuan yang memiliki posisi
yang sama dengannya, yang telah dilaksanakan kepadanya akad
perkawinan yang shahih, baik dia sudah disetubuhi maupun belum
disetubuhi, meskipun dia adalah perempuan yang telah ditalak dengan
talak raj‟i, selama dia masih berada pada masa „iddah.
c) Pengganti khuluk adalah sesuatu yang bisa dijadikan mahar. Menurut
Mazhab Hanafi berupa harta yang memiliki harga dan ada pada waktu
khuluk, apakah jenisnya ketahuan ataupun tidak. Ataupun berupa
sesuatu yang manfaat yang dapat di hargakan dengan harta.32
3) Hukum Khuluk
Sebagaimana talak itu status hukumnya bisa menjadi wajib,
adakalanya bisa menjadi haram, adakalanya bisa menjadi makruh,
adakalanya bisa menjadi sunah dan adakalanya menjadi mubah, sesuai
dengan kondisinya, maka demikian pula hukum melakukan khuluk.33
a) Khuluk itu wajib dilakukan ketika permintaan istri karena seorang
suami yang tidak memberi nafkah atau tidak menggauli istrinya.
b) Khuluk itu menjadi haram bagi suami apabila suami menyakiti istri
agar dikhuluk dan tidak memenuhi hak-hak istrinya agar ia merasa
tersisksa untuk tinggal bersama suaminya, hingga sang istri akhirnya
melakukan khuluk kepada suaminya.34
32
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul Hayyi al-Kattani
dkk. Fiqih Islam 9, h. 430. 33
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003) cet. 1, h. 224. 34
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah. Penerjemah Abu Syauqina dan Abu Aulia Rahma. Fiqih
Sunnah Jilid 3, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), cet. 2, h. 608.
26
c) Khuluk menjadi mubah (boleh) ketika ada keperluan yang
membolehkan istri melakukan jalan ini.35 Seperti sang istri sudah
membenci suaminya untuk tinggal bersama karena kebenciannya itu
takut mengakibatkan tidak dapat menunaikan hak bagi suaminya itu.
d) Dimakruhkan Khuluk bagi istri dengan lurusnya kondisi perkawinan.36
Atau tidak ada keperluan untuk melakukan khuluk.
e) Khuluk menjadi sunah hukumnya apabila dimaksudkan untuk
mencapai kemaslahatan yang lebih baik bagi keduanya.37
4) Dasar Hukum Khuluk
Dasar hukum disyariatkannya khuluk ialah Firman Allah SWT dalam
Q.s. Al-Baqarah (2): 229:
ا رؤخز أ ى اليذ , رسشيخ ثئدسب ؼشف أ سبن ث فئ رب ش اطالق
يخبفآ شيؤ إال أ آ ءاريز ب أال يمي خفز دهللا, فئ ب دذ أال يمي
ب, دهللا فال رؼزذ ه دذ , ر بافزذد ث ب في دهللا فالجبح ػي دذ
اظ ئه دهللا فؤ (229)اجمشح:.يزؼذ دذ
Artinya: “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah
kamu berikan kepada mereka (istri) kecuali kalau keduanya khawatir
tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir
bahwa keduanya tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri
untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka
itulah orang-orang yang aniaya” ) Q.s. Al-Baqarah : 229).
35
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003) cet. 1, h. 224. 36
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul Hayyi al-Kattani
dkk. Fiqih Islam 9, (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet.1, h. 421. 37
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, , (Jakarta: Kencana, 2003) cet. 1, h. 224.
27
Sebagai dasar hukum dari hadits, sebagaimana dikemukakan oleh Al-
Shan‟ani bahwa istri Tsabit bin Qais bin Syams bernama Jamilah datang
menghadap Rasulullah SAW mengadukan perihal dirinya sehubungan
dengan suaminya, sebagai berikut:38
خ ػىش ثب خبذ ػ بة لبي: دذ ثب ػجذا لبي: دذ ي ج أخجشب أصشث
شأح ػجبس: أ اث ليس أرذ اجي ػ ثب ثذ ث ص هللا ػي س
الدي ف خك بأػيت ػي ب إي ليس أ فمبذ: يبسسي هللا ثبثذ ث
: س فمبي سسي هللا ص هللا ػي سال ىفش ف اال ىي أوش ا
دذيمز؟" ل ػي ي : "أرشد س لبي سسي هللا ص هللا ػي بذ: ؼ
طمب رطمخ". ذذ يمخ ا ألج39
Artinya: “Ya Rasulullah, terhadap Tsabit bin Qais saya tidak mencelanya
budi pekerti dan agamanya, namun saya membenci kekufuran (terhadap
suami) dalam Islam”.
3. Akibat Perceraian
a. Talak raj’i
Mengurangi jumlah talak yang dimiliki oleh suami. Jika suami
mentalak istrinya dengan talak raj‟i, maka dia masih memiliki dua kali
sisa talak. Jika dia menjatuhkan lagi talak, maka dia masih memiliki satu
kali talak. Jika seorang suami mentalak istrinya dengan talak raj‟i
kemudian dalam masa „iddah-nya habis dan suami tidak melakukan rujuk
38
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 221. 39
Imam Abi „Abd al-Rahman Ahmad ibn Syu‟aib ibn „Ali ibn Sinan bin Bahr al-
Khurasani al-Nasa‟i. Sunan al-Nasa‟i (Beirut: Dar al-Fikr littiba‟ah wa al-Nasyri wa al-Tauzi‟,
2005), nomor hadits 3460, h. 834. Lihat juga Imam Abi „Abdullah Muhammad ibn Isma‟il al-
Bukhari, Shahih Al-Bukhari (Beirut: Dar ibn Katsir littiba‟ah wa al-Nasyri wa al-Tauzi‟, 2002),
nomor hadits 5273 dan 5274, h. 1344, dan lihat pula Abi „Abd Allah Muhammad bin Yazid ibn
Majah al-Qazwini, Sunan ibn majah (Riyad: Bait al-Afkar al-Dauliyyah, 1999), nomor hadits
2056, h. 222.
28
kepada istrinya, maka istrinya menjadi haram baginya dengan habisnya
masa „iddah.40
b. Talak ba’in sughra
Talak bain sughra dapat menggugurkan akad nikah. Karena itu, istri
yang ditalak menjadi perempuan asing bagi suaminya. Bahkan, keduanya
tidak saling mewarisi jika salah satu di antara mereka meninggal ketika
masa „iddah belum habis. Apabila suami ingin kembali atau rujuk kepada
mantan istrinya yang sudah ditalak dengan talak ba‟in sughra, maka dia
harus kembali dengan akad nikah dan mahar yang baru. Setelah dia
melakukan akad nikah yang baru dia memiliki jumlah talak yang tersisa
dari sebelumnya, jika sebelumnya menjatuhkan talak dengan satu talak,
maka baginya tersisa dua talak, jika sebelumnya menjatuhkan talak dengan
dua talak, maka tersisa satu talak.41
c. Talak ba’in kubra
Akibat talak ba‟in kubra yaitu tidak menghalalkan mantan suami
merujuknya kembali kepada mantan istrinya, kecuali setelah mantan
istrinya menikah lagi dengan laki-laki lain dengan akad nikah yang sah
menurut agama, dan telah bercerai sesudah dikumpulinya (telah
bersenggama), tapi nikah itu bukan dimaksudkan atau niat untuk
menghalalkan suami yang pertama agar bisa kembali kepada mantan
istrinya.42
d. Khuluk
Khuluk atau talak tebus ini boleh dilakukan baik sewaktu suci maupun
sewaktu haid, karena khuluk ini terjadi atas kehendak dan kemauan
seorang istri. Perceraian yang dilakukan dengan jalan khuluk dapat
mengakibatkan bekas suami tidak dapat rujuk lagi dengan bekas istrinya
40
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul Hayyi al-Kattani
dkk. Fiqih Islam 9, (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet.1, h. 384. 41
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah. Penerjemah Abu Syauqina dan Abu Aulia Rahma. Fiqih
Sunnah Jilid 3, h. 568. 42
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 269.
29
dan tidak boleh menambah talak pada masa „iddah. Suami hanya
diperbolehkan kawin lagi atau kembali kepada bekas istrinya dengan akad
nikah yang baru.43
B. Perceraian Menurut Peraturan di Indonesia
1. Pengertian Perceraian
Perceraian menurut Pasal 38 Undang-ndang No. 1 Tahun 1974 adalah
“Putusnya perkawinan”. Adapun yang dimaksud dengan perkawinan menurut
Pasal 1 Undang-ndang No. 1 Tahun 1974 yaitu: “Ikatan lahir batin antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Jadi, perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami
dan istri yang mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga antara suami
dan istri tersebut.44
Dalam Pasal 39 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menegaskan bahwa
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak, dan untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan,
bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.45
Putusnya hubungan perkawinan menurut KHI diatur dalam Pasal 113
perkawinan dapat putus karena: kematian, perceraian dan atas putusnya
Pengadilan. Pada Pasal 114 putusnya perkawinan yang disebabkan karena
perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
Pada Pasal 115 perceraian hanya dapat dilakukan dengan sidang Pengadilan
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan antara kedua belah pihak.46
43
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), cet. 27, h. 409. 44
Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014) cet. 2, h.
18-19. 45
Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2007), cet. 1, h. 25 46
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenamedia Group, 20016), h.
149.
30
Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi
karena talak yang diucapkan suami di depan Pengadilan setelah Pengadilan
mengizinkan suami mengikrarkannya melalui penetapan Pengadilan yang
sudah berkekuatan hukum tetap (incrach). Perceraian dapat pula terjadi karena
putusan Pengadilan yang sudah incrach terhadap gugatan perceraian dari
pihak istri. Jadi perkara perceraian bisa timbul dari pihak suami dan bisa juga
muncul dari pihak istri.47
2. Alasan-alasan Perceraian
Di mata hukum, perceraian tentu tidak dapat terjadi begitu saja. Artinya
harus ada cukup alasan yang dibenarkan oleh hukum untuk melakukan suatu
perceraian. Itu sangat mendasar, terutama bagi Pengadilan yang notabene
berwenang memutuskan, apakah suatu perceraian layak atau tidak untuk
dilaksanakan.48
Pada Pasal 39 ayat 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menegaskan
bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Pada Pasal 19
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 perceraian dapat terjadi karena alasan
atau alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau jadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di
luar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau pemyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajiban suami istri.
47
Aris Bintania, Hukum Acacra Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 151. 48
Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014) cet. 2, h.
175.
31
f. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan
persengketaan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.49
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 116 perceraian dapat
terjadi karena alasan-alasan, yaitu:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau jadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di
luar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau pemyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajiban suami istri.
f. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan
persengketaan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.
g. Suami melanggar taklik talak.
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak
rukunan dalam rumah tangga.50
3. Macam-macam Perceraian
a. Cerai Talak
Perceraian dalam pengertian cerai talak, yaitu perceraian yang diajukan
permohonannya oleh dan atas inisiatif suami atau kuasanya kepada
Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala
akibat hukumnya sejak saat perceraian itu dinyatakan (diikrarkan) di
depan sidang Pengadilan Agama.51 Lembaga cerai talak ini diperuntukkan
bagi suami yang beragama Islam yang perkawinannya dilakukan menurut
agama Islam yang ingin menceraikan istrinya. Perceraian ini hanya dapat
dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang
49
Achmad Kuzairi, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: Raja Grafindo Indonesia, 1995)
cet. 1, h. 120. 50
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenamedia Group, 2016), h.
149-150. 51
Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014) cet. 2, h.
20.
32
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
pihak. untuk dapat melakukan perceraian talak ini harus ada alasan yang
dapat dibenarkan.52
b. Cerai Gugat
Perceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang
diajukan gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif istri atau kuasanya kepada
Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku serta segala akibat
hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.53
4. Tata Cara Perceraian
a. Cerai Talak
Tata cara perceraian talak ini diatur dalam Pasal 14 sampai dengan
Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang dapat disimpulkan
sebagai berikut: Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan
menurut agama Islam, yang akan menceraikan (menjatuhkan talak)
terhadap istrinya, mengajukan surat pemberitahuan kepada Pengadilan
Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan
bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasa-alasannya
serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan
tersebut. Pengadilan Agama yang bersangkutan kemudian mempelajari
surat pemberitahuan tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari setelah menerima surat pemberitahuan itu. Kemudia
memanggil suami dan istri yang bersangkutan untuk diminta penjelasan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu.
Setelah Pengadilan Agama mendapat penjelasan dari suami istri
tersebut ternyata memang terdapat alasan untuk bercerai, dan setelah
berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dengan meminta bantuan
kepada Badan Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4)
52
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: P.T. Alumni,
2010), h. 99. 53
Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, h. 21.
33
tetapi tidak berhasil, maka Pengadilan Agama memutuskan untuk
mengadakan sidang perceraian itu.
Sidang Pengadilan Agama kemudian menyaksikan perceraian
(pengikraran talak) tersebut, setelah itu Ketua Pengadilan Agama
membuat Surat Keterangan Tentang Terjadinya Talak (SKT3) dalam
rangkap empat; helai pertama dikirimkan kepada Pegawai Pencatat
Perkawinan yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan
pencatatan; helai ke-dua dan ke-tiga masing-masing diberikan kepada
suami istri yang telah bercerai; dan helai ke-empat disimpan oleh
Pengadilan Agama. Demikian perceraian dengan cerai talak itu terjadi,
terhitung sejak saat diikrarkan di depan sidang Pengadilan Agama.54
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), tata cara perceraian talak ini
diatur dalam Pasal 129 sampai dengan Pasal 131, yaitu:
1) Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya
mengajukan permohonan, baik lisan maupun tertulis kepada
Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai
dengan alasan-alasan, serta meminta agar diadakan sidang untuk
keperluan itu.
2) Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan
tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta nupaya hukum
banding dan kasasi.
3) Pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dan
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil
pemohon dan istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak.
4) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasihati kedua belah pihak
dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang
bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga,
Pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami
untuk mengikrarkan talak.
5) Setelah keputusan mempunyai kekuatan hukum tetap, suami
mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama, dihadiri
oleh isteri atau kuasanya.
6) Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulah
terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak
baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap maka hak suami
54
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: P.T. Alumni,
2010), h. 100-101.
34
untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan yant tetap
utuh.
7) Setelah sidang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama membuat
penetapan tentang terjadinya Talak rangkap empat yang merupakan
bukti perceraian bagi bekas suami dan isteri. Pada helai pertama
beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah
yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan,
helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isteri,
helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.55
b. Cerai Gugat
Tata cara cerai gugat ini diatur secara rinci dalam Pasal 20 sampai
dengan 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1) Pengajuan gugatan
Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. Dalam hal
tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak
mempunyai tempat kediaman yang tetap, begitu juga kalau tergugat
bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada
Pengadilan di tempat kediaman penggugat.
2) Pemanggilan
Pemanggilan terhadap para pihak atau kuasanya dilakukan setiap kali akan
diadakan persidangan. Yang melakukan pemanggilan ialah jurusita pada
Pengadilan Negeri dan petugas yang ditunjuk pada Pengadilan Agama.
Pemanggilan harus disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan, tetapi
bila tidak dijumpai pemanggilan disampaikan melalui Lurah atau yang di
persamakan dengan itu. Pemanggilan tersebut harus sudah dilakukan dan
disampaikan secara patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun
tergugat atau kuasa mereka selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum
sidang dibuka. Pengadilan kepada tergugat harus dilampiri dengan salinan
surat gugatan. Apabila tergugagt tidak mempunyai kediaman yang tetap
55
Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, ( Jakarta: Kencana, 2015), h. 100.
35
atau tidak jelas, maka panggilan dilakukan dengan cara menempelkan
gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya
melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang
ditetapkan Pengadilan, yang dilakukan sebanyak dua kali dengan tenggang
waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua. Tenggang
waktu antara panggilan kedua dengan persidangan ditetapkan sekurang-
kurangnya 3 bulan. Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri,
panggilannya disampaikan oleh Pengadilan melalui Perwakilan Republik
Indonesia setempat.56
3) Persidangan
Persidangan untuk memeriksa gugatan perceraian harus dilakukan oleh
Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya surat
gugatan perceraian. Dalam menetapkan hari persidangan ini perlu sekali
diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dengan diterimanya panggilan
tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka. Khusus bagi
gugatan yang tergugatnya di luar negeri, persidangan ditetapkan sekurang-
kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan
perceraian di kepaniteraan Pengadilan. Para pihak yang berperkara yakni
suami istri dapat menghadiri sendiri atau didampingi kuasanya atau sama
sekali menyerahkan kepada kuasanya dengan membawa surat-surat
keterangan (seperti surat kuasa, kutipan akta perkawinan dan lain-lain).
Apabila telah dilakukan pemanggilan sepatutnya, tetapi tergugat atau
kuasa tidak hadir, maka gugatan itu dapat diterima tanpa hadirnya
tergugat, kecuali gugatan tersebut tanpa hak atau tidak beralasan.
Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam persidangan tertutup.
4) Perdamaian
Sebelum dan selama gugatan perceraian belum diputuskan, Hakim yang
memeriksa harus berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak yang
berperkara. Perdamaian antara suami istri yang bersengketa ingin bercerai
56
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: P.T. Alumni,
2010), h. 102.
36
merupakan sasaran pertama yang harus dicapai oleh Hakim. Apabila
tercapai perdamaian maka tidak dapat lagi diajukan gugatan perceraian
baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian
dan setelah diketahui penggugat pada waktu tercapainya perdamaian.
Dalam mendamaikan suami istri ingin bercerai ini, Pengadilan (Hakim)
dapat meminta bantuan kepada orang atau badan lain yang dianggap perlu.
Dalam hubungan ini Dirjen Bimas Islam Departemen Agama di seluruh
Indonesia, untuk menggerakkan dan mendayagunakan fungsi BP4 dengan
memperhatikan efisiensi dan efektivitas kerja dalam rangka lebih
memperlancar penanganan masalah Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk.57
5) Putusan
Walaupun pemeriksaan perkara perceraian dilakukan dalam sidang
tertutup, tetapi pengucapan keputusannya harus dilakukan dalam sidang
terbuka. Hal ini sesuai dengan asas Pengadilan di Indonesia, di mana
semua keputusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Putusan mungkin
saja dijatuhkan tanpa kehadiran tergugat atau kuasanya, tetapi ketidak
hadiran tergugat atau kuasanya itu tidak dapat merupakan alasan untuk
dikabulkannya gugatan penggugat, apabila gugatan tersebut tidak
berdasarkan pada alasan yang telah ditentukan. Suatu perceraian dianggap
terjadi beserta segala akibatnya terhitung sejak saat Pencatatan oleh
Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung
sejak saat jatuhnya putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap. Panitera Pengadilan atau Pejabat Pengadilan yang
ditunjuk berkewajiban mengirimkan salinan putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap kepada pegawai pencatat dimana
perceraian terjadi, Pegawai Pencatat dimana perkawinan dilangsungkan,
dan bagi perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, salinan putusan
tersebut disampaikan kepada Pegawai Pencatat di Jakarta. Dengan
57
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: P.T. Alumni,
2010), h. 104.
37
demikian, baik di Pengadilan maupun pada Pegawai Pencatat Perkawinan
terdapat catatan perkawinan yang putus karena perceraian.58
5. Akibat Perceraian
Dalam Pasal 41 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-
anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi
keputusannya.
b. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan
tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan
bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas
isteri.
Menurut Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam (KHI), akibat putusnya
perkawinan karena perceraian ialah:
a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya,
kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan
oleh:
1) Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu
2) Ayah
3) Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah
4) Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan
5) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah
b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan
hadhanah dari ayah atau ibunya.
c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan
jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah
dicukupi, maka atas permintaann kerabat yang bersangkutan Pengadilan
Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang
mempunyai hak hadhanah pula.
d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak jadi tanggungan ayah menurut
kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan
dapat mengurus diri sendiri.
e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,
Pengadilan Agama memberika putusannya berdasarkan huruf a, b, c, dan
d.
58
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: P.T. Alumni,
2010), h. 106.
38
f. Pengadilam dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak
yang tidak turut padanya.59
59
Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, ( Jakarta: Kencana, 2015), h. 106.
39
BAB III
PERCERAIAN DI DESA DAON KECAMATAN RAJEG
KABUPATEN TANGERANG
A. Gambaran Umum Desa Daon
1. Sejarah Desa Daon
Pada masa sebelum kemerdekaan Negara Republik Indonesia tahun 1945,
tepatnya mulai tahun 1937 di Indonesia, khususnya di wilayah Kecamatan
Rajeg, sebuah Desa di kepalai oleh seorang Mandor atau sering disebut
Kemandoran atau Jawara istilah penduduk setempat.1
Desa Daon sejak tahun 1937 sampai dengan sekarang sudah mengalami
sebelas kali pergantian Kepala Desa, di antaranya sebagai berikut:2
a. Bapak Juham, berasal dari Kp. Daon, menjabat pada tahun 1937.
b. Bapak Sa‟in, berasal dari Kp. Cilongok.
c. Bapak Amat, berasal dari Kp. Cilongok.
d. Bapak Ikong (anak dari Kepala Desa pertama), berasal dari Kp. Daon
menjabat pada tahun 1947.
e. Bapak Atel, berasal dari Kp. Daon.
f. Bapak Nurjen, berasal dari Kp. Cilongok, menjabat pada tahun 1961-1969.
g. Bapak Surna, berasal dari Kp. Galebeg, menjabat pada tahun 1969-1979.
h. Bapak Kamsinan, berasal dari Kp. Daon, menjabat pada tahun 1979-1988.
i. Bapak Dahlan Hasyim, berasal dari Kp. Pasar Daon, menjabat pada tahun
1988-1998.
j. Bapak Ahmad Jaenuri, berasal dari Kp. Cilongok, menjabat pada tahun
1998-2007.
k. Bapak Muhamad Usman, berasal dari Kp. Cilongok, menjabat pada tahun
2007-2013.
l. Bapak H. Misar, berasal dari Kp. Daon, menjabat pada tahun 2013 sampai
dengan sekarang.
1 Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
2 Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
40
Asal mula diberi nama Desa Daon karena Kemandoran yang pertama
adalah bapak Juham yang berasal dari Kp. Daon, sejak itulah dibakukan nama
Daon menjadi nama “Desa Daon” sampai dengan sekarang.3
Proses pemilihan Kemandoran atau Kepala Desa dari tahun 1937 sampai
dengan 1947 tergolong masih sederhana, yaitu berdasarkan musyawarah para
Tokoh Masyarakat beserta penduduk sekitar atau yang lebih dikenal sekarang
ini adalah pemilihan secara aklamasi, yaitu ditunjuk langsung setelah
musyawarah selesai. Tidak ada legalitas (SK dari Pemerintah) sebagai
Kemandoran atau Kepala Desa, selama masyarakat nyaman dipimpin oleh
Kemandoran tersebut maka selama itu pula Kemandoran memimpin Desa,
sebaliknya.4
Legalitas Kepemimpinan (SK dari Pemerintah dalam hal ini Pemerintah
Kabupaten) mulai diberlakukan dari Kemandoran yang kelima yaitu bapak
Atel sampai dengan sekarang. Kemandoran dibantu oleh perangkat Desa yang
disebut Marinyo (Jaro) dan Pencalung (Hansip), Pencalung sendiri mengalami
perubahan nama menjadi PD (Pagar Desa), PD juga mengalami perubahan
nama menjadi OKD (Organisasi Keamanan Desa) pada tahun 1957. OKD
mengalami perubahan nama menjadi OPR (Organisasi Pertahanan Rakyat).
Kemudian mengalami perubahan nama lagi menjadi Hansip (Pertahanan Sipil)
hingga sekarang.5
Keberadaan kantor Desa Daon ketika zaman Kemandoran masih
dipusatkan di rumah masing-masing Mandor. Seiring perubahan nama
Kemandoran menjadi Kepala Desa pada masa Kepemimpinan bapak Surna
pada tahun 1969 Kantor Desa Daon pertama berdiri di tanah milik bapak H.
Sarin yang terletak di Kp. Pasar Lama (RT 002/003). Pada tahun 1972 Kantor
Desa Daon dipindahkan ke Kp. Galebeg (RT 004/002) alasannya karena tanah
bapak H. Sarin akan digunakan pihak keluarga. Kemudian pindah ke rumah
bapak Sarnin (RT 002/003), itu pun bapak Surna selaku Kepala Desa Daon
3 Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
4 Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
5 Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
41
mengeluarkan uang sebesar Rp. 300.000 ribu, untuk membeli rumah bapak
Sarnin tersebut yang akhirnya di peruntukan menjadi kantor Desa Daon.6
Tahun 1983 pada masa Pemerintahan bapak Kamsinan kantor Desa Daon
dipindahkan ke tanah milik bapak Sai‟in dengan jaminan salah satu keluarga
bapak Sa‟in diangkat menjadi perangkat Desa Daon. Setelah disepakati, surat
perjanjian dibuat dan disepakati bersama. Di akhir masa jabatan bapak
Kamsinan surat perjanjian penggunaan tanah bapak Sai‟in untuk Kantor Desa
diserahkan kepada pemangku jabatan Kepala Desa Daon berikutnya yaitu
bapak Dahlan Hasyim. Pada masa Pemerintahan bapak Muhamad Usman
pembangunan kantor Desa Daon hanya rehab kecil, karena pendanaan sangat
kecil, tidak ada bantuan dari pihak Pemerintah maupun swasta. Pada
Pemerintahan bapak H. Misar kantor Desa Daon mengalami pembangungan
yang signifikan, bangunan yang lama dirobohkan (direhab total). Adapun
pendanaan berasal dari bantuan Pemerintah Daerah yang diambil dari alokasi
dana Desa sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta) dan dana pribadi bapak H.
Misar sebesar Rp. 480.000.000 (empat ratus delapan puluh juta rupiah).7
Keberadaan pasar di Desa Daon pertama terletak di RT 002/003,
kemudian pindah ke Kp. Galebeg dengan sebutan pasar jati (RT 004/002)
kemudian pindah lagi ke RT 003/003, kemudian pindah lagi ke RT 002/003.
Pada tahun 1972 Pasar Daon dipindahkan ke RT 001/003 hingga sekarang.
Pada masa Pemerintahan bapak Surna, tanah atas nama Risau Rijan tersebut di
beli oleh Pemerintahan bapak Surna dari bapak Hasyim (orang tua bapak
Dahlan Hasyim) sehingga sampai dengan sekarang tanah pasar yang ada di
RT 001/003 adalah sah tanah milik Desa Daon.8
2. Kondisi Desa Daon
Desa Daon yang terletak di sebelah barat sekitar 4 Km dari Kantor
Kecamatan, Desa Daon merupakan salah satu Desa yang cukup subur sebagai
daerah pertanian, sehingga sebagian besar penduduknya di sektor pertanian
6 Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
7 Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
8 Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
42
atau perkebunan baik tanaman padi maupun palawija yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat Desa Daon bahkan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat di luar Desa Daon.9
Pada saat ini Desa Daon menjadi ramai dengan adanya pendatang yang
ingin menetap dan tinggal menjadi penduduk Desa Daon, sehingga semakin
lama semakin padat oleh jumlah rumah dan penduduk, ditambah lagi
pengembang yang membangun perumahan yang mengakibatkan semakin lama
semakin berkurang lahan pertanian. Oleh kerana itu masyarakat Desa Daon
saat ini sebagian sudah banyak yang beralih pekerjaan dari petani menjadi
buruh pabrik, buruh bangunan atau berdagang.10
Semakin banyaknya jumlah penduduk, ternyata bertambah juga
permasalahan-permasalahan sosial yang berkembang di masyarakat, serta
semakin bertambah pula kebutuhan akan sarana dan prasarana untuk
menunjang kehidupan yang layak dan nyaman untuk mencapai kehidupan
yang sejahtera, baik sarana pendidikan, kesehatan maupun sarana umum
lainnya. Sehingga ini menjadi tugas dan tantangan yang cukup berat bagi
seorang Kepala Desa untuk mewujudkan kebutuhan masyarakat tersebut
ditengah minimnya kemampuan keuangan Desa serta kurangnya kesadaran
masyarakat untuk swadaya.11
3. Letak Geografis
Desa Daon adalah sebuah wilayah yang terletak di Kecamatan Rajeg
Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, Desa Daon ini mempunyai luas
wilayah seluruhnya 462 Ha, yang terbagi ke dalam 8 Kampung/Dusun, 8
Rukun Warga (RW) dan 30 Rukun Tetangga (RT). Luas wilayah Desa Daon
terbagi pada lahan sebagai berikut:12
9 Wawancara dengan Bapak H. Mojahidin (Sekretaris Desa Daon), di kantor Kepala Desa
Daon pada tanggal, 08 juni 2018, pukul 09.00 WIB. 10
Wawancara dengan Bapak H. Mojahidin (Sekretaris Desa Daon), di kantor Kepala Desa
Daon pada tanggal, 08 juni 2018, pukul 09.00 WIB. 11
Wawancara dengan Bapak H. Mojahidin (Sekretaris Desa Daon), di kantor Kepala Desa
Daon pada tanggal, 08 juni 2018, pukul 09.00 WIB. 12
Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
43
Tabel 1
Peruntukan Lahan di Desa Daon
No Peruntukan Lahan Luas
1
2
3
4
Pemukiman Penduduk
Perkebunan
Sawah
Prasarana Lainnya
146 Ha
42 Ha
218 Ha
56 Ha
Jumlah 462 Ha
Sedangkan batas-batas wilayah di Desa Daon Kecamatan Rajeg
Kabupaten Tangerang adalah sebagai berikut:13
Tabel 2
Batas Wilayah di Desa Daon
No Letak Batas Nama Desa
1 Sebelah Utara Berbatasan dengan Desa Pangarengan
Kecamatan Rajeg
2 Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Sukatani
Kecamatan Rajeg
3 Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Sindang Asih
Kecamatan Sindang Jaya
4 Sebelah Barat Berbatasan dengan Desa Jambu Karya
Kecamatan Rajeg
13
Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
44
Penduduk Desa Daon Kecamatan Rajeg terdiri dari 2566 KK, dengan
jumlah penduduk 9965 jiwa, jumlah tersebut diklasifikasikan sebagai
berikut:14
Tabel 3
Jumlah Penduduk di Desa Daon
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 5.157 jiwa
2 Perempuan 4.808 jiwa
Jumlah 9.965 jiwa
Adapun jarak dan waktu tempuh dari Desa Daon untuk ke Kecamatan, ke
Kabupaten dan ke Provinsi Banten sebagai berikut:15
Tabel 4
Jarak dan Waktu Tempuh dari Desa Daon
No Tempat Jarak Tempuh Waktu Tempuh
1 Jarak ke Kecamatan 4 km 0,30 jam
2 Jarak ke Kabupaten 15 km 1,15 jam
3 Jarak ke Provinsi 64 km 3 jam
4. Bidang Agama
Agama yang dianut mayoritas masyarakat Desa Daon yaitu agama Islam.
Walaupun mayoritas masyarakat Desa Daon mennganut agama Islam akan
tetapi sangat minim pemahaman agama yang mereka anut, dan masih percaya
kepada hal hal yang berbau mistis.16 Untuk sarana ibadah di Desa Daon hanya
ada tempat beribadah untuk orang muslim saja. Dan sarana ibadah masyarakat
14
Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon. 15
Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon. 16
Wawancara dengan Bapak H. Lamri Hambali (Tokoh Masyarakat Desa Daon), di
rumah Bapak H. Lamri Hambali pada tanggal, 09 juni 2018, pukul 16.00 WIB.
45
Desa Daon cukup memadai dengan adanya sebuah Masjid, Mushola dan
majelis ta‟lim.17
Tabel 5
Sarana Ibadah di Desa Daon
No Pembangunan Bidang Agama Jumlah
1 Masjid 5 unit
2 Musholah 21 unit
3 Majlis Ta‟lim Kaum Adam 8 unit
4 Majlis Ta‟lim Kaum Hawa 14 unit
5. Bidang Pendidikan
Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting pada masyarakat,
karena maju mundurnya suatu masyarakat sangat bergantung kepada tingkat
pendidikannya dan dapat mempengaruhi di bidang ekonomi yang dialami oleh
masyarakat Desa Daon ini. Pada sebagian penduduk Desa Daon yang
memiliki pendidikan tinggi maka ekonominya pun akan tinggi pula, hal ini
terbukti pada masyarakat di Desa Daon yang memiliki pendidikan tinggi maka
mudah untuk mencari pekerjaan. Oleh karena itu tidak banyak masyarakat
Desa Daon yang menyelesaikan pendidikannya sampai mendapatkan gelar
sarjana, karena tidak mampu untuk membayar biaya sekolah serta lemahnya
pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan, cukup banyak
masyarakat Desa Daon yang hanya menamatkan pendidikannya sampai
Sekolah Dasar bahkan masyarakat Desa Daon yang tidak tamat sampai
Sekolah Dasar cukup tinngi angkanya.18 Penulis dapat mengklasifikasikan
pendidikan yang diperoleh masyarakat Desa Daon:19
17
Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon. 18
Wawancara dengan Bapak H. Lamri Hambali (Tokoh Masyarakat Desa Daon), di di
rumah Bapak H. Lamri Hambali pada tanggal, 09 juni 2018, pukul 16.00 WIB. 19
Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
46
Tabel 6
Kondisi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Daon
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tamatan SD 1.423
2 Tamatan SMP 1.065
3 Tamatan SMA 2.157
4 Tamatan D3 43
5 Tamatan S1 296
6 Tamatan S2 5
Adapun sarana pendidikan yang ada di wilayah Desa Daon adalah sebagai
berikut:20
Tabel 7
Sarana Pendidikan di Desa Daon
No Bidang Pendidikan Jumlah
1 PAUD 4 unit
2 SDN 3 unit
3 MI 3 unit
4 SMP 2 unit
5 SMK 1 unit
6 TPA 1 unit
7 Pesantren Salafi 1 unit
6. Bidang Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat Desa Daon selama ini selain didominasi
oleh sektor pertanian juga adanya Pasar Desa yang terletak di Jalan Raya
Daon. Kegiatan jual beli dalam pasar tersebut hanya dilakukan 3 hari dalam 1
minggu, yakni hari senin, rabu dan sabtu. Beberapa masyarakat juga ada yang
melakukan peternakan ayam negeri baik dalam bentuk ayam potong maupun
20
Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
47
ayam telur. Tingkat pendapatan masyarakat belum sepenuhnya mencukupi
kebutuhan hidup karena harga barang yang tidak sebanding dengan
penghasilan yang didapat mereka serta masih minimnya bekal pendidikan,
upah buruh yang masih kecil serta masih mahalnya barang-barang kebutuhan
sembako.21
Hal ini tidak hanya terjadi di Desa Daon, namun hampir merata di
kecamatan Rajeg. Beberapa tahun yang lalu sumber mata pencaharian
masyarakat Desa Daon sebagian besar adalah petani, bercocok tanam, buruh
tani, buruh bangunan dan buruh yang lainnya, tetapi pada saat ini seiring
dengan semakin bertambahnya penduduk datang yang mengisi perumahan
adalah sebagian besar bermata pencaharian buruh pabrik, wiraswasta serta
buruh kasar, hanya sebagian kecil saja yang mempunyai pekerjaan sebagai
pagawai negeri seperti polisi dan guru.22
Untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidup sehari-hari, masyarakat Desa
Daon mempunyai mata pencaharian yang cukup beragam, dapat dilihat
dengan rincian tabel sebagai berikut:23
Tabel 8
Mata PencaharianMasyarakat Desa Daon
No Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani 1041 Orang
2 Buruh Tani 862 Orang
3 Buruh Pabrik 312 Orang
4 Buruh Bangunan 21 Orang
5 Peternak Ayam Petelur 6 Orang
6
7
8
Pedagang Ayam Potong
Pedagang Sembako
Pedagang Material Bangunan
9 Orang
37 Orang
5 Orang
21
Wawancara dengan Bapak H. Lamri Hambali (Tokoh Masyarakat Desa Daon), di di
rumah Bapak H. Lamri Hambali pada tanggal, 09 juni 2018, pukul 16.00 WIB. 22
Wawancara dengan Bapak H. Lamri Hambali (Tokoh Masyarakat Desa Daon), di di
rumah Bapak H. Lamri Hambali pada tanggal, 09 juni 2018, pukul 16.00 WIB. 23
Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
48
9
10
11
12
13
14
15
16
Pengusaha Pipa Paralon
Pengusaha Limbah
Pembantu Rumah Tangga
Bengkel Motor
Bidan
Guru
Pegawai Negeri Sipil
POLRI
1 Orang
72 Orang
14 Orang
12 Orang
8 Orang
32 Orang
21 Orang
8 Orang
B. Profil Pelaku Perceraian di Luar Pengadilan
Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara kepada 15 orang
masyarakat Desa Daon yang melakukan perceraian di luar Pengadilan.
1. Sarikah
Sarikah menikah pada usia 18 tahun melalui prosedur KUA, pekerjaan
suami sarikah sebagai buruh bangunan, dan sekolahnya sampai tamat
SMP. Pada tahun 1982 Sarikah meminta bercerai, perceraiannya dilakukan
di luar Pengadilan, karena tidak tahu bahwa perceraian harus dilakukan di
Pengadilan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sarikah: “Kula teu
nyaho lamun deuk papegatan eta kudu di Pengadilan”.24 Proses perceraian
tidak disaksikan oleh siapapun seperti pernyataan langsung dari ibu
Sarikah: “Pas kula menta papegatan ka salaki kula, ja kula geus embung
rumah tangga deui jeung salaki, trus menang beraha poe tea salaki indit ti
imah, trus teu balik-balik deui ka imah kula”.25 Ketika „iddah Sarikah
tidak mendapatkan nafkah „iddah dan tidak pula mendapatkan mut‟ah
berupa apapun dari mantan suaminya. Setelah tiga bulan bercerai, menikah
lagi, pernikahannya tidak melalui prosedur pencatatan di KUA. Proses
perkawinannya dilakukan di rumah Sarikah hanya memenuhi syarat dan
rukun menurut agama Islam.
24
Wawancara dengan Ibu Sarikah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Sarikah pada pukul 10.00 WIB. 25
Wawancara dengan Ibu Sarikah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 juli 2018, , bertempat di rumah Ibu Sarikah pada pukul 10.00 WIB.
49
2. Wiwik
Wiwik menikah pada usia 17 tahun melalui prosedur KUA, pekerjaan
suami Wiwik ini sebagai tukang panggul barang di pasar, dan sekolahnya
sampai tamat SMP. Wiwik meminta untuk bercerai pada tahun 1990,
Wiwik tahu bahwa perceraian harus di Pengadilan karena tidak memiliki
biaya untuk mengurus perceraiannya di Pengadilan, maka perceraiannya
dilakukan di luar Pengadilan, seperti pernyataan langsung oleh Wiwik:
“Teu boga biaya deuk nguruskeun papegatan di Pengadilan geh, bisa
jeung dahar sasapoe geh geus alhamdulillah”.26 Proses perceraiannya pun
tidak ada saksi dan tidak ada surat bukti bahwa mereka melakukan
perceraian, sebagaimana diungkapkan langsung oleh Wiwik: “Kula menta
papegatan ka salaki kula, trus salaki geh nerima kula, ja nyana geh sarua
hayang papegatan, atuh geus bae papegatanna kesepakatan dua-an
doang, eweuh saksi keur kula papegatan”.27 Wiwik setelah bercerai tidak
mendapatkan nafkah „iddah, dan tidak pula mendapatkan mut‟ah dari
mantan suaminya. Setelah 8 bulan bercerai menikah lagi, pernikahannya
dilakukan tidak melalui prosedur pencatatan di KUA, karena tidak
memenuhi persyaratan, sebagaimana pernyataan Wiwik: “Teu malalui
prosedur pencatetan di KUA, soalna kula teu boga surat cerai anu ti
Pengadilan”.28 Kemudian pernikahannya dilakukan di rumah Wiwik
dengan nikah sirri.
3. Iyah
Iyah menikah pada usia 18 tahun, pekerjaan suami Iyah sebagai petani,
dan pendidikan terakhirnya sampai tamat Sekolah Dasar saja, kemudian
suami menceraikan pada tahun 1991, Iyah tahu untuk bercerai harus di
Pengadilan karena tidak memiliki biaya untuk bercerai di Pengadilan, Iyah
melakukan perceraiannya di luar Pengadilan. Sebagaimana pernyataan
26
Wawancara dengan Ibu Wiwik, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Wiwik pada pukul 11.00 WIB. 27
Wawancara dengan Ibu Wiwik, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Wiwik pada pukul 11.00 WIB. 28
Wawancara dengan Ibu Wiwik, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Wiwik pada pukul 11.00 WIB.
50
langsung oleh Iyah: “Teu boga biaya deuk papegatan di Pengadilan geh,
atuh pan di Pengadilan mah kudu make biaya gede, jaman baheula mah
salaki geh cuma tukang tani, jeung sasapoe bae geh hararese, atuh sapira
cuma boga sawah doang , deuk dijual geh ja murah”.29 Pada proses
perceraiannya tidak disaksikan siapapun, suami hanya memberikan
selembar kertas pernyataan talak. Seperti pernyataan langsung Iyah:
“Proses keur papegatan salaki kula cuma mere kertas talak doang bahwa
nyana megatkeun kula, eweuh saksi atau perjanjian nanaon, atuh geus bae
papegatanna kos kitu”.30 Iyah bercerai mempunyai 2 orang anak belum
dewasa yang ikut bersamanya, anaknya tidak mendapatkan nafkah dari
mantan suaminya sampai mereka dewasa, sebagaimana pernyataan Iyah:
“Boga 2 anak ilu jeung kula, salaki teu meureu nafkah jeung anak, nyana
langsung lawur bae, ngabiayaan anak sakola geh heunteu, kula bae anu
ngabiayaan jadi tukang sayuran”.31 pada waktu „iddah Iyah tidak
mendapatkan nafkah dan tidak pula mendapatkan mut‟ah dari mantan
suami. Setelah dua tahun kemudian menikah lagi, pernikahannya tidak
melalui prosedur pencatatan di KUA karena tidak mempunyai akta cerai
dari pengadilan. Pernikahannya hanya sah menurut agama saja yaitu
dengan adanya saksi, wali, Ustad, amil dan keluarga yang menghadiri.
4. Tunah
Tunah menikah pada usia 17 tahun melalui prosedur pencatatan di KUA,
pekerjaan suami Tunah sebagai penjual ayam potong, dan pendidikan
terakhirnya sampai SMP saja, kemudian Tunah meminta bercerai kepada
suami pada tahun 2000, Tunah bercerai dengan suami tidak di Pengadilan
karena tidak tahu bahwa perceraian harus di Pengadilan. Proses
perceraiannya, mereka datang kerumah amil agar diselesaikan
perceraiannya itu, sebagaimana pernyataan langsung Tunah: “Proses
29
Wawancara dengan Ibu Iyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Iyah pada pukul 13.00 WIB. 30
Wawancara dengan Ibu Iyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Iyah pada pukul 13.00 WIB. 31
Wawancara dengan Ibu Iyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Iyah pada pukul 13.00 WIB.
51
papegatanna di imah amil, salaki ngikrarkeun talak ka kula laju amil
ngajienkeun surat bukti papegatan terus di tanda tangan ku kula, salaki
jeung amil”.32 Tunah bercerai mempunya tiga anak ikut bersamanya, dari
tiga anaknya itu tidak mendapatkan nafkah dari mantan suami hingga
mereka dewasa, seperti pernyataan langsung Tunah: “Kula boga 3 anak,
terus anak ilu jeung kula, salaki tilok mere nafkah jeung anak”.33 Setelah
bercerai Tunah juga tidak mendapatkan mut‟ah dan tidak pula
mendapatkan nafkah ketika „iddah. Setelah tiga tahun bercerai, Tunah
menikah lagi, yang dilakukan tanpa melalui prosedur pencatatan di KUA,
proses pernikahannya hanya memenuhi ketentuan agama Islam saja.
5. Fuadah
Fuadah menikah pada usia 20 tahun melalui prosedur pencatatan di KUA,
pekerjaan suami Fuadah sebagai buruh pabrik, dan pendidikan terakhirnya
sampai SMA. Pada tahun 2016 suami menceraiakannya, Fuadah tahu
bahwa perceraian harus dilakukan di Pengadilan, karena tidak mengerti
cara mengurusnya, Fuadah memilih bercerai di luar Pengadilan. Proses
perceraiannya yang disaksikan oleh kedua orang tuanya, sebagaimana
pernyataan langsung Fuadah: “Proses papegatanna di lakukeun di imah
kula, salaki mawa saksi babturanna dua, jeung kula disaksikeun ku kadua
kolot kula, trus salaki ngomong “Kula geus teu tanggungjawab deui ka
Fuadah, kula serahkeun ka abah jeung emak” laju suami mere salembar
kertas talak ka kula”.34 Dari perceraiannya mempunyai satu anak ikut
bersamanya, dan anaknya tidak mendapatkan nafkah dari mantan suami,
sebagaimana yang dinyatakan Fuadah: “Boga 1 anak, terus anak ilu jeung
kula, salaki tilok mere nafkah jeung anak”.35
Fuadah pun tidak mendapat
mut‟ah dan tidak pula mendapatkan nafkah ketika „iddah. Kemudian
32
Wawancara dengan Ibu Tunah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 25 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Tunah pada pukul 09.00 WIB. 33
Wawancara dengan Ibu Tunah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 25 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Tunah pada pukul 09.00 WIB. 34
Wawancara dengan Ibu Fuadah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 25 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Fuadah pada pukul 10.30 WIB. 35
Wawancara dengan Ibu Fuadah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 25 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Fuadah pada pukul 10.30 WIB.
52
menikah lagi pada tahun 2018 yang dilakukan melalui prosedur pencatatan
di KUA dan mempunyai buku nikah lagi, sebagaiamana pernyataan
langsung Fuadah: “Prosesna kula nyerahkeun kabeh ka amil, cuma di
penta KTP, KK, jeung foto, laju mayar ka amil 700 rebu”.36
6. Zubaedah
Zubaedah menikah pada usia 21 tahun melalui prosedur pencatatan di
KUA, pekerjaan suaminya sebagai buruh pabrik, dan pendidikan
terakhirnya sampai SMA, pada tahun 2016 suami menceraikannya yang
dilakukan di luar Pengadilan karena tidak memiliki biaya dan takut
mengeluarkan uang yang cukup banyak. Seperti pernyataan langsung dari
Zubaedah: “kula teu boga biaya, bisi ngaluarkeun biaya loba doang”.37
Pada proses perceraiannya pergi ke rumah amil dan disaksikan oleh kedua
orang tua, sebagaimana pernyataan Zubaedah: “Papegatanna di lakukeun
di imah amil, disaksian ku amil jeung kadua kolot kula, terus salaki
ngungkapkeun bahwa nyana geus teu hayang rumah tangga deui jeung
kula, laju kula dibere surat cerai anu di jienkeun ku amil”.38 Zubaedah
bercerai tidak mendapatkan mut‟ah dan tidak pula mendapatkan nafkah
„iddah. Kemudian menikah lagi pada tahun 2018 yang dilakukan melalui
prosedur pencatatan di KUA, sama halnya dengan Fuadah dalam proses
pencatatan pernikahannya diserahkan kepada Amil setempat, sebagaimana
pernyataan dari Zubaedah: “Keur iyeu tea kula cuma meureu KTP anu
statusna can kawin, KK, jeung foto, laju mayar ka amil 700 rebu, eta geus
diuruskeun kabeh ku nyana sampe menang buku nikah deui”.39
7. Rokayah
Rokayah menikah pada usia 17 tahun melalui prosedur pencatatan di
KUA, pekerjaan suaminya sebagai buruh pabrik, dan pendidikan
36
Wawancara dengan Ibu Fuadah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 25 juli 2018, bertempat di rumah Ibu fuadah pada pukul 10.30 WIB. 37
Wawancara dengan Ibu Zubaedah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 25 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Zubaedah pada pukul 14.00 WIB. 38
Wawancara dengan Ibu Zubaedah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 25 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Zubaedah pada pukul 14.00 WIB. 39
Wawancara dengan Ibu Zubaedah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 25 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Zubaedah pada pukul 14.00 WIB.
53
terakhirnya sampai SMP, kemudian suami menceraikannya pada tahun
2010. Rokayah melakukan perceraian di luar Pengdilan karena tidak tahu
bahwa perceraian harus dilakukan di Pengadilan. Sebagaimana pernyataan
Rokayah: “Teu nyaho lamun deuk papegatan kudu di Pengadilan, Ja di
die mah papegatanna cuma menta uruskeun bae ka amil doang, laju
menang surat talakna, soalna geus kabiasaan anu papegatan keur iyeu na
kos kitu “.40 Sedangkan proses perceraiannya, Rokayah dan suami pergi
kerumah amil, sebagaimana pernyataan langsung oleh Rokayah: “Proses
papegatanna di lakukeun di imah amil, disaksian ku amil laju salaki
ngungkapkeun talak ka kula, laju amil ngajieunkeun surat talak anu di
tanda tangan ku kula, salaki, jeung amil. Ja di die mah papegatanna cuma
okos kitu doang, cuma menta uruskeun bae ka amil, laju menang surat
talakna, soalna geus kabiasaan anu papegatan keur iyeu na kos kitu”.41
Rokayah bercerai tidak mendapatkan mut‟ah dan tidak pula mendapatkan
nafkah iddah. Kemudian menikah lagi yang dilakukan melalui prosedur
pencatatan di KUA, sama halnya dengan Fuadah dan Zubaedah dalam
proses pencatatan pernikahannya, Rokayah menyerahkan kepada Amil
setempat, sebagaimana pernyataan langsung oleh Rokayah: “Kula
nyerahkeun kabeh ka amil, cuma di penta KTP anu statusna can kawin,
KK, jeung foto, laju mayar ka amil 700 rebu, eta geus diuruskeun ku
nyana sampe menang buku nikah deui”.42
8. Hj. Omsiah
Hj. Omsiah menikah pada usia 18 tahun melalui prosedur pencatatan di
KUA, suaminya bekerja di lapak limbah besi, dan pendidikan terakhirnya
sampai SMP. Hj. Omsiah meminta bercerai kepada suami pada tahun
1982, percerainnya dilakukan di luar pengadilan, karena tidak tahu bahwa
bercerai harus di pengadilan. Sebagaimana pernyataan Hj. Omsiah: “Teu
40
Wawancara dengan Ibu Rokayah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rokayah pada pukul 10.30 WIB. 41
Wawancara dengan Ibu Rokayah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rokayah pada pukul 10.30 WIB. 42
Wawancara dengan Ibu Rokayah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rokayah pada pukul 10.30 WIB.
54
nyaho lamun papegatan kudu di Pengadilan, atuh pajarkeun enggeus
beres papegatan ku amil bae geh teu kudu di Pengadilan”.43 Proses
perceraian Hj. Omsiah dan suami pergi kerumah amil untuk melakukan
percerainnya, sebagaimana yang diungkapkan langsung oleh Hj. Omsiah:
“Kula jeung salaki datang ka imah amil menta disaksikeun papegatanna,
laju salaki ngucapkeun talak ka kula, terus amil ngajieunkeun surat talak
jeung diberekeun ka kula”.44 Hj. Omsiah bercerai mempunyai satu anak
yang ikut bersamanya, anaknya tidak diberikan nafkah oleh mantan
suaminya, sebagaimana pernyataan Hj. Omsiah: “Boga 1 anak ilu jeung
kula, salaki tilok mere nafkah jeung anak ti orok sampe kuari”.45 Hj.
Omsiah sendiri tidak mendapatkan mut‟ah dan tidak pula mendapatkan
nafkah iddah dari mantan suami. Kemudian menikah lagi pada tahun 1992
yang dilakukan secara resmi menurut prosedur KUA, sama halnya dengan
Fuadah, Zubaedah dan Rokayah. Pada proses pencatatan pernikahannya
sebagaimana yang diungkapkan langsung oleh Hj. Omsiah: “Prosesna
diuruskeun ku kakana salaki kula, kula cuma mere KTP, KK, jeung foto, ja
cuman kitu doing”.46
9. Rohyanah
Rohyanah menikah pada usia 17 tahun melalui prosedur pencatatan di
KUA, pekerjaan suaminya sebagai buruh pabrik, dan pendidikan
terakhirnya sampai SMA, kemudian pada tahun 2016 suami menceraikan
Rohyanah di luar Pengadilan, karena dia tidak mengerti cara mengurus
perceraian di Pengadilan, sebagaimana pernyataan Rohyanah: “Atuh kula
teu ngarti lamun di Pengadilan, atuh biasana geh orang die mah ja cuma
43
Wawancara dengan Ibu Hj. Omsiah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Omsiah pada pukul 11.30 WIB. 44
Wawancara dengan Ibu Hj. Omsiah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Omsiah pada pukul 11.30 WIB. 45
Wawancara dengan Ibu Hj. Omsiah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Omsiah pada pukul 11.30 WIB. 46
Wawancara dengan Ibu Hj. Omsiah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Omsiah pada pukul 11.30 WIB.
55
kitu doang meureun papegatanna geh, tilok di Pengadilan”.47 Proses
perceraiannya yang disaksikan oleh kedua orang tuanya, sebagaimana
pernyataan langsung dari Rohyanah: “Prosesna salaki cuma mere surat
talak doang ka kolot kula, terus menta diberekeun ka kula”.48 Dalam
perceraiannya memiliki satu anak yang ikut bersamanya, dan mantan
suami masih memberikan nafkah untuk anak, sebagaimana pernyataan
Rohyanah: “Boga 1 anak, terus anak ilu jeung kula, alhamdulillah salaki
masih mere nafkah jeung anak kula sabulan karak 300.000-500.000, atuh
sakumaha nyana boga rezeki bae meureun”.49 Sedangkan Rohyanah
sendiri bercerai tidak mendapatkan mut‟ah dan tidak pula mendapatkan
nafkah ketika masa „iddah.
10. Eci
Eci menikah ketika berumur 17 tahun melalui prosedur pencatatan diKUA,
kemudian bercerai pada tahun 2011, karena suami meninggalkan Eci dari
rumah dan tidak kembali lagi dari tahun 2011 sampai dengan saat ini
(2018). Eci tidak mau mengurus status percerainnya di Pengadilan karena
tidak memiliki biaya, karena pekerjaannya hanya tukang cuci,
sebagaimana pernyataan Eci: “Atuh kula menang duit dimana, jeung
dahar sasapoe bae geh hararese, Soalna teu boga biaya deuk nguruskeun
di Pengadilan geh, kula geh geus teu peduli deui, geus troma deuk kawin
deui geh”.50 Eci mempunyai 3 anak ikut bersamanya, dan suaminya tidak
mengirimkan uang atau nafkah untuk anaknya, sebagaimana pernyataan
Eci: “Kula boga 3 anak ilu jeung kula, salaki tilok ngiriman nafkah jeung
biaya anak, sakola geh anak menang hasil kula bae jadi kuli nyeseh”.51
47
Wawancara dengan Ibu Rohyanah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 28 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rohyanah pada pukul 09.00 WIB. 48
Wawancara dengan Ibu Rohyanah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 28 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rohyanah pada pukul 09.00 WIB. 49
Wawancara dengan Ibu Rohyanah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 28 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rohyanah pada pukul 09.00 WIB. 50
Wawancara dengan Ibu Eci, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Eci pada pukul 13.00 WIB. 51
Wawancara dengan Ibu Eci, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Eci pada pukul 13.00 WIB.
56
11. Hj. Ika Susanti
Hj. Ika Susanti menikah pada usia 21 tahun melalui prosedur pencatatan di
KUA, pekerjaan suaminya sebagai tukang limbah, dan pendidikan
terakhirnya sampai SMA, kemudian suami mentalaknya pada tahun 2000,
Hj. Ika Susanti bercerai di luar Pengadilan karena tidak tahu bahwa
perceraian harus dilakukan di pengadilan, sebagaimana pernyataan Hj. Ika
Susanti: “Teu nyaho lamun deuk papegatan eta kudu di Pengadilan, atuh
pajarkeun geus bae kituh ari geus papegatan ku amil, ja di bere surat
cerai sagala soalna”.52 Proses perceraian Hj. Ika Susanti dan suami
diselesaikan oleh amil setempat, sebagaimana pernyataan langsung Hj. Ika
Susanti: “Proses papegatanna salaki ngucapkeun talak ka kula anu
disaksikeun ku amil jeung kadua kolot kula, laju amil ngajienkeun surat
talak terus di berekeun ka kula”.53 Setelah bercerai mantan suaminya tidak
memberikan mut‟ah dan tidak pula memberikan nafkah ketika iddah.
Kemudian menikah lagi pada tahun 2001 tidak memalui prosedur KUA.
ketika hendak menikah melalui prosedur KUA tidak bisa, sebagaimana
pernyataan Hj. Ika Susanti: “Teu malalui prosedur pencatetan di KUA,
soalna dek nikah deui di KUA kula di penta surat papegatan, laju kula teu
boga, geus bae nikah anu penting mah sah menurut Islam”.54
12. Heriyah
Heriyah menikah pada usia 17 tahun melalui prosedur pencatatan di KUA,
pekerjaan suaminya sebagai petani, dan pendidikan terakhirnya sampai
SMP. Pada tahun 1992 suami menceraikan Heriyah, yang dilakukan luar
Pengadilan karena tidak tahu bahwa perceraian harus dilakukan di
pengadilan. Pada proses perceraiannya, suami Heriyah hanya memberikan
surat talak kepada orang tuanya sebagaimana pernyataannya: “salaki cuma
meure surat talak ka kolot kula bahwa nyana geus teu tanggungjawab
52
Wawancara dengan Ibu Hj. Ika Susanti, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Ika Susanti pada pukul 14.30 WIB. 53
Wawancara dengan Ibu Hj. Ika Susanti, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Ika Susanti pada pukul 14.30 WIB. 54
Wawancara dengan Ibu Hj. Ika Susanti, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Ika Susanti pada pukul 14.30 WIB.
57
deui ka kula, eta geh tanpa sepengetahuan kula”.55 Mantan suaminya
tidak memberikan mut‟ah berupa apapun, akan tetapi masih memberikan
nafkah ketika „iddah sebagaimana pernyataan langsung Heriyah “Salaki
merean nafkah keur „iddah 2 bulan doang, eta geh dititpkeun ka emak”.56
Kemudian menikah lagi pada tahun 2001 tidak melalui prosedur
pencatatan di KUA. Pada proses pernikahannya dilakukan di rumahnya
hanya menurut ketentuan agama Islam, sebagaimana pernyataan Heriyah:
“Teu malalui prosedur pencatetan di KUA, soalna dek nikah deui di KUA
kula di penta surat papegatan, laju kula teu boga, geus bae nikah anu
penting mah sah menurut Islam”.57
13. Nengsih
Nengsih menikah pada usia 17 tahun melalui prosedur KUA, pada tahun
1983 bercerai melalui prosedur Pengadilan. Kemudian menikah lagi yang
kedua kalinya pada usia 26 tahun, pekerjaan suaminya mempunyai lapak
limbah, dan pendidikan terakhirnya sampai SMP, pada tahun 2000
suaminya menceraikan Nengsih yang dilakukan di luar Pengadilan, karena
malas mengurus perceraian di Pengadilan yang membutuhkan waktu lama,
sebagaimana pernyataan Nengsih: “Kula geus ngalaman papegatan di
Pengadilan prosesna kebel jasa, ncan ngurus-ngurus berkasna, pokona
kebel di Pengadilan mah”.58 Pada proses perceraiannya dilakukan di
rumah amil agar disaksikan olehnya, sebagaimana pernyataan Nengsih:
“Proses papegatanna, kula jeung salaki datang ka imah amil, terus
ngomomg kami hayang papegatan, atuh geus langsung amil nitah salaki
ngucapkeun talak ka kula, terus kula di bere surat talakna”.59 Nengsih
bercerai mempunyai dua anak yang ikut bersamanya, dan anaknya tidak
55
Wawancara dengan Ibu Heriyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Heriyah pada pukul 09.00 WIB. 56
Wawancara dengan Ibu Heriyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Heriyah pada pukul 09.00 WIB. 57
Wawancara dengan Ibu Heriyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Heriyah pada pukul 09.00 WIB. 58
Wawancara dengan Ibu Nengsih, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 22 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Nengsih pada pukul 09.00 WIB. 59
Wawancara dengan Ibu Nengsih, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 22 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Nengsih pada pukul 09.00 WIB.
58
mendapatkan nafkah dari mantan suaminya, untuk Negsih sendiri tidak
medapatkan mut‟ah dan tidak mendapatkan nafkah ketika „iddah.
Kemudian menikah lagi pada tahun 2003, tidak melalui prosedur
pencatatan di KUA, sebagaimana pernyataan Nengsih langsung: “Kula
nikah teu malalui prosedur pencatetan di KUA, soalna kula pan teu boga
surat cerai ti Pengadilan jeung salaki nu keur iyeu, atuh geus bae kula
nikah lembur, anu penting mah sah ku agama”.60
14. Hj. Emul
Hj. Emul menikah pada usia 25 tahun melalui prosedur KUA, pekerjaan
suaminya mempunyai toko sembako, dan pendidikan terakhirnya sampai
SMA, kemudian suami menceraikan pada tahun 1998 di luar Pengadilan,
karena proses di Pengadilan memakan waktu yang cukup lama dan
membuat malas untuk mengurus perceraian di Pengadilan. Sebagaimana
pernyataan yang diungkapkan Hj. Emul: “Soalna kula geus nyaho lamun
papegatan di Pengadilan prosesna kebel laju kula jeung salaki hayang
gagera beres ngurus papegatanna, tapi iyeu geh kula deuk nguruskeun
status papegatan kula ka Pengadilan di Tigaraksa tapi sangek bae”.61
Proses perceraiannya, suami hanya berbicara dengan orang tua dari Hj.
Emul bahwa dia ingin bercerai, dalam pernyataan yang diungkapkan
langsung Hj. Emul: ”Prosesna, Salaki cuma ngomong ka kula jeung ka
kolot kula bahwa nyana hayang enggeusan rumah tangga jeung kula, laju
kadua kolot kula nyetujui”.62 Hj. Emul bercerai memiliki satu anak yang
ikut bersamanya, sedangkan mantan suaminya tidak meberikan nafkah
untuk anaknya. Hj. Emul sendiri tidak mendapatkan mut‟ah dan tidak
mendapatkan nafkah ketika „iddah. Hj. Emul menikah lagi pada tahun
2017 yang dilakukan tidak melalui prosedur KUA, proses pernikahannya
menurut ketentuan Agama Islam, sebagaimana pernyataan yang
60
Wawancara dengan Ibu Nengsih, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 22 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Nengsih pada pukul 09.00 WIB. 61
Wawancara dengan Ibu Hj. Emul, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 27 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Emul pada pukul 16.00 WIB. 62
Wawancara dengan Ibu Hj. Emul, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 27 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Emul pada pukul 16.00 WIB.
59
diunkapkan langsung Hj. Emul: “Teu malalui prosedur pencatetan di
KUA, soalna kula teu boga surat cerai ti Pengadilan”.63
15. Ika
Ika menikah ketika berusia 18 tahun melalui prosedur pencatatan di KUA,
pekerjaan suaminya mempunyai peternakan ayam potong, dan pendidikan
terakhirnya sampai SMA, kemudian suami mentalak nya pada tahun 2015,
Ika bercerai di luar Pengadilan karena malas mengurus perceraian di
Pengadilan yang membutuhkan waktu begitu lama, sebagaimana
pernyataan yang diungkapkan Ika: “Soalna kula jeung salaki hayang gera
angges ngurusan papegatan iye, laju cak babaturan kula anu geus pernah
papegatan di Pengadilan prosesna kebel jasa”.64 Pada proses
perceraiannya disaksikan oleh orang tua Ika, suami hanya mengatakan
talak kepada Ika bahwa dia sudah tidak ingin bersamanya lagi,
sebagaimana pernyataan yang diungkapkan Ika: “Prosesna anu disaksian
ku kadua kolot kula, Salaki cuma ngomong ka kula bahwa nyana geus
embung jeung kula deui. Anu penting mah lamun deuk papegatan aya
saksi bae geh geus sah, laju atuh geus bae kula menta disaksikan ku kadua
kolot kula secara kakeluargaan”.65 Ika bercerai memiliki dua orang anak
yang ikut bersamanya, mantan suaminya masih memberikan nafkah untuk
anaknya, sebagaimana pernyataan yang diungkapkan Ika: “Kula boga 2
anak ilu jeung kula, salaki mere nafkah jeung anak cuma 6 kali, ti
samenjak papegatan sampe kuari 2018”.66 Sedangkan dengan Ika sendiri
tidak mendapatkan nafkah ketika „iddah dan tidak mendapatkan mut‟ah
berupa apapun dari mantan suaminya.
63
Wawancara dengan Ibu Hj. Emul, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 27 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Emul pada pukul 16.00 WIB. 64
Wawancara dengan Ibu Ika, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 28 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Ika pada pukul 10.30 WIB. 65
Wawancara dengan Ibu Ika, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 28 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Ika pada pukul 10.30 WIB. 66
Wawancara dengan Ibu Ika, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 28 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Ika pada pukul 10.30 WIB.
60
BAB IV
ANALISIS ATAS PERCERAIAN DI LUAR PENGADILAN DI DESA
DAON KECAMATAN RAJEG KABUPATEN TANGERANG
A. Proses Perceraian Masyarakat Desa Daon di Luar Pengadilan
Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang Perkawinan bahwa
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, pada
kenyataannya beberapa masyarakat di Desa Daon melakukan perceraian di
luar Pengadilan. Pada proses perceraiannya pun cukup sederhana, hal ini dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa macam:
1. Bercerai pergi ke rumah amil
Hasil wawancara penulis dengan 15 pelaku cerai di luar Pengadilan
pada masyarakat Desa Daon, ada 6 informan yang melakukan
perceraiannya pergi ke rumah amil untuk meminta diselesaikan dan
disaksikan perceraiannya tersebut, hal ini dilakukan oleh ibu Tunah, ibu
Zubaedah, ibu Rokayah, ibu Hj. Omsiah, ibu Hj. Ika Susanti, dan ibu
Nengsih, karena memang sudah menjadi suatu kebiasaan pada sebagian
masyarakat Desa Daon dalam melakukan perceraian hanya pergi ke rumah
amil saja, di mana mereka yang melakukan perceraian sebelumnya tidak
melalui Pengadilan Agama, jadi mereka ketika ingin bercerai mengikuti
kebiasaan masyarakat sebelumnya, yaitu melakukan perceraiannya di luar
Pengadilan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu Rokayah: “Ja di die
mah papegatanna cuma menta uruskeun bae ka amil doang, laju menang
surat talakna, soalna geus kabiasaan anu papegatan keur iyeu na kos
kitu”.1
2. Bercerai hanya disaksikan oleh kedua orang tua
Tidak hanya disaksikan atau diselesaikan oleh amil saja dalam
melakukan perceraiannya, dari 15 pelaku perceraian di luar Pengadilan di
1 Wawancara dengan Ibu Rokayah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rokayah pada pukul 10.30 WIB.
61
Desa Daon, ada 5 informan yang melakukan percerainnya hanya
disaksikan atau diselesaikan oleh kedua orang tuanya, dalam hal ini pun
sudah menjadi suatu kebiasaan masyarakat Desa Daon dalam melakukan
perceraiannya dilakukan dengan disaksikan oleh kedua orang tua dengan
secara kekeluargaan saja, sebagaimana yang dilakukan oleh ibu Fuadah,
ibu Rohyanah, ibu Heriyah, ibu Hj. Emul, dan ibu Ika, sebagaimana yang
diungkapkan oleh ibu Ika: “Anu penting mah lamun deuk papegatan aya
saksi bae geh geus sah, laju atuh geus bae kula menta disaksikan ku kadua
kolot kula secara kakeluargaan”.2
3. Bercerai ditinggalkan oleh suami
Dari 15 pelaku perceraian di luar Pengadilan yang penulis wawancara,
terdapat 1 informan yang bercerai ditinggalkan oleh suaminya dari tahun
2011 sampai dengan saat ini 2018 suaminya tidak pulang ke rumah dan
tidak mengirimkan nafkah untuk istrinya dan ketiga anaknya, hal ini
dirasakan oleh informan ibu Eci sebgaimana yang dia ungkapakan: “Kula
geh geus teu peduli deui, geus troma deuk kawin deui geh, ongkohna geh
teu boga duit”.3 Ibu Eci ini tidak ingin mengurus perceraiannya di
Pengadilan karena dia tidak memiliki biaya dan sudah tidak peduli lagi
dengan suaminya dan juga sudah trauma kalo ingin menikah lagi.
4. Bercerai tidak disaksikan siapa pun
Tidak hanya itu, pada masyarakat di Desa Daon yang penulis
wawancara dari 15 informan yang melakukan perceraiannya di luar
Pengadilan, terdapat 3 informan yang melakukan percerainnya tanpa
disaksikan oleh siapa pun, yaitu dengan kesepakatan antara suami dan istri
saja dan di dalam percerainnya tidak terdapat perjanjian apapun melainkan
seorang istri hanya mendapatkan selembaran kertas berisikan tentang
pernyataan talak dari suami, hal ini dilakukan oleh ibu Sarikah, ibu Wiwik,
2 Wawancara dengan Ibu Ika, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 28 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Ika pada pukul 10.30 WIB. 3 Wawancara dengan Ibu Eci, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Eci pada pukul 13.00 WIB.
62
dan ibu Iyah. Bahwa menurut mereka dengan bentuk perceraian tersebut,
maka perceraiannya sudah terjadi, sebagaimana yang diungkapkan oleh
ibu Iyah: “Pas kula menta papegatan ka salaki kula, trus salaki geh
nerima kula, ja nyana geh sarua hayang papegatan, atuh geus bae
papegatanna kesepakatan dua-an doang, eweuh saksi keur kula
papegatan”.4
Tabel 9
Bentuk Proses Perceraian di Desa Daon
No Proses Perceraian Jumlah
1 Bercerai pergi ke rumah amil 6 Orang
2 Bercerai hanya disaksikan oleh kedua orang tua 5 Orang
3 Bercerai ditinggalkan oleh suami 1 Orang
4 Bercerai tanpa disaksikan siapa pun 3 Orang
Jumlah 15 Orang
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan 15 pelaku cerai di luar
Pengadilan pada tabel 9 bahwa masyarakat Desa Daon yang melakukan
perceraiannya pergi ke rumah amil terdapat 6 orang, hal ini dilakukan oleh ibu
Tunah, ibu Zubaedah, ibu Rokayah, ibu Hj. Omsiah, ibu Hj. Ika Susanti, dan
ibu Nengsih, kemudian bercerai hanya disaksikan oleh kedua orang tua
terdapat 5 orang, sebagaimana yang dilakukan oleh ibu Fuadah, ibu
Rohyanah, ibu Heriyah, ibu Hj. Emul, dan ibu Ika, bercerai karena
ditinggalkan oleh suami 1 orang, ini dialami oleh ibu Eci, dan melakukan
perceraiannya tanpa disaksikan oleh siapa pun 3 orang, dalam perceraian ini
dilakukan oleh ibu Sarikah, ibu Wiwik, dan ibu Iyah.
Dari jumlah informan yang penulis wawancarai di dalam penelitian
terdapat 15 orang, dari 15 orang tersebut ditemukan informasi bahwa tidak
satu pun mereka yang melakukan perceraian dalam bentuk khuluk, semuanya
4 Wawancara dengan Ibu Iyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Iyah pada pukul 13.00 WIB.
63
bercerai dalam bentuk talak, meskipun ada 4 informan yang menyatakan
bahwa perceraiannya itu atas permintaan istri, kemudian suami
mengabulkannya, ini pun tidak bisa di kategorikan ke dalam khuluk, karena
istri tidak membayar sejumlah uang „iwadh kepada suami, hal ini dilakukan
oleh ibu Sarikah, ibu Wiwik, ibu Tunah, dan ibu Hj. Omsiah. Sedangkan
dalam Islam yang di maksud dengan khuluk adalah perceraian yang timbul
atas kemauan istri dengan membayar „iwadh (ganti) kepada suami, seperti
perkataan suami: “Kau kutalak dengan membayar seratus rupiah”. Kemudian
istri membayar kepadanya seratus rupiah, maka jatuhlah talak tersebut.5
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwasannya praktek
perceraian masyarakat Desa Daon tidak sah menurut hukum di Indonesia,
sudah jelas bahwa pada dasarnya perkara perceraian merupakan perkara yang
kewenangannya dimiliki oleh Pengadilan, sebagaimana yang telah diatur pada
Pasal 39 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa:
“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak”
Kemudian pada Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam juga menyatakan
bahwa:
“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan Agama setelah
Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak”
Selanjutnya pada Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa:
“Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam,
yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di
tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud
menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada
Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu”
Mengenai persaksian talak, jumhur ulama fiqih salaf dan khalaf sepakat
bahwa talak sah walaupun dilakukan tanpa adanya saksi karena talak
merupakan salah satu hak mutlak laki-laki, dan hal itu tidak perlu adanya
5 Moh Rifai, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 2014), h.
464.
64
bukti untuk menggunakan haknya itu, dan tidak ada penjelasan dari Rasulullah
SAW maupun dari sahabat yang mensyariatkan adanya saksi ketika talak
dijatuhkan.6 Dalam hal ini fuqaha Syi‟ah Imamiyah berbeda pendapat dengan
fuqaha jumhur. Fuqaha Syi‟ah Imamiyah berpendapat bahwa persaksian
dalam talak adalah syarat sahnya talak. Alasan mereka berpendapat ialah
firman Allah dalam Q.s. At-Talaq (65): 2:7
فئرا ثغ ذا ر أش ؼشف ث ؼشف أ فبسل ث سى فؤ أج
اي ثبلل يؤ وب ، ػع ث ي بدح لل، راى ا اش ألي ى ػذي
خ يزك هللا يجؼ (2)اطالق: شجب.الخش،
Artinya: “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi
pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar”.( Q.s. At-Talaq:2).
B. Faktor Penyebab Masyarakat Desa Daon Melakukan Perceraian di Luar
Pengadilan
Meskipun di Indonesia sudah ada ketentuan hukum mengenai perceraian,
namun terdapat beberapa faktor penyebab masyarakat di Desa Daon
melakukan perceraiannya di luar pengadilan. Adapun faktor yang
menyebabkan terjadinya perceraian di luar Pengadilan adalah:
1. Tidak memiliki biaya
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan 15 informan yang
melakukan perceraian di luar Pengadilan, ada 4 orang informan yang
melakukan perceraian di luar Pengadilan karena tidak memiliki biaya
untuk mengurus perceraian di Pengadilan. Mengingat mahalnya biaya
6 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah. Penerjemah Abu Syauqina dan Abu Aulia Rahma. Fiqih
Sunnah Jilid 3, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), cet. 2, h. 548. 7 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003) cet. 1, h. 208.
65
administrasi yang harus dikeluarkan untuk melakukan proses perceraian di
muka sidang Pengadilan, sedangkan tingkat pendapatan ekonomi mereka
yang rendah, untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja
masih kekurangan, maka ekonomi yang menyebabkan mereka lebih
memilih melakukan bercerai di luar sidang Pengadilan. Hal ini dilakukan
oleh Ibu Wiwik, Ibu Iyah, Ibu Zubaedah, dan Ibu Eci. Sebagaimana yang
yang diungkapkan oleh ibu Iyah “Teu boga biaya kula, atuh pan di
Pengadilan mah kudu make biaya gede, jaman baheula mah salaki geh
cuma tukang tani, jeung sasapoe bae geh hararese, atuh sapira cuma
boga sawah doang deuk dijual geh sawah murah”.8
Memang biaya pengadilan lumayan besar terutama bagi mereka yang
golongan ekonominya menengah ke bawah, padahal Pengadilan dapat
memberikan keringanan biaya bagi siapa saja yang tidak mampu untuk
membayar dalam melakukan proses perkara di Pengadilan, atau bisa
disebut dengan prodeo, sedangkan ke empat responden tersebut tidak
mengetahui apa itu prodeo. Prodeo adalah salah satu bentuk bantuan
hukum yang dapat diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu
untuk mengajukan perkara perdata tanpa biaya perkara. Hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 237 sampai Pasal 245 HIR / Pasal 273 sampai
Pasal 281 RBG yang bunyinya antara lain “Barang siapa hendak
bereperkara, baik sebagai penggugat maupun tergugat, tetapi tidak mampu
membayar ongkos perkara, dapat mengajukan perkara dengan ijin tidak
membayar ongkos”.9
2. Tidak tahu harus di Pengadilan
Tidak hanya faktor ekonomi saja masyarakat Desa Daon yang
melakukan percerainnya di luar Pengadilan, yakni dari 15 informan yang
penulis wawancara terdapat 6 informan yaitu: ibu Sarikah, ibu Tunah, ibu
Heriyah, ibu Rokayah, ibu Hj. Ika Susanti, dan ibu Hj. Omsiah, mereka
8 Wawancara dengan Ibu Iyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Iyah pada pukul 13.00 WIB. 9 Elfrida R Gultom, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Literata, 2010), h. 155.
66
tidak tahu bahwa perceraian harus dilakukan di Pengadilan, seperti
pernyataan ibu Hj. Ika Susanti: “Soalna teu nyaho lamun deuk papegatan
eta kudu di Pengadilan, atuh pajarkeun geus bae kituh ari geus papegatan
ku amil, ja di bere surat cerai sagala soalna”.10 Sedangkan ungkapan dari
ibu Rokayah: “teu nyaho ja lamun papegatan kudu di Pengadilan, Ja di
die mah papegatanna cuma okos kitu doang, cuma menta uruskeun bae ka
amil, laju menang surat talakna, soalna geus kabiasaan anu papegatan
keur iyeu na kos kitu”.11
karena kurangnya pengetahuan tentang perceraian yang harus
dilakukan di Pengadilan, maka mereka melakukan perceraiannya tidak di
Pengadilan, hal ini sudah menjadi suatu kebiasaan masyarakat Desa Daon
sejak dulu dalam melakukan perceraian di luar Pengadilan, hanya dengan
memanggil amil atau datang ke rumah amil setempat untuk meminta agar
perceraiannya diselesaikan secara kekeluargaan, dan amil pun
membuatkan dan memberikan surat talak tersebut yang sudah di
tandatangani oleh istri, suami dan amil sebagai saksi untuk bukti bahwa
antara suami-istri tersebut sudah melakukan perceraian, dengan seperti itu
perceraian mereka sudah dianggap selesai dan sah, karena mereka sangat
mempercayai amil setempat dalam masalah perkawainan atau perceraian.
Seperti yang sudah diketahui bahwasannya amil hanya bertugas untuk
membantu dalam bidang pencatatan pernikahan.
3. Tidak mengerti cara mengurus perceraian di Pengadilan
Dari 15 informan yang penulis wawancara, ada 2 informan yang
melakukan perceraian di luar Pengadilan, karena tidak mengerti cara
mengurus perceraian di Pengadilan, hal ini dilakukan oleh ibu Fuadah, dan
ibu Rohyanah. Sebagaimana pernyataan dari ibu Rohyanah: “Atuh kula teu
10
Wawancara dengan Ibu Hj. Ika Susanti, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 26 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Ika Susanti pada pukul 14.30 WIB. 11
Wawancara dengan Ibu Rokayah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rokayah pada pukul 10.30 WIB.
67
ngarti ngurusna lamun di Pengadilan, atuh biasana geh orang die mah ja
cuma kitu doang meureun papegatanna geh, tilok di Pengadilan”.12
Karena sudah menjadi kebiasaan pada masyarakat Desa Daon ini
dalam melakukan perceraiannya di luar Pengadilan hanya dengan
disaksikan oleh amil setempat atau kedua orang tua yang membuat mereka
tidak mengerti dan tidak paham akan mengurus perceraian di Pengadilan,
dan tidak adanya sosialisasi dari pihak pemerintah tentang tata cara
perceraian yang berlaku menurut hukum di Indonesia ini.
Tentang tata cara perceraian ini sudah jelas diatur pada Pasal
14,15,16, dan 17 dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
bahwa:
”Seorang suami yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam,
yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan
ditempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud
menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta
kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu”.
“Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi Surat yang dimaksud
dalam Pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
memanggil pengirim surat dan juga isterinya untuk meminta penjelasan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu”.
“Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang Pengadilan
untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 14 apabila
memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19
Peraturan Pemerintah ini, dan Pengadilan berpendapat bahwa antara suami
isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup
rukun lagi dalam rumah tangga”.
Sesaat setelah diadakan sidang Pengadilan untuk menyaksikan perceraian
yang dimaksud Pasal 16, Ketua Pengadilan membuat surat keterangan
tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan
kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan
pencatatan perceraian”.
12
Wawancara dengan Ibu Rohyanah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rohyanah pada pukul 09.00 WIB.
68
4. Malas karena waktu yang lama
Karena dalam persidangan membutuhkan waktu yang begitu lama,
membuat masyarakat di Desa Daon malas untuk melakukan perceraiannya
di Pengadilan, pada akhirnya mereka lebih memilih untuk melakukan
perceraiannya di luar Pengadilan Agama, dari 15 informan yang penulis
wawancara, terdapat 3 informan yang menyatakan bahwa perceraian di
Pengadilan membutuhkan waktu yang begitu lama. Dalam hal ini
dilakukan oleh Ibu Ika, Ibu Hj. Emul, dan Ibu Nengsih. Sebagaimana
pernyataan informan ibu Nengsih: “Soalna kula geus ngalaman papegatan
di Pengadilan prosesna kebel jasa, ncan ngurus-ngurus berkasna, pokona
kebel di Pengadilan mah”.13 Sedangkan menurut pernyataan ibu Hj. Emul:
“Soalna kula geus nyaho lamun papegatan di Pengadilan prosesna kebel
laju kula jeung salaki hayang gagera beres ngurus papegatanna, tapi iyeu
geh kula deuk nguruskeun status papegatan kula ka Pengadilan di
Tigaraksa tapi sangek bae”.14
Memang sebagian masyarakat Desa Daon ini sudah biasa dalam
melakukan perceraiannya di luar Pengadilan Agama, berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan pelaku cerai di luar Pengadilan, meskipun
mereka mengetahui proses perceraian yang seharusnya dilakukan di
Pengadilan, sedangkan di Pengadilan membutuhkan waktu yang begitu
lama dan mereka ingin sekali menyelesaikan masalah rumah tangganya
dengan cepat selesai, maka mereka lebih memilih melakukan
perceraiannya di luar Pengadilan. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan
bahwa mereka tidak mentaati dan kurangnya kesadaran hukum terhadap
peraturan yang berlaku di Indonesia mengenai masalah perceraian, karena
sebenarnya mereka mengetahui bahwa untuk melakukan perceraian harus
di Pengadilan, namun mereka lebih memilih melakukan perceraiannya di
luar Pengadilan.
13
Wawancara dengan Ibu Nengsih, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 22 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Nengsih pada pukul 09.00 WIB. 14
Wawancara dengan Ibu Hj. Emul, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 27 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Emul pada pukul 16.00 WIB.
69
Tabel 10
Faktor Penyebab Melakukan Perceraian di Luar Pengadilan
No Faktor Jumlah
1
2
3
4
Tidak memiliki biaya
Tidak tahu harus di Pengadilan
Tidak mengerti cara mengurus di Pengadilan
Malas karena waktu yang lama
4 orang
6 orang
2 orang
3 orang
Jumlah 15 orang
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan 15 pelaku cerai di luar
Pengadilan pada tabel 10 bahwa faktor yang menyebabkan masyarakat Desa
Daon melakukan perceraian di luar Pengadilan adalah: tidak memiliki biaya
terdapat 4 informan, yaitu dirasakan oleh Ibu Wiwik, Ibu Iyah, Ibu Zubaedah,
dan Ibu Eci, tidak tahu bahwa bercerai harus di Pengadilan terdapat 6
informan, hal ini diungkapkan oleh ibu Sarikah, ibu Tunah, ibu Heriyah, ibu
Rokayah, ibu Hj. Ika Susanti, dan ibu Hj. Omsiah, kemudian tidak mengerti
cara untuk mengurus perceraian di Pengadilan terdapat 2 informan, hal ini
diungkapkan oleh ibu Fuadah, dan ibu Rohyanah, dan malas karena perceraian
di Pengadilan memakan waktu yang begitu lama terdapat 3 informan
sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu Ika, Ibu Hj. Emul, dan Ibu Nengsih.
C. Dampak Perceraian di Luar Pengadilan yang dirasakan oleh Masyarakat
Desa Daon
Yang paling mendasar dampak dari perceraian di luar pengadilan adalah
tidak adanya kepastian hukum untuk perceraian tersebut, maka perceraiannya
sah secara hukum agama saja, tetapi tidak sah menurut hukum di Indonesia,
karena belum dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, dan ikatan
perkawinan tersebut belum putus secara hukum, maka suami istri tersebut
masih sah tercatat sebagai suami-istri. Sedangkan ada beberapa dampak
langsung yang dirasakan oleh masyarakat Desa Daon yang melakukan
70
perceraian di luar Pengadilan, berdasarkan wawancara peneliti dengan pelaku
perceraian di luar Pengadilan dapat peneliti sampaikan sebagai berikut:
1. Nafkah Iddah
Dampak yang dialami masyarakat Desa Daon yang melakukan
perceraiannya di luar pengadilan tidak mendapatkan haknya sebagai
seorang istri, yaitu tidak mendapatkan nafkah ketika masa „iddah. Dari 15
pelaku perceraian di luar Pengadilan pada masyarakat Desa Daon yang
penulis wawancara, hanya 1 orang yang mendapatkan nafkah ketika masa
„iddah itupun hanya 2 bulan saja sebagaimana pernyataan dari ibu
Heriyah: “He‟eh salaki merean nfkah keur „iddah 2 bulan doang, eta geh
dititpkeun ka emak”.15 dan 14 orang informan lagi tidak mendapatkan
sama sekali nafkah ketika masa „iddah dari mantan suaminya, hal ini
dialami langsung oleh ibu Sarikah, Ibu Wiwik, Ibu Iyah, Ibu Tunah, Ibu
Fuadah, Ibu Zubaedah, Ibu Rokayah, Ibu Hj. Omsiah, Ibu Rohyanah, Ibu
Eci, Ibu Hj. Ika Susanti, Ibu Nengsih, Ibu Hj. Emul dan Ibu Ika.
Sebagaimana pernyataan ibu Rokayah: “Salaki teu mere sama-sakali
nafkah keur „iddah”.16
Apabila perempuan yang taat dalam masa „iddah raj‟iyah, maka ia
berhak menerima tempat tinggal, pakaian dan segala keperluan hidupnya
dari bekas suaminya. Akan tetapi apabila ia durhaka atau tidak taat kepada
bekas suaminya, maka ia tidak berhak atas hal-hal tersebut. Apabila
perempuan yang dalam masa „iddah ba‟in, jika ia mengandung, maka ia
berhak juga mendapatkan tempat kediaman, nafkah dan pakaian selama
masa „iddah-nya. Akan tetapi jika ia tidak mengandung, maka ia hanya
berhak menerima makanan dan pakaian saja, dan apabila perempuan yang
dalam masa „iddah-nya karena ditinggal mati suaminya (wafat), maka ia
tidak mempunyai hak sama sekali meskipun ia sedang mengandung. Hal
15
Wawancara dengan Ibu Heriyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Heriyah pada pukul 09.00 WIB. 16
Wawancara dengan Ibu Rokayah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rokayah pada pukul 10.30 WIB.
71
tersebut di karenakan ia dan anak yang ada di dalam kandungannya telah
mendapatkan hak pusaka dari suaminya.17 Hal tersebut dijelaskan dalam
Q.s. At-Talaq (65): 6:
ال رضآ جذ و ز ديث سى أسى زضي س , ما ػي
ى أسضؼ , فئ د دز يضؼ فما ػي فؤ ذ د أ و إ
فسزش ضغ رؼبسشر إ ؼشف, ث شاثيى أر , أجس فؤر
(. 6أخش. )اطالق:
Artinya: “Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka
untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah
ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya
hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyeusukan (anak-anak)
mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika
kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak
itu) untuknya”.(Q.s. At-Talaq: 6).
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 149 (sub b) telah
mengatur dalam masalah ini, apabila perkawinan putus karena talak, maka
bekas suami wajib: “memberi nafkah, makan, dan kiswah kepada bekas
istri selama dalam „iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba‟in atau
nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil”.
Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
pada Pasal 41 (sub c) yaitu: “Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas
suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas istri”.
Hal tersebut juga dipertegas dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
pada Pasal 81 yaitu:
1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-
anaknya atau bekas isteri yang masih dalam iddah.
2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama
dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
17
Moh Rifa‟i, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 2014),
h. 474.
72
3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-
anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan
tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat
menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-
alat rumah tangga.
4) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan
kemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat
tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga
maupun sarana penunjang lainnya.
2. Mut’ah
Dari 15 orang informan pelaku cerai di luar Pengadilan pada
masyarakat Desa Daon yang peneliti wawancara tidak satupun
mendapatkan mut‟ah berupa apapun dari perceraiannya tersebut,
sebagaimana pernyataan informan ibu Zubaedah “Teu menang mut‟ah di
salaki boro-boro”.18 Mut‟ah adalah suatu pemberian dari suami kepada
istrinya sewaktu dia menceraikannya. Pemberian ini diwajibkan atas suami
apabila perceraian itu terjadi karena kehendak suami. Tetapi kalau
perceraiannya itu kehendak si istri, maka pemberian itu tidak wajib.19
Mazhab Syafi‟i mewajibkan mut‟ah setelah terjadinya persetubuhan,
berdasarkan firman Allah dalam Q.s. Al-Baqarah (2): 241:
. زمي ؼشف, دمب ػ ا زبع ثب طمبد (241)اجمشح:
Artinya: “Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan
oleh suaminya) mut‟ah menurut yang ma‟ruf sebagai suatu kewajiban
bagi orang-orang yang bertaqwa”( Q.s. Al-Baqarah : 241).
Akan tetapi, mazhab Maliki menyunahkan mut‟ah bagi setiap perempuan
yang diceraikan oleh suaminya. Sedangkan menurut mazhab Hanafi dan
Hambali menyunahkan mut‟ah bagi setiap perempuan yang diceraikan
18
Wawancara dengan Ibu Zubaedah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 25 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Zubaedah pada pukul 14.00 WIB. 19
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), cet. 27, h. 397.
73
kecuali perempuan mufawwidhah, yaitu perempuan yang dikawinkan
tanpa mahar.20
Sedangkan pada Pasal 149 (sub a) Kompilasi Hukum Islam (KHI),
bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
“memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang
atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul”
3. Nafkah Anak
Akibat perceraian yang terjadi di luar Pengadilan, tidak hanya
menimbulkan dampak kepada suami atau istri saja, namun juga kepada
anak mengalami dampak, seperti nafkah sebagai anak tidak terpenuhi oleh
bapaknya, kurangnya kasih sayang yang harus diberikan oleh kedua orang
tuanya. Dari 15 orang informan yang penulis wawancara tidak semuanya
memiliki anak, yang memiliki anak ketika bercerai itu ada 9 orang,
sedangkan 6 orang lagi tidak memiliki anak ketika bercerai. Dari 9 orang
yang memiliki anak ini, 7 orang tidak mendapatkan nafkah dari mantan
suami untuk anaknya, hal ini dirasakan oleh ibu Iyah, ibu Tunah, ibu
Fuadah, ibu Hj. Omsiah, ibu Eci, ibu Nengsih dan ibu Hj. Emul,
sebagaimana pernyataan langsung ibu Iyah: “Boga 2 anak ilu jeung kula,
salaki teu meureu nafkah jeung anak nyana langsung lawur bae,
ngabiayaan anak sakola geh heunteu, kula bae anu ngabiayaan jadi
tukang sayuran”.21 Sedangkan yang 2 orang lagi yaitu: Ibu Rohyanah dan
ibu Ika bahwa mantan suaminya masih memberikan nafkah terhadap
anaknya, sebagaimana pernyataan langsung dari ibu Rohyanah:
“Alhamdulillah salaki masih mere nafkah jeung anak kula sabulan karak
300.000-500.000, atuh sakumaha nyana boga rezeki bae meureun”.22 Dan
20
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul Hayyi al-Kattani
dkk. Fiqih Islam 9, (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet.1, h. 288. 21
Wawancara dengan Ibu Iyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Iyah pada pukul 13.00 WIB. 22
Wawancara dengan Ibu Rohyanah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 28 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rohyanah pada pukul 09.00 WIB.
74
pernyataan ibu Ika: “Kula boga 2 anak ilu jeung kula, salaki mere nafkah
jeung anak cuma 6 kali, ti samenjak papegatan sampe kuari 2018”.23
Apabila dua orang suami istri bercerai sedangkan keduanya
mempunyai anak yang belum mumayiz (belum mengerti kemaslahatan
dirinya), maka istrilah yang lebih berhak untuk mendidik dan merawat
anak itu hingga ia mengerti akan kemaslahatan dirinya. Tetapi nafkahnya
tetap wajib dipikul oleh bapaknya.24
Para ulama fiqih mendefinisikan: Hadhanah yaitu melakukan
pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun
perempuan yang belum mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadikan
kebaikan terhadap anak-anaknya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti
dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya. Tidak terdapat
ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadits yang menerangkan secara tegas tentang
masa hadhanah, hanya terdapat isyarat-isyarat yang menerangkan ayat
tersebut. Karena itu para ulama berijtihad sendiri-sendiri dalam
menetapkannya dengan berpedoman kepada isyarat-isyarat itu. Seperti
mennurut mazhab Hanafi: Hadhanah anak laki-laki berakhir pada saat
anak itu tidak memerlukan penjagaan dan telah dapat mengurus
keperluannya sehari-hari, seperti makan, minum, mengatur pakaian,
membersihkan tempatnya dan sebagainya. Sedangkan masa hadhanah
perempuan berakhir apabila ia telah baligh, atau telah datang masa haid
pertamanya. Pengikut mazhab Hanafi yang terakhir ada yang menetapkan
bahwa masa hadhanah itu berakhir umur 19 tahun bagi laki-laki dan umur
11 tahun bagi perempuan.25
Tentang pemeliharaan anak yang belum mumayyiz, sedangkan kedua
orang tuuanya bercerai, dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam
menjelaskan dalam hal terjadinya perceraian:
23
Wawancara dengan Ibu Ika, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 28 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Ika pada pukul 10.30 WIB. 24
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), cet. 27, h. 426. 25
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003) cet. 1, h. 185.
75
a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12
tahun adalah hak ibunya.
b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak
untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak
pemeliharaannya.
c. biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Sedangkan dalam Pasal 41 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana
ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan
memberi keputusannya.
b. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan
tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat
menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
Tabel 11
Dampak Pasca Bercerai
No Dampak Mendapatkan Tidak mendapatkan
1
2
3
Nafkah iddah
Mut‟ah
Nafkah Anak
1 orang
-
2 orang
14 orang
15 orang
7 orang
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan 15 pelaku cerai di luar
Pengadilan pada tabel 11 dampak pasca bercerai yang dialami masyarakat
adalah: Dari 15 pelaku perceraian di luar Pengadilan pada masyarakat
Desa Daon yang penulis wawancara, hanya 1 orang yang mendapatkan
nafkah ketika masa „iddah itupun hanya 2 bulan saja hal ini dirasakan oleh
ibu Heriyah, dan 14 orang informan yang penulis wawancara tidak
mendapatkan sama sekali nafkah ketika masa „iddah dari mantan
suaminya, hal ini dialami langsung oleh ibu Sarikah, Ibu Wiwik, Ibu Iyah,
Ibu Tunah, Ibu Fuadah, Ibu Zubaedah, Ibu Rokayah, Ibu Hj. Omsiah, Ibu
Rohyanah, Ibu Eci, Ibu Hj. Ika Susanti, Ibu Nengsih, Ibu Hj. Emul dan Ibu
Ika. Terkait dengan mut‟ah dari 15 orang informan peneliti wawancara
76
tidak satupun dari mereka mendapatkan mut‟ah berupa apapun dari
perceraiannya tersebut. Sedangkan dengan nafkah anak, dari 15 orang
informan yang penulis wawancara tidak semuanya memiliki anak, yang
memiliki anak ketika bercerai itu ada 9 orang, sedangkan 6 orang lagi
tidak memiliki anak ketika bercerai. Dari 9 orang yang memiliki anak ini,
7 orang tidak mendapatkan nafkah dari mantan suami untuk anaknya, hal
ini dirasakan oleh ibu Iyah, ibu Tunah, ibu Fuadah, ibu Hj. Omsiah, ibu
Eci, ibu Nengsih dan ibu Hj. Emul, dan 2 orang lagi yaitu: Ibu Rohyanah
dan ibu Ika bahwa mantan suaminya masih memberikan nafkah terhadap
anaknya.
4. Pelaksanaan Pernikahan Selanjutnya
Dari 15 orang informan yang penulis wawancara tidak semuanya
melakukan pernikahan lagi setelah mereka bercerai, yang menikah lagi
setelah bercerai itu ada 13 orang, sedangkan 2 orang lagi belum menikah,
dari 13 orang yang menikah lagi ini, 9 orang yang melakukan
pernikahannya tidak melalui prosedur pencatatan di KUA, sedangkan yang
4 orang lagi melakukan pernikahannya melalui prosedur pencatatan di
KUA. Berikut penjelasannya:
a. Pernikahan tidak melalui prosedur pencatatan di KUA
Dampak masyarakat Desa Daon setelah melakukan perceraian di
luar Pengadilan, yaitu ketika melakukan pernikahan selanjutnya tidak
bisa melaluli prosedur pencatatan di KUA, kemudian mereka memilih
dengan jalan nikah sirri, karena kewajiban syarat bagi orang yang
ingin melangsungkan pernikahan selanjutnya menurut hukum di
Indonesia, bagi mereka yang statusnya janda atau duda harus
melampirkan surat cerai dari Pengadilan atau surat keterangan
kematian, sementara 9 orang ini tidak memilikinya, hal ini dialami
oleh informan ibu Sarikah, ibu Iyah, ibu Wiwik, ibu Tunah, ibu Hj. Ika
Susanti, ibu Heriyah, ibu Nengsih, ibu Hj. Emul dan ibu Ika.
Sebagaimana pernyataan langsung dari ibu Nengsih: “Teu malalui
prosedur pencatetan di KUA, soalna kula pan teu boga surat cerai ti
77
Pengadilan jeung salaki nu keur iyeu, atuh geus bae kula nikah
lembur, anu penting mah sah ku agama”.26
b. Pernikahan melalui prosedur pencatatan di KUA
Lain halnya dengan 4 orang informan yang penulis wawancara
yaitu: ibu Fuadah, ibu Zubaedah, dan ibu Rokayah, mereka menikah
selanjutnya melalui prosedur pencatatan di KUA dan mempunyai
Buku Nikah lagi, yaitu dengan menyerahkan kepada amil agar
mengurus pencatatan pernikahannya dengan membayar uang sebesar
700.000 rupiah, dan memberikan kepada amil Kartu Keluarga, Kartu
Tanda Penduduk yang statusnya belum kawin dan foto, sebagaimana
pernyataan dari informan ibu Rokayah: “Kula nyerahkeun kabeh ka
amil, cuma di penta KTP anu statusna can kawin, KK, jeung foto, laju
mayar ka amil 700 rebu, eta geus diuruskeun ku nyana”.27 Sedangkan
dengan ibu Hj. Omsiah dalam melakukan pernikahannya melalui
prosedur pencatatan di KUA dia menyerahkan semuanya kepada kaka
dari suaminya dan syaratnya pun sama hanya memberikan KTP, KK,
dan foto, sebagaimana pernyataannya langsung dari ibu Hj. Omsiah:
“Prosesna diuruskeun ku kakana salaki kula, kula cuma mere KTP,
KK, jeung foto, ja cuman kitu doang”.28
26
Wawancara dengan Ibu Nengsih, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 22 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Nengsih pada pukul 09.00 WIB. 27
Wawancara dengan Ibu Rokayah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rokayah pada pukul 10.30 WIB. 28
Wawancara dengan Ibu Hj. Omsiah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 26 Juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Omsiah pada pukul 11.30 WIB.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Masyarakat di Desa Daon dalam melakukan perceraiannya di luar
Pengadilan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa macam:
Pertama: Bercerai pergi ke rumah amil. Karena memang sudah menjadi
suatu kebiasaan, di mana mereka yang bercerai sebelumnya hanya pergi ke
amil untuk meminta diselesaikan dan disaksikan perceraiannya, jadi
mereka ketika ingin bercerai mengikuti kebiasaan masyarakat sebelumnya,
yaitu pergi ke rumah amil. Kedua: Bercerai hanya disaksikan oleh kedua
orang tua. Hal ini pun sudah menjadi kebiasaan masyarakat Desa Daon
dalam melakukan perceraiannya dilakukan dengan disaksikan oleh kedua
orang tua dengan secara kekeluargaan. Ketiga: Bercerai ditinggalkan oleh
suami. Ada 1 informan yang bercerai ditinggalkan oleh suaminya dari
tahun 2011 sampai dengan saat ini (2018), suaminya tidak pulang ke
rumah dan tidak mengirimkan nafkah untuk istri dan ketiga anaknya.
Keempat: Bercerai tidak disaksikan siapa pun. Yaitu dengan kesepakatan
antara suami dan istri saja dan seorang istri hanya mendapatkan
selembaran kertas berisikan tentang pernyataan talak dari suami.
2. Faktor yang menyebabkan sebagian masyarakat di Desa Daon melakukan
perceraian di luar Pengadilan adalah:
Pertama: Tidak memiliki biaya. Karena mahalnya biaya administrasi
perceraian di Pengadilan, akhirnya mereka melakukan perceraiannya di
luar Pengadilan. Padahal Pengadilan dapat memberikan keringanan biaya
bagi siapa saja yang tidak mampu untuk membayar dalam melakukan
proses perkara di Pengadilan, atau bisa disebut dengan prodeo, sedangkan
mereka tidak mengetahui apa itu prodeo. Kedua: Tidak tahu harus di
Pengadilan. Karena memang mereka sangat mempercayai amil setempat
dalam masalah perkawainan atau perceraian, yang mengakibatkan mereka
79
tidak mengetahui dalam melakukan perceraian itu harus di Pengadilan.
Ketiga: Tidak mengerti cara mengurus perceraian di Pengadilan. Karena
tidak adanya sosialisasi dari pihak pemerintah tentang tata cara perceraian
yang berlaku menurut hukum di Indonesia ini. Keempat: Malas karena
waktu yang lama. Mereka lebih memilih untuk melakukan perceraian di
luar Pengadilan, karena di Pengadilan membutuhkan waktu yang begitu
lama. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa mereka tidak
mentaati dan kurangnya kesadaran hukum terhadap peraturan yang
berlaku di Indonesia mengenai masalah perceraian.
3. Dampak yang dirasakan oleh sebagian masyarakat Desa Daon setelah
melakukan perceraian di luar Pengadilan yaitu:
Pertama: Nafkah „iddah. Dari 15 informan yang penulis wawancara,
hanya 1 orang yang mendapatkan nafkah ketika masa „iddah itupun hanya
2 bulan saja, dan 14 informan lagi tidak mendapatkan nafkah ketika iddah.
Kedua: Mut‟ah. Dari 15 informan yang penulis wawancara tidak satupun
mendapatkan mut‟ah dari perceraiannya tersebut. Mut‟ah adalah suatu
pemberian dari suami kepada istrinya sewaktu dia menceraikannya.
Ketiga: Nafkah anak. Dari 15 informan yang penulis wawancara tidak
semuanya memiliki anak ketika bercerai, yang memiliki anak ada 9 orang,
dari 9 orang yang memiliki anak, 7 orang tidak mendapatkan nafkah dari
mantan suami untuk anaknya. Sedangkan 2 orang lagi, anaknya diberikan
nafkah oleh bapaknya. Keempat: Pencatatan pernikahan selanjutnya. Dari
15 informan, tidak semuanya menikah lagi setelah bercerai, yang menikah
lagi ada 13 orang, dari 13 orang yang menikah lagi, 9 orang yang
melakukan pernikahannya tidak melalui KUA, Sedangkan yang 3 orang
melakukan pernikahannya melalui KUA yaitu dengan menyerahkan
kepada amil agar mengurusnya, dengan membayar uang sebesar 700.000
rupiah, dengan persyaratannya hanya Kartu Keluarga, Kartu Tanda
Penduduk yang statusnya belum kawin dan foto. Sedangkan 1 orang lagi
melalui prosedur pencatatan di KUA, dia menyerahkan prosesnya kepada
kaka dari suaminya.
80
B. Saran
Berdasarkan ksesimpulan tersebut, penulis dapat mengemukakan saran-
saran sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada masyarakat Desa Daon khususnya, dan masyarakat
seluruh Indonesia pada umumnya, untuk tidak melakukan perceraian di
luar sidang Pengadilan, karena akan menimbulkan dampak, terutama
kepada istri dan anak-anaknya.
2. Agar masyarakat bisa memahami bahwa perceraian harus dilakukan di
muka sidang Pengadilan dan tidak ada lagi perceraian yang dilakukan oleh
masyarakat di luar Pengadilan, diharapakan kepada pemerintah setempat
untuk melakukan sosialisasi di bidang hukum terhadap masyarakat yang
tidak mengetahuhi betapa pentingnya tentang tatacara perceraian di
Pengadilan.
3. Di harapkan dalam Undang-undang tentang perkawinan agar ditentukan
sanksi yang tegas terhadap masyarakat Indonesia yang melakukan
perceraian di luar sidang Pengadilan.
4. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk menyempurnakan hal-hal yang
dinilai kurang dari penelitian ini.
81
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Rulam, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. 3, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016.
Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul Hayyi al-
Kattani dkk. Fiqih Islam 9, Cet. 9, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Bintania, Aris, Hukum Acacra Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.
Departemen Agama, Ilmu Fiqh, Cet. 2, Jakarta: Departemen Agama, 1984.
Ghozali, Abdul Rahman, Fiqh Munakahat, Cet. 1, Jakarta: Kencana, 2003.
Gultom, Elfrida R, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Literata, 2010.
Harahap, Yahya, Hukum Perkawinan Nasional, Cet. 1, Medan: C.V. Zahir
Trading, 1976.
Kharlie, Ahmad Tholabi, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 1, Jakarta: Sinar
Grafika, 2013.
Kuzari, Achmad, Nikah Sebagai Perikatan, Cet. 1, Jakarta: Raja Grafindo
Indonesia, 1995.
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: Prenamedia Group,
2016.
Mukhtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan
Bintang, 1974.
Profil Desa Daon Tahun 2018 dari Sekretaris Desa Daon.
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994 Cet. 27.
Rifa‟i, Moh, Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang,
2014.
82
Rusdiana, Kama, dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Cet. 1,
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah. Penerjemah Abu Syauqina dan Abu Aulia Rahma.
Fiqih Sunnah Jilid 3, Cet. 2, Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013.
Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Kencana, 2015.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, Jakarta: Universitas
Indonesia, 1986.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, Bandung: Alfabeta, 2011.
Syahrani, Riduan, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: P.T.
Alumni, 2010.
Syaifuddin, Muhammad, Hukum Perceraian, Cet. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
Wawancara dengan Bapak H. Mojahidin (Sekretaris Desa Daon), di kantor Kepala
Desa Daon pada tanggal, 08 juni 2018, pada pukul 09.00 WIB.
Wawancara dengan Bapak H. Lamri Hambali (Tokoh Masyarakat Desa Daon),
bertempat di rumah Bapak H. Lamri Hambali pada tanggal, 09 juni
2018, pada pukul 16.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Nengsih, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 22 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Nengsih pada
pukul 09.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Sarikah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 23 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Sarikah pada pukul
10.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Wiwik, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 23 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Wiwik pada pukul
11.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Iyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 23 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Iyah pada pukul
13.00 WIB.
83
Wawancara dengan Ibu Tunah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 25 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Tunah pada pukul
09.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Fuadah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 25 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Fuadah pada pukul
10.30 WIB.
Wawancara dengan Ibu Zubaedah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 25 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Zubaedah pada
pukul 14.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Heriyah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Heriyah pada
pukul 09.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Rokayah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rokayah pada
pukul 10.30 WIB.
Wawancara dengan Ibu Hj. Omsiah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa
Daon pada tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Omsiah
pada pukul 11.30 WIB.
Wawancara dengan Ibu Eci, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Eci pada pukul
13.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Hj. Ika Susanti, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa
Daon pada tanggal, 26 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Hj. Ika
Susanti pada pukul 14.30 WIB.
Wawancara dengan Ibu Hj. Emul, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 27 juli 2018. bertempat di rumah Ibu Hj. Emul pada
pukul 16.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Rohyanah, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon
pada tanggal, 28 juli 2018, bertempat di rumah Ibu Rohyanah pada
pukul 09.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Ika, Pelaku Cerai di Luar Pengadilan di Desa Daon pada
tanggal, 28 juli 2018. bertempat di rumah Ibu Ika.
HASIL WAWANCARA
Nama : Nengsih
Hari/Tanggal : Minggu/22 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 09.00/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 17 tahun kula nikah
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 1983
4. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di Pengadilan
5. Apakah Ibu nikah kadua sa enggeus papegatan malalui prosedur pencatetan di
KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
6. Keur umur beraha ibu nikah kadua kalina?
Jawab: Umur 26 tahun
7. Keur tahun beraha ibu papegatan nu kadua?
Jawab: Tahun 2000
8. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Salaki anu megatkeun kula
9. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Salaki geus teu bogoh deui
10. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah amil
11. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Amil doang
12. Apakah ibu nyaho papegatan kudu di Pengadilan?
Jawab: He‟eh nyaho kudu Pengadilan
13. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna kula geus ngalaman papegatan di Pengadilan prosesna kebel
jasa, ncan ngurus-ngurus berkasna, pokona kebel di Pengadilan mah
14. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jualan kue, salaki boga lapak limbah
15. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jeung salaki sarua lulusan SMP
16. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Proses papegatanna, kula jeung salaki datang ka imah amil, terus
ngomomg kami hayang papegatan, atuh geus langsung amil nitah salaki
ngucapkeun talak ka kula, terus kula di bere surat talakna
17. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: He‟eh boga anak 2 ilu jeung kula, salaki tilok mere nafkah jeung anak-
anakna
18. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
19. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Teu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah
20. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
21. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: Kula nikah teu malalui prosedur pencatetan di KUA, soalna kula pan
teu boga surat cerai ti Pengadilan jeung salaki nu keur iyeu, atuh geus bae kula
nikah lembur, anu penting mah sah ku agama
22. Kumaha proses pernikahan ibu?
Jawab: Prosesna nikahna menurut agama doang
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 17 tahun saya menikah
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 1983
4. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di Pengadilan
5. Apakah ibu menikah kedua setelah bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui pencatatan di KUA
6. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: 26 tahun
7. Pada tahun berapa ibu bercerai yang kedua?
Jawab: Tahun 2000
8. Siapa yang meminta bercerai?
Jawab: Suami yang menceraikan saya
9. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Suami sudah tidak cinta lagi
10. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah amil
11. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Amil saja
12. Apakah ibu tahu bercerai harus di Pengadilan?
Jawab: Iya saya tahu harus di Pengadilan
13. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena saya sudah pernah merasakan mengurus perceraian di
Pengadilan, itu prosesnya lama sekali, belum lagi mengurus berkas-berkasnya,
pokonya lama sekali kalo di Pengadilan
14. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya menjual kue, suami mempunyai usaha lapak limbah
15. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya dengan suami sama tamatan SMP
16. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Proses perceraiannya, saya dan suami pergi ke rumah amil, kemudian
saya dan suami berbicara dengan amil bahwa kami ingin meminta bercerai,
kemudian amil langsung menyuruh suami mengucapkan talak kepada saya,
dan saya di berikan surat talaknya
17. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Iya mempunyai 2 anak ikut bersama saya, dan suami tidak
memberikan nafkah terhadap anak-anaknya
18. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
19. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: tidak mendapatkan nafkah dari suami ketika masa ‘iddah
20. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
21. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Tidak melalui prosedur pencatatan di KUA, karena saya tidak punya
surat cerai dari Pengadilan dengan suami yang dulu, sudah saja saya menikah
kampung, yang penting sah menurut agama
22. Bagaiamana proses pernikahan ibu?
Jawab: proses pernikahan saya sah menurut agama saja
IBU NENGSIH
HASIL WAWANCARA
Nama : Sarikah
Hari/Tanggal : Senin/23 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 10.00/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 18 tahun kula nikah
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 1982
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Kula anu menta papegatan ka salaki
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: salaki tilok pernah meure duit jeung sasapoe
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah kolot kula
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Euweh anu nyaksikeun
8. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna teu nyaho lamun deuk papegatan eta kudu di Pengadilan
9. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula mah teu gawe, lamun salaki gawe kuli bangunan
10. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula mah SD geh teu lulus, lamun salaki lulusan SMP doang
11. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Pas kula menta papegatan ka salaki kula, ja kula geus embung rumah
tangga deui jeung salaki, trus menang beraha poe tea salaki indit ti imah, trus
teu balik-balik deui ka imah kula
12. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: Teu boga anak
13. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
14. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Teu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah
15. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
16. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: Teu malalui prosedur pencatetan di KUA, soalna dek nikah deui di
KUA kula di penta surat papegatan, laju kula teu boga, geus bae nikah anu
penting mah sah menurut Islam
17. Kumaha proses pernikahan ibu?
Jawab: Prosesna sederhana di nikahkeun ku amil trus ngundang keluarga
doang
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 18 tahun saya menikah
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 1982
4. Siapa yang meminta untuk bercerai?
Jawab: Saya yang meminta bercerai kepada suami
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Suami tidak memberi uang untuk sehari-sehari
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah orang tua saya
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Tidak ada yang menyaksikan
8. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: KarenatTidak tahu Jika ingin bercerai harus di Pengadilan
9. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya tidak kerja, kalo suami kerja jadi kuli bangunan
10. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya SD juga tidak lulus, kalo suami lulusan SMP
11. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Ketika saya meminta bercerai kepada suami saya, karena saya sudah
tidak mau lagi berumah tangga dengannya, setelah beberapa hari kemudian
suami saya pergi dan tidak kembali lagi kerumah saya
12. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Tidak punya anak
13. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
14. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: tidak mendapatkan nafkah dari suami ketika masa ‘iddah
15. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
16. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Tidak melalui prosedur pencatatan di KUA, karena ketika saya ingin
menikah lagi kemudian saya di tanyakan surat cerai dan saya tidak punya, y
sudah saya nikah yang penting sah menurut Islam
17. Bagaiamana proses pernikahan ibu?
Jawab: prosesnya cukup sederhana dengan memanggil amil dan para keluarga
saja
IBU SARIKAH
HASIL WAWANCARA
Nama : Wiwik
Hari/Tanggal : Senin/23 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 11.00/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 17 tahun kula nikah
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 1990
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Kula anu menta papegatan ka salaki
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Salaki selingkuh jeung bikang anu lain, terus tilok meure nafkah
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah kula
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Euweh anu nyaksikeun
8. Apakah ibu nyaho papegatan kudu di Pengadilan?
Jawab: He‟eh nyaho kudu Pengadilan
9. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna teu boga biaya deuk nguruskeun papegatan di Pengadilan geh,
bisa jeung dahar sasapoe geh geus alhamdulillah
10. Apakah ibu teu nyaho tentang prodeo anu proses berperkara di Pengadilan
secara gratis?
Jawab: He‟eh teu nyaho
11. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula mah teu gawe, salaki kula tukang panggul di pasar
12. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jeung salaki sarua lulusan ti SMP
13. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Pas kula menta papegatan ka salaki kula, trus salaki geh nerima kula,
ja nyana geh sarua hayang papegatan, atuh geus bae papegatanna kesepakatan
dua-an doang, eweuh saksi keur kula papegatan
14. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: Teu boga anak
15. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
16. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Teu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah
17. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
18. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: Teu malalui prosedur pencatetan di KUA, soalna kula teu boga surat
cerai anu ti Pengadilan
19. Kumaha proses pernikahan ibu?
Jawab: Prosesna nikahna menurut agama doang
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 17 tahun saya menikah
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 1990
4. Siapa yang meminta untuk bercerai?
Jawab: Saya yang meminta bercerai kepada suami
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Suami selinkug dengan wanita lain dan tidak memberi saya nafkah
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah saya
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Tidak ada yang menyaksikan
8. Apakah ibu tahu bercerai harus di Pengadilan?
Jawab: Iya saya tahu harus di Pengadilan
9. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena tidak punya biaya untuk mengurus perceraian di Pengadilan,
bisa untuk makan sehari-hari saja sudah alhamdulillah
10. Apakah ibu tidak tahu tentang prodeo yang proses berperkara di Pengadilan
secara gratis?
Jawab: Iya tidak tahu
11. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya tidak kerja, suami saya kerja panggul di pasar
12. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya dengan suami sama tamatan SMP
13. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Ketika saya meminta bercerai kepada suami saya, kemudian suami
juga menerima permintaan saya, karena dia juga sama ingin bercerai, ya sudah
bercerai dengan kesepakatan beruda saja, tidak ada saksi ketika saya bercerai
14. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Tidak punya anak
15. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
16. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: tidak mendapatkan nafkah dari suami ketika masa ‘iddah
17. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
18. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Tidak melalui prosedur pencatatan di KUA, karena saya tidak punya
surat cerai dari Pengadilan
19. Bagaiamana proses pernikahan ibu?
Jawab: proses pernikahan saya sah menurut agama saja
IBU WIWIK
HASIL WAWANCARA
Nama : Iyah
Hari/Tanggal : Senin/23 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 13.00/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 18 tahun kula nikah
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 1991
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Salaki anu megatkeun kula
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Salaki geus teu bogoh deui ka kula
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah kula
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Euweh anu nyaksikeun
8. Apakah ibu nyaho papegatan kudu di Pengadilan?
Jawab: He‟eh nyaho ari kudu di Pengadilan
9. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna teu boga biaya deuk papegatan di Pengadilan geh, atuh pan di
Pengadilan mah kudu make biaya gede, jaman baheula mah salaki geh cuma
tukang tani, jeung sasapoe bae geh hararese, atuh sapira cuma boga sawah
doang , deuk dijual geh ja murah
10. Apakah ibu teu nyaho tentang prodeo anu proses berperkara di Pengadilan
secara gratis?
Jawab: He‟eh teu nyaho
11. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula tukang sayur, lamun salaki tukang tani
12. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jeung salaki cuma lulusan SD
13. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Proses keur papegatan salaki kula cuma mere kertas talak doang
bahwa nyana megatkeun kula, eweuh saksi atau perjanjian nanaon, atuh geus
bae papegatanna kos kitu
14. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: Boga 2 anak ilu jeung kula, salaki teu meureu nafkah jeung anak
nyana langsung lawur bae, ngabiayaan anak sakola geh heunteu, kula bae anu
ngabiayaan jadi tukang sayuran
15. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
16. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Boro-boro nafkah ‘iddah, nafkah jeung anak geh teu mere
17. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
18. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: Teu malalui prosedur pencatetan di KUA, soalna teu boga surat cerai
di Pengadilan
19. Kumaha proses pernikahan ibu?
Jawab: Proses nikahna, nikah sirri
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 18 tahun saya menikah
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 1991
4. Siapa yang meminta untuk bercerai?
Jawab: Suami yang menceraikan saya
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Suami sudah tidak cinta lagi sama saya
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah saya
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Tidak ada yang menyaksikan
8. Apakah ibu tahu bercerai harus di Pengadilan?
Jawab: Iya tahu harus di Pengadilan
9. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena tidak mempunyai biaya ingin bercerai di Pengadilan juga, kalo
di Pengadilan harus memakai biaya yang cukup banyak, jaman dulu suami
juga hanya petani, buat sehari-hari aja susah, hanya punya sawah doang, ingin
di jual juga murah harganya jaman dulu
10. Apakah ibu tidak tahu tentang prodeo yang proses berperkara di Pengadilan
secara gratis?
Jawab: Iya saya tidak tahu
11. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya jualan sayuran, suami saya seorang petani
12. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya dengan suami lulusan SD
13. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Proses ketika bercerai, suami hanya memberikan kertas bahwa dia
menceraikan saya, tidak ada saksi atau perjanjian
14. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Punya 2 anak yang ikut bersama saya, dan suami tidak memberikan
nafkah untuk anak dia langsung pergi saja, ngebiayain anak sekolah juga
tidak, saya saja yang ngebiayain jadi tukang jual sayuran
15. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
16. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: Boro-boro nafkah ‘iddah, nafkah untuk anakn saja tidak diberikan
17. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
18. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Tidak melalui prosedur pencatatan di KUA, karena tidak mempunyai
surat cerai dari Pengadilan
19. Bagaiamana proses pernikahan ibu?
Jawab: Proses pernikahannya yaitu nikah sirri
IBU IYAH
HASIL WAWANCARA
Nama : Tunah
Hari/Tanggal : Rabu/25 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 09.00/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 17 tahun kula nikah
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 2000
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Kula menta papegatan ka salaki
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Salaki geus boga bikang deui di tukang kula
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah amil
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Amil doang anu nyaksikeun papegatan kula
8. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna kula teu nyaho lamun deuk papegatan kudu ka Pengadilan
9. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jualan kotok pencit, salaki geh sarua jualan kotok pencit
10. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula lulusan SD, lmun salaki lulusan SMP
11. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Proses papegatanna di imah amil, salaki ngikrarkeun talak ka kula laju
amil ngajienkeun surat bukti papegatan terus di tanda tangan ku kula, salaki
jeung amil
12. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: He‟eh boga 3 anak, terus anak ilu jeung kula, salaki tilok mere nafkah
jeung anak
13. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
14. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Teu menang nafkah ‘iddah
15. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
16. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: Teu malalui prosedur pencatetan di KUA, pas kula deuk nguruskeun
di KUA di tanyakeun surat cerai anu di Pengadilan, atuh kula teu boga, geus
bae nikah sirri
17. Kumaha proses pernikahan ibu?
Jawab: Proses nikahna, nikah sirri
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 17 tahun saya menikah
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 2000
4. Siapa yang meminta untuk bercerai?
Jawab: Saya yang minta bercerai kepada suami
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Suami sudah mempunyai istri lagi di belakang saya
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah amil
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Hanya amil yang menyaksikan perceraian saya
8. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena saya tidak tahu bahwa ingin bercerai harus di Pengadilan
9. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya pedagang ayam potong, suami saya juga pedagang ayam ptong
10. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya lulusan SD sedangkan suami lulusan SMP
11. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Proses perceraiannya dilakukan di rumah amil, suami mengikrarkan
talak kepada saya, kemudian amil membuatkan surat bukti perceraian dan di
tanda tangani oleh saya, suami, dan amil
12. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Iya punya 3 anak yang ikut bersama saya, dan suami tidak
memberikan nafkah untuk anak
13. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
14. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: Tidak mendapatkan nafkah ‘iddah
15. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
16. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Tidak melalui prosedur pencatatan di KUA, karena ketika saya ingin
mengurus pernikahan di KUA di tanyakan surat perceraian dari Pengadilan,
dan saya tidak mempunyai, ya sudah saya nikah sirri saja
17. Bagaiamana proses pernikahan ibu?
Jawab: Proses pernikahannya yaitu nikah sirri
IBU TUNAH
HASIL WAWANCARA
Nama : Fuadah
Hari/Tanggal : Rabu/25 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 10.30/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 20 tahun kula nikah
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 2016
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Salaki anu megatkeun kula
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Geus teu harmonis deui rumah tangga kula
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah kula
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Kadua kolot kula, jeung salaki mawa dua babaturanna
8. Apakah ibu nyaho papegatan kudu di Pengadilan?
Jawab: He‟eh nyaho ari kudu di Pengadilan
9. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna kula teu ngarti ngurusanna lamun di Pengadilan
10. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula teu gawe, salaki gawe di pabrik
11. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jeung salaki sarua lulusan SMA
12. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Proses papegatanna di lakukeun di imah kula, salaki mawa saksi
babturanna dua, jeung kula disaksikeun ku kadua kolot kula, trus salaki
ngomong “Kula geus teu tanggungjawab deui ka Fuadah, kula serahkeun ka
abah jeung emak” laju suami mere salembar kertas talak ka kula
13. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: He‟eh boga 1 anak, terus anak ilu jeung kula, salaki tilok mere nafkah
jeung anak
14. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
15. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Teu menang nafkah ‘iddah
16. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
17. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA
18. Kumaha proses pencatetan pernikahan ibu?
Jawab: Prosesna kula nyerahkeun kabeh ka amil, cuma di penta KTP, KK,
jeung foto, laju mayar ka amil 700 rebu
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 20 tahun saya menikah
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 2016
4. Siapa yang meminta untuk bercerai?
Jawab: Suami yang menceraikan saya
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Sudah tidak harmonis lagi rumah tangga saya
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah saya
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Kedua orang tua saya, dan dua teman suami saya
8. Apakah ibu tahu bercerai harus di Pengadilan?
Jawab: Iya tahu harus di Pengadilan
9. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena saya tidak mengerti mengurusnya kalo di Pengadilan
10. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya tidak kerja, suami kerja di pabrik
11. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya dan suami sama lulusan SMA
12. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Proses perceraiannya dilakukan di rumah saya, suami membawa dua
saksi temannya, dan saya disaksikan oleh kedua orang tua saya, kemudian
suami mengatakan “Saya sudah tidak tanggungjawab lagi kepada Fuadah,
saya serahkan kepada bapak dan ibu” kemudian suami memberikan selembar
kertas talak kepada saya
13. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Iya punya 1 anak yang ikut bersama saya, dan suami tidak
memberikan nafkah untuk anak
14. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
15. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: Tidak mendapatkan nafkah ‘iddah
16. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
17. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Iya pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA
18. Bagaiamana proses pencatatan pernikahan ibu?
Jawab: Prosesnya meyerahkan semua kepada amil untuk mengurusnya, amil
hanya meminta KTP, KK, dan foto, dan kemudian membayar kepada amil
700.000
IBU FUADAH
HASIL WAWANCARA
Nama : Zubaedah
Hari/Tanggal : Rabu/25 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 14.00/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 21 tahun kula nikah
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 2016
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Salaki anu megatkeun kula
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Geus teu cocok deui
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah amil
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Amil, jeung kadua kolot kula
8. Apakah ibu nyaho papegatan kudu di Pengadilan?
Jawab: He‟eh nyaho ari kudu di Pengadilan
9. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna kula teu boga biaya, bisi ngaluarkeun biaya loba doang
10. Apakah ibu teu nyaho tentang prodeo anu proses berperkara di pengadilan
secara gratis?
Jawab: Teu nyaho
11. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula teu gawe, salaki gawe di pabrik
12. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jeung salaki sarua lulusan SMA
13. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Proses papegatanna di lakukeun di imah amil, disaksian ku amil jeung
kadua kolot kula, terus salaki ngungkapkeun bahwa nyana geus teu hayang
rumah tangga deui jeung kula, laju kula dibere surat cerai anu di jienkeun ku
amil
14. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: Teu boga anak
15. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki boro-boro
16. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Teu menang nafkah ‘iddah
17. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
18. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA
19. Kumaha proses pencatetan pernikahan ibu?
Jawab: Prosesna keur iyeu tea kula cuma meureu KTP anu statusna can
kawin, KK, jeung foto, laju mayar ka amil 700 rebu, eta geus diuruskeun
kabeh ku nyana sampe menang buku nikah deui
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 21 tahun saya menikah
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 2016
4. Siapa yang meminta untuk bercerai?
Jawab: Suami yang menceraikan saya
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Sudah tidak cocok lagi
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah amil
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Amil, dan kedua orang tua saya
8. Apakah ibu tahu bercerai harus di Pengadilan?
Jawab: Iya tahu harus di Pengadilan
9. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena saya tidak memiliki biaya, dan takut mengeluarkan biaya yang
banyak
10. Apakah ibu tidak tahu tentang prodeo yang proses berperkara di Pengadilan
secara gratis?
Jawab: Tidak tahu
11. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya tidak kerja, suami kerja di pabrik
12. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya dan suami sama lulusan SMA
13. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Proses perceraiannya dilakukan di rumah saya, disaksikan oleh kedua
orang tua saya dan amil, kemudian suami mengungkapkan bahwa dia sudah
tidak ingin berumah tangga lagi dengan saya, kemudian saya diberi surat cerai
oleh suami yang dibuatkan oleh amil
14. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Tidak punya anak
15. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami boro-boro
16. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: Tidak mendapatkan nafkah ‘iddah
17. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
18. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Iya pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA
19. Bagaiamana proses pencatatan pernikahan ibu?
Jawab: Prosesnya ketika itu saya hanya memberikan KTP yang statusnya
belum kawin, KK, dan foto, dan kemudian membayar kepada amil 700.000
rupiah, itu sudah dikerjakan semua oleh amil sampai mendapatkan buku nikah
lagi
IBU ZUBAEDAH
HASIL WAWANCARA
Nama : Heriyah
Hari/Tanggal : Kamis/26 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 09.00/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 17 tahun
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Keur tahun 1992
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Salaki nalak kula
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Kula teu hayang cicing di imah kolot salaki, laju salaki geh teu hayang
cicing di imah kolot kula
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah kolot kula
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Kadua kolot kula
8. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna teu nyaho lamun deuk papegatan eta kudu di Pengadilan
9. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula mah mgawarung, lamun salaki jadi tani
10. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula lulusan SD, lamun salaki SMP
11. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Prosesna, salaki cuma meure surat talak ka kolot kula bahwa nyana
geus teu tanggungjawab deui ka kula, eta geh tanpa sepengetahuan kula
12. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: Teu boga anak
13. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
14. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: He‟eh salaki merean nafkah keur „iddah 2 bulan doang, eta geh
dititpkeun ka emak
15. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
16. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: Teu malalui prosedur pencatetan di KUA, soalna dek nikah deui di
KUA kula di penta surat papegatan, laju kula teu boga, geus bae nikah anu
penting mah sah menurut Islam
17. Kumaha proses pernikahan ibu?
Jawab: Prosesna nikahna, nikah sirri
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 17 tahun
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Pada tahun 1992
4. Siapa yang meminta untuk bercerai?
Jawab: Suami mentalak saya
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Saya tidak mau tinggal di rumah orang tua suami, dan suami juga
tidak mau tinggal di rumah orang tua saya
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah orang tua saya
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Kedua orang tua saya
8. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena tidak tahu Jika ingin bercerai harus di Pengadilan
9. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya buka warung, kalo suami petani
10. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya lulusan SD, kalo suami SMP
11. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Prosesnya, suami hanya memberikan surat talak tersebut kepada orang
tua saya bahwa dia sudah tidak tanggung jawab lagi terhadap saya, dan itu pun
tanpa sepengetahuan saya
12. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Tidak punya anak
13. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
14. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: Iya suami memberikan nafkah ketika ‘iddah salama 2 bulan saja, itu
juga dititpkan kepada emak
15. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
16. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Tidak melalui prosedur pencatatan di KUA, karena ketika saya ingin
menikah lagi kemudian saya di tanyakan surat cerai dan saya tidak punya, y
sudah saya nikah yang penting sah menurut Islam
17. Bagaiamana proses pernikahan ibu?
Jawab: prosesnya dengan nikah sirri
IBU HERIYAH
HASIL WAWANCARA
Nama : Rokayah
Hari/Tanggal : Kamis/26 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 10.30/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 17 tahun kula nikah
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 2010
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Salaki anu mgatkeun kula
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Kula jeung salaki geus teu harmonis deui, osok ribut bae rumah
tangga kula
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah amil
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Amil
8. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna teu nyaho lamun deuk papegatan kudu di Pengadilan, Ja di die
mah papegatanna cuma menta uruskeun bae ka amil doang, laju menang surat
talakna, soalna geus kabiasaan anu papegatan keur iyeu na kos kitu
9. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula gawe serabutan, salaki gawe buruh pabrik
10. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jeung salaki sarua lulusan SMP
11. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Proses papegatanna di lakukeun di imah amil, disaksian ku amil laju
salaki ngungkapkeun talak ka kula, laju amil ngajieunkeun surat talak anu di
tanda tangan ku kula, salaki, jeung amil. Ja di die mah papegatanna cuma okos
kitu doang, cuma menta uruskeun bae ka amil, laju menang surat talakna,
soalna geus kabiasaan anu papegatan keur iyeu na kos kitu
12. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: Teu boga anak
13. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu dibere mut’ah
14. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Salaki teu mere sama-sakali nafkah keur ‘iddah
15. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
16. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA
17. Kumaha proses pencatetan pernikahan ibu?
Jawab: Prosesna kula nyerahkeun kabeh ka amil, cuma di penta KTP anu
statusna can kawin, KK, jeung foto, laju mayar ka amil 700 rebu, eta geus
diuruskeun ku nyana sampe menang buku nikah deui
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 17 tahun saya menikah
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 2010
4. Siapa yang meminta untuk bercerai?
Jawab: Suami yang menceraikan saya
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Suami dan saya sudah tidak harmonis lagi, sering sekali ada
pertengkeran dalam rumah tangga saya
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah amil
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Amil
8. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena saya tidak tahu kalo mau bercerai harus di Pengadilan, di sini
mah kalo bercerai hanya minta di uruskan oleh amil saja, kemudian
mendapatkan surat talak dari amil, karena sudah menjadi kebiasaan yang
bercerai sebelumnya seperti itu
9. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya kerja serabutan, suami kerja buruh pabrik
10. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya dan suami sama lulusan SMP
11. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Proses perceraiannya yang dilakukan di rumah amil, disaksikan oleh
amil dan suami mengungkapkan talak kepada saya, kemudian amil
membuatkan surat talak tersebut yang ditandatangani oleh saya, suami dan
amil. Di sini bercerainya seperti itu, hanya meminta uruskan kepada amil,
kemudian mendapatkan surat talak dari amil, karena sudah menjadi kebiasaan
yang bercerai sebelumnya seperti itu
12. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Tidak punya anak
13. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak dikasih mut’ah
14. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: Suami tidak memberikan sama-sekali nafkah ketika ‘iddah
15. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
16. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Iya pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA
17. Bagaiamana proses pencatatan pernikahan ibu?
Jawab: Prosesnya saya meyerahkan semua kepada amil untuk mengurusnya,
amil hanya meminta KTP yang statusnya belum kawin, KK, dan foto,
kemudian membayar kepada amil 700.000, itu sudah diurus semua oleh amil
sampai mendapatkan buku nikah lagi
IBU ROKAYAH
HASIL WAWANCARA
Nama : Hj. Omsiah
Hari/Tanggal : Kamis/26 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 11.30/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 18 tahun
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 1982
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Kula anu menta papegatan
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Salaki jarang pulang ka imah, soalna boga bikang deui
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah amil
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Amil doangan
8. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna kula teu nyaho lamun papegatan kudu di Pengadilan, atuh
pajarkeun enggeus beres papegatan ku amil bae geh teu kudu di Pengadilan
9. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula teu gawe, salaki gawe di limbah besi
10. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jeung salaki tamatan SMP
11. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Prosesna, kula jeung salaki datang ka imah amil menta disaksikeun
papegatanna, laju salaki ngucapkeun talak ka kula, terus amil ngajieunkeun
surat talak jeung diberekeun ka kula
12. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: He‟eh boga 1 anak ilu jeung kula, salaki tilok mere nafkah jeung anak
ti orok sampe kuari
13. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
14. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Teu menang nafkah ‘iddah
15. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
16. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA
17. Kumaha proses pencatetan pernikahan ibu di KUA?
Jawab: Prosesna diuruskeun ku kakana salaki kula, kula cuma mere KTP, KK,
jeung foto, ja cuman kitu doang
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 18 tahun
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 1982
4. Siapa yang meminta untuk bercerai?
Jawab: Saya yang meminta bercerai
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Sudah jarang pulang ke rumah, karena sudah punya istri lagi
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah amil
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Hanya amil saja
8. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena saya tidak tahu kalo bercerai harus di Pengadilan, saya
mengira sudah selesai apabila bercerai di amil dan tidak harus di Pengadilan
9. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya tidak kerja, suami kerja di limbah besi
10. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya dan suami tamatan SMP
11. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Prosesnya, saya bersama suami pergi ke rumah amil untuk meminta
disaksikan perceraian saya, kemudian suami mengucapkan talak kepada saya,
terus amil membuatkan surat cerai untuk diberikan kepada saya
12. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Iya punya 1 anak ikut bersama saya, dan suami tidak memberikan
nafkah untuk anak dari bayi sama sekrang ini
13. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
14. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: Tidak mendapatkan nafkah ‘iddah
15. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
16. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Iya pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA
17. Bagaiamana proses pencatatan pernikahan ibu?
Jawab: Proses perncatatannya diurus oleh kakaknya suami saya, saya hanya
memberikan KTP, KK, dan foto, cuma seperti itu saja
IBU Hj. OMSIAH
HASIL WAWANCARA
Nama : Eci
Hari/Tanggal : Kamis/26 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 13.00/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 17 tahun
3. Keur tahun beraha ibu di tinggalkeun ku salaki?
Jawab: Keur tahun 2011 sampe kuari 2018
4. Naon anu nyebabkeun ibu ditinggalkeun ku suami?
Jawab: Salaki geus boga bikang anu lain
5. Apakah ibu nyaho lamun nguruskeun papegatan kudu di Pengadilan?
Jawab: He‟eh nyaho kudu Pengadilan
6. Kunaon ibu teu ngurus status perkawinan ibu di Pengadilan?
Jawab: Atuh kula menang duit dimana, jeung dahar sasapoe bae geh hararese,
Soalna teu boga biaya deuk nguruskeun di Pengadilan geh, kula geh geus teu
peduli deui, geus troma deuk kawin deui geh
7. Apakah ibu teu nyaho tentang prodeo anu proses berperkara di pengadilan
secara gratis?
Jawab: He‟eh teu nyaho
8. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula kuli nyeseh kadie kaditu
9. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Lulusan SMP
10. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: He‟eh boga 3 anak ilu jeung kula, salaki tilok ngiriman nafkah jeung
biaya anak, sakola geh anak menang hasil kula bae jadi kuli nyeseh
11. Apakah ibu sorangan masih dikiriman duit ku salaki?
Jawab: Teu sama sakali
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 17 tahun
3. Pada tahun berapa ibu ditinggalkan oleh suami?
Jawab: Pada tahun 2011 sampai sekarang 2018
4. Apa yang menyebabkan ibu ditinggalkan oleh suami?
Jawab: Suami sudah punya istri yang lain
5. Apakah ibu tahu kalo mengurus perceraian harus di Pengadilan?
Jawab: Iya tahu harus di Pengadilan
6. Mengapa ibu tidak mengurus status perkawinan melalui Pengadilan?
Jawab: Ya saya dapat uang dari mana untuk mengurusnya, untuk makan
sehari-hari saja susah, karena saya tidak punya biaya untuk mengurus di
Pengadilan, lagian juga saya sudah tidak peduli lagi, sudah trauma mau nikah
lagi juga
7. Apakah ibu tidak tahu tentang prodeo yang proses berperkara di Pengadilan
secara gratis?
Jawab: Iya tidak tahu
8. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya kuli cuci baju kesana kesini
9. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Lulusan SMP
10. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Iya punya 3 anak ikut bersama saya, suami tidak menirimkan uang
buat biaya anak, anak sekolah juga hasil saya jadi kuli cuci
11. Apakah ibu sendiri masih diberikan uang oleh suami?
Jawab: Tidak sama sekali
IBU ECI
HASIL WAWANCARA
Nama : Hj. Ika Susanti
Hari/Tanggal : Kamis/26 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 14.30/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 21 tahun kula nikah
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 2000
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Salaki anu megatkeun kula
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Salaki boga bikang deui
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah kula
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Amil jeung kolot
8. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna teu nyaho lamun deuk papegatan eta kudu di Pengadilan, atuh
pajarkeun geus bae kituh ari geus papegatan ku amil, ja di bere surat cerai
sagala soalna
9. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula mah teu gawe, lamun salaki gawe limbah
10. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jeung salaki tamat sampe SMA
11. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Proses papegatanna salaki ngucapkeun talak ka kula anu disaksikeun
ku amil jeung kadua kolot kula, laju amil ngajienkeun surat talak terus di
berekeun ka kula
12. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: Teu boga anak
13. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
14. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Teu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah
15. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
16. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: Teu malalui prosedur pencatetan di KUA, soalna dek nikah deui di
KUA kula di penta surat papegatan, laju kula teu boga, geus bae nikah anu
penting mah sah menurut Islam
17. Kumaha proses pernikahan ibu?
Jawab: Prosesna nikahna nikah sirri, anu di nikahkeun ku amil trus ngundang
keluarga doang
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 21 tahun saya menikah
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 2000
4. Siapa yang meminta untuk bercerai?
Jawab: Suami yang menceraikan saya
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Suami mempunyai istri lagi
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah saya
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Amil dan kedua orang tua saya
8. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karenat tidak tahu jika ingin bercerai harus di Pengadilan, saya
mengira sudah selesai jika bercerai oleh amil, dan diberi juga surat cerainya
9. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya tidak kerja, kalo suami kerja di limbah
10. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya dan suami tamat sampai SMA
11. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Proses perceraiannya suami mengucapkan talak kepada saya yang
disaksikan oleh amil dan kedua orang tua saya, kemudian amil membuatkan
dan memberikan surat talak dan diberikan kepada saya
12. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Tidak punya anak
13. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
14. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: tidak mendapatkan nafkah dari suami ketika masa ‘iddah
15. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
16. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Tidak melalui prosedur pencatatan di KUA, karena ketika saya ingin
menikah lagi kemudian saya di tanyakan surat cerai dan saya tidak punya, y
sudah saya nikah yang penting sah menurut Islam
17. Bagaiamana proses pernikahan ibu?
Jawab: proses nikahnya dengan nikah sirri, yang di dinikahkan oleh amil dan
memanggil keluarga saja
IBU Hj. IKA SUSANTI
HASIL WAWANCARA
Nama : Hj. Emul
Hari/Tanggal : Jum‟at/27 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 16.00/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 25 tahun
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 1998
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Salaki anu megatkeun kula
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Salaki geus boga bikang deui
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Kadua kolot kula
8. Apakah ibu nyaho papegatan kudu di Pengadilan?
Jawab: He‟eh nyaho kudu Pengadilan
9. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna kula geus nyaho lamun papegatan di Pengadilan prosesna
kebel laju kula jeung salaki hayang gagera beres ngurus papegatanna, tapi iyeu
geh kula deuk nguruskeun status papegatan kula ka Pengadilan di Tigaraksa
tapi sangek bae
10. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula tukang kredit, salaki boga toko sembako
11. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jeung salaki sarua lulusan SMA
12. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Prosesna, Salaki cuma ngomong ka kula jeung ka kolot kula bahwa
nyana hayang enggeusan rumah tangga jeung kula, laju kadua kolot kula
nyetujui
13. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: He‟eh boga 1 anak ilu jeung kula, salaki tilok mere nafkah jeung anak
14. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
15. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Teu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah
16. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: He‟eh nikah deui mantas papegatan
17. Apakah pernikahan anu salanjutna malalui prosedur pencatetan di KUA?
Jawab: Teu malalui prosedur pencatetan di KUA, soalna kula teu boga surat
cerai ti Pengadilan
18. Kumaha proses pernikahan ibu?
Jawab: Prosesna nikahna menurut agama doang
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 25 tahun
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 1998
4. Siapa yang meminta bercerai?
Jawab: Suami yang menceraikan saya
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Suami sudah mempunyai istri lagi
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah saya
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Kedua orangtua saya
8. Apakah ibu tahu bercerai harus di Pengadilan?
Jawab: Iya saya tahu harus di Pengadilan
9. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena saya dan suami tahu bahwa mengurus perceraian di
Pengadilan prosesnya, kemudian saya dan suami ingin buru-buru selesai
mengurus perceraiannya, tapi ini juga saya ingin mengurus status perceraian
saya ke Pengadilan di Tigaraksa tapi bawaannya malas
10. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya tukang kredit, suami mempunyai toko sembako
11. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya dengan suami sama tamatan SMA
12. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Prosesnya, suami hanya berbicara kepada saya dan kedua orang tua
saya bahwa dia ingin mengakhiri rumahtangga dengan saya, kemudian kedua
orangtua saya menyetujuinya
13. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Iya mempunyai 1 anak ikut bersama saya, dan suami tidak
memberikan nafkah terhadap anak
14. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
15. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: tidak mendapatkan nafkah dari suami ketika masa ‘iddah
16. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Iya menikah lagi setelah bercerai
17. Apakah pernikahan berikutnya melalui prosedur pencatatan di KUA?
Jawab: Tidak melalui prosedur pencatatan di KUA, karena tidak punya surat
cerai dari Pengadilan
18. Bagaiamana proses pernikahan ibu?
Jawab: proses pernikahan saya sah menurut agama saja
IBU Hj. EMUL
HASIL WAWANCARA
Nama : Rohyanah
Hari/Tanggal : Sabtu/28 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 09.00/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 17 tahun kula nikah
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 2016
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Salaki anu megatkeun kula
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Salaki boga selingkuhan
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah kula
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Kadua kolot kula
8. Apakah ibu nyaho papegatan kudu di Pengadilan?
Jawab: He‟eh nyaho kudu di Pengadilan
9. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Atuh kula teu ngarti lamun di Pengadilan, atuh biasana geh orang die
mah ja cuma kitu doang meureun papegatanna geh, tilok di Pengadilan
10. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula gawe pembantu rumah tangga, salaki gawe buruh pabrik
11. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula lulusan SMP, salaki lulusan SMA
12. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Prosesna salaki cuma mere surat talak doang ka kolot kula, terus
menta diberekeun ka kula
13. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: He‟eh boga 1 anak, terus anak ilu jeung kula, alhamdulillah salaki
masih mere nafkah jeung anak kula sabulan karak 300.000-500.000, atuh
sakumaha nyana boga rezeki bae meureun
14. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
15. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Teu menang nafkah ‘iddah
16. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: Can nikah deui
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 17 tahun saya menikah
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 2016
4. Siapa yang meminta untuk bercerai?
Jawab: Suami yang mentalak saya
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Suami punya selingkuhan
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah saya
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Kedua orang tua saya
8. Apakah ibu tahu bercerai harus di Pengadilan?
Jawab: Iya tahu harus di Pengadilan
9. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena saya tidak mengerti kalo di Pengadilan, Biasanya juga orang
sini hanya begitu doang kali bercerainya, tidak di Pengadilan
10. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya kerja jadi pembantu rumah tangga, suami kerja buruh pabrik
11. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya lulusan SMP dan suami lulusan SMA
12. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Prosesnya suami hanya memberikan surat talak kepada kedua orang
tua saya, dan suami saya meminta kepada orang tua saya agar surat talak ini
diberikan kepada saya
13. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Iya punya 1 anak yang ikut bersama saya, alhamdulillah suami masih
memberikan nafkah untuk anak saya sebulan sebesar 300.000-500.000, atuh
segimana suami punya rizki aja kali
14. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
15. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: Tidak mendapatkan nafkah ‘iddah
16. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Belum menikah lagi setelah bercerai
IBU ROHYANAH
HASIL WAWANCARA
Nama : Ika
Hari/Tanggal : Sabtu/28 Juli 2018
Waktu/Tempat : Jam 10.30/Rumah
1. Apakah Ibu keur nikah pertama sa encan papegatan malalui prosedur
pencatetan di KUA?
Jawab: He‟eh malalui pencatetan di KUA
2. Keur umur beraha ibu nikah?
Jawab: Keur umur 18 tahun
3. Keur tahun beraha ibu papegatan?
Jawab: Papegatan keur tahun 2015
4. Saha anu menta papegatan?
Jawab: Salaki anu megatkeun kula
5. Naon anu nyebabkeun ibu papegatan?
Jawab: Geus teu harmonis deui
6. Di mana tempat ibu keur ngalakukeun papegatan?
Jawab: Di imah
7. Saha bae anu nyaksikeun papegatan ibu?
Jawab: Kadua kolot kula
8. Apakah ibu nyaho papegatan kudu di Pengadilan?
Jawab: He‟eh nyaho kudu Pengadilan
9. Kunaon ibu teu ngalakukeun papegatanna di Pengadilan?
Jawab: Soalna kula jeung salaki hayang gera angges ngurusan papegatan iye,
laju cak babaturan kula anu geus pernah papegatan di Pengadilan prosesna
kebel jasa
10. Naon pagawean ibu jeung salaki?
Jawab: Kula buruh pabrik, salaki boga ternak ayam potong
11. Naon pendidikan timberi ibu jeung salaki?
Jawab: Kula jeung salaki sarua lulusan SMA
12. Kumaha proses papegatan ibu anu dilakukeun di luar Pengdilan?
Jawab: Prosesna anu disaksian ku kadua kolot kula, Salaki cuma ngomong ka
kula bahwa nyana geus embung jeung kula deui. Anu penting mah lamun
deuk papegatan aya saksi bae geh geus sah, laju atuh geus bae kula menta
disaksikan ku kadua kolot kula secara kakeluargaan
13. Apakah ibu boga anak ti papegatan ibu jeung salaki? Beraha? Terus anak ilu
jeung saha? Kumaha kana nafkah anak, apakah diberekeun ku mantan salaki?
Jawab: He‟eh boga 2 anak ilu jeung kula, salaki mere nafkah jeung anak cuma
6 kali, ti samenjak papegatan sampe kuari 2018
14. Apakah ibu menang mut’ah ti papegatan ibu jeung salaki?
Jawab: Teu menang mut’ah di salaki
15. Apakah ibu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah?
Jawab: Teu menang nafkah ti salaki keur masa ‘iddah
16. Apakah ibu nikah deui mantas papegatan?
Jawab: Encan nikah deui
1. Apakah ibu menikah pertama sebelum bercerai melalui prosedur pencatatan di
KUA?
Jawab: Iya melalui prosedur pencatatan di KUA
2. Pada usia berapa ibu menikah?
Jawab: Pada usia 18 tahun
3. Pada tahun berapa ibu bercerai?
Jawab: Bercerai pada tahun 2015
4. Siapa yang meminta bercerai?
Jawab: Suami yang menceraikan saya
5. Apa yang menyebabkan ibu bercerai?
Jawab: Sudah tidak harmonis lagi
6. Di mana tempat ibu ketika melakukan perceraian?
Jawab: Di rumah saya
7. Siapa saja yang menyaksikan perceraian ibu?
Jawab: Kedua orang tua saya
8. Apakah ibu tahu bercerai harus di Pengadilan?
Jawab: Iya saya tahu harus di Pengadilan
9. Mengapa ibu tidak melakukan perceraian melalui Pengadilan?
Jawab: Karena saya dan suami ingin cepat selesai mengurus perceraiannya,
kemudian kata teman saya yang sudah pernah bercerai di Pengadilan
prosesnya lama sekali
10. Apa pekerjaan ibu dan suami?
Jawab: Saya buruh pabrik, suami mempunyai ternak ayam potong
11. Apa pendidikan terakhir ibu dan suami?
Jawab: Saya dengan suami sama tamatan SMA
12. Bagaimana proses perceraian ibu yang dilakukan di luar Pengadilan?
Jawab: Prosesnya disakiskan oleh kedua orangtua saya, dan suami hanya
berbicara kepada saya bahwa dia sudah tidak mau bersama saya lagi. Yang
penting mah kalo ingin bercerai harus ada saksi sudah sah, kemudian saya
minta disaksikan oleh kedua orangtua secara kekeluargaan
13. Apakah ibu mempunyai anak atas perceraian tersebut? Berapa? Kemudian
anak ikut siapa? Bagaimana dengan nafkah anak apakah diberi oleh mantan
suami?
Jawab: Iya mempunyai 2 anak ikut bersama saya, dan suami memberikan
nafkah terhadap anak hanya 6 kali dari sejak bercerai sampai sekarang 2018
14. Apakah ibu mendapatkan mut’ah dari perceraian tersebut?
Jawab: Tidak mendapatkan mut’ah dari suami
15. Apakah ibu mendapatkan nafkah dari suami ketika masa „iddah?
Jawab: tidak mendapatkan nafkah dari suami ketika masa ‘iddah
16. Apakah ibu menikah lagi setelah bercerai?
Jawab: Belum menikah lagi
IBU IKA
Foto wawancara dengan ibu Wiwik pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Sarikah pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Iyah pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Fuadah pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Zubaedah pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Hj. Omsiah pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Hj. Ika Susanti pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Heriyah pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Eci pelaku cerai di luar pengadilan
Foto wawancara dengan ibu Rokayah pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Nengsih pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Hj. Emul pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Ika pelaku cerai di luar pengadilan.
Foto wawancara dengan ibu Rohyananh pelaku cerai di luar pengadilan.